11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 20
mendahului pembicaraan antara Rara Wulan dan kedua orang tuanya. Karena itu, maka Ki
Lurahpun justru seakan-akan menunggu.
Baru beberapa saat kemudian Rara Wulan berkata - Ayah. Sebaiknya aku tidak berada
dirumah ini. Ada beberapa kemungkinan buruk dapat terjadi. - Jika kau tidak berada dirumah ini, kau akan berada dimana" Rumah ini bagimu adalah
tempat yang paling baik. Tempat yang paling aman karena disini ada ampat orang yang
telah aku upah untuk melindungi rumah ini dengan segala isinya. - berkata ayahnya.
- Aku akan berada dirumah kakek - jawab Rara Wulan - dirumah kakek tentu lebih
aman. Kakek adalah seorang prajurit. Bahkan pernah menjadi pemimpin Pasukan Khusus
Mataram di Tanah Perdikan. - Tetapi kakekmu hanya seorang diri. Ingat, ayah anak muda ini adalah seorang yang
kaya raya. Ia dapat mengupah orang lain untuk melakukan sesuatu terhadapmu dan
terhadap kakekmu. -berkala ayahnya.
- Nah, iapun akan dapat mengupah lebih dari ampat orang untuk berbuat jahat
terhadapku disini. Mungkin jika ayah ada dirumah orang-orang itu tidak akan berani
berbuat sesuatu. Tetapi jika ayah tidak ada" -bertanya Rara Wulan.
Ayahnya mengerutkan keningnya. Tetapi ia bertanya - Disini kau dijaga oleh ampat
orang. Bukankah itu lebih baik dari hanya kakekmu seorang" Bukankah pada satu hari
kakekmu juga mempunyai keperluan sehingga kau harus ditinggalkan seorang diri
dirumah" Mungkin karena kakekmu seorang prajurit maka ia akan dapat melindungimu.
Tetapi jika kakekmu tidak ada dirumah" Jawab Rara Wulan tidak diduga-duga - Aku akan ikut kakek ke Tanah Perdikan
Menoreh. Kakek berada dibarak Pasukan Khusus yang dipimpin oleh kakang Agung
Sedayu. Dengan demikian, maka aku tidak hanya akan dilindungi oleh ampat orang, tetapi
oleh satu pasukan, bahkan Pasukan Khusus. - Tetapi .................... - potong ayahnya.
- Jangan takut terhadap prajurit-prajurit itu ayah - sahut Rara Wulan - mereka tidak
akan berani berbuat sesuatu terhadapku, karena kakang Glagah Putih adalah adik sepupu
kakang Agung Sedayu dan aku adalah cucu Ki Lurah Branjangan. Ki Tumenggung berpikir sejenak. Ketika ia berpaling kepada isterinya, maka katanya Sebaiknya apa yang kita lakukan Nyai" -Ibunya termangu-mangu sejenak. Tetapi iapun
bertanya - Apakah bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh anak muda itu cukup mencemaskan
kakang" - - Nampaknya memang demikian. Meskipun anak muda itu -dapat mengalami akibat
buruk. Aku dapat berbuat sesuatu, sehingga ia terusir dari pekerjaannya. Tetapi
pekerjaannya itu nampaknya tidak begitu penting baginya, justru karena ayahnya seorang
berpangkat dan kaya raya yang harus aku perhitungkan juga. Mungkin aku harus
menghadapi sikap ayahnya dilingkungan tugasku diistana. Apalagi ayahnya seorang yang
mempunyai banyak uang untuk melakukan apa saja yang diinginkannya - berkata Ki
Tumnggung Purbarumeksa. - Jika demikian, apakah sebaiknya Wulan kita titipkan saja kepada kakeknya agar
disembunyikan di Tanah Perdikan Menoreh -berkata ibunya.
- Aku tidak perlu bersembunyi ibu - sahut Rara Wulan.
- Jadi apa artinya jika kau berada di Tanah Perdikan" - bertanya ibunya.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Rasa- rasanya tidak pantas untuk
menyembunyikan diri, takut ancaman seseorang.
Tapi Rara Wulan memang tidak mempunyai istilah lain, sehingga iapun akhirnya
mengangguk sambil berkata - Ya. Menyembunyikan diri. Sebelum ayahnya menjawab, maka Ki Lurah Branjanganpun berkata - Baiklah. Besok
aku akan membawa Rara Wulan. Pagi-pagi kawanku akan singgah di rumah ini. Aku akan
bersamanya membawa Rara Wulan untuk menyingkirkan diri dari kemungkinan buruk
yang dapat terjadi disini. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan
gadis itu. - Kedua orang tua Rara Wulan mengangguk-angguk. Dengan nada rendah ayahnya
berkata - Aku merasa bersukur bahwa Rara Wulan dapat segera datang. Aku sudah
menunggunya cukup lama, sehingga aku menyusulnya ke Tanah Perdikan. Aku merasa
wajib memberitahukan hal ini agar ia berhati-hati. Aku merasa cemas bahwa tiba-tiba saja
ia telah disergap oleh bencana yang akan dapat menghancurkan masa depannya. - Aku sependapat dengan Rara Wulan - berkata Ki Lurah - ia akan berada ditempat
yang aman. - Namun dalam pada itu, malampun menjadi semakin malam. Tetapi mereka yang
sedang berbincang itu masih mempersoalkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat
terjadi. Dalam pada itu, tiba-tiba saja pintu pringgitan diketuk orang. Semakin lama semakin
keras. - Siapa" - bertanya Ki Tumenggung.
- Tentu Teja Prawara - desis isterinya.
Ketika Rara Wulan bangkit untuk membukakan pintu, ayahnya mencegahnya - Biar aku
saja. - Rara Wulan tidak jadi bangkit berdiri. Ayahnyalah yang kemudian melangkah menuju
kepintu pringgitan. Hal itu tidak luput dari perhatian Ki Lurah Branjangan. Meskipun bukan hal yang
penting, tetapi Ki Lurah dapat menangkap kegelisahan ayahRaraWulan menanggapi
keadaan. Bagaimanapun juga ki Tumenggung Purbarumeksa itu menjadi cemas tentang
keselamatan anak gadisnya.
Ketika Ki Tumenggung membuka pintu, sebenarnyalah yang muncul adalah Teja
Prabawa dengan busur dan endong anak panah yang telah kosong.
Sambil menarik nafas dalam-dalam Ki Tumenggung bertanya - Apa yang kau dapatkan
dengan perburuanmu yang hampir sehari semalam" - Aku sudah lama kembali dari perburuan. Sebelum senja - jawab Teja Prabawa.
- Lalu kemana kau selama ini" - bertanya ayahnya.
- Duduk-duduk diujung lorong bersama kawan-kawan - jawab Teja Prabawa.
- Sejak sebelum senja" - desak ayahnya.
- Ya, sejak sebelum senja - jawab Teja Prabawa.
- Kau sudah menjadi semakin sering mengatakan yang tidak sebenarnya, Teja. Apakah
kau tidak menyadari, bahwa dengan demikian, maka kepercayaanku atasmu menjadi
semakin tipis, sehingga pada suatu saat akan habis sama sekali. - berkata ayahnya.
- Silahkan saja ayah. Tetapi aku tidak berbohong - jawab Teja Prabawa. - Silahkan
bertanya kepada kawan-kawanku, - Kawan-kawanmu berburu" - bertanya ayahnya.
- Ayah selalu mencurigai aku. Terserah kepada ayah - jawab Teja Prabawa sambil
melangkah pergi. - - Tunggu - ayahnya mencegahnya - aku ingin berbicara sedikit saja Teja. - Aku masih letih ayah. Aku ingin beristirahat. Dadaku terasa sakit. Lambungku
mungkin bengkak. Dihutan kepalaku membentur dahan yang terlalu rendah dan tidak aku
lihat. - berkata Teja Prabawa.
- Apamu yang sakit " Kenapa tidak kau katakan sebelum kau pergi hampir sehari
semalam " Apa sebenarnya yang kau dapatkan dengan tingkah lakumu itu Teja " Kau
tidak pernah mendapat binatang buruan apapun. Kau tidak berbuat sesuatu untuk
menganyam masa depanmu. Setiap orang pada masa ini harus bekerja keras, justru saat
Mataram membentuk dirinya. Tanpa kerja keras maka orang akan tersisih dari derap
majunya kehidupan ini. Kau harus berbuat sesuatu untuk dirimu sendiri, berwawasan
masa depan. Bukan sekedar menuruti kesenanganmu saja. Karena kesenanganmu
sekarang hanya berarti bagimu sekarang. Tetapi tidak berarti bagimu kelak. - berkata
ayahnya. - Aku sudah mengerti ayah. Tetapi bukankah wajar jika sekali-sekali aku pergi bersamasama
dengan beberapa orang kawan mengendapkan kesibukan sehari-hari " Aku juga
perlu beristirahat ayah. Berburu bagiku merupakan suatu kesempatan untuk melupakan
kesibukan-kesibukan, kejengkelan-kejengkelan dan bahkan tekanan-tekanan dalam
hidupku. Jika aku tidak mengisi semuanya itu dengan selingan yang cukup, aku akan
dapat menjadi gila. - jawab Teja Prabawa.
- Selingan " Apa arti selingan " Sebulan tiga puluh kali itukah yang kau maksud dengan
selingan " - bertanya ayahnya.
- Bukankah aku jarang-jarang berburu ayah " Kapan aku pergi berburu " - bertanya
anaknya. - Kemarin, kemarin lusa. Dua hari yang lalu, tiga hari yang lalu. - jawab ayahnya.
Teja Prabawa menjadi tegang. Ketika ia memandang Rara Wulan yang duduk disebelah
ibunya tiba-tiba saja berkata - Nah, ternyata kau pulang Wulan. Aku tahu sekarang
kenapa ayah marah-marah padaku. Menganggapku anak yang bengal, tidak tahu diri dan
selalu melakukan pekerjaan sia-sia. Sementara itu, kawan-kawanku menunjukkan
kejantanannya sebagai seorang kesatria Mataram sejati dengan menunjukkan
kemampuannya di medan perburuan. - Kenapa kakangmas membawa-bawa namaku " - bertanya Rara Wulan.
- Kau anak terpenting dirumah ini - jawab Teja Prabawa.
- Omong kosong - bantah Rara Wulan.
- Teja - potong ayahnya - adikmu juga selalu mengatakan demikian. Adikmu selalu
mengatakan bahwa aku terlalu memanjakanmu. Adikmu mengatakan bahwa kau anak
terpenting dirumah ini. Anak laki-laki yang akan mampu memanggul orang tuanya tinggitinggi
dan kelak mengubur dalam-dalam. Sedangkan anak perempuan tidak lebih musuh
mungging cangklakan. Nah, aku senang kalian mengatakan demikian. Itu pertanda bahwa
aku telah berbuat adil. Kalian menganggap aku telah menganggap yang lain terpenting.
Yang aku tidak senang adalah bahwa kalian menganggap bahwa kata-kataku sudah tidak
berarti bagi kalian. Seakan-akan aku tidak penting lagi hadir dalam kehidupan kalian. Wajah Teja Prabawa menegang. Tetapi ia tidak segera menjawab.
- Mandilah - berkata ayahnya - renungkan kata-kataku. Kau sudah cukup dewasa untuk
mengerti arti dari kehidupan ini selengkapnya. Hidup bukan sekedar mencari hiburan.
Tetapi justru menghadapi segala macam tantangan untuk diatasi. Tidak dihindari dan
justru berusaha untuk melupakannya dengan berbagai macam kesenangan. Sesudah
mandi, kami menunggumu untuk berbicara. Jangan segan, karena yang kami bicarakan
bukan kau. - Teja Prabawa tidak menjawab. Tetapi ia melangkah pergi sambil menyeret busurnya
dan melemparkan endong anak panahnya yang telah kosong.
Ambil - bentak ayahnya. Teja Prabawa masih melangkah. Sementara ayahnya membentak semakin keras Ambil. - Teja Prabawa memang berhenti. Sambil bersungut-sungut ia melangkah surut untuk
mengambil endong anak panahnya.
Ketika Teja Prabawa telah hilang dibalik pintu, maka Ki Tumenggung telah duduk lagi
bersama dengan mertuanya, istrinya dan anak gadisnya.
- Aku menjadi gelisah pula tentang Teja Prabawa - berkata Ki Tumenggung seharusnya ia sudah bekerja keras mempersiapkan masa depannya. - Aku sudah berusaha untuk selalu memberinya peringatan -desis ibunya - tetapi
agaknya masih belum didengarnya. Yang dapat aku lakukan hanyalah berdoa, semoga
pada suatu saat Yang Maha Agung berkenan menyentuh hatinya dengan Kasihnya yang
melimpah. - Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Baginya, Teja Prabawa memang terlalu
manja sehingga kedua orang tuanya harus tanpa jemu-jemunya memberikan peringatan
kepadanya bahwa hari-harinya akan menjadi semakin panas. Matahari akan menjadi
semakin tinggi. Sementara ayah dan ibunya akan merambah sisi Barat dari bulatan langit
luas, sehingga akhirnya akan tenggelam. Jika Teja Prabawa sendiri tidak dapat
mengemudikan Mataharinya, maka hari tentu akan menjadi kelam baginya setelah kedua
orang tuanya tidak akan ada disampingnya.
Tetapi Ki Lurah tidak akan membuat kedua orang tua Teja Prabawa semakin gelisah
menanggapi sikap kedua orang anaknya.
Dengan nada rendah, Ki Tumenggung itu berkata - Ayah. Sebagaimana ayah lihat,
meskipun anakku hanya dua, tetapi kepalaku cukup pening memikirkan mereka. Apalagi Ki
Rangga Citraganda. Anaknya dua belas orang. Ki Lurah tersenyum. Katanya - Orang tua memang harus sabar menghadapi tingkah
laku anak-anaknya. Mudah-mudahan anak-anak itu pada suatu saat akan mengerti,
bahwa kemampuan dan kesabaran orang tua itu ada batasnya. Jika secara jiwani orang
tuanya lemah, maka kemungkinannya akan dapat diperhitungkan. Umurnya akan menjadi
semakin pendek. - Ki Tumenggung hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti maksud Ki Lurah
Branjangan. Tetapi memang tidak mudah untuk mengendapkan perasaan.
Beberapa saat kemudian, Teja Prabawa yang telah selesai membenahi diri telah masuk
keruang dalam pula. Ketika dengan ragu-ragu ia duduk pula bersama dengan keluarga
yang lain, maka ibunyapun berkata - Makanlah dulu. Kami sudah makan. - Aku sudah makan dikedai - jawab Teja Prabawa.
Ibunya menarik nafas dalam-dalam.,Katanya sebaiknya hal itu jangan kau biasakan,
Teja. Aku tidak senang kau terlau sering makan diluar. Dirumah bagimu telah disediakan
makan secukupnya. Kenapa kau harus makan diluar " Teja Prabawa tidak menjawab. Iapun telah mendengar beberapa kali ibunya
mengatakan hal itu. Sementara itu, maka ayahnypun berkata - Teja Prabawa. Ada yang ingin aku
beritahukan kepadamu tentang adikmu. Ia adalah seorang gadis. Umurnya semakin
meningkat dan bahkan sudah memasuki usia dewasa sepenuhnya. Aku sendiri
sebebenarnya tidak begitu banyak mengikatkan diri pada umurnya. Tetapi kita masih
harus mendengarkan pendapat orang lain. Aku tidak ingin Rara Wulan disebut perawan
tua. - - Dan ayah akan menentukan hari pernikahannya - potong Teja Prabawa.
- Belum - jawab ayahnya - kami sedang berbincang tentang calon jodoh Rara Wulan. - Bukankah sudah jelas " Bukankah ayah telah menentukan " -bertanya Teja Prabawa.
- Adikmu tidak sependapat - jawab ayahnya.
- Kenapa ayah mendengarkan pendapatnya " - bertanya Teja Prabawa dengan nada
tinggi. - Bukankah yang akan menjalani Rara Wulan " - bertanya ayahnya pula.
- Aneh - berkata Teja Prabawa sambil mengerutkan dahinya -sebelumnya ayah tidak
pernah berkata seperti itu. Ya, sebelumnya aku belum pernah menyadari, bahwa pilihanku itu salah. - jawab
ayahnya. - Kenapa salah " - bertanya Teja Prabawa pula. Dengan singkat ayahnya mengatakan
apa yang telah dilakukan oleh anak muda yang diharapkan akan dapat menjadi menantunya
itu.Ayahnyapun juga mengatakan tentang sikap ayah anak muda itu tentang nilai-nilai
perkawinan. Karena itu, maka aku telah membatalkan semua pembicaraan sebelumnya, sebenarnya
sebelumnya akupun belum menyatakan satu kepastian. Tetapi aku memang condong
untuk mengiakannya. - berkata Ki Tumenggung.
Teja Prabawa mengangguk-anguk. Betapapun juga, ia memang sependapat dengan
ayahnya. Meskipun ia sering bertengkar dengan adiknya, bahkan kadang-kadang
keduanya benar-benar menjadi marah, tetapi Teja Prabawa juga tidak meyerahkan
adiknya kepada seorang yang tidak akan menghargai adiknya.
- Bagaimana pendapatmu " - bertanya ayahnya.
- Aku setuju - jawab Teja Prabawa singkat, karena ia tidak mau membuat adiknya
menjadi manja setelah ia bertengkar.
Ayahnyapun tidak bertanya lebih jauh lagi. Tetapi iapun kemudian berkata kepada Ki
Lurah Branjangan - Mudah-mudahan persoalannya menjadi cepat selesai. Akupun sudah
mengatakan dengan tegas sikapku. Akupun mengerti, bahwa dalam satu dua hari,
mungkin perasaan mereka masih terbakar. Tetapi setelah menjadi sepekan lewat
sebenarnya aku berharap bahwa mereka menjadi semakin tenang. Namun agaknya
harapan itu masih belum terpenuhi. - Agaknya sudah cukup baik jika untuk sementara Rara Wulan disingkirkan saja.
Kemudian, harus ada laki-laki yang segera melamarnya. Laki-laki yang dapat dipercaya
dan atas persetujuan Rara Wulan. - berkata kakeknya.
- Aku sependapat ayah - Ki Tumenggung mengangguk-angguk - jika hati Rara Wulan
memang telah bulat, serta ia yakin tidak akan salah pilih, maka akupun tidak berkeberatan
menerima kehadiran orang tuanya. Meskipun aku belum mengenal anak itu, tetapi aku
yakin bahwa ayah telah mengenalnya dengan baik. Apa yang luput dari perhatian Rara
Wulan, tentu akan dilihat oleh ayah- Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Ia
merasa masih tetap dibebani tanggung jawab atas Rara Wulan. Bukan saja keselamatannya,
tetapi juga tentang pilihannya.
- Baiklah - berkata Ki Lurah - aku akan melihat anak itu dari segala sudut. Sampai saat
ini aku belum pernah melihat cacat-cacatnya yang mendasar, tentu setiap orang
mempunyai cacat dan cela. Tetapi penilaian kita harus wajar. - Siapa anak itu " - bertanya Teja Prabawa.
Ki Lurah Branjanganlah yang menjawab - Glagah Pulih. - Anak pedesaan itu " - dahi Teja Prabawa berkerut " - anak petani, kotor dan
sombongnya menyentuh langit. Tetapi jawab Rara Wulan membuat jantung kakaknya berdenyut kencang. Katanya kakangmas, sejak aku masih remaja aku sudah bermimpi untuk mendapatkan jodoh
seorang laki-laki sederhana, petani miskin dan kotor tapi sombong. - Cukup - bentak Teja Prabawa - ternyata penglihatanmu juga dikaburkan oleh secuwil
wajah anak itu, karena memang hanya wajahnya yang kelihatan bersih. Wajah Rara Wulan menjadi merah. Tetapi ayahnya sudah membentak - Diam kalian.
Aku tidak memanggil kalian untuk bertengkar. Aku perlu pemecahan. Bukan justru
menambah pening kepalaku. Kedua orang anaknyapun diam. Keduanya menundukkan kepala mereka, meskipun
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali-sekali sempat juga saling memandang dengan sorot mata yang membuat
kemarahan. Sejenak kemudian, dengan nada berat Ki Tumenggung itu berkata - Seperti sudah aku
katakan ayah, aku tidak berkeberatan menerima orang tuanya. Tetapi Rara Wulan harus
yakin dulu, bahwa ia tidak akan dikelabuhi oleh anak muda pilihannya itu sebagaimana
aku. - - Nampaknya ayah tergesa-gesa - berkata Teja Prabawa.
- Tidak Teja Prabawa. Aku tidak tergesa-gesa. Aku telah membuat pertimbangan
sepanjang-panjangnya. Aku sudah menggulung dan membentangkannya. Apalagi
kakekmupun tidak berkeberatan. - jawab ayahnya.
- Tetapi ayah, barangkali ayah, belum tahu anak yang disebut
itu adalah anak Tanah Perdikan Menoreh. Ia bukan seorang yang mempunyai lajer
keturunan di Tanah Perdikan itu. Ia ikut kakak sepupunya dan melakukan pekerjaan apa
saja tanpa kedudukan yang pasti. Ia memang dekat dengan Ki Gede Menoreh. Tetapi
bukan karena ia orang kepercayaannya. Tetapi karena Glagah Putih itu salah seorang
pesuruh Ki Gede. - berkata Teja Prabawa.
- Jangan berpura-pura, Teja Prabawa - berkata kakeknya.
- Aku tahu apa yang kakek katakan - berkata Teja Prabawa -tentu kakek akan memuji
anak itu. Rajin bekerja dan tidak terlalu manja. - Ya - sahut Ki Lurah Branjangan - selebihnya, kakak sepupunya adalah Senapati yang
memimpin Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan. Sepupunya yang seorang lagi
adalah seorang Tumenggung yang menjabat sebagai Senapati dari pasukan di Jati Anom.
Glagah Putih sendiri adalah seorang anak muda yang berilmu tinggi, pernah menolong
Wirastama dari maut. - - Benar " - bertanya Teja Prabawa dengan heran.
- Bukankah kau pernah mandi di sebuah kolam yang berair pusaran " - bertanya Ki
Lurah Branjangan - pada saat Wirastama terhisap, maka tiba-tiba saja satu keajaiban
telah terjadi. Air pu saran itu telah dihempas oleh kekuatan yang tak diketahui sumbernya
sehingga airpun bagaikan diguncang oleh kekuatan yang sangat besar. Wirastama
selamat. Tetapi tidak seorangpun yang mengetahui, bahwa Glagah Putih yang telah
melakukannya. Glagah Putih telah memukul air pusaran itu dengan kekuatan ilmunya
sehingga nyawa Wirastama diselamatkan. Nah, jika kau sudah pernah mendengar hal itu,
maka biarlah hal ini didengar oleh ayanmu dan oleh ibumu. Betapa anak yang bernama
Glagah Putih itu bukan anak bengal dipinggir Kali Praga. Sedangkan kemampuannya
bukan hanya dapat dipergunakan untuk merusak, menyakiti orang lain, bahkan
membunuh. Tetapi dengan ilmunya itu ia mampu menyelamatkan orang lain. Wajah Teja Prabawa menjadi tegang. Sementara itu ayah dan ibu Rara Wulan menjadi
heran mendengar cerita Ki Lurah Branjangan tentang seorang anak muda yang bernama
Glagah Putih itu. - Teja Prabawa - berkata Ki Lurah Branjangan kemudian - aku
kira kau tentu sudah mengetahui kelebihan Glagah Putih. Tetapi apakah kau
mempunyai calon yang lain, yang kau anggap lebih baik dan Glagah Putih " Rara Wulan terkejut. Ia telah beringsut setapak. Tetapi untunglah, bahwa Teja Prabawa
menggelengkan kepalanya meskipun kakeknya dan kedua orang tuanya mengerti,
sebenarnya anak itu menjadi kecewa. Teja Prabawa tentu mempunyai kawan yang pernah
menyebut-nyebut Rara Wulan. Tetapi Teja Prabawa saat itu tidak berani melangkahi
keinginan orang tuanya untuk menjodohkan Rara Wulan dengan orang pilihannya.
Namun kemudian agaknya orang tuanyapun telah condong untuk menerima Glagah
Putih menjadi bagian dari keluarganya. Bahkan kakeknya telah memberikan tekanan
cukup berat untuk tidak menolaknya.
- Kakak sepupunya juga seorang Tumenggung - desis Teja Prabawa itu didalam
hatinya. Ia mencoba menghibur dirinya sendiri agar tidak menjadi kecewa oleh derajad
dan kedudukan anak muda yang bernama Glagah Putih. Bahkan iapun telah berkata
didalam hatinya pula - Ia sahabat Raden Rangga dimasa hidupnya. Aku harus selalu
mengingatnya itu. - Namun dalam pada itu, selagi pembicaraan keluarga Ki Tumenggung Purbarumeksa
mendekati kesepakatan, tiba-tiba saja seorang telah beringsut masuk keruang itu dari
pintu samping. - Ada apa " - bertanya Ki Tumenggung kepada salah seorang yang telah diupahnya
untuk menjaga rumah itu bersama dengan tiga orang kawannya.
Orang itu duduk beberapa langkah dari tempat duduk keluarga Ki Tumenggung itu.
Dengan nafas terengah-engah ia berkata - Ki Tumenggung, nampaknya ada orang-orang
yang tidak kita kehendaki akan memasuki halaman rumah ini. - Siapa " - bertanya Ki Tumenggung.
- Kami belum tahu dengan pasti. Tetapi kami sudah melihat ketidak wajaran atas
beberapa orang yang hilir mudik diluar regol halaman sambil memperhatikan rumah ini. jawab orang itu. - Hati-hatilah. Jangan sampai salah sangka. Jika orang itu
sama sekali tidak berniat buruk, tetapi kalian sudah menuduh me-reka demikian, maka
kita telah melakukan kesalahan. - berkata Ki Tumenggung Purbarumeksa itu.
Orang yang datang menemui Ki Tumenggung itu mengangguk-angguk. Namun ia
menjawab - Kami belum berbuat sesuatu kecuali mengamati mereka, Ki Tumenggung.
Jika kami memberikan laporan ini, hendaknya kita semua berhati-hati. - Terima kasih. Amati mereka, tetapi jangan salah langkah -pesan Ki Tumenggung.
Orang itupun kemudian beringsut meninggalkan ruangan dalam itu.
- Kau percaya akan laporannya " - bertanya Ki tumenggung kepada Teja Prabawa.
- Aku tidak jelas ayah - jawab Teja Prabawa.
- Jika kau berlama-lama diujung lorong, apakah kau tidak melihat seseorang atau
beberapa orang yang mencurigakan " - bertanya ayahnya pula.
Teja Prabawa tidak menjawab. Tetapi kepalanya telah menunduk.
Ki Tumenggung termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berdesis - Aku
memang merasa bahwa suasana malam ini kurang tenang. Mungkin karena persoalan persoalan yang kita bicarakan disini. Tetapi mungkin memang terjadi sesuatu. - Maksud kakangmas ada hubungannya dengan pembatalan pembicaraan kakangmas
tentang Rara Wulan " - bertanya Nyi Tumenggung.
- Ya. Aku menghubungkan setiap kegelisahanku dengan persoalan ini - jawab Ki
Tumenggung. Adalah diluar dugaan bahwa Rara Wulan tiba-tiba menyahut dengan suara bergetar Aku mohon maaf ayah. - - Tidak. Bukan maksudku menganggapmu bersalah Wulan. Bahwa kau menarik
perhatian anak-anak muda itu bukan suatu kesalahan, karena dalam hal ini kau tidak
sengaja melakukannya. Mungkin seorang gadis yang lain akan merasa bangga bahwa
dirinya menjadikan perhatian banyak anak-anak muda dan bahkan dengan
sengaja menjerumuskan anak-anak muda itu kedalam persaingan dan
perselisihan. Tetapi aku yakin kau tidak melakukannya. Bahkan kecantikanmu itu malahan
kau anggap sebagai beban - berkata ayahnya.
Rara Wulan tidak menjawab. Teja Prabawa memandanginya sekilas dengan sudut
matanya. Tetapi kemudian ia telah menunduk kembali.
Namun beberapa saat kemudian, ternyata pintu pringgitan rumah itu telah diketuk
orang. Tidak terlalu keras. Namun ketukan itu agaknya terlalu malam jika yang datang
seorang tamu. Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Laporan orang yang diupahnya untuk
menjaga rumah dan halamannya itu telah membuatnya gelisah.
- Kalian duduk saja disini - berkata Ki Tumenggung - aku akan menemuinya dipendapa.
- - Bersamaku - desis Ki Lurah.
Ki Tumenggung menjadi ragu-ragu. tetapi isterinya berkata -Biarlah ayah ikut
menemuinya. - - Baiklah - sahut Ki Tumenggung yang kemudian melangkah kepintu pringgitan diikuti
oleh Ki Lurah Branjangan.
Ketika pintu terbuka, maka Ki Tumenggung itu menarik nafas dalam-dalam. Yang
diduganya ternyata benar. Yang datang adalah beberapa orang yang bersangkut paut
dengan persoalan Rara Wulan. Anak muda yang hubungannya dengan Rara Wulan itu
dibatalkan telah datang dengan ayahnya yang kaya raya, serta beberapa orang
pengikutnya. Ki Tumenggung kemudian mempersilahkan mereka duduk di pringgitan. Beberapa
orang duduk melingkar diatas tikar yang telah dibentangkan. Namun beberapa orang yang
lain duduk di-tangga longkangan di sebelah pringgitan itu.
Hampir diluar sadarnya Ki Tumenggung memandangi orang-orang itu sambil
menghitung didalam hatinya.
- Semua sepuluh orang - tiba-tiba saja tamunya berkata.
- O - Ki Tumenggung terkejut. Namun ia segera berkata -Maaf. Mungkin masih ada
minuman panas untuk dua belas orang
terhitung kami berdua. - - Terima kasih - potong tamunya - kami tidak memerlukan minuman panas. - O - Ki Tumenggung mengangguk-angguk.
- Maaf Ki Sanak - berkata tamunya yang kaya raya dan berpangkat tinggi itu - aku
datang untuk menjelaskan persoalan. - Maksud Ki Tumenggung" - bertanya Ki Tumenggung Pur-barumeksa.
- Tentang hubungan antara anakku dengan anak Ki Tumenggung Purbarumeksa.
Bukankah Ki Sanak sekarang sudah diperkenankan mempergunakan nama itu" " jawab
tamunya. - Apa yang harus dibicarakan" " bertanya Ki Tumenggung Purbarumeksa.
- Anakku, Raden Antal. Bukankah pembicaraan kita tentang Antal dan Wulan sudah
matang" Kenapa tiba-tiba saja pembicaraan yang sudah matang itu kau batalkan begitu
saja" - bertanya ayah Raden Antal itu.
- Bukankah aku telah mengatakan alasannya. Raden Antal tentu sudah tahu. Apalagi
pembicaraan kita tentang kedua anak muda itu juga belum masak benar. - jawab Ki
Tumenggung Purbarumeksa. - Kau jangan mengada-ada Ki Tumenggung. Kau jangan menyakiti hati kami
sekeluarga. Apalagi beberapa orang sanak kadang serta tetangga-tetangga kami sudah
mengetahuinya. Sanak kadang kami dan tetangga-tetangga kami bukan sekedar Lurah
Prajurit seperti Ki Lurah Branjangan itu. Bukankah kakek Rara Wulan ini Ki Lurah
Branjangan" Sanak kadang kami adalah orang-orang berpangkat tinggi. Ayah Rara Wulan itu megerutkan dahinya. Orang itu memang seorang Tumenggung
yang mempunyai kedudukan lebih tua daripada dirinya. Tetapi tidak sepantasnya ia
menghinanya seperti itu. Meskipun demikian Ki Tumenggung Purbarumeksa itu masih berusaha untuk menahan
diri. Dengan sareh ia berkata - Bukan maksud kami sekeluarga menyakiti hati Ki
Tumenggung. Tetapi aku mempunyai alasan yang mapan. Anakku tidak mau dimadu. - Seharusnya kau tahu - jawab ayah Raden Antal itu - anakku
tidak akan menjadikan Rara Wulan isterinya untuk dimadu. Anakmu akan menjadi satusatunya
isteri utamanya. - - Aku tidak membedakan antara isteri utama dan selir - jawab Ki Tumenggung
Purbarumeksa - Bagiku perkawinan itu terjadi antara satu orang laki-laki dengan satu
orang perempuan. - - Jangan pura-pura tidak mengerti akan kekuasaan laki-laki dilingkungan kita - berkata
ayah Raden Antal - aku juga mempunyai tiga orang selir. Dan apakah kau tidak
mempunyainya" - - Kebetulan aku tidak, Ki Tumenggung - jawab Ki Tumenggung Purbarumeksa.
Tetapi ayah Raden Antal itu tertawa. Katanya - kau tentu ingkar karena disini ada
mertuamu. Tetapi sebaiknya kau berkata sejujurnya. - Aku berkata sesungguhnya - jawab Ki Tumenggung Purbarumeksa dengan suara yang
mulai berat - Ki Tumenggung jangan mengada-ada. - Omong kosong - geram ayah Raden Antal - kau tentu menganut cara yang lebih licik.
Perempuan-perempuan itu tentu kau jadikan triman dan kau berikan kepada pelayanpelayanmu
untuk mereka jadikan isteri mereka jika perempuan-perempuan itu
mengandung. - - Tidak Ki Tumenggung. Aku bukan jenis orang seperti itu. -jawab Ki Tumenggung
Purbarumeksa - Mungkin diantara kita berlaku kebiasaan seperti itu, atau mungkin lebih
licik lagi. Tetapi aku tidak. Dan akupun tidak senang hal seperti itu terjadi atas anakku. - Kau sekarang berkata tidak. Tetapi dalam waktu duapuluh tahun mendatang, akan
datang beberapa orang anak muda lembu peteng yang sebenarnya adalah anak-anakmu berkata ayah Raden Antal.
- Kita akan bertaruh untuk duapuluh tahun mendatang - berkata Ki Tumenggung
Purbarumeksa. - Aku tidak peduli - jawab orang yang kaya raya dan berpangkat tinggi itu - tetapi aku
tidak mau kau hinakan. Aku malu kepada tetangga-tetanggaku, kepada sanak kadangku
dan kepada kawan-kawan kita di istana. Karena itu, selagi belum terjadi sesuatu, aku
minta kau tidak menelan ludahmu kembali. Biarlah kedua anak kita
itu menemukan kebahagiaan hidup mereka. Bukankah orang tua akan merasa ikut
berbahagia jika anak-anaknya berbahagia" - Maaf Ki Tumenggung - jawab Ki Tumenggung Purbarumeksa - mungkin Raden Antal
akan dapat menemukan kebahagiaan, setidak-tidaknya kesenangan sementara setelah ia
mengawini anakku. Tetapi tidak demikian dengan anakku. Ketika ia mendengar bahwa
Raden Antal telah menikahi seorang gadis, maka ia menyatakan bahwa ia tidak akan
bersedia untuk menjadi isteri Raden Antal. - Aku sudah mengira bahwa kau akan mempergunakan alasan seperti itu. Tetapi aku
tidak percaya. Anakmu tentu tidak akan mengajukan alasan seperti itu. - jawab ayah
Raden Antal. - Anak perempuanku itu sekarang ada dirumah. Ia akan dapat mengatakannya sendiri
kepada Ki Tumenggung - jawab Ki Tumenggung Purbarumeksa - jika perlu aku akan
memanggilnya. - Tetapi ayah Raden Antal itu tertawa. Katanya - Kau kira aku tidak mengerti caramu
bermain dengan anakmu itu" Seandainya anakmu menerima anakku untuk menjadi
isterinya, ia tidak akan berani mengatakannya, karena kau tentu mengancamnya. Telinga Ki Tumenggung Purbarumeksa menjadi panas, iapun segera bangkit dan
melangkah ke pintu pringgitan. Sambil membuka pintu ia berkata kepada Rara Wulan Wulan. Kemarilah. Kau sudah berani menyatakan pendapatmu. Sekarang kau harus juga
berani mengatakannya. - - Maksud kakangmas" - bertanya isterinya.
- Biarlah Rara Wulan menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan dari Raden Antal atau
ayahnya tentang sikapnya. - jawab ayah Rara Wulan.
Rara Wulan memang menjadi ragu-ragu. Sementara Teja Prabawa berkata - Itu tidak
wajar ayah. Ia seorang gadis. - Kali ini aku merubah sikap dan kebiasaanku atas anak gadisku. Wajar atau tidak wajar
- jawab ayahnya. Rara Wulan yang sudah dibekali dengan kebiasaan-kebiasaan yang lain dari kebiasaan
gadis-gadis yang menginjak dewasa, memangtelah bangkit berdiri dan berdesis " Aku
akan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. "
Semuanya itu berlangsung cepat. Tidak ada yang sempat berpikir. Ibunya dan
kakaknya hanya dapat melihat Rara Wulan keluar lewat pintu pringgiitan.
Yang berada di pendapapun terkejut kecuali Ki Lurah Branjangan. Ia sudah mengira
bahwa cucu perempuannya itu akan berani menunjukkan dirinya. Tidak sekedar
bersembunyi dibalik tirai sen-tong kiri atau mencoba untuk mengintip keluar lewat celahcelah
dinding jika ada kesempatan.
Dengan tanpa ragu-ragu Rara Wulan melangkah menuju ke tempat beberapa orang
tamunya duduk. Demikian ayahnya duduk kembali diantara tamu-tamunya, maka Rara
Wulanpun telah duduk pula dibelakangnya.
Ketika matanya berpapasan dengan pandangan anak muda yang datang itu, hampir
diluar sadarnya Rara Wulan berdesis menyebut namanya sebagaimana dikenalnya sejak
kanak-kanak - Raden Arya Wahyudewa. Tetapi ayah anak muda itu berkata - Kau tidak usah memanggilnya dengan nama yang
sulit itu. Panggil anak muda itu kakangmas Raden Antal. - Kenapa" - tiba-tiba saja Ki Lurah Branjangan yang untuk beberapa saat berdiam diri
saja telah bertanya. - Ibunya lebih senang memanggil Antal, Sejak kecil ia memang lamban. Perlahan-lahan
dan tidak tergesa-gesa. Tetapi setelah dewasa nama Antal sebenarnya kurang sesuai lagi.
Ia bergerak cepat, tangkas dan cekatan. Ia ingin segala-galanya dengan segera
diselesaikan. Juga tentang pernikahannya dengan Rara Wulan. - jawab ayah anak muda
itu. Lalu katanya - Tetapi ia suka kepada nama panggilannya. Ki Lurah mengangguk-angguk. Desis - Semacam nama paraban. Ki Tumenggung itu tidak menjawab lagi. Katanya - Aku datang untuk mendapatkan
keputusan. Seandainya sebelumnya kami belum pernah mendapat janji kesediaan
keluarga Ki Tumenggung Purbarumeksa, maka aku kira sekeluarga tidak akan merasa
tersinggung. Tetapi sekarang kami akan mengalami banyak kesulitan
jika kami melangkah surut. - Tetapi bukankah dalam waktu dekat angger Raden Antal akan melangsungkan
pernikahannya" - bertanya ayah Rara Wulan.
- Jangan sebut-sebut itu lagi. Pernikahannya itu tidak dapat dipergunakan sebagai
alasan untuk membatalkan pembicaraan kita. Kami tidak akan memaksakan pernikahan
Antal dengan Wulan tergesa-gesa. - berkata ayah Antal itu - sekali lagi aku katakan,
pernikahan yang akan dilakukan beberapa hari lagi, tidak akan meng ecilkan arti
pernikahannya dengan Rara Wulan. Bahkan sama sekali tidak akan terpengaruh. Tidak
akan ada upacara apa-apa di per nikahannya beberapa hari lagi, selain berkumpul dengan
seluruh keluarga diruang dalam dan makan bersama-sama. Kemudian perempuan yang
dinikahi Antal akan kembali keruang dibelakang diantara para pelayan meskipun ia akan
mendapat bilik tersendiri. Ia akan tetap berada dibelakang tanpa hak sebagaimana
seorang is-teri. - - Tetapi ada satu yang harus diperhatikan - berkata ayah Rara Wulan - kasih dan cinta
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raden Antal akan terbagi. - Jangan mencari-cari alasan - tiba-tiba saja ayah Raden Antal membentak.
Ki Tumenggung Purbarumeksa benar-benar merasa tersinggung. Meskipun jabatan
orang itu lebih tua dari jabatannya, namun ia bukan lagi seorang pelayan yang pantas
melayaninya dengan kepala menunduk dan tanpa membantah melakukan tugasnya dibawah
hentakan-hentakan kasar. Sejenak kemudian, diluar sadarnya, Ki Tumenggung itu memandangi orang-orang yang
ada di pringgitan, termasuk yang duduk di tangga.
Tetapi sekali lagi Ki Tumenggung Purbarumeksa itu terkejut ketika tamunya itu berkata
- Semua sepuluh orang. Bukankah sudah aku katakan" Mereka bukan anak-anak yang
masih pantas bermain kejar-kejaran dibawah sinar bulan yang terang. Bukan anak-anak
yang pantas lagi bermain sembunyi-sembunyian. Mereka adalah orang-orang yang telah
kenyang makan pahit getirnya kehidupan. Ki Tumenggung Purbarumeksa mengangguk-angguk. Tetapi
ia kemudian menjawab - Sudah aku katakan, Rara Wulan ada dirumah sekarang. Ia
akan dapat memberikan jawaban. - Kau telah melanggar adat keluarga orang-orang berkedudukan di Mataram. Kau telah
membawa seorang perempuan dalam pembicaraan untuk menentukan masa depannya. jawab ayah Raden Antal. - Hari depan itu milik anakku. Bukan milikku. - jawab ayah Rara Wulan.
Namun wajah ayah Raden Antal itu menjadi merah. Katanya -Aku tidak memerlukan
jawaban dari seorang gadis. Aku memerlukan jawaban dari orang tuanya. Dari ayahnya. Namun orang-orang yang ada dipendapa itu terkejut lagi ketika Rara Wulan berkata Baik Uwa Tumenggung. Jika Uwa Tumenggung tidak mau mendengarkan jawabanku,
biarlah aku akan menjawab langsung kepada Raden Arya Wahyudewa. - Aku tidak mau
menjadi isterimu. Kau sudah akan kawin dengan seorang gadis. Mudah-mudahan kau
menemukan kebahagiaan dengan gadis itu. Jika kemudian raden akan menikahi aku,
maka hati gadis itu akan menjadi sangat sakit. Apalagi ia kemudian sadar akan tingkat dan
kedudukannya. Ia tidak lebih dari seorang perempuan yang justru akan terbelenggu oleh
nasib buruknya meskipun ia isteri seo rang Lurah Pelayan Dalam dan menantu seorang
Tumenggung Wreda. - - Cukup - bentak ayah Raden Antal. Dengan tatapan mata yang bagaikan menyala ia
berkata - Itukah anakmu Ki Tumenggung. Anak yang tidak tahu diri. Anak yang
kehilangan unggah-ungguh dan dengan deksura berani menyatakan pendapatnya dihadapan
calon suaminya. - - Aku sependapat dengan Ki Tumenggung - jawab ayah Rara Wulan - karena itu,
sebaiknya hubungan anak-anak kita dibatalkan. Mutlak. Ayah Raden Antal tidak segera mengetahui maksud Ki Tumenggung Purbarumeksa.
Karena itu, maka iapun bertanya -Apa maksudmu" - Aku sependapat bahwa Rara Wulan adalah seorang gadis yang deksura, tidak tahu
diri dan tidak mengenal unggah-ungguh.
Karena itu ia tidak pantas menjadi isteri anakmas Raden Antal. - jawab Ki Tumenggung
Purbarumeksa. Kemarahan ayah Raden Antal itu benar-benar telah membuat darahnya mendidih.
Karena itu maka katanya - Ki Tumenggung. Aku akan berkata langsung pada
persoalannya. Hari ini aku mendapat keterangan dari seseorang, bahwa anak gadismu itu
pulang bersama kakeknya dan seorang yang tidak dikenal. Tetapi orang itu telah pergi.
Karena itu, maka malam ini aku perlukan datang untuk menjemput calon menantuku.
Biarlah ia berada dirumahku sampai saatnya ia akan melangsungkan upacara
pernikahannya. Aku akan menyelenggarakan upacara besar-besaran disaat pernikahan
Raden Antal dengan Rara Wulan. Kita akan segera membicarakan hari-hari yang
menentukan jalan hidup kedua orang anak muda itu.
Jawaban Ki Tumenggung Purbarumeksapun tegas - Tidak Ki Tumenggung. Anak kita
tidak akan melangsungkan pernikahannya. Jelas" - Jadi kau benar-benar ingin menghina kami" - geram ayah Raden Antal.
- Sebenarnyalah aku yang harus merasa terhina. Sebenarnya aku tidak ingin
mengucapkannya. Tetapi Ki Tumenggung telah memaksa aku untuk mengatakannya jawab ayah Rara Wulan. - Kenapa aku telah menghinamu" - bertanya ayah Raden Antal.
- Kau ingin membiarkan anak gadisku, anak Ki Tumenggung Purbarumeksa dimadu
oleh Raden Arya Wahyudewa. Bukankah itu penghinaan" Anakku adalah gadis yang
sangat berharga bagiku. Ia tidak boleh dimadu dengan cara apapun juga. Itu sudah aku
katakan sebelumnya - jawab Ki Tumenggung Purbarumeksa.
- Jika demikian, untuk menghindarkan aib yang tercoreng di-kening, aku akan
mempergunakan caraku. Aku akan mengambil Rara Wulan. Sudah aku katakan, aku
datang dengan sepuluh orang. - berkata ayah Raden Antal itu dengan nada berat bersiaplah. Jika kau tidak ingin memberikannya, maka kami akan memaksa. - Sudah aku perhitungkan. Tetapi aku tidak akan menyerahkannya. - jawab Ki
Tumenggung Purbarumeksa - kita adalah
orang-orang yang tidak boleh gentar melihat tindak kekerasan. Apalagi dalam hal ini.
Aku sedang melindungi anakku. - Cukup - berkata ayah Raden Antal lantang. Lalu iapun memberikan isyarat kepada
orang-orangnya yang dengan sigap telah bangkit berdiri. Terutama yang duduk ditangga
pringgitan. - Marilah - katanya - kita datang tidak untuk mendapatkan semangkuk air panas. Tetapi
kita harus menutup malu yang dibuat oleh keluarga Ki Tumenggung Purbarumeksa. Ketika orang-orang itu telah bersiap, maka Ki Tumenggung Purbarumeksa telah melihat
pula ampat orang yang bekerja untuknya telah bersiap pula di halaman. Sementara itu,
Teja Prabawa ada pula diantara mereka. Dengan demikian, maka bersama Ki
Tumenggung dan Ki Lurah Branjangan, jumlah mereka menjadi tujuh orang.
- Tidak berselisih terlalu banyak - berkata Ki Tumenggung didalam hatinya, sementara
ia masih percaya bahwa orang-orangnya bukan orang-orang yang licik. Bahkan Teja
Prabawa yang sudah berguru pula dalam olah kanuragan, akan dapat membantunya
menyelamatkan adiknya meskipun setiap kali mereka selalu bertengkar.
Namun dalam pada itu, semua orang yang tegang itu terkejut.-Tiba-tiba saja Rara
Wulan bangkit berdiri ditempatnya sambil tertawa. Katanya disela-sela derai tertawanya Raden Arya Wahyu-dewa. Kenapa kau begitu cengeng seperti gadis kecil yang merajuk"
Nah, bukankah kau yang menginginkan aku" Kenapa kau tidak datang sendiri, menemuiku
dan bertanya tentang kesediaanku" Nah, bersikaplah seperti laki-laki. Aku akan bersedia
menjadi iste rimu jika kau mampu menangkap aku setelah mengalahkan aku dalam satu
perkelahian seorang melawan seorang. Semua orang menjadi tegang. Ki Tumenggung Purbarumeksapun menjadi tegang.
Tetapi Ki Lurah Branjangan justrutersenyum dan berkata kepada ayah gadis itu - Biarlah ia
menentukan sikapnya sendiri. - Tetapi ........................... ayahnya menjadi cemas.
Ki Lurah tidak menjawab. Ia justru berkata - Nah, kau dengar
tantangannya, Raden. Bukankah Raden seorang Lurah Pelayan dalam yang memiliki
tataran kemampuan seorang prajurit" Raden Antal menjadi tegang. Namun ayahnya bertanya kepada Rara Wulan - Kau
berkata sebenarnya" - Ya - jawab Rara Wulan - Uwa Tumenggung datang dengan alasan harga diri. Menutup
malu dan alasan-alasan yang setumpuk itu. Sekarang, biarlah Raden Arya Wahyudewa
juga menunjukkan harga dirinya sebagai seorang laki-laki. Ia harus mempunyai kelebihan
dari aku agar keluarga yang akan kami bangunkan kelak serasi. Bukan justru setiap aku
marah, aku memukulinya karena ia tidak mampu melindungi dirinya sendiri. -Kau memang perempuan liar - geram ayah Raden Antal. Dengan nada tinggi ia berkata
- Antal. Lakukan. Jika kau muak terhadap perempuan itu dan tidak menginginkannya lagi,
biarlah ia tahu bahwa ia tidak berharga bagimu. Kalahkan perempuan itu dan hinakan
sekehendak hatimu dihadapan hidung ayahnya yang sombong itu. Kau tidak
memerlukannya lagi. - Wajah Raden Antal memang menjadi merah. Ia benar-benar merasa terhina oleh
tantangan perempuan yang sebenarnya dicintainya itu. Tetapi Raden Antal memang sulit
untuk membedakan antara cinta dan nafsu. Karena itu, maka ia sama sekali merasa tidak
bersalah untuk meminang Rara Wulan meskipun beberapa hari lagi ia akan menikah
dengan perempuan lain, yang disebutnya sebagai isteri paminggir. Sedangkan Rara Wulan
baginya akan dianggapnya sebagai isteri utama.
Dengan demikian, maka Raden Arya Wahyudewa yang sejak kedatangannya hanya
berdiam diri saja, karena setiap kata-katanya telah diwakili oleh ayahnya itu berkata Baik. Sebenarnya aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk melawan seorang
perempuan. Tetapi tingkah lakunya sudah keterlaluan. Ia memang pantas untuk
mendapat peringatan. Ia mengira bahwa tantangannya akan diabaikan justru karena ia
seorang perempuan. Ia mengira bahwa tidak ada seorang laki-lakipun yang mau berkelahi
melawan seorang perempuan, karena jika seorang laki-laki mau berkelahi melawan
seorang perempuan maka ia akan dihinakan. Tetapi kali ini dihadapan saksi-saksi yang
melihat betapa perempuan itu telah menghinakan aku, tidak seorangpun akan
menyalahkan aku jika aku benar-benar akan melawanmu, mengalahkanmu dan menghi-nakanmu disini. Rara Wulan tersenyum. Ia memang ingin membuat Raden Antal marah. Dengan
demikian ia akan kehilangan sebagian dari pengamatan diri sehingga dalam perkelahian
yang sesungguhnya, kemarahannya akan merugikannya.
Dengan nada tinggi Rara Wulan berkata - Bagus Raden. Tunggulah. Aku akan berganti
pakaian. - - Pakaian apa" Kau akan melarikan diri" - geram Raden Antal.
- Sama sekali tidak. Aku tidak akan melarikan diri - jawab Rara Wulan yang tanpa
menghiraukan siapapun telah melangkah dengan cepat masuk keruang dalam.
- Wulan - ibunya yang cemas menyongsongnya.
- Jangan cemas ibu. Aku tidak mempunyai cara lain untuk menolaknya. Mudahmudahan
aku berhasil. - jawab Rara Wulan.
Ibunya tidak mencegahnya lagi ketika kemudian Rara Wulan masuk kedalam biliknya,
Beberapa saat kemudian, Rara Wulan telah keluar dengan pakaian khususnya sehingga
ibunya terkejut sambil bertanya - Pakaian apa yang kau pakai itu Wulan"- Khusus untuk menolak lamaran Raden Arya Wahyudewa. -jawab Rara Wulan.
Demikianlah, sejenak kemudian, maka Rara Wulanpun telah berada dipringgitan.
Semua orang mengumpatinya dengan kata-kata kasar.
Gadis itu ternyata berpakaian seperti seorang laki-laki sambil menjinjing pedang.
Namun pedang itupun kemudian diserahkannya kepada kakeknya sambil berkata - Bawa
pedangku kakek. Aku ingin menyelesaikan pembicaraan ini dengan tanganku. Raden Antal tidak sabar lagi. Iapun segera turun ke halaman sambil berkata - Semua
orang menjadi saksi. Bukan aku yang telah menantangnya. Tetapi perempuan itulah yang
mencari persoalan. Ia memang tidak pantas untuk menjadi isteriku. Ia hanya pantas untuk
menjadi perempuan liar. Rara Wulan tertawa. Katanya - Satu penilaian yang wajar.
Jadi untuk apa kau datang malam-malam kemari" Sekarang kau tahu, bahwa aku tidak
pantas menjadi isterimu. - Aku akan menebus aib yang telah dilontarkan oleh keluargamu atas keluargaku teriak Raden Antal marah sekali.
Rara Wulanpun telah turun ke halaman diikuti oleh ayahnya dan kakeknya. Sementara
itu ayah Raden Antal dan orang-orang yang datang bersama mereka telah berdiri
disekeliling arena. Sedangkan orang-orang yang telah diupah oleh ayah Rara Wulanpun
telah mendekat pula besama dengan kakak Rara Wulan Teja Prabawa.
Lampu minyak yang ada dipendapa ternyata telah menerangi halaman, sehingga kedua
orang yang sudah mempersiapkan diri itu dapat melihat lawan-lawan mereka meskipun
hanya dalam kere-mangan cahaya lampu yang lemah.
- Kau tunggu apa lagi - geram ayah Raden Antal - satu kesempatan bagimu untuk
menebus aib keluargamu. Perempuan itu benar-benar tidak pantas dihormati. Rara Wulan sadar. Jika ia benar-benar kalah, maka ia tentu akan diperlakukan
melampaui batas-batas kewajaran. Justru karena ia seorang perempuan.
Dalam pada itu, sebenarnyalah Ki Lurah Branjanganpun menjadi berdebar-debar. Ia
belum tahu tataran kemampuan Raden Antal. Tetapi menilik kedudukannya serta
namanya yang tidak banyak didengar orang, tentu ia seorang Lurah Pelayan Dalam
sewajarnya. Tidak lebih. Ki Tumenggung Purbarumeksalah yang benar-benar menjadi tegang. Tetapi ia tidak
sempat mencegahnya. Ia tidak pula mempunyai cara apapun yang dapat dipergunakan.
Karena itu, yang akan dilakukan adalah melindungi Rara Wulan apabila diperlakukan tanpa
menghiraukan tatanan yang berlaku dalam perkelahian itu. Tanpa tantangan yang
diberikan oleh Rara Wulan, maka pertempuran itupun tetap akan terjadi.
Namun bahwa Rara Wulan tiba-tiba menantang Raden Antal itulah yang telah membuat
Ki Tumenggung benar-benar menjadi bingung.
Sejenak kemudian maka Raden Antal dan Rara Wulan itupun telah berdiri berhadapan.
Keduanya telah bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan.
- Anak iblis - geram ayah Raden Antal melihat sikap Rara Wulan. Katanya didalam hati Agaknya anak itu benar-benar mampu menunjukkan beberapa unsur gerak olah
kanuragan. Tentu kakeknya yang mengajarinya, sehingga gadis itu benar-benar
mempunyai tingkah laku dan bekal hidup yang tidak sepantasnya bagi seorang gadis. Raden Antal sendiri juga melihat, betapa Rara Wulan mampu mempersiapkan diri
dengan baik. Namun bagaimanapun juga, menurut Raden Antal, Rara Wulan adalah
seorang gadis. Sejenak kemudian Raden Antal mulai menyerang. Betapapun kemarahan menghentakhentak
didadanya, tetapi ia tidak menyerang dengan sepenuh tenaga dan
kemampuannya. Tangannya bergerak berbareng dengan kakinya yang melangkah maju.
Dengan jari-jarinya yang merapat, Raden antal berusaha memukul bahu Rara Wulan.
Tetapi Rara Wulan dengan gerak yang sederhana bergeser kesamping. Namun yang
kemudian diluar dugaan adalah, bahwa Rara Wulan dengan cepat melenting, berputar
sambil mengayunkan kakinya.
Ayunan kaki Rara Wulan yang berputar itu benar-benar tidak diperhitungkan oleh
Raden Antal, sehingga kaki itu telah menghantam punggungnya.
Serangan Rara Wulan cukup keras. Raden Antal terdorong beberapa langkah maju.
Untunglah bahwa Raden Antal dengan sigap menguasai diri sendiri sehingga ia tidak jatuh
terjerembab. Meskipun demikian, yang terjadi itu benar-benar telah membuatnya semakin marah.
Beberapa orang yang berada disekitar arena itupun terkejut. Mereka tidak mengira bahwa
hal seperti itu akan dapat terjadi.
Raden Antal yang marah itupun segera memeprbaiki keadaannya. Dengan garangnya ia
telah menyerang. Tidak lagi dengan ragu-ragu atau sekedar menjajagi kemampuan
lawannya yang seorang perempuan itu. Tetapi ia benar-benar telah menyerang dengan
sepenuh hati. Rara Wulan juga telah bersiap. Ia sadar, bahwa Raden Antal tidak lagi sekedar
mencoba-coba. Karena itu, maka iapun telah meningkatkan kemampuannya pula.
Dengan demikian maka perkelahian itu menjadi semakin cepat Raden Antal yang marah
telah mengerahkan kemampuannya. Ia ingin dengan secepatnya menyelesaikan Rara
Wulan, sehingga ia benar-benar mengalahkannya dan menebus aib yang tercoreng
dikening. Tetapi tidak mudah untuk menundukkan gadis itu. Ternyata Rara Wulan mampu
bergerak dengan cepat. Apa yang telah dipelajarinya dari kakeknya, dari Sekar Mirah, dari
Glagah Putih dan kawan-kawannya benar-benar berarti saat itu.
*** JILID 267 PERKELAHIAN itu semakin lama menjadi semakin cepat Raden Antal yang tidak
menduga bahwa Rara Wulan benar-benar memiliki bekal olah kanuragan, telah
meningkatkan ilmunya. Ia tidak lagi terlalu berharap untuk dapat mengalahkan lawannya
dengan cepat. Tetapi Raden Antal mulai memperhatikan dan menjajagi kemampuan
lawannya. Gadis yang pernah dipinangnya untuk menjadi isterinya itu.
Sementara itu, Rara Wulanpun menjadi semakin mapan. Latihan-latihan yang berat
telah membentuknya menjadi seorang gadis yang kuat dan mampu bergerak cepat.
Petunjuk Sekar Mirah yang benar-benar telah dijalaninya sebagai laku serta
pengalamannya sebagai anggauta Kelompok Gajah Liwung, benar-benar telah mendukung
kemampuannya. Raden Antal yang telah meningkatkan ilmunya menjadi gelisah. Disaat ia hampir sampai
kepuncak kemampuannya, rasa-rasanya gadis yang dianggapnya liar itu masih sempat
tertawa dan berkata " Marilah Raden. Kita mulai bercanda. Mungkin untuk saat-saat
selanjutnya kita tidak akan sempat lagi melakukannya. "
- Tutup mulutmu perempuan liar" teriak Raden Antal.
Tetapi Rara Wulan benar-benar mampu bergerak cepat dan tangkas. Kakinya
berloncatan seperti tidak menyentuh tanah. Tangannya yang kadang-kadang
dikembangkan bagaikan sayap-sayap burung sikatan yang sedang menyambar bilalang.
Ki Tumenggung Purbarumeksa benar-benar bingung melihat kemampuan Rara Wulan.
Meskipun ia segera dapat menebak, bahwa itu adalah hasil tuntunan kakeknya, namun ia
tidak dapat membayangkan bahwa Rara Wulan mampu mencapai tataran ilmu sedemikian
jauh. Bahkan kadang-kadang diluar kemampuan akal Ki Tumenggung.
Sebenarnyalah Rara Wulan memang telah menunjukkan tataran yang cukup tinggi.
Dengan berlandaskan petunjuk Sekar Mirah, ia telah mengembangkan dasar-dasar ilmu
yang dipelajarinya dari kakeknya. Ketika Glagah Putih mulai ikut campur meningkatkan
ilmunya serta latihan-latihan yang diadakan di setiap saat dengan anggauta-anggauta
Gajah Liwung yang lain, terutama Sa-bungsari yang berilmu tinggi, maka kemajuan ilmu
Rara Wulan seakan-akan tidak terkendali lagi.
Ki Lurah Branjangan sendiri menjadi kagum melihat betapa cucunya itu mampu
berloncatan, seakan-akan tubuhnya tidak lagi mempunyai bobot. Kakinya bergerak
dengan cepat. Demikian pula tangannya. Baik kakinya maupun tangannya, berganti-ganti
telah terayun menyerang Raden Antal yang kadang-kadang justru kebingungan.
Ayah Raden Antal berdiri tegak, bagaikan mematung. Ia adalah seorang yang memiliki
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemampuan olah kanuragan, sebagaimana ayah Rara Wulan. Karena itu, maka iapun
mampu menilai tataran ilmu Rara Wulan dibandingkan dengan ilmu anaknya, Raden Arya
Wahyudewa. " Tentu kakeknya, yang bekas prajurit dari Pasukan Khusus itulah yang telah membuat
Rara Wulan benar-benar menjadi gadis liar " berkata ayah Raden Antal didalam hatinya.
Dengan demikian, maka kemarahan Ki Tumenggung itu telah tertuju kepada Ki Lurah
Branjangan. Namun Ki Tumenggungpun menyadari, bahwa Pasukan Khusus Mataram di Tanah
Perdikan adalah termasuk satu diantara pasukan Mataram yang terpilih. Karena itu, maka
orang tua itupun tentu memiliki ilmu yang tinggi.
- Tetapi aku datang sepuluh orang - berkata ayah Raden Antal itu didalam hatinya.
Sementara itu, iapun sempat menghitung orang-orang Ki Tumenggung Purbarumeksa
yang nampak ada di-halaman itu.
" Hanya lima orang -- desisnya. Namun iapun kemudian telah menambahnya dengan
ayah Rara Wulan sendiri, Ki Lurah Branjangan dan ternyata yang harus juga dihitung
adalah Rara Wulan. Sebenarnyalah Rara Wulan benar-benar telah menguasai arena. Ketika ia mendapat
serangan yang deras mengarah kedada-nya, maka Rara Wulan telah bergeser surut.
Tetapi Raden Antal tidak melepaskannya. Dengan tangkasnya anak muda itu meloncat
maju. Tangan kanannya terayun deras mengarah ke kening.
Tetapi dengan demikian, maka lambung kanannya telah terbuka dalam jarak yang
begitu dekat, tanpa mempersiapkan tangan kirinya untuk melindunginya. Karena itu, Rara
Wulan yang bergeser kesamping sempat merendahkan dirinya. Berjongkok pada satu
lututnya, sementara tangannya yang telah disiapkannya terjulur lurus mengarah ke
lambung. Raden Antal terkejut iapunm enggelar sambil menarik tangannya untuk menangkis
serangan yang tiba-tiba itu dengan sikunya. Namun Rara Wulan mengurungkan
serangannya pula. Justru bertumpu pada tangannya itu, kakinya telah terjulur lurus
terbuka seperti dua mata supit udang yang panjang dan kuat menjepit kedua kaki Raden
Antal. Dengan cepat, Rara Wulan memutar tubuhnya searah dengan ayunan berat badan
Raden Antal. Satu serangan kaki yang tidak terduka-duga. Apalagi dilakukan oleh seorang
perempuan. Namun akibatnya memang mengejutkan. Raden Antal telah terbanting jatuh
dan berguling beberapa kali karena Rara Wulanpun segera melepaskan jepitan kakinya.
Rara Wulan sendiri langsung melenting berdiri. Ia tidak memburu lawannya. Tetapi ia
memberi kesempatan lawannya untuk memperbaiki keadaannya.
Raden Antal itupun telah meloncat bangkit pula. Dengan sigap ia tegak diatas kedua
kakinya. Namun punggungnya terasa sakit meskipun tidak terlalu mengganggu.
Tetapi yang lebih terasa sakit dari punggungnya adalah hatinya. Bahwa perempuan
yang dianggapnya liar itu telah dapat menjatuhkannya, benar-benar satu hal yang tidak
dapat dibayangkannya sebelumnya. Namun hal itu benar-benar terjadi, karena ia tidak
akan dapat menolak kenyataan itu.
Dengan demikian maka kemarahan Raden Antal benar-benar tidak dapat dikendalikan
lagi. Ketika kemudian ia mempersiapkan diri untuk bertempur lagi, maka ia benar-benar
telah berada pada puncak kemampuannya. Seperti yang dikatakan oleh ayahnya,
kesempatan itu harus dipergunakan sebaik-baiknya untuk menebus aib keluarganya.
Bukan justru untuk menambah.
Sejenak kemudian, maka Raden Antal yang telah mendapat kedudukan sebagai
seorang Lurah Pelayan Dalam itu telah mulai bergeser. Seluruh kemampuannya telah
dikerahkannya. Perempuan liar itu harus dihancurkannya.
Tetapi Rara Wulan menjadi semakin berhati-hati pula. Ia menyadari, bahwa Raden Arya
Wahyudewa itu tentu telah menjadi marah sekali. Dengan demikian, maka ia tentu akan
mengerahkan segenap kemampuannya pula.
Pertempuran yang terjadi kemudian memang menjadi semakin seru. Rara Wulanpun
harus mengimbangi tingkat kemampuan Raden Antal. Bagaimanapun juga Raden Antal
memiliki kemampuan seorang prajurit yang terlatih.
Namun keuntungan Rara Wulan adalah, bahwa ia telah banyak mempelajari ilmu
kanuragan secara pribadi. Dalam perkelahian seorang melawan seorang, maka
kemampuan pribadi itu menjadi lebih penting artinya daripada kemampuan bertempur
dalam garis dan dalam kebersamaan.
Dengan demikian, meskipun Raden Antal telah sampai ke-puncak ilmunya, namun
masih sulit baginya untuk dapat menguasai lawannya yang tidak lebih dari seorang
perempuan yang menurut perhitungannya tidak akan mungkin memiliki kemampuan yang
akan dapat menyamainya. Tetapi perhitungan itu ternyata keliru. Rara Wulan bukan saja mampu
mengimbanginya, tetapi perempuan itu justru memiliki beberapa kelebihan.
Bukan Raden Antal yang mendesaknya untuk mengalahkannya, tetapi justru Rara
Wulanlah yang telah mampu mengenainya. Serangan-serangan yang cepat dan bahkan
beruntun, membuat Raden Antal merasa dirinya bergerak terlalu lamban.
Ayah Raden Antal memang menjadi sangat tegang. Ia sadar,
bahwa sulit bagi anaknya, Raden Antal untuk mengalahkan Rara Wulan. Bahkan yang
akan terjadi adalah justru sebaliknya. Jika ia membiarkan saja kekalahan Raden Antal,
maka aib yang tercoreng dikening akan menjadi semakin tebal. Namun Ki Tumenggung itu
masih juga mengingat harga diri anaknya, jika ia langsung melibatkan diri dalam
perkelahian itu bersama-sama orang yang dibawanya.
Sementara itu ayah Rara Wulan yang juga menjadi tegang merasa pula bahwa anaknya
berada dalam keadaan yang lebih baik. Rara Wulan memang mampu bergerak lebih cepat
dari Raden Antal, sehingga Rara Wulan yang justru lebih banyak mengenai sasaran
serangannya daripada Raden Antal.
Ki Lurah Branjangan yang semula mengerutkan dahinya oleh kegelisahan yang
mencengkam, telah mulai dapat tersenyum lagi. Ia melihat kelebihan cucunya, sehingga
apabila tidak ada campur tangan dari siapapun, orang tua itu berharap, anaknya akan
dapat memenangkan perkelahian itu, sehingga sebagaimana menjadi perjanjian, dengan
demikian Rara Wulan dapat menolak lamaran Raden Antal.
Sementara itu pertempuran masih saja berlangsung. Raden Antal benar-benar tidak
mendapat kesempatan untuk membalas serangan-serangan Rara Wulan. Beberapa kali,
Raden Antal justru harus berloncatan surut untuk mengambil jarak.
Dalam pada itu, malam menjadi semakin malam. Untunglah bahwa halaman Ki
Tumenggung terhitung halaman yang luas, sehingga apa yang terjadi di halaman yang
berdinding cukup tinggi itu, tidak segera mengganggu orang-orang disekitarnya. Agaknya
para tetangga memang sudah tidur nyenyak, sementara jalan di-depan rumah itupun
nampak sepi. Dengan mengerahkan segenap tenaga dan kemampuannya, Raden Antal kemudian
hanya dapat bertahan atas serangan-serangan Rara Wulan. Punggungnya yang terasa
sakit sejak permulaan dari perkelahian itu menjadi semakin sakit. Sementara itu, be
berapa kali lengannya, pundaknya dan bahkan keningnya telah dikenai serangan Rara
Wulan. Jika sekali-kali Raden Antal dapat juga mengenai tubuh gadis itu, maka seranganserangan
itu terasa tidak bertenaga lagi.
Namun Rara Wulanpun sekali terdorong surut. Ketika Raden Antal menghindari
serangan Rara Wulan yang mengarah ke lambungnya, Raden Antal sempat berputar
sambil mengayunkan tangannya menebas kearah dada. Tetapi Rara Wulan sempat
menggeliat, sehingga kaki Rara Wulan tidak bertumpu kuat diatas tanah.
Tetapi Rara Wulan dengan cepat dapat memperbaiki kedudukannya.
Keberhasilan Raden Antal itu telah mendorongnya untuk berbuat sekali lagi. Tetapi
bukannya Raden Antal sempat sekali lagi menyentuh tubuh lawannya, namun justru
sebaliknya. Rara Wulan yang semakin berhati-hati sempat membuat Raden Antal menjadi
bingung. Namun yang dengan tiba-tiba telah melenting mendekatinya. Begitu cepatnya
kakinya bergerak, sehingga tumitnya sempat hinggap diarah ulu hati Raden Antal.
Serangan itu benar-benar mengejutkan. Tetapi ketika Raden Antal menyadari, maka ia
sudah terlambat. Tumit gadis itu benar-benar telah menyentuh dadanya seakan-akan
menembus sampai ke ulu hati.
Raden Antal terdorong beberapa langkah surut. Bahkan iapun telah kehilangan
keseimbangannya sehingga anak muda itu jatuh terbanting ditanah.
Sekali lagi Rara Wulan tidak memburunya. Dibiarkannya Raden Antal berusaha bangkit.
Namun nampak betapa wajahnya berusaha menahan perasaan sakit yang bagaikan
menyumbat seluruh bagian dadanya dan pernafasannya.
Keadaan itu benar-benar telah mengguncang perasaan ayah anak muda itu.
Kemarahannya tidak terbendung lagi. Dengan sigapnya ia meloncat mendekati anaknya
sambil berkata lantang " Kau harus menebus kesombonganmu dengan nyawamu. "
Tetapi yang menjawab kemudian adalah ayah Rara Wulan " Ki Tumenggung. Kita
sudah saling mengenal. Ki Tumenggung adalah Tumenggung Wreda. Beberapa lapis lebih
tua dari kedudukanku. Seharusnya kau menghormati Ki Tumenggung. Baik dalam
kedudukan kita di istana yang tidak berada dalam tataran yang sama, maupun dalam
tataran pergaulan, karena Ki Tumenggung
adalah seorang yang kaya raya. Tetapi persoalan anak, memang agak berbeda. Jika Ki
Tumenggung menganggap penting untuk melindungi anak Ki Tumenggung, baik dari segi
kewadagan, maupun dari sisi harga diri dan kebanggaan keluarga, maka akupun dapat
berbuat demikian. Jika Ki Tumenggung kemudian melibatkan orang lain, apakah itu sanak
kadang atau bahkan orang-orang upahan, maka akupun akan melakukannya. "
Wajah ayah Raden Antal menjadi merah. Tetapi sebelum menjawab Ki Lurah
Branjangan justru bertanya ~ Apakah itu perlu sekali Ki Tumenggung. Ki Tumenggung
dan Tumenggung Purbaru-meksa adalah orang-orang yang terpandang di Mataram. Jika
ada orang yang tahu dan apalagi melihat kalian berkelahi, apakah itu bukan justru suatu
aib" Seakan-akan kalian, orang-orang terpandang tidak mempunyai kesempatan untuk
memecahkan persoalan dengan nalar dan budi, sehingga kalian harus berkelahi seperti
anak-anak. Persoalannya bukan lagi menang atau kalah. Tetapi perkelahian itu sendiri
sudah memercikkan noda pada nama-nama kalian sebagai orang-orang penting di
lingkungan istana Mataram.
Ayah Raden Antal itu menggeram. Pertanyaan Ki Lurah Branjangan itu memang
menyentuh hatinya. Tetapi kekalahan anaknya itu benar-benar satu keadaan yang sangat
pahit yang harus ditelannya. Justru saat Raden Antal berusaha untuk menebus malu,
maka anak muda itu justru harus menanggung malu yang lebih besar.
Tetapi seperti dikatakan oleh Ki Lurah Branjangan, maka perkelahian akan dapat
menodai nama mereka. Diluar sadarnya Ki Tumenggung itu memandang berkeliling. Ia memang datang pada
malam hari untuk menghindari agar tidak ada orang yang mengetahuinya. Namun
nampaknya Ki Lurah Branjangan justru telah mengancamnya untuk membuat berita yang
akan dapat menodai namanya.
Sejenak ayah Raden Antal itu termangu-mangu. Demikian pula Ki Tumenggung
Purbarumeksa. Namun agaknya Ki Tumenggung Purbarumeksa lebih banyak sekedar
melayani saja. Suasana memang menjadi tegang. Raden Teja Prabawa yang berdiri beberapa langkah
dari arena perkelahian itu bersama ampat
orang yang diupah oleh ayahnya membantu menjaga isi rumah itu, telah bersiap pula.
Namun Teja Prabawa sempat mengagumi kemampuan adiknya. Anak muda itu mengerti,
bahwa adiknya memang berniat untuk berguru kepada Sekar Mirah, isteri Agung Sedayu
di Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi rasa-rasanya hal itu belum pernah benar-benar
dilakukan. Namun ternyata adiknya sudah memiliki kemampuan yang tentu lebih baik dari
kemampuannya sendiri. Sementara semuanya berdiri mematung. Ki Lurah Branjangan berkata selanjutnya "
Baiklah. Aku masih menawarkan, bahwa persoalan ini akan diselesaikan dengan cara yang
lain. Orang tua Raden Arya Wahyudewa dan orang tua Rara Wulan akan dapat berbincang
lebih panjang. Masing-masing berusaha untuk mengerti dan menerima pendapat yang
lain. Masing-masing mencoba untuk memperhatikan kepentingan pihak yang lain, serta
menghormati pendapat dan sikapnya. Jadi kalian tidak usah berkelahi, apalagi melibatkan
beberapa orang lain, karena kalian adalah orang-orang yang memiliki kemampuan
mempergunakan nalar budi melampaui orang-orang kebanyakan. "
Ayah Raden Antal termangu-mangu. Seandainya ia akan mempergunakan kekerasan,
maka mungkin akibatnya akan justru lebih parah lagi. Iapun melihat beberapa orang yang
berdiri dihalaman selain ayah Rara Wulan, kakeknya yang pernah menjadi seorang
Senapati Pasukan Khusus dan Rara Wulan sendiri. "
Karena itu, maka ayah Raden Antal itu harus mengambil keputusan yang justru tidak
akan mempersulit kedudukannya.
Sejenak keadaan di halaman rumah Ki Tumenggung Purbarumeksa itu menjadi hening.
Namun masih tetap dicengkam oleh ketegangan.
Tetapi sejenak kemudian terdengar ayah Raden Arya Wahyudewa itu berkata - Kita
tidak perlu melayani mereka, Antal. Kau tidak perlu lagi memikirkan perempuan itu. Ia
tidak pantas menjadi isterimu. Bahkan menjadi pelayanmupun tidak. "
Wajah Rara Wulan memang terasa panas. Namun ketika ia bergerak, kakeknya telah
menggamitnya. Raden Antal itupun tertatih-tatih melangkah mendekati ayahnya sambil berkata"Aku
akan meremasnya menjadi debu, ayah. "
Rara Wulan tiba-tiba saja menyahut - Kenapa tidak kau lakukan anak cengeng" "
" Tutup mulutmu " bentak ayah Raden Antal.
Namun yang menjawab adalah Ki Tumenggung Purbarumeksa - Raden Antal masih saja
mencoba untuk memanaskan suasana. Jika sekali lagi Raden harus bertempur, maka
Raden akan menjadi tidak berbentuk. "
" Cukup - bentak ayah Raden Antal " sudah aku katakan, aku tidak akan melayani
kalian langsung. " " Maksud Ki Tumenggung" - bertanya Rara Wulan.
" Persoalannya bukan lagi persoalan hubungan antara Antal dan perempuan itu.
Tetapi persoalan berikutnya adalah persoalan penghinaan dan harga diri. " jawab ayah
Raden Antal. " Jadi Ki Tumenggung menganggap bahwa persoalannya masih belum selesai" "
bertanya ayah Rara Wulan.
" Ya. Aku menganggap bahwa persoalannya masih belum selesai - jawab ayah Raden
Antal " ingat. Aku adalah Tumenggung Wreda, Kedudukanku lebih tinggi dari
kedudukanmu. Ingat pula. Aku adalah orang yang memiliki kekayaan jauh lebih banyak
dari kekayaanmu. Artinya, aku dapat berhubungan dengan orang yang akan dapat
menghancurkan nama baikmu bahkan keluargamu. "
" Kau mengancam Ki Tumenggung" " bertanya Ki Lurah Branjangan.
" Ya. Kalian harus bersiap-siap menghadapinya " jawab ayah Raden Antal.
" Baik " jawab Ki Lurah Branjangan " Ki Tumenggung dapat mengupah beberapa
puluh orang yang berilmu tinggi. Tetapi kami dapat mengerahkan seluruh kekuatan
Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan dan pasukan yang dipimpin oleh Senapati
Besar di Jati Anom. Perang akan timbul lagi di Mataram, karena Ki Tumenggung kecewa,
bahwa seorang perempuan tidak mau direndahkan derajadnya. "
Wajah ayah raden Antal itu bagaikan terbakar. Dengan nada tinggi ia berkata - Kau kira
prajurit-prajurit itu budak moyangmu"
" Aku adalah bekas Senapati Pasukan Khusus itu dan sampai sekarang aku masih
bertugas disana, meskipun pimpinannya sekarang dipegang oleh Agung Sedayu.
Sedangkan Senapati Besar Untara adalah kakak Agung Sedayu yang memimpin Pasukan
Khusus itu " jawab Ki Lurah Branjangan.
- Kau tidak dapat menyalah gunakan kedudukanmu " jawab Ki Tumenggung.
Ki Lurah Branjangan tertawa. Katanya " Kau masih juga menyebut kedudukanmu,
tumenggung Wreda. Nah, apakah itu bukan salah satu ujud dari penyalahgunaan
kedudukan" - " Cukup " ayah Raden Antal itu membentak " aku akan meninggalkan neraka ini.
Tetapi ingat, persoalan kita belum selesai. "
Ayah Raden Antal itu tidak menunggu jawaban lagi. Iapun segera memberi isyarat
kepada Raden Antal dan orang-orangnya untuk meninggalkan rumah Ki Tumenggung
Purbarumeksa itu. Sejenak kemudian, halaman itu memang menjadi lengang. Ki Tumenggung
Purbarumeksa telah mengajak Ki Lurah dan kedua anaknya masuk ke ruang dalam.
Sementara itu, ia telah berpesan kepada orang-orang yang diupahnya untuk menjaga
rumah itu agar berhati-hati.
- Kalian dengar bahwa mereka masih mengancam" " bertanya Ki Tumenggung.
" Ya Ki Tumenggung ~ jawab mereka hampir berbareng.
" Tetapi agaknya mereka tidak akan bergerak malam ini " berkata Ki Lurah. Namun
katanya kemudian ~ Tetapi kalian harus tetap berhati-hati. Mungkin terjadi sesuatu diluar
perhitungan kita. Sejenak kemudian maka Ki Tumenggung, Ki Lurah Branjangan dan kedua orang
anaknya telah duduk di ruang dalam bersama ibunya yang sangat gelisah.
- Aku tidak mengira bahwa langkah Ki Tumenggung akan sejauh itu - berkata ayah
Rara Wulan. - Satu peringatan bagimu - desis Ki Lurah Branjangan - dengan demikian, maka Rara
Wulan memang untuk sementara sebaiknya disingkirkan dari rumah ini. Persoalannya
kemudian bukan lagi persoalan antara kedua orang tua dari seorang anak muda
dan seorang gadis. "
" Ya " Ki Tumenggung mengangguk-angguk - seperti yang telah dikatakan oleh ayah
Raden Arya Wahyudewa. "
" Jadi bagaimana pendapatmu" - bertanya Ki Lurah Branja" Aku sependapat bahwa Rara Wulan sebaiknya disingkirkan lebih dahulu. Tetapi
kemana" Apakah dirumah ayah anak itu akan terlindungi" " bertanya ayahnya.
" Aku akan membawanya. Ia akan terlindung. " berkata Ki Lurah.
Ki Tumenggung memang menjadi ragu-ragu. Namun Ki Lurah itupun berkata " Seperti
sudah aku katakan kepadamu sebelum orang-orang itu datang. Biarlah aku bawa Rara
Wulan. Besok seorang kawanku akan datang dan bersamanya, aku berharap bahwa Rara
Wulan akan mendapat perlindungan. "
" Ayah mengupah seseorang untuk melindungi Wulan" " bertanya Ki Tumenggung.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" Tidak. Aku tidak mempunyai cukup uang untuk itu. Tetapi selain uang aku
mempunyai cara untuk minta bantuan kepada seseorang. " jawab Ki Lurah.
" Dengan apa" ~ bertanya Ki Tumenggung.
" Persahabatan " jawab Ki Lurah.
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-angguk ia menjawab
" Ya. Persahabatan harganya tidak kalah dengan nilai uang. "
" Bahkan persahabatan yang tulus akan dapat membuat seseorang rela
mengorbankan apa saja yang ada pada dirinya bagi kepentingan sahabatnya. " jawab Ki
Lurah Branjangan. " Aku mengerti ayah " jawab Ki Tumenggung Purbarumeksa. Nah. Sekarang kau
harus membuat pertimbangan yang mapan untuk menghadapi Raden Arya Wahyudewa.
Ayahnya mempunyai uang. Ia dapat mengupah orang jauh lebih banyak dari yang dapat
kau lakukan. Malam ini delapan orang. Besok mungkin limabelas orang atau tigapuluh
orang. Uang bukan masalah baginya untuk menebus apa yang disebutnya sebagai aib keluarga
itu. Sedangkan kita tidak mempunyai uang itu. Tetapi kita mempunyai sahabatsahabat
yang tidak kalah harganya dari nilai uang yang dapat dikeluarkan oleh ayah
Raden Antal itu. " desis Ki Lurah Branjangan.
Ki Tumenggung itu mengangguk-angguk. Katanya - Baik ayah. Jika besok Rara Wulan
akan meninggalkan rumah ini bersama ayah. Aku titipkan Wulan sepenuhnya kepada
ayah. " " Ya. Ia adalah cucuku. Aku akan menjaganya. Sementara itu Wulan sendiri telah
memiliki bekal untuk melindungi dirinya sendiri sebagaimana kau lihat. -- jawab Ki Lurah
Branjangan. - Aku memang agak heran. Aku pernah mendengar dari Teja Prabawa bahwa Rara
Wulan mencoba untuk mempelajari olah kanuragan. Ketika hal itu disampaikan oleh
Wulan sendiri, maka aku tidak mengijinkannya. Tetapi selama ia sering berhubungn
dengan ayah, maka unsur-unsur gerak dari ilmu ayah nampak pada anak itu - berkata Ki
Tumenggung Purbarumeksa. - Ia memiliki lebih lengkap dari aku meskipun baru landasannya. Tetapi Rara Wulan
mempunyai beberapa kawan berlatih. Antara lain adalah Glagah Putih itu sendiri, - jawab
Ki Lurah Branja ngan. Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Ia sadar, bahwa anaknya telah memasuki
lingkungan olah kanuragan agak jauh. Bagi Raden Antal hal itu tentu agak mengejutkan.
Namun agaknya Glagah Putih telah memberikan banyak dorongan langsung atau tidak
langsung kepada Rara Wulan untuk mempelajari olah kanuragan semakin dalam. Apa
yang dilihat oleh Ki Tumenggung itu bahkan telah jauh melampaui dugaannya.
Malam itu telah diputuskan bahwa Rara Wulan memang harus menyingkir. Ki
Tumenggung sendiri akan menanggung segala kemungkinannya dengan sikap seorang
laki-laki. Iapun telah memberitahukan kepada Teja Prabawa, bahwa iapun harus bersikap
sebagaimana Ki Tumenggung sendiri.
" Aku yakin bahwa Rara Wulanpun tidak akan lari seandainya ia harus bertahan.
Tetapi justru karena Rara Wulan yang menjadi sasaran kemarahan keluarga Raden Antal,
maka untuk sementara biarlah Rara Wulan tidak nampak dirumah ini. Mudah-mudahan
pada suatu saat kemarahan keluarga itu mereda, sehingga tidak ada persoalan lagi bagi
Rara Wulan untuk kembali kerumah ini. - berkata ayahnya.
- Baiklah " sahut Ki Lurah Branjangan " besok aku akan membawanya. "
" Tetapi masih ada satu pesan ayah " berkata Ki Tumenggung "jika Rara Wulan
memang telah menentukan pilihan, maka biarlah persoalannya menjadi jelas. Biarlah tidak
ada lagi teka-teki diantara keluarga sendiri. "
" Aku mengerti " jawab Ki Lurah Branjangan. Demikianlah, meskipun Rara Wulan
sendiri sebenarnya tidak ingin bersembunyi, tetapi ia akan melakukannya. Ia tidak akan
dapat diketemukan oleh keluarga Raden Antal, jika ia sudah berada diantara anggautaanggauta
Gajah Liwung. Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggungpun telah mempersilahkan Ki Lurah
Branjangan untuk beristirahat. Demikian pula anak-anaknya. Apalagi Rara Wulan yang
besok akan meninggalkan rumah itu.
- Keluarga Raden Antal tentu mengetahui bahwa Rara Wulan besok akan meninggalkan
rumah ini. " berkata Ki Tumenggung.
- Darimana ia tahu" ~ bertanya Ki Lurah.
" Ia tentu memasang orang yang terus-menerus mengawasi rumah ini, sehingga
merekapun tahu, bahwa sekarang Rara Wulan ada dirumah. Padahal ia datang baru
kemarin bersama ayah. " jawab K i Tumenggung.
Ki Lurah mengangguk angguk. Katanya ~ Tidak ada salahnya jika ia tahu bahwa Rara
Wulan telah pergi. Dengan demikian maka mereka tilak lagi memandang titik
persoalannya dirumah mi, karena dirumah ini tidak lagi diketemukan orang yang mereka
anggap menjadi sumber persoalan. ~
Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya - Jika demikian, persoalannya sudah
dapat diatasi meskipun untuk sementara. Namun mudah-mudahan untuk selanjutnya
keadaan akan menjadi lebih baik. Aku tidak tahu apakah ayah Raden Antal akan menyalah
gunakan kedudukannya untuk menekan aku, selain mempergunakan harta kekayaannya.
" Dengan demikian, maka Ki Tumenggung telah mempersilahkan sekali lagi Ki Lurah
Branjangan untuk beristirahat. Demikian pula anak-anaknya yang letih. Rara Wulan yang
baru saj a berkelahi sementara esok pagi-pagi akan meninggalkan rumah itu dan Teja
Prabawa yang sehari-harian tidak ada dirumah.
Sejenak kemudian, maka rumah itu menjadi sepi. Namun didalam bilik Ki Tumenggung
masih terdengar desah kecemasan dari ibu Rara Wulan.
- Sudahlah - berkata ayah Rara Wulan"kita serahkan segala sesuatunya kepada Yang
Maha Agung. Bukankah kita tidak bersalah" Bukankah wajar jika kita menegakkan harga
diri kita" Lebih dari itu adalah hari depan anak kita. "
Ibu Rara Wulan hanya dapat mengangguk-angguk saja. Namun sebenarnyalah ia masih
tetap cemas memikirkan anak gadisnya.
Dalam pada itu, ketika malam telah hampir sampai keujungnya, rumah itu baru benarbenar
menjadi sepi. Namun keempat orang yang diupah oleh Ki Tumenggung masih saja
mengamati rumah itu dengan saksama. Jika biasanya mereka tidur bergantian, maka
malam itu, keempat orang itu telah berjaga-jaga. Dua orang di depan rumah dan dua
orang dibelakang. Bahkan kadang-kadang mereka juga melangkah mengelilingi halaman
dan kebun dibelakang rumah.
Tetapi bukan hanya keempat orang itu sajalah yang tidak dapat tidur nyenyak. Ki Lurah
Branjangan sendiri, Rara Wulan dan bahkan Ki Tumenggung. Mereka seakan-akan
semalam suntuk tidak memejamkan matanya. Sekali-sekali mereka terlena. Tetapi hanya
untuk beberapa saat saja.
Berbeda dengan mereka, Teja Prabawa justru sempat tidur. Ia cukup percaya kepada
ampat orang yang berjaga-jaga diluar rumah. Sementara itu, semua pintu telah diselarak
dengan rapat. Pagi-pagi sekali, Ki Lurah Branjangan telah keluar dari biliknya. Ia langsung pergi ke
pakiwan untuk mandi. Sementara itu, dua dari keempat orang yang berjaga-jaga dirumah
itu, mendapat kesempatan untuk tidur barang sejenak. Sedangkan dua orang akan tidur
kemudian meskipun matahari sudah naik.
Ketika fajar semakin terang, maka seisi rumah itupun telah terbangun. Nyi
Tumenggung telah pergi ke dapur untuk melihat pembantu-pembantu rumahnya bekerja,
mempersiapkan minuman dan makanan.
Demikian matahari terbit, maka minuman panaspun telah dihidangkan bersama
beberapa potong makanan. Dalam pada itu, selagi Ki Tumenggung dan Ki Lurah Branjangan berbincang-bincang di
pendapa sambil meneguk minuman panas, maka seseorang telah memasuki regol
halaman rumah Ki Tumenggung.
Ketika keduanya berpaling keregol, maka Ki Lurahpun telah bangkit berdiri sambil
berkata - Nah, itulah orang yang aku katakan. Ia datang sebagaimana dijanjikan. Ia salah
satu contoh dari seorang sahabat yang baik. "
- Siapa" - bertanya Ki Tumenggung.
- Ki Jayaraga - jawab Ki Lurah Branjangan.
Keduanya kemudian telah bangkit dan turun menyongsong ke halaman.
Sesaat kemudian, keduanyapun telah duduk pula kembali di-pendapa bersama
tamunya, Ki Jayaraga. Bahkan Rara Wulan yang mengetahui bahwa Ki Jayaraga telah
datang, telah menemuinya pula di pendapa.
Ki Lurahpun kemudian telah memperkenalkan Ki Jayaraga dengan Ki Tumenggung
Purbarumeksa, yang sebelumny belum pernah berkenalan.
- Mungkin kita pernah bertemu - desis Ki Tumenggung.
Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Aku memang sering berkeliaran di Mataram. - Kemarin aku datang bersama kakek dan Ki Jayaraga " berkata Rara Wulan.
" O " Ki Tumenggung mengangguk-angguk " Ki Lurah juga telah mengatakannya.
Aku mengucapkan terima kasih. " Ki Tumenggung berhenti sejenak, lalu katanya pula "
Sayang, Ki Jayaraga kemarin tidak bermalam dirumah ini. Dimana Ki Jayaraga semalam
bermalam" " Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Aku semalam menonton Rara Wulan berlatih. "
" Dimana Ki Jayaraga melihat" " bertanya Rara Wulan dengan serta merta.
- Bukankah kau berlatih bersama anak muda yang disebut-sebut dengan nama yang
membingungkan itu" Sekali-sekali dipanggil Raden Antal, namun kemudian ada yang
menyebutnya Raden Arya Wahyudewa. " jawab Ki Jayaraga.
" Jadi Ki Jayaraga melihatnya" ~ bertanya Rara Wulan semakin mendesak.
- Ya " jawab Ki Jayaraga.
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Katanya -Kenapa Ki Jayaraga tidak
menghampiri kami" "
- Ya " sambung Ki Tumenggung " kami akan sangat berterima kasih jika Ki Jayaraga
semalam berada disini. "
Ki Jayaraga tertawa pendek. Katanya " Aku tidak ingin mencampuri persoalan keluarga
Ki Tumenggung. Kecuali jika aku melihat sikap yang licik dan tidak adil. Misalnya, jika
semalam orang-orang yang dibawa oleh ayah Raden Antal itu ikut campur, dan ternyata
mengancam keselamatan Rara Wulan, barulah aku turut campur meskipun barangkali
tidak akan dapat membantu keadaan. "
Ki Lurah Branjanganpun tertawa. Katanya kepada menantunya -- Itu adalah gaya Ki
Jayaraga berbicara. "
- Aku mengerti. Orang-orang yang berilmu semakin tinggi tentu akan menjadi semakin
mengendap perasaannya. Seperti padi, semakin berisi akan semakin merunduk. " jawab
Ki Tumenggung. " Tetapi ternyata bahwa tidak terjadi apa-apa semalam, sehingga ketika orang-orang
itu pergi, akupun ikut meninggalkan halaman ini pula. " berkata Ki Jayaraga kemudian.
" Lalu dimana Ki Jayaraga tidur semalam" " pertanyaan itu diulangi oleh Ki
Tumenggung Purbarumeksa. Ki Jayaraga memandang Ki Lurah sekilas. Kemudian jawabnya " Aku dapat tidur
dimana saja. Semalam aku tidur ditempat seorang yang pernah kukenal sejak aku masih
muda dan yang kebetulan tinggal di Mataram sekarang ini. "
" Siapa" - bertanya Ki Tumenggung.
Ki Lurah Branjangan tertawa pula. Katanya " Jangan kau tanyakan siapa orang itu. Ki
Jayaraga akan menjadi bingung untuk menjawabnya. "
Ternyata Ki Tumenggungpun tanggap, sehingga mereka telah tertawa. Bahkan Rara
Wulanpun ikut tertawa pula.
Demikianlah, setelah minum minuman panas dan makan makanan beberapa potong,
maka Ki Lurahpun akhirnya berkata " Nah, aku kira sudah waktunya aku membawa Rara
Wulan meninggalkan rumah ini. Jangan cemas. Ia akan pergi ke tempat yang terbiasa
baginya. " Ki Tumenggung mengerutkan keningnya. Rara Wulan adalah seorang gadis yang sudah
terbiasa meninggalkan rumahnya. Tetapi saat itu kepergiannya justru terasa dalam
keadaan yang berbeda. Apalagi ayahnya yang merasa bahwa persoalannya dengan anak
gadisnya telah terpecahkan. Namun ternyata bahwa anak gadisnya itu tidak dapat dengan
tenang tinggal di rumahnya sendiri.
Ibu dan Kakek Rara Wulanpun kemudian telah duduk dipendapa itu pula. Sebenarnya
merekapun merasa keberatan untuk melepas Rara Wulan pergi. Baru kemarin gadis itu
pulang. Begitu cepatnya ia harus pergi lagi.
" Tetapi itu adalah yang terbaik buat Rara Wulan sekarang ini " berkata Ki Lurah
Branjangan kepada anak perempuannya.
Namun nampaknya ada juga butir butir air dipelupuk mata ibu Rara Wulan itu. sehingga
sambil memeluknya Rara Wulan berkata -- Ibu, aku tidak akan membuat ibu gelisah lagi
lain kali. Aku mohon ibu mengerti kali ini. Dan akupun mohon ibu mengampuni aku. "
" Hati hatilah Wulan. Kau harus selalu membuat hubungan dengan ibu dan ayahmu,
agar kami selalu mengetahui keadaanmu. " berkata ibunya.
" Aku akan menjadi penghubung yang baik " berkata Ki Jayaraga.
" Terima kasih Ki Jayaraga - sahut ayah Rara Wulan. Demikianlah, maka ketika
matahari naik semakin tinggi, maka Ki Lurahpun telah minta diri. Teja Prabawa yang
sering berkelahi dengan adiknya ternyata merasa rumah itu akan menjadi semakin sepi.
" Kapan kau pulang Wulan" " bertanya Teja Prabawa.
" Aku belum tahu kakang. Mudah-mudahan keadaan segera menjadi baik, sehingga
aku akan dapat segera pulang"jawab Rara Wulan.
Ketika Rara Wulan turun dari tangga pendapa rumahnya, ibunya memang menangis.
Namun nampak ia dapat megerti kenapa Rara Wulan harus pergi lagi.
Bagi Rara Wulan sendiri, maka kepergiannya justru memberinya kesempatan sesuai
dengan keinginannya. Bersembunyi atau tidak bersembunyi, ia ingin kembali kepada
kawan-kawannya dari kelompok Gajah Liwung yang justru pada saat terakhir namanya
baru dicemarkan oleh sekelompok orang yang juga mengaku dari kelompok Gajah Liwung.
Di sebuah simpang tiga, tiba-tiba saja Rara Wulan berkata " Kita berbelok ke Timur
kek. " " Kemana" Jalan ini adalah jalan yang paling dekat ~ bertanya kakeknya.
" Jalan inipun jalan yang dekat " jawab Rara Wulan " diujung jajaran pohon gayam
itu kita berbelok kekiri. "
Ki Lurah Branjangan yang telah mengenal seluruh jalan-jalan di Mataram seperti
mengenali pintu-pintu rumahnya sendiri memang menjadi heran. Beberapa puluh langkah
ia berjalan mengikuti Rara Wulan. Namun tiba-tiba ia bertanya " Wulan. Kita akan
melewati jalan padukuhan yang dihuni oleh para pemimpin di Mataram dan orang-orang
kaya. ~ Tetapi Rara Wulan menjawab - Jalan ini adalah jalan yang dapat dilewati siapa saja. "
" Apa gunanya kita memilih jalan itu" " bertanya kakeknya. Rara Wulan justru
tersenyum. Namun akhirnya kakeknya menebak " Kau akan memilih jalan yang melewati depan
rumah Raden Arya Wahyudewa" Rara Wulan tersenyum sambil mengangguk.
" Wulan. Kenapa kau justru menjadi nakal sekali" Apa gunanya kita melewati depan
rumahnya" Bukankah itu sama saja dengan memancing persoalan" "
" Tidak kek. Aku ingin mereka tahu bahwa aku telah meninggalkan rumah, "jawab
Rara Wulan " dengan demikian maka mereka tidak akan mengganggu ibuku lagi. "
" Tanpa melewati rumahnya, mereka tentu sudah tahu bahwa kau telah meninggalkan
rumah keluargamu. Kau lihat orang yang duduk dibawah pohon asam didepan rumah Ki
Pramu itu" " bertanya Ki Lurah.
" Disebelah rumah kita" " bertanya Rara Wulan.
" Ya. Orang yang menjual gayam rebus" " Ki Lurahpun bertanya pula.
" Aku melihat kakek - jawab Rara Wulan.
" Nah, orang itu adalah orang yang akan menyampaikan kabar kepergianmu kepada
orang tua Raden Antal. - berkata Ki Lurah.
" Darimana kakek tahu" - bertanya Rara Wulan pula.
" Menilik caranya memandangimu. Sementara itu, sebelum ada persoalan antara kau
dengan Raden Amal, tidak pernah ada orang berjualan dibawah pohon asam itu ~ jawab
kakeknya. Rara Wulan mengangguk-angguk. Namun katanya pula - Kita sudah terlanjur sampai
disini kek Sebaiknya kita tidak kembali. Kita berjalan terus meskipun lewat didepan rumah
Arya Wahyudewa itu. "
" Kau sebut nama anak muda itu dengan penuh kebencian. " desis kakeknya.
Rara Wulan menarik nafas dalam dalam. Tetapi ia tidak menjawab.
Sebenarnyalah seperti yang dikehendaki Rara Wulan, maka mereka bertiga telah
berjalan melalui jalan yang cukup lebar diantara rumah-rumah yang besar dan
berhalaman luas. Regol-regol halaman yang nampak rapi dan sengaja dibuat sebaikbaiknya
agar tidak nampak lebih buruk dari regol halaman yang lain.
" Biarlah Ki Jayaraga melihat rumahnya pula. " berkata Rara Wulan perlahan-lahan.
" Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Meskipun aku sependapat bahwa
sebenarnya kita tidak perlu memilih jalan ini, tetapi karena kita sudah terlanjur, ada
baiknya juga aku melihat rumah anak muda itu. "
Ketika mereka berjalan dibawah bayangan pohon asam yang mulai tumbuh subur dan
menjadi besar, maka Rara Wulan berkata " yang regolnya terbuka itulah rumahnya. "
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Disebelah-menyebelahnya regol halamannya juga
terbuka, tetapi kecil saja. Ditengah-tengahnya nampak pintu regolnya terbuka lebar.
Tetapi ketika mereka bertiga lewat didepan regol yang terbuka itu, mereka sama sekali
tidak melihat seorangpun dari keluarga Raden Antal. Yang mereka lihat adalah seorang
laki-laki muda yang sedang menyapu halaman.
"Inilah rumahnya - desis Rara Wulan ketika mereka berjalan didepan regol halaman
yang terbuka itu. Dari pintu yang terbuka Ki Jayaraga sempat melihat rumah yang besar dan terhitung
sebagai sebuah rumah yang bagus. Ki Jayaraga yang memperlambat langkahnya melihat
pendapa yang luas dan megah. Tiang berukir diwarnai oleh sungging yang halus.
Ketika Ki Jayaraga mengatakannya maka Rara Wulan bertanya " Darimana Ki Jayaraga
tahu bahwa ukirannya rumit dan sunggingnya bagus dan halus"
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Hanya dugaanku - jawab Ki Jayaraga sambil tersenyum -menilik ujud pendapa serta
rumah dalam keseluruhan, ukiran pada tiang-tiang di pendapa, sunduk, dan uleng, tentu
ukiran yang rumit dan disungging lembut dengan warna-warna yang cerah. "
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak menjawab. Yang kemudian
menjawab adalah Ki Lurah Branjangan " Aku setuju. Rumah-rumah yang berderet
disepanjang jalan ini adalah rumah orang-orang yang kaya, berpangkat tinggi dan
berkedudukan baik. Penampilan orang-orang yang tinggal disinipun kadang-kadang tidak
terkendali lagi. Jika mereka hadir dalam satu pertemuan bersama Ki Patih Mandaraka,
kadang-kadang mereka merasa segan, karena Ki Patih Mandaraka adalah orang yang
sederhana sekali. " Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya - Orang-orang yang mengerti betapa pahit
dan getirnya pengalaman para pendahulu mereka saat mereka membangun Mataram
dengan membuka alas Mentaok justru cenderung untuk tetap hidup sederhana. Contoh
lain kecuali Adipati Mandaraka yang menjabat sebagai Pepatih di Mataram, juga Ki Lurah
Branjangan. " Ki Lurah tertawa. Kalanya - Ada bedanya. Ki Patih mandaraka memang seorang yang
sederhana betapapun besar namanya serta tinggi ilmu dan kemampuannya. Tetapi Ki
Lurah Branjangan bukannya hidup sederhana karena ia memang orang yang sederhana.
" " Lalu" - bertanya Ki Jayaraga.
" Ki Lurah Branjangan memang tidak mempunyai bekal apapun untuk hidup tidak
sederhana. " jawab Ki Lurah.
Ki Jayaraga tertawa. Rara Wulanpun tersenyum pula sambil berkata ~ Kakek mulai
merajuk. " " Tidak. Aku tidak merasa apa-apa. Biasa saja karena bagiku hal itu wajar sekali. Kalau
aku hidup prihatin, maka aku telah memetik hasilnya. Suami anakku adalah seorang
Tumenggung, meskipun Tumenggung yang baru diangkat. " jawab Ki Lurah Branjangan
sambil mengangkat dadanya.
Rara Wulan tertawa berkepanjangan.
Namun suara tertawanya patah ketika mereka mendengar kaki kuda mendekat. Ketika
mereka berpaling, maka mereka melihat ampat ekor kuda berderap dibelakang mereka
dan dengan tiba-tiba memperlambat disebelah ketiga orang yang berjalan itu. Bahkan
kuda yang terdekat hampir saja menyentuh tubuh Ki Jayaraga yang berada dipaling
tengah. Dengan tergesa-gesa Ki Jayaraga bergeser mendesak Rara Wulan yang berjalan
ditengah seperti kebanyakan seorang tua yang ketakutan disentuh hidung kuda yang
tegar. Yang dipaling depan diantara mereka adalah Raden Antal sendiri.
Dengan nada keras ia bertanya - Untuk apa kalian lewat jalan ini" Ki Lurah Branjanganlah yang mendahului Rara Wulan - Kami hanya sekedar lewat. Kami
akan melihat-lihat keadaan kota. "Kalian tentu melakukannya dengan sengaja. Apakah kalian memang menantang
kami" " bertanya Raden Antal pula.
" Tentu tidak " jawab Ki Lurah - Kami tidak akan membuat kegaduhan dijalan yang
menjadi semakin ramai karena orang-orang hilir mudik pulang dan pergi ke pasar. Tetapi ternyata Rara Wulan telah menyambung " Kecuali jika kau memang ingin
menantang aku perang tanding disini atau justru dipasar, agar orang-orang dapat melihat
bahwa aku dapat mengalahkanmu dengan mudah. "
" Setan kau " geram Raden Antal " kami berempat sekarang. Kau hanya bertiga. Rara Wulan tertawa pendek. Katanya - Jangankan kalian hanya berempat. Sepuluh
orang sekaligus sekarang ini kalian tidak dapat berbuat apa-apa. Ingat, kakekku adalah
Senapati Pasukan Khusus. Nah, kau ingin mencoba. Aku tidak berkeberatan menjadi
tontonan orang disini. "
Raden Antal menggeram. Namun iapun kemudian telah menghentakkan kendali
kudanya sehingga kudanya berderap semakin cepat. Nampaknya Raden Antal tidak
berputar kembali ke rumahnya. Tetapi kudanya berjalan terus. Para pengikutpun telah
memacu kudanya pula menyusul anak muda itu.
" Orang itu masih saja memancing persoalan - desis Rara Wulan.
" Kau yang memancing persoalan - sahut kakeknya - kenapa kau memilih jalan ini"
Jika kita tidak lewat jalan ini, maka kita tidak akan membuat hatinya menjadi panas. Rara Wulan tidak menjawab. Namun ia tidak dapat ingkar, bahwa yang dilakukannya
itu memang dapat memanaskan suasana, sehingga memancing kemarahan keluarga
Raden Antal. Demikianlah, ketiga orang itu telah meneruskan perjalanan. Langkah mereka menjadi
semakin cepat. Rasa-rasanya mereka ingin segera menjauhi rumah Raden Antal.
Namun demikian Ki Lurah Branjangan berkata " Bagaimanapun juga kita harus
berhati-hati. Kita tidak tahu apakah Raden Antal tidak akan berbuat apa-apa lagi. Mungkin
ia akan menyusul kita ditempat yang mereka anggap lebih baik dengan membawa orang
lebih banyak lagi. "
Rara Wulan memang menyesal bahwa ia telah membawa kakeknya dan Ki Jayaraga
melalui jalan itu, sehingga kemungkinan timbul persoalan diperjalanan.
- Wulan " desis Ki Lurah kemudian " jika kita harus membela diri diperjalanan,
apakah kau sudah siap, maksudku pakaianmu" " Aku mengenakan pakaian lengkap kakek " jawab Rara Wulan.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya " Karena itu agaknya, maka kau
kelihatan gemuk. " Rara Wulan mengerutkan keningnya. Kakeknya masih sempat bergurau sehingga Ki
Jayaraga tertawa tertahan.
Tetapi ketika mereka sampai ke simpang tiga, Ki Lurah Branjangan berkata -- marilah.
Kita berbelok ke kanan. "
" Tetapi jalan yang terdekat, kita berbelok kekiri kakek. Kita akan sampai ke jalan
yang langsung akan menuju ke gerbang kota. " berkata Rara Wulan.
- Tetapi Ki Lurah berkata - Kita akan singgah di pasar. Ada dua keuntungan. Pertama,
kita akan membuang jejak. Raden Antal agaknya tidak akan mengira bahwa kita akan
singgah dipasar. Kedua kita dapat membeli oleh-oleh buat anak-anak Gajah Liwung. "
Rara Wulan mengangguk-angguk. Ki Jayaragapun sependapat bahwa mereka berusaha
menghindari persoalan yang berkepanjangan dengan keluarga Raden Antal, karena jika
dendam itu berlanjut, keluarga Ki Tumenggung Purbarumeksa juga akan selalu dibayangi
oleh kegelisahan. Ternyata apa yang diperhitungkan oleh Ki Lurah Branjangan itu benar. Mereka, yang
menempuh jalan lain dari jalan yang seharusnya mereka lalui, tidak mendapat hambatan
apa-apa, meski pun sebenarnya Raden Antal dan lima orang pengikutnya telah menunggu
digerbang kota. Ternyata Ki Lurah, Rara Wulan dan Ki Jayaraga telah keluar dari kotaraja
dengan melalui regol butulan yang lebih kecil dan tidak banyak dilalui orang.
Kedatangan mereka ke padukuhan Sumpyuh disambut gembira oleh anak-anak
anggauta Gajah Liwung. Apalagi ketika mereka menerima oleh-oleh dari Ki Lurah
Branjangan. Namun yang nampak gelisah adalah Glagah Putih. Ia tahu, bahwa namanya tentu ikut
dipersoalkan oleh keluarga Rara Wulan. Tetapi melihat wajah dan sikap ketiga orang yang
baru datang itu, Glagah Putih dapat menghibur dirinya sendiri untuk mengurangi
kegelisahannya. Ki Lurah Branjangan memang tidak segera memanggil Glagah Putih dan berbicara
dengan bersungguh-sungguh tentang perjalanan yang baru saja ditempuhnya ke
Mataram. Tetapi baru setelah malam turun, serta suasana menjadi hening, Ki Lurah
Branjangan dan Ki Jayaraga telah memanggil Glagah Putih.
Dengan singkat Ki Lurah Branjangan telah nmenceritakan hasil perjalanannya menemui
orang tua Rara Wulan. Kepada Rara Wulan ternyata kedua orang tuanya telah membuka
diri. Apalagi setelah kedua orang tua Rara Wulan merasa bersalah telah memilih seorang
anak muda yang disangkanya baik dan bersih, ternyata sama sekali tidak.
" Tetapi Glagah Putih ~ berkata Ki Lurah Branjangan ~ bagaimanapun juga kau harus
memenuhi adat yang berlaku. Orang tuamu harus datang kepada orang tua Rara Wulan.
Mungkin kau dapat minta Untara untuk menyertai Ki Widura. Mungkin juga Agung Sedayu.
Atau siapa saja yang dianggap paling baik bagi Ki Widura. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia mengerti semua keterangan Ki Lurah
Branjangan. Iapun sadar, bahwa semuanya itu benar adanya. Meskipun demikian, rasarasanya
ada sesuatu yang terasa agak mengusik hatinya. Apakah ia sudah pantas untuk
melakukannya. Seandainya dari penilaian kewadagan ia sudah nampak cukup dewasa.
Ujudnyapun sudah cukup pantas. Tetapi apakah dari penilaian jiwani ia sudah matang
untuk melakukannya. Ki Lurah Branjangan melihat keragu-raguan itu. Karena itu maka ia berkata " Glagah
Putih. Seandainya orang tuamu datang menemui kedua orang tua Rara Wulan, itu bukan
berarti bahwa besok atau lusa kau harus melangsungkannya pernikahan. Hari-hari itu
dapat ditentukan bersama-sama. Mungkin setahun lagi atau bahkan lebih. "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun mengangguk-angguk.
Namun tiba-tiba saja terbersit sesuatu dihati Ki Lurah Branjangan. Ia telah mengambil
tanggungjawab sepenuhnya atas Rara Wulan. Karena itu, ia justru mulai merasa khawatir
atas keberadaan Rara Wulan diantara anggauta-anggauta Gajah Liwung. Kelompok yang
dengan sengaja telah memasuki lingkungan yang keras dan bahkan sangat berbahaya.
Rasa-rasanya sebelumnya ia tidak pernah terlalu memikirkan keselamatan Rara Wulan.
Namun ketika pertanggungjawabannya atas Rara Wulan ditegaskan, Ki Lurah justru
menjadi cemas. Namun bukan sekedar karena Rara Wulan bergelimang kekerasan dan
bahaya. Karena itu, ternyata Ki Lurah merasa perlu untuk memanggil Rara Wulan, agar ia dapat
ikut menentukan kemungkinan yang terbaik bagi dirinya sendiri.
Baru ketika Rara Wulan telah ada diantara mereka, Ki Lurah Branjangan bertanya Rara Wulan. Apakah kau benar-benar telah merasa mapan berada diantara anggautaanggauta
Gajah Liwung" - Pertanyaan kakek terdengar aneh - desis Rara Wulan - kenapa tiba-tiba hal itu kakek
tanyakan" - " Aku justru berpendapat lain, Wulan. Sebagai seorang gadis sebaiknya kau tidak
berada diantara anggauta-anggauta Gajah Liwung. " berkata kakeknya.
" Aku tidak tahu yang kakek maksudkan " sahut Rara Wulan.
" Kelompok Gajah Liwung untuk seterusnya akan menghadapi satu perjuangan yang
sangat keras, justru karena kehadiran kelompok yang lain, yang juga bernama Gajah
Liwung. Karena itu, maka sebagai seorang gadis sebaiknya kau mulai memikirkan satu
dunia yang lebih mapan bagimu. ~ berkata Ki Lurah.
" Kenapa kakek tiba-tiba menjadi seorang yang asing bagiku" Sejak lama aku tidak
pernah mendapat teguran apa-apa. Sekarang kakek merasa bahwa kehadiranku di
kelompok ini tidak wajar. " berkata Rara Wulan.
" Setelah aku bertemu dengan ayah dan ibumu yang dengan penuh pengharapan
ingin melihat kau tumbuh menjadi dewasa dan kemudian hidup sebagai seorang isteri dan
tentu saja seorang ibu, membuat aku berpikir ulang atas kehadiranmu disini. " berkata Ki
Lurah Branjangan " kecuali keselamatan wadagmu, aku juga memikirkan keselamatan
jiwamu. Jika terlalu lama kau berada didalam dunia kekerasan seperti ini, maka jalan
hidupmupun akan sangat terpengaruh. ~
" Aku tidak mengerti maksud kakek. " desis Rara Wulan.
" Selain itu semua Wulan - berkata Ki Lurah ~ tidak baik kau berada di tempat ini
bersama-sama dengan Glagah Putih. ~
" Kakek tidak percaya kepadaku" " bertanya Rara Wulan dengan wajah yang tegang.
" Bukan tidak percaya. Tetapi selama kita masih juga berkulit daging dan bertulang,
maka kekhilafan akan dapat saja terjadi. " jawab Ki Lurah.
" Jadi apa sebenarnya yang kakek maksudkan" " bertanya Rara Wulan dengan nada
tinggi. " Rara Wulan " desis Ki Lurah Branjangan -- kau sekarang sepenuhnya telah
diserahkan kepadaku. Karena itu, maka aku benar-benar harus memikirkan
keselamatanmu lahir dan batin. Karena itu, maka aku ingin menawarkan kepadamu, agar
kau benar-benar berada di Tanah Perdikan Menoreh. "
Wajah Rara Wulan menjadi tegang. Namun sebelum ia menjawab, Ki lurah berkata "
Rara Wulan. Aku minta kau mempergunakan penalaran yang mapan. Bukan sekedar
perasaan. Disini kau memang mendapatkan pengalaman yang luas karena setiap kali kau
akan menghadapi persoalan yang membutuhkan pemecahan. Tetapi apakah pengalaman
yang kau dapatkan di kelompok ini seimbang dengan kemungkinan-kemungkinan yang
paling berbahaya yang dapat terjadi" "
Rara Wulan mulai menundukkan kepalanya. Sementara Ki Lurah dengan cepat
menyambung " Di Tanah Perdikan Menoreh, kau benar-benar akan dapat berguru
kepada mbokayumu Sekar Mirah. Ilmumu, akan berkembang semakin pesat. Dengan
demikian apa yang kau dapatkan, akan lebih berarti daripada apa yang kau dapatkan
bersama-sama kelompok Gajah Liwung. "
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Ia mulai membuat pertimbangan-pertimbangan
tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika ia berada di kelompok Gajah
Liwung itu serta kemungkinan-kemungkinan yang akan dapat dicapainya jika ia berguru di
Tanah Perdikan Menoreh. Selebihnya, Rara Wulanpun mulai memikirkan dirinya sendiri. Apakah ia sebagai
seorang gadis yang telah dijodohkan dengan seorang anak muda pantas selalu berada
ditempat yang sama siang dan malam dalam ketidak terbatasan"
Rara Wulan mulai memikirkan kepantasan bagi seorang gadis yang sebelumnya tidak
pernah dipikirkannya. " Apakah pantas itu ikut menentukan hidup seseorang" " pertanyaan itu mulai
tumbuh. Rara Wulan menyadari sepenuhnya, bahwa kedua orang tuanya serta kakeknya tidak
berkeberatan atas hubungannya dengan Glagah Putih. Namun yang dituntut kemudian
adalah kepantasan itu. Apakah yang pantas dilakukannya. Tentu saja sebagai seorang
gadis sewajarnya. Karena dalam tatanan kehidupan itu terdapat paugeran-paugeran yang
harus dianutnya. Ia dapat saja melakukan hal-hal yang tidak menghiraukan paugeranpaugeran
dan tatanan kehidupan. Namun kemudian hidupnyapun tidak lagi seperti kehidupan
sewajarnya. Sebagaimana jika ia tetap berada di kelompok Gajah Liwung. Maka
ia tidak dapat hidup sebagai kebanyakan gadis-gadis. Baik gadis di kotaraja, maupun di
padukuhan-padukuhan. Ki Lurah memang melihat Rara Wulan sedang merenung. Karena itu, maka yang
menjadi sasaran pertanyaannya kemudian adalah Glagah Putih.
- Bagaimana menurut pendapatmu jika Rara Wulan berada di Tanah Perdikan Menoreh
berguru kepada mbokayumu Sekar Mirah" - bertanya Ki Lurah Branjangan.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian berkata " Aku kira hal
itu akan lebih baik Ki Lurah. Di kelompok ini, apalagi jika kita telah kembali terjun ke
arena, keadaannya memang sangat berbahaya. Kemungkinan-kemungkinan buruk akan
dapat terjadi. Meskipun dimanapun kemungkinan buruk itu dapat terjadi, tetapi
dikelompok yang dengan sengaja hadir ditengah-tengah berkecamuknya gejolak anakanak
muda ini, bahaya itu terasa lebih besar. "
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Ternyata Glagah Putih telah lebih banyak
mempergunakan penalarannya pula, sehingga ia tidak asal saja memilih keadaan bagi
Rara Wulan. Meskipun sebagai seorang anak muda, Glagah Putih tentu akan lebih senang
jika Rara Wulan selalu dekat padanya.
- Nah - berkata Ki Lurah kemudian " kau juga harus bersikap, Rara Wulan,
sebagaimana kau bersikap dalam menentukan masa depanmu sendiri. "
Rara Wulan yang menunduk itupun kemudian telah mengangguk-angguk sambil
berkata " Aku menurut saja apa yang kakek perintahkan. "
Ki Lurah menarik nafas dalam dalam. Jika Rara Wulan berkata demikian itu berarti
bahwa ia setuju. la akan menolak dengan tegas jika ia memang tidak sependapat.
Karena itu, maka katanya " Baiklah. Jika demikian, kita akan bersiap-siap. Besok kita
berangkat ke Tanah Perdikan Menoreh. " " Besok" " bertanya Rara Wulan.
" Ya besok. Aku sudah terlalu lama meninggalkan Tanah Perdikan. " jawab Ki Lurah.
" Baru lusa kakek datang " desis Rara Wulan.
" Tetapi aku sudah mondar-mandir dan sering meninggalkan tugasku " jawab Ki
Lurah Branjangan. Rara Wulanpun mengangguk-angguk pula. Memang tidak ada lagi yang harus ditunggu.
Karena itu, maka akhirnya Ki Lurah memutuskan untuk berangkat esok pagi. Glagah
Putih akan ikut mengantarkan sampai ke Tanah Perdikan Menoreh. Kemudian ia akan
kembali kc Mataram dan bergabung kembali dengan kelompok Gajah Liwung yang akan
berkurang dengan seorang anggauta.
Tetapi kekurangan itu segera terisi ketika Ki Jayaraga berkata " Untuk sementara aku
akan tetap berada diantara kelompok ini. Aku masih mempunyai janji dengan Podang
Abang. Aku tidak tahu, kapan janji itu akan dapat aku penuhi. "
Pertanyaan Ki Jayaraga itu tentu saja disambut gembira oleh anggauta-anggauta
kelompok Gajah Liwung yang lain, karena dengan demikian mereka merasa bukan saja
anggautanya tidak berkurang, tetapi justru mendapat perlindungan, karena mereka
mengetahui sepenuhnya, bahwa Ki Jayaraga adalah seorang yang berilmu sangat tinggi.
Dengan demikian, maka Ki Jayaraga adalah anggauta kelompok Gajah Liwung yang
paling tua. Malam itu Rara Wulan harus berkemas. Besok ia berangkat ke Tanah Perdikan,
Menoreh. Meskipun tidak perlu terlalu pagi.
Malam itu, para anggauta Gajah Liwung masih sempat memberikan ucapan selamat
jalan. Mereka berharap, bahwa Rara Wulan sekali-sekali datang mengunjungi kelompok
yang berniat untuk mengimbangi kehadiran kelompok-kelompok anak muda yang tidak
bertanggung jawab itu. " Bagaimanapun juga kedudukanmu sulit untuk digantikan " berkata Rumeksa.
" Kenapa" ~ bertanya Rara Wulan.
Hotel Majestic 2 Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi Sumpah Palapa 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama