Wiro Sableng 165 Bayi Titisan Bagian 3
Puluhan duri menyambar ke depan seperti tangan
setan mencakar!
"Brett! Brettt! Breetttt!"
Baju Wiro robek besar pada tiga tempat di bagian
dada dan perut. Membuat sang pendekar bersurut dan cepat memeriksa. Untung
cakaran semak berduri
hanya merobek baju, tidak sampai menyentuh kulit
atau daging dada dan perutnya.
"Semak belukar keparat! Jangan harap kalian masih bisa mencelakaiku lagi!"
Habis berkata begitu dia angkat dua tangan ke
udara sambi! berteriak.
" Kapak Naga Geni 212! Batu Sakti Hitam!"
81 | B a y i T i t i s a n
Kejapan itu juga kapak dan batu sakti yang ada
dalam tubuh Wiro tahu-tahu telah berada di tangan
kanan dan tangan kiri. Seperti dikisahkan dalam serial Wiro Sableng berjudul
"Lentera Iblis" Kiai Gede Tapa Pamungkas secara gaib telah memasukkan dua
senjata sakti itu ke dalam tubuh Pendekar 212. Dengan cara berseru menyebut nama
kedua senjata itu maka
kapak dan batu secara gaib pula keluar dari dalam
tubuh Wiro dan langsung tergenggam di tangan.
Dengan mengerahkan lebih dari setengah tenaga dalam yang dimiliki, Wiro menggosokkan batu hitam
sakti ke mata Kapak Naga Geni 212.
"Wusss!"
Satu gelombang api yang bukan olah-olah besarnya
menderu melanda pedataran yang dipenuhi semak
belukar berduri. Walau semak belukar itu dalam
keadaan basah karena baru kejatuhan hujan namun
gelombang api yang luar biasa dahsyatnya membakar
musnah semak belukar itu hanya dalam beberapa
kejapan mata saja! Kini di pedataran luas itu hanya terlihat gundukan-gundukan
batu hitam besar berbagai bentuk dan ukuran serta Tunggul Hitam yang
menjulang setinggi tiga tombak. Kepulan asap untuk beberapa lama bergulunggulung di atas bebatuan.
Begitu kepulan asap sirna, kapak dan batu sakti lenyap pula. Tiga orang yang
berada di atas Tunggul
Hitam kini terlihat jelas.
Yang pertama adalah Ken Permata. Bayi yang belum berusia dua tahun tapi memiliki perawakan seperti anak lima tahun ini duduk di bagian atas
Tunggul Hitam yang rata sambil uncang-uncang kaki
tanpa rasa gamang ataupun takut. Wiro merasa heran melihat keberanian dan
keadaan bayi ini.
82 | B a y i T i t i s a n
Orang kedua seorang nenek tua mengenakan kebaya panjang kuning bersulam bunga perak, bercelana panjang hitam. Rambutnya
yang putih seperti perak-digulung di atas kepala, ditancapi lima sunting pendek
terbuat dari suasa merah kekuningan. Ujung selendang biru yang melingkar di
lehernya melambai-lambai di tiup angin. Wajahnya walau sudah lanjut masih ada bayangan kecantikan di
masa muda, anggun
namun ada pancaran sifat keangkuhan. Nenek ini
berdiri di cabang Tunggul Hitam sebelah kanan.
"Nenek bersunting itu pasti Laras Parantili, kekasih Datuk. Heran, mengapa dia
mau-mauan menjadi pelindung sang penitis! Berseberangan dengan Datuk,
padahal di masa muda mereka pernah menjalin kasih.
Tapi... cinta memang bisa berubah jadi macam-macam!" Murid Sinto Gendeng tertawa cengengesan. Sambil garuk-garuk kepala dia perhatikan orang ke tiga yang berdiri di
atas batu berbentuk pohon yang disebut batu Tunggul Hitam pada cabang
sebelah kiri. Pada pakaiannya ada noda merah melintang panjang di dada. Walau wajahnya cacat di bagian mulut dan pipi kiri
serta agak teleng namun Wiro masih bisa mengenali perempuan muda ini adalah Nyi
Harum Sarti alias Ratu Laut Utara palsu. Wiro juga melihat bagaimana sepasang
telapak kaki Nyi Harum
Sarti sama sekali tidak menginjak cabang batu
Tunggul Hitam. Pertanda bahwa perempuan ini adalah roh yang muncul secara
jejadian. "Kepala teleng, mulut hancur-hancuran. Pasti itu bekas tendangan Bidadari Angin
Timur," membathin Wiro. Dalam serial Wiro Sableng sebelumnya berjudul
"Cinta Tiga Ratu" dituturkan bagaimana dalam keadaan meregang nyawa setelah
dibelah dadanya dengan Pedang Naga Suci 212 oleh Ratu Duyung, Nyi Harum 83 | B a
y i T i t i s a n
Sarti alias Ratu Laut Utara palsu ditendang kepalanya oleh Bidadari Angin Timur
hingga mulutnya hancur,
tulang leher bergeser menyebabkan kepalanya menjadi teleng. Gadis cantik
berambut pirang itu melakukan hal tersebut karena merasa sangat marah dan dendam
besar terhadap Nyi Harum Sarti yang telah melontar-kan kata-kata di hadapan
sekian banyak tokoh rimba persilatan bahwa Bidadari Angin Timur adalah janda
dari kepala pasukan Kesultanan Cirebon.
Setelah memperhatikan, tidak tunggu lebih lama
Wiro cepat melompat ke atas batu hitam besar berbentuk kerbau berbaring, yang hanya terpisah sejarak sekitar dua belas langkah
dari batu Tunggul Hitam.
Nenek bernama Laras Parantili dan ujud jejadian
Nyi Harum Sarti tidak bergerak. Hanya sepasang bola mata mereka saja yang tampak
berputar mengawasi.
Di puncak batu Tunggul Hitam Ken Permata duduk
tertawa-tawa, masih uncang-uncang ke dua kaki.
"Kalian semua yang di atas batu Tunggul Hitam!"
Wiro yang sudah tidak sabaran berteriak keras. "Aku sudah datang ke tempat ini
seorang diri! Lekas serahkan bayi di atas Tunggul Hitam."
Sunyi sesaat lalu si nenek dan perempuan bermuka
cacat berkepala teleng umbar tawa bergelak.
"Pemuda gondrong muka gemblong! Siapa kau"!
Sudah kesasar datang ke sini berteriak pula tak karuan macam orang kemasukan!"
84 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 12 ATA Pendekar 212
mendelik membeliak.
MJengkel penasaran dirinya di katakan kesasar, muka
gemblong dan kemasukan! Tapi
dasar sableng enak saja dia menyahuti. "Kalian berdua! Yang tua seperti walang sangit kurang makan! Yang berkepala teleng seperti ayam keselak jagung!
Ha...ha...ha! Aku mencium bau
tidak sedap. Apa kalian berdua
tadi pagi sudah beol tapi tidak
sempat cebok" Kalian juga bermata lamur rupanya!
Tidak bisa menbedakan gemblong dengan lontong!
Atau kalian berdua inginnya singkong" Pantas kau
bau Jigong! Ha...ha...ha!" Habis berteriak begitu Wiro lalu tertawa gelak-gelak
sambil hidung dipencet dengan dua jari tangan kiri dan mulut meludah-ludah.
Laras Parantili kerenyitkan kening. Nyi Harum Sarti keluarkan makian
menggerendeng sementara Ken
Permata di atas puncak Tunggul Hitam masih terus
duduk tertawa-tawa sambil uncang-uncang kaki.
"Pemuda sinting! Kami tidak suka melihat kehadir-anmu di sini. Lekas angkat kaki
atau kau akan mati sia-sia!" Nyi Harum Sarti kini yang berteriak.
85 | B a y i T i t i s a n
"Oala!" Wiro pencongkan mulut, telengkan kepala meniru telengnya kepala roh
perempuan jejadian itu.
"Kalian mempermainkanku! Itu tidak lucu! Aku bi-sa-bisa bukannya tertawa melihat
kelakuan kalian,
tapi malah kentut! Ha...ha...ha! Kalian mengirim pesan melalui perempuan bernama
Mande Saleha yang kalian siksa dengan ilmu keji kalian! Sekarang aku sudah di
sini, kalian mau berlagak aneh macam orang
sinting. Kalian berjanji akan menyerahkan bayi itu!
Kalian berlagak tidak suka padaku. Kalian pasti berpura-pura. Padahal paling
tidak salah satu dari kalian pasti suka padaku! Ha...ha...ha!" Wiromenatap ke
arah Nyi Harum Sarti dan kedip-kedipkan mata.
Wajah cacat roh jejadian Nyi Harum Sarti berubah
merah mendengar kata-kata Wiro. Sebelumnya dia
memang telah jatuh cinta pada sang pendekar dan hal ini dikatakannya terus
terang di hadapan banyak tokoh rimba persilatan. Kalau sekarang dia bersikap
bermusuhan maka ini adalah suatu keanehan.
"Aku ingin kalian segera menyerahkan bayi itu!
Sekarang juga! Atau kalian akan menyesal!"
Wiro angkat tangan kanannya yang serta merta
berubah warna menjadi putih perak sebatas siku ke
bawah. Sang pendekar siap melepas Pukulan Matahari. Si nenek Laras Parantili angkat tangan kirinya.
"Tunggu dulu!" serunya. Lalu dia berpaling pada Nyi Harum Sarti yang berada di
cabang kiri Tunggul Hitam. "Ratu Laut Utara..." Ah! Si nenek masih memanggil Nyi
Harum Sarti dengan sebutan Ratu Laut
Utara! "Apa benar pemuda gondrong ini yang bernama Wiro Sableng barjuluk
Pendekar 212?"
"Memang dia orangnya!" Jawab Nyi Harum Sarti dengan suara datar dan wajah cacat
dingin. 86 | B a y i T i t i s a n
Mendengar jawaban Nyi Harum Sarti, Laras Parantili bertanya. "Pemuda gondrong! Apakah kau datang ke sini seorang diri"!"
"Kalian yang minta begitu! Aku hanya melakukan!
Sekarang malah banyak tanya segala!" jawab Wiro kesal.
Si nenek tertawa. Tiba-tiba dia lepaskan satu pukulan tangan kosong ke arah sebuah batu besar sejarak sepuluh langkah dari samping kiri Wiro.
"Wuuuttt! Braaakkk!"
Serangkum angin dahsyat menderu, membuat
hancur berkeping-keping batu besar yang dihantam.
Saat itu juga dari hancuran batu berkelebat sosok
seorang tua berpakaian putih! Datuk Rao Basaluang
Ameh! "Ah, ternyata kau berdusta! Kau datang bersama orang yang tidak kami ingini!
Berarti kau tidak akan mendapatkan bayi itu dalam keadaan selamat!" Sambil
bicara Laras Parantili melirik memperhatikan Datuk Basaluang Ameh yang kini
berdiri di atas sebuah batu besar di arah kanan Wiro sambi! menimang saluang
emas. "Kalian kira Cuma kalian yang bisa membuat aturan"! Kalian punya aturan! Aku
juga punya aturan
sendiri! Aku mau datang dengan siapa itu urusanku!
Lagi pula yang datang bersamaku bukan orang sembarangan. Aku tidak yakin kau bisa melupakan atau
mau berpura-pura lupa. Apakah kau tidak mengenali
orang tua berpakaian putih ini" Kekasihmu tercinta di masa muda"! Yang aku sebut
namanya adalah Datuk
Rao Basaluang Ameh!"
Raut wajah Laras Parantili berubah merah seperti
saga. 87 | B a y i T i t i s a n
"Ah, wajahmu berubah merah! Pertanda kau memang masih mencinta dirinya. Tapi mengapa berpura-pura" Malah kini berserikat dengan perempuan
teleng itu, memusuhi Datuk?"
"Pemuda edan! Bicara tak karuan macam orang
sinting. Itulah kalau gurunya gendeng muridnya sableng beneran!"
"Tua bangka kurang ajar!" bentakWiro marah. "Kau berani menghina guruku Sinto
Gendeng! Luar biasa
sombong! Sikapmu seperti orang hebat berpikiran
waras. Padahal sebenarnya otakmu ada di dengkul.
Selain sombong kau juga culas! Khianat apa yang telah kau perbuat terhadap
guruku Datuk Rao Basaluang
Ameh! Sudah peot kisut begini apa kau kira bisa dapat lelaki muda lebih baik
dari Datuk" Puahhh!"
"Pemuda sinting! Kurobek mulutmu berani bicara soal hubunganku dengan Datuk
Rao!" Wiro jerengkan mata dan cibirkan bibir.
Lima sunting suasa di kepala Laras Parantili berjingkrak tegang dan kepulkan asap tipis pertanda si nenek dilanda amarah luar
biasa. Rahang menggembung, mata berkilat-kilat. Datuk Rao Basaluang Ameh yang
sejak tadi diam sa]a, setelah berdehem beberapa kali lantas berkata berusaha
menyurutkan ketegangan yang siap meledak.
"Laras Parantili, aku memang tidak diundang datang ke sini. Namun aku punya
kewajiban untuk hadir. Karena segala perbuatan yang kau lakukan telah menyimpang dari kelayakan
sebagai seorang pendekar golongan putih rimba persilatan. Atau mungkin kini kau
telah berubah hitam, menjadi pelindung mahluk
roh jejadian yang kau sebut sebagai Ratu Laut Utara itu" Sungguh disayangkan. Di
usia selanjut ini, apa-sebenarnya yang masih kau harapkan dalam kehi88 | B a y i T i t i s a n
dupanmu" Bukankah mendekatkan diri kepada Tuhan merupakan hal yang paling baik dari pada berbuat kemungkaran" Jika kau mau
keluar dari jalan sesat
dan menyerahkan bayi bernama Ken Permata itu maka
aku dan Pendekar 212 akan tinggalkan tempat ini.
Dan aku akan mengakhiri urusan penculikan bayi ini sampai di sini."
Laras Parantili tersenyum, rangkapkan dua tangan
di depan dada lalu berkata.
"Datuk, bicaramu seperti khotbah saja. Enak juga didengar. Tapi kau bukan siapasiapa lagi bagiku. Kau tidak layak mengatur diriku karena kau tidak mampu
mengatur diri sendiri. Soal bayi bernama Ken Permata dia bukan anak bukan
cucumu. Tak ada sangkut paut
darah daging antara kalian berdua. Setahuku kau
tidak lebih dari pada kacung yang ketitipan untuk
menjaganya. Masa pengasuhanmu sudah berakhir.
Kami datang untuk mengambil..."
"Tua bangka sialan! Berani kau menghina Datuk!
Hatimu kotor, mulutmu sebusuk comberan!" Wiro yang sudah tidak sabaran untuk
menghajar si nenek
kembali hendak menghantam dengan Pukulan Sinar
Matahari. Namun Datuk Rao cepat memberi tanda mencegah.
"Laras, lalu apa perlunya kau meminta muridku datang ke sini, menjanjikan
keselamatan bagi bayi
bernama Ken Permata itu" Jika kau bermaksud jahat
hendak menjebak, mungkin kau akan lebih dulu
masuk lobang perangkap!" kata Datuk Rao pula.
"Janji keselamatan tidak berlaku lagi. Kalian berdua sudah melanggar aturan yang
kami tetapkan!"
"Aturan kentut busuk!" teriak Wiro. "Kau berani menghina guruku. Aku akan
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadikan kau babu
seumur-umur di negeri neraka!" Habis berteriak Pen-89 | B a y i T i t i s a n
dekar 212 segera melompat tinggi ke udara, melesat ke arah Tunggul Hitam yang
berupa pohon batu setinggi tiga tombak.
Melihat gerakan yang dibuat Wiro, dalam marahnya
karena dibilang mau dijadikan babu neraka Laras
Parantili segera berseru pada Nyi Harum Sarti.
"Ratu, apa lagi yang kita tunggu!"
Mendengar seruan si nenek Nyi Harum Sarti yang
menyebut diri masih sebagai Ratu Laut Utara segera mendongak ke arah bayi di
puncak batu Tunggul
Hitam. "Ken Permata! Bayi titisan roh sukmaku! Bunuh orang berambut gondrong itu! Dia
manusianya yang
telah membunuh ayahmu!" Habis berteriak Nyi Harum Sarti sapukan tangan kanannya
ke atas. Selarik sinar kelabu menyapu sekujur tubuh Ken Permata, mulai
dari kepala sampai ke kaki.
Satu keanehan terjadi. Sosok bayi berusia kurang
dua tahun dan berpenampilan seperti anak lima tahun itu tundukkan kepala.
Lalu tubuh sang bayi tiba-tiba berubah menjadi
luar biasa besar. Begitu dia melompat turun, kaki
menjejak tanah, pedataran bergetar, kepala hampir
setinggi batu Tunggul Hitam. Ken Permata telah berubah menjadi seorang bayi
raksasa. Wiro dan Datuk
Rao hanya setinggi pusarnya! Kejut kedua orang ini bukan alang kepalang! Ketika
bayi raksasa ini menyeringai, kelihatan barisan gigi dan caling panjang runcing!
Belum pupus kejut Pendekar 212, bayi raksasa Ken
Permata telah menyerbunya dengan satu pukulan
jarak jauh yang menebar sinar hijau.
" Pukulan Mambang Laut Utara!" ucap Wiro tersentak. Ilmu kesaktian itu adalah
milik Nyi Harum
90 | B a y i T i t i s a n
Sarti alias Ratu Laut Utara palsu. "Berarti bayi itu bukan saja ketitisan sifat
tapi juga menguasai ilmu kesaktian yang dimiliki roh Nyi Harurri Sarti!"
Secepat kilat Wiro selamatkan diri dengan melesat
ke kiri, jatuhkan diri ke tanah. Sambil berguling murid Sinto Gendeng melepas
Pukulan Sinar Matahari tapi tidak diarahkan pada bayi raksasa melainkan
dihantamkan ke cabang kiri batu Tunggul Hitam di mana
roh jejadian Nyi Harum Sarti berada. Bagi Wiro walaupun jelas bayi aneh itu yang menyerang namun dia tidak mau membalas serangan.
Kawatir kalau han-tamannya akan mencelakai sang bayi. Nyi Harum Sarti yang
menjadi sumber kekuatan bayi raksasa, mahluk
yang harus dimusnahkan lebih dulu.
Sinar putih Pukulan Matahari berkiblat panas menyilaukan. Datuk Rao Basaluang
Ameh tidak tinggal diam. Dia sapukan saluang emas ke atas. Cahaya kuning laksana kipas
mengembang menderu di
udara disertai suara desingan seruling mencucuk
pendengaran. Seperti Wiro, orang tua ini tidak men-garahkan serangannya ke arah
bayi raksasa melainkan yang dituju adalah Laras Parantili yang berdiri di cabang kanan Tunggul
Hitam. Mendapat serangan pukulan sakti yang menggegerkan rimba persilatan Nyi Harum Sarti di atas cabang kiri batu Tunggul Hitam
tidak bergerak sedikitpun. Malah sambil tertawa melengking dia menggoyang tubuh dan kepalanya yang teleng. Sembilan
rangkum gelombang angin memancarkan cahaya biru
mencuat keluar dari tubuhnya, langsung menyergap
cahaya putih panas Pukulan Sinar Matahari. Begitu Saling bertabrakan satu
letusan dahsyat menggelegar.
Lereng barat Gunung Merapi laksana dilanda gempa.
Ujung pedataran di sebelah selatan runtuh longsor.
91 | B a y i T i t i s a n
Beberapa batu besar hitam di pedataran hancur berkeping-keping. Tapi anehnya batu Tunggul Hitam tidak rusak sedikitpun. Ini karena Nyi Harum Sarti telah menerapkan ilmu yang
bernama Dinding Gaib Laut
Utara. Dengan ilmu ini dia mampu melindungi setiap benda mati dari serangan atau
hantaman yang datang dari luar. Kalau akibat bentrokan dahsyat itu Pendekar 212
Wiro Sableng sampai jatuh terhenyak di tanah pedataran maka di atas cabang kiri
batu Tunggul Hitam sosok jejadian Hitam Nyi Harum Sarti hanya ter-gontai-gontai
beberapa kali. Begitu tubuhnya terjengkang di tanah, Wiro melihat bayi raksasa melompat ke
arahnya lalu hunjamkan
kaki kanan ke arah dada.
"Gila!" Wiro berteriak. Secepat kilat dia berguling ke kiri.
"Bruuuukkk!"
92 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 13 UNJAMAN kaki kanan
Ken Permata membuat
Hlobang besar sedalam betis di tanah pedataran. Menyaksikan itu Wiro merasa nyawanya seperti terbang. Ketika
bayi raksasa hendak menyerbunya kembali, kali ini dengan
tendangan kaki kiri, secepat kilat
dia melesat selamatkan diri, melompat ke atas sebuah batu hitam. Bayi raksasa rundukkan
tubuh sambil dua tangan dengan
sangat cepat menyambar ke arah
dada pakaian Wiro. Kali iniWiro tidak sempat lagi
mengelak, dia juga merasa ragu melancarkan serangan. Takut menciderai ken Permata. Akibatnya tubuh Wiro diangkat tinggi-tinggi
lalu dibantingkan ke tanah.
Sebelum jatuh Wiro masih berusaha berjungkir balik.
Namun tetap saja dia jatuh dengan punggung menghantam tanah. Wiro merasa tulang belulangnya seperti hancur. Darah meleleh di
sela bibir. Untuk beberapa lama dia terkapar tak bergerak.
"Bayi jahanam! Kalau aku serang apa lagi kalau sampai mati berarti Nyi Retno
Mantili tidak akan
pernah bertemu bayinya ini. Dia tidak akan pernah
dapat disembuhkan dari penyakit jiwanya! Gila! Apa yang harus aku lakukan"!"
93 | B a y i T i t i s a n
Wiro kerahkan tenaga dalam, Alirkan hawa sakti.
Terapkan ilmu meringankan tubuh. Ketika bayi raksasa kembali mendekat dia telah mampu berdiri, melompat ke punggung si bayi lalu menotok bayi ltu di bagian ubun-ubun, leher dan
punggung. Tiga totokan sekaligus.
Tokoh silat berkepandaian tinggi sekalipun, apa lagi manusia biasa akan rubuh,
paling tidak kaku tegang terkena tiga totokan itu. Namun si bayi raksasa hanya
menyeringai. Bagian yang ditotok menggembung sebentar lalu surut kembali.
Ternyata totokan Wiro tidak satupun yang mempan. Tidak sanggup melumpuhkan
sang bayi! Sang bayi kembali ulurkan kedua tangan.
Berusaha menangkap dua kaki Wiro yang masih
menginjak punggungnya. Kalau si bayi berhasil menangkap dua kaki Wiro lalu membantingkan sang
pendekar ke bawah dengan kepala menghujam tanah
lebih dulu maka tamatlah riwayat murid Sinto Gendeng ini! "Aku terpaksa harus bertindak lebih keras. Kalau tidak bisa konyol sendiri!"
Pikir Wiro. Dengan menerapkan Ilmu Belut Menyusup Tanah hingga dua kakinya
menjadi licin Wiro berhasil lolos dari cekalan bayi raksasa. Dia cepat melompat
ke bawah. Begitu
menginjak tanah dengan cepat Wiro menjotos pinggang si bayi. Lagi-lagi karena kawatir dia sengaja hanya mengandalkan sedikit
tenaga dalam. Bayi raksasa menggeliat. Memekik keras lalu memutar tubuh.
Wiro tidak memberi kesempatan. Dia kembali memukul. Kali ini pukulannya ditujukan ke perut bayi.
"Bukkk!"
Bayi yang dipukul terjajar beberapa langkah,
menggerung pendek. Lalu menyeringai Wiro jadi
jengkel. Kini dia bermaksud hendak menghantam le94 | B a y i T i t i s a n
bih keras dengan pengerahan tenaga dalam lebih banyak. Yang diarah adalah bagian bawah perut. Namun ada rasa tidak tega.
Selagi Wiro dalam keadaan bimbang dari atas cabang kiri batu Tunggul Hitam Nyi Harum Sarti membuat gerakan aneh. Tubuhnya berputar ke bawah. Dua kaki menggelantung di cabang
batu Tunggul Hitam.
Dua tangan kemudian dihantamkan ke arah Wiro.
Larikan sinar hitam menderu tiada henti. Wiro menangkis dengan balas melepas pukulan jarak pendek.
Namun karena dari samping kiri dia melihat bayi
raksasa siap hendak menyerangnya. Murid Datuk Rao
dan Sinto Gendeng ini dengan cepat melompat ke atas puncak Tunggul Hitam. Dari
sini dia melepas dua
pukulan. Tangan kiri lancarkan serangan Tangan
Dewa Menghantam Air Bah. Tangan kanan lepaskan Pukulan Tangan Dewa Menghantam
Api. Merasa belum puas dengan dua pukulan sakti itu. Wiro kerahkan tenaga dalam ke arah mata. Saat itu juga dari kedua matanya melesat
keluar dua larik cahaya hijau membentuk sepasang pedang panjang menggidikkan.
Inilah ilmu kesaktian yang disebut Sepasang Pedang Dewa. Ketiga ilmu kesaktian
yang dipergunakan untuk menyerang Nyi Harum Sarti didapat Wiro dari
Datuk Rao Basaluang Ameh melalui Kitab Putih Wa-siat Dewa yang dipelajarinya
secara tekun. Adapun Ilmu Sepasang Pedang Dewa karena keganasannya maka dia
hanya boleh mempergunakan dua kali dalam
satu tahun. Nyi Harum Sarti kembali putar tubuhnya. Kali ini
luar biasa cepat hingga tubuh itu laksana kitiran. Dua tangan ikut berputar tak
ubah seperti dua bilah pedang. Tiba-tiba tubuh yang berputar pada cabang kiri 95
| B a y i T i t i s a n
batu Tunggul Hitam melesat lepas. Menyambar ke
arah Wiro. "Plaakk!"
Pinggiran telapak tangan kanan Nyi Harum Sarti
berhasil menghantam dada Wiro membuat Pendekar
212 mencelat hampir setengah tombak dan terhempas
ke tanah. Dadanya laksana terbelah. Sakitnya bukan kepalang. Dalam keadaan nafas
megap-megap dari
mulut sang pendekar menyembur darah segar!
Wiro menggeliat. Coba berdiri.
"Gila! Jangan-jangan dadaku sudah belah!" Wiro usap dadanya. Begitu bisa berdiri
dia cepat totok tubuhnya sendiri di beberapa tempat. Rasa sakit berkurang dan kucuran darah serta merta berhenti.
Walau berhasil menciderai Wiro cukup parah,
namun mahluk alam roh Nyi Harum Sarti harus
membayar mahal. Salah satu dari dua serangan berupa pukulan tangan kosong yang dilancarkan Wiro
menghantam dada kirinya dengan telak hingga Nyi
Harum Sarti menjerit setinggi langit. Dadanya remuk sampai ke punggung. Selagi
tubuhnya terkulai lim-bung dan siap jatuh ke tanah, salah satu larikan sinar
hijau Sepasang Pedang Dewa memapas lehernya!
"Crasss!"
Leher putus! Tubuh jatuh terbanting ke tanah. Setelah memijarkan cahaya hitam tubuh ini berubah menjadi kepulan asap yang dengan cepat
membubung ke udara.
Hal yang sama terjadi dengan kutungan kepala
berwajah cacat Nyi Harum Sarti. Kepala mahluk alam roh ini terpelanting ke
cabang kiri batu Tunggul Hitam.
Sebelum mengeluarkan pijaran cahaya hitam dan
berubah jadi asap, mulut pencong keluarkan ucapan
lantang disusul suara tawa cekikikan.
96 | B a y i T i t i s a n
"Aku belum mati! Aku tidak kalah! Mahluk titis-anku akan menghabisi kalian
berdua! Aku akan
muncul lagi! Hik... hik...hik!"
Kutungan kepala melesat ke udara, berpijar hitam,
berubah jadi asap dan melesat di udara. Di satu ketinggian kepulan asap hitam
yang berasal dari tubuh dan kepala mahluk alam roh Nyi Harum Sarti berga-bung
satu sama lain. Sesaat kemudian di udara
tampak sosok utuh Nyi Harum Sarti. Mahluk jejadian ini melesat ke arah langit
dan lenyap dari pemandangan.
Bayi titisan Ken Permata keluarkan teriakan keras.
Gigi besar dan taring panjang mencuat keluar. Walau sampai saat itu tidak satu
patah katapun keluar dari mulutnya namun jelas dia menaruh amarah terhadap
Wiro. Dengan sebat dia melompat menyergap sang
pendekar. Sekarang kita Iihat pertarungan yang terjadi antara Datuk Rao Basaluang Ameh
dengan sang kekasih di
masa muda yaitu Laras Parantili. Datuk Rao berkali-kali berteriak agar Laras
Parantili hentikan serangan, hentikan pertarungan.
"Laras! Mahluk roh yang menjadi sahabatmu itu sudah musnah! Hentikan serangan!
Mari kita bicara!"
Teriak Datuk Rao sambil kibaskan seruling emas
menangkis serangan lawan. Walau si nenek menyerang mengandalkan tangan kosong namun dua tangannya tidak beda seperti dua batangan besi keras.
Setiap terjadi bentrokan tangan dengan seruling terdengar suara berdentrangan
dan bunga api bewarna
kuning berpijar di udara, Lama-lama sang datuk merasa kawatir suling saktinya akan menjadi rusak.
Maka seperti tadi dia mengulangi teriakannya, berusaha membujuk Laras Parantili. Hanya sayang yang
97 | B a y i T i t i s a n
dibujuk semakin beringasan dan memperhebat gempuran! "Kalau sahabatku musnah apa kau kira aku takut menghadapi kalian sendirian"!
Saat ini aku yang telah menjadi pewaris tunggal kerajaan Laut Utara sebelum aku
serahkan pada Ken Permata lima belas tahun di
muka!" Datuk Rao Basaluang Ameh terkesiap mendengar
ucapan Laras Parantili. Begitu juga Pendekar 212 Wiro Sableng yang ikut
mendengar. Jadi inilah alasan si nenek mengapa dia melindungi terjadinya
penitisan dan berpihak pada mahluk roh Nyi Harum Sarti. Dia
ingin memegang tampuk kekuasaan Kerajaan Laut
Utara! Lupa dia sudah berapa usianya!
"Laras! Kau telah berbuat keliru! Pemegang tahta Kerajaan Laut Utara adalah Ayu
Lestari! Nyi Harum
Sarti Ratu palsu yang merampas tahta dari Ayu Lestari!" "Tua bangka tolol! Tutup mulutmu! Mari kita ber-tarung sampai seribu jurus! Saat
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini juga harus di-tentukan aku atau kau yang bakalan menemui ajal!"
"Laras, sadar dan bertobatlah! Kalau kau mau
mengikuti nasihatku aku berjanji kita akan bisa hidup bersama. Jika kau suka
kita akan melakukannya
mulai hari ini melalui pernikahan yang syah! Segala sesuatunya belum terlambat."
Laras Parantili tertawa panjang. Hidung mendengus, mulut dipencongkan. Lontarkan seringai
mengejek pada sang Datuk.
"Tua bangka tak tahu diri. Kau mimpi setengah jalan Datuk! Kambing saja tidak
sudi kawin denganmu, apalagi aku! Kau boleh kawin dengansetan hantu pelayangan!"
teriak Laras Parantili lalu kembali menggempur si kakek.
98 | B a y i T i t i s a n
"Setan perempuan kurang ajar! Beraninya kau
menghina guruku!" Teriak Pendekar 212 Wiro Sableng yang menjadi marah besar
mendengar ucapan sangat
menghina yang dikeluarkan si nenek. "Aku bersumpah akan membuatmu malu seumur
hidup saat ini juga!
Kau yang akan aku buat jadi kambing betina! Kalau
perlu aku cabuti seluruh bulu di tubuhmu!"
Begitu berteriak Wiro berkelebat ke arah Laras
Parantili yang saat itu tengah menggempur Datuk Rao dengan serangan tangan
kosong, pukulan berantai.
Karena sang datuk melawan setengah hati mengingat
kecintaannya pada si nenek maka tak urung dua
pukulan lawan bersarang di dada dan satu lagi
menghajar telak keningnya hingga bengkak lebam
sampai ke mata. Pada saat itulah Wiro menyergapnya dari belakang. Lalu breett!
Brett! Punggung pakaian sampai ke pinggang dan malah sampai ke bagian lebih
bawah yaitu celana panjang hitam si nenek robek
besar, merosot ke bawah!
Laras Parantili memekik keras. Datuk Rao berseru
kaget. Selagi si nenek kelabakan menutupi auratnya sebelah belakang, Wiro
bertindak lebih gila.
"Tua bangka bermulut comberan! Makan tanganku ini!"
"Plaak! Plaakk!"
Wiro tampar pipi Laras Parantili kiri kanan, Selagi si nenek sempoyongan Wiro
ulurkan tangan kiri.
Breetttt! Dia tarik pakaian si nenek mulai dari dada sampai ke bawah. Kini
keadaan si nenek yang pakaiannya robek depan belakang nyaris bugil!
"Kambing betina bugil! Rasakan kau sekarang!"
ucap Wiro lalu tertawa gelak-gelak.
Laras Parantili menjerit sekali lagi. Dengan nekad dia tendangkan kaki kanannya
yang tepat mengenai
99 | B a y i T i t i s a n
perut Pendekar 212 hingga Wiro terpental dan jatuh duduk di tanah. Mulutnya
mengeluarkan suara seperti mau muntah tapi yang keluar semburan darah! Dalam
keadaan seperti itu walau dia ingin sekali menghabisi Wiro namun Laras Parantili
tidak sanggup menahan
malu. Nenek ini putar tubuh, lalu seeepat kilat berkelebat tinggalkan pedataran
Tunggul Hitam. Sebelum jatuh terguling ke tanah Wiro masih
sempat berbuat jahil, menjambret pinggang celana
panjang hitam Laras Parantili. Sekali tarik saja maka tanggallah celana yang
sudah tidak karuan rupa itu!
Kutuk serapah menghambur dari mulut Laras Parantili. Rasa malu luar biasa membuat si nenek memang tidak sanggup bertahan lebih lama di tempat itu.
Sekali berkelebat dia sudah lenyap dari pedataran
Tunggul Hitam! "Wiro, tidak seharusnya kau berbuat begitu..." kata Datuk Rao Basaluang Ameh
sambil menyeka darah
yang mengucur dari luka di keningnya.
Wiro tak bisa menjawab. Tubuhnya terkapar tertelentang. Perut sakit sekali seperti mau pecah akibat tendangan Laras Parantili
tadi. Dada laksana terbelah oleh hantaman pinggiran tangan kanan Nyi Harum
Sarti. Darah masih mengucur dari mulutnya. Datuk
Rao membungkuk, berusaha menolong Wiro berdiri.
Namun saat itu dari belakang melompat bayi raksasa Ken Permata.
"Datuk, awas... !"
Wiro berteriak. Namun suaranya begitu lemah dan
peringatannya agak terlambat. Saat itu tendangan bayi raksasa telah menghantam
pantat sang Datuk, Orang
tua ini mencelat sampai dua tombak. Wiro berusaha
menyambuti tubuh itu tapi malah ikut terpental dan 100 | B a y i T i t i s a n
terguling di tanah lalu sama-sama terbujur berdampingan. Bayi raksasa menyeringai. Memekik keras lalu
melompat dan berdiri di antara kedua orang yang berada dalam keadaan tak berdaya
itu . Dia berpaling ke kiri dan ke kanan seolah-olah mau memilih. Yang
mana antara Wiro dan sang Datuk yang akan dihabisi lebih dulu, Ternyata bayi
titisan roh jahat Nyi Harum Sarti ini memilih ke dua-duanya. Kaki kanan
diangkat, siap diinjakkan ke kepala Pendekar 212 Wiro Sableng.
Bersamaan dengan itu tangan kanan bergerak melepas pukulan maut bernama Tiga Tombak Utara
Memantek Nyawa. Ilmu kesaktian ini adalah yang didapat Ken Permata dari
penitisan yang dilakukan Nyi Harum Sarti. Cahaya hitam berkiblat, lalu memecah
menjadi tiga larikan berbentuk tiga kepala tombak, melesat ke arah kepala, dada
dan perut Pendekar 212!
"Datuk, aku tidak pernah mengira akan mati ber-sebelahan dengan dirimu!" ucap Wiro.
"Muridku! Jangan pasrah putus asa!" teriak Datuk Rao Basaluang Ameh. "Tangkis
dengan Pukulan Harimau Dewa! Aku akan membantu dengan aliran tenaga dalam!"
Lalu Datuk Rao Basaluang Ameh pukulkan telapak
tangan kanannya ke tanah. Saat itu juga dari tangan itu mengalir keluar tenaga
dalam dan hawa sakti,
langsung masuk ke dalam tubuh Wiro. Tidak menunggu lebih lama Pendekar 212 segera tiup tangan kanannya. Saat itu juga pada
telapak tangan itu
muncul gambar harimau putih bermata hijau. Wiro
lalu dorongkan tangan kanan ke arah datangnya serangan yang dilepas oleh bayi raksasa. Dari telapak tangan kanan Wiro mencuat
keluar suara deru angin
luar biasa dahsyat disertai suara gerengan harimau.
101 | B a y i T i t i s a n
"Trang...trang!"
Dua kepala tombak hitam mencelat mental hancur
berkeping-keping. Tapi celakanya kepala tombak ke
tiga dari Tiga Tombak Laut Utara Memantek Nyawa masih bisa lolos. Menderu tepat
ke arah jantung
Pendekar 212! 102 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 14 EKEJAP lagi ujung tombak
ke tiga akan menancap di
Sdada dan menembus
sampai ke jantung Pendekar 212
tiba-tiba satu benda putih melayang di udara disertai deru
angin sangat kencang.
Lalu terdengar ada perempuan berteriak. "Kemuning! Ada
bayi aneh hendak membunuh
ayahmu!" Bersamaan dengan menggemanya suara teriakan maka
dua larik sinar putih berkiblat di
udara. "Traangg!"
Tombak Laut Utara Memantek Nyawa yang siap
menghabisi riwayat Pendekar 212 patah berkepingkeping, mencelat ke udara. Di pedataran kini tampak harimau putih sakti Datuk
Rao Bamato Hijau. Binatang ini lari menghampiri Wiro, lalu berdiri dengan sikap
melindungi sang pendekar. Tak jauh dari situ berdiri Nyi Retno Mantili dengan
mata berkilat sambil pegangi boneka kayu. Dia melirik sebentar ke arah
Wiro lalu alihkan pandangan pada bayi raksasa yang juga tengah menatap ke
arahnya dengan pandangan
aneh. 103 | B a y i T i t i s a n
Tiba-tiba Nyi Retno Mantili berteriak keras. Tangan kanan yang memegang boneka
kayu diangkat ditujukan pada bayi raksasa. Lima jari memencet keras. Dua larik
sinar putih Pukulan Sepasang Cahaya Batu
Kumala berkiblat ke arah bayi raksasa.
"Nyi Retno! Jangan menyerang bayi raksasa! Dia anakmu!" teriak Wiro. Lalu
seperti mendapat satu kekuatan Wiro melompat. Da masih sempat mendorong tangan
kanan Nyi Retno Mantili ke atas hingga dua larik cahaya putih yang mengarah pada
bayi raksasa bergeser jauh dari sasaran.
"Kemuning! Ayahmu pasti sudah gila menolong
mahluk aneh yang hendak membunuhnya!" teriak Nyi Retno Mantili.
"Nyi Retno, tenang. Dengar baik-baik, Bayi besar perempuan itu bukan musuhku,
bukan pula mu-suhmu. Dia adalah anakmu Ken Permata!"
Nyi Retno Mantili menatap Wiro sejenak lalu tertawa cekikikan.
"Gilamu kumat lagi! Aku tidak kenal siapa itu Ken Permata! Aku tidak pernah
merasa punya anak bernama Ken Permata. Anakku dia! Kemuning!" Nyi Retno Mantili
acungkan boneka kayu ke arah Wiro.
Bagaimana kejadiannya Nyi Retno Mantili bisa
sampai ke pedataran Tunggul Hitam dibawa oleh harimau putih sakti" Seperti diceritakan sebelumnya
Datuk Rao telah melepas totokan di tubuh perempuan itu lalu membuatnya tertidur
dan baru akan terbangun kalau mereka kembali ke Danau Maninjau. Ternyata Nyi Retno Mantili bangun lebih cepat dari yang diduga. Perempuan ini
langsung berteriak-teriak
mencari Wiro. Mande Saleha yang ketakutan akan terjadi apa-apa
meminta harimau putih untuk membawa Nyi Retno
104 | B a y i T i t i s a n
Mantili ke Tunggul Hitam di lereng barat Gunung
Merapi di mana Wiro dan Datuk Aao berada.
Saat itu Datuk Aao Basaluang Ameh telah berdiri
dan melangkah mendekati Nyi Retno. Harimau putih
bermata hijau bergerak, melangkah berputar-putar
mengelilingi bayi raksasa. Si bayi sendiri tegak diam tak bergerak. Sepasang
matanya masih terus memandang sayu ke arah Nyi Retno. Seperti ada sesuatu di
jalan pikirannya. Kalau saja dia bisa bicara pasti dia akan mengatakan sesuatu.
Sejak tubuhnya menjadi
besar aneh seperti itu dia sama sekali tidak bisa
mengeluarkan sepotong katapun!
"Nyi Retno," tegur Datuk Rao Basaluang Ameh begitu berdiri di hadapan Nyi Retno.
"Banyak kejadian yang telah menimbulkan kedukaan dan kesengsaraan.
Termasuk derita yang kaualami..."
"Eh, kakek yang matanya bengkak ini siapa?" Nyi Retno bertanya pada Wiro. "Dia
Datuk Rao Basaluang Ameh, guruku." Menerangkan Wiro.
"Oala! Kemuning! Ayahmu ini bicara apa. Kita tahu gurunya adalah nenek keriput
berkulit hitam bau
pesing bernama Sinto Gendeng! Sekarang kenapa dia
mengaku-aku kakek ini sebagai gurunya?"
"Nyi Retno mengenai aku ini siapa tidak perlu di-persoalkan." Kata Datuk Rao
dengan suara lembut sambil meletakkan tangannya di bahu kiri Nyi Retno dan diamdiam mengalirkan hawa sakti sejuk, "Yang penting saat ini adalah kau telah
bertemu dengan bayimu bernama Ken Permata. Bayi dari hasil perkawinanmu dengan Wira Bumi. Bayi yang diselamatkan
oleh pembatumu bernama Djaka Tua. Kau ingat Nyi Retno...?"
105 | B a y i T i t i s a n
"Hik...hik! Orang tua ini pandai sekali bercerita.
Tapi sebagian ceritanya dusta!" Nyi Retno Mantili keluarkan ucapan sambil usapusap wajah boneka kayu.
"Kalau aku dusta, aku minta maat padamu Nyi
Retno. Tapi ceritaku yang mana yang kau anggap
dusta?" tanya Datuk Rao sambil kini tangannya mengusap kepala Nyi Retno Mantili
dan kembali mengalirkan hawa sakti sejuk.
Nyi Retno kibaskan tangan yang mengusap kepalanya. "Wiro ayah Kemuning saja tidak pemah memegang kepalaku. Kau yang aku tidak kenal
siapa berani-beraninya..."
Datuk Rao tersenyum.
"Nyi Retno, maafkan kalau aku yang tua ini telah berlaku lancang. Selama ini aku
begitu dekat dengan puterimu Ken Permata. Aku telah menganggap dirinya sebagai
cucu sendiri. Dan kau aku anggap sebagai
anak. Namun..."
"Orang di tempat ini gila semua rupanya!" Kata Nyi Retno Mantili dengan muka
cemberut. "Aku sudah bilang tidak pernah punya anak, punya bayi atau
puteri bernama Ken Permata!"
Wiro menggaruk kepala. Datuk Rao masih tersenyum. Keduanya berpaling ke arah batu Tunggul Hitam. Mereka melihat kejadian aneh. Bayi raksasa Ken Permata yang tadi begitu
ganas hendak membunuh
Wiro kini duduk diam menjelepok di tanah. Sepasang matanya tidak lagi beringas
tapi menatap sayu tak
berkesip ke arah Nyi Retno Mantili.
"Wiro, apakah kau melihat satu keanehan pada
pandangan mata bayi itu..." Dia seperti mengharapkan sesuatu, mendambakan sesuatu..."
106 | B a y i T i t i s a n
"Benar Datuk. Saya dapat merasakan..." jawab Wiro. "Anak itu sepertinya merasa
ada getaran batin dalam dirinya. Mungkin Yang Maha Kuasa tengah
memberikan satu petunjuk padanya... Mungkinkah
bayi itu punya rasa kalau Nyi Retno Mantili adalah ibu kandungnya..."
Datuk Rao terdiam mendengar ucapan Wiro. Dia
tidak menyangka si pemuda mempunyai perasaan
yang begitu halus hingga menangkap getaran batin
antara sang bayi dengan ibunya. Datuk Rao berpaling pada Nyi Retno.
"Nyi Retno, kau belum menjawab ceritaku yang
mana yang kau katakan dusta."
Nyi Retno Mantili timang-timang boneka kayu beberapa ketika lalu menjawab.
"Aku tidak pernah kawin dengan orang bernama
Wira Bumi. Aku tidak pernah punya anak bernama
Ken Permata. Itu kedustaanmu orang tua. Tapi kau
tidak dusta soal pembantuku yang bernama DjakaTua. Eh, apa kau tahu kalau pembantuku itu sudah
mati digantung orang-orang Kerajaan?"
Datuk Rao mengangguk. "Nasibnya malang sekali.
Semoga Tuhan memberikan tempat yang paling baik
baginya di alam akhirat."
Nyi Retno memandang berkeliling. Dia tertawa ce
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kikikan ketika melihat bayi raksasa perempuan yang duduk menjelepok di tanah di
depan batu Tunggul
Hitam. Lalu perempuan ini berkata pada boneka kayu.
"Kemuning, kau lihat bayi besar itu. Lucu sekali.
Makannya pasti sepuluh bakul! Hik...hik...hik!" Nyi Retno kemudian berkata pada
Wiro. "Aku tidak suka kau membawaku ke sini. Perlu apa" Di mana ini" Aku ingin
kembali ke tanah Jawa. Aku ingin menemui
Sandaka..."
107 | B a y i T i t i s a n
"Nyi Retno, kau dan Wiro akan segera kembali ke tanah Jawa. Sebelum pergi apakah
kau tak ingin memegang atau mengusap kepala bayi raksasa ini?"
tanya Datuk Rao pula.
"Ihh... Perlu apa aku mengusap kepalanya. Lihat, giginya besar-besar. Calingnya
panjang runcing. Bisa-bisa nanti aku digeragotnya!"
"Bayi ini bayi baik. Dia tidak akan berbuat jahat padamu. Dia sebaik anakmu
Kemuning. Karena sebenarnya dia dan Kemuning masih barsaudara." Kata Wiro pula.
"Geblek! Mana mungkin Kemuning bersaudara
dengan bayi aneh itu!" kata Nyi Retno Mantili.
"Nyi Retno, tidakkah kau menyadari" Bayi besar itu dari tadi memandangmu. Dia
akan sangat bahagia
kalau kau mengusap kepalanya..."
"Kalian berdua sama rewelnya. Baiklah aku akan mengusap kepala bayi bercaling
itu. Tapi satu kali saja!"
"Satu kalipun tak jadi apa Nyi Retno. Mari kugen-dong agar kau bisa mengusap
kepalanya." Wiro lalu mendukung Nyi Retno Mantili di bahu kanannya. Agak takuttakut dia kemudian membawa perempuan itu ke
hadapan bayi raksasa. "Nah, sekarang ulurkan tanganmu. Usap kepalanya..."
Nyi Retno tidak segera melakukan apa yang dikatakan Wiro sementara Datuk Rao memperhatikan
dengan perasaan cemas. Persentuhan lahir merupakan kunci dari persentuhan batin. Dengan kunci itulah Datuk Rao akan coba
membuka ingatan Nyi Retno
kembali. Bayi besar sendiri yang kini benar-benar
berubah sikapnya dongakkan kepala, menatap Nyi
Retno MantiIi. Wiro pegang lengan Nyi Retno. "Usap 108 | B a y i T i t i s a n
Nyi Retno, usap kepalanya. Sesudah itu kita akan
meninggalkan tempat ini. "
Nyi Retno Mantili akhirnya ulurkan tangan kanan.
Telapak tangan diletakkan di atas rambut bayi raksasa lalu dia mengusap satu
kali. Saat itu juga terjadi satu keanehan. Nyi Retno Mantili terpekik. Wiro dan
Datuk Rao keluarkan seruan tertahan. Bayi besar yang me-nyeramkan itu begitu
diusap satu kali kepalanya oleh Nyi Retno Mantili tiba-tiba berubah kembali
menjadi bayi sebesar aslinya yakni Ken Permata seusia kurang dari dua tahun.
Gigi besar dan taring di dalam mulutnya lenyap! Begitu berubah bayi ini langsung
menangis. Dua tangan diulurkan ke arah Nyi Retno
Mantili. Nyi Retno bersurut mundur.
"Nyi Retno, bayi itu suka padamu. Dia minta di-gendong." kataWiro.
"Aku tak mau menggendongmu! Kau bukan Kemuning! Kau bukan anakku!" Kata Nyi Retno pula.
"Nyi Retno, gendonglah barang sebentar. Sampai dia berhenti menangis.
Kelihatannya dia suka padamu, juga suka pada Kemuning..." Berkata DatukRao.
"Aku tidak mau. Aku takut Kemuning marah... "
"Tidak, Kemuning tidak akan marah. Malah Iihat.
Kemuning ingin menciumnya..." Wiro lalu menarik boneka kayu yang dipegang Nyi
Retno Mantili dan
menempelkan wajah boneka kayu itu di pipi Ken
Permata. "Nah, apa kataku! Kemuning tidak marah.
Lihat, Kemuning malah tertawa-tawa."
Nyi Retno Mantili tersenyum.
"Boneka ini lucu juga. Siapa namanya?" Tanya Nyi Retno.
"Dia bukan boneka. Dia manusia sungguhan. Namanya Ken Permata. Bayi cantik. Milikmu..."
"Milikku?"
109 | B a y i T i t i s a n
"Benar Nyi Retno. Dia milikmu. Apakah kau mau membawanya serta ke tanah Jawa?"
Nyi Retno menggeleng. "Tidak. Nanti merepotkan saja..."
"Dia anak baik. Dia akan jadi teman bermain Kemuning. Sekarang gendonglah.
Sebentar saja..."
"Dia cengeng! Dari tadi menangis terus."
"Itu karena dia kepingin kau gendong, Nyi Retno."
kata Datuk Rao.
Wiro gendong bayi kecil Ken Permata lalu diulurkan pada Nyi Retno Mantili. Nyi
Retno diam saja. Tapi
matanya menatap wajah bayi cantik yang menangis
itu. Sepasang mata mereka saling beradu pandang.
Sepasang mata ibu dan anak. Nyi Retno sisipkan boneka kayu ke punggung pakaiannya. Lalu perlahan-lahan perempuan ini ulurkan tangan.
"Aku tak mau menggendong lama-lama. Aku akan
menggendong sebentar saja." Ucap Nyi Retno Mantili.
Begitu si bayi berada dalam dukungan Nyi Retno
Mantili, satu cahaya hitam melesat keluar dari tubuh Ken Permata.
"Roh titisan meninggalkan tubuh bayi itu..." bisik Datuk Rao pada Wiro.
"Kekuatan kasih sayang sang Ibu memusnahkan semua kejahatan yang ada dalam
tubuh bayi itu..."
"Tapi apakah Nyi Retno bisa kembali waras. Bisa menyadari kalau Ken Permata
adalah anak kandungnya?"
"Kita tunggu saja. Aku merasa sesuatu akan terjadi..." jawab Datuk Rao Basaluang
Ameh. "Bantu aku berdoa pada Yang Maha Kuasa."
Wiro dan Datuk Rao memperhatikan. Nyi Retno
Mantili yang tadi hanya mau mendukung si bayi sebentar saja kini ternyata masih terus mendekapnya
110 | B a y i T i t i s a n
sementara si bayi memeluknya sambil menangis. Dua
jantung saling balas berdetak. Dua aliran darah saling menggetarkan rasa. Ketika
Nyi Retno Mantili mengangkat kepalanya, Wiro dan Datuk Rao melihat bagaimana sepasang mata bening perempuan cantik
bertubuh mungil itu kini tampak berkaca-kaca.
"Nyi Retno, apakah kau sudah puas menggendongnya" Kalau sudah serahkan kembali bayi itu
padaku." Kata Datuk Rao pula yang sebenarnya ingin menjajagi hati dan perasaan
Nyi Retno Mantili.
"Aku masih ingin menggendongnya. Dia anak baik.
Hatiku merasa tenteram saat memeluknya. Siapa
nama bayi ini...?"
"Ken Permata," jawab Wiro.
"Bayi ini..." Nyi Retno usap wajah si bayi yang basah oleh air mata. "Bayi
ini..." Nyi Retno memandang ke arah Wiro. "Katamu dia bayiku. Anakku. Kau...kau
tidak dusta?"
"Tidak Nyi Retno, aku tidak berdusta."
Nyi Retno berpaling pada Datuk Rao. Orang tua ini
cepat berkata. "Aku juga tidak berdusta. Bayi bernama Ken Permata itu adalah
anak yang lahir dari rahimmu dan pernah lenyap sewaktu diselamatkan oleh pembantumu..."
"Nyi Retno, coba kau perhatikan." Kata Wiro pula.
"Cantiknya bayi itu sama dengan cantiknya wajahmu.
Hidung, alis serta bibirnya juga sama denganmu..."
Nyi Retno terdiam. Diam memandang ke arah kejauhan seperti coba merenung. Perlahan-lahan ingat-an masa silam sedikit demi
sedikit muncul membayang dalam benaknya. Namun memang tidak mudah mengembalikan kewarasan seseorang yang pernah hilang dan telah menderita selama hampir dua
111 | B a y i T i t i s a n
tahun hanya dengan cerita walau saat itu dia melihat sendiri sang bayi.
"Lalu Kemuning?"
Wiro menggaruk kepala. Saling pandang dengan
Datuk Rao. "Kemuning saudara Ken Permata. Keduanya sama-sama anakmu, Nyi Retno." Datuk Rao yang bicara.
"Jadi aku punya dua anak?"
"Betul..." jawab Wiro.
"Dua-duanya perempuan?"
"Betul.." Menyahuti sang Datuk.
"Dan kau ayahnya juga" Ayah Kemuning dan ayah Ken Permata?"
Wiro menggaruk kepala. "Benar, aku ayah mereka..." "Aku punya dua anak... Aku gembira..." Nyi Retno tertawa sebentar lalu menangis.
Wajahnya berubah
tidak seperti biasa. Pandangan matanya juga kini lain.
Suara dan nada ucapannya jauh berbeda.
"Ya Allah, turunkan rakhmatmu. Beri kesembuhan pada perempuan ini," ucap Datuk
Rao dalam hati sambil mengucapkan istigfar berulang kali.
"Wiro, aku mau membawa anak-anakku pulang ke
tanah Jawa. Aku, aku juga ingin melihat Sandaka.
Akan aku katakan padanya kalau aku sebenarnya
punya dua anak. Ken Permata dan Kemuning. Dulu
dia hanya tahu kalau aku cuma punya satu orang
anak. Kemuning ini..." Nyi Retno lalu mengambil boneka kayu yang disisipkannya
di punggung pakaian.
Lama dia menatap boneka kayu itu sementara air mata jatuh bercucuran. Boneka
kayu kemudian dicium
berulang kali. "Wiro, Nyi Retno belum sembuh sempurna. Tapi
wajah, sikap serta bicaranya menunjukkan sudah
112 | B a y i T i t i s a n
jauh berubah. Kau harus segera membawanya ke tanah Jawa. Bawa dia pulang ke tempat kediamannya.
Jika dia melihat semua benda atau tempat, apa saja yang ada di masa lalunya,
kiranya itu akan membawa kesembuhan yang lebih cepat dalam dirinya."
"Saya akan melakukan apa yang Datuk katakan.
Bisakah saya membawa mereka sekarang juga" Saya
butuh bantuan sahabat Datuk Rao Bamato Hijau..."
Baru saja Wire mengucapkan kata-kata itu harimau
putih bermata hijau segera mendatangi lalu rundukkan tubuh di depan Wiro dan Nyi Retno Mantili.
GUBUK tua dalam rimba belantara tak jauh dari
jurang batu pualam. Manusia Paku Sandaka terbaring di lantai gubuk, ditemani
Denok Tuba Biru.
"Aku mendengar suara sesuatu melayang di udara.
Mendatangi ke arah gubuk ini..." kata Sandaka. Baru saja dia berucap tiba-tiba
ada sahutan. "Sahabat, kami memang sudah sampai di sini!"
Lalu seekor harimau putih besar muncul, menggereng perlahan di depan gubuk, ditunggangi Wiro, Nyi Retno Mantili, Ken Permata
dan boneka kayu Kemuning. Tentu saja Sandaka dan si gembrot Denok
Tuba Biru merasa gembira. Ternyata Wiro dan Nyi
Retno hanya pergi kurang dari dua hari.
"Sahabat berdua, aku gembira bisa bertemu lagi dengan kalian. Bagaimana keadaan
kalian?" Sandaka
dan Denok Tuba Biru terheran-heran. Ada perubahan
pada diri perempuan mungil ini.
"Sakit pada punggungku sudah jauh berkurang.
Jika dipaksakan rasanya aku sudah bisa duduk..."
Jawab Sandaka. 113 | B a y i T i t i s a n
"Bayi cantik ini, apakah dia yang bernama Ken Permata?" tanya Denok Tuba Biru
sambil mengusap pipi merah si bayi.
Yang menjawab Nyi Retno sendiri. "Benar, dia
anakku. Sekarang aku punya dua anak. Ken Permata
dan Kemuning."
Sandaka tertawa. Berpaling ke arah Wiro dan
memberi isyarat agar Wiro mendekat. Lalu Sandaka
berbisik. "Apakah Nyi Retno mengalami kesembuhan setelah bertemu bayinya?"
Wiro mengangguk dan diam-diam merasa sedih
karena dengan kesembuhan Nyi Retno berarti pakupaku yang ada di kepala dan tubuh Sandaka tidak
dapat dilenyapkan.
"Sekarang otaknya sudah waras, tidak gila lagi?"
Sandaka bertanya lagi ingin meyakinkan.
"Benar," jawab Wiro.
"Aku bersyukur..."
"Sandaka walau aku gembira ada kesembuhan
pada diri Nyi Retno Mantili, tapi aku sedih mengingat keadaan dirimu. Berarti
syarat untuk melenyapkan
tiga puluh paku di tubuhnya tidak mungkin dilaksanakan. Tapi biar semua kita serahkan pada Yang
Kuasa Gusti Allah."
"Aku juga sudah pasrah. Ini semua sudah kehendak Yang Kuasa. Sudahtakdir..."
"Tapi bagaimana kalau aku bicara dulu dengan Nyi Retno Mantili. Lalu menanyakan
padanya apakah dia
masih bersedia nikah denganmu?"
Sandaka tertawa."Waktu tidak waras saja dia tidak mau nikah denganku. Apa lagi
setelah waras, Kau ini mau membanyol yang tidak-tidak saja."
114 | B a y i T i t i s a n
"Kau tunggu saja di sini. Aku akan menemuinya.
Aku akan bicara dulu dengannya. Kau berdoa saja di sini..."
"Kalau ada Malaikat mendengar ucapanmu, Malaikat pasti tertawa." Kata Sandaka pula.
"Ssttt. Jangan sebut-sebut Malaikat. Setahuku Malaikat itu tidak pernah tertawa.
Tapi mampu memberikan rakhmat pada manusia. Nah, kau tunggu
di sini..."
Wiro lalu membawa Nyi Retno Mantili keluar gubuk.
Keduanya bicara cukup lama. Ketika akhirnya Wiro
masuk kembali ke dalam gubuk bersama Nyi Retno
Sandaka berusaha tenang walau hatinya sebenarnya
sangat cemas. Apalagi dilihatnya Wiro berulang kali menggelengkan kepala.
Sesaat kemudian Wiro, Nyi Retno Mantili yang
menggendong Ken Permata dan membawa boneka
kayu, serta Tuba Biru sudah duduk di samping Sandaka. Wiro mengusap wajah berulang kali, menggaruk kepala tiada henti, menambah
kecemasan yang ada
dalam diri Sandaka.
"Sahabatku," Wiro mulai bicara. "Aku hanya melakukan apa yang aku bisa. Selebih
dari itu semuanya berada di tangan Gusti Allah."
Sandaka merasa benar-benar putus harapan. Dia
menatap ke atap gubuk. Berusaha mengendalikan perasaan hingga tubuhnya bergetar dan dadanya turun
naik. "Aku mengerti Wiro, kau sahabat baik. Aku sangat berterima kasih padamu. Manusia
tidak bisa menolak kehendak Yang Kuasa." Berucap Sandaka dengan
suara bergetar.
"Benar sahabatku. Manusia tidak bisa menolak
kehendak Yang Kuasa." Jawab Wiro. Lalu dia berpaling 115 | B a y i T i t i s a n
pada Nyi Retno Mantili. "Nyi Retno, sampaikan pada sahabatku Sandaka apa yang
hendak kau katakan."
Nyi Retno Mantili usap kepala boneka kayu lalu
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membelai rambut Ken Permata. Matanya kemudian
menatap ke arah Sandaka. Tapi mulutnya tidak
mengeluarkan ucapan apa-apa.
Wiro jadi garuk kepala.
"Nyi Retno. Kau sudah berjanji tadi. Sekarang katakan saja..."
Setelah masih diam beberapa lama akhirnya Nyi
Retno Mantili berkata.
"Sandaka, aku bersedia dinikahkan dan menjadi istrimu."
Kejut Manusia Paku Sandaka Arto Gampito bukan
alang kepalang. Si gembrot Denok Tuba Biru terperangah. Saking kaget dan juga gembiranya Sandaka
tiba-tiba berteriak keras. Lupa akan sakit di punggungnya pemuda ini melompat ke
atas hingga menjebol atap gubuk. Ketika dia menjejakkan kaki di halaman, tiga puluh paku yang
menancap di kepala,
wajah serta sekujur tubuhnya telah lenyap! Kuasa
Tuhan memang di atas segala-galanya. Walau Nyi
Retno Mantili kini sudah berubah menjadi orang waras namun keikhlasannya untuk
bersedia menjadi istri
Sandaka membuat pemuda ini tetap mendapat kesembuhan. Perlahan-lahan Sandaka jatuhkan diri berlutut lalu bersujud di tanah. Mulutnya
berucap. "Terima kasih Gusti Allah. Terima kasih atas pertolongan-Mu hingga saya
mendapatkan kesembuhan.
Saya berjanji akan mengasihi dan menjaga baik-baik istri saya, Nyi Retno
Mantili. Saya berjanji akan me-nyayangi dua anaknya, Ken Permata dan boneka kayu
Kemuning..."
116 | B a y i T i t i s a n
Pada saat Sandaka jatuhkan diri berlutut, Nyi
Retno Mantili cepat-cepat keluar dari dalam gubuk
yang atapnya sudah jebol. Wiro segera mengikuti. Tapi Denok Tuba Biru cepat
memegang tangannya.
"Wiro, sekarang giliranku untuk mengatakan
bahwa aku bersedia kau nikahi dan menjadi istrimu..."
"Apa"!" Dua mata Pendekar 212 mendelik besar.
Si gembrot Denok Tuba Biru tertawa gelak-gelak
lalu enak saja merangkulkan dua tangannya ke bahu
sang pendekar hingga bulu ketiaknya yang lebat ber-sembulan menyentuh leher
Wiro, membuat murid
Sinto Gendeng merinding kegelian!
TAMAT Episode Selanjutnya:
KUPU-KUPU GIOK NGARAI SIANOK
Silahkan pembaca mengikuti kisah selanjutnya dalam jalinan cerita dimulai dengan
judul: KUPU-KUPU GIOK NGARAI SIANOK
E-book By : cahsableng212
Book Source : abdulmadjid (begawan alfarizy)
Scan By : abdulmadjid (begawan alfarizy)
Cover By : Grafity Ebooks
Upload By : cahsableng212
Template : kiageng80 117 | B a y i T i t i s a n
Sudah pernahkah anda membaca:
SATRIA LONCENG DEWA-Dia dilahirkan dari
ayah seorang Pangeran BUNGA BANGKAI dan ibu
yang menyerupai Dewi Loro Jonggrang. Tetapi
anehnya mereka sebagal suami isteri yang tidak
pernah bertemu secara nyata.
Bagaimana ini dapat terjadi?""
Silakan anca can dan baca bukunya???!!!!!!!!!
118 | B a y i T i t i s a n
Document Outline
165. Wiro Sableng - Bayi Titisan cover
165. Wiro Sableng - Bayi Titisan isi
165. Wiro Sableng - Bayi Titisan Back
Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya 4 Pendekar Naga Putih 18 Dewi Baju Merah Hati Budha Tangan Berbisa 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama