Balada Padang Pasir 12
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 12 tersenyum getir ia menggeleng-geleng, "Seperti yang dikatakan, 'dari tiga perbuatan tak berbakti, tak punya keturunan lelaki adalah yang dosa terbesar', masalah ini bukan hanya masalah berbakti pada orang tua saja, di Chang'an ini, berapa banyak lelaki berusia dua puluh tahun yang pangkuannya masih kosong" Jin Yu, hari ini aku datang semata-mata sebagai ibu Qubing, kumohon kau mempertimbangkannya kembali dengan hati-hati. Kalau......", sambil menatapku dengan tajam, ia berkata, "kalau kau dapat meninggalkan Qubing, aku akan sangat berterima kasih". Aku memandang ke bawah tanpa berkata apa-apa, kalau ia orang lain, tanpa memperdulikan orang itu berbicara tentang apa, aku dapat mengacuhkannya. Akan tetapi, wanita ini ibu Qubing, kalau ia tak ada, Qubing pun tak ada, ibunyalah yang berada di sini dan dengan tulus memohon agar aku pergi, seluruh hatiku bergetar kesakitan, namun aku sama sekali tak berani menunjukkannya di wajahku. Wei Shaoer menunggu untuk beberapa saat, ia melihat bahwa aku masih menunduk, "Jin Yu, aku juga pernah mengalami masa muda yang liar, aku bukannya tak memahami kalian, tapi orang selalu harus tunduk pada kenyataan......." "Bruk!", pintu didorong kuat-kuat hingga terbuka, dengan langkahlangkah lebar, Huo Qubing masuk ke dalam ruangan. Pandangan matanya menyapu kami berdua, lalu ia membungkuk memberi hormat pada ibunya, "Kenapa ibu berada di sini?" Wei Shaoer memandang ke arahku, di matanya nampak sedikit rasa muak, "Aku belum pernah melihat Jin Yu, maka aku datang menjengguknya". Huo Qubing berkata, "Kalau ibu ingin bertemu Jin Yu, katakan saja padaku dan aku akan mengajaknya menghadap ibu". Wei Shaoer jengah, untuk sesaat ia tak tahu harus berkata apa, aku cepat-cepat berkata sambil tersenyum, "Nyonya dan aku sedang membicarakan gaya rambut yang sedang populer di Chang'an akhir-akhir ini, masa kau juga ingin tahu tentangnya?" Huo Qubing menatapku dengan bertanya-tanya, lalu memandang Wei Shaoer, Wei Shaoer mengangguk, "Kami kaum wanita selalu punya pembicaraan pribadi, aku sudah lama keluar, sekarang aku hendak pulang dulu". Huo Qubing berjalan keluar di sisi Wei Shaoer, ia berpaling memandangku dan berkata, "Aku akan mengantar ibu pulang dulu". Saat itu sudah musim dingin, akan tetapi mentari masih bersinar terang, menyinari seluruh taman, namun melihat punggung mereka berdua, hatiku menjadi dingin. "Yu er" Kau kenapa" Tak enak badan, ya" Kenapa wajahmu pucat pasi?", sambil memapahku Hong Gu bertanya, aku menggeleng, "Apa kau menyuruh orang memberitahu Qubing?" Hong Gu menghela napas, "Nyonya Chen sekonyong-konyong muncul di rumah kita, kalau benar-benar ada masalah, demi Jenderal Huo kau tentunya hanya akan menerimanya saja, aku takut kau menderita, maka begitu ia masuk ke rumah, aku diamdiam mengirim orang ke Wisma Huo". Aku memaksa diriku tersenyum dan berkata, "Nyonya Chen adalah seorang wanita yang membunuh ayam saja tak bisa, aku mana bisa menderita di tangannya" Lain kali kalau ada kejadian seperti ini lagi, sama sekali jangan membuat kaget Qubing, aku dapat mengatasinya sendiri. Ia mengira aku tak mau menemuinya dan diam-diam memberitahu Huo Qubing, rasa bencinya padaku pun bertambah dalam". Hong Gu bimbang sesaat, lalu mengangguk-angguk. Hong Gu memapahku ke kamar, lalu menuangkan secawan teh panas untukku, "Yu er, kau tahu tidak" Perusahaan Shi sudah bubar". Aku tak memperdulikan tehku lagi dan segera bertanya, "Kenapa bisa begitu?" Hong Gu berkata, "Semua pedagang di Chang'an sekarang tak henti-hentinya membicarakannya, beberapa hari yang lalu, Perusahaan Shi yang paling kuat di Chang'an tiba-tiba hancur berkeping-keping. Kau tak tahu bahwa gara-gara Perusahaan Shi, harga batu mulia di Chang'an naik dua kali lipat, karena semua orang khawatir Chen Yu tak dapat mengelola usaha itu dengan baik. Harga obat juga terus naik, tapi karena di sisi Lu Feng ada manajer nomor satu diantara tiga manajer Perusahaan Shi, yaitu Shi Tianchao, yang berusaha sekuat tenaga menahannya, kenaikan harga obat-obatan dapat diredam. Sekarang aku benar-benar kesal melihat tingkah laku Feng, Yu, Lei dan Tian yang saling memperebutkan usaha dengan kasar dan tak setia kawan. Di luar tersiar kabar bahwa hal ini disebabkan karena kesehatan Jiu Ye tak baik sehingga tak bisa seorang diri memimpin Perusahaan Shi, selain itu, para bawahannya pun bermaksud jahat. Yu er, menurutmu, apakah kita perlu mencari kesempatan untuk menjenguk Jiu Ye?" Hatiku pedih seakan dibakar, ternyata ia benar-benar melaksanakan perkataannya, melepaskan semuanya dan meninggalkan usaha yang sudah bertahun-tahun dijalankan keluarganya. Sekonyong-konyong aku berpikir tentang mereka yang tak mendapatkan bagian dan segera bertanya, "Bagaimana dengan kakak pertama dan kedua Shi" Kenapa mereka tak punya usaha?" Hong Gu menggeleng, "Tak tahu, kabarnya ketika mereka berebut membagi usaha, ada masalah. Shi Jinyan adalah seorang bodoh, ia kena tipu dan dengan marah meninggalkan Chang'an, Shi Shenxing dan dirinya bagai saudara kandung, karena sedih dan putus asa, ia pun membawa seluruh keluarganya meninggalkan Chang'an". Kakak Pertama dan Kedua Shi meninggalkan Chang'an bersama keluarga mereka, nampaknya mereka tak akan kembali, kemana mereka pergi" Aku tertegun sesaat, lalu dengan perlahan berkata, "Jual pada Zhang Dian saja. Kalau nona-nona rumah hiburan ikut dia, aku akan merasa agak lega". Hong Gu mengangguk, ia melihat ke sekelilingnya, seakan hendak mengingat-ingat, lalu tiba-tiba berkata, "Sejak amat kecil aku sudah tinggal di sini, aku ingin meninggalkan beberapa ruangan belakang ini untuk diriku sendiri, kalau ruangan depan dijual ke Zhang Dian, aku dapat mendirikan tembok pemisah". Aku memikirkannya, lalu berkata, "Bisa, rumah depan sudah cukup, turunkan sedikit penawaranmu, Zhang Dian tak akan menolak, aku juga sudah biasa tinggal di sini, selama aku tak meninggalkan Chang'an, aku malas pindah". Hong Gu tertawa dan berkata, "Masa setelah menikah, kau masih tinggal di sini?" Begitu perkataan itu keluar dari mulutnya, ia segera tersadar dan minta maaf, "Yu er....." Aku menggeleng, "Tak apa-apa, aku bukan orang yang terlalu sensitif dan lemah". Untuk beberapa saat, Hong Gu tertegun, lalu menghela napas, "Sebelumnya aku selalu berharap kau dapat hinggap di cabang yang tinggi, oleh karenanya ketika melihat Jenderal Huo suka padamu, sedangkan kau acuh tak acuh, aku selalu berharap suatu hari hatimu akan tergerak dan kau dapat menikah dengan Huo Qubing, tapi sekarang.......aku merasa bahwa kau menderita. Cabang ini terlalu sempit, dan terlalu tinggi, anginnya dingin dan keras, di sekelilingnya pun banyak burung pemangsa, kalau kau bisa menikah dengan orang yang lebih biasa, dan kalian berdua dapat hidup dengan harmonis, lebih baik dari keadaanmu sekarang". Aku mengenggam tangan Hong Gu dan berkata, "Punya seorang kakak sepertimu yang selalu mengkhawatirkanku, aku sudah lebih bahagia dari kebanyakan nona-nona di rumah kita. Aku tak sebegitu lemah, angin keras dan dingin bukan apa-apa bagiku". Hong Gu tersenyum sambil menepuk-nepuk tanganku, "Ketika kau pergi, Perusahaan Shi banyak membantu Luoyu Fang. Masalah ini ramai dibicarakan orang di luar, kau mau menjenguknya" Temani aku mengunjunginya". Aku melengos, lalu berkata dengan pelan, "Aku bisa mengurus masalah ini, jiejie jangan khawatir!" --------------------------------Salju turun untuk pertama kalinya di musim dingin tahun ini, gumpalan-gumpalan saljunya kecil, turun dengan terputus-putus, namun tak pernah berhenti, setelah empat hari berturut-turut, bubungan atap dan pucuk-pucuk pohon diselimuti lapisan salju yang tak tebal namun juga tak tipis. Ketika salju di tanah mencair, salju baru telah turun di atasnya, sehingga perlahan-lahan timbul lapisan es, di jalan orang yang tak hati-hati sering terjatuh. "Yu Jiejie, sebenarnya kau mau pergi atau tidak?", Lu Feng, dahulu Shi Feng, berseru padaku sambil menatapku dengan tajam. Dengan pelan aku berkata, "Kenapa kau begitu tak sabaran" Aku benar-benar tak tahu bagaimana kau bisa mengurus usaha". Lu Feng tertawa sinis, "Saat aku mengurus usaha aku tentunya tak seperti ini, karena kau kakakku, aku bertingkah seperti ini, tapi kulihat bahwa kau sudah bertekad menjadi Nyonya Huo, kurasa kau sudah tak menganggap adikmu ini lagi. Kakek ingin menemuimu, tapi kalau kau tak mau datang, aku terpaksa harus pulang dan memberitahunya agar menemuimu sendiri, tapi entah kau akan bersedia menemuinya atau tidak. Katakanlah, supaya aku dapat menjelaskannya pada kakek dan ia tak usah pergi kemari". Aku melihat salju yang masih turun dengan bergemerisik di luar jendela, setelah diam untuk beberapa saat, dengan perlahan aku berkata, "Pulanglah dulu! Nanti aku akan pergi ke Wisma Shi". Karena tahu orang tua itu suka suasana ramai dan gembira, aku sengaja mengenakan baju merah agar aku nampak lebih bersemangat. Ketika kereta kuda melaju di jalan, es yang remuk bergemeretakan, suaranya tak henti-hentinya masuk ke dalam telingaku. Sudah berapa kali aku melewati jalan ini" Aku pernah melewatinya dengan hati riang gembira, dengan penuh harapan, dan juga dengan sedih dan putus asa, namun belum pernah dengan begitu menderita seperti hari ini. Kecuali Xiao Feng yang tinggal di Wisma Shi, semua orang lain telah pindah, Wisma Shi yang tenang semakin nampak sepi, di mana-mana nampak tumpukan salju, suasana sunyi senyap. Aku membuka payung merahku, dengan mengenakan pakaian merah, aku berjalan ke tengah salju, aku merasa geli ketika berpikir bahwa aku cukup menyolok mata, sebuah titik merah di tengah alam yang berwarna putih. Setelah melewati aula depan, ketika sampai di tepi danau, tibatiba mataku berbinar-binar, tepi danau nampak rimbun, di tengah salju, tanaman itu nampak makin hijau, semarak dan menyenangkan hati. Kapan Wisma Shi menanam tanaman baru di tepi danau" Mau tak mau aku memandang mereka, hatiku terasa pedih, dalam sekejap mata, mataku berlinangan air mata sehingga aku tak bisa melihat ke depan dengan jelas. Setelah lama kemudian, sepertinya di depan ada sesuatu. Seseorang memberitahuku bahwa nama lain Bunga Jinyin adalah Tahan Dingin, karena di musim dingin mereka masih hijau, ia tak mau menyebutkan nama lainnya, dan juga tak mau menemaniku mengagumi bunga. Sekarang, Yuanyang Teng di tepi danau ini ditanam oleh siapa dan untuk siapa" Dunia sunyi senyap, bunyi salju yang jatuh di atas payung dapat terdengar dengan jelas, aku berdiri tanpa berkata apa-apa di hadapan Yuanyang Teng itu. Beban di hatiku bertahun-tahun silam itu telah menjadi hampa. Air mataku jatuh berderai-derai di atas daun Yuanyang Teng, ketika daun itu naik-turun, butir-butir air mataku pun membuat lubang-lubang kecil di atas salju. Setelah lama, daun-daun itu tak lagi bergetar, aku mengangkat kepalaku dan berusaha tersenyum ke depan, lalu sambil tetap tersenyum, berjalan ke sisi jembatan. Nampak seseorang yang memakai caping bambu lebar dan mengenakan mantel daun hijau sedang duduk di tepi es sambil memancing. Salju berterbangan, membuat pandanganku kabur, wajah dan sosoknya tak nampak jelas, agaknya ia Tianchao. Aku membuka payung merahku dan langsung berjalan di permukaan es, permukaan es itu licin, namun aku berjalan dengan amat hatihati, tak lama kemudian, aku telah berjalan cukup jauh. Di permukaan danau terdapat sebuah lubang berukuran sebesar ember, tongkat pancing tersandar di rak, sepasang tangan orang itu tersembunyi dalam mantelnya, di sisinya terdapat sepoci arak, nampaknya ia sangat nyaman dan santai. "Kakak Ketiga Shi, salju turun dengan perlahan, seorang diri memancing di danau dingin, anggun sekali!" Begitu mendengar suara, ia menengadah memandangku, senyumku langsung membeku, aku berdiri di tempat, maju tak bisa, mundur pun tak bisa. Namun Jiu Ye tersenyum lebar dengan penuh kehangatan, dengan wajah tanpa beban, ia berkata dengan pelan, "Aku sedang menunggu ikan-ikan mengigit umpan, berjalanlah kemari dengan perlahan agar tak membuat mereka takut". Untuk sesaat aku tertegun, lalu berjalan dengan langkah-langkah ringan ke sisinya dan berkata, "Aku ingin menjenguk kakek. Banyak terima kasih......karena kau memperbolehkan Xiao Dian mengambil alih rumah hiburan. Kalau kau sendiri tak ingin mengelola Perusahaan Shi, terserah padamu.......tapi kalau kau......melakukannya untukku, kau tak perlu melakukannya". Namun ia seakan tak mendengarku dan menunjuk bangku di sisinya, "Duduklah!" Aku berdiri tak bergeming, Jiu Ye memandangku, "Kenapa pakaianmu begitu tipis" Aku juga sedang akan kembali, mari berjalan bersama!" Ia membereskan pancingnya, lalu mencari tongkatnya yang sudah setengah terkubur salju. Ia baru saja hendak bangkit sambil bertumpu pada tongkatnya, namun tak nyana, tongkat itu tergelincir di permukaan es, sehingga ia hampir terjerembab, aku pun cepat-cepat menyokongnya. Sebuah tanganku memegang payung, karena panik, tanganku yang satu lagi tak memegang dengan kuat, kakiku pun seakan diolesi minyak dan tergelincir, kami berdua terhuyung-huyung hampir terjerembab, berusaha sekuat tenaga agar dapat tetap berdiri. Namun Jiu Ye sama sekali tak memperdulikan dirinya sendiri dan hanya memandangku dengan nanar, tiba-tiba ia tertawa dan melemparkan tongkatnya, lalu mencengkeram lenganku dan menarikku dengan paksa ke dalam pelukannya. Aku ditarik olehnya dan tak dapat berteriak, kami berdua pun terjatuh di atas es, payungku terlepas dan jatuh berguling-guling di permukaan es. Tubuh kami saling menekan, wajah kami saling berhadapan, untuk pertama kalinya, Jiu Ye begitu dekat denganku, tubuhku sebentar panas membara, sebentar sedingin es. Gumpalangumpalan salju jatuh di wajahku, ia mengangsurkan tangannya, hendak menyapu salju itu, aku melengos menghindar, namun ia sama sekali tak mau mengalah dan menyentuh pipiku, aku pun tak bisa menghindar, sambil tersedu-sedan aku berkata, "Jiu Ye, kau sebenarnya mau apa" Kita sudah tak bisa, aku......." Dengan lembut jari telunjuknya menyentuh bibirku, sambil tersenyum ia menggeleng, "Yu er, tak ada yang tak bisa. Kali ini aku sama sekali tak akan melepaskanmu. Huo Qubing Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memperlakukanmu dengan baik, aku pasti akan memperlakukanmu dengan lebih baik lagi, Huo Qubing tak bisa menikahimu, tapi aku bisa, Huo Qubing tak bisa membawamu meninggalkan Chang'an, tapi aku bisa. Apa yang dapat ia berikan padamu, juga dapat kuberikan padamu, oleh karenanya, Yu er, kau harus menikah denganku......" Bibirnya tersenyum sekaligus nampak sedih, namun sinar matanya penuh tekad, "Musim panas tahun depan, Yuanyang Teng di tepi danau akan mekar, saat itu kita akan dapat bersama mengagumi bunga". Setelah berbicara, ia mengangkat telunjuknya, namun begitu mengangkatnya, ia segera kembali menurunkannya, lalu dengan lembut mengelus bibirku dengan penuh kerinduan, matanya yang hitam legam berubah menjadi nanar, perlahan-lahan, ia menunduk untuk menciumku. Sambil menghindar aku mendorongnya, namun tanganku gemetar tak berdaya, kami berdua saling berpelukan di tanah yang bersalju. Bibirnya terkadang menyapu pipiku dan terkadang dahiku, tubuh kami berdua berguling-guling di atas permukaan es. Mendadak es di bawah tubuhku terdengar berderak pelan, aku memandangnya, lubang yang tadinya digunakan untuk memancing itu nampak sedang menjadi retak, aku amat terkejut, permukaan es saja sudah sulit menahan beban kami berdua, dalam keadaan panik aku hanya berpikir, jangan sampai terjadi apa-apa dengan Jiu Ye, dan segala masalah lain terlupakan. Tiba-tiba, aku mengigit lehernya keras-keras, mulutku terasa amis sekaligus manis, ia mengerang, kekuatan lengannya banyak berkurang, sepasang tanganku dengan sekuat tenaga mendorongnya, namun aku pun terdorong ke arah lubang, karena terkena hantaman, es di sekeliling lubang itu makin cepat retak, dan tubuhku pun dengan cepat masuk ke dalam air danau yang sedingin es. Aku berusaha sekuat tenaga untuk naik, akan tetapi permukaan es yang licin tak dapat kupegang, di tengah dinginnya es yang menembus tulang, tak lama kemudian lengan dan kakiku telah tak dapat dikendalikan lagi. Di danau terdapat arus bawah, dengan cepat aku terbawa masuk, mataku hanya dapat melihat bahwa di atas ubun-ubunku ada lapisan es, tak ada jalan keluar. Telingaku sepertinya mendengar jeritan pilu Jiu Ye, perlahanlahan, di pandangan mataku yang menjadi gelap muncul wajah tersenyum Huo Qubing, dalam hati aku berkata, "Maafkan aku, maafkan aku, mungkin putri itu seorang wanita yang sangat baik". Pada mulanya dadaku terasa sakit, tapi karena sudah lama tak bisa mengambil napas, perlahan-lahan pikiranku menjadi kabur, sekujur tubuhku tak merasa dingin atau sakit, aku hanya merasa melayang-layang seperti hendak terbang. Sekonyong-konyong, tanganku ditarik keras-keras, seseorang mengendongku, bibirnya menempel di bibirku, perlahan-lahan memberiku napas. Pikiranku menjadi sedikit lebih jernih, tubuhku terasa sakit, aku memaksa diriku untuk membuka mata. Mata Jiu Ye yang hitam legam berbinar-binar di tengah air, ia memandangku dengan penuh kehangatan, namun wajahnya sudah pucat pasi seperti akan mati, tali pancing terlilit di lengannya, dengan sekuat tenaga, ia menarik tali itu, dengan melawan arus, ia bergerak ke arah lubang, satu cun demi satu cun, tali pancing itu menembus lengannya, darah segar mengalir, di sisi kami pun muncul kabut merah tua. Gerakannya semakin lama semakin lambat, wajahnya yang pucat pasi menjadi kebiruan, dan lubang itu pun masih jauh jaraknya. Dengan pandangan mataku aku memberinya isyarat agar ia tak usah memperdulikanku dan menyelamatkan diri dengan tali pancing itu, namun ia memandang mataku dengan penuh tekad dan menyampaikan sebuah perkataan yang sederhana, 'kita hidup atau mati bersama!' Aku sedih sekaligus geram, kenapa kau bisa seperti ini" Apakah semua yang barusan ini kulakukan sia-sia belaka" Rasa duka dan putus asa di hatiku sulit ditahan, pikiranku masuk ke dalam kegelapan, aku pun jatuh pingsan. ------------------Salju turun sehari penuh, seluruh dunia membeku, angin dingin bertiup, namun tubuhku panas hingga berkeringat, mulutku pun merasakan rasa haus yang hampir tak tertahankan, ketika aku sedang cemas karena tak bisa berpikir, tiba-tiba aku siuman. Aku merasa tubuhku dibungkus selimut yang amat tebal, api di kamar itu berkobar-kobar, sehingga aku bagai ditaruh dalam kukusan. Aku ingin duduk, namun tubuhku amat kaku, sulit digerakkan, setelah berusaha sekuat tenaga, aku hanya dapat mengerakkan lenganku. Huo Qubing yang sedang tertidur di samping dipan langsung bangun, wajahnya kegirangan, "Akhirnya kau siuman juga". Sebelumnya, aku mengira tak akan dapat bertemu dengannya lagi, ketika melihat wajah tersenyumnya, aku merasa sedih sekaligus girang, dengan suara parau aku berkata, "Panas sekali, haus sekali". Ia segera bangkit dan menuang air untukku, lalu menarikku ke dalam pelukannya dan memberiku minum. "Kata tabib, kau kedinginan cukup parah, hawa dingin telah masuk ke dalam tubuhmu, kau harus diselimuti untuk beberapa hari. Untung saja tubuhmu kuat dan dapat sembuh dari demam tinggi, andaikan kau perempuan lain, kalaupun tak mati, kau sudah hampir mati". Suaranya juga agak parau, aku memandang wajahnya yang tirus dan pucat, dan matanya yang penuh kepedihan, "Sudah berapa hari aku sakit" Apakah kau selalu berjaga di sini" Sakitku akhirnya akan sembuh juga, kenapa kau sendiri tak tidur?" Dengan lembut ia membelai pipiku, "Tiga hari dua malam, bagaimana aku bisa tidur" Pagi hari ini setelah demammu turun, aku baru merasa lega". Aku mengkhawatirkan Jiu Ye, aku ingin menanyakan kabarnya, namun tak berani bertanya, dengan mengumam aku berkata, "Aku?"bagaimana aku diselamatkan?" Bagaimana aku bisa menyembunyikan apapun dalam hatiku dari Huo Qubing" Ia terdiam sejenak, lalu seakan tak terjadi apa-apa, berkata, "Meng Jiu mengaitkan tongkat pancing ke batang pohon, lalu sambil berpegangan pada tali pancing, perlahan-lahan bergerak ke lubang di permukaan es, para pengawal Wisma Shi pun muncul tepat pada waktunya dan menyelamatkan kalian berdua. Meng Jiu memakai mantel bulu rubah untuk menahan dingin, dan juga jatuh ke air lebih lambat darimu, walaupun lengannya sedikit terluka dan mengeluarkan banyak darah, dua hari belakangan ini ia sudah jauh lebih baik. Dia ada di kamar sebelah, kurasa sebentar lagi ia akan datang menjengukmu". Saat itu aku baru sadar bahwa kamar ini adalah kamarku ketika tinggal di Pondok Bambu dahulu, "Aku?"aku kenapa bisa berada di sini?" Huo Qubing tersenyum hambar, "Kata Meng Jiu kau sangat kedinginan, dan tak bisa dipindahkan dengan kereta kuda yang berguncang-guncang. Aku sudah minta tabib terbaik di istana datang kemari, dan mereka juga berkata demikian, oleh karenanya kau harus memulihkan diri di sini dulu. Yu er, kenapa kau bisa sampai terpeleset dan jatuh ke dalam lubang es?" Aku tak tahu bagaimana harus menjawab, dan hanya dapat berkata dengan pelan, "Maaf, setelah ini aku pasti akan berhatihati". Tiba-tiba ia memelukku erat-erat, "Yu er, berjanjilah padaku, setelah ini sesuatu seperti ini tak boleh terjadi lagi, sama sekali tak boleh". Melihat wajahnya yang tirus dan pucat, serta mendengar suaranya yang parau, dadaku terasa sakit, aku hanya dapat mengangguk keras-keras. Pintu dengan pelan didorong hingga terbuka, Xiao Feng mendorong Jiu Ye masuk, setelah menengadah memandang Huo Qubing, ia pergi tanpa berkata apa-apa. Salah satu lengan Jiu Ye dibalut dan tergantung di bahunya. Wajahnya pucat pasi, sambil menatap Huo Qubing, ia berkata, "Aku ingin memeriksa denyut nadinya". Huo Qubing bergeser, memberi tempat padanya, namun terus membiarkan kepalaku bersandar di dadanya. Jiu Ye memandang Huo Qubing dan hendak mengatakan sesuatu, namun aku segera meliriknya, lalu memohon, "Lihat dulu kapan aku akan sembuh, kalau begini aku tak bisa bergerak, dan juga sangat panas, benar-benar tak enak". Rasa pedih nampak di wajah Jiu Ye, ia mengangguk pelan, bibir Huo Qubing tersenyum, ia mengeluarkan lenganku dari balik selimut, tanpa berkata apa-apa, Jiu Ye memeriksa denyut nadiku, lalu berpaling dan memperhatikan raut wajahku dengan seksama. Aku merasakan tubuh Huo Qubing gemetar pelan, dengan heran aku melihat ke arahnya, kulihat bahwa matanya terpaku pada leher Jiu Ye, di lehernya sebaris bekas gigitan yang samar-samar masih terlihat dengan jelas. Dengan rasa tak percaya di matanya, ia memandangku, jantungku tiba-tiba berdebar-debar, aku tak berani beradu pandang dengannya, dengan panik menghindari pandangan matanya. Huo Qubing duduk dengan tubuh kaku, tubuhnya samar-samar memancarkan hawa dingin , sehingga diriku yang pada mulanya kepanasan merasa kedinginan, dengan tercengang, Jiu Ye mengangsurkan tangannya, hendak meraba dahiku, namun dengan cepat tangan Huo Qubing mengayun dan memukul tangan Jiu Ye, dengan dingin ia bertanya, "Kapan kami dapat pergi?" Dengan memohon aku memandang Jiu Ye, ketika melihat wajahku yang nampak kesusahan, mau tak mau rasa iba muncul di matanya, ia bimbang sesaat, lalu dengan hambar berkata, "Hawa dingin sudah hampir hilang, carilah sebuah kereta kuda dan isi penuh dengan bantal dan beberapa lapis selimut, tentunya cukup untuk mengantar Yu er pulang". Begitu Huo Qubing membopongku naik kereta, sekonyongkonyong ia mengigit leherku, darah segar pun merembes keluar, aku mengigit bibirku keras-keras, tanpa berkata apa-apa, aku menahan rasa sakit di leherku dan rasa sakit di hatiku. Tiba-tiba, ia menengadah memandangku, bibirnya yang merah terkena darahku bagai membara, api kemarahan pun berkobar-kobar di matanya. Ia memandangku dengan tajam, seakan hendak mohon agar aku menyangkal, memberi penjelasan, atau berjanji, air mataku berlinangan, namun aku tak kuasa berkata apa-apa. Di matanya nampak kesakitan, kemarahan dan luka, ia menunduk dan mencium bibirku dengan kasar, dengan lidahnya, ia memaksaku membuka bibirku, bibir dan lidah kami berdua pun berlumuran darah, darah itu samar-samar terasa amis sekaligus manis. Karena aku sedang memulihkan diri, agar dapat banyak menemaniku, Huo Qubing jarang pulang ke rumahnya, sepertinya ia setiap hari selalu berada di sisiku. Kami berdua sama-sama dengan hati-hati menghindari beberapa hal tertentu, berusaha sebisanya menyenangkan pasangan masing-masing dan menyembunyikan semua hal yang tak menyenangkan, seakanakan bahwa satu-satunya hal yang harus dikhawatirkannya adalah kesembuhanku, kami pun sudah melupakan penyebab sakitku, atau paling tidak berpura-pura melupakannya. Aku terbaring di ranjang lebih dari setengah bulan, saat tahun baru tiba, akhirnya aku dapat bergerak dengan leluasa. Ketika melihat diriku sendiri di cermin, aku merasa wajahku bertambah bulat, dengan sepasang tanganku, aku memegang wajahku, benar saja, aku gendut, "Sepertinya aku tak akan dapat memakai gaun tahun baru itu". Di sampingku, Xinyan mengigit bibirnya, diam-diam tertawa, "Bagaimana bisa tak gemuk" Jenderal Huo tiap hari seperti memberi makan......" Aku memelototinya, lalu membuat gerakan seakan memotong leher. Kalau kalian dan Hong Gu diam-diam membicarakanku, aku tak perduli, tapi kalau ia berani mengucapkan kata itu dengan terang-terangan di hadapanku, aku akan membunuhnya tanpa ampun. "Ini bukan kata gadis-gadis pelayan, melainkan kata Hong Gu, sekarang Jenderal Huo sudah tak seperti seorang jenderal lagi, melainkan seperti seorang peternak babi, seharian ia selalu berkata, 'Hari ini Yu er sudah makan" Berapa banyak ia makan" Kalian harus membuat sup obat'". Xinyan meleletkan lidahnya, sambil berbicara dengan suara dibuat-buat, ia berlari keluar dan kebetulan menubruk Huo Qubing yang sedang hendak masuk. Wajahnya segera berubah, ia tercengang, lalu cepat-cepat berlutut dan bersujud berkali-kali. Tadinya aku hendak membalasnya, tapi melihatnya, aku tak bisa menahan diri untuk tak bertepuk tangan dan tertawa keras-keras, "Orang jahat mendapatkan ganjaran yang setimpal, rasakan!" Dengan hambar Huo Qubing memandang Xinyan, ia tak memperdulikannya dan hanya berkata padaku sembari tersenyum, "Coba tebak, siapa yang kubawa pulang untuk menjengukmu?" Aku menelengkan kepalaku dan berpikir sejenak, hatiku girang, "Richan?" Huo Qubing mengangguk, lalu berbalik dan menyingkap tirai, "Tamu kehormatan silahkan masuk! Ada orang yang setelah melihatku sama sekali tak bereaksi, tapi begitu mendengar namamu, matanya langsung berbinar-binar". Aku melirik Huo Qubing, lalu memberi perintah pada Xinyan yang masih berlutut di lantai dan tak berani berdiri, "Suruh dapur membuatkan beberapa hidangan lezat.....oh, ya, tanya Hong Gu apakah ia masih punya arak Xiyu di sana dan bawa sedikit kemari". Richan yang mengenakan mantel bulu rubah putih melangkah dengan perlahan ke dalam. Hatiku bergejolak, namun aku tak kuasa berkata apa-apa, aku hanya memandangnya sambil tersenyum ketolol-tololan. Peristiwa demi peristiwa di masa kecil kami muncul di depan mataku, Yu Dan yang penuh semangat dan impulsif, Mudaduo yang cantik dan bandel, dan dirinya yang masih muda tapi dewasa sikapnya. Richan pun memandangku tanpa berkata apa-apa selama beberapa saat, lalu tersenyum dan mengangguk-angguk, "Kau masih hidup, aku senang sekali". Aku juga tersenyum dan mengangguk-angguk, "Aku juga sangat senang dapat bertemu denganmu lagi". Seribu satu perkataan yang ingin kuucapkan ketika tiba di mulutku hanya tinggal tiga kata, yaitu 'aku senang sekali'. Huo Qubing berbaring di atas dipan, "Apa kalian berdua akan mengobrol sambil berdiri?" Sambil tersenyum, Richan melepaskan mantel bulunya dan dengan santai menaruhnya di samping mantel bulu cerpelai hitam Huo Qubing, lalu ikut duduk di dipan. Setelah aku selesai membantu Xinyan menghidangkan makanan, Huo Qubing menarikku ke sisinya, lalu memeluk pinggangku, karena ada Richan, aku merasa jengah, maka aku mengoyangkan tubuhku untuk melepaskan tangannya, sambil tersenyum, Richan menggeleng-geleng, lalu berkata pada Huo Qubing, "Ini adalah untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya menjadi merah, ternyata jenderal tak cuma pandai mengalahkan musuh, tapi juga dapat menaklukkan gadis bandel ini". Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tak nyana, Huo Qubing nampak rendah hati, ia menunduk, menuang secawan arak dan menenggaknya hingga tandas. Aku mengambil sebuah cawan arak besar dan menaruhnya di hadapan Richan, lalu mengisinya dengan arak sampai penuh, "Begitu bertemu kau langsung menjelek-jelekkanku, kau kuhukum minum secawan besar arak". Richan sama sekali tak menolak, ia menenggak arak itu dengan sekali teguk, lalu menatapku dan berkata, "Maafkan aku". Untuk sesaat aku tertegun, lalu berkata, "Tak usah bilang begitu, kau tak berdaya untuk mencegah peristiwa bertahun-tahun silam itu". Richan tersenyum, namun senyumnya mengandung kepedihan, ia menuang secawan arak untuk dirinya sendiri, "Kau tahu tidak" Mudaduo sudah menikah dengan Yinzhixie". Aku mempermainkan cawan arak kosong dalam genggamanku, "Aku sudah tahu, karena tak hati-hati aku memanah Mudaduo". Richan terkejut, lalu nampak lega, "Tak heran! Ternyata begitu! Kabarnya ia terluka ketika mengejar Jenderal Huo, tak nyana, kaulah yang melukainya. Karena kau........", Richan melirik Huo Qubing, "dan Yu Dan, Yinzhixie memperlakukan aku dan Mudaduo dengan baik beberapa tahun belakangan ini, terutama Mudaduo. Dahulu Mudaduo tak tahu dan hanya dengan membabi-buta mengikuti Yinzhixie, setelah tahu, kulihat ia amat sedih. Tapi setelah ia terluka kali ini, sikap Yinzhixie terhadapnya tak sama, rupanya ia telah bertemu dengan......." Karena Mudaduo tak tewas, kami sama-sama tak berhutang pada satu sama lain, persahabatan di masa kecil pun batal, sejak saat ini, kami sama sekali tak punya hubungan sedikit pun, dan aku juga tak menghiraukan urusan mereka. Aku memotong perkataan Richan, "Kenapa Yinzhixie ingin membunuh ayahandamu dan Raja Hunxie?" Richan terdiam, lalu berkata, "Kau sudah bertemu dengannya, apakah kau merasa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya dibandingkan dengan dahulu?" "Dia......dibandingkan dengan dahulu, ia agak kurang toleran, dahulu caranya bertindak memang telengas, tapi sekarang ia lebih kejam, rasa curiganya pun amat besar, saat itu pengawal pribadinya berbohong dan kami tak tahu, tapi ia langsung tahu. Dari hal ini dapat dilihat bahwa pada dasarnya ia tak mempercayai orang-orang di sisinya, dan juga bahwa ia sama sekali tak memberi ampun". Richan mengangguk, "Setelah ia berhasil mendapatkan dukungan tentara dan menjadi raja, perubahan terbesar dalam wataknya ialah bahwa ia tak percaya pada orang lagi, selalu khawatir bahwa diantara bawahannya akan muncul seseorang seperti dirinya, ia begitu lama mencurigai kami, sehingga kami pun merasa bahwa cepat atau lambat kami akan meninggalkannya". Richan menghela napas, "Bagi seorang pejabat, yang paling menyakitkan adalah mengikuti seorang raja yang hatinya penuh rasa curiga. Yinzhixie adalah seorang berbakat, sebenarnya aku sangat mengaguminya, tapi karena kecurigaannya, semua pangeran ketakutan dan tak berani berbuat apa-apa". Huo Qubing tertawa dan berkata, "Curiga adalah sifat jelek seorang raja yang sangat umum, tapi seorang penguasa yang bijak dapat mengendalikan rasa curiganya dalam batas-batas yang masuk akal, dan menggunakan ilmu pemerintahan untuk menyeimbangkan berbagai kekuatan yang ada, namun ada beberapa orang yang tak dapat mengendalikannya. Menurutku, walaupun Yinzhixie agak keterlaluan, ia masih cukup baik. Orang Han punya pepatah kuno, "nama tak benar, perkataannya tak benar pula", Yinzhixie menderita karena masalah ini. Sekarang hubungan setiap raja bawahan Xiongnu dengan Yinzhixie tak baik, mereka pun punya tanggung jawab sendiri, kalau saat itu Yu Dan naik takhta, mereka semua pasti tunduk, akan tetapi karena Yinzhixie yang naik takhta, diam-diam mereka tentu melihat gelagat dahulu, kalau Yinzhixie memimpin dengan baik, mereka akan menganggap ia sudah sepantasnya memerintah, siapa yang akan berkata bahwa ia telah merebut kedudukan itu" Kalau Yinzhixie salah sedikit saja, mau tak mau mereka akan membandingkannya dengan raja dan putra mahkota terdahulu. Pikiran semacam ini tentu dapat dirasakan dengan jelas oleh Yinzhixie, ia mana bisa tak merasa kesal?" "Tak nyana, orang yang dapat memahami Shanyu bukan seorang Xiongnu kami, melainkan Jenderal Besar, andaikan Shanyu mendengar perkataan ini, ia tentu akan minum secawan arak untuk lawan seperti Jenderal Besar ini, seorang sahabat yang tahu isi hati kita sulit dicari, tapi seorang lawan yang setimpal lebih sulit dicari lagi". Richan minum seteguk arak, ia merasa bersemangat sekaligus sedih, "Di bidang sastra ada Dongfang Shuo, Sima Xiangru, Sima Qian dan lain-lain, sedangkan di bidang militer ada Jenderal Besar Wei dan Huo, dan seorang kaisar yang berwawasan luas serta berpandangan jauh ke depan, maka muncullah Han Agung yang akan menaklukkan empat samudra dan termasyur sampai jauh". Richan bersulang dari jauh kepada Huo Qubing dengan cawan araknya, "Kau adalah pencipta Dinasti Han yang agung ini, sedangkan kau dan aku?"", sambil tersenyum, Richan mengadu cawannya dengan cawan tehku, ?"".beruntung dapat menyaksikan peristiwa sejarah yang pasti akan banyak ditulis orang ini dengan mata kepala sendiri". Mencari lawan minum yang setimpal sulit, walaupun Huo Qubing dan Richan kuat minum, namun mereka agak mabuk. Richan bersiap untuk pergi, aku mengambil mantel rubah putihnya dan memberikannya padanya. Saat hendak keluar pintu, walaupun aku berkata bahwa aku tak kedinginan, Huo Qubing berkeras untuk menyelimuti diriku dengan mantel cerpelai hitamnya. Richan berjalan dengan agak terhuyung-huyung, tubuhnya bergoyang-goyang, ia menepuk bahu Huo Qubing, "Kuserahkan Yu JIn padamu. Ia telah banyak menderita, kau"..kau harus memperlakukannya dengan baik". Huo Qubing pun berjalan dengan agak terhuyung-huyung, namun ia tersenyum lebar, "Beres, kau jangan khawatir, aku pasti akan memperlakukannya dengan baik". Aku mendengus dan berkata, "Kalian berdua in melihatku atau tidak" Kalian bicara seenaknya saja". Namun mereka berdua sama sekali tak menghiraukanku, mereka saling merangkul dan bersenda gurau, seperti sepasang sahabat akrab. Ketika kami sampai di ambang pintu gerbang, beberapa ekor kuda nampak berlari dengan cepat melewati pintu, di pantat kudakuda itu tertera cap serigala biru yang sudah pernah kulihat, namun untuk sesaat aku tak ingat dimana pernah melihatnya sebelumnya. "Ai", ujar Richan, "Kenapa di Chang"an pun terlihat cap serigala biru?" Mau tak mau aku bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, "Kau juga melihatnya" Aku juga merasa pernah melihatnya". Lidah Richan agak kaku, dengan tak jelas ia berkata, "Mereka adalah sebuah perkumpulan misterius di Xiyu yang sudah ada sejak tujuh atau delapan puluh tahun yang lalu, kabarnya, mereka adalah bandit paling lihai dalam sejarah Xiyu, tapi ada juga yang berkata sebaliknya, karena ada orang yang pernah melihat mereka membunuh bandit padang pasir yang sedang mengejar pedagang Han, dan juga menolong pedagang Xiongnu dari tangan bandit padang pasir. Pendapat orang tentang mereka bermacam-macam dan membingungkan, tak ada orang yang dapat menjelaskan dari mana mereka berasal, namun dimanapun mereka berada, tak perduli pejabat yang berkuasa, rakyat jelata atau pendekar dunia persilatan, semua menghindar, dari hal ini dapat dilihat betapa besarnya kekuatan mereka di Xiyu". "Oh", ujarku. Tiba-tiba aku teringat kapan aku pernah melihat cap itu. Tempo hari ketika aku mengundang Li Cheng makan ayam di Kota Longxi, aku melihat cap itu, dan sang pelayan berkata bahwa mereka sedang mencari seorang nona muda. Saat itu, karena merasa pernah melihatnya, aku mengingatnya, sebelumnya aku pun tentu sudah pernah melihatnya?" Angin dingin membuat hawa arak menyeruak, dengan terhuyunghuyung, Richan memanjat ke atas kereta, tubuh Huo Qubing pun semakin terhuyung-huyung, aku tak bisa memikirkan hal itu lagi dan segera memayang Huo Qubing. Aku memandang kereta kuda Richan yang sedang berlalu, ketika berbalik, aku melihat Li Guangli yang sedang duduk di punggung kuda memandang ke arah kami dari kejauhan, saat itu Huo Qubing sedang memeluk pinggangku, karena mabuk, kepalanya bersandar di bahuku. Dengan tak berdaya, aku menghela napas dengan pelan, lalu kembali masuk ke rumah sambil menyokong Huo Qubing, aku berharap Li Guangli tak bercerita tentang adegan ini pada Li Yan, kalau tidak, entah apa yang akan dilakukannya. Selagi berjalan di halaman, tiba-tiba hatiku terkesiap, cap serigala biru, bandit padang pasir" Kata Jiu Ye, kakeknya adalah pemimpin bandit padang pasir. Berbagai adegan berkelebat dengan cepat di benakku, akhirnya aku teringat kapan untuk pertama kalinya aku melihat cap itu. Saat kami pertama kalinya bertemu di Yueya Quan, Shi Jinyan menunjuk cap itu untuk menakut-nakutiku, tak heran, di bawah sadar aku selalu teringat akan cap itu. Kalau begitu, nona yang kudengar sedang mereka cari di kedai arak Longxi itu adalah?"adalah diriku" Saat itu Jiu Ye sudah mencari diriku" Andaikan saat itu ia dapat menemukanku, apa yang akan terjadi" Ternyata kami sudah begitu dekat, hanya terpisah oleh sebuah jendela, namun akhirnya saling melewatkan. "Yu er, haus sekali!", gumam Huo Qubing, aku segera tersadar, lalu mempercepat langkahku sambil memayangnya, "Kita akan segera sampai, kau mau minum apa" Kau ingin kubuatkan teh, atau air buah dengan sedikit es dari ruang bawah tanah?" ?"?"?"?"?"?"Berbagai pikiran berkecamuk dalam benakku, akhirnya aku tak pergi ke Wisma Shi untuk mengucapkan selamat tahun baru pada kakek dan hanya menyuruh orang untuk mengantarkan hadiah ke Wisma Shi. Huo Qubing mempunyai banyak sanak saudara yang lebih tua, di pagi hari ia sudah keluar rumah untuk pergi mengucapkan selamat tahun baru. Aku duduk sendirian dengan bosan dan teringat bahwa beberapa hari yang lalu secara tak sengaja Huo Qubing melihat Hong Gu sedang menyulam kantung wewangian, lalu mengodaku, katanya karena kami sudah bertunangan tanpa persetujuan orang tua, aku harus menyulam sebuah kantong wewangian untuk tanda pertunangan kami. Aku belum pernah belajar menyulam, tapi karena sedang menganggur, aku akan mencobanya! Ketika memikirkan senyumnya saat melihat kantung wewangian itu, hatiku girang. Aku mencari benang sutra berbagai warna, dan lalu minta pola sulaman pada Hong Gu, setelah mencari beberapa lama, Hong Gu memberikan sebuah pola padaku, yaitu sepasang Jinyin Hua yang saling membelit, yang satu berwarna emas dan yang satunya lagi putih, polanya sederhana, namun menawan. Hong Gu melihatku memandangi pola itu dengan tertegun, lalu tertawa, "Aku ingin mencarikan sebuah pola lain untukmu, tapi semuanya sulit disulam, yang ini warnanya sederhana, polanya juga sederhana, dan indah, cocok denganmu yang tak pandai menyulam. Aku sudah berusaha keras mencarinya, kalau kau tak menyukainya, aku tak punya pola lain yang lebih baik, dan terpaksa mencari orang lain untuk membuatkannya untukmu". Aku mengeleng, "Tak usah, yang ini saja!" Aku memasangnya di bingkai bambu, lalu menyiapkan benang dan jarum, setelah duduk di sisiku dan mengajariku, karena melihat aku sudah dapat mulai melakukannya, Hong Gu meninggalkanku untuk dengan perlahan menyulam seorang diri, sedangkan dirinya sendiri pergi mengurus hal lain. Aku duduk di depan jendela dan menyulam sambil menunduk, setelah beberapa lama aku baru mengangkat kepalaku untuk beristirahat. Wangi bunga prem di balik jendela masuk bersama angin, harum sekali. Kadang-kadang sayup-sayup terdengar suara petasan, mula-mula aku terkejut mendengarnya, namun setelah itu aku tenggelam dalam kesibukan menyulam, dan tak mendengar suara apapun lagi. "Aku benar-benar sangat jarang melihat Xiao Yu menggunakan jarum dan benang", sekonyong-konyong, suara Tianchao terdengar di sisi telingaku. Aku langsung mengangkat kepalaku untuk melihat, begitu melihat Jiu Ye, entah bagaimana, jarum dalam genggamanku menusuk jariku, aku pun tersadar, sambil tersenyum, dengan tenang aku meletakkan jarum, "Jiu Ye, Shi Sange, selamat tahun baru". Jiu Ye memandang bingkai sulaman dalam genggamanku tanpa berkata apa-apa, Tianchao memandang Jiu Ye, lalu memandangku, "Apakah kau tak akan mengundang kami untuk duduk" Apakah kau ingin berbicara dengan kami dari balik jendela?" Saat itu aku baru bereaksi dan cepat-cepat meletakkan benda dalam genggamanku itu, lalu berkata sambil tersenyum, "Silahkan masuk". Tianchao duduk di depan meja, tanpa menunggu undanganku, ia menuang secawan teh untuk dirinya sendiri. Namun Jiu Ye mendorong kursi rodanya ke sisi bangku, lalu mengangkat bingkai sulamanku, aku hendak merebutnya namun sudah terlambat. Begitu melihat polanya, tiba-tiba ia menengadah dan menatapku, "Apakah.......kau membuatnya untuk dirimu sendiri?" Aku diam tak menjawab, wajahnya perlahan-lahan menjadi pucat, berbagai perasaan muncul di matanya, ia menunduk, ketika melihat bunga Jinyin yang baru sedikit tersulam, senyum getir muncul di bibirnya. Tiba-tiba ia melihat titik darah merah di atas kain sutra itu, ia tertegun sejenak, lalu tangannya dengan lembut mengelus bercak darah itu, dengan perlahan wajahnya kembali seperti sediakala, ia mengangkat kepalanya dan menatapku, matanya berbinarbinar, "Jarimu berdarah, ya" Coba kulihat". Sambil berbicara, ia mendorong kursi rodanya ke tempatku, aku cepat-cepat mundur beberapa langkah, lalu menyembunyikan tanganku di balik punggungku, "Hanya beberapa tetes darah saja, tak apa-apa". Sambil tersenyum, ia menaruh bingkai sulaman di atas bangku, "Aku sedang ingin punya sebuah kantong wewangian, kau jarang menyulam, kalau ada waktu luang, sulamkan sebuah untukku". Aku berpura-pura tak mendengar perkataannya, "Mau minum teh?" Jiu Ye berkata, "Tak usah, kami datang untuk menjenggukmu, setelah duduk sebentar, kami akan pergi, selain itu kami juga hendak menyampaikan pesan dari kakek Xiao Feng, banyak terima kasih atas hadiahmu, dan kalau kau punya waktu, agar kau datang menjengguknya". "Ya", ujarku dengan pelan. Sambil tersenyum, seakan bersungguh-sungguh namun juga berpura-pura, ia berkata, "Kalau kau tak mau datang ke Wisma Shi karena aku, aku dapat menyingkir sebelum kau datang". Setelah mengantarkan Jiu Ye dan Tianchao keluar, aku tak ingin menyulam lagi, aku bersandar pada ambang jendela, pikiranku Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kosong melompong. Sudut jendela nampak agak berdebu, mau tak mau aku mengelapnya, debu pun terhapus. Sambil menghela napas dengan getir aku berpikir, kalau saja hatiku bisa seperti itu, dapat memutuskan siapa yang disimpan dalam hati dan siapa yang dihapus, alangkah baiknya! Aku dapat mengendalikan tingkah lakuku, namun hatiku ternyata tak dapat kukendalikan. Saat ia menyukai seseorang, ia tak akan minta persetujuanmu; dan ketika ia dapat melupakan seseorang, ia pun tak memberitahumu. Tianchao berjalan dengan cepat ke dalam halaman, aku memandangnya dengan terkejut, ia berkata, "Jiu Ye tak ikut datang, dan juga tak tahu aku datang". Dengan perlahan, aku bangkit, "Apa yang hendak kau katakan" Kalau kau ingin menasehatiku, tak usah bicara". Tianchao berkata, "Aku tak ingin menasehatimu, dahulu kami semua tahu dengan jelas bagaimana perasaanmu pada Jiu Ye, hari ini, tak perduli apapun pilihanmu, kami tak akan mengeluh, dan hanya dapat berkata bahwa Jiu Ye tak beruntung. Aku datang hanya karena ingin memberitahukan suatu hal yang harus kau ketahui. Apakah kau tahu bahwa pada hari kau meninggalkan Chang"an, Jiu Ye sudah mulai mencarimu?" Aku sedih sekaligus kesal, "Pada mulanya aku tak tahu, dua hari kemudian aku tahu setelah melihat cap serigala biru, apakah Jiu Ye mengirim orang untuk mencariku?" Tianchao mengangguk, "Saat itu tak cuma cap serigala biru yang mencarimu, gerombolan pembunuh Xiyu, bandit padang pasir, bahkan keluarga kerajaan Loulan, Guzi dan lain-lain semua membantu mencarimu, tapi jejakmu sama sekali tak terlihat". Aku tersenyum pahit, kenapa tak terpikir oleh kalian bahwa aku diculik dan dijadikan prajurit di markas pasukan Dinasti Han" Aku sama sekali tak pergi ke Xiyu dan malahan mengikuti pasukan itu ke Xiongnu, kalian punya begitu banyak kaki tangan di Xiyu, namun bagaimana kalian dapat menemukan seseorang yang tak berada di Xiyu" Surat yang kutinggalkan untuk Huo Qubing itu menyesatkan Jiu Ye. Tianchao bekata, "Jejakmu setelah meninggalkan Chang"an sudah kami temukan, namun setelah penginapan di Jingzhou, jejakmu menghilang, kami sudah bertanya-tanya di segala penjuru, namun sama sekali tak ada kabar tentangmu. Jiu Ye sengaja datang ke Wisma Huo untuk bertemu dengan pengurus rumah tangga Wisma Huo, Jiu Ye selamanya tak pernah mohon bertemu siapapun, bahkan ketika keadaan keuangan Perusahaan Shi buruk, Jiu Ye tak pernah memohon-mohon pada Putra Langit Dinasti Han, yang masih terhitung paman dari pihak ibunya. Tak nyana, orang pertama yang ditemuinya adalah pengurus rumah tangga Wisma Huo. Jiu Ye bertanya pada Pengurus Rumah Tangga Chen apakah Jenderal Huo telah berhasil menemukanmu, dan memohon pada Pengurus Rumah Tangga Chen, agar kalau Jenderal Huo telah menemukanmu, ia harus memberitahu dirinya dimana kau berada, atau kalau kau tak mau memberitahu Jiu Ye dimana kau berada, agar menyampaikan pesan padamu bahwa Jiu Ye bersedia menemanimu mengagumi bunga, tak perduli seberapa lamanya, ia bersedia menunggumu pulang". Tianchao mendengus dengan dingin, "Coba tebak, apa jawaban pengurus rumah tangga Wisma Huo pada Jiu Ye" Aku tak ingin mengulangi penghinaan yang kami terima hari itu, penghinaan seperti itu cukup dialami tiga kali dalam seumur hidup saja". Akhirnya aku memahami arti perkataan yang kudengar di balik tirai di markas tentara di Longxi itu, dan juga paham kenapa suara prajurit itu tiba-tiba menjadi pelan sehingga aku tak bisa mendengarnya, tentunya Huo Qubing memberi isyarat padanya agar memelankan suaranya. "Setelah Jenderal Huo kembali ke Chang"an, Jiu Ye juga datang menemuinya, walaupun Jenderal Huo bersikap sangat sopan padanya, namun ketika Jiu Ye bertanya apakah Jenderal Huo tahu dimana kau berada, ia hanya berkata bahwa ia tak tahu. Jiu Ye adalah seseorang yang bersikap terus terang, walaupun keadaan seperti sekarang ini, ia masih tak mau menikam punggung orang lain. Ia hanya merasa bahwa ia banyak berhutang padamu, dan bahwa semua ini adalah hukuman Langit padanya karena dahulu ia tak berterus terang padamu, dan tak mengurusmu dengan baik. Tapi aku tak perduli pada semua itu, dan hanya ingin memberitahukan semua yang terjadi padamu, agar adil bagimu dan bagi Jiu Ye. Jenderal Huo adalah seorang pria yang luar biasa, di medan perang ia seorang jenderal bertulang besi, di luar medan perang seorang lelaki yang penuh cinta, benar-benar seorang pahlawan bertulang besi dan berhati lembut, seorang gagah sejati. Tak perduli siapa yang kau pilih nanti, aku akan dengan tulus berbahagia untukmu". Setelah selesai berbicara, Tianchao segera berbalik dan pergi, meninggalkan diriku tertegun di tengah tiupan angin. Ketika saat makan malam telah lama berlalu dan hari sudah gelap, Huo Qubing pulang dengan wajah kelelahan, ketika melihat Xinyan sedang membereskan piring, dengan heran ia bertanya, "Kenapa sekarang baru selesai makan?" Aku diam tak menjawab, namun Xinyan membungkuk memberi hormat, lalu berkata, "Sebenarnya belum makan, apapun yang hamba hidangkan masih utuh seperti semula". Aku berkata dengan hambar, "Xinyan, kalau sudah beres-beres, pergilah". Xinyan melirikku, lalu mencibir, namun gerakan tangannya bertambah cepat, tak lama kemudian, ia sudah selesai membereskan semuanya dan keluar dari kamar. Huo Qubing tersenyum dan mendekat ke sisiku, "Kenapa" Tak suka aku pulang malam?" Walaupun tersenyum, matanya nampak murung. Aku bertanya, "Apa para tetua keluargamu mengomelimu?" Ia berkata, "Kau tak usah mengkhawatirkan hal-hal ini, aku bisa mengurusnya sendiri, kau belum memberitahuku kenapa kau belum makan?" Melihat rasa murung di wajahnya, hatiku terasa agak pedih, aku menelan perkataan yang hampir kuucapkan, lalu mengeleng, "Tak kenapa-kenapa, siang ini aku makan beberapa kue goreng, dan juga tak banyak bergerak, oleh karenanya aku tak lapar dan belum makan". Ia bangkit dan membuka mantelnya, lalu menganti bajunya, "Kalau begitu, setelah lapar baru makan!" Tiba-tiba ia melihat keranjang sulaman di dalam lemari, lalu dengan terkejut bertanya, "Kenapa kau membuatnya?" Ia mengambil bingkai sulaman, mengamatinya sejenak, lalu tersenyum, "Apakah kau menyulamnya untukku" Kenapa"..jarimu tertusuk?" Ia melangkah ke sisiku, menyingsingkan lengan bajuku dan melihat tanganku, namun aku menariknya kembali, lalu melengos, "Aku tak menyulamnya untukmu, aku menyulamnya untuk diriku sendiri". Ia tertegun sejenak, lalu duduk di sisiku dan memaksaku memandang dirinya, "Sebenarnya ada apa" Yu er, kalau ada masalah kau boleh bertengkar denganku, dan boleh menegurku, tapi jangan marah tak jelas seperti ini, bukankah suami istri harus selalu berterus terang?" "Siapa istrimu?", uajrku dengan cepat, setelah berbicara aku melihat matanya nampak sedih, hatiku pun terasa pedih, maka aku segera berkata, "Aku tak bermaksud begitu, aku".maafkan aku". Ia tersenyum getir, "Seharusnya akulah yang minta maaf, aku tak bisa menikahimu, dan menahanmu di sisiku tanpa status yang jelas". Aku berkata, "Aku tak perduli pada masalah status itu. Aku sama sekali tak bersedih karena masalah itu, aku hanya ingin bertanya padamu, apakah kau selalu berterus terang padaku?" Ia mengangkat alisnya dan tersenyum, penuh percaya diri, "Tentu saja!" Tanpa berkata apa-apa, aku menatapnya dengan tajam, alisnya perlahan-lahan terangkat, setelah menatapnya untuk beberapa saat, tiba-tiba wajahnya menjadi dingin, "Apakah kau menemui Meng Jiu?" Ia mendengus dengan dingin, "Kalau kau berbicara tentang penginapan di Jingzhou itu, aku sama sekali tak menganggap diriku bersalah, karena ia tak suka padamu, untuk apa ia terus mengodamu" Kau sudah berulangkali memberinya kesempatan, kenapa ia baru memikirkanmu setelah kau pergi?" Aku tak menyangka bahwa ia sama sekali tak merasa bersalah, oleh karenanya rasa pedih di hatiku sama sekali sirna, amarahku berkobar-kobar, "Huo Qubing, demi kepentingan dirimu sendiri, kau menekan dan menghina orang, selain itu, kau menyembunyikan kabar tentangku, tak nyana, perbuatanmu begitu hina!" Urat-urat biru di dahinya samar-samar berdenyut, matanya penuh rasa sedih, ia menatapku tanpa berkedip, lalu tiba-tiba tertawa, "Demi dia kau........", sambil menggeleng-geleng ia tertawa, "Di matamu aku kau anggap apa" Benar! Aku memang egois. Satusatunya keegoisanku adalah agar ia tak melukaimu lagi, dan agar kau dapat melupakan kesedihanmu dan tak terbelit masa lalu, keegoisanku adalah menginginkan kau berbahagia". Tiba-tiba ia berbalik dan melangkah keluar dengan langkahlangkah lebar, dengan amat cepat, sosoknya menghilang di tengah kegelapan malam. Seketika itu juga, cahaya lilin di dalam kamar seakan meredup. Ia jelas-jelas yang bersalah, bagaimana bisa berubah menjadi kesalahanku" Aku menghempaskan bingkai sulaman itu ke lantai, namun ketika hendak menginjak-injak Yuanyang Teng yang baru mulai kusulam itu, aku bimbang, tubuhku lemas, aku terduduk di bangku, hatiku sepahit huanglian. Sulur-sulurnya saling membelit, sebenarnya siapa yang membelit siapa" Beberapa hari berlalu, Huo Qubing sama sekali tak muncul. Hong Gu, Xinyan dan gadis-gadis pelayan lain sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Hong Gu beberapa kali menanyaiku, tapi aku tak mau berkata sepatah kata pun, sedikit demi sedikit, suasana berubah menjadi berat, semua orang makin sedikit bicara, dan suara mereka pun semakin pelan. Mereka saling mempengaruhi, sehingga akhirnya para gadis pelayan pun berbicara dengan pandangan mata mereka, saling melirik, mengedipkan mata dan memandang dengan penuh arti. Aku tak tahu mereka sedang membicarakan apa, dan tak tahu bagaimana mereka dapat memahami satu sama lain. Aku menunjuk wajah berseri-seri Xinlan dan Xinyan, gadis-gadis pelayan yang mengantarkan makanan, dan bertanya pada Hong Gu, "Apa kau mengerti mereka sedang bicara tentang apa?" Hong Gu berkata, "Apa yang tak kau mengerti" Xinlan bertanya pada Xinyan, 'Hari ini kau sudah makan belum"' Xinyan menggeleng, 'Belum makan'. Xinlan mengerutkan dahinya dan menggeleng, 'Aku juga belum makan. Lapar sekali!' Setelah diamdiam melirikmu, Xinyan mengangguk ke arah Xinlan, 'Begitu kita berada di belakang punggung Nona Yu, kita akan cepat-cepat makan!' Mereka berdua saling bertukar pandang tanda setuju". Aku menyemburkan teh dalam mulutku ke lantai, sambil terbatukbatuk, aku tertawa dan berkata, "Hong Gu, rupanya ketika kau masuk ke kamar barusan ini, kau dan Xinyan saling melirik untuk bertanya apakah kalian sudah makan belum, dan membuat janji untuk makan". Dengan kalem Hong Gu menghirup beberapa teguk teh, "Yang kutanyakan bukan "hari ini kau sudah makan?" melainkan "hari ini kau sudah minum?"" Aku mengambil serbet dan menyeka mulutku, "Teruslah beromong kosong!" Hong Gu meletakkan cawan teh, "Kalau tak beromong kosong, bagaimana aku bisa membuatmu tertawa" Beberapa hari ini wajahmu begitu tak enak dilihat, kalau kau bersedih, kami semua juga bersedih. Yu er, kenapa kau menyusahkan dirimu sendiri" Kau jelas mengkhawatirkannya, wajahmu penuh kecemasan, kenapa tak pergi menjenguknya?" Aku menunduk, tak berkata apa-apa. Xinyan menyingkap tirai, lalu masuk dan berkata, "Nona Yu, pengurus rumah tangga Wisma Huo hendak bertemu denganmu". Hong Gu segera berkata, "Cepat persilahkan ia masuk". Ia bangkit dan berjalan keluar, "Mak comblang sudah datang, aku dapat menghembuskan napas lega. Kalau terus seperti ini, kalian berdua tahan, tapi kami tak tahan". Paman Chen masuk, tanpa berkata apa-apa, ia langsung berlutut, karena tak dapat menariknya berdiri, aku hanya dapat melompat ke samping untuk menghindar, "Paman Chen, kalau ingin berbicara, bicaralah, aku tak bisa menerima penghormatan seperti ini". Paman Chen masih berlutut, wajahnya nampak kusam, seperti orang yang tak tidur semalaman, "Nona Jin, saat itu ketika Tuan Meng Jiu dari Perusahaan Shi mendatangiku untuk bertanya tentang dirimu, ia datang tiga kali berturut-turut, akulah yang menghalanginya, sebenarnya aku......tak memberi muka padanya. Walaupun tuan muda menyuruh orang menahan kusir kereta, dan menutupi kabar dari penginapan di Jingzhou itu, ia hanya menyuruhku untuk tak memberitahukan keberadaanmu pada siapapun, ia sama sekali tak menyuruhku mempersulit Tuan Meng Jiu. Tuan Muda bersifat angkuh, dan sekarang ia hendak melindungiku, ia tak akan sudi memberi penjelasan atau membela dirinya sendiri, namun hamba tak bisa melihat kalian berdua sedikit demi sedikit menjauh karena kesalahanku saat itu". Napasku tertahan, dengan kebingungan aku bertanya, "Paman Chen, kenapa kau berbuat seperti ini" Apakah keadaan diantara kami berdua sekarang ini adalah kebahagiaan yang kau inginkan untuk Huo Qubing" Paman Chen tak berkata apa-apa, lalu bersujud tiga kali di hadapanku, walaupun sudah berusaha menghindar aku terpaksa menerimanya, "Bangkitlah! Karena keadaan sudah seperti ini, apa yang dapat kulakukan" Kalaupun ada yang dihukum, keadaan tak bisa kembali seperti semula. Kalau kau hendak mengatakan sesuatu, katakanlah. Aku tak biasa mendengarkan perkataan orang yang berlutut di depanku". Paman Chen masih berlutut tanpa bergeming, untuk waktu yang lama, ia tak berkata apa-apa, dengan kebingungan aku menatapnya, namun ia menghindari pandangan mataku, ia sepertinya sedang mengumpulkan keberanian, lalu berkata, "Kemarin pagi tuan muda pergi berkuda dan tiba-tiba jatuh dari kuda, ia jatuh pingsan dan sampai sekarang belum siuman". Perkataannya sangat aneh, aku mendengarkannya, namun hatiku sepertinya menolaknya dan tak bisa memahaminya, "Apa" Apa katamu?" Paman Chen berkata dengan suara pelan, "Tabib istana sudah berganti beberapa kali, tapi mereka masih tak tahu harus berbuat apa. Biasanya mereka berlagak seperti Tabib Bian Que yang hidup kembali, sama-sama menyombongkan nama besar dan tak mau mengalah, tapi ketika benar-benar harus menyembuhkan penyakit, mereka saling melempar bola satu sama lain. Keadaan di istana sudah kacau balau, karena murka, kaisar hendak membunuh orang-orang tak berguna itu untuk melampiaskan kemarahannya. Kalau membunuh mereka Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dapat membuat tuan muda siuman, memenggal seratus kepala pun tak apa, tapi sekarang kita hanya dapat mengandalkan mereka untuk menyelamatkan nyawa tuan muda". Akhirnya aku memahami perkataannya, seketika itu juga, langit bagai runtuh, rasa terkejut, panik, jeri dan menyesal berkecamuk dalam hatiku, tanpa menghiraukannya, aku memburu keluar. Paman Chen mengejarku, lalu berseru, "Nona Jin, tunggu dulu, ada sesuatu yang belum kukatakan". Kulihat bahwa kereta kuda di depan pintu gerbang milik Wisma Huo, namun jaraknya masih amat jauh, aku berlari sekuat tenaga, lalu melompat ke atas kereta, "Cepat kembali ke rumah". Dari kejauhan, Paman Chen berseru, "Tunggu dulu!" Kusir kereta ragu-ragu dan tak bergerak, aku merampas cambuk, hendak mengemudikan kereta sendiri. Paman Chen berseru, "Nona Yu, kau belum selesai mendengarkan perkataanku, kabarnya Tuan Meng Jiu dari Perusahaan Shi tahu ilmu pengobatan, maksudku......" Saat itu aku baru paham kenapa ia tak langsung memberitahuku bahwa Huo Qubing sakit, dan kenapa ia berlutut dan bersujud, ternyata inilah sebabnya. Paman Chen berlari ke depan kereta, sambil bernapas dengan terengah-engah, ia berkata, "Mengundang tabib tak seperti mengundang orang lain, walaupun kita memaksanya untuk datang, kalau ia tak bersungguh-sungguh mengobatinya, semuanya akan sia-sia. Aku tahu bahwa dengan watak nona yang seperti ini, nona tak suka aku berbicara dengan berbelitbelit, tapi aku benar-benar merasa malu dan tak bisa langsung berbicara dengan terus terang. Kalau Tuan Meng Jiu dapat menyembuhkan tuan muda dan ia minta kepalaku sebagai hukuman atas kesalahanku, aku akan memberikannya tanpa berkedip". Dengan gusar aku berkata, "Kau terlalu memandang rendah Jiu Ye!" Api bagaikan berkobar-kobar di hatiku karena ingin melihat Qubing, namun aku terpaksa menahannya, aku mengembalikan cambuk ke kusir kereta, "Ke Wisma Shi". Paman Chen segera berkata, "Kalau begitu aku pulang dulu menunggu kalian". Jiu Ye sedang duduk di depan meja membaca buku, ketika mengangkat kepala dan melihatku, gulungan bambu di tangannya terjatuh ke lantai. Di wajahnya nampak rasa tak percaya sekaligus girang, biji matanya berbinar-binar bagai permata hitam, "Yu er, aku sudah lama menunggumu, akhirnya kau bersedia masuk ke Pondok Bambu". Hatiku terasa pedih, aku tak berani menyambut pandangan matanya, "Aku datang untuk memintamu memeriksa sakit Qubing, ia pingsan sejak kemarin, kabarnya tabib-tabib istana tak dapat berbuat apa-apa". Sinar di matanya serta merta berubah menjadi kelam, di biji matanya hanya ada kegelapan, memancarkan rasa dingin, kecewa dan duka. Ia tak bertanya apa-apa, hanya berkata, "Baik", lalu mendorong kursi rodanya ke luar. Paman Chen menunggu di gerbang Wisma Huo, begitu melihat Jiu Ye, wajah tuanya menjadi merah, sesuatu yang jarang terjadi seumur hidupnya, ia menunduk dan memberi hormat, dengan ramah dan sopan, Jiu Ye merangkap tangan untuk menghormat dan wajah Paman Chen pun semakin merah bagai kepiting rebus. Dua orang pelayan datang membawa sebuah joli, Jiu Ye memandang Paman Chen dengan bertanya-tanya, Paman Chen berkata dengan terbata-bata, "Kursi roda tak dapat lewat dengan nyaman di wisma ini, lebih cepat menggunakan joli ini". Jiu Ye tersenyum, "Suruh mereka meletakkan joli itu, aku bisa naik sendiri, suruh orang membawa kursi roda masuk, aku masih akan menggunakannya nanti". Paman Chen menunduk, ia tahu bahwa ia harus menurut, melihat sikapnya sekarang, aku berpikir, entah bagaimana saat itu ia menghina Jiu Ye, sehingga hari ini ia harus bersikap begitu berhati-hati, wajah lelaki tua itu kembali memerah karena malu, aku merasa kesal dan menyindirnya, "Sebelum ini entah bagaimana kursi roda dapat melintas di rumah ini?" Paman Chen tak berkata apa-apa, sambil menunduk ia berjalan dengan cepat di depan kami, Jiu Ye berpaling memandangku, hawa dingin di matanya banyak berkurang, setelah beberapa saat, dengan suara pelan ia berkata, "Kupikir dalam hati kau cuma memperdulikannya, dan sama sekali tak memperdulikan perasaanku". Begitu kami masuk ke kamar, Wei Shaoer yang mendengar suara kami segera memburu ke arah kami, saat melihat Jiu Ye, ia seperti orang tenggelam yang melihat cabang pohon, di tengah rasa putus asanya muncul secercah harapan. Namun aku sebaliknya, memberi hormat padanya pun tak terpikir olehku, aku langsung memburu ke sisi dipan. Ia berbaring dengan tenang di atasnya, bibirnya yang tipis terkatup erat, sepasang alisnya yang seperti pedang mengkerut menjadi satu, seakan sedang berpikir keras. Sejak aku mengenalnya, ia selalu bagai sinar mentari, selalu penuh energi, segar bugar, untuk pertama kalinya aku melihatnya seperti ini, begitu tenang dan tak berdaya. Dengan jariku, aku mengelus dahinya, hidungku terasa pedih, tanpa terasa, wajahku telah dipenuhi air mata, "Qubing, Qubing?"Yu er ada di sini! Aku bersalah, seharusnya aku tak bertengkar denganmu". Jiu Ye memegang pergelangan tangan Huo Qubing, lalu memegang kepalannya, hendak kembali memeriksa nadinya, namun masih tak dapat melakukannya, ia berpaling dan memberi perintah, "Ambil sebaskom air es, aku hendak mencuci tangan". Seorang gadis pelayan segera berlari keluar. Setelah merendam tangannya dalam air es, dengan perlahan Jiu Ye mengeringkannya dengan sapu tangan, seakan sedang menenangkan diri dengan es yang dingin itu. Seelah beberapa saat, ia kembali memegang pergelangan tangan Huo Qubing. Aku dan Wei Shaoer menatap wajah Jiu Ye tanpa berkedip, seakan hendak membuat Huo Qubing siuman melalui usaha Jiu Ye. Jiu Ye memejamkan matanya, ia memusatkan seluruh perhatiannya pada ujung-ujung jarinya, semua orang di ruangan itu menahan napas, suasana begitu sunyi senyap sehingga kami dapat mendengar suara es di baskom mencair. Semakin lama, rasa takut dalam hatiku semakin kuat, kenapa perlu waktu begitu lama" Wajah Jiu Ye setenang air, sama sekali tak bergelombang, aku tak dapat melihat ada apa di balik air itu. Jiu Ye menarik tangannya, aku menatapnya dengan tajam, dalam suaraku terkandung permohonan dan rasa jeri, "Dia akan baikbaik saja, bukan?" Mata Jiu Ye gelap gulita, bagai sebuah sumur tua, walaupun dasarnya bergejolak hebat, namun mulut sumur tenang tak beriak, aku tak bisa melihat apapun. Ia terdiam untuk beberapa saat, lalu mengangguk-angguk, "Dia akan baik-baik saja, aku pasti akan berusaha menyadarkannya". Hatiku yang selama ini berada di ujung jarum, perlahan-lahan kembali ke tempatnya semula. Dengan seksama, ia memperhatikan wajah Huo Qubing, lalu menempelkan telinganya di dada Huo Qubing dan mendengarkan untuk beberapa saat, setelah itu, tangannya kembali memegang pergelangan tangan Huo Qubing, ia pun bertanya, "Apa kata tabib istana?" Paman Chen memandang ke arah beberapa orang yang berdiri di sisinya, seorang lelaki berambut putih diantara mereka maju dan berkata, "Setelah memeriksanya, kami tak dapat membuat kesimpulan, walaupun denyut nadinya lemah, namun masih sangat teratur. Seharusnya ia dapat dibangunkan dengan obat atau tusuk jarum, kita harus berusaha sebisanya menyadarkan jenderal dahulu, setelah itu baru memulihkannya. Tapi gejala penyakit jenderal agak aneh, biasanya, orang yang pingsan, asalkan mulutnya dapat dibuka, dapat dengan perlahan diberi minum sup obat, tapi jenderal menolak obat itu, sehingga obat sulit diberikan, tusuk jarum pun tak ada hasilnya, oleh karenanya kami membolak-balik kitab ilmu pengobatan, tapi belum menemukan cara yang tepat". Jiu Ye mengangguk, lalu berpaling ke arah Wei Shaoer dan berkata, "Pikiran Jenderal Huo tertekan, sebenarnya ia tak apaapa, akan tetapi hal ini membuat luka-luka dalam yang dideritanya selama bertahun-tahun di medan perang kumat. Jenderal Huo tak seperti orang biasa, tekadnya sangat kuat, sebelum Jenderal Huo terjatuh dari kuda dan pingsan, nalurinya untuk mempertahankan diri tentu amat kuat, oleh karenanya sekarang ia menolak obat dari luar yang dipaksakan padanya. Nyonya, kepandaian para tabib ini tak usah diragukan, mereka sudah mencoba segala cara, aku tak dapat melebihi mereka. Tapi".." Wei Shaoer amat cemas, suaranya menjadi melengking menusuk telinga, "Tapi apa?" "Tapi caixia mempunyai sebuah cara yang dapat dicoba, akan tetapi cara ini adalah suatu cara yag baru kupikirkan di waktu senggang, dan belum pernah sungguh-sungguh dipakai". Wei Shaoer cepat-cepat berkata, "Mohon tuan beritahukan caranya!" Jiu Ye berkata, "Manusia mempunyai lima lubang di tubuhnya, mulut hanya salah satu diantaranya, kulit erat hubungannya dengan kelima organ tubuh, kalau obat tak dapat masuk dari mulut ke kelima organ itu, tak ada jeleknya kalau kita mencari jalan lain. Aku berpikir untuk membuka seluruh pakaian jenderal, menempatkannya di sebuah ruangan tertutup, lalu menguapinya dengan tanaman obat dari segala penjuru". Wei Shaoer berpaling memandang para tabib, para tabib saling memandang, seseorang berkata, "Menguapi ruangan dengan obat akan membuat ruangan itu sangat panas, menurut ilmu pengobatan, sebenarnya hal ini tak baik bagi orang yang jatuh pingsan karena dapat memperparah sakitnya. Akan tetapi sepertinya cara ini dapat memasukkan obat ke pembuluh darah dan kelima organ tubuhnya. Nyonya harus mengambil keputusan, kami semua tak berani memutuskannya". Dengan penuh kebencian, Wei Shaoer memandang mereka, lalu memandang Huo Qubing, wajahnya nampak bimbang, setelah beberapa lama, ia masih belum mengambil keputusan juga. Tak ada seorang pun berani bersuara, mereka takut kalau terjadi sesuatu, mereka harus menanggung akibatnya. Untuk mencari pertolongan, Wei Shaoer memandang suaminya, Chen Zhang, namun karena Huo Qubing bukan darah dagingnya sendiri, ia tak merasa terlibat secara langsung. Wajah Chen Zhang nampak amat khawatir, namun ia hanya berkata dengan tak pasti, "Aku akan menuruti kehendak nyonya". Aku bangkit dan menghormat ke arah Wei Shaoer, "Mohon persetujuan nyonya, semakin lama keadaannya semakin buruk". Suara Wei Shaoer tersedu-sedan, "Tapi bagaimana kalau?"kalau sakitnya bertambah parah?" Aku berkata, "Kalau Jiu Ye berkata ia dapat menyadarkannya, ia pasti akan dapat melakukannya". Wei Shaoer masih bimbang dan tak dapat membuat keputusan, hatiku makin lama makin khawatir, tapi siapakah aku disisi Huo Qubing" Saat itu aku baru semakin menyadari betapa pentingnya sebuah status, ia jelas seseorang yang sepenting hidupku sendiri, namun aku tak dapat berkata apa-apa, dan hanya dapat memandang sambil memohon ke arah Wei Shaoer. Mata Jiu Ye penuh rasa sedih dan iba, tiba-tiba ia memberi hormat pada Wei Qing yang selama ini duduk di sampingnya tanpa berkata apa-apa, "Apa pendapat Jenderal Besar Wei?" Wei Qing yang jarang berbicara tak menyangka bahwa Jiu Ye akan bertanya padanya, ia mengawasi sepasang mata Jiu Ye dengan seksama, "Kakak Kedua, karena keadaan sudah seperti ini, tak ada jalan lain, kita harus mengambil sedikit resiko, biarkan Tuan Meng mengobatinya! Kaisar sangat menghargai Qubing, Tuan Meng tak akan berani bertindak dengan sembarangan, ia tentu telah mempertimbangkan segalanya dengan hati-hati sebelum mengambil keputusan ini". Wei Shaoer mengangguk, akhirnya ia setuju. Tak heran, bahkan Liu Che pun tak berdaya menghadapi Jenderal Besar Wei, dalam perkataannya yang selembut sutra tersembunyi sebilah pisau, keputusan yang harus diambil telah diambil, namun ia telah menghindarkan diri dari tanggung jawab sekaligus memberi peringatan pada Jiu Ye, semuanya telah dilakukannya dengan sempurna. Dengan teliti, Jiu Ye menyuruh Paman Chen menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, lalu menutup pintu kamar kecil itu dengan perlahan, tanpa bergeming, aku menatap kamar itu. Sejak hari masih terang sampai hari gelap gulita, masih tak terdengar suara gerakan dari kamar kecil itu. Untuk waktu yang lama, Jiu Ye hanya terdengar berkata, "Ambilkan es". Para pelayan tak henti-hentinya hilir mudik mengantarkan es. Bibir Wei Shaoer pucat pasi, aku berjalan ke sisinya, hendak mengenggam tangannya, ia bimbang sesaat, lalu membiarkanku mengenggam tangannya, tangan kami berdua sedingin es, akan tetapi setelah tangan kami saling mengenggam, perlahan-lahan muncul sedikit rasa hangat. Pada saat itu, di tengah begitu banyak orang, kami saling berbagi rasa jeri dan cemas. Semakin lama ia semakin erat mengenggam tanganku, sinar matanya semakin lama semakin nanar. Ia memandangku untuk minta tolong, dengan tegas aku memandangnya, Qubing akan siuman. Ia tak bisa bertahan dan menyandarkan kepalanya di bahuku, aku menegakkan punggungku, menatap ke kamar itu tanpa berkedip. Qubing, tak akan terjadi apa-apa padamu, sama sekali tak akan! Tanpa suara, pintu terbuka, wajah Jiu Ye pucat pasi, bibirnya membiru, ketika melihat kami memandangnya, dengan lemas ia bertumpu pada kisi-kisi pintu, lalu dengan perlahan mengangguk. Semua orang segera bersorak gembira, Wei Shaoer memburu ke dalam kamar, lalu tiba-tiba berseru, "Kenapa ia belum siuman?" Para tabib segera berlari ke dalam kamar dengan tergopohgopoh untuk memeriksa Huo Qubing, aku segera berbalik memandang Jiu Ye, namun Jiu Ye telah jatuh pingsan di kursi rodanya. Hanya ada seorang tabib setengah umur yang melihatnya ketika sedang berkerumun di sisi Huo Qubing, ia segera berjalan ke sisi Jiu Ye dan memeriksanya. Hatiku setengah berada di dalam es dan setengah berada di dalam api, rasa sedih, khawatir dan menyesal mencengkeram diriku sehingga aku seakan hendak pecah berkeping-keping. Barusan ini aku hanya buru-buru melihat keadaan Huo Qubing, dan tak menghiraukan Jiu Ye yang jatuh pingsan, sebelum ia jatuh pingsan, entah apa yang dipikirkannya" "Selamat pada nyonya, ia benar-benar sudah siuman. Untuk menyembuhkan Jenderal Huo, Tuan Muda Meng Jiu mengunakan sedikit dupa penenang, oleh karenanya untuk beberapa saat Jenderal Huo belum siuman, namun sekarang ia hanya tidur, bukan pingsan". Wajah para tabib itu girang, Wei Shaoer pun kegirangan, tubuhnya terjatuh dengan lemas ke Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lantai. Begitu mendengar Huo Qubing sudah baik-baik saja, separuh hatiku menjadi lega, namun yang separuh lagi semakin pedih, Jiu Ye terkulai di kursi roda, di sepasang tangannya yang putih nampak bercak-bercak kebiruan, dengan heran aku mengangkat tangannya, aku seakan memegang es, "Kenapa dia?" Sang tabib setengah baya melepaskan tangan Jiu Ye, "Tubuhnya pada dasarnya lebih lemah dari orang biasa, ruangan itu sangat lembab, orang biasa pun tak dapat bertahan selama begitu banyak shichen, selain itu, ia juga terus menerus menggunakan es untuk menurunkan suhu tubuh Jenderal Huo, panas dan dingin terjadi dengan bersamaan, adalah suatu keajaiban bahwa ia dapat bertahan selama ini". Dengan sekuat tenaga aku mengosok-gosok tangan Jiu Ye sambil terus menerus meniupnya untuk menghangatkannya, Paman Chen menghormat pada sang tabib, "Mohon tabib mengobati Tuan Meng Jiu, setelah siuman jenderal pasti akan sangat berterima kasih". Sang tabib melambaikan tangannya, "Aku baru pertama kalinya melihat seorang tabib yang tak menghiraukan nyawanya sendiri demi menolong orang lain, tanpa diperintahkan guanjia pun aku pasti akan berusaha sekuat tenaga". Aku memberi perintah pada Paman Chen, "Mohon siapkan kereta, kami akan mengantar Jiu Ye pulang ke Wisma Shi dulu". Paman Chen memandang ke arah Huo Qubing yang masih tidur, "Ketika jenderal bangun nanti, ia tentu sangat berharap dapat bertemu denganmu". Bagai bintang-bintang yang mengelilingi rembulan, banyak orang berkerumun di depan ranjang Huo Qubing, selain para tabib dan para gadis pelayan, ada pula keluarganya, "Aku akan berusaha untuk segera pulang, sekarang apakah aku ada di sini atau tidak sama saja". Paman Chen memandang wajah Jiu Ye yang pucat pasi dan bibirnya yang biru, wajahnya nampak iba, dengan pelan ia menghela napas, "Nona Yu, anda jangan khawatir! Kami akan mengurus tuan muda dengan sebaik-baiknya". Saat naik kereta, para pelayan pengusung joli hendak membantu, namun aku melambaikan tanganku untuk memberi isyarat agar mereka minggir, dengan amat hati-hati, aku membopong Jiu Ye naik kereta sendiri, lalu dengan enteng melompat ke atas kereta. Tabib setengah baya itu ikut naik, lalu memuji, "Kungfu yang bagus. Sedikitpun tak membuat tubuh si sakit bergoyang". Aku memaksa diriku tersenyum, "Pujian yang terlalu tinggi, aku pun belum tahu nama tuan yang mulia". Ia berkata, "Hamba bermarga Zhang, sebenarnya kita sudah pernah bertemu, saat itu jenderal Huo mengundangku ke Wisma Shi untuk memeriksa nona yang sedang sakit". "Ternyata aku sudah pernah merepotkan Tabib Zhang". Ia menggeleng, "Ilmu pengobatan Tuan Meng Jiu berada diatasku, aku harus banyak berterima kasih pada nona karena mendapat kesempatan untuk mendengar Tuan Meng Jiu berbicara tentang ilmu pengobatan". Tabib Zhang membuat obat sendiri, lalu membantuku meminumkannya pada Jiu Ye, setelah dengan teliti memberi petunjuk mengenai hal-hal yang harus diperhatikan padaku dan Tianchao, ia baru pergi. Saat aku dan Jiu Ye pergi, Jiu Ye masih baik-baik saja, namun ketika pulang ia tak sadarkan diri, Tianchao bersikap biasa, namun Paman Shi nampak tak senang, ia berulang kali memandangku, hendak berbicara, namun Tianchao memandangnya untuk memintanya agar menahan diri. Karena khawatir Jiu Ye ingin minum air atau memerlukan hal-hal lain, semua orang terus berjaga di sisi ranjang. Tidur Jiu Ye tak terlalu tenang, seakan dalam mimpinya ia masih mengkhawatirkan sesuatu, dahinya kadang-kadang berkerut, wajahnya pun sering mengerenyit kesakitan. Untuk pertama kalinya, aku begitu dekat dengannya, untuk pertama kalinya pula, ia sama sekali tak menutup-nutupi perasaannya, tak menutupi ekspresi wajahnya dengan senyum ramah bagai angin musim semi itu. Aku membungkuk di samping bantalnya, lalu dengan suara pelan menyenandungkan sebuah lagu rakyat: ?""..aku duduk di tanah kosong di depan pohon kapuk. menerka-nerka isi hati Baya"er. Duduk di bawah bayang-bayang pohon liu, menerka-nerka isi hati Baya"er. Di balik tanaman kaoliang di barat, aku memandang punggung Baya"er, di balik tanaman kaoliang di utara, aku memandang punggung Baya"er dari samping, di balik tanaman kaoliang di timur, aku memandang punggung Baya"er dari belakang ?"".. Aku menanam bibit pohon elm dan ia pun tumbuh tinggi, begitu seorang wanita tumbuh dewasa mak comblang datang. Di balik tanaman kaoliang di barat, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah. Di balik tanaman kaoliang di utara, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah dari samping. Di balik tanaman kaoliang di timur, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah dari belakang. ?"?"." Sedikit demi sedikit, dahi Jiu Ye menjadi tak berkerut lagi, ia pun tidur dengan tenang. Aku berulang kali menyenandungkan lagu itu, perlahan-lahan mataku berlinangan air mata. Lagu ini adalah lagu yang tersebar luas dari mulut ke mulut di antara para pengembala Xiongnu tentang kisah cinta nona bangsawan Yizhu dan si budak Baya"er. Saat kecil, aku sering melihat ibu Yu Dan tertegun saat mendengar lagu ini dan matanya samar-samar berlinangan air mata. Saat itu aku belum mengerti, kenapa Yizhu sebelumnya memandang punggung Baya"er dari balik tanaman kaoliang, dan setelah itu berubah menjadi Baya"er memandang punggung Yizhu dari balik tanaman kaoliang" Aku merasakan sebuah tangan mengelus pipiku dengan lembut dan segera tersadar. Entah kapan, karena terpana, kepalaku bersandar di ranjang, saat ini Jiu Ye berbaring menyamping, tepat menghadap ke wajahku, kami berdua dapat mendengar suara napas masing-masing. Kelima jarinya dengan perlahan bergerak turun dari dahi ke alis, mata, hidung, bibir dan daguku, seakan sedang mengingat semuanya dan mengukirnya dalam hatinya; matanya kelam sulit diselami, di dalamnya langit dan bumi seakan terbelah, penuh penyesalan dan kesedihan yang tak terperi. Matanya membuatku terpana, hatiku terkesiap. Ia selalu tenang dan kalem, segala rasa sedih berubah menjadi senyum di wajahnya. Di sepasang biji matanya yang hitam legam nampak dua sosokku yang amat kecil, wajahku nampak jeri dan tak berdaya, namun aku juga dengan bandel menarik ujung-ujung bibirku. Dengan perlahan ia menarik tangannya, lalu tiba-tiba tersenyum, senyum ramah yang bagai angin musim semi itu. Angin bertiup dan awan pun pergi, langit dan laut kembali cerah, namun berbagai perasaan dalam matanya itu tak lagi terlihat dengan jelas. Setelah beberapa saat, ia memandangku sambil tersenyum dan berkata, "Nyanyikan lagi lagu yang tadi kau nyanyikan untukku". Dengan terpana, aku mengangguk-angguk, lalu mendehemdehem, ?"?"aku duduk di tanah kosong di depan pohon kapuk, menerka-nerka isi hati Baya"er?".di balik tanaman kaoliang di utara, aku memandang punggung Baya"er dari samping. Di balik tanaman kaoliang di timur, aku memandang punggung Baya"er dari belakang?"..Aku menanam bibit pohon elm dan ia pun tumbuh tinggi, begitu seorang wanita tumbuh dewasa mak comblang datang. Di balik tanaman kaoliang di barat, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah?"..Di balik tanaman kaoliang di timur, Baya"er memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah dari belakang?".." Lagu sudah amat lama selesai, namun kami berdua tak bergeming. Suaranya begitu pelan sehingga hampir tak terdengar, "Kenapa Baya"er bisa begitu bodoh, kenapa ia tak pernah berpaling memandang Yizhu" Kenapa ia selalu membuat Yizhu menerka-nerka isi hatinya" Kenapa ia tak memberitahukan isi hatinya pada Yizhu" Ia lebih cerdik dari rubah paling licik di padang rumput, tapi tak paham bahwa Yizhu tak memandang rendah statusnya, dan juga tak akan takut menderita bersamanya". Karena di bawah sadar aku menganggapnya tak paham bahasa Xiongnu, dengan berani aku menyanyikan lagu itu, namun aku lupa bahwa ia terpelajar, dan juga lupa bahwa saat negara Xiongnu makmur dan berkuasa, negara-negara Xiyu menundukkan diri pada Xiongnu, dan bahasa Xiongnu sangat populer di negara-negara Xiyu itu. Dengan panik, aku bertanya dengan bodoh, "Kau paham bahasa Xiongnu" Kau tahu kisah Yizhu dan Baya"er yang terkenal diantara para pengembala?" Ia setengah bersenandung setengah bernyanyi, "Mega mengejar rembulan, Baya"er menemani Yizhu, selaksa burung bulbul di padang rumput tak henti-hentinya menyanyikan kebahagiaan mereka!" Matanya menatapku tanpa berkedip, "Walaupun Baya"er mengecewakan Yizhu, namun dalam lagu itu akhrnya mereka bahagia bersama, apakah kau mempercayai apa yang dikatakan oleh lagu ini?" Aku tak menjawab pertanyaannya dan berkata, "Aku pergi dulu". Ia berpaling dan tak melihatku, dengan pelan ia berkata, "Aku benar-benar ingin selamanya tak bangun, kau akan tinggal di sini menemaniku, tapi kau akan cemas dan berduka". Air mata yang kutahan ketika menyanyi tiba-tiba mengucur, aku cepat-cepat berbalik dan menyeka air mata itu, "Rawatlah dirimu baik-baik, kalau ada waktu luang aku akan datang menjengukmu". Setelah selesai berbicara aku hendak pergi, tapi tiba-tiba ia mencengkeram tanganku, lalu bertanya dengan perlahan, "Yu er, beritahu aku! Dalam hatimu, siapa yang lebih kau sayangi" Tak usah pikirkan segala janji, tanpa mempertimbangkan semuanya, siapa yang lebih kau pikirkan" Kau ingin bersama siapa?" Aku mengigit bibir bawahku keras-keras, aku hendak menarik tanganku, tapi ia tak bersedia melepaskannya, dan mengulangi pertanyaannya barusan ini dengan perlahan, bibirku gemetar, aku hendak mengatakan sesuatu, namun melihat wajahnya yang tirus dan kelelahan, aku terbelah diantara ingin mengatakan hal yang sebenarnya dan tak tega mengatakannya, aku benar-benar tak bisa mengatakannya dan hanya menarik tanganku dengan keras. Melihatku seperti itu, rasa sedih dan enggan berpisah nampak di matanya, berbagai perasaan bercampur menjadi satu, akhirnya semuanya berubah menjadi sebuah kesunyian yang menekan, tiba-tiba ia melepaskan tanganku, "Melihat sikapmu hari ini, sebenarnya aku sudah tahu, pergilah!" Aku tak berani berpaling dan berlari keluar kamar seakan terbang. Angin dingin menerpaku, aku berlari di tengah kegelapan malam, namun hatiku masih tak bisa kembali tenang. Hatiku sangat tak enak, tanpa memperdulikan apapun, aku melolong ke arah rembulan. Seketika itu juga, di Chang'an terdengar gonggongan anjing dan kokok ayam jago yang mengejutkan orang, di rumah-rumah yang mula-mula gelap gulita nampak cahaya lentera, suara orang terdengar riuh-rendah. Tanpa bersuara, aku segera meninggalkan tempatku melakukan kejahatan itu, sambil berlari aku tak bisa menahan diri untuk tak tersenyum. Orang harus belajar bersenang-senang di tengah kesedihan, di tengah saat yang tak membahagiakan dalam kehidupan, orang terlebih lagi harus berusaha menciptakan kebahagiaan sendiri. Sambil merapat ke sudut-sudut yang gelap, aku kembali melolong. Adegan yang baru-baru ini terjadi pun kembali berulang, aku melolong ke timur dan ke barat, membuat seluruh kota Chang'an riuh-rendah dan kacau-balau, anjing dan ayam tak henti-hentinya mengonggong dan berkokok. Perlahan-lahan, jalan menjadi terang benderang bagai siang bolong, bahkan para pengawal di kantor pemerintah pun terkejut, dengan senjata lengkap mereka keluar untuk menangkap serigala, ada orang yang berkata bahwa ada dua atau tiga ekor serigala, ada yang berkata bahwa ada sepuluh ekor. Para pengemis di jalan menjadi pusat perhatian, orang-orang bertanya apakah mereka melihat sesuatu. Biasanya, pengemis mana bisa mendapatkan sambutan yang begitu meriah" Wajah mereka berseri-seri, ludah mereka berhamburan, sambil mengayunkan tangan dan kaki, mereka berkata bahwa mereka telah melihat sebuah kawanan serigala, makin lama mereka semakin membesar-besarkan cerita mereka, mengundang teriakan para penonton. Mungkin karena sudah terlalu lama menjalani hari-hari yang tenang, para penonton tak takut, wajah mereka bahkan nampak sangat bersemangat, dengan napas tertahan mereka menunggu apa yang akan terjadi. Aku mengulirkan biji mataku, karena keadaan sudah ribut, aku sekalian membuatnya makin ribut saja, aku hendak menghibur diriku sendiri sekaligus membuat semua orang asyik bermain. Aku melihat seseorang yang memakai mantel hitam berjalan melewatiku, setelah melihat bahwa di sekelilingku tak ada yang memperhatikanku, aku diam-diam melompat ke belakangnya, lalu memukulnya keras-keras hingga ia pingsan. Setelah membuka mantelnya aku baru tahu bahwa ia ternyata seorang pejabat istana. Hal ini.......kepalaku agak pusing, ternyata hal ini lebih serius dari yang kupikirkan. Apa boleh buat! Aku sudah memukulnya, menyesal sudah terlambat. Aku memakai mantel itu, lalu mengambil sapu tangan dan mengikatnya di kepalaku, aku bersembunyi di sebuah sudut atap dan sekali lagi melolong, setelah itu aku berlari di atas atap tanpa memperdulikan apapun. Di atas atap, serombongan orang mengejar di belakangku, sedangkan di jalan penonton tua dan muda berdesak-desakan menonton kami, seakan sedang menonton sebuah pertunjukan. Ketika ada pengawal yang hampir terkena tendanganku dan jatuh ke tanah, para penonton malahan bertepuk tangan dan menyorakiku. Seorang gagah sukar mengalahkan segerombolan orang, makin lama pengawal makin banyak, seakan seluruh prajurit di Chang"an datang menangkapku. Tadinya aku ingin mengoda mereka untuk beberapa putaran, lalu kabur, tapi tak nyana, diantara para pengawal itu ada beberapa orang yang ilmu silatnya tak rendah, pada mulanya mereka mengejarku sendirisendiri, namun sekarang sepertinya mereka berada di bawah Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo komando orang yang sama, setelah mendapat perintah yang benar, mereka makin gesit menghadangku dan perlahan-lahan menyudutkanku. Ternyata aku berada di tangan Putra Langit! Diam-diam aku memuji, lalu dengan cemas mencari jalan keluar, kalau aku benar-benar tertangkap, asyik sekali, tapi sayang sekarang aku sedang tak bisa bermain. Karena aku tak ingin mencabut nyawa orang, aku tak memukul dengan mengerahkan tenaga, aku menerjang kesana kemari, namun masih terkepung. Aku memperhatikan keadaan di sekelilingku, kalau tak mau tertangkap, aku harus membunuh untuk dapat kabur, kalau tidak aku terpaksa?". Dengan menggunakan ilmu ringan tubuh, aku melompat masuk ke Wisma Huo, prajurit yang mengejar di belakangku tentunya tahu ini rumah siapa, benar saja, mereka tak berani masuk dan berhenti. Diam-diam, aku meleletkan lidahku, kurasa tak lama lagi akan ada pejabat yang pangkatnya lebih tinggi mengetuk pintu mohon bertemu, Paman Chen tak akan bisa tidur nyenyak malam ini. Aku menyelinap ke kamar Huo Qubing, lalu dengan sembunyisembunyi mengintipnya, ternyata tak ada gadis pelayan yang menungguinya, ia tertidur sendirian di dipan. Aku merasa heran sekaligus kesal, Paman Chen si tolol ini kenapa bisa begitu ceroboh" Aku berjalan ke sisi dipan, lalu membungkuk dan memperhatikannya, tanpa disangka-sangka, sekonyong-konyong ia membuka matanya, karena terkejut aku tak kuasa menjerit, ketika suaraku hampir keluar, ia telah menarikku ke dalam pelukannya dan memelukku erat-erat. Sambil tertawa, aku memukul dadanya dengan pelan, "Beraninya kau menakutinakutiku! Pantas saja tak ada satu pun gadis pelayan di sini!" Namun ia tak tertawa, dengan sungguh-sungguh ia berkata, "Selama ini aku menunggumu. Kalau sampai hari terang kau belum pulang, aku akan menculikmu". Aku mendengus, "Bandit!" Ia tersenyum dan mencium dahiku, "Istri bandit, kenapa kau berdandan seperti ini?" Aku membuat wajah lucu ke arahnya, lalu melepaskan diri dari pelukannya, menanggalkan mantel dan membuangnya ke lantai, lalu membuka ikat kepalaku, "Habislah kau, mungkin besok akan ada orang melapor pada kaisar bahwa kau menyembunyikan maling di rumahmu. Malam ini aku telah memancing keluar semua pengawal di Chang'an". Ia berbaring dengan miring, sambil bertopang dagu, ia bertanya sembari tersenyum, "Apa yang kau curi?" Dengan sikap merendahkan aku mengerenyitkan hidungku, "Aku cuma membuat keributan untuk bermain-main saja". Ia menepuk-nepuk dipan, memberi isyarat agar aku berbaring. Aku masuk ke dalam selimut dan menyusup ke dalam pelukannya, "Kulihat kau ini sama sekali tak seperti orang yang baru sakit, kenapa kau begitu penuh energi" Apakah masih ada bagian tubuhmu yang tak enak?" Ia mengerutkan dahinya dan berkata, "Yang lainnya normal, tapi ada satu tempat yang rasanya tak enak". Hatiku terkesiap, "Di mana" Begitu hari terang aku akan menyuruh orang memanggil tabib, oh tidak, sekarang aku akan menyuruh Paman Chen pergi memanggil tabib". Sambil berbicara aku hendak melompat turun dari dipan, namun ia memeluk bahuku dengan sebuah tangannya, sedangkan tangannya yang satu lagi mengenggam tanganku, dengan perlahan menariknya ke bagian bawah perutnya, lalu menariknya ke bawah, "Di sini tak enak". Tanganku menyentuh birahinya yang panas membara, "Kau......." Aku langsung merasa kesal sekaligus jengah, seluruh wajahku merah padam. Ia tertawa dan berbisik di telingaku, "Sudah berapa lama kau mau tak berdekatan denganku" Kalau aku tahu jatuh sakit mendatangkan manfaat seperti ini, dari dulu aku sudah jatuh sakit. Karena kau jarang mau kupeluk, kalau aku sama sekali tak bereaksi, bukankah aku mengecewakan dirimu si cantik yang sedingin es ini?" Aku meludah, "Maling cabul kecil!" Sambil mencium telingaku, ia mengumam, "Yu er, apakah kau mau melahirkan anak untukku" Saat ini aku tak bisa menikahimu, tapi seumur hidup ini aku milikmu. Karena cepat atau lambat hal ini akan terjadi, kalau kau tak memperdulikan status, aku tak akan menahan diri lagi". Aku tersenyum dan melengos menghindari ciumannya, sebelum sempat menjawab, di luar kamar telah terdengar suara Paman Chen, "Shaoye!" Huo Qubing tak menghiraukannya, sambil terus mengodaku, ia bertanya dengan suara pelan, "Mau atau tidak?" Aku menahan napas, khawatir Paman Chen mendengarku, tapi ia sama sekali tak perduli, semakin aku tegang, ia semakin bersemangat dan mencium pipiku dengan suara keras. "Shaoye! Shao....." Suara Paman Chen tertahan untuk beberapa saat, lalu dengan perlahan memanggil, "Shaoye......" Dengan tak berdaya Huo Qubing menghela napas, lalu berbisik, "Kenapa di saat genting selalu ada orang yang menganggu?" Ia berseru, "Ada apa?" Paman Chen berkata, "Kepala pengawal malam-malam mohon bertemu, katanya ada perampok masuk ke rumah kita, ia mohon kita membantunya memeriksa seluruh wisma, maka aku datang untuk minta pendapat tentang apa yang harus kita lakukan". Huo Qubing berkata, "Apa yang perlu ditanyakan" Masa kau tak bisa mengurus hal seperti ini?" Paman Chen berkata, "Penjagaan di wisma ini tak kalah ketatnya dengan istana, tak ada orang yang bisa masuk tanpa menarik perhatian seratus ekor anjing, selain itu, kabarnya malam ini ada kawanan serigala yang membuat keributan di Chang'an, oleh karenanya kupikir.....kupikir......" Kudengar bahwa ia benar-benar sukar mengatakannya, maka aku membantunya berbicara, "Paman Chen, akulah yang menyelinap masuk di tengah malam". Paman Chen menghembuskan napas lega, bicaranya pun lebih lancar, "Kuduga memang begitu, oleh karenanya aku menghadang kepala pengawal itu dan menyuruhnya pulang. Tapi tak lama kemudian seorang perwira datang mohon bertemu, dengan wajah cemas ia berkata bahwa ada seorang perampok kurang ajar memukul guru muda putra mahkota. Guru muda itu sangat marah dan mengancam, kalau perampok itu tak ditangkap, ia akan melapor pada kaisar bahwa mereka telah lalai dalam melaksanakan tugas, aku juga telah menyuruhnya pulang". Huo Qubing berbaring dengan miring, wajahnya nampak sangat malas, ia melirikku, lalu menyentil dahiku, setelah itu ia tersenyum dan berkata, "Sudahlah! Nanti aku akan datang sendiri ke rumah guru muda. Pasti ada masalah yang lebih parah. Siapa yang datang sekarang?" Pada mulanya aku heran kenapa seorang pejabat tinggi berkeliaran di Chang'an dengan sembunyi-sembunyi seorang diri di tengah malam, ternyata begitu. Aku membungkuk dan berbisik di telinga Huo Qubing, dengan geli sekaligus heran ia melirikku, lalu menggeleng-geleng tanda tak setuju. Paman Chen kembali berkata, "Yang Mulia Li Gan datang dan mohon bertemu atas perintah Kepala Pengawal Istana Jenderal Li, katanya demi keselamatan Jenderal Huo dan keamanan kota Chang'an, ia mohon kita membantunya menangkap pembunuh yang masuk ke Wisma Huo, sekarang ia sedang menunggu di aula". Wajah Huo Qubing nampak kesal, dengan dingin ia bertanya, "Li Gan menyebutnya seorang pembunuh?" Dengan pelan Paman Chen berkata, "Benar!" Kepala Pengawal Istana bertugas menjaga keamanan istana, kalau mereka mengatakan bahwa aku seorang pembunuh, bukankah mereka mengatakan bahwa yang akan kubunuh adalah?"kaisar" Dengan wajah masam aku berkata, "Sepertinya aku dalam masalah besar. Gunung yang begitu besar menghimpitku, apa Li Yan ingin mengencetku sampai mati?" Huo Qubing segera bertanya, "Li Yan" Apa maksudmu?" Aku menutupi mulutku, sambil memandangnya, aku mengulirkan biji mataku, namun untuk beberapa saat aku tak berkata apa-apa, ia pun menggeleng, "Entah apa yang tak ingin kau katakan". Ia memberi perintah pada Paman Chen, "Karena Tuan Muda Ketiga Li sudah menduga bahwa orang itu adalah Yu er, tak usah membohonginya. Langsung saja katakan padanya bahwa aku Huo Qubing dan istriku sedang bosan di tengah malam, lalu bermain-main membuat onar, dan karena tak hati-hati, mengejutkan mereka, dan bahwa kami benar-benar menyesal. Sekarang kami sedang beristirahat di dipan, kalau ia ingin menangkap kami, silahkan masuk, aku menunggunya. Kebetulan aku belum pernah melihat rupa sel tahanan Chang"an, ternyata ia hendak memberi kami kesempatan untuk mengenalnya". Aku menarik-narik bajunya, sambil mengerutkan dahi aku memelototinya, "Tak usah berkata seperti ini, sama sekali tak boleh?".." Di luar kamar, Paman Chen terdiam sesaat, lalu cepat-cepat menjawab, "Ya". Setelah itu ia segera pergi, tapi entah kenapa, aku merasa bahwa langkah kakinya seperti seseorang yang sedang mabuk. Kepalaku bersandar di bantal, sambil menutupi wajahku, aku berkata, "Huo Qubing, kau sedang mengerjaiku atau mengerjai Li Gan" Kenapa aku merasa kau marah padaku?" "Separuh separuh, tapi kekesalan ini bukan kekesalan biasa, melainkan kekesalan karena urusan ranjang". Sambil tersenyum ia mengangkat tanganku, lalu mencium ujung hidungku, "Pikiran Li Gan penuh muslihat, lagipula kali ini ia menjebak orang, kalau bertanding sejurus demi sejurus dengannya, aku tak akan dapat menang, lebih baik sekalian menjadi bajingan dan menjungkirbalikkan papan catur yang disembunyikannya di tengah kegelapan, lalu melihat apa yang akan dilakukannnya. Kalau ia kesal dan salah langkah, kita malahan akan dapat ganti mengodanya". Orang ini memenangkan peperangan tanpa memperdulikan taktik militer, caranya bertindak juga sama sekali tak seperti orang biasa. Kulit wajahku tak setebal dirinya, aku berbalik lalu tidur sambil berbaring dengan miring, sambil tertawa ia bertanya, "Kau mau tidur saja?" Aku mendengus dan berkata, "Sebentar lagi hari terang, aku sudah berkeliaran semalaman di atap-atap kota Chang"an, kalau kau tak membiarkanku tidur nyenyak, aku akan pulang ke rumahku". Dari belakang, ia memelukku, lalu berkata dengan pelan, "Tidurlah!" Aku mencibir, "Setelah hari terang, kau benar-benar akan pergi ke rumah guru muda?" Ia tertawa dan berkata, "Katamu aku bajingan, tapi caramu juga rendah. Dia guru muda putra mahkota, bukan termasuk orang luar, lebih baik aku mendatanginya". Kabarnya, di belakang punggung istrinya yang galak, guru muda ini punya selir berwajah cantik yang pandai memetik qin dan mengerti puisi. Walaupun ia melakukan hal ini dengan diam-diam, tapi ketika aku menjalankan usaha rumah hiburan, bordil dan pegadaian, aku telah dengan seksama mengumpulkan informasi tentang keburukan para pejabat istana. Begitu Paman Chen berkata bahwa ia adalah guru muda putra mahkota, aku langsung tahu bahwa ia sedang menyelinap keluar dari rumah selirnya. Maka aku segera memberi usul pada Huo Qubing agar segera mengirim orang untuk bertanya padanya, mana yang lebih penting, rasa marahnya, atau kemarahan istrinya" Sang guru muda pasti akan segera mengurungkan niatnya untuk membuat masalah, dan tak akan punya waktu untuk mengurus seorang bandit. Akan tetapi, tak nyana, dalam hal ini Huo Qubing bersikap seperti seorang budiman. Rasa lelah muncul, aku menutup mulutku dan menguap. Ia segera berkata, "Cepatlah tidur!" Aku mengiyakan, melupakan segalanya, lalu tidur dengan tenang. Ketika aku bangun, waktu makan malam telah tiba, Qubing tak ada di rumah. Kata Paman Chen ia telah pergi ke istana, dan telah mengirim orang untuk memberitahu kami bahwa ia akan pulang terlambat, dan menyuruhku makan malam seorang diri. Aku berpikir bahwa aku telah pergi dengan tergesa-gesa dan belum memberi kabar pada Hong Gu, maka aku memutuskan untuk pulang dahulu. Begitu masuk pintu, Hong Gu menyambutku, "Perusahaan Shi?"" Ia menepuk kepalanya sendiri, "Sekarang sudah tak ada Perusahaan Shi lagi. Shi Tianchao mengirim orang untuk mengundangmu ke Wisma Shi". Untuk sesaat, aku bimbang dan tak bergerak, Hong Gu kembali berkata, "Kata orang itu, kau harus pergi, sepertinya kesehatan Jiu Ye tak terlalu baik". Ketika meninggalkannya kemarin malam, keadaannya tak terlalu baik, hatiku terasa tak enak, aku cepat-cepat berkata, "Kalau begitu aku pergi dulu ke Wisma Shi, sisakan makan malam untukku, kalau tak ada masalah, aku akan segera kembali". Sambil tersenyum, Hong Gu mengiyakan. Begitu sampai di pintu gerbang Wisma Shi, Shi Tianchao nampak duduk di kereta kuda, menungguku, "Aku sudah lama menunggumu! Jiu Ye berada di Qing Yuan di luar tembok kota, aku akan mengantarmu ke sana". Tanpa menunggunya menyelesaikan perkataannya, aku segera bertanya, "Sebenarnya ada apa" Tubuhnya belum pulih, kenapa malahan pergi ke luar kota?" Tianchao menghela napas, "Tubuh Jiu Ye sensitif terhadap hawa dingin, kali ini keadaannya cukup parah. Supaya kau tak khawatir, ia sengaja berpura-pura, tak lama setelah kau pergi, ia jatuh pingsan. Setelah itu Tabib Istana Zhang datang dan menyuruh kami memindahkannya ke Qing Yuan". Hatiku terasa pedih, aku bukannya tak tahu bahwa sakitnya serius. Berpisah, berpisah, pada dasarnya proses untuk melakukan hal ini penuh rasa sakit. Tapi kenapa ia dengan sok tahu lebih mempertimbangkan perasaanku dan tak mengurus dirinya sendiri" Kalau terjadi sesuatu pada dirinya, bagaimana aku bisa menanggungnya" Bagaimana aku dapat berbahagia tanpa merasa bersalah" Kota Chang"an amat dingin dan tanahnya membeku, pepohonan meranggas, namun karena Qing Yuan dipengaruhi panas bumi, suasananya sudah seperti musim semi. Bunga aprikot yang putih bagai bedak, melati musim dingin yang kekuningan, dan daun pohon liu yang berwarna hijau zamrud, semuanya nampak lembut menawan. Namun aku dan Tianchao tak ingin menikmati musim semi, dengan cepat kami berlari ke kamar Jiu Ye. Jiu Ye masih tak sadarkan diri, dahinya panas membara, butiranbutiran keringat yang amat kecil tak henti-hentinya mengalir keluar. Aku mengambil handuk dari tangan seorang gadis pelayan, "Aku datang!" Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Handuk telah beberapa kali diganti, namun suhu tubuhnya tak kunjung turun, bibirnya perlahan-lahan menjadi retak-retak karena panas, aku mengambil handuk lembut, mencelupkannya ke air, lalu meneteskan air ke bibirnya. Demamnya begitu parah, namun dari waktu ke waktu ia masih memanggil, "Yu er". Setiap kali ia memanggil, aku segera menjawab, "Aku ada di sini". Rasa sakit di dahinya sepertinya agak berkurang, kadang-kadang di bibirnya muncul seulas senyum. Tianchao berkata, "Sekarang kau mengerti kenapa aku berkeras kau datang" Apakah kau berada di sini atau tidak sangat besar pengaruhnya pada sakit Jiu Ye". Xiao Feng yang bergegas menjenguk Jiu Ye cepat-cepat berbicara pada Tianchao, setelah selesai mendengarkannya, Tianchao memanggilku, Xiao Feng melambai-lambaikan tangannya dan menghentakkan kakinya untuk menghentikannya, namun Tianchao sama sekali tak menghiraukannya, "Xiao Yu, kami tak ingin menyembunyikan apapun darimu, Jenderal Huo sudah beberapa kali mengirim orang ke Wisma Shi untuk mencarimu, dan ia pun sudah datang secara pribadi di tengah malam ke Wisma Shi. Kalau kau ingin pergi, sekarang aku akan menyuruh orang mengantarmu pulang". Setelah berjaga semalaman penuh, hari sudah hampir terang, karena khawatir, aku sangat lelah, sambil menutupi wajahku, aku menghela napas panjang, berjalan ke depan baskom air es, lalu meraup air es dan membasahi wajahku dengannya, setelah itu aku memandang Jiu Ye yang masih tak sadarkan diri dan berkata, "Tak usah, aku akan tinggal di sini sambil menunggu Jiu Ye siuman". Setelah tengah hari, demam Jiu Ye baru reda, hatiku yang selama itu tegang menjadi agak lega. Perlahan-lahan, Jiu Ye membuka matanya, begitu melihatku, ia tersenyum, "Akhirnya mereka menemukanmu. Kau kabur ke mana di Xiyu" Aku hampir memporak-porandakan Xiyu, tapi sama sekali tak ada kabar tentang dirimu. Yu er, jangan marah padaku, semua salahku. Setelah melihat sapu tangan dalam kotak bambumu, aku baru tahu betapa besar kesalahanku....." Hatiku terkesiap, aku hendak berbicara, namun sang tabib menggeleng-geleng ke arahku, memberi isyarat agar aku menghampirinya. Dengan lembut aku berkata pada Jiu Ye, "Aku pergi untuk minum dulu dan akan segera kembali". Jiu Ye menatapku, matanya penuh rasa bimbang, sambil tersenyum aku berkata, "Begitu selesai minum aku akan langsung kembali, aku tak akan pergi kemana-mana". Ketegangannya mereda, dengan lega ia mengangguk. Begitu keluar pintu, sebelum aku sempat berbicara, Tianchao bertanya, "Apa yang terjadi" Bukankah demamnya sudah turun" Kenapa Jiu Ye masih meracau?" Sang tabib segera menjawab, "Jangan khawatir, ia demam tinggi lebih dari sehari semalam, walaupun sudah reda, tapi ia belum sepenuhnya sadar, lagipula saat ini tenaganya lemah, ia berbuat sesuka hatinya dan tak rasional, oleh karenanya ia dapat melupakan segala macam peristiwa yang tak menyenangkan, dan hanya mengingat semuanya sesuai keinginannya saja, setelah ia tidur nyenyak dan banyak beristirahat ia pasti akan sembuh. Namun sekarang kita sama sekali tak boleh membuat Jiu Ye terkejut, tubuh dan jantungnya sedang berada dalam keadaan yang paling lemah, dan juga paling mudah terluka, kalau kurang berhati-hati, jangan-jangan sakitnya akan bertambah parah, turutilah perkataannya dan senangkan hatinya agar ia terlelap, begitu tersadar, ia pasti akan baik-baik saja". Begitu selesai mendengarnya, tanpa berkata apa-apa, Tianchao membungkuk dalam-dalam ke arahku, aku mengangguk tanpa berkata apa-apa, lalu berbalik dan kembali masuk ke kamar. Mata Jiu Ye terus menatap tirai, begitu melihatku menyingkap tirai dan masuk, seketika itu juga wajahnya kegirangan, rasa girang dan bahagia yang tak ditutup-tutupi itu membuat hatiku tiba-tiba terasa pedih. Aku menyokong Jiu Ye agar ia dapat bersandar di bantal, setelah mencuci tangan, aku menerima mangkuk dan sumpit dari seorang gadis pelayan, bersiap menyuapkan nasi padanya. Ia memberi isyarat agar aku membuka jendela. Setelah membuka jendela, nampak bahwa kami dikelilingi mata air panas, di tengah riak air jernih yang berkilauan, terkadang nampak kelopak bunga aprikot terombang-ambing mengikuti gelombang air, sebuah serambi panjang yang berlika-liku berdiri di atas mata air panas itu, menghubungkan kedua tepi mata air itu, separuh serambi itu tersembunyi di balik uap putih mata air, aku terpana, seakan berada di nirwana. ".......kabarnya nenek pernah memetik qin di sebelah jendela di kamar ini, akan tetapi kakek harus membicarakan urusan dagang dan mau tak mau harus pergi, sambil berjalan, ia berulang-kali berpaling memandang nenek, oleh karenanya secara bercanda, orang-orang di wisma ini menamai serambi ini 'Serambi BerulangKali', setelah tahu, kakek tak mengangapnya aneh dan justru merasa senang, ia tak lagi menggunakan nama asli serambi itu dan menyebutnya 'Berulang-Kali'......." Entah sejak kapan, di kamar itu hanya tinggal aku dan Jiu Ye, di tengah kesunyian hanya terdengar suara Jiu Ye yang lembut. Ia mengenggam tanganku, "Kesehatan nenek buruk, sebelum aku lahir ia telah meninggal dunia, aku sering membayangkan kakek dan nenek berjalan sambil bergandengan tangan di lorong ini, aku merasa kalau hidupku seperti hidup kakek, hidupku tak sia-sia. Yu er, apakah perkataanku ini tak terlambat selangkah" Apakah kau masih memperbolehkanku menemanimu mengagumi bunga?" Tanganku bergetar keras, semakin lama, genggamannya semakin erat, aku lama tak menjawab, perlahan-lahan, di matanya muncul pusaran air, pusaran itu penuh duka, membuat orang tak kuasa menghindarinya, rasanya amat sakit, hatiku bagai terpilin hingga hancur berkeping-keping. Tiba-tiba aku menjawab, "Bersedia, setelah tubuhmu sehat, kita akan pergi ke Tianshan melihat teratai salju". Perkataanku seakan mengandung senjata ajaib penenang samudra, begitu perkataan itu terdengar, badai di matanya seketika itu juga menjadi tenang. Sambil mengenggam tanganku, ia tertawa riang, di tengah tawanya ia mengumam pelan, seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri, "Langit, terima kasih, kau tak memperlakukanku dengan tak adil, kau memberiku Yu er". Mataku berlinangan air mata, Langit memperlakukanmu dengan begitu tak adil, keluargamu sudah meninggal dunia, tubuhmu tak Wanita Iblis 17 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Peristiwa Merah Salju 8