Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur Bagian 3
Itu sudah menjadi rezeki besar baginya. Tetapi jika hidup seseorang selalu
berdasarkan pertolongan serta budi baik orang lain, apa jadinya dunia
persilatan" Kuharap kau bisa memahami Naga Kuning."
"Saya mengerti dan memahami Kiai..." jawab Naga Kuning.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS uti Andini berlaku cerdik. Dia berenang mendekati pintu goa putih dari arah
samping. Dengan demikian dia terhindar dari hawa aneh yang memancarkan sinar merah serta
P gelombang angin yang datang menyambar dari pintu batu. Semakin dekat ke pintu
goa semakin keras terasa suara detakan-detakan dari balik pintu batu. Sesekali
terdengar pula suara mendesis menggidikkan.
Sekali melihat saja gadis ini bisa menduga bahwa batu merah yang menutupi mulut
goa beratnya ratusan bahkan mungkin ribuan kati. Bagaimana pun hebatnya kekuatan
dan kesaktian seseorang tidak mungkin akan mampu mendorong pintu batu itu.
"Pasti ada peralatan rahasia untuk membuka pintu goa ini," pikir Puti Andini.
Dia memandang berkeliling, memperhatikan dengan teliti. Mulai dari dasar telaga
di depan pintu, dua buah tiang putih, dinding sekitar mulut goa, pintu batu itu
sendiri bahkan sampai ke bara menyala di dua pendupaan yang mengepulkan asap
berbau kemenyan. Gadis ini tidak menemukan apa-apa.
"Aneh," katanya dalam hati. Dia mendekati tiang putih terdekat. "Ada bara
menyala, ada asap mengepul. Tapi apakah bara menyala ini api benaran...."
Puti Andini ulurkan tangannya dekat-dekat di atas bara menyala dalam pendupaan.
Dia terpekik. Waktu mulutnya terbuka air telaga langsung masuk membuat hidungnya
terasa pedas dan tenggorokannya panas. Dia segera menekap mulutnya dengan tangan
kiri dan pandangi jari-jari tangannya yang kelihatan memerah. Ternyata bara
menyala dalam pendupaan itu api benaran dan panasnya bukan main. "Bagaimana
mungkin bara bisa menyalakan api di dalam air." Membatin sang dara.
Setelah memeriksa berulang kali dan tetap saja dia tidak menemukan sesuatu
petunjuk jalan masuk ke dalam goa, cucu Sabai Nan Rancak ini memutuskan untuk
menghantam pintu batu dengan pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam. Maka
dia berenang menjauhi pintu dan tetap menghindar dari jalur hawa serta gelombang
aneh. Dari jarak tiga tombak, setelah mengerahkan tenaga dalamnya ke tangan kanan Puti
Andini menghantam.
Air telaga bersibak membentuk jalur seperti terowongan begitu pukulan yang
dilepaskan Puti Andini melesat ke depan. Pada saat pukulan sakti itu mendarat di
permukaan dinding batu merah yang bertuliskan Liang Akhirat, air laut bergulung
dahsyat, muncrat laksana pijaran bunga api raksasa.
Dinding batu jangankan hancur, bergeming sedikit pun tidak! Dari balik dinding
itu terdengar dua desisan panjang disusul suara detak-detak yang menyentak
sampai ke dasar telaga.
"Wussss!"
Pukulan yang dilepaskan Puti Andini membalik dalam bentuk satu gelombang besar,
membuntal bergulung. Menyapu ke arah si gadis. Di luar sadar Puti Andini membuka
mulut berteriak keras. Tapi tidak ada suara yang keluar. Malah air telaga
menggemuruh masuk ke dalam mulutnya! Selagi dia megap-megap gelombang besar tadi
melanda tubuhnya.
Puti Andini terlempar sampai dua belas tombak. Tubuhnya laksana hancur. Tulangtulangnya seolah tanggal. Dalam keadaan seperti lumpuh sesaat tubuhnya terapung
dalam Liang Lahat Gajahmungkur 41
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
air. Lalu perlahan-lahan melayang turun ke dasar laut. Jatuhnya di dalam
lingkaran cekung berbentuk piring, sekitar dua langkah dari kursi kecil yang
terbuat dari batu.
"Apa yang terjadi dengan diriku..." Sudah mati atau setengah mati...?" Puti
Andini berusaha bangkit. Tubuhnya seolah tidak mempunyai bobot dan terapung tak
menentu. Sementara itu di sekitarnya air telaga tampak membentuk gelombang riak besar
berlapis-lapis.
"Jangan-jangan Tua Gila menipuku. Dia hanya menceritakan bahwa ada pedang sakti
terpendam di dasar telaga ini. Tapi dia sama sekali tidak mengatakan Segala
bahaya yang ada di tempat ini."
Puti Andini memandang ke arah kursi kecil terbuat dari batu dua langkah di
sampingnya. Gelombang air membuat tubuhnya ikut bergerak tak menentu. Agar
dirinya tidak terseret kian kemari Puti Andini ulurkan tangan berpegangan pada
salah satu kaki kursi batu. Gadis ini tersentak kaget ketika merasakan kursi
batu itu ternyata mengeluarkan hawa hangat. Hawa aneh ini menjalar di sekujur
tangannya lalu masuk ke dalam tubuhnya.
Sesaat kemudian rasa sakit di seluruh badannya serta merta lenyap.
"Kursi ajaib..." kata Puti Andini dalam hati. Kini dia pergunakan dua tangan
sekaligus memegangi kursi batu itu. Semakin keras dia memegang semakin banyak
hawa aneh masuk dan bertambah kuat terasa tubuhnya.
Di balik dinding batu penutup goa Naga Kecil menatap ke luar goa tanpa berkesip,
membuka mulut. "Kiai, agaknya kita akan segera kebobolan. Kalau gadis itu sampai...."
Orang yang diajak bicara memotong ucapan si anak.
"Kau tak perlu meneruskan ucapanmu Naga Kuning. Lihat! Gadis itu telah duduk di
atas kursi batu. Walau hanya sebagian tubuhnya duduk di atas kursi kecil itu,
tapi dia telah menemukan kunci rahasia untuk masuk ke sini!"
"Yang saya heran Kiai," kata Naga Kuning pula. "Kesaktian apa yang dimiliki
gadis itu hingga dia mampu berada dalam air begitu lama...."
"Kita akan segera mengetahui. Kita harus dapat membongkar rahasia siapa dirinya
dan siapa yang berada di belakangnya. Bukan mustahil dia disuruh dan diberi
petunjuk oleh muridku si Sinto Weni alias Sinto Gendeng itu...."
Di dasar telaga tiba-tiba Puti Andini merasakan kursi batu yang didudukinya
bergetar keras. Dia cepat pegangi lengan kursi agar tidak terpelanting. Lalu ada
suara berdesing yang hebat sekali. Di lain saat kursi batu itu berputar kencang.
Di atasnya si gadis ikut berputar laksana gasing. Lalu ada satu tekanan keras
menghantam tubuh Puti Andini yang membuat gadis ini melesat ke atas laksana
dilontarkan oleh satu kekuatan dahsyat.
Cucu Sabai Nan Rancak itu seolah kaku tegang tak bisa berbuat suatu apa. Hendak
menjerit pun tidak bisa. Tubuhnya melesat kepala lebih dulu ke arah dinding batu
merah yang menutupi mulut goa putih. Matanya membeliak. Sebentar lagi kepalanya
pasti akan hancur luluh bertabrakan dengan dinding batu itu!
Namun sesaat lagi kepala Puti Andini akan menghantam dinding batu bertuliskan
Liang Akhirat itu tiba-tiba dinding itu bergerak ke samping. Satu celah sempit
terbuka. Justru lewat celah inilah kepala dan sosok tubuh Puti Andini melesat lewat dan
di lain saat "Blukkk!"
Puti Andini jatuh tertelentang di atas lantai keras yang terbuat dari batu
pualam berwarna kelabu. Keadaan di sekitarnya begitu redup. Nyaris gelap hingga
dia tidak bisa Liang Lahat Gajahmungkur 42
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
melihat dengan jelas. Hidungnya mencium bau harum yang aneh.
Si gadis kedap-kedipkan sepasang matanya beberapa kali. Lalu memandang
berkeliling. Begitu penglihatannya mulai jelas dan dia dapat melihat keadaan di
sekitarnya, pucatlah paras gadis ini dilanda kengerian. Ternyata saat itu dia
tertelentang hanya tiga langkah di hadapan sebuah kuburan besar terbuat dari
batu putih berkilat. Ada satu batu nisan besar di kepala makam. Namun nisan ini
polos tak ada tulisan apa-apa!
"Di mana aku berada. Tak ada air di sini. Makam siapa ini...?" tanya Puti Andini
dalam hati dengan dada berdebar. Perlahan-perlahan dan juga dengan sikap hatihati gadis ini mencoba bangkit. Baru saja dia mampu duduk, kembali Puti Andini
tersentak kaget.
Ternyata hanya dua langkah di samping kirinya terdapat sebuah lobang besar. Di
salah satu sisi lobang menjulang sebuah dinding batu hitam berbentuk setengah
Ijngkaran. Pada dinding ini ada tulisan besar berbunyi "Liang Lahat". Lalu di
bawah tulisan Liang Lahat ini ada serangkaian tulisan. Belum sempat Puti Andini
membaca apa yang tertulis di situ, di atas sana, pada puncak dinding batu hitam
dia melihat anak kecil berpakaian hitam duduk di atas sebuah kursi kecil dari
batu yang sama bentuknya dengan kursi di cegukan dasar telaga. Anak ini
memandang ke arahnya. Mulutnya ditekuk seolah mengejek.
"Aku mencarinya, ternyata anak itu ada di tempat ini.... Apa dia tinggal di
sini" Siapa sebenarnya anak
Untuk beberapa lamanya Puti Andini pandangi anak di puncak batu. Karena si anak
tidak bergerak atau melakukan sesuatu maka Puti Andini kembali arahkan
pandangannya ke dinding batu berbentuk setengah lingkaran. Dia membaca tulisan
yang ada di dinding batu itu yang ternyata berupa ujar-ujar.
LIANG LAHAT Sesungguhnya insan hidup terbuat dari tanah
Hidupnya terbatas dari tanah ke tanah
Namun mengapa manusia menjadi lupa
Bersikap sombong membusung dada
Bersikap angkuh besar kepala
Insan hidup tak ada arti di hadapan Sang Penguasa
Tapi mengapa insan berani menantang Sang Pencipta
Berani tapi putih, lembut tapi jantan, perkasa tapi jujur Bukankah itu lebih
baik daripada berani tapi hitam, lembut tapi culas, perkasa tapi serakah Liang
Lahat! Di sini tersimpan saksi bisu dari keserakahan, saksi buta dari keculasan, saksi
tuli dari ketidakjujuran Bisakah kekuatan insan memecah kebisuan, menyalangkan
kebutaan hati, mendengar desah ketidakadilan
Bisakah tongkat si buta mengetuk membuka pintu kebenaran Yang Kuasa dan Sang
Pencipta adalah tempat bertanya, tempat meminta Adakah manusia bertanya dengan
segala kebersihan hati"
Adakah ihsan meminta dengan kejujuran jiwa" Liang Lahat, di sini kau berada. Di
sini pula mulai dan berakhirnya satu rahasia.
Puti Andini merasa sesak membaca ujar-ujar yang begitu panjang. Dia melirik ke
atas. Liang Lahat Gajahmungkur 43
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Anak kecil berpakaian hitam berambut lurus tegak itu masih duduk di atas batu.
Tak bergerak tak melakukan apa-apa. Kecuali terus memandang ke arahnya tanpa
berkesip. "Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus bertanya pada anak itu..." kata Puti
Andini. Lalu dia bergerak hendak bangkit berdiri. Namun mendadak ada suara
bergaung. Mula-mula perlahan, makin lama makin besar. Lantai batu pualam di mana dia
berada bergetar keras. Memandang ke depan terbelalaklah Puti Andini.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 44
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS agian atas kuburan besar yang terbuat dari batu putih bergeser ke samping kanan.
Sebuah lobang berukuran lebar lima kaki dan panjang dua belas kaki menganga di
Bhadapan Puti Andini. Si gadis tidak dapat melihat apa ada mayat atau benda lain
di dalam lobang karena pemandangannya tertutup oleh semacam kabut tipis berwarna
putih yang menebar hawa sejuk sekali.
Semua keanehan ini semakin membuat merinding tengkuk Puti Andini. Wajahnya yang
cantik memucat sedang jantungnya berdetak keras.
"Jangan-jangan liang lahat ini disediakan untuk diriku!" pikir Puti Andini. "Aku
harus mencari jalan keluar jika bahaya maut benar-benar mengancamku!" Si gadis
memandang berkeliling. Pintu batu merah dari mana tadi dia melesat masuk berada
dalam keadaan tertutup rapat. Dinding hitam menjulang seolah tak ada batas
mengelilingi tempat itu. Sementara itu suara mendesis dan detakan-detakan aneh
semakin keras, menggetarkan lantai batu pualam di mana dia terduduk.
Cucu Sabai Nan Rancak ini mendongak ke atas dinding batu setengah lingkaran.
"Anak kecil berkening benjut berbaju hitam itu! Dia satu-satunya tempat aku
bertanya."
Berpikir begitu si gadis segera berteriak memanggil. "Hai...!"
Namun baru saja seruan itu keluar dari mulutnya tiba-tiba dari dalam lobang
besar di samping kirinya terdengar suara mendesis sangat keras disusul oleh
suara menggemuruh.
Tempat itu laksana diguncang gempa. Puti Andini terbanting kian kemari. Ketika
goncangan lenyap dari dalam lobang batu memancar dua larik sinar kuning. Sesaat
kemudian melesat keluar dua makhluk panjang yang membuat Puti Andini tersurut
menjauhkan diri dari lobang, mata membelalak, mulut terbuka lebar tapi tak kuasa
untuk keluarkan jeritan.
Dua makhluk itu adalah dua ular luar biasa besar dan panjangnya. Berwarna kuning
emas, memiliki sepasang mata merah menyorot. Binatang yang satu jantan satu
betina ini memiliki lidah panjang terbelah yang selalu terjulur dan bergerakgerak kian kemari. Gigi dan taring-taring mencuat di mulutnya yang terbuka
membuat dua binatang ini tambah mengerikan. Pada bagian belakang kepalanya ada
sebuah tanduk berwarna hijau. Lalu di bagian depan kepala ada mahkota putih
bertaburan batu-batu permata memancarkan cahaya berkilauan. Dada dua binatang
ini tampak bergerak-gerak. Setiap gerakan disertai suara detakan keras yang
menggetarkan lantai. Suara detakan ini ternyata adalah suara denyutan keras luar
biasa jantung dua ekor ular besar itu!
"Ular sungguhan atau binatang jejadian..." pikir Puti Andini dalam takut yang
luar biasa. "Apa ini yang disebut orang naga...?"
Dua ular naga yang keluar dari Liang Lahat mendesis keras. Puti Andini
kerenyitkan kening dan usap wajahnya yang ketampiasan cairan yang keluar dari
mulut sepasang Naga Kuning. Di atasnya kedua binatang itu menggeliat-geliat
beberapa kati lalu tiba-tiba menukikkan kepala seolah hendak menerkam dan
menelan bulat-bulat gadis itu. Kali ini Puti Andini tak dapat lagi menahan
jeritnya. Tapi sesaat kemudian dua ekor naga menarik tubuh masing-masing, naik
ke atas, menggeliat lagi beberapa kali lalu membelitkan tubuh di sepanjang
dinding berbentuk lingkaran di atas mana bocah berpakaian hitam duduk tak
bergerak, tenang-tenang saja.
Liang Lahat Gajahmungkur 45
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Puti Andini merasakan nyawanya seolah melayang terbang. Wajahnya sepucat kain
kafan dan dadanya menggemuruh turun naik.
"Kakek Tua Gila.... Kalau begini jadinya menyesal aku menuruti perintahmu!" kata
Puti Andini dalam hati menyesali kebodohan sendiri dan mengumpati kakeknya si
Tua Gila. Belum reda rasa takutnya tiba-tiba Puti Andini dikejutkan lagi oleh getarangetaran keras yang kembali melanda tempat itu. Tidak itu saja. Dari dalam lobang
makam melesat keluar kilatan-kilatan panjang disertai suara menggelegar dahsyat.
"Petir.... Bagaimana mungkin ada petir menyambar keluar dari makam itu!" kejut
Puti Andini seraya menutup ke dua telinganya. Dia beringsut makin jauh takut
terkena sambaran petir. Dia tak bisa bergerak lebih jauh ketika punggungnya
tertahan oleh dinding hitam di belakangnya.
Sekali lagi tempat itu bergoncang keras. Sekali lagi kilat menyambar dari dalam
makam batu. Lalu satu sosok manusia perlahan-lahan tersembul dari dalam lobang
yang dipenuhi kabut putih.
"Ya Tuhan, makhluk apa lagi ini. Hantu atau manusia...?" ujar Puti Andini.
Sekujur tubuhnya bergetar.
Saat Itu dari dalam lobang makam batu muncul sosok seorang tua mengenakan
selempang kain putih. Kabut putih membuat wajahnya agak tersamar. Selain itu
rambutnya yang putih panjang, alis, kumis serta janggut putih yang menjulai
panjang ikut menyembunyikan mukanya.
Orang tua ini tegak berdiri di atas lobang makam seolah-olah melayang di awan.
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepasang matanya memandang dingin dan tajam ke arah Puti Andini. Membuat gadis
ini merasa seperti ditembus oleh dua sinar gaib.
"Anak manusia, kau datang ke Liang Lahat melalui Liang Akhirat tanpa seperijinan
kami. Ada beberapa pertanyaan yang harus kau jawab. Tidak boleh ada kedustaan di
tempat ini. Jika jawabanmu tidak masuk akal dan tidak bisa aku terima maka
bagimu hanya ada satu keputusan. Keputusan yang tidak bisa diganggu gugat.
Keputusan yang disebut hanya dengan satu kata. Mati!"
Walau orang tua aneh itu memiliki suara halus lembut namun apa yang diucapkannya
membuat Puti Andini semakin kecut dan tambah pucat wajahnya.
"Or... orang tua.... Ka... kakek...." Puti Andini bingung sendiri, harus
memanggil apa terhadap orang tua aneh itu. "Sebelum saya memberitahu siapa diri
saya, bolehkah saya mengetahui lebih dulu siapa kau ini adanya dan di mana
sebenarnya saat ini saya berada?"
Untuk pertama kalinya Andini keluarkan suara. Dia seperti asing mendengar
suaranya sendiri.
"Berjalan punya tujuan. Tujuan punya maksud. Kau pandai membaca. Kau melihat
semua dengan nyata. Apa kau masih hendak bertanya" Banyak orang hiba pada
manusia bodoh. Tapi sangat menyedihkan jika melihat seseorang sengaja
memperbodoh dirinya sendiri. Adakah layak tuan rumah memperkenalkan diri pada
seorang tamu" Bukankah tamu yang seharusnya mengucapkan salam dan memberi tahu
siapa dirinya pada tuan rumah. Mengatakan apa maksud tujuannya. Hidup di dunia
ada jalur aturannya. Jangan diputar balik karena semua itu bisa membawa manusia
ke dalam jalan yang menyesatkan."
Merahlah paras Puti Andini mendengar kata-kata orang tua itu. Dia merasa seperti
ditampar kiri kanan. Untuk beberapa lamanya gadis ini hanya bisa terduduk diam.
"Maafkan saya orang tua..." kata Puti Andini akhirnya dengan suara agak
tersendat. Liang Lahat Gajahmungkur 46
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Nama saya Puti Andini. Kedatangan saya ke tempat ini adalah sesuai dengan
petunjuk dan perintah kakek saya...."
"Apakah kakekmu itu punya asal usul, punya nama dan punya gelar?" tanya orang
tua di atas makam.
"Dia berasal dari Pulau Andalas. Namanya Sukat Tandika. Gelarnya Tua Gila.
Mungkin dia punya gelar-gelar lain yang saya tidak ingat...."
Paras orang tua berselempang kain putih itu sekilas tampak berubah. Mulutnya
berkomat-kamit. Setelah terdiam beberapa lamanya baru dia berkata.
"Orang yang kau sebut sebagai kakek itu apakah dia kakek yang ada pertalian
darah denganmu atau hanya kakek sebagai panggilan?"
"Dia kakek kandung saya, saya cucu kandungnya..." jawab Puti Andini.
Si orang tua menunjuk ke atas dinding berbentuk setengah lingkaran. "Kau kenal
dengan anak yang duduk di atas sana?"
Puti Andini segera saja menggeleng.
"Naga Kuning, apa kau mengenal gadis ini?"
Bocah di atas kursi batu di puncak dinding tinggi tak segera menjawab baik
dengan isyarat maupun ucapan. Sepasang matanya memandang tak berkesip ke arah
Puti Andini yang terduduk di lantai, mengarah ke pinggul dan pangkal paha si
gadis yang tersingkap putih karena pakaiannya di bagian itu robek besar akibat
tersangkut sewaktu memaksa meloloskan diri lewat celah batu.
Sepasang mata si orang tua memancarkan sinar aneh. Lalu suaranya berubah keras
ketika dia mengetahui apa yang tengah diperhatikan anak itu.
"Naga Kuningi Mata adalah pangkal segala kebaikan dan kejahatan! Apa yang tengah
kau perhatikan"! Kau tidak menjawab pertanyaanku!"
Di lantai batu pualam Puti Andini seolah baru sadar akan keadaan dirinya. Cepatcepat dia merapikan pakaiannya yang robek agar auratnya tertutup.
Bocah di atas dinding batu tersentak kaget dan senyum-senyum malu.
"Naga Kuning! Jangan bertingkah tidak karuan! Siapa yang menyuruhmu tertawa!"
"Maafkan saya Kiai. Saya tidak kenal dengan gadis itu," jawab Naga Kuning lalu
mengusap wajahnya beberapa kali.
Si orang tua memandang ke arah Puti Andini kembali lalu berkata. "Pakaianmu
walaupun basah menyatakan kau adalah seorang perempuan. Rambutmu yang panjang
ikut membuktikan, tetapi mengapa kau mengenakan kumis palsu" Kedustaan apa yang
ada di balik penyamaranmu itu?"
"Saya.... Tidak ada kedustaan apa-apa. Saya menyamar hanya untuk menghindarkan
bahaya yang tidak diinginkan. Dunia persilatan akhir-akhir ini dilanda kemelut.
Pembunuhan dan kematian muncul secara aneh, cepat tidak terduga semudah orang
membalikkan tangan...."
"Apakah kau banyak musuh?"
"Tidak dan saya tidak pernah ingin punya musuh. Tapi tidak semua orang
berpikiran seperti saya..." jawab Puti Andini pula. Habis berkata begitu Puti
Andini tanggalkan kumis palsu yang melekat di atas bibirnya. Begitu kumis palsu
tanggal maka semakin jelas kecantikan aslinya sebagai seorang gadis. Di atas
dinding setengah lingkaran Naga Kuning kembali terpesona. Ini jelas terlihat
pada pandangan matanya. Tapi ketika dilihatnya orang tua yang dipanggilnya
dengan sebutan Kiai memutar kepala dan memandang melotot ke Liang Lahat
Gajahmungkur 47
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
arahnya anak ini cepat-cepat tundukkan kepala, usap wajahnya beberapa kali.
"Puti Andini, tidak semua orang sanggup berenang dan menyelam lama di dalam air.
Apalagi di telaga yang sangat dalam seperti Telaga Gajahmungkur. Tekanan air,
hawa dasar telaga tanpa udara bisa memecahkan jantung. Tapi kau memiliki
kemampuan untuk bertahan. Bahkan akhirnya masuk ke tempat ini. Apakah kakekmu
yang bernama Tua Gila itu yang mengajarkan semacam ilmu padamu hingga kau bisa
berenang dan menyelam sehebat yang telah kau lakukan?"
Puti Andini tak segera menjawab.
Orang tua di atas makam besarkan matanya. Dua ekor naga yang melilit di dinding
batu menggeliat dan keluarkan suara mendesis.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 48
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS engapa kau tidak menjawab"! tanya orang tua itu. "Bukan kakek saya yang
memberikan ilmu itu," jawab Puti Andini.
M "Lalu siapa?"
"Seorang nenek sakti...."
"Apa dia tidak punya nama?"
"Dia pasti punya nama. Tapi saya tidak sempat menanyakan..." jawab Puti Andini.
"Aneh kedengarannya. Seolah tidak berbudi. Orang memberimu ilmu kepandaian.
Menanyakan namanya pun kau tidak...."
Puti Andini tidak menjawab. Seperti diketahui ilmu kepandaian yang memungkinkan
gadis itu sanggup berenang dan menyelam lama di dalam air diberikan oleh Sika
Sure Jelantik. Sesaat setelah ilmu itu masuk ke dalam tubuhnya Puti Andini jatuh
pingsan sehingga dia tidak sempat lagi bertanya siapa adanya nenek itu. Yang
diketahuinya adalah bahwa si nenek tengah mencari Tua Gila dan bermaksud hendak
membunuh kakeknya itu.
(Baca Episode "Lembah Akhirat")
"Anak manusia," orang tua yang tegak melayang di atas makam kembali membuka
mulut. "Katamu tadi kedatanganmu ke sini adalah dengan petunjuk dan perintah
kakekmu yang bergelar tua Gila. Petunjuk apa" Perintah apa?"
"Saya... saya tidak bisa menceritakannya...." "Hemm.... Kenapa"!"
"Tidak kenapa-napa. Hanya tidak bisa saja..." jawab Puti Andini.
Dua ekor naga besar mendesis keras dan membuka mulut lebar-lebar. Lidah
bercabang menjulur ke bawah. Tiba-tiba binatang-binatang ini meluncurkan
kepalanya ke bawah, ke arah Puti Andini. walau tak sampai menyentuh dirinya
namun Puti Andini laksana copot jantungnya karena takut dan terkejut.
"Anak manusia. Aku sudah berkata tadi. Di tempat ini tidak boleh ada kedustaan
atau hal yang ditutup-tutupi. Kematian sangat dekat dengan dirimu. Seperti
dekatnya kedua matamu satu sama lain...."
Dua ekor naga keluarkan suara mendesis. Membuat Puti Andini menjadi kecut. "Saya
kemari mencari sesuatu...." Akhirnya si gadis berkata.
"Sesuatu! Sesuatu apa" Bicara yang jelas!"
"Atas suruhan Tua Gila saya kemari mencari sebilah pedang sakti bernama Pedang
Naga Suci 212." Menerangkan Puti Andini.
Berubahlah paras si orang tua mendengar keterangan Puti Andini itu. Di atas
dinding berbentuk setengah lingkaran. Naga Kuning usap wajahnya berulang kali.
Di bawahnya dua ekor naga yang melilit di dinding batu keluarkan suara aneh
seperti suara lolongan anjing di malam buta. Di saat bersamaan, di atas makam di
sekitar tegaknya si orang tua berkiblat petir dua kali berturut-turut. Suara
menggemuruh keluar dari dalam lobang bernama Liang Lahat.
Beberapa saat kemudian setelah suasana reda, orang tua berselempang kain putih
bertanya. "Mengapa Tua Gila menyuruhmu mencari Pedang Naga Suci 212 itu" Apakah
itu miliknya sehingga dia enak saja menyuruhmu begitu rupa?"
"Menurut penuturan kakek, senjata mustika sakti itu Sebenarnya memang bukan
menjadi bagiannya. Tapi seseorang telah menukarnya dengan satu senjata lain.
Bahkan Liang Lahat Gajahmungkur 49
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kemudian juga mengambil pedang lalu menyembunyikannya di dasar Telaga
Gajahmungkur...."
"Hemmm.,.. Kalau Tua Gila merasa Pedang Naga Suci 212 adalah miliknya mengapa
tidak dia sendiri yang datang mencarinya ke mari?"
"Saya tidak tahu alasannya. Setahu saya dia tengah menghadapi urusan besar dalam
rimba persilatan. Saya sendiri sebenarnya merasa tidak pantas mendapatkan
senjata itu. Namun kakek memaksa karena dia dan saya masih ada pertalian darah. Disamping itu
kalau senjata tersebut memang saya dapatkan akan saya pergunakan untuk menolong
seseorang. Karena kabarnya Pedang Naga Suci 212 memiliki keampuhan daya
pengobatan luar biasa...."
Orang tua di atas lobang makam untuk beberapa lamanya saling berpandangan dengan
anak yang duduk di kursi batu di atas dinding tinggi setengah lingkaran. Lalu
dia berpaling menatap Puti Andini dan bertanya.
"Bagaimana aku bisa mempercayai keteranganmu bahwa Tua Gila yang menyuruhmu
datang ke tempat ini?"
Lama Puti Andini terdiam sebelum memberikan jawaban. "Saya memang tidak bisa
membuktikan. Saya juga tidak bisa berkata lain. Saya hanya mengikuti ucapanmu
tadi. Bahwa tidak boleh ada kedustaan di tempat ini...."
Paras si orang tua tampak kaku membesi mendengar ucapan Puti Andini itu. "Kau
mengatakan bahwa jika kau mendapatkan Pedang Naga Suci 212 maka senjata sakti
itu akan kau .pergunakan untuk mengobati seseorang. Mengobati siapa?"
"Seorang pemuda bernama Wiro Sableng. Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni
212. Setahu saya dia pernah dianggap murid oleh Tua Gila."
"Semakin aneh jalan ceritamu. Penyakit apa yang menimpa orang itu hingga seolah
hanya Pedang Naga Suci 212 yang sanggup mengobatinya?"
"Pendekar itu kehilangan ilmu kesaktian dan tenaga dalamnya karena melakukan
sesuatu yang terlarang...."
"Kalau memang begitu ceritanya bukankah pantas dia menerima musibah itu"
Seorang pendekar begitu mudah melanggar pantangan!"
"Saya tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dengan dirinya. Namun sebagai
seorang yang pernah mengenalnya saya sudah menganggapnya sebagai sahabat. Itu
sebabnya saya mau menolong...."
"Apa benar hanya karena perasaan bersahabat saja kau ingin menolong Pendekar
212" Bukan karena dorongan perasaan lain" Rasa sayang, cinta atau suka padanya?"
Paras Puti Andini menjadi merah mendengar ucapan si orang tua. Di atas kursi
batu Naga Kuning tampak tersenyum-senyum. Si orang tua sendiri tetap dingin
wajah dan sorotan sepasang matanya. Tiba-tiba dia menjentikkan ibu jari dan jari
tengahnya dua kali berturut-turut.
Dua ekor naga yang bergelung di dinding tinggi menggeliat dan keluarkan suara
mendesis keras. Lalu keduanya meluncur turun sepanjang dinding batu tinggi masuk
ke dalam Liang Lahat hingga akhirnya lenyap dari pemandangan. Sesaat setelah
lenyapnya dua binatang aneh mengerikan ini di dasar lobang terdengar suara
menggemuruh. Begitu suara gemuruh lenyap keadaan di tempat itu menjadi tenang
kembali. Puti Andini menarik nafas lega. Paling tidak dua makhluk yang
menyeramkan yang membuatnya kecut setengah mati tak ada lagi di hadapannya.
Namun kejutnya bukan alang kepalang ketika mendadak Liang Lahat Gajahmungkur 50
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
didengarnya orang tua di atas makam berseru.
"Naga Kuning! Aku merasa anak manusia satu ini tidak pantas berada di tempat
ini. Semua ceritanya bohong dusta belaka! Apa dia mengira bisa menipu diriku"!
Lemparkan dia ke dalam Liang Lahat!"
"Orang tua!" seru Puti Andini tercekat. "Kiai!" Naga Kuning keluarkan seruan
tertahan. Tubuhnya sampai tertegak di atas kursi yang didudukinya. Dia menatap
melotot pada orang tua "di bawah sana yang balik memandang padanya dengan mata
mendelik dan wajah sedingin salju!
"Naga Kuning! Kau tidak tuli! Kau mendengar apa perintahku! Lemparkan anak
manusia itu ke dalam Liang Lahat!" Waktu bicara paras si orang tua tampak
bertambah garang.
"Kiai Gede Tapa Pamungkas..." ujar Naga kuning seolah ingin memastikan bahwa si
orang tua tidak salah mengucap berikan perintah.
Namun ucapannya segera dipotong. "Jika kau tidak mau melemparkannya ke dalam
Liang Lahat maka aku akan menyuruhnya melemparkan kau ke dalam lobang itu!"
Berubahlah paras Naga Kuning. "Orang tua itu tidak main-main.... Apa boleh buat.
Gadis cantik, masih putih bersih begini rupa harus menerima kematian secara
mengenaskan. Ah, betapa malangnya.... Tuhan, jika Kau mendengar permintaanku tolong gadis itu!"
"Naga Kuning!" suara si orang tua menggelegar.
Anak kecil di atas dinding batu sana tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia melompat
dari kursi. Melayang turun ke arah Puti Andini yang saat itu masih tergeletak
duduk di lantai batu pualam. Dinding batu setengah lingkaran itu terpisah
belasan tombak dengan lantai batu pualam. Namun Naga Kecil menjejakkan kedua
kakinya di lantai tanpa suara dan tanpa kaki bergoyang sedikit pun. Si anak
memandang sedih pada gadis di hadapannya.
"Puti Andini, maafkan diriku. Aku harus melemparkan dirimu ke dalam Liang Lahat
itu..." kata Naga Kuning dengari suara serak bergetar.
"Kau menurut perintahi Aku layak mempertahankan diri!" jawab Puti Andini. Dalam
keadaan seperti itu hasrat untuk mempertahankan diri menimbulkan keberanian
dalam diri si gadis. Dia salurkan tenaga dalamnya ke tangan kanan. Di hadapannya
Naga Kuning masih diam sejenak. Tiba-tiba cepat sekali anak itu melesat ke
hadapan Puti Andini.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 51
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT BELAS ita tinggalkan dulu Puti Andini yang tengah menghadapi malapetaka besar, hendak
dilemparkan ke dalam Liang Lahat oleh Naga kuning atas perintah orang tua K
bernama Kiai Gede Tapa Pamungkas. Kita kembali dulu ke tempat terjadi bentrokan
besar antara Ratu Duyung, Dewa Sedih dan Utusan Dari Akhirat. Seperti dituturkan
sebelumnya karena tidak mampu membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng dan tidak
sanggup menghadapi lawan-lawannya, ditambah dengan rasa takut terhadap hukuman
yang akan dijatuhkan Datuk Lembah Akhirat, maka kakek aneh si Dewa Sedih ambil
putusan gila yaitu bunuh diri. Dia menerjunkan diri dari atas pohon tinggi,
kepala ke bawah kaki ke atas.
Sesaat lagi kepalanya akan remuk menghantam tanah tiba-tiba terdengar suara
pecut menderu di udara. "Tar... tar... tar!" Lalu menyusul suara orang tertawa
membahana. Di lain kejap satu tubuh gemuk melesat. Dua tangan diulurkan. Dua
telapak tangan dikembangkan di atas tanah. Tepat di bagian mana kepala Dewa
Sedih akan jatuhi "Blukkk!"
Batok kepala Dewa Sedih mendarat di atas dua telapak tangan itu. Lalu dua tangan
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergerak ke samping untuk meredam daya berat tubuh Dewa Sedih. Sesaat kemudian
tampak tubuh si kakek dilemparkan ke udara setinggi empat tombak. Begitu turun
dua tangan kembali menyambut. Kali ini memegang bahu Dewa Sedih lalu
membantingkan orang tua ini ke tanah.
Sesaat Dewa Sedih terkapar nanar. Telinganya menangkap suara orang tertawa keras
sekali. Tampang Dewa Sedih langsung murung berat. Lalu terdengar suara
ratapannya. "Aku mendengar suara orang tertawa. Aku melihat langit. Aku melihat tanah.
Mengapa aku tidak mati" Mengapa kepalaku tidak pecah" Hik... hik... hik!"
Suara tawa membahana mendadak lenyap.
"Tua bangka gila! Hentikan tangismu! Manusia tidak tahu diri! Orang mati saja
mau hidup kalau bisa! Kau yang masih bernafas ingin mampus! Apa pasal apa
lantaran" Apa sudah bosan hidup" Ha... ha... ha"!
Yang tegak di tempat itu adalah seorang kakek gemuk luar biasa. Dia mengenakan
celana hitam gombrong, baju putih kesempitan. Karena tidak dikancingkan maka
perut dan dadanya yang gembrot berlemak kelihatan membusai bergoyang-goyang.
Rambutnya yang sudah putih disanggul di atas kepala. Matanya sipit. Di
sampingnya tegak seekor keledai kecil kurus. Lalu di sebelah belakang tegak
seorang lelaki berpakaian serba hijau. Baik muka maupun rambutnya yang seperti
sarang tawon juga berwarna hijau. Di bibirnya sebelah bawah menancap sepotong
tulang. Mukanya penuh dengan benjolan-benjolan menjijikkan.
Tangan kanannya tergontai-gontai. Ternyata tangan itu hancur remuk mulai sebatas
pergelangan sampai ke ujung-ujung jari. Selain itu orang ini tampaknya berada
dalam keadaan kaku tertotok karena dia sama sekali tidak bisa bergerak maupun
bersuara. Orang ini bukan lain adalah salah seorang pembantu utama Datuk Lembah
Akhirat yang dikenal dengan nama Pengiring Mayat Muka Hijau.
Sebelumnya telah diceritakan dalam Episode "Pedang Naga Suci 212" Dewa Ketawa
tengah mengadakan perjalanan untuk mencari kakaknya si Dewa Sedih yang
dikabarkan telah terjerat dalam perangkap Datuk Lembah Akhirat hingga masuk
menjadi anggota orang-orang jahat lembah Akhirat. Di tengah jalan Dewa Ketawa
bertemu dengan Pengiring Liang Lahat Gajahmungkur 52
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mayat Muka Hijau. Antara kedua orang ini terjadi perkelahian hebat. Pengiring
Mayat Muka Hijau diketahui berkepandaian sangat tinggi dan memiliki pukulan
sakti sangat berbahaya bernama Pukulan Penghancur Mayat yang juga dikenal dengan
pukulan Mencabut Jiwa Memusnah Raga. Namun demikian Dewa ketawa adalah tokoh
dunia persilatan yang dikenal sebagai dedengkot berperangai serba aneh, tak
kalah aneh dengan kakaknya yaitu si Dewa Sedih walau dalam banyak hal sifat baik
Dewa Ketawa lebih menonjol daripada sang kakak. Tak sampai berkelahi lima jurus
Dewa Ketawa berhasil mencengkeram hancur tangan kanan Pengiring Mayat Muka Hijau
yang sangat berbahaya itu. Bahkan kemudian Pengiring Mayat Muka Hijau ditotok
hingga dia tidak berdaya lagi.
Dalam keadaan seperti itu Dewa Ketawa menjambak rambut Pengiring Mayat Muka
Hijau lalu menyeret orang itu dan melanjutkan perjalanan. Kini dengan petunjuk
Pengiring Mayat Muka Hijau akan lebih mudah baginya mencari markas Datuk Lembah
Akhirat. Dalam perjalanan menuju Lembah Akhirat inilah, ketika berada di sekitar Telaga
Gajahmungkur Dewa Ketawa sampai di tempat kejadian di mana terjadi pertempuran
hebat antara Ratu Duyung, Utusan Dari Akhirat dan kakaknya si Dewa Sedih. Sang
adik datang tepat pada saat yang sangat genting ketika Dewa Sedih hendak bunuh
diri dengan cara melompat terjun dari atas pohon besar. Untung si gendut ini
masih sempat melakukan sesuatu menolong kakaknya.
Melihat siapa yang datang Wiro Sableng menjadi lega. Dia segera keluar dari
balik tempatnya berlindung. Ratu Duyung juga gembira karena sebelumnya sudah
mengena! kakek gendut ini. Hanya Utusan Dari Akhirat yang tampak agak bingung karena
tidak tahu siapa adanya Dewa Ketawa dan apa hubungannya dengan kakek bernama
Dewa Sedih itu.
Panji yang berada di tempat itu sambil usap-usap mukanya yang kotor oleh debu
dan darah segera bangkit berdiri.
Dewa Ketawa memandangi kakaknya sesaat lalu tertawa gelak-gelak.
"Tua bangka sinting! Orang hendak membunuh aku kau masih bisa tertawa!" bentak
Dewa Sedih. Lalu kakek ini menggerung keras. Tapi diam-diam dia gerakkan kedua
tangannya ke dada. Ketika dua tangan itu dipukulkan ke depan terdengar suara
berdentum dua kali berturut-turut. Lalu dari pinggiran ke dua tangannya meletup
dua bola api yang menggelinding bergulung-gulung menyambar ke arah Ratu Duyung
dan Utusan Dari Akhirat. Pukulan sakti yang mampu mengeluarkan bola-bola api itu
adalah kesaktian sangat langka dan hanya dimiliki oleh Dewa Sedih.
Melihat dua bola api menerjang dahsyat ke arah mereka Ratu. Duyung segera
kiblatkan cermin saktinya. Utusan Dari Akhirat langsung lepaskan pukulan Gerhana
Matahari. Untuk kesekian kalinya tempat itu dilanda dentuman-dentuman keras disertai
goncangan dahsyat. Dua bola api menjulang ke udara menutupi pemandangan.
"Ha... ha... hal Dewa Sedih! Kau masih saja senang bermain-main dengan bola-bola
sialan ini!" Dewa Ketawa tertawa bergelak. Lalu kakek Ini kerahkan tenaga
dalamnya ke mulut dan meniup keras-keras. Dalam rimba persilatan Dewa Ketawa
dikenal memiliki ilmu aneh yaitu ilmu meniup. Dengan ilmunya itu dia sanggup
menotok musuh, membuat lawan terpental dan cidera berat. Saat itu sampai empat
kali dia meniup hingga mulut dan tenggorokannya terasa pedas.
Ketika dua bola api lenyap Dewa Ketawa, Utusan Dari Akhirat dan Pendekar 212
Wiro Sableng jadi terkesiap kaget. Ternyata Dewa Sedih tak ada lagi di tempat
itu. Dan Liang Lahat Gajahmungkur 53
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
bukan dia saja! Pengiring Mayat Muka Hijau juga tak ada lagi di situ. Lalu Panji
ikut lenyap entah ke mana. Dewa Ketawa memandang berkeliling. Lalu tertawa
gelak-gelak. "Di mana kakek sialan itu sembunyikan diri hah"! Eh, gembel muka hijau itu lari
ke mana" Astaga. Keledaiku juga ikut lenyap! Siapa yang berani mencuri! Sialan
betul! Ha... ha... ha! Apa-apaan ini! Ha... ha... ha...!"
Ketika pandangannya membentur Pendekar 212 Dewa Ketawa hentikan tawanya. Dia
menunjuk-nunjuk dengan mulut termonyong-monyong.
"Sobatku muda!" Begitu Dewa Ketawa biasa memanggil Wiro. "Ternyata kau berada di
sini! Ha... ha... ha! Kudengar kabar kau sudah kawin dengan Ratu Duyung. Kawin
benaran atau kawin-kawinan! Ha... ha... ha!"
"Sobatku gendut! Senang bertemu lagi dengan kau! Tapi jangan mulutmu nyablak
asal bicara!" jawab Pendekar 212 Wiro Sableng sambil tangan kirinya memberi
tanda bahwa Ratu Duyung yang barusan disebutnya itu berada di samping kirinya,
tegak tak bergerak dengan wajah memerah.
Dewa Ketawa tertawa gelak-gelak. "Kau tak menjawab. Berarti kau tidak kawin
benaran! Ha... ha... ha! Tapi hidup di dunia ini memang lebih sedap kalau cuma
kawin-kawinan! Contoh saja diriku. Sudah tua bangka begini tak pernah kawin!
Ha... ha... ha!"
Perut dan dada Dewa Ketawa yang gembrot berguncang-guncang waktu tertawa. Lalu
dia kembali menyerocos. "Aku pernah melihat Ratu Duyung. Wajahnya cantik
selangit. Bola matanya biru. Tubuhnya wangi! Kalau saja aku masih muda.
Hemmm.... Ha... ha... ha!"
"Kerbau Bunting! Jaga mulutmu!" teriak Wiro sambil banting kaki dan garuk-garuk
kepala. "Ha... ha! Jangan pura-pura malu! Atau kau pura-pura alim sekarang! Hai, aku mau
tanya. Ha... ha... ha! Waktu kau kawin-kawinan dengan Ratu Duyung apakah
kekasihmu yang lain tidak cemburu dan marah padamu" Ha... ha... ha! Aku tahu
semua nama mereka.
Anggini.... Lalu gadis dari alam gaib bernama Suci itu. Kemudian si rambut
pirang Bidadari Angin Timur. Rasanya masih ada beberapa lagi. Ya... ya... aku
ingat. Si Pandansuri. Lalu yang terakhir namanya kalau aku tidak salah Puti
Andini. Gadis seberang yang punya kepandaian memainkan tujuh payung. Mungkin ada
lagi yang lain" Ha... ha... ha!"
"Gendut sialan! Mulutmu sudah keterlaluan!" bentak Wiro. "Apa kau tidak melihat
Ratu Duyung ada di sebelahmu"!"
Dewa Ketawa terkejut. Dia usap mulutnya dengan belakang telapak tangan. Matanya
sesaat membesar. Lalu dia kembali tertawa gelak-gelak. "Sobatku muda, jangan kau
membohongi diriku. Aku...."
Seseorang berkelebat dan tegak di hadapan Dewa Ketawa. "Aku Ratu Duyung memang
ada di sini!"
Melihat siapa yang berdiri di depannya kagetlah Dewa Ketawa. Si gemuk ini
tersurut dua langkah. Matanya membelalak. Hidungnya bergerak-gerak dan mulutnya
komat-kamit. "Kau.... Betul kau Ratu Duyung" Pakaianmu pakaian hitam biasa. Mana mahkotamu....
Jangan-jangan bukan. Kau bukan Ratu Duyung. Tapi eh... wajahmu yang cantik
memang aku kenali. Lalu sepasang matamu yang biru. Astaga! Kau betulan Ratu
Duyung! Ha... ha...
ha...! Aku gembira bertemu dengan kekasih sahabatku Pendekar 212!" Dewa Ketawa
tertawa mengekeh.
"Orang tua, aku mendengar kau memang berwatak aneh. Tapi kalau bicara seperti
tadi aku tidak bisa terima..." kata Ratu Duyung pula dengan suara keras pertanda
marah. Liang Lahat Gajahmungkur 54
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Gadis cantik! Kalau kau tak suka menerima jangan diterima. Ha... ha... ha!
Salah bicara sudah biasa! Aku tidak akan minta maaf padamu! Aku akan tertawa
saja sampai puas. Ha... ha... ha...!"
Ratu Duyung berpaling pada Wiro. Dia memberi isyarat seraya berkata. "Aku akan
meninggalkan tempat ini. Kalau kau ingin menemani tua bangka gendut gila ini
silahkan saja!"
Murid Sinto Gendeng jadi garuk-garuk kepala. Hendak pergi sebenarnya dia ingin
bicara banyak dengan Dewa Ketawa. Kalau tetap di situ dia merasa tidak enak
terhadap Ratu Duyung. Akhirnya Wiro berkata. "Sobatku Gendut aku terpaksa pergi.
Temui aku dua hari lagi di tempat ini!"
"Siapa sudi berjanji dengan kau! Lagi pula aku ingin menyelidik. Mengapa kalian
hendak membunuh kakakku si Dewa Sedih...."
"Siapa yang membunuhnya! Tua bangka tolol itu mau bunuh diri sendiri!" Yang
menjawab Ratu Duyung dengan suara sengit karena masih sangat marah terhadap Dewa
Ketawa. "Kakakku memang brengsek. Tapi dia tidak pernah dusta. Tadi dia mengatakan
kalian hendak membunuhnya! Jadi aku harus percaya dan harus tahu apa sebabnya.
Kalian orang-orang golongan putih. Mengapa berserikat hendak membunuh sesama
golongan?"
Bicara sampai di situ Dewa Ketawa berpaling pada Utusan Dari Akhirat. "Kecuali
pemuda ini. Aku tidak tahu siapa kau adanya. Sesama teman golongan putih?"
"Perduli dengan segala macam golongan! Kau mau menyelidik itu urusanmu! Saat ini
yang ingin aku lakukan adalah membunuh pemuda gondrong bernama Wiro Sableng
bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 ini!"
"Oo...oo!" Dewa Ketawa pencongkan mulut lalu tertawa gelak-gelak. "Jika dia
berniat jahat terhadap saudaraku, berarti aku yang akan menghajarnya! Jangan
sekali-kali kau berani memotong!"
Utusan Dari Akhirat mana perdulikan ucapan kakek gendut itu. Dia berputar ke
arah Wiro lalu langsung menghantam dengan pukulan Gerhana Matahari. Dewa Ketawa
tidak tinggal diam. Didahului dengan suara tawa mengekeh si gendut ini
berkelebat memintas serangan Utusan Dari Akhirat. Cemeti keledai di tangan
kanannya dihantamkan ke udara.
"Tar... tar... tar!"
Tiga larik sinar maut yang keluar dari tangan kanan Utusan Dari Akhirat
berdentum dan bertabur di udara begitu cemeti berkiblat. Baik Dewa Ketawa maupun
Utusan Dari Akhirat sama-sama berseru kaget dan tersurut ke belakang.
Dewa Ketawa lemparkan cemeti keledai yang terbakar hangus dan mengepulkan asap.
Dia mendelik memperhatikan tangan kanannya yang tampak merah dan bergetar. Di
seberang sana Utusan Dari Akhirat terbungkuk-bungkuk menahan sakit. Mukanya
pucat pasi. Lengan pakaiannya tampak hangus terkena hawa panas pukulan sakti
yang dilepaskannya dan berbalik menyerang dirinya sendiri.
"Gendut jahanam! Kau berani menghalangiku!" bentak Utusan Dari Akhirat.
"Pemuda sompret! Berani kau memakiku!" balas berteriak Dewa Ketawa; "Aku akan
mengiringi kematianmu dengan tertawa!" Habis berkata begitu Dewa Ketawa tertawa
gelak-gelak. Lalu dia meniup ke depan. Utusan Dari Akhirat merasakan ada satu
gelombang angin dahsyat menghantam ke arahnya.
"Tunggu!" pemuda itu berteriak. "Pemuda yang hendak kita bunuh tak ada lagi di
Liang Lahat Gajahmungkur 55
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
sini! Jika kita meneruskan perkelahian ini pasti dia lari jauh dan sulit
dikejar!" Dewa Ketawa memandang berkeliling. Saat itu baik Wiro maupun Ratu Duyung memang
tak ada lagi di tempat itu. "Anak gila! Berani dia melarikan diri!" Memaki Dewa
Ketawa lalu tertawa gelak-gelak.
Melihat si gendut tidak meneruskan serangannya, Utusan Dari Akhirat segera
berkelebat tinggalkan tempat itu. Dewa Ketawa hentikan gelaknya. Dia kembali
memandang berkeliling. "Heh.... Pemuda sialan satu lagi itu juga lenyap. Aku
tinggal sendiri! Ha... ha... ha...!" Sesaat Dewa Ketawa masih saja terus tertawa
sambi! manggut-manggut Tiba-tiba suara tawanya lenyap. Dia ingat sesuatu.
"Pemuda yang aku tidak kenal tadi. Dia melepaskan pukulan Gerhana Matahari. Aku
tahu betul! Aha.... Apa hubungannya dengan Pangeran Matahari yang sudah kojor
itu" Adik seperguruan.... Ha... ha... ha.... Ini hal lucu yang perlu aku
selidiki!"
Dewa Ketawa masukkan dua jari tangan kirinya ke dalam mulut lalu keluarkan suara
bersuit dua kali. Sesaat kemudian dari balik sebatang pohon besar melangkah
keluar tunggangan kesayangannya yaitu si keledai pendek kurus. Begitu binatang
ini sampai di depannya Dewa Ketawa langsung naik ke atas punggungnya. Biasanya
dia pergunakan cemeti untuk membedal binatang itu. Tapi karena cemetinya tadi
terbakar hangus terpaksa dia pergunakan tangan untuk menepuk pinggul
tunggangannya. Keledai kurus itu melenguh kesakitan lalu lari meninggalkan
tempat itu. Sebentar saja keledai dan penunggangnya yang gemuk telah lenyap.
Sebenarnya Dewa Ketawa tidak betul-betul menunggangi keledai kurus kecil itu.
Walau pantatnya kelihatan seperti duduk di atas punggung keledai tapi ke dua
kakinya yang gemuk besar menyentuh tanah dan berlari kencang mengikuti larinya
keledai. Sepasang kaki Dewa Ketawa beratnya puluhan kati. Namun demikian sama sekali
tidak terdengar gedebuk suara kakinya waktu berlari.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 56
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA BELAS urung-burung merpati yang ratusan banyaknya berkeliaran jinak di lembah sunyi
berhawa sejuk itu. Sebagian dari burung-burung itu beterbangan berputar-putar di
Budara. Sebagian lagi bermalas-malasan bertengger di cabang atau ranting
pepohonan. Tapi yang paling banyak adalah yang bergerombol berkeliaran di tanah sambil
mencari apa saja yang bisa dipatuk dan dimakan.
Inilah lembah yang dikenal dengan nama Lembah Merpati. Terletak di balik bukit
kecil di utara Telaga Gajahmungkur. Saat itu menjelang tengah hari. Walau sang
surya bersinar terik namun keadaan di Lembah Merpati tetap sejuk.
Di satu tonjolan tanah yang ditumbuhi rumput subur sesosok tubuh berpakaian
sedia kuning duduk sambil mempermainkan setangkai rumput. Wajahnya tak bisa
dikenali karena kepala sampai ke rambut tertutup dengan sehelai cadar kain
kuning. Burung-burung merpati berkeliaran di sekelilingnya. Yang jinak-jinak
bertengger di bahu dan di atas kepalanya. Ada beberapa ekor duduk seperti
mengeram di atas pangkuannya.
Waktu berjalan seolah merayap. Di langit sang surya telah melewati titik
tertingginya. Orang bercadar mulai gelisah. Dia memandang berkeliling. Sunyi, tak ada gerakan.
Sesekali kesenyapan dipecahkan oleh gelepar sayap burung-burung merpati atau
suara merpati jantan menggeru-geru mendekati merpati betina.
Orang bercadar kuning membelai kuduk seekor merpati yang duduk di pangkuannya.
Perlahan-lahan antara terdengar dan tiada dari mulutnya terdengar suara
Wiro Sableng 097 Liang Lahat Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nyanyian. Berbiduk ke hulu
Bersampan ke muara
Dua yang ditunggu
Seorang pun tidak menunjukkan muka
Terang di hulu Mendung di muara
Kalau tak datang yang ditunggu
Rahasia akan terpendam seumur dunia
Panas di hulu Hujan di muara
Rahasia sengsara penuh duka sembilu Akankah terkuak menjadi bahagia Berbiduk ke
hulu Bersampan ke....
Suara nyanyian terputus. Orang yang menyanyi dongakkan kepala lalu memasang
telinga sambil memandang ke arah timur. "Ada yang datang...." Sinar kegembiraan
menyeruak di wajahnya yang terlindung cadar kuning. Dia tidak menunggu lama. Di
balik rumpunan semak belukar dan pepohonan besar dia melihat seorang berlari
cepat. Burung-burung merpati yang ada di sekitar situ terkejut beterbangan.
Sesaat kemudian orang ini telah berada di sebelah sana. Dia seperti tidak mau
memperlihatkan diri di tempat terbuka.
Sengaja berlindung di balik batang pohon besar. Kedua tangannya ditutupkan ke
wajahnya. Liang Lahat Gajahmungkur 57
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dia mengenakan baju hitam tanpa lengan dan bercelana panjang hitam. Orang ini
bukan lain adalah tokoh baru dalam dunia persilatan yang muncul dan
memperkenalkan diri dengan nama Iblis Pemalu. Termasuk sebagai salah satu tokoh
aneh karena di mana pun dia berada dan apa pun yang dilakukannya paling tidak
salah satu tangannya selalu menutup wajahnya.
Iblis Pemalu mendehem beberapa kali..
Lalu dari balik pohon terdengar suaranya. "Aku malu untuk bertanya. Tapi lebih
malu lagi jika tidak bertanya: Apakah kau sudah lama sampai di Lembah Merpati
ini"'! Pertanyaan itu dijawab oleh si cadar kuning dengan ucapan berpantun. "Begitu
sang surya menerangi bumi. Tubuh letih ini telah berada di sini. Letih menunggu
tidak seberapa.
Dibanding dengan rasa cemas membara."
"Malu aku kalau salah menduga. Tapi apakah maksud ucapanmu tadi berarti orang
yang kau tunggu belum datang?" Iblis Pemalu kembali bertanya dari balik pohon.
"Layangkan mata seputar lembah. Tukikkan pandang ke atas tanah. Meneliti ke
balik semak. Mengintip ke balik pohon. Adakah sosok yang terlihat" Padahal hati
ini sudah gelisah memohon...."
Iblis Pemalu keluarkan desah panjang. "Sungguh memalukan. Kurasa aku sudah
datang sangat terlambat. Nyatanya yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Aku
hanya akan berada di tempat ini sampai matahari terbenam. Kalau sampai saat itu
orang yang kita tunggu tidak juga muncul, aku tidak akan malu-malu untuk angkat
kaki dari tempat ini!"
"Malumu malumu sendiri. Gelisahku gelisahku sendiri. Tapi ada keterkaitan di
antara kita. Mengapa pergi sebelum jelas duduk cerita?"
Iblis Pemalu terdiam. Tangan kirinya menggaruk-garuk kepala. Perlahan-lahan rasa
galau juga muncul di lubuk hatinya. Baru saat itu dirasakan keletihan tubuhnya.
Dia datang dari tempat jauh. Membutuhkah sehari suntuk untuk sampai ke lembah
itu. Iblis Pemalu menghela nafas panjang. Lalu duduk menjelepok di atas tanah di
bawah pohon besar itu.
Berdiam diri berlama-lama membuat Iblis Pemalu menjadi tidak enak. Dia lantas
berseru bertanya.
"Apa yang kita lakukan kalau dia benar-benar tidak datang?"
"Hari masih panjang. Dia belum tentu tidak datang. Kepastian memang belum
menjadi kenyataan. Hanya kesabaran jadi batu ujian," menjawab orang bercadar
kuning. Setiap katanya selalu seperti orang berpantun.
"Kalau dia tidak datang!" kata Iblis Pemalu berkata dari baiik pohon. "Aku tidak
akan malu-malu mengangkat sumpah! Aku tidak akan sudi membantu lagi. Biar semua
rahasia ini terpendam di perut bumi! Kalau perlu aku lanjutkan sampai di perut
neraka. Aku tidak malu! Aku...."
"Ssttt...!" Tiba-tiba orang bercadar memberi tanda. "Berhenti berbicara.
Telingaku mendengar suara. Ada orang mendatangi. Melangkah secepat angin.
Berlari secepat topan...."
Baru saja si cadar kuning ini berkata demikian tiba-tiba di Lembah Merpati
muncul seorang nenek bertopi berbentuk tanduk kerbau. Di bawah topi rambutnya
yang putih melambai-lambai ditiup angin lembah. Dia mengenakan sehelai mantel
hitam. Di bahunya bertengger seekor burung Merpati. Sepasang matanya memandang
tak berkesip pada orang bercadar kuning yang duduk di atas rumput. Dia tidak
memandang berkeliling. Tetapi dia tahu kalau di balik sebatang pohon besar di
belakangnya duduk mendekam sesosok tubuh.
Liang Lahat Gajahmungkur 58
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Sesuai perjanjian sesuai pintamu. Aku datang memenuhi undangan!" kata nenek
bermantel hitam yang bukan lain adalah Sabai Nan Rancak si nenek sakti dari
puncak Gunung Singgalang. Perlahan-lahan kedua tangannya dirangkapkan di depan
dada. Orang berpakaian dan bercadar kuning bangkit berdiri. Merpati yang bertengger di
bahu dan kepalanya terbang ke udara. Yang tadi duduk di pangkuannya menggelepar
ke atas lalu hinggap di bahu kirinya. Di balik pohon perlahan-lahan Iblis Pemalu
berdiri pula. Dari sela-sela jarinya dia mengintip. Namun dia hanya bisa melihat punggung
Sabai nan Rancak.
* * * Liang Lahat Gajahmungkur 59
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
RAHASIA CINTA TUA GILA
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito Wiro Sableng telah terdaftar
pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress
atau Kaskus thread No. 865522
Liang Lahat Gajahmungkur 60
Suling Naga 12 Pengemis Binal 27 Bidadari Pulau Penyu Memburu Iblis 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama