Ceritasilat Novel Online

Antara Budi Dan Cinta 6

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 6 Sun Jian sudah meninggal. Di dunia ini mengapa banyak orang tua yang belum mati, yang mati malah Sun Jian" Meng Xing-hun sudah berdiri di hadapan Lao-bo. Tiba-tiba Lao-bo bertanya, "Apakah Lu Xiang-chuan tidak memberitahumu bahwa sekarang adalah waktunya makan malam?" "Ya, aku sudah tahu." Wajah Lao-bo terlihat marah dan berkata lagi, "Apakah kau tahu mengapa aku memilih waktu seperti ini untuk berjalan-jalan?" "Karena kau tidak mau diganggu bukan?" jawab Meng Xing-hun. "Seharusnya kau jangan kemari." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Jadi seharusnya aku berada di mana" Mungkin tuan sendiri juga tidak terpikir." "Seharusnya kau ada di mana?" "Seharusnya berada di sini." Meng Xing-hun sambil berkata seperti itu dia mencabut sebuah pohon bunga Chrysan dan tampak sebuah lubang, Lao-bo meneliti lubang itu. Setelah lama dia baru berkata, "Kau di sini ingin melakukan apa?" "Membunuhmu." Lao-bo mengangkat kepalanya dan melihat Meng Xinghun tapi wajahnya tidak menunjukkan ekspresi aneh. Dia hanya memandang Meng Xing-hun dengan dingin. Pandangan Lao-bo sepertinya dapat menembus hati Meng Xing-hun. Kata Meng Xing-hun, "Sebenarnya tujuanku ke sini adalah untuk membunuhmu." Lao-bo terdiam, tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Kau mengira aku tidak tahu?" Lanjut Lao-bo, "Kau bukan Qing Xiong-tian." "Mengapa kau bisa tahu?" tanya Meng Xing-hun. Dengan ringan Lao-bo berkata, "Kau terlihat jarang terjemur oleh matahari, kau bukan orang yang biasa hidup di laut." Memang wajah Meng Xing-hun terlihat pucat, hal ini pun sudah terasa oleh Meng Xing-hun. Meng Xing-hun mengira rencana Gao Lao-da sangat sempurna dan tidak ada celahnya, tapi dia tetap salah perhitungan. Dia salah menilai Lao-bo. Dari pandangan Meng Xing-hun terlihat dia sangat mengagumi Lao-bo dan Meng Xing-hun bertanya, "Bila kau sudah tahu bahwa aku datang untuk membunuhmu, apa kau masih tetap menginginkanku tinggal di sini?" Lao-bo mengangguk. "Apakah kau tahu bahwa aku tidak sanggup membunuhmu?" Lao-bo tertawa dan berkata, "Kalau hanya itu alasanmu, aku kira sekarang kau sudah mati." "Apakah masih ada alasan lain?" tanya Meng Xing-hun. "Karena aku membutuhkan orang seperti dirimu. Demi permintaan orang lain kau mau membunuhku, demi aku kau pun bisa membunuh orang lain." Lao-bo tertawa dan berkata lagi, "Kau berani membunuhku, siapa lagi yang tidak berani kau hadapi" Membunuh orang membutuhkan keberanian dan orang yang berani seperti itu tidak banyak." "Apakah kau ingin membeliku?" "Orang lain saja bisa, mengapa aku tidak bisa. Mungkin harga yang kuberikan lebih tinggi dari orang lain." "Apakah kau tahu siapa yang menyewaku untuk membunuhmu?" "Aku lebih banyak tahu dari yang kau kira." Tanya Meng Xing-hun, "Bila kau sudah tahu, mengapa masih membiarkan pengkhianat itu hidup?" "Dia hidup lebih berguna dari pada dia mati." Tanya Meng Xing-hun, "Apa untungnya" Dia sudah mengkhianatimu." "Dia bisa mengkhianatiku dia pun bisa mengkhianati orang lain." Di mata Meng Xing-hun, Lao-bo terlihat sangat kejam, dengan lambat Lao-bo berkata lagi, "Tiap orang dapat menggunakan kesempatan hanya saja apakah dapat menggunakan kesempatannya atau tidak?" "Kau menyuruh dia mengkhianati siapa?" "Dia sendiri tidak berani melakukannya, tidak memiliki kemampuan juga keberanian." "Apakah kau masih menganggap dia sebagai teman?" Lao-bo mengangguk. "Kau ingin memaksa dia menceritakannya?" tanya Meng Xing-hun. "Tidak perlu dia yang menceritakannya, aku sendiri pun bisa melihatnya." Meng Xing-hun melihat Lao-bo dan menghela nafas kemudian dia berkata, "Akhirnya aku mengerti suatu hal." "Hal apa?" "Kedudukan yang kau miliki seperti sekarang, bukanlah karena nasib kau lebih mujur bisa hidup sampai sekarang, bukan karena nasib Anda lebih baik dari pada yang lain." Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Karena itu kau harus menjadi anak buahku dan kau tidak akan rugi, paling sedikit kau bisa belajar banyak hal dan bisa hidup lebih panjang lagi. Dan pilihanmu akan sangat tepat." "Apakah Anda mengira aku akan mengikutimu?" "Bukankah begitu?" "Tidak." Sekarang Lao-bo merasa aneh dan dia bertanya, "Kalau begitu kau melakukannya demi apa?" "Aku mohon, biarkan aku pergi." Lao-bo tertawa dan berkata, "Pikiranmu terlalu naif, kau mengira aku akan membiarkanmu pergi" Aku tidak dapat memperalatmu mengapa membiarkan orang lain memperalatmu?" "Ini semua karena putrimu," jawab Meng Xing-hun. Tawa Lao-bo tiba-tiba menjadi beku, matanya mulai memancarkan kemarahan. Dengan sinis Lao-bo berkata, "Aku tidak punya anak perempuan" "Aku tidak tahu mengapa Anda tidak mau mengakuinya sebagai putrimu, tapi aku tahu walau bagaimanapun dia tetap putrimu, karena darah-nya lebih kental dari air." Meng Xing-hun memandang Lao-bo, walaupun wajah Lao-bo sangat menakutkan, tapi Meng Xing-hun sedikit pun tidak merasa takut, dia berkata lagi, "Kadang-kadang kita tidak dapat mengubah keadaan, begitu pun denganmu." "Bagaimana hubungan kalian?" tanya Lao-bo marah. "Aku ingin menjadi suaminya." Tiba-tiba Lao-bo menarik baju Meng Xing-hun dan berkata, "Kau harus mati demi XiaoTie." "Aku tidak ingin mati, demi Xiao Tie aku harus terus hidup dan aku pun ingin Xiao Tie tetap hidup demi diriku. Bila kau membunuhku, Anda akan menyesal," kata Meng Xing-hun. Lao-bo memelototi Meng Xing-hun, urat nadi Lao-bo bertonjolan karena sangat marah dan dia berkata, "Aku tidak pernah menyesal membunuh orang." Meng Xing-hun tidak merasa takut sedikit pun dengan sungguh-sungguh dia berkata, "Kau sudah tidak memiliki anak laki-laki lagi dan Xiao Tie adalah satu-satunya darah dagingmu yang masih hidup." Lao-bo sangat marah dan berkata, "Mengapa kau bicara seperti itu?" "Karena aku tahu bahwa kau adalah orang yang bijak dan karena itulah aku tidak mau membohongimu." "Apakah kau sudah lama mengenal Xiao Tie?" tanya Lao-bo. "Belum begitu lama." "Apakah kau tahu bagaimana seorang Xiao Tie?" "Xiao Tie seperti apa pun bagiku sama saja." "Dulu dia...." Meng Xing-hun memotong kata-katanya, "Dulu dia sangat tersiksa, jadi aku akan lebih baik lagi memperlakukannya, yang lalu biarlah berlalu, aku tidak ingin tahu masa lalunya." Tangan yang menarik baju Meng Xing-hun dilepaskan dan matanya sudah kembali seperti semula. Terlihat Lao-bo semakin tua dengan lamban dia berkata, "Kau benar, aku sudah tidak mempunyai anak laki-laki lagi, Xiao Tie adalah darah dagingku satu-satunya." "Kau harus membiarkan Xiao Tie dan anaknya hidup lebih lama." Lao-bo mulai terlihat marah lagi dan berkata, "Apakah kau tahu siapa ayah anak itu?" "Aku tidak tahu, juga tidak peduli dengan semua itu." "Apakah benar kau tidak peduli?" "Aku hanya ingin menjadi suaminya dan menjadi ayali anak itu." Lalu Meng Xing-hun bertanya kepada Lao-bo, "Aku bisa memaafkannya, mengapa kau tidak bisa?" Lao-bo menundukan kepalanya dengan sedih dia berkata, "Aku membencinya, sebab dia tidak memberitahu siapa ayah anak itu." "Setiap orang pasti memiliki hal-hal yang sulit diungkapkan, apalagi masalah itu sangat menyakitkan hati. Xiao Tie. Dia tidak ingin mengatakannya, Anda adalah ayahnya mengapa harus memaksanya sampai seperti itu?" Lao-bo terdiam lama, tiba-tiba dia bertanya, "Bagaimana keadaan Xiao Tie?" "Xiao Tie masih hidup dan dia adalah putrimu." "Apakah kau akan berbuat baik kepadanya?" "Tentu." Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Mungkin aku sudah tua, orang yang sudah tua hatinya akan lemah." Lao-bo melihat Meng Xing-hun, matanya menjadi hangat. Lao-bo merasa Meng Xing-hun adalah pemuda yang bisa dipercaya, apa pun yang dia ucapkan pasti akan dilaksanakannya. Dia melihat ada sedikit harapan dalam diri pemuda ini. "Aku masih memiliki seorang anak perempuan, masih ada penerusku...." Tiba-tiba Lao-bo memegang tangan Meng Xing-hun dengan erat dan dia berkata, "Bila kau benar-benar mencintai dia, aku akan menitipkan dia kepadamu." Meng Xing-hun hampir saja meneteskan air mata, setelah lama dengan suara sendu dia berkata, "Aku tidak akan membuatmu menyesal karena sudah menitipkan Xiao Tie kepadaku." "Kau masih ingin meminta apa?" tanya Lao-bo. "Aku sudah memiliki Xiao Tie, itu sudah lebih dari cukup." Mata Lao-bo penuh dengan kehangatan dan bertanya, "Kemana kau akan membawanya?" Meng Xing-hun diam tidak menjawab. Kata Lao-bo lagi, "Aku berharap kau membawanya ke tempat jauh, semakin jauh semakin baik." Wajah Lao-bo tampak berubah lagi dan berkata, "Keadaan di sini semakin berbahaya, aku tidak berharap kalian akan tersangkut dengan masalah di sini." Meng Xing-hun memandang orang tua ini, melihat wajah yang penuh dengan keriput dan matanya penuh dengan kekhawatiran. Hati Meng Xing-hun serba salah. Lao-bo sudah tua dan sangat kesepian, tiba-tiba Meng Xing-hun memiliki perasaan yang aneh terhadap orang tua ini. Di antara mereka sepertinya ada hubungan yang erat membuat mereka saling memperhatikan. Karena Meng Xing-hun sudah dianggap menantu oleh Lao-bo, Tanya Meng Xing-hun lagi, "Apakah kau sendiri dapat menguasai keadaan ini?" Lao-bo tertawa, "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini dan bisa mengusai keadaan dengan baik." "Sekarang dan dulu tidak sama. Dulu kau mempunyai teman, tapi sekarang...." "Aku adalah penjudi, seorang penjudi yang ahli tidak pernah kalah total. Waktu orang menganggap dia sudah kalah sebenarnya dia masih mempunyai kesempatan dan sedikit modal." Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Karena dia ingin bangkit kembali." Meng Xing-hun pun ikut tertawa, "Asal tempat judi masih ada terus, kesempatan untuk bangkit pun tetap ada." Dengan pelan Lao-bo berkata, "Walaupun tempat judi itu bubar, kalau dia seorang ahli penjudi, dia akan mencari tempat lain untuk berjudi." Dengan tersenyum Lao-bo menepuk pundak Meng Xinghun, "Hanya sayang kau tidak dapat mengikutiku berjudi." "Mengapa tidak bisa?" Lao-bo tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Karena kau adalah menantuku tidak ada orang yang ingin mempertaruhkan menantunya." Huruf menantu tertulis sangat indah, di dalamnya tertuang perasaan yang sangat sayang. Perubahan di dalam dunia ini sangat indah sekaligus aneh. Apakah Meng Xing-hun pernah berpikir bahwa dia akan menjadi menantu Lao-bo" Malam sudah larut, angin berhembus lebih dingin lagi tapi hati Meng Xing-hun penuh dengan kehangatan. Kehidupan ini tidak seperti yang dia pikirkan yang selama ini begitu kejam dan dingin. "Apakah Xiao Tie sedang menunggumu?" Meng Xing-hun mengangguk. Ada seseorang yang sedang menunggunya, perasaannya menjadi lebih indah Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lagi. Perasaan ini membuat-nya tidak dapat bicara. "Kalau begitu, mari aku antar kau keluar," Dan Lao-bo melanjutkan lagi, "Walaupun kau nanti membawanya pergi ke tempat yang tidak kuketahui, aku hanya berharap kau mau berjanji kepadaku." "Katakanlah...." Lao-bo memegang erat tangan Meng Xing-hun. "Begitu kau sudah punya anak, bawalah Xiao Tie pulang." Jalan sangat panjang. Lao-bo melihat punggung Meng Xing-hun dan teringat kepada Xiao Tie, dia menghela nafas lagi, "Mereka benarbenar harus menempuh jalan yang panjang." Lao-bo berharap mereka jangan tersesat lagi. Walaupun dalam hatinya masih dipenuhi oleh perasaan yang sulit dilukiskan tapi dia tidak mau terlalu lama memikirkannya karena Lao-bo sendiri pun masih harus menempuh perjalanan yang panjang. Jalan yang lebih berbahaya dan banyak kesulitan. Pada saat membalikkan badan, dia sudah meloncat jauh. Taman bunga Chrysan sudah ada lampu yang dinyalakan. Dia melewati semak-semak dan jembatan. Rumah Lu Man-tian juga sudah ada lampu dan jendela rumahnya masih terbuka. Dari jendela yang berwarna krem, terlihat bayangan tubuh Lu Man-tian yang panjang. Lu Man-tian berdiri tegak seperti sedang menunggu seseorang. Lao-bo tidak mengetuk pintu. Bila Lao-bo sudah membulatkan tekad, dia tidak perlu menunggu selama 30 tahun. Dia belum pernah memberi kesempatan kepada orang lain untuk menyerangnya dulu. Lao-bo sangat mengerti kata-kata, "Lebih baik kita turun tangan dulu, dari pada harus menunggu lama." Lao-bo selalu berjalan di jalan yang lurus. Terdengar suara jendela yang dipecahkan, Lao-bo sudah masuk ke dalam rumah Lu Man-tian. Lao-bo hanya bisa bengong. Karena Lu Man-tian bukan sedang berdiri melainkan sudah digantung. Dia tergantung di tiang rumah kursi yang berada di bawah kakinya sudah ditendang jauh-jauh. Laobo memegang dadanya, ternyata sudah dingin seperti lempengan besinya. Lempengan besi masih tergeletak di atas meja. Di bawah lempengan besi diselipkan sehelai kertas dan tertulis, "Kau tidak mati, aku yang harus mati." Tidak ada pesan, hanya ada huruf-huruf yang sangat sederhana. Akhirnya dia tidak jadi menjual orang lain, malah menjual dirinya sendiri, rencananya sangat sempurna tapi tetap saja mempunyai celah. Dia lupa memperhitungkan perasaan orang. Kebanyakan orang lupa memperhitungkannya. Perasaan orang sangat sulit diperkirakan dan perasaan orang dapat menentukan segalanya. Bisa mengubah semuanya dan rencana yang busuk, mengakibatkan gagal. Lao-bo mengangkat kepalanya, melihat wajah Lu Mantian yang sangat seram, padahal Lao-bo masih ingin bertanya sesuatu kepada Lu Man-tian Lidahnya terjulur sangat panjang, dia sudah tidak dapat berbicara apa pun. Lu Xiang-chuan sudah berada di depan jendela, kapan dia tiba di sana, tidak ada yang tahu. Wajahnya terlihat sangat terkejut. Pada saat terdengar suara jendela yang pecah dia bergegas ke tempat Lu Man-tian. Di taman itu bila terjadi sesuatu, dia akan segera datang. Lao-bo tidak perlu membalikkan badannya, dia tahu yang datang adalah Lu Xiang-chuan. Tiba-tiba Lao-bo bertanya, "Apa yang kau pikirkan?" "Aku pikir Lu Man-tian bukan tipe orang yang mudah bunuh diri." "Apa lagi?" "Dia pun bukan seorang pengkhianat." "Dia adalah pengkhianat, tapi bukan dia yang menggantung diri-nya," kata Lao-bo. Lao-bo selalu menanyakan pendapat orang lain kemudian dia sendiri yang akan menjelaskannya. Penjelasannya jarang salah. "Lalu siapa yang membunuhnya?" tanya Lu Xiangchuan. Lao-bo tidak langsung menjawab, dengan pelan dia berkata, "Pada waktu aku menyuruhnya mencari Yi-qianlong, aku tahu dia telah mengkhianatiku." Lu Xiang-chuan tidak berani bertanya, dia hanya mendengar kata-kata Lao-bo, "Yi-qian-long tiba-tiba menghilang, sebenarnya kabar ini tidak boleh disebarkan, tapi anehnya Wan Peng-wang lebih tahu dari pada aku." Kata Lu Xiang-chuan, "Sepertinya dunia persilatan pun sudah tahu." "Karena dia yang membocorkan kabar ini pada Wan Peng-wang, dan semua orang tahu bahwa aku sekarang tidak mempunyai dukungan dari siapa pun." Lao-bo tertawa dingin dan berkata lagi, "Namun Lu Man-tian hanya membantu si dalang, belum tentu dia yang menjadi dalangnya." "Karena itulah dia dibunuh oleh si dalang untuk tutup mulut." Lao-bo mengangguk. "Orang itu dapat membuat Lu Man-tian bunuh diri, orang seperti itu tidak banyak, apakah Wan Peng-wang...." Lao-bo memotong kata-katanya, "Segera siapkan upacara pemakaman, semakin meriah semakin baik." Lu Xiang-chuan merasa terkejut, "Untuk seorang pengkhianat, mengapa upacara pemakamannya harus diadakan dengan meriah?" kata Lu Xiang-chuan terkejut. Lao-bo membalikkan tubuhnya dan berkata, "Karena dia adalah temanku...." Dan karena itulah orang persilatan pun mempercayai hal ini. Lao-bo mempunyai banyak teman, semua temannya setia kepadanya, tidak ada yang berani mengkhianati dia. Hari sudah terang. Walaupun malam begitu panjang, terang pasti akan datang. Matahari pagi, terasa segar seperti buah strawberi yang baru saja dipetik. Hembusan angin membuat orang merasa malas seperti halnya pada waktu musim semi. Meng Xing-hun duduk sama sekali tidak bergerak. Hatinya terasa tenang, dia merasa segar seperti matahari yang baru terbit, bebas seperti angin. Dia memegang tangan Xiao Tie sambil berteriak, "Sekarang kita bisa pergi kemana pun." Rencana, kelelahan dan kesulitan sudah terlewati, sekarang matahari sudah berada di atas kepalanya. Xiao Tie berada di sisinya, anak kecil itu tertidur di sisi ibunya. Dunia ini seperti milik mereka. "Kau ingin pergi ke mana" Kita dapat segera berangkat." Tiba-tiba Xiao Tie berkata, "Aku belum pernah memberitahumu, aku tidak bisa pergi ke tempat di mana aku ingin pergi." "Mengapa?" Xiao Tie memandang ke tempat jauh, pikirannya pun ikut menjauh, dengan perlahan dia berkata, "Karena.... bila mengajakku, kau tidak akan menyangka siapa ayahku." "Oh?" "Aku belum memberitahu kepadamu siapa ayahku, dan kau pun belum pernah menanyakannya." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Yang aku cintai adalah kau bukan ayahmu, siapa pun dia aku tidak peduli. Tidak masalah bagiku." "Tapi dia tidak sama, bila dia sudah menemukan kita, kita tidak akan dapat hidup dengan tenang," kata Xiao Tie. Meng Xing-hun tersenum dan berkata, "Bila aku mengatakan bahwa dia sudah menyetujui hubungan kita, apakah kau percaya?" Dengan wajah terkejut bercampur senang Xiao Tie berkata, "Ayahku setuju, tapi ada orang yang tidak setuju." "Siapa orang itu?" Xiao Tie malah menunduk dan menggigit bibirnya. Meng Xing-hun sudah tahu siapa yang dimaksud Xiao Tie, setelah lama Meng Xing-hun berkata, "Aku sudah bertemu dengan ayahmu." "Apakah benar kau sudah bertemu dengan ayahku?" "Dia bukan orang yang menakutkan, dia juga bukan orang yang tidak punya perasaan, hanya...." Dengan marah Xiao Tie berkata, "Tapi dia sudah mengusir anak kandungnya sendiri karena anaknya dihina orang dan melahirkan seorang anak tanpa tahu siapa ayahnya." Air mata Xiao Tie mulai menetes. Meng Xing-hun tidak tega memaksa Xiao Tie untuk bercerita, tapi Meng Xing-hun pun seorang laki-laki, dia ingin tahu dan bertanya, "Mengapa kau tidak mengatakan kepada ayahmu siapa yang sudah menghinamu dan mengatakan siapa ayah dari anak itu?" Xiao Tie menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak boleh dan tidak dapat menceritakannya, selamanya tidak boleh." "Mengapa?" Dengan menangis Xiao Tie menjawab, "Kau jangan memaksaku untuk mengatakannya, seperti ayah yang memaksaku...." Meng Xing-hun mengepalkan tangannya kemudian melepaskannya lagi, dengan tertawa terpaksa dia berkata lagi, "Aku tidak akan memaksamu, tapi apakah orang itu akan melepaskanmu?" Xiao Tie mengangguk dan dia menangis lagi, kemudian sambil tersedu-sedu dia berkata, "Seharusnya aku jangan berhubungan denganmu, dia tidak akan melepaskanku juga kau." "Kalau begitu jangan sampai kita ditemukan olehnya." "Apakah kau mau melakukannya" Demi diriku kita pergi ke tempat jauh supaya tidak ditemukan olehnya," kata Xiao Tie. Xiao Tie tahu bahwa bersembunyi dan melarikan diri bagi laki-laki adalah hal yang sangat menyedihkan apalagi untuk seorang seperti Meng Xing-hun. Xiao Tie tidak percaya demi dirinya Meng Xing-hun akan melakukannya. Meng Xing-hun memeluk Xiao Tie dengan erat kemudian tersenyum, "Mengapa aku tidak mau" Bila sudah melihat ada orang gila yang datang tentu dia akan segera lari." "Tapi...." "Tidak ada tapi-tapian lagi, bila dia menemukan kita pada saat itu kita tidak dapat melawannya walaupun harus mati aku rela, tapi.... kau ingat kau pernah mengatakan sebuah kalimat." "Apakah itu tentang.... kupu-kupu?" Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Hidup seekor kupu-kupu sangat lemah tapi kau ingin menjadi kupu-kupu bukan" Atau kau ingin menjadi seekor kura-kura yang berumur panjang?" Xiao Tie tertawa dan jatuh di pelukan Meng Xing-hun. Angin berhembus, meniup dedaunan, sekarang adalah musim gugur, tapi sepertinya mereka melihat seekor kupukupu yang sedang terbang. Begitu bebas begitu indah, sepertinya daun yang gugur pun ikut senang. Ooo)dw(ooO BAB 13 Pedang sudah dikeluarkan dari sarungnya, pedang itu sangat pendek. Pedang seperti seekor ular kobra, semakin pendek semakin berbahaya serangannya. Lao-bo meraba pedang yang tajam itu. Permukaan pedang terasa dingin tapi hati dan perasaan Lao-bo semakin panas. Sudah lama dia tidak memegang pedang itu. sudah lama dia tidak membunuh orang menggunakan pedang itu. Sebenarnya dalam hatinya Lao-bo berharap seumur hidupnya tidak perlu menggunakan pedang itu lagi untuk membunuh orang. "Pedang hanya cocok untuk anak muda, dan untuk orang tua hanya cocok dengan tongkat." Bila orang tua tidak tahu hal ini, pedang akan menjadi lonceng kematian baginya. Dan Lao-bo mengetahui hal ini. tapi kali ini dengan terpaksa dia harus menggunakannya kembali. Han Tang sudah meninggal setahun yang lalu. Dalam waktu satu tahun Lao-bo tidak bertindak atau melakukan hal apa pun, dia seperti orang buta dan tuli. Orang-orang yang mempunyai hubungan dengan Lao-bo hampir semua dibunuh oleh anak buah Wan Peng-wang. Tapi Lao-bo tidak mau melihat maupun mendengar. Perusahaan yang ada hubungan dengan Lao-bo diambil alih oleh anak buah Wan Peng-wang. Dulu bila ada yang bertanya tentang Lao-bo, orang itu pasti berkata, "Aku adalah teman Lao-bo." Namun sekarang walaupun dia teman Lao-bo dia tidak akan mengakuinya. "Lao-bo" Siapa itu" Lao-bo itu siapa?" Ada yang menjuluki Lao-bo sebagai 'si pengecut'. Pengecut adalah orang yang tidak berani atau penakut. Tapi Lao-bo mengacuhkannya, sekalipun kau menunjuk ke hidungnya dan memakinya, dia tidak akan bereaksi. Wan Peng-wang sudah mengantar surat tantangan untuk bertarung dengan Lao-bo. Dua belas pucuk surat tantangan, setiap bulan dikirim sepucuk surat. Makin ke sini isi suratnya semakin penuh penghinaan, semua kata-kata penghinaan yang ada dapat dibaca dalam surat Wan Peng-wang. Namun Lao-bo tidak mau melihat. Hanya ada satu hal yang belum pernah dilakukan oleh Wan Peng-wang. Dia belum pernah menerobos taman bunga Lao-bo karena dia tidak tahu keadaan di dalam taman bunga itu. Tidak ada yang tahu di dalam taman itu sudah dipasang Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo beberapa macam perangkap. Apalagi Wan Peng-wang sekarang posisinya sudah berada di atas angin, dia tidak ingin melakukan hal yang gegabah. Setiap orang tahu bahwa Lao-bo sudah kalah telak oleh Wan Peng-wang dan Lao-bo tidak dapat membalasnya sehingga Lao-bo tidak dapat mengangkat kepalanya lagi. Wan Peng-wang membiarkan situasi seperti itu dan membiarkan Lao-bo bersembunyi atau bahkan mati di kandangnya sendiri. Dia menganggap orang tua ini sudah tidak berbahaya dan sudah tidak berguna lagi. Semua ini memang kemauan Lao-bo, dia berharap Wan Peng-wang pun mempunyai pikiran yang sama. Dalam waktu satu tahun ini Lao-bo hanya melakukan satu hal, yaitu membiarkan Wan Peng-wang menganggap dirinya hebat dan menjadi sombong. "Dari kesombongan akan timbul celah, sekecil apa pun celahnya akan menjadi celah yang mematikan." Sekarang adalah waktu bagi Lao-bo untuk balas menyerang. Pedang dimasukkan ke dalam sarungnya, dia mendekati meja dan dari lapisan rahasia yang berada di bawah meja, Lao-bo mengeluarkan dua buah peta yang sangat besar. Peta pertama berisi 12 provinsi, tiap provinsi digaris oleh kuas berwarna merah. Garis itu menggambarkan cabang perkumpulan. Wan Peng-wang. Peta kedua adalah markas pusat Wan Peng-wang yang bernama 'Fei-feng-bao'. Lao-bo dengan teliti menggambar tiap pintu masuk dan pintu keluar, juga menggambarkan keadaan di dalam Feifengbao. Dengan mata ditutup pun Lao-bo masih bisa menggambar kembali peta itu. Sekarang dia memeriksa kembali dengan teliti. Pertarungan ini adalah pertarungan terakhir, siapa pun yang kalah atau menang tak peduli, ini adalah pertarungan terakhirnya. Lao-bo tidak ingin melakukan kecerobohan. Dia sudah lama menyiapkan pertarungan ini, dia harus menang tidak boleh kalah. Dia menutup peta itu kemudian menindihnya dengan pedang pendek itu. Kemudian dia menarik sebuah lonceng yang berada di sudut tembok. Lao-bo memanggil Lu Xiangchuan. Dalam setahun ini Lu Xiang-chuan tidak berubah banyak, hanya lebih pendiam dan lebih tenang. Dia masih muda, tapi dia sudah sadar usianya semakin bertambah. Menahan semua penghinaan yang berat membuat orang menjadi cepat tua. Lu Xiang-chuan tahu bahwa Lao-bo begitu diam pasti mempunyai rencana yang sangat rahasia dan menakutkan namun dia belum pernah bertanya kepada Lao-bo. Lao-bo memiliki ruang rahasia dan Lu Xiang-chuan belum pernah masuk. Selain Lao-bo tidak ada orang kedua yang pernah masuk. Sekarang Lao-bo memanggilnya dan masuk ke ruangan itu. Dia tahu bahwa rencana Lao-bo sudah matang dan sudah waktunya untuk bergerak. Kali ini serangannya lebih dahsyat dari pada dulu. Lu Xiang-chuan merasa tegang, dia masuk ke ruang rahasia Lao-bo, dia merasa dapat mendengar degup jantungnya. Semua informasi terakhir sudah masuk, Lao-bo bersumpah kali ini gerakannya untuk menang tidak boleh kalah. Lao-bo mengambil sepucuk surat dan berkata, "Ini adalah surat Wan Peng-wang, dan ini adalah surat ancaman yang terakhir yang dia kirim." Lao-bo melihat Lu Xiang-chuan dengan tenang dan berkata, "Coba kau tebak, dia ingin aku melakukan apa?" Lu Xiang-chuan menggelengkan kepalanya. Kata Lao-bo lagi, "Dia ingin aku menjadi ketua cabang, menggantikan Rang Gong yang sudah meninggal." Wajah Lu Xiang-chuan berubah terlihat dia sangat marah. Ini adalah penghinaan terhadap Lao-bo, penghinaan yang paling besar. Lao-bo malah tertawa dan berkata, "Wan Peng-wang memberikan fasilitas yang sangat menarik, syarat-syaratnya pun cukup menggiurkan dan dia pun berjanji tidak peduli dengan masa laluku, mengijinkanku tetap memiliki taman bunga ini. Dia pun berjanji bahwa kau akan tetap menjadi asistenku." Lu Xiang-chuan mengepalkan tangannya, dengan dingin dia berkata, "Dia hanya bisa membuatnya dalam mimpi." "Dia tidak bermimpi, dia sudah tahu karena mengangap semua jalanku sudah buntu, bila masih ingin hidup aku harus mendengarkan semua kata-katanya. Baginya ini adalah keadaan yang sangat menguntungkan dan bukan penghinaan." "Apakah dia sedang menunggu jawaban dari kita?" "Dia memberi batas waktu sebelum hari Ziong-yang (bulan 9 tanggal 9) bila tidak dia akan meratakan taman bunga ini dan dia telah menyiapkan semua kekuatan yang ada." Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Aku sangat berharap dia akan datang ke sini." "Aku tidak mengharapkannya karena itu aku menyuruhmu ke sini untuk membalas suratnya." "Bagaimana isi surat balasannya?" "Kita setuju," jawab Lao-bo. Lu Xiang-chuan sangat kaget, "Tuan setuju" Setuju untuk menjadi anak buahnya?" Lao-bo mengangguk dan berkata, "Sekalian tanyakan kapan kita bisa bertemu dengannya?" Bibir Lu Xiang-chuan menjadi sangat pucat dan dia bertanya, "Apakah tuan sudah siap ke sana?" "Bila aku sudah mengatakan akan pergi, maka aku harus pergi." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Dia belum menentukan waktunya, pada saat dia menerima surat itu aku sudah berada di sana." Lu Xiang-chuan. sudah mengerti maksud Lao-bo. Matanya mulai bercahaya. Lao-bo siap menyerang. Lao-bo menyerang pada saat musuh sedang lengah. Wan Peng-wang pasti tidak menyangka bahwa Lao-bo akan menyerang Fei-feng-bao. Tempat itu seperti tembok besi, burung pun tidak berani lewat sana, siapa pun tidak berani mendekat. Lao-bo ingin membuat Wan Peng-wang tidak menyangka dengan semua tindakannya. Wajah Lu Xiang-chuan yang pucat mulai bersemu merah, kemudian dia bertanya, "Kapan kita akan berangkat?" "Kau tinggal di sini," kata Lao-bo. "Mengapa...." tanya Lu Xiang-chuan terkejut. "Ada orang yang cocok untuk menyerang, ada orang yang cocok untuk berjaga. Bila masih ada. Sun Jian aku akan menyuruh dia pergi untuk mewakiliku, namun sayang...." Suara Lao-bo mulai serak kemudian dia terbatuk, Lao-bo berkata, "Kau tidak sama dengan Sun Jian, kau lebih tenang karena itu bila aku pergi kaulah yang menjaga di sini. Aku lebih merasa tenang bila aku pergi." Kata Lu Xiang-chuan, "Aku belum pernah membantah perintah tuan, tapi kali ini kali ini adalah pertarungan terakhir, aku tidak mau hanya bersembunyi di sini dan melihat orang lain bertarung, demi tuan aku rela mati." Lu Xiang-chuan tahu bahwa Lao-bo tidak akan melakukan sesuatu yang dia tidak yakin tidak akan menang. Lu Xiang-chuan menghela nafas dan bertanya, "Tuan akan membawa berapa orang ke sana?" Lao-bo mengeluarkan catatannya dan menjawab, "Ini adalah daftar nama-nama mereka. Setelah 7 hari kau bawa mereka ke sana." "Baiklah!" jawab Lu Xiang-chuan. Dia melihat daftar nama itu, dan langsung mengerutkan dahi, lalu bertanya, "Apakah hanya 70 orang?" "70 orang ini adalah orang-orang terbaik, kadang satu orang bisa berbanding melawan 100 orang." Lu Xiang-chuan mengangguk. Sejak Lu Man-tian meninggal, di tempat itu tidak ada pengkhianat lagi. 70 orang masih tidak cukup untuk melakukan serangan, walaupun mereka kuat tapi tetap tidak dapat menyerang Fei-feng-bao. Apalagi 70 orang orang itu tidak ada satu pun yang menjadi pesilat tangguh dan di antara mereka tidak ada yang mampu mengalahkan ketua cabang dari perkumpulan Wan Peng-wang. Kata-kata ini tidak berani dilontarkan oleh Lu Xiangchuan namun dari ekspresi wajahnya semua sudah terlihat jelas. Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "70 orang memang masih kurang, bila nasib kita mujur itu sudah cukup. Aku cukup yakin karena nasibku selalu mujur." Lu Xiang-chuan tahu bahwa selama ini Lao-bo tidak percaya kepada nasib tapi kali ini sepertinya dia sangat yakin. Tapi Lao-bo sudah bicara seperti itu dan Lu Xiang-chuan berusaha untuk mempercayainya. Tiba-tiba Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Nasib tidak selalu dapat dipercaya karena itu bila aku pergi dan tidak kembali lagi masih ada satu hal yang harus kau lakukan." "Ya." "Bila aku tidak kembali, kau bagikan hartaku kepada mereka yang sudah lama mengikutiku. Aku tidak mau membiarkan mereka hidup sengsara." "Ya." "Aku pun memiliki sesuatu untukmu." Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya dan berkata, "Tuan tidak perlu memberikan sesuatu kepadaku." Lao-bo menjadi marah dn berkata, "Apakah kau ingin mati?" Kepala Lu Xiang-chuan menunduk lebih dalam lagi. "Kau tidak boleh mati, karena kau harus menunggu kesempatan. Kesempatan untuk membalas dendam, aku sudah tidak punya anak laki-laki dan kau adalah anak lakilakiku." "Ya," jawab Lu Xiang-chuan. Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Harta kekayaanku boleh kau atur sendiri, hanya ada beberapa bagian yang merupakan pengecualian." Wajah Lao-bo terlihat aneh dan dia melanjutkan, "Itu adalah bagian Xiao Tie." Lu Xiang-chuan terdiam, dia hanya bisa menarik nafas dan berkata, "Aku mengerti, aku akan menyerahkan bagiannya." "Apakah kau masih ingat kepada seorang pemuda yang bernama Ceng Tiong-thian?" "Orang seperti itu tidak dapat kulupakan," jawab Lu Xiang-chuan. "Pemuda itu sangat baik, bila kau bisa berteman dengannya, dia akan bisa membantumu." "Orang itu sangat misterius, dia tiba-tiba menghilang, aku sudah mencarinya, sepertinya dia hilang ditelan bumi." "Dia masih ada, bila kau bisa mencari Xiao Tie, kau akan menemukannya juga." Lu Xiang-chuan merasa aneh tapi dia segera ikut tertawa dan berkata, "Bila aku bertemu dengannya, aku akan berteman dengannya karena sebelumnya kami memang sudah berteman." Lao-bo sambil tertawa lalu berkata, "Baiklah aku tahu kau selalu mempunyai pandangan yang tidak pernah meleset...." Tiba-tiba senyum Lao-bo menghilang dan berkata, "Kecuali pesan-pesan tadi yang telah kusampaikan, masih ada satu hal lagi." Mata Lao-bo terlihat sangat marah dan berkata, "Kau harus mencari tahu. siapa ayah dari anak Xiao Tie. Bila kau sudah tahu, langsung bunuh dia!" "Ya, aku akan mencari tahu." "Baiklah, baiklah." Lao-bo menghela nafas, wajahnya kembali tersenyum dan berkata, "Aku mengatakan semua ini hanya untuk berjaga-jaga, tapi aku akan membawa pulang kepala Wan Peng-wang." Lu Xiang-chuan ikut senang dan berkata, "Bila tuan membawa kepala Wan Peng-wang pulang, aku akan mulai minum lagi sambil memakai kepala Wan Peng-wang sebagai guci araknya." "Sejak kapan kau berhenti minum?" tanya Lao-bo. Lu Xiang-chuan menghela nafas dan berkata, "Semenjak aku tahu Wu Lao-dao dibunuh." Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya dan berkata, "Hari itu bila bukan karena minum terlalu banyak, aku akan tahu rencana busuk Wan Peng-wang. Ayah dan anak Wu Lao-dao pun tidak akan mati, semenjak itu aku berhenti minum-minum karena aku tahu siapa pun bila sudah mabuk akan berbuat kesalahan." Lao-bo mengangguk kemudian dia bertanya, "Bagaimana dengan perempuan" Semenjak Lin Xiu meninggal, apakah kau belum mempunyai kekasih?" Lu Xiang-chuan merasa kaget, dia tidak menyangka Laobo akan menanyakan hal ini, karena ini adalah masalah yang sangat pribadi, Lao-bo jarang menanyakan masalah pribadi orang lain. Tapi Lao-bo sudah menanyakannya. Karena itu Lu Xiang-chuan harus menjawab, dia Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menggeleng-gelengkan kepalanya. "Badanmu begitu sehat, apakah kau tidak suka perempuan?" Lu Xiang-chuan tertawa kecut dan berkata, "Kadangkadang itu terlintas dalam pikiranku, tapi mencari perempuan harus mempunyai waktu dan juga harus bersabar. Sedangkan saat ini aku tidak mempunyai keduaduanya." Lao-bo tersenyum dan berkata, "Kau salah, sewaktu aku masih muda, aku pun tidak memiliki waktu dan lebih tidak sabaran tapi aku punya banyak perempuan dan mereka adalah perempuan yang sangat baik." Dia melihat Lu Xiang-chuan dan berkata lagi, "Beberapa tahun ini kau sudah mempunyai banyak uang bila kau sudah mempunyai uang kau akan mendapat perempuan yang baik, apakah kau tidak tahu aturan ini?" "Aku tahu, tapi aku tidak suka memakai uang untuk membeli perempuan," jawab Lu Xiang-chuan. "Kau salah dengan cara apa pun kau mendapatkan perempuan itu tidak menjadi masalah, yang penting adalah apakah kau bisa mendapatkannya?" "Itu tidak mudah," jawab Lu Xiang-chuan. "Apakah kau tahu di mana kau bisa mendapat perempuan yang baik?" "Katanya ada suatu tempat tapi aku belum pernah ke sana." Lao-bo mengerjapkan matanya dan berkata, "Apakah tempat itu bernama Kuai-huo-lin?" Lu Xiang-chuan sangat terkejut dan berkata, "Tuan tahu tempat itu?" Tawa Lao-bo sangat misterius dan menjawab, "Apakah kau tahu tanah Kuai-huo-lin milik siapa?" Kata Lu Xiang-chuan, "Ada yang mengatakan pemiliknya bernama Gao Lao-da, dia adalah seorang perempuan. Seorang perempuan bila dipanggil dengan nama 'Lao-da' (yang paling besar), dia sudah tidak muda lagi." "Benar, dia memang seorang perempuan yang pintar, dia pintar memilih tempat yang bagus kemudian membangun rumah di sana membuka usaha yang berkembang pesat. Tapi tempat itu bukan miliknya, dia hanya menyewa tanahnya saja." Tanya Lu Xiang-chuan, "Mengapa dia tidak membelinya?" "Karena pemilik tanah itu tidak akan menjual tanahnya walaupun ditawar dengan harga yang tinggi." Tawa Lao-bo sangat senang dan misterius. Lu Xiang-chuan ingin tahu dan dia kembali bertanya, "Apakah tuan tahu siapa pemilik tanah itu?" "Aku pasti tahu, hanya aku seorang saja yang tahu." Dia tersenyum dan berkata lagi, "Karena tanah itu adalah milikku." Lu Xiang-chuan pun ikut tertawa, "Bila dia tahu, dia tidak akan memilih tanah itu." "Dia tidak tahu dan tidak ada yang tahu dan hal ini pun tidak disangka oleh orang lain. Mereka menganggap bila aku membuka usaha pastilah rumah makan, tempat judi atau pelacuran, dia tidak menyangka bahwa hartaku adalah tanah itu." Dengan dingin Lao-bo berkata, "Hal ini pun tidak disangka oleh Wan Peng-wang, dia bisa menghancurkan tempat judiku dan rumah bordilku, tapi dia tidak dapat menghancurkan tanahku." Lu Xiang-chuan pun ikut menghela nafas dan berkata, "Apakah dia memang tidak dapat menghancurkan tempat tuan?" "Benar, karena tanah tidak dapat dihancurkan, bila kau sudah mencapai usiaku, siapa pun akan tahu, tanah adalah harta yang paling menjamin masa depan kita." Cara berpikir Lao-bo sangat benar, namun dia melupakan satu hal. Walaupun kau mempunyai tanah luas dan ibaratnya semua tanah di dunia adalah milikmu tapi pada saat kau sudah meninggal, sama seperti orang lain kuburannya hanya beberapa meter tidak lebih besar dari milik orang lain. Mungkin Lao-bo sudah tahu hanya saja dia tidak mengatakannya, mungkin ini adalah kesedihan yang dialami oleh setiap orang tua. Mengapa orang selalu membohongi dirinya sendiri" Juga selalu menutupi segala sesuatu mengenai dirinya" Apakah mereka menggunakan cara-cara seperti ini supaya dapat hidup lebih menyenangkan" "Aku selalu menganggap kau adalah anak laki-lakiku, sejak Sun Jian meninggal kau sudah kuanggap sebagai anakku, aku berharap kau jangan mengecewakanku," kata Lao-bo sambil menghela nafas. "Sun Jian tidak mengecewakan tuan, dia melakukan segala sesuatu lebih baik dari orang lain," kata Lu Xiangchuan. "Tapi dia tidak mempunyai anak, paling sedikit dia harus meninggalkan seorang cucu untukku," kata Lao-bo lagi, "Cepatlah kau mencari istri, melahirkan seorang cucu untukku." Mata Lao-bo terlihat sedih dia juga terlihat sangat kesepian. Dengan perlahan dia berkata, "Lama-lama kau akan tahu bila seseorang sudah tua tidak mempunyai penerus, kesepian itu tidak dapat digantikan oleh apa pun." Dengan pelan Lu Xiang-chuan berkata, "Anak Xiao Tie adalah penerus keturunan tuan." Kesedihan Lao-bo berubah menjadi kemarahan dan berkata, "Aku tidak mau memiliki penerus seperti itu walaupun aku tidak mempunyai keturunan lagi aku tidak mau mengakui anak haram itu. Oleh karena itu kau harus mencari tahu siapa ayah anak itu. Siapa pun dia, aku tidak akan membiarkan dia hidup, apakah kau mengerti?" Lu Xiang-chuan menarik nafas panjang dan berkata, "Aku mengerti." Lu Xiang-chuan pasti mengerti. Lao-bo sangat membenci orang itu, karena orang itu sudah menyakiti dia dan putrinya juga menginjak harga diri Lao-bo. Lao-bo tidak dapat menahan penghinaan seperti ini. "Apakah Tuan sudah mendengar kabar dari mereka?" Mereka adalah Xiao Tie dan Meng Xing-hun. "Mereka sudah pergi jauh. Semakin jauh mereka pergi semakin baik untuk mereka," kata Lao-bo sambil menggelengkan kepala. "Kemana mereka pergi?" tanya Lu Xiang-chuan. "Aku tidak tahu, dan tidak ingin tahu." "Seharusnya Tuan tahu, mungkin sekarang ini mereka sudah mempunyai anak," kata Liu Hiang Coan dengan perlahan. Wajah Lao-bo mulai berubah, berubah menjadi sangat aneh. Lu Xiang-chuan terus melihatnya dan berkata, "Bila kita bisa menemukan mereka, mungkin anak itu bisa kita bawa pulang." Lao-bo memandang ke tempat jauh, dengan pelan dia berkata, "Dari kecil Xiao Tie sangat ingin melihat laut tapi aku tidak mempunyai waktu membawanya ke sana. Sekarang dia sudah memiliki kesempatan...." Mata Lao-bo bercahaya, dengan pelan dia berkata, "Katanya anak yang lahir di pantai, biasanya lebih sehat...." Mata Lu Xiang-chuan ikut terang dengan pelan dia berkata, "Baiklah, kita ke pantai mencarinya, bila aku menjadi mereka, aku juga akan ke pantai.... Mengapa dulu tidak pernah terpikir olehku?" Kita pergi ke pantai. Apakah kau pernah melihat laut" Tidak, aku hanya melihatnya di dalam mimpi. Dalam mimpimu laut itu seperti apa" Langit berwarna biru, awan putih, air laut berwarna hijau di bawah langit biru dan awah putih yang berkilau. Laut sebenarnya mungkin lebih indah dari laut yang dilihat dalam mimpi. Laut lebih biru dari langit, gelombang lebih putih dari awan, pada saat matahari terbit, di atas laut seperti tertutup oleh pecahan perak. Sewaktu pecahan perak menjadi garis yang berwarna warni, bila kau pernah melihat laut kau akan tahu bahwa di dunia ini tidak ada tempat yang selalu berubah seperti halnya laut. Kalau begitu tunggu apa lagi, mari kita pergi ke laut. Baiklah, kita pergi sekarang juga. Ooo)dw(ooO BAB 14 Laut. Pasir begitu putih dan lembut, berkilau di bawah sinar matahari, seperti emas pada senja hari. Seorang anak berlari-lari di pantai, meninggalkan jejak kaki yang tidak teratur. Xiao Tie pun tidak memakai sepatu, kakinya begitu kecil dan indah. Sekarang dia sedang duduk di pantai, membiarkan matahari menjemur kakinya yang berada di dalam air laut. Matahari senja bersinar lembut seperti sorot mata Xiao Tie sekarang. Anak kecil berteriak dan bermain-main dengan gelombang laut, wajahnya yang pucat karena berjemur matahari berubah menjadi kuning langsat. Dalam setahun, anak itu sudah bertambah besar dan lebih kuat. Xiao Tie menghela nafas dan berkata, "Anak yang tumbuh di pantai tampaknya lebih sehat." Meng Xing-hun pun ikut tersenyum dan berkata, "Walaupun tidak lebih kuat tapi aku yakin dia akan mempunyai jiwa lapang dada yang lebih luas." Wajah Meng Xing-hun semakin merah tubuh dan hatinya pun lebih sehat dari pada dulu. Sekarang bila ada yang bertanya kepadanya, "Apakah sekarang kau mempunyai kehidupan?" Dia akan menjawab 'ya' dengan mantap. Sewaktu Xiao Tie melihatnya, sorot matanya menjadi lembut, Xiao Tie memegang tangan Meng Xing-hun dengan, erat, dan dengan lembut dia berkata, "Setahun ini, aku dan anakku hidup dengan senang tapi kadang-kadang aku masih khawatir." "Apa yang kau khawatirkan?" "Khawatir kau akan menyesal." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Mengapa harus menyesal?" "Karena kau adalah seorang laki-laki dan masih muda, masih banyak hal yang dapat kau lakukan, kehidupan di sini terlalu biasa dan membosankan." Dengan lambat Meng Xing-hun berkata, "Aku belum pernah merasa seperti itu, aku bahagia. Bila bisa hidup seperti ini, apa lagi yang dapat aku inginkan?" Meng Xing-hun mengerjap-ngerjapkan matanya, tibatiba dia tertawa, "Mungkin masih ada satu hal yang harus kulakukan." "Apa itu?" Meng Xing-hun berbisik di telinganya, "Lahirkanlah seorang anak untukku." Walaupun Xiao Tie tertawa, tapi tawanya terlihat beku, hal inilah yang paling dia takutkan. Meng Xing-hun sangat menyayangi anaknya, tapi di antara mereka masih ada celah. Karena dia tetap bukan ayahnya, kenyataan ini tidak dapat diubah. Hanya di dunia mimpi semua tampak indah, di dunia nyata pasti ada kekurangan dan banyak celah yang tidak dapat ditambal. Semakin hari semakin besar celah yang ada. Xiao Tie menundukkan kepalanya dan berkata, "Ada satu hal yang tidak dapat kukatakan kepadamu, tapi aku pun tidak tega membohongimu." "Mengenai apa?" tanya Meng Xing-hun. "Aku tidak akan bisa mempunyai anak lagi." Tawa Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi beku, setelah lama baru dia bertanya, "Siapa yang mengatakan bahwa kau tidak akan bisa punya anak lagi?" Xiao Tie dengan sedih menjawab, "Bidan yang mengatakannya, dulu dia adalah bidan di istana, dia dapat membantu melahirkan, dia pun dapat membuat seorang perempuan tidak dapat melahirkan lagi." Di dalam istana banyak hal yang kotor dan kejam, orang luar pun dapat membayangkannya. Karena ingin menjaga kedudukan di istana sang permaisuri sering menggunakan cara-cara yang kejam, membuat para selir tidak dapat mempunyai anak. Bibir Meng Xing-hun terlihat pucat dan dia bertanya, "Apakah bidan itu yang membuatmu tidak bisa mempunyai anak?" Xiao Tie mengangguk. "Apakah kau sendiri yang memintanya?" Xiao Tie tidak menjawab, matanya sarat dengan kesedihan. Meng Xing-hun tiba-tiba mengerti. Bidan itu pasti dicari oleh ayah anak itu, dia tidak ingin orang lain mengetahui hubungannya dengan Xiao Tie dan dia pun tidak ingin Xiao Tie mempunyai anak lagi, dia sudah menghancurkan kehidupan Xiao Tie, 'Siapa sebenarnya orang itu" Mengapa Xiao Tie tidak mau menceritakannya"' Meng Xing-hun mengira dia tidak akan bersedih karena hal ini, dia pikir dia akan rela melakukannya, demi Xiao Tie dia rela mengorbankan segalanya. Namun sekarang dia baru tahu bahwa ada kesedihan yang tidak tertahankan, melupakannya pun tidak bisa. Dengan sedih Xiao Tie berkata, "Aku tahu kau pasti tidak akan bisa memaafkanku, mengapa aku tidak mau menceritakan siapa dia" Dia sudah mencelakaiku juga mencelakaimu, tapi kau tetap tidak akan bisa mencarinya, malah harus bersembunyi dari dia." Meng Xing-hun terbatuk dan dia berkata, "Aku tidak Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menyalahkanmu." Kata Xiao Tie lagi, "Di mulut kau bicara seperti itu tapi di dalam hati kau sangat sedih melarikan diri adalah hal yang sangat menyedihkan apalagi kau tidak tahu kau lari dari orang macam apa." Meng Xing-hun menghela nafas dan berkata, "Tapi aku tahu, kau dan dia mempunyai anak, kau pasti masih punya perasaan terhadapnya." Air mata Xiao Tie menetes lagi, sambil menangis dia berkata, "Kau mengira aku tidak menceritakan siapa dia karena aku membelanya" Kau salah besar!" Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata, "Bukankah seperti itu" Kau tidak ingin menceritakan siapa dia, tapi setidaknya kau bisa memberitahu Lao-bo." "Apakah kau mengira aku tidak memberitahu Lao-bo karena takut dia membunuhnya?" Meng Xing-hun menolak menjawab. Masih dengan menangis Xiao Tie berkata lagi, "Kau salah! Bila aku mampu membunuhnya, dari dulu sudah kubunuh orang itu. Aku tidak dapat memberitahumu juga kepada Lao-bo, karena.... karena...." Dia tetap tidak dapat menceritakan sebab-sebabnya karena dia terus menerus menangis. Meng Xing-hun menatap Xiao Tie, matanya yang menyorot marah berubah menjadi kasihan, dengan pelan dia membelai rambut Xiao Tie dan dengan lembut dia berkata, "Seharusnya aku tahu diri. Aku sudah mempunyai anak yang pintar dan sehat, siapa pun yang melihat anak ini pasti akan senang." Meng Xing-hun melanjutkan lagi, "Beberapa hari lagi adalah ulang tahun Lao-bo, apakah kau ingat?" "Mengapa kau bisa tahu?" Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Tahun kemarin aku datang ke pesta ulang tahunnya bila tahun ini kita membawa anak itu pulang, Lao-bo pasti senang." Xiao Tie menggigit bibirnya dan berkata, "Kau salah, Lao-bo sangat membenciku juga membenci anak ini karena dia merasa kami sudah mempermalukan dia. Bila kami ada di sana, ini adalah penghinaan untuknya karena itu dia mengusir kami dan dia pun pernah berkata, bila dia masih hidup dia tidak ingin kami pulang." Meng Xing-hun menarik nafas dan berkata, "Kali ini yang bersalah bukan aku tapi kau. Kau salah memandangnya seperti itu, sebenarnya dia harus membunuhku tapi dia malah melepaskanku apakah kau tidak tahu apa sebabnya?" Xiao Tie menggelengkan kepalanya. Dia tidak pernah menanyakan hal ini dan tidak pernah membicarakan soal Lao-bo. "Dia tidak membunuhku semuanya karena dirimu." "Karena aku?" "Karena aku memberitahu padanya bahwa aku akan membuatmu terus hidup, maka dia membiarkan aku pergi dan masih hidup sampai sekarang ini." Xiao Tie menundukkan kepalanya dan terdiam. Setelah lama dia baru berkata, "Mengapa dia harus membunuhmu?" "Karena aku sudah ke sana dengan tujuan untuk membunuhnya." Xiao Tie mengangkat kepalanya, dia sangat terkejut dan bertanya, "Benar, banyak orang yang ingin membunuhnya, tapi kau.... demi apa kau ingin melakukannya?" Meng Xing-hun tertawa kecut, "Karena ada orang yang menyewaku untuk membunuhnya." "Siapa?" "Lu Man-tian." Xiao Tie lebih terkejut lagi, "Lu Man-tian adalah teman ayali yang paling dekat." "Teman yang paling dekat belum tentu teman yang setia." "Apakah Lao-bo mengetahuinya?" tanya Xiao Tie. "Lao-bo lebih banyak tahu dari siapa pun, karena itu aku pikir walau Lu Man-tian masih hidup, dia tidak akan bisa hidup dengan tentram." Xiao Tie terdiam lagi kemudian berkata lagi, "Menurutmu apakah sekarang Lao-bo mempunyai, teman yang setia?" "Ada satu orang." "Siapa?" "Lu Xiang-chuan," jawab Meng Xing-hun. "Apakah kau pernah bertemu dengannya?" Meng Xing-bun tertawa dan berkata, "Aku pernah bertemu dengannya dan makan nasi goreng yang dimasak sendiri olehnya." Xiao Tie tidak bicara lagi. Meng Xing-hun melanjutkan, "Aku berteman dengannya tidak begitu lama, tapi aku sudah tahu orang ini sangat istimewa, membuat orang yang pertama bertemu dengannya langsung percaya. Dia juga bisa mengatasi masalah apa pun." Xiao Tie tetap tidak bicara. "Mengapa kau jadi pendiam?" Xiao Tie menundukkan kepalanya kemudian berkata, "Apa yang harus kukatakan kepadamu?" "Katanya sejak kecil Lu Xiang-chuan sudah ada di rumah kalian, kau pasti mengenalnya." "Aku memang mengenalnya." "Kau sendiri merasa dia orangnya bagaimana?" Tiba-tiba Xiao Tie berdiri dan berjalan ke tepi laut. Anaknya dengan senang menyambut ibunya dan berkata, "Ibu, cepat ke sini, aku menemukan sebuah keong yang bagus." Xiao Tie memeluk anaknya dengan erat dan menciuminya tiba-tiba dia berkata, "Ibu, mengapa ibu menangis?" Xiao Tie mengusap air matanya dan berkata, "Ibu tidak menangis, mata ibu hanya kemasukan pasir, di sini angin sangat besar, mari kita pulang." Dia memeluk anaknya lebih erat lagi. Meng Xing-hun memandang mereka, dia tidak bicara apa pun. Matahari senja sudah terbenam, malam akan segera tiba. Meng Xing-hun ditelan oleh kegelapan. Tujuh puluh orang merupakan tentara yang paling kuat. Melihat 70 orang itu, kau tidak akan meragukan kata-kata Lao-bo. Di antara ketujuh puluh orang ini ada yang pendek, tinggi, yang tua, juga yang muda. Dilihat dari pakaian mereka terlihat mereka datang dari tempat yang berlainan. Tapi mereka memiliki satu persamaan. Mereka terlihat sangat tenang. Matahari musim gugur masih terasa panas, mereka sudah berdiri selama 2 jam di bawah terik matahari. Setiap orang berdiri dengan tegak, bahkan jari-jari pun tidak bergerak. Lao-bo menyuruh mereka berdiri. Mereka menurut, walaupun ada api di depan, mereka tidak akan mundur. Lu Xiang-chuan duduk melihat mereka, dia tidak tega melihat mereka seperti itu dan bertanya, "Bukankah sudah waktunya untuk makan?" Lao-bo menggelengkan kepalanya. "Apakah tuan akan menyuruh mereka berdiri terus?" Dengan ringan Lao-bo berkata, "Bila mereka berdiri saja tidak bisa, bagaimana bisa melakukan pekerjaan yang lebih besar." Awan hitam menutupi langit. "Lebih baik lagi kalau sekarang turun hujan," kata Laobo. Terdengar suara petir, hujan mulai turun. Ketujuh puluh orang itu masih berdiri di sana. Hujan turun sebesar kacang kedelai dan segera membasahi baju mereka. Tapi mereka tetap berdiri tegak, bergerak pun tidak. Tiba-tiba Lao-bo berteriak, "Mengapa kau tidak menyuruh mereka masuk dan berteduh?" Lu Xiang-chuan terlihat ragu, "Apakah mereka akan mendengar kata-kataku?" "Mengapa kau tidak mencobanya?" Lu Xiang-chuan mengeluarkan kepalanya dan berkata, "Hujan terlalu deras, masuklah kalian ke ruang makan!" Segera ada seseorang yang menutupi kepalanya dengan tangan dan keluar dari barisan. Tapi keenam puluh sembilan orang itu tetap berdiri dan tidak bergerak. Orang yang berlari tadi hanya berlari beberapa langkah, dia membalikkan badan untuk melihat. Wajahnya langsung berubah dengan pelan dia mundur ke belakang. Tapi Lao-bo dengan suara tegas berteriak, "Yu-ming, kemarilah!" Yu-ming menundukkan kepalanya berjalan menghampiri Lao-bo. Lao-bo melihatnya, kemudian dengan tersenyum dia berkata, "Bahan baju ini sangat bagus, penjahitnya pasti lumayan bagus juga." Yu-ming mengenakan setelan baju sutra berwarna biru dengan kualitas yang sangat tinggi. "Bajumu begitu bagus, sangat sayang bila terkena hujan. Pantas kau. langsung berlari, mencari tempat berteduh." Wajah Yu-ming sudah pucat dengan pelari dia berkata, "Aku tidak bermaksud seperti itu." "Kalau tidak bermaksud seperti itu, apakah kau lari karena takut kehujanan?" tanya Lao-bo. Yu-ming menundukkan kepalanya, tidak berani bicara lagi. Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Bila kepala terkena hujan, bisa membuat kita menjadi sakit. Sekarang hidupmu sudah lebih baik, benar-benar harus menjaga kesehatan." Lao-bo melambaikan tangannya dan berkata, "Cepatlah pulang mandi air panas kemudian minum beberapa gelas arak dan tidurlah." Yu-ming merasa sangat takut, tiba-tiba dia berlutut dengan suara gemetar dia berkata, "Aku tidak akan pulang, aku akan mengorbankan jiwa dan raga di medan tempur." "Medan tempur tidak cocok untuk orang sepertimu. Nyawamu terlalu mahal," kata Lao-bo tertawa. Tiba-tiba Lao-bo bergerak dengan wajah masih tersenyum, tampak ada sekelebat sinar. Kepala Yu-ming sudah lepas dari tubuhnya. "Jagalah dengan baik-baik, kepalamu jangan sampai kehujanan." Tidak ada yang berani bicara, hingga ada yang tidak berani bernafas. Lu Xiang-chuan pun mengeluarkan keringat dingin. Laobo melihatnya dan berkata, "Ini adalah pertarungan antara hidup dan mati, kali ini orang yang kubawa harus mendengar perintahku sendiri. Apakah kau mengerti?" Terlihat ekspresi mengagumi dari wajah Lu Xiangchuan, dia menjawab, "Aku mengerti." Sekarang 70 orang tersisa 69 orang. "19 orang di depan, maju!" kata Lao-bo. Di meja ada peta. Peta Fei-feng-bao. Lao-bo menunjuk peta itu, "Ini adalah sungai yang melindungi Fei-feng-bao, di atas sungai ada jembatan gantung. Jembatan ini sangat jarang diturunkan, tugas kalian adalah menguasai jembatan gantung ini. Apakah kalian mengerti?" Ke 19 orang itu berbarengan mengangguk. "Setiap siang pasti terdengar bunyi terompet, itu tanda mereka mengganti shift dan waktunya makan. Begitu terdengar bunyi terompet segera berangkat, tidak boleh terlalu awal juga tidak boleh terlalu lambat." Ke 19 orang itu berbarengan menjawab, "Siap!" Kata Lao-bo lagi, "Waktu kita menyerang adalah tanggal 7 siang karena itu lusa kalian akan sampai di sana dan mencari tempat untuk bersembunyi." Lao-bo menjelaskan lagi, "Aku sudah menyiapkan pakaian kalian. Bila di tengah jalan harus berpisah tidak apa-apa. Yang penting orang yang berada di depan dan di belakang harus berhati-hati, jangan sampai tersesat, lebihlebih jangan membuat orang terlalu memperhatikan kalian. Bila ada yang minum arak hingga membuat keributan atau berjudi dan mencari pelacur, kalian akan dipenggal." Ke 19 orang itu berbarengan menjawab, "Kami tidak berani!" "Sekarang kalian bersiap-siap, sesudah makan kalian langsung berangkat," Lao-bo mengangguk. Lao-bo melambaikan tangannya lagi dan berkata, "Sekarang grup elang yang terdiri dari 22 orang, silahkan masuk!" Kesembilan belas orang sudah keluar, Lu Xiang-chuan baru berkata, "Apakah tanggal 7 nanti akan mulai menyerang?" "Ya!" "Tanggal 7 nanti adalah hari ulang tahun tuan." "Aku tahu." Kata Lu Xiang-chuan, "Tahun ini tuan tidak membuat pesta ulang tahun, tapi aku pikir teman-teman lama tuan tetap akan ke sini untuk mengucapkan selamat, karena itu aku sudah menyiapkan sayur dan arak, mempersiapkan tempat untuk menginap kurang lebih dapat menampung 300 orang." Lu Xiang-chuan tertawa, "Tahun ini ku kira yang datang tidak sebanyak tahun kemarin, tapi aku memperkirakan akan ada tamu yang datang kurang lebih 300 orang." Dengan ringan Lao-bo berkata, "Bila ada yang datang, kau saja yang melayani mereka. Dan katakan kepada mereka bahwa aku sedang bertempur dengan Wan Pengwang." "Mengapa Tuan memilih waktu menyerang pada hari ulang tahunmu?" tanya Lu Xiang-chuan. "Kau sendiri tidak menyangka aku akan memilih tanggal itu, begitu pun dengan Wan Peng-wang." "Bila hari itu aku bertarung dan meninggal, hari lahir dan hari kematianku akan sama, bila kalian ingin bersembahyang akan lebih mudah." Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lu Xiang-chuan tidak bicara lagi, karena grup elang sudah masuk. Tugas mereka adalah merebut markas besar Wan Peng-wang, pada saat jembatan diturunkan, mereka harus langsung menyerang. Grup elang rata-rata mempunyai kepandaian lebih unggul dari 19 orang sebelumnya, ilmu meringankan tubuhnya pun lumayan. Meskipun ke 22 orang itu menyerang sekaligus terlalu beresiko. Masih ada grup ketiga yang terdiri ada 20 orang. Kedua puluh orang ini memiliki ilmu meringankan tubuh paling tinggi. Mereka semua menguasai senjata rahasia, tugas mereka adalah membantu grup elang menyerang, menaiki tembok dan menggunakan senjata rahasia menyerang para penjaga. Sisa 8 orang lagi, mereka adalah pengawal Lao-bo. Lu Xiang-chuan merasa aneh dan bertanya, "Kali ini semua menyerang dari tengah, mengapa tidak ada yang menyerang dari belakang?" Lu Xiang-chuan menunjuk peta Fei-feng-bao dan berkata, "Fei-feng-bao berada di atas gunung, di belakang Fei-feng-bao adalah tanah terjal, bila menyerang dari belakang membuat pertahanan mereka kacau, bukankah itu lebih baik?" Lao-bo dengan marah berkata, "Gerakan kali ini aku yang atur" Atau kau yang atur?" Lu Xiang-chuan tidak berani bicara lagi. Tapi hatinya masih menaruh curiga. Gerakan kali ini terlalu berbahaya. Boleh dikatakan malah mengantar nyawa. Karena dengan serangan seperti itu malah menguntungkan Wan Peng-wang, orang-orangnya pun lebih banyak. Menurut kebiasaan Lao-bo, dia tidak akan memilih rencana dan strategi seperti ini. Apakah Lao-bo masih memiliki rencana lain" Karena dia terlihat sangat yakin dapat menjadi pemenang pertarungan ini. Lu Xiang-chuan tetap curiga tapi tidak berani bertanya. Bila Lao-bo tidak ingin mengatakannya, tidak ada orang yang berani bertanya. Lu Xiang-chuan. membalikkan kepalanya melihat ke luar jendela dan berkata, "Hujan sangat deras." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Hujan biasanya membuat tamu menjadi tidak pulang, sebenarnya malam ini aku harus pergi, tapi kelihatannya aku harus menunggu sampai besok." Dia juga menoleh melihat hujan di luar jendela. Dengan pelan dia berkata, "Semua sudah siap, sudah lama kita jarang santai seperti hari ini." Hujan sangat deras, angin pun berhembus sangat kencang. Titik-titik hujan tidak teratur seperti orang gila yang sedang kencing. Lao-bo melihat titik-titik hujan, sepertinya dia sedang menikmati hujan. Kecuali bunga, Lao-bo jarang melihat barang lain karena dia merasa di dunia ini kecuali bunga tidak ada hal yang menarik dinikmati. Bila dia terus melihat barang yang lain artinya dia sedang berpikir. Apakah dia sedang berpikir bagaimana menggunakan waktu yang santai ini" Apakah dia sudah mempunyai perhitungan" Lu Xiangchuan menjadi serba salah, apakah dia harus bertanya kepada Lao-bo" Lao-bo sudah membalikkan kepalanya, dengan tersenyum dia bertanya, "Apakah kau tahu bagaimana menggunakan hari yang santai ini?" Senyum Lao-bo sangat menarik. Hanya pada saat dia senang, senyum Lao-bo terlihat begitu menarik, biasanya senyum Lao-bo membuat orang takut. Lu Xiang-chuan mengerjapkan matanya dan bertanya, "Tuan ingin melakukan apa?" "Bila sedang stress, pasti ada cara untuk mengatasinya. Caraku adalah mencari perempuan, aku jamin cara ini sangat jitu." "Aku tahu" kata Lu Xiang-chuan. "Bila sudah tahu untuk apa menunggu lagi, ayo pergi!" "Pergi ke mana?" tanya Lu Xiang-chuan. "Tentu saja kita akan ke Kuai-huo-lin, apakah kau mengira aku akan mencari perempuan kelas bawah?" "Bila kau mencari perempuan yang baik dan bagus, tidak perlu jauh-jauh ke Kuai-huo-lin." "Mengapa?" Tawa Lu Xiang-chuan terlihat misterius dengan santai dia berkata, "Karena aku sudah memanggil perempuan tercantik yang berada di Kuai-huo-lin untuk datang kemari." Sebuah tandu rotan digotong masuk, di dalamnya ada seorang perempuan yang sedang tertidur, dia tertidur sangat pulas. Dia masih sangat muda dan sangat cantik. Pada saat dia tertidur pun masih terlihat cantik. Bulu matanya yang panjang menutupi kelopak matanya, di wajahnya masih terlihat lesung pipitnya. Lao-bo melihat dia seperti melihat sekuntum bunga. "Marganya Gao bernama Feng-feng, dia adalah anak angkat Gao Lao-da," kata Lu Xiang-chuan. "Apakah Gao Lao-da tahu ke mana pergi anak angkatnya?" "Dia tidak tahu. Dia sendiri pun tidak tahu berada di mana, aku membuatnya tidur dulu." "Kalau begitu, baiklah!" "Ayahnya adalah orang yang berpendidikan, karena itu dia senang baca buku," kata Lu Xiang-chuan. Lao-bo tersenyum, "Yang aku cari adalah perempuan, bukan seorang guru." Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Ibunya adalah ibu rumah tangga yang baik, bila bukan karena krisis ekonomi, Fengfeng tidak akan seperti ini." Lao-bo berkata, "Aku tidak ingin menyelidiki latar belakang keluarganya." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku hanya ingin memberitahu tuan bahwa keluarganya sangat baik, sifatnya pun baik. Bila mempunyai anak, dia akan menjadi ibu yang baik." Wajah Lao-bo berubah, dia hanya melihat dan menunggu. Tiba-tiba Lao-bo memegang tangan Lu Xiang-chuan dan berkata, "Apakah aku bisa mempunyai anak laki-laki lagi?" Lu Xiang-chuan tersenyum dan berkata, "Ada orang yang sudah berumur 80 tahun tapi masih bisa mempunyai anak." Dengan pelan Lao-bo berjalan ke dekat jendela, matanya memandang ke tempat yang sangat jauh. Agak lama dia baru berkata, "Kau bilang ayahnya adalah seorang yang berpendidikan?" "Mereka sekeluarga adalah orang-orang yang berpendidikan." "Di mana ayahnya?" tanya Lao-bo. "Dia sudah mati begitu pula dengan ibunya." "Keluarganya tinggal berapa?" "Bila masih ada keluarga dia tidak akan seperti ini, tidak akan berada di Kuai-huo-lin," jawab Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan melanjutkan lagi, "Bila bukan karena Gao Lao-da yang kebetulan datang ke tempatnya untuk mencari pelayan di Kuai-huo-lin, sekarang ini kita pun tidak akan melihat dia." "Apakah dia datang dari tempat yang jauh?" "Dia sebenarnya lahir di gunung Chang-bai di sebuah desa yang bernama Kao." Wajah Lao-bo tampak memerah dan bercahaya, siapa pun tahu bahwa Lao-bo tertarik kepada Feng-feng. Tanya Lu Xiang-chuan, "Apakah Tuan akan menyuruh dia tinggal di sini?" Lao-bo menjawab dengan keras, "Ya, suruh dia tinggal di sini. Kalau aku pergi biarkan dia tinggal di sini dan carilah beberapa orang pelayan untuk melayani dia." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Sudah kucarikan." Lao-bo melihat Lu Xiang-chuan, dengan tersenyum dia menepuk pundak Lu Xiang-chuan. "Kadang-kadang aku merasa kau sangat lucu, kadang aku merasa kau sangat menakutkan. Mengapa kau begitu pintar, dapat menebak pikiran orang lain." Bagi seseorang yang sudah tua namun mempunyai banyak kekayaan dan kesepian kecuali melahirkan seorang anak, hal apa lagi yang dapat membuatnya senang" Feng-feng sangat cantik tapi terlihat sangat lemah. Cantik seperti sekuntum bunga yang baru mekar. Lao-bo membaringkan dia, badannya penuh dengan keringat. Pada saat seperti ini, dia tidak tahu bahwa bahaya sedang mendekati dan kematian sedang menunggu. Saat itu juga pintu didobrak hingga hancur, sesosok bayangan masuk ke dalam ruangan. Tujuh titik cahava, secepat kilat sudah menusuk pinggang Lao-bo. Ooo)dw(ooO BAB 15 Dinding terbuat dari batu, di atas dinding sedang dijemur sebuah jala. Xiao Tie memegang tangan Meng Xing-hun, jari-jari Meng Xing-hun sangat keras karena sering menangkap ikan. Xiao Tie menaruh tangan Meng Xing-hun yang keras ke wajahnya. Di langit banyak bintang, anak itu tertidur dengan nyenyak di dalam rumah. Sekarang adalah waktu yang paling tenang dan waktu untuk mereka berdua. Setiap hari pada saat seperti ini mereka akan saling berpelukan mendengar detak jantung masing-masing, melihat bintang di langit dan melihat laut. Kemudian mereka akan saling memberitahu kepada diri mereka sendiri. "Aku pernah hidup." Hidup mereka lebih berharga dan lebih berarti. Sinar bintang malam ini sama seperti hari-hari lainnya. Namun bagaimana dengan manusianya" Tiba-tiba Xiao Tie menangis. "Mengapa kau menangis," Tanya Meng Xing-hun. Xiao Tie menundukkan kepalanya dengan ringan dia berkata, "Tadi sewaktu aku keluar dari dapur aku melihatmu sedang membereskan baju." Wajah Meng Xing-hun menjadi pucat, akhirnya dengan pelan dia mengangguk dan berkata, "Aku memang membereskan baju." "Apakah kau akan pergi?" Tangan Meng Xing-hun sangat dingin dan dia berkata, "Tadinya aku akan memberitahumu besok." "Aku tahu kau tidak akan bisa hidup seperti ini. Bila kau mau pergi aku tidak akan melarangmu, tapi aku.... aku...." Air mata Xiao Tie menetes ke tangan Meng Xing-hun. "Apakah kau mengira aku akan meninggalkan kalian" Kau mengira begitu aku pergi, aku tidak akan kembali?" kata Meng Xing-hun. "Aku tidak tahu, aku tidak berani memikirkannya." "Aku akan memberitahumu, aku tetap akan pulang, walau ada masalah apa pun atau siapa pun tidak dapat melarangku untuk pulang." Sambil menangis Xiao Tie berkata, "Kalau begitu mengapa kau harus pergi?" Meng Xing-hun menghela nafas, memandang ke arah laut yang gelap kemudian berkata, "Aku ingin mencari seseorang." "Siapa yang kau cari?" Meng Xing-hun tidak menjawab, setelah lama dia baru berkata, "Dua hari yang lalu aku pernah membicarakan seseorang, apakah kau ingat?" "Kau akan mencari dia?" Tubuh Xiao Tie menjadi kaku. "Aku lihat begitu membicarakan orang itu, kau segera berubah suaramu pun berubah. Malam itu kau bermimpi, kau seperti mimpi dicekik orang." Meng Xing-hun menghela nafas dan berkata, "Terpikir olehku saat itu, orang yang menghina, menyiksa dan menghancurkan hidupmu adalah Lu Xiang-chuan." Tubuh Xiao Tie gemetar, lalu dengan suara gemetar dia bertanya, "Siapa yang mengatakannya kepadamu" Siapa yang memberitahu?" "Tidak ada yang memberitahu, seharusnya aku sudah tahu karena dia paling banyak mempunyai kesempatan untuk mendekatimu dan itu membuatmu tidak waspada, hanya dia yang mempunyai kesempatan untuk menghinamu." Tubuh Xiao Tie langsung menjadi lemas, dia sudah tidak tahan. Meng Xing-hun menarik sebuah kursi untuk Xiao Tie supaya dia dapat duduk. Tapi Meng Xing-hun tetap bertanya, "Yang tidak kumengerti, mengapa kau tidak memberitahu Lao-bo?" Xiao Tie terduduk lemas di kursi, tubuhnya masih gemetaran, dan dia menangis. Akhirnya Xiao Tie bertanya, "Apakah kau tahu bagaimana hubungan antara Lao-bo dengan Lu Xiangchuan?" "Aku hanya tahu sedikit." "Dia tahu semua rahasia Lao-bo, semua gerakan Lao-bo dia yang merencanakannya. Lao-bo sangat percaya padanya seperti aku mempercayai mu." Gigi Meng Xing-hun gemeretak. "Memang dia dapat membuat orang percaya kepadanya." "Waktu itu umurku masih kecil, aku tidak mengerti apaapa, malah aku menganggap dia kakakku." Air matanya terus mengalir, sepertinya dia sudah tidak Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tahan lagi. "Dia sangat baik kepadaku, hingga pada suatu hari aku baru sadar, siapa yang pernah melihatku orang itu akan segera menghilang." "Aku pun bara sadar, semua orang itu mati di tangannya. Kemudian aku bertanya kepadanya, mengapa berbuat seperti itu?" "Dia menjawab dia melakukan semua ini demi diriku, dia bilang orang-orang yang melihatku adalah orang yang jahat." "Walaupun aku curiga tapi aku masih sedikit percaya kepadanya. Hingga pada suatu hari, dia mengajakku minum dan aku menemaninya karena dulu pun aku sering menemaninya minum, Lao-bo tidak melarang kami minumminum." "Begitu aku sadar, aku baru tahu.... baru tahu...." Bicara sampai di sini, Xiao Tie tidak dapat melanjutkan. Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan bertanya, "Mengapa kau tidak memberitahu Lao-bo?" "Dia mengancamku bila aku memberitahu Lao-bo dia akan membunuhku dan dia akan mengkhianati Lao-bo dan memberitahu semua rahasia Lao-bo kepada musuhmusuhnya." "Karena itu kau menjadi takut?" "Aku takut, karena bila dia mengkhianati Lao-bo tidak akan terbayang bagaimana akibatnya. Senjata rahasianya sangat beracun dan sangat jitu. Lao-bo sering berkata bahwa Lu Xiang-chuan adalah ahli senjata rahasia. Dia bisa membunuh juga mempunyai kesempatan untuk membunuh Lao-bo." "Apakah dengan kau menutupi hal ini bisa menjamin dia tetap akan setia kepada Lao-bo?" tanya Meng Xing-hun. "Dia bilang dia sungguh-sungguh mencintai aku. Asalkan aku baik kepadanya, dia tetap akan setia kepada Lao-bo." "Kau percaya kepadanya?" "Waktu itu aku benar-benar percaya kepadanya karena aku belum tahu siapa dia. Aku masih menganggap dia orang, siapa yang tahu dia adalah seekor binatang." Tubuh Xiao Tie mulai gemetar, dia menangis dan berkata, "Lao-bo sering berkata bila Lu Xiang-chuan minum arak tahu batas. Hanya aku saja yang tahu, dia sering minum sampai mabuk. Begitu mabuk dia memukuli aku menyiksaku, tapi aku terlambat mengetahuinya, karena aku sudah mengandung anaknya." Suara Xiao Tie menjadi serak, setelah sekian lama dia baru bisa menjelaskannya. Begitu habis bicara dia sudah lemah dan terduduk di kursi. Hati Meng Xing-hun hancur lebur. Tiba-tiba Xiao Tie meloncat dan berdiri, dia menarik tangan Meng Xing-hun dan berkata, "Kalau bisa jangan mencari dia. Sekarang kita sudah hidup bahagia, orang semacam dia biar Tuhan yang menghukumnya." "Tidak bisa. Aku akan mencari dia." "Mengapa...." Mengapa harus mencarinya....?" Teriak Xiao Tie. "Jika aku tidak mencari dia, seumur hidup kita hanya bisa berada di bawah bayangannya saja, selamanya akan seperti dicekik oleh dia." Xiao Tie menutup wajahnya dan berkata, "Tapi kau...." Meng Xing-hun memotong kata-katanya, "Demi kita, aku harus mencari dia. Demi Lao-bo, aku juga harus mencari dia." "Mengapa?" "Sebab kau adalah putri Lao-bo. Lao-bo pernah melepaskan aku satu kali, aku harus membalas budi kepadanya." "Apa kau kira mereka akan membunuh Lao-bo?" Teriak Xiao Tie. "Aku ingat, Lao-bo pernah mengatakan satu kalimat." "Apa yang dia katakan?" "Lao-bo berkata, kalau hanya Lu Man-tian sendiri dia tidak akan berani mengkhianatinya, di belakangnya pasti ada dalangnya." "Apakah dalang ini adalah Lu Xiang-chuan?" tanya Xiao Tie. Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Dia bisa melakukan hal ini kepadamu, hal apa lagi yang tidak bisa dia lakukan?" "Tapi.... tapi kesempatan mendekati Lao-bo sangat banyak. Senjata rahasianya setiap saat bisa melukai Lao-bo, mengapa dia tidak menyerang Lao-bo?" Kata Meng Xing-hun, "Mungkin dia sedang menunggu kesempatan, dia tidak tergesa-gesa. Dia tahu teman Lao-bo sangat banyak dan juga sangat setia, dia juga takut orang lain akan membalas dendam." Meng Xing-hun berpikir sebentar lalu berkata lagi, "Hal yang paling penting adalah dia mengkhianati Lao-bo adalah demi kedudukan dan kekayaan karena itu dia harus menunggu Lao-bo menyerahkan semuanya baru dia bergerak. Karena itu dengan segala cara dia membuat Laobo semakin hari semakin mempercayainya." Air mata Xiao Tie berhenti, kesedihannya berubah menjadi terkejut dan takut. Meng Xing-hun menarik nafas panjang dan berkata, "Aku berharap aku masih sempat menolongnya." "Tapi kau harus hati-hati, senjata rahasianya sangat menakutkan." Ooo)dw(ooO Kalau senjata rahasianya sudah mengenai lawannya, maka kehidupan tiba-tiba berubah menjadi kematian. tidak ada orang yang bisa membayangkan hal seperti itu. Demikian juga dengan Lao-bo. dia sudah merasakannya. Pinggangnya sudah terkena senjata rahasianya. Seperti jatuh dari atap rumah yang tinggi, dari terang jatuh ke dalam kegelapan. Sekarang keadaan Lao-bo lebih menakutkan dari itu. Karena Lao-bo sudah melihat orang yang berdiri di depan tempat tidur adalah Lu Xiang-chuan. Orang yang dia paling percayai, temannya, juga anaknya. Wajah Lu Xiang-chuan sama sekali tidak ada ekspresi. Dengan dingin dia berkata, "Senjata yang aku pakai adalah Qi-xing-zhen (Jarum tujuh bintang)." Lao-bo menahan rasa sakitnya, tapi ujung jarinya sudah mulai dingin. Lu Xiang-chuan berkata, "Kau selalu berkata Qi-xingzhen milikku adalah senjata yang paling dahsyat. Racun pasir dan racun rotan pun kalah sebab dua racun itu ada penawarnya, sedangkan Qi-xing-zhen tidak ada." Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Aku berharap katakatamu tidak salah." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Kapan kau pernah mendengarku salah bicara?" "Kesempatan ini jarang terjadi, aku tidak mau begitu saja melewatkannya." Nafas Lao-bo sudah mulai sesak dan dia berkata, "Apa salahku?" "Tidak ada." "Mengapa kau begitu benci kepadaku?" "Aku tidak benci kepadamu, aku hanya ingin kau mati. Banyak orang yang tidak bersalah kepadamu, bukankah mereka juga mati di tanganmu?" Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku belajar semua ini darimu, kau mengajariku dengan sangat baik karena itu aku belum pernah melupakan satu kalimatmu, tapi kau yang melupakannya." "Apa yang aku lupakan?" "Kau selalu bilang, jangan percaya kepada perempuan, mengapa sekarang kau melupakannya?" Lao-bo menundukkan kepala. Feng-feng masih berada di tempat tidur Lao-bo, wajah yang cantik berubah menjadi pucat karena ketakutan. Mata Lao-bo serasa ingin membunuh. "Aku juga pernah bilang, hanya perempuan yang sudah mati baru dapat dipercaya." "Racun Qi-xing-zhen belum menyebar. Aku tahu kau masih punya tenaga untuk membunuhnya, tapi lebih baik kau jangan melakukannya." "Mengapa?" Tawa Lu Xiang-chuan menjadi menjijikkan, dia berkata, "Karena mungkin di perutnya dia sudah mengandung anakmu." Tubuh Lao-bo seperti dipukul, dan dia roboh. "Lebih baik kau berbaring dengan tenang, dengan begitu racun akan lebih lambat menyebar," kata Lu Xiang-chuan. Dan Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Bisa hidup lebih lama lima menit akan lebih baik dari pada langsung mati, mungkin mujizat akan terjadi. Ini juga yang pernah kau katakan." "Betul." "Kali ini kau salah tidak akan ada mujizat lagi." "Benarkah?" "Benar. Tidak ada orang yang tahu kau ada di sini makanya tidak ada orang yang akan menolongmu, apa lagi kau sendiri tidak akan bisa menolong diri sendiri." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Jangan lupa, aku masih pernah berkata, di dunia ini tidak ada yang 'tidak mungkin'." "Tapi kali ini pengecualian." "Oh." "Biarpun kau bisa melarikan diri tapi Qi-xing-zhen tidak ada penawarnya, bagaimanapun kau tidak bisa lolos." "Apakah tidak ada jalan lain?" tanya Lao-bo. "Sama sekali tidak ada." Lao-bo terdiam kemudian berkata, "Kalau begitu apakah kau dapat memberitahuku beberapa hal?" "Mengenai apa?" tanya Liu Hiang-oan. "Apakah kau sudah bersekongkol dengan Wan Pengwang" Dan pertarungan antara aku dan dia, apakah kau yang merencanakannya?" "Hanya karena musuh sekuat Wan Peng-wang bisa membuatmu kalang kabut, dan melihat teman-temanmu satu per satu gugur hingga membuatmu lebih mengandalkan aku. Dan lambat laun kau akan memberitahu semua rahasiamu. Begitu sudah kuketahui semua rahasiamu, saat itulah aku akan menggantikan posisimu." "Kau tidak takut Wan Peng-wang akan merebut harta kekayaaku dari tanganmu?" tanya Lao-bo. "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah mempunyai rencana." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Tidak lama lagi kau akan bertemu dia di dalam tanah, waktu itu mungkin kau dan dia akan menjadi teman baik." Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Waktu aku menyuruhmu ke penginapan Da-feng-lou untuk membunuh Han Tang, pada saat itu apakah kau sudah tahu bahwa Han Tang sudah meninggal?" Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Mengapa aku bisa tidak tahu" Bila tidak ada aku, Tu Da-peng tidak akan tahu bahwa Han Tang adalah teman baikmu. Dari mana mereka bisa tahu tempat Han Tang?" "Kalau begitu Feng Hao sudah mengkhianatiku juga?" Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Harga Feng Hao tidak tinggi." "Bagaimana dengan istrimu?" "Dia kujadikan kambing hitam, sengaja kusuruh dia memelihara burung merpati dan sengaja menyuruh Feng Hao memperlihatkan merpati itu kepadamu supaya kau menjadi curiga kepadanya." Lao-bo terdiam kemudian bertanya, "Apakah kematian Sun Jian juga adalah rencanamu?" Dengan ringan Lu Xiang-chuan menjawab, "Kata-kata ini seharusnya jangan kau tanyakan." Lao-bo mengeratkan giginya kemudian bertanya, "Bagaimana dengan Lu Man-tian?" "Dalam rencanaku sebenarnya dia tidak perlu mati, tapi dia terlalu meremehkan Meng Xing-hun." Lu Xiang-chuan tertawa lagi dan berkata, "Jangan meremehkan musuh, kalimat ini pun kau yang mengajarkan kepadaku, tapi Lu Man-tian lalai karena itu dia harus mati." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Sepertinya kau pun melupakan suatu kalimat." "Oh?" "Aku pernah berkata, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, tapi kau terus mengatakan aku tidak dapat lolos lagi." Wajah Lu Xiang-chuan berubah, "Kau masih memiliki apa?" "Aku harap kau percaya pada satu hal yaitu kata-kataku tidak pernah salah," kata Lao-bo sambil tersenyum. Tiba-tiba wajah Lao-bo menjadi sangat marah, mata Lu Xiang-chuan mengecil dengan dingin dia berkata, "Mungkin sekarang aku akan membunuhmu." Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Sudah terlambat!" Tiba-tiba Lao-bo sudah melorot ke bawah dan menghilang. Feng-feng pun ikut terjatuh dan menghilang. Terdengar suara senjata rahasia yang dilepaskan ke arah tempat tidur. Tapi di tempat tidur sudah tidak ada orang. "Jangan memberitahu semua rahasiamu, bila dia sudah tahu semua mungkin dia akan balik menyerang. Paling sedikit sisakanlah sedikit rahasia." "Hal ini bisa menolongmu." Ini adalah kata-kata Lao-bo, Lu Xiang-chuan pun tidak pernah lupa. Kata-kata ini selalu bersemayam dalam hatinya karena kata-kata ini berasal dari pengalaman yang pahit. Sayangnya Lao-bo tetap mempunyai rahasia terakhir yang tidak dia beritahukan kepada Lu Xiang-chuan. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lu Xiang-chuan orangnya sangat hati-hati dan cara berpikirnya pun sangat sempurna. Sudah lama dia merencanakan semua ini. Sampai dia menganggap rencananya sudah matang baru dia berani bergerak. Sudah beberapa tahun ini dia selalu berpikir dan berpikir. Apakah masih ada kekurangan" Sebelumnya dia pernah masuk ke kamar tidur Lao-bo, dia pun pernah memeriksa barang-barang yang berada di kamar itu, apalagi tempat tidur itu. "Di tempat tidur bunuh Lao-bo." Itu adalah rencananya yang paling penting karena dia tahu hanya pada waktu tidur Lao-bo tidak memakai baju dan tangannya tidak memegang senjata, baru rencana ini akan berhasil. Dua hari yang lalu dia masih memeriksa tempat tidur itu. Orang utara mempunyai kebiasaan tidur tidak memakai kasur, Lao-bo pun seperti itu. Oleh karena itu alas tempat tidur itu adalah papan yang sangat keras. Di tempat tidur itu tidak ada tombol rahasia. Pernah terpikir oleh Lu Xiang-chuan, Lao-bo akan kabur melalui tempat tidur itu. Walaupun Lao-bo sudah terkena serangan senjatanya, dia masih merasa tegang, dia selalu memperhatikan gerak gerik Lao-bo. Lao-bo sama sekali tidak bergerak. Di tempat tidur tidak ada tombol rahasia, Lao-bo juga tidak bergerak, mengapa dia bisa lolos" Lu Xiang-chuan tidak mengerti. Dia terkejut dan marah, kemarahannya membuat dia gemetar. Dia marah kepada dirinya sendiri, mengapa bisa terjadi hal seperti itu" Mengapa dia begitu bodoh" Begitu ceroboh" Selimut tipis ikut menghilang, alas papan tempat tidur sangat tebal dan kokoh seperti pintu di kamar itu. Lu Xiang-chuan pernah meneliti papan itu. Dia pernah menggunakan beberapa jenis papan untuk dijadikan pintu. Dia juga berlatih bagaimana cara menghancurkannya. Setelah lama dia lancar memecahkan papan baru dia berhenti berlatih. Melihat tempat tidur itu terlihat sangat biasa. Lu Xiangchuan tetap tidak menemukan tombol apa pun. Namun Lao-bo sudah melarikan diri. Lu Xiang-chuan mengepalkan tangannya, tiba-tiba dia memecahkan tempat tidur Lao-bo. Akhirnya dia menemukan jalan rahasia itu di bawah tempat tidur Lao-bo. Hampir dia meloncat masuk. Walaupun dia tegang dan kaget, namun dia masih sadar untuk hati-hati sebelum mengetahui keadaan, dia tidak akan bergerak. Dia sudah ceroboh satu kali, dia tidak akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Jalan di bawah sangat gelap. Apa pun tidak dapat dilihat, namun Lu Xiang-chuan mendengar suara aneh. Suara itu adalah suara air mengalir. Di bawah kamar tidur Lao-bo ternyata ada sebuah sungai. Lu Xiang-chuan memindahkan lampunya supaya dapat melihat dengan jelas. Sungai itu kecil dan berliku-liku tapi tidak tahu berapa dalam sungai itu, dan juga tidak tahu sungai itu mengalir ke mana. Di pinggiran sungai adalah sebuah baru yang sangat terjal. Di sisi kiri masih terpasang bulatan besi yang sangat besar dan. juga tergantung rantai yang kasar, batu-batu itu sudah berlumut dan bulatan besi itu pun sudah berkarat. Ketahuilah bahwa sebelum Lao-bo membangun rumah itu sebelumnya dia sudah menggali sungai ini. Di sungai itu tidak ada perahu dan juga sangat gelap. Tapi Lu Xiang-chuan tahu bahwa di. sungai itu sebenarnya ada perahu dan juga ada orang. Selalu ada orang, tiap hari selalu ada orang, setiap waktu ada orang. Orang itu selalu menjaga dan menunggu kabar dari Lao-bo. Di antara mereka pasti ada cara yang sangat rahasia dan istimewa untuk berkomunikasi. Mungkin Lao-bo tidak memberi kabar dan mungkin dia tidak melewati jalan rahasia ini. Tapi orang ini harus siap sedia, dia harus selalu siap sedia dalam keadaan seperti apa" "Tiap orang harus menyiapkan jalan untuk mundur, mungkin kau tidak akan melewati jalan itu tapi kau tetap harus menyiapkannya." "Kau tidak akan tahu kapan baru bisa berjalan dan melewatinya. Keadaan ini seperti waktu kita mengalami kram kaki, kapan pun bisa terjadi." Lu Xiang-chuan teringat kata-kata Lao-bo, dia menggigit bibirnya hingga mengeluarkan darah. Ooo)dw(ooO BAB 16 Lu Xiang-chuan membenci dirinya sendiri, mengapa selalu tidak dapat lepas dari Lao-bo" Dia merasa seperti pohon rotan walaupun sangat tinggi dan tumbuh sangat cepat tapi tetap harus merambat dan bergantung pada pohon besar dan selalu hidup di bawah bayangan pohon itu. Tempat tidur itu tidak ada tombol, ternyata tombol dipasang di bawah tempat tidur. Orang yang menjaga di bawah tempat tidur, begitu mendengar isyarat dari Lao-bo, dia akan langsung memencet tombol itu. Kemudian papan tempat tidur terbuka tampak sebuah pintu, segera Lao-bo terjatuh ke bawah, dan langsung terjatuh ke sebuah perahu. Perahu langsung didayung dengan kecepatan penuh, meninggalkan tempat itu. Orang yang mendayung perahu sudah hafal jalan sungai itu. Kecuali ikan, apa yang dapat lebih cepat dari perahu" Lu Xiang-chuan tahu, siapa pun tidak dapat mengejar perahu itu dan dia tidak akan melakukan lagi suatu kebodohan. Lu Xiang-chuan pelan-pelan membalikkan tubuh membawa lampu dan berjalan keluar. Di luar adalah ruang tamu pribadi Lao-bo. Lu Xiang-chuan keluar lalu menutup pintunya, tidak lupa dia menguncinya. Dia berharap tidak ada yang masuk ke sana. Yang terjadi hari ini lebih baik tidak ada yang mengetahui. Malam belum larut, namun taman bunga sangat sepi. Lu Xiang-chuan keluar kemudian berdiri di depan pohon bunga chrysan, menarik nafas dalam dalam. Angin membawa harum bunga chrysan, harumnya membuat hati orang menjadi tenang. "Sekarang aku harus bagaimana?" Lu Xiang-chuan hanya berharap racun Qi-xing-zhen akan segera menyebar walaupun membutuhkan waktu yang lama racun ini tidak ada penawarnya, siapa pun yang terkena racun itu dia akan mati. Dari jalan kecil terdengar langkah orang yang ringan dan tergesa-gesa. Lu Xiang-chuan membalikkan badan, dia melihat Feng Hao sudah berada di hadapannya. Dalam kegelapan dia tidak dapat melihat dengan jelas wajah Feng Hao, hanya terlihat matanya yang tegang bercampur dengan kegembiraan. Namun wajah Lu Xiang-chuan tetap datar dengan suara yang tidak bersemangat dia bertanya, "Apakah mereka sudah makan?" Feng Hao mengangguk. Mulutnya terasa kering dan pahit, setelah lama dia baru bisa bicara dengan suara serak. "Mereka makan dengan lahap seperti sudah, tahu bahwa ini adalah makan malam mereka yang terakhir." Lu Xiang-chuan mengangguk. Mereka adalah kedelapan orang yang tersisa yang siap untuk menjadi pengawal Lao-bo. Orang yang menjadi pengawal Lao-bo biasanya sangat teliti dan hati-hati. Tapi sampai mereka mati pun tidak akan tahu bahwa di dalam sayur sudah dibubuhi racun. "Mereka sudah berada di ruang makan Peti. mati yang ada di gudang hanya tinggal lima," kata Feng Hao. "Jangan menggunakan peti mati." "Tidak menggunakan peti mati" Bagaimana cara mengubur mereka?" tanya Feng Hao "Bakar saja." Dibakar tidak akan meninggalkan jejak. Feng Hao tertawa dan berkata, "Aku sudah menyuruh orang memberitahu kepada keluarga mereka masing-masing, mereka meninggal karena sakit." Dengan marah Lu Xiang-chuan berkata, "Mana mungkin mereka 8 orang mati karena sakit?" Feng Hao menundukkan kepalanya dan berkata, "Mereka mati dibunuh oleh Wan Peng-wang, bukan sakit." Lu Xiang-chuan baru mengangguk. Kata Feng Hao, "Ketika Lao-bo masih ada, bila ada prajurit meninggal, keluarganya mendapat santunan sebanyak 1000 tail." "Uang bukan milikmu, kau tidak perlu pelit mengeluarkannya." Feng Hao menunduk dan mengiyakan. Kata Lu Xiang-chuan, "Bila ingin untung banyak kau harus bisa menggunakan uang. Orang yang bisa memakai uang baru bisa mencari uang, apakah kau tahu aturan ini?" Lu Xiang-chuan merasa ini juga adalah kata-kata dari Lao-bo. Feng Hao merasa Lu Xiang-chuan berubah menjadi lebih berwibawa dan mirip Lao-bo. Tapi Feng Hao tahu selamanya Lu Xiang-chuan tidak akan pernah bisa menjadi Lao-bo yang kedua. Mungkin dia lebih tenang dari Lao-bo, lebih kejam dari Lao-bo, tapi banyak hal dia tidak mirip dengan Lao-bo, bagaimana pun dia belajar seperti Lao-bo tetap tidak akan bisa. Tidak sengaja Feng Hao menghela nafas. Tiba-tiba Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah kau menyesal" Menyesal telah mengikutiku?" Segera Feng Hao tertawa dan menjawab, "Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya berpikir orang-orang yang pergi dalam 3 kelompok itu, mereka adalah teman-teman Lao-bo." Kata Lu Xiang-chuan, "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah menyuruh orang untuk mengurus mereka, mereka akan diurus dengan baik." Dengan ragu-ragu Feng Hao bertanya, "Apakah Lao-bo sakit?" "Ya, dia sakit rematik yang sangat parah." "Ya, aku tahu." Sementara tidak memberitahu tentang kematian Lao-bo, adalah termasuk dalam rencananya. "Sekarang aku akan membereskan mayat yang berada di ruang makan," kata Feng Hao. "Kau tidak perlu ke sana." Tiba-tiba wajah Lu Xiang-chuan terlihat ramah dan dia berkata lagi, "Selama 2 tahun ini demi diriku kau sudah melakukan banyak hal, sekarang adalah waktunya untuk beristirahat dan menikmati istirahatmu." Feng Hao tertawa dan berkata, "Sebenarnya pekerjaanku tidak terlalu berat." "Apakah pada saat membunuh Lin Xiu pun tidak berat?" Tawa Feng Hao langsung membeku. Lu Xiang-chuan menatapnya dengan tajam seperti sebilah pisau. Wajah Lu Xiang-chuan masih tersenyum dan berkata, "Aku tahu kepandaian Lin Xiu tidak tinggi, pasti pada saat membunuhnya bukan pekerjaan yang berat." Feng Hao menundukkan kepalanya dan berkata, "Sebenarnya aku tidak berani membunuhnya, tapi kau...." Dengan ringan Lu Xiang-chuan berkata, "Kau tidak perlu mengingatkanku, aku masih ingat akulah yang menyuruhmu membunuh Lin Xiu untuk tutup mulut." Feng Hao tidak berani bicara lagi. Dengan marah Lu Xiang-chuan bertanya, "Kau memperkosa Lin Xiu, apakah itu juga perintahku?" Wajah Feng Hao berubah menjadi sangat pucat dan menjawab, "Aku tidak.... tidak...." Lu Xiang-chuan tertawa dengan dingin, "Apakah kau mengira aku tidak tahu?" Tawa Lu Xiang-chuan lebih menakutkan dari Lao-bo dengan pelan dia berkata, "Kau adalah laki-laki, Lin Xiu adalah perempuan yang lumayan cantik, kau melakukan hal ini aku tidak menyalahkanmu. Tapi ada satu hal yang tidak boleh kau lakukan" "Apa?" tanya Feng Hao. "Mayatnya seharusnya tidak kau kuburkan, anggap saja sudah selesai, kau berani melakukannya, seharusnya kau hilangkan jejaknya. Dan kesalahan ini tidak dapat dimaafkan." Feng Hao meloncat melarikan diri, namun begitu meloncat dia sudah terjatuh, dia memegang perutnya dan tampak kesakitan. Dia tidak melihat Lu Xiang-chuan menggerakkan senjatanya, tidak terlihat kilauan senjata, dia hanya merasa perutnya sakit seperti digigit. Siapa pun tidak akan bisa menahan rasa sakit seperti ini. Sekarang Feng Hao sudah sadar bahwa dia sudah melakukan kesalahan yang fatal. Seharusnya dia jangan percaya kepada Lu Xiang-chuan, seseorang yang tega membunuh istrinya sendiri, hal apa lagi yang tidak tega dia lakukan" Lu Xiang-chuan melihat Feng Hao yang berguling-guling karena kesakitan dan terus menatap dia yang pelan-pelan sedang menuju kematian. Sorot mata Lu Xiang-chuan berubah menjadi tenang. "Seseorang bila sedang marah atau stress, dengan cara apakah supaya dia dapat melampiaskannya?" Senjata rahasia tidak terlihat oleh siapa pun. Orang seperti itulah orang yang sangat menakutkan. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ooo)dw(ooO Malam sudah larut. Di luar taman bunga kira-kira puluhan kilometer dari sana, ada sebuah kedai arak. Malam sudah gelap, kedai arak pun pasti sudah tutup. Di jalan ada seorang yang menunggang kuda. Dia menunggang kuda dengan mahir, kuda berlari dengan cepat. Kuda perlahan berhenti, dia mengatur langkah kaki kuda seperti mengatur kakinya sendiri. Kuda berhenti di depan kedai arak. Orang itu pun turun. Begitu turun dari kuda, pintu segera terbuka untuknya. Lampu menyoroti wajah orang itu. Wajahnya pucat tapi dia sangat tampan, tenang terlihat sedikit lemah. Matanya menyorot tegas dan sedikit kejam. Tidak seimbang dengan wajahnya, matanya seperti bukan miliknya.... dia adalah Lu Xiang-chuan. Malam sudah larut, mengapa dia datang ke sana" Seharusnya dia mengejar Lao-bo, dia masih banyak pekerjaan mengapa dia datang ke sana" Yang membuka pintu adalah seorang pemuda yang berumur kurang lebih 20 tahunan. Bajunya pendek penuh dengan bercak minyak. Dari bajunya dapat ditebak bahwa orang itu adalah pelayan kedai arak. Hanya dari baju dia terlihat seperti itu, yang lainnya tidak. Tangan yang memegang lampu terlihat sangat kokoh seperti batu Bila mengayunkan golok untuk membunuh sepertinya juga sangat mantap. Wajahnya berbentuk persegi terlihat tidak begitu pintar. Tapi penuh rasa percaya diri dan gerak geriknya sangat tenag. Mulutnya selalu terkatup rapat, tidak pernah mengatakan hal yang tidak perlu dikatakan. Tidak pernah bertanya hal yang tidak perlu ditanyakan. Tidak ada orang yang berhasil mengorek keterangan dari mulutnya. Dia bernama Xia-qing, dia adalah orang kepercayaan Lu Xiang-chuan. Orang ini dipercaya Lu Xiang-chuan karena dua hal. Pertama, dia adalah teman lama pada saat Lu Xiang-chuan masih miskin, pada waktu kecil mereka bersama-sama mencuri dan merampok, sama-sama sering kelaparan. Pada waktu cuaca sangat dingin mereka tidur sambil berpelukan supaya badan terasa hangat. Hal pertama tidak penting, sebab hal yang kedua lebih penting. Sejak dahulu dia tidak dapat menandingi Lu Xiang-chuan dia tidak sehebat Lu Xiang-chuan. Bila mereka berdua mencuri barang yang tertangkap adalah dia. Yang dipukul pun dia. Pada saat dia dibebaskan, uang hasil curiannya sudah habis digunakan oleh Lu Xiang-chuan. Tapi dia tidak pernah marah. Lu Xiang-chuan menyuruhnya membuka sebuah kedai arak di sana, dia pun tidak marah sebaliknya dia sangat berterima kasih, bila bukan karena Lu Xiang-chuan dia sudah menjadi pengemis. Sayur disajikan bukan sayur yang biasa disajikan untuk orang lain. Sayur ini dimasak sendiri oleh Xia-qing. Arak pun dibuat khusus untuk Lu Xiang-chuan. Sebenarnya Xia-qing masih mempunyai satu koki, tapi masakan Xia-qing lebih lezat. Lu Xiang-chuan belum duduk tapi dia sudah minum arak. "Lu Xiang-chuan adalah seorang jago minum, dia tidak gampang mabuk." Tapi melihat keadaanya yang sekarang, pasti akan merasa aneh Xia-qing sudah terbiasa melihatnya. Dia sering melihat Lu Xiang-chuan minum sampai mabuk. Lu Xiang-chuan selalu datang larut malam dan pulang pada waktu dini hari. Setelah minum segelas, Lu Xiang-chuan baru duduk dan berkata, "Hari ini temani aku minum." "Tidak baik." "Apa yang tidak baik?" tanya Lu Xiang-chuan. "Tidak baik bila dilihat orang." "Sudah malam begini, siapa yang akan melihat?" "Bagaimana bila ada yang melihat?" Lu Xiang-chuan mengangguk, dia terlihat sangat puas. Ini adalah kejujuran Xia-qing, dia selalu jujur dan hati-hati dalam setiap kesempatan dan tidak pernah berubah. Pada saat minum gelas kedua, Lu Xiang-chuan tiba-tiba tertawa dan berkata, "Apakah kau ingat pada waktu kecil aku pernah berjanji kepadamu bila aku sudah punya banyak uang aku akan memberikan istri yang cantik?" "Ya, aku ingat." "Kau segera akan punya istri, mau berapapun kau boleh meminta." "Satu saja sudah cukup." "Apakah cukup hanya satu?" tanya Lu Xiang-chuan. "Orang sepertiku harus tahu diri." "Bagaimana dengan diriku?" "Kalau kau tidak cukup satu." "Mengapa?" "Bila kau merasa tidak cukup kau akan mencari lebih banyak uang atau pun istri. Bila aku merasa tidak cukup mungkin satu istal pun tidak ada." Lu Xiang-chuan tertawa, "Dari dulu kau menganggap diriku bisa memanjat lebih tinggi tapi kau tidak tahu sekarang aku sudah memanjat begitu tinggi, pasti kau tidak percaya." Terdengar suara kaki kuda dari kejauhan yang mendekati tempat itu. Mata Lu Xiang-chuan tampak lebih bercahaya dan dia berpesan. "Cepat, siapkan piring dan mangkuk, ada tamu yang datang." Xia-qing tidak bertanya siapa yang datang. Lu Xiangchuan datang untuk minum, di sini tidak pernah ada tamu kedua yang datang. Orang itu hanya datang dua kali. Setiap kali datang wajahnya pasti ditutup dengan kain hitam. Pada saat minum pun tidak dilepaskan. Xia-qing tidak tahu wajahnya seperti apa. Hanya tahu dia adalah laki-laki, umurnya sudah tidak muda, tapi suaranya sangat berwibawa, tubuhnya tinggi dan besar tapi gerakannya sangat lincah. Dia selalu menunggang kuda paling bagus tapi kudanya sekarang terlihat akan roboh. Terlihat dia datang dari tempat jauh dan sangat tergesa-gesa. Bila sudah sampai di sana hanya bicara beberapa kalimat dan minum beberapa cangkir arak kemudian pergi lagi. Ketika datang untuk kedua kalinya, kudanya sudah diganti. Xia-qing menganggap kuda yang dulu dibawanya sudah mati karena kelelahan. Anehnya kali ini dia tidak datang sendiri. Dari bunyi langkah kuda terdengar paling sedikit ada 3 orang yang datang. Yang pertama masuk adalah orang yang dulu datang, wajahnya tetap ditutup oleh secarik kain hitam, hanya terlihat sepasang matanya. Bila kau melihat sepasang mata seperti itu pasti segera tahu bahwa dia mempunyai posisi yang tinggi dan senang memberi perintah tapi kenyataannya memang tidak pernah memerintah orang lain. Sebenarnya orang dengan posisi seperti dia tidak perlu menyembunyikan pekerjaannya. Dia ke sini bertemu dengan Lu Xiang-chuan untuk minum arak. Xia-qing tidak ingin tahu urusan orang lain. Yang dia tahu antara orang itu dan Lu Xiang-chuan ada hubungan yang sangat rahasia. Karena itu Xia-qing lebih suka menyingkar ke rumah kecilnya. Kali ini pun sama, Xia-qing tahu diri. Dia keluar dan melihat ada dua orang masuk, wajah mereka pun ditutup oleh kain hitam. Gerakan mereka sangat cepat. Setiap orang membawa bungkusan yang besar. Apa isi bungkusan itu" Walaupun Xia-qing merasa aneh dia tetap keluar dan pintu ditutup kembali. "Bila kau tahu banyak, masalahmu pun semakin banyak." Ini adalah kata-kata Lu Xiang-chuan, dia selalu ingat kata-kata Lu Xiang-chuan seperti Lu Xiang-chuan yang selalu ingat kata-kata Lao-bo. Bungkusan diletakkan di bawah dengan pelan. Orang yang membawa bungkusan sudah kembali keluar. Ruangan itu tinggal 2 orang. Mereka berdiri tapi tidak bicara apa pun. Mata mereka berekspresi sangat aneh, seperti ekspresi menunggu dan gembira. Setelah lama orang yang ditutup oleh kain hitam bertanya, "Pihakmu bagaimana?" Dia bertanya sangat hati-hati takut jawabannya akan mengecewakan. "Sangat baik." Kedua orang itu langsung menghilang, tapi dia tetap khawatir karena itu dia bertanya lagi, "Sampai di mana baiknya itu?" "Lebih baik dari yang kau bayangkan." Orang itu baru menarik nafas dan berkata, "Tidak disangka orang yang susah dihadapi bisa jadi seperti itu." "Sudah kuduga," kata Lu Xiang-chuan tertawa. Orang itu mengangguk dan tertawa, "Rencanamu benarbenar sangat sempurna." "Bagaimana dengan pihakmu?" tanya Lu Xiang-chuan. Orang itu tidak menjawab, dia membuka 4 buah bungkusan itu, di dalam bungkusan hanya ada baju, tapi tiap baju ada bercak darah. Lu Xiang-chuan tahu baju-baju ini adalah baju yang dia siapkan untuk orang-orang Lao-bo yang dikirim untuk menyerang Wan Peng-wang. Ketegangan Lu Xiang-chuan langsung menghilang tapi dia masih tetap khawatir, dia bertanya lagi, "Ada berapa stel baju?" "Jumlahnya ada 61 stel." Enam puluh satu stel baju, artinya orang yang dipilih oleh Lao-bo untuk menyerang Wan Peng-wang semua sudah mati. "Orang-orang itu mudah dihadapi," kata Lu Xiangchuan tertawa. "Benar." "Kau sudah mengeluarkan berapa banyak biaya?" "Seratus ribu tail perak dan 94 jiwa orang." Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Uang masih dapat kita cari, nyawa adalah milik orang, harga ini tidak begitu tinggi." "Benar," jawab orang itu tertawa. "Apakah ada yang tertinggal?" "Tidak ada, semua sudah menjadi abu, abu sudah dibuang ke sungai. Sejak saat ini 61 orang sudah menghilang dari dunia ini." "Seperti mereka belum pernah lahir ke dunia ini," kata Lu Xiang-chuan. "Benar, memang seperti itu." "Aku tidak salah memilih teman." "Aku pun sama," jawab orang itu. "Silahkan duduk." Orang itu duduk dan berkata, "Di dunia ini sepertinya tidak ada yang menyangka bahwa kita adalah teman." "Wan Peng-wang pun tidak menyangka," kata Lu Xiang-chuan. "Lao-bo juga." Mereka berdua tertawa terbahak-bahak dan bersulang. "Lao-bo sudah meninggal sekarang dunia ini milikmu. Apakah aku di sini, takut orang lain tahu?" "Tidak perlu takut," jawab Lu Xiang-chuan. Orang itu tertawa dan membuka tutup wajahnya dan munculan wajah Tu Da-peng. Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Bila Lao-bo ada di sini, dia pasti akan terkejut sampai mati, dia masih mengira aku bekerja sama dengan Wan Peng-wang." "Kita pantas bersulang." "Kapan kau akan mengundangku ke Fei-feng-bao untuk minum-minum?" "Segera," kata Tu Da-peng tertawa. "Dalam satu tahun ini sepertinya Wan Peng-wang semakin percaya kepadamu." "Semua berkatmu," kaya Tu Da-peng tertawa. Yang dia katakan adalah kata-kata yang jujur. Lu Xiang-chuan sudah membocorkan semua rahasia Lao-bo kepadanya. Bila dia mau menyerang dia pasti akan menang. Sun Jian, Han Tang, dua orang anak buah Lao-bo yang paling ditakuti mati di tangannya. Wan Peng-wang memukul Lao-bo dengan telak hingga Lao-bo tidak dapat membalasnya, semua ini berkat Tu Dapeng. Dan Wan Peng-wang lebih percaya lagi kepadanya. Wan Peng-wang pun tidak tahu rencana Tu Da-peng yang sebenarnya. Makin percaya kepadanya kesempatan untuk membunuh Wan Peng-wang pun semakin besar. Lu Xiang-chuan bekerja sama dengan Tu Da-peng untuk memukul Wan Peng-wang, agar Lao-bo lebih mempercayai dia dan dia baru mempunyai kesempatan untuk membunuh Lao-bo. Dan Tu Da-peng bekerja sama dengan Lu Xiang-chuan untuk memukul Lao-bo agar Wan Peng-wang lebih percaya kepadanya dan dia mempunyai kesempatan untuk membunuh Wan Peng-wang. Keadaan mereka berdua berbeda tapi mempunyai tujuan yang sama. Rencana Lu Xiang-chuan sangat sempurna, orang-orang tidak akan percaya. Dia sengaja membuat Wan Peng-wang marah membiarkan Wan Peng-wang bertarung dengan Lao-bo, tapi dari awal dia sudah tahu siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Yang menang bukan Lao-bo maupun Wan Peng-wang tapi Lu Xiang-chuan. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Sampai mati pun Wan Peng-wang tidak akan tahu peran apa yang dilakonkan olehnya." "Mungkin pada saat dia akan mati, aku akan memberitahunya bahwa dia bukan pahlawan yang gagah melainkan hanya sebuah boneka yang dimainkan orang lain." "Kapan kau akan mulai bergerak?" tanya Lu Xiangchuan. "Sekarang Lao-bo sudah mati, boneka pun sudah tidak berguna, kapan waktu pun aku bisa bergerak, mungkin besok." "Jangan besok, tunggu hingga tanggal 8." "Mengapa?" tanya Tu Da-peng. "Sebab tanggal 7 adalah hari ulang tahun Lao-bo, pada hari itu dia akan menyerang Fei-feng-bao." "Aku tahu." "Apakah kau tahu berapa banyak orang yang akan menyerang?" "Sepertinya akan sama, 70 orang," kata Tu Da-peng. "Apakah kau tidak merasa aneh?" "Aku hanya merasa dia terlalu meremehkan musuh." "Salah satu kelebihan Lao-bo adalah dia tidak pernah meremehkan musuh," kata Lu Xiang chuan. "Kalau begitu dia terlalu tinggi menilai dirinya." Tu Da-peng tertawa dan berkata lagi, "Dengan 70 orang ingin menyerang Fei-feng-bao, ini hanya mengantarkan nyawa saja." Ooo)dw(ooO BAB 17 Kata Lu Xiang-chuan, "Walaupun Lao-bo tidak memperhatikan nyawa orang lain tapi dia tidak akan membiarkan anak buahnya mati dengan sia-sia." Tanya Tu Da-peng, "Apakah kau menganggap Lao-bo yakin dengan rencananya?" "Lao-bo tidak akan melakukan hal yang tidak diyakini olehnya." "Kalau begitu, menurutmu...." "Menurut pendapatku, kecuali ke 70 orang ini, dia pasti sudah menyiapkan orang lain. Dan orang-orang inilah yang akan membantu menyerang ke sana," jawab Lu Xiangchuan. "Lalu ke 70 orang ini untuk apa?" tanya Tu Da-peng. "Ke 70 orang ini hanya di korbankan saja, tapi mereka tidak berkorban dengan sia-sia, dia juga menyuruh orangorangnya yang lain menyerang dari tengah dengan tujuan menarik perhatian Wan Peng-wang dan sekelompok orangorang lain lagi yang dipimpin langsung olehnya akan menyerang dari belakang. Jadi Wan Peng-wang diserang dari depan dan belakang." "Apakah kau menggunakan siasat suara terdengar di Timur tapi menyerang di Barat?" tanya Tu Da-peng. "Memang itu cara yang sering dipakai oleh Lao-bo." "Apa mungkin dia sedang tergesa-gesa merencanakan sesuatu dan hanya mencoba-coba rencana itu berhasil atau tidak." Lu Xiang-chuan berkata, "Tidak ada orang yang lebih mengerti Lao-bo selain diriku, pendapatku tidak pernah salah. Apalagi dia masih mempunyai barang taruhan, dia masih mempunyai barang taruhan yang banyak, lebih banyak dari yang kita bayangkan." "Apakah kau tahu kelompok itu berada di mana?" "Aku tidak tahu, kerena itu kita harus menunggu hingga tanggal 8," kata Lu Xiang-chuan. "Aku masih tidak mengerti," kataTu Da-peng. Lu Xiang-chuan menerangkan, "Lao-bo sudah memerintahkan anak buahnya untuk memulai serangan pada tanggal 7 siang hari." "Itu pasti." Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Mereka tidak tahu telah terjadi perubahan disini. Jadi pada tanggal 7 nanti, mereka tetap akan menyerang." Mata Tu Da-peng semakin bercahaya dan berkata, "Benar." "Pada waktu mereka menyerang dari belakang, mereka tidak tahu bahwa di depan sudah tidak ada bantuan, seperti seekor burung yang sengaja meloncat ke dalam kuali yang penuh dengan minyak goreng." Tu Da-peng tertawa terbahak-bahak, "Mereka mengantarkan nyawa." "Orang-orang ini adalah kekuatan Lao-bo yang terakhir. Begitu mereka mati, kekuatan Lao-bo benar-benar sudah habis." "Bila mereka sudah mati semua, maka kau baru bisa tidur dengan nyenyak," kata Tu Da-peng. Lu Xiang-chuan tertawa, "Mungkin bagimu hal ini pun ada gunanya." "Karena mereka adalah prajurit terakhir maka mereka pasti kuat-kuat," kata Tu Da-peng. "Wan Peng-wang pasti bisa memusnahkan mereka, saat itu pun dia pasti sudah kelelahan." "Lukanya pun tidak ringan." Kata Lu Xiang-chuan, "Yang berjaga di Fei-feng-bao adalah prajurit tertangguh yang dimiliki Wan Peng-wang, bila mereka sudah terluka parah, itu adalah waktu yang tepat bagi kita untuk menyerang." "Sekarang aku baru tahu, bila kau mengerjakan sesuatu tidak saja memikirkan keuntungan untuk dirimu sendiri. Istilahnya adalah bila kau punya daging aku pun dapat ikut menikmatinya." "Seseorang bila hanya makan sendiri, akhirnya tulang pun tidak bisa dia dapatkan," Tanggap Lu Xiang-chuan. Tu Da-peng berkata lagi, "Hari ini adalah tanggal 5, masih tersisa 3 hari lagi." "3 hari itu bukan waktu yang panjang," kata Lu Xiangchuan. "Sudah 3 tahun kulewatkan, apakah untuk 3 hari saja tidak bisa menunggu?" Bintang mulai menghilang dari langit, hari sudah mulai terang, Lu Xiang-chuan menunggang kuda, memandang jalan lurus yang terbentang di depannya. Jalan itu sangat panjang tapi diapun sudah hampir tiba di tempat tujuan. Tanah di depannya luas dan subur, dari sana sudah tercium wangi bunga. Berjalan yang begitu panjang sungguh tidak mudah. Lu Xiang-chuan menghela nafas, "Seseorang yang sudah menang, mengapa masih menarik nafas?" Tiba-tiba dia melihat sebuah kereta kuda keluar dari hutan dan berhenti di tengah-tengah jalan. Dari jendela kereta keluar sepasang tangan. Sepasang tangan yang indah dengan jari-jarinya yang lentik. Segera Lu Xiang-chuan menghentikan kudanya, dengan tenang melihat sepasang tangan itu. Wajahnya tetap datar. Dia mengenali tangan itu. Bila tangan itu sudah dikeluarkan, tangannya jarang kosong pada saat dikepalkan. "Kemarikan barangnya." Dua kata ini sangat tidak enak didengar, tidak ada yang suka dengan kata-kata seperti ini, tapi suaranya terdengar lembut. "Apa yang kau inginkan?" tanya Lu Xiang-chuan. "Kau tahu aku menginginkan apa?" "Seharusnya kau tidak perlu kemari." Orang itu berkata, "Aku menunggu kabar darimu tapi kau tidak memberi kabar." "Sebab kau harus sabar." Kata orang itu lagi, "Biasanya bila kau. tidak memberi kabar pastinya ada kabar yang lebih baik." Lu Xiang-chuan tertawa dan dia pun turun dari kuda. Kemudian masuk ke dalam kereta. Di dalam kereta ada seseorang yang matanya terang, pinggangnya sangat ramping. Tidak dapat ditebak berapa usianya. Dalam cahaya remang-remang dia terlihat begitu cantik hingga membuat nafas orang berhenti pada waktu melihatnya. Gao Lao-da. Sudah satu tahun tidak bertemu, dia terlihat lebih cantik dan tampak awet muda. Lu Xiang-chuan melihat mata yang terang itu dan dengan tersenyum dia berkata, "Kau minum lagi." "Kau anggap bila aku sudah minum baru berani kemari?" "Biasanya arak dapat membuat orang menjadi lebih berani." "Tidak minum pun aku tetap akan ke sini, siapa pun yang sudah berjanji kepadaku harus ditepati," kata Gao Lao-da. "Aku telah menjanjikan apa?" tanya Lu Xiang-chuan. "Kau bilang, begitu Lao-bo mati kau akan menyerahkan surat rumah Kuai-huo-lin kepadaku" Tanya Lu Xiang-chuan lagi, "Apakah kau sangat menginginkan sekali surat itu?" "Tentu saja, kalau tidak aku tidak mau menukar pohon Iblis Iblis Kota Hantu 2 Pendekar Bloon 2 Bayang Bayang Kematian Jejak Di Balik Kabut 16

Cari Blog Ini