Ceritasilat Novel Online

Pelarian Pulau Neraka 2

Rajawali Emas 43. Pelarian Pulau Neraka Bagian 2


Anak muda ini terdiam sejenak mempertimbangkan langkah selanjutnya. Setelah diputuskan untuk meneruskan langkah mencari Pangeran Liang Lahat, dia segera balikkan tubuh dan mulai melangkah. Namun baru sepuluh langkah dia berjalan, mendadak saja terdengar teriakan membahana yang menggetarkan tempat itu, "Pemuda setan! Kau telah banyak tahu apa yang kami tahu! Lebih baik kau kamikirim ke neraka!!"
Menyusul satu gelombang angin yang tebarkan hawa panas menggebrak ke arah Rajawali Emas! Merasakan adanya hawa panas yang menderu berkekuatan tinggi, pemuda dari Gunung Rajawali itu mendengus. Menyusul dijejakkan kaki kanannya agak keras di atas tanah.
Wuuuttt!! Kejap itu pula tubuhnya melenting kesamping kiri. Bersamaan kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, didengarnya suara letupan yang sangai keras.
Blaaanmm!! Gelombang angin berhawa pa nas itu menghajarbatang pohon beringin hingga berget ar hebat. Dua kejapan mata kemudian, seluruh dedaun an pohon itu meranggas. Dan laksana butiran air yang j atuh dari langit memburai memenuhi tempat itu.
Bab 6 SEJENAK Rajawali Emas tertegun melihat apa yang terjadi di dekatnya. Lalu diarahkan pandangannya pada dua orang berkulit merah yang menatapnya dingin. Si Kuping menukik ke atas yang tadi berseru dan lepaskan serangan berkata dingin,
"Aku yakin telingamu tidak tuli, Anak muda! Tetapi sikapmu telah membuat kami, orang-orang Pulau Neraka, menjadi muak!" | Tanpa sadar kepala Tirta menegak. Bahkan kakinya surut satu langkah ke belakang begitu mendengar ucapan orang.
"Pulau Neraka" Mereka orang-orang Pulau Neraka" Astaga! Aku pernah mendengar tentang pulau itu l yang ramai dibicarakan orang karena kemisteriusannya! Tapi kupikir, cerita tentang Pulau Neraka hanyalah sebuah dongeng belaka! Apakah benar mereka berasal dari Pulau Neraka" Tapi dari cara kedatangannya...?" Memutus kata batinnya sendiri dan menindih rasa kagetnya, pemuda ini berkata,
"Secara aneh kalian muncul di hadapanku dan menanyakan tentang orang berkulit serba ungu yang sama sekali tak bisa kujawab! Kuminta pada kalian untuk segera tinggalkan tempat ini, kalian menolak Sekarang, kalian menyerangku" Apakah ini sebuah tindakan yang benar"!"
"Bagi orang-orang Pulau Neraka, tak ada yang be
nar atau salah! Semua tindakan yang dilakukan oleh orang-orang Pulau Neraka adalah benar! Dan apa yang akan kami lakukan terhadapmu pun sebuah kebenaran!"
"Ucapan kalian sungguh tak enak didengar! Kalian hanya punya urusan dengan orang berkulit serba ungu yang kalian sebut dengan julukan Penghuni Tingkat ke Dua! Jadi rasanya jelas, kalau orang yang kalian cari itu adalah orang Pulau Neraka pula!" kata Tirta yang bersiaga penuh menghadapi segala kemungkinan.
Dia pun mencoba mempergunakan kesempatan itu untuk mengorek keterangan lebih jelas.
"Bagus kalau kau sudah memahaminya! Manusia celaka itu telah membelot dari peraturan yang diterapkan di Pulau Neraka! Dia tetap bersikeras untuk keluar dari Pulau Neraka, pulau yang telah membesarkannya dengan berbagai macam ilmu! Bahkan, dia melukai beberapa orang Pulau Neraka!"
"Itu urusanmu dengannya! Bukan urusanku!"
"Karena kau telah tahu banyak, maka kau harus mati!"
"Urusan mati atau tidak, tanpa kalian bunuh pun aku kelak akan mati juga! Hanya yang membuatku muak, kalian benar-benar telah mengandalkan segala cara untuk mendapatkan keterangan! Bahkan kalian turunkan tangan telengas pada orang yang tahu tentang siapa dan apa yang kalian lakukan"!"
"Karena apa yang kami lakukan sebuah kebenaran! Membunuh siapa pun juga, bukan sebuah kesalahan!
Asalkan tidak membunuh sesama penghuni Pulau Neraka!"
Sebelum Tirta buka mulut, lelaki berkulit merah yang hidungnya bengkok angkat bicara,
"Pengecualian kami lakukan terhadap Penghuni Tingkat ke Dua! Dia telah mempermalukan seluruh penghuni Pulau Neraka dengan perbuatannya! Dia harus kembali ke Pulau Neraka untuk diadili! Dan bila dia menolak, dia harus mampus! Karena tak layak mempergunakan ilmu yang dimiliki oleh orang-orang Pulau Neraka!" Kali ini Rajawali Emas tak menjawab. Dia masih terkejut mengetahui siapa adanya orang.
"Pulau Neraka ternyata bukan dongeng, karena kedua orang ini mengaku berasal dari pulau aneh itu. Hemm... satu urusan tentang Pangeran Liang Lahat belum berhasil kutemukan titik temunya. Siapa dan bagaimana rupa orang itu pun belum kuketahui. Dan nampaknya, mau tak mau aku pun harus terlibat dalam urusan orang-orang Pulau Neraka...," kata Tirta dalam hati sambil pandangi kedua orang berkulit aneh di hadapannya. Lalu sambungnya,
"Bisa saja kutinggalkan kedua orang ini. Tetapi tak mustahil mereka akan terus memburu Penghuni Tingkat ke Dua. Dengan kata lain, tentunya mereka akan banyak lakukan pertanyaan pada orang lain. Dan bila orang lain itu sudah mengetahui siapa adanya mereka, mereka tak akan segan-segan membunuhnya. Seperti yang baru saja hendak dilakukan salah seorang dari mereka terhadapku, padahal se
belumnya tak kutangkap kemarahan di antara mereka." Orang berkulit merah yang sepasangkupingnya menukik ke atas maju dua langkah. Dan entah apa yang terjadi, tahu-tahu Tirta melihat kalau paras merah orang itu semakin menyala. Bahkan seperti bersinar.
"Astaga!Apakah itu pertanda kalau kemarahan mereka tak bisa dibendung lagi"!"desisnya dalam hati. Orang berkuping menukik ke atas sudah berseru dingin,
"Hari ini. kau beruntung karena telah mengenal kami sebagai orang-orang Pulau Neraka! Biar semuanya menjadi jelas, di Pulau Neraka, kami dijuluki sebagai Utusan Kematian Pulau Neraka!" Tirta cuma tertawa saja, padahal dia sedang tindih gemuruh hatinya.
"Utusan Kematian Pulau Neraka" Wah! Hebat betui tuh! Ngomong-ngomong... apakah kalian mempunyai nama seperti orang-orang di luar Pulau Neraka"!"
"Kau boleh memanggilku Setan Merah! Dan memanggilnya Iblis Merah!"
"Julukan yang benar-benar hebat! Oya, kalian juga boleh memanggilku; Pendekar Merah! Tapi nggak cocok ya" Bagaimana kalau Pendekar Keren"!"
"Tutup mulutmu!" Habis bentakannya, Setan Merah menggebrak ke depan. Gerakannya sangat cepat dan sukar diikuti oleh mata. Bahkan untuk sesaat Rajawali Emas terkesiap. Lebih kaget lagi karena tahu-tahu jotosan tangan kanan lawan sudah siap menghajar dadanya!
"Heiiii!!" Secepat kilat anak muda dari Gunung Rajawali ini surutkan langkah ke belakang tiga tindak. Namun mendadak pula dirasakan gelombang angin mengarah padanya, tatkala kaki kanan Setan Merah mencuat keatas.
"Gila!!" dengusnya sambil liukkan tubuh dan palangkan kedua tangannya di atas kepala.
Hukkk!! Cuatan kaki kanan Setan Merah tertahan oleh palangan kedua tangannya. Namun akibatnya, terlihat Tirta terseret ke belakang beberapa tindak. Bahkan sebelum dia dapat hentikan seretan tubuhnya sendiri dari tempatnya Setan Merah sudah dorong kedua tangannya ke depan. Serta-merta menggebrak gelombang angin warna merah yang didahului oleh asap merah! Menegak kepala pemuda bersenjata Pedang Batu Bintang ini. Kejap itu pula dia tahan napas yang membuat sesuatu bergolak di bawah pusarnya. Hanya dalam satu kejapan mata saja, dia sudah miringkan tubuh seraya gerakkan tangannya.
Blaaammmm!! Serangan Setan Merah putus di tengah jalan tatkala hawa panas yang meman car dari tubuh Tirta menabrak. Dan sebelum salah seora ng utusan Pulau Neraka itu lancarkan serangan, Tirta su dah mendahului dengan ilmu 'Lima Kepakan Pemusnah Rajawali". Saat itu pula menggebah lima gelomb
angangin mengerikan yang menyeret tanah dan ranggasan semak ke
arah Setan Merah. Yang diserang wajahnya semakin memerah. tetapi tak lakukan tindakan apa-apa. Dan tanpa ampun lagi, lima gelombang angin yang menggebah itu menghajar tubuhnya! Namun yang justru keluarkan seruan tertahan adalah Rajawali Emas!
"Gila!!" Karena begitu lima gelombang angin tadi melabrak sosok Setan Merah dan timbulkan letupan berulangkali di belakang orangitu, sosok Setan Merah mendadaksaja muncul kembali.
"Astaga! Ilmu iblis!"desis Tirta tanpa sadar. Di seberang, Setan Merah terbahak-bahak keras. Ada h awa panas yang menggebah.
"Tak seorang pun di muka bumi ini yang bisa mengalahkan orang-orang Pulau Neraka! Termasuk kau, Anak muda!" Tirta masih memperhatikan dengan perasaan campuraduk.
"Benar-benar tak masuk akal. Seranganku tadi seperti nyeplos begitu saja." Iblis Merah yang sejak tadi memperhatikan berkata dingin,
"Setan Merah! Mengapa kau masih bermain main" Ingat, kita harus cepat menemukan Penghuni Tingkat ke Dua yang telah membelot dari peraturan Pulau Neraka!" Mendengar ucapan Iblis Merah, wajah Setan Merah mengkelap. Sepasang matanya makin tajam ber
sinar. Wajahnya makin pancarkan warna merah yang terang. Lalu tangan kanannya menuding. Barulah terlihat kalau kuku-kuku jari jemarinya panjang panjang. Hal yang sama pun dimiliki oleh Iblis Merah.
"Anak muda! Telah kuperlihatkan salah satu ilmu hebat milik Pulau Neraka! Dan sekarang, dengan ilmu itu kau akan kulumat sampai menjadi debu!" Di seberang pemuda dari Gunung Rajawali itu terdiam dengan mata tak berkedip. Rasa takjub dan herannya kini berubah menjadi keberhati-hatian.
"Aku tak boleh gegabah. Dari ilmu yang diperlihatkannya tadi, semakin memperkuat keyakinanku kalau kedua orang berkulit merah ini memang berasal dari Pulau Neraka. Dan pulau itu bukanlah dongeng belaka sekarang." Lalu diam-diam dikerahkan tenaga surya yang berpusat dibawah pusarnya. Tenaga panas yang didapatnya secara tak sengaja lima tahun yang lalu, di saat dia menghisap sari rumput sakti 'Rumput Selaksa Surya'.
Dan tatkala sosok Setan Merah menerjang yang tak ubahnya bagaikan bayangan, Tirta sudah mencelat ke depan dan lepaskan jotosan yang mengandung tenaga surya. Hawa panas seketika menggebah.
Astaga! Jotosan kuat yang dilakukannya nyeplos begitu saja, seolah yang dipukulnya hanyalah gumpalan asap. Bahkan sebelum dia dapat kuasai diri, tahu-tahu dirasakan satu hantaman telak pada punggungnya.
Dess!! Saat itu pula sosoknya terhuyung ke depan dengan punggung yang terasa patah. Dia dapat kuasai lagi keseimbangannya. Parasnya menegang sekarang. Mendadak sepasang rahangnya mengembung. Menyusul sesuatu naik ke atas dan....
"Huaaakkk!!" anak muda dari Gunung Rajawali ini memuntahkan darah segar. Saat itu pula dirasakan kepalanya agak pusing. Iblis Merah buka suara,
"Tak seorang pun yang bisa menandingi ilmu orang-orang Pulau Neraka, apalagi kami sebagai Utusan Kematian Pulau Neraka! Setan Merah! Habisi dia! Kita harus terus melacak jejak Penghuni Tingkat ke Du a!!" Ucapan yang dilontarkan Iblis Merah bertanda buruk bagi Rajawali Emas. Anak muda itu pun merasakan ge taran kematian yang akan datang padanya. Lalu dikera hkan tenaga dalam untuk tahan rasa sakit pada pungg ungnya.
"Baru kali ini kuhadapi orang yang memiliki ilmu selain mengerikan juga sangat dahsyat. Hemmm... aku telah terlibat urusan orang-orang Pulau Neraka. Apa pun yang akan terjadi, harus kuhadapi!" Belum habis dia membatin, satu bayangan merah sudah menerjang kembali, kali ini diiringi gerengan yang terasa menggedor jantung.
Setan Merah rupanya sudah menerjang kembali. Tirta angkat kepalanya. Dia tak bergeser dari tempatnya. Menunggu dengan hati yang agak kebat-kebit. | Bersamaan sosok Setan Merah mendekat dan siap
lepaskan jotosannya, mendadak saja Tirta menggerakkan tangannya yang saat isu pula terlihat bayangan benda keemasan. Menyusul gerakan tangannya tadi, menggebah sinar keemasan yang sangat terang diiringi gemuruh angin lintang pukang.
Sinar keemasan yang mendadak muncul itu bahkan tindih sinar merah yang terpancar dari tubuh lawan. Setan Merah terkesiap kaget. Kalau dua kali dia membiarkan tubuhnya dihajar dan hajaran lawan nyeplos begitu saja, kali ini dia sudah melompat kesamping kanan.
Blaaaammm!! Sinar keemasan itu melabrak pohon beringin besar yang seketika pecah berantakan, dan tumbang bergemuruh!
"Gila!" desis Setan Merah tak berkedip.
"Sempat kurasakan ada satu tenaga yang dalam halau ilmu yang kukeluarkan. Dan aku yakin, tenaga itu berasal dari pedang yang sekarang dipegangnya!" Di seberang, Rajawali Emas berdiri dengan kedua kaki tegak. Tangan kanannya agak menempel di depan dada dan memegang sebilah pedang yang pancarkan sinar keemasan.
Rupanya, anak muda ini sudah mencabut Pedang Batu Bintang begitu serangan Setan Merah mendekat. Pedang yang pada pangkalnya terdapat ukiran kepala burung rajawali bertolak belakang dan di hulunya terdapat ukiran sebuah bintang, mampu membuat Setan Merah urungkan serangannya.
Sementara itu Iblis Merah pun terbeliak.
"Astaga! Dapat kurasakan satu getaran hebat yang berasal dari pedang itu, pedang yang nampaknya setanding dengan Panah Pusaka Cakra Neraka milik Ketua!" Untuk beberapa saat tak ada yang bukasuara. Senja yang kini sudah memasuki malam, seharusnya tak mampu lagi sinari tempat itu seperti sebelumnya. Namun sinar keemasan yang berasal dari Pedang Batu Bintang yang dipegang Rajawali Emas. seolah menjadi penerang tempat itu. Tirta sendiri membatin,
"Aneh: Orang itu nampaknya tak berani lanjutkan serangan. Bahkan menahan serangan Pedang Batu Bintang ini tak berani dilakukannya. Hemin... apakah ilmu yang dimilikinya tak mampu tandingi kesaktian Pedang Batu Bintang?" Di saat Tirta membatin demikian, Iblis Merah lompat mendekati Setan Merah dan berbicara :
jangan gegabah. Pedang itu nampaknya bukan pedang biasa:" Aku bisa menduga kalau pedang itu hanya bisa ditandingi oleh pusaka milik Ketua.
Setan merah angguk anggukkan kepala.
ia terlalu banyak tahu . Dia harus mampus."
itu pasti. Tapi untuk. saat ini, kita biarkan dia hidup.
Mengapa" tanya orang berkulit merah yang sepasang kupingnya menukik ke atas"
Kita masih memerlukan tenaga untuk menghadapi Penghuni tingkat ke Dua Dari julukannya saja jelas kalau pengkhianat itu memiliki banyak ilmu dari pulau Neraka. Sebelum Ketua mengutus kita, dia juga menga
takan kalau kita harus berhati-hati terhadap ilmu Siulan Kematian' yang dicurinya dari Kitab Pewaris Pulau Neraka." .
"Jadi... kita tinggalkan pemuda itu?" Iblis Merah mengangguk.
"Untuk saat ini. Pedang yang dimilikinya jelas sebuah pusaka sakti. Mungkin kita bisa menghadapinya dengan ilmu Pulau Neraka lainnya. Itu hal yang mudah. Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini saja...." Setan Merah masih tidak puas. Sepasang matanya tajam memandang Rajawali Emas. Yang dipandang hanya berdiri tegak dan siap laku kan perlawanan bila terjadi serangan lagi. Menyusul didengarnya bentakan Setan Merah,
"Anak muda! Ternyata kau tak memiliki ilmu yang sedikit! Dan kau beruntung karena kami putuskan untuk tidak cabut nyawamu sekarang! Perlu kau ingat, jangan berbangga dulu dengan kesaktian pedang yang kaumiliki! Karena, baru sebuah ilmu Pulau Neraka yang kami perlihatkan! Dan masih banyak yang lainnya!" Tirta tak menyahut. Dia sedang tenangkan gemuruh hatinya dan pulihkan tenaganya kembali.
Rasa sakit pada punggungnya masih terasa menyengat. Lalu mendadak dilihatnya masing-masing orang tepukkan tangan ke alas. Kejap itu pula muncul dua gumpalan awan hitam. Masing-masing orang pandangi dulu pemuda di hadapan mercka dengan tatapan penuh dendam. Kejap kemudian, keduanya melompat masuk ke
gumpalan awan-awan hitam itu.
Plop! Bersamaan lenyapnya tubuh keduanya, awan-awan itu pun menghilang.
Tirta menarik napas panjang.
"Benar-benar pengalaman yang tak akan pernah kulupakan...." desisnya seraya masukkan kembali Pedang Batu Bintang pada warangkanya.
"Untuk kali ini, aku rasa aku hanya beruntung. Karena seperti yang dikatakan Setan Merah tadi, sudah tentu mereka memiliki ilmu-ilmu aneh lainnya untuk tandingi kesaktian Pedang Batu Bintang...."
Kembali anak muda ini terdiam. Sctelah berpikir sejenak dia bergumam,
"Penghuni Tingkat ke Dua. Pulau Neraka. Utusan Kematian Pulau Neraka. Ah, semuanya benar-benar tak masuk akal. Terutama Pulau Neraka yang kupikir hanyalah dongeng belaka. Dan aku jadi makin penasaran ingin mengetahui semua ini...."
Lalu perlahan-lahan anak muda ini duduk dengan kedua kaki menekuk dijadikan bantalan pinggul. Mulailah dia bersemadi untuk hilangkan rasa sakit pada punggungnya yang terhantam jotosan Setan Merah.
Bab 7 MENELANG matahari tampakkan bias-bias merahnya di langit timur satu sosok tubuh berpakaian putih panjang menyeruak dari ranggasan semak bclukar. Sosok tubuh yang nampak sangat lelah dan terhuyung. Rupa-rupanya kelelahan orang berpakaian putih panjang ini tak terkira lagi.
Karena tanpa ada apa-apa di hadapannya, dia sudah jatuh terjerunuk di atas tanah. Beruntung karena tak ada batu maupun kerikil di hadapannya kecuali rerumputan. Orang yang ternyata Dewa Baju Putih ini perlahan lahan balikkan tubuhnya hingga telentang. Sekujur tubuhnya dialiri keringat. Sepasang matanya dipejamkan dengan napas mendengus-dengus hingga dadanya turun naik. Sehelai daun jatuh menerpa wajahnya. Namun dia tetap tak membuka sepasang matanya. Dalam kedudukan telentang seperti itu, si kakek perlahan-lahan membuka matanya.
Nampak kelelahan yang sarat pada mata tuanya.
Setelah dirasakan napasnya agak teratur, Dewa Baju Putih lamat-lamat bangkit. Duduk dengan kedua kaki berselonjor.
"Benar-benar keadaan yang tak bisa diterima oleh akal." desisnya seraya hembuskan napas.
"Seorang pe larian Pulau Neraka telah muncul di hadapanku, bermaksud untuk menjadikanku sebagai budaknya. Dia juga telah membunuh Pendekar Kail yang tentunya menolak segala yang diinginkannya...."
Lalu dirangkapkan kedua tangannya didepan dada. Ditahan napasnya sesekali, dan sesekali pula ditarik serta dihembuskannya udara pagi yang segar. Kemudian diedarkan pandangan ke sekelilingnya. Sepi. Beberapa ekor burung beterbangan dengan suaranya yang mengandung pesona. Si kakek kembali mengingat kejadian di Bukit Kangkagura, kejadian yang tak pernah disangkanya.
"Pulau Neraka... empat puluh tahun yang lalu, aku telah mendengar desas-desus tentang pulau itu. Pulau yang banyak dianggap oleh sebagian besar orang sebagai sebuah dongeng belaka, hingga tak seorang pun yang memiliki minat untuk mencari kebenaran tentang Pulau Neraka." Dewa Baju Putih tarik napas pendek.
"Tetapi dua hari yang lalu, semua ketidakpercayaanku tentang pulau itu mulai terkikis. Pangeran Liang Lahat... seorang pelarian dari Pulau Neraka.... Benarbenar membingungkan bila tak kudengar sendiri...." Baru saja habis ucapan Dewa Baju Putih, mendadak terdengar suara bernada nakai, didahului kikikan yang keras,
"Apanya yang membingungkan" Atau... akalmu sendiri yang sudah tua hingga tidak bisa dipergunakan lagi itu penyebab sesuatu yang kau pikirkan jadi membingungkan"!" Serta-merta si kakek angkat kepalanya. Begitu mengenali siapa adanya orang yang duduk bertengger dengan kedua kaki menjuntai di sebatang ranting pada pohon yang tumbuh sejarak lima langkah dari hadapanhya. Dewa Baju Putih mendengus.
Orang yang tadi bicara melompat ringan. Kedua kakinya tak timbulkan suara apa-apa begitu hinggap di atas tanah. Menyusul dia berucap,
"Rasanya bertahuntahun aku tak melihat sosokmu lagi! Dan beruntung aku masih mengenalimu! Hanya sayang, sudah peot dan ubanan! Apa yang kau lakukan di sini" Menilik keadaanmu, nampaknya kau baru saja dikejar-kejar setan gentayangan"!" Si kakek kembali keluarkan dengusan.
"Kau sendiri... apa yang kau lakukan di sini, Puspitorini"!" Orang yang buka suara tadi ternyata seorang nenek bertubuh agak bungkuk. Si nenek yang mengenakan pakaian kuning kusam ini, pada rambutnya yang penuh uban, menghias tiga buah bunga mawar warna merah.
Kulitnya yang keriput dipenuhi dengan bedak tebal. Bibirnya yang peot dipoles gincu yang cukup tebal pula. Si nenek kembali perdengarkan tawanya yang seperti kuntilanak di tengah kampung yang sepi.
"Hik hik hik... kaubertanya, apa menyelidik?"ucapnya.
"Apakah tidak sebaiknya kau yang menjawab lebih dulu pertanyaanku?" Kali ini Dewa Baju Putih hanya pandangisi nenek. "
Nama besar Puspitorini pun sangat ditakuti orang sekitar tiga puluh tahun yang lalu. Perempuan yang memiliki sifat angin-anginan. Dan sukar ditebak sebenarnya dia berada di golongan mana.
Terkadang Puspitorini suka membunuh orang-orang golongan hitam yang kerjanya membuat makar. Namun tak jarang dia turunkan tangan telengas pada orang-orang golongan putih yang membuatnya tersinggung. Dewa Baju Putih sangat tahu tabiat itu. Dan dia tak pernah menyangka kalau akan berjumpa lagi dengan perempuan yang kini sudah berkulit keriput.
"Aku sebenarnya tak ingin muncul lagi di dunia ramai. Tetapi kehadiran Pangeran Liang Lahat mau tak mau memaksaku untuk muncul di dunia ramai lagi.
Hemm... kendati sikap perempuan ini agak menjengkelkan, tetapi cukuplah bagiku sebagai awal penjejakkan kakiku lagi di dunia ramai." Kemudian katanya,
"Sejak dulu kau memang selalu ingin ikut campur urusan orang! Dan terkadang aku tak menyenangi sifatmu yang satu itu!" Bukannya marah mendengar ucapan orang, si nenek yang di kepalanya terdapat tiga buah bunga mawar merah itu terkikik.
"Siapa suruh kau menyenangi sifatku" Aku sendiri juga tidak senang dengan sifatku sendiri! Tapi ya... mau diapakan lagi" Bukankah aku harus senang pada diriku sendiri"!"
"Kemunculanmu di hadapanku, tentunya bukan tidak ada maksud! Katakan... apa penyebabmu hadir di
sini"!" "Busyet! Hadir di hadapanmu" Huh! Mana sudah sebenarnya itu kulakukan! Tapi ya... karena hanya kau yang kujumpa saat ini, mau tak mau kita harus bertatap muka! Tadi kupikir, kau ini malah setan gentayangan" Tidak tahunya, Dewa Baju Putih yang dulu gagah tetapi sekarang sudah peot! Apa iya Bidadari Kipas Maut mau denganmu?" Dewa Baju Putih keluarkan dengusan. Kemudian katanya,
"Puluhan tahun yang lalu, aku yakin kau sudah mendengar desas-desus tentang Pulau Neraka, bukan?"
"Sebuah dongeng pengantar tiduranak-anak kecil!" sahut Puspitorini sambil menyeringai. Tapi kejap lain dia kerutkan kening. Lalu tanyanya heran,
"Aneh! Mengapa tahu-tahu kau berkata soal itu" Apakah di akhir usiamu yang tua ini kau justru mempercayai dongeng itu?" Dewa Baju Putih tak segera lanjutkan ucapan. Dia mempertimbangkan apakah perlu mengutarakan pengalamannya" Memang sangat sulit diterima oleh akal, kalau dia menjadikan Pulau Neraka yang selama ini dikenal sebagai dongeng belakamenjadisatu kenyataan. Tapi pada dasarnya, justru dia hendak meyakinkan diri lagi, apakah memang Pangeran Liang Lahat itu adalah orang Pulau Neraka" Setelah mempertimbangkan agak lama dan membuat paras Puspitorini menjadi jenuh, si kakek berkata lagi,
"Sesungguhnya, aku tak menyangsikan lagi kalau
Pulau Neraka hanyalah sebuah-dongeng belaka. Tapi apa yang kualami sebelum ini, sungguh membuatku tak habis berpikir."
"Karena otakmu sudah lua. Akalmu sudah lemah. Hingga kau dapat terpengaruh oleh berita tentang pulau itu. Akan tetapi...." Puspitorini hentikan ucapannya. Lalu dengan tatapan tajam dia lanjutkan ucapan,
"Apa yang menyebabkanmu membicarakan Pulau Neraka?" Dewa Baju Putih diam-diam hela napas panjang. Lalu perlahan-lahan bangkit. Dengan hati-hati diceritakan pengalamannya. Dandia mendapat sambutan tawa yang tidak mengenakkan hatinya.
"Betul-betul astaga! Kau yang selama ini tergolong
orang yang tak mudah mempercayai sesuatu, langsung
berubah pikiran tentang Pulau Neraka" Hanya karena seorang lelaki berkulit serba ungu yang mengaku berjuluk Pangeran Liang Lahat mengatakan berasal dari Pulau Neraka" Astaganaga! Dewa Baju Putih! Otakmu sudah betul-betul keropos!"
Dewa Baju Putih tidak menjadi gusar m endengar cjekan itu. Dia pun paham kalau bukan hany a Puspitorini yang tak akan mempercayai ceritanya. Ber ita tentang Pulau Neraka masih dan tetap membingung kan. Kemudian katanya,
"Sudahlah... anggaplah aku hanya membuang waktu belaka."
"Ya, ya! Bagus bila kau mengatakan demikian! Karena aku sendiri hendak mengatakannya!" Dewa Baju Putih angkat kepalanya.
- "Apa yang sedang kau lakukan sekarang" Apakah Pulau Bidadari sudah membosankanmu hingga kautinggalkan tempat itu?" Puspitorini terkikik sebentar.
"Tak akan pernah aku jenuh tinggal ditempat indah seperti kediamanku. Tetapi... karena satu hal, terpaksa aku tinggalkan tempat itu."
"Katakan apa penyebabnya"!" Kali ini bibir si nenek menyeringai penuh ejekan.
"Kau masih mengingat Pendekar Kail" Lelaki yang justru berhasil mendapatkan cinta Bidadari Kipas Maut, sementara kau sendiri mengalami penolakan dari perempuan jelita itu?" Dewa Baju Putih hanya terdiam mendengar ejekan orang. Ingin sekali dia menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi antara dirinya. Bidadari Kipas Maut dan Pendekar Kail. Tetapi dia justru mengambil sikap seolah tak peduli. Lalu katanya,
"Sudah tentu aku ingat padanya. Bahkan aku tahu, kalau dia adalah adik seperguruanmu."
"Bagus kalau kau masih mengingatnya! Dan mampaknya... sainganmu untuk mendapat cinta ka sih Bidadari Kipas Maut tak bisa bertahan lama. Karena.. . kudengar kabar dia telah tewas." Dewa Baju Putih an ggukkan kepala.
"Aku tahu soal itu." Justru Puspitorini yang terkejut sekarang.
"Kau sudah mengetahuinya?" "Di rimba persilatan yang semakin lama semakin
kacau ini, rahasia atau berita apa yang tak akan terdengar" Kematian Pendekar Kail bukan hanya kudengar. tetapi kuketahui siapa pembunuhnya."
"Hei!" paras si nenek berpakaian kuning kusam ini berubah. Tatapannya menjadi tidak sabar.
"Katakan padaku, siapakah orang laknat yang telah membunuh adik seperguruanku"!" Kali ini Dewa Baju Putih tak segera menjawab. Dia kembali mempertimbangkan.
"Bila kukatakan kalau Pendekar Kail tewas di tangan Pangeran Liang Lahat-orang yang mengaku sebagai pelarian Pulau Neraka - apakah dia mempercayainya" Mungkin dia percaya kalau Pangeran Liang Lahat yang telah membunuh adik seperguruannya. Tapi tentang asal manusia itu dari Pulau Neraka, apakah dia bisa mempercayainya pula?" Di pihak lain, karena belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya yang mengandung penasaran itu, si nenek berseru lagi,
"Dewa Baju Putih! Jangan banyak membuang waktuku! Siapakah orang keparat yang telah membunuh adik seperguruanku"!" Dewa Baju Putih masih pandangi si nenek yang kelihatan tidak sabar. Lalu ucapnya pelan,
"Dia tewas di tangan Pangeran Liang Lahat...." Kali ini kening Puspitorini berkerut. Untuk beberapa saat perempuan tua berpakaian kuning kusam ini tak berkata apa-apa. Hanya tatapannya yang tajam pada Dewa Baju Putih.
"Kutangkap kilatan tak percaya di mata itu," kata sikakek dalam hati.
Lalu lamat-lamat terdengar kata-kata si nenek.
"Maksudmu... orang yang kau katakan berasal dari Pulau Neraka itulah yang telah membunuh adik seperguruanku?"
"Begitulah yang kuketahui."
"Bagaimana kau mengetahuinya?"
"Karena... orang itulah yang mengatakannya kepadaku."
"Jahanam terkutuk!" bentak Puspitorini menggelegar.
"Katakan, di mana manusia itu berada"! Akan kukorek jantungnya dan kulumat hingga hancur!!" Dewa Baju Putih berkata,
"Aku tidak tahu di mana dia berada sekarang, karena aku sendiri telah melarikan diri dari sergapan maut yang diturunkannya."
"Gila! Sehebat apakah orang itu" Dia dapat membunuh adik seperguruanku bahkan membuat kau lari sipat kuping?" Dewa Baju Putih tak tersinggung dengan ejekanitu. Dia menyahut,
"Kesaktian yang dimilikinya memang sangat hebat. Terutama, siulan yang dilakukannya."
"Siulan?" Puspitorini kerutkan kening.
"Begitulah adanya."
"Gila: Jangan bicara sembarangan!"
"Kau telah lama mengenalku, dan kau tahu kalau aku tak pernah suka berdusta!" Puspitorini mendengus- "Siulan apakah yang bisa membuat kau ketakutan
seperti itu" Terkutuk! Katakan, di mana orang itu ber-ada"!"
"Tadi sudah kukatakan, aku tak mengetahuinya sekarang ini. Puspitorini... mungkin kau menganggapku terlalu banyak berpikir tentang Pulau Neraka. Padahal tidak sama sekali. Semenjak kuyakini kalau tempat itu hanyalah sebuah dongeng belaka, aku tak pernah memikirkannya lagi.Tetapi... orang yang mengaku berjuluk Pangeran Liang Lahat dan mengatakan telah membunuh Pendekar Kail, meyakinkan diriku kalau dia adalah penghuni Pulau Neraka yang melarikan diri."
"Mengapa dia melarikan diri?"
"Aku gagal mengorek keterangan darinya."
"Apa yang ingin dilakukannya dengan membunuh adik seperguruanku dan nampaknya juga hendak membunuhmu"!"desis Puspitorini geram.
"Sikapnya tidak seperti tadi yang penuh ejekan. Kali ini dia nampaknya mencoba mempercayai ucapanku," desis Dewa Baju Putih dalam hati. Lalu diceritakan apa yang diinginkan oleh pelarian Pulau Neraka itu.
"Gila!"desis Puspitorini setelah mendengar seluruh cerita
Dewa Baju Putih. "Ini benar-benar tak masuk di akal! Dia mengatakan akan memberimu sebuah ilmu untuk masuk ke Pulau Neraka?"
"Begitulah yang dikatakannya."
"Mengapa kau tidak mau melakukannya?"
"Karena aku tak mempercayainya. Kehadirannya yang mengaku sebagai orang Pulau Neraka, masih membuatku tak percaya kendati lambat laun aku merasa tak
ada alasan yang membuatku harus tidak percaya."
"Terkutuk! Akan kuhancurkan dia! Katakan padaku, bagaimana ciri orangitu?"
"Dia mengenakan pakaian panjangwarna biru gelap dengan ikat kepala yang sama. Wajahnya agak mengerikan dengan sorot mata dingin. Tetapi yang paling mudah untuk menemukan orang itu, adalah kulitnya yang berwarna serba ungu.
" Seperti mendengar berita yang sangat mengerikan, kaki kanan si nenek berpakaian kuning kusam sampai surut satu tindak kebelakang. Kepalanya menegak. Matanya membelalak dengan mulut agak terbuka. Untuk beberapa saat si nenek tak buka suara. | Lamat-lamat dia berkata setelah menelan ludahnya,
"Berkulit serba ungu?"
"Begitu yang kulihat." Sembari geleng-gelengkan kepala, si nenek berkata,
"Gila! Ini benar-benar sulit diterima akal!" Lalu sambungnya agak ragu,
"Selama ini aku menganggap Pulau Neraka hanyalah sebuah dongeng belaka. Tetapi... apa yang kau katakan tadi membuatku agak meragu."
"Mengapa?" "Berita yang pernah kudengar... penghuni Pulau Neraka memiliki warna kulit yang berbeda, yang menandakan tingkat golongan dan tingginya kesaktian masing masing. Ilmu-ilmu aneh dan sakti bukan menjadi omong kosong bila memang Pulau Nerakaitu benar-benar ada." Dewa Baju Putih tak merasa gembira karena akhir
nya secara tidak langsung si nenek seperti mempercayai ucapannya. Dia tak berkata apa-apa. Dan cukup lama keadaan menjadi hening. Dua ekor kelinci muncul dari sarangnya, lalu masuk kembali ke tempatnya semula setelah beberapa saat pandang kedua orang yang tak buka mulut itu. Puspitorini mengangkat kepalanya. Memandang tajam pada si kakek.
"Baik! Aku bisa mempercayai ucapanmu! Tapi ingat, bila ternyata semua ini hanya omongkosong belaka, aku tak akan segan-segan untuk mencabut ny awamu!" Dewa Baju Putih tak ambil hati ucapan orang. Dia | berkata,
"Kita sama-sama tahu, kalau lawan yang harus | kita hadapi saat ini, adalah Pangeran Liang Lahat, yang kemungkinan besar akan banyak lakukan pembunuhan bila orang yang diinginkannya menolak untuk bergabung dengannya!"
"Dia tak akan pernah lagi lakukan pembunuhan, karena dia akan mampus di tanganku!" Puspitorini geram. Kejap berikutnya, si nenek berpakaian kuning kusam ini sudah berkelebat tinggalkan tempat itu. Dewa Baju Putih menghela napas panjang.
"Kehadiran Pangeran Liang Lahat yang mengaku sebagai orang dari Pulau Neraka memang masih membingungkan. Tetapi sedikit banyaknya, kebenaran sudah nampak di depan mata.... Apakah ini bukan sebuah kebenaran tentang Pulau Neraka?" Mendadak sikakek menghela napas panjang tatkala
dia teringat pada Bidadari Kipas Maut.
"Ah, apa yang sedang dilakukan oleh perempuan yang masih kucintai itu" Apakah saat ini dia sedang gundah memikirkan orangyang dicintainya telah tewas" Atau... dia sedang melacak siapakah orang yang telah membunuh kekasihnya?" Untuk beberapa saat si kakektak berkata apa-apa.
Kemudian ucapnya pelan, "Aku akan tetap mencari Bidadari Kipas Maut. Bukan dengan maksud untuk coba melunakkan hatinya agar mau menerima cintaku. Tetapi, aku akan menghibur dan menolongnya." Memutuskan demikian, kakek berpakaian putih ini segera meninggalkan tempat itu, menempuh arah berlawanan dari yang ditempuh Puspitorini.
Bab 8 RAJAwAli Emas yang teruskan langkah untuk melacak keberadaan orang yang berjuluk Pangeran Liang Lahat, hentikan langkahnya kembali di sebuah persimpangan. Punggungnya yang terasa sakit akibat jotosan salah seorang Utusan Kematian Pulau Neraka tak lagi begitu menyengat.
Anak muda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini masih tak mengerti akan kehadiran kedua orang yang mengaku utusan dari Pulau Neraka. Namun mau tak mau, dia harus mengakui kalau berita tentang Pulau Neraka bukanlah sebuah dongeng belaka.
"Penghuni Tingkat ke Dua" Hemmm... seperti apakah rupa orangitu?"desisnya sambil mencabut sebatang rumput dan mulai menghisap-hisapnya. Kembali dia memikirkan persoalan yang datang padanya. Persoalan Pangeran Liang Lahat yang telah membunuh Pendekar Kail dan nampaknya akan berkepanjangan, disusul dengan persoalan orang-orang Pulau Neraka yang sedang mencari pelarian Pulau Neraka berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua. Belum lagi dia dapat temukan jawaban yang jelas, mendadak didengarnya sebuah siulan yang keras.
si. anak muda ini palingkan kepalanya ke arah
kanan, merasa pasti kalau siulan itu berasal dari sana. Baru dua kejap dia tajamkan pendengarannya, tiba-tiba saja dirasakan gendang telinganya disergap hawa panas yang menggelitik dan lama kelamaan membuat sepasang telinganya terasa sakit.
"Astaga! Siapa orang yang bersiul yang memamerkan tenaga dalam ini?" desisnya sambil alirkan tenaga surya pada kedua telinganya. Rasa penasaran untuk mengetahui siapa adanya orang yang bersiul membuat pemuda berpakaian keemasan ini urungkan niat untuk teruskan langkah.
Dia menunggu dan dirasakan siulan itu semakin lama semakin keras. Tanpa sadar dirasakan seluruh tubuhnya sesaat bergetar. Setelah dialiri tenaga dalam. tubuhnya kembali normal.
"Benar-benar hebat! Orangnya belum nampak, namun siulannya yang mengandung tenaga dalam sudah terasa!" Sejarak lima belas tombak di hadapannya, Tirta melihat satu sosok tubuh berpakaian panjang warna biru gelap melangkah ke arahnya. Langkah orang ini tenang. Dan orang yang rambutnya panjang takberaturan itulah yang bersiul.
"Luar biasa! Tenaga dalam yang terkandung dalam siulannya benar-benar menggetarkan! Siapakah orang itu" Mengapa dia bersiul dengan kerahkan tenaga dalam" Apakah... oh!" Terputus kata-kata Tirta tatkala orang yang dilihat
nya itu semakin mendekat.
"Astaga! Orang itu berkulit warna ungu!" desisnya tertahan. Dan tanpa sadar dadanya agak berdebar. Orang yang bersiul itu sudah hentikan siulannya dan sekarang berdiri sejarak delapan langkah dari hadapan Tirta. Sepasang mata orang ini bersorot dingin.
Ada kilatan bahaya dan ejekan pada mata itu. Di lain pihak, anak muda bersenjatakan Pedang Batu Bintang ini membatin,
"Gila! Apakah penglihatanku tidak salah" Seluruh kulit orang itu berwarna ungu"! Utusan Kematian Pulau Neraka sedang mencari pelarian Pulau Neraka yang mereka katakan memiliki kulit berwarna ungu! Apakah orang ini yang berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua"!" Untuk sesaat tak ada yang buka suara. Sepasang mata orang berpakaian biru gelap itu menyelidik. Menyusul dia berucap dingin,
"Hemm... anak muda! Menilik cara kau berpakaian dan pedang di punggungmu, tak salah bila kukatakan kau termasuk salah seorang yang memiliki ilmu! Bagus! Kalau begitu, bersiaplah untuk menjadi budakku!"
"Busyet! Kok enak betul dia bicara ya?"desis Tirta dalam hati. Lalu sambungnya,
"Bila memang benar orang ini yang sedang dicari Utusan Kematian Pulau Neraka, tentunya dia bukan orang yang bisa dipandang sebelah mata! Tetapi... Utusan Kematian Pulau Neraka mengatakan, selain memiliki kulit berwarna ungu, orang itu juga mengenakan pakaian berwarna yang sama dengan kulitnya" Ah, jelas dia sudah mengganti pakaian,
- nya. Tetapi warna pada seluruh kulitnya tak mungkin bisa kelabui orang!" Didengarnya lagi suara orang berkulit serba ungu itu,
"Sekarang, dengar baik-baik ucapanku! Bila kau bersedia menjadi budakku, maka nyawamu akan tetap melekat di badan! Tetapi bila kau berani menolak, maka kematian tak akan bisa dielakkan! Jawab apa yang kukatakan!!" Masih menghisap-hisap rumput, anak muda dari Gunung Rajawali ini berkata,
"Apanya yang mesti kujawab" Bukankah seharusnya kau muncul dihadapanku dengan maksud baik-baik" Ingat, kita belum saling kenal!"
"Aku tak membutuhkan perkenalan! Kau harus menjadi budakku!"
"Wah! Kau ini tak punya otak kali, ya" Bicara seenak jidatmu saja!" Paras orang berkulit serba ungu itu mengkelap. Suaranya parau laksana keluar dari dalam sumur.
"Apa pun yang kuinginkan, harus terlaksana!" Tirta tak menjawab. Dia berpikir,
"Hemm... nampaknya dia termasuk orang yang selalu menekan orang lain untuk menjalankan kehendaknya. Sebaiknya, kukorek keterangan dulu siapakah orang ini sesungguhnya?" Berpikir demikian, Tirta berkata,
"Kita kesampingkan dulu tentang ucapan dan maksudmu! Sekarang, jelaskan siapa kau adanya"!"
"Bagus. Itu pun kuharapkan! Karena kau tak akan
sia-sia pergi ke akhirat setelah mengenal siapa dirikul Hanya sayangnya, aku tak pernah suka pada orang yang banyaktanya! Jadi budakku atau tidak"! Itu pertanyaan yang harus kau jawab!" Perlahan-lahan hati anak muda dari Gunung Rajawali itu mulai dibakar jengkel. Tetapi dia tindih rasa jengkelnya karena rasa penasaran kian kuat menyelimutinya.
"Dia tetap bersikeras menjalankan kehendaknya! Dan nampaknya tak suka berbasa-basi! Sebaiknya kupancing saja...." Berpikir demikian, Tirta berkata,
"Telah lama kudengar sebuah berita yang terkadang tak masukakal, tetapi terkadang dapat diterima oleh akal! Tentang sebuah tempat yang hingga saat ini masih tertutup kabut kegelapan! Tempat yang sangat sulit dijangkau oleh siapapun karena masih berada dalam kisaran dongeng!" Tirta sengaja hentikan ucapannya untuk melihat reaksi orang berkulit ungu di hadapannya. Setelah tak menemukan perubahan apa-apa dia teruskan kembali kalimatnya,
"Namun akhir-akhir ini, tempat yang tak ubahnya sebuah dongeng itu kembali terdengar! Mungkin hanya orang-orang iseng yang melontarkannya dengan maksud tertentu! Tetapi apapun maksud tujuan orang yang melontarkan kembali tentang tempat yang tak masuk akalitu, rasanya sekarang semua dongeng berubah menjadi satu kenyataan! Yang mungkin saja...."
"Cukup!" terdengar bentakan orang berkulit ungu. Matanya menyorot tajam.
"Jangan bertele-tele! Tempat apakah yang kau maksudkan"!" Tirta tersenyum. Membuang rumput yang terselip di sela-sela bibirnya.
Plasss!! Rumput itu langsung masuk tak kelihatan lagi di dalam tanah! Lalu diteruskan ucapannya,
"Mungkin tempat itu memang masih berada dalam lingkaran dongeng, tetapi juga telah keluar dari lingkaran tersebut! Mungkin pula kau pernah mendengar dongeng tempat itu"!"
"Jangan berbelit-belit!"geram orang berkulit ungu. Tirta sengaja terdiam agak lama. Setelah dilihatnya perubahan paras orang dihadapannya, pelan-pelan dia berkata,
"Tempat itu... bernama Pulau Neraka!" Kontan orang dihadapannya terbahak-bahakkeras. Tawanya mengandung tenaga dalam yang membuat Tirta kembali kerahkan tenaga surya pada telinganya.
"Pulau Neraka! Rupanya begitu cepat berita itu tersebar! Tak mungkin kalau orang itu yang mengatakannya karena dia sudah mampus! Berarti... kakek berpakaian putih yang tentu telah sebarkan berita itu! Bagus, bagus sekali!" Tirta memandang tajam-tajam orang di hadapannya.
"Dari sikapmu... nampaknya kau mengenal tempat yang kukatakan! Tetapi... aku masih menganggapnya
sebuah dongeng!" "Anak muda!"seru orang berkulit ungu setelah hentikan tawanya.
"Kau salah besar bila mengatakan Pulau Neraka hanyalah sebuah dongeng!"
"Mengapa?" "Karena... pulau itu memang ada!"
"Keyakinanku makin kuat kalau orang inilah pelarian Pulau Neraka yang sedang dicari Utusan Kematian Pulau Neraka," kata Tirta dalam hati. Lalu berkata,
"Bagaimana mungkin aku bisa mempercayai pulau misterius itu bila tak mendapatkan satu bukti"!"
"Bukti akan kau dapatkan bila kau mau menjadi budakku!!"
"Hemm... menjadi budak" Sebaiknya, kuikuti saja dulu apa kemauan orang ini." Habis berpikir begitu, Tirta berkata lagi,
"Mengapa kau menghendakiku sebagai budakmu?" Orang dihadapannya memandang tajam.
"Menitik apa yang ada pada dirimu, jelas sekali kau bukan anak muda sembarangan! Itulah yang kubutuhkan! Aku membutuhkan tenaga-tenaga tangguh untuk menjadi budakku!"
"Apa yang kau hendaki sebenarnya?" tanya Tirta lagi.
"Setelah kukumpulkan banyak budak, maka seluruh rencanaku dapat terlaksana!"
"Rencana apa yang hendak kau jalankan"!" Kali ini orang berkulit ungu tak segera menjawab.
Matanya memandang menusuk.
"Kau terlalu banyak tanya, Anak muda! Padahal kau belum mengiyakan apa yang kuinginkan!" Tirta berkelit lidah,
"Apakah dengan caraku bertanya itu kau belum mengerti juga" Dari sikapmu jelas pula kau bukan orang sembarangan! Sementara aku sendiri tak mau buka urusan! Bila ada orangyang mengajakku bergabung dan itu juga menguntungkanku, apa salahnya aku bersedia"!" Kembali orang berpakaian biru gelap itu terbahakbahak.
"Bagus, bagus sekali! Kau memang anak muda yang punya otak cerdik, yang mengerti gelagat!"
"Satu hal yang harus diselesaikan sekarang! Siapakah kau sebenarnya"!" Orang di hadapannya terdiam. Matanya memandang kejauhan. Lalu sambil arahkan lagi pandangannya pada pemuda berpakaian keemasan di hadapannya, dia berkata,
"Aku berasal dari pulau yang kau katakan misterius itu! Pulau Neraka!" Karena sudah menduga akan hal itu, Rajawali Emas tak terkejut. Diam-diam dia berkata dalam hati,
"Hemm... apa yang akan dilakukannya bila kukatakan kalau orang-orang Pulau Neraka mencarinya" Sikapnya yang sombong dan memandang remeh orang lain itu tentu akan lenyap!" Memikir kesana, anak muda dari Gunung Rajawali ini berkata,
"Sungguh tak dinyana aku akan berjumpa dengan orang dari Pulau Neraka! Keberadaan pulau itu
saja masih membingungkan dan sekarang kutahu kalau pulau itu berpenghuni! Lantas... apa yang harus kulakukan?"
"Kau telah bersedia bergabung denganku, berarti kau akan kuturunkan sebuah ilmu." "Aku bukan orang yang suka menerima ilmu yang diturunkan orang lain begitu saja!" Terdengar suara rahang dikertakkan.
"Bodoh! Kau tak akan pernah mendapatkan ilmu yang akan kuturunkan ini!"


Rajawali Emas 43. Pelarian Pulau Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah...," kata Tirta mengambil sikap mengalah. Padahal dia mencoba mengorek keterangan yang pasti sebelum mengatakan kalau Utusan Kematian Pulau Neraka sedang mencari orang berpakaian biru gelap di hadapannya.
"Setelah kau turunkan ilmu itu padaku, apa yang harus aku lakukan?"
"Pertanyaan yang seharusnya kau lontarkan, apa kegunaan ilmu itu?"
"Aku pun akan menanyakannya."
"Kau cerdik, tetapi juga mengerti gelagat! Bagus! Ilmu yang akan kuturunkan, akan membuatmu berhasil menemukan Pula:Neraka!"
"Oh! Benarkah itu?"
"Dan kau tak akan bisa diketahui oleh penghuni Pulau Neraka bila kau sudah tiba di tempat itu."
"Luar biasa!"desis Tirta sejujurnya. Dia sama sekali tidak mengira perkembangan seperti ini.
"Tetapi... bila kau berasal dari Pulau Neraka... mengapa kau mem
butuhkan bantuan orang lain?"
"Karena bila aku yang tiba di sana, maka kematian akan menjemputku."
"Apa yang telah kau lakukan?"
"Aku adalah pelarian Pulau Neraka! Julukanku di sana.... Penghuni Tingkat ke Dua!" sahut orang ini yang sesungguhnya adalah Pangeran Liang Lahat. Dia tak mengatakan julukannya yang sekarang.
"Danorang yang kuhendaki menjadi budakku, harus berhasil merebut sebuah benda berbentuk anak panah yang sakti. Benda itu bernama Panah Pusaka Cakra Neraka!" Kemudian sambungnya,
"Dan kau akan tertipu mentah-mentah setiba di sana! Karena bukan hanya para penghuni Pulau Neraka akan mengetahui kedatanganmu, tetapi mereka juga akan mencium baumu hingga kau tak bisa bersembunyi." Ditempatnya Tirta hanya terdiam. Anak muda dari Gunung Rajawali ini coba cernakan apa yang terjadi di hadapannya.
"Sebaiknya, aku tak mengatakan dulu kalau dua orang Utusan Kematian Pulau Neraka sedang mencarinya. Biarlah aku bersikap dungu sekarang, mau turuti apa yang diinginkannya. Aku harus membuktikan keberadaan Pulau Neraka. Dan satu-satunya cara, adalah dengan membiarkan diri patuh terhadapnya. Paling tidak, aku dapat mempercayai ucapannya kalau ilmu yang akan diturunkannya memberi pengaruh yang besar bagiku." Memutuskan demikian, anak muda dari Gunung rRajawali ini anggukkan kepala.
"Semuanya sudah jelas sekarang! Kau seorang pelarian Pulau Neraka yang tentunya telah lakukan kesalahan dan hendak membalas dendam! Aku bersedia membantumu melaksanakan dendam itu! Akan kurebut Panah Pusaka Cakra Neraka untuk kuberikan kepadamu!" Seketika terdengar tawa Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua.
"Kau benar-benar mengerti gelagat! Kau benarbenar pandai karena kau merasa tak akan sanggup menghadapi kesaktianku! Tidak seperti kakek dungu berjuluk Dewa Baju Putih yang menolak permintaanku dan kini tentunya dia sangat menderita! Aku yakin, tak lama lagi dia akan mampus!" Mendengar ucapan orang, kepala Tirta menegak. Dia sama sekali tak menduga kemungkinan itu. Tetapi dia tak bisa untuk segera cernakan apa yang dimaksudkan oleh orang berkulit serba ungu, karena orang itu sudah melangkah seraya berkata,
"Bersiaplah untuk menerima salah sebuah ilmu dari Pulau Neraka...."
Bab 9 KarENA hendak mencari kejelasan tentang Pulau Neraka, Rajawali Emas hanya anggukkan kepala.
"Berlutut!" Perlahan-lahan anak muda ini berlutut. Tanpa sadar hatinya bergetar pula. Sesungguhnya di dasar hati kecilnya, dia masih menyimpan rasa curiga yang besar. Tak kemudah itu orang akan turunkan sebuah ilmu, terutama pada orang yang baru dikenalnya. Berarti, dibalik semua ini masih ada sesuatu yang harus diungkapkannya. Lagi-lagi Tirta tak bisa teruskan jalan pikirannya, karena mendadak saja tangan kanan orang berkulit serba ungu itu telah memegang kepalanya. Pertama dirasikannya biasa saja. tak ada tekanan maupun rasa sakit, kecuali menindih jengkel karena kepalanya dipegang laksana sebuah kelapa. Tetapi tiga kejapan mata kemudian, mulailah dirasakah satu tenaga yang masuk ke tubuhnya.
Tenaga yang mendadak dirasakan sangat menyiksanya. Mau tak mau Tirta harus kerahkan tenaga dalam untuk menahan rasa sakit. Akan tetapi tenaga dalam yang dikerahkannnya seperti terputus, buntu dan membuatnya kembali berada dalam siksaan.
0Sekujur tubuhnya kini telah dibasahi keringat. Kedua tangannya mengepal keras hingga urat-uratnya menonjol keluar. Matanya dipejamkan rapat-rapat menahan rasa sakit. Saking sakitnya, tanpa sadar air matanya keluar.
Sementara itu, Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua yang tidak tahu maksud Tirta sebenarnya namun juga menyimpan sebuah rahasia yang tidak diketahui Tirta, memejamkan matanya pula. Mulutnya berkemak-kemik tanpa keluarkan suara. Napasnya mendengus-dengus keras. Siksaan yang dirasakan Tirta semakin mengeras. Dirasakan tulang lehernya seperti tertekan, menempel pada bahu. Sakitnya tak tertahankan lagi.Tetapi bila dia ingin mendapatkan kejelasan tentang Pulau Neraka, dia harus bertahan. Bertahan sekuat-kuatnya kendati sekarang dirasakan bukan hanya tulang lehernya yang tertekan, tetapi seluruh tubuhnya.
Dua kejapan mata berikutnya, anak muda ini sudah tak sanggup bertahan lagi. Tubuhnya mendadak saja terjerunuk ke depan. Penghuni Tingkat ke Dua hanya geser kakinya sedikit hingga tubuhnya agak merendah. Tangan kanannya masih menempel dan menekan kepala Tirta. | Setelah beberapa saat, mendadaksaja dia berteriak keras,
"Seluruh setan Pulau Neraka, berilah kesempurnaan pada anak muda ini!!" Mendadak terdengar suara guntur yang sangat keras, berulang kali sebanyak tujuh kali. Sebanyak tujuh
kali pula tempat itu seperti dilanda gempa. Tirta sendiri merasakan ada hawa panas yang masuk ke tubuhnya dan tak bisa ditahan dengan tenaga surya. Lamat-lamat dirasakan tekanan tangan kanan Penghuni Tingkat ke Dua tak lagi menyiksa lehernya. Namun hawa panas itu masih terus merayapi sekujur tubuhnya.
"Bangkit! Bersemadilah!" Dengan tubuh lunglai seperti habis berlari yang sangat jauh dan tak berhenti sekali pun. anak muda ini perlahan-lahan bangkit. Duduk bersemadi dengan kaki bersila. | Di pihak lain, seringaian menghiasi bibir Pangeran Liang Lahat atau Penghuni Tingkat ke Dua.
"Sesungguhnya, apa yang kulakukan ini adalah sebuah tindakan bodoh. Tetapi aku menghendakinya. Dengan pergunakan tenaga anak muda ini, aku bisa memantau keadaan di Pulau Neraka. Dan aku akan tetap mencari orang-orang tangguh disini untuk menjadi budak-budakku bila utusan Pulau Neraka datang mencari. Aku yakin, mereka tak akan membiarkanku bebas seperti ini. Tetapi sampai sekarang, belum ada tanda tanda ada yang mengejarku." Tak lama kemudian, Rajawali Emas merasakan tenaganya sudah pulih kembali. Perlahan-lahan dia berdiri.
"Kau baru bisa mempergunakan ilmu itu tiga hari mendatang. Dan pada hari keempat, kau harus segera
masuk ke Pulau Neraka...." Tirta tak menjawab. Matanya menatap tajam pada orang berkulit ungu di hadapannya. - Mendadak dia bertanya,
"Tadi kau katakan tentang Dewa Baju Putih. Apakah yang terjadi dengannya?" Saat itu pula terlihat sepasang mata orang di hadapannya membesar. Ada kilaian kemarahan di sana.
"Mau apa kau bertanya soal itu, hah"!" Lagi-lagi Tirta berkelit lidah,
"Orang berjuluk Dewa Baju Putih... adalah musuh bebuyutan guruku! Bila kau ingin tahu, saat ini aku sedang mencarinya! Kupikir, kau punya keterangan tentang orang itu!" | Mendengar alasan Tirta, orang ini terbahak-bahak | kenbali.
"Tak salah memang bila kau kujadikan sebagai budakku! Selain kau mengerti gelagat, kau nampakny: juga punya dendam pada kakek dungu yang telah melarikan diri itu!" Dengan kepongahan yang tinggi, Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua menceritakan apa yang dilakukannya terhadap Dewa Baju Putih.
"Kakek celaka itu telah tahu banyak tentang aku, dan dia harus mampus karena telah menolak menjadi budakku!" dengusnya geram. Lalu dengan mata yang pancarkan hawa gunung Merapi dia mendesis,
"Dan kau akan mampus bila berani berkhianat atau memuslihatiku!" Tirta hanya anggukkan kepala, sopan sementara
diam-diam dia berpikir, "Dewa Baju Putih adalah orang yang mencintai Bidadari Kipas Maut yang tak berani utarakan cintanya hingga Bidadari KipasMaut akhirnya menerima cinta Pendekar Kail. Dan nampaknya kehadiran pelarian Pulau Neraka ini sudah cukup lama berada disini. Dia telah turunkan tangan telangas pada Dewa Baju Putih yang berhasil meloloskan diri. Oh, adakah orang lain yang sudah tewas di tangannya"!" Dengan hati-hati Tirta utarakan jalan pikirannya itu, yang disambut den gan geraman keras.
"Jangan sekali-sekali kau berani bertanya lagi! Mulai sekarang, kau hanya menuruti setiap perintahku!!" Rasa geram di hati Tirta pun perlahan-lahan muncul kembali. Biar bagaimanapun juga, kehadiran pelarian Pulau Neraka ini telah timbulkan malapetaka. Belum lagi dengan Utusan Kematian Pulau Neraka. Kemudian dengan suara dingin dia berkata,
"Penghuni Tingkat ke Dua... aku mulai percaya kau memang berasal dari Pulau Neraka...." Wajah orang berkulit ungu bersinarpongah. Lalu dengan suara dibuat lambat-lambat, Rajawali Emas meneruskan kata-katanya,
"Dan aku pun percaya... kalau dua orang berkulit merah yang sedang mencarimu, juga berasal dari Pulau Neraka." Saat itu pula sinar pongah di wajah orang berkulit ungu sirna, dan berubah memucat. Kepalanya menegak dengan leher agak kedepan. Matanya membelalak. Untuk sesaat dia seperti melihat benda asing yang men
dadak muncul di depan matanya.
Lalu desisnya pelan, "Utusan Kematian Pulau Neraka...."
Untuk sesaat tak ada yang keluarkan suara. Rajawali Emas hanya pandangi orang dihadapannya dengan tatapan menyelidik.
"Ketegangan nampak di wajahnya. Hemm, ternyata dia memiliki rasa takut juga. Dan hal ini menjadi pertanyaanku sendiri.Tadi dia mengatakan, kalau ilmu yang telah diturunkannya padaku ini dapat memudahkanku menemukan dan masuk ke Pulau Neraka tanpa diketahui oleh para penghuninya disana. Dan sepertinya dia sangat tenang mengatakan semua itu. Tapi sekarang, jelas aku tak bisa mempercayai ucapannya melihat wajahnya yang tegang." Rajawali Emas membiarkan orang itu terdiam. Cukup lama Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua tak buka mulut. Hatinya mendadak saja merasa ciut.
"Seperti dugaanku, kalau orang-orang Pulau Neraka pasti akan mengejarku. Pengkhianatan yang kulakukan tentunya tak akan pernah diterima dan dimaafkan oleh Ketua. Peduli iblis neraka! Aku akan tetap bertahan dan memanfaatkan siapa pun juga untuk menjadi budakku, agar dapat menjalankan seluruh rencana
ku guna menghancurkan Pulau Neraka dan mendapatkan Panah Pusaka Cakra Neraka." Kemudian diangkat kepalanya.
"Kapan kau menjumpai kedua orang itu?"
"Belum lama." "Bagaimana cara mereka muncul?"
"Hemm... dia coba menegaskan ucapanku rupanya." kata Tirta dalam hati. Kemudian diceritakan bagaimana cara Utusan Kematian Pulau Neraka muncul. Penghuni Tingkai ke Dua yang telah membunuh Pendekar Kail namun belum diketahui Rajawali Emas kalau orang inilah yang dimaksud Bidadari Kipas Maut (Bidadari Kipas Maut juga belum mengetahuinya), memandang tajam pada si pemuda.
"Kau tahu julukan keduanya?"
"Mereka menyebut diri sebagai Utusan Kematian Pulau Neraka. Dan mereka berjuluk Setan Merah dan iblis Merah."
"Terkutuk!" maki orang berkulit serba ungu sambil kepalkan kedua tangannya.
"Rupanya yang dikirim kepadaku tidak tanggung lagi. Algojo-algojo ganas dari Pulau Neraka. Keparat! Aku harus bergerak cepat sekarang!" Lalu katanya,
"Anak muda... kau telah menjadi budakku dan berarti harus turuti setiap perintahku bila kau tak ingin celaka! Mulai saat ini, kau harus bersama-sama denganku! Dan membunuh kedua orang celaka dari Pulau Neraka itu!"
Tirta tersenyum. "Aku bersedia melakukan hal itu. Hanya saja, aku masih mempunyai urusan. Dan lagi... seperti kau katakan, bukankah ilmu yang kau turunkan hanya bisa kupergunakan tiga hari mendatang?"
"Jangan bersilat lidah! Kau telah menjadi budakku dan harus turuti semua perintahku!" geram orang berkulit ungu itu. Samar-samar Tirta melihat kulit ungu pada wajah orang di hadapannya agak bersinar.
"Hemmm... tanda-tanda kemarahan yang sama kulihat pada wajah Setan Merah,"gumamnya dalam hati.
"Seperti niatku semula, mana sudi aku membantu atau bergabung dengannya. Apalagi menjadi budaknya. Tak akan pernah kulakukan hal itu. Yang kulakukan saat ini, hanyalah mengandalkan kecerdikan untuk memuslihatinya." Dengan sikap tenang, anak muda berpakaian keemasan ini berkata,
"Bagaimana bila aku menolaknya"!"
"Keparat terkutuk! Berarti kau akan mampus!!"
"Tunggu!" sahut Tirta begitu melihat Penghuni Tingkat ke Dua sudah siap lancarkan serangan. Biar bagaimanapun juga, dia tahu kalau pelarian Pulau Neraka ini tak bisa dianggap enteng. Namun dia juga hendak mencari kejelasan tentang Dewa Baju Putih. Terutama, pembunuh Pendekar Kail. Kemudian katanya,
"Saat ini, seorang kawanku telah tewas dibunuh oleh orang kejam yang hingga saat ini pelakunya belum kuketahui. Sehagai sahabatnya, sudah tentu aku tak bisa
berpangku tangan untuk mencari siapa pelaku pembunuhan itu." Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua hanya keluarkan dengusan. Kemudian katanya gusar,
"Siapa sahabatmu itu"!" Tirta tak buang waktu lagi untuk menyahut,
"Dia berjuluk.... Pendekar Kaii."
"Hei...?"!"seruan tertahan itu terdengar. Saat itu pula Tirta pentangkan matanya lebar-lebar. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang terjadi dan tanpa terasa dia berdebar saat berkata lagi,
"Pembunuhnya berjuluk.... Pangeran Liang Lahat...."
Bab 10 SEBELUM kita mengikuti apa yang akan terjadi kemudian antara Rajawali Emas dengan Pangeran Liang Lahat alias Pelarian Pulau Neraka alias Penghuni Tingkat ke Dua, sebaiknya kita ikuti perjalanan Bidadari Kipas Maut yang sedang melacak pembunuh kekasihnya, si Pendekar Kail.
Saat ini, perempuan setengah baya yang masih berparas jelita itu sedang hentikan langkahnya di sebuah tempat yang dipenuhi pepohonan. Wajah jelitanya dihiasi oleh butiran keringat. Perlahan-lahan perempuan berpakaian hijau panjang ini tarik dan hela napas. Nampak dadanya yang agak sedikit membusung tidak lagi turun naik secepat sebelumnya.
"Terkuluk!!" makinya tiba-tiba dengan suara agak menyentak.
"Sampai saat ini aku belum tahu seperti apa rupa dan sosok orang berjuluk Pangeran Liang Lahat" Mencari orang yang belum kuketahui siapa adanya, sungguh seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami!" Kembali perempuan yang pada pinggangnya melilit sebuah selendang berwarna merah ini terdiam. Disesalinya mengapa dia harus merajuk terhadap Pendekar Kail yang memintanya untuk melupakan dirinya dan kembali
pada Dewa Baju Putih. Sebuah urusan cinta yang sangat sulit sebenarnya. Pendekar Kail lebih rela dirinya merana ketimbang memikirkan Dewa Baju Putih yang tentunya jauh lebih merana karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Yang dibayangkan Pendekar Kail sebelum dia berpisah dengan Bidadari Kipas Maut dan tewas ditangan Pangeran Liang Lahat, bagaimana perasaan Dewa Baju Putih setelah mengetahui kalau sesungguhnya Bidadari Kipas Maut mencintainya dan menunggu ungkapan cinta darinya. Mungkin Dewa Baju Putih tak kunjung habis menyesali keadaan itu. Bidadari Kipas Maut tarik napas pendek.
"Ah, mengapa aku harus merajuk seperti itu" Mengapa aku harus tinggalkan dirinya selama bertahun tahun" Padahal bila aku tak tanggapi ucapannya dan terus meyakinkan dirinya kalau aku benar-benar mencintainya, mungkin kematiannya yang tragis di tangan orang berjuluk Pangeran Liang Lahat itu tak akan pernah dialaminya." Perempuan yang di pinggangnya terselip sebuah kipas yang di ujungnya dihiasi bulu-bulu halus itu menggeleng-gelengkan kepala sambil mendesah.
"Semua sudah terjadi dan rasanya tak perlu disesali lagi. Yang harus kulakukan... adalah mencari pembunuh keparat berjuluk Pangeran Liang Lahat...." Untuk beberapa lama, perempuan jelita ini masih diliputi rasa penyesalannya, menyesali apa yang dila
kukannya dengan meninggalkan Pendekar Kail. Hatinya tak tega membayangkan bagaimana kekasihnya menerima maut yang diturunkan oleh orang berjuluk Pa ngeran Liang Lahat.
"Terkutuk Terkutuk Akan kupatah-patahkan tulang belulang orang celaka itu sebelum mampus kubunuh!"
"Mengapa kau harus berteriak-teriak seperti itu, padahal ajal sudah membentang di depan mata"! Puluhan tahun kusimpan dendam dan sekarang nampaknya akan berhasil kupadamkan dendam setelah melihatmu tergeletak berkalang tanah!" Satu suara pedas dan keras itu menerpa telinga Bidadari Kipas Maut. Serta-merta dia balikkan tuhuh ke belakang. Saat itu pula dilihatnya satu sosok tubuh agak membungkuk dengan sebuah tongkat hitam telah berdiri sejarak delapan langkah di hadapannya.
Untuk beberapa saat Bidadari Kipas Maut seperti terpana. Lalu desisnya pelan,
"Iblis Halilintar."
Orangyang baru bicara itu memandang dingin pada Bidadari Kipas Maut. Orang ini berusia sekitar tujuh puluh tahun. Mengenakan pakaian hitam compangcamping yang memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya yang peot dan penuh tulang. Parasnya tirus dengan hias
-an keriput. Kumisnya putih menjulai tanpa jenggot. Rambutnya panjang tak beraturan. Di tangannya terdapai sebuah tongkat hitam terbuat dari bambu yang nampak ruas-ruasnya. Julukan Iblis Halilintar puluhan tahun yang lalu adalah julukan yang paling mengerikan. Sepak terjangnya sangat ganas dan sulit diterima oleh siapa pun juga. Dia tak pernah melepaskan lawannya sebelum mampus di tangan atau tongkatnya. Salah seorang yang berusaha menghalangi seluruh sepak terjang Iblis Halilintaradalah Pendekar Kail, yang sejak muda selalu memburunya.
Setelah berpasangan dengan Bidadari Kipas Maut, keduanya tak melepaskan Iblis Halilintar. Dan dengan mengeroyok, akhirnya Iblis Halilintar berhasil dikalahkan di Lembah Hidup. Bidadari Kipas Maut diam-diam tarik napas pendek.
"Aku tak pernah menyangka kalau manusia satu ini akan kembali ke rimba persilatan. Kupikir dia sudah tewas karena taksanggup bertahan lama setelah kuhajar bersama Pendekar Kail. Kehadirannya disini dapat kuduga, kalau dia hendak membalas dendam," kata si perempuan dalam hati. Didengarnya dengusan Iblis Halilintar sebelum berkata dingin,
"Kabar telah kudengar, kalau Pendekar Kail kini sudah pergi ke akhirat untuk selama-lamanya! Sebagian dendam telah terbalas melalui tangan orang lain! Tetapi, satu orang lagi yang membuatku tak bisa tidur dengan nyenyak, belum kudengar kabar kematiannya!
Berarti dia masih hidup! Dan tekadku semakin kuat untuk membunuhnya!"
"Keparat! Dugaanku tak meleset sedikit pun!" geram Bidadari Kipas Maut. Tetapi dia tak berkata apaapa. Matanya tajam menyelidik. Mempertimbangkan kalau orang di hadapannya tentulah sudah memperdalam seluruh ilmu yang dimilikinya. Sesaat memang ada rasa kecut di hati Bidadari Kipas Maut. Mengingat dia berhasil mengalahkan orang itu bersama-sama dengan Pendekar Kail. Tetapi, dia tak akan mundur setapak juga. Karena kemajuan ilmu yang dimilikinya pun sudah berlainan dengan apa yang dimilikinya beberapa tahun yang lalu.
Didengarnya lagi suara Iblis Halilintar,
"Sekarang... orangyang akan kubunuh sudah berada ditanganku! Seorang diri! Dan tak ubahnya seperti seekor tikus yang tengah menghadapi kematian dari seekor ular!" Mendengar ejekan orang, lama kelamaan dada Bidadari Kipas Maut mulai dilanda amarah. Tetapi setelah satu pikiran melintas di benaknya, ditindihnya rasa amarah itu dalam-dalam.
"Jahanam! Rasanya tak sabar untuk kurobek mulutnya! Tapi... nampaknya aku akan banyak membuang waktu, padahal aku harus melacak orang berjuluk Pangeran Liang Lahat yang telah mencabut nyawa Pendekar Kaii!" Tak mendengar sahutan perempuan berpakaian hijau panjang, Iblis Halilintar teruskan ucapannya dengan
maksud membuat amarah Bidadari Kipas Maut bangkit,
"Sesungguhnya... aku sangat menyayangkan kalau paras jelita dan tubuh denok seperti yang kau miliki, harus berkalang tanah! Akan kumaafkan seluruh dosa yang telah kau lakukan, bila kau bersedia menjadi teman tidurku semalaman saja!"
"Terkutuk!!" terlontar juga makian itu dari mulut Bidadari Kipas Maut. Paras perempuan setengah baya yang masih jelita ini mengkelap. Sepasang pelipisnya bergerak-gerak tanda amarah akan sulit untuk ditahan. | Lalu sambungnya dengan tangan menuding,
"Manusia keparat. Ucapanmu sungguh tak enak didengar! Tapi aku masih memberimu kesempatan hidup!" Iblis Halilintar tertawa penuh ejekan mendengar ucapan orang.
"Apakah tak salah pendengaranku ini"! Memberiku kesempatan hidup"! Gila! Sebuah ucapan gila ! Tapi aku sangat tahu, kalau ucapanmu itu hanya untuk tutupi rasa kecut di hatimu, bukan"!"
"Manusia dajal pembuat onar! Bila kau hendak turunkan dendam, laksanakan sekarang!!" bentak Bidadari Kipas Maut keras. Rupanya perempuan jelita ini sudah tak bisa menahan amarahnya. Dadanya laksana dipenuhi oleh luapan gunung merapi yang siap meletus!
"Bagus, bagus sekali! itu yangkau hendaki! Padahal
aku masih memberimu kesempatan untuk hidup!"
Habis ucapannya, mendadak saja sosok tua bungkuk berpakaian hitam compang-camping itu sudah melesat ke depan. Tongkat hitamnya digerakkan dari samping kanan ke kiri!
SELESAI RAJAWALI EMAS : ikuti kelanjutan serial ini :
PERJALANAN MAUT Ebook by NOVO Edit teks - Saiful B http://cerita-silat.mywapblog.com
Terjebak Bencana Gaib 1 Pendekar Slebor 57 Patung Kepala Singa Pedang Tetesan Air Mata 1

Cari Blog Ini