Ceritasilat Novel Online

Rumah Tanpa Dosa 1

Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa Bagian 1


TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Episode 135 Ebook dibuat oleh Dewi Tiraikasih
http://cerita-silat.co.cc/
Email : 22111122@yahoo.com
Sumber buku: Kiageng80 dan Dani (solgeek)
1 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
WULAN Srindi buka sepasang matanya yang sejak tadi dipejamkan.
Tubuhnya terasa lemas, saat itu sudah tiga kali dia mendengar ada
langkah-langkah kaki di depan pintu kamar, tempat di mana sekian
lama dia disekap. Ini kali ke empat. Perlahan-lahan gadis murid
Perguruan Silat Lawu Putih ini bangkit dari berbaringnya, duduk di tepi
tempat tidur, memandang nanar ke arah pintu yang terkunci. Untung
sebelum pergi manusia pocong yang membawanya ke dalam kamar itu
mau berlaku baik melepaskan totokan. Tapi totokan tidak dilepas
penuh, hanya dua pertiganya. Sisa tenaga yang ada hanya sekedar bisa
menggerakkan tangan dan kaki. Tidak mungkin menggerakkan tenaga
dalam atau menyalurkan hawa sakti, apa lagi menjebol pintu mencoba
melarikan diri.
Perlahan-lahan Wulan Srindi melangkah ke pintu. Dia perhatikan
keadaan pintu itu sejenak. Tidak dapat dipastikan apakah terbuat dari
batu atos atau besi karena dicat putih. Pada daun pintu tepat di arah
kepala ada sebuah lobang berbentuk kotak empat persegi. Tak
diketahuinya lobang apa itu adanya dan apa kegunaannya. Wulan
tempelkan telinga kiri ke daun pintu. Lagi-lagi dia mendengar suara
langkah itu. Mungkin pengawal, pikir si gadis. Ketika untuk kesekian
kalinya dia mendengar suara langkah orang, Wulan menegur. "Siapa di
luar?" Tak ada jawaban. Tapi suara kaki melangkah mendadak berhenti.
"Siapa di luar" Mengapa tidak menjawab?" Wulan mengulangi
teguran. Tiba-tiba sret! Kotak kecil di depan kepala Wulan Srindi terbuka.
Si gadis mundur satu langkah, memandang memperhatikan ke arah
kotak. Dia melihat satu kepala mengenakan kerudung kain putih. Dua
buah mata di balik lobang kecil memandang berkilat, tak berkesip ke
arahnya. Kepala itu mendekat hingga kini hanya salah satu matanya
saja yang berada dalam kotak.
Wulan perhatikan kilatan yang memancar dari mata di dalam
kotak. Dia merasa ada satu getaran dahsyat dan panas. Itulah cara
memandang laki-laki yang gairah terhadap kecantikan dan kebagusan
tubuh seorang gadis. Namun gairah itu disertai rasa takut yang
membuatnya bersikap bimbang.
"Manusia pocong, kau siapa sebenarnya?"
"Gadis dalam kamar, kau tak layak bertanya," jawab orang di luar
kamar. Wulan mendengar suara keras tapi bergetar pertanda ucapannya
dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam hatinya.
2 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Manusia pocong di luar kamar hendak menutup kotak di pintu.
Wulan cepat berkata.
"Tunggu!"
"Apa maumu?"
"Namaku Wulan Srindi. Aku murid Perguruan Silat Lawu Putih..."
"Tak usah banyak bicara. Kami di sini tahu semua siapa dirimu
adanya!" menukas manusia pocong di balik pintu kamar. Dalam hati
orang ini merasa heran dan bicara sendiri. "Wakil Ketua agaknya belum
memberi minuman pelupa diri pelupa ingatan pada gadis ini. Mungkin
dia kelupaan atau mungkin memang disengaja" Hemmm, aku tahu
mengapa gadis satu ini diperlakukan istimewa. Wakil Ketua ingin
bersenang-senang. Mungkin dia merasa kurang nikmat kalau si gadis
berada dalam keadaan lumpuh dan hilang ingatan."
Wulan melihat kepala berkerudung putih bergerak menjauh dari
pintu. "Tunggu, jangan pergi. Dengar dulu ucapanku. Kalau kau mau
menolongku keluar dari tempat celaka ini, aku akan berikan apa saja
yang kau minta."
Dibalik penutup kepala kain putih si manusia pocong
menyeringai. "Kau tak bisa membujuk diriku. Tidak siapa-pun di tempat ini
bisa dibujuk. Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus
dilaksanakan. Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
Wulan Srindi terdiam. Namun di lain saat gadis ini keluarkan
tawa panjang. "Kenapa kau tertawa?" manusia pocong bertanya.
"Kukira kau satu-satunya manusia cerdik di tempat ini. Ternyata
kau sama saja tololnya dengan manusia-manusia pocong lainnya!"
"Gadis kurang ajar! Jangan berani berlancang mulut di tempat
ini!" "Hemm... Ternyata benar ucapanku. Aku seorang perempuan lebih
berani dari kau seorang lelaki! Buktinya kau menutupi kepala dengan
kain putih. Pasti ada sesuatu yang kau takutkan!"
"Kami Barisan Manusia Pocong tidak ada satupun yang ditakuti di
dunia ini. Kecuali Yang Mulia Sang Ketua!"
"Sudah, pergi sana! Aku muak mendengar ucapanmu!"
Wulan Srindi berpura-pura mundur menjauhi kotak di pintu.
Pancingannya mengena. Manusia pocong sebaliknya kini malah
mendekatkan matanya ke lobang kotak.
"Pertolongan macam apa yang kau inginkan?"
"Aku sudah katakan tadi. Keluarkan aku dari tempat ini. Dan aku
akan memberikan apa saja yang kau kehendaki!"
"Kami telah mengeledah pakaianmu. Kau tidak membawa bekal
apa-apa waktu masuk ke sini. Tidak memiliki barang perhiasan tidak
juga uang."
"Apakah perhiasan dan uang dua hal penting berharga di dunia
3 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
ini bagi seorang laki-laki sepertimu?" tanya Wulan Srindi sambil
dekatkan wajahnya ke lobang kotak.
"Apa maksudmu?" Manusia pocong di balik pintu bertanya.
Wulan Srindi tersenyum. Sambil mata setengah dipejamkan dan
lidah merah basah diulurkan membelai bibir dia berkata lirih, berusaha
merayu memikat.
"Aku tahu, mungkin kau sudah begitu lama berada di tempat ini.
Menjalankan tugas penting dari Sang Ketua. Hingga tidak memikirkan
lagi kepentingan dan kebahagiaan diri sendiri. Terkadang uang atau
perhiasan, tidak ada artinya dibanding dengan kebahagiaan dan
kenikmatan yang kau dapat dari seorang gadis sepertiku."
"Gadis, kau bicara terlalu berani. Jangan kau coba merayu
diriku..."
"Dengar, aku kini percaya. Kau tidak sama dengan manusia
pocong lain yang ada di tempat ini. Tolong diriku. Keluarkan aku dari
sini. Apa sulitnya bagimu" Begitu kita berada diluar, maka aku adalah
milikmu. Tidak hanya sebentar, tapi selama kau membutuhkanku. Itu
tanda terima kasihku padamu."
"Kau mau menipuku!"
Alis kanan Wulan Srindi mencuat ke atas. Dia tersenyum lalu
berkata. "Kalau begitu, agar tidak ada yang tertipu di antara kita,
pembicaraan cukup sampai di sini."
Wulan Srindi melangkah mundur menjauhi lobang di pintu.
"Apakah aku bisa mempercayai dirimu?" Manusia pocong
bertanya. "Kepercayaan harus datang dari dua belah pihak," jawab Wulan
Srindi Si manusia pocong terdiam. Seperti berpikir.
"Baik," katanya kemudian. "Kau tunggu sebentar. Ada sesuatu
yang harus aku periksa. Kau tunggu sampai aku kembali."
"Jangan terlalu lama," kata Wulan Srindi.
Memang gadis itu tidak menunggu lama.
Beberapa saat kemudian si manusia pocong kembali muncul.
Wulan mendengar suara berdesir. Lalu perlahan-lahan dilihatnya pintu
putih terbuka. "Lekas!" kata manusia pocong. Cepat dia menarik lengan si gadis.
Sambil melangkah Wulan Srindi coba kerahkan tenaga dalam,
alirkan hawa sakti. Ternyata dia masih tidak mampu melakukan. Mau
tak mau gadis ini terpaksa mengikuti saja ke mana manusia pocong itu
menariknya. Orang membawanya memasuki lorong, berputar-putar
demikian rupa hingga kepalanya pusing. Dia berjalan dengan tubuh
terhuyung. "Apa kau tidak bisa jalan lebih cepat?" Manusia pocong bertanya
antara tidak sabaran dan rasa kawatir.
"Diriku masih setengah tertotok. Kalau kau mau melepaskan
totokan di tubuhku, aku tidak akan merepotkanmu. Malah aku bisa lari
4 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
mengikutimu."
"Yang menotokmu adalah Wakil Ketua. Kecuali Yang Mulia Sang
Ketua dan dia sendiri, tidak ada orang lain yang mampu
membebaskanmu," jawab manusia pocong. Lalu dia hentikan langkah,
bungkukkan tubuhnya sedikit. Di lain saat Wulan Srindi sudah berada
di atas panggulannya.
"Kau mau membawa aku ke mana?" tanya gadis murid Perguruan
Silat Lawu Putih itu.
"Kau minta tolong dikeluarkan dari dalam goa. Kenapa masih
bertanya?" Manusia pocong agak jengkel.
"Goa" Aku disekap dalam kamar."
"Kamar ini ada dalam goa. Goa ini memiliki seratus tiga belas
lorong. Bagi orang luar tidak mudah masuk dan keluar. Sekali tersesat
berarti kematian. ""Tapi aku harus tahu kau mau membawa aku ke mana."
"Ada satu pondokan di kawasan bukit batu. Aku akan
membawamu ke sana. Sudah, jangan banyak bertanya. Dinding lorong
ini punya seribu telinga!" Manusia pocong mempercepat larinya. Tak
lama kemudian Wulan Srindi dapatkan dirinya telah keluar dari dalam
lorong sangat panjang dan berliku. Matanya berputar mengawasi
keadaan sekelilingnya. Dia berada di kawasan bukit berbatu-batu. Saat
itu fajar telah menyingsing namun karena kabut mengambang di manamana, keadaan tampak masih gelap. Hal ini menguntungkan dua orang
yang melarikan diri itu karena sosok mereka tidak mudah terlihat.
Setelah melewati gundukan batu-batu besar, manusia pocong
memutar arah lari ke sebelah timur. Wulan melihat satu jalan menurun
lalu ada kali kecil menghadang di ujung jalan. Orang yang
memanggulnya membelok ke kanan, menyusuri kali ke arah hulu.
Melihat kali, Wulan lalu berkata. "Turunkan aku di sini saja. Aku
bisa mencari jalan sendiri."
"Perjanjian kita tidak begitu," jawab manusia pocong yang
memanggul si gadis dan terus saja lari.
Wulan Srindi menggigit bibir. Dia berhasil membujuk orang
mengeluarkan dirinya dari dalam tempat sekapan. Bahaya pertama
sudah lewat. Kini ada bahaya berikutnya. Bagamana dia bisa membebaskan
diri dari tangan manusia pocong satu ini.
"Aku mau membersihkan diri dulu di kali. Turunkan aku barang
sebentar."
Manusia pocong tidak perdulikan permintaan Wulan Srindi. Dia
terus saja lari.
Jalan yang ditempuh semakin sulit karena bebatuan menebar
sangat banyak dan tebal berlapis lumut. Wulan Srindi maklum orang
yang melarikannya itu selain memiliki tenaga dalam juga membekal
ilmu meringankan tubuh cukup tinggi. Karena tidak mudah untuk lari
di atas batu-batu yang diselimuti lumut licin. Selewatnya kawasan
5 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
berbatu mereka memasuki satu rimba belantara kecil tapi sarat semak
belukar dan pepohonan yang tumbuh sangat rapat. Di antara kerapatan
pepohonan serta semak belukar itulah kemudian Wulan Srindi melihat
sebuah pondok kayu tak berpintu. Salah satu dindingnya telah jebol.
Dan kesinilah manusia pocong itu membawanya.
Wulan Srindi dibaringkan di lantai pondok kotor berdebu. Gadis
ini cepat bangkit dan melangkah ke sudut pondok. Tadinya dia hendak
bergerak ke pintu. Tapi manusia pocong itu tegak di depan pintu seolah
sengaja menghadang. Sesaat orang ini tegak diam memperhatikan si
gadis. Nafasnya memburu karena berlari sejauh itu sambil mendukung
Wulan Srindi. Apa lagi saat itu nafsu mulai merambat membakar aliran
darahnya. Dari tempatnya berdiri di dalam pondok orang ini
memperhatikan keluar. Mata dan telinga dipasang tajam-tajam. Tak ada
gerakan mencurigakan. Tak ada orang yang mengikuti. Dia juga tidak
mendengar suara apa-apa selain hanya suara kumbang hutan menggeru
bersahut-sahutan.
Manusia pocong balikkan tubuh. Wulan Srindi tahu, kini bahaya
besar mengancam kehormatan dan keselamatan dirinya. Dia harus bisa
menipu orang ini, paling tidak mengulur waktu.
"Kau telah menolongku. Aku berterima kasih. Sayang aku tidak
bisa melihat wajahmu. Hingga kalau kelak bertemu aku mungkin tidak
mengenal dirimu."
Manusia pocong keluarkan suara tertawa.
"Kau tak perlu melihat wajahku. Apa lagi mengenal siapa diriku.
Budi pertolonganku berpangkal pada janji yang kau ucapkan sewaktu
masih berada dalam kamar sekapan. Saatnya kau menepati janji.
Saatnya aku menagih janji."
"Tapi aku ingin lebih dulu melihat wajahmu. Dan kalau kau
percaya, lakukan sesuatu agar totokan di tubuhku musnah."
"Saat ini tidak ada lagi waktu untuk bicara. Yang ada waktu
untuk bekerja." Habis berkata begitu manusia pocong tanggalkan jubah
putihnya. Di balik jubah ternyata dia mengenakan satu pakaian ringkas
berupa baju dan celana panjang hitam. Masih dengan kepala tertutup
kerudung putih dia melangkah mendekati Wulan Srindi.
"Buka pakaianmu," perintah manusia pocong.
"Dengar, kita perlu bicara dulu."
"Aku sudah bilang tak ada waktu untuk bicara! Kalau kau
berusaha menipu dan tidak mau menanggalkan pakaian, aku bisa
melakukannya. Tapi aku akan melakukan secara kejam. Jangan berani
mengingkari perjanjian yang kau buat sendiri! Ingat ucapanmu waktu di
dalam kamar sekapan. Kau mengatakan mau memberi kebahagiaan dan
kenikmatan padaku. Kau bilang begitu berada di luar dirimu adalah
milikku selama aku membutuhkanmu! Sekarang jangan berani mencari
dalih!" "Aku tahu. Aku juga tahu kau orang baik-baik. Aku..."


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku akan menanggalkan semua pakaianku. Harap kau
6 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
melakukan hal yang sama. Pada saat semua pakaianku sudah
kutanggalkan dan kau masih tidak berbuat apa-apa, aku akan
menghajarmu sampai sekarat. Aku memang lebih suka melihat dan
menggauli perempuan dalam kesakitan." Lalu manusia pocong buka
baju hitamnya. "Aku mohon..."
Wulan Srindi balikkan badan ke sudut pondok. Tak berani
memperhatikan ketika orang di hadapannya bergerak menanggalkan
sisa pakaian yang masih melekat di tubuhnya. Diam-diam Wulan
kembali berusaha mengerahkan tenaga dalam dan alirkan hawa sakti.
Tetap saja dia tidak mampu memusnahkan kekuatan totokan yang
masih menguasai dirinya. Totokan Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong
memang luar biasa.
Tiba-tiba Wulan Srindi merasa ada tangan mencengkeram
punggung pakaiannya. Lalu breeet! Pakaian itu robek sampai ke
pinggang. Wulan Srindi menjerit. Dia balikkan tubuh sambil hantamkan
satu pukulan. Tapi pukulan itu begitu lemah. Jangankan tenaga dalam,
tenaga luarnya sajapun tidak punya daya apa-apa. Manusia pocong
biarkan jotosan lemah itu mendarat di dadanya. Tidak terasa apa-apa,
hanya seperti diusap.
Manusia pocong menyeringai, mendekat penuh nafsu.
"Aku mohon, jangan kau apa-apakan diriku. Aku bersedia jadi
istrimu..." Wulan keluarkan ucapan, masih berusaha membujuk dan
mengulur waktu.
"Kehidupan dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian tidak
mengenal apa yang dinamakan istri! Percuma kau membujukku!"
Tiba-tiba tangan kanannya kembali bergerak. Kali ini menyambar
ke dada si gadis. Untuk kedua kalinya Wulan Srindi memekik. Dada
pakaiannya robek besar. Tapi pekikan si gadis kali ini juga dibarengi
jeritan si manusia pocong. Entah apa yang terjadi tubuhnya terpental ke
kiri, menghantam dinding pondok yang lapuk hingga terpentang jebol
lalu terlempar ke halaman samping. Bersamaan dengan itu satu suara
tawa mengekeh menggema dalam pondok. Bau harum aneh menebar
menyengat hidung.
"Gluk... gluk... gluk!"
Ada suara orang menenggak minuman dengan amat lahap.
*** 7 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DALAM kagetnya Wulan Srindi pentang mata mendelik, memandang ke
depan. Seorang kakek berjanggut putih menjulai dada, berpakaian
selempang kain biru tegak di tengah pondok sambil tertawa gelak-gelak.
Tangan kirinya memegang sebuah bumbung terbuat dari bambu. Bibir
bumbung didekatkan ke mulut. Sikakek lantas buka mulutnya lebarlebar. Tak ada benda yang mengucur dari dalam bumbung itu.
"Aku tidak mengenal kakek ini. Apakah dia barusan yang jadi
sang penolongku?" membatin Wulan Srindi. Hatinya harap-harap
cemas. Dalam rimba persilatan tanah Jawa seribu satu macam manusia
gentayangan di mana-mana. Terkadang sulit diterka mana kawan dan
mana lawan. Si kakek goyang-goyang bumbung di atas mulutnya. Tetap saja
tak ada tak ada cairan yang keluar dari dalam bumbung bambu. Si
kakek memaki sendiri.
"Sial! Kenapa cepat sekali habisnya! Aku tidak memeriksa lagi.
Baru tahu saat mau minum kali ini. Pasti waktu di gunung si Sinto
menenggak bukan cuma satu dua teguk. Nenek geblek! Katanya tidak
doyan, tapi tuakku diteguk amblas!"
Entah disengaja atau memang kebetulan, secara acuh tak acuh
kakek ini lemparkan ke kiri bumbung bambu yang dipegangnya. Saat
itu justru manusia pocong yang terlempar keluar pondok dalam keadaan
marah besar tengah melompat masuk ke dalam pondok untuk
mendamprat dan menyerang si kakek. Namun setengah jalan kepalanya
keburu dihantam bumbung bambu hingga kembali dia terpental. Di
balik kain putih penutup kepala, keningnya luka dan benjut besar.
Darah mengucur membuat kain putih di atas kepalanya basah merah.
Seperti tidak ada kejadian apa-apa, tidak melihat dan tidak
mendengar jerit kesakitan serta caci maki orang, kakek di dalam pondok
ambil tabung bambu kedua yang tergantung di punggungnya. Penutup
tabung di buka, dicampakkan seenaknya ke lantai. Kepala didongakkan
lalu tabung diangkat tinggi-tinggi di atas mulut. Cairan bening yang
menebar bau harum menyengat hidung mengucur keluar. Si kakek
cepat buka mulutnya lebar-lebar.
"Gluk... gluk... gluk!"
Si kakek meneguk tuak harum yang mengucur keluar dari dalam
bumbung bambu dengan lahap. Matanya sebentar mendelik, sebentar
dipejamkan. Sebagian dari tuak membasahi wajahnya yang keriput,
membasahi kumis dan janggut putih serta membasahi dada pakaian
birunya. Tak selang berapa lama baru si kakek turunkan bumbung
bambu. Mukanya kelihatan merah. Dia batuk-batuk beberapa kali lalu
mengusap mulut.
8 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Tuak enak, benar-benar sedap. Tak salah kalau orang
menyebutnya tuak kayangan. Malah kalau benar ada tuak di kayangan
sana, rasanya mungkin tidak selezat tuakku ini!" Si kakek tertawa
mengekeh sambil usap-usap bumbung bambu. Lalu mulutnya bicara
kembali seenaknya, seolah dia hanya sendirian di tempat itu.
"Mengusap bumbungnya saja nikmatnya seperti mengusap pantat
perempuan montok. Ha... ha... ha!"
Wulan Srindi yang sejak tadi memperhatikan si kakek dari sudut
pendek jadi tercekat.
"Jangan-jangan kakek yang kuanggap sebagai tuan penolong ini
ternyata adalah seekor bandot tua doyan tanaman muda," murid
Perguruan Silat Lawu Putih itu membatin. "Anehnya lagi masakan dia
tidak tahu aku ada di sini. Mungkin berpura-pura..." Si gadis semula
hendak memanggil tapi kemudian memutuskan untuk diam saja sambil
memperhatikan terus gerak-gerik orang tua berselempang kain biru itu.
Si kakek sangkutkan kembali bumbung tuaknya di punggung.
Dia perhatikan lantai pondok.
"Uh, kotornya. Debu tebal sampai sejempol. Tadinya aku berniat
istirahat tidur-tiduran di tempat ini barang sehari dua. Kalau kotor
begini siapa sudi! Uh! Malam-malam tidak mustahil tikus dan kecoak
mampir di sini. Baiknya aku pergi saja..."
Si kakek betulkan letak bumbung bambu di punggung, usap-usap
dada pakaiannya yang basah, membelai jenggotnya yang putih panjang
dan juga basah lalu putar tubuh melangkah ke pintu pondok.
"Kek!"
Si kakek tertegun berjingkrak. Kelihatan kaget sekali. Entah kaget
benaran entah cuma pura-pura. Dua kaki berhenti melangkah, bahu
diputar dan kepala dipalingkan ke sudut pondok dari mana barusan dia
mendengar suara orang menegur.
"Astaga naga!" si kakek pelototkan mata, usap janggutnya dan
balikkan tubuh. "Luar biasa! Kukira tadi aku sendirian di tempat ini.
Untung tadi aku tidak loloskan celana, dan kencing di sudut pondok
sana." Si kakek geleng-geleng kepala. Lalu tertawa mengekeh. "Makin
lanjut umurku, makin pikun diriku. Bagaimana mungkin sejak tadi aku
tidak melihat, tidak mengetahui kalau ada seorang gadis cantik di dalam
pondok ini. Tapi, ah! Pakaianmu mengapa tidak karuan begitu rupa."
Si kakek tutupkan lima jari tangan kanannya di atas dada, tapi
jari-jari itu dipentang lebar hingga tetap saja dia bisa melihat jelas
keadaan dada si gadis yang tersingkap.
Wulan Srindi baru sadar keadaan dada bajunya yang tersingkap
lebar akibat robekan manusia pocong tadi. Cepat-cepat gadis ini rapikan
pakaiannya. "Kek kau siapa?" Wulan Srindi bertanya.
Berbarangan dengan itu si kakek juga ajukan pertanyaan.
"Gadis cantik, kau siapa?"
Dua-duanya kemudian sama tertawa. Si kakek maju selangkah,
9 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
pandangi Wulan Srindi dari kepala sampai ke kaki.
"Kau orang sungguhan" Eh, kakimu nginjak lantai apa tidak"
Hik... hik... hik!"
"Eh, memangnya aku ini kau lihat bagaimana Kek?"
"Pondok ini terpencil dalam rimba belantara. Di kawasan bukit
batu jarang didatangi manusia. Ada seorang gadis cantik begini rupa.
Bagaimana aku tidak curiga?"
"Nyatanya kau sendiri berada di sini," tukas Wulan Srindi si gadis
berkulit hitam manis. "Berarti aku juga pantas merasa curiga."
"Aku muncul di sini kebetulan saja. Eh, jawab dulu kau ini orang
sungguhan, bukan peri bukan dedemit hutan yang muncul menyamar
jadi gadis cantik?"
Wulan Srindi tertawa lebar.
"Terkadang hantu juga bisa muncul dalam ujud seperti dirimu
sekarang ini, Kek."
Si kakek angkat tangannya, digoyang-goyang seraya berkata.
"Sudah, sudah! Jangan bicara segala macam hantu dan dedemit. Nanti
kita berdua pada kesambet dan jadi hantu dedemit sungguhan."
"Kek, kau telah menolongku. Aku mengucapkan terima kasih."
Wulan Srindi berkata sambil bungkukkan diri. Karena gerakan ini, dada
pakaiannya kembali tersingkap. Si kakek mendelik menahan nafsu
ketika melihat dada yang terbuka itu. Sambil usap-usap jenggotnya dia
memandang ke arah pintu. Saat itu terdengar suara menggembor
disertai makian keras.
"Tua bangka jahanam! Kupecahkan kepalamu!"
"Eh, siapa yang bicara?" kejut si kakek. Dia celingukan sebentar
lalu berpaling ke kiri. Di saat bersamaan satu sosok berkelebat. Satu
jotosan dahsyat menderu ke arah pelipis kiri si kakek. Kalau dia tidak
lekas menghindar kepalanya pasti kena dihantam rengkah!
Sambil berseru kaget, orang tua yang membekal bumbung tuak di
punggungnya itu cepat melompat mundur. Ketika dia hendak balas
menyerang, baru disadarinya dengan siapa dia berhadapan.
"Aha! Ini baru dedemit sungguhan! Muka ditutup kain putih
berdarah. Tapi mengapa tubuh sebelah bawah polos tidak pakai apaapa! Gila betul! Apa tidak masuk angin" Pemandangan merusak mata!
Kalau seorang gadis berkeadaan sepertimu pasti aku tidak menolak
melihat! Tapi yang macam kamu! Wuaallah! Dedemit geblek! Pergi sana!"
Ketika orang tanpa pakaian itu berkelebat kirimkan serangan ke
arah si kakek Wulan Srindi telah lebih dulu membuang muka,
memandang ke jurusan lain.
Si manusia pocong dengan satu-satu pakaian yang dikenakannya
saat itu hanyalah kain penutup kepala, seolah baru sadar jadi
kelabakan melihat keadaan dirinya. Dia segera menyambar jubah putih
miliknya yang ada di lantai. Tapi si kakek lebih dulu menarik jubah itu
dengan jempol kaki kirinya, lalu dilempar lewat pintu keluar pondok.
Manusia pocong jadi kalap.
10 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Tua bangka jahanam!" Dia memaki.
Si manusia pocong lalu hantamkan dua tangannya sekaligus ke
arah si kakek. Dua gelombang angin menderu dahsyat. Pondok
bergoyang seperti mau roboh. Sebelum dua gelombang angin menyapa si
kakek, manusia pocong telah melompat susul serangannya dengan
kirimkan pukulan berantai, dua tangan kiri kanan sekaligus.
Kakek berselempang kain biru melihat dan merasa dua gelombang
angin maut menderu ke arah dirinya. Cepat dia melompat ke atas
hingga kepalanya hampir menyundul atap pondok.
"Braakk! Braakkk!"
Dinding pondok sebelah kanan hancur berantakan di hantam dua
angin pukulan manusia pocong. Manusia pocong berteriak marah. Tidak
Perdulikan keadaan dirinya yang tanpa pakaian sama sekali dengan
nekad dia mengejar ke depan. Saat itu si kakek telah melayang turun
kembali sambil dua tangannya sambuti pukulan berantai lawan.
"Bukk! Bukkk!"
Dua tangan saling memukul, saling beradu di udara
mengeluarkan suara bergedebukan tiada hentinya. Satu kali si kakek
gerakkan tangan kanan, memutar bumbung bambu ke depan. Ketika
jotosan tangan kanan lawan datang, dengan cepat si kakek sodokkan
pantat bumbung bambu ke arah serangan.
"Krakk!"
Seolah tidak mendengar suara apa-apa si kakek buka kain
penutup bumbung, dongakkan kepala, buka mulut dan kucurkan tuak
di dalam bumbung.
"Gluk... gluk... gluk!"
Enak saja si kakek meneguk tuak harumnya sementara di
depannya si manusia pocong menjerit terbungkuk-bungkuk sambil
pegangi tangan kanannya yang telah hancur mulai dari ujung lima jari
sampai pengkal pergelangan!
"Orang gila! Jangan berisik di tempat ini! Pergi sana!" maki si
kakek. Lalu tuak diteguknya satu kali lagi. Setelah itu tuak yang ada
dalam mulut disemburkan ke arah manusia pocong.
"Cuaahhh!"
"Wusss!" Cairan tuak yang disertai aliran tenaga dalam tinggi itu
laksana ratusan jarum menderu ke arah manusia pocong yang sedang
menjerit-jerit kesakitan karena tangan kanannya yang hancur. Dia tak
mampu berkelit, tak sanggup menangkis. Sosoknya terlempar jauh
keluar pondok, terbanting di tanah. Lebih dari empat lusin lobang
muncul di permukaan kulit tubuhnya yang kelihatan hancur, menyusup
ke daging terus ke tulang! Dari lobang-lobang itu mengepul asap kelabu!
Si manusia pocong keluarkan pekik keras, tubuhnya menggeliat
beberapa kali lalu diam tak berkutik lagi. Mati!
Seumur hidup baru sekali itu Wulan Srindi melihat kematian
orang akibat semburan cairan tuak. Sementara si gadis masih setengah
terkesiap, si kakek melangkah keluar pondok yang sudah doyong dan
11 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
siap roboh, mendekati mayat manusia pocong. Dia tarik kain putih yang
menutupi kepala orang. Satu wajah tua bundar dan ada tahi lalat besar
di dagu kiri tersingkap. Lama si kakek pandangi wajah itu hingga
perlahan-lahan dua alis matanya yang putih mencuat ke atas. Setelah
menarik nafas panjang dan geleng-geleng kepala kakek ini keluarkan
ucapan. Nada suaranya menyatakan kesedihan.
"Sahabatku Ki Sepuh Dalemkawung, benarkah kau ini" Kalau
tidak melihat tahi lalat di dagumu, aku mungkin masih menaruh ragu.
Mengapa kau berubah jadi orang jahat" Kalau tadi-tadi aku tahu ini


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah dirimu, mungkin aku tidak akan tega membunuhmu."
Wulan Srindi tidak berani mendekati. Dari tempatnya berdiri gadis
ini bertanya. "Kek, kau kenal orang itu?"
Si kakek melangkah kembali masuk ke dalam pondok.
"Namanya Sepuh Dalemkawung. Belasan tahun lalu kami pernah
bersahabat. Dia orang baik. Ilmunya tinggi. Serangan tangan kosong
yang dilakukannya tadi adalah pukulan Dua Gelombang Menjebol
Dinding Karang. Dia pernah berulang kali membantu Kerajaan
menghancurkan kaum pemberontak di kawasan timur. Adalah aneh
kalau kini dia berbuat seperti ini, berdandan seperti pocong hidup,
melakukan kejahatan, terutama terhadap orang-orang perempuan.
Menyedihkan sekali seorang sahabat menemui ajal mengenaskan seperti
ini. Dan gilanya, aku yang membunuhnya!" Si kakek tepuk keningnya
sendiri. "Kek," ujar Wulan Srindi. "Kau tidak membunuh seorang sahabat.
Yang kau bunuh adalah kejahatan." Si gadis coba menghibur.
Si kakek tersenyum tawar. Dia hendak meneguk tuak dalam
bumbung tapi tak jadi, malah keluarkan ucapan penyesalan. "Ki Sepuh,
kalau saja kau masih hidup dan bisa bicara, menerangkan apa
sebenarnya yang terjadi, aku mungkin bisa mencari tahu siapa yang jadi
biang kerok kejahatan ini."
Memandangi si kakek Wulan Srindi lalu ingat. Tahu diri kalau
orang benar-benar telah menolongnya si gadis melangkah ke hadapan si
kakek lalu jatuhkan diri berlutut.
"Kek, aku sangat berterima kasih. Kalau kau tidak muncul saat ini
pasti aku sudah..."
Si kakek usap kepala Wulan Srindi.
"Bangunlah, tidak pantas manusia berlutut di hadapan manusia
lainnya. Aku hanya tidak mengerti, bagaimana gadis cantik sepertimu
bisa kesasar di tempat ini dan tadi hampir saja dikerjai makhluk
terkutuk itu. Gadis, siapa namamu?" "Kek, namaku Wulan Srindi..."
"Pantas wajahmu cantik seperti bulan." Memuji si kakek.
"Aku murid Perguruan Silat Lawu Putih. Aku dan kakak
seperguruan yang menjadi Ketua Perguruan, meninggalkan perguruan
beberapa waktu lalu untuk menyelidiki pembunuhan atas diri guru dan
bekas Ketua kami Surablandong. Kami bernasib malang. Kakak
12 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
seperguruanku menemui ajal di tangan manusia pocong. Aku sendiri..."
"Manusia pocong?" tanya si kakek.
"Betul Kek. Salah satu diantaranya yang barusan kau bunuh."
"Hemm, dalam perjalanan ke sini beberapa kali aku mendengar
makhluk-makhluk itu disebut orang. Aneh tapi jahat. Kabarnya mereka
menculik perempuan-perempuan bunting. Apa betul?" "Betul sekali
Kek..." Lalu Wulan Srindi menuturkan kisahnya, mulai dari penyamaran
yang dilakukannya bersama Ketua Perguruan Silat Lawu Putih sampai
akhirnya dirinya diculik.
"Aneh, buat apa" Mau diapakan perempuan-perempuan hamil
itu?" "Itu sebenarnya salah satu hal yang ingin kami selidiki." Jawab
Wulan Srindi pula.
"Murid yang tengah aku cari, seperti dirimu pasti tidak dalam
keadaan bunting. Tapi melihat dirimu yang juga tidak bunting hampir
jadi korban bukan mustahil muridku bisa pula celaka di tangan
makhluk keparat itu. Siapa manusia-manusia pocong itu sebenarnya?"
"Aku belum sempat menyelidik. Tahu-tahu sudah kena diculik."
Si kakek usap-usap janggut panjangnya.
"Hemm..." si kakek bergumam. "Turut penuturanmu jelas
manusia-manusia pocong ini punya satu komplotan. Kalau yang disebut
Wakil Ketua, tentu ada Ketua. Pasti pula mereka punya banyak anak
buah. Lalu sarang mereka pasti dijadikan tempat penyekapan
perempuan-perempuan hamil itu. Kalau katamu kau dibawa ke sini
sesaat setelah fajar menyingsing, lalu sampai di sini tak selang berapa
lama, berarti markas komplotan itu tidak berapa jauh dari tempat ini."
"Mungkin begitu Kek. Satu hal perlu aku beritahu sarang
komplotan itu merupakan satu goa batu. Di dalamnya ada puluhan
lorong aneh, panjang dan berliku-liku. Sekali tersesat masuk dan tak
bisa keluar pasti menemui ajal. Menurut manusia pocong yang
membawaku ke sini, lorong itu disebut Seratus Tiga Belas Lorong
Kematian."
Si kakek goleng-goleng kepala.
"Makin tua umur dunia, makin banyak keanehan terjadi," kata si
kakek lalu dia meneguk tuaknya beberapa kali.
"Aku harus menyelidiki tempat itu sebelum bencana semakin
merajalela."
"Aku ikut bersamamu Kek." Kata Wulan Srindi pula.
Si kakek tersenyum.
"Mendekatlah ke hadapanku," kata si kakek.
Wulan Srindi mengikuti perintah. Dia melangkah ke hadapan
orang tua itu. Si kakek pandangi gadis di depannya dari kepala sampai
ke kaki. "Kek, ada apa?" Si gadis menjadi risih tidak enak.
"Aku melihat ada kelainan pada gerak-gerikmu..."
"Kek, sebenarnya aku masih dalam keadaan tertotok."
13 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
"Ah, benar dugaanku. Tapi totokan yang menguasai dirimu bukan
totokan sembarangan. Anehnya kau masih bisa bergerak, bisa bicara
dan mampu berpikir. Membaliklah. Tahan nafas dan pejamkan mata."
"Menurut orang yang barusan kau bunuh, hanya Wakil Ketua dan
Ketua manusia pocong yang bisa membebaskan diriku dari totokan ini."
"Begitu" Coba kulihat. Ayo melangkah ke sini."
Wulan Srindi ikuti perintah. Dia melangkah mendekati si kakek.
"Baliklah tubuh. Hadapkan punggungmu padaku. Tahan nafas
dan pejamkan mata."
Kembali Wulan Srindi lakukan apa yang dikatakan si orang tua.
Begitu dia menahan nafas dan pejamkan mata, satu tusukan
halus melanda punggungnya. Walau tusukan itu halus dan lembut tapi
akibatnya membuat tubuh si gadis mencelat ke atas. Di dahului satu
pekik keras, Wulan Srindi berjumpalitan di udara dan melayang turun
ke bawah dengan dua kaki menginjak lantai pondok lebih dulu. Di
wajahnya yang cantik bermunculan titik-titik keringat. Sesaat mukanya
tampak pucat, lalu secara perlahan berdarah kembali.
"Kek, kau memusnahkan totokan di tubuhku," kata Wulan Srindi
penuh kagum dan hampir tidak percaya dan berpikir. Berarti orang tua
ini memiliki ilmu kesaktian paling tidak setingkat Sang Wakil Ketua
barisan Manusia Pocong. Mungkin juga sama dengan tingkat
kepandaian Sang Ketua sendiri. "Kek, aku mohon kau sudi
memberitahu siapa dirimu adanya. Aku sangat berterima kasih. Bukan
cuma berhutang budi, tapi juga nyawa dan kehormatan."
Si kakek cuma tersenyum. "Kau ini bicara apa," katanya.
"Kek, aku mohon. Harap katakan siapa dirimu adanya."
"Siapa diriku, itulah hal yang tidak penting." "Jangan begitu Kek.
Bagimu tidak penting tapi bagiku sangat penting."
Si kakek tersenyum, usap-usap janggutnya. Akhirnya berkata.
"Karena aku doyan minum tuak, orang-orang lantas menyebut
diriku Dswa Tuak. Ada-ada saja. Pada hal jelas aku bukan Dewa. Tapi kakek-kakek
rongsokan yang sudah bau tanah!" Habis berkata begitu si
orang tua tertawa mengekeh.
Terkejutlah Wulan Srindi mendengar ucapan orang. Kembali dia
jatuhkan diri. "Kek, ketika guruku Surablandong masih hidup, beliau sering
menceritakan tentang kisah tokoh-tokoh rimba persilatan tanah Jawa.
Salah seorang yang disebut dan diceritakan beliau adalah dirimu. Hari
ini sungguh aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Lebih dari itu
karena ternyata engkaulah penolongku, tokoh rimba persilatan yang
selama ini kami kagumi."
"Berdiri, jangan berlutut!" Si kakek membentak.
"Tidak Kek, aku akan tetap berlutut sebelum kau memenuhi satu
permintaanku."
"Permintaan" Memangnya kau mau minta apa" Ingin merasakan
minum tuakku" Nanti kau mabok. Baru tau!"
14 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Wulan Srindi angkat kepalanya, tersenyum. Lalu dengan
sungguh-sungguh dia berkata.
"Aku tidak akan bangun sebelum Kakek mengiyakan bahwa kau
mau mengambil aku jadi muridmu."
Dewa Tuak tertegun sesaat lalu sambil tersenyum dia berkata.
"Kau keliwat menganggap diriku sebagai orang hebat. Aku tidak
punya apa-apa selain bumbung tuak ini..."
"Aku lebih baik mati berlutut di tempat ini daripada tidak jadi
muridmu." "Gadis bengal. Aku masih banyak urusan. Antaranya mencari
muridku..."
"Katakan saja siapa muridmu. Aku akan mencarikannya
untukmu. Asal aku dijadikan muridmu lebih dulu. Biar tidak diajarkan
ilmu kepandaian apapun aku rela."
"Anak gadis, kau sendiri pasti banyak urusan. Kembalilah ke
perguruanmu. Daerah sekitar sini terlalu berbahaya bagimu. Jangan
kau sampai kena diculik orang untuk kedua kali."
"Tidak Kek, aku tidak akan kembali ke perguruan. Aku akan ikut
ke mana kau pergi."
"Benar-benar gadis bengal!" ujar Dewa Tuak dengan suara keras
tapi wajah tuanya unjukkan senyum. "Dengar, aku berjanji satu saat
akan menjengukmu di Gunung Lawu."
"Dan kau akan mengambilku jadi murid. Begitu" Ujar Wulan
Srindi, masih berlutut dan kepala masih ditundukkan. Sepuluh jari
tangan dirangkapkan di depan dada. "Tapi Kek, berapa lama aku harus
menunggu" Satu tahun" Dua tahun...?"
"Sudah, begini saja, kalau kau tidak suka kembali ke Gunung
Lawu, tolong aku mencarikan seseorang," kata Dewa Tuak pula.
"Mencari seseorang" Siapa" Muridmu itu?" "Bukan. Seorang
pemuda berjuluk Pendekar 212 Wiro Sableng."
Wulan Srindi terkesiap, angkat kepalanya sedikit, pandangi wajah
si kakek lalu merunduk kembali.
"Aku sudah lama mendengar nama besar dan kehebatan Pendekar
212. Tapi belum pernah bertemu orangnya. Kata orang tidak mudah
mencari pendekar satu itu. Lalu aku juga menyirap kabar, dia seorang
pendekar mata keranjang. Punya banyak kekasih. Cantik-cantik
semua..." "Kau tidak kalah cantik dengan semua mereka itu," jawab Dewa
Tuak sambil tersenyum.
Dada sang dara jadi berdebar. "Apa maksudmu, Kek?"
"Sudah, sekarang terserah padamu. Kau punya pilihan mau
melakukan apa. Kembali ke Gunung Lawu atau mencari pendekar itu.
Kalau mencari Wiro dan bertemu, ceritakan padanya apa yang telah
terjadi dengan dirimu. Juga ceritakan pertemuan kita ini."
"Aku akan lakukan Kek. Cuma aku ada satu pertanyaan lagi..."
Wulan Srindi mendengar suara si kakek bergumam. Lalu gadis ini
15 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
merasakan satu usapan di kepalanya. Ketika dia mengangkat muka,
Dewa Tuak tak ada lagi di dalam pondok.
*** 16 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
DALAM Episode sebelumnya (Nyawa Kedua) diceritakan bahwa seorang
anggota komplotan manusia pocong yang disebut Satria Pocong
menemui Yang Mulia Ketua yang saat itu masih berada di halaman
Rumah Tanpa Dosa. Kepada Sang Ketua dilaporkan tentang adanya
seorang penyusup yang kini terperangkap dalam lorong delapan belas.
Ketua Barisan Manusia Pocong memerintahkan Wakil Ketua bersama
anggota pelapor untuk segera menyelidiki perkara tersebut.
Di tengah jalan Wakil Ketua memerintahkan Satria Pocong agar
berangkat lebih dulu ke lorong delapan belas, menunggunya di sana dan
jangan melakukan sesuatu sebelum dia datang. Wakil Ketua kemudian
memasuki satu terowongan batu menuju kamar kediamannya. Di
tempat inilah dia telah menyekap Wulan Srindi, gadis anak murid
Perguruan Silat Lawu Putih setelah lebih dulu dua pertiga dari kekuatan
yang ada dalam dirinya dilumpuhkan dengan totokan. Sebelum pergi ke
lorong delapan belas dorongan nafsu yang ada dalam tubuhnya
membuat dia terlebih dulu ingin bersenang-senang dengan gadis itu.
Namun Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong jadi terkejut besar
ketika dapati kamar dalam keadaan kosong. Wulan Srindi lenyap.
"Tubuhnya dibawah pengaruh totokan. Pintu kamar hanya bisa
dibuka dengan tombol batu rahasia. Tidak mungkin gadis itu kabur
sendiri. Pasti ada yang menolong. Ada penghianat di tempat ini! Kurang
ajar!" Sang Wakil Ketua gerakkan jari-jari tangan kanannya hingga
mengeluarkan suara berkeretekan membentuk tinju. Tidak menunggu
lebih lama dia segera melompat ke pintu lalu menghambur ke kanan.
Tak lama kemudian dia telah memasuki bagian dalam mulut
terowongan yang disebut 113 Lorong Kematian. Sambil lari dalam hati
dia menghitung menyebut angka dan arah.
"Lima puluh kiri. Tiga puluh kanan. Empat puluh kiri. Lima puluh
kanan..." Wakil Ketua sudah berulang kali melewati lorong tersebut.
Namun dia tetap menghitung angka dan menyebut arah agar tidak
tersesat. Sekali seseorang kesasar dalam terowongan yang memiliki 113
lorong tersebut, sulit baginya akan keluar lagi.
Ketika mencapai lorong 18, Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong
hentikan lari. Di depannya menggeletak sosok putih seorang Satria
Pocong. Mengerang megap-megap siap menemui ajal. Kain putih yang
menutupi wajahnya tampak basah merah oleh darah. Dari bentuk
sosoknya Sang Wakil Ketua mengetahui orang ini adalah Satria Pocong
yang tadi disuruhnya pergi lebih dulu ke lorong 18.
Wakil Ketua berlutut di samping sosok Satria Pocong. Hidungnya
mencium bau aneh. Sepasang mata mengerenyit ketika melihat kain
putih yang menutupi kepala anak buahnya itu selain basah oleh darah
17 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
juga dipenuhi puluhan lubang kecil.
"Aneh." ucap Wakil Ketua. Dengan tangan kiri ditariknya ke atas
kain putih penutup kepala Satria Pocong. Sang Wakil Ketua langsung
melengak. Lututnya goyah, tubuh tersurut ke belakang. Muka yang
tersembul di balik kain putih penutup kepala tampak melepuh hangus.
Di seluruh kulit muka kelihatan lobang-lobang kecil mengepulkan asap
tipis. Darah menggenang di mata yang mendelik besar. Wakil Ketua


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pegang urat besar di leher Satria Pocong. Masih ada denyutan halus.
"Satria Pocong! Katakan apa yang terjadi!"
Bibir anggota Barisan Manusia Pocong itu bergetar. Matanya
bergerak. Darah yang menggenang meleleh ke pipi. Mulutnya
mengucapkan sesuatu. Namun yang keluar adalah lelehan darah.
"Kurang ajar!" rutuk Wakil Ketua. Dia memandang berkeliling. Di
ujung lorong sebelah sana dia melihat satu lagi sosok putih
tergelimpang. Pandangannya kembali pada Satria Pocong yang tergeletak
di sampingnya. Tidak sabaran dia tekan tenggorokan orang itu hingga
darah menggelegak keluar. Kau bisa bicara! Kau harus bisa bicara!
Katakan apa yang terjadi!" Wakil Ketua ulangi ucapannya. Setengah
berteriak. "Grekk... hekkkk... Ka... kakek rambut put... putih. Ilmunya ting...
tinggi sekal... A... aku... Hekkk!" Tenggorokan Satria Pocong keluarkan
suara tercekik. Ucapannya putus. Mata nyalang tergenang darah, tak
berkesip. Nyawanya keburu melayang sebelum sempat berikan
keterangan lebih lanjut.
Wakil Ketua bangkit berdiri, bertolak pinggang.
Mata liar memandang ke setiap sudut terowongan yang memiliki
banyak sekali lorong dan cabang-cabangnya. Sambil usap-usap
tengkuknya dia berkata perlahan.
"Kakek rambut putih. Siapa manusia itu" Tidak ada orang lain di
tempat ini. Orang yang menyusup" Kalau memang dia, di mana bangsat
itu sekarang?" Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong memandang ke
arah ujung lorong. Memperhatikan cabang-cabang lorong yang
memenuhi kiri kanan lorong di mana dia berada. "Satria Pocong satu ini
setahuku memiliki kepandaian silat tiga tingkat di bawahku. Kalau ada
orang bisa membantainya berarti..." Wakil Ketua tidak teruskan ucapan.
Dia melangkah mendekati sosok manusia pocong satu lagi yang terkapar
di depan sana. Ketika dia memperhatikan kain putih penutup kepala,
ada sedikit bercak darah, tidak ada lobang-lobang kecil seperti pada
penutup kepala manusia pocong yang barusan meregang nyawa.
Menyangka Satria Pocong satu ini masih hidup, dia segera lepaskan
kain penutup kepala. Untuk kedua kalinya dia dibuat melengak kaget.
Muka yang tersembul di balik kain putih penutup kepala ini memang
tidak hangus tidak melepuh. Tapi mulai dari kening sampai ke
pertengahan hidung muka itu rengkah. Darah pada rengkahan kepala
mulai mengering. Siapa saja yang melihat pasti akan bergidik.
Suara geram menggembor keluar dari tenggorokan Wakil Ketua
18 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Barisan Manusia Pocong. Tiba-tiba matanya melihat ada cairan
menggenang di lantai lorong. Dia memperhatikan sesaat, lalu usapkan
jari-jari tangannya di atas cairan. Terasa dingin. Sewaktu jarinya
didekatkan ke hidung, dia mencium bau harum aneh.
"Seperti bau nira. Mungkin juga tuak..." Membatin Sang Wakil
Ketua lalu bangkit berdiri, memandang berkeliling. "Aku berada di
lorong delapan belas. Kakek rambut putih yang katanya tersesat di
sekitar sini tidak kelihatan. Mungkin dia berusaha mencari jalan, lalu
nyasar di lorong lain. Dia tak bakal bisa ke mana-mana. Nanti saja
kucari. Sekarang aku harus mengejar jahanam yang melarikan diri itu."
Sang Wakil Ketua segera berkelebat tinggalkan tempat itu.
TAK berapa lama setelah Dewa Tuak tinggalkan dirinya Wulan
Srindi keluar dari dalam pondok. Walau memikir nasihat si kakek agar
dia kembali ke Perguruan di Gunung Lawu ada benarnya, namun gadis
ini memilih menyelidik ke mana perginya orang tua aneh berkepandaian
tinggi yang telah menolongnya itu. Berat dugaannya Dewa Tuak akan
menyelidik sarang komplotan Barisan Manusia Pocong. Maka dia segera
tinggalkan rimba belantara kecil, lari ke arah bukit batu.
Seperti yang diduga Wulan Srindi, Dewa Tuak memang
menyelidiki kawasan bukit batu di sebelah barat rimba belantara. Kakek
berkepandaian tinggi dengan pengalaman selangit ini setelah memutari
bukit batu beberapa lama akhirnya menemui goa yang jadi mulut
terowongan sarang kediaman manusia pocong. Tanpa ragu kakek ini
segera masuk ke dalam goa. Di luar goa Wulan Srindi mendekam di
balik sebuah batu besar. Dia tak berani terus mengikuti Dewa Tuak
masuk ke dalam goa. Sebelumnya sewaktu diculik Wakil Ketua Barisan
Manusia Pocong dia telah menyaksikan sendiri keadaan lorong di dalam
bukit batu. Dalam kebimbangannya akhirnya gadis ini memilih untuk
tetap sembunyi di balik batu. Siapa tahu si kakek akan muncul keluar
kembali. Lama sekali dia mendekam di belakang batu besar tiba-tiba
berkelebat satu bayangan putih. Dari bentuk sosoknya Wulan Srindi
segera mengenali manusia pocong itu adalah Wakil Ketua yang
sebelumnya telah menculik dirinya. Wulan cepat merunduk, bergerak
lebih jauh ke balik batu besar.
DI LUAR 113 lorong Kematian hari telah lama terang. Matahari
pagi mengusir sebagian kabut yang banyak menggantung di kawasan
bukit berbatu sehingga dengan matanya yang tajam cukup mudah bagi
Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong melihat jejak-jejak kaki di
bebatuan berlumut.
"Orang lari di atas batu berlumut, membawa beban tubuh
manusia. Tidak terpeleset, berarti si pengkhianat memiliki ilmu
meringankan tubuh tinggi. Aku belum bisa menduga siapa dia adanya.
Tapi aku sudah bisa menduga ke mana dia membawa gadis itu. Jalan
ini mengarah ke pondok kayu di dalam rimba."
Wakil Ketua lari laksana bayangan setan. Tak selang berapa lama
19 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
dia sudah melihat bangunan di balik pepohonan dan semak belukar
lebat itu. Lima puluh langkah dari pondok kayu dia hentikan lari,
memperhatikan. Pondok itu tampak doyong berat, siap roboh. Salah
satu dindingnya terpentang jebol. Ketika dia memperhatikan halaman
kiri di samping dinding yang jebol, kagetnya bukan alang kepalang. Dia
melihat satu sosok lelaki tanpa pakaian menggeletak di tanah. Kain
putih penutup kepala tercampak di dekatnya. Dua kali lompatan saja
Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong ini sudah sampai di samping
sosok tak berpakaian itu.
Ki Sepuh Daiemkawung!" ucap kaget Wakil Ketua dan suaranya
setengah tercekik ketika dia mengenali wajah orang yang tergelimpangan
di tanah itu. Ada benjut dan luka besar di kening. Lalu di bagian tubuh
dia melihat puluhan lobang mengerikan pada kulit dan daging yang
melepuh hangus.
Jahanam! Kau rupanya yang jadi pengkhianat. Tua bangka tak
tahu diri! Masih suka gadis yang pantas jadi cucunya!" maki Wakil
Ketua tanpa merasa kalau sebenarnya diapun punya maksud keji dan
mesum terhadap Wulan Srindi. Kaki kirinya bergerak. Tubuh Ki Sepuh
Daiemkawung terpental sampai dua tombak.
"Bangsat pengkhianat ini melarikan Wulan Srindi. Tapi gadis itu
sendiri entah berada di mana. Apakah dia sudah sempat menodai gadis
itu lalu membunuhnya. Kemudian membuang mayatnya di tempat lain"
Di sekitar sini banyak jurang dalam. Lalu siapa yang membunuh
Dalemkawung" Kakek rambut putih yang disebutkan Satria Pocong
dalam lorong?" Sang Wakil Ketua terus berpikir. "Dalemkawung tidak
mungkin telah menodai gadis itu. Tidak secepat itu."
Wakil Ketua melompat ke dalam pondok yang hampir roboh. Di
sini dia hanya menemui seperangkat pakaian hitam, jubah dan kain
putih penutup kepala.
Sambil pegang dagunya Wakil Ketua membatin. "Mungkin si
keparat Dalemkawung belum sempat menodai gadis itu. Keburu
dibunuh..." Wakil Ketua membatin seolah menghibur diri sendiri.
Manusia pocong ini kemudian putar kepala, memperhatikan bagian
dalam pondok. Pandangannya membentur sebuah bumbung bambu.
Benda ini segera diambil. Ketika diperhatikan dan dibolak balik, ada
cairan yang keluar. Wakil Ketua dekatkan hidungnya ke mulut
bumbung. "Cairan ini sama baunya dengan cairan dalam lorong. Tuak!
Berarti orang yang membunuh Dalemkawung adalah orang yang sama
yang membunuh dua Satria Pocong di dalam lorong! Bangsat itu
katanya tersesat sekitar lorong delapan belas. Aku harus segera ke sana.
Sekali dia masuk ke dalam Seratus Tiga Belas Lorong Kematian, pasti
tidak bisa keluar selamatkan diri! Sial, tak ada kesempatan bagiku
mencari gadis itu."
Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong benar-benar marah besar.
Gadis cantik yang sudah jadi miliknya lenyap entah ke mana karena
20 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
pengkhianatan Ki Sepuh Dalemkawung. Tiga orang anak buahnya
dibunuh orang! Setiap anggota Barisan Manusia Pocong bukanlah
orang-orang biasa. Mereka adalah orang-orang pilihan yang harus
memiliki kepandaian silat tinggi, Kesaktian serta tenaga dalam yang
dapat diandalkan. Itu sebabnya mereka dijuluki Satria Pocong. Tidak
mudah membunuh salah seorang dari mereka. Dan kalau sampai tiga
orang sekaligus tewas seperti yang terjadi, pastilah si pembunuh
seorang berkepandaian sangat tinggi.
"Kalau memang ada kakek berambut putih menyusup masuk dan
jadi pembunuh liga Satria Pocong, pasti dia berkepandaian tinggi.
Jangan-jangan dia seorang tokoh rimba persilatan." Begitu Wakil Ketua
Barisan Manusia Pocong membatin sambil lari memasuki 113 Lorong
Kematian. Dia harus berlaku waspada. Mata dipentang tajam, telinga
dipasang. Bukan mustahil kakek rambut putih itu mendadak muncul di
depannya. Di balik batu besar, Wulan Srindi yang masih berada dalam
kebimbangan apakah akan masuk ke dalam goa batu jadi bertambah
bimbang ketika dilihatnya Wakil Ketua memasuki mulut goa. Kalau dia
menyusul masuk lalu tertangkap untuk kedua kalinya, pasti dia tak
akan bisa selamatkan diri lagi untuk selama-lamanya.
LORONG 21 memiliki 7 anak lorong. Di dalam anak lorong ke 5
Dewa Tuak duduk menjelepok sambil mengusap-usap bumbung bambu
yang terletak di pangkuannya.
"Sarang manusia pocong. Aku berada dalam sarang manusia
pocong..." Si kakek berucap. "Tiga anggota mereka sudah kubunuh.
Tentu masih banyak yang lainnya. Tadi salah seorang dari mereka
berhasil kabur. Pasti melapor pada atasannya. Sebentar lagi ada yang
akan muncul di tempat ini. Lorong celaka, bagaimana aku bisa keluar
dari sini" Semua lorong bentuknya sama. Bagaimana mungkin ada
tempat jahanam seperti ini"!" Dewa Tuak geleng-geleng kepala. Tadi
setelah menghabisi dua orang manusia pocong yang tiba-tiba muncul
dan menyerangnya dia berusaha kembali ke mulut goa. Keluar dari
lorong 18 dia kesasar memasuki cabang-cabang lorong atau menemui
lorong buntu. Akhirnya dalam keadaan letih kakek ini dudukkan diri di
lantai cabang lorong ke 5 dari lorong utama 21.
"Aku harus mencari jalan keluar! Tolol sekali kalau aku sampai
mampus di tempat celaka begini rupa!"
Sebelum berdiri Dewa Tuak angkat bumbung bambunya. Dari
beratnya bumbung dia tahu kalau tuak di dalamnya hanya tinggal
setengah. "Cuma satu bumbung tuak kini yang kumiliki. Isinya hanya
tinggal setengah. Edan, di mana aku bisa mendapatkan bahan untuk
membuat tuak baru!" Penutup bumbung dibuka. Bumbung ditempelkan
ke bibir. Biasanya tuak yang mencurah akan ditenggak dengan lahap.
Karena tinggal sedikit kali ini si kakek terpaksa berhemat-hemat.
21 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
Baru sedikit tuak harum itu memasuki tenggorokannya tiba-tiba
satu benda melesat dan menancap di pantat bumbung. Dewa Tuak
sampai tercekik saking kagetnya. Dengan mata mendelik dia turunkan
bumbung. Sepasang mata tambah membelalak ketika melihat benda apa
yang menancap di ujung bumbung bambu. Sebuah bendera kecil
berbentuk segi tiga. Berwarna merah dan basah. Bendera Darah!
-*** 22 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
WALAU kaget terkesiap melihat bendera aneh menancap di ujung
bumbung bambu, di lain saat Dewa Tuak keluarkan suara tawa
mengekeh. "Siapa pula yang mau-mauan bercanda di tempat gila seperti ini!"
katanya sambil bangkit berdiri. Tapi begitu berdiri tegak lurus, masih
memegang bumbung tuak di tangan kiri tahu-tahu di depannya sudah
berdiri satu sosok berjubah dan bertutup kepala putih.
"Aha! Sampean rupanya Manusia pocong yang katanya doyan
menculik perempuan-perempuan bunting! Sayang aku tidak bisa
melihat tampangmu. Hingga sulit kuduga apa kau ini lelaki, perempuan
atau makhluk banci-bancian!"
"Tua bangka sinting!" bentak manusia pocong di hadapan Dewa
Tuak. Suaranya keras, membuat gema panjang di Seantero lorong dan
menggetarkan lantai batu. Getaran itu menjalar masuk pada dua kaki
Dewa Tuak, namun lenyap sebelum mencapai ketinggian lutut. "Jangan
berani bicara kurang ajar sembarangan di hadapanku!"
Meski kaget mendengar dahsyatnya bentakan orang Dewa Tuak
menyeringai. Diam-diam tadi dia sudah mengukur kehebatan tenaga
dalam manusia pocong yang memancar dalam suara bentakannya.
Memang jarang-jarang ada orang memiliki tingkat tenaga dalam setinggi
yang dimiliki makhluk serba putih ini. Namun si kakek tidak merasa
khawatir. Tingkat tenaga daiam orang masih berada di bawahnya. Maka
enak saja sambil letakkan bumbung bambu di bahu kiri dia keluarkan
ucapan. "Manusia pocong, kau tentunya punya jabatan tinggi di tempat ini.
Makanya bisa bicara sombong dan membentak segala. Usiaku bisa tiga
kali usiamu! Kau pantas memanggil aku Eyang. Ayo lekas menghormat,
cium tanganku dan minta maaf pada Eyangmu ini!" Habis berucap Dewa
Tuak ulurkan tangannya minta disalami. Tapi sikapnya jelas mengejek
karena telunjuk jari tangan sengaja digerakkan dikedat-kedut seperti
orang memainkan benang layangan sementara dari mulutnya yang
kempot menyembur tawa menge-keh.
Di balik kain penutup kepala, sepasang mata manusia pocong
mendelik besar.
Rahangnya menggembung. Gerahamnya
ber- gemeletakan. Tapi agaknya dia bisa mengendalikan kemarahan. Sambil
berkacak pinggang dan decakan lidah beberapa kali, dia berkata.
"Aku suka pada manusia-manusia pemberani. Tapi sayang kau
tidak bisa mengukur diri. Tidak sadar berada di mana!"
"Ah, begitu...?" Dewa Tuak berpura-pura kaget. Dia memandang
seputar lorong. "Kurasa aku belum buta. Di tempat ini aku hanya
23 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/


Wiro Sableng 135 Rumah Tanpa Dosa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat dinding-dinding batu. Lorong-lorong tak karuan. Lalu melihat
dirimu! Apa hebatnya" Eh, coba beritahu Eyangmu ini! Memangnya
tempat ini tempat apa?"
"Tua bangka sinting! Ketahuilah. Kau berada dalam Seratus Tiga
Belas Lorong Kematian. Siapa masuk tidak bisa keluar lagi! Mati di
tempat ini! Kecuali Yang Mulia Ketua memberi pengampunan! Hanya
perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan! Hanya Yang Mulia
Ketua seorang wajib dicintai!"
"Eh, apakah Ketuamu seorang perempuan hingga hanya dia
seorang wajib dicintai"!" Dewa Tuak menyeletuk ucapan orang.
"Dasar kakek sinting! Ketua kami jelas seorang laki-laki!"
"Nah, nah! Kalau kau mencintai Ketuamu yang laki-laki berarti
kau sebangsa makhluk yang suka pada makhluk sejenis! Ha... ha... ha!
Dan kalau kau punya seorang Ketua, berarti kau hanya salah seekor
cecunguknya saja! Ha... ha... ha!"
Saat itu meledaklah amarah Wakil Ketua Barisan Manusia
Pocong. Tadinya dia masih ingin menanyakan untuk memastikan apa
benar kakek ini yang telah membunuh tiga Satria Pocong. Dia juga ingin
mengorek keterangan di mana Wulan Srindi berada. Namun ledakan
amarah membuat dia jadi kalap dan serta merta melompat kirimkan
serangan maut ke arah Dewa Tuak. Tangan kanan menderu ganas
mencari sasaran di batok kepala si kakek. Memang sinting apa yang
dilakukan si kakek dalam menghadapi serangan maut itu. Dewa Tuak
mundur satu langkah. Tangan kiri putar bumbung bambu di bahu,
kepala setengah menengadah dipalingkan ke kiri.
"Gluk... gluk... gluk!"
Dewa Tuak teguk tuak dalam bumbung tiga kali berturut-turut
lalu bersurut mundur sambil rundukkan kepala namun mulutnya tibatiba menyembur!
"Wusss!"
Tuak dalam mulut Dewa Tuak menderu ke arah dada Wakil Ketua
Barisan Manusia Pocong.
"Tuak setan!" maki Wakil Ketua. Dia serta merta ingat pada cairan
yang sebelumnya ditemui di dalam lorong dan pondok kayu. Secepat
kilat Wakil Ketua melompat mundur selamatkan diri. Sambil melompat
dia kibaskan tangan kanannya hingga menebar gelombang angin.
Dengan kibasan tangan kanan yang disertai kekuatan tenaga dalam itu
Wakil Ketua berusaha menangkis serangan sekaligus menggebuk. Angin
kibasan tangannya sanggup membuat sosok Dewa Tuak goyang
terhuyung namun dia sendiri berseru kaget ketika dapatkan lengan
kanan jubah putihnya kepulkan asap. Ketika diperhatikan lengan jubah
itu telah dipenuhi belasan lobang-lobang kecil. Lalu begitu dia
singsingkan lengan jubah, tampak beberapa bagian kulit lengannya
merah melepuh! Asap mengepul dari empat buah lobang kecil di
permukaan kulit. Dinginkan kuduk manusia pocong ini. Namun amarah
yang membakar dirinya serta rasa tanggung jawab akan pengamanan
24 135 Rumah Tanpa Dosa
-WIRO SABLENG 212
TIRAIKASIH - http://cerita-silat.co.cc/
kawasan 113 Lorong Kematian membuat dia tidak mau menyerah begitu
saja. Didahului suara menggereng Wakil Ketua angkat dua tangan ke
depan. Dewa Tuak tersentak kaget ketika melihat bagaimana sepasang
tangan lawan mendadak berubah lebih panjang dan lebih besar. Lima
jari tangan mencuat membentuk kuku-kuku binatang lalu dalam
keadaan dikepalkan, dua tangan serentak menghantam ke depan. Dua
Dendam Naga Merah 1 Pendekar Naga Putih 04 Partai Rimbah Hitam Makhluk Jejadian 2

Cari Blog Ini