Rajawali Emas 43. Pelarian Pulau Neraka Bagian 1
KABUT tebal menghitam menyelimuti puncak bukit Kangkagura. Udara pagi sangat dingin menusuk tulang.
Hewan yang hidup di sekitar bukit itu tak satu pun yang keluar karena udara sangat dingin. Kalaupun ada yang keluar dari sarangnya, hanya sekejap saja karena di kejap lain sudah masuk kembali ke dalam.
Namun satu sosok tubuh berpakaian putih panjang yang nampak sedang duduk bersila di atas sebuah batu takhiraukan keadaan itu.
Dari sikapnya yang tak terpengaruh sedikit pun oleh hawa dingin dan keheningan. menandakan dia sudah terbiasa dengan keadaan itu. Ditambah pula dengan hawa panas yang dimilikinya mampu halau hawa dingin.
Kendati demikian, perlahan-lahan orang yang ternyata seorang kakek berusia sekitar tujuh puluh tahun ini merasakan keanehan yang terjadi.
Lamat-lamat si kakek membuka sepasang matanya yang sejak tadi terpejam. Bola matanya yang agak masuk ke dalam itu memandang ke depan.
Wajah si kakek dipenuhi keriput dengan jenggot dan kumis putih yang seperti tautan.
"Tak biasanya kurasakan keheningan yang kian menikam. Seperti hujaman belatidi punggungku,"desisnya setelah menghela napas panjang.
Rambut putihnya makin acak-acakan dipermainkan angin dingin. Kakek berjuluk Dewa Baju Putih terdiam. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu, julukan Dewa Baju Putih begitu menjulang hingga ke langit lembus.
Sepak terjangnya sebagai orang golongan putih sangat mengederkan orang-orang golongan hitam. Bahkan bila mendengar namanya saja, mereka langsung menyingkir, karena tak ingin mengalami nasib sial.
Dalam mengarungi hidupnya, Dewa Baju Putih tak pernah pandang bulu. Dia sebenarnya tergolong orang yang kejam terhadap orang-orang sesat. Dia selalu tak memberi kesempatan pada orang-orang yang berbuat makar untuk hidup lebih lama.
Pikirnya, bila orangorangitu dibiarkan hidup maka akan menjadi duri dalam daging dan keiak akan tetap berada dijalan sesat. Jadi yang terbaik, adalah membunuh mereka!
Kalaupun si kakek akhirnya memutuskan untuk tinggal di Bukit Kangkagura, ini disebabkan karena penolakan cinta.
Dewa Baju Putih sangat mencintai seorang tokoh dari timur yang berjuluk Bidadari Kipas Maut. Dalam kehidupannya, secara tak sengaja dia berjumpa dengan Bidadari Kipas Maut.
Dan saat itu pula dia jatuh cinta. Perjalanan yang dilakukannya kemudian dengan Bidadari Kipas Maut, berlangsung sekitar enam tahun. Selama itu Dewa Baju Putih tak menunjukkan sama sekali rasa cinta kasihnya.
Dan tatkala dia menunjukkannya, semuanya sudah terlambat. Karena kala itu Bidadari Kipas Maut telah menjalin
hubungan dengan scorang lelaki berjuluk Pendekar Kail. Jawaban yang diberikan Bidadari Kipas Maut dapat diterimanya.
Karena Bidadari Kipas Maut sama sekali tidak tahu kalau Dewa Baju Putih mencintainya, padahal sesungguhnya si perempuan juga mencintainya. Tetapi sebagai orang timur, Bidadari Kipas Maut tak mau menunjukkan rasa cintanya.
Sikap yang diperlihatkan Dewa Baju Putih tak lebih dari seorang sahabat belaka, hingga ketika Bidadari Kipas Maut berjumpa dengan Pendekar Kail dan pendekar itu menyatakan cintanya, dia pun menerimanya.
Karena pikirnya, Dewa Baju Putih tidak mencintainya. Apa yang terjadi kemudian, sungguh tak mengemakkan sama sekali. Kendati Dewa Baju Putih dapat menerima alasan itu, hatinya diliputi penyesalan dalam.
Dia berulang kali menyesali mengapa dia tak menyatakan cintanya sejak dini" Mengapa dia harus takuttakut" Mengapa semua itu terjadi"
Lalu diputuskannya untuk menjauhi Bidadari Kipas Maut.
Hingga dia menemukan tempat di Bukit Kangkagura untuk mengubur semua masa lalunya. Hingga saat ini, Dewa Baju Putih tak pernah lagi berjumpa dengan perempuan yang masih dicintainya sampai saat itu.
Kembali si kakek tarik dan hela napas. Dia masih diliputi oleh keanehan yang ada.
"Dua puluh tahun aku mendiami tempai ini, tetapi baru kali ini kurasakan angin seperti terseret dari lembah yang sangat dalam. Keluar laksana hembusan hawa
gurun es," desisnya lagi. Lalu usap jenggot putihnya.
"Apakah akan terjadi sesuatu saat ini?"
Perlahan-lahan diangkat kepalanya. Ditatapnya angkasa yang masih menggelap. Rembulan telah menghilang. Tetapi langit masih gelap. Biasan sinar matahari yang biasanya nampak, kini seperti lenyap begitu saja.
"Ah, apakah ini hanya kebetulan belaka?" desisnya lagi.
Tetapi... tak pernah kualami hal seperti ini. Apakah ini pertanda sesuatu yang buruk akan datang?"
Si kakek kembali pikirkan keadaan di sekitarnya yang dirasakan benar-benaraneh. Mendadakkepalanya menegak. Sepasang telinganya dibuka lebar-lebar.
"Hemm... aku menangkap suara sepertisiulan. Siulan" Ah, jangan-jangan itu hanya suara burung belaka yang sedang terbang"
Tetapi sejak tadi... tak seekor hewan pun kulihat berkeliaran di sekitarku" Rasanya tak mungkin kalau jauh dari sini udara tak sedingin seperti ini. Tapi bisa saja...
oh! Kudengar lagi suara siulan itu yang sekarang terasa keras di telinga.
Aneh! Mengapa mendadak saja bulu kudukku meremang?" Siulan yang didengar si kakek kembali menggema, menerpa telinganya. Ada hawa panas yang mendadak dirasakan.
"Astaga! Tak mungkin ini suara burung atau hewan lainnya. Itu jelas sebuah siulan, siulan yang benar-benar keras dan aneh. Orang yang bersiul itu belum nampak di depan mata, tetapi siulannya telah tertangkap oleh telingaku.
Apakah ini karena kepekaan telingaku saja, atau memang ada tenaga kuat yang terpancar melalui
siulinn itu?" Kalau tadi si kakek memikirkan keadaan yang dirasakannya aneh, kali ini dia pikirkan soal siulan yang didengarnya.
Telinganya lagi-lagi terasa agak panas.
Seperti memang ada tenaga yang menerpa masuk. Siulah itu terdengar lagi. Kali ini panjang dan melengking.
"Hemmm... menilik siulan yang semakin keras dan jelas, aku bisa menduga kalau orang yang bersiul itu memang sedang menuju kesini.
Siapakah dia" Mengapa kehadirannya s eperti memamerkan ilmu yang dimikinya?" Perlahan-lah an Dewa Baju Putih picingkan separang matanya ke de pan, karena diyakini orang yang bersiul itu bila meman g akan muncul, maka akan datang dari arah depan.
Dicoba untuk menembus kegelapan hari yang bukannya beranjak menuju pagi, tetap masih seperti malam adanya. Siulan melengking itu terdengar lagi.
"Gila! Kali ini bukan hanya ada hawa panas yang menerpa sepasang telingaku, tetapi juga ada kekuatan yang seperti hendak hilangkan keseimba nganku."
Wajah si kakek yang sejak tadi tenang, kali ini sedikit berubah. Telinga memang salah satu alat keseimbangan tubuh manusia.
Maka bila telingatak berfungsi, maka akan kesulitan seorang manusia untuk kuasai keseimbangannya. Dan yang dirasakan oleh Dewa Baju Putih sekarang, siulan itu mencoba untuk rusak telinganya. Lamat-lamat si kakek segera alirkan tenaga dalam pada sepasang telinganya.
"Bila ada orang yang datang dengan langsung pamerkan kekuatan dan tenaga dalam yang dialirkan melalui siulannya, jelas kalau orangitu bermaksud tidak baik. Selama ini aku tak mempunyai sahabat atau musuh yang melakukan penyerangan mempergunakan siulan. Ah, siapakah dia" Sebaiknya kutunggu saja kedatangannya...."
Memutuskan demikian, si kakek tak lagi memikirkanapa yang dialaminya. Dia tetap duduk dengan tubuh agak tegak dan tenaga dalam yang menutupi gendang telinganya dari siulan yang didengarnya.
Mendadak keheningan yang sesekali diisi oleh siulan yang melengking tadi, terpecahkan oleh tawa yang keras. Saking kerasnya tawa itu, kabut yang terbentang di hadapan si kakek seperti tercerai berai.
"Hebat!"desis Dewa Baju Putih. "Kalau tadi tenaga dalam itu dipancarkan melalui siulan, kali ini melalui tawa yang keras." Tawa itu semakin keras menggema.
Terasa terpantul kembali tatkala gelombang tawa itu menerpa dinding Bukit Kangkagura. Mendadak saja, belum habis terdengar tawa keras itu, satu suara sudah terdengar,
"Semua yang ada di depan mata telah nampak! Nampaknya kematian tak akan luput dari sasaran! Bila tak ingin ajal menjemput, jadilah seorang penurut! Bila memang ingin mati, bersikaplah tak menyenangkan ha
ti!" "Ucapan itu sungguh halus, kalimatnya bersih laksana seorang yang sedang berpantun. Tetapi mengandung makna kematian tinggi yang tak bisa dielakkan," kata Dewa Baju Putih dalam hati.
Sikapnya kali ini tenang kembali. Bahkan tak sedikit pun rasa gentar di hatinya. Namun diam-diam dia menyesali keadaan.
"Puluhan tahun aku berdiam di sini dalam suasana damai untuk pasrah bila SangPencipta memintaku kembali ke pangkuan-Nya. Tetapi, kali ini, nampaknya semua akan rusak oleh kehadiran orang yang belum kuketahui siapa...."
Memang, orang yang bersuara itu belum kelihatan tetapi suaranya kernbali menggema,
"Hanya ada satu cara sebelum menemui ajai! Bersikap sopan terhadapku dan turutiapa yangkumau!Tapi bila tidak, maka tak ada jalan lain kecuali mati di tanganku!"
Dewa Baju Putih tetap pandangi apa yang ada di hadapannya. Kabut perlahan-lahan menguak. Ini lebih bariyak dikarenakan gelombang suara dari orang yang belum diketahui siapa adanya.
"Orang ini benar-benar tak menunjukkan sikap bersahabat. Dua kali dia lontarkan ancamannya yang diucapkan dengan kalimat yang bagus. Hemmm... sebaikraya kutunggu saja."
Baru saja habis kata batin Dewa Baju Putih, mendadak saja satu sosok tubuh telah berkelebat dan tahu tahu telah berdiri sejarak sepuluh langkah dari tempatsi kakek duduk.
Orang yang baru datang ini pentangkan kedua kaki berdiri gagah dengan sepasang tangan dilipat di atas dada. Kepulanya menegak. Tatapannya tajam. Orang ini mengenakan pakaian panjang berwarna biru gelap dengan jubah yang sama.
Kepalanya dipenuhi rambut hitam panjang tak beraturan. Ada ikat kepala yang melingkar di keningnya. Namun yang mengejutkan, kulit orang yang usianya sekitar lima puluh tahun ini, seluruhnya berwarna ungu!
Dewa Baju Putih yang picingkan mata untuk perhatikan siapa adanya orang, menggumam pelan,
"Sosoknya begitu angker. Kulitnya yang berwarna ungu, tentunya karena pengaruh ilmu yang dimilikinya. Rasanya, aku belum pernah berjumpa dengan orang ini Siapakah dia?"
Belum lagi si kakek buka mulut, si pendatang bermata angker itu sudah angkat bicara,
"Aku yakin, yang ada di hadapanku adalah Dewa Baju Putih! Manusia perkasa yang dulu namanya menjulang tinggi tetapi sekarang, seperti seekor tikus yang hanya berani bersembunyi pada liangnya!"
Si kakek tak menjawab. Dia tetap hanya memperhatikan orang dihadapannya. Orang berjubah biru itu berkata lagi,
"Aku datang dengan dua penawaran! Bergabung bersamaku unt, uk menjadi budakku, atau mampus di tanganku!" Mendengar seruan orang, paras Dewa Baju Put. ini sedikit berubah. Tetapi kakek ini tetap kelihatan tenang
Dengan suara santun dia berkata,
"Rasanya kita baru saling jumpa. Kenal pun baru kali ini. Tapi kedatanganmu dengan cara yang benar-benar tak menyenangkan, seharusnya membuatku tak bisa terima. Tetapi... ada yang ingin kuketahui dulu sebelum kita bicarakan apa maksud kedatanganmu yang sebenarnya!"
"Kedatanganku sudah jelas!"sahut orang itu, tetap berdiri tegak dengan tangan dilipat di depan dada.
"Mencabut nyawamu bila membangkang!" Dewa Baju Putih tersenyum ramah.
"Ucapanmu benar-benar membuat sepasang telinga tua ini seperti mau pecah! Tetapi sebagai tuan rumah yang baik, sudah tentu aku akan menyambut tamunya dengan baik! Hanya saja, tamu yang datang penuh ancaman dan tantangan, apakah perlu disambut dengan baik?"
"Baik atau tidak, pada kenyataannyakau akan tewas di tanganku, di tangan Pangeran Liang Lahat!!"
"Pangeran Liang Lahat" Hemm... baru kali ini aku mendengar julukan itu, julukan yang benar-benar bikin keder orang," kata Dewa Baju Putih dalam hati. Kemudian katanya,
"Kalau begitu... sekarang kita sudah salingkenal. Mengetahui tujuanmu datangketempatku ini pun, sudah jelas. Sekarang, apakah tidak bisa kau jelaskan urusan yang akan kita hadapi ini?"
"Semuanya sudah jelas: Kau akan mampus di tangainku! Kecuali... kau mau menjadi budakku!!"
"Sesungguhnya... apayang hendak kaurencanakan"
Lagi pula, mengapa nau mengambilku sebagai budakmu?" kata Dewa Baju Putih. Sesungguhnya, dia sudah tak bisa menahan diri untuk bertindak.
Ucapan dari sikap Pangeran Liang Lahat benar-benar membuatu : murka. Tetapi dia tak mau bertindak gegabah. Terutama teringat keputusannya yang tidak mau lagi melibatkan diri dengan dunia ramai. .
"Aku hanya membutuhkan orang-orang tangguh untuk menjadi budakku!"
"Dan kau pikir, aku termasuk salah seorang yang tangguh itu?"
"Ketangguhanmu baru dapat diuji bilakau lolos dari kematian yang akan kuturunkan!"
"Itu bila aku menulak apa yang kau inginkan, bukan" Lantas, bagaimana bila aku menerima tawaranmu?"
"Kau harus menjadi budakku!"
"Apa yang harus kulakukan"!" sahut Dewa Baju Putih yang merasa mendapatkan kesempatan untuk mengorek keinginan orang berkulit ungu itu sebenarnya.
"Membunuh siapa saja yang akan menolak semua rencanaku"
"Apakah rencanamu itu!" Orang berkulit ungu tak segera menjawab. Matanya tetap memancar angker. Dewa Baju Putih hanya tersenyum saja menyambut sikap dingin orang.
Perlahan-lahan terlihat paras Pangeran Liang |ahat berubah. Menyusul b takannya,
"Setan terkutuk: Kau coba kosek keterangan dari seluruh rencanaku rupanya!"
"Bila aku belum mengetahui apa yang hendak kau rencanakan, bagaimana aku bisa memutuskan untuk menerima tawaranmu sahut Dewa Baju Putih tetap duduk bersila di atas batu. Kata-katanya membuat Pangeran lian Lahat terdiam. Dia berkata dalam hati,
"Ucapannya memang benar Tetapi... aku tak memerlukan sikap perti itu." Kemudian bentaknya.
"Dewa Baju Putih! Kau telah banyak kubiarkan bicara! Seperti halnya pendekar Kail yang akhirnya tewas di tanganku!" Mendengar ucapan orang. sepasang mata Dewa baju Putih terbeliak Untuk berapa saat dia tak keluark suara. melihat sikap kaget kakek berpakaian putih.orang kulit ungu tertawa keras
"Rupanyakau terkejut dan jelaskau mengenal siapa adanya Pendekar Kail. Orang itu telah mampus di tanganku karena banyak tanya. Yang kubutuhkan, hanyalah anggukan kepala tanpa banyak tanya apa yang hendak kulakukan. Keputusan itu pun berlaku padamu, Dewa Baju Putih! kau tinggal menjawab, iya atau tidak! Lain itu maka nyawamu akan putus di tanganku!!" Dewa Baju Putih tetap tak berkata. Pikirannya terpusat pada Pendekat Kail yang juga dikenalnya. Hatinya sedih mendengar kematian orang itu, terutama meng
ingat kalau Pendekar Kail dicintai oleh orangyang dicintainya.
Hingga saat ini, dia memang tidak mengetahui apakah Bidadari Kipas Maut menikah dengan Pendekar Kail. Namun mendengar kematian itu, lamat-lamat hati Dewa Baju Putih mulai diliputi kemarahan,
Kepalanya diangkat, matanya menatap tajam.
"Kau menanyakan, apakah aku bersedia menjadi pengikutmu atau tidak"!" "Bagus bila kau telah siap menjawabnya!" Dewa Baju Putih kertakkah rahangnya.
"Aku bukan hanya akan menolaknya, tetapi juga menghentikan semua tindakan busukmu itu!!"
MendeNGAR keputusan Dewa Baju Putih, Pangeran Liang Lahat terbahak-bahak keras hingga kedua bahunya berguncang. Dan kabut yang masih tersisa membuyar terkena gelombang suaranya. Saat ini pagi sudah ...sang, tetapi bias-bias matahari belum nampak sama sekali. Udara tetap dingin.
Mendadak orang berkulit ungu itu putuskan tawanya. Matanya dingin saat dia merandek.
"Julukanku adalah Pangeran Liang Lahat yang berarti akan selalu mengirim lawan-lawanku ke liang lahat! Keputusan telah kudengar! Berarti... kau harus susul Pendekar Kail yang telah mampus!!"
Habis ucapannya, mendadak saja Pangeran Liang
lahat gerakkan kepalanya ke kanan. Wuuutttt!!
Serta-merta menyerbu gelombang angin berkekuatan tinggi ke arah Dewa Baju Putih. Si kakek angkat kepalanya sedikit. Lalu tanpa bergeser dari duduknya, tangan kanannya didorong ke depan.
Wuuuttt!! Blaaaammm!! Letupan keras terdengar saat dua gelombang angin itu berbenturan. Tanah di mana terjadinya benturan itu
seketika membubung naik. Bersamaan si kakek kembali pada sikapnya semula, Pangeran Liang Lahat tertawa keras.
"Bagus! Nampaknya aku tak salah memilih lawan!" Mendadak orang ini gerakkan kepalanya ke kanan kiri, tetap dengan kedudukan pada tempatnya. Dewa Baju Putih membalas dengan dorongkan kedua tangannya. Letupan yang lebih keras terdengar.
Dan tiba-tiba saja satu bayangan biru telah melesat ke depan, menerobos bubungan tanah dan mengarah - pada Dewa Baju Putih. | Si kakek sed ikit agak terkejut menyadari kalau orang berjubah biru itu sudah merangsek maju.
Saat itu pula diangkat kedua tangannya.
Buk! Buk! Benturan kedua tangan bertemu. Sosok Pangeran Liang Lahat mundur dua tindak ke belakang sementara si kakek merasa tubuhnya agak bergetar. Begitu mundur dua tindak, Pangeran Liang Lahat kembali menerjang diiringi teriakan keras. Dewa Baju Putih pun bertindak. Namun mau tak mau dia harus melompat dari batu yang dipakainya sebagai tempat d uduk selama bertahun-tahun.
Dan batu itu berpentalan pecah setelah terhantam oleh sapuan kaki kanan Pangeran Liang Lahat. Dari apa yang dilakukan oleh orang berkulit ungu itu, si kakek berbaju putih dapat segera mengukur kekuatan lawan.
Di seberang, tiba-tiba saja Pangeran Liang Lahat berteriak sangat keras.
Gelombang tenaga dalam yang terpancarkeras menerpa sepasang telinga si kakek yang terkesiap kaget.
Segera dia tarik kedua tangannya ke belakang dengan tubuh agak dibungkukkan. Mendadak sontak tubuhnya berputarsangat keras dengan kedua tangan masih berada di belakang. Gelombang angin memutar terjadi sangat hebat, menerbangkan ranggasan semak dan tanah.
Teriakan yang membahana itu tertutup oleh suara gelombang angin yang ditimbulkan oleh gerakan Dewa Baju Putih. Melihat hal itu, Pangeran Liang Lahat menggeram sambil halangi matanya dengan tangan kanan agar tidak kemasukan debu dan tanah.
"Setan terkutuk! Rasanya sudah cukup bermainmain dengannya. Dia akan kubuat mampus dengan ilmu Siulan Kematian'ku." Seraya melompat ke belakang untuk hindari ganasnya gelombang angin yang ditimbulkan oleh Dewa Baju "utih, orang ini tarik napas dalam-dalam.
Ada hawa panas yang mendadak terangk at naik ke ubun-ubunnya. Menyusul dia menerjang ke d epan dengan kedua angan yang diangkat-turun berulan g kali, yang timbulkan angin naik turun sangat cepat.
Blaaammm! Blaaamm! Blaaamrnm!!
Letupan demi letupan terdengar hebat saat gelombang angin naik turun yang diperlihatkan Pangeran Li
ang Lahat menghantam gelombangangin memutar yang
keluar dari pusaran tubuh Dewa Baju Putih.
Pangeran Liang Lahat tersentak tatkala merasakan dahsyatnya gelombang angin yang menyebabkannya agak mundur.
Wajahnya seketika mengkelap tak kuasa menahan amarah. Dewa Baju Putih yang geram mendengar kematin Pendekar Kail, terus memutar tubuhnya. Bahkan tubuhnya itu terangkat naik dan menderu mendekati Pangeran Liang Lahat.
"Setan keparat!!" maki orang berkulit ung u ini Mendadak terlihat dia terdiam dengan kedua kaki tegak. Hawa panas yang tadi hinggap di ubun-ubunnya dilurunkan perlahan-lahan melalui gerakan aliran darah pada wajah.
Lalu terlihat mulutnya agak monyong sedikit dan saat itulah terdengarsiulan yang mengalun lembut. Dan...
astaga! Tubuh Dewa Baju Putih yang terangkat akibat cepatnya putaran tubuhnya mendadak saja mencelat ke belakang seperti terhantam tenaga raksasa. Sosoknya sampai menabrak sebatang pohon y ang seketika tumbang. Begitu terhenti putaran tubuhny a, terlihatsi kakek sedang rangkapkan kedua tanganny a di depan dada dengan tubuh sedikit bergetar.
Sepasang telinganya terasa sangat sakit terkena alunan siulan lembut yang dilakukan Pangeran Liang Lahat. "Gila! Kalau sebelumnya dia bersiul sangat kencang, tinggi dan melengking, aku tak merasakan ada te
naga yang mengerikan yang membuatku bergetar seperIi ini kecuali hawa panas. Tetapi di saat siulannya terdengar rendah, kurasakan ada kekuatan yang merobek-robek telingaku!"
Di seberang dengan wajah berubah, Pangeran Liang Lahat terus bersiul lembut. Apa yang dialami oleh Dewa Baju Putih kemudian benar-benar tak masuk akal. Kalau tadi tubuhnya agak bergetar karena menahan tenaga siulan, kali ini dia sudah mandi keringat.
"Gila! Ilmu apa yang diperlihatkannyaitu?"desisnya dengan dada agak bergetar. Terus dia alirkan tenaga dalamnya untuk menahan gelombang siulan sekaligus mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Cukup lama Pangeran Liang Lahat mempergunakan ilmu Siulan Kematian untuk menyiksa Dewa Baju Putih.
Mendadak saja dihentikan siulannya. Dan seperti sebuah pohon pisang yang tumbang, tubuh Dewa Baju Putih yang sedang menahan kuatnya getaran siulan itu terjungkai ke belakang. Terdengar tawa keras dari Pangeran Liang Lahat.
"Tenaga yang kupergunakan hanya sebagian kecil, letapi tubuhmu sudah seperti orang terkena malaria! Katakan sekarang, apakah kau telah berubah pikiran"!"
"Tak akan pernah aku mengubah pikiranku! Yang ada, justru keinginan kuat untuk menghentikan semua sepak terjangmu!"geram Dewa Baju Putih setelah kembali berdiri. Tanpa disadarinya, dari sela-sela bibirnya
mengalir darah segar. Ucapannya disambut tawa oleh orang yang sekujur tubuhnya berwarna ungu.
"Berarti... kau akan nenemani Pendekar Kail di akhirat!!"
"Peduli apa yang kau ucapkan: Yang pasti, aku tak akan mundur sejengkal juga!" seru Dewa Baju Putih gagah. Diam-diam dia melanjutkan dalam hati,
"Siulan yang dilakukannya benar-benar luar biasa. Dikatakannya tadi kalau dia hanya mempergunakan sebagian kecil tenaganya. Gila! Hanya sebagian kecil saja sudah kurasakan kehebatan siulan itu. Bagaimana bila dia pergunakan seluruh tenaganya?"
"Kau telah ambil keputusan! Dan aku sangat suka dengan keputusanmu itu! Selama ini, namamu memang tak pernah lagi disebut orang banyak karena mereka jelas tak tahu kau berada di mana! Masih hidup atau sudah mati pun mereka tak memiliki kejelasan! Tetapi sekarang, semuanya akan kubikinjelas: Kalaukau sudah mampus di tanganku!!"
Habis berucap demikian, kembali orang berkulit ungu ini bersiul lembut. Dan kembali pula Dewa Baju Putih harus kerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk tahan gelombang siulan yang menerpa telinganya.
Kembali sosoknya bergetar dan seluruh tubuhnya dibanjiri keringat. Dia berusaha keras untuk tidak goyah dan terus mempertahankan keseimbangannya. Dari sela-sela bibirnya kembali darah segar keluar dan dirasakannya agak manis. Menyusul dirasakan de
gup jantungnya berdetak lebih keras.
"Gila Bila begini terus menerus, aku tak akan bisa bertahan lebih lama," desisnya dengan sekujur tubuh yang berada dalam siksaan. Sementara itu, tanpa keluarkan banyak tenaga, Pangeran Liang Lahat terus bersiul. Sesekali dihentikan siulannya hingga sosok Dewa Baju Putih terpelanting.
Dan sebelum si kakek berdiri kembali, dia sudah keluarkan lagi ilmu Siulan Kematian' nya. Agaknya orang berkulit ungu ini hendak menyiksa si kakek lebih dulu sebelum membunuhnya. Di pihak lain, Dewa Baju Putih sendiri merasa, bila keadaan tak berubah maka nyawanya akan putussaat itu juga.
Lantas dia putuskan untuk coba menyerang. Namun serangan yang dilancarkannya pun gagal. Karena keseimbangan yang dimilikinya tak lagi sesempurna biasanya.
Yang terjadi kemudian, tubuhnya berulang kali terbanting. Darah yang keluar dari mulutnya semakin banyak. Bahkan dari sepasang telinganya, keluar pula darah segar.
"Celaka. Aku tak akan bisa bertahan! Akutakboleh mati dulu. Aku masih mempunyai niat untuk berjumpa dengan Bidadari Kipas Maut! Aku ingin tahu apa yang sedang dialaminya!!" desis nya dalam hati.
Dengan kuatkan tekati, si kakek mencoba bertahan dari gempuran siulan maut itu. Berulang kali tubuhnya terbanting. Dia memang masih dapat bertahan. Tetapi karena semakin lama tenaga dalamnya semakin melemah akibat tak bisa dikerahkan karena pengaruh siulan itu, tubuhnya terasa sakit ketika terbanting. Mendadak dia berteriak sekuat tenaga.
Dengan kerahkan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, si kakek mendadak saja berputar. Gelombang angin kembali menyerbu ganas. Akan tetapi semua itu tak membawa arti banyak. Bahkan dengan tenangnya Pangeran Liang Lahat terus hersiul. Sekali lagi sosok Dewa Baju Putih terbanting di atas tanah.
Sampai terlihat dia angkat kedua tangannya,
"Tahan!!" Mendengar ucapan orang, Pangeran Liang Lahat hentikan serangan mautnya. Dia menyeringai lebar.
"Apakah dengan begitu, kau berarti bersedia menjadi budakku"!" Dewa Baju Putih tak menyahut. Dia memang sengaja mengalah. Paling tidak, untuk saat ini. Karena itulah satu-satunya cara agar lawan hentikan serangannya.
Tak mendengar jawaban orang, Pangeran Liang Lahat kembali berkata,
"Jawab pertanyaanku!!" Perlahan-lahan Dewa Baju Putih angkat kepalanya. Wajahnya menyiratkan kemuakan yang tinggi. Bola matanya membara.
Tetapi dia tetap tidak menyahut. Mengangguk atau menggeleng pun tidak. Ketika dilihatnya paras orang berkulit ungu itu mengkelap, dia berkata,
"Terangkan apa rencanamu!" Merasa kalau Dewa Baju Putih bersedia menjadi budaknya karena tak sanggup menghadapinya, Pange
ran Liang Lahat tertawa keras.
"Jahanam! Ilmu siulannya sungguh mengerikan.Tcnaga dalam dan hawa mumi yang kukeluarkan tak mampu menghadapinya. Saat ini. aku akan berpura-pura mengalah untuk mencari kesempatan rneloloskan diri. Karena itulah yang terbaik." Pangeran Liang Lahat putuskan tawanya. Bibirnya menyeringai lebar.
"Bagus bila kau putuskan untuk menjadi budakku! Karena selain kau masih dapat hidup lebih lama, kau akan mendapatkan penghargaan dari siapa pun karena kau menjadi budakku!!"
"Terkutuk!"geram Dewa Baju Putih muak.
"Sekarang... dengar baik-baik! Aku membutuhkan orang-orang seperti kau untuk melacak sebuah pulau!"
"Sebuah pulau" Pulau apakah itu?"aju Dewa Baju Putih dengan kening berkerut.
"Pulau Neraka!"
"Gila! Apakah kau sudah sedemikian bodohnya, menganggap berita burung itu benar-benar sebuah berita"!"
"Tutup mulutmu!!" hardik Pangeran Liang Lahat gorum. Dewa Baju Putih memilih untuk bersikap menurut, padahal hatinya murka bukan main. Didengar lagi suara Pangeran Liang Lahat, "Bagi orang-orang dungu seperti kau, memang akan menganggap semua itu hanyalah berita angin belaka! Pulau Notaka... sebuah pulau yang menyimpan banyak tekateki! Dan pulau itu benar-benar ada!" Dewa Baju Putih hendak buka mulut, tetapi ditahannya melihat orang berkulit ungu itu sudah berkata lagi,
"Berita tentang Pulau Neraka memang tak akan bisa diterima oleh akal! Tempat itu seperti sebuah dongeng! Disanalah tersimpan bermacam ilmu dansenjata pusaka yang luar biasa dahsyatnya!"
"Kalau memang yang kau katakan benar, apakah pulau itu berpenghuni"!" Pangeran Liang Lahat nampak hendak membentak, tetapi yang keluar justru,
"Ya! Pulau itu dihuni oleh orang-orang aneh yang memiliki ilmu aneh! Bahkan boleh dikatakan, ilmu yang terdapat disanatakakan bisa ditandingi oleh ilmu apa pun!"
"Lantas karena merasa kau tak akan mampu mengalahkan penghuni Pulau Neraka, kauhendak mencari orang sebagai pembantumu"!"
"Jangan bicara sembarangan! Aku mencari budakbudak seperti kau, bukan untuk membantuku mengalahkan para penghuni Pulau Neraka! Tetapi, sebagai orang yang melacak tempat itu!"
"Kau begitu yakin mengatakan pulau itu ada, tetapi kau sendiri tak mengetahui dimana pulau itu berada!" Kali ini Pangeran Liang Lahat terdiam. Lalu terdengarjawabannya lambat-lambat,
"Karena aku lupa...."
"Astaga! Dia begitu yakin sekali. Dan sekarang dia bilang lupa. Apakah dia pernah datang ke tempat itu?" desis Dewa Baju Putih makin penasaran. Dan dia diam dia mempergunakan kesempatan itu untuk me
mulihkan tenaga dalamnya lagi. Dilihatnya orang berkulit ungu itu terdiam. Dengan rasa heran yang makin memenuhi pikirannya, si kakek perlahan bertanya,
"Tadi kau katakan, kau lupa di mana tempat itu. Berarti kau pernah mendatanginya. Apakah yang kukatakan benar?" Mata Pangeran Liang Lahat menyorot tajam. Perlahan-lahan dia mengangguk dan berkata,
"Karena... aku adalah pelarian Pulau Neraka...."
----- Bab 3 Kita tinggalkan dulu keterkejutan yang saat itu pula melanda diri Dewa Baju Putih setelah mengetahuisiapa adanya orang. Lain halnya dengan keadaan di Bukit Kangkagura yangseolah masih diselimuti kegelapan malam, di sebuah padang rumput yang luas, nampak sinar matahari begitu indah bersinar.
Saat ini matahari sudah sepenggalah. Udara yang cerah itu ditingkahi oleh burung-burung yang beterbangan kian kemari. Bercicitan indah menikmati alarn yang teduh. Mendadak saja keadaan yang teduh itu berubah, begitu munculnya gelombang a ngin menderu-deru dari arah timur.
Bahkan mendadak pula reremputan yang tadi melenggak lenggoklaksana pinggulseorang penari, rebah dan sebagian tercabut paksa. Belum lagi jelas apa penyebab perubahan itu, mendadak terdengar suara laksana guntur di siang bolong,
"Kraaaggghhhh!!" Keras dan membedah tempat itu. Dua kejapan mata kemudian, nampak satu bayangan keemasan yang besar muncul dari balik awan.
Perlahan-lahan sosok raksasa yang kemudian diketahui seekor burung rajawali itu menukik. Gerakan yang dilakukannya menimbulkan ge
muruh yang keras. ditingkahi dengan gelombang angin lintang pukang yang ditimbulkan dari kepakan kedua sayapnya.
Samar-samar terlihat satu sosok tubuh berpakaian keemasan duduk di antara leher dan punggung makhluk raksasa berbulu itu.
Sebuah pemandangan yang ganjil sebenarnya. Tukikan rajawali raksasa-berwarna-keemasan itu semakin dekat dengan tanah. Kali ini bukan hanya rerumputan yang tercabut paksa, tetapi tanah pun membubung setinggi satu tombak Sejarak delapan belas kaki dari tanah, satu sosok tubuh yang duduk di punggung burung rajawali raksasa itu mendadak melpmpat
Astaga! Dalam jarak setinggi itu, rasanya akan sulit bagi orang untuk melompat dan selamat. Tetapi sosok berpakaian keemasan itu telah hinggap di atas tanah tanpa kurang suatu apa.
Menyusul burung rajawali raksasa tadi hinggap di atas tanah.
Kraaaghhhh!!" Sosok tubuh yang tadi melompat itu ternyata seorang pemuda berparas tampan dengan rambut gondrong tak beraturan. Dia mengenakan pakaian berwarma keemasan, sama dengan kain yang melingkar di keningnya.
"Bagus, Bwana!!"
terdengar seruannya sambil melompat mendekati burung rajawali raksasa berwarna keemasan yang telah mendekam di atas tanah.
Dan siapa lagi pemuda berpakaian keemasan yangmemiliki seekor burung rajawali raksasa selain Tirta alias Rajawali Emas"
Pemuda yang sekarang sedang usapkan tangannya pada bulu-bulu besar namun halus pada burung rajawali keemasan itu memang Rajawali Emas adanya. Terlihat di lengan kanannya sebuah rajahan burung rajawali berwarna keemasan.
Rajahan yang sama pun terdapat di lengan kirinya. Bwana mengkirik keras. Anak muda yang di punggungnya terdapat sebilah pedang berwarangka keemasan dan dipenuhi untaian benang keemasan pula, tertawa.
"Ah, kau ini! Kalau aku melompat lebih dari jarak tadi, bisa jadi perkedel nanti! Kau senang ya kalau aku jadi perkedel!" serunya menyahuti suara Bwana. Anak muda dari Gunung Rajawali ini memang sangat tahu setiapsuara maupun gerakan yang diperlihatkan Bwana.
Bwana mengkirik lagi. Tirta angguk-anggukkan kepala.
"Begitu, dong! Aku juga tidak mau jadi perkedel!" Sepasang bola mata Bwana yang besar bulat itu bergerak-gerak. Dia keluarkan kirikan lagi.
"Ya, ya... kita akan tetap menuju Kaki Bukit Lumbung. Aku sendiri tidak tahu mengapa Kiai Pituluh memintaku untuk mendatanginya. Kaukan tahu sendiri. perutku agak keroncongan. Setelah kita mengisi perut, kita akan melanjutkan perjalanan."
Seperti kita ketahui pada episode "Rahasia Baju Antakesuma". Rajawali Emas diminta oleh Kiai Pituluhuntuk mendatanginya di Kaki Bukit Lumbung. Dan kalaupun saat ini dia meminta Bwana untuk mendarat, karena hendak mengisi perut dulu.
Mendadak Bwana keluarkan kirikan keras. Mengerti apa maksud dari kirikan itu, Tirta tolehkan kepala ke samping kanan. Tak dilihatnya siapa pun di kejauhan selain rerumputan.
"Ah! Bwana mengatakan ada orang yang dalang. Brengsek! Padahal aku masih ingin bersama-sama dengannya. Paling tidak di saat menuju Kaki Bukit Lumbung. Tapi, aku juga tak mau membuat orang yang datang itu akan banyak tanya," katanya dalam hati. lalu berucap,
"Bwana... rasanya untuk saat ini, kau mengangkasa dulu. Bukan maksudku untuk mengusirmu. Tapi kau tentunya sudah mengerti, bukan?" Burung rajawali yang besarnya empat kali gajah dewasa itu anggukkan kepalanya disertai kirikan.
"Bagus bila kau mengerti! Nanti, aku akan memanggilmu kembali! Kita akan melanjutkan perjalanan ke Kaki Bukit Lumbung," kata Tirta seraya bergeser agak menjauh. Di tempatnya dia kerahkan tenaga dalamnya, karena yakin tak lama lagi Bwana akan tinggalkan tempat itu.
Apa yang diduganya memang benar, karena burung rajawali raksasa itu sudah kepakkan sayapnya yang mencabut rerumpulan. Satu kejap berikutnya, dia sudah melompat dan terbang kembali ke udara. Terbangnya sangat cepat karena hanya beberapa kejap saja sosoknya telah hilang
dari pandangan. Tirta menarik napas panjang.
"Ah. rasanya baru sekarang ini aku memiliki kesempatan bersama-sama Bwana," katanya seraya pandangi tanah yang telah tercetak kaki-kaki Bwana sedalam lutut.
"Sayang... ada orang yang datang. Pendengaran dan penglihatan Bwana memang sangat tajam...." Lalu diarahkan kembali pandangannya ke kanan. Belum juga dilihatnya ada orang yang akan muncul.
"Sebaiknya, aku ke sana saja, Bila orang itu berada disini, tentunya dia akan keheranan melihat bekas tapak kaki Bwana. Paling tidak, aku akan mendapatkan banyak pertanyaan." Memutuskan demikian, anak muda dari Gunung Rajawali ini segera berkelebat.
Lima belas tombak dia lalui, barulah dilihatnya satu bayangan hijau yang bergerak ke arahnya pula.
"Hemmm... tentunya orang inilah yang dilihat oleh Bwana sebelumnya," katanya dalam hati. Lalu diputuskan untuk menunggu orang yang dilihatnya. Di lain pihak, si bayangan hijau yang ternyata seorang perempuan setengah baya namun masih memiliki paras jelita pun melihat sosok Rajawali Emas. Sejenak perempuan ini hentikan langkahnya.
Dipandanginya pemuda yang masih berdiri di kejauhan.
"Hemmm... aku tak tahu siapa dia adanya. Tetapi, mudah-mudahan dia bisa jawab pertanyaanku hingga
-pencarianku tak memakan waktu banyak..." Memutuskan dernikian, perempuan berpakaian hijau panjang yang di pinggangnya meliiit sebelah selendang berwarna merah ini berkelebat.
Di selendangnya itu terselip sebuah kipas indah yang di bagian atasnya terbuat dari bulu-bulu halus warna putih. Tak lama kemudian, perempuan itu pun telah berdiri sejarak sepuluh langkah dari hadapan Rajawali Emas.
Untuk sesaat masing-masing orang tak ada yang keluarkan suara, hanya saling pandang sebelum akhirnya Rajawali Emas rangkapkan kedua tangan di depan dada. |
"Perempuan berpakaian hijau... selamat jumpa denganku," katanya sopan. Menanggapi ucapan sopan itu. si perempuan tersenyum.
"Sikapnya benar-benar santun. Jarang ada pemuda yang bersikap seperti itu. Dari caranya berpakaian dan | pedangyang menggantung dipunggungnya, nampaknya pemuda ini termasuk orang rimba persitatan," katanya dalam hati. Lalu mendadak kedua matanya agak menyipit, dan memandang tak berkedip pada sepasang ihngan Rajawali Emas.
"Selama ini aku telah mendengar sepak terjang seorang pemuda yang di kedua lengannya terdapat rajahan burung rajawali kcemasan. Apakah... dia orang yang berjuluk Rajawali Emas?" Untuksesaat si perempuan tak sahuti ucapan Tirta. Tirta tak mempedulikan tatapan si perempuan. Sebelum dia berkata, perempuan berpakaian hijaupanjang itu sudah buka mulut dengan tatapan yang saIna,
"Anak muda... apakah aku salah bila kukatakan kau adalah Rajawali Emas?" Tirta cuma anggukkan kepala.
"Yah, begitulah adanya. Orang-orang rimba persilatan menjulukiku Rajawali Emas. Dan kalau kau tak keberatan, siapakah kau adanya?" Kali ini perempuan berpakaian hijau tersenyum,
"Kau boleh memanggilku dengan sebutan Bidadari Kipas Maut."
"Bidadari Kipas Maut" Julukan yang mengederkan orang," kata Tirta dalam hati. Kemudian katanya lagi,
"Bila aku taksalah melihat, kaunampak sedang memburu waktu."
"Kau benar," sahut Bidadari Kipas Maut.
"Aku memang tengah memburu waktu, karena ada seseorang yang saat ini sedang kucari untuk kubunuh."
"Astaga! Tujuan yang mengerikan,"batin Tirta. Lalu tanyanya,
"Siapakah orangyang sedangkau cari" Dan. mengapa kau hendak membunuhnya?" Wajah Bidadari Kipas Maut nampak memerah. Untuksesaat perempuan berpakaian hijau panjang ini tak buka suara. Lamat-lamat terdengarucapannya yang bernada dingin,
"Orang yang kucari... berjuluk Pangeran Liang Lahat. Manusia keparat yang telah membunuh kekasihku.... Pendekar Kail." Tirta tak menyahut. Kening anak muda dari Gumung Rajawali ini berkerut.
"Pangeran Liang Lahat" Dari julukannya jelas kalau
dia bukan orang golongan lurus dan orang yang bisa dipandang sebelah mata. Pendekar Kail" Hemm...." Habis membatin demikian, Tirta ajukan tanya,
"Mengapa Pangeran Liang Lahat sampai membunuh Pendekar Kais?" Kepala si perempuan menggeleng.
"Aku tidak tahu sama sekali. Karena aku datang teriambat. Ketika aku tiba di kediamannya, Pendekar Kail dalam keadaan sekarat.Dengan panik aku berusaha untuk mengobatinya. Dan di saat aku mengobatinya, dia mengatakan siapa yang telah turunkan bencana padanya. Orang berjuluk Pangeran Liang Lahat."
"Dia tidak sempat menceritakan mengapa orang itu membunuhnya?" Bidadari Kipas Maut menggeleng.
Rajawali Emas 43. Pelarian Pulau Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hanya itu yang dikatakannya, karena ajal telah menjemputnya!" Rajawali Emas terdiam.
"Brengsek! Rasa-rasanya, aku harus menunda kedatanganku ke Kaki Bukit Lumbung. Aku bisa merasa kalau ada sesuatu yang direncanakan orang berjuluk Pangeran Liang Lahat. Dan tentunya orangitu tak akan hentikan rencananya begitu saja." D idengarnya Bidadari Kipas Maut bertanya,
"Anak muda... tahukah kau orang yang berjuluk Pangeran Hiang Lahat?" Seraya gelengkan kepala Tirta menjawab,
"Maaf, baru kali ini julukan itu kudengar dan aku tak bisa jawab pertanyaanmu."
-Terlihat Bidadari Kipas Maut menghela napas masygul.
"Ah, aku sendiri pun baru mendengar julukan itu. Bahkan aku tidak tahu seperti apa wujud dan rupa manusia keparat yang telah membunuh kekasihku," desisnya.
Lalu sambil pandangi pemuda bersenjata Pedang Batu Bintang itu, perempuan yang di pinggangnya terselip sebuah kipas yang ujungnya terbuat dari bulu berkata,
"Rajawali Emas... maukah kau membantuku?"
"Dalain hal apa?" "Bila kau berjumpa dengan orang yang berjuluk Pangeran Liang Lahat, aku minta kau segera kabarkan padaku, untuk kubunuh!" Tirta tak menjawab. Dapat dirasakan dendam yang mcnnbara pada diri Bidadari Kipas Maut. Diam-diam dia membatin,
"Rasanya.--Jelas-jelas aku harus tunda kepergian ke Kaki Bukit Lumbung. Rasa penasarank" muncul untuk mengetahui siapa adanya orangcelaka yang telah turunkan tangan telengas itu. Ah, mengapa selalu saja ada orang yang tunjukkan ilmunya untuk mengalahkan orang lain" Apakah di dunia ini tak akan pernah terjadi sebuah ketenteraman yang hakiki?" Bidadari Kipas Maut tak buka suara. Dipandanginya pemuda di hadapannya yang sedang terdiam. Setelah itu baru dia berkata lagi,
"Tapi bila kau keberatan, bagiku bukanlah suatu masalah. Aku akan tetap mencari Pangeran Liang Lahat! Manusia keparat itu harus mampus di tanganku!" Tirta pandangi sesaat si perempuan sebelum anggukkan kepala,
"Ya... aku akan membantumu. Akujuga ingin tahu seperti apa rupa manusia itu dan mengapa d?a membunuh kekasihmu. Ada satu pertanyaanku. Bidadari Kipas Maut, apakah kau sudah mendengar sepak terjang telengas Pangeran Hiang Lahat lainnya?"
"Apa maksudmu?"
"Maksudku... apakah selain membunuh kekasihmu si Pendekar Kail, manusia itu telah turunkan tangan kejam pada yang lainnya?" tanya Tirta sambil pandangi perempuan setengah baya berparas jelita di hadapannya: Sementara itu, Bidadari Kipas Maut taksegera menyahut. Keningnya nampak berkerut pertanda dia memikirkan apa yang ditanyakan pemuda dihadapannya.
Perlahan-lahan dia menggeleng,
"Sampai saat ini, aku belum mendengar sepak terjangnya yang lain. Tetapi dia telah turunkan kematian pada kekasihku."
"Atau... karena dia belum mendapatkan sasaran lainnya?"
"Jelaskan maksudmu!"
"Kemungkinan yangkuduga, karena kitabelum mengetahui apa rencana Pangeran Liang Lahat, orang itu memiliki dendam pada Pendekar Kail."
"Tidak! Apa yang selama ini dilakukan Pendekar Kail, aku sangat tahu. Tapi...." Bidadari Kipas Maut memutuskan kata-katanya sendiri. Setelah tarik napas pendek baru dia melanjutkan,
" lima tahun terakhirini... aku memang tidak bersama-sama dengannya. Karena saat itu, aku kecewa setelah mendengar kata-katanya."
"Nampaknya ada sesuatu yang terjadi di antara mereka," duga Tirta dalam hati. Kemudian katanya,
"Agar semuanya menjadi jelas, mungkin kau tak keberatan mengatakannya kepadaku." Bidadari Kipas Maut melangkah tiga tindak. Pandangannya ditujukan ke kejauhan. Tanpa melirik pada Rajawali Emas, dia berkata,
"Selama bertahun-tahun aku memadu kasih dengannya. Tapi...sampai sejauh itu dia tidak mau menikahiku."
"Mungkin ada masalah yang mengganggunya?"
"Kau betul. Dia merasa tidak enak dengan Dewa Baju Putih."
"Dewa Baju Putih" Siapa dia?" Bidadari Kipas Maut mendesah pendek.
"Dewa Baju Putih adalah orang yang mencintaiku. Dulu kami selalu bersarna-sama, tetapi selama itu dia tak pernah tunjukkan rasa cintanya padaku hingga aku tidak tahu kalau dia mencintaiku. Setelah aku berjumpa dengan Pendekar Kail dan kami saling jatuh cinta, Dewa Baju Putih baru utarakan cinianya. Tapi jelas semuanya sudah terlambat karena aku tak mau mengecewakan Pendekar Kail...." Bidadari Kipas Maut tak teruskan ucapannya. Wajahnya membiaskan kenangan lalu yang masih teringat. Lalu sambungnya pelan,
"Namun pada kenyataannya, justru Pendekar Kail yang merasa tidak enak. Apalagi selama ini, kami tak tahu di mana Dewa Baju Putih berada. Hingga kemudian, Pendekar Kail menyuruhkuuntuk mencari dan menerima cintanya. Sudah tentuaku kecewa mEndengar apa yang diinginkannya. Dan rasa kecewaku itu, harus kuhilangkan dengan cara meninggalkannya. Kukaji semua yang terjadi, tetapi aku tetap mencintainya. Setelah lima tahun berlalu, kuputuskan untuk menjumpainya. Dan yang kujumpai... sesuatu yang tak pernah kubayangkan.... Orang yang kucintai sedang dalam keadaan sekarat. Manusia jahanam itu sengaja tidak membunuhnya, karena dia ingin menyiksanya. Jahanam terkutuk!!" Tirta tak sahuti ucapan geram Bidadari Kipas Maut. Diam-diam pemuda dari Gunung Rajawali itu mendesah pendek dan berkata dalam hati,
"Urusan cinta terkadang memang tak masuk akal. Sikap Pendekar Kail yang merasa tidak enak terhadap Dewa Baju Putih pun rasanya tak bisa diterima oleh akal. Dengan kata lain, dia rela menyiksa perasaannya sendiridemi kebahagiaan oranglain. Tetapi dia tidak tahu kalau orang yang dicintainya justru nelangsa. Ah, sampai saat ini aku memang tak pernah mengerti dengan segala macam urusan cinta...." Bidadari Kipas Maut palingkan kepala seraya berkata,
"Rajawali Emas... kupikir, tak ada lagi yang perlu kita bicarakan...." Habis ucapannya, perempuan berpakaian hijau panjang itu sudah berkelebat dengan perasaan tak menentu. Tinggal Tirta yang terbengong melihat apa yang dilakukan Bidadari Kipas Maut. Lalu dia mendesis.
"Benar-benar membingungkan semua ini. Tapi... sudahlah.
-Rasanya aku memang harus tunda perjalananku menuju ke Kaki Bukit Lumbung. Ingin kutahu siapa orang berjuluk Pangeran Liang Lahat. Terutama, apa yang diinginkan orang itu sebenarnya...."
Habis ucapannya, pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan, pandangi angkasa yang jernih. Gumpalan awan putih berarak indah, entah ke mana perjalanan yang dituju.
"Bwana sudah tak nampak lagi, akutak tahu dimana dia berada. Ah, nampaknya untuk beberapa saat aku memang harus berpisah dengannya. Mudah-mudahan Bwana mau mengerti apa yang akan kulakukan..."
Lalu dia arahkan pandangannya pada jalan yang ditempuh Bidadari Kipas Maut tadi.
"Dia menuju ke barat. Sebaiknya, aku menuju ke timur. Sayangnya, aku hanya mengetahui julukan orang yang telah membunuh Pendekar Kail," katanya lalu menyambung,
"Pangeran Liang Lahat... manusia yang muncui hanya untuk mencari kconaran. Aku ingin tahu apa yang sesungguhnya sedang kau rencanakan...." Setelah tarik dan hela napas, pemuda tampan ini segera tinggalkan tempat itu menuju ke timur.
Suasana di Bukit Kangkagura hening. Udara tetap dingin menusuk tulang.
Matahari seolah tak bisa tembusi kabut yang masih tersisa. Sepasang mata tua Dewa Baju Putih tak berkedip nemandang ke depan. Hatinya agak sedikit bergetar.
"Benar-benar tak kusangka, kalau dia termasuk orang-orang Pulau Neraka. Bahkan dia adalah pelarian Pulau Neraka." desisnya dalam hati. Diseberang, orang berkulit ungu mendengus.
"Kau sudah paham sekarang apa maksudku, bukan"! Aku akan datang kembalike Pulau Neraka untuk menghancurkan pulau keparat itu!!" Dewa Baju Putih yang memang sedang mencari kesernpatan meloloskan diri karena merasa taksanggup menghadapi keganasan ilmu Siulan Kematian' lawan berkata,
"Tadi kau katakan, Pulau Neraka sukar dikelabui. Lantas, bagaimana caraku untuk menyelidikinya?"
"Kau akan kubekali sebuah ilmu hingga kau bisa melihat pulau itu."
"Dengan begitu, berarti kau sebenarnya tahu di mana Pulau Neraka, bukan?" Sepasang mata Pangeran Liang Lahat menyipit.
"Keparat! Orang tua itu ternyata cerdik juga! Per
cuma kukatakan kalau aku tidak tahu di mana pulau keparat itu berada!" geramnya dalam hati.
"Tapi... dia telah mengaku kalah dan bersedia menjadi budakku. Bagus! Dengan demikian, dia akan kujadikan tumbal sebelum aku masuk ke Pulau Neraka." Kemudian katanya,
"Ya! Aku memang tahu dimana Pulau Neraka berada"!"
"Lantas... mengapa kau membutuhkan orang yang mau bergabung denganmu" Bukankah kau sudah mengetahuinya?"
"Ucapannya seperti mengandung makna lain. Hemm... dia mencoba mengorek apa maksudku yang sebenarnya. Sebaiknya, kudustai dia," desis Pangeran Liang Lahat dalam hati. La"u sambil menyeringai dia berkata,
"Sesungguhnya, kehadiranku di Pulau Neraka akan mudah diketahui oleh para penghuni pulau itu. Tetapi, kedatangan orang yang bukan sebelumnya penghuni Pulau Neraka, akan sulit diketahui oleh mereka."
"Mengapa?" "Kare"a orangyang bukan penghuni Pulau Neraka, telah memiliki satu kekuatan sendiri."
"Jelaskan padaku!"
"Kau tak perlu mengetahuinya! Tapi kau harus mempercayai ucapanku! Orang yang hendak bergabung denganku, tak akan mungkin kucelakakan!" Namun sudah tentu Dewa Baju Putih tak mau menelan bulat-bulat apayang dikatakan orang yang seluruh tubuhnya berwarna ungu.
"Kau katakan tadi, kau akan memberiku sebuah
ilmu agar aku bisa menemukan Pulau Neraka," katanya kemudian.
"Sebaiknya, kau segera turunkan ilmu itu kepadaku." Kendati parasnya tak berubah, tetapi Pangeran Liang Lahat terbahak-bahak dalam hati.
"Kau coba memuslihatiku rupanya. Padahal aku tahu, kausengaja mengulur waktu dan berlagak mau menjadi budakku. Hemm... aku tak sebodoh yang kau kira." Berpikir demikian, Pangeran Liang Lahat berkata,
"Mendekat! Kau akan kuturunkan sebuah ilmu yang tak akan pernah dimiliki oleh siapa pun juga kecuali para dan bekas penghuni Pulau Neraka!" Mendengar ucapan prang, Dewa Baju Putih justru menjadi ragu-ragu. Dia coba mempertimbangkannya,
"Dia nampaknya begitu percaya dan rasanya tak mungkin semudah ini aku menjebaknya. Aku harus berhatihati sekarang." Mengikuti jalan pikirannya, orang tua berpakaian putih ini berkata,
"Sebelum kauturunkan ilmu itu kepadaku, aku ingin tahu satu hal...."
"Kau terlalu banyak bertanya dan meminta! Padahal, yang kukehendaki hanyalah anggukan atau gelengan!" "
"Bila kau tak mau menjawab, kuurungkan niat untuk bergabung!"
"Bagus! Berarti kau harus mampus!!" Dewa Baju Putihburu-buru berkata setelah melihat Pangeran Liang Lahat mengambil sikap hendak bersiul lagi,
"Tahan! Bukankah kau tak ingin aku melakukan kesalahan?"
"Apa maksudmu"!" geram orang berjubah biru gelap ini.
"Kendati kau telah turunkan sebuah ilmu yang bisa membuatku menemukan di mana Pulau Neraka berada, aku belum tahu apa yang harus kulakukan bila aku telah tiba di sana. Dan aku tak mau terjadi kesalahan yang justru berakibat fatal."
"Kesalahan yang akan kau lakukan, akan kau tebus dengan nyawamu! Di tanganku, atau ditangan manusia manusia keparat penghuni Pulau Neraka!!" geram Pangeran Liang Lahat dalam hati. Kem udian katanya dingin,
"Kau tak akan melakukan kesalahan apa pun. Karena bila kau sudah kuturunkan sebuah ilmu dan kau tiba di sana, tugasmu hanyalah mengambil sebuah anak panah berwarna keperakan dan memiliki dua buah sayap kecil pada hulunya." Dewa Baju Putih terdiam.
"Kendali aku telah mendapatkan banyak keterangan, tetapi semuanya justru makin membingungkan. Aku memang harus berhati-hati," katanya dalam hati. Lalu berucap,
"Setelah kudapatkan anak panah itu, apa yangharus kulakukan?"
"Membunuh Pemimpin Pulau Neraka! Sekarang. jangan banyak tanya lagi!!"
"Tunggu! Mengapakau lari dari Pulau Neraka!!"
"Terkutuk!!" Seraya menggeram keras, Pangeran Liang Lahat
bersiul kembali. Kontan Dewa Baju Putih merasakan
sakit yang tak terkira pada sepasang telinganya. Tubuhnya saat itu pula menggeliat. Disela-sela siulannya, Pangeran Liang Lahat membentak dingin,
"Kau telah banyak membuang waktuku dan telah mengetahui banyak tentang Pulau Neraka! Sikap yang memuakkan! Lebih baik kau mampus!!" Siksaan yang kembali dirasakan oleh Dewa Bai Putih semakin menyakitkan. Kakek perkasayang sud". bertahun-tahun tak"agi mempergunakan ilmunya, haru melolong laksana seekor serigala.
"Tahan! Tahan!!" serunya menindih rasasakit yang tak terkira. Pangeran Liang Lahat mendadak hentikan siulannya. Serta-merta tubuh Dewa Baju Putih terbanting.
"Kau tahu apa akibatnya bila berani menantangku, bukan"! Sekarang, bersujud di hadapanku!!" Darisela-sela bibir dan sepasang telinga Dewa Baju Putih kembali alirkan darah segar. Kakek ini merasakan seluruh tenaganya telah lenyap. Susah payah dia berdiri kembali. Wajahnya memucat dengan alirandarah kacau. Kedua tangannya nampak lungiai disamping kanan kiri tubuhnya.
"Terkutuk! Sampai kapan pun aku tak akan mau menjadi pengikutnya! Tapi... aku tak boleh mati dulu sebelum kuketahui keadaan Bidadari Kipas Maut!" Dengan kuatkan seluruh tenaga dan pikirannya, Dewa Baju Putih angkat kepala.
"Kehebatanmu memang tak bisa dianggap enteng! Dan apa yang hendak kau lakukan telah kudengar!
Hanya yang belum kudengar, mengapa kau lari dari Pulau Neraka! Tetapi itu tak pantas kulontarkan se bagai pertanyaan! Baiklah... aku bersedia memenu. apa yang kau...." Memutus kata-kata sendiri, dengan kerahkan sisasisa tenag" dalamnya, Dewa Baju Putih mendorong kedua tangannya ke depan.
Wuutttt!! Serta-merta gelombang angin menggebu, menyeret tanah dan ranggasan semak belukar, menerjang ke arah Pangeran Liang Lahat. Orang berkulit ungu ini menggeram dingin. Dia melompat ke samping kanan untuk hindari serangan Dewa Baju Putih. Menyusul dia hendak bersiul kembali.
Namun yang terdengar hanyalah geramannya setinggi langit,
"terkutuk! Kauakan mampus ditanganku, Kakek celak"!"
Dewa Baju Putih sudah tak ada di tempatnya!
* Untuk beberapa saat orang berpakaian dan berjubah biru gelap ini tak buka suara. Wajahnya geram bukan main. Matanya membelalak besar. Kedua tangannya dikepaikan kuat-kuat. Dadanya naik turun dengan cepat.
Mendadak dia bersiul. Sejarak dua puluh tombak dari tempat orang itu, Dewa Baju Putih yang setelah lancarkan serangan langsung berlari meloloskan diri, terhuyung.
"Celaka!" desisnya sambil alirkan tenaga dalam pada telinganya. Bahkan dia tutup sepasang telinganya dengan tangan kanan kirinya. Tubuhnya terus terhuyung terkena gelombangilmu siulan Kematian Pangeran Liang Lahat yang terus bersiul.
Dewa Baju Putih terus bertari walaupun sempoyongan.
"Benar-benar ilmu mengerikan, ilmu yang mungkin tanya dimiliki oleh orang-orang Pulau Neraka...," desisnya dengan tubuh yang semakin lemah.
"Jarakku dengannya sudah cukup jauh... tetapi akibat siulan itu masih kurasakan... Tidak! Aku tidak boleh menyerah! akuharus terus berlari! Karena akuyakin... dalam jarak tertentu... ilmu itu tak berguna..." Dengan bulatkan tekadiya, kakek berbaju putih ini terus berlari. Dia tak pedulikan keadaannya yang semakin melemah.
Tak dipedulikan beberapa kali dia terhuyung dan terjatuh. Dia terus berlari sekuat tenaga. Sejaraktiga puluh lombak, barulah Dewa Baju Putih tidak lagi merasakan sengatan dari siulan yang didengarnya. Dia memang masih mend"ngarsiulan itu, tetapi tak ada siksaan yang seperti dirasakan sebelumnya.
"Pengaruh siulan itu telah lenyap, aku tak boleh berhenti. Bisa jadi orang itu akan memburuku untuk memperpendek jarak...." desisnya sambil terus bertari.
Tetapi rupanya, Pangeran Liang Lahat tidak memburunya. Dia telah hentikan siulannya karen? merasakan tak memiliki pengaruh apa-apa lagi pada jarak tertentu.
"Terkutuk!" geramnya sambil hentakkan kaki kanannya ke tanah. Kontan tanah itu memburaidan membentuk scbuah lubang sedalam dengkul.
"Kau cukup cerdikuntuk mengorek keterangandari mu"utku, Dewa Baju Putih. Dan apa yang kau ketahui harus kuhap?s dari benakmu dengan jalan membunuhmu!"
Orang berkulit ungu ini tak buka suara. Dadanya masih naik turun dengan napas mendengus-dengus.
"Aku tetap membutuhkan orang-orang sebagai budakku, sebagai pembuka jalan untuk masuk ke Pulau Neraka. Dan aku masih merasa beruntung, karena tak sepenuhnya apa yang kukatakan pada Dewa Baju Putih mengandung kebenaran. Tapi... sedikit banyaknya dia telah mengetahui keadaan di Pulau Neraka! Setan keparat!! Manusia itu akan kuburu sampai kapan pun juga!!"
Mendadak tangan kanan kiri orang itu digerakkan membentuk sebuah lingkaran. Lalu didorong ke arah Bukit Kangkagura yang berdiri kokoh.
Blaaammm!! Terdengar letupan yang sangat keras tatkala gelombang angin yang dilepaskannya menghantam dinding bukit Kangkagura, menepiskan kabut. Menyusul terdengar gemuruh yang mengerikan. Batu-batu bukit Kangkagura beruntuhan.
Taikala semuanya berhenti dan telah terbentuk satu tempat yang porak poranda, sosok orang berkulit ungu itu sudah tak nampak lagi di tempatnya:
Bab 5 RAMBATAN matahari siang kini sudah menempuh tiga perempat perjalanannya. Musim kemarau ini memang membuat orang akan tersiksa didera panas tiada tara. Tetapi tak seorang pun yang akan melewati senja, karena hawa tidak lagi terlalu panas kendati masih agak terasa
Di kejauhan nampak satu bayangan keemasan berlari sangat cepat dan beberapa kejap kemudian, setelah tiba di sebuah jalan setapak yang dipenuhi rerumputan dan ranggasan semak be"ukar, bayangan keemasan yang bukan lain Rajawati Emas adanya hentikan larinya. Sejenak anak muda dari Gunung Rajawali ini perhatikan sekelilingnya yang sepi. Sejarak dua puluh langkah dari tempatnya berdiri, sebuah pohon beringin kekar, besar dan gagah tumbuh.
Rindangnya pohon bercabang banyak yang besar itu, menambah keteduhan di sekitar sana. Entah berapa helai daunnya yang gugur tatkala angin berhembus.
"Sesungguhnya, akusangat penasaran ingin mengetahui sebab apa Kiai Pituluh menyuruhku mendatangi Kaki Bukit Lumbung," desisnya kemudian. Lalu dicabutnya sebatang rumput yang tumbuh di dekat kakinya. Sambil menghisap-hisap sari rumput itu yang terasa agak manis, dia meneruskan,
"Tetapi, persoalan Pangeran
Liang Lahat pun menarik perhatianku. Rasanya untuk saat ini aku memang harus libatkan diri dalam urusan yang ada. Pembunuhan yang dilakukan Pangeran Liang Lahat terhadap Pendekar Kail, sudah memancing permusuhan yang dalam. Terutama dari Bidadari Kipas Maut.... Ah, nampaknya pertumpahan darah akan segera terjadi." Pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini tarik napas pendek.
"Aku takingin pertumpahan darah terjadi, dan aku harus berusaha untuk menahan semua ini.... Memang sebaiknya, kutunda saja perjalananku ke Kaki Bukit Lumbung." Lalu diarahkan pandangannya ke kejauhan. Nampak julangan sebuah gunung yang nampak agak memerah karena pengaruh biasan matahari senja.
"Bidadari Kipas Maut sama sekali tak mengetahui seperti apa rupa dan wujud orang yang telah membunuh kekasihnya. Demikian pula denganku yang tak mendapatkan keterangan banyak karena memang tak banyak keterangan yang didapatkan oleh Bidadari Kipas Maut...." Anak muda dari Gunung Rajawa li ini terdiam.
Pikirannya dipusatkan pada masalah yang telah membentang di depan matanya. Dicobanya untuk mengira-ngira mengapa Pangeran Liang Lahat membunuh Pendekar Kail.
"Ketika kukatakan kemungkinan kalau Pendekar Kail memiliki musuh, Bidadari Kipas Maut menolak
kemungkinan itu. Tapi, itulah satu-satunya jawaban yang bisa dipakai sekarang. Selama lima tahun Bidadari Kipas Maut meninggalkannya, jelas dia tak lagi mengetahui banyak apa yang dilakukan dan terjadi terhadap diri Pendekar Kail...," anak muda tampan ini memutus kata-katanya sendiri.
Setelah berpikir sejenak, dia kembali melanjutkan.
"Bisa jadi di antara rentang waktu lima tahun itu, telah terjadi pertarungan antara Pendekar Kail dengan Pangeran Liang Lahat yang dimenangkan oleh Pendekar Kail. Dan Pangeran Liang Lahat datang kembali untuk menuntut balas." Tirta terdiam sambil terus memikirkan kemungkinan itu. Tetapi kemudian, terlihat dia geleng-gelengkan kepalanya sambil mendesah pendek.
"Aku tak bisa memutuskan ya atau tidak karena semuanya belum jelas. Mencari keterangan pada Pendekar Kail jelas tak mungkin karena orang itu telah tewas. Berarti, satu-satunya cara untuk menemukan jawaban dari kemungkinan yang kupikirkan, aku harus menemukan Pangeran Liang Lahat. Hemm... sebaiknya kuteruskan saja langkah untuk mencari orang itu...."
Memutuskan demikian, anak muda bersenjatakan Pedang Batu Bintang ini bersiap untuk tinggalkan tempat itu. Namun mendadak saja kepalanya menegak dengan mata membuka lebar. Mulutnya terbuka hingga batang rumput yang terselip di sela-sela bibir jatuh.
Bahkan tanpasadar dia surut dua tindak kebelakang. Di hadapannya, mendadak saja terlihat dua buah
gumpalan awan hitam yang entah dari mana datangnya. Belum lagi dia memikirkan keheranan itu, secara tibatiba pula dari dua gumpalan awan hitam itu melompat
dua sosok tubuh berparas angker.
Dan kulit keduanya berwarna merah!
Untuk beberapa saat Rajawali Emas hanya pandangi kejadian yang tak masuk akal dihadapannya. Matanya masih membeliak dengan mulut terbuka.
Dua orang yang lebih tinggi dari dirinya, saling pandang sejenak. La"u sama-sama arahkan pandangan pada Tirta. Yang dipandang tanpa sadar merasakan dadanya berdebar.
"Astaga! Tatapan mereka begitu menikam jantung!" desisnya dalam hati.
"Siapa kedua orang ini" Kepala mereka lonjong dengan bola mata berwarna merah. Danseluruh kulit inereka, berwarna merah pula! Gila!" Salah seorang dari dua orang berkulit merah yang muncul secara aneh itu buka suara,
"Anak muda! Kami datang ke hadapanmu karena hendak bertanya!"
"Suaranya sengau, dan mengandung anca man. Benar-benar membingungkan." desis Tirta sebelum menjawab,
"Bila kalian memang merasa aku adalah orang yang tepat untuk dijadikan tanya, tak ada salahnya bila kalian lontarkan. Tapi... siapakah kalian sebenarnya"
Cara kalian muncul benar-benar aneh dan membuatku banyak memiliki pertanyaan." Kembali kedua oranganeh itu berpandangan. Lagilagi orang yang tadi berbicara dan memiliki kuping yang agak menukik ke atas buka mulut,
"Sebaiknya, kau tak perlu banyak pertanyaan! Biarkan kami yang bertanya!"
"Busyet! Enak betul dia bicara!" maki Tirta dalam hati.
"Tapi biarlah,aku akan mendengarkan pertanyaannya." Memutuskan demikian, anak muda ini berkata,
"Dapat kumengerti apa yang kau maksudkan! Silakan lontarkan pertanyaan!"
"Kami datang... untuk mencari seorang lelaki yang mengenakan pakaian serba ungu!" Tirta terdiam sejenak sebelum berkata,
"Waduh! Kok aneh-aneh betul kau ini ya" Kalau yang kau cari orang berpakaian serba ungu, mungkin bukan hanya sepuluh orang yang mengenakan pakaian seperti itu di dunia ini! Bisa jadi berjuta-juta orang!"
"Apa yang kau katakan memang benar! Tetapi.orang yang kami cari memiliki kulit serba ungu!" Kali ini Tirta benar-benar terdiam. Keningnya berkerut tanda dia benar-benar sulit menerima jawaban Orang
"Berkulit serba ungu" Busyet! Mereka berkulit serba merah"! Lantas yang mereka cari, orangyang berkulit serba ungu! Astaga! Kok aneh-aneh saja sih"!" Sambil meringis kecil, anak muda yang di lengan
kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini angkat bicara,
"Kalian tidak salah omong" Orang yang kalian cari berkulit ungu"!"
"Ya!Seperti yang kau lihat, kalau kulit kami berwarna merah!"
"Ini benar-benar tak masuk akal! Rasanya... baru kali ini kulihat ada orang yang memiliki kulit serba merah, lantas mereka mencari orang yang berkulit serba ungu! Betul-betul busyet! Apakah memang ada sebuah perkampungan di mana orang-orangyang tinggal disana memiliki warna kulit yang aneh" Atau jangan-jangan... dari warna kulit yang ada pada masing-masing orang, menandakan tingkatan satu golongan" Tingkatan satu ilmu?" Karena tak mendapatkan sahutan, orang berkuping menukik ke atas tadi berbicara lagi,
"Mungkin pakaian yang dikenakannya dapat diganti! Tetapi orang yang kami cari tak akan mungkin bisa sembunyikan warna kulitnya!" Masih keheranan anak muda dari Gunung Rajawali ini gelengkan kepala.
"Sayang, aku tak bisa menjawab pertanyaan kalian. Pertanyaan kalian tentang orang berkulit serba ungu itu saja masih membingungkan. Karena selama ini aku belum pernah berjumpa dengannya. Bila kalian tak keberatan, apakah kalian mau memberitahukan meng
apa dan siapakah orang yang kalian cari?" Kembali dua orang berkulitserba merah itu berpandangan. Kali ini orang yang hidungnya bengkok berkata,
"Kau terlalu banyak ungkapkan pertanyaan! Rasanya... cukup sekian apa yang kami tanyakan!"
"Tunggu!"seru Tirta karena masih penasaran.
"Bila kalian tak mau jawab pertanyaanku, itu bukanlah masalah besar! Bagaimana bila aku berjumpa dengan orang yang kalian cari"!"
"Kau harus mengatakan padanya, kalau kami mencarinya!"
"Bagaimana mungkin dia bisa percaya soal itu?"
"Katakan warna kulit yang kami miliki!"
"Dan dia akan mengerti?" Suara orang yang berhidung bengkok mendadak mengeras,
"Dia bukan hanya akan mengerti... tetapi dia akan lari sipat kuping untuk menjauhi kami!"
"Dari ucapannya, jelas sekali kalau keduanya hendak membunuh orang yang mereka cari itu. Benar-benar sebuah urusan yang tak bisa dipandang enteng. Hemm... apakah ini ada kaitannya dengan orang yang telah membunuh Pendekar Kail" Atau jangan-jangan... ada dua urusan yang berbeda?" Habis membatin demikian, Rajawali Emas berkata,
"Maaf, apakah kalian tak mau mengatakan siapa orang itu sebenarnya?"
"Kau hanya berhak mengetahui julukannyal"
"Itu pun sudah cukup untukku."
"Dia berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua."
"Julukannya benar-benar angker dan membuatku bertambah yakin kalau memang ada satu perkampungan, atau perkumpulan, atau perguruan yang memiliki
tingkatan berbeda yang ditandakan oleh warna kulit yang dimiliki satu sama lain. Dan tentunya, orang yang dijuluki Penghuni Tingkat ke Dua itu semacam orang yang membelot dari peraturan yang ada. Biarlebih jelas sebaiknya kukatakan saja." Dengan berhati-hati karena tak ingin memancing pertikaian, anak muda yang dikeningnya melingkar ikat kepala berwarna keemasan itu ajukan tanya,
"Dari keterangan yang kalian berikan, aku bisa menduga, kalau orang yang kalian cari adalah pelarian yang telah membelot dari peraturan yang telah kalian atau pemimpin kalian tetapkan! Apakah aku salah?" Si Kuping menukik ke atas berkata dingin,
"Anak muda! Otakmu sangat cerdik! Apa yang kau katakan memang benar adanya! Dan perlu kau ingat, jangan sekali-sekali campuri urusan kami bila kau ingin selamat!" Wajah Rajawali Emas sekilas berubah. Rasa tidak senangnya muncul karena mendengar kesombongan orang. Tetapi dia tak mau membuka urusan.
"Apa yang tengah kalian kerjakan bukan lah urusanku, hingga aku rasa tak perlu kucampuri urus an itu! Tapisayangnya, kalian ajukan tanya padaku hing ga mau tak mau banyak pertanyaan di benakkui Namu n telah kuputuskan untuk tidak ikut campur dalam urus an kalian! Berarti...akupun tak perlu mengatakan pada o rang berkulit serba ungu kalau kalian sedang mencarin ya! Tak perlu pula kukatakan pada kalian, bila aku berj umpa
dengannya!!" Tirta menunggu reaksi dari kata-katanya barusan. Dilihatnya paras masing-masing orang tak berubah. Lalu diteruskan ucapannya,
"Aku dapat menduga, kalian mungkin berasal dari satu tempat yang mengkhususkan diri dengan memiliki tingkatan yang ditilik dari warna kulit! Urusan yang kalian hadapi aku tidak tahu sama sekali! Jadi kuminta, kalian pun tak perlu mengusikku lebih lama dengan urusan yang kalian sendiri tak mau membukanya!" Lagi-lagi paras masing-masing orang tak ada yang berubah. Keduanya hanya katupkan mulut rapat-rapat. Tirta tak buka suara lagi. Dia ingin tahu apa yang sesungguhnya akan dilakukan kedua orang itu mendengar kata-katanya yang pedas. Cukup lama keheningan meraja. Beberapa helai daun beringin berguguran kembali.
Menyusul terdengar suara orang berkuping menukik ke atas.
"Apa yang kau katakan memang benar! Jadi, tak ada urusan satu sama lain!"
"Bagus! Kalau begitu... silakan kalian menyingkir dari sini!" Kali ini masing-masing orang berpandangan, lalu sama-sama pandangi pemuda di hadapannya tanpa kedip. Lamat-lamat Tirta bisa melihat tatapan mereka berubah menjadi seperti bola api yang kian tebarkan hawa panas. Tetapi anak muda dari Gunung Rajawali ini tidak peduli. Bahkan dia berkata,
"Bila kalian iak mau segera
tinggalkan tempat ini, biar aku yang meninggalkan kalian!" Itu dilakukan, karena dia tetap penasaran dan ingin memancing jawaban-jawaban dari mulut keduanya yang dibutuhkan. Karena biar bagaimanapun juga, Tirta mempunyai satu pikiran yang sekarang ini belum diketahui secara jelas pikiran apa yang mengganggunya.
Tetapi anak muda itu kecele, karena dua orang berparas aneh yang sama-sama memiliki warna kulit serba merah itu tak bereaksi apa-apa.
"Brengsek betul!" dirinya jadi kesal sendiri.
"Huh! Lebih baik kuteruskan langkah untuk menemukan jejak Pangeran Liang Lahat! Aku khawatir, kalau Bidadari Kipas Maut telah berjumpa dengannya dan terjadi satu pertarungan berdarah! Padahal yang kutahu, Bidadari Kipas Maut tidak mengetahui secara jelas apa yang sebenarnya terjadi di antara Pendekar Kail dan Pangeran Liang Lahat! Benar-benar urusan yang rumit! Apakah aku harus melibatkan diri" Atau... sebaiknya kuteruskan saja niatku semula untuk menjumpai Kiai Pituluh di Kaki Bukit Lumbung?"
Godfather Terakhir 4 Badai Salju Karya Karl May Pendekar Super Sakti 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama