Ceritasilat Novel Online

Empat Brewok Goa Sanggreng 3

Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng Bagian 3


itu. "Ya! Aku tanya apa kau lihat seseorang lewat di sini"!" kata Nilamsuri pula.
"Laki-laki atau perempuan?" tanya si rambut gondrong.
"Laki-laki...."
"Orangnya sudah tua apa masih muda....?"
"Kurang jelas. Cuma dia berpakaian putih-putih...."
Si rambut gondrong melemparkan kerangka ikan yang habis dimakannya ke dalam
sungai. Kemudian dipandanginya pakaiannya sendiri. "Eh, aku juga berpakaian
putih- kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
putih....," katanya. "Kalau begitu pastilah aku yang kau cari!". Pemuda ini garuk
rambutnya dan tertawa. Sikap dan ucapan pemuda ini agak mengesalkan Nilamsuri. Hatinya bimbang untuk
memastikan bahwa orang yang dikejarnya adalah pemuda itu. Karena tampangnya
meski keren tapi seperti kanak-kanak.
"Eh, kenapa diam"!" tanya pemuda itu. "Aku tahu.... aku tahu....," katanya.
"Tahu apa?"
"Aku tahu kau sampai ke sini karena mencium harumnya bau ikan panggangku! Lalu
kau berpura-pura tanya seseorang! Kenapa musti pura-pura dan malu-malu" Kalau
doyan ikan panggang silahkan datang kemari. Aku masih ada seekor lagi!"
"Saudara! Jangan bicara seenaknya!"
"Seenaknya bagaimana"!"
"Aku betul-betul mencari seseorang! Dan aku tidak butuh sama ikan panggangmu!"
"Oh.... begitu....?". Pemuda itu manggut-manggut. Lalu katanya, "Kalau aku tahu
tentang orang yang kau cari itu, kau mau persen aku apa?"
"Apa saja yang kau maui....", jawab Nilamsuri tanpa pikir panjang karena dia
betul- betul ingin lekas-lekas dapat mengejar orang yang dicarinya tadi.
Si pemuda tertawa mengekeh dan tercekik serta batuk-batuk ketika ikan panggang
yang dimakannya menyekat tenggorokannya.
"Kalau begitu....," kata pemuda rambut gondrong itu dengan masih tertawa serta
batuk-batuk, "aku mau dirimu saja saudari."
"Pemuda ceriwis! Kutampar kau punya mulut baru rasa!"
"Lho...," pemuda itu melongo macam orang bodoh. "Kenapa kau jadi marah"!"
tanyanya. Benar-benar kesal jadinya Nilamsuri. Dikatupkannya mulutnya rapat-rapat menahan
rasa kesal itu.
"Eh, sekarang kau tutup mulut. Lucu! Kau toh belum jawab pertanyaanku, saudari.
Aku minta dirimu. Boleh....?"
Rasa kesal di diri Nilamsuri kini berubah menjadi amarah yang meluap. Parasnya
kelihatan merah. Sekali lompat dia sudah berada di hadapan pemuda itu, di atas
batu besar. "Pemuda edan, kau mau mampus"!"
Si gondrong garuk-garuk kepala. "Aku tidak mengerti saudari, aku benar-benar
tidak mengerti. Menapa kau jadi marah-marah begini samaku"!"
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
"Bicaramu terlalu kurang ajar, tahu"!"
Pemuda itu goleng kepala dan angkat bahu. Lalu tertawa sambil memandangi paras
Nilamsuri. "Kau tahu saudari...," katanya, "kalau kau marah-marah dan membentak
macam tadi hem.... parasmu tambah cantik!"
"Plak!"
Tamparan tangan kiri Nilamsuri mendarat di pipi si pemuda. Pemuda itu meringis
kesakitan. Penyesalan timbul di hati Nilamsuri melihat bagaimana pipi yang
ditamparnya itu
kelihatan menjadi sangat merah.
"Kau jahat sekali!," kata si pemuda pula. "Aku tanya sama kau, kau mau persen
aku apa kalau aku tahu orang yang kau cari itu. Dan kau jawab apa saja mauku! Lantas
aku bilang mau dirimu! Apa aku salah...."!"
Nilamsuri menggigit bibirnya. Dia tahu ucapan pemuda itu betul. Dia tahu kalau
tadi dia telah ketelepasan bicara.
"Saudara...," kata Nilamsuri.
Tapi si pemuda memotong. "Sudahlah. Aku tak sudi bicara sama kau. Orang mau
menolong dikasih tamparan. Baru mau menolong. Kalau sudah ditolong aku akan
dapat tendangan!"
Dan Nilamsuri menggigit bibir lagi. Tanpa berkata apa-apa dia melompat ke tepi
sungai kembali.
"Hai saudari! Tunggu dulu!", seru si pemuda.
Nilamsuri balikkan badan.
"Sebenarnya ada apa kau mencari laki-laki itu"!"
"Itu urusanku sendiri!", jawab Nilamsuri.
"Laki-laki itu kekasihmu agaknya?"
"Kau mau tamparan sekali lagi"!"
Si pemuda tertawa. "Dunia serba aneh," katanya seakan-akan pada diri sendiri.
"Mustinya laki-laki yang cari perempuan. Ini perempuan yang cari laki-laki....!"
Dan digaruknya kepalanya.
Dalam pikiran Nilamsuri terbit prasangka bahwa tentunya pemuda itu seorang yang
berotak miring. Karenanya tanpa ambil perduli lagi dia segera tinggalkan tempat
itu. "Hai saudari! Kau tidak mau ikan panggang ini"!"
Nilamsuri terus saja menyusuri sungai menuju ke hulu. Dia hampir keluar dari
kelokan sungai ketika didengarnya lagi suara pemuda itu berseru. Jarak antara
mereka saat itu
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
sudah puluhan tombak. Kalau saja Nilamsuri mau berpikir sejenak dia akan segera
tahu kalau pemuda itu bukan berteriak biasa tapi dengan menggunakan tenaga dalam. Karena
dalam jarak sejauh itu bagaimanapun kerasnya seseorang berteriak namun apa yang
diucapkannya tak akan terdengar dengan jelas.
"Saudari! Jangan pergi ke sana! Saudari, kembalilah!"
Nilamsuri melangkah terus.
"Saudari! Hai! Disebelah sana banyak buayanya! Kembalilah!"
Tapi Nilamsuri jalan terus. Si pemuda goleng-goleng kepala lalu turun ke air.
Nyatanya sungai itu dalamnya hanya sebatas lutut. Begitu sampai di seberang si
pemuda cepat lari menyusul Nilamsuri.
"Saudari kau mau kemana"!", tanya pemuda itu seraya pegang bahu Nilamsuri.
"Kau jangan kurang ajar, saudara!" bentak Nilamsuri karena marah sekali bahunya
dipegang seenaknya.
"Kau mau kemana?"
"Perduli apa kau"!"
"Jangan kesana saudari. Banyak buaya lagi berjemur....". dan belum habis pemuda
ini bicara tahu-tahu dua ekor buaya besar menyeruak dari belakang semak belukar di
tepi sungai. "Aku bilang apa! Celaka....! Saudari larilah!" Pemuda itu melompat ke belakang.
Sementar itu kedua ekor buaya dengan cepat meluncur menyerang Nilamsuri. Gadis
itu cabut pedangnya. Sekali menebas puntunglah sebagian dari mulut buaya yang hendak
menerkamnya. Binatang ini menggelepar-gelepar di pasir. Buaya kedua mengalami
nasib yang sama. Bau anyirnya darah yang masuk ke dalam air sungai mengundang
munculnya beberapa ekor buaya lagi. Binatang-binatang itu menyelusur ke tepi sungai dan
berlomba menyergap Nilamsuri. Tapi si gadis dengan permainan pedangnya yang mengagumkan
berhasil menewaskan semua buaya itu!
Si pemuda geleng-geleng kepala dan leletkan lidah. "Hebat! Hebat sekali kau
saudari!", katanya memuji. "Kau tentu seorang jago silat! Sejak lama aku ingin
belajar silat! Bersediakah kau mengambil aku jadi murid"!"
"Jangan ngaco!", bentak Nilamsuri.
"Aku tidak ngaco. Aku bicara sungguhan....".
"Buka lagi mulutmu!", bentak Nilamsuri. Pedangnya masih merah oleh darah buayabuaya tadi siap ditetakkannya ke kepala pemuda itu. Tentu saja pemuda ini cepatcepat melompat ke samping.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
"Saudari, aku betul-betul ingin belajar silat padamu...."
Nilamsuri pencongkan hidung. "Tidak malu merengek macam anak kecil!", ejeknya.
Si pemuda agaknya jadi kesal, lalu menyahuti. "Kau sendiri tidak malu pakai
pakaian laki-laki!"
Memang saat itu Nilamsuri mengenakan baju dan celana laki-laki berwarna putih
yakni pakaian yang tadi ditemuinya di atas sebuah kuburan. Dan parasnya menjadi
kemerahan. Cepat-cepat dia berlalu dari situ.
"Saudari.... Tunggu....!"
"Apalagi"!"
"Kalau kau tak mau ambil aku jadi muridmu, tak apa. Tapi ada satu permintaanku
yang lain.... Boleh aku tahu namamu?"
"Manusia macammu tak perlu tahu namaku!"
"Ah saudari, kau sombong betul. Beri tahu namamu, nanti kuberi tahu namaku...."
"Siapa sudi tahu namamu segala"!"
"Namaku Wiro Sableng saudari.... Harap kau mau kasih tahu kau punya nama...."
"Wiro Sableng?" ujar Nilamsuri.
Pemuda itu mengangguk.
"Pantas," kata Nilamsuri pula.
"Pantas kenapa?" tanya Wiro.
"Pantas lagakmu seperti orang edan!" dan habis berkata begitu Nilamsuri segera
berlalu. EMPAT BELAS Karena merasa sia-sia untuk meneruskan pencariannya maka Nilamsuri akhirnya
memutuskan untuk cepat-cepat kembali ke pekuburan. Sebenarnya, gadis ini telah
bertemu dengan orang yang telah menolongnya sewaktu dikeroyok oleh Bergola Wungu dan
anak- anak buahnya. Cuma Nilamsuri tidak tahu sama sekali kalau orang yang ditemuinya
itulah tuan penolongnya. Dan siapa adanya orang yang menolong Nilamsuri tiada lain dari
pada Wiro Sableng itu pemuda yang baru turun gunung yang sikap serta lagaknya begitu
lucu sehingga setiap orang akan menduga bahwa dia tentunya seorang yang kurang waras.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Ketika Nilamsuri kembali ke pekuburan itu, yang ditemuinya bukanlah Bergola
Wungu dan ketiga orang anak buahnya melainkan Wiro Sableng! Pemuda ini tengah
berlutut menepekur di hadapan sebuah makam yang tanahnya hampir rata dan penuh ditumbuhi
rumptu-rumput liar serta kotor oleh daun-daun kering.
"Kemana perginya kunyuk-kunyuk berewok itu?" pikir Nilamsuri. Penasaran sekali
dia jadinya. Sudah tak berhasil mengejar manusia yang diburunya kini empat musuh
besarnya telah lenyap sepeninggal pengejarannya. Dan apa pula urusan pemuda berotak
miring yang mengaku bernama Wiro Sableng itu di pekuburan ini" Makam siapa yang tengah
ditepekurinya itu"
Kemudian Nilamsuri melilhat Wiro berdiri dari berlututnya. Dan ketika dia
memalingkan muka, Nilam melihat pada paras pemuda itu jelas terbayang rasa sedih
yang mendalam. Atas banyak kejadian aneh yang tengah dialaminya sampai saat itu diamdiam Nilamsuri ingin sekali tahu siapa adanya pemuda berambut gondrong ini.
Dibukanya pembicaraan denga bertanya, "Saudara, waktu mula-mula kau datang ke
sini apa ada melihat empat orang laki-laki berewok?"
Bayangan kesedihan pada paras Wiro Sableng segera sirna. Dan pemuda ini
tersenyum. "Kau lucu sekali saudari," kata Wiro. "Pertama kali jumpa, ditepi
sungai tadi kau
tanya satu orang laki-laki. Kalau jumpa ketiga kali nanti, kira-kira berapa
orang laki-laki yang
bakal kau tanyai padaku"!"
Mau tak mau paras Nilamsuri menjadi merah oleh ucapan Wiro Sableng itu.
"Saudara," katanya, "Kau siapakah sebenarnya?"
"Siapa aku bukankah aku sudah kasih tahu tadi di hulu sungai" Kenapa tanya lagi"
Kau sendiri tidak mau kasih tahu nama."
Nilamsuri terdiam. Kemudian diputarnya pembicaraan dengan bertanya, "Makam
siapa itu?"
"Kau bisa baca sendiri pada batu nisan...." jawabnya.
Penuh rasa ingin tahu Nilamsuri melangkah dan mendekati nisan makam tua itu.
Nisan itu terbuat dari batu. Barisan kalimat yang terukir pada batu yang sudah
retak-retak itu
tak jelas lagi. Tapi Nilam masih bisa membacanya. Dan pada batu nisan itu
tertulis: "DISINI TELAH DIMAKAMKAN
SUCI BANTARI"
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Melihat Wiro yang masih muda, Nilamsuri tahu kalau orang yang bernama Suci
Bantari itu bukanlah isteri Wiro Sableng.
"Ibumu....?", tanyanya.
Pemuda itu mengangguk perlahan. Dia teringat pada keterangan Eyang Sinto Gendeng
ketika dia masih digembleng di puncak Gunung Gede dulu. Menurut perempuan sakti
itu dia telah dipelihara sejak masih orok. Kini sesudah belasan tahun, sesudah menjadi
seorang dewasa, sesudah sekian lama tiada mengenal kasih sayang ayah bunda, maka yang
ditemuinya hanyalah dua onggok makam yang tiada terawat sepantasnya. Makam ayah dan makam
ibunya. "Kalau begitu kau adalah penduduk sini....?"
Wiro Sableng mengangguk lagi. "Aku tak pernah mengenal mereka."
"Maksudmu ayah dan ibumu?"


Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya... Keduanya menemui ajal karena kebiadaban seseorang...."
"Dibunuh....?"
Wiro Sableng mengangguk. Matanya yang biasanya bersinar lucu itu kini kelihatan
kuyu dan kedua matanya itu memandang pada bangkai kuda yang lehernya hampir
puntung terbabat pedang Nilamsuri sewaktu terjadi pertempuran antara gadis itu dengan
Bergola Wungu dan anak-anak buahnya. Wiro menggeram dalam hati. Nasib ayahnya tidak
lebih baik dari kuda itu! Nilamsuri sementara itu tenggelam dalam alam pikirannya sendiri. Tadipun Bergola
Wungu mengatakan bahwa orang tuanya mati dibunuh, dibunuh ayahnya Kalingundil,
ayahnya sendiri. Apakah orang tua pemuda ini ayahnya juga yang telah
membunuhnya"
Kalau benar maka pastilah pemuda ini datang untuk mencari urusan. Untuk menuntut
balas sebagaimana kemunculan Bergola Wungu dan anak buahnya. Jadi manusia ini tak
lebih dari seorang musuh pula baginya!
Tapi untuk meyakinkan maka bertanyalah Nilamsuri. "Siapakah manusianya yang
membunuh kedua orang tuamu, Saudara?"
"Ah panjang kisahnya. Kalaupun kuberi tahu kau tak akan kenal mungkin. Dan lagi
semua itu bukan urusanmu...."
"Apakah pembunuh itu bernama Kalingundil?" memancing Nilamsuri dengan hati
berdebar. Dadanya lega ketika dilihatnya Wiro Sableng menggeleng.
"Kau sendiri perlu apa datang ke pekuburan ini?" bertanya Wiro.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
"Sama dengan kau. Untuk menyambangi makam ibuku...." Dan Nilamsuri
menceritakan apa yang telah terjadi dengan dirinya ketika dia tengah mencabuti
rumput- rumput di makam ibunya. Tapi tidak diterangkannya mengapa sampai Bergola Wungu
hendak merusak kehormatannya dan hendak membunuhnya!
"Sungguh aneh cerita tentang manusia yang telah menolongmu itu saudari," kata Wiro
Sableng pula dengan menahan rasa gelinya. "Pastilah dia seorang manusia sakti
luar biasa. Mungkin juga dia seorang malaikat....!"
Nilamsuri hanya termangu. Tapi diam-diam matanya melirik pada Wiro Sableng.
Kalau tadi memang dia kagum akan paras pemuda yang keren ini tapi karena
bicaranya yang usil serta lucu tapi kurang ajar itu, maka kini bicara secara baik-baik nyatanya
pemuda itu bukanlah seorang yang kurang ingatan.
"Kalau sekiranya kau menemui pembunuh orang tuamu itu," bertanya Nilamsuri,
"apakah kau juga akan membunuhnya?"
Wiro Sableng tertawa, "Itu tak perlu musti dijelaskan lagi saudari," sahutnya.
Nilamsuri ingat pada nasib buruknya yang tadi hendak menimpanya. Lalu berkatalah
perempuan ini, "Dunia ini penuh dengan ketidakadilan!"
"Ketidak adilan macam mana maksudmu saudari?" tanya Wiro Sableng pula.
Nilamsuri hendak membuka mulutnya. Tapi cepat-cepat mulut itu dikatupkannya
kembali. Hampir saja terluncur rahasia mengapa Bergola Wungu hendak membunuhnya.
Gadis ini kemudian hanya gelengkan kepala. "Nanti kau bakal mengalami sendiri
mungkin," katanya. "Sekurang-kurangnya melihat dengan nyata ketidakadilan berlangsung di
depan matamu." Wiro Sableng tertawa.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Nilamsuri karena merasa diejek.
"Berapa umurmu, saudari....?"
Dalam hatinya gadis itu berpikir si pemuda hendak mulai lagi dengan keusilannya.
Wiro masih juga tertawa lalu berkata, "Kau masih sangat muda tapi bicaramu sudah
seperti orang tua...."
Mau tak mau Nilamsuri tertawa juga. Tapi tertawa cemberut. Diam-diam hatinya
yang tadi tertarik kini semakin senang pada pemuda itu.
Tiba-tiba kedua orang itu saling pandang. Dikejauhan terdengar derap suara kaki
kuda. "Ah.... hanya suara kaki-kaki kuda, kenapa terkejut?" tanya Wiro Sableng meskipun
hatinya sendiri terasa tidak enak.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
"Mungkin sekali, itu adalah manusia-manusia laknat yang tadi mengeroyokku!" kata
Nilamsuri. "Kalau begitu mari cepat-cepat menyingkir!"
Si gadis enam belas tahun gelengkan kepala.
"Lebih baik mati daripada lari....!"
Wiro Sableng menggerendeng. "Keberanianmu tidak pakai pikiran saudari!",
katanya. Wiro Sableng melompat ke muka dan menotok bahu kanan Nilamsuri. Gadis itu rebah
dalam keadaan kaku tapi sebelum jatuh ke tanah Wiro sudah membopongnya. Segera gadis
itu dilarikannya namun kasip. Empat penunggang kuda sudah mengurungnya. Keempatnya
tiada lain daripada Bergola Wungu dan anak-anak buahnya.
"Ha....ha..., ruapanya ada juga culik kesiangan yang inginkan mangsa kita kawankawan!" kata Bergola Wungu.
"Tikus busuk!", kata Ketut Ireng. "Turunkan gadis itu!"
"Masih ingusan sudah tahu perempuan!" memaki Pitala Kuning, anak buah Bergola
Wungu yang bermata jereng. "Ayo turunkan gadis itu cepat!"
Perlahan-lahan Wiro Sableng menurunkan tubuh Nilamsuri. Dipandanginya keempat
manusia berewok itu seketika. "Saudara-saudara kita tidak saling kenal satu sama
lain, mengapa bicara memaki begitu"!"
"Bocah geblek! Terima ini!", bentak Ketut Ireng pergunakan kaki kanannya untuk
menendang dada pemuda itu.
"Buuk"!!
Kaki kanan Ketut Ireng mendarat di dada Wiro Sableng. Tidak serambutpun tubuh
pendekar dari Gunung Gede ini bergerak.
Sebaliknya dari mulut Ketut Ireng terdengar lolong kesakitan setinggi langit!
Tendangan yang dilancarkan Ketut Ireng hanya menggunakan tenaga kasar atau
tenaga luar karena dia sama sekali tidak menduga siapa adanya pemuda berambut
gondrong itu. Dan akibatnya dari tendangan itu menimpa dirinya sendiri. Kaki kanannya
sampai ke betis
kelihatan menjadi gembung dan kehitaman. Ketut Ireng menelungkup di atas
punggung kuda dan melolong kesakitan.
Kaget Bergola Wungu dan dua orang lainnya bukan olah-olah.
"Sreet"!!
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Pemimpin Empat Berewok dari Goa Sanggreng ini segera cabut golok panjangnya.
Seta Inging cabut senjatanya yang berupa kelewang sedang Pitala Kuning keluarkan
ruyung berdurinya! "Bocah haram jadah! Siapa kau!"!", bentak Bergola Wungu seraya melintangkan
golok di depan dada.
"Aku peringatkan pada kalian," sahut Wiro Sableng dengan suara datar sedang
mulutnya menyunggingkan seringai, "aku tidak ada permusuhan dengan kalian.
Sebaiknya tinggalkan tempat ini dengan aman!"
"Keparat betul, " kertak Pitala Kuning. "Apa kau tidak tahu berhadapan dengan
siapa saat ini"!"
"Aku tidak perduli siapa kalian! Tinggalkan tempat ini kalau tidak mau susah!"
"Sebaiknya kau berlutut dan minta ampun dihadapan kami, bocah gila!"
"Aku bilang tinggalkan tempat ini, apa kalian tuli semua masih pentang bacot"!"
Mendidihlah darah di kepala Bergola Wungu.
LIMABELAS Sebagai pendekar yang baru turun gunung dan cemplungkan diri dalam dunia
persilatan tentu saja Wiro Sableng buta pengalaman dalam pertempuran. Tapi
selama tujuh belas tahun digembleng oleh Eyang Sinto Gendeng maka serangan-serangan yang
dahsyat itu sama sekali tidak membuat pendekar muda ini menjadi gugup.
Eyang Sinto Gendeng talah menggemblengnya bukan hanya sekedar memberi
pelajaran ilmu silat luar dalam dan melatihnya belaka, tapi latihan-latihan
perempuan sakti itu
tak ada bedanya dengan pertempuran dahsyat yang benar-benar bisa mencelakakan
Wiro sendiri. Ketika tiga serangan itu datang ke arahnya, Wiro Sableng segera sambar pinggang
Nilamsuri. Secepat kilat kemudian dia jatuhkan diri dan sambil berteriak hebat
pemuda ini hantamkan tinju kanannya ke kaki seekor kuda lawan yang hampir menendang batok
kepala Nilamsuri. Kuda itu meringkik keras dan rubuh karena kakinya itu hancur.
Penunggangnya yaitu si mata jereng Pitala Kuning terlempar ke tanah tapi dengan andalkan ilmu
mengentengi tubuh berhasil jatuh dengan kedua kaki menginjak tanah.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Sementara golok panjang Bergola Wungu dan kelewang Seta Inging beradu keras di
udara memercikkan bunga api maka sambil bergulingan di tanah, Wiro Sableng tak
lupa hantamkan kaki kiri kanannya pada kaki-kaki kuda kedua manusia berewok itu.
Seperti dengan kuda Pitala Kuning tadi maka kedua binatang inipun melemparkan
Bergola Wungu dan Seta Inging. Wiro Sableng menyandarkan Nilamsuri pada sebatang
pohon dan cepat bersiap-siap ketika dilihatnya tiga manusia berewok itu
mendatanginya. Akan Ketut Ireng tak masuk hitungan karena saat itu dia duduk menjelepok di
tanah merintih karena kaki kanannya yang hitam gembung dan sakitnya bukan main!
"Aku peringatkan pada kalian untuk penghabisan kali!" kata Wiro Sableng,
"Tinggalkan tempat ini!"
"Jangan omong besar bangsat ingusan!" bentak Bergola Wungu dengan sangat geram.
"Sebut kau punya nama agar golokku ini tidak penasaran menebas batang lehermu!"
Wiro Sableng mengeluarkan suara bersiul lalu garuk-garuk kepala dan tertawa
gelak- gelak. Kemudian menyanyilah murid Eyang Sinto Gendng ini.
Anak kecil bodoh namanya biang bodoh,
Tua bangka bodoh namanya biang bodoh,
Monyet ingin jadi manusia,
Kenapa manusia piara berewok,
Apa mau jadi monyet....
Tolol, bodoh, bego, geblek!
Marahlah Bergola Wungu mendengar tembang yang kata-katanya ditujukan
kepadanya sebagai ejekan itu.
"Bocah gila!" bentaknya, " terima ujung golokku ini!"
Dengan pergunakan jurus "burung bangau mematuk kodok," Bergola Wungu
tusukkan golok panjangnya ke arah tenggorokan Wiro Sableng. Pendekar Gunung Gede
ini segera meringankan badan. Ujung golok hanya lewat setengah jengkal disamping
lehernya. Wiro tertawa mengejek.
Panas pemimpin Empat Berewok dari Gua Sanggreng ini tidak terkirakan. Baru hari
ini ilmu golok yang sangat dibanggakannya itu dikelit dengan demikian mudah
bahkan sambil tertawa mengejek dan menantang!
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Dengan kertakkan rahang Bergola Wungu balikkan mata pedang dan babatkan senjata
itu. Kali ini maksudnya untuk menebas batang leher si pemuda.
Kedua kaki Wiro Sableng bergerak sedikit, tangan kirinya menepis lengan yang
memegang golok sedang telapak tangan kanan dihantamkan ke dada Bergola Wungu!
Kepala rampok Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu mengeluarkan jerit tertahan.
Tubuhnya terhuyung ke belakang hampir jatuh duduk di tanah. Ketika dia memandang
ke dadanya yang dihantam telapak tangan lawan, parasnya dengan serta merta menjadi
pucat! Baju hitamnya robek hangus. Pada kulit dada yang tadi kena dihantam terlukis
memutih telapak tangan dan jari-jari tangan Wiro Sableng! Pada tengah-tengah
lukisan itu tertera angka hitam 212. Dan sakitnya dada yang bertanda telapak tangan kanan
berikut angka 212 itu bukan olah-olah. Meski Bergola Wungu sudah alirkan seluruh tenaga
dalamnya, rasa sakit itu hanya sedikit saja berhasil dikuranginya!
Pitala Kuning dan Seta Inging tidak kurang pula pucat tampang-tampang mereka
melihat apa yang terjadi dengan pemimpin mereka. Tidak dinyana pemuda belia
berparas macam anak-anak itu lihay sekali. Apa arti angka 212 yang membekas hitam di
kulit Bergola Wungu itu"
Pukulan "telapak 212" yang dilancarkan oleh Wiro Sableng tadi itu hanya
mempergunakan seperlima bagian saja dari tenaga dalamnya! Kalau saja pendekar
muda ini pergunakan setengah saja bagian dari seluruh tenaga dalamnya maka pastilah
Bergola Wungu akan meregang nyawa dengan dada remuk!
Luapan amarah Bergola Wungu membuat pemimpin rampok yang malang melintang
di sungai Cimandilu ini lupakan kenyataan bahwa pemuda yang dicapnya sebagai
"pemuda gila", "bocah ingusan" itu sesungguhnya bukanlah tandingannya!
Bergola Wungu majukan kaki kanan dan surutkan kaki kiri. Golok panjang dipegang
lurus ke muka. "Bocah sedeng! Kau telah bikin cacad dadaku! Aku Bergola Wungu akan berbaik hati
untuk membalasnya! Kau tahu jurus apa yang bakal aku lancarakan ini"!"
Pendekar kapak maut naga geni menjawab dengan tertawa bergelak sambil garukgaruk kepalanya yang berambut gondrong.
"Lucu!" kata Wiro Sableng pula. "Bertempur ya bertempur. Kenapa musti pakai
pidato segala!"
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng


Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bergola Wungu merasa tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran amarahnya yang
menggelegak. "Kau boleh tertawa dan mengejek sepuas hatimu bocah gila! Bila
golokku berkiblat dalam jurus: merobek langit, kau akan tahu rasa nanti!"
Adapun jurus ilmu golok yang disebut "merobek langit" itu adalah jurus yang
telah dipergunakan oleh Bergola Wungu untuk "menelanjangi" tubuh Nilamsuri yaitu
dengan merobek-robek pakaian gadis itu dengan ujung goloknya.
"Jurus merobek langit memang hebat kedengarannya!" kata Wiro Sableng. "Tapi coba
buktikan. Jangan-jangan cuma jurus kosong belaka!"
Tanpa banyak bicara Bergola Wungu segera putar goloknya dengan sebat. Angin
menderu dahsyat keluar dari sambaran golok. Demikian hebatnya seakan-akan golok
itu berubah menjadi ratusan banyaknya! Dalam sekejapan mata saja tubuh Wiro Sableng
sudah terbungkus gulungan golok!
Yang anehnya, diserang hebat demikian rupa tidak serambutpun Wiro Sableng
bergerak. Dan lebih aneh lagi adalah karena golok Bergola Wungu sama sekali
tidak dapat mendekati bagian tubuh manapun dari Wiro Sableng! Manusia berewok ini mencakmencak sendirian macam monyet terbakar ekor! Seta Inging dan Pitala Kuning yang
saksikan kejadian
itu mau tak mau jadi leletkan lidah!
Demikianlah hebatnya ilmu "benteng topan melanda samudra" yang dikeluarkan Wiro
Sableng sehingga setiap sambaran tusukan dan sabetan golok sama sekali tidak
dapat mengenai tubuh Wiro Sableng. Tubuh golok dilanda terus-terusan oleh gulungan
angin dahsyat yang membungkus tubuh murid Sinto Gendeng itu!
Bergola Wungu membentak keras dan percepat permainan goloknya. Tapi sampai dua
puluh jurus dimuka tetap saja goloknya tak dapat membentur sasarannya di tubuh
Wiro! Pakaian dan tubuhnya sudah mandi keringat. Pegangan pada hulu golok sudah licin.
Keletihan membuat gerakannya mulai menjadi lamban!
"Seta Inging! Pitala Kuning! Jangan jadi patung! Bantu aku!" teriak Bergola
Wungu dengan sangat beringas.
Mendengar perintah ini Pitala Kuning dan Seta Inging segera menyerbu dengan
senjata di tangan. Sebatang golok panjang, sebuah ruyung berduri dan sebuah
kelewang dengan dahsyatnya menyambar-nyambar ke tubuh Wiro Sableng. Tapi ilmu "benteng
topan melanda samudera" membuat ketiga senjata itu tak ada arti sama sekali.
Wiro Sableng tertawa bergelak. Tawa gelak yang disertai tenaga dalam ini
menambah hebat perbawa ilmu "benteng topan melanda samudera!"
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Sepuluh jurus berlalu.
"Ciaatt!!" tiba tiba pendekar kapak maut Naga Geni membentak keras. Tiga manusia
berewok keluarkan seruan tertahan dan lompat dari kalangan pertempuran. Mata
mereka melotot besar memandang ke tangan Wiro Sableng yang saat itu telah merampas dan
menggenggam senjata mereka!! Ketut Ireng yang duduk menjelepok merintih
kesakitan, juga
tak ketinggalan terbeliak dan terlongong-longong!
Nama Empat Berewok dari Goa Sanggreng bukan nama baru dalam dunia persilatan
pada masa itu mereka terkenal sebagai komplotan rampok yang berilmu tinggi dan
ditakuti di sepanjang sungai Cimandilu. Terutama pemimpin mereka Bergola Wungu diakui
kehebatan permainan goloknya oleh kalangan persilatan! Mereka tahu, kalau pemuda itu
inginkan nyawa mau mencelakakan mereka maka sudah sejak tadi hal itu bisa dilakukannya!
"Kalau hari ini kami diberi sedikit pelajaran," kata Bergola Wungu dengan suara
bergetar, "maka ketahuilah bahwa kami tak akan melupakan kejadian ini. Suatu
hari kami akan datang untuk meneruskna apa yang terjadi hari ini!"
Wiro Sableng tertawa bergelak, "Bagus, bagus! Kau masih bisa pidato huh!! Ini
terima kembali senjata kalian!"
Sekali tangan kanan Wiro Sableng bergerak maka ketiga senjata lawan yang tadi
dirampasnya kini melesat ke arah ketiga orang itu masing-masing pada pemiliknya,
Bergola Wungu menangkap hulu golok, Seta Inging menangkap gagang kelewang sedang Pitala
Kuning menyambuti tangkai ruyung berdurinya.
Tanpa banyak bicara ketiga orang itu dengan membawa kawan mereka yang
menderita sakit pada kakinya, segera hendak angkat kaki. Tapi sebelum mereka
berlalu Wiro Sableng berkata:
"Satu hal kalian harus ingat baik-baik manusia-manusia berewok. Jika kalian
berani lagi ganggu ini gadis, berarti kalian ingin cepat-cepat masuk liang kubur!"
ENAMBELAS Begitu Empat Berewok dari Goa Sanggreng lenyap dikejauhan maka Wiro Sableng
segera lepaskan totokan di leher Nilamsuri. Gadis ini memandang berkeliling
dengan kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
terheran-heran. Dia seperti orang yang baru bangun dari mimpi. Tapi jelas
dilihatnya bekasbekas pertempuran di sekelilingnya.
"Apa yang terjadi?" bertanya gadis itu.
Wiro tertawa. "Tak satupun," jawabnya.
"Aku tak percaya. Tadi kudengar suara derap kaki kuda menuju ke sini...."
"Ah, kau ini ada-ada saja. Aku tak dengar suara apa-apa...."
Nilamsuri berpikir-pikir dan mengingat-ingat. Parasnya mendadak berubah. Matanya
memandang lekat-lekat pada Wiro Sableng. "Tadi.... kau melompatiku dan...," gadis
ini raba urat besar di pangkal lehernya. "Ya.... kau menotok urat besar di leherku ini?"
Habis berkata demikian Nilamsuri segera cabut pedang! "Apa yang kau telah
perbuat terhadap diriku?" tanyanya membentak.
Murid Sinto Gendeng memaki dalam hati, "Sialan! Sudah ditolong malah menuduh
yang bukan-bukan!"
Tapi di hadapan si gadis itu pemuda itu masih sunggingkan senyum. "Kuharap kau
jangan punya pikiran yang tidak-tidak terhadapku saudari...."
"Lalu perlu apa kau menotok aku"!"
Wiro garuk-garuk kepalanya. Dia tak ingin Nilamsuri tahu siapa dia sebenarnya.
Karena itu dia menjawab dusta. "Kau ingat bagaimana kau begitu kalap untuk
bertempur melawan Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu"!"
"Ya, lalu"!"
"Dengar saudari, aku hanya paham sedikti ilmu totokan. Karena aku tahu kau tak
bakal sanggup menghadapi mereka, aku lantas totok kau punya urat besar lalu
sembunyi dibalik rumpun bambu. Ketika mereka pergi kubawa kau kembali ke sini dan
kulepaskan totokan di lehermu."
"Aku tak percaya....!" kata Nilamsuri.
"Aku memang tidak suruh kau percaya untuk mempercayainya," menyahuti Wiro
Sableng. "Kai ini siapa sebenarnya"!"
"Heh...," Wiro Sableng hela nafas panjang. "Bukankah aku sudah kasih tahu nama"
Malah kau sendiri masih rahasiakan kau punya nama!"
Nilamsuri dalam kesalnya tambah tak percaya. Terlintas dalam pikirannya untuk
menjajal si pemuda.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
"Baik," katanya, "jika kau tidak mau kasih keterangan, biar pedangku ini yang
memintanya!"
Habis berkata demikian maka gadis ini segera kirimkan satu tusukan hebat ke dada
Wiro Sableng! Wiro terkejut dan gerabak gerubuk lompat kesamping.
"Saudari! Apa-apaan ini" Kenapa kau serang aku"!"
Sebagai jawaban Nilamsuri kirimkan serangan berantai. Pedangnya menderu kian
kemari membuat Wiro tak bisa ayal lagi dan terpaksa berlompatan dengan cepat.
"Sekarang kau tak bisa sembunyikan diri lagi saudara!" kata Nilamsuri. "Terima
jurus elang menyambar burung dara ini!"
Pedang di tangan Nilamsuri menderu dari samping kiri ke bahu Wiro. Ketika pemuda
ini berkelit, ujung pedang dengan sangat tiba-tiba menusuk ke rusuk laksana
patukan burung elang! Wiro lambaikan tangan kiri, angin keras membentur badan pedang, menyimpangkan
senjata itu dari sasarannya!
"Saudari!" seru Wiro Sableng, "sayang aku ada urusan lain. Sampai jumpa lagi!"
Habis berkata demikian pemuda ini melompat ke muka, mencuil dagu si gadis lalu
berkelebat. "Pemuda kurang ajar!" maki Nilamsuri. Disabetkannya pedangnya dengan sekuat
tenaga. Tapi Wiro Sableng sudah lenyap dari hadapannya. Hanya suara tertawanya
yang masih sempat terdengar di kejauhan. Gadis itu berdiri termangu. Parasnya yang
cantik kelihatan kemerahan. Pemuda itu benar-benar ceriwis sekali! Tapi kini dia sudah
tahu bahwa pemuda itu sama sekali bukan bodoh dan berotak miring. Sama sekali tidak buta
dalam ilmu silat! Tadi dia telah menyerang dengan jurus-jurus ilmu pedangnya yang lihay dan
si pemuda berhasil mengelakkan bahkan memukul badan pedang dengan pukulan tangan kosong
yang menimbulkan angin keras!
Meski hatinya marah sekali dengan keceriwisan pemuda itu tapi rasa senang dan
kagumnya tak dapat disembunyikannya. Sekelumit senyum memberkas di bibirnya
ketika dia mengusap dagunya yang tadi dicuil oleh Wiro Sableng.
***** Kedai itu sepi saja.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Angin malam bertiup dingin dari lembah. Wiro Sableng masuk ke dalam seenaknya
dan sambil bersiul-siul.
Orang tua pemilik kedai menyambuti dengan muka pucat cemas.
"Orang muda," katanya, "sebaiknya kau lekas-lekas tinggalkan tempat ini!"
"Memang kenapa?" tanyanya.
"Sebentar lagi mungkin empat manusia berewok itu akan kembali ke sini...."
"Siapa takutkan mereka!" ujar Wiro.
"Tapi anak muda, kau mungkin belum tahu siapa mereka itu."
"Perduli amat siapa mereka," kata Wiro pula sambil duduk di kursi.
Dan pemilik kedai itu berkata lagi, "Mereka adalah rampok-rampok yang ditakuti
di sungai Cimandilu! Mereka adalah Empat Berewok dari Goa Sanggreng!"
"Biar mereka adalah Empat Setan dari Neraka, aku tetap tak perduli!"
Pemilik kedai jadi terdiam. Siang tadi dia memang telah menyaksikan bagaimana
pemuda itu menyumpal mulut Empat Berewok dari Goa Sanggreng dengan pisang. Maka
bertanyalah dia, "Orang muda, kau ini siapa sebenarnya dan datang dari mana?"
Wiro usap-usap dagunya yang licin. Ini mengingatkannya pada dagu Nilamsuri yang
dicuilnya dan pemuda ini senyum-senyum sendiri. Si orang tua diam-diam mulai
meragukan apakah anak muda ini berotak sehat!
"Bapak sudah lama tinggal di sini?" tanya Wiro.
"Sejak masih orok...."
"Hem.... kalau begitu tentu kenal dengna nama Ranaweleng...."
"Oh tentu... tentu sekali. Beliau adalah Kepala Kampung yang baik. Cuma
sayang...."
"Sayang kenapa....?"
Orang tua itu tak segera menjawab. Dia memandang keluar kedai seperti mau
menembusi kegelapan malam, seperti tengah mengenangkan sesuatu.
"Beliau sudah meninggal...," katanya kemudian menambahkan.
Wiro Sableng menelan ludahnya.
"Bapak tahu siapa yang membunuhnya....?"
Pertanyaan ini membuat si orang tua memandang lekat-lekat pada paras Wiro
Sableng. "Semua orang tahu....," katanya. Kemudian dituturkannya peristiwa kematian
Ranaweleng dan Suci Bantari sekitar tujuh belas tahun yang lewat. Kisah ini sudah didengar
sejelasnya oleh Wiro Sableng dari gurunya Eyang Sinto Gendeng.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
"Ada satu keanehan dalam peristiwa tujuh belas tahun yang lalu itu," kata si
pemilik kedai. "Keanehan bagaimana?" tanya Wiro ingin tahu.
"Waktu itu Mahesa Birawa dan anak-anak buahnya membakar rumah mendiang
Ranaweleng. Dalam kobaran api yang tiada terkirakan besarnya terdengar suara
tangisan orok! Itu adalah oroknya Ranaweleng sendiri! Orang banayak sangat kebingungan.
Bagaimana mungkin menyelamatkan bayi dalam kobaran api itu" Pada saat yang
sangat tegang itu semua orang melihat berkelebatnya bayangan hitam. Sangat cepat sekali
bayangan hitam itu menyerbu ke dalam kobaran api lalu lenyap. Dan suara tangisan oroknya
Ranaweleng juga hilang! Sewaktu api padam semua orang mencari. Tapi tak ditemui
tulang belulang orok itu...."
Wiro Sableng termanggu-manggu. Dia tahu betul, orok yang diceritakan orang tua
itu adalah dirinya sendiri dan berkelebatnya bayangan hitam adalah kelebat bayangan
gurunya Eyang Sinto Gendeng!
"Sampai sekarang tidak pernah diketahui dimana anak Ranaweleng itu?" bertanya
Wiro. Si orang tua angkat bahu. "Kalau dia masih hidup kira-kira sebesar kaulah, anak
muda," katanya.
"Mahesa Birawa sendiri.... apakah masih hdiup?"


Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Masih.... sampai dua tahun belakangan ini dia masih tinggal di sini. Tapi
sekarang entah dimana. Tapi ada atau tidaknya dia di sini, sama saja. Empat orang anak
buahnya sama saja jahat dan kejamnya dan keempatnya malang melintang di kampung ini. Kalau
makan tak pernah bayar!"
"Apakah mereka itu Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu?" tanya Wiro.
"Bukan.... bukan! Justru Empat Berewok dari Goa Sanggreng ini sengaja datang dari
jauh bikin perhitungan dengan anak buah Mahesa Birawa yang bercokol di sini! Dan
Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu bukanlah manusia baik. Mereka rampok-rampok yang
tak kalah kejam dan terkutuknya dengan anak-anak buah Mahesa Birawa! Tapi ketika
mereka datang anak-anak buah Mahesa Birawa tak ada di sini. Kebetulan keluar.... sudah
empat hari dengan hari ini...."
Wiro mengulurkan tangannya memotes sebuah pisang yang tergantung
"Eee.... apakah kau punya uang untuk membayar pisang itu, anak muda?" tanya si
pemilik kedai. kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Wiro tertawa, "Hutang dulu toh tak apa-apa...." sahutnya.
Si orang tua mengeluh dalam hati. Berarti tambah satu lagi "langganan"nya yang
makan tanpa bayar!
Sambil mengunyah pisangnya Wiro Sableng bertanya, "Urusan apakah yang dibawa
oleh Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu ke sini?"
Si orang tua memandang lagi ke luar kedai. Lalu katanya, "Perlu kau ketahui....
pemimpin Empat Berewok dari Goa Sanggreng itu, yang kini memakai nama Bergola
Wungu, dulunya adalah penduduk kampung Jatiwalu ini! Anak-anak buah Mahesa Birawa yang
bercokol di sini kemudian membunuh ayahnya, juga ibunya, merusak kehormatan
perempuan itu serta saudara-saudara perempuannya. Bergola Wungu sempat melarikan diri.
Ketika dia kembali ke sini ternyata dia sudah jadi seorang yang tak kalah jahatnya dengan
anak-anak buah Mahesa Birawa!"
Lama Wiro Sableng terdiam. Tiba-tiba dia ingat satu nama yang diucapkan
Nilamsuri. "Kenal dengan seorang yang bernama Kalingundil?"
Kulit kening pemilik kedai itu mengkerut.
"Adalah lucu kalau pertanyaan itu kau ajukan saat ini, anak muda?" katanya.
"Kenapa....?"
"Karena Kalingundil adalah anak buah Mahesa Birawa yang bercokol di sini dan
yang bertindak sebagai pemimpin dari tiga kawan-kawan lainnya!"
Tentu saja Wiro Sableng terkejut mendengar keterangan ini. Tapi rasa terkejutnya
disembunyikannya. Dan dia berpikir-pikir, mengapa gadis itu di pekuburan siang
tadi menanyakan apakah kedua orang tuanya dibunuh oleh manusia bernama Kalingundil
itu" Wiro meletakkan kulit pisang di tepi meja. "Siang tadi, Empat Berewok dari Goa
Sanggreng itu telah mengeroyok seorang gadis belia berparas cantik. Bahkan gadis
itu hendak mereka perkosa beramai-ramai. Mungkin bapak tahu pangkal sebab sampai hal itu
terjadi...."
mungkin juga kenal dengan gadis itu?"
"Gadis itu berpakaian biru....?"
"Betul."
Si orang tua hela nafas. "Sebenarnya sudah berkali-kali Bergola Wungu tanya
padaku apakah ada seorang lain yang tinggal di rumah Kalingundil. Aku jawab tidak tahu.
Aku tak ingin susah anak muda. Kalau kukatakan ada dan Kalingundil mengetahuinya,
pastilah leherku akan jadi umpan pedang Kalingundil dan gadis itu adalah anak Kalingundil
sendiri!" kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Kini jelaslah bagi Wiro Sableng mengapa demikian besar tekat Bergola Wungu untuk
membunuh si gadis baju biru itu.
"Kalingundil yang bikin kejahatan, anaknya yang musti ikut tanggung akibat...,"
desis orang tua pemilik kedai.
Wiro manggutkan kepala. "Dendam kesumat laksana besi tua seribu karat kadang
kala tidak mengenal pembalasan yang wajar....", katanya. "Kadang kadang itu adalah
merupakan hukum karma bagi seseorang yang pernah melakukan perbuatan terkutuk!"
"Kata-katamu beul, anak muda....", kata orang tua itu pula. Lalu diangsurkannya
mukanya dekat-dekat ke muka Wiro Sableng. "Waktu Bergola Wungu tahu bahwa kau
telah mendustainya, habis mukaku ini ditempelaknya....!"
"Itu salahmu sendiri," kata Wiro seenaknya. "Siapa suruh kau yang tua bangka
masih mau berdusta!"
Orang tua itu jadi menggerendeng dan memaki panjang pendek dalam hatinya. Dan
dia memaki lagi untuk kedua kalinya ketika didengarnya Wiro berkata, "Minta
tehnya, pak."
Sementara si orang tua membuatkan segelas teh manis untuknya, Wiro Sableng
tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tidak diduganya kalau gadis berbaju biru
yang menarik perhatiannya itu adalah anak Kalingundil. Anak buah Mahesa Birawa yang telah
membunuh kedua orang tuanya.
Ketika si orang tua datang membawakan teh bertanyalah Wiro Sableng, "Bapak tahu
nama anak perempuan Kalingundil itu?"
"Nilamsuri. Nama bagus, orangnya juga cantik, tapi sayang bapaknya manusia
terkutuk!"
"Sewaktu Mahesa Birawa melakukan pembunuhan atas diri Ranaweleng, apakah
Kalingundil juga ikut-ikutan?" tanya Wiro lagi.
"Bukan hanya Kalingundil, tapi semua anak buahnya," menyahuti si orang tua.
Wiro hendak bertanya lagi tapi mulutnya terkatup kembali karena di luar
terdengar suara gemuruh derap kaki kuda. Empat penunggang kuda lewat di muka kedai dengan
cepat. Mereka bukanlah Empat Berewok dari Goa Sanggreng. Dan ketika Wiro Sableng
berpaling pada orang tua pemilik kedai, orang tua ini tarik nafas panjang dan berkata,
"Kalingundil dan
anak-anak buahnya.... pasti akan segera terjadi bentrokan dengan Bergola Wungu...."
"Menurutmu.... siapa yang bakal menang di antara mereka?" tanya Wiro.
Oran tua itu angkat bahu. "Aku tidak mengharapkan siapapun di antara mereka akan
menang! Kalau dapat biarlah Gusti Allah membuat mereka mampus semua. Kalingundil
dan kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Bergola Wungu tiada beda bagiku! Sama-sama jahat! Sama-sama tidak bayar kalau
makan apa-apa di sini!"
Wiro Sableng tertawa. Diteguknya teh manis dalam gelas kaca itu. Lalu dia
berdiri. "Meski hari ini aku tidak bayar harga pisang dan teh manis itu, tapi jangan
samakan aku dengan Bergola Wungu atau Kalingundil...." Habis berkata demikian Wiro segera
tinggalkan kedai. Si orang tua mengangkat gelas bekas minuman pemuda itu. Tapi sesuatu menarik
perhatian matanya yang sudah agak mengabur itu. Pada kaca gelas dilihatnya
sederetan angka. Diperhatikannya lebih dekat. Tidak salah, itu memang deretan angka 212.
Tak habis mengerti orang tua ini bagaimana angka ini bisa tertera di sana. Disekanya
dengan ujung pakaiannya. Disekanya lagi.... lagi.... Tapi angka 212 itu tetap saja tidak mau
pupus! "Ah.... semakin tua umur dunia ini semakin banyak terjadi keanehan...." katanya
dalam hati. TUJUHBELAS Dari jauh telah terdengar suara beradunya senjata serta bentakan-bentakan hebat.
Wiro Sableng percepat jalannya. Dan bila dia sampai di halaman rumah yang agak
kegelapan itu maka dilihatnyalah bagaimana halaman rumah itu kini berubah menjadi sebuah medan
pertempuran. Enam manusia, sepasang demi sepasang tangah bertempur hebat dan
cepat. Di tangga rumah besar dilihatnya berdiri Nilamsuri.
Di bawah tangga, dengan bersedekap tangan berdiri seorang laki-laki berbadan
tinggi langsing. Wiro tak pernah melihat orang ini sebelumnya. Tapi dia yakin betul
bahwa manusia ini pastilah Kalingundil.
Di ujung halaman sebelah kiri berdiri pula Bergola Wungu. Sebagaimana dua orang
yang terdahulu sepasang matanya memandang ke tengah halaman, memperhatikan
jalannya pertempuran. Tiga orang anak buah Kalingundil yaitu Saksoko, Majineng dan Krocoweti
sebenarnya bukan orang-orang yang berilmu rendah. Permainan golok mereka cukup
lihay. Tapi menghadapi anak-anak buah Bergola Wungu yaitu Ketut Ireng, Seta Inging, dan
Pitala kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Kuning merak kalah gesit. Dalam sembilan jurus Krocoweti terpaksa pasrahkan
nyawa dilanda ruyung berduri Pitala Kuning! Krocoweti menggeletak di tanah dengan dada
melesak! Tiga jurus kemudian menyusul Majineng. Lehernya hampir kutung terbabat kelewang
Seta Inging. Pertempuran yang agak lama berlangsung ialah antara Ketut Ireng dan
Saksoko. Kedua orang ini mempunyai tingkat kepandaian yang sama dan sama-sama
bersenjatakan golok. Namun oleh kemenangan kedua kawannya Ketut Ireng mendapat semangat dan
nyali besar. Lima jurus di muka sambaran goloknya tiada tertahankan. Akhirnya Saksoko
yang berbadan gemuk pendek itu menjerit mengerikan ketika perutnya yang buncit
terbabat ujung golok! Ususnya membusai dan menjela-jela di tanah!
Rahang-rahang Kalingundil kelihatan mengatup rapat dan bertonjolan. Kedua
kakinya terpentang. Saat itu karena gelap tak seorangpun yang melihat bagaimana kedua
lengan Kalingundil menjadi hitam samapi ke jari-jari tangannya. Didahului dengan suara
bentakan yang bukan saja dahsyatnya menggetarkan dada tapi juga menggetarkan tanah maka
melompatlah Kalingundil ke tengah halaman di mana tiga anak buah Bergola Wungu
berada. Tujuh belas tahun yang lampau kehebatan pukulan lengan baja itu sudah
mengagumkan. Dan
kini dapat dibayangkan bagaimana keampuhannya!
Tiga pekik kematian merobek kegelapan malam! Ketut Ireng, Seta Inging dan Pitala
Kuning terlempar sampai lima-enam tombak dan menggeletak di tanah tanpa nyawa!
Bergola Wungu saksikan kematian yang mengenaskan ketiga muridnya itu dengan
tubuh bergetar.
"Bergola Wungu! Kau tunggu apa lagi! Majulah jika kau benar-benar ingin
membalaskan dendam kesumat seribu karat!"
Meski bagaimana kobaran amarahnya namun Bergola Wungu menyahuti, "Jangan
bicara terlalu keren, keparat! Aku masih berbaik hati untuk membiarkan kau
bernafas beberapa jam lagi! Aku Bergola Wungu menunggu kau besok pagi waktu matahari
terbit di pekuburan Jatiwalu! Aku ingin nyawamu terbang ke neraka disaksikan makam ayahbundaku!" Habis berkata demikian, Bergola Wungu putar tubuh. Tapi saat itu Kalingundil
sudah menyerbunya dengan kedua tangan terpentang!
Bergola Wungu yang tahu kehebatan lengan baja itu tak berani menyambuti. Dia
berkelit ke samping dan lambaikan tangan kanannya. Serangkum angin menyambar ke
dada Kalingundil. Kalingundil melompat ke samping dan hantamkan lengannya kembali.
Tapi ini juga dapat dielakkan Bergola Wungu. Dalam sebentar saja kedua orang ini sudah
terlibat kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
dalam tiga jurus. Memasuki jurus keempat tiba-tiba dari bagian yang gelap di
bawah pohon mempelam terdengar suara memaki.
"Kalingundil edan! Orang sudah kasih kesempatan untuk bertempur besok pagi masih
saja beringasan! Gelo betul!"
Kalingundil keluar dari kalangan pertempuran. Segera dia hantamkan lengannya ke
jurusan datangnya suara.
"Jangan memaki saja kunyuk! Keluarlah unjukkan diri!"
Angin dahsyat melanda ke tempat gelap, menghantam pohon mempelam sampai
pohon itu tumbang. Tapi orang yang memaki sudah kabur. Dan ketika menoleh ke
samping, Bergola Wungu pun sudah lenyap!
Akan Nilamsuri begitu mengenali suara yang memaki tadi tanpa tunggu lebih lama
dia segara mengejar ke tempat gelap. Beberapa puluh meter kemudian, di pinggiran
kampung dekat pematang sawah, orang yang dikejar tahu kalau dirinya dikuntit. Dengan
pergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sampai ke puncak yang sangat tinggi dia
melompat ke satu cabang pohon dan menunggu.
Nyatanya yang mengejar adalah si gadis baju biru itu. Segera dia lompat turun


Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali. "Kita berjumpa lagi, Nilamsuri...."
"Eh, dari mana kau tahu namaku?" gadis itu tanya dengan heran.
Wiro Sableng tertawa dan menjawab, "Terlalu banyak manusia tempat bertanya.
Terlalu banyak mulut yang bisa kasih keterangan! Ada apa kau mengejar aku"!"
"Ada apa kau ikut campur urusan ayahku"!" balik menanya Nilamsuri.
Wiro Sableng melangkah mendekati gadis itu. Matanya yang memandang tajam
membuat hati si gadis menjadi berdebar. Wiro semakin mendekat juga. Nilamsuri
menyurut mundur namun badannya tertahan oleh batang pohon.
"Ayahmu Kalingundil, bukan....?" desisnya.
Gadis itu mengangguk.
Wiro menyeringai. Dipegangnya bahu gadis itu. Nilamsuri hendak menyibakkan
tangan itu tapi tak jadi karena saat itu Wiro membungkukkan kepalanya. Rasa
panas menjalari
darah ditubuhnya ketika bibir pemuda itu berani mengecup bibirnya. Kemudian
tangan yang lain dari si pemuda mengusap mukanya. Dia diam saja. Juga masih diam ketika
tangan itu meluncur turun ke bawah lehernya.
"Wiro.... kau ini ceriwis sekali.... ceriwis sekali," bisik gadis itu setengah
merintih. kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Pemuda itu menyeringai.
"Kenapa kau ikuti aku....?"
"A.... aku suka padamu Wiro...."
Wiro tak banyak tanya lagi. Dipanggulnya tubuh yang montok itu lembut itu dan
dilarikannya ke tengah sawah dimana terdapat sebuah dangau. Angin malam terasa
sangat dingin di udara yang terbuka itu. Tapi tubuh mereka dilanda keringat panas dalam
melakukan apa yang belum pernah mereka alami sebelumnya, dalam merasakan apa yang mereka
tak pernah rasakan sebelumnya!
***** Sinar matahari pagi memerak kekuningan. Udara segar sekali. Namun kesegaran itu
tiada dirasakan oleh tiga manuisa yang berada di pekuburan Jatiwalu. Yang dua
adalah Bergola Wungu dan musuh besarnya Kalingundil. Yang ketiga Nilamsuri. Paras gadis
ini agak pucat. Bergola Wungu hentikan langkahnya beberapa tombak di hadapan Kalingundil.
"Keluarkan senjatamua Kalingundil!"
Kalingundil tertawa bergelak dan meludah ke tanah. "Untuk menghadapi manusia
macam kau tak perlu pakai senjata segala! Mulailah!." Mulut Kalingundil komatkamit dan sebentar kemudian kelihatanlah kedua lengannya menjadi hitam!
Tergetar juga hati BergolaWungu melihat dua lengan lawan itu. Tapi tentu saja
tak diperlihatkannya. Malahan dia berkata, "Bagus kalau tak mau pakai senjata. Itu
mempercepat aku mengirimkan kau ke neraka!"
Bergola Wungu mencabut golok panjangnya. Dengan ujung senjata itu dia menunjuk
ke arah dua buah makam di bukit pekuburan.
"Kau lihat dua makam di lereng sana, Kalingundil"!"
Kalingundil tak berani mengalihkan pandangannya karena khawatir ini hanya tipuan
belaka. "Itu adalah makam ayah bundaku. Roh-roh penghuni makam itu akan bersorak
gembira bila menyaksikan sesaat lagi kepalamu kubabat menggelinding!"
"Tak perlu jual bacot manusia hina! Terima lenganku!"
Disertai angin yang dahsyat maka kedua lengan Kalaingundil memukul susul
menyusul. Bergola Wungu kiblatkan golok memapas salah satu lengan lawan! Betapa
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
terkejutnya dia ketika goloknya tidak mempan membabat lengan lawan malahan mata
goloknya menjadi sumplung!
Dengan segera Bergola Wungu keluarkan jurus terhebat dari ilmu goloknya yaitu
jurus "merobek langit." Sesaat saja terbungkuslah tubuh Kalingundil oleh sinar golok!
Dan satu jurus dimuka Kalingundil terdesak hebat. Berkali-kali dia hantamkan lengannya ke
arah lawan namun Bergola Wungu berkelit sangat cepat. Dengan penasaran Kalingundil
coba menyampoki senjata lawan dengan kedua lengannya.
Tapi Bergola Wungu tidak bodoh. Mana dia mau adu senjata dengan lengan yang
kerasnya macam baja itu!
"Ha... ha... lekaslah minta tobat pada Tuhan atas kesalahan-kesalahanmu,
Kalingundil! Sebentar lagi kepalamu akan menggelinding!" ejek Bergola Wungu.
Geram Kalingundil bukan alang kepalang. "Kita akan lihat siapa yang bakal
meregang nyawa lebih dahulu kunyuk berewok!", balasnya mengejek.
Kalingundil berseru keras, "Terima senjata rahasiaku ini, kunyuk!"
Ratusan jarum hitam kemudian menggebubu menyerang Bergola Wungu tapi dengan
satu kali putaran golok saja senjata rahasia itu gugur semua ke tanah!
"Hebat! Hebat.... hebat!" terdengar suara dari jurusan barat. Orang yang bicara
itu jauhnya masih sekitar seratus tombak. Namun begitu suaranya berakhir serentak
itu pula dia sudah berada di tempat pertempuran itu! Dapat dibayangkan hebatnya ilmu lari
orang itu. "Hebat memang hebat, Bergola Wungu! Tapi mungkin kau tidak tahu bahwa manusia
itu adalah bagianku!"
Baik Bergola Wungu maupun Kalingundil sama lompatkan diri dari kalangan
pertempuran. Bagi Kalingundil ini adalah satu keuntungan karena saat itu dirinya
terdesak. Keduanya memandang pada orang yang berdiri di bawah pohon. Kalingundil kerutkan
kening sedang Bergola Wungu katupkan rahang rapat-rapat begitu kenal pendatang baru
itu! "Kalingundil! Kau tak perlu pandang aku dengan kerut jidat segala! Dimana
manusia bernama Mahesa Birawa"!"
"Orang muda bermulut besar, kau siapa"!" bentak Kalingundil.
"Ditanya malah menanya! Sialan betul!", gerendeng Wiro Sableng. "Tujuh belas
tahun yang silam kau bersama Mahesa Birawa telah membunuh Ranaweleng, bapakku!
Juga membunuh ibuku dan Jarot Karsa! Apa kau punya otak masih sanggup mengingatnya"!"
Kalingundil merutuk dalam hati. Apakah manusia ini juga hendak membalaskan
dendam kesumatnya seperti Bergola Wungu" Melihat kepada tenaga dalam yang
menyertai kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
suaranya tadi Kalingundil sudah dapat mengukur kehebatan manusia ini. Hatinya
mengeluh! Melayani Bergola Wungu saja dia sudah kepepet, apalagi menghadapi dua lawan
sekaligus! "Apa maumu orang muda"!"
"Apa mauku...."!" Wiro tertawa bergelak.
Nilamsuri yang merasa cemas segera mengetengahi dengan berkata, "Wiro.... dia
adalah ayahku!"
"Aku tahu adik manis...," dan si pemuda tertawa lagi. Dalam tertawanya itu masih
bisa dia mengingat kemesraan dan kebahagiaan hidup yang dirasakannya bersama
gadis itu di dangau di tengah sawah tadi malam. "Karena itulah aku berbaik hati datang ke
sini hanya untuk meminta tangan kanannya saja!"
"Wiro!" muka Nilamsuri menjadi pucat.
Bergola Wungu sendiri tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Wiro Sableng bukan
omong kosong belaka. Dia telah melihat kehebatan pemuda rambut gondrong ini!
Sebaliknya Kalingundil keluarkan tertawa membahak. "Kurasa kau masih pantas
untuk menetek sama kau punya ibu!", ejeknya.
"Kata-kata itu cukup lucu, Kalingundil! Aku senang pada manusia-manusia yang
suka bicara lucu!" Wiro Sableng melangkah mendekati Kalingundil.
Nilamsuri melompat ke muka hendak menahan si pemuda tapi pada saat itu pula dari
samping Bergola Wungu yang sejak lama menahan kegeramannya terhadap Kalingundil,
maka ketika melihat anak musuh bebuyutannya itu melompat ke muka, tanpa tunggu
lebih lama segera ditebaskan golok panjangnya!
Nilamsuri melengking! Tubuhnya tercampak ke tanah. Dadanya robek besar. Darah
menyembur! Bergola Wungu yang melihat tidak adanya kesempatan baginya untuk
turun tangan terhadap Kalingundil segera lari ke lereng bukit pekuburan dan berseru:
"Manusia bernama Wiro Sableng! Antara kita masih ada sedikit urusan! Kalau kau
merasa punya nyali untuk meneruskan, aku tunggu di Gua Sanggreng!"
"Setan alas betul!" maki Wiro Sableng. Dipukulkannya tangan kanannya ke arah
lereng bukit pekuburan. Angin laksana badai menderu dahsyat. Batu-batu nisan dan
tanah pekuburan beterbangan. Pohon-pohon bertumbangan. Semak belukar diterabas gundul!
Tapi Bergola Wungu sudah lenyap dibalik bukit!
Wiro Sableng putar kepala dan dia memaki lagi ketika melihat Kalingundil
melarikan diri. "Boleh saja lari Kalingundil! Tapi tinggalkan lenganmu dahulu!"
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Sekali pemuda itu melompat ke muka maka dia berhasil menyusul Kalingundil. Tibatiba Kalingundil berbalik, cabut keris di pinggang dan tusukkan ke perut Wiro
Sableng! Serangan yang dilancarkan dengan kalap serta karena ketakutan itu tidak mengenai
sasarannya. Sebaliknya yang diserang cepat gerakkan tangan kanannya.
"Kraak"!
Kalingundil meolong. Tangan kanannya sebatas bahu tanggal. Tulangnya copot!
Daging dan otot seta urat-urat berserabutan mengerikan sekali!
Laki-laki itu macam babi celeng seradak seruduk kian kemari. Dia hendak lari
lagi. "Eee.... tunggu dulu Kalingundil! Kenapa terburu-buru kabur"! Terima dulu angka
kenang-kenangan ini!" Habis berkata begitu Wiro Sableng benturkan tapak tangan
kanannya ke jidat Kalingundil! Pada kulit jidat laki-laki ini maka terpampanglah lukisan
telapak tangan berikut lima jari dengan angka 212 pada baigan tengahnya!
Kalingundil seradak seruduk lagi macam babi celeng! Darah berceceran dari luka
di tangannya. Wiro Sableng tertawa mengekeh. Diperhatikannya laki-laki itu berlari
macam dikejar setan! Tangan kirinya memutar-mutar lengan Kalingundil yang masih
dipegangnya. Tiba-tiba dilemparkannya potongan lengan itu. Laksana anak panah potongan lengen
itu melesat dan menghantam punggung Kalingundil, membuat laki-laki itu tergelimpang
menelungkup di tanah, tapi segera bangkit lagi dan lari lagi!
Wiro Sableng hentikan gelaknya ketika telinganya mendengar suara gerangan
Nilamsuri. Cepat didekatinya tubuh gadis itu. Dia berlutut di tanah. Matanya
menyipit melihat
luka besar di dada si gadis. Nyawa Nilamsuri tak mungkin di tolong lagi.
Dibopongnya gadis
itu, dibawanya ke tempat teduh dan dibaringkannya.
"Wiro...." Nilamsuri membuka kedua matanya yang telah menjadi sayu itu. "Wiro....
peluk aku....," pintanya.
Wiro Sabelng merangkul gadis itu.
"Cium aku.... Wiro...."
Si pemuda mencium pipi Nilamsuri. Lalu mengecup bibirnya. Bibir itu kesat dan
dingin kini, tidak basah dan hangat seperti malam tadi. Nafas Nilamsuri lambat
dan satu-satu. Sinar matanya semakin pudar.
"Umurklu untuk mengenalmu hanya sampai di sini, Wiro...." bisik Nilamsuri.
"Aku akan obati lukamu, Nilam. Kau akan sembuh...." kata Wiro pula menghibur.
Nilamsuri tersenyum. Bersamaan dengan memberkasnya senyum itu di bibirnya maka
saat itu pula rohnya lepas meninggalkan tubuh.
kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Pendekar muda dari Gunung Gede hela nafas panjang. Hatinya beku menyaksikan
kematian gadis itu. Semalam Nilamsuri masih dirangkulnya, masih dirabanya.... tapi
kini tubuh itu tiada akan memberikan apa-apa lagi kepadanya. Bahkan kehangatanpun
tidak karena saat itu tubuh Nilamsuri berangsur menjadi dingin.
Wiro mennghela nafas panjang sekali lagi. Disibakkannya bagian pakaian yang
robek di dada gadis itu. Pada bagian kulit dada yang masih utuh, tepat di atas buah
dada sebelah kiri
si gadis, dengan pergunakan ujung telunjuk jari tangan kanannya, Wiro menggurat
tiga barisan angka: 212.
Disandarkannya tubuh tanpa nyawa itu ke batang pohon dengan hati-hati. Lalu
melangkahlah pendekar ini meninggalkan tempat itu. Dan seperti tak pernah
terjadi apa-apa,
seperti tak satupun yang barusan dialaminya, dari sela bibir pemuda ini
terdengarlah suara
siulan. Siulan melagukan nyanyi tak menentu....
T A M A T kucinglistrik@gmail.com
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Empat Berewok dari Goa Sanggreng
Salam 212 SEMUA HAK KARYA CIPTA CERITA INI ADALAH MILIK
ALMARHUM BASTIAN TITO
Diketik ulang oleh Kailani Sekali
Hanya untuk para pendekar semua pecinta Wiro Sableng
Saran dan kritik kirim ke: kucinglistrik@gmail.com
kucinglistrik@gmail.com
Kasih Diantara Remaja 13 Dewa Linglung 17 Munculnya Keris Kiyai Jaran Goyang Pedang Sakti Tongkat Mustika 21

Cari Blog Ini