Bara Maharani 6
Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 6 tersohor namanya di masa lampau, memandang di atas keluhuran budi serta kegagahan perjuangan ayahnya ulmarhun sudilah kiranya Sian Nio coba-coba menolong jiwanya. Andaikata jiwanya benar-benar bisa dihidupkan, maka dalam Bulim entah ada berapa banyak orang yang akan berterima kasih kepada Sian Nio!" Dengan sepasang alis berkerut kencang sekali lagi Kioe Tok Sian Cie melirik sekejap ke arah Hoa Thianhong yang menggeletak di atas tanah. "Hoa Goan Sioe orang ini aku sih tahu," sahutnya. "Aku dengar dia adalah seorang enghiong yang bijaksana dan pemberani!" Gadis yang bernama Lan Hoa itu adalah murid pertama dari Kioe Sok Sian Cie pada saat itu ikut menimbrung, katanya, "Suhu, mari kita coba-coba berusaha untuk menolong dirinya, sekalipun usaha kita gagal juga bukan merupakan suatu kejadian yang memalukan!!......." "Suhu! aku juga merasa tidak puas" seorang gadis cantik yang lain ikut berseru. "Masa Teratai Racun Empedu Api adalah benda yang begitu kukoay.........." Dalam sekejap mata suara-suara timbrungan bersahut-sahutan memenuhi seluruh ruang gua, bahasa Han bercampur-baur dengan bahasa Biauw membuat suasana jadi amat riuh. Kiranya peraturan perguruan dari Kioe Tok Siin-Cie tidak terlalu ketat, hubungan di antara guru dan murid tidak dibatasi oleh pelbagai peraturan yang memusingkan kepala karena itu dalam pembicaraanpun anak muridnya sudah terbiasa ikut menimbrung. Demikianlah di bawah desakan serta seruan anak muridnya, perempuan muda itu mulai tergerak hatinya, tanpa sadar semangatnya pun ikut berkobar kembali. Tiba-tiba terdengar Lan Hoa berseru dengan suara lantang, "Chin Wan Hong, bagaimana kalau kau angkat suhu jadi gurumu dan masuk menjadi murid perguruan kami?" Dalam keadaan seperti ini yang diharap kan oleh Chin Wan Hong hanyalah berusaha untuk menolong jiwa Hoa Thian-hong, mengenai persoalan lain ia sama sekali tidak dipikirkannya di dalam hati. Mendengar ucapan itu, buru-buru ia jatuhkan diri berlutut di hadapan Kioe Tok Sian cie dan menyebut dirinya sebagai Suhu. Kioe Tok Sian cie tertegun, kemudian serunya, "Cara ini tak bisa dilaksanakan, aku dengan orang-orang Bulim di daerah Tionggoan sama sekali tiada hubungan apapun juga, tiada dendam juga tak pernah menanam budi menerima seorang murid sih bukan menjadi soal, yang kutakuti justru terpancingnya banyak kesulitan dan kerepotan bagi diri kita!" "Suhu, kau tak usah kuatir," sela Lan-Hoa dengan cepat. "Ada baiknya kalau kita terima seorang gadis bangsa Han sebagai murid dengan begitu kamipun ada teman untuk diajak bermain. Andaikata dikemudian hari bakal terjadi kerepotan, biarlah aku yang menghadapi seorang diri." "Chin Wan Hong!" terdengar seorang gadis yang lain ikut menimbrung dari samping. "Setelah kau masuk jadi anggota perguruan kami dan diangkat suhu kami sebagai gurumu, maka kau harus berganti pakaian dengan dandanan suku Biauw kami." Buru-buru Chin Wan Hong anggukkan kepalanya. "Siauw moay pasti akan berganti pakaian dengan dandanan suku Biauw, tapi mohonlah suhu serta cici sekalian suka menyelamatkan selembar jiwa Hoa kongcu terlebih dulu!" Menghadapi kejadian seperti ini Kioe Tok Sian Cie merasa sedih dan serba salah, pikirnya, "Bocah perempuan ini sangat bagus dan berbakat baik, menerima dirinya sebagai anak murid memang merupakan suatu kejadian yang sangat indah, tetapi Teratai Racun Empedu Api adalah racun keji yang tak dapat dipunahkan, aku harus menyelamatkan jiwanya dengan cara apa?" "Suhu! mari kita gunakan dulu Katak buduk kumala untuk dicobakan!" teriak Lan Hoa segera tiba-tiba, sehabis berkata dengan gerakan cepat ia lari masuk ke dalam gua. Diam-diam Kioe Tok Sian Cie gelengkan kepalanya berulang kali, ia belum sempat mengambil sesuatu keputusan mengenai masalah ini, tetapi kepada seorang anak muridnya yang ada di sana serunya juga, "Lie Hoa, keluarkan dahulu secawan darah segar dari bocah itu!" Dara ayu yang bernama Lie Hoa itu tertawa cekikikan, setelah mengambil sebuah cawan ia mengangkat tangan Hoa Thian-hong lalu dengan sebatang tusuk konde diguratnya urat nadi di tangan si anak muda itu, segumpal darah kental yang berwarna hitam dan amat beracun segera mengalir ke dalam cawan tersebut. Menyaksikan darah kental itu Kioe-Tok Sian-Cie gelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas panjang. "Aaaai....! sungguh keanehan alam yang sukar diduga dengan akal manusia....aku si ahli dalam hal ilmu beracun pun rasanya harus mengundurkan diri............." Lan Hoa yang kebetulan berjalan menghampiri suhunya sambil membawa sebuah kotak pualampun segera menjulurkan lidahnya setelah menyaksikan darah kental berwarna hitam yang mengalir keluar dari tubuh Hoa Thian-hong itu, ujarnya, "Suhu, racun keji telah menyebar luas ke seluruh tubuh orang ini, tetapi ia tidak sampai menemui ajalnya dan tetap hidup di dunia, sebenarnya apa yang telah terjadi?" "Aku sendiripun tidak mengerti, aaai! bagaimanapun juga mulai detik ini nada ucapan kalian harus sedikit diperkecil dari semula." Lan Hoa tertawa cekikikan, ia segera membuka kotak pualam itu dan mengambil keluar sebuah katak buduk yang terbuat dari batu pualam serta bercahaya terang. Setelah menerima katak buduk pualam itu Kioe Tok Sian-Cie mencelupkannya ke dalam cawan dimana terdapat darah beracun yang mengalir keluar dari tubuh Hoa Thian-hong kemudian sambil berpaling ke arah Chin Wan Hong tanyanya, "Kapankah dia menelan Teratai racun empedu api itu?" "Empat lima puluh hari berselang, selama ini ia selalu berada dalam keadaan tidak sadar dan tak pernah pula makan-makanan apapun juga, entah dia merasa lapar atau tidak?" Sementara itu semua orang telah mengerubung di sekeliling tempat itu, bisikan-bisikan lirih dan seruan keheranan berkumandang tiada hentinya di sekitar sana, hal ini membuat Chin Wan Hong serta Tiong-si Sam Houww merasa hatinya amat tegang dan tidak tenteram. Lewat beberapa saat kemudian, Kioe-tok Sian-Cie ambil keluar "Katak buduk pualam" nya dari dalam cawan. "Suhu, apakah bisa ditolong?" buru-buru Chin Wan Hong bertanya. Kioe-Tok Sian Cie menggeleng. "Katak buduk kumala ini adalah suatu benda mustika yang sangat langka dalam dunia, asal di dalam darah mengandung racun maka ia dapat menghisapnya keluar, tetapi setelah berjumpa dengan Teratai Racun Empedu Api ternyata binatang ini sudah kehilangan daya kemampuannya yang hebat." 000O000 13 "SUHU! di dalam katak buduk kumala itu terdapat beberapa buah garis berwarna hitam" mendadak Lie Hoa berseru. Menurut pandangan tecu, binatang ini masih ada sedikit kegunaannya!" Mengikuti pembicaraan tersebut, Chin Wan Hong ikut mengalihkan sinar matanya ke arah binatang itu. Tampaklah "Katak buduk pualam" tersebut setelah direndam beberapa saat di dalam darah bercampur racun, tubuhnya masih putih bersih dan bercahaya, cuma di antara tubuhnya bertambah dengan beberapa buah jalur berwarna hitam, jelas garis itu semula tidak terdapat disitu." "Itulah racun keji dari jarum sakti pengunci sukma yang dilepaskan oleh Pek Siauw-thian," terdengar KioeTok Sian-Cie menerangkan, setelah merandek sejenak tambahnya, "Perduli bagaimanapun juga. "Katak bu duk pualam" ini ada kegunaannya dan tidak mencelakai, baiklah kita coba lebihlan jut!" Ia segera memerintahkan anak muridnya untuk memegangi katak buduk pualam itu dan ditempelkan di atas mulut luka yang terdapat di urat nadi pergelangan tangan Hoa Thian-Hong. Lama sekali perempuan muda suku Biauw itu termenung, kemudian ujarnya lagi, "Chin Wan Hong, apakah kau bersungguh hati hendak mengangkat diriku sebagai gurumu" apakah kau tidak merasa menyesal?" Chin Wan Hong anggukkan kepalanya. "Tecu sudah mengangkat suhu sebagai guruku, sampai matipun tecu tidak akan menyesal." "Meskipun aku mempunyai sekelompok anak murid" diam-diam Kioe-Tok Sian-Cie berpikir d idalam hati. "Tetapi tak seorangpun yang bisa menandingi kebagusan serta kebolehan dari bocah perempuan ini, menerima seorang gadis bangsa Han sebagai muridku pun tidak mengapa, bukan saja menambah jumlah muridku bahkan kemungkinan besar ia bisa mengangkat nama perguruan di kemudian hari.... hitung-hitung tindakanku ini berarti juga sekali tepuk dapat dua lalat." Rupanya jago lihay dari wilayah Biauw yang pandai menggunakan racun ini sudah dibuat tertarik oleh bakat bagus yang dimiliki Chin Wan Hong, di samping itu diapun mengagumi akan keteguhan hati serta kebulatan tekad sang dara itu di dalam usahanya untuk mencarikan keselamatan bagi rekannya, ditambah pula ia merasa agak kalang kabut menghadapi teratai racun empedu api, hingga menimbulkan nafsu ingin menangnya. Karena disadari oleh pelbagai faktor dan alasan itulah, Kioe-Tok Sian-cie segera mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengusahakan suatu cara pertolongan yang sebaik mungkin. Demikianlah, setelah jago lihay dari wilayah Biauw ini mengambil keputusan untuk menolong jiwa Hoa Thianhong, maka ia mulai kuatir apabila si anak muda itu secara tiba-tiba putus nyawa, segera ujarnya, "Cie Wie! kau segera kumpulkan semua rumput serta bunga obat yang ada di kebun sebelah selatan, pilihan menurut jenis-jenisnya dan atur yang rapi di dalam ruang membuat obatku, setiap jenis yang ada kubutuhkan semua, jangan sampai ada yang tertinggal barang satupun." Dara yang bernama Cie Wie itu segera mengiakan, dengan membawa dua orang rekannya cepat-cepat mereka berlalu. Kioe Tok Sian cie pun memerintahkan orang untuk menyediakan tempat beristirahat bagi Tiong Sie San Hauw, setelah itu barulah ia berkata kepada Lan Hoa, "Bukankah kau merasa amat senang dengan Chin Wan Hong" nah! biarlah dia mengikuti dirimu, Hoa Thian-hong itupun aku serahkan kepadamu!" "Suhu, aku bernama Hong jie!" terdengar Chin Wan Hong berkata. Kioe Tok Sian cie tersenyum, sambil menuding kea rah Lan Hoa berkata pula, "Dia bernama Lan Lan, dia adalah toa si-ci mu!" "Toasuci!" buru-buru Chin Wan Hong memanggil. Rupanya Lan Lan merasa amat senang, segera sahutnya, "Siauw sumoay! boponglah Hoa Thian-hong dan ikutilah diriku!" Buru-buru Chin Wan Hong membopong tubuh Hoa Thian-hong kemudian mengikuti di belakang Lan Lan berlalu dari ruangan gua. Gadis yang memegangi katak buduk pualam itu tetap menempelkan lagi binatang tadi di atas mulut luka yang ada di urat nadi pergelangan Hoa Thian-hong, sambil berjalan katanya tertawa, "Aku bernama Lan Sien, alias Sien Kauw aku adalah Chiet suci mu! Chiet suci adalah kakak seperguruan yang ketujuh." Chin Wan Hong ada maksud untuk menarik simpati orang dengan nada yang manis dan merdu ia lantas memanggil, "Chiet suci!!...." setelah merandek sejenak tanyanya lebih jauh, "Berapa banyak sih anak murid suhu" apakah mereka she Lan semua"...." Lan Shie tertawa. "Suhu semuanya mempunyai dua belas orang murid dan sekarang ditambah kau seorang jadi tiga belas. "Lan" adalah She yang paling besar di dalam suku Biauw kami Toa suci she Lan. Ngo suci, Lak suci she-Lan, aku she-Kan, Cap-Jie su moay juga she-Lan, semuanya lima orang yang memakai she-Lan!" "Aku bernama Beng Chen Chen!" mendadak terdengar dara ayu yang ada di sisinya menimbrung. "Aku adalah suci mu yang ke sembilan!" "Ooooh..............Kioe suci!" cepat-cepat Chin Wan Hong memanggil. "Kau tentu dibikin pusing kepala dan kebingungan bukan?" ujar Lan Lan Sambil tertawa. "Besok pagi catatlah dulu nama-nama mereka di atas kertas, lalu dihapalkan dulu, dengan demikian maka kau akan lebih gampang untuk mengingatnya." Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo telah memasuki sebuah ruang batu. Lan Lan segera tertawa dan berkata, "Hong-jie, kemari ini khusus untukmu, aku akan berdiam di kamar sebelahmu!....." Chin Wan Hong menyapu sekejap ke arah ruangan itu, ia lihat di dalam kamar terdapat sebuah pembaringan terbuat batu yang dilapisi kulit binatang, cepat-cepat ia baringkan tubuh Hoa Thian-hong di situ, kemudian Lan Lan pun memperkenalkan nama dari beberapa orang gadis yang lain, ternyata mereka semua adalah kakak seperguruannya. Tiba-tiba terdengar Beng Chen Chen berseru, "Hongjie, apakah kau sudah menikah dengan Hoa Thianhong?" Merah jengah selembar wajah Chin Wang Hong mendengar perkataan itu, ia segera gelengkan kepalanya berulang kali, "Dia adalah tuan penolong dari keluarga kami!" "Kalau begitu kau tak usah menikah untuk selamanya, tenaga dalam suhu merupakan suatu aliran yang tersendiri, asal kau tidak menikah maka wajahmu akan tetap awet muda, selamanya tidak akan jadi tua dan raut wajahmu yang sebenarnya akan dipertahankan untuk selama-lamanya." Sepasang mata Chin Wan Hong jadi terbelalak ia awasi wajah beberapa orang sucinya dengan seksama, terasalah olehnya bahwa usia mereka rata-rata di antara delapan sembilan belas tahunan, kecantikan mereka masih nampak segar dan menggiurkan, dalam hati segera pikirnya, "Asal Hoa Kongcu bisa hidup di kolong ia langit, meskipun selamanya aku tak boleh menikah juga tidak mengapa...." Maka diapun bertanya. "Toa suci, berapakah usiamu tahun ini?" "Aku berusia tiga puluh enam tihun...." Tiba-tiba terlihatlah Lie Hoa dengan tangan kiri membawa mangkok pualam, tangan kanan membawa sebuah tongkat pualam sambil tertawa cekikikan lari masuk ke alam ruangan,serunya seraya mengaduk cairan obat di dalam mangkok, "Di ladang dewi merasakan seratus rumput, Hoa Thian-hong mungkin harus mencicipi beratus-ratus jenis rumput obat!" Lan Lan segera mengintip sekejap ke dalam mangkok pualam itu, lalu serunya, "Eeei...! bukankah obat ini adalah campuran rumput Kiem Seng Cau serta rumput Pok Liong Cau yang khusus untuk memunahkan racun kabut" apakah campuran obat ini mampu untuk memunahkan daya kerja racun Teratai racun empedu api?" Lie Hoa memperlihatkan muka setan dan tertawa. "Setiap rumput obat yang bisa digunakan untuk memunahkan racun rumput, pohon, tumbuhan serta binatang berbisa, Hoa Thian-hong harus mencicipinya satu demi satu!" Lan Sien segera mengambil botol air dan menuangkan separuh cawan air bersih di dalam mangkok yang berisi bubuk obat itu, setelah diseduh dan diaduk Lie Hda segera membuka mulut Hoa Thian Kong dan menuangkan separuh mangkok obat itu ke dalam perutnya. Setelah meletakkan mangkok tadi ke atas meja, ia ambil keluar segenggaman jarum emas dari sakunya dan dengan Cekatan segera ditancapkan ke atas jalan darah penting di atas dada Hoa Thian-hong. Begitu cepat dan hebat gerakan tangannya, dalam sekejap mata puluhan batang jarum emas itu sudah tinggal kepalanya saja yang tertinggal di luar, panjangnya delapan coen dan sangat teratur. Menyaksikan batang-batang jarum yang tersampul di luar badan dan berkilauan memancarkan cahaya keemasemasan, Chin Wan Hong merasa jantungnya berdebar keras, sambil menghampiri tubuh Lie Hoa bisiknya lirih, "Suci, jarum-jarum emas itu apa gunanya?" "Untuk mengetes reaksi yang ditimbulkan oleh daya kerja obat rumput itu!" sahut sang suci sambil tertawa, setelah merandek sejenak tambahnya, "Aku bernama Lie Hoa, merupakan suci mu yang kedua!" "Jie suci disebut orang Lie Hoa Siancu!" timbrung Beng Chen Chen dari samping. "Orang kangouw menyebut Toa suci, Jie suci serta Sam suci sebagai Biauw-Nia Sam-Sian tiga dewi dari wilayah Biauw, mereka bertiga pernah berperang melawan orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang, tahukah kau akan perkumpulan Sin-kie-pang?" Chin Wan Hong mengangguk. "Tahu dan Sam suci" siapakah dia?" "Sam sucimu sedang pergi memetik daun obat, dia bernama Cie Wie sianou, aku serta dia tidak mempunyai she!" Chin Wan Hong anggukkan kepalanya berulang kali. "Kalau begitu toa suci disebut orang sebagai Lan Hoa Siancu bukan?" katanya. "Bukan. Aku dipanggil Lan Hoa si nenek peyot!" "Aaah. Tidak. Kau tentu bernama Lan Hoa Siancu!" Mendengar ucapan itu semua orang tertawa tergelak, Chin Wan Hong yang sebenarnya sedang sedih dan hatinya terasa hancur karena pemuda idaman hatinya berada dalam keadaan sekarat, setelah bergaul dengan kakak-kakak seperguruannya yang lincah dan selalu beriang gembira, tidak terasa pikirannyapun rada sedikit terbuka. Lewat beberapa saat kemudian seorang gadis dengan membawa banyak sekali botol serta guci berjalan masuk ke dalam diikuti seorang wanita suku Biauw dengan membawa sekeranjang buah-buahan segarpun ikut ma uk ke dalam ruangan. "Coei Kauw, mau apa?" Lan Lan segera menegur. "Suhu mengutus aku untuk khusus mengurusi makanan serta minuman dari Siauw-Long!" "Dia bernama Lan Coei, dan merupakan Suci mu yang kedua belas!" Lan Lan segera berpaling ke arah Chin Wan Hong dan memperkenalkan. Buru-buru gadis dari keluarga Chin ini maju menyongsong seraya menyapa: "Suci, apakah dia bisa bersantap", "Suhu bilang........." Belum habis Lan Coei berkata, Kioe-Tok Sian-Cie telah berjalan masuk sambil berkata, "Hong-jie, besok pagi aku akan menyadarkan Hoa Thian-hong dari pingsannya, tetapi dengan adanya kejadian ini maka seandainya aku gagal untuk memunahkan racun teratai empedu api itu, maka ia segera akan menemui ajalnya." Chin Wan Hong tertegun, lama sekali ia berdiri termangu-mangu kemudian baru sahutnya dengan nada gemetar, "Tecu terserah pada kebijaksanaan suhu untuk menyelamatkan jiwanya, tecu sendiri tidak tahu apa yang harus aku lakukan." Kioe-Tok Sian-Cie menghela napas panjang. "Aai...! aku pasti akan berusaha keras dengan segenap kemampuan yang kumiliki, pokoknya tidak nanti aku berbuat sesuatu sehingga membuat hatimu jadi kecewa!" Diambilnya "Katak buduk pualam" itu untuk diperiksa, setelah dilihatnya di atas binatang itu secara lapat-lapat terlintas warna hijau yang tebal, kepada gadis she-Chin itu ujarnya lagi, "Katak buduk pualam ini merupakan benda mustika yang sangat langka di kolong langit, meskipun tidak dapat seratus persen menandingi kehebatan racun keji Teratai empedu api itu, tapi sedikit banyak benda ini ada kemampuannya juga untuk mengurangi sedikit kadar racun tersebut. Demi kepercayaanmu, serta untuk memperlihatkan kesungguhan hati suhumu untuk menolong jiwa pemuda ini, aku akan menggiling Katak buduk Pualam ini hingga hancur jadi bubuk kemudian dicampurkan ke dalam obat dan diminumkan kepada Hoa Thian-hong." "Suhu! aku percaya bahwa suhu bersungguh-sungguh hati hendak menolong jiwanya dari kematian!" seru Chin Wan Hong dengan air mata bercucuran. Terdengar Lan Lan ada di samping ikut menimbrung, "Usul dari suhu memang bagus dan tepat sekali, kalau tidak satu hari akupun bisa mencari katak buduk pualam ini untuk digiling hingga hancur dan dibuang jauh ke dalam jurang!" "Kenapa?" tanya Wan Hong kurang paham. Kioe Tok Sian cie tersenyum. "Katak buduk pualam ini bisa memunah kan pelbagai macam racun keji, seandainya benda ini terjatuh ke tangan kawanan orang Bulim, maka kegunaannya akan luar biasa dan nilainya tak terhingga tingginya, tetapi berada di tanganku bukan saja tidak ada manfaatnya bahkan malah hanya meadatang kan kejelekan saja" "Kenapa bisa begitu?" "Nama besarku tersohor di kolong langit karena kehebatanku di dalam menggunakan racun serta caraku memunahkan racun, separuh hidupku telah kucurahkan di bidang penyelidikan soal sifat-sifat racun, sedang katak buduk pualam ini bisa memunahkan setiap racun, yang bisa kupunahkan pula dengan kepandaianku, karena itu benda tersebut bukan saja sama sekali tak berguna malah sebaliknya dengan adanya benda mustika ini maka kepandaianku tak bisa dikembangkan dan tak ada kehebatannya. Andaikata benda ini lenyap bukankah itu berarti bahwa di kolong langit hanya aku seorang yang mengerti akan ilmu beracun" pendapat ini kau bisa mengerti tidak?" "Jadi keadaan itu bagaikan dua orang jago lihay yang berdiri dalam posisi saling bermusuhan begitu?" tanya Chin Wan Hong setengah mengerti setengah tidak. "Yaah....! boleh dibilang hampir menyerupai begitu, masih ada satu hal lagi, dengan adanya Katak buduk pualam ini maka anak muridku jadi kurang bergairah untuk berlatih kepandaian, mereka tidak lagi terlalu memandang serius ilmu racun, coba pikirlah suhu terkenal di dalam jagad karena kelihayan ilmu bisanya, masa aku rela melihat anak muridku lupa akan asal usulnya?" Berbicara sampai di sini ia lantas menyerahkan Katak buduk pualam itu ke tangan murid pertamanya Lan Lan. "Besok pagi cucilah hingga bersih kemudian giling sampai hancur, setelah itu serahkan kepadaku untuk dibuat obat." Lan Lan menyambuti Katak buduk pualam tadi dan menyimpannya secara baik-baik, setelah itu katanya, "Suhu, setelah siauw long terkena racun keji selama empat lima puluh hari ia tak pernah makan dan minum, kenapa napasnya tidak putus" apa sebabnya?" "Teratai racun Empedu api semestinya memiliki dua belas biji teratai, kalau dibicarakan menurut keadaan pada umumnya asal seseorang makan separuh dari jumlah itu saja sudah cukup untuk memecahkan jantung serta memutuskan usus-ususnya, Hoa Thian-hong bisa mempertahankan napasnya hingga tidak putus dan isi perutnya tidak hancur, aku pikir mungkin ia sekalian menelan pula kulit serta daunnya." "Benar, benar, perkataan suhu sedikitpun tidak salah," Chin Wan Hong segera anggukkan kepalanya membenarkan. "Ia memang menelan seluruh teratai tersebut Kedaun dan akarnya." "Sebenarnya apa yang sudah terjadi"! coba kau ceritakan kepada suhumu semua peristiwa yang telah kau alami!" Chin Wan Hong mengangguk, lalu diapun menceritakan semua kisah kejadian yang menimpa diri Hoa Thian-hong sepanjang apa yang diketahui. Mendengar kisah ini, semua orang jadi ikut merasa kagum dan tanpa sadar rasa simpatik mereka terhadap Hoa Thian-hong pun semakin menebal beberapa bagian. Terdengar Kioe-Tok Sian-Cie berkata, "Setiap benda yang ada di kolong langit sebagian besar mengandung daya kekuatan untuk melawan tenaga Im maupun Yang, daya racun yang terkeji dari Teratai racun empedu api terletak pada teratainya, termasuk daun dan akar teratai tadi sebenarnya bukan termasuk bagian yang beracun. Secara beruntun Hoa Thian-hong telah menghabiskan dua belas biji teratai tanpa menghembuskan napas yang terakhir, kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang tidak masuk di akal, menurut dugaanku mungkin daun serta akar teratai itu mempunyai khasiat untuk melawan daya kerja racun atau kasiat lain yang luar biasa, yang penting dewasa ini ia belum mati, sedangkan mengenai bagaimana caranya memunahkan racun teratai dan bagaimana caranya mengembalikan sukmanya yang hampir kabur, tunggulah beberapa waktu aku akan berusaha mencari akal yang baik, sebab dewasa ini aku sama sekali tidak memiliki keyakinan apapun." Dengan mata berubah jadi merah dan wajah mewek, buru-buru Chin Wan Hong merengek, "Oooh suhu! Kau harus carikan akal yang paling baik, kau pasti bisa menyelamatkan selembar jiwanya!" Kioe-Tok Sian-Cie menghela napas panjang, setelah membelai rambutnya yang hitam halus ia putar badan dan keluar dari kamar. Malam itu Lie Hoa siancu mencabut keluar jarum-emas yang menancap di dada Hoa Thian-hong, kemudian meloloh pula semangkok cairan obat lain ke dalam perutnya dan menancapkan jarum emas baru di atas dadanya. Menanti semua orang sudah berlalu, seorang diri Chin Wan Hong menjaga di tepi pembaringan Hoa Thianhong, pikirannya terasa kalut dan semalam suntuk ia tak dapat memejamkan matanya. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Keesokan harinya ketika fajar baru menyingsing, Lie Hoa Siancu kembali mencabut keluar jarum emas itu, lewat satu dua jam kemudian Kioe-Tok Sian-cie muncul di dalam kamar dan ia turun tangan sendiri melolohkan obat yang dibuatnya semalam ke mulut Hoa Thian-hong. Campuran obat itu ternyata mujarab sekali, tidak lama setelah diminumkan pemuda she Hoa itu mulai mendusin dan memperdengarkan suara rintihan yang amat lirih sekali, begitu lirih hingga menyerupai suara dengusan nyamuk. Semua orang merubung di sekeliling pembaringan dan menanti dengan mulut membungkam, sementara air muka Kioe Tok Sian cie berubah jadi tegang dan serius sekali. Beberapa saat kemudian telah berlalu, tokoh sakti di dalam hal ilmu berbisa itu dengan cepat menancapkan pula sebaris jarum emas, setelah melolohkan semangkok cairan obat ke dalam Perut si anak muda itu dia baru mengundurkan diri. Sejak itulah setiap hari Kioe Tok Sian Cie berserta keempat belas orang anak muridnya jadi sibuknya luar biasa, sedang Hoa Thian-hong sendiri telah mencicipi beratus-ratus macam jenis obat yang di taman di dalam lembah Hoe Hiang Kok itu. Haruslah diketahui, di antara berjenis-jenis rerumputan yang sangat beracun dan bisa membinasakan seseorang manusia biasa bila diminumnya, tetapi bagi Hoa Thiat Hong yang setiap hari harus minum pelbagai macam obat yang berbeda, walau pun racun keji dari Teratai Racun Empedu Api belum punah, namun sisa napasnya yang terakhirpun tidak sampai putus. Keadaan itu berlangsung hingga mendekati dua bulan lamanya, akhirnya suatu ketika Kioe-Tok-Sian Cie berhasil menemukan sebuah resep obat yang sangat mujarab. Itu hari ketika obat yang dimaksudkan telah siap dan diletakkan di tepi pembaringan. Kioe-Tok- Sian-Cie berkatalah kepada diri Chin WanHong, "Hong-jie, gurumu telah berusaha dengan kemampuan yang kumiliki untuk membuat semangkok cairan obat ini. Setelah cairan obat ini diminumkan rejeki atau bencana yang terjadi pada saat ini sulit bagi kita untuk menduganya, andaikata tidak beruntung dan siauw-Loug harus mengorbankan selembar jiwanya, janganlah kau salahkan kepada gurumu yang tak mau berusaha untuk menolong!" Mendengar perkataan itu Chin Wan Hong segera mengangguk. "Sekalipun selembar jiwanya tak berhasil diselamatkan, budi kebaikan suhu yang berat laksana gunung Thay-san pasti akan tocu ingat terus di dalam hati." Kioe-Tok Sian-Cie tersenyum. "Kau adalah anak muridku yang paling buncit, tentu saja aku berharap agar kau bisa gembira dan bersenang hati selalu, perkataan yang tak berguna lebih baik tak usah kau ucapkan lagi." Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya, "Nah! sekarang minumkanlah cairan obat di dalam mangkok itu kepada Siauw-Long!" Setelah hidup bersama beberapa waktu, walaupun secara resmi Chin Wan Hong belum pernah memperoleh warisan ilmu kepandaian apapun, tetapi hubungan batin antara guru dan murid itu sudah mendalam sekali, hingga tanpa sadar baik dalam perkataan maupun di dalam perbuatan cinta kasih dan perasaan sayang di antara mereka tercetus ke luar juga. Selama beberapa bulan ini Chin Wan Hong boleh dibilang tak pernah meninggalkan sisi pembaringan barang selangkahpun, ia selalu berada di sisi pemuda pujaannya untuk menjaga dan menemani dirinya, bila capai dan mengantuk ia jatuhkan diri berbaring di bawah kaki Hoa Thian-hong, setiap kali mendengar sedikit suarapun ia segera tersentak bangun. Berhubung kekesalan serta kesedihan yang selalu mencekam hatinya ditambah pula kurang beristirahat dengan baik, saat itu wajahnya telah berubah jadi kurus dan pucat pias bagaikan mayat. Ketika itu dengan tangan gemetar ia mengambil mangkok berisi cairan obat itu dari atas meja, kemudian dengan perlahan-lahan melolohkan cairan obat tadi ke dalam mulut Hoa Thian-hong, tapi ketika teringat kembali akan perkataan gurunya barusan ia jadi raguragu dan gelisah, hampir saja cairan obat itu berhamburan membasahi tangannya. Setelah minum obat keadaan dari Hoa Thian-hong masih tetap seperti sedia kala, sedikit tiada perubahan. Kioe-Tok Sian-Cie sambil mencekal urat nadinya duduk bersila di sisi pembaringan, sambil pejamkan mata ia menantikan perubahan selanjutnya. Siapa tahu cairan obat yang telah masuk ke dalam perut si anak muda itu hilang bagai kan batu tenggelam di tengah samudra, sedikitpun tiada reaksi atau pertanda apapun jua. Kioe-Tok Sian Cie jadi terkejut bercampur sangsi, tetapi disebabkan obat itu belum menunjukkan reaksi apapun, diapun tak berani berlalu tinggalkan tempat itu. Malam yang panjang terasa berlalu dengan amat lambat bagaikan siput yang merangkak dengan susah payah akhirnya fajarpun menyingsing dan sang suryapun memancarkan cahaya keemas-emasannya keempat penjuru. Ketika sang surya sudah berada di tengah awang-awang dan tengah haripun tiba, Hoa Thian-hong Jang telah jatuh tak sadarkan diri selama beberapa bulan itu mendadak memperdengarkan jeritan ngeri yang menyayatkan hati, sambil meronta keras badannya mencelat ke tengah udara. JILID 10 : Kecintaan Chin Wan Hong KIOE-TOK SIAN-CIE yang duduk ditepi pembaringan dengan cepat bertindak dan menekan tubuhnya balik ke atas pembaring an, tetapi si anak muda itu meronta terus dengan hebatnya, rintihan kesakitan berkumandang memecahkan kesunyian, wajahnya nampak begitu menderita dan tersiksa. Chin Wan Hong Iah yang paling kuatir diantara beberapa orang itu, wajahnya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, giginya saling beradu gemerutukan, air mata bagai kan layang-layang putus mengucur keluar tak terbendung. Rupanya Hoa Thian-hong merasa amat tersiksa sekali pada waktu itu, badannya bergulingan kesana kemari tiada hentinya. rintihan kesakitan berkumandang tiada putusnya, andaikata Kioe Tok Sian Cie sekalian tidak berada disitu untuk menahan tubuhnya, beberapa kali ia tentu sudah menggelinding jatuh ke atas lantai. Lama kelamaan Chin Wan Hong jadi tidak tega sendiri, dengan air mata bercucuran ujarnya, "Suhu, totoklah jalan darahnya.,..." "Nah, akupun tidak tahu apa yang harus kulakukan pada saat ini "sahut Kioe Tok Sian-Cie dengan alis berkerut dan wajah serius. "Aku rasa lebih baik kita menanti beberapa saat lagi!" Hoa Thian-hong merintih terus tiada hentinya. seluruh pakaian yang dikenakan telah basah kuyup oleh air keringat, keadaannya mengenaskan sekali hingga menyerupai keadaannya ketika menelan Teratai Racun Empedu api. Keadaan seperti itu berlangsung terus hingga setengah jam lamanya. akhirnya perlahan-lahan keadaannya telah tenang kembali. Kioe Tok Sian Cie adalah seorang tokoh sakti dari suatu aliran perguruan silat walaupun begitu jidatnya saat itu sudah basah oleh keringat yang mengucur keluar tiada hentinya, sambil memegang urat nadi Hoa Thianhong ia melakukan pemeriksaan yang seksama. Mendadak dirasakannya denyutan jantung pemuda itu kian lama kian tambah kencang gejala itu mirip sekali dengan keadaan seseorang yang baru saja sembuh dari sakit. tanpa terasa ia menghembuskan napas pan-jang dan ujarnya kepada Lie Hoa Siancu, "Coba kau periksalah warna darah dari Siauw Long!" Buru-buru Lie Hoa Siancu mengambil sebatang jarum emas dan menusuk jari tengah Hoa Thian-hong hingga berlubang, tampaklah cairan darah yang merah segar mengalir keluar dari ujung jarinya yang terluka, darah itu segar dan tidak jauh berbeda dengan darah orang biasa. Menyaksikan hal itu, dengan hati penuh kegirangan Lie Hoa segera berteriak keras, "Suhu, usaha kita sukses besar!" Siapa tahu di atas wajah Kioe Tok Sian Cie sama sekali tidak nampak tanda-tanda kegirangan, malahan sambil tertawa getir ujarnya, "Racun teratai yang terkandung di dalam tubuhnya belum punah sama sekali sebaliknya telah menggumpal jadi satu dan tenggelam di dasar TanThian (Pusar), bagaimanakah akibat selanjutnya sulit bagiku untuk menerangkannya pada saat ini." "Benarkah ada kejadian semacam itu?" seru Lan Lan dengan alis berkerut dan nada tercengang. Cepat-cepat ia memayang bangun tubuh Hoa Thianhong dan mencekal urat nadinya un-tuk diperiksa dengan lebih seksama! Kioe Tok Sian cie gelengkan kepalanya dan bangun berdiri, kepada Lan Coei Siancu pesannya. "Baik-baik1ah merawat dirinya, bila ada perubahan cepat memberi laporan kepadaku!" Selesai berkata ia segera putar badan dan keluar dari kamar. Semua orang yang telah berjaga2 selama satu malam suntuk pada saat itupun merasa lelah dan penat, maka semua orangpun berpamitan untuk pergi beristirahat kecuali Lan Koei yang membantu Chin Wan Hong merawat si anak muda itu. Penyelidikan Kioe Tok Sian Cie di dalam hal obat2an memang lihay sekali, terutama bermacam ragamnya bahan obat2an yang di tanam di sekitar tempat itu, setelah dirawat dengan seksama pada malam itu juga Hoa Thian-hong telah dapat membuka matanya. Chin Wan Hong jadi kegirangan setelah mati, sementara sekelompok kakek seperguruannya yang telah berjerih payah selama dua bulan lebih, ketika melihat Hoa Thian-hong ada harapan untuk sembuh, merekapun ikut merasa berlega hati. Tiga ekor harimau dari keluarga Tiong yang mendapat kabar itu buru-buru masuk ke dalam gua untuk menengok, setelah itu mere ka berlutut dihadapan Kioe Tok Sian cie untuk menyatakan rasa terima kasihnya yang tak terhingga. Siapa tahu tengah hari keesokan harinya, racun yang mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong kambuh kembali, ia merintih dan bergulingan di atas pembaringan dengan penuh penderitaan. Kioe-Tok Sian-cie segera putar otak untuk mengurangi rasa sakit itu, tetapi usahanya selalu menemui jalan buntu, terpaksa dengan mata terbelalak ia biarkan pemuda itu mengerang kesakitan. Sejak hari itulah setiap tengah hari tiba, perduli hari terang atau hujan racun Teratai empedu api yang mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong pasti kambuh satu kali, setiap kali racun itu kambuh ia pasti mengerang erang kesakitan, tetapi kurang lebih setengah jam kemudian terasalah re a k si racun teratai itu berhenti sendiri bergolak dan tenggelam ke dasar pusar, sedikitpun tidak menunjukkan gejala lain lagi. Begitulah setiap pagi Hoa Thian-hong telah bangun dari tidurnya, ia tentu menjumpai Chin Wan Hong duduk di tepi pembaringan seorang diri sambil memandang keluar pintu dengan termangu-mangu, setelah kesadarannya mulai pulih dari pembicaraan banyak orang diapun sudah mengetahui apa yang telah terjadi sejak ia keracunan. Mendengar tentang pengorbanan yang diberikan Chin Wan Hong kepadanya selama ini, dalam hati kecilnya si anak muda itu merasa amat berterima kasih sekali. Suatu hari ketika ia merasa semangatnya telah pulih dan badannya telah segar kembali, tiba-tiba serunya dengan suara lirih, "Enci Chin....." Chin Wan Hong tersentak kaget dan cepat cepat menoleh, lalu dengan wajah terkejut bercampur girang tegurnya - "Apakah kau telah sembuh?" "Terima kasih atas perbatian cici, siauwte telah sembuh!" Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya lagi dengan suara lirih, "Siauwte bisa hidup hingga kini kesemuanya ini adalah berkat perhatian serta pemberian dari cici, Budi kebaikan cici tinggi bukit, siauwte merasa sulit untuk membalasnya." "Sudahlah, kau tak usah membicarakan tentang soal budi lagi," sahut Chin Wan Hong sambil tundukkan kepalanya rendah2. "Kami orang-orang dari keluarga Chin sudah terlalu banyak berhutang budi kepadamu, mau bicarakan-pun tak ada selesainya." Mendadak Lan Coei berjalan masuk ke dalam kamar, ketika mendengar si anak muda itu telah berbicara segera serunya sambil tertawa"Siauw Long, kau sudah dapat berbicara?" Hoa Thian-hong segera alihkan sinar matanya ke samping. "Siauwte telah dapat berbicara, selama ini banyak berterima kasih atas perawatan cici dalam hal makanan Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan minuman!" Lan Coei tertawa."Kami berbuat demikian karena memandang di atas wajah Hong-ji, kau tak usah berterima kasih lagi." Bicara sampai disitu ia ambil keluar dua butir pil dan dimasukkan ke dalam mulutnya kemudian sambungnya lebih lanjut, "Menurut suhu, Racun Teratai Empedu api yang mengeram dalam tubuhmu telah melarut ke dasar pusar dan selalu terpengaruh oleh sinar matahari, karena itu setiap kali sang surya berada pada posisi yang sangat dekat dengan bumi racun dalam tubuhmu akan bekerja satu kali, waktu itu kau akan merasakan sekujur tubuhmu panas bagaikan disengat api. Untuk mengurangi penderitaan dikala kambuh dan dari pada kau berguling guling di atas tanah kata suhu lebih baik kau ber-lari2 saja mengelilingi lapangan." Hoa Thian-hong mengangguk sambil mengucapkan terima kasih, mendadak ia jumpai Lan Lan Siancu yang berjalan masuk ke dalam kamar, mengetahui perempuan ini adalah murid terbesar dari Kioe-Tok- Sian-Cie buruburu panggilnya, "Toa suci!" Lan Lan tertawa dan duduk disisi pembaringan, ujarnya, "Suhu suruh aku memberitahukan kepadamu, sebelum racun Teratai itu punah sama sekali dari tubuhmu kau dilarang berhubungan dengan kaum wanita, kalau tidak maka perempuan itu akan menemui ajalnya seketika itu juga, kau harus mengingatnya baikbaik." Mula2 Hoa Thian-hong agak tertegun dan tidak mengerti apa yang dimaksudkan, tetapi setelah dipikir sebentar diapun mengerti apa yang sedang diartikan, tanpa terasa wajahnya berubah jadi merah padam saking jengahnya.,.. lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Terdengar Lan Coei berkata pula dari samping, "Hongjie, kaupun harus ingat baik-baik sebelum racun Teratai itu hilang dari tubuhnya kau jangan sekali kali kawin dengan Siauw-Long!" Chin Wan Hong adalah seorang gadis perawan dari keluarga bangsa Han, mendengar perkataan itu wajahnya seketika berubah jadi merah padam, dengan tersipu sipu ia bangkit berdiri dan siap lari keluar dari dalam kamar, tetapi tangannya keburu ditarik oleh Hoa Thian-hong. "Siauw-Long!" terdengar Lan Lan berseru lagi. "Seringkali kau bergerak kesana kemari, apakah badanmu terasa kurang enak?" Di atas punggung Siauwte masih menancap tiga batang jarum beracun. bagian sekitar situ terasa agak kaku dan gatal" "Kalau begitu biarlah kubantu dirimu untuk mencabutnya keluar!" kepada Lan Coei segera perintahnya, "Pergilah dan pinjamkan besi Semberani milik Sam suci!' Buru-buru Lan Coei berlalu, beberapa saat kemudian dengan membawa Ci-Wie siancu serta Lan Sien ia muncul kembali di dalam ruangan. Cie Wie Siancu segera ambil keluar sebuah besi hitam dari sakunya, setelah Chin Wan Hong melepaskan pakaian yang dikenakan Hoan Thian-hong maka Lan Lan segera dekatkan besi hitam tadi di atas mulut luka di atas punggung si anak muda itu dan menghisap keluar tiga batang jarum beracun Soh Hoen Tok-Ciam yang mengeram di punggungnya. Sedari permulaan dulu semua orang telah tahu bahwa warna hitam di atas wajah Hoa Thian-hong bukanlah asli sejak dilahirkan, tetapi berhubung racun teratai yang mengeram dalam tubuhnya terlalu berat hingga jiwanya sukar dipertahankan, siapapun tiada kegembiraan untuk mengurusi persoalan sepele itu. Tapi kini setelah sakitnya mulai sembuh dan melihat pula badannya yang berkulit putih bersih, timbullah sifat kelakar diantara mereka, pertama2 Ci-Wie Siancu yang berteriak lebih dulu, "Sien-Kauw, Cepat cari daun obat dan dirmasak kemudian kita cucikan muka dari SiauwLong!" Hoa Thian-hong tidak mengerti apa yang dimaksudkan Oleh mereka, mendengar perkataan itu buru-buru sambungnya, "Samsuci, siauwte bisa cuci muka sendiri Lan Sien tertawa cekikikan, dalam sekejap mata ia sudah ngeloyor keluar dari dalam kamar. Di dalam lembah Hoe-Hiang-Kok memang dipelihara pelbagai macam rumput obat yang aneh2 dari pelbagai kolong langit, tidak lama Lan Sien berlalu ia sudah muncul kembali sambil membawa belasau macam daun obat, dimana daun obat tadi segera diserahkan kepada pelayan untuk dimasak. Dalam pada itu Lan Lan yang ada di dalam kamar telah berhasil menghisap keluar ketiga batang jarum beracun yang mengeram di dalam punggung Hoa Thianhong, jarum itu terbuat dari emas dan waktu itu polesan racun yang ada di ujung jarum telah larut ke dalam cairan darah si anak muda itu. hingga jarum yang terhisap keluar nampak kuning dan keemas-emasan. Lewat beberapa saat kemudian, seorang perempuan suku Biauw masuk ke dalam kamar sambil membawa sebaskom air obat. Lan Sien segera berteriak keras, "Hong-jie, cucikanlah muka Siauw-Long!" Dalam hati kecilnya Chin Wan Hong memang ingin sekali menyaksikan wajah Hoai Thian-hong yang sebenarnya, tetapi dengan tabiatnya yang ramah dan halus serta tindak tanduknya yang sangat hati-hati gadis ini tak berani turun tangan secara gegabah. tanyanya lebih dulu, "Siauw-Long, bagaimana kalau kucuci bersihkan warna hitam yang ada di atas wajahmu?" Karena semua orang memanggil dirinya sebagai Siauw Long maka Chin Wan, Hong-pun ikut memanggil dengan sebutan itu. Hoa Thian-hong yang teringat akan budi kebaikan semua orang dimana dengan susah payah telah berusaha untuk menyelamatkan selembar jiwanya. merasa tidak tega untuk inenampik keinginan orang, apalagi setelah lolos dari kematian dan racun teratai belum punah sama sekali dari tubuhnya, terhadap orangorang dari perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw ia merasa amat muak dan benci. dalam hatinya telah mengambil keputusan untuk muncul kembali di dunia persilatan dengan wajah yang sebenarnya. karena itu mendengar pertanyaan orang sambil tersenyum ia segera mengangguk. Melihat si anak muda itu telah setuju, Chin wan Hongpun segera mengambil sebuah handuk kecil, setelah direndam dengan air obat wajah Hoa Thian-hong yang hitam mulai dibersihkan. Berita ini dengan cepat bersiar luas diseluruh lembah Hoe Hiang Kok. tidak selang beberapa saat seluruh anak murid Kioe Tok Sian Cie telah berkumpul semua di dalam ruangan itu, suara pembicaraan dengan logat yang aneh menggema memenuhi angkasa," hingga membuat suasana jadi amat ramai. Dalam pada itu air obat untuk mencuci muka sebaskom telah berganti sebanyak delapan sembilan kali, warna hitam di atas wajah si anak muda she Hoa itu pun mulai luntur beberapa bagian. "Ooooh, ia terkena bahan obat Thiat san-Khek!" teriak Lie Hoa Liancu dengan keras. Meledaklah teriak teriakan kegirangan dan seruan memuji berkumandang diseluruh ruangan. Waktu itu hari sudah mendekati siang, semua orang pun segera mengundang Hoa Thian-hong untuk bersantap setelah itu memayang dia keluar dari gua. Sesuai dengan waktu2 sebelumnya, racun yang mengeram dalam pusar pemuda itu mulai kambuh. dan mengikuti petunjuk dari Kioe Tok Sian Cie ia segera berlari larian jalan kecil dalam lautan bunga itu. Sungguh aneh sekali, dalam keadaan badan yang lemah tak bertenaga karena sakit yang dideritanya belum sembuh setelah racun teratai itu kambuh seketika itu juga ia rasakan darah panas di dalam rongga dadanya bergolak keras, tenaga yang bergelora dalam tubuhnya secara menakjubkan melipat ganda, terutama sekali setelah berlarian di atas jalan sempit, makin cepat dia berlari semakin berkurang rasa sakit yang dirasakan di dalam tubuhnya. Dalam posisi tidak mempan terhadap segala macam racun, bau harum beracun yang tersiar dari balik barisan Hoe-Hiang-Tin bukannya merobohkan malahan sangat bermanfaat baginya, semakin badannya terasa enak makin cepat ia berlari. Beng Chen Chen serta Lan Coei sekalian yang menyaksikan kejadian itu jadi tertarik, mereka berteriak keras dan segera mengejar dari belakang tubuhnya. Bagitulah sesudah berlarian kurang lebih setengah jam, racun teratai yang bekerja dalam tubuhnya telah larut kembali ke dasar pusar, sementara Lan Coei sekalian yang mengikuti di belakangnya telah basah kuyup oleh keringat, napas mereka tersengal-sengal dan tidak kuat mempertahankan diri lagi. Tanpa terasa setengah bulan telah lewat dengan cepatnya, dari sakitnya Hoa Thian-hong pun berangsur angsur telah sehat kebali, setiap tengah hari tiba bila racun dalam tubuhnya mulai bekerja, iapun berlari larian di jalanan untuk mengurangi penderitaan. Rupanya daya kerja racun itu makin lama semakin mendahsyat, terpaksa iapun harus berlari makin lama semakin cepat, dalam keadaan begitu "Biauw Nia Sam Sian" tiga dewi dari wilayah Biauw masih sanggup untuk berlari berendeng dengan dirinya, sedang mereka dari angkatan yang lebih rendah sudah tak sanggup untuk menyusul lagi. Ia merasa tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang amit pesat, kekuatan angin pukulanpun bertambah ampuh tiga kali lipat, pemuda itu mengerti bahwa itulah berkat dari Teratai Racun Empedu Api. hanya saja semakin sempurna tenaga dalamnya, daya kerja racun teratai itupun semakin dahsyat hingga secara lapat-lapat ia merasa agak payah. Lan Sien yang setiap hari mengumpulkan daun obat memaksa Chin Wan Hong untuk mencucikan muka Hoa Thian-hong setiap hari, setelah berpuluh-puluh hari kemudian warna hitam di atas wajah Hoa Thian-hong telah hilang lenyap sama sekali, sebagai gantinya muncullah seraut wajah yang tampan dan menarik hati. Diam-diam Chin Wan Hong marasa kegirangan setengah mati, para kakak seperguruannyapun ikut beriang gembira akan hal tersebut. Setiap hari seluruh lembah Hoe-Hiang-Kok dipenuhi dengan panggilan "Siauw Long "di dalam negeri kaum wanita yang cantik dan supel itu Siauw Long pun menjadi pujaan sana sini. Suatu tengah hari, Siauw Long kembali berlarian ditengah jalan raya,. puluhan gadis cantik suku Biauw dibawah "Biauw-Nia Sam-Sian "termasuk juga Tiong-si Sam Houw tiga ekor harimau dari keluarga Tiong berdiri berjajar di tepi jalan raya. Selesai berlarian, pemuda itu merasa semangat serta tenaganya masih segar bugar maka iapun diiringi semua orang berpindah menuju kelapangan untuk berlatih silat* Pertama2 ia berlatih lebih dahulu jurus serangan yang ampuh "Koen-Sioe-Ci-Tauw" kemudian Biauw-Nia Samsian maju mengerubuti dirinya. latihan berlangsung dengan seru dan riangnya. Setengah harian kemudian tiba-tiba ia teringat kembali akan Tiong-si Sam Houw yang jarang ditemui, ia tak tahu bagaimanakah hasil latihan ilmu pukulan dari ketiga orang itu, maka dipaksanya ketiga orang itu untuk berlatih dihadapannya. Salama ini Tiong-si Sam Houw selalu melayani Hoa Thian-hong dengan sikap pelayan terhadap majikan, Walaupun si anak muda itu tak mau tapi lama kelamaan tanpa terasa hal itu jadi suatu kebiasaan. Mendengar pemuda itu menyuruh mereka berlatih, tanpa banyak bicara ketiga orang itu segera mainkan ilmu telapaknya dengan sungguh2. Setelah dilihatnya permainan ilmu telapak mereka sangat hapal dan tenaga dalamnya bisa diandalkan, girang sekali pemuda kita. Mendadak terdengar Chin Wan Hong berseru, "Siauw Long, suhu telah mewariskan serangkaian ilmu barisan kepada mereka. barisan itu dinamakan Sam Sing Boe Khek Tin Hoat' Barisan Sam Seng Boe Khek Tin?" ujar Hoa Thianhong terkejut bercampur girang." Coba mainkanlah agar aku lihat." "Ilmu barisan yang diajarkan Sin Nio kepada kami ini amat kacau dan rumit" kata si harimau pelarian Tiong Liauw sambil tertawa jengah. "Sedang kami bertiga amat bodoh, sekalipun dengan paksa bisa hapal tapi kalau di mainkan kurang lebih sempurna." Selesai bicara ia segera beri kode dan ketiga orang itu menyebarkan diri menduduki posisinya masing-masing, ilmu barisan Sam Seng Boe-Khek-Tin pun dengan cepat sudah dimainkan. Dengan penuh seksama Hoa Thian-hong memperhatikan perubahan-perubahan dari barisan itu, kemudian pikirnya di dalam hati, "Ooh, rupanya sebuah barisan yang mengutamakan pertahanan bersama serta penyerangan serentak, bila mereka bertiga berhasil, menguasainya memang banyak manfaat yang bakal didapatkan." Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benaknya, segera ia berseru, "Enci Hong, ini hari bulan apa tanggal berapa?" "Udara di dalam lembah Hoe-Hiang-Kok hangat dan nyaman laksana musim semi, cuaca sama sekali tidak mengalami perubahan. aku sendiripun sudah melupakan hari dan tanggal." Dengan berdandan sebagai gadis suku Biauw, gerakgeriknya yang halus disertai wajah yang malu menimbulkan suatu rangsangan yang aneh bagi kaum pria. Terdengar Lie Hoa Siancu yang berdiri disisi mereka menyahut sambil tertawa, "lni hari bulan sepuluh tanggal tujuh belas, kenapa sih kau mendadak menanyakan hari dan tanggal?" "Aduh celaka!" teriak Hoa Thian-hong dengan hati terkejut. "Aku telah melupakan hari dan tanggal. aku harus segera berangkat untuk pulang ke rumah.....!" Habis bicara ia putar badan dan lari. Melihat perbuatan si anak muda itu semua orang segera mengejar dari belakang, Lan-Lan enjotkan badannya melayang ke tengah udara dan menyusul kehadapannya, sambil tertawa ia segera menegur, "Coba lihat tampangmu yang gugup dan tergopoh-gopoh tidak macam orang, sekalipun sudah melupakan tanggal, pulang ke rumah terlambat beberapa haripun rasanya tidak mengapa kan?" "Tidak bisa jadi! ibu sedang berharap-harap akan kedatanganku di atas gunung." Sementara pembicaraan masih berlangsung tubuhnya telah menyusup ke dalam gua dan langsung menghadap Kioe-Tok Sian-Cie, sambil berlutut di atas tanah ujarnya, "Sian-Nio. aku telah melupakan tanggal dan. hari untuk pulang ke rumah, sekarang juaku harus mohon diri kepada Sian-Nio untuk turun gunung!" Sambil tersenyum Kioe-Tok Sian-Cie membimbingnya bangun dari atas tanah, lalu berkata, "Anak baik, kau sudah melupakannya selama berapa hari" kecuali menyusahkan ibumu yang harus menanggung rindu apakah kau telah menelantarkan urusan lain?" "Aku tak boleh menyusahkan ibu hingga beliau harus menanggung rindu! tecu sekarang juga harus berangkat untuk pulang ke rumah!" Kembali Kioe-Tok Sian-Cie tertawa. "Sekalipun terburu-buru juga tak perlu berangkat sekarang juga, lebih baik tunggu sampai besok pagi saja, asal perjalanan dilakukan dengan lebih cepat bukankah sama saja?" Ia merandek sejenak lalu melirik sekejap ke arah Chin Wan Hong yang berada di belakang tubuhnya, lalu menambahkan, "Hubungan serta cinta kasih para cici terhadap dirimu tidak jelek, sebelum berangkat berilah salam perpisahan kepada mereka semua dan tetapkan juga waktu untuk saling berjumpa dikemudian hari." Hoa Thian-hong mengiakan tiada hentinya kemudian mengundurkan diri, semua orangpun segera berkumpul di dalam kamarnya Chin Wan Hong. Sore itu dilewatkan dalam suasana murung dan sedih karena harus berpisah, malamnya semua orang menyiapkan sebuah perjamuan untuk menghantar keberangkatan si anak muda itu. Selesai bersantap Hoa Thian-hong serta Chin Wan Hong sambil bergandengan tangan mencari angin di dalam kebun bunga, mereka saling mengutarakan isi hati dan melewatkan malam yang panjang dengan kemesraan dan penuh kasih sayang. Keesokan harinya pagi-pagi sekali Hoa Thian-hong telah minta diri kepada Kioe-Tok Sian-Cie, dengan diantar oleh "Biauw-Nia-Sam-Sian" serta Chin Wan Hong sekalian berangkatlah pemuda itu keluar lembah, perpisahan itu dirasakan amat berat sekali terutama setelah bergaul amat lama dan dihati masing-masing telah timbul perasaan persahabatan yang kental, diantara beberapa orang Chin Wan Hong yang merasakan paling berat, sepanjang perjalanan ia berpesan tiada hentinya sambil mengucurkan air mata, jelas nampak di atas wajahnya bahwa ia merasa berat hati untuk berpisah dengan kekasihnya. Hoa Thian-hong sangat merindukan keadaan ibunya, setelah keluar dari barisan Hoa-Hiang-Tin, iapun keraskan hati untuk berpisah dengan semua orang dan melakukan perjalanan dengan cepat. Keinginannya untuk pulang ke rumah amat besar, sepanjang perjalanan ia berlarian terus baik siang maupun malam, terutama sekali setiap tengah hari telah tiba dan racun teratai dalam tubuhnya mulai kambuh, ia berlari jauh lebih cepat dari kuda jempolan, kendati badannya terasa agak tersiksa namun perasaannya jauh lebih gembira dan lega. Hoa Thian-hong pada saat ini sudah bukan Hong-po Seng tempo dulu, sekalipun usianya belum mencapai delapan belas tahun tetapi perawakan tubuhnya sudah tinggi kekar, wajahnya tampan dengan alis yang tebal. terutama sepasang matanya yang menyorotkan cahaya tajam menandakan bahwa tenaga lweekangnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat. Ibunya berdiam jauh di daerah utara, dari arah Baratdaya menuju ke arah Barat-laut ia harus melakukan perjalanan ber-puluh2 ribu li jauhnya. tetapi dikarenakan wajahnya telah berubah dan perjalanan dilakukan sangat cepat, wilayah kekuasaan perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie berhasil dilalui tanpa menimbulkan sedikit persoalanpun, Siapa tahu ketika dengan susah payah ia berhasil tiba di rumah, yang ditemui hanya sebuah bukit yang kosong, ibunya entah sudah pargi kemana. di dalam rumah nampak tertinggal secarik kertas yang berbunyi. "Surat ini ditujukan kepada Hong-jie, "Sudah lama kunantikan kepulanganmu ke rumah tapi kau tak kunjung tiba. maka kuambil keputusan untuk mencari jejakmu di dalam dunia persilatan, setelah membaca surat ini berangkatlah ke kota Cho-Chiu untuk berjumpa." Hoa Thian-hong jadi amat gelisah, dihitung dari tanggal di atas surat ia mengetahui bahwa ibunya sudah hampir satu bulan turun gunung, maka tergopoh-gopoh ia turun gunung dan langsung mengejar ke kota ChoChiu, Sepanjang perjalanan ia berusaha menemukan jejak ibunya tetapi hingga tiba di kota Cho-Chiu bayangan tubuh ibunya belum nampak juga. Diam-diam iapun mengambil kesimpulan, dengan keadaan ibunya yang lemah dan tenaga dalamnya yang sudah musnah kecepatan kakinya tak akan lebih cepat dari orang yang mengerti ilmu silat, ditambah pula perjalanan. harus dilakukan dengan tersembunyisembunyi, tentu saja perjalanannya makin lambat lagi. Ia sadar seandainya bukan saling bertemu muka secara kebetulan sulit untuk menemukan kabar beritanyas maka akhirnya dia mengambil keputusan untuk berdiam di kota Cho-Chiu untuk menantikan kedatangan ibunya, daripada kedua belah pihak saling bersisipan dan tak bisa bertemu. Kota Cho Ciu nampak amat gerah dari ramai sekali! Kota ini mempunyai tiga kelebihan yakni banyaknya perusahaan Piauw-Kiok, banyaknya rumah makan dan warung Serta banyak nya rumah pelacuran dan panggung opera. Berhubung kolong langit dibagi jadi tiga kekuasaan maka para perusahaan Piauw kiok menjadikan kota Cho Chiu sebagai titik pertemuan, para pedagang dari empat penjuru kebanyakan membongkar dan membuat barang2 dagangannya di kota ini, karena itu perusahaan ekspedisi yang bermunculan disitU banyak bagaikan jamur di musim hujan. dengan sendirinya rumah makan serta rumah pelacuranpun ikut bermunculan disana sini dengan ramainya. Kota Cho Chiu juga merupakan satu2nya kota bebas dari kekuasaan tiga golongan kekuasaan Bulim, kota itu tidak termasuk dalam wilayah perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie maupun Tong-thian-kauw, tatapi mereka semua menaikan cabang2 kantornya di tempat itu. Sebuah bangunan besar di sudut utara kota merupakan kantor cabang dari perkumpulan Hong-imhwie, kantor cabang dari perkumpulan Sin-kie-pang berada di sudut Barat, sedangkan sebuah kuil yang besar dan megah dikenal dengan nama "It-Goan" di sudut kota sebelah Tenggara merupakan kantor cabang dari perkumpulan Tong-thian-kauw. kantor-kantor cabang itu saling, berhadap hadapan dengan mengambil posisi dari wilayah kekuasaan mereka masing-masing. oooOooo- 14 DALAM kota Cho Chiu sering kali memunculkan manusia-manusia Bulim dengan badan yang kekar, alis yang tebal dan wajah yang bengis, percekcokan saling terjadi dan perkelahianpun sudah merupakan suatu kebiasaan, tetapi di daerah sekitar sana jarang sekali terjadi pembunuhan, sebab bila ada seseorang terbunuh maka dari ketiga belas pihak sakti mengirim orang untuk melakukan penyelidikan, pembunuhnya jarang sekali dapat meloloskan diri dari pengejaran mereka. Bila malam telah tiba. kota Cho Chiu bermandikan cahaya lampu yang terang benderang, rumah makan penuh sesak dengan manusia, di atas panggung berisik dengan suara tambur dan gembrengan sedang di rumah pelacuran penuh lengking seruan lirih dan tertawa cekikikan, hingga fajar menyingsing suasana ramai itu baru reda. Oleh sebab itulah setiap tengah hari suasana di kota itu amat sunyi dan sepi, disamping itu daerah sekitar sana seringkali bermunculan banyak orang dengan wajah yang asing, mereka yang bertemu dengan manusiamanusia tersebut kebanyakan lenyap tak berbekas dan tiada kabar beritanya lagi. Tepat dihadapan kantor cabang perkumpulan Hongimhwie berdiri sebuah warung teh yang tidak besar pun tidak kecil, pagi itu dari pintu luar berjalan masuk seorang pemuda berwajah tampan dan beralis tebal, dia adalah Hoa Thian-hong. Saat itu badannya jauh lebih kekar dan sorot matanya semakin tajam, gerakan tubuhnya enteng dan ringan, bagi mereka yang ahli sekilas memandang segera akan mengetahui bahwa ia merupakan seorang ahli silat yang memiliki tenaga dalam amat sempurna. Di dalam kenyataan kehadiran Hoa Thian-hong di kota Cho Chiu telah diketahui oleh semua pihak yang berkuasa disana, hanya tak seorangpun yang tahu siapakah gerangan pemuda itu. Ketika pelayan menyaksikan kemunculan pemuda itu, buru-buru lari menyambut kedatangannya sambil menyapa, "Hoa-ya, selamat pagi!" Hoa Thian-hong mengangguk dan langsung naik keloteng, di sudut sebuab jendela ia memilih tempat dan duduk. Setiap pagi ia pasti nomor dua tiba disitu, dalam pada itu sinar matanya telah berkelebat memandang sekejap ke arah orang yang datang lebih duluan itu. Orang tersebut adalah seorang pria bercambang yang kehilangan sebuah lengan kirinya, di atas jidat orang itu tertera sebuah codet bekas bacokan golok yang amat panjang sekali, sekilas memandang tampang orang itu kelihatan mengerikan sekali. Codet bekas bacokan golok itu telah menutupi usianya dan menutupi pula raut wajah yang sebenarnya. Setiap pagi ia pasti datang lebih duluan dan selamanya pula duduk menyendiri di sudut tembok, sambil mencekal teko air teh seringkali ia memandang keluar jendela dengan pandangan mendelong, badannya jarang bergerak dan wajahnya selalu murung. Baru saja Hoa Thian-hong ambil tempat duduk pelayan telah menghidangkan seteko teh wangi serta senampan bak-pao yang masih mengepulkan asap. si anak muda itu memenuhi cawannya dengan air teh lalu perlahan lahan diteguknya, setelah itu mulai menikmati sarapan paginya. Terdengar dari arah tangga loteng berkumandang suara derap kaki manusia, seorang pria berusia pertengahan yang memakai ikat kepala warna hijau dan menggoyang goyangkan kipasnya naik ke atas loteng, sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu kemudian sambil tertawa terbahak bahak ia menjura ke arah si anak muda itu. "Haaaah.... haaah.... haaaah.... Thian-hong-heng, hari ini siauwte berhasil menyusu di rimu!" "Selamat Pagi Ma-heng!" sahut Hoa Thian-hong Sambil mengangguk. "Siauwte pun baru saja tiba!" Kiranya orang ini she Ma bernama Ching-san dengan julukan " Ciauw-Hoen-Si-Ci" atau si utusan pencabut nyawa, ia bekerja di pihak perkumpulan Tong-thian-kauw dengan tugas diluar. Hoa Thian-hong yang telah berdiam selama beberapa bulan di kota Cho-Chiu, walaupun belum barhasil menemukan ibunya, tetapi semua kurcaci yang ada di kota tersebut telah dikenalnya satu per satu. Sementara itu si Utusan Pencabut nyawa Ma Chingsan telah duduk disisinya, lalu dengan suara rendah ujarnya, "Thian-hong heng, mumpung kedua orang si tua bangka yang tidak modar2 itu belum datang, bagaimana kalau kita membicarakan sesuatu dengan hati sejujurnya." Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sudahlah. tak usah kau bicarakan lagi," tukas Hoa Thian-hong Sambil teftawa4 "Siauwte sedang menunggu orang, tiada waktu bagiku untuk berangkat ke kota LengAn" Ia merandek sejenak, kemudian sambil tersenyum tambahnya, "Siapa yang tidak tahu akan kelihayan dari Giok-Teng Hujien, usia siauwte masih muda belia, aku masih tidak pingin mempertaruhkan batok kepalaku sebagai bahan gurauan...." Buru-buru si Utusan Pencabut Nyawa Ma Chiang San goyangkan tangannya berulang kali. "Kau jangan percaya dengan perkataan kedua orang tua bangka yang ngaco belo tidak karuan itu. Giok Teng Hujien dari perkumpulan kami bukanlah manusia sadis seperti apa yang dikatakan mereka, terus terang saja kukatakan bahwa...!" Ketika dilihatnya orang itu celingukan kesana kemari tidak berani bicara secara blak2an, Hoa Thian-hong segera tertawa nyaring, katanya, "Haaah....haaah....Maheng, bila kau ada urusan katakanlah terus terang!" Dengan suara rendah dan setengah berbisik si Utusan Penyabut Nyawa Ma Ching-san segera berkata, "Hujien telah meninggalkan markas besar menuju kemari, malam nanti ia mengajak heng tay untuk berjumpa dikuil It Hoa Thian-hong segera mengerutkan sepasang alisnya kemudian tertawa. "Bila kejadian ini berlangsung pada setengah tahun berselang, sekalipun telaga naga atau sarang harimau siauwte berani untuk mengunjunginya....tapi sekarang,....." "Thian-hong heng. kau telah Salah menduga!" buruburu si Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san goyangkan tangannya berulang kali."Hujien adalah bermaksud baik terhadap dirimu dan sedikitpun tidak Untuk mencelakai diri heng tay, lagipula kuil It Goan Koan yang begitu kecil masa sanggup Untuk mengurung Heng tay yang begitu lihay!" Mendadak terdengar gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang datang. "Haaah.... haaah.... Ma-heng, kenapa kau musti sungkan2, siapa yang tidak tahu kalau si-Utusan Pencabut Nyawa dari perkumpulan Tong-thian-kauw selamanya membunuh orang tanpa menggunakan golok, tapi cukup menggape tangannya saja!" Dengan cepat si Utusan Pencabut Nyawa Ma Chingsan putar kepalanya dan menuding ke arah orang itu dengan kipasnya sambil memaki, "Soen Loo-ko! kau sebagai petugas terima tamu dari perkumpulan Hong-imTiraikasih Website http://kangzusi.com/ hwie, kenapa bersikap begitu kasar dan tidak bersahabat terhadap diri siauwte?" Orang she Soen itu adalah seorang kakek tua yang berperawakan tinggi dan kurus. Sementara itu sambil tertawa terbahak bahak menyapa diri Hoa Thian-hong kemudian duduk dihadapan mukanya. Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia menjura ke arah seorang kakek berwajah merah padam yang tanpa menimbulkan sedikit surapun menguntil dibelakang kakek she-Soen tadi serunya, "Tang Loo Hu-hoat, wajahmu nampak berseri2 dan kegirangan, karena urusan apa sin" "Haaah....haaah.......haaah.... "Kakek berwajah merah she Tang itu tertawa terbahak-bahak, dari sakunya dia ambil keluar sebuah sampul surat kemudian sambil diangsurkan ke depan katanya, "Hoa-heng, coba lihat. dari tempat jauh telah melayang tiba sebuah berita kegirangan, apakah tidak sepantasnya kalau aku ikut bergembira bagi diri Hoa-heng?" Hoa Thian-hong menerima surat tersebut, tiba-tiba si Utusan pencabut nyawa Ma Cing San yang ada disisinya menyerobot surat itu dari samping, kemudian sambil mengeluarkan isi sampul itu dibacanya, "Hari ini aku tiba, sambutlah kedatanganku di Lan-Hong. tertanda: Pek." Hoa Thian-hong miringkan kepalanya ikut melihat isi surat itu, terlihatlah oleh nya dibawah rentetan huruf yang sangat indah tadi tertera sebuah cap yang merupakan rangkaian huruf: Kun-gie dua patah kata. Si-Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san segera angsurkan kembali surat itu ke tangan Hoa Thian-hong, lalu sambil alihkan sinar matanya ke arah kakek berwajah merah itu tegurnya, "Tang-heng, apakah surat itu benarbenar ditulis sendiri oleh nona Pek Kun-gie dari perkumpulanmu?" "Haah....haah....haah...." sambil mengelus jenggotnya kakek berwajah merah itu tertawa targelak. "Siapa yang mempunyai batok kepala cadangan" aku sih tak berani memalsukan namanya!" "Tang-heng!" si kakek she-Soen, penerima tamu dari perkumpulan Hong-im-hwie berseru dengan pura-pura tertegun. "Bukankah nona Pek mengirim Surat itu kepada kantor Cabangnya agar semua anak buahnya yang hadir sama-sama menyambut kedatangannya, mau apa kau serahkan surat itu kepada diri Hoa-heng"' Kembali si kakek berwajah merah itu mendongak dan tertawa terbahak-bahak. "Nona Pek kami ini adalah seorang perempuan yang berwatak aneh dan bercita-cita tinggi, semua tindaktanduknya dilaksanakan dengan andalkan ilmu silat serta kecerdikannya, belum pernah ia gunakan kedudukannya sebagai putri kesayangan Pangcu untuk memerintah kami, apalagi memerintahkan anak buahnya untuk menyambut kedatangannya, sekalipun dia ada maksud begitu pun tak nanti akan menulis surat sendiri." Habis berbicara ia tertawa terbahak-bahak, kemudian meneguk secawan air teh dan pejamkan matanya tidur ayam di atas kursi. Si Utusan Pencabut nyawa Ma Ching-san yang menyaksikan akan hal itu, sepasang alisnya kontan berkerut. kepada Hoa Thian-hong serunya dengan suara aneh, "Hoa-heng, kau sudah dengar belum" tindaktanduk nona Pek selamanya diandalkan pada kecerdikan serta kelihayan ilmu silatnya, lebih baik kau cepat-cepat berangkat dan perjalananmu dilakukan sedikit lebih cepat, kalau kedatanganmu terlambat bisa jadi batok kepalamu akan lenyap dan berpisah dari badanmu!" Hoa Thian-hong tersenyum, ia merobek surat itu hingga hancur berkeping-keping, kemudian pikirnya di dalam hati, "Ini hari sudah bulan Lak-Gwee, sekalipun perjalanan ibu sangat lambat semestinya ia sudah harus tiba di kota Cho-Chiu, kenapa bayangan tubuhnya masih belum juga nampak" Aaaai..... Apakah di tengah jalan ia telah menemui kesulitan" Aaaah. Tidak mungkin, pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki orang tua itu sangat luas, lagipula mengetahui segala macam akal licik yang sering dipakai oleh orang Bulim, kawanan kurcaci biasa tidak nanti bisa mengapa-apakan beliau....." Memikirkan tentang keselamatan ibunya, pemuda itu merasa pikirannya amat kalut dan hatinya risau hingga tanpa terasa di atas wajahnya nampak murung dan gelap. Mendadak terdengar si Utusan Pencabut nyawa Ma Ching-san tertawa terbahak bahak lalu berkata, "Thianhong Heng, nona Pek suruh kau menyambut kedatangannya, kejadian ini benar-benar merupakan suatu kehormatan serta kebanggaan bagimu, bisa berjumpa dengan kaum enghiong itulah kesenangan bagi orang kangouw, tapi awas.... kau jangan berayal terus, malam ini sebelum kentongan ketiga lebih baik berangkatlah lebih dulu. Mari.....mari....mari.... mumpung sekarang tak ada urusan, siauwte ingin menantang dirimu untuk main catur!" bicara sampai disitu ia segera menoleh dan berteriak keras, "Pelayan! siapkan papan catur dan biji catur!" Petugas penerima tamu dari perkumpulan Hong-imhwie serta Tang Hu-Hoat dan perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama tidak mengerti akan permainan catur, mendengar mereka mau bermain catur, sepasang mata kedua orang itu kontan mendelik besar. Kakek tua berwajah merah she-Tang itu sambil busungkan dada segera berseru keras, "Ma-heng, nanti malam Hoa-heng masih harus melakukan perjalanan. bagaimana kalau kau biarkan dia pergi beristirahat seben tar?" "Betul!" seru kakek she-Soen pula sambil tertawa. "Lebih baik kita kongkouw disini saja kan lebih enak daripada main catur. Ee eeei.... Ma-heng kemarin malam kau menikmati sorga dunia di rumah pelacur mana" apakah sudah menemukan barang baru" jangan lupa bagi bagi kepada rekan rekanmu Iho....." Sret! Si Utusan pencabut nyawa Ma Ching-san merentangkan kipasnya dan digoyangkan beberapa kali, kemudian dengan nada ogah-ogahan menjawab, "Tentang soal ini, sebetulnya Siauwte tidak ingin banyak berbicara...." ia merandek sejenak, lalu tambahnya, "Tetapi kalau memang Soen-heng mengajukan pertanyaan itu, siauwte merasa tidak enak untuk merahasiakannya," Orang ini sebetulnya tidak banyak bicara tetapi akhirnya meluncurlah kata-kata yang amat panjang mengisahkan petualangannya kemarin malam dengan pelacur. Tang Loo Hu-Hoat dengan penuh kenikmatan mendengarkan kisah cerita rekannya itu badan tegak lurus dan matanya melotot besar, sedangkan si kakek she Soen itu sambil mengedipkan matanya melek merem mendengarkan pula dengan penuh perhatian: se-akan2 diapun tergiur oleh cerita itu. Hanya Hoa Thian-hong seorang yang tidak ambil perhatian, sambil duduk di kursi ia menikmati air tehnya. Sementara sepasang matanya memperhatikan manusia yang berlalu lalang di atas jalan raya sambil kadang kala melirik sekejap ke arah si manusia bercodet di sudut ruang itu. Mendekati tengah hari, tamu yang berkunjung di hotel rumah makan itu makin lama semakin banyak. Hoa Thian-hong-pun segera bangun berdiri, ujarnya sambil tertawa, "Silahkan kalian bertiga bercerita disini, siauwte hendak mohon diri terlebih dahulu." "Hoa heng, apakah kau hendak peng "Bauw Tok"lari racun?" tanya Tang Loo Hu hoat dari perkumpulan Sinkiepang dengan penuh perhatian Sambil tersenyum Hoa Thian-hong mengangguk ia segera menjura ke arah tiga orang itu dan meninggalkan loteng tersebut. Tiba-tiba si Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san ikut bangun berdiri, bisiknya lirih, "Sebelum kentongan nanti, siauwte akan datang ke rumah penginapan untuk menjemput dirimu!" "Ma heng!"terdengar kakek she Soen menyindir dengan suara keras," Perbuatan seorang pria sejati tidak takut diketahui orang lain, kenapa sih kau berbisik macam orang perempuan Saja?" Hoa Thian-hong malas untuk mendengarkan pencekcokan diantara ketiga orang itu, baru saja ia hendak berlalu mendadak dilihatnya jari tangan si-pria bercodet di sudut ruangan yang sedang memegang poci teh itu gemetar keras, Walaupun gerakan itu sangat lirih tetapi kebetulan Sekali terjatuh ke dalam pindangan Hoa Thian-hong membuat si anak muda itu segera menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia alihkan sinar matanya keluar jendela. Tampaklah dari depan pintu kantor Cabang perkumpulan Hong-im-hwie meluncur masuk tujuh delapan ekor kuda jempolan, orang pertama yang ada di paling depan adalah seorang pria berwajah putih yang memakai pakaian perlente Ketajaman matanya pada saat ini sudah berbeda jauh dengan keadaan dahulu. hanya sekilas memandang ia telah berhasil melihat raut Wajah kedelapan orang yang berada di atas kuda itu, Satu ingatan kembali berkelebat di dalam benaknya. Pemuda itu masih teringat bahwa pria berwajah putih berbaju perlente itu bukan lain adalah "Pat-Pit-Siuw-loo" atau si Malaikat berlengan delapan Cia Kim dari perkumpulan Hong-im-hwie. Agaknya kakek tua she-Soen itupun menemukan bahwa ada orang tiba di kantor cabangnya, buru-buru ia tinggalkan meja sambil berseru, "Sam Tang-kee dari perkumpulan kami telah tiba, maaf. Siauwte terpaksa harus berangkat lebih duluan!" Setelah menjura, kepada semua Orang, dia pun berlalu. Dalam hati kecil Hoa Thian-hong sebetulnya ingin sekali duduk beberapa saat lagi disitu Sambil mengawasi gerak-gerik pria bercodet itu, apa daya raCun Teratai Empedu Api yang bersarang ditubuhnya sudah mulai kambuh, terpaksa ia tinggalkan Mu dan Tang dua orang itu dan berlalu lebih dahulu Setibanya diluar kota, racun teratai telah kambuh, Hoa Thian-hong pun terpaksa kerahkan tenaga dalamnya untuk berlarian mengelilingi tembok kota tersebut. Ia sudah sebulan lamanya berdiam di kota Cho-Chiu, setiap tengah hari bila racun teratainya kumai ia musti ber-lari2an mengelilingi tembok kota, orang yang mengetahui bahwa di dalam tubuhnya mengandung segera memberikan julukan "Bauw-Tok" atau Lari Racun kepadanya. Hoa Thian-hong yang ada maksud memancing perhatian ibunya tidak menyaru dengan nama lain lagi, asal usulnya juga tidak dirahasiakan, maka semua orang Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo di kota itu pada mengetahui bahwa "Hoa Thian-hong Lari racun mengelilingi kota Cho-Chio Bukan begitu saja bahkan kabar berita ini tersiar pula sampai ke dalam telinga Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw, cuma ia sendiri sama sekali tidak mengetahuinya. Tenaga dalamnya secara tiba-tiba memperoleh kemajuan yang amat pesat, daya kerja racun teratai yang berada di dalam tubuhnya pun kian hari kian bertambah ganas, setiap kali kambuh sekujur tubuhnya terasa sakit dan amat menderita sekali. Dalam keadaan begitu ia berhenti berlatih ilmu lweekang, tetapi gerakannya berlari-larian kencang tidak jauh berbeda dengan berlatih tenaga dalam, tenaga murni yang dimilikinya tetap memperoleh kemajuan yang pesat, sementara daya kerja racun teratai semakin hari semakin menggila. Ketika malam pertama tiba disana, dalam waktu setengah jam ia hanya bisa mengelilingi tembok kota itu sebanyak dua kali lingkaran kini gerakan tubuhnya cepat bagaikan hembusan angin, dalam waktu setengah jam sudah empatbelas kali dia naengitari tembok kota tersebut. Oleh sebab itulah wilaupun orang Cho Chiu tak pernah menyaksikan si anak muda itu turun tangan tapi siapapun mengetahui bahwa ilmu silat yang dimiliki olehnya luar biasa sekali, serangannya tentu dahsyat bagaikan gulungan ombak di samudra. Selama ini pihak Sin-kie-pang, Hong-im-hwie dan Tong-thian-kauw mengawasi gerak-geriknya dengan ketat, hanya saja hingga detik itu belum pernah ada salah satu pihak yang menggunakan kekerasan menghadapi dirinya. sebaliknya si anak muda itu sendiri juga bertindak sangat hati-hati, ia tak berani bertindak terlalu gegabah. Setelah berlarian selama setengah jam, daya kerja racun teratai telah tenggelam kembali ke dasar pusar, dengan badan basah kuyup oleh keringat ia pulang ke rumah penginapan untuk mandi dan tukar pakaian. selesai bersantap siang pemuda itu berpesiar dijalan raya sambil menantikan kedatangan ibunya. Sore itu bayangan tubuh si pria codet berkecamuk di dalam benaknya, setelah pusing. kepala beberapa saat akhirnya dia ambil keputusan untuk menyingkirkan dahulu persoalan tentang Pek Kun-gie serta Giok Teng Hujien, seorang diri berangkatlah dia untuk menyelidik keadaan si manusia bercodet itu. Ketika senja meajelang tiba, seorang diri ia berjalan keluar dari rumah penginapan keluar dari pintu barat masuk dan pintu timur setelah berputar kayun menghilangkan jejak, akhirnya pemuda itu menyembunyikan diri di sekeliling kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie. Suasana di dalam gedung kantor cabang perkumpulan Hong-im-hwie itu nampak terang benderang bermandikan cahaya, suara gelak tertawa amat berisik hingga kedengaran dari luar gedung, di pintu depan manusia berlalu-lalang dengan ramainya menunjukkan suasana disitu diliputi kesibukan. Beberapa saat kemudian tandu demi tandu diterangi lampu lentera masuk ke dalam gedung di belakang tandu mengiringi sekelompok muda-mudi yang membunyikan alat bunyi-bunyian. "Aah, kentongan kedua sudah lewat" pikir Hoa Thianhong suatu ketika. "Andai kata si pria berlengan buntung itu ada maksud menyirepi tempat ini, semestinya ia akan muncul pada waktu-waktu begin..." Perhatiannya terhadap persoalan kecil membuat pengalaman si anak muda ini memperoleh kemajuan yang pesat, karena takut rahasianya ketahuan maka selama ini dia hanya berani mengintip dari tempat kegelapan. Waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, suara nyanyian dan musik yang berkumandang dari dalam gedung makin lirih dan sirap, lewat beberapa saat kemudian para penyanyi dan penari mohon diri berlalu dari gedung tersebut. Mendadak.... terdengar suara derap kaki kuda berkumandang memecahkan kesunyian, empat ekor kuda jempolan muncul dari balik pintu dan langsung menuju ke arah pusat kota. Dari tempat persembunyiannya Hoa-Thian-hong dapat melihat jelas raut wajah beberapa orang itu. orang pertama bukan lain adalah "Pat-Pit Siuwloo" si malaikat berlengan delapan Cia Kim, orang kedua adalah hweesio berbadan gemuk, berkepala besar dengan mata bulat dan berwajah penuh diliputi nafsu membunuh, dibelakang padri itu mengikuti seorang pemuda berpakaian ringkas warna hitam dan berusia diantara dua puluh tahunan. Hoa Thian-hong masih ingat sewaktu berada ditepi sungai Huang-ho tempo dulu, pemuda ini pernah saling beradu tenaga dengan Kok See-piauw, alhasil kekuatan mereka seimbang dan siapapun tidak berhasil merebut kemenangan. Orang terakhir she-Ciauw bernama Khong, dia adalah Touwcu atau ketua kantong cabang perkumpulan Hongimhwie di kota Cho Chiu. Dengan cepatnya keempat orang itu berlalu dari situ, Hoa Thian-hong tak berani gegabah ia awasi dulu keadaan di empat penjuru sebelum bertindak, baru saja hatinya merasa sangsi harus membuntuti atau tidak mendadak dari sudut jalan berkelebat lewat sesosok bayangan manusia. dengan meminjam kegelapan yang mencekam di sekitar sana orang itu membuntuti Cia Kim berempat dari tempat kejauhan. Begitu melihat tubuh dari bayangan manusia tadi. Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, pikirnya, "Sungguh lihay ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu, walaupun aku harus berlatih lima tahun lagipula belum tentu bisa menyusul dirinya!,..." Terlihatlah bayangan manusia tadi berkelebat mengikuti tepi jalan raya. gerakan tubuhnya tidak terlalu cepat tetapi se-bentar2 berpindah tempat dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri begitu seterusnya, Hoa Thian-hong walaupun sudah pentang matanya namun gagal untuk memperhatikan gerakan tubuh orang itu. Dalam sekejap mata keempat ekor naga tadi sudah berhenti di depan sebuah gedung tempat berjudi, bayangan hitam tadipun segera berkelebat ke samping dan lenyap dari pandangan, Buru-buru Hoa Thian-hong menyembunyikan diri di tempat kegelapan, pikirnya, "Cia Kim bukanlah seorang manusia biasa, orang itu berani mencabut kumis di wajah harimau rasanya diapun pasti bukan seorang jago biasa. Kepandaian silat yang kumiliki terlalu cetek, lebih baik tindakanku lebih berhati-hati sehingga tidak sampai menggagalkan rencana orang " Berpikir sampai disitu ia segera menyembunyikan diri di tempat kegelapan dan menunggu dengan hati sabar, sedikitpun tidak berani bergerak secara sembarangan. Sementara itu "Pat-Pit Siuw-loo" si malaikat berlengan delapan Cia Kim sekalian yang telah masuk ke dalam gedung perjudian lama sekali belum juga munculkan diri, sedang bayangan hitam tadipun tidak menampakkan diri, Dalam keadaan begitu Hoa Thian-hong harus menggunakan kesabarannya yang paling besar untuk menanti terus, Beberapa jam kemudian keempat orang itu baru nampak muncul dari gedung perjudian dan berlalu dari situ Pintu kota Cho-Chiu tidak pernah ditutup kaum pelancong dapat berpesiar kemanapun mereka ingin pergi dengan sebebas2nya, setelah keluar dari gedung perjudian tadi keempat orang itu berangkat ketepi sungai di kota sebelah Timur Untuk main pelacur di atas perahu, kemudian mengunjungi perkampungan Moo-Kee-Cung Untuk bermain dan bersantap menanti kentongan keempat telah lewat mereka baru nampak munculkan diri kembali. Sepanjang perjalanan Hoa Thian-hong menguntil terus tiada hentinya, pikirnya didalam. hati "Kedua belah pihak sama merupakan jago Bulim kelas satu, walau aku harus menguntil selama tiga hari tiga malampun akan kuintil terus sampai selesai" Sewaktu hendak keluar kota, agaknya bayangan manusia itu menyadari bahwa jejaknya tak bisa disembunyikan lagi karena daerah diluar tembok kota adalah tanah datar yang luas, badannya segera merandek sejenak di belakang pintu kota. Sedetik saja bayangan tubuh orang itu merandek, Hoa Thian-hong telah berhasil melihat jelas wajahnya. Ternyata orang itu bukan lain adalah lelaki bercodet yang dijumpainya setiap hari di sudut loteng rumah makan. Tanpa sadar semangat Hoa Thian-hong berkobar kembali, dia ikut keluar dari pintu kota. Tiba-tiba....pria bercodet yang ada di depan rupanya merasakan sesuatu, badannya merandek sejenak dan berpaling ke belakang. Hoa Thian-hong yang menyaksikan jejaknya sudah konangan, terpaksa keraskan kepala untuk mengikuti lebih jauh. Baru saja Pat-Pit Siuw-Loo sekalian berada kurang lebih setengah li diluar kota, si manusia bercodet yang menguntil terus selama ini tiba-tiba enjotkan badannya melayang ke depan, sambil menghadang jalan pergi beberapa orang itu bentaknya dengan suara berat, "Cia Kim! coba lihat siapakah aku?" Mendengar bentakan itu "Pat-Pit Siuw-Loo" Cia Kim segera meloncat turun dari punggung kudanya. Pria berlengan buntung itu mendengus dingin, sambil meloloskan sebilah pedang ia langsung menubruk ke depan. Cahaya berkilauan memancar keempat penjuru, dalam waktu singkat kedua orang itu telah saling bergebrak sebanyak tiga jurus. Begitu melihat jurus serangan yang dipergunakan lawannya, si malaikat berlengan delapan Cia Kim segera berteriak dengan tiada terkejut, "Aah. kau adalah CiongLian-Khek?" Sementara pembicaraan masih berlangsung, bagaikan sambaran kilat kedua orang itu telah saling bergebrak sebanyak lima enam jurus. Hoa Thian-hong yang menyaksikan kelihayan ilmu silat yang dimiliki si jago bercambang itu jadi melongo dan kesemsem, ia tak menyangka kalau kepandaian silat orang itu jauh diluar dugaannya. Darah panas dalam rongga dadanya segera bergolak, saking tertariknya sampai ia lupa akan keadaan sendiri, selangkah demi selangkah tubuhnya mendekati kalangan pertarungan itu. Tiga orang yang datang bersama malaikat berlengan delapan Cia Kim waktu itupun sudah turun dari kudanya, ketika menyaksikan kedatangan Hoa Thian-hong secara mendadak mereka semua nampak tertegun. Ciauw Khong yang pernah mengintip si anak muda itu secara diam-diam waktu ia 'Berlari racun' begitu melihat munculnya Hoa Thian-hong disana, segera ujarnya kepada hweesio gemuk yang berada disisi tubuhnya, "Lapor Ngo-ya, orang ini bukan lain adalah Hoa Thianhong!" Dalam perkumpulan Hong-im-hwie padri gemuk ini menduduki kursi nomor lima, orang kangouw hanya tahu dia bernama Seng Sam Hauw, siapapun tidak tahu apa gerakan keagamaannya, karena ia suka minum arak, suka perempuan dan suka membunuh manusia maka orang-orang memberi julukan "Seng Sam Hauw" atau she-Seng yang punya tiga kesukaan pada orang ini. Setelah mendengar laporan dari Ciauw Khong, padri yang bernama Seng Sam Hauw itu segera goyangkan bahunya mendekati si anak muda itu, tegurnya dengan suara ketus, "Apakah kau adalah keturunan dari Hoa Goan Sioe?" Orang ini punya perawakan badan yang gemuk dan besar, sepintas lalu gerak geriknya nampak lamban dan tidak lincah, tapi dalam kenyataan begitu cepat hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata. Mendengar orang itu mengucapkan kata-katanya dengan nada tidak sopan, Hoa Thian-hong merasa amat mendongkol, dengan nada yang dingin dan ketus iapun balik bertanya, "Toa hweesio, kau ada urusan apa?" Pemuda ini sudah punya pengalaman, ia tahu bercakap2 dengan manusia dari kalangan Perkumpulan Sinkiepang, Hong-im-hwie maupun Tong-thian-kauw tak perlu memakai peraturan. karena itu sambil bercakap2 hawa murninya telah dihimpun di telapak kiri siap melangsungkan pertarungan sengit. Seng Sam Hauw menyeringai seram, baru saja ia hendak mengumbar hawa amarahnya mendadak terdengar Ciong-Lian-Khek si manusia berlengan kutung itu membentak keras, "Cia Kim! aku si Ciong-Lian-Khek tidak akan membalas dendam atas lenganku yang kutung!" "Kau tidak akan membalas dendam atas kutungnya lenganmu, lalu apa gunanya beradu jiwa?" pikir Hoa Thian-hong dengan hati heran dan tidak habis mengerti. "Kalau kau punya kepandaian keluarkan saja semuanya "terdengar Si malaikat berlengan delapan Cia Kim berseru sambil tertawa dingin. "Aku orang she Cia akan melayani dirimu sampai kemanapun juga!" "Aku juga tidak membalas atas kekejian hatimu merebut istriku!" bentak Ciong-Lian Khek kembali. Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sudah kau tak usah banyak bacot. aku tahu kau hendak membalas dendam atas terbunuhnya anakmu!" "Apa dosanya seorang bocah berusia tiga tahun" mengapa kau membinasakan dirinya?" Sambil menggertak gigi si malaikat berlengan delapan Cia Kim bungkam dalam seribu bahasa, pukulannya yang dahsyat laksana gulungan ombak ditengah samudra segulung demi segulung maluncur ke depan menandingi permainan pedang baja dari Ciong-Lian Khek. Pertempuran tersebut benar-benar merupakan suatu pertarungan yang amat sengit, Seng Sam Sauw Hauw segera tertarik perhariannya untuk menyaksikan jalannya pertempuran yang maha seru itu hingga lupa untuk bergebrak melawan Hoa Thian-hong. Ciong lian Khek yang dibebani oleh dendam sakit hati sedalam lautan memainkan jurus-jurus pedangnya dengan hebat dan gencar, ia telah melupakan mati hidupnya. seluruh pikiran dan kekuatannya dikerahkan untuk berusaha membinasakan lawannya. Si malaikat berlengan delapan Cia Kim yang mengandalkan kedelapan puluh satu jurus "Koei-GoanCiang-Hoat" nya Untuk menandingi lawan, meskipun sudah keluarkan seluruh kekuatan dan kepandaiannya namun ia selalu keteter dibawah angin, kendati beberapa kali ia menempuh bahaya untuk merebut posisi namun keadaannya masih tetap terdesak hebat, Melihat keadaan sangat tidak menguntungkan bagi pihaknya, dalam hati Seng Sam Hauw segera berpikir, "Dalam sakit hati si bajingan berewok ini terhadap Samko bertumpuk2 bagaikan bukit, kedua belah pihak samasama tak sudi hidup bersama membiarkan manusia semacam ini tetap hidup di kolong langit hanya akan mendatangkan bencana saja bagi diri Sam-ko, lebih baik kugunakan saja kesempatan yang sangat baik ini untuk membasminya dari muka bumi." Berpikir sampai disitu, niat busuknya segera terlintas di dalam benak. Sambil menyeringai seram ujarnya, "Ciong Lian Khek, kau telah merusak kegembiraan diriku untuk menikmati malam yang begini indah. Hmm! akan kusuruh kau merasakan kelihayanku....." Badannya segera bergerak dan menubruk ke arah tubuh lawan, telapak tangannya yang besar kontan disodok kemukaMenyaksikan kejadian itu Hoa Thian-hong jadi gusar,segara bentaknya keras2, "Hay. toa-hweesio! jangan mencari kemenangan dengan jumlah banyak!" Setelah mendengar bahwa Cia Kim telah membinasakan seorang bocah berusia tiga tahun, timbul rasa benci dan muaknya terhadap orang itu. sifat kependekarannya muncul dan ia merasa harus menegakkan keadilan bagi umat Bulim, apalagi setelah menjumpai Seng Sam Hauw hendak mencari kemenangan dengan andalannya jumlah banyak, ia segera munculkan diri untuk menghalangi niatnya itu, "Hmmm..... kau anggap di tempat ini manusia macam dirimu punya hak untuk berbicara!" terdengar pemuda berpakaian ringkas itu berseru dengan suara dingin Sambil berseru ia maju ke depan dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah si anak muda itu. Sejak turun gunung berulang kali Hoa Thian-hong harus menerima penghinaan dan siksaan hidupnya hampir saja musnah di tangan orang. hal itu lama kelamaan menimbulkan rasa gusar dan mangkel dalam hatinya, apalagi setelah setiap hari disiksa oleh racun teratai membuat tabiatnya sama sekali berubah, hati serta tindakannya berubah jadi jauh lebih keji. Terhadap orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw pada dasarnya ia memang menaruh rasa benci, telapak kirinya segera dengan menghimpun tenaga dalam sebesar dua belas bagian bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan. Laksana kilat pemuda berpakaian ringkas itu meluncur kemuka, telapak tangannya dengan dahsyat meluncur datang mengancam tubuhnya. Menyaksikan hal itu Hoa Thian-hong tertawa dingin, telapaknya bergerak kemuka dengan jurus "Koen-Sioe CiTauw" ia papaki datangnya ancaman tersebut. "Blaaaam...!" terdengar suara ledakan dahsyat bergeletar memenuhi angkasa, si pemuda berpakaian ringkas itu menjerit ngeri, badannya secara beruntun mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan, dari mulutnya darah segar muntah keluar sedang di atas tanah tertera nyata telapak kaki sedalam tiga coen. Sesudah mundur hingga delapan langkah jauhnya, akhirnya pemuda itu jatuh mendeprok di atas tanah. Ciauw Khong jadi amat terperanjat, buru-buru ia mendekati tubuh pemuda berpakaian ringkas itu dan memeriksa keadaan lukanya. Tampaklah sepasang matanya terpejam rapat, wajahnya pucat pias bagaikan mayat sedang dadanya bergelombang naik turun tiada hentinya, walaupun ia menggertak gigi kencang kencang namun darah segar mengucur keluar tiada hentinya dari ujung bibir. Ditinjau dari keadaannya itu jelas menunjukkan bahwa isi perutnya telah terpukul luka parah oleh serangan lawan. Sementara itu setelah serangannya berhasil memukul mundur pemuda berpakaian ketat itu, Hoa Thian-hong alihkan sinar matanya ke arah kalangan pertempuran, dilihatnya Seng Sam Hauw bekerja sama dengan Cia Kim sedang bertempur mengerubuti Ciong-Lian Khek. Si pria bercodet itu tidak nampak keteter walaupun ia harus satu melawan dua musuh tangguh, sekalipun begitu posisinya sudah tidak menguntungkan seperti tadi lagi, ia lebih banyak melancarkan serangan dari pada melakukan pertahanan. Ketiga orang itu sama-sama merupakan jago silat kelas satu yang sudah lama tersohor di kolong langit, masing-masing pihak mempunyai kepandaian andalan yang berbeda, setelah pertempuran berlangsung, jurusjurus serangan yang aneh saling bermunculan, ada yang lihay ada yang keji dan ada pula yang aneh, semua mempunyai keunggulan dan keistimewaannya sendiri2. Hoa Thian-hong yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan, setelah lewat beberapa gebrakan kemudian ia mulai merasa hatinya goyah dan matanya berkunang-kunang. Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah saling bergebrak sebanyak lima enam puluh jurus. Ciong-Lian-Khek, dengan andalkan sebilah pedangnya yang berkilauan tajam laksana kilat menyambar ke sana menusuk kemari, tetapi apa daya kedua orang lawannya adalah jago-jago Bulim yang lihay dan punya nama. Setelah bertempur lebih jauh akhirnya dari posisi di atas angin ia berada dalam keadaan seimbang dan dari posisi seimbang ia keteter dibawah angin. Kalau si Ciong-Liau Khek harus bertempur dengan cara keras lawan keras terus-terusan, akhirnya ia pasti akan menderita kalah," pikir Hoa Thian-hong dalam hati. "Tapi kalau dilihat keadaannya yang sudah dipengaruhi emosi, tak mungkin orang itu suka mengundurkan diri sebelum maksudnya tercapai....." JILID 11 : Giok Teng Hujien BERPIKIR demikian ia lantas berteriak keras, "Eeeei, hweesio gede, kau jangan membuat malu Sam Tang-kee ...." Telapak tangannya disertai angin pukulan yang maha hebat segera disodokkan ke arah tubuh Sam Sam Hauw. Jurus serangan "Koen-Sioe-Ci-Tauw" ini merupakan ilmu pukulan yang sangat diandalkan oleh si kakek Telaga dingin Cioe It Bong, ditambah pula hawa panas yang dihasilkan oleh Teratai racun empedu Api yang rnengeram di dalam tubuhnya, serangan itu begitu dilepaskan segera tampaklah desiran angin tajam yang menderu deru bagaikan ambruknya gunung thay-san laksana kilat menggulung ke depan. Seng Sam Hauw terdesak hebat,- dalam posisi yang kepepet terpaksa ia harus tinggal kan Ciong Lian-Khek untuk putar badan menyambut datangnya ancaman tersebut. "Ploook!" kedua belah pihak telah saling beradu telapak satu kali, ditengah benturan keras badan mereka berdua sama-sama bergeser miring dari posisi semula, Diam-diam Seng Sam Hauw merasa terperanjat juga menyaksikan kehebatan tenaga dalam lawannya, ia merasa lengannya jadi kaku dan linu sekali segera pikirnya, "Tenaga pukulan yang dimiliki keparat cilik ini benar-benar sangat dahsyat, andai kata Coe Siauw Khek sampai hilang jiwanya termakan oleh serangan bangsat ini, aku bakal malu menghadapi ayahnya.,..." Dalam hati ia berpikir demikian Sepasang tangannya sama sekali tidak berhenti menyerang tangan kirinya mendadak menyerang kesana mendadak menyapu kemari semuanya mengenai dan membendung datangnya serangan musuh, sementara telapak kanannya dengan menggunakan ilmu '*Tay-Chiu Eng" sekali demi sekali mengirim pukulan-pukulan berat. Kiranya si anak muda berbaju ringkas itu bernama Coe Siauw Khek, dia adalah putra dari Coe Goan Khek dedengkot di dalam perkumpulan Hong-im-hwie. Coe Goan Khek sebagai seorang pemimpin yang menduduki kursi kedua di dalam perkumpulannya mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, sedikit dibawah kekuasaan Jien Hian itu ketua dari Hong-imhwie, Jien Hian telah kehilangan putranya yang mati secara misterius. sekarang apabila Coe Siauw Khek pun mati di tangan orang lain, orang-orang dari perkumpulan Hongimhwie tentu akan merasa malu dan kehilangan muka. "Hoa Thian-hong!" tiba-tiba terdengar si Malaikat berlengan delapan Cia Kim merebentak keras. "Besar amat nyalimu, berani menangkap ikan di air keruh!" "Hmm! apanya yang luar biasa?" jengek Hoa Thianhong dengan suara dingin. "Setelah kubabat mati kau Cia Kim, aku orang she Hoa bisa menggabungkan diri ke pihak Tong Thian Kau!" "Huhl pihak Tong-thian-kauw tidak bakal sudi menerima manusia macam kau!" Hoa Thian-hong mendengus dingin. "Omong kosong! setelah perkumpulan Hong-im-hwie kehilangan Loo-sam serta Loo-ngo nya....." "Bajingan cilik! kau lagi bermimpi di siang hari bolong!" seru Seng Sam Hauw sambil menyeringai seram. Secara beruntun ia lancarkan beberapa serangan berantai yang hebat dan gencar, untuk sementara Hoa Thian-hong keteter hebat dan tak sanggup mempertahankan diri, dalam keadaan begitu ia tak sempat untuk buka mulut lagi. Dengan demikian dalam kalangan itupun terjadi dua kelompok pertempuran, disatu pihak si malaikat berlengan delapan Cia Kim bertempur seru melawan Ciong-Lian-Khek, di pihak lain Hoa Thian-hong bertempur melawan Seng Sam Hauw. Ciong-Lian-Khek meskipun hatinya dibakar oleh rasa dendam yang menumpuk, ingin sekali ia membabat tubuh Cia Kim hingga hancur lebur untuk melampiaskan rasa sakit hatinya, apa daya kekuatan ilmu silat yang dimiliki pihak musuh tidak berada dibawah dirinya, dalam keadaan seimbang untuk beberapa waktu siapapun sukar untuk merebut kemenangan. Dipihak lain Hoa Thian-hong yang bergebrak melawan Sang Sam Hauw keadaannya berbeda jauh, kalau sihweesio gede menang dalam pengalaman menghadapi musuh maka Si anak muda itu telah ampuh di dalam jurus serangan yang dipergunakan olehnya, tenaga lwekangnyapun amat sempurna karena itu keadaan mereka seimbang untuk sementara juga sulit untuk menentukan siapa menang siapa kalah, Makin bertempur semakin seru, makin bergebrak semakin cepat. Tanpa terasa keempat orang itu sudah bergebrak hampir melebihi ratusan jurus banyaknya. Dalam pertempuran hari ini- seandainya Coe Siauw Khek belum terluka dan ia bekerja sama dengan Seng Sam Hauw: niscaya Hoa Thian-hong dalam waktu singkat bakal keok setelah si anak muda itu kalah maka gabungan tenaga kedua orang itu bisa alihkan perhatian untuk membantu Cia Kim menghadapi Ciong Lian Khek. Menghadapi kerubutan tiga orarg jago ampuh, akhirnya si jago berewok inipun bakal menderita kekalahan bebat. Sayang seribu kali sayang Coe Siauw Khek terlalu pandangan enteng tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong sehingga terluka parah lebih dahulu, dengan begitu maka posisipun menjadi dua lawan dua alias seimbang. Pertempuran sengit yang berlangsung pada saat itu sungguh merupakan suatu pertarungan yang jarang ditemui pada sepuluh tahun terakhir, kendati Ciauw Khong menjabat sebagai ketua kantor cabang kota ChoChiu namun ilmu silat yang ia miliki masih belum sanggup untuk digunakan menghadapi manusia-manusia kosen semacam ini. Maka setelah memperhatikan jalannya pertempuran beberapa saat, ia lantas berpaling ke arah Coe Siauw Khek dan berbisik: Pertempuran yang sedang berlangsung ini terlalu sengit dan sulit diduga pihak mana yang bakal menang, bagaimana kalau cayhe lepaskan tanda bahaya untuk memanggil bala bantuan?" Coe Siauw Khek termenung dan berpikir sejenak, Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kemudian jawabnya, "Mengundang bala bantuan sih boleh saja cuma kau harus ingat bahwa keparat cilik sheHoa itu dewasa ini sudah menjadi suatu barang dagangan yang aneh, kalau sampai tanda bahayapun memancing kehadiran orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang serta Tong-thian-kauw, Waaah! kita bisa berabe menghadapi manusia-manusia itu! "KaIaa begitu biarlah cayhe pergi sendiri ke kantor untuk cari bala bantuan!" Selesai bicara ia putar badan dan berlalu dengan cepat dari satu. Baru saja Ciauw Khoag berlalu, situasi dikalangan pertempuran hendak mengalami perubahan besar. Tampaklah Ciong Liam Khek mainkan lengannya yang kutung dengan hebat, diikuti pedang panjang berkilauan mencengkeram cahaya tajam, bayangan pedang menggunung dan di dalam waktu singkat seluruh tubuh. Malaikat berlengan delapan Cia Kim sudah terbelenggu di dalam kepungan musuh. Terdengar si Malaikat Berlengan delapan Cia Kim segera membentak dan berteriak berulang kali, angin pukulan menderu bayangan telapak menyambar silih berganti, rupanya ia sedang berusaha keras untuk menerjang keluar dari kepungan musuh. Dipihak lain Hoa Thian-hong yang menyaksikan Ciong Lian Khek telah unjukkan keampuhan, tanpa sadar semangatnya ikut berkobar. Ia segera membentak keras' satu serangan demi satu serangan dilancarkan semakin gencar, tiap pukulan disertai deruan angin puyuh yang cukup merobohkan sebuah bukit, dalam waktu singkat empat lima belas jurus telah dilewatkan dengan cepat. Seng Sam Hauw jadi terdesak hebat, ia kelabakan dan musti silangkan tangannya kesana kemari untuk berusaha menyelamatkan diri dari ancaman lawan. Diteter terus menerus semacam ini, akhirnya hawa gusar yang berkobar dalam dada Seng Sam Hauw meledak juga, sambit gertak gigi teriaknya, "Manusia rendah, seandainya Hoed-ya tidak bunuh kau jadi perkedel, aku bersumpah tak akan jadi manusia!" Setelah bangkit daya tempurnya, seketika itu juga sepasang tangannya balas menyerang secepat sambaran kilat. Tangan kiri melancarkan ilmu Kim-Na-Jiu serta ilmu totokan sementara tangan kanannya mengeluarkan ilmu pukulan "Toa-Jiu-Eng" untuk balas menyerang. Angin pukulan menderu-deru, seluruh kalangan pertempuran jadi sesak dan penuh dengan bayangan telapak. Setelah hweesio gede itu mengambil keputusan untuk merubah dari posisi bertahan jadi posisi menyerang, Hoa Thian-hong seketika terdesak hebat dan mundur berulang kali, kini ia yang dibikin kelabakan oleh teteran musuh. Mendadak Ciong Lian Khek memperdengarkan suitan rendah yang berat tapi tajam, suatu suitan yang aneh dan tidak dimengerti apa maksudnya. Suitan tersebut berkumandang di angkasa bagaikan jeritan setan dan lolongan srigala. begitu pedih dan menusuk pendengaran membuat siapapun yang mendengar merasakan hatinya jadi bergidik dan bulu roma pada bangun berdiri. Cia Kim si malaikat berlengan delapan jadi terkejut dan tercekat hatinya, nyalinya pecah dan tanpa berpikir panjang lagi ia jejakkan sepasang kakinya ke atas tanah dan kabur dari situ. Cahaya tajam berkelebat lewat, ditengah jeritan kesakitan sebuah lengan kiri Cia Kim si-malaikat berlengan delapan itu terpapas putus dari tubuhnya, darah segar segera muncrat keempat penjuru dan menodai seluruh permukaan bumi. Cia Kim bergelar malaikat berlengan delapan, kepandaian silatnya justru terletak pada sepasang telapaknya itu. Sekarang sesudah lengan kirinya terpapas kutung maka ilmu silat yang dimilikinya boleh dibilang sudah hilang keampuhannya. Berada dalam keadaan begini, tentu saja ia tak berani berdiam terlalu lama lagi disitu, baru saja kutungan lengannya jatuh ke atas tanah ia sudah kabur jauh dari kalangan, dalam sekejap mata tubuhnya sudah berada puluhan tombak jauhnya. Ciong-Lian-Khek tertawa seram, pundaknya bergerak seakan-akan hendak melakukan pengejan, tiba-tiba ia urungkan niatnya tersebut dan putar badan menubruk ke arah Seng Sam Hauw. Pecah nyali hweesio yang mempunyai tiga kesukaan ini, sepasang telapaknya dengan segenap tenaga didorong ke arah depan, kemudian dengan menggunakan kesempatan yang sangat baik itu ia loncat keluar dari kalangan dan mundur ke belakang. Semua peristiwa itu terjadi dalam waktu yang amat singkat ketika Coe Siauw Khek menjumpai Cia Kim kabur, ia jadi gugup dan ketakutan setengah mati, tanpa berpikir panjang ia ikut loncat naik ke atas kudanya dan melarikan diri dari situ. Dalam pada itu sambil memegang pedangnya Ciong Lian Khek berdiri angker ditengah kalangan kedua matanya yang memancarkan Cahaya tajam menatap di atas wajah Seng Sam Hauw tanpa berkedip. Dia adalah seorang manusia yang mengalami patah hati, kemurungan dan kekesalan sudah menjadi suatu kebiasaan baginya, sekarang sambil membungkam dalam seribu bahasa ia menatap terus wajah Seng Sam Hauw membuat hweesio itu jadi mengkeret, agaknya sebelum hweesio dengan tiga kegemaran ini buka suara diapun tak akan berbicara. Diam-diam Seng Sam Hauw bergidik, ia takut pembicaraan yang salah mengakibatkan terjadinya kembali suatu pertempuran yang tidak menguntungkan' dalam posisi dua lawan satu ia sadar bahwa kepandaiannja bukan tandingan lawan maka tanpa mengucapkan sepatah katapun ia loncat naik ke atas kudanya dan kabur ke dalam kota. Lama sekali Ciong Lian khek berdiri termangu-mangu disitu menanti bayangan punggung musuhnya telah lenyap tak berbekas dari pandangan, ia baru melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong kemudian berjalan masuk menuju ke arah kota. Terhadap orang ini Hoa Thian-hong mempunyai kesan yang baik, ditengah perjalanan ia segera menegur, "Sebutan apa yang harus boanpwee gunakan untuk memanggil dirimu?" "Tak usah kau sebut apa apa!" Hoa Thian-hong tersenyum. "Sayang sekali, hari ini kita tak berhasil membasmi beberapa orang bajingan itu." Ciong Lian Khek alihkan sinar matanya memandang sekejap ke atas wajahnya lalu berkata, "Keadaanku tidak jauh berbeda antara hidup dan mati, usiamu masih amat muda, mengikat tali permusuhan dengan mereka hanya. akan mendatangkan marabahaya bagi dirimu saja, lebih baik kau tak usah mencampuri persoalan ini ...!" "Terima kasih atas nasehat yang cianpwee berikan kepadaku," sahut Hoa Thian-hong sambil tersenyum. "Maksud boanpwee hanyalah ingin membasmi kawanan durjana dari muka bumi agar umat Bulim bisa hidup dengan aman dan tentram " "Hmmm! apa yang terjadi sekarang adalah Takdir, dengan mengandalkan kekuatanmu seorang berapa banyak durjana yang sanggup kau lenyapkan" percuma .. akan sia sia belaka usahamu itu?" "Boanpwee akan berusaha dengan segenap kemampuan yang kumiliki, sampai mati perjuanganku baru akan berakhir, sukses atau tidak itu bukan jadi soal." Jawabannya ini tenang dan sederhana tapi penuh mengandung kepercayaan pada diri sendiri, seakan-akan apa yang akan dilakukan adalah suatu kewajiban baginya. Agaknya Ciong Lian Khek ada maksud membantah, bibirnya bergerak seperti mau bicara tapi akhirnya dia batalkan maksudnya itu. Setelah merandek beberapa saat lamanya ia alihkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya, "Apa maksudm berdiam di kota Cho-Chiu dan setiap hari masuk keluar rumah makan sambil mempopulerkan "Lari Racun" mu itu" Apakah kau ada suatu tujuan tertentu?" "Boanpwee sedang mencari jejak ibuku, maka kulakukan kesemuanya itu agar bisa menarik perhatian dari dia orang tua." Air muka Ciong-Lian-Khek rada tergerak oleh perkataannya itu, ia segera bertanya: Sekarang ibumu berada dimana?" Tiba-tiba ia mendongak memandang angkasa dan menghela napas panjang, sambungnya, "Kekuatan kaum iblis dan sesat makin berkembang jadi besar, kekuasaan serta pengaruhnya jauh lebih hebat dari keadaan dulu.... sebaliknya kaum lurus dan kaum pendekar makin hari makin musnah dari pendengaran, sekalipun ada Hoa hujien yang turun tangan melakukan pimpinan, belum tentu masalah besar ini bisa diselesaikan!" Bibir Hoa Thian-hong bergerak hendak mengatakan sesuatu. tapi dengan cepat niatnya itu dibatalkan kembali. Rupanya ia hendak berkata bahwa tenaga lweekang yang dimiliki ibunya telah musnah dan, luka lama yang dideritanya hingga kini belum sembuh, tapi secara tibatiba hatinya tergerak, pikirnya, "Sekarang kaum iblis makin cemerlang dan berkuasa sementara kaum pendekar makin terjepit dan putus asa, satu-satunya harapan mereka masih tertumpuk pada pundak ibuku, lebih baik untuk sementara waktu kukelabui dahulu mereka semua daripada hati mereka semakin kecewa dan putus asa, sekali semangatnya telah punah maka sepanjang masa sulit untuk membangun kembali." Karena berpikir demikian, maka ia lantas tertawa paksa dan menyahut, "Ibu memerintahkan aku agar menunggu di kota Cho-Chiu, apakah cianpwee kenal dengan ayah ibuku?" "Di kolong langit siapa yang tak kenal dengan Hoa Tayhiap serta Hoa Hujien ..?" Sembari bercakap-cakap kedua orang itu meneruskan perjalanannya, beberapa waktu kemudian merela telah masuk ke dalam kota. Ciong-Lian Khek menyapu sekejap ke arah sekeliling tempat itu, lalu dengan nada serius ujarnya, "Setelah Cia-Kim kehilangan sebuah lengannya, kemungkinan besar rasa gusar dan dendamnya dilampiaskan ke atas tubuhmu. apa lagi setelah mereka mengetahui akan' asal usulmu .keadaan semakin gawat! kau musti tahu semakin besar sebuah pohon semakin sering dihembus angin, persoalan ini bukanlah permainan kanak2, aku harap kau suka berhati-hati dan waspada selalu, terutama terhadap serangan mereka atas dirimu secara mendadak." "Terima kasih atas petunjuk serta nasehat dari cianpwee, boanpwee selamanya tak berani bertindak secara gegabah," jawab Hoa-Thian-hong sambil anggukkan kepalanya. "Nah, hati-hatilah!" sekali lagi Ciong-Lian-Khek memesan wanti2, kemudian ia putar badan dan berlalu dari situ. Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, Hoa Thian-hong merasa hatinya jadi iba dan sedih terutama setelah mengetahui pengalaman pahit yang telah dialami orang itu, setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya, akhirnya iapun berlalu dari situ. Ketika kembali ke rumah penginapan fajar menyingsing, teringat akan janjinya yang disampaikan si utusan pencabut nyawa Ma Ching-san diam-diam ia merasa geli. Dengan melewati tembok pekarangan ia loncat masuk ke dalam rumah penginapan, kemudian membuka jendela dan menerobos ke dalam kamarnya, mendadak hidungnya mendengus bau harum yang sangat aneh, hatinya jadi bergerak dan dengan cepat ia urungkan niatnya untuk masuk. Tiba-tiba terdengar serentetan suara teguran yang lembut dan halus berkumandang datang dari arah pembaringannya, "Siauw-ya, kau tentu merasa sangat lelah bukan?" 000O000 MENDENGaR teguran itu sepasang alis Hoa Thianhong segera berkerut tegurnya dengan suara berat: ,Jago lihay dari mana yang berada disitu?" "Cici yang ada disini" jawab orang itu sambil perlihatkan separuh tubuhnya dari balik pembaringan. "Masuklah dengan hati lega, jangan biarkan bajumu basah oleh embun pagi!" Hoa Thian-hong dengan sepasang matanya yang jeli sempat melihat jelas raut wajah orang itu, dia adalah seorang perempuan cantik bersanggul tinggi berhidung mancung berbibir kecil dan rasanya pernah dikenal olehnya, setelah diingat-ingat kembali ia Segera Perjodohan Busur Kumala 17 Pendekar Gila 20 Tragedi Berdarah Diponorogo Cinta Bernoda Darah 1