Ceritasilat Novel Online

Patung Pembawa Maut 2

Patung Pembawa Maut Karya Aryani Bagian 2


memenuhi pesanan juragan gemuk.
"Telur goreng?"
"Iya ... iya betul itu! Kopi manisnya sekalian, ya ... !"
Dara cantik ini segera berlalu memasuki dapur. Tak berapa lama ketjudian telah keluar lagi sambil
membawa pesanannya. Diikuti oleh seorang dara yang hampir sebaya, yang ini berwajah hitam manis.
Apalagi senyumnya sungguh menarik hati. Menantang lawan jenisnya.Begitu hidangan telah tersedia di
meja. tanpa basa basi lagi Juragan Lim mengajak Suryo untuk menyikatnya! Keduanya menikmati
hidangan dengan pelan, ditunggui kedua dara manis dan cantik di samping pintu! "Brukkkk! Duukkkkk!"
Baru saja menghabiskan dua cangkir kopi, keduanya telah tertidur. Juragan Lim terjengkang ke belakang
sehingga tubuhnya yang gendut ketika terjatuh mengeluarkan suara keras. Sedangkan Suryo menggeletak
di bangku. e-bukugratis.blogspot.com
28 Melihat ini, kedua dara tersenyum kecil. Saling pandang sejenak, lalu keduanya mendekati kedua
korbannya. Setelah memeriksa, salah seorang menutup warung. Hampir berbareng keduanya mengangkat
tubuh dua orang itu. Si hitam manis dengan ringannya mengangkat tubuh Lim Hok Coan yang gemuk,
seakan-akan tanpa mengeluarkan tenaga sama sekali. Sedangkan yang berkulit kuning langsat membawa
Suryo. Mereka memasuki dua kamar di belakang! Suryo membuka matanya. Begitu sepasang matanya
dapat melihat jelas wajahnya berubah kemerahan. Dia ingin meloncat bangkit, akan tetapi tubuhnya tidak
dapat digerakkan. Dengan terpaksa sekali dia menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Apa yang dilihat Suryo sehingga membuat wajahnya kemerahan"
Ternyata perempuan itu sedang menanggalkan pakaiannya. Tubuhnya yang bahenol terlihat nyata
menantang gairah lelaki. Gadis itu maju mendekat ke tepi pembaringan. Dengan gerakan tangan seorang
ahli dia membelai dada Suryo. Bibirnya mendekati leher mengecup dan menyedot! Berusaha
membangkitkan gairah Suryo! Suryo hanya bisa mengatur napas untuk menguasai dirinya. Entah mengapa
darahnya bergerak cepat sekali. Dan tubuhnya tidak dapat digerakkan. Suryo lalu berusaha untuk
mendeteksi keadaannya. Betapa kaget hatinya ketika mengetahui bahwa dia telah keracunan. Entah racun
apa yang dipergunakan oleh kedua orang dara di warung itu!
Di kamar sebelah terdengar dengusan-dengusan liar. Bunyi berderak dipanpun mengganggu
konsentrasi Suryo yang berusaha untuk mengusir pengaruh racun dalam dirinya! Bibir serta tangan yang
membelainya tidak ia rasakan sama sekali. Seluruh inderanya hanya ditujukan untuk mengendalikan jalan
darahnya! Gejolak perempuan di atasnya telah menyesak dada. Bibirnya bagaikan lintah menyedot bibir Suryo
dengan sedotan yang membuat napasnya hampir sesak! Akan tetapi tiba-tiba racun yang mengeram dalam
dirinya menguap dan darahnya menjadi normal kembali. Suryo merasakan bibir lawan jenisnya yang
menghisap dirinya. Tiba-tiba kemarahan menyesak dadanya, membuatnya ingin pelampiasan!
"Hiiiiyyaaaaattttttt ... !!!"
Gadis berkulit kuning terlempar menabrak dinding kamar. Pingsan dengan tubuh masih telanjang.
Dengan cepat Suryo mengenakan pakaiannya kembali lalu keluar dari kamar. Ketika dia sampai di pintu
hampir saja tubuhnya menabrak tubuh telanjang berkulit hitam manis. "Haiit! Kurang ajar!" perempuan itu
berseru keras. Apalagi setelah melihat temannya rebah pingsan atau mati di pojok dinding! Dari telinganya
gadis berkulit kuning nampak keluar darah! Tanpa ba-bi-bu lagi dia menyerang Suryo dengan sepasang
tangan dan kakinya. Dengan berputaran Suryo menghindari serangan lawan yang bertelanjang ini.
Sepasang matanya tidak berani dibuka. Penglihatan yang mengagumkan itu sungguh membuat dirinya
menjadi risih. "Plakkkk! Dukkk!!"
Si gadis manis terlempar keluar kamar. Jatuh menimpa meja dan tidak bangun kembali karena telah
pingsan! Suryo lalu menuju ke kamar samping. Begitu memasuki kamar ternyata Juragan Lim tengah
menelungkup dengan wajah membayangkan kepuasan. Ternyata Juragan Lim telah pulas. Suryo lalu
e-bukugratis.blogspot.com
29 mengurut punggung dan memijat ibu jari kakinya. Tidak berapa lama kemudian Juragan Lim tersadar,
kaget melihat dirinya telah telanjang di kamar itu. Dia tadi seperti sedang bermimpi bercumbu dengan
seorang bidadari yang binal! Yang terang telah menguras semua tenaganya, membuatnya te-rasa lemas
seluruh persendian tubuhnya!
"Apa yang telah teljadi" Mengapa aku belada di sini?"
"Nanti saja kuterangkan! Lebih baik sekarang Babah Lim berpakaian dulu!" Suryo tidak menjawab
pertanyaan Juragan Lim. Dia meminta Juragan Lim untuk mengenakan pakaian dulu. "Kita harus cepat
pergi dari sini!" Dengan tergesa-gesa Lim Hok Coan mengenakan pakaiannya. Saking kesusunya malahan tidak
dapat cepat, bajunya dipakai untuk celana! Suryo yang melihat ini, menjadi tertawa terpingkal-pingkal. Dia
lalu berjalan keluar, ternyata kedua gadis itu masih tidak sadarkan diri! Begitu selesai berpakaian Juragan
Lim lalu menuju ke tempat meja makan. Wajahnya menjadi cerah ketika melihat peti berukir masih di atas
meja. Cepat disambarnya dan lari mengikuti Suryo yang telah berjalan keluar lebih dahulu!
"Tungguuuu ... ! Jangan cepat-cepat jalannya! Sulyo ... tuungguuuu!!" teriaknya.
Suryo menoleh ke belakang. Melihat tubuh gendut Juragan Lim berusaha untuk mengejarnya.
Diapun menjadi kasihan lalu menanti di bawah pohon. Begitu Juragan Lim datang dekat lalu duduk
mengaso di bawah pohon dengan napas ngos-ngosan. Tubuhnya yang gendut itu sahgatlah sukar untuk
dipakai berlari mengejar Suryo!
Suryo menceritakan pengalamannya ketika di dalam warung! Juragan Lim menjadi terheran-heran.
Sungguh aneh sekali, kenapa di dusun yang terpencil itu ada dua dara yang berbuat begitu. Entah apa
maksudnya" Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan-nya kembali!
***** Ketika keduanya mau memasuki hutan yang berada di depan, jalan hutan yang memotong. Begitu
kedua orang itu menginjak jalan masuk ternyata telah dikurung oleh orang-orang ber-pakaian serba hitam.
Seorang gemuk memegang senjata kampak besar dengan kepala gundul pelontos maju membentak. Dia
agaknya pemimpin gerombolan baju hitan ini.
"Berhenti! Serahkan peti itu kalau mau selamat!" Suaranya menggeledek keras.
"Tenang! Biarlah semua ini serahkan padaku!" kata Suryo menenangkan Lim Hok Coan. "Untuk
mencegah tuan dari incaran mereka, lebih baik peti itu kubawa!"
"Baik! Bawalah peti ini!" jawab Juragan Lim sambil menyerahkan peti berukir ke tangan Suryo.
Lim Hok Coan mengerti akan maksud si pemuda yang ingin menyelamatkan dirinya dari incaran
orang berpakaian serba hitam ini. Maka tanpa ragu sedikitpun ia menyerahkan barangnya kepada si
pemuda.Melihat peti berukir sepasang mata Simo Gendeng pemimpin gerombolan bersinar.
"Cepat serahkan peti itu kalau mau hidup!" serunya. Sambil mengamangkan kampaknya!
"Ha-ha-ha ... kiranya kalian menghendaki peti ini!" ejek Suryo sambil maju ke depan.
e-bukugratis.blogspot.com
30 Peti berukir diikat di punggungnya. Tongkat pendek ditodongkan ke depan mengarah ke dada Ki
Simo Gendeng. Simo Gendeng marah sekali melihat ulah pemuda berbaju putih. "Bunuh pemuda itu!
Rebut petinya!" perintahnya.
"Serbuuuuu!" Salah seorang anak buah berteriak dan bagaikan hujan senjata golok melanda tubuh
Suryo. Suryo memutar tongkat dengan Ilmu Tongkat Pengemis Gila menangkis senjata yang mendekati
tubuhnya. Akibatnya sungguh hebat. Para pengeroyok yang senjatanya kena ditangkis tubuhnya
berpelantingan ke kanan kiri bagaikan disapu angin badai!
"He-he-he ... kenapa anak buahmu semua gentong kosong?" ejeknya sambil memandang wajah
pemimpin perampok berpakaian hitam.
Simo Gendeng membanting-banting kakinya. Kemarahan telah naik ke kepalanya melihat anak
buahnya dalam sekali serang telah ma-wut. Tanpa memberi peringatan lagi kampaknya terayun
mengampak leher Suryo. "Mampus kau jahanam!"
"Wirrrrr! Tuk-tuk-tukk!"
Kampak mendesir lewal atas kepala dan angin dingin menerpa wajahnya. Akan tetapi tongkat
pendek kayu cendana berwarna hitam telah mengetuk tulang kaki kiri lawannya. Kiranya sambil mengelak
sambaran kampak pemuda ini menggerakkan tongkatnya menyerang tubuh bawah lawan yang terbuka.
"Huaaaduuuhhhh ... sssstttt ... adduuhhh biyunggg tulunggggg ... !!" Simo Gendeng meloncat-loncat
sambil mengeluh panjang-pendek. Tulang kaki kirinya yang terpukul tongkat kayu cendana dengan dialiri
tenaga terarah membuat tulang kaki itu patah tidak retak juga tidak. Akan tetapi sakitnya menusuk jantung!
"He-he-he ... petinya di sini! Kenapa malah menari monyet. Ini kemarilah ambil!" ejek si
pemuda.Sambil menahan sakit Simo Gendeng mengobat-abitkan kampaknya ingin menghancurkan tubuh si
pemuda yang meloncat ke kanan kiri. Akan tetapi sampai keringat membasahi tubuh nya, tak satupun
babatan kampak mengenai sasaran. Apalagi mengenai sasaran, menyentuh baju Suryo saja tidak dapat!
Pada suatu saat Simo Gendeng membelah kepala Suryo dengan senjatanya ketika melihat pemuda ini
bergerak lambat! "Mampus kau sekarang!"
Suryo miringkan tubuhnya dan menarik kaki ke samping. Kampak menyambar lewat di samping
tubuhnya. Tongkat kayu cendana memukul ke depan mengarah kepala gundul Simo Gendeng!
"Takkk ... !" Tongkat yang digerakkan dengan melalui belakang tubuh mengenai kepala. Sebutir telur angsa
tumbuh di atas kepala Simo Gendeng!
Tangan kiri Simo Gendeng mengusap-usap kepala bertanduk itu. Kepala rampok Krendo-wahana ini
bertambah marah. Mulutnya berkomat-kamit membaca mantera! "Cuh! Cuh! Cuh!"
Simo Gendeng meludahi tangan kirinya tiga kali! Begitu tangan kiri mengusap kepala telur angsa
itupun lenyap. Kepala itu kembali menjadi licin mengkilap! Agaknya Simo Gendeng mulai mengeluarkan
kesaktiannya. Tangan kirinya nampak merah membara seakan-akan tangan itu dicat kemerahan. Dengan
e-bukugratis.blogspot.com
31 kemarahan meluap diapun lalu menerjang kembali sambil mengayun senjata kampak. Tangan kirinya
membarengi dengan pukulan yang mengandung bau amis sekali! "Wirrr! Wutt-wuttt!!"
Suryo melenting ke udara menghindar dan dari udara tongkatnya bergerak memukul. Ditangkis
lawan, lalu disusul kampakan bertubi ke udara! Tanpa kesukaran Suryo membuat putaran di udara dan
tongkatnya diputar menangkis.
"Tak-tak-takk!"
Akibatnya sungguh hebat! Tangkisan Suryo di tengah udara itu membuat senjata Simo Gendeng
membalik! Tak ampun lagi kepala Simo Gendeng terbelah oleh senjatanya sendiri! Tanpa mengeluarkan
suara lagi tubuhnya telah ambruk di tanah, mampus oleh senjata sendiri yang entah telah rnakan berapa
jiwa tak ber-dosa yang menjadi korbannya!
Suryo merasa menyesal sekali melihat hasil tangkisan tadi. Sebetulnya tiada niat sedikit pun juga
untuk membinasakan lawan. Tadi dia menangkis dengan menambah sedikit tenaga, akan tetapi karena
Simo Gendeng telah terlalu kecapaian dan gemetar tangannya yang memegang senjata. Akibatnya dia tidak
kuasa untuk menguasai senjatanya sendiri.
Para anak buah berbaju hitam yang melihat pemimpin mereka tewas dengan mengerikan, lalu
berteriak keras sambil melarikan diri mencari selamat! Juragan Lim Hok Coan yang bersembunyi di balik
batang pohon melihat kemenangan pemuda itu segera keluar dari tempat persembunyiannya.
"Uwaahhhh hebat sekali! Sungguh lual biasa! Ck-ck-ck ... !" Sambil mengacungkan kedua
jempolnya (ibu jari tangannya) Juragan Lim memuji si pemuda. Akan tetapi yang dipuji tidak menjawab.
Berjalan ke depan dan mengambil sebuah golok besar yang tercecer. Tanpa berkata sesuatu dia melangkah
ke tepi jalan mencari tempat yang baik untuk mengubur jenazah Simo Gendeng!
"Eeeelho, mau apalagi ini" Kenapa kau membawa golok itu" Buat apa?" Juragan Lim keheranan
melihat ulah si pemuda. "Saya mau mengubur jenazah ini, meng-gangu orang lewat!" katanya singkat.
Suryo lalu mengerjakan goloknya membuat lubang yang cukup dalam. Begitu selesai dia lalu
mengangkat mayat bekas lawannya dan dikuburkan. Selesai itu semua dia bersembahyang sejenak. Semoga
arwah almarhum diterima di sisiNya, sesuai dengan amal dan perbuatannya serta diampuni dosa-dosanya
yang diperbuatnya. Hari telah menjelang sore ketika mereka berdua melanjutkan perjalanan. Belum sampai gelap
mereka berdua telah tiba di sebuah dusun. Suryo mengajak Babah Lim untuk mencari penginapan dan
melewatkan malam di desa itu!
******** TUJUH e-bukugratis.blogspot.com
32 "ILMU KEBAL ini khusus mengambil dari sinar matahari! Tubuhmu harus terkena sinar matahari!
Kau tidak boleh terkena air ketika menekuninya!" Nyi Langen Asmara berkata kepada perempuan muda di
depannya. Dia sedang mengajarkan ilmu kebal yang mengambil sari cahaya matahari! Ilmu kebal yang
sangat iangka dipunyai oleh orang persilatan di masa sekarang.
"Hamba siap! Apapun saratnya Ayu siap menjalani!" dara itu menjawab.
Dia telah menjadi kekasih gurunya Nyi Langen Asmara, pertapa di Gunung Gajah. Ternyata setelah
kedok hitamnya ditanggalkan, dia adalah seorang gadis yang cantik manis dengan sepasang mata laksana
bulan kembar bundar berseri. Lirikan matanya dapat meruntuhkan iman lelaki.
Sebetulnya siapakah dara jelita yang menghadap Nyi Langen Asmara dan diberi pelajaran ilmu
kebal ini" Dara ini sebetulnya masih mempunyai darah keturunan dari Bali, ibunya berasal dari Bali dan
ayahnya adalah Juragan Cakra dari Semarang. Seorang juragan yang bergerak di bidang perikanan. Dara ini
bernama Ayu Lestari. Bagaimana dia dapat berkenalan dengan Nyi Langen Asmara"
Ketika dara ini berumur sekitar sepuluh tahun, diajak ibunya untuk pergi ke candi. Ibunya yang
menjadi selir Juragan Cakra adalah penyembah Batari Durga. Dia adalah pengikut yang tekun sekali serta
taat menjalankan ibadah.Ketika itu Nyi Langen Asmara sedang berada di candi melihat kedatangan ibu dan
anak ini, hatinya tertarik sekali. Diam-diam Nyi Langen Asmara mengerahkan ilmunya, memelet ibu dan
anak. Dengan mudah sekali ia menguasai diri Nyi Rati dan anaknya. Jadilah ibu Ayu Lestari menjadi
kekasihnya, dengan adanya hubungan mi secara otomatis Ayu Lestari yang kala itu masih seorang bocah
yang cantik manis menjadi muridnya pula.
Ketika ayahnya, Juragan Cakra kedatangan Sancaka. Ayu Lestari sedang berada di belakang pintu.
Sebetulnya ketika itu dia mau keluar, akan tetapi tanpa sengaja mendengar pembicaraan ayahnya dengan
tamunya. Dia menjadi tertarik!
"Betulkah patung itu Patung Batari Durga" Patung peninggalan Nyi Calon Arang?" kata Juragan
Cakra. Ingin memastikan keaslian patung itu.
"Betul juragan. Babah Coa sendiri telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri! Dia berani
tanggung bahwa patung itu aseli!" Kata Sancaka menyakinkan.
"Hemmm, berapa dia minta" Asal patung dapat menjadi kepunyaanku, berapapun harganya, aku
bayar!" "Akan tetapi Juragan Lim tidak mau menjualnya. Mau disimpan di tempat barang-barang antik di
rumahnya." ucap Sancaka menerangkan.
Sepasang mata Juragan Cakra terbelalak!
Heran dia. Untuk apa patung itu bagi Babah Lim Hok Coan itu" Dia kan penganut agama yang
menyembah di kelenteng. Diapun menawarkan sejumlah uang yang membuat mata Sancaka terbelalak
ketika mendengarnya! Menurut isterinya yang ke tiga, apabila dapat mempunyai Patung Batari Durga yang
berasal dari Bali, patung yang menjadi sesembahan Nyi Calon Arang. Hidupnya dan keluarga selamanya
e-bukugratis.blogspot.com
33 akan terjamin dan terhindar dari segala macam malapetaka! Maka mendengar bahwa Babah Lim
mempunyai patung itu hanya untuk koleksi saja diapun lalu menawarkan sejumlah uang yang cukup untuk
membuat mengilar hati orang!
"Pokoknya patung itu menjadi kepunyaanku! Bagaimana caranya, terserah kau dan Babah Coa yang
mengatur!" ujarnya dengan menyerah kan sebuah pundi-pundi. "Ini sebagian sebagai uang panjar! Nanti
kalau patung sudah berada di tanganku, akan kuberi sepuluh kali lipat dari uang yang berada di pundi-pundi
itu." "Jangan khawatir, juragan. Pasti patung itu akan saya serahkan kepada juragan." Sambil membuka
pundi-pundi, Sancaka menegaskan.
Patung Batari Durga pasti akan diserahkan kepada Juragan Cakra!
Ketika tamu ayahnya telah berlalu, Ayu Lestari lalu keiuar dan menemui ibunya. Dia memberi tahu
ibunya tentang adanya patung itu. Ibunya terbelalak! Menyuruh anaknya untuk mencari bantuan Nyi
Langen Asmara untuk menguasai patung itu sendiri! Patung yang sangat ampuh apabila dapat
menggunakannya. Semua permintaannya akan dipenuhi dan dikabulkan asal saja tahu cara membuka
rahasianya! Sambil menanti di Gunung Gajah atau Gunung Setan, Ayu Lestari menimba ilmu kesaktian yang
langka. Nyi Langen Asmara telah mengutus Simo Gendeng, anak buahnya yang menjadi kepala rampok di
Krendowahana. Dia telah memesan kepada Ki Simo Gendeng sendiri ketika disuruh oleh gurunya. Dengan
mengenakan kerudung hitam agar jangan dikenal oleh Juragan Lim maupun Tan suhu yang telah mengenal
keluarganya dengan baik. "Kalau begitu siang ini juga dapat kau mulai!" kata Nyi Langen Asmara.
Pertapa ini merasa terikat dengan kekasih barunya ini. Nyi Langen Asmara telah membuat ibu Ayu
Lestari menjadi kekasihnya, sekarang anaknya. itupun menjadi kekasihnya pula! Dia tidak akan puas
sebelum mendapatkan dara yang menjadi muridnya ini. Sekarang dara ini telah menjadi seorang gadis yang
cantik sekali, mem punyai daya tarik yang hebooaatt sekali!
Ayu Lestari menanggalkan seluruh pakaiannya. Dengan bertelanjang dia naik ke atas batu datar di
puncak itu. Nyi Langen Asmara lalu memandikan tubuhnya dengan air yang mengandung sari bunga!
Setelah itu iapun lalu menyuruh Ayu Lestari untuk tetap bersamadhi dalam keadaan berdiri!
Telah tiga hari tiga malam Ayu Lestari berdiri di atas batu. Ketika siang hari itu matahari telah
menjadi sangat panasnya. Tepat bersinar di atas kepalanya, Nyi Langen Asmara membawa sebuah golok
yang berkilau saking tajamnya. Ketika tanganhya bergerak ke arah batu gunung, golok itu bagaikan kilat
menyambar batu. "Crasssss ... !"
Batu pun terbelah menjadi dua, bagaikan agar-agar terbelah pisau tajam. Nyi Langen Asmara
tersenyum menyaksikan ini!
"Bangun, bocah ayu! Terimalah ini!" Sambil berkata Nyi Langen Asmara menggerakkan goloknya
membabat punggung Ayu Lestari.
e-bukugratis.blogspot.com
34 "Daakkkk ... !!"
Golok yang tadi membelah batu gunung bagaikan membelah tahu sekarang terpental ke belakang.
Ternyata ketajaman golok itu tidak dapat menembus kekebalan tubuh Ayu Lestari. Nyi Langen Asmara
menggerakkan goloknya bertubi-tubi, mencacah tubuh Ayu Lestari. Akan tetapi agaknya tidak terasa sama
sekali oleh dara itu. Dia tetap berdiri tegak! Seakan-akan babatan-babatan golok itu usapan tangan halus
saja! "Bangun! Ayu ... bangunlah! Ilmumu telah sempurna!"


Patung Pembawa Maut Karya Aryani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ayu Lestari membuka sepasang matanya! Dia kembali meramkan matanya karena silau. Sambil
menutupi dengan kedua tangan diapun kembali membuka mata. Nyi Langen Asmara berdiri di depannya
sambil memegang sebuah golok yang telah rompal tajamnya! Ayu Lestari keheranan!
"Guru! Apa yang telah terjadi?" tanyanya.
"Hi-hi-hik ... kau berhasil, bocah ayu! Ini, lihatlah golok ini." Nyi Langen Asmara mengelus dada
yang membusung itu. Ayu Lestari menggerinjai Tubuhnya bagaikan ada bara api yang menjalar di seluruh
jalan darahnya. "Ihhh, guru ... !"
"Hi-hi-hik ... , mari, mari kumandikan dulu. Kau harus kumandikan dulu, setelah itu kita makan dan
mengaso." "Baik, guru." Ayu Lestari menjawab dengan patuh. Setelah melakukan semuanya, kedua orang itu
lalu memasuki goa. Apa yang diperbuat di dalam goa tidak dapat terlihat dari luar, hanya kadang terdengar
rintihan. Rintihan orang mengalami kepuasan!
Pada suatu pagi, kedua orang itu berlatih silat. Ayu telah mendapat tambahan ilmu yang tidak sedikit
ketika berada di goa pertapaan gurunya ini. Dua bayangan tubuh yang ramping sedang berkelebatan dan
berputaran diiringi oleh kilatan cahaya senjata yang berkelebatan! Sangat cepat sekali, sesekali terdengar
denting beradunya senjata dan terkadang senjata bertemu dengan tubuh. Pakaian keduanya telah tak karuan.
Terobek di sana-sini, semua ini akibat kelebatan senjata yang diterima dengan tubuh atau ditangkis tangan
telanjang! Ketika sedang sengit-sengitnya kedua orang itu berlatih. Beberapa sosok bayangan hitam berlarian
naik ke atas Bukit Gajah. Beberapa kali terjatuh. Agaknya saking lelahnya orang-orang dalam menempuh
perjalanan! Siapakah mereka" Mereka bukan lain adalah anak buah Simo Gendeng kepala rampok Krendowahana!
"Aduuuuhhhh ... katiwasan ... Nyi Dewi!"
Begitu dekat tempat kedua orang itu berlatih. Salah seorang berseru, mereka semua menjatuh kan
diri berlutut. Malahan ada yang terguling, pingsan atau tertidur, agaknya saking lelahnya!
Nyi Langen Asmara dan Ayu Lestari meloncat ke belakang. Begitu melihat keadaan orang-orang
berpakaian hitam itu, alisnya terangkat. Apalagi ia tidak melihat si Simo Gendeng, anak buahnya
tersayang! e-bukugratis.blogspot.com
35 "Ada apa kalian ini" Mana Simo Gendeng?" tanyanya ketus. "Hayo cepat jelaskan! Apa kalian
menunggu kepala kalian melayang dulu?"
"Maafkan kami, Nyi Dewi. Kakang Simo telah tewas. Dia telah terbunuh oleh seorang pemuda
berpakaian putih bersama Suryo." Salah seorang yang menjadi pembantu Simo Gendeng memberi tahu.
Dia lalu menceritakan bagaimana mereka semua tidak berdaya meng-hadapi tandang pemuda baju
putih yang bersenjatakan tongkat itu. Tak dinyana sama sekali bahwa ketua mereka yang sudah terkenal
sakti dapat dikalahkan oleh si pemuda dengan mudah. Nyi Langen Asmara dan Ayu Lestari yang
mendengarkan cerita ini menjadi marah sekali.
"Bangsat kurang ajar! Apa kalian yang terdiri dari puluhan orang tidak dapat membunuh seorang
bocah yang masih hijau?" tanyanya dengan suara yang mengandung getar kemarahan!
Para anak buah yang berpakaian hitam itu tubuhnya menggigil. Mereka ketakutan sekali melihat
kemarahan Nyi Langen Asmara. Mereka tahu bahwa wanita ini dapat membunuh orang yang mempunyai
kesalahan yang tidak berarti.
"Ammmpoouuunnnn ... ! Ampuunnkan kami Nyi Dewi!" ratap mereka hampir berbareng. Terdengar
salah seorang yang berada di belakang berkata.
"Dia ... dia, pemuda itu agaknya tidak berniat membunuh kami semua. Karena, itu, kami semua
dapat membuat laporan ke ... "
"Wiirrrrr ... ceeppppp!"
Ternyata belum selesai orang itu berkata, sebuah golok telah menembus dadanya!
Nyi Langen Asmara telah menggerakkan tangan yang memegang golok. Tahu-tahu goloknya telah
meluncur tanpa dapat diikuti pandang mata! Mendengar laporan itu, dia seakan mendapat cemoohan dari
lawan. Apalagi yang berkata ini adalah anak buah Simo Gendeng. Sungguh memalukan! Maka dia segera
membungkam mulut yang tidak tahu malu itu! Semua orang yang berada di situ, yaitu anak buah Simo
Gendeng yang berpakaian serba hitam, menjadi semakin ketakutan sekali. Tiada seorangpun yang
mengangkat muka. Menyembah-nyembah sambil meratap minta ampun!
"Babi, babi tak tahu aturan! Sudah membawa kabar jelek masih memuji perusuh! Pergi! Pergi semua
dari depanku!" Bagaikan mendapat pengampunan mereka menyatakan terima kasih. Bergegas mereka pergi
meninggalkan tempat itu dengan berlari. Mereka takut keputusan tersebut berubah sewaktu-waktu. Siapa
tahu isi hati orang yang sangat galak itu! Melihat orang-orang berlarian saling adu cepat Ayu Palupi
menjadi sebal. Lalu kakinya menendangi batu-batu di depan kakinya.
"Siut-siut-siuttt! Tak-tak-takkk!" Tiga orang berbaju hitam yang paling belakang mendapat hadiah
batu di belakang kepala. Tanpa ampun ketiganya terhuyung ke depan dan menggelinding dengan kepala
berlubang! Melihat ini kawan-kawan mereka bertambah ketakutan. Sehingga terjadilah tubrukan di antara
mereka! Sialnya, kembali ada orang yang terjatuh ke dalam jurang! Saking takutnya teman di sampingnya
telah mendorong orang itu sehingga memasuki jurang! Ini semua terjadi karena terlalu paniknya mereka!
"Hi-hi-hik ... kecoa-kecoa seperti itu sebetulnya tak pantas diberi hidup!"
e-bukugratis.blogspot.com
36 "Sungguh menyebalkan!" kutuk Ayu Palupi. "Lebih baik kita cari sendiri. Hayo Ayu, kita pergi!"
"Baik guru!" Kedua guru dan murid itu menuruni Bukit Gajah. Tubuh keduanya bagaikan dua ekor burung
terbang turun dengan cepat sekali. Dalam sekejab saja hanya nampak dua bayangan hitam meluncur cepat.
Tak berapa lama kemudian lenyap ditelan kelebatan hutan di bawah bukit!
***** Kabut pagi masih tebal sekali. Pandang mata hanya dapat melihat sekitar tiga tombak saja!
Udarapun dingin sekali. Hutan itu bertambah dingin dengan embun yang menyelimuti dedaunan. Kalau
tidak berhati-hati, orang dapat menabrak pohon di depannya karena karena terhalang kabut! Akan tetapi
hawa yang dingin sekali itu agaknya tidak membuat keempat orang itu menunda perjalanan mereka!
Bagaikan hantu kesiangan keempatnya menembus kabut. Agaknya mereka tidak terganggu oleh
hawa yang dingin itu, menandakan bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi.
Entah apa yang menjadi tujuan mereka sehingga keadaan yang dingin di pagi itu tidak dapat menghalangi
maksud mereka! "Kita harus mencegat mereka dekat dusun di depan!" kata salah seorang dari mereka.
"Betul, kang Dolok. Aku setuju, kita harus mengambil jalan pintas saja. Lebih cepat dan kita dapat
menanti mereka!" sahut temannya si Mangkurat.
Ternyata mereka adalah rombongan Bango Dolok dan adik seperguruannya si Mangkurat, dengan
Sancaka dan Coa Bo Gie. Agaknya mereka telah menemukan jejak Juragan Lim Hok Coan yang hendak
pergi ke Prambanan. Maka berusaha untuk mencegat di depan sebelum kedua orang itu memasuki dusun.
Bango Dolok mengutarakan siasatnya untuk mengepung kedua orang yang membawa peti berukir berisi
Patung Batari Durga! Tidak jauh di depan mereka tampak pula rombongan orang berpakaian hijau. Karena warna
pakaiannya, maka mereka itu tidak dapat dibedakan dengan keadaan hutan. Ternyata mereka adalah
gerombolan Sugriwa Yaksa. Agaknya raksasa ini masih merasa penasaran karena dapat dipecundangi
demikian mudah oleh anak muda berbaju putih itu. Ketika melihat anak buahnya kembali, yaitu setelah ia
tersadar dari pingsannya. Sugriwa Yaksa lalu memilih sepuluh orang untuk mengejar pemuda baju putih
untuk menuntut balas! Ternyata mereka dapat menemukan jejak Suryo dengan Babah Lim Hok Coan yang menuju ke
Prambanan. Mereka tadi malam menginap di dalam hutan. Sugriwa Yaksa bermaksud untuk mencegat
keduanya di tanah datar di luar dusun, maka dia mengajak teman-temannya untuk melalui hutan dengan
jalan memotong jalan, sehingga dengan sendirinya akan dapat tiba di tempat yang dimaksud dengan cepat!
Ternyata kedua rombongan itu terpisah cukup jauh. Dengan adanya kabut mereka tidak mengetahui
kalau di depan maupun di belakang ada orang yang menuju ke tempat yang sama dan mempunyai tujuan
yang sama pula. Akan tetapi berbeda. Kalau rombongan Bango Dolok menginginkan peti berisi patung,
e-bukugratis.blogspot.com
37 sedangkan rombongan Sugriwa Yaksa ingin membunuh pemuda baju putih untuk mehebus kekalahannya
yang memalukan di tempatnya sendiri itu!
Sampai matahari telah naik tinggi kedua rombongan itu menanti kedatangan orang yang diincarnya.
Dengan tekunnya mereka menanti di dalam hutan dekat dusun, tanpa bergerak sama sekali atau berpindah
tempat sehingga keduanya tidak mengetahui akan kehadiran masing-masing! Dua orang berjalan dengan
saniai di jalan setapak hutan. Salah seorang masih muda, berwajah tampan serta mengenakan pakaian serba
putih. Di tangan kanannya nampak sebuah tongkat pendek berwarna kehitaman. Pada punggungnya
nampak sebuah bungkusan besar. Sambil berjalan pemuda ini tiada hentinya bersiul-siul. Sedangkan yang
berjalan di sampingnya adalah seorang laki-laki yang bertubuh gemuk. Langkahnya tertatih mengikuti
langkah si pemuda yang gesit dan ringan itu. Agaknya saking gemuknya sehingga diwaktu berjalan jauh
keringatnya telah memenuhi tubuhnya bagaikan orang kehujanan!
"Ayaaa, kita belhenti dulu! Ini kaki sudah tidak mau digelakkan lagi. Itu ada pohon yang lindang,
kita mengaso di sana," keluh Juragan Lim.
Ternyata kedua orang itu adalah Suryo lelono dengan Juragan Lim Hok Coan yang sedang menuju
ke Prambanan. Mendengar keluhan teman seperjalanannya, Suryo tidak menjawab. Langkahnya dipelankan,
lalu berkata. "Kita sudah dekat dengan dusun. Lebih baik kita mengaso di dusun! Menikmati makanan dan
dapat mengaso dengan enak!"
"Ooooo ... iya tho. Kalau begitu, boleh dah."
"Mari kita percepat saja jalannya!" ajak Suryo. Dia ingin segera sampai di dusun.
"Ooooeeeeee ... , tungguuu ... tunggu. Saya mau buang air kecil dulu!"
Suryo berhenti dan menoleh. Ternyata Juragan Lim telah berlari ke arah gerumbulan semak di tepi
jalan. Tiada lama kernudian telah keluar lagi, berlari kecil untuk mengejar Suryo yang telah melanjutkan
perjalanannya kembali! ********* e-bukugratis.blogspot.com
38 DELAPAN "BERHENTI! Serahkan bungkusan itu!" bentakan ini disusul dengan berkelebatnya empat bayangan
ke depan. Mengurung Suryo dan Juragan Lim. Suryo mengawasi keempat orang itu, akan tetapi tiada
seorangpun yang dikenalnya. Akan tetapi Juragan Lim segera mengenal dua orang yang telah mencegatnya
itu, maka iapun menyapa. "Eeelho kilanya kau! Mengapa kau mencegatku, Sancaka?" Setelah menyapa Sancaka lalu Babah
Lim mengawasi seorang Cina yang mengenakan pakaian hitam dan menegurnya pula. "Ayaaaaa, ini
sobatku Coa Bo Gie. Kenapa ada pula di sini?"
"Lim, serahkan saja patungmu kepada kami! Daripada kau menjadi korban, lebih baik serah kan
petimu!" Coa Bo Gie langsung mengutarakan maksudnya.
"Betul, juragan. Serahkan peti itu kepada kami dan kami akan berlalu. Tidak akan mengganggu
seujung rambutpun! Akan tetapi ... " Belum habis Sancaka berkata, Suryo telah memotongnya.
"Kalian menghendaki peti berukir" Ini, ambillah sendiri!"
Mendengar tantangan ini, Bango Dolok dan Mangkurat maju sambil melayangkan tangan. Bango
Dolok memukul ke arah muka sedangkan Mangkurat menubruk dari belakang, berusaha mengambil
bungkusan di punggung Suryo.
"Ciaaattttt ... !!" Pukulan Bango Dolok yang mengarah muka lawan dapat dielakkan dengan
miringkan kepala. Sedangkan tubrukan Mangkurat dari belakang disambut dengan tendangan kakinya.
Tanpa ampun lagi Mangkurat menjerit keras karena perutnya telah menerima tendangan tidak terduga ini.
"Blekkkk!! Aduuuhhhh ... !"
Tubuh Mangkurat terlempar ke belakang sekitar dua tombak jauhnya dan terbanting ke tanah dengan
pinggul yang menimpa tanah terlebih dahulu. Begitu bangun, kedua tangan mengusap-usap pinggulnya.
Agaknya pinggulnya tadi mengenai batu tepat di tulang kataknya!
Melihat ini ketiga kawannya lalu maju menyerang hampir berbareng. Mereka mengeluarkan jurusjurus silat pilihan masing-masing. Setiap pukulan maupun tendangan mereka selalu mengeluarkan angin
keras saking kuatnya! Akan tetapi dengan mudahnya Suryo menghadapi hujan serangan dari keempat orang
itu. Ternyata Mangkurat setelah dapat menguasai rasa sakitnya ikut pula maju mengeroyok! Dia ingin
membalas kekalahannya tadi. Masa baru segebrakan saja dia telah mendapat hadiah tendangan di perutnya.
Seakan memberi makan perutnya yang telah lapar!
Akan tetapi kembali ilmu siMliwis Putih menunjukkan keampuhannya. Tubuh Suryo dapat
menyelinap di bawah hujan serangan keempat orang lawannya. Ketika sampai di jurus ke dua puluh, Suryo
malahan memberi hadiah masing-masing sebuah sodokan di perut.
"Duk-duk-duk-duk!!"
"Ufffff ... !!" hampir berbareng keempat orang itu membungkuk. Mungkin ulu hatinya telah terkena
sodokan ujung jari Suryo. Seakan pecah dan berserakan isi perutnya dan menyesakan rongga dada! Akan
e-bukugratis.blogspot.com
39 tetapi tak lama kemudian keempatnya sudah dapat menguasai diri mereka. Dengan muka agak pucat karena
sakit, mereka lalu menghunus senjata masing-masing. Bango Dolok mencabut goloknya dan Mangkurat
juga mengeluarkan senjata rantai baja yang ujungnya diberi bandul besi bergerigi. Sedangkan Sancaka
mencabut sebatang keris yang berwarna kehitaman, dan Cina tinggi kurus berpakaian hitam itu
mengeluarkan pula senjatanya. Bentuk senjatanya agak aneh, se-perti kaitan yang bercabang! Tanpa
memberi isyarat keempatnya telah menggerakkan senjata andalan mereka sendiri.
Suryo melenting tinggi untuk mengelak dari kepungan empat senjata lawan. Begitu kakinya
menginjak tanah, tongkat disodokkan ke belakang dan tangan kirinya menangkis keris Sancaka dengan
kibasan tenaga dalam. "Wussss ... , plakkk!!"
Dua orang yang mendapat serangan balasan ini meloncat mundur. Sedangkan golok Bango Dolok
dan senjata rantai Mangkurat dielakkan dengan membuat salto di tanah tiga kali. Tubuhnya berputaran di
tanah bagaikan roda saja layaknya. Akan tetapi kedua senjata itupun tidak dapat menyentuh ujung bajunya
sedikit pun! Tanpa menunggu lawan memperbaiki posisi, Suryo segera memainkan tongkat kayu
cendananya dengan Ilmu Tongkat Pengemis Gila! Keempat lawannya kebingungan melihat jurus-jurus silat
yang aneh sekali. Sukar sekali diduga geraknya, seperti keadaan orang yang sedang dalam keadaan tidak
stabil. Tidak ada aturannya sama sekali. Kadang berjongkok, kadang berputaran di udara.
Setelah merasa cukup mempermainkan keempat lawannya Suryo lalu mengirim totokan yang cukup
untuk membuat tubuh keempat lawan menjadi lemas.
"Tuk-tuk-tuk-tukk!" Hampir beruntun totokan mengenai keempat lawannya. Tanpa ampun lagi
keempatnya tergejlek dengan tubuh tiada daya untuk melanjutkan pertempuran!
"Serrbuuuu ... ! Bunuh pemuda baju putih ... !" Sugriwa Yaksa berteriak memberi tanda kepada anak
buahnya. S uryo melihat ke arah belakangnya, ternyata orang-orang berpakaian hijau maju menyerang dengan
senjata yang beraneka ragam! Dipimpin oleh seorang yang bersenjata ruyung bergerigi, Sugriwa Yaksa!
"Trang-tring-trang-tringg ... !"
Terdengar benturan senjata berulang kali dan nampak banyak senjata beterbangan di udara! Tubuhtubuh orang berpakaian hijau mencelat ke kanan kiri. Hanya ruyung milik Sugriwa Yaksa saja yang masih
dapat dipertahankan. Walaupun tangannya terasa kesemutan seakan-akan kulit telapak tangannya terbeset
akibat bertemunya ruyung dengan tongkat kecil berwarna hitam di tangan si pemuda."Tahannn!! Mengapa
kalian tidak kapok setelah kuampuni!"
"Tidak ada dalam kamusku untuk kalah begitu saja! Belum lecet tulangku dan belum patah daging
kulitku. Mengapa harus merasa kalah." Sumbar Sugriwa Yaksa sebagai jawaban atas kata-kata si pemuda.
Raksasa ini sesumbar tanpa aturan, dibolak-balik tidak karuan!
"Agaknya kalian minta dihajar! Kalau itu maumu" Mari, mari ... , majulah ke mari!"
"Makanlah rujak poloku! Pecah kepalamu!" Sambil mengayun ruyung ke arah kepala, Sugriwa
Yaksa membarengi dengan tangan kiri menyebar benda kehijauan ke arah Suryo.
e-bukugratis.blogspot.com
40 "Ting-tang-ting-tang! Wusss ... !"
Suryo memutar tongkatnya menangkis sinar hijau yang datang lebih dulu. Miringkan tubuh untuk
mengelakkan pukulan ruyung ke arah kepala dan tangan kirinya bergerak menyodok
ulu hati. Dielakkan lawan dengan meloncat ke belakang dan kembali maju lagi sambil mengo-batabitkan ruyungnya. Dengan lincah Suryo menghadapi serangan lawan ini, hanya sesekali saja dia membalas
untuk mengurangi tekanan ruyung yang datang menggebu. Pertempuran itu walaupun kelihatan seru sekali
akan tetapi sebetulnya Suryo Lelono tidak menggunakan seluruh kepandaiannya. Dia agaknya hanya ingin
menyadarkan raksasa ini. Setelah merasa cukup kembali Suryo menotok tubuh depan yang terbuka dari
lawannya. Akan tetapi saking kuatnya Sugriwa Yaksa menubruk maju, dadanya telah tertembus ujung
tongkat! "Aduhhhh ... mati aku!" Jerit Sugriwa Yaksa.
Para anak buah yang berpakaian hijau dapat bergerak dari pengaruh totokan atau terlempar ke kanan
kiri dengan menderita luka-luka ringan. Segera maju untuk menolong pemimpin mereka. Akan tetapi
ternyata bahwa pemimpin mereka telah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Kakinya
berkelojotan tatkala nyawanya mau meninggalkan tubuhnya!
Tanpa berani menoleh lagi orang-orang berpakaian hijau mengangkat tubuh Sugriwa Yaksa dan
memapah orang-orang yang terluka. Menyusup ke dalam gerumbulan semak hutan. Karena warna
pakaiannya yang kehijauan itu dalam sekejab saja mereka telah hilang dari pandangan mata!
"Jangan dibunuh ... !" Teriakan Suryo yang menggeledek itu ternyata terlambat.
Juragan Lim yang merasa marah sekali akibat telah kehilangan banyak anak buah serta kehilangan
harta, menggerakkan goloknya untuk menusuk orang terakhir dari keempat orang itu.
"Croootttt ... !"
Darah muncrat dari dada Coa Bo Gie ketika golok dicabut Juragan Lim. Sebagian mengenai pakaian
Juragan Lim. Mendengar bentakan Suryo, Juragan Lim Hok Coan menengok, akan tetapi, semua sudah
terlanjur! Keempat orang itu mati dengan penasaran sekali! Dalam keadaan tidak berdaya serta tak dapat
membela diri sama sekali telah ditusuk golok! Mati secara mengenaskan di tangan seorang yang tidak bisa
silat sama sekali. Setelah melihat korban-korbannya, Juragan Lim maju mendekati Suryo.
"Saya halus membalas dendamnya olang-olang yang telah mengantal aku ke Plambanan! Kenapa
kau tidak mau membunuh meleka" Mengapa membialkan meleka melalikan dili?" Juragan Lim berkata
sambil mengusap peluh yang membasahi dahinya.
Golok di tangan dibuang ke samping, berjalan pergi untuk mengaso di bawah pohon!
Suryo hanya menggeleng kepala.
Ah, hanya sebuah patung telah menewaskan begitu banyak orang, pikirnya! Dia lalu memungut
golok dan membuat lubang untuk mengubur keempat jenazah itu. Dengan cepat sekali tangannya bergerak,
dalam waktu yang tidak berapa lama sebuah lubang cukup besar telah dibuatnya.
"Mari ... , bantu aku menguburkan mayat-mayat ini!"
e-bukugratis.blogspot.com
41 "Ayaaaa, sudah lelah disuluh mengubul mayat lagi! Siaallaannnn ... !" gerutunya.
Lim Hok Coan berdiri dengan ogah-ogahan. Akan tetapi dia ikut membantu juga. Suryo yang
melihat ini menjadi gembira, biarpun babah gemuk itu telah membunuh lawan yang tidak berdaya akan
tetapi, dia masih mau membantu untuk memasukkan mayat ke dalam lubang kubur. Berarti tidak percuma
saja dia menolong juragan ini. Kalau saja juragan ini tidak mau membantu. Entah apa yang akan


Patung Pembawa Maut Karya Aryani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diperbuatnya mengenai urusan patung itu"
"Hi-hi-hi-hikk ... ! Ternyata kalian berdua telah menyiapkan kuburmu sendiri. Hi-hi-hik ... .!!"
Suryo kaget mendengar suara di belakangnya ini. Suara kekeh genit seorang perempuan. Entah sejak
kapan berdirinya, ternyata di belakanganya ada dua orang wanita yang berdiri sambil bersedakap! Sungguh
piawai sekali dua perempuan ini, pikirnya. Kedatangannya tidak dapat terdengar oleh pendengarannya yang
tajam luar biasa itu. Tetapi dengan tenang sekali dia maju menghadapi kedua orang wanita itu.
"Bocah! Apa yang di punggungmu itu" Jawab!"
"Bolehkah saya mengenai siapa andika?" jawab Suryo kalem.
"Hi-hi-hik ... , bocah tampan, majulah kesini!" perintah Nyi Langen Asmara. Dia ingin melihat jelas
pemuda ini. Ayu Lestari pun mengawasi pemuda tampan dengan sepasang matanya yang lebar. Begitu
Suryo telah datang dekat, Nyi Langen Asmara berkata lagi.
"Hi-hi-hi-hik ... , ini muridku yang ayu. Namanya Ayu Lestari. Aku adalah Nyi Langen Asmara,
penguasa Bukit Gajah! Hi-hi-hi-hik ... !"
"Ooohhh!" Hanya itulah yang keluar dari mulut si pemuda. Agaknya pemuda ini menjadi kaget juga
mengetahui siapa adanya wanita setengah tua itu. Dia pernah mendengar tentang pertapa wanita penganut
Batari Durga yang bernama Nyi Langen Asmara. Kabarnya wanita itu telah berusia tujuh puluhan tahun!
Akan tetapi yang berdiri di depannya ini, usia nya pasti tidak lebih dari empat puluhan tahun!
"Hi-hi-hik ... , bocah tampan bungkusan apa yang berada di punggungmu itu" Apakah bukan peti
berisi patung Sang Batari?" tanyanya.
Sebelum menjawab Suryo telah mempersiap kan dirinya lebih dulu. Dia tahu agaknya hanya patung
itu yang menjadi perebutan para tokoh-tokoh silat di seantero Nusa Jawa ini!
"Benar! Ini adalah patung itu. Akan tetapi akan kuantar ke Prambanan!"
"Hi-hi-hikk ... , lebih baik kauserahkan kepadaku, bocah! Kalau kau masih ingin melihat matahari
terbit esok hari!" "Patung ini bukan kepunyaanku. Tidak akan kuserahkan pada siapapun juga."
"Sebelum kau mampus, lebih baik sebutkan namamu. Hi-hi-hi-hikk ... !"
"Aku bernama Suryo!" jawabnya singkat."Hi-hi-hi-hik ... Suryo. Terimalah ini!" Begitu habis katakatanya Nyi Langen Asmara menggerakkan tangan kanannya. Uap tipis keluar dari telapak tangan
membawa bau harum yang memabokkan. Menyerang wajah Suryo.
"Haitt!" Tubuh Suryo telah melayang tinggi menghindar dari serangan uap tipis. Dari atas tangan
kanannya bergerak dengan pengerahan tenaga sakti mengibas ke arah kepala lawan.
"Dukkk!" e-bukugratis.blogspot.com
42 Dua tenaga bertemu di udara. Membuat pohon-pohon yang berada di sekitar tiga tombak bergoyanggoyang terlanda angin pukulan itu. Nyi Langen Asmara tersurut mun-dur lima langkah, sedangkan Suryo
sendiri kembali terlempar ke atas hampir mencapai tiga tombakan!
"Hebatt ... ! Sekarang terimalah ini!"
Setelah memuji Nyi Langen Asmara menggerakkan tangan kanan kirinya dengan berbareng. Dari
kedua telapak tangannya kembali mengepul uap putih kehijauan. Sekarang membawa bau yang tidak enak.
Sepertinya bau bangkai busuk!
Ketika ada angin dingin menyambar tubuhnya yang sedang turun, Suryo membuat gerakan
membalik dan kembali tubuhnya naik. Tangan kirinya memegang cabang pohon, sekali menarik, tubuhnya
telah meluncur pergi jauh dari tempat itu! Kembali serangan ini dielakkan dengan mudahnya. Melihat ini
Nyi Langen Asmara menjadi marah juga. Dengan cepat kakinya menjejak tanah dan tahu-tahu bagaikan
kilat telah menerjang ke arah si pemuda.
Kembali Suryo mengelak lalu membalas serangan itu dengan tak kalah cepatnya. Semua ilmu
kesaktian dikeluarkan oleh kedua orang itu. Tubuh keduanya telah hilang dari pandangan mata. Yang
nampak hanyalah dua bayangan saling libat dengan cepatnya. Pohon-pohon ada yang tumbang akibat
pukulan yang tidak mengenai sasaran atau dielakkan lawan!
Keduanya memiliki ilmu yang hampir sempurna. Batu dan debu berhamburan ke udara. Terkadang
terdengar ledakan dahsyat memekak kan telinga akibat benturan kedua tenaga sakti dari aji yang
menggiriskan! Seratus jurus berlalu dengan cepat, akan tetapi tiada nampak yang kalah atau yang menang!
"Tahan! Kalau tidak Cina ini mampus!"
Kedua bayangan itupun berpisah. Suryo kaget sekali melihat perkembangan baru ini. Sungguh tidak ,
pernah disangkanya bahwa seorang tokoh besar menyuruh muridnya berbuat seperti itu! Celaka,
pikirnya."Hi-hi-hikk ... ! Ada apa Ayu" Mengapa kau mengganggu orang sedang bermain-main?"
"Cepat serahkan peti itu! Awas jangan membuat gerakan yang mencurigakan! Kalau ingin babah ini
dalam keadaan hidup!" Ayu Lestari mengancam.
"Bagaimana kalau peti ini kubawa lari?" Suryo berusaha menjajaki kemungkinan ini.
"Bocah! Dapatkah kau lari dariku" Cepat serahkan, jangan bertindak bodoh!" Nyi Langen Asmara
memperingatkan.Suryo menimbang-nimbang untung ruginya bagi dirinya dan Juragan Lim. Memang peti
itu bukan miliknya akan tetapi milik Juragan Lim yang sedang terancam bahaya maut sekarang ini. Dia
ingin mengetahui bagaimana reaksi si empunya barang. Sambil tersenyum Suryo berkata kepada Lim Hok
Coan yang disandera itu. "Bagaimana keputusanmu, Juragan Lim?"
"Selahkan saja! Selahkan saja benda sialan itu!" katanya dengan tubuh gemetar.
"Baik! Kalau begitu terimalah!" Setelah berkata demikian Suryo melemparkan peti ke atas! Peti
melayang ke udara tinggi sekali, begitu Nyi Langen Asmara bergerak untuk menyambut. Tiba-tiba nampak
bayangan hitam menyambar peti!
"Ha-ha-ha-ha ... , akhirnya menjadi milikku juga! Ha-ha-ha ... "
e-bukugratis.blogspot.com
43 "Bangsat jangan lari!" Nyi Langen Asmara mengejar dengan cepatnya bayangan yang melarikan peti
berisi Patung Batari Durga. Melihat ini Ayu Lestari. juga meloncat mengejar. Akan tetapi sebelum dia
pergi tangannya bergerak menampar!
"Plakkkk!" Tubuh Juragan Lim tersungkur ke depan dengan cepatnya, bagaikan karung
beras tubuhnya yang gemuk menimpa tanah. Suryo yang melihat ini tidak jadi mengejar pencuri peti
melainkan cepat menghampiri tubuh Juragan Lim untuk memeriksa. Hatinya lega ketika mendapat
kenyataan bahwa Juragan Lim hanya pingsan saja.
"Ayahh ... !" Terdengar teriakan nyaring memecah kesunyian.
Seorang gadis berlari cepat mendatangi diiringi empat orang lelaki. Mereka bukan lain adalah Ki
Pentet Prawirayuda, Tan suhu, Parta dan adiknya si Pardi. Ternyata mereka telah dapat menyusul sampai di
sini. "Bagaimana keadaan ayahku" Apakah ... apakah ... ?" Lim Gin Hwa bertanya kepada Suryo yang
sedang memeriksa ayahnya.
"Dia tidak apa-apa, nona. Hanya pingsan."
"Oohhhh ... !" "Bagaimana dengan peti itu" Apakah masih selamat?" Tan suhu juga bertanya.
"Tentang peti" Ohh, baru saja dia direbut sesosok bayangan. Entah siapa?" Suryo menjawab cepat.
Lalu dia berkata kepada mereka. "Tolong jaga Juragan Lim. Aku mau mengejar para perampas itu
sekarang!" Begitu selesai berkata tubuhnya telah lenyap dari hadapan mereka. Membuat bengong orang-orang
itu. Tatkala itulah Lim Hok Coan sadar dari pingsannya. Mengeluh kesakitan sambil meraba tengkuknya
yang terpukul tadi. "Aduuhhhh ... sakit ... ! Ehh, kapan kalian datang" Nama anak muda itu?" Setelah melihat anaknya
dan teman-temannya berada di situ Juragan Lim langsung bertanya. Menanyakan ke mana perginya anak
muda penolongnya. "Dia telah menyusul pencuri peti, ayah. Dan kita disuruh untuk melanjutkan perjalanan dulu." Lim
Gin Hwa menjawab pertanyaan ayahnya.
"Ayaaaa ... sungguh peti berisi patung itu selalu membawa bencana! Lebih baik dimusnakan saja!
Agal tidak membawa kolban lagi." keluh Juragan Lim.
"Sebaiknya begitu." Tan suhu menimpali. Dia juga melihat sesuatu yang tidak benar dengan adanya
isi Patung Batari Durga itu. Maka kalau kayu itu dimusnakan akan lebih baik lagi.
"Sekalang bagaimana baiknya" Aku hanya menulut saja."
"Kita tetap melanjutkan perjalanan seperti yang diminta si pemuda baju putih itu. Entah siapakah
nama pemuda itu?" Ki Pentet Prawirayuda menyarankan.
"Pemuda itu bernama Sulyo." kata Juragan Lim Hok Coan.
"Suryo ... " Suryo apa kelanjutannya?" Kembali Ki Pentet Prawirayuda bertanya.
e-bukugratis.blogspot.com
44 "Aku tidak tahu! Hanya Sulyo itu saja yang aku tahu. Dia sungguh seolang pesilat yang handal,
hemmm ... !" Merekapun lalu berjalan kembali menuju ke Prambanan. Akan tetapi mereka terpaksa menginap lagi
di dusun yang ada di balik hutan itu. Babah Lim meminta untuk menunggu barang dua hari, baru nanti
setelah merasa si pemuda tidak dapat kembali dalam waktu dua hari baru mereka berangkat. Semua orang
menyatakan setuju dengan usul ini.
Juragan Lim Hok Coan menceritakan semua pengalamannya setelah berpisah dengan Tan suhu.
Yaitu ketika mereka berdua ditolong dari anak buah orang berpakaian hijau yang hendak memasak mereka
itu. Teman-temannya mendengarkan dengan takjub cerita itu.
Tan suhu juga menceritakan pengalamannya ketika disuruh untuk mencari anaknya Juragan Lim dan
rombongannya. Ketika dalam perjalan an kembali ke rumah penginapan dia bertemu dengan Gin Hwa dan
Ki Pentet Prawirayuda serta sisa para pengawal dari murid-murid perguruan Balung Wesi. Yaitu Parta dan
Pardi. Sedangkan Beja tidak terlihat bersama mereka. Tan suhu lalu mengajak mereka untuk mengejar
kedua orang yang sedang pergi ke Pram-banan. Sampai malam mereka bercakap-cakap, tanpa terasa telah
hampir tengah malam. "Oooohhaaaaheeemmmmm ... ! Lebih baik kita pelgi tidul. Ini mata sudah tidak bisa dibuka lagi!"
Setelah menguap panjang Juragan Lim mengajak teman-temannya untuk tidur mengaso!
******** e-bukugratis.blogspot.com
45 SEMBILAN BAYANGAN itu berkelebat cepat sekali. Seakan-akan terbang saja layaknya ketika melompati
jurang-jurang yang mem bentang menghadang jalannya. Tubuhnya kadang kadang meloncat naik ke
puncak pohon, ber-loncatan dari puncak pohon ke puncak yang lain dengan lincahnya. Sesekali terkekeh
riang sambil menciumi peti berukir berisi Patung Batari Durga di tangan kanannya. Setelah melewati dua
bukit, tiba-tiba bayangan itu mendengar suara kekeh genit seorang wanita. Begitu dia menggerakkan kepala
menoleh ke belakang, mukanya berubah!
Kiranya jauh di belakang nampak dua titik mendatangi cepat sekali mengejarnya!
"Sialan! Nenek iblis itu tidak mau menga-lah!" umpatnya dalam hati. Akan tetapi. dia tidak
mengendorkan larinya."Hi-hi-hi-hik ... ! Mau lari ke mana, kakek tua" Kerahkan seluruh iimu
kepandaianmu, aku Nyi Langen Asmara pasti dapat menangkapmu!"
Ternyata kekeh genit itu adalah kekeh Nyi Langen Asmara yang mengejar bersama muridnya Ayu
Lestari yang juga mengikuti di belakangnya. Kedua orang itu tidak mau ketinggalan atau kehilangan orang
yang membawa peti berisi Patung Batari Durga. Mengejar terus biarpun hari telah berubah menjadi malam.
Di bawah sinar bintang mereka tidak mau kehilangan jejak pencuri itu! Ketiganya saling kejar dan berlarian
semalam suntuk. Sampai matahari bersinar di ufuk timur, kakek itu tidak dapat meloloskan diri dari Nyai
Langen Asmara dan Ayu Lestari yang berada di belakangnya. Dengan napas ngos-ngosan dia berhenti di
sebuah puncak bukit yang datar, menanti kedatangan kedua orang pengejarnya.
Begitu dia berhenti sejenak di bukit itu, berkelebat dua bayangan di depannya. Ternyata Nyi Langen
Asmara dan Ayu Lestari telah tiba di situ pula. Begitu datang nenek itu lalu berkata sambil terkekeh.
"Hi-hi-hik ... , mengapa berhenti" Sudah loyo ya kakimu itu" Hi-hi-hik ... heh-heh-heh!"
"Iblis betina! Mengapa kau tidak mau me-ngalah kepadaku! Kita dapat bergantian menggunakan
patung ini!" katanya. Ternyata dia adalah seorang kakek yang sudah berumur enam puluhan tahun. "Tua
bangka! Kau kira aku tidak tahu akal bulusmu" Hi-hi-hik ... kita i_dah sama-sama tua, Jaluwesi!"
Ternyata kakek itu adalah Ki Jaluwesi ketua dari perguruan silat Balung Wesi. Mengapa dia agaknya
kenal Nyi Langen Asmara" Sebetulnya keduanya adalah kakak adik seperguruan. Murid dari seorang
pertapa penganut Batari Durga. Kedua orang ini telah melakukan hubungan suami-isteri yang lama sekali
sebelum berpisah untuk melanjutkan kesukaan masing-masing, yakni berguru ilmu yang tinggi di kalangan
kaum pertapa. Ki Jaluwesi sebetulnya adalah seorang yang sesat. Hanya saja wajahnya yang halus dapat menutupi
sesuatu yang tersembunyi di hatinya. Ki Pentet Prawirayuda adalah adik seperguruan yang terakhir ketika
dia berguru kepada seorang pertapa di lereng Gunung Kendil!
Gurunya yang terakhir ini bernama Wasi Sangga Langit!
Dia hanya mempunyai dua orang murid, yakni Ki Jaluwesi dan Ki Pentet Prawirayuda.
e-bukugratis.blogspot.com
46 "Sari, kuharap kau mengalah sekali ini! Aku sudah lama sekali menginginkan patung ini." kata Ki
Jaluwesi halus. Dia memanggil nama kecil Nyi Langen Asmara. Langensari.
"Jaluwesi, tak perlu kau merayuku! Aku sudah muak melihat tampangmu!"
"Ha-ha-ha ... , Sari, apa kau tidak ingat akan masa lalu" Saat kau merayu dan merengek-rengek
terhadapku?" ejeknya.
"Gombal! Siapa yang merengek-rengek" Kau atau aku!"
"Ha-ha-ha ... !"
"Serahkan patung itu kepadaku! Akan kuingat selalu kebaikanmu ini. Kalau tidak ... "
"Kalau tidak bagaimana" Apa kau kira kau saja yang dapat membuka rahasia patung ini" Jangan
lupa siapa aku ini, Sari!"
"Hi-hi-hik ... , tua bangka macammu ingin menguasai patung! Lihat dulu tampangmu! Sebentar lagi
kau akan menuju liang kubur!" ejek Nyi Langen Asmara. Dia ingin membuat Ki Jaluwesi lengah dan
mendapat kesempatan untuk menjalankan siasat selanjutnya.
"Ha-ha-ha ... , kau kira aku tidak tahu maksudmu, Sari. Kau yang sudah nenek-nenek malahan ingin
mengeyam daun muda! Lihat muridmu memandang dirimu dengan muak" Mengetahui siapa sebenarnya
dirimu sebenarnya!" "Bangsat ... ! Kubunuh kau, keparatt!" Nyi Langen Asmara menjerit sambil melompat maju
menyerang dengan hebatnya. Dari kedua telapak tangannya keluar asap kehijauan menerpa ke arah Ki
Jaluwesi. "Darrrr! Plak-plak-plak-plakkk!"
Begitu dirinya diserang dengan uap hijau, Ki Jaluwesi juga mengeluarkan tenaga saktinya.
Menyongsong dengan menjulurkan kedua tangan disertai loncatan ke depan menyongsong kedua pukulan
lawan. Terjadilah benturan tenaga dalam di tengah udara. Keduanya terpental ke belakang. Lalu keduanya
bergerak cepat saling serang dan tangkis berulang kali. Pertandingan terjadi dengan cepat dan dahsyat nya.
Melihat pertempuran sengit yang sedang berlangsung. Ayu Lestari melihat kesempatan baik untuk
mengambil peti berukir yang tadi ditaruh di atas sebuah batu di tepi jurang. Dengan kecepatan kilat
tubuhnya menyambar ke arah peti. Ki Jaluwesi yang sedang bertempur itu sebetulnya selalu mengawasi
peti berukir. Maka ketika melihat murid Nyi Langen Asmara menggunakan kesempatan selagi dia terlibat
dalam pertandingan dengan gurunya, meluncur maju untuk mengambil peti. Dia mengeluarkan lengking
tinggi menusuk jantung! Tubuhnya membalik menyerang murid Nyi Langen Asmara.
"Desssss ... !!"
Tubuh Ayu Lestari terlempar beberapa meter. Punggungnya terkena tendang an terbang Ki Jaluwesi
yang melayang menge-jarnya.
"Huuaaaeeekkkk!"
Ketika berusaha bangun Ayu Lestari memuntahkan darah segar dari mulutnya. Ternyata tendangan
terbang itu telah melukai dalam dadanya. Walaupun tubuhnya kebal terhadap senjata tajam, akan tetapi
tendangan yang mengandung tenaga sakti itu dapat menembus kekebalan kulit dagingnya.
e-bukugratis.blogspot.com
47 "Ha-ha-ha ... dikira mudah mengambil peti yang berada di tanganku." Ki Jaluwesi tertawa terbahak,
mengejek dara jelita itu. Dia mengambil Patung Batari Durga. Dibawa depan dada, mulutnya berkomatkamit membaca mantera.
Nyi Langen Asmara yang melihat murid atau kekasihnya terkena tendangan dan memuntahkan darah.
Menjadi naik pitam, menggosok-gosok kedua telapak tangannya sambil membaca mantera. Hawa dingin
menyelimuti tubuhnya ketika dia mengeluarkan Aji Limut Mahameru (Kabut Mahameru).
"Terimalah ajiku ini, kakek tua keparat!!"
Hawa dingin menyerbu tempat berdirinya Ki Jaluwesi. Merasakan aji bekas kumpul kebo nya
demikian hebat dia tidak berani sembrono. Ki Jaluwesi meloncat ke atas berputaran lima kali menghindar
ke samping. "Wussss ... !! Kerotok-kerotok ... !!"
Angin dingin yang tidak mengenai sasaran melanda pohon-pohon yang berada di belakang Ki
Jaluwesi tadi berdiri. Akibatnya sungguh luar biasa!
Pepohonan menjadi kaku dan daun-daunnya berguguran ke bawah dengan kaku! Agaknya hawa
dingin luar biasa itu mengandung racuh ampuh, disamping hawa dingin yang menghancurkan saluransaluran darah atau urat-urat pohon! Dengan cepat Ki Jaluwesi menggerakkan Patung Batari Durga untuk
senjata. Menyerang dengan dahsyatnya. Nyi Langen Asmara tergetar tubuhnya, tak kuasa melawan
kekuatan gaib yang berada di dalam patung. Sambil memukul-mukul dengan pukulan jarak jauhnya Nyi
Langen Asmara berusaha untuk tidak terlanggar langsung dengan patung di tangan lawannya.
Ayu Lestari setelah dapat mengobati luka dalamnya lalu maju menyerang. Membantu gurunya
menghadapi Ki Jaluwesi dengan senjata pedang di tangan. Mereka bertiga segera terlibat dalam
pertempuran yang sangat seru. Akan tetapi kedua perempuan itu tidak dapat mendesak lawan. Perbawa
Patung Batari Durga sungguh hebat luar biasa!
"Ha-ha-ha ... , hayo keluarkan kesaktianmu,Sari! Kalau ingin mampus, majulah ke mari!" ejek Ki
Jaluwesi. "Keparat! Kau kira telah menang! Terimalah ini!"
Tangan kiri Nyi Langen Asmara bergerak. Sinar kehitaman berkelebat ke depan dengan cepatnya.
Ternyata dia telah menyebar jarum pencabut nyawanya.
"Wirrrrr ... , ting-ting-ting-ting!!"
Begitu melihat sinar hitam berhamburan datang. Ki Jaluwesi berdiri tegak sambil meng angkat
patung depan dada. Keanehan terjadi! Jarum-jarum yang melayang cepat begitu men dekati patung menjadi
hilang dayanya dan membalik ke arah tuannya. Melihat ini Nyi Langen Asmara dan Ayu Lestari menjadi
kaget sekali. Dengan gentayangan mereka berusaha mengelak dari senjata makan tuan.
"Mampus kau nenek genit!" Ki Jaluwesi meloncat maju menyerang kembali tatkala melihat hasil
senjata patungnya. Nyi Langen Asmara dan Ayu Lestari kewalahan menghadapi perbawa patung itu.
Berusaha untuk menghindar dengan meloncat jauh.
e-bukugratis.blogspot.com
48 "Aaaaaaa ... !" Jeritan panjang keluar dari mulut Nyi Langen Asmara. Ternyata dadanya telah
tergores kepala patung itu. Ketika mengelak tadi dia seperti tertahan sesuatu, tahu-tahu dadanya telah
tergores patung! Asap mengepul tinggi menyelimuti tubuh Nyi Langen Asmara. Ketika asap menipis lenyap,
terlihatlah seorang nenek penuh keriput. Rambutnya telah putih semua dan tubuhnya bongkok ke depan.
Ternyata Nyi Langen Asmara telah berubah seperti nenek-nenek yang berusia ratusan tahun!
"Ihhh! Jangan ... , jangan ... jangan maju!" Ayu Lestari menjerit histeris.
Nenek itu gentayangan maju ke depan beberapa langkah, terjatuh ke tanah. Ayu Lestari mendekat.
Kaget sekali hatinya melihat perubahan itu. Dengan ujung kakinya dia mencokel tubuh Nyi Langen Asmara.
"Oohhh!!" Kedua tangannya menutupi mulut menahan jeritnya. Ternyata Nyi Langen Asmara tidak


Patung Pembawa Maut Karya Aryani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bernapas lagi. Mampus dengan tubuh berubah mengerikan sekali!
"Ha-ha-ha ... , bocah ayu, bocah denok. Menyerahlah saja! Aku akan mengampunimu asalkan ... "
"Keparat! Lebih baik mati!"
Pedangnya digerakkan ke depan menabas leher Ki Jaluwesi. Ayu Lestari mengerahkan seluruh
tenaganya untuk memenggang kepala lawan yang telah membinasakan gurunya. Akan tetapi Ki Jaluwesi
hanya berdiri tegak menanti datangnya pedang itu. "Wirrrrrr ... takkkk! Pletakkk!!"
Pedang yang melayang cepat begitu menge nai leher Ki Jaluwesi terpental ke belakang! Hanya
tinggal gagangnya yang dipegang Ayu Lestari. Ternyata pedang itu telah patah! Saking kuatnya tenaga
yang mengayun pedang dan kebalnya leher Ki Jaluwesi, pedang tidak kuat dan menjadi patah akibat dua
tenaga yang saling bentur!
"Ha-ha-ha ... ! Sekarang bagaimana, bocah ayu" Mau diteruskan atau kau menyerah untuk ... ha-haha ... !"
"Tidak! Tidak! Tidak sudi ... !" Ayu Lestari menjerit. Membalikkan tubuh hendak lari.
"Mau lari ke mana" Ha-ha-ha ... lebih baik menyerah saja!"
"Tidak! Tidak Sudi ... !"
Ayu Lestari meloncat ke depan untuk meloloskan diri. Akan tetapi baru saja beberapa tindak,
berhenti mendadak. Ki Jaluwesi telah menghadang di depannya. Tangan kirinya bergerak menotok. Ayu
Lestari menjadi lemas terkena totokan. Tanpa banyak kesukaran lagi dia lalu memondong tubuh yang
bahenol itu ke atas batu. Satu persatu membuka pakaian Ayu Lestari, begitu selesai dia lalu mengangkat
Patung Batari Durga untuk membelek dada dara itu!
"Takkk! Blukkkkk!"
Tubuh Ki Jaluwesi terlempar ke samping beberapa langkah. Patung Batari Durga terlempar ke udara.
Bayangan putih meluncur naik dan dalam sekejab saja telah menangkap patung! Ternyata Suryo Lelono
datang tepat pada waktunya dan menyelamatkan Ayu Lestari dari korban Patung Batari Durga!
"Keparat! Siapa kau?" seru Ki Jaluwesi dengan wajah berubah pucat.
Patung Batari Durga telah terlepas dari tangannya. Dipegang di tangan pemuda tampan berpakaian
putih-putih yang tersenyum penuh pengertian.
e-bukugratis.blogspot.com
49 "Namaku Suryo, Paman. Siapakah paman ini" Apa yang mau paman perbuat terhadap dara itu?"
jawab pemuda baju putih pelan.
"Keparat! Kembalikan patung itu! Cepat serahkan kalau kau tak ingin mampus di tangan Ki
Jaluwesi!" "Kiranya paman Jaluwesi! sungguh tak ku-sangka sama sekali. Seorang tokoh besar berbuat
demikian keji terhadap seorang dara!"
"Ha-ha-ha ... kau anak kecil tahu apa. Cepat serahkan patung itu!"
"Sebentar paman. Apakah patung ini milik paman" Kenapa harus. kuserahkan kepada paman?"
Dengan kalem Suryo menjawab permintaan Ki Jaluwesi.
Ki Jaluwesi menjadi marah sekali. Tanpa berkata lagi dia maju menerjang ke depan. Kedua
tangannya bergerak memukul bergantian, dari gerakan tangan itu keluar uap hitam menyerang wajah si
pemuda. Sedangkan kakinya mencuat ke arah tangan yang memegang patung. Berusaha untuk merebut
patung! "Ayaaaaa ... sungguh ganas!"
Dengan melenting tinggi Suryo mengelak tangan kirinya mengibas.
"Dukkkk! Plak-plak-plakk!!"
Kedua tangan bertemu di udara dan berulang kali saling tangkis dan saling serang dalam satu
gebrakan saja. Begitu menginjak tanah Suryo lalu bergerak dengan ilmu silatnya Mliwis Putih. Dengan
tenang dia menghindarkan semua serangan yang datang menggebu. Tubuhnya bergeser ke kanan kiri,
kadang me-liuk ke belakang dan ke depan. Anehnya semua serangan dari Ki Jaluwesi tiada yang dapat
menyentuh bajunya. Ki Jaluwesi menjadi semakin marah. Dia meloncat mundur, lalu mengangkat kedua tangan ke atas,
diturunkan depan dada membentuk sembah serta mulutnya komat-kamit. Tiba-tiba tubuhnya bergetar,
makin lama makin kuat. Ketika sepasang matanya dibuka, dari sepasang mata itu keluar cahaya yang
menggiriskan. Pelan-pelan tubuhnya berubah menjadi besar!
"Geerrrrr ... ! Mammmpooouuuusss kau!"
Kedua tangan yang berubah besar meraup ke depan. Angin berbau wengur menerpa Suryo.
Suryo mengangkat tangan kiri menangkis.
"Dessss!" Tubuhnya terlempar ke belakang dua tombak. Ternyata tenaga Ki Jaluwesi berubah menjadi iuar
biasa kuatnya! Suryo lalu menge-rahkan tenaga Api Suci di tangan kirinya. Tangannya pelan-pelan berubah,
bagaikan dibungkus sinar keputihan. Begitu pemuda ini mengibas ke depan, angin dingin disertai kilatan
sinar putih menerjang maju ke arah dada Ki Jaluwesi!
"Dukkkkk! Ayaaaaaa ... !"
Bagaikan layangan putus talinya tubuh Ki Jaluwesi terlempar ke belakang jauh sekali. Membentur
tebing gunung dan melorot jatuh. Ketika berusaha bangun, dia muntahkan darah segar. Ki Jaluwesi telah
terluka oleh tenaganya yang membalik tatkala beradu dengan Api Suci!
e-bukugratis.blogspot.com
50 "Huek-uhhukkk ... hoooeeekkkkk!"
Kembali darah segar menggelogok keluar dari mulutnya. Wajahnya berubah menjadi pucat seperti
kertas. Berdiri sempoyongan, berusaha mengerah-kan tenaga untuk membalas serangan lawan!
"Jangan mengerahkan tenaga, Paman! Paman dapat tewas!"
Akan tetapi terlambat! Ki Jaluwesi tidak mau menurut saran anak muda itu. Dia nekat menyalurkan
tenaga saktinya. Mengangkat tangan ke atas dan ... "Auuuuuggggghhhhh ... !"
Begitu mengeluarkan teriakan tubuh Ki Jaluwesi terguling ke depan. Sesosok bayangan kecil
menerjang maju dan "crakkkkkk!" leher Ki Jaluwesi putus!
Ayu Lestari berdiri di depan tubuh Ki Jaluwesi. Mengamati mayat kakek itu, meludah.
Ternyata dia telah memegang potongan pedang di tangan kanan. Karena kulitnya kebal dengan
mudah dia menabas kepala Ki Jaluwesi yang telah menghinanya itu! Setelah melihat kepala kakek itu
terpisah, Ayu Lestari lalu membuang pedang, menutupi wajahnya dengan kedua tangan, menangis, sambil
berlari pergi dari tempat itu. Tanpa menengok satu kalipun dia menuruni bukit. Suryo tidak dapat
mencegah kejadian itu. Dia tadi agak kesima tatkala Ki Jaluwesi masih berusaha mengerahkan tenaga dan
menyerangnya! Ketika tubuh Ki Jaluwesi tergolek dan melihat sesosok bayangan meloncat ke arah kakek
itu, dia tidak menduga jelek. Akan tetapi begitu tahu maksud si bayangan, dia terlambat untuk mencegah!
"Lagi-lagi korban patung! Sungguh benda kecil ini telah menimbulkan banyak korban!"
Kedua tubuh disejajarkan, diapun mencari kayu kering dan menumpuk kedua mayat itu di atas kayu.
Membakarnya! Setelah selesai itu semua diapun lalu menuruni bukit. Jalannya perlahan saja seakan-akan
memikirkan sesuatu! Untuk apakah sebuah patung ini. Mengapa menjadi rebutan" Semua ini memenuhi benaknya.
Berbagai pertanyaan telah bermunculan di benaknya tatkala dia berjalan menuruni bukit. "Ahh, lebih baik
aku menyusul Juragan Lim! Nanti aku dapat tanyakan kenapa patung ini menjadi rebutan!"
Setelah mendapat suatu keputusan Suryo menjejak tanah. Dalam sekejab tubuhnya telah berada
beberapa tombak di depan, meluncur terbang bagaikan kilat menembus kelebatan hutan. Mengejar
rombongan yang menuju ke Prambanan! Rombongan Juragan Lim dengan para pengawalnya!
Begitu pemuda ini memasuki dusun untuk mencari rumah penginapan. Baru saja dia mau meminta
kamar, seorang laki-laki gendut keluar dari dalam kamar. Melihat kedatangannya, wajah yang penuh gajih
dari lelaki ini berseri-seri. Lalu menegurnya. "Ayaaaaa ... , kebetulan sekali! Bagaimana, nak Suryo"
Apakah belhasil mengejal penculi itu?"
Logat bicaranya sungguh khas! Babah ini tidak dapat mengucap kan huruf r dengan benar. Dia selalu
berkata r menjadi l! Lidahnya terlalu pendek agaknya!
Suryo menoleh. Melihat Babah Lim mendatangi pemuda ini tersenyum. Menyongsongnya,
mengajak Babah Lim duduk di depan rumah penginapan. "Baik, Babah Lim. Akan tetapi sebelum aku
menyerahkan patung, aku ingin mengetahui apa sebabnya patung ini menjadi rebutan!"
"Tentu, tentu ... , mali silakan kita bicala di kamal saya! Owee akan mencelitakan patung sialan itu!"
Ajak Juragan Lim. Wajahnya menjadi keruh setelah mengetahui bahwa patung itu dapat direbut kembali!
e-bukugratis.blogspot.com
51 Mereka berdua lalu memasuki rumah penginapan kembali. Menuju ke kamar di mana Juragan Lim
menginap. Begitu anak perempuan nya mau keluar kamar, berpapasan dengannya. Juragan Lim lalu
menyuruh anaknya. "Hwa, tolong suluh semua belkumpul di kamalku! Aku ingin membicalakan sesuatu yang amat
penting!" "Baik, ayah." Lim Gin Hwa cepat berialu mencari Tan suhu dan Ki Pentet Prawirayuda beserta
kedua muridnya.Setelah semua berkumpul di kamar itu. Juragan Lim mengutarakan maksudnya. Tan suhu
juga menyetujui. Biar rahasia patung itu didengar mereka semua, karena telah banyak korban jatuh akibat
rebutan patung itu. "Sebetulnya aku hanyalah seolang yang suka mengumpulkan benda seni. Mengetahui ada sebuah
patung yang dapat membuat olang beltambah lejeki, saya lalu belusaha untuk mendapatkannya!"
Juragan Lim berhenti sejenak. Ketika dia mau meneruskan Tan suhu mencegahnya. "Lim, lebih baik
aku saja yang menceritakan."
"Boleh, boleh. Begitu juga lebih baik!"
Tan suhu lalu menceritakan dengan singkat kenapa dia sampai mau membawa patung itu ke
Prambanan. Ketika di rumah Lim Hok Coan, dia berusaha untuk mengusir roh halus yang mendiami patung
itu. Akan tetapi tidak kuat.
"Maka saya lalu menyuruh bawa patung itu kepada suhuku yang berada di Prambanan. Mungkin
suhu dapat mengusir roh jahat dalam patung!" Semua yang mendengarkan menjadi bengong.
Apalagi Ki Pentet Prawirayuda dan kedua muridnya. Mereka lalu saling berbisik, karena tidak tahan
untuk mengetahui lebih banyak lagi cerita tentang Patung Batari Durga, Ki Pentet Prawirayuda bertanya.
"Bagaimana bentuk patung itu" Apakah sangat. hebat sekali?"
Suryo lalu mengeluarkan patung itu dari dalam buntalannya. Menaruh di atas meja. Semua orang
melihat patung kecil itu penuh takjub! Sebetulnya tidak ada keanehan dari patung itu, akan tetapi kenapa
ada roh jahatnya" Pertanyaan ini tidak kuasa dibendung di benak Ki Pentet Prawirayuda. "Kiranya hanya
begitu saja bentuknya! Bagaimana dia dapat membuat rejeki dan kejaya an orang yang memilikinya" Apa
tidak salah?" Sebelum Suryo menjawab Tan suhu telah mendahuluinya. Sebagai seorang pendeta di kelenteng dia
percaya akan segala roh halus dan kerap kali menemuinya. Maka Tan suhu lalu menerangkan dengan jelas
kepada Ki Pentet Prawirayuda dan kedua muridnya itu. Parta dan Pardi terlongong keheranan mendengar
cerita itu. "Sulyo, siapakah laki-laki yang melebut patung itu" Kau tahu namanya?" Juragan Lim bertanya. Dia
teringat ketika dijadikan sandera dan Suryo menyerahkan patung dengan melemparnya. Sesosok bayangan
telah menyam but dan melarikan diri!
"Secara kebetulan saja saya dapat mengejar nya. Menurut pengakuannya kakek itu bernama Ki
Jaluwesi!" "Ki Jaluwesi ... ?"
e-bukugratis.blogspot.com
52 "Ki Jaluwesi ... !"
Hampir berbareng mereka berseru kaget mendengar nama ini. Suryo menjadi keheranan melihat ulah
mereka. "Apakah kalian telah mengenalnya?"
Ki Pentet Prawirayuda cepat berkata. "Dia adalah kakak seperguruanku. Ketua perguruan Balung
Wesi!" "Haaaaaaa!!" Seru Suryo kaget. Sungguh tak disangkanya bahwa Ki Jaluwesi adalah ketua dari
perguruan Balung Wesi. Mengapa begitu"
Ki Pentet Prawirayuda lalu menerangkan barang sedikit tentang kakak seperguruannya. Didengarkan
mereka dengan tenang. Suryo setelah mengetahui semua lalu menyarankan kepada Juragan Lim. "Sebetulnya semua rejeki
dan kewibawaan itu bukan berasal dari patung ini. Hanya Hyang Maha Kuasalah yang empunya. Kita
semua wajib mengucapkan syukur oleh anugrahnya yang telah diberikan berlimpahan kepada kita." Suryo
berhenti sejenak, memandang kepada Babah Lim. Keduanya saling pandang sejenak, Suryo meneruskan.
"Sekarang bagaimana maksud Juragan Lim seterusnya?"
Juragan Lim memandang mereka satu persatu. Menghela napas panjang dan berkata pelan. "Itu
bukan patung lejeki. Melainkan patung maut. Saya tidak membutuhkannya lagi."
Suryo tersenyum, lalu mengawasi mereka semua satu persatu. Setelah hening sejenak tiada yang
bicara, diapun lalu mengusulkan. "Bagaimana kalau Patung Pembawa Maut ini dimusnakan saja!"
"Oweee, setuju saja." Juragan Lim cepat menyahut.
Semua orang hanya mengangguk.
Suryo meminta untuk dibuatkan api dan dibawa ke dalam kamar ini. Lim Gin Hwa keluar untuk
meminta kepada pemilik penginap an. Tidak berapa lama kemudian dia kembali diiringi seorang pelayan
yang membawa sebuah anglo besar berisi api yang menyala. Begitu pelayan keluar kamar. Suryo berdiri
dan meng ambil patung di atas meja. Diam sejenak untuk menyerahkan diri kepadaNya. Melemparkan
patung kayu Batari Durga ke dalam api!
"Hehh! Lihat patung itu menangis!!" Parta berteriak keras.
Semua orang melihat ke arah api di mana patung itu dibakar!
Memang aneh sekali! Dari kedua mata Patung Batari Durga itu menetes keluar air mata! Mengapa
terjadi demikian" Ternyata roh halus itu menangis ketika disuruh pergi meninggalkan kayu yang dibakar!
Dia pergi untuk tidak dapat kembali lagi me-ngacau manusia dengan menimbulkan korban yang tidak
sedikit! Sebetulnya roh itu tidak mau pergi, akan tetapi atas kehendak Hyang Maha Kuasa saja semua telah
terjadi! Tempat bersemayamnya telah dihancurkan! Roh itu tidak akan disembah manusia lagi dan
mengganggu orang dengan kuasa gelapnya!
Setelah semua berakhir. Suryo berpamit kepada mereka semua. Juragan Lim dan anaknya, serta Tan
suhu mengucapkan terima kasih nya. Ki Pentet Prawirayuda dan kedua muridnya juga mengantar kepergian
pemuda itu keluar dari penginapan. Mereka semua akan mengenang Suryo Lelono sebagai seorang
e-bukugratis.blogspot.com
53 pendekar muda yang selalu memberi jalan dan petunjuk untuk kembali ke jalan benar. Jalan yang telah
ditunjukkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa. Jalan menuju hidup yang kekal di sorga!
Sampai di sini kita akhiri cerita ini. Semoga buku ini dapat menjadi penghibur di kala senggang!
Pengisi waktu yang berguna dan bermanfaat!
TAMAT Lereng Malabar, Feb. "91.
e-bukugratis.blogspot.com
54 Jodoh Rajawali 32 Joko Sableng 24 Jubah Tanpa Jasad Titah Dari Liang Lahat 3

Cari Blog Ini