Ceritasilat Novel Online

Api Di Puncak Merapi 3

Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi Bagian 3


bibir. "Genderuwo Penghisap Darah!" teriak Pangeran Matahari.
"Keparat kurang ajar! Kalian mencari mati semua!" Pangeran Matahari marah
sekali. lblis Betina Mulut Beracun melompat sambil menyembur. Asap hitam beracun
membersitkan bau busuk mendera ke arah Pangeran Matahari. Jangankan manusia,
seekor gajah pun kalau sampai menghisap hawa beracun ini pasti akan tergelimpang
roboh menemui ajal!
Sementara itu sepuluh dari tiga puluh ular coklat kehitaman yang menempel di
pakaian hijau lblis Ular Terbang Goa Kladen melesat di udara, menyambar ke arah
Pangeran Matahari! Pada saat semua orang bergerak menyerang Pangeran Matahari,
Pangeran Muda Sawung Guntur melompat menyambar Lentera lblis.
Pangeran Matahari menggembor keras. Matanya terasa perih. Cepat dia tutup jalan
pernafasan untuk selamatkan diri dari serangan asap beracun yang disemburkan
lblis Betina Mulut Beracun. Sambil tutup pernafasan Pangeran Matahari jatuhkan
diri. Telapak tangan kiri bersitekan ke tanah. Tangan kanan menghantam ke depan,
lancarkan pukulan Menahan Bumi Memutar Matahari yang didapatnya dari Singo
Abang. Puluhan paku panas menyala yang menghantam ke arahnya berpelantingan ke
udara. Namun sebuah paku masih .sempat menghajar daun telinga kanannya sehlingga
robek kucurkan darah!
"Setan alas! Terima kematianmu!" teriak Pangeran Matahari.
Dia hendak menghantam Gondoruwo Penghisap Darah dengan pukulan Gerhana Matahari
namun.membatalkan niatnya karena saat itu sepuluh ular coklat kehitaman yang
melesat telah berada dekat sekali. Sementara dia juga harus selamatkan Lentera
Ibis yang hendak dirampas Pangeran Muda! Liris Merah tidak tinggal diam.
Didahului pekik kemarahan gadis murid mendiang Hantu Malam Bergigi Perak ini
berkelebat ke arah samping lblis Ular Terbang Goa Kladen. Dua tangan disilang di
depan dada. Dua tangan itu tampak berubah hitam, sepuluh kuku jari mencuat hitam
panjang. Ketika dua tangan dihantamkan ke delapan, sepuluh larik cairan hitam
menebar bau busuk serta mengepulkan asap menyambar sepuluh ular yang melesatdi
udara! ltulah pukulan sakti yang disebut Limbah Neraka MenghujatBumi!
"Dess ... dess .... desss .... blaarrr!"
Sepuluh ular terbang terpental hancur. lblis Ular Terbang Goa Kladen terkejut
dan pucat. Dia tidak menyangka kalau Liris Merah telah menerima warisan pukulan
sakti itu dari mendiang gurunya.
Bum-buru dia bersurut mundur sampai empat langkah.
* * * Wiro Sableng : Api Di Puncak Merapi
SEPULUH Sepuluh anggota Keraton Kaliningrat berseragam hitam di dahului teriakan marah
menyerbu ke arah Liris Merah. Si gadis ganda tertawa dan berseru.
"Aku tahu ilmu kebal kalian! Majulah lebih dekat untuk menerima kematian!
Hik ... hik ... hik! Liris Merah lalu melompat ke arah semak belukar hingga dua
kakinya tidak lagi menginjak tanah.
Mendengar ucapan serta melihat gerakan si gadis sepuluh lelaki berseragam hitam
serta merta hentikan gerakan menyerang. Seperti diketahui anggota Keraton
Kaliningrat berseragam hitam memiliki ilmu kebal tahan pukulan tahan senjata.
Rahasia kekebalan ini diketahui oleh Liris Merah dan Liris Biru dari guru mereka
yaitu Hantu Malam Bergigi Perak.
Selama kaki mereka berpijak di bumi, atau selama kaki penyerang menginjak tanah
maka tidak ada ilmu pukulan serta senjata apapun sanggup mencelakai mereka!
Pangeran Matahari tertawa bergelak.
"Kekasihku Liris Merah!Kau hebat sekali!" Bersamaan dengan itu sang Pangeran
putar telapak tangan kirinya yang sampai saat itu masih bersitekan ke tanah.
Kaki kanan melesat ke depan dan kraakk!
Pangeran muda yang hendak mengambil Lentera lblis menjerit keras ketika lengan
kanantlya hancur dimakan tendangan Pangeran Matahari. Untuk selamatkan diri dia
jatuhkan tubuh di tanah lalu berguling menjauh. Sambil terus mengumbar tawa
Pangeran Matahari ambil Lentera lblis dan buka kain hitam pembungkus. lblis Ular
Terbang Goa Kladen, lblis Betina Mulut Beracun dan Gondoruwo Penghisap Darah
tidak tahu apa yang terjadi.
Mereka hanya melihat Lentera lblis di tangan Pangeran Matahari berputas
sedemikian rupa. Sebelum ketiganya sempat selamatkan diri, kilatan cahaya merah
berkiblat keluar dari Lentera Iblis.
"Wusss! Wusss! Wusss!"
Tiga tokoh rimba persilatan golongan hitam itu menjerit keras.
Suara jeritan inereka lenyap begitu sinar merah melanda tubuh masing-masing lalu
jatuh ke tanah dalam keadaan mengepul.
Ketiganya menemui ajal dengan tubuh hangus nyaris leleh, berwarna merah!
Pangeran Matahari telah menghajar ke tiga orang itu dengan jurus pertama Lentera
lblis yakni Jurus Api Neraka!
Cahaya merah mengandung cahaya panas luar biasa
ternyata tidak hanya berkiblat menghabisi nyawa ke tiga tokoh bawa-an Pangeran
Muda tadi, tetapi terus menghantam ke arah deretan pepohonan dan semak belukar
kering. Dalam sekejap mata semuanya telah dilamun kobaran api. Ketika angin
bertiup kencang kobaran api meluas kemana-mana! Dalam waktu singkat sebagian
puncak utara Gunung Merapi di sekitar telaga telah tenggelam dalam satu
kebakaran yang luar biasa dasyatnya.
Melihat apa yang terjadi atas diri ke tiga tokoh golongan hitam itu, sementara
pimpinan mereka Pangeran Muda tidak diketahui berada di mana dan dalam keadaan
bagaimana, sepuluh anggota Keraton Kaliningrat berseragam hitam tidak tunggu
lebih lama segera putar tubuh ambil langkah seribu. Namun Liris Merah agaknya
tidak memberi kesempatan bagi mereka untuk selamatkan diri. Masih di antara
semak belukar yang saat itu mulai dijilat api, gadis itu lepaskan pukulan tangan
kosong jarak jauh. Satu persatu anggota Keraton Kaliningrat berseragam hitam
terpental dan tergelimpang dengan punggung hancur. Hanya dua orang saja yang
sempat kabur selamatkan nyawa.
Pangeran Matahari tenteng Lentera lblis di tangan kanan lalu mengambil Bendera
Darah. Gagang bendera yang terbuat dari besi ini kemudian dihunjamkan ke sebuah
batu besar bekas reruntuhan goa. Bendera berbentuk segitiga yang berlumuran
darah setengah kering ini berkibar ditiup angin, menebar bau busuk amis.
"Pangeran! Telinga kananmu terluka!" teriak Liris Merah.
Gadis ini lari mendatangi. Pangeran Matahari langsung merangkul pinggang Liris
Merah. "Hanya luka kecil, mengapa dikhawatirkan?" kata sang Pangeran pula.
"Kau tahu, kobaran api itu merangsang nafsuku. Aku ingin mencumbumu di tengah
kebakaran dahsyat ini!"
"Pangeran, aku siap melayanimu,"jawab Liris Merah yang sudah tergila-gila pada
Pangeran Matahari. Lalu tanpa malu malu gadis ini tanggalkan pakaian merahnya
dan baringkan tubuh di tanah.
"Pangeran, cepat. Lakukan Sekarang. Tubuhku mulai terasa panas." Pangeran
Matahari tertawa tergelak-gelak. Sepasang matanya berkilat-kilat.
"Kekasihku, kau memang hebat! Tidak Pernah aku menemui gadis luar biasa seperti
dirimu sebelumnya! Kita bercumbu dulu di sini. Ada sebuah telaga kecil tak jauh
dari sini. Aku nanti akan membawamu ke sana. Kita akan teruskan bersenang-senang
di telaga itu sampai malam, sampai pagi. Ha ... ha ... ha ... ! kau hebat!
Bilamana Partai Bendera Darah berdiri, Aku akan menjadi Raja di Raja rimba
persilatan dan kau akan menjadi Ratunya! Ha ... ha ... ha!" Liris Merah memekik
kecil lalu tarik tangan Pangeran Matahari.
* * * API yang membakar puncak Merapi serta merta menarik perhatian semua orang yang
berada di sekitar gunung tersebut bahkan sampai jauh ke Kotaraja. Sri Baginda
Raja memerintahkan Patih Wira Bumi untuk melakukan penyelidikan. Sementara itu
beberapa mata-mata Kerajaan yang disebar untuk memantau keamanan serta mengawasi
gerakan-gerakan mencurigakan termasuk gerakan orang-orang Keraton Kaliningrat
melapor bahwa dua hari sebelum api berkobar di puncak Merapi, Pangeran Muda
terlihat menaiki gunung membawa sejumlah orang. Orang-orang Kerajaan tak berani
bertindak karena Pangeran Muda ditemani beberapa tokoh rimba persilatan golongan
hitam. Keesokannya ada serombongan orang tak dikenal naik ke puncak gunung membawa
sebuah usungan. Di hari yang sama kembali Pangeran Muda terlihat di sebuah
dangau di kaki gunung.
Kali ini dia hanya seorang diri dan dalam keadaan cidera berat.
Berdasarhan keterangan mata-mata patih Wira Bumi bersama sejumlah pasukan serta
dua orang tokoh silat istana segera mendatangi dangau dimana Pangeran Muda
pimpinan pemberontak Keraton Kaliningrat terakhir kali terlihat. Ketika
menjelang malam rombongan orang-orang Kerajaan ini sampai ternyata Pangeran Muda
Sawung Guntur masih ada di sana. Lengan kanannya yang hancur mulai membusuk.
Sang Pangeran diperintahkan menyerah namun dengan nekad melakukan perlawanan.
Walau lengan kanannya dalam keadaan cidera berat ternyata Pangeran Muda tetap
merupakan manusia berbahaya.
Dia mampu membunuh enam perajurit Kerajaan dan melukai salah seorang tokoh silat
istana. Setelah mendesak lawan yang terluka itu Wira Bumi berhasil menghantam
dada lawan dengan pukulan Dibalik Asap Roh Mencari Pahala. Ini adalah ilmu
pukulan sangat jahat yang didapat Wira Bumi dari Nyai Tumbal Jiwo.
Sebelum memukul Wira Bumi menyembur dulu lawannya dengan asap hitam. Selagi
pemandangan Pangeran Muda tertutup, Patih Kerajaan menggebuk tokoh Keraton
Kaliningrat itu telak di bagian dadanya hingga muntah darah.
Dalam keadaan luka parah luar dalam dan tertotok Pangeran Muda dipaksa memberi
keterangan. Megap-megap orang ini menceritakan apa yang terjadi di puncak
Merapi. "Aku berjuang demi menuntut hakku yang syah atas tahta Kerajaan. Kalian
memperlakukanku secara sewenang-wenang!
Aku mau tahu apa kalian orang-orang Kerajaan mampu menghadapi Pangeran
Matahari." Ucap Pangeran Muda mengakhiri keterangan.
"Hanya berteman seorang gadis, apakah kemampuan Pangeran Matahari begitu
hebatnya?"
"Patih Kerajaan, jangan pongah. Aku tahu kau dapat banyak ilmu hebat dari gurumu
mahluk alam roh Nyai Tumbal Jiwo. Tapi siapa yang tidak kenal Pangeran Matahari!
Jangan lecehkan ilmu kesaktiannya. Selain itu dia memiliki sebuah senjata berupa
lentera bernama Lentera Iblis! Dialah yang telah membakar rimba belantara di
puncak Gunung Merapi! Sekali Partai Bendera Darah berdiri kalian semua akan
dihabisinya!" Patih Kerajaan menyeringai lalu angguk-anggukkan kepala.
"Aku tadinya menganggap cerita tentang Lentera lblis itu hanya isapan jempol
belaka ..."
"Naiklah ke puncak Merapi. Rampas lentera itu sebelum lentera merampas nyawamu!"
kata Pangeran Muda pula lalu menyambung kata-katanya.
"Patih Wira Bumi, aku telah memberi keterangan sangat berguna bagi Kerajaan,
seharusnya saat ini . kau membebaskan diriku! Aku adalah Rajamu yang syah!" Wira
Bumi tertawa panjang.
Tiga tokoh silat golongan hitam yang datang bersamanya sunggingkan senyum
mengejek. Sang Patih kemudian tepuk-tepuk bahu Pangeran Muda yang sampai saat
itu masih berdiri dalam keadaan tertotok lalu berkata.
"Jangan kawatir Pangeran Muda. Kau akan aku lepaskan.
Sekalian bersama nyawamu!" Patih Kerajaan mengambil tombak yang dipegang seorang
perajurit. Senjata ini kemudian dihunjamkannya ke dada Pangeran Muda.
Manusia yang memimpikan untuk dapat merebut tahta
Kerajaan dan menjadi Raja ini hanya sempat keluarkan jeritan pendek lalu jatuh
terbanting ke tanah dan hembuskan nafas terakhir dengan mata melotot.
Patih Wira Bumi dan dua orang tokoh silat istana berunding apa yang akan
dilakukan. Akhirnya diputuskan bahwa hari itu juga, paling lambatsore nanti
mereka akan naik ke puncak Gunung Merapi setelah lebih dulu menghimpun dan
menambah kekuatan pasukan.
Sang Patih sendiri yang akan memimpin rombongan. Sementara itu kebakaran yang
melanda puncak Merapi serta kabar tertangkap dan matinya Pangeran Muda gembong
pimpinan kaum pemberontak dari Keraton Kaliningrat telah pula sampai ke telinga
dan mendapat perhatian para tokoh rimba persilatan. Mereka menghubungkan
peristiwa itu dengan ramalan akan munculnya satu kejadian luar biasa. Maka satu
persatu para tokoh , rimba persilatan naik ke puncak Merapi.
Para sepuh rimba persilatan umumnya tahu bahwa kawasan utara puncak Gunung
Merapi pemah menjadi tempat kediaman Si Muka Bangkai, guru Pangeran Matahari.
Pasti sesuatu terjadi di sana. Kebanyakan dari mereka memilih melakukan
perjalanan pada malam hari agar sampai keesokan pagi di tempat tujuan.
Ketika api melanda puncak Merapi, Pendekar 212 Wiro Sableng dalam perjalanan
menuju Goa Cadasbiru. Rencananya menemui Liris Merah dan Liris Biru, mencari
petunjuk dalam Kitab Seribu Pengobatan agar dapat menyembuhkan penyakit yang
diderita dua gadis itu. Di tengah jalan Wiro malah berpapasan dengan Liris Biru
yang ditemani Setan Ngompol. Ketika ditanya Setan Ngompol memberi tahu bahwa dia
dan Liris Biru bermaksud mencari Wiro dan Liris Merah yang katanya hendak
mengejar pemuda itu. Liris Biru tampak gelisah mengetahui kakaknya tidak bersama
Wiro, bahkan Wiro tidak tahu menahu dimana gadis itu berada.
"Kek, dalam perjalanan aku melihat seperti ada kebakaran di puncak Gunung
Merapi. Aku pernah menyirap kabar bahwa satu peristiwa besar akan terjadi dalam
rimba persilatan. Dari Kakek Segala Tahu yang aku temui belum lama ini dia
mengatakan peristiwa itu adalah api dan darah. Lalu mengingat puncak Merapi
adalah tempat kediaman Si Muka Bangkai guru Pangeran Matahari, menurutmu
bagaimana kalau kiia naik ke sana."
"Aku memang punya pikiran begitu." Jawab Setan Ngompol.
Lalu berpaling pada Liris Biru
"Kau ikut?"
"Aku ikut kemana kalian pergi," jawab si gadis. Wiro mendekati Liris Biru dan
berkata. "Kitab Seribu Pengobatan sudah ada di tanganku. Sekem-balinya dari gunung Merapi
kita sama-sama mencari petunjuk dalam kitab bagaimana mengobati penyakit dirimu
dan Liris Merah." Wajah biris Biru tampak berseri.
"Aku gembira. Aku merasa lega sekarang."
* * * MALAM itu tanpa perdulikan api yang terus melalap puncak Merapi, Pangeran
Matahari dan Liris Merah tidur di atas sebuah rakit di ayun lembut air telaga.
Sementara mayat orang-orang Keraton Kaliningrat masih bergeletakan di sekitar
telaga. Kedua insan yang lelap berpelukan setelah semalam suntuk memadu cinta
saling melampiaskan nafsu baru terbangun dari tidur ketika cahaya matahari
memanasi tubuh mereka. Kedua orang yang sejak malam tadi berada dalam keadaan
bugil cepat kenakan pakaian masing-masing. Lentera terbungkus kain hitam nampak
memancarkan cahaya merah.
"Ada bahaya," bisik Pangeran Matahari. Dia pegang tangan Liris Merah. Tangan
yang lain menjangkau bungkusan Lentera lblis lalu keduanya melesat ke tepi
telaga, berdiri di hadapan sebuah pondok kayu yang sebelumnya sengaja dibangun
oleh Pangeran Muda untuk membujuk hati Pangeran Matahari.
"Masuklah ke dalam pondok. Jangan sekali-kali berani keluar kalau tidak aku beri
tanda dengan dua kali suitan. Awasi tawanan kita. Rombongan malam tadi yang
membawa tawanan sudah meninggalkan tempat ini. Aku punya perasaan saat ini bukan
cuma kita yang ada di tempat ini. Orang-orang rimba persilatan. Mereka naik ke
sini untuk mengantar nyawa!"
Setelah Liris Merah masuk ke dalam pondok, Pangeran Matahari melangkah mendekati
Bendera Darah yang kini menancap di tengah halaman luas antara pondok kayu dan
telaga. Sambil memegang besi gagang bendera, dua mata Pangeran Matahari
memandang berkeliling. Dia melihat beberapa orang mendekam di balik pohon-pohon
besar. Ada yang berlindung di balik gundukan batu di tepi telaga. Ada juga
merunduk di balik . semak belukar.
Pangeran Matahari tertawa berqelak "Manusia-manusia geblek! Berani datang tidak
berani unjukkan tampang!" Belum lenyap gelegar suara lantang Pangeran Matahari,
tiba tiba dari balik pepohonan, dari belakang gundukan batu dan semak belukar
satu persatu melesat keluar beberapa orang.
Pangeran Matahari tahu kalau tidak semua orang yang datang sudah unjukkan diri.
Masih ada yang sembunyi. Sementara itu dari arah timur pinggiran telaga
mendatangi pasukan Kerajaan dibawah pimpinan Patih Wira Bumi dan Kepala Pasukan
Kerajaan Gempar Sumodibroto. Pangeran Matahari mendengus. Unjukkan seringai dan
membuka mulut. "Kalian datang dari jauh. Sepantasnya aku menghidangkan minuman hangat. Namun
kalian bukan tamu tamu yang pantas mendapatkan kehormatanku. Lagi pula kalian
datang sudah membawa bekal minuman. Yaitu darah kalian masing-masing yang kelak akan
kalian teguk sendiri sebelum menemui kematian! Ha ...
ha ... ha!" Sang Pangeran tahu, walau ada yang tidak dikenalnya namun orangorang yang ada di tempat itu bukanlah manusia-manusia sembarangan. Diantara
mereka sudah menjadi musuhnya sejak lama. Tapi selama Lentera Iblis ada dalam
pegangannya dia tidak perlu merasa kawatir.
"Tidak diduga tidak disangka! Rupanya kalian datang jauh jauh minta mati secara
bersamaan! Belantara kobaran api puncak Gunung Merapi agaknya telah menarik


Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perhatian kalian! Sayangnya rasa ingin tahu kalian akan berakhir pada kematian!
Ha ... ha ... ha!"
Wiro Sableng : Api Di Puncak Merapi
SEBELAS ORANG pertama yang jadi perhatian Pangeran Matahari adalah musuh bebuyutannya
yang bukan lain adalah Pendekar 212
Wiro Sableng. "Pemuda Sableng berjuluk Pendekar Dua Satu Dua! Hari ini kau berpenampilan aneh
dan lucu! Biasanya selalu mengenakan pakaian serba putih. Sekarang mengenakan
pakaian hitam! Apakah itu tanda sebagai rasa tahu diri bahwa kau bakal menemui
kematian"!"
Diejek begitu rupa Wiro tenang-tenang saja, malah sambil menyengir dia menyahuti
ucapan orang. "Aku memang kehabisan kain putih untuk bahan pakaian.
Kabarnya persediaan kain putih di seluruh tempat sudah habis dipesan orang.
Untuk dijadikan kain kafan pembungkus jenazahmu.
Tentunya kalau hari ini kau mampus dengan jazad masih utuh! Ha ...
ha ... ha!"
Tampang Pangeran Matahari jadi kaku membesi. Tak mau kalah dia kembali tertawa.
Suara tawanya menindih suara tawa Pendekar 212, menggetarkan seantero tempat
termasuk halaman luas antara pondok dan telaga. Air telaga tampak bergelombang.
Wiro perhatikan Lentera lblis di tangan Pangeran Matahari. Dia meyakini senjata
aneh itu memberi kekuatan tambahan pada tenaga dalam serta hawa sakti yang ada
dalam tubuh murid Si Muka Bangkai itu.
"Gunung Merapi adalah daerah kekuasaanku. Aku berpant-ang mati di sarang
sendiri! Lihat di sekitar kalian. Hampir selusin mayat bergeletakan. Apa itu
tidak membuat kalian berpikir seribu kali berani menyatroni Pangeran Matahari di
sarangnya sendiri"!" Wiro balas ucapan orang.
"Pangeran Matahari, dosamu telah melebihi takaran. Sedalam lautan setinggi
langit tembus, sebusuk comberan. Ketahuilah bahwa sebenarnya kau telah lama
mati. Selama ini kau tak lebih dari pada mayat berjalan!" , Air. muka Pangeran
Matahari langsung mengelam kaku mendengar kata-kata Pendekar 212 itu. Namun
dengan cerdik dia tindih hawa amarah dengan tawa bergelak.
Setelah puas tertawa Pangeran Matahari perhatikan orang berikutnya. Yaitu
seorang kakek bermata jereng, kuping lebar dan salah satunya terbalik. Kakek ini
sebentar-sebentar pegangi celana.
Tanah yang dipijak tampak basah. Setan Ngompol! Siapa lagi kalau bukandia!
"Kakek jelek! Kau datang hanya mengotori tempat kediamanku dengan air kencingmu!
Tololnya mau ikut-ikutan mati bersama pendekar sableng itu!" Mendengar ancaman
itu karuan saja kencing Setan Ngompol jadi terpancar. Tanah di bawah kedua
kakinya tampak tambah becek.
"Air kencingku bukan air kencing biasa!" menyahuti Setan Ngompol.
"Kalau kau minum sambil menungging rasanya sama dengan anggur harum negeri Cina!
Ha ... ha ... ha! Kau mau minum kencingku" Sekarang" Ha ... ha ... ha!" Sambil
tertawa Setan Ngompol tekap bagian bawah perutnya Serrr .... serrr. Kencing
kembali memancar. Tampang Pangeran Matahari jadi merah membesi.
"Kakek bau pesing! Kau boleh mempermainkanku! Sebentar lagi tubuhmu akan aku
buat leleh!" Namun dia jadi terhibur ketika melihat gadis cantik berpakaian
serba biru yang tegak di dekat si kakek.
"Gadis cantik, bukankah kau adik gadis bernama Liris Merah"
Ah, sayang sekali. Cantik dan harum mengapa jalan bersama kakek jelek bau pesing
itu"! Ha ... ha ... ha! Sebentar lagi kau akan terkejut melihat siapa yang hadir
di sini! Kau harus memanggil kakak ipar padaku! Ha ... ha .... ha!"
Ucapan terakhir pangeran Matahari itu membuat Liris Biru selain heran juga
terkejut. Apakah telah terjadi perkawinan antara Pangeran Matahari dengan
kakaknya" Kapan" Namun saat itu gadis ini tak bisa berpikir panjang. Pangeran
Matahari lalu palingkan kepala ke arah seorang pemuda yang tidak dikenalnya.
Pemuda ini berambut ikal hitam, berwajah tampan. Wiro sendiri sejak tadi
memperhatikan karena rasa-rasa kenal.
"Sobat muda! Aku tak mengenal siapa dirimu! Lekas terangkan siapa kau adanya.
Apa sudah bosan hidup berani datang ke puncak Merapi !"
"Namaku Jatilandak! Aku datang ke sini untuk mewakili seorang gadis sahabatku
yang pernah kau perkosa!" Kejut Wiro dan Setan Ngompol bukan alang kepalang.
Jatilandak! Pemuda dari Latanahsilam. Negeri 1200 tahun silam., Apa yang
terjadi" Bagaimana keadaannya ymg dulu botak serta berkulit kuning menjijikkan kini
berubah menjadi seorang pemuda tampan berkulit bersih berambut lebat" Kitab
Seribu Pengobatan! Wiro lantas ingat pada perempuan bayangan. Mungkin sekali
Jatilandak lah yang diobati mahluk itu.
." Purnama ...." Wiro berucap berlahan.
"Apakah kau berada di sini?"
"Aku sejak tadi ada di dekatmu," ada suara jawaban mengiang di telinga kanan
Pendekar 212 disertai saputan angin halus.
"Purnama, pemuda itukah yang kau maksudkan pada pertemuan kita sebelumnya?"
"Betul. Dia sahabatmu bukan?" Wiro menggaruk kepala lalu mengangguk perlahan.
"Apa hubunganmu dengan Jatilandak ...."
"Kau cemburu" Sudah nanti saja kita bicara lihat apa yang terjadi. Banyak
kejutan yang akan kau lihat sebentar lagi." Jawab Purnama mahluk alam roh dari
Negeri Latanasilam.
Kening Pangeran Matahari mengerenyit.
"Selama hidup aku telah merusak kehormatan puluhan gadis.
Aku tak ingat satu-satu nama mereka. Katakan siapa. nama Sahabatmu yang
menurutmu telah aku perkosa"!"
"Bidadari Angin Timur!" jawab Jatilandak tanpa tedeng aling-aling dengan suara
keras lantang hingga semua orang mendengar jelas. Wiro terkejut.
"Pangeran jahanam!" geram Wiro dengan dua tangan terkepal. Pangeran Matahari
lebih lagi kejutnya. Tetapi ia tunjukkan sikap tenang. Sambil mengeringai dan
usap-usap dagu pangeran bergumam.
"Hemm .... Bidadari Angin Timur bukan gadis sembarangan.
Jangan kau berani menuduh tanpa membawa bukti. Dimana gadis itu sekarang?" .
"Dia diketahui telah membuang diri masuk jurang. Bunuh diri karena tidak sanggup
menahan aib besar!" Wiro Sableng merasa tanah yang dipijak seperti amblas.
Mukanya tampak pucat. Sekujur tubuh panas bergetar dan dada terasa sesak. Dia
memandang ke arah Setan Ngampol Si kakek sendiri dalam kaget luar biasa langsung
kucurkan air kencing.
"Kek, Apakah benar Bidadari Angin Timur sudah meninggal"
Aku seperti tak bisa percaya ..." suara Wiro bergetar.Tenggorokan Setang Ngompol
turun naik mendengar ucapan Wiro tadi.
"Aku tidak tahu Wiro. Lama sekali aku tidak melihat atau mendengar kabar
dirinya. Kalau nasibnya sampai begitu rupa, kasihan sekali ...'
"Pangeran Matahari! Aku datang untuk membalaskan sakit hati atas perbuatanmu
terhadap gadis sahabatku itu!" Habis berkata begitu Jatilandak siap hendak
menyerang Pangeran Matahari.
Namun seperti ada satu tangan yang menahan dadanya hingga gerakan kedua kakinya
terhenti. "Anak Muda, kalau mau mati harap bersabar dulu! Jika kau memaksa aku akan
memberikan kesempatan bagimu untuk menemui kematian!" Jawab Pangeran Matahari.
Jatilandak sunggingkan senyum sinis.
"Pangeran Matahari kau tak bisa lari dari kematian. Mayatmu tidak bakal
berkubur!" Pangeran Matahari gembungkan rahang. Dia tak ingin melayani
Jatilandak lebih jauh. Dia berpaling pada Patih Kerajaan.
"Patih Kerajaan Wira Bumi!" Pangeraan Matahari berseru.
"Sungguh satu kehormatan atas kehadiranmu membawa pasukan dalam jumlah besar.
Disertai pula Kepala Pasukan Kerajaan dan dua tokoh silat istana! Benar-benar
kehormatan luar biasa!" Wiro berbisik pada Setan Ngompol. Suami perempuan Nyi
Retno Mantili jadi urusan kita nanti Kek. Dia yang menggantung Ki Tambakpati."
Sementara itu Patih Wira Bumi telah maju selangkah. .
"Pangeran Matahari. Aku datang untuk menyelidik. Ada orang yang memberi tahu
bahwa kau telah membakar rimba di kawasan puncak gunung ini. Kemudian kau hendak
mendirikan Partai Bendera Darah yang mengancam ketentraman Kerajaan serta
seluruh kawasan negeri. Apakah hal itu benar adanya?"
Mendengar kata-kata Patih Kerajaan Pangeran Matahari tertawa langsung tertawa
gelak-gelak.. "Sungguh tolol!! Jauh jauh datang hanya untuk mengajukan dua pertanyaan. Ha ...
ha ... ha!" Pangeran Matahari kacakkan tangan kiri di pinggang Tangan kanan
memegang lebih erat gagang Lentera Iblis.Dua mata menatap tajam pada Patih
Kerajaan lalu dia bertanya.
"Patih, siapa yang mengadukan hal itupada sampeyan"!"
"Pangeran Muda yang kau hancurkan tangannya!" Jawab Patih Kerajaan. Kembali
Pangeran Matahari tertawa tergelak-gelak
."Kau lebih percaya pada biang pemberontak itu dari pada orang rimba persilatan
yangselalu bicara apa adanya seperti aku!"
Wira Bumi melirik ke arah Bendera Darah yang menancap di tanah.
Dia berpaling pada Kepala Pasukan yang berdiri di sebelahnya dan berkata.
"Gempar Sumobroto! Tangkap manusia itu hidup atau mati.
Mendengar perintah sang Patih, Kepala Pasukan Kerajaan segera memberi tanda
kepada seluruh anak buahnya. Hampir lima puluh perajurit segera mengepung
Pangeran Matahari. Dua orang tokoh silat istana yang juga mendapat tanda dari
Wira Bumi cepat mendekati sang Patih. Salah seorang berbisik.
"Patih, Lentera lblis bukan senjata sembarangan Kita harus menghadapi lawan
dengan memakai siasat."
"Kalian berdua tak perlu menasehatiku! Saat ini bukan waktunya banyak bicara.
Aku membawa kalian ke sini untuk menghabisi orang itu! Kerjakan perintah!"
Patih Kerajaan marah sekali. Dia membentak sambil delikkan mata. Dua tokoh silat
istana tak bisa berbuat lain. Namun salah seorang dari mereka yang dikenal
dengan julukan "Jerangkong Hidup" berlaku cerdik. Tokoh silat yang keadaan
tubuhnya memang seperti jerangkong kurus tinggi berselempang kain putih itu
berkelebat ke samping kiri seolah hendak menyerang lawan dari arah ini namun
sebenarnya dia berusaha menjauhkan diri dari Pangeran Matahari.
Pangeran Matahari sendiri saat itu decakkan lidah dan goleng-goleng kepala.
Dengan sikap tenang malah sambil menyeringai dia menatap ke arah orang-orang
yang datang menyerbu.Pergelangan tangan kanan yang memegang Lentera lblis
perlahan-lahan bergerak berputar ke kanan siap mengeluarkan jurus pertama
Lentera Iblis bernama Api Neraka.
Pangeran Matahari keluarkan bentakan dahsyat. Lentera Iblis berputar ke kanan
lalu wusss! Sinar merah berkiblat.laksana kipas raksasa menyapu. Saat itu juga
pekik kematian mendera seantero tempat. Puluhan tubuh mencelat ke udara lalu
jatuh berkaparan di tanah dalam keadaan sudah jadi mayat, hangus merah kepulkan
asap. Bau daging terpanggang menghampar dimana-mana! Yang menemui ajal saat itu
adalah dua puluh tiga perajurit Kerajaan, Kepala Pasukan Gempar Sumobroto serta
seorang tokoh silat istana! Perajurit-perajurit dan tokoh silat Si Jerangkong
Hidup yang masih hidup, tanpa dapat dicegah langsung saja tinggalkan tempat itu.
Patih Kerajaan dalam kemarahannya tidak bisa mencegah mereka yang kabur.
Nyalinya sendiri saat itu sebenarnya sudah leleh. Tapi untuk ikutan kabur dia
merasa malu. Agar harga dirinya tidak jatuh Wira Bumi menghunus sebilah tombak pendek bermata
dua yang memancarkan sinar berputar membentuk tameng besar di tangan kiri
sementara tangan kanan menyiapkan pukulan sakti bernama Angin Roh Pengantar
Kematian. Didahului satu teriakan keras Patih Kerajaan melompat ke hadapan Pangeran
Matahari. Yang diserang segera gerakkan tangan kanan yang memegang Lentera
lblis. Namun tiba-tiba ada suara perempuan berseru keras. Membuat gerakan sang
Patih tertahan.
"Patih Kerajaan menyingkirlah! Nyawa Pangeran keparat itu bukan punyamu tapi
milikku!. Aku sudah menghancurkan goa kediamannya. Kini giliran dirinya akan
kulumat amblas!" Semua orang memandang berkeliling. Suara perempuan tadi
terdengar jelas dan begitu dekat. Namun sulit diduga dimana orangnya berada.
"lblis perempuan! Berani bicara mengapa tidak berani unjukkan tampang"!"
Pangeran Matahari berteriak. Teriakan Pangeran Matahari disambut oleh satu tawa
panjang. Disusul suara seperti srigala melolong. Walau saat itu siang hari dan
terang benderang apa lagi ada hamparan hawa panas kobaran api yang membakar,
namun tak urung semua orang merasa tercekat.
Sesaat kemudian satu bayangan biru berkelebat dari atas atap pondok kayu. Di
lain kejap sosok biru tadi sudah berdiri sepuluh langkah di depan kiri Pangeran
Matahari. Orang ini adalah nenek berwajah putih, mengenakan pakaian serba biru,
berambut hitam kusut masai riap-riapan.
"Nyi Bodong!" ucap Wiro setengah berseru. Begitu melihat siapa yang berdiri di
hadapannya walau dia tidak gentar namun perasaan tidak enak merasuki Pangeran
Matahari. Nenek muka putih inilah yang dulu membuntungi tangannya setelah dia
gagal memperkosa Nyi Retno Mantili.
"Nenek keparat! Kau rupanya!" teriak Pangeran Matahari marah besar.
"Dulu kau buntungi tanganmu! Barusan kau katakan kalau dirimulah yang telah
menghancurkan goa kediamanku! Sungguh besar dosamu Nyi Bodong! Hari ini kau
harus membayar perbuatanmu berikut bunganya alias mampus!" Nenek muka putih
tertawa panjang.
"Kalau kau mampu membunuhku, aku sangat suka
membawamu serta ke alam kematian menemui orang-orang yang telah kau bunuh!
Hik ... hik ... hik! Dosamu terhadap rimba persilatan dan terhadap diriku sulit
ditakar!" "Nenek sinting bermulut busuk! Aku ingin tahu dosa apa yang telah aku perbuat
atas dirimu!"
"Pertama kau menghamili lalu membunuh adikku!"
"Huh! Siapa nama adikmu"!"
"lngat Pangandaran?"
"Nenek setan! Kau yang mengingati aku! Bukan tugasku mengingat-ingat!"
Nyi Bodong mendengus. "Adikku bernama Pandan Arum!
Kau nodai dirinya sehingga hamil lalu kau bunuh! Itu dosamu .
perbuatan Dosa kedua kau juga telah memperkosa diriku!"
Disebutnya nama Pandan Arum membuat kening Wiro mengerenyit dan dadanya
berdebar. "Aku memperkosa dirimu"! Tunggu! Ha ... ha ... ha!"
Pangeran Matahari tertawa bergelak.
"Masih banyak gadis dan perempuan muda yang bisa aku dapatkan! Mengapa aku maumauan memperkosa nenek jelek dan bau macam dirimu"!"
"Pangeran Matahari! Buka matamu lebar-lebar! Lihat siapa aku sebenarnya!" Habis
berkata begitu nenek muka putih gerakkan tangan ke atas kepala. Rambut panjang
hitam dan kusut dijambak ditanggalkan lalu dicampakkan ke tanah. Ternyata dia
mengenakan rambut palsu. Kini kelihatan rambut aslinya, berwarna pirang panjang
sepinggang indah sekali. Semua orang jadi melengak, semua mata terbuka besar dan
semua hati menduga-duga. Wiro tambah tegang. Setan Ngompol kucurkan air kencing.
Tidak berhenti sampai hanya menanggalkan rambut. Kini nenek muka putih berambut
pirang gerakkan tangan ke atas kening, mengelupas sehelai topeng kulit yang
sangat tipis. Begitu topeng tersingkap memperlihatkan wajah sebenarnya dari si
nenek muka putih, beberapa mulut sama-sama keluarkan seruan tertahan.
"Bidadari Angin Timur!" seru Wiro.
"Ya Tuhan, terimakasih ternyata dia masih hidup!" Kalau Pangeran Matahari sampai
terdongak saking Tidak percaya, maka Pendekar 212 Wiro Sableng mendelik
ternganga, menarik nafas berulang kali. Setan Ngompol tekap bagian bawah
perutnya. "Wiro, Yang aku tidak mengerti, dari mana dia dapat ilmu kesaktian Pusar bodong!
Hik..hik!"
"Pangeran Matahari! Apakah kau sudah siap menerima kematian"!" Bidadari Angin
Timur alias Nyi Bodong ajukan pertanyaan sambil tangan kiri bergetak ke bagian
perut sementara tangan kanan perlahan-lahan diangkat ke atas. Jelas dia hendak
menghabisi lawan dengan llmu Pusar Pusara Yang selama ini telah menggegerkan
rimba persilatan. Apakah pukulan sakti itu akan sanggup menghadapi Lentera
Iblis" Setelah lenyap kejutnya, kepongahan kembali bersarang di otak dan hati Pangeran
Matahari. "Bidadari Angin Timurl Sekalipun kau punya ilmu hebat dan pernah membuntungi
tanganku, tapi keadaan sekarang sudah berobah! Sekalipun semua orang yang ada di
sini membantumu!
Sekalipun semua malaikat turun dari langit menolongmu! Kau dan semua keparat
yang ada di sini tidak akan mampu mengahadapi Lentera Iblis. Kalian sudah
menyaksikan sendiri bagaimana puluhan manusia berkaparan dan mati!
Apa kalian telalu sombong atau buta semua! Bidadari Angin Timur, lebih baik kau
ikut bersamaku! Kita akan menjadi pasangan luar bisa hebat rimba persilatan!"
Bidadari Angin Timur menjawab dengan dengusan lalu meludah ke tanah.
"Tawaranmu sungguh sangat menjijikkan!" Pelipis Pangeran Matahari bergerakgerak. Rahang menggembung.


Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Manusia-manusia keparat! Kalian semua dengar!" Suara Pangeran Matahari
menggeledek. "Aku bersedia berbaik hati mengampuni nyawa kalian semua dengan satu syarat!
Yaitu dengan tebusan nyawa Pendekar Dua Satu Dua. Dia harus datang ke hadapanku,
berlutut dan sebelum merima kematian harus menyerahkan Kitab Seribu Pengobatan
padaku!" Semua orang yang ada di tempat itu jadi terdiam dalam keterkejutan dan sama
memandang ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng. Setan Ngompol langsung kucurkan air
kencing. Belum lenyap getar suara geledek Pangeran Matahari di telinga semua
orang, tiba-tiba satu suara perempuan menggema di tempat itu.
"Siapa ingin membunuh Pendekar Dua Satu Dua langkahi dulu mayatku!" lag -lagi
semua orang dibuat terkejut.
* * * Wiro Sableng : Api Di Puncak Merapi
DUA BELAS DARl balik gundukan batu hitam di tepi telaga melesat seorang gadis muka putih
berpakaian hijau. Di pinggangnya tergantung lima kendi kecil warna hitam. Kendi
ke enam ada di pegangan tangan kiri. Anehnya begitu menjejakkan kaki di halaman,
dia bukan berdiri di depan tapi malah di belakang Pangeran Matahari. Sang
Pangeran menggeram. Dalam amarahnya sang Pangeran menaruh curiga dan cepat
berpikir. "Gadis kurang waras ini, dia sengaja berdiri di belakangku.
Apa maksudnya" Mungkin dia mengetahui sesuatu. Tiga jurus Lentera Iblis! Tidak
ada satupun jurus yang menyerang musuh di sebelah belakang! Astaga! Kurang
ajar!" Pangeran Matahari cepat balikkan badan.
"Wulan Srindi ..." ucap Wiro, terkesiap tegang. Selain itu dia juga merasa
sangat terharu. Ternyata dalam kekurangan warasnya gadis itu benar-benar
mencintai dan siap membela dirinya.
"Perempuan gila! Siapa kau"! Bagaimana bisa kesasar sampai di sini"!" bentak
Pangeran Matahari. Perempuan muda berbaju hijau lebih dulu teguk minuman keras
dalam kendi. Setelah tertawa panjang baru menjawab.
"Namaku Wulan Srindi! Aku murid Dewa Tuak! Aku adalah istri Pendekar Dua Satu
Dua! Saat ini aku tengah hamil empat bulan! Apa cukup jelas jawabanku" Hik ...
hik ... hik!" Ucapan si gadis tentu saja membuat semua orang menjadi gempar. Air
muka Wiro tampak merah.
Ternyata Wulan Srindi masih saja bertingkah seperti dulu.
Bidadari Angin Timur tercengang lalu tundukkan kepala. Dia merasa kasihan
terhadap Wiro. Setan Ngompol pegangi bagian bawah perut. Hanya Liris Biru yang
tampak agak tenang.
"Ha ... ha ... ha! Tidak sangka Pendekar Dua Satu Dua punya istri gelap! Punya
anak haram pula dalam kandungan empat bulan!
Ha ... ha ... ha!" Pangeran Matahari tertawa gelak-ge!ak.
"Hus! Tawamu jelek! Mulutmu bau!" damprat Wulan Srindi lalu tertawa cekikikan.
Gadis itu teguk minuman dalam kendi lalu disemburkan ke arah Pangeran Matahari.
Sang Pangeran cepat menghindar dengan melompat kebelakang sambil keluarkan kutuk
serapah. Tanah satu langkah di depan kaki Pangeran Matahari terbongkar membentuk
lobang besar. "Perempuan kurang ajar! Amblas nyawamu!" Lentera iblis di tangan kanan,Pangeran
berputar ke kiri. Saat itu juga selarik sinar hitam menderu ke arah Wulan
Srindi, inilah jurus kedua Lentera lblis yang disebut Jurus Api Akhirat. Wulan
Srindi . sambuti serangan itu dengan semburan minuman keras.
"Wulan! Awas! Cepat menyingkir!" teriak Wiro. Dia hendak melompat.
"Wutt!" Sinar hitam keburu berkiblat keluar dari Lentera Iblis.
"Wusss!" Wulan Srindi masih sempat menyemburkan miniman keras dari dalam
mulutnya. Semua terjadi luar biasa cepat.
Wulan Srindi terpental dua tombak lalu terkapar dalam ujud mengerikan. Sekujur
tubuhnya mulai dari kepala sampai kaki hangus nyaris tak berbentuk lagi.
Pangeran Matahari sendiri sesaat tampak tertegak tegang. Dua buah lobang besar
kelihatan di kaki celana hitamnya sebelah kanan. Semburan minuman keras Wulan
Srindi walau tidak telak telah melukai kakinya.
Wiro berteriak marah. Liris Biru terpekik. Bidadari Angin
'Timur melesat mendahului. Jatilandak tak tinggal diam. Patih Wira Bumi juga
marah namun tetap tak bergerak di tempatnya. Pangeran Matahari sudah bisa kuasai
dirinya. Sambil melompat menjauhi para penyerang dia masukkan dua jari tangan
kiri ke dalam mulut lalu keluarkan suara bersuit dua kali berturut-turut. .
Lentera lblis diangkat setinggi pinggang di arahkan pada Wiro dan kawan-kawan.
Dari pintu pondok melesat seorang gadis berpakaian merah, menggedong seseorang.
"Tahan serangan kalian! Atau tua bangka ini akan menemui ajal saat ini juga!"
Berteriak Pangeran Matahari.
Ketika gadis yang berpakaian merah yang bukan lain Liris
Merah adanya menurunkan orang yang digendongnya ke tanah di depan Pangeran
Matahari, kegemparan hebat terjadi. Perempuan tua yang tergeletak tertelentang
di tanah adalah Sinto Gen deng!
Keadaannya mengenaskan sekali Tubuh, muka dan pakaian kotor, mata setengah
terpejam menatap ke langit Di keningnya ada guratan luka. dari mulut keluar
erangan halus. walau masih bisa keluarkan suara namun si nenek berada dibawah
pengaruh totokan yang membuat sekujur tubuhnya kaku.
"Eyang !" teriak Wiro.
"Kakak!" teriak Liris Biru yang terkejut melihat Liris Merah.
Tapi si kakak diam saja, menoleh pun tidak.
"Jahanam! Kau apakan guruku!" Penuh kalap Wiro melompat ke arah Pangeran
Matahari. Tangan kanan siap menghantam dengan pukulan Harimau Dewa sedang tangan
kiri melepas pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu Karang. Kedua pukulan sakti itu
didapat Wiro dari Datuk Rao Basaluang Ameh dan keduanya dilancarkan dengan
tenaga dalam penuh! Jangankan manusia.
Gunung batu sekalipun kalau sampai kena hantaman dua pukulam itu akan hancur
lebur! Namun gerakan Pendekar 212 serta merta terhenti ketika melihat apa yang
dilakukan Pangeran Matahari. Pangeran Matahari letakkan Lentera lblis di atas
dada Sinto Gendeng. Si Nenek keluarkan suaramengerang. Lentera itu tidak beda
seperti himpitan sebuah batu besar.
"Ada yang berani bergerak, tua bangka buruk ini akan menemui kematian!" Pangeran
Matahari mengancam. Bukan cuma Wiro, semua orang terpaksa hentikan gerakan.
"Pangeran jahanam! Berani kau mencelakai guruku ..."
"Pendekar Dua Satu Dua tak usah mengancam! Nyawa gurumu ada di tanganku! Kitab
Seribu Pengobatan berikan padaku berikut nyawamu!"
"Pengecut keparat!" teriak Wiro.
Sosok Sinto Gendeng yang tergeletak di tanah keluarkan suara batuk-batuk
beberapa kali. Lalu terdengar nenek itu berucap.
"Anak Setan, aku mendengar suaramu. Benar kau ada di sini?"
"Eyang!" seru Wiro.
'Saya ada di sini. Saya akan menyelamatkanmu. Saya akan serahkan Kitab Seribu
Pengobatan. Juga nyawa saya sendiri!"
"Tidak ... tidak. Jangan percaya ucapan manusia bermulut kotor berhati mesum
itu. Jika Pangeran dajal ingin membunuhku biarkan saja. Aku memang sudah lama
kepingin mati! Jangan kau berani menyerahkan Kitab Seribu Pengobatan padanya.
Apa lagi kalau sampai menyerahkan nyawa!"
"Nek, biar aku yang mati! Aku ingin menebus dosa-dosaku padamu!" Sinto Gendeng
masih bisa tertawa.
"Dosa kentut!" katanya.
"Nenek hebat! Kalau begitu biar kau dan semua yang ada di sini kuhabisi sekarang
juga!" Pangeran Matahari tekan Lentera lblis kebawah sekaliqus didorong ke
depan. Kali ini dia hendak melancarkan jurus ke. tiga Lentera lblis yang bernama
Liang Lahat Menunggu. Kalau ini sampai terjadi maka yang akan menemui ajal bukan
cuma Sinto gendeng tapi juga semua orang yang ada di depan, samping kiri dan
samping kanan. Dari tiga jurus Lentera lblis, jurus inilah yang paling ganas!
"Eyang! Aku akan mengadu jiwa!" teriak Wiro.
"Aku juga!" pekik Bidadari Angin Timur.
"Aku ikut!" Setan Ngompol tak ketinggalan.
Jatilandak juga berteriak. Malah sudah siap menyerbu ke arah Pangeran Matahari.
Sepasang matanya memancarkan sinar kuning pertanda dia akan menghantam sasaran
dengan ilmu kesaktian Mega Kuning Liang Batu yakni berupa semburan cahaya kuning
dari kedua mata.
Liris Biru dalam keadaan tegang dan bingung hendak lari menubruk Liris Merah.
Sebelum ke empat orang tadi berteriak, tiba-tiba satu bayangan samar laksana
kilat berkelebat dan membungkuk di samping tubuh Sinto Gendeng. Jari tangannya
bergerak cepat, mulut membisikkan sesuatu ke telinga si nenek.
" Dess...desss...desss!"
Tiga totokan yang menguasai tubuh si nenek terlepas musnah! Sinto Gendeng
menjerit keras. Tangan kanannya mencuat ke atas, ke arah bagian bawah perut
Pangeran Matahari. Pangeran Matahari tersentak kaget. Berusaha menghindar . tapi
terlambat. "Kreekkk!"
Jeritan Pangeran Matahari setinggi langit ketika kemaluannya hancur diremas
Sinto Gendeng. Dalam menahan sakit yang amat sangat dia masih berusaha mendorong
Lentera lblis ke depan.
Namun saat itu Wiro menghantam lengan kanannya dengan pukulan Koppo sehingga
tulang lengan itu berderak remuk. Cahaya hitam menyapu ke udara kosong. Wiro
berusaha merampas Lentera lblis namun pegangan Pangeran Matahari masih kuat
walau tangannya sudah hancur. Sinto Gendeng yang tidak sabaran angkat pinggulnya
ke atas tinggi-tinggi lalu menjepit Lentera lblis dengan kedua kakinya.
Sebenarnya jepitan dua kaki si nenek tidak akan membuat Lentera terlepas dari
pegangan Pangeran Matahari. Namun saat itu Lentera lblis telah bersentuhan
dengan kain panjang hitam yang dikenakan Sinto Gendeng yang basah kuyup oleh air
kencing! Pantangan Lentera lblis telah dilanggar!
Yaitu tidak boleh tersentuh cairan yang keluar dari tubuh manusia! Saat itu juga
satu persatu cahaya merah, hitam dan kuning Lentera lblis meredup lalu padam
sama sekali. Asap tiga warna mengepul. Pangeran Matahari meraung keras.
"lhhh!" Sinto Gendeng terpekik menggeliat karena hawa panas kepulan asap lentera
membuat tubuhnya sebelah bawah jadi kegelian. Si nenek lepaskan jepitan dua
kakinya pada Lentera Iblis.
Ketika Lentera lblis akhirnya terlepas dari tangannya dan meledak hancur
berkeping-keping Pangeran Matahari jatuh terjerembab ke tanah. Dia cepat bangun.
Sambil menjerit-jerit dan pegangi bagian bawah perut, terbungkuk-bungkuk dia
berusaha melarikan diri. Namun di depannya telah menghadang Bidadari Angin
Timur. '"Buukkk!"
Satu tendangan dahsyat mengantam bagian bawah perut Pangeran Matahari hingga
tambah hancur tak karuan rupa. Darah mengucur. Telapak tangan kirinya yang
dipakai menekap remuk.
Raungan Pangeran matahari tak berkeputusan. Jatilandak jambak rambutnya, di
tarik ke atas lalu sarangkan satu jotosan ke dada orang. Tak ampun Pangeran
Matahari terpental empat langkah, dada hancur. Ketika dia menjerit darah ikut
menyembur dari mulutnya. Tapi sungguh luar biasa! Walau dada remuk, tubuh
sebelah bawah hancur, Pangeran Matahari masih sanggup berdiri.
Mata berputar liar. Saat itu Setan Ngompol tak sabaran datang menghampirinya.
Kakek ini masukkan dulu tangan kanannya ke dalam celana. Setelah basah tangan
itu dikeluarkan dan dijotoskan ke muka Pangeran Matahari.
"Croot!"
Mata kanan Pangeran Matahari hancur. Untuk kesekian kalinya sang Pangeran
meraung keras. Selagi tubuhnya terhuyung-huyung, dia berusaha mengerahkan tenaga
dalam untuk melepas pukulan sakti. Namun dayanya sudah hampir sampai ke titik
terendah. Saat itu pula dari samping Pendekar 212 ulurkan tangan kanan
mencengkeram lehernya.
"Pangeran terkutuk! Aku mewakili orang-orang yang telah
.kau rusak kehormatannya dan mereka yang kau bunuh!"
Lima jari tangan kanan Wiro yang dialiri tenaga dalam tinggi mencengkeram.
"Kraakk!"
Tulang leher Pangeran Matahari remuk. Mata kiri mencelet dan lidah terjulur.
Dalam keadaan babak belur seperti itu tak ada hal lain yang bisa dilakukan
Pangeran Matahari selain berusaha melarikan diri. Namun dia sudah tidak punya
punya kemampuan.
Hanya sanggup bergerak empat langkah tiba-tiba Bidadari Angin Timur datang
menghadang. Tangan kiri naik ke atas, tangan kanan menyingkap baju biru. Pusar
bodong menyembul.
"Pangeran laknat! Ini dariku!" ucap Bidadari Angin Timur.
Pusar bodong pancarkan cahaya. Sinar Geni Biru melesat. Luar biasa mengerikan.
Tak ada lagi jeritan ketika tubuh Pangeran Matahari terkutung dua tepat di
bagian pinggang. Isi perut berbusaian. Darah menggenang. Belum puas Bidadari
Angin Timur tendang dua potongan tubuh hingga mental dan amblas masuk ke dalam
kobaran api. "Wiro," kata Setan Ngompol yang menyaksikan kejadian itu.
"Seperti yang kau bilang Pangeran Matahari benar-benar tidak memerlukan kain
kafan!" ltulah akhir riwayat manusia paling jahat dan paling mesum yang selama
ini menjadi momok nomor satu dalam rimba persilatan.
Bidadari Angin Timur tekap wajahnya. Air mata mengalir di sela jari-jari yang
halus. Dia benar-benar puas telah membalaskan sakit hati dendam kesumat Pandan
Arum sekaligus dendamnya sendiri. Pada saat itu terjadi satu keanehan. Di siang
bolong begitu rupa tiba-tiba di langit kilat menyambar disusul suara gelegar
guntur. Semua orang tegak diam tercekam. Wiro ingat pada gurunya. Dia segera mendatangi,
berlutut di samping Sinto Gendeng, menciumi tangan si nenek seraya berkata.
"Nek, saya murid kualat. Mohon ampun dan maafmu." Ketika kutungan tubuh Pangeran
Matahari mengepul jatuh ke tanah Liris Merah terpekik. Dia hendak lari menubruk
tubuh yang sudah tak karuan rupa itu. Namun namun cepat dicegat oleh Liris Biru
dan Setan Ngompol. Liris Merah meratap keras. Wiro menolong gurunya berdiri. Si
nenek menatap wajah sang murid yang berlutut di depannya dan usap rambut
gondrong Pendekar 212. Matanya berkaca-kaca.
"Wiro, kau murid baik. Apapun yang terjadi kau tetap muridku.
Aku punya satu permintaan. Semua ilmu silat dan kesaktian yang aku berikan
padamu tetap harus kau pergunakan untuk kebaikan.
Ketahuilah dengan menyatunya Kapak Naga Geni Dua Satu Dua dan Batu Hitam Sakti
di dalam tubuhmu, kekuatan tenaga dalam serta hawa sakti yang kau miliki
sekarang jadi berlipat ganda ..."
"Terima kasih Eyang. Saya tetap mohon maafmu," jawab Wiro dengan air mata
berlinang. Lalu dia bertanya.
"Bagaimana sampai Eyang bisa diculik oleh manusia terkutuk itu?"
"Kejadiannya malam hari. Selagi aku tertidur lelap di sebuah dangau, dalam
keadaan sakit ..." Menerangkan Sinto Gendeng.
"Apakah sekarang Eyang masih sakit?" Si nenek menggeliat lalu tertawa cekikikan.
"Rasanya aku sudah sembuh ..." Dia perhatikan lagi sang murid.
"Kau lucu berpakaian hitam-hitam seperti ini." Wiro tersenyum lalu Keluarkan
Kitab Seribu Pengobatan dari balik bajunya.
"Eyang, ini Kitab Seribu Pengobatan milik Eyang. Saya berhasil
mendapatkannya..." Si nenek ambil kitab itu dari tangan Wiro, diperhatikan
dibolak balik lalu diserahkan kembali pada muridnya.
"Ambil dan simpan haik-baik. Kau lebih layak menyimpannya.
Banyak orang yang perlu kau tolong dengan - - . kitab itu."
"Tapi Eyang ...."
"Huss!" Sinto Gendeng masukkan kitab ke balik pakaian Wiro hingga sang murid tak
bisa menolak. Wiro keluarkan lagi sebuah benda dan diperlihatkan pada si nenek.
Sepasang mata Sinto Gendeng membesar berkilat.
"Oala! Itu tusuk kondeku!"
"Benar Eyang, sesuai tugas dari Eyang saya berhasil menemukan." Sinto Gendeng
tertawa gembira..
"Anak setan, terbukti kau murid baik! Kau berhasil menjalankan dua tugas yang
aku berikan!" Sinto Gendeng usap kepala Wiro lalu ambil tusuk konde dan crass!
Tusuk konde perak itu ditancapkan di batok kepalanya! Kini tusuk konde si nenek
lengkap kembali berjumlah lima buah.
"Nek, kita segera meninggalkan tempat ini. Api semakin besar. Hawa panasnya
sampai ke sini. Saya akan mengantarkanmu ke Gunung Gede."
"Tidak usah ... tidak usah. Aku mau keluyuran dulu mencari ketenangan hati.
Bertemu dengan beberapa sahabat." Sinto Gendeng tepuk-tepuk pundak sang murid.
"Tadi ada kejadian hebat. Seorang perempuan cantik berbentuk bayangan melepaskan
totokan yang ada di tubuhku. Lalu memberi kisikan agar aku meremas barangnya
Pangeran Matahari.
Aku suka suka saja memegang anunya orang. Hik .. hik ... hik! Tapi aku mau
tanya, siapa mahluk aneh itu" Jelas dia bukan Bunga gadis dari alam roh itu."
"Namanya Pumama Nek ..."


Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sahabat atau kekasihmu yang baru?" Wiro tertawa.
"Terserah Eyang mau bilang apa." Sinto Gendeng tertawa dan angguk-anggukan
kepala. "Jangan lupa mengurus mayat Wulan Srindi. Dia gadis baik.
Hanya jalan nasibnya yang buruk. Kau tahu, sebenarnya aku tak pernah percaya
kalau kau sudah kawin dengan dia. Apa lagi sampai gadis itu hamil. Hik ..
hik ... hik. Sejak kecil aku sudah memperhatikan dan tahu keadaan dirimu.
Sifatmu memang jahil, tapi anumu tidak jahil! Hik ... hik ... hik. Kelak kalau
kau ingin kawin, kawin dengan siapa saja asal perempuan yang punya sifat baik,
setia dan sayang padamu. Aku tidak perduli apakah dia bangsa manusia atau hantu
sekalipun! Hik ... hik ... hik!" Wiro garuk-garuk kepala.
"Terima kasih atas nasihatmu Nek. Tapi aku belum mau kawin."
"Ya terus saja ganjen keluyuran!"ucap si nenek tapi sambil tersenyum.
"Sudah, aku mau pergi sekarang. Eh, apa luka
dipunggungmu masih ada?"
"Saya tidak tahu Nek. Saya tidak mengingat-ingat. Murid nakal tentu saja pantas
menerima hukuman dari gurunya ..." Sinto Gendeng mesem-mesem.
"Coba kau balikkan tubuhmu sana. Aku mau lihat punggungmu. Ayo singkapkan
punggung bajumu." Sementara Wiro berbalik dan menyingkapkan bajunya di bagian
punggung si nenek peras kain panjangnya dengan tangan kanan hingga tangan itu
basah dengan air kencing. Tangan yang basah itu kemudian diusapkannya ke
punggung Wiro lalu dia meniup. Aneh! Guratan panjang cacat bekas luka di
punggung sang murid serta merta lenyap!
"Nek, apa yang kau lakukan" Aku merasa dingin-dingin dan mencium bau pesing "
tanya Wiro. Dia hanya mendengar suara Sinto Gendeng tertawa. Ketika berpaling nenek itu tak
ada lagi di belakangnya. Memandang ke jurusan lain kelihatan Sinto Gendeng sudah
berada di tempat jauh, melangkah sambil tertawa haha-hihi. Wiro menarik nafas
panjang, bangkit berdiri dan . tertawa lepas.
Wiro memandang berkeliling. Jatilandak diiringi Bidadari Angin Timur dan Setan
Ngompol serta Liris Merah dan Liris Biru melangkah menghampiri.
"Jangan dekat-dekat. Dia barusan diusapi air kencing sama gurunya!" berkata
Setan Ngompol sambil tertawa-tawa. Tidak perdulikan ucapan orang Jatilandak
mendekati Wiro lalu merangkul Pendekar 212.
"Wiro, sahabatku. Aku berterima kasih kau telah meminjam kan Kitab Seribu
Pengobatan. Dengan petunjuk dalam kitab itu kulitku yang kuning bisa
disembuhkan. Rambutku bisa tumbuh wajar
..." Terheran-heran Wiro berkata.
"Rasanya aku tidak pernah meminjamkan kitab itu padamu.
Bagaimana mungkin ..."
"Kau menyerahkan pada seseorang yang kau beri nama Pumama."
"Ah, kalau itu memang benar," kata Wiro pula.
"Wiro, jangan kaget kalau aku jelaskan bahwa Purnama adalah ibuku. Di
Latanahsilam namanya Luhmintari ..." Pendekar Dua Satu Dua terperangah dengan
mulut ternganga.
"Jatilandak, kau mengatakan jangan kaget. Saat ini aku justru merasa sejuta
kaget!" kata Wiro sulit bisa percaya. Lalu kedua pemuda itu saling berpelukan
kembali.Wiro kemudian berpaling pada Bidadari Angin Timur.
"Sampai saat ini rasanya aku masih tidak percaya kalau Nyi Bodong itu adalah
Bidadari Angin Timur. llmu kesaktianmu luar biasa." Bidadari Angin Timur
tersenyum manis. Wiro menambahkan.
"Aku gembira bertemu denganmu sebagai Bidadari Angin Timur. Tidak sebagai Nyi
Bodong ...." Gelak tawa meledak di tempat itu. Tangan kiri Bidadari Angin Timur
meluncur mencubit pinggang Wiro hingga sang pendekar menggeliat kesakitan.
"Wiro, aku tahu banyak pekerjaan yang harus kau Iakukan.
Diantaranya menolong dua gadis kakak beradik ini. Mereka sekarang adik-adikku
yang terkasih. Walau dulu aku pernah menampar mereka. Untuk itu aku mohon
maaf ..." Habis berkata begitu Bidadari Angin Timur mencium Liris Merah dan
Liris Biru. "Walau aku tak ingin mengingat masa lampau lagi namun ada dua orang yang harus
kutemui ..."
"Kalau aku boleh bertanya siapa kedua orang itu?" tanya Wiro.
"Mengapa tidak?" jawab Bidadari Angin Timur.
"Yang pertama perempuan cantik yang kau beri nama Purnama itu. Ibu
Jatilandak.Aku ingin kejelasan kesaksiannya tentang musibah yang terjadi atas
diriku. Yang kedua adalah Kiai Munding Suryakala. Kakek sakti yang telah
menyelamatkan diriku waktu aku nekad menghambur jurang. Dia juga memberikan ilmu
kesaktian padaku." Gadis cantik berambut pirang itu diam sebentar lalu
melanjutkan ucapannya.
"Wiro, ada satu hal yang ingin aku ceritakan padamu disertai permintaan maaf.
Mengenai hilangnya Kitab Seribu Pengobatan itu, akulah yang telah berlaku jahil.
Aku kesal padamu. Kitab kubawa kemana-mana sampai akhirnya aku ditolong Kiai
Munding Suryakala. Kiai yang secara diam-diam mengembalikan kitab ke pondok
Eyang Sinto di Gunung Gede." Wiro terdiam. Garuk-garuk kepala lalu tertawa
gelak-gelak. "Semua kejadian ada hikmahnya. Dan semua itu terjadi atas kehendak Yang Maha
Kuasa. Bidadari Angin Timur, jika kau ingin bertemu dengan ibu Jatilandak tak
usah pergi jauh. Dia ada di sini."
Wiro menoleh ke kanan lalu berkata.
"Purnama, hadirkan dirimu di sini." Saat itu juga tampak bayangan samar
perempuan cantik. Perlahan-lahan sosok bayangan itu berubah menjadi ujud utuh
seorang perempuan berparas jelita Jatilandak terkejut.
"Wiro, bagaimana kau bisa melakukan hal ini. Aku anaknya sendiri tak bisa
berbuat seperti itu!" Wiro angkat bahu dan tertawa.
"Tanya saja pada ibumu yang cantik ini," jawab Pendekar 212. Bidadari Angin
Timur memeluk Purnama alias Luhmintari lalu menggandeng tangannya. Sebelum
berpisah ketiga orang itu, Wiro, Jatilandak dan Bidadari Angin Timur saling
berpelukan. Wiro berpaling pada Purnama.
"Kau telah menolong Eyang Sinto. Aku sangat berterima kasih. Apakah aku boleh
memelukmu?"
Purnama tersenyum. Bidadari Angin Timur dan Jatilandak sama-sama tertawa.
Purnama kemudian mendahului merangkul Pendekar 212 lalu cepat-cepat menjauh
jengah. Setelah ke tiga orang itu pergi Wiro memandang berkeliling.
"Aku tidak melihat Patih Kerajaan. Kita punya urusan yang belum selesai dengan
manusia satu itu."
"Pasti sudah kabur duluan setelah ditinggal lari anak buahnya," kata Setan
Ngompol. "Sekarang bagaimana?"
"Kita urus jenazah Wulan Srindi lebih dulu. Kemudian kita sama-sama ke Goa
Cadasbiru," kata Wiro pula. Liris Biru mengangguk. Liris Merah tampak kikuk.
Gadis satu ini sebenarnya ingin memisahkan diri. Apa yang ada di dalam pikiran
Liris Merah terbaca.oleh sang adik. Liris Biru berkata.
"Kakak, kau boleh pergi kemana kau suka. Tapi kau harus menjalani pengobatan
lebih dulu. Wiro akan menolong kita." Liris Merah akhirnya anggukkan kepala dan
tersenyum. "Dalam perjalanan ke Goa Cadasbiru di Kaliiurang, apakah aku boleh meminjam
Kitab Seribu Pengobatan" Sekadar untuk dibaca-baca saja?" Setan Ngompol
bertanya. "Mau mencari obat kuat Kek?" tanya Wiro bercanda.
"Boro-boro mencari obat kuat. Kencing saja belum lempang!"
jawab Setan Ngompol lalu tertawa sendiri. ,
Wiro keluarkan Kitab Seribu Pengobatan.
"Aku serahkan Sekarang. Tapi awas jangan sampai kena air kencingmu!" Liris biru
dan Liris Merah tertawa cekikikan. Dua gadis ini memandang ke arah kobaran api
yang semakin besar dan luas di kejauhan.
"Bagaimana dengan api yang melanda puncak gunung ini"
Apakah bisa dipadamkan" " bertanya Liris Biru.
"Tak usah khawatir " jawab Setan Ngompol.
"Biar nanti aku kencingi, pasti padam semua!". Semua orang yang ada disitu
tertawa gelak-gelak. Tiba-tiba angin bertiup kencang.
Di sebelah barat langit tampak mendung tebal menggantung. Ketika orang-orang itu
berada di lereng gunung sebelah timur hujan mulai turun. Mula-mula perlahan saja
kemudian berubah sangat deras.
"Lihat apa kataku! Kencingku sudah tumpah, sebentar lagi api di puncak gunung
akan segera padam" kata Setan Ngompol sambil berkacak pinggang.
"Sombongnya!" ucap Liris Merah lalu menggelitik pinggang si kakek yang membuat
Setan Ngompol menjerit kegelian dan terkencing-kencing.
* * * Pada pagi hari perjalanan menuju Goa Cadas Biru di Kaliurang Setan Ngompol
selalu tertinggal di belakang. Sekali-sekali wajahnya tampak meringis seperti
orang kesakitan. Sebentar-sebentar dia pegangi bagian bawah perutnya. Ketika
Wiro menanyakan mengapa dia tidak berlari cepat dan sering meringis, sikakek
menjawab berbisik-bisik.
"Aku kena masalah ......"
"Masalah apa?"
"Aku baca kitab Seribu Pengobatan, Aku menemui cara-cara pengobatan untuk
kencing beserku. Mudah saja, meminta Kesembuhan pada Yang Kuasa lalu membuat
totokan pada tiga tempat di bagian tubuh sebelah bawah. Kusangka penyakit
beserku akan hilang. Tapi ternyata sampai pagi ini aku tidak kencing-kencing.
Tidak bisa beser sama sekali. Sakitnya gila-gilaan. Sampai keluar keringat
dingin aku dibuatnya!".
Wiro minta Setan Ngompol mengeluarkan Kitab Seribu pengobatan dan menunjukkan
halaman serta urutan cara pengobatan yang telah dilakukannya. Wiro mulai
meneliti dan membaca. Selesai membaca dia bertanya pada Setan Ngompol bagian
mana saja dari tubuhnya yang ditotok dan berapa kali. Si kakek lalu menunjukkan
bagian tubuh sebelah bawah peut yang ditotoknya.
"Semua aku totok masingpmasing tiga kali. Tapi bukannya sembuh, malah tidak bisa
kencing!" Wiro kembali meneliti dan membaca kitab. Sesaat kemudian dia tertawa.
Mula-mula perlahan saja, akhirnya keras terbahak-bahak. Liris Merah dan Liris
Biru mendatangi, ingin tahu apa yang terjadi.
"Anak sableng! Aku sakit setengah mati kau malah tertawa!"
Setan Ngompol merengut.
"Kek, coba kau lihat dan baca lagi petunjuk dalam kitab ini.
Untuk sakit kencing-kencing yang kau alami penyembuhannya terbagi dua. Yaitu
untuk lelaki dan untuk perempuan. Tadi kau menunjukkan tempat-tempat yang telah
kau totok serta berapa kali totokannya. Aku baca disini, apa yang kau kerjakan
itu adalah penyembuhan untuk perempuan. Untuk lelaki bukan di situ totokannya
dan jumlahnya untuk setiap tempat masing-masing hanya dua kali! Jadi jangan
heran kalau kini kau tidak bisa kencing-kencing! Keliru pengobatan! Ha ...
ha ... ha!"
Wiro, juga Liris Merah dan Liris Biru tertawa terpingkal pingkal. Setan Ngompol
tegak tertegun lemas. Mungkin kesal dia usap keras-keras bagian bawah perutnya.
"Eh ... eh ..... lihat!"si kakek tiba-tiba berseru sambil menunjuk ke bagian
bawah. Celananya yang basah tampak menggembung bergerak-gerak. Matanya yang
jereng tambah juling.
Seerr .... seeerr!
"Oala! Beserku muncrat!"
Wiro, Liris Merah dan Liris Biru kembali tertawa gelak-gelak.
T A M A T Segera terbit cerita baru dengan Episode Pertama:
D A D U S E T A N
Bagaimana dengan Nyi Retno Mantili serta bonekanya yang bemama Kemuning. Sesuai
janji Datuk Rao Basaluang Ameh apakah perempuan malang itu akan bertemu dengan
puteri kandung yang diberi nama Ken Permata"
Bagaimana pula dengan Patih Kerajaan Wira Bumi. Apakah Nyi Retno akan terus
melaksanakan niat untuk membunuh suaminya itu.
Semua pertanyaan akan terjawab dalam kisah episode tersendiri.
Tumbal Ajian Sesat 2 Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah Gerhana Gunung Siguntang 3

Cari Blog Ini