Ceritasilat Novel Online

Kitab Pemanggil Mayat 2

Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat Bagian 2


Tetapi Bidadari Hati Kejam menolak dan marahmarah. Justru si Manusia Pemarah yang lebih marah
lagi. Dia memaksa untuk mengobati si nenek yang
sejak muda dan sampai berusia lanjut ini masih
dicintainya. Si nenek masih menolak dan mengatakan
dia bisa mengobati dirinya sendiri. Tetapi Manusia
Pemarah tetap memaksa dengan mengatakan kalau
dalam waktu sepenanakan nasi tak segera diobati
nyawa si nenek akan putus.
Si nenek akhirnya setuju dengan syarat agar
Manusia Pemarah jangan menyentuh 'benda antik' di
dadanya. Tetapi mengobati luka dalam di bagian dada
itu sangat sulit bila tidak menyentuh 'benda antik' si nenek Mau tak mau tangan
Manusia Pemarah pun
menyentuhnya. Wajah si nenek berkonde berubah. Kegusaran
melanda dan langsung keluar sumpah serapahnya.
Tetapi, orang tua yang berjuluk si Manusia Pemarah
yang tak pernah tersenyum dan berkata lembut itu,
lebih gila lagi marahnya.
"Urusan kau mau hajar aku atau tidak urusan
belakangan! Lebih baik kita cari Dewi Karang
Samudera!" kata si Manusia Pemarah menjawab
perkataan Bidadari Hati Kejam. Saat berbicara, kedua matanya yang masuk ke dalam
bagai hendak loncat
keluar. "Orang tua sialan! Rupanya kau mau alihkan
keinginanku itu dengan mengatakan tentang Dewi
Karang Samudera! Lancang mulut, lelaki tua jelek!
Ayo, berdiri! Sinikan kepalamu biar kuhajar sampai
pecah!" sentak Bidadari Hati Kejam.
"Sontoloyo! Bicara seenak udel mu saja! Kau nanti yang akan kuhajar!"
"Setan! Aku ingin tahu kehebatanmu!" bentak Bidadari Hati Kejam sambil berdiri
dengan wajah mengkelap. "Kau menantangku, hah" Boleh! Kau akan
kulumat dalam lima jurus!" balas Manusia Pemarah sambil berdiri pula. Mengambil
jarak dua tombak dari hadapan Bidadari Hati Kejam. Mementangkan kedua
kaki dan menyatukan tangan di dada, bertanda siap
untuk melakukan satu serangan.
Si nenek berkonde tidak mau kalah.
"Kau akan menjadi mayat dalam tiga jurus!"
sentaknya dengan suara lebih keras, membedah
tempat dan memapas semak belukar.
"Nyawamu akan putus dalam dua jurus!"
"Keparat! Lancang kau bicara seperti itu, hah" Kau tak tahu tingginya langit dan
dalamnya lautan! Tubuh peotmu itu akan...."
"Ku peluk dalam satu jurus!" kata-kata Bidadari Hati Kejam terpotong oleh satu
suara yang diucapkan
dengan nada geli.
Seketika dua orang tua yang saling bentak dan
marah-marah itu mendongakkan kepala. Kedua mata
mereka melihat seorang pemuda sedang asyik duduk
beruncang-uncang kaki di atas sebuah pohon. Di bibir si pemuda itu terdapat
sebatang rumput yang lagi
dihisap-hisapnya.
"Bocah kebluk!" maki Bidadari Hati Kejam
kemudian, setelah mengenali siapa pemuda yang
lancang memotong kalimatnya tadi. "Apa-apaan kau bicara, hah" Kau nanti yang
akan kuhajar!"
"Kenapa marah-marah tak karuan sih, Guru?"
balas si pemuda berbaju keemasan yang tak lain Tirta adanya. Setelah bertarung
dengan si Jubah Mambang
dan Jubah Setan, Tirta meneruskan langkah mencari
Iblis Kubur dan Dewi Karang Samudera. Dan ketika
dia tiba di tepi danau yang di sekitarnya ditumbuhi
pepohohan itu, didengarnya suara orang marah-marah
tak karuan. Ketika dia mengintip, dilihatnya Bidadari Hati Kejam yang tak lain
gurunya sedang bertengkar
dengan Iblis Pemarah, guru dari Ayu Wulan.
Keisengan Tirta pun timbul. Mempergunakan ilmu
peringan tubuhnya, dia duduk di sebatang dahan
pohon sambil memperhatikan kedua orang tua itu
yang sedang berebut ucap. Lalu dengan sikap makin
tak acuh, dilanjutkan kata-katanya, "Kalau kau
marah-marah begitu, kebetulan seorang temanku
sedang butuh seorang pemain ketoprak yang bisa
marah-marah. Atau... bagaimana denganmu, Orang
tua pemarah?"
Manusia Pemarah mendengus. Tangannya
mengacung. "Bocah sialan! Mengapa kau berada di sini, hah"
Apakah kau sudah bertemu dengan muridku?"
"Wah... mana aku tahu di mana Ayu Wulan
berada. Gadis itu bukannya bersamamu, Kek?"
"Sontoloyo! Kau telah bertindak pengecut, pemuda
brengsek! Kau meninggalkannya begitu saja padahal
aku ingin menjodohkan mu dengan muridku!" bentak Manusia Pemarah melotot.
"Mana bisa kau bilang aku pengecut" Kan
semuanya memang belum kuterima atau kutolak!"
Bukannya menyahuti kata-kata si Rajawali Emas,
si orang tua pemarah menoleh pada Bidadari Hati
Kejam. "Kunti... aku menginginkan murid brengsek mu itu berjodoh dengan muridku"
Bagaimana" Kau
setuju, bukan?"
Bidadari Hati Kejam mengerutkan keningnya
mendapati pertanyaan orang. Namun sedikit
banyaknya dia bisa menduga kalau sebelumnya telah
terjadi perjumpaan antara muridnya itu dengan si
Manusia Pemarah. Lalu terdengar pertanyaannya yang
tetap bernada membentak, "Apakah muridmu itu
cantik"!"
"Jelas cantik!" sambar Manusia Pemarah cepat.
Lalu disambung dengan nada sarat ejekan, "Tidak seperti kau! Sudah peot, jelek,
banyak omong lagi!"
"Setan! Tidak, aku tidak menyetujui perjodohan
itu!" "Sontoloyo! Kau berani menolak pinangan ku yang menginginkan muridku
berjodoh dengan murid
sontoloyo mu itu, hah?" geram Manusia Pemarah dengan mata melotot.
"Orang tua jelek yang pemarah, apakah kau pikir aku tega membiarkan muridmu yang
cantik itu jadi
jodoh muridku yang kebluk macam begitu, hah!
Keenakan dia!" Habis berseru begitu, Bidadari Hati Kejam mendongak dan membentak
pada Tirta yang
tertawa mendengar kata-katanya barusan, "Bocah
kebluk! Hentikan tawamu yang jelek itu! Pasti
pantatmu jadi merah sekarang mendengar perjodohan
ini"!" Menyusul kata-katanya pada Manusia Pemarah,
"Rupanya kau sudah sinting hendak menjodohkan
muridmu yang cantik itu dengan muridku yang rada
gendeng!" Tirta menyambar cepat masih diiringi tawa
berderainya, "Kau benar, Guru. Aku memang kurang pantas buat si Ayu Wulan. Dia
sangat cantik, tetapi
aku juga terlalu ganteng. Cuma saja... kau sangat
pantas buat si orang tua pemarah itu!"
"Setan betul!" geram Bidadari Hati Kejam dengan wajah menekuk keras. Lalu
dikibaskan tangan
kanannya ke arah Tirta.
Wrrrrr! Praaakkk! Dahan yang diduduki Tirta tadi pecah berantakan
terhantam gelombang angin yang dilepaskan si nenek berkonde. Bahkan dedaunan
pohon itu rontok
sebagian. Sementara si Rajawali Emas sudah berdiri
berjarak empat tombak di depan kedua orang tua aneh
yang sama-sama keras kepala. Rupanya, gerakannya
lebih cepat dari hempasan tangan kanan si nenek
berkonde. "Heran...yang kukatakan ini kan baik, Guru. Ma-a'
sih kau tidak mau dengan si Manusia Pemarah yang
ganteng, lembut, baik hati, tutur katanya sopan,
penuh romantis, suka menolong, ringan tangan, cerdas dan...."
"Kurang ajar kau!" potong Bidadari Hati Kejam sewot, sementara Manusia Pemarah
cuma keluarkan dengusan. Kendati demikian, lelaki berkuncir itu suka sekali mendengar kata-kata
Tirta. Karena pada
dasarnya, dia memang mencintai Bidadari Hati Kejam
sejak masih muda. Mungkin karena keduanya punya
sifat keras kepala dan suka marah-marah, jadinya
sulit membina hubungan satu sama lain.
"Jangan gusar begitu, Guru. Aku yakin, Guru
suka mendengar lakon picisan macam begini," kata Tirta lagi, tak peduli wajah
Bidadari Hati Kejam sudah mengkelap. Tetapi ketika dilihatnya gurunya itu
hendak mengibaskan tangan kembali, buru-buru dia
berkata, "Sudahlah, Guru. Urusan kau mau atau tidak pada kakek itu urusan
belakangan. Pokoknya...."
"Sontoloyo!" potong Manusia Pemarah keras.
"Kalimat itu adalah kalimat kesukaan ku!"
Tirta tertawa terbahak-bahak Apa yang barusan
dikatakannya itu memang bermaksud mengejek si
Manusia Pemarah yang kerap kali segala sesuatunya
dibilang urusan belakangan.
Setelah tawanya sirna sementara sepasang mata
kelabu si Manusia Pemarah masih melotot, si Rajawali Emas berkata, "Guru... di
mana Iblis Kubur berada"
Bukankah kau memancing dia untuk menjauh saat
aku menolong murid Dewi Bumi itu?"
"Aku tidak tahu di mana manusia iblis itu berada saat ini. Kalau tidak ada orang
tua jelek ini, nyawaku bisa merat dari badan. Apakah kau sudah bertemu
dengan Raja Lihai Langit Bumi?" tanya Bidadari Hati Kejam.
"Belum. Entah di mana Guru berada."
"Dia yang mengabarkan tentang akan bangkitnya
Iblis Kubur. Pasti dia tahu kelemahannya. Tetapi
manusia jelek ini sudah mengatakan kepadaku, kalau
semua ini karena ulah Dewi Karang Samudera."
"Sontoloyo!" sambar Manusia Pemarah. "Sejak tadi kau selalu bilang aku ini jelek
apa kau tidak jelek
hah?" "Urusan jelek atau tidak urusan belakangan," kata Tirta memotong makian yang
akan dilontarkan
Bidadari Hati Kejam. Lalu tak mempedulikan pelototan Manusia Pemarah, yang lagilagi merasa kalimat
kesayangannya diambil oleh si Rajawali Emas,
dilanjutkan kata-katanya, "Kalau begitu, yang kita cari memang Dewi Karang
Samudera, Guru! Apakah kau
belum bisa menemukan di mana Eyang Sampurno
Pamungkas berada?"
Manusia Pemarah mendumal jengkel.
"Muridmu ini ternyata manusia lancang yang
kurang ajar! Begitu enaknya dia lontarkan pertanyaan kebluk macam begitu!"
katanya pada Bidadari Hati Kejam yang justru melotot.
"Jangan banyak omong! Kalau kau tahu, segera
jawab! Kalau tidak tahu, tidak usah pamer
kemarahan!"
"Perempuan jelek berkonde!" gerutu Manusia Pemarah sengit. Lalu mengalihkan
pandangan pada Tirta yang hanya tersenyum-senyum. "Terus terang, aku tidak bisa menduga,
menebak atau menjawab
secara pasti di mana Ki Sampurno Pamungkas berada.
Beliau bisa datang dan pergi semacam angin, tak
diketahui di mana rimbanya. Seperti si Malaikat Dewa.
Keduanya adalah tokoh-tokoh tingkat tinggi yang
hanya bisa ditandingi oleh segelintir orang saja. Tetapi, bila kau bertanya
seperti itu, hanya satu yang bisa
kujawab, meskipun rasanya hanya bayangan belaka.
Beliau... mungkin berada di Gunung Siguntang."
"Gunung Siguntang?" ulang Tirta dengan kening dikernyitkan. "Di manakah gunung
itu berada, Kek?"
Bukannya menjawab, Manusia Pemarah justru
membentak, "Diberi jawab rupanya keenakan!
Sontoloyo! Kunti! Kau rupanya tak pernah ajar adat
pada muridmu ini, ya?"
"Setan tua pemarah! Kalau kau ingin
memarahinya silakan, tidak usah membawa-bawa
aku!" Tirta yang merasa memang tak perlu terlalu lama
berada di sini, segera berkata, "Ya, sudah! Aku akan segera meninggalkan tempat
ini, kok! Silakan kalian
teruskan lagi pacarannya! Dan... kalian tidak usah
berpura-pura segala pakai membentak-bentak seperti
itu, padahal hati kalian sebenarnya ser-seran!"
Habis kata-katanya, diiringi tawanya yang keras,
si Rajawali Emas berkelebat. Dalam tempo sekejap
mata, sosoknya sudah tidak nampak Padahal saat itu
Bidadari Hati Kejam sudah siap memaki. Sebagai
pelampiasannya justru dia membentak Manusia
Pemarah, "Kau pasti senang mendengar kata-kata si bocah kebluk itu, hah?"
"Sontoloyo! Jangan-jangan, malah kau yang
senang!" balas Manusia Pemarah. Lalu dia bersungut-sungut, "Dasar perempuan!
Biasanya cuma marahmarah untuk menyembunyikan perasaan senangnya!"
"Brengsek!"
Bidadari Hati Kejam melayangkan tangan
kanannya. Wussss!
Manusia Pemarah melengak, menghindar dan
memaki, "Kurang ajar! Kau keterlaluan, Kunti!"
Bidadari Hati Kejam tak peduli kata-kata orang.
Dia mencecar terus Manusia Pemarah yang jadi jengkel dan mulai membalas.
Dalam tempo dua gebrakan saja, tempat itu jadi
porak-poranda. Bahkan air danau yang tenang
bergerak bagai gelombang di lautan.
"Sudah, sudah!" seru Manusia Pemarah kemudian sambil menggoyang-goyangkan
tangannya. "Urusan
kau senang atau tidak dengan kata-kata pemuda tadi,
itu urusan belakangan. Yang penting sekarang, kita
harus cari Dewi Karang Samudera?"
Sepasang mata Bidadari Hati Kejam melotot.
"Kita" Setan tua pemarah! Jangan mencoba mengambil keuntungan dari pertolonganmu


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tadi, hah" Kalau kau
ingin pergi, silakan pergi!"
"Kau sendiri bagaimana?"
"Itu urusanku!"
"Baik! Aku akan pergi sekarang!" hardik Manusia Pemarah keras. Lalu dengan gaya
angkuh ditinggalkannya Bidadari Hati Kejam yang merengut.
Sepeninggal Manusia Pemarah, Bidadari Hati
Kejam bergumam dengan suara mendengus, "Dasar
lelaki tua kapiran! Dipikirnya aku senang mendengar
kata-kata si bocah kebluk tadi" Memang kurang ajar
bocah kebluk itu! Enak-enakan dia ngomong kurang
ajar seperti tadi! Heran, kenapa aku mau menurunkan
ilmu pengebut ku kepadanya, ya" Dan lebih heran lagi kalau dulu pertama kali
bertemu dengannya aku
begitu menginginkan dia menjadi muridku! Dasar
dunia sudah edan! Tetapi... apakah aku benar-benar
tidak suka dengan kata-kata murid kebluk itu"
Padahal aku... ah, kalau saja semuanya ini beres,
mungkin aku akan menjadi pendamping manusia jelek
itu. Biar bagaimanapun, sebenarnya... aku
mencintainya...." Si nenek terdiam dengan wajah bimbang. Tetapi detik kemudian,
dia sudah bersungut-sungut, "Sialan! Kenapa aku jadi memikirkan kata-kata si
murid kebluk itu! Kalau dia mendengar bisa
habis aku diejeknya! Lebih baik kuteruskan perjalanan mencari Iblis kubur dan
Dewi Karang Samudera!"
Memutuskan sampai di situ, si nenek berkonde
berkelebat cepat ke arah barat.
Dan tanpa sepengetahuannya, sepasang kuping
tua bergetar mendengar kata-kata si nenek berkonde
tadi. "Kunti... benarkah apa yang kau katakan tadi"
Apakah kau memang mencintai ku seperti aku
mencintaimu?" Orang yang mencuri dengar gumaman Bidadari Hati Kejam menarik
napas pendek. Detik
kemudian dia sudah marah-marah, "Dasar
perempuan! Selalu suka berpura-pura! Keparat jelek!
Nenek peot berkonde! Kau membohongi dirimu
sendiri!" Habis memaki begitu, orang yang mencuri dengar
dan tak lain si Manusia Pemarah, keluar dari balik
gerumbulan semak Rupanya tadi dia tidak benarbenar meninggalkan Bidadari Hati Kejam. Kini dia
berdiri dengan kening berkerut.
"Sontoloyo! Memang rasa sukaku padanya
semakin membesar! Keparat betul! Sebaiknya, kuikuti
saja ke mana dia!"
Lalu, orang tua dengan rambut dikuncir itu pun
menyusul ke mana Bidadari Hati Kejam berkelebat tadi
*** Bab 6 Titik-titik embun masih menggenang di dedaunan.
Sinar surya mulai merambah persada. Langit cerah
tanpa timbunan awan. Satu sosok tubuh berbaju
keemasan bergerak cepat dari satu tempat ke tempat
lain. Dan berhenti di sebuah ladang yang dipenuhi
dengan bunga-bunga. Tempat itu dikenal dengan nama
Ladang Ribuan Bunga.
Si pemuda yang tak lain si Rajawali Emas adanya,
memandang ke seantero tempat
"Tempat yang sangat indah. Ditumbuhi bunga liar
yang seperti terawat. Ingin rasanya aku berlama-lama di tempat ini. Tetapi
sayangnya, aku harus
meneruskan langkah. Sialan betul! Ke mana aku harus
mencari jejak Iblis Kubur atau Dewi Karang
Samudera" Guru tidak tahu di mana Iblis Kubur
berada. Manusia Pemarah pun tidak tahu di mana
Dewi Karang Samudera berada. Manusia-manusia
berhati mulia meskipun keduanya bersikap kejam dan
pemarah. Apakah tidak sebaiknya ku jajaki saja
Gunung Siguntang, di mana menurut Manusia
Pemarah, meskipun kecil kepastiannya, Manusia
Agung Setengah Dewa alias Eyang Sampurno
Pamungkas berada" Bukankah selain petunjuk dari
Kitab Pemanggil Mayat, Eyang Sampurno Pamungkas
telah berhasil mengalahkan Iblis Kubur" Apakah...."
Tas! Tak ada angin yang menderu mencurigakan, tak
ada bayangan yang aneh, mendadak saja tubuh si
pemuda meregang kaku. Detik kemudian, tubuhnya
jatuh berlutut.
"Gila! Mengapa aku jadi bersikap seperti ini" Aneh!
Padahal tak ada angin tak ada hujan. Lebih aneh lagi kalau tubuhku tidak bisa
digerakkan. Siapa yang
melakukan totokan sialan seperti ini?" batin Tirta dengan wajah geram. Segera
dialirkan tenaga surya
yang mengalir dalam tubuhnya, faedah dari Rumput
Selaksa Surya yang dihisapnya secara tak sengaja.
"Sinting! Mengapa tubuhku masih terasa kaku"
lebih sinting lagi, aku sukar menentukan di mana
letak totokan ini. Keparat betul! Siapa orang yang
lancang melakukan seperti ini" Tetapi, siapa pun dia adanya, jelas dia bukan
orang sembarangan. Karena,
aku tak mengetahui datangnya totokan ini. Dan yang
ku rasakan, tubuhku tahu-tahu sudah berlutut dalam
keadaan tertotok seperti ini."
Selagi si pemuda dibuat kalang-kabut oleh totokan
aneh yang mendadak. itu, tiba-tiba terdengar suara
seperti sayup-sayup, dibawa angin, namun sangat jelas di telinganya.
"Pemuda berbaju emas dan berajah burung
rajawali keemasan di kedua lengan, aku yakin kau
adalah orang pilihan dari Bwana. Burung rajawali
kesayangan si Malaikat Dewa. Dan aku tahu saat ini
kau mengemban tugas yang berat Mencari Iblis Kubur
sekaligus menghentikan sepak terjangnya."
Tirta mengerutkan kening mendapati suara itu.
Dia berusaha menebak dari mana asalnya.
"Aneh, suaranya bergetar seperti diseret angin, tetapi jelas di telingaku. Siapa
dia" Dan orang yang bersuara itu tahu kalau aku adalah...." Tirta
memutuskan kata-kata hatinya itu, lalu berseru,
"Orang di balik angin! Apa yang kau katakan itu benar!
Namaku Tirta! Aku datang dari Gunung Rajawali. Dan
Bwana adalah sahabatku. Tetapi, apakah kau patut
melakukan tindakan seperti ini?"
"Aku bukan sedang menguji, bukan pula sedang
pamer ilmu! Yang kulakukan hanya sebuah gambaran
kecil, kalau yang akan kau hadapi bukanlah tandingan mu." Terdengar lagi suara
yang sangat jelas di telinga Tirta tetapi sangat sulit ditentukan dari mana asalnya.
Karena terkadang berpindah, terkadang seperti diseret angin dan terkadang bagai
ada di hadapannya. Namun
semuanya, sangat jelas di telinga si pemuda.
Tirta makin mengerutkan keningnya. "Apa
maksudmu?"
"Iblis Kubur adalah manusia sesat berilmu tinggi.
Selagi dia masih hidup, sulit untuk mengalahkannya.
Apalagi setelah mati dia dibangkitkan kembali, akan
semakin sulit. Karena manusia itu tak akan merasa
sakit akibat serangan sakti sekalipun."
"Siapa orang ini" Selain tahu siapa aku, juga tahu kalau aku sedang melacak
jejak Iblis Kubur. Dari kata-katanya itu, aku bisa menangkap orang di balik
angin ini tahu banyak tentang Iblis Kubur. Jangan-jangan...."
Kembali Tirta memutuskan kata-kata hatinya dan
berseru, "Orang di balik angin... siapa pun kau adanya, tentunya kau tahu
bagaimana cara menaklukkan Iblis Kubur!" .
"Yang kau katakan itu benar, Anakku Tirta. Aku memang pernah mengalahkan Iblis
Kubur. Ku coba pula membuatnya agar dia insyaf. Tetapi, usahaku
nampak sia-sia."
"Kalau kau memang pernah, katakan bagaimana
cara menaklukkannya?"
"Seperti yang kukatakan tadi, sangat sulit
mengalahkannya. Kau hanya bisa mengalahkannya
dengan petunjuk dari Kitab Pemanggil Mayat yang kini berada di tangan Dewi
Karang Samudera. Kau harus
mendapatkan kitab itu. Perlu kau ketahui, Anakku.
Perempuan berjuluk Dewi Karang Samudera itu
memiliki satu ilmu dahsyat yang bernama 'Pengendali
Mata'. Seluruh kepandaian yang dimiliki oleh lawannya atau orang yang
dikehendakinya dapat dicuri dengan
ilmu itu."
"Hebat! Apakah dia bisa mencuri kentut ku?" balas Tirta jengkel karena tubuhnya
tak bisa digerakkan.
Terdengar tawa yang sangat keras sekali,
membuat tubuh Tirta bergetar.
"Kau tak jauh berbeda sepertiku ketika aku masih muda, Anakku. Baiklah,
kukatakan kepadamu
bagaimana cara mengalahkan ilmu 'Pengendali Mata'.
Pertama, bila kau bertemu dan bertarung dengan Dewi
Karang Samudera, janganlah mempergunakan tenaga
dalam. Karena, setiap kali kau mempergunakan tenaga
dalammu, berarti kau sudah kalah satu langkah.
Kedua, berusahalah menyerang kedua matanya...."
"Bagaimana aku bisa menyerang bila tak
kupergunakan tenaga dalamku?"
"Untuk kalahkan ilmu 'Pengendali Mata', tenaga luar lebih bermanfaat. Tetapi,
yang harus kau tuju
adalah mata bagian kiri. Di situlah letak ilmu
Pengendali Mata' yang dimilikinya. Ketiga, jangan
sekali-sekali menggunakan senjata apa pun juga.
Karena senjata sakti macam apa pun, tak akan
mampu menembus mata kiri Dewi Karang Samudera.
Kulihat di punggungmu ada sebuah pedang. Dari
cirinya aku tahu pedang itu berasal dari Batu Bintang.
Mungkin, pedangmu bisa membabat seluruh bagian
tubuh Dewi Karang Samudera. Tetapi mata kirinya
tidak." "Lho... bila sudah ku babat tubuhnya, apa
gunanya lagi membabat matanya?" seru Tirta bingung.
"Pertanyaan bagus menandakan kau memiliki otak
yang cerdik. Perlu kau ketahui, meskipun tubuhnya
sudah kau cacah, kau tak akan bisa mencabut
nyawanya."
"Aneh! Ilmu apa itu" Baru kali ini kuketahui ada ilmu yang sedemikian aneh,"
batin Tirta makin
bingung. "Orang di balik angin... aku masih bingung dengan penjelasan mu."
"Bisa kupahami soal itu. Karena, dengan kekuatan ilmu 'Pengendali Mata' dia akan
bisa menyambung
tubuhnya kembali yang putus."
"Gila!"
"Pernahkah kau mendengar sebuah ilmu yang
disebut ajian 'Rawa Rontek'?"
"Ilmu apa itu?"
"Ada sebuah kabar angin yang mengerikan tentang seorang pendekar yang disebut Ki
Rawe Rontek. Ilmu
yang dimilikinya sangat dahsyat. Tak seorang pun
yang bisa menghentikan sepak terjangnya. Bahkan,
setiap kali anggota tubuhnya putus, maka akan
menyambung kembali. Semua dikarenakan, bagian
tubuhnya masih bersentuhan dengan tanah. Hampir
sama dengan ilmu 'Pengendali Mata'. Karena kekuatan
mata kiri si pemilik ilmu 'Pengendali Mata' hampir
sama dengan ilmu 'Rawe Rontek. Kau paham
maksudku?"
"Ya. Aku bisa memahaminya. Ilmu itu jelas sebuah ilmu yang sangat mengerikan.
Tetapi, apakah aku
akan kau biarkan terus menerus berlutut tanpa bisa
ku gerakkan tubuhku ini, hah"!" teriak Tirta.
Entah bagaimana mulanya, belum habis kata-kata
Tirta, tubuhnya sudah bisa digerakkan!
"Luar biasa. Aku makin yakin siapa orang di balik angin ini," batin si pemuda
dan tiba-tiba dia bersujud.
Kepalanya lekat menempel pada bumi. Selekat rasa
hormatnya yang sangat dalam. "Eyang Sampurno
Pamungkas... terimalah sembah sujud ku ini....
Semoga kau berkenan menerimanya."
Menyusul sikap Tina itu, satu suara terdengar
renyah. "Ha ha ha... kau memang cerdik, Tirta. Tidak sia-sia Bwana memilihmu sebagai
majikannya. Dan aku
yakin, Mahisa Agni sangat menyukaimu."
Masih bersujud Tirta berkata, "Terima kasih atas petunjukmu, Eyang. Bila sudah
kulakukan semua ini,
apa yang akan kulakukan terhadap Kitab Pemanggil
Mayat?" "Terus terang, selama ini aku belum pernah
membaca kitab itu. Tetapi aku yakin, di dalamnya ada petunjuk untuk hentikan
sepak terjang Iblis Kubur."
"Manusia sesat itu tengah mencarimu, Eyang.
Mengapa kau tidak turun tangan?"
"Aku sudah terlalu tua untuk muncul kembali ke
rimba persilatan Aku juga yakin, Mahisa Agni tak akan muncul pula. Di samping
itu, aku merasa beruntung
bertemu denganmu, Tirta. Di pundakmulah semuanya
teremban. Sekarang, berdirilah. Tak seharusnya kau
melakukan sembah semacam itu. Karena, ada yang
lebih patut kita sembah. Yang Maha Agung, Mana
Kuasa dan Maha Esa."
Perlahan-lahan si Rajawali Emas berdiri.
"Terima kasih atas petunjukmu itu, Eyang. Akan
ku coba melaksanakan semuanya. Permintaanku
terakhir, aku ingin sekali melihatmu. Bolehkah aku...."
"Belum saatnya, Anakku. Tetapi bila kau ingin
mengetahui siapa aku, pergilah ke Gunung Siguntang
yang berdiri tegak berjarak ratusan tombak di
belakangmu. Karena menurut perasaanku, Iblis Kubur
telah menemukan jejak di mana aku berada."
Tanpa sadar, Tirta menoleh ke belakang.
Dilihatnya gunung yang dimaksudkan oleh Ki
Sampurno Pamungkas. Tirta memperkirakan, jaraknya
sekarang dengan Gunung Siguntang mencapai ratusan


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tombak. Dan sungguh luar biasa, Manusia Agung
Setengah Dewa yang sedang bercakap-cakap
dengannya ini. Karena, jelas-jelas dia berada di
Gunung Siguntang tetapi suaranya sudah nyata
terdengar di telinga Tirta.
"Aku begitu penasaran sekali ingin berjumpa
dengan Manusia Agung Setengah Dewa ini," batin Tirta sambil menarik napas
pendek. "Anakku... tak perlu kau persoalkan apakah
keinginanmu akan tercapai atau tidak untuk bertemu
denganku. Terus terang, aku juga ingin bertatap muka denganmu, meskipun aku
sudah melihat wujud, sikap
dan tutur katamu yang terkadang rada-rada miring."
Tirta tersenyum kecut.
"Kau membuatku malu, Eyang."
"Lupakan soal itu. Sekarang, berjalanlah ke arah barat. Karena, ada seseorang
yang membutuhkan
pertolonganmu."
"Siapakah orang itu, Eyang?"
"Kau bisa menemukannya, Anakku."
"Baiklah, Eyang. Aku akan menuruti semua
perintahmu. Tetapi, aku... Eyang! Eyang!"
Tak ada suara merambat bagai angin tadi. Tirta
cepat berdiri. Berteriak "Eyang! Tunggu! Jangan hentikan percakapan ini!"
Tak ada sahutan apa-apa kecuali desir angin yang
cukup dingin. Tirta menarik napas pendek setelah
sadar kalau orang di balik angin yang memang adalah
Ki Sampurno Pamungkas sudah tak berbicara lagi.
Perlahan-lahan Tirta bergumam, "Ah, dua orang
yang masih menjadi teka-teki hidupku. Pertama,
Eyang Guru Mahisa Agni. Kedua Eyang Sampurno
Pamungkas yang berjuluk Manusia Agung Setengah
Dewa. Entah kapan aku bisa berjumpa dengan
mereka, meskipun rasa penasaran telah mencelat
keluar. Kembali si Rajawali Emas mengedarkan
pandangan. Lalu segera berkelebat mengikuti petunjuk orang di balik angin.
*** Bab 7 Ratu Harimau Putih yang dibawa lari dan kini
diletakkan di atas rumput sebuah lembah yang
berjarak ratusan tombak dari Ladang Ribuan Bunga
oleh Nandari dan Wisnu keadaannya makin bertambah
parah. Nenek berbaju dari kulit harimau namun
berwarna putih itu berkali-kali terbatuk. Dan setiap kali terbatuk selalu
mengeluarkan darah. Suaranya
semakin lama bertambah melemah.
Dengan penuh kecemasan, Nandari menatap
Wisnu yang sudah berusaha mengobati Ratu Harimau
Putih tetapi gagal.
"Apa yang harus kita lakukan, Kang?" tanyanya pelan.
Wisnu menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu lagi. Segala usaha sudah
kulakukan, tetapi tak membawa hasil yang bagus.
Keadaan Ratu Harimau Putih lebih parah dari kita.
Pertama dia sudah terkena hajaran Manusia Mayat
Muka Kuning. Kedua, ia tergempur ilmu 'Tepukan
Cabut Sukma' Dewi Kematian. Kita masih beruntung
bisa hentikan rasa sakit di telinga yang menggetarkan seluruh urat darah. Aku
tidak tahu apa yang harus
kita lakukan lagi, Nandari."
Sebelum Nandari menyahut, Ratu Harimau Putih
bersuara lemah, "Kalian... tak perlu memikirkan aku.
Mungkin, takdir ku sudah sampai di sini. Bila memang ajal tiba, dengarlah
pesanku ini... huk-huk-huk."
"Kau jangan banyak bicara dulu, Nek. Kondisi mu akan makin melemah," kata
Nandari sambil mengusap keringat di kening Ratu Harimau Putih.
Meski samar, masih jelas senyuman bertengger di
bibir si nenek.
"Kalian adalah muda-mudi yang baik. Aku,
beruntung bisa mengenal kalian. Sekarang dengar
baik-baik. Aku datang dari Pulau Roti, pulau yang jauh dari tanah Jawa ini.
Kedatanganku ke sini, untuk
mencari adik seperguruanku yang berhati sesat dan
berjuluk Dewi Karang Samudera. Dia telah
membangkitkan manusia sesat berjuluk Iblis Kubur
dengan bantuan petunjuk dari Kitab Pemanggil Mayat.
Tiga muridku sudah kukirim lebih dulu ke tanah Jawa
dan sampai sekarang aku belum berjumpa dengan
mereka. Bila kalian berjumpa dengan ketiga muridku
yang ku juluki Tiga Pengiring Ratu, sampaikan
salamku pada mereka. Dan satu hal lagi, rebutlah
Kitab Pemanggil Mayat dari Dewi Karang Samudera.
Karena...."
Kata-kata itu terputus karena si nenek telah
terkulai. Nandari tersedak melihatnya. Buru-buru dia mengguncang tubuh si nenek
dengan teriakan pilu,
"Nek! Nek! Bangun, Nek! Bangun!"
Wisnu yang begitu si nenek terkulai buru-buru
memegang pergelangan tangan kiri si nenek,
memegang bahu Nandari. "Jangan cemas. Dia masih hidup. Detak jantungnya masih
bisa ku rasakan
meskipun lemah sekali."
"Tetapi...."
"Kita cuma bisa berharap dia masih tertolong,
Nandari. Untuk saat ini kita memang tak tahu harus
melakukan apa. Lebih baik kita mencari pertolongan.
Nandari, kau tunggu...."
Wisnu memutus kata-katanya ketika telinganya
mendengar satu kelebatan tubuh ke arah mereka.
Cepat dia berdiri dan dilihatnya seorang pemuda
berbaju keemasan berdiri di hadapannya. Karena
berada dalam suasana yang agak memanas dan sukar
menentukan mana lawan dan mana kawan, Wisnu
mengepalkan kedua tangannya.
Tidak tanggung lagi, jurus 'Sinar Dewa' sudah
dialirkan ke kedua tangannya.
"Siapa kau?" hardiknya.
Si pemuda yang ternyata Pendekar Rajawali. Emas
itu tersenyum. "Jangan tegang. Namaku Tirta. Aku mengenal
kalian. Kau adalah Wisnu dan kau adalah Nandari.
Murid-murid dari Pesanggrahan Mestika."
Makin waspada Wisnu mendapati kata-kata orang.
Nandari sendiri sudah berdiri pula. Dan begitu
dilihatnya Wisnu sudah mempersiapkan jurus 'Sinar
Dewa' dia pun berbuat yang sama.
"Nama telah kau sebutkan. Dan kau mengenal
kami. Bila tak ada urusan, lebih baik tinggalkan
tempat ini!"
"Hmmm... apakah nenek berbaju dari kulit
harimau tetapi berwarna putih itu yang dimaksud oleh Ki Sampurno Pamungkas"
Kalau memang dia adanya,
jelas sekali kalau keadaan si nenek begitu parah,
Tetapi sikap Wisnu nampaknya begitu bermusuhan.
Aku harus cepat menolong si nenek" Usai membatin, Tirta berkata lagi, "Tak usah
mengambil sikap
tegang macam begitu, Wisnu. Kita kawan satu aliran.
Perlu kau ketahui, semenjak pertarungan kalian
dengan Siluman Buta, aku sudah menyaksikan.
Bahkan aku yang menyelamatkan saudara kalian yang
bernama Andini. Setelah mengobati luka Andini, aku
bermaksud untuk segera membantu kalian. Tetapi
sialnya, Lima Iblis Puncak Neraka telah muncul dan
menghalangi langkah. Setelah urusan selesai, kami
kembali lagi. Tetapi, kalian sudah tak berada di
tempat." "Jangan jual cerita busuk di hadapanku!"
"Apa yang kukatakan, adalah hal yang sejujurnya.
Sekarang, biarkan aku menolong nenek itu."
"Jangan bergerak dari tempat kalau tak ingin
kepalamu pecah!" seru Wisnu.
Tirta mendumal dalam hati. Dilihatnya gadis di
sisi Wisnu berbisik pada pemuda itu, "Kang Wisnu...
nampaknya pemuda ini bukan orang jahat. Dia tahu
pertarungan kita dengan Siluman Buta. Mungkin
memang benar apa yang dikatakannya."
"Aku tidak percaya, Nandari. Saat seperti ini
keadaan sangat kacau. Dan aku...."
"Kuhargai sikapmu macam itu, Wisnu. Baiklah,
untuk cepat bagiku menolong si nenek, biar
kubuktikan kata-kataku."
Habis ucapannya, Tirta menepuk tangannya tiga
kali. Dan di sela-sela tepukannya, dia lepaskan kedua tangan ke angkasa.
Pyaaar! Memercik sinar merah yang segera menerangi
angkasa. Menipiskan suasana terang di mana saat itu
senja mulai turun. Apa yang dilakukannya adalah
sebuah tanda untuk memanggil peliharaannya. Si
Bwana, burung rajawali keemasan yang disayanginya.
Tepukannya yang pelan tadi adalah tanda panggilan
yang hanya bisa didengar dan dimengerti oleh Bwana.
Sedangkan sinar merah yang mengangkasa tadi, tanda
di mana dia berada.
Lima tarikan napas berlalu. Dan mendadak saja
terdengar teriakan keras bersamaan angin
bergumuruh kencang.
"Koaaaakkkk!"
Tiga kepala mendongak. Dua kepala
menampakkan wajah terkejut Sementara satu kepala,
bibirnya tersenyum.
"Rupanya, Bwana sudah membawa terbang Andini
dan gadis yang luka itu yang sekarang sudah sembuh
rupanya. Bagus, urusan bisa lebih cepat kulakukan."
Bwana pun menukik menuju lembah itu. Sebelum
burung rajawali yang besarnya empat kali gajah
dewasa itu hinggap di tanah, dua sosok tubuh
langsung melompat.
Yang berbaju merah dengan ikat pinggang
berwarna biru, berteriak keras, "Kang Wisnu! Nandari!"
Yang dipanggil barusan terkejut. Nandari lebih
dulu pulih dari keterkejutannya dan berlari
menyongsong si gadis yang berteriak tadi dengan
wajah cerah dan sepasang mata berkaca-kaca.
Keduanya berpelukan. Sungguh, keduanya bukan
saudara kembar, bukan pula adik kakak, tetapi wajah
keduanya hampir serupa benar.
"Andini... bagaimana keadaanmu?"
"Baik-baik saja. Kau sendiri?"
"Setengah mampus aku cemas memikirkan
keadaanmu."
Andini tertawa, tetapi jelas menutupi rasa harunya
karena bertemu kembali dengan kedua saudaranya.
"Jangan pura-pura. Bukankah kau malah senang
ada kesempatan berdua-dua dengan Kang Wisnu?"
Nandari mencubit pipi gadis yang hanya lima
bulan lebih muda darinya.
"Kau memang nakal."
"Seharusnya kau berterima kasih kepadaku," kata Andini sambil tertawa.
Nandari hendak menjawab godaan Andini tadi,
tetapi mulutnya langsung terkancing rapat begitu
terdengar teriakan dari si gadis yang tadi berdiri di sisi
Bwana, "Ratuuuuu!"
Seketika si gadis berbaju putih dengan ikat
pinggang warna kuning itu berlari mendapati Ratu
Harimau Putih yang pingsan.
"Oh, Tuhan... Ratu, apa yang terjadi" Mengapa
jadi begini?" gadis itu berteriak kacau. Hatinya berdebar tak menentu. Nafasnya
lebih cepat berpacu.
Wajahnya pucat menyaksikan sosok yang tergolek di
hadapannya. Lalu dia berseru, entah pada siapa
seruannya dimaksudkan, "Apa yang. terjadi dengan guruku"!"
*** Nandari yang telah melepaskan rangkulannya dari
Andini bergegas mendekati. Andini pun menyusul dan
berkata, "Marbone... nenek itu gurumu?"
"Ya. Apa yang telah terjadi?"
Sementara Nandari menjelaskan apa yang dialami
Ratu Harimau Putih, Wisnu tersenyum pada Tirta.
"Maafkan sikapku tadi..."
Tirta tak mempedulikan kata-kata itu. Bergegas si
pemuda berikat kepala keemasan mendekati Ratu
Harimau Putih. Tiga gadis yang berada di sana,
mundur dua tindak.
Tirta berkata pelan, "Melihat luka di tubuhnya dan di telinganya, aku yakin,
yang melakukannya adalah
Manusia Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian."
Nandari berkata cepat, "Bagaimana kau tahu?"
"Aku pernah bertarung dengan keduanya. Dan
aku masih mengingat jenis-jenis pukulan yang dimiliki keduanya. Menyingkirlah,
aku akan coba mengobati
nenek yang berjuluk Ratu Harimau Putih ini."
Ketiga gadis itu menyingkir tiga tombak di dekat
Wisnu. Dan keempatnya tiba-tiba saja merasakan
hawa panas yang mendadak muncul. Setelah beberapa
saat terjadi, mereka baru sadar kalau hawa panas itu berasal dari tubuh si
pemuda dengan pedang
berwarangka penuh benang emas.
Rupanya, untuk mengalahkan hawa panas yang
mengalir di tubuh Ratu Harimau Putih, Tirta telah
mengerahkan tenaga surya. Kedua tangannya
ditempelkan pada punggung, dada, tangan, kaki, dan
ke-ning si nenek. Hampir setengah penanakan nasi
Tirta berkutat menyelamatkan nyawa si nenek.
Tubuhnya bergetar hebat. Keringat yang mengucur
langsung mengering. Dan ubun-ubunnya seolah keluar
uap putih tanda saking panasnya.
Selang beberapa saat dia jatuh terduduk.
Nafasnya memburu dengan wajah yang mendadak
pucat. "Tirta...," desis Wisnu yang kini merasakan hawa panas menguar tadi telah


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghilang. Terburu-buru
pemuda itu mendekati si Rajawali Emas.'
Tetapi, Andini lebih dulu memburu. Berlutut di
sisi Tirta. "Kang Tirta," kata si gadis tak bisa
menyembunyikan rasa cemasnya. Tirta tersenyum.
"Aku tidak apa-apa, Andini. Hanya lelah saja
karena tenagaku cukup terkuras," sahutnya sambil menatap wajah gadis yang cemas
di sisinya. Begitu tatapan Tirta lekat pada matanya, gadis itu
mendadak tertunduk dengan pipi bersemu merah.
Kejadian itu tak luput dari perhatian Nandari yang
diam-diam tersenyum.
"Aku yakin... sesuatu mulai berubah pada Andini.
Melihat betapa cemasnya dia pada keadaan si pemuda
yang baru saja mengobati Ratu Harimau Putih, aku
bertambah yakin kalau Andini menyukai pemuda itu.
Hebat si pemuda yang bisa menaklukkan Andini!"
Sementara itu, Wisnu juga menyirap perasaan
yang sama dengan Nandari. Makanya, sejak tadi dia
hanya tersenyum-senyum saja.
Sedangkan Marbone, salah seorang dari Tiga
Pengiring Ratu mulai merasa tenang melihat napas
gurunya mulai nampak teratur. Dia melirik Tirta yang sedang bersemadi.
"Menurut cerita Andini, nyawaku diselamatkan
oleh pemuda berbaju keemasan yang bernama Tirta
dan berjuluk si Rajawali Emas. Baru sekarang aku
melihatnya. Dan yang tak kusangka, kalau Guru pun
diselamatkan pula olehnya. Ah, rasa terima kasihku
berlipat ganda pada pemuda itu."
Dari semua yang hadir di sana, hanya Bwana yang
nampak acuh tak acuh. Tubuh besarnya tetap
terbaring di tanah.
Setelah dua penanakan nasi berlalu, Ratu
Harimau Putih siuman. Dia tersenyum ketika melihat
Marbone di hadapannya. Dan tak ada pertanyaan yang
keluar karena tak melihat dua muridnya yang lain.
Tanpa dijelaskan oleh Marbone sekalipun, dia mengerti apa yang telah terjadi
Tetapi Marbone menjelaskannya juga. Ratu
Harimau Putih cuma tersenyum. "Relakanlah
kepergian dua saudaramu itu, Marbone. Mereka telah
tenang di sisi-Nya," katanya sambil menepuk bahu Marbone. Lalu berpaling pada
Wisnu dan Nandari,
"Kini kalian tahu siapa orang yang kumaksudkan, bukan" Marbone, Fatane dan
Liliane adalah murid-muridku. Dan rupanya, Fatane serta Liliane telah
mendahului kita."
Seperti dituturkan pada episode "Dewi Karang
Samudera" Tirta yang memanggil Bwana terkejut
ketika melihat di cengkeraman kuku liat dan keras
Bwana tergolek satu sosok tubuh yang pingsan. Lalu
segera diobatinya gadis yang pingsan itu. Setelah
beberapa saat dia meninggalkannya. Meninggalkan
Bwana, Andini dan gadis itu.
Kini dia tahu siapa si gadis yang ternyata bernama
Marbone dan dia pun mulai bisa meraba siapa nenek
yang baru saja diobatinya itu.
Tak perlu banyak pertanyaan dilontarkan. Karena,
Andini sudah bertemu kembali dengan Wisnu dan
Nandari. Begitu pula telah jelas siapa Marbone yang
telah bertemu dengan gurunya yang rupanya
menyusul dari Pulau Roti.
Tanpa berkata apa-apa, Tirta bangkit. Justru
Andini segera memegang lengannya.
"Kau mau ke mana, Kang Tirta?"
"Masih ada tugas yang masih ku emban, Andini
Kau sudah bertemu dengan kedua saudaramu. Dan
kalian, Wisnu dan Nandari, tentunya kalian sudah
paham semuanya, bukan" Kini, biarlah ku lanjutkan
dulu perjalananku untuk mencari Iblis Kubur dan
Dewi Karang Samudera."
"Tetapi, Kang...," suara Andini cemas.
Tirta menarik napas pendek Lagi-lagi dia tak
mengerti mengapa ada sesuatu yang terasa bergetar
melihat tatapan dan mendengar suara cemas gadis di
hadapannya ini. Tetapi segera ditindihnya.
"Andini.. jaga dirimu baik-baik."
"Kang Tirta...."
Tirta tak menghiraukan kata-kata Andini. Dia
segera melompat naik ke punggung Bwana. Detik
berikutnya, burung rajawali raksasa itu sudah
membumbung tinggi.
Suara teriakannya membedah tempat. Gemuruh
angin yang ditimbulkan dari kedua kepakan sayapnya,
mencabut beberapa rumput di sana.
Andini cuma menarik napas panjang sambil
memperhatikan burung rajawali keemasan yang
membawa pergi Tirta.
Nandari yang melihat perubahan Andini mend-sah
pendek. "Ah, sesuatu memang telah terjadi padanya."
*** Bab 8 Di sebuah sungai di sebelah barat Gunung
Siguntang, seorang gadis duduk di sebuah batu.
Pandangannya lurus menatap air sungai yang mengalir
jernih. Beberapa buah daun beterbangan dan jatuh ke
sungai itu yang perlahan-lahan diseret arusnya yang
terlihat sangat lembut. Burung-burung di dahan,
bersuara cukup nyaring. Sebenarnya memberikan
pesona yang sangat indah sekali. Mampu meresap ke
relung hati, dalam keindahan tiada banding.
Namun keindahan itu tak dihiraukan oleh si gadis
yang duduk menekan lutut kanannya di dada. Wajah
si gadis yang nampak tengah termenung itu berbentuk
bulat telur dengan dagu agak menjuntai. Hidungnya
mancung dengan bibir tipis yang memerah indah.
Rambutnya panjang hingga ke bahu, dibiarkan tergerai begitu saja. Pakaian putih
bersih yang dikenakannya, dihiasi sulaman bunga mawar di bagian kanan. Di
pinggangnya yang ramping, melilit sebuah cambuk
Sepasang matanya yang bagus agak meredup,
menampakkan ada yang dipikirkan oleh gadis jelita
itu. Terdengar tarikan napas si gadis, sarat dengan duka.
"Kang Tirta... pantaslah kau menolak' kata-kata Guru tentang perjodohan itu.
Rupanya... kau telah
memiliki seorang gadis. Ah, beruntung sekali gadis itu, Kang...."
Si gadis yang tak lain Ayu Wulan adanya,
mendesah lagi. Ingatannya beralih ketika pertama kali bertemu dengan pemuda yang
diam-diam dicintainya
itu. Saat itu, Ayu Wulan hendak mandi di sebuah
sungai. Tetapi urung karena dari sungai di
hadapannya waktu itu, muncul seorang pemuda yang
sebelumnya sedang menyelam. Perkenalan pun terjadi.
Dan tatkala gadis itu dihadang oleh Iblis Kubur,
pemuda itu yang menyelamatkannya. Hingga
kemudian, Ayu Wulan yang sebenarnya sedang
mencari gurunya yang berjuluk Manusia Pemarah
harus mengalami masalah yang cukup menyesakkan
dadanya. Karena begitu Tirta mengatakan dia murid
dari Bidadari Hati Kejam dan Raja Lihai Langit Bumi
yang ternyata sahabat dekat si Manusia Pemarah,
gurunya itu meminta agar dia. berjodoh dengan Tirta.
Sebagai seorang gadis, kendati menyenangi usul itu,
tentu saja Ayu Wulan tak menampakannya. Malah dia
memperlihatkan sikap menentang usul gurunya.
Tetapi setelah melihat sikap Tirta yang sepertinya
menolak hati gadis itu menjadi sedih. Saat itulah Tirta berlalu meninggalkannya
dan gurunya yang kemudian
menyuruhnya untuk mencari si pemuda. (Untuk
jelasnya baca serial Rajawali Emas dalam episode :
"Sumpah Iblis Kubur").
Lalu dengan gerakan malas, si gadis memetik
sehelai daun dari batang pohon yang menjuntai di sisi kanannya. Lalu dilemparnya
ke arah sungai.
Gerakannya tak ubahnya seorang penari yang sedang
melemparkan selendangnya. Namun....
Pyaaarr! Air sungai yang mengalir jernih itu bergolak, dan
muncrat ke atas akibat lemparan sehelai daun tadi!
Si gadis menarik napas panjang.
'Ternyata... perjalanan hidup tak semudah yang;
kubayangkan. Mengapa harus jatuh cinta yang
sebenarnya baru ku rasakan sekarang dan berakhir
dengan kepahitan?" desis Ayu Wulan dengan wajah tertekuk makin murung.
Dan tanpa sepengetahuan gadis yang tengah
dilanda duka karena melihat pemuda yang dicintainya
bersama seorang gadis lain, dua sosok tubuh berjubah biru kusam perlahan-lahan
mendekat dari belakang.
Kedua orang yang tak lain adalah si Jubah Setan
dan si Jubah Mambang saling pandang bagai
menemukan harta karun yang sangat besar.
Begitu kedua manusia sesat yang pernah
dikalahkan si Rajawali Emas dan kini telah berhasil
memulihkan luka dalam yang diderita berada pada
jarak dua tombak di belakang Ayu Wulan, mendadak
saja si gadis yang duduk di batu besar-itu melompat
ke belakang. Hup! Melewati tubuh kedua kakek berjubah biru kusam
itu dan hinggap sambil berkacak pinggang. Matanya
seketika melotot garang.
"Rupanya, orang-orang keriput yang kesasar ke
sini!" bentak Ayu Wulan. Rasa kecewa melihat pemuda yang dicintainya bersama
gadis lain, memaksa gadis
itu untuk mencari pelampiasan rasa kesalnya.
Sepasang mata bagusnya menyipit dalam, tanda dia
tak suka kedatangan kedua orang itu.
Jubah Mambang, lelaki tua berambut pendek itu
hanya tersenyum menyeringai. Tangan kirinya
bergerak-gerak mengelus tangan kanannya sendiri.
Sementara sepasang matanya yang berwarna kelabu
dan menjorok ke dalam terbeliak lebar memandang
pada Ayu Wulan dari bawah ke atas. Dan berhenti di
bagian dada yang membuat wajah Ayu Wulan
memerah, penuh kemuakan.
Sementara si Jubah Setan hanya mengusap-usap
dagunya saja sambil menelan liurnya. Masih menatap
ke depan dia mendesis dalam hati,
"Ada kelinci kesasar rupanya. Telah lama tak ku nikmati lagi tubuh perempuan
kecuali Mara Hitam
Ritrik. Sayangnya, perempuan yang berjuluk Ratu
Tengkorak Hitam itu telah tewas.
Padahal dulu, di saat dia masih berguru pada
Maharaja Langit Hitam, selagi gurunya meninggalkan
Sungai Terkutuk, Mara Hitam Ritrik selalu keluar dari sana. Lalu bergumul dengan
kami dalam pacuan
birahi yang tinggi. Kalau tidak, aku dan si Jubah
Mambang yang datang ke sana. Ah, setelah beberapa
tahun berada dalam perjalanan mengasyikkan,
menikmati surga dunia secara sembunyi-sembunyi,
semuanya akhirnya berlalu. Dan sekarang, Mara
Hitam Ritrik sudah mampus. Kalau pun masih hidup,
tak akan mau aku menggumuli tubuh peotnya lagi. Di
hadapan ada kelinci gemuk yang siap dinikmati,
mengapa harus disia-siakan?"
Kendati Ayu Wulan berada dalam kemuakannya
melihat sikap kedua lelaki tua berjubah biru kusam
ini, tetapi dia berpikir lain, "Tak ada gunanya aku meladeni kedua lelaki tua
kurus jelek ini. Aku juga tak
perlu tahu siapa mereka."
Memutuskan demikian, Ayu Wulan bersiap
meninggalkan tempat itu. Tetapi satu suara
menahannya, "Cah Ayu. Mengapa kau tergesa-gesa" Mengapa
tak ada sapa mesra dan rayuan untuk kami, Cah
Ayu?" Tubuh Ayu Wulan bergetar dengan sepasang mata
mendelik. Kegusarannya sekarang benar-benar
menindih keinginannya untuk berlalu dari sana.
Sambil mendengus keras, si gadis membalikkan tubuh
dan membentak. "Orang tua tak tahu malu! Apakah selama ini
kalian tak pernah berajar adat! Sekali lagi ucapan
busuk keluar dari mulut anjing kalian, jangan
salahkan kalau aku yang muda ini tak menaruh
hormat!" Menanggapi bentakan sekaligus ancaman si gadis,
kedua orang tua berjubah biru kusam itu saling
pandang. Sejurus kemudian keluar tawa yang sangat
keras. Menggebah tempat itu. Beberapa ekor kelinci
langsung masuk ke sarang.
Jubah Mambang berkata dengan seringaian tak
putus di bibirnya, "Mengapa harus kau lontarkan ancaman seperti itu" Padahal
kami mengundang
sebuah kenikmatan."
"Setan keparat! Dua orang lelaki tua ini jelas
bukan orang baik-baik. Melihat cara berpakaian dan
sikapnya, aku yakin mereka bukan orang kebanyakan.
Tetapi, kulihat jubah biru kusam yang dikenakan
kakek berambut pendek yang berwajah tirus itu agak
so-bek. Apakah sebelumnya mereka pernah bertarung
dengan seseorang atau beberapa orang?" batin Ayu Wulan dengan sikap makin
waspada. Tak mau
membuang waktu, si gadis langsung menggerakkan
kedua tangannya ke arah Jubah Mambang. Wuuuttt!
Wuuutt! Jubah Mambang cukup terkesiap melihat
hamparan angin deras ke arahnya. Cepat diangkat
tangan kanannya, diputar ke atas dua kali lalu
disorongkan ke depan.
Sraaat! Blaaarrr! Dorongan angin yang dilepaskan Ayu


Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wulan tadi terhenti terhantam pukulan jarak jauh
Jubah Mambang. Sementara si Jubah Setan hanya
memperhatikan dengan kening dikernyitkan.
Ayu Wulan yang memang ingin segera
menuntaskan persoalan yang membuatnya muak ini,
kembali menyerang. Dengan lipat gandakan tenaga
dalamnya. Didahului bentakan keras, kedua
tangannya kembali melesat. Tangan kiri menghantam
kepala, tangan kanan menghantam dada.
Jubah Mambang hanya sunggingkan senyum
aneh. Pancaran matanya menganggap ringan serangan
si gadis. Begitu tubuh si gadis mendekat, cepat diputar kaki kanannya ke depan.
Bersamaan dengan itu,
tangan kanannya menjotos.
Buukk! Bukkk! Kaki kanannya menangkis sekaligus menyerang
pukulan tangan kiri Ayu Wulan yang siap menghajar
kepalanya. Sementara jotosan tangan kanannya
memapaki jotosan tangan kanan Ayu Wulan.
Murid Manusia Pemarah itu mundur tiga tindak
dengan kedua tangan terasa ngilu. Wajahnya tertekuk, menandakan kemarahan.
Segera dialirkan tenaga
dalamnya untuk menghentikan rasa ngilu yang cukup
menyengat. Di seberang, Jubah Mambang menarik napas
pendek. Karena bukan hanya tangannya yang
dirasakan bergetar, tetapi dadanya berdebar lebih
kencang dari biasanya.
"Gila! Tak kusangka kalau sekarang ini banyak
anak-anak muda berkepandaian tinggi. Pertama
pemuda berjuluk si Rajawali Emas dan sekarang gadis
berbaju putih ini," batin si Jubah Mambang dengan wajah berubah. "Tetapi,
menghadapi gadis cantik seperti ini aku tidak boleh terlalu kasar. Aku tak ingin
gadis ini terluka sedikit pun. Dia terlalu mulus untuk dibuat luka. Dan
tentunya, akan sangat
menyenangkan bila bisa bersenang-senang dengannya
dalam keadaan bersih."
Detik kemudian, dia sudah mencelat lagi. Kali ini
lebih cepat dengan tenaga dalam dilipatgandakan.
Mendapati serangan yang datang, kendati masih
terasa sakit dan ngilu pada tangannya yang merambat
pada dadanya, murid Manusia Pemarah itu tak mau
bertindak ayal. Sambil melompat diloloskannya pecut
yang melilit di pinggangnya yang ramping. Langsung
dikibaskan ke muka.
Cetaaarrr! Sambaran pecut itu keras menyalak, dan anehnya
bagai menebar harum bunga.
Si Jubah Mambang terbeliak merasa angin
dahsyat ke arahnya. Cepat diurungkan serangannya
dan diputar tubuhnya ke samping kanan. Saat kakinya
hinggap di tanah, cepat diangkat kaki kirinya dan
menendang dengan cara berputar.
Wuusss! Ayu Wulan yang yakin kalau sambaran kaki kiri
itu hanya sebuah tipuan, tidak menghindar. Malah
justru dibukanya serangan dari bagian kanan.
Apa yang diduganya memang benar. Tendangan
kaki kiri lawan rupanya hanya pancingan belaka. Kaki kananlah yang merupakan
serangan sesungguhnya.
Buuukkk! Tendangan kaki kanan lawan yang mengarah pada
bagian bawah perut, ditahan tendangan Ayu Wulan.
Bahkan dengan cepat pula, si gadis mengayunkan
pecutnya. Ctaarrr! Jubah Mambang terkesiap. Detik itu pula
langsung dibuangnya tubuh ke kiri, bergulingan
menjauh begitu diyakini si gadis mengejarnya. Kendati demikian, si Jubah Mambang
masih bisa mengirimkan
pukulan-pukulan dahsyatnya.
Ayu Wulan yang geram tak mempedulikan setiap
serangan yang dilakukan lawannya. Yang
diinginkannya, menuntaskan segala persoalan ini.
Terutama membalas sikap busuk dan memuakkan
dari kedua orang tua berjubah biru kusam ini.
Dengan cara memapaki pukulan lawan, dia terus
memburu. "Terimalah kematianmu, Kakek bermulut cabul!"
Jubah Mambang yang akhirnya termakan dengan
siasatnya sendiri yang menganggap enteng si gadis,
hanya bisa memandang dengan mata lebih terbuka.
Dalam keadaan kritis seperti itu, hampir saja
dilepaskan pukulan andalannya yang dipergunakan
melalui kekuatan jubah biru kusamnya 'Hujan Panah'.
Tetapi serangan itu urung dilakukan, karena
dilihatnya si gadis menghentikan serangannya, begitu satu sosok berjubah biru
kusam lainnya mengirimkan
serangan dari belakang. Cepat si gadis berputar dan
langsung mengayunkan pecutnya.
Ctaaarrr! Rupanya, Jubah Setan yang melihat si Jubah
Mambang dalam keadaan terdesak, sudah turun
membantu. Kali ini, dikeroyok oleh dua orang kakek
berkepandaian tinggi, membuat Ayu Wulan yang ganti
terdesak. Jurus 'Sejuta Pesona Bunga' yang telah
dilepaskannya pun tak banyak membantu. Asap hitam
tebal yang menyebarkan harum bunga mawar, dengan
ringannya berhasil dipunahkan melalui kibasan jubah
biru kusam si Jubah Setan.
Detik berikutnya, si Jubah Setan sudah melesat
dengan cara berjumpalitan di udara. Dan tangan
kanannya yang kurus menotok urat besar di leher si
gadis. Terdengar suara keluhan yang tertahan,
"Aaaakhhh...."
Menyusul totokan di bawah ketiak kiri si gadis.
Kali ini tubuhnya langsung ambruk. Pecutnya terlepas dari tangan.
Kedua kakek berjubah panjang biru kusam itu
saling pandang. Kejap lain terdengar tawa mereka yang keras.
"Tak menemukan Ratu Tengkorak Hitam, rupanya
di sini banyak pengganti nenek pengunyah susur yang
kini telah mampus. Aku yakin, Mara Hitam Ritrik tak
akan pernah bisa membuat kita bernafsu lagi
meskipun dia berdandan selayaknya bidadari," kata Jubah Setan sambil memandangi
wajah dan tubuh
montok Ayu Wulan yang kini tergeletak di tanah
dengan posisi telentang.
"Dan gadis ini... ha ha ha... sudah tentu akan
memberikan sebuah gairah lain dalam perjalanan
mendapatkan Kitab Pemanggil Mayat dan
menuntaskan urusan dengan si Rajawali Emas."
Si gadis tak mampu mengeluarkan suara atau
menggerakkan tubuh. Karena dia berada dalam
totokan yang dilakukan si Jubah Setan. Kendati sadar bahaya mengancam dirinya,
si gadis masih berusaha
melepaskan totokan itu dengan mengerahkan tenaga
dalamnya. Tetapi sulit dilakukan.
Penuh kejengkelan yang bisa dilakukan Ayu
Wulan hanya melotot gusar.
Jubah Mambang melangkah setindak. Lalu
berlutut di sisi gadis itu.
"Jubah Setan... tak kusangka dalam usia kita yang sudah selanjut ini, masih
mempunyai kesempatan
untuk menikmati tubuh indah menggairahkan ini.
Coba kau rasakan...." Sambil berkata, Jubah
Mambang meraba dada Ayu Wulan yang makin
mementangkan matanya dengan sinar tajam. Jubah
Mambang mendesis-desis, "Luar biasa... begitu
montok, lembut dan hangat."
"Kau membuatku panas dingin. Bawa gadis itu ke
balik semak di sana. Kuberi kau kesempatan untuk
bersenang-senang pertama dengannya," sahut si
Jubah Setan sambil menelan ludahnya berkali-kali.
Sambil tertawa-tawa si Jubah Mambang
mengangkat tubuh Ayu Wulan yang benar-benar
marah. Namun lama kelamaan dari rasa marah yang
tinggi, berubah menjadi rasa tegang dan berakhir pada rasa ketakutan yang dalam.
Apalagi ketika tubuhnya dibawa si Jubah
Mambang masuk ke balik sebuah semak. Ketakutan
bagai membuatnya ingin menjerit dan menangis keras.
"Manusia diciptakan dari tanah. Hingga berpikir dan berbuat seperti tanah.
Tetapi, ada tanah yang suci dan murni hingga jalan pikiran pun suci dan murni.
Dan ada pula tanah yang telah bercampur kotoran,
hingga berpikir dan berbuat penuh kebodohan,
keserakahan dan kesombongan. Lepaskan gadis itu,
maka perjalanan runtun, bersih, dan damai akan ada
di depan mata."
Satu suara mendayu terdengar, menerpa tiga
pasang telinga yang berada di sana. Si Jubah
Mambang mengurungkan niatnya melangkah ke balik
semak. Dengan sigap dia melompat satu tombak ke
muka, masih membopong tubuh Ayu Wulan.
Sementara si Jubah Setan sudah melontarkan
teriakan penuh kemarahan, "Orang tersembunyi... bila kau memiliki nyali, silakan
keluar! Bila kau bernyali tikus, terus kau bersembunyi dan jangan mengganggu
keinginan kami!"
*** Bab 9 Belum habis bentakan si Jubah Setan, mendadak
saja entah dari mana datangnya, tahu-tahu tercium
sesuatu yang harum. Menyusul aroma harum itu, satu
sosok tubuh telah berdiri di hadapan Jubah Setan.
Sikap orang yang baru muncul benar-benar
tenang sekali. Dan cukup membuat Jubah Setan
melongo beberapa saat. Bila manusia yang baru
muncul itu tak memiliki kepala, kaki, dan tangan,
sudah pasti jelas-jelas mirip bola. Dan tingginya,
hanya sepundak si ketiak Jubah Setan.
Di leher lelaki tua namun memiliki sosok yang
bulat terdapat sebuah kalung sangat besar dan
terdengar berayun-ayun. Pakaian batik yang terbuka
di dadanya, entah karena tak bisa dikancing kebesaran perut atau memang karena
tak punya pakaian lagi,
menampakkan bungkahan dadanya tak ubahnya dada
seorang wanita. Di tangan kanannya terdapat sebuah
cangklong yang sangat besar. Tak mengeluarkan asap
apa-apa. Tetapi anehnya ketika dihisapnya dan
dihembuskan, keluar asap yang menebarkan aroma
wangi dari mulutnya! Rupanya, aroma wangi tadi itu
berasal dari hembusan asap pipa cangklongnya yang
aneh. Si Jubah Setan masih menatap tak berkedip.
Keningnya dikernyitkan. Sesuatu bergerak dalam
ingatannya. "Hanya seorang yang mempunyai kebiasaan
menghisap cangklong besar yang tak mengeluarkan
asap. Tetapi bila dihembuskan, akan muncul asap
yang menebarkan aroma harum. Apakah manusia
buntal ini yang berjuluk Dewa Bumi?" pikir si kakek berambut panjang itu dengan
wajah makin penuh
kerut. Sementara wajah si Jubah Mambang sudah
Suling Emas Dan Naga Siluman 14 Pendekar Naga Putih 07 Raja Iblis Dari Utara Jamur Sisik Naga 2

Cari Blog Ini