Ceritasilat Novel Online

Wasiat Sang Ratu 1

Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu Bagian 1


Bastian Tito Serial
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Wiro Sableng Wasiat Sang Ratu
Upload by mercenary_007
SATU PENDEKAR 212 Wiro Sableng garukgaruk kepala. Lalu pada Dewa Ketawa yang duduk di
hadapannya dia berkata. "Aku tetap tidak bisa percaya kalau saat ini kita berada di
awangawang. Kau lihat sendiri Sobatku Gendut. Bangunan, taman, pedataran, lalu
di sebelah sana malah ada bukit! Mana mungkin semua ini menggantung di udara. Mana
mungkin ada dunia di atas dunia"!"
Kakek gendut berbobot 200 kati itu eluselus dadanya yang gemberot. Lalu
penyakitnya kambuh. Dia mulai tertawa. Mulamula perlahan. Tambah lama makin
keras hingga Wiro terpaksa tekap kedua telinganya.
"Anak tolol! Aku sudah bilang mengapa meributi segala hal yang tidak bisa sampai
dalam akal kita manusia biasa" Tempat
ini, termasuk para penghuninya, jadi
termasuk Ratu Duyung bukanlah makhluk biasa. Mereka mampu hidup di dua alam.
Darat dan air...."
"Berarti mereka sebangsa kodok?" ujar Wiro sambil menyengir. Membuat tawa si
gendut semakin keras. "Ada satu hal lagi yang aku tidak mengerti. Kulihat Sang
Ratu maupun gadisgadis yang ada di sini tidak ada bedanya dengan manusia biasa.
Mengapa Sang Ratu disebut Ratu Duyung" Bukankah duyung sejenis makhluk bertubuh
sebagian manusia sebagian lagi ikan?"
"Memang begitulah keadaan asli tubuh mereka..." jawab Dewa Ketawa. "Kau tidak
percaya" Ha...ha...ha..."!
"Kau sendiri melihat. Mereka bicara seperti kita. Memiliki kecantikan seperti
bidadari. Berjalan dengan dua kaki yang mulusmulus. Bukan dengan ekor ikan...."
"Jika kau suka, kau bisa membuktikan sendiri!" kata Dewa Ketawa pula sambil
senyumsenyum. "Eh, membuktikan bagaimana maksudmu" Kau tahu caranya" Atau punya
ajian yang bisa dirapal hingga mampu melihat bentuk asli mereka"!"
"Tak perlu ajian. Tak perlu segala macam rapalan. Cukup dengan mata telanjang.
Asal tahu rahasianya...."
"Kalau begitu tunjukkan padaku rahasia itu!" ujar Wiro.
Dewa Ketawa tak segera memberitahu tapi seperti biasanya dia tertawa dulu,
membuat murid Sinto Gendeng jadi tidak sabaran.
"Kau lihat pohon besar itu, Sobatku Muda"!" tanya si kakek gendut sambil
menunjuk pada sebatang pohon besar yang tumbuh miring di kejauhan. Wiro
mengangguk. "Di balik pohon itu ada satu jalan kecil menurun. Di ujung penurunan
ada Bastian Tito
Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
sebuah telaga berair biru. Nah telaga ini tempat mandi gadisgadis anak buah Ratu
Duyung. Terkadang mereka pergi ke sana untuk istirahat sambil bercengkrama...."
"Jadi kau menyuruh aku mengintip anak gadis mandi?"
"Terserah padamu. Kau bilang mau melihat bentuk asli gadisgadis itu...."
Wiro garukgaruk kepala. "Kalau ketahuan aku mengintip bagaimana?""
"Wah, akibatnya memang berat. Tapi itu urusanmulah!" jawab Dewa Ketawa dan orang
tua bertubuh gemuk luar biasa ini kembali tertawa. Setelah tawanya reda dia
berkata. "Kau tahu, cuma itu satusatunya cara kalau mau mengetahui
keadaan sebenarnya para gadis di sini. Ujud asli mereka akan kelihatan bila tubuh mereka
basah atau mereka masuk ke dalam air. Baik air tawar maupun air laut...."
"Bagaimana kalau mereka misalnya terguyur air hujan?" tanya Wiro pula.
"Anak setan! Macammacam saja pertanyaanmu!
Mengapa tidak kau tanya
bagaimana kalau terguyur air kencing"! Ha... ha... ha...! sambil usapusap dua matanya
yang sipit kakek gemuk ini kemudian
berkata dengan suara sengaja diperlahan
lahankan. "Ada satu hal yang mau kubilang padamu...."
"Hemmm.... Apa" Kelihatannya seperti kau mau menceritakan satu rahasia besar
saja!" "Betul! Kau rupanya punya firasat!" jawab si kakek. Wiro cepat menekap mulut
orang tua ini ketika dia mulai menunjukkan hendak tertawa kembali.
"Ayo cepat, kau mau bilang apa?" tanya Wiro.
"Ratu Duyung itu sebenarnya suka padamu..." bisik Dewa Ketawa.
"Jangan ngaco! Kau mengadaada saja!"
"Sobatku Muda, aku tidak bicara bohong...!"
"Bagaimana kau bisa tahu" Memangnya dia bilang padamu"!"
"Aku segera tahu pada pertama kali bertemu dengannya. Beberapa hari lalu.
Memang dia tidak mengatakan
terus terang. Tapi dari sikap dan ucapannya cukup
tersirat dia menyukai dirimu...."
Wiro memandang dengan mata membesar pada si gendut tua itu.
"Agaknya dia sudah lama mendengar tentang kau. Dia menjadi salah seorang dari
banyak gadis yang mengagumi dirimu. Namun...."
"Namun apa?"
"Rasa sukanya kurasa serta merta lenyap ketika melihat keadaan
dirimu. Ternyata kau seorang pemuda hitam gosong bermuka macam pantat
kuali! Ha... ha...
ha..." "Orang tua sialan...! Maki Wiro dalam hati.
Si kakek gendut gelenggelengkan kepala. "Memang aku suka bergurau Sobatku Muda.
Tapi percayalah, aku yakin betul Ratu Duyung diamdiam jatuh hati padamu!"
Wiro memandang ke
arah pohon besar. Di sampingnya Dewa Ketawa berkata.
"Tadi kulihat ada serombongan
gadis menuju ke sana. Pasti mereka pergi mandi.
Sebaiknya kau lekas menyelidik...."
"Kau tak mau ikut mengintip"!" tanya Wiro.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Aku sudah terlalu tua untuk pekerjaan macam begini. Itu bagian yang muda
muda sepertimu...."
Wiro menyeringai. "Aku tidak percaya pada tua bangka berminyak sepertimu ini.
Janganjangan kau sudah duluan mengintip. Kalau tidak dari mana kau bisa tahu."
"Ha... ha... ha...! tawa si kakek gendut membahak lepas.
Wiro tinggalkan orang tua itu. Dengan cepat dia melangkah menuju pohon besar.
Seperti yang dikatakan Dewa
Ketawa, di balik pohon itu memang ada sebuah
jalan kecil. Jalan ini terbuat dari batubatu hitam, berupa tanggatangga kecil
menurun. Keadaan di tempat itu sunyi. Angin bertiup sepoisepoi. Wiro menuruni jalan kecil
dengan hatihati. Setengah panjangnya jalan yang menurun Wiro menangkap suara
gelak tawa di bawah sana.
"Si gendut tidak dusta. Memang ada serombongan gadis di bawah sana..." kata Wiro
dalam hati. Dia belum dapat melihat apa yang ada di bawahnya karena tertutup
oleh rerumpunan pohonpohon setinggi kepala. Dengan dada berdebar murid Sinto
Gendeng melangkah terus menuruni jalan batu. Debaran dadanya mencapai puncak
sewaktu dia sampai di ujung jalan. "Pemandangan luar biasa..." kata sang pendekar
dalam hati. Dia cepat menyelinap ke balik sebuah batu besar
dan mengintai di balik
kerapatan semak belukar berbunga aneh.
Di bawah sana kelihatan sebuah telaga berair biru. Di salah satu tepiannya,
terdapat gundukan batubatu hitam tersusun rapi seolah ditata oleh tangan
manusia. Dari celah susunan batubatu hitam itu mengucur air jernih yang kemudian jatuh
masuk ke dalam telaga.
Mata Pendekar 212 Wiro Sableng tidak berkesip memperhatikan empat orang gadis
yang ada di dalam telaga, berenang sambil bercanda satu sama lain. Dari
tempatnya mengintai jelas empat gadis itu mandi bertelanjang dada. Di tepi
telaga tiga orang gadis lainnya duduk bermalasmalas. Yang satu menyisirnyisir
rambutnya dengan sebuah sisir berbentuk tulang ikan. Dua lainnya asyik
mengobrol. Salah seorang dari gadis yang mandi keluar dari telaga lalu bergabung dengan
tiga temannya. "Astaga!" murid Sinto Gendeng keluarkan seruan kaget ketika melihat keadaan
tubuh gadis yang barusan
keluar dari dalam telaga itu. Bagian atas auratnya berada
dalam keadaan polos tanpa penutup sama sekali. Lalu tubuh sebelah bawah, inilah
yang membuat Wiro jadi tercengang, mata melotot mulut ternganga. Tubuh bagian
bawah gadis itu berbentuk ekor ikan besar berwarna perak berkilat. Ujungnya
bergerakgerak kian kemari. Masih tak percaya Wiro gosokgosok kedua matanya. "Tak bisa
kupercaya kalau tidak kulihat sendiri. Berarti keadaan Ratu Duyung tidak beda
dengan keadaan anak buahnya itu..." kata Wiro dalam hati.
Selagi gadis yang barusan keluar dari telaga bercakapcakap dengan teman
temannya, salah seorang gadis di tepi telaga tampak bangkit. Sesaat dia berdiri
di atas sebuah batu lalu "byurrr"! Gadis itu terjun ke dalam telaga.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Aneh, dia masuk ke dalam telaga. Kenapa tidak membuka pakaian hitamnya dulu..."
pikir Wiro. Dia terus memperhatikan.
Lalu pemuda ini kembali melengak
keheranan. Ternyata begitu tubuhnya masuk ke dalam air, pakaian hitam yang
melekat di tubuhnya lenyap secara aneh. Di saat yang sama sepasang kakinya
berubah menjadi ekor ikan besar, bergerakgerak kian kemari.
"Baru sekali ini aku melihat keanehan gila macam begini!" ujar Wiro seraya
gelenggeleng kepala.
Baru saja dia berkata seperti itu tibatiba terdengar suara suitansuitan keras
dari beberapa penjuru. Tujuh gadis di telaga kelihatan kaget. Wiro sendiri tak
kalah kejutnya karena tahutahu tempat dimana dia berada telah dikurung oleh enam
orang gadis lain anak buah Ratu Duyung. Keenam gadis ini menunjukkan wajah
galak. Masingmasing mengangkat
tangan kanan seraya tudingkan jari telunjuk mereka luruslurus kearah Wiro.
Ujungujung jari mereka memancarkan
sinar biru pertanda mengandung
satu kekuatan dahsyat.
Sadar kalau dirinya tertangkap basah Wiro jadi salah tingkah. Dia melangkah
mundur namun cepat kembali
ke tempat semula ketika
dari ujung jari salah seorang
gadis melesat keluar sinar biru yang menghancurkan batu di belakang kaki Wiro.
"Tetap di tempatmu!
Jangan berani bergerak sampai Ratu datang!" salah
seorang dari enam gadis membentak.
Rerumputan pohon bunga di sebelah kiri tibatiba tersibak. Ratu Duyung muncul
diiringi dua orang anak buahnya. Sesaat dia menatap pada Wiro dengan pandangan
dingin. Lalu dia memberi isyarat. Empat orang anak buahnya segera mendekati
Wiro. Dua orang menarik tangan Wiro ke depan.
"Ratu, tunggu dulu!" seru Wiro. "Jangan salah mengerti.
Aku tidak bermaksud
jahat...."
"Kau sudah tertangkap basah melakukan perbuatan kurang
ajar. Masih hendak
mengelak"!" bentak Ratu Duyung. "Ikat tangannya!"
Dua gadis anak buah Ratu Duyung kembali menarik tangan Wiro ke depan.
Lengannya disilang satu sama lain lalu gadis ketiga maju mendekat. Ujung jarinya
yang memancarkan sinar biru digerakkan.
"Rrrttttttt!"
Terjadilah satu hal luar biasa. Larikan sinar biru yang keluar dari ujung jari
si gadis berputar menjerat kedua pergelangan tangan Wiro, tidak beda seperti
ikatan seutas tali.
Hanya saja tali yang mengikat erat Wiro saat itu berbentuk aneh yaitu berupa
lingkaran mengeluarkan sinar biru. Ketika Wiro berusaha melepaskan ikatan itu
ternyata dia tak mampu menggerakkan tangannya sedikit pun.
"Bawa dia ke bukit Batu Putih!" Ratu Duyung berikan perintah.
Dua orang anak buahnya segera mendorong tubuh Pendekar 212.
"Ratu," kata Wiro begitu dia sampai di hadapan Ratu Duyung. "Aku tidak bermaksud
berbuat yang bukanbukan. Apa lagi
berani berlaku kurang ajar. Apa yang
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
kulakukan terdorong dari rasa ingin tahu. Apa yang ada di sini di luar kemampuan
akalku untuk mencerna. Aku..."
Ratu Duyung goyangkan kepalanya. Empat orang gadis dengan cepat membawa Wiro
meninggalkan tempat itu. Setelah melalui jalan cukup jauh dan berlikuliku mereka
sampai di satu pedataran batu. Semua batu yang menumpuk di sini berwarna putih.
Di langit sang surya bersinar sangat terik seolah hanya beberapa jengkal saja di
atas kepala. Wiro merasa tubunya seperti dipanggang. Dia ditarik kebalik sebuah batu besar.
Ketika sampai di balik batu itu terkejutlah Wiro. tersandar pada batu besar itu
terpentang sosok tubuh gendut Dewa Ketawa. Dua larik sinar biru membentuk
tali mengikat tubuhnya ke batu besar itu hingga dia tidak mampu bergerak sedikit pun. Keringat
membasahi sekujur tubuhnya. Kulitnya kelihatan merah oleh teriknya sinar
matahari. "Walah...! Sobatku gendut! Kau sudah duluan rupanya!" ujar Wiro.
"Hemmmm...." Dewa Ketawa menyahut dengan gumaman. Sesaat kemudian dia mulai
tertawatawa. "Dasar manusia kurang waras. Dalam keadaan seperti ini masih bisa ketawa dia!"
kata Wiro dalam hati setengah merutuk.
Wiro sandarkan pada sebuah batu besar di samping Dewa Ketawa diikat.
Seorang gadis tudingkan ujung jarinya ke tubuh Pendekar 212. Ketika jari itu
digerakkan maka larikan sinar biru berubah menjadi tali berkilauan, mengikat
Wiro ke batu di belakangnya. Keadaan ini tidak beda
dengan si Dewa Ketawa. Bedanya dua tangannya
masih tetap terikat tali bersinar biru.
"Ratu, kami menunggu perintahmu selanjutnya!" Seorang gadis anak buah Ratu
Duyung berkata.
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
DUA BARUsaja salah sorang gadis berkata begitu sosok Ratu Duyung muncul dan tegak
sepuluh langkah di hadapan Wiro dan Dewa Ketawa. Dia memandang pada kedua orang


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu begantiganti lalu berkata.
"Menyesal aku telah menganggap kalian sebagai tamutamu terhormat.
Ternyata kalian sama tak dapat dipercaya!"
Wiro menatap wajah cantik Ratu Duyung sesaat lalu berpaling pada Dewa Ketawa dan
berbisik. "Sobatku Kerbau Bunting! Kau bilang dia menaruh hati padaku.
Kau lihat sendiri! Buktinya aku diikatnya seperti ini!"
Dewa Ketawa balas memandang Wiro lalu mukanya berubah. Sesaat kemudian dia
tertawa gelakgelak.
"Gendut gila! Bagaimana dalam keadaan seperti ini kau masih bisa tertawa"!"
damprat Wiro. "Sssst.... Jangan memaki bicara tak karuan. Umur mungkin tak bakal lama. Kita
tidak tahu hukuman apa yang bakal dijatuhkan orangorang
itu. Yang jelas kalau aku
mati pasti masuk sorga, kau jelas minggat ke neraka! Ha... ha... ha!"
"Enak saja kau bicara!" tukas Wiro lalu dia berpaling pada Ratu Duyung. "Ratu
kalau aku memang bersalah, aku minta maaf. Tapi sobatku si gendut ini mengapa
harus ikut menerima hukuman" Yang salah cuma aku sendirian. Harap kau suka
membebaskannya...."
Para gadis anak buah Ratu Duyung menatap pimpinan mereka
menunggu apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Sebaliknya Sang Ratu memandang pada
Pendekar 212. Dalam hati dia berkata. "Aku melihat jiwa kesatria dalam dirinya.
Tapi jika aku tidak menjatuhkan hukuman bagaimana wibawaku di mata para gadis
ini...." "Ratu, kami menunggu perintahmu!" seorang gadis berkata ketika dilihatnya Ratu
Duyung hanya tegak tak bergerak, menatap ke
arah Wiro. "Hukuman apa yang
harus kami jatuhkan terhadap dua orang ini"!"
Ratu Duyung mendehem beberapa
kali. Lalu berucap. "Orang bernama Dewa
Ketawa telah berbuat dosa, melakukan kesalahan. Kalau bukan karena mulutnya maka
kawannya ini tidak akan berbuat dosa kesalahan! Hukuman baginya adalah hukuman
cabut lidah selama tiga hari!"
Dewa Ketawa...!" Wiro keluarkan seruan saking terkejutnya mendengar apa yang
dikatakan Ratu Duyung. Dia berkata dengan suara keras pada Sang Ratu. "Ratu
Duyung! Sudah kubilang kawanku ini tidak bersalah. Aku yang jadi biang kerok! Bebaskan
dirinya biar aku yang menerima semua hukuman. Kau boleh membunuhku agar puas!
Seumur hidup belum pernah aku melihat perempuan sepertimu. Cantik selangit tapi
kejam selangit tembus!"
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Ucapan Pendekar 212 itu membuat wajah Ratu Duyung menjadi merah. Namun sikapnya
tetap tenang. Sebaliknya
di samping terdengar suara
Dewa Ketawa tertawa
gelakgelak. "Kerbau Bunting!" teriak Wiro. "Orang hendak mencabut lidahmu, kau malah tertawa
gelakgelak!" Kau benarbenar sudah gila!"
"Ah, hukuman cabut lidah itu Cuma tiga hari mengapa harus ditakutkan"!" jawab
Dewa Ketawa lalu kembali tertawa terbahakbahak.
"Lakukan hukuman!" Ratu Duyung memberi perintah.
Seorang gadis maju mendekati Dewa Ketawa yang seolah tidak peduli dan masih saja
terus tertawa. "Dewa Ketawa! Selamatkan dirimu! Lekas lari dari tempat ini!" Wiro kembali
berteriak. Kakek gendut itu berpaling padanya. "Kau sendiri apa sudah mencoba untuk
bebaskan diri"!" balik bertanya Dewa Ketawa.
Wiro jadi penasaran.
Dia kerahkan tenaga untuk melepaskan
diri. Sampai tubuhnya basah oleh keringat ternyata dia tidak mampu melepaskan diri dari
ikatan tali aneh yang mengeluarkan cahaya biru itu. Malah makin dipaksa tubuhnya
terasa menjadi lemah.
"He... he...! Bagaimana" Apa kau mampu?" Tanya Dewa Ketawa sambil tertawa dan
pencongkan hidungnya mengejek Wiro. "Sebelumnya aku sudah mencoba, tapi tak ada
gunanya. Mereka memiliki ilmu aneh. Aku yang tua tidak mampu apalagi kau yang
masih bau pesing! Ha...ha...ha!"
"Gendut sialan!" maki Wiro.
"Lakukan hukuman!" Tibatiba Ratu Duyung berseru, memberi perintah untuk kedua
kalinya. Dua orang gadis maju ke hadapan Dewa Ketawa.
"Dewa Ketawa, sebelum hukuman dijatuhkan, kau kami beri kesempatan untuk tertawa
sepuasmu!" kata Ratu Duyung pula.
Kakek gendut itu pandangi sang
Ratu sesaat. "Kau mau berbaik hati memberi
kesempatan. Aku berterima kasih untuk itu," kata Dewa Ketawa pula. Lalu dia mulai tertawa.
Mulutnya makin lebar dan suara tawanya semakin keras. Gadis di samping kanan
tibatiba jentikkan jarinya. Saat itu juga tubuh Dewa Ketawa menjadi kaku. Suara
tawanya lenyap dan mulutnya dalam keadaan terbuka lebar.
"Cabut lidahnya!" perintah Ratu Duyung.
Gadis di sebelah kiri kini yang maju. Tangannya bergerak
cepat ke arah mulut
Dewa Ketawa yang terbuka
lebar. Wiro merasa
ngeri untuk menyaksikan.
Dia membuang muka. "Kreeeeekk!"
Tenguk Pendekar 212 merinding dingin mendengar
suara itu. "Pasti lidahnya
sudah dicabut....! Manusiamanusia ganas!" Perlahanlahan
Wiro palingkan kepalanya.
Dilihatnya Dewa Ketawa masih dalam keadaan kaku ternganga. Mulutnya penuh darah.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Wiro memperhatikan. Ternyata dalam mulut kakek gendut itu tak ada lagi lidah!
Sewaktu Wiro berpaling ke kanan dia melihat seorang
gadis anak buah Ratu Duyung
tengah meletakkan sebuah benda merah panjang bergerakgerak di atas baki kecil
terbuat dari kerang. Lidah Dewa Ketawa! Wiro merasa kepalanya pening dan seperti
mau muntah. "Sekarang giliran pemuda
berkulit hitam!" Tibatiba terdengar
suara Ratu Duyung. Murid Sinto Gendeng tersentak.
"Ratu...!" serunya.
"Kesalahan ada pada kedua matanya yang berani mengintip orang mandi.
Butakan dua mata itu selama tiga hari!"
"Ratu! Apa yang hendak kau lakukan"! Aku mohon!"
Teriakan Wiro itu tak ada gunanya. Saat itu seorang gadis anak buah Ratu Duyung
yang bertubuh jangkung mendatanginya
lalu menjentikkan tangannya. Serta
merta sekujur tubuh Wiro menjadi kaku. Mulutnya pun tak mampu bersuara lagi!
Gadis yang barusan menotok Wiro secara aneh maju
lebih dekat. Dua tangannya bergerak
cepat sekali ke arah matanya kiri kanan. Wiro merasa sepasang matanya dingin
sekali. Tapi hanya sesaat.
Di lain kejap rasa dingin itu berubah
dengan sengatan panas yang
sakitnya bukan main. Wiro hendak berteriak namun mulutnya terkancing gagu! Pada
saat itu juga dia tidak melihat apaapa lagi selain gelap mengelam dan
menggidikkan. "Ya Tuhan! Apa yang dilakukan mereka padaku"! Aku tak bisa melihat! Mereka
mencungkil kedua mataku! Aku benarbenar buta!"
Darah mengucur dari kedua mata Pendekar 212 yang kini hanya merupakan rongga
dalam dan besar mengerikan. Darah mengucur membasahi pipi. Dewa Ketawa yang
menyaksikan kejadian itu cuma mampu kerenyitkan mata, tak bisa bergerak tak bisa
keluarkan suara. Kalau saja dia tidak dalam keadaan tertotok, setelah
menyaksikan kengerian itu sudah pasti dia akan tertawa gelakgelak. Ketika
berpaling ke samping dilihatnya gadis jangkung tadi tengah meletakkan dua buah
benda bulat putih hitam di atas sebuah baki kecil dari kerang laut.
"Gila! Apa betul dua benda itu sepasang mata anak setan itu...?" pikir Dewa
Ketawa. Perutnya terasa mual. Tenggorokkannya seperti mau muntah. Tengkuk orang
tua gendut ini jadi merinding. "Benarbenar gila! Seumur hidup rasarasanya baru
sekali ini aku merinding ngeri!" Lebihlebih ketika dia coba melirik
memperhatikan ke samping, melihat bagaimana keadaan muka Pendekar 212 sekarang!
Muka pemuda ini kini terpentang tanpa sepasang mata!
"Dunia aneh...Bagaimana mereka bisa melakukan keganasan ini"! Tapi...eh, apakah aku
merasa sakit sewaktu lidahku dicabut" Memang aku melihat ada darah mengucur dari
mulut. Tapi mengapa aku taidak merasa sakit sama sekali" Kuharap Sobatku Muda
itu juga tidak merasa sakit
walau kedua matanya dicungkil begitu rupa!
Hukuman gila macam apa ini! Aku kepingin tertawa, tapi mengapa tidak bisa"
Celaka! Kalau aku nanti tak mampu tertawa lagi selamalamanya akan kuobrakabrik tempat
ini! Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Akan kuhajar mereka semua! Tapi apakah aku tega melakukan itu terhadap para
gadis yang cantikcantik itu" Ratu Duyung kau membuat aku betulbetul sengsara.
Hidup tanpa tawa.... Rasanya lebih baik mati saja!"
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
TIGA Malam terasa lebih dingin dari malammalam sebelumnya. Ini adalah malam ketiga
atau malam terakhir Pendekar
212 Wiro Sableng dan kakek gendut
berjuluk Dewa Ketawa
menjalani hukuman, diikat secara aneh ke batu putih besar. Wiro dalam keadaan
tanpa mata dan dilanda sakit terus menerus. Dewa Ketawa masih untung. Walau
lidahnya dicabut namun tidak mengalami rasa sakit sedikitpun. Malah saat itu dia
tengah tertidur nyenyak. Dari tenggorokkannya
terdengar suara mengorok aneh padahal dia dalam
keadaan tertotok hingga tak mampu bergerak
dan seharusnya juga tak mampu bersuara. Sepasang telinga murid
Sinto Gendeng dari Gunung Gede tibatiba
mendengar sesuatu. Bersamaan dengan itu dia merasakan adanya tekanantekanan halus yang
menggetarkan batu yang dipijaknya.
"Dewa Ketawa, bangunlah!"
ujar Wiro. Tapi suaranya tidak keluar. Pemuda ini
lupa kalau dirinya berada dalam keadaan tertotok
hingga tak mampu bersuara.
Ketika dia tidak mampu mendengar suaranya sendiri
baru dia sadar. Dalam hati
dia berkata. "Ada seseorang mendekati tempat ini. Pasti Ratu Duyung...Hemmm... Mau apa dia
kemari" Menambah
siksaan lagi"! Sialan!
Kalau saja mereka
tidak mencungkil mataku
pasti aku dapat melihat tampang makhluk cantik tapi kejam itu! Kalau saja
mulutku bisa berucap pasti sudah kusemprot dia saat ini!"
Langkahlangkah orang yang mendatangi lenyap.
Namun Wiro dapat
menduga kalau orang itu berhenti dan tegak sekitar beberapa langkah di hadapannya. Dia
dapat mendengar hembusan napas orang ini dan hidungnya mencium bau tubuhnya yang
harum. "Saudara..." satu suara perempuan menegur.
"Hemmm... bukan Ratu Duyung," membatin Pendekar 212.
Lalu ada jarijari tangan mengelus pangkal lehernya. Serta merta jalan suara Wiro
terbuka dan dia
mampu berbicara namun
yang keluar saat itu adalah suara mengeluh
setengah mengerang.
"Kau pasti tersiksa dalam hukumanmu..." perempuan di hadapan Wiro kembali berkata.
"Namanya saja dihukum. Siang dipanggang sinar matahari,
malam diguyur embun dan udara
dingin! Dan kedua mataku
yang dicungkil sakitnya
bukan kepalang.
Uh...! Katakan siapa kau adanya"! Kau bukan Ratu Duyung. Apa kau disuruh perempuan
itu datang tanpa setahunya..."
"Uh..." Wiro mengeluh
lagi. "Lalu apa maksud kedatanganmu
diamdiam kemari?" "Kami...Maksudku anak buah sang Ratu yang melakukan
hukuman telah kesalahan tangan. Sebelum dia menjatuhkan
hukuman, dia lupa mematikan indera
perasaan luarmu hingga selama ini kau pasti sangat tersiksa...."
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Kau ini bicara gila atau bagaimana" Setelah dua hari dua malam dipentang di
sini kau datang dan bicara segala hal yang membuat aku jengkel! Dengar baikbaik...
Kalau aku nanti dilepas aku akan membalas semua ini! Bilang sama Ratumu dan
pergi dari sini!"


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan salah sangka. Aku datang untuk menolongmu..."
Wiro menyeringai. "Kau mampu membebaskanku"!"
"Tidak...."
"Kalau begitu lekas minggat dari hadapanku!" bentak Pendekar 212.
"Dengar dulu. Sebenarnya aku memang bisa membebaskanmu. Tapi aku tak akan
melakukan ketololan itu!"
"Mengapa tidak mau" Ketololan apa maksudmu"!"
"Kami di sini hidup di bawah perintah Ratu Duyung dan kami semua harus patuh.
Jika sampai salah dan dijatuhi hukuman, nasib kami akan celaka seumur hidup. Tak
ada jalan kembali...."
"Tak ada jalan kembali" Apa maksudmu?" bertanya murid Sinto Gendeng.
"Aku tak bisa memberi penjelasan. Kuharap saja kelak kau bisa tahu sendiri.
Sekalipun aku mendorong membebaskan dirimu..."
"Dan mengembalikan dua mataku!" ujar Wiro pula.
"Ya.... Ya... membebaskan dan mengembalikan dua matamu...."
"Tunggu dulu... Jika dua mataku dikembalikan apa penglihatanku
bisa wajar seperti semula" Kau tahu bola mata itu punya ribuan urat kecilkecil. Apa bisa
bertaut lagi ke asalnya?"
"Jika dua matamu dipasang kembali penglihatanmu akan wajar seperti semula.
Malah..." Anak buah Ratu Duyung hentikan ucaapannya.
"Malah apa....?"
"Maafkan aku. Aku tak bisa memberi keterangan lebih jauh.... Seperti kataku tadi
sekalipun kau bebaskan dan dua matamu kupasang lagi kau tak mungkin lolos dari
tempat ini. Jangankan manusia biasa, setan atau jin pun tidak bisa keluar dari
tempat ini jika tidak dikehendaki oleh Ratu Duyung...."
"Tobat, tempat celaka macam apa ini!" kata Wiro mengumpat dan memaki.
"Dengar, aku hanya bisa menolong melenyapkan rasa sakit yang kau rasakan saat
ini..." "Percuma....! Setelah dua hari dua malam aku dipentang tersiksa seperti ini kau
baru datang! Aku yakin kau hanya hendak menyiasati diriku...."
"Kau salah sangka...." Kata anak buah Ratu Duyung lalu ujung jari tangan kirinya
ditusukkan ke dada Wiro. Saat itu juga segala rasa sakit yang diderita Pendekar
212 serta merta lenyap.
"Hmmm...."Murid Sinto Gendeng bergumam."Ternyata kau tidak dusta....Aku menghaturkan
terima kasih."
"Sekarang aklu harus pergi. Sebelum pergi aku terpaksa menutup jalan suaramu
kembali..."
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Tunggu!" ujar Wiro. "Dua mataku itu, kau tahu dimana disimpannya?"
"Sang Ratu sendiri yang menyimpan. Kurasa di kamar tidurnya...."
"Sudah....Aku pergi sekarang....."
"Sebentar, katakan siapa namamu...."
"Di tempat ini tidak satu pun dari kami mempunyai nama...."
"Benarbenar edan! Masakan orang tidak punya nama...."!"
"Aku tidak bisa menerangkan . Aku harus pergi...."
"Wiro berpikir, mengingatingat. "Aku tahu.... Kau pasti gadis jangkung yang
menotok dan mencungkil kedua mataku...."
Si gadis tercekat.
"Gadis jangkung, aku ingin tahu mengapa kau mau menolongku?"
bertanya Wiro. "Mengapa kau mau bersusahsusah menolongku?"
"Sebenarnya aku akan menolong sejak
hari pertama kau dibawa dan diikat di
tempat ini. Tapi penjagaan ketat sekali. Temanmu si gemuk itu lebih beruntung
karena perasaannya dihilangkan lebih dulu hingga walau lidahnya dicopot dia
tidak merasa apa
apa..." "Kau belum menjawab mengapa kau menolongku!" kata Wiro kembali.
"Tak bosa kuterangkan. Aku mendengar ada yang datang...."
Lalu cepat sekali
gadis di hadapan Wiro pergunakan telunjuk tangan kanannya menggurat leher pemuda
itu. Saat itu juga Pendekar 212 tak bisa bicara lagi.
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
SIANG hari ketiga. Matahari bersinar
terik. Panasnya bukan
kepalang seolah berada tepat di atas kepala. Baik Dewa Ketawa maupun
Wiro saat itu tibatiba
mendengar langkahlangkah kaki mendatangi.
Lebih dari satu orang. Lalu terdengar
suara seseorang yang dikenalinya bukan lain suara Ratu Duyung.
"Hukuman telah berakhir. Kembalikan lidah tamu bernama Dewa Ketawa itu ke dalam
mulutnya!"
Sepi sesaat. Lalu Wiro mendengar langkahlangkah kaki mendekati sosok Dewa Ketawa
yang terpentang dalam keadaan terikat di batu putih. Sepasang mata kakek sakti
ini perhatikan gadis jangkung melangkah ke
hadapannya. Di sebelahnya ada gadis lain
yang melangkah sambil membawa baki dari kerang. Di atas baki kelihatan sebuah
benda merah berdarah bergerakgerak.
"Gila! Itu lidahku sendiri!" Dia merasa ngeri melihat lidahnya sendiri yang
lenyap selama tiga hari.
Gadis jangkung ambil benda di atas baki kerang. Tangannya bergerak cepat.
"Cleeppp!"
Wiro sempat mendengar
suara itu. Sunyi sesaat . Dewa Ketawa berusaha
menggerakkan mulutnya tapi tak mampu karena masih dalam keadaan tertotok.
"Lidah sudah dipasang kembali Ratu. Kami menunggu perintah lebih lanjut!"
anak buah sang Ratu yang bertubuh jangkung memberi tahu.
"Lepaskan ikatan tali sakti biru!" Ratu Duyung menjawab.
Gadis jangkung acungkan jari telunjuk tangan kanannya. Ujung jari membersitkan sinar biru. Ketika
ujung jari itu diarahkan pada tali yang melibat tubuh
Dewa Ketawa, terdengar suara letupan berkepanjangan.
Tali itu serta merta lenyap
tanpa bekas. Dewa Ketawa merasa lega namun dia masih tak mampu bersuara dan
bergerak. "Lepaskan totokannya.
Buka jalan darah dan pengunci uratnya!" Terdengar
kembali suara Ratu Duyung.
Anak buah Sang Ratu yang bertubuh jangkung usapkan tangan kanannya di atas leher
Dewa Ketawa lalu menekan bagian dada orang tua itu dengan ujung jarinya.
"Eh...eh...eh!" terdengar suara Dewa Ketawa. Dia gerakkan kedua tangannya.
Mulutnya dubuka lebarlebar. Lalu terdengar suara tawanya menggelegar.
"Tiga hari
tiga malam tak bisa
ketawa! Sekarang aku mau tertawa sepuaspuasnya!" katanya
sambil pukulpukulkan tangan kanannya ke dada!
Semua orang yang ada di tempat itu, termasuk Ratu Duyung yang berkepandaian
paling tinggi diantara mereka getaran hebat pada gendang telinga masingmasing.
Mereka terpaksa tutup jalan pendengaran dengan telapak tangan. Malang bagi
Penekar 212 karena dia masih dalam keadaan terikat dan tertotok tak bisa
pergunakan dua tangan untuk menekap telinga. Dua lobang telinganya seperti
ditusuk paku! Kepalanya seperti meledakledak.
"Kalau setan alas Kerbau Bunting ini tidak hentikan tawanya, telingaku bisa
pecah!" ujar Wiro dalam hati.
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Mendadak Dewa Ketawa memang hentikan tawanya. Sambil menatap kearah Ratu Duyung
dalam hati dia berkata. "Aneh, mengapa suara tertawaku jadi begitu dahsyat"
Seolaholah ada satu kekuatan hebat dalam tubuhku. Bukan... bukan di tubuhku, tapi
di mulutku! Tepatnya di lidahku! Hemmm.... Apa sebenarnya yang telah dilakukan
perempuan cantik ini padaku" Ada satu keanehan, satu rahasia dibalik hukuman
yang dijatuhkannya padaku. Janganjangan...
Setelah menatap sejurus lagi pada Ratu Duyung Dewa Ketawa lalu berkata. "Ratu...
Aku yang tua ingin bertanya...."
Ratu Duyung angkat tangan kanannya dan memotong ucapan Dewa Ketawa.
"Hukumanmu sudah diakhiri. Kau kini bebas pergi. Sebenarnya sesuai undangan
masih ada dua hari
waktu tersisa bagimu di tempat kami. Namun dengan berat hati aku
terpaksa memintamu
untuk pergi sekarang juga... Di lain waktu mungkin kami akan
melayangkan undangan lagi untukmu berkunjung ke sini...."
Ratu Duyung berpaling pada empat orang anak buah yang ada di dekatnya lalu
berkata. "Antarkan tamu kita ke Pintu Gerbang Perbatasan...."
Dewa Ketawa hendak
mengatakan sesuatu namun sadar kalau tak ada
kemungkinan lagi baginya untuk membuka mulut, apalagi membantah
putusan sang Ratu maka diapun menjura lalu berkata. "Ratu Duyung, aku mengucapkan terima
kasih atas segala kebaikanmu..." habis berkata begitu Dewa Ketawa berpaling pada
Wiro. "anak ini... kalau aku pergi nasib apa yang bakal menimpanya. Mudahmudahan saja
dia mendapatkan sesuatu yang tidak lebih buruk dari aku..." Sekali lagi Dewa
Ketawa menjura pada Ratu Duyung lalu dia melangkah mengikuti empat orang anak
buah Ratu Duyung yang mengapitnya meninggalkan tempat itu.
"Heran tua Bangka gendut itu!" Pendekar 212 berkata dalam hati. "Sudah dijatuhi
hukuman malah masih mau bilang terima kasih. Dasar gendut geblek!"
"Ratu, kami siap menjalankan perintah selanjutnya!" Gadis jangkung anak buah
Ratu Duyung memberi tahu sesaat kemudian.
Sang Ratu mengangguk. Seorang anak buahnya yang lain muncul sambil membawa
sebuah baki kerang. Di atas baki itu terletak dua buah benda yang bukan lain
adalah sepasang mata Pendekar 212.
"Kembalikan kedua matanya!" ujar sang Ratu.
Gadis bertubuh jangkung melangkah ke hadapan Wiro. Gadis yang membawa baki
kerang juga ikut mendekat. Saat itu Wiro mencium
bau harum memasuki jalan
pernapasannya. "Hemmm....pasti dia ini gadis yang kemarin mendatangiku...." Selagi
Wiro berpikir seperti itu tibatiba dia mendengar suara "Cleppp! Clepp!"
Bersamaan dengan itu dia merasa ada dua benda berhawa sejuk masuk ke dalam
rongga matanya kiri kanan. Di saat yang sama kegelapan selama tiga hari tiga
malam menyungkup pemandangannya kini lenyap.
"Astaga! Aku bisa melihat lagi!" Wiro berteriak dalam hati. Yang pertama sekali
dilihatnya adalah satu wajah cantik berada dekat di depannya. Wajah gadis
jangkung anak buah Ratu Duyung. "Ah, si penolongku ternyata berwajah paling
cantik diantara Bastian Tito
Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
semua gadis di tempat ini..." ujar Wiro. Walau tidak mengerti bagaimana semua ini
bisa terjadi, namun disamping bersyukur sifat usilnya kembali muncul. Wiro
kedipkan mata kirinya pada gadis jangkung di hadapannya, membuat gadis ini
menjadi merah wajahnya dan cepatcepat melangkah
mundur. Tapi langkahnya tertahan
ketika sang Ratu
memberi perintah.
"Lepaskan ikatan. Bebaskan dirinya dari totokan!"
Gadis jangkung kembali maju mendekati
Wiro. Tangan kanannya diangkat.
Telunjuk diacungkan. Begitu ujung jarinya mengeluarkan sinar
biru segera dia arahkan
ujung jari itu pada tali biru sakti yang mengikat sekujur tubuh Wiro ke batu
putih. Seperti waktu tadi membebaskan Dewa Ketawa
tali sakti itu keluarkan suara letupan
berkepanjangan dan baru berhenti setelah seluruh tali gaib secara aneh.
Dengan ujung jari yang sama gadis jangkung itu kemudian mengusap leher Wiro dan
menotok dadanya. Serta merta jalan suara yang membuat sang pendekar menjadi gagu
musnah. Begitu dia bisa kedipkan mata kirinya pada si gadis jangkung seraya
berkata. "Terima kasih..."
Wiro usap kedua matanya dan memandang berkeliling. Pemandanganku benar
benar pulih seperti semula. Malah... eh... Apa benar ini" Dua mataku malah lebih
tajam dari sebelumnya. Aku seperti mampu melihat.... Pendekar 212 berpaling pada
Ratu Duyung dan menatap perempuan cantik jelita ini lekatlekat.
"Ratu, kami menunggu perintahmu selanjutnya. Apakah tamu yang satu ini akan kami
antar juga ke Pintu Gerbang Perbatasan?"
"Dia tidak akan meninggalkan tempat ini!" jawab sang Ratu yang membuat Pendekar
212 jadi terkejut.
"Ratu, menurutmu hukumanku telah berakhir. Kau telah membebaskan kawanku si
gendut Dewa Ketawa itu. Mengapa kau masih menahan diriku di sini...?" Tanya Murid
Sinto Gendeng. Ratu Duyung tidak menjawab. Menolehpun tidak pada Wiro. Sebaliknya sambil
memutar tubuh meniggalkan tempat itu dia berkata pada anak buahnya. "Antarkan
tamu ini ke Ruang Penantian!"
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
EMPAT Yang disebut Ruang Penantian ternyata sebuah ruangan kecil berbentuk segitiga.
Dua dinding terbuat
dari batu berwarna
merah sedang bagian depan


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbuka merupakan jalan masuk. Empat orang anak buah Ratu Duyung memberi isyarat agar
Wiro duduk di sebuah batu rata pada sudut segi tiga sebelah dalam. Setelah Wiro
duduk di atas batu itu salah seorang anak buah Ratu Duyung berkata.
"Tetap di tempatmu sampai Ratu kami datang. Jangan cobacoba meninggalkan ruangan
ini walau satu langkahpun!"
Pendekar 212 garukgaruk kepala. "Rupanya aku masih sebagai tawanan di tempat
ini..." katanya.
Gadis yang tadi berkata menjawab. "Hanya Ratu yang layak memberi tahu peri
keadaan dirimu di tempat ini1"
Wiro melirik pada belahan baju hitam di bagian dada si gadis yang begitu lebar
hingga buah dadanya tersembul
menantang. "Kalau kau bersedia menemaniku
di ruangan ini sampai seribu haripun aku bisa betah berada di sini..."
"Plakkk!"
Satu tamparan mendarat di pipi Wiro. Tidak terasa tapi cukup membuat Murid
Sinto Gendeng ini jadi tersentak. Ketika dia bangkit berdiri hendak memegang
tangan si gadis yang menampar,
sambil mundur dua langkah gadis itu acungkan jari telunjuk
tangan kanannya kearah
Wiro. Melihat ujung jari yang memancarkan cahaya
biru itu Pendekar 212 menjadi bimbang dan perlahanlahan dia duduk kembali ke atas batu
rata di sudut ruangan.
Gadis yang barusan menampar putar tubuhnya. Tiga temannya mengikuti. Wiro hanya
bisa usapusap pipi. Namun mendadak dia terlonjak karena dari atas bagian yang
terbuka dari mana dia digiring masuk tibatiba tujuh buah tiang besi sebesar
betis menderu turun. Tujuh tiang ini berwarna merah membara dan memancarkan hawa
panas! Sadarlah kini Wiro kalau dia memang masih tetap menjadi tawanan!
"Kurang ajar!" maki murid Sinto Gendeng. Dia melangkah ke arah tujuh besi tapi
terpaksa mundur oleh hawa panas tang membersit. "Aku punya dugaan diriku akan
diperlakukan semenamena. Sebaiknya aku mencari jalan lolos!" Maka murid Sinto
Gendeng segera siapkan satu pukulan sakti. Setelah mengerahkan
tenaga dalam dia
hantamkan tangan kanannya ke arah deretan besibesi panas membara.
"Wutttt!"
Pukulan "segulung ombak menerpa karang" menghantam
empat jeruji besi
dengan telak. Empat tiang besi itu memancarkan sinar merah menyilaukan dan panas
luar biasa hingga Wiro melompat mundur ke sudut ruangan. Ketika dia memandang ke
depan ternyata empat tiang besi itu jangankan ambrol, cacat sedikit pun tidak!
Penasaran Pendekar 212 segera siapkan pukulan "sinar matahari"
Tangan kanannya serta merta
berubah menjadi
putih laksana perak
berkilauan. Pada saat
dia Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
hendak menghantam ke depan tibatiba sesosok tubuh muncul diseberang tiangtiang
besi itu. Satu suara menggema di Ruang Penantian.
"Mengapa menghabiskan tenaga" Tidak ada satu pukulan saktipun yang sanggup
menembus pagar besi panas itu!"
Wiro turunkan tangannya. Memandang ke depan dilihatnya Ratu Duyung tegak seorang
diri di seberang ruangan.
"Ratu, apa maksudmu menahan diriku di sini"!" tanya Wiro.
Sang Ratu tidak segera menjawab tapi melangkah mendekati tiangtiang besi.
Lalu enak saja kedua tangannya memegang dua tiang yang panas dan merah membara
itu. Padahal jangankan tangan manusia, sepotong besipun jika ditempelkan ke
tiang yang membara itu pasti akan leleh! Sebaliknya sang Ratu tenangtenang saja
seolah memegang tiang besi yang dingin!
"Aku tidak menahanmu. Aku hanya ingin kepastian!" Rati Duyung menjawab.
Wiro megerenyit tak mengerti. "Kepastian apa?"
"Bahwa kau dan kawanmu Dewa Ketawa itu tidak menipuku!"
"Eh, memangnya aku sudah berbuat apa" Aku memang mengaku salah telah mengintip
anakanak gadismu mandi di telaga. Tapi aku sudah menerima hukuman!
Sekarang sepertinya kau sengaja mencaricari kesalahan lain...Apa sebenarnya yang
ada dalam pikiranmu Ratu" Mengapa
kau tidak membebaskan
diriku seperti kau membebaskan Dewa Ketawa?"
Ratu Duyung menjawab. "Pada saatnya kaupun akan kubebaskan. Tapi aku perlu
membuktikan satu hal bahwa kau benarbenar Pendekar 212 dan bahwa kulitmu yang
hitam itu benarbenar akibat sejenis obat..."
"Astaga! Bukankah Dewa Ketawa sudah
meyakinimu bahwa aku adalah Pendekar 212 dan kau telah mempercayainya...."
"Betul, tapi dalam hidup keyakinan itu bisa berubah.
Karenanya aku perlu
membuktikan. Kau berkata bahwa kulitmu yang hitam akibat obat yang kau telan.
Diberikan oleh seseorang
untuk menyelamatkan
nyawamu. Kau juga menerangkan
warna kulitmu yang hitam itu bisa hilang
bila tersentuh sinar bulan purnama. Nah itu
yang harus kita buktikan. Jika ternyata kelak sentuhan sinar rembulan tidak
merubah kulitmu, berarti kau telah menipuku. Kau bukan Pendekar 212 Wiro Sableng!"
Sesaat Wiro jadi terdiam. "Apa yang aku lakukan padamu adalah sesuai dengan yang
diucapkan penolongku. Kalau dia berdusta apakah aku bisa disalahkan?"
"Mungkin si penolong yang berdusta, mungkin juga kau!" Kita akan buktikan.
Dua malam lagi bulan purnama empat belas akan muncul. Itu saatnya kau akan
membuktikan siapa dirimu..."
"Dua malam lagi....?" Mengulang Wiro. "Menurut perhitunganku bulan purnama baru
muncul di langit sekitar dua belas hari lagi!"
Ratu Duyung tertawa. "Di tempat ini
waktu berputar sepuluh
hari lebih cepat
dari duniamu sana. Kau tenangtenang saja menunggu di ruangan ini. Jika memang
kau Bastian Tito
Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Pendekar 212 sejati dan apa yang dikatakan penolongmu benar, mengapa harus
takut...?"
"Siapa bilang aku takut"!" tukas Wiro yang tidak dapat lagi menahan jengkelnya.
Ratu Duyung membalikkan tubuhnya.
Waktu membalik belahan bajunya di
bagian pinggul tersingkap lebar. Jantung Wiro jadi berdegup keras malihat paha,
pinggul dan bahkan bagian pinggul sebelah atas sang Ratu. Sesaat kemarahannya
menjadi kendur. Tanpa banyak bicara dia duduk di atas batu datar.
"Kau tentu lapar. Aku akan suruh anak buahku mengantarkan
buahbuahan,"
kata Ratu Duyung pula sebelum berlalu dari tempat itu. Murid Sinto Gendeng tak
menjawab. Matanya masih memandangi sosok tubuh bagian bawah sang Ratu sampai
akhirnya perempuan cantik itu lenyap di balik kelokan lorong batu.
Berada sendirian karena tak tahu apa yang harus dilakukannya Wiro duduk
bersandar ke dinding batu merah. Dia ingat pada gurunya Eyang Sinto Gendeng.
Lalu pada si Raja Penidur dan Kakek Segala Tahu. Dia seperti menyesali karena
menganggap garagara tiga orang sakti itulah dia sampai tersesat dan kini
mendekam di ruangan ini.
Dia ingat pula pada
kitab Putih Wasiat Dewa yang
sampai saat ini masih belum jelas
dimana beradanya. Lalu muncul tampang buruk orang bercaping dan berpenyakit
cacar dengan perahu putihnya itu. Wiro menarik napas panjang. Tibatiba dia ingat
pada Bidadari Angin Timur. Sejak peristiwa mereka mencebur
masuk ke dalam telaga
beberapa waktu lalu dia merasa ingin selalu dekat dengan gadis itu. "Di mana dia
sekarang..." Ah, waktu di atas perahu putih...Kalau saja dia melihatku...Lalu bila aku
bisa selamat keluar dari sini kurasa lebih baik mencari gadis itu lebih dulu
dari pada mencari Kitab Putih Wasiat Dewa. Aku merindukannya!
Gila! Apa ini yang dinamakan jatuh
cinta"!" Murid Sinto Gendeng garukgaruk kepala. Ketika ingatannya sampai pada
senjata mustikanya, Wiro jadi menarik
napas dalam lagi. "Tiga Bayangan Setan, Elang
Setan.... Dua bangsat itu akan kupecahkan kepala mereka!"
Wiro bangkit berdiri lalu melangkah
mundarmandir di ruangan yang tak
seberapa besar itu. Tibatiba dia mendengar langkahlangkah kaki di ujung lorong.
Tak Lama kemudian muncul
seorang gadis berpakaian hitam.
Di tangannya dia
membawa sebuah baki berisi beberapa
macam buahbuahan. Pada pinggangnya
tergantung sebuah kendi kecil. Sesaat kemudian gadis ini sampai di depan tujuh tiang besi
merah panas. Dia menatap Wiro sebentar lalu baki dimiringkannya. Aneh!" Walau
baki dimiringkan, buahbuahan yang ada di atasnya sama sekali tidak berjatuhan!
Lewat celah kecil antara dua buah tiang besi si gadis meloloskan baki berikut
buahbuahan itu.
Baik baju hitam maupun tangannya sama sekali tidak cedera ketika bersentuhan
dengan dua tiang besi.
"Lekas ambil..." kata si gadis pada Wiro.
"Aku tidak lapar.!" Jawab Pendekar 212.
"Jangan tolol!" si gadis membentak
halus. Karena Wiro tak mau mengulurkan
tangan untuk mengambil baki berisi buahbuahan itu si gadis lalu melemparkan baki
ke Bastian Tito
Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
dalam ruangan. Baki jatuh tepat di atas batu datar, tidak bersuara dan tak
satupun buahbuahan di atasnya menggelinding jatuh!
"Ini...!" si gadis ulurkan kendi kecil.
"Apa isi kendi itu?" tanya Wiro.
"Air!" jawab si gadis. "Itu diberikan atas perintah Ratu. Dan aku menambahkan
sejenis bubuk ke dalamnya agar kau mampu bertahan selama dua hari..."
"Hemmm.... Kau bermaksud baik padaku. Aku mengucapkan terima kasih," kata Wiro
seraya ulurkan tangan kirinya untuk menerima
kendi kecil itu. Begitu Wiro
memegang kendi, si gadis cepat ulurkan
jarijarinya memegang lengan Pendekar 212
dan berbisik. "Dengar, aku bisa menolongmu keluar dari tempat ini. Kau bisa bebas kembali ke
duniamu. Tapi dengan satu perjanjian..."
Wiro pandangi wajah si gadis. Dia memang cantik namun dibandingkan dengan gadis
jangkung serta sang Ratu kecantikannya belum bisa menyamai.
"Perjanjian apa?" tanya Pendekar 212.
"Kau harus ganti menolongku."
Wiro garukgaruk kepalanya."
Setahuku tak seorangpun
di tempat ini bisa membebaskan diriku. Ratumu sangat sakti dan para pengawaknya, temantemanmu itu
menjaga setiap sudut dengan ketat."
Gadis itu tersenyum. "Mereka semua memang tidak bisa berbuat apaapa karena
mereka tidak tahu apa yang aku tahu."
Eh, apa yang kau ketahui!"
"Aku tahu rahasia membuka
tujuh tiang besi panas itu. Aku juga tahu rahasia
yang mereka tidak tahu..."
Wiro tersenyum.
"Kau gadis baik. Tapi pertolonganmu
mungkin akan siasia
belaka. Kau bisa celaka kalau sang Ratu mengetahui pengkhianatanmu..."
"Aku tidak berkhianat pada siapapun, juga terhadap sang Ratu. Aku hanya ingin
membebaskan diri keluar dari tempat ini. Dan cuma kau yang bisa menolongku!"
"Aku tak mampu menolong diriku
sendiri. Bagaimana
aku bisa menolongmu?"
tanya Wiro. "Kau pasti bisa. Dengar, aku akan segera membuka tujuh tiang besi panas ini.
Setelah itu kau akan menyebadaniku di situ..."
"A... Apa"!" tanya Wiro dengan bola mata membesar lalu melirik ke belahan dada si
gadis dengan jantung berdebar. "Mengapa aku harus menyebadanimu"!"
"Itu satusatunya jalan. Dengar, kita tidak punya waktu banyak. Nanti akan
kuterangkan..."
Wiro gelenggelengkan kepala. Dalam hati dia berkata. "Waktu aku ketahuan
mengintip mereka mandi, mataku dicopot tiga hari. Kalau aku tertangkap basah
menyebadani gadis satu ini pasti anuku akan ditanggalkan. Bukan cuma tiga hari!
Bisa bisa selamalamanya! Celaka diriku!"
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
Selagi Wiro berpikir begitu tibatiba dia mendengar suara berdesir. Astaga! Wiro
melihat tujuh jalur tiang besi panas membara perlahanlahan naik ke atas! Makin
lama makin tinggi. Pada saat ketinggian mencapai
sepinggul tibatiba satu bayangan
berkelebat menyusul bentakan keras.
"Tidak kusangka! Ada pengkhianat di tempat ini!"
Gadis di depan Wiro menjadi pucat pasi. Keluarkan suara tertahan lalu jatuhkan
diri ketakutan setengah mati!
* * * Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng


Wiro Sableng 085 Wasiat Sang Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wasiat Sang Ratu
LIMA Ratu Duyung tegak dengan tangan kiri diletakkan di pinggang. Dia lambaikan
tangan kanannya. Tujuh tiang besi yang tida naik ke atas perlahanlahan kembali
turun menutup ruangan segi tiga itu.
"Berdiri!" bentak sang Ratu.
Gadis baju hitam yang mendekam di lantai perlahanlahan berdiri. Tubuhnya
bergetar hebat dan wajahnya seputih kain kafan.
"Kau tahu kesalahanmu"!" bentak sang Ratu.
"Sa...Saya tahu Ratu...."
"Katakan!"
"Saya .... Saya berkhianat. Saya hendak membebaskan
pemuda ini. Saya tahu
saya salah..."
"Itu kesalahan pertama dan bisa kuanggap kecil. Tapi lekas katakan kesalahanmu
yang kedua yang sangat besar dan tak ada ampunannya!"
"Saya..... saya hendak
membuka satu rahasia pada pemuda ini. Saya mengajaknya......"
"Cukup!" bentak sang Ratu. "Kau tahu apa hukuman yang bakal kau terima"!"
Si gadis mengangguk dan jatuhkan diri ke lantai. Kelihatannya dia pasrah
menerima hukuman karena tak mungkin mengelak tak mungkin minta ampun.
Ratu Duyung angkat tangan kanannya. Jari telunjuk tibatiba mengeluarkan cahaya
biru angker. Perlahanlahan jari itu ditudingkan, turun ke arah sosok tubuh anak
buahnya yang berlutut di lantai.
Ujung jari bergerak tiga kali berturutturut. "Wuttt! Wuttt! Wuttt!"
Cahaya biru berkiblat. Gadis di lantai keluarkan pekikan panjang. Lalu terputus!
Ketika Wiro menatap ke depan, dinginlah tengkuk murid Sinto Gendeng ini!
Diantara kepulan asap yang menebar bau sangit seperti daging dipanggang Wiro
melihat sisa tubuh si gadis kini hanya tinggal jerangkong alias tulang belulang
berwarna biru! "Ilmu kesaktian apa yang barusan dilancarkan perempuan ini hingga dalam
sekejapan bukan saja membunuh anak buahnya tapi juga merubahnya menjadi
jerangkong!" Murid Sinto Gendeng membatin. Lalu pandangannya dialihkan pada
wajah Ratu Duyung yang tampak dingin, tenang seolah tak ada terjadi apaapa di
tempat itu. Dia membunuh gadis cantik anak buahnya seperti membalikan telapak tangan saja!
Saat dia memandangi Ratu Duyung seperti itu, sang Ratu tibatiba palingkan
mukanya ke arahnya. Pandangan mereka saling beradu. Untuk beberapa lamanya tak
ada yang mau menghindar ataupun berkesip. Pendekar 212 tak mau menghindar
ataupun berkesip.
Pendekar 212 tak mau mengalah. Dia memandang terus hingga diamdiam Ratu Duyung
merasa getaran aneh menjalari tubuhnya. Perempuan ini masih berusaha terus
menantang pandangan Wiro namun akhirnya sambil menjentikan dua jari tangan
kanannya dia memandang ke langitlangit di atasnya. Tak lama setelah suara
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
jentikannya menggema di sepanjang lorong batu, empat orang gadis berpakaian
hitam muncul. "Singkirkan sampah tak berguna ini!" kata sang Ratu sambil menggoyangkan
kepalanya ke arah tulang belulang yang bergeletakan di lantai.
Empat anak buah Ratu Duyung segera melakukan apa yang diperintahkan. Tak lama
setelah jerangkong biru diangkat dari tempat itu Ratu Duyung balikkan tubuhnya.
Sebelum mengerling ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
* * * Berselang dua hari empat orang anak buah Ratu Duyung muncul di depan Ruang
Penantian. Keempatnya langsung menekap hidung karena penciuman mereka disengat
oleh bau pesing.
Wiro Sableng tertawa lebar. "Masih untung aku hanya kencing di tempat ini. Kalau
aku buang air besar baru kalian rasa! Dua hari disekap tanpa diperkenankan
keluar apa tidak gila"!"
"Tak usah banyak bicara.
Lekas keluar dan ikuti
kami!"kata salah seorang
dari empat gadis. Kawannya menambahkan.
"Jangan cobacoba melarikan diri. Selain tak bakal
bisa lolos dari tempat ini, salahsalah kau bisa menemui ajal
seperti gadis yang coba
berkhianat dua hari lalu!"
Wiro keluar dari Ruang Penantian. Sambil melangkah dia menjawab. "Empat orang
gadis cantik minta aku mengikuti. Tolol kalau aku melarikan diri. Mau kalian
bawa kemana aku ini"!"
"Pertama kau harus membersihkan diri di Pancuran Putih. Setelah itu kau akan
kami bawa ke Bukit Awan Putih..." menerangkan salah seorang gadis.
Sesuai keterangan yang dikatakan
tadi Wiro di bawa ke sebuah tempat dimana
terdapat sebuah pancuran yang airnya berwarna aneh yaitu bening putih. Di tempat
itu telah tersedia seperangkat pakaian hitam bersih lengkap dengan destar hitam.
Wiro memandang pada empat gadis pengawalnya lalu bertanya. "Kalian mau
ikut mandi samasama?"
"Jangan berani bicara kurang ajar!" sentak gadis di sebelah kanan. Dia memberi
isyarat pada tiga kawannya lalu Wiro selesai mandi dan berpakaian ke empat gadis
tadi tahutahu sudah muncul lagi di tempat itu.
"Kalian pengawalpengawalku
yang setia!" memuji Wiro sambil tersenyum.
"Cuma aku sangsi janganjangan ketika aku mandi ada di antara kalian yang
mengintip!"
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
"Pemuda bermulut lancang! Kalau tidak ingat perintah Ratu membawamu segera ke
Bukit Awan Putih mau rasanya kami menghajarmu lebih dulu di tempat in!"
Wiro tertawa gelakgelak. "Sobatku cantik, aku hanya bergurau.
Jangan diambil hati. Setiap hari kalian selalu menghadapi suasana yang mencengkam.
Apa salahnya sekalisekali bergurau"!"
Empat orang gadis itu tidak menjawab.
Mereka membawa Wiro memasuki sebuah lorong. Ketika keluar dari lorong itu Murid Sinto Gendeng jadi
terheranheran. Di depannya dia melihat sebuah dataran tinggi.
Ada empat jalur tangga batu
menuju ke puncak pedataran
di atas mana terdapat
sebuah batu besar bulat berwarna hitam
legam. Sekitar sepuluh tombak di atas batu kelihatan seperti ada awan putih
menggantung. Memandang berkeliling yang membuat Wiro merasa heran ialah tempat
itu berada dalam keadaan malam hari. Padahal sebelumnya,
ketika dia mandi di
pancuran hari masih siang!
Agak jauh di sebelah kanan batu hitam budar dan rata tampak di sebelah kanan
batu hitam. Meskipun agak jauh namun
Wiro segera bisa
mengenali. Orang itu bukan
lain adalah Ratu Duyung.
"Naiki tangga sebelah kanan, langsung
tegak di atas batu batu bundar hitam."
Seorang gadis berpakaian hitam bicara pada Wiro.
Wiro memandang sekali lagi ke puncak pedataran tinggi."Malam hari... Apa benar
ucapan Ratu Duyung bahwa malam ini bulan purnama empat belas hari akan muncul"
Aku sama sekali tidak melihat langit malam. Tak ada bintangbintang. Tempat apa
sebenarnya ini..."!"
Satu tangan mendorong punggung Wiro seolah memaksanya agar segera menaiki anak
tangga batu yang berundakundak sebanyak 77 buah itu. Kakinya terasa pegal dan
napasnya agak memburu ketika dia akhirnya sampai di puncak pedataran tinggi dan
naik ke atas batu rata hitam. Dari tempatnya berdiri dia memandang berkeliling.
Di bawah sana semuanya kelihatan serba hitam. Di sebelah atas pemandangan
tertutup oleh awan putih aneh. Wiro palingkan kepalanya ke kiri, ke tempat
dimana Ratu Duyung berdiri sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.
Angin malam bertiup kencang dan dingin menyibakkan belahan bajunya di bagian
pinggul hingga auratnya tampak lebih putih dalam gelapnya udara.
"Ratu Duyung, aku tak tahu apa rencanamu! Apakah bulan purnama benarbenar akan
muncul di tempat ini"!" Wiro berseru pada Ratu Duyung.
Perempuan cantik itu diam tak bergerak seperti patung, juga tidak menjawab
pertanyaan Wiro tadi.
"Ratu Duyung! Sebelum sampai di tempat ini hari masih siang! Bagaimana bisa
tahutahu kini hari berubah malam"!"
Ratu Duyung tetap tidak mau memberi dan tidak mau menjawab. Wiro lalu mengancam.
"Kalau sang Ratu masih tidak bergerak maupun menjawab Wiro segera gerakkan
kakinya untuk melompat turun dari atas batu hitam. Namun gerakkannya tertahan
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Sang Ratu
ketika mendadak ada hembusan angin luar biasa kencangnya sehingga tubuhnya
seperti mau terseret mental dari atas batu hitam. Di sebelah sana dilihatnya
pakaian dan rambut Ratu Duyung berkibarkibar tapi tubuhnya tidak bergeming
sedikitpun padahal Wiro setengah mati mempertahankan
diri agar tidak diseret hembusan angin. Sadar
tenaga luar tak mungkin membuatnya bertahan terhadap hembusan angin maka murid
Eyang Sinto Gendeng ini segera kerahkan tenaga dalam, salurkan pada ke dua
kakinya hingga sepasang telapak kaki Wiro laksana di pantek ke atas batu hitam
itu! Perlahanlahan angin keras surut. Bersamaan dengan itu keadaan di tempat itu
berubah dari gelap menjadi terang temaram.
Ketika dia mengangkat kepalanya Wiro
jadi tertegun. Awan putih setinggi sepuluh tombak di atasnya perlahanlahan
bergerak ke arah timur. Dari bagian yang tidak terhalang lagi merambas cahaya
putih redup. Makin jauh awan bergerak ke timur makin terang cahaya putih itu. Sepasang mata
pendekar 212 mulai melihat langit jauh tinggi di atasnya. Bintangbintang
bertaburan. "Astaga! Itu langit betulan..." kata Wiro hampir tak percaya.
Lalu Pendekar 212 berdegup keras. Sedikit
demi sedikit, dari balik sekelompok
awan kelabu menyeruak mnuncul bulan purnama empat belas hari. Wiro melirik ke
arah Ratu Duyung. "Perempuan
itu tidak berdusta..." katanya. Langit dan pedataran tinggi
bertambah terang begitu
bulan purnama muncul
semakin besar dan bulat. Cahayanya
yang putih jernih jatuh di
setiap benda di pedataran tinggi itu termasuk
sosok tubuh Pendekar 212 yang tegak di atas batu hitam. Tibatiba Wiro merasa sekujur
permukaan kulit tubuhnya menjadi panas. Demikian panasnya hingga bukan
saja mandi keringat
tapi badannya bergetar keras. Kedua
kakinya menjadi goyah. Dia kumpulkan
Setan Harpa 15 Kilas Balik Merah Salju Karya Gu Long Misteri Bayangan Ungu 1

Cari Blog Ini