Ceritasilat Novel Online

Bujang Gila Tapak Sakti 1

Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti Bagian 1


WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Bujang Gila Tapak Sakti
SATU Angin malam bertiup dingin. Tanpa desau dan tak mampu menimbulkan suara
gemerisik pada daun-daun pepohonan di puncak gunung Mahameru. Biasanya kesunyian
yang dibalut udara dingin ini akan berlangusng sampai menjelang pagi ketika
burung-burung atau binatang hutan lainnya mulai mengeluarkan suara menyongsong
terbitnya sang surya. Namun sekali ini baru saja beberapa saat lewat tengah
malam tiba-tiba kesunyian dipecahkan oleh langkah-langkah aneh yang datang dari
lereng sebelah selatan. Suara itu bukan suara kaki-kaki kuda. Di antara suara
langkah yang terus menurut itu sesekali terdengar suara orang tertawa. Manusia
gila dari mana yang tertawa di malam buta di puncak gunung yang gelap dan dingin
begitu rupa"
Suara dalam kegelapan itu bergerak ke arah puncak gunung. Tak lama
kemudian samar-samar kelihatan satu pemandangan yang sulit dipercaya. Suara
langkah-langkah kaki tadi ternyata adalah suara langkah kaki seekor keledai
bertubuh pendek dan kurus. Binatang ini bergerak menembus kegelapan malam dan
dinginnya udara. Di atas gigih tubuhnya yang kurus dan pendek itu sungguh
kontras tampak duduk seorang bertubuh gemuk luar biasa. Orang ini mengenakan
celana hitam yang sangat komprang tapi karena tubuhnya yang luar biasa gendut
itu maka celana besar itu tetap saja kesempitan. Begitu juga baju putihnya yan
gbesar dan tak dapat dikancing hingga dada dan perutnya yang gembrot tersembul
keluar. Si gemuk ini memiliki sepasang mata sipit sedang rambutnya yang berwarna putih
disanggul di atas kepala. Melihat keadaan rambutnya jelas dia sudah berusia
lanjut. Dengan berjalan kaki saja seorang akan mengalami kesulitan untuk mendaki gunung
Mahameru apalagi menunggang keledai kurus kecil seperti itu. Dan penunggangnya
memiliki bobot gemuk luar biasa pula, lebih dari 200 kati! Namun keledai dan
penunggangnya itu kelihatan enak saja mendaki dan bergerak menuju puncak gunung
Mahameru. Malah si gendut ini menunggangi binatang itu sambil tertawa-tawa. Di
punggungnya dia memanggul sebuah karung besar yang entah apa isinya. Yang jelas
isi karung itu kelihatan tiada henti-hentinya bergerak-gerak.
Sesekali terdengar suara bergedebuk, seolah-olah ada seorang yang menendang atau
meninju dari dalam karung itu. Sebaliknya si genut ini tetap saja tenang-tenang
di atas punggung keledainya seolah tak ada terjadi apa-apa dan gayanya seperti
orang yang tengah berjalan sambil memperhatikan pemandangan indah di
sekelilingnya, padahal saat itu malam gelap gulita dan dinginya udara menembus
jagat dan daging sampai ke tulang belulang. Malah kemudian setiap terdengar
suara gedebuk dia keluarkan tawa mengekeh.
"Gebukanmu kurang keras. Tendanganmu kurang kencang! Aku seperti
digelitik saja! Ayo gebuk, pukul lebih kuat! Ha....ha.....ha.....!" si gendut berkata
lalu menutup ucapannya dengan suara tawa membahana di seantero lereng gunung di
mana dia berada.
Hebatnya, semakin tinggi ke atas gunung semakin cepat langkah keledai pendek dan
kurus itu. Si gendut yang menungganginya kini malah tampak cengengesan sambil
bersiul-siul kecil. Saat itulah terlihat ada keanehan lain. Manusia gemuk ini
nukan benar-benar duduk menunggang di atas punggung keledai. Tapi BASTIAN TITO
2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ternyata pantatnya hanya sekedar menempel saja karena kedua kakinya yang besar
berat menjejak tanah! Jadi dia hanya mengepit tubuh binatang tunggangannya
sedang kedua kakinya melangkah lincah sambil menjepit dan membimbing langkah si
keledai. Semakin jauh dan tinggi ke atas semakin keras dan sering gerakan-gerakan benda
di dalam karung. Gebukan dan tendangan semakin sering menimpa tubuh orang gemuk
berambut putih itu. Namun dia tetap anteng-anteng saja. Akhirnya bersama
keledainya dia sampai di puncak sebelah timur gunung Mahameru. Meski dari kawah
keluar uap yang menyebar hawa panas, tetapi di tempat di mana si gendut dan
keledainya berada udara terasa sangat dingin. Keringatnya yang membasahi tubuh
di gendut seolah telah berubah sedingin es! Gilanya seperti tidak merasakan
udara dingin yang bisa membuat orang beku itu, si gendut mulai menyanyi-nyanyi
kecil sambil menurunkan karung besar yang sejak tadi dipanggulnya lalu
melemparkannya ke tanah.
Dari dalam karung terdengar suara yang tidak jelas. Seperti mengeluh dan
mengomel. Tiba-tiba karung yang berisi benda yang selalu bergerak itu
bergulingan ke arah si gendut. Apapun benda yang ada di dalamnya, gerakan
berguling itu bukan gerakan biasa. Benda apa saja yang kena ditabraknya pastilah
akan mengalami cidera berat.
Si gendut di atas punggung keledai sesaat mengernyitkan kedua matanya yang
sipit. Lalu dia mengumbar suara tertawa panjang. "Dasar anak gendeng! Dibungkus
dalam karung saja kau masih hendak melawan! Tidak tahu kesalahan! Tidak sadar
telah berbuat dosa besar! Kau tunggu saja! Sebentar lagi kau akan terima
hukumanmu!" Habis mengomel seperti itu manusia gendut ini lalu tertawa gelakgelak. Sungguh aneh! Sedang marah atau sedang bagaimanakah dia ini sebenarnya.
Sementara itu karung yang berguling menyambar ke arah si gendut
mengeluarkan suara menderu. Si gendut gerakkan kedua kakinya. Tubuhnya secepat
kilat berputar aneh. Keledai yang ditungganginya juga ikut berputar. Buntalan
karung lewat satu jengkal di sampingnya lalu menghantam sebatang pohon.
Braaak! Batang pohon itu mengeluarkan suara berderak. Kulit luarnya hancur
berkeping-keping. Dari dalam karung terdengar suara seperti orang merintih tapi
juga seperti menggerendeng!
Si gendut tertawa memecah kesunyian. Dia tampak turun dari keledainya padahal
sebenarnya dia hanya melangkah mundur lalu bergerak mendekati karung yang
terhampar tak jauh dari pohon yang barusan ditabraknya. Dia membungkuk membuka
tali ikatan karung lalu dengan gerakan cepat dia menarik ke atas bagian bawah
karung hingga apa yang menjadi isinya menggelinding jatuh ke tanah. Dan astaga!
Ternyata yang keluar dari karung itu adalah sosok tubuh seorang anak lelaki
berusia sekitar 10 tahun. Tak kalah hebatnya dengan lelaki gendut berpakaian
sempit itu si anak juga memiliki badan luar biasa gemuknya. Dia hanya mengenakan
sehelai cawat hingga dadanya yang gembrot dan perutnya yang gendut kelihatan
jelas menggelembung. Saking gendut anak ini kelihatan seolah-olah tak berleher.
Dagu dan dadanya menggempal jadi satu. Anehnya wajah dan tubuhnya tampak
berkeringatan padahal udara di tempat itu dingin luar biasa!
Keningnya kelihatan benjut. Mungkin ini akibat benturan dengan batang pohon
tadi. Jika batang pohon bisa hancur sedang si anak Cuma benjut keningnya jelas
ada satu kehebatan pada dirinya.
Dengan sepasang matanya yang besar anak ini memandang marah pada orang
di depannya. Dia membuka mulutnya lebar-lebar dan terdengar suara tidak jelas
BASTIAN TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
seperti suara orang gagu. Tubuhnya yang terhampar di tanah bergerak bangkit
seperti mencoba hendak duduk. Tapi tubuh itu kemudian roboh kembali. Sepasang
tangannya meninju-ninju sedang kedua kakinya yang besar menendang-nendang. Si
anak keluarkan suara menggerung dari tenggorokkannya.
"Buntalan jelek bau apek! Ha....ha....ha....! Ayo menarilah terus!
Ha...ha...ha...!" Si gendut bermata sipit mengejek dan tertawa gelak-gelak.
Sebaliknya si gendut bermata besar tampak beringas. Dia julurkan lidahnya lalu
tiba-tiba sekali tubuh itu menggelinding cepat ke arah orang yang menertawainya.
Kedua kakinya berkelebat demikian rupa. Walau gerakan kedua kakinya jelas kaku
namun dari derasnya suara angin jelas gerakan anak ini mengandung tenaga yang
berbahaya. Apabila setengah jalan menyusul kedua tangannya ikut bergerak.
"Bocah edan!" teriak teriak si gendut yang diserang. Dia mengomel tapi kemudain
tertawa mengekeh. Dengan sekali bergerak saja dia berhasil mengelakkan serangan
si anak. Tetapi sebelum dia sempat berbalik tahu-tahu bocah gendut itu telah
berputar lebih dulu dan kembali bergulingan menyerbunya!
Bukkk! Satu tendangan menghantam lekukan kaki tapat di belakang kedua lutut si gendut.
Tak ampun lagi tubuh yang berat besar itu ambruk jatuh duduk di tanah.
Jatuh bergedebruk si gendut tampak sangat marah tapi lagi-lagi aneh. Dari
mulutnya yang terdengar bukan suara caci maki malah suara tertawa bergelak!
Tapi tiba-tiba sekali tubuh yang menjelepok di tanah itu berputar, lalu melesat
dan tahu-tahu tanagn kanan si gendut sudah menjambak rambut anak lelaki gemuk
bercawat itu dan plak-plak. Tangan kirinya menampar pipi kiri kanan si anak!
Yang ditampar sama sekali tidak kelihatan kesakitan malah mulutnya
menyunggingkan seringai. Tiba-tiba dia mengulurkan lidahnya panjang-panjang.
Mencibir mengejek!
Plak! Si gendut berambut putih tampar satu kali lagi pipi anak itu. Kali ini si bocah
tidak tinggal diam. Dengan gerakan kaku dia sentakkan kepalanya hingga jambakan
si gendut terlepas. Lalu secepat kilat anak ini susupkan kepalanya ke
selangkangan orang. Si gendut menjerit keras sewaktu ada yang menggigit salah
satu bagian rahasia di bawah perutnya!
"Putus burungku!" jerit si gendut seraya melompat mundur. Di bawah sebatan pohon
dia tanggalkan celana lalu membulak-balik, menarik-narik memeriksa.
"Ah.... " dia menarik nafas lega. "Untung masih utuh ! Anak gila!" Si gendut
memaki seraya berpaling pada anak lelaki yang saat itu terduduk di tanah. "Dalam
keadaan tertotok saja dia masih mampu bergerak, memukul dan menendang. Bahkan
sempat-sempatnya hendak menggigit perkututku! Aku harus mengakui bocah sedeng
ini memang luar biasa! Kalau saja dia tidak membuat kesalahan besar rasa-rasanya
mau aku mengambilnya jadi murid....." Si gendut memutar tubuh, melangkah mendekati
anak itu. "Santiko bocah sialan! Aku terpaksa menjatuhkan hukuman sekarang
juga!" "Ha....huk....hak....huk!" Keluar suara seperti orang gagu dari mulut anak lelaki
sepuluh tahun yang hanya mengenakan cawat itu. Rupanya dia berusaha mengetakan
sesuatu. Tapi karena dirinya berada dalam keadaan tertotok maka dia tidak bisa
mengucapkan apa-apa. Si gendut bermata sipit tidak perdulikan gelagat itu, dia
kembali menjambak rambtu si anak. Yang dijambak coba meronta lepaskan diri tapi
si gendut tidak mau memberi kesempatan lagi. Dengan cepat dia berkelebat.
Seperti melayang bocah gembrot itu ditentengnya menuju puncak gunung. Di satu
tempat yang agak datar dia berhenti dan memandang berkeliling. Kemudian BASTIAN
TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dilihatnya apa yang dicarinya yaitu dua buah batu hitam seperti sepasang tonggak
menancap di tanah. Si gendut membawa bocah itu ke arah dua tonggak batu ini. Di
antara celah dua batu kelihatan mengepul asap putih yang membersitkan hawa
dingin sekali. Walaupun mempunyai daya tahan luar biasa ternyata si gendut masih
sempat bergumam kedinginan. Dia katupkan rahangnya kuat-kuat agar gigi-giginya
tidak bergemeletakan.
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Berdiri di antara dua buah batu hitam si gendut memandang tajam-tajam ke bagian
tanah di antara celah dua batu. Dia coba menembus lapisan asap putih dingin yang
terus-terusan menebar di tempat itu. Matanya berhasil melihat sebuah lobang di
tanah antara dua batu hitam. Rupanya dari sinilah sumber asap putih yang dingin
luar biasa itu keluar.
Si gendut cekal leher bocah bercawat dan menyeretnya ke dekat lobang.
"Ha....huk....ha.....huk.....huk!" Si bocah kembali keluarkan suara.
Si gendut tertawa lebar. Dia mengusap dagunya sesaat lalu berdiri di tepi
lobang. "Anak sableng! Sebagai orang hukuman kau masih layak mengatakan sesuatu
sebelum hukuman dijatuhkan. Ucapkan apa yang hendak kau katakan!"
Lalu si gendut ini bungkukkan badannya, mulutnya didekatkan ke salah satu bagian
leher si bocah, lantas dia meniup. Begitu angin tiupan menyambar leher si bocah,
jalan suaranya yang tertotok jadi terbuka dan si bocah itu langsung bisa bicara.
Sungguh ini merupakan kepandaian luar biasa. Melepaskan totokan hanya dengan
jalan meniup! Umumnya orang di dunia persilatan akan mempergunakan jari-jari
tangan untuk memusnahkan totokan. Siapakah sebenarnya si gendut aneh ini"
"Ayo ha huk ha huk! Totokanmu sudah kulepas! Lekas bicara kalau ada yang mau kau
bilang! Kalau tidak akan segera kupendam kau dalam lobang inti es itu!"
Sesaat anak usia sepuluh tahun bernama Santiko itu menatap berang pada si gendut
bermata sipit. Kedua matanya yang besar seperti dikobari api kemarahan.
Kemudian perlahan-lahan tatapan garang itu mengendur, wajahnya yang keringatan
kelihatan seperti redup.
"Anak aneh!" membatin si gemuk. "Bagaimana bisa di udara yang begini dingin,
dekat lobang inti es dia masih saja keringatan. Padahal aku hampir mati
kedinginan!"
"Pamanku tolol!" tiba-tiba keluar ucapan itu dari mulut si anak yang membuat di
gendut di hadapannya jadi melengak.
"Sialan! Apa katamu?"
"Pamanku tolol!" mengulang si bocah tanpa rasa takut mendengar bentakan dan
melihat tampang orang yang marah besar. "Sebetulnya apa salah saya sampai paman
hendak memendam diri saya dalam lobang inti es itu?"
"Dasar anak tak tahu diri! Goblok, sableng dan gendeng! Kau masih bertanya apa
salahmu! Gila! Apa masih perlu kusebutkan"!"
"Sebutkan saja paman, biar lebih jelas."
"Baik!" jawab si gendut dengan nada berang tapi kembali dari mulutnya terdengan
suara tertawa bergelak. "Aku akan katakn biar jelas apa kesalahanmu!
Hingga kalaupun kau mati dalam lobang inti es ini kau tidak akan mampus
penasaran! Ha...ha...ha....!"
"Sudah. Bilang cepetan. Aku bosan mendengar suara tawamu!" kata bocah gemuk
bernama Santiko.
Si gendut di hadapannya tetap saja mengumbar tawa. Tiba-tiba suara tawanya
lenyap, berganti dengan bentakan.
"Anak setan! Kau telah melakukan kesalahan maha besar! Kau mencuri
peralatan gamelan Keraton. Sultan sangat marah. Gamelan pusaka tidak bisa
dimainkan lagi. Padahal perayaan Sekaten hanya tinggal beberapa minggu lagi! Nah
sekarang kau tahu apa kesalahanmu! Apa dosamu!"
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Santiko tampak tenang saja. Lalu dia berkata. "Ah, rupanya masalah peralatan
gamelan itu yang jadi biang kerok! Tolong paman katakan, sebenarnya peralatan
apa yang saya curi?"
"Anak iblis! Mulutmu ternyata licik! Sudah mencuri kau masih bertanya apa yang
kau curi ! Kau memang pantas dipendam dalam lobang inti es itu ! "
"Kalau paman tidak mau mengatakan benda apa yang kucir ya sudah !
Pendam saja saya cepat-cepat dalam lobang inti es itu!"
Si gendut tertawa bergelak. "Betul, memang betul! Sebaiknya kupendam saja kau
saat ini juga! Tapi biar kuberi kesempatan lagi! Ada yang masih hendak kau
katakan"!"
"Ya...."
"Apa"!"
"Kau memang paman tolol!"
"Bocah sialan!" Si gendut dalam marahnya mengangkat tangan kanannya tinggitinggi. Siap menggebuk kepala si bocah, yang hendak digebuk tenang-tenang saja
malah ulurkan lidah mencibir!
Melihat hal ini si gendut turunkan tangannya dan tertawa terkekeh-kekeh.
"Apa alasanmu mengatakan aku tolol?" tanya si gendut.
"Karena kau tidak mau mengatakan benda apa yang aku curi" Padahal
sebenarnya kau sendiri tahu apa yang aku curi! Jadi kau tolol!"
"Kalau begitu kita berdua tolol. Paman dan keponakan sama-sama tolol!"
menyahuti si bocah.
Plak!

Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Satu tamparan melayang di pipi kanan Santiko hingga anak ini terpelanting dan
tersandar ke salah satu tiang batu dekat lobang yang mengeluarkan kepulan asap
putih. "Sakit!" tanya si gendut.
"Lumayan...." jawab Santiko seenaknya yang membuat orang yang bertanya jadi
kembali tertawa membahak.
"Bocah sialan! Biar saat ini kukatakan padamu apa yang telah kau curi. Kau
mencuri bonang penerus slindro dan bonang penerus pelog. Itu adalah dua
peralatan tabuhan gamelan yang sangat penting. Tanpa dua benda itu gamelan
pusaka Keraton tidak mungkin dimainkan! Nah kau sudah dengar apa yang aku
bilang! Kau mencuri dua buah bonang!"
"Hanya dua buah kentongan besi itu yang saya curi. Bukankah masih banyak bonangbonang yang lain" Mengapa sampai geger begitu?"
"Anak setan! Kalau tidak mengingat siapa ibumu sudah kupatahkan batang lehermu
saat ini juga!" teriak si gendut hampir berteriak lalu tertawa bergelak. "Coba
kau katakan, mengapa kau mencuri dua buah bonang itu"'
"Saya Cuma iseng saja paman...."
"Mencuri dua buah bonang pelengkap gamelan kramat kau katakan iseng!
Anak sialan! Ha...ha....ha.....! Hai! Katakan pada siapa dua buah bonang itu kau
berikan?" Si bocah tidak menjawab.
"Tak kau katakanpun aku sudah tahu!" si gendut menjawab sendiri.
"Kalau paman sudah tahu mengapa musti bertanya?"
"Aku hanya memeriksa. Betul dua buah bonang pusaka itu kau berikan pada janda
muda dan cantik bernama Nyi Bulan Seruni Pitaloka"!"
Si bocah tertawa gelak-gelak.
"Anak setan! Kenapa kau tertawa!" bentak si gendut.
BASTIAN TITO 7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Paman ingat sekali nama panjang perempuan itu! Hik.....hik! Pasti ada apaapanya." "Setan! Jangan kau berani bicara kotor!"
"Rupanya apa yang Nyi Bulan Seruni benar. Banyak orang lelaki di dalam dan di
luar Keraton tergila-gila padanya. Katanya, salah satu dari mereka adalah paman
sendiri! Hik.....hik.....hik!"
"Kau benar-benar anak setan! Perempuan itu bukan pasanganku! Usiaku hampir
delapan kali usianya!"
"Apakah itu menjadi soal" Maklum saja lelaki sekarang. Makin tua makin menjadi.
Kambing tua mana yang tidak doyan rumput segar" Hik....hik.....hik!"
"Edan! Jadi kau samakan aku dengan kambing tua"!" teriak si gendut marah.
Tapi pada akhir ucapannya dia tertawa gelak-gelak. "Anak setan, mangapa kau
mencuri dua bonang pusaka itu lalu menyerahkannya pada Nyi Bulan Seruni
Pitaloka?"
"Dia meminta tolong kepada saya untuk mengambilkan dua bonang itu. Mana saya
tega menolak...."
"Diberi hadiah apa kau olehnya" Pati kau diajak tidur!"
Santiko menyeringai. "Mauku sih begitu, tapi Nyi Bulan bilang aku masih kecil.
Nanti saja sepuluh tahun lagi katanya! Hik...hik...hik....." Anak itu tertawa gelakgelak. Si gendut juga ikut-ikutan tertawa.
"Sepuluh tahun lagi! Kalau kau masih hidup! Mungkin kau sudah keburu
mampus dalam lobang inti es itu!"
"Kalau begitu kau bisa mewakili saya mendapatkan hadiah itu...."
Si gendut kembali tertawa mengekeh mendengar kata-kata Santiko itu. Lalu dia
diam dan bertanya. "Kau sudah siap untuk kupendam"!"
"Sudah sejak tadi paman. Inilah hari sangat bersejarah...."
"Eh, bersejaah bagaimana maksudmu"!"
"Hari ini seorang paman hendak memendam hidup-hidup keponakannya
sendiri dalam lobang! Rasanya belum pernah terjadi di dunia ini....Hanya gara-gara
dua buah bonang!"
"Anak sialan! Kau bisa berkata begitu! Dua bonang itu bukan alat tetabuhan
biasa. Pusaka keramat turunan penguasa Kerajaan! Atau kau mungkin lebih suka
penguasa Keraton sendiri yang akan menabas batang lehermu?"
"Dua buah bonang besi yang tak lebih dari kentongan biasa. Apa sulitnya membuat
dan menggantikannya dengan yang baru" Bukankah banyak ahli pembuat gamelan di
tanah Jawa ini?"
"Jangan bodoh! Gamelan pusaka itu bukan buatan manusia. Tapi dibuat dan
dikirmkan oleh para dewa dari swargaloka."
"Paman percaya hal itu?" tanya Santiko.
"Eh!" si gendut tergagu, sesaat jadi terdiam.
"Kalau tak bisa membuat yang baru, mengapa tidak mencari saja yang kini
memegangnya yaitu Nyi Bulan Seruni " "
"Dia mana mau mencari perempuan itu. Kabarnya dia tinggal di dasar lautan dan
sering tetirah di langit ke tujuh!"
"Percuma saja paamn digelari Dewa Ketawa. Bisanya Cuma ketawa. Cobalah
memutar otak sedikit."
"Anak setan! Kau yang berbuat jahat, aku yang kau suruh susah! Sudah!
Jangan banyak bicara lagi. Sebelum kupendam aku tetap ingin tahu alasanmu yang
BASTIAN TITO 8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
sebenarnya mengapa kau
mau-mauan mencuri bonang-bonang
itu lalu menyerahkannya pada Nyi Bulan."
"Sudah saya bilang janda cantik itu minta tolong. Karena merasa tidak ada
susahnya, saya menyelinap masuk Keraton dan mengambil dua benda yang dimintanya
itu." "Aku tidak percaya! Semudah itu kau mau mengerjakan apa yang
dimintanya...."
"Baiklah. Akan saya katakan. Dua buah bonang itu berbentuk seperti sepasang payu
dara perempuan. Nah saya anggap saja itu payu daranya Nyi Bulan. Saya lalu
mencurinya. Sebelum menyerahkan dua buah bonang itu saya usap-usap dulu, saya
ciumi. Nah apa tidak sedap" Lalu baru saya serahkan pada Nyi Bulan."
"Anak kurang ajar!" teriak si gendut yang punya gelar Dewa Ketawa itu.
Habis berteriak dan lalu tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba dia melompat. Sekali
sergap saja dia sudah menjambak rambut Santiko, lalu bocah ini diseretnya ke
arah lobang di antara dua buah batu hitam berbentuk tonggak. Sampai di dekat
lobang kedua tangannya membuat gerakan seperti memijit di seluruh tubuh Santiko.
Akibat pijitan aneh ini tubuh anak itu jadi memanjang kaku laksana sebuah balok
kayu. Hanya leher dan kepalanya saja yang masih bisa digerakkan. Suaranyapun
putus tak bisa bicara lagi. Dewa Ketawa memijit dua telapak tangan si anak.
Kedua tangan itu kini tampak mengembang. Lalu dengan gerakan cepat si gendut
memegang pinggang Santiko.
Anak ini dibaliknya kepala dan tangan ke bawah, kaki di atas. Sebelum
membenamkan tubuh Santiko ke dalam lobang inti es Dewa Ketawa tertawa panjang
dan berkata. "Hukumanmu tujuh tahun dibenam dalam lobang inti es yang maha dingin.
Setelah tujuh tahun totokan di tubuhmu akan musnah dan kau bisa bebas. Itu tentu
saja kalau umurmu panjang! Selama ini tidak ada mahluk yang sanggup mendekam
begitu lama dalam lobang inti es! Satu tahun di dalam lobang inti es sama dengan
sepuluh tahun hidup di luaran. Kalau nanti kau masih hidup berarti usiamu sudah
delapan puluh tahun! Di dasar lobang kau akan menemui sejenis lumut putih. Hanya
itu satu-tunya makananmu untuk bertahan hidup. Tapi ketahuilah lumut es itu
mengandung racun jahat. Baru makan sedikit saja kau sudah menemui kematian!"
"Ha...ha...ha...ha!"
Habis tertawa panjang Dewa Ketawa menjebloskan tubuh Santiko ke dalam lobang
inti es. Mula-mula kedua tangannya masuk ke dalam lobang. Ketika kedua telapak
tangan anak ini mencapai dasar lobang ternyata di sebelah atas tubuhnya hanya
tenggelam sampai ke batas pinggang.
Dewa Ketawa kembali tertawa gelak-gelak. "Anak sialan! Kau membikin aku susah
saja! Kau bisa tenang di lobang itu sampai malaikat maut menjemput. Tapi aku
masih terus berurusan dengan Kerajaan ! Ah ! Bonang penerus slindro, bonang
penerus pelog di mana aku bisa mencarimu. Nyi Bulan Seruni Pitaloka di maan kau
bersembunyi " "
Setelah memperhatikan sekali lagi ke arah sosok tubuh Santiko yang
dipendam kaki ke atas kepala le bawah itu Dewa Ketawa memandang berkeliling.
Keadaan di sekitarnya masih gelap gulita serta diselimuti hawa dingin. Dia
memasukkan dua jari tangan kirinya ke dalam mulut lalu meniup. Satu suitan
nyaring terdengar seperti membelah kegelapan malam. Dari arah kiri kemudian
kelihatan muncul keledai kurus pendek itu. Dewa Ketawa mengusap kepala binatang
ini lalu naik ke atas punggungnya. Seperti tadi datangnya, begitu pula dia pergi
meninggalkan puncak gunung Mahameru. Seolah duduk menunggangi keledai tetapi
sebenarnya dia BASTIAN TITO
9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
hanya menumpangkan tubuh saja sementara kadua kakinya yang menjejak tanah
melangkah berjalan seperti biasa.
BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA Santiko merasa tubuhnya seperti berubah menjadi batu, mengeras dan kaku. Darah
dalam tubuhnya laksana beku dan berhenti mengalir. Kedua telapak tangannya yang
menempel di dasar lobang inti es disengat hawa dingin luar biasa. Begitu
dinginnya hingga lambat laun dia merasa seperti menempel pada bara api.
Keadaannya benar-benar sangat menderita. Apalagi dia terpendam di lobang kepala
ke bawah kaki ke atas.
Meski lobang itu agak longgar dan dia bisa bernafas leluasa namun rongga dadanya
seolah mau pecah. Setiap dia menghembuskan nafas yangkeluar adalah asap putih
dingin dan membalik menghantam wajahnya yang gembrot. Anak lelaki berusia
sepuluh tahun ini dengan segala kepandaian terbatas yang dimilikinya berusaha
mengerahkan tenaga dalam guna memusnahkan totokan yang menguasai tubuhnya.
Namun sia-sia belaka. Yang mampu dilakukannya adalah menggerakkan leher dan
sedikit kepala serta bernafas!
Ketika pagi tiba dan sinar matahari perlahan-lahan muncul menerangi bumi, puncak
gunung Mahameru itu terasa hangat. Tetapi di dalam lobang inti es hawa tetap
saja dingin bukan main. Dari liang hidung Santiko mulai keluar darah. Darah ini
langsung membeku begitu mengalir ke bibir. Masih untung si anak bisa
menggerakkan bibirnya hingga darah yang beku mampu dijatuhkannya ke dasar
lobang. Kalau darah beku itu sampai menutupi kedua lobang hidungnya maka
celakalah dia karena akan sulit untuk bernafas.
Meski kini hari sudah siang dan matahari bersinar terang benderang namun di
dalam lobang inti es Santiko hanya mampu melihat dasar lobang secara samarsamar. Perutnya mulai terasa perih minta diisi. Menurut Dewa Ketawa di dasar lobang itu
terdapat sejenis lumut es. Hanya itu satu-satunya benda yang bisa dimakan. Tapi
celakanya lumut itu mengandung racum mematikan!
"Nasib diriku memang sialan. Walaupun memang aku mencuri dua buah
bonang itu tapi lenih sialan lagi ada seorang paman yang tega-teganya memendamku
di lobang keparat ini! Apa yang harus kulakukan" Mati lebih cepat rasanya lebih
baik dari pada tersiksa begini! Sialan! Benar-benar sialan!"
Hawa dingin terus mengalir dari sekitar lobang dan dasar lobang di mana kedua
telapak tangan Santiko menempel.
Hawa itu mengalir melalui kedua tangannya, terus merasuk ke sekujur tubuhnya
hingga dia merasakan tubuhnya tidak seperti tubuh lagi melainkan seolah telah
berubah menjadi batu yang keras. Dan celakanya perih dalam perut besarnya
semakin menjadi-jadi. Padahal belum setengah harian dia dipendam di tempat itu.
Bocah ini mulai berpikir-pikir. "Bukankah lebih baik dia makan saja lumut es
yang ada di dasar lobang " Hingga dia segera mati keracunan "! "
Tapi setelah menimbang-nimbang, bagaimanapun beraninya Santiko dia tetap saja
anak-anak yang punya rasa takut menghadapi kematian. Selama dua hari dua malam
dia bertahan terhadap dingin dan lapar. Namun memasuki hari ketiga dia tak
sanggup lagi. Apapun yang terjadi dia sudah tidak perduli lagi akan kematian.
Meskipun demikian anak nakal aneh berotak cerdik ini tidak begitu saja melahap
lumut es beracun yang ada di sekitar dasar lobang. Mula-mula dia hanya menjilatjilat saja sekedar melenyapkan dahaga dan lapar yang menggila. Ternyata meskipun
hanya menjilat racun jahat lumut es itu membuat lidah, gusi dan bibirnya menjadi
bengkak tebal, sakit laksana disengat kalajengking. Racun yang sempat terserap
air BASTIAN TITO
11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
liurnya menjalar ke kepala hingga bocah sepuluh tahun ini merasa kepalanya
seolah-olah menjadi besar dan seperti diketok dengan palu godam!
Pemandangannyapun berkunang-kunang ditambah adanya rasa perih di kedua
matanya. Dua hari lamanya dia mengalami sengsara seperti itu. Dari telinga dan hidungnya
mengucur darah yang segera membeku. Hari berikutnya bengkak di seluruh mulut
mulai menciut dan rasa sakit pada kepala mulai berkurang. Dua hari setelah itu
keadaanya boleh dikatakan pulih namun untuk makan lumut es itu Santiko tidak
berani. Setelah dua hari bertahan, tasa lapar dan dahaga membuat dia kembali tak
berdaya. Mau tak mau karena hanya lumut es itu satu-satunya makanan yang ada
meskipun mengandung racun jahat Santiko terpaksa kembali menjilati lumut es di
dasar lobang. Dia sudah siap sedia menghadapi apapun yang terjadi. Bahkan
matipun dia sudah pasrah.
Anak itu menjilat permukaan dasar lobang bebrapa kali. Lalu berhenti. Setelah
menunggu sekian lama tak ada yang terjadi. Lidahnya, gusi dan bibirnya tidak
bengkak. Tak ada rasa sakit seperti disengat kalajengking. Kepalanya juga tidak
berdenyut-denyut atau sakit seperti dikemplang.
"Aneh, apa yang terjadi dengan tubuhku?" membatin Santiko. "Lumut tawar itu
tidak mendatangkan cidera seprti pertama kali aku menjilatnya" Santiko coba
berpikir terus tapi dia tidak dapat memecahkan rahasia apa yang terjadi.
Sebenarnya apakah yang terjadi" Lumut es di dasar lobang inti es itu jelas-jelas
mengandung racun. Ketika Santiko pertama kali menjilatnya, anak ini menjadi
bengkak mulutnya luar dalam. Kepalanya sakit bukan kepalang sedang kedua matanya
menjadi kabur dan perih. Darah mengucur dari lobang hidung dan liang telinganya.
Namun bersamaan dengan itu racun yang menjalar dalam tubuh Santiko yang
jumlahnya tidak seberapa banyak telah membuat tubuhnya membentuk kekuatan
penangkis jika racun yang sama dalam kadar yang sama kembali masuk ke dalam
tubuhnya. Dengan kata lain tertentu. Tanpa disadari Santiko inilah rupanya yang
terjadi. Namun celakanya karena mengira lumut es itu tidak akan mencelakainya lagi maka
si anak menlahapnya dengan rakus. Beberapa saat kemudian dirasakan sekujur
tubuhnya menjadi sangat panas. Bersamaan dengan itu dirasakannya seprti ada
ribuan jarum yang menusuki badannya. Lobang yang tadinya longgar kini mendadak
dirasakannya sempit. Ini satu pertanda bahwa sekujur tubuh Santiko telah
membengkak. Perutnya selain panas juga membelit sakit bukan kepalang.
Kepalanya seprti ditindih batu besar. Dari telinga dan hidungnya keluar darah
kental. Nafasnya menyesak sementara dadanya seprti mau pecah! Dia terbatuk-betuk
beberapa kali lelu muntah-muntah. Isi perutnya laksana mau terbongkar namun yang
keluar ternyata gumpalan-gumpalan darah! Dalam keadaan seperti itu anak ini
akhirnya jatuh pingsan.
Santiko tidak tahu berapa lama dia tidak sadarkan diri. Ketika dia akhirnya
siuman. Dirasakannya hawa dingin mencucuk sampai ke tulang sungsumnya pertanda
hawa panas yang tadi menguasai dirinya telah lenyap. Perutnya tidak sakit lagi
dan nafasnya juga tidak sesak. Darah tidak lagi mengucur dari hidung dan
telinganya. Untuk kesekian kalinya anak ini coba memutar otak, memikirkan apa
sebenarnya yang terjadi. "Pertama kali kujilat lumut es itu mendatangkan celaka.
Kedua kali kujilat tidak apa-apa. Aku seperti kebal terhadap racun itu. Ketika
kulahap seperti orang rakus ternyata aku hampir mati dibuatnya.... Jangan

Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangan..... Aku harus mencobanya lagi."
BASTIAN TITO 12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kalau aku masih hidup berarti dugaanku benar. Kalau aku mati aku sudah pasrah.
Begitulah, setelah menunggu selama tiga hari, begitu tak sanggup lagi menahan
lapar dan dahaga dia kembali melahap lumut es itu. Namun dia berlaku hati-hati.
Lumut beracun itu dimakannya sedikit demi sedikit. Tidak melebihi jumlah yang
pernah dimakannya sebelumnya. Dengan hati berdebar dia menunggu. Tubuhnya terasa
panas. Tak lebih dari itu. Tak ada hal-hal lain yang terjadi. Tak ada rasa sakit
pada kepala dan perut serta dada. Juga tak ada darah yang keluar dari hidung dan
telinganya. "Aku tahu sekarang!" kata Santiko dalam hati. "Jika kumakan lumut itu sedikit
demi sedikit berarti aku punya kekebalan terhadap sedikit racun lumut es. Jika
kutelan banyak aku akan kebal terhadap racun lumut es sampai sebanyak yang
kutelan.....! Malah tubuhku akan terasa hangat, sanggup melawan dinginnya hawa
di lobang celaka ini! Lumut es beracun! Kau tak akan sanggup membunuhku. Malah
kau memberi kekuatan hebat dalam tubuhku! Aku akan sanggup bertahan dalam lobang
celaka ini sampai kapanpun! Paman Dewa Ketawa! Kau lihat saja nanti! Aku tidak
akan menemui ajal dalam lobang inti es ini! Kau bakal menerima pembalasanku!"
Hari demi hari berlalu. Berganti minggu, berubah jadi bulan. Tanpa terasa tujuh
tahun telah berlalu sejak hari pertama Dewa Ketawa menjebloskan Santiko ke dalam
lobang inti es itu. Meskipun lumut es beracun itu selama bertahun-tahun dapat
dekendalikannya hingga tidak mendatangkan celaka, namun kesengsaraan yang
dialaminya terpendam sekian lama dalam lobang itu sulit dibayangkan.
Sekian lama dia berusaha membebaskan diri dengan mengerahkan tenaga dalam yang
dimilikinya, namun sia-sia belaka. Dia tak kunjung mampu untuk membebaskan diri
dari totokan Dewa Ketawa. Pada hari terakhir tahun ketujuh, seperti yang
dikatakan oleh Dewa Ketawa dulu, totokan yang menguasai tubuh Santiko ternyata
musnah dengan sendirinya.
Saat itu pagi menjelang siang.
Anak yang kini telah menjadi seorang pemuda tujuh belas tahun ini dengan susah
payah mengeluarkan dirinya dari dalam lobang. Selama tujuh tahun terpendam dan
hanya makan lumut es ternyata Santiko telah tumbuh menjadi seorang pemuda
bertubuh gemuk luar biasa. Tubuh yang gemuk inilah yang membuatnya susah keluar
dari lobang yang kini menjadi sangat sempit. Begitu dia akhirnya keluar, Santiko
tertawa gelak-gelak karena dapatkan dirinya dalam keadaan tanpa pakaian sama
sekali. Pakaian dalam yang melekat di tubuhnya telah sejak lama hancur. Selain
itu banyak bagian tubuhnya yang telah mengalami perubahan. Dari pinggang ke atas
sampai ke wajahnya yaitu bagian yang selama tujuh tahun terpendam dalam lobang
inti es berwarna putih pucat. Cahaya matahari membaut wajahnya dan dadanya
segera menjadi kemerah-merahan.
Dari pinggang ke bawah sampai ke kaki tubuhnya kelihatan kehitam-hitaman.
Selain auratnya perubahan juga tampak pada telapak tangannya. Kedua telapak
tangan Santiko kini kelihatan putih seolah tidak berdarah. Lalu dia merasakan
tubuhnya yang kini gendut tak karuan itu enteng sekali. Walaupun berat badannya
kini mungkin lebih dari 150 kati namun gerakannya terasa tingan.
Dia coba berjingkrak-jingkrak. Tubuhnya laksana melayang. Ketika dicobanya
melompat tahu-tahu hup! Tubuh gemuk itu melayang tinggi ke udara. Dia jadi takut
sendiri. Tapi kembali dia melompat. Kali ini dia melompat dari bawah sebatang
pohon besar. Hup! Enak saja dia sampai di atas pohon dan duduk di salah satu
cabang tertinggi. Mula-mula dia agak merasa gamang. Setelah bebrapa saat tampak
dia mulai BASTIAN TITO
13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tertawa-tawa dan goyang-goyangkan kaki sambil memandang ke mana-mana
memperhatikan pemandangan yang indah di sekeliling puncak gunung Mahameru itu.
Puas duduk uncang-uncang kaki di atas pohon Santiko melompat turun.
Hal lain yang terasa aneh baginya ialah bahwa di udara yang sangat dingin di
puncak Mahameru itu tebuhnya terasa hangat. Malah wajahnya selalu keringatan.
Tidak dapat tidak ini tentulah akibat racun lumut es yang kini mengendap dalam
darahnya dan menjadi satu kekuatan aneh yang sanggup melawan hawa sedingin
apapun! "Apa aku sekarang jadi seorang pemuda gendut tak karuan. Tapi menurut paman
sialan itu kini usiaku sudah delapan puluh tahun! Gila! Aku akan cari dirinya.
Akan kuhajar habis-habisan. Tapi, aku punya kepandaian app manghadapinya?"
"Dia begitu sakti!" Santiko jadi termenung sejurus. Sambil merenung tanpa sadar
dia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya yang putih itu satu sama lain.
Perlahan-lahan terasa ada aliran hawa dingin di antara dia telapak tangan.
Bersamaan dengan itu telapak tanagn yang tadi putih kini tampak menjadi
kemerahan. Tiba-tiba ada satu sinar membersit keluar dari celah dua telapak
tangan yang digosok-gosokkan itu. Sinar ini menghampar hawa dingin luar biasa
dan melesat ke atas. Menyambar cabang pohon besar yang tadi didudukinya.
Kraak! Santiko gendut terperangah.
Cabang pohon itu berderak patah. Bagian yang patah lalu jatuh ke tanah.
Santiko bersurut mundur saking kagetnya. Pandangannya pulang balik pada kedua
talapak tangannya dan cabang pohon yang jatuh ke tanah.
"Tubuhku ringan, seolah aku memiliki ilmu meringankan tubuh. Lalu ada angin
bercahaya keluar dari kedua telapak tanganku. Sanggup memutus cabang pohon
sebesar paha! Eh.....apakah aku saat ini sudah jadi orang sakti?" Begitu Santiko
berkata-kata dalam hati saking heran dan bingungnya.
Tapi pemuda ini tidak hilang akal. Mudah saja untuk membuktikan kalau dia memang
benar-benar punya kesaktian. Dia melangkah mendekati pohon yang tadi cabangnya
dihantamnya hingga tumbang ke tanah. Batang pohon ini besarnya hampir
sepemelukan . Mula-mula Santiko agak bimbang.
Namun sambil menggigit bibirnya dia lalu menghantam batang pohon itu dengan
tangan kanannya.
Terjadilah hal yang mengagumkan.
Batang pohon besar itu hancur berkeping-keping. Lalu perlahan-lahan pohon besar
itu tumbang dengan mengeluarkan suara menggemuruh!
Santiko pandangi tangan kanannya. Waktu memukul tadi dan tangannya
beradu dengan batang pohon yang keras dia sama sekali tidak merasa sakit. Juga
tidak mengalami cidera sedikitpun.
Santiko berteriak keras lalu berjingkrak-jingkrak kegirangan. Dada dan perutnya
yang gembrot bergoyang-goyang.
Tiba-tiba Santiko hentikan lompatannya. Dia sadar. Kedua tangannya ditutupkan ke
bagian bawah perut lalu dia memandang berkeliling.
"Ah, untung tak ada siapa-siapa. Kalau sampai ada yang melihat diriku melompatlompat dalam keadaan telanjang seperti ini bisa-bisa aku dianggap setan
Mahameru! Ha...ha....ha!"
Puas tertawa pemuda ini mulai berpikir-pikir. "Aku tidak bisa begini terusterusan. Aku harus mencari pakaian."
"Tapi di mana ada baju dan celana di gunung ini" Berarti aku harus turun gunung!
Benar-benar gila!"
BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Memikir sampai di situ Santiko bersiap-siap tinggalkan puncak gunung.
Sebelum pergi dia memandang dulu ke arah lobang init es yang selama tujuh tahun
menjadi tempatnya terpendam penuh siksaan.
"Hemmmm..... Ada baiknya aku melakukan sesuatu." Katanya dalam hati. Dia
memandang pada kedua telapak tangannya yang putih lalu menoleh ke arah batang
pohon yang tumbang. Di mulutnya tersungging senyum. Santiko melangkah mendekati
batang pohon itu. "Mampukah aku....?" pikirnya sambil lagi-lagi memandang pada
kedua telapak tangannya.
Dengan agak bimbang dia berjongkok di dekat batang pohon itu sambil menggosokgosok kedua telapak tanagnnya satu sama lain. Lalu dirasakannya ada hawa dingin
aneh datang dari perutnya, mengalir cepat sampai di ujung-ujung jarinya.
Perlahan-lahan Santiko letakkan kedua tangannya di atas batang pohon. Dia
menekan sedikit. Dadanya berdebar ketika melihat bagian batang yang ditakannya
itu jadi melesak!
"Kalau bagini berarti aku mampu melakukannya...." katanya dalam hati. Lalu di
gendut ini pergunakan kedua tangannya untuk merubah batang pohon itu menjadi
sebuah boneka besar berbentuk seorang lelaki yang berdiri dengan kedua kaki
saling menempel dan sepasang tangan diluruskan.
Boneka kayu ini kemudian dimasukkannya ke dalam lobang, kepala ke bawah kaki ke
atas. Persis seperti yang dilakau Dewa Ketawa terhadap dirinya tujuh tahun yang
lalu. Setelah puas memperhatikan boneka kayu itu sambil tertawa-tawa akhirnya
pemuda gendut ini tinggalkan puncak Mahameru.
Hanya beberapa saat saja setelah Santiko meninggalkan tampat itu tiba-tiba
terdengar suara tawa bergelak di sebelah timur puncak gunung. Menyusul suara
orang bernyanyi.
Tujuh tahun dipendam.
Tujuh tahun menjalani hukuman.
Hari ini hari pembebasan.
Hari ini akan kulihat lagi sang insan.
Entah nasih hidup entah sudah berpulang.
Suara nyanyian berakhir. Kembali terndenga suara tawa.
Tak lama kemudian muncullah seorang lelaki bertubuh gemuk besar bermata sipit.
Rambutnya yang putih digulung di atas kepala. Dai muncul menunggang seekor
keledai kecil kurus. Langkah binatang dan penunggangnya cepat sekali.
Dalam waktu singkat dia sampai di depan lobang inti es yang diapit oleh dua buah
tonggak batu hitam.
Mendadak si gendut yang bukan lain Dewa Ketawa ini hentikan tawanya.
Kedua matanya yang sipit menatap tak berkesip ke arah lobang inti es. Yang
dilihatnya bukan sosok tubuh manusia yang terpendam dalam lobang itu
tetapi......tak dapat dipastikannya.
Dewa Ketawa turun dari keledainya. Melangkah menghampiri benda yang terpendam
itu Memperhatikannya dari atas sampai ke bagian yang terpendam. Lalu
diulurkannya tangan kanannya meraba-raba. Paras Dewa Ketawa berubah.
"Kayu....."desisnya. "Gusti Allah!" Si gendut mengucap. "Apakah hukuman ini
telah merubah tubuhnya menjadi kayu begini rupa"!" Untuk beberapa lamanya Dewa
Ketawa tertegun tak bergerak tak berkesip. Lalu, sekali kedua tangannya
bergerak, kayu yang menyerupai tubuh manusia itu ditariknya keluar dari lobang
inti es. "Gila! Benar-benar kayu!" kata Dewa Ketawa lagi dengan suara bergetar.
Namun kemudian ada sesuatu yang membuat dia perlahan-lahan memalingkan kepala
BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ke kiri. Pandangannya membentur pohon kayu yang tumbang. Lalu meledaklah tawa
manusia gemuk ini.
"Dia masih hidup! Dia coba menipuku dengan membuat boneka kayu ini!
Anak setan! Ha....ha.....ha.....ha!" Meski mengomel panjang pendek namun Dewa
Ketawa pada akhirnya kembali mengumandangkan gelak tawanya di puncak gunung
Mahameru itu. Puas mengumbar tawa akhirnya dia tinggalkan pula tempat itu.
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Sebetulnya Angling Kamesworo tidak suka melewati hutan Randuabang. Selain banyak
dihuni binatang buas di situ juga sering mendekam komplotan rampok ganas yang
tidak segan-segan membunh mangsanya hanya untuk sekeping uang. Selain itu
bersama rombongannya yang terdiri dari selusin perajurit pengawal dia membawa
serta salah soerang puteri patih Kerajaan yang baru saja ikut berburu di kawasan
timur Pagarejo yang dikenal sebagai daerah banyaknya menjangan.
Namun wakil patih kerajaan ini tidak punya pilihan lain. Dia harus segera berada
di Kotaraja. Lewat hutan Randuabang dia bisa mempersingkat perjalanan.
Angling Kamesworo sebelumnya adalah salah seorang perwira muda di
jajaran balatentara pasukan Kerajaan.
Usianya yang belum mencapai tiga puluh, penampilan dan perawakannya yang tinggi
kukuh serta berotot ditambah otak cerdas dan pengetahuan luas dalam bidang
ketentaraan termasuk ilmu silat tinggi yang dimilikinya telah membuat patih
Kerajaan yang sudah lanjut usia itu pernah menyampaikan usulan pada Sultan. Jika
dia kelak mengundurkan diri maka Angling Kamesworolah yang diingininya sebgai
penggantinya. Sebgai manusia biasa tentu saja Angling Kamesworo mempunyai satudua kekurangan. Salah satu kekurangan itu ialah sifatnya yang sombong dan tinggi
hati. Sifat buruk itu semakin menonjol sejak akhir-akhir ini. Mungkin sekali hal
itu timbul karena mengetahui kegagahan dan kehebatan ilmunya ditambah jabatannya
yang cukup tinggi dengan peluang akan menjadi patih kerajaan dalam waktu
beberapa tahun dimuka.
Pagi itu rombongan mulai menembus hutan Randuabang dan sebelum sore berharap
mereka sudah keluar dari situ. Kalau saja Sekar Mindi, puteri patih kerajaan itu
tidak mempergunakan kereta sebagai kendaraanya tetapi menunggang kuda biasa,
mungkin rombongan bisa bergerak lebih cepat.
Setelah ikut berburu selama tiga hari, sang dara merasa sangat letih dan lebih
suka naik kereta. Kalau Sekar Mindi adiknya sendiri pasti Angling Kamesworo
telah memaksanya agar menunggang kuda saja. Naumn terhadap puteri atasannya dia
tentu saja tidak bisa memaksa. Apalagi secara diam-diam sebenarnya pemuda ini
telah jatuh hati terhadap Sekar Mindi. Dan ada tanda bahwa gadis itupun suka
padanya. Tak lama memasuki hutan Randuabang rombongan sampai di dekat sebuah telaga yang
dikelilingi oleh pohon-pohon besar dan tinggi rimbun serta bunga-bunga hutan
hingga tempat itu selain sejuk juga indah pemandangannya. Sekalipun keadaan di
situ sangat menarik biasanya tidak ada orang yang mau berhenti atau
beristirahat. Namun tidak demikian halnya dengan Sekar Mindi. Gadis yang baru sekali ini
melihat telaga itu begitu tertarik hingga dia berseru pada sais kereta agar
berhenti. Melihat kereta berhenti Angling Kamesworo segera mendekati. "Ada apa kau
menghentikan kereta?" tanya pemuda itu.
"Saya yang menyuruh," yang menjawab Sekar Mindi lalu membuka pintu kereta.
Angling Kamesworo cepat menahan pintu dan bertanya.
"Sekar....Kau hendak kemanakah"'
"Pemandangan di telaga dan sekitarnya sangat indah. Saya ingin turun dan
melihat-lihat barang sebentar."
"Jangan lakukan hal itu Sekar. Kawasan hutan Randuabang ini sangat
berbahaya. Banyak binatang buas dan orang jahat."
BASTIAN TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Berada bersamamu apa saya perlu menakutkan semua itu , Angling?" tanya sang
dara sambil tersenyum yang membuat si pemuda jadi leleh hatinya dan tak bisa
melarang berbuat apa-apa ketika Sekar Mindi mendorong pintu kereta lebar-lebar
lalu turun. Dia berdiri di tepi telaga, menarik nafas dalam menghirup udara
segar. "Indah sekali pemandangan di sini. Udaranya segar." Si gadis berpaling
pada Angling Kamesworo. "Kau tidak merasa lapar"' tanyanya.
Walaupun memang sepagi itu dia belum makan apa-apa dan perutnya sudah minta
diisi namun Angling Kamesworo menggeleng.
"Saya justru lapar," kata Sekar Mindi. "Di kantong perbekalan dalam kereta masih
banyak dendeng kering. Bagaimana kalau kita bakar dan makan sambil menikmati
keindahan telaga ini?"
"Saya kira....."
Sekar Mindi memgang lengan Angling Kamesworo. "Saya rasa mungkin hanya sekali
ini seumur hidup saya berkesempatan berada di tempat ini. Apakah kau tega
menolak?" Pemuda itu menghela nafas dalam. Dia memandang berkeliling lalu memberi isyarat
pada para pengawal dan kusir kereta. Dari dalam kereta segera diturunkan kantong
perbekalan. Beberapa orang pengawal mencari kayu api untuk memanggang dendeng
kering sedang Sekar Mindi duduk di atas sebuah batu besar di tepi telaga.
Sambil menikmati keindahan telaga dan alam sekitarnya gadis ini mempermainmainkan kakinya dalam air telaga.
Bau harumnya dendeng yang dibakar menebar di seantero telaga bahkan jauh ke


Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hutan Randuabang.
"Dendengnya sudah matang Sekar. Ingin saya bawakan beberapa potongan besar?"
"Kalau kau tidak keberatan Angling," jawab Sekar Mindi tanpa menoleh dan terus
mempermainkan kedua kakinya dalam air telaga. Angling Kamesworo memutar tubuh
melangkah ke tempat pemanggangan dendeng.
Tiba-tiba terdengar jeritan Sekar Mindi. Ada sesuatu seprti tangan manusia
menyentuh jari dan telapak kakinya. Bersamaan dengan itu satu benda besar
tersembul keluar dari dalam telaga. Air telaga muncrat kemana-mana.
Semua orang yang ada di tempat itu tentu saja jadi terkejut besar. Angling
Kamesworo melompat ke tempat Sekar Mindi duduk.
"Ada apa Sekar....?" tanya pemuda itu. Namun dia tak memerlukan jawaban.
Dari dalam telaga saat itu muncul keluar satu sosok tubuh manusia yang luar
biasa gemuknya dan berpakaian aneh.
"Dedemit telaga!" salah seorang perajurit berteriak. Dia dan kawan-kawannya yang
tadi ikut melompat ke tempat Sekar Mindi berada jadi mundur ketakutan.
Angling Kamesworo merangkul Sekar Mindi dan membawa gadis ini ke
tempat aman lalu dengan cepat membalikkan tubuh, melompat kembali ke tepi
telaga. Saat itu sosok yang tadi melesat keluar dari dalam telaga tegak berdiri di dekat
batu dalam keadaan basah kuyup. Walaupun sosok manusia bertubuh gemuk luar biasa
namun sesaat Angling Kamesworo tambah meragu dan aujkan pertanyaan dengan
membentak. "Siapa kau" Setan atau dedemit?"
Yang dibentak tampak terlonjak kaget tapi sesaat kemudian dia sunggingkan
senyum. Mukanya yang gembrot tampak kemerahan. Dia mengenakan baju yang
kesempitan dan anehnya kancingnya terletak di punggung bukan di sebelah depan.
Celananya juga tampak kekecilan. Di bagian pinggang tarbuka tak terkancing
hingga BASTIAN TITO
18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
perutnya yang gembrot kelihatan membuntal keluar. Lalu di kepalanya dia
mengenakan sebuah peci hitam yang kupluk dan basah kuyup.
"Uh....panasnya hari ini!" kata si gendut pula acuh tak acuh seperti tidak
mendengar bentakan orang dan seolah tidak melihat Angling Kamesworo serta yang
lain-lainnya di tempat itu.
Ucapan si gendut itu tentu saja membuat semua orang yang ada di situ terheranheran. Jelas dia barus keluar dari dalam telaga yang airnya dingin dan saat itu
udara pagi masih terbungkus dinginnya sisa hawa malam hari. Adalah aneh kalau si
gendut yang basah kuyup ini berkata panasnya hari ini!
Sambil terus tersenyum dia memandang berkeliling. Dari dalam saku bajunya dia
mengeluarkan sebuah benda. Ketika dikembangkannya ternyata benda itu adalah
sebuah kipas kertas yang berada dalam keadaan basah tapi sama sekali tidak luruh
atau robek. Duduk enak-enakan di atas batu lalu dia berkipas-kipas sambil tiada
hentinya berkata "Huh.....panasnya hari ini. Gila panas betul! Aku sampai
keringatan!"
Merasa seperti tidak diacuhkan dan dianggap sepi Angling Kameseoro menjadi
marah. "Makhluk edan! Siapapun kau adanya apa kau kura aku tidak berani dan tidak tega
menggasakmu sampai lumat"!"
"Angling.... Hati-hati. Jangan-jangan dia mahluk halus rimba belantara yang
menunjukkan diri...." Sekar Mindi berkata dari kejauhan.
Mendengar ucapan Sekar Mindi itu si gendut berhenti berkipas. Dia memandang ke
arah sang gadis sesaat lalu tertawa gelak-gelak. "Aku dibilang mahluk halus. Apa
buta dan tidak melihat tubuhku sekasar ini "! " Lalu si gendut itu kembali
tertawa-tawa dan berkipas-kipas.
Melihat sikap dan tutur kata si gendut tak dikenal itu marahlah Angling
Kameseoro. Dia bergerak lebih dekat. Tangan kanannya dihantamkan tepat-tepat ke
muka si gendut. Pukulan yang dilepaskannya bukanlah sembarang pukulan. Kalau
sempat mendarat di hidung pasti akan melesak hancur. Kalau menghantam bibir
pasti mulutnya akan pecah. Kalau sampai menghajar mata tak dapat tidak akan
pecah buta ! Sesaat lagi jotosan keras itu akan mengenai sasarannya tiba-tiba dengan geraka
acuh tak acuh si gendut angkat kipasnya. Serangkum angin dingin menyambar dan
Angling Kamesworo merasa seperti melabrak tambok tak kelihatan. Tangannya yang
menjotos tertahan. Bagaimanapun dia mengerahkan tenaga luar dan dalam tetap saja
tak bisa meneruskan pukulannya, padahal muka lawan yang jadi sasarannya hanya
setengah jengkal di depan tinjunya !
Sadarlah pemuda itu kalau dia berhadapan dengan orang berkepandaian tinggi.
Untung saja tak ada seorang lainpun di situ yang mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Meski sadar kalau yang dihadapinya bukan manusia sembarangan, namun
karena sifatnya yang congkak sombong, Angling Kamesworo tetap saja tidak mau
bersikap merendah. Dia kembali membentak.
"Setan atau dedemit, manusia atau jin ! Kalau kau punya sedikit ilmu jangan
berani jual lagak di hadapanku! Sebelum kujatuhkan tangan keras katakan siapa
dirimu! Mengapa berani mengganggu kami yang sedang beristirahat di tempat ini!
Malah kau berlaku kurang ajar! Memegang kaki puteri patih kerajaan, membuatnya
terkejut dan ketakutan!"
Mendengar ucapan panjang lebar itu si gendut tampak terkejut. Dia hentikan
berkipas-kipas. Lalu berdiri dan berpaling pada Sekar Mindi. Dia membungkuk
dalam-dalam dan berkata
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Cucuku yang cantik jelita harap maafkan kakekmu ini kalau aku sudah membuatmu
kaget dan ketakutan. Kakek tidak tahu kalau kau adalah puteri sinuhun kanjeng
patih kerajaan. Tapi terus teran kakek tidak ada niat jahat terhadapmu atau
mengganggu istirahat kalian. Terus terang saja tadi kakek sedang enak-enakan
bermain di dasat telaga. Kulihat ada benda putih-putih bergerak di permukaan
telaga. Kukira ikan, tak tahunya kakimu. Maafkan kalau kakek sudah bertindak kurang ajar
berani memegang kakimu yang bagus. Itu kakek lakukan karena kebodohanku dan
tidak tahu. Harap maafkan tua bangka tolol ini!"
Tentu saja ucapan si gendut berkopiah kupluk itu membuat semua orang jadi kaget.
Dia menyebut dirinya kakek dan memanggil Sekar Mindi sebagai cucu!
"Gendut keparat!" bentak Angling Kameseworo. "Jangan kau berani berlaku kurang
ajar dan main-main!"
"Ah..... " si gendut menghela nafas panjang. "Kalau aku kurang ajar bukankah
sudah minta maaf. Kalau aku dituduh berani main-main, itu sama sekali tidak
benar. Masakan aku setua bangka ini mau bergurau yang bukan-bukan dengan cucuku, puteri
patih kerajaan pula ! "
"Gendut sialan ! Kau menyebut dirimu kakek dan menyebut gadis itu cucumu !
Umurmu pasti lebih muda dari gadis itu ! Apa itu namanya bukan mempermainkan
secara kurang ajar "! " bentak Angling Kamesworo dengan suara bergetar karena
sudah tak dapat menahan marah.
Si gendut tertawa gelak-gelak sampai wajahnya yang keringatan menjadi merah. Dia
lalu menjawab. "Umur puteri patih kerajaan itu paling tinggi dua puluh dua tahu. Cucuku, kau
tahu berapa usiaku "! "
"Setan gemuk ! Kau jawablah sendiri ! " teriak Angling Kamesworo.
"Baik ! Akan kujawab ! " sahut si gendut pula. "Kalau kau mau tahu, usiaku sudah
delapan puluh ! Kau dengar "! "
Kedua mata Angling Kamesworo melotot. Yang lain-lain juga terkeisap kaget
mendengar ucapan si gendut itu. Jelas kalau dia tidak main-main maka dia adalah
seorang gila yang kesasar. Melihat kepada wajahnya paling tidak usianya hanya
dua puluh tahun, mungkin kurang. Bagaimana dia enak saja berkata bahwa dia
berusia delapan puluh tahun "!
Angling Kamesworo kalau menurutkan hawa amarahnya mau dia segera
menghantam si gendut berpeci kupluk itu habis-habisan. Namun sebagai orang
berkepandaian dia masih bisa berpikir. Tadi waktu dia melancarkan jotosan si
gendut ini mengangkat kipasnya secara acuh tak acuh. Tapi dari benda itu
membersit hawa dingin yang dapat menahan gerakannya. Lalu tadi dia berkata
sedang main-main di dalam telaga. Saat dia dan rombongan berhenti di telaga
sampai saat si gendut muncul di permukaan telaga cukup lama. Manusia mana yang
mampu mendekam dalam air selama itu"
"Gendut mengaku kakek berusia delapan puluh tahun. Sebenarnya siapa sirimu.
Siapa namamu?" tanya Angling Kamesworo.
"Ah, cucuku, ternyata kau bisa berbasa basi, bisa bicara baik-baik dan sopan.
Baik aku jawab pertanyaanmu," kata si gendut pula. "Namaku nama kampung.
Santiko. Ada juga yang menyebutku dengan gelaran muluk. Bujang Gila Tapak
Sakti." "Dari mana kau berasal dan apa kerjamu di dalam telaga itu"!" tanya Angling
Kamesworo. BASTIAN TITO 20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Asalku dari kampung sekitar sini. Aku berada di dalam telaga karena kepanasan.
Coba mencari kesejukan. Tidakkah kau dan yang lain-lain merasa betapa panasnya
hari ini?" Lalu si gendut mengipas-ngipaskan kipas kertasnya.
Sesaat Angling Kamesworo memperhatikan kedua tangan si gendut. Jelas terlihat
kedua telapak tangannya berwarna putih pucat. Diam-diam pemuda ini jadi merasa
tidak enak. "Gendut, dengar ucapanku. Aku tidak senang kau berada di sini. Lekas angkat kaki
dan pergi....."
"Ah, nasibku malang. Dihina dan diusir orang. Tapi baiklah aku akan pergi.
Apa susahnya angkat pantat dari batu dan angkat kaki pergi" Tapi tunggu...." Si
gendut yang bernama Santiko dan bergelar Bujang Gila Tapak Sakti itu
mendongakkan kepalanya. Hidungnya kembang kempis menghirup-hirup. "Aku mencium
harumnya bau daging panggang. Tapi sudah hampir hangus. Mengapa tidak cepatcepat disantap"!"
Astaga! Semua orang baru sadar kalau dendeng yang mereka panggang hampir hangus.
Semua segera menghampiri tempat pemanggangan kecuali Angling Kamesworo.
Sekar Mindi membagi-begikan potongan dendeng panggang pada orang-orang yang ada
di tempat itu. Ketika dia menghampiri Angling, pemuda ini memberi isyarat agar
si gadis tidak melangkah lebih dekat. Angling berpaling pada Bujang Gila Tapak
Sakti. "Kau sudah mendengar kata-kataku tadi. Kenapa tidak lekas angkat kaki dari
sini"' "Begitu" Baik aku segera pergi." Menjawab si gendut. Dia berpaling pada Sekar
Mindi. "Cucuku, sudah tujuh puluh tahun aku tak pernah menikmati daging.
Apalagi dendeng panggang seperti itu. Apakah aku boleh minta barang sepotong
kecil?" Sekar Mindi tampak ragu-ragu. Namun sesaat kemudian gadis ini melangkah juga ke
arah Bujang Gila Tapak Sakti sambil membawa potongan dendeng bakar yang tadi
hendak diberikannya pada Angling Kamesworo.
Setengah jalan Angling mencegatnya. Dendeng panggang yang ada di tangan si gadis
dirampasnya lalu dibantingkannya ke tanah. Tak cukup sampai di situ.
Daging yang jatuh di tanah itu lalu diinjak-injaknya dengan kakinya yang memakai
kasut dari kulit hingga hancur dan kotor.
"Kau lapar gendut"! Makanlah!" katanya lalu Angling Kamesworo tertawa gelakgelak. Dua belas perajurit lainnya ikut-ikutan tertawa. Hanya kusir kereta yang
sudah lanjut usia dan Sekar Mindi yang tidak tertawa, senyumpun tidak.
Si gendut tenang-tenang saja malah menyeringai. Dia membungkuk
mengambil dendeng panggang yang sudah hancur dan kotor bergelimang tanah itu
dengan tangan kanannya. Lalu sambil membejak-bejak daging itu dalam genggaman
telapak tangannya dia berkata "Sayang, dagingnya seenak ini dibuang begitu saja,
diinjak, dikotori dengan tanah. Padahal banyak orang miskin yang kelaparan
sekitar sini. Termasuk aku....."
Tangan yang membejak-bejak dendeng panggang itu perlahan-lahan dibuka.
Semua orang terkejut ketika menyaksikan bagaimana dendeng bakar yang tadi sudah
hancur dan kotor diinjak-injak kini berubah menjadi sepotong besar daging
panggang segar yang mengepulkan asap dan menebar bau harum bukan main.
"Cucuku," kata si Bujang Gila Tapak Sakti sambil memandang pada Sekar Mindi.
"Terima kasih atas pemberianmu ini. Kakek tidak akan melupakan kebaikan
hatimu...." Habis berkata begitu si gendut berkopiah kupluk itu melahap daging
BASTIAN TITO 21 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
panggang itu sambil tangan kiri mengipas-ngipaskan kipas kertasnya. Di satu
tempat dia berpaling lagi pada Sekar Mindi dan menjura dalam-dalam. Lalu hup!
Sekali dia menggenjot kedua kakinya tubuhnya yang seprti buntalan raksasa itu
melayang ke atas. Sesaat kemudian kelihatanlah si gendut itu duduk berjuntai
goyang-goyang kaki di atas cabang sebuah pohon. Cabang ini tak seberapa
besarnya. Dibandingkan dengan tubuh si gendut yang berat seharusnya cabang itu
akan menekuk ke bawah behkan bisa patah. Tapi nyatanya cabang pohon tersebut
hanya melentur bergoyang-goyang mengikuti gerakan atau uncangan kaki si gendut!
Selusin perajurit dan Sekar Mindi terkagum-kagum melihat apa yang terjadi.
Sebaliknya Angling Kamesworo tampak merah mukanya. Apa yang dilakukan Bujang
Gila Tapak Sakti seolah-olah mempermainkan dan mengejek dirinya. Dia hendak
meneriakkan sesuatu tetapi tak jadi karena dengan tiba-tiba kusir tua
menghampirinya dan berkata. "Raden, kalau saya tidak salah manusia gendut
bernama Santiko bergelar Bujang Gila Tapak Sakti ini tujuh tahun dulu adalah
bocah yang mencuri dua buah bonang perangkat gamelan keraton."
Tentu saja keterangan itu membuat Angling Kamesworo jadi terkejut. Tujuh tahun
lalu dia belum masuk ke dalam jajaran pasukan Kerajaan. Namun beberapa waktu
sesudah bergabung dengan alat kerajaan dia pernah mendengar tentang dicurinya
dua buah bonang itu.
"Kenapa tidak kau katakan dari tadi"!" ujar Angling Kamesworo pula dengan suara
keras yang ditekan.
"Maafkan saya. Ingatan saya berjalan lamban...."
"Kalau begitu dia harus segera kita tangkap!" kata Angling Kamesworo pula seraya
memandang ke arah cabang pohon dimana si gendut duduk masih enak-enakan
menyantap daging panggang sambil uncang-uncang kaki dan berkipas-kipas.
"Bujang Gila Tapak Sakti! Lekas turun dari pohon! Aku mau bicara denganmu!"
berteriak Angling Kamesworo.
Baru saja dia berteriak begiut dan belum sempat si gendut memberikan jawaban
tiba-tiba ada derap kaki kuda sekitar telaga. Tahu-tahu lima penunggang kuda
bertampang sangar beringas dan garang muncul di tempat itu. Kelimanya menebar
demikian rupa dalam sikap mengurung rombongan. Masing-masing duduk di atas kuda
sambil menekankan tangan ke gagang golok besar yang tersisip di pinggang.
BASTIAN TITO 22 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Angling Kamesworo segera maklum siapa adanya kelima orang itu. Tak dapat tidak
pastilah gerombolan perampok jahat hutan Randuabang.
"Salan!" maki Angling Kamesworo dalam hati. "Urusan dengan si gendut gila itu
belum selesai. Kini datang lagi penyakit baru!"
"Kalian siapa dan mau apa"!" tiba-tiba Angling Kamesworo bertanya dengan suara
keras hingga lima penunggang kuda tersentak. Lalu berbarengan kelimanya tertawa
gelak-gelak. "Anak muda. Caramu bertanya galak amat!" salah seorang dari lima
penunggang kuda membuka mulut. Barisan gigi-giginya kelihatan besar-besar dan
berwarna hitam.
"Jika kau dan kawan-kawanmu datang membawa maksud jahat, jangan berani
lakukan disini. Kepala kalian akan kubuat menggelinding di tanah!"
Lima penunggang kuda kembali tertawa bergelak. Yang tadi bicara membuka mulut.
"Aku Warok Wesi Randuabang, penguasa rimba belantara ini.Empat orang ini adalah
sahabat-sahabat dan anak buahku. Bertemu baru satu kali, bagaimana kau bisa
menuduh kami datang membawa maksud jahat, anak muda"!"
"Sudah! Aku tak ada waktu panjang lebar dengan kalian! Harap tinggalkan tempat
ini. Kamipun segera akan berlalu dari sini!" Habis berkata begitu wakil patih
kerajaan ini memberi isyarat pada semua anggota rombongan. Lalu dia melangkah
mendekati Sekar Mindi dan dengan cepat membimbing gadis itu masuk ke dalam


Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kereta. "Tunggu dulu!" seru Warok Wesi Randuabang.
Angling Kamesworo menutupkan pintu kereta. Pada Sekar Mindi dia berkata.
"Apapun yang terjadi jangan keluar dari dalam kereta!" lalu dia berpaling pada
lima penunggang kuda.
"Kami datang karena mencium bau dendeng panggang yang harum itu.
Karena lapar dan ada rejeki jelas kami mau minta bagian! Apakah kalian mau
memberi atau terlalu pelit tak mau berbagi-bagi?"
"Wesi Randuabang," penunggang kuda di samping sang warok berkata "Yang
kita temui di tempat ini ternyata bukan cuma dendeng panggang yang lezat tapi
ada seorang gadis cantik. Hanya sayang si jelita itu buru-buru disembunyikan ke
dalam kereta!"
Lima orang berwajah garang itu kembali tertawa bergelak.
Angling Kamesworo yang merasa semakin tidak enak cepat berkata.
"KAu dan kawan-kawanmu mau dendeng panggang silahkan saja ambil. Tapi
ingat, jangan ganggu rombongan ini!"
"Anak muda, hatimu ternyata sangat baik. Bersedia memberikan dendeng panggang
Misteri Kapal Layar Pancawarna 20 Pendekar Mabuk 083 Bocah Titisan Iblis Pendekar Latah 31

Cari Blog Ini