Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 20

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 20


"Apa yang tidak sesuai.?"
" Maaf Empu. Semula aku kira Nyi Dwani itu seorang yang sedikit lebih tua. Namun yang penting, aku mengira bahwa Nyi Dwani adalah seorang perempuan yang sudah matang di dalam sikap dan pendirian. Ternyata Nyi Dwani masih belum menemukan dirinya" Ki Jayaraga benar"Empu Wisanata mengangguk-angguk " Dwani memang belum menemukan dirinya. Tetapi mudah-mudahan pengalaman yang keras ini akan dapat membantu mematangkan jiwanya sehingga Dwani akan merupakan satu pribadi yang masak."
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Katanya " Tetapi mungkin justru karena itu; beberapa orang mendukungnya untuk bersama-sama Ki Saba Lintang memegang pimpinan dalam perguruan yang akan disusun kembali itu."
"Kenapa?" " Dengan sikapnya yang masih belum masak itu, maka Nyi Dwani akan dapat dikendalikan oleh beberapa orang untuk kepentingan mereka. Bahkan aku juga menjadi curiga, bahwa Ki Saba Lintang juga masih mentah, sehingga iapun tidak mampu menentukan sikap sendiri."
" Ya aku tahu, Saba Lintang adalah orang yang licik. Ia akan dapat menempuh segala cara untuk mencapai tujuannya"
Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Sambil mengangguk-angguk ia pun berkata " Ya Agaknya memang demikian. Karena itu maka ia tidak segan-segan menculik Rara Wulan."
Empu Wisanata menarik nafas panjang. Katanya " Aku adalah ayah yang malang. Tetapi aku tidak dapat hanya menyalahkan anak-anakku. Mungkin aku memang meletakkan dasar yang salah pada saat anak-anakku mulai tumbuh dan berkembang. Atau bahkan sebaliknya aku sama sekali tidak mempedulikan anak-anakku. Aku terlalu tekun menempa diri. Aku berhasil menguasai ilmu yang aku inginkan sebagaimana aku miliki sekarang. Tetapi aku justru tidak berhasil memiliki hati anak-anakku! Satu-satu mereka terlepas. Aku hanya berharap mudah-mudahan Dwani masih dapat aku kejar dan aku tangkap kembali." Ki Jayaraga memandang wajah Empu Wisanata yang menjadi sayu.
"Sudahlah, marilah duduk di pringgitan."
Keduanya kemudian naik ke pendapa. Sementara itu Ki Wijil dan Nyi Wijil keluar pula dari ruang dalama dan duduk bersama mereka di pringgitan.
" Aku mendengar derap kaki kuda mereka " desis Nyi Wijil " nampaknya mereka tidak naik ke punggung kudanya sejak di halaman rumah ini. Bukankah ketika mereka datang, mereka tidak mau turun dari kudanya sampai ke tangga pendapanya ?"
Empu Wisanata menarik nafas panjang. Katanya " Akulah yang harus minta maaf, karena mereka adalah tamuku."
" Bukan itu yang aku maksud, Empu. Tetapi sudah demikian jauhnya kedua orang itu meninggalkan adat kebiasaan kita. Tentu bukan Empu yang mengajarinya Tetapi.sifat seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya Lingkungan rumah dan keluarganya lingkungan perguruan dan padepokannya serta lingkungan pergaulannya"
Empu Wisanata menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Ya Aku sependapat Nyi Wijil. Anakku itu sudah tidak lagi mau mendengar kata-kataku. Bahkan saudara seperguruannya itu telah menghina aku pula" Anak Empu itu sudah direnggut oleh lingkungan pergaulannya dari tangan Empu."
" Dan aku tidak mampu mempertahankannya"Empu Wisanata itu menundukkan kepalanya Suaranya menjadi semakin rendah " Dwanilah kini yang tersisa."
Ki Wijil dan Nyi Wijil tidak membicarakan kedua orang itu lebih jauh. Mereka tahu, bahwa hati Empu Wisanata telah terluka karena tingkah laku anak-anaknya
Namun ketika seisi rumah itu kemudian duduk di ruang dalam disaat makan malam, maka mereka telah membicarakan kehadiran kedua orang itu lagi.
Agung Sedayu yang ada di antara mereka mendengarkan dengan saksama ceritera kehadiran anak Empu Wisanata itu.
" Agaknya anak Empu Wisanata itu bersungguh-sungguh. Tetapi Empu Wisanata juga harus memikirkan keselamatan Nyi Dwani. Jika Nyi Dwani itu sudah memantapkan tekadnya dan dengan sungguh-sungguh tidak mau bekerja sama lagi dengan Ki Saba Lintang dan saudara la-ki-lakinya itu, maka nyawanya tentang gerakan yang dipimpin oleh Ki Saba Lintang meskipun sampai sekarang Nyi Dwani masih belum banyak bercerita"
Empu Wisanata mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Agaknya Suranata akan sampai hati melakukannya sebagaimana ia memperlakukan aku. Ia dapat menganggap aku orang lain. Tentu ia dapat pula menganggap Dwani orang lain yang harus dimusnahkan."
" Satu tugas khusus bagi Empu Wisanata."
Empu Wisanata menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Aku tidak saja ditinggalkan oleh anak-anakku. Tetapi anak-anakku itu akan saling bermusuhan." .
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sekilas ia memandang Ki Jayaraga yang juga merasa gagal mengasuh murid-muridnya. Tidak seorangpun dari murid-muridnya yang memenuhi harapannya. Karena itulah ia telah memungut Glagah Putih menjadi muridnya.
Ki Jayaraga sengaja mengambil murid seorang yang pribadinya sudah terbentuk. Dengan demikian maka Ki Jayaraga dapat mempercayainya bahwa muridnya yang baru itu tidak akan menempuh jalan yang sesat Justru karena ita maka Ki Jayaraga telah mewariskan puncak ilmunya kepada Glagah Putih itu.
Untuk beberapa lama mereka masih berbincang tentang Suranata dan gerakan yang dipimpin oleh Ki Saba Lintang itu. Gerakan yang nampaknya mempunyai sayap yang sangat luas.
" Tetapi apakah Empu Wisanata yakin, bahwa Ki Saba Lintang adalah benar-benar orang yang memegang pimpinan tertinggi dalam gerakan itu?"bertanya Agung Sedayu.
"Menurut gelar lahiriahnya memang demikian, Ki Lurah. Tetapi aku tidak yakin, apakah tidak ada orang yang mempunyai pengaruh lebih besar dari Saba Lintang. Bahkan orang yang mempunyai pengaruh sangat besar atas Saba Lintang. Sehingga Saba Lintang sendiri tidak lebih dari sekeping wayang yang digerakkan oleh seorang dalang. "
" Bukankah untuk beberapa lama Empu bersama dengan Nyi Dwani dan Ki Saba Lintang " "
" Ya"jawab Empu Wisanata " tetapi aku adalah orang yang seakan-akan berdiri diluar lingkaran. "
" Meskipun demikian, Empu tentu dapat melihat serba sedikit. "
" Ya. Justru karena yang sedikit itulah aku dapat mengatakan bahwa Saba Lintang agaknya tidak lebih dari sekeping wayang kulit yang digerakkan oleh seorang dalang. Di dalam gerakan itu, banyak terdapat orang-orang yang berilmu lebih tinggi dari Saba Lintang. Tetapi karena Saba Lintang memiliki tongkat kepemimpinan dari perguruan Kedung Jati, maka orang-orang itu telah menempatkan Saba Lintang pada pimpinan tertinggi. Apalagi jika Saba Lintang mampu mendapatkan tongkat yang satu lagi. Maka berdua dengan Dwani, ia akan diakui sebagai pimpinan tertinggi mereka. "
" Apakah Ki Saba Lintang sendiri tidak menyadari, bahwa ia pada saatnya akan menjadi semacam benda permainan dari orang-orang berilmu tinggi itu " "
" Tetapi Saba Lintang adalah orang yang cerdik, licik dan menganggap semua cara dapat ditempuh untuk mencapai tujuan. Ia menyadari bahwa pada saatnya dirinya akan terinjak. Tetapi sejak sekarang ia sudah mempersiapkan pertentangan yang setiap saat akan dapat membakar hubungan yang seorang dengan yang lain. Jika satu demi satu mereka bertengkar dan saling membunuh diantara orang-orang yang berilmu sangat tinggi itu" maka akhirnya ia sendirilah yang akan tinggal."
" Mengadu domba " "
" Itu adalah rencana yang dipersiapkan. Aku tidak tahu apakah ia akan berhasil atau tidak. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Ternyata yang dihadapinya adalah suatu gerakan yang luas, yang mempunyai banyak kepentingan yang untuk sementara dapat dipersatukan.
Bagi Tanah Perdikan Menoreh, mempertahankan diri dari serangan kekutan dari luar lingkungannya bukan baru akan dihadapi untuk yang pertama kali. Bahkan gejolak dari dalam yang membakar Tanah Perdikan itupun pernah terjadi.
Selama ini Tanah Perdikan Menoreh telah berhasil mengatasi segala macam kesulitan yang timbul dari luar maupun dari dalam itu. Meskipun demikian, bahaya yang dihadapi Tanah Perdikan pada waktu itu adalah bahaya yang sungguh-sungguh.
Karena itu, maka Tanah Perdikanpun harus benar-benar mempersiapkan dirinya.
Sejak hari itu, Tanah Perdikan Menoreh benar-benar bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sementara itu, Empu Wisanatapun tidak lagi berani terlalu lama meninggalkan Nyi Dwani yang sudah menjadi semakin baik. Bahkan Nyi Dwani sudah dapat bangkit dari pembaringannya dan duduk diruang dalam.
Dari hari ke hari, Empu Wisanata tidak henti-hentinya memberi petunjuk-petujuk kepada anak perempuannya yang masih dapat diharapkannya. Dengan terus-terang Empu Wisanata itupun berkata " Kau adalah satu-satunya anak yang masih dapat aku harapkan Dwani. "
Nyi Dwani mengangguk kecil
"Kakakmu, Suranata, sama sekali sudah tidak dapat aku harapkan lagi. Ia benar-benar sudah menganggap aku orang lain. Selama ia masih dapat mengharap kau bersedia bekerja bersamanya, maka ia masih dapat mengatakan, bahwa kakakmu itu sangat mengasihimu. Tetapi jika kau tidak lagi bersedia memenuhi keinginannya, maka persoalannya akan bergeser. Kau tidak akan berarti lagi baginya. Mungkin ia tidak lagi mempedulikanmu. Tetapi mungkin ia dapat berbuat lebih buruk dari itu."Aku mengerti ayah"sahut Nyi Dwani.
"Karena itu, kau harus berhati-hati Dwani. Satu ketika Rara Wulan telah mereka culik. Pada saat lain, kakakmu dan Ki Saba Lintang akan dapat menjemputmu dengan paksa. "
"Ya, ayah." "Karena itu, kita harus menjadi semakin berhati-hati. Kita adalah orang-orang khusus di rumah ini. Sementara itu, kitapun selalu dibidik oleh para pengikut Saba Lintang dan bahkan oleh kakakmu sendiri. Aku tidak tahu, apakah kakak perempuanmu juga berada di lingkungan para pengikut Saba Lintang atau tidak. Jika ia ada diantara mereka, maka pada satu saat ia tentu juga akan datang memenuhi aku dan kau. "
Nyi Dwani menarik nafas dalam-dalam. Terbayang wajah kakak perempuannya, yang sejak kecil seakan-akan memusuhinya Jika keduanya mendapat sepotong makanan yang sama maka kakak perempuannya itu selalu minta sedikit dari bagiannya itu.
Jika ia keberatan, maka kakak perempuannya itu mencubitnya.
Jika mereka berdua bermain-main, maka Dwani tidak lebih dari seorang budak yang harus melayani kakak perempuannya itu. Dwani sendiri tidak sempal ikut bermain.
Tetapi menurut pengetahuan Dwani, kakak perempuannya tidak bergabung dengan gerakan yang dipimpin oleh Ki Saba Lintang. Tetapi itu belum menjamin bahwa kakak perempuannya memang tidak melibatkan diri. Sebagaimana kakak laki-lakinya, ternyata Nyi Dwani juga tidak mengetahui, bahwa ia berada didalam lingkungan gerakan yang dipimpin oleh Ki Saba Lintang itu pula
Bahkan tidak mustahil bahwa Suranata akan menghubungi kakak perempuan Nyi Dwani untuk membujuknya.
Dalam pada itu, Sekar Mirahpun menjadi gelisah pula. Bukan karena ia menjadi ngeri terhadap ancaman yang setiap saat seperti banjir bandang melanda Tanah Perdikan itu. Tetapi Sekar Mirah merasa bahwa kehadirannya di Tanah Perdikan itu merupakan salah satu bab dari kemelut yang terjadi di Tanah Perdikan itu.
" Bukan karena tongkat baja putihmu"desis Agung Sedayu setiap kali.
Tetapi Sekar Mirah tidak dapat melepaskan perasaannya itu. "Mereka memburu tongkat baja itu, kakang. "
"Ada atau tidak ada mereka akan menyerang Tanah Perdikan ini sebagaimana Macan Kepatihan menyerang Sangkal Putung waktu itu.
Soalnya bukan tongkat baja putih itu. Tetapi tanah ini akan menjadi landasan yang baik bagi mereka."
Sekar Mirah memang mencoba untuk mengerti. Tetapi bayangan-bayangan buram tentang tongkat baja putihnya itu sulit untuk disisihkannya
" Kakang. Apakah tongkat itu sangat berharga untuk dipertahankan dengan mempertaruhkan nyawa sekian banyak orang ?"
" Tongkat itu bagi mereka adalah lambang kepemimpinan " jawab Agung Sedayu.
"Tetapi bagiku tongkat itu tidak lebih dari senjata biasa. Senjata itu memang begitu akrab dengan ilmuku. Tetapi menurut pendapatku, aku akan dapat mempergunakan senjata lain yang bagiku akan mempunyai nilai yang sama dengan tongkat baja putih itu. Karena menurut pen-da-patku, kemampuanku sama sekali tidak tergantung pada senjata itu."
" Aku mengerti, Mirah. Tetapi senjata itu tidak boleh lepas dari tanganmu. Bukan karena tuahnya. Tetapi segala-galanya tongkat itu sudah mapan dan sangat sesuai dengan ilmumu. Kau mengenal tongkat itu seperti kau mengenali anggauta tubuhmu sendiri. Panjangnya, beratnya, besarnya sudah mapan. Tidak ada senjata yang lebih sesuai dari tongkat baja itu bagimu Mirah.
Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Ia memang harus mengakui, bahwa tongkat itu rasa-rasanya sudah seperti bagian dari tangannya sebagaimana jari-jarinya
" Lebih dari itu Mirah, Jika Ki Saba Lintang berhasil menguasai tongkat baja putih ita maka ia akan menjadi semakin kokoh. Itu akan sangat berbahaya bagi kita semuanya"berkata Agung Sedayu selanjutnya.
Sekar Mirah itu mengangguk-angguk.
" Kecuali jika ada jaminan bahwa setelah tongkat baja putih itu berada di tangannya, ia tidak akan mengancam Tanah Perdikan ini, kita baru dapat mempertimbangkannya. Sekali lagi, mempertimbangkannya. Sedangkan keputusannyapun ada beberapa kemungkinan yang satu sama lain dapat bertentangan.
Sekar Mirah masih mengangguk-angguk.
" Baiklah Mirah " berkata Agung Sedayu kemudian " lupakan beban itu. Kau tidak perlu memikulnya, karena kau memang tidak seharusnya mendapat beban itu."
"Aku akan mencoba, kakang."
Agung Sedayu tersenyum. Katanya"Kau tidak hanya harus mencoba. Tetapi kau harus melakukannya"
"Aku lupa bahwa aku berbicara dengan seorang prajurit." Agung Sedayu tertawa sambil bertanya"Kenapa dengarr seorang prajurit?"
Sekar Mirah tidak menjawab. Tetapi iapun tertawa pula.
Dalam pada itu, semua peiistiwa yang terjadi di Tanah Perdikan itu selalu dilaporkan langsung kepada Ki Patih Mandaraka. Agung Sedayu setiap kali pergi menghadap sebagaimana diperintahkan oleh Ki Patih sendiri. Jika bukan Agung Sedayu yang memberikan laporan, maka Ki Patihlah yang telah memberikan beberapa keterangan berdasarkan laporan para petugas sandi.
" Dendam yang masih tersimpan di Jipang, Demak dan Pati seakan-akan telah terungkit dalam waktu yang bersamaan"berkata Ki Patih.
Dengan demikian, maka Agung Sedayupun mendapat gambaran bahwa gerakan itu adalah gerakan yang besar. Namun iapun menjadi semakin yakin, bahwa Ki Saba Lintang tidak akan mampu menguasai gerak itu. sepenuhnya.
Meskipun demikian, Ki Saba Lintang itu memiliki bekal kecerdikan tetapi juga kelicikan. Agaknya ia sudah mempunyai rencana apa yang akan dilakukannya setelah gerombolan ini berhasil membuat'landasan di Tanah Perdikan Menoreh atau justru setelah selangkah lebih maju lagi.
Ketika pada suatu kali Agung Sedayu menghadap Ki Patih, maka Ki Patih itupun berkata"Agung Sedayu. Menurut pendapatku, Ki Saba Lintang tidak sejak semula mempunyai rencana yang demikian besar. Agaknya niat Ki Saba Lintang memang hanya ingin menyusun kembali sebuah perguruan yang beralaskan pecahan perguruan Kedung Jati. Ki Saba Lintang itu semula tidak bermimpi untuk sampai ke Mataram, meskipun ia tentu sudah mempersiapkan perlawanan jika rencananya akan membentur kekuasaan Mataram. Tetapi dalam perkembangannya kemudian, beberapa unsur yang lain telah bergabung dengan mengemban niat masing-masing, sehingga akhirnya gerakan itu menjadi luas. Namun warnanya tidak lagi senada. Meskipun demikian, mula-mula mereka akan dapat bekerja bersama-sama.
Agung Sedayu mengangguk mengiakan.
" Agung Sedayu"berkata Ki Patih kemudian " satu hal yang perlu kau ketahui, bahwa para petugas sandi yang tersebar di sekitar Pegunungan Kendeng melihat gerak kelompok besar dan kecil kearah Barat. Mereka agaknya akan melingkari Gunung Merbabu. Mereka agaknya akan mendekati Tanah Perdikan Menoreh dari arah Barat dari Utara. Karena itu, awasi arah itu lebih cermat dari arah yang lain."
"Kami akan melakukannya, Ki Patih."
" Kelompok-kelompok yang bergerak ke Barat dari Pegunungan Kendeng dan sekitarnya itu, akan merupakan kekuatan yang sangat besar. Diantara mereka tentu orang-orang yang menyimpan dendam didalam hati. Mereka adalah orang-orang yang tidak mau menyesuaikan diri dengan dengan gerak jamannya yang berubah."
" Ya, Ki Patih."
" Tetapi diatas mereka adalah orang-oranag yang tamak yang mempunyai nafsu yang sangat besar untuk mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi."
Masih banyak lagi pesan yang diberikan kepada Agung Sedayu untuk menghadapi gerakan yang semakin lama menjadi semakin besar itu. Sementara itu kecurigaan terhadap isteri Agung Sedayu telah menyusut, dan bahkan telah larut Meskipun Nyi Lurah Agung Sedayu itu memiliki satu dari sepasang lambang kepemimpinan perguruan Kedung Jati, namun nampaknya Nyi Lurah itu sama sekali tidak tertarik untuk memanfaatkannya lewat jalur yang tidak sewajarnya
Ketika Agung Sedayu kembali ke Tanah Perdikan, maka iapun telah menugaskan beberapa orang prajurit-prajurit pilihan untuk melakukan tugas sandi, mengamati lingkungan di sebelah Barat dan Utara Tanah Perdikan Menoreh.
" Kau dapat melakukan tugas kalian di luar Tanah Perdikan. Berhati-hatilah, " pesan Agung Sedayu " kita menghadapi kekuatan yang besar dan tebarannya luas sekail Sedangkan sebagian dari mereka diduga terdiri dari bekas-bekas prajurit Pati, Demak dan Jipang yang kecewa terhadap perkembangan keadaan sejak gugurnya Harya Penangsang, tersingkirnya pemerintahan Demak di Pajang serta pecahnya Kadipataen Pati.
Dengan demikian, maka beberapa orang prajurit dari Pasukan Khusus itupun telah menyebar. Mereka bergerak ke sebelah Barat pegunungan dan yang lain bergerak ke Utara.
Sementara itu, persiapan di Tanah Perdikan Menorehpun menjadi semakin matang. Para pengawal telah memanfaatkan waktu yang ada untuk meningkatkan kemampuan mereka. Bahkan hampir setiap laki-laki di Tanah Perdikan yang masih merasa mampu untuk bertempur, telah mempersiapkan diri pula.
Dalam pada itu, maka para penghuni Tanah Perdikan itu telah memperkokoh dinding-dinding padukuhan serta pintu-pintu gerbang. Kentonganpun tergantung dimana-mana. Setiap padukuhan mempunyai pertanda isyaratnya masing-masing, sehingga jika terdengar suara ken-tongan, akan segera diketahui sumbernya.
Senjata yang dipersiapkan bukan hanya pedang dan tombak.
Tentu saja busur, anak panah dan lembing.
Beberapa hari kemudian Agung Sedayupun telah menerima laporan dari salah seorang prajuritnya yang ditugaskannya mengamati keadaan disebelah Barata pegunungan.
"Kami melihat ada gerakan di daerah Pucang Kerep. Nampaknya ada gejolak dipermukaan. Meskipun masih belum jelas, tetapi ada kekuatan yang tersusun di daerah itu. Bahkan sebagian dari mereka berhasil menyusup diantara orang-orang yang menghuni daerah itu."
" Maksudmu ?" " Dengan uang dan harapan-harapan, mereka dapat tinggal di rumah-rumah penduduk. Agaknya mereka masih sedang bersiap-siap untuk menyusun satu kekuatan yang akan bergerak ke Timur, melintasi pegunungan dan memasuki Tanah Perdikan."
" Mereka cukup berhati-hati"berkala Agung Sedayu kemudian "mereka mengambil ancang-ancang di tempat yang cukup jauh. Tetapi justru karena itu, arus serangan mereka akan menjadi sangat berbahaya"
" Kekuatan yang ada di Pucang Kerep itu nampaknya memang berbahaya, Ki Lurah"petugas sandi itu menjelaskan.
" Baiklah. Awasi mereka. Tahu masih menunggu laporan dari Utara"
Berbeda dengan segerombolan orang yang berada di sisi Barat, maka segerombolan orang yang berada di sisi Utara telah membuat perkemahan di hutan kecil tempuran di Kali Elo dan Kali Progo.
Tetapi menurut laporan petugas sandi, gerombolan yang ada di sebelah Utara itu tidak kalah berbahayanya. Mereka seolah-olah sedang menimbun kekuatan air di bendungan. Jika bendungan itu pecah maka arus airnya akan menyapu apa saja yang menghalanginya
Selain laporan dari petugas sandi tentang kekuatan yang sedang disusun di Pucang Kerep, ternyata di Krendetan juga terdapat sekelompok orang yang nampaknya juga bagian dari gerombolan yang sama dengan gerombolan yang berada di Pucang Kerep.
" Baiklah " berkata Agung Sedayu " para peronda di perbatasan agar menjadi lebih berhati-hati. Mereka tidak boleh terjebak ke dalam perangkap gerombolan itu." .
Dengan demikian, maka Tanah Perdikan itupun telah berada dalam kesiagaan yang tertinggi. Demikian pula para prajurit dari Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan.
Bahkan Ki Patih telah memerintahkan sebagian prajurit Mataram yang berada di Ganjur untuk bergabung dengan pasukan yang berada di Tanah Perdikan Menoreh di bawah pimpinan Agung Sedaya
Demikianlah dari hari ke hari, kekuatan yang bertimbun di Krendetan, di Pucang Kerep dan di hutan didekat tempuran kali Elo dan Kali Praga menjadi semakin besar jumlahnya.
Laporan yang disampaikan ke Matarampun menjadi semakin sering, sehingga Ki Mandaraka tidak ketinggalan dengan perkembangan keadaan.
Dalam gejolak yang semakin panas itu, maka Ki Tumenggung Wirayuda telah datang ke barak Pasukan Khusus di Tanah Perdikan itu untuk bertemu dan berbicara dengan Agung Sedayu.
" Dalam tiga hari ini akan datang berturut-turut lima belas orang prajurit sandi terpilih. Mereka akan menyebar di sekitar Tanah Perdikan ini untuk menilai kekuatan lawan"berkata Ki Tumenggung Wirayuda.
"Terima-kasih Ki Tumenggung "jawab Agung Sedayu. "Aku sendiri akan berada di sini."
Sebenarnyalah dalam waktu tiga hari, lima belas orang prajurit dari pasukan sandi telah berada di Tanah Perdikan. Mereka memperkuat pasukan sandi yang sudah ada di Tanah Perdikan. Bahkan mereka adalah prajurit dari pasukan sandi yang dilatih secara khusus untuk menjalankan tugasnya.
Dari para petugas sandi, baik yang berasal dari para pengawal Tanah Perdikan, dari Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan, maupun para petugas yang datang kemudian setelah Ki Tumenggung Wirayuda berada di Tanah Perdikan, telah memberikan laporan, bahwa persiapan dari gerombolan yang berada di Krendetan, di Pucang.Kerep dan didekat tempuran Kali Elo dan Kali Praga, telah meningkatkan kesiagaan mereka. Agaknya tidak lama lagi, mereka akan segera menyerang.
Empu Wisanata dan Nyi Dwani menjadi gelisah mendengar kemungkinan itu. Banyak kemungkinan dapat terjadi atas diri mereka. Jika orang-orang Tanah Perdikan itu kurang ikhlas menerima kehadiran mereka, maka nasib mereka akan menjadi kurang baik. Sebaliknya, jika Ki Saba Lintang berhasil menguasai Tanah Perdikan, maka nasib merekapun akan tidak menentu.
Dalam kegelisahan itu, ternyata yang dicemaskan Empu Wisanata itupun terjadi.
Menjelang tengah hari, dua ekor kuda berhenti di depan regol halaman rumah Agung sedayu. Seorang laki-laki dan seorang perempuan turun dari kuda mereka dan menuntun kuda mereka memasuki halaman.
Sukra berdiri dipintu seketeng melihat keadaan kedua orang itu. Dengan tergesa-gesa iapun mendekatinya sambil bertanya " Siapakah yang kalian cari?" .
Perempuan yang datang itu dengan ramah menjawab"Aku ingin bertemu dengan Empu Wisanata. Apakah Empu ada di rumah ?"
"Ada. Marilah. Silahkan' naik."
"Terima kasih "jawab perempuan itu..
Sukrapun kemudian telah masuk kembali melalui butulan untuk menemui Empu Wisanata yang duduk di serambi bersama Ki Wijil, Nyi Wijil dan Nyi Dwani yang sudah menjadi semakin baik.
"Ada tamu, Empu."
"Siapa Sukra?" " Aku belum mengenal mereka. Seorang laki-laki dan seorang perempuan. Yang perempuan berpakaian rapi dan berhias seperti akan pergi menghadiri upacara pernikahan. Yang laki-laki agaknya pernah datang kemari, tetapi entahlah."
Empu Wisanata dan Nyi Dwani menjadi berdebar-debar. Namun kemudian Empu Wisanata itupun bangkit berdiri sambil berkata kepada Ki Wijil, Nyi Wijil dan Nyi Dwani"Marilah. Kita temui mereka."
Keempat orang itupun kemudian telah keluar lewat pintu pringgitan untuk menemui tamu yang duduk di pendapa
Demikian mereka keluar dari pintu pringgitan. Empu Wisanata dan Nyi Dwanipun terkejut Laki-laki dan perempuan itu adalah Ki Saba Lintang sendiri serta Nyi Yatni.
Dalam pada itu, dengan, serta-merta Nyi Yatni itupun langsung berjongkok di depan Empu Wisanata sambil memeluk kakinya. Dengan sendat Nyi Yatni itu berdesis"Ampuni aku ayah.".
Jantung Empu Wisanata rasa-rasanya menjadi semakin cepat berdetak. Diangkatnya bahu anak perempuannya agar Nyi Yatni itu berdiri.
" Kenapa kau minta ampun kepada ayahmu ?"bertanya Empu Wisanata.
" Aku telah meninggalkan ayah begitu saja " " Kenapa kau meninggalkan aku, Yatni " ".bertanya Empu Wisanata pula
" Hatiku gelap pada waktu itu ayah."
" Sekarang kau mendapat terang dihatimu ?"
" Ya Aku mohon ayah mengampuniku."
" Empu Wisanata menarik nafas dalam-dalam. Sekilas dipandangnya Ki Saba Lintang yang berdiri tegak seperti tiang-tiang pendapa itu.
Namun kemudian meskipun dengan bimbang dan ragu Empu Wisanata itupun berkata"Aku ampuni kau, Yatni."
"Terima kasih ayah. Terima-kasih."
Nyi Yatnipun kemudian berlari mendapatkan adiknya Dipeluknya Nyi Dwani sambil berkata"Senang sekali melihat keadaanmu, Dwani. Agaknya kau sudah sembuh."
'" Ya mbokayu. "jawab Nyi Dwani.
Nyi Yatnipun kemudian melepaskan Nyi Dwani. Ditatapnya perempuan itu sambil memegangi kedua lengannya. Katanya " Sokurlah, Dwani. Jika kau sudah sembuh, maka kita akan dapat pergi bersama-sama. Bahkan bersama-sama dengan ayah."
"Pergi kemana, mbokayu ?"bertanya Nyi Dwani.
"Terserah kepada ayah: Aku sudah bertekad untuk kembali kepada ayah.Tetapi Empu Wisanatapun berkata " Aku tidak akan pergi kemana-mana Yatni."
Yatni tersenyum. Katanya " Ayah memang suka bergurau sejak mudanya Bukankah kau ingat itu Dwani."
" Tetapi kali ini aku sama sekali tidak bergurau. Yatni. Aku berkata dengan sungguh-sungguh. Biarlah Ki Saba Lintang mendengarnya Aku sudah tidak lagi ingin bergabung dengan Ki Saba Lintang. Demikian pula Dwani. Terserah kepadamu dan kepada Suranata. Bukankah kalian sudah dapat mengambil sikap sendiri."
"Ah, ayah. Aku datang untuk mohon maaf."
Empu Wisanata termangu-mangu sejenak. Dipandanginya anak perempuannya itu. Wajahnya nampak cerah. Senyumnya tidak lepas dari bibirnya
"Duduklah"berkata Empu Wisanata kemudian.
Nyi Yatnipun kemudian berpaling kepada Ki Saba Lintang. Ditariknya tangan Ki Saba Lintang untuk duduk bersamanya.
Dengan manja Nyi Yatni itupun berkata " Marilah, duduk kakang."
Ki Saba Lintang tersenyum.. Iapun kemudian duduk disebelah Nyi Yatni.
" Ayah " berkata Nyi Yatni kemudian " aku telah mendengar bahwa ayah dan Dwani telah bergabung dengan kakang Saba Lintang. Demikian pula kakang Suranata. Karena itu, maka aku datang menemui ayah. Aku menyesali tingkah laku selama ini karena aku telah meninggalkan ayah. Ayah tentu selalu cemas dan bahkan mungkin bersedih. Nah, karena itulah, maka sekarang aku kembali kepada ayah dan ingin bersama-sama ayah berada di dalam satu perjuangan dalam kesatuan yang dipimpin oleh kakang Saba Lintang.-"
" Yatni, jangan mengigau seperti itu. Kau tahu dimana aku sekarang ini berada. Kau tentu sudah tahu pula, dimana aku sekarang berdiri."
Sambil memandang Ki Wijil dan Nyi Wijil, Nyi Yatni itupun berkata " Ki Sanak. Bukankah Ki Sanak tidak akan berkebaratan untuk membiarkan ayah dan Dwani pergi" .
Ki Wjil itupun menjawab " Tentu tidak ngger. Jika Empu Wisanata dan Nyi Dwani akan pergi, aku sama sekali tidak merasa berkeberatan."
Jawaban itu terdengar aneh ditelinga Nyi Yatni. Ia mengira bahwa jawaban yang akan didengarnya adalah berlawanan dengan jawaban itu.
Namun Nyi Yatni itupun berkata " Nah, bukankah ayah dapat pergi kemana saja ayah inginkan" Ayah disini bukan tawanan. Bukan pula orang hukuman."
Empu Wisanata justru tersenyum mendengar jawaban Ki-wijil. Dengan nada tinggi iapun berkata " Tidak seorangpun akan berkeberatan jika aku pergi. Tetapi aku memang tidak ingin pergi. Aku ingin tetap tinggal disini, karena aku dan Dwani krasan tinggal disini."
Kening Nyi Yatni berkerut. Tetapi kemudian senyumnya nampak lagi dibibirnya"Ayah. Jika ayah dan Dwani bersedia pergi bersama kami, maka masa depan kita sekeluarga akan menjadi cerah. Aku akan menemui kakang Suranata dan memanggilnya untuk menyatu kembali. Keluarga kita akan utuh, sementara itu, kita masing-masing akan mendapat tempat yang baik di dalam lingkungan kesatuan kakang Saba Lintang.
Kemudian sambil berpaling kepada Ki Saba Lintang, Nyi Yatni itu berkata sambil tersenyum " Bukankah begitu kakang " Kenapa kau hanya diam saja. Bantulah aku meyakinkan ayah dan Dwani."
Ki Saba Lintang tersenyum. Katanya " Sebenarnyalah kami sangat mengharap kehadiran Empu Wisanata dan Nyi Dwani."
"Nah, ayah dengar. Kita akan dapat menjadi pemimpin yang baik di dalam kesatuan kakang Saba Lintang. Apalagi jika Dwani berhasil mendapatkan tongkat baja putih, pasangan tongkat baja putih yang sudah dimiliki kakang Saba Lintang akan diberikan kepadaku. Aku dan kakang Saba Lintang akan menjadi pasangan yang paling serasi untuk memimpin kesatuan yang besar yang kelak akan menggulung Tanah Perdikan ini."
Wajah Nyi Dwani menjadi merah. Jantungnya serasa disulut dengan api.
Namun Empu Wisanatapun kemudian tertawa Katanya"Ki Saba Lintang tidak akan dapat berkata apa-apa di sini. Aku tahu betapa liciknya orang yang memiliki tongkat baja putih yang menjadi lambang kepemimpinan perguruan Kedung jati."
" Ayah jangan berprasangka buruk. Kakang Saba Lintang yakin, bahwa aku dapat mendampinginya. Apalagi jika tongkat baja putih yang satu lagi sudah ada ditanganku.
"Jadi kau ingin Dwani mengambil tongkat itu untukmu ?"
" Ya. Tetapi Dwani sudah gagal. Bahkan ayah sampai hati untuk berusaha membunuhnya. Namun ternyata nyawa Dwani memang liat"
"Cukup " bentak Nyi Dwani - aku muak mendengar dan melihat permainan yang kotor ini."
" Dwani. Kenapa kau ?"
" Aku tidak mau mendengar bualanmu lagi mbokayu. Pergilah bersama kakang Saba Lintang, sebelum aku memukul isyarat Dengan isyarat itu, kalian tidak akan dapat lolos dari tangan para pengawal Tanah Perdikan ini"" Aku yakin, bahwa.orang-orang Tanah Perdikan tidak akan berbuat selicik itu " berkata Nyi Yatni " kami hanya berdua. Kami. tidak datang menyerang Tanah Perdikan ini. Kami justru datang untuk menemui ayah dan kau Dwani."
"Pergilah. Semakin cepat semakin baik."
"Kenapa aku harus segera pergi " Sedangkan kedua orang tua suami isteri ini, yang agaknya termasuk orang penting di Tanah Perdikan ini saja tidak mengusirku."
" Permainan kalian sangat kasar. Karian tidak berhasil menyakiti hatiku. Tetapi kalian membuat aku muak."
"Dwani, apa yang terjadi ?"
Namun Ki Wijillah yang kemudian tertawa Katanya -Kami memang tidak mengusir kalian. Kami jarang sekali mendapat kesempatan melihat tontonan yang begitu menarik. Permainan yang sulit dibedakan dengan peristiwa yang sebenamya terjadi."
Wajah Nyi Yatni menjadi tegang. Katanya"Kami tidak sedang bermain " Kami juga bukan tontonan."
" Jangan marah. Mungkin kau menganggap dirimu bukan tontonan Tetapi ternyata Ki Saba Lintang adalah seorang pemain yang sangat baik dalam satu pertunjukan yang sangat Jenaka."
Wajah Ki Saba Lintang menjadi tegang. Dengan nada tinggi iapun bertanya"Apa yang kau maksudkan ?"
Nyi Wijil dan Empu Wisanata yang tanggap akan maksud Ki Wijilpun tertawa pula. Hanya wajah Nyi Dwani sajalah yang masih tetap tegang.
"Permainanmu sangat meyakinkan"berkata Ki Wijil.
" Aku tidak senang bermain-main."sahut Ki Saba Lintang.
" Jika demikian, tontonan ini semakin mengasikkan " Ki Wijil tertawa semakin keras "jika kalian tidak sedang bermain, maka kalian adalah badut-badut yang sesungguhnya"
" Cukup " teriak Nyi Yatni. Lalu katanya kepada Ki Saba Lintang "kau biarkan orang tua ini mengigau seperti itu:"
" Ya"sahut Empu Wisanata"Ki Saba Lintang harus membiarkannya berbicara apa saja. Ki Saba Lintang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk menghentikannya."
"Kakang "jantung Ki Yatyi bagaikan akan meledak.
" Biarkan mulut yang sudah rusak itu berbunyi apa saja"geram Ki Saba Lintang"yang penting bagimu Nyi Yatni, usahakan agar keluargamu utuh kembali."
" Satu lawankan yang menarik"sahut Empu Wisanata.
"Ayah"potong Nyi Yatni.
" Yatni. Jangan berpura-pura. Aku minta segera tinggalkan tempat ini. Kau tidak akan berhasil untuk mengajak kami. Jika ini ditempuh oleh Ki Saba Lintang untuk menyakiti hati Dwani, iapun tidak berhasil. Aku tidak tahu, apakah Yatni mengerti atau tidak, bahwa ia sudah menjadi alat Ki Saba Lintang."
"Alat apa?" " Sudah. Jangan hiraukan. Marilah kita tinggalkan sarang iblis ini. Semakin lama kita di sini, maka semakin kabur penalaran kita atas persoalan-persoalan yang kita hadapi."
"Kita tidak berjantung tanah liat, kakang."
Tetapi Ki Saba Lintang itupun segera bangkit sambil berkata " Kita berhadapan dengan orang-orang licik yang pandai memutar balikkan keadaan. Nyi Yatni, kita memang tidak ada pilihan lain. Kita terpaksa membiarkan Empu Wisanata dan adikmu Nyi Dwani ikut lumat bersama Tanah Perdikan ini sebagaimana dikatakan oleh Suranata.
Nyi Yatnipun kemudian bangkit pula. Demikian pula Empu Wisanata, Ki Wijil, Nyi Wijil dan Nyi Dwani.
"Jadi ayah menolak untuk memulihkan keutuhan keluarga kita " :" bertanya Nyi Yatni kemudian.
" Tentu tidak, Yatni. Tetapi aku harus memperhitungkan maksud yang sesungguhnya dari niatmu untuk memulihkan keutuhan keluarga kita itu. Akupun harus memperhitungkan, siapakah yang telah menggerakkan kau datang kepadaku."
"Jadi apakah artinya kesediaan ayah memaafkan aku ?"
" Aku telah memaafkan semua kesalahan yang pernah kau lakukan Yatni. Aku tidak pernah mendendammu. Tetapi sudah tentu akupun tidak akan dapat kau bawa menerjuni lubang sumur berapi. "
"Baik. Baik ayah. Jika ayah kokoh pada sikap dan pendirian ayah itu, apaboleh buat Agaknya Dwani pun telah terpengaruh pula oleh sikap ayah, sehingga ia telah meninggalkan kesetiaannya kepada perguruan Kedung Jati meskipun ayah pernah mencoba untuk membunuhnya. "
" Cukup " sahut Nyi Dwani " mbokayu. Aku masih dapat berpikir waras. Karena itu, sebaiknya mbokayu segera meninggalkan tempat ini."
Nyi Yatni tertawa pendek. Katanya"Kau bagiku adalah seorang adik kebanggaan, Dwani. "
"Terima-kasih mbokayu. Tetapi kita adalah saudara kandung yang saling mengenal sejak masa kanak-kanak kita. Mbokayu mengenal aku, sifat-sifat dan watakku, sedangkan aku mengenal mbokayu dengan sifat-sifat dan watak mbokayu."
Wajah Nyi Yatni menjadi semakin tegang. Sementara itu Ki Saba Lintang telah menarik tangannya sambil berkata"Marilah. Kita jangan terlalu lama disini. Jika semula aku yakin bahwa tidak akan ada kelicikan di Tanah Perdikan ini, akhirnya aku menjadi ragu-ragu."Baiklah"sahut Nyi Yatni, Lalu iapun berkata kepada ayahnya "Ayah, Aku mohon diri. Terima-kasih bahwa ayah telah memaafkan segala kesalahanku. Bagaimanapun juga aku masih ingin membalas segala kebaikan budi ayah, sehingga aku ingin pada suatu ketika aku dapat membahagiakan ayah serta menempatkan Dwani di je-jang kedudukan yang terhormat sesuai dengan kemampuannya yang tinggi.
"Terima-kasih, mbokayu"sahut Nyi Dwani.
-Aku mohon diri ayah. " Hati-hatilah menempuh jalan kehidupan Yatni " desis Empu Wisanata.
Nyi Yatni mengeratkan dahinya. Bagaimanapun juga masih terasa nada bicara seorang ayah yang mencemaskan keadaan anaknya
Namun Nyi Yatni tidak sempat berbicara lebih banyak lagi. Ki Saba Lintangpun kemudian menariknya. Tidak lagi memegangi pergelangan tangannya, tetapi justru memegangi pinggangnya.
Demikian mereka turun dari pendapa. Nyi Yatni pun justru seakan-akan melekat di tubuh Ki Saba Lintang dan berjalan bersama-sama menuju ke kuda mereka.
Darah Nyi Dwani rasa-rasanya memang telah mendidih. Terbayang dimasa kanak-kanak mereka. Permainan apapun yang dipegangnya, jika kakak perempuannya itu mengingini selalu dirampasnya Yatni sama sekali tidak peduli-apakah Dwani akan menangis atau tidak.
Hal itu seakan-akan kini telah terulang. Nyi Yatni itu telah merampas Ki Saba Lintang dari sampingnya.
Namun terdengar Empu Wisanata itu berbisik di telinganya"Jangan mengulangi kesalahan yang sama karena perasaan cemburumu itu "
Nyi Dwani menarik nafas dalam-dalam. Ia telah kehilangan kendali sehingga ia telah berusaha membebaskan Rara Wulan karena jantungnya telah dibakar oleh perasaan cemburu.
Sementara itu ayahnya berbisik pula " kau sekarang tidak membutuhkan lagi Ki Saba Lintang. "
Nyi Dwani itu mengangguk kecil. Sedangkan Empu Wisanata berkata selanjurnya"Kasihan Yatni. Ia tidak lebih dari alat bagi Ki Saba Lintang."
Nyi Dwani tidak menjawab. Tetapi bagaimanapun juga, jantungnya terasa bergetar semakin cepat ketika ia melihat bagaimana Ki Saba lintang membantu Nyi Yatni naik keatas punggung kudanya, meskipun sebenarnya hal itu dapat dilakukannya sendiri.
Demikianlah, sejenak kemudian kedua ekor kuda itu telah keluar dari regol halaman sementara empu Wisanata dan Nyi Dwani berdiri saja di tangga pendapa. Namun di regol Nyi Yatni itu masih sempat melambaikan tangannya sambil berkata"Ingat ayah, pada suatu saat aku akan membahagiakan ayah. "
Empu Wisanata tidak menjawab.
Sejenak kemudian, maka merekapun telah mendengar derap kaki kuda yang berlari semakin lama semakin jauh, sehingga akhirnya hilang dari pendengaran mereka.
Dalam pada itu, Nyi Dwani pun segera berlari melintasi pendapa dan masuk kedalam biliknya. Dengan serta-merta Nyi Dwani telah menjatuhkan dirinya menelungkup di pembaringannya
Ketika Empu Wisanata memasuki bilik itu, maka dilihatnya Nyi Dwani menangis terisak-isak.
Sambil duduk dibibir pembaringan, Empu Wisanata itupun bertanya - Kenapa kau menangis Dwani"Nyi Dwani itupun bangkit dan duduk disisi ayahnya. Dengan sendat Dwani itupun menjawab
- Aku merasa kesal sekali ayah.- Kau merasa cemburu"- Tidak - jawab Nyi Dwani tegas.
-Jadi"- - Aku hanya ingin mengurangi beban yang menggelantung di hatiku. Aku ingin meyakinkan diriku, bahwa aku tidak lagi bergayut kepada siapun.
- Dengan menangis"- - Ya. Dengan menangis.- Empu Wisanata menarik nafas panjang. Katanya - Baiklah.'Dwani. Jika dengan menangis kau dapat mengurangi beban dihatimu, bahkan yakinkan dirimu sendiri tentang kemandirianmu lakukanlah.Dwani tidak menjawab. Namun Nyi Dwani justru sudah tidak menangis lagi.
Namun sebenarnyalah, Nyi Dwani seakan-akan telah benar-benar -berubah. Ia menjadi semakin yakin akan dirinya Kepercayaannya kepada keyakinannyapun menjadi bertambah.
Di malam hari, ketika seisi rumah itu duduk diruang dalam untuk makan malam, kedatangan Ki Saba Lintang dan Nyi Yatni telah menjadi bahan pembicaraan.
- Kedatangan mereka menjadi satu isyarat - berkalta Agung Sedayu.
- Isyarat apa"- bertanya Sekar Mirah.
- Isyarat bahwa Ki Saba Lintang sudah siap untuk menyerang Tanah Perdikan ini.- Darimana kakang mengetahuinya"- bertanya Glagah Putih.
- Ki Saba Lintang sudah berusaha untuk menghimpun segala kekuatan.Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Jayaragapun berkata - Nampaknya memang demikian. Kita memang harus tanggap.- Sebaiknya pasukan pengawal Tanah Perdikan segera ditempatkan sesuai dengan rencana pembagian kekuatan. Besok aku juga akan mengatur pasukanku dan akan langsung ditempatkan. Karena itu, besok pagi-pagi aku akan bertemu dengan Ki Gede dan Prastawa Aku minta Glagah Putih ikut bersamaku.- Baik, kakang. - Mungkin kita akan berada di tempat yang terpisah yang satu dengan yang lain - berkata Agung Sedayu pula - setiap pasukan akan disertai oleh satu atau dua orang diantara kitaYang lainpun mengangguk-angguk. Mereka mengerti maksud Agung Sedayu. Yang akan mereka hadapi adalah serangan-serangan yang tidak saja datang dari satu arah. Sedikit-sedikitnya mereka harus bersiap menghadapi pasukan yang berada di Krendetan, di Pucang Kerep dan dari sisi Utara yang berkemah di dekat tempuran Kali Elo dan Kali Praga
Demikianlah, seperti yang direncanakan, pagi-pagi sebelum Agung Sedayu pergi ke barak pasukannya bersama Glagah Putih ia pergi menemui Ki Gede.
Untuk beberapa lamanya Agung Sedayu dan Glagah Putih berbincang dengan Ki Gede dan Prastawa, apa yang sebaiknya mereka lakukan untuk menghadapi serangan yang nampaknya akan segera terjadi.


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seperti yang dikatakan oleh Agung Sedayu, Ki Gede pun sependapat, bahwa para pemimpin Tanah Perdikan serta orang-orang yang berilmu tinggi yang ada di Tanah Perdikan itu, akan berpencar.
- Nanti sore aku akan menghadap lagi, Ki Gede- berkata Agung Sedayu - siang ini barangkali aku akan mendapat bahan-bahan baru dari para petugas sandL- Aku menunggu, Ki Lurah. Sementara itu, aku minta angger Glagah Putih siang nanti dapat bersama-sama dengan Prastawa menentukan kedudukan parapengawal sesuai dengan perkembangan keadaan serta kesiagaan orang-orang yang akan menyerang Tanah Perdikan ini.-Agung Sedayu pun kemudian telah minta diri, sedangkan Glagah Putih masih akan memanggil Sabungsari untuk diajak menemui Prastawa.
Dari rumah Ki Gede, Agung Sedayu singgah dirumahnya sejenak. Namun kemudian Agung Sedayu pun segera berangkat ke baraknya. Hari itu, segala sesuatunya harus sudah siap untuk menghadapi segala kemungkinan bagi Tanah Perdikan Menoreh.
Di baraknya, Agung Sedayu telah membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang bakal datang bersama Ki Tumenggung Wirayuda. Beberapa laporan petugas sandi telah melengkapi penilaian mereka terhadap kekuatan lawan yang berada di beberapa tempat di luar Tanah Perdikan.
Bersama Ki Tumenggung Wirayuda, Agung Sedayupun telah membagi kekuatannya. Selain Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan Menoreh, di barak itu juga sudah datang berangsur-angsur sehingga tidak menarik perhatian, prajurit Mataram dari Ganjur. Menghadapi serangan dari pasukan yang kuat, sebagian prajurit yang berada di Ganjur telah diperbantukan kepada Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan Menoreh.
Dalam pada itu untuk memantapkan pertahanan di seluruh Tanah Perdikan Menoreh, maka Agung Sedayu pun telah menyelenggarakan satu pertemuan dari semua unsur yang ada di Tanah Perdikan. Untuk menghadapi kemungkinan yang dapat datang setiap saat, maka malam itu juga Agung Sedayu telah mempertemukan Ki Gede Menoreh, Ki Tumenggung Wirayudha, para pemimpin prajurit yang datang dari Ganjur serta orang-orang berumu tinggi yang berada di rumah Agung Sedayu. Untuk menjaga segala kemungkinan, maka Agung Sedayu telah minta Ki Wijil dan Nyi Wijil untuk tinggal di rumah bersama Empu Wisanata dan Nyi Dwani.
Sambil tertawa Ki Wijil pun berkata - baiklah, Ki Lurah. Aku akan tinggal di rumah,- Biarlah Sayoga ikut bersama kami, Ki Wijil- Aku akan menunggu tugas apa yang dapat aku lakukan menghadapi keadaan yang gawat di Tanah Perdikan ini.Dalam pada itu Ki Lurah itupun berkata - Jangan tersinggung Empu. Bagaimanapun juga kami harus berhati-hati.- Aku mengerti Ki Lurah. Kami tidak merasa tersinggung sama sekali.Malam itu, segala sesuatunya telah ditentukan. Semua pihak telah mendapat tugasnya masing-masing. Mereka terbagi dalam daerah-daerah pertahanan untuk menghadapi pemusatan tenaga kekuatan dari pasukan yang siap menerkam Tanah Perdikan itu.
Untuk memimpin pertahanan itu, semua pihak telah menunjuk Ki Gede Menoreh.
- Kemampuanku bukan apa-apa dibanding dengan Ki Lurah' Agung Sedayu - berkata Ki Gede.
- Tetapi pengalaman dan. pengetahuan Ki Gede adalah yang paling luas di antara kita - berkata Ki Lurah Agung Sedayu.
- Tentu tidak - jawab Ki Gede - aku tidak lebih dari seekor katak yang bersembunyi di bawah tempurung. Ki Tumenggung Wirayudhalah yang menyahut - Kita tahu, apa yang pernah Ki Gede lakukan semasa Ki Gede masih terhitung muda dahulu.Ki Gede akhirnya tidak dapat menolak. Ia akan memimpin pertahanan menghadapi kekuatan yang cukup besar yang mengancam Tanah Perdikannya. Tetapi hal itu adalah wajar sekali, karena Ki Gede adalah pemimpin Tanah Perdikan itu. '
Malam itu, pertemuan itu pun telah menentukan kekuatan yang akan berpencar di sepanjang perbatasan. Tetapi kekuatan itu akan berpusat pada tiga induk pertahanan menghadapi kekuatan lawan yang sedang dihimpun di Krendetan, di Pucang Kerep dan di sisi Utara.
Dari para petugas sandi terdapat laporan, bahwa kekuatan yang ada di Krendetan, di Pucang Kerep dan di dekat tempuran Kali Elo dan Kali Praga disisi Utara, hampir seimbang, sehingga rencana pertahanannya pun dibuat seimbang pula. Namun demikian, Ki Gede Menoreh juga memerintahkan untuk memperkokoh dinding padukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh. Mungkin sekali akan terjadi, bahwa diantara pasukan yang datang menyerang Tanah Perdikan Menoreh itu akan ada kelompok-kelompok yang ditugaskan untuk menyusup menusuk langsung ke padukuhan induk. Mereka akan memperhitungkan bahwa padukuhan induk mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi rakyat dan para pengawal Tanah Perdikan. Jika pendukung induk itu berhasil direbut, maka ketahanan jiwani terutama para pengawal Tanah Perdikan akan berkerut. Mereka seakan-akan merasa kehilangan tempat untuk bertumpu.
Jika hal itu terjadi, maka pertahanan di Tanah Perdikan itu akan segera menjadi goyah.
Di samping pasukan yang dipersiapkan untuk menghadapi serangan lawan dari ketiga arah itu, maka di Tanah Perdikan pun telah disiapkan pula sekelompok pasukan berkuda yang terdiri dari para prajurit dari pasukan khusus, para petugas sandi serta penghubung yang akan menghubungkan medan yang satu dengan medan yang lain. Mungkin mereka harus menyampaikan laporan secepatnya kepada Ki Gede atau kepada para pemimpin yang berada di medan.
Dalam keadaan yang gawat itu, Ki Gede telah memanggil adiknya, Ki Argajaya yang agak lama memilih hidup di dalam satu lingkungan kecil. Sejak saat ia gagal merebut kekuasaan di Tanah Perdikan itu, yang kemudian mendapat pengampunan sehingga ia tidak dijatuhi hukuman yang berat, apalagi hukuman mati, Ki Argajaya merasa lebih baik menyisihkan diri. Tetapi ia seakan-akan telah diwakili oleh anak laki-lakinya, . Prastawa yang memimpin Pasukan Pengawal Tanah Perdikan Menoreh.
. - Argajaya - berkata Ki Gede - sudah waktunya kau bangun. - Aku sudah tua, kakang - jawab Ki Argajaya - biarlah yang muda-muda itulah yang tampil di medan perang.- Ya. Yang muda-muda akan tampil di medan perang. Tetapi aku minta kau bantu aku mengendalikan pertahanan ini. Aku telah ditunjuk untuk memimpin pertahanan di Tanah Perdikan ini. Aku tidak dapat mengelak, karena akulah Kepala Perdikan ini.Argajaya ternyata juga tidak dapat mengelak. Karena itu, maka ia pun berkata - Jika kakang masih mempunyai sisa-sisa kepercayaan kepadaku, aku akan melakukan perintah-perintah Ki Gede.
Ki Gede itupun kemudian berkata - Kita akan mengendalikan pertempuran dari padukuhan induk. Kita akan mengamati pertempuran lewat para penghubung yang akan hilir mudik ke medan. Tetapi kita pun bersikap menghadapi kemungkinan penyusupan lawan untuk langsung menyerang induk ini.-Di mana Ki Lurah Agung Sedayu akan berada" - bertanya Ki Argajaya.
-Ia akan berada di medan. Ia akan memimpin pasukan untuk menghadapi lawan yang sekarang menimbun kekuatan di Pucang Kerep dan yang sudah ancang-ancang untuk menyerang.
- Siapa yang akan memimpin pasukan yang berada di sisi Selatan menghadapi kemungkinan serangan dari kekuatan yang berada di Krendetan"
- Ki Lurah Sura Panggah. Pemimpin prajurit yang datang dari Ganjur. Sedangkan Ki Tumenggung Wirayuda akan berkedudukan di barak Pasukan Khusus. Namun mungkin ia akan berada di medan yanag dipilihnya sendiri.- Yang akan memimpin perlawanan di sisi Utara untuk menghadapi kekuatan yang ada di sekitar tempuran Kali Elo dan Kali Praga"- Pimpinan pasukan itu dipercayakan kepada Prastawa- Bukankah di antara pasukan itu juga akan terdapat prajurit dari Pasukan Khusus atau dari antara prajurit yang datang dari Ganjur" - Ya Pasukan Khusus dan para prajurit yang datang dari Ganjur akan dibagi di tiga pemusatan pasukan Tanah Perdikan. - Sebaliknya para pengawal Tanah Perdikan juga akan berada di ketiga tempat itu " " bertanya Ki Argajaya.
- Ya- jawab Ki Gede - sementara kita akan berada di padukuhan induk ini untuk mengendalikan pertempuran dalam keseluruhan.Ki Argajaya mengangguk-angguk. Katanya - Aku siap untuk melakukannya, kakang.- Tetapi tidak mustahil, bahwa kita harus bertempur jika sekelompok lawan berhasil menyusup sampai ke padukuhan induk ini.- Ya aku akan mempersiapkan diriku.- Menurut pengalaman, hal seperti itu akan pernah terjadi, sehingga tidak mustahil bahwa hal seperti itu akan terjadi lagi.- Baik kakang. Aku akan mempersiapkan diri di rumahku. Pintu gerbang padukuhan induk yang sudah diperkuat itu, akan ditutup setiap hari. Orang yang masuk dan keluar akan mendapat pengawasan yang ketat Sementara itu, lalu lintas di Tanah Perdikan ini kecuali di padukuhan induk masih dapat berlangsung seperti sebelumnya Maksudku, jalan-jalan-di Tanah Perdikan ini tidak akan ditutup. Mereka yang melintas dari Timur ke Barat atau dari Barat ke Timur atau ke Utara tidak akan dihambatKi Argajaya mengangguk-angguk. Katanya kemudian " Baiklah. Mulai besok aku akan berada dirumah ini. Dalam pada itu beberapa padukuhan telah ditetapkan menjadi landasan pertahanan pasukan dari Tanah Perdikan Menoreh yang akan bergabung dengan para prajurit dan Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan serta para prajurit yang datang dari Ganjur. Masing-masing pada dasarnya dibagi menjadi empat Tiga kelompok pasukan akan berada ditiga landasan pertahanan, sementara satu bagian merupakan pasukan cadangan yang akan turun kemedan setiap Dalam pada itu, orang-orang berilmu tinggi yang ada di Tanah Perdikan Menoreh akan dibagi pula untuk berada di tiga landasan utama pertahanan pasukan Tanah Perdikan.
Beberapa padukuhan yang telah dipersiapkan untuk menjadi landasan pertahanan telah diperkuat. Dinding padukuhan pun telah diperkuat pula. Demikian pula pintu gerbangnya Beberapa panggung telah dibangun untuk mengawasi keadaan.
Tetapi pasukan gabungan Tanah Perdikan Menoreh itu tidak akan sekedar bertahan di padukuhan-padukuhan itu. Mereka akan membuat garis pertahanan di luar padukuhan langsung menghadapi gerak para penyerang yang ternyata mengambil ancang-ancang cukup panjang. Hanya dalam keadaan yang terpaksa mereka akan memanfaatkan dinding-dinding padukuhan, sementara para penghubung akan memberikan laporan kepada Ki Gede, sehingga Ki Gede akan dapat mengambil kebijaksanaan.
Sebenarnyalah bahwa pasukan pengawal Tanah Perdikan, para prajurit dari Pasukan Khusus maupun para prajurit yang diperbantukan dari Ganjur telah bersiap sepenuhnya. Karena itu ketika perintah itu datang, maka daengan cepat mereka bergerak.
Sementara itu para petugas sandi pun telah memberikan laporan, bahwa kegiatan pasukan yang berada di Krendetan, di Pucang Kerep dan di dekat tempuran Kali Elo dan Kali Praga pun telah meningkatkan persiapan mereka.
Namun ternyata bahwa pasukan yang siap untuk menyerang Tanah Perdikan itu bekerja cukup cermat Mereka tidak langsung menyerang dari landasan ancang-ancang mereka. Tetapi mereka telah membuat anak-anak landasan di tempat yang lebih dekat
Para petugas sandi mengikuti perkembangan persiapan orang-orang yang siap menyerang Tanah Perdikan itu. Mereka mengamati kelompok-kelompok yang bertugas untuk berada beberapa ratus patok dihadapan pasukan induk
Para pengawal Tanah Perdikan Menoreh bukan baru untuk pertama kali menghadapi kekuatan yang mengancam Tanah Perdikan mereka. Merekapun pernah menghadapi sepasukan orang-orang yang garang yang membuat kemah dibalik bukit. Mereka juga pernah menghadapi kekuatan yang menyusup sampai ke padukuhan induk. Merekapun pernah menghadapi berbagai macam lawan. Di luar Tanah Perdikan sebagian dari mereka pernah bertempur dalam gelar pasukan yang luas. Bahkan terakhir sebagian dari mereka telah ikut pergi ke Pati.
Karena itu, maka pasukan pengawal Tanah Perdikan itu telah mempunyai pengalaman yang luas menghadapi berbagai macam sifat dan watak lawan. Dari yang kasar, liar dan bahkan buas, sampai mereka yang bertempur dengan mapan dalam gelar yang utuh serta menganut segala macam pranatan perang serta mereka yang bertempur dengan licik dan mengesahkan segala cara untuk mencapai kemenangan.
Beberapa hari kemudian, maka mulai terjadi benturan-benturan antara para peronda dari kedua belah pihak. Para peronda dari Tanah Perdikan Menoreh, kadang-kadang memang berpapasan dengan para peronda dari pasukan yang sedang menyusun kekuatan mereka di luar Tanah Perdikan itu.
Sementara itu, beberapa Kademangan yang berada digaris lurus yang menghubungkan kedua kekuatan yang akan beradu di medan perang itu, harus menentukan kebijaksanaan mereka. Ternyata orang-orang yang akan menyerang Tanah Perdikan Menoreh itu telah memberi peringatan agar mereka tidak ikut campur agar mereka tidak ikut terlibat dalam pertempuran yang akan banyak menelan korban.
Sebaliknya Tanah Perdikan Menoreh pun telah memperingatkan mereka untuk menghindarkan diri dari kemungkinan buruk itu pula.
- Sebaiknya kalian menghindar. Jauhi medan pertempuran yang akan terjadi diperbatasan Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi kami minta maaf, bahwa pasukan kami mungkin akan merembet keluar garis batas Tanah Perdikan untuk menghancurkan lawan.Kademangan-kademangan kecil diluar Tanah Perdikan itu menyadari, bahwa mereka memang lebih baik menghindar. Jika dua ekor gajah bertarung, maka mereka lebih baik menyingkir daripada terinjak-injak.
Persiapan kedua belah pihak pun menjadi semakin matang. Benturan-benturan kecil semakin sering terjadi. Namun benturan-benturan itu justru dapat dipergunakan oleh para pengawal Tanah Perdikan untuk menjajagi kemampuan lawan.
Dalam pada itu, dalam puncak persiapan dari kedua belah pihak, maka sekelompok kecil orang telah menyeberangi pegunungan dan turun ke Tanah Perdikan Menoreh. Ketiga sekelompok peronda melihat mereka, maka para peronda itupun segera memotong jalan mereka
- Aku bukan petugas yang sedang meronda- berkata orang yang berdiri di paling depan. Lalu katanya pula - Aku adalah Ki Saba Lintang.- Apakah maksud Ki Saba Lintang"- Aku ingin bertemu dengan Kepala Tanah Perdikan Menoreh.- Atau Ki Lurah Agung-Sedayu"- bertanya peronda itu.
- Tidak. Aku hanya ingin bertemu dengan berbicara dengan Ki Gede Menoreh. Para peronda itu menjadi ragu-ragu. Namun mereka tidak akan dapat menghambat keinginan sekelompok kecil orang-orang yang akan menemui Ki Gede Menoreh itu. Yang dapat mereka lakukan justru mengawal mereka sampai ke padukuhan induk.
Namun dua orang diantara mereka telah memisahkan diri dan pergi ke rumah Agung Sedayu memberitahukan kehadiran sekelompok kecil orang yang dipimpin langsung oleh Ki Saba Lintang untuk menemui Ki Gede Menoreh.
Karena Agung Sedayu masih berada di barak, Maka Glagah Putih, Sabungsari dan Sayogalah yang kemudian pergi ke rumah Ki Gede.
Ki Gede menerima Ki Saba Lintang dan beberapa orang pemimpin dari gerakannya itu di pendapa bersama Ki Argajaya dan Prastawa Sementara itu, para pengawal masih tetap berada di halaman rumah itu bergabung dengan para pengawal yang sedang bertugas.
Namun sebelum mereka mulai berbincang, maka Glagah Putih, Sabungsari dan Sayoga telah datang dan dipersilahkan naik ke pendapa pula.
Ki Saba Lintang memandang Glagah Putih sekilas. Namun kemudian ia tidak memperhatikannya lagi. Meskipun demikian, nampak bahwa Ki Saba Lintang tidak senang melihat kehadiran anak muda itu.
Ki Saba Lintang pun kemudian telah memperkenalkan diri bersama kawan-kawannya. Dengan tegas Ki Saba Lintang berkata bahwa mereka adalah para pemimpin dari gerakan yang akan membangun kembali perguruan Kedung Jati.
- Apakah maksud kalian menemui aku"- bertanya Ki Gede Menoreh.
- Ada yang ingin aku bicarakan dengan Ki Gede - jawab Ki Saba Lintang.
Ki Gede termangu-mangu sejenak. Dengan dahi yang berkerut Ki Gede itupun bertanya - Apakah ada yang dapat kita bicarakan"- Banyak, Ki Gede. Kita dapat berbicara tentang banyak hal untuk kepentingan kita bersama.- Katakan, Ki Saba Lintang. Persoalan apa yang dapat kita bicarakan itu- Ki Gede - berkata Ki Saba Lintang - dalam tahap akhir dari perjuanganku, aku ingin menawarkan kerja sama kepada Ki Gede.
- Kerja-sama apakah yang kau maksudkan itu"- Aku telah mempersiapkan kekuatan yang besar sekali, Ki Gede. Kekuatan yang tidak dapat diperbandingkan dengan kekuatan yang ada di Tanah Perdikan ini. Meskipun demikian, aku menawarkan kesem-patan kepada Ki Gede, jika Ki Gede mau bekerja bersama kami, maka Ki Gede akan mendapat kesempatan yang lebih luas di masa datang. - Tegaskan bentuk dari kerja-sama itu, Ki Saba Lintang.-.
- Kami minta Ki Gede menyediakan Tanah Perdikan ini sebagai landasan perjuanganku menggapai Mataram. Ki Gede tidak usah membantu dalam arti kekuatan. Ki Gede tidak usah menyerahkan kelompok-kelompok pengawal kepada kami. Yang perlu Ki Gede lakukan hanyalah _ menyediakan pangan dan kebutuhan-kebutuhan kami sehari-hari selama perjuangan kami. Mataram tidak akan dapat bertahan lama. Hanya dalam keadaan memaksa, kami minta bantuan kekuatan kepada Ki Gede. - Tegasnya, Ki Saba Lintang ingin melibatkan kami dalam pemberontakan ini"- Siapakah yang sebenarnya berontak" Ki Gede tentu tahu, siapakah Sutawijaya yang bergelar Mas Ngabehi Loring Pasar. Ki Gede tentu tahu bahwa yang sekarang memegang tampuk pimpinan adalah anak Pemanahan. Ki Gedepun tentu tahu, bagaimana Sutawijaya yang sekarang bergelar Panembahan Senapati itu mendapatkan kedudukannya yang sekarang.- Ya. Aku tahu. Akupuri tahu bagaimana Panembahan Senapati berusaha mempersatukan Mataram. Akupun tahu bagaimana Panembahan Senapati bangkit ketika Pajang kehilangan nafas perjuangannya menyongsong masa depan. Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, yang terjadi di Pajang adalah bencana jika saat itu Panembahan Senapati masih belum menegakkan panji-panji pemerintahannya di Mataram.- Apakah Ki Gede tidak tahu, siapakah yang telah membunuh Kanjeng Sultan langsung atau tidak langsung"- Kanjeng Sultan sudah tidak berdaya waktu itu Perang di Prambanan sekedar satu langkah untuk satu kepastian. Seandainya tidak terjadi perang, seandainya Panembahan Senapati tidak berpijak di Mataram dan kemudian Kangjeng Sultan wafat, tidak dapat dibayangkan, apa yang terjadi di Pajang.-.
- Khayalan seorang yang tersisih pada waktu itu - berkata Ki Saba Lintang - tanpa Panembahan Senapati, pemerintah Pajang akan berlangsung dengan baik. Kekuasaan akan mengalir tanpa gejolak sama sekali.- Kau tentu dapat membayangkan apa yang terjadi antara Kangjeng Adipati Demak dan Pangeran Benawa pada saat itu.- Riak yang kemudian menjadi gelombang yang melanda Pajang waktu itu timbul karena prahara yang dihembuskan oleh Panembahan Senapati yang telah lebih dahulu memberontak dan menguasai Mataram.- Jika demikian, kaulah yang tidak tahu apa yang telah terjadi. Apa katamu bahwa Pangeran Benawa justru telah disingkirkan ke Jipang"- Sudahlah - berkata Ki Saba Lintang - kita tidak sedang menilai aliran kekuasaan di Pajang. Yang penting sekarang, anak Pemanahan itu akan kami singkirkan. Kami telah mempunyai seorang yang pantas untuk menduduki tahta Seorang keturunan Prabu Brawijaya.
- Ki Gede tertawa Katanya - Aku juga keturunan Prabu Brawijaya. Kau percaya"- Jangan bergurau, Ki Gede. Aku berkata sebenarnya.- Terserah tanggapanmu. Jika kau tidak percaya aku hargai sikapmu, sebagaimana aku tidak percaya kepada orang yang kau sebut keturunan Brawijaya itu.Wajah Ki Saba Lintang menjadi merah. Namun ia masih mengendalikan dirinya. Sementara itu, seorang yang berwajah keras dengan janggut pendek yang mulai memutih berkata - Ki Gede. Jika kami datang kemari, sebenarnyalah kami membawa niat yang baik. Jika kita dapat bekerja bersama kita akan bersama-sama mendapat keuntungan. Kami tidak akan kehilangan kekuatan, karena bagaimanapun juga pertempuran di Tanah Perdikan ini tentu akan menelan korban. Sementara Ki Gedepun tidak akan kehilangan Tanah Perdikan ini.- Kenapa aku akan kehilangan Tanah Perdikan ini"- Jika kami harus merebut Tanah Perdikan ini dengan kekuatan, maka kami tidak akan melepaskannya lagi meskipun kepada Ki Gede. Kami akan memiliki Tanah Perdikan ini dan memanfaatkan segala isinya termasuk orang-orangnyaJantung Ki Gede berdegup semakin cepat Tetapi Ki Gede bukan seorang yang mudah hanyut dalam arus perasaannya Karena itu, maka Ki Gede itu justru tersenyum.
Dengan nada berat Ki Gede itupun berkata - Ki Sanak. Kau ingin bekerja-sama dengan Tanah Perdikan ini" Tetapi belum lagi terdapat kesepakatan kau sudah mengancam. Apakah dengan demikian kita akan mendapatkan satu persetujuan.
Sebelum orang itu menjawab, seorang' yang lain, yang bertubuh gemuk dan perutnya bagaikan menggelembung menyahut - Aku tidak telaten. Ki Saba Lintang, kenapa kau tidak langsung berterus terang saja Katakan bahwa Ki Gede harus tunduk kepadamu. Jika kau terlalu baik hati, dengan sopan santun yang tinggi serta unggah unggun yang lengkap, maka tiga hari tiga malam kita belum selesai bicaraKi Gede mengeratkan dahinya. Namun yang darahnya telah mendidih adalah Prastawa Karena itu, maka iapun menyahut - Pergilah selagi masih mungkin. Jika isyarat perang sudah berbunyi, maka kalian akan terjebak di Tanah Perdikan ini dan tidak mungkin untuk keluar lagi.
Tetapi orang yang perutnya besar itu tertawa. Katanya - Meskipun seluruh rakyat Tanah Perdikan ini dikerahkan, mereka tidak akan dapat menahan kami.
- Biarlah Ki Saba Lintang menjawab - tiba-tiba saja Glagah Putih menyahut - apakah benar kata orang yang perutnya buncit itu" Apakah benar bahwa meskipun seluruh rakyat Tanah Perdikan ini dikerahkan tidak akan dapat menangkapnya"
Ki Saba Lintang termangu-mangu sejenak. Ia. mengenal beberapa orang berilmu tinggi di Tanah Perdikan itu, termasuk Glagah Putih itu sendiri. Karena itu untuk beberapa lamanya ia justru terdiam.
- Jawablah, Ki Saba Lintang - desak Glagah Putih.
Tetapi Ki Saba Lintang itupun mengeram. Katanya kemudian -Marilah. Kita tinggalkan tempat ini. Kita hanya membuang-buang waktu saja. Agaknya otak Ki Gede sudah membeku, sehingga ia tidak lagi dapat membuat pertimbangan-pertimbangan yang baik.
- Aku belum yakin - berkata orang berjanggut pendek yang sudah keputih-putihan itu - agaknya Ki Gede belum sempat membuat pertimbangan-pertimbangan yang mapan - lalu katanya kepada Ki Gede - Ki Gede. Ki Gede tentu tidak senang melihat Tanah Perdikan ini menjadi karang-abang. Kehancuran, kematian dan bencana lain yang tidak dapat dielakkan lagi. Karena itu, pertimbangkanlah kemungkinan yang lain. Bekerja-sama dengan kami
- Sudahlah. Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi.
- Aku tahu, bahwa Ki Gede takut atau katakan saja segan kepada Ki Lurah Agung Sedayu: Tetapi jangan cemas. Jika Ki Gede bersedia, biarlah kami yang mengurus Agung Sedayu itu.
Ternyata bukan hanya Prastawa yang tidak dapat menahan diri. Glagah Putihpun kemudian berkata - Apa yang dapat kau lakukan terhadap Ki Lurah Agung Sedayu"
Orang yang berjanggut pendek yang sudah mulai memutih itu berkata - Kau kira Ki Lurah Agung Sedayu tidak terkalahkan sehingga seluruh dunia harus tunduk kepadanya"
- Katakan, siapa yang akan mengalahkan Ki Lurah Agung Sedayu itu.
- Untuk apa"- - Jika yang dimaksud adalah kau sendiri, maka aku tantang kau sekarang bertempur dengan jujur. Tidak usah langsung berhadapan dengan Ki Lurah Agung Sedayu- geram Glagah Putih yang menjadi semakin marah.
Wajah orang itu menjadi merah. Tetapi Ki Saba Lintangpun berkata - Kita tidak akan melayani gejolak perasaan anak-anak muda di Tanah Perdikan ini. Kami datang untuk menawarkan satu bentuk kerjasama bagi Ki Gede. Tetapi Ki Gede tidak mampu melihat jauh kedepan.
Tetapi Ki Gede itupun berkata - Pergilah selagi kau sempat seperti yang dikatakan oleh pimpinan pengawal Tanah Perdikan ini. Jangan bermimpi bahwa aku akan menerima tawaran kerjasama itu, karena aku tahu, bahwa yang kau tawarkan itu tidak lebih dari suatu muslihat yang licik.
- Apa yang pernah kau lakukan dan apa yang selalu bergetar di jantung Ki Gede itulah yang Ki Gede bayangkan dilakukan oleh orang lain.
- Cukup - bentak Prastawa
- Jangan menyesal- berkata orang yang berjanggut pendek- kirimkan petugas sandi kalian untuk melihat persiapan kami. Kami akan menghancurkan Tanah Perdikan ini. Kemudian kami akan meloncati Kali Praga dan menghancurkan Mataram.
Ki Gede tertawa pula. Katanya - Mataram bukan sekelompok anak-anak yang bermain keraton-keratonan. Tetapi kau tahu, bahwa Mataram memiliki pasukan yang kuat.
- Omong kosong - geram orang yang perutnya buncit - jika Mataram mampu menguasai daerah disebelah Timur, karena Mataram mendapat bantuan dari Pati, Demak, Grobogan dan Pajang. Ketika Mataram mengalahkan Pati, Mataram mempengaruhi rakyat disebelah utara Gunung Kendeng yang dengan resmi sudah diserahkan kepada Pati. Meskipun Pati telah membantu Mataram menyusuri daerah Timur, tetapi akhirnya Pati dihancurkan pula oleh Panembahan Senapati. Tanpa bantuan dari daerah-daerah itu, Mataram bukan apa-apa lagi.
Glagah Putihlah yang menyahut - Khayalanmu ternyata menarik sekali, Ki Sanak. Tetapi sayang, bahwa kau berkhayal dihadapan orang-orang yang ikut mengalami sebagian besar dari peristiwa yang kau gubah' di dalam khayalanmu menurut seleramu itu. Karena itu, bagi kami, yang kau ceritakan itu tidak lebih dari sebuah khayalan yang menggelikan.- Anaksetan.- - Jangan hanya mengumpat. Jika kau menantangku, aku layani kau dengan jujur dihadapan saksi-saksi termasuk Ki Saba Lintang dan kawan-kawanmu ituWajah orang itu menjadi merah. Tetapi Ki Saba Lintangpun berkata - Sudah aku katakan. Jangan terpancing oleh mulut anak-anak muda Tanah Perdikan ini. Mereka memancing persoalan. Namun mereka tidak akan benar-benar jujur. Mereka dapat membuat ceritera apa saja untuk memberikan kesan, bahwa mereka berhak berbuat curang. - Tetapi kata-katanya membuat telingaku menjadi merah.- Kita tinggalkan tempat ini. Jika terjadi sesuatu, Ki Gede akan menyesal. Tetapi tentu bukan salah kita. Kita sudah menunjukkan niat baik kita dengan menawarkan kerjasama kepadanya. Jika ia menolak, itu salahnya sendiri.
Orang yang perutnya buncit, yang berjanggut tipis keputih-putihan dan orang-orang yang menyertai Ki Saba Lintang itupun kemudian telah bangkit. Dengan nada berat Ki Saba Lintangpun berkata - Kami minta diri, Ki Gede. Kami masih memberi kesempatan Ki Gede untuk berpikir selama tiga hari. Selama itu, Ki Gede aku persilahkan untuk mengirimkan orang-orang Ki Gede untuk melihat persiapan kami. Mungkin penglihatan mereka akan dapat membantu Ki Gede untuk mengambil keputusan.
- Aku sudah mendapat laporan tentang orang-orangmu yang sedang kau persiapkan untuk menyerang Tanah Perdikan ini.- .
- Kami menempatkan orang-orang kami Ki Krendetan, di Pucang Kerep dan di dekat tempuran Kali Elo dan Kali Opak.- Aku sudah tahu.- jawab Ki Gede.
- Bagus. Tetapi Ki Gede tentu belum tahu kekuatan kami yang sesungguhnya. Jika Ki Gede menghendaki, kirimlah beberapa orang untuk melihat keadaan yang sesungguhnya. Asal mereka membawa kelebet putih, maka kami tidak akan mengganggu mereka.Ki Gede tertawa. Katanya - Satu tawaran yang menarik, Ki Saba Lintang. Biarlah pada saatnya, pasukan tanah Perdikan datang untuk melihat kekuatan yang Ki Saba Lintang siapkan. Tetapi kami tidak akan membawa kelebet putih. 'Kami justru akan membawa pedang dan tombak serta perisai..
Ki Saba Lintang menggertakkan giginya. Namun ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Yang penting, ia sudah mencoba untuk menggetarkan ketahanan jiwani pemimpin tertinggi Tanah Perdikan Menoreh. Meskipun dihadapannya, para pemimpin itu tidak menunjukkan kecemasan dah bahkan seakan-akan mentertawakannya, tetapi Ki Saba Lintang berharap, bahwa Ki Gede akan merenungkannya kemudian. Bahkan kemudian benar-benar mengirimkan petugas sandinya untuk melihat persiapan pasukannya yang akan menyerang Tanah Perdikan. Ki Saba Lintang yakin, jika para petugas sandi Tanah Perdikan melihat pasukan yang disiapkan, maka Ki Gede akan berpikir dua kali untuk menolak kerja-sama dengan Ki Saba Lintang.
Ketika kemudian Ki Saba Lintang dan kawan-kawannya meninggalkan padukuhan induk, maka sekelompok peronda telah mengawalnya Pemimpin peronda itu berkata kepada Ki Saba Lintang- Kami akan mengantar Ki Saba Lintang sampai ke perbatasan.- Terserah kalian - jawab Ki Saba Lintang - kami tidak memerlukan pengawalan.- Hanya untuk menjaga kesalah-pahaman.- berkata pemimpin kelompok pengawal itu.
- Kami tidak takut seandainya terjadi salah-paham.
- Kami percaya Yang kami tidak percaya adalah, bahwa kalian tidak akan mempergunakan kesempatan ini untuk mengamati keadaan Tanah Perdikaa- Kami tidak ingkar - jawab Ki Saba Lintang - ternyata bahwa persiapan Tanah Perdikan ini sama sekali tidak memadai bagi sebuah pertahanan. Kalian harus tahu, bahwa jika Ki Gede dalam tiga hari ini tidak menyatakan kesediaannya untuk bekerja bersama, maka medan perang yang akan terjadi tidak hanya di sepanjang perbatasan. Tidak pula sekedar di depan Krendetan, Pucang Kerep dan sisi Utara Tanah
Perdikan. Tetapi di atas setiap jengkal tanah Perdikan ini akan terjadi perang. Darah orang-orang tanah Perdikan akan tertumpah. Di dalam perang yang sengit, kami tidak akan dapat membedakan lagi, pengawal Tanah Perdikan, laki-laki tua perempuan dan kanak-kanak. Jika tanah di atas Tanah Perdikan kemudian ditutup oleh warna darah, itu bukan salah kami.- Alangkah dahsyatnya- desis pemimpin pengawal itu. Namun kemudian katanya - Tetapi pertempuran yang sedahsyat apapun tidak akan menggetarkan kami. Perang di atas Tanah Perdikan ini bukan baru pertama kali ini terjadi.- Persetan - geram Ki Saba Lintang. Namun ia tidak berbicara lagi. Langkahnya menjadi semakin cepat diikuti oleh kawan-kawanny.
Sepeninggal Ki Saba Lintang, Ki Gedepun kemudian berbicara dengan orang-orang yang ada di pendapa. Ki Argajaya, Prastawa, Glagah Putih, Sabungsari dan Sayoga
Dengan nada dalam, Ki Gede itupun berkata " Agaknya Ki Saba Lintang bersungguh-sungguh. Ia ingin menunjukkan bahwa pasukannya sangat kuat, sehingga yakin akan dapat merebut Tanah Perdikan ini. Bahkan ia ingin memamerkan kekuatannya dengan memberi kesempatan kepada petugas sandi kita untuk melihat persiapannya di perkemahan-nya"
" Satu gerakan yang nampaknya meyakinkan. Tetapi menurut pendapatku, Ki Saba Lintang hanya ingin mengguncang ketahanan jiwa kita."
Jilid 316 "AKU sependapat " sahut Ki Gede. Namun katanya kemudian. Meskipun demikian, tidak ada salahnya jika" kita memperhitungkan berbagai macam kemungkinan."
" Ya, kakang. Menuru pendapatku, para petugas sandi kita akan mengamati persiapan Ki Saba Lintang lebih cermat lagi, meskipun kita tidak akan tunduk kepada ketentuannya"
" Ya. Aku minta angger Glagah Putih nanti menyampaikannya kepada Ki Lurah. "
" Baik, Ki Gede. Aku akan minta kakang Agung Sedayu untuk menghadap Ki Gede."
"Aku menunggu, ngger."
Dengan demikian, maka Glagah Putih, Sabungsari dan Sayogapun segera mohon diri.
Di sore hari, ketika Ki Lurah Agung Sedayu kembali dari barak, setelah beristirahat sejenak, maka Glagah Putihpun telah menemuinya untuk memberitahukan, apa yang telah terjadi dirumah Ki Gede.
Agung Sedayu mendengarkan laporan Glagah Putih itu dengan saksama. Sambil mengangguk-angguk, Agung Sedayu kemudian berdesis " Jadi sedikitnya kita masih mempunyai waktu tiga hari lagi. "
Glagah Putih mehgertutkan dahinya. Namun kemudian iapun mengangguk. Katanya " Ya, kakang. Ki Saba Lintang memberi waktu tiga hari kepada Ki Gede untuk mengambil keputusan. Tetapi mungkin Ki Saba Lintang justru ingin menyesatkan pendapat Ki Gede. Tiga hari itu bukan kesempatan yang sebenarnya. "
"Aku setuju jalan pikiranmu, Glagah Putih. Menilik laporan para petugas sandi. Ki Saba Lintang tidak akan menunggu tiga hari lagi. Karena itu, yang tiga hari itu justru harus diwaspadai.
"Jadi, menurut kakang ?"
" Ada beberapa kemungkinan. Mungkin Ki Saba Lintang bersungguh-sungguh. Ia memberi waktu tiga hari kepada Ki Gede. Tetapi mungkin yang tiga hari itu sengaja diucapkan untuk membuat pasukan di Tanah Perdikan ini lengah, sehingga serangan itu justru akan datang segera. Kemungkinan lain, Ki Saba Lintang memang ingin mengguncang kemantapan Ki Gede. Ia akan menunggu, tetapi tidak akan genap tiga hari. Jika hari pertama lewat, maka hari kedua pasukannya akan datang menyerang, sementara kita memperhitungkan bahwa serangannya akan datang tiga hari kemudian. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Kesimpulannya, sejak esok kita harus benar-benar sudah bersiap. "
"Ya "jawab KiGede.
"Malam nanti Ki Gede menunggu kakang."
" Ya. Aku akan menghadap."
Sebenarnyalah setelah makan malam, Agung Sedayu dan Glagah Putih telah pergi ke rumah Ki Gede ditemui oleh Ki Gede sendiri, Ki Argajaya dan Prastawa.
Ternyata Ki Gedepun sependapat dengan Agung Sedayu, bahwa pengertian tiga hari itu justru akan menyesatkan.
. "Kita akan siap menyambut serangan itu kapan saja Malam ini perintah itu harus sudah sampai ke semua pimpinan pasukan yang akan menyebarkan kesetiap kelompok. Demikian pula pasukan cadangan yang berada di padukuhan-padukuhan. Perempuan dan anak-anak harus ditempatkan ditempai yang sudah dipersiapkan. Mungkin dibanjar, mungkin di rumah Ki Bekel atau di tempat-tempat lain yang terbaik. Para pengawal yang tergabung dalam pasukan cadangan juga harus bersiap untuk mengamankan mereka. "
Malam itu, para penghubung berkuda lelah berpacu menemui para pemimpin pasukan yang berada di garis pertahanan pertama. Sementara penghubung yang lain telah menemui para pemimpin pengawal yang berada di padukuhan-padukuhan serta para Bekel untuk menyampaikan pesan KiGede.
Perhitungan Ki Gede dan Agung Sedayu serta para pemimpin yang lain itu ternyata sesuai dengan laporan para petugas sandi. Beberapa orang petugas sandi malam itu juga melaporkan, bahwa ada peningkatan kegiatan di perkemahan-perkemahan dari pasukan Ki Saba Lintang.
Dalam pada itu, dikeesokan harinya, Agung Sedayu berangkat ke baraknya lebih pagi dari kebiasaannya. Demikian ia sampai dibarak, maka iapun telah mengirimkan penghubung ke tiga pertahanan utama untuk menghubungi para pemimpin Pasukan Khusus serta para prajurit dari Ganjar. Perintahnya sama dengan perintah yang disampaikan Ki Gede lewat para penghubungnya.
Pada hari yang pertama, memang tidak ada gerakan yang besar dari pasukan Ki Saba Lintang. Baik yang ada di Krendetan, di Pucang Kerep dan yang berada di sisi Utara. Tetapi pasukan-pasukan itu telah berada dalam kesiagaan tertinggi sehingga akan dapat bergerak setiap saat. Dalam pada itu, maka beberapa orang berilmu tinggi yang berada di Tanah Perdikan Menoreh telah membagi diri pula. Mereka akan berada di tiga pertahanan utama. Namun segala sesuatunya akan disesuaikan dengan keadaan, tergantung pada susunan kekuatan lawan. Karena itu, maka bagi mereka yang berilmu tinggi.yang berkumpul di rumah Agung Sedayu itu telah disiapkan kuda yang membawa ke medan yang memerlukan.
Namun untuk sementara, maka Glagah Putih dan Sabungsari akan berada di sisi Selatah, bersama Ki Sura Panggah Senapati prajurit Mataram yang memimpin pasukan dari Ganjur. Sedangkan untuk menghadapi pasukan yang berada di Pucang Kerep Agung Sedayu akan ditemani oleh Ki Wijil dan Nyi Wijil. Sedangkan di sisi Utara, Prastawa akan memimpin pasukannya bersama Ki Jayaraga dan Sayoga. Sementara itu, Ki Jayaraga sama sekali tidak berkeberatan jika .Empu Wisanata akan bersamanya bertahan disisi Utara. Menurut Ki Jayaraga, Empu Wisanata sudah tidak pantas untuk selalu dicurigai. Namun demikian, Ki Jayaraga berkata kepada Agung Sedayu " Bagaimanapun juga, aku akan mengawasinya. "
"Terima-kasih, Ki Jayaraga " sahut Agung Sedayu.
Dalam pada itu, Sekar Mirah, Rara Wulan dan Nyi Dwani akan berada di padukuhan induk. Jika terjadi penyusupan langsung memasuki padukuhan induk, mereka akan terjun ke medan sebagaimana yang pernah terjadi.
Disamping itu, Sekar Mirah dan Rara Wulan akan memimpin beberapa orang perempuan Tanah Perdikan Menoreh untuk menyediakan makan bagi para pengawal dan prajurit.
Namun untuk menyediakan makan bagi pasukan pertahanan Tanah Perdikan menoreh itu tidak hanya diselenggarakan di padukuhan induk. Tetapi juga diselenggarakan di padukuhan yang akan menjadi landasan pertahanan dihadapan kekuatan lawan.
Ternyata permpuan-perempuan Tanah Perdikan Menoreh sebagaimana anak-anak muda dan laki-laki, mempunyai keberanian yang tinggi untuk membantu mempertahankan Tanah Perdikan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Pada hari itu juga, Ki Sura Panggah, Agung Sedayu dan Prastawa telah berada di tempat mereka masing-masing. Dengan seksama mereka mengikuti gerak pasukan Ki Saba Lintang yang agaknya dengan sengaja memamerkan kekuatan mereka. Namun pasukan pertahanan Tanah Perdikan Menoreh, justru berusaha merahasiakan kekuatan mereka, sehingga lawan tidak tahu pasti seberapa jauh kemampuan pasukan pertahanan di Tanah Perdikan Menoreh.
Meskipun demikian, para petugas sandi yang disebarkan oleh Ki Saba Lintang dapat juga memperkirakan kekuatan gabungan pasukan pengawal Tanah Perdikan dengan prajurit Mataram dari Pasukan Khusus yang berada di Tanah Perdikan Menoreh. Namun satu hal yang luput dari penglihatan para petugas sandi adalah kedatangan pasukan kuat dari Ganjur secara berangsur-angsur di Tanah Perdikan Menoreh.
Ketika hari pertama lewat, maka memang timbul dugaan, bahwa Ki Saba Lintang memang benar-benar memberi waktu tiga hari kepada KiGede untuk mengambil keputusan, apakah ia bersedia bekerja bersama dengan Ki Saba Lintang atau tidak.
Demikian pula pada hari kedua. Ki Saba Lintang masih belum menggerakkan pasukannya untuk menyerang Tanah Perdikan. Yang nampak hanyalah meningkatnya kegiatan serta kelompok-kelompok kecil yang meronda wilayah yang terbentang diantara dua kekuatan yang sudah siap untuk bertempur.
" Masih ada satu hari lagi " berkata Ki Argajaya kepada Ki Gede yang selalu mengikuti laporan dari para petugas sandi dan para penghubung.
" Ya. Besok adalah hari ketiga. Kesempatan terakhir yang diberikan kepada Tanah Perdikatn ini untuk menentukan sikap. Baru setelah itu mereka akan bergerak. Tetapi seperti yang dikatakan oleh Ki Lurah Agung Sedayu, mereka justru mengharapkan hari ketiga adalah saat kita menjadi lengah. Mereka kan memanfaatkan hari itu untuk memberikan pukulan yang menentukan.
" Kita perlu memperingatkan pasukan yang berada di garis pertahanan "
" Terutama kepada Prastawa " berkata Ki Gede " meskipun Prastawa akan didampingi oleh Ki Jayaraga yang memiliki pengealaman yang sangat luas. Tetapi agaknya Ki Jayaraga tidak akan setiap kali memberinya peringatan, karena justru Prastawalah yang memimpin pasukan di sisi Utara itu. "
" Namun dalam keadaan yang gawat, Ki Jayaraga akan bersedia menegus Prastawa. Meskipun demikian tidak ada salahnya agar ia berhati-hati di hari ketiga, karena Ki Saba Lintang justru akan dapat memanfaatkan hari itu untuk merunduk.
Tetapi justru sebelum wayah sepi uwong, dua orang penghubung telah datang menghadap Ki Gede untuk memberikan laporan, bahwa pasukan Ki Saba Lintang sudah mulai bergerak.
Meskipun hal itu sudah diduga, tetapi hati Ki Gede tergetar juga. Bukan karena Ki Gede menjadi gentar. Tetapi apapun alasannya, perang selalu membawa bencana. Kematian, kerusakan, penderitaan dan semacamnya.
Namun Ki Gede tidak dapai mengelak, Ki Gede dan orang-orang tanah Perdikan tidak akan dapat menyerahkan Tanah Perdikan itu. Apapun yang terjadi, Tanah Perdikan itu harus dipertahankannya.
Malam itu juga, Ki Gede telah memerintahkan para penghubung untuk menyampaikan perintahnya, sebagai orang yang disepakati memimpin pertahanan. Meskipun Ki Gede men-. duga bahwa laporan serupa telah didengar oleh para pemimpin pasukan, tetapi secara resmi Ki Gede telah menyampaikan perintahnya.
Perintah serupa telah diberikan kepada para pengawal cadangan yang berada di padukuhan-padukuhan. Kepada pemimpin petugas sandi dan kepada pemimpin pasukan berkuda.
Ki Gede juga telah memerintahkan dua orang penghubung untuk menemui Ki Wirayuda di barak Pasukan Khusus.
Malam itu getar persiapan perang telah mengguncang Tanah Perdikan. para pemimpin pasukanpun telah memanggil para pemimpin kelompok untuk mengatur mengulangi tatanan pertahanan di pasukan, masing-masing.
" Biarlah para pengawal dan prajurit tetap beristirahat. Lewat tengah malam mereka baru akan menempati garis pertahanan yang sudah direncanakan. Biarlah mereka tidak menjadi terlalu letih sebelum pertempuran yang sebenarnya dimulai. Kecuali jika keadaan memaksa sesuai dengan keadaan medan masing-masing. "
Perintah itu ternyata sesuai dengan sikap para pemimpin kelompok disetiap pasukan. Bagaimanapun juga, tenaga para pengawal dan prajurit harus diperhitungakan. Pertempuran dapat berlangsung sehari penuh.
Sementara itu, di padukuhan yang ditentukan, justru perempuan-perempuan Tanah Perdikanlah yang menjadi sibuk. Mereka menyalakan perapian untuk menyiapkan makan bagi para pengawal dan prajurit yang akan memasuki medan esok.
Sebenarnyalah, pasukan Ki Saba Lintang telah bergerak. Mereka telah meninggalkan perkemahan mereka. Baik pasukan yang ada di Krendetan, di Pucang Kerep dan yang berada di dekat tempuran disisi Utara. Perhitungan para pemim pin Tanah Perdikan memang tepat. Ki Saba Lintang memang berharap bahwa Tanah Perdikan baru akan benar-benar bersiap setelah hari ketiga.
Setelah hari kedua lewat, Ki Saba Lintang menganggap bahwa Ki Gede tidak akan menerima tawarannya. Karena itu, justru pada saat pasukan Tanah Perdikan lengah, Ki Saba Lintang menjatuhkan perintah untuk menyerang.
" Bukankah masih ada waktu satu hari lagi ?" bertanya salah seorang yang ikut menemui Ki Gede di Tanah Perdikan Menoreh.
" Jangan bodoh " geram orang yang perutnya buncit " Ki Gede adalah orang yang berkepala batu. Jangan mengharap Ki Gede dapat mengerti langkah terbaik bagi masa depan Tanah Perdikan. Kita harus merebutnya dengan kekerasan. Jika kita menunggu tiga hari, maka Tanah Perdikan itu sudah benar-benar siap menyambut kedatangan kita. Tetapi besok mereka tentu masih tidur nyenyak untuk menunggu setelah hari ketiga. "
Orang yang mendapat penjelasan itu mengangguk-angguk. Sementara Ki Saba Lintang sendiri berkata " Kita harus memberikan pukulan yang menentukan. Sokur jika besok kita dapat memecahkan pertahanan Tanah Perdikan dan mengoyak seluruh kekuatan yang dipersiapkan. Jika kita besok sempat menggapai padukuhan induk, apakah pasukan yang berada di Krendetan, atau yang berada di Pucang Kerep atau yang menyerang dari Utara, maka Tanah Perdikan itu tidak akan pernah dapat bangkit kembali. "
" Tidak ada yang perlu dicemaskan di Tanah Perdikan " berkata orang yang berjenggot pendek keputih-putihan itu.
Dalam pada itu, pasukan Ki Saba Lintang telah bergerak mendekati perbatasan. Mereka berhenti di pemberhentian yang sudah disiapkan sebelumnya untuk beristirahat. Menurut kesimpulan para petugas sandi, Ki Saba Lintang akan menyerang sesaat menjelang fajar.
" Apakah kau pasti " " bertanya Ki Gede kepada seorang petugas sandi yang datang melapor lewat tengah malam.
" Ya,Ki Gede." " Bagaimana menurut pendapatmu jika mereka akan beristirahat sehari sebelum mereka memasuki perbatasan. "
" Tempat pemberhentian mereka sangat darurat Ki Gede. Mereka tentu memperhitungkan bahwa tempat itu bukan tempat yang baik untuk bertahan seandainya pasukan Tanah Perdikan Menoreh yang tiba-tiba justru datang menyerang. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Untuk sementara kita simpulkan bahwa mereka akan menyerang serentak esok pagi. Aku akan memberikan perintah-perintah berikutnya kepada semua pemimpin pasukan. Meskipun para pemimpin pasukan itu harus menyesuaikan dengan keadaan medan yang mereka hadapi."
Sebenarnyalah, para pemimpin pasukan telah mengambil kesimpulan yang sama, bahwa pasukan Ki Saba Lintang itu akan menyerang besok menjelang fajar.
Sementara itu, terasa malam beringsut sangat lamban. Beberapa orang yang bertugas rasa-rasanya tidak telaten lagi menunggu fajar.
Namun bagi perempuan-perempuan yang sibuk di dapur, malam rasa-rasanya cepat sekali bergerak. Karena itu, maka merekapun menjadi tergesa-gesa menyiapkan makan bagi mereka yang akan berangkat ke medan.
Di dini hari, pasukan Tanah Perdikan Menorehpun mulai disiapkan. Yang tidur nyenyak telah dibangunkan.
Para pemimpin kelompokpun kemudian mengumpulkan kelompoknya untuk memberikan perintah-perintah dan pesan-pesan sebelum mereka turun ke medan.
" Kalian harus bangun sepenuhnya. Jangan mendengarkan sambil tidur " berkata salah seorang pemimpin kelompok yang melihat seorang diantara para pengawal yang matanya masih terpejam.
Sambil mendengarkan pesan-pesan dari pemimpin kelompoknya, maka para pengawal dan para prajuritpun dipersilahkan untuk makan. Beberapa orang perempuan membawa nasi bungkus di dalam bakul-bakul yang besar dan dibagi-bagi kepada para pengawal dan para prajurit.
." Jangan ada yang terlampaui " pesan Nyi Bekel yang memimpin perempuan-perempuan yang menyediakan makan bagi para prajurit di padukuhan-padukuhan.
Dalam pada itu, di tempat pemberhentiannya, pasukan yang akan menyerang Tanah Perdikan itupun telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Merekapun telah makan dan minum sepuas-puasnya pula. Merekapun menyadari, bahwa pertempuran akan dapat berlangsung sehari penuh. Kesempatan mereka untuk makan dan minum menjadi sangat sempit jika mereka sudah memasuki pertempuran, karena mereka akan lebih banyak menghiraukan nyawa mereka daripada sekedar perut mereka. Namun dengan perut lapar, maka tenaga mereka yang mereka pergunakan untuk melindungi nyawa merekapun menjadi susut.
Untuk mengatasinya, baik orang-orang Tanah Perdikan Menoreh, maupun orang-orang yang datang menyerang itu telah menyediakan makan yang dapat mereka makan sambil berlari-lari di medan.
Ketika langit mulai dibayangi cahaya fajar, maka pasukan yang dipimpin oleh Ki Saba Lintang itu benar-benar mulai bergerak. Mereka sudah tidak menunggu lagi isyarat dari pimpinan tertinggi mereka. Mereka sudah sepakat, demikian langit menjadi terang, maka pasukan merekapun harus segera bergerak.
Yang mendapat perintah khusus untuk berusaha menembus pertahanan pasukan Tanah Perdikan adalah pasukan yang datang dari sisi Utara. Pasukan yang semula dipersiapkan di tempuran antara Kali Elo dan Kali Praga ternyata terdiri dari beberapa kelompok yang terkuat. Ki Saba Lintang memperhitungkan bahwa prajurit Mataram dari Pasukan Khusus berada disisi Selatan Tanah Perdikan sehingga pertahanan disisi Selatan akan menjadi lebih kuat dari pertahanan disisi Utara. Karena itu, maka beban khusus untuk menembus memasuki Tanah Perdikan adalah pasukan yang akan datang dari arah Utara.
Jarak ancang-ancang dari sisi Utara memang agak panjang. Tetapi pasukan dari sisi Utara ini telah berangkat lebih awal, sehingga mereka sempat beristirahat ditempat pemberhentian yang sudah dipersiapkan lebih dahulu.
Ketika kemudian langit menjadi merah, maka pasukan itupun segera bersiap untuk menyergap pasukan Tanah Perdikan Menoreh.
" Mereka menganggap bahwa masih ada waktu sehari lagi " berkata pemimpin pasukan dari orang-orang yang berusaha membangunkan kembali Perguruan Kedung Jati yang berada di sisi Utara itu.
Namun seorang petugas sandi telah memberi laporan kepada pemimpin itu " Nampaknya orang-orang Tanah Perdikan juga sudah bersiap."
" Mereka bersiap sejak beberapa hari yang lalu. Tetapi mereka tentu tidak menduga bahwa hari ini kita benar-benar akan memberikan pukulan yang menentukan. Mereka tentu baru mempersiapkan pasukan mereka malam nanti, sehingga baru besok mereka berada dalam kesiagaan tertinggi serta dalam kekuatan yang penuh."
Petugas sandi itu termangu-mangu. Namun iapun berkata "Tetapi nampaknya mereka sudah siap keperbatasan."
" Bukankah sejak beberapa hari yang lalu, mereka selalu mengirimkan peronda-peronda dalam kelompok-kelompok yang agak besar keperbatasan."
"Tetapi kali ini segelar sepapan." Pemimpin itu mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Kami akan berhati-hati."
" Mungkin petugas-petugas sandi mereka melihat gerakan kita sejak kemarin siang."
"Tentu. Tetapi mereka tentu memperhitungkan bahwa kita masih akan beristirahat semalam lagi disini, karena waktu yang diberikan Ki Saba Lintang kepada Ki Gede dibatasi sampai esok.
Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Dengan demikian, Ki Saba Lintang telah menyerang dengan licik disaat Tanah Perdikan diperhitungkan sedang lengah.
Tetapi memang itulah dasar perhitungan Ki Saba Lintang dan kawan-kawannya yang memimpin gerakan untuk menguasai Tanah Perdikan Menoreh.
Para pemimpin dari pasukan yang sudah siap menerkam Tanah Perdikan dari sisi Utara itu, menjadi berdebar-daebar. Mereka sadar, bahwa mereka akan memasuki satu daerah yang memiliki kekuatan yang besar serta pengalaman bertempur yang luas.
Namun para pemimpin dari pasukan yang berada disisi Utara itupun sangat yakin akan kekuatan mereka. Jumlah merekapun cukup banyak. Diantara mereka terdapat prajurit Pajang, Demak, Pati serta beberapa perguruan yang termasuk disegani.
Seorang yang berkumis lebat dan berambut panjang terurai justru dibawah dibawah ikat kepalanya yang dipakai sekenanya saja, dipercaya oleh Ki Saba Lintang untuk memimpin pasukan dari sisi Utara itu. Orang yang menyebut dirinya Ki Sirna Sikara itu adalah seorang yang berilmu tinggi. Wajahnya yang keras seperti batu padas, tubuhnya yang tinggi tegap berdada bidang dan berambut lebat didadanya itu, membuat Ki Sirna Sikara seorang pemimpin yang ditakuti, begitu melihat ujudnya sebelum menjajagi ilmunya.
Disamping Ki Sirna Sikara masih ada lagi beberapa orang kepercayaannya yang akan bersama-sama memimpin pasukan yang besar menuju ke Selatan.
Pasukan yang dipimpin oleh Ki Sirna Sikara itulah yang mendapat tugas khusus dari Ki Saba Lintang untuk menembus pasukan Tanah Perdikan Menoreh. Bila mungkin mereka diperintahkan untuk mencapai padukuhan induk Tanah Perdikan' Menoreh
Sebenarnyalah bahwa pasukan Ki Sirna Sikara adalah bagian yang terkuat dari pasukan Ki Saba Lintang.
Dalam pada itu, langitpun menjadi semakin terang. Karena itu, maka Ki Sikarapun telah memanggil para pemimpin pasukannya serta para pemimpin kelompok untuk berkumpul.
Dengan singkat Ki Sirna Sikarapun memberikan beberapa petunjuk terakhir bagi seluruh pasukannya lewat para pemimpin kelompoknya.
Demikianlah, maka sebelum matahari terbit, pasukan Ki Sirna Sikara telah mulai bergerak dari tempat pemberhentiannya. Ki Sirna Sikara berniat untuk mengejutkan pasukan Tanah Perdikan sebelum matahari terbit.
Namun Ki Sirna Sikara itu telah menghentikan pasukannya ketika dilihatnya panah api yang terbang tinggi diudara. Kemudian disusul beberapa panah sanderan yang meraung diangkasa.
" Apakah artinya isyarat itu " " desis Ki Sirna Sikara. Beberapa orang yang ada disekitarnya menggelengkan kepalanya. Seorang diantara mereka berkata " Itu bukan isyarat petugas sandi kita. "
" Aku sudah tahu " Sirna Sikara membentak " justru karena bukan isyarat dari kita, maka aku bertanya, apa artinya"
Orang-orang yang ada disekitarnya terdiam. Beberapa orang hampir saja mengumpatinya. Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sangat bodoh, karena tentu tidak seorangpun diantara mereka yang mengetahui arti dari isyarat itu.
Tetapi niat itu mereka urungkan. Dalam keadaan seperti itu, Sirna Sikara akan mudah sekali menjadi marah.


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun Sirna Sikara itu sendirilah yang kemudian menjawab " Tentu isyarat dari para petugas sandi Tanah Perdikan yang memberitahukan gerakan kami. Tetapi mereka tidak akan dapat banyak bergerak, karena pasukan mereka seutuhnya tentu baru akan bersiap hari berikutnya."
Karena itu, maka Ki Sirna Sikarapun telah memerintahkan pasukannya untuk bergerak selanjutnya.
Namun perjalanan Ki Sirna Sikara tertahan lagi ketika seorang petugas sandi memberikan laporan " Ki Sirna Sikara. Ternyata Tanah Perdikan Menoreh telah menyiapkan pasukannya " yang kuat dii perbatasan. Mereka telah siap menahan pasukan ini dengan kekuatan segelar sepapan. Mereka turun ke medan dengan kelengkapan yang utuh. Rontek, umbul-umbul, kelebet dan tunggul.
" Gila " teriak Ki Sirna Sikara " tentu ada pengkhianat diantara kita."
" Petugas sandi mereka adalah petugas sandi pilihan. Tanpa pengkhianatan, mereka dapat membaca rencana kita."
" Omong kosong " geram Ki Sirna Sikara " tetapi apapun yang mereka lakukan, kami akan menghancurkan mereka."
"Tetapi kita harus berhati-hati."
Ki Sima Sikarapun kemudian telah memerintahkan pasukannya untuk bergerak lagi. Ia sudah bertekad untuk menghancurkan pasukan Tanah Perdikan Menoreh, kemudian menusuk sampai kejantung padukuhan induknya.
Dalam pada itu, langitpun menjadi semakin terang. Ki Sima Sikarapun kemudian telah memerintahkan pasukannya menebar. Mereka akan bertempur di medan yang luas.
Namun dalam keremangan fajar, mereka telah melihat dikejauhan pasukan Tanah Peardikan itu menyongsong mereka. Bayangan pasukan yang bergerak maju dengan segala macam pertanda. Rontek, umbul-umbul, kelebet serta tunggulnya. Beberapa pertanda yang lain semakin membuat pasukan Tanah Perdikan Menoreh itu tampak berwibawa.
Ki Sima Sikara menghentikan pasukannya. Dari kejauhan ia melihat pasukan Tanah Perdikan Menoreh itupun berhenti pula .
Tetapi Ki Sima Sikara itu berkata kepada orang yang berdiri di sekitarnya "Pertanda kebesaran itu bukan pertanda kesiagaan mereka Mereka sudah mempersiapkan pertanda kebesaran itu sejak satu atau dua pekan sebelumnya. Ketika mereka mendapat laporan bahwa pasukan kita bergerak, maka merekapun segera menggerakkan pasukan seadanya, namun sambil membawa segala macam pertanda kebesaran itu sekedar untuk membesarkan hati mereka. "
Orang-orang yang ada di sekitar Ki Sima Sikara itupun mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Sima Sikara itupun kemudian telah meneriakkan perintah kepada pasukannya untuk memasang gelar.
Beberapa kelompok diantara pasukannya sebenarnya merasa tidak perlu dengan segala macam gelar. Tetapi karena ada diantara mereka adalah bekas prajurit, maka terjadi pula pergeseran di dalam pasukan Ki Sirna Sikara.
Tetapi karena pasukan itu terdiri dari berbagai macam kelompok yang tidak sejalan, maka gelar yang mereka siapkan ilupun merupakan gelar yang tidak utuh. Yang terjadi hanya sekedar kerangka gelar yang menebar meskipun Ki Sima Sikara memerintahkan pasukannya untuk membuat gelar Garuda Nglayang.
Namun dalam pada itu, pasukan Tanah Perdikan Menoreh justru telah membuat gelar utuh Pasukan pengawal terpilih telah ditempatkan di induk gelar Wulan Panunggal. Sementara itu dikedua ujung sebelah menyebelah adalah para prajurit dari Pasukan Khusus serta para prajurit dari Ganjur yang diletakkan disisi Utara.
Untuk beberapa saat pasukan Tanah Perdikan itu berhenti. Mereka mengamati gerak pasukan lawan yang menyusun gelar. Namun gelar pasukan yang akan menyerang Tanah Perdikan Menoreh itu tidak jelas. Meskipun demikian, gelar itu tetap dianggap sangat berbahaya.
Sebenarnyalah para bekas prajurit yang berada di dalam pasukan yang akan menyerang Tanah Perdikan Menoreh itu berusaha untuk mewujudkan sebuah gelar. Tetapi mereka merasa sangat terganggu dengan sikap orang-orang yang tidak berniat untuk mewujudkan gelar yang utuh. Kerena itu, maka kelompok-kelompok prajurit itupun telah berusaha untuk menyusun kelompok-kelompok yang akan bertempur dalam satu kesatuan bagimana di dalam satu gelar. Seorang pemimpin dari sebuah padepokan yang melihat kelompok-kelompok yang menyusun diri dalam satu kesatuan itu berkata " Kita bertempur sungguh-sungguh. Bukan sekedar bermain surkulon. Jika kita memasuki pertempuran, berarti kita harus yakin akan diri kita sendiri. Kita tidak akan tergantung kepada orang lain. "
Tetapi seorang Lurah prajurit yang terlibat di dalam pasukan Ki Saba Lintang itu berkata "Kita bukan orang-orang liar yang bertempur tidak beraturan. Meskipun kita bukan prajurit lagi, tetapi kita tetap menunjukkan kemampuan kita bertempur dalam satu kesatuan yang utuh."
Dalam pada itu, terdengar suara bende yang bertalu-talu. Suara benda yang dipukul oleh petugas di belakang pasukan Tanah Perdikan Menoreh.
Prastawa yang memegang pimpinan seluruh pasukan disisi Utara itupun telah bersiap untuk memberikan aba-aba.
Sementara itu, para pemimpin prajurit dari Pasukan Khusus serta para prajurit dari Ganjur berusaha menyesuaikan diri dengan kepemimpinan Prastawa yang muda itu.
Namun pengalaman Prastawa yang cukup banyak itu tidak ubahnya pengalaman seorang prajurit. Karena itu, maka caranya memimpin pasukan serta aba-aba yang diberikannya dapat dimengerti dengan baik dan sesuai dengan ketentuan bagi para prajurit.
Bende yang pertama itupun kemudian telah berhenti. Para pengawal dan prajurit telah mempersiapkan dirinya. Mereka meneliti perelengkapan mereka, sehingga tidak akan mengecewakan nanti di medan pertempuran. Senjata utama mereka, serta pisau belati yang terselip di setiap di pinggang para pengawal prajurit, telah dipersiapkan sebaik-baiknya. Mereka yang membawa pedang dan perisai telah meyakinkan bahwa perisainya tidak akan terlempar sedang hulu pedangnya tidak akan terlepas. Yang membawa tombak pendek yakin bahwa jenis landean tombaknya tidak akan mudah patah serta mata tombaknya tidak mudah terlepas. Yang bersenjata jenis yang lainpun telah meyakini senjata mereka masing-masing bahwa tidak akan mengecewakan nanti dalam pertempuran.
Sejenak kemudian, maka bende itupun telah meraung-raung lagi. Bende yang kedua mengisyaratkan, agar semua orang dalam pasukan itu siap untuk bergerak maju, menempuh lawan yang sudah berada di hadapan hidung mereka.
Demikianlah pasukan Tanah Perdikan itu sudah berada dalam kesiagaan penuh. Jika suara bende terdengar ketiga kalinya, maka merekapun akan bergerak maju menyongsong lawan.
Tetapi Prastawa masih menunggu sesaat. Sementara langitpun menjadi semakin terang. Rontek, umbul-umbul, kelebet dan tunggulnya semakin nampak jelas bentuk dan warnanya yang menantang.
Ki Sirna Sikarapun mengetahui, bahwa pasukan Tanah Perdikan Menoreh sudah siap untuk bergerak. Karena itu, maka Ki Sirna Sikara tidak ingin orang-orang Tanah Perdikan itu bergerak lebih dahulu. Karena itu, maka Ki sirna Sikara itupun segera meneriakkan aba-aba bagi pasukannya untuk bergerak.
Perintah Ki Sirna Sikara itupun telah disahut oleh setiap pemimpin kelompok. Sambung bersambung, sehingga akhirnya sampai ke ujung sayap kanan dan sayap kiri.
Derap kakipun telah terdengar. Hiruk pikuk gerak maju itupun segera disambut dengan sorak yang gemuruh. Orang-orang yang berada didalam pasukan yang dipimpin oleh Ki Sirna Sikara itupun bergerak dengan cepat maju seirama dengan teriakan-teriakan mereka yang seakan-akan mengguncang langit.
Namun bagaimanapun juga pertanda kebesaran yang dibawa oleh pasukan Tanah Perdikan Menoreh itu menggetarkan hati para prajurit yang berada di bawah pimpinan Ki Sirna Sikara. Ketika mereka berada dilingkungan keprajuritan, maka pertanda kebesaran, terutama tunggul-tunggul pasukan dan kelompok-kelompok prajurit, rasa-rasanya telah memberikan pengaruh terhadap ketahanan jiwani semua prajurit didalam kelompok itu.
Tetapi kini mereka tidak membawa pertanda kebesaran apapun. Yang membawa pertanda kebesaran itu adalah lawan mereka. Meskipun demikian, sorak yang gemuruh itu telah mempengaruhi jiwa mereka pula, menggantikan berbagai macam pertanda kebesaran. Karena itu, jiwa mereka akhirnya bergelora pula ketika mereka berlari-lari menempuh pasukan Tanah Perdikan. Untuk beberapa lama, didalam dada mereka telah'dijejalkan dendam yang semakin lama terasa semakin membara. Dendam kepada Mataram dibawah pimpinan anak seorang pidak-pedarakan yang bernama Panembahan Senopati.
Tetapi untuk mencapai Mataram, mereka memerlukan landasan yang kokoh. Untuk itulah mereka harus merebut Tanah Perdikan Menoreh. Diatas Tanah Perdikan itulah nanti mereka akan menyusun kekuatan yang lebih besar untuk sampai ke Mataram.
Ketika Prastawa melihat pasukan lawan mulai bergerak, maka iapun memberikan isyarat, sehingga bendepun telah berkumandang memenuhi udara di atas medan pertempuran yang sebentar lagi akan menjadi ajang pembantaian.
Demikian benda itu berbunyi, maka pasukan yang telah menyusun gelar itupun mulai bergerak. Semakin lama semakin cepat. Tombakpun sudah merunduk. Selapis pasukan segera berada didepan pertanda kebesaran. Namun tunggul tempat mengikatkan kelebetpun segera telah merunduk pula. Betapapun juga ujung tunggul-tunggul yang berwarna kuning keemasan itu adalah sejenis senjata yang sangat berbahaya. Dalam keadaan yang terpaksa, maka tunggul-tunggul itu akan menjadi sama berbahayanya dengan sebatang tombak.
Dalam pada itu, cahaya matahari mulai memancar di langit. Cahayanya yang kekuningan menimpa rerumputan hijau yang basah oleh embun.
Pembunuhan Di Lorong 1 Imbauan Pendekar Karya Khu Lung Misteri Kelompok Penyihir 2

Cari Blog Ini