Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen Bagian 2
Masih untung sang murid hanya ditotok jalan darahnya.
Segera orang tua itu menolong muridnya melepaskan totokan itu.
"TAHUN ini aku berusia enam_belas tahun.
Menurut kata suhu, ketika orang Boan"ciu menyerbu ke daerah See Liang, aku ditemukan di tengah jalan.
Melihat tanda guratan tulisan pada lengan kita dan nama keturunan kitapun sama, besar kemungkinan kita berdua saudara sekandung," sahut Hee Hauw Liong Hee Hauw Ceng San merasa heran mendengar keterangannya Hee Hauw Liong." Aneh sekali, akupun diketemukan eleh subo di dalam sebuah kuil wanita di kota Liang"ciu Suhu membawa aku pulang ke rumahnya.
Orang tua itu memiara dan mendidik aku hingga besar.
Saat itu aku berusia lima tahun dan apa mau suhu baru melahirkan seorang anak perempuan, maka aku disuruh menjaga bayi perempuan itu.
Kini aku berusia delapan belas tahun, menerangkan Hee Hauw Ceng San.
Pada wajah Hee Hauw Liong tampak kesungguhan.
"Bagaimanapun hari ini kita menganggap bahwa kita berdua saudara sekandung.
Dikelak kemudian hari bila kita bernasib baik kita akan berjumpa pula untuk ber5ama"5ama mencicipi kebahagiaan, bila ada bencana berwsama"sama pula kita akan menghadapi," kata Hee Hauw Linng.
Tampak kepuasan pada wajah Hee Hauw Ceng San- "Memang akupun bermaksud demikian, maka aku telah mengajak kau keluar dengan diam-diam, sahut Hee Hauw Ceng San- "Marilah kita bersumpah kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa." Hee Hauw Liong menurut.
Dikala fajar menyingsing kedua pemuda Hee Hauw itu melakukan upacara sumpah yang sangat sederhana- Mereka sama berlutut sambil menengadah ke langit yang masih gelap memanjatkan sumpahnya kehadirat Ilahi.
Selesai dengan upacara itu.
Hee Hauw Liong memberi hormat kepada Hee Hauw Ceng San dan mengakui Ceng San sebagai kakaknya- Tiba"tiba terdengar Thia Jie Liong memanggil muridnya.
"Kakak Ceng San, tibalah saatnya kita harus berpisah.
Semoga kita akan lekas ber"jumpa kembali," kata sang adik separuh berbisik.
Hee Hauw Ceng San terdiam sejenak.
Ia sangat terharu. Baru saja bertemu dengan saudara kandungnya atau sudah harus berpisah kembali.
"Jagalah dirimu baik"haik, adikku.
Aku senantiasa menantikan itu saat dimana kita dapat hidup berdampingan," kata Sang kakak- Sesaat kedua suadara yang barn bertemu itu berpandang"pandangan lalu cepat"cepat Hee Hauw Lieng berlari masuk ke dalam tenda- Tidak lama kamudian tampak Thia Jie Liong sudah menuntun untanya.
Cuaca masih gelap. Embun pagi tebal menyelubungi daerah pegunungan itu.
angin ber5ilir"5ilir meniup dingin ke tulang" belulang.
Hwee"hauw Ceng San dan Lie It Tauw menghantarkan keberangkatannya Thia Jie Lieng dan muridnya dengan pandangan matanya Lewat tengah hari barulah Lie It Tauw dan Hee Hauw Ceng San mendaki tanah pegunungan Danub.
Gunung itu sangat tinggi hingga menjulang ke langit menembusi gumpalan awan.
Gunung Danub tidak mampunyai kawah atau mulut gunung.
Bila orang tidak melintasi gunung Dannb, jalan 5atu"5atunya harus memanjat puncak gunung untuk tiba di daerah Mongolia sebelah aelatan.
angin meniup sangat keras, hingga kedua binatang tunggangan mereka tampaknya payah melintasi jalan, sementara hawa udara di atas puncak gunung itu dingin tak terkira.
Jalan dan seluruh tanah pegunungan itu penuh denga salju.
"kita tidak boleh membuang waktu percuma, agar sebelum petang kita sudah tiba di kaki gunung," kata Lie It Tauw kepada muridnya.
Tanpa bicara kedua orang itu menyusuri jalan di atas puncak gunung.
Baik guru maupun murid di dalam.hati ma5ing"masing merasa kuatir dibuntuti Siluman banci Pek Lian Sian.
Namun di hadapan muridnya Lie It Tauw tidak mernperlihatkan kekuatiranya.
Sepasang senjata Ciu"pihe nya Hee Hauw Ceng San tidak masukkan ke dalam kantong senjata, tetapi ia gantungkan pada pelana kuda.
Setelah melintasi beberapa li, tiha"tiba di belakang mereka terdengar suara derap kaki binatang- Lie It Tauw terkejut Ia segera berpaling.
Tampak di jalan pegunungan itu delapan" hoanceng imam daerah luar perbatasanj masing ma5ing" menunggang seekor kerbau hitam.
Mereka berada di jalan yang menanjak ke puncak gunung.
Kini hati Lie It Tauw agak tentram.
Pikirnya, dengan adanya imam imam itu sebagai kawan perjalanan lebih baik daripada berdua saja untuk menempuh perjalanan yang sangat berbahaya- Ia segera memerintahkan muridnya untuk memperlambat jalan kudanya menantikan para imam.
Tidak lama kamudian para hoanceng itu sudah dapat menyusul mereka.
Tampak delapan hoanceng itu penganut"penganut agama Budha Pada punggung kerbau ma5ing"ma5ing tergantung sebuah keranjang bambu yang berisi penuh dengan sayur"mayur.
Sitangan sakti Lie It Tauw memberi hormat kepada hoanceng" hoanceng itu- "Taysu sekalian hendak menuju kemana" Apakah di daerah pegunungan ini terdapat sebuah kuil"' tanya Lie It Tauw- Seorang hoanceng yang tertua diantara mereka menjawab pertanyaan Lie It Tauw sambil merangkapkan kedua tangannya- "kami pendeta peminta amal dari kuil Ja Han Tay bin di kaki gunung ini- kini kami sedang berjalan pulang-" "Oh, kiranya kalian adalah orang"orang berilmu dari kuil Ja Hanehie" Harap kalian suka maafkan bahwa tee"cu telah berlaku kurang hormat," kata Lie It Tauw dengan ra"mah tamah- "mungkin para Taysu dapat memberikan kami tempat untukrmelewatkan malam di dalam.kuil Ja Han"hiu-" Belum sempat para hoanceng itu menyahut, tiba"tiba angin meniup sangat dahsyat ber bareng kabut hitam dan tebal menyelubungi puncak gunung- "Haya, celaka! Kita akan ditimpa salju, lekas masing masing mencari tempat berlindung!" seru imam tua itu- Belum lenyap suara seruan imam tua itu, tahu"tahu dari udara berjatuhan salju dengan menerbitkan suara gemuruh- Salju yang berjatuhan itu tidak merupakan salju pula, namun potongan" potongan es, karena potongan es itu be5ar"be5ar adapula yang sebesar batu bata- Dalam pada itu para hoanceng telah mendekam di bawah perut kerbau- mereka tak lupa mengajak Lie It Tauw dan Hee Hauw Ceng San berlindung- Cepat"cepat guru dan.murid turun dari kudanya.ma5ing+ma5ing- Lie It Tauw lari ke salah satu kerbau untuk berlindung bersama sama hoanceng, namun Hee Hauw Ceng San menyabar senjata Tiat"pipenya- Ia bolang"balingkan sepasang senjata itu untuk menentang serangan es ,yang jatuh bertubi"tubi ke arahnya- Ia sangat gembira bertempur dengan potongan"potongan es, maka ia tidak mau berlindung- Hee Hauw Ceng San mengetahui bahwa gurunya sudah berlindung, maka ia tidak kuatir kan pula akan keselamatannya sang guru- adapun kerbau"kerbau hitam yang terdapat di daerah See Eek memiliki kulit tebal bagaikan gajah- Sekalipun cakar harimau atau atau singa tidak dapat menembusi kulit kerbau hitam itu, apapula baru potongan"potong an es sudah tentu tidak dapat melukai kulit itu- Sekonyong"konyong kuda tunggangannya Lie It Tauw dan Hee Hauw Ceng San meringkik kesakitan karena kaki"kaki binatang" binatang itu terluka ditimpa potongan es- Tak ampun kedua binatang itu sama rubuh di atas tanah salju- Lewat setengah jam hujan es baru berhenti- Tetapi kabut hitam makin menebal hingga cuaca menjadi gelap, "Hari ini kita tidak dapat turun gunung, karena kahut hitam tidak akan huyar, menerangkan pendeta hoanceng itu- Lie It Tauw menjadi gelisah- Kedua kuda tunggangnya sudah rebah tak dapat bergerak; mungkin juga sudah mati dan.imam tua itu mengatakan mereka tidak dapat menempuh perjalanan di dalam cuaca gelap gulita, maka ia segera bertanya: "Taysu yang mulia, dimakah kita akan mandek?" "Di atas puncak gunung tidak jauh dari tempat ini terdapat kuil Lian Tay im.yang didiami oleh pendeta pendeta wanita- Pendeta"pendeta wanita itu sering berkunjung ke kuil kami untuk meminjamkan binatang tunggangan- Lie"5iecu boleh turut dengan kami bermalam.di kuil tersebut," kata hoanceng itu- Lie It Tauw menghaturkan terima kasihnya- Dalam pada itu perlahan"lahan kabut hitam terhembus angin, hingga herpindah tempat ke lereng gunung- Di atas puncak gunung lambat laun tampak terang- Terpaksa Lie It Tauw mengajak muridnya mengikuti rumbongan hoanceng itu- mereka meminjam kebau yang tidak ditunggangi- Hee Hauw Ceng San menggantungkan kantong senjatanya pada punggung kerbau hitam itu- Ber5ama"sama para hoanceng guru dan murid menyusuri jalan yang di5ana"5ini berserakan potongane potongan es- Lie It Tauw menghela napas lega ketika tiba di pintu gerbang kuil Tampak diantara batu batu gunung sebuah jalan yang melingkar"lingkar bagaikan ular naga yang sedang berbaring- Kuil Lian Tay An terdapat pada lereng gunung- Tampaknya kuil itu sangat luas- Lapat lapat dari dalam kuil terdengar suara orang memukul tek"tek- Lie It Tauw dan Hee Hauw Ceng San menuruti para hoanceng turun dari kerbau tunggangan ma5ing" masing- Seorang pendeta wanita yang eudah berusia lanjut keluar dari pintu kuil menyapa para hoanceng- Dengan perasaan kuatir Hee Hauw Ceng San menghampiri gurunya- "Suhu, rumah ibadah ini letaknya di atas puncak gunung Danub, mungkin kuil ini didiami oleh 5i Siluman"banci," bisik sepemuda- "bagaimanapun kita harus bermalam di tempat ini- Janganlah memperlihatkan kekuatiranmu- waspadalah dan hati hati," sahut Lie It Tauw dengan berbisik- mereka mengikuti para heanceng masuk ke dalam.kuil- Pendeta wanita yang herusia lanjut itu menyuguhkan kue daripada terigu- Lie It Tauw dan "ee Hauw Eeng San turut makan hersama sama para hnaneeng- Selesai bersantap wanita tua itu mengajak Lie It Tauw dan Hee HauH'Ceng San kebelakang kuil- Ia menunjukkan sebuah ruang batu untuk kedua tamu itu beristirahat- Dengan kedua matanya Lie It TauH'menyapu ke sekeliling ruang- Dinding belakang ruang itu merupakan lampg gunung yang curam dan di atasnya tumbuh beberapa pohon cemara yang sangat tua- Di sebelah ruang itu tampak sebuah jalan kecil dari pada batu- Jalanan itu menembus ke sebuah bangunan lain dimana terdapat sinar pelita- Lie It Tauw:menantikan kedatangannya para hoanceng, namun yang ditunggu tak kunjung tiba- kini ia.mulai bercuriga, namun ia tidak mau bertanya kepada pendeta wanita tua itu- Ketika pendeta wanita itu berlalu, ia menyuruh muridnya untuk berjaga"jaga di dalam ruang, samentara ia sendiri setelah menggantungkan pedangnya di pinggangnya segera melihat ke atas wuwunganDengan wapada dan tidak menerbitkan suara- Sitangan sakti Lie It Tauw memeriksa keadaan di dalam kuil- Sedikit suarapun tidak terdengar- Suasana di dalam kuil sunyi sepi bagaikan kuburan- Ia memeriksa di keempat penjuru sekitar rumah ibadah itu, namun tidak tampak gerak-gerik apa"apa- Para hoanceng bersama kerbau"kerbau hitam itu tidak tampak pula- kini Lie It Tauw'in5yaf bahwa mesti ada sesuatu hal yang tidak beres- Baru saja ia hendak menuju kembali keruang dimana muridnya berada, tiba"tiba dari balik sebuah batu besar muncul suatu bayangan orang yang segera menegur: "Lie It Tauw hari ini kau terjatuh di dalam tangan kami, walaupun tubuhmu tumbuh sayap jangan harap kau dapat meloloskan diri- Jika kau masih mau hidup lekaslah turut aku menemukan Pek Lian Sian"kauw!" Lie It Tauw memandang dengan seksama wajah dan bentuk tubuh pendatang itu- Dia adalah seorang pendeta Lhama yang beroman bengis dan bentuk tubuhnya mirip dengan orang yang Semlam menyerang ia dengan pisau terbang- maka saat itu juga naiklah darah Lie It Tauw- "Siapakah namamu, hai kepala gundull Aku Lie It Tauw tidak bermusuhan dengan kau, tetapi mengapakah semalam kau menyerang aku secara menggelap?" tegur Lie It Tauw dengan gusar- Pendeta Lhama itu menghunus goloknya- "Saya datang atas perintah Sian kauw untuk menangkapmul" serunya, lalu menyerang Lie It Tauw- Si Pendeta menyerang dengan bernapsu, maka serangan itu sangat berbahaya- Goloknya berkelebat menyamhar dahsyat ke arah Lie 1t Tauw- Cepat"eepat Lie It Tauw berkelit ke sisi untuk menghin darkan serangan- Tampak si pendeta membalikkan pergelangan tangannya- Golok terangkat naik'untuk:membacok tubuh lawannya- Lie It Tauw sudah menghunus pedang Timekauw"kiam_ Ia menangkis serangan 5i penwdeta Lhama, kemudian ujung pedang yang merupakan kaitan mendadak berputar melakukan serangan balasan- Itulah yang disebut Cui"tee"timrkauw atau Kaitan tenggelam.di da5ar"air- Suatu serangan istimewa, cepat dan jitu mengenakan sasarannya- menghadapi, serangan hebat si pendeta melompat mundur dalam gaya gerak Cong"1eng"ouH"jauw atau Cengeurang lompat ke belakang walaupun ia menghindarkan diri secara cepat,namun jubahnya terkait juga- Ia terperanjat! Dengan sangat lincah ia melompat lalu berlari ke arah undakan batu- Lie It Tauw mengejar lawannya- Pendeta Lhama itu.ma5uk ke dalam ruang dimana terdapat sinar lampu pelita- Kuatir termasuk dalam jebakan, Lie It Tauw tidak berani mengejar terus- Ia mengintai dari celah"celah daun pintu- Di dalam ruang itu terdapat sebuah tirai yang menghalangi pandangan Lie It Tauw- Harum semerbak kayu cendana dari dalam ruang menyamhar hidung Si tangan sakti- Tetapi suasana di dalam ruang itu sunyi sepi- Sejenak Lie It Tauw berdiri di muka pintu- mengingat ilmu silatnya yang termasuk dalam.kelas utama, maka besarlah nyalinya Lie It Tauw Ia mendornng pintu ruang itu lalu menerobos masuk- Di balik tirai tampak sebuah ruang yang panjang seperti rumah berhala pemujaan kwan Im Pousat- Di tengah"tengah ruang terdapat sehuah panggung teratai- Dan di atas panggung itu berduduk dengan hikmat seorang wanita berpakaian putih- usia wanita itu lebih kurang tiga puluh tahun- wajahnya sangat cantik, namun membayangkan hawa siluman yang sangat menyeramkan- Kedua matanya tertutup rapat sehagai orang yang tengah bersamedhi- 5in"jiu"kimrkeng Lie It Tauw'gelisah menghadapi wanita siluman- Ia palangkan pedang Timrkauw-kiam di muka dadanya lalu berseru: "apakah kau siluman wanita yang bernama Pek Lian Sian" Maksud apakah kau memperdayakan aku hingga aku terjebak ke dalam.kuil ini?" wanita itu membuka kedua matanya- Sinar mata itu memancarkan cahaya biru gelap- wajahnya yang tadinya putih kini menjadi merah- "In Lie Eim_Epng, mengapakah kau tidak mengabuli permintaanku menyerahkan Busur Emas dan Panah Perak" Aku tidak mempunyai kepentingan dengan kau- Tinggalkan muridmu disini dan kau boleh meninggalkan tempat ini," kata siluman pek Lian Sian- Suaranya terdengar sangat merdu- mendadak Lie It Tauw menjadi gusar- Tampak wajahnya tegang dan keningnya herkerut- "Sungguh kau siluman wanita yang berbisal" seru Si"tangan"5akti- "muridku belum pernah menyakiti hatimu, mengapakah kau hendak:mencelakainya?" "aku menghendaki muridmu tentu ada gunanya bagiku-.aku mempunyai .
. . . --' Belum selesai Pek Lian Sin mengucapkan kata"katanya, Lie It Tauw sudah tidak dapat menahan sabarnya lebih lama- Segera ia menyerang dengan pedang Tim kauw kiam- Pek Lian Sian memetik setangkai bunga teratai emas bertangkai besi yang terdapat penuh dipanggung itu untuk dipergunakan menangkis serangan pedang'Tim"kauH"kiam- Tiba"tiba suatu desiran angin menghemhus di muka Lie It Tauw Tahu"tahu siluman itu sudah meninggalkan panggung teratai- Lie It Sauw mengejar dan menyerang beruntun"runtun dua kali- Tampak pedang Tim.kauH"kiam terhalang bunga teratai emas dan menerbitkan suara gbmercing ketika ber5entuh_ jini sadarlah Lie It Tauw'bahwa siluman banci itu benar benar hebat- Seringkali 5in"jiu"kimrkeng Lie It Tauw menghadapi musuh musuh yang'tangguh.
tetapi jarang Sekali yang dapat mengelakan serangan pedang Tim kau kiam sampai tiga atau lima kali- kini Im yang yauw li pek Lian Sian dengan.mudah dapat menghindarkan semua serangan serangan yang mematikan- Cepat cepat Lie It Tauw mengerahkan tenaga dalam.untuk disalurkan ke arah telapak tangannya- kemudian diangkatnya pedang Tim kauw kiam ke atas dan dalam.gaya gerak Lan"i tek kau atau menghadang tandu menyerahkan surat, ia membalikkan tangannya meluncurkan pedang Tim kau kiam dengan melintang ke arah leher pek Lian Sian- Secepat kilat Im yang yauw li membalikkan tubuhnya untuk berkelit-Tetapi Sementara tubuhnya belum sempat berbalik Lie It Tauyv 5udah.mendorong telapak tangan kirinya di hamah pedang untukrmenyerang tuhuh sang lawan- Gerakan 5i tangan sakti cepat dan bagus sekali- Pek Lian Sian merasakan sambaran angin menyerang di bawah ketiaknya- Hampir tubuhnya kena sambaran tangan besi itu, bila ia tidak cepat"cepat merendahkan tubuhnya setengah kaki- Telapak tangan Lie It Tauw menyambar angin di atas bahu musuhnya- Pada saat itu juga mendadak Pek Lian San meninggikan tubuhnya, maka bahunya menyambuti serangan Tui"in" eiang Lie It Tauw secara kera5 lawan keras- Ketika Lie It Tauw menyerang dengan tangannya, maka lengannya dan sikutnya diulur merata- kini secara tiba"tiba dibentur dengan kekuatan tenaga dalam.yang dikerahkan oleh Pek Lian Sian melalui bahunya- Bentrokan itu keras dan dahsyat tak terkira- kerasnya bagaikan palu godam dan dahsyatnya bagaikan gunung Tay"san yang ambruk- Tak heran Lie It Tauw tak dapat menguasai dirinya- Tubuhnya terpental dan kedua kakinya terapung ke udara- Lie It Tauw kaget tak terkira- Ia insyaf bencana besar akan menghadapi dirinya- Dalam.pada itu Pek Lian Sian 5udah.memutar tubuhnya dan secepat kilat memetik pula beberapa tangkai bunga teratai emas dari panggung teratai- Bagaikan halilintar berkelebat tangkai" tangkai teratai emas itu menyambar ke arah Lie It Tauw- Pandangan Lie It Tauw:mendadak gelap- Jangan kata untuk halas menyerang untuk menguasai dirinyapun ia tidak mampu- bunga teratai ema5 yang bertangkai besi itu menyambar beru lang ulang batok kepalanya Lie It Tauw- Terdengar suara jeritan Lie It Tauw yang menyayatkan hati- Saat itu juga tubuhnya terhuyung kemudian jatuh terhampar di atas lantai untuk tidak berkutik pula- Ilmu silat yang dimiliki Im yangyauw"li pek Lian Sian adalah ilmu silat dari perguruan kiam bun kaum To Kauw di daerah See Hek dan tenaga dalamnya sudah mencapai puncak kesempurnaan- Tidak heran Lie It Tauw yang- memperoleh nama harum di dalam kalangan bu"lim begitu bertemu dengan Imyang-yauw ia menemukan ajalnya karena kepalanya terpukul hancur oleh rantai"rantai emas yang bertangkai besi- adapun bunga teratai emas Pek Lian Sian merupakan suatu senjata yang teramat aneh- Panjang tangkai bunga itu lebih kurang dua kaki enam dim.dan bagaikan tubuh ular dapat membengkok- Pada tangkai itu terdapat banyak duri besi- mahketa bunga terbuat dari pada baja murni yang beratnya bagaikan.palu godam- Dan kelopak"kelopak bunga itu berwarna ke kuning"kuningan karena dibuat dari pada emas murni- Senjata aneh itu dapat pula dipergunakan sebagai senjata Lianreu"cui atau Palu berantai- Setelah pertempuran berakhir dengan binasanya Lie It Tauw, tiba"tiba terdengar suara tawa bergelak gelak, kemudian muncul seorang laki laki tua dari dalam sebuah kamar- Laki"1aki tua itu bukan lain dari pada Tiat"jiauw Thia Ji Lieng, paman seperguruan Lie It TauwThia Ji Liong melangkah ke tengah ruangan.
Ia mengangkat mayat Lie It Tauw untuk memeriksa apakah benar Lie It Tauw telah menghembuskan napasnya yang menghabiskan.
Setelah mengetahui bahwa Lie It Tauw sudah binasa, ia menghela napas lega.
"Sun tit"jie, kau tidak dapat menyalahkan aku, kau menemukan ajalmu di dalam kuil Lian Tay Am.
Kematianmu adalah akibat daripada perbuatan gurumu yang berhati kejam dan berbisa, hingga aku telah menderita lima belas tahun di dalam penjara.
Jika gurumu tidak mencelakakan saudara seperguruannya dan tidak menurunkan tangan jahatnya terhadapku, hari ini kau tidak akan menerima balasan sakit hatiku," kata Thia Jie Liong dengan perasaan puas.
Pek Lian Sian siluman cantik berbisa itu tampak tidak sabaran "Perlu apakah kau membongkar-bongkar peristiwa yang telah lampau! Apakah bocah yang masih hijau itu sudah tertangkap?" tegurnya.
Thia Jie Liong melangkah ke luar lalu memanggil manggil seseorang.
Segera tampak pendeta Lhama yang tadi bertempur dengan Lie It Tauw masuk ke dalam ruang dengan menggusur Hee Hauw Ceng San Berhadapan dengan Pek Lian Sian pendeta Lhama itu berkata: "Sian-kouw, anak kecil ini nyalinya besar.
Bila tidak Lo Thia datang membantu, hampir saja saya terluka oleh Tiat"pipe nya" Selesai berkata-kata pendeta Lhama itu dengan keras mendorong tubuh Hee Hauw Ceng San hingga pemuda kita tersungkur di atas lantai.
Hee Hauw Ceng San terperanjat tak terkira menyaksikan suhunya terlentang di atas lantai dengan berumuran darah.
Perasaan" perasaan sedih, gusar dan penasaran silih berganti mencengkam hatinya.
Kedua tangannya terikat erat maka ia tidak dapat membikin perlawanan.
Saat itu ingin sekali ia mencekik leher Thia Jie Liong hingga hingga binasa.
Karena, ia insyaf kematian suhunya adalah perbuatan orang tua itu.
Kegusaran Hee Hauw Ceng San sudah meluap, hingga dadanya melonjak-lonjak karena, jantungnya memukul keras.
"Hei cecunguk Thia Jie Liong, manusia binatang! Jagalah pembalasanku dikelak kemudian hari teriak pemuda kita.
Thia Jie Liong tertawa terbahak-bahak mendengar caci maki Hee Hauw Ceng San.
"seorang anak kecil yang belum mengetahui empat penjuru alam angin membalas sakti hari terhawdap aku yang sudah kenyang makan asam garamnya dunia" Sungguh lucunya.
Ha ha ha!" Mendadak Hee Hauw Ceng San bergulingan di atas lantai, Secepat kilat sebelah kakinya di ulurkan ke atas menendang tulang kering Thia Jie Liong.
Karena serangan sipemuda diluar dugaan orang tua itu, maka tubuh Thia Jie Liong jatuh tersungkur di sisi mayat LieltTauw.
Bukan kepalang gusarnya Tiat"jiauw Thia Jie Liong Ia segera bangkit berdiri, membuka jari-jarinya yang merupakan cakar" cakar, bagaikan besi untuk menyengkeram Hee Hauw Ceng Lan, Dalam keadaan yang berbahaya bagi pemuda kita, mendadak berkelebat tubuh yang langsing di hadapannya.
Pek Lian Sian menghadang serangan Thia Jie Liong.
Ia menghibaskan lengan bajunya dan tangan Thia Jie Liong terpental ke sisi, "Jangan melukai dia, aku mempunyai satu urusan yang harus dikerjakan olehnya" bentak siluman cantik itu.
"Makhluk betina!" seru Hee Hauw Ceng San.
"Lekas bebaskan aku agar aku dapat membalas sakit hatiku!" Pek Lian Sian memberi isyarat dengan tangannya kepada si pendeta Lhama.
Segera pendeta itu mengusung keluar Hee Hauw Ceng San untuk dijebluskan ke dalam gua batu.
Si pendeta Lhama mengikat pula kedua kakinya sipemuda.
Pada mulut gua terdapat pintu yang berjeruji sebesar-besar lengan manusia, hingga gua batu itu merupakan sebuah ruang penjara.
Di dalam gua yang gelap gulita itu, Hee Hauw Ceng San rebah di atas tanah.
Termenung ia memikirkan nasib gurunya yang binasa di atas puncak gunung Danub di dalam sebuah ruang kuil Lian Tay Am.
Gusar dan gemas tak terkira ketika pikirannya beralih kepada Thia Jie Liong.
Sudah terang malapetaka yang kini menimpa dirinya ada perbuatannya tua bangka cecunguk itu yang bersekongkol dengan siluman banci Pek Lian Sian.
Kegusaran pemuda kita makin memuncak ketika mengingat Busur Emas dan Panah Perak yang merupakan lambang kasih mesra puteri Longma Piat Ki dan sepasang senjata Tiat"pi"penya warisan gurunya kena dirampas oleh musuh, mengkretakan giginya menahan hawa amarah yang melonjak-lonjak di dalam rongga dadanya.
Akhirnya perlahan"lahan kegusarannya makin mereka berganti dengan perasaan sedih dan duka.
Lama sekali Hee Hauw Ceng San termenung di dalam penjara goa batu itu.
Menjelang fajar terdengar suara berkelotokan yang sangat perlahan pada pintu jeruji, lalu tampak bayangan tubuh manusia berkelebat.
"siluman banci itu datang untuk mengambil jiwaku," kata Hee Hauw Ceng San di dalam hatinya.
"Kedua tangan dan kakiku dibelenggu, bagaimana aku dapat membikin perlawanan?" Cemas hati Hee Hauw Ceng San Saat itu.
Bila ia dapat melepaskan kedua tangan dan kakinya dari ikatan yang sangat erat itu, sudah pasti dia tidak mau menyerah mentah mentah.
Walaupun yang datang menyerang seorang Yauw lie yang berilmu tinggi dan tersohor kejam dan telengas ia akan melawan hingga titik darah yang menghabisan.
Mendadak wajah Hee Hauw Ceng San tampak beringas.
Sinar matanya menyorot buas.
Ia mengkretakan giginya. Dengan sekuat tenaga ia mencoba membebaskan kedua tanganya.
Tampak bayangan orang itu merayap, lalu berdiri di muka jeruji besi.
Tangannya mengwgenggam sebilah pisau belati yang bersinar ke biru-biruan.
"Koko!" seru bayangan itu perlahan.
Hee Hauw Ceng San menatap dengan seksama wajah bayangan orang itu yang bukan lain daripada Hee Hauw Ciong muridnya Tiat"jiauw Thia Jie Liong.
Kemarahan pemuda kita makin memuncak.
Dengan gusar ia membentak: "Siapa kakakmu! Aku tidak sudi mempunyai saudara bangsa cecunguk! Kalian berdua, guru dan murid berwajah manusia namun berhenti binatang" "Jangan bicara keras"keras," kata Hee Hauw Liong penuh kekuatiran.
"Aku sendiripun tak menjangka bahwa suhuku telah diperalat Siluman"banci Pek Lian Sian untuk mencelakai suhumu.
Kini dengan menentang bahaya aku datang untuk menolong ko"ko." Hee Hauw Ceng San bersangsi.
Benarkah Hee Hauw Liang datang untuk menolongi diri"nya" "Mana Busur Emas dan Panah Perak serta Tiat-pipeku?" tanyanya.
"Busur Emas dan Panah Perak diambil oleh Pek Lian Sian.
Kini bersama suhuku siluman banci itu turun gunung mengejar pangeran Huhalan untuk menyerahkan senjata tersebut," menerangkan sang adik.
"Aku dengan siluman banci itu tidak mempunyai perusuhan, mengapakah dia me"nangkap aku?" tanya pula Hee Hauw Ceng San.
Mungkin ko"ko tidak mengetahui bahwa pangeran Huhalan telah mengangkat Pek Lian Sian sebagai ibu angkatnya dan Busur Emas serta Panah Perak itu.mempunyai riwayat senwdiri- Kini aku menolongi kau terlebih dahulu dan kelak aku akan ceritakan sebab musababnya Pek Lian Sian.mengurung koko di dalam penjara goa batu ini," sahut Hee Hauw Liong.
Segera Hee Hauw Liong mempergunakan pisau belati itu untuk memapas jeruji jeruji besi- Dalam.tempo sekejap putuslah beberapa jeruji besi itu yang kokoh kuat- Ternyata pisau belati itu bukan sembarang belati namun sebilah belati mustika- "Darimanakah kau.memperoleh belati mustika?" tanya Hee Hauw Ceng San keheranan- "Kepunyaan Pek Lian Sian, Aku telah.mencuri dari kamar senjatanya" sahut sang adik Sambil bekerja terus- Sesaat kemudian Hee Hauw Ceng San telah dibebaskan dari belengguannya.
Ia.mengikuti Hee Hauw Liong keluar dari dalam ruang tahanan goa batu- "Siapakah yang menjaga kuil Lian Tay Am?" tanya Hee Hauw Ceng San separuh berbisik.
"Si imam.kejam.yang bernama Ui bin jilay Pakutek- Mari kita binasakan dahulu pendeta jahat Itu kemudian cepat"cepat kita meninggalkan tempat malapetaka ini," kata Hee Hauw Liong- Kini Hee Hauw Ceng San baru percaya bahwa sungguh"sungguh Hee Hauw Liang henndak menolongi dirinya- "Adikku, aku akan senantiasa mengingat budi kebaikanmu pada malam.ini, bahwa kau telah.menentang bahaya untuk menolongi jiwaku.
Kini aku hendakrmencari dahulu senjata Tiat"pipeku setelah itu baru.membikin perhitungan kepada pendeta jahat itu" kata Hee Hauw Ceng San.
Hee Hauw Liong menyetujui usul kakaknya- Berindap indap mereka menuju bangunan kui! tempat Im.yang yauw li Pek Lian Sian bersemayam.
Dari celah celah pintu tampak cahaya pelita- Berbareng kakak beradik itu.masuk ke dalam ruang menerobos tirai dan.mendapatkan dua imam.wanita yang menjaga ruang itu- Melihat kedua pemuda itu kedua imam wanita segera menyerang- Hee Hauw Ceng San.menendang salah seorang imam.wanita yang segera jatuh tersungkur di atas lantai.
Sementara Hee Hauw Liong menublas dengan belati mustika dada imam.wanita yang satunya lagi yang seketika itu juga binasa dengan berlumuran darah- Belum sempat kawan imam.wanita itu yang rebah di tanah berteriak, tiba tiba belati mustika Hee Hauw Liong sudah.menusuk bertubi tubi tubuh wanita itu- Hee Hauw Ceng San.mengagumi kecepatan bergerak adiknya- Di dalam.ruang, itu ia mendapatkan senjata Tiat pipenya dan pedang pusaka Tim.kauw kiam.kepunyaan gurunya- Sementara mayat Lie It Tauw tidak tampak- "Dimanakah Ui bin jilay atau Buddha bermuka kuning itu?" tanya Hee Hauw Ceng San- "Dia berada di kuil muka," sahut Hee Hauw Liong, Maka keluarlah kedua pemuda itu dari ruang kuil.
Tiba diluar segera mereka melompat ke atas wuwungan- Dengan.mempergunakan ilmu.meringankan tubuh.mereka berjalan di atas wuwungan.menuju ke kuil muka.
Hee Haaw Ceng San.mengintai dari sebuah jendela.
Tampak di atas sebuah bangku seorang imam.tengah tidur sambil mendengkur- Imam itu rebah.menghadapi dinding- Kegusaran Hee Hauw Ceng San timbul seketika itu juga mengingat tadi imam.kejam.itu.menggusur dan.membe1enggu lalu menjebloskan dirinya ke dalam goa batu- Tanpa pikir lagi ia melompat masuk ke dalam ruang tersebut- sekali pukul dengan Tiat"pipanya, hancurlah tubuh pendeta Lhama itu di bagian perutnyaPuaslah hati Hee Hauw Ceng San menyaksikan imam kejam itu binasa.
Tiba"tiba ia merasakan sambaran angin di belakangnya- Belum sempat ia berbalik leher bajunya dicekal orang dari belakang- "Penjahat kecill, sungguh besar nyalimu.masuk ke dalam kuil dan.membinasakan kawan baiku!" seru orang itu yang bukan lain dari pada Ui bin"ji1ay Pakutek- Hee Hauw Ceng San terperanjat karena mengenali suara imam kejam itu- ia.meneliti imam.yang tadi ia binasakan- Ter nyata korban itu adalah seorang boanceng yang tadi siang berpapasan dengan dia di tengah jalan di lamping gunung Danub, Dengan sekuat tenaga Hee Hauw Ceng San.menghantam dengan Tiat"pipenya ke arah sipenyerang.
Tetapi Ui-bin"ji1ay sudah siap menantikan serangan.
Ia gerakan tangannya yang mencekal leher baju sipemuda lalu lompat ke samping.
Hee Hauw Ceng San menubruk dinding- Dengan suara mendengung Tiat pipe membentur dinding batu itu hingga retak sebagian- Dalam.pada itu Hee Hauw Liong yang mendekam.di bawah jendela melihat Ui bin jilay Pakutek tengah.mengangkat golok Kay"tonya hendak membacok leher Ceng San- Secepat kilat ia melontarkan belati mustika yang digenggamnya- Pakutek berdiri membelakangi jendela, maka ia tidak mengetahui ada seorang pula yang menyatroni kuil bersama Hee Hauw Ceng San- Merasakan sambaran angin senjata gelap di belakangnya, cepat cepat pendeta Lhama itu.menggerakkan kepalanya- Belati mustika meluncur di sisi telinganya dan mengenai tepat lengannya- Imam itu.mengaduh aduh kesakitan.
Namun dalam.waktu sekejap ia dapat menguasai dirinya- Segera ia melompat dari jendela mengejar lawannya- Saat itu juga golok Kay"to berkelebat menyambar ke arah Hee Hauw Liong- "Bagus, kau.menghianati gurumu!" seru Ui-bin-jilay ketika mengenali siapa penyerang gelap itu.
Dengan sangat lincah Hee Hauw Liong berkelit ke samping- Namun golok Kay"to sudah.menyerang pula dengan ganas- Sipemuda terwperanjat- Ia tidak duga Si Buddha bermuka kuning itu sangat lihay- Ia kerkelit pula, tetapi karena perasaan kuatir mencengkam.hatinya, maka ia kurang waspada- sebelah kakinya tersandnng batu dan seketika itu juga tubuhnya jatuh tersungkur di atas tanah- Dengan ganas Ui bin jilay menubrukrmangsanya.
Golok Kay"to berkelebat diudara untukrmembacok tubuh Hee Hauw Liong- Keringat dingin.mengucur di seluruh tubuh Hee Hauw Liong- Jangan kata untuk menghindarkan serangan untuk bangkit berdiripun sudah terlambat.
Dalam pada itu Hwee hauw Ceng San sudah berada di luar kuil- Bukan kepalang terperanjatnya menyaksikan Hee Hauw Liong tengah.menantikan ajalnya- Keringat dingin.mengucur didahinya serta wajahnya pucat pasi- Cepat"cepat ia menekan pesawat Tiat"pipenya dan duabelas senjata gelap berbentuk paku"paku kecil menyambar keluar bagaikan gerombolan lembah- "Kelede gundul! Jaga senjata gelap!" Dengan seruan itu Hee Hauw Ceng San.memberi isyarat kepada adiknya agar sang adik itu dapat meloloskan dirinya.
Secepat kilat Ui"bin"ji1ay Pakutekimemutar Subuhnya sambil mengibas"ngibaskan lengan bajunya dan mengangkat golok Kay"to untuk melindungi mukanya.
Di dalam.cuaca gelap itu sebagian senjata gelap Hee Hauw Ceng San, Pakutek berhasil menyampoknya namun tiga batang paku tajam mengenai lengannya.
Kali ini bukan kepalang imam itu merasakan nyeri hingga tak tertahan air matanya mengalir keluar- Sementara itu Hee Hauw Ceng San sudah.me1ampat ke atas wuwungan yang segera disusul oleh Hee Hauw Liong- Tanpa menoleh pula kedua anak mnda itu berlari dengan mengerahkan ginkang"masingamasing turun dari lereng gunung- Setelah di perhatikannya bahwa tidak ada orang yang mengejar barulah.mereka berani memperlambat langkah kaki mereka.
Beberapa puluh 1i mereka melintasi barulah Hee Hauw Ceng San membuka mmlutnya- Dengan napas tersenggal" senggal ia berkata: "Sayang belati mustikamu lenyap-" Hee Hauw Liong mengangguk.
"Kita dapat meloloskan diri tanpa kurang suatu apa sudah bagus- Perlu apa memikirkan belati itu yang memang bukan milikku- Sungguh tak kusangka kepandaian Ui bin jilay sedemikian hebat-" Tak lama kemndian udara tampak terang- Sang surya yang memancarkan sinar emas muncul di sebelah timur- Kedua pemuda Hee Hauw itu menyusuri jalan kekaki gunung.
Hawa udara pun hangat, berbeda dengan ketika Hee Hauw Ceng San dan gurunya almarhum melintasi jalan itu.
"Koko, apakah kau.membawa uang perak?" tiba tiba Hee Hauw Liong bertanya.
Hee Hauw Ceng San.menyeringai- Aku tidak mempunyai uang- Tetapi menurut katanya para hoanceng yang kemarin aku bertemu di jalan ini, di kaki gunung terdapat kuil Jahan-bio- Marilah kita.menuju ke rumah ibadah itu untukimeminta sedikit santapan- Setelah kita bersantap barulah kita memikirkan pula tindakan apa selanjutnya yang kita harus ambil-" Demikianlah kedua pemuda itu berlari"lari menyusuri jalan- Saat matahari sudah tinggi mereka nampak sebuah bangunan kuil yang sangat besar di kaki gunung.
Hee Hauw Ceng San.menyerahkan Tiat"pipenya kepada adiknya.
"Kita harus berhati"hati dan waspada karena kita tidak mengetahui apakah para hoanceng Jahan bio bukan komplotannya siluman banci Pek Lian Sian- Kau tidakrmempunyai senjata, maka pakailah senjata Tiat pipeku.
Bila harus bergebrak aku akan menggunakan pedang Timrkauw-kiam.
Kita akan.melawan mati+matian dan bersama"sama berada di satu tempat," kata Hee Hauw Ceng San- Makin lama mereka makin.mendekati kuil-.Akhirnya mereka tiba di pekarangan kuil jahan bio- Di muka kuil tampak binatang unta dan kuda berderet"deret.
Tidak jauh dari Jahan"bio, di tempat terbuka dibangun beberapa buah tenda.
Beberapa puluh perwira berjaga di muka pintu kuil.
Ketika Hee Hauw Ceng San dan Hee Hauw Liong mendekati pintu kuil seorang perwira lantas membentak: "Hari ini Jahan"bio ditutup bagi umum, karena tamu agung sedang berkunjung!" Segera beberapa perwira lain menghadang dengan tombak panjang untukrmenghalau kedua pemuda itu- Saat itu Hee Hauw Ceng San dan Hee Hauw Liong bagaikan burung yang takut kepada jepretan busur, maka sedapatnya mereka menahan sabar dan tidak berani mengumbar napsunya- Sambil meninggalkan tempat itu Hee Hauw Liong berkata: "Koko, aku sangat lapar, rasa nya tak kuat untuk berjalan-" "marilah kita.mengambil jalan.memutar ke belakang kuil untuk melihat keadaan di sana mmngkin kita bertemu dengan salah seorang hoanceng," mengajak sang kakak.
Tiba di belakang kuil kedua pemuda itu segera menuju dinding tembok.
Hee Hauw Liong mengendus bau harum.masakan daging- Serentak perutnya berkerucukan- Dinding tembok itu tidak seberapa tinggi, maka tanpa pikir lagi Hee Hauw Ceng San.me1ompat naik lalu.mencangkokkan kakinya untukrmengintai ke dalam- Tampak sebuah ruang dapur dimana terdapat dua buah kuali terisi masakan daging kambing dan daging angsa- Dari kedua kuali itu.menyambar bau harum masakan yang membikin Hee Hauw Ceng San.mengeluarkan air liurnya- Hee Hauw Ceng San besar nyalinya, karena sangat kebetulan di dalam.ruang dapur tidak ada orang, Ia segera lompat turun- Cepat"cepat diambilnya daging angsa yang sudah di masak itu, sebelum.meninggalkan ruang dapur ia menyambar pula daging kambing dari dalam.kuali yang satunya lagi.
Bukan kepalang rasa girangnya Hee Hauw Liong melihat kakaknya kembali dengan.memwbawa potongan daging angsa dan daging kamnbing Tanpa bertanya"tanya pula segera Hee Hauw Liong duduk di sisi kakaknya dan dengan lahapnya kakak beradik itu makan daging"dawging yang sangat lezat itu hingga habis semua nya- Kedua pemuda Hee Hauw itu telah menempuh perjalanan turun gunung dengan tergesa"gesah, kini karena perut masing masing sudah terisi timbullah rasa kantuk- Mereka bersandar pada dinding tembok Sambil memejamkan.mata Tiba"tiba di mmka mereka terdengar suara membentak- Hee Hauw Ceng San dan Hee Hauw Liong terperanjat tak terkira.
Mereka membuwka kedua mata masing masing dan tampak belasan perwira berdiri mengerumuni mereka- Terdengar suara seorang perwira berkata: "Aku yakin kedua penjahat ini yang mencuri daging angsa dan daging kambing!" "He, dialah pemuda yang pandai memainkan senjata berbentuk gitar!" seru seorang perwira lain yang mengenali Hee Hauw Ceng SanKedua pemuda Hee Hauw hendak bangkit untuk meloloskan diri mereka, tetapi tiba-tiba seorang perwira berseru: "Pangeran datang!" Para perwira yang mengerumnni Hee Hauw Ceng San Hee Hauw Liong mendadak berdiri tegak.
Dan tidak seorangpun yang bersuara pula.
Tampak seorang pemuda dengan pakaian mentereng melangkah diantara perwira-perwira itu menghampiri kedua pemuda Hee Hauw.
"Bagaimana Hee Hauw"heng berada di tempat ini?" kata sang pangeran yang bukan lain daripada pengeran Longma Sian.
Bukan kepalang girang dan besar hatinya Hee Hauw Ceng San Saat itu.
Binatang penolong yang berupa pangeran Longma Sian tepat sewkali datangnya.
Untuk sesaat lamanya pemuda kita tidak dapat berkata kata.
Akhirnya pangeran Longma Sian yang memecahkan kesunyian dengan berkata: "Hee Hauw-Ceng mari masuk ke dalam kuil, kakakku sedang bersembahyang." Kemudian pangeran Longma Sian membimbing kedua pemuda Hee Hauw ke dalam kuil.
Para perwira tetap berdiri tegak, namun pada wajah masing"masing tampak keheran"keheranan.
Apapula bagi mereka yang tidak mengenal Hee Hauw Ceng San.
Keheranan menjadi"jadi menyaksikan seorang pangeran dengan sangat ramah-tamah membimbing dua pemuda yang disangka mencuri daging kamnbing.
Suasana di dalam kuil sunyi.
Mulai dari undak"undakan membujur ke tengah ruang di atas lantai terdapat permadani tebal berwarna mearah tua.
Diselubungi asap dupa yang mengepul ke seluruh ruang tampak seorang wanita berpawkaian putih tengah berlutut dengan hikmat di muka patung Sam Po.
Hee Hauw Ceng San segera mengenali bahwa wanita yang tengah berdoa itu bukan lain daripada putri Longma Piat Ki.
Ia melangkah maju dan berlutut di sisi sang putri.
Tidak lama kemudian selesailah Longma Piat Ki kongcu berdoa.
Sang putri terkejut melihat pemuda yang dicintanya dalam keadaan sedemikian rupa.
"Kongcu tidak ku sangka bahwa kita masih dapat bertemu.
Pertemuan kita di dalam kuil Jahan"bio ini aku merasakan bagaikan da1am.mimpi," kata Hee"hauaw Ceng San dengan nada sedih.
Benar"benar Longma Piat Ki tidak mengerti apa yang sudah terjadi atas dirinya Hee Hauw Ceng San, melihat keadaan sipemnda yang mengenaskan lalu mendengar suaranya yang sangat berduka.
Maka cepat"cepat ia mengajak pemuda yang dikasihi itu ke dalam tenda.
Longma Sian dan Hee Hauw Liong mengikuti dari belakang.
Di dalam tenda dimana tidak terdapat lain orang selainnya keempat anak muda itu segera sang puteri menanyakan apa yang dialami Hee Hauw Ceng San setelah meninggalkan daerah Ohlantai.
Hee Hauw Ceng San menuturkan semua pengalamannya dan malapetaka yang menyerang dirinya.
Selesai Hee Hauw Ceng San menuturkan pengalamannya, putri Longma Piat Ki menangis dengan sedih.
Longma Piat Ki telah berjanji dengan Hee"houw Ceng San akan bertemu di kota Uliasutai dengan mempunyai suatu maksud.
Rencananya Setelah menghantarkan Longma Sian ke gunung Altai, ia segera akan menuju ke kota Uliasutai untuk bertemu dengan Hee Hauw Ceng San.
Saat itu ia akan memberitahukan kekasihnya mengenai rahasia Busur Emas dan Panah Perak.
Tetapi kini Setelah mengetahui bahwa Busur Emas dan Panah Perak telah dirampas oleh Imryang"yauw li Pek Lian Sian, maka bukan kepalang sedih dan cemas hatinya.
Diantara tangisnya sang putri berkata: "Pek Lian Sian berbuat demikian tak lain tak bukan hendak menyuruh Huhalan memanah biji mata patung Thian Mo Sin yang dibuat daripada batu mustika.
Pasti Huhalan akan mengunjungi ayah baginda.
Tidak! Tidak! Aku tidak mau dinikahkan dengan dia.
Aku berharap agar dia binasa di bawah kaki patung Thian Mo Sin." Hee Hauw Ceng San tidak mengerti arti makna dari kata"kata sang puteri, maka ia berdiam saja terlongong"longong.
Sementara sang puteri menangis pula.
Melihat wajah Hee Hauw Ceng San yang tampaknya keheran-heranan, pangeran Longma Sian memberi penjelasan: "Pada beberapa waktu berselang ayahanda baginda telah mengeluarkan pengumuman, barangsiapa yang hendak mempersunting puteri dari kerajaan Ohlianghai Khan yang bernama Longma Piat Ki, orang itu harus dapat mempergunakan Busur Emas dan Panah Perak untuk memanah satu biji mata patung Thian Mo Sian yang berada di puncak gunung Usi"san.
Dengan memberikan Busur Emas dan Panah Perak itu kepada Hee Hauw-heng berarti cici menaruh hati kepadamu.
Dan di kota Uliasutai ia berniat akan menuturkan apa yang kau harus berbuat dengan Busur Emas dan Panah Perak itu.
Tetapi tidak dinyana di dalam kuil Lian Tay Am, Pek Lian Sian telah membinasakan suhu Hee Hauw-heng dan merampas sekaligus kedua benda tersebut.
Menurut anggapan bangsa kami yang masih mempercaya tahayul, cici berkuatir bahwa Hee Hauw"heng tidak mempunyai jodoh dengan cici".
Setelah menuturkan kedukaan sang putri, pangeran Longma Sian menghela napas.
Keempat muda"mudi itu berkumpul hingga jauh malam, karena pangeran Longma Sian meangajak Hee Hauw Ceng San dan Hee Hauw Liong bermalam di dalam tenda.
Dalam percakapan wajah puteri Longma Piat Ki tampak muram.
"Esok pagi aku akan berangkat menghantarkan adiku ke gunung Altai dan aku akan menuturkan guruku Hian Hian Lihiap tentang perampasan Busur Emas dan Panah Perak oleh Pek Lian Sian.
Kelak aku akan memberitakan kau tentang pendapat Liwhiap.
Kini kemana kau hendak pergi?" tanya sang puteri.
"Aku berniat pulang ke kota Giok"bun-koan untuk memberitahukan kebinasaan suhu kepada subo dan sumoay," sahut Hee Hauw Ceng San.
Sang puteri tidak berkata pula, ia memandang wajah pemuda yang dicintainya dengan berbagai perasaan.
Tiba"tiba Hee Hauw Liong berkata: Bila koko hendak pulang ke Giok bun koan, aku akan pergi ke gunung Usi san untuk menghadang Huhalan, agar dia tidak dapat menyerahkan biji mata mustika patung Thian no Sin kepada raja Ohlianghai Khan-" Mendengar cita-citanya Hee Hauw Liong, mendadak wajah puteri Longma Piat Ki berwsinar terang- Cepat"cepat ia bangkit dari tempat duduknya untuk:mengambil pedangnya- Kemudian pedang itu ia berikan kepada Hee Hauw Liong- "saudara Hee Hauw Liong," kata sang puteri- "Aku sangat gembira dan berterima kasih bahwa saudara hendakrmenghadang Huhalan agar dia tidak memperoleh biji mata mustika Thian.MO Sin- Semoga.maksud saudara akan terlaksana dan terimalah pedang mnstikaku karena kebetulan saudara tidakrmembekal senjata-" Hee Hauw Liong bersangsi, namun sesaat kemudian dalam sikap hikmat ia menerima pedang'mustika puteri Mongol, anak dara cantik dari raja Ohlianghai Khan- Masih berlutut Hee Hauw Liong menyetuskan sumpahnya: "Puteri Longma Piat Ki yang mulia di hadapan puteri dan disaksikan oleh pangeran dan kakekku aku bersumpah bahwa aku- Hee Hauw Liong akan.membinasakan Huhalan dengan pedang mustika itu!" Sang puteri tidak dapat berkata bahwa terharunya Beberapa butir air bagaikan intan berlinang dikedua pipinya- Keesokan harinya udara pagi sangat cerah- Pangeran Longma Sian memberikan kuda tunggangan dan pakaian baru kepada Hee Hauw Liong yang berniat berangkat lebih dahulu- Tidak lupa sang pangeranpun.membekalkan uang perak- Dalam.pakaian.merah Hee Hauw Liong tampak gagah sekali- Pedang mustika pemberian puteri Longma Piat Ki tergantung di pinggangnya, Setelah mengucapkan selamat berpisah kepada puteri, pangeran dan kakaknya dengan tangkas Hee Hauw iomat ke atas punggung kuda- Kuda tunggangan yang besar dan kuat itu.meringkik lalu mengangkat kedua kaki depannya.
Dengan penuh gaya Hee Hauw Liong'menghunus pedang mnstika puteri Mongol- Sambil mengacungkan pedang:mustika itu ia berseru: "Puteri Ohlianghai, aku.menghalangi sumpahku! dengan pedang ini aku akan.menembus leher Huhalan!" "Semoga para dewa melindungi dikau! sahut sang puteri yang lalu bersenyum.
Senyuman puteri Mongol yang dapat mencopotkan jantungnya kaum pria.
Longma Piat Ki, pangeran Longma Sian dan Hee Hauw Ceng San berdiri memandang keberangkatannya Hee Hauw Liong, hingga pemuda nan gagah perwira itu lenyap dari pandangan mata.
"Aku mengagumi semangat serta perangainya adikmu Hee Hauw Liong," kata Longma Piat Ki kepada Hee Hauw Ceng San.
"Aku yakin dikelak kemudian hari dia akan menggetarkan dunia Bu"lim karena ambekannya yang besar dan luhur." Hee Hauw Ceng San menganggukan kepalanya lalu menghantarkan sang puteri masuk ke dalam tenda.
Longma Piat Ki menyiapkan sebuah kantong yang ia isikan dengan ransum kering untuk bekal Hee Hauw Ceng San diperjalanan.
Tak lama kemudian Hee Hauw Ceng San pun sudah siap akan berangkat.
Saat perpisahan dengan sang puteri pemuda kita merasakan sangat berat.
"Semoga kau akan tiba dengan selamat di kampung halamanmu.
Kelak aku akan mengirim berita yang menyenangkan bagimu," janji sang puteri.
Hee Hauw Ceng San memohon diri kepada pangeran Longma Sian dan puteri Longma Piat Ki, lalu dengan hati pilu ia naik ke atas punggung kuda.
Maka berangkatlah Hee Hauw Ceng San dengan menundukan kepalanya menuju ke kota Giok"bun"koan.
SAYANG Hee Hauw Ceng dan tidak memiliki semangat baja seperti adiknya, Hee Hauw Liong.
Untuk menuntut balas sakit hati suhunya memang ia tidak ungkulan.
Dengan memiliki kepandaian yang jauh sempurna tak mungkin ia melawan Tiat"jiauw Thia Jie Liong dan Imryang"yauw"li Pek Lian Sian.
Tetapi mengapakah Hee Hauw Liong dan bukan dia sendiri yang menghadang pangeran Huhalan me"manah biji mustika Thian Mo Sin" Betul dimulutnya puteri Longma Piat Ki tidak mengatakan apa apa ia hendak pulang ke kota Giok-bun"koan, tetapi apa kata sang puteri di dalam hati kecilnya" Apakah sang puteri tidak merasa kecewa" Busur Emas dan Panah Perak yang ia berikan kepada pemuda yang dicintanya dengan suatu harapan gemilang, ternyata Hee Hauw Ceng San tidak dapat menjaganya hingga dirampas oleh siluman banci Pek Lian Sian.
Lain dari pada itu Hee Hauw Ceng San tidak berusaha menghadang pangeran Huhalan, sedangkan ia tahu Huhalan ingin mendapatkan biji mata Thian Mo Sin untuk meminang Longma Piat Ki.
Sudah terang dimata puteri Longma Piat Ki kini Hee Hauw Ceng San kurang ksatrya dan kurang jantan! Pendekar muda Hee Hauw Liong cukup jantan! Dipagi dan cerah ia tiba di daerah pegunungan Usi"san.
Langsung ia menuju ke puncak gunung dimana terdapat patung raksasa Thian Mo Sin.
Ternyata kedua biji mata patung itu yang dibuat daripada jambrut masih menempel.
Lama sekali Hee Hauw Liong memandangi patung malaikat itu yang berdiri tegak dan tingginya belasan tombak.
Sekonyong"konyong terdengar suara orang menegur: "selamat datang pangeran, apakah pangeranpun hendak memanah kedua biji mata Thian Mo Sin?" Cepat Hee Hauw Liong berpaling.
Tidak jauh dimana ia berada tampak seorang kakek yang rambut dan jenggotnya sudah memutih.
"Aku bukan pangeran, apakah Lopeh penduduk di daerah ini?" sahut Hee Hauw Liong.
Si kakek bersenyum. Kedua matanya memandang Hee Hauw Liong dari atas sampai ke bawah.
sikakek mana mau percaya bahwa pemuda yang menunggang kuda istimewa dan berpakaian sangat mewah serta sikap dan wajah pemuda itu gagah dan tampan bukan seorang pangeran.
Memang sikakek tidak dapat dipersalahkan jika ia menganggap Hee Hauw Liong seorang anak raja karena Hee Hauw Liong memakai pakaiannya pangeran Longma Sian yang dibuat dari pada sutera halus yang sangat mahal harganya dan tidak mudah dipunyakan oleh orang biasa.
"Pangeran tidak membawa barisan pengawal, rupanya pangeran dengan diam diam.hendak memanah biji mata Thian Mo Sin," sikakek mengutarakan pendapatnya.
"Lopeh, sekali lagi aku mengatakan bahwa aku bukan seorang pangeran namaku Hee Hauw Liong dan maksudku datang ke puncak gunung ini untuk menghadang pangeran Huhalan memanah biji mata Thian Mo Sin.
Rupanya pangeran Huhalan belum tiba di tempat ini karena kedua biji mata Thian Mo Sin masih berada di tempatnya," kata Hee Hauw Liong.
"Pada akhir"akhir ini belum ada seorang pangeran atau seorang pendekar yang datang ke puncak gunung Usi"san.
Pangeran hendak menghadang pangeran Huhalan, apakah pangeran Huhalan membawa Busur Emas dan Panah Perak?" tanya orang tua itu.
Hee"bauw Liong mengiakan.
"Apakah Lo peh mengetahui juga tentang Busur Emas dan Panah Perak itu?" tanya sipemuda.
"Bukan saja aku siorang tua yang mengetahui tentang Busur Emas dan Panah Perak, tetapi seantero penduduk di lamping gunung Usi"san semua mengetahui bahwa barang siapa yang memanah jatuh kedua biji mata patung malaikat Thian Mo Sin orang itu akan dijodohkan dengan putri raja Ohlianghai Khan.
Mustinya sang puteri itu sangat cantik karena sudah lebih dari sepuluh pangeran dan pendekar yang coba memanah kedua biji mata Thian Mo Sin, tetapi semuanya gagal," menerangkan si kakek.
"Mengapa?" tanya Hee Hauw Liong keheranan.
"Mustahil diantara pangeran-pangeran dan pendekar"pendekar itu tidak ada seorang yang dapat memanah jatuh kedua biji mata Thian Mo Sin." "Pangeran Huhalan pun belum tentu dapat memanah jatuh kedua biji mata malaikat itu, bila mempergunakan panah yang tidak ada khasiatnya, karena menurut anggapan penduduk lereng gunung Usi"san bila orang itu bukan titisan dewa, ia jangan harap dapat memanah kedua biji mata Thian Mo Sin," kata pula sang kakek.
"Mengapa begitu?" tanya H wee"hauw Liong tidak percaya.
orang tua itu menunjuk ke arah patung raksasa.
"Ketahuilah pangeran patung malaikat itu sebenarnya merupakan sebuah bukit besi berani alam di atas puncak gunung Usi"san.
Dari kepala hingga batas pinggang patung raksasa itu terdiri dari besi berani dan kedua biji mata dari pada jambrut itu terjepit di dalam kelopak matanya.
Bagian bawah patung itu terdiri dari bahan batu yang mengkilap dan licin seperti kaca.
Tinggi patung itu belasan tombak.
Sekalipun orang yang memiliki gin-kang tinggi tidak mudah untuk memanjat patung Thian Mo Sin.
Jika orang memanah kedua biji mata itu, dengan panah biasa.
sebelum panah itu mengenakan sasarannya sudah keburu disedot oleh tubuh patung.
Maka bila ada seorang pangeran yang hendak menambah biji mata Thian Mo Sin, penduduk lereng gunung Usi"san segera keluar untuk menonton keramaian, menerangkan sikakek.
"Mungkin dengan mempergunakan Busur Emas dan Panah Perak, pangeran Huhalan akan berhasil memanah jatuh kedua biji mata tersebut, karena memang sudah ramai diceritakan penduduk lereng gunung bahwa dengan sepasang senjata ampuh itu orang akan berhasil memanah kedua biji mata Thian Mo Sin.
Tetapi diantara penduduk termasuk juga aku sendiri masih meragukan akan kesaktian Busur Emas dan Panah Perak," kata si kakek.
"sebenarnya Busur Emas dan Panah Perak itu adalah milik kakakku dan sepasang senjata itu telah dirampas oleh Huhalan.
Maka aku datang kemari untuk merampas kembali Busur Emas dan Panah Perak itu," menerangkan Hee Hauw Liong.
"Lalu dengan mempergunakan Busur Emas dan Panah Perak itu pangeran akan memanah kedua biji mata Thian Mo Sin?" tanya sikakek "Ya," sahut Hee Hauw Liong.
Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku akan memanah kedua biji mata Thian Mo Sin untuk diserahkan kepada kakakku." orang yang sudah putih rambut dan jenggotnya itu tersenyum pula.
"Tadi pangeran tidak mau mengakui bahwa pangeran seorang anak raja, kini pangeran hendak memperoleh kedua biji mata Thian Mo Sin untuk kakak pangeran," kata sikakek.
"Sungguh Lo"peh, aku bukan seorang pangeran.
Perlu apakah aku mendustai seorang tua.
Busur Emas dan Panah Perak itu adalah milik kakakku yang bernama Hee Hauw Ceng San dan dia telah memperoleh kedua benda tersebut dari putri Ohlianghai." sahut Hee Hauw Liong sambil mengerutkan keningnya.
"Bila kedua benda itu milik kakak pangeran, mengapakah bukan kakak pangeran sendiri yang memanah kedua biji mata patung Thian Mo Sin?" tanya sikakek penasaran.
Hee Hauw Liong terdiam sejenak.
Ia tak dapat lantas menyahut.
"Kakakku tengah melakukan urusan penting," akhirnya sipemuda menyahut sekenanya.
Perlahan"1ahan sikakek melangkah menghampiri patung raksasa itu.
Di bawah kaki patung ia menengadah.
"Malaikat Thian Mo Sin, kau akan menghadapi Busur Emas dan Panah Perak raja Ohlianghai Khan.
Perlihatkan pula kesaktianmu." kata orang tua itu.
Hee Hauw Liong merasa heran mendengar kata"kata sikakek yang menyerupai doa, namun ia tidak mau bertanya.
Setelah memanjatkan doa sikakek menghampiri pula sipemuda.
"Pangeran datang ke gunung Usi"san seorang diri lagipula tidak bekal tenda, jika pangeran sudi turutlah aku si orang tua untuk beristirahat di dalam gubukku yang sudah reyot." mengajak sikakek.
"Terimakasih banyak, lopeh.
Sudah tentu aku terima undangan lopeh.
karena menurut dugaanku hari ini pangeran Huhalan belum tiba di tempat ini." sahut Hee Hauw Liong: Dengan berjalan kaki sambil menuntun kudanya Hee Hauw Liong mengikuti sikakek menuju ke perkampungan di lereng gunung Usi"san.
Dari tempat yang agak tinggi sudah dikejauhan hampir seratus rumah gubuk kecil yang satu diantaranya tentu rumahnya sikakek.
Akhirnya mereka tiba di gubuknya sikakek orang tua itu tinggal seorang diri.
Sikakak menyuguhkan tamunya hidangan sederhana yang lantas disantap oleh Hee Hauw Liong.
Bukan kepalang gembiranya orang tua itu menyaksikan tamunya yang dianggap anak raja mau makan masakan orang desa.
Pada malam harinya tatkala sikakek sudah tidur, Hee Hauw Liong masih duduk di ruang muka rumah gubuk itu.
Tiba"tiba teringat sipemuda akan penuturannya sikakek bahwa tidak mudah orang memanah jatuh kedua biji mata patung malaikat Thian Mo Sin karena batang panah yang dilepaskan akan disedot oleh tuwbuh patung itu yang dibuat daripada besi berani "Andaikata aku berhasil merebut Busur Emas dan Panah Perak dari tangan Huhalan, belum tentu aku dapat memanah jatuh kedua biji mata tersebut." kata Hee Hauw Liong seorang diri.
"suhu pernah berkata, bila kita menghadapi musuh"musuh yang kuat kita harus memnpergunakan akal.
Kinipun aku harus memakai akal untuk menjatuhkan kedua biji mata Thian Mo Sin." Hee"houw Liong memeras otaknya mencari akal atau daya untuk menghadapi patung malaikat Thian Mo Sin.
Tadi sikakek memanjatkan doa di hadapan patung itu dan mengharap Thian Mo Sin memperlihatkan kesaktiannya.
Apakah benar patung itu sakti"
Lama sekali Hee Hauw Liong duduk terdiam.
Namun begitu lama ia belum berhasil mendapatkan akal yang sempurna.
"Ah, dengan berduduk saja di dalam ruang ini aku tidak akan mendapatkan daya." berkata pula sipemuda di dalam hatinya.
Maka ia bangkit berdiri. Terdengar suara dengkurnya sikakek.
"Lebih baik aku memeriksa dengan seksama patung raksasa itu." Hee Hauw Liong mengambil keputusan.
Perlahan-lahan ia membuka pintu rumah lalu tanpa menerbitkan suara ia melangkah keluar.
Setelah merapatkan pula daun pintu ia meninggalkan rumah sikakek.
Suasana diperkampungan itu sunyi sepi.
Jendela"jendela dan pintu-pintu rumah semuanya sudah tertutup hanya tampak cahaya lampu pelita yang menerobos keluar disana sini.
Cuacapun gelap" gulita karena diangkasa rembulan tidak tampak.
Hee Hauw Liong menjejakkan kedua kakinya di atas tanah lalu dengan mengerahkan ginkangnya ia melesat menuju ke puncak gunung.
Letak patung raksasa malaikat Thian Mo Sin tidak berapa jauh dari perkampungan, maka dalam.waktu sekejap tibalah sipemuda di bawah kaki patung itu.
Begitu ia menengadah terperanjatlah hati Hee Hauw Liong karena kedua biji mata yang dibuat daripada jambrut menyorot terang kehijau-hijauan.
Patung yang sangat besar itu di malam hari tampaknya angker dan menakuti.
"Hm, kau menakuti aku" Aku korek.kedua biji matamu itu dan aku ingin lihat apakah kau benar"benar sakti apa yang dikatakan si kakek," mendumal Hee Hauw Liong seorang diri.
Ia memegang kaki patung yang ternyata sangat licin bagaikan kaca.
Suasana di atas puncak gunung itu sunyi sepi seperti di perkampungan, tetapi kesunyian di atas puncak gunung itu mencengkam keseraman.
Angin bersilir-silir meniup patung Thian Mo- Sin dan menerbitkan suara bagaikan orang berbisik.
Tiba-tiba berkelebat suatu pikiran baik dalam benak Hee Hauw Liong.
Tampak wajah sipemuda berubah girang.
"Hm, suatu akal bagus, tetapi bagaimana aku dapat panjat patung yang sangat tinggi ini," katanya seorang diri.
Ia melangkah ke belakang patung.
Belakang patung itupun licin dan mengkilap.
Kembali Hee Hauw Liong melangkah ke muka patung, la menengadah.
Bila ia mengerahkan ilmu mengentengkan tubuh ia merasa sanggup mencelat hingga tiba di pinggang Thian Mo Sin, tetapi tidak mungkin ia memegang atau mencangkokkan kakinya pada batu yang sangat licin itu.
Tiba-tiba Hee Hauw Liong mengingat akan pedang pusaka pemberian putri Longma Piat Ki.
Segera ia menghunus pedang pusaka itu.
Cahaya terang kebiru"biruan berkelebat di udara gelap.
"Aha, dengan pedang pusaka puteri Mongol aku dapat menaklukkan Thian Mo Sin," kata Hee Hauw Liong kegirangan.
Apakah yang hendak diperbuat kesatrya muda itu" Apakah ia hendak menabas patung raksasa malaikat Thin Mo Sin"!.
Hee Hauw Liong yang cerdik itu tidak berbuat demikian karena dengan sekuat tenaga ia melontarkan pedang pusaka ke arah pinggang Thian Mo Sin yang di buat daripada besi berani.
Pedang melesat ke atas dan segera disedot oleh tubuh Thian Mo Sin, hingga menempel keras.
Hee Hauw Liong menjejakkan kedua kakinya di atas tanah dan pada lain saat tubuhnya meluncur ke atas beberapa tombak.
Secepat kilat tangan kanannya menjambret hulu pedang dan bergelantunganlah tubuh Hee Hauw Liong di udara.
Lalu kedua kakinya mencari injakan pada celah"ce1ah ukiran patung.
Dengan sebentar"sebentar memindahkan pedang itu ke tempat lebih atas.
Hee Hauw Liong merayap naik.
Akhirnya dengan susah payah jago muda kita tiba di kepala patung Thian Mo Sin.
Ia mencangkolkan kedua kakinya pada bahu sang patung, lalu mengorek biji mata Thian Mo Sin dengan ujung pedang pusaka.
Tidak lama terlepaslah biji mata daripada jamrud itu dari jepitannya.
Namun Hee Hauw Liong tidak mengambil biji mata itu.
Ia biarkan biji itu di tempatnya tetapi kini dalam keadaan tidak terjepit.
Biji mata yang keduapun mengalami nasib serupa.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, perlahan"lahan dengan cara tadi ia turun ke bawah.
Tiba di tanah Hee Hauw Liong memandang ke atas.
Kedua biji mata itu tetap berada di tempatnya tetap menyorot dengan angker.
"Kini bila aku memanah kelopak mata Thian Mo Sin sudah pasti biji mata jamrud itu akan jatuh ke bawah karena sudah terlepas dari jepitannya," kata Hee Hauw Liong dengan kegirangan.
Kemudian ia sarungkan pula pedang pusaka puteri Mongol lalu ia melangkah ke gubuk si kakek.
Keesokan harinya hingga petang pangeran Huhalan tetap belum muncul di gunung Usi-san.
Dengan sabar Hee Hauw Liong menantikan kedatangan musuhnya.
Dan pada hari ketiga penduduk lereng gunung itu berteriak"teriak mengabarkan kedatangannya seorang pangeran dengan dikawal oleh beberapa belas perwira lengkap dengan senjata.
II "Akhirnya pangeran Huhalan datang juga kata Hee Hauw Liong kepada sikakek yang saat itu sedang berada di muka gubuknya.
Laki laki yang sudah berusia lanjut itu memandang dengan sayu wajah sipemuda namun ia tidak berkata kata.
Hee Hauw Liong mengeluarkan perak hancuran dari dalam saku bajunya yang memang dibekalkan oleh pangeran Longma Sian.
Ia memberikan uang perak itu kepada sikakek sambil berkata: "Kakek yang berbudi, aku menghaturkan banyak banyak ter ima kasih bahwa kakek telah memberi makanan dan pemondokan selama tiga hari.
Ini sedikit perak hancuran sekedar untuk menggantikan harga santapan yang aku telah dahar." Sikakek menerima uang perak itu, tetapi wajahnya tetap memandang Hee Hauw Liong dengan sayu.
Dalam pada itu penduduk kampurg makin banyak yang berlari"lari menuju ke pun"cak gunung Usi-san.
Hee Hauw Liong melompat ke atas punggung kudanya, lalu ia larikan kuda tunggang yang kuat itu ke puncak gunung.
Di bawah kaki patung malaikat Thian Mo Sin, pendekar gagah perkasa Hee Hauw Liong menantikan kedatangan pangeran Huhalan.
Tidak lama kemudian pada lereng gunung Usi-san di sebelah utara tampak rombongan pangeran Huhalan mendatangi.
Pangeran kerajaan Casogedu itu jalan di muka dengan menunggang kuda istimewa.
Busur Emas bercahaya gemilang di bahu Huhalan.
Begitupun senjata"senjata para perwira berkilat-kilat karena Sinar sang surya.
Gegap gempita suara rakyat pegunungan Usi-san bersorak sorai menyambut kedatangan rombongan itu.
Tergeraklah hati pangeran Huhalan dari kejauhan melihat seorang pendekar dengan menunggang kuda diantara rakyat jelata menantikan kedatangannya.
Siapakah gerangan pendewkar yang tampaknya gagah itu" Saat sang pangeran tiba di puncak gunung masih juga dia tidak mengetahui siapa pemuda tampan itu.
Ia mengerutkan keningnya.
Dengan wajah sombong ia menatap pemuda kita.
"Selamat datang pangeran Huhalan!" seru Hee Hauw Liong.
"Sudah lama aku menantikan kedatangan pangeran di gunung Usi-san." "Siapa kau" Dengan maksud apa kau menantikan aku disini?" tegur Huhalan.
Hee Hauw Liong bersenyum.
"Namaku tak terkenal dalam kalangan persilatan tetapi bila aku menyebut nama kakakku pasti pangeran akan mengenalnya".
"siapa kakakmu!" bentak Huhalan tidak sabar.
Hee Hauw Liong tidak lantas menyahut.
Sejenak ia menatap wajah Huhalan, lalu pan"dangan matanya ia alihkan kepada para per"wira yang tampaknya sangat garang.
"Kakakku pemilik daripada Busur Emas dan panah Perak yang kini tergantung dibahumu dan bernama Hee Hauw Ceng San" akhirnya Hee Hauw Liong menerangkan, senyumnya tak lepas dari bibirnya.
Mendengar Hee Hauw Liong menyebut nama musuhnya, mendadak wajah pangeran Huhalan berubah tegang.
"Maksud apa kau menantikan kedatanganku digunung Usi-san?" tanyanya.
"Untuk mewakili kakakku meminta kemabali Busur Emas dan Panah Perak," sahut Hee Hauw Liong dengan lantang.
Tiba-tiba pangeran Huhalan tertawa terbahak"bahak.
Setelah tawanya merendah ia berkata: "Hm, kau bocah cilik hendak merampas Busur Emas dan Panah Perak dari tanganku" Saat ini Busur Emas dan Panah perak yang bertalian dengan kedua biji mata Thin Mo Sin tidak ada gunanya bagi orang lain, maka lebih baik cepat-Cepat kau menggelinding dari puncak gunung ini." "Mengapa tak ada gunanya" Aku akan memanah kedua biji mata malaikat Thian Mo Sin untuk diserahkan kepada kakakku." sahut Hee Hauw Liong gemas.
"Andaikata kau memperoleh kedua biji mata malaikat itu, namun kakakmu takkan bertemu dengan puteri Longma Piat Ki karena sang puteri telah aku tawan bersama pangeran Longma Sian di dalam benteng kota Uliasutai" menerangkan pangeran Huhalan lalu berpaling ke arah barisan pengawalnya.
Para perwira kerajaan Casogedu tertawa terbahak"bahak mengejek Hee Hauw Liong.
"Jahanam!" seru Hee Hauw Liong yang sudah naik darah.
Segera ia menghunus pedang pusaka puteri Longma Piat Ki.
"Pernahkah kau melihat pedang pusaka ini"!" seru pemuda itu sambil mengacungkan pedang terhunus itu yang bercahaya berkeredepan di bawah sinar matahari.
Pangeran Huhalan terperanjat.
Hee Hauw Liong melihat perubahan muka Sang pangeran yang mengenali pedang pusaka tersebut.
"Dimana kau curi pedang puteri 0hliang"hai Khan?" bentak Huhalan.
Kini Hee Hauw Liong yang tertawa terbahak"bahak.
"Puteri Longma Piat Ki dari kerajaan Ohlianghai yang memberikan pedang pusaka ini kepadaku dan aku telah berjanji bahwa dengan pedang ini aku akan menabas batang lehermu!" "Sungguh besar nyalimu, kucing berkaki tiga!" seru Huhalan.
Pada wajah sang pangeran tampak cahaya membunuh.
Secepat kilat ia manyambar ruyungnya yang digantung disela kuda.
Ruyung yang kini berada di tangan Huhalan yang bernama Kiu"ciat" kong-pian adalah ruyung yang kedua, karena ruyung pertama telah dipatahkan oleh Hee Hauw Ceng San ketika mengadu keperwiraan di lembah Sumber Bidadari.
Dibarengi dengan suara bentakan keras pangeran Huhalan menyerang Hwe"hauw Liong.
Dengan dahsyat Kui"ciat-kong"pian menyambar batok kepala pemuda kita.
Gerakan ruyung itu menerbitkan deru angin keras.
Hee Hauw Liong berkelit, secepat kilat pedang pusaka menyambar ke arah tubuh Huhalan dalam gaya Naga menyumbar mustika.
Pangeran Huhalan insyaf ia tidak boleh mengadu kekerasan, bila ruyungnya berbentrok dengan pendang pusaka milik puteri Longa Piat Ki, ia yakin akan patah.
Maka iapun berkelit untuk menghindarkan serangan musuhnya.
Hee Hauw Liong yang sangat cerdik sewgera melihat kelemahan lawannya.
Tanpa membuang waktu ia melakukan serangan berantai yang dasyat tak terkira.
Pedang pusaka berkewlebat-kelebat mencari sasaran tempat"tempat yang mematikan di seluruh tubuh Huhalan.
Namun pangeran Huhalan tidak percuma mendapat gelaran Kim"say Busu atau perwira Singa emas.
Senjata ruyungnya pun menyambar nyambar ke arah sang lawan, sambil menangkis Si singa emas melontarkan serangan yang tak kalah hebatnya.
Pertempuran yang telah berjalan beberapa jurus itu seru dan hebat.
Para perwira barisan pengawal pangeran Huhalan siap sedia untuk menyerbu begitu mendapat aba"aba dari jun"jungannya.
Sementara rakyat yang hadir di tempat itu sudah minggir jauh-jauh, kwatir kesabet pedang atau ketimpa ruyung.
Dalam pertempuran yang dasyat itu sedapatnya pangeran Huhalan menjaga agar ruyungnya tidak membentrok pedang, pusaka lawan, tetapi sebaliknya gerakan Hee Hauw Liong semata"mata berakhir untuk membentrokkan dengan keras kedua senjata itu.
Mendadak pangeran Huhalan berteriak mengguntur! Ruyungnya menyambar dengan keras batok kepala Hee Hauw Liong.
"Inilah ketika yang baik" pikir Hee Hauw Liong.
Cepat"eepat dengan tenaga keras ia menghadang datangnya senjata Si singa emas.
Tetapi si Singa emas tidak meneruskan serangannya.
Ditengah jalan ia membelokkan arah seranganya dan tubuhnya pun mendoyong agar bebas dari sambaran pedang pusaka.
Tidak percuma Hee Hauw Liong muridnya Iiat"Jiauw'Thia Jie Liong melihat Huhalan merubah arah serangan cepat"cepat ia menarik kembali pedang pusakanya, berbareng ia melompat turun dari punggung kuda.
Pangeran Huhalan sengit tak terkira.
Kedua matanya menyorot buas.
Iapun cepat"cepat turun dari sela kuda.
Rakyat pegunungan Usi-san yang menonton pertempur an itu bersorak-sarai dengan gegap gembira, Diantara rakyat itu ada yang berpihak kepada Huhalan dan ada pula yang berpihak Hee Haaw Liong.
Si"singa emas yang menduga dapat menjatuhkan lawannya dalam beberapa jurus saja namun kini sudah lewat beberapa belas jurus jangan kata untuk berhasil.
Maka kegusarannya sudah tiba dipuncaknya.
Kembali ruyungnya berkelebat menyerang dengan dahsyat.
Dengan sangat lincah, Hee Hauw Liong berkelit ke samping, namun ia tidak balas menyerang.
Rupanya pemuda perkasa itu menantikan ketika baik atau sedang menjalankan tipunya.
Dengan mengerahkan tipu Seorang imam memukul genta, pangeran Huhalan menyerang pula disusul dengan tiau Hweshio membentur singa besi.
Kedua tipu gerakannya dahsyat tak terkira, jika bukan Hee Hauw Liong yang di gempur sacara demikian pasti tubuhnya sudah remuk hancur.
Hee Hauw Liong gusar bukan kepalang.
Cepat ia mengerahkan Lwekangnya disalurkan ketangan kanannya yang menyekal pedang pusaka.
Maka begitu ruyung pangeran Huhalan tiba ia menggeserkan sedikit tubuhnya dan saat Huhalan melontarkan serangan kedua, bagaikan palu godam pedang pusaka Hee Hauw Liong menyambar dengan keras ruyung musuhnya.
"Traaang!" Kedua senjata itu berbentrok dengan keras hingga menerbitkan percikan api dan ruyung Kiu-ciot kiono"pian patah dua.
Pangeran Huhalan sudah tidak dapat menghindarkan bentrokan yang dahsyat itu.
Bila ia menghindarkan juga tubuhnyahlah yang menjadi sasaran pedang pusaka, karena untuk mengelak atau melompat ke samping tidak ada ketika pula.
Si singa"emas terkejut tak terkira.
Patahan ruyung yang masih berada di tangannya dengan tenaga keras ia lontarkan ke arah pemuda kita.
Berbareng ia meneriakkan aba aba kepada ba"risan pengawalnya agar menangkap Hee Hauw Liong.
Tetapi sebelum.para busu itu meluruk menerjang, secepat kilat Hee Hauw Liong menyambar dengan pedang pusakanya ke arah Huhalan Si singa emas berkelit.
Pada saat itu juga tiba serangan kedua.
Serangan kali ini hebat luar biasa dan Cepat bagaikan kilat menyambar.
Tidak heran, karena Hee Hauw Liong mempergunakan tipu yang sangat dibuat andalan oleh Thian-jiauw Jie Liong.
Ialah sebuah tipu yang tampaknya menyerang langsung namun ditengah jalan dengan mendadak berubah arah.
Mendadak mendengar suara jeritan keras yang menyayatkan hati.
Ujung pedang pusaka puteri Ohliong"hai dengan tepat amblas di dalam hulu hatinya pangeran Huhalan.
Dengan berlumuran darah Si"singa"emas rubuh di atas tanah.
Ya, demikianlah nasib pangeran Huhalan dari kerajaan Casogedu, ia binasa ditangannya Hee Hauw Liong di bawah kaki patung malaikat Thian Mo Sin di atas puncak gunung Usi-san.
Bagaikan anak kijang melompat Hee Hauw Liong mencelat ke arah tubuh Huhalan untuk mengambil Busur Emas dan Panah Perak yang masih tergantung pada bahu sang pangeran.
Saat itu barisan pengawal dengan serentak maju menyerang Hee Hauw Liong.
Bagaikan gila Hee Hauw Liong membulang balingkan pedangnya pusakanya.
Sinar pedang putri Mongol tampak berkelebat kelebat menyilaukan mata.
Tidak lama kemudian beberapa busu terhampar di tanah dengan berlumuran darah dan yang lainnya segera lari terbirit birit menjauhkan medan pertempuran.
Teriakan rakyat yang gegap gempita dan suara yang mengelu elukan Hee Hauw Liong memekakkan telinga.
"Saudara saudara penduduk lereng gunung Usi-san, aku menghaturkan banyak banyak terima kasih atas penghargaan hangat kalian!" seru Hee Hauw Liong.
Tiba tiba pemuda kita mengacungkan Busur Emas dan Panah Perak.
"Kedua b?nda ini adalah milik kakakku tapi telah dirampas oleh pangeran Huhalan dari Kerajaan Cagosedu.
Kini kalian menyaksikan dengan mata kepala, melewati pertempuran aku mengambil kembali Busur Emas dan Panah Perak ini," "Hidup pangeran Hee Hauw Liong! Pangeran Hee Hauw Liong pendekar utama!" terdengar pekikan rakyat berulang"ulaiig.
Semua rakyat, pria dan wanita yang hadir ditempai itu merasa simpati kepada Hee Hauw Liong.
Ini dapat dilihat dari wajah"wajah mereka yang berseri gembira.
Namun ada seorang laki-laki tua yang wajahnya tampak kecewa dan muram.
orang itu yang tidak turut bersorak dan mengelu-elukan Hee Hauw Liong bukan lain daripada sikakek yang telah mengajak pendekar muda itu mondok dirumahnya.
"Rakyat Usi-san, kini saksikanlah aku memanah kedua biji mata patung malaikat Thian Mo Sin!" seru Hee Hauw Liong dengan gembira.
Saat Hee Hauw Liong menuju kekaki patung, sikakek menengadah menatap wajah Thian Mo Sin.
"Perlihatkanlah kesaktianmu, wahai II malaikat yang aku puja.
si kakek memanjatkan doa dengan suara perlahan.
Wajahnya tampak tegang. Dalam pada itu rakyat jelata sudah berkerumun di dek at Hee Hauw Liong.
Pada wajah merekapun tampak ketegangan.
"Pangeran dapat membinasakan pangeran Huhalan, namun tidak dapat menaklukkan malaikat Thian Mo Sin," kata seorang diantara rakyat yang rupanya lebih berani.
Hee Hauw Liong tidak menyahut.
Ia memasang panah perak pada tali busur.
Kemudian perlahan lahan Hee Hauw Liong menarik tali busur itu.
Suasana dipuncak gunung mendadak sunyi sepi.
Kesunyian yang mencengkam ketegangan.
Tiba tiba tali busur menjepret dengan keras.
Panah Perak meluncur diudara menuju langsung kelopak mata Thian Mo Sin dan .
. . jatuhlah biji mata sebelah kanan patung malaikat raksasa.
dengan wajah gembira Hee hauw Liong menyanggah jatuhnya biji mata daripada jamrut itu.
, Tetapi wajah sekalian rakyat lereng gunung Usi san semuanya pucat.
Mulut mereka terbuka lebar-lebar dan kedua mata mereka terlongong longong karena herannya.
Setelah memasukkan biji mata jambrut itu kedalam saku bajunya, Hee hauw Liong memanjat patung dengan pertotongan pedang pusaka spt ia lakukan ketika pada malam hari dengan diam diam ia mengorek kedua biji mata tersebut untuk melepaskan dari jepitannya.
Tetapi kali ini sipemuda memanjat untuk mengambil Panah Perak yang menepel keras pada kelopak mata patung itu karena sedotan besi berani.
higgap dibumi. segera Hee-hauw Liong memanah pula biji mata patung Thian Mo Sin yang kiri.
Seperti dengan biji mata yang kanan.
biji mata yang kiripun jatuh.Kini patung malaikat "thian mo Sin menjadi buta.
Dengan panik rakyat lereng Uai-san berlari-lari turun dari puncak gunung sanbil berteriak-teriak ketakutan.
'Gunung Usi-san tak ada yang Kendalikan! Lekas kabur thian mo sin sudah hilang kesaktiannya!" demikianlah teriakan- teriakan rakyat jelata sanbil berlari simpang-siur.
hee hanuw Liong tak mengerti mengapa mandadak rakyat Usi-san menjadi gaduh.
Cepat cepat ia memanjat patung sebesar raksasa itu untuk mengambil Panah Perak yang kini nenempel pada kelopak mata sebelah kiri.
ketika hee Haw Liong menjejakkan ke dua kakinya di atas tanan.
rakyat Usi-san sudah tidak terlihat batang hidungnya.
Di bawah kaki patung berdiri sikakek menantikan turunnya pemuda itu.
sejenak sikakek tidak mengucapkan sepatah katapun.
wajahnya tampak duka. Sepasang matanya memandang sayu wajah hee hauw Liong.
hee hauw Liongpun terdiam.
iapun memandang wajah kakek itu.
Ia tidak mengerti kelakuan rakyat osi-aan dan lebih2 merasa heran melihat sikakek sangat berduka.
"Pangeran hee hauw Liong yang gagah perkasa.' mulai sikakek berbicara dengan suara gemetar.
"menurut penuturannya orang tua.
Sebelum adanya patung malaikat Thian mo Sin dipuncak gunung ini, Usi-san seringkali nurka.
Dahulu gunung Usi-san mempunyai kawah yang bergolak golak dan sewaktu aktu meletus menyemburkan api dan lahar.
Tetapi setelah adanya patung "thian mo sin.
Usi-san tidak menyemburkan api dan lahar pula dan kawannyapun lambat laun lenyap.
"kini". Thian mo Sin kehilangan penglihatannya.
Penduduk Usi san yakin dengan lenyapnya kedua biji mata yang setiap malam mencorong "thian mo sin akan kehilangan pula kesaktiannya.
Tidak lama pula gunung Usi-san akan bekerja dan menyemburkan api dan lanar.
Untuk menghindarkan bencana.
rakyat usi-san sudah mulai meninggalkan tempat kediamannya masing"masing." kata sikakek lalu berpaling ke lereng gunung.Tampak rakyat jelata dengan buntalan besar-besar yang nenjadi harta benda mereka berbondong-bondong meninggalkan hee hauw Liong tidat menyahut.
sikakek menghela napas dalam2.
Lalu berkata pula "Ternyata kesaktian thian mo Sin punah menghadapi Busur emas dan Panah Perak kepunyaan puteri kerajaan Obiianghai.
Atau memang sudah nasib kerajaan ohlianghai harus mengalami bencana.
. . ." hee hauw Liong earperanjat.
"apakah itu sumpahnya malaikat Thian mo Sin?" tanyanya 'betul pangeran.
kerajaan Ohliaagbai yang berjaya akan mengalami bencana besar karena sumpah malaikat thian mo Sin." sahut si kakek.
"Lopeh. lagi sekali aku menghaturkan terima kasihku yang tak terhingga dan kini aku memohon diri." kata Hee hauw Liong lalu melangkah untuk melompat k atas kudanya.
Busur Emas Panah Perak Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru saja hee hauw Liong hendak menarik tali kekang, tiba"tiba terdengar suara si kakek berkata: "Pangeran.
hati-hatilah dan waspadaiah.
Aku merasa kuatir sumpah tnian mo sin akan mengenakan juga diri pangeran." Taapak dua butir airmata berlinang dari kelopak mata orang tua berbudi itu.
hee hauw Liong menjadi terharu.
Ia menghela napas panjang.
Kemudian dengan sekali sentak lompatlah kuda tunggangannya untuk secepat kilat meluncur turun dari puncak gunung Usi-san.setelah.
Hee hauw Liong. kemudian hee Hauw Ceng San meninggalkan kuil Jaha.n.- bio, pangeran Longmaa Sian serta puteri Longma Piat Ki pun berkemas-kemas untuk berangkat ke gunung Al-tai.
".tapi sebelum kedua anak raja itu meninggalkan kuil Jahan bio, Im yang yauw Pek Lian Sian dan thiat jiauw "the Jie Liong tiba di kuil tersebut untuk mencari jejaknya kedua kakat beradik hee hauw.
Tidak menemukan hee hauw Ceng San -dan hee Hauw Liong, siluman banci Pek Lian sian menawan longma Piat Ki dan Longma sian.
Pangeran dan puteri yang kepandaiannya masing masing jauh dari sempurna tidak dapat membikin perlawanan, begitupun dangan para pengawal kedua anak raja tersebut yang segera dibubarkan oleh Pek Lian sian.
kemudian pek Lian Sian membawa pangeran Longma Sian dan puteri Longma Piat K1 di kota Uliasutai untuk dijebloskan kedalam penjara benteng batu kota tersebut.
yang di-jaga keras oleh barisan pengawal pangeran hubalan.
Keesokan harinya In-yang-yauw-ii Pek Lian sian dan Tnia Jie Liong mengunjungi pula penjara benteng kota Uliasutai dengan membawa pangeran hubalan.
Puteri Longma piat Ki dipaksa menikah dengan pangeran Huhalan.
putera raja Khan Casogedu.
'tidak dapat aku menikah dengan begitu saja." kata sang puteri.
"Ayahanda baginda pernah mengeluarkan pengumuman.
barang siapa yang berhasil .memanah jatuh kedua biji mata patung malaikat Thian Mo sin yang berada dipuncak gunung Usi"san dengan mempergunakan Busur mas dan Panah Perak.
orang itu akan dijodohkan dengan puterinya.
Kini Busur emas dan Panah Perak sudah berada di tangan Hubalan.
Karena iapun seorang perwira yang bergelar Kin-say busu dan kepandaiannya tinggi mengapakah ia tidak mau mengambil kedua biji mata patung tersebut untuk dipersembahkan kehadapan ayahku" Mustahil seorang pangeran seperti Hubalan tidak mempunyai nyali untuk melakukan itu?" Mendengar tantangan sang puteri.
pangeran Hubalan merasa malu dan pada keesokan harinya ia segera menuju kegunung Usi-san.
Dan diatas puncak gunung itu dibawah kaki patung malaikat Thian Mo Sin pangeran Hubalan menemukan ajalnya didalam tangannya Hee hauw Liong.
Para pengawal yg mengiringi Hubalan setelah dibubarkan oleh hee hauw Liong.
dua diantaranya menuju kekota Lian Tay Am untuk mengabarkan kebinaaaan junjungannya kepada Im yang yauw li Pek Lian Sian Lebih jauh perwira perwira itu memberitahukan bahwa Hee hauw liong telah mengakui bahwa ia telah diutus oleh puteri Longma Piat Ki untuk membunuh pangeran Huhalan.
Dua perwira lainnya memhedol kuda tunggang masing masing pulang ke Casogedu untuk mengabarkan Sri baginda ayahanda pangeran Huhulan.
Yang lainnya di gunung Usi san menjaga mayat hubalan.
Hee hauw Liong langsung menuju kekota Uliasutai Diluar benteng kota sebelah timur ia menambat kudanya.
Setelah menebas kutung lehernya dua orang penjaga.
Hee hauw Liong menerobos kedlm benteng.dg mudah ia menemukan ruang tahanan dimana pangeran longma Sian dan puteri Longma Piat Ki mendekam Bukan kepalang girangnya kedun anak raja tersebut melihat kedatangan Hee hauw Liong.
Segera hee hauw Liong membebaskan sang pangeran dan sang puteri.
Lalu pedang pusaka ia berikan kepada Longma SianKemudian ketiga muda-mudi itu menerobos keluar.
Para pengawal yang menghadang ditabas oleh Longmaa Sian.
Tetapi dasar nasib, begitu mereka tiba diluar pintu benteng dl kejauhan tampuk Im-yang yauw-ll Pek Lian Sian dan Tiat jiauwThia Jie Liong dengan cepat mendatangi.
Hee-hauw Liong terperanjat ! Cepat cepat ia menyerahkan kedua buah mata patung Thian Mo Sin dari pada jambrut kepada puteri Longma piatki sambil berkata,, silahkan kalian pergi duluan dg menunggang kuda yang aku lambat diluar pintu timur benteng.
Aku akan tempur Pek Lian Sian dan Thin Jie Liong untuk menahan pengejarannya terhadap kalian.
kemudian aku akan kabur dengan kuda salah seorang perwira." Pangeran Longma Sian sangat bingung.
la tidak dapat membiarkan pemuda yang gagah perkasa itu mengorbankan jiwanya untuk mengorbankan jiwanya untuk menyelamatkan dirinya.
Sang putri pun sangat gugup.
hingga tak dapat berkata kata.
"Lekas pangeran! Lekas tinggalkan tempat ini?" seru Hee-hauw Liong jengkel.
Dalam pada itu Pek Lian Sian dan Thin Jie Liong makin lama makin mendekat.
Tiba-tiba dihadapan mereka diudara tampak bayangan manusia yang datang dengan cepat bagaikan terbang.
. "Celakal Terlambat!" seru Hee-hauw Liong.
Ternyata itulah bayangan seorang wanita berusia setengah tua yang berpakaian serba hitam.
Wanita itu mengenakan kain pembungkus rambut yang berwarna hitam pula.
Wajahnya sangat agung dan cantik.
Dengan menerbitkan desiran angin wanita itu turun dihadapan Longma piat Ki.
Saat itu Pek Lian Sian pun tiba.Mendadak terdengar suara bentakan siwanita berpakaian hitam: "Siluman betina l Cukup sudah kau menghina kedua muridku.
Hari ini aku tidak akan melepaskan dikau!" Hampir berbareng pangeran Longma Sian dan puteri Longma piat Ki berseru kegirangan "Suhu, ternyata kau datang tepat pada waktunya .
Mendengar sang puteri dan pangeran memanggil suhu kepada wanita berbaju hitam itu segera Hee-hauw Liong mengetahui bahwa pendatang itu bukan lain hiam Lihiap, pendekar dari gunung Al tai.
Maka diam dia pemuda kitapun merasa syukur dari girang.Pada wajah Pek Liong Sin tampak perasaan takut.
namun mengandalkan ilmu silumannya yang sangat tinggi dan hebat ia balas membentak: "Hian-him, sungguh besar nyalimu berani mengeluarkan kata kata jang sedemikian Sombongnya.
Apakah kau tidak insyaf bahwa kepandaianmu beberapa tingkat lebih bawah dari kedudukanku,jgn salahkan aku jika nyawamu melayang,, Tampak wajah pek lian Sian dari merah berubah hijau lalu kebiru biruan sementara sinar matanya memancarkan cahaya gelap.
la menggoyang-goyangkan lengan bajunya.
Mendadak enam bilah pedang terbang berbentuk daun bunga teratai meleset keluar dari dalam lengan baju itu.
Diudara tampak keenam pedang terbang berkelebat menyerang ke hian hian lihiap.
Saat itu tampak segumpalan bayangan terang gilang gemilang berputar.
Tubuh Hian hian Lihiap membunghung keangkasa.
Pada saat itu tampak cahaya sinar merah bergerak terputar putar didalam tangan wanita berpataiin hitam itu mengikuti desiran angin.
begitu pedang pedang terbang Pek Lian Sian menyeran g sinar merah.
saat itu juga lenyap tanpa krana.Hian Hian Lihiap tegak berdiri dalam hemburan angin.
Kain kudungnya yang berwarna hitam berkibar2 dibelakang kepalanya.
"Mana kepandaianmu " Keluarkanlah semuanya!" kata Hian hian Lihiap lalu tertawa.
Sinar merah yang berputar putar didalam tangannya Hian Hian Li-hiap adalah sinar sebilah pedang lemas yang bernama Cikong-kiam.
Pedang pusaka ini telah dibuat sendiri oleh wanita yang berilmu tinggi ini terdiri 'daripada logam murni yg dicampur dg darah ayam jantan dan angtan semacam air raksa yang dimasak hingga menjadi bubuk berwarna merah Tidak heran tubuh pedang Ci-kong-kiam dapat mengeluarkan sinar merah.
Bila melukai orang pedang itu tidak akan tercemar oleh darah.
Tatkala berbadan dengan enam pedang terbang lm-yang-yauw li Pek Lian Sian.
pedang Ci kong kiam melipat dirinya dan menjepit keenam pedang terbang itu.
...maaf ! beberapa halaman tak bisa discan......dipergunakan sebagai senjata palu Lian-eu cui atau tangkainya pun dapat dipergunakan sebagai senjata Pit-koan-pit.
Sambil membentak Pek Lian Sian melompat tinggi.
Kim-liun-hoa mengambang diudara.
Sinar bayangan kelopak-kelopak bunga itu berkilau-kilauan menurun bagaikan kelopak bunga yang berjatuhan dari langit menyambar kepala hian hian Lihiap.
Dahulupun Lie lt Tauw telah hancur batok kepalanya karena terpukul kelopak-kelopak Kim-lian hoa yang dilontarkan oleh Pek Lian san.
Tetapi hian Hian Lihiap tidak menjadi bingung.
Malahan ia berseru dengan gembira: "Bagus l" mendudak terdengar suara mendesis 'dan berbareng berkelebatlah sinar merah menyanggah kelopak kelopak Kim lian hoa.
keenam bilah pedang Pek Lian Sian telah digulung untuk dijepit oleh pedang lemasnya Hian Hian Lihiap.
kini pedang lemas itu terbuka pula dan keenam pedang terbang itu melesat keudara menembus sinar senjata teratai emas.
Kemudian keenam pedang terbang itu menukik dan menyerang kearah kepala Pek Lian Sian.
Seujung rambutpun tak terpikir oleh Im-yang-yauw-li Pek Lian San bahwa senjata rahasianya kini dipergunakan untuk musuhnya menyerang dirinya.
Cepat ia mengeluarkan pula enam bilah pedang terbang lainnya untuk menghadang keenam pedang terbang yang menyerang batok kepalanya.maka diudara tampak dua belas bilah pedang terbang yang saling berbentrokkan lalu berjatuhan ketanah.
Hian Hian Lihiap terperanjat ! Ternyata kepandaian siluman laanci itu tidak berada disebelah bawah dari dirinya.
Kini ia insyaf ia tidak boleh berlaku sembrono dan tak boleh memandang sebelah mata pada lawannya.
Cepat-cepat ia mengerahkan tenaga dalamnya dari Tan-tien yang disalurkan keseluruh tubuhnya.
..... Maaf ! Bbrp halaman tak bisa discan.......
Kini tampak wanita berbaju hitam.mengulurkan kedua telapak tangannya.
Deru angin keras menghembus dan seratus delapan biji tasbih mumbul dari tanah ke angkasa.
Setelah itu ia mengacungkan lengan bajunya.
Tampek biji"biji tasbih itu masuk ke dalam lengan baju Lihiap bagaikan gerombolan lebah yang terbang kembali ke dalem sarangnya.
Kembali pek Lian Sian terkejut, ia takut tak terkira.
Di dalam hatinya Im yang"yauw"li memuji akan kehebatan sang lawan.
Bila ia tidak cepat"cepat melarikan diri, maka tidak ada kesempatan pula untuk ia meloloskan dirinya dari kematian.
Segera Im"yang"yauw"li pek Lian Sian menjejakkan kedua kakinya di atas tanah dan tubuhnya melesat beberapa tombak.
Dengan mengerahkan ginkangnya siluman banci itu lari meninggalkan medan pertempuran.
Tetapi saat itu juga Hien Hian Lihiap membentak: "pek Lian Sian, tidak mudah kau meloloskan dirimu Kejahatan yang telah kau perbuat sudah melampaui batas, maka hari ini- juga aku akan mengambil jiwamu.
Jaga senjata gelapku!" pek Lian Sian menoleh ke belakang.
Tampak di angkasa banyak sekali benda benda gemerlapan menyambar ke arah tubuhnya.
Kini senjata Kim lian hee sudah hancur berantakan ditanah, ilmu silumannya yang merupakan kabut racun berwarna kuning sudah dipunahkan oleh lawannya, maka im yang yau li pek Lian Sian hanya dapat menangkis benda benda bergemerlapan itu dengan mempergunakan lengan bajunya- Dalam waktu sekejap pek Tian Sian merasakan lengannya nyeri bagaikan disayat pisau tajam.
Kemudian mukanya, lalu seluruh tubuhnya.
Benda benda bergemerlapan itu menancap dalam diseluruh anggota badannya- "Aduh!" pek Lian Sian menjerit kesakitan.
Tak tahan akan rasa sakit yang sehebat itu siluman banci itu bergulingan di atas tanah.
Benda benda bergemerlapan masih saja beruntun"runtun menyambar tubuh pek Lian Sian menurut hembusan angin.
Maka dalam waktu tidak lama seluruh tubuh im yang"yauw li penuh dengan sisik bagaikan seekor ikan duyung.
Darah segar tak henti"hentinya keluar deri luka lukanya hingga penuh di atas tanah.
Im"yeng"yauw"li pek Lian Sian yang menggetarkan hati rakyat di sekitar gunung Danub, kini sudah tidak berdaya.
Ia tidak dapat bergerak dan napasnyapun hampir berhenti.
Senjata gelap merupakan benda"benda bergemerlepan yang dilontarkan oleh Hian Hian Lihiap bukan sembarangan senjata gelap yang rajin dipakai orang banyak, melainkan kepingan sisik binatang trenggiling yang banyak terdapat di pegunungan Altai.
Bentuk sisik trenggiling itu sebesar pecahan uang tembaga, bundar berkeping dan tajam pinggirannye- Sisik"sisik itu dilonterkan keudara melesat bagaikan tembaga yang menyambar"nyambar- Sekali timpuk Hian Hian Lihiap melontarkan berpuluh"puluh sisik itu- karena DISERAnG secara demikian pek Lian Sian tidak dapat melawan atau melarikan diri.
Mengaduh"aduh ia bergulingan di atas tanah dengen mandi darah.
Hee Hauw Lieng yang menyaksikan pek Lian Sian kepayahan karena luka"lukanya, cepat"cepat menyambar pedang pusaka yang digenggam.oleh pangeran Lengma Sian lalu melompat maju.
Dengan sekali tabas terpisahlah kepala siluman banci dari tubuhnya.
Pek Lian Sian binasa dimuka benteng kota Uliasutai di tangan Hee Hauw Lieng pendekar muda kita yang gagah perkasa.
"siluman banci pek Lian Sian memang harus dibinasakan karena perbuatan"perbuatannya yang biadab sudah melampaui batas, namun kebinasaannya Tiat"jiaw Thie Jie Lieng harus disesalkan." keta Hian Hian Lihiap.
Kemudian Hien Hien Lihiap menyuruh Hee Hauw Liong mengubur kedua mayat itu.
Selesai mengubur mayat"mayat Im yang yauw li pek Lian Sien dan Thie Jie Lieng, Lihiap menyuruh pula Hee Hauw Liong melakukan penghormatan yang terakhir di hadapan pusara gurunya.
Tiba tiba Hien Hien Lihiep berkate kepada pangeran Longma Sian: "Aku masih mempunyai urusan penting yang hendak diselesaiken, maka untuk sementara aku meninggalkan gunung Altai, harap Sian jie kembali saje dahulu dengan cicimu ke Dhlianghai." Kedua anak raja itu sangat girang bahwa mereka telah bebas dari bahaya.
Cepat"cepat mereka jatuhkan diri mereka berlutut di hadapan Hien Hien Lihiap menghaturkan terima kasih.
Sesaat kemudian tampak tubuh wanita berpakaian hitam dan tinggi ilmunya itu berkelebat meninggalkan bekas tempat pertempuran- pangeren den puteri mengajak Hee Hauw Lieng mengunjungi kerajaan Ghlianghai.
Karena Hee Hauw Lieng tidak mempunyai urusan lain, lagipula gurunya, Thien jiauw Thie Jie Lieng sudah binasa dan kini ia hidup sebatang kara, maka ia menerima ajakan puteri Lengme piat Ki dan pangeran Lengma Sian.
Demikianlah ketiga muda mudi itu segera berangkat menuju daereh Dhlienghai.
Berita tentang kebinasaan pangeran Hu"halan diterima dengan kemurkaan oleh raja Khan Casegedu, Sri baginde berjingkrak" jingkrak dan membanting banting kaki, berteriak teriak ingin menuntut balas.
Kematian putraku harus ditebus dengan jiwa"jiwanya Lengma piet Ki, Longma Sian, Hee Hanw Liong dan juga raja Khan Ohlianghail sumpah sri baginda Khan Casegedu.
Kuatir akan kekuatan tentaranya yeng tidak cukup kuat untuk menggempur kerajaan Dhlianghai raja Ciasegedu telah bersekutu dengen raja Khan dari Cunger untuk sama"sama menghancur leburkan daerah ohlianghai- Segera pasukan tentara dari kedua kerajaan itu dikerahkan menuju daereh Dhlianghai- Karena sri baginda ehlianghai tidek tahu menahu tentang peristiwa pembunuhan pangeran Huhalen di muka patung Thien Mo Sin, lagipula daereh Ohlianghai diserbu dengan tiba"tiba maka pasukan tentara Dhlianghei tidak dapat menahan serbuan musuh- Desa demi desa jatuh ke dalam tangan pasukan penggempur itu dan akhirnya tentara yang sebanyak itu yang begaikan gelombang dikala air pasang menyerbu masuk ke dalam_kotaraja Dhlianghai.
Sri baginda Dhlianghai yang gagah perkasa beserta pasukan pribadinya dengan gigih melawan musuh.
Dengan panik penduduk ibukota lari simpang siur mencari perlindungan namun tentara Casegedu dan Cunger dengan ganas membunuh bunuhi rakyat yang tidak berdosa itu.
Disana sini darah berumuran di tanah dan mayat"mayat bergelimpangan.
Jeritan yang menyayatkan hati terdengar tak henti"hentinya.
Kotaraja Dhlianghai yang aman sentosa dalam sekejap telah berubah menjadi neraka.
Api berkobar disana sini membakar rumah"rumah penduduk.
Akhirnya sri baginda ohlianghai tidak dapat menahan desakan pasukan musuh.
Dengan nekad beliau menyerbu ke dalam gelombang tentara itu.
Beberapa perwira tewas karena sambaran pedangnya dan pasukan pribadinya membabat dengan membabi buta tentara"tentara Casegedu dan tentara"tentara Cunger.
Dalam pada itu raja Dhlianghai menyaksikan tentara musuh menyerbu ke dalam istananya.
Beliau semakin nekad. Karena kemurkaan yeng tak terhingga seranganyapun semakin hebat.
Tetapi tentara musuh yang menyerbu sri baginda Dhlianghai dan pasukan pribadinyapun makin dahsyat- Akhirnya setelah terluka parah Sri heginda Dhlianghai jatuh dari kudanya dan gugur seketika itu juga.
Diantara pasukan pribadi raja Dhlianghei yang setia kepada raja menyerang mati"matian namun yang bernyali kecil segera lari untuk coba meloloskan dirinya dari kematian.
Dengan tempik sorak gegap gempita musuh menduduki kota raja Dhlianhai dijaga keras oleh para perwira menanti perintah selanjutnya dari atasannya.Ketika pangeran Longma Sian, putri Longma piet Ki dan Hee Hauw Lieng tiba di daereh Dhlianghai yang dilihatnya dari kejauhan tumpukan puing dari rumah"rumah yang dibumi anguskan tentara"tentara Casegedu dan Cunger- Bukan kepalang terkejutnya kedua anak raja itu.
Hampir saja puteri Longma piat Ki pingsan mendengar berita bahwa ayahnya, sri baginda Dhlianghai telah gugur di medan perang.
Ke dua anak raja itu berdiri bagaikan terpaku dengan wajah terlongong"longong mendengar kematian ayah mereka dan istana Ohlienghai telah diduduki musuh.
penduduk kota Dhlianghai yang mengenal Longme Sian dan Lengma piet Ki meng"anjurkan agar sang pangeran den sang puteri segera melarikan diri sebelum diketahui oleh tentara musuh.
Kedukaan sang puteri bukan kepalang, namun ia masih dapat mengambil keputusan untuk segera meninggalkan daerah Dhlianghai menuju ke gunung Altai untuk berlindung di tempat kediamannya Hian Hian Lihiap.
Hee Hauw Lieng pun turut berduka atas malapeteka yang menimpa dirinya pangeran, puteri dan kerajaan Dhlianghai- Mendadak teringat Hee Hauw Lieng akan kata"kata sikakek ketika ia hendak meninggalkan puncak gunung Usi"san.
Kini kata"kata itu mendengung dengung ditelinganya: Kerajaan Dhlianghai yang kini jaya akan mengalami bencana besar karena sumpah malaikat Thian mo Sin- "Ternyata kata kata sikakek itu terwujud dan aku menyaksikan dengan mata kepala keruntuhan kerajaan Dhlianghai," kata Hee Hauw Lieng di dalam hatinya.
Hee Hauw Lieng tambah berduka.
Ia sesalkan mendiang sri baginda Dhlianghai telah mengeluarkan pengumuman: barang siapa yang dapat menjatuhkan kedua biji mata patung malaikat Thian He Sin yang berada di ates puncak gunung Usi"san, akan dijodohkan dengen puterinya yang cantik jelita.
Hari"hari lewat dengan cepat bagaikan, anak panah dilepas dari busurnya.
Pangeran Longme Sien, puteri Longma qiat Ki dan Hee Hauw Liong sudah beberapa bulan tinggal di tempat kediamannya Hian Hian Lihiap.
Demikianlah setiap hari Longma piet Ki bergaul dengen Hee Hauw Liong.
Sang puteri yang memang mengagumi kejantanan Hee Hauw Liong senang bergaul dengan pemuda gagah perkasa itu.
Sementara Hee Hauw Liong senantiasa mengintili puteri yang cantik jelita serta halus budi pekertinya.
tamat Makhluk Mungil Pembawa 2 Oh Yeaah.. Ouwh Yeeeaah.. Karya Belut.gawir Raja Pedang 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama