Ceritasilat Novel Online

Cincin Warisan Setan 3

Wiro Sableng 023 Cincin Warisan Setan Bagian 3


mungkin memberikan bantuan. Apalagi kalau lelaki muda seperti sahabatmu itu yang
memintanya. Lain dari itu kukira Randu Ireng hanya bisa dipikat dengan paras
cantik BASTIAN TITO
43 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dan tubuh bagus. Selagi dia lengah rampas cincin itu..... Hanya saja, kalian harus
dapat membaca situasi...."
"Membaca situasi bagaimana?" tanya Wiro.
"Jika cincin itu berada dalam jari telunjuk, sekali-kali jangan dekati Randu
Ireng. Jadi kalian harus melakukan sesuatu sebelum dia sempat memakai cincin
tersebut di jari telunjuk.... Nah, kurasa aku sudah memberikan semua keterangan
yang kalian minta....."
"Kek," Wiro cepat berkata ketika dilihatnya Si Segala Tahu hendak melangkah
pergi. "Apalagi anak muda?"
"Apakah tak ada cara lain menghadapi pikatan Ratu Mesum" Maksudku meminta
bantuannya tanpa mau melayaninya di atas ranjang..... lalu lolos dari ancaman
mautnya"!"
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh.
"Selama dunia terkembang....."katanya dibarengi dengan menggoyangi kaleng
rombengnya, "Belum pernah kudengar ada kucing menolak daging. Begitu juga kaum
lelaki. Belum pernah kuketahui tak ada lelaki yang tidak tertarik pada wajah
cantik dan tubuh mulus merangsang. Nah..... buntut-buntutnya hanya terserah padamu
anak muda. Putar otakmu bagaimana menundukkan rangsangan yang ada dalam dirimu
sendiri. Sekali kau jatuh di atas perutnya, berarti maut sudah menunggu di
puncak hidungmu. Ha....ha.....ha.....!"
Wiro garuk-garuk kepala. Ningrum merasa jengkel mendengar ucapan si kakek,
membuang muka memandang ke lain jurusan.
"Manusia bernama Randu Ireng ini, kek...." Kata Wiro. "Mohon peunjukmu bagaimana
mengetahui dirinya sebenarnya mengingat kepandaiannnya menyamar."
"Soal samar menyamar kawan seperjalananmu ini mungkin bisa membantu.
Hanya satu hal yang kuketahui. Manusia bisa menyamar sejuta rupa, seribu kali
dalam semalam. Tapi satu hal dia tidak bisa merubah. Yakni sepasang matanya,
nah, si Randu Ireng itu menurut kabar yang aku dengar dia memiliki tanda titik
hitam sebesar jagung pada bagian putih matanya sebelah kanan! Dia bisa merubah
tampang dan pakaiannya. Tapi dia tidak bisa menghilangkan tanda pada matanya
itu. Jika kau bertemu Ratu Mesum, harus kau terangkan hal itu...."
"Kek, sekali lagi kau berhutang budi padamu. Entah kapan dapat membayar.
Kami berdua mengucapkan ribuan terima kasih atas segala petunjukmu....."
Kakek Segala Tahu cuma tertawa. Mendeongak ke langit lalu goyang-goyangkan
tangan kanannya yang memegang kaleng. Sebelum mereka berpisah Ningrum tanggalkan
caping lebarnya dan berkata "Kek, kau ambillah caping bambuku ini. Kulihat topi
pandanmu sudah banyak lubangnya....." Lalu tanpa menunggu jawaban apakah orang
setuju atau tidak, Ningrum sudah ambil topi pandan butut dari kepala si kakek,
memakaikannya ke kepalanya sendiri sedang caping bambunya dipakaikan ke kepala
orang tua itu. Kakek Segala Tahu tertawa panjang.
"Terima kasih....terima kasih perempuan cantik. Kelak kau akan mendapatkan jodoh
baru. Seorang suami yang baik pengganti suamimu yang hilang itu!"
"Kek!" Ningrum berseru seraya melirik pada Wiro Sableng.
Si kakek buru-buru berkata "Jangan salah sangka Ningrum. Calon pengganti suamimu
bukan pemuda tolol bernama Wiro Sableng ini.....! Ha....ha....ha!" Kaleng di tangannya
kembali berkerontangan.
BASTIAN TITO 44 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Bulaksari merupakan kota pasar tempat penduduk sekitarnya mengirimkan hasil
pertanian maupun ternak untuk dijual pada setiap hari Kamis. Karenanya kota ni
lebih dikenal dengan sebutan Pasar Kamis. Sebagaimana biasa setiap Kamis pagi,
di tanah lapang yang menjadi pusat pasar telah penuh dengan tumpukan sayur
mayur, padi, ternak dan lain sebagainya yang siap menunggu pembeli. Para
tengkulak berkeliaran menawar sana menawar sini. Bila harga cocok barang
daganganpun diangkat, bertukar dengan uang. Para pemilik barang biasanya adalah
para petani pulang dengan kantung penuh. Sebelum pulang biasanya mereka membeli
dulu beberapa keperluan dapur.
Hari Kamis itu, pasar hampir usai ketika sebuah gerobak besar ditarik dua ekor
kuda yang tampak keletihan dan berhenti di tepi tanah lapang. Siapa pula yang
membawa barang dagangan ketika pasar sudah bubar seperti ini. Demikian banyak
orang yang ada di sekitar situ bertanya-tanya.
Kusir gerobak, seorang lelaki muda beralis tebal dan berbibir dower turun dari
gerobaknya. Sesaat dia memandang berkeliling. Lalu seperti tak acuh
ditinggalkannya gerobaknya.
Seorang pedagang bertanya "Hai! Barang dagangan apa yang kau bawa ke mari" Apa
tidak tahu kalau pasar sudah bubar"!"
Kusir yang ditanya hanya angkat bahu. Sambil melangkah dia berkata
"Sebentar lagi majikanku yang punya barang segera datang. Barang dagangan yang
dibawanya bukan barang sembarangan. Walau pasar sudah bubar pasti kalian semua
akan tertarik.....!"
Kusir itu kemudian lenyap di tikungan jalan.
Orang banyak yang masih ada di pasar itu dengan rasa ingin tahu tegak di
sekeliling kereta. Setelah lama ditunggu-tunggu tak seorangpun muncul. Baik yang
katanya majikan pemilik batang dalam gerobak, maupun sang kusir. Orang-orang
yang ada di tempat itu kini jadi ingin tahu barang dagangan apa yang ada dalam
gerobak tersebut. Mereka menyingkap dua lapis karung tebal yang menutupi bagian
belakang gerobak. Ketika karung itu tersibak, orang yang tadi menyingkapkan
terpekik dan mencelat mental dengan muka pucat. Yang lain-lainnyapun berseru
kaget, memandang ke dalam gerobak dengan mata melotot. Yang berkerumun di
sebelah belakang coba mendesak ke depan. Tapi begitu ada yang berteriak "Mayat
manusia!" mereka urung mendekat. Dan pasar itupun menjadi gempar! Kini tak ada
yang berani mendekati gerobak. Semua memandang dari kejauhan denan perasaan
takut dan ngeri.
Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ningrum sampai ke Pasar Kamis justru ketika
kegemparan itu berlangsung.
"Hai! Jangan mendekat!" Seseorang berteriak ketika Wiro melangkah menuju
gerobak. "Ada mayat di dalamnya!" seru seorang lainnya.
Wiro tidak perduli. Dia melangkah terus bersama Ningrum. Karung tebal yang baru
sebagian tersingkap ditariknya dan dicampakkannya ke tanah. Kini dalam gerobak,
terpentang pemandangan yang mengerikan. Bukan cuma satu mayat yang ada di situ.
Tapi enam! Kalau tadi Wiro Sableng tidak menunjukkan rasa takut, namun setelah mengenali
enam sosok mayat dalam gerobak, pemuda ini mau tak mau bersurut BASTIAN TITO
45 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
mundur dua langkah dan berpaling pada Ningrum. Suaranya perlahan sekali ketika
berkata "Mereka..... Enam Kelewang Maut...."
Kini Ningrum ikut terkejut. "Siapa yang membunuh mereka. Aku curiga....."
"Pasti Randu Ireng. Kulihat mayat-mayat itu berada dalam keadaan rusak.
Ada yang hancur kepalanya. Belubang dada atau perutnya atau hampir putus
lehernya. Kematian dengan luka mengerikan seperti itu hanya bisa disebabkan oleh cincin
baja putih ular kobra!"
"Kalau begitu orang yang kita cari tak berada jauh dari sini....."
Wiro membenarkan. Lalu cepat mencari keterangan dari orang-orang yang ada di
situ. Mereka mengejar ke arah lenyapnya kusir gerobak. Namun tak mungkin untuk
menemukan orang itu lagi.
"Apa yang kita lakukan sekarang....."' tanya Ningrum.
"Kita harus segera meneruskan perjalanan ke danau Karang Kates," sahut Wiro. Dia
memandang sekali lagi ke arah mayat-mayat malan dalam gerobak itu lalu cepatcepat mengikuti Ningrum yang sudah melangkah pergi lebih dulu.
Danau Karang Kates merupakan danau luas tetapi sunyi. Anehnya tak ada satu rumah
pendudukpun terlihat di sapanjang tepi danau. Tak ada seorangpun dapat ditemui
untuk mendapatkan keterangan.
"Aneh," kata Ningrum. "Mengapa tak ada rumah di sepanjang tepi danau.
Padahal menurutku danau ini pasti banyak ikannya. Yang dapat dijadikan mata
pencaharian....."
"Tentu ada apa-apanya. Jika Ratu Mesum memang tinggal di sini, siapa yang berani
ikut-ikutan diam di tempat ini....."
"Tapi di mana bangunan kediaman perempuan itu. Kita sudah mengelilingi tepi
danau satu hari suntuk. Tak ada satu bangunanpun yang kelihatan!" kata Ningrum
pula. "Kalau saja aku tahu suasananya seperti ini, pasti aku akan lebih banyak
bertanya pada Kakek Segala Tahu itu......" keduanya lalu duduk di atas batang kayu
tumbang. Memandang ke tengah danau. Tiba-tiba Ningrum menunjuk.
"Lihat! Ada orang berperahu di tengah danau!"
Wiro cepat berdiri. Memandang ke tengah danau memang dilihatnya ada sebuah
perahu meluncur cepat menuju tepi sebelah timur. Dari kejauhan terlihat hanya
ada satu orang di atas perahu itu. Orang ini mendayung perahu dengan
mempergunakan kedua tangannya kiri kanan.
"Orang itu mengenakan pakaian merah...." kataWiro. "Kita kejar ke arah Timur!
Pasti itu Ratu Mesum!" maka kedua orang itupun berkelebat menuju ke timur.
Ternyata perahu lebih cepat dan lebih dahulu mencapai tepi danau sebelah timur
dari pada kedua orang itu. Dan pada jurusan dari mana sebelumnya mereka melihat
perahu merapat, justru mereka tidak menemukan apa-apa.
"Aneh, kemana perginya orang tadi"!' uajr Wiro Sableng sambil memandang
berkeliling. "Perahunyapun ikut lenyap!" menyahuti Ningrum.
"Mungkinkah tadi kita hanya melihat bayangan hantu.....?"
Keduanya memeriksa dengan teliti tepian danau di jurusan mana tadi mereka
melihat perahu terakhir kali. Tepian itu, tidak seperti tepian lainnya penuh
ditumbuhi rumput air, semak beluka dan pohon-pohon lurus tinggi seperti lalang.
BASTIAN TITO 46 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Aku akan turun ke air," kata Wiro. "Mungkin ada sesuatu yang tidak terlihat
dari darat." Tanpa tunggu lebih lama Wiro turun ke air. Air danau di bagian tepi
itu ternyata hanya sampai sepinggang. Wiro menyibakkan rumput dan alang-alang
air, memperhatikan setiap bagian tepi danau dengan teliti. Dekat sebuah pohon
waru yang tumbuh menjorok miring ke danau tiba-tiba Wiro dapatkan sebuah lobang
setinggi kepala dan cukup lebar untuk dimasuki dua orang sekaligus. Wiro
lambaikan tangannya ke arah Ningrum, memberi isyarat agar perempuan itu turun ke
air. Begitu Ningrum di sebelahnya Wiro menunjuk ke arah lobang.
"Apa pendapatmu....?" Tanya Pendekar 212.
"Orang dan perahu tadi kurasa pasti masuk ke dalam lobang ini. Kalau tidak
masakan bisa lenyap begitu saja....."
"Kalau begitu mari kita menyelidik ke dalam."
Keduanya lalu masuk ke dalam lobang di tepi danau itu. di sebelah dalam ternyata
lobang ini merupakan sebuah terowongan panjang. Makin ke dalam air yang mengalir
dari danau semakin dangkal dan bersibak ke arah dua terowongan lain yang
terletak di kiri kanan terowongan utama. Di persimpangan tiga terowongan ini
mereka menemukan sebuah perahu yang masih basah. Wiro melangkah terus memasuki
terowongan utama diikuti oleh Ningrum. Memasuki terowongan sejauh dua puluh
tombak, tanah terowongan tampak kering dan makin ke dalam makin menurun hingga
akhirnya mereka sampai di hadapan sebuah pintu gerbang aneh terbuat dari akar
pohon bakau. Pada bagian atas pintu gerbang ini terdapat dua rangkaian tulisan
berbunyi : Pintu Sorga Pintu Neraka Dari sebuah belakang pintu gerbang tampak lapisan asap tipis. Dari arah ini pula
tercium bau harum.
"Aku kawatir asap itu mengandung racun berbahaya," bisik Wiro. "Bisakah kau
berjalan dengan menutup penciuman?"
Ningrum mengangguk. Sebelum melangkah melewati pintu gerbang aneh itu Wiro
kerahkan tenaga dalamnya ke tangan kanan lalu memberi isyarat agar Ningrum
segera mengikutinya. Selewat pintu gerbang, tanah terowongan itu ternyata
dilapisi batu pualam berwarna putih berkilat. Di kiri kanan dinding, pada jarakjarak tertentu terdapat obor aneh yang terbuat dari kayu hitam kecil tanpa
minyak. Tak lama kemudian asap putih tipis yang menabur bau harum tadi lenyap.
Wiro dan Ningrum buka jalan pernafasan dan penciuman masing-masing. Keduanya
sempat tersenggal-senggal karena menutup pernafasan begitu lama.
"Ada ruangan besar di depan sana...." Bisik Wiro. "Hati-hatilah...." Katanya
kemudian memperingatkan. "Tulisan di pintu kayu tadi mengundang kesenangan
berbau maut!"
Ruangan yang kemudian mereka masuki keseluruhannya dilapisi batu pualam, mulai
dari lantai sampai dinding dan langit-langit. Memandang berkeliling kedua orang
itu mendapati ruangan tersebut tak ada jendela tak ada pintu. Buntu"
"Aku merasa gerak-gerik kita diawasi...." Bisik Wiro.
"Ya, aku juga merasa begitu. Pasti!" sahut Ningrum. Lalu tanyanya "Kemana
lenyapnya orang berpakain merah yang kita lihat di atas perahu tadi?"
Tiba-tiba dari baigan ruangan arah mana mereka masuk tadi terdengar suara
bersiur amat halus dan dari atas mendadak turun sangat cepat sebuah lapisan
dinding yang langsung menutup mulat ruangan!
"Kita terjebak!" bisik Ningrum tegang.
BASTIAN TITO 47 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Tenang saja. Pasang mata dan telinga baik-baik," balas berbisik Wiro. "Aku akan
memanggil tuan rumah....." katanya kemudian. Setelah memandang berkeliling Wiro
lantas beseru "Ratu Mesum apakah kami berada di tempat kediamanmu....?"
Tak ada jawaban. Suara seruan Wiro menggema menggidikkan dalam ruangan batu
pualam itu. "Ratu Mesum! Apakah kau ada di sini...." Keluarlah. Kami datang membawa maksud
baik! Hanya untuk minta bantuan!"
Mendadak terdengar suara tawa cekikikan.
Mesti tegang namun kedua orang itu maklum kalau mereka saat itu memang memasuki
tempat kediaman Ratu Mesum karena suara tawa itu adalah suara tawa perempuan.
Terdengar lagi suara bersiur seperti tadi. Menyusul secara tiba-tiba dinding di
hadapan mereka membuka dan kelihatan sebuah lobang berukuran satu kali satu
tombak. Bagian dalam lobang ini memiliki lantai yang meninggi di sebelah
belakang. Dari lantai yang miring ke atas ini mendadak meluncur sebuah benda. Ketika benda
itu jatuh dan tergelimpang di hadapan mereka, kaget Wiro dan Ningrum bukan
kepalang. Perempuan ini malah sampai membuang muka. Benda yang tergelimpang di
lantai itu ternyata adalah sesosok tubuh lelaki dalam keadaan tanpa pakaian sama
sekali. Melihat kepada wajahnya jelas dia masih sangat muda dan berparas cakap.
Pada lehernya terdapat luka besar yang masih mengucurkan darah segar!
BASTIAN TITO 48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Wiro Sableng memaki panjang pendek dalam hati sementara Ningrum seperti
menyesali mengapa dia sampai berada di tempat celaka seperti itu.
Mendadak terdengar lagi suara bersiur. Lantai batu pualam dimana mayat pemuda
itu mengeletak bergeser ke kiri dan ke kanan, meninggalkan lobang di sebelah
tengah. Sosok tubuh telanjang itu jatuh ke dalam lobang dan kedua sisi lantai
menutup kembali. Anehnya noda-noda darah yang tadi jelas terlihat menggenangi
lantai kini lenyap bersih entah ke mana! Di saat yang sama kembali terdengar
suara tertawa panjang. Begitu tawa lenyap, dalam ruangan itu tercium bau harum.
Lalu langit-langit yang terbuka secara aneh, melayang turun sesosok tubuh
berpakaian merah. Dengan gerakan sangat ringan, tanpa mengeluarkan bunyi sama
sekali, seolah-olah menginjka kapas, sosok tubuh ini memijakkan kedua kakinya di


Wiro Sableng 023 Cincin Warisan Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas lantai batu pualam.
Wiro Sableng terkesiap tak berkedip menyaksikan orang yang tegak di hadapannya
sedang Ningrum merasakan wajahnya menjadi merah. Meskipun dia ingin memalingkan
muka namun tetap saja diapun ikut-ikutan memandang lekat ke arah orang yang ada
di hadapannya itu.
Orang ini ternyata adalah seorang perempuan berparas sangat cantik, berkulit
putih. Rambutnya disanggul ke belakang dan pada bagian kepala di atas keningnya
ada sebentuk mahkota kecil. Dia tersenyum smbail memain-mainkan ujung lidah di
sela bibir. Lidah yang basah itu tampak merah segar sedang deretan gigi-giginya
tampak putih rata. Si jelita ini mengenakan sehelai pakaian panjang menjela
lantai berwarna merah, terbuat dari kain tipis - mungkin sutera. Demikian
tipisnya pakaian ini hingga tubuhnya di sebelah dalam yang tidak berpenutup apaapa terlihat dengan jelas.
Wiro garuk-garuk kepala. Namun begitu ingat dia segera menjura.
"Tentunya kami berhadapan dengan Ratu Mesum yang terkenal itu....."
Yang ditegur tidak menjawab, malah terus memainkan ujung lidahnya.
"Kami datang dari jauh untuk memohon bantuan Ratu....." kata Wiro lagi.
Kini sepasang mata perempuan cantik itu memperhatikan pemuda di hadapannya mulai
dari ujung rambut sampai ujung jari. Dia sama sekali tidak memperdulikan Ningrum
yang sapai saat itu masih mengenakan pakaian serba hitam, bertopi pandan butut,
menutupi wajah perempuannya dengan kumis dan janggut tebal.
Mendapatkan tegur sapanya tidak dibalas orang diam-diam Wiro kembali memaku
dalam hati. "Ah, kami tahu Ratu barusan sampai. Tentunya masih letih dan tak ingin diganggu.
Kalau memang begitu biar kami pergi saja. Nanti baru kembali lagi......"
Perempuan berpakaian merah tipis itu usap rambutnya, rapikan pakaiannya.
Tiba-tiba dia membuat gerakan yang menyebabkan pahanya sampai pinggul sebelah
kiri tersingkap lebar, memutih mulus berkilau.
"Sialan, apa sebenarnya yang diinginkan perempuan ini!" kata Wiro dalam hati.
Meski sikap si jelita tidak menyenangkan namun matanya tak habisnya melirik paha dan pinggul yang putih itu.
Tiba-tiba si jelita tertawa panjang sambil mendongak ke langit-langit ruangan.
"Kalian baca tulisan di pintu masuk tadi...."!" Perempuan itu bertanya.
"Kami membacanya," sahut Wiro.
BASTIAN TITO 49 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Bagus! Berarti kalian menyadari sepenuhnya nasib kalian akan seperti itu pula!"
habis berkata begitu perempuan berpakaian merah ini tertawa panjang.
Karena sudah pasti sekali perempuna di hadapannya itu adalah Ratu Mesum maka
Wiro segera menyebut namanya "Ratu Mesum, kami datang membawa persahabatan....."
"Seumur hidup aku tak punya sahabat. Dan tak ingin punya sahabat! Kalian dengar
itu"!"
"Susah juga bicara dengan manusia ini!" pikir Wiro. Lalu dia menyahuti "Jika
Ratu tak mau menganggap kami sahabat tak jadi apa. Hanya apakah Ratu sudi
membantu, itulah yang kami harapkan...."
"Seumur hidup aku tak pernah kedatangan tamu. Kecuali orang-orang yang kubawa
sendiri untuk mendapatkan sorga dan menerima neraka di tempat ini!
bagaimana kau bisa tahu tempat ini....?"
"Kami mendapat petunjuk dari Kakek Segala Tahu...." Menerangkan Wiro.
"Hemmm..... tua bangka rongsokan itu. Belum mampus dia rupanya! Kenapa kalian
mencariku..... Eh, kawanmu yang satu itu apakah dia bisu. Atau tuli" Dari tadi dia
hanya menlengos-melengos saja memandang ke jurusan lain!"
"Kawanku ini sudah cukup lanjut usianya. Jadi harap dimaklumi kalau dia merasa
kikuk menghadapi Ratu...."
"Rambut gondrong! Kau pandai bicara! Katakan apa yang kalian mau"!"
tanya sang ratu.
"Kami perlu bantuanmu untuk menangkap hidup atau mati seorang manusia bernama
Randu Ireng. Kami mewakili para sahabat dari dunia persilatan. Menurut Si Segala
Tahu hanya kau yang sanggup menghadapi Randu Ireng....."
"Mengapa kalian menginginkan orang itu?" tanya Ratu Mesum.
Semula Wiro tak mau berterus terang. Dia melirik pada Ningrum. Ketika mendapat
isyarat maka diapun menjawab "Randu Ireng kini menguasai sebuah cincin keramat.
Jika benda itu tidak segera dirampas dan dilenyapkan dari atas dunia ini, rimba
persilatan akan dilanda bahaya besar! Maut akan bertebaran di delapan penjuru
angin....."
"Kalau semua orang para mampus, apa perduliku?" tukas Ratu Mesum.
"Kau betul. Apa perdulimu....!" Wiro mulai jengkel.
"Gondrong! Apakah kau sadar kalau kau dan kawanmu itu tak bakal keluar hiduphidup dari tempat ini....."!"
Ningrum semakin tegang. Tenaga dalam dilipat gandakannya ke tangan kanan.
Didengarnya Wiro berkata "Kalau takdir mengatakan kami memang harus mati di
tempat ini ya, mau dikata apa" Tapi apakah kau tak mau memberikan sedikit
keringanan. Kami mendengar selain wajahmu yang cantik luar biasa, tak ada duanya
di dunia ini, selain tubuhmu yang bagus dan mulus tak ada perempuan lain yang
bisa menandinginya, tidak juga permaisuri atau selir raja, tidak juga Nyai Rara
Kidul dari pantai selatan, kami tahu kau juga seorang pemurah. Nyawa kami berdua
tentu tak ada harganya di hadapanmu. Aku rela mati setiap saat asal kau berjanji
mendapatkan cincin keramat itu dari tangan Randu Ireng!"
"Cincin itu.... apakah yang terbuat dari baja dan bergambar kepala ular sendok?"
bertanya Ratu Mesum.
"Betul sekali Ratu...." Sahut Wiro. Dia maklum kalau ucapannya yang serba memuji
tadi kini berhasil melunakkan hati sang ratu. Maka diapun menambahkan
"Semua para tokoh silat di luar sana menganggap hanya Ratu lah yang mampu
melakukan hal itu...."
BASTIAN TITO 50 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ratu Mesum tertawa "Semua tokoh silat itu tokoh tolol! Apakah mereka mengira aku
suka terhadap semua lelaki...." Kudengar manusia bernama Randu Ireng itu punya
seribu muka...."
"Betul Ratu. Hanya saja menurut Kakek Segala Tahu dia punya tanda hitam pada
matanya sebelah kanan...."
Ratu Mesum mengangguk beberapa kali sambil tangan kirinya mengusapi pahanya
sendiri. "Kita harus membuat perjanjian!" sang ratu kemudian berkata.
"Perjanjian
apa Ratu?" "Pertama kau dan aku, kita berdua melakukan perundingan di ruangan dalam.
Kedua, jika cincin itu berhasil didapat, maka cincin itu akan menjadi milikku...."
"Mana bisa begitu!" Ningrum membuka mulut untuk pertama kali. "Benda itu adalah
milik mendiang....."
Wiro sodokkan sikutnya ke rusuk Ningrum hingga perempuan yang menyamar sebagai
lelaki ini terhenti ucapannya.
"Hai, ternyata kawanmu itu tidak tuli dan bisu!" kata Ratu Mesum.
"Bagamana, kau setuju dengan perjanjian itu"!"
"Perjanjian kedua kami setuju," sahut Wiro. "Mengenai perjanjian pertama
bagaimana kalau kita laksanakan setalah cincin didapat. Percayalah aku tidak
akan mengingkari janji. Aku tidak akan mengecewakanmu."
Ratu Mesum menyeringai. "Siapa percaya mulut lelaki!" katanya.
"Kalau begitu terpaksa kami mencari orang lain yang dapat membantu. Kami minta
diri sekarang. Tempat ini panas sekali......" kata Wiro lalu kedua tangannya membua
dada pakaiannya lebar-lebar dan mengipas-ngipas seperti orang sedang kepanasan.
Sepasang mata Ratu Mesum melirik ke balik pakaian Wiro. Hatinya tercekat. Belum
pernah dia melihat lelaki memiliki dada bidang penuh otot seperti pemuda
berambut gondrong itu.
"Ratu, sudikah kau membukakan pintu keluar bagi kami.....?"
"Kalau kau sudi tidur denganku, segala keinginanmu aku penuhi!" Tanpa malu-malu
Ratu Mesum berkata seperti itu.
"Bagaimana kalau temanku ini saja yang melayanimu?" ujar Wiro pura-pura jual
mahal. "Si buruk itu" Janggut dan kumisnya memuakkan. Tubuhnya kecil dan parasnya pucat
seperti kurang darah. Gerak geriknya seperti ayam sakit!"
"Kalau kau memang tidak suka padanya biarkan dia pergi..... Nanti kita bisa
berunding lebih leluasa!"
Mendengar kata-kata Wiro, Ratu Mesum gerakkan tangan kanannya. Dinding tipis
yang tadi turun menutupi bagian depan ruangan itu naik ke atas. Wiro memegang
bahu Ningrum dan berkata "Kau tunggu kami di luar. Tak usah kawatir. Ratu cantik
ini akan menolong kita. Cincin itu pasti akan kita dapatkan kembali....."
Sejak tadi Ningrum sebenarnya ingin meninggalkan tempat ini. Tapi kini disuruh
pergi sendirian dia ingin menolak.
"Pergilah," bisik Wiro. "Kurasa sesuai petunjuk Si Segala Tahu aku sanggup
mengatur si cantik ganas ini....."
"Dia akan menipumu, lalu membunuhmu!" kata Ningrum.
"Tidak. Aku bukan macam lelaki tolol yang bisa disuguhinya sorga lalu
dihantamnya dengan neraka. Lihat saja nanti. Nah, pergilah!"
Akhirnya terpaksa juga Ningrum meninggalkan ruangan itu. Keluar dari terowongan
dan menunggu di tepi danau.
BASTIAN TITO 51 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Begitu Ningrum keluar, dinding yang tadi naik ke atas turun menutup kembali.
Kini tinggal Wiro Sableng dan Ratu Mesum berduaan. Mengira pemuda itu sudah
terpikat, sang ratu langsung saja hendak merangkulkan kedua tangannya ke leher
Wiro. Tapi murid Sinto Gendeng cepat berkelit. Sambil menjaga jarak dia berkata
"Aku tahu apa artinya sorga dan neraka seperti tertulis di pintu masuk. Semua
orang mau sorga tapi tidak suka neraka. Termasuk aku. Aku tidak menganggap buruk
kau mempunyai sifat suka mencari kesenangan duniawi. Setiap manusia sudah punya
takdir hidup sendiri-sendiri sejak dia dilahirkan. Nah, bagaimana kalau kita
membuat perjanjian...."
"Perjanjian apa?" tanya Ratu Mesum. Tubuhnya terasa panas keringatan.
Dadanya turun naik dan cuping hidungnya kembang kempis. Sepasang matanya
memandang pada Wiro hampir tak berkedip. Jelas perempuan cantik ini tidak dapat
menahan hasratnya yang berkobar-kobar.
"Terus terang aku bukan manusia turunan alim," kata Wiro Sableng. "Aku bersedia
memenuhi apa kemauanmu, tapi aku tidak mau berakhir dengan kematian.....!"
"Aku telah bersumpah! Setiap lelaki yang jatuh dalam pelukanku harus mati!"
kata Ratu Mesum dan sepasang matanya tetap tak berkedip, memandang tajam ke arah
Wiro. "Sumpah teramat berat!" ujar Wiro. "Sumpah seperti itu bisa membunuh dirimu
sendiri Ratu! Kenapa kau sampai mengangkat sumpah seperti itu?"
"Kau tak berhak bertanya!"
Wiro garuk-garuk kepala.
"Lekas katakan apa perjanjian yag kamu maksudkan tadi!"
"Aku mengikuti apa maumu, tapi kau juga harus berjanji untuk membantu merampas
cincin keramat itu dari tangan Randu Ireng!"
"Jika aku tak sudi"!"
"Lebih baik aku angkat kaki dari sini sekarang juga!"
"Tidak pernah satu lelakipun keluar hidup-hidup dar ruangan ini!"
"Kalau begitu mari kita berkelahi sampai salah satu dari kita menemui ajal!"
Ratu Mesum tertawa panjang mendengar tantangan itu.
"Kulihat kau memang memiliki tenaga dan otot. Kulihat kau memang ada membekal
senjata di balik pakaianmu. Tapi kepandaian apa yang kau miliki hingga berani
menantang aku"!"
"Aku memang berani tapi kau"!" balas Wiro.
"Jangan kira aku pengecut!" teriak Ratu Mesum marah. Begitu teriakannya lenyap
tubuhnya berkelebat menjadi bayang-bayang merah. Wiro merasakan ada angin deras
menghantam ke arah tenggorokan dan ke bawah selangkangan. Ternyata sang ratu
lancarkan serangan berupa jotosan maut ke leher dan tendangan mematikan ke bawah
perut. Perempuan itu yain benar salah satu dari serangan kilatnya itu pasti akan
menemui sasaran. Namun betapa kagetnya ketika dua-dua serangannya hanya mengenai
tempat kosong. Sebaliknya jika dia tidak lekas menyingkir, pinggangnya hampir
kena ditelikung si pemuda!
Ratu Mesum tegak di sudut ruangan. Matanya berkilat-kilat memandang Wiro.
Pendekar 212 menyeringai. "Bagaimana, kau kecapaian atau tak punya nyali lagi
meneruskan perkelahian ini"!"
BASTIAN TITO 52 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Mampuslah!" teriak Ratu Mesum. Tangan kanannya dihantamkan ke depan.
Selarik sinar merah menderu. Meski baru berkelahi dua jurus tetapi saking
marahnya perempuan ini langsung keluarkan pukulan sakti pada jurus ketiga.
Murid Sinto Gendeng yang memang sudah berjaga-jaga sambut pukulan dengan pukulan
"dinding angin berhembus tindih menindih". Ratu Mesum tersentak kaget ketika
mendengar ada suara angin menderu, menerpa ke arahnya. Dan dia jadi lebih kaget
lagi ketika melihat sinar merah pukulannya buyar berantakan dan tiba-tiba saja
tubuhnya seperti dilabrak angin punting beliung, terbanting ke belakang,
terseret ke samping. Ketika dia berhasil mengimbangi diri dan melompat ke
samping, dinding batu pualam di belakangnya terdengar mengeluarkan suara
berderak! Ratu Mesum berpaling. Dinding tebal itu ternyata retak besar, sebagian
batu pualamnya hancur dan tanggal berjatuhan.
"Pemuda keparat! Kau merusak tempat kediamanku!" teriak Ratu Mesum marah.
Tubuhnya melesat ke atas. Kedua tangannya bergerak menyingkapkan pakaian
merahnya tinggi-tinggi. Saat itu pula bertabur bau sangat harum yang menusuk
hidung Pendekar 212 Wiro Sableng. Sesaat pendekar ini seperti gelagapan ketika
bau harum aneh itu merasuk jalan pernafasannya. Namun tak selang beberapa lama
dia dapat mengatur jalan nafasnya kembali dan cepat memasang kuda-kuda baru.
Turun ke lantai Ratu Mesum terkejut bukan main. Ketika melompat tadi dia telah
keluarkan hawa harum yang merupakan senjata andalannya. Hawa harum itu
mengandung racun jahat yang dapat membuat lawan menjadi lemas dan jatuh pingsan.
Selama ini tak satu orangpun sanggup mempertahankan diri dari kehebatan imunya
itu. Namun sekali ini dia melihat kenyataan yang hampir tak dapat dipercaya.
Jangankan pingsan, lemaspun pemuda itu tidak sama sekali. Perlahan-lahan
kemarahan sang ratu jadi mengendur malah berubah menjadi kagum. Dalam hati
kecilnya dia berkata, kalau saja pemuda lihay ini dapat menjadi kawan hidupnya,
mungkin dia mau mempertimbangkan untuk meninggalkan jalan sesat yang selama ini
ditempuhnya, hidup menjadi perempuan baik-baik.
"Orang muda, siapa kau sebenarnya"!" bertanya Ratu Mesum.
Wiro Sableng tersenyum.
"Penting sekalikah namaku bagimu.....?" tanya Wiro.
"Aku bersedia membantu mendapatkan cincin mustika itu." kata Ratu Mesum seperti
tidak acuh akan pertanyaan Wiro tadi.
Wiro yang maklum apa maksud kata-kata perempuan tu tersenyum lebar dan berkata
"Kalau tadi-tadi kau jelaskan hal itu tak perlu kita sampai berkelahi segala....."
"Hebat berkelahi belum tentu hebat di tempat lain. Aku perlu mengujimu. Jika kau
nanti mengecawakan sumpahku akan berlaku!" Habis berkata begitu Ratu Mesum tekan
dinding di belakangnya dengan siku kanan. Dinding batu itu terbuka. Di belakang
dinding kini terpampang sebuah ruangan tidur yang sangat indah. Ratu Mesum
melangkah berlenggak lenggok lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang besar.
Tangan kanannya melambai memanggil Wiro.
"Ratu keparat!" kata Wiro dalam hati, "Kau akan lihat. Aku bukannya ayam aduan
yang hebat dalam persabungan, tapi keok di tangan ayam betina!" Sekali lompat
saja pendekar ini sudah berada di atas tempat tidur.
Ratu Mesum menggeliat. Entah kapan tangannya bergeark tahu-tahu buhul-buhul
ikatan pakaian merahnya di sebelah depan terbuka. Wiro kini melihat sosok tubuh
yang sangat elok menakjubkan, yang tak pernah dilihatnya sebelumnya. Sesaat dia
seperti mendengar ucapan Kakek Segala Tahu : "Mana ada kucing menolak daging....."
BASTIAN TITO 53 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Ketika hari mulai gelap, Ningrum yang menunggu di mulut lobang dekat perahu kayu
menjadi gelisah.
"Pemuda keparat! Aku disuruhnya menjadi patung di sini! Dia sendiri bersenangsenang di dalam sana!" maki perempuan itu. dia tak tahu hendak berbuat apa


Wiro Sableng 023 Cincin Warisan Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selain melangkah mundar mandir. Sekali karena sangat kesalnnya dia tendang
perahu milik Ratu Mesum. Untung tidak rusak.
Malam tiba. Udara dalam terowongan itu ternyata dingin sekali. Keletihan,
Ningrum membaringkan tubuhnya dalam perahu. Sampai tengah malam Pendeakar 212
Wiro Sableng tak kunjung muncul. Ningrum menunggu terus terkantuk-kantuk.
Akhirnya perempuan ini jatuh tidur. Dia terbangun ketika dirasakannya ada orang
yang menepuk-nepuk bahunya. Dibukanya kedua matanya dan duduk. Di hadapannya
tegak pemuda itu yang kini telah mengganti pakaian putihnya dengan pakaian
merah. Tegak sambil tersenyum-senyum.
"Kukira kau sudah mati di dalam sana!" kata Ningrum saking marahnya, lalu turun
dari perahu. Ratu Mesum tampak tenang-tenang saja.
"Pakaian merah itu, tentu kau dapat dari dia...." Ningrum membuka mulut kembali.
"Apa kauingin pakaian seperti itu?" Ratu Mesum bertanya.
Ningrum tak menyahut. Ratu Mesum menggelungkan tangannya ke tangan Wiro. "Kita berangkat sekarang.....?"
tanyanya. Wiro mengangguk "Makin cepat makin baik...."
"Tapi ingat janjimu. Setelah urusan kita selesai, kau dan aku kembali kemari...."
Wiro garuk-garuk kepala dan melirik pada Ningrum. "Itu bisa diatur Ratu,"
sahut Murid Sinto Gendeng. "Ke mana tujuan kita yang pertama" Air terjun Banyu
Abang atau Bukit Merak Biru.....?"
"Bukit Merak Biru lebih dekat. Sebaiknya kita menyelidik ke sana dulu. Kalau
orang yang kita cari tidak ada di situ, kita baru ke air terjun itu. K
ita harus bergerak cepat. Bisakah kawanmu yang seperti ayam sakit ini berlari
cepat"!"
Dikatakan ayam sakit membuat Ningrum jengkel sekali. Ingin dia menampar mulut
perempuan itu. Tapi sadar kalau dia membutuhkan bantuannya maka dengan menahan
hati perempuan yang menyamar jadi laki-laki ini berusaha mempersabar diri.
Sambil melangkah ke mulut goa Wiro menerangkan pada Ningrum bahwa menurut
pengetahuan Ratu Mesum orang yang mereka cari yakni Randu Ireng sering berada di
Bukit Merak Biru atau air terjun Banyu Abang. Mereka akan menyelidik di kedua
tempat itu. Mereka tidak mempergunakan perahu, melainkan langsung naikke darat dan
mengandalkan kepandaian berlari cepat. Ratu Mesum tampak agak heran juga ketika
melihat Ningrum mampu berlari walau tertinggal beberapa langkah di belakang.
Kembali sang ratu membuka mulut mengejek "Tidak sangka kawanmu yang jelek itu
memiliki ilmu lari....."
Ningrum berbuat seolah-olah tidak mendengar. Yang saat ini dikawatirkannya ialah
kalau cincin baja putih berhasil dirampas dari tangan Randu Ireng, apa tidak
mustahil Ratu Mesum akan melarikannya"
Sementara itu pagi yang cerah menjadi panas ketika sang surya mulai menebarkan
sinar teriknya. Menjelang sore mereka sampai di tujuan pertama yakni Bukit Merak
Biru. Di puncak bukit, di bagian yang berbatu-batu terdapat sebuah BASTIAN TITO
54 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
rumah yang keseluruhan dinding, lantai, dan atap terbuat dari rotan. Setelah
diperiksa rumah itu ternyata kosong.
"Dia tak ada di sini.... " kata Ratu Mesum.
"Kalau begitu kita terus ke air terjun Banyu Abang." Berkata Ningrum.
"Betul." Menyetujui Wiro.
Ratu Mesum tertawa lebar sambil geleng-gelengkan kepala.
"Mengapa kau menggeleng. Kau tidak suka kita segera meneruskan perjalanan....?"
Tanya Wiro pula.
"Tidak kalian lihatkah matahari sudah hampir lenyap, tenggelam di sebelah barat
sana" Sebentar lagi malam tiba. Malam sepi dan dingin. Aku tidak suka mengadakan
perjalanan pada malam hari. Malam adalah saat untuk istirahat dan berhangathangat....."
Jijik sekali Ningrum mendengar ucapan Ratu Mesum itu. kejengkelannya semakin
bertumpuk. Wiro Sableng sendiri maklum apa maksud tujuan kata-kata Ratu Mesum
tadi. Perempuan itu memandang sesaat padanya lalu masuk ke dalam rumah rotan
tanpa menutupkan pintu.
"Mari kita masuk....." mengajak Wiro
Ningrum menggeleng. "Aku tak akan masuk. Lebih baik mati kedinginan di luar
sini!" "Kenapa tak mau masuk?" tanya Wiro heran.
"Kalau kau mau masuk, masuklah. Bukankah perempuan itu tadi jelas hendak
mengajakmu berhangat-hangat....?"
Menyadari bahwa orang yang menyamar seperti laki-laki itu sebenarnya adalah
perempuan membuat Wiro tertawa. Maka diapun berkata "Semua ini terjadi karena
maksudku menolongmu. Jika kau memang tak ingin mendapatkan cincin mustika itu
serta tak ada rencana hendak membalas dendam terhadap Pangean Arga Kusumo lebih
baik aku pergi saja dari sini!"
Ningrum terdiam. Lalu pergi duduk di atas sebuah batu besar.
"Jika sahabatmu itu tidak mau masuk, buat apa dipaksa"!" Terdengar suara Ratu
Mesum dari dalam rumah rotan. "Bukankah malah lebih baik kalau dia tidak ikut
masuk ke dalam sini....?"
Wiro hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia memandang sekali lagi ke arah Ningrum
lalu masuk ke dalam rumah.
"Jangan lupa menutup pintu Wiro," kata Ratu Mesum sambil lontarkan senyum
memikat. Sesaat setelah Wiro menutup pintu perempuan ini langsung memeluknya.
Nafasnya terasa panas tanda nafsunya berkobar-kobar.
BASTIAN TITO 55 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS Air terjun Banyu Abang terletak di gunung berapi yang telah mati. Tingginya
sekitar empat tombak, tidak terlalu lebar namun bentuknya yang melengkung
membuat indah sekali. Apalagi bagian belakang air terjun itu merupakan batu-batu
padas berwarna merah gelap hingga dari depan dan dari samping jika diperhatikan
air terjun itu kelihatan kemerah-merahan.
Suasana di tempat itu sunyi dan redup. Yang terdengar hanya deru air terjun yang
mengalir dan jatuh di atas batu-batu besar di sebelah bawah, kemudian membentuk
sungai kecil dangkal berair sangat jernih. Sesekali terdengar suara burung hutan
berkicau, lalu terbang dan berkicau lagi di tempat lain.
"Aku tidak melihat sebuah bangunanpun di sini....." kata Ningrum sambil memandang
berkeliling. "Apakah manusia bernama Randu Ireng itu betul bisa ditemui di
sini....?"
"Kau tahu apa tentang orang itu...." kata Ratu Mesum ketika jelas merasa orang
tidak mempercayainya. Perempuan ini memegang lengan Wiro dan menunjuk ke atas
sebuah pohon tinggi besar berdaun lebat. "Lihat rumah kayu di atas sana......"
Di antara beberapa cabang pohon besar yang ditunjuk Ratu Mesum ternyata memang
terdapat sebuah rumah papan, lengkap dengan tangga kecil. "Itu rumah Randu
Ireng...." Bisik Ratu Mesum.
"Sekarang bagaimana kita mengatur rencana....?"
"Serahkan padaku!" jawab sang ratu. "Kalian berdua harus bersembunyi.
Jangan terlihat Randu Ireng. Sekali dia sempat melihat kalian berantakan
rencanaku.....!"
"Apa yang hendak kau lakukan?" tanya Wiro Sableng ingin tahu.
Ratu Mesum pegang jari-jari tangan pemuda itu lalu menciumnya seraya berkata
"Kau lihat saja. Jangan cemburu. Apa yang aku berikan padamu tak akan kuberikan
pada manusia itu....."
"Kau harus hati-hati," ujar Wiro. "Dan yang penting cincin itu harus kau
dapat....!"
"Jangan kawatir!" jawab Ratu Mesum. Sekali lagi dia mencium jari-jari Wiro lalu
dengan gerakan cepat ditinggalkannya tempat itu, lari menuruni tebing batu-batu
cadas licin. Jika tidak memiliki kepandaian tinggi seseorang tak dapat menuruni
tebing itu apalagi sambil berlari seperti yang dilakukan Ratu Mesum. Sekali kaki
terpeleset, tubuh akan jatuh ke bawah, disambut batu cadas keras.
Beberapa saat lamanya tubuh Ratu Mesum tak kelihatan. Tak lama kemudian tampak
sosok bayangan merah di belakang air terjun. Ternyata perempuan itu sudah ada di
bawah air terjun.
"Apa yang dilakukannya di situ. Mengapa dia justru menuju air terjun. Bukan ke
rumah di atas pohon sana......?" bisik Ningrum.
"Akupun tidak mengerti. Kita lihat saja. Manusia seperti dia punya seribu satu
akal. Berkepandaian tinggi, cerdik dan berbahaya......"
"Dan memiliki nafsu menjijikkan!" sambung Ningrum.
Wiro tak menjawab. Makian Ningrum yang ditujukan pada Ratu Mesum sama saja
dengan makian yang ditujukan padanya. Karena diapun telah menjadi "korban"
nafsu sang ratu. Wiro memandang ke arah air terjun. Ningrumpun tak berkata apaapa lagi. Ikut memandang ke jurusan yang sama.
BASTIAN TITO 56 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Eh.....?" Wiro berseru kecil. Di bawah sana, Ratu Mesum dilihatnya melangkah di
atas batu-batu cadas basah, keluar dari belakang air terjun, menuju ke sebelah
depannya. Dan saat itu perempuan ini sama sekali tidak mengenakan apa-apa lagi.
Tubuhnya yang bugil putih dan mulus elok itu tampak seolah-olah berkilau disiram
sinar matahari.
"Gila! Ternyata dia mau enak-enakan mandi di air terjun!" kembali terdengar
suara Ningrum. "Diam sajalah!" tukas Wiro. "Terlalu keras bicara, salah-salah suaramu akan
terdengar oleh Randu Ireng....."
Dari arah air terjun di mana Ratu Mesum saat itu berada dan duduk di sebuah batu
besar sambil menjulurkan sepasang kakinya yang bagus, lalu menyiram-nyiramkan
air sungai sedikit-sedikit ke tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara nyanyian
merdu. Yang menyanyi ternyata sang ratu sendiri.
Air terjun Banyu Abang
Banyu Abang banyu yang sejuk
Nikmatnya mandi bersiram air dan matahari
Sayang hanya seorang diri
Banyu Abang banyu yang sejuk
Tempat yang indah untuk merajuk
Pesinggahan yang menyenangkan bagi pengelana
Berpolos diri saling menggoda
Nyanyian itu dinyanyikan berulang kali oleh Ratu Mesum. Dan Wiro maklum kalau
perempuan tersebut telah mengerahkan tenaga dalamnya. Kalau tidak suara
nyanyiannya tak mungkin terdengar keras, menggema sampai ke atas tebing, hampir
mengalahkan deru air terjun.
Sudut mata Ningrum menangkap satu gerakan. Dia cepat berpaling, menoleh ke arah
pohon besar lalu cepat-cepat menggamit Wiro dan berbisik "Ada orang keluar dari
rumah di atas pohon!"
Wiro cepat berpaling, memandang ke arah pohon. Memang benar. Saat itu pintu
rumah kayu di atas pohon tampak sudah terbuka dan seorang lelaki berpakaian
putih nampak tegak di atas cabang besar. Orang ini mengenakan pakaian serba
putih dengan ikat pinggang kulit besar melilit di pinggangnya. Di kepalanya ada
sapu tangan besar putih yang dilipat berbentuk segitiga, diikatkan membentuk
topi. Orang ini tegak bekacak pinggang, memandang lurus-lurus ke arah iar terjun
di mana saat itu Ratu Mesum masih terus duduk berselunjur, memain-mainkan air
sambil terus bernyanyi.
"Itu manusianya yang bernama Randu Ireng?" tanya Ningrum.
Wiro tak segera bisa menjawab. Tampang dan pakaian orang itu jauh berbeda dengan
manusia yang ditemuinya pada malam hujan lebat di mana terjadi pembunuhan atas
puluhan perajurit Demak.
"Tak dapat kupastikan. Jarak kita dengan dia terlalu jauh. Kalau pakaian dan
tampangnya jelas berbeda dengan orang yang kulihat malam itu. Kalau saja aku
bisa melihat matanya....."
Tiba-tiba, seperti seekor burung besar, orang di atas pohon melompat, melayang
turun dan menjejakkan kedua kakinya di atas batu cadas sejauh delapan tombak
dari tempat Wiro dan Ningrum bersembunyi. Pendekar ini cepat memberi isyarat
dengan tangan pada Ningrum agar tidak bergerak dan jangan bicara.
BASTIAN TITO 57 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Di bawah sana Ratu Mesum masih terus menyanyi. Lelaki di atas batu cadas sekali
lagi tampak melompat, melompat dan melompat. Tubuhnya kini seperti bola karet.
Empat kali lompatan akhirnya dia sampai di depan Ratu Mesum.
Perempuan itu tampak terkejut. Mengeluarkan pekik kecil lalu berusaha menutupi
auratnya dengan kedua tangannya.
Lelaki berpakaian putih terdengar tertawa.
"Bidadari dari mana yang kesasar turun ke bumi dan mandi di air terjun Banyu
Abang.....!"
"Siapa kau! Laki-laki lancang! Barani mengintip perempuan mandi!" teriak Ratu
Mesum. Wajahnya menunjukkan mimik marah.
"Aku adalah aku! Kau siapa bidadariku"!"
"Pergi!" Ratu Mesum cepat berdiri. Tapi orang di depannya lebih cepat menekan
bahunya. Kedua matanya berkilat-kilat. Seumur hidup belum pernah dia melihat
perempuan secantik ini. dan dalam keadaan bugil begini rupa. Sepasang payudara
yang putih kencang, pinggang ramping yang berakhir pada pinggul yang besar.
Perut yang licin mulus, sepasang paha dan kaki yang sangat indah. Sekujur tubuh
lelaki itu mendadak menjadi kencang.
"Selain cantik kau juga pandai menyanyi!" Lelaki tadi memuji. "Aku senang sekali
bila bisa ikut mandi bersamamu!" Lalu orang itu membuat gerakan hendak membuka
bajunya. "Lelaki kurang ajar! Pergi atau aku akan menjerit......!"
"Kalau kau menjerit lalu kenapa....."
"Tidak disangka. Aku sengaja lari dari rumah karena hendak dipaksa kawin dengan
kakek-kakek tua keparat itu. Tahu-tahu kini bertemu dengan lelaki jahat....!"
"Ah, rupanya kau dewi yang minggat dari rumah. Dengar, aku bukan orang jahat.
Dan aku masih muda. Tampangku tentu tidak sejelek kakek tua itu bukan"
Ha...ha.....ha....!"
"Pergi sana! Lelaki gila!" teriak Ratu Mesum. Dia berusaha meneliti mata kanan
orang di depannya. Untuk melihat apakah ada bintik hitam pada bagian putih mata
itu. Tetapi karena dia duduk di bawah sedang orang berdiri agak sulit baginya
untuk memperhatikan.
"Dewiku, mungkin benar hari ini aku iba-tiba telah menjadi gila! Tergila-gila
padamu! Hai, tahukah kau aturan kehidupan di tempat ini.....?"
"Tidak! Dan perduli amat segala macam aturan! Memangnya kau yang memiliki tempat
ini...."!" tukas Ratu Mesum.
"Tentu saja memang aku yang menjadi penguasa di tempat ini. aturanku, siapa yang
berani mandi di air terjun Banyu Abang tanpa seizinku, jika dia lelaki akan
kubunuh. Jika dia seorang perempuan yang aku tidak berkenan juga akan kubunuh.
Tetapi jika dia soerang perempuan cantik sepertimu maka dia harus tunduk pada
perintahku.....!"
"Tunduk pada perintahmu.....Hik....hik.....hik.....!" Ratu Mesum tertawa panjang sambil
mainkan lidahnya yang merah dan perlihatkan barisan gigi-giginya yang putih
rata. Membuat orang di hadapannya semakin blingsatan. "Tunduk padamu katamu"!
Memangnya kau sultan atau raja.... Tampang adipatipun kau tak punya!"
Diejek seperti itu orang tadi tidak tampak marah malah ikut-ikutan tertawa
"Sultan atau Raja, apalagi adipati bukan apa-apa bagiku! Aku jauh lebih hebat
dari pada mereka semua.....!"
"Walah! Ternyata kau hanya seorang yang tidak waras! Kau pasti turunan orang
hutan. Eh, apakah kau punya nama....."
"Kau boleh menyebut namaku apa saja!"
BASTIAN TITO 58 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Monyet, begitu! Atau lutung....."!" ujar Ratu Mesum. Kedua tangannya masih
menutupi dada sedang kedua paha dilipat dan dinaikkan ke atas.
"Boleh-boleh saja kau menyebut aku begitu!"
"Kau betul-betul hebat," kata Ratu Mesum pula. "Tapi aku tidak suka pada lelaki
berotak miring dan bicara ngacok sepertimu. Menyingkirlah!"


Wiro Sableng 023 Cincin Warisan Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak! Kau telah mandi di Banyu Abang. Berarti kau berada dalam kekuasaanku.
Kau harus ikut aku!"
"Ikut kau" Ikut ke mana....?"
"Ke rumahku di atas pohon sana!"
"Ah, ternyata kau bangsa tikus pohon atau tupai!"
"Jika kau menurut baik-baik kau akan kuperlakukan dengan baik. Jika membantah
tubuh dan wajahmu yang cantik akan kubuat cacat!" lelaki itu mengancam.
"Aku mau lihat apakah kau sanggup dan berani melakukannya!" kata Ratu Mesum.
Lalu dia turunkan kedua tangannya, busungkan dada, pejamkan mata dan angsurkan
wajahnya! Melihat ini tentu saja lelaki itu menjadi salah tingkah, bergeletar
sekujur tubuhnya, hampir tak dapat menahan rangsangan. Kemudian dilihatnya mulut
dengan bibir yang basah itu mengeluarkan suara "Jika kau memberitahu namamu,
mungkin aku mau ikut denganmu."
"Sebut saja namaku Danupaya....." kata lelaki itu.
"Danupaya....?" Desis Ratu Mesum. "Berlututlah biar dekat. Aku ingin melihat
wajahmu agar tahu apakah kau betul bernama Daupaya...."
Seperti terkena sihir lelaki itu perlahan-lahan berlutut di depan Ratu Mesum.
Sepasang mata sang ratu terbuka sedikit. Senyum bermain di mulutnya. "Kau
berdusta. Namamu bukan Danupaya....."
"Heh..... Lalu kau mau nama apa" Kau boleh panggil Singgil Manik atau sebut aku
Tunggul Ambang atau....."
"Dengar, aku mulai suka padamu. Ternyata wajahmu cukup tampan juga.
Tetapi aku tidak suka pada lelaki yang berbohong. Hanya lelaki pengecut yang
sengaja menyembunyikan namanya!"
"Baiklah, kukatakan namaku sebenarnya. Aku Randu Ireng....."
Kedua mata Ratu Mesum membuka lebih lebar. Perhatiannya tertuju pada mata kanan
orang yang berlutut di depannya. Dalam jarak sedekat itu kini dia dapat melihat
jelas lelaki itu memiliki bintik hitam pada matanya sebelah kanan. Tanda pasti
yang ditunjukkan oleh Kakek Segala Tahu danyang telah disampaikan Wiro padanya!
Tanda bahwa orang itu memang Randu Ireng!
"Kau masih saja mau berdusta. Kau bukan Randu Ireng. Katakan namamu
sebenarnya....!" Kata Ratu Mesum pula.
"Demi segala setan penghuni air terjun ini, aku bersumpah tidak berdusta. Aku
memang Randu Ireng!"
Ratu Mesum geleng-gelengkan kepala. Basahi bibirnya dengan ujung lidah, turunkan
kedua kakinya yang membuat lelaki di depannya tambah membeliak tak berkesip.
"Tidak mungkin..... tidak mungkin kau Randu Ireng. Randu Ireng yang sebenarnya
lebih hebat dari raja, lebih tinggi dari sultan. Aku mendengar manusia bernama
Randu Ireng itu adalah turunan penguasa laut selatan dan luat utara....
Memiliki kekuatan hebat yang sanggup menghancuran gunung dan meleburkan bukit.
Jangankan gunung dan bukit, batu di depan sana itupun kau tak sanggup
menghancurkannya!"
Lelaki yang berlutut di hadapan Ratu Mesum jadi tercekat. Dengan tangan kosong
memang tak mungkin baginya menghancurkan batu itu. Tapi.....
BASTIAN TITO 59 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kau betul-betul mau melihat aku menghancurkan batu itu.....?"
"Sudahlah! Jangan mimpi. Menyingkirlah. Aku harus pergi...." Ratu Mesum berdiri
dan karena lelaki itu masih berlutut perut perempuan itu tepat di dapan
kepalanya, hampir menempel ke hidungnya. Tak sanggup lagi menahan rangsangan
yang membakar dirinya, lelaki itu langsung memagut pinggul Ratu Mesum, menciumi
perutnya. "Lelaki kurang ajar!" Ratu Mesum dorong tubuh orang itu kuat-kuat hingga
terjengkang tapi tak sampai jatuh ke dalam air.
"Jangan pergi! Aku akan buktikan padamu aku sanggup menghancurkan batu itu.
Kalau tidak jangan panggil aku Randu Ireng!" lalu orang ini susupkan tangannya
ke balik pakaian. Dia mengeluarkan sebuah kentong kulit berwarna hitam yang
diikat erat-erat ke tali pinggang celananya. Dari dalam kantong ini
dikeluarkannya sebuah benda putih berkilat-ilat yang langsung disusupkannya ke
jati telunjuknya. "Lihat batu itu!" katanya seraya menunjuk dengan jari telunjuk
tangan kanannya. Giginya bergerak menggigit bibir sebelah bawah. Satu suara aneh
seperti seruling mencuat menyakitkan telinga Ratu Mesum. Detik itu juga tiga
larik sinar putih halus menyilaukan melesat, menghantam batu besar, membuat batu
itu hancur berantakan.
"Sudah kau saksikan"!"
Ratu Mesum kedip-kedipkan mata. "Mungkin kau hanya menyihirku.
Membalik pemandangan mataku. Coba kau hancurkan lagi batu yang disebelah sana
kalau bisa!"
"Kenapa tidak bisa!"
Seperti tadi orang itu acungkan jari telunjuk tangan kanannya. Saat itu Ratu
Mesum segera dapat melihat bahwa cincin yang dipakainya memang adalah cincin
keramat yang tengah mereka cari. Cincin baja putih dengan hiasan kepala ular
kobra. Cincin warisan setan yang telah menggemparkan dunia persilatan, dicari dan
dikejar orang, mulai dari paar tokoh silat sampai orang-orang istana.
"Lihat!" kata lelaki itu lagi. Dia anggukkan kepala sedikit, gigit lagi
bibirnya. Seperti tadi terdengar kembali bunyi seruling melengking, disusul oleh kiblatan
tiga larik sinar menyilaukan. Sesat kemudian batu besar yang satu itupun hancur
pula berkeping-keping.
"Ah, sekarang aku percaya kau adalah Randu Ireng. Orang terhebat di delapan
penjuru angin. Kau tidak berdusta bahwa kau memang lebih hebat dari sultan
maupun raja. Cuma, aku minta bukti sekali lagi. Kau lihat pohon besar di atas
tebing sana"
Coba kau hancurkan bagian batang sebelah bawah, dekat akarnya......"
Randu Ireng tertawa lebar. "Kalau batu saja hancur lebur apalagi batang kayu.
Lihat!" Lelaki itu acungkan jarinya, gigit bibir. Dan untuk ketiga kalinya kembali
terdengar suara bersuit. Sinar putih berkiblat tiga larik. Melesat ke arah pohon
besar di atas tebing di belakang mana Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ningrum
bersembunyi. Ketika melihat datangnya sinar maut menyambar ke arah pohon Ningrum terpekik.
Kaget dan marah. Wiro cepat mendorong tubuh perempuan itu keras-keras ke
samping. Dia sendiri menyusul berguling selamatkan diri.
"Blus!"
"Braak!"
Pohon besar hancur. Batangnya patah di sebelah bawah dan akarnya terbongkar dari
tanah. "Perempuan keparat itu hendak membunuh kita!" ujar Ningrum.
BASTIAN TITO 60 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Di bawah sana, Randu Ireng tersentak kaget. Bukan karena tumbangnya pohon,
melainkan ketika mengetahui ada orang di atas tebing.
"Hei! Ada orang di atas sana! Keparat! Siapa mereka! Kawan-kawanmu"!"
"Aku datang ke mari sendirian. Sipapun mereka pasti bermaksud tidak baik!"
jawab Ratu Mesum. "Mari kita menyelidik ke atas sana. Tapi aku berpakaian dulu!"
Lalu dia melangkah ke arah air terjun. Tapi begitu sampai di belakang Randu
Ireng, perempuan ini hantamkan pinggiran tangan kanannya ke leher orang itu.
"Kraak!"
Terdengar suara patanya tulang leher Randu Ireng. Tubuhnya terhuyung sesaat,
tangan kirinya menggapai-gapai mencari keseimbangan. Perlahan-lahan Randu Ireng
coba memutar tubuh menghadapi ke arah Ratu Mesum.
"Perempuan keparat! Penipu laknat! Mampuslah!"
Randu Ireng acungkan jari telunjuknya ke arah Ratu Mesum. Tapi lehernya yang
patah membuat tubuhnya hilang kekuatan. Tangan kanan itu bergetar bergoyanggoyang. Randu Ireng gigit bibirnya. Namun sebelum hal ini sempat dilakukannya
tendangan kaki kanan Ratu Mesum mendarat tepat di mukanya. Mulut dan hidung
Randu Ireng hancur. Darah kental mengucur. Kepala dan tubuhnya mencelat dan
segera jatuh ke dalam air. Ratu Mesum cepat menyergap untuk meloloskan cincin
baja putih dari telunjuk Randu Ireng, namun saat itu entah dari mana datangnya
bekelebat sesosok tubuh. Ketika sosok tubuh ini lenyap, tubuh Randu Irengpun tak
ada lagi di tempat itu. Ratu Mesum berteriak hendak mengejar. Namun segera
disadarinya orang yang berkelebat tadi telah menotok jalan darahnya di dada kiri
hingga dia hanya mampu bersuara tapi sama sekali tak sanggup menggerakkan
anggota tubuhnya!
Semula Ratu Mesum mengira yang melakukan itu adalah Pendekar 212 Wiro Sableng.
Namun ketika dia memandang ke arah tebing batu di jurusan tumbangnya pohon
besar, dilihatnya orang yang melarikan tubuh Randu Ireng ternyata berpakaian
rombeng, memakai caping bambu lebar. Di tangan kirinya ada sebatang tongkat dan
sebuah kaleng rombeng.
Di atas tebing, orang yang melarikan tubuh Randu Ireng berhenti. Dia menarik
lepas cincin pembawa malapetaka dari jari telunjuk Randu Ireng. Lalu tubuh yang
sudah tak bernyawa itu dilemparkannya ke bawah tebing, menggelinding ke bawah,
masuk ke dalam sungai. Mengambang lalu hanyut ke hilir.
Wiro Sableng dan Ningrum yang melihat kejadian yang serba cepat dan serba tak
terduga itu tegak terkesiap.
"Kakek Segala Tahu!" seru Wiro ketika dia kenali orang tua di depannya.
Si kakek tertawa lebar. Dia pindahkan kaleng butut ke tangan kanan lalu
kerontang-kerontangkan benda itu tiga kali.
"Tunggu apa lagi, lekas ikut aku!" katanya.
Ningrum, yang mengetahui cincin sakti milik suaminya telah beada di tangan si
kakek, langsung saja melompat mengikuti. Tapi Wiro sesaat tampak bingung. Akan
mengikuti orang tua itu atau turun ke air terjun.
"Hai!" si kakek memanggil. Ketika Wiro masih tegak tak bergerak, kakek itu
kembali, lalu menyeret lengannya. Wiro berusaha mempertahankan diri. Tapi
astaga! Tenaga si kakek ternyata tidak berada di bawahnya. Bagaimanapun dia mengerahkan
tenaga luar dalam tetap saja dia tertarik. Akhirnya pendekar ini terpaksa
mengikuti. "Kek, apa yag kau lakukan dengan perempuan itu.....!" tanya Wiro.
Yang ditanya tak menjawab. Di suatu tempat akhirnya Kakek Segala Tahu hentikan
larinya dan memandang pada kedua orang itu sambil acungkan cincin baja putih.
BASTIAN TITO 61 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalian tahu, kalau cincin ini tidak kurampas lebih dulu, perempuan bugil itu
akan menguasainya. Sekali benda ini berada di tangannya kiamatlah dunia
persilatan!"
"Akupun sudah menduga seperti itu kek," sahut Ningrum. "Perempuan jahat itu tak
bisa dipercaya. Tapi kawanmu ini sudah tergila-gila padanya hingga tak bisa
diingatkan!"
Wiro hanya garuk-garuk kepala.
Ningrum membuka mulut kembali. "Mengingat cincin itu adalah milik suamiku,
berarti aku harus menerimanya kembali." Tapi perempuan yang mnyamar jadi lakilaki ini jadi kaget ketika dilihatnya si kakek gelengkan kepala.
"Tidak. Tidak satu manusiapun di muka bumi ini boleh memiliki cincin warisan
setan ini. benda ini harus dikembalikan ke asalnya. Dari laut kembali ke dalam
laut. Aku akan membawanya ke pantai selatan dan membuangnya di sana...."
"Tapi....." potong Ningrum.
"Tidak ada tapi-tapian perempuan berkumis! Sebaiknya kau melupakan cincin ini.
Dengan demikian arwah suamimu akan tenteram di alam baka. Kau kembalilah ke
tempat gurumu....."
"Aku harus ke Kotaraja!" jawab Ningrum.
"Mencari pangeran bernama Arga Kusumo itu dan membalaskan dendam suamimu?" tanya
si kakek. "Apalagi. Itu kewajibanku untuk melakukannya."
"Dengar. Pangeran Arga Kusumo telah meninggal satu bulan lalu. Mati terkena
penyakit menular. Penyakit sampar! Nah, bukankah lebih baik bagimu kembali ke
tempat gurumu dari pada memaksakan diri ke Kotaraja.....?"
Ningrum terdiam. Kedua matanya tampak basah.
Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Ayo, buat apa berlama-lama di sini. Mari kita pergi!" kata Si Segala Tahu.
"Kalau kalian mau pergi, pergilah," kata Wiro.
"Heh, apa yang ada dalam benakmu orang muda?" tanya si kakek.
"Aku harus kembali ke air terjun itu. kulihat kau telah menotok perempuan itu!
aku tidak tega membiarkannya seperti itu. Paling tidak baru besok pagi totokanmu
lepas....."
Si kakek tertawa. "Pemuda aneh," katanya. "Apa kau tidak sadar kalau tadi
perempuan itu sengaja menyuruh Randu Ireng menghantam ke arah pohon adalah
karena dia bermaksud membunuhmu dan kawanmu ini"!"
"Aku tidak tahu kek. Mungkin dia tidak tahu kalau kami sembunyi di balik pohon....
Kini aku harus menolongnya!"
"Pemuda tolol! Kau bukan cum ingin menolong. Kau benar-benar telah jadi kucing
yang tak pernah menolak daging!"
"Kalau begitu biar kau saja yang menolongnya. Siapa tahu dia tertarik padamu....."
Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Wiro itu. "Aku cuma
seekor kucing tua yang sudah tak bergigi lagi. Mana sanggup melahap daging.....
Ha.....ha.....ha.....ha!" Setelah puas tertawa kakek itu menarik tangan Ningrum.
Keduanya berlalu dari hadapan Wiro. Pendekar 212 Wiro Sableng menarik nafas
panjang lalu berlari, kembali menuju air terjun Banyu Abang.
TAMAT BASTIAN TITO 62 Penguasa Gunung Lanang 2 Pendekar Sakti Im Yang Karya Rajakelana Pembunuh Berdarah Dingin 2

Cari Blog Ini