Ceritasilat Novel Online

Pendekar Banci 8

Pendekar Banci Karya S D. Liong Bagian 8


"Yang hendak merebut pedang sudah datang" seru Ui Hong Ing pula seraya ayunkan kedua kaki menendang dalam gerak Lian-hoan-thui atau Ten dangan-berantai. Tetapi tendangan itu tak diarah kan kedada melainkan ke pantat Cong Tik.
Cong Tik terkesiap. Seketika ia teringat akan kata orang. Jika tak kejam bukan lelaki. Cepat ia balikkan siku lengan, menabas kaki Hong Ing, serunya : "Jika engkau mempunyai kepandaian, silahkan merebut pedang ini !" Tiba ia teringat, kemarin jelas ia tak berani menyambut tantangan Hong Ing tetapi mengapa s?karang ia lupa dan mengeluarkan tantangan " Diam2 ia menyesal tetapi karena sudah terlanjur apalagi ia percaya tabasannya itu tentu mengenai kaki Hong Ing. Maka iapun tak mau mundur lagi.
Tetapi pada saat pedang akan berhasil menbas, tiba2 Hong Ing condongkan tubuh kebelakang. tepat melayang di sisi pedang. Selekas kaki menyanggah di tanah, tubuhnya segera menggeliat ke samping lalu tebarkan jarinya m?nusuk ke jalandarah Thay-yang-biat pada pelipis Cong Tik. Gerakan Hong Ing itu sungguh luar biasa a nehnya. Jalandarah thay-yang-hiat merupakan jalan darah maut. Cong Tik gopoh berpaling hendak menangkis tetapi Hong Ing tetap tak mau menarik pulang jari tangan kanannya, kebalikannya ia malah mengangkat tangan kiri dan dengan jari tengah menusuk pergelangan tangan Cong Tik. s.
Cret ... tangan Cong Tik seperti kena aliran listrik sehingga diluar kehendaknya ia tebarkan cekalannya, l?paskan pedang Thian-liong-kiam.
- Ternyata tutukan Hong Ing kearah jalandarah thay-yang-hat itu hanya ancaman kosong Secepat menarik kembali tangannya, terus dilingkarkan untuk menyambar. pedang. Sembari tertawa gembira, ia terus loncat mundur setombak dan berseru riang:
"Bagaimana ?" . - - Cong Tik tertegun. Sesaat ia tak tahu bagaimana harus menjawab. Peristiwa itu berlangsung cepat sekali. Gerakan Hong Ing dalam menendang, menggeliatkan tubuh, menutuk jalandarah, menebarkan jari dan menyambar pedang, berlangsung dalam sekejab mata. Sesungguhnya kelima macam gerak itu termasuk dalam sebuah jurus yang disebut Ngo-kui-poan-un atau Lima iblis memindah jiwa. Termasuk salah sebuah dari lima jurus ilmu Gongjiu-toh-pek-jin (dengan tangan kosong merebut senjata musuh) ajaran Leng-kiam ki-hiap Siang Bong. Keindahan gerak, ketangkasan melangsungkan cara merebut senjata lawan, benar tiada yang menandingi hebatnya, Jangan lagi Cong Tik, sekalipun jago yang lebih tinggi kepandaiannya, pun sukar untuk menghindar dari serangan istimewa itu. ":
Sesaat kemudian Cong Tik menyadari bahwa
ia telah terlanjur melepas tantangan. Siapa yang * mampu merebut dari tangannya, pedang itu boleh dimiliki. Namun ia tetap tak rela kehilangan pe' dang itu, Pedang Thian-liong-kiam merupakan pedang kesatu dari ketujuh pedang Ki-bun-kiam.
Kurang satu tentu tak dapat, mempelajari ilmu pedangtersebut. Wajah Cong Tik saat itu tampak tak sedap dipandang. Menyeringai seperti setan! yang kesiangan. Sehabis merebut pedang. Hong Ing terus loncat hendak mencari Siang Bong 'diantara kerumun tetamu2 itu. Ia hendak menceritakan tentang keberhasilannya merebut pedang agar tokoh sakti itu memuji2nya. Tetapi ia tak dapat menemukan tokoh itu. Pada saat ia hendak mengembalikan pedang itu kepada Su Ciau, ti
ba2 ia melihat seseorang melintasi para tetamu dan menghampiri ketempatnya.
"Saat itu para tetamu terpecah menjadi dua gerombol. Gerombol pertama, sedang asyik mengikuti pertempuran antara Toho lawan Poan-hongpoh. Sedang gerombol k?dua, melihat perebutan pedang yang dilakukan Hong Ing terhadap Cong Tik. Mereka heran mengapa tahu2 pedang itu su- dah dapat direbut Hong Ing dari tangan Cong Tik. Ketika melihat ada orang . yang menerobos hendak menghampiri Hong Ing, orang itu berpa- ling dan kejut mereka bukan kepalang. Ternyata : yang datang itu juga seorang nona yang wajahnya : mirip sekali dengan Hong Ing yang merebut pe- dang itu. . . . .
Saat itu Hong Ingpun mengetahui bahwa yang - datang itu adalah Cin Hong Ing, kakek perempuannya. Ia segera berseru memberi salam. "Adik," seru Cin Hong Ing,
"aku hendak me lakukan jual beli dengan engkau !" Sudah tentu. Ui Hong Ing terkejut mendengar kata tacinya itu. Mengapa pada saat dan tempat seperti itu, tacinya hendak mengadakan jual beli " Ia tertawa, serunya :
"Ah, harap taci jangan bergurau, kalau mau bicara apa", katakanlah terus terang !" - - - - Cin Hong Ing berbisik
"Adik, bukankah engkau suka pada Su Ciau ?" Kata itu diucapkan dengan pelahan sekali sehingga tiada orang yang mendengar.
Ui Hong Ing terkejut: "Taci, mengapa engkau berkata begitu " Dia segera akan menjadi engkoh iparku, bagaimana aku suka kepadanya ?"
Cin Hong Ing tertawa dingin : "Sudahlah, jangan engkan berpura-pura, Sejak aku melarikan diri dari rumah keluarga Tan, engkau menyamar sebagai diriku dan selalu bergaul dengan dia, Pada waktu tiba dikota Hok-jun-kiang. menginap di rumah peuginapan, apa engkau kira aku tak tahu semua ?"
" - Merah wajah Ui Hong Ing. Cepat ia menjawab:
"Cici, harap engkau jangan kuatir. Memang dulu aku hanya bertindak secara bergurau saja. Dan selanjutnya mulai saat ini aku takkan menemuinya lagi." - - - Cin Hong Ing tertawa:
"Ah, mengapa harus begitu" Biarlah aku mengalah dan menyerahkan
dia kepadamu. Sebenarnya aku tak menyintainya, seorang pemuda yang kaku seperti tonggak
" Hong Ing terkejut mendengar ucapan tacinya.: Diam2 timbul pikirannya untuk menyelidiki mengapa tacinya sampai bersikap begitu : terhadap Suciau. - - - - "Taci, apakah engkau berkata dengan sungguh-sungguh ?" serunya tiba2 dengan suara keras.
Bermula sekalian orang tak dapat mendengar apa yang dibicarakan oleh kedua nona itu. Mereka heran. Hanya Cong Tik yang dapat menduga bahwa Cin Hong Ing sedang berusaha untuk membela dirinya. Karena sembari bicara dengau Ui Hong Ing, Cin Hong Ing berulang kali melirik kepadanya dengan pandang mata penuh arti...
"Sudah tentu sungguh seru Cin Hong Ing.:
"tetapi engkau harus memberikan pedang itu kepadaku. ....." Tertegun Ui Hong Ing k?tika mendengar ucapan tacinya, Cin Hong Ing. Sejenak ia melirik kearah Su Ciau. Jika ia tak menyerahkan pedang Thian-liong-kiam. ia kuatir hubungannya dengan taci yang baru saja berkumpul itu akan terganggu. Soal Su Ciau, ia dapat memberi penjelasan.
Setelah menimang2, akhirnya : Ui Hong Ing ulurkan pedang itu. Cepat Cin Hong Ing menyambuti, tertawa seraya memandang Cong Tik, lalu berjalan keluar. Sudah tentu Cong Tik bergegas mengikuti.
Tanpa menghiraukan apa yang akan dilakukan tacinya dengan pedang pusaka itu, Ui Hong In segera berseru kepada Su Ciau :
"Su Ciau, sekarang bereslah sudah !"
Karena tak mengerti apa yang dibicarakan oleh kedua kakak beradik itu, maka Su Ciaupun bertanya :
"Apanya yang beres?"
Ui Houg Ing hanya ganda tertawa. Melihat - saat itu orang2 beralih memperhatikan pertempuran antara Poan-hong-poh lawan Toho, maka Ui Hong Ing lalu berbisik :
"Su Ciau, aku heudak bertanya kepadamu. Apakah engkau sungguh2 tak suka kepada taciku ?"
Su Ciau mengbela napas. "Engkau tentu sudah mengetahui sendiri bahwa tacimu itu rupanya sudah terpikat oleh pemuda tadi. Mengapa engkau masih mendesak aku dengan pertanyaan itu " Dan pula, diantara kita ternyata mempunyai dendam permusuhan yang hebat. Ayahku telah membunuh ayahmu. Apa daya kita sekarang ?" - - "Tetapi tadi. taciku mengatakan bahwa apabila aku mau menyerahkan pedang Thian-liong-kian, itu kepadanya maka dia mau menghapus dendam itu." kata Ui Hong Ing.
Su Ciau terkesiap. "Ah, Hong Ing, engkau termakan tipunya. Jelas bahwa tacinya membenci aku setengah mati bahkan sudah memapas sebelah daun telingaku. Dia tetap hendak membunuh aku demi membalas kematian . . .." Tiba2 Su Ciau hentikan kata-katanya karena menyadari bahwa ayah Cin Hong Ing itu juga ayah
Ui Hong Ing. su Ciau memang menyadari bahwa tak mungkin ia dapat mengelabuhi, peristiwa itu terhadap Ui Hong Ing. Tetapi dengan berjalannya sang waktu dan bertambah erat hubungan mereka, tentulah rasa dendam itu akan lenyap, paling tidak tentu reda. Ui Hong Ing cepat dapat mengetahui apa yang terkandung dalam hati Su Ciau, tanyanya :
"Taciku hendak membalas sakit hati apa kepadamu ?" Jika Su Ciau seorang pemuda licin, dengan mudah ia tentu dapat mencari lain siasat untuk menjawabnya. Tetapi dia memang berhati polos dan jujur. Belum pernah sepanjang hidupnya ia berbohong.
"Aku .... aku.... aku. ...," ia hendak menjawab tetapi tersendat-sendat tak dapat melanjutkan kata-katanya.
"Huh, mengapa engkau tersekat-sekat seperti anak perempuan ?" tegur Hong Ing.
"Hong Ing, bukan karena aku tak mau mengatakan tetapi cobalah, engkau suruh aku menjawab bagaimana ?"
Melihat dahi Su Ciau bercucuran keringat, Hong Ing tak sampai hati, serunya : "Su Ciau, apa pun yang terjadi, katakanlah. Mau apa taciku terhadap dirimu" Walaupun , kita tak dapat menjadi suami isteri tetapi anggaplah kita sebagai sahabat baik. mengapa engkau tak inau mengatakan ?"
Su Ciau merenung. Jika dia mengatakan terus terang, 1a kuatir Ui Hong Ing akan marah dan memusuhinya.
Melihat Su Ciau mengeriput dahi seolah sedang menghadapi persoalan berat, Hong Ing hendak menegurnya. Tetapi tiba2 saat itu terdengar bunyi ledakan keras. Ketika berpaling, ia melihat orang yang mengerumuni pertempuran antara Poanhong poh dan Toho itu sama menyurut mundur dan menyisih Dengan begitu dapatlah Hong Ing dan Su Ciau Ing dan Su Ciau melihat jelas.
Tampak tongkat besi dari Poan hong-poh sudah kutung jadi dua, separoh masih digenggam. Poan-hong-poh, separoh berada ditangan Toho, rupanya kedua tokoh itu saling adu t?naga untuk manarik tongkat, Karena tongkat putus, keduanyapun terhuyung kebelakang. Beberapa penonton yang tak keburu menyingkir telah terlanda rubuh oleh kedua tokoh itu.
Toho tertawa gelak2, serunya :
"Poan-hong-. Poh, engkau mau mengaku kalah atau tidak ?"
"Monyet tua !" teriak Poan-hong-poh marah, "mengapa aku kalah ?"
"Huh, nenek pengemis yang tak tahu malu !?"
dengus Toho dengan geram',?" tongkat yang telah mengangkat namamu dalam dunia persilatan itu, sekarang dapat kupatahkan, mengapa engkau masih tak mengaku kalah "?" Poan-hong-poh terbeliak, Walaupun putusnya tongkat itu karena ditarik kedua orang tetapi dengan putusnya tongkat itu ia merasa malu juga. Bagi seorang tokoh yang tinggi hati seperti dia, sudah tentu ia malu dan tegak terlongong-longong.
Melihat sikap nenek itu, Toho tertawa berseri sambil menandang kesekeliling. Pada saat a hendak bicara, tiba seorang rahib tua muncul keluar dari tempat tetamu. Toho terkejut tetapi melihat rahib itu sudah tua, diapun menghela napas longgar.
Setelah keluar maka rahib tua itupun berseru nyaring :
"Para hohan sekalian. Bahwa karena tongkatnya putus maka Poan hong-poh dianggap kalah, itu memang betul. Tetapi tongkat itu bukan dipatahkan oleh tenaga seorang saja. Apabila Toho menganggap Poan-hong poh kalah, itu tidak adil. Kurasa dapat diatur begini. Apabila Toho mampu mematahkan lagi kutungan tongkat yang berada di tangannya maka Poan-hong-poh harus mau meneriina kekalahan. Bukan saja harus tinggalkan pulau Kyoto ini, pun harus pegang janji takkan muncul di dunia persilatan lagi. Bagaimana pendapat saudara sekalian ?"
Poan-hong-poh tak kenal siapa sebenarnya rahib tua itu. Mendengar kata rahib itu, diam2 ia terkesiap. Kutungan tongkat itu masih lebih kurang satu meter panjangnya, sudah tentu Toho tak sukar untuk mematahkannya. Jelas rahib itu
tentu komplotan dari Toho. Pada saat Poan-hong-poh hendak buka suara tiba tak jauh dari tempat ia berdiri, tampak seorang lelaki berwajah terotolan tengah memberi isyarat tangan kepadanya, suruh dia menerima usul rahib itu. Poan-hong-poh pernah bertemu dengan lelaki setengah tua itu ketika di gunung Tay-pat-san yalah lelaki yang dalam satu gebrak saja sudah dapat menyambar tongkatnya. Diam2 Poan-hong-poh ter gerak hatinya. Ia percaya tokoh itu tentu takkan mencelakai dirinya, maka serentak iapun mengiakan:
"Baik, aku menurut saja apa yang dikatakan taysu itu !?" - Toho menunduk memandang kutungan tongkat yang dicekelnya, Diam2 ia tersenyum dalam hati, Masakan aku tak mampu mematahkan tongkat ini. Ia menggeram karena menganggap Poanhong-poh tak memandang mata kepadanya Tetap diam2 iapun gembira karena rupanya Thian telah menakdirkan dia dapat menguasai pulau itu dan memperoleh ketujuh pedang Ki-bun-kiam.
- - "Karena Poan-hong-poh sudah menyetujui," serunya,
"akupun tak mempunyai lain pandangan kecuali hanya menurut saja !?"
Ia mengepit ujung tongkat kebawah ketiak lalu tangan kanannya memegang ujung yang lain Sekali menekuk, tongkat itupun segera melengkung setengah lingkar.
Sekalian penonton berteriak kaget.jelas sudah bahwa Toho tentu dengan mudah akan dapat mematahkan tongkat itu. Wajah Poan-hong-pohpun berobah. Ia menge liarkan pandang untuk mencari tokoh Siang Bong, diantara para penonton tetapi ternyata tak tampak lagi. Ia makin gelisah. Kemudian ia memandang ke arah rahib tua itu. Rupanya rahib tua itu tahu kalau Poan-hong-poh tentu marah kepadanya maka iapun tertawa lalu berseru nyaring : ??"Tunggu, Toho, engkau harus menetapkan waktunya untuk me matahkan tongkat itu. Tak boleh hanya main menekuk saja?". Toho tertawa gelak2 : ??"Bukan aku menyombongkan diri tetapi dalam waktu sejam saja aku tentu sudah dapat memutus tongkat ini Bagus, seru rahib tua, kalau dalam waktu sejam itu engkau belum mampu memutus, engkau harus mau m
engaku kalah bukan ?"
Karena yakin bahwa dirinya tentu menang dan menganggap bahwa sejam itu terlalu lama, maka Tohopun segera menyetujui pertanyaan rahib tua.
Dalam pada ber-kata itu diapun sudah menekuk kembali tongkat itu seperti bentuk semula.
Demikianlah dengan me-nekuk2 kian kemari
orang menduga bahwa dalam waktu sejam lagi, toho tentu dapat mematahkan tongkat itu.
: ;. Yang paling tegang adalah Poan-hong-poh Karena ia sudah menyetujui perjanjian itu, padahal jelas ia melihat bahwa batang tongkat yang *tengah ditekuk-tekuk Toho itu sudah menggurat putih,ditengahnya:Jika tongkat itu putus, ia harus : menerima perjanjian itu atau kalau ia menolak ten tu: akan ditertawai oleh seluruh kaum persilatan yang hadir disitu.
Sekarang mari kita ikuti lagi. Cin Hong Ing yang setelah menerima pedang Thian-liong-kiam dari adiknva lalu berjalan keluar diikuti Cong Tik. Cong Tik hanya mengikuti di belakang tak berani menyusul maju. Melihat nona itu tak mau berpaling sama sekali, diam2 Cong Tik gelisah juga. T?tapi ia melihat: bahwa tempat yang dituju nona itu makin sunyi orang. Diam2 ia girang lagi.
Ia masih mempunyai jarum maut Bu-im-sinngo. Apabila sampai saatnya akan ia gunakan dengan se-baik2nya seperti tatkala di gunung: Hongsan dulu. Cuma kali ini harus tak boleh gagal, harus mencabut sampai ke-akar2nya. Ya, nona itu harus mati agar jangan menimbulkan bencana di kemudian hari lagi. :
Saat itu sambil membawa pedang Thian-liotig kiam, Cin Hong Ing percaya Cong Tik tentu akan mengikuti di belakangnya. Ia hendak mengajak pemuda itu disebuah tempat yang sunyi. Pada saat cong Tik hendak meminta pedang itu barulah ia
hendak mengajak pemuda itu membicarakan isihati masing2. Tetapi pikiran Cong Tik berlawanan. la tak mencintai nona, itu melainkan hendak membunuhnya dan merampas-pedang:Thian-hiong kiam. Tak b?rapa, lama merekapun membiluk sebuah tikungan puncak gunung dan tiba dibagian belakang dari pulau itu. - - - - Cin Hong Ing memilih sebuah batu besar, selekas duduk ia segera memberi kicupan mata kepada. Cong Tik, tegurnya :
"Perlu apa engkau terus mengikuti aku saja ?" . - - Cong Tik menunjuk pada pedang Thian-fiong kiam yang berada di tangan sinona menyahut:"Pedang itu . . harap nona suka mengembalikan kepadaku !" Hong Ing tertawa :"Bicaramu benar2 blak2 an, hanya salah mengucap, sebuah kata." Mendengar nada-nona itu tak marah, makin : besarlah harapan Cong Tik untuk mendapatkan pedang pusaka itu. - Dia memang cerdik. Hanya: sedetik berpikir. ia sudah dapat berkata : "Pedang itu harap nona . sudilah menghaturkan kepadaku".
Ia mengganti kata 'mengembalikan dengan kata "menghaturkan'. . . . . . . - Melihat pemuda itu dapat menangkap maksud hatinya. Cin Hong Ing tertawa, serunya :
"Kata itu sudah benar, tetapi . . . pedang
ini merupakan pusaka yang jarang terdapat didunia Tak mudah aku memperolehnya. Apakah hanya begitu saja akan kuberikan kepadamu " Ah, didunia mungkin tak ada hal yang semudah itu !" Walaupun mulut mengucapkan kata2 yang keras tetapi sepasang mata Hong Ing tak henti2nya m?ncurah kearah Cong Tik. Cong Tik yang cerdik cepat dapat menangkap maksud nona itu. Yalah menghendaki supaya ia me ngucapkan rangkaian kata yang indah untuk memuaskan hati sinona yang ber"dat tinggi itu.
"Apabila nona suka menyerahkan pedang itu biarlah dalam kehidupan sekarang ini Cong Tik akan menjadi hamba nona. Aku benar2 rela," seru n
ya. Kata itu. bagi seorang yang mempunyai sedikit pambek saja, tentu tak mau mengucapkan. Tetapi Cong Tik tak malu mengatakan. Pokok ia harus mendapatkan pedang itu. Malu sedikit tak apa.
Justeru Cin Hong Ing memang menghendaki mendengar rangkaian kata seperti itu. Ia tertawa girang.
"Kalau rela menjadi hamba, mengapa tak mau memberi hormat dengan menundukkan kepala?" serunya, Benar2 Cong Tik segera berlutut. Ia menengadah tetapi tidak menganggukkan kepala. Rupanya Cin Hong lng tak tahan melihatnya begitu. Segera ia mengangkatnya bangun. Ia tersipu2 malu sehingga tak dapat bicara sampai beberapa saat. | Pada saat Cong Tik ulurkan tangan mengam bil sendiri pedang Thian-liong-kiam itu, Cin Hong Ing tetap ter-longong seperti kehilangan semangat. Sama sekali ia tak menghiraukan. Setelah memperoleh pedang dan setelah mene ngok keempat penjuru tiada orang, suara penonton di gelanggang pertempuran pun kedengaran jauh ka rena terpisah sebuah bukit, s?dang gelombang laut sedang bergemuruh dan sebuah perahu tampak sedang berlabuh di pantai, Cong Tik menganggap bahwa Tuhan telah membantu mengabulkan rencananya. Segera ia lepaskan tangannya dari cekalan tangan Cin Hong Ing, mundur beberapa langkah.
Eh mengapa engkau?" seru Hong Ing. "Aku hendak melihat2 tepi laut," sahut Cong Tik. Ketika Hong Ing mengangkat muka, ia melihat sebuah perahu layar sedang berlabuh. Ia tetap salah menafsirkan maksud Cong Tik, ujarnya :
"Apakah engkau hendak melihat apakah perahu layar itu dapat digunakan atau tidak dan hendak mengajak aku mencari sebuah pulau kecil untuk hidup bahagia dan tenteram, menyingkir dari dunia yang penuh malapetaka ini ?"
Walaupun tahu bahwa Cin Hong Ing sudah jatuh hati benar2 kepadanya namun sebagai seorang manusia yang licik, tetap Cong Tik tak mau mempercayai. Soal melatih ilmu pedang Kibunkiam-hwat, sudah tentu tak boleh ada orang yang tahu, Atas pertanyaan Hong Ing tadi ia hanya mengiakan sekenanya saja. Sebenarnya sudah lebih dari setahun lamanya perahu itu berlabuh dibelakang pulau tetapi tak ada orang yang menaruh perhatian. Papan geladak perahu penuh ditumbuhi pakis licin dan lembab. Karena kurang hati2, begitu melangkah jalan, Cin Hong Ing tergelincir ke muka. Dalam gugup ia ma sih teringat bahwa Cong Tik berada dibelakangnya maka ia terus balikkan tangan untuk meraih.
Sesungguhnya ia hanya ingin mencari bantuan supaya jangan jatuh tetepi begitu lengan bajunya dicekal Hong Ing, Cong Tik cepat meronta sekuat
kuatnya. Brettt . . .. yang satu mencengkeram dan yang lain meronta, akibatnya lengan baju Cong Tikpun robek, Dengan masih menggenggam robekan kain.
Tetapi ia terkejut ketika mendengar dering gemerincing senjata berhamburan jatuh ke lantai
Cepat ia berpaling. Ternyata yang berhamburan
dilantai itu adalah enam batang pedang pusaka yang besar kecil bentuknya,
Saat itu baru Hong Ing menyadari bahwa keenam pedang dan kitab kecil itu adalah berasal dari baju Cong Tik yang karena ditariknya maka
berhamburun jatuh. Ia sudah lama mendengar tentang pedang Ki bun-kiam. Ia duga tentulah keenam pedang itu.
"Ih, itu kan Ki-bun-kiam bersama dengan kitab pelajarannya. Dari mana engkau memperoleh nya ?" seru Cin Hong Ing,
"mengapa tak mengatakan kepadaku ?"
Sambil berkata ia terus membungkuk hendak memungut pedang itu.
Tahu bahwa rahasianya sudah diketahui orang, Cong Tik gugup sekali. Ia bingung hendak menga
mbil pedang yang mana dulu agar Hong Ing jangan mendahului ikut mengambil. Ia tak menghiraukan apa yang diucapkan nona itu. Begitu me lihat Hong Ing hendak ikut memungut, cepat ia membentaknya :
"Jangan menjamah !"
Hong Ing terkejut dan mengangkat muka memandang kearah pemuda itu. Tampak wajah dan mata Cong Tik berkilat-kilat buas sekali sedang pedang Thian-liong-kiam yang dicekalnya itupun mu lai bergetar-getar. Tampaknya pemuda itu hendak menyerangnya.
"Mengapa tak boleh menjamah ?" seru Cin Hong Ing dengan marah. Tetap ia lanjutkan tangannya hendak menjemput pedang. Melihat itu Cong Tikpun tak mau memberi ampun lagi. Serentak ia taburkan pedang Thian-li ong-kiam menyerang nona itu. Setitikpun Cin Hong Ing tak pernah mimpi bahwa pemuda itu akan berbuat seganas itu kepadanya. Cepat ia menyurut mundur tetapi tak urung lengannya telah tergurat panjang oleh ujung pedang Thian-liong-kiam. Darah bercucuran memerah lengannya yang putih. "Apa engkau gila " Mengapa engkau melukai aku ?" teriaknya. Walaupun begitu tetap nona itu belum menyadari bahwa sesungguhnya sikap Cong Tik terhadap dirinya. Cong Tik tertawa sinis. "Sedikitpun aku tak gila" serunya,
"rahasia tentang pedang Ki-bun-kiam yang sudah berada di tanganku itu telah engkau ketahui. Akupun takkan mengidinkan engkau hidup didunia lagi. Salahmu sendiri. Aku hendak me-lihat2 pantai mengapa engkau mau ikut " Apabila engkau mati jangan engkau mendendam kepadaku !" Setiap patah kata dari Cong Tik itu terasa seperti ujung pedang yang menusuk uluhati Cin Hong Ing. Ia ter-longong2 dan menghela napas : "Engkau . . . bilang apa ?"
Cong Tik sudah membulatkan keputusan. Apa bila tak melenyapkan nona itu, jika dia sampai lolos, tentu akan mendatangkan bencana besar. Maka tanpa ragu2 lagi ia segera bergerak maju dan terus menusuk dada si nona, - - Walaupun bersedih tetapi Hong Ing tetap mengharap agar Cong Tik hanya bersendau gurau lagi. | Pada saat ujung pedang melaju kedadanya barulah ia gelagapan tersadar dari mimpinya. Buru2 ia rebahkan tubuh ke samping. cret, serangkum hawa dingin segera menyambar lewat sisi tubuhnya. Hebat sekali tenaga tusukan Cong Tik. Luput mengenai tubuh Hong Ing, ujung pedang mendapat sasaran pada tiang perahu sehingga tiang itu sampai t?rtusuk tembus.
| Setelah lolos dari bencana maut, Hong Ing menyadari bahwa berhadapan dengan Cong Tik yang membekal pedang Thian-liong-kiam sukar baginya mendapat kemenangan bahkan kemungkinan jiwanya terancam. Paling baik ia harus berusaha meloloskan diri dan memberitahu kepada sekalian
orang tentang rahasia Ki-bun-kiam di tangan Cong Tik.
Maka tanpa banyak pikir lagi, ia terus loncat kedalam laut.
Karena pedangnya terbenam ke dalam tiang, Cong Tik berusaha untuk mencabutnya. Pada saat tubuh Hong Ing melayang diudara dalam tujuannya untuk meluncur ke dalam laut, Cong Tik menjadi mata gelap. Ia taburkan pedang Thian
liong-kiam kearah si nona. Cin Hong Ing menjerit keras, orang bersama pedang jatuh kedalam laut. Air yang berwarna biru seketika b?robah merah. Cong Tik menghela napas longgar. Ia segera loncat menyusul kedalam laut. Air laut disitu dangkal hanya sebatas pinggang dalamnya. Begitu tiba diair, Cong Tik segera melihat Cin Hong Ing me ronta dan berusaha untuk berdiri. Kiranya pedang itu hanya melukai bahu si nona saja. Walaupun lukanya cukup parah tetapi tak sampai mengorbankan jiwanya. Dengan sekuat tenaga, nona itu menahan kesakitan dan mencabut pedang Thian-Liong kiam. Ia tahu bahwa Cong Tik
tentu takkan melepaskan dirinya. Ia tak menyangka bahwa pemuda yang dikiranya benar2 menyambut cintanya, ternyata seorang manusia yang berhati serigala.
Cin Hong Ing dapat berdiri tegak. Tetapi karena bahu kanannya terluka parah serta masih mengalirkan darah terus, maka ia hanya dapat memegang pedang itu dengan tangan kiri. Rasa marahlah yang membangkitkan semangat nona itu. Dengan sekuat tenaga ia segera maju menusuk.
Tetapi lukanya benar2 parah sekali. Ditambah karena terendam air laut. sakitnya bukan kepalang. Tusukannyapun tak lempang dan tidak bertenaga. Sekali mengisar langkah ke samping, dapatlah Cong Tik menghindarinya. Secepat kilat Cong Tik pun dapat mencengkeram bahu klri Ciu Hong Ing
sekali menyentak, pedang Thian-liong-kiampun jatuh kedalam air lagi. Kemudian ia mendorong tubuh Cin Hong Ing sehingga nona itu terpental beberapa langkah dan jatuh tenggelam, lalu dengan cepat Cong Tik memungut pedang. "Apakah . . . apakah engkau benar2 engkau membunuh aku ?" teriak Cin Hong Ing dengan mengigil. Cong Tik tertawa iblis. Thian-liong-kiam tetap ditusukkan ke muka, cret . . . Cin Hong Ing menjerit dan terjerembab jatuh ke dalam air. Dia seorang nona yang beradat tinggi dan angkuh tetapi sebenarnya tak berhati jahat. Ia hanya salah menaksir orang. Cong Tik memang lebih tampan dan lebih pandai merangkai kata2 da ripada Su Ciau sehingga ia terpikat. Siapa tahu ternyata pemuda itu seorang harimau yang berselimut kulit domba dan akhirnya nona itu harus menjadi korban. - Setelah menyelesaikan Cin Hong Ing, Cong Tik lalu loncat k?mbali keatas perahu. Dia memeriksa adakah layar itu masih dapat digunakan untuk berlayar. Dia hendak tinggalkan pulau Kyoto, mencari sebuah pulau yang kosong, melatih ilmu pedang Ki-bun-kiam-hwat.
Sekarang kita kembali ketempat gelanggang dimana Toho sedang berusaha untuk mematahkan kutungan tongkat besi dari Poan-hong-poh.
Saat itu Toho sudah hampir berhasil mematahkan tongkat itu dan waktu yang digunakanpun kurang dari setengah jam saja.
Dengan berseri gembira, Ihama itu segera ke rahkan tenaga menekuk tongkat yang dikepit dalam ketiaknya itu kebawah. Tetapi baru dia bergerak, tiba2 ia rasakan ketiaknya agak kesemutan. Tenaga yang telah dihimpun pada lengan itu entah kemana perginya. Sudah tentu Toho terkejut sekali. Ia memiliki tenaga-dalam yang tinggi dan seorang ahli tenaga-dalam Dia merasa derita kesemutan itu dari hawa murni dalam tubuhnya telah menyesat kealiran yang salah atau seperti menunjukkan gejala Co hwe-jip-mo (sungsang balik) hingga jalandarah itu tertutup semua. Demikian keadaan yang ia rasakan saat itu.
- Dia menimang2 adakah tadi dia telah keliwat banyak menggunakan tenaga-dalam sehingga timbul akibat demikian "
Kuatir akan hal itu maka diapun tak berani menyalurkan tenaga-dalam lagi dan hanya menggunakan hawa murni. Ia merasa tak ada perobahan apa2 maka iapun segera mulai lagi untuk menekuk tongkat itu kearah perutnya. Tetapi begitu bergerak kembali dia rasakan ketiaknya kesemutan lagi, Tenaganyapun hilang.
Dia heran tetapi sampai saat itu tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa dia sedang dipermainkan oleh orang tokoh sakti. Dia tetap
menggnggap bahwa tenaga-dalamnya tidak menyalur rata. Buru2 ia berhenti lagi, menyalurkan hawa murni. Dua kali berhenti itu telah memakan waktu cukup lama. Sekalian penonton bermula mengira bahwa Toho tentu segera dapat mematahkan tongkat itu dan mendapatkan pulau Kyoto. Tetapi alangkah heran mereka ketika dua kali Toho harus hentikan
usahanya menekuk tongkat itu. Dalam pada itu Poan-hong-poh lebih tajam matanya. M?lihat keadaan Toho, cepat ia dapat menduga bahwa ada seorang sakti yang tengah membantu dirinya untuk mempermainkan Tobo. Diam diam legahlah hati nenek itu. Ia tertawa ke arah rahib tua itu. Takut kalau Toho akan mengetahui kalau dirinya sedang dimermainkan orang. rahib tua itu pura2 tak inenghiraukan Poan-hong-poh.
Hian-li Lim Sam Kho sendiri juga diam2 heran. Waktu ia keliarkan pandang mata meneliti ke - arah penonton, segera ia melihat seorang lelaki tinggi besar tengah mengangguk dan tersenyum ke arahnya. Lim Sam Kho tercekat Diam2 ia merangkai dugaan bahwa dengan kehadiran lelaki tinggi besar Siang Bong ditempat itu, bukan mustahil kalau Toho akan menderita malu nanti.
Memang dugaan Lim Sam Kho itu tepat. Me mang Siang Beng yang berdiri terpisah dua tombak' dibelakang Toho itulah yang mempermainkan lhama
itu dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, menjentikkan sebutir pasir yang halus kearah ketiak Toho. Tanpa suara sedikitpun juga dan karena perhatian semua orang tertumpah pada Toho, sudah tentu tiada seorangpun yang tahu akan permainan Siang Bong itu Bahkan Toho sendiri walaupun merasa tetapi hanya inengira kalau penyaluran tenaga-dalamnya tidak merata dan sama sekali tidak curiga kalau ada orang yang sedang mempermainkannya. Dari peristiwa itu dapatlah ditarik kesimpulan betapa tinggi kepandaian tokoh Siang Bong itu. Untuk menjetikkan pasir memang tak sukar tetapiyang diarah itu seoran : tokoh macam Toho dan pula yang berada di gelanggang itu adalah tokoh2 silat yang berilmu tinggi. namun tiada seorang pun yang tahu akan hal itu. Rasanya dalam dunia per
silatan masa itu hanya Sing Bong seorang yang mampu melakukan hal semacam itu.
Toho masih penasaran setelah menghimpun lagi tenaga-murni ia mengerahkan tenaga untuk. menekuk tongkat pula. Butir pasir yang ketiga pun segera diluncurkan Siang Bong. Tiga kali menjentik
dan tiga kali pun arah yang dikenainya itu hampir sama yalah dibawah ketiak.
Dibawah ketiak itu terdapat sebuah jalan darah yang disebut Toa-poh hiat, merupakan salah sebuah jalandarah yang penting. Apabila Siang Bong menggunakan tenaga yang lebih keras lagi sedikit
saja, Toho tentu tak kuat.
Bahwa tiga kali Toho merasa dibawah ketiak kesemutan saja, diam2 takutlah ia. Kalau memaksakan diri untuk mengerahkan tenaga-dalam dikua tirkan akan mengalami akibat Co hwe jip mo yang akan membuatuya cacad dan lumpuh seumur hidup.
Tetapi tadi ia sudah membuka suara bahwa dalam waktu sejam saja tentu dapat menatahkan tongkat itu. Saat itu waktu yang dijanjikan itu sudah hampir habis. Bukan saja tak mampu mematahkan tongkat bahkan ia terancam akan menjadi Co-hwe-jip-uo.
Toho gelisah sekali. Memandang ke muka di lihatnya wajah Poan hong-poh berseri-seri. Seketika timbullah niat jahatnya. Asal sudah dapat menyelesaikan Poan hong-poh, hanya tinggal Lim Sam Kho seorang yang harus diperhitungkan tetapi wanita itu dapat diatasi oleh padari Gok Co thauto dan kawan kawannya. Dengan begitu jelas ia akan dapat menguasai pulau Kyoto tanpa bersusah-susah menempuh bahaya mematahkan tongkat itu,
Setelah memutuskan rencana, tiba2 ia bersuit
panjang dan berteriak : Gok Co thauto. lekas jalankan rencana kita itu !"
Melihat bahwa Toho yang sudah akan berhasil memutuskan tongkat tiba2 menderita kesulitan, Gok Co thauto dan kawan-kawannya itu:
cemas. Selekas mendengar perintah Toho, merekapun cepat me
nghunus senjata. Sebenarnya mereka baru akan bergerak setelah Toho merebut kemenangan. Peristiwa dari tindakan Gok Co thauto yang tak terduga-duga itu telah menyebabkan para jago2 silat yang menyaksikan pertandingan itu kalut. Banyak yang menjadi korban serangan kawanan Gok Co thauto, . Pun setelah memberi perintah, Toho juga segera bergerak. Tak mau lagi ia menekuk tongkat tetapi menggunakan tongkat itu untuk menyerang Poan hong-poh, - Sudah tentu Poan-hong-poh terkejut. Tring, ia menangkis dengan tongkatnya juga. Benturan itu telah menyebabkan toho dan Poan-hong-poh masing2 menyurut mundur tiga langkah.
"Toho, engkau punya malu atau tidak !" teriak Poan-hong-poh dengan gusar.
Tetapi Toho tak mau menjawab melainkan menyerang lagi. Tetapi tiba2 ia merasa dari kanan dan kiri berhembus dua gelombang tenaga besar yang melandanya. Dalam gugup ia berpaling memandang ke kanan dan ke kiri. Gelombang angin dari sebelah kiri ternyata tenaga pukulan Hianthian-kong-gi yang dilepaskan Hian-li Lim Sam Kho. Sedang yang dari kanan timbul dari gerakan menampar rahib tua itu. Tampaknya ringan tak bertenaga rabib tua itu mengayunkan tangannya
tetapi ternyata memancarkan angin pukulan yang hebat sekali.
Toho memang curiga terhadap rahib tua itu. Seorang rahib tetapi mengapa memakai keruduug kepala yang menutupi juga bagian mulutnya. Tetapi kini setelah diketahui bahwa serangan dari rahib tua itu ternyata menggunakan tenaga-sakti Thian
jio kang, kejutnya bukan alang kepalang. Dua kali ia pernah merasakan penderitaan hebat dari pukulan Thian jio-kang itu. Pertema kali pada tujuh tahun yang lalu sehingga dia dimasukkan dalan peti besi dan dilempar kedalam telaga. Kedua kali, apa bila dalam pertempuran digunung Ke-tiok san itu Siau Yau cinjin tidak berlaku murah hati, saat itu dia pasti sudah mampus. Sudah tentu sekarang dengan cepat ia dapat mengenali gerak dari pukulan Thian-jio kang itu. Apakah rahib tua itu penyamaran dari Siau Yau cinjin " - Tetapi ia tak sempat merenung lebih lama.
*karena saat itu harus menghadapi dua buah pukulan sakti. Terpaksa ia kerahkan tenaga-dalam untuk menangkis seraya menyurut mundur dan menegur
rahib tua itu: "siapakah ... .. engkau ini ?"
Rahib tua itu tak menghiraukan melainkan berkata kepada Lim Sam Kho :
"San Khe, harap berhenti dulu. Orang ini mempunyai perhitungan dengan aku yang belum selesai. Terpaksa aku akan membuka larangan membunuh untuk menyelesaikannya. Sukalah Sam Kho membereskan kawanan Gok Co thauto itu saja !"
Karena beralasan, Lim Sam Khopun menurut. Tetapi baru saja ia hendak berputar tubuh, sekonyong-konyong terdengar ledakan yang maha dahsyat seperti halilintar meletus tetapi datangnya bukan dari angkasa. Dengan ilmu kepandaian yang dimilikinya, Lim Sam Kho sampai t?rgetar karas sehingga telinganya kesemutan. Memandang kemuka tampak Siang Bong sedang berdiri diatas sebuah gunduk tanah. Sesaat tokoh itu membuka mulut, kembali terdengar ledakan dahsyat. Sayup dalam bunyi yang dahsyat itu seperti mengandung aum dan pekik binatang buas. Seramnya bukan kepalang.
Hampir sebagian besar dari orang yang tengah bertempur itu merasa kesemutan kaki dan tangannya sehingga mereka tak kuat lagi untuk
mencekal senjatanya, dan berdiri tegak seperti patung.
Hanya beberapa puluh jago yang ilmu kepandaiannya agak tinggi tak sampai mengalami hal serupa itu. Tetapi merekapun tak berani melanjutkan pertempurannya lagi dan loncat menyingkir.
Gok Co tha uto mengangkat muka memandang ke muka. Dilihatnya Siang Bong dengan perkasa dan penuh kewibawaan, tengah berdiri, diatas. segunduk tanah. Gok Co thauto segera mengenali tokoh itu ketika berjumpa di daerah Biau dulu. Ia pernah merasakan hajaran yang pahit dari tokoh itu sehingga hampir saja nyawanya hilang. Untung
| saat itu Siang Bong berlaku murah hati mau mengampuni jiwanya.
Sudah tentu kejut Gok Co thauto seperti di sambar petir. Ia memekik lalu berputar tubuh, dan lari. Tetapi baru mencapai setombak jauhnya, Siang Bong sudah melayang, menghadangnya. Sekali ayunkan tangan, plak, plak, dia menghadiahi dua buah tamparan ke muka Gok Co. Seketika muka
| paderi itu berhias dua buah daging membegap
biru, Walaupun didaerah Biau, Gok Co thauto membanggakan diri sebagat raja, tetapi matilah kutunya apabila berhadapan dengan Siang Bong.
Tanpa malu lagi ia terus meratap:
"ik-jin (tokoh luar biasa), ampunilah jiwaku. Selanjutnya aku tak berani ikut campur urusan di dunia Iagi!"
"Dulu bagaimana kupringatkan engkau?" ben etak Siang Bong.
Gok Co thauto tundukkan kepala tak berani berkutik.
"Hm, kali ini sekali lagi kuampuni jiwamu. Tetapi ingat, apabila lain kali engkau sampai jatuh ketanganku lagi, tentu akan kucabut ji
wamu dan kuhancur leburkan badanmu untuk makanan ular beracun piaraanku !" Gok Co thauto seorang suku Biau. Mereka percaya bahwa orang yang mati itu kelak akan lahir kembali. Mendengar kematian yang dikatakan Siang Bong, seketika gemetarlah tubuhnya.
"Aku bersumpah akan mentaati perintah !" serunya serta merta. Siang Bong tertawa:
"Ditepi laut terdapat kapal, lekas engkau angkut kawan2mu tinggalkan tempat ini. Aku masih akan membuat perhitungan dengan Toho !" Sudah tentu gok co thauto tak berani membantah. Segera ia mengajak kawan-kawannya pergi. Sekalian tokoh2 lain, demi mendengar bahwa tokoh Siang Bong yang diagungkan dalam dunia persilatan selama ini juga muncul ditempat itu, terkejut : kepalang. Bagi kaum persilatan, menyaksikan pertempuran diantara tokoh2 sakti, merupakan suatu pengalaman yang amat berharga. Sudah tentu mereka tak mau melewatkan kesempatan yang sebagus itu
dan ingin mengetahui bagaimana tindakan Siang Bong terhadap Toho.
Siang Bong. Lim San Kho dan Poan-hongpoh tegak berjajar menyaksikan Toho berhadapan dengan rahib tua yang bukan lain adalah Siau Yau Cinjin.
Sambil mengayunkan kedua tangannya untuk
menyerang, tak henti-hentinya Toho bertanya:
"Rahib tua, mengapa engkau tak mau menyebutkan namamu " Siapakah engkau ini sebenarnya -"
Siau Yau cinjin menggunakan ilmu pukulan Thian-jio-ciang untuk mendesak. Sebenarnya Toho sudah terkurung dalam bayangan pukulan lawan. Saat itu baru rahib tua menghapus muka, membuang kedok kulit yang menutupi mukanya.
"Apakah engkau tak kenal aku?" serunya dengan tertawa dingin.
Melihat tiba2 rahih tua berobab menjadi Siau Yau cinjin, seketika menggigillah tubuh Toho.
, Siau Yau cinjin segera lancarkan jurus Gi
jong-gu-tou (kawan menerjang bintang Gutou), menindih lawan. Toho agak lengah,krak.... seketika tulang lengan kanannya patah. Dengan meraung keras ia pejamkan mata menunggu ajal.
Siau Yau cinjin melangkah maju dan mengangkat tangan hendak menghabisi jiwa. Ihama itiu. Tetapi tiba2 Siang Bong berseru:
"Cinjin. tunggu dulu !"
Siau Yau cinjin heran dan berpaling kearah Siang Bong:
"Mengapa Siang tayhiap hendak memintakan ampun untuknya?"
Siang Bong melengkah maju, serunya:
"Toho kejahatanmu sudah lewati ukuran, sudah selayaknya engkau menerima kematian. Tahukan engkau ?" Dalam keadaan seperti itu masih Toho bersikap congkak. Sambil merentang mata ia berteriak: "Kalau aku mati ditangan cinjin keparat ini, aku tak dapat bilang apa". Tetapi manusia macam apakah engkau ini berani juga menggertak aku ?"
Habis berkata tiba2 Toho terus ayunkan tangan kiri menghantam dada Siang Bong.
Siang Bong tertawa gelak2. Dia tidak bergerak mundur ataupun menangkis melainkan membiarkan saja dadanya dipukul.
Bluk, pukulan Toho seperti menghantam kulit kerbau yang keras sekali serta mengandung daya-pental yang hebat. Toho terkejut dan hendak menyingkir tetapi sudah tak keburu lagi. Krak, terdengar bunyi menggemertak dari tulang tangan kiri Toho yang patah.
Saat itu Toho baru tahu rasa. Dia terlongong longong seperti patung.
Siang Bong tertawa lalu menghardik :
"Toho, jika engkau mau mengatakan tempat penyimpanan pedang Ki-bun-kiam itu, aku akan memintakan pengampunan untukmu kepada Siau Yau cinjin!"
- Ketika mendengar kata Siang Bong itu, Poan. hong-poh dan Tanghong Leng terkesiap. Siang Bong sudah sedemikian sakti, mengapa
ia masih perlu mendak mencari pedang Ki-bun, kiam lagi " Sementara itu Toho tundukkan kepala putus asa, ujarnya: Kutahu bahwa pedang dan kitabnya berada di pulau ini, tetapi tak tahu dimana letak tempat penyimpanannya yang tepat."
Kali ini Poan-hong-poh makin terkejut. Walau pun beradat aneh dan suka membawa kehendak nya sendiri, tetapi diapun tahu gelagat juga. Jika Siang Bong secara bersembunyi tak memberi bantuan, jelas dia tentu akan jatuh ditangan Toho. Sejenak merenung, ia segera berkata :
"Siang tayhiap, jika pedang itu benar berada dipulauku ini, silahkan engkau mencarinya. Aku tak mengharap pusaka itu."
Siang Bong tertawa : "Terima kasih atas kebaikanmu. Sebenarnya aku sendiripun tak menghendaki pedang itu. Tetapi karena sudah terlanjur berjanji kepada seorang budak perempuan untuk memberikan kepadanya sebuah senjata pusaka. Kebetulan kudengar bahwa datuk besar dunia persilalatan Pek Leng Su yang dulu semasa hidupnya menggunakan tujuh batang pedang tetapi kemudian pedang itu lenyap entah kemana, kabarnya pedang itu telah diketemukan orang lagi. Oleh karena itu aku tertarik hendak mendapatkan pedang itu guna kuberikan kepadanya . . . . ih, kemanakah budak perempuan itu " Mengapa sampai setengah harian
tak kelihatan batang hidungnya ?"
Tanghong Leng tergerak dan menyelutuk: "Siang tayhiap, siapakah yang engkau maksudkan budak perempuan itu?"
"Siapa lagi kalau bukan puterimu Ui Hong Ing itu," kata Siang Hong.
Tanghong Leng hendak memberitahu bahwa sebenarnya Ui Hong Ing itu bukan seorang anak perempuan tetapi anak laki. Tetapi ia terpengaruh oleh kecemasannya karena anak itu memang sudah beberapa lama tak kelihatan.
"Tadi kelihatannya dia bersama dengan seorang anakmuda, mengapa sekarang tak tampak lagi ?"
Juga Hian-li Lim Sam Kho heran:
"Ih, muridku juga kemana perginya."
Toho memandang juga kesekeliling tempat itu. pun tak melihat Cong Tik. Diam2 dia mema ki pemuda itu karena setelah melihat orang menderita kekalahan, anak itu diam2 telah ngacir pergi.
Ya, kemanakah gera ngan Ui Hong Ing bersama Su Ciau itu"
Sebenarnya ketika Toho sedang ngotot hendak mematahkan tongkat, Ui Hong Ing dan Su Ciaupun berada diantara para penonton dan mengikuti apa yang terjadi disitu.
Bahwa gurunya telah mengajukan syarat
yang begitu mudah kepada Toho, Ui Hong Ing menduga tentulah ada sebabnya. Tetapi ketika melihat Toho sudah hampir dapat mematahkan tpngkat itu : dan tak terjadi suatu apa Ui Hong Ing mulai gelisah. Pada saat ia hendak melepaskan ular Thiatbi-coa untuk menakuti Toho tiba2 matanya kedut2an dan entah bagaimana ia merasa sedih sekali se perti kehilangan seseorang yang disayanginya dan rapat hubungannya dengan dirinya.
Memandang kemuka. dilihatnya mamahnya masih berdiri disamping Tanghong. Leng. Di sebelah lain pun tampak Su Ciau tak kurang suatu apa. Tetapi mengapa ia mengalami perasaan sedih yang sedemikian aneh " Lalu siapa lagi yang tak kelihat an.
Tacinya Cin Hong Ing ! Ya, benar. Tacinya itu tak kelihatan di tempat itu. Adakah tacinya itu mengalami sesuatu yang menyedihkan " Walaupun perasaan sedih yang menc?ngkam hati sudah reda tetapi pikirannya tetap terbayang akan tacinya saja Betapapun ia hendak menghapus, tetap tak dapat. Beberapa saat kemudian, benar2 ia tak kuat menahan keinginan hatinya untuk mencari tacinya.
"Su Ciau, aku mendapat firasat bahwa taciku telah mengalami sesuatu yang menyedihkan. Mari kita cari dia !" segera ia mengajak Su ciau.
Su Ciau kerutkan dahi, ujarnya :
"Mengapa engkau tahu kalau dia mendapat halangan ?" Sudah tentu Ui Hong Ing tak dapat menjawab tetapi ia merasakan firasat itu. Maka dengan berkeras ia berseru : "Su Cia?, marilah engkau ikut aku mencari taci. Aku tak dapat mengatakan kan alasannya tetapi hanya merasa dalam hati bahwa dia telah tertimpa bencana !" - Memang pada anak kembar sering terdapat hal semacam itu. Apabila yang satu sedih maka yang lainpun seperti ikut merasa sedih. Melihat Ui Hong Ing begitu ngotot, akhirnya mau juga Su Ciau diajak. Mereka menuju ke balik gunung. "Hong Ing, lihatlah, mana ditempat ini terdapat orang " Sudahlah, lebih baik kita kembali melihat Toho berhasil atau tidak mematahkan tongkat itu" seru Su Ciau. Sebenarnya Ui Hong Ing menganggap kata2 Su Ciau itu beralasan tetapi entah bagaimana sebelum melihat tacinya, ganjelan hatinya masih belum hilang.
"Kita lihat saja kesana, kalau memang tak a da orang, kita kembali" katanya.
B?rlari beberapa tombak kemuka, mereka me lihat sebuah perahu layar tengah berlabuh di tepi pantai. Diatas perahu itu terdapat seseorang tetapi karena jauh maka tak tahu siapa. Orang itu tengah sibuk membenahi layar.
Ui Hong Ing girang. Sambil menunjuk ke arah perahu, dia berseru :
"Lihatlah, bukankah itu orang " Mari kita tanva kepadanya apakah dia melihat taci atau tidak ?" Tanpa menunggu jawaban Su Ciau, Ui Hong Ing terus lari menuju kepantai. Ketika tiba, ia melihat bahwa orang itu ternyata Cong Tik. Cin Hong Ing terkesiap. - Sebenarnya perahu itu sudah lama tak digunakan dan ada beberapa bagian yang kemasukan air. Jelas tak dapat dilayarkan di lautan. Tetapi ke cuali perahu itu. semua perahu berada dimuka pulau. Jika hendak mengambil tentu diketahui orang maka Cong Tik terpaksa berusaha untuk memperbaiki perahu tua itu. Pada saat ia sedang membenahi tali temali untuk menaikkan layar, tiba2 ia melihat dua orang loncat k? tepi pantai. Kejut Cong Tik bukan kepalang sehingga sampai beberapa saat ia ter-longong: Saja. "Hai, apakah engkau melihat taciku ?" tegur U
i Hong Ing. Cong Tik gelagapan, menyahut :
"Taci . mu . . " ti . . dak . . " Melihat Cong Tik begitu ketakutan dan gugup. timbullah kecurigaan Ui Hong ing. Ia teringat ketika tacinva pergi dengan membawa pedang Thian liong kiam, Cong Tikpun mengikuti di belakangnya Tak mungkin dia tak tahu.
"Ketika dia pergi, engkaupun mengikutinya Mengapa bilang tak tahu " Lekas bilang, jangan pura2 !" Ui Hong Ing mendesak. Cong Tik memerhatikan bahwa Su Tiau agak jauh dari Hong Ing. Diam2 ia memutuskan, sekali bertindak takkan kepalang tanggung. Lebih baik kedua anakmuda itupun dilenyapkan sekali. | "Silahkan engkau naik kedalam perahu ini, aku hendak bicara penting,", serunya,.."tacimu memang diperahu ini." Tanpa banyak curiga, Ui Hong Ing terus ayun tubuh melayang kedalam peraha :
"Tetapi me ngapa engkau tadi berbohong ?" Cong Tik tertawa :
"Aku dan tacimu sudah bersepakat hati untuk mencari sebuah pulau kosong hidup berdua dengan bahagia. Takut kalau engkau merintangi maka akupun terpaksa berbohong.
Memang pintar benar Cong Tik mencari alasan hingga Ui Hong Ingpun percaya. Saat itu Hong Ing hendak loncat lagi ke pantai dan nonton Toho mematahkan tongkat Tetapi baru ia hendak bergerak tiba2 matanya tertumbuk akan pedang Thian-liong-kiam terselip di pinggang Cong Tik dan tangan Cong Tik mencekal tangkai pedang itu.
- "Hai, kiranya taci telah memberikan pedang itu kepadamu ?" serunya. Baru ia berkata begitu, Cong Tik cepat mencabut Thian-liong kiam terus menusuk dada Ui Hong Ing. Sudah tentu Hong Ing terk?jut dan tak siap. Dalam gugupnya ia masih berusaha untuk mundur tetapi bahunya tak urung terpapas juga sehingga mengucurkan darah. - | Saat itu barulah Hong Ing menyadari bahwa firasatnya tentang diri tacinya memang benar. Ia menarik ular thiat-bi coa lalu dengan menahan rasa sakit segera ayunkan ular itu seraya berseru: "Eng kau pengapakan taciku " lekas bilang !" Cong Tik menabas. Karena kuatir ular thiatbi-coa akan menderita luka. cepat Hong Ing menariknya kembali. Cong Tik melangkah maju dan menusuk lagi : "Tacimu sudah aman, engkaupun segera akan kususulkan untuk menjumpainya !" Menggigil hati Ui Hong Ing mendengar keterangan itu. Ia tertegun. Akibatnya runyam. Cong' Tik tak mau melepaskan kesempatan sebagus itu. Segera ia taburkan pedang dan mengurung Hong. Ing dalam sinar kuning. - Untung dalam menghadapi detik2 yang berbahaya itu, Su Ciau segera muncul. Bermula ia mengi ra sinar pedang Thian-liong-kiam itu berasal dari taci beradik yang karena selisih faham lalu bertempur. Tetapi pada lain kejab, ketika memandang dengan seksama, ia baru mengetahui bahwa yang bertempur dengan Hong Ing itu adalah seorang lela
ki. - Su Ciau gugup. la cepat melayang ke dalam perahu. Tetapi ia tak mempunyai senjata maka disambarnya rantai sauh yang menambatkan perahu i tu. Sauh terus dihantamkan kearah Cong Tik.
Sejak tekun belajar digunung Tay-swat-san tenaga kepandaian Su Ciau makin bertambah hebat. Dan serangan kali ini ditujukan untuk menolong orang. Ia menggunakan seluruh tenaganya.


Pendekar Banci Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat itu Cong Tik hendak membabat dengan Thian-liong-kiam. Tetapi ia segera menyadari Memang ia dapat membabat putus rantai tetapi ke mungkinan tubuhnyapun akan lebur karena terhantam sauh. Buru2 ia menarik pulang pedangnya.
Sebenarnya kepandaian Ui Hong Ing lebih tinggi dari Cong Tik. Adalah karena terkejut mendengar keterangan Cong Tik maka ia sampai terl
ongong. Dan dengan tepat, Cong Tik dapat menggunakan kesempatan itu untuk mengurungnya. Serang an Su Ciau memaksa Cong Tik harus alihkan per hatiannya. Ia memapas sauh, tring , . Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Hong Ing yang segera ayun kan kedua kakinya, melancarkan jurus Ngo-kui-pan lian atau Lima-setan-memindah-teratai salah sebuah jurus dari Gong-jiu-toh-peh-jim atau ilmu dengan tangan kosong merebut senjata.
Tetapi celaka. Secara kebetulan sauh atau jangkar perahu yang terpapas pedang Cong Tik itu telah mencelat kearah Hong Ing.
Jurus pertama dari ilmu Gong-jiu-toh-peh
jim adalah melambung ke udara. Tetapi karena ujung jangkar yang runcing hendak menghantam mukanya terpaksa ia batalkan rencana, menggeliat turun lagi. Sedang pada saat itu karena hendak menghindari s?rangan Su Ciau, terpaksa Cong Tik
mundur selangkah. Melihat Hong Ing turun ketanah dengan pontang panting Cong Tik tak mau membuang kesempatan lagi. Cepat ia menyurutkan lengan kiri dan benturkan siku lengannya ke dada Hong Ing.
Hong Ing masih dapat menghindar kesamping tetapi Cong Tik memang cerdik sekali. Gerakan dengan siku lengan itu hanya merupakan ancaman kosong. Karena saat itu juga ia menyusuli dengan menarik tangkai pedang kebelakang. mengarah kejalau darah Ki-bun-hiat pada dada Hong Ing.
Belum sempat Hong Ing berdiri tegak, tangkai pedang sudah melayang. Ia tak dapat menghin dar lagi dan jalandarah pada dadanya termakan ujung tangkai, duk, ia jatuh t?rkapar diatas geladak.
Untung waktu terancam tutukan tangkai pedang itu Hong Ing bersiap hendak menggunakan jurus Thiat-pan-kio (jembatan-besi-gantung) untuk menekuk tubuhnya kebelakang. Dengan demikian, walaupun dadanya kena tertutuk tetapi tubuhnya tak sampai terluka dan masih dapat bicara.
Su Ciau terkejut. Maju selangkah, ia hendak menolong Hong Ing. Tetapi saat itu jua punggung nya terasa disambar angin dingin. Cong Tik menyerang dari belakang, terpaksa ia ayunkan jangkar untuk menyongsong.
Melihat besi jangkar itu berat sekali. terpaksa Cong Tik tak berani mengadu dengan pedangnya. Dengan mengandalkan kelincahannya, iapun ber-putar2 mengelilingi lawan, menusuk dan membabat jangkar.
Dalam beberapa kejab saja kedua pemuda itu sudah bertempur sampai duapuluh jurus. Keempat ujung runcing dari jangkar yang dimainkan Su Ciau sudah terpapas kutung oleh pedang Thian liong kiam sehingga saat itu lebih mirip bentuknya seperti sebatang alu atau toya. Hal itu malah menguntungkan Su Ciau karena ia merasa berat juga untuk memainkan jangkar yang begitu berat. Kini ia dapat memainkan dengan lebih gencar dan keras. Berulang kali ia hendak mencuri kesempatan untuk membuka jalandarah Hong Ing tetapi selalu digagalkan Cong Tik.
Karena tak mampu merubuhkan Su Ciau, Cong Tik mulai gelisah. Jika sampai datang lagi se orang lain tentu tak menguntungkan. Pada hal dia harus lekas2 tinggalkan pulau itu dengan membawa ketujuh pedang Ki-bun-kiam dan kitab pelajaranNya. - Diapun tak tahu bagaimana kesudahan dari pertandingan yang dilakukan Toho. Siapapun yang menang. baginya tetap tak ada manfaatnya bahkan malah mengganggu. Ia harus segera menyelesaikan pertempuran itu. Serangan segera dilancarkan lebih gencar dan hebat. Tring, ia dapat membabat kutung senjata lawan lagi sehingga sudah tak menyerupai jangkar.
Su Ciau t?rpaksa mundur, Cong Tik tetap mengejarnya. Andaikata mau meloloskan diri, tidak sukar. Tetapi Su Ciau memikirkan diri Hong Ing. Jika ia pergi Hong Ing tentu dib
unuh. Tiba2 ia nekad. Kutungan besi jangkar yang hanya tinggal se tengah meter itu disabitkan kepada Cong Tik.
Cong Tik tertawa gelak2. Cukup dengan mengangkat pedang, kutungan jangkar itupun berham.
buran jatuh. Cong Tik mengejar lagi. Su Ciau lepaskan sebuah pukulan. Ia siap menghadapi dengan tangan kosong.
"Su Ciau, kuajarkan kepadamu sebuah jurus
yang diberikan Siang tayhiap. Silangkan kedua kaki dan menendanglah dengan beruntun, lekas !" tiba2 Hong Ing berseru. Mendengar jurus itu ajaran dari Siang Bong walaupun menurut penilaian tentu akan terpapas oleh pedang Cong Tik, namun Su Ciau tetap percaya dan melakukannya.
Setelah kedua kaki itu ber-turut2 menendang, Cong Tik mengangkat pedang dan menujukan ke tenggorokan Su Ciau. Saat itu pedang hanya terpisah beberapa senti dari kerongkongan Su Ciau. melihat itu Hong Ing berseru lagi :
"Tekuk tubuh ke belakang. berputar kesamping, gunakan jurus Thiat pian-kio miring, tutuk pelipisnya dengan tangan kirimu"
Su Ciau menurut lagi. Begitu menggeliat. ujung pedang Cong Tik memang dapat dihindarinya dan saat itu ia m?mpunyai kesempatan untuk menyerang. Dengan jari tengah tangan kiri segera ia menutuk jalandarah thay yang-hiat di pelipis lawan.
Melihat jurus aneh ajaran Hong Ing mampu menghindari tusukan pedangnya. pula teringat bagai mana dengan gerakan aneh tadi Hong Ing pun berhasil merebut pedangnya Cong Tik terkejut sekali. Ia tak mau melanjutkan serangannya melainkan menghindar ke samping dan kebetulan tak berada jauh dari tempat Hong Ing.
"Sayang ! Sayang !" seru Hong Ing, sebenarnya apabila engkau susuli dengan menyentikkan jari tengah. pedang Thian-liong-kiam tentu dapat engkau rebut. Lekas kejar !"
Melihat hubungan kedua anakmuda itu begitu erat, diam2 timbul dugaan Cong Tik. Mungkinkah antara Su Ciau dan Hong Ing sudah terjalin ikatan kasih " Bagus. ia gembira dalam hati. Menilik
kepolosan hati-Su Ciau, tak sukar untuk memperalat pemuda itu. Karena jika pertempuran itu dilanjutkan dan Hong Ing m?mberi ajaran jurus2 yang aneh, kemungkinan pedang Thian-liong kiam akan jatuh lagi ke tangan Su Cia?. : Setelah merancang rencana, iapun segera loncat ketempat Hong Ing dan tujukan ujung Thianliong-kiam ketenggorokan Hong Ing. - Su Ciau terkejut sekali, serunya :
"Hai, keparat, apa yang engkau kehendaki ?"
"Tidak: apa2." Cong Tik tertawa dingin,
"tetapi jika engkau berani maju selangkah lagi, pedang ini segera akan kubenamkan ke tenggorokan budak ini. Heh, heh, dia tentu segera akan menyusul tacinya ke neraka !" Su Ciau tertegun kejut Karena mengh?ntikan langkah dengan keras, maka lantai geladak yang sudah tua itupun pecah. - "Tunggu, kita bicara lagi" serunya gopoh.
Mendengar bahwa tacinya telah dibunuh. Hong Ing melengking : "Apakah engkau yang men celakai taciku ?"
"Benar, engkaupun segera akan menemuinya di akhirat sahut Cong Tik.
Ingin rasanya saat itu Hong Ing mencincang Cong Tik tetapi sayang dia tak dapat berkutik. A palagi saat itu tenggorokannya sedang terancam ujung pedang Terpaksa ia harus menekan kemarahannya dan memaksa tertawa : ?ngkaulah yang akan bertemu dengan taci, kenapa harus aku ?" - Jika Hong Ing marah dan berkata dengan kasar, tidak demikian dengan Su Ciau. Bukan karena pemuda itu lemah hati atau penakut tetapi ia memikirkan kepentingan Hong Ing. Jika ia bersikap kasar, Cong Tik tentu akan membunuhnya. Cong Tik menyadari
bahwa ilmu kepandaian nya masih kalah dengan Hong Ing. Paling dia se imbang dengan Su Clau. Ia dapat menguasai kedua anakmuda itu karena kecerdasan otaknya mengatur tipu siasat.
"Orang she Tan, " sahutnya kepada Su Ciau "dulu aku tak mempunyai dendam permusuhan dengan engkau, sekarangpun tidak. Hanya sebuah syarat yang dapat menyuruh kubebaskan budak ini Tetapi apakah engkau mau menerima ?"
"Lekas katakan " seru Su Ciau.
Baginya asal dapat membebaskan Hong Ing, ia tak peduli apakah syarat yang akan diajukan Cong Tik. Cong Tik tertawa sinis. "Mudah sekali tetapi rasanya engkau tak sanggup menerimanya !" - "Bilang !" rupanya Su Ciau tak sabar lagi menunggu.
Kembali Cong Tik tertawa iblis.
"Dengarkan," kata Cong Tik,
"asal engkau mau memotong uratnadi dan bunuh diri, aku takkan membunuh budak perempuan ini !" - Su Ciau terkesiap. Tetapi pada lain kejab ia menimang2. Walaupun dia mati tetapi Hong Ing akan bidup. Pengorbanan yang layak. "Apakah omonganmu itu dapat dipercaya ?" ia menegas. - Cong Tik tahu bahwa Su Ciau itu seorang pemuda yang jujur dan polos. Ia hendak menyiasati pemuda itu. Selekas Su Ciau mati bunuh diri, ia segera menghabisi Hong Ing juga. Siapa yang akan merintangi"
"Sudah tentu dengan sungguh hati." sabutnya. Marah Hong Ing bukan kepalang. Kalau ia bicara, kerongkongannya tentu akan terbentur ujung pedang. Tetapi kalau ia diam saja, Su Ciau tentu termakan tipu.
"Su Ciau, jangan percaya omongannya !" akhirnya Hong Ing nekad berteriak. Benar juga seketika itu ia rasakan tenggorakannya sakit. Kulitnya tertusuk ujung pedang dan berdarah.
Melihat leher Hong Ing berdarah, Su Ciau mengira kalau Cong Tik sudah membuktikan ancamannya. Buru2 ia berseru:
"Hong Ing, kecuali itu tiada lain daya untuk menolong engkau. Asal engkau hidup dan berbahagia, biarlah aku mati !"
Walaupun menderita tusukan namun Hong Ing tak takut. Ia berseru lagi:
"Su Ciau, engkau keliru. Kalau engkau mati. dia tentu akan membunuh aku juga. Bangsat itu hendak lekas tinggalkan pulau ini. Kalau tidak masakan dia mencelakai taciku. Tentu ada sebabnya yang aneh. Biarlah dia menusuk, takut apa !"
Cong Tik terkejut. Ia tahu tak dapat menekan Hong Ing. Satu-satunya jalan hanyalah mende sak Su Ciau saja. - "Orang she Tan, dengan selembar jiwamu, engkau menolong jiwa budak perempuan ini. Engkau mau menerima atau tidak, lekas bilang. Kalau memang takut, ya sudah. Seorang lelaki mengapa takut memberi keputusan ?" serunya. Su Ciau menghela napas : "Sahabat Cong, ku harap engkau menepati janjimu !"-Serentak ia berlutut hendak duduk dan memutuskan urat nadinya.
- Sekonyong-konyong perahu itu bergoncang keras kian kemari. Karena semangatnya sudah lunglai, hampir saja Su Ciau terjatuh, Ketika ia berbangkit dilihatnya Cong Tik juga ikut terhuyung sehingga ujung pedangnya terpisah dari leher Hong Ing. menggunakan kesempatau itu Hong Ing berte riak : "Su Ciau, percayalah omonganku. Jangan sekali-kali engkau melakukan bal itu. Jangan percaya kepadanya ! Kalau engkau nekad, akupun hen dak menggigit lidahku supaya mati !"
Su Ciau tertegun mendengar ucapan itu. Sedangkan Cong Tik heran mengapa perahu bergoncang sedemikian keras. Setelah memperhatikan sejenak, girangnya bukan kepalang. Adalah karena sauh telah diambil Su Ciau maka perahu itupun terdampar gelombang dan mulai meluncur tinggalkan pantai.
Cong Tik girang karena setelah perahu berjalan ia akan dapat dengan pelahan-lahan menyelesaikan kedua anak muda itu. Tetapi ia terkejut dan cemas adakah perahu yang sudah tua itu masih dapat berlayar mengarungi lautan.
"Nona Hong Ing, engkau benar," serunya mencemoh,
"tetapi kalau engkau mati, diapun tentu akan bunuh diri !"
Sambil berkata, mulai lagi ia melekatkan ujung pedang keleher Hong Ing' Saat itu angin berhembus keras. Karena tidak dikemudikan, perahupun bergoyang-goyang tak henti-hentinya. Agak sulit juga Cong Tik melekatkan ujung pedang ke leher Hong Ing. Baru berhasil menempelkan pedang, perabu bergoncang lagi sehingga dia tersiak ke samping.
Diam2 Hong Ing mencari akal. Serunya :
"Engkau benar. Tetapi kerena kita berdua bakal berpisah. apakah engkau meluluskan dia supaya menghampiri kedekatku untuk mengucapkan selamat tingal yang terakhir ?"
Mendengar itu Cong Tik girang sekali. Diam2 ia sudah merencanakan. Apabila mereka hendak berbuat sesuatu, lebih dulu ia akan menusuk leher Hong Ing baru kemudian membunuh Su Ciau. Walaupun agak memakan waktu sedikit, tetapi tak apa. Toh mereka tak mungkin terlepas dari tangannya.
"Baik," serunya meluluskan.
Su Ciau, kemarilah, "seru Hong Ing yang diam2 girang karena Cong Tik rupanya tak mengetahui rencananya.
Su Ciau menurut. Dengan langkah ketololtololan ia menghampiri ketempat Hong Ing lalu berlutut:
"Hong Ing...." baru mengucap dua patah kata tenggorokannya sudah tersumbat denga rasa haru.
"Harap singkirkan pedang kesamping sedikit, aku hendak mencurahkan sesuatu pada saat dia berpisah dengan aku," kata Heng Ing.
Cong Tik tertawa dingin: "Engkau pintar sekali. Begitu datang rapat eugkau segera suruh dia membuka jalandarahmu agar engkau dapat bangun untuk menghadapi aku. Sudahlah, jangan mimpi !"
| Diam2 Hong Ing terkejut dan memaki Cong Tik sebagai seorang-manusia yang licik tetapi cerdik Tetapi hal itu menyangkut mati hidupnya, betapa pun ia harus dapat mengelabuhi Cong Tik.
"Huh, tikus buduk, apabila engkau lekatkan ujung pedang ke leherku, bukankah sama saja" Bagaimana mungkin aku dapat bangun ?" serunya.
Cong Tik menganggap hal itu memang beralasan. Segera ia lekatkan ujung pedang ke dada
Hong Ing sementara Su Ciaupun segera merapatkan telinganya untuk menerima kata Hong Ing.
"Su Ciau, lekas buka jalandarahku tetapi jangan sampai diketahuinya," Hong Ing segera membisiki pelahan sekali. Su Ciau buru menekan bahu Hong Ing. Karena teraling oleh tubuhnya dan Cong Tik sangat percaya pada kecerdikannya sendiri, apalagi sudah siap dengan pedang mengacung, maka ia tak curiga dan menganggap tak mungkin kedua anakmuda itu akan berbuat melanggar janji. Jalandarah Hong Ing telah terbuka tetapi dia tetap tak mau bergerak melainkan berseru :
"Ya, sudahlah, lekaslah engkau menyingkir !" Su Ciaupun menurut. .
"Tuh lihat, apakah dia membuka jalandarah
ku " Hayo. lekas lekatkan ujung pedangmu ke tenggorokanku lagi" seru Hong Ing mencemoh Cong Tik. - Kuatir kalau Su Ciau berbanyak hati lagi Cong Tik segera menghampiri hendak melekatkan ujung p?dang ke tenggorokan Hong Ing lagi. Tetapi saat itu se-konyong2 perahu berguncang keras sekali sehingga pedang menggelincir ke samping. Saat itulah yang di-tunggu2 Hong Ing. Plak, ia menampar gigi pedang. Karena tak menduga, pedang , pun tersiak ke samping. Cong Tik terkejut sekali. Menya
dari kalau ia tertipu, cepat ia memapaskan pedang. Tetapi saat itu Hong Ing sudah loncat bangun setombak jauhnya dan tertawa nyaring. "Ha, ha, engkau termakan tipuku. Aku memang suruh Su Ciau diam2 membuka jalandarahku"
Betapa geram dan sesal Cong Tik sukar dikata. Lolosnya Hong Ing itu disebabkan karena goncangan perahu. Suatu hal yang tak tercapai pada pikiran Cong Tik.
Melihat Hong Ing sudah terlepas dari bahaya, girang Su Ciau bukan kepalang. Segera ia loncat menghampiri.
"Orang she Cong." s?ru Hong Ing pula,
"jika engkau mau serahkan pedang dengan baik2, mayatmu tentu kubiarkan utuh. Tetapi kalau membangkang, akupun mampu untuk merebut pedangmu itu." Cong Tik menyadari bahwa saat itu posisinya lemah, Tetapi suruh dia menyerahkan pedang dengan begitu saja, dia tak mau. Namun kalau melawan juga sia2. Akhirnya ia tertawa dingin : "Jangan b?rgirang dulu, jika kutenggelamkan perahu ini, kita akan mati semua
" - Ia menutup kata2nya dengan melepaskan hantaman kearah tiang perahu. Tiang perihu itu pun putus dan jatuh kedalam laut. "Bangsat, engkau masih berani jual tingkah tengik," seru Hong Ing marah. Sekali bergerak ia sudah meiesat kemuka Cong Tik. Cong Tik terpaksa menyambut dengan tusukan pedang Dia bertempur dengan hati2 sekali karena kuatir Hong Ing akan mengeluarkan jurus permainan yang aneh.
Tetapi kelima jurus Gongjiu-toh-peh-jim itu adalah hasil ciptaan Siang Bong yang dilakukan dengan cermat dan jerih payah. Sudah tentu kepandaian Cong Tik tak mungkin melayani.
Sebelum berdiri tegak, kedua kaki Hong Ing pun sudah melayang dengan tendangan Ngo-kuipan-lian. Lima macam gerakan b?r-turut segera melancar dan dalam beberapa saat saja pedang Thian liong-kiam sudah pindah ke tangan Hong Ing.
Cong Tik terkejut dan menyurut mundur kemudian merogoh kedalam bajunya. Mengira kalau orang itu hendak mengambil senjata rahasia, Hong Ingpun bersiap-siap. Tetapi tak terduga-duga ternyata Cong Tik mengeluarkan sebatang pedang yang berkilau-kilauan. Agak pendek sedikit dari pedang Thian-liong kiam. Tampak nya juga sebatang pedang pusaka yang amat taJam. - Hong Ing tertegun, serunya :
"Bagus, jahanam, akan kulihat berapa banyakkah pedang yang engkau miliki ! Su Ciau, sambutlah !" Ia segera lemparkan pedang Thian-liong-kian kearah Su Clau dan pemuda itupun setelah menyambuti lalu menebarkan dan menyerang Cong Tik.
"Su Ciau, jangan bergerak sembarangan. Aku saja yang menghadapinya," seru Hong Ing.
Su Ciau tertegun, serunya :
"Hati-hatilah !"
Hong Ing tertawa lalu melangkah maju. Melihat Hong Ing hanya bertangan kosong, Cong Tik tahu kalau lawan hendak merebut pedangnya lagi. Dia sudah menderita jurus Ngo-kui-pan-lian dari Hong Ing. Begitu melihat Hong Ing maju, ia segera acungkan ujung pedang kebawah untuk menjaga apabila Hong Ing akan melepas tendangan lagi, akan segera ia babat.
Hong Ing tahu akan rencana lawun. Memang kalau ia gunakan jurus Ngo-kui-pan-lian, ia tentu menderita. Tetapi ia telah mempelajari kelima
jurus dari ilmu Ngo-kui-pan-lian. Tabasannya luput Cong Tik segera balikkan siku lengannya untuk memapas keatas. Tetapi kembali Hong Ing menekuk kaki dan loncat ke udara, Hanya terpaut sejari saja pedang dengan kaki Hong Ing. Cong Tik penasaran. Dengan sekuat tenaga ia sontekkan pedang keatas. Tetapi diluar dugaan, Hong Icg menekuk kaki dan melambung lebih tinggi lagi. Dengan demikian pedang Cong Tik tetap membahat angin. Tiga kali Cong Tik membabat keata
s sehingga lengannya sampai menjulur lurus keatas, tetap dia tak mampu melukai Hong Ing. Saat itu baru ia menyadari bahaya. Tetapi terlambat. Tiba2 kaki kiri Hong Ing menjulai dan tepat menendang lengannya sehingga pedang Thian-liong kiam mencelat. Dan Hong Ing yang masih berada di udara dengan cepat dapat menyambar pedang itu lalu meluncur turun. "Keparat, biar engkau mendapat pengalaman Jurus yang tadi disebut Ngo-kui-pan-lian. Dan jurus yang kedua disebut Sam-vau-liong-bun !" .
Karena kejutnya Cong Tik sampai ter-longong2 Kemudian cepat ia mengambil lagi sebatang pedang Pun pedang itu lebih kecil dari pedang yang kedua. Heran Hong Ing dibuatnya. Dari mana jahanam itu mendapat sekian banyak pedang pusaka. Ia berikan pedang rampasannya itu kepada Su
-Ciau lalu ia melangkah maju menggoyangkah sepasang tangannya. - Pedang yang dipegang Cong Tik sekarang lebih kecil dan pendek sehingga tak begitu leluasa di gunakan. Dengan geram ia maju menusuk. Hong Ing tak menghindar mundur tetapi merentangkan tangannya kesamping. plak, plak, selekas tangan melekat pada bahu Cong Tik, Hong Ing segera memijat keras. tring . . pedang Cong Tikpun jatuh kegeladak. Hong Ing cepat menendang pedang itu ke tempat Su Ciau agar diambilnya. Kali ini cepat sekali Hong Ing merebut pe- dang lawan. Cong Tik sama sekali tak sempat balas menyerang. "Yang ini tadi disebut Ji-gi-kiau-kan. Apakah. engkau masih menyimpan pedang lagi ?" seru Hong Ing dengan gembira. - - Baru ia berkata, Cong Tikpun sudah menikam lagi. Melihat pedang Cong Tik lebih kecil lagi diam2 timbullah suatu dugaan dalam hati Hong Ing. Menilik pemuda jahanam itu begitu bernafsu sekali untuk tinggalkan pulau Kyoto, apakah tidak mungkin karena sudah memperoleh ketujuh pedang Ki-bun-kiam itu.
Diam2 ia bersyukur karena Siang Bong telah mengajarkan lima jurus ilmu dengan tangan kosong merebut senjata lawan. Jika tidak, ia tentu sudah mati ditangan pemuda jahanam itu.
Setelah menghindar kesamping ia segera mainkan jurus keempat yang disebut Su-tim-put-koan: atau empat penjuru-debu-kabur. Gerakannya aneh dan cepat sehingga Cong Tik merasa seperti terkurung oleh bayangan pukulan. Diam2 tergetarlah hati. pemuda itu. - - Cret, pada lain saat bahunya telah tertutuk jari kanan Hong Ing dan perutnvapun segera termakan tendangan kaki Hong Ing Buru2 Cong Tik me nyurut mundur. Melihat itu Hong Ing menarik tangan kanan dan menjulurkan tangan kiri, kaki kiri tak jadi menendang diganti dengan kaki kanan. yang tepat mengenai tangan Cong Tik dan pedangnya pun jatuh kelantai geladak. .
- Saat itu bukan kepalang bingung Cong Tik..
Tetapi karena sudah terlanjur ia tetap akan berusaha untuk mempertahankan jiwanya. Ia masih mempunyai tiga batang pedang tetapi karena ukurannya semakin kecil, sukar digunakan.
"Nona Hong Ing, berhenti dulu," serunya.
Hong Ing tertawa : "Masih ada sebuah jurus yang disebut It-si-ban-li. Apakah engkau tak ingin mencObanya ?"
Cong Tik mengambil ketiga pedang yang masih sisa dibajunya dan ditemparkan kegeladak. Ia menghela napas :
"Ki-bun-kiam semua berjumlah tujuh batang dan berada disini semua. silahkan engkau ambil. Kuharap jangan engkau mengganggu ji Waku."
"Hanya enam batang mengapa engkau bilang tujuh ?" seru Hong Ing. - Cong Tik menghela napas pula :
"Kutukarkan pedang dengan jiwaku, masakan aku membohongi engkau " Ki-bun-kiam memang berjumlah tujuh batang. Thian-liong kiam
itu pedang yang kesatu dan telah tersiar keluar, ditemukan paderi Tay To. Cobalah engkau hitung apa tidak genap tujuh jumlahnya?"
Diam2 Hong Ing menghitung dan memang b?nar berjumlah tujuh
"Su Ciau, Thian-liong-kiam bermula menjadi milikmu. Keenam batang pedang itu tampaknya juga tajam sekali. Simpanlah !" seru Hong Ing. Su Ciau girang karena Ki-bun kiam muncul di dunia lagi. Tetapi ia menolak : ?"tidak, engkau yang merebut, seharusnya menjadi milikmu !" Jika kedua anakmuda itu saling mengalah untuk memberikan pedang itu, adalah c 'ong Tik yang marah setengah mati. Tetapi karena ia merasa tak mampu melawan mereka terpaksa ia menukarkan pedang dengan keselamatan jiwanya. Betapa susah payah ia mendanatkan Ki-bun-kiam itu. Sudah tentu dalam hati ia tak rela menyerahkannya. Tetapi ia melakukan hal itu karena mempunyai perhitungan lain. Walaupun mereka memiliki ki-bunkiam, pun tak ada gunanya apabila tak mempunwai kitabnya Kitab itu tetap tak diserahkannva. Ia toh masih dapat membuat tujuh batang
pedang lagi yang bentuknya menyerupai Ki-bunkiam. Asal dapat mempelajari ilmu permainannya, bukankah sama juga kesaktiannya" Itulah sebabnya maka ia tak segan menyerahkan pedang itu. Dan kebetulan Hong Ing serta Su Ciau itu pemuda yang kurang pengalaman dan berhati polos serta tak temaha. Mereka tak sampai memikirkan bahwa masih ada pula yang lebih penting yani kitab Ki-bun-kiam-hwat. Segera Houg Imag mengambil ketiga pedang dan diberikan kepada Su Ciau semua:
"Tak usah berdebat siapa yang berhak memilik tetapi untuk sementara baik engkau simpan dulu." Su Ciau terpaksa menerima.
"Cong Tik," seru Hong Ing tertawa dingin, engkau telah membunuh taciku, apabila dendam darah itu tak kuhimpaskan bagaimana aku dapat bertemu muka dengan orang ?" Ia terus melangkah maju menghampiri Cong Tik. Cong Tik pucat dan mundur seraya berseru dengan terputus putus:
"Nona . . . Hong Ing. . . telah kuserahkan ketujuh Ki-bun-kiam itu . . . . apakah engkau masih tetap hendak... mengambil jiwaku ?"
"Hutang jiwa harus bayar jiwa," kata Hong ing, sebagai seorang adik sudah tentu aku harus membalaskan sakit hati taciku. Aku bukan seperti Su Ciau yang polos sehingga dapat engkau tipu. Engkau harus tahu !"
diam2 Cong Tik mengeluh. Kali ini ia merasa tentu mati. Dari pada kalau ia mati mereka akan menemukan kitab Ki-bun-kiam-bwat, lebih baik ia terjun kedalam laut saja agar kitab itu terbenam dalam dasar laut untuk selama lamanya.
Begitu tiba diburitan dan hendak loncat ke dalam laut, tiba2 terlintaslah sesuatu dalam pikiran nya. Cepat ia berpaling dan berseru :
"Nona Hong Ing, dosa membunuh taci, memang harus dibalas. Tetapi dendam kematian ayah, apakah sebagai seorang anak, engkau takkan menghimpaskannya ?"
Mendengar itu Su Ciau terbeliak. Demikian pun Hong Ing, serunya :
"Siapa yang membunuh ayahku ?" | Cong Tik tertawa sinis:
"Pat-pi-kim-kong dari Holan !" Mendengar itu Su Ciau menjerit menyerukan nama Hong Ing. Tetapi Hong Ing berbaling. "Te- nanglah !" Kemudian ia tertawa dingin :
"Cong Tik, Pat-pi-kim-kong tak berada diperahu ini !"
"Hutang ayah, anak yang membayar. Bukankah puteranya berada disini ?" jawab Cong Tik.
Hong Ing tertawa : "Benarkah itu " Tetapi aku akan membalaskan sakit hati taciku lebih dulu baru nanti menyelesaikan dendam kematian ayahku. Bukankah sama saja ?"
- Hong Ing memang lain dengan Su Ciau. Cong Tik tak dapat berbuat apa kecu
ali pucat wejahnya. - Sebenarnya sejak kecil Hong Ing sudah berpisah dengan orangtuanya, bagaimana wajah ayahnya ia tak pernah tahu. Dan lagi dia memang tak mau mengutamakan gengsi. Mendengar berita tentang kematian ayahnya, dia memang sedih tetapi tidak sampai menderita sekali. Maka mimpi kalau Cong Tik hendak mengadu ia dengan Su Ciau atas dasar dendam kematian ayahnya itu.
Tahu bahwa tak berhasil membakar kemarah an Hong Ing, Cong Tik segera beralih cari pikiran lain. Ia masih menyimpan sebatang jarum Bu-imsin-ngo, tetapi apabila sampai gagal, ia tentu binasa. Lebih baik ia berganti siasat dengan menohon mereka supaya menaruh kasihan kepadanya.
"Tan siauhiap," serunya, "walaupun kedosaan ku memang harus dihukum, tetapi kuharap engkau mau memberi kesempatan ;kepadaku untuk memperbaiki diri. Idinkanlah kubawa sekeping papan untuk loncat kedalam lautan. Kalau memang ditakdirkan harus mati, biarlah, aku inenerima nasib. Apakah engkau mau meluluskan ?"
Tan Su Clau memang berhati welas asih. Mendengar permintaan itu tanpa menunggu jawabHong Ing, cepat ia menyahuti:
"Baiklah !" Hong Ing banting kaki : "Claka, enak sekali jahanau itu !
Cong Tik tak menghiraukan. Ia menghantam sebuah papan, didekapuya lalu loncat kedalam.
laut. Sesaat tenggelam, dia muncul lagi, memandang kearah Su Ciau dan Hong Ing yang masih berada diatas geladaknya, memandangnya dengan tertawa,
Cong Tik marah sekali tetapi tak mendapat jalan untuk menumpahkan kemarahannya. Tiba2 ia teringat bahwa perahu itu sudah tua. Jika ia pukul tentu akan bobol.
Plak-plak. plak, tiga kali ia lepaskan pukulan dengan beruntun, tiga buah lubang perahu itupun bobol. Seketika air laut segera mengalir masuk. Setelah puas barulah Cong Tik berenang menyingkir.
Hong Ing dan Su Ciau tak mengira kalau didalau laut, Cong Tik masih dapat melakukan rencana jahat. Mereka hanya merasa bahwa perahu bergoncang keras walaupun saat itu tiada angin berhembus.
"Ih, apa ini ?" Hong Ing melengking heran. Tetapi saat itu perahupun sudah turun kebawah sampai setengah meter dan tak berapa laina airpun segera menghainpiri geladak, merendam kaki mereka. Saat itu baru mereka menyadari bahwa perahu sedang tenggelam. Hong Ing berteriak : Su
Ciau, karena engkau kurang pikir. sekarang kita yang celaka !"
Memandang ke permukaan laut, ternyata Cong Tik sulah berenang jauh. Tak mungkin membunuhnya. - "Lalu bagaimana kita sekarang ?" Su Ciaujuga mulai gugup. "Serahkan saja pada nasib" seru Hong Ing seraya menghantam tiang. Tiang jatuh kelaut dan me reka berdua segera loncat kelaut lalu mem?luk tiang itu. Ketika berpaling, ternyata perahu sudah tenggelam. Mereka tak dapat berbuat apa2 kecuali mengharap agar esok hari dapat terdampar kesebuah pulau.
- Sekarang kita tinggalkan lagi mereka dan beralih ke gelanggang pertempuran. Karena tak melihat anak2 muda itu. Poan-hong-poh. Lim Sam Kho dan Tanghong Leng segera berpencaran mencari. Karena tak menyangka anak2 muda itu akan menuju kebelakang pulau, maka sia2lah mereka mencarinya. Petang hari mereka menghentikan pencariannya.
Saat itu Toho sudah tak berdaya apa2 lagi, kecuali hanya menerima nasib. Kedua tulang lengan nya sudah patah Sekalian orang menyetujui keputusan Siang Bong Mengingat betapa jerih payah Toho sehingga dapat mencapai tingkat kepandaian sehebat itu dan mengingat bahwa setelah peristiwa itu dia
tentu dapat memperbaiki kesalahannya maka Siang Bong akan membawanya pulang ke kuil Ko-liong-si, menyerahkan kepada Bu Wi lhema agar Toho jangan diperbolehkan keluar lagi.
Karena jiwanya diampuni, Tohopun menerima. Malam itu Poan-hong-poh mengadakan perjamuan lagi. Toho juga diundang tetapi dia hanya tunduk kan kepala karena malu.
Tanghong leng tetap gelisah memikirkan kedua anaknya. Rupanya Lim Sam Kho tahu hal itu dan membisikinya:
"Tanghong lihiap, sudahlah, jangan engkau gelisah. Cin Hong itu adalah murid ku, bagaimanapun orang persilatan tentu akan sungkan kepadaku. Sedang Ui. Hong Ing itu, bukan saja murid dari Siau Yau cinjin pun juga murid kehormatan dari jago nomor satu di dunia persilatan
Siang Bong tayhlap. Siapa yang berani mengganggunya ?"
Keesokan harinya sekalian tetamupun segera pamit akan kembali ke tempat masing. Poan-hong poh minta dengan sangat supaya Lim Sam Kho dan beberapa kojiu, suka tinggal lagi beberapa hari di pulau itu. Terpaksa mereka Meluluskan. Tujuh hari kemudian barulah mereka tinggalkan pulau itu.
Siau Yau cinjin kembali ke gunung Ke-tioksan. Siang Bong membawa Toho menuju ke kuil Ko-liong-si.
Cepat sekali setahun telah berlalu, Siang Bong rupanya masih memikirkan tentang jejak Hong Ing yang menghilang secara aneh itu. Iapun ingin bertemu muka dengan Siau Yau cinjin. Ahirnya ia memutuskan pergi ke gunung Ke-tiok san.
Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh yang lihay, cepat sekali Siang Bong sudah tiba di gunung Ke-tiok-san. Ketika tiba dibawah segunduk batu besar ia mendengar dari atas batu itu dua orang sedang bercakap-cakap: "Sampai saat ini muridku belum pulang. Entah mereka kenapa, mengapa siansu mengatakan begitu ?"-Suara itu jelas dari Siau Yau cinjin,
Yang seorang menghela napas keras:
"Pinceng memang cemas sekali. Muridku itu adalah putera dari Pat-pikim-kong di Holam. Mamahnya adalah Sam Hoa niocu yang beradat keras. Dia telah membawa orang-orangnya dan berkeras supaya aku menyerahkan puteranya. Kalau tidak, dia akan menghancurkan kuilku. Itulah sebabnya aku datang kemari. Tetapi karena cinjin tak tahu, akupun segera minta diri."
Tiba2 Siang Bong berseru seraya apungkan tubuh ke atas batu :
"Siau Yau cinjin, Tay To hweshio, apakah murid2 kalian sampai sekarang belum ada beritanya ?"
Melihat Siang Bong datang. Siau Yau cinjin girang sekali, sahutnya :
"Benar, memang sudah setahun mereka b?lum ada beritanya."
"Aneh," kata Siang Bong, "beberapa hari yang lalu. aku telah menerima surat dari Poan-bong-poh mengatakan kalau tak dapat menemukan jejak anak itu. Dan anehnya, hampir setahun Poan hong-poh menyelidiki seluruh pulau tetapi te
- tap belum menemukan pedang ki bun-kiam itu. Yang diketemukan hanya sebuah peti batu, berukir tujuh lubang pedang yang satu lebih kecil dari yang lain. Rupanya seperti tempat menyimpan pedang. Adakah anak2 itu sudah mendapat pedang Ki-bun kiam ?"
"Siancay !" seru paderi Tay To seraya rangkapkan kedua tangan ke dada. "tahukah Siangtayhiap bahwa Thian-liong-kiam pinceng itu merupakan pedang pertama dari ketujuh pedang yang dahulu digunakan oleh Pok Leng Su tayhiap ?"
"Soal itu aku tak tahu" jawab Siang Bong. |
"Dahulu pada waktu mendapatkan pedang Thian-liong-kiam" kata paderi Tay To pula,
"pun aku mendapat secarik kertas berisi enam huruf I, Ping, Ting tanpa menyebu
tkan bahwa pedang Thian-liong-kian, itu merupakan pedang kesatu dari Ki-bun-kiam. Selama itu pinceng belum dapat menyelami arti daripada keenam huruf itu. Dua tahun yang lalu, pedang itu kuserahkan kepada muridku dengan pesan. pedang masih orangpun masih, pedang hilang orangnya pun binasa. Dengan tandas kuperingatkan kepadanya supaya menjaga padang i tu dengan hati2. Menilik peribadi anak itu, apabila benar sudah mendapatkan Ki-bun-kiam, pasti akan
menemui aku lagi. Adakah mereka tertimpa bahaya ?"
Tiba2 Siang Bong teringat pada Cong Tik. se runya :
"Siau Yau cinjin, apakah engkau masih ingat akan pemuda yang datang bersama Toho ke pulau Kyoto itu " Dia juga lenyap, apakah ia yang menjadi biangkeladinya ?"
"Memang sukar dikata" kata Siau Yau cinjin
"tetapi seharusnya Hong Ing dan Su Cia? tentu dapat menghadapi pemuda itu !"
"Kalau dalam hal ilmu kepandaian, jelas menang," kata Siang Bong. "tetapi pemuda itu licik dan banyak muslihatnya. Dikuatirkan mereka berdua terkena tipu muslihatnya !"
Tetapi sampai beberapa saat belum juga Siau Yau ciniun dan Siang Bong menemukan kesimpulan yang tepat. Akhirnya paderi Tay To m?ngusulkan supaya mereka bertiga berpencaran mencari anak itu. Setengah tahun kemudian. b?rhasil atau tidak, harus kembali lagi ke gunung Ke-tiok-san lagi untuk memberi laporan.
usul itu disetujui. Setelah menginap satu malam, keesokan harinya ketiga tokoh itu segera berpisah untuk mencari kedua anakmuda,
Waktu berjalan cepat sekali. Setengah tahun kemudian, ketiga tokoh itu muncul lagi di Ke-tiok san. Masing2 segera menuturkan pengalamannya. - "Aku menuju ke daerah Kwan-gwa, mengarungi padang pasir tetapi tetap tak menemukan",
paderi Tay To. "Kwitang. Kwisay, Inlam dan Kuiciu, telah ku jelajahi tetapi anak itu tetaptak tampak bayangan," kata Siau Yau cinjin. - Berkata Siang Bong s?telah merenung :
"Aku memang mendengar sebuah berita tetapi karena per janjian bertemu di tempat ini sudah dekat, maka aku tak sempat menyelidiki lagi" "O, apakah berita tentang mereka?" seru Siau Yau cinjin dan paderi Tay To. "Berita itu mengenai sepasang muda mudi yang muncul dipesisir laut untuk memberantas kaum perompak dan melindungi rakyat nelayan yang tertindas. Kudengar berita itu ketika berada di Hangciu," kata Siang Bong.' - Akhirnya diputuskan mereka bertiga akan bersama2 menuju ke tepi laut mencari kedua mudamudi itu. - Di manakah sebenarnya Hong Ing dan Su Ciau itu "
Kiranya mereka telah terdampar di sebuah pulau kecil, yang kosong. Di tengah pulau itu terdapat bukit karang dan hutan yang lebat. Mereka hidup dari buah2an dalam hutan itu.
Pada suatu hari mereka duduk ber-cakap2 dalam gua yang mereka ketemukan untuk tempat kediaman. Hong Ing mengatakan bahwa mustahil sekali seorang dapat memainkan tujuh batang pedang dengan sekaligus.
"tetapi buktinya tokoh Pok Leng dulu dapat memainkannya." kata Su Ciau. "Benar." tiba2 Hong Ing berteriak,
"jika demikian pasti masih ada kitab pelajarannya dan kitab itu jelas masih berada pada Cong Tik. Huh, pemuda itu memang licik sekali !" Tiba2 Hong Ing h?ntikan kata2nya dan berteriak : "Hai, siapakah yang dil?ar itu ?" - Serentak ia terus menerobos keluar. Dilihatnya sesosok bayangan lari menuju ke hutan. Hong Ing mengejar. Tiba2 ia berhenti. Dilihatnya disebuah gunduk karang tampak dua sosok bayangan sedang bertempur
"Cong Tik keparat." terdengar salah seorang bayangan yang bertubuh langsing memaki, "kali ini jangan harap engkau dapat lolos dari pembalasanku
Bayangan yang dimaki itu memang Cong Tik. Dia juga belum mati dan terdampar dipulau kosong situ. Diapun membuat gua untuk menetap. Rencananya setelah dapat mempelajari isi dari kitab Kibun-kiam-hwat, baru ia akan berusaha menuju ke daratan lagi.
Tengah dia mencari bahan yang akan dipergunakan sebagai ganti ketujuh pedang itu, tiba2 ia mendengar suara orang dalam sebuah cekung gua Segera ia menghampiri. Alangkah kejutnya ketika orang dari dalam gua itu, menegur dan diketahuinya bahwa nada suara itu jelas Ui Hong Ing. Seperti melihat hantu, larilah ia sipat kuping. Tiba dipuncak bukit, ia terkejut ketika melihat sesosok tubuh menghadang jalan.
"Ho, jahanam, Thian maha adil, akhirnya engkau dikirim juga kemari untuk menerima kematian di tanganku" seru orang itu.
"Siapa engkau ?" Cong Tik terkejut karena ia merasa faham akan nada suaranya.
"Engkau lupa " Lihatlah siapa aku ini ?" kata orang itu seraya membuka gumpalan rambut yang menutup mukanya.
"Engkau . . Ciri Hong Ing . . !" Cong Tik
menjerit seraya menyurut mundur,
"bukankah engkah . . sudah . . "
* "Ya, aku memang sudah mati tetapi Raja Akhirat mengembalikan aku ke dunia lagi untuk mencabut jiwamu, Raja Akhirat membutuhkan hati seorang manusia durjana untuk bahan bakar api neraka !" tukas orang itu atau Cin Hong Ing, Dengan keajaiban takdir, nona itupun terdampar di pulau itu dan walaupun terluka parah tetapi masih hidup. Berkat menemukan sebuah tanaman aneh yang tumbuh dipulau itu, lukanya cepat sembuh.
Diapun terkejut ketika dipulau itu bertambah seorang penghuni. Malam itu diam2 ia hendak menyelidiki siapakah orang itu. Karena dalam gua kosong, terpaksa ia menunggu. Orang itu
tentu pulang. Dan ternyata apa yang diduganya itu benar. Orang itu berlari-lari pulang dan dia bukan lain adalah Cong Tik.
Cong Tik merasa bahwa ajalnya tentu tiba. Lolos dari tangan Ui Hong Ing, sekarang jatuh ke tangan Cin Hong Ing. Namun ia memperhitungkan bahwa kepandaian Cin Hong Ing itu masih kalah tinggi dengan Ui Hong Iug. Betapapun ia tentu dapat memberi perlawanan yang hebat. Apalagi ia masih menyimpan sebatang jarum Bu-im-sin-ngo yang beracun.
Sebenarnya kepandaian keduanya berimbang hanya karena Cong Tik sudah terisi dengan bayang ketakutan karena berdosa maka permainan nyapun kurang mantap. Untung karena baru sembuh dari lukanya, tenaga-dalam Cin Hong Ing ma sih belum pulih.
Limapuluh jurus dengan cepat telah berlalu. Tiba dengan sebuah gerak tipu yang tak didugaduga, Cin Hong Ing berhasil. menyusupkan jari ke pertahanan Cong Tik. Dua buah jari nona itu segera akan memberi tutukan maut ke dada lawan.
"Taci ... . . !" Ui Hong yang sejak tadi memperhatikan kedua orang yang bertempur itu, akhirnya tak ragu lagi bahwa mereka adalah Cong Tik dan tacinya. Luapan kejut dan girang menyebabkan Ui Hong Ing berteriak seraya lari menghampiri - .. Mendengar suara adiknya, Ui Hong ing terkejut dan berpaling. Dua buah jari yang sudah menjamah dada Cong Tik, pun berhenti. Kesempat an itu tak disia-siakan Cong Tik. Saat itu ia sudah tak berdaya mengelak maupun menangkis : jari Cin Hong Ing. Maka sesaat melihat Cin Hong Ing. Maka sesaat melihat Cin Hong Ing tertegun,,, cepat ia gerakkan kakinya menyapu kaki Cin Hong Ing sekuat kuatnya. "Uh .. .," Cin Hong Ing terkejut dan kehilangan keseimbangan tubuh. Ia mencelat ke bawah bukit yang merupakan sebuah jurang yang curam sekali. .. .
" Namun dalam detik2 maut hendak merenggut jiwanya, ia masih dapat menjambret leher baju cong Tik terus di tariknya. Karena habis menghempas kaki dan belum sempat berdiri tegak. Cong Tikpun hilang keseimbangan badannya. la tertarik dan terpelanting jatuh kebawah jurang. Terdengar dua buah jeritan.ngeri dan pada lain kejab suasana sunyi senyap pula.
"Hong Ing . . . . . ." Su Ciau menyusul datang dan berseru memanggil Ui Hong Hng yang tegak terlongong-longong memandang kedasar jurang.
"Cong Tik telah menerima ajalnya sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Tetapi Cin Hong Ing sebenarnya tak layak menerima kematian begitu mengenaskan," Su Ciau menghela. napas. Dengan bercucuran airmata, Hong ing mengajak Su ciau turun ke dasar jurang.
Hong ing dan Cong Tik mendapati Cin Hong Ing dan Cong Tik sudah menjadi mayat. Jika mayat Hong Ing masih lengkap, tidaklah demikian dengan mayat Cong Tik yang sudah hancur lebur mengerikan sekali. Untung kitab Ki-bun-kiamhwat masih dapat diketuamukat, utuh.
Disertai dengan cucuran air mata, Hong Ing. dan Su Ciau segera mengubur mayat Cin Hong Ing. Setelah itu mereka menuju kedaratan. Mereka bergerak disepanjang pantai untuk memberantas kaum perampok yang mengganggu rakyat. Pada suatu hari, seorang penduduk melaporkan akan kedatangan tiga orang lelaki tua. Diantaranya seorang paderi gundul. Hong Ing dan Su Ciau buru keluar menyambut. Ternyata ketiga pendatang itu tak lain adalah Siang Bong, Siau Yau cin jin dan paderi Tay To. Hong Ing segera menuturkan semua pengalamannya selama ini dan mobon maaf karena tak lekas pulang. Jadi engkau sudah menemukan ketujuh pedang Ki bun-kiam serta kitab pelajarannya ?" seru Siang Bong." jika demikian aku tak perlu bersusah payah mencarikan senjata untukmu. Pelajarilah ilmu pedang yang hebat itu dan kelak amalkanlah ilmu itu demi membela kepentingan rakyat yang lemah."
"Su Ciau," kata paderi Tay To,
"kulihat kurang lengkap apabila kami tak menyempurnakan
kebahagiaanmu. kuijinkan engkau terangkap suami
isteri dengan nona ini . . . .
" - "Ah, tidak mungkin !" tiba2 terdengar sebuah suara dari arah lain. Ketika mereka berpaling, ternyata Tanghong Leng dan Lim Sam Kho muncul.
"Mah ....," segera Hong Ing lari memeluknya. Pertemuan ibu dan anak itu sangat mengharukan. Beberapa saat kemudian Tanghong Leng berkata :
" , "Siang tayhiap, Siau Yau cinjin dan Tay To taysu," kata Tanghong Leng kemudian,
"aku minta menjadi saksi bahwa sejak hari ini anakku Hong Ing ini kuberikan kepada Su Ciau sebagai adik angkatnya . . . .
" "Adik-angkat ?" Tay To terheran-heran. "Ya, karena Hong Ing ini sebenarnya anak lelaki dan tacinya itu baru anak perempuan. Sejak ini namanya kuganti Hoa Ing Hong !" Su Ciau terlongong, Siang Bong mengerut dahi, paderi Tay To mengucap 'omitohud', hanya Siau Yau cinjin yang geleng2 kepala :
"Ah, celaka, kita orang tua ini dikelabuhi mentah2." "Jika demikian kita namakan dia Pendekar Banci saja !" seru Siang bong. Sekalian Cianpwe tertawa gelak2.
T A M. A. T. - sumber djvu : web tirai kasih (dewi kz)
sumbangan Agus Ekanto edit teks : Saiful Bahri http://cerita-silat.mywapblog.com
Mine Take 1 Raja Petir 08 Ratu Sihir Puri Ular Petaka Kerajaan Air 1

Cari Blog Ini