Balada Padang Pasir 1
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 1 BALADA PADANG PASIR TONG HUA Diterjemahkan oleh Grace Tjan Hari-hari berlalu dengan cepat bagai angin malam padang pasir, dalam sekejap mata seribu li telah kulalui, aku hanya beristirahat sejenak setelah terluka, namun rerumputan di padang rumput telah melayu tiga kali, dan dedaunan hutan pohon huyang telah menguning tiga kali pula. Lebih dari tiga tahun ini, selama lebih dari seribu siang dan malam, aku telah mengikuti kawanan serigala, mengembara dari ujung utara ke ujung selatan padang pasir, dan kembali dari ujung selatan ke ujung utara padang pasir lagi. Di tengah keasyikan bermain, aku seakan tak pernah meninggalkan kawanan serigala, enam tahun yang kulewatkan bersama A Die seakan telah terkubur di bawah pasir kuning, namun sayang sekali, hanya seakan-akan saja..... Di tengah malam yang gelap gulita, saat seribu satu suara telah menjadi sunyi senyap, di samping api unggun, aku dan Lang Xiong duduk dan berbaring, ia telah tidur nyenyak, namun aku sama sekali tak bisa tidur. Di siang hari aku kembali melihat pasukan Xiongnu, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun ini, derap kaki kuda mereka sekonyong-konyong membangkitkan masa lalu yang telah lama terkubur. -----------------Sembilan tahun sebelumnya, Xiyu . Seseorang berbaring di padang pasir, aku menatap matanya, ia pun menatapku. Seekor kadal merayap di wajahnya, namun ia tak bergeming, dengan penuh rasa ingin tahu aku menepuknepuk pipinya dengan cakarku, ia masih tak bergerak, namun bibir bawahnya sedikit tertarik, seakan tersenyum. Aku memperhatikannya sejak mentari berada di tengah angkasa sampai mentari tenggelam, akhirnya aku paham kenapa ia tak bergerak-gerak, ia akan segera mati kehausan. Sampai sekarang aku masih tak mengerti, kenapa aku ingin menolongnya" Kenapa dengan begitu bersusah payah, aku menangkap seekor kambing dan memberikannya padanya" Kenapa tanpa sebab yang jelas, aku mencari seorang ayah untuk diriku sendiri" Apakah karena dalam pandangan matanya ada sesuatu yang akrab denganku, namun juga asing" Setelah ia minum darah segar, setelah tubuhnya kembali kuat, ia melakukan sesuatu yang biasa dilakukan orang ---- membalas air susu dengan air tuba. Ia mengikatku dengan seutas tali, lalu membawaku meninggalkan kawanan serigala di Gurun Gobi yang luas dan liar, membawaku ke kemah-kemah yang didiami manusia. Ia telah minum darah kambing segar, namun ia tak mengizinkanku minum darah segar dan daging mentah lagi. Ia memaksaku berjalan tegak meniru dirinya, memaksaku menirukannya berbicara, dan berkeras agar aku memanggilnya 'A Die' , oleh karenanya aku tak jarang berkelahi dengannya, namun ia tak kenal takut, setiap kali aku kalah berkelahi dan kabur ke padang pasir, ia selalu menangkap dan membawaku pulang. Aku amat menderita, namun aku tak paham kenapa ia bersikap seperti itu padaku, kenapa ia begitu menginginkan aku menjadi manusia" Apakah menjadi serigala tak cukup baik" Ia berkata padaku, bahwa aku sebenarnya seorang manusia, bukan seekor serigala, oleh karenanya, aku harus menjadi manusia. Ketika aku mulai belajar menulis, aku mulai sedikit memahami masa laluku: aku adalah seorang anak yang dibuang atau hilang, kawanan serigala membesarkanku dan membuatku menjadi seekor serigala cilik, akan tetapi ia hendak menjadikanku seorang manusia. "Aku tak mau menyisir rambut!", sambil berteriak keras-keras aku melemparkan sisir, lalu mencari sesuatu di sekelilingku untuk melampiaskan amarah. Lenganku sudah sakit karena pegal, namun ternyata aku belum dapat membuat sebuah kepangan pun, tadinya dengan kegirangan aku hendak melihat wajahku yang jelita setelah rambutku disisir dan dikepang di air danau, namun ternyata makin disisir, rambutku makin berantakan, maka sekarang aku hanya dapat memendam kekesalan. Langit tinggi dan awan jarang, mentari memancarkan sinarnya yang hangat dan angin bertiup sepoi-sepoi, hanya ada seekor kerbau yang cukup besar sedang minum air di tepi danau. Sambil mengelembungkan pipiku, aku memandang kerbau hitam itu, diam-diam aku berlari ke belakang tubuhnya, lalu melayangkan sebuah tendangan ke pantatnya, hendak menendangnya hingga tercebur ke danau. Kerbau itu melenguh, tubuhnya tak bergerak, aku tak puas dan kembali menendangnya, ekornya mengibas, dan ia berbalik menatapku. Mendadak aku sadar bahwa keadaan sedikit tak menguntungkan, dan bahwa aku telah melampiaskan kemarahanku pada sasaran yang salah. Seharusnya aku menganiaya sesuatu yang lebih lemah dariku, kerbau itu adalah sebongkah batu yang keras, sedangkan aku adalah sebutir telur yang rapuh. Aku memutuskan untuk mendahului sang kerbau, aku membungkuk dan mengeluarkan sebuah lolongan serigala, dengan harapan agar wibawa serigala dapat membuatnya ketakutan dan lari tunggang-langgang, biasanya kalau aku melakukan hal ini, anak kuda atau kambing yang mendengarnya selalu lemas kakinya atau melarikan diri, namun ia justru melenguh panjang, lalu mengarahkan tanduknya padaku, ketika ia sedang mendengus marah dan menggali tanah dengan kakinya, aku berbalik, melolong mengenaskan dan mulai berlari sekencang-kencangnya. Akhirnya aku mengerti kenapa kalau orang memaki seseorang yang keras kepala dan bodoh, mereka menyebutnya 'niu piqi' . Diantara serigala dan kerbau, siapa yang larinya lebih cepat" Sambil berteriak-teriak, aku berpikir tentang hal ini sampai pantatku merasakan tanduk kerbau, aku mengelus pantatku yang nyeri, dan tak punya waktu lagi untuk berangan-angan, hanya memusatkan perhatian untuk berlari menyelamatkan nyawa. Aku tiba-tiba berbelok ke kiri, lalu tiba-tiba berbelok ke kanan, lalu ke kiri..... "Kakak kerbau, aku bersalah, jangan kejar aku lagi, ya, aku tak akan berani menendangmu lagi, setelah ini aku hanya akan menganiaya kambing saja". Aku sudah sangat kecapaian dan hampir terjerembab, akan tetapi suara derap kaki kerbau ini tak berubah, rupanya ia menginginkan nyawaku. "Kerbau bau, kau kuperingatkan, jangan anggap aku seekor serigala yang sebatang kara saja, aku punya banyak kawan, kami dapat melahapmu", namun suara derap kaki kerbau tak berubah, ancaman itu tak mempan, aku hanya dapat terus berlari dengan wajah masam. Napasku terengah-engah, dengan terbata-bata aku berkata, "Kalau kau.....melukaiku.....A.....A.....Die akan memasak dan memakanmu, jangan kejar.....aku.....lagi". Perkataan yang baru selesai kuucapkan itu nampaknya benarbenar ampuh, di kejauhan dua orang berjalan berendeng pundak, salah seorang diantara mereka adalah A Die. Aku berlari menghampiri mereka sambil berteriak keras-keras. Agaknya ini adalah untuk pertama kalinya A Die melihatku begitu bersemangat melihatnya, dari kejauhan aku membuka sepasang lenganku lebar-lebar, hendak menerjang ke dalam pelukannya. Dengan penuh semangat, tanpa memperhatikan sebabnya, ia segera melangkah ke depan, lalu setengah berlutut untuk memelukku. Setelah ia melihat kerbau di belakangku, ia segera hendak menghindar, namun sudah terlambat. Lelaki yang berada di sampingnya cepat-cepat menghadang di depan A Die, berdiri menghadapi kerbau itu. Aku membuka mata lebar-lebar, memandang sang kerbau menerjang ke arahnya, kulihat tanduk kerbau hampir menyentuhnya, namun sepemantikan api kemudian, sepasang lengannya mengayun ke depan dan mencengkeram kedua tanduk kerbau itu, sang kerbau yang marah menerjang ke depan dengan sekuat tenaga, kakinya menginjak-injak tanah hingga rerumputan patah dan debu berterbangan, namun ia sama sekali tak bergeming. Melihatnya, aku terpana, satu-satunya pikiran dalam benakku adalah: andaikan ia seekor serigala, ia akan menjadi pemimpin kawanan serigala kami. A Die memelukku dan melangkah minggir, lalu tersenyum dan memuji, "Aku sering mendengar orang memuji wangye sebagai pejuang nomor satu di kalangan bangsa Xiongnu, ternyata nama besar anda bukan nama kosong belaka". Pemuda itu menelengkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum, "Hanya sedikit kekuatan kasar untuk menundukkan seekor kerbau liar, mana bisa dibandingkan dengan ilmu sastra tuan?" A Die melihat bahwa aku meronta-ronta hendak turun, maka ia melepaskanku, "Aku hanya tahu teori-teori mati dalam buku, namun wangye telah memahaminya dari alam sendiri". Aku melangkah ke sisi lelaki itu, lalu menendang sang kerbau, "Ayo kejar aku! Kau masih ingin mengejarku tidak" Kejar tidak" Kutendang kau dua kali karena mengejarku sampai hampir mampus!" Sang kerbau yang telah dijinakkan oleh pemuda itu tiba-tiba bangkit dengan penuh tenaga, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengibaskan ekornya, ia meronta bangkit. A Die memburu ke arahku, lalu mohon maaf pada sang pemuda, "Gadis kecil ini wataknya agak licik dan bandel, membuat wangye repot saja, ayo cepat beri hormat pada wangye". Aku berdiri tanpa bergeming, menatapnya tanpa berkedip, saat itu aku masih tak tahu bagaimana membedakan wajah seseorang yang tampan dan buruk rupa, akan tetapi rupa yang begitu tampan itu dapat kumengerti, setelah dengan terpesona memandangnya selama beberapa saat, aku berseru, "Wajahmu memang sangat tampan, apakah kau lelaki yang paling ganteng diantara bangsa Xiongnu" Tapi Yu Dan juga sangat tampan, setelah ia dewasa, entah dia atau kau yang lebih tampan?" Ia menghela napas beberapa kali, memandang A Die sambil menahan tawa, lalu berbalik dan memusatkan perhatiannya untuk menjinakkan si kerbau kecil. Dengan wajah jengah, A Die menutupi mulutku, "Mohon maaf pada wangye, hamba kurang pandai mendidiknya". Kebuasan sang kerbau sedikit demi sedikit menghilang, pemuda itu perlahan-lahan melepaskan pegangannya dan membiarkan kerbau hitam itu pergi, ia berbalik dan melihat A Die menutupi mulutku dengan salah satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain menelikung lenganku, aku pun menendangi A Die. Dengan agak bersimpati, ia memandang A Die, "Lebih sulit daripada menjinakkan seekor kerbau liar". Membandinganku dengan kerbau liar" Di tengah kesibukanku, aku baru saja sempat memelototinya. Untuk sesaat ia tertegun, lalu tersenyum sambil menggeleng-geleng, ia pun berkata kepada A Die, "Urusan taifu sudah selesai, aku mohon diri dahulu". Begitu ia pergi, A Die mengempitku di bawah lengannya dan memaksaku pulang ke kemah. Aku pernah melihat para pengembala di padang rumput menghajar anak-anak mereka yang bandel dengan cambuk, apakah A Die juga akan melakukan hal itu" Aku bersiap untuk bertengkar habis-habisan dengan A Die, namun ia hanya mengambil sebuah sisir, lalu menyuruhku duduk. "Rambutmu berantakan! Pangeran Raja Bijak Kiri tentunya adalah lelaki paling tampan diantara bangsa Xiongnu, tapi kau tentunya adalah wanita terjelek di padang rumput!" Aku segera menjadi tenang, aku memutar cermin perunggu dan memperhatikan diriku dengan seksama, "Apakah aku masih lebih jelek dari dengan nenek tua ompong yang kita lihat kemarin?" "Ya". "Lebih jelek dari bibi gendut yang jalannya cepat tapi tak majumaju itu?" "Ya". Sambil mencibir aku memandangi diriku di cermin itu, di antara rambutku yang lebat dan kusut-masai terselip beberapa helai rumput, di ujung hidung dan pipiku nampak beberapa noda hitam lumpur, benar-benar menyedihkan, hanya sepasang mataku yang bagai danau musim semi atau bintang dingin, berkilauan dengan cemerlang. A Die menyeka wajahku hingga bersih, dengan teliti ia mencabuti helai-helai rumput itu, lalu menyisir rambutku yang kusut dengan sisir. "Kita akan membuat dua kepangan, aku akan terlebih dahulu menjalin sebuah kepangan, lalu kau juga belajar membuat yang satu lagi, setelah kepangan jadi, kau pasti akan menjadi nona tercantik yang pernah kulihat". Sambil mengepang rambutku, A Die berbicara sembari tertawa. ---------Ranting-ranting kering di tengah api unggun bergemeretak, lelatu berterbangan, membangkitkan ingatanku, di sampingku, setelah mengulet dengan kemalas-malasan, Lang Xiong kembali menelungkup di tanah. Aku menepuk-nepuk punggung Lang Xiong dan kembali terkenang akan masa silam. Tahun itu aku berusia tujuh atau delapan tahun, aku baru setahun tinggal bersama A Die, hari itu, untuk pertama kalinya aku berhasil membuat sebuah kepangan dengan baik, dan juga untuk pertama kalinya berjumpa dengan Yizhixie: sahabat A Die, paman Putra Mahkota Yu Dan, adik Junchen Shanyu[6], Raja Bijak Kiri Xiongnu. Karena ia sering mencari A Die, kami menjadi akrab, asalkan pergi berburu ia selalu mengajakku. ---------"Yu Jin, kalau kau masih tak bisa menghafalkan kitab Kebijakan Negara, walaupun rambutmu sudah rapi, malam ini kau tak boleh ikut jamuan makan malam". Tanpa mengangkat kepalanya, A Die yang menyebalkan berkata seraya menulis-nulis sambil menunduk. Aku pernah mendengar Yizhixie berkata bahwa rambutku mirip bulu domba yang baru dicukur, dengan lemas aku berhenti mengikat rambutku dan memandangi bilah-bilah bambu[7] di hadapanku, lalu mulai mengigiti jariku, "Kenapa kau tak mengajar Yu Dan" Bukankah Yu Dan muridmu" Atau kau bisa menyuruh Yizhixie menghafalkannya, ia pasti senang, ia paling suka membaca buku orang Han, aku hanya suka berburu bersama Yizhixie". Begitu aku menyelesaikan perkataanku, aku melihat A Die menatapku dengan tajam, dengan ragu-ragu aku berkata, "Yu Dan tak mengizinkanku memanggilnya putra mahkota, Yizhixie pun berkata bahwa aku boleh tak memanggilnya pangeran. Karena mereka bisa langsung memanggil namaku, kenapa aku tak boleh melakukan hal yang sama?" A Die sepertinya menghela napas dengan pelan, ia melangkah ke hadapanku, lalu berjongkok, "Karena aturan yang berlaku di dunia ini, mereka dapat langsung memanggil namamu, tapi kau harus Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menggunakan gelar mereka. Di tengah kawanan serigala, apakah kau tak pernah melihat bagaimana serigala kecil menghormati serigala dewasa" Jangankan bicara kedudukan, umur Putra Mahkota Yu Dan pun lebih tua empat atau lima tahun dibandingkan denganmu, sedangkan Pangeran Raja Bijak Kiri lebih tua tujuh atau delapan tahun dibandingkan denganmu, kau harus menghormati mereka". Setelah berpikir sejenak, aku merasa bahwa perkataan A Die cukup masuk akal dan mengangguk-angguk, "Baiklah! Setelah ini aku akan memanggil Yu Dan putra mahkota, dan juga memanggil Yizhixie Pangeran Raja Bijak Kiri, tapi malam ini aku ingin makan daging domba panggang dan ingin ikut jamuan makan malam, aku tak mau menghafalkan Kebijakan Negara, Yu Dan adalah muridmu, biar dia saja yang menghafalkannya". A Die melemparkan tanganku dari bibirku, lalu mengambil sapu tangan dan mengelap tanganku, "Sebentar lagi kau akan berumur sepuluh tahun, kenapa belum dewasa juga" Pangeran Raja Bijak Kiri ketika seumurmu sudah maju ke medan perang". Aku mengangkat kepalaku tinggi-tinggi dan mendengus dengan puas diri, "Ketika kami mengejar kelinci, ia tak bisa dibandingkan denganku". Mendadak aku teringat pada perjanjian diantara aku dan Yizhixie, dengan menyesal aku menutup mulutku, lalu berkata dengan murung, "Aku berjanji pada pangeran untuk tak memberitahu orang lain, kalau tidak ia tak akan membawaku pergi bermain, kau sama sekali tak boleh membiarkannya tahu". Sambil tersenyum A Die bertanya, "Kebijakan Negara?" Dengan kesal aku memukuli meja keras-keras, sambil menatap A Die dengan mata terbelalak, aku berkata, "Penjahat, kau memang kutu buku penjahat, sekarang aku akan pergi menghafalkannya". Sang Shanyu memerintah seseorang untuk memanggil A Die, walaupun sebelum keluar rumah ia berulangkali menyuruhku untuk menghafalkannya dengan baik, namun aku tahu, dan dia pun lebih tahu lagi, bahwa perkataannya akan hanya bagai angin lalu yang membelai telingaku saja, dengan putus asa A Die memandangiku untuk beberapa saat, lalu menggeleng dan berlalu. Begitu ia keluar, aku langsung dengan gembira melompat keluar dari kamar, mencari keasyikan! Di sebuah lereng yang sepi, Yizhixie berbaring dengan tenang di tengah rerumputan, sambil berjingkat-jingkat aku melangkah ke sisinya, hendak mengejutkannya, namun dengan tak disangkasangka, sekonyong-konyong ia bangkit dan menangkapku, dan malahan mengejutkanku. Aku tertawa terbahak-bahak, lalu memeluk lehernya, "Yi........wangye, kenapa kau berada di sini" Kudengar kau akan menikahi seorang putri, perjamuan malam ini khusus diadakan untukmu". Yizhixie memelukku dan menaruhku di atas pangkuannya, "Kau diomeli A Diemu lagi, ya" Aku sudah ratusan kali berkata padanya bahwa kami bangsa Xiongnu tak memperdulikan hal-hal semacam itu, tapi ia selalu berhati-hati dan terlalu banyak peradatan. Ya, aku akan menikahi seorang putri". Aku memandangi wajahnya, "Kau tak senang, ya" Apakah putri itu tak cantik" Kata Yu Dan ia putri tunggal seorang jenderal besar, banyak sekali orang yang ingin menikahinya! Kalau usia Yu Dan tidak masih terlalu muda, Shanyu pasti ingin menikahkannya dengan Yu Dan". Ia tertawa dan berkata, "Gadis bodoh, kecantikan bukan segalanya. Aku bukannya tak senang, tapi tak ada sesuatu yang patut dijadikan alasan untuk bergembira". Aku tertawa dan berkata, "Kata A Die, suami istri harus saling berhadapan seumur hidup, berhadapan seumur hidup berarti harus melihatnya setiap hari, kalau begitu, bagaimana bisa tak cantik" Saat aku mencari suami, aku akan mencari seorang pria yang paling tampan. Hmm......", aku memperhatikan raut wajahnya yang seksama, lalu dengan ragu-ragu berkata, "Paling tidak tak lebih jelek darimu". Tawa terbahak-bahak Yizhixie menggesek kedua sisi wajahku, "Kau umur berapa" Kenapa kau begitu tergesa-gesa ingin meninggalkan A Diemu?" Senyumku membeku di wajahku, dengan kesal aku bertanya, "Apakah kau dan Yu Dan tahu berapa usia kalian?" Ia mengangguk dengan pelan, aku menghela napas dan berkata, "Tapi aku tak tahu! A Die juga tak tahu berapa sebenarnya usiaku, ia hanya berkata bahwa umurku kurang lebih sembilan atau sepuluh tahun, kalau ada orang yang bertanya berapa usiaku, aku selalu tak bisa menjawab". Sambil tersenyum ia mengengam tanganku, "Ini adalah suatu hal yang paling bagus di kolong langit ini, kenapa kau justru tak senang" Coba kau pikir, kalau orang lain bertanya berapa usia kami, kami terpaksa menjawab dengan jujur, kami hanya punya satu pilihan, namun kau dapat memilih usiamu sendiri, bagus bukan?" Mataku menjadi berbinar-binar, dengan bersemangat aku berkata, "Benar! Benar! Aku dapat menentukan sendiri berapa umurku! Kalau begitu, seharusnya aku berumur sembilan atau sepuluh tahun" Aku ingin berumur sepuluh tahun supaya dapat membuat Mudaduo memanggilku jiejie". Sambil tertawa ia menepuk kepalanya, lalu memandang ke kejauhan, aku menarik-narik lengannya, "Ayo menangkap kelinci!", namun ia tak langsung menyanggupinya seperti dahulu, ia memandang ke arah timur, tertegun tanpa berkata apa-apa. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menjulurkan leherku dan melihat ke kejauhan, hanya ada kerbau dan domba, dan burung elang yang terkadang terbang di cakrawala, tak ada yang berbeda dengan biasanya, "Kau sedang lihat apa?" Yizhixie tak menjawab dan malahan bertanya, "Di tenggara ada apa?" Untuk sesaat aku mengerutkan dahi, "Kau akan bertemu kerbau dan domba, lalu gunung, ada padang rumput, dan Gurun Gobi, kalau terus berjalan, kau akan kembali ke Dinasti Han, kampung halaman A Die, kabarnya di sana sangat indah". Rasa terkejut muncul dengan sekilas di mata Yizhixie, "A Die yang memberitahumu tentang semua itu?" Aku mengangguk-angguk, sudut-sudut bibirnya terangkat, namun senyumnya agak dingin, "Padang rumput, danau, gunung dan sungai kita juga sangat indah". Aku mengangguk setuju, lalu berkata dengan lantang, "Yangzhishan kita paling indah, Qilianshan kita paling subur". Yizhixie tersenyum dan berkata, "Kau mengatakannya dengan sangat baik. Yang selalu melihat ke tenggara adalah Dinasti Han, Dinasti Han bukan ancaman serius, akan tetapi kaisar Dinasti Han sekarang ini sangat berbeda". "Apakah wajahnya lebih tampan darimu?", dengan penuh rasa ingin tahu aku memandang ke timur. "Sangat disesalkan bahwa selama bertahun-tahun lamanya, ternyata aku hanya dapat melihat saja saat ia sedikit demi sedikit mendesak ke barat, sehingga daerah kekuasaan Dinasti Han sedikit demi sedikit bertambah luas. Seorang Wei Qing saja sudah membuat kami pusing, kalau setelah ini muncul lagi beberapa jenderal ulung, mengingat watak dan ketamakan kaisar Han sekarang ini, kami khawatir bahwa ia akan memerangi kami untuk merebut Yanzhishan dan Qilianshan kita, saat itu kita tak akan dapat duduk di sini dan memandangi tanah di kaki kita ini. Sayang sekali orang-orang bangsa kita tertarik pada kemakmuran dan kekayaan Dinasti Han, serta perlakuan baik dari kaisarnya, kemusnahan bangsa kita berada di depan mata, tapi mereka masih bertekad mendekati Han". Pandangan matanya terpaku ke depan, ia berbicara dengan perlahan, sepertinya dengan putus asa dan sedih. Aku memandang ke arah timur, lalu memandanginya, seakan tanpa sadar, aku mengangkat tanganku ke mulutku, sambil mengigit jari, aku menatapnya tanpa berkedip. Dengan lembut tangannya mengelus mataku, lalu untuk sesaat berhenti di bibirku, ia menggeleng dan tersenyum, "Kuharap beberapa tahun lagi, kau akan dapat memahami makna perkataanku, dan masih mau duduk di sisiku dan mendengarkan aku berbicara". Ia menarik tanganku, menyeka tanganku dengan lengan bajunya sendiri, lalu menarikku hingga bangkit, "Aku pergi dulu. Perjamuan malam ini diadakan untukku, aku harus berdandan dahulu, walaupun hanya untuk berpura-pura, namun tak jelek. Akan tetapi, tak sedikit orang yang akan tak menyukainya. Bagaimana denganmu?" Aku memandang ke sekelilingku, lalu dengan agak bosan berkata, "Aku akan pergi mencari Yu Dan, siang ini akan ada pertandingan menunggang kuda dan memanah, aku akan pergi melihat keramaian, mudah-mudahan aku tak terpergok A Die". Suasana perjamuan makan malam yang santai dan riang gembira menjadi sunyi senyap ketika aku masuk, sambil mengusung baki berisi kepala domba, aku berlutut di hadapan Yizhixie, dengan kebingungan aku memandang sang Shanyu yang berusaha menahan tawa, memandang A Die yang wajahnya nampak putus asa, lalu memandang Yu Dan yang nampak murka, dan akhirnya memandang ke arah Yizhixie. Dahinya yang berkerut perlahanlahan menjadi licin, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun, namun sepertinya sinar matanya ramah, sehingga tanganku yang gemetar di bawah pandangan mata begitu banyak orang perlahan-lahan menjadi tenang. Yizhixie bangkit dan menghormat kepada Junchen Shanyu, "Yang Mulia, Yu Jin belum pernah melihat seseorang yang segagah elang jantan seperti Shanyu, dan mengira seekor angsa adalah seekor elang, menurut adik, pahlawan yang berada dalam hati orang-orang yang hadir di sini hari ini tentunya adalah Putra Mahkota Yu Dan, siang ini putra mahkota berhasil memanah semua sasarannya, dan kepandaian berkudanya pun sama hebatnya, di kemudian hari ia tentunya akan menjadi satusatunya pemimpin kawanan serigala di padang rumput". Saat ia membungkuk dan mengambil baki dari tanganku, tak nyana ia mengedipkan matanya ke arahku dengan cepat sembari tersenyum, setelah itu, ia berbalik dan berjalan ke depan meja Yu Dan, menekuk sebelah lututnya dan berlutut di hadapannya, lalu sambil menunduk, mempersembahkan kepala domba itu dengan kedua tangannya. Semua orang tertawa, bertepuk tangan dan berteriak-teriak dengan riuh rendah, mereka berebut untuk memuji Yu Dan, berkata bahwa ia mirip sang Shanyu semasa muda, lalu mereka satu persatu maju dan bersulang dengannya. Yu Dan berdiri di depan Yizhixie yang sedang berlutut, mengambil pisau perak yang diberikan kepadanya, mengiris daging kepala domba di baki itu, lalu melemparkan irisan daging itu ke dalam mulutnya sendiri. Dari awal sampai akhir, Yizhixie terus bersikap rendah hati, berlutut dengan sikap merendah. Akhirnya, di sudut-sudut bibir sang Shanyu muncul seulas senyum puas, ia mengangkat cawan arak, melangkah maju dan menarik Yizhixie agar bangkit, setelah itu, sambil tersenyum, ia dan Yizhixie bersama-sama minum secawan arak. Agaknya aku adalah satu-satunya orang yang tak tersenyum di tempat itu, dengan murung aku bersandar pada A Die sambil menyaksikan adegan yang tak benar-benar kupahami itu, kalau saja aku tak bertindak dengan gegabah, Yizhixie tak usah berlutut di hadapan orang banyak seperti ini, harus berlutut di hadapan Yu Dan yang usia dan kedudukannya lebih muda darinya, dan tubuhnya lebih pendek dari dirinya. Sambil tersenyum, A Die menepuk-nepuk pipiku, lalu berkata dengan suara pelan, "Anak manis, jangan bermuram durja, tersenyumlah. Lebih baik kau mempelajari apa kesalahanmu, sehingga kelak kau tak mengulanginya. Perbaikilah kesalahanmu dengan sepenuh hati, dan pahamilah kenapa pangeran bertindak seperti itu, menurut ilmu strategi dalam Kebijakan Negara, ia harus melakukannya. Nampaknya aku telah gagal mengajari putriku, aku pun harus menegur diriku sendiri". Aku tak bisa menunggang kuda, tak bisa pergi ke tempat jauh untuk bermain, sedangkan kedua orang yang tak memperdulikan larangan A Die dan bersedia mengajakku pergi jauh, yang seorang hendak kuhindari karena aku telah bersalah padanya, dan yang seorang lagi marah padaku dan tak hendak menemuiku. Ketika melihat Yu Dan memberi minum kuda di tepi danau, aku mendengus, tanpa memperdulikannya, aku pergi ke tepi danau untuk bermain air. Setelah menatapku tanpa berkedip untuk beberapa saat, Yu Dan berlagak tak melihatku, "Kau tak bisa berenang, jangan meninggalkan tepi danau, hati-hati jangan sampai terjatuh". Aku kembali melangkah ke depan untuk dengan hati-hati mencari tahu seberapa dalam airnya, dan apakah aku dapat terus berjalan ke depan, Yu Dan mencengkeram kerah bajuku, lalu melemparkanku ke tepi danau, aku pun berkata dengan marah, "Kau sendiri tak bisa berenang, nyalimu kecil, aku sendiri tak takut". Yu Dan tersenyum dan berkata, "Jelas-jelas aku yang seharusnya marah padamu, tapi kau malahan yang marah padaku". Ketika mengingat kejadian hari itu, diam-diam aku merasa agak malu. Yu Dan menyuruhku untuk mempersembahkan kepala domba, tapi aku tak memberikannya pada sang Shanyu dan malahan memberikannya pada Yizhixie, sehingga membuat sang Shanyu tersinggung dan merepotkan pahlawanku. Aku menunduk dan tak berkata apa-apa. Sambil tersenyum, Yu Dan menarik tanganku dan berkata, "Kalau kau sudah tak marah, ayo cari tempat untuk bermain". Aku mengulum bibirku seraya mengangguk-angguk, sambil bergandengan tangan kami berdua berlari seakan terbang. ................. Ketika berusia sepuluh tahun, untuk pertama kalinya, karena Yizhixie, aku memikirkan secara mendalam tulisan yang A Die setiap hari perintahkan padaku untuk kuhafal, dan juga untuk pertama kalinya mengamati Yizhixie, Yu Dan dan sang Shanyu, dan mulai memahami bahwa walaupun mereka adalah kerabat yang paling dekat, namun kemungkinan besar dapat berubah menjadi saudara-saudara yang bermusuhan seperti yang digambarkan dalam buku-buku bangsa Han. ................... Setelah sang putri istri Yizhixie selesai menyisir rambut, ia berpaling ke arah Yizhixie, lalu bertanya sembari tersenyum, "Wangye, gelung ini adalah gaya rambut permaisuri Shanyu yang baru kupelajari, apakah aku telah melakukannya dengan benar?" Yizhixie yang sedang membaca buku mengangkat kepalanya dan dengan tanpa ekspresi melihat gelung sang putri, senyum di wajah sang putri sedikit demi sedikit memudar, ketika ia sedang gelisah, Yizhixie mengambil setangkai bunga yang berada di atas meja, bangkit dan melangkah ke hadapannya, lalu menancapkannya di pelipisnya. Sambil memegang bahu sang putri, ia tersenyum dan berkata, "Kalau begini, kecantikan wajahmu barulah tak sia-sia". Wajah sang putri menjadi merah padam, ia menengadah memandang Yizhixie, tubuhnya dengan lemas bersandar pada tubuh Yizhixie. Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Aku mengerutkan keningku dan menghela napas, lalu berbalik hendak pergi, namun di belakangku terdengar sebuah suara yang menegur dengan lembut, "Siapa yang mengintip di luar?" Yizhixie meninggikan suaranya, "Jin Yu, masuklah". Untuk beberapa saat aku berdiri di luar kemah sembari mencubiti pipiku sendiri, aku memaksa diriku untuk tersenyum manis, dan setelah itu baru masuk ke dalam kemah dan menghadap sang putri. Seberkas rasa terkejut berkelebat di mata Yizhixie, setelah itu, seraya tersenyum ia menonton aku dan sang putri bertanya jawab. Sang putri bertanya, "Dari mana wangye tahu bahwa Yu Jinlah yang berada di luar?" "Dialah yang suka keluar masuk semua kemah, para prajurit tak terlalu memperdulikannya, selain dia, siapa lagi yang diam-diam mengintip dari luar?" Yizhixie melangkah ke depan meja dan duduk, lalu kembali mengambil gulungan bambu. Sang putri bangkit dan berkata, "Yu Jin, ikut aku menemui permaisuri, ia mempunyai banyak mainan Dinasti Han, ayo kita belajar memainkannya, lalu aku akan membuatkanmu sebuah gelung cantik, bagaimana?" Sambil tersenyum aku menggeleng, "Gelung itu hanya dapat dibuat oleh orang yang tangannya sangat terampil, hanya orang yang sangat cerdas saja yang dapat mempelajarinya, aku terlalu bodoh dan tak dapat mempelajarinya, aku hanya suka mengejar kelinci". Sang putri tertawa, lalu membungkuk dan mencium wajahku, "Mulutmu sangat manis, kenapa sebelum ini aku mendengar orang berkata bahwa watakmu licik dan bandel" Tapi semakin lama mengenalmu aku semakin suka padamu. Karena kau tak pergi, maka aku terpaksa pergi sendirian, akan tetapi janganjangan hari ini pangeran tak punya waktu untuk menemanimu menungang kuda dan berburu". Sang putri membungkuk pada Yizhixie, lalu menyingkapkan tirai dan keluar, aku mengangkat lengan bajuku untuk menyeka tempat yang dicium sang putri, Yizhixie memandangiku, ia menggeleng-geleng seraya tersenyum. Aku menghela napas dengan pelan, lalu berbalik hendak pergi, namun Yizhixie bangkit dan berkata, "Tunggu aku". Aku berpaling memandangnya, ia melangkah maju dan menarik tanganku, "Aku masih punya waktu untuk keluar berjalan-jalan". Ia mengajakku menaiki lereng bukit sampai ke sebuah tempat yang tinggi, "Aku sudah begitu lama tak melihatmu, saat bertemu ayahmu pun aku tak melihat sosokmu. Apakah kau sudah berbaikan dengan Yu Dan?" Aku segera menggeleng. "Kalian bertengkar lagi, ya" Kalau kau memakai ilmu berpurapura seperti yang kau lakukan barusan ini terhadap Yu Dan, kau pasti akan dapat membuat Yu Dan girang", goda Yizhixie. Sejak pernikahan agung itu, seluruh padang rumput tahu bagaimana kau begitu sayang pada sang putri, agar tak membuatmu susah, aku sengaja mendekatinya, akan tetapi, kenapa kau melakukannya" Apakah seperti yang dikatakan Yu Dan, bahwa kau selalu bersikap mesra pada sang putri hanya karena pasukan ayahnya yang amat besar" Atau karena kau ingin membuatnya senang, gelung apapun yang kau sukai menjadi tak penting" Aku memandang pemandangan di hadapanku, lalu dengan tak bersemangat berkata, "Kau juga berpura-pura, kau jelas-jelas tak menyukai gelungnya, tapi berkata bahwa kau menyukainya". Yizhixie menarik jubahnya dan duduk di tanah, lalu menarikku hingga duduk di sisinya, ia memandangiku untuk sesaat, lalu menghela napas dengan pelan dan berkata, "Yu Jin, kau sudah mulai dewasa". Aku memeluk lututku dan ikut menghela napas, "Malam itu, apakah kau bersusah hati" Semuanya salahku, aku sudah mematuhi perkataan A Die dan menegur diriku sendiri". Yizhixie memandang ke kejauhan dan tersenyum, ia tak berkata bahwa dirinya tak bersusah hati, namun juga tak berkata sebaliknya. Aku memusatkan pandanganku pada raut wajahnya, ingin mengetahui apakah saat ini ia gembira atau tidak. "Kali ini, kenapa kau bertengkar dengan Yu Dan?", dengan enteng ia membuka mulut. Aku mencibir dan mengerutkan dahiku, dan untuk beberapa saat tak berkata apa-apa, ia terkejut dan berpaling, lalu tertawa dan bertanya, "Sejak kapan kau jadi begitu pemalu?" Aku menggigit-gigit bibirku, "Kata Yu Dan, kau bersedia membawaku bermain ke tempat jauh karena A Die, benar tidak?" Yizhixie menunduk dan tertawa, dengan tegang aku memandangnya, dengan cemas menantikan jawabannya, akan tetapi ia hanya tersenyum-senyum saja. Aku menatapnya dengan geram, ia terbatuk pelan, menahan tawanya, memandangi mataku untuk beberapa saat, lalu tiba-tiba membungkuk dan berbisik di telingaku, "Karena matamu". Ia menatapku tanpa berkedip untuk beberapa lama dengan penuh perhatian, seakan sedang dengan perlahan mengeluarkan isi hatinya, pandangannya tertuju ke mataku dan tak dapat dihindari, namun aku tak memahaminya. Mataku" Dengan ragu aku meraba-raba mataku, aku berpikir untuk beberapa saat dengan penuh konsentrasi, namun masih sama sekali tak paham, akan tetapi, batu besar yang selama ini menekan hatiku telah terjatuh. Aku tertawa terkekeh-kekeh, asalkan bukan karena A Die aku senang, aku hanya ingin orang lain baik padaku karena diriku sendiri. .......... Hatiku terasa pedih, sambil menaruh kepalaku di lutut, aku menghela napas dengan pelan. Si bodoh Yu Jin, kenapa setelah kejadian itu aku baru mengerti, hari itu Yizhixie dapat mengambil hati sang putri, kenapa tak bisa mengambil hatiku si gadis kecil itu" Mungkin perkataan Yu Dan seluruhnya benar, hanya saja aku tak mau mendengarkannya, A Die pun tertipu oleh Yizhixie. Ternyata Yu Dan yang impulsif adalah orang yang paling cerdik diantara kami semua, Yu Dan, Yu Dan.....bulan telah terbenam, api unggun telah meredup, memancarkan cahaya merah yang menyilaukan, namun sama sekali tak memberikan kehangatan, seperti matahari terbenam saat Yu Dan mengajakku mengambil sarang burung hari itu. .......... 'Kebijakan Negara', 'Urusan Negara', 'Kelemahan Dan Kekuatan', 'Shiyu', 'Changshu', 'Xiushu', dengan panik aku berpikir, apakah aku harus menghafalkan kitab-kitab itu seumur hidupku" Sebenarnya A Die hendak menyuruhku menghafalkan berapa banyak kitab" Kenapa aku harus seharian menghafalkan kitabkitab tentang bagaimana negara-negara berperang, dan bagaimana para pejabat bersiasat itu" "Yu Jin", Yu Dan melambaikan tangannya memanggilku dari luar kemah, aku menghempaskan gulungan bambu ke lantai, lalu melompat keluar kemah, "Kita akan pergi bermain ke mana?" Setelah bertanya, aku baru ingat bahwa aku lupa menghormat padanya, maka aku segera dengan asal menghormat. Yu Dan mengetuk kepalaku, "Kita tak banyak peradatan seperti orang Han, jangan meniru guru dan menjadi seorang wanita bodoh". Aku balik meninjunya, "Tapi ibumu orang Han, apakah dia seorang wanita bodoh?" Yu Dan menarik tanganku, sambil berlari ia berbicara, "Karena ia dinikahkan pada ayahanda, ia sudah menjadi wanita Xiongnu". Yu Dan menarikku untuk menaiki kuda, kami berdua menunggang seekor kuda pilihan, "Kenapa guru tak memperbolehkanmu belajar menunggang kuda?" "Karena selama dua tahun pertama aku selalu ingin kabur, bagaimana ia bisa memperbolehkanku belajar menunggang kuda" Kau bukannya juga membantu A Die mengejarku! Sekarang ia merasa bahwa waktuku lebih baik digunakan untuk banyak membaca buku". Yu Dan tertawa dan berkata, "Ayahanda berkata bahwa tahun depan aku dapat menikahi seorang istri, beliau bertanya apakah putri Raja Bijak Kanan cukup baik. Aku ingin bicara pada ayah agar kau dapat kujadikan permaisuriku". Aku menggeleng dan berkata, "Benar, begitu aku lebih tinggi sedikit, dan begitu kungfuku sudah lebih lihai, aku akan menjelajahi kolong langit, pergi bermain ke segala tempat, selain itu, Shanyu dan A Die pasti tak setuju kau menikahiku. Kau adalah putra mahkota dan akan menjadi Shanyu, putri Raja Bijak Kanan cocok untukmu". Yu Dan menarik kekang kuda hingga kuda berhenti, lalu setengah memondongku turun dari kuda, "Aku akan mohon kemurahan hati ayahanda, kalau kau menikah denganku, kau akan menjadi permaisuri bangsa Xiongnu dan akan dapat pergi bermain kemanapun kau suka, tak ada orang yang dapat memerintahmu, dan juga tak ada orang yang dapat memaksamu menghafalkan kitab". Aku tersenyum dan membantahnya, "Tapi ibumu belum pernah pergi ke tempat jauh! Aku jarang melihatnya tersenyum, sepertinya ia tak seberapa bahagia. Di kitab-kitab bangsa Han tertulis bahwa seorang kaisar pun tak boleh berbuat sekehendak hatinya". Dengan sikap merendahkan Yu Dan berkata, "Itu kebodohan mereka, aku tak mungkin sudi diperintah orang". Aku menggeleng seraya tersenyum, "Memangnya Pangeran Raja Bijak Kiri bodoh" Ia pernah berkata padaku bahwa di dunia ini orang tak dapat menghindari kewajiban, ia memuji perkataan orang Han itu". Yu Dan memelototiku, lalu menunduk dan melangkah pergi, "Yizhixie, Yizhixie! Hah!" Sambil memandang punggungnya, aku mengerenyitkan wajahku, lalu mengikutinya sambil melompat-lompat, "Dia adalah pamanmu, walaupun kau putra mahkota, namun kau tak dapat langsung memanggil namanya, kalau sampai terdengar A Dieku, kau pasti akan kena tegur". Dengan kesal Yu Dan bertanya, "Kenapa kalian selalu memujimujnya" Pangeran Raja Bjiak Kiri pemberani dan pandai bertempur, Pangeran Raja Bijak Kiri tulus dan , Pangeran Raja Bijak Kiri cerdas dan suka belajar......" Aku bertepuk tangan dan tertawa terbahak-bahak, "Ada orang yang matanya merah karena iri". Yu Dan tertawa-tawa sinis, "Aku iri bagaimana" Cepat atau lambat, begitu melihatku ia harus berlutut". Hatiku mendadak terasa pedih, aku cepat-cepat mengenggam tangannya seraya berkata, "Jangan marah, aku tak berkata bahwa ia lebih baik dibandingkan denganmu, walaupun ia punya kelebihan, kau pun tentunya juga punya kelebihan sendiri, sekarang kau tak sedikitpun berada di bawahnya, di kemudian hari kau pasti akan lebih unggul darinya". Kemarahan Yu Dan berubah menjadi senyuman, "Tak usah menyebut-nyebut dia, aku akan mengajakmu mencari burung, kau tak usah memanggilku pangeran segala". Sambil membungkuk, kami berdua berjalan di tengah semaksemak sehingga tak terlihat, kami berusaha keras untuk tak mengeluarkan suara apapun, setelah berjalan dengan diam untuk beberapa saat, kami mendengar sebuah suara pelan dari samping, kami berdua saling memandang, lalu diam-diam bangkit, namun apa yang kami lihat membuat aku dan Yu Dan tak berani bergeming. Ibu Yu Dan dan A Die sedang duduk berendeng pundak, wajah mereka berdua pucat pasi, air mata ibu Yu Dan jatuh berucuran, tiba-tiba ia bersandar di bahu A Die, lalu menangis tersedu-sedan dengan suara tertahan. Aku bertanya-tanya, siapa yang berani menganiayanya, kenapa ia tak pergi mencari Shanyu dan mengadu sambil menangis padanya" Tangan Yu Dan yang mengenggam tanganku gemetar, ia menarik tanganku dan hendak pergi, namun suara A Die terdengar bertanya dengan lantang, "Siapa itu?" Aku ketakutan dan hendak cepat-cepat lari, namun anehnya saat itu Yu Dan tak hendak pergi dan malahan menarikku keluar dari semak-semak, dengan wajah pucat pasi, ia berdiri di hadapan A Die dan ibunya dengan tenang. A Die memandangku dan Yu Dan, di matanya nampak rasa sedih, akan tetapi wajah sang permaisuri nampak tenang, dengan hambar ia memandangi kami untuk beberapa saat, lalu dengan tak disangka-sangka, ia mengangkat kepalanya dan berlalu, dengan sama sekali tak berpaling lagi. Aku memandang A Die, lalu memandang Yu Dan, mula-mula aku sangat ketakutan, namun sekarang aku hanya merasa kesal, sambil menghentakkan kakiku, aku berkata, "Apa yang kalian lihat" Seperti jangkrik aduan saja, saling memelototi satu sama lain. Yu Dan, kalau kau ingin tahu, tanyalah saja, A Die, kalau kau ingin memberi penjelasan, bicaralah". A Die membuka mulutnya, namun ketika ia baru saja hendak berbicara, Yu Dan melemparkan tanganku, bagai asap yang tertiup angin, ia lari dan menghilang. A Die menarik napas panjang, setelah berdiri tanpa berkata apa-apa untuk beberapa lama, ia menarikku dan berjalan pergi, "Aku menyuruhmu menghafalkan kitab dengan seksama, kenapa kau lari keluar?" Aku menarik lengannya, separuh tubuhku ditarik olehnya, sehingga aku hanya dapat melangkah dengan melompat-lompat dengan satu kaki, "Aku bosan menghafal kitab, dan kebetulan putra mahkota mencariku untuk bermain, maka aku pun pergi. Barusan ini, kenapa permaisuri menangis sambil bersandar di bahumu" Kenapa putra mahkota begitu marah?" A Die tersenyum getir dan berkata, "Urusan diantara lelaki dan perempuan ini, kalaupun kubicarakan, kau tak akan paham". "Kalau kau tak bicara, aku lebih-lebih tak paham lagi, bukankah kau sering berkata bahwa aku tak paham perasaan manusia" Sekarang waktunya mengajariku!" A Die mengelus-elus rambutku, lalu mengajakku duduk di tepi danau, pandangan matanya terarah ke air danau, namun sinar matanya nampak hampa dan putus asa, "Aku dan permaisuri sudah saling kenal semasa kecil, saat itu ia belum menjadi seorang putri, hanya seorang gadis keluarga pejabat saja, aku pun juga bukan aku sekarang ini, melainkan seorang pemuda yang penuh ambisi, aku dan dia.......aku dan dia......" Dengan lirih aku berkata, "'Sang ksatria dan sang gadis, saling bersenda gurau, menghadiahi setangkai bunga peoni', kau dan dia saling menghadiahi bunga peoni". A Die menepuk punggungku dan berkata, "Kau sudah membaca dan memahami kitab Shijing, hadiah yang kami berikan satu sama lain bukan bunga peoni, tapi maksudnya sama". "Kalau begitu, kenapa ia sekarang menjadi istri sang Shanyu" Kenapa ia tak menjadi istrimu" Bukankah setelah saling menghadiahi bunga peoni, kalian akan menjadi sepasang burung yang terbang berpasangan?" A Die tertawa pelan, "Kenapa" Apakah aku harus menceritakan versi panjang atau pendeknya?" Walaupun ia tertawa, namun mendengarnya, aku merasa agak takut. Aku pergi ke sisinya dan menyusupkan kepalaku di pangkuannya. "Dari sudut pandang urusan negara, karena saat itu Dinasti Han Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tak dapat mengalahkan bangsa Xiongnu, demi keamanan rakyat jelata, dan untuk menghindari korban jiwa, keluarga kekaisaran harus melaksanakan heqin[8], akan tetapi kaisar tak sudi berpisah dengan putri-putrinya sendiri, maka beliau memilih putri dari kalangan pejabat biasa yang cantik parasnya dan berbakat, memberinya gelar putri raja, lalu menikahkannya dengan bangsa Xiongnu. Sedangkan aku sendiri penakut dan terlalu berhati-hati, dan tak berani melawan titah yang mengasingkan dirinya ke ujung dunia, ia pun tak bisa mengecewakan ayah ibunya, oleh karenanya, ia terpaksa menjadi istri Shanyu. Andaikan sang Shanyu memperlakukannya dengan baik, walaupun bangsa Xiongnu belum berbudaya dan terbelakang, dan tak mengerti aturan sopan santun, tak apa-apa. Akan tetapi sang Shanyu adalah seorang leaki yang tak mengerti cara mengagumi bunga, sehingga permaisuri menangis karena tak berdaya mengubah nasibnya sendiri. Putra mahkota marah karena bagaimanapun juga, ia adalah seorang Xiongnu dan tak dapat memahami banyak hal, dan tak bisa memahami kesedihan ibundanya". A Die menghela napas dengan pelan, "Andaikan aku lahir beberapa tahun lebih lambat, saat kaisar yang sekarang berkuasa, mungkin segalanya tak akan menjadi seperti sekarang". Aku merasa bahwa perkataan itu sudah akrab di telingaku, setelah berpikir untuk sesaat, aku ingat bahwa dua tahun sebelumnya, pada hari pertunangan Yizhixie itu, di lereng bukit itu ia menghela napas dengan pelan dan menyesali dirinya mengapa tak lahir beberapa tahun lebih awal, sehingga ia tak bisa menempur kaisar Dinasti Han, dan hanya dapat melihat Dinasti Han berekspansi ke barat. Ternyata seorang kaisar Dinasti Han dapat membuat A Die dan Yizhixie ingin dilahirkan lebih cepat atau lambat. Ketika A Die melihatku berpikir dengan bersungguh-sungguh, ia bertanya, "Apakah kau mengerti?" "Separuh-separuh, perkataanmu tentang kaisar dan Shanyu, Dinasti Han dan Xiongnu dapat kupahami, tapi aku tak mengerti kenapa Yu Dan begitu marah, nanti aku akan memikirkannya dengan seksama, agar aku dapat membujuk Yu Dan agar tak marah. A Die, kau menyuruhku menghafalkan kitab-kitab ini, apakah karena kau tak ingin aku hanya menjadi setangkai bunga?" "Benar, aku tak mencari orang untuk mengajarimu menjahit dan menyulam, dan juga tak mengajarimu memasak dan mengurus rumah tangga, aku tak tahu apakah perbuatanku ini benar atau tidak. Semua keterampilan itu dimiliki oleh permaisuri, tapi ia masih teraniaya, di istana aku dapat membantu Yu Dan dengan sekuat tenaga untuk merebut kekuasaan, namun aku tak berdaya mencampuri urusan istana belakang". Sambil mengoyang-goyangkan lengan A Die dan memandangnya, aku berkata, "Aku tak mau menjadi bunga yang lemah lembut, aku ingin menjadi pohon yang tinggi besar, aku tak akan membiarkan orang menganiayaku". A Die membelai-belai rambutku, "Watakmu benar-benar tak mirip bunga, oleh karenanya aku lebih-lebih lagi ingin agar kau bersikap waspada dan memperhatikan sifat-sifat manusia, serta dapat bersiasat. Kalau hanya kuat, namun tak mau memperhatikan orang lain, kau tak akan dapat melindungi dirimu sendiri, kalau begitu, kau benar-benar lebih baik tetap berada diantara kawanan serigala saja". Dengan pelan aku mengumam pada diriku sendiri, "Memangnya siapa yang ingin jadi manusia?" A Die tersenyum dan berkata, "Masih diam-diam menggerutu lagi, sekarang kau sudah menjadi manusia dan tak bisa kembali lagi, maka berusahalah sekuat tenaga menjadi manusia!" Aku berpikir tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, lalu tiba-tiba merasa girang, "Setelah Yu Dan menjadi Shanyu, bukankah permaisuri akan dapat menikahimu?" A Die memandangi tepi danau untuk beberapa lama, lalu dengan perlahan menggeleng, "Saat Yu Dan menjadi Shanyu, aku akan sudah membawamu pulang ke Zhongyuan, kau adalah putriku, jelas tak bisa tinggal di Xiongnu. Aku hanya menyuruhmu belajar menulis huruf Han dan membaca kitab-kitab Han, dan tidak menyuruhmu belajar bahasa Xiongnu karena alasan ini. Dia.....dia akan menjadi ibu suri, Yu Dan adalah anak yang berbakti, kehidupannya akan sangat baik". Dengan heran aku bertanya, "Kenapa kau tak menikahi permaisuri" Apakah kau tak ingin menikahinya" Bangsa Xiongnu tak punya banyak aturan seperti orang Han, maka permaisuri bangsa Xiongnu akan dapat menikahimu!" "Sekali terlewat, maka akan terlewat seumur hidup, dalam banyak hal dalam kehidupan manusia, tidak ada kesempatan untuk berbalik". A Die berbicara hampir seperti mengumam pada dirinya sendiri, aku mengoyang-goyangkan lengannya, "Kenapa tak bisa berbalik?" "Setelah kita kembali ke Zhongyuan dan kau telah tumbuh dewasa, bertanyalah padaku lagi". A Die menarikku hingga bangkit, "Mari pulang! Pelajaran hari ini sama sekali tak boleh kurang sedikitpun, kalau tidak jangan berpikir untuk makan". Setelah itu, tak sampai setahun kemudian, Junchen Shanyu dengan tak disangka-sangka meninggal dunia....... Aku mendadak bangkit, menarik napas dalam-dalam, lalu memandangi mentari yang sedang menyingsing di ufuk timur. Ternyata aku masih tak bisa mengingat semua kenangan masa lalu itu dengan tenang, dan masih merasa sedih karenanya. Masa lalu bagai api unggun yang telah hampir padam di atas tanah, hanya meninggalkan abu yang hitam legam, akan tetapi kalau ingin langsung menyapu abu itu, tanganku akan terbakar, akan tetapi pada suatu hari, abu itu pasti akan menjadi dingin juga. Nasehat A Die yang terakhir kembali tergiang di telingaku, "Yu Jin, A Die mohon maaf padamu, kupikir aku dapat melihatmu menikah dan melahirkan anak, tapi sekarang.......sekarang A Die tak bisa menemanimu pulang ke Zhongyuan, pulanglah sendiri. Kali ini kau seekor kelinci, dan mereka serigala, kau harus lari, larilah dengan sekuat tenaga, larilah ke Zhongyuan dan kau akan aman. Kau pasti akan hidup, berjanjilah pada A Die, tak peduli apapun yang kau hadapi, kau harus berusaha sekuat tenaga untuk hidup, dan hidup dengan penuh kebahagiaan, satu-satunya cita-cita A Die adalah agar kau hidup dengan baik". Mentari dengan riang gembira melompat ke atas padang rumput, sambil menghadap ke arah sinar mentari yang indah, aku berkata dengan lirih, "A Die, hidupku amat baik, sangat bahagia, kau pun berbahagialah dengan permaisuri, Yu Dan, kaupun demikian". A Die selalu tak menginginkan aku menjadi serigala, selalu mendambakan agar aku kembali ke Zhongyuan, namun sebenarnya, tanpa melarikan diri ke Zhongyuan pun aku sudah aman, di bumi Xiyu, tak seorang pun dapat menangkap diriku saat ini, sekalipun ia adalah Yizhixie, Shanyu kerajaan Xiongnu saat ini. Lang Xiong bangkit menyambut sang mentari yang sedang terbit, di bawah sinar mentari bulu keperakan di sekujur tubuhnya berkilauan. Ia mengangkat kepalanya, menjulurkan lehernya dan melolong, lolongan panjangnya mengema diantara langit dan bumi. Aku pun melolong menemani Lang Xiong, dengan wajah penuh senyum aku mengangkat sepasang tanganku, seakan hendak memeluk sang mentari, memeluk hari yang baru. Burung-burung kecil di hutan terbang berhamburan, sambil memekik mereka menerjang ke langit biru. Di tengah dinginnya kabut, sinar matahari fajar menemani tarian riang dedaunan yang luruh di tengah hutan, awan lembayung melayang-layang di angkasa bersama burung-burung. Sambil tertawa terbahak-bahak aku menendang Lang Xiong, "Coba lihat, siapa yang sampai ke Yueya Quan dahulu". Sebelum lolongan selesai, aku telah memburu ke mata air itu. Dalam waktu tiga tahun, Lang Xiong telah tumbuh hingga setinggi pinggangku. Aku memanggilnya Lang Xiong sama sekali bukan karena ia lebih tua dariku, Lang Xiong hanyalah panggilan yang dengan asal kuciptakan. Sebenarnya, saat aku kembali ke sisi Lang Xiong, umurnya belum genap setahun, seekor serigala kecil yang baru saja dapat berburu sendiri, namun sekarang ia adalah raja kawanan serigala kami. Walaupun di belakang punggung kawanan serigala aku sering menendangnya, sebenarnya aku sangat menghormatinya. Lang Xiong seakan dapat merasakan apa yang kupikirkan, dengan kesal ia mendengus beberapa kali ke permukaan air, lalu menunduk dan minum air. Lang Xiong selalu menganggap dirinya serigala yang paling tampan dan gagah di kolong langit, kepandaiannya berkelahi tiada duanya, begitu melihatnya para serigala jantan langsung tunduk padanya, sedangkan serigala betina langsung menggelepar, tapi sayang ia bertemu denganku yang tak menganggapnya, sehingga ia hanya dapat menghela napas dan berpikir, setelah ia lahir, kenapa aku juga harus lahir di dunia ini" Agar mudah membedakan mereka, aku mencoba untuk memberi nama untuk setiap serigala berdasarkan usia dan jenis kelamin mereka, yaitu serigala nomor satu, dua, tiga....dan seterusnya, sampai tak terhitung lagi. Ketika aku baru tiba, aku hanya membutuhkan nama 'serigala nomor sembilan puluh sembilan', namun saat ini karena aku dan Lang Xiong telah malang melintang di segala penjuru, aku sudah tak kuasa menghitung lagi dan hanya ingat bahwa serigala terakhir adalah 'serigala nomor sembilan belas ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan', dan peristiwa itu telah terjadi hampir dua tahun yang lalu. Saat aku sadar bahwa ketika melihat seekor serigala aku harus berpikir lama untuk mengingat namanya, mau tak mau aku menghentikan usahaku untuk menamai mereka. Bertahun-tahun yang silam, Dinasti Qin mengunakan siasat 'memerangi musuh yang dekat dan berkawan dengan yang jauh' dan akhirnya berhasil mempersatukan dunia, kurasa keberhasilanku dan Lang Xiong untuk mempersatukan dunia serigala, hanya tinggal soal waktu saja. Bagaimanapun juga aku seorang manusia, hidungku tak bisa dibandingkan dengan hidung Lang Xiong, bagiku, mengingat-ingat wajah setiap serigala benarbenar sulit. Andaikan A Die tahu bahwa aku menerapkan ilmu strategi yang diajarkannya padaku pada kawanan serigala, ia entah akan tertawa atau menangis" Seandainya dahulu aku sedikit lebih cepat mengerti, dan dapat membantu A Die, apakah semuanya akan menjadi seperti ini" "Dunhuang di bulan empat indah pemandangannya, berdandan cantik di tepi Yueya Quan......", Lang Xiong yang berbaring dengan kemalas-malasan di sampingku melirikku dengan dingin, setelah mendengus keras-keras, dengan sikap merendahkan ia memejamkan matanya, sebagaimana aku tak menganggapnya luar biasa gagah, Lang Xiong pun tak pernah menganggap wajahku cantik, kalau dibandingkan dengan induk serigala yang bulunya berkilauan terkena air, jangan-jangan di mata sang serigala aku buruk rupa. Dengan geram aku memelototinya, sambil mengepang rambutku, aku bernyanyi, "Air Yueya Quan amat jernih, kulempar batu untuk mengetahui dalamnya, ingin memukul serigala tapi jeri pada cakarnya, hatiku bimbang......" Ketika aku bercermin di air, riak air yang berkilauan memantulkan bayangan seorang wanita cantik. Dalam waktu tiga tahun, gadis kecil A Die telah berubah menjadi seorang putri yang jelita, walaupun aku tak bisa memuji diriku sendiri sebagai seorang putri, namun aku tahu bahwa aku cantik. Aku membuat bayangan wajah lucu di permukaan air, lalu dengan puas menganggukangguk, aku pun melolong, untuk memberi isyarat pada Lang Xiong untuk kembali. Lang Xiong mengulet, lalu berlari-lari kecil di depanku. Kami berdiri di sebuah tempat tinggi di Mingsha Shan, memandangi sebuah rombongan pedagang di kejauhan yang berjalan di jalan yang berlika-liku, nampaknya mereka telah bersiap untuk mendirikan kemah dan beristirahat. Aku berpikir tentang garam yang hampir habis dan gaunku yang sudah compang camping, aku berjongkok, lalu dengan wajah yang sangat manis memandang ke arah Lang Xiong, begitu melihat wajahku yang sangat aneh itu, ia tiba-tiba mundur, wajahnya mengerenyit dan ia memandangku dengan kesal. Aku mengeram pelan ke arahnya, menyuruhnya pulang terlebih dahulu, aku bermaksud merampok rombongan pedagang itu. Tanpa dapat berbuat apa-apa, ia melirikku, ia merasa bahwa aku sama sekali tak bisa diajak berunding, akhirnya, ia memberi isyarat bahwa ia akan mengikutiku. Aku memburu ke depan dan memeluk lehernya seraya tersenyum, ia memejamkan matanya, berlagak tak suka kupeluk, namun ia menempelkan tubuhnya erat-erat ke tubuhku. Sejak meninggalkan A Die, tak ada orang yang mementang lengannya untuk memelukku, tapi untung saja aku mempunyai Lang Xiong, walaupun ia tak dapat memelukku, tapi aku dapat memeluknya. Kami berdua dengan sembunyi-sembunyi mengendap-endap mendekati perkemahan rombongan pedagang itu. Rombongan itu sangat kecil, kira-kira hanya terdiri dari sepuluh orang. Aku merasa heran, sebelumnya aku belum pernah melihat rombongan yang begitu kecil. Apa yang mereka perdagangkan" Aku terus memikirkan hal ini, sehingga Lang Xiong menjadi tak sabar, dari belakang ia mengigit pantatku dengan pelan, aku jengah sekaligus geram, aku pun berbalik dan menjewer kupingnya. Ketika ia melihat bahwa aku benar-benar marah, ia menelengkan kepalanya, matanya yang besar berkilauan, ia sama sekali tak mengerti. Mau tak mau aku menghela napas dengan pelan, sang raja serigala yang perkasa menemaniku di sini untuk mencuri ayam, aku hanya seorang gadis kecil dan tak bisa melawan seekor serigala besar, namun kali ini membiarkannya. Dengan galak aku memperingatkannya untuk tak lagi menyentuh pantatku, kalau tidak aku tak akan memperbolehkannya makan daging panggang, setelah berbicara, aku berpaling dan kembali mengamati rombongan pedagang itu. Seorang lelaki bertubuh besar berpakaian hitam dengan gesit mengangkat sebuah kursi roda, sedangkan seorang lelaki lain yang berpakaian ungu membungkuk dan menyingkap tirai kereta kuda, sesuatu yang putih berkilauan masuk ke dalam pandangan mataku. Warna putih itu tak berkilauan seperti salju, namun lembut, nyaman dan tenang, bagai diterangi oleh sinar rembulan malam musim gugur, warna putihnya agak kekuningan. Wajah seorang pemuda perlahan-lahan nampak dengan jelas, alis dan matanya jernih bagai riak sungai tenang yang berkilauan, perawakannya anggun bagai anggrek atau pohon kumala. Ia hanya duduk dengan tenang, namun aku merasa telah melihat bulan terangbenderang terbit dari Tian Shan, dan merasakan angin musim semi membelai Gurun Gobi. Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lelaki berpakaian ungu itu mengangsurkan tangannya, hendak memapah pemuda dalam kereta itu turun, namun sambil tersenyum hambar, pemuda itu dengan lembut mendorong tangannya pergi, dengan bertumpu pada sepasang tangannya sendiri, ia dengan perlahan beringsut turun dari kereta. Dengan tak percaya aku membelalakkan mataku lebar-lebar dan memandanginya, apakah Langit iri pada manusia yang begitu sempurna ini" Ketika ia berpindah dari tepi kereta ke kursi roda, kursi roda itu sedikit tergelincir di atas pasir, namun untung saja ia berhasil menahannya dengan berpegangan pada atap kereta kuda. Sang lelaki tinggi besar berpakaian ungu beberapa kali menjulurkan tangan hendak membantunya, namun setelah dilirik oleh si lelaki berpakaian hitam, ia menarik tangannya. Orang biasa hanya perlu melompat saja kalau turun dari kereta, namun pemuda itu harus bersusah payah selama setengah sepeminuman cawan teh, akan tetapi, sejak awal sampai akhir, senyum selalu terkulum di bibirnya, gerakan yang sebenarnya menyedihkan itu dilakukannya dengan anggun, walaupun dalam keadaan tergesa-gesa, ia tetap tenang. Pemuda itu menengadah dan memandang ke keempat penjuru Mingsha Shan yang berbukit-bukit, lalu mengalihkan pandangan matanya ke Yueya Quan yang melengkung dan terhampar dengan tenang di tengah gunung pasir itu. Air mata air itu memantulkan langit biru cerah, jernih berkilauan bagai kumala. Di matanya sekilas muncul rasa kagum, selama ribuan tahun, pasir kuning bergulung-gulung, namun tak dapat menelan mata air yang melengkung seperti bulan sabit itu. Langit biru, pasir kuning, air hijau, tiada angin bertiup, tiada suara, pemandangan tenang yang sudah biasa kulihat itu, karena si baju putih, menjadi lebih lembut, ternyata pemandangan alam pun dapat terasa sepi. Aku terpaku menatapnya sehingga lupa akan tujuanku datang ke sana. Tiba-tiba aku sadar kenapa aku berada di sana, untuk sesaat aku bimbang, mencuri atau tidak" Aku segera merasa bahwa tak ada alasan yang melarangku melakukannya. Pemuda itu akan membuat perhatian semua orang terpusat padanya, bagaimana aku dapat melewatkan kesempatan yang begitu bagus seperti ini" Sang lelaki kekar berbaju hitam dan lelaki kekar berbaju ungu berdiri di belakang pemuda itu bagai sepasang pagoda besi, tak bergeming. Orang-orang lain sedang sibuk, mendirikan kemah, membuat api unggun dan memasak. Aku memastikan bahwa tak ada orang yang menaruh perhatian pada kami, lalu memberi isyarat pada Lang Xiong untuk menungguku di tempat ini. Dengan perlahan, aku merayap ke arah unta-unta mereka. Aku akan mencari tahu barang apa yang mereka jual, melihat apakah mereka mempunyai barang-barang yang kuinginkan, janganjangan aku harus menunggu mereka makan untuk mengetahui dimana garam disimpan, kalau tidak, akan sangat sukar mencarinya. Di Gurun Gobi kebanyakan rombongan pedagang mengandalkan unta untuk menempuh perjalanan panjang membawa barangbarang dagangan mereka. Unta bersifat penurut, dari dahulu aku telah mengetahui watak mereka, selain itu, dari kawanan serigala, aku telah belajar ilmu bergerak dengan diam-diam, mereka sangat sukar menemukanku, namun karena ceroboh, ternyata aku melupakan kuda penarik kereta mereka. Tali kekangnya telah dilepas, dan ia sedang dengan santai makan jerami. Ketika aku baru saja mendekati unta-unta itu, nampaknya mereka tak memperhatikanku, namun si kuda bau tiba-tiba mengangkat kepalanya dan meringkik panjang, tak nyana, kuda juga dapat menggunakan ilmu perang, ternyata tahu siasat memancing musuh ke dalam dan lalu menangkapnya dengan sekali pukul. Kedua lelaki kekar berpakaian hitam dan ungu itu segera menghadang di depan si pemuda berbaju putih, sedangkan lelakilelaki lain berlari ke arahku dan mengepungku. Aku memelototi kuda bau itu, matanya jelas penuh tawa, akan tetapi aku tak bisa membuat perhitungan dengannya, yang penting kabur. Aku berlari keluar dengan cepat, tanpa bersuara Lang Xiong sekonyong-konyong melompat dan menerkam dua lelaki yang mengejarku. Ketika aku dan Lang Xiong sedang hendak melarikan diri, sebuah suara yang lembut dan agak acuh tak acuh terdengar di belakangku, "Nona, kalau kau berkeras melarikan diri, tujuh anak panah yang dapat ditembakkan dengan susul-menyusul dalam busur silangku ini tak ada jeleknya untuk digunakan". Langkah kakiku melambat, lalu berhenti. Lang Xiong segera berbalik ke arahku dan mengeram pelan, ia tak mengerti bahwa keadaan kami sedang runyam. Tanpa dapat berbuat apa-apa, aku mengerutkan dahiku, menyuruhnya melarikan diri dahulu, lalu berbalik dan menghadang di depan tubuhnya. Pemuda berbaju putih itu memegang sebuah busur silang kecil yang terbuat dari besi. Melihatku berbalik, ia menurunkan busur silang yang tepat membidik ke arahku itu, lalu mengamatiku. Lelaki berbaju ungu di sampingnya menunjuk cap kepala serigala yang tertera di pantat unta mereka dengan ibu jarinya, lalu tertawa sinis dan berkata, "Kau ini buta atau sudah makan nyali beruang" Tak nyana kau berani menyerang kami" Begitu melihat kami, begal-begal gurun pasir akan menghindar jauh-jauh". Karena aku tak mau mengikutinya melarikan diri, Lang Xiong menjadi amat kesal, namun ia masih tak mau kabur sendirian dan dengan sekali melompat, melompat ke depanku, lalu dengan bengis menatap semua manusia di hadapanku, bersiap untuk menyerang dengan ganas. Si lelaki berbaju ungu memandangi Lang Xiong untuk beberapa saat, lalu menjerit kaget, "Itu serigala, bukan anjing serigala!" Begitu mendengarnya, wajah semua orang lainnya berubah pucat pasi, lalu dengan tegang memperhatikan sekeliling mereka. Serigala di gurun pasir selalu muncul secara bergerombol, seekor serigala tak usah ditakuti, namun sekawanan serigala dapat membinasakan sebuah pasukan kecil. Namun hari ini mereka tak usah takut, karena kecerobohanku, di sekitar tempat itu hanya ada aku dan Lang Xiong saja, untuk memanggil serigala-serigala lain perlu waktu. Sang pemuda berbaju putih mengangkat busur silangnya ke arah Lang Xiong, namun matanya menatapku. Aku cepat-cepat menghadang di hadapan Lang Xiong, "Mohon jangan......jangan lukai dia.....akulah, akulah yang hendak mencuri.......barangbarang kalian, bukan dia". Sejak kembali ke kawanan serigala, kecuali sesekali mencuri dengar percakapan rombongan pedagang, aku sudah tiga tahun lebih tak berbicara kepada manusia. Walaupun aku sering berbicara pada Lang Xiong, namun entah karena tegang atau kenapa, bicaraku terbata-bata. Sang pemuda berbaju putih bertanya dengan lembut, "Hanya ada seekor serigala saja?" Diam-diam aku merasa geram, kalau ada serigala lain, apakah aku akan membiarkanmu bertanya-tanya padaku" Otakku segera berputar, apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya atau berbohong" Setelah mempertimbangkannya beberapa kali, aku merasa bahwa sebaiknya aku tak menipu pemuda itu, selain itu, naluri seorang wanita memberitahuku bahwa sebenarnya ia telah menerka keadaanku yang sebenarnya, dan ia hanya bertanya-tanya untuk menenangkan orang-orang di sisinya. "Hanya ada.....seekor ini saja". Begitu perkataanku terdengar, wajah semua orang menjadi lega, lalu mereka memandangiku dan Lang Xiong dengan penuh rasa ingin tahu dan heran, mereka tak mengerti bagaimana aku bisa tinggal bersama serigala. Sambil menarik busur silangnya, pemuda itu berkata, "Kendalikan serigalamu". Aku mengangguk-angguk, namun aku lantas berbalik dan berkata pada Lang Xiong untuk menyerang kalau ia ingin menyerang. Setelah itu aku bertanya pada pemuda itu, "Kalian ingin memotong tanganku yang mana?" Aku pernah mendengar para pedagang berkata bahwa setelah ditangkap, seorang pencuri seringkali dipotong tangannya sebagai pelajaran. Si lelaki berpakaian ungu bertanya, "Apa yang hendak kau curi?" Aku menunduk memandang gaunku yang compang-camping, lalu memperhatikan pakaian si pemuda berbaju putih yang indah, dengan terbata-bata aku berkata, "Aku ingin.....aku ingin.....sebuah gaun". Dengan terkejut si lelaki berbaju ungu membelalakkan matanya, dengan tak percaya ia mencecarku, "Hanya itu?" Aku berkata, "Dan garam". Sang lelaki berbaju ungu berkata dengan dingin, "Kami mempunyai beberapa ratus cara untuk membuatmu berkata dengan jujur, kau lebih baik......." Si pemuda berbaju putih berkata, "Ambil seperangkat baju wanita yang diberikan pada kita di Danau Shanshan itu, lalu timbang garam kita secukupnya untuk dipakai beberapa hari, sisanya berikan padanya". Wajah si lelaki berbaju ungu sedikit berubah, ia membuka mulut dan berkata, "Jiu Ye ". Pemuda itu meliriknya, dan ia pun segera menutup mulutnya. Tak seberapa lama kemudian, seorang pria memberikan seperangkat pakaian wanita berwarna biru muda kepadaku, dengan kebingungan aku menerimanya, dan juga mengambil sebuah guci kecil berisi garam, sambil terpana memandang pemuda berbaju putih itu. Sang pemuda berbaju putih tersenyum dan berkata, "Rombongan kami lelaki semua, tak ada pakaian wanita, hanya ada baju ini, yang dihadiahkan kepadaku oleh seorang kawan ketika kami melewati Luolan, kuharap kau menyukainya". Aku merabanya dengan jari jemariku, rasanya lembut dan licin bagai gajih kambing, tentunya ini adalah kain sutra yang paling berharga, aku merasa bahwa hadiah ini terlalu mahal dan bermaksud menolaknya, namun akhirnya aku tak dapat menahan godaan untuk memilikinya, dan dengan jengah mengangguk-angguk. Ia sedikit mengangguk, "Kau boleh pergi". Aku tertegun sejenak, memberi hormat kepadanya, lalu memanggil Lang Xiong dan pergi. Sebuah ringkikan kuda terdengar dari belakangku, aku menoleh memandang kuda itu, namun aku telah menerima kebaikan orang, dan sekarang tak bisa bertengkar dengan majikannya, akan tetapi Lang Xiong tak memberi muka pada siapapun, mendadak ia berbalik, bulu di sekujur tubuhnya berdiri tegak, lalu ia mendongak dan melolong panjang, sebelum lolongannya selesai, beberapa ekor unta telah terjatuh di pasir, sedangkan kuda itu, walaupun tak terjatuh, namun keempat kakinya gemetar. Aku tak dapat menahan tawaku, kalau kau tak menunjukkan kekuatan serigalamu, bukankah kuda itu akan mengira bahwa dirinya adalah raja padang pasir" Kau mana bisa mengundang amarah raja serigala yang memerintah laksaan ekor serigala" Mungkin karena dikejutkan oleh tawa kerasku yang bebas lepas, pemuda berbaju putih itu nampak tertegun, ia mengawasiku tanpa berkedip, di bawah pandangan matanya, wajahku memerah, aku segera menghentikan tawaku, dan ia pun segera mengalihkan pandangan matanya. Sambil mendesah kagum ia memandang Lang Xiong, "Walaupun kuda ini bukan Hanxue Baoma , namun ia adalah kuda jantan pilihan, kata orang ia dapat seorang diri melawan harimau atau macan tutul, ternyata semuanya itu hanya omong kosong belaka". Untuk menghiburnya aku berkata, "Belum tentu omong kosong belaka, harimau dan macan tutul biasa tak dapat dibandingkan dengan Lang Xiongku". Setelah selesai berbicara, aku segera menyuruh Lang Xiong pergi. Aku melihat bahwa ia memandang kuda jantan pilihan itu dengan penuh selera, kalau tak pergi entah kekacauan apa yang akan terjadi. Setelah berjalan jauh, aku berpaling melihat mereka, di samping pasir kuning dan air hijau zamrud, pakaian putih itu menjadi sebuah pemandangan di tengah padang pasir yang sulit dilupakan. Aku tak tahu apakah ia dapat melihat diriku, akan tetapi aku masih dengan sekuat tenaga melambaikan tanganku ke arahnya, lalu baru bersembunyi di balik bukit pasir. Di samping api unggun hanya ada aku dan Lang Xiong, karena takut pada api, serigala-serigala lain bersembunyi jauh-jauh, dahulu Lang Xiong juga takut pada api, namun lalu aku perlahanlahan mengajarinya agar terbiasa dengan api, akan tetapi serigala-serigala lain tak punya keberanian seperti Lang Xiong. Usahaku memaksa serigala-serigala lain untuk berbaring di samping api tak hanya tak berhasil, tapi malahan membuatku ditakuti oleh anak-anak serigala dalam kawanan itu, aku menjadi senjata rahasia bagi ibu-ibu serigala untuk menakut-nakuti anak serigala yang tak mau tidur di malam hari, begitu mereka berkata akan menyerahkan anak-anak mereka padaku, anak-anak serigala yang bandel itu langsung menjadi patuh. Aku membeberkan gaun itu dan memperhatikannya dengan seksama, gaun itu entah diwarnai dengan tanaman apa sehingga mempunyai warna biru yang bagai mimpi. Jahitannya sangat rapi, lengan bajunya penuh bersulam mega berarak, ikat pinggangnya penuh rumbai-rumbai mutiara kecil, begitu mengikatkannya dan berjalan, rumbai-rumbai mutiara itu melambai-lambai dan menonjolkan pinggang pemakainya. Wanita Luolan harus menutupi wajahnya dengan kain sutra tipis sepanjang tahun, oleh karenanya terdapat juga sehelai kain sutra penutup wajah yang berwarna sama, di ujungnya tergantung sebutir mutiara besar yang bulat, begitu cadar itu dikenakan, mutiara itu akan tepat bertengger di atas rambut dan menjadi sebuah bando. Di rumah saat tak usah memakai cadar, cadar itu akan mengantung di belakang kepala dan menonjolkan rambut yang hitam legam, bersama dengan bando mutiara di atas kepala, ia menjadi hiasan rambut yang luar biasa. Aku menoleh melirik Lang Xiong, lalu bertanya, "Bukankah gaun ini terlalu berharga" Menurutmu kenapa Jiu Ye itu dapat memberi seorang asing sebuah barang yang begitu berharga" Setelah bertahun-tahun ternyata begitu melihat barang bagus aku masih tak kuasa menolaknya......" Lang Xiong sudah biasa mendengarkan ocehanku, ia terus memejamkan matanya dan tidur dengan tenang, tak menghiraukanku. Aku menjewer kupingnya, namun ia tak bergeming, aku pun terpaksa menghentikan ocehanku, bersandar padanya dan perlahan-lahan tenggelam dalam alam mimpi. ----------------------------------Bulan purnama tiba. Aku selalu terheran-heran terhadap kesukaan serigala pada sang rembulan, pada saat itu, mereka selalu sangat bersemangat, bahkan sampai ada serigala yang melolongi bulan itu semalaman penuh, oleh karenanya saat ini padang pasir dipenuhi lolongan liar, para musafir yang agak penakut jangan-jangan semalaman ini tak bisa tidur. Langit biru tua yang gelap bagai tenda, sinar rembulan bagai air yang turun dengan deras dan jatuh di padang pasir tak berbatas yang berbukit-bukit, dan membuatnya bermandikan cahaya putih keperakan yang lembut. Aku memakai gaunku yang paling berharga dan berjalan-jalan di tengah padang pasir bersama Lang Xiong. Gaun biru itu melayang-layang naik turun bersama dengan langkahku, rambutku yang hitam legam bersama bando mutiara dan sapu tangan sutra berkibar-kibar di tengah tiupan angin. Aku Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menanggalkan sepatuku dan menapak di atas pasir yang masih menyisakan kehangatan, rasa hangat segera naik dari telapak kakiku ke hatiku. Sejauh mata memandang nampak langit yang tak bertepi, untuk sesaat, aku merasa bahwa seluruh bumi dan langit ini adalah milikku, untuk sesaat, aku dapat terbang bebas sesuka hatiku. Aku tak kuasa menahan diri untuk tak mendongak ke arah rembulan dan berteriak keras-keras, Lang Xiong pun segera melolong menyahutiku, di tengah kegelapan malam serigala yang tak terhitung banyaknya saling melolong bersahutan. Kurasa aku sedikit paham keistimewaan malam ini bagi serigala, rembulan milik kami, padang pasir pun milik kami, rasa kesepian, angkuh dan sedih terkandung dalam lolongan panjang ke arah rembulan itu. Aku dan Lang Xiong mendaki ke puncak sebuah bukit pasir yang telah aus berlubang-lubang, sambil membusungkan dada ia berdiri, memandang seluruh gurun pasir. Ia adalah raja wilayah ini, ia sedang memperhatikan dengan seksama daerah kekuasaannya. Walaupun aku juga ikut menghela napas penuh perasaan, namun aku tak mau merusak suasana hatinya saat ini, maka aku pun berdiri dengan diam di belakangnya, lalu menengadah menikmati sang rembulan. Lang Xiong mengeram dengan suara rendah, aku pun segera memandang ke kejauhan, akan tetapi daya pandang dan daya dengarku tak sebaik dirinya, aku tak bisa melihat dan mendengar apa yang menurutnya tak biasa itu, kecuali suara lolongan anak serigala, bagiku malam itu masih sebuah malam yang tenang dan indah. Beberapa saat kemudian, aku sedikit demi sedikit dapat mendengar suara-suara yang tersembunyi dalam kegelapan malam itu, semakin lama semakin dekat, seakan seribu ekor kuda sedang mencongklang mendekat, Lang Xiong tertawa mengejek, ia merasa bahwa mereka tak banyak jumlahnya. Beberapa saat kemudian, aku sedikit demi sedikit dapat melihat dengan jelas, seperti kata Lang Xiong, di bawah cahaya malam, sebuah rombongan pedagang yang terdiri dari belasan orang sedang berjalan di depan kami, sedangkan di belakang mereka beberapa ratus orang sedang mengejar mereka, sepertinya mereka bukan pasukan tentara, tentunya mereka adalah para bandit padang pasir. Untuk waktu yang lama, derap kaki kuda bergemuruh di pasir kuning, sinar rembulan pun jauh lebih redup, Lang Xiong nampak kesal pada gerombolan manusia di kejauhan itu karena mereka merusak malam milik para serigala itu, namun ia tak ingin berkelahi, ia mengeleng-gelengkan kepalanya, lalu berbaring. Dalam kawanan serigala ada berbagai peraturan untuk bertahan hidup, peraturan nomor satu adalah kecuali kalau makanan sangat sedikit, atau untuk melindungi diri sendiri, serigala selalu berusaha untuk menghindari menyerang manusia, hal ini bukan karena mereka takut, melainkan hanya suatu cara untuk menghindari masalah. Aku mengenakan sepatu, memakai cadar, lalu duduk menonton pertempuran satu lawan satu di kejauhan yang hasilnya sudah jelas itu. Kabarnya, begitu hendak merampok, para bandit padang pasir tak akan berhenti kalau tak mati, apalagi dalam pertempuran yang berat sebelah seperti ini. Diantara rombongan pedagang di depan sudah ada dua orang yang terkena bacokan hingga terjatuh dari kuda, kaki kuda yang mengikuti mereka menginjak-injak mayat mereka, lalu terus maju sambil meringkik. Sekonyong-konyong, kaki seekor kuda ditebas hingga putus oleh para bandit, darah segar pun menciprat, dengan terhuyunghuyung kuda itu maju ke depan, lalu terjerembab di atas tanah, orang yang menungganginya pun terjatuh, nampaknya ia juga akan tewas terinjak-injak kuda di belakangnya, namun orang di depannya mendadak memutar kudanya, menarik orang yang terjatuh itu, lalu terus menerjang ke depan, akan tetapi kudanya nampak telah menjadi lambat larinya, orang yang ditolongnya itu meronta-ronta hendak melompat turun dari kuda. Orang yang menolongnya nampaknya amat kesal, ia mengayunkan tangannya dan memukul tengkuk orang itu, orang itu pun pingsan dan terkulai lemas di atas punggung kuda. Mataku seakan diselimuti kabut darah yang pekat, hidungku sepertinya dapat mencium bau darah yang samar-samar, suara derap kuda yang memenuhi langit tiga tahun lalu pun kembali terngiang di telingaku. Mau tak mau aku bangkit, lalu memandang ke bawah dengan pandangan mata kosong. -------------------Yu Dan dan aku menunggang kuda terbaik di seluruh Xiongnu, kami telah melarikan diri dua hari dua malam, namun belum sampai di Dinasti Han, dan masih belum dapat melepaskan diri dari pasukan pengejar. Para pengawal Yu Dan tewas satu demi satu, hanya kami berdua yang tersisa. Aku juga khawatir bahwa kami akan segera terjatuh dari kuda dan tanpa sadar terinjakinjak oleh kaki kuda. Yinzhixie, apakah kau benar-benar ingin membunuh A Die dan kami" Kalau kau telah membunuh A Die, aku akan membencimu. "Yu Jin, aku akan menusuk paha kuda supaya kuda berlari lebih cepat, setelah kita berhasil meloloskan diri dari pasukan pengejar, aku akan menurunkanmu dari kuda, kau larilah sendiri. Ketika kau masih kecil, bukankah kau menjadi serigala di alam liar ini" Kali ini, kembalilah menjadi serigala, kau pasti akan dapat menghindari para pemburu di belakangmu". "Lantas kau bagaimana" Kata A Die, dia ingin kita bersama-sama lari ke Zhongyuan". "Bukankah aku punya kuda" Aku bisa kabur lebih cepat darimu, tunggu sampai aku sampai di Zhongyuan, aku akan datang menjemputmu". Wajah tersenyum Yu Dan masih berseri-seri, aku memandang wajahnya, namun mau tak mau merasa takut dan menggeleng-geleng. Akan tetapi Yu Dan menurunkanku dari kuda, aku berlari di tengah padang pasir mengejarnya seraya berteriak dengan tersedu sedan, "Jangan tinggalkan aku, kita lari bersama". Yu Dan berbalik dan memohon, "Yu Jin, sekali ini dengarkan perkataanku, ya" Turutilah aku sekali ini saja, aku pasti akan datang menjemputmu, cepat kabur!" Aku memandanginya dengan tertegun untuk beberapa saat, menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk-angguk dengan sekuat tenaga, setelah itu berbalik dan lari secepat-cepatnya, di belakangku, Yu Dan memacu kuda ke arah yang berlawanan. Ketika aku berpaling, aku melihat bahwa di tengah kegelapan malam, kami berdua terpisah makin jauh, ia berpaling melihatku, melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum, akhirnya kami masing-masing menghilang di tengah padang pasir. Aku hanya ingat bahwa kuda itu larinya cepat, namun aku lupa bahwa kuda yang telah berlari dua hari dua malam, dan yang terus mengalirkan darah dari pahanya, seberapa lama dapat terus berlari dengan cepat" Selain itu, masih ada bau anyir darah yang akan menarik perhatian pasukan pengejar yang tak tahu bahwa aku telah melarikan diri seorang diri, mereka pasti akan dapat mengejarnya. ..................... Nampaknya para bandit padang pasir makin lama makin bersemangat mengikuti permainan ini, akan tetapi mereka belum membunuh seorang pun, hanya dengan perlahan maju dari dua sisi, mulai mengepung rombongan pedagang. Lingkaran para pengepung tak lama kemudian perlahan-lahan bersambung, mendadak aku mengambil keputusan, kali ini aku akan mengubah takdir yang telah digariskan Langit, aku melirik Lang Xiong, lalu memekikkan sebuah lolongan serigala ke arah depan. Lang Xiong mengoyang-goyangkan tubuhnya, lalu perlahan-lahan bangkit, ia mendongak, suara lolongannya makin lama makin keras, memanggil kaumnya. Seketika itu juga, suara lolongan serigala ramai terdengar di seluruh alam liar, satu demi satu, para serigala muncul di bukitbukit pasir yang tinggi maupun yang rendah, semakin lama semakin banyak, di tengah kegelapan malam, berpasang-pasang mata hijau berkilauan bagai lentera yang menerangi jalan ke gerbang neraka. Aku tak tahu para perampok padang pasir itu tergolong bangsa apa, aku tak bisa memahami teriakan-teriakan mereka, namun mereka segera berhenti mengejar rombongan pedagang itu, dan cepat-cepat bergerombol, lebih dari seratus orang bergabung menjadi satu dan mencari jalan untuk menyelamatkan nyawa mereka, akan tetapi keempat penjuru dipenuhi serigala, tak ada tempat yang longgar. Kawanan serigala menatap mereka dari kejauhan, mereka pun tak berani dengan gegabah menyerang kawanan serigala itu. Para bandit yang mencari rezeki di padang pasir juga disebut bandit serigala, mereka tentunya sangat paham betapa menakutkannya suatu pengejaran mati-matian. Rombongan pedagang itu segera berkumpul menjadi satu, walaupun mereka kecil dan lemah, namun mereka mempunyai tekad kuat untuk bertahan hidup. Aku mulai meragukan pendapatku sendiri, di sampingku ada para bandit padang pasir yang namanya saja membuat bulu kuduk orang berdiri, sedangkan di sekelilingku ada lebih dari selaksa ekor serigala, rombongan pedagang biasa jika menghadapi situasi semacam ini mana bisa setenang sebuah pasukan tentara" Lolongan serigala telah berhenti, para bandit pun tak lagi berteriak-teriak, di tengah malam yang sunyi senyap muncul sebuah ironi, nasib orang memang tak dapat diramal! Dengan begitu cepat, para bandit berubah peran dari pemburu menjadi buruan. Kuduga bahwa mereka hendak menggunakan api, namun sayang di sekitar mereka tak ada kayu bakar, dan kalaupun mereka membawa obor dan menyalakannya, mereka masih tak bisa menerobos kawanan serigala. Kawanan bandit itu satu demi satu menyalakan obor, aku menepuk-nepuk Lang Xiong, "Nampaknya mereka sudah tak lagi ingin membunuh, perintahkan kawanan serigala untuk memberi mereka jalan keluar". Lang Xiong mengerahkan wibawanya, serigala-serigala pun berpencar membuka jalan. Pada mulanya, di tengah kekacauan, tak ada orang yang memperhatikan kami yang bersembunyi di tempat tinggi, namun begitu lolongan Lang Xiong terdengar di tengah kegelapan malam, semua orang serta merta memandang ke arah kami. Lang Xiong melangkah ke depan dengan jumawa, lalu berdiri di depan tebing, dengan angkuh ia mengangguk ke rombongan manusia di bawahnya, bulu-bulu keperakannya yang berdiri tegak bagai jarum memancarkan sinar perak di bawah cahaya rembulan, ia sangat berwibawa. Dengan kesal aku menendangnya, masih berlagak saja! Ai, malam ini entah berapa banyak hati serigala betina yang akan hancur berkeping-keping di sini. Saat ini, kawanan serigala telah membuka jalan, kawanan bandit tertegun dan tak nyana tak bergerak, untuk sesaat mereka memandang kami, lalu memandang jalan yang bebas dari serigala itu, mereka entah sedang mempelajari aku dan Lang Xiong, atau sedang menimbang-nimbang apakah jalan itu aman atau tidak. Aku menjadi tak sabar, tanpa perduli apakah mereka dapat memahami bahasa Han atau tidak, aku berteriak keras-keras, "Kami telah memberi kalian jalan keluar, tapi kalian masih tak mau kabur?" Para bandit terdiam sesaat, lalu tiba-tiba berteriak sambil mengayunkan golok mereka, melompat turun dari kuda, lalu mulai bersujud pada kami. Aku tertegun sesaat, lalu segera merasa lega, walaupun para bandit itu takut pada serigala, namun mereka memuja kekuatan, kekejaman dan keuletan serigala, mereka memanggil diri mereka sendiri perampok serigala, mungkin serigala adalah totem sakti mereka. Setelah selesai bersujud, mereka dengan cepat naik kuda, lalu lari jauhjauh melalui jalan yang tak ada serigalanya itu. Setelah debu yang bergulung-gulung sirna, aku melolong panjang untuk memerintah kawanan serigala di bawah untuk meneruskan apa yang sedang mereka lakukan, malam belum lewat separuh, kalian yang berduka teruslah berduka, kalian yang gembira teruslah bergembira, yang sedang bercumbu silahkan meneruskan, sama sekali tak usah memperdulikanku. Kawanan serigala tak sebegitu segan padaku seperti pada Lang Xiong, mereka serentak mendengus dan menyeringai ke arahku, lalu berpencar sendiri-sendiri. Di telinga manusia, suara mereka terdengar seperti lolongan riuh-rendah yang liar. Aku memandang rombongan pedagang di bawah sana, aku sama sekali tak ingin berbicara dengan mereka dan menyuruh Lang Xiong untuk pergi. Ketika aku baru saja melompat turun dari bukit dan belum berjalan jauh, derap kaki kuda terdengar di belakangku, "Terima kasih banyak atas budi baik nona menyelamatkan jiwa kami". Aku berbalik dan sedikit mengangguk, namun lalu berlari, hendak menghindari mereka. "Nona, mohon tunggu dulu! Saat kami dikejar perampok kami telah kehilangan arah, mohon agar nona menunjukkan jalan bagi kami". Karena mereka berkata demikian, aku terpaksa menyuruh Lang Xiong berhenti, kuda mereka menghindari Lang Xiong jauh-jauh sambil meringkik-ringkik, bagaimanapun juga, mereka tak mau maju selangkah pun, maka aku menyuruh Lang Xiong tetap tinggal di tempatnya semula dan menahan sikap agresifnya, dan juga menahan bau serigala di tubuhnya sendiri. Aku melangkah ke arah mereka, dan mereka segera turun dari kuda. Mungkin karena aku mengenakan pakaian Luolan, mereka menghormat dengan adat Luolan kepadaku, dan juga menggunakan bahasa Luolan untuk menyapaku. Aku membuka cadarku, "Walaupun aku mengenakan pakaian Luolan, namun aku bukan orang Luolan. Bahasa mereka pun tak kumengerti". Seorang lelaki bertanya, "Kau orang Han Agung?" Untuk sesaat aku bimbang, apakah aku orang Han" A Die berkata bahwa putrinya pasti seorang Han, kalau begitu aku semestinya adalah orang Han, maka aku pun mengangguk. Sebuah suara terdengar dari belakang rombongan itu, "Kami adalah rombongan pedagang dari Chang'an yang datang untuk membeli rempah-rempah, nona entah berasal dari mana?" Ketika memandang ke arah asal suara itu, aku mengenalinya sebagai orang yang menolong kawannya itu. Tak nyana, ia hanya seorang pemuda berusia enam atau tujuh belas tahun, perawakannya tinggi dan tegap bagai pohon cemara hijau, berwibawa dan kuat bagai mentari yang bersinar terik, di bawah alisnya yang bagai pedang, sepasang matanya yang berbinar-binar bagai bintang dingin sedang menatapku dengan penuh rasa ingin tahu, di wajahnya nampak senyum acuh tak acuh. Aku menghindari pandangan matanya yang setajam mata pedang, menunduk dan memandang ke tanah. Ia tahu aku tak senang, namun sama sekali tak perduli dan terus menatapku, seorang lelaki setengah baya di sisinya segera melangkah maju, sambil tersenyum ia berkata, "Budi besar sulit dibalas dengan kata-kata, pakaian nona mewah, sikap nona luar biasa, sebenarnya kami tak berani menawarkan hadiah yang biasa, namun kami kebetulan memiliki giwang mutiara yang Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mungkin dapat melengkapi pakaian nona, mohon agar nona sudi menerimanya". Selagi berbicara, lelaki separuh baya itu telah mengusung sebuah kotak brokat kecil, lalu memberikannya padaku. Aku menggeleng, "Benda ini tak ada gunanya bagiku, namun kalau kalian mempunyai seperangkat baju wanita, kalian boleh memberikannya padaku". Lelaki-lelaki itu saling memandang dengan kebingungan. Aku berkata, "Tak apa kalau kalian tak mempunyainya. Kalian hendak pergi ke mana?" Lelaki paruh baya itu berkata, "Kami hendak pergi ke Kota Dunhuang, lalu kembali ke Chang'an". Dengan mengumam aku berkata, "Dari tempat ini ke Yueya Quan di Mingsha Shan perlu empat hari perjalanan, aku hanya dapat memandu kalian ke sana". Begitu mendengarnya, wajah mereka nampak khawatir, hanya pemuda itu yang masih tersenyum acuh tak acuh. Sang lelaki paruh baya bertanya, "Kami kenal jalan dari Yueya Quan ke Dunhuang. Tapi, apakah ada jalan pintas" Unta-unta kami telah dirampok ketika bandit menyerang kami, sebagian besar makanan dan air telah hilang, kami khawatir sisa air kami tak akan cukup untuk mencapai Yueya Quan". Aku berkata, "Menurutku, kecepatan adalah takdir kita. Kalian punya kuda, tentunya dapat tiba dua hari lebih cepat". Begitu mendengarnya, wajah mereka nampak jauh lebih lega. Mereka memutuskan untuk beristirahat dan makan dahulu, untuk memulihkan tenaga setelah sehari semalam dikejar bandit, lalu baru meneruskan perjalanan. Ketika mereka minta pendapatku, aku berkata, "Sepanjang hari aku mengembara di padang pasir, aku tak punya kerjaan, terserah pada kalian saja untuk mengaturnya". Namun diam-diam aku terkejut, orang-orang ini mampu bertahan dari kejaran sehari semalam para bandit, kalau saja bandit-bandit itu tak menguasai wilayah itu, entah siapa yang menang atau kalah. Aku menyuruh Lang Xiong untuk pergi, namun juga menyuruhnya untuk memerintah beberapa ekor serigala untuk mengikutiku dengan diam-diam. Lang Xiong tak memahami hubunganku dengan manusia, ia agak bingung, tapi ia menjilat tanganku, lalu berlari pergi dengan anggun. Rombongan pedagang itu mengambil air dan makanan, lalu duduk di tanah, aku mengambil sedikit jarak dengan mereka, duduk di atas sebuah bukit pasir sambil memeluk lutut. Walaupun banyak orang, namun suasana masih sunyi senyap penuh rasa jengah, aku merasa bahwa mereka bukan rombongan pedagang biasa, namun hal itu tak ada hubungannya denganku, oleh karenanya aku enggan menyelidiki siapa mereka sebenarnya. Dan mereka juga menghindariku, entah karena aku bersama Lang Xiong, atau karena jati diriku mencurigakan, seorang wanita berpakaian Luolan mewah, yang muncul di Xiyu dan mengaku sebagai orang Han, tapi tak memberitahukan asal-usul dirinya. Lelaki paruh baya yang tadi hendak memberiku giwang mutiara itu berjalan ke sisiku sambil tersenyum, lalu memberiku sebuah roti, begitu mencium bau jintan, mau tak mau aku menelan ludah, dengan jengah aku menerimanya, "Terima kasih, dashu". Lelaki paruh baya itu tersenyum, "Seharusnya kamilah yang harus mengucapkan terima kasih, panggil saja aku Paman Chen". Sambil menunjuk setiap orang ia memperkenalkan mereka padaku, "Ini Wang Bo, ini Tu Zhuzi, ini......." Setelah memperkenalkan semua orang padaku, ia lalu memandang pemuda yang duduk di depan semua orang tanpa berkata apapun itu, untuk sesaat ia bimbang dan tak berkata apaapa. Dengan heran aku memandang pemuda itu, seulas senyum muncul di sudut bibirnya, "Panggil aku Xiao Huo". Kulihat semua orang memandangku sambil tersenyum ramah, aku berpikir sejenak dan berkata, "Namaku Yu......namaku Jin Yu. Kalian boleh memanggilku A Yu". Selain dengan Jiu Ye yang kebetulan bertemu denganku di Yueya Quan, aku sudah tiga tahun lebih tak pernah bergaul dengan orang banyak. Begitu nama itu terlontar dari mulutku, aku tiba-tiba memutuskan untuk menganti namaku, sejak saat ini tak ada Yu Jin, hanya ada Jin Yu. Setelah beristirahat, rombongan pedagang itu bersiap untuk meneruskan perjalanan, mereka menyuruh dua orang yang tubuhnya relatif kecil untuk bersama-sama menaiki seekor kuda, lalu memberikan seekor kuda untukku. Aku berkata, "Aku tak bisa menunggang kuda". Ketika mendengarnya, belasan orang menatapku tanpa berkata apa-apa, Xiao Huo berpikir sejenak, lalu berkata dengan acuh tak acuh, "Kau dan aku naik seekor kuda!" Begitu perkataannya terdengar, semua orang memandangku dengan tegang. Aku bimbang sejenak, lalu mengangguk. Wajah semua orang yang tegang menjadi lega, mereka saling memandang dengan gembira, setelah itu mereka teringat akan diriku dan memandangku dengan sedikit minta maaf. Walaupun adat Xiyu bebas, namun lelaki dan wanita yang tak saling kenal menunggang kuda bersama sangat jarang terlihat. Tapi Xiao Huo nampak tenang, ia hanya menghormat kepadaku sambil tersenyum, "Terima kasih banyak Nona A Yu!" Setelah menaiki kuda, Xiao Huo menarikku ke atas punggung kuda. Aku mengenggam tangannya dan diam-diam berpikir bahwa ini adalah tangan yang sehari-hari biasa mengenggam tali kekang dan senjata, kasar penuh kapalan, mengungkapkan watak yang keras dan pemberani. Selain itu, dari letak kapalannya, aku tahu bahwa ia tentunya telah bertahun-tahun berlatih memanah. Aku duduk di belakangnya, tubuh kami berdua duduk dengan tegak, sang kuda tak bergeming, orang-orang lain dengan sembunyi-sembunyi melirik kami, namun mereka tak menyuruh kami berjalan dengan lebih cepat, dan hanya berkuda dengan perlahan di depan kami. Ia berkata, "Kita tak bisa begini, begitu aku memacu kuda, kau pasti akan terjatuh". Walaupun nada bicaranya acuh tak acuh, namun punggungnya mengkhianatinya dan memberitahuku bahwa ia agak tegang. Diam-diam aku tertawa, rasa jengah dalam hatiku berubah menjadi ejekan, ternyata kau sama sekali tak setenang penampilanmu itu. Aku sedikit bergeser ke depan, lalu mencengkeram baju di kedua sisi pinggangnya dan berkata, "Begini juga boleh". Ia langsung memacu kuda, semua orang pun ikut melarikan kuda mereka. Setelah berpacu untuk beberapa lama, ia tiba-tiba berbisik, "Kau harus memikirkan cara lain, bajuku sudah menjadi seperti ini karena kau tarik-tarik, kalau terus begini aku akan masuk ke Kota Dunhuang dengan dada telanjang". Sebenarnya aku sudah merasa bajunya melorot dalam cengkeramanku, tapi karena aku ingin melihat apa yang akan dilakukannya, aku diam-diam bersiap untuk jatuh dari kuda. Sambil menahan tawa aku berkata, "Kenapa kau ingin aku yang memikirkannya" Kenapa kau sendiri tak memikirkannya?" Ia tertawa pelan dan berkata, "Tentu saja aku punya cara, tapi kalau kukatakan, aku akan seperti mengambil manfaat darimu, oleh karenanya aku ingin melihat apakah kau punya cara lain yang lebih baik?" Aku berkata, "Aku tak punya ide yang cemerlang, katakan saja caramu, kalau masuk akal aku pasti akan menurutinya, tapi kalau tak masuk akal, kau bertelanjang dada saja!" Ia tak berkata apa-apa, tapi mendadak menjulurkan tangannya ke belakang dan menarik lenganku, lalu menaruh tanganku di pinggangnya. Aku tak begitu paham watak kuda dan tak berani meronta dengan keras, aku ditarik ke depan olehnya hingga tubuhku menempel erat di punggungnya. Sekarang sebuah lenganku ditarik olehnya, lalu memeluk pinggangnya, karena terguncang-guncang bersama gerakan kuda, anggota tubuh kami saling bergesekan, sehingga postur kami berdua nampak sangat intim. Telingaku terbakar, aku agak jengah dan juga agak marah, sambil berpegangan pada pinggangnya, aku duduk tegak, "Seperti inikah perlakuan kalian orang Chang'an terhadap sang tuan penolong?" Tanpa sedikitpun memperdulikanku, ia berkata, "Masih sedikit lebih baik daripada membiarkanmu terjatuh dari kuda". Aku hendak membantahnya, namun tak menemukan alasan yang cocok, aku mendengus dengan dingin dan terpaksa terus duduk tanpa berkata apa-apa, namun amarah dalam hatiku sukar sirna. Aku tak bisa menahan diri untuk tak mengerahkan tenaga di tanganku, lalu mencubit pinggangnya keras-keras, namun ia sepertinya sama sekali tak merasakannya, dan terus berkonsentrasi memacu kuda, sambil mengelembungkan pipiku aku berpikir bahwa orang ini benar-benar pandai menahan sakit. Setelah beberapa lama, aku merasa malu sendiri dan perlahanlahan melepaskannya. Karena kembali menunggang seekor kuda dengan orang lain, pikiranku kembali melayang, kemarin malam aku tak tidur, seperti saat kecil dahulu, tanpa sadar aku memeluk pinggang Xiao Huo, berbaring di punggungnya dan tertidur, saat tiba-tiba tersadar, seketika itu juga, pipi hingga leherku seakan terbakar, aku cepatcepat menegakkan tubuhku, hendak melepaskannya. Xiao Huo seakan telah menebak maksudku dan mengenggam tanganku, "Hati-hati nanti jatuh". Aku menahan rona merah di wajahku dan dengan berpura-pura tak terjadi apa-apa melepaskan pinggangnya, akan tetapi dalam hatiku muncul berbagai perasaan yang sukar dijelaskan. Setelah menunggang kuda yang mencongklang dengan cepat seharian, kami turun dari kuda untuk beristirahat, melihatku menunduk dan sama sekali tak berkata apa-apa, Xiao Huo duduk di sisiku, lalu tertawa pelan dan berkata, "Kulihat kau ini seorang yang sangat waspada, tapi kenapa kau begitu percaya padaku" Apa kau tak takut aku akan menculik dan menjualmu?" Wajahku kembali terbakar, aku menatapnya, lalu bangkit dan pergi menghindar, mencari tempat lain untuk duduk. Sebenarnya memang aneh, aku jelas-jelas tahu bahwa identitasnya bermasalah, tapi aku malahan tak merasa bahwa ia akan mencelakaiku, aku merasa bahwa karena orang ini angkuh, ia pasti tak akan menggunakan muslihat jahat. Ia mengambil makanan dan kembali duduk di sisiku, tanpa berkata apa-apa, ia memberiku beberapa lembar roti, aku meliriknya, lalu menerima roti itu tanpa berkata apa-apa, entah sejak kapan sinar waspada di matanya menghilang, hanya tersisa sebuah senyuman di wajahnya. Mungkin karena rindu kampung halaman, orang-orang dalam rombongan pedagang itu berbicara tentang Chang'an, dengan rinci mereka bercerita tentang keramaian di Chang'an, yang jalanjalannya begitu lebar dan rapi, di mana rumah-rumah dibangun dengan begitu indah, dimana pasar begitu ramai dan menarik, di mana terdapat para sastrawan yang paling berbakat, penyanyi dan penari yang paling cantik, jenderal yang paling perkasa, wanita jelita yang paling luhur budinya, arak yang paling wangi, hidangan yang paling lezat, semua benda yang paling bagus di dunia dapat ditemukan di sana, di sana seakan semua yang kau kehendaki tersedia. Aku mendengarkan mereka sambil tertegun, berbagai perasaan muncul dalam hatiku, semuanya itu telah akrab namun sekaligus asing denganku, kalau semuanya terjadi sesuai dengan rencana A Die, mungkin hari ini aku telah berada di Chang'an bersamanya, dan tak mengembara sebatang kara di Gurun Gobi. Ketika banyak orang, Xiao Huo sangat sedikit berbicara, ia selalu mendengarkan orang lain berbicara tanpa berkata apa-apa, setelah kami kembali berdua menunggang kuda ia baru berkata padaku, "Yang mereka bicarakan hanya sisi gemerlapan Chang'an, tak semua orang dapat menikmati segala yang mereka ceritakan itu". Aku mendengus untuk menunjukkan bahwa aku memahami maksudnya. Dua hari kemudian, aku melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal di tepi Yueya Quan. Karena telah mempunyai sebuah ide baru, ketika mereka kembali mengucapkan terima kasih padaku, dengan sopan aku bertanya apakah kalau uang bekal perjalanan mereka banyak, mereka dapat memberiku sedikit uang sebagai tanda terima kasih padaku karena telah menunjukkan jalan pada mereka. Setelah tertegun sejenak, Xiao Huo mengangkat alisnya dan tersenyum, lalu memberiku sekantung uang perak, untuk sesaat ia bimbang, hendak mengatakan sesuatu, namun akhirnya mengurungkan niatnya, dengan amat bersungguh-sungguh ia berkata, "Chang'an sama sekali tak seperti Xiyu, kau harus selalu berhati-hati". Aku mengangguk-angguk, mengambil uang yang diberikan kepadaku dan berlalu. Setelah berjalan jauh, aku tak kuasa menahan diri lagi dan berpaling. Aku mengira bahwa aku hanya akan dapat melihat punggungnya yang berlalu, akan tetapi, tak nyana, ia masih belum pergi, masih duduk di punggung kuda, memandangiku dari kejauhan. Ketika tanpa sengaja pandangan mata kami berdua bertemu, di wajahnya muncul rasa terkejut sekaligus girang, hatiku bergetar, aku cepat-cepat berpaling dan berlari ke depan. Sejak berpisah dengan Xiao Huo dan rombongan pedagang itu, aku mengembara bersama kawanan serigala dari Gurun Gobi ke padang rumput dan dari padang rumput kembali ke Gurun Gobi, namun di malam hari aku sering menimang-nimang uang perak itu sambil termenung. Aku enggan meninggalkan Lang Xiong dan kawanannya, dan juga enggan meninggalkan padang pasir, padang rumput dan hutan pohon huyang, akan tetapi, apakah aku harus hidup bersama kawanan serigala di sini seumur hidupku" Seperti kata A Die, aku telah menjadi manusia dan tak bisa sepenuhnya menjadi serigala. Setelah memikirkannya berulang-ulang, aku memutuskan untuk pergi. Kehidupan serigala Lang Xiong akan melintasi berbagai puncak, di masa depan akan muncul tantangan yang tak terhitung banyaknya, mungkin kerajaan serigala terbesar dalam sejarah Xiyu menantinya. Akan tetapi kehidupan manusiaku baru saja dimulai, hidupku telah didapatkan dengan susah payah, tak perduli apakah masa depan akan asam atau manis, pahit atau pedih, aku harus mencicipinya. Seperti kata lagu-lagu gembala, pedang pusaka yang tak diasah tak akan menjadi tajam, tenggorokan yang tak digunakan untuk bernyanyi tak akan menghasilkan suara yang merdu. Hidup manusia yang tak diisi pengalaman bukankah amat membosankan" Bagai langit malam yang tak berbintang. Aku ingin pergi melihat-lihat Chang'an, melihat-lihat Han Agung dalam cerita A Die, mungkin aku akan dapat menjadi wanita cantik Han dalam angan-angan A Die. Kota Dunhuang aku membayar sejumlah uang, dan sebuah rombongan pedagang yang menuju ke Chang'an setuju membawaku ikut serta. Aku membawa seluruh harta bendaku dan bersama empat orang lain berdesakan dalam sebuah kereta. Dari keseluruhan hartaku itu, yang berharga hanya seperangkat pakaian Loulan. A Die telah bercerita tentang banyak tempat di Chang'an, aku pun sudah amat sering membayangkan rupa kota Chang'an, akan tetapi aku masih terkagum-kagum melihat kemegahannya. Jalan Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang sedang kulewati kuperkirakan lebarnya sekitar lima belas zhang, jalan itu dibagi menjadi tiga bagian dengan parit-parit air, bagian tengahnya selebar enam atau tujuh zhang, sedangkan kedua jalan di sampingnya lebarnya kurang lebih empat zhang. Saat pertama kali memasuki kota, sang kusir kereta memberitahuku dengan wajah penuh rasa bangga bahwa bagian tengah jalan adalah jalan untuk kereta kekaisaran, khusus untuk digunakan oleh sang Putra Langit, sedangkan kedua bagian jalan di sisinya untuk digunakan oleh para pejabat dan rakyat jelata. Sejauh mata memandang, rumah-rumah megah berderet-deret bagai sisik ikan, teritisan atap mereka seakan dapat sambung menyambung hingga akhir cakrawala, di sepanjang tepi jalan yang lebar ditanam berbagai jenis pepohonan seperti pohon huai, elm dan cemara yang rimbun menghijau dan ranting serta daunnya lebat, sehingga membuat kota raja semakin anggun. Aku mengendong buntalanku dan terus berjalan di sepanjang jalan itu, tenggelam dalam keasyikan melihat-lihat Kota Chang'an untuk pertama kalinya, sudut sebuah rumah, sebuah jembatan lengkung, semua membuatku berseru keheranan, kurasa aku baru mulai memahami perasaan A Die, orang yang sejak kecil terbiasa melihat pemandangan yang begitu megah tentunya sulit untuk menyukai kemah yang sederhana dan kasar, suatu tempat dimana hanya ada sapi dan domba. Entah sudah berapa lama aku berjalan, ketika hari telah gelap, aku baru sadar bahwa aku harus mencari tempat untuk beristirahat, kalaupun aku menemukan penginapan yang paling murah, uang di tangan hanya cukup untuk tinggal belasan hari saja. Selagi dengan seksama menghitung uang perak di bawah cahaya lentera minyak jarak, mau tak mau aku merindukan harihariku di Xiyu yang tak memerlukan uang, setelah ini, bagaimana aku dapat mencari uang" Selagi termenung di bawah cahaya lentera, aku mendadak teringat bahwa aku harus membayar uang minyak untuk lentera itu, maka aku segera membereskan barang-barangku, lalu mematikan lentera dan pergi tidur. Di tengah kegelapan, setelah khawatir untuk beberapa saat, aku pun tersenyum. Kota Chang'an begitu besar, dapat menghidupi begitu banyak orang, masa aku kalah dengan orang lain" Aku punya tangan dan kaki, masa bisa mati kelaparan" Benar-benar seperti orang dari Qi yang takut langit akan runtuh ! Akan tetapi setelah memutari Kota Chang'an tiga kali, aku mulai ragu-ragu, apakah aku benar-benar dapat menghidupi diriku sendiri" Untuk menjadi gadis pelayan, penari atau penyanyi, seseorang harus menjual diri, tentu saja aku tak dapat menjual diri dan membiarkan orang lain menguasai hidupku. Menyulam atau menjahit, aku sama sekali tak bisa. Keterampilan yang harus dikuasai kaum wanita justru sama sekali tak kukuasai. Yang lebih merepotkan lagi, aku tak punya penjamin, ada sebuah toko yang mendengar bahwa aku dapat mengerjakan pembukuan, namun mereka hanya bersedia membayarku sepertiga dari upah seorang lelaki, majikan wanita yang cerdik itu kasihan padaku, tapi ketika ia bertanya, 'apakah ada orang di Kota Chang'an yang bersedia menjadi penjaminmu"', aku menggeleng, sehingga membuatnya menggeleng dengan amat menyesal. Mereka tak bisa memperkerjakan orang yang tak jelas asal-usulnya. Aku mencoba untuk mencari Xiao Huo dan yang lainnya, paling tidak mereka dapat menjadi penjaminku, akan tetapi, semua orang di rumah dan kantor dagang yang kutanyai semua menggeleng. Mereka tak pernah mengenal pedagang rempahrempah itu, aku merasa kecewa dan tak berdaya, dan agak kesal pada Xiao Huo, ternyata ia membohongiku. Menjelang hari Chongyang , toko-toko mengantung zhuyu di pintu mereka, para penjual bunga pun telah menaruh zhuyu diantara dagangan mereka, kedai-kedai arak menumpuk guci-guci arak seruni di depan toko mereka untuk menarik perhatian para pejalan kaki yang berlalu-lalang, semua orang tenggelam dalam kegembiraan hari raya, namun aku sudah tak punya satu sen pun. Sejak kemarin aku tak makan apapun, malam ini pun aku tak tahu harus tidur di mana. Udara dipenuhi aroma zhuyu yang kuat dan keharuman bunga seruni yang anggun dan halus, wajah gembira semua orang, sama sekali tak ada hubungannya denganku, aku sebatang kara di tengah jalan yang ramai penuh orang yang berlalu-lalang. Sambil mengendong buntalanku, aku berjalan ke luar kota. Di sebelah barat ada sebuah hutan baihua , aku merencanakan untuk bermalam di sana malam ini, paling tidak aku akan dapat membuat api unggun untuk sedikit menghangatkan diri, dan kalau beruntung mungkin dapat menangkap seekor kelinci atau binatang lain. Tidur di alam terbuka adalah sesuatu yang biasa bagiku, akan tetapi aku tak bisa mati kelaparan. Ketika hatiku sedang susah, aku berpikir apakah aku tak salah telah datang kemari, aku berpikir bahwa kalau aku mengadaikan pakaian Loulan dalam buntalan itu, aku akan dapat memperoleh cukup uang untuk pulang ke Xiyu, namun aku merasa sangat tak sudi melakukannya, jangan-jangan A Die tak akan habis pikir bagaimana putri bangsa Hannya, yang telah dibesarkannya dengan seksama, ternyata tak bisa mencari penghidupan di Kota Chang'an milik Dinasti Han. Kitab Mudjidjad 19 Kisah Flarion Putera Sang Naga Langit Karya Junaidi Halim Pendekar Binal 5