Ceritasilat Novel Online

Balada Padang Pasir 9

Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 9 diantara kami semakin jauh, namun ia sama sekali tak berpaling, akan tetapi langkahnya sedikit melambat. Saat itu fajar menyingsing, angin musim semi bertiup lembut, sinar mentari terasa hangat, namun sosok-sosok berbaju hitam yang berjalan diantaranya nampak janggal di tengah pemandangan musim semi itu, membuat suasana menjadi muram. Hatiku sedikit melembut, aku berlari mengejarnya, walaupun mendengar suara langkah kakiku, ia yang masih mengenakan baju hitam tak berpaling, namun dalam sekejap mata sosoknya melebur dalam sinar mentari musim semi yang hangat. Walaupun aku setengah kepala lebih pendek dari Huo Qubing, namun aku lebih tinggi dari kebanyakan orang di jalan, mereka memuji kami sebagai pria-pria anggun, mungkin karena wajah tersenyumku yang kontras dengan wajah Huo Qubing yang dingin, ketika kami berjalan, pandangan kaum wanita terpaku padaku. Sambil tersenyum aku menyambut tatapan mata mereka, para wanita tua memandangku dengan ramah, sedangkan para wanita muda dengan jengah menghindari pandangan mataku. Di sepanjang jalan, aku merasa sangat senang. Kalau penduduk Chang'an bersifat terbuka, penduduk Xiyu berani dan lugas. Ketika seorang gadis penjual bunga menaruh bunga persik dalam pelukanku, para pejalan kaki tertawa, bahkan ada seorang lelaki berkata sambil bergurau, "Bunga apa yang mekar di bulan tiga" Bunga aprikot dan persik mekar di bulan tiga, gadis-gadis pun berlomba-lomba menghadiahkan bunga persik". Aku baru saja hendak menutupi senyumku dengan tangan, namun mendadak sadar bahwa aku sedang berpura-pura menjadi seorang pria, maka aku cepat-cepat menegakkan tubuhku dan menjura pada si gadis penjual bunga sambil memegang bunga persik itu. Huo Qubing yang terus berwajah dingin melemparkan beberapa keping perak yang nilainya cukup untuk membeli beberapa batang pohon persik ke arah si gadis penjual bunga, namun gadis itu memandangnya dengan kesal dan mengembalikan uang itu kepadanya, "Siapa yang mau uangmu" Aku menghadiahkannya untuk tuan muda ini". Mungkin Huo Qubing baru untuk pertama kalinya bertemu dengan seseorang yang mengembalikan uangnya dengan kesal, kerumunan orang di jalan itu bersorak-sorai, "Melihat pakaian tuan muda, nampaknya tuan muda datang dari Chang'an" Kau terlalu memandang rendah kami orang Xiyu". Orang yang tadi menyanyi pun kembali menyanyikan sebuah lagu lucu, "Bunga apa yang mekar di bulan empat" Di bulan empat bunga padma mekar, bunga padma mekar dan wanginya tercium di mana-mana, si gadis kecil suka orangnya bukan uangnya". Semua orang tertawa terbahak-bahak, si gadis penjual bunga menatap sang penyanyi dengan jengah bercampur kesal, aku kembali menghormat pada si gadis penjual bunga sambil tersenyum, lalu menarik Huo Qubing dan cepat-cepat berlalu. Setelah melewati beberapa rumah, aku menemukan sebuah kedai yang bersih, maka aku pun menarik Huo Qubing ke depan kedai itu. Sambil tersenyum aku berkata pada penjual mi yang berusia empat puluh tahun lebih itu, "Mohon jiejie buatkan dua mangkuk mi ikan". Ia tertegun untuk beberapa saat, memandang ke sekelilingnya, lalu memutuskan bahwa ialah yang sedang dipanggil, ia pun tersenyum bagai bunga yang mekar dan nampak lebih muda sepuluh tahun. Aku memberikan bunga persik di tanganku kepada sang kakak seraya mendoakan agar dagangannya hari ini seramai bunga yang semarak itu. Sambil tersenyum ia menerima bunga itu, lalu menancapkannya di sanggulnya, "Semasa muda aku paling suka memakai bunga persik sebagai tusuk konde, sudah lama sekali tak ada yang memberiku bunga dan aku juga sudah lama sekali tak memakai tusuk konde". Setelah selesai makan, uang perak Huo Qubing belum berkurang juga karena sang penjual mi berkata, "Aku cocok dengan adik ini, dua mangkuk mi ini hadiah dari jiejie". Sejak keluar dari markas, di sepanjang jalan Huo Qubing bermuka tembok dan tak pernah berkata apa-apa, tapi sekarang ia tiba-tiba menggeleng dan tersenyum, "Aku tak tahu kalau kau pandai makan dengan cuma-cuma". Sambil tersenyum dengan puas diri aku memandangnya. "Kau sangat pandai menyamar menjadi seorang pria, cara berjalanmu sama sekali tak seperti perempuan, aku dapat menempatkanmu di markas tanpa khawatir sebagai pengawal pribadiku". "Hah! Kau berhati-hatilah sedikit. Kalau kau membuatku marah aku akan berubah menjadi pembunuh", kataku dengan setengah bercanda. "Apakah Longxi mengasyikkan?" "Asyik sekali". "Kalau mengasyikkan berarti kita tak datang dengan sia-sia. Jangan marah lagi, ya?" Dengan agak tak berdaya aku berkata, "Aku punya kaki, kalau ingin pergi akhirnya aku akan pergi juga, memangnya berapa lama kau dapat menahanku?" Setelah terdiam untuk beberapa lama ia berkata, "Sampai kau putus asa dan memilih untuk tak pergi, atau sampai aku putus asa, saat itu mungkin aku akan membebaskanmu". Aku hendak berbicara namun ia kembali berkata, "Tapi mungkin juga aku tak akan membebaskanmu". Dengan kesal aku menghentakkan kakiku, mendadak aku mengibaskan lengan bajuku dan menutupi wajahku, di sepanjang jalan aku tak menghiraukannya lagi. Seorang Hu yang wajahnya penuh debu menjual pisau di tepi jalan, tempat itu sudah jauh dari jalanan yang ramai, sangat sepi, ia pun tak berteriak menawarkan dagangannya, hanya berjaga di depan kiosnya saja, sehingga usahanya semakin sepi. Sebenarnya aku telah melewatinya, tapi mataku tertarik pada mainan di kiosnya, aku pun segera berbalik dan berjalan ke arahnya. Begitu melihatku memandangi pisau-pisaunya, tanpa berkata apa-apa ia menaruh beberapa pisau yang menurutnya bagus di hadapanku. Aku mengambil sebilah pisau yang unik bentuknya, setelah memungut dan memperhatikannya dengan seksama, ternyata pisau itu persis dengan pisau mainanku saat kecil. "Dari mana kau mendapatkan pisau ini?" Dengan terbata-bata, orang Hu itu memberi penjelasan dalam bahasa Han, garis besarnya adalah bahwa ia membelinya dari orang lain, dan orang lain itu pun membelinya dari seorang lain lagi. Aku menghela napas dengan pelan, bertahun-tahun yang silam, di tengah kekacauan saat itu, entah pengawal mana yang menyelundupkan pisau itu keluar istana, dan setelah itu selama bertahun-tahun entah berapa kali ia berpindah tangan, "Aku mau pisau ini, berapa harganya?" Orang Hu itu menunjuk pisau dalam genggamanku, lalu menunjuk pisau-pisau di kiosnya, dengan terbata-bata ia berkata, "Pisau ini tidak bagus, pisau ini bagus". Aku menoleh ke arah Huo Qubing, ia melemparkan setahil emas ke arah orang Hu itu, wajah orang Hu itu nampak gelisah, ia cepat-cepat berkata, "Terlalu banyak". Aku berkata, "Pisau itu harganya jauh lebih tinggi, simpanlah uangnya!" Orang biasa kalau melihat pisau ini akan melihat bahwa walaupun bentuknya unik dan hiasannya indah, mata pisaunya tak tajam, seakan hanya untuk dipakai perempuan, mereka tak tahu bahwa ongkos pembuatan pisau ini amat mahal. Saat itu putra mahkota Xiongnu secara khusus mengundang empu terbaik di seluruh Xiyu serta Gurun Utara dan Gurun Selatan, setelah berusaha keras, ia baru dapat membuat pisau ini. Aku membuka sebuah alat yang ditanam di dalam gagang pisau itu seraya memikirkan peristiwa yang menimpa diriku kemarin malam, aku mendongak memandang Huo Qubing, lalu berteriak keras-keras, "Coba lihat apakah kau akan punya kesempatan untuk menganiayaku!" Aku pun mengangkat pisau itu dan menikamkannya ke jantungku sendiri. Orang Hu yang berada di sampingku berteriak kaget, dalam sekejap mata wajah Huo Qubing menjadi pucat pasi, dengan panik ia menarikku, namun ia sudah terlambat selangkah, seluruh mata pisau telah masuk ke dadaku, ia hanya sempat menyambut tubuhku yang terkulai lemas. Aku memandangnya sambil memicingkan mata, tadinya aku masih ingin berpura-pura untuk mengodanya, tapi tangannya, bahkan sekujur tubuhnya gemetaran, dan tak nyana hal ini membuat hatiku pedih. Aku segera berdiri tegak, sambil tertawa terkekeh-kekeh, aku menarik keluar pisau itu, lalu menekan ujung pisau keras-keras dengan tanganku, seluruh mata pisau pun tertarik masuk ke dalam gagang pisau, "Apa kau ini bodoh" Kau bukannya sudah pernah membunuh orang, kalau pisau menusuk dada, bagaimana bisa tak ada setitik darah pun mengalir?" Untuk beberapa saat ia memandangku dengan tertegun, lalu tibatiba meraung, "Aku benar-benar bodoh!" Ia mengibaskan lengan bajunya, lalu pergi dengan langkah-langkah lebar. Aku cepat-cepat mengejarnya, "Jangan marah, barusan ini sifat nakalku muncul dan aku ingin bergurau denganmu". Huo Qubing tak berkata apa-apa, hanya terus berjalan dengan cepat. Aku terus menempel di sisinya dan tak henti-hentinya minta maaf, namun ia sama sekali tak menghiraukanku. Kalau ia tak panik karena mengkhawatirkanku, dengan pengalamannya di medan perang, mana mungkin ia tak tahu bahwa aku sedang bercanda" Aku kembali teringat akan wajahnya yang pucat pasi tadi dan merasa bersalah, dengan lembut aku berkata, "Aku tahu kau tak marah karena aku bercanda denganmu, kau marah karena aku mempertaruhkan nyawaku sendiri untuk bercanda, bagaimana kalau pisau itu tak bekerja sesuai dengan keinginanku?" Aku menghela napas panjang, "Pisau ini adalah hadiah dari seorang kawan baik ketika aku kecil, aku menggunakannya untuk menakut-nakuti A Die, bagaimana aku bisa tak mengenalinya" Di dalam gagang pisau ada sebuah alat yang dapat mengeluarkan darah palsu, saat mata pisau tertarik, darah akan mengucur, persis seperti darah asli. Barusan ini ketika melihat pisau ini, pikiranku penuh kenangan masa kecil dan watakku saat itu yang suka berbuat onar pun muncul. Tak nyana setelah bertahun-tahun, aku dapat membeli kembali mainan masa kecilku". Mungkin karena untuk pertama kalinya mendengarku mengungkit masa silamku, wajah Huo Qubing menjadi jauh lebih santai, "Kau punya ayah?" Aku mempermainkan pisau dalam genggamanku, "Masa begitu lahir aku langsung menjadi seperti ini" Tentu saja aku punya ayah yang mengajarku". Huo Qubing terdiam untuk beberapa saat, lalu berkata dengan hambar, "Punya ayah atau tidak sama saja". Tentunya ia sedang berpikir tentang ayah kandungnya, Huo Zhongru. Bertahun-tahun yang silam, Huo Zhongru berhubungan gelap dengan Wei Shaoer sehingga dirinya terlahir, namun Huo Zhongru tak mau menikahi Wei Shaoer dan menikahi orang lain, oleh karenanya Huo Qubing tak pernah mempunyai seorang ayah, sampai Wei Zifu menjadi permaisuri, Liu Che baru menikahkan Wei Shaoer dengan Chen Zhang, sehingga ia menjadi Nyonya Chen dan Huo Qubing pun mempunyai ayah tiri. Begitu memikirkan hal ini, aku segera mengalihkan pokok pembicaraan dan berbicara dengan tak tentu arah tentang berbagai hal yang tak ada hubungannya dengan masalah itu, tentang berapa lama waktu yang diperlukan untuk menempa pisau itu, tentang bagaimana permata yang menghiasi pisau itu adalah permata kesukaanku, sampai ekspresi muram di wajahnya itu menghilang, hatiku baru terasa lega. Setelah kembali ke markas, ia bertanya padaku, "Kau mau tidur lagi?" Aku menggeleng-geleng, "Sekarang tak lelah, aku tak mau tidur". Ia mengajakku ke istal kuda, lalu menyuruh seorang prajurit berusia sekitar lima belas tahun membawa seekor kuda, "Walaupun usia Li Cheng masih muda, namun kepandaian menunggang kudanya sangat baik, belajarlah menunggang kuda dengannya secepatnya". Aku mengerutkan dahiku, "Tak mau". Ia pun mengerutkan dahinya dan memandangku tanpa berkata apa-apa. Suara genderang terdengar bergemuruh, namun ia masih memandangiku tanpa berkata apa-apa, aku sama sekali tak menghindari pandangan matanya. Suara genderang perlahanlahan menjadi semakin cepat, tiba-tiba ia menghela napas dengan pelan, lalu tanpa berkata apa-apa menaiki kuda itu dan memacunya. Dengan kebingungan aku memandang Li Cheng, "Kenapa dia kabur?" LI Cheng heran karena aku berada di markas tentara, namun makna suara genderang pun aku tak paham, "Jenderal hendak memeriksa barisan tentara! Kurasa tiga atau empat hari lagi pasukan akan berangkat menyerang Xiongnu". Aku mengerutkan hidungku, lalu mengibaskan lengan bajuku, hendak pergi, namun Li Cheng cepat-cepat menghalangiku, "Jenderal memerintahku untuk mengajarimu menunggang kuda". "Aku tak mau belajar". Sambil berbicara aku memutarinya dan terus berjalan, namun Li Cheng mencengkeram lenganku eraterat, "Kau harus mau belajar, kalau kau tak belajar aku tak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan jenderal padaku". Aku mengulirkan mataku, "Kalau tak bisa menyelesaikan tugas memangnya kenapa" Apa hubungannya denganku?" Karena cemas, butir-butir keringat muncul di ujung hidung Li Cheng, "Kalau tak bisa menyelesaikan tugas, kesan jenderal terhadapku akan jelek, dan aku tak akan dapat secepatnya maju ke medan perang dan membunuh bangsa Xiongnu". Aku mendengus, hendak mengibaskan tangannya, namun tak nyana, tenaga tangannya kuat, aku mengerahkan empat bagian tenagaku namun ternyata masih tak dapat melepaskan diri. Dengan wajah cemas Li Cheng memohon, "Kenapa kau tak bisa menunggang kuda" Orang Xiongnu semua sangat ganas, kalau kau tak bisa menunggang kuda, kalau terjadi sesuatu yang tak terduga kau akan berada dalam bahaya besar, dan akan membebani seluruh pasukan". Hatiku terkesiap, tanganku yang baru saja hendak memukul lehernya langsung berhenti bergerak, kalau sampai benar-benar terjadi sesuatu, orang pertama yang terbebani adalah Huo Qubing, "Umurmu masih muda, kenapa kau tak membantu ayah ibumu di rumah, untuk apa kau lari ke markas tentara?" Wajah Li Cheng langsung berubah, matanya nampak agak basah, namun suaranya dingin dan keras bagai mata pedang, Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Musim gugur tahun lalu, bangsa Xiongnu masuk ke Yanmen Guan dan membuat onar, ayah, ibu dan kakak semua sudah dibunuh bangsa Xiongnu". Aku terdiam untuk beberapa saat, lalu menepuk-nepuk bahunya, "Xiao shifu, ayo belajar menunggang kuda. Tapi ingat, kau tak boleh bersikap tak sabar padaku, tak boleh menertawakanku, dan terlebih lagi tak boleh mengataiku bodoh, kalau tidak, awas kepalanku". Sambil mengusap-usap matanya, Li Cheng mengangguk-angguk sambil tersenyum. Aku berlatih sejak pagi hari hingga hari gelap, kecuali saat beristirahat saat makan siang, aku terus menerus melompat naik dan turun punggung kuda?". Saat mulai berlatih, Li Cheng masih terus menerus memujiku, "Jin Dage, wajahmu halus tapi watakmu cukup keras". Perlahan-lahan, pandangan mata Li Cheng yang penuh kekaguman berubah menjadi memuja, dari memuja berubah menjadi terkejut, lalu dari terkejut berubah menjadi ketakutan, sampai akhirnya dengan tersedu-sedan ia mohon agar aku tak usah menunggang kuda lagi. Dengan terpincang-pincang aku berjalan masuk ke markas, Huo Qubing sedang mempelajari peta kulit domba di bawah cahaya lentera, melihat tampangku yang tak keruan, ia mengerutkan dahinya dan memandang ke arah Li Cheng. Wajah Li Cheng nampak amat kesal, ia memandangku seakan memandang orang gila, lalu dengan terperinci melaporkan kemajuanku dalam menunggang kuda. Setelah selesai mendengarnya, seulas senyum perlahan-lahan muncul di bibirnya, setelah itu ia memerintah Li Cheng agar menyuruh orang menyiapkan peralatan mandi. Begitu Li Cheng keluar dari ruangan itu, aku langsung berbaring di atas bangku, seluruh tulang belulangku benar-benar seakan tercerai berai, tubuhku barusan ini begitu lemas sehingga aku ingin langsung berbaring di lantai saja. Huo Qubing duduk di sisiku, lalu menyentuh memar di wajahku, "Sakit, ya?" Aku memejamkan mataku, lalu mendengus dengan dingin, "Coba jatuh dari kuda puluhan kali, nanti kau akan tahu sakitnya!" "Berbalik dan menelungkup". "Untuk apa?" "Kalau baru mulai belajar menunggang kuda, pinggang dan punggung mudah pegal, aku akan membantumu memijatnya". Aku berpikir sejenak, lalu berbalik dan menelungkup, "Jangan keras-keras, karena jatuh bahu kiriku agak sakit". Sambil dengan lembut memijat punggungku, ia berkata, "Belajar menunggang kuda harus perlahan-lahan, kenapa kau begitu tak sabaran" Melihat sikapmu ini, sepertinya kau ingin dalam sehari langsung mahir berkuda". Aku mendengus dan berkata, "Siapa yang tadi pagi menyuruhku cepat-cepat mempelajarinya?" "Kukira kalau aku tak berkata demikian kau tak akan belajar dengan sungguh-sungguh". Aku mendengus, lalu tak berkata apa-apa lagi. Ia berkata, "Besok pagi pasukan akan berangkat". Dengan terkejut aku duduk, lalu berpaling memandangnya, "Besok pagi sudah pergi" Aku baru dapat mencongklang, belum bisa berputar dan berhenti, selain itu, kalau tak hati-hati aku masih terjatuh. Tapi?".tapi kalau berusaha keras aku akan berhasil, nanti aku akan mengikat diriku sendiri di punggung kuda, coba lihat apakah ia dapat menjatuhkanku atau tidak". Huo Qubing tertawa dan berkata, "Kenapa kau sinting begini" Aku belum pernah mendengar ada orang belajar menunggang kuda seperti itu. Baru belajar sehari, tapi kau sudah berani berkata bahwa kau bisa mencongklang" Kau mengandalkan ilmu silatmu yang tinggi sehingga tak mati kalau jatuh, oleh karenanya kau membiarkan kuda itu lari dengan liar, tapi kalau aku membiarkanmu ikut dalam pasukan, mau tak mau kau akan mengacaukan seluruh pasukan. Kau tak usah ikut aku, belajarlah dengan perlahan di markas". Aku memandangnya dengan bimbang untuk beberapa saat, lalu kembali menelungkup di bangku, "Kau tak takut aku akan kabur?" Sebelum ia sempat menjawab, di luar terdengar seorang prajurit melapor, "Jenderal, peralatan mandi sudah siap". Tanpa bergerak, Huo Qubing memerintahnya, "Bawa masuk". Melihatnya tak memperdulikan wibawanya sebagai seorang jenderal, aku juga malas memperdulikan aturan sopan santun, maka aku tetap berbaring di bangku. Begitu pandangan mata para prajurit yang membawa masuk peralatan mandi menyapu ke arahku, mereka langsung mengalihkan pandangan mata mereka, sambil menunduk mereka mengotong air panas dan bak mandi itu ke ruangan dalam. "Mandilah dahulu, di markas tentara tak ada gadis pelayan, hanya seadanya saja, tapi kalau kau berkenan, hamba bersedia melayanimu". Huo Qubing menarikku hingga bangkit. Aku mendengus dengan dingin, berjalan dengan terhuyunghuyung ke ruangan dalam, lalu menurunkan tirai untuk menutupi pintu. "Yu er, apakah akhir-akhir ini mulutmu bermasalah?" Sambil menanggalkan baju, aku bertanya, "Bermasalah bagaimana?" "Kulihat kalau menjawab, hidungmu sering mendengus-dengus seperti hewan ternak". "Hah!" Aku merayap masuk ke dalam bak mandi, malas berdebat dengannya. Di luar ia tertawa, "Kalau kau mendengus-dengus lagi, setelah ini kau akan kupanggil babi kecil". Di dalam bak mandi rasanya nyaman, aku pun memejamkan mata, tulang belulangku yang seakan tercerai berai pun perlahanlahan bersatu kembali. "Yu er, tunggu aku pulang di markas, kali ini aku akan berusaha kembali lebih cepat, paling cepat beberapa hari dan paling lambat belasan hari, aku tak akan membiarkanmu menunggu terlalu lama". Aku diam seribu bahasa. Ia menunggu sebentar, lalu kembali berkata, "Kabarnya daging serigala sangat tak enak, aku juga tak ingin makan makanan yang tak enak dimakan". Aku mendengus keras-keras, "Karena kau diam-diam sudah punya rencana, kenapa kau bersikap munafik dengan berpurapura minta bantuanku?" Ia baru saja memanggil, "Yu er.......", namun di luar seorang prajurit telah melapor, "Jenderal, ada orang yang mengantarkan sangkar merpati, dua ekor merpati dan sebuah buntalan". Seketika itu juga, aku membuka mataku lebar-lebar, mereka berdua akhirnya sampai juga. "Jenderal, semua barang dari penginapan sudah berada di sini. Sejak kemarin malam kedua merpati ini tak mau makan dan minum, ketika kami memaksa mereka makan, mereka mematuk kami dengan ganas, oleh karenanya kami tak bisa memberi mereka makan". Mereka berdua, kenapa begitu bandel" Begitu mendengar tentang hal itu, aku tak bisa menikmati air panas lagi dan cepatcepat mandi dengan asal karena ingin segera melihat mereka. Huo Qubing berkata, "Tak apa-apa, begitu melihat majikan mereka, mereka tak akan bersedih lagi". "Jenderal, ada satu hal lagi, ketika kami meninggalkan penginapan itu, ada orang yang sedang bertanya tentang kemana perginya nona yang menginap di kamar nomor dua......." Suaranya mendadak menjadi amat pelan, aku sedang mengeringkan tubuh dengan handuk, aku berusaha mendengarkannya, namun hanya mendengar suara yang amat pelan, akan tetapi tak bisa memahaminya. Begitu mendengar suara langkah kaki keluar dari ruangan itu, aku langsung berlari keluar, "Xiao Tao, Xiao Qian, Xiao Yu ada di sini!" Begitu mendengar suaraku, Xiao Tao dan Xiao Qian yang sedang mendekam di dalam sangkar langsung berdiri, aku membuka sangkar itu dan membiarkan mereka berdua keluar. Tempat makanan dan air dalam sangkar itu terisi penuh, aku menuang biji-bijian di telapak tanganku, Xiao Tao langsung mematuknya, namun Xiao Qian hanya berpaling memandangiku saja, seakan ingin tahu kenapa aku begitu lama meninggalkan mereka. Untuk membujuk mereka, aku menaruh tempat air di hadapan mereka, "Minumlah dulu, kali ini kalian jangan menyalahkanku, salahkan dia". Aku melirik Huo Qubing. Mungkin Xiao Qian sedikit mengerti perkataanku, ia tak lagi menatapku dengan sepasang matanya yang merah, ia mengibaskan sayapnya lalu dengan santai minum air, hinggap di samping telapakku dan mulai makan biji-bijian. Huo Qubing melangkah ke sampingku dan berjongkok, menonton mereka makan, "Tak nyana, kedua merpati ini lebih keras kepala dari banyak manusia, mereka lebih suka kelaparan daripada makan dari tangan orang lain". Dengan lembut aku merapikan bulu-bulu Xiao Qian, lalu tersenyum dan berkata, "Tentu saja, di kolong langit ini hanya aku dan Jiu.........", aku tergagap-gagap, perkataanku tertahan di tenggorokan, aku menarik napas panjang, lalu memaksa diriku untuk tersenyum dan kembali berbicara seakan tak ada apa-apa, "Mereka hanya mengenaliku, sama sekali tak akan makan dari tangan orang lain". Kuharap senyumku nampak alami, seakan aku telah melupakan segalanya, akan tetapi ternyata aku sama sekali tak dapat melakukannya, karena senyumku lebih jelek dari tangis, lebih baik aku tak usah tersenyum lagi dan hanya memperhatikan Xiao Qian dan Xiao Tao makan. Huo Qubing mendadak bangkit, berjalan ke depan meja, lalu melihat peta sambil menunduk. Untuk beberapa saat aku terpana, lalu tiba-tiba teringat akan sesuatu yang baru saja terjadi, aku pun berpaling dan bertanya, "Barusan ini kudengar orang yang mengantar buntalanku berkata bahwa ada orang yang bertanya tentang diriku, ada apa sebenarnya?" Huo Qubing mengambar-gambar di atas peta, seakan tak mendengarku. Setelah aku bertanya sekali lagi, ia baru menjawab dengan asal tanpa mengangkat kepala, "Kau tiba-tiba lenyap tanpa kabar, tapi kusir keretamu itu berusaha cukup keras untuk mencarimu, sampai membuat keributan di kantor pejabat setempat, tak bisa ditenangkan. Orang-orang di sekitarmu itu kenapa" Bahkan kusir kereta yang cuma kebetulan menempuh perjalanan bersamamu juga terus menempelmu?" Aku merasa terharu, "Kau jangan menganiayanya, paman itu benar-benar baik". Huo Qubing mendengus, "Pasti dia lemah lembut, tak bisa berkelahi". Aku mendengus dan tertawa, "Bukankah siasat yang kau dan kaisar seharian rencanakan juga lembut dan keras" Dengan kekuatan mengetarkan Xiongnu" Dengan kelembutan memecah belah Xiongnu?" Xiao Tao dan Xiao Qian sudah makan dan minum hingga kenyang, mereka bermesraan di samping tanganku, lalu dengan perlahan masuk ke dalam sangkar untuk beristirahat. Aku bangkit dan memandang Huo Qubing, "Kemarin kau tak beristirahat dan besok kau harus berangkat pagi-pagi, kau tak tidur?" Ia melemparkan kuas tulisnya, mengulet dan berkata, "Aku memang harus tidur dengan nyenyak, kalau tidak, setelah perang ini selesai, aku baru dapat tidur dengan tenang". Aku menguap sambil menutupi mulutku, "Aku tidur di mana?" Ia mengangkat dagunya, menunjuk ke arah ruangan dalam, "Kau tidur di dalam, aku tidur di luar". Ia menyuruh orang membereskan ruangan itu, lalu kami masingmasing pergi tidur. Saat berbaring di ranjang aku masih memikirkan segala kejadian menakjubkan yang terjadi sejak kemarin malam hingga saat ini, dan juga merencanakan apa yang harus kulakukan setelah ini, tapi aku terlalu lelah, begitu kepalaku menyentuh bantal, aku langsung masuk ke alam mimpi. Ketika sedang tidur nyenyak, aku merasa bahwa ada seseorang di samping ranjang, hatiku terkesiap dan aku langsung terbangun, seketika itu juga aku sadar siapa dia, aku berbalik, dan dengan wajah menghadap ke luar, tanpa membuka mata, aku berkata, "Pukul berapa ini" Kau sudah akan berangkat" Hari belum juga terang!" Ia berkata dengan lirih, "Aku pergi dulu". Di tengah kegelapan, wajahnya semakin lama semakin dekat denganku, aku dapat merasakan napasnya yang hangat, jantungku berdegup makin kencang, dan aku semakin tak berani membuka mata lagi, sehingga aku hanya memejamkan mata, berpura-pura mengantuk. "Kalau ada apa-apa, minta Li Cheng membantumu, dalam belajar menunggang kuda yang paling penting kau harus sabar, berusahalah untuk tetap berada di markas, kalau kau benarbenar bosan, kau boleh datang ke pasar untuk bermain bersama nona-nona disana, tapi ingat, kau harus selalu memakai pakaian lelaki". Dengan pelan aku menghela napas, ia pun tak berkata apa-apa lagi dan hanya memandangiku. Beberapa saat kemudian, dengan lembut ia mengelus kepalaku, "Aku pergi dulu". Ia berdiri, lalu berjalan ke luar dengan langkahlangkah lebar, mau tak mau aku berseru, "Huo Qubing!" Ia berpaling memandangku, aku duduk di ranjang dan berkata, "Kau harus selalu berhati-hati". Di tengah kegelapan nampak seulas senyum yang secemerlang mentari, "Pasti!" Li Cheng nampak lesu, mulutnya tak henti-hentinya mengumam pada dirinya sendiri, "Kenapa begitu berkata akan berangkat, pasukan langsung berangkat" Begitu aku sampai di markas, markas sudah kosong melompong". Kulihat bahwa ia sedang tak ingin mengajarku berkuda, maka aku berlatih sendiri, kali ini aku bersikap sabar, dengan perlahan aku berkenalan dengan sang kuda dan mencongklang dengan perlahan, sampai aku tak terjatuh lagi. Sampai tengah hari, Li Cheng masih duduk sambil termenung dengan wajah sedih. Aku melompat turun dari punggung kuda, berjalan ke sisi Li Cheng dan menggodanya agar ia mau berbicara, namun ia masih bersedih dan hanya menjawab satu dari sepuluh pertanyaanku dengan asal. "Apakah kau harus membalas dendam?" Li Cheng mengangguk dengan sikap bersungguh-sungguh, "Kalau aku tak membunuh beberapa orang Xiongnu untuk menghibur arwah ayah, ibu dan kakak di surga, seumur hidupku ini aku tak berguna, aku harus.......", matanya nampak basah, "aku harus membalas dendam!" Aku memandangnya tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, lagi-lagi seseorang yang ingin membalas dendam atas kematian ayahnya. "Xiao Shifu, kalau kita menjajal kepandaian dan dalam seratus jurus kau tak kalah, aku akan mohon pada jenderal untuk mengajakmu kalau ia berperang melawan bangsa Xiongnu lagi". Li Cheng mengangkat kepalanya dan memandangku, "Seorang Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lelaki harus menepati janjinya, bukan?" Dengan sikap bersungguh-sungguh aku mengangguk, Li Cheng segera bangkit, lalu menghunus pedang yang tergantung di pinggangnya. Dengan asal aku membuat kuda-kuda, lalu berseru, "Memangnya bangsa Xiongnu mau menunggumu menyerang mereka?" Sambil berseru keras-keras, ia segera menebas ke arahku. Kalau ilmu silatku digunakan untuk bertanding atau berlatih, kemungkinan besar aku akan kalah, namun dalam pertarungan hidup dan mati, musuhkulah yang kemungkinan besar akan mati. Kawanan serigala tak mengenal olahraga untuk memperkuat tubuh, hanya mempunyai keahlian membunuh mangsa. Semua jurus yang kumiliki hanya untuk membunuh musuh, setiap jurusnya ganas, harus dapat membunuh musuh dengan mengeluarkan tenaga sesedikit mungkin, oleh karenanya aku belum pernah benar-benar menggunakan kungfuku, ini adalah untuk pertama kalinya aku benar-benar menyerang seseorang. Pada mulanya Li Cheng masih terlalu berhati-hati, setelah beberapa jurus, tangannya yang memegang pedang hampir saja patah terkena pukulanku, sedangkan aku berkedip saja tidak, setelah itu ia tak berani menahan diri lagi dan menyerangku dengan jurus-jurus yang ganas. Di jurus kelima puluh satu, aku melompat untuk menghindari tebasan pedang yang ditujukan untukku, lalu sepasang jariku menggunakan kesempatan itu untuk menusuk matanya, ia mendongak sambil dengan sekuat tenaga mengayunkan pedangnya untuk menangkis serangan, namun kakiku menendang pergelangan tangannya, sehingga pedangnya terlepas dan melayang. Aku bertepuk tangan dan dengan gesit mendarat di tanah, sambil memandang Li Cheng yang setengah berlutut di tanah, aku berkata, "Aku cuma menambah tenaga sedikit saja, tapi kau sudah menyerah, bangsa Xiongnu tak akan ragu menggunakan tenaga mereka". Tanpa berkata apa-apa, Li Cheng memungut pedangnya, lalu langsung menebas ke arahku. Aku tertawa, bocah ini boleh juga! Dalam pertarungan hidup mati tak perlu sopan santun. Dalam enam hari itu, selain berlatih berkuda, aku terus berlatih silat dengan Li Cheng. Ia sangat bandel, pada suatu ketika aku memukul hidungnya, namun ia tak memperdulikan darah segar yang mengalir dari hidungnya dan air mata yang berlinangan di matanya, ia membuka matanya lebar-lebar dan menebas tujuh kali, tebasan terakhir berhasil merobek seluruh lengan bajuku. Tapi sayangnya, ia hanya bertahan delapan puluh tujuh jurus saja, sambil berseru, "Bagus!", aku menonjok hidungnya tanpa belas kasihan, setelah itu ia terhuyung-huyung, lalu ambruk. Dalam enam hari yang pendek, bagai angin yang paling dashyat di padang pasir, Huo Qubing memimpin pasukannya menggulung lima negara Xiongnu, menumpas musuh, menangkap dan membunuh para bangsawan dan pejabat, menyerang musuh sejauh hampir seribu li dari Yanzhi Shan ke barat laut, membunuh Raja Lan, Raja Lu dan menawan Pangeran Hunxie, perdana menteri dan panglima angkatan bersenjata, secara keseluruhan pasukannya membunuh lebih dari delapan puluh sembilan ribu orang. Setelah perang ini, Yanzhi Shan, gunung terindah milik bangsa Xiongnu, masuk ke dalam wilayah Han Agung, wilayah Dinasti Han pun kembali berekspansi ke barat. Pasukan berkuda kebangaan Bangsa Xiongnu yang dapat menyerang dengan amat cepat disapu bersih oleh serangan kilat seribu li Huo Qubing, begitu untuk pertama kalinya memimpin pasukan, Huo Qubing menimbulkan ketakutan besar di kalangan bangsa Xiongnu. Walaupun meraih kemenangan gemilang dalam pertempuran ini, namun korban amat besar, dari sepuluh ribu orang yang pergi berperang, hanya tiga ribu yang pulang hiduphidup, akan tetapi ini adalah untuk pertama kalinya kecepatan pasukan berkuda bangsa Han diadu dengan pasukan berkuda musuh, dan bangsa Han menang telak, ini adalah kemenangan pertama bangsa petani melawan bangsa pengembara di punggung kuda, mungkin di masa depan akan terjadi hal serupa, namun kejadian itu benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya. Aku duduk di dalam kamar, dari perkemahan di kejauhan terdengar sorak-sorai berkumandang, kali ini mereka telah meraih kemenangan besar dan kaisar tentu akan memberi hadiah besar pada seluruh pasukan, wajah semua orang yang pulang hiduphidup pasti akan dihiasi senyum lebar. Begitu suara pintu didorong hingga terbuka terdengar, Huo Qubing telah berdiri di hadapanku. Sekujur tubuhnya penuh debu, wajahnya nampak kelelahan, namun matanya penuh rasa bahagia. Sambil tersenyum aku bangkit, "Kukira kau akan minum arak kemenangan dulu!" Ia tak berkata apa-apa, hanya memandangiku dengan penuh kehangatan. Aku menghindari pandangan matanya, berusaha sebisanya untuk bersikap hambar dan berkata, "Jangan-jangan kau sudah tujuh hari penuh tak pernah turun dari punggung kuda, mandi dulu sana!" Ketika aku sedang berbicara, ia sudah ambruk ke atas ranjang, aku terkejut dan segera memapahnya, ia mengenggam tanganku dan mengumam, "Tak tahan lagi, kalaupun langit runtuh aku harus tidur dulu". Setelah berbicara, suara dengkuran pun terdengar. Aku berusaha menarik tanganku, namun tak dapat menariknya, di bawah sadar, ia malahan mengenggam tanganku lebih erat lagi. Aku menghela napas dengan pelan dan duduk di sampingnya. Di balik jubah hitamnya nampak bercak-bercak merah, lengan bajunya pun koyak-koyak, di sekelilingnya tercium bau yang aneh. Aku mencium-cium tubuhnya, bau keringat kuda bercampur darah pun menyeruak, aku segera mengerenyitkan hidungku untuk menghindarinya. Setelah menyambar permadani dan menutupinya dengannya, aku memandanginya dengan murung. Sejak mentari berada di atas kepala sampai hari seluruhnya gelap, ia tidur seperti seekor babi mati, sama sekali tak bergerak. Aku mengeraskan hati dan berusaha melepaskan pegangan tangannya, namun walaupun sedang berada di alam mimpi, ia masih dapat mengibaskan tanganku, sekarang aku benar-benar mempercayai perkataannya bahwa ia dapat berkuda sambil tidur. Melihat rupanya sekarang, nampaknya ia dapat membunuh musuh sambil tidur. Akhirnya aku tak tahan lagi dan melihat ke lantai, di lantai terhampar sehelai permadani bulu domba yang tebal, maka aku pun berbaring di atasnya dan dengan asal menyelimuti diriku dengan ujung permadani itu, lalu memejamkan mata dan tidur. Bau tak enak terus menyelimuti hidungku, dengan kepala pusing aku berpikir sejenak, lalu dengan meraba-raba mengambil sehelai sapu tangan yang telah diberi wewangian dan menutupi wajahku dengannya, aku pun merasa lebih tenang dan tidur dengan nyenyak. Ketika Huo Qubing mengambil sapu tangan yang menutupi wajahku, aku sudah bangun. Mentari bersinar cemerlang, dan sebuah wajah tersenyum yang lebih gemilang lagi nampak di atas kepalaku, untuk sesaat aku tertegun dan menatapnya tanpa berkedip. "Lama sekali tak melihatku, apakah kau tak sedikitpun merasa rindu?" Sebelah tangannya masih mengenggam tanganku sedangkan yang sebelah lagi mengangkat sapu tangan, lalu mengelitik wajahku dengan ujungnya. Aku mengayunkan tanganku untuk memukul pergi sapu tangan itu, "Begitu kau pulang aku harus tidur di lantai, gila kalau aku merindukanmu!" "Ranjang ini begitu besar, kenapa kau tak tidur di atas saja?" Sambil berbicara ia hendak menarikku ke atas ranjang. Sambil mendorongnya aku berkata, "Kau mimpi di siang bolong!" Ketika kami berdua sedang saling mendorong, kepalaku menyentuh bahunya, aku segera menutupi hidungku, "Kumohon padamu, Tuan Besar Huo, jangan bermain-main lagi. Kau bau sekali, cepatlah mandi, kemarin aku harus mencium baumu semalaman!" Ia mengangkat lengannya dan mencium-ciumnya, "Bau, ya" Kenapa aku tak bisa menciumnya" Coba cium lagi yang benar, pasti kau salah". Sambil berbicara ia menyodorkan lengannya ke mukaku. Sambil menghindar aku mengomel, "Kau sengaja menggodaku!" Ketika sedang tarik menarik, sambil tertawa ia terjatuh ke atas ranjang. Aku tak dapat menghindar dan ditindih olehnya, suasana segera berubah, kami berdua diam seribu bahasa. Ia menatapku tanpa berkedip, napasnya sedikit demi sedikit berubah menjadi berat, aku berusaha menghindari pandangan matanya namun terus memandanginya, jantungku melompat-lompat makin cepat. Perlahan-lahan ia menunduk, tubuhku menjadi kaku, bibirnya hampir menyentuh bibirku. "Jin Dage, apakah hari ini kau sudah belajar menunggang kuda?" "Ah!", Li Cheng menjerit, ia baru masuk ke dalam tenda, namun langsung melompat keluar, sambil dengan kalang kabut menutup pintu ia berkata dengan suara gemetar, "Aku tak melihat apa-apa, aku benar-benar tak melihat apa-apa........" Begitu pintu didorong hingga terbuka oleh Li Cheng aku tersadar, tiba-tiba aku berpaling untuk menghindar, bibirnya seakan menyapu pipiku tapi mungkin juga tidak. Huo Qubing meninju lantai keras-keras, namun sebelum rasa marahnya hilang, ia sudah tersenyum, "Yu er kau tak dapat terus menghindarinya". Aku tak tahu perasaan apa yang berkecamuk dalam hatiku, tanpa berkata apa-apa, aku mendorong-dorongnya, memberi isyarat padanya agar melepaskanku, ia pun segera bangkit sambil bertumpu pada kedua tangannya, namun aku terus berbaring sambil memandangi langit-langit dengan tertegun. Huo Qubing tersenyum dan berkata, "Aku mandi dulu, nanti aku akan memeriksa kemajuan pelajaran berkudamu, kau tak boleh mengecewakanku". Lama setelah ia pergi, aku baru mencuci mukaku. Setelah air es menyiram wajahku aku baru tersadar, aku menutupi wajahku dengan sapu tangan, pikiranku galau. "Jin Dage". Dengan amat hati-hati Li Cheng memanggil dari belakangku. Aku berpaling memandangnya, lalu dengan agak lesu berkata, "Setelah makan pagi, aku akan berlatih menunggang kuda". Sambil makan pagi, Li Cheng dengan amat hati-hati memperhatikanku, "Jin Dage, kalau kau sedih, hari ini kita tak usah berlatih". Aku mengangkat kepalaku dan memandangnya, mendadak aku tahu apa yang ada dalam pikirannya dan segera bereaksi, mantou dalam mulutku hampir saja tersembur keluar, aku terbatuk-batuk, lalu tanganku melayang ke kepalanya, "Kau masih ingusan, bukannya memikirkan bagaimana dapat berlatih dengan baik, tapi malahan memikirkan yang tidak-tidak?" Dengan merasa bersalah, Li Cheng mengelus-elus kepalanya, sebelah matanya nampak terbelalak, sedangkan yang satu lagi nampak terpicing, hidungnya biru seakan kedinginan, mulutnya miring, wajahnya seperti babi, namun ia masih memandangiku dengan wajah penuh simpati. Aku takut tersedak dan tak lagi berani makan, maka aku menaruh mantou dalam genggamanku dan tertawa sampai puas. Kupikir bahwa aku tak boleh membuat pikiran Li Cheng si bocah ingusan ini bingung, "Kejadian baru-baru ini cuma salah paham, aku dan jenderal sedang berlatih, tapi ilmu silat jenderal tak buruk seperti kau, maka kami seimbang, ketika sedang bergulat karena tak hati-hati kami jatuh ke lantai, kebetulan saat itu kau melihat kami sehingga kau jadi salah paham". Bocah kecil benar-benar gampang dibohongi, begitu selesai mendengar penjelasanku, Li Cheng menjadi girang, ia berteriak keras-keras, katanya hari ini ia hendak berlatih lagi denganku. Begitu Huo Qubing datang, aku dan Li Cheng segera menuntun kuda keluar. Huo Qubing memandang wajahku yang berseri-seri, lalu memandang wajah Li Cheng yang bengkak seperti kepala babi, ia tak bisa menahan tawa dan bertanya, "Aku memerintahnya mengajarimu berkuda, kau tak senang, tapi masa harus memukulinya sampai jadi seperti ini?" Aku mencibir, tak menjawab. Li Cheng cepat-cepat berkata, "Jin Dage sedang mengajariku kungfu, bukan memukuliku". Dengan agak tercengang Huo Qubing melirikku, "Mengajarimu kungfu" Kalau semua guru mengajar murid dengan cara seperti ini, siapa yang berani belajar kungfu?" Aku menepuk-nepuk punggung kuda, lalu melompat ke atasnya, "Aku cuma tahu cara mengajar seperti ini supaya ia bisa menghadapi pertarungan hidup dan mati. Tidak ada jurusnya, aku cuma mengajarkan cara memukul musuh sampai mati dengan satu pukulan". Huo Qubing tertawa, melompat ke punggung kuda dan memberi perintah pada Li Cheng, "Hari ini kau tak usah mengajarinya berkuda, pulang dan beristirahatlah dulu!" Li Cheng menjawab dengan suara pelan, "Baik". Sambil menunduk, ia berjalan kembali ke markas dengan perlahan, aku berseru, "Setelah pulang, carilah kakak-kakak yang baru pulang dari medan perang dan berlatihlah dengan mereka, nafsu membunuh mereka belum hilang, kalau kau dapat memancing kekejaman mereka keluar, setelah berlatih, kau tentu akan mendapatkan banyak manfaat". Li Cheng berpaling, lalu dengan gembira berseru, "Baik!", setelah itu ia berlari pergi secepat kilat. Aku dan Huo Qubing berkuda bersama, "Apa kau hendak membesarkan anak serigala" Hatihati, jangan-jangan serigala-serigala bawahanku akan mematahkan kakinya". Aku tertawa cekikikan, "Aku sudah memperingatkannya! 'Mendapatkan banyak manfaat' sepertinya juga termasuk patah lengan dan kaki, kepalanya bisa berubah dari kepala serigala kecil menjadi kepala babi besar". Huo Qubing menggeleng dengan geli, "Barusan ini aku heran kenapa kau begitu baik hati dan mau mengajarnya, tapi sekarang aku merasa bahwa dia bernasib buruk karena bertemu denganmu". Aku memandang Huo Qubing sambil membelalakkan mataku, "Ayah ibunya binasa di bawah pedang bangsa Xiongnu, kau tahu tidak?" "Tak tahu, di markas ada begitu banyak prajurit, aku tak punya waktu untuk mencari tahu asal usul mereka, aku cuma perduli apakah mereka bertempur dengan gagah berani di medan perang atau tidak. Untuk mengajarimu menunggang kuda, Zhao Ponu mengusulkannya padaku". "Aku berjanji pada Li Cheng bahwa kalau ia dapat melayani seratus jurusku, aku akan mohon padamu agar ia diperbolehkan maju ke medan perang". "Kalau menuruti ajaranmu, ia tentu bisa maju ke medan perang, kita lihat saja nanti, sekarang kita lihat dulu apa yang telah kau pelajari dalam beberapa hari ini". Begitu menyelesaikan Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo perkataannya, sepasang kaki Huo Qubing menjepit kudanya, sang kuda pun melompat ke depan dari sisiku. Aku juga sengaja memamerkan hasil jerih payahku beberapa hari ini dan segera memacu kuda untuk mengejarnya. Tak nyana, ia tak sedang berpacu denganku, kadang-kadang ia berbelok ke kanan, ke kiri, atau berputar dan mencongklang ke arah sebaliknya. Walaupun telah berusaha sekuat tenaga, aku tak bisa mengejarnya, malahan karena beberapa kali berbelok dengan cepat, tali kekang menjadi terlalu kencang dan membuat sang kuda marah, sehingga aku hampir terjatuh beberapa kali. Diriku kuat bertarung setengah hari bersama Li Cheng, namun setelah beberapa putaran, ternyata dahiku bermandikan peluh. Huo Qubing memandangiku dengan santai sambil tersenyum lebar. Karena tak berhasil memamerkan kepandaianku di hadapannya, aku melompat turun dari kuda dengan agak kesal, lalu duduk di atas tanah. Huo Qubing duduk di sisiku, "Kau menunggang kuda dengan sangat baik, aku tak menyangka dalam beberapa hari kau dapat belajar sampai ke tingkat ini". Dengan bimbang aku berpaling memandangnya, namun ia berkata sambil tersenyum, "Aku bukan sedang menyenangkan hatimu saja, yang kukatakan memang yang sebenarnya". Mau tak mau aku tersenyum. "Yu er, besok aku akan memimpin pasukan kembali ke Chang'an". Senyum di bibirku kontan sirna, aku menunduk dan menaruh kepalaku di lutut sambil memandangnya dengan muram. "Jangan khawatir, aku tak akan memaksamu pulang ke Chang'an, tapi kau juga tak boleh diam-diam kabur ke padang pasir. Lagipula, kau kan harus mengajari Li Cheng kungfu" Berlatihlah menunggang kuda dengan baik, aku akan segera kembali". Aku diam seribu bahasa dan terus duduk dengan tenang. Kuda di sisiku mendadak meringkik keras, memecahkan kesunyian di sekeliling kami. Huo Qubing tersenyum dan berkata, "Kau tentunya sudah mencicipi nikmatnya memacu kuda. Aku memaksamu belajar berkuda bukan hanya karena berharap kau dapat berkelana bersamaku, tapi juga karena kau pasti akan suka berkuda secepat angin, aku tak ingin kau melewatkan kenikmatan seperti ini dalam hidup". Sambil berbicara ia menarikku hingga bangkit, "Ayo, hari ini si jenderal ini akan mengajarimu beberapa jurus rahasia menunggang kuda yang belum pernah kuajarkan sebelumnya". Di tengah malam, saat sedang tidur nyenyak, tiba-tiba aku merasakan seseorang menyusup ke dalam selimutku, aku merasa amat geram dan segera menyikut perutnya, namun Huo Qubing memelukku erat-erat, menahan tubuhku yang merontaronta, dengan suara pelan ia memohon, "Yu er, aku tak punya maksud apa-apa, besok pagi aku akan pergi, sekarang aku hendak berbaring di sisimu sejenak, jangan tendang aku, aku hanya akan berbaring di ranjang, sumpah, aku tak akan menyentuhmu". Aku berpikir sejenak, lalu menjadi tenang, ia menarik tangannya, tubuhnya pun menjauh, aku bergeser, memberi tempat untuknya di atas ranjang, ia pun berbisik, "Terima kasih". Ia menaruh sebuah lembaran bambu dalam tanganku, aku merabanya dan bertanya, "Apa ini" Kenapa seperti lembar ramalan?" "Memang lembar ramalan, dan kau sendirilah yang memintanya". Aku tertegun, teringat akan lembar ramalan yang beberapa tahun yang lalu kubuang dengan sembarangan, dan teringat pada dirinya yang berdiri tanpa bergeming di bawah pohon Huai. Ternyata ia telah mencari lembaran ramalan ini di tengah semaksemak. Pikiranku penuh rasa duka, namun rasa duka itu bercampur dengan suatu kehangatan, sehingga sepertinya agak berkurang, untuk sesaat aku tak tahu sebenarnya perasaan apa yang sedang kurasakan, dan kenapa aku merasakannya. "Ramalan itu berbunyi, 'Bima Sakti nun jauh, mengejar asmara mengharapkan sepasang bintang. Pasir kuning luas tak berbatas, mengubur bayangan kesedihan'". Aku berpikir sejenak, namun tak bisa memahami apa makna ramalan itu. Apakah ramalan itu mengatakan bahwa aku mengharapkan sepasang bintang namun akhirnya harus mengubur bayangan kesedihan" Kurasa kalimat pertama lebih cocok dengan Huo Qubing, namun kalimat kedua sepertinya menyiratkan suatu kemalangan. Aku tak ingin terlalu memikirkannya dan berkata, "Ramalan selalu berisi perkataan yang tak jelas artinya". "Barusan ini aku mimpi, di mimpi itu kulihat aku telah pulang dari Chang"an, tapi walaupun telah mencarimu, tak bisa menemukanmu, aku pun naik kuda sendirian dan tak hentihentinya melarikannya, namun tetap tak bisa menemukanmu. Yu er, berjanjilah padaku, tak perduli apapun yang terjadi, kau tak boleh melarikan diri, kau harus menungguku pulang". Di tengah kegelapan malam, keangkuhan yang biasanya nampak di matanya di siang hari sedikit berkurang, di matanya lebih banyak nampak rasa bimbang, ia menatapku tanpa berkata apaapa, tak memaksaku, tapi juga tak memohon. Perasaannya nampak dengan jelas, benang-benang cinta mengalir dari matanya, menerjang hatiku dan membuatnya pedih. Sebelum sempat memikirkannya dengan seksama, aku telah berkata, "Setelah ini aku tak akan pergi tanpa berpamitan, bahkan kalaupun aku hendak pergi, aku akan langsung berpamitan padamu". Senyum mengembang di bibirnya, "Aku akan membuatmu enggan berpisah denganku". Orang ini diberi hati minta ampela, aku mendengus dengan dingin, lalu berguling sehingga membelakanginya, "Baiklah! Kalau kau pulang ke Chang"an, jangan sekali-kali memberitahu orang lain dimana aku berada". Setelah diam sejenak, Huo Qubing bertanya, "Siapapun juga?" Aku memikirkan Li Yan, Hong Gu dan yang lainnya, "Ya". "Baiklah". Aku berpaling ke arahnya dan berkata, "Sebentar lagi hari akan terang, cepatlah tidur dulu". Sambil tersenyum ia mengangguk, lalu memejamkan matanya. Aku pun memejamkan mataku, namun pikiranku sulit menjadi tenang. Kalau Li Yan sampai tahu bahwa aku bersama Huo Qubing, mungkin ia akan langsung bergerak untuk menghancurkan Luoyu Fang. Kupikir aku dapat melarikan diri dari kerumitan kehidupan di Chang"an dengan meninggalkan sepucuk surat, tapi hidup manusia memang seperti kata Huo Qubing, bagai sulur yang saling membelit tak ada hentinya, dan tak seperti yang kupikirkan, aku tak dapat meninggalkan dan melupakan segalanya hanya dengan pergi. Dalam benakku berbagai pikiran muncul silih berganti, entah kapan aku jatuh tertidur, saat terbangun di pagi hari, tempat di sisiku sudah kosong melompong, entah gerakannya yang lincah, atau diriku yang tidur dengan sangat nyenyak, entah kapan ia pergi, aku sama sekali tak merasakannya. Tanganku mengelus tempat yang kemarin ditidurinya, lalu aku memandang ke depan sambil termenung-menung. -------------------"Seratus!" Li Cheng yang tangannya berlumuran darah berseru keras-keras, lalu dengan lemas membuang pedangnya ke atas tanah, setelah itu ia pun ambruk ke atas tanah. Dengan kening berkerut aku memandangnya, "Jangan mati karena kehabisan darah sebelum maju ke medan perang, rawat lukamu baik-baik dulu". Sambil meringis kesakitan Li Cheng tertawa, lalu dengan bertumpu pada sepasang tangannya, ia bangkit, "Sudah seratus jurus, Jin Dage, kau harus menepati perkataanmu". Air mata samar-samar nampak berlinangan di matanya, aku tersenyum dan mengangguk, "Sudah tahu, carilah tabib untuk membalut lukamu, malam ini aku akan mentraktirmu makan kenyang di pasar, supaya tubuhmu kuat". Ketika melihat sup ayam dengan angco, wajah Li Cheng nampak agak kecewa, "Kita akan makan ini?" Dengan heran aku berkata, "Bukankah ini jauh lebih enak dibandingkan ransum di markas" Makanan di markas jarang ada minyaknya". "Tentu saja tak bisa dibandingkan, tapi walaupun enak, terlalu ringan, seperti makanan perempuan yang baru melahirkan", kata Li Cheng sambil memandangi daging ayam yang putih itu. Sambil tertawa aku memberinya sebuah sendok kayu, "Akhirakhir ini kau banyak kehilangan darah, maka aku sengaja membantumu menambah darah, jangan cerewet, cepat makan!" Setelah selesai makan, dua lelaki menaiki kuda mereka dan pergi, ketika kuda mereka berlari melewati jendela, tanpa sengaja aku memandang mereka, cap serigala biru di pantat kuda mereka seakan hidup, aku tak ingat dimana pernah melihatnya sebelumnya. Melihatku tertegun sambil mengerutkan dahi, Li Cheng mengetuk mangkukku dengan sumpitnya, "Jin Dage, apa yang sedang kau pikirkan?" Aku cepat-cepat tersenyum sambil menggeleng. Saat pelayan datang membawa teh, dengan asal aku bertanya, "Lelaki-lelaki bertubuh tegap yang baru keluar itu orang sini?" Sambil menuang teh, sang pelayan berkata, "Bukan, dari penampilannya, mereka sepertinya orang suruhan sebuah keluarga kaya dan berpengaruh, sepertinya salah seorang anggota keluarga mereka hilang, dimana-mana mereka bertanya tentang seorang nona. Ai! Saat ini bencana perang terus berulang, orang tak bisa hidup dan terpaksa menjadi bandit, para pedagang pun harus menyewa jago-jago silat, baru bisa melewati Hexi dan Xiyu, jangan-jangan nona itu telah bernasib malang!" Li Cheng mendengus dengan dingin dan berkata, "Semua ini gara-gara bangsa Xiongnu, setelah berhasil mengalahkan bangsa Xiongnu, kita semua akan dapat hidup dengan tenang dan tak usah menjadi bandit". Dari wajahnya, sang pelayan menyetujui perkataannya, ia membuka mulutnya, namun kembali menutupnya, lalu menuang teh sambil tersenyum dan mengundurkan diri. Kehidupan menjadi sangat sederhana dan tenang, selama hampir sebulan, setiap hari, selain berlatih silat dan menunggang kuda dengan Li Cheng, atau bermain dengan Xiao Qian dan Xiao Tao, aku hanya melewatkan waktu dengan santai. Ketika aku mulai bosan, surat Huo Qubing tiba. ?""..aku dan Gongsun Ao memimpin pasukan berangkat dari utara, masing-masing pasukan akan menyerang Xiongnu. Kali ini Li Gan juga ikut bertempur,"..." Dahiku berkerut. "Jangan mengerutkan dahimu, ia berangkat dari barat bersama ayahnya, Li Guang. Kami akan memimpin pasukan masing-masing, sampai akhir pertempuran, kemungkinan kami untuk bertemu tak besar. Setelah menerima surat ini, segera pergilah bersama pembawa surat ini ke markas utara". Chen Ankang yang mengantarkan surat itu menunggu untuk waktu yang lama, ketika melihatku masih duduk sambil tertegun, dengan suara pelan ia berkata, "Jenderal memerintahku untuk membawa gongzi ke markas utara". Aku menghela napas, "Jenderal tentu memberi perintah lain padamu, sepertinya mau tak mau aku harus pergi, kalau memang harus pergi, ayo pergi! Tapi aku ingin mengajak Li Cheng, apakah kau dapat melakukannya?" Chen Ankang menjura, "Mengenai hal ini caixia dapat melakukannya, caixia akan memerintah komandan di sini untuk membebaskannya, dengan demikian, sesampainya di tempat jenderal, caixia akan dapat mempertanggungjawabkannya". Aku bangkit dan berkata, "Kalau begitu, ayo berangkat!" Seakan telah terbebas dari sebuah beban berat, Chen Ankang menghembuskan napas lega dengan suara pelan aku pun menyindirnya, "Entah apa yang diperintahkan jenderal padamu sampai kau menjadi begitu tegang". Sambil tersenyum ia berkata, "Tak cuma jenderal yang memberi perintah padaku, sebelum pergi ayah mengomeliku semalaman sehingga aku tak tahu harus berbuat apa, aku benar-benar khawatir gongzi akan menolak". Dengan heran aku memandangnya, "Ayahmu?" Chen Ankang tersenyum dan berkata, "Gongzi kenal ayahku, dia adalah pengurus rumah tangga jenderal". "Ah!", ujarku, aku menunjuk diriku sendiri, "Kalau begitu kau tahu aku adalah".." Sambil tersenyum ia mengangguk, aku pun merasa akrab dengannya dan menggerutu padanya, "Coba lihat bagaimana jenderalmu menyiksaku, seumur hidupku akulah yang membuat orang lain menderita, kapan aku pernah disiksa orang lain?" Sambil menunduk Chen Ankang tersenyum, "Takdir membuat musuh menjadi kawan". Melihatku menatapnya dengan tajam, ia cepat-cepat menambahkan, "Itu bukan perkataanku, tapi perkataan ayah". Aku memberikan sangkar burung kepadanya, lalu berkata dengan kesal, "Bawalah". Aku pun memberikan buntalanku padanya, "Ambillah". Setelah melihat ke sekelilingku, aku segera keluar dari tenda. Aku berbaring di dalam kereta, berpura-pura tidur siang, dengan penuh semangat Li Cheng melompat-lompat, kadang-kadang ia pergi ke sisi Chen Ankang dan bertanya tentang keadaan di medan perang dengan cerewet. Setelah terbiasa terguncang-guncang dengan keras di punggung kuda, kali ini duduk di dalam kereta terasa amat nyaman, sebelum merasa lelah, kami telah tiba di markas utara. Ketika melompat turun dari kereta, mataku masih kabur, namun Huo Qubing telah menarikku ke dalam pelukannya. lalu berbisik, "Sudah sebulan aku tak melihatmu, sudah sebulan penuh aku khawatir, jangan-jangan suatu hari aku terbangun dan menerima surat yang mengatakan bahwa kau telah pergi, tapi untung saja, walaupun kau sering berbohong, kau selalu memegang janjimu". Orang ini benar-benar suka berbuat sesuka hatinya tanpa memperdulikan pandangan orang lain. Aku memukulinya, hendak mendorongnya pergi, namun ia menarik bahuku sehingga aku tak bisa bergerak. Dengan penuh perhatian, Chen Ankang menunduk dan mempelajari warna tanah di markas utara, namun dengan wajah terkejut, Li Cheng menatap kami dengan mata terbelalak. Aku menghela napas panjang, kebohongan apa lagi yang dapat kukarang kali ini" Kungfu apa yang perlu dilatih dengan cara berpelukan" Setelah beristirahat dua hari di markas, pasukan bersiap untuk berangkat, Huo Qubing dan Gongsun Ao sepakat untuk menyerang Xiongnu dari dua sisi dan saling membantu, setelah itu, pasukan berkuda Jenderal Li Guang akan menyokong mereka dari belakang, untuk memastikan bahwa semua akan berjalan dengan lancar. Langit gelap gulita, tak nampak sebuah bintang pun, hanya bulan sabit yang sedang tenggelam nampak tergantung di sudut langit. Di bumi yang sunyi senyap hanya terdengar derap kaki kuda. Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Baju zirah yang tak terhitung banyaknya berkilauan. Di depan debu nampak bergulung-gulung, di belakang debu pun nampak bergulung-gulung, hatiku penuh rasa gelisah yang sulit dilukiskan. Huo Qubing melirikku, lalu mengenggam tanganku, "Tak apa-apa, aku tak akan membiarkan orang Xiongnu melukaimu". Aku mengigit bibir bawahku, "Aku agak mengkhawatirkan Li Cheng. Apakah aku telah melakukan sesuatu yang benar atau tidak" Aku sama sekali tak mengerti kejamnya medan perang, begitu ia naik ke punggung kuda, hidup dan mati hanya terpisah oleh selembar rambut, sering kali walaupun pandai berkelahi seseorang tak dapat kembali hidup-hidup". Huo Qubing mengenggam tali kekang, matanya terus memandang ke kegelapan tak berbatas di hadapannya, sinar matanya sedingin bulan dingin di angkasa, "Kalau membunuh orang Xiongnu adalah keinginan terbesar dalam hidupnya, walaupun harus binasa, asalkan dapat melakukan perbuatan yang ingin dilakukannya, ia tak akan menyesal, memangnya dia sudi tetap hidup dengan tenang" Tak ada yang bisa menjamin apakah seseorang akan hidup atau mati di medan perang". Aku mencibir, "Kau mengingkari perkataanmu sendiri, barusan ini kau menjamin bahwa tak akan terjadi apa-apa padaku". Ia berpaling ke arahku dan berkata sembari tersenyum, "Karena aku Huo Qubing, kau adalah suatu perkecualian". Dengan kesal aku mengerenyitkan hidungku, lalu menggelenggeleng sambil tertawa, tanpa terasa, suasana tegang dan menekan barusan ini telah sirna. Setelah bergerak dengan cepat selama sehari dan semalam, pasukan mendirikan kemah sederhana dan beristirahat. Walaupun aku sudah bekerja keras untuk mempersiapkan diri, setelah untuk pertama kalinya duduk di punggung kuda begitu lama, kaki dan pinggangku seakan bukan milikku lagi. Begitu mendengar Huo Qubing memberi perintah untuk beristirahat, aku segera melompat turun dan berbaring di tanah. Huo Qubing duduk di sisiku, lalu bertanya sembari tersenyum, "Sekarang kau tahu bahwa uangku tak mudah didapat, bukan" Setelah ini kau harus sedikit berhemat". Aku baru saja hendak berbicara, namun Chen Ankang telah cepat-cepat maju dan menghormat, dengan wajah serius, Huo Qubing bertanya dengan suara rendah, "Masih belum berhasil bertemu dengan Gongsun Ao?" Chen Ankang menjura dan melapor, "Semua mata-mata yang dikirim melapor bahwa mereka masih belum dapat menemukan Jenderal Gongsun, sampai sekarang Jenderal Gongsun belum tiba di tempat pertemuan yang sudah disepakati, beliau juga belum mengirim orang untuk menemui kita. Pasukan yang dipimpin Jenderal Zhang Qian dan Li Guang juga belum ada kabarnya, tak sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya". Huo Qubing terdiam sesaat, lalu berkata dengan hambar, "Kirim orang untuk berusaha mencari lagi, kabar tentang Gongsun Ao tak boleh tersebar keluar, malam ini perintahkan semua orang beristirahat dengan baik". Aku berpikir sejenak, walaupun hafal ilmu perang, namun aku hanya tahu ilmu dari buku saja, satu-satunya cara yang terpikir olehku adalah: kita harus segera mundur, sama sekali tak boleh menyerang. Pasukan pendamping entah kenapa tak tentu rimbanya, dan sekarang pasukan penyokong pun entah sedang tertahan di mana. Begitu pertempuran dimulai keadaan kita sudah kacau balau dan berada di pihak yang lemah. Setelah berjalan berputar-putar beberapa kali, Huo Qubing berkata padaku, "Tidurlah dengan nyenyak, jangan berpikir yang tidak-tidak". "Kau bagaimana?" "Aku juga akan tidur". Setelah berbicara ternyata ia mengelar selimut, berbaring di atasnya, lalu tidur. Situasi berubah dengan amat cepat, aku tak sempat bereaksi dan menjadi tertegun, bukankah ia seharusnya memikirkan jalan keluar" Namun setelah itu aku berubah pikiran, kalau sang jenderal tak khawatir, kenapa aku harus khawatir" Kalau langit runtuh dialah yang akan tertimpa dahulu. Aku menyelimuti diriku sendiri, lalu tidur dengan nyenyak. Begitu fajar menyingsing di ufuk timur, pasukan telah siap berangkat, tapi Gongsun Ao dan Li Guang masih tak ada kabarnya, Huo Qubing tersenyum dan berkata padaku, "Dahulu Li Guang tersesat, sekarang jangan-jangan ia kembali tersesat, oleh karenanya aku sengaja minta pada kaisar agar Zhang Qian yang hafal keadaan alam di Xiyu ikut dengan Li Guang, tak nyana sekarang Gongsun Ao yang sudah lama ikut paman yang tersesat". Aku berkata, "Kalau begitu, sekarang apa yang harus kita lakukan?" Huo Qubing memandang mentari merah yang sedang dengan perlahan terbit di ufuk timur, lalu menunjuk Qilian Shan, "Kita akan pergi ke sana". Aku segera menarik napas panjang, setelah memandang Qilian Shan di kejauhan, hatiku perlahan-lahan menjadi tenang, masuk ke dalam wilayah musuh bukan untuk pertama kalinya baginya. Ketika melakukannya untuk pertama kalinya, ia memimpin delapan ratus penunggang kuda masuk ke wilayah Xiongnu, setelah itu, ia memimpin selaksa prajurit berperang selama enam hari, malang melintang di lima negara Xiongnu, walaupun menurut rencana awal pasukannya tak akan berperang sendirian, namun akhirnya ia harus melakukannya. Qilian Shan subur dan banyak airnya, gunung itu adalah tempat utama bangsa Xiongnu menggembalakan ternak mereka, dan juga gunung yang menjadi kebanggaan mereka. Pertempuran kali ini akan sengit, tapi kalau dapat menang, A Die pasti akan sangat senang. A Die....... Ketika Huo Qubing melihatku memandang Qilian Shan sambil termenung, dengan nada meminta maaf ia berkata, "Tadinya kukira serangan ini akan agak santai, namun ternyata kita harus bergerak cepat". Aku segera memusatkan perhatianku, tak mau ia menjadi bingung karena diriku, aku berpura-pura tersenyum dengan santai dan berkata, "Aku tak akan membiarkanmu dibandingkan dengan kawanan serigalaku". Huo Qubing tersenyum dan mengangguk, lalu mengangkat cambuk kudanya dan menerjang ke arah pasukannya, sinar mentari yang sedang terbit menyinari punggungnya, baju zirahnya memancarkan sinar perak yang berkilauan, ia seakan matahari yang sedang melaju dengan cepat, gagah perkasa, bersinar dengan cemerlang. Pasukan di bawah komando Huo Qubing adalah pasukan bernyali besar, begitu disemangati olehnya, kegagahan mereka pun muncul, puluhan ribu prajurit berkuda mengikuti di belakang Huo Qubing mencongklang ke barat daya. Setelah berlari dengan cepat selama setengah hari, dengan heran aku bertanya pada Chen Ankang, "Kenapa kita kembali ke jalan yang kita lewati tadi?" Chen Ankang mengaruk-garuk kepalanya, memandang ke sekelilingnya, mendongak melihat matahari, lalu berkata dengan malu, "Sepertinya begitu, tapi di Gurun Gobi barat daya ini, depan belakang sulit dibedakan, kemanapun aku melihat semuanya nampak sama, tak ada bedanya. Mungkin jenderal sedang mengambil jalan memutar". Aku menggeleng, "Kau tanyalah pada jenderal apakah sebenarnya ia tahu sedang berputar-putar, barusan ini ia menertawakan Jenderal Gongsun Ao yang tersesat, jangan sampai ia sendiri juga tersesat di padang pasir". Wajah Chen Ankang langsung berubah, ia mengangguk dan segera memacu kudanya ke barisan depan. Tak lama kemudian, Huo Qubing berkuda ke sampingku, "Menurut laporan mata-mata, Xiongnu agaknya sudah tahu dimana kita berada, aku tak boleh membiarkan mereka menebak tujuan kita, maka aku harus membuat mereka kehilangan jejak kita. Kita tak bisa membiarkan Xiongnu menyergap kita saat pasukan sudah kelelahan". Aku memandang elang yang terbang berputar-putar di angkasa dan berpikir tanpa berkata apa-apa, ia kembali berkata, "Sejak kecil aku telah membaca peta daerah barat daya bersama paman, berputar-putar tak akan membuatku tersesat. Sekarang kau ada di sini dan aku lebih dapat berputar-putar lagi tanpa khawatir akan tersesat. Mereka sekalian kubuat kebingungan, sehingga kita dapat menyerang mereka saat mereka lengah". Aku memacu kudaku hingga tiba di sebelah kuda orang yang membawa sangkar burungku, aku menyuruhnya memperhatikan sangkar itu baik-baik agar Xiao Tao dan Xiao Qian tak terbang keluar. Xiao Tao mengibaskan sayapnya dengan kesal, setelah aku menepuknya dua kali, ia baru menjadi tenang. Setelah berpacu dari pagi hingga hari gelap, wajah Huo Qubing perlahan-lahan menjadi gelap, kami telah dua kali berputar di Gurun Gobi, seharusnya Xiongnu sudah tak dapat mengikuti jejak kami, akan tetapi mereka sepertinya masih dapat mengetahui dengan amat jelas di mana pasukan kami berada, mata-mata mereka pun masih dapat mengikuti kami dari kejauhan. Huo Qubing memerintahkan pasukan beristirahat untuk makan, namun ia sendiri hanya memegang mantou tanpa makan sesuap pun, aku mencibir, lalu tersenyum dan bertanya padanya, "Apa yang sedang kau pikirkan?" "Dengan kecepatan dan gerakan kita yang acak, bagaimana Xiongnu bisa tahu manuver pasukan kita" Sebelumnya aku tak pernah mengalami kejadian seperti ini. Mula-mula kitalah yang menyerang Xiongnu namun sekarang kita malahan dikejar oleh mereka". Dahi Huo Qubing berkerut, wajahnya nampak heran. Aku menunjuk ke angkasa, ia pun mendongak melihat angkasa, di langit samar-samar nampak dua bayangan hitam, untuk sesaat ia tertegun, lalu bereaksi, dengan terkejut ia memandangku, "Maksudmu, dua hewan berbulu hitam itu mata-mata Xiongnu?" Aku mengangguk, "Mereka adalah hewan yang paling menyebalkan, dahulu kalau kami menangkap mangsa, mereka tak henti-hentinya berputar-putar di angkasa, mencari kesempatan untuk merebutnya, mereka bahkan pernah merebut mangsa yang berada di samping Lang Xiong. Karena mereka bisa terbang, Lang Xiong tak dapat berbuat apa-apa, setelah diusir, mereka berputar-putar di angkasa dan kembali turun untuk merebut mangsa. Oleh karenanya aku sangat tahu tentang mereka. Tingkah laku elang-elang ini sangat luar biasa, di siang bolong tak mencari makan ke segala penjuru dan malahan berterbangan di atas kepala kita". Sambil tersenyum getir Huo Qubing menggeleng, "Sebelumnya aku hanya mendengar kabar burung bahwa ada burung elang yang dapat menjadi mata-mata bagi tuannya, tak nyana kabar burung itu menjadi kenyataan. Aku sangat beruntung dapat menemukannya, entah berapa banyak elang seperti ini yang dipelihara bangsa Xiongnu". Aku berkata, "Sarang mereka berada di tempat yang tak didatangi manusia, sehingga sangat sulit mendapatkan anakan mereka. Sifat mereka angkuh dan cinta kebebasan, kalau tak dipelihara sejak kecil, jangan-jangan mereka lebih suka mati daripada mematuhi perintah manusia, oleh karenanya, punya dua ekor saja sudah sangat sulit bagi bangsa Xiongnu. Kalau mereka dapat dengan sangat mudah dipelihara, keberadaan mereka tak akan hanya diketahui melalui kabar burung saja. Dan saat itu kau pun tak akan dapat dengan mudah menerobos ke wilayah Xiongnu dengan delapan ratus orang". Huo Qubing tertawa sambil memukul lututnya sendiri, ia mendongak memandang langit. "Cuma dua ekor ini" Gampang membereskannya. Besok aku akan memanah mereka, malamnya kita makan elang panggang". Memanah elang mungkin bukan hal yang sulit, namun memanah elang yang telah dilatih manusia ternyata tak mudah. Sejak pagi, Huo Qubing dan seorang jago panah lain berusaha memanah kedua elang itu, namun mereka berdua terbang tinggi dan berputar-putar di angkasa, hampir selalu di luar jangkauan panah. Setelah setengah hari, ternyata kesempatan untuk memanah mereka sudah hilang, aku sudah tak sabar lagi dan hanya memacu kudaku saja, tak melihat apakah mereka berhasil memanah elang-elang itu atau tidak. Namun sikap Huo Qubing sangat berbeda dengan sikap tak sabarnya dahulu, ia nampak luar biasa tenang dan penuh tekad, saat ini ia bagai seekor serigala yang berpengalaman, yang bersedia bersembunyi sehari penuh, atau bahkan sampai beberapa hari, untuk menangkap mangsa, dengan amat sabar mengamati buruannya, menunggu sampai sang mangsa lengah, lalu membunuhnya dengan satu pukulan. Sekonyong-konyong, terdengar sorak-sorai, dengan girang ia menengadah, sebuah titik hitam sedang jatuh dengan cepat, sedangkan burung yang seekor lagi ikut turun mengejarnya sambil memekik sedih, namun sebatang panah berbulu putih menyerempet tubuhnya dan ia pun kembali terbang tinggi, setelah itu burung itu terbang berputar-putar di ketinggian, tak henti-hentinya memekik penuh duka, namun tak terbang ke bawah. Jago panah yang bersama Huo Qubing memanah elang itu berlutut di hadapannya untuk mohon ampun, "Hamba tak becus, mohon jenderal menghukumku sesuai dengan hukum militer". Seorang prajurit datang membawa tubuh elang yang mati itu dan menyerahkannya pada Huo Qubing, akan tetapi Huo Qubing hanya memandang burung elang yang masih terbang di angkasa itu dengan wajah serius, ia melambaikan tangannya untuk menyuruh mereka mundur. Dengan cemas aku memandang Huo Qubing, kali ini keadaan benar-benar runyam. Elang itu telah dilatih secara khusus, jauh lebih waspada dibandingkan elang liar, dan tak punya sifat suka bermain dan ingin tahu mereka, setelah ketakutan, ia sama sekali tak akan memberi kesempatan pada kami untuk memanahnya. Mata-mata semacam ini sulit digantikan, bangsa Xiongnu pasti murka sehingga mungkin kami harus melancarkan serangan dalam waktu dekat, selain itu, musuh mengenali kami, sedangkan kami tak mengenali mereka, sehingga kami berada di pihak yang lemah. Tiba-tiba Huo Qubing berpaling ke arahku, senyumnya cemerlang, wajahnya penuh rasa percaya diri, bagai mentari musim panas Gurun Gobi yang terik, yang saat ini menyinari bumi hingga sama sekali tak berbayang-bayang. Aku terpengaruh oleh wajahnya yang berseri-seri sehingga di tengah rasa murungku, mau tak mau aku tersenyum. Karena Huo Qubing, rasa percaya diriku mendadak bertambah, rasa murungku menghilang, kalau aku merasa seperti itu, apalagi para prajurit Yulin yang mengikutinya ke medan perang" Setelah dua kali berperang, kemenangan besar Huo Qubing membuat Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka percaya penuh padanya, seakan asalkan mengikuti Huo Qubing, apapun di hadapan mereka akan dapat mereka kalahkan. Huo Qubing percaya pada dirinya sendiri, dan keberhasilannya membuat rasa percaya diri itu menyebar ke setiap prajurit. Karena pasukan berkuda menggunakan banyak sekali air, mereka sangat perlu menambah persediaan air. Setelah bertanya padaku tentang mata air terdekat, ia memutuskan untuk pergi ke Danau Juyan. Juyan adalah Bahasa Xiongnu, artinya air lemah dan pasir hisap, letaknya di pedalaman wilayah Xiongnu. Elang yang masih hidup terus mengikuti kami, namun selain terkadang mendongak untuk memandangnya, Huo Qubing tak nampak cemas. Saat kami mendekati danau, Chen Ankang dan seorang pemuda lain yaitu Zhao Ponu menghampiri kami. Pandangan mata Chen Ankang menyapu ke wajahku, lalu ia secepat kilat menunduk, dengan heran aku memandang mereka. Huo Qubing berkata dengan hambar, "Kalau ada urusan bicaralah". Zhao Ponu berkata, "Sekarang Xiongnu pasti sudah tahu bahwa kita akan pergi ke Danau Juyan, hal ini tak dapat dihindari, kalau harus bertempur kami akan bertempur, kami tak takut pada pertempuran ini, tapi kalau sampai kalah langkah dari Xiongnu, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi kita. Hamba mempunyai akal untuk membunuh binatang itu". Setelah berbicara, pandangan matanya beralih ke arahku. Aku paham maksudnya dan mendengus dengan dingin, lalu melengos, memandang ke arah lain. Dengan wajah tenang Huo Qubing berkata, "Pergilah! Jangan ungkit-ungkit masalah ini lagi". Zhao Ponu berlutut, "Jenderal, kalau kita memancing elang itu dengan burung merpati, asalkan dapat memanahnya tepat pada waktunya, merpati-merpati itu akan baik-baik saja. Bahkan kalau terjadi kesalahan, mengorbankan dua merpati ini dapat membalikkan keadaan kita yang tidak menguntungkan ini. Setelah kembali ke Chang'an, hamba bersedia memberikan banyak uang kepada Saudara Jin agar ia dapat membeli burung merpati yang bagus". Dengan penuh kebencian aku memandang Zhao Ponu, mengibaskan lengan bajuku, lalu cepat-cepat mengambil sangkar merpatiku, aku tak lagi berani membiarkan orang lain membawakannya untukku, kalau mereka berada di sisiku, aku barulah merasa lega. Chen Ankang berkuda di sisiku untuk beberapa lama, melihatku sama sekali tak memperdulikannya, sambil tersenyum ia berkata, "Kau jangan marah. Bukankah jenderal tak menyetujui gagasan buruk kami?" Tanpa berkata apa-apa, aku memandang ke depan, ia kembali berbicara sambil tersenyum, namun aku tak mengatakan sepatah kata pun, akhirnya dengan jengah ia terpaksa menutup mulutnya. "Dimana Li Cheng" Aku agak mencemaskannya. Begitu sampai di tepi danau, apakah ia boleh ikut denganku?", aku berkata dengan wajah kesal. Chen Ankang segera menyanggupi permintaanku sambil tersenyum, ia memanggil seorang prajurit dan memerintahnya untuk mencari Li Cheng. Rumput hijau rimbun, permukaan air danau jernih dan luas, sinar mentari dan awan terpantul di permukaannya. Saat angin bertiup, gelagah bagai tirai sutra yang melambai-lambai. Angsa liar terkadang terbang dari tengah gelagah dan mendarat di danau. Di tengah danau juga ada sekawanan bangau berbulu putih dan berparuh merah yang sedang berenang-renang. Li Cheng memandang Danau Juyan tanpa berkedip, dengan pelan ia memuji, "Indah sekali! Ternyata bangsa Xiongnu juga punya tempat yang indah". Dengan suara rendah aku berkata, "Di danau ini juga banyak ikan, waktu kecil aku dan......" Tiba-tiba aku menghela napas dengan pelan, menelan perkataan yang baru saja hendak kuucapkan dan hanya memandang permukaan danau dengan tertegun. Di tengah pekikan terkejut, beribu-ribu burung air tiba-tiba terbang ke angkasa dari tengah gelagah dan danau, Huo Qubing adalah orang yang pertama mementang busurnya. Aku bukan orang yang belum pernah berjuang mempertahankan hidup, dan juga telah mengalami berbagai peristiwa dimana hidupku berada di ujung tanduk, tapi setelah berada di tengah medan pertempuran bersama puluhan ribu orang, aku baru sadar bahwa pengalamanku sebelumnya itu tak lebih dari permainan anak-anak. Kuda meringkik dan orang berteriak, pedang berkilauan dan anak panah berhamburan, bayangan langit di permukaan danau terkoyak oleh sinar dingin yang melesat di angkasa hingga hancur berkeping-keping. Darah segar merah tua menciprat di mana-mana, bagai bunga yang sedang mekar, namun ia hanya mekar sesaat dan segera luruh, bagai nyawa yang melayang. Sekuntum demi sekutum nyawa merah tua mekar tak hentihentinya, dengan semarak namun penuh duka berayun-ayun di atas kilauan pedang. Aku tak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di depanku, aku hanya merasakan bahwa mataku penuh bayangan darah, Chen Ankang menguncangkan bahuku dan berkata sembari tersenyum, "Ketika maju ke medan perang untuk pertama kalinya, aku begitu takut sampai hampir kencing di celana, kulihat kau lebih kuat dariku, hanya wajahmu yang pucat pasi". Aku tahu bahwa ia hanya berusaha menenangkan diriku, aku memandangnya, namun tak kuasa berkata apa-apa. "Mana Li Cheng?", jeritku dengan terkejut. Chen Ankang memandang ke sekelilingnya, lalu dengan tak berdaya berkata, "Jangan-jangan bocah ini ikut menerobos pasukan Xiongnu di garis depan". Aku begitu marah sampai hampir menampar diriku sendiri. Aku memacu kudaku, namun Chen Ankang menahan tali kekangku, "Kau tak bisa maju ke garis depan, ini perintah jenderal, lagipula, kau maju ke garis depan pun sekarang tak ada gunanya, kau tak dapat mencari Li Cheng. Kau belum pernah berlatih dengan pasukan ini dan tak tahu bagaimana bertempur bersama mereka, kau hanya akan merepotkan para prajurit di sekelilingmu, lebih baik kau tunggu di sini sampai pertempuran berakhir". Aku mengenggam tali kekang erat-erat, dengan mata terbelalak melihat pertempuran sengit itu. Dengan suara pelan, Chen Ankang berkata, "Begitu maju ke medan perang, hidup mati tergantung pada Langit. Kemarin teman minum arak, esoknya gugur di depan matamu adalah suatu hal biasa". Hatiku langsung menjadi tercekat, aku hendak bergerak namun tak berani melakukannya, aku menenangkan suaraku dan bertanya, "Kalau begitu.......jenderal pasti akan selamat?" Chen Ankang terdiam sejenak, lalu berkata, "Di medan perang tak ada kepastian seseorang akan selamat atau tidak, tapi sejak kecil jenderal sudah berlatih berperang melawan Xiongnu di Markas Yulin, dan juga telah diajar oleh Jenderal Besar Wei sendiri, ia sudah sangat berpengalaman, tak mungkin terjadi apaapa". Darah Xiongnu, darah Han, aku tak tahu untuk siapa hatiku bergetar, dengan wajah terpana aku mendongak memandang langit biru, untung saja langit biru dan awan putih masih seperti sediakala. Setelah Xiongnu kalah dan pergi, Danau Juyan kembali tenang, gelagah masih menari-nari dengan gemulai ditiup angin, namun bau darah dan mayat yang memenuhi udara membuat burung bangau dan angsa liar tak berani kembali, malahan burung nazarlah yang perlahan-lahan berkumpul di angkasa, mereka terbang berputar-putar sambil memandang makanan lezat yang melimpah. Aku memandang ke sekelilingku, Huo Qubing memacu kudanya dan menghampiriku, "Kau tak apa-apa?" Aku memaksa diriku untuk tersenyum seraya mengangguk, namun mataku masih mencari-cari diantara orang banyak. Sambil tersenyum, Chen Ankang menunjuk ke sebelah kanan, "Bukankah itu Li Cheng?" Sambil menyeret pedang, dari kejauhan Li Cheng melambaikan tangannya, hatiku menjadi lega, aku ikut melambaikan tangan padanya. Walaupun wajahnya berlinangan air mata, ia nampak bersemangat, ia menerjang ke arahku seraya berseru, "Aku sudah balas dendam untuk papa, mama dan jiejie, aku sudah balas dendam, aku sudah memerangi bangsa Xiongnu......" Sesosok mayat Xiongnu yang tergeletak di tanah mendadak bangkit dan melemparkan sebilah pisau ke arah Li Cheng. "Awas!", teriakku dengan kaget sambil berlari menghampirinya, aku pun melemparkan ikat pinggangku untuk memukul jatuh pisau itu, namun jaraknya terlalu jauh dan aku hanya dapat melihat pisau itu menembus dada Li Cheng. Sebatang anak panah melesat dari belakangku dan memaku prajurit Xiongnu itu ke tanah. Li Cheng menunduk memandang pisau yang menembus dadanya itu, lalu menengadah dan memandangku dengan tertegun, seakan belum tahu apa yang terjadi. Aku memayang tubuhnya yang ambruk, dengan sekuat tenaga, aku menekan dadanya, akan tetapi darah segar telah mengucur keluar tanpa henti. Chen Ankang berseru, "Tabib, tabib......" Huo Qubing berjongkok dan memeriksa lukanya, lalu memandangku sambil menggeleng-geleng, "Tepat mengenai jantungnya". Li Cheng memandang darah di tangannya, "Apakah aku akan mati?" Aku ingin menggeleng, namun tak kuasa melakukannya dan menatap sang tabib. Li Cheng mengenggam tanganku erat-erat, namun aku malahan menarik tangannya, seakan dengan demikian aku dapat menahan nyawanya yang akan melayang. "Jin Dage, kau jangan sedih, aku sangat senang, aku sudah membunuh orang Xiongnu dan sekarang akan berjumpa lagi dengan papa, mama dan jiejie, aku sangat rindu pada mereka, rindu sekali....." Darah masih mengucur keluar dengan deras, namun tangannya sedikit demi sedikit menjadi dingin, aku tak bergeming, memeluk Li Cheng, darah meluap keluar dari tanganku, hatiku tenggelam di tengah warna merah yang sedingin es itu, "Semua ini salahku, semua ini salahku....." Dengan suara pelan Chen Ankang memanggilku, "Jin......." Huo Qubing melambaikan tangannya untuk menyuruhnya diam, "Kau atur barisan dahulu, setelah itu bersiap untuk berangkat". Setelah memberi hormat, Chen Ankang segera mengundurkan diri. Tanpa berkata apa-apa, dengan tenang Huo Qubing berdiri di sisiku sambil memandang Danau Juyan, dengan lembut aku menaruh tubuh Li Cheng, lalu berjalan ke tepi danau dan mulai mencuci tangan, setelah memperhatikanku dengan diam untuk beberapa saat, Huo Qubing memerintah para prajurit untuk memperabukan jenazah Li Cheng. Ia melangkah ke sisiku, lalu berjongkok dan mencuci tangannya di sampingku, "Setelah pertempuran selesai, aku akan memerintahkan agar abunya dikubur di sisi keluarganya, ia tak akan kesepian". Aku menengadah memandang burung-burung nazar yang terbang berputar-putar, diantara burung-burung itu, elang yang tinggal satu-satunya itu tak nampak dengan jelas. Derap kaki kuda terdengar bergemuruh, mencongklang dengan cepat, aku masih terus diam, Huo Qubing pun masih terus dengan tenang menemani di sisiku, dari waktu ke waktu aku memandang titik hitam kecil yang terbang tinggi di angkasa itu, lalu kembali memacu kudaku. Ketika aku kembali memandang ke angkasa, Huo Qubing berkata, "Kejadian itu bukan salahmu, jangan menyalahkan dirimu sendiri lagi, perang memang penuh kematian, ketika memutuskan untuk masuk tentara, Li Cheng tentu sudah siap menerimanya". Aku memandang langit yang berwarna biru tua, "Tapi kalau aku tak berjanji padanya bahwa ia boleh maju ke medan perang, mungkin sekarang ia masih hidup". Dengan kesal Huo Qubing berkata, "Kau terlalu keras kepala, kalau kau tak ada, Li Cheng pun akan mencari cara agar dapat secepatnya maju ke medan perang, lagipula, seorang lelaki tak bisa mengingkari perkataannya, kalau aku menyuruh Li Cheng memilih balas dendam atau hidup dengan tenang, ia masih akan memilih untuk balas dendam". Aku berpaling dan memandang Huo Qubing, "Kalau kita tak memanah burung pengkhianat itu, jangan-jangan kita tak akan dapat sampai ke Qilian Shan tanpa halangan". Huo Qubing menengadah memandang angkasa, "Kita tunggu kesempatan tiba dengan perlahan-lahan, ia tak mungkin terusmenerus waspada". Aku memandang Xiao Tao dan Xiao Qian, "Pada mulanya pasukan dibagi menjadi tiga bagian untuk saling mendukung, tapi sekarang Jenderal Li Guang dan Jenderal Gongsun Ao tidak diketahui keberadaannya, selain itu, kita juga berada di wilayah Xiongnu dan hanya dapat mengandalkan serangan mendadak, kalau kita menunggu lagi, mungkin kita semua akan tewas di kaki Qilian Shan". Aku mengelus-elus sangkar merpati, lalu dengan perlahan membuka pintunya, Xiao Tao dan Xiao Qian sudah lama terkurung, dengan gembira mereka melompat ke lenganku, aku menunduk memandang mereka, lalu menenangkan suaraku dan memberi perintah pada Huo Qubing, "Siapkan busur dan anak panahmu". Dengan lembut aku membelai kepala mereka, lalu dengan pelan berkata, "Maaf, aku ingin kalian menempuh bahaya untuk melakukan sesuatu, jangan mendekat ke elang itu, kalian hanya perlu memancingnya agar terbang sedikit lebih rendah, kalian harus terbang secepat kalian bisa". Huo Qubing berseru, "Yu er!", untuk memberi isyarat bahwa kami semua sudah siap. Aku mengangkat tanganku dan melepaskan Xiao Tao dan Xiao Qian terbang ke angkasa, mengambil peluit bambu yang tergantung di pinggangku, lalu meniupnya beberapa kali untuk memerintah Xiao Tao dan Xiao Qian agar memancing elang itu ke tempat yang lebih rendah. Xiao Qian berputar-putar dengan bimbang, namun Xiao Tao dengan berani telah menerjang ke arah elang itu, Xiao Qian pun tak bisa berbuat apa-apa dan dengan cepat mengikutinya. Elang itu sangat cerdas, di depannya ada mangsa empuk, namun ia tak terpancing dan masih berputar-putar di ketinggian, Xiao Tao dan Xiao Qian mencoba memancing mereka dari kejauhan, namun sang elang sama sekali tak memperdulikan mereka. Xiao Tao sekonyong-konyong menerjang ke arahnya, aku terkejut dan meniup peluit untuk memanggilnya pulang, namun Xiao Tao sama sekali tak memperdulikan perintahku, dengan berani ia berputar beberapa kali di depan sang elang, lalu baru terbang menjauh. Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Elang adalah burung pemangsa paling buas diantara hewan pemakan daging, mungkin ia belum pernah berjumpa dengan burung yang begiu meremehkannya, Xiao Tao berhasil membuatnya marah, sepasang cakarnya dengan cepat menerjang ke arah Xiao Tao, aku meniup peluit dengan sekuat tenaga untuk memanggil mereka pulang, Xiao Tao turun dengan amat cepat, namun pada dasarnya kecepatan seekor merpati tak bisa dibandingkan dengan seekor elang, sebelum mereka berada dalam jangkauan panah, Xiao Tao telah berada dalam cengkeraman sang elang, cakar sang elang sepertinya akan segera mencabik tubuhnya. Demi menyelamatkan Xiao Tao, Xiao Qian tak mematuhi tiupan peluitku dan malahan menerjang tubuh sang elang dari samping, tanpa memperdulikan kibasan sayap sang elang yang sangat kuat, Xiao Qian mematuk matanya, sayap sang elang membuka dan sambil memekik mengenaskan, Xiao Qian pun terpukul. Akhirnya Xiao Tao terlepas dari cengekeraman sang elang, namun elang itu dengan amat cepat mengejar Xiao Qian, sambil gemetar, tubuh Xiao Qian jatuh di langit. Xiao Tao sama sekali tak mematuhi perintahku, tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri, ia menyerang sang elang, namun ketika cakar elang itu baru saja hendak mencengkeram Xiao Tao, sebatang anak panah dengan telak menembus dadanya, sang elang pun berubah menjadi sebuah titik hitam yang terjatuh ke bumi. Xiao Qian pun masih jatuh ke tanah sambil bergoyang-goyang, dengan cemas aku segera berlari untuk menangkapnya, sebelum ia mendarat di tubuhku, beberapa tetes darah segar telah menitik di atas lenganku yang terjulur, hatiku seakan tercabut. Xiao Qian mendarat di lenganku, namun tak bisa berdiri dengan kokoh, kepalanya terkulai ke bawah, aku segera mengangkatnya, sepasang matanya terpejam, sebuah sayap dan sebelah dadanya berlumuran darah, tanganku tak henti-hentinya gemetar. Sambil mencicit sedih Xiao Tao mendorong kepala Xiao Qian dengan kepalanya, Xiao Qian berusaha keras membuka matanya untuk memandang Xiao Tao, tubuhnya gemetar, lalu ia menutup matanya. Tabib menjulurkan tangannya untuk memeriksa Xiao Qian, dengan wajah sedih ia memandang Huo Qubing sambil menggeleng-geleng, aku mengangkat Xiao Qian, hatiku bagai diiris pisau. Dengan paruhnya, Xiao Tao merapikan bulu-bulu Xiao Qian, lalu mendekur beberapa kali, selamanya aku tak pernah melihat Xiao Tao begitu sabar dan lembut, air mataku berjatuhan, jatuh di atas tubuh Xiao Qian, dengan tersedu-sedan aku berkata, "Ma"..afkan aku, ma?"afkan aku"..". Xiao Tao mengangkat kepalanya melihatku, dengan lembut ia mengosokkan kepalanya di tanganku, seakan sedang menghiburku, ia kembali merapikan bulu-bulu Xiao Qian, lalu sekonyong-konyong mengibaskan sayapnya dan terbang ke ketinggian, dengan bingung aku memandang Xiao Tao yang terbang makin tinggi, lalu tiba-tiba aku bereaksi dan meniup peluit keras-keras, memanggilnya pulang, pulang secepatnya. Namun Xiao Tao tetap terbang dengan sekuat tenaga ke ketinggian, dengan panik aku berseru memanggilnya, "Xiao Tao, kembali! Kembali! Kau tak boleh meninggalkanku! Jangan tinggalkan aku!" Sebelum aku selesai bicara, sebuah titik hitam dengan amat cepat jatuh ke bumi, dalam sekejap mata, Xiao Tao telah terjatuh ke tanah. Para prajurit yang sejak tadi menonton pertarungan merpati dan elang dengan penuh perhatian tersentak melihat keberanian Xiao Tao, dengan serentak mereka berteriak, namun suaraku tertahan di tenggorokan, aku tak dapat berseru, mataku terbuka lebar-lebar, memandang mayat Xiao Tao di kejauhan, perlahan-lahan tubuhku lemas dan ambruk ke tanah. Huo Qubing menutupi mataku, "Jangan lihat lagi". Aku berusaha mengibaskan tangannya dengan sekuat tenaga, namun ia memegang bahuku erat-erat, aku pun memukul ke arahnya, "Semua salahmu, semua salahmu, kenapa kau memaksaku mengikutimu?"" "Semua salahku, salahku, aku pasti akan membalas dendam pada bangsa Xiongnu". Sambil berbicara dengan suara lembut, Huo Qubing menyuruh tabib membekap hidungku dengan sehelai sapu tangan basah, aku mencium bau wangi bunga yang manis, dan tenaga yang kupakai untuk memukul Huo Qubing pun perlahan-lahan melemah, kepalaku terasa berat, aku bersandar pada bahunya, lalu kehilangan kesadaran. Ketika membuka mata, aku sadar bahwa aku berada dalam pelukan Huo Qubing. Malam gelap gulita, di padang pasir yang luas hanya terdengar gemuruh derap kaki kuda. Aku memandang dua atau tiga bintang yang suram di langit, hatiku terasa hampa. Xiao Tao yang nakal, Xiao Tao yang sering merusak, Xiao Tao yang selalu suka membuatku marah, Xiao Qian yang lembut, Xiao Qian yang selalu merawat Xiao Tao dalam segala hal".. "Sudah bangun?" Huo Qubing menunduk memandangku, setelah terdiam beberapa lama, aku bertanya, "Kita sudah sampai di mana" Di Xiao Yuezhi, ya?" Ia mengangkat kepalanya dan memandang ke kejauhan, "Kau sudah tidur sehari semalam, kita sudah melewati Xiao Yuezhi, sekarang kita hampir sampai di Qilian Shan, apa kau mengenal baik keadaan di Qilian Shan?" Dengan pelan aku mengiyakan. Tubuhku masih agak lemas, dengan bertumpu pada punggung kuda aku duduk, "Aku ingin naik kuda sendiri". Dengan lembut Huo Qubing berkata, "Saat itu, karena melihatmu sangat emosional, takaran obat bius yang diberikan kepadamu sangat besar, walaupun kau sudah sadar, namun aku khawatir kau belum dapat mengerahkan tenaga, maka aku membopongmu". Aku terdiam beberapa saat, lalu menganguk dengan pelan. Bayangan gunung nampak makin mendekat di tengah kegelapan, diantara suara derap kaki kuda sayup-sayup terdengar lolongan serigala dari kejauhan, hatiku terkesiap, aku mencengkeram lengan Huo Qubing, lalu berpaling dan berkata, "Cepat sedikit, bisa tidak" Aku mendengar?"" Aku mengigit bibir bawahku, menelan perkataan yang hampir kuucapkan, lalu berbalik dan memandang ke arah Qilian Shan. Huo Qubing memacu kudanya, melewati banyak orang, langsung mencongklang ke depan, sedikit demi sedikit, semua orang tertinggal di belakang. Dengan heran aku memandangnya, ia menunduk dan tersenyum, "Kuharap mereka adalah serigalaserigalamu itu". Beberapa ekor serigala berdiri di lereng gunung mengawasi kami, hatiku bergejolak dan aku melolong ke arah Qilian Shan, kuda Huo Qubing mendadak melonjak, hendak menjatuhkanku, saat itu dari kejauhan terdengar lolongan, membalas lolonganku dari gunung, sang kuda makin sulit dikendalikan sehingga mau tak mau Huo Qubing melepaskan tali kekang dan membawaku melompat turun. Aku segera melepaskan diri dari pelukannya, ia pun tak menahanku dan membiarkanku berlari ke arah beberapa ekor serigala di lereng itu sambil melolong. Tak nyana, begitu melihatku, mereka mendengking pelan beberapa kali, lalu mengibaskan ekor dan lari berhamburan dengan panik. Kerinduan yang memenuhi hatiku sia-sia belaka, dengan geram aku berseru, "Serigala nomor delapan puluh sembilan, kenapa kau menghindariku" Apa kau tak mengenaliku?" Beberapa ekor serigala kecil menjulurkan kepala mereka dari hutan, dengan suara pelan aku memanggil mereka, namun ketika mereka hendak mendekat, induk mereka terdengar memanggil mereka, maka mereka pun serentak mundur. Aku menghentakkan kakiku dan berteriak, "Aku tak akan memaksa kalian mendekat ke api lagi!" Di sisiku, Huo Qubing menggeleng-geleng sambil tertawa, "Yu er, aku masih menganggapmu putri serigala, seharusnya mereka menyambutmu, tapi kenapa mereka sepertinya tak mau menemuimu?" Aku memelototinya, lalu mendengarkan suara lolongan serigala yang semakin lama semakin dekat dengan seksama, sebuah lolongan yang menguncang gunung pun terdengar dan tiba-tiba seekor serigala berbulu perak melompat keluar dari hutan bagai terbang. Ia langsung menerjang ke arahku dan aku pun melompat untuk menyambutnya, memeluk lehernya dan berguling-guling di rumput bersamanya, Lang Xiong mencium-cium wajah dan leherku. Aku memeluk lehernya, hidungku terasa pedih, air mata berlinangan di mataku. Setelah aku dan Lang Xiong bercengkerama untuk beberapa saat, Lang Xiong masuk ke dalam hutan dan melolong dengan pelan, seekor induk serigala yang bulunya seluruhnya putih memimpin seekor anak serigala yang berbulu putih keperakan berjalan perlahan-lahan ke hadapanku, sambil tertawa terbahakbahak aku memeluk serigala kecil itu, lalu berpaling ke arah Huo Qubing dan berkata dengan gembira, "Aku punya seorang keponakan, ini baru putri kawanan serigala kami, bukankah ia sangat cantik?" Huo Qubing tersenyum dan hendak berjalan mendekat, namun dengan waspada, sang induk menatapnya dengan tajam, lalu mengeram untuk memperingatkannya. Aku sengaja membuat wajah lucu ke arah Huo Qubing, "Dia tak suka padamu. Menurutnya, kau bukan orang yang baik!" Mau tak mau, Huo Qubing menghentikan langkahnya. Wajah si putri cilik amat mungil, bulunya amat tebal, ia bergulingguling di sisiku bagai sebuah bola salju, Lang Xiong mengibaskan ekornya untuk menggodanya, sang putri terus menerus berusaha menerkamnya, namun tak pernah berhasil melakukannya. Ia kembali terjatuh dalam pelukanku, lalu meleletkan lidahnya ke arah sang ayah. Aku tak kuasa menahan tawaku, suara gembira manusia dan serigala bergema di tengah gunung, Huo Qubing berdiri di sampingku sambil dengan tenang memandang kami semua, sedikit banyak, ia setengah merasa bersalah dan setengah menyalahkan dirinya sendiri. Suara derap kaki kuda di kaki gunung perlahan-lahan menghilang, tentunya seluruh pasukan telah tiba. Huo Qubing memandang ke kaki gunung, lalu memandangku, "Yu er". Aku memandangnya, ia pun memandangku tanpa berkedip untuk beberapa saat, lalu berkata, "Aku kembali dulu. Kalian......baru bertemu lagi setelah lama berpisah, kalian tinggallah bersama dahulu!" Dengan tak percaya aku menatapnya, ia tersenyum dengan hangat, "Jangan tinggalkan Qilian Shan, ya?" Rasa enggan berpisah di matanya berubah menjadi senyuman, ia menginginkan aku berbahagia. Tanpa berkata apa-apa, aku mengangguk, ia memandang ke arah Lang Xiong, "Kuserahkan Yu er pada kalian dahulu". Setelah selesai berbicara, tanpa perduli apakah Lang Xiong memahaminya atau tidak, seakan menganggap Lang Xiong kakaknya, Huo Qubing menjura dalam-dalam ke arahnya, lalu ia berbalik dan berlari turun gunung. -------------------Di belakangku dan Lang Xiong, sang putri kecil melangkah di air dengan tertatih-tatih, sang permaisuri berbulu salju berbaring di tempat hangat di atas sebongkah batu besar di tepi danau sambil memandang kami bermain di air. Aku menendang Lang Xiong, dari mana kau mendapatkan seekor serigala yang begitu cantik" Sambil melolong, Lang Xiong mencakar ke arahku, aku pun segera memukul ke arah lehernya, dengan terkejut serigala putih salju bangkit, namun setelah memperhatikan kami untuk beberapa saat, ia kembali duduk dengan tenang. Namun putri kecil yang malang itu terkena cipratan air kami, ia tersedak dan hampir tenggelam, aku segera menariknya, Lang Xiong segera berhenti mencakarku, sepasang mata sang putri kecil berputar-putar di wajahnya yang berbulu lebat, dengan memelas memandangku, keempat cakar kecilnya menari-nari tak berdaya di udara, mulutnya merintih pelan, sambil tersenyum aku mencium hidungnya, lalu mengangkatnya ke tepian. Sang serigala putih salju segera menjilati butir-butir air di tubuh putri kecil itu, dengan manja sang putri mengulet di dalam pelukan induknya, sambil terlentang ia mencakar-cakar wajah sang ibu seraya mendengus dengan senang, aku pun memandangi mereka sambil tersenyum. Setelah naik ke tepian, Lang Xiong membungkuk, aku pun segera menjadi waspada dan bersiap menghindar, namun ia hanya mengibaskan bulunya di belakangku, tetesan air berterbangan dan membasahi mukaku, dengan kesal aku pun menendangnya. Aku menyalakan api unggun untuk mengeringkan pakaian, namun Lang Xiong tak menemani di sisiku seperti dahulu. Karena serigala putih salju tak bisa membiasakan dirinya dengan api, maka ia menemani sang serigala putih salju berbaring di kejauhan, kadang-kadang mereka saling menggosokkan kepala dengan mesra, atau menjilat-jilat bulu pasangannya. Aku memandangi mereka, tiba-tiba aku mengerti bahwa sejak saat ini kawan setia Lang Xiong bukan lagi aku, melainkan si serigala putih salju, sedangkan aku hanya dapat duduk sendirian di sisi api unggun. Pikiranku perlahan-lahan melayang jauh, sudah dua hari berlalu, bagaimana keadaan Huo Qubing dan yang lainnya" Ketika aku sedang berpikir, serigala-serigala di hutan melolong, namun setelah aku menjawab mereka pun pergi. Begitu banyak orang sedang bertempur" Aku duduk termenungmenung tanpa berkata apa-apa, di medan perang, hidup atau mati tak dapat dipastikan, bahkan kalaupun ia Huo Qubing. Tiba-tiba aku bangkit dan memakai baju luarku, dengan bimbang Lang Xiong memandangku. Aku mengambil daging yang sedang kupanggang, lalu menaruhnya di sisi Lang Xiong. Daging itu masih setengah matang, tapi Lang Xiong tentu tak akan keberatan. "Aku pergi sebentar", aku membelai kepala Lang Xiong, dengan lembut memanggilnya. Dengan tak puas Lang Xiong mengeram dengan suara rendah, namun dengan menyesal aku menepuknepuk punggungnya dan hendak berlalu, Lang Xiong melompat, hendak mengikutiku, akan tetapi aku menghentikannya, aku tak mau kau terlibat dalam pertarungan kami bangsa manusia. Dengan kesal Lang Xiong mengeram, namun serigala putih salju memanggilnya dengan suara rendah beberapa kali, dan Lang Xiong pun segera menjadi tenang, akhirnya baja yang keras pun menjadi lembut, aku bersuara menggoda Lang Xiong, lalu cepatcepat kabur sebelum ia sempat melampiaskan kemarahannya. Aku berpaling dan melihat ketiga serigala itu berdiri di tengah kegelapan malam, bayangan mereka bercampur menjadi satu, hangat dan harmonis. Wajahku tersenyum, namun hatiku terasa pedih, Lang Xiong sudah punya keluarganya sendiri, namun aku hanya punya sebuah hati penuh kenangan yang tak ingin kukenang. Di sepanjang jalan aku bergerak dengan sembunyi-sembunyi, setelah hari terang aku baru mendekati medan perang. Aku bersembunyi di atas pohon, memperhatikan keadaan di depanku. Setelah berlangsung sehari semalam, pertempuran sudah mendekati akhirnya, medan perang penuh mayat, rumput dan pohon menjadi semerah darah, suara senjata beradu menggema di tengah sinar mentari pagi, membuat mentari yang seharusnya Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hangat menjadi dingin menyeramkan. Aku melompat turun dari pohon, menerobos diantara tumpukan mayat, diantara mereka ada berapa banyak Li Cheng dari pihak Han, dan berapa banyak Li Cheng dari pihak Xiongnu" Mayatmayat ini akan menciptakan berapa banyak Li Cheng-Li Cheng lain" Apakah demi membalaskan dendam ayah dan saudara mereka, mereka akan mengangkat senjata dan memakai baju zirah, lalu terjun ke medan pertempuran" Sebenarnya ada berapa banyak mayat" Bagaimana empat atau lima puluh ribu jiwa dapat berbaring di sini dengan begitu tenang" Aku sudah mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam neraka di muka bumi, namun hatiku masih menjadi dingin, aku telah berjalan begitu lama, namun masih belum selesai melewati mayat-mayat itu, ujung jubahku telah merah terkena darah segar, namun sepanjang mata memandang masih nampak mayat-mayat dan darah segar. Melihat dari seragam mereka, Xiongnu kalah telak, mayat yang mengenakan pakaian Xiongnu jauh lebih banyak dari yang mengenakan pakaian Han. Beberapa prajurit Xiongnu yang telah dikalahkan melihatku, mereka segera mengangkat senjata dengan panik, namun aku mengayunkan bola-bola emasku dan memukul jatuh senjata dalam genggaman mereka, lalu berjalan melewati mereka. Seorang pemuda menghunus pisau yang menempel di tubuhnya, hendak menyerangku, namun aku menatapnya dengan tajam, lalu berkata padanya dalam bahasa Xiongnu, "Cepat pergi, larilah secepatnya, ibumu menunggumu di rumah". Mereka tertegun sejenak, walaupun bimbang, akhirnya mereka pergi sambil saling memapah. Mentari musim panas bersinar menyinari kaki gunung Qilian Shan, terpantul pada pohon-pohon hijau, menyilaukan mata. Di tengah bunga liar yang semarak berwarna-warni, Huo Qubing berdiri dengan gagah, ia mengenakan jubah hitam dan baju zirah perak, tangannya mengenggam golok panjang, dari posisi yang tinggi, ia mengawasi seluruh medan perang. Baju zirah perak dan golok panjangnya memancarkan sinar perak, membuat orang tak kuat memandangnya, angin yang bercampur bau anyir darah meniup jubahnya hingga berkibarkibar dan bergemerisik, rambut hitam legamnya yang terlepas dari ikatannya melayang-layang ditiup angin. Di bawah nampak mayat-mayat berlumuran darah yang mengerikan, namun di atas nampak pohon hijau dan bungabunga merah yang mekar dengan indah, keduanya amat kontras, namun karena sikapnya yang gagah, kedua pemandangan yang bagai bumi dan langit itu anehnya dapat bersatu di bawah kakinya, dan tak nyana, mempunyai suatu keindahan yang membuat hati bergejolak. Dewa perang dalam legenda tak lebih gagah darinya! Ia baik-baik saja, aku menghembuskan napas lega dan berbalik, hendak pergi. "Jin ---- Yu -----", sebuah teriakan girang bergema di tengah lembah itu, memecahkan suasana yang dingin dan menyeramkan. Aku berpaling memandangnya. Dengan cepat ia melayang menerobos rumput hijau dan bunga merah, rambutnya melayanglayang di tengah tiupan angin, kelopak-kelopak bunga berjatuhan di sekelilingnya, sedangkan bau darah memenuhi udara, menciptakan suasana indah yang aneh. "Apakah kau datang mencariku" Apakah kau mencemaskanku?" Aku mengawasinya, "Kenapa rambutmu?" Dengan acuh tak acuh ia tersenyum, "Karena tak hati-hati ikat kepalaku lepas kena panah". Aku memandang ke arah para prajurit yang sedang membersihkan medan pertempuran, "Apakah Xiongnu sudah kalah?" Huo Qubing mengangguk-angguk, "Bukan kalah, melainkan kalah telak, Raja Qiutu dan lima raja kecil Xiongnu tertangkap hiduphidup, kami melawan banyak orang dengan pasukan yang sedikit, namun hampir seluruh pasukan mereka binasa, sedangkan kami hanya kehilangan tak lebih dari tiga bagian pasukan". Zhao Ponu menghormat di hadapannya dan berkata dengan sikap hormat, "Lapor, jenderal, kami sudah menghitung jumlah orang Xiongnu yang tewas, jumlahnya tiga puluh ribu dua ratus orang". Huo Qubing mengangguk, Zhao Ponu tersenyum dan berkata, "Xiongnu pasti sudah tak dapat menghimpun pasukan di sekitar Qilian Shan lagi, malam ini kita akan dapat tidur dengan nyenyak, dan jenderal dapat menikmati pemandangan indah Qilian Shan kebanggaan bangsa Xiongnu". Huo Qubing menoleh ke arahku, lalu melambaikan tangannya untuk memberi isyarat pada Zhao Ponu agar pergi, Zhao Ponu melirikku, lalu menunduk dan mengundurkan diri. "Sepertinya kau sama sekali tak senang?" Huo Qubing menatap mataku dan bertanya. "Kaisar memerintahkan perang ini untuk menguasai Hexi, dan untuk membuka jalan ke setiap negara di Xiyu, apa hubungannya denganku" Mungkin perang ini juga membalaskan dendam bagi Li Cheng, tapi dendam seperti itu pada dasarnya tak terbalaskan". Huo Qubing mengangkat alisnya, "Aku jarang bertemu orang Han yang tak membenci orang Xiongnu". Aku membuang segala pikiran lain dalam benakku dan menunjuk rambutnya, "Sisir rambutmu dulu! Aku juga mau ganti baju dulu". Sambil tersenyum ia mengenggam tanganku, namun aku menghindar, sambil berjalan aku berkata, "Sekarang kelihatannya kau tak bisa mengalahkanku, lebih baik kau menurut saja". Ia mengikuti di belakangku, sambil tersenyum ia berkata, "Kita sudah pernah lebih intim dari ini, tapi sekarang berpegangan tangan saja kau tak mau?" Aku memelototinya dengan gusar, ia cepat-cepat menarik tangannya, lalu tertawa terkekeh-kekeh dan berkata, "Kalau tak mau, ya sudah. Tapi sekarang wajahmu jauh lebih bergairah dibandingkan sebelumnya". Untuk sesaat aku tertegun, namun segera bereaksi, lagi-lagi aku terkena jebakannya. Aku melengos dan berjalan tanpa berkata apa-apa, Huo Qubing berjalan di sisiku, menemaniku dengan tenang, semakin jauh meninggalkan medan perang, wangi bunga dan rumput yang dibawa angin tercium makin tajam, suasana hatiku pun menjadi jauh lebih tenang. Di bawah bayang-bayang pepohonan, bayanganku dan bayangannya saling tumpang tindih, hatiku terkesiap, teringat akan bayangan Lang Xiong dan keluarganya yang bercampur menjadi satu di bawah sinar bulan malam itu. Di tengah pegunungan itu api unggun berkobar-kobar, semua orang bercakap-cakap dan bercanda dengan riang, wangi arak dan daging memenuhi udara di sekeliling kami. Di sekeliling api unggunku dan Huo Qubing hanya ada kami berdua, dari waktu ke waktu, para perwira dan prajurit datang untuk mengajak kami bersulang namun setelah itu mereka segera mundur dengan cepat. Huo Qubing menawariku arak, aku hendak menolak, namun begitu mencium baunya, aku langsung bertanya, "Ini arak susu kuda, ya?" Huo Qubing mengangguk, "Barang rampasan hari ini, tapi rasanya tak bisa dibandingkan dengan arak kita". Aku menerimanya dan meminumnya dengan perlahan, rasanya sudah lama tak kurasakan. Huo Qubing minum beberapa teguk, lalu kembali memberikannya padaku, namun aku menggeleng. Ia tersenyum dan menariknya kembali, lalu dengan seenaknya kembali minum. Zhao Ponu berjalan ke arah kami sambil membawa dua cawan arak, Huo Qubing tertawa dan mengomelinya, "Kau ingin membuatku mabuk, ya" Barusan ini kau mengajakku bersulang, tapi sekarang sudah datang lagi". Sambil tersenyum Zhao Ponu memberikan cawan arak padaku, "Cawan arak ini bukan untuk jenderal, melainkan untuk Jin Gongzi, aku telah berbuat tak sopan pada gongzi dalam peristiwa sebelum ini. Aku belum pernah melihat burung merpati yang berani berkelahi melawan elang, dan tak menyangka burung merpati gongzi begitu berani, aku tak bisa menganti burung merpati seperti itu, mohon gongzi memaafkan perkataanku yang kasar waktu itu". Walaupun wajahnya tersenyum, namun matanya penuh rasa bersalah. Untuk beberapa lama, aku masih belum menerima cawannya, senyum di wajahnya menjadi beku, "Gongzi tak sudi memaafkanku, aku paham". Setelah selesai berbicara, ia menenggak cawan araknya sendiri, sedikit menekuk lututnya untuk menghormat padaku, lalu berbalik, hendak pergi, namun aku mengambil cawan di tangannya, mendongak, memejamkan mata dan menengak seluruh isi cawan itu, lalu berbalik dan terbatuk-batuk. Huo Qubing berkata pada Zhao Ponu, "Ia sangat memberi muka padamu! Kekuatan minumnya sangat rendah, mutu araknya juga tak bagus, begitu minum sampai mabuk ia tak akan dapat Hantu Rimba Larangan 1 Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari Dewi Goa Ular 1

Cari Blog Ini