Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 18

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 18


Sekar Mirah meloncat surut. Sementara itu, Ki Saba Lintang yang untuk sesaat melepaskan Nyi Dwani telah menariknya dan membawanya berlari di saat medan menjadi kacau
Dengan sisa tenaga yang ada Nyi Dwani berusaha untuk dapat lari bersama Ki Saba Lintang. Sementara itu medan masih tetap kacau. Sekar Mirah merasa ragu untuk mengejarnya. Apalagi setelah pedangnya patah. Ketika Sabungsari bergerak menyusulnya, maka Sekar Mirah berteriak - Sabungsari. Jangan kau serang dari jarak jauh. Nanti kau dapat mengenai Nyi Dwani.
Sabungsari tertegun. Ia tidak mendengar suara Sekar Mirah karena hiruk-pikuk pertempuran. Bahkan beberapa orang pengikut Ki Saba Lintang pun berteriak-teriak pula
Karena itu, maka Sabungsari terpaksa berlari mendekatinya Ketika Sekar Mirah mengulangi pesannya, maka Nyi Dwani yang berlari bersama Ki Saba Lintang itu pun menjadi semakin jauh.
Dalam pada itu, beberapa saat kemudian Agung Sedayu dan sekelompok orang yang bersamanya serta para pengawalnya dari Klajor telah berhasil menguasai keadaan. Beberapa orang pengikut Ki Saba Lintang berhasil melarikan diri Namun bebernya orang yang lain, telah gagal Sementara Agung Sedayu tidak memerintahkan para pengawal untuk mengejar.
Empu Wisanata memang tidak berniat untuk melarikan diri. Karena itu, maka ia masih saja berdiri berhadapan dengan Ki jayaraga. Namun keduanya telah berhenti bertempur.
Sementara itu, orang yang menyebut Carang Werit ternyata tidak mampu menghadapi orang yang disebutnya Srigunting Kuning yang putih itu. Ketika keadaan menjadi tenang, maka tubuhnya telah terkapar di tanah. Sementara itu, sepasang pedang Nyi Wijil ternyata telah basah oleh darah.
Kecuali yang terbunuh dan melarikan diri, beberapa orang justru. telah menyerah. Terutama para pengikut Ki Saba Lintang yang tidak mempunyai bekal ilmu yang cukup. '
Anak muda kepercayaaan Ki Saba Lintang yang bertahan bertempur melawan Agung Sedayu ketika Ki Saba Lintang meninggalkannya untuk menolong Nyi Dwani, sempat melarikan diri. Sebenarnya Agung Sedayu tidak terlalu sulit untuk memburunya tetapi Agung Sedayu harus memperhatikan keadaan Sekar Mirah pula. Karena itu, ketika keadaan mereda Agung Sedayu sudah berdiri di sisi Sekar Mirah, sehingga Sekar Mirah sendiri terkejut karenanya
Demikianlah, maka sejenak kemudian, pertempuran benar-benar telah terhenti. Beberapa orang telah menjadi lawanan. Sedangkan yang lain terbunuh dan terluka parah.
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam ketika ia melihat Empu Wisanata melemparkan senjatanya.
- Aku sudah letih dan bahkan jemu dengan permintaan buruk Ki Saba Lintang. - Tetapi Nyi Dwani berusaha melarikan diri bersamanya - sahut Ki Jayaraga.
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Matanya yang cekung memandang kekejauhan. Tetapi tidak satupun yang dilihatnya selain kabur.
- Ternyata aku benar-benar tidak dapat mengendalikan anakku- desis Empu Wisanata
- Sudahlah Empu - berkata Ki Jayaraga kemudian - masih ada banyak kemungkinan.Rara Wulan yang sudah dibebaskan dari cengkeraman Ki Saba Lintang, serta telah diselamatkan nyawanya oleh Glagah Putih, hampir saja kehilangan kendali, ketika ia melihat Glagah Putih berjalan mendekatinya Hampir saja ia berlari memeluknya. Untunglah bahwa iapun segera menyadari dirinya, bahwa sebagai seorang gadis, ia tidak melakukannya, karena sampai saat itu Glagah Putih masih belum melakukannya, karena sampai saat itu Glagah Putih masih belum mempunyai hubungan apapun dengan dirinya
Meskipun demikian, ketika Glagah Putih itu berdiri dihadapannya, maka Rara Wulan tidak lagi dapat menahan air matanya
- Aku mengucapkan terima kasih kakang.- Sudahlah - berkata Glagah Putih - bersyukurlah kepada Yang Maha Agung yang telah memberikan jalan kepada kami untuk membebaskanmu dari tangan-tangan orang jahat itu.Rara Wulan mengangguk kecil. Dengan suara yang tertelan bersama tangisnya ia menjawab liriih - Ya kakang.Glagah Putihpun kemudian telah membimbing Rara Wulan mendekati Sekar Mirah yang berdiri di sebelah Agung Sedayu. Ny Wijil telah menyarungkan sepasang pedangnya, sementara Ki Wijilpun melangkah di sisi anak laki-lakinya Di belakangnya berjalan Sabungsari bersama pemimpin pengawal dari Klajor. Sementara itu, para pengawal yang lain telah mengikat para tawanan yang akan dibawa ke pedukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh.
Setelah segala sesuatunya dibenahi, maka Agung Sedayupun telah memerintahkan para pengawal dari Klajor untuk menguburkan para pengikut Ki Saba Lintang yang terbunuh. Namun seorang pengawal dari Klajor yang telah gugur, akan dibawa ke pedukuhan induk.
- Biarlah para pemimpin pengawal dari Tanah Perdikan ini nanti menemui orang tuanya - berkata Agung Sedayu - Aku berdiri juga akan menemuinya nanti setelah aku memberikan laporan kepada Ki Gede.Demikianlah, maka Agung Sedayu bersama beberapa orang yang datang bersamanya, telah mendahului para pengawal yang akan mengantar seorang karyawannya yang gugur ke pedukuhan induk. Namun Glagah Putih, Sabungsari dan Sayoga akan bergabung dengan para pengawal itu. Sementara itu, para pengawal yang lain akan menguburkan para pengikut Ki Saba Lintang yang terbunuh dan terluka parah. Mereka akan membawa orang-orang yang terluka ke banjar padukuhan. Para pengawal Klajor sendiri dan para pengikut banjar padukuhan. Para pengawal Klajor sendiri dan para pengikut Ki Saba Lintang. Namun para pengikut Ki Saba Lintang yang tertawa dan masih mampu berjalan, akan di bawa ke padukuhan induk bersama sseorang pengawal Klajor yang gugur.
Namun Glagah Putih masih harus menunggu kedatangan para bebahu padukuhan Klajor untuk menyampaikan beberapa pesan dari Agung Sedayu
Untuk pengamanan lebih lanjut, maka Glagah Putih telah minta dua orang pengawal untuk menyampaikan peristiwa ini kepada padukuhan terdekat untuk mendapatkan bantuan pengawalan.
- Pakailah kudaku dan kuda Sabungsari - berkata Glagah Putih - aku menunggu di sini sambil menunggu dahulu memberitahukan kepada orang tua pengawal yang gugur itu, sebelum para pemimpin pengawal Tanah Perdikan dan kakang Agung Sedayu sendiri datang menemui mereka.
Hari itu Tanah Perdikan Menoreh menjadi sibuk. Agung Sedayu bersama beberapa orang telah langsung menghadap Ki Gede untuk melaporkan apa yang terjadi di bawah bukit
- Kami mohon maaf Ki Gede, bahwa kami telah langsung mengambil langkah-langkah sebelum melaporkan kepada Ki Gede. Bahkan kami telah mempergunakan pengawal dari Klajor sehingga seorang dari mereka telah gugur. Agaknya tiga atau empat orang terluka cukup berat dan lebih dari tujuh orang terluka ringan.Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya - Jika Ki Lurah harus minta persetujuanku lebih dahulu, maka persoalannya tidak akan selesai. Baiklah. Biarlah Prastawa dan beberapa orang pengawal pergi ke tempat kejadian.
- Terima kasih, Ki Gede. Aku sendiri juga akan kembali ke tempat itu. Aku memang akan mengajak Prastawa untuk menemui orang tua pengawal yang gugur, yang nanti akan dibawa ke banjar Tanah Perdikan. Aku mohon Ki Gede memperkenankan pengawal itu mendapat kehormatan dari Tanah Perdikan ini."
- Tentu aku Udak akan berkeberatan - jawab Ki Gede - anak itu telah mengorbankan dirinya untuk menegakkan harga diri Tanah Perdikan ini. Aku tahu, bahwa Ki Lurah merasa segan, karena persoalannya seakan-akan menyangkut keluarga Ki Lurah. Tetapi jika seseorang saja dari keluarga Tanah Perdikan ini disakiti, maka kita semuanya akan ikut merasakannya.- Terima kasih, Ki Gede - Agung Sedayupun mengangguk hormat Demikianlah, setelah Agung Sedayu memperkenalkan Ki Wijil dan Nyi Wijil, maka merekapun segera minta diri. Sementara itu Agung Sedayu sendiri akan pergi bersama Prastawa ke Klajor untuk menemui orang tua pengawal yang telah gugur serta keluarga mereka yang terluka berat dan ringan.
Menjelang senja, kesibukan di Tanah Perdikan baru mereda, Prastawa telah mengirimkan beberapa orang pengawal untuk tetap berada di Klajor. Bukan saja ikut membantu merawat orang-orang yang terluka, biar para pengawal Klajor sendiri maupun para pengikut Ki Saba Lintang, tetapi juga mengamati keadaan. Memang mungkin sekali Ki Saba Lintang membawa pengikut-pengikut lebih banyak untuk mengambil kawan-kawannya Namun jika demikian yang dilakukannya, maka Tanah Perdikan Menoreh sudah menjadi lebih bersikap. Pengawal yang ada di Klajor cukup banyak. Kecuali para pengawal dari padukuhan induk, beberapa orang pengawal dari dua padukuhan terdekatpun telah berada di Klajor pula. Sementara itu, mereka akan dapat membunyikan isyarat jika keadaan memang memaksa, sehingga akan datang kekuatan yang lebih besar karena padukuhan-padukuhan yang lainpun telah bersikap pula menghadapi, segala kemungkinan.
Malam itu, Ki Wijil dan Nyi Wijil bermalam di rumah Agung Sedayu. Sedangkan Glagah Putih, Sabungsari dan Sayoga berada di banjar untuk ikut mengawasi beberapa orang tawanan.
Seorang diantara mereka yang yang tidak berada di banjar adalah Empu Wisanata. Ternyata Empu Wisanata juga dipersilahkan berada di rumah Agung Sedayu.
Malam itu, beberapa orang yang berada di rumah Agung Sedayu itu tidak dapat tidur. Tetapi mereka masih berbincang diruang dalam sampai menjelang tengah malam.
Namun merekapun terkejut ketika tiba-tiba saja Sukra masuk keru-ang dalam dengan wajah yang tegang. Dengan terbata-bata ia pun berkata -Ki Lurah, seorang perempuan mencari Nyi Lurah.- Seorang perempuan" - bertanya Agung Sedayu.
-Ya - jawab mereka - Dimana orang itu sekarang"- Dibelakang. Agaknya ia tidak memasuki halaman rumah ini lewan regol depan. Tetapi meloncati dinding.'- Mirah - desis Agung Sedayu.
Sekar Mirah termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian segera bangkit berdiri. Rara Wulan yang ikut duduk bersama merekapun telah bangkit pula
Tetapi Agung Sedayu tidak membiarkan berdua saja Tetapi Agung Sedayupun telah mengikuti mereka di belakang.
Ketika mereka keluar lewat pintu butulan, maka merekapun terkejut Mereka melihat Nyi Dwani berdiri dengan termangu-mangu dalam kegelapan.
- Nyi Dwani - desis Sekar Mirah.
Nyi Dwani tidak segera menjawab. Tetapi nampak ketegangan yang sangat telah mencengkamnya.
Dengan tergesa-gesa Sekar Mirahpun mendekatinya dan kemudian membimbingnya masuk keruang dalam lewat pintu butulan. Rara Wulan berdiri tegak, sementara Agung Sedayu bergeser ke samping memberi jalan kepada Sekar Mirah dan Nyi Dwani lewat
Kehadiran Nyi Dwani mengejutkan orang-orang yang berada di ruang dalam. Merekapun serentak bangkit berdiri.
Empu Wisanata berkata agak gugup - Dwani" Apa yang terjadi"Nyi Dwani tidak segera menjawab. Sekar Mirahpun kemudian menempatkannya duduk di ruang dalam itu bersama beberapa orang yang lain. Empu Wisanata dengan gelisah duduk disebelahnya.
- Ambilkan minuman, Rara. - berkata Sekar Mirah kemudian.
Rara Wulanpun segera pergi ke dapur untuk mengambil semangkuk minuman.
Nyi Dwanipun kemudian minum beberapa teguk.
Jilid 314 DEMIKIAN minuman itu lewat tenggorokan, maka iapun menjadi sedikit tenang.
-Apa yang terjadi"- bertanya Empu Wisanata
- Aku telah mereka tinggalkan.- Mereka siapa"- - Kakang Saba Lintang dan beberapa orang kawannya yang berhasil melarikan diri.-Kenapa"- Nyi Dwani menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian meneguk minumannya lagi sambil berdesah.
Ayahnya tidak mendesaknya la tahu bahwa anaknya menjadi sangat gelisah dan tegang. Karena itu Empu Wisanata itupun menunggu.
- Aku sengaja memisahkan diri - berkata Nyi Dwani kemudian di saat kami melarikan diri, maka aku mengatakan kepada mereka, bahwa aku tidak kuat melangkah lagi meskipun hanya selangkah.Orang-orang di ruang dalam itu mendengarkan cerita Nyi Dwani dengan bersungguh-sungguh. Sementara itu Nyi Dwani berkata selanjutnya - Telah terjadi pertengkaran diantara Ki Saba Lintang dan kawan-kawannya Ki Saba Lintang ingin menunggu sampai aku dapat melanjutkan perjalanan. Tetapi kawan-kawannya kukuh untuk berjalan terus. Mereka cemas bahwa orang-orang Tanah Perdikan akan memburunyaNyi Dwani menarik nafas panjang. Kemudian iapun melanjutkan-Ketika Ki Saba Lintang minta mereka berjalan terus sementara Ki Saba Lintang akan menungguku, kawan-kawannya tidak menyetujuinya, sehingga bertengkaran itu menjadi keras. Sementara itu akupun menyarankan agar aku ditinggal saja di tempat itu. Aku akan mengurus diriku sendui setelah hatiku dapat aku bawa berjalan lagi.Ki Saba Lintang memang merasa ragu untuk meninggalkan aku. Tetapi aku berusaha meyakinkan mereka, bahwa aku akan segera menyusul Jika aku sendiri, maka aku akan dapat bersembunyi lebih baik daripada bersama beberapa orang lain.Bagaimanapun juga, Ki Saba Lintang tidak dapat menolak permintaan kawan-kawannya. Mereka menuduh Ki Saba Lintang lebih memberatkan seorang perempuan daripada pegayuhan mereka yang besar."
"Jadi Ki Saba Lintang itu akhirnya meninggalkan kau sendiri di tengah jalan ?"bertanya Empu Wisanata.
"Akulah yang memintanya pergi. Jika ia membawa aku itu hanya akan memperlambat perjalanan. "
"Jadi kemana kau harus menyusul mereka" "
"Ke Prambanan."
"Jadi dalam keadaan letih itu kau harus berjalan ke Prambanan " Sendiri dengan pakaian sebagaimana kau kenakan " "
" Aku mengatakan kepada mereka, bahwa aku akan dapat mencari seekor kuda di sepanjang jalan. "
- Merampok " " Nyi Dwani termangu-mangu. Tetapi ia tidak menjawab.
"Ternyata kata-katanya, janji-janjinya dan semua yang pernah dikatakannya kepadamu tidak seimbang dengan sikapnya itu. "
"Ayah, akulah yang menyuruhnya pergi. Aku memang tidak ingin mengikutinya. Karena itu, aku berpura-pura tidak dapat berjalan sama sekali."
"Kenapa?"bertanya ayahnya
"Aku cemas, bahwa rahasia kita akan terbongkar. Bahwa kitalah yang telah membebaskan Rara Wulan dari bilik tahanannya Dan bahwa kitalah yang telah membawa Ki Lurah ke persembunyian kakang Saba Lintang." Kenapa hal itu kau cemaskan."
" Dua orang yang diutus pergi ke padepokan Ki Ajar Trikaya tidak akan pernah kembali. Hal ini tentu akan menimbulkan kecurigaan. Beberapa kecurigaan serta kemampuan Ki Saba Lintang mengurai peristiwa demi peristiwa atau mungkin ceritera dari mulut-kemulut yang dengan tidak sengaja disebarkan oleh para cantrik di padepokan Ki Ajar Trikaya, serta karena hal-hal yang tidak diketahui, akan dapat disimpulkan, bahwa kamilah yang bersalah. Dengan demikian maka kami akan dapat disebut pengkhianat. Karena itu, maka aku ingin terpisah dari mereka"
"Jadi, kemudian kau memilih pergi kemari ?"
" Ya Demikian mereka pergi, maka akupun langsung pergi ke mari. Tetapi aku harus menunggu gelap agar aku dapat menyusup pedukuhan ini sampai ke rumah Ki Lurah Agung Sedayu tanpa diketahui orang."
"Kenapa kau memilih pergi ke mari ?"bertanya Empu Wisanata selanjurnya
"Aku tahu ayah masih berada disini"
Empu Wisanata menarik nafas dalam-dalam. Kemudian Empu Wisanata itupun kemudian berkata kepada Agung Sedayu " Ki Lurah. Anakku datang untuk menyerahkan diri. Segala sesuatunya terserah kepada Ki Lurah."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Kemudian iapun berkata"Baiklah. Kami juga akan mempersilahkan Nyi Dwani tinggal disini bersama-sama dengan Empu Wisanata, Ki Wijil dan Nyi Wijil. Tentu saja kami tidak dapat menyediakan tempat serta segala kelengkapannya dengan baik. "
Nyi Dwani memandang Sekar Mirah dengan sorot mata keheranan. Katanya"Apakah kami tidak dimasukkan kedalam bilik yang rapat sebagai tawanan?"
" Kami menganggap para pengikut Ki Saba Lintang sebagai tawanan. Tetapi Empu Wisanata dan Nyi Dwani akan mendapat perlakukan yang lain"Sahut Sekar Mirah.
Mata Nyi Dwani menjadi basah pula Sementara ia berkata dengan sendat"Terima-kasih, Nyi Lurah. Aku tidak tahu, bagaimana aku dapat membalas budi Nyi Lurah, Ki Lurah dan sanak kadang Tanah Perdikan Menoreh ini. "
" Nyi Dwani"berkata Agung Sedayu kemudian"kami ingin mengetahui, apakah Nyi Dwani sanggup mengantarkan kami ke Prambanan bersama sepasukan pengawal " "Nyi Dwani termangu-mangu sejenak. Sementara Agung Sedayu berkata " Kami ingin membuat penyelesaian tuntas dengan Ki Saba Lintang."
" Bukankah Ki Lurah tidak berniat menghancurkan kelompok kakang Saba Lintang yang ingin membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati " "
" Katakan dengan jujur, Nyi. Apakah ada sekelompok kecil saja orang-orang yang memang berasal dari perguruan Kedung Jati yang mumi?"
Nyi Dwani menggeleng. Sementara Agung Sedayu berkata " Tentu Nyi Dwani tidak mengetahui, karena Nyi Dwani sendiri juga tidak berasal dari perguruan Kedung Jati. "
" Tetapi baiklah Nyi. Hari ini kami masih akan berbicara untuk menentukan sikap"berkata Agung Sedayu selanjurnya.
. Nyi Dwani menundukkan wajahnya dalam-dalam. Sementara Empu Wisanata lah yang menyahut"Kami mengucapkan terima kasih atas segala kebaikan Ki Lurah, Nyi Lurah dan Sanak kadang di Tanah Perdikan Menoreh. Kami berharap agar Yang Maha Agung selalu membimbing kami berdua "
Malam itu Agung Sedayu memang belum mengambil keputusan. Betapapun juga Nyi Dwani masih berharap Agung Sedayu berpegang pada janjinya untuk tidak menghancurkan Ki Saba Lintang dengan para pengikutnya
Tetapi Agung Sedayu sudah menjelaskan, bahwa ia memang berjanji untuk tidak menghancurkan Ki Saba Lintang pada saat Agung Sedayu mengambil Rara Wulan.
- Kelanjutannya tergantung kepada perkembangan keadaan- berkata Agung Sedayu kemudian.
Nyi Dwani hanya dapat menundukkan kepalanya, sementara Empu Wisanata pun berkata
- Segala sesuatunya memang terserah kepada persoalan yang lebih besar, Ki Lurah. Agung Sedayu mengangguk sambil menjawab. - Terimakasih atas pengertian Empu Wisanata. Sebenarnyalah bahwa tingkah laku Ki Saba Lintang tidak hanya sekedar menyangkut tongkat baja putih isteriku saja, tetapi ada persoalan yang lebih besar yang menyangkut sikap Ki Saba Lintang itu Empu Wisanatapun mengangguk sambil berdesis - Kami mengerti sepenuhnya Ki Lurah.Demikianlah, maka Agung Sedayupun kemudian telah mempersilahkan tamunya untuk beristirahat. Nyi Dwani dipersilahkan tidur di dalam rumah. Sedangkan Ny Wijil dan Ki Wijil dipersilahkan untuk beristirahat di dalam bilik di gandok sebelah kanan. Sedangkan Empu Wisanata di gandok sebelah kiri. Namun hampir semalaman Empu Wisanata tidak masuk kedalam biliknya Tetapi bersama Ki Jayaraga keduanya duduk diatas lincak bambu diserambi sambil berbincang-bincang tentang berbagai macam persoalan.
Sedangkan Glagah Putih, Sabungsari dan Sayoga dapat tidur di-mana-mana Namun sampai larut malam mereka masih berada di banjar. Mereka juga ikut berjaga-jaga. Jika ada isyarat dari padukuhan Klajor mereka harus dengan cepat mengambil langkah.
Ketika fajar mulai membayang, maka semua orang yang berada di rumah Agung Sedayu sudah terbangun untuk melakukan kewajiban mereka masing-masing. Nyi Wijil, Nyi Dwani, Sekar Mirah dan Rara Wulanpun kemudian telah sibuk di dapur. Mereka melakukan kerja sebagaimana kebanyakan perempuan. Rara Wulan sibuk mencuci mangkuk, periuk, dandang dan alat-alat dapur yang lain, sementara Sekar Mirah mencuci beras untuk ditanak. Nyi Wijil sibuk menjerang air untuk menanak nasi sementara Nyi Dwani sibuk membuat minuman. Pada mereka sama sekali tidak nampak kegarangan mereka di pertempuran. Nyi Wijil yang dikenal sebagai Srigunting Kuning yang putih itu tidak mengenakan pakaian yang ditandai dengan ciri perguruannya Ia mengenakan kain dan baju sebagaimana perempuan lain. Bahkan Nyi Wijil telah memakai kain dan baju milik Sekar Mirah, sementara Nyi Dwani telah meminjam pakaian Rara Wulan meskipun agak terlalu kecil. Dilambung mereka udak tergantung senjata mereka sebagaimana mereka kenakan di medan.
Dalam pada itu. Agung Sedayupun telah mempersiapkan diri untuk pergi ke baraknya setelah beberapa hari ditinggalkannya.
Demikian matahari naik, maka Agung Sedayu minta diri kepada tamu-tamunya yang berada dirumahnya.
Tetapi kepada Sekar Mirah Agung Sedayu berbisik - Aku akan ke Mataram. Jangan beri tahu siapapun juga. Aku akan membawa dua orang prajurit dari barak. - Bukankah kakang tidak akan bermalam"- bertanya Sekar Mirah.
- Tidak. Aku ingin menemui Ki Patih hari ini untuk mendapat petunjuk-petunjuk, terutama tentang Ki Saba Lintang dan orang-orangnya yang berada di sebelah Utara Prambanan itu. Aku tidak tahu, kenapa Ki Saba Lintang memilih tempat itu. Apakah ada hubungannya dengan keberadaan prajurit Mataram di Jati Anom. Bukankah Macan Kepatihan pernah gagal merebut Sangkal Putung karena kekuatan pasukan paman Widura dan kakang Untara yang waktu itu masih berada di bawah kekuasaan Pajang" Meskipun kekuasaan sekarang berada di Mataram, tetapi masih ada jalur lurus antara Pajang dan Mataram meskipun samar-samar, yang bagi para murid dari perguruan yang pernah dipimpin oleh Ki Patih Mantahun dan Macan Kepatihan itu hampir tidak ada bedanya" Bagi mereka, kekuasaan tertinggi tanah ini harus berada di jalur keturunan Harya Penangsang.- Apakah ada orang yang dianggap berhak untuk memimpin Tanah ini sekarang yang lahir dalam jalur keturunan Harya Penangsang itu"- Sampai sekarang aku belum tahu, Mirah. Sekar Mirah mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya lebih jauh.
- Semuanya baru dugaan, Mirah. -Sekar Mirah mengangguk lagi.
Demikianlah, maka sejak kemudian, Agung Sedayupun telah memacu kudanya ke barak Pasukan Khusus yang dipimpinnya.
Agung Sedayu ternyata hanya singgah sebentar di barak. Iapun kemudian membawa dua orang prajurit untuk menemaninya pergi ke Mataram. Agung Sedayu sengaja tidak mengajak Glagah Putih, agar Glagah Putih tetap bersama tamu-tamunya yang ada di rumahnya. Jika Glagah Putih diajaknya pergi, maka tamu-tamu Agung Sedayu itu tentu bertanya-tanya, kemana keduanya itu pergi. Terutama Nyi Dwani dan Empu Wisanata.
Ketika matahari menjadi semakin tinggi, maka Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya telah memacu kuda mereka ke Mataram.
Ketika Agung Sedayu sampai di Kapatihan, ternyata Ki Patih sedang pergi. Seorang Lurah prajurit yang bertugas memimpin sekelompok petugas di Kepatihan mempersilahkan Agung Sedayu untuk menunggu.
-Biasanya tengah hari, Ki Patih pulang, Ki Lurah.Agung Sedayu mengangguk. Katanya - Baiklah. Aku akan menunggu sampai Ki Patih kembali.- Silahkan Ki Lurah Agung Sedayu duduk diserambi. Tetapi Agung Sedayu menggeleng. Katanya - Terima-kasih. Biarlah aku disini saja.- Disini tempat kami yang sedang bertugas: - Akupun sedang bertugas.Lurah prajurit yang memimpin para petugas di Kepatihan itu tertawa. Katanya -Baiklah, jika Ki Lurah memilih menunggu disini bersama kedua pengawal Ki Lurah. Bertiga Agung Sedayu menunggu di tempat para prajurit bertugas. Ki Lurah yang memimpin para prajurit yang sedang bertugas di Kepatihan itupun kemudian duduk menemuinya, berbincang tentang berbagai macam persoalan. Ki Lurah itupun telah menanyakan pula keadaan para prajurit dari Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan Menoreh.
Seperti yang dikatakan oleh Ki Lurah yang sedang bertugas itu, tengah hari, Ki Patih bersama dua orang pengawalnya memasuki pintu gerbang Kepatihan. Di halaman searang prajurit telah menerima kudanya demikian Ki Patih meloncat turun.
Meskipun Ki Patih Mandaraka itu nampak semakin tua, tetapi ia masih tetap tangkas.
Ki Patih terkejut ketika ia melihat Agung Sedayu berada di antara para prajurit yang sedang bertugas, berarti menghormati kedatangannya Sambil melangkah mendekat Ki Patih itu menyapanya - Kau Ki Lurah. -Ya Ki Patih..- - Sudah lama kau menunggu"- Belum Ki Patih. - Ki Patih tersenyum. Katanya - Kapanpun kau datang, kau tentu akan menjawab - belum Ki Patih. Agung Sedayu tersenyum sambil mengangguk hormat
- Marilah, naiklah ke serambi samping. - Terima kasih Ki Patih - sahut Agung Sedayu sambli mengangguk hormat pula
Beberapa saat kemudian, Agung Sedayupun telah duduk di serambi menghadap Ki patih Mandaraka Dua orang prajurit yang bersamanya menunggu di tempat para prajurit yang sedang bertugas disebelah pendapa Kepatihan.
- Nampaknya kau membawa persoalan yang khusus Ki Lurah" -bertanya Ki Patih kemudian.
- Ya, Ki Patih -jawab Ki Lurah.
- Tentang apa" Tentang pasukanmu " - Tidak, Ki Patih. Tetapi tentang perguruan Kedung Jati itu. "
-O. Kenapa"- Agung Sedayupun kemudian telah melaporkan apa yang telah dilakukannya Sejak hilangnya Rara Wulan sampai berhasil diketemukannya kembali. Juga tentang padepokan Ki Ajar Trikaya serta tempat Ki Saba Lintang membuat barak tersembunyi di Tanah Perdikan Menoreh. Sehingga akhirnya Ki Saba Lintang dan beberapa orang pengikutnya berhasil melarikan diri dari barak itu.
Ki Patih mendengarkan laporan Agung Sedayu itu dengan sungguh-sungguh. Demikian Agung Sedayu selesai, maka Ki Patih itupun mengangguk-angguk sambil berkata - Sokurlah, bahwa gadis itu telah dapat diketemukan kembali dengan selamat -Atas restu Ki Patih.- - Jadi Ki Wijil sekarang berada di Tanah Perdikan Menoreh bersama isterinya"- Ya Ki Patih. Ternyata Ki Wijil telah memberikan banyak sekali bantuan. Anak laki-lakinya juga ikut ke Tanah Perdikan Menoreh.
- O - Ki Patih mengangguk-angguk pula - jadi mereka sekeluarga berada di Tanah Perdikan sekarang. -Ya,Ki Patih.- - Kenapa mereka tidak kau ajak kemari "- Aku tidak mengatakan kepada siapapun bahwa aku hari ini menghadap Ki Patih.Ki Patih tersenyum. Katanya - Baiklah. Tetapi sebelum Ki Wijil pulang, sebaiknya ajaklah singgah kemari. Sokur bersama dengan istri dan anaknya- Ya, Ki Patih. - -Nah, sekarang apa rencanamu mengenai orang-orang yang ingin menyusun kembali perguruan yang telah pecah itu "- Mereka bukan murid-murid Kedung Jati yang sebenarnya Tetapi agaknya Ki Saba Lintang telah berhasil menyeret mereka untuk memperkuat barisannya - Agung Sedayu. Bagaimanakah menurut pendapatmu " Apakah Ki Saba Lintang itu benar-benar orang yang memegang pimpinan tertinggi dari kelompok yang ingin membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati " Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun berkata - Aku tidak yakin, Ki Patih. Aku condong menduga, bahwa masih ada orang lain yang lebih tinggi pengaruhnya dari Ki Saba Lintang.Ki Patih Mandaraka mengangguk-angguk. Katanya - Aku sependapat Ki Lurah. Tentu masih ada orang yang lebih berpengaruh dari Ki Saba Lintang. Bahkan mungkin Ki Saba Lintang adalah sekedar anak-anakan yang digerakkan oleh orang itu meskipun Ki Saba Lintang yang memegang tongkat kepemimpinan perguruan Kedung Jati, karena menurut pendapatku, tongkat itu bukan apa-apa yang menentukan adalah orang yang memegang tongkat itu. Apakah ia benar-benar dapat bertindak sebagai pemimpin atau tidak.- Ya, Ki Patih"Agung Sedayu mengangguk-angguk.
- Jika demikian, maka yang penting bagi kita adalah orang yang berdiri di belakang Ki Saba Lintang itu.- Ya, Ki Patih. Nampaknya ada orang-orang berumu sangat tinggi yang bersembunyi dibelakang Ki Saba Lintang. Di ujung Kali Geduwang, kami sudah menjumpai beberapa orang berilmu tinggi itu. Mereka menguasai Ki Anjara Trikaya, sehingga Ki Ajar sama sekali tidak mampu berbuat apa-apa,- Mungkin di Prambanan ada juga orang berilmu tinggi. Mungkin di kaki Gunung Kendeng, mungkin di sekitar Jipang, tetapi mungkin berada di Pati.Agung Sedayu mengangguk-angguk pula, sementara Ki Patihpun berkata - Nah, jika kita sependapat, apa sebaiknya yang kita lakukan, Ki Lurah"- Apapun perintah Ki Patih, akan kami jalankan. - Seandainya kau diberi wewenang untuk menentukan, apakah kau akan mengepung sarang Ki Saba Lintang di Prambanan Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun menggeleng. Katanya - Tidak, Ki Patih.--Jadi"- Kita menunggu kesempatan untuk menemukan orang yang berdiri di belakang Ki Saba Lintang. Jika kita kepung sarang Ki Saba Lintang di Prambanan, mungkin kita akan dapat menumpas Ki Saba Lintang dan pengikutnya di Prambanan, tetapi orang yang justru menggerakkan Ki Saba Lintang itu masih belum kita ketahui.- Jika tongkat baja putih itu dapat kita rebut, apakah kira-kira gerakan mereka yang akan membangkitkan kembali perguruan Kedung Jati itu akan mengendor"-'
- Murid-murid perguruan Kedung Jati yang sebenarnya agaknya hanya kecil saja. Terlalu kecil dibanding dengan kekuatan gerakan itu dalam keseluruhan. Tanpa Ki Saba Lintang yang memiliki tongkat baja putih itu, maka tentu akan timbul gerakan yang lain dengan nama lain yang justru sama sekali tidak kita kenal. Padahal dengan gerakan yang nampaknya dipimpin oleh Ki Saba Lintang, kita sudah memiliki jalur yan dapat kita pakai untuk menelusuri gerakan-gerakan mereka, meskipun masih cukup berbelit- Aku sependapat Ki Lurah. Nah, jika demikian Ki Lurah masih belum akan pergi ke Prambanan untuk menangkap atau menghancurkan Ki Saba Lintang denga para pengikutnya-Belum Ki Patih. Kami masih akan menunggu perkembangan selanjutnya. Sementara itu. Empu Wisanata dan Nyi Dwani masih berada di Tanah Perdikan Menoreh.- Tetapi Ki Lurah, bagaimana jika terjadi sebaliknya. Ki Saba Lintang mengerahkan segenap kekuatan yang ada padanya, para pengikutnya dan kawan-kawannya yang tersebar itu, untuk menyerang Tanah Perdikan Menoreh.- Memang mungkin sekali hal itu terjadi, Ki Patih. Tetapi kini di Tanah Perdikan sudah bersiap untuk menghadapinya Bahkan para prajurit dari Pasukan Khusus di Tanah Perdikan, jika diperkenankan akan dapat membantu.Ki Patih tersenyum. Katanya - Kau tidak akan dianggap bersalah jika kau pergunakan kekuatan Pasukan Khusus itu. Bukankah termasuk tugas Pasukan Khusus itu menentramkan keadaan" Untuk melindungi Mataram dalam arti keseluruhan, bukan hanya Kota Raja ini saja.Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sementara Ki Patih Man-darakapun berkata - Ki Lurah bukan hanya Tanah Perdikan, tetapi kita semuanya memang harus berhati-hati jika orang yang berdiri di belakang Ki Saba lintang itu justru berasal dari Pati.- Dari Pati "- - Bukankah Kangjeng Adipati Pati tidak tertangkap saat pasukan Mataram memasuki Kadipataen Pati.- Jadi maksud Ki Patih, Kangjeng Adipati Pragola yang berdiri di belakang gerakan ini "- Bagaimana menurut pendapatmu "- Ki Patih. Bukankah ayahanda Kangjeng Adipati Pragola adalah justru salah seorang yang telah dianggap membunuh Harya Penangsang "-Ya.- - Sedangkan perguruan Kedung Jati adalah pendukung utama dari niat Harya Penangsang untuk merebut tahta Demak pada waktu itu" Bahkan diantara mereka terdapat Ki Patih Mantahun, Macan Kepatihan dan tentu beberapa orang pimpinan pemerintahan Jipang yang lain. Apakah mungkin dua kekuatan yang berlawanan itu akan bersatu.- Aku juga tidak mempunyai dugaan bahwa Kangjeng Adipati Pragola sendiri yang terlibat Kangjeng Adipati adalah seorang kesatria sejati Ia tidak akan mempergunakan cara yang tidak terhormat ini. Tetapi beberapa orang pemimpin Pati yang kecewa akan dapat memanfaatkan kekecawaan orang lain. Atau karena ada dua kubu yang sama-sama kecewa, mereka akan dapat bekerja-samaAgung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti sepenuhnya keterangan Ki Patih Mandaraka. Sementara itu Ki Patihpun berkata selanjurnya - Apalagi para pengikut Harya Penangsang itupun tahu pasti, bahwa yang menyebabkan kematian langsung Harya Penangsang itu adalah Raden Sutawijaya Raden Sutawijayalah yang telah menghujamkan tombak Kanjeng Kiai Pleret ke lambungnya
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun Agung Sedayupun telah mendengar apa yang terjadi di pinggir bengawan itu. Ki Patih Mandaraka yang pada waktu itu masih bernama Ki Juru Martani itulah yang mengatur segala-galanya Ki Juru Martani pulalah yang kemudian mengatur laporan ke Pajang, bahwa Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawilah yang telah berhasil membunuh Harya Penangsang sebagaimana mereka sanggupkan, meskipun mereka telah meminjam tangan Raden Sutawijaya dan bahwa dengan kemungkinan yang paling buruk dapat terjadi pada Raden Sutawijaya putera Ki Gede Pemanahan itu, dengan membiarkan Harya Penangsang menangkap Raden Sutawijaya dan berusaha membunuhnya Tetapi justru keris sakti Harya Penangsang telah memotong ususnya sendiri yang disangkutkan di wrangka kerisnya setelah lambungnya tertusuk tombak Kiai Pleret yang berada di tangan Raden Sutawijaya yang bergelar Mas Ngabehi Loring Pasar dan yang kemudian bergelar Panembahan Senapati di Mataram.
Agung Sedayu dapat membayangkan, betapa tegangnya saat saat terakhir pertempuran antara Pajang dan Jipang menjelang saat gugurnya Harya Penangsang.
Namun setelah terjadi benturan kekuatan antara Mataram dan Pati, antara anak Pemanahan dan-anak Penjawi, maka tidak mustahil bahwa ada orang-orang Pati yang kecewa karena kehilangan kedudukan mereka dibawah kepemimpinan Kanjeng Adipati Pragola bekerja bersama para pengikut Jipang yang setia, untuk bersama-sama menentang Mataram:
Tetapi bagaimanapun juga Agung Sedayu yakin, bahwa Kanjeng Adipati Pragola sendiri tidak akan menempuh jalan seperti itu. Apalagi menghimpun kekuatan yang terdiri dari berbagai macam gerombolan yang diantaranya adalah gerombolan orang-orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan watak dan kelakuannya
Tetapi jika benar ada hubungan antara beberapa orang pemimpin Pati yang tersingkir dengan para pendukung perguruan Kedung Jati, serta kekuatan lain yang menghimpun, maka gerombolan itu akan menjadi kekuatan yang besar.
Ketika hal itu dikemukakan oleh Agung Sedayu kepada Ki Patih, maka Ki Patih itupun kemudian berkata - Karena itu, kau harus berhati-hati, Ki Lurah. Tanah Perdikan Menoreh harus berhati-hati pula Agung Sedayu mengangguk dalam-dalam. Katanya - Ya Ki Patih. Kami akan melakukannya - Tetapi ingat Ki Lurah. Tongkat baja putih Nyi Lurah, bahkan Tanah Perdikan Menoreh, itu sama sekali bukan tujuan akhir mereka Jika benar mereka akan menyerang dan menduduki Tanah Perdikan Menoreh, maka Tanah Perdikan itu tentu hanya akan mereka jadikan landasan bergerak ke Mataram serta akan mereka jadikan lumbung untuk mendukung perang yang mungkin akan berkepanjangan melawan Mataram. Tanah Perdikan Menoreh akan dapat menjadi pagar bagi mereka. Mereka dapat bergerak ke Barat lebih dahulu untuk menghimpun kekuatan yang lebih besar, sebelum mereka bergerak ke Timur.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya - Ya Ki Patih. Kemungkinan itu memang dapat terjadi. Tanah Perdikan Menoreh akan dapat menjadi landasan yang baik, justru karena disekat oleh Kali Praga - Baiklah, Ki Lurah. Seandainya hal itu terjadi, maka Mataram tidak akan tinggal diam atau bahkan menjadi penonton atas pertunjukan berdarah yang terjadi di Tanah Perdikan. Selain Pasukan Khususmu itu, Mataram akan mempersiapkan prajurit yang dapat bergerak dengan cepat jika diperlukan.- Terimakasih Ki Patih. Kami akan berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya di Tanah Perdikan Menoreh. - Buatlah pengawasan yang lebih rapat diperbatasan. Jika mereka akan pergi ke Tanah Perdikan, mereka tentu akan memperhitungkan Kali Praga - Ya, Ki Patih. - - Sementara itu, Mataram akan mengirimkan petugas sandinya ke Prambanan, ke seberang Gunung Kendeng, ke Jipang dan Pati.-..
- Kami akan selalu mohon perintah-perintah dari Mataram atas dasar laporan para petugas sandi, sementara itu kami akan selalu memberikan laporan apa saja yang kami ketahui tentang Ki Saba Lintang, para pengikutnya serta kemungkinan-kemungkinan lain di belakang mereka.- Baiklah, Ki Lurah. Hal ini akan aku laporkan kepada Panembahan Senapati.- Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas perhatian Ki Patih terhadap Tanah Perdikan Menoreh, khususnya terhadap keluarga kami, yang kebetulan memiliki salah satu tongkat baja putih itu.- Kita mempunyai kewajiban yang sama terhadap Mataram. Agung Sedayu. Mungkin caranya sajalah yang berbedaAgung Sedayu mengangguk hormat sambil berdesis - Ya Ki Patih.Dalam pada itu, maka Ki Patihpun kemudian berkata - Nah, apakah masih ada persoalan-persoalan lain yang penting kita bicarakan, Ki Lu-rah"- Aku kira untuk sementara sudah cukup, Ki Patih. Kami akan segera minta diri.-Berhati-hatilah di jalan, Ki Lurah.- Terima kasih, Ki Patih. Kami akan berhati-hati. -Demikianlah, Ki Lurah Agung Sedayupun telah minta diri.
Bersama kedua orang pengawalnya ia akan segera kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. Namun kemudian ternyata ia harus tertahan lagi di serambi ketika seorang pelayan Kepatihan mempersilahkan Agung Sedayu dan kedua orang pengawalnya untuk minum dan makan makanan yang telah disediakan. - Jangan menolak rejeki - desis Lurah Prajurit yang bertugas - marilah aku kawani kalian menikmati hidangan itu. Agung Sedayu tersenyum. Katanya - Hanya orang-orang bodoh yang menolak rejeki Lurah prajurit yang bertugas itu tertawa. Katanya - Ya Kalau tidak bodoh tentu sombong.Agung Sedayu dan para pengawalnyapun tertawa Seorang dari pengawalnya itu berkata - Aku adalah salah seorang prajurit yang tidak bodoh dan tidak sombong. Demikianlah untuk beberapa saat Agung Sedayu dan kedua pengawalnya masih duduk menikmati hidangan. Namun beberapa saat kemudian maka Agung Sedayu dan kedua orang pengawalnyapun telah meninggalkan Kepatihan berpacu menuju ke Tanah Perdikan Menoreh.
Ketika senja turun, Agung Sedayu baru pulang kerumahnya Sekar Mirah yang kemudian menyambutnya bertanya perlahan - Kau jadi pergi ke Mataram, kakang " - Ya Itulah sebabnya aku baru pulang setelah senja.Sekar Mirah mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Pada saat yang tepat suaminya tentu akan menceritakan hasil pertemuannya dengan Ki Patih Mandaraka di Mataram
Beberapa saat kemudian, setelah Agung Sedayu mandi dan berbenah diri, maka Agung Sedayu dan semua orang yang berada dirumahnya duduk melingkar di ruang tengah. Sekar Mirah, Rara Wulan, Nyi Dwani dan Nyi Wijil sibuk mempersiapkan minuman hangat dan makan malam bagi seisi rumah itu.
Beberapa saat kemudian, maka seisi rumah itupun menjadi sibuk dengan makan malam mereka.
- Seadanya - berkata Sekar Mirah sambli menggeser lauknya Sementara sambil makan, maka mereka telah berbicang tentang keadaan Tanah Perdikan Menoreh. Empu Wisanata dan Ki Wijil memuji kemajuan yang nampak pada Tanah Perdikan itu. Kehidupan yang cukup sejahtera lahir dan batin. Bahkan kehidupan yang sejahtera itu agaknya cukup merata Bahkan padukuhan-padukuhan kecil yang terpencilpun nampaknya telah disentuh pula oleh pembinaan yang baik.
-Kami belum sempat melihat padukuhan-padukuhan terpencil. Tetapi nampaknya kesejateraan mereka tidak jauh tertinggal dari padukuhan-padukuhan yang lebih besar dan bahkan padukuhan induk ini sekalipun. - berkata Ki Wijil.
- Ki Gede memang berusaha dengan sungguh-sungguh, Ki Wijil -sahut Agung Sedayu.
- Ya Menurut Ki Jayaraga, para bebahupun telah bekerja keras. Demikian pula para bebahu padukuhan-padukuhan itu sendiri. Tentu saja disangga oleh kerja keras seluruh rakyatnya Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya - sudah tentu, Ki Wijil. Tanpa kerja keras dari seluruh rakyatnya, maka segala-galanya akan sulit untuk dicapai. - Ya Kerja keras seluruh rakyatnya dan sikap kepemimpinan yang baik. Agung Sedayu tertawa Sementara Ki Jayaragalah yang menyahut - Kerja keras rakyatnya akan sia-sia jika para pemimpinnya justru mencari keuntungan dari kerja keras itu. - Tentu - sahut Agung Sedayu - beruntunglah kami bahwa hal seperti itu tidak terjadi di Tanah Perdikan ini. Demikianlah pembicaraan itupun menjadi berkepanjangan. Namun pada umumnya, mereka memuji keberhasilan Tanah Perdikan Menoreh membina rakyat dan lingkungannya
Namun pembicaraan mereka terhenti setelah mereka selesai makan malam. Sekar Mirah, Rara Wulan, Nyi Dwani dan Nyi Wijil memang sibuk menyingkirkan mangkuk-mangkuk yang kotor dan kemudian mencucinya di dapur. Tetapi Agung Sedayu dan seisi rumahnya yang lain, justru mengarahkan pembicaraan mereka pada persoalan yang lebih hangat. Perguruan Kedung Jati.
- Aku masih akan memikirkan lebih matang lagi, apakah aku akan pergi ke Prambanan atau tidak - berkata Agung Sedayu kemudian.
- Apakah yang menghambat Ki Lurah " - bertanya Sabung Sari -apakah janji Ki Lurah untuk tidak menghancurkan kekuatan Ki Saba Lintang itu " - Kami belum tahu pasti, siapakah yang berada di Prambanan. Apakah mereka masih adadisana, atau mereka, terutama para pemimpin-n ya justru sudah pergi. Kita juga tidak ingin terjebak dalam satu lingkaran pertempuran melawan kekuatan yang sangat besar dan diluar perhitungan kita.Sabungsari mengangguk-angguk kecil. Diluar sadarnya ia memandang Empu Wisanata. Tetap hanya sekilas.
Empu Wisanata sendiri hanya menundukkan kepalanya.. Jantungnya terasa berdebaran. Sebagai salah seorang yang terlibat langsung dengan kegiatan Ki Saba Lintang, Empu Wisanata tentu tahu serba sedikit tentang isi barak Ki Saba Lintang yang berada di sebelah Utara Prambanan. Tetapi sebenarnyalah bahwa ia tidak tahu pasti, seberapa besar .kekuatan yang ada disana disaat terakhir. Jika ia salah memberikan keterangan, maka ia akan dapat dituduh dengan sengaja menjerumuskan Ki Lurah Agung Sedayu.
Sementara itu Empu Wisanata memang lebih baik berdiam diri. Jika ada kesempatan ia ingin berbicara sendiri dengan Ki Lurah Agung Sedayu Apakah untuk sementara Ki Lurah Agung Sedayu tentu tidak akan tergesa-gesa mengambil sikap justru karena Rara Wulan sudah berhasil dibebaskannya. Persoalan selanjutnya akan menyangkut tongkat baja putih Nyi Lurah itu. Tetapi Nyi Dwani yang akan diserahi tongkat baja putih itu, justru telah berada di rumah Nyi Lurah itu sendiri.
Ketika di gardu terdengar suara kentongan dengan irama dara muluk, maka Agung Sedayupun kemudian berakata " Baiklah. Bukankah kita perlu beristirahat malam ini " Besok kita akan dapat berbincang lebih panjang."
Demikianlah, sedikit lewat tengah malam, rumah Agung Sedayu sudah menjadi sepi. Orang-orang yang berada dirumah itu telah berada di bilik mereka rnasing-rnasing. Sementara itu, Ki Jayaraga telah memberitahukan kepada Agung Sedayu, bahwa ia akan pergi ke sawah. "
" Kita mendapat giliran mengairi sawah didini hari"berkata Ki Jayaraga.
" Apakah Ki Jayaraga tidak akan beristirahat " " bertanya Agung Sedayu
" Nanti saja, setelah mengairi sawah. Kasihan tanaman itu. Jika sekarang tanaman itu tidak diairi, maka tanaman itu akan kehausan. Belum tentu besok kita mendapatkan air yang agaknya mulai menyusut. Hujan sudah agak lama tidak turun."
Agung Sedayu memang tidak pernah dapat mencegah jika Ki Jayaraga berniat pergi ke sawah, kecuali ada satu hal yang sangat penting.
Ketika Ki Jayaraga berangkat ke sawah memanggul cangkul, ternyata Empu Wisanata mengikutinya sambil berdesis"Aku juga akan pergi, Ki Jayaraga. Aku sebenarnya ingin juga mendapat kesempatan mengairi sawah seperti Ki Jayaraga. Dikesempatan yang lain membajak , dan bertanam padi. Aku juga merindukan kehidupan yang wajar sebagaimana kebanyakan orang Tetapi Dwani telah menyeretku kedalam dunia petualangan yang menjemukan "
Ki Jayaraga tersenyum. Katanya"Nyi Dwani sudah lebih dari dewasa, Empu. Apakah Empu masih belum tega untuk melepasnya sendiri mengarungi dunia yang dipilihnya " Apalagi ia berada disamping seorang Saba Lintang yang agaknya berniat untuk dapat hidup bersama kelak."
Empu Wisanata menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu mereka sudah berada diluar padukuhan induk. Dingin malam terasa menyusup sampai ketulang. Sementara itu titik-titik embun bergayut didedaunan. Satu-satu menitik dialas rerumputan.
" Di malam-malam bediding seperti ini, malam terasa dingin "


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"-Langit nampak selalu bersih. Jika awan menyelimuti wajah bumi, maka malam menjadi agak hangat"
"Tetapi jika awan itu kemudian runtuh menjadi hujan, maka bumipun akan menjadi kedinginan juga "
Empu Wisanata tertawa Katanya"Kemauan kita kadang-kadang memang sulit diikuti. Panas, dingin, hujan dan terik matahari. "
Ki Jayaragapun tertawa pula Namun kemudian katanya " Air di-parit itu biasanya sampai ke bibir tanggul. Dimusim kering seperti ini, airnya mulai turun."
"Tetapi bukankah berapa hari yang lalu, hujan lebat turun seperti dicurahkan dari langit meskipun hanya sebentar."- Mungkin di ujung Kali Geduwang. Disini hujan kiriman itu juga turun. Bahkan dua hari berturut-turut. Tetapi tidak.terlalu banyak. Meskipun demikian, padang rumput tempat anak-anak menggembala itu sudah menjadi basah. Rerumputan yang kering nampak hijau, setidak-. tidaknya menunda kekeringan yang leih parah lagi. Sesudah itu, hujan kiriman masih belum turun lagi akhir-akhir ini."
Empu Wisanata mengangguk-angguk. Tetapi untuk beberapa saat Empu Wisanata itu terdiam. Jarang sekali ia sempat berjalan-jalan tanpa diburu oleh persoalan-persoalan yang mendesak dibulak persawahan seperti malam itu. Meskipun Empu Wisanata belum terlepas dari persoalan yang rumit, tetapi malam itu rasa-rasanya ia sempat meletaknya barang sesaat. Empu Wisanata dapat merasakan betapa damainya kehidupan wajar diantara para petani. Kedamaian yang bukan berarti kediaman. Para petanipun bekerja keras setiap hari disawah. Berjemur di terik matahari dan berendam didalam lumpur. Tetapi mereka tidak diburu oleh kegelisahan karena permusuhan, kebencian, kecurigaan dan sejenis, diantara sesama
Satu kerinduan telah menusuk jantung Empu Wisanata yang sudah untuk waktu yang lama tersuruk kedalam kehidupan yang muram. Petualangan yang keras dan seakan-akan tidak akan ada ujungnya
Malam itu Empu Wisanata menikmati satu kehidupan yang sangat berbeda dari kehidupan yang selama ini dijalaninya. Sambil menarik nafas dalam-dalam, Empu Wisanata berbaring di gubug yang didirikan dekat tanggul parit yang mengalir. Meskipun sudah sedikit menyusut, tetapi gemericik alirannya terdengar bagaikan irama yang lembut mengusap selaput telinganya, ditingkahi derik cengkerik dan belalang yang seakan-akan saling bersahutan.
Ki Jayaraga tidak membangunkannya ketika Empu Wisanata tertidur di gubug itu. Begitu nyenyaknya, sehingga Empu Wisanata itu baru terbangun menjelang fajar menyingsing.
Ketika Empu Wisanata itu kemudian duduk dibibir gubug itu, Ki Jayaragapun melangkah mendekatinya menyusur disepanjang tanggul.
- Maaf, Ki Jayaraga. Aku tertidur. - O - Ki Jayaraga tertawa pendek - aku juga baru selesai. - Ki Jayaraga tidak tidur sama sekali. - Aku menunggui air - jawab Ki Jayaraga - mungkin sekali ada orang yang tidak tahu bahwa kami sangat membutuhkan air sehingga membuka pematangnya, meskipun kemungkinan itu kecil sekali, karena kami, para petani, tahu siapakah yang malam ini mendapat giliran setelah lewat tengah malam. Setidak-tidaknya, kami, para petani tahu kapan kami masing-masing mendapat giliran. - Apakah ada juga yang sering nakal dan membuka air bukan saatnya ia mendapat giliran" - Kami sudah sepakat, bahwa kami akan men taati kesepakatan kami. "
Empu Wisanata tersenyum. Katanya - Menyenangkan sekali. Tatanan kehidupan yang serasi seperti tatanan kehidupan di Tanah Perdikan ini. -Tetapi bukan berarti bahwa disini tidak pernah terjadi perselisihan. - Aku mengerti, Ki Jayaraga. Tetapi secara umum kehidupan di Tanah Perdikan ini telah tertata dengan baik. Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Ki Jayaraga itu justru sempat membayangkan masa-masa lalunya Petualangan dan pengembaraan yang serasa tidak akan berhenti. Namun Ki Jayaraga sempat melepaskan diri dari kehidupan yang kemudian terasa menjemukan untuk kemudian hidup di Tanah Perdikan Menoreh yang memberikan ketenangan.
Meskipun sekali-sekali Ki Jayarapa masih juga harus memasuki dunia olah kanuragan yang keras, tetapi dengan mengemban kewajiban yang berarti bagi sesamanya
Dan kini Empu Wisanata juga mengalami sebagaimana pernah dialaminya. Satu keinginan untuk meloncat dari satu pijakan kehidupan ke pijakan yang lain.
Namun sebelum fajar menyingsing, Ki Jayaraga telah menutup pematang sawah yang dibukanya Air sudah cukup menggenangi sawah sampai kekotak yang paling ujung.
- Marilah kita pulang - ajak Ki Jayaraga
Empu Wjsanata mengangguk sambil melangkah - Marilah Keduanyapun kemudian berjalan di bulak persawahan menuju ke padukuhan induk. Di Timur langit sudah mulai dibayangi oleh warna merah. Namun gelap masih menyelubungi Tanah Perdikan Menoreh.
Di rumah, Sekar Mirah sudah sibuk di dapur. Rara Wulan, Nyi Wijil dan Nyi Dwanipun telah ikut sibuk pula Mereka harus menyiapkan minum buat banyak orang. Kemudian menyiapkan makan pagi.
Senggot timbapun telah berderit. Sabungsari sibuk mengisi jambangan di pakiwan. Sementara itu, Glagah Putih sibuk menyapu halaman. Ia masih mempunyai kebiasaan menyapu halaman sambil mundur, sehingga di halaman itu tidak terdapat bekas kaki. Yang nampak adalah garis-garis bekas sapu lidi dari dinding sampai ke dinding.
Sukra yang menyapu halaman samping juga menirukannya. Baginya Glagah Putih adalah gurunya. Guru yang sering membuatnya jengkel dan kesal karena Glagah Putih banyak meninggalkannya sehingga Sukra setiap kali harus berlatih sendiri tanpa ditunggui oleh gurunya itu.
Sayoga yang melihat cara Glagah Putih menyapu halaman tersenyum sambil berdesis - Luar biasa Rasa-rasa sayang sekali menginjakkan kaki di halaman yang baru saja kau sapu. Sama sekali tidak ada jejak kaki selain jejak sapu lidi. Glagah Putih tersenyum. Katanya - hanya satu kebiasaan "
-Kebiasaan yang luar biasa Kelak, aku juga akan melakukannya dirumah. Glagah Putih tertawa Sementara itu, disela-sela kesibukannya didapur. Sekar Mirah yang duduk didepan perapian, sempat mengingat pembicaraannya semalam dibiliknya Pembicaraan yang hanya didengar oleh Sekar Mirah dan Agung Sedayu itu sendiri
- Kau harus tetap berhati-hati terhadap Nyi Dwani, Mirah - berkata suaminya - mungkin ia datang kemari bukan atas kehendaknya sendiri. Ia sudah mengatur segala-galanya dengan Ki Saba lintang. Bukankah disini ia mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan tongkat baja putihmu. Sekar Mirah itu sempat bertanya - Apakah kakang juga mencurigai Empu Wisanata - Sayang, bahwa dalam keadaan seperti ini, kita harus tetap berhati-hati. Kita terpaksa mencurigainya Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa suaminya bukan seorang pendengki sehingga ia selalu mencurigai orang lain. Tetapi dalam keadaan yang gawat itu. Agung Sedayu memang tidak dapat berbuat lain, kecuali sangat berhati-hati
Sekar Mirah itu menyurukkan kayu bakar diperapian semakin dalam. Apinyapun menjilat periuk dialasnya, sehingga airpun mulai mendidih. Sementara itu, Nyi Dwanipun telah menyiapkan mangkuk-mangkuk yang sebagian baru saja dicuci oleh Rara Wulan.
Ketika matahari kemudian terbit, maka para penghuni rumah itu bersama-sama tamu mereka telah duduk di pringgjtan menikmati hangatnya wedang jahe dengan gula kelapa.
Beberapa saat kemudian, maka makan pagipun telah bersiap. 'Setelah makan pagi, maka Agung Sedayupun meninggalkan rumahnya pergi ke barak prajurit Mataram dan Pasukan Khusus yang dipimpinnya
Sekar Mirah mengantar Agung Sedayu sampai keregol halaman. Sebelum meninggalkan isterinya sekali lagi Agung Sedayu berpesan -Hati-hati dengan tongkatmu, Mirah. Mungkin hatikulah yang kelabu karena aku mencurigai seseorang. Tetapi apa salahnya kau berhati-hati.- Aku telah menyimpan dengan baik, kakang. - Demikian tersembunyinya kau menyimpan tongkatmu, sehingga justru kau sendiri sulit untuk menemukannya - Baik, kakang. - jawab Sekar Mirah!
- Ah. Bukankah aku belum pikun - jawab Sekar Mirah sambil tertawa
Agung Sedayupun tertawa pula. Katanya - Ya Kita memang, belum pikun. Tetapi kita sudah mulai menjadi pelupa - Jangan takut. Dalam waktu sekejap, aku dapat menggenggam tongkatku itu. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun meloncat kepunggung kudanya sambil berkata - Bicaralah dengan Ki Jayaraga dan Glagah Putih. Sejenak kemudian, maka kuda Agung Sedayu itupun sudah berderap menyusur jalan padukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh. Namun kuda itupun kemudian telah berlari menyusuri bulak panjang. Melewati beberapa padukuhan dan menyusuri jalan di lereng perbukitan menuju ke barak.
Agung Sedayu benar-benar berhati-hati terhadap orang-orang yang menyatakan diri ingin membangun kembali perguruan Kedung Jati, justru mereka sebagian besar bukan orang-orang perguruan Kedung Jati itu sendiri. Mereka memanfaatkan dendam yang masih tersimpan di jantung para pengikut Macan Kepatihan bergabung dengan ketamakan beberapa orang yang ingin mendapat keuntungan bagi diri mereka masing-masing.
Namun sebuah pertanyaan telah timbul pula didalam hatinya -Apakah benar ada sekelompok orang yang berpengaruh di Pati namun yang telah tersingkir setelah Pati bedah, bergabung pula dengan orang-orang yang menyatakan dirinya ingin membangun perguruan Kedung Jati itu lagi"
Jantung Agung Sedayupun dibebani pula oleh satu kemungkinan bahwa orang-orang yang sedang menyusun kekuatan itu telah mengintip Tanah Perdikan Menoreh yang akan dapat mereka pergunakan sebagai - landasan untuk bergerak ke Mataram.
Karena ini, ketika Agung Sedayu berada di baraknya, maka Agung Sedayu telah memanggil beberapa orang pembantunya yang terdekat untuk berbicara tentang kemungkinan-kemungkinan itu.
- Persoalannya tidak terbatas pada Tanah Perdikan saja - berkata Agung Sedayu kepada mereka - Tanah Perdikan ini hanya akan menjadi sasaran untuk membangun landasan bagi gerakan mereka selanjurnya menuju ke sasaran utamanya yaitu Mataram.
Para pembantunya itu mendengarkan penjelasan Agung Sedayu itu dengan seksama Sementara itu Agung Sedayupun berkata selanjurnya -Karena itulah, maka kita akan langsung ikut campur. Kita akan menunjuk beberapa orang terpercaya untuk melakukan pengawasan khusus atas Tanah Perdikan ini. Sementara itu, Tanah Perdikan sendiri juga akan meningkatkan kesiagaan mereka Kita harus melibatkan diri seandainya benar orang-orang yang berniat untuk membangun perguruan Kedung Jati itu akan mengambil Tanah Perdikan ini dan menjadikannya landasan perjuangan mereka menuju ke Mataram. - Apakah para pemimpin Mataram sudah mengetahui atau mempertimbangkan kemungkinan ini" - bertanya salah seorang dari mereka
- Ya Selain laporan dari Tanah Perdikan, maka Mataram juga sudah mendapat laporan dari para petugas sandinya - Apakah sudah ada perintah" - Ya khususnya bagi prajurit Mataram yang ada di Tanah Perdikan ini. Kita harus langsung melibatkan diri jika terjadi benturan kekerasan antara Tanah Perdikan ini dengan kekuatan yang sedang dibangun untuk menghancurkan Mataram itu. Para pembantu Agung Sedayu itu mengangguk-angguk. Mereka tahu apa yang harus mereka siapkan. Seorang diantara merekapun bertanya - Kami menunggu perintah selanjurnya
- Yang pertama kita akan menunjuk sepuluh orang yang akan melakukan tugas sandi, mengamati Tanah Perdikan ini. Mereka akan ditempatkan di beberapa padukuhan, agar mereka tidak hilir mudik memasuki barak ini Aku yakin, jika benar orang-orang itu akan memasuki Tanah Perdikan, merekapun tentu akan melepaskan petugas sandinya di Tanah Peidikan ini.
Para pembantu Agung Sedayu itu mendengarkan dengan saksama. Seorang di antara merekapun berkata - Hari ini sepuluh orang itu sudah siap untuk menjalankan lugasnya. - Aku akan menghubungi pemimpin pengawal Tanah Perdikan Menoreh untuk menyerahkan para petugas sandi itu kepada mereka, agar pemimpin pengawal Tanah Perdikan itu mengaturnya. Di mana mereka ditempatkan dan lingkungan tugas mereka. Siapakah pengawal Tanah Perdikan yang akan mendampingi mereka. Karena itu, setelah sepuluh orang itu ditunjuk, maka mereka sajalah yang mengetahui tugas-tugas "yang akan mereka pikul. Selanjutnya, para prajurit supaya meningkatkan kesiagaan. Mereka akan meronda di lingkungan yang lebih luas di sekitar barak ini atas persetujuan Ki Gede Menoreh. Aku yakin, jika benar orang-orang yang sedang menghimpun kekuatan itu akan mengambil Tanah Perdikan ini untuk menjadi landasan gerakan mereka, maka keberadaan prajurit Mataram di sini tentu mereka diperhitungkan. Beberapa orang kepercayaan Agung Sedayu itu mengangguk-angguk pula. Agung Sedayu pun kemudian telah memberikan gambaran secara umum, siapakah yang akan mereka hadapi. Bahkan Agung Sedayu pun telah berpesan agar. mereka bersiap menghadapi kemungkinan yang paling keras.
- Jika beberapa orang pemimpin Pati yang merasa tersingkir itu benar-benar ada yang melibatkan diri bersama para prajurit-prajuritnya, maka kekuatan mereka akan menjadi besar. Dengan demikian, maka para prajurit dari pasukan Khusus itu benar-benar harus bersiap. Mereka akan dapat berhadapan dengan kekuatan yang sangat besar.
Beruntunglah bahwa Tanah Perdikan Menoreh mempunyai jajaran pengawal yang dapat dipercaya, sehingga akan dapat bekerja sama dengan baik. Para pengawal Tanah Perdikan itu memiliki kemampuan dan ikatan yang teguh sebagaimana para prajurit.
Sejak hari itu, maka Tanah Perdikan memang menjadi sibuk meskipun hanya pada lingkungan yang terbatas. Agung Sedayu dan Ki Gede Menoreh sepakat untuk tidak membuat rakyat Tanah Perdikan resah.
Karena itu, maka perintah-perintah, pembicaraan-pembicaraan dan kesepakatan-kesepakatan dilakukan di antara para pemimpin dengan orang-orang tertentu saja
Dalam pada itu, sepuluh orang petugas sandi dari barak Pasukan Khusus telah berada di luar barak. Prastawa telah menempatkan mereka di beberapa padukuhan. Prastawa pun telah menunjuk berapa orang pengawal terpilih untuk mendampingi mereka mengamati keadaan Tanah Perdikan.
Selain mereka maka Ki Gede pun telah memerintahkan setiap be-bahu padukuhan yang tersebar di Tanah Perdikan Menoreh untuk menga-. mati keadaan di lingkungan masing-masing dengan saksama.
- Jika kalian melihat sesuatu yang tidak sewajarnya, kalian harus segera melapor - pesan Ki Gede. Namun Ki Gede itu juga berpesan -Tetapi jangan membuat rakyat kalian menjadi gelisah. Karena itu, maka kalian harus dapat membuat mereka tetap tenang dalam kesiagaan. Sementara itu, di rumah Agung Sedayu suasananya memang nampak tenang. Ki Wijil dan Nyi Wijil ternyata tidak ingin cepat-cepat pulang. Apalagi Sayoga Ia dapat ikut hanyut dalam kegiatan Glagah Putih di antara para pengawal Tanah Perdikan. Sayoga pun segera akrab dengan Prastawa dan para pengawal yang lain.
Namun dalam ketenangan itu, Sekar Mirah tidak pernah menjadi gelisah. Ia sudah berbicara secara khusus dengan Ki Jayaraga dan Glagah Putih, bahwa bagimanapun juga mereka harus tetap berhati-hati terhadap kehadiran Nyi Dwani dan Empu Wisanata di rumah itu.
- Nyi Dwani menginginkan tongkat baja putih itu. Sedangkan tongkat itu ada di sini. Ki Jayaraga dan Glagah Putih dapat mengerti kecurigaan Sekar Mirah. Karena itu, maka Ki Jayaraga pun berkata - Aku akan mengawasi Empu Wisanata Nampaknya ia menyesali tingkah laku anak perempuannya. Meskipun demikian, aku setuju, bahwa kita tidak dapat mempercayainya sepenuhnya Aku dapat mengerti kekhawatiran Ki Lurah dan Nyi Lurah, bahwa kehadiran Nyi Dwani di rumah ini bukan atas kehendaknya sendiri. Tetapi atas persetujuan dan bahkan mungkin atas gagasan Ki Saba Lintang. Dalam pada itu, maka Ki Patih Mandaraka pun telah melaksanakan sebagaimana dikatakannya. Ia telah mengirimkan beberapa orang petugas sandi ke Prambanan, ke seberang Gunung Kendeng, ke Jipang dan Pati.
Namun tugas para petugas itu'tidak akan selesai dalam waktu satu dua hari. Mereka memerlukan waktu yang cukup panjang.
Sementara itu, di Tanah Perdikan Menoreh memang terjadi perkembangan keadaan yang mengisyaratkan agar Tanah Perdikan itu menjadi semakin berhati-hati. Demikian pula keluarga Agung Sedayu. Baik Sekar Mirah maupun Rara Wulan tidak pernah lagi pergi ke pasar seorang diri. Mereka selalu berdua atau bahkan bertiga. Sementara itu, para pengawal pun nampak hilir mudik di jalan-jalan yang membujur lintang di Tanah Perdikan.
Jika Sekar Mirah, Rara Wulan dan Nyi Wijil dan bahkan Nyi Dwani pergi ke pasar, mereka memang tidak menarik perhatian. Jika mereka mengenakan sehari-hari sebagaimana kebanyakan perempuan, maka mereka pun tenggelam dalam kesibukan pasar sebagaimana orang lain.
Meskipun demikian, jika Nyi Dwani ingin ikut pergi ke pasar, Sekar Mirah tidak pernah menjadi lengah. Apapun yang dilakukan oleh Nyi Dwani tidak lepas dari pengamatannya, meskipun tidak semata-mata. ,
Namun Sekar Mirah tahu pasti, bahwa selain dirinya, maka ada orang lain yang mengawasi Nyi Dwani jika ia pergi ke pasar. Orang yang sama sekali tidak dikenal oleh Nyi Dwani, karena orang itu adalah petugas sandi yang ditugaskan oleh Agung Sedayu. Orang itu adalah salah.se-orang dari sepuluh orang prajurit dari Pasukan Khusus yang mendapat tugas sandi di Tanah Perdikan Menoreh.
Dua orang diantara mereka mendapat tugas untuk mengawasi Empu Wisanata dan Nyi Dwani jika mereka keluar dari regol halaman ruma-ha Agung Sedaya
Tidak seorangpun yang mengetahuinya, bahwa dua orang yang diakuinya kemenakan penghuni rumah yang berhadapan dengan rumah Agung Sedayu itu adalah petugas sandi. Bahkan tetangga-tetangganya-pun menyangka bahwa keduanya adalah benar-benar kemenakan penghuni rumah itu. Agung Sedayu sendirilah yang menemui tetangga itu untuk menitipkan kedua orang petugas sandi itu. Namun dengan permohonan agar penghuni rumah itu merahasiakan siapakah sebenarnya mereka dan mengakunya sebagai kemenakannya
- Demi keselamatan bukan saja pedukuhan induk ini saja paman -berkata Agung Sedayu - tetapi demi keselamatan seluruh Tanah Perdikan. Ternyata orang yang semasa mudanya menjadi pengawal Tanah Perdikan itu tanggap. Ia tahu benar apa artinya rahasia yang harus disimpan demi keselamatan Tanah Perdikannya
Sekar Mirah, Glagah Putih dan Ki Jayaraga juga mengetahui kehadiran kedua orang petugas sandi itu. Tetapi merekapun menyadari, bahwa rahasia itu harus disimpannya baik-baik.
Karena itu, maka tidak ada langkah Nyi Dwani yang terlewatkan dari pengamatan. Baik oleh Sekar Mirah, Rara Wulan, Nyi Wijil atau kedua orang petugas sandi yang tinggal di rumah sebelah, .yang sama sekali belum dikenal oleh Nyi Dwani dan Empu Wisanata.
Namun mereka masih belum menjumpai tingkah laku Nyi Dwani dan Empu Wisanata yang mencurigakan. Ki Jayaraga yang sebagian waktunya sering bersama-sama dengan Empu Wisanata memang menyesali petualangannya serta sikap anaknya Nyi Dwani. Bahkan Ki Jayaraga pernah mendengar pembicaraan antara Empu Wisanata dan Nyi Dwani.
Kepada Agung Sedayu, Ki Jayaraga berkata - Agaknya Nyi Dwani benar-benar berada di persimpangan jalan. Ia sudah kehilangan harapan untuk mendapatkan tongkat baja itu, serta kesempatan untuk memimpin satu perguruan besar yang akan bangkit, tetapi ia tidak dapat melupakan KiSabaLintang.- Apakah tanpa tongkat baja putih, Nyi Dwani tidak dapat ikut memimpin perguruan yang akan bangkit jika Ki Saba Lintang kemudian akan menjadi pemimpin tertingginya "Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Wibawa Nyi Dwani agaknya hanya dapat didukung oleh tongkat baja putih itu. Tanpa tongkat baja putih itu, agaknya beberapa orang berilmu tinggi yang ikut serta mendukung rencana kebangkitan itu, kurang menghargai Nyi Dwani, karena mereka tahu, ilmu Nyi Dwani masih berada di bawah ilmu orang-orang sakti yang berniat bersama-sama membangun perguruan yang akan dinamakan perguruan Kedung Jati itu.Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun Ki Jayaraga itupun kemudian berkata - Tetapi bukan berarti bahwa itu harus kehilangan ke-waspadaan,- Baiklah, Ki Jayaraga. Nampaknya persoalannya masih panjang. Kita tidak boleh kehabisan nafas diperjalanan. Ki Jayaragapun tersenyum. Katanya - Aku setuju, Ki Lurah.Sementara itu, para prajurit yang bertugas sandi di Tanah Perdikan Menoreh, bekerja bersama dengan para pengawal yang terpercaya, mengamati keadaan dengan teliti. Meskipun tidak nampak semata-mata, tetapi mereka mengamati orang-orang yang melintasi Tanah Perdikan dari arah Barat maupun dari arah Timur. Mereka juga mengawasi orang-orang yang mengunjungi para penghuni Tanah Perdikan. Apalagi mereka yang bermalam ditempai sanak kadangnya
Dihari-hari berikutnya, rumah Agung Sedayu masih nampak ramai. Beberapa orang tamu masih berada di rumah itu.
Namun disaat-saat terakhir, Nyi Dwani nampak lebih layak termenung. Kadang-kadang tatapan matanya menerawang kekejauhan tanpa batas. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya
Keadaan Nyi Dwani itu tidak terlepas dari perhatian Ki Wisanata. Sebagai seorang ayah, maka ia mencoba untuk menjernihkan hati anak perempuannya. Namun agaknya Empu Wisanata benar-benar mengalami kesulitan.
Seisi rumah Agung Sedayu tidak pemah ada yang mencampuri pembicaraan mereka. Tetapi menilik sikap mereka, maka ada hal yang tidak sesuai diantara keduanya
Kepada Ki Jayaraga, Empu Wisanata mengeluh, bahwa sulit bagi Empu Wisanata untuk memindahkan perhatian anaknya dari Ki Saba Lintang.
Sekar Mirah yang melihat keadaan Nyi Dwani itu memang merasa iba Sebagai seorang perempuan. Sekar Mirah dapat mengerti, betapa resahnya hati Nyi Dwani. Setelah gagal pada pernikahannya yang pertama, maka ia berharap untuk dapat hidup berdampingan lagi dengan seorang laki-laki. Tetapi agaknya keadaan telah membuat hubungannya dengan Ki Saba Lintang menjadi kisruh.
Karena itulah, maka Sekar Mirah berusaha untuk membuat Nyi Dwani selalu sibuk, sehingga perempuan itu tidak mendapat kesempatan untuk merenung.
Karena itu, maka Nyi Dwanipun sering ikut bersama Sekar Mirah pergi ke pasar. Kadang-kadang bersama Nyi Wijil, kadang-kadang bersama Rara Wulan. Sekar Mirah yakin bahwa mereka akan dapat mengatasi keadaan jika ada orang-orang yang berniat jahat. Apalagi Sekar Mirah yakin, bahwa petugas sandi dari Pasukan Khusus selalu mengawasi mereka. Sementara para pengawalpun meningkatkan gelombang pe-ngawasan mereka
Dari hari ke hari, Nyi Dwani yang merasakan hidup dilingkungan sebuah keluarga yang wajar sebagaimana kebanyakan keluarga yang lain, merasakan kesejukan yang tidak pernah diketemukan disepanjang hidupnya sejak ia menginjak usia dewasa
Meskipun Agung Sedayu seorang prajurit yang kadang-kadang harus bertugas dan meninggalkan keluarganya namun seperti seekor burung yang terbang tinggi, akan segera pulang ke sarangnya jika senja mulai turun.
Sementara itu, ketika datang seorang laki-laki yang dianggapnya sebagai pahlawan, telah membawa Nyi Dwani dalam satu kehidupan yang gelisah. Petualangan yang selalu dibayangi oleh bahaya yang kadang-kadang bahkan mengancam jiwanya.
Kesibukan memang dapat mengurangi kegelisahannya. Sehingga karena itu, maka Nyi Dwani itu menjadi semakin sering ikut pergi ke pasar.
Namun sikap hati-hati Sekar Mirah tidak berubah. Meskipun Nyi Dwani nampak menjadi semakin jinak, tetapi Sekar Mirah tidak ingin menyesali kelengahannya.
Meskipun demikian hati Sekar Mirah tersentuh pula ketika pada suatu pagi, Nyi Dwani yang ikut ke pasar bersama Rana Wulan itu berbisik -Nyi Lurah. Seseorang ingin menemuiku. Dahi Sekar Mirah berkerut. Namun Nyi Dwani itupun kemudian membungkuk sambil memilih terung yang digelar diamben bambu di sebelah berjenis-jenis sayuran yang lain.
Sekar Mirah merenungi kata-kata Nyi Dwani itu sejenak. Ketika kemudian Sekar Mirah juga membungkuk disampingnya, Nyi Dwani itupun berkata - Ijinkan aku memisahkan diri, Nyi Lurah. Mungkin ada keterangan yang dapat aku beritahukan kepada Nyi Lurah. Sekar Mirah menjadi ragu-ragu. Ia mengerti maksud Nyi Dwani. Tentu ada seorang pengikut Ki Sapa Lintang yang berusaha menemuinya.
Setelah melalui berbagai macam pertimbangan, maka Sekar Mirah. itupun berkata - Silahkan, Nyi Dwani. Tetapi aku minta Nyi Dwani bertanggung jawab atas kesempatan yang aku berikan ini!
- Aku berjanji Nyi Lurah. - Jangan terlalu jauh agar aku tidak menjadi cemas.Nyi Dvani mengangguk-angguk.
Demikianlah, maka Nyi Dwani itupun kemudian telah memisahkan diri. Ketika Sekar Mirah masih sibuk membeli sayuran selain terung, maka Nyi Dwani telah bergeser kesamaping. Nyi Dwani itupun kemudian membeli garam dan kebutuhan dapur yang lain. Beberapa saat kemudian, Nyi Dwani bergeser lagi untuk membeli gula kelapa
Ketika Rara Wulan menggamit Sekar Mirah, maka Sekar Mirah itupun berdesis - Biarlah Rara Asal tidak terlalu jauh. Seseorang akan menemuinya - Kenapa justru mbokayu ijinkan"- Kita tidak akan kehilangan perempuan itu.- Tetapi ia akan dapat menyusun rencana bersama orang itu. - Tidak. Mereka tidak akan sempat melakukannya Kita hanya akan memberi waktu sedikit - Bagaimana kita menghentikannya"- Kita datangi mereka.- Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun menggamit Sekar Mirah. Meskipun Rara Wulan tidak mengatakan sesuatu, tetapi Sekar Mirah mengerti maksud Rara Wulan.
Karena itu, maka Sekar Mirahpun kemudian memperhatikan Nyi Dwani. Tetapi ia berusaha agar tidak menarik perhatian orang yang kemudian berdiri disamping Nyi Dwani.
Orang itu juga membeli gula kelapa seperti Nyi Dwani. Bahkan seakan-akan tidak memperhatikan kehadiran Nyi Dwani.
- Orang itu tidak sendiri - desis Rara Wulan.
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Seorang laki-laki berdiri di-belakangnya sambil membawa keranjang. Nampaknya orang yang berdiri di sebelah Nyi Dwani itu akan membeli gula agak banyak.
- Apakah mereka sudah bersepakat untuk bertemu di tempat penjual gula itu" - desis Rara Wulan.
Sekar Mirah tidak segera menjawab. Tetapi ia masih sempat memasukkan sayur-sayuran yang dibelinya di bakul yagn dibawanya sambil menghitung harganya Bahkan kemudian membayarnya
Rara Wulanlah yang kemudian melihat sekilas-sekilas Nyi Dwani berbicara pendek-pendek dengan orang yang berdiri disebelahnya Namun kemudian orang itupun mulai menghitung gula kelapa yang dibelinya dan dimasukkan ke dalam keranjang.
Seperti semula orang itu seakan-akan tidak saling mengenal dengan Nyi Dwani. Dengan sengaja orang itu membelakangi Nyi Dwani, sementara Nyi Dwanipun tidak berdiri menghadap kearah orang itu. Tetapi Rara Wulan tahu pasti, bahwa keduanya sedang saling berbicara.
Beberapa saat kemudian, maka orang itupun membayar harga gula kelapa yang dibelinya Kemudian kedua orang itupun meninggalkan Nyi Dwani yang masih berdiri dihadapan penjual gula kelapa itu.
Beberapa saat Nyi Dwani masih berada di tempatnya. Baru kemudian Nyi Dwanipun membayar gula yang dibelinya, dan melangkah meninggalkan penjual gula kelapa ita
Ketika mereka bertiga pulang dari pasar, maka Nyi Dwanipun berkata - Orang yang menemuiku itu adalah Nyi Suluh dan Ki Suluh. Mereka berdua adalah orang-orang berilmu tinggi yang menyatukan diri dengan Ki Saba Lintang.- Apa yang dikatakannya " - bertanya Rara Wulan tidak sabar.
- Mereka bertanya, apakah aku pergi ke pasar bersama orang-orang yang sengaja mengawal dan mengawasi aku.- Apa yang akan mereka lakukan "- Mereka melihat aku dan Rara Wulan bersama Nyi Lurah. Mereka bertanya, apakah mungkin mereka menjemputku sekaligus mengambil Rara Wulan.- Jawab Nyi Dwani " - desak Rara Wulan
- Aku memberitahukan kepada mereka, Nyi Dwani tentu akan dapat ikut melibatkan diri dipihak mereka.- Menurut perhitungan mereka, Nyi Dwani tentu akan dapat ikut melibatkan diri dipihak mereka.- Ya. Tetapi aku mengatakan, bahwa aku tidak.dapat membantu mereka. Ki Lurah Agung Sedayu telah menekan dua simpul syarafku sehingga aku udak dapat mengerahkan segenap tenaga dan kemampuanku sepenuhnya sebelum dibebaskan kembali oleh Ki Lurah.- Apakah mereka percaya bahwa aku dapat melawan salah seorang dari keduanya jika keduanya berilmu tinggi.- Aku mengatakan kepada mereka, bahwa dalam sekejap, Nyi Lurah dapat memanggil beberapa orang pengawal yang meronda jalan-jalan ramai di Tanah Perdikan.- Apakah mereka percaya " - bertanya Sekar Mirah.
- Mereka tidak begitu percaya. Karena itu, aku mohon Nyi Lurah dan Rara Wulan berhati-hati. Mungkin mereka menunggu kita di jalan pulang ini.Sekar Mirah mengangguk-angguk. Iapun kemudian berdesis - Terima kasih atas pemberitahuan ini.Rara Wulan memandang Nyi Dwani sejenak sehingga langkahnya menjadi tersendat. Dengan dahi yang berkerut iapun bertanya - Apakah kedua orang itu, atau barangkali bersama kawan-kawannya akan menunggu kita di tempat sepi "- Aku tidak yakin, Rara- jawab Nyi Dwani - aku sudah berusaha mencegah mereka. Aku sudah mengatakan, bahwa para pengawal Tanah Perdikan ini dapat bergerak cepat sekali.Rara Wulan mengangguk-angguk. Namun ia menjadi berdebar-debar. Ia tidak mau lagi menjadi tawanan dan tinggal diantara para pengikut Ki Saba Lintang. Diantara mereka terdapat orang-orang yang menjadi liat ketika mereka melihat kehadirannya.
Namun jalan yang mereka lalui adalah jalan pada saat-saat seperti itu tidak pernah sepi. Sementara itu, Sekar Mirah masih tetap yakin, bahwa para petugas sandi dari Pasukan Khusus yang dipimpin oleh Ki Lurah Agung Sedayu itu selalu mengawasi mereka.
Karena itu, maka Sekar Mirah memang tidak merasa cemas sama sekali. Wajahnya masih tetap terang. Langkahnyapun tetap mantap.
- Nyi Lurah - berkata Nyi Dwani kemudian - Ki Suluh bertanya kepadaku, jika mereka tidak siap untuk menjemput aku dan mengambil Rara Wulan, kapan mereka dapat melakukannya.- O - Sekar Mirah mengangguk-angguk - bagaimana jawabmu, Nyi Dwani.- Aku mengatakan, bahwa dua hari lagi datang dari pasaran. Aku akan berusaha untuk dapat pergi ke pasar bersama Nyi Lurah dan Rara Wulan.- Bagus - Sekar Mirah mengangguk-angguk - jika mereka tidak menunggu kita hari ini, maka kita akan siap menghadapi mereka dua hari lagi.Nyi Dwani tiba-tiba saja terdiam. Ketika Sekar Mirah berpaling, ia melihat Nyi Dwani itu mengusap matanya yang basah. Mulurnya bergetar. Tetapi tidak ada kata-kata yang terucapkan lagi.
Sekar Mirah merasakan, betapa terjadi pertentangan yang keras didalam hati perempuan itu. Separo hatinya berpihak kepada Ki Saba Lintang, tetapi yang separo lagi dibayangi oleh kebaikan hati Sekar Mirah dan keluarganya. Nyi Dwani juga sudah merasa berhutang budi, bahkan berhutang nyawa kepada Sekar Mirah yang mempunyai kesempatan untuk membunuhnya, tetapi tidak dilakukannya
Nyi Dwani memang sedang berjuang untuk menahan tangisnya. Nyi Dwani sadar, bahwa ia sedang berada di tengah jalan pulang. Tangisnya akan dapat mengundang perhatian orang-orang yang melihatnya
Ternyata yang dicemaskan oleh Rara Wulan itu tidak terjadi. Orang-orang yang menemui Nyi Dwani di pasar tidak mengganggu perjalanan pulang Nyi Lurah, Rara Wulan dan Nyi Dwani. Mereka tidak menjemput Nyi Dwani dan mengambil lagi Rara Wulan pada pagi hari itu.
Ketika mereka sampai di rumah, maka Nyi Dwanipun langsung masuk kedalam bilik yang disediakan baginya Ia tidak tahan lagi membendung tangisnya.
Empu Wisanata yang melihat keadaan anak perempuannya termangu-mangu sejenak. Namun Sekar Mirah dan Rara Wulan telah menemuinya memberitahukan apa yang telah terjadi:
Empu Wisanata mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun telah menyusul Nyi Dwani ke dalam biliknya
Di dapur, sekar Mirah dan Rara Wulan masih juga memperbincangkan kehadiran kedua orang suami isteri itu. Nyi Wijil yang ikut mendengarkannya itupun berkata"Sokurlah, bahwa mereka tidak membawa kawan-kawannya mencegat perjalanan kalian. "
" Tetapi dua hari lagi, mungkin hal itu akan terjadi " sahut Rara Wulan.
Nyi Wijil mengerutkan dahinya sambil memandang Sekar Mirah. Sementara itu Sekar Mirahpun mengangguk sambil berkata " Menurut Nyi Dwani, mereka bertanya kapan kesempatan itu didapatkannya lagi." Maksudnya kesempatan untuk menjemput Nyi Dwani dan mengambil lagi Rara Wulan ?"bertanya Nyi Wijil..
" Ya"Sekar Mirah mengangguk-angguk.
Nyi Wijil menarik nafas dalam-dalamf Dengan nada dalam iapun berkata " Kita masih mempunyai kesempatan. Agaknya Nyi Dwani sedang berada dalam masa peralihan, sehingga ia mengalami kegelisahan yang sangat mencengkam perasaannya"
" Tetapi Nyi Dwani memang harus memilih. Peran Empu Wisanata sangat dibutuhkan pada saat-saat seperti ini."
" Tetapi Empu Wisanata sering mengeluh. Ia merasa kehilangan wibawanya dihadapan anak perempuannya. Nyi Dwani lebih banyak mendengarkan pendapat Ki Saba Lintang daripada pendapat Empu Wisanata "
" Tetapi beruntunglah kita bahwa Nyi Dwani mau berterus terang."
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Kepercayaannya kepada Nyi Dwani memang semakin bertambah. Sekar Mirah bertahap, bahwa Nyi Dwani pada suatu saat akan benar-benar berpaling dari Ki Saba Lintang.
Ketika Agung Sedayu pulang di sore hari, maka Sekar Mirahpun menyongsongnya di halaman.
Sekar Mirah ingin segera mengatakan kepada Agung Sedayu, apa yang telah dialaminya di pasar.
Namun sebelum Sekar Mirah mengatakan sesuatu, Agung Sedayupun berkata " Kau lepas Nyi Dwani berbicara dengan pengikut Ki Saba Lintang" "
Sekar Mirah terkejut Dengan serta-merta Sekar Mirahpun bertanya " Darimana kakang mengetahuinya " "
"Sudah aku katakan, bahwa petugas sandi dari Pasukan Khusus itu selalu mengawasinya "
"Jadi bagaimana menurut kakang " Apakah aku telah melakukan kesalahan?"
Agung Sedayu tersenyum. Jantung Sekar Mirah yang menegang telah menjadi kendur kembali. Sementara itu Agung Sedayu menjawab" Aku belum tahu perincian dari peristiwa itu. Tentu aku tidak dapat mengatakan apakah kau bersalah atau tidak. "
Sekar Mirahpun tersenyum pula. Katanya " Baiklah. Nanti aku akan berceritera panjang lebar. "
Sukra-Iah yang kemudian menuntun kuda Ki Lurah Agung Sedayu ke kandang, sedang Agung Sedayupun kemudian naik ke pendapa
Setelah mandi dan berbenah diri, menjelang senja. Agung Sedayu duduk berdua saja di serambi. Sekar Mirahpun kemudian telah menceriterakan apa yang terjadi di pasar. Ia memang memberi kesempatan kepada Nyi Dwani untuk berbicara dengan orang yang mencarinya. Ternyata Nyi Dwani telah menyampaikan kepada Sekar Mirah hasil pembicaraannya dengan pengikut Ki Saba Lintang itu.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya"Sokurlah jika Nyi Dwani menyadari, bahwa jalan yang ditempuhnya selama ini adalah jalan yang buram. Memang sudah waktunya ia mencari jalan yang lebih baik dari jalan hidup yang selama ini dianutnya itu. "
" Menurut Nyi Dwani, dua hari lagi ia diminta berusaha untuk membuat kesempatan yang serupa. Kesempatan untuk menjemput Nyi Dwani serta menculik Rara Wulan kembali. "
"Maksudnya kalian bertiga seperti pagi tadi, pergi ke pasar " "
"Ya." "Apa rencanamu" "
"Kami akan pegi ke pasar bertiga lagi. "
" Hanya bertiga " "
"Bukankah prajurit sandi itu selalu mengawasi Nyi Dwani " "
"Maksud kakang " "
"Mereka akan datang dengan kekuatan yang lebih besar.Sekar Mirah mengerutkan dahinya , sementara Agung Sedayupun berkata - Bukankah Nyi Dwani sudah menakut-nakuti mereka sehingga mereka harus membuat perhitungan ulang untuk mencegat kalian selagi kalian menempuh jalan pulang dari pasar"Sekar Mirah mengangguk-angguk. Katanya - Ya Mereka tentu akan membawa kekuatan baru.- Karena itu, kalian jangan hanya bertiga - berkata Agung Sedayu kemudian - tetapi juga jangan terlalu menyolok. Sehinggaa mereka tidak mengurungkan niatnya untuk menjemput Nyi Dwani dan sekali lagi menculik Rara Wulan.
Sekar Mirah sadar, bahwa Agung Sedayu berniat memancing para pengikut Ki Saba Lintang. Jika ada diantara mereka yang tertangkap, maka mereka akan dapat menjadi sumber keterangan dari gerak orang-orang yang berniat untuk membangun kembali perguruan Kedung Jati.
Karena itu, Sekar Mirahpun bertanya - Jadi, menurut kakang, aku harus pergi ke pasar bersama berapa orang dan tentu saja siapa saja menurut pertimbangan Kakang"- Biarlah Ki Wijil dan Nyi Wijil juga pergi ke pasar, tetapi tidak bersama-sama dengan kau bertiga. Mereka akan berada beberapa puluh langkah dibelakangmu. Kemudian biarlah Sayoga dan Sabungsari juga pergi ke pasar. Sedangkan Glagah Putih yang sudah banyak dikenal akan berada di padukuhan sebelah yang diperhitungkan tidak terlalu jauh sehingga akan dapat mendengar isyarat yang akan diberikan oleh petugas sandi. Beberapa orang pengawal terpilih'akan membantunya- Demikian besarkah persiapan yang akan dilakukan"- Mereka tentu akan datang dengan kekuatan yang cukup. Mereka tidak ingin gagal. Nyi Dwani sangat berharga bagi Ki Saba Lintang sementara Rara Wulan akan dapat mereka pergunakan untuk memaksakan kehendak mereka terutama tongkat baja putih ituSekar Mirah mengangguk-angguk. Namun sementara itu Agung Sedayupun berkata - Namun bagaimanapun juga rencana ini harus dirahasiakan. Dirahasiakan pula terhadap Empu Wisanata dan Nyi Dwani. Mungkin sampai saat ini Nyi Dwani masih dapat dipercaya atau menunjukkan perubahan sikap. Tetapi apakah perubahan itu benar-benar mendasar, atau sekedar pada permukaan saja.Sekar Mirah mengangguk-angguk. Ia memang sependapat dengan suaminya Bagaimanapun juga Sekar Mirah tidak dapat mempercayai Nyi Dwani sepenuhnya
Di hari berikutnya, Agung Sedayu dan Sekar Mirah dengan diam-diam telah mengatur persiapan untuk menghadapi rencana penyergapan oleh para pengikut Ki Saba Lintang. Seperti juga keinginan Ki Saba Lintang. Sekar Mirah tidak mau gagal. Jika ia gagal, maka Tanah Perdikan akan kehilangan Rara Wulan dan bahkan mungkin Sekar Mirah sendiri disamping Nyi Dwani akan lepas pula.
Namun Agung Sedayu dan Sekar Mirah harus sangat berhati-hati. Rencana yang mereka susun tidak boleh merembes ketelinga mereka yang masih diragukan.
Sementara itu, Ki Jayaraga ditugaskan untuk tetap di rumah menemani Empu Wisanata. Jika Empu Wisanata itu menggeliat, maka Ki Jayaraga mendapat kewajiban untuk menjinakkan.
Ketika hari yang dimaksudkan itu datang, maka pagi-pagi sekali Mirah sudah siap. Iapun mengajak Rara Wulan dan Nyi Dwani untuk pergi ke pasar.
- Jangan, Nyi Lurah - minta Nyi Dwani.
- Kenapa" - bertanya Sekar Mirah.
- Nampaknya mereka bersungguh-sungguh.- Bersungguh-sungguh apa"- Sebagaimana aku katakan. Hari ini mereka ingin menjemputku dan mengambil lagi Rara Wulan. Karena itu sebaiknya kita berada di rumah saja Bahkan jika mungkin dipersiapkan penjagaan yang lebih baik.Sekar Mirah tertawa Katanya - Jangan cemas, Nyi. Aku dan Rara Wulan akan berusaha agar kami berdua tidak terjerat.- Tetapi mereka tentu akan datang dengan kekuatan yang besar. Nyi Lurah dan Rara Wulan tidak akan dapat bertahan.- Apakah aku perlu membawa dua atau tiga orang pengawal"- Itu tidak akan berarti apa-apa - jawab Nyi Dwani. Wajahnya nampak tegang, sedangkan keringatnya mengembun membasahi keningnya
- Jadi apakah yang sebaiknya kami lakukan"- Jangan pergi ke mana-mana, Nyi Lurah. Percayalah kepadaku. Aku tidak ingin Nyi Lurah mengalami bencana- Jangan cemaskan aku. Biarlah kita sempat melihat, apa yang akan terjadi.- Aku memperingatkan Nyi Lurah.- Nyi Dwani. Kami berada di tanah kami sendiri. Setiap batang dahan dan setiap lembar daun, akan membantu kita jika benar-benar terjadi benturan kekerasan-.
- Tetapi sangat berbahaya bagi Nyi Lurah.- Nyi Dwani. Jika aku takut kepada ancaman-ancaman dan tidak pernah keluar dari halaman, maka akan sama saja artinya bahwa aku berada di dalam penjara yang terkungkung oleh dinding-dinding yang tinggi dan kuat.- Jadi Nyi Lurah akan benar-benar pergi ke pasar"- Ya - jawab Nyi Lurah sambil tersenyum.
- Jika demikian, Nyi Lurah harus benar-benar bersiap menghadapi segala kemungkinan.Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat kesungguhan diwajah Nyi Dwani. Agaknya Nyi Dwani benar-benar berniat mencegah Sekar Mirah.
Dengan demikian Sekar Mirah dapat menduga, bahwa yang akan menjemput Nyi Dwani tentu kekuatan yang diperhitungkan cukup besar.
Sebenarnyalah Nyi Dwani itupun kemudian berkata - Nyi Lurah. Dua hari yang lalu, aku sudah menakut-nakuti Ki Suluh dan Nyi Suluh sehingga mereka tidak mencegat kita ketika kita pulang dari pasar. Itu berarti bahwa Ki Suluh dan Nyi Suluh benar-benar menganggap bahwa mereka tidak akan dapat mengalahkan Nyi Lurah dan Rara Wulan. Karena itu, maka hari ini mereka akan membawa kekuatan yang dapat memastikan, bahwa mereka akan dapat menjemputku dan mengambil lagi Rara Wulan.- Baiklah. Aku akan menjadi sangat berhati-hati. Mudah-mudahan Nyi Suluh dan Ki Suluh itupun hanya sekedar menakut-nakuti. Menurut pendapatku, Ki Saba Lintang tahu benar kekuatan yang tersimpan di Tanah Perdikan ini, sehingga ia tidak akan mudah mengambil langkah-langkah yang dapat membahayakan diri mereka sendiri.- Jadi Nyi Lurah benar-benar akan berangkat "- Ya Tentu saja. Bahan-bahan serta bumbu masak kita sudah habis. Terutama garam. Tentu kita tidak dapat makan tanpa garam.Nyi Dwani termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya -Baiklah. Aku akan pergi bersama Nyi Lurah.Demikianlah, beberapa saat setelah Agung Sedayu berangkat ke baraknya maka Sekar Mirah bersama-sama dengan Nyi Dwani dan Rara Wulanpun telah berangkat pula ke pasar.
Sementara itu, Glagah Putihpun telah pergi pula ke padukuhan sebelah. Di padukuhan itu telah menunggu beberapa orang pengawal terpilih.
Jika diperlukan mereka akan dapat bergerak dengan cepat untuk membantu Sekar Mirah.
Namun selain Glagah Putih, maka Sabungsari dan Sayogapun telah meninggalkan rumah itu pula.
Terakhir adalah Ki wijil yang minta diri kepada Ki Jayaraga, bahwa berdua mereka akan melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan.
Sepeninggal mereka, Empu Wisanata dan Ki Jayaraga duduk di serambi. Ketajaman penglihatan batin Empu Wisanata dapat melihat, apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh seisi rumah itu.
Sambil menghirup minuman hangatnya Empu Wisanata bertanya kepada Ki Jayaraga- Apakah Ki Jayaraga tidak pergi ke sawah " Ki Jayaraga menggeliat. Katanya - Rasa-rasanya aku agak segan pagi ini, Empu.- Apalagi rumah ini sedang kosong. Ki Jayaraga tentu juga bertugas menjaga rumah ini, jangan sampai dibawa lari siput yang sering membawa rumah kian kemari.Ki Jayaraga tertawa Katanya - Ya Empu. Aku juga bertugas menjaga rumah.- Termasuk aku- Ki Jayaraga mengerutkan dahinya. Iapun kemudian bertanya -Maksud Empu "Empu Wisanata tertawa Katanya - Aku menghubungkan kepergian seisi rumah dengan ceritera Dwani, bahwa ia sudah bertemu dengan Ki Suluh dan Nyi Suluh di pasar.

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Jayaragapun tertawa pula. Memang sulit untuk mengelabuhi orang yang mempunyai ketajaman penalaran seperti Ki Wisanata
- Apa yang kira-kira akan terjadi, Empu " - bertanya Ki Jayaraga
- Beberapa orang lagi akan tertangkap. Bahkan mungkin akan ada yang menjadi korban. Tetapi aku yakin bahwa mereka tidak akan berhasil menjemput Dwani serta menculik Rara Wulan lagiKi Jayaraga menarik nafas panjang. Katanya - Mudah-mudahan. Tetapi yang akan terjadi tentu akan meresahkan rakyat Tanah Perdikan. Pasar akan menjadi kalut. Para pedagang akan menjadi kalang kabut- Hal itu memang tidak akan dapat dihindari - desis Empu Wisanata. Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba Ki Jayaraga itu berkata - Silahkan minum, Empu. Di dapur tentu masih banyak persediaan wedang sere.Empu Wisanata tertawa sambil mengangguk-angguk. Katanya - Jangan terlalu banyak minum, Ki Jayaraga.Ki Jayaragapun tertawa pula. Katanya - Biarlah kita berdua menunggui rumah ini sampai segala-galanya selesai.-Aku memang tidak mempunyai pilihan lain. Tetapi sebenarnyalah bahwa aku tidak ingin mencampuri lagi langkah-langkah yang diambil oleh Ki Saba Lintang. Aku kira Dwani juga sedang memikirkan kemungkinan lain dari yang ditempuhnya selama ini. Tetapi segala sesuatunya masih akan kita lihat kemudian. Sementara itu, Sekar Mirah, Rara Wulan dan Nyi Dwani sudah berada di pasar. Ketika matahari naik, maka pasar itu menjadi semakin ramai. Apalagi hari itu adalah hari pasaran.
Ternyata Sekar Mirah juga memikirkan keributan yang dapat terjadi jika benar-benar Ki Suluh dan Nyi Suluh mencegatnya diperjalanan pulang. Namun Sekar Mirah berharap, bahwa hal itu tidak dilakukan terlalu dekat dengan pasar itu, sehingga pasar itu tidak menjadi kacau.
Tetapi agaknya para pengikut Ki Saba Lintang tidak akan menghiraukan keadaan seperti itu.
Untuk mengurangi keresahan banyak orang, maka Sekar Mirah, Rara Wulan dan Nyi Dwani tidak segera keluar dari pasar. Mereka berlama-lama berkeliling di dalam pasar yang sangat sibuk itu. Bahkan mereka berlama-lama memilih kain lurik yang pantas untuk Rara Wulan. Bahkan Sekar Mirah telah minta agar Nyi Dwani juga memilih kain yang disenangi.
"Tetapi.... " Nyi Dwani ragu-ragu.
Namun Sekar Mirahpun berbisik " Biarlah aku yang membayarnya. Nyi Dwani dan Nyi Wilis agaknya membutuhkan kain untuk membuat baju yang sesuai. Kain panjang dan selendang. "
" Ah. Aku akan terlalu membebani' Nyi Lurah. "
Sekar Mirah tertawa. Katanya"Tidak apa-apa "
Nyi Dwani memang ragu-ragu.-Tetapi akhirnya bersama-sama dengan Rara Wulan, iapun memilih kain lurik yang disenanginya Sementara itu, Rara Wulanpun telah memilih kain lurik bagi Nyi Wilis.
- Aku tidak tahu, apakah Nyi Wilis senang atau tidak dengan warna kain ini."
- Pilihlah warna kuning " desis Sekar Mirah " meskipun Nyi Wilis bukan Srigunting Kuning, tetapi ia adalah saudara seperguruannya yang kemudian justru disebut Srigunting Kuning yang putih. "
Dengan demikian, maka Sekar Mirah, Rara Wulan, dan Nyi Dwani tidak segera keluar dari pasar. Mereka menunggu matahari semakin tinggi. Orang-orang yang berjejal di pasar pada hari pasaran itu sudah menjadi jauh susut.
Dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa Ki Saba Lintang telah menugaskan orang-orangnya untuk menjemput Nyi Dwani dan berusaha menculik Rara Wulan lagi. Tetapi Ki Saba Lintangpun yakin, bahwa tentu ada kekuatan yang membayangi, bahwa Rara Wulan sudah berani pergi ke pasar hanya dengan Sekar Mirah. Bahkan dengan Nyi Dwani pula. Di hari-hari terakhir, mereka mencoba mengamati keadaan. Demikian pula hari itu. Namun mereka tidak melihat sekelompok pengawal yang berkeliaran di sekitar pasar.
- Apakah Nyi Lurah itu terlalu somt"ng dan sangat merendahkan kita " - bertanya Nyi Suluh kepada suaminya
- Mungkin. Tetapi ingat, diantara orang-orang yang hilir mudik itu tentu ada orang-orang yang mengamati mereka bertiga Orang-orang yang akan dengan cepat bertindak. Bahkan menurut Nyi Dwani, Nyi Lurah itu akan dapat dengan cepat menggerakkan para pengawal Tanah Perdikan. "
- Tetapi aku tidak melihat para pengawal. - desis Nyi Suluh -anak-anakpun tidak melaporkan ada sekelompok pengawal. Jika mereka berada diantara mereka yang ada dipasar, jumlah mereka tentu hanya sedikit. Ki Suluh termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata ". Beberapapun jumlah mereka, aku tidak peduli. Bukankah kita sudah mendapat laporan bahwa Ki Lurah Agung Sedayu sudah pergi ke baraknya sehingga ia tidak ada disekitar tempat ini " Kitapun sudah mendapat laporan, bahwa setidak-tidaknya salah seorang dari keluarga Agung Sedayu yang berilmu tinggi ada dirumah bersama Empu Wisanata. - Tetapi aku percaya, bahwa tanpa kekuatan yang melindungi, Rara Wulan tidak akan berani pergi ke pasar, apalagi dengan Nyi Dwani.-Kita sangat sulit untuk menghubungi Nyi Dwani hari ini. Mungkin Nyi Lurah sudah menaruh curiga, bahwa Nyi Dwani berusaha mencari hubungan dengan kita.Sejenak keduanya terdiam Namun kemudianKj Suluh berdesis -Matahari sudah hampir sampai ke puncak. Mereka bertiga masih belum lewat "
- Apakah mungkin mereka mengambil jalan lain " - Jika demikian, pengawas yang kita pasang di pasar itu akan memberkan laporan. Nyi Wijillah yang kemudian berdesah - Kita harus menunggu - Anak-anak itu akan dapat kehilangan kesabaran. - Kita tidak mempunyai pilihan lain. Tetapi sebelum mulut Nyi Suluh terkatub rapat mereka melihat seorang yang bertubuh tinggi sambil menjinjing kapak datang mendekati sambil berkata - Sampai kapan kita harus menunggu. - Kita harus sabar. - jawab Ki Suluh.
- Tetapi semua orang sudah pulang dari pasar. Pasar itu sudah menjadi lengang. Ki Suluh termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia melihat -orang yang masih terhitung muda mendatangi mereka.
- Bagaimana " - bertanya Ki Suluh dengan serta-merta.
- Mereka masih berada di pasar. Mereka sedang memilih kain lurik. Setumpuk kain dibongkar untuk memilih tiga atau ampat lembar saja. Nyi Suluhlah yang menyahut - Kebiasaan perempuan. Setelah membongkar dagangan segeledeg, kadang-kadang mereka tidak jadi membeli selembarpun. - Aku tidak sabar lagi. marilah kita susul saja mereka di pasar. - Keributan di pasar akan memberi kesempatan mereka untuk melarikan diri - jawab Ki Suluh - mereka bukan orang-orang kebanyakan. Mereka memiliki ilmu yang tinggi. - Tetapi nampaknya mereka sudah hampir selesai - berkata orang yang masih terhitung muda itu, salah seorang yang mengawasi Sekar Mirah didalam pasar.
Tetapi orang yang bersenjata kapak itu bergeremang - Hampir. Ukuran apakah yang kau pakai untuk mengatakan hampir " Sampai nanti petangpun kau dapat menyebutnya hampir.- Mereka tadi sudah membayar harga kain. Karena itu, aku mendahului. Dua orang kawan masih berada di pasar. - Minggirlah - berkata Ki Suluh - jika mereka melihat kau berdiri di situ sampai menjinjing kapak, mereka akan menjadi curiga.Orang bersenjata kapak itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata - Aku berada dibawah pohon gayam itu. Di atas tanggul, bersama kawanku itu.Ki Suluh menarif nafas panjang. Dua orang saudara seperguruan orang yang membawa kapak itupun agaknya sudah menjadi gelisah. Tetapi mereka harus tetap menunggu.
Sementara itu, Sekar Mirah memang menungu pasar itu penjadi lengang. Jika terjadi kebingunan, pasar itu sudah tidak begitu ramai lagi. Apalagi di hari pasaran. Sekar Mirah menunggu orang-orang yang berjualan sudah menyusut. Demikian pula orang-orang berbelanja. Sebagian besar diantara mereka sudah selesai dan sudah meninggalkan pasar yang menjadi lengang.
Dalam pada itu, dua orang yang mengusung masing-masing seikat kayu bakar agaknya menjadi kelelahan. Merekapun berhenti tidak terlalu jauh dari tempat Ki Suluh dan Nyi Suluh dan duduk di atas tunggal di pinggir jalan. Sementara itu orang yang bersenjata kapak beserta dua orang saudara seperguruannya duduk membelakangi jalan. Namun rasa-rasanya mereka itu bagaikan duduk diatas bara karena kegelisahan. Mereka merasa sudah terlalu lama menunggu. Namun yang ditunggu masih belum lewat
- Hampir - berkata orang yang bersenjata kapak itu.
- Jika beberapa saat lagi, mereka tidak lewat, disetujui atau tidak, aku akan menyusul Nyi Dwani ke pasar. -Ki Saba Lintang akan marah. - Tidak apakah pantas, Ki Suluh itu menyiksa kita setengah hari.Orang bersenjata kapak itu tidak menyahut. Ia sendiri merasa bosan duduk menunggu di pinggir jalan itu.
Baik Ki Suluh, Nyi Suluh maupun ketiga orang itu tidak menghiraukan kedua orang penjual kayu yang berhenti dibawah sebatang pohon gayam yang lain. Agaknya ikatan-ikatan kayu itu memang berat, sehingga mereka berdua merasa perlu beristirahat.
Ketika ada seorang penjual dawet cendol lewat, maka kedua orang yang sedang beristirahat itu menghentikannya. Agaknya keduanya memang sangat haus, sehingga masing-masing menghabiskan dua mangkuk dawet cendol.
Namun setelah meneguk masing-masing dua mangkuk, ternyata kedua orang itu tidak segera pergi Seorang justru berbaring diatas tanggul sambil menutup wajahnya dengan capingnya yang tidak terlalu lebar. Sedangkan yang lain duduk bersandar pohon gayam yang masih belum terlalu tua meskipun sudah berbuah.
Ki Suluh dan Nyi Suluh memperhatikan kedua orang itu. Namun ia tidak menyapanya meskipun agaknya kedua orang itu menarik perhatiannya
Ternyata bahwa Nyi Suluhpun telah memperhatikan kedua orang itu pula Karena itu, maka iapun berdesis - Siapakah kedua orang itu " - Entahlah - jawab Ki Suluh.
- Aku tidak senang atas kehadiran kedua orang itu disita Aku tidak menghiraukan orang yang lalu lalang. Tetapi kedua orang itu agaknya sengaja berhenti disitu.
- Apakah kedua orang itu harus diusir " - Sebaiknya keduanya tidak ada disituKi Suluhpun kemudian telah bersiap untuk mengusir kedua orang yang sedang beristirahat itu.
Tetapi langkahnya terhenti. Seorang lagi telah datang kepadanya sambil berdesis - Ketiga orang itu sudah keluar dari pasar dan berjalan kemari. - Kau tinggalkan orang itu " Jika mereka mengambil jalan lain, kita dapat kehilangan jejak.- Bukankah masih ada seorang kawanku yang mengikutinya " Sementara itu kami yakin, bahwa mereka akan mengambil jalan iniKi Suluhpun menarik nafas panjang. Namun kemudian iapun berkata - Baiklah. Kita menunggu mereka disini.- Aku akan memberitahukan kepada kawan-kawan yang berada di kedai itu. - Cepat. Kita harus mengepung mereka agar tidak sempat melarikan diri. Ingat, aku yakin bahwa Rara Wulan berada dibawah perlindungan satu kekuatan yang tidak semata-mata. Mungkin kedua orang yang mengusung kayu itu. Tetapi mungkin yang lain lagi. Karena itu, kalian tidak boleh lengah. Awasi keadaan disekitar kita dengan seksama
- Kawan-kawan yang lain yang bertebaran menungu isyarat jika mereka diperlukan.- Berandal-berandal kecil itu hanya akan mengacaukan langkah-langkah kita Meskipun demikian, biarlah kita memberikan peranan kepada mereka agar mereka merasa dirinya berarti.- Peranan apa yang dapat diberikan kepada mereka "- Berputar-putar disekitar arenaOrang'yang memberitahukan bahwa Sekar Mirah, Nyi Dwani dan Rara Wulan sudah keluar dari pasar itupun mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun berkata - Aku akan kekedai itu lebih dahulu. Mereka tentu juga sudah merasa jemu menunggu.Orang itu tidak menunggu jawaban Ki Suluh. Iapun segera berlari ke kedai yang tidak jauh dari tempat Ki Suluh dan Nyi Suluh menunggu.
Tetapi orang itu terkejut demikian ia melangkah memasuki pintu kedai ita
- Apa yang terjadi" - bertanya orang itu.
Seorang yang melangkah gontai menyahut - Pemilik kedai itu gila- Kenapa"- - Ia mengusir kami. Padahal kami belum selesai makan dan minum .Orang yang memasuki kedai itu menarik nafas dalam-dalam. Bau tuak tercium dimana-mana. Agakanya beberapa orang kawannya yang menunggu di kedai itu terlalu banyak minum tuak sehingga menjadi mabuk atau setengah mabuk.
- Kau apakan pemilik kedai dan pembantunya itu"- Tidak aku apa-apakan. Orang-orang itu mabuk tuak. Biar saja. Nanti akan sembuh sendiri.- Kalian memang gila. Cepat, kalian di panggil Ki Suluh. Orang yang kita tunggu sudah akan lewat.- Sudah atau akan"- teriak yang lain, yang berbaring di atas amben panjang. Sebuah mangkuk berisi nasi dan lauknya tumpah disebelahnya.
- Sebentar lagi - jawab orang yang datang itu.
Orang itu berusaha bangkit Katanya - Aku sudah jemu menunggu disini. Pemilik kedai itu memang gila. Ia minta kami membayar makanan dan minuman. Tidak ada orang yang pernah minta kami membayar makanan dan minuman yang kami makan dan kami minum .- Kalian telah membuat persoalan sebelum tugas pokok kita dapat kitaselesaikan.- Tugas pokok kita tidak akan terganggu.- Marilah, cepat Sebelum orang-orang itu lolos.Tiga orang yang berada di dalam itupun kemudian melangkah tertatih-tatih ke pintu. Mulut mereka berbau tuak dan mata mereka separo terpejam.
- Ingat - berkata orang yang memanggil mereka - tugas kita adalah menjemput Nyi Dwani dan menculik lagi Rara Wulan. Jika kalian dapat membawa, bawa saja Nyi Lurah Agung Sedayu. Mungkin akan berarti bagi kalian.- Tongkat baja putih itu sangat berbahaya.- Aku tidak melihat senjatanya. Ia tentu tidak membawa tongkat baja putih jika ia pergi ke pasar.Orang yang agak mabuk tuak itu tertawa. Katanya - Jika demikian, aku akan menangkapnya.- Tetapi cepatlah sedikit. Kita tidak boleh terlambatMerekapun kemudian bergegas turun ke jalan. Seorang diantara mereka hampir saja jatuh terjerambab. Namun orang itu berhasil menguasai keseimbangannya
Orang yang memanggil mereka ke kedai itupun tiba-tiba memberi isyarat agar mereka berjalan lebih lambat Sekar. Mirah, Nyi Dwani dan Rara Wulan hanya beberapa langkah saja dihadapan mereka, berjalan sambil berbincang.
Sementara itu, beberapa puluh langkah, Ki Suluh dan Nyi Suluh berdiri di pinggir jalan sambil bercakap-cakap pula. Nampaknya mereka sama sekali tidak menghiraukan ketiga orang yang memang mereka tunggu:
- Apakah mereka tidak mengenali kita " - desis Nyi Suluh.
- Tentu tidak - jawab Ki Suluh - dua hari yang lalu, mereka tidak mengetahui bahwa kita telah menemui Nyi Dwani. Mereka tentu mengira bahwa kita hanya kebetulan bersama-sama membeli gula. Nyi Dwani tentu bukan orang gila yang memberitahukan kehadiran kita di pasar. Bahkan sekarangpun Nyi Dwani yang tentu telah melihat kita berdiri di sini, tidak akan memberitahukan kepada Nyi Lurah dan Rara Wulan. Sepasang Pedang Iblis 6 Pendekar Bloon Pendekar Kucar Kacir Sang Penebus 9

Cari Blog Ini