Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga Bagian 1
Cerita silat - Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga - cersil - Pendekar Terkutuk
Pemetik Bunga - baca komik - Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO
PENDEKAR TERKUTUK PEMETIK BUNGA
SATU SAMPAI menjelang tengah malam pesta perkawinan puteri Ki Lurah
Rantas Madan dengan putera Ki Lurah Jambar Wulung masih kelihatan
meriah. Tamu-tamu duduk di kursi masing-masing sambil menikmati
hidangan dan minuman yang diantar para pelayan serta sambil menikmati
permainan gamelan dan suara pesinden Nit Upit Warda yang lembut
mengalun membawakan tembang "Kembang Kacang."
Kedua mempelai yang berbahagia yaitu Ning Leswani dan Rana
Wulung kelihatan duduk diantara para tamu dibarisan kursi paling depan,
tepat dimuka panggung. Ki Lurah Rantas Madan duduk di samping Rana
Wulung bersama istrinya sedang Ki Lurah Jambar Wulung di sebelah Ning
Leswani juga bersama istrinya.
Karena masing-masing mempelai yang kawin adalah anak-anak lurah
dari dua desa yang berdekatan maka dengan sendirinya suasana
perkawinan meriah dan besar-besaran. Malam itu adalah malam pesta
perkawinan yang pertama dan besok lusa akan dilanjutkan dengan pesta
perkawinan yang kedua dan ketiga.
Pada menjelang dinihari di mana udara dinginnya mencucuk tulangtulang sampai ke sungsum, tamu-tamu sudah banyak yang pulang.
Beberapa orang yang masih disana sudah mengantuk bahkan banyak yang
tertidur seenaknya di kursi. Para pemain gamelan di bawah pimpinan
Ageng Comal tak ketinggalan ketularan kantuk sehingga Ageng Comal
menghentikan permainan sampai di situ.
Ki Lurah Rantas Madan dan Ki Lurah Jambar Wulung bersama istri
masing-masing berdiri dari kursi mereka dan disertai beberapa orang
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
lainnya kemudian melangkah mengiringi kedua penganten masuk ke dalam
rumah besar yang tentunya terus ke dalam kamar!
Namun, belum lagi rombongan ini mencapai tangga langkan rumah,
dari atas atap mendadak berkelebat satu sosok tubuh manusia, melompat
ke atas panggung! Kedua kakinya menjejak taron (salah satu alat bunyibunyian dalam permainan gamelan) sedang kedua tangan berkacak
pinggang. Jarak atap rumah dan lantai panggung demikian tingginya tapi
manusia tadi melompat ke atas taron tanpa menimbulkan suara
sedikitpun. Bahkan taron itu sama sekali tidak bergerak ataupun bergeser!
Orang ini masih muda belia, berbadan agak kurus dan tinggi.
Rambutnya gondrong sampai ke bahu. Pada parasnya yang gagah itu
terbayang sifat buas, apalagi jika diperhatikan sepasang bola matanya hal
itu akan lebih kentara lagi.
Pemuda ini mengenakan jubah hitam yang sangat panjang sehingga
menjela-jela di atas taron dan lantai panggung. Jubah hitam ini disulam
dengan bunga besar-besar berwarna kuning. Pada belakang kain penutup
kepalanya tertancap sebuah bunga kertas yang juga berwarna kuning.
Melihat alat bunyi-bunyian diinjak seenaknya demikian rupa oleh
seorang pemuda tak dikenal, tentu saja Ageng Comal menjadi marah sekali.
Pemimpin kesenian gamelan ini maju melangkah sambil membentak.
"Pemuda kurang ajar! Turun dari taron itu sebelum kupatahkan
batang lehermu!"
Seringai menggurat di wajah si pemuda. Dari mulutnya meledak
suara tertawa yang menggetarkan dan menggidikkan serta membuat liang
telinga seperti ditusuk-tusuk!
Suara tertawa itu, yang didahului oleh suara bentakan Ageng Comal
tadi dengan serta merta membuat semua orang berpaling. Tamu-tamu yang
duduk terhenyak tidur di kursi terbangun oleh kedahsyatan tertawa si
jubah hitam dan semua mata ditujukan adanya.
Beberapa orang yang mengenali ciri-ciri pemuda di atas taron itu
berseru kaget. "Pendekar Pemetik Bunga!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Maka suasana itupun mendadak sontak menjadi gempar penuh
ketegangan. Yang memiliki senjata segera menggerakkan tangan bersiap
sedia menjaga segala kemungkinan.
Ki Rantas Madan berbisik pada menantunya, "Rana, bawa istrimu ke
dalam, cepat!"
Sedang Ki Lurah Jambar Wulung berbisik pula pada istrinya, "Wiri,
cepat masuk ke dalam. Bawa besanmu serta..."
Rana Wulung yang memang pernah mendengar dan mengetahui
siapa adanya manusia bergelar "Pendekar Pemetik Bunga" itu segera
memegang lengan istrinya lalu membimbing Ning Leswani. Istri Ki Lurah
Jambar Wulung serta besannya mengikuti di belakang mereka.
Namun baru saja mereka bergerak satu langkah, pemuda jubah
hitam di atas taron membentak garang.
"Siapa berani meninggalkan tempat ini berarti mampus!"
Semua yang melangkah jadi berhenti.
Ki Lurah Jambar Wulung hendak melangkah kea rah panggung,
besannya - Rantas Madan - memegang lengannya dan berbisik, "Jangan
tempuh jalan kekerasan, Ki Lurah Jambar. Manusia ini tinggi ilmunya dan
berbahaya. Biar aku yang bicara..."
Habis berkata demikian Ki Lurah Rantas Madan maju ke depan
panggung. Dia menegur dengan nada seramah mungkin.
"Pendekar Pemetik Bunga, kedatanganmu sungguh tak kami duga.
Kalau kau ke sini hendak memberikan restu ucapan selamat keada puteri
dan menantuku, sebelumnya aku haturkan terima kasih."
"Ah..," Pendekar Pemetik Bunga rangkapkan tangan di muka dada
kemudian tertawa bergelak-gelak. Matanya yang menyipit hampir terpejam
karena tertawa itu. Dan dalam tertawa itu sesungguhnya kedua matanya
memandang tajam kepada Ning Leswani yang cantik jelita. Disekanya ujung
bibirnya dengan telapak tangan.
"Orang tua, kau sedikit lebih ramah dari besanmu," kata Pendekar
Pemetik Bunga pula."Tapi ketahuilah, aku datang ke sini bukan buat kasih
ucapan selamat tapi sebaliknya."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Pendekar Pemetik Bunga untuk kesekian kalinya tertawa lagi gelakgelak. "Aku datang untuk menjemput puterimu, Ki Lurah," katanya. "Dia
sudah ditakdirkan menjadi milikku!"
Berubahlah air muka orang banyak terutama Rantas Madan, Jambar
Wulung, Rana Wulung dan Ning Leswani. Suasana sehening dipekuburan.
Tegang mencekam.
Ki Lurah Jambar Wulung tak dapat lagi menahan hati dan luapan
amarahnya. "Setan alas! Lekas angkat kaki dari sini kalau tidak ingin kupecahkan
batok kepala sintingmu itu!"
Pendekar Pemetik Bunga mendengus.
"Mulutmu keliwat besar, Ki Lurah. Kau andalkan ilmu apakah"!"
bentak Pendekar Pemetik Bunga.
Sebagai jawaban, Jambar Wulung melompat ke atas panggung. Lakilaki ini tidak memiliki ilmu kesaktian dan tak pernah menuntut ilmu
kebathinan. Namun dalam ilmu silat luar dia sudah menjajakinya sampai
tingkat teratas. Karenanya tidak mengherankan gerakannya melompat ke
atas panggung tadi gesit dan enteng. Namun Pendekar Pemetik Bunga
menyaksikan gerakan itu dengan sikap sinis dan air muka mengejek.
Matanya yang tajam dan pengalamannya yang dalam sekilas saja sudah
melihat dan mengetahui bahwa Ki Lurah Jambar Wulung hanya memiliki
ilmu silat luar, tak mempunyai isi apa-apa!
Di lain pihak, begitu kedua kakinya menginjak lantai panggung,
begitu Jambar Wulung berkelebat mengirimkan serangan. Meski ilmu
silatnya ilmu silat yang tak memiliki tenaga dalam, namun serangan yang
dilancarkannya menimbulkan angin deras.
"Huh, segala silat picisan. hendak diandalkan!" ejek Pendekar
Pemetik Bunga. "Makan sikutku ini, Ki Lurah!" Manusia ini kelihatan
menggeserkan kaki kirinya sedikit dan tahu-tahu terdengar suara, "ngek!"
Suara itu keluar dari mulut Jambar Wulung. Tubuh Ki Lurah ini
terpelanting menabrak gong besar di sudut panggung sebelah kanan, terus
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
jatuh ke bawah panggung bersama alat bunyi-bunyian itu dengan
menimbulkan suara hiruk pikuk.
Begitu terhampar di tanah Jambar Wulung tak bangun lagi alias
pingsan. Dua tulang iganya telah hancur remuk di makan sikut Pendekar
Pemetik Bunga! Melihat ayahnya dibuat demikian rupa, naiklah darah Rana Wulung.
Tapi sebelum dia bergerak, mertuanya - Ki Lurah Tantas Madan - cepat
memegang bahunya. Orang tua ini segera mendahului hendak melompat ke
panggung tapi di atas panggung dilihatnya Ageng Comal sudah berhadaphadapan dengan Pendekar Pemetik Bunga!
"Pemuda keparat! Biang racun pengacau! Jaga kepalamu!"
Ageng Comal dengan mempergunakan pukulan gong menyerbu ke
muka. Pemuda yang diserang rundukkan kepala. Begitu pukulan gong
berdesing di atasnya, cepat sekali tangan kirinya meluncur ke muka. Ageng
Comal yang juga pernah mendalami ilmu silat melihat serangannya lewat
serta menyaksikan serangan balasan lawan dengan sigap memiringkan
tubuh ke kiri. Serentak dengan itu lutut kanannya dilipat menyongsong
pukulan lawan! Secara ilmu luar, memang walau bagaimanapun kepalan tak akan
menang melawan lutut. Dan adalah sangat berbahaya bagi seorang yang
menyerang dengan tinju bila dia meneruskan niatnya menyerang lutut yang
keras dengan tinjunya! Namun Pendekar Pemetik Bunga sama sekali tidak
menarik pulang serangannya!
"Ageng Comal!! Lekas tarik tanganmu!" teriak seorang dibawah
panggung berteriak memberi peringatan.
Tapi, "Braak!"
Kasip sudah! Pemimpin kesenian gamelan itu menjerit. Tubuhnya terguling
pingsan di lantai panggung. Tulang tempurung lututnya hancur, kakinya
sendiri teruntai-untai hampir putus!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Semua mata melotot. Semua muka pucat den semua mulut melongo!
Bagaimanakah tidak! Pemuda jubah hitam di atas panggung itu
merobohkan lawannya tanpa bergeser satu langkahpun!
Di lain kejap seorang lain telah melompat pula ke atas panggung.
Orang itu adalah Rantas Madan yang sudah sejak tadi tak dapat lagi
menahan hati panasnya.
Pendekar Pemetik Bunga lontarkan pandangan mengejek pada orang
tua itu. "Kau juga mau cari penyakit hah"!" hardiknya.
"Selagi masih ada waktu berlututlah minta ampun! Hukumanmu
pasti kuperingan!," kata Rantas Madan. Pendekar Pemetik Bunga tertawa
mengekeh. "Jangan ngaco, orang tua! Kalau mau konyol marilah!" Tentu saja
ditantang demikian rupa membuat Ki Lurah Rantas Madan semakin
berkobar kemarahannya. Tanpa menunggu lebih lama laki-laki ini yang
pernah menuntut ilmu kesaktian di Gunung Simping menerkam ke muka.
Dalam jarak satu meter saja serangannya sudah menimbulkan angin bersiuran yang tajam dan menerpa ke arah Pendekar Pemetik Bunga.
Yang diserang maklum bahwa lawannya yang seorang ini berbeda
dengan dua orang yang terdahulu. Tanpa menghentikan tertawanya tadi,
Pendekar Pemetik Bunga lantas mengangkat dan melambaikan tangan
kirinya ke muka. Setiup angin keras yang menggetarkan panggung bersuit
memapas tubuh Ki Lurah Rantas Madan. Serangannya dengan serta merta
buyar dan tubuhnya sendiri kemudian terangkat ke udara setinggi lima
tombak, hampir menyundul atap panggung!
Dengan cekatan Ki I.urah Rantas Madan jungkir balik di udara
kemudian dengan gerakan kilat menukik dan menghantamkan tangan
kanannya ke arah lawan! inilah jurus "Walet Menukik Lembah!"
Pemuda bertempang gagah tapi buas garang itu terkejut sekali
sewaktu merasakan angin panas menyerang kepalanya! Cepat-cepat dia
rundukkan tubuh sebatas pinggang dan balas mengirimkan pukulan jarak
jauh dengan tangan kanan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Ki Lurah Rantas Madan terdengar menjerit. Tubuhnya mental ke
atas, melabrak dan membobolkan atap panggung, lenyap dari
pemandangan untuk kemudian terdengar gedebuk tubuhnya sembilan
tombak di tanah di belakang panggung! Waktu jatuh kepalanya lebih
dahulu, tulang lehernya patah! Nyawanya lepas. Ning Leswani dan
beberapa perempuan yang ada di sana menjerit! Bersama ibunya temanten
perempuan itu hendak lari memburu ayahnya namun Rana Wulung den
seorang lainnya, menahan mereka.
Rana Wulung seorang pemuda terpelajar yang tak kenal satu jurus
ilmu silatpun! Namun menyaksikan kematian ayah serta mertuanya itu
gelaplah pemandangannya! Keris perhiasan penganten yang tersisip di
pinggang segera dicabut. Ketika melompat ke atas panggung kaki kanannya
hampir terserandung!
"Ho-ho! Temanten juga mau ikut-ikutan minta digebuk"!" teriak
Pendekar Pemetik Bunga.
"Kubunuh kau keparat!" bentak Rana Wulung menggeledek. Keris di
tangan kanannya ditusukkan sekeras-keras dan secepat-cepatnya ke dada
Pendekar Pemetik Bunga.
"Budak tolol!" maki Pendekar Pemetik Bunga.
Sekali pemuda jubah hitam itu gerakkan tangannya maka keris yang
dipegang Rana Wulung sudah kena dirampas, dijepit di antara jari tengah
dan jari telunjuk tangan kanannya!
Suata tertawa Pendekar Pemetik Bunga kernudian terdengar
mengumandang diseantero panggung. Kemarahan dan sakit hati Rana
Wulung tiada terperikan. Dengan kedua tinju terpentang dia menyerbu ke
muka. "Edan betul!" bentak Pendekar Pemetik Bunga. "Masih tak melihat
tingginya gunung dalamnya lautan!" Dan manusia ini segera menyongsong
serangan Rana Wulung dengan tendangan maut yang mengarah lambung!
Kalau saja Rana Wulung seorang yang mengetahui sedikit ilmu silat,
dalam posisinya seperti saat itu sebenarnya dia masih sanggup dan punya
kesempatan untuk mengelak atau berkelit atau sekaligus melompat cepat ke
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
samping. Tapi sayang, pemuda ini tidak tahu apa-apa tentang persilatan dan
kaki maut Pendekar Pemetik Bunga sementara itu semakin dekat
menyambarnya ke perut si pemuda.
Setengah kejapan lagi pasti robeklah perut Rana Wulung. Ning
Leswani menjerit. Ibu Rana Wulung juga menjerit untuk kemudian jatuh
pingsan sebelum sanggup menyaksikan apa yang bakal dialami anaknya!
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa orang mengeluarkan seruan tertahan. Agaknya tak satupun
yang bisa berbuat apa-apa! Agaknya sudah nasib Rana Wulung bakal
menemui kematiannya pada hari pernilahannya itu!
Tapi.... -- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
DUA DI SAAT ajal sudah di depan mata, disaat maut hendak merenggut
maka tiada terduga, disaat itu pula dari bawah panggung sebelah barat
melesat sebuah benda yang mengeluarkan cahaya berkilau. Benda ini
melesat ke arah kaki kanan Pendekar Pemetik Bunga yang mencari maut di
perut Rana Wulung!
Tentu saja Pendekar Pemetik Bunga menjadi terkejut dan terpaksa
menarik pulang serangannya. Benda yang berkilau itu lewat dan
menghantam taron sehingga alat bunyi-bunyian ini terbalik dan hancur
berantakan! Benda apakah yang sehebat itu dan siapa gerangan yang
melemparkannya" Siapa yang telah menolong Rana Wulung dari kematian"!
"Pembokong licik! Cepat unjukkan diri," teriak Pendekar Pemetik
Bunga marah sekali. Sepasang matanya yang buas menyapu ke arah barang
panggung. Di bagian barat panggung berdiri beberapa orang. Mata Pendekar
Pemetik Bunga yang tajam tidak berhasil kali ini menduga siapa gerangan
manuasia yang telah melemparkan senjata rahasia tadi.
Dengan marah Pendekar Pemetik Bunga mengangkat tangan
kanannya ke udara dan berteriak, "Kalau tidak ada yang mengunjuk diri,
semua yang ada di panggung barat pasti kubikin mampus!"
Seorang laki-laki tua yang berdiri di belakang sebuah kursi di bagian
barat panggung berbatuk-batuk beberapa kali. Laki-laki ini berpakaian
bagus dan bertopi tinggi yang dihiasi manik-manik. Jelas ini menunjukkan
bahwa dia adalah seorang bangsawan atau hartawan. Dia mengangkat kursi
yang di depannya ke samping dan melangkah ke muka panggung, berhenti
sejarak dua tombak dari panggung.
"Cepat beri tahu siapa kau!" bentak Pendekar Pemetik Bunga. Tangan
kanannya masih belum diturunkan dan kini telapaknya yang terbuka
diarahkan pada orang tua berpakaian bogus.
"Aku hanya seorang tamu yang mengunjungi pesta perkawinan
ini, orang muda...."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Hem... cuma seorang tamu saja berani campur tangan! ilmu
melemparkan senjata rahasia pengecut tadikah yang kau andalkan"!"
Orang tua itu berbatuk-batuk lagi.
"Meski cuma tamu buruk begini," katanya, "Aku juga adalah
sahabat baik dari tuan rumah dan besannya. Sungguh tidak enak
sekali melihat nasib sahabat-sahabat yang nahas tanpa bersedia turun
tangan!" "Oo begitu" Bagus!" ujar Pendekar Pemetik Bunga pula.
"Sanggupkah kau menerima pukulan tangan kananku"!" Orang tua
berpakaian bagus itu tertawa dingin.
"Orang muda, nyalimu memang besar sekali. Sayang kejahatanmu dan kebuasanmu jauh lebih besar lagi sehingga aku yang
tua ini terpaksa tak bisa berpangku tangan..."
"Orang gendeng yang tak tahu gunung Semeru di depan hidung!
Terima pukulan Tapak Jagat ini!"
Si orang tua cepat menyingkir ke samping waktu Pendekar
Pemetik Bunga menghantamkan telapak tangan kanannya kedepan.
Semua orang terkejutnya bukan olah-olah sewaktu melihat bagaimana
tanah bekas tempat si orang tua berpakaian bogus tadi menjadi
berlubang besar di landa ilmu pukulan 'Tapak Jagat' si pemuda jubah
hitam. Pasir berterbangan, kursi-kursi jungkir balik berpatahan
sedang bumi bergetar! Kalau saja si orang tua tidak cepat menyingkir
tak dapat dibayangkan apa yang bakal terjadi dengan dirinya! Namun
disaat itu semua orang dan Pendekar Pemetik Bunga sendiri sama
memaklumi bahwa si orang tua bukanlah orang tua sembarangan!
Tidak sembarang orang yang sanggup mengelak dari pukulan 'Tapak
Jagat" itu!
"Orang tua, apakah kau masih tetap berlaku pengecut tak mau
kasih tahu nama"!"
"Ah, namaku atau siapa aku kau tak perlu tahu. Aku tanya,
apakah kau sudi angkat kaki dari sini atau tidak"!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Sombong betul" tukas Pendekar Pemetik Bunga. "Jangan kira
aku jerih terhariapmu. Silahkan naik ke atas panggung!"
Si orang tua menghela nafas panjang dan menggosok-gosok
kedua tangannya. "Rupanya memang aku harus turun tangan tidak
tanggung-tanggung," katanya pelahan tapi cukup terdengar oleh
semua orang. "Betul! Memang dalam dunia persilatan tidak boleh tanggungtanggung!" menimpali Pendekar Pemetik Bunga. "Kalau kau berani cari
perkara, kau tak boleh tanggung-tanggung untuk pasrahkan jiwa!"
Dan sekejap kemudian kedua orang itupun sudah berhariaphariapan di atas panggung, disaksikan puluhan pasang mata,
disaksikan oleh Rana Wulung yang saat itu menyingkir ke sudut
panggung. Rana tiada kenal siapa si orang tua. Namun dia maklum
kalau orang tua ini berilmu tinggi dan Rana Wulung berharap mogamoga si orang tua benar-benar bisa meniadi tuan penolongnya.
"Apakah kau masih punya simpanan senjata rahasia tadi, orang
tua?" tanya Pendekar Pemetik Bunga.
Si orang tua tertawa dan balas mengejek. "Kalau kau punya
senjata keluarkalah, biar kuhariapi dengan tangan kosong!"
"Sombong betul!" bentak Pendekar Pemetik Bunga. Tanpa
beranjak dari tempatnya dia lepaskan dua pukulan tangan kosong
yang dahsyat. Panggung itu tergetar keras. Si orang tua bersuit
nyaring dan melompat tiga tombak. Dari atas cepat berkelebat mencari
posisi baru dan balas mengirimkan dua jotosan yang tak kalah
hebatnya. Dalam sekejapan saja kedua orang itu sudah terlibat dalam
pertempuran seru. Lima jurus berlalu cepat!
Pendekar Pemetik Bunga penasaran sekali melihat ketangguhan
lawan. Diriahului dengan bentakan nyaring dia mempercepat permainan
silatnya. Tubuhnya hanya merupakan bayang-bayang kini dan dua jurus di
muka dia sudah berhasil mendesak lawannya.
"Terima jurus kematianmu, orang tua!" seru Pendekar Pemetik
Bunga. Dan kejapan itu pula pukulannya yang menyilang aneh membabat
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
ke pinggang si orang tua. Yang diserang cepat menyingkir sewaktu melihat
serangan ganas itu dan menusukkan dua jarinya ke muka, ke arah mata
Pendekar Pemetik Bunga! Inilah jurus "Mencungkil Mata" yang ganas.
Pendekar Pemetik Bunga tentu saja tak mau kedua biji matanya
dimakan dua jari lawan. Di lain pihak dia juga tak mau tarik pulang
pukulannya yang ganas. Karenanya dengan cepat pemuda itu miringkan
tubuh ke kiri. Sekaligus gerakannya Itu mempercepat perbawa serangan
tengannya ke arah pinggang lawan.
Si orang tua sadar kalau tusukan jari tangannya tak bakal
mancelakai lawan sebaliknya dirinya terancam bahaya besar besar, lekaslekas menjejak panggung dan melompat ke atas. Begitu lolos dari gebukan
lengan maut, si orang tua laksana alap-alap menukik ke bawah dan
lepaskan satu tendangan dua pukulan.
Jurus "Menembus Kabut Mengintip Rembulan" yang dilancarkan si
orang tua dikenal baik oleh Pendekar Pemetik Bunga. Sambil tertawa
mengejek dan menyebut jurus itu, si pemuda berkelit lincah lantas
kirimkan pukulan tangan kiri kanan yang mengarah empat jalan darah
berbahaya dari si orang tua!
Meski masih dalam terkejut karena lawan mengetahui jurus yang
dimainkannya namun si orang tua tiada ayal untuk lekas-lekas
menghindar dari serangan lawan!
"Orang tua, melihat jurus Menembus Kabut Mengintip Rembulanmu
tadi, ada hubungan apakah kau dengna Rah Kuntarbelong" Lekas jawab!
Apa kau muridnya, hah"!"
Si orang tua menindih rasa terkejutnya. Tak sangka kalau lawan bisa
menduga nama gurunya!
Dan Pendekar Pemetik Bunga sesaat kemudian tertawa bergelak.
"Tidak menyahut berarti betul!" katanya. "Bagus sekali kalau begitu. Aku
memang punya urusan yang belum diselesaikan dengan Rah Kuntarbelong!
Sebagai permulaan kurasa ada gunanya lebih dahulu bikin penyelesaian
dengan muridnya!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Jangan banyak mulut Pendekar terkutuk!" bentak si orang tua.
' Tahu pukulan apa yang bakal kulepaskan ini"!" Pendekar Pemetik Bunga
kerenyitkan kening dan memandang tajam ke muka. Si orang tua
dilihatnya berdiri dengan kaki merenggang. Lengan kiri lurus ke bawah,
tinju mengepal sedang tangan kanan diangkat tinggi-tinggi di atas kepala.
Lengan kanan itu kelihatan berwarna biru.
"Ah cuma pukulan Kelabang Biru..." ejek Pendekar Pemetik Bunga
tapi diam-diam dia kerahkan tiga perempat bagian tenaga dalamnya ke
tangan kanan karena dia sudah pernah tahu kehebatan pukulan Kelabang
Biru yang mengandung racun jahat itu yakni sewaktu berhariapan di
selatan tempo hari melawan Rah Kuntarbelong. "Lekaslah keluarkan
supaya kau sendiri melihat bahwa ilmu pukulanmu itu tak lebih dari
kentut belaka!"
Geraham si orang tua bergemeletakan diejek demikian rupa. Seluruh
tenaga dalamnya sudah terpusat di lengan dan lengan sampai ke ujungujung jari sudah berwarna sangat biru.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan yang seperti mau merobek gendanggendang telinga. Si orang tua kelihatan menghantamkan lengan kanannya
ke depan. Selarik sinar biru dengan ganas menggebu ke arah Pendekar
Pentetik Bunga. Di saat itu puia Pendekar Pemetik Bunga sudah
menggerakkan tangan kanan melepaskan pukulan "Tapak Jagat" yang
diandalkan dengan tiga perempat tenaga dalamnya!
Begitu dua angin pukulan bertemu terdengarlah suara berdentum
laksana gunung meletus! Tiang-tiang panggung patah, lantai dan
keseluruhan panggung ambruk! Alat bunyi-bunyian yarig ada di atas
panggung berhamburan, Rana Wulung mental ke luar panggung dan
roboh tak sadarkan diri sewaktu panggungnya menghantam batang
sebuah pohon! Kedua orang yang bertempur, sewaktu panggung roboh cepat
mencelat meninggalkan panggung. Dan ketika mereka berdiri kembali
berhariap-hariapan kelihatanlah bagaimana pucatnya paras si orang
tua. Satu pertanda bahwa saat itu dia menderita luka di dalam yang
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
parah sekali. Sebaliknya Pendekar Pemetik Bunga berdiri sambil
melontarkan senyum mengejek pada lawannya.
. "Jika kau masih gila untuk menempuh jalan kekerasan, jangan
harap nyawamu akan tertolong!"
Si orang tua tahu, jika dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk
meneruskan pertempuran, pastilah akan mencelakai dirinya sendiri
yang saat itu sudah terluka parah dibagian dalam. Tapi untuk
menyerah atau meninggalkan tempat itu adalah bertentangan sekali
dengan hati dan jiwa satrianya! Dicobanya mempertenang diri dan
mengatur jalan nafas serta aliran darah. Tapi dia tak berhasil. Nafas
dan aliran darahnya sudah tak karuan lagi!
"Budak, keluarkan kau punya senjata!" bentak si orang tua.
"Ah, kalau kau mau keluarkan senjata silahkan, tak usah
memancing segala!" sahut si pemuda dengan tertawa bergelak.
Mendengar ini si orang tua tak sungkan-sungkan lagi untuk
menanggalkan sabuk hitam yang ditaburi mutiara dari Pinggangnya.
"Lusinan tokoh-tokoh jahat sudah mampus dimakan sabuk
mutiana ini, budak terkutuk! Kini kau adalah korban selanjutnya!"
''Tak usah bicara panjang lebar! Lekas majuiah!" bentak si
pemuda dan dalam hati dia berpikir-pikir sampai di mana, kehebatan
sabuk mutiara itu.
Si orang tua menggeru. Dia maju dua langkah. Sabuk itu
dipegangnya di tangan kiri. Nyatalah dia seorang kidal. Dia menggeru
lagi untuk kedua kalinya. Dan pada kali yang ketiga sambil melompat
ke muka si orang iua sapukan sabuk mutiaranya.
Kedahsyatan sabuk mutiara itu sangat mengejutkan Pendekar
Pemetik Bunga! Tubuhnya laksana dilanda bertubi-tubi oleh ombak
sebesar gunung. Dengan kerahkan tenaga dalam dan andalkan ilmu
mengentengi tubuhnya yang tinggi dia berhasil mengelak sebat.
Namun tak urung akhimya dia kena di desak.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Setan alas!" maki pemuda itu. Untung saja lawannya sudah
terluka di dakam yang teramat parah sehingga gerakan-gerakannya
agak lamban. Melihat bahwa lawannya agak jerih dan terdesak, si orang tua
mempercepat gerakannya. Tiba-tiba Pendekar Pemetik Bunga
membungkuk dan kemudian berdiri lagi dengan memegang tepi jubah
hitamnya. Sekali dia mengebutkan tepi jubah hitam itu, hawa yang
sangat pengap menyambar dahsyat memapaki angin pukulan yang
keluar dari sabuk mutiara si orang tua! Si orang tua merasa
kepengapan menyambar hidungnya. Nafasnya yang memang sudah
tidak normal kini menjadi tambah tak teratur. Ternyata sabuk mutiara
yang sangat diandalkannya tiada sanggup menghariapi kehebatan
jubah hitam lawan! Semakin lama tubuhnya semakin lemah, dadanya
sesak dan pemandangannya mengabur!
"Pemuda keparat, lihat ini!" seru si orang tua. Tangan kananya
lenyap ke dalam saku baju dan ketika ke luar lagi maka selusin
senjata rahasia yang menyilaukan menyambar ke arah si pemuda.
Pendekar Pemetik Bunga tarik jubahnya ke atas tinggi-tinggi lalu
mengebutkannya ke bawah dengan cepat. Angin pengap yang dahsyat
menyambar. Lima senjata rahasia lawan berpelantingan. Tujuh lainnya
di sapu dan membalik menyerang pemiliknya sendiri! Malangnya si
orang tua tak menyangka dan tak sempat mengelak, Tubuhnya tak
ampun lagi ditembusi ke tujuh senjata rahasia miliknya sendiri! Orang
tua itu mengeluarkan pekikan yang menyayat hati! Tubuhnya tergelimpang di tanah. Dia mati dengan mata membeliak! Mati dengan sabuk
mutiara masih di tangannya.
Pendekar Pemetik Bunga tertawa mengekeh. Betapa menjijikkan dan
mengerikan. Dia melangkah ke hariapan mayat si orang tua dan
membungkuk, Sabuk mutiara direnggutkannya dari tangan kiri mayat
lalu dipakainya di pinggang.
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dibalikkannya badannya. Matanya memandang sekilas pada Ning
Leswani yang berdiri dengan tubuh gemeter dan muka pucat pasi.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Kemudian dia memandang berkeliling. Dan serunya . "Siapa lagi yang
inginkan mampus silahkan maju dengan cepat."
Tak satu orangpun yang bergerak dari tempatnya.
Sambil tertawa panjang Pendekar Pemetik Bunga melangkah
mendekat Ning Leswani. Si gadis cepat menyurut mundur. "Gadis manis,
kau tak perlu takut padaku! Kau harus tahu, kunyuk yang bernama Rana
Wulung itu tidak pantas jadi suamimu. Lebih pantas jika kau ikut aku..."
"Manusia biadab! Pergi...!" teriak Ning Leswani. Pendekar Pemetik
Bunga menyeringai. Dia maju melangkah. Ibu Ning Leswani yang coba
menghalanginya sambil berteriak-teriak dengan sekali tepis saja
tersungkur ke tanah.
"Pergi!" teriak Ning Leswani lagi.
"Ya, kita pergi sama-sama manisku!" sahut Pendekar Pemetik Bunga
dengan mata yang memancarkan nafsu menggelora. Diulurkannya
tangannya untuk meraih pinggang gadis itu. Justru pada saat itulah
terdengar bentakan yang sangat nyaring.
"Pendekar terkutuk! Tarik tanganmu...!"
-- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
TIGA PENDEKAR Terkutuk Pemetik Bunga hentikan gerakan tangannya
yang hendak menjamah tubuh Ning Leswani. Kepalanya di putar.
Sepasang matanya membentur sosok tubuh seorang laki-laki tua
berbadan bungkuk, berambut dan berjanggut putih. Orang tua yang
berselempang kain putih ini berdiri dengan sebatang tongkat bambu
kuning di tangan kanan.
"Siapa kau?" bentak Pendekar Pemetik Bunga.
Yang ditanya menyeringai dan ketuk-ketukkan tongkat bambu
kuningnya ke tanah. Ketukan ini membuat semua orang merasa
bagaimana tanah yang mereka pijak menjadi bergetar. Bambu kuning di
tangan si orang tua pastiiah satu senjata yang sangat hebat. Dan orangorang yang masih ada di situ, yang membenci terhariap Pendekar Pemetik
Bunga merasa punya harapan kembali atas kemunculan si orang tua
berselempangan kain putih ini.
"Lekas jawab!" bentak Pendekar Pemetik Bunga. "Kalau tidak kau
akan mati percuma!"
Si janggut putih ketuk-ketukkan lagi tongkat bambu kuningnya ke
arah tanah. Matanya yang kecil memandang tajam pada si pemuda jubah
hitam. "Ratusan hari turun gunung, puluhan minggu mengarungi lembah
dan bukit, berbulan-bulan menyeberangi sungai memasuki hutan
belantara akhimya kau kutemui juga. Heh... he... he... he... he ...!"
"Kau masih belum mau beri tahu siapa namamu, orang tua" Jangan
menyesal!"
"Namaku tidak penting, manusia bejat. Yang penting ialah apa kau
masih ingat kebiadaban yang kau lakukan di desa Srintil beberapa bulan
yang silam...?"
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga kerutkan kening. Sepasang alis
matanya menaik.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Sembilan laki-laki tak berdosa kau bunuh. Dua diantaranya
adalah muridku. Empat orang perempuan di desa itu kau bawa kabur,
kau perkosa lalu kau bunuh! Kau lupa itu semua..."!"
"Hem...." Pendekar Pemetik Bunga manggut-manggut beberapa
kali. "Tidak, aku tidak lupa," katanya dengan terus terang.
"Bagus sekali kalau kau tidak lupa!" ujar si orang tua. Dan
bambu di tangan kanannya di ketuk-ketukkannya lagi. Tanah kembali
bergetar. "Orang-orang desa telah datang kepadaku mengadukan
kebiadabanmu itu...."
"Berapa uang suap yang diberikan orang-orang desa padamu
untuk mencariku orang tua"!" ejek Pendekar Pemetik Bunga.
Wajah si orang tua kelihatan menjadi merah. Dia tertawa dingin.
"Sekalipun mereka tidak datang ke puncak gunung Bromo, memang
sudah sejak lama aku berniat turun tangan membekuk batang
lehermu...!"
Pendekar Pemetik Bunga tertawa gelak-gelak, "Oh jadi kau
adalah Datuk Bambu Kuning dari gunung Bromo"!"
Si orang tua kini balas tertawa panjang-panjang sambil tangan
kirinya mengusap-usap janggut putihnya yang panjang menjela sampai
ke dada. "Kalau sudah tahu siapa aku, mengapa tidak lekas-lekas
bertobat dan bunuh diri" Atau masih perlu aku memecahkan
kepalamu dengan bambu kuning ini"!"
"Kentut!" maki Pendekar Pemetik Bunga dengan muka membesi
penuh marah. "Kalau aku kentut, kau tahinya!" kata Datuk Bambu Kuning pula
dan tertawa lagi panjang-panjang seperti tadi.
Naiklah darah Pendekar Pemetik Bunga.
"Manusia tolol yang tidak tahu gunung Semeru berdiri di muka
hidung, terima kematianmu dalam tiga jurus!" teriak Pendekar Pemetik
Bunga sambil menyerbu dengan sabuk mutiara milik korbannya tadi.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Datuk Bambu Kuning terkejut melihat sabuk itu. "Eh, itu adalah
senjata Kidal Boga, murid Rah Kuntarbelong. Dari mana kau dapat,
manusia bejat"!"
"Tanya pada setan di neraka nanti!" sahut Pendekar Pemetik
Bunga seraya sabetkan sabuk mutiara ke arah lawan. Angin laksana
gunung gelombang menerpa Datuk Bambu Kuning.
Datuk Bambu Kuning cepat menghindar. "Rupanya kau bukan
saja manusia bejat tukang bunuh dan tukang perkosa tapi juga
pencuri kesiangan huh!" Datuk Bambu Kuning kiblatkan tongkat
bambu kuningnya. Serangkum angin yang bukan main dahsyatnya
menyambar dan menahan serangan angin sabuk. Debu dan pasir
beterbangan akibat angin kedua senjata sakti itu!
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga tak kurang kejutnya ketika
merasakan serangan sabuknya menjadi tak berarti sewaktu tongkat
bambu kuning di tangan lawan menyambuti gempurannya itu! Dengan
serta merta pemuda ini percepat gerakannya. Dalam sekejap Datuk
Bambu Kuning terbungkus oleh serangan sabuk mutiara.
Namun sekali si orang tua memekik keras dan sekali dia putar
tongkat bambunya dalam jurus yang aneh maka keluarlah dia dari
kurungan serangan senjata lawan! Kini gempuran tongkat bambu
itulah yang membungkus tubuh Pendekar Pemetik Bunga!
Si pemuda tiada habisnya menggerutu dan memaki dalam hati
sewaktu mendapatkan dirinya terdesak hebat oleh gempuran lawan.
Apalagi sewaktu jurus kedua berakhir dan sewaktu Datuk Bambu
Kuning tertawa mengejek dan berkata. "Jurus ketiga ini adalah jurus
kematianmu, manusia bejat! Bukan jurus kematianku!" Dan
permainan tongkat bambu kuningnya semakin dipercepat dan semakin
dahsyat. Sinar kuning bergulung-gulung menyelimuti tubuh si pemuda!
"Setan alas keparat!" maki Pendekar Pemetik Bunga. Dengan
gerakan yang sulit sekali dia membungkuk. Sabuk mutiara diputar sebat
melindungi tubuh sedang tangan kiri diulurkan untuk menjangkau tepi
jubah hitamnya. Dengan dua senjata di tangan yaitu tepi jubah di tangan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
kiri dan sabuk mutiara di tangan kanan, Pendekar Pemetik Bunga berdiri
kembali menghadapi lawannya. Sabuk mutiara mengeluarkan gelombang
angin yang laksana gunung besarnya sedang tepi jubah hitam
menghamburkan angin pengap yang sanggup menyesakkan jalan
pernafasan yang menyendat tenggorokan serta liang hidung!
Dalam jurus ketiga itu kelihatanlah bagaimana gempuran Datuk
Bambu Kuning menjadi lamban. Orang tua itu berteriak keras dan
kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Namun sia-sia saja. Dirasakannya
dadanya menjadi sesak, lobang-lobang hidungnya laksana tersumbat.
Sukar baginya untuk bernafas! Menanggapi hal ini si orang tua segera
atur jalan darah dan tutup pemafasannya. Tubuhnya lenyap sewaktu din
mempercepat gerakannya!
Namun kedahsyatan angin pengap yang menderu dari tepi jubah
memang tidak kepalang tanggung. Sebentar saja serangan-serangan
bambu kuning lawan sudah dibendungnya. Gerakan Datuk Bambu
Kuning kembali menjadi lamban sewaktu orang tua itu tidak bisa
mempertahankan lagi menutup jalan nafasnya terus-terusan sedang
sementara itu pertempuran sudah berjalan lima jurus!
Pendekar Pemetik Bunga kembali keluarkan suara tertawa sewaktu
dia tahu bahwa dirinya telah berada di atas angin. "Ha...ha...! Kau
disuruh turun gunung oleh penduduk desa hanya untuk mencari
kematian saja Datuk Bambu Kuning!"
"Pendekar terkutuk jangan terlalu besar harapan!" kertak Datuk
Bambu Kuning. Diam-diam tiga perempat dari tenaga dalamnya
dikerahkan ke dada.
Tiba-tiba, "Bluuss!"
Selarik asap kuning menyembur dari mulut si orang tua! Pendekar
Pemetik Bunga terkejut bukan main dan cepat tutup jalan nafasnya.
Keterkejutan dan saat menutup jalan nafas tadi membuat gerakannya
mengendur. Sewaktu din menghindar ke samping sambil babatkan sabuk
mutiaranya memapasi semburan asap kuning, bambu di tangan kanan
lawan datang menderu!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Si pemuda kebutkan tepi jubahnya. Celaka! Asap kuning itu tak
sanggup dibikin buyar oleh angin pengap tepi jubah hitamnya!
Pendekar Pemetik Bunga menjerit setinggi langit. Tubuhnya lenyap
dan sesaat kemudian dia berhasil ke luar dari serangan lawan yang bukan
kepalang dahsyatnya tadi. Sewaktu berdiri mengatur jalan darah dan
nafasnya kembali, diam-diam pemuda ini keluarkan keringat dingin juga!
"Kau kira kau bisa lari dari sini, manusia bejat"!" hardik Datuk
Bambu Kuning. Mulutnya membuka dan asap kuning rnenyembur lagi
kemuka lawan. Pendekar Pemetik Bunga kembali tutup jalan nafasnya
dan melompat ke samping. Serangan kebutan tepi jubah dan sambaran
sabuk mutiara dilakukannya berbarengan sekaligus ke arah lawan. Si
orang tua melompat tiga tombak ke atas dan sewaktu turun kembali
menyemburkan asap kunign dari mulutnya! Pendekar Pemetik Bunga
menjadi kewalahan kini. Kewalahan dan merutuk! Di samping itu tak
habis heran kesaktian apakah yang dikandung oleh asap kuning yang
keluar dari mulut lawannya sehingga angin pengap jubah hitam dan angin
sabuk mutiara tiada sanggup membuyarkannya!
Tiba-tiba pemuda itu menggereng macam harimau. Tubuhnya
melesat kemuka. Angin pengap menyerang ketenggorokan Datuk Bambu
Kuning sedang sabuk mutiara menerpa dari atas ke bawah!
Si orang tua ganda tertawa menghardapi serangan ini Bambu
kuningnya diputar-putar, tiba-tiba dikiblatkan demikian rupa
"Sreet!"
Sabuk mutiara di tangan kanan Pendekar Pemetik Bunga kena
disambar den terlepas mental dari tangan pemuda itu! Si pemuda sendiri
dengan jungkir balik susah payah baru berhasil ke luar dari sambaran
tongkat bambu serta semburan asap kuning yang dilepaskan lawan!
Matanya membeliak, mulutnya kornat kamit. Mukanya mengelam sewaktu
si orang tua melangkah perlahan mendekatinya dengan tertawa sedingin
salju! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Nyawa anjingmu hanya tinggal beberapa detik saja, pemuda
terkutuk!" kata Datuk Bambu Kuning. "Sejak hari ini dunia persilatan akan
bersih dari noda kekotoran manusia macam kau!"
"Aku masih belum menyerah keparat!" bentak Pendekar Pemetik
Bunga. Mulutnya masih komat-kamit. Matanya dengan waspada
memperhatikan setiap gerak yang dibuat Datuk Bambu Kuning.
"Aku memang tak suruh kau menyerah, " sahut Datuk Bambu Kuning
dengan tertawa sedingin tadi. "Aku cuma perlu nyawa anjingmu!"
"Soal nyawa soal mudah," tukas Pendekar Terkutuk Pemetik Btmga.
Diam-diam dia salurkan seluruh tenaga dalamnya ke ujung jari telunjuknya.
Sesaat kemudian ujung jari itu menjadi hitam legam dan mengeluarkan
sinar menggidikkan. "Orang tua edan, kau lihat jari ini"! "
Datuk Bambu Kuning memandang dengan kerenyit kulit kening pada
jari telunjuk tangan kanan Pendekar Pemetik Bunga. Darahnya tersirap,
mukanya berubah.
Pendekar Pemetik Bunga tertawa mengekeh. "Kenapa mukamu
menjadi pucat, kunyuk tua"!"
Datuk Bambu Kuning tidak menyahut. Mukanya bertambah pucat
dan matanya melotot memandang tajam-tajam pada jari telunjuk si pemuda.
Ketika jari telunjuk itu dan ibu jari si pemuda membuat lingkaran. Datuk
Bambu Kuning berseru kaget. "Ilmu Jari Penghancur Sukma!" Dengan serta
merta Datuk Bambu Kuning bagi dua aliran tenaga dalamnya. Sebagian ke
ujung tongkat bambu den sebagian lagi ke dada!
"Makan jariku ini, Datuk keparat!" seru Pendekar Pemetik Bunga.
Dikejap itu juga dia menjentikkan jari telunjuknya. Satu gelombang angin
hitam menderu laksana topan prahara, menyereng ke arah Datuk Bambu
Kuning. Di saat yang sama Datuk Bambu Kuning sapukan tongkat di tangan
kanan dan semburkan asap kuning!
Datuk Bambu Kuning berteriak kaget ketika melihat angin pukulan
bambu kuning dan sambaran asap kuningnya buyar berantakan dilanda
angin hitam lawan. Dan angin hitam yang menggidikkan ini terus melesat ke
arahnya. Datuk Bambu Kuning cepat menyingkir tapi kasip!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Orang tua itu mencelat beberapa tombak jauhnya ketika angina
hitam menyambar tubuhnya. Dan terdengarlah jeritnya melengking langit!
Datuk Bambu Kuning terguling-guling di tanah. Sekujur tubuhnya hitam
hangus! Nyawanya tidak ketolongan lagi, putus kejap itu juga!
Pendeker Pemetik Bunga mengatur jalan nafas dan aliran darahnya
kembali. Sewaktu dia menggerakkan kakinya baru disadariya bahwa kedua
kakinya itu telah tenggelam ke dalam tanah sedalam lima senti! Bila pemuda
ini melangkah mendekati Ning Leswani, kembali terdengar makian gadis itu.
Makian yang kemudian disusul dengan jeritan. Tak ada satu orangpun yang
berani menghalangi dan berbuat suatu apa ketika Ning Leswani dipanggul
oleh Pendekar Pemetik Bunga dan dilarikan!
Sampai pagi, sampai ketika matahari muncul di utuk timur desa
masih diselimuti oleh kehebohan atas apa yang telah terjadi!
Ki Lurah Rantas Madan den Rana Wulung bersama kira-kira selusin
penduduk, dengan membawa berbagai senjata dan menunggangi kuda
coba mencari jejak Pendekar Pemetik Bunga. Namun ke mana manusia
durjana itu hendak dicari"! Menjelang tengah hari, mereka sudah
berbisik-bisik sesama mereka bahwa tak mungkin mereka akan menemui
Ning Leswani. Kalaupun bertemu, tentu gadis itu sudah rusak kehor
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matannya! Dan seandainya pula mereka berhasil menyergap Pendekar
Pemetik Bunga, belum tentu mereka sebanyak itu bisa membekuk batang
lehernya! Rantas Madan tahu suasana yang dirasakan anggota-anggota
rombongannya. Dia berunding dengan Rana Wulung dan akhirnya diambil
keputusan untuk pulang saja.
Terik matahari membakar kulit di siang itu. Rana Wulung dengan
muka pucat menunggangi kudanya di samping Rantas Madan. Hati
pemuda ini hancur sudah! Dendam kesumatnya terhadap Pendekar
Pemetik Bunga tak akan pupus selama hidupnya!
Ketika rombongan melalui lereng sebuah bukit dalam perjalanan
pulang itu, ada sesuatu yang menarik perhatian Rana Wulung. Dia
berpaling pada Rantas Madan.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Bapak, kau lihat burung-burung gagak yang beterbangan di
puncak bukit itu."
Ki Lurah Rantas Madan terkejut lalu memandang ke puncak bukit
di atasnya. Beberapa burung gagak hitam dilihatnya terbang berputarputar naik turun di atas puncak sana. Berdebar hati laki-laki ini. Lalu
dihentikannya rombongan.
"Kita ke sana!" mengambil keputusan Rantas Madan. Masingmasing kemudian memacu kuda mereka ke puncak bukit. Rana Wulung
di depan sekali. Di puncak bukit pemuda ini menghentikan kudanya dan
meneliti ke mana turunnya burung-burung gagak tadi. Diikuti oleh
anggota-anggota rombongan yang lain Rana Wulung bergerak ke arah
serumpunan semak belukar lebat. Waktu dia mencapai semak itu, empat
ekor burung gagak terbang ke udara.
Rana Wulung melompat dari kudanya dan lari ke balik semak
belukar lebat. "Tuhanku!" seru pemuda itu. Lututnya goyah. Matanya membeliak.
Tiba-tiba laksana orang kalap dia melompat ke muka sambil berseru
nyaring . "Nining! Nining!"
Ning Leswani terhampar di atas rerumputan. Tak selembar
benangpun yang menutupi auratnya. Tubuh yang telanjang ini sudah
tiada nafas lagi dan sebagian sudah berlubang-lubang dipatuk gagakgagak hitam pemakan bangkai! Tubuh yang malang itulah yang dipeluk
Rana Wulung. Namun cuma sebentar saja. Sewaktu Rantas Madan dan
rombongan lainnya sampai ke situ, Rana Wulung sudah jatuh pingsan!
Rantas Madan sendiri hampir-hampir tak kuat pula menyaksikan
pemandangan itu! Hampir tak sanggup melihat anak kandung yang
dikasihinya menemui kematian dalam cara yang mengenaskan begitu
rupa. Mulutnya komat kamit. Tenggorokannya turun naik.
"Anakku...." desis laki-laki itu. Dia berlutut. Beberapa orang
menarik Rana Wulung dari atas tubuh Ning Leswani. Rantas Madan cepat
membuka bajunya dan menutupi aurat anaknya dengan baju itu. Air
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
matanya berlinang. Dendam kesumat seperti mau memecahkan dadanya
saat itu! -- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
EMPAT MUNCULNYA Pendekar Pemetik Bunga menyebar maut, darah dan
noda benar-benar menggemparkan dunia persilatan. Kekejaman dan
kebejatan terkutuk yang dilakukannya selama malang melintang beberapa
bulan belakangan ini benar-benar merupakan satu tantangan bagi dunia
persilatan, terutama mereka dari golongan putih. Hal ini tak dapat
dibiarkan lama, dan berlarut-larut. Beberapa tokoh silat utama dari
golongan putih kabarnya telah turun tangan membuat perhitungan
dengan Pendekar Pemetik Bunga. Tapi apa yang terjadi kemudian benarbenar membuat dunia persilatan tambah geger!
Bagaimanakah tidak! Semua tokoh-tokoh silat yang berani bikin
perhitungan itu disikat mentah-mentah oleh Pendekar Pemetik Bunga.
"Ilmu Jari Penghancur Sukma" yang dimiliki pemuda terkutuk itu menjadi
biang momok mengerikan bagi dunia persilatan, apalagi bagi orang-orang
yang tidak mengerti silat sama sekali! Tiap kota dan desa, tiap kampung dan
pelosok diselimuti rasa ketakutan dan cemas. Takut dan cemas kalau
Pendekar Pemetik Bunga akan muncul mendadak di daerah mereka,
menyebar maut dan menebar noda di kalangan penduduk yang tak berdosa!
Kejahatan, kebejatan dan seribu satu macam perbuatan terkutuk
yang dilakukan oleh Pendekar Pemetik Bunga itu telah sampai pula ke
puncak gunung Merbabu.
Saat itu tengah hari tepat. Matahari berada dititik tertingginya.
Keterikan sinar matahari tiada terasa di atas puncak gunung yang ditutupi
halimun sejuk itu. Asap belerang dari kawah gunung bergulung-gulung ke
atas, bercampur jadi satu dengan halimun dan menutupi pemandangan.
Di satu bagian dari puncak gunung Merbabu, di dalam sebuah
ruangan batu, diterangi oleh sebuah pelita kecil kelihatan duduk seorang
laki-laki tubuhnya kurus sekali, hampir tinggal kulit pembalut tulang.
Tubuh yang kurus ini ditutupi dengan sehelai selempang kain putih. Melihat
kepada air mukanya yang penuh dengan keriputan itu nyatalah bahwa
manusia ini umurnya sudah lanjut sekali. Tapi anehnya, rambut dan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
janggutnya yang panjang sampai ke pinggang itu masih berwarna hitam
legam dan berkilat-kilat ditimpa sinar pelita.
Orang tua ini adalah Begawan Citrakarsa. Saat itu dia tengah
bersemedi mengheningkan cipta rasa dan menutup semua inderanya. Ketika
matahari menggelincir ke titik tenggelamnya, ketika sinar kuning emas
berpalun dengan sinar kemerahan menyaputi langit di ufuk barat barulah
Begawan itu menyelesaikan semedinya. Dibukanya kedua matanya,
dibukanya segenap inderanya. Kemudian perlahan-lahan Begawan ini berdiri
dari duduknya dan melangkah ke pintu.
Dari pintu batu tempat dia berdiri itu dapat dilihatnya keseluruhan
puncak Gunung Merbabu. Sebagian dari puncak Gunung Merbabu itu telah
diselimuti lagi oleh kabut belerang dan halimun. Di kaki gunung
menghampar sawah ladang. Jauh di sebelah selatan mengalir sebatang anak
sungai. Begawan Citrakarsa menghela nafas dalam. Betapa indahnya bumi
buatan Tuhan. Tapi betapa sayangnya, bumi yang indah dan suci itu telah
dikotori oleh segala macam kemaksiatan, segala macam kemesuman,
kejahatan, kebejatan!
Begawan Citrakarsa masuk kembali ke dalam ruangan batu. Dari
dinding ruangan batu diambilnya sebilah keris lalu disisipkannya ke balik
selempangan kain putih di pinggangnya. Dengan sedikit lambaian tangan
Begawan Citrakarsa memadamkan pelita dalam ruangan batu itu. Dia
melangkah ke pintu kembali. Di luar puntu terdapat sebuah batu besar.
Dengan mempergunakan tangan kirinya Begawan ini menggeser batu itu
hingga menutupi pintu ruangan batu. Batu besar itu beratnya ratusan kati,
tapi sang Begawan hanya menggesernya dengan mempergunakan tangan
kiri! Sampai dimana kehebatan tenaga dalam Begawan bertubuh kurus yang
hanya tinggal kulit pembalut tulang itu sungguh tak dapat dijajaki!
Bila angin dari timur bertiup sejuk. Bila bola penerang jagat hanya
seperenam bagiannya saja lagi yang kelihatan di ufuk barat sana dan bila
puncak gunung Merbabu hampir keseluruhannya terselimut halimun
maka Begawan itupun menggerakkan kakinya. Sepasang kaki yang kurus
kering itu dengan lincah dan dengan kecepatan yang luar biasa berlari di
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
tepi kawah dengan seenaknya. Sekali-sekali melompati jurang batu yang
lebarnya sampai tiga - empat tombak. Bersamaan dengan lenyapnya sang
surya ke tempat peraduannya maka bayangan Begawan Citrakarsa pun
tak kelihatan lagi di puncak gunung Merbabu itu.
* * * Tikungan jalan itu terletak di tempat yang ketinggian. Sinar
matahari panasnya seperti mau memanggang kulit. Burung-burung kecil
yang berlindung di balik daun-daun pepohonan berkicau tiada hentinya
seakan-akan turut gelisah oleh panasnya hari sehari itu.
Pemuda berambut gondrong di atas cabang pohon duduk dengan
sepasang mata yang terus menatap ke liku-liku jalan di kaki bukit. Sudah
satu jam hampir dia berada di cabang pohon itu dan apa yang ditunggunya
masih juga belum muncul. Kekesalan hatinya dicobanya melenyapkan
dengan bersiul-siul. Ada satu keluarbiasaan, cabang pohon yang diduduki
pemuda itu kecil sekali. Jangankan manusia, seekor kucingpun bila duduk
di situ pastilah cabang itu akan menjulai ke bawah. Tapi anehnya, diberati
oleh tubuh pemuda berambut gondrong itu, jangankan menjulai, bergerak
sedikitpun cabang pohon itu tidak! Kalau si pemuda bukannya seorang
sakti mandraguna yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang hebat,
pastilah hal itu tak bisa kejadian.
Sepeminuman tah berlalu. Si pemuda memandang lagi ke kaki bukit,
ke arah liku-liku jalan.
"Sialan, apa kunyuk-kunyuk itu tidak jadi melewati jalan ini"! Sialan
be..." Tiba-tiba pemuda itu hentikan makiannya. Bola matanya membesar
dan dibibirnya menggurat seringai tajam. Jauh di bawah bukit, diantara
pohon-pohon di liku-liku jalan dilihatnya sebuah kereta yang ditarik oleh
dua ekor kuda putih, dikawal oleh selusin penunggang kuda. Debu
menggebu ke udara. Pemuda itu kini tertawa-tawa sendirian. Hatinya
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
gembira. Yang ditunggunya telah kelihatan di bawah sana, dan pasti akan
melewati tikungan jalan dimana dia menunggu saat itu.
Kira-kira dua kali peminuman teh maka terdengarlah derap kakikaki kuda dan gemerataknya suara roda kereta mendekati tikungan jalan.
Karena tikungan itu mendaki, maka pengemudi kereta dan penunggangpenunggang kuda agak memperlambat lari kuda masing-masing.
Pada saat itulah pemuda rambut gondrong yang duduk di cabang
pohon mengeluarkan suara memerintah yang menggeledek!
"Berhenti!"
Beberapa ekor kuda yang di muka sekali meringkik terkejut.
Pengemudi dan pengawal kereta kagetnya bukan main. Semua anggota
rombongan menghentikan kuda masing-masing. Dan melihat gelagat yang
tidak baik, setiap anggota rombongan bersikap waspada.
"Semua laki-laki yang ada di sini, termasuk pengemudi kereta
kuharap segera angkat kaki tinggalkan tempat ini. Berlalu dengan cepat!"
Begitu si pemuda memerintah. Dan dia masih juga duduk di cabang pohon
seenaknya. Penunggangn kuda yang paling muka yang bertindak sebagai
pimpinan rombongan mendongak ke atas dan bertanya dengan
membentak. "Orang asing! Kau siapa"!"
"Buset! Kau punya nyali membentak aku hah" Apa kau punya jiwa
rangkap!" Si penunggang kuda mendengus. "Caramu memerintah nyatalah
bahwa kau mempunyai niat jahat!"
"Betut sekali sobat! Karenanya lekaslah tinggalkan tempat ini kalau
kalian semua tidak mau cilaka!"
Penunggang kuda yang bertindak sebagai pemimpin rombongan
melihat sikap dan tempat di mana pemuda rambut gondrong itu duduk
sesungguhnya sudah sejak tadi mengetahui bahwa manusia asing itu
seorang yang berilmu sangat tinggi. Namun dengan mengandalkan jumlah
yang banyak, mengandalkan kawan-kawannya yang rata-rata memiliki ilmu
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
silat, nyalinya tidaklah menjadi kendor merghadapi si pemuda rambut
gondrong! "Kalau kau seorang perampok, cari saja orang lain untuk dirampok!
Salah-salah riwayatmu bisa tamat sampai di sini, sobat"
Pemuda di atas cabang pohon tertawa gelak-gelak. Suara tertawaaya
menggetarkan tikungan jalan itu, juga menggetarkan hati dua belas
penunggang kuda! Bahkan suara tertawa itu telah membuat satu tangan
halus menyibakkan tirai kereta den memunculkan sebuah kepala
perempuan muda belia berwajah cantik berkulit halus mulus.
"Manusia-manusia tolol! Orang sudah kasih ampun den kasih selamat
kalian punya jiwa tapi malah berlagak jago!" bentak orang di atas cabang
pohon! "Silahkan cabut senjata kalian agar kalian semua tidak mampus
percuma!" Habis berkata begitu si pemuda laksana seekor alap-alap melompat
turun. Tubuhnya berkelebat cepat dan terdengadah jeritan yang
menggidikkan! Tiga penunggang kuda terpelanting dari punggung kuda
masing-masing. Kepala ketiganya hancur remuk dimakan tendangan kaki
kanan pemuda tadi!
Yang sembilan orang lainnya, tambah satu dengan pengemudi kereta
dengan serentak segera mencabut golok masing-masing. Tanpa menunggu
lebih lama yang sembilan
orang segera menyerbu sedang pengemudi kereta dengan golok
melintang di muka dada tetap berada di atas kereta.
Sebentar saja hujan golok menyelubungi si pemuda. Pemuda itu
berdiri di tengah-tengah siuran golok dengari bertolak pinggang dan sambil
tertawa-tawa. Sekali-sekali dia membuat sedikit gerakan. Meskipun sedikit
gerakan itu sekaligus berhasil mengelakkan sembilan serangan golok yang
menderu-deru. Tiba-tiba pemuda itu membentak nyaring. Tubuhnya merunduk di
antara bacokan dan tebasan golok. Pekik lolong terdengar susul menyusul.
Empat pengeroyoknya berpelantingan dan bergeletakan tanpa nyawa di
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
tengah jalan. Yang lima orang lainnya kejut serta kaget mereka bukan olaholah. 'Tegal Ireng!" teriak pemimpin rombongan. "Larikan kereta dari sini
cepat! Aku dan yang lain-lainnya menahan bangsat ini!"
Kusir kereta tak ayal lagi segera sentakkan tali kekang. Dua ekor kuda
melonjak dan melompat ke muka. Sementara itu lima golok menyerbu
pemuda rambut gondrong dengan ganasnya. Tapi yang diserbu ganda
tertawa. Dia membuat lompatan setinggi tiga tombak. Dua orang
pengeroyoknya jungkir balik di makan tendangan. Bersamaan dengan Itu
tangan kanannya dihantamksn ke arah dua ekor kuda penarik kereta yang
segera hendak lari meninggalkan tempat itu. Gelombang angin yang sangat
dahsyat Menghantam hancur delapan kaki binatang itu sehingga kuda dan
kereta angsrok kejalanan. Ringkik kuda terdengar tiada hentinya sedang dari
dalam kereta melengking jeritan perempuan!
Pemimpin rombongan, dengan sangat penasaran cabut lagi sebatang
golok dari pinggangnya. Dengan sepassng golok, bersama dua orang
kawannya dia menyerbu kembali!
"Kunyuk-kunyuk tolol! Nyali kalian memang patut kupuji! Tapi kalian
adalah manusia-manusia tidak berguna! Karenanya pergilah ke neraka!"
Pemuda rambut gondrong kebutkan tepi jubah hitamnya. Serangkum
angin pengap menyerang ke arah tenggorokan ketiga lawannya. Manusiamanusia itu mengelusrkan suara seperti tercekik sewaktu tubuh mereka
mental dilanda angin dahsyat. Dari mulut masing-masing menyembur
darah segar. Nyawa ketiganya lepas bersamaan dengan rubuhnya tubuh
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka ke tanah!
Pemuda berambut gondrong yang mengenakan jubah hitam
berbunga-bunga kuning tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba dirasakannya
sambaran angin di belakangnya. Dibalikkannya tubuhnya dengan cepat.
Sebatang golok laksana anak panah melesat ke arah batok kepalanya!
-- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
LIMA Kurang ajar betul!" teriak pemuda berjubah hitam. Dia gerakkan
tangan kanannya. Lihai sekali golok maut itu berhasil ditangkapnya lalu
dilemparkannya ke arah kereta.
Laki-laki yang menjadi kusir kereta, yang tadi melemparkan golok itu
kepada si pemuda dengan serta merta melompat dari kereta yang sudah
angsrok itu dan bergulingan di tanah. Golok menancap di bangku kayu
pada bagian depan kereta!
Kusir kereta yang menyadari bahwa dirinya kini tinggal sendirian,
melihat serangannya tidak mengenai sasaran jadi lumer nyalinya. Tanpa
banyak cerita kusir ini segera ambil langkah seribu seraya berteriak. "Den
Ayu Galuh Warsih lekas lari selamatkan dirimu!"
"Kunyuk tengik!" teriak pemuda berjubah hitam sambil keluarkan
dengusan. "Kalau mau lari, larilah sendiri ke neraka!"
Sekali pemuda ini lambaikan tangan kanannya, kusir kereta itu
mental menghantam pohon dilanda angin dahsyat yang ke luar dari telapak
tangan si pemuda!
Di saat itu pintu kereta sebelah kanan terbuka lebar-lebar dan
seorang gadis bertubuh ramping, berkulit hitam manis yang memiliki wajah
mempesona ke luar dengan paras pucat. Lututnya gemetar. Bulu kuduknya
merinding melihat sosok-sosok mayat pengawalnya yang bertebaran di
mana-mana, mati dalam keadaan mengerikan!
Gadis itu menyurut beberapa langkah sewaktu pemuda berjubah
hitam melangkah mendekatinya.
"Ah, dewiku, kenapa takut padaku?" ujar si pemuda dengan
mengulum senyum. "Namamu Galuh Warsih bukan" Dan kau anaknya
Sentot Sastra dari Kaliurang, betuL?"
Galuh Warsih menyurut lagi beberapa langkah. Pada tampang yang
gagah dari si pemuda, pada sunggingan senyumnya nyata kelihatan sifat
kebuasan, sifat kejalangan!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Gadis ini terpekik sewaktu sekali lompat saja si pemuda sudah
berada dihadapannya.
"Saudara, kau siapa" Mengapa membunuh pengawal-pengawalku"!"
Meski takutnya bukan main namun Galuh Warsih masih bernyali
mengajukan pertanyaan itu.
Yang ditanya tertawa.
"Ah.., itu satu pertanyaan yang pantas dijawab," katanya. Tangan
kirinya ditopangkannya ke sanding belakang kereta. "Namaku tak
seberapa perlu dewiku sayang. Aku cukup dikenal dengan gelar Pendekar
Pemetik Bunga."
Paras Galuh Warsih laksana kain kafan, putih seperti tiada
berdarah. Sebaliknya pemuda yang mengaku bergelar Pendekar Pemetik
Bunga tertawa gelak-gelak.
"Dan kalau dewiku bertanyakan mengapa aku membunuh
pengawal-pengawalmu itu adalah karena mereka sedeng semua! Disuruh
angkat kaki dari sini agar selamat malah minta mati!"
"Ayahku Bupati Kaliurang pasti akan menyuruh pancung kepalamu
atas semua kejahatan inil"
Pendekar Pemetik Bungs tertawa mengekeh. "Sudahlah," katanya,
"di tempat bangkai-bangkai berserakan ini kita tak usah banyak bicara.
Kau ikut aku, Galuh Warsih. Kita pergi ke bukit sebelah sana..."
'Tidak!" "Di bukit sana ada sebuah pondok!"
'Tidak, aku tidak mau! Aku tidak sudi ikut sama kau manusia
biadab!" teriak Galuh Warsih.
"Di situ, di pondok itu nanti kau akan merasakan sorga dunia yang
tiada taranya dewiku manis...." Dengan tertawa gelak-gelak Pendekar
Pemetik Bunga maju mendekati Galuh Warsih. Si gadis cepat menyambar
kayu patahan papan kereta dan dengan kedua tangannya menghantamkan kayu itu ke kepala Pendekar Pemetik Bunga, Pemuda
berhati bejat itu ganda tertawa. Dia merunduk dan begitu maju, sekaligus
dia sudah merangkul pinggang Galuh Warsih.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Galuh Warsih menjerit melolong-lolong. Kedua tangannya tiada
henti mendambuni punggung dan menjambaki rambut gondrong Pendekar
Pemetik Bunga. Tapi pemuda itu tiada perduli. Malah dengan tertawa dan
bersiul-siul gembira laksana angin cepatnya tubuh Galuh Warsih
dilarikan ke puncak sebuah bukit di sebelah timur!
Hampir sepeminum teh kemudian maka pondok kayu itu sudah
kelihatan dari jauh. Nafsu yang menghempas-hempas pembuluh darah
dan menegangkan sekujur tubuh Pendekar Pemetik Bungs membuat
manusia terkutuk itu tancap gas tambah percepat larinya agar lekas-lekas
sampai ke pondok itu dan agar lekas pula melampiaskan nafsu bejat
terkutuknya! Tapi betapa terkejutnya Pendekar Pemetik Bunga sewaktu makin
dekat ke pondok itu sepasang telinganya menangkap suara nyanyian.
Yang lebih mengejutkan ialah karena suara nyanyian itu keluarnya dari
dalam pondok kayu dihadapannya itu!
Dua tahun dilepas pergi,
Dua tahun turun gunung,
Dua tahun berbuat keji,
Dua tahun tak tahu untung.
Lima tahun belajar percuma
Lima tahun dididik tiada guna
Kehancuran dimana-mana
Pembunuhan di mana-mana
Semua karena buta hati dan buta mata
Semua karena buta rasa
Percuma bagusnya gunung
Percuma tingginya gunung
Kalau meletus bencana di mana-mana
Anak manusia lupa daratan
Anak manusia membuat kebejatan
Apakah selusin nyawa di badan"
Apakah ilmu setinggi awan"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Pendekar Pemetik Bunga hentikan larinya. Galuh Warsih yang masih
mendambun-dambun punggungnya, yang masih berteriak-teriak meskipun
suaranya parau segera ditotoknya. Dipasangnya telinganya sedang kedua
matanya memandang tajam-tajam ke arah pintu pondok yang terbuka. Tak
satu sosok manusiapun yang dapat dilihatnya dari tempat dia berdiri.
Namun suara nyanyian tadi kembali terdengar. Terdengar dan keluar dari
pondok itu! Dua tahun dilepas pergi,
Dua tahun turun gunung....
Ada suatu rasa aneh menyelinapi hati Pendekar Pemetik Bunga. Rasa
aneh ini bukan saja hanya sekedar menyelinap, tapi juga membuat hatinya
menciut-ciut dan dadanya berdebar. Dia melangkah kembali, pelahan kini.
Mata memandang tajam, ke pintu pondok yang terbuka, sikap penuh
waspada. Lima tombak dari hadapan pondok, untuk kedua kalinya Pendekar
Pemetik Bunga hentikan langkah. Bayangan seseorang dapat dilihatnya
melangkah ke pintu. Dalam kejapan mata kemudiannya maka terbenturlah
pandangannya pada tubuh seorang laki-laki tua bertubuh kurus kering
berselempang kain putlh. Janggut dan rambutnya yang hitam menjelang
panjang sampai ke pinggang.
"Guru!" seru Pendekar Pemetik Bunga.
Tubuh Galuh Warsih segera diturunkannya dari pundak,
didudukkannya di bawah sebatang pohon lalu dia sendiri berlari dan
berlutut dihadapan orang tua yang berdiri di ambang pintu pondok.
Si orang tua, yang bukan lain dari Begawan Citrakarsa adanya
menyapu paras muridnya dengan pandangan mata sedingin salju setajam
pisau! "Betulkah kau ini si Wirapati?"
Masih berlutut, Pendekar Pemetik Bunga angkat kepalanya. "Betul
guru. Masakan guru lupa sama murid sendiri!" Diam-diam Pendekar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Pemetik Bunga atau Wirapati merasa bergidik jugs melihat cara
memandang gurunya.
"Guru...!"
Begawan Citrakarsa tidak perdulikan seruan kaget muridnya
melainkan meneruskan, "Mataku masih belum kabur, telingaku masih
belum tuli. Otakku masih belum tumpul! Wirapati yang pernah kegembleng
lima tahun di puncak Gunung Merbabu sudah tidak ada di atas bumi ini..."
"Guru!" seru si murid sekali lagi.
Begawan Citrakarsa tetap tak ambil perduli seorang pemuda
terkutuk yang didelapan penjuru angin dikenal sebagai Pendekar Pemetik
Bunga! Berubahlah paras Pendekar Pemetik Bunga alias Wirapati. Dia
membathin, rupanya apa yang telah dilakukannya sejak turun gunung dua
tahun yang silam sudah diketahui oleh gurunya. Dia berpikir-pikir mencari
akal, apakah yang bakal dikatakannya pada Begawan itu.
"Selama ini aku dikenal sebagai tokoh silat golongan putih yang
mengutamakan ilmu untuk kebaikan, dan welas asih. Dunia persilatan
menyegani dan menghormatiku! Tapi kini dari delapan penjuru angin
umpat dan kutuk serapah dilontarkan kepadaku! Keningku dicoreng
cemoreng oleh rasa malu yang tiada terkira! Semua itu adalah akibat
perbuatan bejatmu, Wirapati! Perbuatan terkutukmu!"
"Guru," kata Pendekar Pemetik Bunga dengan cepat. Akal busuk
sudah didapatnya saat itu "Rupanya guru telah tertiup oleh segata fitnah
yang dilontarkan manusia-manusia biang racun! Lima tahun murid dididik
dan digembleng oleh guru masakan sesudahnya turun gunung murid mau
membuat kekotoran yang mencemarkan nama guru itu"! Semua fitnah
belaka, guru! Percayalah! Justru murid malang melintang di dunia
persilatan untuk membasmi kaum penjahat dan golongan hitam...!"
Begawan Citrakarsa tertawa tawar. "Kaukah yang difitnah atau
engkau yang memfitnah, Wirapati" Gadis yang kau sandarkan di pohon
itu cukup menjadi bukti! Kalau kau mau menipu aku, tunggulah sampai
mataku buta!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Pendekar Pemetik Bunga tidak kehabisan akal. Dia segera buka
mulut pula, "Guru salah duga. Gadis itu adalah anak Bupati Sentot
Sastra dari Kaliurang yang barusan murid tolong dan lepaskan dari
tangan penculik-penculik dan perampok-perampok!"
Lagi-lagi Begawan Citrakarsa tertawa tawar.
"Lidah tidak bertulang memang biaa diputar balik!" katanya. "Tapi
mataku tidak bisa diputar baiik, Wirapati! Aku saksikan sendiri apa yang
terjadi di tikungan jalan tadi! Masihkah kau mau berdusta di dalam
kebejatanmu"!"
Kini Wirapati alias Pendekar Pemetik Bunga tak bisa berkata apaapa lagi. Mulutnya terkatup rapat-rapat
"Tak perlu kau berlutut dihadapanku Wirapati! Sejak arang cemar
kau corengkan ke mukaku, sejak itu pula aku tak mengakuimu lagi
sebagai murid!"
Rahang Pendekar Pemetik Bunga menonjol bergemeletak.
"Kejahatanmu laksana laut tidak bertepi! Dosamu sudah tak
sanggup ditakar lagi! Sekarang berdirilah! Dan katakan cepat, cara mati
bagaimana yang kau inginkan"!"
Kaget Pendekar Pemetik Bunga bukan alang kepalang! Dipandangnya paras Begawan Citrakarsa. Mimik dan sorotan mata si
orang tua jelas menyatakan bahwa apa yang diucapkannya itu bukan
main-main! "Guru...."
"Aku bukan gurumu!" bentak Begawan Citrakarsa.
Perlahan-lahan Pendekar Pemetik Bunga berdiri.
"Guru, kau betul-betul hendak membunuhku?" tanya pemuda itu,
"atau cuma main-main saja ... ?"
"Bicara soal kematian bukan bicara main-main budak terkutuk!"
hardik Begawan Citrakarsa.
"Bersiaplah untuk mampus!"
Begawan itu angkat tangan kanannya. Kemudian laksana kilat
dipukulkan ke muka!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Wuss!"
Asap putih mengepul dahsyat melanda ke arah Pendekar Pemetik
Bunga. Melihat gurunya mengeluarkan ilmu dahsyat yang tak pemah
dikenalnya atau diajarkan kepadanya sebelumnya, yakinlah Pendekar
Pemetik Bunga bahwa si orang tua betul-betul bertekat hendak
menghabisi nyawanya! Tak ayal, sebelum tubuhnya diserempet asap putih
yang mengandung hawa sangat panas itu, si pemuda segera melompat ke
samping sampai dua tombak!
"Bagus! Kau masih bisa mengelak! Tapi nyawamu tetap harus
minggat ke neraka murid laknat!" gertak Begawan Cirakarsa. Tubuhnya
berkelebat. Kini kedua tangannya yang kurus memukul bersama-sama.
Sinar putih berbuntal-buntal menyambar Pendekar Pemetik Bunga!
-- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
ENAM Serangan ganas ini membuat Pendekar Pemetik Bunga melompat
sampai tiga tombak ke atas dan berseru nyaring, "Orang tua aku masih
menaruh hormat pada kau! Hentikan seranganmu!"
"Hormat nenek moyangmu!" maki Begawan Citrakarsa beringas.
Kedua tangannya kembali melesatkan buntalan sinar putih. Pendekar
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemetik Bunga cepat-cepat menukik menyelamatkan diri.
Wirapati atau Pendekar Pemetik Bunga jadi beringas pula kini.
"Begawan!" serunya lantang, "jika kau tak hentikan senuigan, terpaksa
aku mengadu jiwa dengan kau! Harap jangan menyesal!"
Begawan Citrakarsa tidak perdulikan ucapan bekas muridnya.
Tubuhnya berkelebat cepat. Angin bersiuran, debu beterbangan dan atap
rumbia pondok di atas bukit itu terbang bertaburan akibat keras
dahsyatnya angin serangan sang Begawan!
Pendekar Pemetik Bunga penasarannya bukan main. Kutuk serapah
tiada henti-hentinya dikeluarkan dalam hati. Kalau saja dia tidak memiliki
tenaga datam dan ilmu mengentengi tubuh yang tinggi sempurna, pastilah
dalam dua jurus saja dirinya sudah konyol mati kena digebuk salah satu
lengan sang Begawan atau tersambar asap putih yang panas beracun itu!
Dalam tempo yang singkat, murid dan guru itu sudah bertempur
delapan jurus. Keduanya kelihatan sama-sama gesit dan sama-sama lihai.
Namun memasuki jurus kedua belas walau bagaimanapun Pendekar
Pemetik Bunga tiada sanggup lagi bertahan. Sekali tubuhnya kena dilanda
jotosan Begawan Citrakarsa, tubuhnya mencelat mental membobolkan
dinding kajang dan melingkar di tantai tanah dalam pondok!
Begawan Citrakarsa tidak menunggu sampai di situ saja. Mulutnya
berkomat kamit. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi. Tangan itu
berwarna merah kini.
Dan sewaktu tangan itu dipukulkan ke muka, lidah api yang
dahsyat menyambar laksana topan prahara! Dalam sekejapan mata saja
pondok itu tenggelam dalam kobaran api! 'Tamatlah riwayatmu murid
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
terkutuk!,' Begitu Begawan Citrakarsa membatin. Tapi si orang tua
menjadi kaget bukan main sewaktu matanya melihat sosok tubuh bekas
muridnya itu berdiri tak jauh dari pondok yang tengah terbakar. Muka
Pendekar Pemetik Bunga kelihatan agak pucat tanda jotosan Begawan
Citrakarsa tadi telah menyebabkan luka yang cukup parah dibagian
dalam tubuhnya!
Begawan Citrakarsa sendiri diam-diam merasa heran melihat
pemuda itu masih sanggup berdiri meski dengan muka pucat pasi.
Jotosan yang dilancarkan tadi mempergunakan hampir setengah bagian
tenaga dalamnya, namun pemuda itu tidak menemui ajalnya! Apakah
selama turun gunung malang melintang berbuat kejahatan bekas
muridnya itu juga telah memperdalam ilmu silat dan ilmu kesaktiannya"!
Begawan Citrakarsa tidak mau menunggu lebih lama. Tidak mau
memberi kesempatan. Makin lekas dia berhasil membunuh muridnya itu,
berarti makin cepat dia mencuci tangan dan membersihkan diri dari rasa
malu yang melekat selama ini! Karenanya sang Begawan segera melompat
ke muka kembali, menyerbu laksana seekor singa jalang yang kelaparan!
Dari jarak beberapa meter sebelum tubuhnya sampai kehadapan si
pemuda, Begawan Citrakarsa sudah lancarkan dua pukulan dan dua
tendangan jarak jauh yang hebat!
Pendekar Pemetik Bunga saat itu tengah alirkan tenaga dalam
kebagian dada yang terluka dan atur jalan darah serta nafas. Melihat
datangnya serangan ini dia terpaksa menghindar cepat sambil melepaskan
pukulan "Tapak Jagat".
Begawan Citrakarsa tertawa mengejek. Ilmu pukulan 'Tapak Jagat'
itu dialah yang menciptakan dan mewariskan kepada Wirapati, masakan
kini mempan dipakai untuk melawan penciptanya sendiri. Namun tawa
mengejek si orang tua berubah dengan keterkejutan!
Begawan Citrakarsa sampai mengeluarkan seruan tertahan. Angin
pukulan yang ditimbulkan oleh pukulan 'Tapak Jagat" itu dahsyatnya bukan
main, lebih dahsyat daripada jika dia sendiri yang melepaskannya! Padahal
Wirapati saat itu diketahuinya sedang terluka akibat jotosannya tadi!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Jelaslah si pemuda benar-benar telah menuntut ilmu kesaktian pada seorang tokoh utama dunia persilatan selama dia malang melintang dua tahun
belakangan ini!
Si orang tua kini tidak mau memberi ampun lagi dan tak mau
memperpanjang waktu! Lengking yang menggidikkan ke luar dari
tenggorokannya. Bumi laksana dilanda lindu. Telinga Pendekar Pemetik
Bunga laksana ditusuk dan kepalanya berdenyut pusing! Lengkingan yang
ke luar dari mulut Begawan Citrakarsa tiada kunjung henti sedang tubuh
orang tua ini boleh dikatakan sama sekali tidak kelihatan lagi ujudnya,
hanya bayangannya saja yang laksana angin bergulung-gulung menyelimuti tubuh Pendekar Pemetik Bunga. Dan di antara angin serangan
yang bergulung-gulung itu serangan kaki tangan datang laksana hujan
membadai! Inilah ilmu ciptaan Begawan Citrakarsa yang dinamakan "Seribu
Angin Seribu Badai" Hebatnya memang bukan alang kepalang!
Tapi sang Begawan jadi komat kamit beringas sewaktu dua jurus
berlalu dan tak satu jotosan atau hantaman lengan ataupun tendangan
kakinya yang berhasil mengenai tubuh lawan. Malah tiba-tiba dirasakannya
dia laksana menyerang gunung batu yang menjungkir balikkan kembali
setiap serangannya sedang sambaran angin aneh terasa memengapkan liang
hidung serta tenggorokannya! Orang tua ini terpaksa tutup jalan nafas dan
melompat ke luar dari kalangan pertempuran.
Dilihatnya bekas muridnya itu berlutut di tanah sedang tangannya kiri
kanan tiada hentinya mengebut-ngebutkan tepi jubah hitamnya. Dari tepi
jubah hitam itulah ke luar angin pengap yang ganas, membuat sang
Begawan tidak berani kembali menyerang atau mendekat!
Tiba-tiba Begawan ini ingat pada ilmu "Asap Putih Pencari Raga" yang
dimilikinya serta diyakininya selama tujuh tahun! Cepat-cepat dia
melentingkan kedua telapak tangan ke muka.
Didahului oleh teriakan menggeledek maka dua larik asap putih yarg
menyilaukan melesat ke muka. Setengah jalan dua larikan asap itu
berpencar menjadi dua lusin dan kedua lusinnya menyerang ke arah dua
puluh empat jalan darah kematian di tubuh Pendekar Pemetik Bunga!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Pendekar Pemetik Bunga kebutkan tepi jubahnya sekencangkencangnya dan cepat bergulingan di tanah. Untung sekali dia telah
berguling menjauh begitu rupa karena angin pengap yang dilepaskannya
tadi kali ini tiada sanggup menahan serangan "Asap Putih Pencari Raga"
yang dilepaskan Begawan Citrakarsa. Dan ketika pemuda itu berdiri lalu
menoleh cepat ke tanah bekas tempat dia berada waktu diserang tadi, mau
tak mau keringat dingin memercik dikuduknya! Betapakah tidak! Di tanah
mata kepalanya sendiri menyaksikan 24 buah lobang sedalam setengah
jengkal akibat serangan bekas gurunya tadi! Sang Begawan mengeluarkan
tertawa mengekeh.
"Kematianmu sudah hampir dekat murid terkutuk!," katanya. "Setan
neraka mungkin sudah tak sabar menunggumu. Cacing-cacing kuburan
tentu ingin lekas-lekas menggerogoti dagingmu...!"
"Orang tua gendeng! Jangan bermulut besar bicara ngaco! Sekali aku
bilang mengadu nyawa padamu, jangan harap kau bisa membunuhku tanpa
kau punya nyawa anjing juga turut minggat ke neraka jahanam!" Habis
berkata begitu Pendekar Pemetik Bunga cabut bunga kuning yang terbuat
dari kertas dari balik ikatan rambut di kepalanya!
"Ooo... bunga kertas buruk itukah yang kau andalkan untuk
membunuhku"!" ejek Begawan Citrakarsa dengan memencongkan hidung.
"Kau boleh mengejek kunyuk keriput!" serapah Wirapati alias
Pendekar Pemetik Bunga. "Sebentar lagi roh busukmu akan terbang
dibawa bunga maut ini!"
"Cuma bunga kertas mainan bocah-bocah siapa takutkan"!" ejek
Begawan Citrakarsa dan dengan serta merta dia kiblatkan kedua
tangannya, kembali memancarkan serangan "Asap Putih Pencari Raga."
Kali ini Pendekar Pemetik Bunga tidak menghindar. Dia berdiri
menunggu. Pada saat asap putih hendak memancar seperti tadi, dengan
cepat pemuda itu menekan tangkai bunga kertas yang dipegangnya. Serta
merta bertaburanlah gulungan sinar kuning. Bila asap putih dan sinar
kuning itu bertemu di udara maka terdengarlah suara berdentum yang
amat dahsyat. Jagat laksana goncang. Asap putih dan sinar kuning
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
berpalun-palun, gelung menggelung laksana beberapa ekor ular raksasa
yang tengah berkelahi gigit menggigit! Asap putih lambat laun lenyap
dirambas dan ditelan sinar kuning untuk kemudian terus menyerang
Begawan Citrakarsa. Kejut orang tua sakti ini bukan alang kepalang. Dia
melompat ke samping tapi agak terlambat karena sebagian lengan kirinya
kena tersambar sinar kuning itu! Dengan serta merta lengan sang
Begawan menjadi kuning pekat!
Pendekar Pemetik Bunga tertawa terbahak-bahak.
"Sinar kuning itu mengandung racun dahsyat! Dalam tempo satu
jam nyawamu pasti konyol!"
Begawan Citrakarsa mengambil sebutir pil dan menelannya dengan
cepat. "Ha... ha, jangankan pil tahi kambing itu! Obat dari kayanganpun
tak bakal sanggup memunah racun dilenganmu itu. Begawan goblok!"
Naik darah si orang tua meluap sampai ke kepala. Mukanya kelam
membesi. Racun kuning ditangan kirinya dirasakannya mulai merambas
mendekati pangkal bahu. Tak ayal lagi Begawan Citrakarsa pergunakan
tangan kanannya memutar dan membetot lengan kirinya itu!
"Kraak!"
Sungguh menggidikkan sewaktu persendian bahu itu lepas dan
daging berserabutan, urat-urat berbusaian menyemburkan darah!
Pendekar Pemetik Bunga sendiri meremang bulu kuduknya melihat
perbuatan sang Begawan!
"Jangan kira meski aku cuma dengan satu tangan kini kau bisa
lepas dari kematian, Wirapati keparat!" kata Begawan Citrakarsa.
"Otakmu memang sudah miring, Begawan!" kata Wirapati pula. "Tak
satu kekuatanpun yang sanggup menandingi bunga kertas kuning ini!"
Begawan Citrakarsa tidak menjawab apa-apa melainkan tangan
kanannya menyelinap ke balik selempang kain putih di pinggangnya.
Sebilah keris bereluk dua belas yang memancarkan sinar sangat merah
kini tergenggam di tangan Begawan itu. lnilah keris "Pancasoka" yang
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
mempunyai keampuhan luar biasa! Jangankan daging manusia, batu
karang pun jika ditusuk pasti akan hancur lebur!
Sebagai bekas murid Begawan Citrakarsa dengan sendirinya
Wirapati tahu betul kehebatan senjata ini. Dia meragu apakah kini bunga
kertas kuningnya akan sanggup menghadapi keris Pancasoka itu.
Karenanya untuk menjaga segala kemungkinan Pendekar Pemetik Bunga
segera membuka ikatan sabuk mutiara milik Kidal Boga yang tempo hari
dibunuhnya. "Kau lihat keris ini Wirapati"!"
"Ah... tak usah banyak omong! Majulah biar kau juga dapat
kehebatan sabuk mutiara ini!" tukas Wirapati!
Menggelegaklah kemarahan sang Begawan. Dia melompat ke muka.
Keris Pancasoka berkiblat kian kemari. Sinar merah laksana lidah api
menyerang ganas. Setiap serangan merupakan rangkaian yang sekaligus
menjurus ke arah dua belas bagian tubuh lawan! Inilah kehebatan senjata
itu! Wirapati tidak pula tinggal diam. Sabuk mutiara diputar laksana
kitiran. Gelombang angin menderu-deru sedang bunga kertas ditangan
kanan tiada hentinya mengeluarkan sinar kuning yang mengandung
racun jahat! Namun dua senjata ditangan Wirapati hampir tiada daya
menghadapi keris bereluk dua belas di tangan kanan Begawan Citrakarsa.
Ditambah lagi dengan amukan si orang tua yang dahsyatnya bukan olaholah. Kalau saja satu tangannya tidak cedera buntung pastilah
amukannya itu tak akan tertahan-tahan oleh Wirapati.
Dengan keris ditangan kanan orang tua itu, pertempuran sudah
berkecamuk selama enam puluh jurus! Daya tahan dan kegesitan
Begawan Citrakarsa meski dirinya sudah terlalu parah memang patut
dikagumi! Dalam pada itu dia sudah berhasil pula mendesak dan
memepet lawannya sampai kedekat reruntuhan pondok yang terbakar!
Dengan kertakkan geraham kemudian membentak keras, Wirapati
percepat gerakannya dan keluarkan jurus-jurus dahsyat ysng
mengandung tipu-tipu ganas licik mematikan! Tapi Begawan Citrakarsa
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
yang sudah makan asam garam pertempuran yang sudah puluhan tahun
punya pengalaman dalam dunia persilatan mana bisa kena ditipu!
"Setan alas!" maki Pendekar Pemetik Bunga. "Kunyuk tua haram
jadah," makinya lagi dalam hati. Dengan mempergunakan jurus "Menyapu
Awan Menerjang Mega," pemuda ini akhirnya melompat ke luar dari
kalangan pertempuran!
"Pemuda terkutuk!" teriak Begawan Citrakarsa, "Kau mau lari ke
mana"!"
"Aku tidak lari iblis tua!" bentak Pendekar Pemetik Bunga. Dia
cepat-cepat tusukkan kembali bunga kertasnya ke sela rambut di kepala,
sabuk mutiara tetap dipegang di tangan kiri menjaga segala kemungkinan.
Saat itu jarak antara mereka terpisah sejauh lima meter.
"Begawan keparat! Mari kita buat perjanjian!" Tiba-tiba Pendekar
Pemetik Bunga ajukan usul.
"Heh, sudah mau hampir mampus bikin segala macam usul! Apakah
itu bukan cuma ulur waktu mencari kesempatan lari..."!" ejek Citrakarsa.
"Sompret tua, aku berjanji! Jika kau sanggup terima pukulanku,
aku akan bunuh diri dihadapanmu!"
Begawan Citrakarsa tertawa mengekeh-ngekeh. "Bunuh diri terlalu
enak buatmu, Pendekar terkutuk!"
Si pemuda penasaran bukan main. Tapi dia berkata lagi, "Kalau
begitu kau terpaksa mampus percuma orang tua! Dunia persilatan akan
gempar bila mengetahui, seorang tokoh silat bernama Citrakarsa dibunuh
oleh muridnya sendiri...!"
Habis berkata begitu Pendekar Pemetik Bunga tertawa panjang dan
menggidikkan. Tangan kanannya diacungkan ke muka, mulut berkomat
kamit sedang ibu jari dan telunjuk mendadak dengan cepat berobah
menjadi hitam! Teganglah paras Begawan Citrakarsa. Selama di puncak Gunung
Merbabu dia telah mendengar bahwa bekas muridnya yang murtad itu
telah memiliki sejenis ilmu yang sangat sakti dan berbahaya! Apakah ini
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
agaknya ilmu kesaktian yang hendak dilancarkannya, hendak dipakai
menyerang"!
Jari tetunjuk dan ibu jari Pendekar Pemetik Bunga atau Wirapati
semakin hitam legam dan mengeluarkan sinar mengerikan sedang paras
sang Begawan semakin tegang, sebaliknya Pendekar Pemetik Bunga
tertawa terus tiada hentinya!
"Ilmu Jari Penghancur Sukma ini sudah menelan puluhan tokohtokoh silat!" kata si pemuda yang tiba-tiba hentikan tertawanya, "tokohtokoh silat yang tolol geblek sengaja mencari mampus!"
"Hah!" kejut Begawan Citrakarsa. "Murid murtad, dari mana kau
dapat ilmu bejat itu"!"
Wirapati alias Pendekar Pemetik Bunga tertawa lagi panjangpanjang. Jari telunjuk dan ibu jarinya mulai bergerak membentuk
lingkaran siap untuk dijentikkan ke muka. Begawan Citrakarsa cepatcepat alirkan seluruh tenaga dalamnya ke keris yang ditangan kanan
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga senjata itu menyinarkan cahaya merah yang sepuluh kali
menyilaukan dari semula!
Pendekar Pemetik Bunga memperlahan tertawanya. "Selusin keris
Pancasoka ditanganmu, tiada nanti kau sanggup menahan serangan
jariku ini, Begawan keriput!"
"Laknat terkutuk! Jiwamu atau nyawaku!" teriak Begawan
Citrakarsa. Laksana anak panah tubuhnya melesat ke muka. Keris
Pancasoka mengiblatkan sinar merah yang dahsyat! Pohon-pohon dan
daun-daun di kiri kanan hangus berkepulan. Lidah api yang laksana naga
raksasa menyambar dalam kecepatan luar biasa ke arah Pendekar
Pemetik Bunga! Yang diserang mendengus mengejek. Tubuhnya tidak sedikitpun
bergerak! Kakinya tak satupun yang bergeser membuat langkah mengelak!
Sebaliknya hanya jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya saja yang
tiba-tiba menjentik ke muka. Maka pada detik itu juga didahului oleh
angin keras laksana topan prahara, menderulah gelombang sinar hitam,
menyapu dan menerjang lidah api keris Pancasoka!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Begawan Citrakarsa yang melihat gelombang apinya membalik
menyerang dirinya sendiri berteriak kaget dan melompat ke samping
sejauh dua tombak. Tapi dari samping sinar hitam melanda dengan
dahsyatnya! Orang tua ini terguling-guling di tanah. Tubuhnya hangus
hitam den mengepulkan bau daging yang terpanggang! Bahkan keris
Pancasoka yang saat itu masih tergenggam ditangan kanannya juga
hangus menjadi hitam!
Pendekar Pemetik Bunga meringkik macam kuda menjadi jalang
melihat dedemit! Kemudian dia tertawa gelak-gelak menyaksikan mayat
gurunya yang menggeletak tanpa nyawa beberapa tombak di hadapannya
itu! Benar-benar si Wirapati ini murid murtad yang tiada tara
kekejamannya! Tiba-tiba dia memutar tubuh dan tertawa lagi gelak-gelak sewaktu
melihat tubuh Galuh Warsih yang masih duduk bersandar di batang
pohon, tiada bergerak karena tadi telah ditotoknya. Dia melangkah
mendekati gadis itu.
"Dewiku," katanya seraya berlutut dihadapan Galuh Warsih, "kau
sudah lihat bagaimana kehebatanku bukan?"
"Pemuda keparat, pergi! Jangan dekati aku!" teriak Galuh Warsih.
Meski dia ditotok dan tubuhnya tak bisa bergerak sedikitpun namun
pendengarannya tetap terbuka dan mulutnya masih bisa bicara.
Pendekar Pemetik Bunga menyeringai. Hidungnya kembang kempis.
Nafasnya panas memburu, diburu oleh nafsu yag menggejolak!
Diulurkannya tangannya membelai pipi gadis itu dan Galuh Warsih
memaki lagi, menjerit-jerit!
"Kulitmu halus sekali, Galuh."
"Pemuda setan! Pergi, jangan sentuh tubuhku!" teriak Galuh
Warsih. "Ah... apakah tampangku betul-betul seperti setan?" tanya si
pemuda dengan cengar-cengir. Dan dialusnya lagi pipi gadis itu. Galuh
Warsih yang karena tidak bisa menggerakkan tangan atau kakinya, penuh
kegemasan diludahinya muka pemuda itu. Pendekar Pemetik Bunga
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
malah tertawa. Diambilnya ujung angkin Galuh Warsih, dengan angkin itu
disekanya ludah yang membasahi mukanya.
"Ludahmu seharum bunga semanis madu, kenapa musti disembur
ke mukaku" Bukankah lebih baik disemburkan ke dalam mulutku" Ha...
ha... ha...!"
"Kulit pipimu demikian halusnya, Galuh," kata si pemuda dan
dicuilnya dagu si gadis. "Tentu kulit tubuhmu lebih mulus lagi..."
Habis berkata begitu Pendekar Pemetik Bunga segera elus bahu
Galuh Warsih. Berdiri bulu kuduk si gadis sebaliknya semakin
menggejolak darah muda Pendekar Pemetik Bunga. Tangan yang mengelus
bahu itu kini turun ke dada. Air mata berlelehan di pipi Galuh Warsih. Dia
tahu, tak satupun yang bisa dilakukannya menghadapi perlakuan bejat
itu. Dia sadar apa yang bakal terjadi dengan dirinya. Tak sanggup lagi dia
menjerit, tak kuasa lagi dia berteriak karena suaranya sudah habis ditelah
keparauan! "Gadis manis, kenapa musti menangis?" tanya Pendekar Pemetik
Bunga. "Pemuda terkutuk...," suara Galuh Warsih antara terdengar dan tiada,
"aku rela dibunuh daripada diperlakukan begini rupa..."
"Heh..."!" Pendekar Pemetik Bunga hela nafas dan kerutkan kening
tanda heran. "Kau tahu manis, perempuan-perempuan yang mati gadis
kalau dia bisa bicara di liang kubur, pastilah dia minta dihidupkan kembali!
Hidup kembali untuk merasakan kenikmatan hidup antara laki-iaki dan
perempuan! Kau yang hidup kepingin mati..." Lucu.... Mari dewiku, kini ke
balik semak-semak sana! Di situ ada rumput, biar kita bisa tidur bergulung
lebih nikmat...!"
"Pergi! Jangan sentuh aku!" suara Galuh Warsih mengandung
keputusasaan. "Oh, kau tak mau ke balik semak-semak itu, Galuh" Tak apa... tak
apa... di sinipun aku tak keberatan!" Pendekar Pemetik Bunga ulurkan
tangan kanannya kembali dan "breet!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Kain penutup dada Galuh Warsih robek besar. Dadanya tersingkap
lebar. Sepuluh jari tangan Pendekar Pemetik Bunga dengan terkutuknya
laksana gila menggerayang menjamahi dada itu. meremas seakan-akan
hendak menghancur luluhkannya!
-- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
TUJUH Sejak kemarin senja sampai siang hari itu Kadipaten Kaliurang
tampak sibuk sekali. Senja kemarin lima orang pembantu Bupati Sentot
Sastra telah dikirim ke Kaliprogo wetan untuk menyelidiki kenapa Galuh
Warsih sampai sesenja itu tidak kunjung muncul di Kaliurang. Pada tengah
malam kelima pembantu Bupati yang menunggangi kuda itu berhenti di satu
tikungan di lamping bukit. Di bawah penerangan bintang-bintang dan bulan
sabit mereka menyaksikan tebaran mayat pengawal-pengawal Bupati yang
adalah juga kawan-kawan mereka. Semuanya mati dalam cara yang
mengenaskan dan menggidikkan. Sebagian besar hancur kepalanya atau
bobol dada serta perutnya. Kereta yang menjadi tumpangan anak gadis
Bupati Sentot Sastra angsrok di tengah jalan sedang dua ekor kuda penarik
kereta hancur keempat kaki masing-masing! Ketika seorang diantara yang
lima itu meloncat turun dan memeriksa kereta, ternyata kereta itu kosong.
"Aku tidak melihat Tegal Ireng!" kata salah seorang dari mereka.
"Aku juga! Di mana kusir kereta itu?"
"Mungkin dia satu-satunya yang selamat... "
Tapi ketika menyelidik ke tikungan yang menurun di sebelah sana
mereka kemudian menemui mayat kusir kereta itu menggeletak
menelungkup di tanah tanpa nyawa!
"Aku tak dapat menduga apa yang sesungguhnya terjadi di sini! Kalau
rombongan Den Ayu Galuh Warsih dihadang perampok, mengapa kawankawan kita mati dalam keadaan demikian rupa" Dan kaki-kaki kuda yang
hancur itu"!"
"Aku sendiri tak dapat membayangkan apa yang terjadi dengan Den
Ayu Galuh Warsih," menyahuti pembantu Bupati Kaliurang yarg lain,
"Dia diculik, itu pasti sudah!"
"Diculik dan dirusak kehormatannya"!" menambahkan yang lain.
"Kalau begitu kita harus cari jejak-jejak si penculik!"
"Di malam buta begini bukan pekerjaan mudah mencari jejak-jejak
manusia! Lagi pula siapapun manusia-manusianya yang melakukan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
perbuatan biadab ini pastilah dia berilmu Tinggi! Orang berilmu tinggi tidak
terlalu bodoh untuk mau tinggalkan jejak!"
"Lantas kita bikin apa kalau sudah begini"!"
"Kembali saja ke Kaliurang dan beri keterangan pada Bupati Sentot?"
"Kalau kau mau disemprot, kembalilah sendiri!"
Sepi beberapa lamanya. Kesepian yang membuat bulu kuduk kelima
orang itu menggerinding, ditambah lagi dengan tiupan angin bukit di
malam buta yang dingin itu.
"Sebaiknya kita teruskan saja perjalanan ke Kaliprogo wetan,"
mengusulkan seseorang.
Tapi tak ada seorangpun yang menerima dan menyetujui usul itu.
Kelimanya kemudian mencari tempat yang baik, agak jauh dari tikungan
jalan, menyalakan api unggun, berkemah di situ menunggu sampai pagi.
Esok paginya, dengan sedapat-dapatnya kelima orang itu
memperbaiki kereta yang rusak. Mayat kawan-kawan mereka yang
berjumlah dua belas ditumpuk sebisa-bisanya di dalam dan di atas atap
kereta. Dua diantara lima pembantu Bupati itu duduk di depan kereta,
satu memegang kendali. Kuda keduanya dipakai sebagai kuda-kuda
penarik kereta karena kuda-kuda milik kawan-kawan mereka yang
menemui ajal itu tak seekorpun yang hidup dan ada sekitar situ!
Kedatangan kelima orang itu dengan membawa kereta yang
ditumpuki dua belas mayat yang mengerikan tentu saja menggemparkan
seisi Kadipaten, bahkan menggemparkan seluruh Kaliurang!
Wajah Bupati Sentot Sastra membeku mengelam. Kedua tangannya
mengepal. Dia melangkah mundar mandir. Kepanikan yaan amat sangat
membuat dia tak sanggup membuka mulut! Sebaliknya di dalam kamar
istrinya terdengar menangis meraung-raung.
"Mana anakku! Mana anakku!" pekik ratap perempuan itu. "Galuh!
Galuh Warsih, di mana kau anak" Oh Galuh! Tuhan! Di mana anakku
Tuhan" Tenggorokan Bupati Sentot Sastra turun naik. Dadanya menggelora.
Kematian kedua belas pengawal Kadipaten itu membuat kepalanya serasa
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
mau pecah oleh luapan darah! Di samping itu yang membuat dia tak bisa
diam dan seperti mau gila ialah karena tidak mengetahui di mana anak
gadisnya saat itu atau apa yang telah terjadi dengan Galuh Warsih! Melihat
kepada kenyataan yang terjadi, pasti nasib Galuh Warsih tidak lebih baik
dari kedua belas anak buahnya itu! Kepada siapakah kemarahan yang
meluap itu hendak dilepaskannya" Hendak dilampiaskannya"!
Laki-laki ini melangkah terus mundar mandir! Setahunya sekitar
perjalanan antara Kaliurang dan Kaliprogo wetan tak ada gerombolan
rampok jahat! Lantas siapakah yang telah me lakukan kebiadaban
terkutuk itu"! Siapa yang menculik anak gadisnya" Anak tunggal satusatunya yang menjadi kesayangan tambatan hati"! Dan sementara itu
telinganya tiada henti mendengar ratap tangis istrinya yang bukan saja
menyayat hati tapi juga membuat darah di dalam tubuhnya semakin
bergejolak mendidih!
Di langkan kadipaten itu, pada sisi-sisi tangga sebelah atas terdapat
masing-masing sebuah arca Batara Wisnu yang duduk di atas seekor
burung rajawali yang tengah mengembangkan sayapnya. Mungkin karena
luapan amarah yang tak terkendalikan dan tak tentu kepada siapa
dilampiaskan, ditambah pula mendengar ratap tangis istrinya di dalam,
maka sewaktu melawati arca itu untuk kesekian kalinya, tiba-tiba Bupati
Sentot Sastra menghantamkan tinju kanannya!
"Braak!"
Arca Batara Wisnu hancur berkeping-keping! Itulah ilmu pukulan
"Genta Kematian." Kalau arca batu yang keras itu sekali pukul saja
sanggup dibikin hancur berkeping-keping, maka jika dipukulkan kepada
manusia tentulah tak dapat dibayangkan bagaimana akibatnya!
Sementara itu, para pembantu Sentot Sastra yang berdiri dilangkan
Kadipaten itu masing-masing sama merasa takut dan cemas. Khawatir
mereka kalau-kalau dalam amarah gelap mata seperti itu, diri mereka
pula yang bakal ketiban pulung dihantam sang Bupati!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Tiba-tiba laksana halilintar di siang hari layaknya berteriaklah
Sentot Sastra. Semua pembantu-pembantunya yang berjumlah lima belas
orang diperintahkannya untuk bersiapsiap.
"Kita akan ulangi lagi penyelidikan!" teriaknya.
"Kau Darjakumara, bersama enam orang lainnya menyelidik
kejurusan Kaliprogo wetan den sekitarnya. Aku dan yang lain-lain ke
timur! Kalian harus berhasil mencari jejak manusia yang telah melakukan
kebiadaban ini! Harus berhasil membekuk batang lehernya! Siapa yang
kembali sebelum dapatkan itu manusia durjana akan kubunuh! Sekarang
siapkan kudaku!"
Seorang pernbantu Sentot Sastra segera berlalu untuk menyiapkan
kuda sang Bupati sedang yang lain-lainnya segera pula meninggalkan
langkan Kadipaten guna mengambil kuda masing-masing dan
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam perjalanan mencari
manusia biang penimbul malapetaka itu. Mereka masing-masing
menyadari bahwa pencarian itu tidak akan berhasil dalam tempo yang
singkat, tapi memakan waktu berhari-hari.
Selang beberapa ketika lima belas penunggang kuda ditambah
dengan Sentot Sastra sendiri sudah berkumpul di halaman Kadipaten.
Mereka siap menunggu perintah dan langkah-langkah terakhir yang harus
mereka lakukan.
Bupati Sentot Sastra menyapu paras kelima belas orang anak
buahnya itu lalu berkata, "Sekali lagi kalian ingat baik-baik. Kalian musti
temukan bangsat itu dan seret dia hidup-hidup ke sini! Jika tak berhasil
menemuinya, lebih baik tidak usah kembali! Kalian menger...."
Bupati Sentot Sastra tidak teruskan ucapannya. Sepasang matanya
kini tidak lagi menyaputi paras pembantu-pembantunya satu demi satu
melainkan dialihkan ke lereng bukit di sebelah selatan. Sentot Sastra
seorang yang berilmu cukup tinggi sehingga meskipun jarak bukit dengan
tempatnya berada saat itu terpisah hampir dua ratus tombak namun
sepasang telinganya lapat-lapat mendengar suara siulan aneh yang
menggelombang tiada nada dalam lagu tak menentu!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Lima belas pasang mata pembantu-pembantu Sentot Sastta sama
dialihkan pula ke lereng bukit di sebelah selatan itu. Dan dikejauhan
kelihatanlah sesosok tubuh laki-laki berlari sangat cepatnya laksana
angin! Yang anehnya ialah pada pundak kiri laki-laki ini terpanggul
sebuah peti yang melihat kepada besarnya pasti puluhan kati beratnya!
Sewaktu semua orang itu pertama kali melihat manusia yang berlari
cepat tersebut, jarak mereka demikian jauhnya namun dalam beberapa
kejapan mata kemudian tahu-tahu si manusia pemanggul peti sudah
berada di halaman Kadipaten dihadapan Bupati Sentot Sastra dan
pembantu-pembantunya!
Ternyata manusia pemanggul peti kayu itu seorang pemuda
berambut gondrong, bertampang keren dan punya pandangan mata yang
tajam menyorot. Peti yang dipundaknya beratnya puluhan kati tapi dia
berdiri seakan-akan peti itu sama sekali tidak ada di pundaknya! Pemuda
tak dikenal ini kemudian hentikan siulannya. Begitu siulan berhenti maka
dari celah-celah papan peti yang tidak begitu rapat menyebarkan bau
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
busuk yang seperti mau meranggas bulu hidung, membuat nafas sesak
dan mau muntah. Lima belas pembantu Sentot Sastra yang tak tahan
segera menutup hidung sedang Sentot Sastra sendiri dengan ilmunya
yang sudah tinggi tutup jalan pernafasannya.
Si pemuda rambut gondrong yang tak dikenal menggaruk-garuk
kepalanya beberapa kali. Sikapnya ini membuat Bupati Sentot Sastra
kehilangan kesabarannya dan hendak mendamprat. Namun sebelum
mulutnya terbuka si pemuda asing sudah buka suara bertanya.
"Apakah aku berhadapan dengan Bupati Kaliurang yang bernama
Sentot Sastra?"
"Jawab dulu kau siapa"!" sentak sentot Sastra.
"Siapa aku tidak penting, " katanya. "Aku datang membawa peti ini
untukmu." "Peti apa"! Apa isi peti itu!"
Si pemuda menghela nafas dalam dan rawan. "Peti ini membawa
berita buruk bagimu, Bupati."
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Jangan bicara berbelit-belit! Turunkan peti itu, aku mau lihat
isinya!" Si pemuda garuk lagi kepalanya yang berambut gondrong lalu
dengan sikap acuh tak acuh turunkan peti kayu yang berat dari
pundaknya. Bersamaan dengan itu Sentot Sastra melompat dari punggung kuda.
Dia maju mendekati peti. Sebelum melangkah lebih dekat dia tiba-tiba
ajukan satu pertenyaan, "Apakah seseorang menyuruhmu mengirimkan
peti ini padaku"!"
Si pemuda tertawa aneh dan angkat bahunya.
Sentot Sastra penasaran dan gusar sekali melihat sikap pemuda tak
dikenal ini. Dia berpaling pada anak buahnya den memerintah, "Buka peti
itu!" Yang diperintah turun dari kudanya. Dengan masih menutup
hidung karena tak tahan dilanda bau busuk yang amat sangat itu dia
melangkah mendekati peti kayu lalu dengan tangan kiri yang gemetaran
dibukanya kayu penutup peti! Begitu peti terbuka bau busuk yang lebih
dahsyat menyambar hidung. Ketika merhandang ke dalam peti kayu itu
semua orang mengeluarkan seruan tertahan dan mata masing-masing melotot besar laksana mau berlompatan dari rongganya!
Di dalam peti itu terbujur sesosok tubuh manusia bertelanjang
bulat. Kulitnya sudah membiru dan memar. Di beberapa bagian kelihatan
bekas penganiayaan. Dan manusia yang sudah menjadi mayat busuk ini
tiada lain adalah Galuh Warsih, anak kandung Bupati Sentot Sastra
sendiri! Maka menggunturlah bentakan Sentot Sastra!
"Kurung dan cincang sampai lumat manusia ini!"
Begitu perintah terdengar begitu lima belas golok panjang yang
berkilauan ditimpa sinar matahari dicabut dari sarungnyai Sentot Sastra
sendiri audah lebih dahulu melompat ke muka dengan senjatanya yaitu
sepasang pedang ungu!
Melihat dirinya diserang mendadak begitu rupa, pemuda rambut
gondrong segera berseru.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Tunggu! Tahan dulu! Aku belum kasih keterangan!"
"Iblis bermuka manusia biadab terkutuk! Kasihlah keterangan pada
hantu kuburmu nanti!" teriak Sentot Sastra! Dan sesudah itu tujuh belas
senjatapun berkiblatlah menyerang kesatu sasaran yaitu tubuh pemuda
berambut gondrong!
-- == 0O0 == -Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
D E L A P A N Pemuda berambut gondrong membentak gusar.
"Manusia tolol! Geblek sedeng! Orang datang baik-baik. Malah
disambut dengan ujung senjata! Gila betul!"
Makian ini tentu saja membuat Sentot Sastra dan kelima belas anak
buahnya menjadi semakin ganas dan kalap. Bagi mereka tidak bisa tidak
pemuda asing itulah yang telah membunuh dan merusak kehormatan
Galuh Warsih! Tujuh belas senjata berlomba-lomba, menderu dahsyat menggempur
si pemuda. Pemuda itu dalam setengah jurus saja sudah terkurung rapat!
"Manusia-manusia tolol! Apakah kalian tidak mau hentikan
serangan dan beri kesempatan aku kasih keterangan"!"
"Anjing kurap, mampuslah!" damprat Sentot Sastra dan sepasang
pedangnya membacok dari dua jurus yang berlawanan sedang lima belas
golok anak buahnya saling berlomba mencari sasaran di tubuh si pemuda!
"Manusia-manusia tak tahu diri! Jika kalian tidak mau hentikan
kegilaan ini, jangan menyesal!"
Si pemuda membentak laksana geledek, keluarkan satu siulan aneh
yang menusuk dan menyakitkan liang telinga. Dalam kejap itu pula
tubuhnyapun lenyap dari pemandangan. Sepasang pedang Sentot Sastra
dan lima belas golok anak buahnya membabat angin kosong, saling
bentrokan satu sama lain dan menimbulkan suara nyaring, bunga-bunga
api bergemerlapan!
Mendengar suara ributnya bentakan-bentakan, mendengar suara
berkecamuknya senjata di halaman rumah, Karsih Wardah, istri Bupati
Sentot Sastra terkesiap, dia hentikan tangisnya dan dengan senggaksengguk lari ke langkan. Betapa terkejutnya sewaktu menyaksikan
suaminya dan lima belas orang pembantu Kadipaten tengah mengeroyok
seorang pemuda berambut gondrong tak dikenal yang hahya bertangan
kosong dan terpaksa berkelebat kian kemari guna mengelakkan seranganserangan yang sangat ganas itu!
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Belum habis herannya Karsih Wardah melihat pertempuran yang
berkecamuk itu, maka dua matanya yang telah sembab karena menangis
membentur pada sebuah peti besar yang terletak di tanah. Sementara itu
Iobang hidungnya dirambas oleh bau busuk yang tak dapat dipastikan
dari mana asalnya!
Sentot Sastra dan anak-anak buahnya mana mau ambil perduli
peringatan si rambut gondrong malah dia memerintahkan agar
menggempur pemuda rambut gondrong itu lebih hebat lagi!
"Dasar bodoh, dasar geblek buta mata!" maki si pemuda. Sambil
berguling di tanah disambarnya papan besar penutup peti. "Ayo manusiamanusia keblinger, majulah!" Dan ketika Sentot Saatra bersama
pembantu-pembantunya masih juga kalap menyerang maka si pemuda
lemparkan penutup peti itu ke arah mereka. Sentot Sastra cepat
melompat ke samping tapi tiga orang pembantunya yang tak sempat
mengelak terjerongkang di tanah sewaktu dada mereka dilabrak penutup
peti. Dengan bertolak pinggang dan sambil tertawa-tawa si pemuda
rambut gondrong berkata mengejek.
"Masih buta mata gelap pikiran, silahkan maju lagi!" Rahang Sentot
Sastra bergemeletakan. Mulutnya mengeluarkan suara menggeram.
Bupati Kaliurang ini berteriak keras, "Bentuk barisan roda maut!"
Maka kedua belas orang anak buahnya segera bergerak cepat
membentuk lingkaran. Sekali Bupati itu berteriak memberi isyarat maka
kedua belas orang itupun bergeraklah berlari lari cepat dalam lingkaran
yang makin lama makin menciut sedang senjata masing-masing
membabat dari dua beias jurus, diseling dengan tikaman atau tusukan
dan diperhebat oleh kiblatan sepasang pedang Bupati Sentot Sastra.
Pakaian putih dan rambut gondrong si pemuda berkibar-kibar oleh
sambaran senjata. Debu dan pasir beterbangan ke udara sedang barisan
roda maut semakin menciut juga!
"Orang tolol memang susah dikasih pelajaran kalau tidak digebuk!"
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
"Berbacotlah sepuasmu manusia laknat! Sebentar lagi tubuhmu
akan berkeping cerai berai!" teriak Sentot Sastra.
Baru saja ia habis berkata begitu si pemuda bersiut nyaring.
Tubuhnya berkelebat dua kali. Suara seperti orang tercekik terdengar
susul menyusul! Dan sewaktu Sentot Sastra merasa bahwa cuma dirinya
saja kini yang sendirian mencak-mencak mengirimkan serangan maka
laki-laki ini segera melompat ke luar dari kalangan pertempuran!
Kemudian bila dilayangkannya pandangannya berkeliling maka tiada
terkirakan kagetnya!
Kedua belas pembantunya berdiri laksana patung tak bergerakgerak karena masing-masing mereka sudah kena ditotok oleh pemuda
yang sangat lihai itu!
Nyatalah bagi Sentot Sastra bahwa pemuda itu tinggi sekali ilmunya
dan bukan tandingannya. Kalau saja dia ingin mencelakai diri dan orangorangnya pastilah tidak sukar bagi pemuda itu untuk melaksanakannya!
Namun gelap mata karena menyangka keras bahwa pemuda itulah
yang menjadi pembunuh anak kandungnya serta menamatkan pembantupembantunya di tikungan jalan antara Kaliurang dan Kaliprogo wetan,
ditambah lagi saat itu istrinya Karsih Wardah dilihatnya lari menghambur
den menubruk peti di mana mayat Galuh Warsih terbujur dan berteriakteriak macam orang hilang ingatan, maka meski dua belas anak buahnya
ditotok tak bergerak, meski tiga lainnya menggeletak pingsan, namun
Sentot Sastra tetap membara dadanya, tetap berkobar nyalinya untuk
dapat membunuh menamatkan riwayat si pemuda! Karenanya disaat
pemuda itu berdiri tolak pinggang, dan tertawa-tawa, Sentot Sastra segera
menyerbu kembali dengan sepasang pedang ungunya.
Permainan sepasang pedang Bupati Kaliurang itu memang patut
dipuji. Apalagi kini dia mengeluarkan jurus-jurus simpanan yang sangat
diandalkannya. Dua gulung sinar ungu yang laksana sepasang naga
membungkus sekujur tubuh pemuda rambut gondrong dari atas ke
bawah! Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Namun agaknya, walau bagaimanapun kehebatan ilmu pedang sang
Bupati, walau bagaimanapun lihai dan sukar diduga tipu-tipu ilmu
silatnya tetap saja dia tak dapat menghajar si pemuda! Jangankan
menebas atau membacok tubuh lawannya, menggores atau merobek
bajunya sajapun Sentot Sastra tidak sanggup!
"Bupati Sentot Sastra!" seru si pemuda. "Apakah kau masih gelap
mata mau meneruskan pertempuran ini"!"
"Iblis neraka tutup mulut! Sebelum kutebas kau punya batang
leher, sebelum kucungkil kau punya jantung dan hati, pertempuran ini
sampai kiamatpun tak akan kuhentikan!"
"Hebat sekali nyalimu!" memuji si pemuda sejujurnya namun
mimiknya melontarkan senyum sinis! "Tapi aku dan kau tiada
permusuhan, mengapa musti bertempur begini rupa"!"
"Tidak ada permusuhan bapak moyang setanmu!" bentak Sentot
Sastra penuh beringas!
"Anakku kau rusak kehormatannya, kau bunuh!"
"Tobat... tobat!"
Si pemuda pukul-pukul keningnya dengan telapak tangan kiri.
"Justru aku datang ke sini untuk mengantar mayat anakmu yang kutemui
di bukit! Eh, malah-malah aku yang dituduh jadi pembunuh! Dituduh
tukang perkosa! tobat!"
"Tak usah membual atau jual mulut!"
"Siapa membual, siapa jual mulut"!"
"Sesudah melakukan perbuatan terkutuk, kau pura-pura berbuat
baik dan cuci tangan huh"!"
"Buset!" Si pemuda garuk-garuk kepata dan mengomel. "Kalau tahu
bakal ketiban pulung begini, tidak nanti aku mau susah-susah bawa
mayat kau punya anak ke mari, Bupati!"
"Sudah! tak perlu banyak rewel! Pokoknya kau harus serahkan
batang lehermu!" teriak Sentot Sastra dan serentak dengan itu kembali dia
menyerbu si pemuda.
Yang diserang geleng-gelengkan kepala.
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Sewaktu pedang ungu itu dengan segala kehebatannya memapas dari
kiri kanan, siap membabat putus tubuh si pemuda menjadi tiga kutungan
maka si pemuda geser kakinya satu langkah. Serentak dengan itu kedua
tangannya bergerak cepat hampir tak kelihatan, memukul badan kedua
pedang Sentot Sastra berseru keras, ia merasa terkejut sewaktu
menyaksikan bagaimana sepasang pedangnya lepas dan mental dari
tangannya! Sebaliknya si pemuda tertawa gelak-gelak.
"Kalau masih punya niat main amuk-amukan, silahkan ambil
kembali pedangmu, Bupati!"
Mengelam muka Sentot Sastra mendengar ejekan yang sekaligus
merupakan tantangan itu. Karena malu dia tidak ambil kedua senjata itu
melainkan kerahkan tenaga dalamnya ke tangan kiri kanan terus ke ujungujung jari! "Heemm... pukulan apakah yang kau hendak lancarkan?"
mencemooh si pemuda!
Sentot Sastra merutuk dalam hatinya.
"Meski kesaktianmu setinggi langit, jangan harap kau sanggup
menerima pukulan Genta Kematian-ku ini!" kata Bupati Kaliurang itu pula.
Dengan menyebutkan nama ilmu pukulan yang diyakininya selama tujuh
tahun itu dia berharap si pemuda akan kaget dan menciut nyalinya.
Tapi apa lacur! Malah si pemuda tertawa bekakakan ketika
mendengar nama ilmu pukulannya itu!
"Setahuku genta adalah semacam klenengan yang dikalungkan di
leher sapi atau kerbau! Itukah nama ilmu pukulanmu" Tentunya kau
berguru pada seekor sapi" Ha... ha... ha...!"
Kekalapan Sentot Sastra bukan alang kepalang. Bentakannya
mengguntur. Kedua lengannya bergetar dan terpentang. Sekejapan mata
kemudian tubuhnya lenyap dalam lompatan kilat setinggi tiga tombak.
Sewaktu melewati si pemuda dia kirimkan dua tendangan sekaligus! Si
pemuda merunduk dan pada waktu itulah gerakan lihai yang menganWiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
dalkan ilmu mengentengi tubuh yang sempurna, Sentot Sastra balikkan
tubuh dan hantamkan kedua kepalannya ke kepala lawan!
Si pemuda yang merasakan angin pukulan sangat keras menerpa
belakang kepalanya bersuit nyaring, rundukkan kepala dan secepat kilat
putar tubuh! Muka Bupati Sentot Sastra dari Kaliurang itu mendadak sontak
menjadi pucat pasi sewaktu lima jari tangan kanan pemuda lawannya
laksana japitan baja, sekaligus mencekal kedua lengannya sehingga tak
sedikitpun dia bisa berkutik! Dan bukan itu saja, dari jari-jari tangan itu
dirasakannya aliran aneh yang sejuk dingin menjalar ke lengannya, terus
ke bahu dan sekujur tubuhnya! Luapan amarah yang membakar dan
menggelorai darahnya kini menggendur. Pikiran jemih kini muncul
dibenaknya. Tubuhnya lemah lunglai, keringat dingin memercik
dikeningnya. Akhirnya Sentot Sastra jatuh duduk menjelepok di tanah
sewaktu pemuda itu lepaskan cekalan pada kedua lengannya!
"Orang muda, siapakah kau sebetulnya?" tanya Sentot Sastra. Nada
Wiro Sableng 006 Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suaranya kini tidak keras dan tidak bernada marah lagi seperti tadi-tadi.
Si pemuda tertawa.
"Aku datang ke sini bukan untuk mengobral nama atau kasih
keterangan siapa aku, tapi untuk menolong mengantarkan mayat anakmu."
Sentot Sastra memutar kepalanya ke arah peti. Istrinya dilihatnya
terkulai pingsan di tepi peti itu, sedang dua belas pembantu-pembantunya
sampai itu saat masih berdiri mematung dalam keadaan tertotok!
Sang Bupati kembali palingkan kepala pada si pemuda. Lama dia
Pendekar Bayangan Setan 9 Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Misteri Kapal Layar Pancawarna 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama