Ceritasilat Novel Online

Delapan Sabda Dewa 3

Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa Bagian 3


bisa dipendam di negeri ini. Aku memang membawa sebilah keris
emas. Jika Ketuamu berpesan begitu, aku tidak keberatan
menyerahkannya padamu. Silahkan kau mengambilnya sendiri."
Beberapa orang anak murid Ageng Musalamat maju ke hadapan
pimpinan mereka, serentak menegur keras menyatakan ketidak
senangan mereka. Lu Liong Ong sendiri yang setengah sadar setengah
pingsan melompat bangun begitu diberitahu Bu Tjeng apa yang
hendak dilakukan Ageng Musalamat.
"Tamu terhormat Kanjeng...! Jika kau serahkan keris itu
padanya maka itu adalah satu penghinaan besar bagi Raja dan rakyat
74 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Tiongkok!" kata Lu Liong Ong setengah berteriak lalu perlahan-lahan
jatuh terduduk di tanah.
"Sahabatku pejabat Lu Liong Ong, kau tak usah khawatir...
Lihat saja apa yang akan terjadi," kata Ageng Musalamat sambil
tersenyum dan kedipkan matanya.
Ageng Musalamat memberi isyarat agar si mantel merah
mengikutinya. Lalu dia melangkah menuju kemah. Hampir semua
orang yang ada di tempat itu mengikuti.
Sampai di dalam kemah yang diterangi lampu minyak Ageng
Musalamat menunjuk pada sebuah peti kecil terbuat dari kayu yang
terletak di atas tumpukan barang.
"Buka penutup peti dan lihat isinya..." Ageng Musalamat
berkata pada si mantel merah. Bu Tjeng cepat menterjemahkan
ucapan Ageng Musalamat. Si mantel merah tampak ragu. Agaknya dia
khawatir orang akan menjebaknya.
Namun setelah melihat Ageng Musalamat memandang
tersenyum dan anggukkan kepala padanya, orang ini segera dekati
peti kayu jati berukir itu. Dia ulurkan tangan membuka penutup peti.
Begitu tutup terbuka tujuh larik sinar kuning membersit keluar. Si
mantel merah lindungi matanya yang kesilauan dengan telapak
tangan kiri. "Apakah benda itu yang diminta oleh Ketuamu paderi Lo Sam?"
tanya Ageng Musalamat.
Si mantel merah mengangguk setelah mendengar kata-kata Bu
Tjeng. Ageng Musalamat kembali bicara. Bu Tjeng kembali
menterjemah. "Kau boleh mengambil senjata itu, membawanya pergi
dan menyerahkan pada Lo Sam Tojin."
"Ah.... Terima kasih... terima kasih..." kata si mantel merah
sambil membungkuk berulang kali. Dia tidak menyangka kalau orang
akan menyerahkan keris emas itu semudah itu padanya. Peti kayu
cepat ditutupnya lalu dengan pergunakan dua tangan dia mengangkat
peti dari tumpukan barang.
75 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Baru satu langkah berjalan mendadak tampang si mantel merah
yang tersembunyi di balik kain hitam mengerenyit. Tubuhnya
terhuyung ke depan. Peti kecil berisi keris Kiyai Sabrang Tujuh Langit
itu seperti berubah menjadi sebuah batu besar yang amat berat.
Bagaimanapun dia mengerahkan tenaga tetap saja dia tak sanggup
bertahan. Kedua bahunya membuyut ke bawah. Dan tangannya
menjadi panjang. Tak sanggup bertahan dengan tenaga kasar dia
kerahkan tenaga daiam.
"Krakk! Kraaak!"
Si mantel merah menjerit keras. Sambungan tulang bahunya
kiri kanan tanggal dari persendian. Peti kayu lepas dari pegangannya
dan bukkk! Peti jatuh menimpa kakinya. Kasut yang melindungi kakinya
berlubang besar. Tulang kakinya remuk dan kasut itu tampak merah
tanda kakinya cidera berat dan berdarah. Si mantel merah menjerit
berulang kali sambil berjingkat-jingkat kesakitan.
Ageng Musalamat membungkuk mengambii peti kayu berisi
keris sakti. Lalu dengan tangan kirinya dipegangnya bahu si mantel
merah. "Katakan pada Ketuamu, kau telah berusaha tapi tak sanggup
membawa keris daiam peti ini. Mungkin senjata ini tidak berjodoh
dengan dirinya. Kau boleh pergi sekarang..."
Si mantel merah hendak berteriak marah. Tapi ketika dilihatnya
orang bicara dengan tersenyum padanya dan lagi-lagi seperti ada sinar
aneh memancar dari sepasang mata Ageng Musalamat maka tanpa
banyak bicara lagi dia segera keluar dari dalam kemah.
-- == 0O0 == -76 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
SEBELAS MALAM pertama sampai ke Kotaraja rombongan Ageng
Musalamat dibawa ke istana Raja. Sebelum jamuan makan malam
yang dihadiri oleh para pejabat tinggi Kerajaan serta undangan
khusus dimana di antaranya terdapat beberapa tokoh Muslim, Ageng
Musalamat menyerahkan keris sakti Kiyai Sabrang Tujuh Langit pada
Raja. Sebagai balasan, Raja memberikan seuntai tasbih yang terbuat
dari batu giok berwarna hijau pekat. Tasbih itu bukan tasbih biasa
karena mampu menolak racun serta memiliki kekuatan besar.
Perjamuan itu menjadi semarak karena dipertunjukkan
berbagai tarian dari beberapa propinsi. Menjelang tengah malam,
perjamuan baru selesai dan rombongan diantar ke tempat bermalam
yakni sebuah bangunan besar di luar tembok selatan istana.
Selama dua hari rombongan diajak melihat-lihat beberapa
tempat berpemandangan indah. Pada malam ketiga sesuai yang telah
diatur kedua belah pihak mengadakan pertmuan lagi di sebuah
gedung yang biasanya dipakai untuk pertunjukan termasuk
perunjukan kepandaian silat. Acara kali ini tidak dihadiri oleh Raja,
tapi beberapa pejabat penting termasuk Kepala Barisan Pengawal
Raja dan Kepala Balatentara Tiongkok Daerah Timur ikut hadir. Lu
Liong Ong sendiri tidak kelihatan karena kabarnya masih dalam
perawatan akibat perkelahian dengan anak buah Lo Sam Tojin tempo
hari. Tuan rumah menyuguhkan beberapa pertunjukan silat tangan
kosong dan mempergunakan senjata diseling dengan pertunjukan
akrobat. Setelah itu giliran murid-murid Ageng Musalamat ganti
memperlihatkan kebolehan mereka. Bagian ketiga yang merupakan
bagian penutup adalah pertandingan persahabatan antara pihak
tuan rumah dan tamu dari tanah Jawa. Agaknya dalam rangka
persahabatan dan saling menghormat, kedua belah pihak tidak
77 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
berani menurunkan tangan keras. Walau begitu pertandingan itu
berjalan cukup seru dan tidak henti-hentinya mendapatkan
sambutan tepuk tangan dari semua yang hadir.
Ketika pemandu acara bersiap-siap untuk menutup acara
malam itu tiba-tiba sebuah benda kuning melesat di udara lalu
menancap di atas panggung. Ketika semua orang memperhatikan
benda itu ternyata adalah sebatang besi sepanjang stu tombak yang
pada ujungnya terikat sebuah bendera besar berwarna kuning. Pada
bagian tengah bendera, dalam lingkaran merah terlihat gambar
berupa kunciran rambut.
"Bendera Perkumpulan Kuncir Emas!" seru semua orang yang
mengenali. Tempat itupun menjadi gempar. Belum berhenti getaran
besi bendera yang menancap di lantai panggungm belum reda suara
gaduh orang-orang yang gempar tiba-tiba terdengar suara tawa
mengekeh panjang. Lampu-lampu besar di ruangan itu berkelapkelip. "Braakk!"
Loteng di atas panggung ambruk.
Saat itu juga sesosok bayangan melayang turun dan tegak
tepat di samping kanan bendera kuning.
"Lo Sam Tojin!" beberapa orang yang duduk di barisan depan
sampai terlonjak dari kursi masing-masing saking kagetnya. Ageng
Musalamat sendiri yang ada di barisan kursi terdepan mendadak saja
merasa berdebar. Kedua matanya memandang tak berkesip pada
orang yang di atas panggung.
Orang di atas panggung ternyata adalah seorang kakek
mengenakan jubah paderi berwarna serba hitam. Mukanya berwarna
kuning muda. Sepasang alis, bibir, dan rambut yang dikuncir, dicat
dengan warna kuning tua! Sosok tubuhnya yang kurus tinggi
membuat keseluruhan diri orang ini menjadi angker untuk
dipandang. Apalagi sepasang matanya tak bisa diam, selalu jelalatan.
78 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Di tangan kirinya dia memegang sebatang tongkat besi berwarna
kuning. "Apakah kalian sudah selesai mempertunjukkan kebodohan
masing-masing"!" Tiba-tiba Lo Sam Tojin, Ketua Perkumpulan Kuncir
Emas keluarkan ucapan lantang lalu tertawa mengekeh.
"Tak ada yang menjawab! Bagus! Itu berarti kalian menyadari
kebodohan masing-masing!" seru Lo Sam Tojin lalu kembali tertawa
bergelak-gelak.
Seseorang berpakaian kebesaran militer yang duduk di barisan
depan tegak dari kursinya lalu membentak. Orang ini adalah Suma
Tiang Bun, Kepala Barisan Pengawal Istana.
"Lo Sam Tojin! Tindakanmu sungguh kurang ajar sekali! Lekas
turun dari panggung dan tinggalkan tempat ini!"
"Ah...! Ternyata pejabat-pejabat di Kotaraja ini tidak angkuh
semua!" Lo Sam Tojin menjawab.
"Apa maksudmu"!" sentak Suma Tiang Bun dengan mata
mendelik. "Beberapa hari lalu, seorang pejabat bernama Lu Liong Ong
sesumbar jual omongan besar mau menyerbu kediamanku di lembah
Pek-Hun dan mau menangkap diriku! Mana dia orang she Lu itu"
Aku tidak melihatnya di tempat ini! Aku sengaja datang jauh-jauh
kemari. Tapi ternyata tidak ditangkap. Malah seorang jenderal
bernama Suma Tiang Bun dengan sikap hormat memintaku untuk
berlalu. Ha... ha... ha...!"
Merah padam muka Kepala Barisan Pengawal Istana itu. Dia
cepat memandang berkelliling dan siap berteriak pada para pengawal
untuk memberi perintah agas segera menangkap Lo Sam Tojin tapi
alangkah terkejutnya Jenderal ini ketika melihat tidak satupun
anggota pengawal ada di ruangan itu. Malah seputar dinding ruangan
kelihatan sekitar dua puluh orang berpakaian hitam, dengan wajah
tertutup kain hitam, rembut kuning dikucir di atas kepala!
79 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Di atas panggung Lo Sam Tojin kembali tertawa mengekeh.
"Jenderal Suma!," teriak Lo Sam Tojin, "kau tak usah khawatir.
Semua anak buahmu berada di gudang belakang. Semua tertidur
pulas. Tapi tanpa napas alias mati semua! Ha... ha... ha...!"
Terkejutlah Suma Tiang Bun mendengar ucapan Lo Sam Tojin
itu. Dia cepat berpaling pada seorang lelaki gemuk pendek yang tegak
di sampingnya. Orang ini adalah Jenderal Tjia, Kepala Balatentara
Daerah Timur. "Jenderal, aku minta bantuanmu. Lekas himpun kekuatan.
Lucuti semua anggota Kuncir Emas yang ada di tempat ini. Aku akan
menangkap paderi sesat itu hidup-hidup!"
Jenderal Tjia mengangguk. "Hati-hati Jenderal Suma. Lo Sam
Tojin terkenal sangat lihay! Aku akan naik ke panggung
membantumu begitu selesai menyusun kekuatan!"
Begitu Jenderal Tjia bergerak. Suma Tiang Bun berkelebat ke
atas panggung. Lo Sam Tojin segera menyambutnya dengan ejekan.
"Ha... ha...! Aku jadi sungkan berhadapan denganmu Jenderal
Suma! Kau mengenakan pakain bagus dan mewah. Aku Cuma
memakai pakaian butut terbuat dari kain blacu hitam! Heh,
pakaianmu itu tentu mahala harganya! Gajimu tentu besar! Ha...
ha... ha..!"
"Tojin sesat! Tutup mulutmu! Aku masih memberi kesempatan
terakhir kepadamu. Tinggalkan tempat ini!"
"Ho... ho! Terus terang aku kemari bukan mencarimu. Tapi
mencari orang lain! Sebelum aku menemukan orang itu jangan
harapa aku akan minggat dari sini!"
"Kau akan menyesal. Sebentar lagi pasukan besar akan
mengurung tempat ini. Kau dan anak buahmu tak bakal bisa keluar
hidup-hidup dari sini!"
"Heemm... begitu"!" dua mata Lo Sam Tojin berputar-putar dan
jelalatan kian kemari. "mari kita main-main sebentar. Sudah lama
80 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
aku tidak mengukur sampai dimana tingkat kepandaian seorang
Jenderal sepertimu!"
"Kalau kau memang minta digebuk, aku tuan besarmu tidak
akan sungkan-sungkan lagi!" kata Suma Tiang Bun lalu melompat ke
depan melancarkan serangan.
"Ha... ha! Hanya jurus Ouw liong cut tong! Siapa takut"!" ejek
Lo Sam Tojin. Lalu sapukan tongkat besinya ke depan. (Ouw liong cut
tong = Naga hitam keluar goa).
Jenderal Suma Tiang Bun tentu saja terkejut ketika mendengar
Lo Sam Tojin menyebut nama jurus serangan yang dilancarkannya.
Sebenarnya ini bukan satu hal yang mengherankan. Jenderal Suma
dulunya pernah belajar pada seorang tokoh silat gemblengan Kun
Lun Pay. Sedang Lo Sam Tojin sendiri adalah salah seorang sesepuh
itu. Jadi dia sudah tahu semua jurus-jurus ilmu silat Partai.
"Jenderal Suma! Kalau kepandaianmu cuma sebegitu sungguh
mengherankan, Raja mau mengangkatmu jadi Kepala Barisan
Pengawal Istana! Lihat baik-baik. Aku akan hadapi seranganmu
dengan jurus yang sama!"
Lalu Ketua Perkumpulan Kuncir Emas itu sisipkan tongkat
besi kuningnya. Ketika serangan lawan berupa jotosan keras siap
melabrak dadanya Lo Sam Tojin berteriak keras.
"Jurus ouw liong cut tong sejati!"
Baik Jenderal Suma yang di atas panggung maupun semua
orang yang berada di bawah panggung tidak sempat melihat kapan
paderi melancarkan serangan tahu-tahu...
"Buukkk!"
Jenderal Suma terpental satu tombak ke belakang. Dari
mulutnya terdengar erang kesakitan. Ketika dia memperhatikan
tangan kanannya ternyata tangan itu telah membengkak merah.


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rasa sakit masih dapat ditahan oleh sang Jenderal, tetapi amarah
tak mampu dibendungnya. Didahului bentakan dahsyat dia
81 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
melompat ke depan. Kini terjadi perkelahian seru. Lima jurus
Jenderal Suma Tiang Bun merangsek lawannya dengan seranganserangan ganas. Tapi Lo Sam Tojin berubah laksana bayang-bayang.
Memasuki jurus ke tujuh Jenderal Suma keluarkan seluruh
kepandaiannya. Tenaga dalam dikerahkan penuh. Tubuhnya yang
besar berkelebat mengeluarkan deru angin kencang. Lo Sam Tojin
berseru keras ketika dapatkan dirinya tenggelam dalam tekanan
serangan lawan. Kini dia tidak menyerang dengan sepasang
tangannya melainkan pergunakan lengan jubah untuk mengebut
gempuran lawan.
"Wuuss...! Wuuss...!"
Dua larik sinar hitam menderu keluar dari ujung lengan jubah
hitam sang paderi. Sinar di sebelah kanan berhasil dielakkan
Jenderal Suma. Namun sinar yang menyambar dari arah kiri
menghantam dadanya dengan telak. Untuk kedua kalinya orang ini
terpental. Mukanya tampak pucat. Kedua kakinya kelihatan bergetar
keras. Dari mulutnya ada darah meleleh. Sang Jenderal menderita
luka dalam yang cukup parah.
"Paderi keparat! Biar kupatahkan kepalamu dari tubuh detik
ini juga!" kertak Suma Tiang Bun.
"Srett!"
Dia cabut pedang yang tersisip di pinggangnya. Sekali dia
menggerakkan tangan maka sinar putih bertabur menyambar ke
leher Lo Sam Tojin.
Si kakek ganda tertawa. Tangannya bergerak ke pinggang.
Selarik sinar kuning berkiblat.
"Traangg!"
Bunga api memercik di atas panggung ketika pedang Suma
Tiang Bun beradu keras dengan tongkat besi Lo Sam Tojin.
Celakanya, karena sejak pertama tangn kanan sudah cidera maka
genggamannya pada gagang pedang tidak teguh. Akibatnya begitu
bentrokan senjata, pedang di tangan Jenderal Suma terlepas mental.
82 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Di atas pangung Lo Sam Tojin angkat tongkat besinya ke
udara. Semua orang terkesiap ketika melihat bagaimana pedang
Jenderal Suma yang mencelat mental ke udara, laksana disedot,
melayang turun lalu menempel pada badan tongkat besi kuning.
Dengan cepat Lo Sam Tojin ambil pedang itu. Lalu dia tertawa
mengekeh. "Jenderal Suma! Aku akan membelah tubuhmu dengan pedang
milikmu sendiri! Bersiaplah untuk menghadapa Giam lo ong! Ha...
ha... ha...!" (Giam lo ong = malaikat maut).
Jenderal Suma berusaha menyelamatkan diri dari sambaran
pedang dengan melompat ke belakang. Dia menyambar sebuah
jambangan di kiri panggung. Sewaktu pedang kembali membabat dia
menangkis dengan jambangan itu. Jambangan yang terbuat dari
porselen hancur berantakan. Di lain kejap pedang di tangan Lo Sam
Tojin menderu dari atas ke bawah, mengarah batok kepala Jenderal
Suma. Rupanya tojin ini benar-benar hendak membuktikan katakatanya yaitu ingin membelah tubuh sang Jenderal!
Sementara itu di bawah panggung lima puluh anggota pasukan
Kerajaan yang dibawa Jenderal Tjia bertempur seru melawan dua
puluh orang anak buah Lo Sam Tojin. Walau mereka berjumlah lebih
sedikit namun Karena rata-rata memiliki kepandaian tinggi dalam
waktu singkat mereka berhasil merobohkan lima prajurit. Jenderal
Tjia sendiri saat itu yang telah melihat bahaya maut mengancam
Jenderal Suma segera melompat ke atas panggung. Selagi tubuhnya
melayang di udara dia lepaskan satu pukulan tangan kosong
mengandung tenaga dalam tinggi.
Lo Sam Tojin sama sekali tidak menghindar sewaktu
merasakan ada sambaran angin menyerang ke arah sepuluh jalan
darah di sisi kirinya. Sambil meneruskan bacokannya ke kepala
Suma Tiang Bun, kakek ini putar tongkat kuningnya. Sinar kuning
bertabur. Angin laksana badai mendera ke arah tubuh Jenderal Tjia.
Orang gemuk pendek ini berseru kaget ketika tubuhnya terpental ke
83 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
bawah panggung. Selagi dia berusaha mengimbangi diri agar tidak
jatuh terbanting di lantai, tombak besi di tangan Lo Sam Tojin tahutahu melayang. Demikian cepatnya sambaran tongkat besi ini hingga
Jenderal Tjia tak mampu selamatkan diri. Tongkat besi menancap di
ulu hatinya! Orang banyak yang ada di tempat itu menjadi gempar.
Terlebih ketika melihat bagaimana pedang di tangan Lo Sam Tojin
siap pula membelah kepala Jenderal Suma!
-- == 0O0 == -84 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
DUA BELAS SESAAT lagi Jenderal Suma akan menjadi mayat dengan
kepala terbelah tiba-tiba dari bawah panggung, dari barisan kursi
paling depan melesat satu bayangan putih. Bersamaan dengan itu
ada sambaran angin menderu ke arah Lo Sam Tojin yang membuat
kakek bermuka kuning ini terhuyung-huyung. Walau dia masih
sanggup meneruskan bacokannya namun mata pedang meleset jauh,
tak dapat membelah kepala Jenderal Suma melainkan hanya
membelah angin. Satu tangna kemudian menarik leher pakaian
Suma Tiang Bun hingga Jenderal ini terpisah jauh dari Lo Sam Tojin.
Semua orang berseru terkesiap. Bahkan para prajurit dan anak
buah Perkumpulan Kuncir Emas tanpa diberi aba-aba sama-sama
hentikan pertempuran dan memandang ke atas panggung.
Di atas panggung saat itu tegak seorang lelaki tinggi tegap
mengenakan jubah putih. Kulitnya coklat dan di tangan kirinya dia
memegang seuntai tasbih.
"Tamu asing itu! Dia menyelamatkan Jenderal Suma!"
seseorang berseru. Suasana menjadi gempar sesaat namun segera
sirap. Semua mata ditujukan ke atas panggung.
Sepasang mata Lo Sam Tojin yang selalu jelalatan tak bisa
diam kini terpentang lebar, memandang tak berkesip pada orang
berjubah putih di hadapannya yang bukan lain adalah Kanjeng Sri
Agengn Musalamat. Lo Sam Tojin usap-usapkan tangan kirinya ke
dagu. Pedang di tangan kanan tiba-tiba dihunjamkan ke bawah
hingga menancap di lantai panggung.
"Dicari susah sekali! Dijemput tak mau datang! Tahu-tahu saat
ini muncul di hadapanku! Jadi inilah orang asing dari tanah Jawa
yang katanya memiliki kepandaian tinggi, datang membawa sebilah
keris emas sakti untuk Raja Tiongkok! Ha... ha... ha!"
85 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Karena tidak tahu apa yang dikatakan Lo Sam Tojin, Ageng
Musalamat hanya tersenyum dan membungkuk. Sang paderi makin
keras tawanya. Tiba-tiba kakinya bergerak menendang ke arah badan
pedang yang menancap di lantai panggung.
"Desss!"
"Wuuut!"
Pedang yang menancap melesat ke atas, berputar laksana
baling-baling, menyambar ke arah Ageng Musalamat.
Ageng Musalamat gerakkan tangan kanannya yang memegang
tasbih. Tasbih ini adalah hadiah yang diterima Ageng Musalamat dari
Raja Tiongkok sebagai balasan keris Kiyai Sabrang Tujuh Langit yang
diberikannya pada Raja.
"Tring.. tring... tring!"
Terdengar suara berdentringan beberapa kali. Bunga api
memijar enam kali berturut-turut. Ageng Musalamat terkejut dan
cepat melompat ketika tangannya yang memegang tasbih terasa pedih
seperti ditusuk puluhan jarum. Sebaliknya Ketua Perkumpulan Kuncir
Emas tak kalah kagetnya. Hantaman tasbih di tangan Ageng
Musalamat walau ditujukan pada pedang yang berputar namun ada
hawa aneh yang membuatnya melangkah mundur terhuyung-huyung.
Sementara itu pedang yang kena hantaman tasbih jatuh
berdentrangan di bawah panggung.
"Orang asing, aku mengagumi kehebatanmu!" kata Lo Sam Tojin
seraya membungkuk.
Ageng Musalamat balas menghormat.
"Aku tak punya waktu lama. Aku ingin kau ikut bersamaku ke
lembah Pek-hun sekarang juga. Orang sepertimu aku perlukan untuk
bantu membangun Partai Kuncir Emas..." Lalu Lo Sam Tojin berikan
tanda dengan isyarat tangan agar Ageng Musalamat mengikutinya.
Ageng Musalamat gelengkan kepala dan goyangkan tangannya.
Melihat ajakannya ditolak marahlah Lo Sam Tojin. Ke dua tangannya
86 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
didorongkan ke muka. Gerakannya perlahan saja. Tapi apa yang
terjadi sungguh mengejutkan. Dari ujung dua lengan jubahnya
melesat angin sederas topan. Panggung bergoncang. Tirai-tirai tebal
bergoyang keras bahkan ada yang robek. Di atas panggung tubuh
Kanjeng Agung Musalamat bergoncang hebat.
"Jatuh!" teriak Lo Sam Tojin seraya lipat gandakan tenaga
dalamnya. Mukanya yang kuning kelihatan seperti mengkerut.
Goncangan di tubuh Ageng Musalamat semakin hebat. Jubah
putihnya tampak robek di beberapa bagian. Dia bertahan sambil
membungkuk dan mengepalkan tinju. Tasbih di tangan kanannya berputar-putar kian kemari.
"Jatuh!" teriak Lo Sam Tojin, sekali lagi.
Ageng Musalamat bertahan mati-matian agar tidak roboh.
Lantai panggung yang dipijaknya tiba-tiba berubah panas laksana dia
menginjak bara api!
"Kalau aku bertahan, cepat atau lambat aku akan jatuh! Orang
tua bermuka kuning ini memiliki tenaga dalam luar biasa! Aku harus
mencari jalan mengalahkannya tanpa menghinanya!"
Ageng Musalamat melirik pada pecahan jambangan porselen
yang bertebaran di lantai panggung sebelah kiri. Mulutnya dikatupkan
rapat-rapat. Tenaga dalamnya dikerahkan ke kaki kanan. Tiba-tiba
kaki itu dihentakkannya ke lantai panggung. Laksana senjata rahasia,
puluhan pecahan porselen menghambur ke arah Lo Sam Tojin. Selagi
Ketua Perkumpulan Kuncir Emas ini berteriak kaget, puluhan
pecahan porselen menancap di sekujur pakaian hitamnya. Pecahan
porselen ini menancap demikian rupa laksana disisipkan dengan hatihati dan rapi hingga tak ada bagian tubuh Lo Sam Tojin yang terluka
ataupun tergores!
Kalau saja mukanya tidak dilapisi cat kuning maka semua
orang akan melihat bagaimana wajah Lo Sam Tojin telah berubah
sepucat mayat! Kakek ini menyadari kalau mau Ageng Musalamat tadi
87 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
pasti mampu membunuhnya dengan tusukan puluhan pecahan
porselen itu. "Orang asing..." kata Lo Sam Tojin dengan suara bergetar. "Aku
menaruh kagum padamu! Aku juga menaruh hormat! Kalau aku tidak
bias membawamu ke lembah Pek-hun untuk kujadikan guru besar
Perkumpulan Kuncir Emas, pelajaran yang kau berikan saat ini cukup
membuatku puas. Aku berterima kasih untuk semua itu..." Lo Sam
Tojin membungkuk berulang kali.
Ageng Musalamat membalas penghormatan itu dengan cara
yang sama yaitu membungkuk pula beberapa kali. Pada saat itulah
tiba-tiba tangan kanan Lo Sam Tojin bergerak dan!
"Kanjeng guru! Awas!" Seseorang berteriak dari bawah
panggung. Ageng Musalamat cepat mengangkat kepalanya. Sebenarnya
tadipun dia sudah mendengar ada suara menderu datang dari depan.
Ketika melihat ke depan terkejutlah dia!
Lima ekor ular aneh berwarna hitam dengan sirip di kepala dan
di badan melesat ke arahnya.
"Ular iblis pencabut nyawa!" teriak beberapa orang di bawah
panggung. Ular terbang yang diberi julukan, "ular iblis pencabut nyawa" itu
adalah senjata rahasia paling berbahaya yang jarang dikeluarkan Lo
Sam Tojin. Di tempat penyimpanannya di dalam sebuah kantong di
balik pakaiannya lima ular itu tak ubahnya seperti kayu kaku. Tapi
begitu melesat di udara berubah seolah ular sungguhan. Melesat
dengan membuka mulut lebar-lebar. Siap untuk mematuk sasaran!
Ageng Musalamat tanpa pikir panjang jatuhkan diri ke atas
lantai panggung. Tasbih di tangan kanan diputar sebat. Tiga ular
beracun lewat di atasnya, menancap pada tiang kayu panggung. Dua
lainnya dihantam hancur dengan tasbih.
88 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Lo Sam Tojin menggereng marah. Dia menerjang ke depan,
menyerang dengan ganas dan tenaga dalam penuh. Lima jari
tangannya terpentang, mencuat ke depan dan mendadak Ageng
Musalamat melihat lima jari kiri kanan tangan lawannya berubah
menjadi cakar besi membara! Inilah ilmu hitam yang paling
diandalkan oleh Lo Sam Tojin yang selama ini tidak satu musuhpun
sanggup menghadapinya.
Orang banyak di bawah panggung, terutama para pejabat tinggi
yang tahu betul akan keganasan ilmu yang dimiliki Ketua
Perkumpulan Kuncir Emas itu jadi tercekat. Mereka tidak bisa
menduga lain. Ageng Musalamat akan menemui ajal dengan muka
terkoyak, perut jebol dan isi perut membusai.
Tapi apa yang terjadi kemudian membuat semuanya secara
tidak sadar keluarkan seruan tertahan hampir berbarengan.
Di atas panggung Lo Sam Tojin melihat muka Ageng
Musalamat berubah menjadi kepala seekor harimau putih. Selagi
dia tertegun kecut lawan telah melompat ke hadapannya. Ageng
Musalamat merasakan terjadi keanehan atas dirinya. Sepasang
tangan dan ke dua kakinya bergerak diluar kendalinya. Tasbih
dalam genggamannya menderu menabur sinar angker. Dia
mendengar suara bergedebukan berulang kali. Lalu...
"Praaakkk!"
Rahang kiri Lo Sam Tojin remuk. Tubuhnya terpelanting


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun sungguh hebat. Mukanya yang kuning babak belur.
Sepasang matanya menggembung bengkak dan mengeluarkan
darah. Hidungnya remuk sedang mulutnya pecah! Tapi hebatnya
kakek ini masih mampu berdiri walau kini kepalanya kelihatan
miring. Ludah campur darah disemburkannya ke arah Ageng
Musalamat hingga jubah putih orang ini penuh dengan noda
merah. Ageng Musalamat jadi mendidih amarahnya. Tapi sikapnya
tetap tenang. Ketika lawan berusaha menyergapnya dengan satu
89 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
serangan kilat, tangan Ageng Musalamat kiri kanan menderu ke
depan, menghujani muka dan dada Lo Sam Tojin. Ketika paderi
ini terhuyung-huyung, berusaha berdiri sambil memegang tirai
panggung, kaki kanan Ageng Musalamat mendarat di dagunya.
Darah menyembur. Tubuh Lo Sam Tojin mencelat ke bawah
panggung, jatuh di antara orang banyak. Tidak berkutik lagi,
tidak bernapas lagi!
"Lo Sam Tojin mati! Lo Sam Tojin mati!" teriak beberapa
orang. Tempat itu menjadi gempar. Beberapa orang anggota Kuncir
Emas yang tahu bahaya secepat kilat ambil langkah seribu
menyelinap di antara orang banyak lalu menghilang.
Di atas panggung Ageng Musalamat memandang ke bawah.
Tadi sewaktu dia membungkuk dan tidak sempat melihat
datangnya serangan lima ular iblis pencabut nyawa, seorang di
bawah sana berteriak mengingatkannya. "Kanjeng guru! Awas!"
Dia kenal suara itu. Dia merasa telah ditolong dan diselamatkan.
Pandangan Ageng Musalamat membentur sosok Cagak Guntoro,
murid yang telah dihukumnya karena menduga keras dialah yang
berusaha mencuri keris Kiyai Sabrang Tujuh Langit.
"Berarti... Jangan-jangan aku telah salah menjatuhkan
hukuman," kata Ageng Musalamat dalam hati.
-- == 0O0 == -90 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
TIGA BELAS KEMATIAN Lo Sam Tojin Ketua Perkumpulan Kuncir Emas
menggegerkan daratan Tiongkok kawasan timur. Di pegunungan Kun
Lun orang-orang Kun Lun Pay mengadakan pesta besar atas kematian
orang yang mereka anggap sebagai pengkhianat itu. Lima orang
utusan khusus Ketua Partai datang menemui Kanjeng Sri Ageng
Musalamat. Mereka membawa hadiah-hadiah besar dan menyampaikan undangan Ketua Partai agar Ageng Musalamat suka
berkunjung ke markas mereka.
Dengan sangat hati-hati Ageng Musalamat menolak menerima
hadiah itu. Dia hanya mau berjanji jika ada kesempatan akan
menerima undangan dan berkunjung ke pegunungan Kun Lun.
Namun utusan Ketua Partai Kun Lun memaksa agar Ageng Musalamat mau menerima hadiah itu. Setelah saling bersitegang akhirnya
Ageng Musalamat mengalah. Namun semua hadiah kemudian
disampaikannya kepada beberapa panti asuhan, termasuk panti asuhan di Hsin Yang yang diurus oleh Pouw Goan Keng dimana Ki Hok Kui
tinggal. Ketika berita tewasnya Lo Sam Tojin sampai ke istana, Raja
meminta Ageng Musalamat datang. Kepadanya Raja menghadiahkan
satu daerah subur tak jauh dari Hsin Yang. Di situ dibangun belasan
rumah yang dapat didiami oleh Ageng Musalamat dan rombongannya
selama mereka suka. Raja juga menawarkan satu jabatan penting bagi
Ageng Musalamat namun dengan halus kedudukan bagus itu
ditolaknya. Lama kelamaan tempat kediaman Ageng Musalamat semakin
berkembang luas hingga menjadi satu kota kecil dimana hampir
semua penduduknya adalah orang-orang Muslim. Dalam rimba
persilatan di daratan Tiongkok nama Ageng Musalamat menjadi satu
nama besar. Maklum saja karena selama ini tidak ada satu orang
91 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
pandai bahkan pihak Kerajaan yang mampu mengalahkan atau
menangkap Lo Sam Tojin. Ageng Musalamat disejajarkan ketinggian
ilmunya dengan tokoh-tokoh kang-ouw di daratan Tiongkok pada
masa itu. (kang-ouw = dunia persilatan)
Diam-diam beberapa Partai berusaha memperebutkan Ageng
Musalamat dengan maksud agar orang sakti ini mengajarkan
kepandaiannya pada mereka. Namun Ageng Musalamat lebih suka
memilih diam di tempat yang telah diberikan Raja padanya. Di sini dia
membuka satu perguruan silat yang jumlah muridnya selalu
bertambah. Ki Hok Kui termasuk salah seorang murid yang paling
disukai dan dipercaya Kanjeng Sri Ageng Musalamat. Anak yang
cerdik ini bukan saja menimba ilmu silat dari gurunya itu, tapi juga
dengan tekun mempelajari bahasa dan tulisan Jawa.
Sampai dua tahun dimuka jabatan Kepala Balatentara Daerah
Timur yang ditinggal Jenderal Tjia masih tetap lowong. Untuk
sementara jabatan tinggi ini dirangkap oleh Jenderal Suma Tiang Bun.
Namun entah dari mana asalnya tersiar kabar bahwa Raja akan
mengangkat Ageng Musalamat menduduki jabatan Kepala Balatentara
Daerah Timur itu.
Tanpa melakukan penyelidikan benar tidaknya berita itu
Jenderal Suma terlanjur merasa jadi tidak suka terhadap Kanjeng Sri
Ageng Musalamat karena menganggap orang ini bisa merampas
kedudukan rangkap yang sebenarnya sangat ingin dipertahankannya. Rasa tidak sukanya itu ditebar demikian rupa hingga satu
demi satu dia berhasil mengumpulkan orang-orang penting
bergabung dengan dia untuk tidak menyukai Ageng Musalamat yang
bagaimanapun juga adalah orang asing. Tindakan Jenderal Suma
tidak sampai disitu saja. Dia berkali-kali menghadap Raja untuk
memberikan laporan yang memburukkan nama Ageng Musalamat.
Ageng Musalamat sendiri bukan tidak tahu kalau banyak
orang-orang tertentu tidak suka padanya. Namun dia tidak ambil
perduli. Sikapnya pada orang-orang yang membencinya itu biasa92 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
biasa saja. Dia lebih memperhatikan pengembangan kota kecilnya
yang melebar hingga berdampingan dengan Hsin Yang. Akhirnya
keseluruhan kota dijadikan satu dan diberi nama Hsin Yang.
Setelah bertahun-tahun tinggal di Hsin Yang rasa betah
perlahan-lahan mengikis rasa rindu terhadap tanah Jawa. Bahkan
akhirnya Ageng Musalamat nikah dengan seorang penduduk asli
seagama. Perbuatannya ini diikuti pula oleh hampir semua anak
buahnya. Akibatnya Hsin Yang semakin berkembang dan tak dapat
lagi dikatakan kota kecil. Sebagian penduduknya hidup dari bertani
dan sebagian lainnya mencoba berdagang. Nama kota Hsin Yang
menjadi harum seharum nama Kanjeng Sri Ageng Musalamat.
Jumlah pengikut dan anak murid Ageng Musalamat bukan hanya
ratusan tapi sampai ribu-ribuan. Cagak Guntoro yang telah
dibebaskan dari hukuman sejak lima belas tahun lalu hidup
berbahagia dengan seorang istri dan dua anak. Munding Sura
menempuh jalan berbeda. Sampai saat itu dia tidak kawin dan sering
mengelana sampai berbulan-bulan untuk mengembangkan ilmu silat
pada penduduk setempat.
Ratusan keluarga besar Ageng Musalamat hidup rukun di Hsin
Yang membentuk satu kekuatan besar yang lambat laun membuat
para penjahat tinggi di Kotaraja merasa kurang enak. Ketidak enakan
ini disulut pula oleh Jenderal Suma Tiang Bun.
TANPA terasa telah dua puluh tahun Ageng Musalamat
bermukim di Tiongkok. Selama berumah tangga sayangnya dia tidak
dikarunia anak. Karena itu rasa kasih sayangnya banyak tercurah
pada murid terpandainya yakni Ki Hok Kui. Boleh dikatakan selama
dua puluh tahun Ki Hok Kui tidak menyianyiakan kesempatan. Pada
saat dia berusia tiga puluh hampir seluruh ilmu kepandaian Ageng
Musalamat berhasil diserapnya. Bahasa Jawanyapun tak kalah
medok dengan orang-orang yang datang dari tanah Jawa itu.
93 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Keberadaan Ageng Musalamat yang tumbuh menjadi satu
kekuatan besar rupanya tidak lepas dari perhatian Raja. Suatu hari
dia dipanggil ke istana. Ternyata satu pertemuan penting yang dihadiri oleh pejabat-pejabat tinggi termasuk Jenderal Suma telah diatur.
Dalam pertemuan Raja mengumumkan bahwa Kanjeng Sri Ageng
Musalamat diangkat menjadi Tikoan berkedudukan di Hsin Yang
dengan daerah kekuasaan tak terkira luasnya. Sekali ini Ageng
Musalamat merasa sungkan untuk menolak keputusan Raja itu.
(Tikoan = jabatan sederajat Bupati)
Kalau Raja merasa gembira mendapatkan Ageng Musalamat
menerima jabatan yang diberikannya, tidak begitu dengan orang-orang
yang tidak menyukainya. Di bawah pimpinan Jenderal Suma yang
pernah diselamatkan nyawanya oleh Ageng Musalamat maka
disusunlah satu fitnah besar untuk menjatuhkan Tikoan baru itu.
"Heran," kata Jenderal Suma pada kawan-kawannya. "Ilmu
pemikat apa yang dipakai oleh Jawa itu. Aku sudah berkali-kali
memberi tahu Raja akan perbuatan-perbuatannya yang buruk dan
berbahaya. Eh malah Raja mengangkatnya menjadi Tikoan...."
Seorang perempuan tinggi semampai berpakaian bagus dan
berdandan mencolok memegang bahu Jenderal Suma. Dia adalah
salah seorang tokoh silat istana yang berhasil ditarik Jenderal Suma
Tiang Bun ke dalam kelompoknya. "Untuk menjatuhkan batu karang,
ombak besar tak boleh putus asa. Jika dia tidak bisa kita jatuhkan
dengan jalan halus, jalan kasar bisa kita pergunakan. Bukankah
bekas anak buah Lo Sam Tojin di lembah Pek-hun yang ribuan
banyaknya itu bersumpah untuk membalas dendam kematian Ketua
mereka" Lagi pula aku ada satu rencana besar yang bisa kita
jalankan. Selain itu bukankah kita bisa memperalat orang Jawa anak
murid si Kanjeng yang satu itu untuk memberi lebih banyak
keterangan tentang ilmu-ilmu yang dimiliki Ageng Musalamat?"
"Hemmm.... Apa rencana besar yang barusan kau katakan itu
Louw Bin Nio?"
94 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Perempuan separuh baya itu tersenyum dan kedipkan matanya
dengan genit. "Jika kau ingin tahu bukan di sini tempatnya," jawab
Louw Bin Nio sambil memandang pada orang-orang yang ada di situ.
Mendengar ucapan ini dan melihat pandangan Louw Bin Nio semua
orang yang ada di situ menjadi maklum. Satu persatu mereka
meninggalkan tempat itu.
"Ikuti aku," kata Louw Bin Nio sambil menggoyangkan
pinggulnya yang besar. Perempuan ini adalah seorang tokoh silat
istana yang sejak masih gadis secara diam-diam telah menjadi kekasih
gelap Jenderal Suma.
Louw Bin Nio membawa lelaki itu ke dalam sebuah kamar.
Begitu pintu dikuncinya langsung die memeluk Jenderal Suma dengan
penuh nafsu seraya berbisik dengan mata berkilat-kilat.
"Sudah berapa lama kita tidak berkasih-kasihan Suma Tiang
Bun..." "Hampir dua minggu. Maafkan aku Bin Nio Urusanku banyak
sekali akhir-akhir ini...."
"Sekarang lupakan semua urusan itu. Darahku sudah panas
Suma. Cepat buka bajuku dan aku akan membuka bajumu!" Lalu jarijari tangan Louw Bin Nio bergerak. Dia bukan membuka pakaian
Jendera Suma secara wajar tapi merobeknya dengan penug nafsu.
Justru hal inilah yang disukai sang Jenderal Perempuan itu bisa
memuaskannya dengan hubungan badan yang aneh-aneh sementara
istrinya yang gemuk di rumah hanya merupakan sosok dingin
sedingin salju di puncak Thay San.
-- == 0O0 == -95 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
EMPAT BELAS SALAH satu tantangan dalam hidup manusia ialah kemampuan
untuk bertahan terhadap godaan. Sejak Adam tergoda oleh setan hingga memakan buah larangan lalu bersama Hawa diusir dari Taman
Firdaus, sejak itu pula setan senantiasa membayangi manusia,
menggoda agar melakukan kesesatan. Hal ini yang terjadi dengan diri
Kanjeng Sri Ageng Musalamat.
Selama dua puluh tahun dia sanggup bertahan terhadap
hasutan setan yang selalu mendorongnya agar membuka halaman ke
lima Kitab Putih Wasiat Dewa yang selalu dibawanya kemana-mana.
Malam itu entah mengapa, sewaktu hasutan setan menghantuinya,
dia tidak berdaya melawan. Semakin dilawan semakin keras dorongan
untuk ingin mengetahui apa sebenarnya yang ada di halaman ke lima
dan halaman berikut kitab sakti itu. Dalam keadaan bimbang
akhirnya Ageng Musalamat naik ke atas loteng rumah dimana terletak
sebuah ruangan tempat dia biasa bersunyi diri.
Dari balik jubah putihnya dikeluarkannya Kitab Putih Wasiat
Dewa. Dadanya berdebar keras, tangannya gemetar. Tengkuknya
mendadak merasa dingin. Kitab yang hendak dibukanya ditutupnya
kembali. Pada saat itulah setan menghasut melalui suara hatinya.
"Kanjeng Sri Ageng Musalamat, apa yang kau khawatirkan" Kau
tidak disuruh merenangi lautan api atau mendaki gunung batu
membara. Apa susahnya membalik halaman kitab itu" Jangan mau
dibodohi Datuk Rao Basalauang Ameh. Dia tidak ingin kau menjadi
penguasa dunia persilatan. Itu sebabnya dia melarangmu. Tapi
sekarang kau berada jauh dari tanah Jawa. Mana mungkin dia
mengetahui. Sekali kau membuka halaman ke lima kitab sakti itu,
dunia persilatan berada di tanganmu. Raja Tiongkok kelak akan
memberikan jabatan yang lebih tinggi bagimu..."
96 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Ageng Musalamat menggigit bibirnya sendiri. Berkali-kali dia
menarik napas dalam. Akhirnya keputusannya bulat. Tangan


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kanannya walaupun masih gemetar bergerak membuka halaman ke
lima Kitab Putih Wasiat Dewa!
Begitu halaman ke lima Kitab Putih Wasiat Dewa terbuka,
terpentanglah sepasang mata Kanjeng Sri Ageng Musalamat! Ternyata
halaman itu kosong! Tak ada gambar tak ada tulisan. Dibaliknya
halaman-halaman berikutnya. Sama! Kosong!
"Orang menipuku..." kata Ageng Musalamat terperangah.
"Datuk Rao Basaluang Ameh mendustaiku. Halaman kelima dan
halaman lainnya ternyata tidak ada apa-apanya!"
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara tiupan seruling di
kejauhan. Suaranya mengalun lembut berhiba-hiba lalu menderam
suara auman binatang. Ageng Musalamat tercekat. Parasnya menjadi
pucat pasi. "Datuk Rao..." desisnya.
Baru saja dia menyebut nama itu di hadapannya muncul dua
kepulan asap putih yang dengan cepat berubah membentuk sosok
tubuh Datuk Rao Basaluang Ameh dan temannya si harimau putih
bernama Datuk Rao Bamato Hijau.
Datuk Rao menatap dengan pandangan rawan pada Ageng
Musalamat. Sadar bahwa ia telah melanggar pantangan Ageng
Musalamat jatuhkan diri hendak merangkul kaki Datuk Rao. Tapi
orang tua itu mundur dua langkah hingga dia menangkap angin.
"Sayang sekali... Sayang sekali Kanjeng Sri Ageng Musalamat!
Pada saat-saat terakhir imanmu runtuh! Padahal kau telah mengulang
berpuluh kali membaca Sabda Dewa yang ke delapan. Imanmu tidak
sekokoh batu! Kau juga telah puluhan kali membaca Sabda dewa ke
tiga. Di dalam tubuh manusia ada api. Mengapa manusia tidak
berpikir mencari manfaat dari pada kualat"!"
97 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
"Maafkan diriku Datuk! Aku mengaku bersalah, mengaku
berdosa. Aku akan melakukan apa saja yang bisa menebus dosa
kesalahanku!" kata Ageng Musalamat setengah meratap.
"Mengapa kau tergoda melanggar pantangan, Ageng Musalamat?"
"Aku terhasut setan Datuk! Aku mohon maafmu. Lagi pula
ketika halaman ke lima Kitab Wasiat Dewa kubuka, tidak ada apaapanya. Halaman itu kosong!"
Datuk Rao tersenyum. "Matamu tidak seperti mata malaikat.
Matamu. nyalang tapi penglihatanmu dihilangkan oleh Yang Maha
Kuasa hingga kau hanya mampu melihat halaman kosong!"
Tenggorokan Ageng Musalamat turun naik. Matanya membeliak
dan wajahnya seputih kain kafan.
"Aku mohon ampunmu Datuk. Tolong diriku..."
"Kesalahan telah dibuat. Larangan telah dilanggar. Penyesalan
tak ada gunanya Ageng Musalamat. Aku tidak tahu nasib apa yang
akan menimpamu. Aku hanya ada dua pesan terakhir. Pertama hatihatilah. Kedua jangan lupa amanat agar kau menyerahkan Kitab
Wasiat Dewa pada orang yang paling kau percaya!"
Datuk Rao angkat saluang emasnya lalu mulai meniup. Suara
seruling itu seperti tadi mengalun lembut berhiba-hiba. Datuk Rao
Bamato Hijau membuka mulut keluarkan suara auman. Bersamaan
dengan sirnanya suara auman lenyap pulalah sosok asap ke dua
makhluk itu. * * * Sepanjang malam Kanjeng Sri Ageng Musalamat tak bisa
memicingkan mata. Menjelang pagi ketika sepasang matanya sempat
hendak terpicing tiba-tiba di luar terdengar derap kaki kuda,
98 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
menyusul suara pintu digedor. Beberapa orang yang bertugas sebagai
pengawal di gedung Tikoan itu ikut menghambur ke pintu depan.
"Tikoan! Tikoan Kan-jieng Musalamat! Bangun! Buka pintu!"
Ageng Musalamat terduduk di atas ranjang. Telinganya dipasang
kembali khawatir kalau-kalau tadi ia mendengar suara dalam mimpi.
"Tikoan Musalamat! Buka pintu! Cepat!"
"Eh, itu suara Ki Hok Kui. Ada apa dia pagi-pagi buta begini
menggedor pintu. Setahuku dia berada di timur..."
Kanjeng Sri Ageng Musalamat yang jadi Tikoan di Hsin-Yang
itu cepat-cepat turun ke bawah. Begitu pintu dibuka masuklah
muridnya Ki Hok Kui bersama Cagak Guntoro dan beberapa orang
pengawal. ?"Ada apa Hok Kui" Mukamu pucat dan napasmu sesak?"
Ageng Musalamat berpaling pada Cagak Guntoro. Muridnya yang
satu ini juga sama keadaannya dengan Ki Hok Kui.
"Lekas tinggalkan kota ini Tikoan. Seluruh penduduk harus
diberitahu agar segera mengungsi!" kata Ki Hok Kui yang kini
telah menjadi seorang lelaki gagah berusia tiga puluh tahun dan
telah mewarisi hampir seluruh ilmu silat dan kesaktian Ageng
Musalamat, kecuali ilmu Harimau Dewa.
"Tinggalkan kota"! Mengungsi"! Eh kalian ini tidak habis
minum-minum dan mabok"!" ujar Ageng Musalamat.
"Demi Tuhan, Kan-jieng...."
"Katakan ada apa"!" Ageng Musalamat membentak.
"Pasukan Kerajaan. Ribuan jumlahnya. Mereka hendak
menyerbu ke sini! Mereka hendak membunuh kita semua! Hsin
Yang hendak dimusnahkan sama rata dengan tanah!"
Paras Ageng Musalamat jadi berubah.
"Bicara yang benar Hok Kui, jangan terburu-buru..."
Ki Hok Kui atur jalan napasnya lalu menuturkan, "Raja
menerima laporan dari Jenderal Suma Tiang Bun bahwa Kan-jieng
99 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
berserikat dengan orang-orang Mongol untuk meruntuhkan
takhta Raja Tiongkok. Ada yang melihat Jenderal Suma membawa
sepucuk surat rampasan yang katanya adalah dari Raja Mongol
ditujukan pada Kan-jieng. Isinya rencana penyusunan kekuatan
serta siasat penyerbuannya ke Kotaraja...."
"Fitnah!" teriak Ageng Musalamat dengan kedua tangan
dikepal. "Kan-jieng tahu Jenderal Suma sudah sejak lama tidak
menyukai Kan-jieng. Dia memang memfitnah. Celakanya Raja
begitu saja mempercayai. Sebelum matahari terbit balatentara
Kerajaan terdiri dari enam gelombang masing-masing berjumlah
dua ribu orang akan sampai di sini. Selagi ada waktu harap Kanjieng mencari jalan selamat..."
Ageng Musalamat gelengkan kepala. "Bahaya sebesar
apapun yang akan datang aku tidak akan pergi. Kau dan Cagak
Guntoro lekas beritahu penduduk dan ungsikan mereka. Aku
tetap di sini. Aku akan menghadapi Jenderal culas itu!"
"Tapi Kan-jieng Jenderal Suma tidak sendirian. Dia
membawa enam tokoh silat istana, dua orang tokoh silat golongan
hitam dan kekasihnya yaitu Louw Bin Nio yang dikenal dengan
julukan Tjui-hun Hui-mo (Iblis Terbang pencabut Nyawa) Dan ada
yang melihat Munding Sura bersama Jenderal Suma!"
Terkejutlah Ageng Musalamat. Dia sudah lama mendengar
hubungan gelap Jenderal Suma dengan Louw Bin Nio. Perempuan
satu ini kabarnya memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan
merupakan tokoh nomor satu dalam barisan tokoh silat istana!
Lain dari itu dia tidak menduga kalau Munding Sura murid yang
dulu begitu dipercayanya ternyata adalah seorang pengkhianat.
"Seribu Jenderal Suma boleh datang. Seribu tokoh silat
istana boleh muncul di hadapanku dan seribu Louw Bin Nio boleh
unjukkan diri di sini. Tapi aku tidak akan melarikan diri. Aku tidak
akan meninggalkan Hsin Yang!"
100 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Dari balik pakaiannya Ageng Musalamat keluarkan Kitab
Wasiat Putih Dewa lalu menyerahkannya pada Ki Hok Kui.
Ternyata muridnya inilah orang yang paling dipercayanya.
"Hok Kui, selamatkan kitab ini dan segera tinggalkan tempat
ini!" "Kan-jieng!" seru Ki Hok Kui. "Saya tidak akan pergi! Saya
siap bertempur bersama Kan-jieng!"
"Jangan berani membangkang Hok Kui!"
"Saya ingin mati bersama Kan-jieng!" teriak Ki Hok Kui.
"Plaaaakkkk!"
Satu tamparan melayang di pipi Ki Hok Kui. Tamparan yang
dilancarkan penuh kemarahan itu sanggup meremukkan tulang
rahang manusia. Tapi jangankan cidera, bergeming sedikitpun
tidak! Inilah kehebatan Ki Hok Kui hingga dia dijuluki Tiat Tow Hou
atau Harimau Kepala Besi.
"Hok Kui! Ini perintah! Kalau kau tidak melaksanakan
kubunuh kau saat ini juga!" teriak Ageng Musalamat.
Ki Hok Kui mundur dua langkah. Ageng Musalamat maju
mendatangi dan dengan cepat memasukkan Kitab Wasiat Dewa ke
dalam baju muridnya itu. "Kitab itu lebih berharga dari nyawaku!
Kau harus menyelamatkannya Hok Kui!"
Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara menderu seperti air
bah mendatangi. Menyusul suara tiupan terompet.
Paras Ki Hok Kui berubah. "Astaga! Saya tidak menyangka
balatentara Kerajaan ternyata datang lebih cepat.... "
"Lekas pergi dari sini Kui Hok!" bentak Ageng Musalamat. Dia
berpaling pada Cagak Guntoro dan berkata. "Bangunkan istri dan
para nelayan. Ungsikan mereka ke tempat yang aman. Sejauh
mungkin dari Hsin Yang." Ketika Ageng Musalamat melihat Hok
Kui masih berdiri di tempat itu diapun berteriak marah. "Kau
tunggu apa lagi"!"
101 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Dengan muka pucat dan berusaha keras menahan titiknya
air mata Ki Hok Kui melangkah mundur ke pintu. Sebelum
berkelebat dia berkata. "Kan jieng guruku tercinta, saya berdoa
untuk keselamatanmu!"
-- == 0O0 == -102 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
LIMA BELAS PERAHU kecil itu terapung-apung dipermainkan ombak. Di
dalamnya terbujur satu sosok tubuh hanya tinggal ku!it pembalut
tulang, mengenakan pakaian yang nyaris hancur. Kulitnya yang tadi
putih kini kelihatan merah kehitaman karena disengat sinar matahari.
Dua matanya yang Terpejam perlahan-lahan terbuka. Dia berusaha
mengangkat tubuhnya dari lantai perahu yang mulai lapuk dan hanya
menunggu hancur. Orang ini bukan lain adalah Ki Hok Kui, murid
terpandai dan paling dipercaya Ageng Musalamat.
Setelah mengetahui bahwa balatentara Kerajaan secara ganas
benar-benar menghancurkan Hsin Yang dan membantai setiap orang
yang mereka temui di kota itu termasuk gurunya, Ki Hok Kui lalu
menyelamatkan diri ke timur. Kalau bukan mengingat amanat sang
guru dia sudah bertekad bulat untuk mati bersama di Hsin Yang. Kini
dia mendapat beban berat untuk menyelamatkan Kitab Putih Wasiat
Dewa. Dia sudah selamat tapi kitab itu hendak diapakannya" Kalau
dibawa akan dibawa kemana, kalau diserahkan akan diserahkan pada
siapa" Seperti mendapatkan satu kekuatan gaib Ki Hok Kui walau
berada dalam keadaan sangat lemah duduk di lantai perahu. Dua
matanya yang cekung rnenatap tak berkesiap.
"Pulau.." desisnya. Digosoknya dua matanya dengan rasa tidak
percaya. Betulkah yang dilihatnya di kejauhan itu adalah sebuah
pulau" Kalau pulau rnergapa keseluruhannya berwarna merah"
Tiba-tiba dia mendengar satu suara seperti berdesir di
belakangnya. Perlahan-lahan kepalanya dipalingkan. Pucatlah paras
cekung Ki Hok Kui.
"Astaga! Bagaimana mungkin mereka bisa mengejar sampai di
sini!" 103 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Ratusan tombak di belakang perahu kecil Hok Kui kelihatan
sebuah kapal layar besar. Dari bendera yang berkibar di tiang utama
jelas kapal itu adalah kapal Kerajaan Tiongkok. Apa sebenarnya yang
telah terjadi"
Setelah balatentara Kerajaan menghancurkan Hsin Yang dan
membantai semua orang yang mereka temui di kota itu, Ki Hok Kui
terpaksa melarikan diri dan dia memilih arah timur yang lebih banyak
diketahui seluk beluknya. Sewaktu Ki Hok Kui sampai di Nanchang,
Jenderal Suma mengetahui dari Munding Sura bahwa Ki Hok Kui
diduga masih hidup. Selain itu sewaktu tempat kediaman dan mayat
Ageng Musalamat diperiksa Kitab Putih Wasiat Dewa tidak ditemukan.
Munding Sura yakin kitab itu teiah diserahkan oleh Ageng Musalamat
kepada Hok Kui untuk diselamatkan.
Jenderal Suma memutuskan untuk mengejar Hok Kui yang saat
itu dikabarkan melarikan diri menuju kota pelabuhan Seochow.
Tujuan sang Jenderal bukan saja untuk mengikis habis semua anak
murid Ageng Musalamat tapi juga untuk mendapatkan Kitab Putih
Wasiat Dewa. Maka pengejaranpun diteruskan sampai di Seochow. Di
sini diketahui bahwa Ki Hok Kui telah membeli sebuah perahu kecil
dan melaut tanpa diketahui kemana tujuannya. Namun Munding Sura
mempunyai dugaan dan hal ini diberitahukannya pada Jenderal Suma
Tiang Bun. Menurut pendapatnya besar kemungkinan Ki Hok Kui
melarikan diri menuju tanah Jawa. Pemburuan di lautpun
dilakukan. Namun karena nakhoda kapal pengejar tidak begitu
memahami kawasan laut selatan, satu bulan kemudian baru
mereka berhasil mengejar perahu Kui Hok.
Kui Hok sendiri yang buta pelayaran ternyata bukannya
menuju pantai utara pulau Jawa, tapi tersesat ke pantai selatan.
Di kawasan inilah Jenderal Suma berhasil mengejarnya.
Dari atas kapal layar lima buah perahu diturunkan. Masingmasing perahu berisi tiga penumpang. Perahu terdepan ditumpangi
Jenderal Suma bersama Munding Sura dan seorang tokoh silat


Wiro Sableng 086 Delapan Sabda Dewa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

104 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
istana. Perahu kedua yang meluncur di samping perahu sang
Jenderal ditumpangi oleh Louw Bin Nio alias Tjui-hun Hui-mo (Iblis
Terbang Pencabut Nyawa) didampingi dua orang tokoh silat
golongan hitam. Tiga perahu lainnya masing-masing berisi seorang
perwira tinggi Kerajaan dan dua tokoh silat.
Dalam waktu singkat perahu kecil Kui Hok Kui segera
terkejar. Lima perahu besar mengurungnya. Lima belas orang
berkepandaian tinggi langsung menyerang. Ada dengan tangan
kosong dan ada pula dengan senjata. Malah beberapa orang
sengaja melepaskan senjata rahasia secara licik. Iblis Terbang
Pencabut Nyawa sesuai dengan gelarnya dan memiliki ginkang
(ilmu meringankan tubuh) yang lihay melancarkan serangan
laksana terbang. Berkelebat kian kemari sambil kiblatkan sebilah
golok panjang. Walaupun memiliki ilmu tinggi hingga dijuluki Harimau
Kepala Besi, namun jika harus menghadapi lima belas lawan yang
hebat tidak mungkin Kui Hok Kui untuk menyelamatkan diri.
Apalagi keadaannya saat itu sangat lemah pula. Jenderal Suma
berulang kali berteriak agar Hok Kui menyerahkan Kitab Putih
Wasiat Dewa yang sudah sempat terlihat tersembul dari balik dada
bajunya. Tapi Hok Kui pantang menyerah.
"Louw Bin Nio!" teriak Jenderal Suma yang sudah tidak
sabaran. "Bunuh bangsat itu. Rampas kitab putih di dadanya!"
"Dengan senang hati kekasihku!" jawab Iblis Terbang
Pencabut nyawa. "Tapi biar kupesiangi dulu tubuhnya!" Habis
berkata begitu perempuan ini melesat ke atas perahu Hok Kui.
Goloknya membuat putaran ganas empat kali berturut-turut.
"Crass! Craass! Crass! Craass!"
Jeritan-setinggi langit menggelegar keluar dari mulut Hok
Kui. Golok Louw Bin Nio ternyata telah membabat buntung dua
tangan di bagian bahu dan sepasang kakinya di pangkal paha!
Darah membanjiri lantai perahu.
105 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Iblis Terbang Pencabut Nyawa tertawa panjang. Ketika dia
hendak merampas Kitab Putih Wasiat Dewa dari balik baju Hok
Kui, murid Ageng Musalamat ini perlaku nekad. Dengan sisa
tenaga yang ada tanpa tangan dan kaki dia gulingkan tubuh,
mencebur masuk ke dalam laut!
"Munding Sural Lekas terjun! Kejar dan ambil kitab di balik
bajunya!" teriak Jenderal Suma. Tidak pikir panjang lagi si
pengkhianat ini segera melompat masuk ke dalam laut. Justru
pada saat itulah seekor ikan hiu ganas meluncur mendatangi. Di
atas lima perahu, empat belas penumpangnya hanya bisa tercekat
ketika melihat air laut mendadak berwarna merah.
Jenderal Suma memandang berkeliling lalu berteriak keras. Tiga
belas orang lainnya sama tersentak kaget. Ternyata di sekitar perahu
mereka belasan ikan hiu ganas muncul berkeliaran.
"Kembali ke kapal!" teriak Jenderal Suma Tiang Bun. Empat
perahu cepat dikayuh kembali ke kapal. Malang bagi perahu yang
ditumpangi Jenderal Suma. Dua ekor ikan hiu besar menabrak
perahunya hingga terbalik. Tubuhnya dan tubuh tokoh silat yang
terbalik dari atas perahu segera disambar belasan ikan hiu!
Louw Bin Nio sang kekasih gelap memekik laksana kemasukan
setan. Kalau tidak dipegangi dia pasti akan melompat ke dalam laut
menyusul Suma Tiang Bun.
* * * Di atas batu miring sosok tubuh Pendekar 212 tidak bergerak.
Sekujur badannya dibungkus hawa aneh sedingin es. Sepasang
matanya nyalang tapi dia tidak dapat melihat apa-apa. Tiba-tiba
"Wusss!" Sekujur tubuh murid Eyang Sinto Gendeng itu mengeluarkan cahaya terang benderang. Lalu sekali lagi terdengar suara,
"Wusss!"
106 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Dari kepala Pendekar 212 melesat keluar sebuah benda bersinar
terang. Benda ini melayang ke udara dalam kecepatan luar biasa dan
akhirnya lenyap seolah ditelan langit malam.
Bersamaan dengan itu tubuh kaku Wiro Sableng tampak
menggeliat lalu bergerak duduk. Dia memandang celingak-celinguk
terheran-heran. Kepalanya dipegang berulang kali. Akhirnya murid
Sinto Gendeng ini garuk-garuk kepalanya.
"Aneh, barusan ini aku bermimpi atau bagaimana" Aku melihat
seorang bernama Kanjeng Sri Ageng Musalamat. Aku melihat Kitab
Putih Wasiat Dewa. Lalu ada seorang Jenderal Cina melakukan
hubungan badan dengan seorang perempuan berdandan menor
bergelar Tjui-bihun... Tjui... Ah setan! Tak tahu aku menyebutnya
dalam bahasa Cina!" Wiro kembali garuk-garuk kepala.
"Ki Hok Kui... Lelaki Cina yang dibuntungi tangan dan kakinya
itu. Dia yang terakhir sekali memiliki kitab Putih Wasiat Dewa. Tapi
dia kecebur masuk ke dalam laut!" Wiro garuk-garuk kepala lagi dan
kembali memandang berkeliling. Lalu dia ingat pada Delapan Sabda
Dewa. Dan bicara seorang diri.
"Delapan Sabda Dewa... Tanah, Air, Api, Udara, Bulan, Kayu...
Batu! Astaga mengapa aku bisa mengingatnya"!" Baru saja Wiro
berkata begitu tiba-tiba di kejauhan terdengar suara orang bernyanyi.
Laut Selatan tak pernah tenang
Gelombang selalu datang menantang
Ribuan pagi ribuan petang
Tubuh lapuk ini menunggu kedatangan
Yang menunggu tua renta malang
Yang ditunggu budak malang
Apakah saat ini petunjuk Yang Kuasa turun
menjelang Mungkinkah ini akhir penantian dan permulaan dari satu harapan
Hanya kepada Yang Kuasa tertambat seluruh
harapan 107 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Agar tubuh tua ini bisa bebas menempuh
jalan abadi menghadap Sang Pencipta.
"Tempat aneh nyanyian aneh. Orangnya pasti aneh!," kata Wiro
pula sambil garuk-garuk kepala dia turun dari batu miring itu dan
melangkah ke arah datangnya suara nyanyian tadi.
T A M A T Serial selanjutnya:
MUSLIHAT PARA IBLIS
108 Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Delapan Sabda Dewa
Salam 212 SEMUA HAK KARYA CIPTA CERITA INI ADALAH MILIK
ALMARHUM BASTIAN TITO
Diketik ulang oleh Kailani Sekali
Hanya untuk para pendekar semua pecinta Wiro Sableng
Saran dan kritik kirim ke: kucinglistrik@gmail.com
Atau tulis aja langsung di thread Wiro Sableng Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212 di forum kaskus.us\education\book review\
J Buat pendekar mercenary_007, mohon maaf membajak jatahnya :p
Ga ada maksud apa-apa, Cuma mo ngebantu aja... J
109 Pisau Terbang Li 15 Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis Imbauan Pendekar 12

Cari Blog Ini