Ceritasilat Novel Online

Sampul Maut 2

Sampul Maut Karya Wen Wu Bagian 2


bakal lawannya itu.
Kemudian terdengar Kim Cin Jie berkata lagi.
"Apakah Kong-ya Tay-hiap datang ke sini pada malam ini dengan
maksud pesiar atau ingin membantu partai Tiang-pek-kiam"!"
"Akupun ingin bertanya, apakah Kim Tay-hiap beramai-ramai
datang ke sini pada malam ini dengan maksud pesiar atau
memang sengaja ingin mencari musuh"!" kata si dewa sakti sambil
mengelus-elus jenggotnya.
Kim Cin Jie tercengang melihat ketabahan lawannya itu, namun ia
tertawa gelak-gelak seraya menyahut.
80 "Pertanyaan jitu! Pertanyaan jitu! Tetapi Kong-ya Tay-hiap tak usah
menanya mengapa aku Kim bersaudara telah datang ke sini,
karena tentu kau telah mengetahui bahwa kita datang untuk
membalas dendam. Membalas dendam adik kita yang tewas!
Apakah langkah kita ini salah"!"
Dalam Rimba persilatan, budi dan dendam jelas sekali
perbedaannya. Yang pertama harus dibalas, sedangkan yang
kedua harus dibikin perhitungan!
Pertanyaan Kim Cin Jien sangat jitu, namun Kong-ya Coat yang
telah mengetahui jelas duduknya perkara menyahut.
"Aku betul-betul seperti kodok di dalam sumur, tidak mengetahui
bahwa adikmu telah tewas. Aku mohon menanya. Cara
bagaimanakah tewasnya adikmu di tangan Cia Tay-hiap" Menurut
pengetahuanku, selama sepuluh tahun belakangan ini dia belum
pernah menginjak daerahmu, malah sebaliknya kalian ketiga
saudara dari partai Kong-tong-sa-kiam yang sering mundar mandir
di daerah pertengahan, bahkan di daerah pegunungan Tiang-peksan ini. Apa maksudnya ini"!"
Kim Cin Jie menjadi gusar ditanya begitu, sambil menahan
amarahnya ia menyahut.
"Adikku bukan tewas di tangan Cia It Hok, tetapi dia mati akibat
totokan Pek Tiong Thian yang menjadi saudara angkatnya orang
she Cia itu! Kita mengetahui bahwa Pek Tiong Thian bersembunyi
di sini, jika kita datang ke sini untuk membikin perhitungan, apakah
tindakan kita ini harus disesalkan dan salah"!"
81 "Hm...... tidak mungkin!" kata Kong-ya Coat. "Menurut
pengetahuanku, Pek Tiong Thian telah lumpuh kedua kakinya dan
telah menjadi orang cacad, sedangkan ketiga sandara Kim
terkenal lihay ilmu silatnya. Jika kau bilang adikmu tewas di tangan
Pek Tiong Thian, aku betul-betul tak dapat mengerti kata-katamu
itu!" Bukan main gusarnya Kim Cin Jie, tampaknya ia sudah hilang
sabar. "Aku sudah lama menaruh hormat kepadamu yang senantiasa
bertindak bijaksana. Tetapi sekarang kau telah mempermainkan
aku dengan pertanyaan-pertanyaan yang ganjil.
Apa maksudmu"!!" bentaknya.
"Hah......! Aku mempermainkanmu?" Kong-ya Coat balik menanya.
"Dengan cara apakah aku mempermainkanmu" Aku hanya ajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berdasarkan kenyataan atau
kejadian!"
Kim Cin Jie yang memang kurang pandai bicara itu jadi menggigil
dadanya saking gusar.
"Adikku telah ditotok oleh Pek Tiong Thian banyak tahun yang lalu,
dan luka di dalam tubuhnya itu tak dapat disembuhkan sehingga ia
meninggal dunia. Sekarang kita datang ke sini dengan maksud
mengambil batok kepala orang she Pek itu, agar dapat aku taruh
kepalanya di depan kuburan adikku. Dan siapapun tak dapat
merintangi tindakan kita ini!"
82 Demikianlah tanya jawab itu berlangsung dengan sengit, sehingga
orang lain tak berkesempatan bicara.
Ketika itu empat orang yang duduk di bangku panjang, di bawah
atap rumah, sudah siap sedia untuk menyerang Kong-ya Coat.
Suasana yang semula gaduh dengan perdebatan itu menjadi sunyi
dan tegang! Angin sepoi-sepoi meniup api obor yang menerangi
tempat itu, dan tampak tiap-tiap orang yang berada di situ bersikap
waspada sambil bersiap-siap menghadapi segala sesuatu!
Tetapi si dewa sakti Kong-ya Coat tetap mengelus-elus jenggotnya
dan dengan sikap serta nada yang tenang berkata.
"Kim Tayhiap, kau sudah lama berkecimpungan di kalangan Rimba
persilatan, mengapa kau bicara demikian kasarnya?"
Kim Cin Jie menghunus pedangnya dan membentak.
"Apa yang aku katakan tadi bukan isapan jempol! Apakah aku telah
bicara salah"!"
"Aku yakin, kau seperti juga aku, telah bertempur melawan musuh
beratus kali! Kita tidak mengetahui apakah di dalam tubuh kita ada
luka-luka, dan jika ada kitapun tak dapat mengetahui luka-luka itu
siapa yang buat!" si Dewa sakti memberi pembelaan kepada
saudara seperguruan Cia It Hok, Pek Tiong Thian.
"Tetapi dalam hal ini aku mengetahui bahwa luka adikku itu akibat
totokan Pek Tiong Thian!" sahut Kim Cin Jie. "Aku sudah periksa
dan yakin. Kita takkan bertindak jika tidak mengetahui betul!"
83 "Dengan cara apakah Kim Tay-hiap menentukan bahwa luka
tersebut dibuat oleh Pek Tiong Thian?" Kong-ya Coat menekani
terus lawannya.
Perdebatan yang makin lama makin sengit itu agaknya akan habis
sampai di situ, karena tampak Kim Cin Jie sudah tak lagi dapat
menahan amarahnya, sambil mengacung-acungkan pedangnya ia
membentak. "Hei, Kong-ya Tay-hiap, aku sudah banyak mengalah, jika kau
tetap ingin turut campur dalam urusan ini, aku terpaksa......"
Belum selesai bentakan itu diucapkan, seketika dari samping
berkelebat satu bayangan yang segera mencekal pergelangan
tangan Kim Cin Jie, yang sudah siap menyerang, seraya berkata.
"Twako! Tahan dulu. Tidak salahnya jika kita menjelaskan dan
membuktikan bahwa luka adik kita dibuat oleh Pek Tiong Thian.
Dengan demikian kita dapat membuktikan bahwa kita bertindak
berdasarkan bukti-bukti yang nyata!"
Lalu sambil menghadap kepada Kong-ya Coat orang itu berkata
lagi. "Kong-ya Tayhiap, aku Kim Cin Lam akan menjelaskan bahwa
adikku mati karena totokan Pek Tiong Thian!"
Kemudian dengan nada yang agak keras agar dapat didengar
jelas, Kim Cin Lam mulai.
84 "Delapan tahun yang lalu, adikku telah memberi kesempatan untuk
Pek Tiong Thian membebaskan diri dari pedangnya, tetapi di waktu
adikku kurang waspada, ia telah menotok jalan darah di bagian
ginjalnya. Oleh karena itu adikku terpaksa menabas urat kedua
kakinya. Betul ketika itu adikku tidak merasai akibat totokan maut
itu, namun akhirnya ternyata adikku tewas juga karenanya! Aku
yakin betul, karena luka itu adalah akibat daripada totokan Soatleng-ciang (totokan ajaib) dari partai silat Tiang-pek-kiam!"
Kong-ya Coat mengangguk-angguk seolah-olah setuju dan
sependapat dengan Kim Cin Lam, kemudian ia berkata.
"Aku jarang keluar, dari itu aku tak mengetahui kematian adik
kalian. Aku menyatakan turut duka cita......"
Kedua saudara Kim yang meskipun sudah banyak
pengalamannya, tak dapat mentafsirkan tipu muslihat lawannya
yang licin itu.
"Delapan tahun yang lalu!" kata si dewa sakti. "Sebetulnya luka
yang terjadi pada delapan tahun berselang tak mungkin
mengakibatkan matinya seseorang! Maka mau tak mau aku
terpaksa harus turut campur dalam urusan ini!"
Kim Cin Lam yang senantiasa bersikap sabar selama pertengkaran
tadi berlangsung, kini diapun tak lagi dapat menahan
kesabarannya, sambil tertawa berkakakan ia berseru.
"Di kalangan Kang-ouw, yang ilmu silatnya tinggi, dialah yang kuat!
Dan omongannya selalu dibenarkan. Kau mengapa bicara panjang
85 lebar, jika berhasrat menggempur kita, kau boleh segera mulai, kita
sudah siap!"
"Aku sebetulnya tidak ingin melihat pengucuran darah," sahut
Kong-ya Coat dengan tenang, "maka aku akan berusaha
membujuk kalian agar pertarungan atau saling bunuh ini dapat
dielakkan. Tetapi kini ternyata usahaku ini hampa saja! Aku telah
berlatih beberapa jurus ilmu silat, jika kedua saudara Kim dan
ketiga kawan-kawan kalian itu dapat melayani jurus-jurusku, aku
segera angkat kaki dari sini!"
"Ha, ha, ha!" Kim Cin Lam tertawa, "kita sudah lama mendengar
nama Sam-kiat-sian-seng yang sangat tenar itu. Jika kau dapat
mengajari kita jurus-jurus meringankan tubuh, mengerahkan
tenaga dalam dan ilmu silat pedang, maka kitapun takkan tinggal
lama-lama di sini!"
Pada saat itu Kim Cin Jie sudah mulai melangkah mundur satu
tumbak. Tampak Cia It Hok menghampiri Kong-ya Coat
membungkukkan tubuhnya memberi hormat. Kiu It
menghampiri dan berbisik di telinganya Kong-ya Coat.
dan pun "Kong-ya Tay-hiap, jatuh bangunnya partai silat Tiang-pek-kiam ini
terletak dalam tangan Tay-hiap......"
Kong-ya Coat bersenyum dan menyahut dengan suara rendah.
"Jangan khawatir! Kiu Tay-hiap harus menaruh kepercayaan
kepadaku......"
86 Lalu sambil mengepal keras tinjunya ia berseru.
"Aku Kong-ya Coat akan segera mulai mempertunjukkan ilmu
silatku!" Belum lagi suaranya lenyap segera tampak tubuhnya mencelat ke
udara untuk kemudian turun di dalam ruangan depan gedung
dengan ilmu Giok-li-tok-so (Gadis cantik melemparkan anak torak).
Orang-orang yang berada di situ jadi terperanjat menyaksikan
gerak-gerik secepat kilat itu!
Selagi orang-orang terbengong, Kong-ya Coat sudah keluar dari
gedung itu sambil memegang empat lilin yang menyala, dengan
satu teriakan "Hai!" ia melempar empat lilin-lilin itu ke atas atap
gedung. Keempat lilin tersebut tertancap tegak dan berbaris di atas atap
gedung itu. Lawan maupun kawan setelah menyaksikan kelihayan ilmu silat
Kong-ya Coat itu, menjadi kagum tak terhingga. Belum habis
keheranan mereka ketika Kong-ya Coat mengebatkan lengan
jubahnya dan hembusan angin lengan jubahnya itu telah meniup
padam tiga lilin. Kini hanya tertinggal satu lilin saja yang masih
menyala. Kemudian dengan tiba-tiba Kong-ya Coat menjotos dengan tinju
kirinya. "Bek!" lilin kedua menyala lagi, setelah itu berturut-turut ia
telah menjotos dua kali lagi dan keempat lilin tampak menyala lagi
seperti semula. Demikianlah dengan mempergunakan api lilin yang
87 masih menyala itu Kong-ya Coat telah berhasil membuat api lilin
meloncat dan menyulut lilin-lilin yang lain!
Pertunjukan itu belum habis sampai di situ. Cepat sekali ia telah
mengambil pedang dari tangan Cia It Hok dan meloncat melalui
lilin-lilin yang menyala di atas atap gedung untuk turun lagi di tanah
dengan tak menerbitkan suara apapun, disertai dengan jatuhnya
empat lilin-lilin yang menyala itu, yang kini telah terpotong menjadi
4 X 7 = 28 potongan! Entah bagaimana ia menabasnya hanya
terlihat ia loncat dan keempat lilin itu telah menjadi potongpotongan!
Kiu It yang terkenal karena ilmu silat pedangnya pun terpesona
menyaksikan ilmu silat Kong-ya Coat itu.
Ternyata Kong-ya Coat tidak berhenti hingga di situ. Ia menjumput
duapuluh delapan potongan-potongan
lilin tadi, lalu melemparkannya di pekarangan. "Sst......! sst.....!"
Tampak lilin-lilin itu tetap menyala dan menyala dan menancap di
tanah merupakan satu lingkaran! Dalam hal ini Kong-ya Coat
bukan saja telah mampertunjukkan tiga rupa ilmu silat, yalah ilmu
meringankan tubuh, mengerahkan tenaga dalam dan ilmu silat
pedang, tetapi iapun telah mempertunjukkan juga ilmu
melontarkan senjata rahasia!
Kim Cin Jie dan Kim Cin Lam, begitu juga tiga jago-jago silat yang
mereka ajak datang, setelah melihat kelihayan itu, segera
mengangkat kaki keluar dari pekarangan tanpa menggerutu atau
mengucapkan apapun!
88 Sejenak kemudian terdengar sayup-sayup Kim Cin Lam berseru.
"Ilmu silat Kong-ya Tay-hiap memang tiada taranya......"
"Kita masih dapat berjumpa lagi," sahut Kong-ya Coat, "Karena jika
kalian tak berhalangan, aku ingin mengundang kalian ke tempatku,
Tan-kwi-san-cong......"
Di jalan pegunungan yang gelap gulita itu tidak terdengar suara
sahutan, hanya terdengar tindakan kaki rombongan Kim
bersaudara yang meninggalkan tempat tersebut dengan tergesagesa.
Kong-ya Coat telah berhasil membereskan pertikaian itu bahkan
tanpa pengucuran darah setetespun!
Cia It Hok, yang tidak kawin seumur hidupnya, pemimpin partai
Tiang-pek-kiam, merasa malu tak dapat memecahkan soalnya
sendiri, maka setelah musuh-musuhnya berlalu ia segera
menghampiri penolongnya itu, memberikan hormatnya dan
berkata. "Kong-ya Tay-hiap telah datang pada waktu yang tepat, dan bukan
saja telah menolong jiwa Sutee ku, Pek Tiong Thian, tetapi juga
beberapa puluh jiwa orang-orang dari partai kami, Tiang-pek-kiam.
Budi yang maha besar ini, aku takkan lupakan!"
Kong-ya Coat merasa jengah menerima pujian itu, tetapi Kiu It
tertawa sambil berkata.
"Mereka dari Kong-tong-sa-kiam sebetulnya berjanji datang pada
tanggal satu bulan tiga, tetapi mereka telah datang setengah bulan
89 lebih cepat. Aku yakin mereka khawatir Cia Heng mendatangi
pembantu-pembantu!"
"Akupun takkan lupakan Kiu Heng yang sudah sangat perlu datang
dan menolong kawan di dalam susah!" kata lagi Cia It Hok.
Baru saja ia berkata begitu, tiba-tiba ia dibikin kaget oleh suara di
atas atap gedung.
"Siapa"!" tegurnya.
Kong-ya Coat menyahut sambil bersenyum. "Itulah murid-muridku
yang sedang menjaga-jaga di atas atap gedung ini."
Betul saja sejenak kemudian dari atas atap gedung loncat turun


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong-ya Kim dan dua orang murid dari Tan-kwi-san-cong.
Setelah mereka berkumpul lagi, Kiu It lalu berkata.
"Orang-orang dari Kong-tong-sa-kiam sudah pergi, dan musuhmusuh dari dua tempat lain adalah berkawan sangat akrab dengan
Kong-ya Tay-hiap. Kini aku kira bahaya bagi partai Tiang-pek-kiam
sudah lewat. Saudara Cia sekarang tentunya harus menjamu
Kong-ya Tay-hiap bukan......" Ha, ha, ha!"
Demikianlah Kong-ya Coat telah mengisahkan kepergiannya ke
tempat Cia It Hok untuk menolong partai Tiang-pek-kiam dari
keruntuhan. Kemudian sambil menjamu kedua tamunya ia meneruskan.
90 "Perlu kiranya aku jelaskan kepada Tay-hiap bahwa kedua Kim
bersaudara dari partai Kong-tong-sa-kiam telah memegang janji,
dan dapat dikatakan mereka adalah jago-jago silat yang luhur juga
wataknya. Tetapi tidak demikian dengan Cia It Hok dan Pek Tiong
Thian, aku lihat mereka berwatak palsu! Sebab musabab
perselisihan Pek Tiong Thian dengan partai Kong-tong-sa-kiam
sampai sekarang aku masih belum mengetahui jelas, dan aku
merasa sedikit menyesal telah menolong partai tersebut, meskipun
Cia It Hok telah memberikan Ciam-hua-giok-siu kepadaku sebagai
hadiah!" Ouw Lo Si yang mendengari dengan penuh perhatian kisah Kongya Coat itu, berkata dalam hatinya. Hm! Berlagak menyesal! Yang
kau pentingkan yalah memperoleh Ciam-hua-giok-siu!
Tetapi sambil bersenyum ia lalu berkata.
"Menurut pandanganku, hanya Kong-ya Tay-hiap seorang saja
yang dapat menolong partai silat Tiang-pek-kiam dan mengusir
orang-orang dari partai Kong-tong-sa-kiam yang congkak itu
dengan mudah!"
Kong-ya Coat bersenyum dipuji demikian. Setelah menghirup
araknya ia lalu melanjutkan kisahnya.
Maka perjamuan disediakan, dan setelah selesai bersantap, Cia It
Hok mengambil dari dalam kamarnya sebuah kotak yang tersulam
indah. Dengan kedua tangannya ia mempersembahkan kotak itu seraya
berkata. 91 "Dari tempat yang jauh Kong-ya Tay-hiap telah datang untuk
menolong kita semua dari kemusnahan. Perbuatan yang luhur itu
pasti akan dipuji oleh orang-orang dari kalangan Rimba persilatan.
Seperti telah kujanjikan, aku akan memberikan Ciam-hua-giok-siu
sebagai hadiah kepada orang yang dapat menolong kesulitankesulitan partaiku. Tetapi ketika aku memperoleh mustika ini, aku
memperoleh tiga benda dua yang palsu dan satu yang tulen, dan
ditaruh di dalam kotak yang indah bentuknya. Aku yang bodoh tak
dapat membedakan yang tulen dari yang palsu! Oleh karena itu,
aku mohon Kong-ya Tay-hiap memilih sendiri satu, dan setelah
ketiga kesulitan partai kita di atasi tay-hiap dapat mengambilnya
semua......"
Kong-ya Coat bersenyum dan yakin bahwa Cia It Hok khawatir
sebelum ketiga kesulitan partainya itu di atasi, ia sudah berlalu.
Iapun memperhatikan perubahan wajah Kiu It yang mendadak itu.
Lalu ia berkata dengan tenang.
"Aku datang ke sini dengan perjanjian yang layaknya dibuat di
kalangan Rimba persilatan untuk membantu partai Tiang-pekkiam. Cara Cia Tay-hiap membalas budi yang tidak berarti ini, aku
tentu pasrahkan kepada Cia Tay-hiap!"
Meskipun perkataannya itu demikian merendah dan manisnya,
tetapi dalam hati Kong-ya Coat berkata. Jangan coba menipu
aku......! Pada malam itu mereka menginap di tempat partai Tiang-pek-kiam,
tetapi Kong-ya Coat dan Kiu It diberi kamar-kamar yang terpisah.
Sebelum masuk tidur Kong-ya Coat berkata kepada Kiu It.
92 "Kali ini dengan mengeluarkan sedikit tenaga aku berhasil
memperoleh Ciam-hua-giok-siu. Aku mengetahui bahwa Cia Tayhiap sangat murah hati. Jasa Kiu Tay-hiap pun aku tak bisa
lupakan, karena Kiu Tay-hiap telah memberitahukan juga semua
ini kepada aku meskipun kau harus menempuh perjalanan yang
jauh. Jika Kiu Tay-hiap ada sesuatu yang aku dapat menolong,
sebutkanlah dan jangan sungkan-sungkan......!"
Tampak Kiu It menjadi girang sekali mendengar tawaran itu,
"Sebetulnya...... aku memang ingin meminta sesuatu dari Kong-ya
Tay-hiap......" katanya sambil menyengir paksaan.
"Sebutkanlah, jika aku dapat menolong, aku pasti akan menolong!"
kata Kong-ya Coat.
"Permintaanku ini jika diajukan kepada orang lain mungkin tak
layak," kata Kiu It. "Tetapi diajukan kepada Kong-ya Tay-hiap yang
luhur dan budiman, aku yakin tidak janggal! Cia Tay-hiap telah
menaruh tiga Ciam-hua-giok-siu, dua yang palsu dan satu lagi
yang tulen. Orang lain tak dapat melihat perbedaannya, tetapi bagi
Kong-ya Tay-hiap aku yakin tentu tidak sukar untuk memilih satu
yang tulen!" ia berhenti sejenak dan berpikir, lalu sambil bersenyum
ia melanjutkan.
"Aku minta setelah terlebih dulu Kong-ya Tay-hiap memilih satu,
yang dua lagi harap Tay-hiap suka berikan kepadaku sebagai
kenang-kenangan."
93 Kong-ya Coat terperanjat mendengar permintaan itu, karena ia
sudah merasa bahwa dengan permintaannya itu, Kiu It bermaksud
menipunya! Namun ia tetap bersikap tenang bahkan sambil tertawa ia
menyahut. "Kiu Tay-hiap telah berusaha menolong partai Tiang-pek-kiam dari
kemusnahan, jasa itu besar sekali, seratus kali lebih besar dari
pada jasaku sendiri! Misalnya Cia Tay-hiap menghadiahkan Kiu
Tayhiap Ciam-hua-giok-siu, akupun anggap itu pantas dan wajar.
Tetapi atas permintaan Kiu Tay-hiap agar aku mengambil satu
lebih dulu, aku merasa lebih baik jika Kiu Tay-hiap saja yang
berbuat demikian terlebih dulu!"
Kiu It berlagak menolak, padahal itulah yang ditunggu-tunggu
olehnya. "Selama hidupku," Kong-ya Coat mendesak, "apa yang aku telah
ucapkan, aku takkan menarik kembali. Aku harap Kiu Tay-hiap
tidak menolak permintaanku ini!" Lalu dengan berlagak ngantuk
Kong-ya Coat meneruskan.
"Kita telah menempuh perjalanan satu hari penuh dan aku merasa
letih sekali, harap Kiu Tay-hiap suka memaafkan, aku harus pergi
tidur......"
"Silahkan!" kata Kiu It dengan wajah gembira. "Aku mengucap
banyak-banyak terima kasih atas kerelaan Kong-ya Tay-hiap!" lalu
ia pun berlalu untuk beristirahat.
94 Demikianlah penuturan Kong-ya Coat kepada Ouw Lo Si dan
Khouw Kong Hu, bagaimana ia ingin ditipu oleh Kiu It.
Setelah minum satu cangkir arak lagi, ia berkata seolah-olah
berada seorang diri saja di ruangan itu.
"Hm! Kiu It menganggap aku sebagai anak kecil yang dapat ia
permainkan dengan mudah. Ia sudah sengaja membuat dua lagi
Ciam-hua-giok-siu yang ditaruhnya di dalam kotak. Akupun
sengaja menyuruh dia mengambil satu terlebih dulu, dan ia tentu
akan mengambil yang tulen, meninggalkan dua yang palsu untuk
aku. Tetapi......"
"Kiu It tidak dapat menipu Kong-ya Tay-hiap bukan?" Ouw Lo Si
meneruskan kata-kata Kong-ya Coat itu.
"Ha, ha, ha!" Kong-ya Coat tertawa keras, "ketika aku
menyuruhnya mengambil satu lebih dulu, akupun sudah
memasang perangkap. Aku memperhatikan tiap-tiap geraknya,
tampak ia keluar dari kamarnya untuk kemudian balik kembali
dengan wajah gembira sekali. Kemudian tampak ia keluar lagi
melalui jendela, aku tetap menguntit tanpa diketahui olehnya......"
Kemudian Kong-ya Coat masih dapat melihat Kiu It meloncat ke
atas atap rumah, dari atas ia meloncat lagi melalui tembok yang
melingkari pekarangan depan rumah itu.
Kong-ya Coat tetap membayangi dengan cermat.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang mahir tampak Kiu It berhatihati ke suatu rumah gubuk kecil yang terletak tidak jauh dari jalan
95 yang gelap di situ, lalu terdengar ia mengetok pintu rumah tersebut,
dan tak lama kemudian terdengar suara dari dalam rumah.
"Siapa?"
Sebelum menyahut Kiu It menoleh ke kanan ke kiri khawatir ada
yang menguntitnya.
"Aku Kiu It!" sahutnya dengan suara rendah.
Pintu tampak terbuka, dan ia segera masuk ke dalam rumah gubuk
itu. Tempat itu telah ditelantarkan, rumput liar tumbuh di sana-sini dan
keadaan di sekitarnya gelap serta menjijikan. Kong-ya Coat
menjadi heran, siapakah gerangan yang tinggal dalam rumah reyot
itu" Dari belakang satu pohon besar, tidak jauh dari rumah itu, Kongya Coat dapat melihat melalui jendela yang kebetulan terbuka.
Tampak Kiu It sedang menghadapi seorang laki-laki yang terbaring
di tempat tidur. Disamping tempat tidur itu tampak sepasang
tongkat ketiak. Kong-ya Coat jadi terkejut sekali tatkala dapat
mengenali wajah orang yang sedang rebah itu, karena dia itu
bukan lain daripada Pek Tiong Thian, si garuda putih yang pernah
menggemparkan dunia Kang-ouw!
Agar dapat melihat lebih jelas, Kong-ya Coat segera mencelat ke
atas sebuah dahan satu pohon yang lebat daunnya, tak lama
kemudian ia mendengar orang di dalam kamar itu berkata.
96 "Kiu Heng, apakah kau yakin tiada orang yang menguntitmu datang
di sini?" "Harap Pek Heng tidak menjadi khawatir, urusan itu aku tentu
dapat melaksanakan dengan baik."
"Hai......, Kiu Heng jika kau terpaksa berbaring di tempat tidur ini,
dan harus senantiasa dibantu dalam segala hal, kau juga tentu
akan menjadi mudah gelisah seperti aku!"
"Pek Heng, aku yakin kedua kakimu itu masih dapat disembuhkan!"
Pek Tiong Thian menarik napas lagi, lalu ia menatap Kiu It seraya
berkata. "Urusan kemarin malam aku sudah mengetahui. Tetapi apakah Kiu
Heng sudah ajukan usul kepada Kong-ya Coat agar dia
menyerahkan hadiah itu setelah dia sendiri lebih dulu memilih satu
hadiah?" "Urusan itu telah berjalan dengan lancar dan baik. Kong-ya Coat
bukan saja setuju akan usul-usul yang kuajukan, bahkan dia rela
memberikan kepadaku satu Ciam-hua-giok-siu!"
Pek Tiong Thian pun tampaknya gembira sekali dengan jawaban
itu. "Bagus, bagus! Jika tidak, mungkin jiwaku tak dapat dipertahankan
lagi! Di bawah tempat tidurku ini aku telah siapkan kotak berikut
Ciam-hua-giok-siu yang palsu. Kau dapat segera membawa dan
menukarnya dengan yang tulen. Kemudian......"
97 "Tak usah aku berbuat demikian," Kiu It memotong perkataan Pek
Tiong Thian sambil menggoyang-goyangkan tangan kanannya,
"kita telah menjadi beruntung sekali, dan tak usah menukar-nukar
lagi. Kong-ya Coat sangat bermurah hati, dan dia telah minta aku
mengambil satu lebih dulu sebagai hadiahku. Dan jika ia pulang
ketempatnya lalu mengetahui bahwa yang dibawanya pulang itu
adalah Ciam-hua-giok-siu yang palsu, paling banyak ia akan
menarik napas mengeluh!" ia berhenti sejenak untuk menuang
arak, setelah diminumnya ia lalu melanjutkan.
"Aku yakin Kong-ya Coat takkan menyalahkan kau dari partai
Tiang-pek-kiam ataupun aku, lagipula ia takkan menarik kembali
apa yang telah dikatakannya itu. Jika aku telah mengambil Ciamhua-giok-siu yang tulen, itulah salahnya sendiri, yang telah
menyuruh aku memilih satu lebih dulu, dan pasti ia malu untuk
meminta kembali di kemudian hari. Tipu muslihat yang kau telah
rencanakan itu betul-betul hebat!"
Mereka jadi tertawa terbahak-bahak karena girangnya.
"Misalnya dikemudian hari Kong-ya Coat berhasrat minta juga
yang tulen," Kiu It melanjutkan, "mustika itu telah tidak di tanganku
lagi! Pek Heng, bagaimana pendapatmu tentang rencanaku ini?"
"Aku telah menjadi seorang cacad selama delapan tahun, makan
di sini, tidur di sini, aku sebetulnya hanya menanti mati! Tetapi jika
aku masih panjang umur dan dapat membalas dendam, itu semua
aku pasrahkan kepada Kiu Heng!"
"Pek Heng, kita berkawan sudah puluhan tahun lamanya, urusan
kau seperti juga urusanku sendiri. Setelah Ciam-hua-giok-siu
98 berada dalam tanganku, aku akan segera pergi ke goa Long-ya
untuk mencari orang sakti yang kau bilang, dan dengan mustika
itu, aku akan minta obat yang mustajab untuk menyembuhkan
kedua betismu yang cacad itu!"
"Jika aku dapat menggunakan lagi kedua betisku ini, aku rela
berbuat segala apa untuk membalas budi Kiu Heng itu, dan akan
kuberikan kepada Kiu Heng sebagian benda yang mujizat!"
Kiu It tertawa, lalu menceritakan kejadian kemarin malam ketika
Kong-tong-sa-kiam datang untuk membalas dendam.
Setelah mendengar sampai di situ, Kong-ya Coat segera lari
kembali ke gedung Leng-tiang-koan, dan merubah pita sutera yang
mengikat ketiga kotak Ciam-hua-giok-siu sebelum ia pergi tidur.
Kejadian tersebut lewat dengan tenang saja, karena Kiu It dan Pek
Tiong Thian tidak sadar bahwa mereka telah "diingusi" oleh Kongya Coat, mereka telah memperoleh mustika yang palsu!
Kong-ya Coat harus tinggal lagi beberapa waktu lamanya untuk
menanti kedatangan dua musuh lain dari partai Tiang-pek-kiam.
Dan...... belum lewat sepuluh hari musuh kedua partai itu telah
datang. Adapun pemimpin rombongan itu adalah seorang anak
piatu yang justru pernah ditolong oleh Kong-ya Coat di propinsi Kirin dahulu. Bahkan namanya Ji Hee adalah Kong-ya Coat sendiri
yang telah memberikannya.
Maka begitu Ji Hee melihat Kong-ya Coat, ia segera angkat kaki
dari markas partai Tiang-pek-kiam tanpa menimbulkan sesuatu
99 kerusuhan. Bahkan Jie Hee mohon sungguh-sungguh agar Kongya Coat menginap di markasnya sendiri, setelah membereskan
uruan partai itu.
ENAM Kong-ya Coat masih harus menunggu lagi datangnya pihak kuil Citpo-sie dari pegunungan Ngo-tay-san yang dikepalai oleh Bak Kiam
Taysu. Seperti halnya dengan partai Ang-si-pang, Bak Kiam Taysu pun
meninggalkan markas partai Tiang-pek-kiam tanpa berkelahi
karena Kong-ya Coat telah herhasil meyakinkan pemimpin kuil
tersebut yang ia kenal baik, bahwa pihak kuil Cit-po-sie telah salah
paham atau salah menterjemahkan jejak yang tertera di tembok
kuil Cit-po-sie itu.
Demikianlah Kong-ya Coat telah menceritakan kepada Ouw Lo Si
dan Khouw Kong Hu.
Ouw Lo Si menatap Khouw Kong Hu, kemudian ia menoleh kepada
Kong-ya Coat seraya bertanya.
"Kong-ya Tay-hiap, apakah dua mustika yang lainnya bukan Tokbeng-oey-hong dan Cu-gan-tan adanya?"
"Betul! Kedua mustika itu sangat mujizat, maka Bak Kiam Taysu
telah perlu datang dari tempat yang jauh untuk mencari pencurinya.
Sebelum berlalu dari markas partai Tiang-pek-kiam, Bak Kiam
Taysu pernah berkata bahwa jika ia berhasil membekuk pencuri
100

Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mustikanya, ia akan menyeret pencuri itu kehadapan Cia It Hok
untuk menebus kesalahan terkanya!"
"Pencuri itu mungkin tak dapat dibekuk," kata Ouw Lo Si dalam
hati. Tapi setelah itu ia menoleh kepada Kong-ya Coat dan berkata.
"Aku sudah lama dengar tentang kelihayan Bak Kiam Taysu.
Meskipun pencuri itu mempunyai tiga kepala dan enam tangan
sekalipun, niscaya ia takkan luput dari bekukan orang suci itu!"
"Aku pun berpendapat demikian," kata Kong-ya Coat. "aku
mendoakan agar Bak Kiam Taysu berhasil membekuk pencuri
itu......."
"Kong-ya Tay-hiap waktu kau meninggalkan markas partai Tiangpek-kiam, apakah ada sesuatu yang mencurigakan?" tanya Khouw
Kong Hu. Kong-ya Coat bersenyum sambil mengurut-urut jenggotnya.
"Ada baiknya jika Khouw Tay-hiap mengambil kesimpulan sendiri
dari cerita yang akan kututurkan di bawah ini," sahutnya.
"Pada keesokan harinya, karena ketiga kesulitan dari partai Tiangpek-kiam sudah beres, maka aku lalu minta diri. Cia It Hok
mengadakan pesta makan-makan untuk menghormati aku.
Akupun merasa yakin bahwa Cia It Hok tidak bermaksud menipu.
101 Kiu It segera mengambil satu Ciam-hua-giok-siu dari kotak sutera
tersulam, tentu setelah itu ia terus pergi mencari orang tua yang
sakti di goa Long-ya, melihat sikapnya yang tergesa-gesa itu,
akupun menjadi geli di dalam hati!"
Berkata sampai di situ, dengan tiba-tiba Kong-ya Coat menepuk
kedua tangannya seraya berseru. "Kematian bagi yang menipu!
Apakah pembunuhan yang kejam di markas Kiu It itu dilakukan
oleh orang tua yang sakti dari goa Long-ya itu?"
"Tidak salah lagi!" kata Ouw Lo Si. "Mungkin karena merasa bahwa
obatnya yang mustajab telah ditukar dengan Ciam-hua-giok-siu
yang palsu maka orang sakti itu merasa telah ditipu oleh Kiu It,
lalu......"
"Ia membunuh Kiu Ji-ko dan menulis "Kematian bagi yang menipu!"
kata Khouw Kong Hu.
Tetapi siapakah orang sakti dari goa Long-ya di daerah Sit-mi itu?"
tanya Ouw Lo Si. "Aku belum pernah dengar namanya."
"Di waktu aku masih muda," kata Kong-ya Coat, "aku pernah
berkelana ke mana-mana, namun goa Long-ya di daerah Sit-mi ini
aku tidak mengetahui dimana letaknya. Jika kedua Tay-hiap ingin
membalas dendam Kiu Tay-hiap, jalannya tidak sukar!"
"Ya!" sahut Ouw Lo Si. "Kita hanya perlu menanyakan Pek Tiong
Thian di mana letak goa Long-ya itu!"
"Cocok. Dialah alamat yang paling tepat!" kata Kong-ya Coat.
102 Ouw Lo Si dan Khouw Kong Hu bermalam di tempat si Dewa sakti
malam itu. Esok harinya, dengan alasan bahwa mereka ingin pergi
ke pegunungan Tiang-pek-kiam, mereka ingin segera berlalu dari
Tan-kwi-san-cong, tetapi Kong-ya Coat mendesak agar mereka
dapat menunggu sampai hari berlangsungnya pertemuan Tan-kwipiauw-hiang-song-gwat-ta-hwee yang sudah hampir tiba.
Demikianlah mereka jadi menginap lagi.
Beberapa hari telah lewat, dan ke Tan-kwi-san-cong itu berturutturut telah datang banyak jago-jago silat dari kalangan Kang-ouw,
dan Kong-ya Coat menyambut mereka semua dengan seksama
dan ramah-tamah.
Selama berdiam di situ, Ouw Lo Si dapat melihat atau sedikitnya
mengerti watak tuan rumahnya, dan ia menjadi lebih heran tentang
diselenggarakannya pertemuan tersebut. Jika Kong-ya Coat betulbetul ingin memberikan Ciam-hua-giok-siu sebagai hadiah kepada
pemenang dari pertandingan ilmu silat itu, ia sungguh tidak dapat
mengerti tindakan tuan rumahnya itu.
Dan jika Kong-ya Coat sengaja mengumpulkan para jago silat
untuk kemudian dibunuh, perbuatan itu tak perlu baginya, karena
ilmu silatnya sangat lihay, maka ia mampu mencari dan membunuh
mereka di tempatnya masing-masing!
Tetapi jika Kong-ya Coat ingin memikat pencuri benda ajaib Tongbeng-oey-hong dan pil mujizat Cu-gan-tan, itupun tidak masuk
diakal, karena pencuri itu pasti akan datang tanpa membawa
kedua mustikanya yang ajaib itu!
103 Demikianlah Ouw Lo Si berusaha menebak maksud daripada
pertemuan adu ilmu silat itu. Dan dia hanya dapat menanti saja
tanggal mainnya.
Pada tanggal empatbelas bulan delapan di Tan-kwi-san-cong telah
berkumpul banyak jago-jago silat. Selama itu Ouw Lo Si
memperhatikan bahwa Kong-ya Coat seolah-olah sedang
menantikan kedatangannya satu orang tertentu.
Siapakah gerangan orang yang ditunggu-tunggu itu......?"
Ouw Lo Si tak dapat menebak, dan untuk menanyakan ia merasa
sungkan! Pada bulan delapan menurut perhitungan Imlek itu, pohon-pohon
Tan-kwi sudah berbuah dengan suburnya di pegunungan Hoa-san.
Tatkala itu adalah tanggal empatbelas, di bawah sebuah pohon
Tan-kwi tampak Ouw Lo Si tengah berdiri sambil menikmati malam
bulan purnama. Ia mengharap malam yang terang benderang itu
lekas-lekas berlalu, karena segala keraguannya mungkin akan
lenyap dan kesempatan untuk ia berlalu segera akan datang.
Tetapi apa yang kemudian terjadi" Sungguh di luar dugaamnya
bahwa dia akan meninggalkan tempat itu dengan perasaan takut
yang hebat serta penasaran!
Kejadian tersebut secara sepintas lalu dapat dituturkan sebagai
berikut. Pada waktu itu, yang datang hadir di pertemuan adu silat Tan-kwipiauw-hiang-song-gwat-ta-hwee sudah berjumlah kira-kira
104 tujuhpuluh orang lebih, dan mereka semua adalah tokoh-tokoh
yang terkenal dalam dunia Kang-ouw.
Antara yang hadir tampak pemimpin partai silat dari ibu kota Lee
Beng Yan, jago silat pedang dari propinsi Hok-kian Lim Ceng Yao,
si Raja naga dari telaga Tong-teng Siauw Cu Gie, si burung elang
dari propinsi San-tung Song Thian Hui dan banyak yang lainlainnya lagi.
Yang ganjil yalah semua tokoh-tokoh persilatan tersebut,
sekembalinya dari pertemuan itu, bukan saja telah menjadi
pecundang, malah mereka tampaknya tak ingin, atau merasa takut
untuk merebut kembali nama serta kedudukan mereka sebagai
tokoh-tokoh persilatan yang tenar di kalangan Kang-ouw!
Lebih heran lagi, setelah kembali dari pertemuan itu, mereka tak
berani menceritakan jalannya pertemuan tersebut. Jika ada yang
menanyakan, mereka hanya dapat menghela napas panjang
sambil bersenyum getir. Bahkan ada diantara mereka bersembunyi
untuk mengelakkan pertanyaan-pertanyaan!
Ada beberapa orang yang karena rasa penasarannya, telah pergi
ke pegunungan Hoa-san, untuk menanyakan langsung kepada
Kong-ya Coat, tetapi setibanya di sana, mereka telah dinasehatkan
oleh murid-murid Kong-ya Coat untuk pulang saja, karena katanya,
pemimpin mereka menolak untuk menerima tamu atau siapapun!
Sang waktu memang ganjil, lambat sekali bagi orang yang sedang
menunggu, tetapi pesat laksana angin bagi orang yang sedang
berpesta. 105 Pertemuan Tan-kwi-piauw-hiang-song-gwat-ta-hwee yang telah
membawa malapetaka itu, dengan pesat pula telah berlalu dua
tahun. Dan selama dua tahun itu, gelombang di kalangan Kangouw telah mengamuk entah betapa dahsyatnya!
Peristiwa-peristiwa yang penting antaranya adalah.
Sai-pak-siang-liong (dua naga dari daerah utara) telah berkelana
dan mengganas ke daerah timur.
Sepasang pedang Kim-si-liong-sat-kiam telah menyapu delapan
markas partai silat Tai-hu.
Si Ahli nujum kipas baja Ouw Lo Si yang pernah menggetarkan
Rimba persilatan, setelah mata kirinya dan kaki kirinya di bikin
cacad, ia telah bersembunyi di suatu daerah dekat lembah Yuleng-kok, tetapi kemudian didapat kabar bahwa dia telah kembali
berkecimpungan di kalangan Kang-ouw.
Ketiga mustika milik Thian-hiang-sian-cu telah muncul lagi dan
membuat heboh kalangan Rimba persilatan, tetapi tiada seorang
pun mengetahui siapa pemiliknya sekarang!
Pintu untuk masuk ke lembah Yu-leng-kok telah tertutup, karena
penghuninya telah menjumpai seorang yang akan diwariskan ilmu
silatnya yang maha tinggi.
Si pemabok Si Lam telah keluar dari partai silat Kiong-ka-pang dan
telah memperoleh ilmu dari pendeta sakti Sam Cong Tojin. Tetapi
tabiat dan sifatnya tak berubah yalah dia masih berkelana dan
106 minum arak sesukanya, dan sewaktu-waktu dilihat orang di
kalangan Bu-lim!
Disamping itu semua, yang terhebat dan mysterius adalah
pembunuhan kejam ditempatmja Kiu It -- Hui-ing-san-cong. Tiada
seorang pun yang mengetahui siapa pembunuhnya dan dengan
maksud apakah si pembunuh telah melakukan perbuatan yang
kejam itu?"
Semua peristiwa-peristiwa itu telah menjadi buah pembicaraan
orang, namun pertemuan Tan-kwi-piauw-hiang-song-gwat-tahwee yang diselenggarakan oleh Kong-ya Coat tetap menarik
sekali perhatian orang banyak. Dan seperti telah disebutkan di
atas, akibat daripada pertemuan adu silat tersebut telah membuat
semua tokoh-tokoh persilatan yang ikut serta, mengalami suatu
ancaman hebat!!
Demikianlah peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi selama
dua tahun itu. "Y" Untuk menyingkap tabir rahasia semua ini, marilah kita ikuti ketua
partai silat Tong-teng yang bernama Siauw Cu Gie, si Raja naga
dari telaga Tong-teng, yang hendak mengadakan pemilihan
seorang ketua untuk memimpin semua jago-jago silat yang hidup
di daerah perairan.
Pertengahan bulan delapan sudah tiba lagi, dan pemandangan di
atas maupun di sekitar telaga Tong-teng yang biasanya ramai
107 dengan perahu-perahu pelancong yang simpang siur, kini suasana
di sekitar telaga tersebut telah menjadi sunyi-senyap, gawat!
Nyanyian para nelayan yang biasanya berkumandang dan
merayu-rayu kini tidak terdengar lagi. Hanya suara kodok-kodok
atau tonggeret-tonggeret sajalah yang terdengar saling sahut,
yang telah membuat suasana di situ bertambah tegang!
Di bawah sinar bulan purnama yang terang benderang itu, di suatu
tempat yang luas, tampak sejumlah perahu yang besar atau yang
kecil, lebih banyak dari pada biasanya, tengah mengambang di
atas permukaan air telaga itu.
Dari suatu pantai kemudian tampak sebuah perahu nelayan kecil
meluncur dengan tenang sekali. Seorang nelayan yang bertudung
lebar sedang duduk di buritan sambil mengayuh perahu itu. Di
hadapannya tampak seorang pemuda yang berhalis tebal, bersorot
mata tajam, berparas tampan serta berpakaian baju hijau sedang
berdiri di haluan perahu seraya bernyanyi dengan nada yang
rendah dan sedih.
"Bulan purnama kapan Bersinar di langit sangat Berapa luas adanya Adalah suatu pertanyaan yang sangat sulit.
keluarnya"
megahnya, langit" Aku ingin pulang mengikuti angin, Namun khawatir suasana menjadi dingin. Bersikap sabar menanti kesempatan, Mungkin maksud hatiku akan kesampaian!"
108 Setelah si pemuda selesai bernyanyi, maka dari itu pantai tampak
sebuah perahu yang besar meluncur di atas telaga mengejar
perahu nelayan si pemuda yang kecil, yang lalu berhenti untuk
menanti kedatangannya perahu yang besar itu.
Di atas perahu itu tampak dua orang laki-laki yang berpengawakan
besar dan mengenakan pakaian serba hitam tengah berdiri tegak
di haluan perahu. Ketika perahu itu sudah berada beberapa belas
tombak lagi dari perahu nelayan, terdengar si pemuda bernyanyi
lagi. "Bulan yang bundar dan besar di langit, Dapat berubah bentuknya. Meskipun banyak rintangan dan soalnya sulit, Aku harap dapat lekas mengatasinya!"
Kedua perahu sudah berada dekat sekali satu sama lain, seorang
yang berpakaian serba hitam, itu segera membentak.
"Hei bung! Di sini bukan tempat untuk orang bernyanyi-nyanyi!
Lebih baik kau lekas pulang!"
Tetapi si pemuda terus memandang bulan dan tak menghiraukan
sama sekali bentakan itu.
"Hei bung! Apakah kau tidak mengerti teguranku" Apakah kau
sengaja ingin mengantarkan jiwamu"!" kata lagi orang yang
berpakaian serba hitam dengan gusar.
Si pemuda jadi mendongkol mendengar kata-kata yang kasar itu
dan berbalik menanya dengan sikap yang tenang.
109 "Hei bung! Kan menegur siapa?"
Si baju hitam menjadi makin gusar, dan membentak lagi. "Jika
bukan menegurmu siapa lagi"!"
Tetapi setelah memperhatikan bahwa pemuda itu bukan orang


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang ia dapat perlakukan sesukanya saja, dengan nada yang agak
sabar ia lalu berkata.
"Malam ini adalah malam yang baik sekali. Kau seharusnya
bersenang-senang. Mengapa justru kau datang ke sini mencari
penyakit"! Aku menasihatkan agar kau lekas-lekas pulang!"
Si pemuda menoleh kepada tukang perahu diburitan seraya
berkata . "Ayoh, kita menuju kesana!" Sambil menunjuk ke suatu arah.
"Hei bung! Jangan kesitu! Aku nasihatkan agar kau lekas-lekas
pulang......"
"Telaga Tong-teng yang luas ini adalah untuk orang pesiar di atas
perahu pada malam bulan purnama ini menikmati keindahan alam.
Jika aku dilarang berbuat begitu, aku betul-betul menjadi heran!
Hei bung! Aku ingin menanya, mengapa aku dilarang pesiar di
telaga ini" Apakah kau ingin mengangkangi telaga yang indah
ini......"!"
"Pui Lo-ji! Jangan hiraukan pertanyaan itu. Coba kau tengok siapa
yang lagi mendatangi! Celaka! Kita telah membiarkan orang pesiar
di atas telaga pada malam ini!" kata orang yang kedua.
110 Betul saja pada waktu itu tengah mendatangi sebuah kapal dengan
tiga tiang layar dengan pesat sekali. Kedua orang yang berpakaian
serba hitam nampaknya gemetaran, seolah-olah menantikan
hukuman akibat kelalaian mereka itu!
Di bawah sinar bulan purnama, si pemuda dapat juga melihat
bahwa kapal yang sedang mendatangi itu dicat merah muda,
bahkan ketiga layarnya juga dicat merah muda. Yang lebih aneh
lagi orang yalah yang mengemudikan kapal itu adalah seorang
gadis yang cantik jelita dengan berpakaian serba merah muda. Di
atas dek haluan kapal itu tampak duduk seorang gadis yang luar
biasa cantiknya. Yang juga berpakaian serba merah muda!
Kapal itu dicat merah muda, anak buah dan pemimpinnya adalah
gadis-gadis yang mengenakan pakaian merah muda, dan "teng" di
atas kapal itu juga berwarna merah muda, maka di atas telaga
yang sunyi dan luas itu, di bawah sinar bulan purnama, terwujudlah
suatu pemandangan yang seolah-olah keadaan di dalam dunia
impian! Begitu kapal tersebut berendeng dengan perahu yang besar, maka
kedua orang yang berpakaian serba hitam itu berseru.
"Jie siocia! Apakah kau baik-baik saja?" Sambil membungkukkan
tubuh mereka memberi hormat.
Gadis yang duduk di haluan kapal menyahut. "Hm!" Lalu memutar
kedua matanya yang bundar dan bening ke atas tubuh si pemuda
yang mengenakan baju hijau.
111 "Siapa orang itu"!" tanyanya kepada si baju hitam. "Apakah kamu
tidak memberitahukan kepadanya bahwa malam ini telaga Tongteng menjadi daerah yang terlarang untuk umum"!"
"Aku telah memberitahukannya," sahut si baju hitam. "Tetapi ia
bilang telaga yang luas ini adalah terbuka untuk orang menikmati
keindahan alam! Jika Jie siocia tidak pernah menasehatkan agar
jangan turun tangan sebelum membikin persiapan, akupun pasti
sudah menghajar dia itu!"
Si gadis hanya menggeram. "Hm!" Lalu ia mengawasi si pemuda
yang tetap berdiri tegak mendengari percakapan mereka tadi, dan
sama sekali ia tidak menunjukkan sikap ketakutan atau khawatir.
"Kau ini siapa dan datang ke sini hendak berbuat apa?" tanya si
gadis. "Pada malam pertengahan bulan delapan ini, adalah waktu yang
baik untuk pesiar di atas telaga, mendayung perahu sambil
menik?mati suasana yang indah permai, dan itulah maksud
kedatanganku di sini......"
"Telaga Tong-teng pada malam ini memang sebetulnya baik sekali
dinikmati. Tetapi telaga ini telah menjadi daerah yang terlarang
untuk umum malam ini. Jika kau tidak mengetahuinya, kitapun tak
dapat mempersalahkanmu......!"
"Mengapa daerah telaga ini menjadi terlarang pada malam ini" Aku
mohon siocia sudi memberi penjelasan kepadaku!"
112 "Jika kau bukan dari kalangan Kang-ouw, meskipun aku
menjelaskan kepadamu, kau takkan mengerti!"
"Tetapi...... jika siocia tidak berkeberatan, tolonglah jelaskan juga
kepadaku......"
"Baiklah! Agar kau tidak jadi penasaran, aku akan mencoba
menjelaskan dengan singkat! Malam ini banyak jago-jago silat
telah berkumpul di telaga ini. Kita telah melarang orang pesiar di
atas telaga, itu bukan berarti kita ingin mengangkangi telaga ini,
tetapi kita ingin mencegah agar orang-orang yang telah pesiar di
sini, karena tidak mengetahui, diserang oleh senjata jago-jago silat
yang akan bertarung nanti!"
Kedua orang yang berpakaian serba hitam merasa heran atas
sikap gadis itu, karena mereka sudah dapat menentukan bahwa
pemuda itu akan pasti didamprat atau mungkin diserang oleh siocia
mereka yang terkenal ketus itu!
Tetapi kenyataan......
Si pemuda bersenyum dan berkata lagi.
"Betul! Senjata tajam tiada matanya dan dapat melukai sembarang
orang! Tetapi...... jika orang berani datang ke sini untuk pesiar,
maka iapun harus berani dan rela menerima resiko dari segala
kecelakaan! Aku sebetulnya seorang yang gemar belajar sastra,
yah, boleh dikatakan "kutu buku", tetapi aku selalu mengagumi
jago-jago silat dari kalangan Kang-ouw!"
113 Si gadis jadi bersenyum manis mendengar penjelasan itu, ia
mengawasi si pemuda sambil membereskan rambutnya yang
terurai tertiup angin.
Sejenak kemudian terdengar si pemuda menanya lagi.
"Aku ada satu permintaan, apakah siocia dapat mengabulkan?"
"Apakah kau ingin menonton keramaian?"
"Tepat! Siocia telah menebak jitu. Aku yang selalu menjunjung
tinggi jago-jago silat yang luhur, tetapi belum pernah melihat
dengan mata kepala sendiri mereka itu bertarung! Jika siocia
memperkenankan aku menyaksikan mereka malam ini, aku
sungguh merasa beruntung sekali!"
Si gadis bangun dari kursinya lalu berjalan memutari dek kapal
sambil berpikir.
"Jika kau hanya ingin melihat keramaian dan duduk di pinggiran
sambil menonton, sebetulnya tidak menjadi halangan......"
sahutnya. Lalu ia menatap si pemuda dan berkata lagi.
"Ya! Tidak menjadi halangan sama sekali!"
Salah seorang yang berpakaian serba-hitam tadi, setelah melihat
si pemuda masih berdiri diam saja, menegur.
"Hei bung! Jie siocia sudah mengabulkan permintaanmu! Mengapa
kau diam saja seperti orang gelo dan tidak lekas-lekas
menghaturkan terima kasih"!
114 Tetapi yang ditegur tetap berdiri tegak, seolah-olah tidak
mendengar tegurannya, bahkan sambil menoleh ke buritan perahu
ia berkata kepada tukang perahu yang bertudung lebar.
"Hei Pak! Rupanya malam ini kita beruntung sekali. Ayo ikut kapal
Jie siocia untuk menonton keramaian!"
Si baju hitam menjadi mendongkol terhadap si pemuda karena ia
tidak dipandang mata, namun ia tak berani berbuat apa-apa! Ia
hanya merasa heran melihat Jie siocia mereka yang lain dari pada
biasanya! Biasanya gadis itu sangat berangasan dan ketus karena
selalu dimanjakan oleh kakak laki-lakinya, Siauw Cu Gie yang
bernama julukan si Raja naga dari lima telaga.
Si baju hitam lalu membungkukkan badannya dan berkata.
"Jie siocia, jika tiada suruhan, aku akan segera kembali ke tempat
penjagaan!"
Si gadis kebat tangannya sebagai tanda memperkenankan
orangnya itu berlalu. Kemudian tanpa menoleh kepada si pemuda
ia berkata. "Jika kau ingin menonton keramaian dengan jelas, lebih baik kau
pindah saja ke atas kapalku......"
Meskipun si gadis mengundang dengan suara yang agak rendah,
tetapi undangan lisan itu tokh dapat juga didengar terang oleh si
pemuda yang segera menyahut.
"Terima kasih banyak siocia! Aku akan segera datang!"
115 Tukang perahu lalu merendengi perahunya dengan kapal sungai
itu. Empat gadis yang cantik jelita berdiri berbaris di atas geladak
kapal sambil bersenyum mendengari percakapan antara Ji siocia
mereka dengan si pemuda.
Keempat gadis itu lalu menurunkan sebuah tangga tali agar si
pemuda dapat naik ke kapal.
"Kau jangan banyak bicara," kata Jie siocia sambil menyilahkan
tamunya duduk di atas kursi yang tertutup dengan kain sutera
merah muda. "Dan jangan bertindak sembarangan. Jika kau duduk
diam di kursi ini, aku jamin keselamatan dirimu!"
Si pemuda hanya bersenyum dan mengangguk, lalu duduk di atas
kursi yang berada di samping kursi si siocia. Maka kapal sungai
itupun lalu berlayar lagi ke jurusan lain.
Selama itu suasana di atas telaga masih sunyi senyap. Tetapi
kemudian dengan tiba-tiba terdengar terompet berbunyi panjang
dan lama, memecahkan suasana yang hening itu. Berhentinya
suara terompet dibarengi dengan terlihatnya cahaya lampu dan
obor yang sinarnya membikin sebagian telaga menjadi terang
benderang. Lalu menjadi sepi lagi.
Baru saja si pemuda ingin menanya si gadis dimana pertemuan
akan diselenggarakan, segera tampak beberapa puluh lampu dan
obor menerangi telaga. Suara terompet terdengar lagi.
Dari sebelah timur, sebelah selatan dan sebelah utara terlihat
barisan-barisan kapal sungai yang bertiang layar tiga meluncur
dengan tenang sekali. Barisan kapal sungai dari sebelah timur
116 terdiri dari tujuh buah kapal, dan di atas tiang layar tengah dari
kapal terdepan berkibar-kibar dengan megahnya bendera kuning
yang bertulisan,
"SIAUW dari telaga Tong-teng."
Barisan kapal sungai dari sebelah barat juga terdiri dari tujuh buah
kapal dengan kain layar putih, dan di atas tiap-tiap kain layar
tersebut tampak gambar seekor naga biru tengah mengunjuk
giginya yang tajam dan membuka kukunya seolah-olah hendak
menerkam mangsanya! Orang-orang di kalangan Bu-lim pasti
mengenali bahwa barisan itu adalah dari Liong Cin Thian, si Naga
biru dari partai silat Tai-hu!
Barisan kapal sungai dari sebelah selatan terdiri dari banyak buah
kapal-kapal dengan lambang dari berbagai-bagai corak dan warna.
Di atas kain layar masing-masing, ada yang menggambarkan dua
tulang lengan tersilang dengan kepala tengkorak manusia, dan ada
juga yang menggantungkan pita-pita panjang yang beraneka
warna dan lain sebagainya.
Barisan kapal-kapal sungai dari sebelah utara terdiri dari lima buah
yang luar biasa, karena ke lima buah kapal itu diikat menjadi satu
erat-erat dengan rantai besi yang besar dan kuat, di atas geladak
kapal tersebut ditutupi oleh papan kayu sehingga merupakan
lapangan yang luas sekali. Tampak enambelas orang yang tinggi
besar dan mengenakan pakaian serba hitam terbagi berdiri dengan
tegak di empat sudut geladak tersebut.
Empat barisan kapal-kapal sungai tersebut dengan berbareng
meluncur menuju ke tengah-tengah telaga.
117 Jie siocia mengebat lengan bajunya, maka kapalnya itu lalu
dikemudikan ke barisan kapal di sebelah timur, diikuti oleh perahu
nelayan si pemuda.
Tidak lama kemudian empat barisan tersebut sudah bertemu di
tengah-tengah telaga.
Tiba-tiba terdengar bunyi terompet yang memekakkan telinga.
Di atas geladak kapal terdepan dari barisan kapal di sebelah timur,
tampak duduk seorang yang berpakaian jubah kuning, para
mukanya putih, tetapi berewokan. Kedua matanya bersinar tajam
dan sangat mulia kelihatannya. Di belakangnya berdiri dua baris
orang-orangnya yang berpengawakan kuat tegap. Pemimpin itu
adalah Siauw Cu Gie.
Di atas geladak kapal terdepan dari barisan di sebelah barat,
tampak duduk seorang pemuda yang mengenakan pakaian kulit
pelindung tubuh berwarna biru. Kedua matanya yang besar
senantiasa melirik ke kanan dan ke kiri.
Tetapi di atas geladak kapal terdepan dari barisan di sebelah
selatan tampak semua orang duduk diam seolah-olah menanti
sesuatu yang gawat! Pada saat itu pula suasana di atas telaga
menjadi sunyi-senyap!
Si pemuda baju hijau duduk diam dan merasa kagum menyaksikan
semua persiapan tersebut, tetapi tampaknya ia tak merasa takut
sedikitpun. 118 Sesaat kemudian dari belakang barisan kapal-kapal di sebelah
timur tampak kembang api meluncur ke atas dan terdengar suara
peletikan lelatu api, dan suasana di situ menjadi menakjubkan
sekali dengan memantulnya bayangan kapal-kapal di permukaan
air telaga itu.
Si gadis bersenyum dan berkata kepada si pemuda.
"Jago-jago silat yang biasa hidup di perairan telah berkumpul pada
malam ini. Mungkin kau tidak menduga bahwa pada malam ini kau
dapat melihat mereka semua!"
Si pemuda bersenyum, sambil menghela napas ia lalu berkata
dengan nada yang agak sedih.
"Nasib manusia sukar diramalkan, dan kejadian-kejadian di dunia
yang luas ini tidak mungkin diduga!"
"Apakah kau tengah mengalami sesuatu yang menyedihkan?"
"Banyak soal-soal rumit di dunia ini, dan umur kita tidak panjang.
Jika urusanku diperbandingkan dengan soal-soal di atas, agaknya
tidak ada artinya lagi!"
"Apa kau......"
Ucapan itu belum selesai ketika terdengar suatu pengumuman
yang diucapkan dengan keras dan jelas.
"Kalian telah datang di sini dari tempat-tempat yang jauh. Jika aku
tidak melayani sebagaimana mestinya, aku minta maaf, tetapi aku
119 yakin bahwa kalian sebagai jago-jago silat takkan menghiraukan
soal yang sekecil itu! -- Pada kesempatan yang baik ini, aku minta
kalian dapat mengikuti acara yang telah ditetapkan untuk
membereskan soal-soal kita sendiri yang mencari hidup di
perairan, karena soal-soal itu belum dapat dibereskan selama
beberapa ratus tahun ini!"
Pengumuman itu disambut dengan suara gegap gembira oleh para
hadirin, "Siapakah yang telah mengumumkan pembukaan itu?" tanya si
pemuda kepada si gadis. "Dan soal apakah yang belum dibereskan
selama beberapa ratus tahun itu?"


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia itu adalah Siauw Cu Gie, kakak laki-lakiku!"
"O......"
Kemudian terdengar lagi suara pengumuman.
"Dalam beberapa ratus tahun ini, pengaruh jago-jago silat di
perairan tidak sebesar pengaruh jago-jago silat di daratan.
Kenyataan ini tidak dapat disangkal oleh siapapun! Jika kita
meneliti sebab-musababnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kita terlalu tercerai-berai, malah kadang kala kitapun saling
cakar antara kita sendiri! Setelah mempertimbangkan bolak-balik,
aku jadi bertekad mencari seorang pemimpin untuk memimpin kita
semua, karena dengan jalan ini kita pasti menjadi kuat dan dapat
menangkis segala serangan dari manapun datangnya! Kita takkan
mengalami lagi apa yang disebut peristiwa Pan-yo, yang sangat
memalukan serta menyedihkan itu!"
120 "Apa itu peristiwa Pan-yo?" tanya si pemuda.
"Betul-betul kau ini "kutu buku", sehingga peristiwa yang sangat
menggemparkan itu kau tidak perhatikan sama sekali!"
"Jie siocia, aku yang hidup di darat mana bisa mengetahui
peristiwa yang terjadi di perairan?"
Si gadis makin menaruh simpati terhadap pemuda itu yang di
samping tampan sopan santun juga kata-katanya sering penuh
dengan humor! "Pada pertemuan orang-orang dari kalangan Bu-lim di masa
lampau telah dikeluarkan suatu peraturan, yalah, para jago-jago
silat yang hidup di daratan dilarang untuk menerobos masuk ke
daerah perairan, begitupun sebaliknya para jago-jago silat di
perairan dilarang menerobos masuk ke daerah daratan," sahut si
gadis. "Tetapi pada dua tahun yang lampau, orang-orang dari Pekbee-cit-hiong dari pegunungan Pek-bee telah merampok para
saudagar di telaga Pan-yo. Jago-jago silat di telaga tersebut
berusaha menolong, tetapi mereka telah digempur oleh orangorang dari pegunungan Pek-bee itu, dengan alasan bahwa para
jago silat di telaga Pan-yo lah yang hendak merampok saudagarsaudagar itu! Coba pikir, apakah itu bukan suatu peristiwa yang
sangat memalukan bagi kita yang hidup di daerah perairan?"
Si pemuda mengangguk-angguk sambil bersenyum
Kemudian terdengar lagi suara pengumuman.
getir. "Aku merasa girang bahwa usulku dapat diterima oleh kalian.
Namun...... aku tidak ingin merebut kedudukan pemimpin yang aku
121 maksudkan itu......! Aku telah mengundang kalian ke sini untuk
menetapkan langkah yang kita harus ambil karena mau tak mau
kita harus melawan dengan kekerasan karena pula, lain jalan tidak
ada!" Berbareng dengan selesainya amanat itu terdengarlah tepukan
tangan yang riuh rendah menyatakan setuju akan usul si Raja naga
dari lima telaga, yang tengah berdiri di haluan kapalnya
menantikan berhentinya suara sambutan yang hangat itu.
Adapun syarat-syarat yang dibutuhkan untuk dapat menjadi ketua
dari seluruh partai-partai silat perairan itu adalah.
Harus memiliki ilmu silat yang maha tinggi, dan agar pemilihan itu
dapat dilakukan seadil-adilnya telah ditetapkan bahwa tiap-tiap
partai silat, yang banyak maupun yang sedikit anggotaanggotanya, dapat mengajukan lima orang wakil untuk bertarung
di atas Lui-tay terapung, yalah di atas ke lima buah kapal yang
diikat erat-erat, yang berada di barisan kapal di sebelah utara itu.
Tiap-tiap pemenang memperoleh satu bendera sebagai angka
untuk partai silatnya, dan partai silat yang berhasil memperoleh
sepuluh bendera paling dulu, maka pemimpin partai tersebut
dengan mutlak telah terpilih menjadi pemimpin dari seluruh partaipartai silat perairan itu, dengan perjanjian bahwa jika kemudian hari
ada yang membangkang akan perintah-perintah pemimpin
tersebut, maka mereka itu akan ditumpas oleh seluruh partai yang
berada di bawah kekuasaan pemimpin partai itu.
"Sebetulnya syarat-syarat ini telah diumumkan beberapa waktu
yang lalu, dan aku yakin kalian telah maklum." Siauw Cu Gie
122 melanjutkan amanatnya. "Tetapi demi kelancaran pertemuan ini,
aku telah mengumumkannya sekali lagi! -- Maka untuk tidak
membuang-buang waktu, aku persilahkan masing-masing partai
mengajukan lima orang wakil untuk maju ke atas geladak kapal
gabungan yang merupakan Lui-tay kita!"
Setelah selesai memberikan amanat, ia mengebat lengan bajunya,
dan dengan tiba-tiba tampak kembang api meluncur lagi ke
angkasa. Sebagaimana telah dituturkan di atas, masing-masing partai yang
hadir di situ telah diberitahukan maksud dari pada pertemuan itu,
maka sudah tentu masing-masing partai telah membikin persiapan
dengan tekun. Mereka ingin partai merekalah yang terpilih menjadi
tampuk pimpinan dari semua partai-partai tersebut, karena di
kalangan Kang-ouw, nama dan kedudukan yang tinggi adalah
yang lebih diutamakan dari pada harta benda yang berlimpahlimpah atau jiwa sekalipun!
Sejenak kemudian, dari salah satu barisan kapal sungai di sebelah
selatan meluncur sebuah perahu kecil, di atas haluan perahu itu,
berdiri dengan tegak seorang yang berperawakan jangkung,
bermuka kuning dan kedua matanya besar sekali. Ia mengangkat
kedua tangannya yang dirapatkan sebagai tanda pemberian
hormat kepada para hadirin seraya berkata.
"Batu harus dibelah untuk mengetahui mutunya. Aku Kim Khin
sudah mengetahui bahwa ilmu silatku masih rendah, namun......
aku mohon diperkenankan untuk mempertunjukkan juga ilmu
silatku!" 123 Setelah berkata demikian. ia lalu mendayung perahunya menuju
ke Lui-tay. Kemudian tampak sebuah perahu lain yang didayung langsung ke
Lui-tay. Dengan satu loncatan yang lincah orang yang berada di
atas perahu itu sudah berada di atas Lui-tay seraya berkata.
"Aku Kang Tek Jin mohon diperkenankan untuk mempertunjukkan
kepandaianku!"
Setelah memberi hormat kepada Kim Khin, Kong Tek Jin lalu
mencabut seutas rantai baja, yang panjangnya kira-kira dua meter
dan berujung sebilah pisau yang tajam.
Kim Khin pun segera mengeluarkan sepasang goloknya, lalu
sambil bersenyum ia berkata.
"Aku harap saudara tidak mentertawakan jika aku membuat
kesalahan!"
"Akupun harap saudara akan berbuat serupa!"
Setelah itu, secepat kilat ia telah menyerang Kim Khin dengan
menyambitkan rantainya ke arah dada lawannya.
Kim Khin melangkah mundur satu tindak sambil mengegos ujung
pisau, lalu dengan tidak kalah cepatnya ia meloncat dan menotok
ketiak lawannya yang tengah mengangkat tangan menyambitkan
rantai! 124 Demikianlah pertarungan untuk memilih seorang pemimpin telah
dimulai. Sebentar-sebentar terdenger suara "Crek! Tang!" karena
beradunya kedua senjata jago-jago silat yang tengah bertarung itu.
Serangan-serangan Kang Tek Jin dilancarkan laksana badai
mengamuk, tetapi Kim Khin dengan kelincahan dan ilmu
meringankan tubuh yang baik telah berhasil mendekati lawannya
sambil mencari kesempatan menusukan atau membabatkan
goloknya! "Menurut pandanganku," si gadis memberikan pendapatnya
kepada si pemuda. "Kim Khin, si ikan mas dari partai Ngo-hengpang di tepi sungai Oey-ho, akan menang!"
Baru saja si gadis selesai mengucapkan kata-katanya itu tampak
kedua golok Kim Khin terpentang, lalu menjepit rantai lawannya,
yang kemudian diteruskan dengan kebutan Pek-hong-ciu-san
(Angin utara meniup gunung). Maka terdengarlah satu suara
"Treng!" yang keras, tampak rantai baja Kang Tek Jin terlepas dari
tangannya dan jatuh di geladak Lui-tay!
"Aku Kang Tek Jin mengaku kalah!" katanya dengan paras jengah.
"Siocia, betul-betul tajam pandanganmu!" si pemuda baju hijau
memuji si gadis.
"Jika kau mengerti silat, kaupun dapat meramalkan siapa-siapa
yang akan menang atau kalah dalam suatu pertarungan!" sahut
yang dipuji. 125 Si pemuda hanya bersenyum dan menoleh ke arah barisan kapal
sungai yang tiang layarnya digantungi pita dari berbagai-bagai
warna, dan ia dapat melihat satu bendera merah telah dikibarkan
pada tiang layar yang terdepan, kapal partai Ngo-heng-pang.
Setelah empatbelas pertarungan atau aduan silat selesai, maka
Kong Sun Sen dari partai silat Hong-tok dan Ji-tay dari partai silat
Kao-yu masing-masing telah memperoleh satu bendera merah.
Duabelas bendera merah lainnya telah direbut oleh jago-jago silat
dari partai Tong-teng, Tai-hu dan tiga partai di daerah sepanjang
sungai Oey-ho. Adapun partai silat Tong-teng yang dipimpin oleh Siauw Cu Gie,
telah memperoleh empat bendera merah, partai silat Tai-hu yang
dipimpin oleh Liong Cin Thian juga telah memperoleh empat
bendera merah, dan tiga partai silat di daerah lembah sungai Oeyho yang menggabungkan diri menjadi satu, telah juga memperoleh
empat bendera merah!
Jika partai silat Tong-teng dan partai silat Tai-hu mempunyai
banyak jago silat yang lihay, itu tidak mengherankan, tetapi jika
partai-partai silat di lembah sungai Oey-ho yang menggabungkan
diri dan memakai nama Ngo-heng-pang juga berhasil memperoleh
empat bendera merah -- sama banyaknya seperti jumlah bendera
merah yang telah diperoleh oleh kedua partai silat tersebut di atas,
ini betul-betul di luar dugaan banyak orang yang hadir!
TUJUH Demikianlah tiga partai silat telah memperoleh bendera-bendera
merah sama banyaknya. Sebetulnya partai silat Tong-teng berada
126 di dalam kedudukan yang lebih unggul, karena Siauw Cu Gie
hanya baru mengirim dua orang wakilnya, dan kedua orang itu
telah berhasil memenangkan empat pertandingan!
Partai-partai sikat Kao-yu dan Hong-tok setelah mengetahui bahwa
mereka tak dapat melawan jago-jago dari partai-partai lainnya,
maka merekapun telah berhenti turut serta, dan lebih suka jadi
penonton saja! Partai silat Ngo-heng-pang dari daerah lembah sungai Oey-ho,
meskipun telah berhasil memperoleh empat bendera merah, tetapi
mereka telah kehilangan empat orang jago-jago silatnya karena
terluka. Sedangkan Kim Khin, yang paling jempol ilmu silatnya juga
sudah dirobohkan oleh Nio Ce It dari partai silat Tai-hu. Mengingat
itu semua, partai inipun telah bertekad takkan mengikuti lagi
pertarungan itu.
Dengan demikian, maka pertarungan akan dilangsungkan oleh
partai-partai, dari Tong-teng dan Tai-hu saja.
Pada saat itu seorang dari partai Tai-hu baru saja berhasil
merobohkan Yap Teng dari partai Tong-teng, dengan jurus Liongsang-hong-bu (Naga melonjak cenderawasih menari-nari),
sehingga Yap Teng terpental keluar dari Lui-tay dan tergelincir ke
dalam telaga. Perlu kiranya dijelaskan di sini bahwa Yap Teng adalah seorang
jago yang telah berturut-turut memenangkan tiga pertempuran. Di
kalangan Bu-lim ia terkenal sebagai Hay-tee-lo-gwat (Iblis
menyerok bulan dari dasar laut). Jika sampai ia dapat dikalahkan,
dapat diukur betapa lihay ilmu silat orang yang telah
127 merobohkannya itu! Namun Siauw Cu Gie tetap bersikap tenang,
rupanya ia sudah mempunyai rencana, dan merasa yakin betul
bahwa partai silatnya akan menggondol piala kemenangan pada
akhirnya! Tidak demikian halnya dengan si gadis, adik Siauw Cu Gie. Ia
menjadi agak gelisah menyaksikan kekalahan Yap Teng itu.
Pertarungan makin lama makin menjadi seru dan hebat karena
saat yang menentukan makin mendekati. Enam pertarungan telah
selesai, dan kedua partai silat tersebut tetap membagi benderabendera dengan jumlah yang sama!!
Liong Cin Thian, pemimpin partai silat Tai-hu mulai menunjukkan
kegelisahannya ketika dari barisan Tong-teng meluncur sebuah
perahu kecil yang ditumpangi oleh Ku Pak Su, si naga kecil murid
kesayangan Siauw Cu Gie.
Ketika perahu itu sudah dekat Lui-tay, dengan jurus Ceng-tengtiam-cui (Capung menyentuh air). Ssssst! Ku Pak Su sudah
mencelat seperti kilat cepatnya menuju ke atas Lui-tay!
"Luar biasa!" terdengur pujian dari beberapa penonton dalam
suasana yang sangat tegang itu!
Thio Beng, seorang jago silat dari partai Tai-hu, yang telah diakui
memiliki kepandaian tertinggi di antara rekan-rekannya, menjadi
cemas menyaksikan ilmu Ku Pak Su yang dahsyat itu, karena kali
ini dialah yang harus naik ke atas Lui-tay untuk mempertahankan
nama baik partainya.
128 Sebagai kepala dari salah satu cabang partai Tai-hu, ia harus
memberikan bukti bahwa ia juga memiliki kepandaian yang tidak
boleh dipandang ringan. Maka dengan tekad berusaha
mempertahankan nama serta kedudukannya, dengan sikap yang
agak gelisah, iapun lalu mendayung perahunya menuju ke Lui-tay,
kemudian dengan jurus Han-san-sin-tit (jangkrik muda meloncat di
rumput), tampak ia menotok pinggir perahu dengan ujung jari
kakinya dan sejenak kemudian ia sudah berdiri berhadapan
dengan Ku Pak Su.
Mereka akan bertarung tanpa mempergunakan senjata, tampak si
naga kecil sudah mulai menyerang dengan jurus Ciok-po-thiankheng (Menghancurkan batu mengejutkan lawan). Ia memekik
seperti burung hantu sambil mencelat di udara dan melepaskan
tendangan ke arah dada lawannya!
Thio Beng dengan cepat melangkah ke samping mengelakkan
tendangan maut itu. Egosannya yang dilakukan dengan cepat dan
tenang itu telah memperoleh tampik sorak dari para hadirin. Tibatiba ia berbalik dan menerkam Ku Pak Su yang baru saja tiba di
atas geladak, dengan jurus Beng-houw-kim-to (Harimau ganas
menerkam kelinci).
Tidak percuma Ku Pak Su menjadi murid kesayangan Siauw Cu
Gie, dengan jurus Ouw-bong-sim-ciu (Lindung hitam menyelam ke
dalam air), entah dengan cara apa ia melejit, hanya tampak Thio
Beng terhuyung-huyung menerkam angin!
Justru pada waktu lawannya terhuyung itulah, ia mengirim tinju
bajanya ke atas punggung yang tidak terlindung itu!
129 Thio Beng jadi terkejut bukan main berbareng merasakan
hembusan angin tinju yang menerjang dari arah belakang, maka
dengan tergesah-gesah pula ia membuang dirinya ke depan,
menukik dan bergulingan di geladak Lui-tay, karena dengan jalan
itu sajalah ia dapat menghindarkan bahaya maut!
Setelah dapat berdiri lagi, Thio Beng dengan wajah merah padam
telah mendahului menyerang dengan jurus Tok-coa-touw-tok (Ular
berbisa menyemburkan racun). menotok dada lawannya.
Ku Pak Su mengegos sambil menepuk tangan lawannya yang
hendak menotok itu, dan dengan tinju yang lain ia menyerang
lambung Thio Beng.
Thio Beng mundur secepat kilat, tetapi Ku Pak Su tidak
memberikan ketika kepadanya, ia menggeser dan menghujani
jotosan dengan jurus Kong-ciang-sang-kong (Dua palu baja
menghujani tembok). Thio Beng terdesak dan tak berdaya


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga akhirnya ia kecebur ke dalam telaga!
Melihat kekalahan orangnya, Liong Cin Thian tak dapat menahan
napsunya lagi dan membentak.
"Ilmu silat Ku Tay-hiap betul lihay! Apakah aku Liong Cin Thian
boleh menguji ilmu melontarkan senjata rahasianya?"
Lalu ia meloncat turun ke dalam sebuah perahu kecil dan dengan
cepat perahu itu di dayungnya ke Lui-tay.
Ku Pak Su yakin bahwa Liong Cin Thian sebagai ketua dari partai
silat Tai-hu pasti berkepandaian tinggi, maka ia jadi bersikap
130 sangat waspada, apalagi setelah mendengar ia ingin diuji
kepandaian melepaskan senjata rahasianya.
"Ku Tay-hiap!" kata Liong Cin Thian setelah berhadapan dengan
lawannya itu. "Seperti telah kukatakan tadi bahwa aku hendak
menguji ilmu melepaskan senjata rahasiamu. Perlu kiranya aku
jelaskan di sini bahwa ilmu melepaskan senjata rahasia
memerlukan juga mata yang tajam!"
Ucapan tersebut sebetulnya suatu sindiran untuk menyerang urat
syaraf dan berbareng mengejek Ku Pak Su, karena bila Ku Pak Su
menjadi gusar ia akan bertarung dengan hati yang tidak tenteram.
Dan betul saja setelah mendengar sindiran itu, yang seolah-olah
menganggapnya bermata lamur, ia menjadi gusar dan membisu
menahan amarahnya.
"Aku tentu tidak mempunyai kepandaian apa-apa, terutama
kepandaian bicara untuk mengimbangi kelihayan bicara
Locianpwee!" sahutnya. "Maka dengan ini aku mohon
mengundurkan diri dari Lui-tay ini!"
Ia membungkukkan tubuhnya menghaturkan hormat, lalu turun ke
dalam perahu dan kembali ke barisannya!
Perbuatan tersebut sungguh di luar dugaan Liong Cin Thian, dan
mungkin juga di luar dugaan orang banyak. Mereka jadi saling
menatap wajah masing-masing sambil bertanya. "mengapa Ku Pak
Su mengaku kalah sebelum bertempur?"
"Dia seorang Siauw-cut (orang tak ternama) yang bernyali tikus!"
Demikianlah ada sebagian orang yang seenaknya saja telah
131 melontarkan ejekannya. Tetapi ada juga sebagian orang yang
malah memuji di dalam hati dan mengatakan bahwa sikap Ku Pak
Su itu sangat bijaksana. Bahkan ada jago silat yang merasa
kasihan terhadap Liong Cin Thian yang telah ditinggalkan mentahmentah, seolah-olah lawannya itu segan meladeni orang yang
kurang sehat otaknya!!
Meskipun Liong Cin Thian pernah memimpin orang-orangnya
berkelana ke utara dan selatan, tetapi ia masih merupakan seorang
pemimpin yang kurang pandai mengendalikan sikap dan
kewibawaannya sendiri, ia tertawa berkakakan dan berkata
dengan suara yang keras sekali.
"Kedua mata Ku Tay-hiap ternyata memang kurang tajam, dan
sikapnya pun kurang tenang! Tetapi aku harus mengakui bahwa
sangat cerdik. Ia mengetahui bahwa ia bukan tandinganku yang
sepadan, dan telah menarik diri dari pertarungan ini. Jika banyak
jago-jago muda lainnya sepintar Ku Tay-hiap, bukankah mereka
akan lebih selamat" Ha, ha, ha!!"
Kata-kata itu bukan saja telah mengejek Ku Pak Su, tetapi juga
semua anggota dari partai Tong-teng, terhitung pemimpinnya
sekali, Siauw Cu Gie!
Sebagai pemimpin dari partai yang boleh dikatakan terbesar,
Siauw Cu Gie masih dapat mengendalikan hawa amarahnya,
tetapi baru saja ia ingin menjawab, tiba-tiba dari tempat yang tidak
jauh dari kapal sungainya terdengar suara tertawanya seorang
wanita. Ia menoleh ke belakang dan tersenyum setelah mengenali
bahwa orang yang tertawa itu adalah adik perempuannya, Siauw
132 Bie alias Jie siocia, yang cerdik luar biasa dan selalu
dimanjakannya itu.
Kemudian sambil tertawa manis Siauw Bie menyahut.
"Pemimpin Liong betul-betul pandai bicara. Jika kepandaian bicara
orang-orang di kalangan Bu-lim setaraf dengan kepandaian
pemimpin Liong itu, sungguh sangat disayangkan bahwa ilmu silat
akan musnah dari muka bumi ini, karena tiada lagi orang yang ingin
mempelajarinya!"
Di bawah sinar lampu dan obor Liong Cin Thian dapat melihat
seorang gadis yang mengenakan pakaian serba merah muda,
yang cantik luar biasa tengah mentertawakan dirinya. Ia menjadi
serba salah dan tak dapat berkata-kata untuk sementara waktu.
Sahutan yang tajam itu telah menggores sanubarinya, dan ia
menjadi masgul ketika mengetahui harus berhadapan dengan
seorang gadis! Dalam suasana yang mendadak sunyi itu, terdengar Siauw Bie
berkata lagi. "Jika pemimpin Liong lebih pintar bicara daripada bertempur,
akupun tak dapat mengadu lidah terhadapnya. Tetapi jika
Pemimpin Liong lebih pintar bertarung daripada bicara, aku minta
kerelaan hatinya untuk mengajarkanku satu-dua jurus ilmu silat!"
Perkataan itu semata-mata adalah suatu tantangan. Mengingat
kedudukannya sebagai seorang pemimpin dari satu partai silat
yang besar, Liong Cin Thian harus menerima tantangan itu. Hanya
jika ia menang dalam pertempuran itu, ia menang melawan
133 seorang gadis, tetapi sebaliknya jika dia yang dirobohkan oleh
gadis itu dimanakah ia harus menaruh mukanya"! Liong Cin Thian
jadi ber?diri menjublek sambil menggaruk-garuk kepalanya yang
sebetulnya tidak gatal!
Sejenak kemudian tampak Siauw Bie berjalan ke depan haluan
kapal sungainya agar ia dapat dilihat tegas oleh para hadirin dan
berkata lagi. "Aku tidak dapat memaksa jika pemimpin Liong tidak bersedia
melawan aku, karena mungkin aku tidak terhitung sebagai seorang
jago silat yang terkenal sebagai pemimpin Liong, si Naga biru!"
Ejekan yang bertubi-tubi datangnya itu telah membikin si pemuda
baju hijau yang mendampingi Siauw Bie jadi tertawa terpingkalpingkal meskipun tampaknya ia berusaha keras menahan rasa
gelinya itu. Melihat demikian, Liong Cin Thian yang berada dalam kedudukan
serba-sulit itu menjadi gusar bukan main.
"Hei monyet! apa yang kau tertawakan"!" bentaknya dengan mata
melotot. Si pemuda belum dapat menahan tertawanya, dengan sikap acuh
tak acuh ia tertawa terus.
"Apakah orang tak diperbolehkan tertawa di sini?" tanya Siauw Bie.
"Lagipula jika kau mampu membikin seekor monyet tertawa,
sesungguhnya kau ini seorang badut terbesar!"
134 Liong Cin Thian jadi berjingkrak karena gusarnya dikatakan
sebagai seorang badut, tetapi terhadap seorang gadis cantik
sebagai Siauw Bie, ia seolah-olah kehilangan pegangan dan tiaptiap jawaban Siauw Bie hanya menjerumusnya lebih dalam saja ke
jurang lelucon! Ia menundukan kepala untuk berpikir dan
mempertimbangkan langkah yang harus diambil. Lalu bagaikan
orang sinting ia tertawa gelak-gelak dan berkata.
"Aku menanya pemuda itu, tetapi siocia yang menyahut. Sekarang
aku ingin menanya, siocia dan dia itu ada hubungan apa, sehingga
kau mengeloninya mati-matian"!"
Ditanya demikian, dengan tiba-tiba paras Siauw Bie menjadi
merah, tetapi tidak salah jika gadis itu terkenal cerdik, karena tanpa
menjadi bingung terdengar ia menyahut.
"Orang yang pertama-tama bicara denganmu adalah aku,
mengapa kau menanyakan dia yang tidak ada hubungannnya
samasekali" Apa barang kali kau memang sudah linglung"!"
Liong Cin Thian menjadi hijau mukanya serta gemetaran seluruh
tubuhnya karena terlampau menahan gusar. Pertama ia dikatakan
sebagai seorang badut, kini ia dianggap sudah linglung!
"Y" Ketika tanya jawab itu berlangsung dengan sengitnya, sekonyongkonyong terdengar seruan kaget dari beberapa hadirin, dan
seketika itu juga tampak sebuah kapal sungai dengan tiang layar
hitam dan kain layar putih tengah mendatangi ke arah Lui-tay. Di
atas lajar yang putih itu tertulis tiga huruf,
135 Soat-hay-tu! Di bawah sinar bulan dan bintang-bintang, bukan saja tiga huruf
yang tertulis di atas layar itu terlihat sangat jelas, bahkan seorang
yang kurus jangkung, berambut panjang yang menutupi kedua
bahunya, mengikat kepalanya dengan sehelai kain, dan
mengenakan jubah serba putih juga tampak berdiri tegak di haluan
kapal sungai itu.
Ketika sudah mendekati kapal sungai Siauw Cu Gie, manusia ganjil
itu menanya dengan suara keras.
"Pemimpin Siauw! Kau sudah mengundang seluruh jago silat
perairan, mengapa aku tidak turut diundang" Apakah barangkali
kau sudah lupa kepadaku"!"
Baru saja selesai mengucapkan kata-katanya itu, tampak tubuhnya
yang kurus jangkung laksana sebatang bambu itu berdiri tegak,
kedua lututnya membengkok sejenak, dan dengan satu loncatan,
secepat kilat ia sudah berada di atas Lui-tay!
Manusia ganjil itu bukan saja pakaiannya sembarangan, bahkan
wajahnya pun jelek sekali. Kedua tulang pipinya menonjol keluar,
hidungnya melengkung seperti patok burung betet, mulutnya
monyong seperti mulut ikan hiu, tubuhnya kurus jangkung seperti
sebatang bambu dan suara tertawanya nyaring seperti kuntilanak!
Para hadirin adalah jago-jago silat yang banyak berkelana dan
lama berkecimpungan di kalangan Kang-ouw, namun
delapanpuluh persen dari mereka tidak mengenal siapa manusia
136 ganjil itu. Hanya si pemuda baju hijau terperanjat ketika melihat tiga
huruf Soat-hay-tu, yang tertera di atas layar!
Liong Cin Thian yang sedang gusar, juga telah terperanjat dengan
tibanya si jangkung itu.
"Hari ini adalah hari pertemuan para jago silat perairan,"
bentaknya. "Saudara datang di sini atas undangan siapa?"
Mengapa naik ke Lui-tay ini tanpa permisi dulu" Apakah kau
menganggap kita semua patung-patung batu"!"
Si jangkung mengawasi Liong Cin Thian dengan tajam, sambil
tertawa berkikikan, lalu ia menyahut.
"Jadi kau menganggap aku ini bukan seorang jago silat perairan,
dan tak berhak turut serta dalam pertemuan ini"!"
Liong Cin Thian yang berwatak berangasan dan sedang
mendongkol telah "dikocok" pulang pergi oleh Siauw Bie, menjadi
kalap. "Aku sudah lama berkecimpungan di kalangan Kang-ouw dan
mengenal banyak jago-jago silat perairan, tetapi aku tidak
mengenal orang yang berparas seburuk kau ini!" bentaknya seraya
melangkah maju beberapa tindak.
"Jika kau tidak menganggap aku ini sebagai jago silat, yah......! Aku
tidak berkeberatan sedikitpun. Tetapi...... aku sudah berada di atas
Lui-tay ini, apa yang hendak kau perbuat terhadapku"!"
137 "Kau harus lekas-lekas enyah dari sini, dan jika kau masih ingin
membangkang......"
Belum lagi selesai mengucapkan bentakannya itu, Liong Cin Thian
sudah tidak lagi dapat menahan hawa amarahnya, dan dengan dua
jari tangan kanannya ia menyerang dengan maksud menotok dada
si jangkung! Totokan itu kelihatannya tidak luar biasa, tetapi sebetulnya
mengandung banyak perubahan dan tipu-tipu yang membingungkan bagi orang yang diserangnya. Orang yang
mengenal Liong Cin Thian, terutama orang-orang dari partai silat
Tai-hu, sudah mengetahui kelihayan totokan tersebut, dan mereka
menduga bahwa si jangkung itu pasti menjadi korban.
Tetapi...... yang diserang tetap tertawa, seolah-olah tak membikin
persiapan untuk menerima serangan lawannya itu. Ia hanya
membengkokkan tubuhnya ke belakang ketika kedua jari tangan
Liong Cin Thian yang hendak menotok dadanya itu sudah dekat
sekali! Liong Cin Thian yang sudah yakin betul bahwa totokan mautnya itu
takkan gagal telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, malah
karena napsunya ia telah menjadi lalai untuk membikin perubahan
dan menyerang bagian lain dari lawannya, jika serangannya yang
pertama itu tidak membawa hasil. Ia jadi terkesiap ketika
merasakan telinganya ditiup oleh lawannya, maka dengan jurus
Kim-li-to-cwan-po (Ikan hiu menembusi gelombang), ia meloncat
ke belakang satu tombak dengan hati berdebar-debar!
138 Si jangkung gembira sekali telah dapat mempermainkan lawannya
itu, lalu sambil nyengir ia berkata.
"Kau telah berbuat curang! Kau sama sekali tidak memberikan
ketika untuk aku bersiap-siap, tetapi dengan tiba-tiba kau telah
menyerang!"
"Sekarang kau sudah siap, maka mulailah!!"
Bentakan yang keras itu disertai dengan satu loncatan untuk
menerkam si jangkung. Tampak kedua tinju Liong Cin Thian
melancarkan pukulan-pukulan dengan jurus-jurus Ban-li-hui-hong
(Pelangi membentang di seluruh angkasa) dan Ouw-hong-cuihong (Tawon mengamuk menyengat beruang), ke atas kepala dan
pundak si jangkung!
Bukan main pesatnya hujan tinju itu, yang telah dilancarkan
dengan maksud mengunjuk kewibawaan dan mencuci malu!
Tetapi...... hujan tinju secepat kilat itu hanya ditangkis oleh si
jangkung dengan menyalibkan kedua lengan di atas kepalanya,
dan pukulan-pukulan maut Liong Cin Thian itu seolah-olah
ditumbukkan ke atas batu gunung yang besar!
Kemudian dengan jurus Nu-long-pa-san (Gelombang raksasa
menggempur gunung), si jangkung menolak ke depan dengan
lengannya yang disalibkan tadi, dan dengan satu jeritan yang
membikin bulu roma berdiri, ia mencelat ke belakang melalui
kepala lawannya!
139 "Hei kerbau gila!" bentaknya. "Serangan yang dilakukan dengan
jurus Ouw-hong-cui-hong itu boleh juga...... hanya sayang sebelum
tinju dilancarkan kau sudah terlampau banyak mengeluarkan
tenaga. Jika kau menyerang musuh begitu caranya, mana kau
dapat menang"! Menurut pandanganku, kau harus belajar silat lagi
dua tahun! -- Ya! dua tahun lagi lamanya. Hee, hee, hee!"
Sebetulnya para hadirin sudah tidak senang melihat wajah si
jangkung yang jelek, yang telah datang di situ tanpa diundang itu.
Tetapi setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri cara ia
melayani Liong Cin Thian seperti kucing mempermainkan seekor
tikus, perasaan jemu dan masgul mereka segera berubah menjadi
perasaan kagum!
Siauw Bie yang kini tengah duduk di samping si pemuda baju hijau,


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingin menanyakan kalau si pemuda kenal manusia ganjil itu, tetapi
ketika melihat sikap si pemuda tidak setenang semula, ia
membatalkan maksudnya.
Dan pada saat itu pula di atas Lui-tay telah terjadi suatu
pertempuran yang dahsyat sekali. Di bawah sinar bulan yang
terang benderang, ditambah dengan sinar lampu dan obor, tampak
si jangkung berlari dan berloncat-loncat dengan gesit sekali
mengurung Liong Cin Thian yang jadi sibuk menangkis atau
mengegosi tiap-tiap serangan lawannya yang aneh itu.
Pertempuran baru saja berjalan lebih kurang tigapuluh jurus, Liong
Cin Thian sudah tampak terdesak. Ia yang berwatak berangasan
tengah memberi perlawanan dengan sikap kurang waspada serta
140 hati kurang tenang, maka ia telah melanggar sila-sila pokok atau
pantangan-pantangan utama dalam ilmu silat!
Ilmu silat yang maha tinggi, gerak-gerik yang lincah laksana seekor
kera, cara menangkis sesuatu serangan yang sulit yang
dipamerkan oleh si jangkung, telah membikin para hadirin menjadi
kagum tak terhingga.
Siauw Cu Gie yang tadinya ingin bertarung dan mengalahkan
Liong Cin Thian, kini jadi berbalik mengharap agar Liong Cin Thian
berhasil mengalahkan si jangkung itu! Ia hanya dapat mengharap,
tetapi kenyataan tidak dapat dipungkir!
Semua hadirin telah dapat melihat bahwa Liong Cin Thian
merupakan lawan yang empuk bagi si jangkung. Liong Cin Thian
pun menyadari hal ini, namun demi nama baik partainya, ia
mela?wan terus dan bertekad memberikan apa saja yang
dimilikinya untuk merobohkan lawannya itu!
Tiba-tiba terdengar satu jeritan yang amat nyaring, dan tampak
Liong Cin Thian melonjak ke atas, lalu dari atas dengan kedua
lengannya terpental lebar, ia menukik dan menerkam dahsyat
sekali! Itulah jurus Yun-liong-sin-jiauw (Cakaran maut naga sakti),
yang tidak dapat dipersamakan dengan jurus-jurus lainnya.
Si jangkung mengawasi lawannya yang sudah terapung di udara
itu, ia menanti sebentar lalu sambil mengebatkan lengan jubahnya
tampak tubuhnya yang kurus itu menerjang ke atas, dan pada saat
kedua lawan itu saling lewat melewati itulah, tiba-tiba terdengar
satu jeritan seram dan tampak tubuh Liong Cin Thian terkulai serta
141 terlempar ke permukaan geladak Lui-tay, untuk kemudian
terjerumus masuk ke dalam telaga!
Terpecahlah suasana yang hening dan tegang itu oleh suara
gemuruh para hadirin yang jadi terperanjat bukan main
menyaksikan adegan yang ganas itu. Orang-orang dari partai silat
Tai-hu segera menceburkan diri mereka ke dalam telaga untuk
menolong ketua partai tersebut, tetapi setelah sekian lamanya
mereka mencari, tubuh atau mayat Liong Cin Thian tidak berhasil
diketemukan!! Setelah menyapukan matanya ke seluruh anggota-anggota partai
silat Tai-hu, si jangkung lalu menoleh kepada Siauw Cu Gie dan
berkata dengan suara yang lantang.
"Pemimpin Siauw! Pertemuan kali ini telah dihadiri oleh semua
jago-jago silat dari daerah dekat telaga dekat sungai atau dekat
sungai kecil. Akupun telah mengetahui bahwa yang ilmu silatnya
tertinggi akan dipilih menjadi pemimpin. Aku sebetulnya tidak
bermaksud dipilih, namun aku ingin juga coba-coba! Karena jika
aku tidak mencoba, mungkin aku takkan enak tidur dan makan!"
Ia berhenti sejenak untuk melihat reaksi para hadirin atas
ucapannya itu, lalu sambil tertawa ia melanjutkan.
"Partai silat Kao-yu, Hong-tok, Tong-teng, Tai-hu, yang dari daerah
lembah sungai Tiang-kang dan sungai Oey-ho telah hadir di sini,
ditambah dengan aku dari partai soat-hay maka bolehlah dikatakan
bahwa pertemuan ini betul-betul telah komplit dihadiri oleh semua
partai-partai silat perairan! Hai! Alangkah baiknya jika kita berhasil
memilih seorang pemimpin sekarang ini!"
142 Setelah berkata demikian ia terus tertawa berkikikan seolah-olah
tiada manusia lain di sekitarnya.
"Saudara datang dari partai Soat-hay, apakah saudara ini murid
Soat-hay Song Gie Locianpwee?" tanya Siauw Cu Gie dengan
heran. "Betul! Sungguh luas pengetahuan pemimpin Siauw. Aku bernama
To Leng dan Soat-hay Song Gie Locianpwee adalah guruku!"
Ketika mengetahui si jangkung bernama To Leng semua hadirin
menjadi terkejut. Karena dia itulah yang bernama julukan Bo-songpek-hi, Cui-hun-siau-bin (Si baju putih menghalau roh)!
"Kalian telah menetapkan sendiri syarat dan caranya untuk memilih
pemimpin," kata To Leng. "Dan syarat serta cara pemilihan itu aku
tentu harus menyetujui! -- Tadi aku telah bertarung satu kali dan
seperti kalian telah saksikan bahwa aku yang menang. Sekarang
aku sudah siap untuk bertarung lagi melawan siapa saja!"
Para jago silat yang telah dipecundangi tentu tidak akan berani
maju lagi, sedangkan yang belum dikalahkan merasa gentar untuk
berhadapan dengan To Leng yang telah dengan mudah
melemparkan Liong Cin Thian ke dalam telaga!
Siauw Cu Gie menundukkan kepalanya berpikir keras dan
mempertimbangkan tantangan itu. Sebetulnya maksud dari pada
pertemuan tersebut adalah untuk mempersatukan jago-jago silat
perairan di bawah satu pimpinan, dan siapapun tak dapat
menyangkal manfaat atau faedahnya jika perhimpunan itu telah
terwujud. 143 Orang yang mencetuskan gagasan yang revolusioner itu adalah si
Raja naga dari lima telaga sendiri, yang pun diam-diam berhasrat
besar untuk terpilih menjadi pemimpin yang dimaksud itu. Ia tengah
menilai apakah To Leng itu dapat ia robohkan. Tetapi sebelum
herhasil mengambil keputusan, Siauw Bie sudah menantang bakal
lawannya itu. "Hei kau si jangkung jelek! Menurut pendapatmu Soat-hay dapat
digolongkan sebagai daerah perairan. Jika demikian, ikan kayu
juga dapat digolongkan sebagai ikan tulen! Hah! Aku
menasehatkan agar kau pergi sekolah dulu, dan baru datang lagi
setelah ikan kayu betul-betul boleh digolongkan sebagai ikan
tulen!" "Aku kira pada dewasa ini, pria dan wanita sama derajatnya.
Karena wanita atau pria adalah manusia juga dan tak boleh dibedabedakan! Bagaimana pendapat siocia?" tanya To Leng sambil
nyengir dan menantikan jawaban Siauw Bie. Tetapi si gadis tidak
menyawab, maka ia meneruskan.
"Maksud dari pada ucapan tadi yalah, jika siocia ingin maju
bertarung melawan aku, aku merasa girang sekali, tetapi itu tak
usah aku sebut-sebut lagi. Sekarang mari kita kembali kepada
pertanyaanmu tadi. apakah Soat-hay boleh digolongkan sebagai
daerah perairan" -- Soat-hay adalah lautan es. Jika air sungai Oeyho telah membeku dan menjadi es, apakah sungai tersebut masih
tetap diakui sebagai sungai"!"
144 Semua hadirin merasa tertarik sekali dengan pertanyaanpertanyaan yang aneh itu, mereka hanya cemas si gadis akan
menjadi "makanan empuk" bagi si jangkung itu.
Sejenak kemudian mereka telah dibikin terkejut oleh munculnya
sebuah bola kayu yang bergaris lintang lebih kurang dua meter dan
dicat sangat indah dengan lima warna yang menyolok. Benda itu
tengah meluncur di permukaan air telaga sambil terputar-putar
pelahan. Debat antara Siauw Bie dan To Leng jadi berhenti dengan tiba-tiba.
Para hadirin mengalihkan perhatian mereka ke benda yang
berbentuk aneh itu. Mereka saling bertanya-tanya dari manakah
datangnya bola kayu itu" Apakah maksud dan gunanya"
Sejenak kemudian, setelah datang lebih dekat, tampak benda
bundar itu terbuka bagian atasnya, lalu dari dalam keluar seorang
yang badannya gemuk seperti seekor babi, rambutnya terurai,
mukanya brewokan dan mengenakan baju yang banyak warnanya!
Begitu keluar dari dalam bola itu, orang itu segera mendongak ke
atas dan menyemburkan napasnya keluar dari mulut.
Setelah itu, tampak tubuhnya yang gemuk itu berputar dan
menggulung seperti asap, lalu membal ke atas dengan lincahnya,
dalam beberapa saat saja ia sudah berada di atas Lui-tay. Ia
membuka mulutnya lebar-lebar dan tertawa cekikikan.
"Siapakah yang dipanggil si Raja naga dari lima telaga?" tanyanya
dengan nada suara seorang wanita. "Lekas minta maaf kepadaku,
jika tidak aku akan meniup semua kapal-kapal layar ini ke lautan
utara! -- Camkanlah bahwa aku ini bernama Tong-kwee-sin-hi!"
145 Pertemuan itu yang semula berjalan dengan lancar dan hampir
berakhir, telah terganggu dengan datangnya To Leng. Itulah saja
sudah membikin Siauw Cu Gie pusing kepala. Sekarang muncul
lagi makhluk yang ajaib ini, yang telah datang dan mengancam
tanpa alasan! "Aku Siauw Cu Gie, yang terkenal sebagai si Raja naga dari lima
telaga!" sahut ketua partai Tong-teng, ia sengaja memperkenalkan
nama julukannya sekali saking gusarnya. "Aku telah berbuat
apakah yang kiranya menyinggung perasaanmu sehingga aku
perlu minta maaf" -- Aku menuntut penjelasan!"
"Oooo......! Tidak kunyana nama julukan setenar itu dimiliki oleh
orang semacam kau ini! Kau telah mengundang semua jago-jago
silat perairan, mengapa kau tidak mengundang aku dari dasar
sebuah sumur"! Apakah di dasar sumur tidak ada air, sehingga aku
Ceng-tai-leng-wa (si kodok sakti dari dalam sumur) tidak terhitung
sebagai jago silat perairan"!"
Jawaban yang tidak keruan itu, yang diucapkan dengan nada
suara seorang wanita, telah membikin semua orang tak dapat
menahan tertawanya.
Tetapi tidak demikian halnya dengan Siauw Cu Gie,
penyelenggara pertemuan itu, ia menjadi tambah pusing. Betapa
tidak, pertama To Leng datang dan mengaku berasal dari Lautan
es, kini lagi makhluk ganjil yang mengaku telah datang dari dasar
sebuah sumur! "Bukankah yang dapat hidup di dasar sumur hanya ikan-ikan saja?"
ia bertanya di dalam hati.
146 Selagi ia berpikir mencari jalan keluar dari kebingungannya, tibatiba dari kejauhan tampak dua buah perahu, satu besar dan yang
satunya lagi kecil, yang terpisah kira-kira beberapa puluh meter
saja, seolah-olah segan melalui perahu besar yang tengah
meluncur pesat sekali.
Ketika perahu itu sudah datang dekat, tampak seorang kakek yang
berambut putih seluruhnya, mengenakan jubah kain kasar dan
bertudung lebar, tengah berdiri tegak di haluan dengan sikap yang
garang sekali. Kemudian secepat kilat ia telah meloncat ke atas dan tanpa
menunggu sampai ditanya, ia segera berkata.
"Aku minta maaf, aku minta maaf! Pertemuan yang
diselenggarakan oleh pemimpin Siauw tadinya tidak kuketahui,
maka aku jadi terlambat datang, aku minta maaf kepada kalian
yang telah menunggu lama! Aku bernama Tang Ceng Hong, sudah
lama tinggal di tepi anak sungai dan kawan-kawan memanggilku
Hua-kee-yun-hiap (Pertapa dari desa Hua-kee). Aku mengetahui
bahwa pertemuan ini adalah untuk jago-jago silat perairan, dan
karena aku dapat digolongkan sebagai satu di antara mereka,
maka akupun datang untuk turut serta. Tentang apakah aku dapat
dipilih sebagai pemimpin atau tidak, aku sungguh tak berani
tekebur!" Perahu kecilpun sudah mendekat. Orang yang mendayung
rupanya bukan orang yang biasa mencari penghidupan di perairan,
ini dapat dilihat jelas dari caranya dia mendayung, sehingga
perahunya kelihatan seolah-olah orang yang mabok arak sedang
147 berjalan! Tetapi cara dia meloncat dari perahunya ke atas Lui-tay,
sungguh sangat mengagumkan!
Iapun tidak menunggu sampai ditanya. Setelah berada di atas Luitay, sambil mengangguk-angguk terhadap para hadirin, ia tertawa
dan berkata. "Telaga, lautan, sungai, kali, anak kali. bahkan sumur......
semuanya tergolong sebagai daerah perairan. Aku ini Hee-tok-cuikee (Jago silat dari rawa), juga tergolong sebagai satu di antara
mereka itu, oleh karena itu aku terpaksa harus hadir. Jika aku telah
terlambat datang, aku mohon kalian memberi maaf kepadaku.....!"
Dua manusia ganjil telah hadir pula di situ. Yang satu mengaku
telah datang dari Hua-tee (sungai bunga) dan yang satunya lagi
mengaku telah datang dari Hee-tok (jambangan kecil) tetapi di
manakah Hee-tok itu"!
Hee-tok-cui-kee rupanya yakin akan keraguan orang-orang yang
hadir, maka dengan suara lantang ia segera berkata.
"Para hadirin yang terhormat, mungkin ada yang ingin
menanyakan di mana letaknya Hee-tok itu" -- Memang tiada
seorang pun yang tahu, karena Hee-tok berada di badanku ini!"
sambil menunjuk jubah di bagian dadanya.
Penjelasan itu sangat membingungkan, orang-orang sudah
mengetahui bahwa.
148 1) sumur, 2) rawa, 3) telaga, 4) kali, 5) anak kali, 6) Sungai dan 7)
lautan, tergolong sebagai daerah perairan. Apakah ada daerah
perairan yang kedelapan?"!
Nio Ce It yang berangasan dari partai Tai-hu menanya.
"Aku tidak mengerti jika Hee-tok, yang menurut penjelasanmu
berada ditubuhmu itu, tergolong sebagai daerah perairan juga!
Jangan kira di sini tidak ada orang-orang gagah untuk memelintir
batang lehermu, sehingga kau berani berlaku kurang ajar dan
mempermainkan kita!"
Hee-tok-cui-kee tertawa terpingkal-pingkal ditegur demikian, lalu
sambil menunjuk ke arah Tong-kwee-sin-hi, ia menyahut.
"Saudara itu mengaku bahwa dia datang dari dasar sumur, namun
pengetahuannya ternyata lebih luas dari padamu! Hee-tok,
meskipun daerah perairan kecil tetapi manfaatnya besar sekali!"
Setelah berkata demikian, ia mengeluarkan dari dalam jubahnya,
sebuah kotak berukuran 15 cm x 9 cm, yang ternyata sebuah bakhi
(batu alas untuk membuat tinta Tionghoa). Di tempat yang cegelok
di ujung bakhi itu tampak air bak yang hitam dan kental. Karena
kotak itu baik dibuatnya, maka air bak di dalam bakhi tersebut tidak
mengetel keluar.
Tetapi setelah bakhi itu dipegang terbalik dan air yang hitam dan
kental itu masih tidak tumpah ke bawah, para hadirin jadi
terperanjat sekali dan yakin bahwa Hee-tok-cui-kee ini bukan
orang sembarangan, karena dengan tenaga dalamnya yang sakti,
149 ia telah berhasil menahan air bak itu sehingga tidak jatuh ke
bawah! "Hai kalian, dengarlah!" kata Hee-tok-cui-kee. "Air hitam ini tidak
banyak, namun air ini takkan menjadi kering di musim kemarau,
atau beku di musim dingin. Dengan air bak ini aku dapat menyapu
laskar musuh. Bukankah dengan demikian aku juga dapat
digolongkan sebagai jago silat perairan?"
Penjelasan yang mirip seperti penjelasan dari seorang yang miring
otaknya itu membikin para hadirin heran dan geli bukan main.
Siauw Cu Gie pun menjadi terpaksa nyengir dan berkata.
"Saudara telah memberikan penjelasan yang bagus sekali. Tetapi


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk terpilih menjadi pemimpin yang kita maksudkan itu, tiap-tiap
partai silat harus mengajukan lima orang wakil untuk bertempur di
atas Lui-tay. Saudara datang hanya seorang diri saja, bukankah itu
sangat merugikan pihakmn sendiri?"
"Tetapi yang diutamakan adalah kemenangan, bukan jumlah
orang, bukankah begitu......?" tanya Hee-tok-cui-kee sambil
tertawa. Siauw Cu Gie menjadi bungkam mendengar jawaban itu, yang
seolah-olah menganggap semua orang dan dirinya sendiri akan
dikalahkan dengan mudah.
Ketika itu, di atas Lui-tay sudah berdiri To Leng (si jangkung),
Tong-kwee-sin-hi (si kodok). Tang Ceng Hong (si pertapa tua) dan
Hee-tok-cui-kee (si jago silat dari rawa), yang semuanya pasti
memiliki kepandaian yang tinggi.
150 "Aku yakin betul bahwa mereka berempat tidak saling mengenal
satu sama lain," pikir Siauw Cu Gie sambil mengawasi ke atas Luitay. "Jika mereka saling tempur, bukankah ini suatu ketika yang
baik untuk mereka saling bunuh?" Maka lekas-lekas ia menyahut.
"Betul, betul! Yang diutamakan adalah kemenangan, bukan jumlah
orang! Sekarang kita dapat melangsungkan usaha pemilihan kita
ini. Tadi saudara To Leng telah mengalahkan Liong Cin Thian,
maka aku minta kepada saudara-saudara yang baru datang, agar
satu per satu maju menurut urutan untuk bertempur melawan
pemenang tadi!"
Usul itu segera dimengerti oleh orang banyak, karena Soat-hayhua-kee, Ceng-tai dan Hee-tok...... itu semua tidak dapat
digolongkan sebagai daerah perairan. Jika sampai salah satu dari
antara mereka terpilih menjadi pemimpin, maka akibatnya tak
dapat digambarkan lagi!
Orang-orang dari partai Tai-hu, Oey-ho dan Kao-yu semua
menyetujui usul Siauw Cu Gie agar pengacau-pengacau itu
bertarung lebih dulu, dengan harapan mereka saling bunuh antara
mereka sendiri!
Kemudian terdengar Siauw Cu Gie bersiul nyaring dan tampak
seorang memberikan kepadanya satu bendera merah.
"Barusan saudara To Leng telah memenangkan satu
pertempuran," katanya setelah menerima bendera itu. "Maka
bendera merah ini menjadi miliknya!"
151 Lalu seperti orang memegang pena di tangan kanan, dengan ibu
jari dan dua jari lainnya menjepit gagang bendera itu, ia menyambit
ke arah layar kapal sungai To Leng. Maka meluncurlah bendera
merah itu di udara untuk kemudian dengan cepat sekali telah
nancap di atas layar hitam yang dimaksud. Jarak dari kapal sungai
Siauw Cu Gie ke kapal sungai To Leng terpisah kira-kira tigapuluh
meter jauhnya, namun sambitan itu jitu sekali sehingga
menimbulkan perasaan kagum para hadirin, berikut keempat
manusia-manusia ganjil yang berada di atas Lui-tay sekalipun!
DELAPAN "Terima kasih atas tanda kemenangan itu!" sahut To Leng. "Aku
sudah memperoleh satu angka kemenangan..... sekarang apakah
saudara Tong-kwee-sin-hi sudah siap untuk melawan aku?"
Tong-kwee-sin-hi yang ditantang secara terbuka segera
melangkah mundur satu tindak sambil tertawa berkikikan, lalu ia
berdiri jejak siap sedia untuk bertempur.
"Saudara To, kau dapat segera mulai aku sudah siap!" sahutnya
pendek. Suasana sudah mulai menjadi tegang lagi. Semua partai silat yang
diundang merasa girang bahwa tipu muslihat yang dilancarkan
Siauw Cu Gie agaknya akan berhasil dan mereka ingin sekali
menyaksikan ilmu-ilmu silat manusia-manusia ganjil itu yang
tentunya hebat sekali.
Melihat bakal lawannya itu bertubuh buntek dan bulat seperti
seekor kodok dan mendengar suaranya yang seperti suara
152 seorang wanita, To Leng merasa geli sekali, tetapi ia tak berani
berlaku lengah. Sambil menahan napasnya sejenak dan
mengeluarkan suatu siulan yang panjang serta nyaring, ia
mengambil ancang-ancang untuk menyerang lawannya.
Tong-kwee-sin-hi mundur lagi satu langkah seraya menggeram
dan tampak gerakannya itu lamban sekali. Gerak gerik yang
lamban itu telah diperhatikan oleh para penonton, dan mereka
merasa heran, karena di waktu meloncat dari bola kayu di
permukaan air telaga ke Lui-tay, si kodok ini telah melakukan
loncatan yang luar biasa lincahnya.
Dalam suasana yang tegang itu, tiba-tiba terdengar suara siulan
jung tidak kalah nyaring dan panjangnya dengan siulan To Leng
tadi. Siauw Cu Gie terkejut dan mengepal-ngepal tinjunya yang sudah
basah dengan keringat kegelisahan. Ia tak menduga sama sekali
bahwa pertemuan itu akan dikacau demikian rupa oleh manusiamanusia aneh itu.
Siulan itu terdengar lagi, kemudian dari kejauhan tampak seorang
yang mengenakan baju hijau, menutupi mukanya dengan kain
hijau yang jarang sehingga tak dapat dilihat bentuk wajahnya dan
berperawakan sedang, tengah mendatangi. Yang aneh ialah dia
dapat berlari-lari di atas air telaga sama pesat serta lincahnya
seperti orang lain berlari di atas tanah! Belum lagi hilang perasaan
heran para hadirin, tampak orang itu telah melakukan satu loncatan
yang indah sekali, sesaat kemudian ia sudah derada di atas Luitay.
153 "Menakjubkan, mempesonakan sekali!" seru para hadirin yang
menyaksikan gerak-gerik orang yang baru datang itu, mereka
merasa beruntung sekali telah dapat melihat dengan mata kepala
sendiri ilmu meringankan tubuh yang dipamerkan oleh orang itu,
yalah jurus Tui-hong-hoa-tian (Mengejar angin memburu kilat),
yang hanya pernah mereka dengar.
"Betu-betul lucu, betul-betul lucu!" kata tamu yang baru datang itu.
Sebagai ketua pertemuan, Siauw Cu Gie harus melayani dengan
cermat semua orang yang hadir di situ, maka ia lalu berkata.
"Saudara datang dari mana" Dan apakah yang telah membuat
saudara merasa lucu.....?"
Baru saja selesai Siauw Cu Gie menanya, dengan tiba-tiba si tamu
baju hijau berbalik dan menghadap kepadanya sambil menatap
tajam. Dari balik kain hijau yang jarang yang menutupi muka tamu
itu, tampak dua titik sinar terang yang menyala-nyala!
Siauw Cu Gie boleh dikatakan telah mengalami segala sesuatu
semenjak ia berkecimpungan di kalang Kang-ouw.
Pertempuran dahsyat, pembunuhan kejam, pembokongan keji,
peracunan dan sebagainya. Tetapi baru kali ini ia menjadi gemetar
ketakutan hanya ditatap oleh tamu yang ganjil itu!
"Hei kau!" bentak si tamu baju hijau. "Tentulah kau orangnya yang
telah menyelenggarakan pertemuan ini...... bukankah"!"
"Betul...... betul!" sahut Siauw Cu Gie gugup. "......aku... Siauw......"
154 Tetapi si tamu baju hijau tidak menunggu lagi hingga si Raja naga
dari lima telaga menyebutkan namanya, ia tertawa keras laksana
guntur sehingga sahutan si Raja naga dari lima telaga tak
terdengar karena "ditelan" suara tertawanya yang seram!
Para hadirin menjadi cemas menyaksikan sikap si tamu baju hijau
yang tak mengenal aturan itu. Bahkan Siauw Cu Gie yang terkenal
tabah dan gagah juga telah merasa gentar dan tak berani menatap
lagi wajah yang ditutupi kain itu!
Tetapi siauw Bie menjadi gusar menyaksikan kakak laki-lakinya
dihina demikian kasarnya. Ia berdiri dan ingin membentak, namun
si tamu baju hijau rupanya tidak sudi memberikan kesempatan
untuk orang lain berbicara, setelah tertawa berkakakan, ia berkata
lagi. "Aku ingin menanya! Darimanakah datangnya air di dunia ini"!"
Pertanyaan yang sederhana tetapi aneh itu membikin semua orang
tercengang. "Siapakah dia ini?" pikir Siauw Cu Gie. "Namun darimanakah
datangnya air dunia ini"!"
Kisah Para Pendekar Pulau Es 18 Dendam Sembilan Iblis Tua Karya Kho Ping Hoo Tujuh Pedang Tiga Ruyung 2

Cari Blog Ini