Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Suci 3

Wiro Sableng 094 Pedang Naga Suci 212 Bagian 3


mengerahkan Ilmu Pukulan Mayat! Sekali kau menerabas semua pepohonan ini akan
musnah dan jahanam itu tak bisa lagi bersembunyi! Lekas kau lakukan. Sebentar
lagi matahari akan terbenam dan tempat ini akan diselimuti kegelapan!"
Pengiring Mayat Muka Hijau masih diam. Namun dalam hatinya dia membenarkan katakata Iblis Pemalu. Maka dia segera kerahkan tenaga dalam ke tangan kanannya yang
telapaknya berwarna hijau. "Wusss!"
Pengiring Mayat Muka Hijau menghantam ke pohon di atasnya. Selarik sinar hijau
menderu. Cabang, ranting dan daun-daun pohon di atas sana laksana dikobari api
berwarna hijau. Dalam waktu sekejapan saja pohon itu berubah menjadi bubuk
berwarna hijau yang kemudian lenyap bertaburan tertiup angin, Di pohon yang kini
menjadi gundul itu sama sekali tidak terlihat sosok pemuda yang dikejar.
Penasaran Pengiring Mayat Muka Hijau kembali menghantam pohon di samping kiri.
Untuk kedua kalinya pohon ini pun menerima nasib sama. Gundul laksana dimakan
api! Namun Panji tetap saja tidak kelihatan!
"Jahanam!" Lagi-lagi Pengiring Mayat Muka Hijau menyumpah habis-habisan.
Pedang Naga Suci 212
41 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Tiba-tiba seseorang melayang turun dari atas pohon dan tegak di samping
Pengiring Mayat Muka Hijau, membuat orang ini terkejut dan kembali menyumpah
panjang pendek.
Yang datang ternyata adalah Iblis Pemalu.
"Sobatku Pengiring Mayat Muka Hijau!" Iblis Pemalu berbisik. "Aku sudah melihat
pemuda itu. Dia sembunyi di pohon sebelah kanan sana. Lekas kau menghantam
kembali. Aku tak mau menyerangnya. Aku malu!"
Pengiring Mayat Muka Hijau habis sabarnya. Dia membentak. "Kau malu
menyerangnya. Tapi tidak malu menginginkan peta rahasia itu!"
Iblis Pemalu menutup wajahnya dengan dua tangan tambah rapat. "Ah, ucapanmu
membuat diriku tambah malu," katanya tetap dengan suara berbisik. "Ayo cepat kau
menghantam pohon itu sebelum dia kabur dari sana!"
"Sialan! Bangsat ini memperalat diriku! Jangan harap kau bakal dapatkan peta
itu!" rutuk Pengiring Mayat Muka Hijau. Lalu tanpa berpaling pada orang di sebelahnya
dia langsung menghantam ke pohon yang dikatakan.
"Wusss!"
Untuk kesekian kalinya sinar hijau menggebu. Kali ini lebih dahsyat karena
Pengiring Muka Mayat menghantam dengan penuh amarah serta pengerahan tenaga
dalam tinggi Pohon besar di sebelah sana bukan saja hancur lebur di sebelah atas
tapi setengah dari batangnya ikut berubah jadi arang berwarna hijau yang
kemudian lebur ditiup angin!
"Mana dia! Katamu bangsat itu ada di pohon itu! Kau lihat sendiri dia tidak ada
di sana!" teriak Pengiring Mayat Muka Hijau marah ketika dia sama sekali tidak
melihat sosok Panji.
"Ah, bagaimana ini. Tadi jelas aku lihat dia mendekam di atas sana. Aku jadi
malu!" Iblis Pemalu memandang liar kian kemari di antara celah-celah jarinya.
Tiba-tiba terdengar suara bergemeresak di belakang mereka. Iblis Pemalu dan
Pengiring Mayat Muka Hijau cepat berbalik.
Sesosok tubuh berkelebat dari atas pohon kecil dan satu kaki menendang ke arah
Pengiring Mayat Muka Hijau. Demikian cepat datangnya tendangan membuat anak buah
Datuk Lembah Akhirat ini tidak dapat berkelit. Meskipun dia tak sempat
menghindar namun Pengiring Mayat Muka Hijau tidak diam begitu saja. Tangan
kanannya dihantamkan ke arah si penyerang.
"Bukkk!"
"Wuss!"
Satu tendangan menghantam dada kanan Pengiring Mayat Muka Hijau dengan telak.
Selarik sinar hijau berkiblat!
Pengiring Mayat Muka Hijau terpental dua tombak dan menyangsrang jatuh di semak
belukar. Dada kanannya serasa remuk.
"Memalukan! Ah, kau tidak apa-apa sobatku"!" tanya Iblis Pemalu dan mendatangi
Pengiring Mayat Muka Hijau. Tangan kirinya masih ditutupkan ke mukanya. Tangan
kanan diulurkan untuk menolong.
Saat itu bukan saja rasa sakit yang diderita Pengiring Mayat Muka Hijau tapi
amarahnya pun sudah menggelegak sampai ke ubun-ubun. Dengan kaki kirinya
diterjangnya perut Iblis Pemalu hingga orang ini terjengkang tapi cepat bangkit
kembali. Sambil menutupkan ke dua tangannya di wajahnya, Iblis Pemalu berkata.
"Memalukan, diantara sahabat terjadi salah paham!"
Pedang Naga Suci 212
42 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jahanam! Kalau kau tidak lekas menyingkir dari hadapanku akan kubuat jadi debu
kau saat ini juga!" teriak Pengiring Mayat Muka Hijau.
"Ah memalukan! Memalukan aku harus pergi!" Iblis Pemalu golengkan kepalanya
beberapa kali. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia berkelebat ke arah lenyapnya
bayangan hijau yang tadi menyerang Pengiring Mayat Muka Hijau.
Dengan susah payah Pengiring Mayat Muka Hijau keluarkan tubuhnya dari semak
belukar. Dada kanannya yang cidera terkena tendangan diusapnya berulang kali.
Dia memandang ke jurusan lenyapnya Iblis Pemalu. "Pemuda baju hijau itu tak
bakal lari jauh!
Aku yakin Pukulan Penghancur Mayat yang aku lepaskan tadi mengenai tubuhnya
walau tidak telak...."
Dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalam ke dada yang cidera. Lalu begitu
selesai mengatur jalan nafas dan peredaran darah dia segera menyadari satu hal.
"Aku harus mengejar mereka. Aku tidak bisa membiarkan Iblis Pemalu mendapatkan
peta petunjuk di mana adanya Pedang Naga Suci 212 itu! Kalau sampai dia
mendahului pasti Datuk Lembah Akhirat akan menjatuhi hukuman berat padaku!"
Memikir sampai di sini Pengiring Mayat Muka Hijau segera berkelebat. Namun
gerakannya tertahan karena tiba-tiba saja di tempat itu terdengar suara tawa
membahana. Paras anak buah Datuk Lembah Akhirat yang berwarna hijau penuh benjolan seperti
bisul ini tampak tegang. Suara tawa itu bukan suara tawa biasa. Kedua kakinya
yang menginjak tanah dapat merasakan getaran hebat tanda siapa pun adanya orang
yang tertawa pasti memiliki ilmu kepandaian serta tenaga dalam luar biasa.
Berfirasat bakal ada bahaya yang mengancam Pengiring Mayat Muka Hijau cepat
menyelinap ke balik sebatang pohon besar sambil mengerahkan tenaga dalam ke
tangan kanannya. Menyiapkan Pukulan Maut Penghancur Mayat!
* * * Pedang Naga Suci 212
43 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS engiring Mayat Muka Hijau jadi tegang sendiri. Karena setelah ditunggu agak lama
orang yang tertawa itu belum juga muncul. Padahal suara tawanya begitu keras
tanda P orangnya tidak berada jauh dari tempat dia bersembunyi. Suasana yang
mendadak menjadi sunyi senyap membuat anak buah Datuk Lembah Akhirat ini menjadi
salah tingkah. Dia ingin segera keluar dari balik pohon tapi khawatir orang akan
membokongnya. Tidak keluar membuat ketegangan semakin bertumpuk.
Si muka hijau ini tergagau ketika tiba-tiba kembali suara tawa meledak. Kali ini
datangnya justru dari atas pohon di bawah mana dia berlindung. Mendongak ke atas
terkejutlah dia. Seumur-umur baru sekali ini dia melihat pemandangan yang
demikian luar biasa. Dia sempat menggosok mata berulang kali untuk memastikan
bahwa dia tidak salah lihat atau tengah bermimpi.
"Keanehan apa ini! Sudah terbalikkah dunia hingga ada pemandangan begini rupa"!"
Di atas pohon besar, di salah satu cabang dia melihat seekor keledai pendek
kurus. Tegak dengan telinga bergerak-gerak, mata berkedap-kedip dan ekor bergoyanggoyang kian kemari. Di atas punggung keledai kurus kering itu duduk seorang
kakek gemuk luar biasa. Rambutnya digulung di atas kepala. Pakaiannya tak
berkancing dan kesempitan hingga dada dan perutnya yang gembrot berlemak
tersembul. Pengiring Mayat Muka Hijau perhatikan wajah orang di atas pohon itu.
Tua dan memiliki sepasang mata sangat sipit.
"Benar-benar edani" kata si Pengiring Mayat dalam hati. "Keledai bisa berada di
atas pohon! Tak masuk akal! Lalu si gendut yang duduk di atasnya! Meski binatang
itu kurus tapi cabang pohon tidak mungkin menahan bobot tubuhnya. Apalagi
ditambah dengan berat orang tua bertubuh gemuk itul Tapi cabang tidak patah,
bergoyang atau meliuk pun tidak! Siapa adahya dua makhluk aneh ini"!" Tengkuk
Pengiring Mayat Muka Hijau mendadak menjadi dingin. Dia tidak bisa menduga
pasti. Namun terus memutar otak mengingat-ingat.
Tiba-tiba si gemuk di atas pohon keluarkan suara bersuit. Lalu tertawa bergelak.
Ranting-ranting pohon bergemeretak. Daun-daun bergemeresik bahkan ada yang
berguguran. "Dasar keledai pandir! Tolol! Bodoh! Hendak kau bawa ke mana aku ini"! Jalan ke
sorga bukan di sini! . Ha... ha... ha! Ayo lekas turun! Jangan membuat aku
gamang. Bisa-bisa aku ngompo! di celana! Ha... ha... ha! Ayo turun!"
Si gemuk tepuk-tepuk pantat keledainya. Binatang ini mengeluarkan suara melenguh
lalu menggerakkan tubuh sebelah belakangnya ke atas beberapa kali. Si gemuk di
atas punggung keledai bergoncang-goncang. Dada dan perutnya yang gembrot
bergoyang-goyang.
"Keledai dungu! Apa yang kau lakukan ini! Aku bilang jangan membuat diriku jadi
gamang! Nah... nah! Apa kataku! Lihat apa yang terjadi! Rasakan! Habis kau aku
kencingi!"
Di bawah pohon Pengiring Mayat Muka Hijau tersentak kaget ketika ada air jatuh
membasahi muka dan dadanya. Ketika mencium bau air dan menyadari air apa adanya
yang barusan membasahi muka serta pakaiannya menyumpahlah dia habis-habisan.
Sementara itu di atas pohon kakek gemuk kembali tertawa keras. Dia tepuk pantat
keledai seraya berkata mengancam. "Keledai geblek! Lekas turun ke tanah! Kalau
kau masih Pedang Naga Suci 212
44 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
membandel akan aku tutup lobang anusmu! Jangan harap kau bisa buang hajat selama
satu minggu!"
Entah mengerti ucapan si gemuk entah bagaimana, nyatanya keledai kurus itu
melenguh tinggi dan putar-putar. ekornya. Lalu perlahan-lahan selangkah demi
selangkah dia meniti cabang pohon. Begitu sampai pada batang pohon keledai ini
terus membelok ke bawah dan betul-betul luar biasa! Binatang ini terus
menjejakkan kaki pada batang pohon, bergerak turun ke bawah!
Pengiring Mayat Muka Hijau yang sudah tak dapat menahan amarahnya sesaat jadi
terkesiap. Dia memperhatikan dengan mata mendelik. Ketika dia mengetahui apa
sebenarnya yang terjadi kembali dia menyumpah.
"Jahanam gendut itu menipuku! Ternyata kakinya yang menempel di batang pohon.
Keledai di bawahnya hanya mengikuti gerakannya saja!" Walaupun demikian
Pengiring Mayat Muka Hijau tetap tercengang melihat kehebatan kakek gemuk yang
terus-terusan keluarkan suara tertawa itu. "Dia memiliki tenaga dalam aneh yang
mampu membuatnya meniti pohon dengan tubuh melintang di udara!
Telapak kakinya seperti memiliki perekat!"
Keledai dan si gemuk akhirnya menjejakkan kaki di tanah. Kini lebih jelas di
mata Pengiring Mayat Muka Hijau. Sebenarnya kakek gemuk itu tidak duduk di atas
punggung keledainya karena ke dua kakinya yang panjang buntak menjejak tanah
menopang tubuhnya yang berat!
Si gemuk usap-usap perutnya lalu kembali mengumbar tawa yang menggetarkan
seantero tem-pat. "Keledaiku, kau boleh pergi mencari makan. Tapi awas! Jangan
jauh. Tempat ini terasa aneh. Banyak pohon gundul berwarna hijau. Aku menunggumu di
sini sambil melepas lelah dan bernyanyi-nyanyi!"
Dengan satu gerakan ringan si gendut turun dari keledainya. Begitu binatang itu
menyeruak di antara pepohonan si gemuk menghampiri sebatang pohon lalu duduk
menjelepok di tanah, bersandar ke pohon. Padahal di sebelah belakangnya tegak
bersembunyi Pengiring Mayat Muka Hijau yang barusan dikencinginya!
Mencari saudara semata wayang
Entah hilang entah nyawa sudah melayang
Lain yang dicari
Lain yang ditemui
Kalau memang bukan maling bukan pencuri
Mengapa sengaja sembunyikan diri
Ha... ha... ha....
Enaknya hidup di dunia ini
Bisa tertawa bisa menyanyi
Ha... ha... ha!
Di balik pohon Pengiring Mayat yang sengaja menahan nafas maklum kalau nyanyi
yang dilantunkan kakek gendut itu merupakan sindiran bagi dirinya. Dalam pada
itu dia kini sudah bisa menduga siapa adanya orang itu. Maka tanpa tunggu lebih
lama dia segera keluar dari balik pohon di belakang si gemuk.
Pedang Naga Suci 212
45 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bukankah aku berhadapan dengan tokoh dunia persilatan terhormat yang disebut
dengan gelaran Dewa Ketawa?" Pengiring Mayat Muka Hijau menegur.
Suara tawa si kakek gemuk langsung berhenti. Sepasang matanya yang sipit
memandangi Pengiring Mayat Muka Hijau dari rambut sampai ke kaki. Lalu
meledaklah tawa orang ini kembali.
"Kau pandai menerka siapa diriku. Tapi aku agaknya bakalan susah menduga siapa
dirimu! Di atas kepalamu ada sarang tawon. Ha... ha... ha! Mukamu hijau benjalbenjol seperti ulat daun. Tubuhmu ada bau pesingnya! Bibirmu diganduli tulang.
Bagaimana kau mencium kekasih atau istrimu! Ha... ha... ha.... Siapa kau ini
kira-kira ya" Ha... ha... ha!"
Rahang Pengiring Mayat Muka Hijau menggembung. Tenggorokannya turun naik.
"Orang tua gendut! Aku merasa banyolanmu tidak lucu!"
"Huss! Siapa yang sedang membanyol! Aku tadi cuma menyanyi, bukan membanyol!
Jangan-jangan pendengaranmu agak terganggu alias tuli! Ha... ha... ha!"
"Dewa Ketawa! Kekonyolanmu sudah melampaui batas! Tadinya aku punya rencana baik
untukmu! Tapi kini terpaksa aku batalkan!"
"Ah, kalau begitu rejekiku memang jelek. Tapi bagaimana kau bisa membuat rencana
baik bagiku kalau dirimu sendiri kejatuhan sial! Barusan bukankah ada setan
pohon yang mengencingimu"! Ha... ha... ha!"
"Dewa Ketawa, kau boleh tertawa sampai lidahmu copot! Jangan kaget kalau aku
beri tahu bahwa kakakmu si Dewa Sedih ada di bawah kekuasaan kami orang-orang
Lembah Akhirat...."
"Eh, apa..."! Astaga kenapa telingaku tiba-tiba menjadi budek"!" Si gendut Dewa
Ketawa ketok-ketok bagian kepala dekat telinganya kiri kanan. "Coba kau ulangi
lagi ucapanmu tadi! Aku kurang memperhatikan, kurang mendengar! Kau bilang
kakakku mau kawin" Eh...! Ha.,, ha... ha! Coba ulangi lagi ucapanmu!"
"Kakakmu si Dewa Sedih berada di bawah kekuasaan kami orang-orang Lembah
Akhirat! Tak ada jalan kembali baginya ke dunia luar! Seumur-umur dia akan jadi
budak Datuk Lembah Akhirat! Dan jangan menyesal kalau dirimu pun akan segera
menerima giliran!"
"Ha... ha...! Kalau hendak diajak jalan-jalan ke akhirat aku pun suka! Belum
pernah aku pergi ke sana. Kapan kita berangkat" Sekarang..."!" Dewa Ketawa
bergerak bangkit.
Namun saat itu juga Pengiring Mayat Muka Hijau menendang kakinya hingga si
gendut itu jatuh terduduk kembali di bawah pohon.
"Hai! Barusan kau bilang hendak mengajak aku jalan-jalan ke akhirat! Mengapa
sekarang menye-rimpung kakiku"!" tanya Dewa Ketawa terheran-heran sambil menahan
tawa. Tadi kakimu! Sekarang mulut besarmu!" bentak Pengiring Mayat Muka Hijau. Lalu
tangan kanannya melesat ke depan.
"Bukkk!"
Kepala Dewa Ketawa membentur batang pohon di belakangnya ketika jotosan tangan
kanan Pengiring Mayat Muka Hijau mendarat di mulutnya. Bibirnya pecah. Darah


Wiro Sableng 094 Pedang Naga Suci 212 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengucur. Tapi si gendut ini masih bisa tertawa sambil seka darah di mulutnya.
"Kau baik hati sekali hanya memecahkan bibirku tidak merontokkan gigiku! Ha...
ha... ha! Untung.... Karena dalam mulutku gigiku hanya tinggal dua! Ha... ha...
ha!" Pedang Naga Suci 212
46 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Berapa nyawa yang adadalam tubuhmugendut keparat"!" tanya Pengiring Mayat Muka
Hijau. "Eh, walau dara bertanyamu mulai kasar tapi aneh juga! Kampret cuma punya satu
nyawa! Burung hantu alias kokokbeluk juga punya satu nyawa! Ular keket yang
tampangnya sepertimu hanya punya Satu nyawa. Keledai butut tungganganku juga
punya satu nyawa. Lalu apa menurutmu aku bisa punya dua nyawa kalau yang satu
aku pinjam darimu"! Ha... ha... ha...! Untung mukamu hijau. Kalau tidak pasti
sudah merah dadu saat ini! Ha... ha... ha!"
"Gendut edan! Kau akan menyesal sampai ke liang kubur! Nyawamu yang cuma satu
itu terpaksa harus kau serahkan padaku saat ini juga!"
Saat itu diam-diam Pengiring Mayat Muka Hijau telah kerahkan tenaga dalam ke
tangan kanannya untuk mengeluarkan pukulan sakti Penghancur Mayat. Selagi Dewa
Ketawa masih asyik tertawa-tawa tiba-tiba dia hantamkan tangannya ke depan.
"Wuutt!"
"Settt!"
Belum lagi sinar hijau mematikan membersit keluar dari tangan Pengiring Mayat
Muka Hijau tiba-tiba tangan kanan anak buah Datuk Lembah Akhirat ini telah masuk
dalam cengkeraman tangan kanan Dewa Ketawa.
Pengiring Mayat Muka Hijau kaget luar biasa. Dengan cepat dia menarik tangannya.
Namun bagaimanapun dia mengerahkan tenaga sampai keluarkan keringat dingin, dia
tidak mampu melepaskan tangan kanannya dari cengkeraman si gemuk itu.
Dewa Ketawa tertawa mengekeh. "Apa ceritamu tentang nyawa sudah selesai...."
Dewa Ketawa mengejek. "Aku masih punya waktu untuk mendengarkan! Ha... ha...
ha...!" "Jahanam! Lepaskan cengkeramanmu! Atau kakakmu akan aku suruh bunuh biar jadi
setan penasaran!" Membentak Pengiring Mayat Muka Hijau. Tonjolan-tonjolan di
mukanya kelihatan seperti membengkak hingga kepalanya jadi tampak lebih besar.
Dewa Ketawa ganda tertawa. "Kasihan, kau kesakitan rupanya. Memang tanganku
kasar, tidak sehalus tangan gadis cantik jelita! Ha... ha... ha! Sudah, tak
perlu cengeng. Lihat tanganmu akan aku lepaskan.... Ha... ha... ha!"
Ternyata Dewa Ketawa tidak segera melepaskan cengkeraman tangan kanannya pada
tangan Pengiring Mayat Muka Hijau. Acuh tak acuh sambil terus tertawa-tawa lima
jari tangannya bergerak meremas. Telapak tangannya menjepit laksana jepitan
besi. "Kreekkk.... Kereekkkk.... kereek!"
Terdengar suara berderak tiga kali.
Pengiring Mayat Muka Hijau menjerit setinggi langit.
Ketika Dewa Ketawa lepaskan cengkeramannya kelihatan bagaimana tangan kanan
Pengiring Mayat Muka Hijau telah hancur. Tulang-tulangnya mencuat berpatahan!
"Manusia tak tahu diuntung! Tadi kau minta tanganmu dilepaskan. Setelah aku
lepaskan bukannya mengucapkan terima kasih malah menjerit-jerit seperti anak
kecil!" "Keparat jahanam! Aku mengadu jiwa denganmu!" teriak Pengiring Mayat Muka Hijau.
Tiga jari tangan kirinya melesat laksana tiga mata tombak ke tenggorokan Dewa
Ketawa. Yang diserang sesaat masih tertawa. Tiba-tiba Dewa Ketawa meniup ke depan. Saat
itu juga sekujur tubuh Pengiring Mayat Muka Hijau menjadi kaku tak bisa
bergerak, tak mampu bersuara! Inilah ilmu totokan dengan cara meniup yang dalam
rimba persilatan hanya dimiliki oleh Dewa Ketawa!
Pedang Naga Suci 212
47 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Ha... ha... ha! Sekarang kau sudah jadi anak baik penurut! Saatnya kau
mengantarkan aku ke tempat terletaknya Lembah Akhirat!"
Dewa Ketawa bangkit berdiri. Dua jari tangan kanannya dimasukkan ke dalam mulut.
Lalu dari mulut itu keluar suara bersuit tiga kali nyaring sekali. Sesaat
kemudian dari balik semak belukar menyeruak datang keledai pendek kurus
tunggangannya. DewaKetawa tertawa panjang. "Bagus, sekali ini kau datang cepat. Berarti kau
juga senang diajak jalan-jalan ke Lembah Akhirat!"
Dewa Ketawa naik ke punggung keledai itu. Ke dua kakinya menjejak tanah. Dengan
tangan kirinya dijambaknya rambut Pengiring Mayat Muka Hijau. Dengan tangan
kanan digebuknya pinggul keledai. Binatang dan penunggang sama-sama bergerak.
Tubuh Pengiring Mayat Muka Hijau ikut terseret!
* * * Pedang Naga Suci 212
48 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS anji menghentikan larinya ketika dirasakannya tangan kanannya seperti kesemutan.
Ketika dia meneliti berubahlah paras pemuda ini. Ujung baju hijaunya mulai dari
P bahu sampai ke pinggang nampak berlubang besar, berubah jadi bubuk!
"Sedikit saja pukulan itu lebih masuk ke dalam pasti sebagian tubuhku berubah
jadi debu!" membatin si pemuda. "Rupanya bukan cerita kosong bahwa orang-orang
Lembah Akhirat memiliki ilmu Pukulan Penghancur Mayat yang mengerikan itu! Kalau
dibiarkan mereka malang melintang berbuat sekehendak hatinya celakalah dunia
persilatan di tanah Jawa ini. Padahal aku baru saja menjejakkan kaki di sini.
Belum punya pengalaman, apalagi yang namanya menimba ilmu baru!"
Tiba-tiba ingat pada Anggini dan Pendekar 212. "Dua orang itu agaknya bisa
kujadikan sahabat. Apa yang terjadi dengan mereka. Apakah usahaku tadi dapat
menolong mereka" Sampai saat ini tak ada yang mengejarku. Kalau mereka sampai
dikeroyok empat celaka besar akan mereka hadapi! Aku harus kembali ke lembah
batu itu!"
Berpikir sampai di situ Panji berusaha merapikan pakaiannya yang robek hangus
itu. Ketika dia belum lama menyusuri jalan yang tadi dilewatinya tiba-tiba di
depannya tegak menghadang Iblis Pemalu. Orang ini berdiri dengan kedua tangan
menutupi wajah namun di antara sela-sela jarinya Panji melihat sepasang mata
memandang tak berkesip padanya.
"Hanya dia seorang yang mengejar. Berarti yang tiga lainnya masih di lembah,"
pikir Panji yang tidak mengetahui kalau Pengiring Mayat Muka Hijau telah dibuat
tak berdaya oleh Dewa Ketawa.
"Sobatku, mengapa kau menghadangku?" menegur Panji dengan nada bersahabat.
"Aku bukan sobatmu! Aku malu jadi sobatmu! Lekas serahkan padaku peta itu!"
Melihat sikap aneh orang di hadapannya yang terus-terusan menutupi wajahnya
Panji memutar otak. "Orang aneh kalau diikuti segala perbuatannya bisa dijadikan
sahabat. Tapi kalau meleset bisa membawa kematian.... Orang ini jelas memiliki ilmu
kepandaian yang bisa membawa bencana bagiku! Aku harus berani ambil keputusan!"
Maka Panji lantas meniru perbuatan Iblis Pemalu. Dengan kedua tangannya dia
menutupi mukanya. "Aku jadi malu kau tidak menerima persahabatanku! Daripada
malu terus lebih baik aku pergi saja...." Panji lalu memutar diri dan melangkah
pergi. "Tunggu! Jangan pergi!" Tiba-tiba Iblis Pemalu berteriak dan sekali berkelebat
dia telah berada di hadapan Panji. "Kalau kau tidak menyerahkan peta itu, aku
tidak akan menjadi sahabatmu! Malah aku akan membunuhmu saat ini juga!"
"Celaka! Bagaimana aku harus menjawab!" keluh Panji.
"Mengapa tak menjawab" Apa merasa malu"!" bentak iblis Pemalu.
"Ya... yai Aku merasa malu. Yang aku perlihatkan di lembah itu sebenarnya bukan
peta. Tapi sehelai potongan kain butut!"
"Aku tidak percaya. Jangan membuat aku malu karena tertipu! Keluarkan kain itu!
Perlihatkan padaku!" bentak Iblis Pemalu.
"Ah.... Aku benar-benar malu!" ujar Panji. Tangan kirinya diselinapkan ke balik
pakaian. Ketika dikeluarkan tampak dia memegang sehelai kain putih yang sudah
kusut dan dekil. Kain itu diulurkannya pada Iblis Pemalu.
"Aku malu memegangnya! Kembangkan di tanah!" perintah Iblis Pemalu.
Pedang Naga Suci 212
49 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Panji membungkuk. Potongan kain dikembangkannya di tanah. Di atas kain itu
memang tidak ada tulisan ataupun peta seperti yang dikatakan Panji.
"Balikkan kainnya!" kata !b!is Pemalu pu!a.
Kembali Panji mengikuti apa yang diperintahkan. Kain putih dibalikkan dan
dikembangkan. Pada bagian ini pun tidak ada apa-apanya. ,
"Hemmm.... Sayang matahari hampir tenggelam. Aku tak bisa mengembangkan kain itu
ke arah matahari. Siapa tahu peta itu tersembunyi di dalamnya dan hanya bisa
dilihat kalau dikembangkan di bawah penerangan tembus sinar sang surya!"
"Sobatku, kau cerdik sekali," memuji Panji.
"Jangan membuat aku malu dengan pujian!" hardik Iblis Pemalu.
"Harap maafkan aku. Tapi terus terang sebenarnya aku merasa malu karena telah
menipumu...."
"Apa maksudmu" Jangan-jangan kau menyembunyikan peta yang sebenarnya!"
"Aku tidak menyembunyikan apa-apa lagi. Aku sengaja menipu kalian hanya karena
ingin menolong dua sahabatku yang sekarang mungkin masih ada di lembah,
dikeroyok oleh tiga orang kawan-kawanmu itu...."
"Aku datang ke sana bukan untuk mengeroyok! Mengeroyok adalah perbuatan
memalukan! Tunggu, jangan mengalihkan pembicaraan. Kau belum menerangkan tuntas
apa maksudmu sengaja menipu!"
"Sekali melihat saja aku sudah tahu bahwa kau dan teman-temanmu adalah orangorang persilatan berkepandaian tinggi. Aku dan dua kawahku tak mungkin bisa
menang menghadapi kalian. Karena itu aku memancing dengan memperlihatkan secarik
kain butut yang kebetulan kubawa. Lalu kukatakan saja kain itu adalah peta
petunjuk di mana beradanya Pedang Naga Suci 212. Habis berkata begitu aku lalu
melarikan diri dengan harapan agar kalian mengejar. Dengan demikian dua
sahabatku itu selamat dari keroyokan kalian. Nyatanya yang mengejar aku cuma kau
sendiri. Berarti tiga temanmu masih ada di sana! Pasti saat ini tengah terjadi
perkelahian hebat di lembah. Aku harus kembali ke sana menolong mereka!"
"Jangan kau berani pergi dari sini!" bentak Iblis Pemalu. Dua matanya berputarputar memandangi Panji. Lalu dari mulutnya terdengar suara tawa cekikikan.
"Manusia aneh, apa pula yang ditertawakannya!" pikir Panji.
"Sobatku, kalau kau tetap menghadang berarti kau melakukan perbuatan yang
memalukan. Kau membantu tiga orang itu mencelakai dua temanku!"
"Jangan bicara seenak perutmu! Yang mengejarmu bukan aku sendirian. Tapi manusia
bermuka hijau itu juga ikut mengejar. Hanya aku tidak tahu sampai saat ini dia
tidak muncul!"
"Kalau kau Jngin dipermalukan apa kau mau memberi jalan agar aku segera bisa
kembali ke lembarrbatu?" tanya Panji pula.
"Berarti aku juga harus segera ikut ke sana!"
"Guna membantu tiga temanmu itu"!"
"Jangan bicara memalukan! Mereka bukan temanku! Aku ikut mereka karena diajak
oleh Datuk Gadang Mentari, katanya aku akan dipertemukan dengan dua orang yang
telah membunuh saudaraku yaitu Datuk Buluiawang! Kalau aku tidak ikut mereka
bukankah itu satu hal yang memalukan" Tidak melakukan sesuatu terhadap orangorang yang telah membunuh saudara sendiri"! Kalau aku dibuat malu terus-terusan
apakah menurutmu Pedang Naga Suci 212
50 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lambat laun kemaluanku tidak tambah besar" Astaga aku mengatakan sesuatu yang
salah! Sungguh memalukan! Maksudku...."
"Sudah! Sudah! Aku mengerti maksudmu!" kata Panji sambil tersenyum. "Pasti,
tentu saja memalukan jika tidak melakukan sesuatu atas kematian saudara yang
dibunuh orang. Aku dapat mengerti perasaanmu. Tapi bakal memalukan lagi kalau ternyata dua
orang itu sebenarnya bukan pembunuh saudaramu! Itu hanya akal-akalan Datuk
Gadang Mentari saja! Mungkin dia punya maksud tertentu atau disuruh oleh
seseorang yang hendak mencari keuntungan darimu...."
Iblis Pemalu terdiam sesaat. Mukanya yang selalu ditutup dengan dua tangan
tampak basah keringatan. "Agar aku tidak tambah malu, apa yang harus aku
lakukan?" "Kau teruskan perjalananmu. Aku akan kembali ke lembah batu untuk menolong dua
sahabatku itu!"
"Hemm... Kalau mereka sahabatmu, adalah memalukan kalau aku tidak menganggap
mereka sahabatku juga. Aku ikut bersamamu!"
Panji terdiam bimbang. "Apakah orang yang kelihatannya kurang waras ini bisa
dipercaya?" pikirnya. "Dia dijuluki Iblis Pemalu. Kalau tidak memiliki sifat
jahat seperti iblis, tidak mungkin dia digelari seperti itu.
"Kau malu membawa aku ke sana?" bertanya Iblis Pemalu. "Hemm.... aku tahu!
Jangan-jangan.... Ha... ha... ha!"
"Jangan-jangan apa"!" tanya Panji tak mengerti.
"Kau takut aku merampas gadis cantik berbaju ungu itu! Kau telah jatuh hati
padanya! Benar"!"
Panji tertawa gelak-gelak. Tapi wajahnya tampak kemerahan.
Di balik ke dua tangannya wajah Iblis Pemalu tertawa lebar. "Wajahmu merah!
Pasti dugaanku betul! Ha... ha... ha! Dengar sobatku. Eh siapa namamu?"
"Panji."
"Dengar, jika aku sudah menganggap seseorang sebagai sahabat, walau hatiku bisa
berubah sejahat iblis tapi aku tidak akan mengkhianatinya."
"Terima kasih kau mau menganggapku sebagai sahabat," kata Panji dengan perasaan
lega. "Aku menduga gadis itu menyukaimu...."
"Kau bicara memalukan saja sobatku. Pemuda yang bersamanya adalah kekasihnya!"
kata Panji. "Bagaimana kau tahu?" tanya ibis Pemalu. Panji terdiam. "Nah, kau tak bisa
menjawab. Berarti dugaanku tidak salah! Ayo lekas kita kembali ke lembah.
Sebentar lagi hari akan gelap!"
Iblis Pemalu putar tubuhnya lalu tinggalkan tempat itu. Kalau tadi Panji tidak
menginginkan orang aneh itu kembali ke lembah, kini dia yang jadi mengikuti.
Ketika sampai di lembah batu matahari telah tenggelam dan keadaan di tempat itu
mulai gelap. Mereka tidak menemukan Wiro ataupun Anggini. Sebaliknya di tempat
itu menggeletak mayat Datuk Gadang Mentari. Kepalanya pecah. Mukanya hancur dan
lehernya hampir putus dijirat selendang berwarna ungu.
"Kita datang terlambat sobatku! Memalukan sekali!" kata Iblis Pemalu.
Pedang Naga Suci 212
51 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Panji hanya bisa anggukkan kepala. Dalam udara yang mulai gelap dia memandang
berkeliling. Namun tak seorang lain pun tampak di tempat itu. Tiba-tiba Iblis
Pemalu mendongak.
"Aku mendengar suara seseorang merintih.... Datangnya dari arah sana. Dari balik
batu cadas besar.... Jangan bertindak yang memalukan. Lekas kita menyelidik ke
sana!" Iblis Pemalu berkelebat ke arah batu besar di ujung kanan lembah. Lalu
terdengar suaranya berseru. "Sobatku Panji! Lekas kemari!"
Panji melompat ke balik batu besar di mana Iblis Pemalu berada. Dia terkejut
ketika menyaksikan sesosok tubuh tergeletak di tanah. Pakaiannya penuh robek.
Luka berdarah terlihat di mana di mana-mana.
"Anggini!" seru Panji. "Apa yang terjadi"!"
"Sungguh memalukan!" desis Iblis Pemalu. Sepasang matanya berkilat-kilat
memandangi sekujur tubuh Anggini. Lalu dia cepat berkata. "Panji, luka yang
diderita sahabatmu tidak seberapa. Tapi racun yang mengendap dalam tubuhnya
sangat jahat! Lekas kau suruh dia menelan obat ini!"
Iblis Pemalu angkat tangan kanannya dari wajahnya. Tangan kiri masih menutupi.
Dari kantong celana hitamnya dia keluarkan satu lipatan kertas yang segera
diserahkannya pada Panji. "Lekas kau. masukkan semua obat itu ke dalam mulutnya.


Wiro Sableng 094 Pedang Naga Suci 212 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memalukan kalau dia sampai menemui ajal dan kita tidak bisa menolong!"
Panji yang telah percaya penuh pada Iblis Pemalu cepat membuka lipatan kertas di
dalam mana terdapat sejenis bubuk berwarna kuning dan menebar bau harum.
"Anggini, buka mulutmu. Telan obat ini...."
"Ja... jangan perdulikart di... diriku. Tolong sahabatku Pendekar 212. Dia...
dia diculik nenek jahat bernama Sika Sure Jelantik..."
"Kami akan menolongnya nanti. Yang penting kau cepat telan obat ini!" kata Panji
pula. Lalu setengah memaksa ditekannya ke dua pipi si gadis hingga mulut Anggini
terbuka. Obat bubuk kuning yang ada dalam lipatan kertas dikucurkannya ke dalam
mulut gadis itu. Anggini mengeluarkan suara tercekik lalu batuk-batuk.
Panji cepat tekap mulut gadis itu hingga akhirnya obat dalam tubuhnya tertelan
masuk ke dalam tenggorokan. Bersamaan dengan masuknya obat ke dalam perut si
gadis langsung jatuh pingsan.
"Anggini!" seru Panji yang jadi bingung melihat keadaan si gadis dan menyangka
telah menghembuskan nafas terakhir, Dia berpaling pada Iblis Pemalu dan
memandang penuh curiga.
"Jangan khawatir. Gadis itu cuma pingan! Aku tidak melakukan sesuatu yang
memalukan! Dengar, kau tunggu gadis itu sampai dia siuman. Aku akan coba
mengejar nenek yang melarikan sahabatmu itu! Memalukan, sudah tua bangka masih
suka-sukanya melarikan anak muda!" Habis berkata begitu Iblis Pemalu segera
berkelebat pergi sementara hari merayap gelap.
Apakah yang telah terjadi di lembah batu sepeninggalnya Panji, Iblis Pemalu dan
Pengiring Mayat Muka Hijau"
* * * Pedang Naga Suci 212
52 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS eperti dituturkan sebelumnya yang membunuh Datuk Mangkuto Kamang adalah Sutan
Alam Rajo Di Bumi. Namun Sutan Alam kemudian mengarang cerita bahwa Smurid Dewa
Tuak Angginilah yang membunuh sang Datuk disertai bukti-bukti palsu.
Terhasut oleh fitnah itu maka Datuk Gadang mentari, kakak- kandung Datuk
Mangkuto Kamang meninggalkan tempat kediamannya di muara sungai Siak. Sebenarnya
Datuk Gadang Mentari sudah belasan tahun tak pernah lagi mencampuri urusan dunia
persilatan. Dalam usianya yang telah lanjut itu dia lebih banyak bersunyi diri di tempat
kediamannya. Apa lagi dia menderita semacam penyakit yang membuat kedua matanya sedikit demi
sedikit keluar dari rongganya. Itu sebabnya dalam keadaan bagaimanapun orang tua
ini terpaksa harus mendongakkan kepala agar kedua bola matanya tidak bergayut
yang dikhawatirkannya bisa tangga! dan jatuh!
Walau sudah lama tidak turun lagi ke rimba persilatan namun di kawasan timur
pulau Andalas orang tua ini tetap dikenal sebagai salah seorang tokoh yang
disegani kawan ditakuti lawan. Dengan demikian jelas dia memiliki kepandaian
tinggi. Hari itu yang dihadapinya adalah seorang gadis yang meskipun masih muda
belia tapi telah mendapat gemblengan hebat serta pengalaman luas. Ketika Sang
Datuk melancarkan serangan tangan kosong Anggini langsung balas menghantam
dengan selendang ungunya.
"Wuttt!" "Desss!"
Tangan kanan Datuk Gadang beradu dengan ujung selendang ungu. Sang Datuk
tersentak kaget dantersurut dua langkah. Mukanya yang mendongak tampak berobah
sedang sepasang matanya bergerak cepat. Walau tangannya tidak cidera namun dari
bentrokan tadi dia, segera maklum kalau lawannya yang masih muda itu memiliki
tenaga dalam tinggi. Ketika menyerang lagi untuk ke dua kalinya sang Datuk tidak
berani memukul langsung tapi kibaskan lengan jubahnya.
Satu gelombang angin menderu ke arah Anggini. Si gadis berteriak keras dan
melompat ke atas. Dari atas selendangnya berkelebat menyambar ke arah kepala
lawan. Datuk Gadang Mentari lipat ke dua lututnya. Begitu selendang lewat di atas
kepalanya dia langsung menghantam dengan dua tangan sekaligus.
Angin laksana topan prahara menyambar tubuh Anggini. Membuat gadis ini terpekik
kaget. Dia cepat berputar. Walau sempat mengelak namun tak urung salah satu kaki
celana ungunya tersambar robek. Merasa mendapat angin Datuk Gadang Mentari susul
dengan serangan berantai hingga Anggini terpaksa melompat ke atas sebuah batu
cadas. Datuk Gadang Mentari agaknya tak mau memberi kesempatan. Beium lagi sepasang
kaki si gadis menyentuh batu dia kembali melancarkan serangan tangan kosongmengandung tenaga dalam tinggi.
"Braaakkk!"
Batu di bawah kaki murid Dewa Tuak hancur berantakan. Anggini kelihatan agak
gugup dan terlambat mengatur kuda-kuda. Ketika dia melompat ke kiri, salah satu
kakinya tertekuk dan tubuhnya miring. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh
Datuk Gadang Mentari. Didahului suara menggembor, dengan kepala mendongak dia
menerjang dan kirimkan satu tendangan kaki kanan.
Anggini gerakkan tangan kanannya yang memegang selendang.
Pedang Naga Suci 212
53 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Wuttt!"
Selarik sinar ungu membeset ke arah kaki Datuk Gadang Mentari yang mencari
sasaran di kepala si gadis. Namun serangan sang Datuk ternyata hanya tipuan
belaka. Begitu sambaran selendang yang bisa mematahkan kakinya lewat, Datuk Gadang
Mentari teka p matanya dengan tangan kiri lalu membuat gerakan berjumpalitan dua
kali. Ke dua kakinya mencuat ke udara. Anggini melompat mundur untuk menghindar
namun tubuhnya tertahan oleh dinding batu cadas! Mau tak mau, satu-satunya jalan
untuk selamatkan diri adalah melompat ke kiri atau ke kanan.
Anggini memilih melompat ke kiri. Sayang gerakannya terlambat. Kaki kanan lawan
memang bisa dielakkannya. Kaki itu menghantam batu cadas hingga pecah
berantakan. Sebaliknya kaki kiri sang Datuk melesat mengikuti arah gerakan mengelak si
gadis. "Bukkk!"
Anggini terpekik. Tubuhnya terpental ke kanan begitu tendangan kaki Datuk Gadang
Mentari menghantam pinggangnya. Di samping kanan telah menunggu dinding batu
cadas. Anggini merasa seolah sekujur tubuhnya sebelah kanan hancur remuk begitu beradu
keras dengan batu. Selendang sutera ungunya terlepas dari tangan dan jatuh ke
dalam telaga kecil.
Dia sendiri tersandar menahan sakit di dinding batu.
Datuk Gadang Mentari dengan kepala mendongak ke langit melangkah mendatangi.
"Anak gadis, sebenarnya aku dan gurumu si Dewa Tuak pernah bersahabat! Tapi
dosamu keliwat besar! Aku terpaksa melupakan persahabatan itu dan membunuhmu
saat ini sebagai batasan sakit hati atas pembunuhan yang kau lakukan terhadap
saudaraku!"
"Aku tidak membunuh adikmu!" teriak Anggini.
Datuk Gadang Mentari keluarkan tawa mengekeh. Sekali berkelebat dia sudah berada
satu langkah dari samping Anggini. Dua tangannya diulurkan cepat sekali dan
tahu-tahu sudah mencekal leher si gadis!
Anggini merasa nyawanya seolah terbang. Namun dia tidak hilang akal. Dengan siku
tangan kirinya dihantamnya rusuk orang tua itu.
"Kraaakk!"
Paling tidak ada dua tulang iga Datuk Gadang Mentari yang patah. Selagi sang
Datuk mengeluh tinggi kesakitan Anggini luncurkan dirinya masuk ke dalam telaga,
dengan cepat mengambil selendangnya yang mengapung di air. Datuk Gadang Mentari
yang walau mendongak dan kesakitan masih bisa mengetahui di mana (awannya
berada. Tangan kirinya dihantamkan dengan pengerahan tenaga dalam penuh. Di saat
yang sama, sedikit lebih cepat Anggini putar selendang suteranya ke arah kaki
Datuk Gadang Mentari. Walau cuma sehelai selendang halus dan dalam keadaan
basah, namun di tangan murid Dewa Tuak benda itu bisa berubah seperti ular atau
tombak atau pentungan besi!
Datuk Gadang Mentari terjungkal begitu kaki kirinya dihantam selendang. Di dalam
air Anggini sudah menunggu dengan hantaman berikutnya karena mengira sang Datuk
akan terbanting jatuh ke dalam telaga. Namun lawan berlaku cerdik. Dengan
membuat gerakan berputar Datuk Gadang Mentari berhasil melesatkan dirinya ke
kanan hingga dia jatuh di antara batu-batu cadas di sebelah atas telaga. Orang
tua ini bergerak bangkit dengan cepat. Ketika dilihatnya Anggini muncul di
antara dua Celah batu cadas, sang Datuk cepat menghantam salah satu batu di
depannya. Hancuran batu berhamburan menghantam ke arah Anggini. Hancuran batu
ini bukan sembarangan karena tidak ubahnya dengan puluhan senjata rahasia yang
bisa membuat sekujur tubuhnya tercabik-cabik!
Pedang Naga Suci 212
54 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Secepat kilat Anggini jatuhkan diri ke tanah. Walau gerakannya sudah demikian
cepat namun masih ada hancuran batu yang merobek pakaian dan melukai tubuhnya.
Bahkan beberapa diantaranya menggores kening dan pipinya hingga menimbulkan luka
berdarah. Datuk Gadang Mentari bangkit berdiri lebih dulu dari Anggini. Justru inilah
kesalahannya. Sebelum dia melancarkan satu tendangan mematikan ke arah kepala si
gadis, murid Dewa Tuak hantamkan selendangnya ke bawah perut sang Datuk. Jubah
hitam belang putih Datuk Gadang Mentari robek besar. Dari sela robekan kelihatan
darah mengucur. Sang Datuk terjajar mundur. Kepalanya masih mendongak namun
tersentak-sentak.
"Gadis jahanam! Terima kematianmu!" Datuk Gadang Mentari kebutkan lengan
jubahnya sebelah kiri. Terdengar suara bersiur disusul melesatnya tiga buah
benda terbuat dari besi hitam berujung tiga. Seumur hidupnya baru dua kali Datuk
Gadang Mentari mengeluarkan senjata rahasia beracun itu. Yaitu pada keadaan
sangat terdesak dimana dia tak sanggup lagi menghadapi lawan. Ini adalah kali ke
tiga dia terpaksa mengeluarkan senjata itu untuk menyerang lawannya.
Anggini tak tinggal diam. Dengan tangan kirinya dia mengeruk ke dalam sebuah
kantong kecil di balik pinggangnya. Ketika tangannya melesat keluar maka
setengah lusin paku terbuat dari perak putih berukuran panjang setengah jengkal
berkiblat berkilauan dalam udara yang mulai menggelap.
"Traang... trang... trang!"
Sembilan senjata rahasia berdentrangan di udara disertai memerciknya bunga api.
Selagi Datuk Gadang Mentari terkesiap kecut melihat tiga senjata rahasianya
dikepung dan dibuat mental oleh enam senjata rahasia lawan, Anggini bergerak
menyusup lancarkan serangan. Selendang ungu di tangan kanannya melesat ke udara
lalu berputar dan se-terusnya laksana seekor kepala ular mematuk ke bawah dua
kali berturut-turut. Inilah jurus yang disebut Memecah Angin Memukul Matahari
Menghancurkan Rembulan!
"Praaakk!"
"Praaakk!"
Datuk Gadang Mentari keluarkan pekik keras. Darah mengucur dari kepalanya yang
pecah dan mukanya yang hancur. Sepasang matanya mencelat mental entah ke mana.
Walau cidera berat demikian rupa namun Datuk Gadang Mentari tak segera mati.
Terhuyung-huyung dia melangkah menghampiri Anggini. Dua tangan diulurkan seolah
hendak men-cekik. Ngeri dan juga khawatir lawan masih memiliki ilmu simpanan
yang bisa mencelakainya, murid Dewa Tuak kembali gerakkan tangan kanannya yang
memegang selendang. Senjata andalan si gadis melesat deras, laksana seekor ular
menggelung leher Datuk Gadang Mentari!
Anggini putar pergelangan tangannya. Gerakannya membuat jiratan selendang
mengencang dan "kraakk!" Tulang leher Datuk Gadang Mentari hancur. Kepalanya
miring ke kiri. Nafasnya terhenti. Nyawanya melayang!
Belum lagi sempat Anggini melepaskan jiratan selendangnya dari leher si Datuk
tiba-tiba ada siuran angin di belakangnya. Lalu "bukk!"
Satu hantaman keras mendera punggung Anggini hingga murid Dewa Tuak ini terpekik
dan mencelat sampai dua tombak lalu terhampar di tanah.
"Pengecut pembokong!" teriak Anggini dan "cepat berdiri.
Pedang Naga Suci 212
55 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Di belakangnya terdengar suara orang tertawa mengekeh!
* * * Pedang Naga Suci 212
56 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT BELAS nggini berpaling. Dalam menahan sakit pada punggungnya gadis ini tersurut kaget.
Di hadapannya tegak si nenek Sika Sure Jelantik dengan rambut awut-awutan dan
Ajubah robek. Dia memanggul sesosok tubuh yang ketika diperhatikan si gadis
membuat dirinya tercekat. Yang dipanggul oleh perempuan tua itu ternyata adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Apa yang terjadi dengan Wiro. Pingsan, dalam keadaan tertotok atau..." Kulihat
pakaian putihnya robek dan hangus." Habis membatin begitu murid Dewa Tuak ini
langsung membentak.
"Tua bangka pembokong keji. Ternyata kau bukan cuma seorang pengecut. Tapi juga
penculik busuk! Apa yang kau lakukan terhadapnya"!"
Si nenek tertawa panjang. "Kau begitu mengkhawatirkan dirinya! Apa kau
mencintainya"! Hik... hik... hik!"
"Jangan bicara hgacok! Lekas lepaskan pemuda itu!" Hardik Anggini.
"Percuma kau memperhatikan dirinya. Apa kau tak tahu kalau dia dicintai oleh
seorang gadis berwajah secantik bidadari"! Nasibmu buruk.... Hik... hik... hik!"
Walaupun wajahnya menjadi merah dari dadanya berdebar namun dalam keadaan
seperti itu Anggini tidak terlalu memperhatikan ucapan Sika Sure Jelantik,
Hantaman si nenek yang dilakukan secara membokong pada punggungnya membuat
sekujur tubuhnya terasa sakit. Tapi dia bersedia bertekad mati demi
menyelamatkan Wiro. Secepat kilat Anggini mengeruk kantong senjata rahasianya.
Enam buah paku berdesing di kegelapan. Membuat Sika Sure Jelantik terkejut dan
hentikan tawanya.
"Gadis sialan! Dari senjata rahasiamu aku bisa menduga siapa kau adanya! Gurumu
dan guru pemuda ini masih satu komplotan! Jadi jangan kira aku tidak tega
membunuhmu! Terima kematianmu!"
Habis berkata begitu si nenek gerakkan tangan kirinya. Lima sinar hitam menderu
ke arah Anggini. Inilah ilmu pukulan sakti yang disebut Kilat Kuku Akhirat.
Sebenarnya si nenek memiliki ilmu yang sama namun berdaya kekuatan jauh lebih
dahsyat yang disebut Jalur Hitam Bara Dendam. Namun pukulan sakti Jalur Hitam
Bara Dendam itu hanya akan dikeluarkannya untuk membunuh Tua Gila. Lagi pula dia
menganggap dengan pukulan Kilat Kuku Akhirat sudah cukup bagi si gadis untuk
meregang nyawa karena selama ini belum ada musuh yang sanggup bertahan.
Melihat enam paku peraknya yang dilemparkan dengan tenaga dalam tinggi mental
berpatahan Anggini segera maklum kalau lima jalur sinar hitam pukulan sakti yang
dilepaskan si nenek tidak bisa dibuat main. Serta merta gadis ini jatuhkan diri.
Dua jalur sinar hitam masih sempat melabrak pita di kepala dan bagian bahu baju
ungu murid Dewa Tuak.
Gadis ini memekik keras. Tubuhnya terbanting ke tanah. Nyawanya serasa terbang.
Dia tak berani bergerak ketika si nenek melangkah mendekatinya.
Untung saja Anggini terjatuh di bawah bayang-bayang gelap sebuah batu besar
hingga si nenek tidak bisa melihat jelas. Mengira Anggini sudah menemui ajalnya
Sika Sure Pedang Naga Suci 212
57 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Jelantik segera tinggalkan lembah batu itu dengan memboyong Pendekar 212 di bahu
kirinya. Sebelumnya telah terjadi perkelahian hebat antara Wiro dengan si nenek. Walau
tidak lagi memiliki kepandaian silat serta tenaga dalam namun ilmu tidur yang


Wiro Sableng 094 Pedang Naga Suci 212 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diberikan Si Raja Penidur serta Jubah Kencono Geni yang dikenakannya membuat
Wiro sanggup bertahan sampai dua puluh jurus walau untuk itu dia dibuat babak
belur dan megap-megap kehabisan nafas serta tenaga.
Sika Sure Jelantik dua kali melepaskan pukulan Kuku Kilat Akhirat. Sekujur baju
putih yang dikenakan Wiro tampak robek hangus dan setiap menerima pukulan itu
tubuh Wiro terpental sampai tiga tombak. Asap mengepul.dari tubuhnya! Tapi
sungguh mengherankan si nenek, pemuda itu sama sekali tidak menemui ajalnya.
Dari marah Sika Sure Jelantik berubah menjadi heran. Dari rasa heran ini
timbullah rasa ingin tahu.
"Heran, kesaktian apa yang dimiliki si gondrong bertampang tolol ini! Jelas aku
lihat dia sudah babak belur. Tapi pukulan saktiku sama sekali tak sanggup
membunuhnya! Aku harus menyelidiki! Aku harus mendapatkan ilmu yang dimilikinya
itu! Kalau muridnya punya ilmu sehebat ini, jangan-jangan Tua Gila juga membekal
ilmu yang sama! Heran, bagaimana dalam waktu singkat pemuda tolol ini bisa
sehebat ini"!"
Memikir sampai di situ, Sika Sure Jelantik ham-piriWi.ro yang tergeletak di
tanah. "Kau ingin membunuhku, lakukan cepat!" kata Wiro tanpa rasa takut seolah sudah
pasrah menghadapi kematian.
"Nyalimu boleh juga anak muda! Tidak, jangan kawatir. Aku tak ingin membunuhmu
cepat-cepat...."
"Kalau kau mengharapkan keterangan tentang guruku, walau lidahku kau copot aku
tak akan memberi tahu!"
"Hemmm.... Kau memang murid yang pantas dipuji! Haik... hik!" Dua jari tangan
kiri Sika Sure Jelantik bergerak cepat ke arah pangkal leher Wiro. Saat itu juga
Pendekar 212 tenggelam dalam totokan yang membuatnya tak mampu bergerak ataupun bicara!
Si nenek segera menyambar tubuh Wiro, me-, letakkannya di atas bahu lalu
berkelebat pergi dari tempat itu.
Tak lama setelah si nenek kabur Panji dan Iblis Pemalu muncul kembali di lembah
batu yang ada telaganya itu. Mereka berhasil menemukan Anggini. Setelah
memberikan obat dan meminta Panji menjaga serta merawat gadis itu, Iblis Pemalu
segera pergi untuk mengejar Sika Sure Jelantik yang sesuai keterangan Anggini
telah melarikan Pendekar 212.
Iblis Pemalu berlari dengan satu tangan menutupi wajahnya. Tidak mudah untuk
mencari jejek Sika Sure Jelantik. Selain hari telah gelap dia juga tidak
mengetahui ke arah mana si nenek melarikan Wiro.
Ternyata si nenek melarikan Wiro ke arah timur. Meskipun malam begitu gelap dan
jalan yang ditempuh terhalang oleh pepohonan serta berkelok-kelok namun dia
mampu berlari dengan cepat. Pertanda dia mengenali betul seluk beluk kawasan
itu. Sesampainya di satu pedataran tinggi Sika Sure Jelantik langsung mendaki ke
lereng timur. Di satu tempat di mana terdapat sebuah gubuk tanpa dinding si
nenek hentikan larinya. Tubuh Wiro yang berada dalam keadaan tertotok
dilemparkannya begitu saja ke tanah.
"Pendekar 212! Aku memberi kesempatan padamu sampai matahari terbit! Kalau
sampai saat itu kau tidak mau memberitahu dimana gurumu si Tua Gila berada maka
tamatlah riwayatmu! Apa jawabmu"!" Si nenek membungkuk lalu menotok leher Wiro
Pedang Naga Suci 212
58 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
membuka jalan suaranya. "Kau tidak tuli! Kau mendengar apa yang barusan aku
ucapkan! Ayo jawab!"
Setelah menguap lebar-lebar baru Wiro menjawab.
"Kau sudah tahu apa jawabku! Aku tidak tahu dimana orang tua itu berada.
Kalaupun tahu tak bakal kukatakan!"
"Bagus! Murid dan guru sama saja! Sama-sama keras kepala! Kau sudah menentukan
kematianmu sebelum marahari terbit besok pagi-pagi buta!"
"Aku tidak takut mati! Sekarangpun kalau kau mau membunuh silahkan!" jawab Wiro.
Sika Sure Jelantik tertawa panjang. "Aku memang tidak akan membunuhmu cepatcepat. Biar rasa takut menggerogoti dirimu! Biar kau tersiksa sebelum mampus!
Jangan mengharap ada yang bakal menolongmu! Kalaupun gadis berbaju biru berwajah
seperti bidadari kekasihmu itu muncul meminta pengampunan untuk ke dua kali
bagimu, jangan harap aku bakal mengabulkan!" Yang dimaksud si nenek adalah
Bidadari Angin Timur.
"Nek, kurasa kau adalah manusia paling tidak berbudi dan paling tidak bersyukur
di muka bumi ini!"
"Jahanam! Lancang betul mulutmu! Apa maksudmu hah"!"
"Ketika kau bercinta dengan gurukupaling tidak kau telah merasakah kebahagiaan
hidup! Kalau kemudian kalian tidak berjodoh apa itu salah Tua Gila" Tidak! Juga
bukan salahmu Nek! Kejadiannya sudah lewat puluhan tahun lalu. Di usia tua
seperti ini apa bukan lebih baik kalian berbaik-baik saja" Dengan -bersikap
garang dan terus mendesak guruku apa yang bakal kau dapat"!"
"Kalau dia mampus di tanganku aku merasa puas selangit!" jawab Sika Sure
Jelantik. "Belum tentu. Rasa puasmu mungkin hanya sesaat. Setelah itu kau mungkin akan
dirundung penyesalan sampai malaikat maut memanggilmu masuk ke liang kubur!"
"Anak setan! Kau pandai bicara! Siapa bakal menyesal atas kematian manusia
terkutuk seperti gurumu itu"!"
"Nek, aku jauh lebih muda darimu. Katkanlah aku hijau dalam pengalaman. Tapi aku
percaya pada satu ujar-ujar yang berkata begini. Kita baru menyadari betapa
berartinya seseorang bagi kita setelah dia tidak ada lagi. Kuharap hal itu tidak
terjadi dengan dirimu Nek!"
Sesaat mulut Sika Sure Jelantik jadi terkancing mendengar kata-kata Pendekar 212
itu. Hatinya tercekat. Hanya sepasang matanya yang memandang tak berkesip pada Wiro.
Apakah ada kebimbangan kini menyeruak dalam dirinya" Ternyata tidak. Tiba-tiba
dia membentak keras.
"Jangan kira aku akan terpengaruh oleh ucapan-ucapanmu! Keputusanku tidak
berubah! Aku akan membunuhmu besok pagi sebelum matahari terbit!"
"Terserah padamu! Aku capek bicara denganmu! Lebih baik aku tidur saja!" Wiro
lalu menguap lebar-lebar.
Sika Sure Jelantik jadi jengkel penasaran dan merasa seolah diejek. Dia
membungkuk memperhatikan sosok Pendekar 212.
"Dia mampu menahan pukulan Kilat Kuku Akhirat sampai dua kali. Berarti dia
memiliki ilmu kebal luar biasa. Aku harus memeriksanya. Mungkin dia punya
semacam jimat. Aku harus mendapatkan jimat itu! Hemmm...."
Pedang Naga Suci 212
59 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Si nenek pergunakan ke dua tangannya meraba-raba tubuh Wiro. Dia menyentuh
sebuah benda keras di balik pinggang si pemuda. Ketika pakaian putih Wiro yang
hancur hangus disibakkannya dia melihat Kapak Maut Naga Geni 212 terselip di
pinggang pemuda ini.
"Hemmm, senjata ini perlu aku amankan dulu..." kata si nenek lalu kapak bermata
dua itu ditariknya dan diletakkan di tanah.
"Kau merabai tubuhku, mengambil senjataku! Ternyata kau seorang tua bangka yang
masih menyimpan nafsu kotor! Ini membuktikan bagaimana pun buruknya sifat Tua
Gila, dia jauh lebih baik darimu!"
"Plaaaakkk!"
Sika Sure Jelantik layangkan satu tamparan keras hingga darah mengucur dari
sudut mulut Pendekar 212.
Gilanya yang ditampar malah menguap lebar-lebar. Hal ini membuat si nenek
penasaran setengah mati.
"Kau tidak mengerang kesakitan! Bagus! Apa kau mau kutampar sekali lagi sampai
mukamu ku-bikin memar"!"
Murid Sinto Gendeng menyeringai. Si nenek kembali merabai tubuh Wiro. Saat
itulah dalam gelap dia menyadari dan melihat bahwa di balik pakaian putihnya
Wiro mengenakan satu pakaian berwarna merah. Si nenek dekatkan wajahnya
meneliti. "Pakaian bagus, terbuat dari beludru merah. Ada renda-renda kuning
emas. Aneh! Pakaian ini tidak cidera oleh pukulan saktiku! Jangan-jangan..."
"Breeett! Breettt!"
Sika Sure Jelantik tanpa pikir panjang segera merobek baju putih Wiro. Ketika
dia hendak menanggalkan pakaian merah yang dikenakan si pemuda yang bukan lain
adalah jubah sakti Kencono Geni pemberian Si Raja Penidur mendadak ada suara
tertawa cekikikan di belakangnya.
"Setahuku lelaki yang suka menelanjangi perempuan! Sekarang malah terbalik! Ada
nenek-nenek hendak membugili seorang pemuda! Dunia sudah terbalik rupanya!
Hik... hik... hik!"
Sika Sure Jelantik tersentak kaget. Dia berpaling ke arah datangnya suara tadi.
Namun dia tidak melihat siapa-siapa!
* * * Pedang Naga Suci 212
60 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
JAGAL IBLIS MAKAM SETAN
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito
Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
atau Kaskus thread No. 414999
Pedang Naga Suci 212
61 Kisah Sepasang Rajawali 8 Dewa Arak 59 Titipan Berdarah Pengantin Berdarah 1

Cari Blog Ini