Sampai Maut Memisahkan Kita Karya Mira W Bagian 1
Lembar Pembuka F EBRIAN tercenung di depan gedung yang tujuh belas tahun yang lalu membuka lembaran baru hidupnya.
Seandainya saja Paul tidak mengajaknya ke sana malam itu, dia tidak akan berjumpa dengan wanita yang mengubah sama sekali peta perjalanan nasibnya.
Kamu pasti bakal ketagihan, Rian, masih jelas ajakan Paul di telinganya, meskipun belasan tahun telah berlalu. Bosan nonton striptease" Jenuh lihat peep show" Malas ke niteclub" Coba yang ini! Kamu pasti dapat pengalaman baru! Sudah bagus tidak ketagihan!
Gedung itu mungkin sekarang sudah berubah fungsi. Penampilannya sudah tidak semarak dulu lagi, pada masa jayanya.
Tetapi seperti apa pun lusuhnya penampilannya sekarang, dia masih tetap menyisakan kenangan segar di benak Febrian.
Bab I T EPUK tangan riuh membahana tatkala sosok
ramping, putih, dan mulus itu melengganglenggok memasuki arena wrestling. Ruangan tertutup yang tidak terlalu luas itu bagai meledak dalam kobaran gairah. Lima puluh orang lakilaki yang mengelilingi arena serasa tidak betah lagi lekat di bangku mereka.
Mulut mereka bersuit-suit tidak mau diam. Beberapa mulut yang lebih tidak terdidik malah sudah tidak tahan lagi kalau tidak memperdengarkan beberapa ungkapan jorok.
Ungkapan yang pasti akan memerahkan paras seorang perempuan baik-baik. Tapi yang cuma mampu menambah panas goyang pinggul wanita berbikini minim yang seksi itu.
Buat Febrian, yang disaksikannya malam ini
memang benar-benar pengalaman baru. Tapi ketagihan" Nanti dulu!
Paul mungkin sudah kecanduan. Lihat saja bagaimana cepatnya tangannya naik ketika gadis seronok itu lewat di depannya. Begitu dekatnya sampai aroma parfumnya yang demikian merangsang rasanya tercium sampai ke dasar paruparu.
Tetapi Febrian masih bertahan dalam posisi semula. Dia memang sudah mulai bergairah. Tapi ketagihan" Rasanya belum.
Febrian belum mau ikut-ikutan mengeluarkan uang, melambai-lambaikannya seperti beberapa orang laki-laki di sekitarnya.
Paul malah lebih gila lagi. Digigitnya lembaran uang dua puluh dolar. Tanpa ragu-ragu, dengan gaya manja menggemaskan, gadis itu duduk di pangkuan Paul. Merangkul lehernya dengan mesra. Memagut lembaran uang di bibir Paul dengan genitnya.
Kemudian dia menggelinjang manja ke pria di samping Paul. Membungkuk dalam demikian rupa sampai lelaki itu mampu melahap belahan menantang di dadanya dengan matanya, dan menyelipkan selembar uang di lekuk menggoda itu.
Gadis itu masih berputar-putar di sekitar arena beberapa kali. Masih menyuguhkan atraksi memikat pria yang memberinya uang, sebelum lelaki yang duduk di kursi tinggi di sudut sana mengisyaratkan bahwa pelelangan akan segera dimulai.
Dan beberapa menit kemudian, pria itu bersama wanita yang duduk di sebelahnya, menawarkan gadis itu seperti melelang sapi.
Tiga ratus dolar buat tuan yang berbaju hitam! teriak mereka ketika pelelangan telah mencapai puncaknya.
Paul yang cuma berani menawar dua ratus merosot lemas di bangku.
Gila, pikir Febrian geli. Tiga ratus dolar! Mereka benar-benar sakit!
Kok berhenti" ejek Febrian pada Paul yang terkulai lemas di sampingnya. Matanya masih membelalak penasaran ke arena. Tawar empat ratus!
Jangan yang ini, sahut Paul mantap. Kusimpan untuk yang paling akhir. The Blue Angel!
Laki-laki yang berbaju hitam itu sudah melepaskan kemeja dan celana panjangnya. Sekarang dia mengenakan celana pendek sport yang diberikan oleh seorang petugas wanita.
Dengan diiringi tempik sorak penonton, dia masuk ke arena. Dengan bangga, dia mengangkat kedua belah tangannya. Membungkukkan badannya ke empat penjuru. Lalu berbaring di kanvas. Lawannya melumuri tubuhnya dengan minyak. Sekaligus dengan senyum menantang menggemaskan di bibirnya.
Dengan tubuh licin berminyak seperti itu, selama tiga ronde mereka bergulat. Saling banting. Saling impit. Saling menjatuhkan. Tentu saja lebih banyak lucunya dan gairahnya daripada gulatnya.
Pihak yang berhasil paling banyak memaksa
bahu lawannya menyentuh kanvas dan menahannya, dianggap memenangi pertandingan. Lelaki yang duduk di kursi umpire itu bertindak selaku wasit.
Meskipun tertarik, malah kadang-kadang sampai tertawa terpingkal-pingkal, Febrian tidak tergugah untuk terjun. Sampai muncul gadis yang disebut The Blue Angel itu pada akhir acara.
Sekarang dia tahu mengapa Paul menyimpan uangnya sampai saat terakhir. Sekarang dia juga tahu mengapa suasana yang sudah semakin panas itu seperti mencapai titik kulminasi. Siap untuk meledak.
Gadis itu bukan hanya memiliki tubuh yang nyaris sempurna. Dada penuh membeludak. Pinggang ramping memesona. Pinggul montok menantang.
Wajahnya juga cantik. Sangat cantik. Sampai rasanya tidak cukup kata-kata untuk melukiskannya.
Sepuluh! bisik Paul dengan suara bergetar menahan gairah. Sempurna!
Kombinasi rambutnya yang pirang dan matanya yang biru kehijauan seperti punya pesona magis yang membius suasana. Langkahnya begitu gemulai mengundang. Tapi sekaligus anggun tak terjamah. Dia ibarat Mt. Everest. Memukau semua yang memandangnya. Namun sulit disentuh.
Arena menjadi gaduh bukan main. Penuh suitan. Teriakan. Dan tepuk tangan. Berebutan
penonton berteriak-teriak sambil melambai-lambaikan lembaran uang.
Tetapi gadis yang berbikini biru itu memang berbeda dari rekan-rekannya yang terdahulu. Dia tidak mengobral cium. Tidak menjual senyum. Tidak menawarkan tubuhnya untuk diraba. Dia malah seperti sengaja membangkitkan rasa geram dan penasaran pria.
Dia menatap mereka yang berteriak-teriak sambil melambai-lambaikan uang minta didekati dengan tatapan tajam memikat. Melenggang-lenggok menghampiri mereka. Mendekat. Tapi tidak menyentuh. Laki-laki yang berjalan di belakangnyalah yang menerima uang tip. Semakin penasaran mereka ingin menjamahnya, semakin gesit dia berkelit.
Kalau ada lelaki yang nekat mengejar karena tidak mampu lagi menahan gairah, dua orang petugas keamanan akan menarik pria itu dan memaksanya duduk kembali. Kalau melawan dan dianggap mengacau, dia diseret dan dilemparkan keluar.
Yang tak terkalahkan! seru laki-laki yang memegang mikrofon itu. The Blue Angel! Anda ingin mencoba mengalahkannya" Ya, mungkin Andalah penakluk si Bidadari Biru! Atau... Anda yang akan ditaklukkannya!
Gemuruh melanda suasana dalam ruangan itu.
Tawaran untuk The Blue Angel kami buka dengan tiga ratus dolar!
Belum hilang gema suaranya dari pengeras
suara, hujan tawaran telah menyerbu. Semua laki-laki di sana, tak terkecuali Febrian, seperti tiba-tiba dijalari penyakit menular yang ganas sekali mewabah.
Gila, pikir Febrian ketika dia menyadari keganjilan itu. Dia sudah ikut-ikutan sinting. Mengajukan tawaran tujuh ratus dolar hanya untuk bergulat tiga ronde dengan si pirang bermata biru itu! Benar-benar sakit!
Paul yang sudah larut dalam ketegangan lelang yang makin menggila, masih belum mau berhenti beradu tawaran dengan seorang pria Arab. Febrian-lah yang memperingatkannya.
Duitmu cukup nggak" Febrian menyenggol keras rusuk Paul. Ingin mengembalikan pikiran sehat ke kepalanya.
Seperti baru tersadar dari histeria yang membiusnya, Paul teronggok lemas di bangkunya. Dan pria Arab itu mendapat kesempatan masuk ke ring diiringi tempik sorak riuh.
Ketika gadis itu sedang melumuri tubuh lawannya dengan minyak saja, Febrian sudah merasa, dia memang berbeda. Gayanya profesional sekali. Belaiannya maut. Tatapannya mengundang. Senyumnya yang langka tapi amat memesona, seperti tantangan yang mengobarkan semangat lawannya.
Tetapi bagaimanapun penasarannya lawannya, selama tiga ronde, lelaki itu tidak mampu menaklukkannya. Berkali-kali dia malah menjadi bahan tertawaan penonton.
Sekali lagi Febrian terpaksa mengakui, yang satu ini memang beda! Benar-benar luar biasa!
Biarpun lawannya mempunyai tubuh yang lebih besar, tenaga yang lebih kuat, tidak satu ronde pun lolos dari tangannya. Sulit sekali memaksa The Blue Angel tertelentang di kanvas. Tubuhnya yang berminyak itu benar-benar licin seperti belut.
Teknik gulatnya juga memesona. Gerakannya mengesankan pegulat pro yang berpengalaman. Dia benar-benar memahami teknik wrestling. Bukan sekadar mempertontonkan tubuh seperti rekan-rekannya.
Dia mahir memadu seni, olahraga, dan kepiawaian memancing dorongan nafsu manusia yang paling primitif. Dia juga mampu membaurkannya dengan humor.
Dan Febrian yang sudah hampir tiga tahun berkubur dalam dinginnya gua pertapaannya, seperti menemukan lorong pelepasan menuju cahaya matahari.
Febrian tidak merasa heran ketika mendapati dirinya duduk di sana lagi seminggu kemudian. Ikut menonton kepiawaian si Bidadari Biru menjatuhkan lawan-lawannya. Dan ikut menawar dengan manusia-manusia sinting di sekitarnya. Yang rela kehilangan uang yang tidak sedikit hanya untuk dibanting-banting di kanvas.
Keseganan Febrian menonton wrestling perempuan karena mengira akan menyaksikan wanitawanita berotot menjijikkan saling banting dengan sadis, pupus sudah.
Si Bidadari Biru telah menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Bukan pameran otot. Bukan darah. Bukan sadisme. Tapi keindahan tubuh yang dipadu dengan kelincahan gerak. Teknik gulat yang dikombinasikan dengan kemahiran mengocok perut.
Kemahiran lolos dari sergapan lawan yang lebih kuat, untuk kemudian dengan teknik yang nyaris sempurna membanting lawan ketika lengah dan memaksanya terkapar di kanvas. Dan semua atraksi itu dilakukan dengan lugas dan jenaka. Unsur komedi yang diramu dengan gairah membuat atraksinya tak pernah membosankan.
Hampir setiap minggu Febrian hadir di sana. Tetapi baru pada show-nya yang keempat, Febrian berhasil mendapat kesempatan terjun ke arena. Itu juga setelah mengorbankan uang yang tidak sedikit.
Tetapi sesal baru timbul bukan ketika dia membayar, melainkan ketika harus tampil di depan umum bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek sport yang pendek dan ketat. Wah, malunya!
Dan tampaknya si Bidadari Biru memahami perasaannya. Barangkali karena pengalamannya berhadapan dengan pria berbagai bangsa. Berbagai karakter. Berbagai penampilan.
Begitu melihat lawannya seorang pemuda Asia
yang masih muda belia, sikapnya menjadi lebih lembut. Lebih kocak. Meskipun gayanya masih tetap menantang. Tatapan matanya masih tajam menggoda.
Sesal yang menyelinap ke hati Febrian baru berangsur lenyap ketika dia berbaring di atas kanvas, dan gadis yang telah berminggu-minggu membuatnya sulit tidur itu melumasi seluruh tubuhnya dengan minyak.
Dia begitu cantik, desah Febrian dalam hati tatkala wajah mereka begitu dekat. Tatapan matanya demikian merangsang. Lapar menggoda. Tetapi serasa begitu jauh untuk dijangkau.
Mulutnya yang lebar malah tampak seksi. Lebih-lebih dikombinasi dengan belahan di dagunya. Dan sederet gigi putih rata yang jarang diperlihatkannya. Karena lebih banyak disembunyikan di balik senyum yang amat menarik, justru karena senyum itu mahal dan terkesan arogan.
Jangan segan-segan menjatuhkanku, bisik gadis itu dengan suara yang membuat Febrian gemas karena penasaran. Kalau kamu mampu!
Sesudah itu dia memamerkan senyum angkuhnya. Senyum yang sangat menawan. Yang membuat Febrian hanyut dalam khayalan. Sekaligus larut dalam gereget yang menggigit hatinya.
Jari-jemarinya yang halus, panjang, dan lentik masih membelai seluruh tubuh Febrian. Masih melumuri kulitnya dengan minyak. Sekali-sekali dia seperti memijat, kuat tapi lembut, sampai Febrian merasa seperti sedang di-massage. Tapi
kadang-kadang dia menyentak, seperti sedang membangkitkan semangat menaklukkan yang sulit diterangkan.
Akan kubuktikan kepadanya siapa diriku, geram Febrian gemas. Aku bukan lawan yang enteng. Yang gampang ditaklukkan!
Bagi Febrian, gulat memang olahraga yang tidak asing lagi. Dia anggota tim gulat di kampusnya. Dia juga mempelajari taekwondo sejak masih duduk di bangku SMA.
Push-up, angkat barbel, memukuli kantong pasir dan lightbag sudah merupakan sarapan paginya sehari-hari.
Tentu saja si Bidadari Biru sudah mengenal kualitas lawannya begitu dia muncul. Pemuda Asia yang tampaknya malu-malu ini pasti bukan lawan yang enteng. Kecuali kalau dia merasa segan harus melawan wanita. Atau justru terguncang karena menghadapi lawan istimewa yang tidak biasa dihadapinya.
Begitu dia bisa mengatasi hambatan dalam dirinya sendiri, pemuda tampan berkulit cokelat matang, bertubuh atletis setinggi seratus delapan puluh senti ini pasti merupakan lawan yang tangguh.
Lihat saja bagaimana otot-ototnya tumbuh demikian bagus di sekujur tubuhnya. Kalau bukan atlet, dia pasti penggemar olahraga.
Apalagi dia masih muda belia. Barangkali empat atau lima tahun lebih muda daripadanya. Tenaganya pasti kuat. Fisiknya kokoh. Yang dia belum tahu, mungkin cuma satu.
Febrian sengaja mendera tubuhnya demikian rupa dengan latihan berat setiap hari untuk menyilih aktivitas yang tak mampu lagi dilakukannya sebagai laki-laki....
Ayo, kalahkan aku, Jagoan! pancing The Blue Angel ketika pada ronde pertama Febrian beberapa kali gagal menjatuhkannya.
Alih-alih menjatuhkan lawan, malah dia yang dibanting dan tertelentang di kanvas. Kurang ajarnya, selagi Febrian tertelentang, dia langsung meloncat menduduki perutnya. Membungkuk dalam. Dan menahan bahunya dengan gerakan jenaka sampai penonton bersorak riuh mengejek Febrian.
Belum sempat Febrian menyingkirkannya dengan gemas, peluit wasit telah berbunyi. Gadis berbikini merah membawa papan bertuliskan ronde keberapa, mengelilingi arena. Ronde pertama telah berakhir. Febrian kalah telak!
Cuma sekian kejagoanmu" senyum yang mahal itu tipis menggoda. Kerlingannya menantang sekaligus mengejek. Kamu tidak jantan!
Menggelegak darah Febrian. Dia merasa terhina. Sekaligus terangsang. Semangatnya langsung terbangun.
Gadis ini memang luar biasa gesit. Tubuhnya licin sekali. Sulit diterkam. Sukar dipegang. Susah sekali memaksanya terkapar.
Karena setiap kali dibanting, setiap kali itu pula dia berhasil menggeliat meloloskan diri. Tubuhnya seperti sia-sia untuk ditangkap. Kulitnya licin. Gerakannya lincah. Dan lima puluh penonton bersorak menyemangatinya. Seluruh arena menjadi suporternya.
Ketika Febrian lengah, dia sedang melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat dalam sebuah pergulatan, dia terbanting ke atas kanvas. Sekali lagi begitu Febrian terkapar, gadis itu melompat gesit menindihi tubuhnya. Memaksa Febrian tertelentang dan menekan bahunya sampai melekat di kanvas.
Komentar lucu bernada ejekan si pembawa acara dan sorakan riuh penonton memanaskan hati Febrian. Dan tampaknya kemarahannya terbaca juga oleh lawannya. Rasanya malah itu yang diharapkannya.
Karena dia langsung memamerkan senyumnya yang mahal. Senyum langka yang magis itu. Senyum manis menggoda. Tapi sekaligus menantang minta ditaklukkan.
Menyerah, Sayang" goda gadis itu dalam nada mengejek.
Paras mereka demikian dekat sampai embusan napas gadis itu terasa menggelitiki kulit wajah Febrian. Sesaat dia tertegun. Lupa di mana dia berada. Ketika Febrian sadar dia berada di arena, dia mendorong tubuh gadis itu dengan kasar. Hendak menyingkirkannya. Sekaligus membantingnya.
Tetapi peluit wasit berbunyi. Ronde kedua telah berakhir!
Febrian merasa dicurangi. Dia marah sekali. Apalagi penonton menyorakinya sambil tertawa gelak-gelak, seolah-olah dia badut yang sedang
dipermalukan di atas panggung. Dia lupa, ini memang bukan pertandingan gulat yang sesungguhnya. Ini kontes yang meramu luapan gairah dengan bumbu komedi.
Ronde ketiga, Febrian tidak peduli apa-apa lagi. Dia membutakan matanya. Menekan otaknya supaya lupa yang di depannya adalah wanita.
Dia tidak peduli seandainya gerakannya dianggap terlalu kasar. Dia tidak peduli biarpun penonton mengeroyoknya. Tidak peduli seandainya diseret keluar karena dianggap melewati batas.
Tekadnya hanya satu. Mengalahkan gadis ini! Kalau dia terlalu lemah, terlalu perasa, sampai kapan dia bisa menang" Sampai kapan dia dipermalukan, dihina, dicemooh penonton"
Begitu peluit berbunyi, Febrian langsung menerkam gadis itu. Agak terlalu kasar sampai si Bidadari Biru mengerut menahan sakit. Tapi dia tidak mendesah. Apalagi mengaduh.
Sebenarnya saat itu Febrian sudah menyesal. Tidak sampai hati menyakiti seorang wanita. Tetapi begitu cengkeramannya mengendur, gadis itu berhasil meloloskan dirinya dan berbalik mencengkeram Febrian. Lalu dengan gerak yang luar biasa cepat membantingnya dengan teknik gulat yang sempurna.
Sekali lagi Febrian terbanting di kanvas. Sekali lagi sorakan riuh menggelegar. Tapi kali ini Febrian tidak menunggu sampai lawannya melompat menduduki perutnya. Dia menggelinjang
bangun dengan gesit. Menyergap dengan ganas. Dan setelah bergulat sebentar, saling berusaha menjatuhkan, Febrian berhasil membanting tubuh yang molek itu ke atas kanvas.
Kali ini dia tidak mau memberikan kesempatan kepada sang belut untuk menggelinjang lolos dari terkamannya. Ditindihnya tubuh gadis itu, tidak peduli dia menyeringai kesakitan.
Dikuncinya kedua tungkainya dengan jepitan yang sangat kuat. Kemudian didorongnya kedua belah lengannya ke atas. Ditekannya sampai bahu si Bidadari Biru melekat rapat ke atas kanvas.
Tepuk tangan dan teriakan penonton membahana. Si Bidadari Biru masih berusaha sekuat tenaga untuk meronta melepaskan diri. Tetapi Febrian tidak melepaskannya lagi. Sungguhpun wajah mereka berjarak begitu dekat. Sungguhpun napas gadis itu menggelitiki pipinya. Sungguhpun tatapannya begitu menggoda.
Febrian berhasil menaklukkan si Bidadari Biru. Memaksanya tertelentang tak berdaya sampai peluit wasit bertiup panjang. Ronde ketiga telah berakhir.
Maaf, gumam Febrian segan.
Terima kasih telah mengalahkanku dan menyemarakkan pertunjukan, kata gadis itu ketika Febrian melepaskan cengkeramannya. Senyum yang magis itu, memikat tapi menantang, bermain lagi di bibirnya.
Kurang ajar, geram Febrian gemas dalam hati. Aku telah berusaha mati-matian sementara dia cuma menganggap ini sebuah pertunjukan"
Bagi si Bidadari Biru, semuanya memang cuma sebuah pertunjukan. Dia menggunakan kecantikannya dan keahliannya untuk memanfaatkan lawan. Untuk membuat pertunjukan semakin menarik. Untuk membuat tepuk tangan penonton semakin riuh. Dan untuk membuat bayarannya semakin mahal! Bukankah memang untuk itu dia dibayar"
Jadi semakin marah lawannya, semakin penasaran dia, semakin ramai penonton, semakin sukses pertunjukannya!
Dan Febrian terlambat menyadari, pertunjukan belum selesai walaupun peluit wasit telah ditiup.
Baru saja dia bangkit dan mengulurkan tangannya untuk membantu The Blue Angel berdiri, lawannya menerkamnya dan membantingnya dengan gerakan yang sangat gesit.
Tidak menduga serangan yang begitu tiba-tiba, Febrian terbanting telak di atas kanvas. Penonton bersorak-sorak mengejek. Ada yang bersuit-suit. Malah ada yang menimpuknya dengan topi.
Febrian penasaran sekali. Dadanya serasa mau meledak. Pertandingan apa ini" Lawan masih menyerang setelah pertandingan berakhir!
Tetapi aksi itu memang hanya bumbu penyedap. Pengocok perut penonton sebelum pulang sambil meneguk bir.
Si Bidadari Biru berlutut di dekatnya dan membelai pipinya dengan hangat.
Kamu hebat, katanya sambil membungkuk mencium bibirnya. Jangan takut. Kamu sudah menaklukkanku.
Kamu yang hebat, desah Febrian dalam hati. Kamu yang telah mengembalikan sensasi itu ke dalam hatiku!
S SST, Rian! Yang di meja enam itu cakep,
ya" Febrian tidak mengacuhkan bisikan Rinto. Dia sedang asyik membungkuk mengamat-amati sosok yang tertelentang di hadapannya.
Tetapi dasar kulit badak! Rinto memang sulit digebah. Sukar ditolak.
Mau lihat nggak" Lo sakit kali, To, gerutu Febrian jengkel setelah bosan disodok-sodok rusuknya. Mayat mana ada yang cakep sih" Nekroilia kali lo, ya"
Bukan mayatnya! Tuh, yang di sampingnya!
Febrian mengangkat mukanya sekilas. Dan kembali menunduk lagi.
Iya, Inge emang cakep. Dari dulu juga udah tau.
Bab II Tapi posisi yang begini belum pernah lihat, kan"
Dasar porno, gerutu Febrian dalam hati. Walaupun terus terang, dia juga suka posisi yang ditampilkan Inge saat ini.
Tubuh membungkuk dalam. Sampai rambutnya yang panjang tergerai itu hampir menyentuh mayat di depannya....
Tapi bukan itu saja yang dilihat mata Rinto yang tidak disekolahkan itu. Dia melihat Lembah Anai nan indah permai, yang tercipta tatkala sang dewi membungkuk dalam, lupa leher bajunya agak terlalu rendah. Lupa belum mengancingkan labjasnya. Dan lupa di sekelilingnya banyak mahasiswa yang kadang-kadang lebih memperhatikan makhluk hidup yang masih berkulit halus dan berbau harum, daripada mayat berbau formalin yang kulitnya sudah kering kerontang!
Febrian jadi ikut-ikutan terpukau melihat panorama menarik itu. Dan lupa asisten anatominya yang wajahnya mirip mayat di depannya, gemar sekali meronda. Tentu saja sambil mengawasi apakah mahasiswa-mahasiswanya sedang mempelajari mayat atau teman gadisnya.
Mau pindah ke meja enam" bentak si asisten tanpa basa-basi lagi. Suaranya menggelegar seperti guntur.
Tentu saja dia berang melihat Rinto dan Febrian sedang melongo menatap ke meja enam seperti orang linglung. Ketika dia ikut menoleh, matanya yang sudah terlalu besar untuk mukanya yang tirus itu, mendadak melebar dua kali lebih bundar.
Keluar! hardiknya separuh berteriak, menghamburkan percikan ludah ke seantero jagat. Seolah-olah dia alergi melihat pemandangan indah yang digemari mahasiswa-mahasiswanya itu. Entah kalau malam dia membayangkannya.
Diangkatnya telunjuknya yang kurus ke pintu. Dalam posisi demikian, dia jadi mirip kerangka yang dipajang di depan ruang anatomi.
Rinto yang selalu berdiri paling depan kalau ada gerakan mencari selamat, sudah buru-buru mengungsi ke balik tubuh teman putrinya seregu.
Tetapi Febrian tidak. Dia malah masih sempat membereskan pinset anatomi dan buku gambarnya sebelum meninggalkan ruang anatomi.
Kena lo! bisik Hardi yang mejanya paling dekat pintu. Mayat Hidup hari ini emang lagi uring-uringan. Premenstrual sindrom!
Tentu saja Hardi bergurau, kalau dia masih waras. Soalnya si Mayat Hidup, begitu para mahasiswa menjuluki asisten anatomi mereka, berjenis kelamin jantan.
Terus terang Febrian agak menyesal. Cuma di depan saja dia berlagak tenang. Ujian anatomi tinggal seminggu lagi. Dan dosen anatominya termasuk killer. Maksudnya ujiannya susah. Bukannya haus darah. Memangnya drakula"
Gara-gara lo sih, gerutu Febrian ketika dia melihat Rinto mengikutinya tidak lama kemudian.
Rupanya tempat persembunyiannya diketahui juga. Dia digerebek dan diusir keluar. Enteng, sahut Rinto santai.
Di luar Rinto memang selalu lebih tenang. Soalnya, di sana aman. Tidak ada asisten yang mulutnya banyak. Matanya sadis. Suaranya menyakitkan telinga.
Yang lewat malah mahasiswi-mahasiswi yang cantik. Yang kalau ditegur, kadang-kadang membalas sambil memamerkan senyum paten. Meskipun kadang-kadang ada juga yang pekak. Terus lewat saja tanpa menoleh.
Gue kenal baik Bapak Muka Bangkai. Nah, kalau yang ini julukan bapak tua penjaga ruang anatomi. Mukanya memang mirip mayatmayat yang dijaganya.
Kata mahasiswa iseng, dia terlalu lama mengasuh mayat di sana. Jadi lama-kelamaan mukanya mirip mayat.
Bapak Muka Bangkai memang sudah mengasuh mayat di ruang anatomi sejak fakultas kedokteran ini berdiri. Kerjanya cukup mengasyikkan. Tentu saja mengasyikkan baginya. Bagi orang lain, bisa berarti menjijikkan.
Dia mengangkat mayat dari bak formalin. Menaruh satu per satu di atas meja praktikum. Dan mengembalikannya lagi ke dalam bak kalau praktikum sudah selesai. Nah, asyik, kan" Coba saja sendiri kalau tidak percaya.
Dengan sedikit pendekatan, dia mau menyediakan waktu buat kita. Tentu saja malam. Lo nggak ngeri ketemu mayat malam-malam, kan"
Aku lebih ngeri lagi kalau anatomiku yang anjlok, gerutu Febrian dalam hati.
Urusan dekat-mendekati memang bidangnya si Rinto. Dialah pakarnya sejak semester satu. Apa saja, siapa saja, kapan saja, bisa didekatinya. Tentu saja dengan duit bapaknya. Kecuali si Mayat Hidup. Dan Inge.
Sebenarnya Febrian sudah mengenal Inge sejak duduk di semester satu fakultas kedokteran. Sudah setahun lebih diam-diam dia naksir gadis itu.
Kalau bagi kebanyakan mahasiswa, cewek itu merupakan virus pembawa penyakit malas, bagi Febrian justru sebaliknya.
Inge merupakan tonikum pemacu semangat kuliah. Dia menjadi lebih rajin ke kampus karena ingin melihat gadis itu. Ingin menikmati kecantikannya yang khas oriental. Mengagumi senyumnya yang malu-malu. Tatapannya yang lugu. Rambutnya yang hitam, panjang terurai.... Hhh.
Tidak mudah memang mengajak Inge berkencan. Dia seperti menutup hatinya rapat-rapat dari polusi cinta cowok-cowok yang membuntutinya seperti bayangan.
Tetapi bukan cuma Febrian yang gagal. Temantemannya juga banyak yang patah hati, walaupun belum ada yang sampai bunuh diri. Pacarnya Dipl. Ing dari Jerman, kata Sani,
sahabatnya yang lebih mirip humasnya itu. Lagi ambil S2 di Munich. Makanya jangan dekat-dekat deh! Dia alergi cowok! Soalnya pacarnya pencemburu berat!
Asal bukan kelas berat, aku nggak takut! kata Rinto separuh bergurau. Sponsori aku dong, San! Ntar ada komisinya deh!
Ah, komisi satu persen dipotong pajak lima belas persen! Bakal beli apa"
Tapi dengan komisi atau tidak, Inge tetap menolak ajakan Rinto. Diajak makan steik di restoran mahal nolak. Diajak makan bakso di kantin butut, tidak mau juga. Repot, kan"
Lines kali, gerutu Rinto setelah bosan menyerang. Serangan terbuka gagal. Bergerilya juga batal.
Kan aku sudah bilang, sudah ada yang punya! Sani tersenyum puas. Siapa suruh kamu cuma nguber-nguber Inge! Memang cuma dia yang cewek" Kamu yang nekat, mau nyikat milik orang!
Punya cowok di luar negeri kan nggak berarti nggak boleh punya cadangan di sini" Kalau cowoknya punya cewek lagi di sana, mending si Inge tahu"
Itu sih urusan dalam negerinya dia! Pokoknya dia nggak naksir kamu! Boro-boro naksir, ngeliat aja ogah! Kamu punya kaca nggak sih di rumah"
Kalau tidak terlalu menghina, Sani memang tidak terlalu salah. Bobot Rinto cuma lima puluh kilo. Tingginya seratus lima puluh enam senti.
Nah, kebayang kan gedean mana dia sama jarum pentul"
Dalam hal ini Febrian ternyata lebih beruntung. Bukan karena dari segi penampilan, dia termasuk bibit unggul. Spesies langka di fakultas kedokteran.
Tetapi karena kebetulan, mereka seregu dalam praktikum isiologi. Mereka jadi lebih dekat. Lebih sering ngobrol. Dan Febrian punya kesempatan untuk membantu Inge.
Maklum, laki-laki. Apalagi yang sedang naksir berat cewek. Pasti menjadi dua kali lebih gesit, tiga kali lebih terampil, dan empat kali lebih sosial. Tentu saja hanya sosial pada gadis manis yang sedang diincarnya.
Febrian dengan ringan tangan selalu menolong Inge. Lebih-lebih dalam praktikum faal. Praktikum yang paling tidak disukai cewek.
Soalnya di sini mereka dilatih jadi tukang jagal. Mulai dari kodok, tikus, kura-kura sampai kelinci dan monyet.
Inge selalu tidak tega melihat binatang yang dibunuh cuma untuk melihat peristaltik ususnya atau denyut jantungnya itu. Buat apa mengorekngorek otak kodok hanya untuk melihat releksnya" Sadis, kan"
Tentu saja itu cuma pendapat mahasiswi yang sensitif seperti Inge. Buat Febrian, itu justru aset untuk mendekatkan hubungannya dengan Inge.
Karena dialah yang selalu dengan murah hati menolong Inge. Menyelesaikan semua tugas yang dianggapnya sadis itu.
Wah, menjadi cewek cakep memang beruntung! Semua pekerjaan menjadi lebih mudah. Nilai lebih murah. Dan banyak sukarelawan yang siap membantu!
Dan suatu sore, selesai praktikum isiologi, Febrian mendapat kesempatan yang lebih bagus lagi.
Sore itu, hujan turun dengan lebatnya. Dan hujan memang bukan hanya aset yang berharga untuk ilm. Juga untuk cowok yang sedang mencari kesempatan seperti Febrian.
Semua teman yang memiliki mobil sudah kabur. Kecuali Febrian. Meskipun dia punya mobil, dia masih dengan setia menemani Inge yang sedang menunggu hujan reda.
Soalnya Inge naik motor. Dan dia tidak membawa jas hujan.
Soalnya lagi, dia manis. Kalau tidak, mana mau Febrian menungguinya" Memangnya tidak ada kerjaan!
Tetapi sampai satu jam lebih mereka menunggu, hujan tidak mau berhenti juga. Malah tambah lebat.
Barangkali mengabulkan doa Febrian. Karena sampai malam pun mereka nongkrong berdua di depan kampus, dia tidak akan menggugat Dewa Hujan. Malah bersyukur bisa mengobrol berdua.
Tetapi Inge bukan Febrian. Tentu saja dia juga
merasa senang ditemani. Sudah lama memang diam-diam dia menaruh hati pada anak muda yang satu ini.
Sudah mukanya tampan, badannya tinggi tegap, sikapnya sopan, lagi. Anak orang kaya. Tapi tidak sombong. Tidak suka pamer.
Terus terang Inge juga senang mengobrol begini. Cuma sayang, hari mulai gelap. Hujan tidak mau berhenti juga. Padahal rumahnya terletak di dalam gang di daerah yang agak rawan. Terutama kalau malam. Karena itu hujan atau tidak, dia terpaksa pulang.
Hujan-hujan begini" protes Febrian kaget. Separuh karena benar-benar terkejut. Separuh lagi karena kecewa.
Lha, mau apa sih buru-buru pulang" Kayak anak kecil saja! Sudah berumur sembilan belas tahun, sudah mahasiswi semester tiga, masa masih harus menyusu sama ibu"
Rumahku jauh. Tapi rumahmu masih di Jakarta, kan" Bukan di Irian! Pasti sudah sampai ke rumah sebelum jam sembilan!
Sudah gelap. Kamu kan bukan anak kecil lagi! Kalau gelap, aku takut.
Nanti kuantarkan. Naik apa"
Mobil dong. Masa onta" Motorku"
Tinggal saja di sini. Di mana" Di pinggir jalan" Yang benar saja,
Rian! Motor ini masih lumayan kok buat kuliah!
Begini saja deh, kata Febrian setelah berpikir sejenak. Cowok memang banyak akal. Terutama di depan cewek yang sedang diincarnya. Kita tukar tempat. Kamu bawa mobilku. Aku naik motormu.
Dan pengorbanan itu ternyata tidak sia-sia. Malam itu Febrian dapat berkenalan dengan keluarga Inge. Keluarga sederhana, tetapi yang cukup menyadari kualitas anak muda seukuran Febrian.
Dia disambut dan dilayani seperti raja. Febrian merasa sangat bangga. Tiba-tiba saja dia merasa menjadi seorang pahlawan.
Wah, cuma dia yang tahu bagaimana perasaannya ketika sedang berkerudung handuk sementara kemejanya sedang dikeringkan dan disetrika Inge.
Jangan pulang dengan baju basah, Febri, kata ibu Inge khawatir. Padahal kenal juga baru lima menit. Nanti sakit!
Bikin kopi panas, Bu, ayah Inge ikut-ikutan sibuk. Biar bajunya dikeringkan Inge dulu.
Duh, rasanya Febrian tidak ingin mencuci bajunya lagi. Biar aroma Inge terus melekat di sana.
Dia tidak menyesal biarpun malam itu dia langsung kena lu. Baru virus. Siapa takut" Febrian tidak merasa rugi biarpun dia tidak
bisa kuliah tiga hari. Biarpun kaca spion mobilnya lenyap digondol maling. Rasanya tidak ada yang terlalu berharga untuk ditukar dengan pengalamannya bersama Inge malam itu.
Dan pengorbanannya memang tidak sia-sia. Sejak hari itu, Inge memang menjadi lebih dekat dengannya.
Ketika mengetahui Febrian sakit gara-gara kehujanan, Inge memperlihatkan perhatian yang sangat besar. Begitu besarnya sampai Febrian rasanya ingin sakit lebih lama lagi.
Dan tampaknya dia tidak bertepuk sebelah tangan. Sedikit demi sedikit, Inge mulai melupakan insinyurnya di Munich.
Dia sudah mau diajak kencan. Bukan hanya di Jakarta. Ke luar kota pun dia tidak menolak. Sampai Rinto bersungut-sungut heran,
Lo obatin ya, Rian" Memang. Inge menjadi begitu mudah diajak ke mana pun. Orangtuanya hanya berpesan, jangan pulang terlalu malam.
Tetapi mereka lupa, bagi pasangan muda seperti mereka, siang pun tidak kurang bahayanya dari malam.
K E mana" tanya ayahnya begitu melihat
Febrian sudah menyambar kunci mobilnya. Padahal baru pukul delapan pagi. Hari Minggu pula.
Ajak Inge ke Puncak, sahut Febrian terus terang. Buat apa bohong" Ayahnya sudah pernah melihat Inge. Dan penilaiannya positif.
Jangan sampai malam, pesan ayahnya tegas.
Rupanya semua orang tua takut malam. Padahal apa sih bedanya siang atau malam" Inge sama saja cantiknya! Dan sama juga berbahayanya! Maksudnya, dia bisa menggoda Febrian. Bukan menelannya. Memangnya dia ular sanca"
Hai, sapa Febrian begitu bertemu Inge. Exit permit dari Babe sudah keluar" Nggak kena cekal, kan"
Bab III Sebenarnya pertanyaan itu tidak perlu. Semutsemut di bawah kakinya pun tahu, Inge sudah siap luar-dalam. Tinggal menunggu dijemput. Begitu siapnya sampai dia membawa-bawa sweter. Itu juga yang membuat tawa Febrian meledak.
Kita cuma mau ke Puncak, bisik Febrian lembut. Sebenarnya dia tidak perlu berbisik. Di sana tidak ada orang. Tetapi kalau berbisik, dia dapat mendekatkan mulutnya ke telinga Inge. Dan di sana, aromanya harum sekali. Bukan ke Alpen! Ngapain bawa-bawa sweter"
Takut dingin. Sekarang Puncak sudah nggak begitu dingin kok. Mas Agus-mu nggak pernah ngajak ke Puncak" desak Febrian penasaran. Wah, pelit amat dia!
Inge menggeleng. Dan Febrian langsung membukakan pintu mobil untuknya. Gayanya sopan sekali. Membuat Inge tersanjung.
Sudah berapa tahun pacaran" tanya Febrian begitu duduk di belakang kemudi.
Mau ngajak jalan-jalan atau wawancara" Cuma kepingin tahu. Nggak boleh" Boleh.
Sudah berapa lama kenal dia" Sejak kecil. Masih famili.
Mulai kapan dari famili jadi pacar" Mau tau aja sih!
Nggak boleh" Buat apa"
Katanya dia tunanganmu! Dua tahun yang lalu, Mas Agus datang melamar. Tapi Ayah keberatan. Aku baru tujuh belas. Jadi kami cuma bertunangan.
Kamu mencintainya" Nah, ini pertanyaan berbahaya! Inge tidak langsung menjawab. Soalnya, kalau dia benar-benar mencintai Mas Agus, mengapa dia mau saja pergi berdua dengan Febrian" Mereka bukan mau pergi main kelereng, kan" Mereka bukan anak-anak lagi!
Sebenarnya Inge sendiri mulai ragu. Benarkah dia mencintai Mas Agus" Masihkah dia mencintai laki-laki itu dengan cintanya yang dulu" Cinta dari masa anak-anaknya, masa remajanya" Kalau benar demikian, mengapa dia mau saja menerima ajakan Febrian"
Mas Agus memang tidak setampan Febrian. Tidak setegap dia. Tidak seromantis pemuda ini.
Wajah Mas Agus biasa-biasa saja. Jelek tidak. Ganteng pun tidak. Tubuhnya kurus. Penampilannya sederhana.
Tetapi Mas Agus cintanya yang pertama. Dia begitu sabar. Penuh pengertian. Dan sangat kebapakan. Maklum, biar belum jadi bapak, usianya sepuluh tahun lebih tua.
Makin dikaji, Inge makin yakin, dia masih mencintai Mas Agus. Tapi dia tidak bisa pacaran hanya melalui telepon, kan"
Dia perlu igur yang lebih konkret. Seseorang yang tatapan hangatnya bisa dilihat. Genggaman tangannya yang mesra bisa dirasakan... seperti sekarang....
Sampai Maut Memisahkan Kita Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Febrian seperti hendak mengusir bayangan laki-laki itu dari benak Inge. Ingin menjadikan hari itu milik mereka berdua.
Febrian tahu, Inge sudah punya pacar. Tetapi sebelum dia menjadi istri lelaki lain, apa salahnya mencoba" Apalagi kalau yang dicoba tampaknya tidak menolak....
Inge tidak menolak ketika Febrian menggenggam tangannya. Bahkan meremasnya dengan mesra. Tidak menolak ketika Febrian membawanya ke vila pribadi milik ayahnya di Puncak. Tidak menolak ketika diajak berenang. Padahal dia tidak membawa baju renang.
Ibuku punya banyak baju renang. Pilih saja yang kamu suka. Ketika dilihatnya wajah Inge berubah, cepat-cepat ditambahkannya, Ibu tiriku masih muda lho! Masih modis! Kamu nggak bakal kecewa deh!
Ternyata yang tidak kecewa bukan cuma Inge. Febrian juga.
Ketika gadis itu keluar mengenakan pakaian renang yang pas sekali dengan tubuhnya, Febrian sedang berendam di kolam renang. Dan untuk beberapa detik, dia terpesona dilibat kekaguman.
Belum pernah Febrian melihat Inge dalam pakaian seminim itu. Biasanya bajunya selalu sopan. Dia tidak pernah membayangkan, Inge memiliki tubuh yang semolek dan semulus itu.
Dalam pakaian renang ketat berwarna kuning mencolok, dengan rambut hitam lebat yang digelung dan dijepit ke atas, dia tampil begitu menawan sampai Febrian terlongong-longong.
Dingin nggak" tanya Inge sambil menceburkan tungkainya ke kolam. Pertanyaan yang sebenarnya hanya sekadar menetralkan tatapan mata Febrian yang nyalang.
Bahkan Mas Agus belum pernah menatapnya selancang ini! Tetapi mengapa dia justru merasa bangga biarpun malu"
Hangat! sahut Febrian spontan.
Dia memang tidak berdusta. Dia memang merasa hangat. Panas malah! Sekujur tubuhnya seperti terbakar api!
Lebih-lebih ketika Inge terjun ke kolam dan berenang menghampiri. Air kolam seperti mendidih menjerang darah mudanya.
Dan semuanya terjadi begitu saja.
Tentu saja Febrian memuja Inge. Mengaguminya. Tetapi menikah" Belum pernah terlintas di otaknya!
Dia hanya tidak mampu menahan gairah mudanya. Dan Inge bukan hanya tidak menolak. Dia malah seperti menjawab sapaan seksual Febrian dengan respons yang amat mengundang. Dan terlambat untuk menyesal.
Sori, cuma itu yang bisa diucapkan Febrian ketika melihat air mata gadis itu.
Inge memang menyesal sekali. Dia menyesal karena mengkhianati Mas Agus-nya. Dan lebih menyesal lagi ketika haidnya terlambat!
Tentu saja dia masih bisa membohongi Mas Agus. Masih dapat kembali kepadanya. Kalau saja dia tidak hamil!
Aborsi saja, Rian, pinta Inge berkali-kali. Aku nggak tega bilang sama Ibu!
Sebenarnya bukan hanya pada ibunya. Dia lebih tidak tega lagi mengatakannya kepada Mas Agus!
Apa yang harus dilakukannya" Umurnya baru sembilan belas. Baru duduk di semester tiga. Tidak mungkin Ayah mengizinkan mereka menikah!
Tapi aborsi" Febrian tidak tega! Aneh ya" Biasanya dia yang tegar memotong-motong hewan. Inge yang tidak sampai hati. Dan perbedaan itu membuat mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu.
Sekarang tidak ada lagi surga dalam setiap pertemuan mereka. Yang ada hanya neraka ketakutan dan kebingungan!
Dalam keadaan bingung dan panik, Febrian menurut saja ketika Inge minta diantarkan ke sana kemari. Dia patuh saja tatkala Inge minta dibelikan ini dan itu. Entah obat atau ramuan apa yang ditelannya setiap hari. Tetapi kandungannya tidak gugur juga!
Sampai suatu hari Febrian dipanggil orangtua Inge. Dan dia sudah tahu apa yang menunggunya di sana.
Kali ini tidak ada penyambutan istimewa menyambut kedatangan seorang pahlawan. Kali ini,
dia duduk dengan kepala tunduk seperti tertuduh di depan ayah Inge.
Sebulan kemudian mereka menikah. Meskipun gusar, ayah Febrian tidak punya pilihan lain. Febrian sudah mengakui perbuatannya. Dan ayah Inge datang minta pertanggungjawabannya.
Tidak ada pernikahan yang meriah. Tidak ada bulan madu yang romantis. Inge menolak semuanya. Karena begitu mendengar tunangannya hendak menikah, Agus langsung pulang. Dan dia marah sekali. Dia menuntut penjelasan.
Inge terpukul sekali. Mas Agus yang biasanya sabar, lemah lembut, penuh pengertian, kini meledak. Untuk pertama kalinya Inge melihatnya marah sehebat itu.
Dan yang membuatnya sedih, Mas Agus bukan hanya marah. Dia menyesali dirinya sendiri.
Mungkin aku juga yang salah, keluhnya dengan suara tertekan yang begitu getir sampai Inge hampir tidak tahan mendengarnya. Aku terlalu lama meninggalkanmu. Tapi kalau kamu kesepian, kenapa kamu nggak bilang" Supaya aku bisa pulang! Sekarang apa gunanya lagi gelar S2-ku" Wanita kepada siapa aku ingin mempersembahkannya sudah menjadi milik orang lain!
Sejak itu Agus berubah. Dia mulai mabukmabukan. Pergi ke niteclub. Bahkan ke tempat
pelacuran. Lelaki yang bersih dan santun itu mendadak berubah total menjadi seonggok sampah busuk. Hanya karena dia ingin membalas dendam kepada lingkungan yang telah merampas pacarnya. Tetapi alih-alih membalas dendam, dia malah merusak dirinya sendiri!
Kalau dulu Inge menderita karena mengkhianati janji setianya, sekarang dia lebih tersiksa lagi melihat perbuatan Mas Agus-nya.
Inge merasa berdosa karena telah menyakiti hati orang yang dicintainya... hanya karena dia tidak tahan godaan seorang laki-laki!
Sejak itu Inge menjadi lebih pendiam. Sering sakit. Dan enggan melayani suaminya. Bahkan malas merawat dirinya sendiri.
Sifatnya juga berubah. Dia menjadi judes. Cepat tersinggung. Dengki kepada orang lain. Termasuk kepada suaminya sendiri.
Sekarang bukan hanya Inge yang sengsara. Febrian juga.
Dia merasa tersisih. Diasingkan oleh istrinya. Dimusuhi di rumahnya sendiri.
Mengapa Inge tak dapat memaafkannya dan melupakan Agus" Lelaki itu memang bekas pacarnya, tetapi Febrian suaminya!
Kadang-kadang Febrian iba melihat istrinya. Dia menjadi benci kepada dirinya sendiri. Bukankah dia yang membuat Inge jadi demikian menderita"
Tetapi sebaliknya, Febrian juga sering kesal kalau melihat bagaimana Inge memperlakukan kehamilannya. Dia tidak pernah periksa hamil. Dia
malah seperti ingin menyingkirkan bayinya. Seolah-olah dia menyalahkan bayi itu karena telah memisahkannya dengan Mas Agus.
Rumah tangga mereka menjadi hambar. Cinta telah bersembunyi entah di mana. Gairah tak pernah menampilkan sosoknya lagi. Inge selalu menolak didekati. Lama-lama Febrian jadi malas menghampiri. Apa gunanya mencumbu kalau selalu ditolak"
Akibatnya tiap hari terjadi perang mulut. Pertengkaran meletus dalam setiap kesempatan. Perkawinan mereka sudah menjadi malapetaka.
Tetapi petaka yang sesungguhnya baru menampilkan wujud yang sebenarnya tiga bulan kemudian.
Inge keguguran. Karena kehamilannya sudah berumur dua puluh enam minggu, dokter menyebutnya lahir muda.
Janin itu sudah mati ketika dilahirkan. Tapi bukan itu yang membuat orangtuanya terguncang.
Makhluk itu lebih mirip seonggok daging daripada seorang bayi. Bukan cuma tubuhnya yang cacat. Dia lahir tanpa lengan. Tanpa kaki. Kepalanya kecil, hampir tak berbentuk kepala manusia. Kulitnya rusak. Terkelupas hebat. Organ-organ vitalnya pun cacat berat. Tak mungkin baginya untuk hidup, bertahan dari seleksi alam.
Ketika Febrian melihat anaknya, dia muntahmuntah hebat. Dua hari dua malam dia tidak bisa makan.
Dia tidak dapat melupakan pemandangan
yang dilihatnya hari itu. Seonggok daging yang menjijikkan itu menghantuinya ke mana pun dia pergi. Monster itu hadir di setiap mimpinya. Dan monster menjijikkan itu anaknya!
Itukah hasil perbuatannya" Dia telah memberi anaknya kehidupan. Sekaligus kematian!
Menderitakah dia ketika racun yang diberikan ayahnya menggerogoti tubuhnya"
Benar Inge yang menyuruhnya. Tapi dia yang mencarinya. Membelinya. Memberikannya kepada Inge.
Dia tahu untuk apa obat itu. Dia tahu apa efek ramuan itu untuk bayinya. Dia tahu!
Mengapa tidak menolaknya" Mengapa dia ikut berbuat dosa bersama Inge"
Perasaan bersalah itu menimbulkan depresi berat. Mematikan semua dorongan primer yang dimiliki manusia normal.
Sekarang Febrian tidak mampu lagi menggauli istrinya. Bukan hanya gairahnya saja yang mati. Mister Right juga tidak mau bangun lagi.
Dan perkawinan mereka hanya bertahan setahun. Karena Inge minta cerai.
Inge kembali ke rumah orangtuanya. Karena Agus sudah tidak mau menemuinya lagi. Dia kembali ke Jerman.
Febrian juga kembali ke rumah orangtuanya. Karena ayahnya khawatir sekali melihat keadaannya.
Kamu butuh suasana baru, katanya ketika membujuk Febrian agar melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Biar Papa yang mengurus perceraianmu.
Mula-mula Febrian menolak. Dia sudah tidak punya semangat. Jangankan kuliah. Makan saja sudah malas.
Gagal dalam perkawinan tidak membuat seorang laki-laki kehilangan masa depannya. Kamu harus tabah. Papa malu punya anak lelaki yang cengeng seperti kamu!
Kalau akhirnya Febrian berangkat ke Los Angeles, itu hanya karena dia ingin menyenangkan ayahnya. Karena dia sudah bosan dibujuk. Dimarahi. Disesali.
Ayah juga yang mencarikan universitas untuknya. Memang bukan fakultas kedokteran. Tetapi Febrian tidak peduli. Ayahnya juga tampaknya tidak terlalu memikirkannya. Yang penting Febrian kuliah lagi. Mengisi waktu dengan halhal yang berguna. Bukan melamun terus di rumah.
Mula-mula, Febrian berbagi lat dengan Paul, saudara sepupunya. Bukan karena ayahnya tidak mampu membayar sewa latnya. Tapi karena dia tidak ingin Febrian kesepian.
Paul sudah dua tahun di Amerika. Dia yang memperkenalkan Febrian pada kebebasan Amerika dan keliaran LA. Mencicipi semua kenikmatan yang ditawarkan kota itu.
Febrian memang dapat menikmatinya. Tetapi tidak mampu memilikinya. Dia tetap tidak dapat
menggauli seorang wanita. Sampai Paul mengira dia punya kelainan.
Aku tahu club untuk gay, katanya blakblakan. Ketika dilihatnya paras Febrian berubah, cepat-cepat disambungnya. Eh, nggak usah malu! Ini Amerika, Men! Kamu bebas memilih apa yang kamu mau!
Tetapi bukan itu penyebabnya!
Febrian masih menyukai lawan jenisnya. Dia hanya tidak mampu menggauli mereka. Karena setiap kali bermesraan, dia teringat pada anaknya... pada seonggok daging busuk yang dilahirkan istrinya! Pada monster yang lahir karena dosanya!
Sampai malam ini. Ketika dia bertemu dengan seorang bidadari yang mampu membangkitkan gairahnya.
Febrian tidak peduli dia seorang perempuan bayaran. Dia tidak peduli harus mengeluarkan uang berapa banyak pun. Dia ingin membangunkan kembali Mister Right! Sudah tiga tahun dia
tertidur pulas! h H AI! The Blue Angel membalas sapaan
Febrian dengan hangat. Di luar arena, dia memang lebih ramah. Lebih hangat. Lebih bersahabat.
Barangkali sikapnya yang angkuh menantang di arena itu memang cuma salah satu triknya untuk membangkitkan kemarahan lawan. Strategi untuk memancing minat penonton, supaya mereka lebih gemas dan lebih penasaran untuk menaklukkannya. Sekaligus lebih royal menawarnya.
Rupanya dia juga masih mengenali salah seorang penakluknya.
Tidak banyak lelaki yang dapat mengalahkanku, katanya terus terang ketika Febrian bertanya mengapa dia masih mengenalinya. Polos dan terbuka rupanya memang sifatnya. Apalagi pemuda Asia yang tampan seperti kamu.
Bab IV Ketika malam itu Febrian memperkenalkan dirinya dari Indonesia, si Bidadari Biru tampak demikian terkesan, meskipun dia tidak tahu persis di mana letak negeri itu.
Dia hanya mengira-ngira pasti di belahan bumi sebelah timur. Dan bagi orang Barat, yang berasal dari Timur itu selalu mengesankan sesuatu yang eksotik dan misterius.
Dia langsung memanggil Febrian Indie . Tanpa permisi lagi.
Karena kamu suka Indiana Jones" Karena kamu dari Indonesia. Aku suka nama itu. Kedengarannya eksotik.
Dan kemauannya tidak bisa ditawar lagi. Sebaliknya dia minta Febrian memanggilnya Angel . Karena dia tidak pernah memberitahukan nama aslinya.
Cuma ibuku yang tahu nama asliku, katanya sambil tersenyum manis, tanpa nada melecehkan, sehingga Febrian tidak merasa tersinggung.
Boleh mengajakmu minum kalau acaramu sudah selesai"
Angel tertawa lunak. Diisapnya rokoknya dengan gaya yang enak dilihat. Ditatapnya Febrian dengan hangat.
Kontrakku melarangku minum dengan penonton, katanya tanpa nada merendahkan. Apalagi yang pernah jadi lawanku di arena.
Tapi kontrakmu tidak berlaku kalau kamu sedang tidak bertugas, kan" desak Febrian tidak mau kalah. Bagaimana kalau esok malam" Kamu baru ada pertandingan lagi Sabtu depan!
Wow, kamu hafal jadwal acaraku! Oh, aku penggemar beratmu! Esok malam, oke"
Oke! Aku tidak bisa menolak orang yang telah membeliku seribu dolar!
Mula-mula Angel memang hanya ingin membalas budi. Kalau yang seperti itu dapat disebut budi. Febrian telah membayarnya.
Kamu telah membeliku, katanya tenang. Apa salahnya menemani minum"
Setelah minum, mereka sempat berdansa. Dan selagi berdansa, Febrian sempat mencium bibirnya.
Sesudah itu Angel tidak menolak ketika Febrian mengajak makan malam. Dan kali ini, pasti bukan karena balas budi.
Esok malam kamu masih off, kan" Bagaimana kalau kita makan malam"
Bagaimana kalau di latmu" goda Angel sambil tersenyum. Kamu bisa masak"
Kamu suka spageti" Kalau enak. Pernah mencicipinya di Roma" Belum.
Nah, cicipi spagetiku! Kamu tidak perlu ke Roma!
Dengan Angel, semua memang berbeda. Dia seperti diciptakan untuk menggoda laki-laki. Dia bisa santai ketika pasangannya sedang tegang. Sebaliknya tatkala partnernya mulai santai, dia bertingkah merangsang.
Setelah makan malam yang romantis dengan lilin menyala, musik lembut, dan anggur yang lezat, mereka duduk di sofa.
Baju Angel yang minim dan ketat sudah sejak tadi menggoda Febrian, membuatnya tidak tenang seperti di dalam oven.
Tetapi Angel seperti tidak menanggapi ketegangan Febrian. Dia duduk dengan rileks. Menikmati minumannya dengan santai sambil merokok. Memilih topik obrolan yang ringan-ringan.
Justru ketika Febrian sudah mulai santai, dia mengajak berdansa. Itu bukan pertama kalinya Febrian berdansa dengan Angel. Tetapi entah mengapa ketika sedang memeluk wanita itu, dia merasa berbeda.
Piringan hitam sedang mengalunkan Plaisir d amour ketika Febrian merangkul Angel sambil melantai. Dan Angel memang bukan hanya pandai berdansa. Dia pandai membuai perasaan pasangannya. Pandai membangkitkan gairahnya. Mahir melelapkan Febrian dalam mimpi yang indah.
Ketika Angel melekatkan bibirnya, mula-mula dengan ciuman yang lembut membelai, Febrian menyambutnya dengan hangat. Didekapnya tubuh yang molek itu ke dadanya. Sementara Angel mengalungkan lengannya ke leher Febrian.
Lalu sekali lagi Angel menciumnya. Kali ini dengan ciuman mesra yang panas membara.
Yang membuat dada Febrian menggelegak dibakar gairah.
Sambil masih memagut bibirnya, Febrian membaringkan Angel di atas permadani. Dan Angel bukan hanya terkapar pasrah seperti Inge. Dia menggeliat. Mengejang. Mendesah.
Beberapa saat mereka bergulat, kali ini bukan saling banting di kanvas, tapi saling dekap, saling cium sambil saling melepaskan pakaian.
Angel juga bukan Inge yang menunggu sampai pasangannya menerka kapan saat yang tepat. Karena begitu dia siap, begitu sekujur tubuhnya bereaksi dibakar gairah, Angel mendesah seperti kelana yang kehausan,
Please, Indie.... Tetapi bagaimanapun inginnya Febrian mengabulkan permintaan wanita itu, dia tidak mampu menyelesaikannya. Mister Right tetap loyo. Tidak mampu melakukan tugasnya. Membuat Febrian terkapar di lantai dengan berbagai perasaan. Malu. Kesal. Marah. Putus asa.
Dia merasa terbanting dalam ketidakberdayaan. Apa lagi yang paling menyiksa seorang laki-laki kecuali tidak dapat membuktikan keperkasaannya" Tidak mampu memuaskan wanita yang sudah demikian berharap! Wanita yang harus ikut terbanting ke titik nadir setelah hampir mencapai titik kulminasi....
Tentu saja Angel tidak menduga, pemuda Asia yang demikian gagah menaklukkannya di arena itu ternyata punya kelemahan yang begitu menyedihkan.
Di balik tubuhnya yang tinggi tegap, di balik perawakannya yang gagah, dia menyimpan sebuah rahasia yang amat memalukan... impoten!
Tetapi Angel bukan Inge. Bukan perempuan yang baru kenal seorang pria saja. Dia sudah sangat berpengalaman.
Angel tahu bagaimana harus menghadapi pria seperti ini. Dia tidak boleh dikasihani. Kalau tidak mau menguburnya lebih dalam lagi dalam liang ketidakberdayaan.
Rasa iba akan menambah kecemasan. Menimbulkan perasaan takut gagal. Takut mencoba lagi. Dan seperti lingkaran setan, perasaan itu akan menambah ketidakberdayaannya.
Lelaki seperti ini justru harus dipacu. Kejantanan mereka harus dilecut. Dia harus mempraktikkan semua kemahirannya untuk merangsang gairah Febrian.
Tetapi sekali lagi mereka gagal.
Febrian merasa hatinya sangat sakit. Didorongnya tubuh Angel lepas dari pelukannya. Digulingkannya tubuhnya menjauh.
Percuma, desahnya dalam nada kesakitan. Kemudian tanpa berniat menyambar pakaiannya, dia bangkit dengan lesu. Tegak di muka jendela membelakangi Angel yang masih tergolek di tempat tidur.
Dari kamar yang remang-remang gelap di lantai tujuh itu, dia melayangkan pandangannya ke luar jendela.
Lampu-lampu yang menerangi gedung-gedung pencakar langit seperti sejuta kunang-kunang
yang menggoda mata. Terasa dekat tapi tak mampu digapai.
Sepasang lengan merangkulnya dari belakang. Hangat dan lembut.
Febrian merasa kulit yang halus melekat di tubuhnya. Daging yang lunak menggeser manja menggoda di punggungnya. Tetapi dia sudah kehilangan gairahnya.
Bukan terangsang, dia malah merasa pedih. Dia hanya meraih tangan Angel yang merangkul pinggangnya. Menggenggamnya tanpa berusaha untuk menjawab rangsangannya.
Sudah berapa lama, Sayang" bisik Angel tanpa memperdengarkan nada iba.
Tiga tahun. Kamu harus ke dokter. Karena kalau impotensianya akibat kelainan organis, suguhan yang bagaimana merangsangnya pun tidak mampu membangunkannya!
Tidak ada yang salah dengan tubuhku, sahut Febrian pahit.
Kamu punya istri" Cerai.
Anak" Angel merasa otot-otot Febrian mengeras. Sekujur tubuhnya seperti mengejang.
Lahir mati. Kamu merasa bersalah"
Kami menikah terlalu muda, geram Febrian sambil mengatupkan rahangnya menahan perasaannya. Anakku yang jadi korban! Cacat"
Monster! Kamu terlalu perasa. Anakmu cacat bukan kesalahanmu.
Tetapi Febrian membalikkan tubuhnya dengan kasar. Melepaskan dirinya dari pelukan Angel. Melangkah menjauh. Dan meninju dinding dengan sengit.
Aku yang meracuninya! dengusnya getir. Karena istriku ingin menggugurkannya!
Angel menghampiri Febrian dengan iba. Dengan lembut dipeluknya laki-laki itu.
Febrian jatuh terduduk di sofa. Angel ikut terduduk di sampingnya.
Dia cuma seonggok daging busuk, rintihnya lirih. Aku menciptakan anakku jadi monster!
Dengan lembut Angel meraih kepala Febrian. Didekapnya ke dadanya, ke bagian paling hangat yang dimiliki seorang wanita. Seorang ibu.
Dan Febrian seperti menemukan tempat pelampiasan yang sudah lama didambakannya.
S EBENARNYA Febrian tidak mau menemui
Angel lagi. Dia merasa malu. Rendah diri. Tertekan. Meskipun di luar dugaan, Angel ternyata begitu penuh pengertian.
Angel seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Di satu sisi, dia mengesankan perempuan penggoda. Wanita penghibur yang mahir mengaduk emosi dan menguras kantong lelaki.
Tetapi di sisi lain, dia menampilkan citra seorang ibu. Wanita yang lembut, sabar, penuh pengertian. Mau mendengarkan keluh kesah tanpa kesan merendahkan. Dia mewakili igur yang tak pernah dimiliki Febrian. Figur yang sebenarnya selalu dirindukan Febrian sejak kecil. Figur seorang ibu. Karena ibunya memang sudah meninggal ketika dia berumur empat tahun. Umur di
Bab V mana seorang anak laki-laki sangat memuja sosok ibu.
Dengan pengalamannya yang segudang, Angel begitu mengenal igur seorang laki-laki. Tetapi menghadapi lelaki seperti Febrian, dia tidak tampil sok tahu. Tidak mau menggurui. Dia hanya mendengarkan dengan sabar. Tanpa banyak komentar.
Bagi Febrian, Angel kini menjadi lebih menarik karena dia memiliki kedua sisi penampilan yang berbeda itu.
Tetapi bagaimanapun menariknya wanita itu, dia segan menemuinya lagi. Apa yang dapat diberikannya kepada perempuan itu"
Febrian dapat memberinya uang. Tentu saja. Kalau Angel mau.
Sulitnya, Angel bukan pelacur. Dia tidak mau menerima uang untuk kencannya. Jadi apa yang diharapkannya dari Febrian"
Tetapi di situlah letak keanehannya. Sesudah malam yang memalukan itu, Febrian tidak pernah mengharapkan lagi kedatangannya. Dia sendiri sudah tidak pernah menonton pertunjukan Angel lagi.
Karena itu Febrian begitu terkejut ketika beberapa hari kemudian, penjaga pintu apartemennya menelepon dari lobi. Ada seorang wanita ingin bertemu. Jika diizinkan, dia akan membuka akses ke depan pintu apartemen Febrian.
Dan Febrian tertegun ketika Angel tiba-tiba saja muncul di depan pintu.
Hai, sapanya sambil menebarkan senyum.
Sikapnya biasa saja. Tenang tapi hangat. Santai tapi menggoda. Boleh masuk"
Masih belum dapat menghilangkan rasa kaget dan herannya, Febrian melebarkan pintu tanpa menjawab.
Ketika melewatinya, Angel menyodorkan sebotol sampanye.
Kita hendak merayakan apa" tanya Febrian kaku.
Persahabatan kita, sahut Angel seenaknya. Sama enaknya dengan cara duduknya yang santai tapi menggoda.
Atau kegagalanku" Febrian tersenyum pahit.
Bukan masalah besar, sahut Angel santai. Aku tahu dokter yang pintar.
Tidak ada yang salah dengan isikku! Aku sehat!
Lelaki sehat tidak impoten. Jiwaku yang sakit.
Kalau begitu aku akan membawamu ke psikiater.
Aku tidak mau! Kamu tidak mau sembuh" Aku tidak mungkin sembuh. Aku yakin kamu bisa sembuh. Tidak mungkin.
Kamu tidak mau sembuh" Mau begini terus selamanya"
Apa pedulimu" bentak Febrian sengit. Kamu bukan istriku!
Istriku saja tidak pernah mengajak ke dokter!
Dia malah mengajak bercerai! Dia tidak peduli suaminya impoten atau tidak!
Apa cuma istrimu yang boleh mengharapkan kesembuhanmu"
Carilah lelaki lain! Lelaki yang dapat memuaskanmu!
Sesudah menghardik Angel, terus terang Febrian menyesal. Angel hanya mengajaknya berobat. Mengapa membentaknya sekasar itu"
Tetapi Angel tidak tampak tersinggung. Dia malah memeluk Febrian dengan lembut. Walaupun Febrian sama sekali tidak bereaksi. Sekujur tubuhnya mengejang. Angel jadi seperti memeluk sebatang kayu.
Aku bisa mencari sepuluh lelaki yang bisa memuaskanku, bisik Angel lunak. Tanpa nada melecehkan. Tapi lelaki itu bukan kamu.
Persetan! Aku bukan suamimu! Mintalah dari lelaki lain!
Tapi aku menginginkanmu, sahut Angel sederhana sekali. Tetapi justru karena kata-kata yang sederhana itu keluar dari mulut seorang perempuan seperti Angel, Febrian jadi merasa lebih tersentuh.
Karena penasaran, Angel mengunjungi dokter pribadinya seorang diri. Sudah lama dia mengenal Dokter Curtis. Dia sabar. Selalu mau mendengarkan keluhan Angel. Dan tidak segan-segan menjelaskan semua hal yang ingin diketahuinya.
Dia masih muda, Dok. Baru dua puluh dua atau dua puluh tiga. Fisiknya kuat. Dan tampaknya sehat.
Fisik yang sehat dan kuat tidak menjamin seorang pria bebas dari impotensi, sahut Dokter Curtis sabar. Dan impotensi tidak mengenal tua atau muda.
Dia bisa terangsang, Dok. Tapi tidak bisa ereksi.
Impotensi sebenarnya ada dua macam. Impotensi total, kalau penisnya tidak dapat berereksi sama sekali. Sebagian besar kasus ini biasanya disebabkan gangguan psikis. Impotensi sebagian, kalau pria gagal mempertahankan ejakulasi. Kita kenal impotensi coendi kalau pasien bisa ereksi tapi tidak lama. Gampang kendur. Ada pula impotensi ejaculandi, kalau dia bisa ereksi tapi tidak bisa ejakulasi. Nah, partnermu harus diperiksa, supaya dokter tahu dia masuk kasus yang mana.
Dia tidak mau, Dok. Yang saya tahu, dia sama sekali tidak bisa ereksi.
Proses ereksi yang lengkap adalah membesar dan mengerasnya penis sesuai dengan rangsangan yang diterima seorang pria. Proses ini tergantung pada mekanisme vaskularisasi dan persarafan di daerah genitalia. Gangguan pada mekanisme ini bisa timbul akibat kelainan organis, bisa juga karena gangguan psikis.
Partner saya mengalami depresi hebat, Dok. Dia merasa bersalah karena membunuh anaknya.
Membunuh anaknya" alis Dokter Curtis terangkat sedikit.
Istrinya tidak menginginkan kehamilannya. Dia minum obat. Dan anak mereka lahir mati. Anak itu cuma seonggok daging busuk, katanya. Dia merasa dialah yang menciptakan anaknya jadi monster!
Di mana istrinya sekarang" Mereka telah bercerai.
Kalau begitu dia perlu psikiater. Selama dia masih dihantui perasaan bersalah, dia akan tetap impoten. Karena di bawah sadarnya, dia benci persetubuhan. Coitus dianggapnya membuat istrinya hamil dan melahirkan monster.
Dia bisa sembuh, Dok"
Dalam terapi seks, perlu kerja sama antara dokter, pasien, dan pasangannya. Dan saya tahu, Dokter Curtis tersenyum penuh arti. Dia telah menemukan pasangan yang tepat.
Aku telah mempraktikkan semua teknik bercinta yang kuketahui, pikir Angel murung. Tapi aku tetap gagal!
Meskipun katamu dia menderita depresi, saya anjurkan membawanya ke dokter untuk melakukan pemeriksaan isik lebih dulu. Penyakit-penyakit yang umum seperti Diabetes Mellitus saja dapat menyebabkan impotensi.
Jadi kadar gula darahnya perlu diperiksa" Juga diperlukan pemeriksaan kadar hormonhormonnya. Misalnya hormon kelenjar gondok, testosteron, dan lain-lain. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus seperti kavernosograi
dan angiograi untuk memeriksa pembuluh darah, terutama di daerah genital.
Dokter Curtis mengambil buku resepnya dan menuliskan nama sebuah klinik.
Bawalah partnermu ke klinik ini. Fisiknya akan diperiksa lengkap. Jika benar tidak ada gangguan organis, ada seorang psikiater yang akan menolongnya. Kemudian kalian akan mengikuti terapi seks selama enam bulan.
Tetapi bagaimana membawa Febrian ke klinik" Apalagi menemui dokter jiwa! Mengikuti terapi seks!
A NGEL sendiri heran. Buat apa dia mengejarngejar Febrian" Dia memang tampan. Gagah. Tapi impoten! Untuk apa dikejar-kejar terus"
Sudah gilakah aku, pikirnya ketika sedang menunggu Febrian pulang.
Sudah dua jam dia menunggu di lobi. Karena penjaga pintu tidak membiarkannya naik ke lantai apartemen Febrian. Tidak heran. Tampangnya seperti wanita penghibur.
Angel memang datang tanpa pemberitahuan. Bukan salah Febrian kalau dia tidak ada di latnya.
Sudah beberapa kali Angel menelepon mengajak kencan. Tapi Febrian selalu menolak. Terpaksa dia memilih cara ini. Datang mendadak. Dan harus menunggu di lobi. Beberapa kali beradu pandang dengan penjaga pintu yang menBab VI curi-curi lihat ke arahnya itu. Sampai Febrian datang dua jam kemudian.
Angel" sapa Febrian cemas. Ada apa" Tidak ada apa-apa, Angel mengulurkan tangannya sambil menatap penjaga pintu itu dengan gemas. Kalau bisa bicara, barangkali matanya akan berkata, kamu lihat, kan" Aku teman gadisnya! Bukan PSK!
Febrian meraih tangan Angel dan membawanya ke lift.
Kamu mau apa" tanyanya jemu ketika sedang membuka pintu apartemennya.
Duduk di sofa. Jangan main-main, Angel. Aku letih. Bukan cuma kamu.
Lebih baik kamu pulang. Sudah malam. Begini sambutanmu sesudah dua jam aku menunggumu"
Salahmu sendiri. Aku tidak mengundangmu.
Bagaimana kalau aku yang mengundangmu ke latku"
Sudahlah, Angel, Febrian menghela napas bosan. Percuma. Aku cuma macan kertas!
Febrian masuk ke kamar mandi. Membuka bajunya. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Dan berharap kalau dia keluar nanti, Angel sudah tidak ada.
Dia memang tertarik pada Angel. Siapa yang tidak" Tapi dia tidak sudi dikasihani! Buat apa perempuan matang yang sudah punya segudang
pengalaman seperti dia mengejar-ngejar pria impoten, kalau bukan karena iba"
Jadi Febrian tidak mengharapkannya lagi. Dia ingin Angel pergi.
Tetapi dia keliru. Angel masih menunggu di sofa.
Aku ingin mengajakmu ke klinik. Buat apa"
Supaya kalau kita bercinta lagi, aku bisa orgasmus.
Febrian terenyak. Perempuan Barat memang lebih terbuka. Apalagi perempuan semacam Angel. Tapi kata-katanya yang begitu blak-blakan malah membuat Febrian terpukul.
Kenapa tidak mencari lelaki lain" keluh Febrian lirih. Dia terkulai lemas di samping Angel.
Karena aku menginginkanmu. Bukan lelaki lain.
Kenapa harus aku" Kamu telah menaklukkanku di kanvas. Aku ingin kamu menaklukkanku di ranjang.
Febrian merasa terharu. Dan sebuah perasaan ganjil menjalari hatinya. Menyelusup ke lubuk hatinya yang paling dalam.
Hari-hari yang kemudian menjelang, merupakan hari yang sibuk bagi Febrian dan Angel.
Febrian harus menjalani pemeriksaan lengkap di klinik yang direkomendasikan oleh Dokter
Curtis. Dan Angel selalu dengan setia mendampinginya meskipun dia harus ketat membagi waktunya yang sempit.
Sampai Maut Memisahkan Kita Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah terbukti tidak ada kelainan organik, Febrian dikirim ke psikiater. Dia harus menjalani psikoanalisis, diberi psikoterapi dan diberi obat antidepresi sekaligus obat penenang.
Perlahan-lahan psikiater berusaha menemukan hambatan psikis dalam jiwa Febrian. Mengeluarkannya. Dan mencoba menyembuhkannya.
Memang tidak mudah menghilangkan perasaan bersalahnya dalam waktu singkat. Apalagi kepribadian Febrian sangat tidak menunjang. Umurnya pun masih sangat muda ketika mengalami trauma psikis itu. Jiwanya masih sangat labil.
Tetapi setelah beberapa bulan, psikoterapinya mulai menampakkan hasil. Bayangan monster itu perlahan-lahan mulai memudar.
Kemudian mereka tiba pada tahap pengobatan terakhir. Terapi seks. Di sini Angel harus ikut aktif berpartisipasi. Karena bukan hanya Febrian yang diobati. Angel juga ikut dilatih.
Karena seperti kata Dokter Curtis, terapi seks membutuhkan kerja sama antara dokter, pasien, dan pasangannya. Angel bukan saja ikut setiap kali Febrian diterapi. Dia juga ikut berlatih posisi. Bahkan ikut melatih otot panggulnya bersama Febrian.
Kalau Febrian masih tampak segan, kadangkadang malu harus melakukannya di depan dokter, Angel seperti tidak merasakan apa-apa. Dia bisa beraksi dengan lebih berani. Sama sekali tidak tampil rikuh. Mungkin dampak pekerjaannya.
Tetapi justru karena dia berani dan tidak canggung, pengobatan Febrian ikut terimbas segi positifnya!
Jangan beri dia kesempatan untuk membayangkan masa lalunya, kata Dokter Hudson kepada Angel. Biarkan dia hanya membayangkan tubuhmu. Dan saya percaya, kamu bisa. Kamu punya modal.
Barangkali Dokter Hudson hanya bercanda. Mungkin juga dia ingin membangkitkan semangat Angel. Tetapi apa pun kata-katanya, bagaimanapun caranya mengatakannya, Angel tidak tersinggung. Dia malah merasa bangga. Dan lebih percaya diri.
Enam bulan mereka menjalani terapi itu. Sampai Febrian berhenti kuliah. Angel juga mulai kedodoran mengatur waktu sampai mendapat teguran keras. Belakangan malah ancaman diberi sanksi.
Tetapi Angel optimis sekali Febrian bisa sembuh. Dia mulai bisa ereksi. Walaupun hanya sebentar.
Sebaliknya, Febrian-lah yang menyerah duluan. Mister Right tetap tidak bisa berdiri kokoh. Dia cepat sekali terkulai kembali. Bahkan sebelum melewati pintu gerbang istana.
Dokter melatih Angel dengan beberapa trik untuk mempertahankannya. Tetapi Febrian sudah keburu putus asa. Dia merasa marah. Kesal. Malu. Rendah diri. Akhirnya putus asa. Setiap
kali mau mulai, dia sudah dihantui perasaan takut gagal. Begitu seterusnya seperti lingkaran setan.
Aku menyerah, Angel! desah Febrian ketika dia gagal lagi. Hentikan saja terapi ini! Tidak ada gunanya!
Oke, kalian boleh berhenti sementara, kata Dokter Hudson bijak. Bawalah dia ke suatu tempat dengan suasana yang berbeda. Jika tetap gagal, kalian harus kembali berobat. Karena makin lama dia mengidap impotensi, makin sulit disfungsi seksualnya disembuhkan.
Febrian langsung menolak ketika Angel mengajak makan malam. Dia tahu, sesudah makan malam yang romantis, Angel akan mengajaknya berdansa. Dan sesudah dansa yang mesra, mereka akan terbawa ke dalam suasana penuh gairah yang sulit dihindari.
Febrian tidak mau terhanyut lagi. Karena hanya akan menambah sakit hatinya saja.
Buat apa mencoba lagi kalau dia tahu pasti akan gagal"
Aku sudah memesan tempat, kata Angel sambil tersenyum manis. Karena aku punya kejutan untukmu.
Bagaimana menolak ajakan seorang wanita yang memamerkan senyum semanis itu"
Inikah perpisahan, pikir Febrian getir. Ditatapnya Angel dengan ragu. Dia tampak begitu cerah. Tidak mirip wanita yang mengucapkan selamat berpisah.
Memang setelah bergaul sekian lama, Febrian menyadari, semakin sulit baginya untuk berpisah dengan Angel. Dia menjanjikan semua yang didambakan pria dalam diri seorang wanita. Kecuali dia milik publik. Dan Febrian justru tidak mampu memilikinya!
Tetapi bagaimanapun Febrian ingin mengenyahkan Angel dari hidupnya, dia tidak pernah dapat sungguh-sungguh mengusir wanita itu dari ingatannya.
Di mana pun dia berada, apa pun yang sedang dikerjakannya, dia selalu ingat Angel.
Dia bukan hanya cantik. Dia menarik. Penuh perhatian. Kombinasi yang jarang antara seorang pemikat dan seorang sahabat.
Jadi bagaimana harus menolak ajakannya untuk sekadar makan malam"
Sudah siap mendengar kejutanku" tanya Angel sambil meletakkan cawan anggurnya.
Mereka baru selesai menikmati makan malam yang lezat di sebuah restoran kecil. Restoran langganan Angel. Pemiliknya, seorang laki-laki Italia yang tampan, tampaknya sudah kenal sekali padanya. Sikapnya begitu akrab sampai Febrian merasa cemburu. Walaupun dia berusaha keras menutupinya.
Jangan katakan. Biar aku yang tebak! Pasti tidak mampu!
Siapa bilang" Coba saja. Menitmu yang pertama hampir lewat!
Kamu dapat bonus sepuluh ribu dolar! Angel menggeleng sambil tersenyum. Matanya yang cemerlang menatap jenaka. Senyumnya yang menggoda terlukis sempurna di bibirnya yang merah menantang.
Dapat bonus! Tidak dapat sanksi saja sudah bagus!
Kamu akan menikah, Febrian mengembuskan kata-kata itu bersama desahan napasnya. Ditatapnya Angel dengan pahit. Aku harap tebakanku keliru.
Memang keliru. Terima kasih. Menyerah"
Harus tertelentang di lantai" Angel menahan tawa.
Aku dapat cuti. Febrian melongo bingung. Cuti"
Sudah dua tahun aku tidak pernah cuti. Mereka mengizinkan kamu cuti" Aku kan bukan budak!
Lalu apa yang mereka lakukan selama kamu tidak ada"
Mereka tetap menjual karcis! Pikirmu masih ada yang mau beli" Cuma kamu yang tidak mau beli karcis kalau aku tidak ada!
Oh, aku dapat menyebutkan seratus nama lagi!
Tentu saja Angel tahu Febrian bohong. Tapi dia tetap tersenyum manis. Ditatapnya Febrian dengan lembut.
Kamu tahu apa rencanaku" Asal jangan kembali ke klinik!
Aku sudah membeli tiket pesawat ke Roma! Febrian tercengang. Angel memang mahir membuat kejutan.
Kamu mau ke Roma" Sendirian"
Tentu saja bersamamu! Apa enaknya ke Trevi Fountain sendirian"
R OMA. Kota abadi yang dibangun 753 tahun sebelum Masehi. Kota yang dipenuhi oleh sisa-sisa peninggalan masa lalu. Begitu megah. Begitu agung. Sekaligus begitu romantis.
Dan Angel tahu sekali bagaimana membuat Roma menjadi kenangan tak terlupakan untuk Febrian.
Mula-mula dia membawa Febrian ke sebuah restoran tradisional Italia. Restoran kecil dengan dekorasi khas Italia. Pelayan-pelayan bergaun panjang putih bermahkota daun seperti zaman Kekaisaran Romawi.
Di panggung kecil di depan meja mereka, seorang penyanyi bergaun hitam melantunkan O Sole Mio diiringi alunan akordeon teman prianya.
Bab VII Febrian menyantap spageti Bolognaise sementara Angel mencicipi Caesar salad. Tentu saja itu baru makanan pembuka. Porsinya tidak besar. Tapi lumayan lezat. Apalagi jika disantap sambil saling pandang.
Ketika Angel mengulurkan jarinya untuk menyeka sisa saus tomat di sudut bibirnya, tiba-tiba saja Febrian sadar, dia sudah jatuh cinta.
Di bawah cahaya lilin yang remang-remang romantis, di bawah alunan Torna a Surriento, Febrian meraih tangan Angel. Dan menggenggamnya dengan mesra.
Seperti mengerti perasaan Febrian, walaupun dia tidak pernah mengucapkannya, Angel balas meremas lembut. Tatapan matanya yang hangat bertemu dengan mata Febrian. Membiaskan kemesraan sampai ke ujung-ujung saraf di tubuhnya.
Lalu senyum Angel merekah. Begitu manis menggoda. Menebarkan rangsang yang menggairahkan. Gairah yang menggelegak.
Selesai minum secawan anggur, mereka berdansa. Saling rangkul dalam alunan lagu-lagu romantis.
Lalu Angel membawa Febrian menyusuri via del Corso menuju Fontana di Trevi. Air mancur yang dibangun abad kedelapan belas, dihiasi oleh patung-patung dan relief di atas batu karang. Air mancur yang menyajikan legenda, siapa yang melempar koin ke dalam kolamnya, kelak akan kembali lagi ke Roma.
Lama Angel dan Febrian duduk di tepi kolam
di depan air mancur sambil berpelukan. Lengan Febrian melingkari bahu Angel. Sementara Angel meletakkan kepalanya di bahu Febrian.
Mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun. Seolah terbius oleh nuansa romantis yang menyelubungi mereka. Tetapi Fontana di Trevi menjadi saksi tertambatnya dua belahan jiwa.
Suasana di sana sudah agak sepi karena sudah malam. Toko-toko di seberangnya sudah tutup. Kecuali toko es krim yang menyajikan es krim Italia yang luar biasa lezat.
Turis-turis dari mancanegara yang biasa menyesaki area itu juga sudah hampir tidak kelihatan lagi. Kecuali sepasang pengantin baru. Yang wanita masih mengenakan gaun mempelai, turun ke dalam air. Suaminya merangkul pinggangnya. Lalu sambil berciuman, mereka melempar koin.
Lemparkan sekeping koin, Indie, pinta Angel lembut. Aku ingin kembali lagi ke sini bersamamu.
Febrian mengeluarkan sekeping mata uang dan sudah mengangkat tangannya untuk melemparkan uang itu ke kolam, ketika Angel meraih tangannya. Sambil saling berciuman, bersamasama mereka melemparkannya ke dalam air.
Uang itu sudah lama tenggelam. Tetapi ciuman mereka belum berakhir juga.
Angin malam terasa dingin ketika sambil saling rangkul, mereka menelusuri via Condotti. Tetapi baik Angel maupun Febrian tidak merasa kedinginan. Api yang tengah membakar hati menghangatkan sekujur tubuh mereka. Membuat dada mereka berdegup dalam panasnya cinta yang membara.
Mereka masih duduk sambil saling berciuman di Monumental Steps di Piazza di Spagna sebelum pulang ke hotel.
Kita pulang" bisik Febrian setelah dia merasa tidak tahan lagi membendung gairahnya. Salah-salah dia bisa lupa masih berada di tempat umum.
Angel begitu cantik. Begitu memesona. Begitu menggoda. Semua gerakannya, sentuhannya, desahannya, mengesankan rangsangan yang sulit ditampik.
Rasanya Angel sendiri juga sudah hampir kewalahan mengekang berahi yang membuncah di dada.
Febrian tampil begitu agresif. Begitu ganas. Begitu liar. Amat berbeda dengan Febrian yang selama ini dikenalnya. Rupanya tidak sia-sia dia membawa harimaunya ke Roma.
Angel tidak menjawab bisikan Febrian. Dia hanya mengerang. Karena memang dia hampir tidak mampu lagi membuka mulutnya. Di sana ada bibir Febrian. Memagut. Mengulum. Menggigit. Sampai Angel merintih sakit sekaligus nikmat.
Lagi pula pertanyaan itu memang tidak perlu.
Karena seandainya Angel masih betah duduk-duduk di tangga itu sekalipun, Febrian pasti sudah menggendongnya pulang.
Tanpa melepaskan pelukannya sekejap pun, Febrian membawa Angel ke hotel. Langsung ke kamar mereka.
Dan semuanya berlangsung begitu cepat. Seolah-olah gairah yang sudah membara sejak di restoran tak mampu lagi dibendung. Meronta minta dilampiaskan.
Mister Right tegak dengan gagahnya seperti Julius Caesar. Melangkah masuk ke dalam Temple to Venus Genetrix yang anggun. Tetapi dia hanya sekejap berada di dalam sebelum rebah kembali dengan lunglai.
Sekujur tubuh Angel yang mengejang terkulai lemas. Erangannya berhenti sebelum berubah menjadi pekik kepuasan. Menara gading yang dipanjatnya runtuh sebelum dia berhasil sampai di puncak. Dan Angel terkulai seperti setangkai bunga layu.
Tentu saja Febrian tahu kekecewaan pasangannya. Justru itu yang menambah sakit hatinya. Dia gagal menjadi laki-laki perkasa. Gagal memuaskan wanita yang dicintainya. Yang sudah berharap begitu tinggi untuk meraih kenikmatan sempurna.
Perlahan-lahan Angel menyingkirkan tubuh Febrian yang masih tertelungkup seperti harimau mati di atas dadanya. Lalu dia turun dari tempat tidur. Membuka tasnya. Mengambil rokoknya. Dia tidak berkata apa-apa meskipun Febrian
lebih suka kalau dia marah-marah. Memaki. Menyumpah-nyumpah. Bahkan memukulnya.
Tetapi Angel hanya duduk tepekur sambil mengisap rokoknya. Dan sikapnya membuat Febrian merasa amat bersalah sampai rasanya dia ingin bunuh diri.
Ketika Febrian membuka matanya, dia tidak tahu masih berada di dunia atau sudah di akhirat. Dia berbaring di ranjang yang sangat indah, dengan kanopi di atas kepalanya. Sebagian langit-langit kamar yang masih terlihat dari tempatnya berbaring, menyajikan lukisan yang sangat mencekam. Ada malaikat-malaikat bersayap dan meniup nairi beterbangan di langit biru. Awan putih bergulung di latar belakang.
Febrian baru sadar beberapa menit kemudian. Dia masih berada di dunia. Di Roma. Tepatnya di kamar hotelnya. Dan bayangan peristiwa yang menyakitkan malam tadi melintas lagi di depan matanya.
Tak sadar dia meraba-raba kasur di sampingnya. Seolah-olah dia tidak percaya kepada matanya sendiri. Kosong. Tetapi apa lagi yang diharapkannya"
Dia tidak mungkin masih mengharapkan Angel berada di sampingnya setelah peristiwa pahit tadi malam. Dia pasti telah pergi meninggalkannya. Tidak mau lagi tidur dengan sebatang kayu!
Angel masih merokok ketika Febrian mengambil obat tidurnya dan melangkah ke kamar mandi. Dia tidak berkata apa-apa ketika setengah jam kemudian Febrian berbaring di tempat tidur. Saat itu Febrian menyesal tidak menghabiskan seluruh obat tidurnya!
Apa gunanya lagi hidup seperti ini" Jadi lelaki bukan, perempuan pun bukan" Terhina karena tidak bisa menjadi lelaki perkasa yang mampu memuaskan pasangannya"
Tanpa Angel hidupnya sudah tidak berarti apa-apa. Karena Febrian sadar, Angel-lah yang telah menyemarakkan hidupnya kembali. Dia yang dengan kejutan-kejutan dan daya tariknya telah menarik Febrian dari lembah kebosanan!
Ada suara pintu terbuka. Pintu kamar mandi. Dan Angel muncul begitu saja seperti malaikat turun dari langit-langit kamarnya.
Selamat siang, Sayang, sapanya cerah. Lalu sambil masih mengenakan bathrobe yang tali pinggangnya terikat longgar, sampai tidak mampu menyembunyikan venus di dadanya, dia menghampiri tempat tidur.
Membungkuk dalam di atas tubuh Febrian. Dan mencium bibirnya dengan mesra. Tidak peduli Febrian belum sikat gigi sejak kemarin pagi.
Kemudian dengan sikap riang seperti biasa, seolah-olah bukan dia yang jatuh dari Menara Pisa tadi malam, dia menuju jendela. Menyibakkan tirainya. Dan mendorong kereta makan ke samping tempat tidur.
Dia begitu segar. Begitu santai. Begitu cerah.
Membuat Febrian bengong seperti mengidap penyakit lupa ingatan.
Mengharapkan Angel ada di kamar saja dia sudah tidak berani. Apalagi membayangkannya dalam keadaan seriang ini!
Room service datang setengah jam yang lalu, Angel pura-pura mengeluh sambil duduk di tepi tempat tidur. Lima menit lagi kamu belum bangun, aku telepon dokter hotel.
Jam berapa" tanya Febrian lesu.
Tidak tahu kalau di LA. Tapi di Roma, ini sudah hampir makan siang.
Tidurku nyenyak sekali, sesal Febrian sambil beringsut bangun. Dia memegangi kepalanya yang berdenyut.
Aku heran bagaimana cara ibumu membangunkanmu dulu, kata Angel sambil menyusun bantal di punggung Febrian. Sengaja mendekatkan tubuhnya serapat mungkin supaya Febrian sempat mengintai melalui celah bathrobenya. Tetapi rupanya Mister Right sedang cuti panjang. Harumnya tubuh Angel pun tidak mampu membangunkannya.
Aku selalu tidur lelap kalau minum obat tidur. Mister Right juga. Dia tidur lebih nyenyak kalau diberi obat hipnotik sedatif. Tapi peduli apa kalau disiram saja dia tidak bangun juga"
Dan sekarang kamu harus makan kalau tidak mau kena gastritis. Aku tidak percaya lambungmu juga bisa tidur selelap kamu.
Boleh minta kopi lebih dulu"
Hati-hati. Espresso mereka sangat keras.
Ingat, aku pacarmu. Bukan bayimu. Kadang-kadang aku tidak dapat membedakannya.
Sesudah mengucapkan kata-kata itu, Angel menyesal. Senyumnya mengambang ketika melihat perubahan wajah Febrian. Dia seperti mengerut menahan sakit. Dan itu pasti bukan karena denyut di kepalanya.
Maafkan aku, Angel... desahnya lirih. Angel mencium bibirnya dengan cepat. Jangan ucapkan lagi, bisiknya lembut. Jika kamu ingin meninggalkanku... Aku sudah meninggalkanmu, sahut Angel tenang. Tapi aku kembali lagi.
Mengapa" Febrian menatapnya dengan getir.
Mengapa" Angel tersenyum manis. Pertanyaan yang bodoh! Tentu saja karena aku tidak mampu meninggalkanmu!
Aku gagal, keluh Febrian getir. Semua terapi sudah kita coba. Tapi aku tetap impoten!
Siapa bilang kita gagal" Angel membelai pipi Febrian dengan lembut. Dulu, ereksi pun kamu tidak bisa. Sekarang kamu bukan cuma bisa ereksi. Kamu bisa ejakulasi!
Ejakulasi dini, apa gunanya" desah Febrian antara kesal dan malu. Aku tidak bisa membuatmu mencapai orgasmus! Sampai kapan pun!
Dokter Hudson masih mengajariku satu teknik lagi, Angel tersenyum sabar. Mungkin nanti malam bisa kita coba kalau kamu tidak terburu-buru seperti tadi malam!
Teknik apa lagi" gumam Febrian malas. Rasanya aku sudah putus asa.
Mau memberiku kesempatan untuk merahasiakannya sampai nanti malam"
Kenapa harus bertanya" Biasanya kamu ahli membuat kejutan, kan"
Kalau begitu kita harus buru-buru! Ke mana"
Ke stasiun kereta api. Memang kita mau ke mana"
Ketika kamu masih tidur tadi, aku sudah memesan kamar di Venesia.
Kenapa harus ke Venesia"
Tentu saja karena Venesia merupakan tempat paling romantis di dunia, Angel tersenyum lebar sambil memeluk Febrian dengan mesra. Di sana kita akan melupakan semuanya. Cuma ada kita berdua!
D I depan Basilica San Marko, terdapat sebuah
lapangan dengan nama yang sama. Di tempat itu, orang dan burung hampir sama banyaknya.
Lama Febrian tepekur seorang diri. Memandangi kubah gereja dengan salib emas di puncaknya. Mengawasi turis-turis yang masih berkeliaran di Piazza San Marko meskipun hari sudah mulai gelap.
Sementara Angel sedang berbelanja di tokotoko di sekitar tempat itu. Entah apa saja yang dibelinya. Sampai bosan Febrian menunggu, dia belum muncul juga. Dan ketika akhirnya dia datang, kedua belah tangannya menjinjing kantong plastik yang cukup untuk memenuhi jatah sehari seorang pemulung.
Mereka harus pulang dulu ke hotel untuk meletakkan barang belanjaan Angel kalau tidak mau
Bab VIII gondola mereka tenggelam. Ketika tahu Febrian kesal, Angel langsung berjingkat menciumnya.
Dicium seorang wanita secantik Angel, bagaimana Febrian bisa marah" Rasanya semua kekesalannya langsung lenyap seperti asap ditiup angin.
Dan ketika sedang menikmati mandi berdua di dalam bathtub, Febrian tidak menyesal pulang ke hotel. Dia malah hampir lupa sudah memesan gondola.
Angel menggosok punggungnya dengan lembut. Membasuh dan membelai seluruh tubuh Febrian dengan air berbuih busa sabun yang amat harum.
Angel bukan hanya membeli foambath yang aromanya merangsang, dia juga membeli lilin dan bunga yang membuat kamar mandi mereka semerbak sekaligus semarak.
Sekarang Febrian tidak kesal lagi. Tidak sempat.
Ketika gondola yang mereka tumpangi melewati Basilica di Santa Maria de la Salute, lonceng gereja sedang berdentang bertalu-talu. Gemanya terasa aneh ketika memantul ke air gelap yang bergemerecik di sisi gondola.
Seorang penyanyi pria berpakaian putih-putih, bertopi dan berikat leher merah, tengah melantunkan Santa Lucia di haluan gondola. Sementara di buritan, seorang pria Italia yang tegap sedang
mengayuh gondola mereka menelusuri Grand Canal.
Febrian dan Angel duduk di tengah gondola. Saling rangkul dengan mesra. Pemandangan di kiri-kanan mereka terasa begitu indah memukau. Lebih-lebih bagi pasangan yang sedang dimabuk asmara seperti mereka. Malam rasanya tak pernah berakhir. Nirwana menjadi milik mereka berdua.
Ketika gondola mereka menelusuri kanal-kanal kecil yang sempit dan gelap, Angel melekatkan tubuhnya lebih rapat ke tubuh Febrian. Meletakkan kepalanya dengan manja di bahu laki-laki itu.
Febrian memeluknya erat-erat. Seolah-olah ingin menyatukan tubuh mereka. Seolah-olah tidak mau melepaskannya lagi. Apa pun yang terjadi.
Udara di kanal sempit yang diapit bangunan tua dengan dinding berlumut terendam air ratusan tahun itu terasa lembap dan dingin. Tetapi dada mereka tetap hangat membara.
Takut" bisik Febrian ketika dirasanya napas Angel agak tersendat.
Angel menggeleng. Pengap.
Karena kudekap begini erat" Karena lembap.
Mau tinggal di sini"
Bersamamu, di mana pun mau. Selamanya"
Masih perlu tanya" Febrian mendekap Angel makin erat. Dan tidak melepaskannya lagi sampai gondola mereka muncul kembali di Grand Canal.
Ketika mereka melintas di bawah Jembatan Rialto, Febrian mencium bibir Angel dengan mesra. Melumatkannya sampai Angel mendesah sambil memejamkan matanya.
Barangkali Angel tidak serius dengan kata-katanya tadi. Tapi bagi Febrian, kata-kata itu adalah meterai perjanjian ikatan jiwa mereka.
Dia tidak mengerti mengapa Angel mau saja hidup bersama seorang pria impoten. Tapi apa pun alasannya, Febrian menganggap ciuman di bawah Jembatan Rialto adalah titik awal perjanjian mereka untuk selalu bersama.
Mereka baru saling melepaskan ketika gondola mereka menepi. Dan pengayuh gondola itu melompat ke darat. Menambatkan gondolanya. Dan mengulurkan tangannya untuk membantu Angel naik.
Tetapi Febrian menolaknya sambil mengucapkan terima kasih. Takkan dibiarkannya lelaki lain menyentuh gadisnya. Tentu saja dia sudah merasa kedua pria Italia itu sangat mengagumi kecantikan Angel. Jadi tak akan dibiarkannya mereka menyentuhnya!
Febrian sendiri yang memegang tangan Angel dan membantunya naik ke darat. Ketika Angel masih mengucapkan beberapa patah kata dalam bahasa Italia sambil mengulum senyumnya saja, Febrian sudah hampir mati karena cemburu. Seperti memahami kecemburuan kekasihnya,
dengan manja Angel langsung menyelipkan lengannya ke lengan Febrian minta dirangkul.
Sambil saling rangkul mereka melangkah di tepi Grand Canal menuju ke hotel mereka.
Venesia di sekitar Grand Canal memang tak pernah sepi, sekalipun sudah malam. Masih banyak turis yang lalu-lalang di jalan. Atau sekadar duduk minum di pinggir kanal. Gondola mulai jarang, tapi perahu motor masih kerap melintas.
Begitu masuk ke kamar, Angel sudah mencium bibir Febrian dengan mesra. Dari ciumannya saja Febrian sudah tahu apa yang diinginkan Angel. Tetapi terus terang, dia merasa segan. Bukan tidak bergairah, hanya merasa takut. Takut gagal lagi. Dan Angel memahami kecemasannya.
Dia membawa Febrian ke tempat tidur. Dan tanpa melepaskan ciumannya, menelentangkan Febrian di sana. Dengan kakinya, Febrian mencopot sepatunya.
Maukah kamu mengabulkan permintaanku, Sayang" bisik Angel lembut.
Apa saja, sahut Febrian lemah. Tapi aku tidak mampu!
Mula-mula Angel melepaskan T-shirt Febrian. Pekerjaan biasa. Tapi karena seorang Angel yang melakukannya, pekerjaan yang tampak biasa itu pun menjadi sangat menggairahkan. Kemudian dia melepaskan celananya, luar-dalam, sampai Febrian tidak mengenakan apa-apa lagi.
Febrian merasa dadanya mulai berdebar hangat. Lebih-lebih setelah benaknya disusupi pertanyaan, kejutan apa lagi yang bakal disuguhkannya"
Lalu Angel menelungkup di atas tubuhnya. Meraih kedua belah lengannya. Mendorongnya ke atas. Dan dia mengambil sesuatu dari kantong plastik yang disembunyikannya di bawah tempat tidur.
Releks Febrian meronta kaget ketika logam dingin menyentuh pergelangan tangannya. Tetapi Angel cepat-cepat mencium bibirnya.
Maukah kamu mengabulkan permintaanku, Sayang" Angel mengulangi pertanyaannya. Kali ini suaranya bukan hanya lembut. Tapi sekaligus mesra menggoda.
Febrian terenyak. Dia tidak mampu bergerak. Bahkan tak mampu berpikir lagi.
Lalu dia mendengar dua kali bunyi klik. Dan kedua pergelangan tangannya telah diborgol ke besi di kepala tempat tidur!
Dia ingin memprotes. Ingin meronta. Tetapi Angel mengulum bibirnya demikian rupa sampai jangankan memprotes, bernapas saja sulit.
Percayalah padaku, Sayang, pintanya sambil tersenyum manis.
Hanya sesaat sebelum dia bangkit meninggalkan Febrian. Masuk ke kamar mandi. Membiarkan Febrian menunggu dengan berdebar-debar. Kejutan apa lagi yang akan diberikan Angel"
Tetapi ketika Angel keluar dari kamar mandi, bukan hanya dada Febrian yang berdebar. Sekujur tubuhnya seperti terbakar. Pembuluh darahnya melebar. Darahnya menggelegak.
Belum pernah dia melihat Angel dalam baju tidur yang demikian merangsang. Baju itu seolaholah memang diciptakan untuk menggugah berahi seorang laki-laki.
Bahannya tipis, menerawang, warnanya merah darah. Bagian atasnya nyaris terbuka, hanya dua buah tali spageti yang mengikatnya di bahu. Belahan dadanya sangat rendah, sampai mustahil menyembunyikan dua buah bukit yang membeludak di baliknya.
Tepi bawahnya hanya sebatas pangkal paha. Sia-sia menutupi celana dalam berenda yang sewarna. Lebih-lebih bila Angel berputar setengah membungkuk.
Tungkainya dibungkus stoking jala berwarna hitam. Sepatu merah bertumit lima belas senti melengkapi penampilannya yang menggairahkan.
Dia memang seperti sengaja menggoda Febrian habis-habisan. Sampai lelaki itu menarik napas pun rasanya hampir lupa.
Dan Angel menyuguhkan tampilan striptease yang luar biasa, seolah-olah dia memang pro, bukan amatiran.
Kalau tidak terikat di ranjang, rasanya Febrian pasti sudah menerkamnya. Tapi justru karena dia hanya dapat menonton sambil menelan ludah, pikirannya tidak bisa melayang ke mana-mana. Kecuali melahap hidangan yang disajikan di hadapannya.
Ketika merasa mesin Febrian sudah cukup panas, Angel menghampirinya. Tetapi dia tidak
langsung menyentuh. Seperti sengaja mempermainkan Febrian, dia masih berputar sekali lagi. Menggoyangkan pinggulnya dengan gaya menggoda. Lalu dia duduk di atas paha Febrian. Dan mempraktikkan trik yang diajarkan Dokter Hudson. Strategi terakhir.
Saat itu Febrian tidak ingat apa-apa lagi. Yang ada di depannya hanya Angel. Begitu cantik. Begitu seksi. Begitu merangsang. Begitu haus untuk dimiliki.
Dia malah tidak tahu lagi apa yang dilakukan Angel. Pokoknya dia merasa begitu nikmat. Begitu terbawa. Begitu terhanyut. Sampai tak sadar dia mengerang. Selanjutnya dia hanya bergerak mengikuti nalurinya.
Febrian tidak tahu berapa lama dia terbius sampai dia mendengar Angel memekik tertahan. Bukan lagi mendesah. Dan tiba-tiba saja dia sadar, dia telah melakukannya! Dia berhasil! Harimau jantan itu telah terjaga dari tidurnya yang lelap!
Terima kasih, Indie! desah Angel bahagia, masih terengah antara haru, lega, dan puas. Kamu hebat!
Dia menelungkup lemas di atas tubuh Febrian. Menciumi wajahnya. Pipinya. Hidungnya. Dan berhenti lama di bibirnya.
Febrian sendiri masih shock. Dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Sebuah beban berat telah tersingkir.
Angel melepaskan belenggu yang mengikat tangannya. Dan membawa kedua belah lengan
Febrian melingkari tubuhnya. Febrian mendekap Angel erat-erat. Dia merasa sangat lega. Bahagia. Sekaligus berterima kasih.
Apa pun julukan orang buat perempuan seperti Angel, dialah yang telah berhasil mengusir hantu yang bernama impotensia itu!
Kamu benar-benar puas" tanya Febrian ragu ketika dia sudah menemukan suaranya kembali.
Ditatapnya Angel dengan bimbang. Benarkah dia sudah berhasil" Atau Angel hanya merasa iba" Dia sudah sangat berpengalaman. Bisa saja dia hanya pura-pura... Mungkin itu salah satu trik yang diajarkan Dokter Hudson" Mengembalikan kepercayaan diri partnernya"
Angel mengangguk sambil tersenyum manis. Dibalasnya tatapan Febrian dengan mesra.
Kamu sudah berhasil membuatku ketagihan!
Aku harus selalu diikat"
Tentu saja tidak, Angel tertawa lembut. Harimauku sudah boleh dilepas di alam bebas! Mengapa aku harus diikat"
Supaya aku bisa berada di atas tubuhmu dan melakukan semua trik yang diajarkan Dokter Hudson dengan bebas!
Kalau tidak" Kamu pasti sudah menerkamku seperti di atas kanvas. Dan aku tidak berdaya mempraktikkan trik Dokter Hudson.
Kalau aku berjanji tidak akan mengganggumu, aku tidak usah diikat lagi"
Kalau kepercayaan dirimu sudah pulih, mungkin kita bisa mencoba cara lain. Teknik lain. Posisi lain. Rasa takutmu untuk gagal, rasa marah, rendah diri, itu yang menjadi lingkaran setan yang menghambat kejantananmu.
Seperti ini" Febrian menyentakkan Angel dan menelentangkannya di ranjang. Dia menelungkup di atas tubuh wanita itu. Kita bisa mencobanya sekarang"
Jangan, pinta Angel lemas. Jangan sekarang.
Cobalah meloloskan diri. Kamu ahlinya, kan"
Aku tidak mampu, Angel tersenyum manja. Maukah kamu menyingkir sebentar" Aku merasa sangat lemas.
Aku tidak akan pernah menyingkir, Febrian mendekap Angel erat-erat. Karena mulai sekarang, kamu milikku!
Juga sesudah peluit wasit berbunyi" Angel membelai pipi Febrian dengan lembut. Ketika sedang menatap ke dalam mata Febrian, tiba-tiba saja Angel sadar. Dia sudah jatuh cinta. Kepada seorang anak bawang!
K ETIKA kembali ke LA, Febrian dan Angel sudah seperti pasangan yang tak terpisahkan lagi. Seperti mempelai yang baru pulang berbulan madu, hidup mereka berlumur madu kemesraan dan kebahagiaan.
Walaupun belum menikah, mereka menganggap telah mengucapkan ikrar di bawah Jembatan Rialto di Venesia. Dan mereka menganggap hari itu sebagai awal hidup bersama mereka.
Febrian pindah ke apartemen Angel. Dia membawa semua barangnya. Pakaian. Buku. Komputer. Stereo set. Peralatan olahraga. Sekarang teras kecil Angel dipenuhi kantong pasir, lightbag, dan barbel.
Tetapi Angel tidak mengeluh. Dalam masamasa yang indah seperti itu, hampir tak ada waktu untuk kesal. Apa pun yang dilakukan Febrian, tak pernah memancing protes Angel.
Bab IX Juga ketika tiba-tiba Febrian ingin kuliah lagi, Angel hanya menanggapinya sambil tersenyum. Kenapa" Bosan di lat terus"
Aku ingin jadi insinyur. Bukan cuma plumber.
Angel tidak menjawab. Dia hanya mengisap rokoknya dalam-dalam. Febrian pindah duduk di sebelahnya.
Aku ingin memberikan status sosial dan ekonomi yang lebih baik kepadamu.
Angel memadamkan puntung rokoknya di dasar asbak.
Aku sudah puas dengan apa yang dapat kamu berikan sekarang.
Saat itu, Febrian memang sudah sembuh. Kepercayaan dirinya telah pulih. Depresinya berangsur memudar. Mereka dapat bercinta dengan normal. Dan bagi Angel, itu sudah lebih dari cukup. Dia tidak pernah minta lebih.
Tetapi Febrian masih penasaran. Dia memeluk Angel dengan penuh kasih sayang.
Aku ingin memberi lebih, katanya mantap. Ingin memberimu lat yang lebih besar.... Angel tertawa lembut.
Makin besar lat kita, makin repot mengurusnya!
Aku ingin memberimu uang banyak supaya bisa shopping...
Membeli baju tidur baru tiap minggu" Supaya kamu punya kalung berlian.... Aku setuju kamu kuliah lagi, kata Angel sabar. Bukan supaya aku jadi nyonya boros. Tapi supaya kamu bisa meraih cita-citamu! Febrian menatap Angel dengan terharu. Kadang-kadang aku lupa, kamu cuma perempuan tontonan!
Tapi aku tak pernah lupa siapa yang menaklukkanku, sahut Angel sambil mencium bibir Febrian dengan mesra.
Boleh menyuruh perempuan taklukanku untuk melakukan apa yang kuinginkan"
Asal jangan menyuruhku minta cuti lagi untuk ke Venesia!
Aku ingin kamu memanjangkan rambutmu. Supaya aku tidak bisa bertanding lagi" Memang ada syaratnya"
Kalau rambutku panjang, lawan gampang menjatuhkanku!
Kalau begitu tidak usah kerja di sana lagi. Kamu pikir gajimu cukup kalau aku tidak bekerja" Angel tertawa pahit. Siapa tadi yang mau kuliah lagi"
Kamu bisa kerja di tempat lain.
Di mana" Di kedai hamburger" Satu-satunya keahlianku cuma membanting lelaki sampai terkapar di kanvas!
Di negeriku, kebanyakan istri tidak bekerja. Hanya menunggu suami pulang sambil mengurus anak dan rumah.
Ini sebuah undangan untuk mengunjungi negerimu"
Tidak sekarang. Tapi suatu hari nanti, akan kubawa kamu ke sana. Kuperkenalkan pada
orangtuaku. Keindahan tanah airku. Keramahan bangsaku. Saat itu, kuharap rambutmu sudah panjang. Dan aku sudah meraih ijazahku.
Oh, Indie! Angel mengecup bibir Febrian dengan terharu. Malam ini, kamu memberikan bahan baru untuk mimpiku!
Apa saja mimpimu selama ini" Febrian tersenyum lebar. Membanting pria macho di atas kanvas"
Bercinta denganmu.
Sampai Maut Memisahkan Kita Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku janji akan membuat hidupmu penuh dengan mimpi indah, Angel!
Kalau begitu jangan panggil aku Angel lagi.
Kenapa" Karena mulai sekarang, bagimu aku bukan The Blue Angel lagi.
Bagaimana aku harus memanggilmu" Pikirmu cuma kamu yang punya nama" Aku harus menanyakannya dulu pada ibumu"
Aku belum pernah memberitahukannya kepada lelaki lain.
Kenapa namamu begitu mahal" Aku malu menyandangnya. Nama bintang ilm terkenal" Nama seorang santa.
Kenapa malu" Aku tidak pantas memakai nama itu. Ayahmu pasti Katolik yang saleh. Aku tidak pernah melihat ayahku. Ibumu"
Meninggal ketika aku berumur dua belas tahun.
Dengan siapa kamu tinggal" Ayah tiriku.
Pasti bukan hidup yang enak.
Aku kabur dari rumah ketika berumur empat belas tahun.
Pasti dengan teman priamu. Bob pacarku yang pertama. Dia juga tidak tahu namamu"
Dia yang pertama kali memanggilku Angel. Karena kamu cantik dan baik hati seperti malaikat"
Karena aku selalu hadir dalam mimpinya. Romantis sekali!
Aku seperti mendengar nada cemburu dalam suaramu!
Aku memang cemburu. Nah, di mana Tuan Cinta Pertama ini sekarang"
Kami berpisah setelah setahun hidup bersama.
Cuma setahun" Apa yang kamu harapkan dari pasangan remaja seperti kami" Bob baru berumur delapan belas tahun! Pekerjaan saja tidak punya! Jadi bagaimana aku harus memanggilmu" Namaku Mary Teresa Wilson.
Aku akan memanggilmu Tessa. Nama itu lebih cocok dengan lidahku.
Terserah kamu. Aku juga akan tetap memanggilmu Indie.
Namaku Febrianto Laskar Budiman. Kamu boleh memanggilku Febri. Rian. Anto. Apa saja.
Indie kedengaran eksotik di telingaku. Enak saja kamu mengganti nama orang! Ayahku bisa marah!
Peduli apa" Angel mengulum senyumnya dengan sangat menggoda. Cuma aku yang boleh memanggilmu Indie!
Sejak Febrian kuliah lagi, seluruh biaya hidup mereka ditanggung Angel. Ayah Febrian sudah tidak mengirim biaya lagi sejak anaknya berhenti kuliah. Entah dari mana dia tahu. Mungkin dari Paul. Kurang ajar dia. Sejak Febrian pindah lat, dia memang jadi dengki. Apalagi ketika Febrian tidak memberitahukan ke mana dia pindah.
Sebenarnya Febrian ingin mengambil kerja malam. Tetapi Angel melarang.
Sisakan malammu untukku. Tentu saja itu bukan alasan yang sebenarnya. Angel hanya tidak ingin Febrian bekerja sambil kuliah. Nanti pelajarannya terganggu.
Kalau Angel sedang tidak bekerja, mereka menghabiskan waktu berdua. Kadang-kadang di luar. Tapi kebanyakan di lat. Karena Febrian ingin berhemat.
Untuk pasangan yang sedang dilanda cinta seperti mereka, di mana pun sama menggairahkannya. Tidak bertemu setengah hari saja, rasanya rindu sudah tidak tertahankan. Jadi untuk apa pergi ke luar"
Belum pernah Febrian merasa hidupnya begitu bahagia. Begitu tenteram.
Angel memang cuma perempuan tontonan. Begitu Febrian menjulukinya kalau sedang bercanda. Tetapi di rumah, dia ibu rumah tangga yang baik.
Dia melayani semua keperluan Febrian dengan sempurna. Dari meja makan sampai ke kamar tidur.
Sekali-sekali Febrian memang memasak, terutama kalau Angel harus kerja. Mencuci baju. Membersihkan lat. Tetapi sering dia keduluan karena Angel sudah mengerjakannya. Cinta memang aneh. Bahkan melakukan tugas sehari-hari pun mereka harus berebut.
Kadang-kadang aku merasa seperti bayi, sungut Febrian, tentu saja hanya pura-pura, kalau Angel begitu memanjakannya.
Biar. Mumpung belum punya bayi. Keberatan"
Kamu membuat hidupku sempurna. Sebenarnya bukan hanya Febrian yang merasa bahagia. Angel juga. Meskipun tugasnya menjadi dua kali lebih berat.
Untuk pertama kalinya dia percaya, masih ada cinta murni.
Dan kebahagiaannya sempat membuat temantemannya iri. Membuat manajernya kesal.
Angel bukan saja jadi sering terlambat. Dia juga sering lalai. Kurang konsentrasi. Lebih celaka lagi, dia tidak mau juga memotong rambutnya!
Kapan kamu mau memotong rambutmu" gerutu George kesal. Sebentar lagi, rambutmu akan membunuhmu!
Aku masih dapat menguasai lawan-lawanku, kan" kilah Angel acuh tak acuh. Nah, berhentilah mengurusi rambutku!
Aku manajermu, Angel! Carilah orang lain kalau tidak mau kuatur!
Aku sudah janji memanjangkan rambutku. Janji sama siapa" Pemuda Asia-mu itu" Jika dia telah lulus, aku tidak perlu bekerja di sini lagi. Ketika mengucapkan kata-kata itu, paras Angel demikian berseri-seri sampai George tidak sampai hati membuyarkan kebahagiaannya. Saat dia diwisuda, rambutku harus sudah menyentuh bahuku.
Aku tidak mau mencampuri urusan pribadimu, Angel, George menghela napas panjang. Aku hanya tidak mau kamu kecewa.
Oh, harimau jantanku ini sangat setia! mata Angel bersinar bahagia. Dia gagah, ganas, sekaligus lemah lembut!
George tidak mau membantah lagi. Walaupun dalam hati dia tetap ragu.
Benarkah lelaki itu seperti yang dibayangkan Angel" Tidak akan dikecewakan lagikah dia" Sudah berapa orang pria yang keluar-masuk hidupnya" Semuanya berakhir dengan kepahitan!
Benarkah pria Indonesia ini berbeda" Karena menurut George, lelaki tetap lelaki. Dari mana pun asalnya, sifatnya pasti tidak jauh berbeda!
A NGEL kembali ke latnya pada pukul dua
dini hari. Dia masih menyempatkan membeli sebotol sampanye dalam perjalanan pulang.
Selamat malam, Angel tersenyum manis menyembunyikan keletihannya.
Selamat pagi, balas Febrian yang masih belajar di depan komputernya.
Tuan Fibianto Bujiwan"
Mau tak mau Febrian tersenyum mendengar cara Angel melafalkan namanya.
Ketinggalan sesuatu di ruang kuliah" Apa"
Ini! Angel menyodorkan botol sampanyenya.
Fiu! Febrian bangkit dari kursinya, menyambar botol itu dan mengecup pipi Angel. Merayakan apa kita malam ini" Anniversary"
Bab X Enak saja! Yang pertama saja masih empat bulan lagi!
Bagiku, tiap hari kita merayakan anniversary! kata Febrian seenaknya.
Dia merangkul tubuh Angel. Tetapi Angel mengelak.
Ups, nanti dulu, Sayang! Aku harus mandi dulu! Tubuhku lengket penuh minyak! Angel membuka lemari es. Mengambil beberapa butir es batu dan memasukkannya ke dalam gelas berisi air putih.
Dan bau keringat laki-laki! sambar Febrian sambil tersenyum masam.
Dibiarkannya Angel membersihkan dirinya lebih dulu sementara dia pergi mengambil cawan anggur di dapur. Meletakkannya di atas meja. Dan menyalakan stereo set-nya. Mengalunkan musik lembut dari Nini Rosso. Botol sampanye diletakkannya di dekat cawan itu.
Ketika Angel tidak keluar-keluar juga dari kamar mandi, Febrian tidak sabar lagi menunggu. Mungkin dia ketiduran di bathtub. Kelihatannya dia lelah sekali. Mungkin juga dia sengaja menunggu Febrian di sana. Angel memang selalu penuh kejutan.
Jadi Febrian menerobos masuk. Dan samasama terkejut.
Angel sedang mengompres payudara kirinya dengan es. Ketika Febrian masuk, cepat-cepat dia menyingkirkan esnya dan menyambar bathrobe.
Sudah tidak sabar, Sayang" katanya sambil pura-pura berbalik membelakangi Febrian.
Tetapi Febrian sudah melihatnya. Dan dia tidak bisa dibohongi. Dia langsung menangkap tubuh Angel. Memutarnya dengan kasar. Dan menyibak bathrobe-nya.
Sekarang Angel tidak dapat berpura-pura lagi. Dia tidak dapat menyembunyikan memar di payudaranya.
Mata Febrian terbelalak marah. Api seperti menyembur dari bola matanya.
Sialan! Febrian menyumpah-nyumpah dalam bahasa ibu.
Tinjunya sudah terkepal erat. Ototnya mengeras. Rahangnya terkatup erat.
Seorang lelaki durjana telah menyakiti Angel demikian rupa! Alangkah kejamnya! Febrian ingin meremukkan hidungnya sekarang juga!
Angel membelai pipi Febrian dengan lembut untuk meredakan kemarahannya.
Percayalah, bisiknya halus. Tidak terlalu sakit....
Lawanmu" geram Febrian sengit. Kupatahkan lehernya!
Angel memeluk Febrian dengan hangat. Sudah biasa untukku. Risiko pekerjaan. Tapi ini keterlaluan!
Wasit sudah menghukumnya. Aku menang mutlak.
Tapi kamu telah disakiti! desis Febrian penasaran. Minggu depan aku ikut. Kalau dia muncul lagi...
Kalau aku bawa harimau ke pertunjukanku,
siapa yang mau nonton lagi" Angel tersenyum pahit.
Kamu harus berhenti! Aku sudah janji, kan" Angel menatap lembut sambil tersenyum.
Senyumnya demikian menyejukkan. Tetapi tidak mampu mengusir keberangan Febrian.
Sesudah kamu lulus, aku akan pensiun! Menjadi perempuan Asia. Mengurus rumah, menunggu suami pulang.
Febrian mendekap Angel dengan hati-hati. Seolah-olah khawatir menyakitinya.
Sakit" Sedikit. Aku tidak bisa membiarkan kamu disakiti seperti ini lagi.
Cuma ada beberapa gelintir lelaki seperti itu, Indie.
Tapi mereka ada! Mereka bisa menyakitimu!
Semua pekerjaan punya risiko. Tapi aku tidak rela!
Oke, aku berhenti. Tapi empat bulan lagi, ya" Pada hari anniversary kita. Aku harus mengumpulkan uang dulu.
Aku bisa membiayai hidup kita. Dan berhenti kuliah"
Aku bisa kerja sambil kuliah!
Angel tahu, Febrian masih sangat muda. Kadang-kadang sifatnya masih seperti anak-anak. Impulsif. Irasional. Sulit diberi pengertian. Karena itu percuma dibantah.
Oke, Bos! Aku janji, empat bulan lagi! Kalau kamu belum berhenti juga, kuseret kamu dari arena!
Angel tersenyum. Daripada kita berdebat terus, lebih baik kita minum sampanye di tempat tidur!
Aku ingin kamu melihat hadiahku dulu. Febrian membawa Angel keluar dari kamar mandi.
Hadiah" Angel hampir menjerit. Sejenak dia tercengang. Biasanya Febrian jarang membuat kejutan. Apa hari ini aku ulang tahun" Aku malah tidak tahu berapa umurmu. Mengapa tidak pernah kamu tanyakan" Aku khawatir kamu jauh lebih tua. Ada bedanya"
Tidak untukku. Tapi wanita cenderung tidak mau mengakui dirinya sudah tua, kan" Dua lima sudah tua menurut pendapatmu" Tentu saja tidak.
Bagaimana kalau dua tujuh"
Kamu biasa memberikan teka-teki pada orang yang menanyakan umurmu"
Kamu sendiri yang bilang, wanita tidak pernah mau menjadi tua!
Karena itu umurmu bisa ditawar-tawar" Febrian tertawa lebar. Dia benar-benar mengagumi wanita ini. Dia pandai sekali menggemaskan laki-laki!
Bukan ditawar. Disesuaikan.
Di negeriku, disesuaikan artinya dinaikkan. Untukku, bisa berarti diturunkan.
Untukku, tidak ada bedanya. Selama kamu masih tetap cantik.
Kalau aku sudah tidak cantik" Aku cari lagi yang cantik!
Angel memukul Febrian dengan gemas. Febrian menangkap tangannya. Dan memeluknya sambil membawanya duduk di sofa. Ketika dia mengulurkan tangannya untuk meraih botol sampanye, Angel meraih tangannya.
Bagaimana kalau kita tunda dulu" Kita bicarakan sesuatu yang lebih menarik.
Apa misalnya" Hadiah untukku, Angel mengecup pipi Febrian dengan manja.
Mmm, bagaimana kalau yang lebih hangat dari itu"
Hadiahnya harus dibeli" Uang muka.
Angel mencium bibir Febrian dengan mesra. Kurang"
Boleh minta tambah" Febrian tertelentang di sofa. Menjulurkan kakinya dengan santai. Mengulurkan kedua belah lengannya ke atas sambil tersenyum.
Bisa dimulai sekarang"
Tanpa menunggu lagi, Angel menelungkup di atas tubuh Febrian. Memagut bibirnya. Mengulumnya dengan mesra. Dan mereka samasama melupakan hadiah itu.
Ilmu Silat Pengejar Angin 1 Sherlock Holmes - Pria Merangkak Misteri Rumah Berdarah 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama