Ceritasilat Novel Online

Nyawa Kedua 2

Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua Bagian 2


sengaja diatur berbentuk kipas di atas batu. Kepala ini memiliki satu wajah
seorang gadis dalam keadaan
mata tertutup. Kecantikan yang dimilikinya ditelan oleh kepucatan seolah tidak
ada lagi darah yang mengalir
di wajah itu. Di pipi kiri melintang bekas luka yang belum lama mengering. Jika
diperhatikan lama-lama raut
wajah itu kelihatan menggidikkan. Apa lagi cahaya api obor yang bergoyang-goyang
dan sesekali menyapu
wajah si gadis hingga wajah yang pucat pasi itu tampak tambah menyeramkan.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Di langit, bulan sabit hari ke tiga kembali lenyap tersembunyi di balik saputan
awan hitam. Di kejauhan lapat-lapat terdengar kembali raungan anjing, panjang menyayat.
Mungkin tidak tahan berdiam diri sekian lama, perempuan hamil berjubah merah di
ujung kanan berbisik pada teman di sebelahnya yang juga hamil. Ketika bertanya raut wajahnya
dan juga pandangan mata
tetap saja kosong.
"Mengapa kita berdiri di sini" Siapa yang kita tunggu" Siapa gadis di atas batu
ini?" Perempuan yang ditanya menjawab dengan suara datar perlahan.
"Kita bahkan tidak tahu siapa kita. Bagaimana mungkin menanyakan perihal lain
dan orang lain."
Perempuan yang barusan bertanya rupanya masih belum puas. Dia berkata. "Rumah
tua di depan sana. Yang atapnya berbentuk tanduk kerbau. Kau tahu bangunan apa itu adanya?"
"Sahabatku," jawab perempuan hamil yang barusan ditanya untuk kedua kali. "Di
tempat seperti ini
tidak ada satu pertanyaanku di antara kita yang bisa dijawab. Malah setiap
ucapan bisa mendatangkan
malapetaka. Berhentilah membuka mulut dan bertanya."
Mendengar ucapan orang, perempuan hamil yang tadi bertanya menarik nafas dalam.
Sesaat dia memandang kosong ke arah rumah panggung di kejauhan, lalu kembali matanya
memperhatikan sosok gadis
berwajah pucat di atas batu persegi panjang. Melihat gadis ini lagi-lagi
mulutnya secara tak sadar bertanya.
"Dia, gadis berambut panjang bermuka pucat ini. Apakah dalam keadaan hidup atau
sudah mati?"
Perempuan hamil yang lagi-lagi ditanya agaknya kesal dan menjawab. "Tutup
mulutmu, sebelum
ada orang lain yang. menutupnya!"
Sunyi dan dingin. Nyala api obor membuat bayang-bayang aneh di beberapa tempat.
Bersamaan dengan itu kembali terdengar suara lolongan anjing di kejauhan, tiba-tiba dari
balik sebuah batu besar,
seorang berpakaian seperti pocong hidup bergerak keluar, melangkah ke arah dua
belas orang yang berdiri di
depan batu persegi empat.
Enam manusia pocong disamping batu segera mengambil sikap tegak dan palingkan
kepala ke arah manusia pocong yang melangkah mendatangi.
"Berikan hormat pada wakil Ketua!" Salah seorang manusia pocong berseru. Lalu
diikuti oleh lima
temannya dan enam perempuan hamil mereka semua membungkuk, memberi hormat pada
manusia pocong yang barusan datang dan disebut sebagai Wakil Ketua.
Di depan pendupaan besar sang Wakil Ketua berhenti. Tangan kanan diulurkan ke
atas pendupaan,
menebar sejenis bubuk. Sesaat kemudian arang menyala di dalam pendupaan kepulkan
asap tipis. Lalu bau
harum menebar ke seantero tempat, membuat suasana di tempat itu jadi tambah
mencekam. Selesai menebar
setanggi ke dalam pendupaan, manusia pocong melangkah ke samping kiri. Bersamaan
dengan itu dia angkat
tangan kanannya. Sambil membungkuk dia ayunkan tangan ke bawah. Entah dari mana
datangnya sebuah
benda melesat di udara lalu menukik deras dan menancap di batu persegi empat,
sejengkal di atas kepala
gadis berwajah pucat. Benda ini ternyata sebuah bendera kecil berbentuk segi
tiga, basah oleh cairan
berwarna merah. Bendera darah.
Begitu bendera menancap di batu, saat itu pula dari balik batu besar dari mana
sang Wakil Ketua
datang, kini muncul satu sosok tinggi besar manusia pocong.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Dua belas orang di sisi kiri kanan batu persegi serentak dongakkan kepala dan
secara berbarengan
keluarkan ucapan keras.
"Salam hormat untuk Yang Mulia Ketua! Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus
dilaksanakan! Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang wajib dicintai!"
Sehabis berseru, dua belas orang ini lalu membungkuk dalam-dalam ke arah manusia
pocong tinggi besar. Manusia pocong yang dipanggil dengan sebutan Wakil Ketua perlahan-lahan
luruskan tubuh kembali.
Saat itulah dari arah rumah panggung ada suara tangisan bayi, terdengar keras di
dalam kesunyian.
Dua belas orang di kedua sisi batu persegi empat, cepat luruskan tubuh masingmasing lalu sama palingkan
kepala ke arah rumah panggung. Enam manusia pocong memandang sambil bertanyatanya dalam hati.
Enam perempuan hamil juga ikut memandang tapi pandangan, pikiran serta hati
mereka kosong. Mendadak
suara tangis bayi lenyap. Kesunyian menggantung di bawah deru angin yang terasa
semakin dingin menyayat
kulit. Tiba-tiba salah satu dari dua belas pintu yang ada di bagian depan rumah
panggung terbuka. Di
sebelah dalam kelihatan satu sosok berdiri, tak jelas siapa adanya karena
diselimuti kegelapan. Manusia
pocong tinggi besar berikan isyarat dengan goyangan kepala pada sang Wakil
Ketua. Manusia pocong ini
lalu palingkan kepala pada enam orang manusia pocong yang berdiri di samping
kiri batu besar dan berkata.
"Enam Satria Barisan Manusia Pocong kalian semua boleh pergi. Kembali ke kamar
masing-masing dan jangan berani keluar sebelum diperintahkan!"
Enam orang manusia pocong dongakkan kepala sambil keluarkan ucapan. "Hanya
perintah Ketua yang harus dilaksanakan. Hanya Ketua seorang yang wajib dicintai."
Keenam orang itu membungkuk dalam-dalam lalu tinggalkan tempat tersebut. Satu
persatu mereka melangkah ke balik sebuah batu besar. Di balik batu ini ada sebuah lorong. Ke
dalam lorong inilah mereka
masuk dan menghilang.
Setelah enam orang manusia pocong pergi, Yang Mulia Ketua berpaling pada enam
perempuan hamil di samping batu pembaringan.
"Kekasihku, agar tidak ada yang terlupa, agar tidak ada yang kesalahan aku ingin
bertanya. Apakah
kalian telah memandikan gadis di atas batu pembaringan dengan kembang tujuh
rupa?" Enam perempuan hamil yang dipanggil dengan sebutan kekasihku membungkukkan tubuh
lalu berbarangan menjawab.
"Hal itu telah kami lakukan. Kembang tujuh rupa dan air suci telah dimandikan.
Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan. Hanya Yang Mulia Ketua seorang yang
wajib dicintai!"
"Bagus, kalau begitu kalian berenam boleh pergi. Masuk ke kamar masing-masing,
jangan keluar sebelum diperintahkan. Jika berkesempatan besok malam aku akan menemui kalian
satu persatu."
Enam perempuan hamil yang rata-rata masih muda dan berwajah cantik membungkuk
dalam lalu keluarkan ucapan. "Hanya perintah Yang Mulia Ketua yang harus dilaksanakan!
Hanya Yang Mulia Ketua
seorang yang wajib dicintai dan dilayani!"
Secara berbaris enam perempuan hamil tingalkan tempat itu. Seperti enam manusia
pocong mereka menyelinap di balik batu besar dan lenyap masuk ke dalam mulut terowongan batu.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Ketua manusia pocong memandang ke langit. Bulan sabit kelihatan membayang di
balik awan tipis.
"Wakil Ketua, sebentar lagi malam akan sampai di pertengahannya. Saatnya untuk
kita mulai bekerja." "Saya siap melaksanakan tugas dan perintah Yang Mulia Ketua," jawab wakil Ketua
lalu dia memutar tubuh, menghadap dan memandang ke arah pintu bangunan panggung yang
terbuka. Sesaat dia
memperhatikan sosok dalam gelap di belakang pintu rumah tua yang terbuka.
"Nyi. Bluduk! Apakah pekerjaanmu sudah rampung"!" Sang wakil Ketua berseru.
Dari dalam bangunan tua terdengar jawaban orang. Suaranya kecil melengking.
"Pekerjaanku sudah rampung. Darah sudah kumasukkan ke dalam bokor. Tali pusat
ikut tersimpan di dalamnya. Apakah sekarang aku boleh keluar dan menyerahkan bokor" Lalu
mendapatkan imbalan yang
dijanjikan?"
"Nyi Bluduk, silahkan keluar. Serahkan bokor padaku. Imbalan yang dijanjikan
sudah aku siapkan."
Mendengar ucapan Wakil Ketua manusia pocong itu, sosok di dalam rumah tua
bergerak keluar
pintu, menuruni tangga lebar tapi pendek lalu melangkah mendatangi sang Wakil
Ketua. Ternyata orang ini
adalah seorang nenek kurus berambut kelabu awut-awutan. Pakaiannya kelihatan
basah oleh keringat dan
cairan merah. Dia melangkah sambil memegang sebuah bokor terbuat dari perak
putih. Bokor kecil ini
agaknya penuh dengan sejenis cairan karena si nenek kelihatan berjalan perlahan
dan hati-hati, takut isi
bokor tumpah. Wakil Ketua manusia pocong ambil bokor yang diserahkan si nenek lalu diletakkan
di atas batu persegi empat, di samping kaki gadis yang sejak tadi terbaring tak bergerak.
"Aku minta upah imbalanku sekarang," Nyi Bluduk ulurkan tangan pada Wakil Ketua
manusia pocong. "Nyi Bluduk, imbalan uang perak yang kami janjikan ada di dalam rumah tua. Kami
letakkan di atas
satu-satunya kursi di tempat itu. Silahkan kau mengambil sendiri."
Nyi Bluduk tampak cemberut.
"Kenapa tidak bilang dari tadi. Aku jadi tak perlu mondar-mandir...."
"Harap maafkan. Aku lupa memberitahu. Memang begitu caranya kami menyediakan
imbalan." Si nenek putar tubuhnya. Sebelum melangkah menuju rumah tua dia bertanya.
"Setelah pekerjaan ini
apakah ada pekerjaan susulan?"
Wakil Ketua manusia pocong tidak berikan jawaban melainkan berpaling pada sang
Ketua. Manusia pocong tinggi besar ini berkata.
"Aku tidak bisa menjanjikan. Kalau memang ada kau pasti akan kami hubungi.
Terima kasih atas
bantuanmu malam ini."
Nyi Bluduk pencongkan mulutnya yang kempot," mengangguk lalu melangkah menuju
rumah tua. Begitu tubuhnya lenyap di belakang pintu yang terbuka tiba-tiba pintu ini
tertutup. Sesaat kemudian
terdengar jeritan keras perempuan tua itu disusul suara tubuh roboh ke lantai
kayu. Di balik kain putih
penutup kepala Yang Mulia Ketua menyeringai.
"Wakil Ketua, tugasmu mencari dukun beranak baru...."
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Saya siap menjalankan perintah Yang Mulia Ketua. Tapi jika hal seperti ini
berkelanjutan, lambat
laun kita akan kehabisan dukun beranak."
"Kalau itu sampai terjadi, kau bisa melakukan pekerjaan itu," jawab sang Ketua
yang membuat manusia pocong di hadapannya jadi tersurut. "Setelah pekerjaan besar ini
selesai, bersihkan rumah itu.
Singkirkan semua benda yang ada di dalamnya."
"Saya siap menjalankan perintah Yang Mulia Ketua."
"Bagus, sekarang mari kita mulai." Dari balik jubah putihnya manusia pocong
tinggi besar keluarkan
sebuah benda berwarna hitam.
*** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
9 BENDA itu ternyata sebuah batu tipis berukuran satu jengkal persegi. Wakil Ketua
manusia pocong tebarkan setanggi ke dalam pendupaan. Asap putih tipis mengepul, bau harum
kembali merebak memenuhi
pedataran. Yang, Mulia Ketua memegang batu tipis di atas pendupaan. Batu diputar
dan dibolak-balik. Dari
balik kain putih penutup kepala terdengar suaranya bergumam seperti tengah
membacakan mantera. Setelah
itu batu hitam dicelupkan ke dalam cairan kental berwarna merah di bokor perak.
Anehnya, begitu batu
masuk ke dalam bokor, cairan merah bergejolak seperti mendidih. Bokor bergoyanggoyang. Cairan merah
di dalamnya sampai muncrat membasahi batu pembaringan segi empat. Bau anyir
tercium di antara harum
angker bau setanggi. Cairan yang tumpah dari dalam bokor ternyata adalah darah.
Selain bokor perak yang bergoyang, batu persegi empat di atas mana terbaring
sosok gadis bermuka
pucat kelihatan bergetar. Getaran menjalar sampai ke tanah pedataran. Dua
manusia pocong tegak tak
bergerak. Waspada berjaga-jaga kalau sesuatu yang tidak terduga mendadak
terjadi. Mulut masing-masing
merapal sesuatu.
Kejadian itu tidak berlangsung lama. Bokor berhenti bergoyang. Batu besar dan
tanah perlahanlahan berhenti bergetar.
Yang Mulia Ketua ulurkan tangan kanan memegang ujung batu tipis lalu
mengeluarkannya dari
dalam bokor. Batu yang tadinya dingin kini terasa hangat. Dan anehnya, kalau
sebelumnya batu hitam itu
polos kedua sisinya, kini pada salah satu sisi muncul tulisan-tulisan kuno
berwarna putih hingga walaupun


Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelap jelas dapat dibaca.
Manusia pocong tinggi besar berpaling pada wakilnya, memberi isyarat dengan
anggukan kepala.
Melihat isyarat ini sang wakil segera ambil bokor perak, memegangnya dengan
hati-hati lalu berdiri di
samping kiri batu segi empat.
Setelah lebih dulu memandang ke langit untuk melihat bulan sabit hari ke tiga,
Yang Mulia Ketua
menempatkan diri di depan batu persegi empat, pada ujung kaki sosok gadis yang
terbaring. Aksara Batu Bernyawa
Mula kehidupan anak manusia adalah dari setetes air mani yang tenggelam dalam
rahim ibunya dan berubah menjadi jabang bayi
Di dalam rahim sang ibu tali pusar menjadi sumber kehidupan
Jika seorang yang sekarat inginkah kehidupan
Jika seorang telah menghembuskan nafas lalu terkubur sampai sebelum sang surya
tenggelam Dan mereka inginkan kehidupan duniawi kembali
Bagi mereka yang beruntung dan berjodoh akan didapat nyawa kedua
Asalkan dilakukan semua syarat yang diminta
Pertama upacara mendapatkah nyawa kedua harus dilakukan pada menjelang tengah
malam di tempat terbuka dan di bawah cahaya bulan sabit hari ketiga.
Kedua insan tersebut sebelumnya harus dimandikan dengan kembang tujuh rupa
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Ketiga yang memandikan haruslah kaum sejenisnya
Lelaki dimandikan oleh lelaki, perempuan dimandikan oleh perempuan.
Keempat yang hadir, dalam upacara mendapatkan nyawa kedua tidak boleh lebih dari
dua orang. Kelima letakkan tali pusar bayi yang baru dilahirkan di atas pusar insan yang
bakal mendapatkan
nyawa kedua Keenam, kucurkan darah suci bayi yang baru lahir di atas tubuh insan, mulai dari
ujung kaki sampai kepala dan rambut
Ketujuh sabarlah menunggu sampai kicau burung atau kokok ayam pertama terdengar
sebelum fajar menyingsing
Jika itu terjadi maka nyawa kedua telah tersimpan di dalam tubuh insan
Dia akan bernyawa, akan hidup seperti manusia adanya namun akan ditemui beberapa
kelainan Insan nyawa kedua tidak akan mengenal siapa dirinya sendiri dan orang-orang
disekitarnya Insan nyawa kedua akan memiliki satu kekuatan luar biasa
Insan nyawa kedua berada di bawah kekuasaan dan hanya tunduk pada orang yang
memberikan kehidupan kedua padanya
Karenanya syarat ke delapan adalah, insan kedua harus ditempatkan secara baikbaik di satu tempat dimana mulai kehidupan kedua datang padanya, tidak satu dosa kejahatanpun
baik berupa niat
maupun tindakan boleh terjadi di tempat tersebut
Syarat ke sembilan dan terakhir, setiap bulan sabit malam ketiga, insan nyawa
kedua harus di usap ubun-ubunnya dengan darah segar bayi yang baru dilahirkan
Bilamana syarat ke delapan dan ke sembilan itu dilanggar maka insan nyawa kedua
akan kembali ke asalnya semula
Dan yang berbuat dosa kejahatan akan kejatuhan bencana malapetaka
Selesai Yang Mulia Ketua membaca rangkaian tulisan putih di atas batu hitam yang
disebut Aksara Batu Bernyawa, semua tulisan yang ada di batu itu secara aneh lenyap tak
berbekas. Demikian juga noda
darah yang sebelumnya membasahi batu. Perlahan-lahan manusia pocong tinggi besar
masukkan batu tipis
hitam itu ke balik jubah. Matanya melirik ke langit, memperhatikan bulan sabit
hari ke tiga. Lalu dia
melangkah mendekati wakilnya yang memegang bokor. Lengan jubah tangan kanan
digulung ke atas lalu
tangan itu dimasukkan ke dalam bokor berisi darah. Ketika tangan itu dikeluarkan
kelihatan memegang
sebuah benda panjang sejengkal, menyerupai ekor ular, berwarna hitam kelabu.
Inilah tali pusar bayi seperti
yang dimaksudkan dalam tulisan pada Aksara Batu Bernyawa.
Yang Mulia Ketua manusia pocong memutar tubuh, menggeser kakinya hingga dia
berdiri pada samping pertengahan batu persegi panjang. Tangan kiri diulurkan, diletakkan pada
bagian perut kain hitam
penutup sosok gadis di atas batu. Tiba-tiba si manusia pocong tarik kuat-kuat
kain hitam itu. Ketika kain
hitam ditarik lepas sehingga sosok gadis yang terbaring menelentang di atas batu
kini tidak tertutup selembar
benangpun, pada saat itulah obor yang menancap di ujung batu mendadak padam. Di
langit bulan sabit hari
ke tiga, lenyap di balik saputan awan tebal. Di kejauhan terdengar suara
lolongan anjing panjang berhibahiba menyayat keheningan malam.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wakil Ketua manusia pocong berdiri tak bergerak. Melalui dua lobang di kain
putih penutup kepalanya dia memperhatikan Yang Mulia Ketua dengan hati-hati meletakkan tali
pusar bayi di permukaan
pusar gadis yang terbujur di atas batu pembaringan persegi empat.
Selesai meletakkan tali pusar, Yang Mulia Ketua mengambil bokor perak dari
tangan wakilnya.
Cairan merah darah di dalam bokor lalu diguyurkan ke atas tubuh si gadis,
bermula dan dimulai dari ujung
kaki terus ke tubuh, naik ke kepala dan sampai di rambut yang tergerai hitam di
atas batu. Tiupan angin mendadak terasa kencang. Udara bertambah dingin. Di langit bulan
sabit hari ke tiga
perlahan-lahan muncul di balik saputan awan tebal. Dua manusia pocong perlahanlahan mendudukkan diri
masing-masing di samping kiri kanan batu pembaringan. Sesuai apa yang tertulis
dalam Aksara Batu
Bernyawa mereka harus menunggu sampai ada kicau burung atau kokok ayam pertama
sebelum fajar menyingsing. *** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
10 WAKIL Ketua manusia pocong tampak gelisah. Beberapa kali dia memandang ke langit
lalu melirik ke arah timur. Di seberangnya, di sebelah batu pembaringan sang Ketua dilihatnya
tetap tenang, duduk
bersila, kepala dan tubuh tidak bergerak dan tidak mengeluarkan suara.
Wakil Ketua kembali memandang ke arah timur. Pada puncak kegelisahannya dia tak
tahan untuk membuka mulut. "Yang Mulia Ketua, maafkan saya...."
"Ada apa?"
"Saya kawatir. Tak lama lagi langit di sebelah timur akan segera terang pertanda
fajar segera menyingsing."
"Lalu?"
"Seperti yang saya dengar dalam bacaan Yang Mulia Ketua tadi. Sampai saat ini
tidak ada kicau
burung, tidak terdengar kokok ayam. Kalau tidak seekorpun dari dua binatang itu
memperdengarkan
suaranya, berarti gagal sia-sialah semua usaha kita. Gadis ini tidak mungkin
menemui kehidupan baru
dengan nyawa kedua. Rencana kita untuk menundukkan dan menguasai rimba
persilatan tanah jawa tidak
akan menemui kepastian. Semua dendam kesumat sakit hati tidak akan
terlaksanakah!"
Yang Mulia.Ketua tidak segera menjawab. Dia diam seperti merenung. Sesaat
kemudian mulutnya
baru berucap. "Pekerjaan setiap anak manusia bisa saja sia-sia. Yang namanya usaha bisa saja
menemui kegagalan.
Termasuk apa yang kita lakukan dan rencanakan sejak beberapa waktu lalu. Tetapi
melalui tiupan angin
malam, melalui kesunyian dan udara dingin yang mencekam, aku menaruh firasat
kita tidak akan menemui
kegagalan. Apa yang kita rencanakan akan berjalan lancar. Semua musuh akan kita
singkirkan dan rimba
persilatan tanah Jawa akan berada dalam genggaman kita. Tenangkan hatimu, jangan
perasaan tolol kesusu
membuatmu gelisah. Aku yakin apa yang tersurat dalam Batu Aksara Bernyawa akan
menjadi kenyataan!"
Baru saja Yang Mulia Ketua mengeluarkan ucapan itu tiba-tiba di kejauhan
terdengar suara kokokan
ayam. Dua manusia pocong serta merta bangkit dari duduk masing-masing. Mata
mereka memandang tak
berkesip ke arah sosok gadis yang terbaring di atas batu.
Di kejauhan sekali lagi terdengar suara ayam berkokok. Lalu perlahan-lahan namun
terlihat jelas,
sepasang mata gadis di atas batu bergerak perlahan, membuka sedikit demi sedikit
lalu terpentang nyalang
menatap ke atas langit.
"Insan yang terbaring di atas batu, apakah kau mendengar suaraku?" Yang Mulia
Ketua melangkah
lebih dekat ke samping batu lalu menegur.
Gadis di atas batu tidak menjawab. Wajahnya yang pucat tampak kosong. Matanya
masih menatap lurus-lurus ke langit.
"Insan di atas batu, jika kau mendengar suaraku, bangunlah!"
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Tubuh di atas batu masih diam, tidak bergerak tidak bersuara. Tiba-tiba tangan
kiri, menyusul tangan
kanan si gadis kelihatan bergerak. Sesaat kemudian menyusul tubuhnya bergerak
bangkit dan duduk. Hanya
seperti tadi matanya memandang lurus-lurus ke depan, seolah tidak melihat atau
tidak memperhatikan
kehadiran dua manusia pocong di samping kiri dan sebelah kanannya.
"Insan di atas batu, apakah kau tahu dimana saat ini kau berada?" Yang Mulia
Ketua bertanya.
Wajah masih menghadap ke depan dan sepasang mata masih memandang lurus, gadis
yang duduk di atas batu gelengkan kepala.
"Insan di atas batu, siapakah dirimu" Siapa namamu" Sebelumnya kau berasal dari
maha?" Yang
Mulia Ketua kembali ajukan pertanyaan.
Tanpa alihkan tatapan wajah dan pandangan sepasang matanya, gadis di atas batu
membuka mulut. Suaranya datar ketika berkata.
"Aku tidak tahu berada dimana. Aku tidak tahu siapa diriku. Aku insan tidak
bernama. Tidak tahu
berasal dari mana."
Yang Mulia Ketua menyeringai di balik kain putih penutup kepala. "Tepat seperti
yang tertulis pada
Aksara Batu Bernyawa. Dia tidak tahu siapa dirinya. Tidak tahu asal muasalnya."
Setelah tatap wajah putih
pucat dan kosong itu sesaat manusia pocong ini berkata. "Insan di atas batu,
mulai hari ini aku, dan semua
orang yang ada di tempat ini akan memanggilmu Yang Mulia, Sri Paduka Ratu. Kau
hanya patuh dan tunduk
pada diriku Yang Mulia Ketua!"
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, alangkah bagusnya panggilan itu." Si gadis berucap
lalu kepala di angkat ke atas, mata menatap lurus ke langit dan dari mulutnya keluar suara tawa
panjang. Suara tawa ini
ternyata menimbulkan getaran hebat pada gendang-gendang telinga dua manusia
pocong hingga mereka
terpaksa menekap kuping.
"Yang Mulia Sri Paduka Batu, aku tahu dalam dirimu tersimpan satu kekuatan hebat
luar biasa. Berupa tenaga luar dan tenaga dalam yang dahsyat. Turunlah dari atas batu
pembaringan. Tunjukkan dan
buktikan pada kami, aku Yang Mulia Ketua dan Wakil Ketua Barisan Manusia
Pocong." Perlahan-lahan gadis di atas batu bergerak turun. Gerakan tubuhnya terlihat
aneh. Kaku seolah
tulang-tulang di tubuhnya tidak memiliki persendian. Sebelum kakinya menginjak
tanah gadis ini goyangkan
kepala. Rambut panjang hitamnya melesat setengah putaran mengeluarkah deru angin
luar biasa dahsyat.
"Wuuuuttt!"
"Braaaakk!"
Dua manusia pocong tersentak kaget dan sama-sama mundur satu langkah.
Tiang batu di atas mana pendupaan besar terletak putus kena tabasan rambut hitam
si gadis. Pendupaan mental. Bara api di dalam pendupaan mencelat dan jatuh bertebaran di
tanah pedataran.
Sang Ketua melengak besar. Wakilnya leletkan lidah tidak mengira gadis yang kini
hidup dengan nyawa kedua memiliki kekuatan demikian hebatnya, padahal baru rambutnya yang
bekerja. Kalau tangan
dan kakinya yang bergerak dapat dibayangkan apa yahg bakal terjadi.
: "Apa pembuktian kekuatan yang aku miliki barusan sudah cukup?" Si gadis
bertanya. Wajah dan
matanya tetap saja menatap lurus, tidak berpaling pada orang yang ditanyainya.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Luar biasa, kau hebat sekali Yang Mulia Sri Paduka Ratu." Memuji Yang Mulia
Ketua. "Jika Yang
Mulia Sri Paduka Ratu berkenan hendak menunjukkan kehebatanmu yang lain, kami
berdua tentu saja ingin
menyaksikan."
"Begitu"!" Wajah cantik pucat dengan pandangan mata kosong lurus itu tetap tidak
berubah seolah tidak memiliki perasaan. Tubuhnya dibungkukkan ke depan, jari-jari tangan
mencekal pinggiran batu persegi
empat. "Apa yang hendak dilakukan makhluk ini?" pikir Yang Mulia Ketua sambil
memperhatikan dengan
mata tak berkesip.
Didahului satu teriakan keras, tiba-tiba si gadis angkat batu besar yang
beratnya hampir delapan
ratus kati itu. Batu bukan hanya diangkat tapi dilempar ke udara. Begitu batu


Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melayang turun si gadis
hantamkan tangan kanannya.
"Bukkk!"
"Byaaarr!"
Batu besar hancur menjadi puluhan kepingan.
Dua manusia pocong keluarkan seruan tertahan saking kagumnya. Sang Wakil Ketua
decakkan mulut berulang kali sementara sang Ketua diam-diam membatin dalam hati. "Luar
biasa, tenaga dalamnya
paling tidak dua tingkat di atas tenaga dalamku. Aku harus mencari jalan. Jika
semua urusan selesai
bagaimana aku bisa menyedot hawa sakti yang dimilikinya itu. Kalau aku berhasil
menguasai tenaga dalam
gadis itu, rimba persilatan delapan penjuru angin benar-benar akan berada dalam
genggamanku!"
"Yang Mulia Sri Paduka Ratu, kami kini percaya pada kekuatan luar biasa yang kau
miliki. Sekarang
saatnya Yang Mulia bersalin diri mengenakan pakaian kebesaran. Ikuti aku. Aku
akan membawamu ke
tempat yang akan menjadi kediamanmu. Satu hal harus kau ingat baik-baik Sri
Paduka Ratu. Kau hanya
tunduk pada kuasa dan perintahku! Tidak satu orang lainpun harus kau dengar
perintahnya kecuali aku! Kau
tidak diperkenankan melakukan apapun tanpa perintah dan pengetahuanku!"
"Aku mendengar dan akan aku patuhi," jawab Yang Mulia Sri Paduka Ratu.
"Bagus, ternyata Yang Mulia berotak cerdas berpikiran jernih. Ingat satu hal. Di
tempat ini berlaku,
perintah dan kepatuhan yang tidak bisa ditawar-tawar apa lagi sampai dilanggar.
Yaitu bahwa hanya perintah
Ketua yang harus dilaksanakan. Hanya Ketua seorang yang wajib dicintai."
Si gadis diam sesaat lalu perlahan-lahan anggukkan kepala.
Yang Mulia Ketua manusia pocong berpaling pada Wakilnya, berkata agar sang Wakil
tetap berada di tempat itu. Kemudian pada gadis bermuka pucat berambut panjang dia berkata.
"Yang Mulia Sri Paduka
ratu, ikuti aku."
Yang Mulia Ketua melangkah tinggalkan tempat itu. Di sebelah belakang si gadis
mengikuti. Wajah
ke depan, dua mata memandang lurus. Dia melangkah kaku tidak ubahnya seperti
sebuah patung kayu yang
bisa berjalan. Yang Mulia Ketua berjalan melewati rumah tua beratap ijuk, terus memasuki sebuah
lembah kecil. Di lembah ini terdapat satu bangunan panggung berbentuk bulat terbuat dari kayu
dan atap ijuk yang
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
keseluruhannya dicat warna putih. Untuk naik ke tingkat atas bangunan, orang
harus menempuh tangga kayu
setengah lingkaran.
Di pintu depan Yang Mulia Ketua hentikan langkah dan berpaling pada gadis di
belakangnya. "Yang Mulia Sri Paduka Ratu, silahkan menaiki tangga. Di lantai ke dua terdapat
sebuah kamar bagus dilengkapi segala sesuatu keperluan Sri Paduka Ratu. Di atas ranjang ada
seperangkat.jubah dan kain
penutup kepala putih. Itulah pakaian Sri Paduka Ratu. Di atas sebuah meja kecil
di samping ranjang ada satu
mahkota berbentuk japitan. Sri Paduka Ratu hanya tinggal melingkarkan mahkota
itu di atas kepala, pada
kain putih penutup kepala. Lalu ada satu hal, selama berada di tempat ini Yang
Mulia Sri Paduka Ratu tidak
diperkenankan keluar, kecuali dengan sepengetahuan dan atas perintahku. Ingat
aturan itu, jangan sampai
dilanggar."
Tanpa menjawab si gadis langkahkan kaki, masuk ke dalam bangunan. Di depan
tangga kayu setengah lingkaran dia hentikan langkah. Semula Yang Mulia Ketua manusia pohcong
mengira gadis itu
akan naik ke tingkat atas bangunan melalui tangga. Tapi tiba-tiba dilihatnya
sosok si gadis yang saat itu tidak
tertutup sehelai benang pun, melesat membubung berputar ke atas. Rambutnya yang
hitam berpilin di udara.
Kejadian ini merupakan satu pemandangan luar biasa indahnya. Sesaat Yang Mulia
Ketua sempat merasakan
aliran darah dalam tubuhnya menjadi panas. Kalau saja tidak ingat akan satu
larangan dan pantangan besar,
saat itu mau rasanya dia menghambur ke tingkat atas. Sang Ketua tarik nafas
dalam lalu memutar tubuh siap
untuk meninggalkan bangunan serba putih.
Justru pada saat itulah mendadak dua bayangan putih berkelebat. Yang muncul
ternyata Wakil Ketua
bersama seorang manusia pocong. Keduanya membungkuk memberi hormat.
"Wakil Ketua, ada apa?"
"Maafkan saya Yang Mulia Ketua. Sesuai perintah saya masih berada di tempat
upacara tadi. Tibatiba muncul Satria Pocong ini memberitahu ada seseorang menerobos masuk ke dalam
lorong. Orang itu kini
terperangkap di jalur kiri lorong delapan belas. Ketika dipergoki dan hendak
diringkus, orang itu melakukan
perlawanan. Seorang Satria Pocong berhasil dilukainya dan kini dalam keadaan
sekarat." Yang Mulia Ketua tentu saja terkejut mendengar keterangan wakilnya itu.
"Jika dia menerobos masuk sejauh lorong delapan belas, berarti orang itu punya
kecerdikan tinggi.
Kalau dia mampu mencelakai anak buahku, berarti ilmu kepandaiannya luar biasa.
Wakil Ketua, kau dan
Satria Pocong lekas menyelidik. Aku ingin kau menangkap orang itu hidup-hidup.
Mungkin kita perlukan
tenaganya. Aku menunggu laporanmu di Ruang Kayu Hitam."
"Perintah Yang Mulia Ketua segera saya laksanakan!" Wakil Ketua dan manusia
pocong satunya membungkuk hormat berkelebat tinggalkan tempat itu.
Ketika melewati rumah kayu beratap ijuk berbentuk tanduk kerbau, Wakil Ketua
berkata pada manusia pocong di sebelahnya. "Kau segera menuju ke lorong delapan belas. Tunggu
aku disana. Jangan
melakukan sesuatu sebelum aku datang...."
"Wakil Ketua mau kemana?"
"Ada sesuatu yang harus aku lakukan. Jangan banyak tanya. Cepat pergi!"
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Setelah manusia pocong itu pergi Sang Wakil Ketua segera berkelebat ke arah
timur. Di satu tempat
dia memasuki sebuah goa yang merupakan mulut atau jalan rahasia menuju
terowongan batu. Dia berhenti di
hadapan sebuah pintu putih yang ditancapi sehelai bendera kecil berbentuk
segitiga, basah oleh darah.
Sebuah tombol rahasia di samping kiri pintu ditekan. Sesaat kemudian pintu putih
terbuka. Wakil Ketua
Barisan Manusia Pocong ini segera masuk. Hanya dua tindak memasuki ruangan yang
lantainya ditutupi
tikar jerami tebal, Wakil Ketua hentikan langkah. Dua matanya terpentang lebar
ke arah ranjang besar di
sudut kiri ruangan. Dia memandang seputar ruangan. Kosong.
"Wulan!" Wakil Ketua berseru. "Wulan Srindi!" Tak ada jawaban. Manusia pocong
ini bergegas melangkah ke arah sehelai tirai biru. Tidak sabaran tirai itu ditariknya hingga
terbetot lepas. Di belakang tirai
kelihatan satu ruangan besar menurun ke bawah. Di situ terdapat sebuah kolam
batu. Pada dinding batu di
atas kolam ada sebuah pancuran mengucurkan air jernih.
"Wulan!"
Suara teriakan manusia pocong menggema keras di ruangan itu. Orang yang dicari
tidak ada di tempat itu. "Kurang ajar! Dia pasti kabur! Kalau tidak ada orang yang membantu
tidak mungkin dia bisa
lolos dari tempat ini! Aku harus bertindak cepat! Siapapun pengkhianatnya harus
kuhabisi! Kalau tidak
nyawaku sendiri bisa berada di ujung tanduk!"
Wakil Ketua Barisan Manusia Pocong segera menghambur keluar dari tempat itu.
*** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
11 DUDUK di pinggiran telaga Pendekar 212 Wiro Sableng garuk-garuk kepala sambil
sesekali menoleh pada anak lelaki berambut jabrik berpakaian hitam di sebelahnya yang
bukan lain adalah bocah
konyol bernama Naga Kuning. Seperti diketahui anak lelaki yang terakhir bernama
Gunung ini ujud aslinya
adalah seorang kakek sakti mandraguna berusia lebih seratus tahun, dikenal
dengan julukan Kiai Paus
Samudera Biru. Di samping Naga Kuning berdiri seorang nenek berwajah seram seperti setan,
berambut kelabu
awut-awutan. Sepuluh jari kukunya berwarna hitam, dan panjang. Seperti
keadaannya Naga Kuning, si nenek
juga memiliki ujud asli, sebagai seorang nenek berwajah cantik dan masih
memiliki tubuh bagus. Terlahir
nenek ini bernama Ning Intan Lestari. Dalam berbagai episode serial Wiro Sableng
sebelumnya telah
diceritakan bahwa di masa muda antara kedua orang ini telah terjalin tali
percintaan. Namun perjalanan nasib
membuat mereka terpisah selama puluhan tahun. Ketika kembali bertemu di usia
lanjut ternyata api cinta di
masing-masing hati mereka belum padam.
"Sayang, Eyang Sinto pergi begitu saja. Padahal banyak yang akan aku
tanyakan..." Wiro keluarkan
ucapan sambil kembali melirik pada Naga Kuning.
"Aku tahu, kau masih kesal, mungkin juga masih marah padaku. Soalnya kau
menganggap gara-gara
aku nenek itu kabur melarikan diri. Malu terlihat dalam keadaan bugil olehku.
Padahal semua tidak aku
sengaja." Naga Kuning bicara lalu pencet-pencet hidungnya sendiri.
Dalam episode sebelumnya (113 Lorong Kematian) diceritakan bagaimana Naga Kuning
yang menjelma menjadi Kiai Paus Samudera Biru berusaha menolong Sinto Gendong yang
saat itu terpendam di
tepi telaga sebagai hukuman yang dijatuhkan oleh Sepasang Naga Kembar Naga Nina
dan Naga Nini. Dua
makhluk aneh ini menjatuhkan hukuman, karena Sinto Gendeng telah membunuh anak
lelaki bernama Boma
Wanareja yang berada dalam perlindungan mereka. (Baca serial Boma Gendenk)
Menurut Wiro sebenarnya
Kiai Paus Samudera Biru yang penjelmaan Naga Kuning itu sudah mengetahui bahwa
jika tubuh gurunya
dikeluarkan dari dalam pendaman tanah maka sang guru akan berada dalam keadaan
bugil. Tapi dasar jahil
Naga Kuning terus saja menarik dan mengeluarkan tubuh Sinto Gendeng. Akibatnya
walau diselamatkan
dari jepitan tanah namun Sinto Gendeng jadi kalang kabut. Dalam keadaan bugil
nenek ini menyambar jubah
hitam yang diberikan Gondoruwo Patah Hati, lalu lari ke balik semak belukar.
Naga Kuning yang ketakutan
karena hendak dihajar Wiro, kabur melarikan diri. Entah disengaja entah tidak
bocah ini justru lari ke balik
semak-semak dimana Sinto Gendeng belum sempat mengenakan jubah menutupi
auratnya. Karuan saja si
nenek berteriak marah, memaki panjang pendek lalu lari terbirit-birit dan tak
muncul lagi. "Kau selamanya, dimana-mana sering berbuat jahil. Boleh-boleh saja karena
kadang-kadang perbuatanmu memang-lucu. Tapi jika kau tidak memakai aturan, berbuat konyol
kurang ajar seenaknya, ini
contoh akibatnya. Satu waktu jika bertemu nenek itu pasti akan mendampratku
habis-habisan!"
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Aku memang merasa bersalah. Aku minta maaf," kata Naga Kuning kelihatan
sungguh-sungguh.
Namun kemudian dia menyambung ucapannya. "Tapi kalau kau mau berpikir, mungkin
kau tidak bakalan
kesal atau jengkel padaku...."
"Apa yang harus aku pikirkan"!" tukas Wiro dengan mata melotot sementara
Gondoruwo Patah Hati
tegak diam, memandang ke tengah telaga namun telinganya terus menguping
pembicaraan dua sahabat itu.
"Kau boleh saja marah kalau yang tak sengaja aku lihat bugil itu kekasihmu.
Misalnya saja Ratu
Duyung atau Bidadari Angin Timur, atau bisa juga Anggini. Kau pasti cemburu
karena seumur hidup kau
belum pernah melihat tubuh polos mereka. Tapi aku si bocah konyol ini sudah
kedahuluan punya rejeki besar
dapat melihat tubuh mereka yang bagus dalam keadaan ehem-ehem. Nah kalau memang
mereka yang aku
lihat bugil, kau pantas marah. Tapi kenyataannya yang aku lihat bukan tubuh anak
perawan atau gadis yang
bagus mulus. Tapi cuma tubuh seorang nenek yang sudah keriput mulai dari ubunubun sampai ujung jempol!
Hik... hik... hik! Apa untungnya aku mau-mauan melihat tubuh hitam gosong
begitu, kurus kering, keriput
lagi...." "Kau jangan berani menghina guruku. Mungkin saatnya aku menempeleng mukamu!"
"Sabar sobatku, aku tiba-tiba saja jadi sadar. Melihat anak perawan bugil bisa
terjadi dimana-mana.
Tapi melihat nenek-nenek bugil memang sulit, jarang kejadian. Sekarang aku
mengerti mengapa kau jadi
marah. Soalnya nenek satu yang jadi gurumu itu memang benar-benar langka.
Mungkin orang bilang jika
melihat nenek bugil bisa jadi apes seumur-umur. Mudah-mudahan, aku sebaliknya.
Semoga beruntung. Lagi
pula aku pikir-pikir. Seandainya gurumu masih muda dan punya tubuh lumayan
bagus, aku rasa wajar-wajar
saja kalau kau juga ingin melihatnya. Hik... hik... hik."
"Anak kurang ajar, kau benar-benar ingin aku tampar!" Tangan kanan Wiro
berkelebat bukan
hendak menampar tapi mau menjambak rambut jabrik Naga Kuning.
"Aku tadi sudah minta maaf...," kata Naga Kuning lalu melompat bangkit dan
menjauh dari Wiro.
Gondoruwo Patah Hati mendehem beberapa kali lalu berkata. "Hari mulai sore.
Apakah kalian dua
sahabat masih hendak berdebat panjang lebar?"
"Nek," Wiro berkata pada Gondoruwo Patah Hati. "Aku tahu riwayat hubungan kalian


Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdua. Kalau punya kekasih seperti manusia satu ini jangan sekali-kali berlaku lengah.
Setiap ada kesempatan dia
pasti mau mengintip keadaan dirimu. Jangankan manusia, sapi mandipun mau dia
mengintainya!"
Naga Kuning bukannya marah mendengar ucapan Wiro itu malah tertawa gelak-gelak
sementara Gondoruwo Patah Hati cuma senyum-senyum dan unjukkan wajah bersemu merah.
"Wiro, kami ada keperluan lain. Kita terpaksa berpisah di tempat ini. Sebelum
berpisah kami ingin
tahu bagaimana keadaannya dengan tiga gadis cantik Bidadari Angin Timur, Ratu
Duyung dan Anggini"
Mengapa mereka tidak bersamamu?"'
"Sebenarnya aku dan Bidadari Angin Timur ingin menyelidik kemana lenyapnya Kitab
Seribu Macam Ilmu Pengobatan. Gadis itu punya dugaan siapa yang mencuri kitab itu...."
"Siapa?" tanya Naga Kuning.
"Dia belum mau memberitahu sebelum jelas sekali."
"Lalu Ratu Duyung dan Anggini?"
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Tadinya dua gadis itu akan meneruskan penyelidikan menyangkut lenyapnya Pedang
Naga Suci 212. Mereka bermaksud memisahkah diri. Tapi karena aku tidak jadi melakukan
perjalanan bersama
Bidadari Angin Timur, mereka akhirnya bergabung untuk mencari dua benda yang
hilang itu."
"Kau enak saja membagi-bagi tugas pada tiga gadis cantik itu. Kalau aku, hemm...
selalu berdekatan
dengan mereka bukankah satu hal yang sangat membahagiakan?"
"Bocah ganjen sepertimu memang selalu punya pikiran seperti itu," jawab Wiro.
"Dalam lenyapnya
Pedang Naga Suci 212 dan Kitab Seribu Macam Ilmu Pengobatan aku mana mungkin
lepas tangan begitu
saja. Aku tetap akan melakukan penyelidikan. Namun saat ini aku merasa perlu
segera ke Kotaraja."
"Nah, gadis cantik mana lagi yang menunggumu di sana?" ujar Naga Kuning.
"Mulutmu selalu usil, otakmu selalu kotor!"
Naga Kuning hanya mesem-mesem mendengar dampratan Wiro itu.
"Aku telah membuat perjanjian dengan tiga gadis itu bahwa kami akan bertemu
minggu muka di Kotaraja, di tempat kediaman Sutri Kaliangan, Putri Patih Kerajaan."
"Kalau begitu kami juga ingin bergabung dengan kalian di Kotaraja. Wiro, kau
belum mengatakan
keperluanmu ke Kotaraja."
"Aku menyirap kabar Rana Suwarte yang tempo hari mencuri Keris Naga Kopek dan
berhasil kita ringkus, dalam keadaan ditotok dititipkan di rumah seorang penduduk desa
berhasil lolos. Kabur melarikan
diri sebelum diserahkan pada pihak berwenang!"
"Setan Ngompol! Bukankah kakek geblek itu yang dulu kita tugaskan membawa Rana
Suwarte ke Kotaraja" Katanya dia mau menitipkan tahanan itu di sebuah desa. Peristiwanya
sudah cukup lama."
"Betul. Ternyata Rana Suwarte berhasil kabur. Berarti Setan Ngompol telah
berlaku sembrono.
Sekarang tidak tahu dia berada di mana. Aku khawatir telah terjadi sesuatu
dengan kakek tukang kencing
itu," ucap Wiro lalu garuk-garuk kepala.
"Kejadian lolosnya Rana Suwarte terus terang aku jadi merasa tidak enak," kata
Naga Kuning pula.
Mendengar ucapan si bocah Wiro melirik ke arah Gondoruwo Patah Hati. Si nenek
tampak berdiri tenang-tenang saja. Wajahnya tidak berubah ketika mendengar nama Rana Suwarte
disebut-sebut. Seperti
diketahui Rana Suwarte adalah seorang kakek yang sejak muda telah jatuh cinta
pada Gondoruwo Patah Hati
alias Ning Intan Lestari. Di usia tua, Kiai Gede Tapa Pamungkas, guru Sinto
Gendeng, berusaha membujuk
Gondoruwo Patah Hati agar mau mengikat tali perkawinan dengan kakek itu. Tapi si
nenek menolak karena
hatinya telah lebih dulu jatuh pada Naga Kuning alias Kiai Paus Samudera Biru.
(Baca serial Wiro Sableng
Episode berjudul "Gondoruwo Patah Hati")
"Naga Kuning, mungkin kau tahu di desa mana dan di rumah siapa Setan Ngompol
dulu menitipkan
Rana Suwarte?"
"Dia pernah menyebut-nyebut nama seorang janda di Bantul...."
"Seorang janda?"
"Betul," jawab Naga Kuning. "Aku lupa namanya. Menurut Setan Ngomppl janda
berkulit putih dan
bertubuh gemuk...."
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Kalian berdua," aku segera akan ke Kotaraja menyelidiki perkara ini. Jika
kalian memang ingin
bergabung, seperti yang aku bilang datanglah ke tempat kediaman Sutri Kaliangan
minggu depan. Pada
malam pertama bulan baru."
Tak lama setelah Naga Kuning dan Gondoruwo Patah Hati pergi, Wiro segera pula
tinggalkan tempat itu. Di satu jalan menurun diapit pohon-pohon besar di kiri kanan jalan
tiba-tiba Wiro merasa ada
seseorang berlari cepat mengikutinya di sebelah belakang. Dia menoleh. Tapi
tidak melihat siapa-siapa. Baru
ketika dia hendak meneruskan larinya mendadak ada bentakan keras di sebelah
depan. Aneh, yang mengejar
tadi jelas-jelas berada di belakang, mengapa kini tahu-tahu suara itu datang
dari arah depan"
"Anak Setan! Lekas naik ke sini!"
*** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
12 DALAM kagetnya Wiro segera tahu siapa yang barusan membentak. Pemuda ini
palingkan kepala
dan tujukan pandangan ke arah datangnya suara bentakan. Di atas sebuah pohon di
depan sana, pada cabang
paling bawah duduk berjuntai satu sosok berjubah hitam. Itulah si nenek Sinto
Gendeng yang mengenakan
jubah pemberian Gondoruwo Patah Hati.
"Ah...." Wiro lepas nafas lega lalu lari mendekati pohon, kemudian melesat naik
dan duduk di cabang pohon di samping sang guru. Cabang dimana kedua orang itu duduk, tidak
seberapa besar. Tanpa
memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi, diduduki dua orang demikian rupa
cabang pasti akan patah.
"Eyang, untung aku menemuimu disini..."
"Untung.... untung! Kau masih bilang untung! Orang lain justru membuatku
buntung!" Sinto
Gendeng menggerendeng dengan wajah keriput bersungut.
Wiro maklum kalau gurunya masih mengkal atas apa yang tadi terjadi.
"Mana bocah Setan kurang ajar itu"!"
"Dia sudah pergi Nek."
"Kalau bertemu lihat saja nanti! Aku akan ganti menelanjanginya!" Sinto Gendeng
keluarkan ancaman. Wiro cuma senyum dan garuk-garuk kepala.
"Anak Setan, ada beberapa hal yang aku mau katakan padamu. Dulu pada pertemuan
pertama aku lupa memberi tahu."
"Hal apa, Nek" Saya mendengarkan...." J
"Pertama soal dua makam kosong di tempat kediamanku di puncak Gunung Gede. Kau
dulu mengatakan satu kuburan memang kosong, tapi satunya lagi ada isinya. Di situ
dimakamkan jenazah gadis
bernama Put? Andini. Betul begitu?"
"Betul Nek...."
"Kau melihat sendiri gadis itu waktu dikubur?"
"Melihat sendiri memang tidak Eyang. Tiga gadis sahabatku yang memberi tahu.
Mereka bertiga yang mengubur Puti Andini. Mereka bertiga malah memberi tahu bahwa orang yang
membunuh Puti Andini
kemungkinan adalah Pangeran Matahari. Ciri pakaiannya sangat sama dengan
Pangeran Matahari namun
anehnya wajahnya bukan wajah Pangeran Matahari."
"Kalau mereka tidak berdusta bahwa mereka bertiga mengubur jenazah Puti Andini,
lalu kemana lenyapnya mayat gadis itu. Kuburan itu kutemui dalam keadaan kosong!"
"Saya juga heran. Sebenarnya hal itu yang ingin saya tanyakan padamu, Nek." Ujar
Wiro pula. "Aneh, tiga gadis mengaku mengubur orang. Tapi kuburannya ternyata kosong. Kalau
orang yang berdandanan seperti Pangeran Matahari yang melakukan, maka kegilaan apa
sebenarnya yang telah
diperbuatnya" Membunuh, mengubur lalu menggali kuburan kembali untuk mengambil
jenasah!" Sinto
Gendeng komat-kamitkan mulut, geleng-geleng kepala. Otaknya berpikir sambil
pelototi sang murid dengan
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
matanya yang cekung. "Sewaktu naik ke puncak Gunung Gede, aku dalam keadaan
sakit panas. Di tengah
jalan aku bertemu dengan manusia aneh berdandanan seperti pocong hidup. Jubah
putih, kepala ditutup kain
putih yang ada diikatkannya di sebelah atas. Mulanya aku mengira setan kuburan
yang lagi gentayangan.
Tapi bangsat ini bisa bicara. Ternyata manusia juga. Cuma entah penyakit gila
apa yang diidapnya sampai
berpakaian seperti itu. Hebatnya tanpa tahu juntrungan bangsat itu berkata bahwa
dia datang mau mengambil
nyawaku! Haram jadah! Hik...hik...hik!" Sinto Gendeng tertawa terpingkal baru
meneruskan keterangannya.
"Aku ingin tahu siapa sebenarnya setan kesasar ini. Aku berusaha mengait dan
membetot penutup kepalanya
dengan tongkat. Tapi dia punya kecepatan bergerak luar biasa. Aku hanya mampu
merobek sedikit kain
penutup kepalanya. Kami berkelahi habis-habisan. Sial! Bangsat itu punya ilmu
kepandaian tidak rendah.
Mungkin juga aku lagi sakit. Yang jelas dia bisa membuatku mencelat ke atas
pohon. Waktu dia hendak
rnenghabisiku, aku hantam dengan pukulan Sinar Matahari. Dia membalas dengan
pukulan aneh. Aku
merasa dia memegang sebuah senjata di balik lengan jubah tangan kirinya. Aku
hanya mampu membuat
sebagian jubahnya hangus. Saat itu mungkin sekali dia benar-benar hendak
membunuhku. Namun tiba-tiba
saja dia meninggalkan tempat itu setelah ada suara suitan di kejauhan."
"Berarti dia tidak sendirian, Nek."
"Kau benar," jawab Sinto Gendeng.
"Kalau memang jenasah Put? Andini dicuri orang, mungkinkah manusia pocong itu
yang melakukan?"
Sinto Gendeng menggeleng. "Dia muncul seorang diri, kabur juga seorang diri.
Tidak membawa apa-apa. Walau aku sempat dihajarnya, tapi aku kagum melihat pukulan saktinya
yang sanggup menghadapi
pukulan Sinar Matahari. Aku berharap satu hari kelak bisa berhadapan lagi dengan
bangsat itu!"
"Nek, apakah...."
"Tunggu! Jangan bicara dulu! Ceritaku belum selesai!" bentak Sint? Gerideng.
"Waktu aku
melintang tak berdaya di atas cabang pohon, tak diduga Dewa Tuak muncul.
Dia.yang menolongku...."
"Kakek satu itu. Lama sekali aku tidak bertemu dengan dia. Apa yang membawanya
terpesat ke puncak Gunung Gede, Nek?" bertanya sang murid.
"Katanya mencari muridnya si Anggini itu. Mungkin benar, mungkin juga dusta. Aku
kemudian punya firasat buruk. Jangan-jangan dia yang mencuri Kitab Seribu Macam Ilmu
Pengobatan....."
"Tidak mungkin Dewa Tuak sejahat itu," kata Wiro pula.
"Tugasmu menyelidik, mencari si pencuri dan mendapatkan kitab itu kembali.
Dengan lain perkataan kau harus mencari Dewa Tuak dan memancing-mancing dirinya sampai kau
yakin betul bukan dia
yang mencuri kitab itu."
"Bidadari Angin Timur pernah mengatakan dia punya dugaan siapa pencuri kitab.
Tapi gadis itu belum mau menyebut nama orangnya...."
"Dugaan bisa macam-macam. Aku minta kau tetap menyelidiki Dewa Tuak."
"Tapi Nek...."
"Tapi apa?"
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Kalau saya bertemu Dewa Tuak, lalu dia bicara soal perjodohan dengan muridnya.
Dia memaksa...."
"Jodoh mana bisa dipaksa-paksa. Kecuali kalau kau memang suka pada muridnya. Apa
kau mau dinikahkan- dengan gadis muridnya itu?"
"Saya belum mau kawin Nek," jawab Pendekar 212.
Sinto Gendeng kembali tertawa cekikikan.
"Sulit aku percaya! Hik...hik!"
"Sungguh Nek, saya masih perjaka," kata Wiro lagi-lagi polos dan membuat sang
guru kembali tertawa panjang.
"Apamu yang masih perjaka" Hidung" Dengkul atau jempol kakimu" Hik...hik...hik!"
Wiro garuk-garuk kepala lalu ikutan tertawa.
Tiba-tiba guru dan murid hentikan tawa. Di kejauhan terdengar derap kuda dipacu
orang. Tak lama
kemudian, di jalan kecil di bawah mereka, dari arah Kotaraja kelihatan seorang
penunggang kuda memacu
tunggangannya, kencang sekali. Orang ini hanya mengenakan sehelai celana kolor
butut. Berapa belas
tombak di belakangnya mengejar serombongan penunggang kuda. Di sebelah depan
lelaki berpakaian bagus
mengenakan topi tinggi. Di sebelah belakang enam orang berseragam perajurit.
"Nek, penunggang kuda di sebelah depan itu...."
"Aku sudah melihat. Memangnya kenapa?"
"Dia... dia kakek sahabatku si Setan Ngompol."
"Aku sudah tahu," jawab Sinto Gendeng acuh. "Kelihatannya sahabatmu itu dalam
keadaan tidak enak. Tujuh orang yang mengejarnya, dari pakaiannya menunjukkan mereka orangorang Kadipaten. Entah


Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kadipaten mana. Kesalahan apa telah dibuat kakek tolol tukang kencing itu
sampai-sampai dia dikejar begitu
rupa! Huh!"
"Terakhir sekali dia membawa seorang tawanan ke Kotaraja. Tawanan itu kemudian
dikabarkan lolos. Setan Ngompol lenyap. Tahu-tahu barusan muncul, dikejar-kejar pasukan
Kadipaten. Nek, kalau
sahabatku itu dalam bahaya, saya harus menolongnya. Paling tidak tahu apa yang
terjadi. Maafkan saya Nek.
Saya harus melakukan sesuatu...."
"Anak Setan, terserah kau mau melakukan apa. Tapi awas, jangan lupa mencari
Kitab Seribu Macam
Ilmu Pengobatan! Jangan lupa menyelidiki Dewa Tuak...."
"Saya mohon diri Nek..."
"Pergi saja sana...."
"Kau tidak marah Nek?"
"Mengapa harus marah?"
"Kau... kau mau pergi kemana Nek?"
"Aku mau pergi kemana" Apa urusanmu" Bukan cuma kau yang punya banyak kekasih di
dunia ini. Apa lagi aku sekarang punya jubah hitam baru, tidak bau pesing. Banyak kakekkakek gagah yang bisa aku
pikat! Hik...hik...hik!" Tiba-tiba Sinto Gendeng hentikan tawanya. Tangan kiri
meraba ke bagian bawah
perut. scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Kenapa berhenti tertawa Nek?" tanya Wiro.
"Tidak, tidak apa-apa." Jawab Sinto Gendeng.
Wiro melirik ke bawah. Di salah satu kaki si nenek yang tersembul di ujung jubah
hitam kelihatan
cairan meleleh.
Wiro tersenyum. "Eyang, saking senangnya kau pasti barusan kencing alias
ngompol." "Jangan urusi aku! Sudah, pergi sana!" Tampang si nenek bersemu merah.
"Saya pergi Nek. Tapi jangan lupa!" Kata Wiro seraya menggeser duduknya menjauhi
sang guru. "Jangan lupa apa"!"
"Sebelum mencari kakek gagah, jangan lupa cebok dulu! Nanti tidak ada kakek yang
mau! Habis bau pesing!"
"Anak Setan kurang ajar!" maki Sinto Gendeng.
Tangannya menyambar ke arah telinga kiri Wiro, hendak menjewer.
Tapi sang murid lebih cepat melompat turun dari atas cabang pohon. Sambil lari
dan tertawa-tawa
Wiro berteriak.
"Jangan lupa Nek! Ceboookkk! Ha...ha...ha...ha!"
*** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
13 SETAN Ngompol memacu kudanya laksana dikejar setan. Saat itu satu-satunya
pakaian yang melekat di tubuhnya hanyalah sehelai celana kolor butut basah kuyup. Semakin
cepat dia memacu kudanya
semakin banyak air kencing yang mengucur dari bawah perutnya. Sesekali kakek
berkuping lebar bermata
jereng ini menoleh kebelakang. Setiap menoleh dia selalu mengeluarkan makian.
Sialan! Tujuh penunggang
kuda yang mengejar saat demi saat bertambah dekat. Ternyata kuda tunggangan
Setan Ngompol hanyalah
seekor kuda kacangan yang tak mampu berlari kencang dan lekas lelah.
Dikejar begitu rupa Setan Ngompol tidak tahu ke arah mana kuda membawanya. Dia
sendiri tidak tahu seluk beluk kawasan timur di luar Kotaraja itu. Hingga satu saat kuda yang
ditungganginya itu tiba-tiba
berhenti, angkat dua kaki depan dan meringkik keras.
"Binatang keparat!" maki Setan Ngompol. Air kencingnya mengucur tak karuan.
Memandang ke depan kakek bermata jereng ini jadi merinding dan delikkan mata. Ternyata saat
itu dia dan kuda tunggangan
berada hanya beberapa langkah di depan sebuah jurang batu yang sangat dalam.
Karuan saja air kencing
tambah, deras menyembur. Si kakek elus tengkuk kudanya, menarik tali kekang,
berusaha membelokkan
binatang itu ke samping. Namun tujuh orang yang mengejar telah sampai di tempat
itu, langsung mengurung.
Lelaki paling depan, bertopi tinggi dan mengenakan pakaian bagus membentak.
"Dajal tua! Lekas turun dari kudamu!"
Di atas kuda Setan Ngompol menggigil, kembali terkencing-kencing. Sambil
berpeluk tangan di atas
dada dia berkata.
"Di desa Bantul kalian mau menangkapku. Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah
aku lakukan!"
"Turun dari kudamu, nanti baru kita bicara! Atau mungkin saat ini juga kau
memilih mati dicincang
anak buahku. Atau barangkali kau memilih mati dilempar ke dalam jurang"!"
Enam orang berpakaian perajurit Kadipaten segera menghunus senjata masing-masing
yaitu pedang panjang pipih berbentuk segi empat.
"Meski sudah tua bangka begini aku belum mau mati! Tapi aku benar-benar tidak
tahu apa kesalahanku!" Setan Ngompol turun dari kudanya. Berdiri hanya memakai celana
kolor butut yang sudah
basah kuyup oleh air kencing kakek ini bertanya. "Kalian ini siapa sebenarnya"
Mengapa ingin menangkapku?"
"Kami bukan cuma ingin menangkapmu, tapi juga membunuhmu! Kejahatanmu setinggi
langit sedalam lautan!"
"Begitu" Tuduhan gila! Aku merasa tidak punya dosa, tidak punya kesalahan!"
"Tua bangka jahanam! Tutup mulutmu! Pakaian ini cukup menjadi bukti siapa dirimu
sebenarnya!"
Bentak lelaki bertopi tinggi. Dari sebuah kantong kain yang tergantung di leher
kuda, orang ini keluarkan
sehelai jubah putih dan kain putih berbentuk aneh. Ada ikatan di salah satu
ujungnya dan dua lobang kecil
disalah satu sisinya.
Sepasang mata Setan Ngompol berputar jereng. Lalu kakek ini menyeringai.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Hah! Ternyata kau orang baik hati. Mau memberikan pakaian pada saat aku
setengah telanjang dan
kedinginan begini rupa!" Setan Ngompol cepat membungkuk hendak mengambil jubah
putih. Orang bertopi tinggi di atas kuda habis kesabarannya. Sekali dia membuat
gerakan, tubuhnya
melesat dari atas punggung kuda lalu berkelebat ke arah Setan Ngompol. Kaki
kanannya menendang ke
jurusan kepala si kakek! Dalam kejutnya Setan Ngompol jatuhkan diri ke tanah.
Menyambar jubah dan kain
putih, lalu bergulingan. Namun saat itu enam orang perajurit secara serentak
telah turun dari atas kuda,
melompat ke arah Setan Ngompol. Begitu tubuh kakek ini berhenti berguling, masih
terbujur di tanah, belum
lagi sempat bangun, enam ujung pedang tahu-tahu telah menempel di leher, dada
dan perutnya. "Serrr." Langsung saja kencing si kakek terpancar.
Salah seorang perajurit yang menempelkan ujung pedangnya ke leher Setan Ngompol
menghardik. "Tua bangka bau pesing! Kau tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa! Kami
adalah perajuritperajurit utama Kadipaten Magetan! Orang di atas kuda itu adalah Adipati Magetan
Raden Sidik Mangkurat!"
"Serrr!" Kembali Setan Ngompol pancarkan air kencing.
"Rupanya aku berhadapan dengan seorang Adipati. Maafkan keadaanku yang begini.
Adipati selembar nyawaku mungkin tidak ada gunanya. Aku akan mati penasaran kalau tidak
tahu kesalahan apa
yang telah aku perbuat! Seumur-umur aku belum pernah ke Magetan. Mana mungkin
aku berbuat kejahatan
di kota itu?"
"Kau memang tidak berbuat kejahatan di Magetan. Tapi dimana-mana! Manusia pocong
jahanam! Kau bukan saja menculik perempuan-perempuan hamil, tapi juga telah membunuh
beberapa sahabatku,
termasuk Aji Warangan!"
"Demi Tuhan! Kau menyebut aku manusia pocong! Tampangku memang jelek, tapi kalau
kau sebut manusia pocong sungguh keterlaluan!"
"Jubah putih dan kain penutup kepala di dekatmu itu! Bukankah itu dandanan
pakaianmu" Benda itu
kami temukan di rumah janda tempat kau menginap! Siapa pemiliknya kalau bukan
kau"!"
"Seumur-umur aku tidak pernah memiliki pakaian seperti ini. Seumur-umur aku
tidak pernah menculik perempuan hamil. Aku tidak kenal siapa itu Aji Warangan."
"Dia adalah Kepala Pasukan Kadipaten Magetan! Dia lenyap dan aku yakin sudah kau
bunuh ketika dia melakukan pengejaran atas pembunuh Ki Mantep Jalawardu Kepala Desa Plaosan.
Lalu I Ketut Sudarsana menantu Kepala Desa. Kau juga membunuh Surablandong sahabat Ki Mantep
yang juga sahabatku! Kau menculik Nyi Upit Suwarni, puteri Ki Mantep Jalawardu yang tengah
hamil tujuh bulan!" .
"Wuaallah! Tuduhan gila! Adipati, aku tidak kenal semua orang yang kau sebutkan
itu!" Adipati Sidik Mangkurat melangkah mendekati Setan Ngompol yang tidak berdaya di
bawah tudingan enam pedang yang menempel di leher, dada dan perutnya.
"Tua bangka keparat! Siapa namamu"!"
"Orang-orang memanggilku dengan sebutan Setan Ngompol!"
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Dalam keadaan lain enam orang perajurit utama Kadipaten Magetan akan tertawa
gelak-gelak mendengar ucapan si kakek. Tapi saat itu yang ingin mereka lakukan adalah segera
menusukkan amblas
senjata masing-masing ke leher, dada dan perut Setan Ngompol.
"Tua bangka edan! Jangan berpura-pura sinting! Kami sudah tahu siapa dirimu!"
"Aku tidak sinting! Paling tidak belum jadi orang sinting!" teriak Setan
Ngompol. Tidak sabaran Adipati Magetan tendang pinggul si kakek hingga Setan Ngompol
mencelat sampai
satu tombak. Dalam keadaan merintih kesakitan dan kucurkan air kencing, enam
perajurit cepat mendatangi
dan kembali tempelkan ujung pedang ke leher dan tubuh si kakek.
"Kau kami gerebek di rumah janda di Bantul itu. Tidak ada lelaki lain di rumah
itu. Jubah putih dan
kain putih penutup kepala yarig kami temui pasti milikmu. Pertanda kau adalah
manusia pocong yang selama
beberapa bulan ini malang melintang menculik dan membunuh!"
"Adipati, aku bersumpah! Aku bukan orang yang kau tuduhkan itu!"
"Jangan membuat aku kehilangan kesabaran! Katakan apa hubunganmu dengan janda
gemuk di Bantul. Dimana Nyi Upit Suwarni kau sembunyikan! Katakan dimana sarangmu!"
"Hubunganku dengan janda gemuk itu cuma hubungan suka sama suka, doyan sama
doyan. Aku tidak tahu siapa itu Nyi Upit Suwarni. Aku tidak punya sarang. Karena aku bukan
burung atau lebah!" Kesabaran Adipati Magetan putus sudah.
Dengan mata mendelik, rahang menggembung dia kemudian berteriak.
"Perajurit! Bunuh tua bangka keparat itu!"
Enam tangan bergerak siap menghunjamkan pedang masing-masing. Mendadak satu
bentakan menggeledek di tempat itu.
"Tahan!"
Adipati Magetan dan enam perajurit merasakan tanah bergetar di dera kekuatan
bentakan tadi. Di lain kejap satu bayangan putih berkelebat dan tegak di depan Adipati Sidik
Mangkurat, di samping sosok Setan Ngompol yang siap hendak dibantai.
*** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
14 SETAN Ngompol delikkan matanya yang lebar jereng lalu terkencing. Sambil senyum
dia keluarkan ucapan.
"Sobatku si Anak Setan, kenapa tidak dari tadi-tadi kau muncul. Ayo bantu aku
membebaskan diri
dari orang-orang gila ini. Aku dituduh menculik perempuan hamil. Membunuh orangorang yang aku tidak
kenal!" Enam perajurit. pandangi pemuda berpakaian putih berambut gondrong yang berdiri
di hadapan pemimpin mereka. Adipati Sidik Mangkurat sendiri menatap tak berkesip pada
pemuda yang berdiri di
hadapannya dan tidak dikenalnya.
"Pemuda gondrong, apapun hubunganmu dengan kakek keparat itu, jangan coba-coba
mencampuri urusan. Apa lagi berani turun tangan untuk menolong dajal tua itu!"
"Adipati, jangan bicara sombong! Kau tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa!"
Setan Ngompol berteriak. Sekilas sepasang mata Adipati Magetan melirik ke arah Setan Ngompol lalu
memandang menyipit
dan tak berkesip ke arah pemuda di hadapannya.
"Dajal tua itu bicara seolah kau adalah malaikat yang bisa menolongnya! Orang
muda, katakan siapa
dirimu"!"
"Aku tidak kalah edannya dengan kakek itu. Kalau dia sinting aku sableng!" jawab
si pemuda. "Jangan berolok-olok! Katakan cepat siapa dirimu!"
"Biar aku yang menjawab!" berteriak Setan Ngompol. "Adipati! Dengar baik-baik!
Pemuda yang berdiri di depanmu itu adalah Pendekar 212 Wiro Sableng! Murid nenek sakti Sinto
Gendeng dari Gunung
Gede. Mereka orang-orang yahg dekat dengan Keraton. Jadi jangan berani mainmain. Sekarang lekas
bebaskan diriku!"
Enam perajurit Kadipaten Magetan dan juga sang Adipati Raden Sidik Mangkurat
tersentak kaget


Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar ucapan Setan Ngompol. Mereka memang pernah mehdahgar nama besar Sinto
Gendeng dan sang
murid yahg dijuluki Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 itu. Tapi seumur-umur
belum pernah melihat atau
kenal orangnya. Bukan mustahil untuk selamatkan diri Setan Ngompol sengaja
berdusta mengada-ada.
Adipati Sidik Mangkurat menyeringai.
"Dajal tua, siapapun adanya pemuda ini, dia tidak bakal menyelamatkan dirimu
dari kematian! Perajurit...."
"Tunggu!" Wiro cepat keluarkan ucapan sambil angkat tangannya. Dari telapak
tangan sang pendekar berhembus selarik angin mengandung tenaga dalam tinggi. Orang yang tak
sanggup menahannya
akan terpental saat itu juga. Jika punya ilmu dan coba bertahan akan dibuat
melintir. Yang coba membalas
dengan tenaga dalam bisa muntah darah! Yang dilepaskan Wiro untuk menyerang sang
Adipati adalah pukulan bernama Tangan Dewa Menghantam Karang, yang dipelajarinya dari Kitab
Putih Wasiat Dewa,
didapat dari kakek sakti bernama Datuk Rao Basaluang Ameh.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Adipati Magetan bukan orang sembarangan. Begitu Wiro mengangkat tangan dengan
telapak terbuka ke arahnya dia segera maklum kalau orang tengah mengirimkan satu
serangan jarak pendek yang
halus, hampir tanpa suara namun memiliki kekuatan dahsyat luar biasa. Adipati
ini cepat angkat tangan
kanannya untuk menolak serangan Wiro.
Namun, dia jadi terkejut besar ketika merasakan tangannya seperti disambar api,
lalu terpental ke
belakang. Tidak menunggu ebih lama Adipati ini segera turunkan tangan dan cepat
menyingkir ke samping.
Ketika dia memperhatikan ternyata tangan kanannya sebatas pergelangan sampai ke
ujung-ujung jari telah
berubah menjadi merah dan berdenyut sakit. Cepat dia ini kerahkan tenaga dalam
ke tangan kanan. Sesaat
kemudian denyutan sakit lenyap namun tangan itu masih kelihatan merah.
"Pemuda gondrong, jika kau memang benar Pendekar 212 Wiro Sableng maka ini
adalah satu kejadian luar biasa! Selama ini aku mengenal dirimu sebagai seorang pendekar
pembela kebenaran penegak
keadilan. Tapi hari ini kau membela tua bangka dajal pembunuh dan penculik itu!"
"Adipati, harap maafmu. Aku bukannya menyanggah. Aku kenal betul dengari kakek
ini. Dia memang suka jahil, banyak orang tidak senang karena kemana-mana selalu ngompol
dan menebar bau
kencing yang tidak sedap. Tapi soal kejahatan aku berani bersumpah dia tidak
pernah melakukan. Apalagi
yang namanya menculik perempuan hamil. Untuk apa" Kalau dia membunuh seseorang
tentu dia punya
alasan. Harap kau suka memerintahkan para perajuritmu untuk melepas dirinya.
Lalu kita bicara secara baikbaik. "Dari sikap dan cara bicaramu, aku curiga kau bukan Pendekar 212 sebenarnya. Kau
dan kakek itu tengah berusaha memperdayai diriku! Menyingkir dari hadapanku. Kalau tidak kau
bakal jadi korban kedua
setelah tua bangka dajal itu!"
Wiro berpaling ke arah Setan Ngompol.
"Kek, mendengar ucapan Adipati ini jangan-jangan kau memang benar telah berbuat
kejahatan. Aku tidak bisa menolongmu. Maafkan kalau aku terpaksa pergi..."
"Wiro! Tunggu! Kau lebih percaya Adipati itu atau diriku! Kita sudah bersahabat
sekian lama! Kau tahu siapa diriku...."
Wiro gelengkan kepala.
"Sekali ini aku mohon maafmu kakek," ucap Wiro pula. Lalu setelah membungkuk
memberi hormat ke arah Adipati Sidik Mangkurat murid Sinto Gendeng melangkah tinggalkan tempat
itu. Namun baru
setengah langkah berada di belakang sang Adipati, tiba-tiba Wiro membuat gerakan
kilat. Adipati Sidik Mangkurat hanya melihat cahaya putih menyilaukan dilapis cahaya
kemerahan. Lalu
tahu-tahu salah satu dari dua mata Kapak Maut Naga Geni 212 telah menempel di
tenggorokannya. Wiro
sengaja kerahkan tenaga dalam hingga mata kapak memancarkan hawa panas yang
serta merta memasuki
tenggorokan lalu menjalar ke seluruh tubuh. Saat itu juga Adipati merasa dirinya
seperti dipanggang. Seluruh
wajah dan sekujur tubuh serta pakaiannya basah mandi keringat.
"Adipati, kapak sakti ini mengandung hawa panas yang bisa melelehkan besi,
menghancurkan batu
karang. Jika kau sanggup menahan, masih ada racun jahat yang bisa membuat
sekujur tubuhmu menjadi
gosong. Kalau kau masih bisa bertahan, apakah lehermu sanggup dan punya
kekebalan menahan sayatan
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
mata kapak yang punya daya tekanan lebih dari seratus kati"! Aku tidak mau
melakukan semua itu. Asalkan
kau mau membebaskan kakek sahabatku itu! Aku berani menjamin, dia bukan orang
jahat dengan segala
tuduhan yang kau ucapkan tadi. Jika memang ada manusia pocong yang kau katakan
itu, aku berjanji
membantu untuk mencari dan membekuk batang lehernya!"
"Manusia pocong itu adalah dajal tua itu sendiri!" jawab Adipati Magetan dengan
suara keras dan
tampaknya tidak takut akan ancaman Wiro.
Murid Sinto Gendeng tersenyum.
"Jika kau berpendapat demikian, menyesal sekali kau akan menemui ajal
berbarengan dengan
kakek itu!"
Wiro lalu lipat gandakan tenaga dalamnya. Kapak Naga Geni 212 memancarkan cahaya
putih menyilaukan. Cahaya merah yang melapisi bagian luar mata kapak tampak lebih
benderang. Adipati Sidik
Mangkurat berteriak setinggi langit. Enam perajurit tercekat. Leher sang Adipati
mereka lihat seperti hangus
menghitam. Wiro kendurkan tenaga dalamnya. Hawa panas yang seperti mau
melelehkan tubuh Adipati
Sidik Mangkurat surut.
"Bagaimana Adipati...?" Pendekar 212 berbisik ke telinga sang Adipati.
Mata Adipati Sidik Mangkurat mendelik. Rahangnya menggembung entah menahan
amarah entah menahan sakit. Dari mulutnya kemudian meluncur perintah..
"Perajurit, lepaskan orang itu!"
Enam pedang ditarik. Enam perajurit bersurut mundur.
"Kek, pilih dua ekor kuda. Buatmu satu, aku satu!"
Setan Ngompol bangkit berdiri lalu tertawa mengekeh. Seperti yang dikatakan Wiro
dia segera mengambil dua ekor kuda milik orang-orang Kadipaten Magetan. Salah seekor di
antaranya adalah
tunggangan Adipati Sidik Mangkurat yang segera dinaikinya. Kuda ke dua
ditariknya mendekati Wiro. Tak
lupa dia mengemasi dan mengambil jubah serta kain putih yang tadi dilemparkan
Adipati Sidik Mangkurat.
"Adipati, antara kita tidak ada permusuhan. Jadi harap tidak ada dendam dalam
dirimu terhadapku!
Apa yang aku lakukan hari ini hanyalah untuk menegakkan kebenaran. Apakah
kebenaran yang aku katakan
itu memang benar adanya silahkan nanti kau menyelidik sendiri. Aku menghormati
dirimu, untuk itu aku
mohon maaf akan semua kelancanganku tadi. Ditambah yang satu ini!"
Selesai keluarkan ucapan, dua jari tangan kiri Pendekar 212 bergerak ke tengkuk
Adipati Sidik Mangkurat. Saat itu juga sang Adipati merasakan sekujur tubuhnya kaku tegang tak
bisa bergerak. Wiro
tidak tunggu lebih lama. Masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212 di tangan dia
melompat ke atas kuda
yang disiapkan Setan Ngompol. Sekali sama-sama menggebrak, keduanya melesat di atas tunggangan
masing-masing. Di sebelah belakang caci maki dan ancaman menyerapah keluar dari
mulut Adipati Magetan.
*** scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
DI SATU pedataran rumput, menjelang sang surya akan tenggelam di ufuk barat.
Pendekar 212 Wiro Sableng dan Setan Ngompol hentikan kuda lalu mencari tempat yang enak untuk
duduk. Saat itu Setan
Ngompol telah mengenakan jubah putih yang sebelumnya dibawa oleh Adipati Sidik
Mangkurat. "Kek, sekarang ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Terakhir kali kau membawa
Rana Suwarte dalam keadaan tertotok ke Kota raja. Ada yang memberi tahu orang itu kabur
meloloskan diri. Lalu
bagaimana pula ceritanya sampai Adipati Magetan dan pasukannya mengejar-ngejar
dirimu." Setan Ngompol senyum-senyum. Matanya yang jereng berputar beberapa kali.
"Waktu aku sampai di rumah janda di desa Bantul, hari sudah malam. Rana Suwarte
aku masukkan di sebuah kamar, masih dalam keadaan tertotok. Aku sendiri tidur di kamar
lain...." "Bersama janda itu tentunya," sambut Wiro.
Si kakek kedipkan mata jerengnya lalu tertawa mengekeh. "Kau belum lihat
orangnya, tapi nada
suaramu seperti cemburu. Ha...ha...ha! Janda hebat. Luar biasa. Malam itu aku
benar-benar puas. Tulangtulang tubuhku seperti copot. Malam itu aku baru tidur menjelang pagi. Gila!
Kalau aku bayangkan janda itu.
Ha...ha...ha!"
"Kek, malam itu kau tidak ngompol di atas tempat tidur?"
"Wuallah. Dalam keadaan darurat seperti itu anuku paling tahu diri.
Ha...ha...ha!"
"Ceritakan kecerobohan apa yang telah kaulakukan sampai Rana Suwarte bisa
kabur." "Aku tidak membuat kecerobohan. Dan Rana Suwarte tidak kabur, tapi ada yang
membawa kabur!"
Menerangkan. Setan Ngompol. "Totokan yang aku lakukan atas diri orang itu paling
cepat akan punah
sendirinya selama tiga hari. Jika dia memang bisa memusnahkan totokan, pasti dia
mencari dan menghajar
diriku. Ternyata itu tidak dilakukannya! Ada orang yang menculiknya. Dan si
penculik itu ketinggalan jubah
serta kain putih ini!"
"Kau sampai tidak mengetahui kejadian itu, bukankah itu satu kecerobohan?"
"Bisa saja orang menuduhku begitu. Tapi kalau ada orang yang lebih tinggi ilmu
kepandaiannya dariku yang melakukan sesuatu terhadap Rana Suwarte, aku musti bilang apa?"
"Kau tetap coroboh, lengah. Karena semalam suntuk lebih mementingkan janda itu
dari pada memperhatikan tawanan."
Setan Ngompol pencongkan mulut. Lalu berkata. "Anehnya, di dalam kamar aku
menemukan jubah
putih ini bersama kain yang ada ikatannya dan dua lobang di salah satu sisinya.
Aku tidak begitu
memperhatikan jubah dan kain putih ini. Kutinggalkan begitu saja di dalam kamar.
Dua minggu aku menginap di rumah janda itu. Siang tadi, tiba-tiba ada pasukan menggerebek. Aku
mengira petugas
keamanan dari Kotaraja yang tengah melakukan pembersihan. Khawatir aku akan
ditangkap lalu dihukum
dengan perintah harus mengawini janda itu, tidak pikir panjang walau aku saat
itu cuma pakai kolor butut
dan kuyup, aku langsung saja kabur dari rumah janda itu. Ternyata pasukan yang
menggerebek melakukan
pengejaran. Dan ternyata mereka bukan pasukan pembersihan dari Kotaraja,
melainkan Adipati Magetan dan
enam orang perajuritnya!"
''Pasal lantaran apa mereka mengejarmu seperti mengejar maling kesiangan Kek?"
tanya Wiro pula.
scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
"Itu yang semula aku tidak tahu," jawab Setan Ngompol. "Ketika aku tersudut di
depan jurang tadi
baru aku tahu mereka adalah orang-orang Kadipaten Magetan. Sialan! Aku dituduh
sebagai manusia pocong
yang menurut Adipati brengsek itu telah gentayangan selama beberapa bulan.
Menculik perempuanperempuan hamil, membunuh teman-temannya. Sebagai bukti dia membawa jubah dan
kain putih yang
mereka temukan di rumah janda itu. Mereka menuduh pakaian itu adalah milikku.
Mereka tidak pernah tahu
kalau di rumah itu sebelumnya ada Rana Suwarte."
Wiro garuk-garuk kepala.
"Aku percaya kau tidak berbuat kejahatan sekeji itu, Kek. Cuma satu yang aku
heran, bagaimana
janda di Bantul itu bisa suka padamu. Padahal kau bukan saja sudah tua bangka
seperti ini tapi juga tukang
ngompol, kemana-mana selalu basah kuyup celananya, bau pesing."
"Terus terang aku juga heran, janda gemuk, putih dan cantik itu senang padaku.
Entah mengapa malam kemarin ketika bermesraan aku sempat-sempatnya bertanya. Kau tahu apa kata
janda itu?"
Wiro gelengkan kepala.
"Katanya begini. Dari seluruh tubuhku, hanya ada satu yang sangat menarik
hatinya. Bukan saja
waktu tidur, tapi setiap dekat denganku, bagian tubuhku itu selalu dipegangnya,
diusap, dibelai-belai. Aduh
asyiknya! Nah, kau bisa menerka bagian tubuhku yang mana yang disukai janda
gemuk itu" Ha...ha...ha!"
Wiro garuk-garuk kepala. Hendak menjawab tapi tidak tega menyebut. Akhirnya Wiro
hanya memandang ke bagian bawah perut si kakek sambil kepalanya digoyangkan.
"Pasti yang satu itu Kek."
Setan Ngompol tertawa mengekeh.
"Bukan, bukan yang itu!" katanya sambil mengusap matanya yang basah oleh air
mata saking maraknya tertawa. "Tapi ini!" Si kakek pegang dua kupingnya kiri kanan. "Janda
itu suka pada telingaku
yang lebar ini. Apa lagi yang sebelah kanan terbalik aneh. Menurut dia sejak
mengenal diriku dan sering


Wiro Sableng 134 Nyawa Kedua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memegang-megang kupingku, rejekinya datang tidak terduga. Melimpah ruah.
Ha...ha...ha!" Setan Ngompol
kembali tertawa bergelak. Dan di bawah perutnya air kencingnya kembali mengucur.
TAMAT SEGERA TERBIT EPISODE BERIKUTNYA:
RUMAH TANPA DOSA
Dendam Iblis Seribu Wajah 19 Pendekar Mata Keranjang 5 Ratu Petaka Hijau Seruling Perak Sepasang Walet 3

Cari Blog Ini