Ceritasilat Novel Online

Bujang Gila Tapak Sakti 3

Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti Bagian 3


tidak sebelum merebahkan diri di kasur yang empuk kau juga ingin menikmati kopi
hangat barang seteguk dua teguk."
Melihat orang menyapa dengan ramah dan sopan serta tampang si pemuda yang gagah
disertai potongan tubuh yang kekar, Dewa Ketawa tertawa bergelak dan anggukanggukkan kepala.
"Tawaran bagus, siapa mau menolak"!" katanya. Diambilnya buntalan yang
tergantung di leher keledai.
BASTIAN TITO 44 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalau begitu ikuti saya," kata si pemuda pula. Dia memanggil seorang pengawal
dan memerintahkan agar mengurus keledai Dewa Ketawa. Lalu pemuda ini memberi
tanda agar Dewa Ketawa mengikutinya.
"Anak muda, siapa namamu dan apa jabatanmu di gedung kepatihan ini?"
bertanya si gendut bermata sipit Dewa Ketawa.
"Saya Angling Kamesworo, hanya seorang pembantu Patih Kerajaan...."
jawab si pemuda.
"Ah sungguh luar biasa. Semuda ini kau sudah menduduki jabatan yang begitu
tinggi.Tak lama lagi kau tentu akan diangkat menjadi Patih menggantikan Patih
yang sekarang....."
"Aku masih harus banyak belajar...." jawab Angling Kamesworo. Dia
membawa orang tua itu ke dalam sebuah kamar yang cukup luas. Selain ada
seperangkatan kursi juga ada sebuah ranjang berkasur tebal dan empuk.
"Orang tua, kau belum memperkenalkan dirimu. Harap kau suka memberi tahu...."
"Panggil aku Dewa Ketawa...."
"Astaga! Sungguh mataku buta tidak melihat Mahameru di depan mata!" kata Angling
Kamesworo lalu membungkuk dalam-dalam. "Dewa Ketawa, silahkan duduk.
Kalaupun kau hendak langsung istirahat dan tidur silahkan naik ke atas ranjang
itu...." Dewa Ketawa tertawa dulu lalu meletakkan buntalan yang dibawanya di atas meja.
Dari dalam buntalan terdengar suara seperti dua benda keras saling beradu atau
bergesekan. "Dewa Ketawa, saya lihat kau membawa dan meletakkan buntalan itu dengan sangat
hati-hati. Isinya tentu benda sangat berharga...." kata Angling Kamesworo yang
sejak tadi memeperhatikan buntalan buruk yang dibawa si tua gendut ini .
Dewa Ketawa mengekeh. "Pandangan matamu tajam, kau jelas orang cerdik.
Tidak salah kalau kau dipercayakan Sultan jabatan yang tinggi. Karena kau orang
baik dan setelah aku tahu kau ternyata orang kepercayaan kerajaan maka aku tidak
akan menyembunyikan rahasia lagi apa yang kubawa dalam buntalan itu. Tapi aku
ingin kau menerkanya lebih dulu Angling Kamesworo."
Si pemuda tersenyum. "Kalau saja saya mempunyai kesaktian untuk dapat melihat
tembus, tentu saya bisa menerka isi buntalanmu itu Dewa Ketawa. Sayang saya
tidak pnya kepandaian itu...."
Dewa Ketawa tertawa panjang. Dia merasa semakin suka pada pemuda ini.
"Baiklahm akan kukatakan padamu. Buntalan butut ini berisi dua buah benda maha
berharga bagi Kerajaan. Dua buah bonang pelengkap perangkat gamelan Kraton yang
hilang ada di dalamnya! Akan kuserahkan pada Sultan melalui Patih Kerajaan!"
"Gusti Allah Maha Kuasa!" kata Angling Kamesworo.
"Dua buah bonang pusaka dan sangat keramat itu akhirnya ditemui juga.
Dewa Ketawa, Sultan pasti akan memberikan hadiah besar luar biasa padamu. Bukan
mustahil kau akan diangkatnya menjadi Adipati di satu wilayah penting!"
Dewa Ketawa tertawa bergelak.
"Tua bangka yang sudah bau tanah sepertiku ini sama sekali tidak
mengharapkan hadiah besar, juga tidak menginginkan jabatan. Kalau dua benda
pusaka itu sudah kembali patut kita semua bersyukur. Lenyapnya dua buah bonang
ini ada hikmahnya Angling. Yaitu agar kita semua lebih waspada agar jangan
terjadi lagi hal seperti itu. Omong-omong, bolehkah aku minta kopi hangat berang
secangkir"
/aku memang letih tapi belum mengantuk benar."
"Akan saya suruh orang menyiapkannya. Saya sendiri nanti yang akan membawanya ke
mari." BASTIAN TITO 45 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Si gendut kembali tertawa panjang sementara Angling Kamesworo membuka
pintu kamar dan segera keluar.
Tak lama kemudian pemuda ini muncul kembali membawa sebuah cangkir besar. Bau
harumnya kopi menebar dalam kamar itu. Dewa Ketawa tertawa lebar menyambuti
cangkir yang diserahkan padanya.
"Silahkan menikmati kopinya. Sehabis minum kau bisa istirahat. Besok pagi-pagi
sekali saya akan menghubungi Patih dan memberi tahu kedatanganmu...."
"Terima kasih anak muda," kata Dewa Ketawa. Kopi yang masih sangat panas itu
langsung saja diteguknya, membuat Angling Kamesworo terkesiap karena ternyata
panasnya minuman itu tidak membuat bibir, mulut ataupun lidah si kakek gendut
melepuh. Dari situ saja dia sudah mengetahui begaimana saktinya orang ini.
"Saya minta diri dulu. Sampai besok pagi...." kata Angling Kamesworo seraya
membungkuk lalu melangkah ke pintu.
"Sampai besok pagi !" menyahuti Dewa Ketawa. Sesaat dia memperhatikan pemuda itu
menutup pintu kamar lalu kembali meneguk kopinya hingga habis. Orang tua ini
meletakkan cangkir di atas meja lalu menggeliat beberapa kali. Perlahan-lahan
dia bangkit dari kursi. Sekujur tubuhnya yang gemuk terasa letih ada perasaan
aneh di dada dan perutnya menjalar ke seluruh tubuh. Orang tua bertubuh gemuk
ini kelihatan mengernyit lalu memegangi dada dan perutnya. Sesaat kemudia satu
jeritan keras keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan itu darah segar ikut
menyembur. "Kurang ajar ! Aku diracun...." Hanya kata-kata itu yang sempat
diucapkannya. Lalu tubuhnya yang hampir 200 kati itu roboh ke pinggiran ranjang.
Sepasang matanya yang sipit mendelik.
Begitu Dewa Ketawa roboh ke ranjang, pintu kamar tampak terbuka. Angling
Kamesworo muncul bersama sepuluh orang perajurit. Dua diantara memebawa sebuah
tandu. "Gotong orang itu ke luar. Naikkan ke atas gerobak bersama keledainya.
Buang mayatnya dan keledai di jurang dalam dekat Candi Gajah ! Ingat baik-baik
apa yang kalian lakukan adalah rahasia besar. Jika sampai bocor kepala kalian
semua akan kupancung tanpa ampun !"
Sepuluh orang perajurit itu segera masuk ke dalam kamar. Tubuh gemuk Dewa Ketawa
dibujurkan di atas tandu lalu digotong keluar kamar. Angling Kamesworo kemudian
mengambil buntalan di atas meja. Ketika diperiksanya isinya ternyata memang dua
buah bonang milik Keraton yang lenyap dicuri orang lebih dari tujuh tahun silam.
Pemuda ini menyeringai. Dua buah bonanag itu dipegangnya satu di tangan kiri
satu lagi di tangan kanan. Lalu perlahan-lahan dua buah tonjolan bonang diadunya
satu sama lain. Terdengar suara tidak seberapa keras tetapi diikuti gema yang
panjang tanda dua buah peraltan itu memang dibuat dari logam yang bukan
sembarangan. Angling Kamesworo memasukkan dua buah bonang itu kembali ke dalam
buntalan.Lalu cepat-cepat keluar dari kamar, kembali ke kamarnya sendiri. Ketika
keluar pemuda ini seudah berganti pakaian. Tak lama kemudian dalam kegelapan
tampak dia memacu seekor kuda menuju selatan yaitu berlawanan arah dari arah
yang ditempuh rombongan yang membawa sosok tubuh Dewa Ketawa dan keledainya. Di
luar Kotaraja wakil patih kerajaan ini membelok ke timur mengikuti sebuah sungai
kecil. Di satu tempat dimana air sungai cukup dangkal dia menyeberang kemudain
memacu tunggangannya menuju daerah bebukitan yang jarang didatangi orang.
BASTIAN TITO 46 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH Candi Gajah di bukit Imogiri kini tak lebih dari sebuah reruntuhan saja. Patung
Gajah besar di halaman depan hanya tinggal bagian tubuh dan empat kaki dalam
keadaan rusak sedang kepalanya lenyap entah kemana.
Jauh sebelum tengah malam seorang lelaki muda berkumis dan berjanggut lebat
kelihatan berada di tempat. Dia sengaja naik ke atas sebatang pohon berdaun
rimbun lalu duduk di sebuah cabangnya yang gelap kelindungan. Orang ini agaknya
tengah menunggu seseorang.
Tapi yang ditunggu tidak muncul-muncul. Orang ini mulai kesal. Waktu berjalan
seolah merayap. Apalagi udara malam di bukit Imogiri itu cukup dingin dan nyamuk
hutan menyengat laksana menyerbu.
"Sialan, tak ada yang muncul. Jangan-jangan aku ditipu perempuan berwajah nenek
dan gadis itu," pikir si pemuda.
Dari atas pohon dia memandang berkeliling ke bawah.
Gelap dan sepi. Tapi tidak. Kesepian itu dipecahkan oleh suara derap kaki-kaki
kuda. Orang di atas pohon sekali lagi memandang ke bawah.
Dari kegelapan malam muncul seorang penunggang kuda. Orang ini
mengenakan jubah putih, memakai tapi merah berbentuk tarbus. Sebuah kumis tipis
menghias mulutnya sedang di dagunya ada secuil janggut berkeluk. Di leher dan
hampir seluruh badan kuda bergelantungan berbagai macam buntalan kain.
Orang ini berhenti di depan reruntuhan candi Gajah lalu turun dari kudanya.
Sesaat dia memandangi keadaan candi itu termasuk patung gajah. "Sayang....."
terdengar dia berkata sendirian. "Dulunya candi ini pasti megah dan bagus."
"Sekarang rusak tak ada yang memelihara. Sebaiknya aku istirahat dulu di tempat
ini." Dari dalam salah satu buntalan orang ini mengeluarkan sepotong makanan lalu
pergi duduk di tangga candi menyantap makanan ini.
Orang di atas pohon untuk beberapa lamanya masih mendekam
memperhatikan orang yang duduk di tangga candi.
"Siapa kiranya orang yang membawa begitu banyak buntalan di kudanya?"
Setelah menunggu sesaat lagi akhirnya orang di atas pohon melompat turun.
Langsung menghampiri orang berjubah putih yang sedang enak-enak istirahat sambil
makan. Munculnya orang tak dikenal apalagi melompat turun dari atas pohon ditambah
orangnya memiliki kumis dan janggut tebal, tentu saja mengejutkan orang yang
duduk di tangga. Dia melompat dan bergerak cepat ke arah kudanya.
"Saudara, kau siapa.....?" tanya si kumis tebal.
"Katakan dulu kau siapa," jawab si kumis tipis.
"Aku gelandangan yang kebetulan tersesat di tempat ini."
Si kumis tipis memperhatikan orang di hadapannya sesaat. Dia menaruh syak
wasangka. "Sulit dipercaya ada gelandangan tersesat ke tempat sepi begini ,
malam buta pula !"
"Lalu kau anggap siapa kau ini " Orang jahat " Rampok "!"
"Mungkin sekali ! Kalau tidak mengapa tadi kau sembunyi di atas pohon sana.
Berarti kau sengaja mencegat jalan orang. Jika kabu berani berbuat jahat padaku,
kau akan menyesal !
BASTIAN TITO 47 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Hem... begitu " Kulihat kau membawa banyak buntalan. Apa isinya?"
"Perlu apa kau mau tahu" Kalau mau lihat harus ada uang !"
"Gila ! Mau lihat saja pakai uang !"
"Kalau kau tak mau membeli buat apa melihat-melihat segala "!"
"Nah, rupanya kau seorang pedagang keliling. Pantas begini banyak dan sarat
buntalanmu."
"Kalau sudah tahu, apakah kau punya uang untuk membeli selembar baju ?"
"Aku tak punya uang," jawab sikumis tebal.
"Kau tak punya uang tak usah bicara denganku. Jangan ganggu, aku ingin istirahat
barang sebentar." Orang berjubah putih dab bertarbus merah itu menghabiskan
makanannya cepat-cepat. Lalu dia berpaling pada lelaki berkumis tebal.
"Kenapa kau masih di sini ?"
"Memangnya ada yang melarang aku tak boleh di sini "!"
"Ada !"
"Siapa "!"
"Aku !" jawab si jubah putih yang pedagang keliling.
Lelaki berkumis tebal tertawa gelak-gelak. "Bicaramu enak amat. Sepertinya
tempat ini nenek moyangmu yang punya!"
"Jangan bicara seenakmu!" bentak si pedagang keliling.
"Jangan mengatur orang seenaknya!"
"Sudah! Aku tak mau bicara denganmu!"
"Siapa bilang aku suka bicara dengan orang sepertimu!" balas si kumis lebat.
Kedua orang itu sama-sama membuang muka dan berdiam diri. Tapi tak sengaja
keduanya sama-sama berpaling dan saling pandang. Lalu cepat-cepat keduanya
memalingkan wajah lagi. Beberapa saat berlalu. Lelaki berkumis lebat memutar
kepalanya, memeperhatikan orang yang duduk di tangga. Tak tahan rupanya dia
duduk diam-diam saja.
"Hai!" tegurnya. Si kumis tipis diam saja. "Hai! Kalau mau dagang jangan ke
tampat sunyi begini. Malam hari pula! Siapa yang mau beli"! Hantu"!"
"Kau tentu saja tidak bakal membeli karena tidak punya uang. Aku mau dagang aku
pergi kemana sukaku. Rejeki seseorang datangnya tidak pandang waktu dan tempat!
Kau sendiri apa keperluanmu malam-mamal buta berada di sini"!"
"Itu bukan urusanmu....."
"Agaknya kau tengah menunggu seseorang. Siapa yang kau tunggu?"
"Si kumis tebal jadi kesal. "Apa urusanmu tanya-tanya"!"
"Di sini hanya kita berdua. Bicara dan saling tanya apa salahnya!" balas si
pedagang. "Tadi kau sendiri yang bilang tidak suka bicara denganku. Kini malah mengajak
omong!" "Aku berubah pikiran!" jawab si kumis tipis lalu tersenyum. Kedua matanya
menatap tajam pada orang yang tegak di bawah pohon itu. Sebaliknya orang yang di
bawah pohon juga memandang dengan cara yang sama.
"Dengar aku tahu siapa kau adanya," kata si pedagang keliling.
"Aku juga tahu siapa kau sebenarnya," balas si kumis lebat.
Keduanya sama-sama terdiam sesaat. Lalu mereka sama-sama tertawa
bergelak. "Kau Pendekar 212 Wiro Sableng! Pasti! Jangan mungkir! Tanggalkan kumis dan
janggut palsumu!"
Lelaki di bawah pohon tampak menggaruk kepalanya.
BASTIAN TITO 48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Perlahan-lahan kedua tangannya digerakkan ke wajahnya. Srett....srett! Kumis
tebal yang tadi menempel di bawah hidung tanggal lalu dicampakkannya ke tanah.
Begitu wajah orang ini licin klimis kecuali tambutnya yang kemudian
dikeluarkannya dari balik penutup kepala. Ternyata dia berambut gondrong dan
memang bukan lain adalah Wiro Sableng Pendekar 212.
Sambil menyengir Wiro berkata. "Sekarang giliranmu. Kau pasti si nenek yang
mengaku pembantu Nyi Bulan Seruni Pitaloka. Nenek-nenek yang wajahnya bisa bisa
berubah jadi seorang gadis cantik jelita!"
Orang yang duduk di tangga candi tertawa geli. Sekali tangannya bergerak maka
lepaslah topeng tipis yang menutupi mukanya. Kini kelihatan wajahnya yang asli
yaitu wajah seorang perempuan muda berparas cantik jelita.
"Nah apa kataku! Kau memang nenek gadis itu!" kata Wiro.
"Aku bukan nenek, juga bukan gadis....."
"Jadi....?" Wiro berpikir sejenak. "Astaga! Sekali ini pasti tidak akan salah.
Kau pastilah janda muda bernama Nyi Bulan Seruni Pitaloka itu!"
Perempuan cantik yang duduk di tangga mengangguk. Lalu dibukanya tarbus merah di
atas kepalanya. Sekali dia menggerakkan kepalanya maka tergerailah rambutnya
yang hitam berkilat sampai ke bahu.
Untuk kedua kalinya murid Eyang Sinto Gendeng terpesona oleh kecantikan
perempuan muda itu. Pertama kali dulu ketika janda ini membuka samaran sebagai
seorang nenek. "Ah, wajahnya memang seindah rembulan empat belas hari. Malah
lebih indah dari rembulan. Rembulan masih ada penyok-penyoknya, yang ini justru
mulus tanpa cacat!" membatin Wiro.
"Nyi Seruni sekarang aku ingin tahu mengapa kau melakukan semua ini....."
bertanya Pendekar 212.
"Apa yang kau maksud melakukan semua ini?" balik bertanya Nyi Bulan Seruni
Pitaloka.

Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ringkasnya saja yaitu mengapa kau menyuruh bocah bernama Santiko
mencuri dua buah bonang milik Kraton sampai anak itu dipendam dalam lobang inti
es selama tujuh tahun. Lalu mengapa kau meminta aku menemuimu di tempat ini"
Kuminta kau jangan menjebakku...."
Nyi Bulan Seruni tertawa kecil.
"Aku bukan orang jahat. Aku menyesal mendengar Santiko yang sekarang jadi pemuda
berjuluk Bujang Gila Tapak Sakti itu sampai pernah dihukum sandiri oleh pamannya
si Dewa Ketawa. Tujuh tahun lalu memang aku pernah menyuruhnya mencuri dua buah
bonang perlengkapan gamelan Keraton. Itu aku lakukan demi permintaan
suamiku....."
"Suamimu sekarang berada di mana?" bertanya Wiro.
"Kau ini bagaimana. Kalau aku disebut orang janda tentu aku sudah tak punyai
suami lagi."
Wiro menyeringai. "Maksudku, apakah kau janda ditinggal mati suami atau dicerai
atau bagaimana...."
"Kau ini ada-ada saja. Suamiku tewas di tangan seorang dikenal dengan julukan
Sepasang Pedang Dewa. Kematiannya justru ada sangkut pautnya dengan dua buah
bonang itu. Dulu dia adalah seorang ahli pembuat bonang. Suatu hari
seperangkatan bonang milik Keraton minta dibersihkkan dan diperbaiki bagianbagiannya yang rusak atau penyok. Ketika sedang melakukan pekerjaan itu Sepasang
Pedang Dewa muncul. Mula-mula merela bicara baik=baik, lalu terjadi pertengkaran
yang diakhiri dengan perkelahian.
BASTIAN TITO 49 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Suamiku kalah dan tewas di tangan lawan. Namun apa yang hendak dirampas oleh
Sepasang Pedang Dewa itu berhasil diselamatkan nya karena sebelum Sepasang
Pedang Dewa muncul dia telah menyembunyikannya di dalam dua buah bonang yaitu
bonang penerus slindro dan bonang penerus pelog. Sebelum mati dia berpesan agar
dua buah bonang itu diselamatkan dan apa yang disembunyikannya di dalam bonang
harus segera diambil. Namun aku terlupa. Ketika orang-orang dari Keraton datang
mengambil seperangkat bonang itu, aku menyerahkannya begitu saja. Ini di
sebabkan karena aku sangat berduka atas kematian suamiku. Walau dia tiga puluh
tahun lebih tua dari ku, tapi dia seorang suami sekaligus ayah yang baik. Satu
minggu kemudian aku baru ingat akan pesan mendiang suamiku. Itupun setelah aku
mendapat mimpi.
Tidak mudah untuk masuk ke dalam Kraton, apalagi harus mencuri dua buah bonang
itu. Aku mendapat akal. Karena bentuknya yang gemuk bulat dan lucu Santiko
menjadi kesayangan orang-orang dalam Kraton. Dia mudah pergi dan masuk kemana
saja. Maka aku menyuruhnya mencurinya.
Kasihan, sebenarnya dia anak baik walaupun suak usil dan kurang ajar.
Pamannya menangkapnya dan menghukumnya di puncak gunung Mahameru. Aku sendiri
menyembunyikan diri dan berusaha memperdalam semua pelajaran ilmu kesaktian yang
kudapat dari suamiku. Jika saja aku dapat mengeluarkan apa yang disembunyikan
suamiku dari dalam dua buah bonang itu, mungkin kepandaianku sudah stinggi
langit sedalam lautan. Itu sebabnya aku menyuruhmu datang kemari untuk dimintai
tolong....."
"Tunggu dulu," memotong Wiro. "Jika dua buah bonang itu begitu
berharganya bagimu, mengapa kau serahkan pada si Gergaji Setan dan akhirnya
dilarikan oleh Dewa Ketawa?"
Nyi Bulan Seruni Pitaloka tersenyum yang membuat Pendekar 212 diam-diam jadi
blingsatan melihatnya. Janda yang ditinggal mati suaminya ketika berusia 13
tahun itu berdiri dari tangga candi lalu melangkah mendekati kudanya.
Dari dalam salah satu buntalan barang yang bergantung di leher serta badan kuda
itu dikeluarkannya dua buah benda berwarna kuning lalu diperlihatakannya pada
Wiro. Ketika Wiro memperhatikan ternyata dua buah benda itu adalah dua buah
bonang. Murid Eyang Sinto Gendeng jadi terheran-heran. "Aku tak mengerti.
Sebelumnya aku menyaksikan sendiri kau menyerahkan dua buah benda seperti itu
pada si Gergaji Setan. Kini mengapa kau masih memiliki dua buah lagi?"
"Pendekar 212, selama aku memiliki dua buah bonang itu keselamatanku selalu
terancam. Banyak orang-orang pandai yang baik dan yang jahat mencariku.
Bukan saja untuk mendapatkan tubuhku. Aku ingin dua buah bonang dan rahasia yang
tersembunyi di dalamnya tidak jatuh ke tangan orang sebisa-bisanya aku buat dua
buah bonang tiruan...."
"Aku mengerti sekarang. Dua buah bonang yang kau berikan pada si Gergaji Setan
adalah bonang-bonang palsu sedang yang asli tetap kau sembunyikan di tempat
aman!" "Apa yang kau katakan memang betul," jawab Nyi Bulan Seruni Pitaloka.
"Kau benar-benar cerdik. Sekarang apa yang hendak kau lakukan dengan dua buah
bonang itu?" bertanya Wiro.
"Aku akan mengembalikannya ke Keraton. Mungkin dengan minta tolong lagi pada
Bujang Gila Tapak Sakti. Namun sebelum kukembalikan aku ingin mengambil dulu apa
yang tersembunyi di dalamnya, lalu....."
"Nyi Bulan! Kau memang cerdik. Tapi kecerdikanmu hari ini berakhir sudah.
Jika kau sayang nyawa lekas serahkan dua buah bonang dalam buntalan itu
padaku !" BASTIAN TITO 50 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Satu suara bergema keras di tempat sunyi itu. Dua buah bayangan berkelebat.
Tahu-tahu Nyi Bulan sudah diapit oelh dua orang bertubuh tinggi kekar. Satu
sudah berusia lanjut satunya lagi masih muda.
Nyi Bulan Seruni Pitaloka terkejut besar. Dia cepat berpaling dan segera
mengenali orang yang ada di sebelah kanannya, yakni lelaki berusia lanjut
berambut putih dan mengenakan jubah merah. Pada pinggang jubahnya kiri kanan
tergantung masing-masing sebilah pedang. Lelaki yang lebih muda bukan lain
adalah Angling Kamesworo, wakil Patih Kerajaan. Yang satu ini memang segera pula
dikenali oelh Pendekar 212. Ada apa pemuda ini tiba-tiba berada di tempat ini,
begitu Wiro berpikir.
Di samping itu dia mencium adanya bahaya mengancam Nyi Bulan. "Nyi Bulan ada
hubungan apa antara kau dengan orang-orang ini"'
"Yang ini adalah Sepasang Pedang Dewa," jawab Nyi Bulan seraya menunjuk tepattepat ke arah lelaki berambut putih yang mengenakan jubah merah. "Pembunuh
keparat ini berani muncul! Hari ini akan membalaskan dendam kesumat kematian
suamiku!" Sepasang Pedang Dewa ganda tertawa. "Tadi aku sudah bilang. Kalau sayang nyawa
lekas serahkan dua buah bonang itu !"
"Langkahi dulu mayatku baru kau bisa mendapatkan benda-benda itu !" teriak Nyi
Bulan. "Kalau begitu bersiaplah untuk mati !" bentak Sepasang Pedang Dewa.
Sret ! Srett ! Dua pedang yang tergantung di pinggangnya melesat keluar.
BASTIAN TITO 51 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Kita kembali dulu pada beberapa peristiwa yang terjadi sebelum munculnya
Sepasang Pedang Dewa dan Angling Kamesworo di Candi Gajah.
Angling Kamesworo melarikan kudanya mendaki puncak salah satu bukit luat
Kotaraja yang jarang didatangi manusia. Kuda tunggangannya rupanya sudah sering
menempuh jalan itu hingga binatang ini mampu berlari dengan kencang dan dalam
waktu singkat sampai di puncak bukit paling tinggi. Dalam kegelapan tampak
sebuah bangunan kayu berbentuk panggung. Di kolong bangunan enam ekor anjing
besar melompat dan menggarang lalu mulai menyalak begitu Angling Kamesworo
muncul bersama kudanya. Anjing-anjing itu menyalak terus sambil mengurung kuda
bahkan jelas siap hendak menyerang.
Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara orang bertanya "Siapa yang datang "!"
"Saya guru! Angling Kamesworo!"
Lalu dari dalam rumah panggung terdengar suara suitan keras. Enam ekor anjing
menggerang pendek dan berbalik lalu lari kembali mendekam di bawah kolong rumah.
Angling Kamesworo tidak turun dari kudanya. Dari atas panggung binatang ini dia
langsung melompat ke serambi depan rumah.
Di tangan kirinya tergenggam buntalan berisi dua buah bonang hasil meracuni
orang tua itu sampai mati!
Begitu kakinya menginjak lantai srambi begitu pintu depan bangunan terbuka.
Angling Kamesworo segera masuk. Pintu tertutup kembali. Di dalam rumah, di bawah
penerangan lampu minyak besar tampak duduk di kursi goyang seorang lelaki
berusia lebih dari setengah abad berambut putih. Seseorang perempuan berwajah
ayu, berkulit hitam manis terbaring melintang di atas pahanya dan lengan-lengan
kursi goyang. Perempuan ini mengenakan pakaian yang sangat minim hingga Angling
Kamesworo dapat melihat setiap lekuk dan sudut tubuhnya. Begitu si pemuda masuk,
orang di atas kursi goyang mengelus paha si hitam manis itu seraya berkata.
"Masuklah dulu ke kamar. Aku ada tamu yang membawa urusan penting!"
Si jelita hitam manis itu turun dari pangkuan orang berjubah merah. Ketika
berdiri pakaian minim yang menutupi tubuhnya jatuh dan tercampak di lantai. Tapi
dia tidak berusaha memungutnya malah enak saja dia melangkah menuju ke kamar,
membuat Angling Kamesworo sesaat jadi tertegun.
"Angling, kau membawa kabar apa untukku"!" si jubah merah yang adalah Sepasang
Pedang Dewa bertanya.
"Saya membawa kabar baik, guru. Saya telah mendapatkan dua buah bonang
itu." Sepasang Pedang Dewa melompat dari duduknya. Langsung saja dia
menyambar buntalan yang dibawa muridnya dan mengeluarkan isinya.
"Kau hebat!" memuji Sepasang Pedang Dewa sambil tersenyum lebar dan menimangnimang dua buah bonang itu. Parasnya tiba-tiba berubah.
"Ada apa guru?"
"Ceritakan dulu bagaimana kau mendapatkan dua buah benda ini."
Angling Kamesworo lalu bercerita.
"Ceritamu meyakinkan. Tapi aku merasa was-was. Coba kuperiksa dulu dua bonang
ini." Lalu Sepasang Pedang Dewa malangkah ke dekat lampu. Nyala api BASTIAN TITO
52 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
lampu diperbesarnya. Dua buah bonang ditelitinya berulang kali, dibolak-baliknya
tiada henti. Jari-jari tangannya berkali-kali mengusap bagian bawah dua buah
bonang itu. Tiba-tiba bonang-bonang itu dibantingkannya ke lantai.
"Palsu! Dua buah bonang itu palsu!" teriaknya. Lalu dia berpaling dengan marah
pada Angling Kamesworo. "Kau yang mempermainkan aku atau kau yang tolol
dipermainkan orang!"
Paras Angling Kamesworo berubah pucat. "Mana saya berani
mempermainkan guru. Saya mendapat dua buah bonang itu malah sampai membunuh Dewa
Ketawa dengan racun yang dimasukkan dalam kopinya....."
"Aku tidak perduli bagaimana kau mendapatkan bonang-bonang palsu itu.
Lekas ikuti aku! Kita harus mendapatkan bonang-bonang yang asli!" teriak
Sepasang Pedang Dewa lalu didorongnya tubuh muridnya ke arah pintu hingga
Angling Kamesworo hampir terjengkang.
Bujang Gila Tapak Sakti walaupun tertinggal jauh di belakang namun dia sudah
bisa menduga kemana Dewa Ketawa akan membawa dua buah bonang yang didapatnya
dari pembantu Nyi Bulan Seruni Pitaloka itu. Maka dia segera menuju Kotaraja
dengan tujuan terus mendatangi gedung Kepatihan.
Namun di luar kota pemuda gendut berpeci kupluk ini berpapasan dengan
serombongan perajurit yang memacu sebuah gerobak. Di atas gerobak itu dilihatnya
seekor binatang yang bukan lain adalah keledai milik pamannya. Terheran-heran
Bujang Gila Tapak Sakti berhenti di tepi jalan dan memeperhatikan rombongan itu
berlalu hingga akhirnya lenyap di kejauhan. Dia sama sekali tidak tahu kalau di
lantai gerobak tergeletak sosok tubuh pamannya si Dewa Ketawa.
Untuk beberapa lamanya Bujang Gila Tapak Sakti berdiri bimbang apakah dia akan
terus ke Kotaraja atau mengikuti rombongan itu. Akhirnya dia memutuskan untuk
mengejar rombongan saja. Walau tubuhnya hampir 150 kati namun berkat
kesaktiannya Bujang Gila Tapak Sakti mampu berlari secepat angin. Dalam waktu
singkat dia berhasil mengejar rombongan yang membawa keledai itu tak berapa jauh
dari bukit Imogiri.
"Rombongan harap berhenti!" teriak Bujang Gila Tapak Sakti.
Seorang perajurit yang ditugaskan memimpin rombongan berpaling. Dia
terkejut sekali ada seorang pemuda luar biasa gemuk mampu berlari sekencang itu
dan memerintahkan rombongannya berhenti. Karena curiga maka dia memerintahkan
kawan-kawannya untuk bergerak terus. Ketika Bujang Gila Tapak Sakti akhirnya
berhasil menyusul dan menghadang di depan mau tak mau rombongan itu terpaksa
berhenti. "Babi gendut ada apa kau menghadang perjalanan orang! Apa kau tidak tahu kami
adalah perajurit-perajurit Kepatihan"!"
Plaaakkkk! Perajurit pemimpin rombongan yang barusan membentak terpelanting dari
kudanya begitu disambar tamparan Bujang Gila Tapak Sakti. Mulutnya pecah, dia
mengerang sebelum pingsan. Melihat kejadian ini dua orang perajurit yang hendak
bertindak jadi bimbang. Mereka maklum kalau tengah berhadapan bukan saja dengan
seorang berkepandaian tinggi tapi mungkin pula berotak miring.
"Kalian mau bawa kemana keledai itu?" bertanya Bujang Gila Tapak Sakti.
Tak ada yang menjawab.
Plaaakkk! BASTIAN TITO 53 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Untuk kedua kalinya tamparan Bujang Gila Tapak Sakti menyambar. Satu korban lagi
menggelinding jatuh dari punggung kuda.
"Jika tidak ada yang mau menjawab, satu demi satu kalian akan kuhajar!"
mengancam Bujang Gila Tapak Sakti.
Beberapa orang perajurit memang tampak takut. Tapi empat orang diantaranya
menunjukkan sikap lain. Melihat dua kawannya terkapar di tanah seperti itu
keempatnya segera mencabut senjata masing-masing lalu menyerang Bujang Gila
Tapak Sakti. Si gendut yang merasa mendapat jalan untuk melampiaskan amarahnya
segera saja menyambut keroyokan orang. Tangan kiri kanan berkelebat kian kemari.
Terdengar suara bak-buk-bak-buk disertai jerit kesakitan empat perajurit yang
jatuh saling tindih di tanah.
Keempatnya menderita cidera berat. Ada yang hancur pipinya, remuk tulang dada
atau berpatahan tulang-tulang iganya.
Justru pada saat mengamuk itulah Bujang Gila Tapak Sakti mendekati
gerobak dan tiba-tiba melihat sosok tubuh Dewa Ketawa yang menggeletak di lantai
gerobak. Pemuda ini menjerit keras lalu melompat ke atas gerobak. Dia melengak
ketika melihat sekujur kulit tubuh pamannya itu sampai ke wajahnya yang gemuk
berwarna hitam kebiruan.
"Kurang ajar! Siapa yang punya perkejaan ini"!" teriak Bujang Gila Tapak Sakti
keras sekali hingga perajurit-perajurit yang masih ada di sana tergagau kaget
dan kecut. "Kami.....kami tidak tahu apa yang terjadi. Kami hanya disuruh membawa keledai
dan mayat orang gemuk ini untuk dibuang ke dalam jurang dekat sini....."
seorang perajurit menjawab dengan ketakutan.
"Kurang ajar! Siapa yang menyuruh kalian"!"
Mula-mula tak ada yang berani menjawab. Ketika Bujang Gila Tapak Sakti mulai
menggerang tanda kemarahannya semakin mendidih akhirnya seorang perajurit
membuka mulut. "Raden Angling Kamesworo yang menyuruh kami...."
"Pembantu Patih Kerajaan itu"!"
"Betul," jawab si perajurit pula. Lalu dia memberi isyarat pada teman-temannya.
Semua perajurit yang masih duduk di punggung kuda masing-masing segera saja
menggebrak tunggangan mereka lalu kabur dari tempat itu.
Di atas kereta Bujang Gila Tapak Sakti menggebuk pantat keledai kurus itu seraya
memaki "Binatang keparat! Turun dulu kau ke tanah! Jangan enak-enakan nongkrong
di atas gerobak ini!"
Dipukul pantatnya keledai itu melompat turun dari gerobak. Bujang Gila Tapak
Sakti membungkuk lalu meletakkan telinganya ke dada kiri Dewa Ketawa. Dia tidak
pasti apakah dia dapat mendengar detakan jantung pamannya itu atau tidak.
Namun dia tidak mau menunggu lebih lama. Dia tahu pamannya itu berada di bawah


Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengaruh racun yang sangat jahat. Maka dengan ujung sebuah golok ditorehnya urat
besar dekat pergelangan tangan kiri Dewa Ketawa. Lalu dengan mulutnya dia mulai
menyedot darah yang ada dalam tubuh pamannya itu.
Setiap mulutnya penuh darah yang disedotnya disemburkan keluar. Begitu berulang
kali sampai sedikit demi sedikit warna hitam biru pada sekujur tubuh orang tua
gemuk itu menjadi berkurang. Bujang Gila Tapak Sakti merasa lega sekali begitu
dia menangkap suara erangan halus keluar dari mulut Dewa Ketawa. Orang tua gemuk
ini lalu ditelungkupkannya di atas lantai gerobak. Bajunya disingkapkan di
bagian punggung. Kedua tangannya diusapkan satu sama lain hingga ada hawa sangat
dingin membersit keluar. Dengan hati-hati Bujang Gila Tapak Sakti meletakkan
BASTIAN TITO 54 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
kedua telapak tangannya di punggung Dewa Ketawa lalu dia mulai mengerahkan
tenaga. Suara erangan orang tua itu semakin keras terdengar begitu hawa sakti yang
mengalir dari telapak tangan Bujang Gila masuk merasuk ke dalam sekujur tubuh
termasuk peredaran darahnya. Perlahan-lahan Dewa Ketawa membuka kedua matanya
yang tadinya mendelik tapi sempat dipejamkannya. Begitu dia melihat tampang
Bujang Gila Tapak Sakti, Dewa Ketawa menyeringai lalu umbar tawa panjang.
"Brengsek! Jangan ketawa dulu! Nyawamu masih berada di ujung tanduk!"
kata Bujang Gila Tapak Sakti memberi ingat.
"Anak setan! Kau rupanya yang menolongku!" kata Dewa Ketawa lalu tertawa gelakgelak. Tiba-tiba dia melompat dan berdiri di atas gerobak.
"Awas! Kau masih belum sembuh!" sang keponakan mengingatkan lagi.
"Siapa bilang aku belum sembuh! Mari ikut aku ke tempat kediaman Angling
Kamesworo. Pembantu patih sialan itu yang meracuniku !" Dewa Ketawa keluarkan
suara tawa mengekeh. Tiba-tiba dia ingat akan buntalannya. Dia memandang
berkeliling. "Heh...dimana buntalan itu "!" dia bertanya seolah pada diri
sendiri sambil memijit-mijit keningnya.
"Buntalan apa paman "!" tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
"Buntalan berisi dua buah bonang milik Keraton."
"Kalau Angling Kamesworo yang meracunimu, pasti dia pula yang
mengambil benda-benda itu!" kata Bujang Gila Tapak Sakti.
"Kalau begitu aku ingin segera membekuk batang lehernya. Kita ke gedung
Kepatihan sekarang juga!" Dewa Ketawa melompat turun dari gerobak. Bujang Gila
Tapak Sakti menyusul. Dia segera mencari kuda paling besar sedang pamannya sudah
naik ke atas punggung keledai. Baru saja keduanya hendak bergerak pergi tibatiba di kejauhan terdengar suara kaki-kaki kuda mendatangi.
"Santiko, lekas sembunyi. Kita tidak tahu apakah yang datang teman atau lawan!"
kata Dewa Ketawa.
Kedua orang itu lalu mendekam di tempat gelap. Tak lama kemudian dua penunggang
kuda muncul. Mereka berhenti di tempat itu. Yang pertama adalah orang tua
berjubah merah yakni Sepasang Pedang Dewa sedang satunya jelas Angling
Kamesworo. Pembantu patih Kerajaan ini jadi melengak kaget ketika melihat
beberapa orang perajurit berkaparan di tanah dalam keadaan cidera berat. Dia
berpaling pada Sepasang Pedang Dewa.
"Ini adalah rombongan perajurit yang saya perintahkan untuk membuang mayat Dewa
Ketawa bersama keledai tunggangannya! Tapi guru lihat sendiri. Keledai itu tak
ada di sini. Mayat Dewa Ketawapun lenyap! Lalu siapa pula yang membunuh
perajurit-perajuritku ini!"
"Sudah! Perlu apa mengurusi manusia dan keledai keparat itu serta perajuritperajurit tengik ini!" tukas Sepasang Pedang Dewa. "Kita ada urusan yang lebih
penting. Kuharap saja laporan dari orang kepercayaanku benar adanya."
Ada pertemuan antara Pendekar 212 Wiro Sableng dan Nyi Bulan Seruni Pitaloka di
Candi Gajah tengah malam ini. Kita harus segera menuju ke sana, membekuk batang
leher janda itu dan merampas dua buah bonang pusaka dari tangannya!"
Di tempat gelap, sebenarnya Bujang Gila Tapak Sakti sudah gatal tangannya untuk
menyerang dan menghajar habis-habisan Angling Kamesworo. Lebih lagi si gendut
Dewa Ketawa. Namun orang tua ini masih mampu menahan hawa amarahnya BASTIAN TITO
55 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ketika keponakannya berisik mengatakan bahwa dia hendak menghancur lumatkan
Angling Kamesworo.
"Anak setan gendut sialan! Jangan bertindak ceroboh. Membunuh pembantu Patih
Kerajaan itu tidak ada sulitnya. Tapi dengar apa yang tadi mereka bicarakan"
Nyi Bulan dan Pendekar 212 mengadakan pertemuan rahasia di Candi Gajah."
Jangan-jangan pemuda sahabat kita itu sudah menjadi pengkhianat. Bekerja sama
dengan Nyi Bulan Seruni yang jelas-jelas talh mencuri dua buah bonang itu!"
Ucapan terakhir sang paman membuat Bujang Gila Tapak Sakti merasa tidak enak
karena dirinya sendiri juga terlibat dalam pencurian itu. Malah dia yang
bertindak langsung melakukan pencurian tujuh tahun lalu. Apakah sang paman
menyindirnya saat ini"
Ketika Angling Kamesworo dan Sepasang Pedang Dewa meninggalkan
tampat itu, Dewa Ketawa memberi isyarat pada Bujang Gila. Paman dan keponakan
ini lalu menggebrak tunggangan masing-masing ke arah yang sama yaitu jurusan
bukit Imogiri. BASTIAN TITO 56 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Orang berjubah merah itu tidak percuma dijuluki Sepasang pedang Dewa. Begitu
kedua tangannya bergerak memutar sepasang pedang maka bertaburlah dua cahaya
putih dalam gelapnya malam.
Breet! Breett! Nyi Bulan Seruni Pitaloka terpekik dan melompat mundur. Jubah putihnya robek di
bagian dada dan perut hingga sebagian auratnya tersingkap lebar.
Sepasang Pedang Dewa menyeringai.
"Itu peringatan terakhir Nyi Bulan!" katanya sambil melintangkan sepasang pedang
di depan dada. "Apa kau masih belum mau menyerahkan dua buah bonang itu"!"
"Rampok busuk! Keluarkan kepandaianmu kalau memang bisa mengambilnya
dariku!" teriak Nyi Bulan.
Sepasang Pedang Dewa tertawa mengekeh. "Kau benar-benar perempuan
nekad. Tapi aku ada usul. Kecantikan sudah lama kuketahui. Ternyata tubuhmu juga
sangat bagus. Bagaimana kalau kau ikut saja ke tempatku secara baik-baik. Kita
bisa hidup bersama. Dua buah bonang itu milik kita berdua!"
"Tua bangka tak tahu diri! Jangankan aku! Kambingpun tak bakal suka padamu!"
teriak Nyi Bulan.
Tampang Sepasang Pedang Dewa jadi gelap membesi.
Sambil membentak kembali dia menyerang dengan dua pedangnya.
Kali ini Nyi Bulan tidak tinggal diam. Dia berlaku cerdik. Dia menyambut
serangan lawan dengan mempergunakan dua buah bonang untuk menangkis. Hal ini
membuat Sepasang Pedang Dewa menjadi serba salah. Kalau dia terus melanjutkan
menyerang ada kemungkinan dua buah bonang itu kena hantaman senjatanya. Kalau
bonang-bonang tersebut sampai rusak, berarti akan merusak pula rahasia besar
yang tersimpan di dalamnya!
"Aku harus merampas dua buah bonang itu! Aku akan telanjangi dia sekujur
tubuhnya. Kalau sudah tak berpakaian lagi masakan dia tidak akan menjatuhkan apa
yang dipegangnya guna menutupi aurat!" Begitu Sepasang Pedang Dewa berpikir dan
kembali menyerbu. Dua pedangnya meluncur, membabat dan menusuk kian kemari,
membuat Nyi Bulan jadi sibuk sekali. Dua senjata lawan menyayat dan merobek
pakaiannya di beberapa tempat hingga auratnya semakin tersingkap. Apa yang ada
di benak lawan akhirnya terbaca juga oleh Nyi Bulan. Dia melirik pada Pendekar
212 lalu berteriak "Wiro! Selamatkan dua buah bonang ini!" Lalu secepat kilat dua
buah bonang dilemparkannya ke arah Pendekar 212. Namun ketika masih melayang di
udara tiba-tiba ada tiga orang yang melompat dan berusaha menangkap benda-benda
itu. Yang pertama adalah Angling Kamesworo, wakil Patih Kerajaan. Yang kedua adalah
dua manusia gendut besar yang baru saja sampai di tempat itu dan bukan lain
adalah Dewa Ketawa dan Bujang Gila Tapak Sakti.
Sesaat Pendekar 212 jadi terkesiap melihat apa yang terjadi. Lalu dia bertindak
cepat. Sebelum ada yang sempat menyentuh dua buah bonang itu, Wiro lepaskan
pukulan "benteng topan melanda samudera" sekaligus dengan kedua tangannya. Dua
gelombang angin menggebubu dahsyat. Debu dan pasir beterbangan.
Daun-daun pepohonan di sekitar tempat itu luruh bermentalan. Dua buah bonang
yang melayang di udara mencelat tinggi ke atas. Tiga orang yang tadi melompat
BASTIAN TITO 57 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
saling mendahului hendak menangkap dua buah benda itu kini jadi saling
bertabrakan lalu sama-sama jatuh duduk di tanah. Yang paling menderita adalah
Angling Kamesworo. Walau tubuhnya tinggi dan kekar namun dibanding dengan luar
biasa besarnya tubuh-tubuh Dewa Ketawa serta si Bujang Gila maka tak ampun lagi
dia sempat tergencat di tengah-tengah sebelum jatuh terduduk di tanah. Pembantu
Patih Kerajaan ini seprti dijepit dua buah batu sebesar rumah. Dua tulang iganya
patah dan di keningnya tampak benjut besar!
Selagi tiga orang itu berkaparan di tanah Pendekar 212 Wiro Sableng cepat
melompat dan tanpa banyak kesulitan berhasil menangkap dua buah bonang itu lalu
memasukkannya di balik pakaiannya. Melihat dua buah bonang kini dikuasai Wiro,
Angling Kamesworo walau dalam keadaan cidera cepat berdiri. Tapi gerakannya jadi
tertahan ketika menyadari adanya Dewa Ketawa di tempat itu. "Bagaimana mungkin
orang yang sudah kuracuni sampai mati ini kini berada di sini dalam keadaan
hidup"!" Hanya saja saat itu Angling Kamesworo tidak mau menghabiskan waktu
memikirkan hal itu lebih lama. Dia harus mendapatkan dua buah bonang. Maka dia
melangkah ke arah Pendekar 212.
"Wiro, lekas kau serahkan dua buah bonang itu padaku!"
"Enak betul!" sahut Wiro.
"Kau dulu pernah menyelamatkan Sekar Mindi, puteri Patih Kerajaan. Kau adalah
sahabat Kerajaan. Karena itu lekas serahkan padaku dua bonang! Jasa besarmu akan
kuberi tahu langusng pada Sultan!"
Wiro menyeringai. "Dulu wajahmu memang kulihat wjah pelanduk. Tapi
sekarang sudah berubah jadi harimau yang ada benjut di kepalanya! Dulu aku
melihat wajahmu seperti seekor domba. Tapi sekarang ini tampangmu sama dengan
seekor srigala! Siapa percaya dirimu!"
Terdengar suara tawa mengekeh. Satu sosok gendut melompat ke hadapan Wiro.
Ternyata Dewa Ketawa.
"Aku mendapat tugas dari Kerajaan untuk mengambil dua buah bonang itu.
Jadi serahkan sekarang juga padaku!" kata Dewa Ketawa sambil terus tertawa dan
ulurkan kedua tangannya.
"Sobatku Kerbau Bunting Dewa Ketawa!" menyahuti Pendekar 212, "Dua buah bonang
ini pasti akan kuserahkan padamu. Tapi nanti. Tidak sekarang....."
"Sobatku muda! Kali ini aku tak mau bergurau! Serahkan dua buah bonang itu!"
kata Dewa Ketawa pula ngotot walau dia masih keluarkan suara tertawa.
Saat itu Bujang Gila Tapak Sakti sudah berdiri pula di samping Dewa Ketawa.
Pemuda berkopiah kupluk dan mengenakan baju terbalik ini berkata "Paman mengapa
kau harus mengurusi dua buah bonang itu! Selesaikan dulu hutang piutangmu dengan
Angling Kamesworo. Bukankah dia yang hendak membunuh meracunimu"!"
"Anak setan! Betul juga ucapanmu! Ha....ha.....ha....!" kata Dewa Ketawa.
"Kalau begitu kau uruslah dua buah bonang itu. Aku akan mematahkan batang leher
manusia culas dan keji ini!"
Angling Kamesworo tahu bahaya yang dihadapinya.
Karenanya begitu Dewa Ketawa melompat menyergapnya, pemuda ini cepat melayangkan
dua buah tinjunya bertubi-tubi ke perut dan dada si gendut. Jotosan-jotosan
Angling Kamesworo tentu saja bukan pukulan biasa. Jangankan tubuh manusia,
tembok atau batu saja pasti akan ambruk! Tapi luar biasanya si Dewa Ketawa yang
dihantam bertubi-tubi seperti itu tidak bergeming sedikitpun malah masih bisa
tertawa-tawa. Penasaran Angling Kamesworo alihkan hantamannya ke muka si gendut.
Sekali ini Dewa Ketawa tidak tinggal diam.
BASTIAN TITO 58 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Orang tua ini monyongkan mulutnya lalu meniup! Perlahan saja!
Serangkum angin halus keluar dari mulut Dewa Ketawa. Angling Kamesworo
merasakan seperti ada tembok tak terlihat menghalangi pukulan-pukulannya.
Bagaimanapun dia mengerahkan tenaga luar dan dalam tetap saja dia tidak mampu
menembus apalagi mendaratkan pukulan ke wajah lawan.
Dewa Ketawa meniup sekali lagi. Kali ini lebih keras.
Puuuhhh! Angling Kamesworo menjerit keras. Wajahnya seperti dihantam pentungan besi.
Kepalanya seperti copot dan tubuhnya terbanting menghantam patung gajah.
Braak! Patung batu yang sudah tua itu ambruk. Reruntuhannya menimbun sosok Angling
Kamesworo yang tergeletak di bawahnya antara sadar dan pingsan. Dari mulut,
hidung dan kedua matanya tampak mengucur darah. Dewa Ketawa tarik tangan pemuda
ini hingga dia terbetot keluar dari dalam timbunan reruntuhan lalu
membantingkannya ke tanah. Begitu berulang kali dilakukannya hingga akhirnya
pembantu Patih Kerajaan itu menggeletak tak berkutik lagi. Sekujur tubuhnya
babak belur. Tulang-tulangnya banyak yang patah. Menggerampun dia tak mampu
lagi! Ketika Dewa Ketawa melompat ke hadapan Angling Kamesworo tadi, Bujang
Gila Tapak Sakti segera mendekati Pendekar 212.
"Sobatku Wiro, kau harus berikan dua buah bonang itu padaku. Ini untuk menebus
dosaku pada Kerajaan. Dulu aku yang mencurinya...."
Murid Eyang Sinto Gendeng berpikir. "Kalau aku bertindak keras membuat urusan
dengan si gendut ini bisa jadi kapiran." Maka Wiropun menjawab. "Sobatku gendut!
Kau tak usah kawatir. Dua buah bonang ini pasti akan kuberikan padamu.
Tapi Nyi Bulan kekasihmu itu bilang dia sendiri yang akan menyerahkannya padamu
nanti. Nah mana aku berani menyalahi pesan kekasihmu itu!"
Bujang Gila Tapak Sakti sesaat jadi tertegun. Lalu dia tersenyum. "Siapa Nyi
Bulan kekasihku?"
"Ah, kau lupa pada ceritamu sendiri tempo hari. Waktu kau mencuri dua buah
bonang ini dengan menyerahkannya padanya, kau kan diciumnya beberapa kali. Nah
kalau kau bukan kekasihnya mana dia mau menciummu! Kau lihat saja, nanti pasti
kau akan diciumnya lagi sampai kau bisa semaput kenikmatan!"
Bujang Gila Tapak Sakti tertegun lagi dan tersenyum lagi. Dia mengusap-usap
kedua pipinya yang gembrot lalu berkata. "Kau benar juga. Kalau begitu biar
kutunggu sampai dia selesai berkelahi dengan orang berjubah merah itu."
"Nah kau pergilah duduk di tangga candi sana!" kata Wiro selanjutnya.
"Apakah kau membawa kipas saktimu?"
"Tentu saja. Memang kenapa"!" tanya Bujang Gila Tapak Sakti.
"Apakah kau tidak merasa kepanasan" Kulihat muka dan ketekmu sudah basah oleh
keringat!"
"Astaga! Kau betul! Untung kau mengingatkan!" kata Bujang Gila Tapak Sakti. Lalu
dia keluarkan kipas kertasnya. Sreett! Kipas dikembangkan. Dia pergi duduk di
tangga candi dan berkipas-kipas memperhatikan perkelahian antara Dewa Ketawa dan
Nyi Bulan Seruni Pitaloka melawan Sepasang Pedang Dewa.
Janda cantik itu sendiri yang sedang menghadapi lawan tangguh dalam hati sempat
memaki-maki mendengar kata-kata Wiro tadi bahwa dia adalah kekasih Bujang Gila
Tapak Sakti dan nanti dia akan menciumnya lagi. Namun karena harus memusatkan
perhatian pada lawan sementara pakaiannya sudah penuh robek-robek di mana-mana
mau tak mau harus melupakan kekesalan hatinya.
BASTIAN TITO 59 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Saat itu dia sudah berada dalam keadaan terdesak hebat. Dia sama sekali tidak
memiliki senjata dan dua pedang lawan dalam sejurus dua jurus lagi pasti tidak
lagi merobek pakaiannya melainkan akan merobek daging dan memutus tulang-tulang
tubuhnya. "Saatnya aku harus mengeluarkan ilmu andalanku. Kalau tidak aku akan mati
percuma di tangan bangsat ini!" membatin Nyi Bulan Seruni Pitaloka. Mulutnya
dikatupkan rapat-rapat. Kedua matanya memandang lekat-lekat ke depan. Tiba-tiba
wuss....wuss!

Wiro Sableng 071 Bujang Gila Tapak Sakti di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua larik sinar hitam melesat keluar dari kedua mata Nyi Bulan. Hawa panas
menghampar membuat Bujang Gila Tapak Sakti seperti di panggang.
"Celaka! Dia benar-benar memiliki ilmu kesaktian sinar sakti pemantek nyawa!"
Sepasang Pedang Dewa berteriak dalam hati ketika melihat dua sinar hitam yang
keluar dari dua mata Nyi Bulan. Orang ini cepat melompat mundur seraya
membabatkan pedangnya untuk melindungi diri.
Dua sinar hitam menyambar dua bilah pedang.
Cess! Cesss! Dua pedang yang ada dalam genggaman Sepasang Pedang Dewa menjadi
leleh. Pemiliknya berteriak keras dan lepaskan dua senjatanya. Tapi terlambat.
Hawa yang sangat panas keburu menyambar telapak tangannya. Kedua tangan itu kini
leleh mengelupas dagingnnya bahkan tulang telapak tangan dan tulang-tulang
jarinya ikut lumer!
Sepasang Pedang Dewa menjerit terus. Nyalinya ikut leleh membuat dia dalam sakit
yang bukan alang kepalang akhirnya melarikan diri dari tempat itu.
"Nyi Bulan! Kesaktianmu hebat sekali kekasihku!"
Nyi Bulan tersentak dan berpaling. Yang bicara adalah Bujang Gila Tapak Sakti.
"Sialan! Ini gara-gara Wiro. Si gendut ini benar-benar menganggap aku
kekasihnya!" Nyi Bulan mengomel dalam hati. Lalu dilihatnya Bujang Gila Tapak
Sakti melangkah mendekatinya sambil terus berkipas-kipas dan cengar-cengir. Saat
itu Dewa Ketawa baru saja membanting Angling Kamesworo habis-habisan dan
melangkah ke arah Pendekar 212.
"Nyi Bulan, sobatku Wiro bilang kau sendiri yang akan menyerahkan dua buah
bonang itu padaku. Lalu akan menciumku berulang-ulang. Ah....betapa bahagianya
diriku!" Bujang Gila Tapak Sakti memasukkan kipas kertasnya lalu berseru pada
Pendekar 212. "Wiro, mana dua buah bonang itu. Berikan pada Nyi Bulan biar dia
nanti yang memberikan padaku!"
"Tidak, dua buah bonang itu harus kau serahkan padaku!" Dewa Ketawa mempercepat
langkahnya ke arah Wiro.
"Semua dengar!" tiba-tiba Nyi Bulan berteriak.
"Kekasihku, jangan berteriak keras-keras. Nanti suaramu yang merdu bisa rusak!"
seru Bujang Gila Tapak Sakti.
Nyi Bulan katupkan mulutnya rapat-rapat, kedua matanya memandang
mendelik pada Wiro. Sebaliknya murid Eyang Sinto Gendeng cepat kedipkan mata
memberi tanda. Sebelum Dewa Ketawa datang lebih dekat Wiro cepat berbisik.
"Jangan bodoh. Kita harus menipu manusia-manusia gendut ini. Kalau tidak bakal
menghadapi urusan berat!"
Kemarahan Nyi Bulan mengendur sedikit. Dia berpaling pada Bujang Gila Tapak
Sakti dan tersenyum manis. Senyuman ini membuat si pemuda gendut jadi blingsatan
lalu kedip-kedipkan matanya. Dia juga membersihkan kedua pipinya dengan ujungujung bajunya, setelah itu dia melangkah mendekati Byi Bulan sambil BASTIAN TITO
60 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
mengangsurkan pipinya. "Kata sobatku itu kau mau cium aku sambil menyerahkan dua
buah bonang."
"Bagaimana kalau ciumannya dulu, bonangnya boleh nanti boleh
menyusul...."
"Setan betul," maki Nyi Bulan dalam hati. "Dulu waktu masih bodoh memang semua
orang senag padanya. Sekarang sudah jadi bocah bagini bagaimana mungkin aku
menciumnya!"
Lagi-lagi Nyi Bulan memandang pada Wiro dengan mata dibesarkan.
Sebaliknya kembali Pendekar 212 mengedipkan mata dan berbisik. "Cium saja cepat.
Sambil mencium kau totok tubuhnya!"
Mendengar ucapan murid Eyang Sinto Gendeng itu Nyi Bulan baru mengerti.
Maka dia kembali berpaling dan melangkah mendekati Bujang gila Tapak Sakti
seraya berkata. "Santiko kekasihku! Tujuh tahun lebih kita tak bertemu. Betapa
kangennya aku padamu. Saat ini ingin sekali aku memeluk dan menciummu!"
Mendengar kata-kata itu Bujang Gila Tapak Sakti berteriak girang. Dia kembangkan
kedua tangannya lalu memeluk Nyi Bulan dengan mesra. Ketika janda jelita ini
menciumi pipinya di gendut yang seperti merasa di sorga ini tersenyum-senyum
sambil pejamkan mata. Pada saat itu pula dua tangan Nyi Bulan bergerak menotok
punggung dan dada si pemuda. Tak ampun lagi Bujang Gila Tapak Sakti menjadi kaku
tak bisa bergerak tak bisa bersuara. Ketika Nyi Bulan melepaskan dirinya dari
pelukan pemuda ini, si gendut ini masih tegak dengan sikap kedua tangan
merangkul, mulut tersenyum dan mata terpenjam!
Dewa Ketawa tak bisa ditipu. Dia tahu apa yang terjadi. Segera dia pergunakan
kesaktiannya yaitu meniup dari jauh untuk melepaskan totokan di tubuh
keponakannya. Wiro yang maklum melakukan apa yang akan dilakukan oleh Dewa
Ketawa cepat bergerak menghalangi tubuh Bujang Gila dengan tubuhnya sambil
gerakkan tangan kiri untuk menyingkirkan angin tiupan Dewa Ketawa. Ketika
tangannya tersambar angin tiupan itu murid Eyang Sinto Gendeng merasa seperti
ada ratusan jarum mencucuk! Ketika diperhatikan terlihat darah keluar dari poripori di sekujur lengan kirinya sampai ke telapak. Sakitnya bukan kepalang.
"Lekas keluarkan dua buah bonang itu. Atau kau akan kubuat lumat seperti
pembantu Patih Kerajaan itu!" mengancam Dewa Ketawa.
Saat itu Nyi Bulan sudah tegak di hadapan Dewa Ketawa.
"Orang tua bertubuh gendut. Apakah kau juga minta kupeluk dan kucium"!"
"Eh......!" Dewa Ketawa sesaat jadi tertegun. Lalu sambil menggoyang-goyangkan
tangan dan melangkah mundur dia berkata. "Tidak! Jangan..... aku tidak butuh peluk
dan ciumanmu! Aku hanya inginkan dua buah bonang itu. Aku harus mengembalikannya
pada Sultan sebagai penebus kesalahan keponakanku!"
"Kalau begitu baik. Dua buah bonang itu akan kuserahkan padamu setelah aku
mengambil sesuatu yang jadi milikku dan tersembunyi di dalamnya." Kata Nyi
Bulan. "Aku tidak mengerti...." Kata Dewa kEtawa sambil menutup mulutnya agar tidak
tertawa dulu. Nyi Bulan berpaling pada Pendekar 212 dan berkata. "Wiro, keluarkan dua buah
bonang itu. Juga Kapak Naga Geni 212-mu....?"
Wiro mengeluarkan dua buah bonang dari balik pakaiannya lalu
menyerahkannya pada Nyi Bulan.
"Kapaknya?" ujar Nyi Bulan pula.
"Untuk apa....?" tanya Wiro.
"Ketahuilah, menurut suamiku sebelum dia menghembuskan nafas terakhir ketika
dibunuh oleh Sepasang Pedang Dewa, benda rahasia yang tersembunyi dalam BASTIAN
TITO 61 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
dua buah bonang ini hanya mampu dicukil keluar oleh dua macam senjata mustika.
Yang pertama dengan mempergunakan keris sakti keris Nogo Sosro. Yang kedua
dengan senjata berbentuk kapak bermata dua. Keris Nogo Sosro entah berada di
mana, tak mungkin aku mencarinya. Lalu aku melihat kau mengeluarkan Kapak Maut
Naga Geni 212 waktu di pulau Sempu. Kurasa inilah senjata yang dimaksud suamiku.
Nah apakah kau tidak mau mengeluarkan senjata saktimu itu untuk menolong"'
Pendekar 212 garuk-garuk kepala.
Dewa Ketawa maju selangkah. "Nyi Bulan, kalau kau menipuku dan sobatku
ini, jangan salahkan nanti aku sampai membunuhmu!"
Nyi Bulan tidak acuhkan uacapan si gendut itu. Dia cepat mengambil Kapak Maut
Naga Geni 212 begitu dikeluarkan Wiro dari balik pakaiannya. Dua buah bonang
diletakkannya saling berdekat di tangga candi. Lalu Kapak Naga Geni 212
diletakkannya di atas dua buah bonang itu. Mata-mata kapak yang tajam berkilauan
menyentuh ujung-ujung menonjol kedua bonang. Nyi Bulan berpaling pada Wiro dan
Dewa Ketawa. "Kuharap tak ada yang mengeluarkan suara baarng sedikitpun. Kalau
tidak sulit bagiku memusatkan pikiran dan tenaga dalam!"
Dewa Ketawa menekap multnya semakin kuat. Wiro mengangguk sambil
menggaruk kepala. Nyi Bulan pejamkan kedua matanya. Perlahan-lahan dia mulai
mengerahkan tenaga dalam murni dari perutnya. Ketika tenaga dalam itu mengalir
melewati dadanya Pendekar 212 hampir berseru melihat bagaimana sepasang payudara
Nyi Bulan jadi membesar luar biasa.
"Sialan! Baru sekali ini kau melihat buah sorga sebesar itu. Ingin sekali aku
meremasnya!" kata Pendekar 212 dalam hati.
Aliran tenaga dalam meluncur melewati dua tangan Nyi Bulan yang
memegang gagang Kapak Maut Naga Geni 212. Sesaat kemudian kelihatan cahaya putih
pada mata kapak semakin terang dan perlahan-lahan berobah menjadi merah.
Cahaya merah ini lalu membungkus dua buah bonang.
Dalam suasana yang sunyi seperti di pekuburuan itu tiba-tiba terdengar suara
halus jatuhnya sesuatu ke batu tangga candi.
Nyi Bulan menarik nafas lega. Kedua matanya dibuka. Cahaya merah lenyap.
Perlahan-lahan kapak yang dipegangnya diangkat dan diserahkan pada Wiro seraya
mengucapkan terima kasih.
Dengan sangat hati-hati janda cantik ini mengangkat dua buah bonang dari tangga
candi. Di bekas tempat bonang-bonang itu diletakkan, di batu tangga kini
terlihat dua buah benda aneh. Baik Wiro maupun Dewa Ketawa tidak tahu benda apa
itu adanya. Benda ini berbentuk gumpalan aneh seperti diremas menjadi bulat.
Dengan hati-hati, satu persatu Nyi Bulan membuka kedua bena itu. Ketika terbuka
dan terkembang ternyata adalah sehelai potongan kain sutra yang sangat tipis.
Pada potongan kain itu terdapat tulisan-tulisan kuno yang tak bisa dibaca oleh
Wiro dan Dewa Ketawa.
"Nyi Bulan..... Benda apa itu sebenarnya?" tanya Wiro berbisik.
Nyi Bulan tersenyum. "Suamiku berlaku cerdik. Dia sengaja menuliskan dengan
huruf-huruf kuno secara terbalik. Jika tulisan ini dibaca di atas kaca maka yang
pertama isinya adalah ilmu kesaktian yang sangat langka di dunia ini, sedang
yang kedua berisi ilmu pengobatan yang tak ada duanya.
Wiro dan Dewa Ketawa jadi terkesiap mendengar keterangan Nyi Bulan itu.
"Dewa Ketawa, sekarang kalau kau mau ketawa silahkan saja," kata Nyi Bulan. Lalu
dia berdiri dan menyerahkan dua buah bonang pada orang tua bertubuh gendut itu.
"Dua buah bonang ini tidak cacat barang sedikitpun. Ambillah, bawa BASTIAN TITO
62 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
kembali ke tempatnya di Keraton. Kuharap kau bisa buas kini karena bisa menebus
kesalahan keponakanmu itu."
Dewa Ketawa cepat mengambil dua buah bonang itu, memeriksanya sebentar
lalu memasukkannya ke balik pakaiannya.
Nyi Bulan berpaling pada Pendekar 212.
"Wiro, kau banyak menolngku. Aku berhutang budi besar padamu. Sebagai balasan
apakah kau mau ikut aku berjalan-jalan ke dasar bumi"'
"Heh! Apa maksudmu Nyi Bulan?"
Janda jelita itu tak menjawab. Dia memegang lengan Pendekar 212 lalu mengajaknya
berjalan bergandengan. Pada langkah kelima Nyi Bulan hentakkan kaki kanannya ke
tanah. Di tanah terlihat sebuah lobang besar dan dalam. Nyi Bulan enak saja meluncur ke
dalam lobang itu. Wiro terpaksa membungkukkan tubuh karena lengannya ikut
tertarik. "Kau mau ikut aku atau tidak Wiro?"
"Ah, bagaimana ini! Aku mau saja. Tapi kau bukannya hendak menguburku
hidup-hidup?"
"Kalau aku bermaksud jahat, berarti kita akan mati terkubur bersama-sama.
Lagi pula coba kau lihat ke bawah sana...."
Wiro ulurkan kepalanya ke dalam lobang. Astaga. Dia tidak percaya pada
pemandangannya. Di bawah sana dia bukannya melihat lorong atau lobang yang
gelap, melainkan menyaksikan satu pemandangan yang indah dari sebuah daerah
pesawahan lengkap dengan sungai dan gunung yang indah sekali.
"Kau mau ikut sekarang?" tanya Nyi Bulan sambil tersenyum.
Wiro langusung saja masukkan kedua kakinya ke dalam lobang. Begitu keduanya
lenyap, tanah yang tadi berlobang kini menutup kembali secara aneh tanpa bekas
sama sekali ! Mata sipit Dewa Ketawa sempat tak berkesip beberapa lamanya ketika
menyaksikan bagaimana di tanah ini terlihat ada dua buah gundukan yang meluncur,
bergerak makin jauh, maikn jauh dan akhirnya lenyap di dalam kegelapan.
"Ilmu berjalan di dalam tanah.... !" seru Dewa Ketawa sambil goleng-golengkan
kepala. "Jadi ilmu itu benar-benar ada rupanya...." Setelah menarik nafas
panjang dan mengumbat tawa sepuas-puasnya Dewa Ketawa memutar tubuh.
Berjalan tiga langkah menuju tempat dia meninggalkan keledainya, tiba-tiba dia
ingat pada Bujang Gila Tapak Sakti. Orang tua ini menoleh ke belakang lalu
meniup. Hebat sekali ! Totokan yang menguasai tubuh keponakannya itu serta merta
musnah. Bujang Gila Tapak Sakti kini dapat bergerak dan bersuara lagi. Begitu
dirinya bebas pemuda gemuk ini berteriak keras.
"Nyi Bulan kekasihku! Jangan tinggalkan diriku! Mengapa cacing tanah berambut
gondrong itu yang kau ajak pergi, bukan aku !" Lalu dia jatuhkan diri di tanah
di tempat tadi Nyi Bulan dan Pendekar 212 lenyap masuk ke dalam tanah dan
menangis seperti anak kecil.
Dewa Ketawa lagi-lagi gelengkan kepala. "Anak setan !" makinya. "Kalau tidak
karena kau semua urusan gila ini tidak bakal terjadi !" Orang tua ini akhirnya
tinggalkan tempat itu. Di kejauhan tak lama kemudian terdengar suara langkah
kakinya dan kaki-kaki keledainya. Lalu dalam kegelapan malam di bukit Imogiri
itu kembali terdengar suara gelak tawanya berkepanjangan.
TAMAT Fujidenkikagawa
BASTIAN TITO 63 Raja Sihir Dari Kolepom 2 Pedang Tetesan Air Mata Ying Xiong Wu Lei A Hero Without Tears Karya Khu Lung Misteri Rumah Berdarah 2

Cari Blog Ini