Ceritasilat Novel Online

Balada Padang Pasir 8

Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 8 hendak langsung mengembalikan uang yang dipinjamnya dariku, sepertinya Perusahaan Shilah yang ingin memisahkan diri dariku". Bibir Tianchao bergerak-gerak, namun ia tak dapat memberi penjelasan. Shiyan berseru, "Xiao Yu, kau dan Jiu Ye kenapa" Ketika Jiu Ye datang kemari ia baik-baik saja, tapi kenapa ketika pulang wajahnya pucat pasi, seakan tiba-tiba jatuh sakit" Ia sudah berhari-hari mengurung diri di kamar baca dan hanya menyuruh kami segera mengembalikan uang padamu". Aku mengepalkan tanganku erat-erat dan mencakar telapak tanganku dengan kukuku sendiri. Setelah memandangku sesaat, ia bertukar pandang dengan Shenxing, "Xiao Yu, kami mohon bantuanmu". Shenxing yang tak suka bicara mendadak berkata, "Xiao Yu, berilah waktu lagi pada Jiu Ye, begitu banyak beban dalam hatinya, tak dapat dibuyarkan dalam sehari aja". Aku menggeleng sambil tersenyum getir, "Aku sudah berkali-kali memberi isyarat padanya, namun ia terus menerus menghindar, aku berusaha sekuat tenaga untuk mendekatinya, tapi setiap kali ia merasa aku mendekatinya, ia selalu mendorongku pergi. Aku selalu bertanya-tanya pada diriku sendiri kenapa ia berbuat seperti itu, tapi aku tak pernah dapat memahaminya. Masalahnya tak sesederhana seperti yang kalian pikir, kalau hal ini disebabkan oleh kakinya, aku sudah memberitahunya bahwa hal itu bukan masalah, namun ia masih menolakku. Aku seorang wanita, dan hari ini aku memberitahukan semua ini pada kalian dengan terus terang, aku hanya ingin bertanya, kalian tumbuh besar bersamanya, apakah kalian tahu kenapa ia bersikap seperti itu?" Mereka bertiga terdiam, akhirnya Shenxing menatapku dan dengan sikap sangat serius berkata, "Xiao Yu, kami tak bisa menjawab pertanyaanmu, mungkin?"" Ia berhenti sejenak, lalu kembali berkata, "Tapi kami tahu bahwa Jiu Ye memperlakukanmu dengan berbeda, kami tumbuh besar bersamanya dan dapat melihat hal ini. Jiu Ye benar-benar sangat berbeda denganmu, mohon kau memberi waktu pada Jiu Ye, dan memberinya satu kesempatan lagi". Aku tertawa dan tertawa. Saat seseorang tak bisa menangis sepertinya ia hanya dapat tertawa, tawa yang lebih tak enak didengar daripada sebuah tangisan. "Kalian bertiga silahkan pulang dahulu! Sekarang aku sangat lelah, harus beristirahat". Setelah berbicara, aku langsung masuk ke kamar tanpa menghiraukan mereka lagi. ------------------Di musim gugur tahun lalu, aku telah mengumpulkan tak sedikit buah Bunga Jinyin, akan tetapi di musim gugur tahun ini hanya ada sebatang tanaman yang telah layu. Huo Qubing melihatku menebas dahan-dahan yang telah mengering itu dengan sabit, "Sudah mati, untuk apa kau menebasnya?" "Kata tukang kebun, kalau akarnya masih ada, mungkin musim semi tahun depan ia akan dapat bertunas lagi". "Saat itu aku seharusnya tak melampiaskan kemarahanku pada mereka". Dengan heran aku menengadah memandangnya, lalu menyindirnya, "Apakah kau sedang minta maaf pada mereka" Apakah Tuan Besar Huo dapat melakukan kesalahan" Kalau sampai terdengar orang, bukankah seantero kota Chang"an akan terkaget-kaget?" Huo Qubing merasa agak gusar, "Kau seharian berwajah masam, pasti kau menganggapku telah melakukan suatu kesalahan". Aku kembali menunduk dan kembali menebas dahan-dahan kering, "Matahari terbit dari barat, aku tak tahu harus berbuat apa". "Yu er!" Namun setelah memanggilku, untuk beberapa lama Huo Qubing tak berkata apa-apa, aku meletakkan sabit dalam genggamanku dan menatapnya. "Tahun depan ikutlah denganku ke Xiyu, kalau kau tak bahagia di Chang"an, lebih baik kau ikut aku pergi ke Xiyu". Sepasang matanya gelap, bagai malam yang kelam, entah berapa banyak pikiran yang ada di benaknya, tak nyana, hatiku terasa agak pedih, entah karena diriku sendiri atau karena dirinya. Sudah hampir tiga tahun aku tak menjenguk Lang Xiong, apakah dia baik-baik saja" Bagus kalau aku dapat menjenguknya. Sekarang aku harus mempertimbangkan akan berbuat apa, walaupun aku masih berduka, hidup tetap berlanjut. "Sekarang aku tak bisa berjanji padamu, masih ada hal yang harus kulakukan, kalau semua dapat diselesaikan dengan baik, mungkin aku akan pulang ke Xiyu". Huo Qubing mengangguk sambil tersenyum, "Paling tidak ini lebih baik dari penolakanmu tahun lalu". ------------------Di dalam kelas, pelajaran yang diberikan oleh sang guru benarbenar bagus, sudut pandangnya luar biasa, penjelasannya terperinci, setiap pertanyaannya membuat murid-murid berpikir dengan sungguh-sungguh tentang prinsip-prinsip ilmu perang. Yang paling sukar adalah membuat para murid berani mengemukakan pendapat mereka, dan tak memaksa mereka berpandangan sama seperti dirinya sendiri. "Apakah Bai Qi seharusnya mengubur empat puluh ribu prajurit Negara Zhao atau tidak?" Setelah selesai berbicara, sang guru tersenyum dan menghirup teh, sambil memperhatikan para murid yang menunduk. "Bai Qi adalah jenderal besar Negara Qin, komandan seluruh angkatan bersenjata, namun ia tak menepati janjinya sendiri, ia berjanji memberikan jalan keluar bagi para prajurit Zhao, tapi setelah berhasil membujuk mereka untuk menyerah, ia mengingkari perkataannya dan mengubur hidup-hidup empat puluh ribu prajurit Zhao. Perbuatannya ini membuatnya ditertawakan orang. Seperti kata pepatah, 'Perintah militer sekokoh gunung, di dalam pasukan tak ada tempat untuk bercanda', namun di depan seluruh pasukan ia mengingkari janjinya sendiri, setelah itu, bagaimana ia dapat menyakinkan orang agar percaya padanya" Itu hal pertama. Hal kedua, perbuatan Bai Qi itu membuat Negara Qin mengalami kesulitan dalam berperang karena tak ada musuh yang mau menyerah, mereka khawatir bahwa setelah menyerah mereka akan dikubur hidup-hidup, sehingga mereka lebih suka berperang sampai mati. Bai Qi dan yang lainnya membuat Negara Qin makin sukar menaklukkan negara-negara lain, dan membuat setiap pertempuran menjadi pertempuran hidup dan mati". "Murid malahan merasa bahwa tindakan Bai Qi benar, karena ia mengubur hidup-hidup empat puluh ribu prajurit itu, populasi Negara Zhao berkurang, kekurangan tenaga untuk mengarap ladang, dan tak punya kemampuan untuk memperebutkan kekuasaan. Negara Qin belum tentu dapat mempersatukan seluruh kolong langit, mungkin pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan diantara ketujuh negara itu akan berlarut-larut dan makan korban lebih banyak orang, membuat rakyat jelata menderita. Dilihat secara jangka panjang, walaupun Bai Qi mengubur hidup-hidup empat puluh ribu orang, namun dengan membunuh mereka ia menghentikan pembunuhan lain, dan mungkin menyelamatkan lebih banyak orang lagi. Dari sudut pandang saat itu, kalau Bai Qi tak membinasakan Negara Zhao, rakyat Negara Qinlah yang akan binasa. Dia adalah panglima perang Negara Qin, melindungi rakyat Qin adalah kewajibannya". "Omong kosong! Tak nyana masih ada orang yang mendukung tindakan yang begitu kejam, menurut murid......." Aku melihat Li Guangli yang sedang tidur dengan nyenyak di atas meja belajar, sang guru menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tak berdaya, nampaknya sang guru sudah putus asa menghadapinya, begitu melihatnya, ia langsung mengalihkan pandangan matanya, akan tetapi, para pemuda yang dipilih untuk menemaninya belajar benar-benar tak membuatku kecewa. Kisah sukses Jenderal Besar Wei Qing membuat para pemuda yang berasal dari keluarga miskin itu bermimpi menjadi seorang pembesar, mereka mempergunakan kesempatan yang kuberikan itu dengan sungguh-sungguh. Namun apakah aku akan punya kesempatan untuk memakai bidak-bidak catur yang sudah dipersiapkan dengan seksama ini" Suara langkah kaki yang terputus-putus terdengar, aku berpaling melihatnya, Fang Ru masuk ke dalam ruangan sambil membawa kotak makanan, ketika melihatku, dengan agak jengah ia menghormat. Aku tersenyum dan berkata, "Kakak ipar ini benarbenar rajin". Wajah Fang Ru menjadi merah padam. Setelah kelas bubar, para murid masih berteriak-teriak dengan riuh rendah, memperdebatkan Bai Qi. Aku tertawa dan berkata, "Ayo cepat masuk, nanti makanan keburu dingin!" Sambil menunduk, Fang Ru berjalan dengan cepat di sisiku. Ketika para pemuda itu melihatku, mereka mengerumuniku sambil tersenyum. "Yu Jiejie". "Yu Jiejie sudah lama sekali tak menjenguk kami". "Yu Jiejie, ibuku menyuruhku bertanya, apakah sepatu yang ia berikan pada anda pas dipakai" Katanya begitu ia sudah tak sibuk bertani, ia akan membuatkanmu sepasang lagi". Mereka berebutan berbicara, membuat kepalaku pusing, aku tertawa dan berkata, "Melihat kalian belajar dengan susah payah, hari ini aku menyuruh dapur membuat tim ayam, makanlah sedikit lebih banyak. Xiao Wu, aku telah menyuruh dapur menyisakan sedikit ayam, bawalah pulang dan berikan pada ibumu. Changqing, kakak iparmu baru melahirkan, bawa pulanglah seporsi juga". Mereka yang barusan ini bersikap seperti orang dewasa ketika berdebat tentang Bai Qi, begitu mendengar bahwa ada ayam untuk dimakan, menunjukkan sifat kekanak-kanakkan mereka dan langsung melompat-lompat. Li Guangli mengelus-elus lengan jubahnya seraya berseru, "Besok aku akan undang kalian makan ayam di Yipin Ju, rasanya pasti akan membuat kalian menelan lidah sendiri". Para pemuda itu bertepuk tangan dan berseru, "Terima kasih, Li Erge!" Dengan puas diri Li Guangli memandangku, aku pun memandangnya sambil tersenyum, walaupun orang ini tak cerdas, namun ia suka bergurau dan suka keramaian. Ia mengagumi para pembesar namun tak memandang rendah orang miskin, seseorang yang sukar ditemui, andaikan kakaknya bukan Li Yan, mungkin hidupnya akan lebih santai. Tanpa bersuara, Fang Ru berjalan melewatiku dengan cepat, aku menyuruh para pemuda itu cepat-cepat makan, lalu berbalik dan mengejarnya, setelah itu, kami berjalan berendeng pundak tanpa berkata apa-apa. Dengan penuh perasaan aku menghela napas dan berkata, "Waktu benar-benar berlalu dengan amat cepat, dalam sekejap mata kita sudah saling mengenal tiga tahun lamanya". Fang Ru tersenyum manis, "Aku bukan orang yang bermasa depan cerah, setiap hari hanya bermalas-malasan saja. Tapi dalam waktu tiga tahun, Xiao Yu sudah sama sekali berbeda dengan dahulu, dari seorang wanita lemah sebatang kara menjadi tokoh berpengaruh di Chang'an, tapi luar biasa, kau selalu baik hati dan memperhatikan orang". Aku menggeleng seraya tersenyum, "Kau jangan terlalu memandang tinggi diriku, sifatku malas, aku malas mengerjakan hal-hal yang tak mendatangkan keuntungan. Kau adalah kawan yang pertama kali kukenal di Chang'an, aku hendak mengatakan sesuatu yang mungkin tak enak didengar, tapi hari ini aku ingin bicara denganmu". Fang Ru memandangku, "Silahkan bicara". Aku diam sesaat, "Apakah kau ingin menikah dengan Li Yannian?" Fang Ru menunduk, wajahnya nampak jengah, walaupun ia sama sekali tak menjawab, maksud maksud hatinya nampak dengan terang benderang. Aku menghela napas, "Li Yannian orang yang baik, menikah dengannya adalah suatu hal yang baik, sayang sekali sekarang ia punya seorang adik yang berkedudukan tinggi". "Kakak Li bukan orang seperti itu, ia tak mungkin mencampakkanku", Fang Ru cepat-cepat membelanya. Dengan lembut aku berkata, "Aku tahu ia tak akan mencampakkanmu, maksudku.......maksudku, sekarang Nyonya Li sudah punya seorang pangeran. Sejak zaman kaisar Taizu, keluarga Lu ipar kaisar pernah berkuasa, lalu keluarga Dou, dan keluarga Wang, tapi setelah itu apa yang terjadi pada mereka" A Ru, aku tak ingin kau masuk ke dalam dunia dimana orang bisa dibunuh tanpa kilatan pedang dan darah mengalir, selain daripada itu aku tak bisa bicara lebih lanjut, kau paham?" Fang Ru menggeleng sambil tersenyum, "Xiao Yu, kau terlalu khawatir. Kakak Li tak seambisius itu, ia tak mungkin memperebutkan kekuasaan, hal seperti itu tak akan terjadi". "A Ru, bagaimanapun juga kau kenal huruf, kenapa kau bisa bicara seperti ini" Li Yannian bukan orang seperti itu, namun anggota keluarga yang sama akan berjaya atau runtuh bersama, kalau benar-benar ada masalah, bagaimana Li Yannian dapat menghindar?" Fang Ru berhenti melangkah, berpikir dengan diam untuk beberapa saat, lalu mengenggam tanganku, ia menatapku seraya berkata dengan sungguh-sungguh, "Banyak terima kasih, pikirankulah yang terlalu sederhana, sekarang aku sedikit banyak sudah paham maksudmu, tapi, Xiao Yu, aku bersedia, aku tak perduli apa yang akan terjadi di masa datang, aku hanya tahu bahwa aku bersedia hidup bersamanya". Aku tersenyum, "Sebenarnya aku sudah tahu jawabanmu, sesuai dengan watakmu yang keras kepala, asalkan kau bersedia melakukan sesuatu, kau rela menanggung semua akibatnya. Aku sudah mengatakan semua yang harus kukatakan sebagai sahabatmu". Fang Ru tersenyum dan berkata, "Aku sangat berterima kasih, sangat berterima kasih karena telah bertemu denganmu, berterima kasih karena kau menyadarkanku, berterima kasih karena kau mengundang Kakak Li ke rumah kita, dan berterima kasih atas peringatanmu hari ini. Karena peringatanmu itu, aku dan Kakak Li akan dapat semakin mensyukuri semua yang kami miliki, setelah ini, apapun yang terjadi, aku tak akan menyesal". Aku mengangguk dan tersenyum, "Kalau begitu aku akan memberi isyarat pada Li Yannian untuk mengajukan lamaran, emas kawinnya tak akan sedikit". Fang Ru girang sekaligus jengah, "Ah, kau ini mengoda kami saja". -------------------"Apa katamu?" Hatiku terasa amat pedih, entah apa yang sedang kupikirkan, mulutku dengan sendirinya bertanya sekali lagi. Xiao Feng berteriak dengan marah, "Kataku Jiu Ye jatuh sakit, Jiu Ye jatuh sakit, sebenarnya berapa kali aku harus mengulanginya?" "Oh! Jiu Ye jatuh sakit, kalau Jiu Ye jatuh sakit kalian harus memanggil tabib, apakah kalian sudah melakukannya" Untuk apa Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sengaja memberitahuku?" Xiao Feng mengulirkan matanya, lalu mendongak dan berteriak, "Yu Jiejie, kau benar-benar bodoh atau pura-pura bodoh" Karena aku sudah menyampaikan pesan ini, pikirkan sendiri apa yang hendak kau lakukan!" Setelah berbicara , "Duk, duk!", ia berlari keluar sambil menginjak papan lantai keras-keras. Apa yang harus kulakukan" Pertanyaan ini selalu kutanyakan pada diriku sendiri. Sejak ruji Yuanyang Teng ambruk sampai sekarang, aku selalu menanyakan pertanyaan ini. Aku mengetuk pintu, namun yang membukakan pintu bukan Paman Shi melainkan Tianchao. Dengan wajah tanpa ekspresi aku berkata, "Kudengar Jiu Ye jatuh sakit, aku datang menjenguknya, apakah ia bersedia menemuiku?" Sambil tersenyum Tianchao berkata, "Tentu saja ia bersedia menemuimu, beberapa bulan ini selama kau tak mau menginjakkan kaki di Wisma Shi, Pondok Bambu menjadi dingin dan suram". "Sakit apa?" "Katanya masuk angin, Jiu Ye sudah membuat resep untuk dirinya sendiri. Ketika mengambil obat kami menanyai tabib penjaga toko obat, perkataan tabib itu agak lain dengan kata Jiu Ye, katanya obat itu untuk memperbaiki aliran qi, ia merasa bahwa penyakit Jiu Ye tentu disebabkan oleh emosi, dengan berbisik ia berkata, "Karena emosi, pembuluhnya menjadi tersumbat. Karena pembuluhnya tersumbat, darah tak bisa mengalir, karena darah tak bisa mengalir?"dan sebagainya". Kami tak terlalu paham, hanya tahu bahwa sang tabib bermaksud mengatakan bahwa hati Jiu Ye agak bermasalah". Di sepanjang jalan Tianchao tak henti-hentinya berbicara, namun di sepanjang jalan aku diam seribu bahasa, ketika sampai di Pondok Bambu, Tianchao menghentikan langkahnya, "Kau masuklah sendiri!" Tanpa menungguku berbicara, ia langsung berbalik dan pergi sambil menenteng lentera. Aku berdiri untuk beberapa saat di mulut pintu, lalu bertanya pada diriku sendiri sambil tersenyum getir, "Kau takut apa" Masa keadaan dapat menjadi lebih buruk dari sekarang?" Ruang tamu temaram, perabotan amat sedikit, di siang hari nampaknya lega, namun di malam hari nampak dingin dan suram. Daun jendela setengah terbuka, angin dingin bertiup masuk, meniup sehelai kelambu biru pucat hingga melambailambai, namun orang yang berbaring di atas ranjang sama sekali tak bergerak. Aku berdiri di depan jendela untuk beberapa lama, namun ia sama sekali tak bergeming, sepertinya ia tidur dengan amat nyenyak. Aku membuka jendela dan melompat masuk, lalu dengan lembut menutup kelambu. Walaupun gerakan tubuhku sama sekali tak menimbulkan suara, namun orang yang berbaring di ranjang itu langsung berseru, "Yu er?" Suaranya kedengarannya sangat lelah. Karena terus ditiup angin dingin, seluruh ruangan itu sedingin rumah es. Tanpa berkata apa-apa, aku berlutut di depan ranjang, lalu memasukkan tanganku ke balik selimut dan merabanya, untung saja ranjang itu hangat, di balik selimut itu pun tak dingin. Ia mengeluarkan sebuah bola perak yang berlubang-lubang dari balik selimut, namun aku menolaknya, "Aku tak kedinginan". Namun ia tak menghiraukannya dan dengan bandel terus mengangsurkannya ke arahku, maka aku pun terpaksa menerimanya dan menaruhnya di atas gaunku, ternyata bola itu memang efektif, tak lama kemudian, papan lantai yang tadinya dingin menjadi hangat. Di tengah kegelapan kami berdua sama-sama diam seribu bahasa. Lama, lama sekali, seakan sampai akhir dunia. Kalau benar-benar dapat seperti ini sampai akhir dunia, sebenarnya bagus sekali. "Jiu Ye, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Kau tak usah bicara, aku takut begitu kau membuka mulut, aku tak akan berani menyelesaikan perkataanku. Tak perduli apakah kau bersedia mendengarkan atau tidak, kumohon padamu, kumohon padamu untuk membiarkanku menyelesaikan perkataanku, setelah selesai aku akan langsung pergi". Jiu Ye berbaring tanpa berkata apa-apa, tak bergeming. Aku menghela napas, akhirnya ia tak menolak permohonanku ini. "Aku tak tahu kapan aku mulai menyukaimu, mungkin ketika melihat sosokmu yang hangat di bawah sinar lentera, mungkin ketika kau menyeka telingaku, atau mungkin ketika kau tersenyum namun masih mengerutkan dahimu. Aku hanya tahu bahwa aku sangat ingin bersamamu, maka dengan hati-hati aku mencari tahu apakah kau menyukaiku atau tidak. Jiu Ye, aku selalu berkata bahwa tenggorokanku sakit, bahuku sakit, atau tak bisa makan nasi, pokoknya hampir setiap hari aku sakit-sakitan". Aku menunduk dan memindahkan bola perak itu, "Sebenarnya aku menipumu, aku sama sekali tak menderita berbagai penyakit itu, tubuhku sangat sehat. Aku hanya ingin agar setiap hari kau memikirkanku untuk sesaat, dan berpikir keras, "sebaiknya aku memberi resep obat apa untuk Yu er?" Sebenarnya aku tak takut makan Huanglian, sebenarnya aku tak takut makan makanan pahit, tapi aku ingin menyusahkanmu dan membuatmu berpikir, "Yu er ternyata tak suka pahit, bagaimana sebaiknya?" Aku merasa bahwa kalau setiap hari memikirkanku, diam-diam aku akan menyusup ke dalam hatimu". Sambil berbicara, aku berpaling dan tersenyum, "Apakah aku sangat licik?" "Jiu Ye, apakah kau masih ingat ketika aku membaca-baca buku di kamar bacamu" Sebenarnya aku ingin melihat buku-buku apa yang kau baca. Watak seseorang dapat diketahui dari buku apa yang dibaca olehnya, aku tahu kau suka pada Huang Lao dan Mo Zi, kau suka Mo Zi, mungkin karena dalam Kitab Mo Zi terdapat cara membuat berbagai senjata yang sangat berguna, selain itu, kuduga juga karena sikap Mo Zi terhadap peperangan dan hubungan diantara negara-negara besar dan kecil". Aku bimbang sesaat, apakah aku harus meneruskan perkataanku" "Jiu Ye, kalian memelihara begitu banyak merpati pos. Tahun lalu ketika Han Agung menyerang Xiongnu, Xiyu kebetulan tertimpa bencana alam dan kau langsung membutuhkan banyak uang. Kau mengerti sangat banyak bahasa Xiyu, dan juga sangat mendukung pandangan Mo Zi. Kurasa hal-hal ini tak ada hubungannya dengan urusan dagang, mungkin kau orang Xiyu, dan segala yang kau lakukan adalah untuk membantu negaramu". Saat berbicara, aku berusaha tak melihat ke arah Jiu Ye, namun saat ini aku tak bisa menahan diri lagi dan dengan sembunyisembunyi mencuri pandang ke arahnya, namun pandangan matanya terpaku di puncak kelambu, raut wajahnya bagai air, jernih dan tenang. "Kau juga sangat suka membaca kitab-kitab Lao Zi dan Zhuang Zi, maka aku mendengarkan penjelasan guru tentang kitab-kitab mereka dengan seksama. Aku tak bisa menebak apa yang hendak kau lakukan di masa depan. Mo Zi seumur hidupnya berusaha sekuat tenaga mewujudkan cita-citanya, namun menurut Lao Zi dan Zhuang Zi, kalau kita tak bisa melawan keadaan, orang harus membiarkan semuanya terjadi secara alami. Tapi, Jiu Ye, aku tak memperdulikan semua ini, aku tak perduli kau orang Xiyu atau Han Agung, kau adalah kau, kalau kau ingin kebebasan, aku bersedia menemanimu meninggalkan Chang"an dan berkelana di padang pasir. Kalau kau?".kalau kau ingin menghentikan ekspansi Han Agung dan merebut daerah mereka, aku tak dapat melakukannya, tapi aku dapat membantumu mengacaukan negara Han, sehingga selama aku dan kau masih hidup, mereka tak dapat berekspansi ke barat". Wajah Jiu Ye berpaling memandangku, matanya nampak terkejut, namun lebih banyak mengandung kepedihan dan kehangatan. Aku masih tak bisa memahami isi hatinya, dalam hati aku menghela napas dengan pelan, lalu menunduk. "Yu er, apa yang diam-diam telah kau lakukan" Apakah rumah bordil dan usaha rumah gadai yang diam-diam kau buka adalah untuk mengumpulkan informasi tentang para menteri di istana?" Aku mengangguk-angguk seraya mengigit bibirku, wajah Jiu Ye nampak sedih, "Kau si gadis bodoh ini! Cepat tutup semua usaha itu. Perusahaan Shi sudah hampir seratus tahun berdiri di kota Chang"an dan punya segala macam usaha. Kalau aku ingin tahu tentang urusan gelap, transaksi keuangan atau kejahatan para menteri di istana, aku dapat dengan amat mudah mengetahuinya". Sekonyong-konyong raut wajahnya berubah, "Apakah kau telah menjanjikan sesuatu pada Nyonya Li?" Aku memikirkan sumpah sampai mati itu, namun bukankah sumpah itu tak masuk hitungan" Maka aku pun menggeleng. Wajahnya nampak lega, "Bagus sekali, jangan sekali-kali terlibat dalam perebutan kedudukan istri pertama keluarga kekaisaran, berurusan dengan mereka lebih berbahaya dari memasukkan kepala ke mulut harimau". Aku menunduk, tanpa sadar, aku meluruskan gaunku yang agak kusut dan beberapa helai rambut yang jatuh di dahiku. Ia menatapku tanpa berkedip, lalu menghela napas dengan hampir tak kedengaran, ia mengangsurkan tangannya, seakan hendak membantuku merapikan rambut yang tergerai di dahiku, namun begitu mengangsurkan tangannya, ia langsung menariknya kembali, "Yu er, kakekku memang orang Xiyu, boleh dibilang ia sama denganmu". Aku membelalakkan mataku, dengan tercengang memandangnya. Untuk pertama kalinya malam ini, ia tersenyum, "Kakek boleh dibilang juga dibesarkan oleh serigala. Ia adalah pangeran Negara Yinai, namun ketika baru dilahirkan, terjadi kudeta di istana sehingga orangtuanya, sang raja dan ratu, terbunuh. Seorang pengawal membawanya lari dari istana bersama dengan stempel kerajaan, lalu diam-diam menyembunyikannya di padang pasir. Saat itu, karena tak bisa menemukan ibu susu, pengawal itu menangkap seekor serigala yang sedang menyusui dan menggunakan susunya untuk membesarkan kakek. Tindakan kakek sulit ditebak, setelah dewasa ia tak menghubungi bekas bawahan ayahnya dan merebut takhta dengan stempel kerajaan, malahan menggunakan parasnya yang luar biasa tampan untuk menjalin hubungan dengan putri-putri berbagai negara di Xiyu, sehingga membuat banyak orang di Xiyu ingin membunuhnya. Kabarnya, di suatu malam yang gelap gulita dan keras anginnya, ia mendadak bosan bermain wanita dan dengan jumawa menerobos masuk ke istana Negara Yinai, menangkap pamannya yang sedang tidur nyenyak, mencukur gundul kepala sang raja, lalu memerintahkan dapur menyiapkan jamuan makan. Setelah itu, ia berkata kepada sang paman, "Kau lebih pantas menjadi raja daripada ayahku", melemparkan stempel kerajaan ke lantai, lalu dengan jumawa mengibaskan lengan bajunya dan berlalu. Ia melarikan diri ke padang pasir dan menjadi seorang perampok". Kisah ini awalnya berlumuran darah, namun akhirnya berubah menjadi lucu, aku terpana mendengarnya dan mau tak mau bertanya, "Kalau begitu, bagaimana kakek bisa sampai ke Chang"an?" Jiu Ye tertawa dan berkata, "Kakek seorang perampok yang sukses, bandit-bandit Xiyu lain satu persatu tunduk padanya. Karena ketika kecil kakek dibesarkan dengan susu serigala, para bandit di bawah pimpinan kakek mengelarinya Bandit Serigala, setelah itu panggilan ini perlahan-lahan berubah menjadi nama lain para bandit padang pasir. Untuk menjual barang-barang rampasannya, kakek berdagang, tak nyana, ia punya bakat dagang, dan tanpa sengaja, perlahan-lahan ia menjadi pedagang batu mulia yang terbesar di seluruh Xiyu. Untuk sesaat, kakek berjaya di kalangan hitam maupun putih di Xiyu, akibatnya, seperti kata kakek, Langit tak mau ia terlalu sombong, tapi sebenarnya sangat menyayanginya, maka Langit memberinya suatu hukuman yang sangat manis. Saat merampok sebuah rombongan pedagang Han, ia bertemu dengan nenekku?"" Ternyata, itulah asal mula panggilan bandit serigala itu, sambil tersenyum aku meneruskan, "Begitu melihat nenek, kakek langsung jatuh cinta, dan karena menjadi suami seorang Han, terpaksa tinggal di Chang'an dan menjadi pedagang". Jiu Ye menggeleng, "Bagian depannya benar, bagian belakangnya salah. Saat itu nenek sudah menikah dengan orang lain, ia adalah selir kecil yang tak di sayang oleh pedagang itu, maka kakek mengejar mereka ke Chang'an dan merampasnya, setelah berhasil mendapatkan nenek, ia merasa bahwa Chang'an sangat mengasyikkan, maka ia pun tinggal di Chang'an". Kisah itu lebih mengasyikkan dari cerita-cerita di kedai arak atau teh, aku mendengarkannya dengan mulut ternganga, hmm......hidup sang kakek ini.......benar-benar hebat! Dengan lembut Jiu Ye berkata, "Sekarang kau paham asal usulku. Kakek selalu menyokong Xiyu, saat itu Dinasti Han masih lemah, diantara Xiyu dan Dinasti Han tak ada gesekan yang berarti, kakek membantu negara-negara Xiyu menghadapi bangsa Xiongnu. Sekarang, Dinasti Han yang dari hari ke hari semakin kuat menakutkan bagi negara-negara Xiyu, tapi nenek orang Han, ibu pun orang Han, aku tak bisa bersikap seperti anak buah kakek dahulu. Paman Shi dan yang lainnya bertekad untuk membantu Xiyu menghadapi Dinasti Han, tapi aku tak bisa mengacuhkan anak buah kakek yang tersebar di Xiyu dan di berbagai profesi di Chang'an, anak buah kakek di berbagai negara Xiyu saling berhubungan, kalau mereka sampai bersatu dan sama-sama membuat kekacauan, Xiyu dan Dinasti Han akan sama-sama tertimpa bencana. Xiongnu pun akan mendapat kesempatan untuk membalikkan keadaan dengan sekali pukul, dan dengan watak kaisar yang seperti itu, ia tentu akan mengirim pasukan untuk menghukum Xiyu". "Kau sedikit demi sedikit memperlemah pengaruh Perusahaan Shi di Dinasti Han, tak hanya untuk menyembuyikan diri dari kaisar, tapi juga untuk menahan ambisi Paman Shi dan yang lainnya?" Sambil tersenyum hambar, Jiu Ye mengangguk. Aku telah menduga bahwa situasinya sangat rumit, tak nyana, keadaan yang sebenarnya ternyata lebih rumit dan berbahaya. Di satu pihak Jiu Ye menghadapi kaisar sambil melindungi orang-orang yang tak berdosa di Perusahaan Shi, sedangkan di lain pihak, ia membantu rakyat jelata Xiyu menghindari bencana akibat peperangan. Di satu pihak ia harus mempertimbangkan ancaman Xiongnu, di lain pihak juga harus menekan kekuatan negaranegara Xiyu, terutama kekuatan di belakang punggung yang dapat mempengaruhi negara-negara Xiyu itu. Sekarang, nampaknya Perusahaan Shi yang terus melemah harus berkompromi, Xiongnu mengancam dari kejauhan, negara-negara Xiyu tak mau menuruti aturan, sedangkan Liu Che mengawasinya dari takhta dengan penuh kecurigaan, kalau lengah sedikit saja, semua akan menjadi kacau balau. Sejak kecil Jiu Ye harus menanggung semua masalah ini, betapa beratnya beban ini, namun ia hanya bergurau tentangnya. Ketika berpikir sampai ke sini, harapan dalam hatiku sedikit demi Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sedikit bertambah besar, ia dapat memberitahukan semua rahasia ini padaku, bukankah hal ini berarti bahwa sekarang ia sangat mempercayaiku" Kalau begitu, apakah ia dapat menerimaku" Ketika Jiu Ye melihat bahwa aku memandangnya tanpa berkedip, sikapnya yang santai dan lembut menghilang, sinar matanya nampak muram, ia pun cepat-cepat menghindari pandangan mataku, tak lagi melihatku. Kami berdua saling berdiam diri, aku menunduk sambil mengigit bibirku, detak jantungku terkadang cepat terkadang lambat, setelah beberapa lama, dengan lirih aku berkata, "Kau sudah paham maksud hatiku, aku hendak bertanya padamu sekali lagi. Kau tak usah menjawabku sekarang, aku tak bisa menerima jawaban yang kejam darimu. Beberapa hari lagi tahun baru, kau pernah berkata bahwa hari itu adalah hari baik, saat itu kita akan bertemu lagi. Hari itu adalah hari ulang tahunku juga, aku akan menunggumu di rumahku, kalau kau tak datang, aku akan mengerti semuanya. Tapi........" Aku menengadah memandangnya, matanya nampak agak basah, "Tapi kuharap kau akan datang". Aku tersenyum lebar ke arahnya, setelah memandangnya dengan penuh kerinduan untuk beberapa saat, aku bangkit, "Aku pergi dulu, jangan tidur dengan jendela terbuka lagi". Ketika sedang hendak membuka pintu, ia bertanya, "Tunggu dulu, tak usah menoleh, jawab satu pertanyaanku". Suaranya parau, "Yu er, apakah kau ingin punya keluarga?" Sambil berpegangan pada palang pintu aku berkata, "Ingin, aku ingin sebuah keluarga yang ramai. Kalau sedang berjalan-jalan aku iri pada suami istri yang ribut sambil mengendong anak. Mendengar cerita masa kecilmu aku pun iri, kakek, ayah, ibu dan saudara-saudara yang kadang-kadang ribut. Keluarga yang bahagia! Bagaimana denganmu?" Untuk beberapa saat di belakangku tak terdengar suara apapun, aku heran dan hendak berpaling, namun suara tertahan Jiu Ye pun terdengar di tengah kesunyian, seakan dengan sekuat tenaga menekan perasaan yang tak boleh diucapkan, "Aku juga". Perkataan itu adalah perkataan paling bagus yang kudengar malam ini, aku pun berpaling dan tersenyum. Tiba-tiba ia kembali bertanya, "Yu er, Huo........Huo Qubing, apakah ia sangat baik padamu?" Untuk sesaat aku terdiam, aku tak berani menghadapi masalah ini, tapi mau tak mau membenarkannya, dengan pelan aku mengangguk. Setelah beberapa lama, suaranya pun kembali terdengar, "Pulanglah! Hati-hati di jalan". Aku mendehem, lalu membuka pintu dan keluar. Ketika berbalik untuk menutup pintu, dengan sekilas aku melihat sepasang bola matanya yang hitam legam, di dalamnya kesedihan, penderitaan dan berbagai macam perasaan lain nampak bergumul, melihatnya, hatiku pun tiba-tiba penuh gelombang. Ia tak menghindari pandangan mataku, seketika itu juga, pandangan mata kami berdua saling beradu, seketika itu juga, angin bertiup dan awan berarak, samudra bergelombang tinggi. Dengan lemas tanganku yang sedang menutup pintu terkulai di samping tubuhku, akan tetapi daun pintu telah bergerak dengan sendirinya, dengan perlahan, dengan amat perlahan, sedikit demi sedikit menutup di depan mataku, wajahnya pun perlahan-lahan menghilang. Pandangan matanya yang untuk pertama kalinya berani menyambut pandangan mataku juga akhirnya terpisah dariku. Dalam sekejap, tenagaku seakan terbakar habis. Dengan lemas aku bersandar pada tembok, setelah lama, aku baru mempunyai tenaga untuk melangkah pergi. "Biarkan Fang Ru menyanyikan sebuah lagu bagi kita, tapi isinya harus mengenai dia dan Li Shifu". "Apakah masih Fang Ru" Seharusnya ia sudah dipanggil Nyonya Li". Semua orang berebutan berbicara tentang bagaimana cara meramaikan kamar pengantin Fang Ru, aku tersenyum, mendengar pembicaraan mereka namun tak mendengarnya, dengan benak penuh pikiran aku berjalan kian kemari. Dengan agak menyayangkan Hong Gu berkata, "Kenapa kau menyuruh LI Shifu pindah rumah" Walaupun telah menikahi Fang Ru, bukankah ia masih bisa tinggal di rumah ini?" "Biarkan mereka berdua melewatkan hari-hari mereka dengan tenang! Kau telah mengundang LI Shifu untuk menjadi pengubah lagu, masa karena telah berhasil menikahi Fang Ru ia akan menolak bekerja untuk kita" Hal ini tak akan mempengaruhi usaha rumah hiburan kita". dengan asal aku berkata. Hong Gu menatapku dengan tajam selama beberapa saat, lalu bertanya, "Xiao Yu, hari ini kau kenapa" Kenapa aku merasa bahwa kau tak lagi akrab dengan kami semua?" Aku menggeleng, "Kedudukan Li Shifu sekarang sudah tak dapat dibandingkan dengan dahulu, di pesta perjamuan nanti pasti ada orang dari istana yang datang memberi selamat, kau harus memperingatkan saudari-saudari kita agar tak membuat keributan". Hong Gu segera mengiyakan, dengan agak kelelahan aku bangkit, "Aku sudah bicara dengan Fang Ru, aku tak akan mengantarkannya keluar rumah, semua kuserahkan pada Hong Gu". Dengan agak khawatir Hong Gu menatapku, namun aku menepuk bahunya, memberi isyarat agar ia tak usah khawatir, tanpa berkata apa-apa, ia pun keluar. Fang Ru sedang didandani oleh beberapa wanita setengah baya, pakaian pengantinnya yang merah menyala dan berikat pinggang emas terhampar di atas bangku, membuat suasana meriah. Dari balik jendela aku mendengar suara tawa berderai-derai di dalam kamar, "Nona Fang Ru benar-benar pandai memilih hari, karena kau memilih hari tahun baru, semua nona-nona dapat ikut bergembira!" Ibu jari dan telunjuk sepasang tangan wanita setengah baya itu membuka dan menutup, ia sedang mengepang rambut Fang Ru dengan seutas benang, Fang Ru menegakkan tubuhnya, tak bergerak-gerak, gadis yang melayaninya tertawa dan berkata, "Harinya dipilih oleh fangzhu". "Baju pengantin ini bagus sekali buatannya! Apa ini hadiah Nyonya Li" Barang-barang keluarga kerajaan memang luar biasa mewahnya". Wanita setengah baya yang sedang merapikan baju pengantin dan hiasan rambut memujinya. Setelah rambut Fang Ru tertata rapi, ia memperhatikan dirinya di cermin, lalu berpaling dan terdengar berkata, "Baju ini dibelikan Xiao Yu, nyonya sebenarnya ingin memberiku hadiah, tapi setelah mendengar bahwa Xiao Yu akan membelikan baju pengantin, ia berkata bahwa dirinya tak bisa mengunggulinya". Wanita setengah baya itu berdecak kagum. Aku berbalik dan keluar dari halaman, lalu berjalan dengan perlahan ke kamarku sendiri. Hari ini benar-benar hari baik, langit cerah, awan jarang, sinar mentari hangat, rumah dihias dengan meriah, suasana penuh kegembiraan. Setelah masuk ke kamar, aku menutup pintu, lalu mengeluarkan baju pengantin Loulan biru, setelah memeluknya untuk beberapa saat, aku menghamparkannya di atas bangku. Setelah mencuci muka, aku mengeraikan rambut, lalu menyisirnya dengan sisir kayu hingga lembut, setelah itu, aku mengepang rambut di kedua sisi kepalaku dan mengondenya di belakang kepalaku. Kulitku sudah cukup putih bersih, maka aku tak perlu memakai bedak, aku membasahi kuas dengan sedikit warna hitam, lalu menyapukannya beberapa kali, aku tak mengambar alis panjang yang saat itu sedang popular di Chang"an, namun melukis alis yang bagai gunung di kejauhan. Aku mengambil lembaran gincu, lalu membasahinya, warna gincu pun perlahan-lahan menjadi terang, sehingga bunga yang terlukis di atasnya seakan hidup kembali, saat warnanya paling pekat, aku menarik bibirku, lalu menempelkan lembaran gincu itu di kedua pipiku. Suara musik di luar jendela mendadak terdengar nyaring, rupanya rombongan penjemput pengantin sudah datang. Aku mendengarkannya dengan seksama dan hatiku terkesiap, penuh kegembiraan yang meluap-luap. Mungkin ini adalah suara yang paling ingin didengar oleh kaum wanita, lagu yang ingin dimainkan untuk dirinya sendiri. Setelah selesai berpakaian dan memakai hiasan rambut, aku memandang diriku sendiri di cermin dan teringat pada Lang Xiong di padang pasir, aku tak dapat menahan diri untuk tak berputar beberapa kali di dalam kamar, gaunku terkembang bagai bunga yang mekar di tengah tiupan angin, suasana hatiku pun menjadi jauh lebih gembira. Menunggu adalah suatu hal yang paling membuat orang menderita, hatiku tergantung di udara, tak bisa naik dan tak bisa turun, tetes demi tetes air dari jam air menghantam hatiku. Setelah menatapnya tanpa berkedip untuk waktu yang lama, aku merasa bahwa air itu tak mau menetes ke bawah lagi, semakin lama semakin perlahan. Aku menggeleng-geleng dan memaksa pandangan mataku beralih dari jam air itu. Aku mencari sesuatu untuk dipandang agar pikiranku lega, aku mencari benda yang dapat kupergunakan untuk melewatkan waktu di seluruh kamar, akhirnya tanganku mengenggam seutas tali. Aku memejamkan mataku dan membuat simpul-simpul mati di sepanjang tali itu, lalu membuka mataku dan berusaha untuk mengurai simpul-simpul itu. Membuat simpul, lalu mengurainya, aku melakukannya berkali-kali dan ruangan itu pun telah menjadi temaram. Aku melemparkan tali itu, berjalan ke halaman, lalu memandangi pintu halaman. Cahaya siang sedikit demi sedikit menghilang, kegelapan akan segera tiba. Mungkin ia tak ingin menemui orang luar, maka ia tak mau datang saat hari masih terang, setelah hari gelap ia pasti akan datang. Aku berdiri di depan pintu, lalu berdiri membelakanginya, berharap dan berdoa. Para hadirin sedang minum arak kegirangan Fang Ru, halaman sunyi senyap. Terlalu sunyi, sampai aku dapat mendengar suara hatiku sendiri terjatuh, aku tak merasakan sakit, hanya merasa bahwa keadaan semakin lama semakin gelap, sebuah lubang yang dalam nampak dengan samar-samar, sedikit demi sedikit aku tenggelam ke dalamnya, entah kapan akan terhempas ke dasarnya yang keras dan dingin. Beberapa tetesan yang sedingin es jatuh ke wajahku, tak lama kemudian, kepingan-kepingan putih yang sejernih kristal terbang berputar-putar di sekelilingku dan terjatuh. Kepingan-kepingan salju itu tak besar, jatuhnya pun tak keras, menari-nari dengan lembut ditiup angin, hendak jatuh namun malu-malu, tetapi membawa suatu kelembutan yang sulit dijelaskan. Semua diselimuti salju putih dingin yang langsung menembus hati. "Aiyo", pintu terdengar didorong seseorang hingga terbuka. Untuk beberapa saat, aku tak dapat berpaling karena hatiku pedih, ternyata kebahagiaan muncul dari kesusahan, dan oleh karenanya dalam kegembiraan pun terkandung kesedihan. Dengan tenang aku berdiri untuk beberapa lama, lalu tersenyum dan berbalik. Wajahku tersenyum, namun hatiku putus asa. Dengan tak percaya aku memejamkan mataku, namun ketika aku kembali membuka mataku, Huo Qubing masih berada di hadapanku. "Ketika pertama melihatmu, kau pun mengenakan pakaian ini, di bawah sinar bulan yang keperakan, di sisi seekor serigala yang berwana perak, gaunmu melayang-layang, rambutmu yang hitam legam berterbangan, begitu lincah, seakan tak berasal dari dunia yang fana ini. Sebelum tahu bahwa wanita itu adalah kau, mau tak mau aku terus menerus menatapmu, ingin melihat darimana kau datang, dan juga akan pergi ke mana". Huo Qubing tersenyum tipis. Sambil memegang kepalaku dengan sepasang tanganku, dengan perlahan aku berjongkok. Dengan kaget Huo Qubing memayangku. "Tak usah mengurusiku, tak usah mengurusiku".", dengan tak sadar aku berulang-ulang berkata pada diriku sendiri. Ia pun menarik tangannya kembali. Tanpa memperdulikan debu dan salju di atas tanah, tanpa berkata apa-apa, ia mengelar mantel bersulamnya di tanah dan duduk di sisiku, seakan hendak menemaniku dengan diam, tak perduli seberapa lamanya aku akan berjongkok. Bunga salju perlahan-lahan menumpuk di tubuh kami berdua, ia bimbang sesaat, lalu membersihkan salju yang jatuh di kepala dan tubuhku, namun aku tak bergeming, bagai sebuah patung es. Tiba-tiba ia bangkit dan masuk ke dalam rumah, tak lama kemudian ia keluar sambil membawa sebuah payung bambu, duduk di sisiku, lalu membuka payung itu. Bunga-bunga salju menari-nari dengan ringan tanpa suara, dengan hambar ia memandangi langit yang putih polos. Xiao Qian dan Xiao Tao terbang dengan susul menyusul ke halaman, Xiao Qian mendarat di hadapanku, namun Xiao Tao langsung menyambar ke kepalaku, lengan baju Huo Qubing mengayun dan memperlambat kecepatan terbang Xiao Tao. Ketika Xiao Tao sadar ia tak dapat menganiayaku, ia cepat-cepat berputar di udara, lalu mendarat di sisi Xiao Qian. Huo Qubing menangkap Xiao Tao, namun Xiao Tao cepat-cepat menghindar, dengan gusar Xiao Qian hendak mematuk Huo Qubing, namun dengan enteng Huo Qubing menghindar dan mengetuk kepala Xiao Qian, "Aku cuma ingin mengambil surat di kaki Xiao Tao, bukan hendak menganiayanya". Aku segera menengadah memandang Xiao Tao, benar saja, di kakinya terikat sehelai kain. Untuk beberapa lama aku bimbang, lalu membuka gulungan kain itu. Maafkan aku. Huruf-huruf berantakan yang ditulis dengan kacau itu tertera di atas gulungan kain itu. Maafkan aku" Maafkan aku! Yang kuinginkan bukan permintaan maafmu. Hatiku pedih tak terperi, aku mengigit bibirku keraskeras dan sesuatu yang manis sekaligus amis perlahan-lahan memenuhi mulutku. Aku ingin mencabik-cabik kain itu, namun tanganku terus gemetar, kain itu kecil, aku dapat dengan mudah mencabik-cabiknya. Aku melompat bangkit dan berlari ke dalam rumah, sebuah tanganku memegang kain itu, sedangkan yang sebelah lagi melemparkan barang-barang yang ada di kamar, Huo Qubing berdiri di ambang pintu tanpa berkata apa-apa, dengan wajah tenang ia melihatku memporak-porandakan kamarku seperti orang gila. Gunting, di mana gunting itu" Setelah mencari-cari di setengah kamar, aku masih belum dapat menemukannya, pandangan mataku jatuh di sebilah pisau kecil yang biasanya kugunakan untuk mengupas buah, aku pun segera menyambarnya.Huo Qubing tiba-tiba berseru, "Yu er!" Dengan enteng ia mendarat di depanku, hendak merampas pisau dalam genggamanku, tapi setelah melihatku hanya merobek-robek kain itu dengan penuh Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo emosi, tanpa berkata apa-apa ia mundur beberapa langkah dan hanya melihatku mencabik-cabik kain itu. Dengan enteng aku mencampakkan pisau itu, lalu merobek cadar dan ikat kepala mutiara yang menutupi kepalaku dengan kedua tanganku, seketika itu juga, butir-butir mutiara jatuh berserakan, jatuh dengan suara berdenting-denting di lantai, serpihanserpihan cadar itu pun berubah menjadi kupu-kupu biru yang menari-nari di tengah tiupan angin. Aku memandangi serpihan-serpihan berwarna biru itu, tiba-tiba kemarahan dalam hatiku menghilang, dengan lemas aku berlutut di lantai, dengan mata terbelalak aku memandang ke depan, namun tak melihat apapun. Huo Qubing menyingsingkan jubahnya dan duduk di ambang pintu, sepasang tangannya memeluk lututnya, dagunya bertopang di atas lututnya, matanya memandang ke lantai. Diam seperti seekor serigala yang terluka, dengan tenang berbaring di sebuah sudut sambil menjilati lukanya sendiri. Aku tak tahu sudah berapa lama aku berlutut, dengan sayupsayup terdengar suara orang mengobrol dan tertawa, rombongan tamu yang pergi menggoda pengantin sudah kembali. Mendadak aku tersadar, sambil tersenyum, aku berkata dengan riang, "Tadi aku hanya makan sedikit, sekarang aku lapar, aku ingin makan mi ulang tahun. Hari ini hari ulang tahunku, aku harus berbahagia. Aku ingin ganti pakaian, kau?"" Ia berbalik dan memunggunggiku, aku melepaskan pakaian Loulan itu, lalu sengaja mengenakan pakaian berwarna merah menyala. Aku tak sedih, aku tak mau bersedih, aku tak akan bersedih karena seseorang yang tak menyukaiku! Dengan hatihati aku mengenggam pakaian biru itu, aku mengumam pada diriku sendiri, namun hatiku seakan ditusuk pisau. Peristiwa demi peristiwa saat pertama bertemu di Yueya Quan muncul di depan mataku, namun ia seakan sudah terpisah begitu jauh denganku, aku tertawa, terus tertawa, tertawa sampai sekujur tubuhku gemetar, aku mengerahkan tenaga ke tanganku dan, "Sret!", gaunku pun robek menjadi dua bagian. Ketika mendengar suara itu Huo Qubing berpaling memandangku, lalu menghela napas dengan pelan, "Untuk apa?".apakah ini hadiah darinya?" Aku mencampakkan gaun itu, lalu langsung keluar. Sambil membawa payung, Huo Qubing berjalan di sisiku tanpa berkata apa-apa. Hatiku lebih dingin dari salju, aku mana takut dengan dinginnya hari ini" Aku berjalan dengan cepat, "Aku ingin berjalan-jalan di salju". Tanpa berkata apa-apa, ia mencampakkan payung itu dengan asal, namun masih menemaniku berjalan tanpa memperdulikan salju yang turun. Aku tak ingin bertemu orang dan sengaja memilih berjalan di kegelapan, tiba-tiba ia bertanya, "Apa kau bisa masak mi?" Aku tertegun sesaat, lalu menjawab, "Tak bisa". Ia berkata, "Api di dapurku masih menyala, dan masih ada orang yang menungguinya, walaupun tak bisa membuat makanan utama, namun masih bisa membuat semangkuk mi". Hong Gu sangat hemat dalam menggunakan uang untuk membeli sandang dan pangan, setelah selesai makan malam, api di dapur harus dimatikan. Di tengah malam saat ini, entah dimana aku dapat menemukan sebuah dapur yang buka. Aku mengangguk, lalu mengikutinya, tanpa berkata apa-apa, kami berdua pun melangkah keluar halaman di tengah kegelapan. Aku menunduk memandangi mi di dalam mangkuk, aku baru makan sesuap, namun sudah dengan bandel berusaha mengobrol dan tertawa dengan Huo Qubing, tapi aku tak bisa menahan air mataku meleleh dan terjatuh di kuah mi, satu demi satu, riak-riak mungil pun muncul di permukaannya. Aku cepatcepat mengangkat mangkuk, setengah menyembunyikan wajahku dan berusaha keras makan mi dengan lahap. Huo Qubing berpura-pura tak melihatnya dan berbicara tentang hal-hal yang tak ada hubungannya. Sambil menahan sedu sedan, aku bertanya, "Ada arak?" Ia bangkit dan kembali dengan membawa dua poci arak. Selain itu ia juga membawa sehelai handuk, matanya sama sekali tak memandangku, melainkan memandang kegelapan malam di balik jendela, langit penuh bunga salju, aku mengangkat poci arak itu dan menenggak isinya seteguk demi seteguk. Setelah setengah sadar, hidungku mencium bau harum lembut yang samar-samar, saat telah benar-benar siuman, aku baru menyadari bahwa bau harum itu berasal dari dua buah bola perak bersepuh emas berisi rempah-rempah yang tergantung di puncak kelambu. Kelambu itu dihiasi sulaman lembayung ungu dan kelelawar, bantal kumala yang kupakai berwarna biru tua dan zamrud, suasananya mewah, tak seperti kediaman orang biasa, seketika itu juga aku sadar bahwa aku telah siuman di Wisma Huo. Ketika sedang memandangi bola-bola perak di atas kepalaku itu sambil tertegun, sekonyong-konyong aku sangat rindu pada Lang Xiong, aku merasa bahwa hanya kalau saat ini aku dapat memeluk lehernya, beribu rasa sakit dan lelah dalam hatiku barulah dapat sedikit berkurang. Seorang gadis pelayan bertanya dengan suara pelan dari luar, "Nona sudah bangun?" Aku membuka mataku lebar-lebar, namun tak menghiraukannya. Beberapa lama kemudian, Huo Qubing terdengar bertanya di luar, "Belum bangun juga?" "Hamba sudah memanggilnya beberapa kali, tapi di dalam tak terdengar apa-apa". Huo Qubing memberi perintah, "Masa pesilat begitu manja" Siapkan perangkat untuk cuci muka!" Setelah selesai berbicara, ia mendorong pintu hingga terbuka dan masuk, "Jangan bermalas-malasan di ranjang, sekarang sudah lewat tengah hari, kalau kau masih terus tidur, nanti malam kau tak akan bisa tidur lagi". Aku tetap berbaring tak bergerak, ia duduk di sisi ranjang dan bertanya,"Kepalamu sakit, ya?" Aku memegang kepalaku, lalu dengan agak heran berkata, "Tidak sakit, kemarin aku minum arak dan kepalaku agak sakit, tapi hari ini anehnya tidak, kemarin aku minum arak apa?" "Mana ada arak khusus" Itu karena obat dalam bola-bola di atas kepalamu itu, kemarin malam aku sengaja minta tabib meramunya". Para gadis pelayan yang membawa baskom, handuk dan kotak rias berbaris masuk, namun aku tak membuka mataku dan menahan napasku, menunggu dengan diam. Sepertinya aku harus bangun, hari akan terus berlanjut, tak perduli apakah kau mengkehendakinya atau tidak, aku ingin bersembunyi tapi tak ada tempat untuk bersembunyi, maka aku menghela napas, "Aku akan bangun, kau bukannya harus pergi dahulu?" Huo Qubing bangkit dan tertawa, "Dasar pemalas, bergeraklah dengan cepat sedikit, perutku sudah lapar, kalau terlambat aku cuma bisa memberimu sisa lauk pauk". --------------------Aku menjulurkan sebuah jari dan bermain dengan Liu Bo yang berada dalam pelukan ibu susunya, tangan bocah kecil yang halus itu baru dapat mengenggam jari tanganku, sambil bergerak, ia tertawa-tawa, wajahnya yang mungil sehalus buah pir. Melihatnya hatiku gembira, aku mendekatinya dan bertanya sambil tersenyum, "Kenapa kau tertawa" Beritahu bibi". Melihat wajah sang ibu susu yang terkejut, aku baru sadar bahwa aku telah salah bicara. Walaupun bocah kecil ini belum dapat berbicara, karena kedudukannya yang tinggi ia tak boleh memanggilku bibi. Dengan agak jengah aku menarik kembali tanganku, lalu duduk dengan tegak. Li Yan melirikku, lalu menyuruh sang ibu susu mengendongnya pergi. "Kalau punya seorang bibi yang cakap sepertimu, Bo er benarbenar beruntung, biarkan Bo er memanggilmu bibi!" Aku menegakkan tubuhku dan berkata, "Ia seorang pangeran, aku benar-benar tak berani dipanggil bibi olehnya". Li Yan tersenyum dan tak lagi berkata apa-apa. Setelah memperhatikanku dari atas ke bawah selama beberapa saat, Li Yan bertanya, "Kau ini kenapa" Kenapa dahimu berkerut penuh kekhawatiran begini?" Aku menggeleng dan berkata, "Apa tubuhmu sudah pulih?" "Begitu banyak orang merawatku, aku sudah sembuh seperti sediakala. Ada apa diantara kau dan kepala Perusahaan Shi?", Li Yan mencari tahu. Aku mengalihkan pokok pembicaraan dan berkata kepadanya sambil tersenyum, "Selamat". "Memberiku selamat" Memangnya ada apa?" "Adik lelaki Jenderal Li Guang, paman Li Gan, Adipati Le"an Li Caisheng diangkat menjadi perdana menteri. ia akan memimpin ratusan pejabat, memegang stempel emas dan membantu Putra Langit mengurus negara". Wajah Li Yan tak berubah, dengan enteng ia berkata, "Bagaimanapun juga, aku harus berterima kasih padamu". Aku tersenyum, "Aku tak berani memuji diri sendiri, niangniang mengundangku masuk istana untuk menjenguk pangeran kecil, karena aku sudah bertemu dengannya, aku akan meninggalkan istana". Aku menghormat pada Li Yan untuk mohon diri. Namun Li Yan tak memperbolehkanku mohon diri, tanpa berkata apa-apa, ia menatapku dengan tajam, lalu berkata dengan perlahan, "Jin Yu, bantu aku". Aku menggeleng, "Sejak memasukkanmu ke istana, aku sudah berkata bahwa setelah kau masuk istana, aku tak dapat berbuat apa-apa lagi". "Kau bohong, semua yang kau lakukan selalau penuh siasat, hanya saja sampai sekarang aku belum bisa menebak maksudmu". Aku diam seribu bahasa, siasat asliku telah gagal, sekarang aku sama sekali tak punya siasat apapun. Setelah menunggu beberapa lama, Li Yan mendadak menghela napas, "Jin Yu, nampaknya sifatmu tidak kaku, tapi sebenarnya kau sangat keras kepala. Aku tak bisa memaksamu, tapi kumohon agar kau tak melawanku". Aku memaksa diriku tersenyum, "Semua orang berkata bahwa Wei Qing mempunyai seorang kakak yang baik, namun menurutku Permaisuri Weilah sebenarnya yang beruntung, setelah Langit memberinya seorang adik yang begitu setia seperti Jenderal Wei, ia masih memberinya seorang keponakan yang gagah bagai elang. Tapi aku hanya dapat mengandalkan diriku sendiri, aku benar-benar berharap kau menjadi saudariku yang sesungguhnya, asalkan punya saudari sepertimu, aku tak akan kesusahan". Aku menatapnya dengan tajam , lalu dengan bersungguhsungguh berkata, "Kau jangan khawatir, aku tak akan mencampuri urusanmu dan sama sekali tak akan menghambat jalanmu". Li Yan mengangguk, lalu dengan agak lelah berkata, "Kau harus selamanya mengingat perkataaanmu ini, pergilah!" Setelah bangkit, aku berdiri tanpa berkata apa-apa, aku khawatir tak akan dapat bertemu dengannya lagi. "Li Yan, jaga dirimu baikbaik, kalau ada waktu bacalah buku-buku ilmu pengobatan, pelajarilah cara merawat diri. Kabarnya ilmu pernapasan kaum Taois sangat bermanfaat untuk memperpanjang umur, sepertinya kaisar mahir ilmu ini, tak ada jeleknya kalau kau ikut mempelajarinya, semakin sebatang kara, kau makin harus merawat dirimu sendiri". Sinar mata LI Yan nampak hangat, "Aku akan mengingat nasehatmu, aku pun punya seorang anak yang harus diurus, aku pasti akan menjaga diriku baik-baik". Aku tersenyum dan menghormat padanya, "Aku pergi dulu". Li Yan pun mengangguk sambil tersenyum. Tak lama setelah meninggalkan istana kediaman Li Yan, aku melihat Huo Qubing berjalan ke arahku. Aku menghormat padanya. Ketika melihat dari arah mana aku datang, ia bertanya, "Apakah kau datang menjenguk Nyonya Li?" Aku mengangguk, melihat dari arah mana ia datang, aku pun bertanya, "Apakah kau pergi menjenguk permaisuri?" Huo Qubing mengangguk. Aku berjalan beberapa langkah di belakang Huo Qubing, ia pun berkata, "Di istana, bahkan caramu berjalan pun begitu hati-hati?" "Kedudukan kita tak sama, kalau kita sampai terlihat berjalan berendeng pundak di istana, orang akan bicara yang tidak-tidak". Kulihat bahwa ekspresi wajahnya nampak agak kesal, maka aku cepat-cepat menjelaskan, "Tentu saja kau tak takut, sekarang tak ada orang yang berani menentangmu, saat mereka senang mereka akan membiarkannya, tapi saat mereka frustrasi, semua hal akan diungkit-ungkit untuk menjatuhkanmu. Sekarang berhatihatilah sedikit, menyisakan sedikit jalan mundur untuk dirimu sendiri tak pernah salah". Huo Qubing mendengus dengan dingin, "Aku sebal melihat sikapmu yang terlalu berhati-hati ini! Setelah ini, kau jangan sering-sering ke istana". Aku tersenyum dan bertanya, "Apakah akhir-akhir ini kau sangat sibuk" Setelah tahun baru, aku sudah dua bulan tak pernah melihatmu". Ia nampak gembira, dengan bersemangat ia berkata, "Kali ini aku akan bertaruh besar-besaran, tentu saja harus berlatih dengan baik. Oh ya, sebenarnya apakah kau akan pulang ke Xiyu atau tidak?" Aku bimbang sesaat, "Aku tak tahu". "Kau tak tahu" Dia seperti itu, tapi kau masih?"kau?".kau?"". Seketika itu juga Huo Qubing menghentikan langkahnya, dengan wajah penuh amarah ia menunjukku. Dengan wajah muram aku menatapnya tanpa berkata apa-apa, sekonyong-konyong ia menggeleng, lalu berjalan pergi dengan langkah-langkah lebar, seakan hendak mencampakkan semua yang membuatnya tak senang di belakang dirinya, "Kulihat bahwa kau ini menyedihkan, minta disiksa! Tapi celakanya aku malahan lebih menyedihkan lagi dibandingkan dengan dirimu, memohonmohon minta disiksa!" -------------------Ketika tukang kebun mengaduk-aduk tanah, ia mengelenggelengkan kepalanya seraya berkata padaku, "Sampai sekarang belum bertunas juga, sepertinya sudah mati. Aku akan menanam beberapa tunas baru untuk anda!" "Tak usah". Sang tukang kebun bangkit dan berkata, "Tapi pot bunga ini gundul, tak enak dilihat, bagaimana kalau kutanami beberapa tangkai bunga peoni?" "Tak usah repot-repot, biarkan gundul saja!" Aku berdiri di depan pot bunga sambil tertegun, entah kapan sang tukang kebun pergi, aku tak merasakannya. Saat bayang-bayang condong ke barat, Hong Gu berseru memanggilku dari pintu taman, "Xiao Yu, ada tamu terhormat yang datang untuk bertemu denganmu". Aku berpaling untuk melihatnya, ternyata ia adalah pengurus rumah tangga Huo Qubing, Paman Chen. Aku melangkah ke depan dengan cepat, ia menghormat padaku sambil tersenyum, namun aku menghindar, "Paman Chen, aku tak bisa menerima penghormatanmu". Ia tersenyum dan berkata, "Kenapa tak bisa menerima penghormatanku" Kalau bukan karenamu, aku tak akan berdiri di sini dan menghormat padamu". "Ada apa" Kenapa anda harus repot-repot kemari sendiri?" Paman Chen melihat ke arah Hong Gu yang masih berdiri di mulut pintu taman, Hong Gu segera menghormat pada Paman Chen dan cepat-cepat pergi. Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sejak permulaan musim semi tuan muda setiap hari sibuk, jarang pulang ke rumah, ia tak bisa pulang, maka ia menyuruh aku menyampaikan pesan padamu, besok di saat fajar ia akan berangkat ke Longxi". Aku menghormat untuk berterima kasih pada Paman Chen, "Merepotkan anda saja". Paman Chen memandangku sambil tersenyum dengan amat ramah, dipandangi seperti itu olehnya, sekujur tubuhku terasa tak enak, akhirnya ia minta diri dan pergi. Saat makan malam, Hong Gu tak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Pengurus rumah tangga Huo ini bukan orang biasa , kabarnya ia pandai berperang dan juga pandai ilmu sastra, walaupun ia tak punya jabatan resmi, tapi semua orang di istana sangat menghormatinya. Kulihat walaupun watak Tuan Muda Huo agak buruk, namun perlakuannya padamu sama sekali tak buruk?"." "Hong Gu, makanlah!" Dengan sumpit, Hong Gu menusuk sekerat daging, lalu menggerutu pada dirinya sendiri, "Tak mau mendengar kata orang tua, menyesal kemudian, umurmu juga sedikit demi sedikit semakin tua, apakah kau ingin meniru Hong Gu si perawan tua ini?" Setelah selesai makan malam, aku kembali ke kamarku, lalu duduk tertegun dengan diam seribu bahasa, sepertinya aku memikirkan begitu banyak pikiran, namun tak bisa memikirkan apapun. Setelah duduk seorang diri di kamar yang gelap gulita, dengan meraba-raba aku menyalakan pelita, mencari tungku yang seharihari kugunakan untuk membuat teh, lalu menaruhnya di atas api. Dari dalam lemari aku mengeluarkan sebuah kotak bambu, ketika melihat bahwa kotak itu penuh lembar demi lembar kain yang disusun berdasarkan tanggal, tiba-tiba aku tertawa. 'Kebahagiaan adalah bunga yang mekar dari kehampaan hati, indah mempesona, membuat orang betah di sisinya karena keharumannya. Ingatan manusia dapat menipu, aku takut suatu hari aku tak bisa mengingat dengan jelas kebahagiaan hari ini lagi, maka aku menulis semua peristiwa yang terjadi setelah itu, suatu saat ketika aku sudah tua, aku akan duduk di atas ranjang dan membaca kain-kain ini, membaca tentang kebahagiaan, dan terkadang kesedihan diriku sendiri, tak perduli apakah susah atau senang, semuanya adalah jejak kehidupanku sendiri, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk meraih kebahagiaan?".' Aku mendengar kau berkata, "Api lentera menyala, kebahagiaan datang", aku sangat ingin tahu, apakah kedatanganku membawa kebahagiaan bagimu" Aku sangat mengharapkannya, tapi sekarang aku tak percaya diri untuk menebak isi hatimu, mungkin aku kembali salah menebak, dan membohongi diriku dengan kebahagiaan yang hampa. Tapi pada suatu hari aku akan menunjukkan semua ini padamu, kau harus memberitahuku, kemarin malam, apakah kau menyalakan lentera untuk menungguku" Ketika aku baru saja melemparkan kain itu ke api, tiba-tiba hatiku terkesiap, aku pun cepat-cepat menariknya keluar, lalu mengibaskannya hingga bunga-bunga api menghilang. Untung saja, hanya sudutnya yang terbakar, sapu tangan itu menjadi agak hitam, namun isinya sedikit banyak masih dapat dibaca. Setelah membakar bagian-bagian yang berkaitan dengan identitas Li Yan, aku memandangi kain-kain yang tersisa sambil tertegun. Setelah lama aku baru mengambil keputusan. Saat itu aku mendambakan agar suatu hari aku dapat membaca curahan hati seorang gadis ini bersamanya di bawah sinar lentera, sekarang, walaupun tak bisa melihat kembali adegan tertawa bersama di bawah sinar lentera itu, karena aku telah menulis tulisan-tulisan ini untuknya, lebih baik aku memberikannya kepadanya, dan mengakhiri kisah cinta ini. Aku mengambil anting-anting jasper bersepuh emas itu, setelah memandanginya dengan seksama untuk beberapa lama, aku membungkusnya dengan sapu tangan dan menaruhnya di dalam kotak bambu. Pasir kuning tak berbatas, adegan saat pertemuan pertama di Yueya Quan, saat tanganku mengusung pakaian Loulan, bagaimanapun juga tak terpikir olehku bahwa suatu hari aku akan merobeknya dengan tanganku sendiri. Aku mengambil seruling bambu Xiangfei, setelah membawanya ke bibirku dan meniupnya untuk beberapa saat, aku melihat ke seluruh ruangan, aku telah membereskan semua barangbarangmu hingga habis. Kalau saja hatiku dapat disapu bersih seperti kamar ini, semudah membuang barang-barang, mungkin rindu dendam dalam hatiku akan dapat banyak berkurang. Aku berjalan mondar-mandir di depan Wisma Shi untuk beberapa lama, sudah lewat tengah malam, aku tak ingin menganggu Paman Shi, maka aku masuk dengan melompati tembok. Sebelum mendarat, sudah ada orang yang menyerangku, aku cepat-cepat berkata, "Caixia Jin Yu dari Luoyu Fang, hendak menemui Jiu Ye". Orang yang menyerangku berbalik dan menghilang di tengah kegelapan, hanya meninggalkan suara tawa yang sayup-sayup. Di matanya aku datang untuk datang berkencan di tengah malam, namun ia tak tahu bahwa orang itu sudah lama patah hati. Pondok Bambu gelap gulita, dengan pelan aku menaruh kotak bambu di depan pintu. Setelah berdiri dengan diam untuk beberapa saat, aku meniup seruling bambu. 'Cinta seharusnya bagai salju putih di puncak gunung, semurni rembulan di tengah awan. Kudengar hati tuan mendua, maka aku datang untuk memutuskan hubungan. Perjamuan hari ini akan menjadi yang terakhir, esok kita akan berpisah, dengan langkah-langkah kecil aku berjalan di tepi air, air mengalir ke timur dan ke barat. Aku menikah tanpa tangis. Mengharapkan seorang lelaki yang setia, tak berpisah sampai rambut memutih'. ...... Di dalam ruangan lentera menyala, pintu perlahan-lahan didorong hingga terbuka, sambil bertumpu pada tongkat, Jiu Ye berdiri di ambang pintu. Di tengah kegelapan malam, wajahnya pucat pasi penuh rasa terkejut. ?"".. 'Perjamuan hari ini akan menjadi yang terakhir, esok kita akan berpisah, dengan langkah-langkah kecil aku berjalan di tepi air, air mengalir ke timur dan ke barat. Aku menikah tanpa tangis. Mengharapkan seorang lelaki yang setia, tak berpisah sampai rambut memutih'. ?"".. Tak perduli kau dan aku telah minum arak sambil mengobrol dan tertawa, bergembira bersama dalam lagu, sejak saat ini, kau dan aku berpisah ke barat dan ke timur, mengalir sendiri-sendiri. Setelah bermain tiga kali, api kemarahan yang berkobar dalam hatiku sedikit mereda, "Kau pernah berkata bahwa aku tak cocok dengan Lagu Bai Tou Yin, oleh karenanya aku sulit mengikuti irama lagu itu, hari ini aku paham maksud lagu itu, seharusnya aku dapat memainkannya dengan amat baik, tapi aku lebih suka selamanya tak bisa memainkan lagu ini dengan baik, dan selamanya tak memahami maksudnya". Ketika berbicara samapai di situ, walaupun telah berusaha sekuat tenaga menahan diri, suaraku masih agak gemetar. Aku mengerahkan tenaga ke sepasang tanganku, dengan suara keras, seruling bambu dalam genggamanku pun patah. Sebelum patahan seruling itu jatuh ke tanah, aku telah melayang ke atas tembok, aku masih berhenti sejenak, namun di belakangku suasana sunyi senyap, aku menggeleng, lalu tanpa ragu lagi melompat keluar. --------------------'Hong Gu: Aku sudah pergi. Ketika aku melihat surat ini kau pasti sangat marah, jangan marah, lihatlah, dahimu berkerut begitu dalam, begitu banyak kerut-kerutnya, katamu wanita tak boleh gampang marah, cepat hilangkan keruan di dahimu. Semua rumah hiburan dan rumah bordil di Chang"an, dan rumahrumah pegadaian yang diam-diam kita buka, semua kuberikan padamu. Ada dua hal yang harus selalu kau ingat: Pertama, kau harus mengurus baik-baik para wanita di rumah hiburan dan rumah bordil, kau harus memperlakukan mereka menurut aturan yang berlaku, tapi kau harus bersikap agak longar pada wanitawanita di rumah bordil dan memperlakukan mereka dengan baik. Kau bokeh tak tahu apa-apa, tapi kau harus mempelajari hal ini, hal pertama yang harus kau lakukan adalah menjaga mulutmu. Kedua, paling baik tutuplah rumah bordil dan pengadaian itu, atau paling tidak tak usah mengembangkannya. Tetap jujur walaupun miskin adalah resep umur panjang. Setelah membaca surat ini, bakarlah. Aku telah menulis surat lain tentang masalah usaha. Aku tahu bahwa perbuatanku ini keras kepala. Sejak masuk ke Chang'an, aku selalu berusaha sekuat tenaga menjadi orang Chang'an, selalu menjaga sikap dan perkataanku. Tiba-tiba aku merasa lelah, dan sangat merindukan kehidupan yang kasar di Xiyu. Aku sudah pergi, mungkin suatu hari aku akan kembali, tapi lebih mungkin tak akan kembali. Oleh karenanya, Hong Gu, jangan mengkhawatirkanku. Hal terakhir yang kumohon darimu adalah untuk setelah sepuluh sampai lima belas hari berlalu, mengantarkan sebuah gulungan ke pengurus rumah tangga Wisma Huo. Yu er'. 'Xiao Huo: Aku sudah pulang ke Xiyu. Tapi maaf, tak bersamamu. Saat kau membaca surat ini, tentunya beberapa bulan sudah berlalu. Saat kau kembali dengan membawa kemenangan ke istana, mungkin aku sedang mengejar kawanan domba dengan Lang Xiong, tapi mungkin juga aku tak melakukan apapun dan hanya memandangi mentari tenggelam di barat. Kau pernah bertanya padaku, apakah sulur yang saling membelit tanpa henti mirip hidup manusia" Aku sedang berpikir, hidup manusia mungkin memang seperti bunga Jinyin, namun tak saling membelit tanpa henti, mereka berjumpa dan berpisah, pertemuan dan perpisahan yang ditakdirkan, sulur ini melambangkan suka duka kehidupan manusia. Kali ini aku memilih untuk pergi. Mungkin setelah ini kita tak akan pernah bertemu lagi, aku hanya ingin kau selalu baik-baik saja. Yu er'. EPILOG Di tengah kegelapan malam, ia mengenakan pakaian merah, bagai api yang berkobar-kobar. Meng Jiu tahu suasana hatinya buruk, karena biasanya ia tak suka mengenakan warna-warna menyala, tapi saat suasana hatinya buruk, ia selalu berkeras memilih warna-warna yang mencolok mata, seakan untuk memberitahu orang lain dengan warna itu bahwa aku baik-baik saja, aku selalu baik-baik saja, menyembunyikan rasa sedih dan tak berdayanya dalam warnawarna yang menyala. Di matanya pun terdapat dua kobaran api kecil yang menyalanyala, Pondok Bambu yang sepi dan dingin pun menjadi hangat karenanya, Meng Jiu sangat mendambakan kehangatan itu di sisinya, namun ia tak dapat melakukannya. Perempuan seperti ini, yang datang dan pergi bagai angin, cemerlang bagai api, hidupnya gemilang bagai lembayung fajar, Meng Jiu ingin agar ia selamanya hidup dengan cemerlang, dan mendapatkan kebahagiaan yang sempurna, sama sekali tak hidup dalam bayang-bayang. Meng Jiu bertanya padanya, "Apa kau ingin punya keluarga?", dan ia pun menjawab, "Ingin, ingin punya keluarga yang ramai", Meng Jiu pun menginginkannya, namun ia tak kuasa memberikannya padanya. Api yang panas membara nampak dalam matanya, entah karena cinta atau benci, ketika ia mematahkan seruling bambu itu, hati Meng Jiu pun hancur berkeping-keping, ketika ia melihat Meng Jiu diam seribu bahasa, api di matanya pun padam. Apakah ia begitu membenci dirinya hingga tak mau berkata apaapa" Akan tetapi, seandainya ia tahu, begitu membuka mulut, dirinya akan dengan egois menahannya di sisinya, tanpa memperdulikan akibat yang akan terjadi, menahannya di sisinya. Sosok merah itu perlahan-lahan menghilang di atas tembok, dengan sekuat tenaga ia menahan diri agar tak membuka mulut. Hatinya amat berduka, rasa manis bercampur amis menyeruak di tenggorokannya, ia menunduk dan terbatuk, tetesan darah merah tua pun menyembur keluar. Terjatuh di atas pakaiannya yang putih, bagai bunga prem di atas salju putih, terjatuh di atas kotak bambu di samping pintu, bagai sekuntum bunga merah di atas bambu hijau. Dirinya yang memang sudah sakit parah, saat ini kembali merasakan nyeri yang menusuk hati, dirinya yang memang sudah sulit berdiri tegak pun mencampakkan tongkatnya, lalu duduk di ambang pintu. Ia mengangkat kotak bambu, dengan seksama mengelap bercakbercak darah segar di atasnya dengan lengan bajunya, namun sama sekali tak memperdulikan bercak-bercak darah di bibirnya sendiri. Helai demi helai kain sutra, hari demi hari yang penuh cinta. Ia jauh lebih memahami semuanya dibandingkan dengan dirinya, lebih banyak berpikir dan berbuat, dan lebih jauh melangkah. Ia membaca huruf demi huruf, hatinya bagai terbakar, namun tubuhnya bagai berada dalam rumah es. Apakah dirinya benarbenar pernah memiliki kebahagiaan seperti ini" Fajar telah mulai menyingsing, hari baru akan dimulai, namun ia sama sekali tak menyadarinya, hatinya masih tenggelam dalam kebahagiaan yang gelap dan penuh keputusasaan. 'Wajahku terasa agak panas, aku menikah saja belum, tapi sudah memikirkan masalah anak. Aku bertanya pada diriku sendiri, bagaimana kalau seumur hidup ini aku tak bisa punya anak" Setelah berpikir untuk beberapa lama, aku tak dapat menjawabnya, namun saat melihat Yuanyang Teng yang hanya menyisakan warna hijau, kupikir aku paham bahwa hidup ini sering merupakan suatu proses, tak setiap kuntum bunga dapat mekar dengan semarak, namun asalkan dapat hidup, mekar, menyambut sinar mentari, mengantar lembayung senja, serta bermain bersama angin dan hujan, hidup mereka sudah penuh, kurasa mereka tak punya penyesalan?".' Tubuhnya sekonyong-konyong gemetar, ia langsung terbatukbatuk. Namun kegelapan dan rasa putus asa sirna dari wajahnya, di matanya muncul sinar gemilang yang jarang terlihat. Tubuhnya yang selalu sakit-sakitan mendadak penuh tenaga, ia menarik tongkatnya dan bangkit, lalu cepat-cepat melangkah maju sambil berseru, "Cepat siapkan kereta". Mentari merah baru muncul separuh di ufuk timur, lembayung merah jambu memenuhi separuh angkasa, gemilang menyilaukan mata, bagai wajah tersenyumnya. Meng Jiu memandangi lembayung fajar dengan sukacita bercampur duka. Yu er, Yu er, aku benar-benar telah menyepelekanmu, melukaimu dengan amat dalam, namun aku akan menggunakan seumur hidupku untuk menebusnya, sejak saat ini aku pasti sama sekali tak akan membuatmu sedih sedikitpun. Sebelum kereta kuda tiba di Luoyu Fang, suara keributan sudah terdengar. Hong Gu berdiri di depan pintu halaman sambil memarahi para penjaga pintu, "Kalian semua kepala babi! Apa kalian semua sudah mati" Sehingga tak bisa melihat apapun?" Tianchao melompat turun dari kereta, lalu menyingkap tirai Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kereta. Begitu melihat Tianchao, Hong Gu segera menutup mulutnya, lalu melangkah maju dan memberi hormat pada Tianchao. Sambil tersenyum, Tianchao menariknya hingga bangkit, "Beliau majikan kami, kepala Perusahaan Shi, beliau hendak bertemu Yu Fangzhu". Pemuda yang seputih rembulan dan seanggun pohon kumala ini ternyata adalah kepala Perusahaan Shi yang namanya menguncangkan Chang"an" Hong Gu menatap Meng Jiu yang berada dalam kereta dengan tertegun, ia begitu terkejut sehingga lupa memberi hormat. Huo Qubing yang diberkati Langit bagai mentari yang bersinar terik atau pohon cemara, pada mulanya ia merasa bahwa Huo Qubing sangat pantas berjodoh dengan Yu er, namun tak terpikir oleh Hong Gu bahwa di dunia ini ada seorang tokoh seperti Meng Jiu, rembulan putih bersih dibandingkan dengan mentari yang bersinar terik, pohon kumala dibandingkan dengan pohon cemara, benar-benar sulit dikatakan siapa yang lebih unggul. Namun Meng Jiu yang selalu bersikap lemah lembut kali ini agak tak sabaran, tanpa menunggu Tianchao menyadarkan Hong Gu, ia langsung bertanya, "Aku ingin masuk untuk menemui Yu er dahulu". Air mata berlinangan di mata Hong Gu, dengan penuh penyesalan ia berkata, "Aku juga ingin bertemu dengannya, ingin menemukan dan memarahinya, dan melampiaskan kemarahan padanya, ia sudah meninggalkan Chang"an tadi malam, dan berkata bahwa ia tak akan kembali lagi". Hati Meng Jiu terasa amat nyeri, ia terbatuk-batuk hebat, dan untuk beberapa saat tak bisa menghentikannya. Yu er, setelah membaca kain-kain itu aku benar-benar paham isi hatimu, setelah memahaminya, aku baru sadar betapa dalamnya aku telah melukaimu. Tianchao segera bertanya pada Hong Gu, "Apa pesan yang ditinggalkannya untukmu" Katanya ia pergi ke mana?" "Di surat yang diberikannya untukku, ia hanya berkata akan pulang ke Xiyu. Ia juga meninggalkan sepucuk surat untuk Jenderal Huo, sebenarnya ia menyuruhku untuk mengantarkannya ke Wisma Huo setelah sepuluh sampai lima belas hari, tapi karena kesal aku mengantarnya pagi hari ini. Entah apakah dalam surat itu ia menyebutkan hendak pulang ke mana". Setelah selesai mendengarkannya, Tianchao mengayunkan tangannya, menyuruh Hong Gu mengundurkan diri. Meng Jiu ingin berbicara, namun begitu membuka mulut, ia langsung terbatuk-batuk. Tianchao paham isi hatinya, ia cepat-cepat berkata, "Xiao Yu tak bisa naik kuda, kalau pulang ke Xiyu ia pasti menyewa kereta kuda, aku akan segera menyuruh orang memeriksa kereta-kereta kuda yang meninggalkan Chang"an, dan mengirim merpati pos ke bandit-bandit "Cap Serigala Biru" untuk membantu mencarinya, Paman Shi pun dapat menyuruh pembunuh-pembunuh yang dahulu hendak menghabisinya untuk membantu kita mencarinya. Jiu Ye, memangnya kalau Xiao Yu sudah pulang ke Xiyu, kita tak bisa mencarinya" Sekarang yang paling penting adalah memulihkan kesehatanmu, kalau tidak, Xiao Yu akan sedih melihatmu seperti ini". Sambil memandang ke bawah Meng Jiu merenung untuk beberapa saat, lalu dengan hambar berkata, "Beritahu semua istana di Xiyu, suruh setiap kerajaan di Xiyu mengirim pasukan untuk mencarinya". Hati Tianchao terkesiap, walaupun Jiu Ye telah membantu banyak Negara Xiyu, tapi ia selalu berusaha untuk tak terlibat terlalu dalam, kalau mereka hendak bersahabat dengannya, ia selalu menolak uluran tangan mereka. Setiap Negara di Xiyu sangat ingin menjalin hubungan dengan Jiu Ye, jangankan jaringan mata-mata Jiu Ye yang meliputi seantero Han Agung dan kekuatannya yang besar di Xiyu, setiap negara di Xiyu pun sangat menginginkan senjata buatan Jiu Ye yang sangat ampuh. Kalau Jiu Ye minta mereka melakukan sesuatu, setiap negara di Xiyu pasti tak akan menolaknya. Nampaknya kali ini Jiu Ye benarbenar ingin memenangkan Xiao Yu, akan tetapi, apa yang harus dibayarnya untuk mendapatkannya" --------------------Hari masih gelap, namun Huo Qubing telah mengenakan seragamnya, bersiap untuk berangkat. "Apakah kau sudah memberitahunya bahwa hari ini aku akan berangkat ke medan perang?" "Hamba telah secara pribadi pergi ke Luoyu Fang untuk memberitahu Nona Yu". Huo Qubing berdiri di mulut gerbang wisma, berdiri tanpa berkata apa-apa untuk beberapa lama. Saat fajar menyingsing di ufuk timur, ia diam-diam menghela napas, agaknya Xiao Yu lebih suka tinggal di Chang"an. Ia memendam berbagai perasaan dalam hatinya dan melompat ke punggung kuda, seketika itu juga derap kaki kuda pun berkumandang dengan nyaring di jalan-jalan kota Chang"an. Untuk sesaat masalah asmara dikesampingkan, sekarang tugas yang paling penting adalah menyelesaikan operasi militer yang dipandang dengan sinis oleh seluruh negeri ini dengan baik. Sebelum ini ia menggunakan delapan ratus pasukan kavaleri pilihan untuk menembus pertahanan Xiongnu dan merebut kemenangan total. Namun orang masih tak mempercayainya, menganggapnya dirinya menang karena kebetulan, bahkan kaisar pun masih meragukannya dan tak berani benar-benar menugaskannya memimpin seluruh pasukan. Li Guang sudah berkubang di padang pasir seumur hidupnya namun belum pernah dapat mendirikan jasa besar, maka ia tak dapat diberi gelar adipati, akan tetapi dirinya begitu maju berperang langsung menjadi termasyur di kolong langit, dan diangkat menjadi adipati pada usia delapan belas tahun, sehingga banyak orang tak percaya dan merasa iri padanya. Kali ini kaisar memberinya selaksa pasukan berkuda, ia hendak menguji kekuatannya, dan kemampuannya memimpin pasukan besar di kemudian hari. Hanya kalau ia dapat meraih kemenangan, dirinya akan dapat membungkam mulut para pejabat sipil dan militer di istana yang menentangnya. Bahkan kaisar pun mau tak mau harus mendengarkan pendapat mereka. Dalam hati Huo Qubing percaya bahwa dirinya akan berhasil, atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan bahwa kata "kalah" sama sekali tak pernah muncul dalam benaknya. Asalkan ia bertekad bulat melakukan sesuatu, ia pasti akan berhasil melakukannya, kecuali?" Kalau mengingat perempuan yang licin, cerdas dan keras kepala itu, Huo Qubing mau tak mau mengerutkan keningnya, pandangan matanya melayang ke arah Luoyu Fang, di wajahnya yang dingin muncul seulas senyum. Tidak, tak ada kecuali. Dalam hidup Huo Qubing tiada yang mustahil, apalagi dia" Setelah menempuh perjalanan dengan cepat selama sehari, saat hendak beristirahat di malam hari, sepucuk surat yang telah dikirim sejauh delapan ratus li lebih pun sampai. Bukan perintah militer, melainkan sepucuk surat yang dikirim oleh pengurus rumah tangga Chen, hati Huo Qubing terkesiap, ia cepat-cepat membuka tabung bambu itu. Matanya berkabut, rasa marah dan sedih bercampur aduk dalam hatinya. Yu er, kau sekali lagi menipuku. Dengan tak bergeming ia memandangi kain itu, perlahan-lahan di sudut bibirnya mucul seulas senyum tipis yang dingin. Ini adalah surat pertama yang diberikannya kepada dirinya, tapi pasti bukan yang terakhir. Sekonyong-koyong ia bangkit, lalu memberi perintah pada pelayan yang berdiri diluar tenda, "Biarkan dua kuda yang paling cepat larinya di barak beristirahat dengan baik malam ini, dan bersiap berangkat setiap waktu". Yu er, masa kau lebih sukar dikejar dari bangsa Xiongnu yang licin dan cepat larinya" Langit gelap menyelimuti bumi dengan diam, di jalan kuno itu hanya terdengar gema derap kaki kuda. Aku duduk di atap kereta sambil memandang ke arah timur dengan tertegun, kota Chang'an yang megah semakin lama semakin jauh. Entah berapa lama kemudian, di ufuk timur muncul lembayung fajar, walaupun tipis, namun amat indah, karena mereka, dalam sekejap mata langit dan bumi menjadi berwarna-warni. Perlahan-lahan, setengah angkasa dipenuhi lembayung jingga, membara bagai api. Mentari merah yang bulat perlahan-lahan terbit dari tengah lautan api itu, dan tak lama kemudian, ia telah mengusir kegelapan yang menyelimuti langit dan bumi. Di kolong langit ini mungkin tak ada pemandangan yang lebih megah dari terbitnya sang mentari. Aku terkesiap melihat pemandangan indah yang tak disangka-sangka itu, rasa sedih dalam hatiku pun banyak berkurang, aku tak kuasa menahan diri untuk tak mengangkat kedua lenganku dan melolong, menyambut hari yang baru. Begitu lolongan itu keluar dari mulutku, kereta kuda terguncang hingga aku hampir terjatuh. Aku berpaling memandang kusir kereta, ia menarik tali kekang kuat-kuat dan berkata sambil tersenyum, "Sebenarnya ini kuda terbaik kami, barusan ini entah kenapa kakinya mendadak lemas, sekarang sudah tak apa-apa". Sambil tersenyum aku menggeleng, memberi isyarat padanya agar terus menjalankan kereta. Kalau mendengar lolongan serigala, kebanyakan kuda akan lemas kakinya, untung saja aku hanya melolong sekali saja, kalau tidak, sekarang aku sudah akan makan lumpur. Hari sudah terang, orang yang berlalu-lalang di jalan sedikit demi sedikit semakin banyak. Karena tak ingin menarik perhatian orang, aku terpaksa meninggalkan atap kereta, dengan lincah aku melompat masuk ke dalam kereta, lalu duduk di samping kusir. Ternyata sang kusir adalah orang yang bebas sikapnya, melihatku duduk di sisinya, ia sama sekali tak merasa jengah. Sambil mengayunkan cambuk, ia tersenyum dan berkata, "Kulihat nona bisa sedikit kungfu, kalau tak suka berdesakan di dalam kereta, kenapa tak sekalian membeli seekor kuda yang bagus saja?" Aku tersenyum dan berkata, "Aku tak punya kesempatan untuk belajar, sampai sekarang aku tak bisa menunggang kuda". Sang kusir menunjuk Xiao Tao dan Xiao Qian yang sedang terbang tinggi di angkasa, "Kulihat nona cocok memelihara binatang, kalau mau belajar dengan sungguh-sungguh, nona pasti bisa menunggang kuda dengan baik". Aku tersenyum namun tak berkata apa-apa. Setelah pulang ke Xiyu aku masih tak akan punya kesempatan untuk belajar. Kalau ada kuda yang berani berkawan dengan serigala, aku baru akan belajar. Di sepanjang jalan ke barat, musim semi semarak yang seharusnya dihiasi sungai dan gunung yang tersenyum, serta pohon dan rumput yang rimbun, nampak agak gersang, kadangkadang nampak gubuk reyot yang telah ditinggalkan penghuninya dan ladang yang penuh semak belukar, aku pun menghela napas dengan pelan, "Di tengah peperangan, yang menderita selalu rakyat jelata". Wajah sang kusir nampak agak berubah, ia menghela napas panjang, "Mau apa lagi" Tahun lalu kami dua kali berperang melawan Xiongnu, lebih dari sepuluh laksa prajurit tewas, entah berapa banyak wanita tua kehilangan putra, dan berapa banyak istri kehilangan suami" Tiga tahun yang lalu kami tertimpa bencana kekeringan, persediaan makanan yang sudah sedikit harus dipakai untuk ransum tentara lagi, untuk mengumpulkan dana untuk berperang, istana mengumumkan bahwa orang dapat membeli jabatan dan menebus hukuman dengan uang, tapi rakyat jelata mana punya uang" Orang yang sudah menghabiskan begitu banyak uang, kalau menjadi pejabat, apa yang dipikirkannya, memperkaya diri atau rakyat" Yang mati di medan perang selalu rakyat jelata, tapi yang diberi hadiah serta gelar selalu putra-putra pejabat tinggi. Tahun ini kami akan berperang lagi, apakah mereka tahu apa akibatnya" Xiongnu bukannya tak harus diperangi, tapi perang ini......ai!" Ternyata seorang kusir dapat mempunyai perasaan yang begitu mendalam, dengan heran aku berkata, "Wawasan paman yang luas membuatku ingin minta pelajaran". Sang kusir tersenyum dan berkata, "Usiaku sudah tua, tapi aku malu berbicara, terus terang nona, ketika kecil keluargaku termasuk cukup berada dan aku sempat bersekolah beberapa tahun, sekarang sepanjang tahun aku berpergian ke mana-mana dan banyak bertemu bermacam-macam tamu, aku cuma asal berbicara berdasarkan apa yang kulihat, ditambah dengan apa yang diceritakan tamu-tamu itu". Aku bertanya, "Ketika berada di Chang"an aku pernah mendengar bahwa di luar kota ada peristiwa orang makan orang, apakah benar begitu?" Sang kusir mengayunkan cambuk, "Kenapa tak benar" Di tahun ketiga Jianyuan, setelah banjir bandang, tak sedikit orang makan orang. Di tahun keenam Jianyuan, di Henan terjadi kekeringan hebat, ayah dan anak saling makan, itu yang terjadi saat tak sering perang. Beberapa tahun ini istana berulangkali mengirim pasukan pergi berperang, untung saja bencana alam tidak parah, kalau tidak?"ai! Peristiwa orang makan orang kabarnya hanya pernah terjadi di zaman Kaisar Gaozu pertama kalinya mendirikan negara, di zaman Wendi dan Jingdi bertakhta tak pernah terjadi bencana seperti itu". Sang kusir tak menjelaskan lebih lanjut, tapi jelas bahwa setelah bertahun-tahun berperang melawan Xiongnu, rakyat jelata sudah tak kuat menahan beban dan berharap keadaan menjadi seperti di masa pemerintahan Wendi dan Jingdi, dan tak seperti di zaman Han Wudi yang terus menerus berperang. Aku berpikir sejenak, lalu berkata, "Ketika Qin Shihuang mendirikan Tembok Besar ia memaksa lima ratus ribu orang berkerja rodi, sedangkan saat itu seluruh penduduk negeri ini tak lebih dari dua puluh juta orang, di hampir setiap rumah, kaum lelaki harus meninggalkan rumah, suara tangis terdengar di mana-mana. Tapi kalau tak ada Tembok Besar yang dapat menahan serangan para penunggang kuda Xiongnu yang dalam sehari dapat menyerang sejauh seribu li dan meninggalkan mayat bergelimpangan di mana-mana, penderitaan rakyat jelata akan sulit dibayangkan. Rakyat jelata sangat membenci pembangunan Tembok Besar oleh Qin Shihuang, bahkan sampai mengarang cerita tentang Meng Jiangnu yang menangis hingga meruntuhkan Tembok Besar, namun beberapa sastrawan menganggap bahwa pembangunan Tembok Besar adalah "bencana sesaat, namun hasilnya dinikmati ratusan generasi", tindakan Putra Langit saat ini juga seperti itu maksudnya". Dengan terkejut sang kusir memandangku, "Perkataan nona ini Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sangat luar biasa!" Setelah tertawa terkekeh-kekeh, ia berhenti dan berkata dengan bersungguh-sungguh, "Nona adalah seseorang yang berwawasan luas, kalau begitu aku akan berbicara dengan terus terang. Aku hendak bertanya, orang yang hidup saat ini adalah manusia, orang generasi mendatang juga manusia, kenapa untuk menghindari bencana yang mungkin akan terjadi puluhan atau ratusan tahun mendatang, kita orang yang hidup saat ini harus menderita seumur hidup" Saat Qin Shihuang mendirikan Tembok Besar, penderitaan yang diderita ratusan ribu keluarga, apakah dapat dihapus dengan perkataan beberapa orang sastrawan" "Bencana sesaat, namun hasilnya dinikmati ratusan generasi" mudah sekali dikatakan, tapi kalau putra mereka sendiri dipaksa membangun Tembok Besar dan setelah itu mayatnya terkubur di dalam Tembok Besar, apakah mereka bisa berkata demikian" Kalau putri mereka bersedih kehilangan suami, apa yang akan mereka katakan" Kalau sejak kecil mereka kehilangan ayah, dan bahkan kuburnya untuk disembahyangi pun tak ada, apakah ia masih akan berkata demikian?" Aku hendak menyangkal perkataannya namun dalam benakku tak ada satu kata pun. Setelah terdiam untuk beberapa lama, aku baru berkata, "Perkataan paman masuk akal, orang-orang itu dapat berkata demikian karena kedudukan mereka tinggi, dengan nyaman dan puas diri mereka melihat penderitaan orang lain dari kejauhan, oleh karenanya mereka merasa berpandangan luas, tapi sebenarnya tumbuhan hanya punya satu musim gugur, dan manusia hanya punya seumur hidupnya, tak ada yang punya kekuasaan untuk memutuskan bahwa mereka harus dibinasakan. Akan tetapi kaisar tak bisa tidak harus menyerang Xiongnu. Apakah paman tahu bagaimana Shanyu Xiongnu melecehkan Permaisuri Lu?" "Sedikit, kata orang-orang di pasar, tak lama setelah Kaisar Gaozu meninggal dunia, Shanyu Xiongnu menulis sepucuk surat kepada Permaisuri Lu, katanya, karena kau sudah menjanda, dan aku kebetulan seorang duda, lebih baik kita melewatkan hari-hari kita bersama saja". Aku mengangguk, "Pohon punya kulit, manusia punya muka, rakyat jelata saja kalau dihina seperti itu akan berkelahi, apalagi seorang permaisuri pemangku negara" Akan tetapi saat itu Dinasti Han lemah, di istana tak ada jenderal besar, maka permaisuri hanya bisa menahan hinaan itu dan setelah itu mengirim seorang putri untuk dinikahi sang Shanyu. Sejak kaisar Gaozu naik takhta sampai sebelum kaisar yang sekarang memerintah, perdamaian sementara untuk rakyat jelata harus ditebus dengan pengorbanan wanita-wanita muda berwajah jelita. Kenapa mereka harus menderita seperti itu" Sebelum kaisar naik takhta, setiap tahun Dinasti Han harus membayar upeti yang memberatkan, upeti itu adalah hasil jerih payah rakyat jelata, atas dasar apa bangsa Xiongnu dapat menuai tanpa menabur" Apakah lelaki-lelaki Han kita lebih lemah dibandingkan mereka" Sehingga kita harus menerima dianiaya oleh mereka" Di dunia ini ada perbuatan yang tak bisa tidak harus dilakukan, sekalipun tahu akan menimbulkan korban jiwa atau membayar harga yang mahal". Untuk beberapa lama sang kusir tak berkata apa-apa, lalu menghela napas dengan berat, "Aku sudah tua, seandainya saat muda aku mendengar perkataan nona ini, jangan-jangan aku akan langsung mengikuti Jenderal Wei dan Jenderal Huo menyerang Xiongnu. Rakyat jelata banyak menggerutu tentang kaisar, tapi jasa raja-raja di zaman Musim Semi dan Gugur dipuji orang sekarang, keuntungan dan kerugian suatu tindakan memang tak dapat langsung diketahui". Aku meleletkan lidahku, lalu tertawa dan berkata, "Paman, jangan kena bujuk olehku. Sebenarnya, kadang-kadang aku merasa perkataanku itu benar, namun kadang-kadang juga berpikir sebaliknya. Hari ini aku berkata demikian karena paman mengemukakan pendapat lain, oleh karenanya aku tak bisa menahan diri untuk tak mendebatnya, seandainya paman mengambil posisiku, jangan-jangan aku akan mengambil posisi sebaliknya". Sang kusir melecutkan cambuknya dengan nyaring, ternyata memilih kuda terbaik membawa keuntungan yang tak terduga. Tempat yang kukenal dengan baik hanya Gurun Utara dan Selatan, Xiyu serta Chang"an, kalau dapat mendengarkan orang yang sudah berkelana di mana-mana seperti ini berbicara tentang dunia, di sepanjang jalan ini aku sama sekali tak akan kesepian. "Jalan terdekat ke Dunhuang adalah dengan terlebih dahulu melewati Longxi, lalu melewati Xiutu dan Zhangye, dengan demikian kita akan tiba dalam waktu sebulan". Sambil mencambuk kuda, sang kusir menerangkan. Begitu mendengar kata Longxi, aku langsung mengambil keputusan, tak perduli apakah jalan itu paling dekat, aku tak akan melewatinya, "Apakah ada jalan yang tak lewat Longxi?" "Ada, ke utara dulu, lalu memutari Longxi sampai ke Liangzhou, lalu baru menuju Dunhuang. Lewat jalan ini lebih lama dua atau tiga hari". "Paman, kita lewat jalan itu saja! Akan kutambah upahmu". Sang kusir tersenyum dan menyanggupinya, "Baiklah, kita akan mengambil jalan itu". Saat tiba di Jingzhou, hari sudah gelap, aku pun mencari sebuah penginapan yang bersih untuk bermalam, syaratku untuk sebuah penginapan sangat mudah, aku hanya minta penginapan itu mempersiapkan air hangat dan bak untuk mandi. Hari-hariku di Chang'an sangat nyaman, setelah tiga hari di jalan, aku merasa tubuhku amat kotor, sangat tak enak. Setelah menganti air dua kali, aku baru dapat menikmati kehangatan air dengan nyaman. Di luar kota Chang'an banyak sumber air panas, setelah ini tak akan ada mata air panas untuk berendam lagi, mata air panas di Wisma Qing itu.........tak boleh dipikirkan lagi, tak boleh dipikirkan lagi, aku harus melupakan segalanya di Chang'an. Aku merasakan angin dingin bertiup masuk, di balik sketsel pintu terlihat sedikit terbuka, "Adik bisu, beritahu A Da mu untuk tak usah merebus air lagi, di sini masih ada satu tahang air yang belum terpakai!" Pintu kembali menutup tanpa suara, aku mengambil ikat pinggang sutra berhiaskan bola-bola emas di sisiku, lalu melontarkannya untuk mengaet tahang air panas di samping sketsel, tapi setelah kulempar, kenapa aku tak bisa menariknya kembali" Aku merasa agak heran, tersangkut pada benda apa ikat pinggang itu" Aku ingat dengan jelas bahwa aku telah menyuruh si adik bisu untuk menaruh tahang air itu di samping sketsel agar mudah kuambil, kenapa ikat pinggangku bisa tersangkut seperti ini" Aku yakin tak salah sasaran. Apa boleh buat, aku tak bisa bermalas-malasan dan terpaksa bangkit untuk mengangkatnya. Aku berdiri di tengah bak mandi dan masih dengan tak puas menarik-narik ikat pinggang itu, tapi aku masih tak bisa menariknya kembali dan sketsel itu malahan terjatuh dengan suara berdebam. Sekujur tubuh Huo Qubing terbalut jubah hitam, ia berdiri dengan tegak, tangannya mengenggam bola-bola emasku, wajahnya dingin menyeramkan. Karena amat terkejut, aku terpana, lalu segera bereaksi, "Ah!", aku menjerit seraya kembali masuk ke dalam bak, tadi aku merasa airnya agak dingin namun sekarang aku justru merasa tubuhku panas membara. Untung saja aku telah memilih bak mandi yang paling dalam sehingga tubuhku yang terendam air sama sekali tak terlihat. Aku mengawasinya dari dalam bak, dari awal sampai akhir ekspresi wajahnya sama sekali tak berubah, sepasang matanya menatapku tanpa berkedip. Kalaupun berada nun jauh di angkasa, hawa dingin dari sepasang mata itu masih akan terasa menusuk. Rasa jengah sekaligus marahku sirna diusir oleh tatapan matanya yang dingin. Kali ini ia benar-benar marah, oh tidak, tepatnya amat sangat murka. Kalau musuh semakin marah, diri sendiri harus semakin tenang, dan pada saat musuh berada diatas angin, lebih-lebih lagi tak boleh membuat musuh murka, kalau tidak, tulang belulangku entah harus dicari di mana. Aku menelan air ludah dan memaksa diriku tetap tenang, sambil tersenyum aku berkata, "Jangan terlalu merendahkanku, dalam keadaan seperti ini, seharusnya kau bereaksi seperti lelaki biasa, misalnya, dengan memandangku dengan penuh nafsu seperti seorang rendah, atau jelas-jelas ingin melihat tapi berpura-pura alim dan mengintip dengan sembunyi-sembunyi". Ekspresi wajahnya tak berubah, untuk sesaat ia menatapku dengan dingin, lalu sekonyong-konyong mengangkat bola-bola emasku dan melemparkannya ke kepalaku, aku tak berani menangkisnya dengan tangan kosong, maka dengan sebat aku mengambil sehelai pakaian yang berada di sampingku, lalu melemparkannya ke arah bola-bola emas itu, di udara dengan amat cepat pakaian itu berkelebat membentuk huruf " dan membuyarkan tenaga yang dipakai Huo Qubing untuk melontarkan bola-bola itu, kalau kekuatan tenaganya sebanding dengan rasa marahnya, kali ini ia benar-benar marah. Setelah menangkap bola-bola itu, tiba-tiba aku sadar bahwa pakaian yang kupakai untuk menyambut bola-bola itu adalah pakaian dalamku, sekarang aku tak bisa berpura-pura kalem lagi dan cepat-cepat menjejalkan pakaian dalam itu ke dalam bak, tubuhku sendiri pun ikut menyusup ke dalamnya. Airnya sudah sendingin es, namun bajuku berada di sebelah sana dan tak dapat kupakai. Aku hanya dapat menyandarkan kepalaku di bibir bak, mataku jelalatan kesana kemari, dengan memohon-mohon memandang Huo Qubing. Dengan sinis ia berkata, "Kau menyuruhku untuk bereaksi seperti seorang lelaki normal, tapi kenapa kau sama sekali tak bereaksi seperti seorang wanita normal yang dipergoki seorang lelaki ketika sedang mandi?" Apa ia mengira aku tak marah sekaligus malu" Rasa gusar yang kutahan karena takut akan membuatnya semakin marah seketika itu juga meluap, "Apakah kau ingin aku bereaksi seperti wanita normal" Apa kau tak akan menusukku dengan pisau nanti?" "Berendam dalam air dingin tak terlalu nyaman, kan?" Seulas senyum dingin muncul di wajahnya. Aku menatapnya, lalu sekonyong-konyong menjerit, "Tolong........tolong.......ada maling cabul.......ada maling cabul!" Wajahnya penuh rasa terkejut, akhirnya sinar matanya tak hanya sedingin es lagi. "Sekarang seharusnya kau bereaksi seperti lelaki normal", aku menjulurkan jentikku dan menunjuk-nunjuk jendela, "Dalam keadaan normal kau seharusnya melompat keluar dari situ". Di lorong terdengar suara langkah kaki, suara-suara ribut perlahan-lahan semakin mendekat. "Mana maling cabulnya?" "Jeritan minta tolong itu sepertinya datang dari kamar paling pojok". "Ngawur, kamar itu ditempati seorang nyonya berumur empat puluh tahun". "Susah dibilang, eh kawan, kalau kau bukan maling pemetik bunga, dari mana kau tahu selera seorang maling pemetik bunga?" "Justru seperti itu, ada orang yang suka yang segar-segar, ada juga orang yang suka pesona wanita matang. Kata siapa umurku empat puluh tahun" Aku jelas-jelas berumur empat puluh tahun kurang lima bulan, empat hari dan tiga shichen, hari ini bicaralah yang benar......." "Kalian jangan bertengkar, yang penting menolong orang, kamar ini tak pernah tenang, sepertinya penghuninya seorang nona muda, tendang pintu dan lihatlah". "Kawanku, kalau kita menendang pintu hingga terbuka, bagaimana kalau kita melihat pemandangan yang seharusnya tak boleh kita lihat, bukankah kita tak ada bedanya dengan maling cabul" Menurut caixia sebaiknya kita ketuk pintu dulu untuk mengetahui apa yang terjadi". Dengan khawatir aku mendengarkan mereka dan mau tak mau tersenyum getir, orang Hexi benar-benar sangat berbeda dengan orang Chang'an, para pelayan ini mirip serigala-serigala lucu dalam sebuah kawanan serigala. Wajah Huo Qubing nampak aneh, ia langsung melangkah ke arahku, sebelum aku sempat menjerit, aku telah diangkat keluar dari bak, lalu setelah dibelit sehelai handuk, aku pun dibungkus erat-erat dalam sehelai selimut. Amarahku meledak dan aku menjerit memakinya, "Kau tak tahu malu! Suara pertengkaran di luar kamar langsung menghilang, namun sebelum pintu ditendang hingga terbuka, Huo Qubing telah bereaksi seperti orang normal dan melompat keluar dari jendela, tapi apakah perbuatannya ini termasuk normal kalau ia membawaku bersamanya" Begitu Huo Qubing keluar dari penginapan, seorang prajurit menyambutnya, melihat seragamnya, pangkatnya tak rendah. Ia melengos, tak melihat diriku yang sedang dipanggul Huo Qubing sambil memaki-maki, dengan sikap hormat ia berkata, "Jenderal, kuda sudah siap. Kuda itu kuda yang larinya paling cepat di kota Liangzhou". Tanpa berkata apa-apa, Huo Qubing berjalan dengan cepat. Ia menaruh diriku yang masih terbungkus selimut dalam pelukannya, ketika ia mulai memacu kuda, aku tak lagi dapat memakinya dan bertanya dengan cemas, "Kau mau ke mana?" "Kembali ke Longxi, begitu hari terang kita bisa mandi, lalu mengenakan pakaian yang nyaman dan makan sup panas di jalanan kota Longxi". "Apa kau sudah sinting" Aku tak mau pergi ke Longxi, buntalanku juga masih ketinggalan di penginapan, selain itu masih ada Xiao Tao dan Xiao Qianku. Turunkan aku". Aku terbungkus dalam selimut seperti seekor ulat sutra, namun mencoba duduk dengan tegak agar dapat berdebat dengannya. "Nanti buntalanmu akan diantar. Sekarang aku sedang buru-buru, tak punya waktu bertengkar denganmu, kalau kau tak menurut, aku terpaksa memukulmu sampai pingsan, kau pilih, ingin pingsan atau sadar?" Nada suaranya sedingin es, sekeras batu, ia sama sekali tak bergurau. Setelah terdiam untuk beberapa saat, aku memutuskan untuk mencari jalan keluar lain, "Kalau seperti ini aku tak nyaman, aku ingin mengeluarkan tanganku". "Aku merasa sangat nyaman, biar saja lenganmu terikat dalam selimut, kalau kau merasa nyaman, aku merasa tak nyaman". "Huo Qubing, kau ini maling cabul bau yang tak tahu malu". .................... "Kau dengar tidak" Aku mengataimu maling cabul, selain itu kau juga seorang......keparat.......ikan busuk......." Aku memutar otak Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan mengeluarkan semua makian yang pernah kudengar di jalanan kota Chang'an. .................... Kalau kau memaki dan meninju tembok, tembok itu tak akan bereaksi dan akhirnya kau sendirilah yang akan kelelahan. Aku sangat lelah dan bersandar dengan patuh dalam pelukannya. Lari kuda melambat. "Aku akan ganti kuda". Sebelum menyelesaikan perkataannya, ia telah melompat ke atas seekor kuda lain sambil membopongku. Dengan tercengang aku bertanya, "Apakah waktu datang kau juga ganti kuda seperti ini?" "Ya". "Kalau begitu, kau capek tidak" Bahkan kuda yang baru juga capek". "Saat sedang mengejar Xiongnu, tak memejamkan mata selama dua tiga hari di punggung kuda sudah biasa, mengejarmu jauh lebih santai dari mengejar Xiongnu". "Bagaimana kau bisa mendengar kabar dengan begitu cepat?" "Jangan lupa, sekarang kau masih berada dalam wilayah Han, di sekitar Hexi banyak markas tentara. Paman Chen mengirim orang untuk mengantarkan surat yang kau tulis dengan sangat cepat, malam itu juga sudah berada dalam tanganku. Tapi perlu sedikit waktu untuk menemukan jejakmu, kalau tidak, masa perlu tiga hari?" "Sialan! Ternyata Hong Gu tak menurutiku". "Ia tak memakimu, tapi kau masih punya muka untuk memakinya" Seorang jenderal yang tiba-tiba kabur ketika sedang memimpin pasukan bisa dihukum mati......." "Aku capek", dengan bandel aku mengubah topik pembicaraan. "Tidurlah sebentar. Besok kau akan dapat menebus kekurangan tidurmu". Sambil berbicara, ia bergeser sehingga posisi bersandarku lebih nyaman. "Seperti ini tak enak. Aku tak bisa tidur". "Kau belum terlalu capek, kalau benar-benar capek, sambil memacu kuda juga bisa tidur". "Kau bisa tidur dalam keadaan seperti ini?" "Ya". "Sekarang kau tak akan tidur?" "Tak akan". "Bagus kalau begitu, masa bodoh kalau kau sendiri jatuh, tapi jangan buat aku terluka". "Tidurlah dengan tenang!" Nada suaranya hambar, tak mengandung rasa kesal atau marah. Aku mendengus. Walaupun terguncang-guncang dengan keras, ternyata aku dapat tidur dengan sesekali terbangun. Malam masih gelap gulita, namun kami telah tiba di Longxi. Setelah melemparkanku ke atas sehelai permadani, tanpa berkata apapun Huo Qubing pergi dengan wajah dingin. Ai! Ia masih marah! Tubuhku terasa sakit, namun aku tak bisa mengasihani diri sendiri dan segera mencari cara untuk meloloskan diri, yang paling penting adalah melarikan diri dari pengawasan Huo Qubing, asalkan aku dapat masuk ke padang pasir, aku akan seperti sebutir pasir di tengah lautan pasir, tak perduli siapa dia, ia tak akan dapat menemukanku. Aku berguling-guling di lantai dan dengan susah payah berhasil mengeluarkan sepasang tanganku dari gulungan selimut, lalu membuka tali yang melilit pinggangku. Sambil membawa selimut itu, aku mencari-cari di seluruh ruangan, namun nampaknya tak ada sehelai pakaian pun yang dapat kupakai, tak heran, ia berani meninggalkanku di sini begitu saja. Ketika aku sedang mempelajari ruangan itu sambil melompatlompat seperti seekor kelinci, Huo Qubing menyingkap tirai dan masuk, nampaknya ia baru saja mandi dan telah berganti baju, ia masih memakai baju hitam, namun warna gelap yang dipakainya itu justru membuatnya nampak gagah dan luar biasa tampan. Apakah orang ini terbuat dari besi" Pulang pergi Longxi-Jingzhou tapi sama sekali tak nampak lelah, aku menatapnya dengan tajam dan bertanya, "Apa kau akan memberiku pakaian ganti atau tidak?" Ia melemparkan buntalan dalam genggamannya ke bangku, lalu berbalik dan keluar tanpa berkata apa-apa. Kenapa sehelai jubah panjang lelaki berwarna hitam" Bahkan kain putih pengikat dada pun tersedia, pikirku dengan kesal, ternyata ia penuh pengertian. Walaupun aku tak ingin memakainya, namun lebih baik ada pakaian untuk dipakai daripada tak ada sama sekali, maka dengan tak berdaya aku menghela napas, lalu mulai memakainya. Ini adalah untuk pertama kalinya aku memakai pakaian pria, tapi aku berhasil memakainya dengan benar. Setelah memakai ikat pinggang kulit, aku berputar-putar dengan puas diri, aku merasa diriku nampak gagah. Huo Qubing yang baru saja menyingkapkan tirai tertawa mengejek, "Sisir rambut dulu baru jadi si tampan!" Saat itu aku baru sadar bahwa rambutku masih tergerai lepas. Walaupun aku dapat membuat kepangan yang indah, namun aku belum pernah memakai gaya rambut pria, setelah berusaha beberapa saat, aku masih tak dapat membuatnya. Seulas senyum sinis muncul di bibir Huo Qubing yang selama itu duduk di belakangku dan menontonku, dengan kesal aku memukul bayangannya di cermin dengan sisir. Aku tak berani memukul orangnya, maka memukul bayangannya cukup untuk melampiaskan kemarahanku. Sekonyong-konyong, ia merampas sisir dari genggamanku, aku baru saja hendak bertanya kenapa ia merampas sisirku, tapi ia sudah mengenggam rambutku dan mengurai sanggul tinggi yang kubuat, lalu dengan lembut dan perlahan, ia menyisir rambutku. Ketika melihat bayangan kami berdua di cermin, tak nyana, pemandangan yang kulihat nampak sudah akrab denganku. Bertahun-tahun yang silam, seorang lelaki yang amat mencintaiku pun pernah menyisir rambutku dengan seksama dan mengajariku membuat kepangan. Hidungku terasa pedih, air mata pun tibatiba berlinangan di mataku, aku cepat-cepat memandang ke bawah, menatap lantai, aku membiarkannya mengelung rambutku, lalu mengikatnya dengan sebuah ikat kepala berhiaskan batu jasper. "Masih ada sedikit waktu, aku akan mengajakmu berjalan-jalan di Longxi dan makan-makan". Setelah selesai berbicara dengan hambar, tanpa menunggu persetujuanku, ia bangkit dan berjalan ke luar. "Apa masakan juru masak pasukan tak enak?" "Juru masakku terhitung salah satu juru masak terbaik di istana, tapi makanan khas Xiyu kesukaanmu bukan keahliannya". Aku baru berjalan beberapa langkah, tapi tiba-tiba mencengkeram lengannya, "Apa Li Gan ada di markas ini?" Huo Qubing menatapku dengan tajam untuk beberapa saat, "Tak ada". Aku merasa lega dan melepaskan lengannya. "Sebenarnya dosa apa yang telah kau lakukan terhadap Li Gan?" Dengan tegas aku menjawab, "Tak ada. Memangnya dosa apa yang dapat kulakukan?" Pandangan mata Huo Qubing menyapu wajahku untuk beberapa saat, ia tak lagi bertanya-tanya. Sambil berjalan, diam-diam aku menghafalkan keadaan dalam markas. Huo Qubing berkata dengan asal, "Kau begitu bersemangat, lebih baik kau memikirkan kau ingin makan apa. Kalau besok pagi setelah bangun tidur aku tak bisa menemukanmu, aku akan memerintah semua prajurit di bawah komandoku untuk mengubah ransum mereka menjadi daging serigala, dan menghimbau semua negara di Xiyu untuk menjamu pasukan Han dengan daging serigala". Dengan geram aku berkata, "Coba kalau kau berani!" Dengan hambar ia berkata, "Kau cobalah". Dengan penuh kebencian aku memandangnya, namun ia tersenyum dengan acuh tak acuh, lalu melangkah ke depan. Aku tak bergeming, dengan geram memandang punggungnya, jarak Pedang Keadilan 4 Pedang Sakti Tongkat Mustika Angin Hutan Api Gunung Karya Herman Pratikto Wasiat Dewa 1

Cari Blog Ini