Ceritasilat Novel Online

Pisau Terbang Li 15

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Bagian 15


masuk melaluinya dan hujan tidak dapat menembusnya.
Temboknya dicat begitu tebal dan putih, sampai-sampai
tidak lagi dapat diketahui apakah tembok itu terbuat dari
tanah, bata, ataukah besi. Namun yang pasti, tembok ini
sangat sangat tebal, begitu tebal, seolah-olah ingin
memisahkan orang yang di dalam dengan dunia luar.
1472 Tidak ada benda apapun dalam ruangan itu kecuali dua
buah tempat tidur dan sebuah meja besar. Tidak ada
kursi, tidak ada bangku, bahkan satu cawan pun tidak
kelihatan. Ruangan dan sekelilingnya tampak lebih sederhana dan
menderita daripada tempat tinggal seorang pendeta
miskin. Siapa sangka, ini adalah tempat kediaman orang yang
terkaya, yang paling berpengaruh, paling berkuasa di
seluruh dunia persilatan, Ketua Kim-ci-pang, Siangkoan
Kim-hong" Tapi Li Sun-Hoan tidak punya gairah untuk terkejut.
Siangkoan Kim-hong berdiri tepat di sampingnya dan
bertanya, "Apakah tempat ini cukup memuaskan?"
Sambil tersenyum terpaksa Li Sun-Hoan menjawab,
"Paling tidak di sini kering."
"Memang kering sekali. Aku bisa menjamin bahwa kau
tidak akan menemukan setetes pun air di tempat ini,"
kata Siangkoan Kim-hong. "Di sini tidak pernah
disuguhkan, teh, arak, ataupun air. Bahkan setetes air
mata pun tidak pernah dicucurkan."
"Bagaimana dengan darah" Adakah yang pernah
mencucurkan darah di sini?"
"Tidak pernah. Sekalipun ada orang yang ingin mati di
sini, darah mereka harus habis tercurah sebelum sampai
1473 di pintu itu. Jika aku tidak menginginkan orang masuk ke
sini, hidup ataupun mati, mereka tidak akan bisa masuk
ke sini." Li Sun-Hoan tertawa kecil. Katanya, "Sejujurnya, hidup di
tempat seperti ini pasti tidak nyaman. Tapi mati di sini,
tidak ada masalah." "O ya?" "Karena tempat ini memang terasa seperti kuburan saja,"
kata Li Sun-Hoan ringan. "Karena tampaknya kau suka mati di sini, akan
kukuburkan kau di sini juga," kata Siangkoan Kim-hong
sambil tersenyum. Senyumnya terlihat sadis. Ia
menunjuk lantai tempat ia berdiri dan menambahkan,
"Aku akan menguburkanmu tepat di bawah sini. Jadi
setiap kali aku berdiri di sini, setiap kali aku akan tahu
bahwa Li Tamhoa ada di bawah kakiku, dan aku akan
merasa segar kembali."
"Segar?" "Kalau aku tidak selalu segar, suatu hari nanti mungkin
saja akulah yang akan berada di bawah kaki orang lain.
Tapi kalau aku terus mengingat akan kisahmu, aku akan
selalu berjaga-jaga."
"Tapi kalau seseorang selalu segar dan berjaga-jaga
setiap saat, pasti ia akan merasa menderita."
1474 "Aku tidak pernah merasa menderita. Sekalipun tidak
pernah selama hidupku ini," kata Siangkoan Kim-hong
yakin. "Mungkin karena kau pun tidak pernah merasa bahagia
selama hidupmu".. Aku sungguh ingin tahu, sebenarnya
untuk apakah kau hidup?" tanya Li Sun-Hoan.
Mata Siangkoan Kim-hong berkedip. Ia terlihat seperti
tenggelam dalam pikirannya sendiri. Lalu ia menjawab,
"Ada orang-orang yang tidak tahu untuk apa mereka
hidup. Tapi yang lebih buruk lagi adalah orang-orang
yang tidak pernah tahu untuk apa mereka mati."
"Hmmm?" Siangkoan Kim-hong menatap Li Sun-Hoan dan berkata,
"Seperti kau ini. Kau tidak akan pernah tahu untuk apa
kau mati." "Sebenarnya, aku memang tidak pernah ingin tahu," kata
Li Sun-Hoan. "Mengapa tidak?"
"Karena aku tidak merasa bahwa kematian adalah
persoalan besar." Li Sun-Hoan tidak menunggu Siangkoan Kim-hong
menyahut. Ia melanjutkan lagi, "Di matamu, saat inipun
aku sudah mati, bukan?"
1475 "Kau memang sangat memahami dirimu," kata Siangkoan
Kim-hong. "Karena kematianku sudah tidak dapat dihindarkan,
mengapa harus pusing akan ini dan itu?"
Tiba-tiba Li Sun-Hoan duduk di lantai dan
menyelonjorkan kakinya dengan nyaman. Lalu ia
tersenyum dan berkata, "Kalau aku sekarang ingin
duduk, aku akan duduk. Kalau aku ingin memejamkan
mata, aku akan memejamkan mata. Apakah kau bisa
berbuat demikian?" Siangkoan Kim-hong mengepalkan tangannya.
Kata Li Sun-Hoan lagi, "Ah, tentu saja kau tidak bisa,
karena kau masih kuatir akan begitu banyak hal. Kau
masih harus waspada terhadap diriku."
Sambungnya, "Paling tidak, saat ini aku bisa hidup lebih
nyaman daripada engkau."
Siangkoan Kim-hong tersenyum dan berkata, "Karena
aku sudah berjanji aku tidak akan membiarkan engkau
mati basah kuyup, tadinya aku berencana akan segera
menyerang setelah pakaianmu kering. Namun sekarang
aku berubah pikiran."
"Oh?" "Aku bukan hanya akan memberimu seperangkat pakaian
kering, aku juga akan memberimu seguci arak. Karena
perkataanmu itu sungguh menyenangkan bagi telingaku.
1476 Bisa mendengar perkataan seperti itu dari mulut seorang
mati, benar-benar menyenangkan," kata Siangkoan Kimhong.
*** Liong Siau-in meringkuk di bawah selimutnya, tertidur
lelap. Di lantai terlihat beberapa jejak kaki yang basah
dan berlumpur. Lilin masih menyala, namun cahayanya yang pudar
membuat kamar penginapan itu tampak semakin muram
dan tidak bergairah. Perlahan-lahan Lim Si-im membuka pintu kamar dan
masuk ke dalam. Langkah-langkah kaki seorang ibu memang selalu ringan.
Ia lebih suka terjaga semalaman daripada
membangunkan anaknya yang tercinta dari tidur
lelapnya. Namun Liong Siau-in bukan anak-anak lagi. Ia lebih
dewasa daripada kebanyakan orang di dunia ini.
Walaupun begitu, dalam tidurnya ia masih terlihat seperti
seorang anak kecil yang lugu.
Wajahnya masih sangat muda, begitu pucat dan kurus.
Apapun yang telah dilakukannya, ia hanyalah seorang
anak yang kesepian, yang tidak tahu apa-apa. Masih
bingung dan tidak mengerti akan dunia di sekitarnya.
1477 Lim Si-im berjalan mendekati tempat tidur dan
menatapnya. Ia merasa kepahitan dalam hatinya.
Ini adalah putra tunggalnya, darah dagingnya. Satusatunya
tambatan hatinya di dunia ini.
Dulu, ia merasa lebih baik mati daripada harus berpisah
dengan anaknya. Namun kini".. Lim Si-im mengangkat lilin kecil itu dan masih beberapa
kali menoleh melihat kepadanya sekali lagi.
"Aku hanya ingin memandangnya sekali lagi. Sekali lagi
saja. Karena di kemudian hari".."
Ia sungguh takut berpikir akan hari depan. Ia tidak ingin
berpikir tentang hari depan.
Air mata tidak terbendung lagi dari matanya.
Walaupun mata Liong Siau-in tertutup rapat, air mata
pun mulai mengalir dari sana.
Badannya mulai menggigil. Apakah ia kedinginan"
Ataukah ia sedang bermimpi buruk"
Lim Si-im membungkuk, hendak merapikan selimutnya.
Ia terkejut ketika menyadari bahwa selimut itu basah.
Baju Liong Siau-in pun basah kuyup.
1478 Ia berusaha menenangkan dirinya. Katanya, "Jadi kau
pun pergi ke luar." Mata dan mulut Liong Siau-in terkatup rapat.
Tanya Lim Si-im, "Apakah kau membuntuti aku?"
Akhirnya Liong Siau-in menganggukkan kepalanya.
"Jadi kau sudah mendengar semua yang kukatakan?"
Tiba-tiba Liong Siau-in mengambil bungkusan dari bawah
selimutnya dan berteriak, "Ini, ambil saja."
Lim Si-im mengerutkan keningnya dan bertanya, "Apa
ini?" "Apa Ibu benar-benar tidak tahu apa ini" Bukankah Ibu
pulang kembali hanya untuk mengambilnya?"
Kesedihan tergurat di wajah Lim Si-im. Katanya,
"Aku"..Aku pulang untuk menjumpaimu."
"Kalau bukan karena ini, apakah Ibu maih mau datang
untuk menjumpaiku?" kata Liong Siau-in dengan sinis.
Tiba-tiba ia membuka matanya dan menatap ibunya
lekat-lekat. Kesedihan pun tergambar nyata di wajahnya. "Ibu sudah
memutuskan untuk meninggalkan aku. Jika bukan karena
ini, Ibu pasti sudah pergi sejak lama."
1479 "Kau benar. Aku memang sudah memutuskan untuk
pergi ke tempat yang jauh. Tapi aku"."
Liong Siau-in memotong perkataannya dengan tajam,
"Ibu tidak perlu mengatakannya. Aku tahu ke mana Ibu
akan pergi." "Kau tahu?" "Ibu akan pergi untuk menyelamatkan Li Sun-Hoan,
bukan?" Kembali Lim Si-im terkejut mendengarnya.
"Ibu bermaksud untuk menggunakan "Ensiklopedi
LianHua" untuk menyelamatkan Li Sun-Hoan, bukan?"
tanya Liong Siau-in menuduh.
Ia kembali menyorongkan bungkusan itu dan berkata,
"Lalu mengapa tidak segera Ibu ambil saja" Mengapa Ibu
masih saja di sini?"
Tubuh Lim Si-im seperti sempoyongan. Ia merasa hampir
tidak bisa berdiri tegak lagi.
Liong Siau-in terus berbicara dengan ketus, "Kalau Ibu
menunjukkan "Ensiklopedi LianHua" ini kepada Siangkoan
Kim-hong, ia pasti akan bersedia menemuimu, karena ia
adalah orang yang suka belajar ilmu silat. Ia tidak akan
bisa menahan rasa ingin tahunya."
Ia mengertakkan giginya dan melanjutkan, "Ibu
bermaksud menggunakan kesempatan ini untuk
1480 menyelamatkan Li Sun-Hoan, karena Ibu tahu tidaklah
mudah untuk menghadapi Siangkoan Kim-hong. Jadi Ibu
ingin mengulur waktu lebih lama lagi dengan
menggunakan kitab ini, supaya Li Sun-Hoan bisa hidup
sedikit lebih lama, supaya A Fei punya kesempatan untuk
datang dan menolongnya."
Lim Si-im tidak bisa menjawab.
Liong Siau-in memang benar-benar cerdas. Ia seakanakan
dapat menembus pikiran ibunya.
Jadi sekarang Lim Si-im tidak bisa berkata apa-apa.
"Li Sun-Hoan selalu baik pada Ibu. Sampai-sampai
sekalipun Ibu mengorbankan anakmu sendiri, bahkan
mengorbankan nyawamu sendiri, tidak ada yang bisa
bilang bahwa Ibu salah."
Suara Liong Siau-in semakin bergetar saat ia melanjutkan
perkataannya, "Tapi apakah Ibu pernah memikirkan
orang lain" Pernahkah Ibu memikirkan diriku" ANAKMU"
Aku...Aku?" Lim Si-im merasa hatinya seperti ditusuk beribu-ribu
jarum. Ia hanya bisa meraih tangan anaknya dan
berkata, "Tentu saja aku memikirkanmu. Aku"."
Liong Siau-in mendorong tubuh ibunya kuat-kuat dan
berteriak marah, "Tentu saja Ibu memikirkanku. Ibu pasti
akan mengajakku pergi menemui mereka besok pagi,
bukan" Mereka tahu Ibu mengorbankan dirimu untuk
1481 mereka, jadi pastilah mereka akan bersedia
memeliharaku dan memperlakukanku dengan baik."
Lanjutnya lagi, "Tapi bagaimana Ibu bisa yakin kalau itu
dapat menyelamatkan dia" Kalau Ibu mati di
hadapannya, bukankah hatinya akan menjadi semakin
galau" Dan sekalipun A Fei sempat datang untuk
menolongnya, mungkin saja ia tidak akan sanggup
bertahan." Lim Si-im pun mulai gemetar.
Kata Liong Siau-in, "Dan sekalipun ia bisa selamat, dan ia
bersedia untuk memeliharaku, aku tidak akan ikut
dengan dia. Aku tidak ingin melihat dia sama sekali!"
"Mengapa?" tanya Lim Si-im.
"Karena aku sangat membencinya!"
"Tapi kau telah mempelajari".."
Liong Siau-in memotongnya cepat, "Aku tidak
membencinya karena ia telah memusnahkan ilmu
silatku." "Lalu kenapa kau membencinya?"
"Aku benci karena bukan dia yang menjadi ayahku!
Mengapa dia bukan ayahku" Mengapa aku tidak bisa
menjadi anaknya" Kalau saja ia adalah ayahku, ia tidak


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin meninggalkan aku dan segala sesuatu tidak
mungkin jadi seperti ini!"
1482 Lalu ia menelungkup di tanah dan menangis menjadijadi.
Hati Lim Si-im hancur berkeping-keping. Seluruh
tubuhnya luluh lantak. Ia tiba-tiba merasa tidak sanggup lagi berdiri dan jatuh
terduduk ke kursi di sampingnya.
"Kalau saja anak ini adalah anaknya, kalau saja ia adalah
suamiku".." Belum pernah sebelumnya ia berani berpikir seperti itu.
Namun jauh dalam relung hatinya yang tergelap,
bagaimana mungkin ia tidak diam-diam
mengharapkannya" Seorang anak dari pasangan yang tidak bahagia akan
lebih lagi tidak berbahagia dan menderita lebih banyak
lagi. Kesalahannya hanya terletak pada orang tua, bukan pada
anak. Namun, mengapa ia harus ikut menderita
penghukuman dan ketidakbahagiaan dengan mereka"
Lim Si-im berusaha menguatkan dirinya untuk bangkit
berdiri dan berjalan mendekati anaknya. Air mata telah
berderai membasahi seluruh wajahnya. Katanya,
"Anakku, aku telah begitu bersalah padamu". Sungguh
bersalah padamu?" Dengan orang tua seperti kami,
pasti sangatlah sulit bagimu menjadi seorang anak".."
1483 Tiba-tiba terdengar suara bergetar yang parau dari balik
jendela. "Kau tidak bersalah sama sekali. Akulah yang bersalah."
Liong Siau-hun. Tidak akan ada yang bisa mengenalinya. Ia kelihatan
begitu lusuh dan lelah. Ia berdiri di depan pintu, takut untuk melangkah masuk.
Liong Siau-in mengangkat kepalanya. Bibirnya bergerakgerak,
seolah-olah hendak memanggil "Ayah".
Namun suaranya tidak bisa keluar!
Liong Siau-hun mendesah dan berkata, "Aku tahu bahwa
kau tidak lagi menginginkan aku sebagai ayahmu."
Lalu ia menoleh pada Lim Si-im, katanya, "Dan aku tahu
kau tidak lagi menginginkan aku sebagai suamimu.
Hidupku sungguh tidak berarti."
"Kau"." Ia tidak membiarkan Lim Si-im melanjutkan. Segera ia
berkata, "Tapi aku sungguh telah mencoba sekuat
tenaga menjadi ayah yang baik, menjadi suami yang
baik. Tetapi kelihatannya aku sudah gagal, semua yang
kulakukan adalah salah besar."
Lim Si-im hanya menatapnya.
1484 Liong Siau-hun adalah lelaki yang tenang dan tegas.
Selalu penuh vitalitas dan energi.
Namun sekarang" Rasa kasihan memenuhi hatinya. Kata Lim Si-im, "Aku
pun telah bersalah kepadamu. Aku bukan istri yang
baik." Liong Siau-hun tertawa. Tawa yang pahit. "Itu bukan
kesalahanmu. Semuanya adalah kesalahanku. Jika aku
tidak pernah berjumpa denganmu, jika aku tidak pernah
berjumpa dengan Li Sun-Hoan, semuanya tidak akan jadi
begini. Semua orang akan hidup bahagia dan sejahtera."
Apakah nasibnya sungguh berubah karena satu peristiwa
itu" Jika ia tidak pernah bertemu dengan Li Sun-Hoan,
apakah ia tidak akan pernah menjadi seperti ini"
Lim Si-im mulai menangis lagi. Katanya, "Apapun yang
telah kau perbuat, itu adalah untuk melindungi
keluargamu, untuk melindungi istri dan anakmu.
Jadi".itu bukanlah kesalahan. Aku sungguh-sungguh
tidak menyalahkanmu."
Kata Liong Siau-hun, "Kalau kita berdua tidak bersalah,
lalu siapa yang salah?"
Lim Si-im memandang keluar, ke malam hujan yang
gelap. "Siapa yang salah"." Siapa yang salah".?"
1485 Ia tidak menemukan jawabannya.
Tidak seorang pun tahu jawabannya.
Ada banyak hal dalam hidup ini yang tidak akan pernah
dimengerti oleh manusia. Yang tidak akan diketahui
jawabannya. Kata Liong Siau-hun, "Sebenarnya aku berencana untuk
tidak menemui kalian berdua lagi. Karena kaulah yang
pergi kali ini, kupikir kau akan pergi untuk selamalamanya.
Itulah sebabnya aku tidak berusaha memohon
padamu untuk tetap tinggal"."
Ia mengeluh panjang dan air matanya pun mulai
menetes. "Aku tahu bahwa yang telah kuperbuat telah
menyakitimu, telah membuatmu sangat kecewa. Tapi
aku sungguh tidak bisa untuk tinggal diam. Aku harus
mengikuti kalian. Walaupun hanya bisa memandang
kalian dari kejauhan, itu sudah cukup bagiku."
Tangis Lim Si-im tidak tertahan lagi. "Jangan katakan
lagi"..jangan".."
Liong Siau-hun menganggukkan kepalanya dan berkata,
"Memang aku seharusnya tidak banyak bicara lagi.
Apapun yang kukatakan, sudah terlambat."
Kata Lim Si-im, "Kau tahu bahwa aku berhutang begitu
banyak kepadanya. Aku tidak bisa membiarkannya mati
begitu saja." 1486 Kata Liong Siau-hun, "Aku pun berhutang banyak
kepadanya. Oleh sebab itulah, aku minta kau
menyerahkan persoalan ini kepadaku."
Sepertinya ia telah membulatkan tekad.
"A"Apa yang akan kau perbuat" Jangan katakan"."
Tiba-tiba Liong Siau-hun menutup Hiat-to (jalan darah)
Lim Si-im. "Kau tidak boleh mati, kau tidak bisa mati.
Akulah yang harus mati. Semakin lama aku hidup,
semakin banyak orang yang akan menderita. Jika aku
mati, semua orang akan menjadi lebih baik."
Ia segera merebut "Ensiklopedi LianHua" dan berlari
keluar. Dari kejauhan, terdengar suaranya sayup-sayup,
"Anakmu, jagalah ibumu baik-baik. Tentang ayahmu
yang tidak berguna ini"..terserah padamu apakah kau
mau menerimanya atau tidak."
Mata Liong Siau-in menatap nanar air hujan di luar.
Ia tidak lagi menangis. Namun sorot matanya terlihat jauh lebih menyedihkan
daripada air mata. Begitu lama ia terkesima. Lalu tiba-tiba ia berteriak
keras, "Ayah, aku menerimamu! Hanya kaulah seorang
yang pantas menjadi ayahku! Hanya kau seorang yang
1487 bisa kuanggap ayah! Selain engkau, tidak ada, tidak
ada".." Ini adalah penyesalan seorang anak terhadap ayahnya.
Suatu ikatan yang kuat antara ayah dengan anak, yang
tidak bisa digantikan oleh apapun juga di dunia ini.
Sayang sekali, ayahnya tidak akan dapat mendengar
perkataan itu. Semua orang akan mengalami saat pencerahan yang
tiba-tiba itu. Apakah ia baru mengerti setelah terbentur oleh jalan
buntu" Atau karena ia memang memiliki rasa hormat
yang murni" Darah lebih kental daripada air.
Hanya darah yang dapat menghapuskan segala
kebencian dan kehinaan. Bahkan hidup ini pun dimulai dari darah.
Bab 86. Menebus Dosa dengan Darah
Sebuah halaman yang luas dan lega.
Halaman itu tidak jauh berbeda dari halaman rumah
keluarga-keluarga kaya yang lain.
1488 Namun sekali orang menjejakkan kaki di tangga yang
menuju ke pintu utama, orang itu pasti akan merasakan
kekelaman dan aura kematian yang menyelimutinya.
Liong Siau-hun menapaki anak tangga itu.
Di halaman depan, suasana begitu hening, tidak seorang
pun nampak di sana. Namun begitu ia melangkahkan
kaki di anak tangga itu, sekelompok orang segera
mengepungnya. Delapan belas orang yang berjubah kuning. Liong Siauhun
tidak bisa melihat wajah mereka.
Tapi itu memang tidak penting. Memang tidak penting
tahu siapakah mereka satu per satu. Anggota Kim-cipang
semuanya sama saja. Mereka tidak punya mulut, karena mereka tidak perlu
bicara. Sekalipun mereka bicara, yang keluar adalah
suara Siangkoan Kim-hong.
Mereka tidak punya mata, karena mereka tidak perlu
melihat. Apa yang mereka lihat adalah apa yang
diinginkan oleh Siangkoan Kim-hong untuk mereka lihat.
Mereka hanya memiliki sepasang telinga kecil, karena
satu-satunya suara yang perlu mereka dengar adalah
suara Siangkoan Kim-hong.
Kelihatannya mereka pun tidak punya lagi jiwa. Itulah
yang membuat mereka selalu bekerja dengan cepat.
1489 Oleh sebab itu, dalam sekejap saja, mereka telah
mengelilingi Liong Siau-hun.
Liong Siau-hun menarik nafas dalam-dalam dan berkata,
"Ah, jadi memang di sinilah Markas Besar Kim-ci-pang."
"Siapa kau" Apa kerjamu di sini?"
"Aku mencari seseorang."
"Siapa yang kau cari?"
"Apakah Siangkoan Kim-hong pangcu telah kembali?"
tanya Liong Siau-hun. Nama "Siangkoan Kim-hong" sepertinya dapat
memcengkeram jiwa mereka. Ketika mereka mendengar
nama itu disebut, langsung berubahlah perangai mereka.
"Pangcu belum kembali. Dan kau adalah".."
"Aku harus menemui dia. Ada sesuatu yang harus
kuberikan kepadanya."
"Tunggulah sebentar. Pangcu sedang menemui tamu
saat ini." Liong Siau-hun kembali mendesah. "Apakah saat ini ia
sedang bersama dengan Li Sun-hoan?"
"Ya." "Kalau begitu, aku harus menemuinya sekarang juga."
1490 "Bolehkah kami mengetahui nama Tuan yang
terhormat?" "Margaku Liong, dan aku mempunyai sesuatu yang
sangat penting yang harus kuberikan kepadanya
sekarang juga. Jika kalian berani mencampuri urusan
yang maha penting ini, apakah bahu kalian cukup kuat
untuk menanggung akibatnya?"
"Jadi margamu Liong".. Apakah kaulah yang
mengangkat saudara dengan Pangcu beberapa hari yang
lalu?" "Ya." Ketika kata "Ya" itu keluar dari mulutnya, kilatan pedang
yang dingin segera menyambar.
Sebilah pedang dan dua golok menyerang ke arahnya
secara bersamaan. Liong Siau-hun berseru, "Apa-apaan ini?"
Walaupun suaranya keras dan jelas, tidak ada seorang
pun yang mengindahkannya. Tidak ada seorang pun
yang menjawabnya. Liong Siau-hun pun mengaum dan meninju ke depan.
Ilmu silatnya tidak lemah, tinjunya sangat cepat dan
penuh tenaga. Satu tinju yang membawa keganasan
seekor macan. 1491 Namun ia hanya memiliki sepasang tinju.
Musuhnya memiliki dua puluh dua macam senjata,
termasuk kait, pedang kembar, cambuk ganda, sepasang
potlot. Potlot adalah senjata yang terpendek, namun juga yang
paling berbahaya. Orang yang menggunakannya adalah
murid "Si Pedang Hidup dan Mati" yang legendaris,
seorang ahli jalan darah. Dalam Kitab Persenjataan orang
ini tidak berada di bawah "Si Palu Hujan dan Angin",
Xiang Song. Pedangnya adalah Pedang Pinus Menyambar. Arahnya
selalu tersembunyi di balik jurus-jurusnya. Serangannya
selalu fatal, dan kekuatannya bergerak mendahului
pedangnya. Di antara para ahli pedang di dunia, tidak lebih dari
sepuluh orang yang dapat menandinginya.
Tapi yang paling ganas adalah golok.
"Golok Sembilan Cincin". Gema dari cincin-cincin yang
saling bertabrakan itu dapat mengguncangkan jiwa.
Liong Siau-hun segera tersekap dalam libatan angin
golok itu. Potlot Sang Hakim pun berhasil menutup salah satu jalan
darah Liong Siau-hun. Tidak ada suara nafas, yang terdengar hanya jerit
kesakitan. 1492 Karena leher Liong Siau-hun telah tertembus. Suara yang
akan keluar pun jadi tertahan dan putus.
Hanya ada darah. Darah yang muncrat dari lehernya bagaikan anak panah
mencelat ke atas. Ia langsung tumbang ke tanah.
Darah membasahi seluruh tubuhnya.
Ia sudah mati sebelum sempat memejamkan matanya.


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Matanya masih menatap orang-orang itu. Bola matanya
melotot. Walaupun ia memang datang untuk mati, mengapa
mereka tidak membiarkannya bertemu dengan
Siangkoan Kim-hong walau sebentar saja"
Karena perintah yang mereka terima adalah "Bunuh Liong
Siau-hun di tempat"!
Dan ini adalah perintah Siangkoan Kim-hong!
Perintah Siangkoan Kim-hong kokoh bagaikan gunung.
Kini "Ensiklopedi LianHua" tergeletak begitu saja, basah
oleh darah. Tidak seorang pun meliriknya.
1493 Siapa yang akan tertarik oleh benda yang dimiliki Liong
Siau-hun" Jadi inilah nasib akhir "Ensiklopedi LianHua" yang begitu
misterius itu. Berakhir sama seperti banyak kitab ilmu
silat hebat yang lain, hilang untuk selama-lamanya.
Apakah ini kemalangan umat manusia" Atau malah
keberuntungannya" Kitab itu dibawa pergi bersama dengan jenazah Liong
Siau-hun. Anggota Kim-ci-pang memang sangat lihai dalam
melenyapkan tubuh orang mati. Mereka punya cara
tersendiri yang unik untuk melenyapkan jenazah itu.
Manusia itu memang unik. Mereka bisa mengorbankan banyak hal untuk mencapai
sesuatu, namun hal-hal yang berada di depan hidung
mereka sendiri, terkadang tidak terlihat.
Apakah ini kebodohan manusia" Atau malah
kebijakannya" *** A Fei tidak punya pedang lagi.
Namun itu tidaklah penting, karena tiba-tiba saja ia
dipenuhi oleh rasa percaya diri dan semangat yang
membara. 1494 Di tepi jalan ada sebuah hutan bambu kecil. Dan dari
tempat ia berdiri saat itu, ia dapat melihat halaman
Markas Besar Kim-ci-pang.
A Fei mematahkan satu cabang bambu dan
membelahnya menjadi tiga bagian memanjang. Ia
mengasah salah satu ujungnya dan membalutkan kain di
ujung yang lain. Gerakannya sungguh cepat dan akurat. Tidak ada tenaga
yang terbuang percuma. Tangannya pun kokoh dan kuat.
Sun Sio-ang memandanginya dari samping. Ia merasa
sangat aneh, tapi sangat tertarik juga.
Tapi mau tidak mau ia mulai merasa ragu. Ia memungut
salah satu pedang bambu itu dan merasakan ringannya,
bagaikan selembar daun willow.
Lalu ia berseru tertahan, "Apakah pedang semacam ini
cukup untuk menghadang Siangkoan Kim-hong?"
Bab 87. Lahir Kembali A Fei terdiam sekejap, lalu menjawab, "Tidak ada pedang
yang cukup baik untuk bisa menghadang Siangkoan Kimhong."
Sun Sio-ang pun merenung sejenak dan menyahut,
"Lalu"..apa yang harus kita perbuat untuk
mengalahkannya?" 1495 A Fei tidak menjawab. A Fei tahu apa yang harus diperbuat untuk mengalahkan
Siangkoan Kim-hong, namun kata-kata tidak bisa keluar
dari mulutnya. Ada banyak kata-kata di dunia ini yang tidak bisa keluar
dari mulut manusia. Sun Sio-ang mengeluh, katanya, "Dan kau pun harus
menghadapi banyak orang di samping Siangkoan Kimhong."
Tanya A Fei, "Aku hanya ingin tahu, apakah kau yakin
bahwa Siangkoan Kim-hong memang ada ke sini?"
"Kurasa dugaanku cukup akurat."
"Mengapa?" "Karena di sini, ia bisa berbuat apa saja tanpa diketahui
orang luar." Tanya A Fei, "Bisa mengalahkan Li Sun-hoan adalah
prestasi yang sangat membanggakan. Mengapa ia ingin
menyembunyikannya dari orang lain?"
"Kalau seseorang sedang menikmati apa yang
disukainya, ia tidak ingin dilihat oleh siapapun juga."
"Aku tidak mengerti."
1496 Sun Sio-ang berusaha menjelaskan, "Apa makanan yang
paling kau sukai?" "Aku suka semua makanan sama saja."
"Kalau aku, aku sangat suka kacang kenari. Setiap kali
aku makan kacang kenari, rasanya seperti berada di
nirwana. Terlebih lagi di malam musim salju yang dingin.
Aku suka bersembunyi dan menikmati kacang kenariku
sendirian." Ia terkikik geli dan melanjutkan, "Tapi kalau ada orang di
sampingku yang melihat aku makan, kacang kenari itu
jadi tidak senikmat kalau aku makan sendirian."
"Jadi maksudmu Siangkoan Kim-hong menganggap
bahwa membunuh Li Sun-hoan adalah suatu
kenikmatan?" Sahut Sun Sio-ang, "Itulah sebabnya, aku pun yakin
bahwa Siangkoan Kim-hong tidak akan membunuh Li
Sun-hoan dengan segera."
"Kenapa?" "Kalau aku hanya punya sebuah kacang kenari, tentu
saja aku akan lambat-lambat memakannya. Semakin
lambat aku makan, semakin lama kenikmatan itu dapat
kurasakan. Karena aku tahu, berat rasanya setelah
kacang kenari itu habis."
Perasaan yang hampa. 1497 Namun ia tidak sanggup menucapkan kata "hampa" itu.
Lanjut Sun Sio-ang, "Di mata Siangkoan Kim-hong, hanya
ada satu Li Sun-hoan di dunia ini. Setelah ia
membunuhnya, ia pasti akan merasa sama seperti aku
setelah memakan kacang kenariku yang terakhir. Tapi
aku tahu akan lebih berat lagi Siangkoan Kim-hong."
Perlahan A Fei menyelipkan pedang bambu itu di ikat
pinggangnya. Tiba-tiba ia tersenyum dan berkata,
"Kurasa tidak akan berat perasaanku setelah
membunuhnya." Sebelum kalimatnya selesai, ia telah melangkah pergi
dengan cepat. Ia tidak berlari tergesa-gesa karena ia ingin siap pada
saat sampai di sana. Dalam menghadapi orang seperti
Siangkoan Kim-hong, persiapan adalah kunci utama.
Tibalah ia di pekarangan itu. Lalu A Fei menegangkan
ototnya dan melemaskannya kembali dengan perlahanlahan.
Ini adalah cara yang terbaik untuk menenangkan
dan mempersiapkan diri. Akhirnya ia melangkah menapaki anak tangga dan
menuju ke pintu gerbang itu.
Tiba-tiba, entah dari mana beberapa orang bermunculan
" semuanya ada delapan belas orang, semuanya
berjubah kuning. 1498 Mereka adalah pasukan garis depan Kim-ci-pang. Ilmu
silat mereka semua sulit ditemukan tandingannya.
A Fei menarik nafas panjang dan berkata, "Walaupun aku
tidak ingin membunuh, aku tidak bisa bertoleransi pada
orang yang menghadang jalanku."
Seseorang menjawab dengan suara dingin, "Aku tahu
siapa kau! Dan memangnya kenapa kalau kami
menghadang jalanmu?"
"Maka kau akan mati!"
Suara itu tertawa mengejek. "Membunuh anjing pun kau
tidak akan mampu!" Sahut A Fei tenang, "Aku tidak suka membunuh anjing,
dan kau pun bukan anjing."
Tidak ada kelebat sinar yang tampak, karena pedang
bambu memang tidak memantulkan cahaya.
Namun pedang bambu pun bisa membunuh. Paling tidak,
di tangan A Fei pedang bambu pun bisa membunuh.
Sebelum tawa orang itu selesai, pedang bambu itu telah
menembus lehernya. Tapi sekarang, pedang bambu itu malah tampak
berkilauan. Berkilau karena tetes-tetes darah segar!
1499 Sepasang Potlot Sang Hakim, Kait Kembar, Golok
Sembilan Cincin, dan lima senjata yang lain menyerbu A
Fei dengan tenaga serangan yang hebat.
Sepasang goliong menyambar cepat ke arah pedang
bambunya. Sun Sio-ang merasa agak kuatir. Ia tahu bahwa
pengalaman tempur A Fei kurang baik. Ia selalu
menghadapi musuhnya satu lawan satu. Sangat jarang ia
dikepung dan diserang oleh beberapa orang sekaligus.
Pedangnya memang cukup cepat untuk menghadapi satu
lawan, namun apakah cukup cepat juga untuk
menghadapi banyak lawan sekaligus"
Sun Sio-ang ingin sekali bergegas ke sana untuk
memberikan bantuan. Namun sebelum ia sempat bergerak, ia telah melihat tiga
orang tergeletak di tanah.
Sun Sio-ang bisa bersumpah bahwa ia melihat sepasang
golok itu menebas pedang bambu A Fei, tapi entah
bagaimana, yang tergeletak di tanah itu bukanlah A Fei.
Hanya si pemegang Potlot Sang Hakim yang mengetahui
apa sebabnya. Jurus menutup jalan darahnya selalu sangat akurat, dan
juga bertenaga besar. Ia yakin sekali, jurusnya akan
mengenai tubuh A Fei. 1500 Tapi beberapa saat saja sebelum potlot di tangannya
mengenai tubuh A Fei, ia merasa seluruh tenaganya
lenyap. Pedang bambu A Fei telah menembus lehernya.
A Fei hanya lebih cepat sekejap saja daripada dia.
Tapi sekejap itulah yang menentukan.
Akhirnya, Sun Sio-ang pun terjun dalam pertempuran itu.
Tubuhnya menelusup dengan lincah ke sana kemari,
bagaikan seekor kupu-kupu yang cantik.
Di antara jago-jago wanita dalam dunia persilatan,
banyak yang berilmu tinggi dalam hal meringankan tubuh
dan senjata rahasia, karena keduanya tidak memerlukan
banyak tenaga. Sangat jarang ditemukan jago wanita
yang ahli dalam hal tenaga dalam dan pukulan telapak
tangan. Sun Sio-ang pun tidak terkecuali.
Senjata rahasianya terbang melesat dengan cepat,
namun gerakan tubuhnya lebih cepat lagi. Posisi
langkahnya tidak lazim dan sangat rumit. Tidak mungkin
ada orang yang bisa menangkapnya.
Ia masih yakin bahwa ilmu pedang A Fei hanya bisa
digunakan untuk menghadapi satu lawan dan tidak cukup
jika digunakan untuk melawan banyak orang.
1501 Cara A Fei memainkan pedangnya memang sangat unik.
Sama sekali berbeda dari ilmu-ilmu pedang dari
perguruan besar yang sering kita lihat.
Karena dalam jurusnya tidak ada menebas atau
memotong. Yang ada hanya menusuk.
Hanya menusuk untuk membunuh.
Tapi entah bagaimana, A Fei dapat menusuk ke segala
arah, dan ia dapat menusuk dari berbagai posisi.
Tusukannya bisa dimulai dari dadanya, kakinya, bahkan
telinganya! Ia dapat menusuk ke depan, ke belakang, ke kiri, ke
kanan. Tiba-tiba seseorang berguling ke arahnya dari belakang,
dan bagaikan badai salju, berbagai macam senjata pisau
beterbangan ke arah A Fei.
Golok Penjelajah Bumi! Ilmu golok ini sungguh sulit dipelajari, namun jika
seseorang berhasil menguasainya dengan baik,
kekuatannya bukan main-main.
Tapi A Fei seakan-akan mempunya mata di belakang
kepalanya. Dengan lincah ia berkelit dari tombak yang
menusuk dari depan dan melontarkan tusukan kuat dari
bawah pinggangnya ke belakang, menusuk orang yang
1502 menggunakan jurus Golok Penjelajah Bumi itu. Tepat di
lehernya! Pada saat yang sama, seseorang melompat ke depan
dari belakang si pemegang tombak. Dengan senjata di
kedua belah tangannya, ia mengeluarkan jurus
"Mendorong Gunung Maju ke Depan" ke arah A Fei.
Jurusnya sangat unik, dan senjatanya lebih unik lagi.
Senjatanya adalah "Gada Emas Sayap Burung Hong".
Senjata ini sangat jarang dijumpai. Gagangnya dipenuhi
oleh duri-duri tajam. Walaupun gada itu biasanya
digunakan untuk memukul, tapi bisa juga digunakan
untuk mengangkat dan melukai musuh dengan ujungnya.
Orang yang tidak beruntung, yang terkena serangan
senjata ini, pastilah tubuhnya akan terkoyak habis.
Seharusnya A Fei segera melompat ke belakang untuk
menghindari serangan itu.
Tapi jika ia melakukannya, ia akan kehilangan
momentum menyerang, dan beberapa senjata yang lain
bisa melukainya! Tapi sudah tentu ia tidak bisa balik menyerang secara
langsung. Gada Emas Sayap Burung Hong dapat
merobek-robek tubuhnya dengan mudah.


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ini terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan.
1503 Tapi pada saat A Fei kelihatannya sudah di ujung tanduk,
tiba-tiba tubuhnya melesat ke udara.
Sun Sio-ang sempat melihatnya dari sudut matanya dan
ia memekik tertahan. Pada saat itulah, pedang A Fei menusuk ke bawah dari
kakinya. Sepasang gada itu pun teracung ke atas.
Bsst! Ujung pedang bambunya telah tertancap di leher
lawannya. Gada Emas Sayap Burung Hong itu hanya terpaut
beberapa inci saja dari dada A Fei. Namun orang yang
memegangnya tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh di
lehernya dan ia pun tersungkur ke tanah. Dengan
segenap kekuatannya sekalipun, ia tidak bisa
mengacungkan gadanya lebih ke atas sedikit lagi.
Bola matanya seolah-olah akan melompat keluar. Ia tidak
bisa lagi mengendalikan otot-otot di tubuhnya. Dari
pinggang ke bawah, rasanya terasa sangat dingin.
Kakinya lemah lunglai dan ia pun tersungkur ke tanah.
Hanya wajah ketakutannya yang masih terpatri di situ.
Ia tidak bisa percaya ada pedang secepat dan seakurat
itu dalam dunia ini! Tapi kini ia pun tidak mungkin lagi dapat memungkirinya.
Tiba-tiba, keheningan mencekam segala penjuru. Tidak
seorang pun bergerak lagi.
1504 Semuanya terpana memandang kematian Si Gada Emas
Sayap Burung Hong yang mengenaskan itu. Semuanya
bisa mencium bau anyir yang keluar dari tubuhnya yang
mati. Beberapa dari mereka mulai bergolak perutnya, serasa
ingin muntah. Tapi mereka bukan ingin muntah karena bau anyir itu.
Mereka muntah karena tercekam rasa takut. Seolah-olah
baru saat itulah mereka tahu betapa mengerikan dan
mengenaskannya "kematian" itu.
Bukan karena mereka takut mati. Hanya saja mati
dengan cara seperti itu sungguhlah mengenaskan.
A Fei pun tidak melanjutkan serangannya. Ia berlalu dari
kerumunan orang itu. Ada sembilan orang yang tersisa, dan pandangan
kesembilan pasang mata itu mengikuti langkah A Fei saat
ia berlalu dari situ. Salah seorang dari mereka membungkukkan badannya
dan mulai muntah-muntah. Seorang yang lain menjerit
seram. Seorang yang lain lagi tersungkur ke tanah dan
kejang-kejang. Ada juga yang segera berlari ke kamar kecil.
Bagaimana Sun Sio-ang dapat menahan diri untuk tidak
menangis dan tidak ikut muntah-muntah" Hatinya
sungguh dicekam oleh ketakutan yang sangat, juga oleh
1505 kesedihan. Ia tidak bisa mengerti mengapa hidup
manusia bisa tiba-tiba menjadi begitu tidak berharga dan
rendah. A Fei terus melangkah maju dengan pedang di
tangannya. Darah masih menetes dari ujungnya.
Pedang ini bukan saja dapat merenggut nyawa manusia,
namun juga bisa melucuti harga dirinya.
Pedang yang sangat kejam!
Namun bagaimana dengan si ahli pedang"
Sebuah pintu besar menyambutnya di ujung sana.
Pintu itu tertutup rapat, dan terkunci dari dalam.
Ini adalah kediaman pribadi Siangkoan Kim-hong. Ia
sedang menunggu di dalam. Demikian pula Li Sun-hoan.
Siangkoan Kim-hong belum keluar. Artinya Li Sun-hoan
belum mati. Sun Sio-ang penuh dengan rasa suka cita dan ia pun
segera menghambur ke depan pintu itu.
Tapi tubuhnya mendadak mengejang!
1506 Pintu itu terbuat dari besi, dan paling tidak tebalnya satu
kaki. Tidak ada seorang pun di seluruh dunia ini yang
dapat menjebolnya. Dan sudah tentu, Siangkoan Kim-hong pun tidak akan
begitu saja membuka pintu dan mempersilakan mereka
masuk. Sun Sio-ang merasa kepalanya berkunang-kunang,
seakan-akan ia baru saja melangkah dari tepi jurang ke
dalam neraka yang tidak berujung.
Ia tidak sanggup berdiri tegak lagi, dan ia pun tersungkur
di depan pintu itu. Ia pun menangis meraung-raung.
Rencananya sudah gagal. Seluruh usahanya tidak
membuahkan hasil apapun. Mungkin lebih baik kalau ia sudah gagal di permulaan.
Tapi, ia sudah berhasil sampai sejauh ini dan tiba-tiba
saja harapannya putus begitu saja. Sungguh
menyakitkan. Kekecewaan semacam ini sangat sulit untuk ditanggung.
A Fei yang tadinya berdiri dengan tenang, kini meraung
bagaikan binatang buas yang terluka, dan dengan
kekuatan penuh ia menyeruduk ke arah pintu besi itu.
Namun ia langsung terpental, lalu tersungkur pula ke
tanah. Dengan cepat ia kembali berdiri dan menusukkan
pedangnya dengan sekuat tenaga.
1507 Pedang bambu itu pun patah menjadi dua.
Tidak ada sebilah pedang pun yang dapat menembus
pintu besi itu, apalagi sebilah pedang bambu!
Bab 88. Kemenangan dan Kekalahan
Kaki A Fei tertekuk saat ia tersungkur dan tubuhnya
mulai mengejang. Baru ia sadar bahwa mereka tidak
punya jalan keluar yang lain lagi. Perasaan itu
membuatnya menjadi setengah linglung.
Namun sudah percuma untuk menangis menggerunggerung
sekalipun. Li Sun-hoan berada di balik pintu besi ini, disiksa
perlahan-lahan menantikan kematiannya.
Dan apa yang bisa dilakukan kedua sahabatnya hanyalah
menunggu dengan pasrah di luar.
Tapi apakah sebenarnya yang mereka tunggu" Apakah
mereka menunggu Siangkoan Kim-hong membuka pintu
itu" Jika Siangkoan Kim-hong membuka pintu, itu berarti
hidup Li Sun-hoan telah berakhir.
Jadi apa yang mereka nantikan" Mereka sedang
menantikan suatu kematian.
1508 Tidak mungkin Siangkoan Kim-hong akan menyayangkan
nyawa mereka pula. Saat Siangkoan Kim-hong keluar
dari pintu itu adalah saat mereka menandatangani surat
kematian mereka. Sun Sio-ang berlari ke arah A Fei dan berusaha menarik
A Fei bangun. "Ayo, cepatlah lari," kata Sun Sio-ang.
"Kau"..Kau menyuruh aku lari?"
"Tidak ada lagi yang dapat kau lakukan sekarang,
aku".." Tanya A Fei, "Bagaimana dengan engkau?"
Sun Sio-ang menggigit bibirnya dan berpikir lama. Lalu ia
menunduk dan berkata, "Situasiku berbeda."
"Berbeda?" "Aku sudah memutuskan sejak lama bahwa jika ia mati,
aku pun tidak akan hidup tanpa dia. Tapi kau".."
Kata A Fei, "Aku memang tidak bermaksud ikut mati
menemani dia." "Oleh sebab itulah kau harus secepatnya lari."
"Aku pun tidak bermaksud untuk lari."
"Kenapa?" 1509 Jawab A Fei singkat, "Kau pasti tahu kenapa."
Kata Sun Sio-ang, "Aku mengerti, kau pasti ingin
membalaskan kematiannya. Tapi itu kan tidak harus
sekarang. Kau bisa menunggu"."
"Aku tidak bermaksud untuk menunggu."
"Tapi jika kau tidak menunggu, maka"..maka".."
Tanya A Fei, "Maka apa?"
Bibir Sun Sio-ang mulai berdarah.
Serunya lantang, "Maka kaulah yang akan mati!"
A Fei memandangi bekas noda darah di pedang
bambunya. Darah itu sudah kering. Kata Sun Sio-ang, "Aku tahu, apapun yang akan terjadi,
kau akan tetap mencoba. Tapi usahamu akan sia-sia
belaka." Kata A Fei, "Dan apa gunanya juga kau menunggu di sini
untuk mati bersama dengan dia?"
Sun Sio-ang tidak punya jawaban.
1510 Kata A Fei lagi, "Kau menunggu di sini karena kau tahu
bahwa ada hal-hal tidak akan berhasil, namun tetap saja
harus kau lakukan." Sun Sio-ang akhirnya mengeluh panjang dan berkata,
"Makin lama perkataanmu semakin mirip dengan
perkataannya." A Fei terdiam dan menganggukkan kepalanya.
Ia mengakuinya. Tidak mungkin ia menyangkalnya.
Setiap orang yang pernah berteman dengan Li Sun-hoan
tidak mungkin tidak terimbas oleh sikapnya yang tidak
pernah mementingkan diri sendiri.
Jika ia tidak pernah bertemu dengan Li Sun-hoan,
mungkin A Fei telah kehilangan kepercayaan terhadap
sesama manusia sejak lama.
"Jangan percaya kepada siapapun juga, dan jangan
pernah menerima kebaikan orang lain; kalau kau tidak
menurutinya, hidupmu akan penuh dengan berbagai
macam penderitaan." Ibu A Fei harus menanggung duka dan derita seumur
hidupnya. Tidak pernah sekalipun A Fei melihat ibunya
tersenyum. Ia telah meninggal dalam usia muda,
mungkin karena ia telah putus harapan dalam hidupnya.
"Aku bersalah kepadamu. Seharusnya aku menunggu
sampai kau dewasa, baru aku meninggalkan dunia ini.
Tapi aku sungguh tidak tahan lagi, aku merasa sangat
1511 lelah". Maafkan aku, aku tidak dapat meninggalkan apaapa
untukmu, hanya sedikit pesan ini saja. Aku harus
hidup menderita seumur hidupku untuk mempelajarinya,
jadi jangan pernah lupa akan pesanku ini."
A Fei tidak pernah lupa akan pesan ibunya.
Waktu ia meninggalkan alam bebas dan masuk ke dalam
kehidupan bermasyarakat, ia tidak sedang berusaha
mencari penghidupan yang lebih baik. Sebaliknya, ia
ingin membalas dendam terhadap umat manusia, siapa
pun juga, atas penderitaan ibunya.
Tapi ironisnya, orang yang pertama ditemuinya adalah Li
Sun-hoan. Li Sun-hoan telah membuatnya sadar bahwa hidup itu
tidak melulu penderitaan dan duka nestapa. Li Sun-hoan
membuatnya sadar bahwa kematian bukanlah suatu hal
yang buruk dan mengerikan, seperti yang dulu dipikirnya.
Ia telah belajar begitu banyak dari Li Sun-hoan.
Awalnya ia sungguh yakin bahwa moralitas dan
keluhuran budi itu tidak ada dalam dunia nyata.
Tapi Li Sun-hoan telah menyentuh hidupnya begitu rupa,
bahkan lebih daripada ibunya sendiri.
Karena yang didengungkan Li Sun-hoan adalah "cinta",
bukan "benci". Cinta memang selalu lebih mudah diterima daripada
benci. 1512 Namun kini, begitu sulitnya A Fei memadamkan api
kebencian yang sedang berkobar dalam hatinya.
Kobaran kebencian ini mendorongnya untuk
menghancurkan. Menghancurkan orang lain,
menghancurkan diri sendiri, menghancurkan segala
sesuatu. Ia sungguh merasa bahwa hidup itu sama sekali tidak
adil. Bahwa orang seperti Li Sun-hoan harus berakhir
seperti ini. Sun Sio-ang menghela nafas dengan berat. Katanya,
"Jika Siangkoan Kim-hong tahu kita berdiri di sini
menantikan dia, ia pasti sangat berbahagia."
A Fei mengertakkan giginya dan berteriak, "Biar saja dia
berbahagia! Hanya orang baik saja yang selalu
menderita. Kebahagiaan hanya dianugerahkan kepada
orang-orang jahat!" Tiba-tiba terdengar suara berseru, "Kau salah besar!"
Walaupun pintu besi itu begitu berat, ternyata saat pintu
itu dibuka, tidak kedengaran derit sedikit pun.
Oleh sebab itulah, mereka berdua tidak menyadari
bahwa pintu itu telah dibuka.
Seseorang melangkah perlahan keluar dari sana"..dan ia
adalah Li Sun-hoan! 1513 Ia kelihatan lelah dan letih, namun ia hidup.
Yang terpenting adalah ia hidup!
A Fei dan Sun Sio-ang menoleh dan menatapnya dengan
mulut ternganga. Air mata langsung mengalir membasahi
wajah mereka. Air mata bahagia. Dalam kegembiraan dan kesedihan,
selain air mata, tidak ada lagi yang perlu dilakukan, tidak
ada lagi yang perlu diucapkan. Tidak seorang pun
bergerak. Mata Li Sun-hoan pun telah terasa panas dan basah oleh
air mata. Dengan tersenyum ia berkata, "Kau salah
besar. Orang yang baik tidak akan menderita dalam
keputusasaan. Dan penderitaan yang dialami orang yang


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jahat akan jauh lebih besar daripada kebahagiaannya."
Sun Sio-ang memburu ke arahnya dan jatuh ke dalam
pelukan Li Sun-hoan. Ia menangis tersedu-sedu.
Ia tidak bisa berhenti menangis saking bahagianya.
Setelah beberapa saat, akhirnya A Fei mendesah dan
tidak dapat membendung pertanyaannya. "Di manakah
Siangkoan Kim-hong?"
Li Sun-hoan membelai rambut Sun Sio-ang dengan
lembut sambil menjawab, "Ia pasti menderita sekarang,
karena ia telah membuat satu kesalahan."
"Kesalahan apa yang diperbuatnya?"
1514 "Sesungguhnya ia punya begitu banyak kesempatan
untuk membunuhku. Ia bisa memojokkanku sampai aku
tidak bisa lagi mempertahankan diri. Tapi ia tidak
menggunakan kesempatan itu."
Bagi seseorang seperti Siangkoan Kim-hong, mengapa ia
sengaja melepaskan kesempatan sebaik itu"
Sun Sio-ang pun ikut bertanya, "Kenapa bisa begitu?"
Li Sun-hoan tersenyum dan berkata, "Karena ia ingin
berjudi." Mata Sun Sio-ang berkilat dan ia berkata, "Ia pasti tidak
percaya akan perkataan "Pisau Terbang Li Kecil, sekali
sambit tidak pernah luput"!"
"Ia tidak percaya ".. ia tidak percaya pada siapapun
juga. Tidak ada satu pun dalam dunia ini yang
dipercayainya," kata Li Sun-hoan.
Tanya Sun Sio-ang, "Dan bagaimana jadinya?"
"Jadinya, ia sudah kalah!"
Ia sudah kalah! Tiga kata yang sederhana.
Kemenangan dan kekalahan ditentukan dalam sekejap
saja. 1515 Tapi betapa menegangkannya, betapa menakjubkannya
satu kejap itu! Satu kilatan cahaya itu pasti begitu mengerikan. Namun
juga begitu mempesona. Satu-satunya kekecewaan Sun Sio-ang adalah bahwa ia
tidak bisa menyaksikan apa yang terjadi dalam satu
kejap itu. Ia tidak perlu melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Hanya memikirkannya saja, membuat jantungnya
berdegup kencang! Meteor pun begitu indah dan menawan.
Meteor meluncur membelah langit malam dengan
cahayanya yang terang berkilat, membuat siapapun yang
melihatnya pasti tergugah hatinya.
Tapi meteor tidak dapat dibandingkan dengan kilatan
sinar sebilah pedang. Cahaya meteor tidak hidup lama.
Namun kegemilangan sebilah pedang akan bercahaya
selama-lamanya! Pintu itu telah terbuka. Tidak ada yang bisa memisahkan dunia ini lagi.
1516 Jika seseorang ingin mengasingkan diri dari dunia, ia
pasti telah terlebih dulu ditolak oleh dunia ini!
A Fei melangkah masuk ke dalam.
Yang pertama terlihat olehnya adalah pisau itu, pisau
yang penuh misteri. Pisau Terbang Li Kecil! Pisau itu tidak menembus leher Siangkoan Kim-hong,
namun cukup untuk mengambil nyawanya.
Pisau itu masuk tepat di pangkal lehernya, menembus
tulang bahunya, dan mengarah ke atas. Pisau itu pasti
dilepaskan dari tempat yang sangat rendah.
Wajah Siangkoan Kim-hong kelihatan ketakutan dan
tidak percaya. Sama seperti ekspresi sebagian besar
orang yang dibunuh Li Sun-hoan sebelum dia.
Semua kehidupan diciptakan sama. Terutama di hadapan
kematian, kita semua sama. Tapi sayang, banyak orang
menyadarinya setelah hasil akhir ditentukan.
Wajah Siangkoan Kim-hong penuh dengan rasa terkejut,
ragu, dan tidak percaya. Ia sama seperti yang lain, ia tidak percaya ada pisau
yang begitu cepat. 1517 Bahkan A Fei pun sulit percaya. Ia tidak bisa
membayangkan bagaimana Li Sun-hoan menyambitkan
pisau itu. Ia ingin sekali Li Sun-hoan menceritakan segala sesuatu
dengan detil, tapi ia tahu bahwa Li Sun-hoan tidak akan
melakukannya. Kegemilangan cahaya dalam satu kejap itu. Kecepatan
sambitan pisaunya. Keduanya tidak dapat diterangkan
dengan kata-kata. "Ia sudah kalah!"
Tangan Siangkoan Kim-hong masih terkepal erat, seolaholah
sedang berpegangan pada sesuatu. Apakah ia masih
tidak mau percaya akan apa yang terjadi sampai
akhirnya" A Fei tiba-tiba merasa muram, seakan-akan ia bersimpati
pada orang ini. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia merasa
begitu. Mungkin ia bukan bersimpati pada Siangkoan Kim-hong,
melainkan pada dirinya sendiri.
Karena ia adalah manusia, dan Siangkoan Kim-hong pun
adalah manusia. Semua manusia memiliki rasa sedih dan
penderitaan yang serupa. Walaupun bukan ia yang kalah, apakah yang ia pegang
erat-erat" Apakah yang sesungguhnya telah
didapatkannya" 1518 A Fei terpekur sekian lama, lalu menolehkan kepalanya.
Yang ditemukannya adalah Hing Bu-bing.
Seolah-olah Hing Bu-bing tidak menyadari ada orang
yang masuk ke situ. Walaupun selama itu ia berdiri tepat
di belakang A Fei, seakan-akan ia sedang berdiri di dunia
lain. Walaupun matanya menatap lurus pada Siangkoan Kimhong,
sebenarnya ia sedang menatap dirinya sendiri.
Hidup Siangkoan Kim-hong adalah hidupnya. Ia adalah
bayangan Siangkoan Kim-hong.
Ketika hidup sudah musnah, bagaimana mungkin
bayangannya bisa tetap ada"
Kapan pun dan di mana pun, setiap kali Hing Bu-bing
berdiri di dekatnya, orang akan merasakan aura
membunuh melingkupi dirinya.
Tapi sekarang, aura itu sudah hilang lenyap.
Ketika A Fei masuk ke dalam situ, ia bahkan tidak
menyadari ada jiwa lain di sana.
Walaupun Hing Bu-bing masih hidup, yang tinggal
hanyalah tubuhnya yang hampa. Ia bagaikan sebilah
pedang yang telah kehilangan ketajamannya. Sama
sekali tidak ada fungsinya lagi.
1519 A Fei mengeluh panjang dalam hatinya. Ia sungguh
mengerti perasaan Hing Bu-bing.
Karena ia pun pernah mengalami perasaan yang sama.
Setelah beberapa lama, Hing Bu-bing berjalan menuju
mayat Siangkoan Kim-hong dan mengangkatnya dengan
kedua tangannya. Ia masih belum melihat ada orang lain di situ. Dengan
perlahan, ia berjalan menuju ke pintu.
Tanya A Fei, "Kau tidak ingin membalas dendam?"
Hing Bu-bing tidak menoleh. Kecepatan langkahnya pun
tidak berubah. A Fei tertawa dingin. "Kau takut ya?"
Hing Bu-bing tiba-tiba berhenti.
Kata A Fei, "Masih ada pedang di pinggangmu. Mengapa
kau takut untuk menghunusnya" Kecuali pedang itu
hanya untuk pajangan saja."
Hing Bu-bing memutar badannya.
Mayat itu jatuh ke tanah dan pedang pun melayang
keluar dari pinggangnya. Pedang itu berkelebat maju, menyerang langsung ke
arah leher A Fei! 1520 Ia memang sangat cepat, secepat biasanya. Tapi entah
bagaimana, ketika pedang itu sudah sampai setengah
kaki dari targetnya, pedang bambu A Fei telah tiba di
lehernya! A Fei telah membuat tiga pedang bambu. Ini adalah yang
kedua. Ia memandang Hing Bu-bing dan berkata perlahan, "Kau
memang luar biasa cepat, namun kau tidak bisa lagi
membunuh. Tahukah kau kenapa?"
Hing Bu-bing menurunkan pedangnya.
"Karena keinginanmu untuk mati lebih besar daripada
musuhmu. Itulah sebabnya kau tidak bisa lagi
membunuh." Mata Hing Bu-bing yang biasanya mati, mendadak
bercahaya, penuh kesedihan. Setelah lama memandang
A Fei, akhirnya ia menjawab singkat, "Ya."
Kata A Fei, "Aku bisa membunuhmu."
"Ya." "Tapi aku tidak akan membunuhmu."
"Kau tidak akan membunuhku?" tanya Hing Bu-bing
kaget. "Aku tidak akan membunuhmu karena engkau adalah
Hing Bu-bing!" 1521 Otot-otot wajah Hing Bu-bing bergerak-gerak.
Ini adalah perkataan yang tepat sama, yang
diucapkannya kepada A Fei saat pertama kali mereka
bertempur. Namun hari ini, perkataannya telah berbalik
menjadi perkataan A Fei. Ia memikirkan perkataan ini dengan murka. Seolah-olah
api telah berkobar di matanya, bagaikan seonggok abu
yang tiba-tiba tersulut lagi.
A Fei memandangnya dan berkata, "Kau boleh pergi
sekarang." "Pergi"..?"
"Kau pernah memberikan kesempatan kedua kepadaku.
Kini aku pun memberikan kesempatan kedua
kepadamu".kesempatan yang terakhir."
Ia memandangi punggung Hing Bu-bing yang melangkah
keluar. Perasaan yang aneh bergelora dalam hatinya.
"Gigi balas gigi, darah balas darah."
Apa yang dulu diberikan Hing Bu-bing kepadanya, kini
telah dibayarnya lunas. Ketika hati manusia sudah mati, hanya dua hal yang bisa
membuat orang itu terus hidup.
Yang satu adalah cinta, yang lain adalah benci.
1522 A Fei bisa terus hidup karena cinta. Dan kini ia ingin
memperpanjang hidup Hing Bu-bing oleh kebencian.
Tapi sungguh, ia hanya ingin Hing Bu-bing terus hidup.
Jika ini adalah balas dendam, ini adalah cara membalas
dendam yang tidak mementingkan diri sendiri. Kalau
semua balas dendam dilakukan dengan cara ini, sejarah
umat manusia akan jauh lebih cerah. Dan tidak dapat
diragukan bahwa kehidupan umat manusia akan
berlanjut untuk selama-lamanya.
Dalam bentuk apapun, balas dendam itu selalu
memuaskan hati. Namun apakah saat ini A Fei sungguh bergembira"
Ia hanya merasa lelah, sangat sangat lelah"..dan
pedang di tangannya pun terlepas, jatuh ke tanah.
Selama itu Sun Sio-ang hanya memandangnya dari jauh.
Baru saat itu, ia berani menghela nafas lega.
"Amat mudah membunuh seseorang. Yang teramat sulit
adalah meyakinkan seseorang untuk mau terus hidup."
Ini adalah perkataan Li Sun-hoan.
Siapapun dia, apapun situasinya, metode yang
digunakannya selalu sama, yaitu dengan cinta kasih,
bukan kebencian. Karena Li Sun-hoan tahu, kebencian
1523 hanya akan membawa kehancuran. Namun kekuatan
cinta dapat memberikan hidup yang kekal.
Cintanya hanya akan bertambah lebar seiring dengan
waktu. Kepribadiannya akan selalu mengutamakan
sesama manusia, untuk selama-lamanya.
Sun Sio-ang baru menyadari bahwa A Fei telah berubah
menjadi sama seperti Li Sun-hoan.
Ia tidak tahan dan melirik ke arah Li Sun-hoan.
Li Sun-hoan tampak begitu letih dan lelah, sampaisampai
tidak bisa lagi berbicara.
Sun Sio-ang menatapnya sampai lama, baru akhirnya
tersenyum dan berkata, "Kalian berdua baru saja
mengalahkan dua pesilat yang paling tangguh di seluruh
dunia. Dua kekuatan gabungan yang terbesar baru saja
kalian hancurkan. Kalian berdua seharusnya bergembira,
tapi tidak kulihat secercah pun cahaya kebahagiaan di
wajah kalian. Seolah-olah kalian berdualah yang baru
saja kalah." Bab 89. Penutup Li Sun-hoan terdiam beberapa saat. Lalu ia mendesah
dan berkata perlahan, "Ketika seseorang menang, ia
selalu merasa sangat kelelahan dan kesepian."
"Kenapa?" tanya Sun Sio-ang.
1524 "Karena ia telah berhasil, ia telah mencapai tujuannya.
Tidak akan ada lagi yang diharapkannya, yang dinantinantikannya.
Tapi orang yang menderita kekalahan
justru akan semakin terpacu untuk berusaha lebih giat
lagi." Sun Sio-ang kembali menggigit bibirnya dan berkata,
"Jadi ternyata, kemenangan pun tidak terasa manis."


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li Sun-hoan terdiam. Lalu ia menyahut sambil
tersenyum, "Walaupun rasa kemenangan pun sulit
ditanggung, itu masih lebih ringan daripada rasa
kekalahan." Keberhasilan dan kemenangan tidak akan memberikan
kepuasan, tidak juga membawa kebahagiaan.
Kebahagiaan sejati hanya dapat diraih saat menjalani
perjuangan yang kau alami seumur hidupmu.
Jika kau sempat menikmati kebahagiaan seperti itu,
hidupmu sungguh tidak sia-sia.
Paviliun adalah tempat orang bertemu untuk
mengucapkan salam perpisahan. Perpisahan memang
selalu membawa perasaan yang mengharu-biru.
Oleh sebab itu, hanya dengan mengucapkan kata
"paviliun", kesedihan pun sudah bisa terasa.
Hujan telah berhenti. Rerumputan basah dan kelihatan
kacau. 1525 Di luar paviliun, dekat jalan raya, sepasang muda-mudi
sedang mengucapkan salam perpisahan mereka.
Seorang pemuda yang bersemangat dan seorang gadis
yang penuh gairah. Tampak jelas, bahwa mereka sedang
dimabuk cinta. Ia seharusnya tetap tinggal dan
menikmati kegembiraan masa mudanya. Mengapa ia
berkeras ingin pergi"
Terlihat pedang di sisinya. Namun pedang setajam
apapun tidak dapat memisahkan cinta masa muda dan
mimpi-mimpinya. Mata pemuda itu terlihat merah,
sepertinya ia habis menangis.
"Kau telah menemaniku sejauh ini. Sudahlah, kau pulang
saja." Si gadis menundukkan kepalanya dan bertanya,
"Kapankah engkau akan kembali?"
"Aku belum tahu. Mungkin setahun, dua tahun,".."
Air mata si gadis kembali mengalir membasahi pipinya. Ia
berkata, "Mengapa kau harus membuatku menunggu
begitu lama" Mengapa kau harus pergi?"
Si pemuda menegakkan tubuhnya dan menjawab, "Aku
telah mengatakannya kepadamu. Aku ingin menemukan
mereka, dan mengalahkan mereka satu per satu!"
Pandangan mata si pemuda menuju ke kejauhan. Cahaya
terang terpancar dari matanya. Lanjutnya, "Orang-orang
yang tercantum dalam Kitab Persenjataan. Siangkoan
1526 Kim-hong, Li Sun-hoan, Guo Song Yang, Lu Feng Xian"..
Aku ingin semua orang tahu bahwa aku lebih hebat
daripada mereka semua. Dan setelah itu".."
Potong si gadis, "Dan setelah itu apa" Kita sudah begitu
berbahagia sekarang. Setelah kau kalahkan mereka
semua, apakah kita akan lebih berbahagia?"
Jawab si pemuda, "Mungkin juga tidak. Tapi, ini harus
kulakukan!" "Kenapa?" "Karena aku tidak bisa menyia-nyiakan setengah hidupku
tanpa arti seperti ini. Aku ingin membuat nama bagi
diriku sendiri. Aku ingin terkenal seperti Siangkoan Kimhong
dan Li Sun-hoan. Dan aku yakin, aku pasti
berhasil!" Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia sungguhsungguh
sudah bertekad bulat. Si gadis memandang kepadanya dengan tatapan kagum.
Matanya penuh dengan kelembutan dan kehangatan.
Akhirnya ia mendesah dan berkata dengan lembut, "Aku
pun yakin bahwa kau akan berhasil. Sampai kapan pun
kau pergi, aku akan menunggumu di sini dengan setia."
Hati mereka penuh dengan kesedihan karena akan
berpisah, namun juga penuh dengan harapan akan
kebahagiaan yang akan datang.
1527 Tentu saja kedua orang itu tidak akan menyadari
kehadiran orang lain. Dari balik hutan, ada dua pasang mata yang sedang
menatap mereka. Ketika si pemuda mulai melangkah menapaki jalan raya
yang panjang di hadapannya, Sun Sio-ang menghela
nafas dan berkata, "Kalau saja dia tahu nasib seperti apa
yang dialami Siangkoan Kim-hong, mungkin ia tidak akan
begitu mudah meninggalkan kekasih hatinya"."
Apa yang terjadi setelah seseorang membuat nama
untuk dirinya sendiri"
Sun Sio-ang memandang Li Sun-hoan dengan mata
penuh air mata. Lanjutnya, "Ia ingin menjadi terkenal
seperti engkau, tapi kau"..apakah kau memang lebih
berbahagia daripada dia" Kurasa"..Kurasa jika kau
berada di tempatnya, kau tidak akan berbuat seperti itu."
Mata Li Sun-hoan masih terpaku pada sosok si pemuda
yang berjalan semakin jauh, dan akhirnya hilang dari
pandangan. Jawabnya, "Jika aku ada di tempatnya, aku
pun akan berbuat seperti itu."
"Kau?"" "Manusia harus selalu memiliki tujuan dan ambisi. Dan
terkadang, kita harus berani meninggalkan segala
sesuatu demi meraih cita-cita itu. Apapun hasilnya,
apakah itu keberhasilan atau kegagalan, itu tidaklah
penting." 1528 Senyum kepuasan tergambar di sudut bibir Li Sun-hoan.
Matanya pun cerah dan bercahaya. Lanjutnya, "Ada
orang yang akan menganggap itu sangat bodoh, namun
tanpa pikiran seperti itu, apa jadinya dunia kita ini?"
Kini mata Sun Sio-ang pun penuh kelembutan dan
kekaguman, sama seperti mata si gadis tadi. Ia, seperti si
gadis di paviliun itu, sangat bangga akan kekasihnya.
A Fei yang sejak tadi berdiri agak jauh, perlahan-lahan
berjalan mendekati mereka.
Namun Sun Sio-ang masih menggenggam tangan Li Sunhoan
erat-erat, tidak ingin dilepaskannya. Ia tidak
merasa malu. Ia tidak menganggap bahwa rasa cintanya
terhadap Li Sun-hoan harus disembunyikan.
Kalau bisa, ia bahkan ingin menyerukan pada seluruh
dunia betapa ia mencintai Li Sun-hoan.
Kata A Fei, "Kelihatannya ia tidak akan datang."
Mereka berencana untuk bertemu dengan Lim Si-im di
situ. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi di
antara Lim Si-im dan Liong Siau-hun. Sama seperti si
pemuda tadi, tidak tahu apa yang telah terjadi pada
Siangkoan Kim-hong. Ada hal-hal yang lebih baik tidak kita ketahui.
1529 Ketika ia berpikir tentang Lim Si-im, tanpa terasa
genggaman tangan Sun Sio-ang pada Li Sun-hoan
mengendur. Tapi dengan segera ia kembali menggenggamnya kuatkuat,
bahkan lebih dari sebelumnya. Katanya, "Ia telah
berjanji untuk bertemu denganku di sini. Aku yakin, ia
pasti akan datang." "Ia tidak akan datang!" kata A Fei.
"Kenapa?" tanya Sun Sio-ang.
"Karena ia tahu bahwa tidak ada gunanya ia datang
kemari." Sun Sio-anglah yang bertanya, tapi waktu A Fei
menjawab, matanya terarah kepada Li Sun-hoan.
Li Sun-hoan pun tidak berusaha melepaskan genggaman
tangan Sun Sio-ang. Dulu, setiap kali ia mendengar orang menyebut nama
Lim Si-im, ia akan merasa sedih dan tertekan. Seolaholah
seluruh tubuhnya dikunci dengan belenggu.
Ia selalu menanggung beban kesedihan ini di
punggungnya. Namun kini, kesedihan itu tidak lagi seberat sebelumnya.
Apakah yang telah membebaskannya"
1530 Perasaannya terhadap Lim Si-im telah terpupuk begitu
lama. Tentu saja perasaan itu menjadi teramat dalam.
Tapi, walaupun ia baru mengenal Sun Sio-ang sebentar
saja, mereka berdua telah mengalami kesukaran yang
paling berat bersama-sama. Mereka telah melalui lautan
api hidup dan mati. Oleh sebab itukah, perasaan mereka menjadi lebih
dalam" Saat itu, Lim Si-im telah lama pergi.
A Fei benar " ia tidak datang, karena ia tidak perlu
datang. Liong Siau-hun muda (Liong Siau-in) pun pernah
menanyakan pada ibunya, "Mengapa kau tidak
memperbolehkan aku menemuinya sekali lagi saja?"
Lim Si-im balas bertanya, "Untuk apa kau menemuinya?"
"Aku hanya ingin ia tahu, mengapa ayah sampai mati,"
kata Liong Siau-hun muda (Liong Siau-in) sambil
mengertakkan giginya. Apapun yang telah diperbuat Liong Siau-hun di masa
lalu, ia telah membasuhnya bersih dengan darahnya
sendiri. Sebagai seorang anak, ia pasti ingin seluruh dunia
mengetahuinya. 1531 Tapi Lim Si-im tidak berpikir demikian. Katanya, "Ia
melakukan apa yang dilakukannya, hanya karena ia
merasa itulah yang harus dilakukan. Bukan karena ia
ingin memohon pengampunan orang lain, juga bukan
karena ingin seluruh dunia mengetahuinya."
Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan lagi, "Bukan saja ia
telah melunasi hutang-hutangnya, ia pun telah melunasi
hutang-hutang kita. Selama kita hidup berbahagia, aku
yakin ayahmua akan bisa beristirahat dengan tenang."
Lim Si-im pun tidak ingin berjumpa dengan Li Sun-hoan,
karena ia tahu bahwa perjumpaan itu hanya akan
membawa kesedihan belaka.
Mereka pun tidak berusaha mencari mayat Liong Siauhun,
karena mereka tahu bahwa Kim Ci-pang (Partai
Uang Emas) selalu membuang mayat orang yang mereka
bunuh dengan cepat dan efisien.
Dan jika mereka memaksa mencari, yang akan mereka
dapatkan hanyalah kesedihan. Hal ini pun dipahami oleh
Sun Sio-ang. Mayat kakeknya pun tidak akan pernah
ditemukan. Ada hal-hal dalam hidup ini yang tidak bisa dikendalikan.
Siapapun tidak dapat mengendalikannya.
Walaupun hal-hal ini sulit diterima, kita hanya dapat
mencari jalan untuk melaluinya, dan hidup terbebas dari
belenggunya. 1532 Mereka telah bertekad bulat untuk terus hidup! Karena
kematian bukanlah solusi permasalahan mereka "
kematian bukanlah solusi permasalahan apapun juga.
Ada sekelompok orang lain yang sedang mengucapkan
salam perpisahan di paviliun itu.
Kali ini, A Feilah yang mengucapkan salam perpisahan. Ia
berkata bahwa ia ingin bertualang pergi ke lautan luas,
mencari rempah-rempah yang dapat membuat manusia
hidup selama-lamanya dan mencari dewa umur panjang.
Tentu saja ia berbohong, namun Li Sun-hoan tidak
berusaha mencegahnya pergi.
Karena asal-usul A Fei pun merupakan suatu misteri. Ia
tidak suka membicarakannya, bahkan dengan Li Sunhoan
sekalipun. Namun setiap kali Li Sun-hoan menyebut
nama Shen Lang, Xiong Mao Er, Wang LianHua, Zhu
QiQi, dan para pendekar lain dari generasi sebelumnya,
wajah A Fei selalu berseri-seri dengan suatu ekspresi
yang aneh. Apakah ada hubungan antara A Fei dengan para
pendekar di masa lalu itu"
Apakah itulah sebabnya ia memutuskan untuk bertualang
di lautan lepas" Li Sun-hoan tidak berusaha menanyakannya.
1533 Karena ia tahu bahwa masa lalu seseorang tidaklah
penting. Manusia bukanlah anjing, bukan juga kuda.
Silsilah keturunan bukanlah hal yang penting sama sekali.
Kita ingin menjadi orang seperti apa, itu semua ada di
tangan kita masing-masing.
Itulah yang terpenting dan terutama.
Ketika sahabat berpisah, biasanya ada ucapan-ucapan
selamat, juga ada banyak kesedihan dan emosi. Tapi di
antara Li Sun-hoan dan A Fei, yang ada hanyalah ucapan
selamat, tidak ada kesedihan sama sekali.
Karena yang satu tahu pasti bahwa yang lain akan hidup
berbahagia. Bahwa akan ada banyak kesempatan untuk
bertemu kembali di kemudian hari.
Terutama ketika A Fei melihat tangan Li Sun-hoan,
hatinya menjadi tenteram.
Tangan Li Sun-hoan masih menggenggam erat tangan
Sun Sio-ang. Tangan itu telah memegang pisau terlalu lama. Telah
memegang cawan anggur terlalu lalu lama. Pisau itu
terlalu kejam dan cawan anggur terlalu dingin. Tangan
itu pantas untuk merasakan kehangatan mulai sekarang.
Adakah dalam dunia ini yang lebih hangat daripada
tangan kekasih hatimu"
1534 A Fei tahu bahwa Sun Sio-ang akan menghargai tangan
itu, lebih daripada orang lain. Walaupun tangan itu masih
penuh dengan luka-luka pertempuran panjang di masa
lalu, dengan berjalannya waktu ia pasti dapat pulih
kembali. Tentang dirinya sendiri, tentu saja ia pun mempunyai
luka-luka lama. Tapi ia tidak ingin membicarakannya lagi.
"Masa lalu sudah berlalu?""


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perkataan ini sepertinya sangat sederhana, tapi orang
yang mampu melakukannya sungguh teramat sedikit.
Namun Li Sun-hoan dan A Fei, mereka berdua telah
berhasil lepas dari masa lalu mereka masing-masing.
Tiba-tiba A Fei berkata, "Aku akan kembali tiga tahun
lagi." Ia memandang tangan mereka berdua yang masih
bertaut dan tersenyum. "Waktu aku kembali, sebaiknya
kau segera mentraktirku minum arak."
Sahut Li Sun-hoan, "Itu sudah pasti, tapi tiga tahun
adalah waktu yang sangat lama."
"Namun arak yang ingin kuminum itu arak yang spesial.
Aku tidak tahu apakah kalian berdua bersedia
menjamuku dengan arak itu."
1535 Tanya Sun Sio-ang, "Arak apa sih yang kau inginkan?"
"Tentu saja arak pernikahan kalian," jawab A Fei sambil
tersenyum lebar. Arak pernikahan. Tentu saja arak pernikahan.
Karena arak pernikahan memang membutuhkan tiga
tahun lamanya. Tiga tahun untuk berduka atas kematian
kakeknya. Wajah Sun Sio-ang langsung bersemu merah.
Kata A Fei, "Aku telah mencicipi berbagai macam arak,
kecuali yang satu ini. Kuharap kalian berdua tidak
mengecewakan aku." Semakin merah wajah Sun Sio-ang dibuatnya. Ia
menundukkan kepala, namun mencuri-curi pandang pada
Li Sun-hoan. Ekspresi wajah Li Sun-hoan pun tampak aneh. Kata "arak
pernikahan" sama sekali tidak disangkanya. Setelah
terdiam beberapa saat, akhirnya ia berkata, "Aku telah
mengundang orang minum berbagai macam arak, namun
aku belum pernah mengundang orang untuk minum arak
pernikahan. Kau tahu sebabnya?"
Tentu saja A Fei tahu jawabannya, namun Li Sun-hoan
tidak menginginkan dia menjawabnya.
Jadi Li Sun-hoanlah yang menjawab sendiri
pertanyaannya, "Arak pernikahan itu terlalu mahal."
1536 "Terlalu mahal?" tanya A Fei heran.
Li Sun-hoan tersenyum dan berkata, "Ketika seorang pria
menjamu orang lain dengan arak pernikahannya, itu
berarti ia mengakui ia bersedia membayar hutanghutangnya
sedikit demi sedikit seumur hidupnya.
Sayangnya, aku bukan orang yang suka mengecewakan
sahabat-sahabatnya."
Sun Sio-ang memekik dan menghambur ke pelukan Li
Sun-hoan. A Fei pun tertawa. Ia sudah tidak tertawa seperti ini begitu lama.
Dengan satu tawa itu, tiba-tiba ia merasa bertambah
muda. Semangat dan rasa percaya dirinya meluap-luap.
Harapan dan cita-citanya pun bertunas kembali.
Bahkan sepotong kayu kering pun tampak begitu hidup
di matanya. Karena ia tahu bahwa dari kayu lapuk itu
akan muncul kehidupan yang baru. Tidak berapa lama
lagi tunas-tunas pohon baru akan bermunculan di sana.
Ia tidak menyangka begitu besarnya pengaruh "tawa" itu.
Ia tidak hanya mengagumi Li Sun-hoan, ia pun sangat
berterima kasih kepadanya. Karena tidak mudah bagi
seseorang untuk melepaskan tawa yang sudah
terpendam begitu lama. Tapi jika seseorang bisa
membangkitkan tawa orang lain, itu lebih berharga lagi.
1537 "Menambahkan kaki pada gambar ular" adalah suatu
tindakan yang tidak perlu, juga suatu tindakan yang tolol.
Namun sudah ada begitu banyak ketidakpuasan dalam
dunia ini. Mengapa kita tidak membantu menguranginya
dengan sedikit tawa"
Tawa adalah seperti minyak wangi. Tidak hanya
membuat diri sendiri menjadi lebih baik, namun juga
membuat orang lain bergembira.
Apa salahnya bersikap sedikit tolol, kalau itu bisa
membawa tawa bagi orang lain"
TAMAT Pedang Medali Naga 11 Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Durjana Dan Ksatria 3

Cari Blog Ini