Ceritasilat Novel Online

Cincin Maut 1

Cincin Maut Karya Tjan Id Bagian 1


1 CINCIN MAUT Oleh: Tjan. ID Jilid 01 BUKlT LAU SAN mempunyai ketinggian mencapai ribuan
meter dari permukaan air laut pohon yang tumbuh diatas
bukit itu amat lebat dan rimbun, sudah ratusan tahun lamanya
tak pernah ada manusia yang menjamah tempat itu, tidak
heran kalau timbunan daunan yang membusuk mencapai
ketinggian beberapa depa.
2 Cahaya matahari tak dapat menembusi sela-sela dedaunan
yang lebat, itulah sebabnya dedaunan yang membusuk di
sana menyiarkan bau busuk yang tidak tertahan, entah
manusia atau binatang yang berani memasuki daerah
tersebut, niscaya akan keracunan yang mengakibatkan ajal.
Waktu itu mendekati tengah hari, matahari bersinar dengan
teriknya seolah-olah hendak memusnahkan segenap benda
yang berada di dalam jagad, pepohonan pada lunglai
kekeringan, daun bergelantungan layu, seakan-akan sedang
menundukkan kepalanya terhadap teriknya matahari...
Kabut berwarna kuning yang tebal, selapis demi selapis
muncul dari balik lautan pepohonan yang lebat, lalu menguap
keatas dan menyebar keempat penjuru...
Bau harum semerbak menyebar pula keempat penjuru
mengikuti menyebarnya kabut berwarna kuning itu ketika
beberapa ekor burung kecil terbang melintas diatas lapisan
kabut kuning tadi, mendadak tubuhnya menukik ke bawah
dan terjatuh kedalam hutan.
Dalan keadaan seperti itulah, seorang pemuda bertelanjang
dada dan mengenakan celana pendek berlarian menelusuri
sebuah jalanan kecil, ia mendongakkan kepalanya
memandang kabut kuning yang berbentuk payung di angkasa
itu, kemudian sambil berkerut kening gumamnya:
"Tujuh puluh sembilan hari saat untuk melatih ilmu kebal
terhadap racun sudah tinggal hari ini, semoga mulai besok
suhu jangan menyuruh aku memasuki hutan yang diliputi
kabut beracun lagi" Ia meraba rambutnya yang digulung menjadi sebuah
sanggul kecil itu lalu menarik napas panjang, sepasang
3 lengannya sedikit digetarkan, tubuhnya segera melayang
sejauh dua kaki dan menerobosi kabut kuning yang tebal itu,
hinggap diatas dedaunan yang tebal seperti permadani itu.
Cahaya matahari yang panas menembusi kabut kuning
yang tebal dan menguapkan sebagian diantaranya, dalam
lamat-lamatnya udara, tampak pemuda itu sedang duduk
bersila disana sambil bersemedhi, sepasang tangannya pelan
pelan meraba sekujur badannya, dalam tarikan dan hembusan
napasnya, tampak kabut kuning itu muncul sebuah gelombang
yang amat besar, seperti dihisap oleh sebuah alat penghisap
yang amat besar saja. Matahari makin bergeser tempat kedudukannya, kini
matahari sudah berada di tengah awang awang, tersengat
udara yang panas, kabut kuning itu makin menguap ke udara,
maka kabut kuning yang menyelimuti diatas dedaunan
pepohonan disekitar sanapun makin lama semakin bertambah
tebal. Mendadak, terdengar suara bentakan keras bergema dari
balik kabut, sesosok bayangan manusia melejit setinggi dua
kaki lebih dan keluar dari lingkaran kabut, kemudian ujung
jarinya menyambar kian kemari, dalam waktu singkat dia telah
melancarkan dua belas buah totokan kilat,
Dalam waktu singkat, bayangan jari tangan menyelimuti
seluruh angkasa, suara desingan angin tajam menderu-deru,
jari tangan kanannya yang melepaskan totokan itu bagaikan di
pelepoti darah segar saja, berwarna merah tua dan menyalanyala
bagaikan jilatan api. Tubuhnya yang berlapiskan cahaya kekuning-kuningan itu
berjumpalitan beberapa kali ditengah udara, setelah
menembusi kabut kuning, dia melayang kembali ke atas
tanah. 4 "Haaahh ..haaahh,. .haaahh...!" menyaksikan hawa kabut
yang menggulung-gulung seperti gulungan ombak, tanpa
terasa dia tertawa tergelak.
Suara yang menyebar ke empat penjuru itu terasa diliputi
oleh perasaan getir, kecut bercampur girang.
Dengan tenang dia mendengarkan suara pantulan
tertawanya yang menggema diseluruh bukit itu, sementara
sepasang matanya berkaca-kaca karena air mata, gumamnya
dengan nada terharu: "Oooh, akhirnya berhasil juga kulatih ilmu Jian hun bit ci
(jari darah sisa sukma)."
Setelah banyak tahun merasakan siksaan dan pelbagai
macam penderitaan akhirnya semua penderitaan tersebut
mendatangkan buah yang manis, justru karena buah yang
berhasil diraihnya itu datang dengan susah payah, tak heran
kalau rasa gembira yang mencekam perasaamya pun jauh
melebihi pukulan batin serta penderitaan yang pernah
dialaminya. Kehidupan yang penuh dengan penderitaan serta air mata
akhirnya telah berlalu, sekarang dia sudah akan memasuki
suatu lingkungan kehidupan yang baru.
"Akhirnya semua telah berlalu!" dia menyeka air matanya
dan berguman: "kehidupan yg penuh dengan siksaan serta
penderitaan akhirnya telah berlalu, mulai sekarang, aku tak
akan dipermainkan orang lagi, aku akan membalaskan
dendam berdarah dari ayah ibuku...."
Dikala gejolak perasaannya sudah mulai mereda dan
tenang paras mukanya pulih kembali jadi dingin dan hambar,
5 cahaya keemas-emasan yang terpancar keluar dari badannya
juga turut sirna. Dia menarik napas panjang, lalu berlarian menuju ke arah
dimana dia datang semula.
Dibawah cahaya matahari, tubuhnya nampak begitu
pendek, seolah-olah melayang tanpa menginjak permukaan
tanah, sekejap mata kemudian tubuhnya sudah puluhan kaki
meninggalkan hutan belantara tersebut.
Sepasang puncak bukit yang tinggi muncul didepan mata,
sebuah selat sempit membentang diantara jepitan kedua bukit
tadi, dinding tebing yang curam menjulang jauh ke angkasa,
membuat pemandangan disekitar situ nampak menyeramkan.
Dibawah cahaya matahari yang terik, pemuda itu berjalan
memasuki selat sempit itu dan berhenti didepan sebuan
dinding batu. Diatas dinding itu tertera beberapa huruf yang amat besar
sekali, Dengan suara dalam pemuda itu segera membaca:
"Liong Tian-im, jangan melupakan dendam perguruanmu !"
Kemudian sambil mengepal sepasang tinjunya dia
bergumam: "AKU Liong Tian im setiap saat setiap detik tak akan pernah
melupakan dendam perguruanku !"
Memandang beberapa huruf besar yang diukir sendiri
diatas dinding bukit itu, sepasang matanya kembali berkacaTiraikasih
website http://cerita-silat.co.cc/
6 kaca, dia masih ingat pengalamannya pada delapan tahun
berselang ketika setiap malam secara diam-diam ia memasuki
lembah kembali untuk belajar silat, beberapa huruf besar itu
selalu diukirnya diatas dinding, sekarang ia telah menginjak
dewasa, ilmu silatnya telah berhasil dikuasai, namun beberapa
huruf besar itu masih tertera dinding batu.
Membayangkan kembali semua penderitaan dan siksaan
yang telah dialaminya selama banyak tahun ini, selain
perasaan getir dan kecut, diapun merasa sedikit agak bangga.
Setelah agak lama berdiri dalam selat sempit itu, dia baru
menghembuskan napas panjang sambil berpikir:
"Bila dendam kesumat sedalam lautan ini sudah kutuntut
balas, aku baru akan datang kembali kemari untuk meratakan
beberapa huruf tersebut, sebaliknya bila ada suatu ketika aku
sampai melupakan dendamku sendiri, maka, aku masih
mempunyai kesempatan untuk datang kemari dan membaca
lagi tulisan yang kuukir sendiri disini."
Bergumam sampai disitu, dia lantas membalikkan badan
dan berjalan keluar dari selat tersebut, kemudian dari selat itu
menuju ke padang rumput yang luas dan meninggalkan
tempat jauh di belakang sana.
Dibawah teriknya matahari dari tempat kejauhan sana ia
masih sempat membaca ketiga huruf besar berwarna merah
darah yang tertera diatas tebing selat tersebut, itulah tulisan
yang berbunyi : Si wang kok (lembah kematian).
Dengan mengembangkan ilmu meringankan tubuhnya yang
amat sempurna, Liong Tian im berlarian menuju kearah
7 sebelah kanan, melompat turun dari atas bukit, lalu
menembusi sebuah hutan yang pendek dan tiba disebuah
tebing dengan batuan yang sangat aneh.
Suara percikan air yang menggelegar dari kejauhan sana,
dihadapannya muncul sebuah air terjun yang besar sekali.
Liong Tian im tak sempat untuk menikmati keindahan alam
diseputar air terjun itu, dia segera membungkukkan badan
memenuhi dua buah tabung air yang tergeletak ditepi telaga
dengan air, kemudian cepat-cepat lari menuju gua Pek soat
tong. Sebuah jalan kecil terbentang menembusi sebuah hutan
tho dan menghubungkan tempat itu dengan gua Pek soat
tong, Sambil memikul dua pikul air, Liong Tian im menaiki
tangga batu menuju kedapur.
Seorang tosu tua berbaju abu abu sedang sibuk didalam
dapur melihat Liong Tian in mun cul disana, dia segera
berkata: "Siau-im. apa sih yang lagi kau lakukan" Mengapa hingga
kini baru pulang" waktu bersantap didalam kuil baru saja
Iewat, coba kalau aku tidak meninggalkan sedikit sayur untuk
mu, niscaya kau akan berpuasa." Mencorong sinar dingin yang
menggidikan hati dari balik mata Liong Tian im, serunya
dengan geram: "Suatu hari, akn akan membunuh mereka!"
"Ooh, Siau im, jangan berkata begitu" buru-buru tosu tua
itu mencegah. 8 "Hian cin dan Hian keng mempunyai mata mata dimanamana,
ilmu silat yang merka miliki pun sangat tinggi."
Setelah celingukan kesana kemari, lanjutnya:
"Siau im, aku lihat lebih baik cepat-cepat turun gunung,
pergilah ke Bu tong pay, disana aku mempunyai seorang
suheng, ilmu silat yang dimilikinya berasal dari aliran Bu
tong..." "Terima kasih atas maksud baikmu" tukas Liong Tian im,
"aku..." Belum habis dia berkata, seorang tosu muda sudah muncul
disitu dengan langkah tergesa-gesa, dari kejauhan dia telah
berteriak keras. "Reng beng, kau melihat Siau im."
"Ada urusan apa kau mencari aku?" seru Liong Tian im
dingin. Tosu muda itu agak tertegun, kemudian jengeknya:
"Heeehh... heeehh...heeehh, kau jangan berani berlagak
dihadapanku...?" "Bila kau berani mengucapkan sepatah kata kotor saja
dihadapanku, aku akan segera menjagal dirimu!" ancaman
Liong Tian im dengan suara sedingin salju.
Tampaknya tosu muda itu dibuat keder juga oleh sikap
Liong Tian im yang berwibawa, dia lantas berseru:
9 "Hian keng susiok ada urusan mencirimu, jangan kau
salahkan diriku, toh aku tidak mengusik mu?"
"Ada urusan apa dia datang mencariku?" seru Liong Tianim
keheranan. Tapi setelah termenung sebentar, katanya:
"Dimanakah Tongcu dia orang tua?"
Tosu muda itu segera menggelengkan kepalanya
berulangkali. "Aku tak tahu bagaimana dengan keadaan (pemilik gua),
cuma menurut apa yang kudengar dari Hiao cing susiok,
konon Tong cu sedang sakit parah . . . ."
"Apa" Tongcu sakit parah" Sakit apa yang di deritanya?"
seru Liong Tian im terkejut.
"Soal ini aku kurang begitu tahu," tosu muda itu
mengangkat baru bahunya, "Hian cing susiok melarang
sembarangan orang masuk ke-dalam."
Mendengar perkataan itu, Liong Tian im segera berkerut
kening, katanya kemudian:
"Baiklah, selesai berpakaian aku akan segera kesana."
Dia segera lari kedalam sebuah kamar disamping dapur,
cepat berpakaian pikirnya:
"Heran, mengapa suhu bisa menderita sakit, jangan-jangan
perbuatan si laknat itu?" Berpikir sampai disitu, sambil
menggertak gigi dia bersumpah:
10 "Jika mereka berani bermain setan secara diam-diam,
seketika itu juga akan kurenggut nyawa mereka, agar mereka
dapat menyaksikan sampai dimanakah kelibayan dari akali
waris Jian -hun kim mo (iblis emas sita sukma) . . ."
Selesai berpakaian dia segera berangkat menuju tentang
tengah. "Orang she Liong !" mendadak bentakan nyaring
berkumandang dari belakang tubuhnya kemudian muncullah
seorang tosu setengah tua yang bertubuh kekar.
Ia menghadang jalan pergi Tian im, kemudian bentaknya
dengan suara dalam: "Tongcu mengundang kau masuk, bila ada sesuatu yang
disampaikan kepadamu, setelah ke luar nanti jangan mencoba
untuk kau rahasiakan, mengerti . . ."
"Mengerti, Hian keng totiang !" jawab pemuda itu ketus.


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hian keng!" seorang tojin setengah umur berjubah merah,
bermuka macam monyet dengan jenggot bercabang tiga, lari
keluar dari dalam gua. Ketiki dilihatnya Liong Tian im berada di titu. sambil
menarik muka segera tegurnya:
"Bocah keparat she Liong, kau sudah lari kemana saja"
Bikin pinto menjadi susah saja untuk mencarimu kemana
mana." "Bagaimana keadaan si setan tua itu?" Hian keng totiang
segera bertanya. 11 "Setan tua itu bersikeras hendak jumpa muka dengan
keparat itu, katanya sebelum berjumpa dengan keparat ini,
barang tersebut tak akan diserahkan."
Mencorong sinar buas dari balik mata Hian keng totiang,
mendadak dia menggerakkan kedua jari tangan kanannya dan
menotok kebawah iga Liong Tian im.
Setelah itu sambil menyeringai seram katanya:
"Sekarang, jalan darahmu sudah kutotok, bila lo-tongcu
ada sesuatu pesan nanti, kau harus menyampaikannya kepada
kami, kalau tidak dalam dua jam kemudian kau bakal
mampus!" "Aku tahu!" Liong Tian-im manggut manggut padahal
dalam hati kecilnya dia tertawa dingin sambil membatin:
"Bi'a aku telah berjumpa dengan suhu nanti hmm,
keluarnya pasti akan memberi sebuah pertunjukan bagus
untuk kalian berdua"
Dalam keadaan gugup bercampur tegang, mimpipun Hiankeng
totiang tak mengira kalau semua kekuatan dari
totokannya tadi telah dipunahkan oleh kekuatan yang
terpancar keluar dari Liong Tian-im, tentu saja dia pun tak
menyangka kalau totokannya tak akan bereaksi lagi.
"Bocah keparat!" terdengar Hian cing totiang berseru
dengan bengis, "bila kau berani berbohong setengah patah
kata saja, hati hati kalau kujagal dirimu !"
Dari balik mata Liong Tian im segera memancar keluar
sorot mata yang dingin menggidikkan, ditatapnya sekejap
wajah Hian-cing tootiang kemudian mendengus.
12 Dalam sekejap mata inilah, dia telah mengambil keputusan
didalam hatinya apa yang mesti dia lakukan.
Tampaknya Hian-cing totiang sendiri pun dibikin agak
bergidik oleh sikap Liong Tian im yang menyeramkan itu, ia
tidak banyak berbicara lagi, sambil mendorong tubuh Liong
Tian im, ujarnya: "Hayo cepat masuk !"
Dengan mulut membungkam Liong Tian im mendorong
pintu ruangan dan masuk kedalam.
Dalam ruangan terdapat sebuah hiolo besar, asap dupa
mengepul keluar dari dalam hiolo tersebut dan memenuhi
seluruh ruangan. Dalam sekilas pandangan saja, Liong Tian-im telah
menyaksikan dibelakang sebuah hiolo besar, diatas
pembaringan, berbaringlah seorang tosu tua yang kurus
kering. Tak tahan air matanya segera bercucuran, serunya sambil
menahan isak tangis. "Oooooh, suhu . .. "
Pelan pelan tosu tua yang berbaring diatas pembaringan itu
membalikkan badannya, lalu bertanya dengan suara gemetar:
"lm ji kah disitu " Cepat kemari !"
"Ooooh suhu, kenapa dengan kau orang tua?" Liong Tian
im menubruk maju ke muka.
13 Tosu tua itu menghela napas panjang.
"Aaai, sungguh tak kusangka setelah hidup malang
melintang selama banyak tahun, akhirnya aku menerima
akibat seperti saat ini, Aaai.. . dunia selalu berputar, aku tidak
mengira bakal tewas ditangan murid muridku sendiri ..."
"Suhu, biar aku keluar dari sini dan membunuh mereka !"
seru Liong Tian-im sambil menggertak gigi.
"lm-ji, dengarkan dulu perkataanku !" kata tosu tua itu
sambil memegang lengan Liong Tian im dengan tangannya
yang kurus kering. "Ooh suhu, mengapa kau orang tua masih ingin
melepaskan mereka ?" isak tangis pemuda itu makin menjadi.
Tosu tua itu meronta dan merangkak bangun kemudian
katanya : "Jangan salahkan mereka, salah aku sendiri kenapa mataku
buta . .. ." Sinar matanya dialihkan kearah asap putih yang melayang
dalam ruangan gua, kemudian melanjutkan : Sejak aku
dipukul sehingga terluka oleh tiga orang setan tua di bukit
Thay san pada tiga puluh tahunan berselang, mulai saai itu.
lukaku tak pernah menjadi baik, maka akupun masuk agama
to dengan harapan simhoat tenaga dalam dari golongan
agama To bisu dipakai untuk menyembuhkan lukaku. . .."
"Simhoat tenaga dalam kita jauh berbeda dengan simboat
tenaga dalam golongan beragama, menurut penglihatan tecu,
justru aliran yang tidak lurus bisa lebih cepat mendatangkan
hasil Suhu, dengan melatih ilmu sim hoat dari golongan
14 beragama, masakah kau dapat meraih suatu hasil yarjg jauh
lebih besar" Tosu tua itu menghela nafas panjang,
"Aaai . . .selama hidup aku selalu berkecimpungan dalam
aliran sesat, cita citaku ingin menguasahi seluruh jagad dan
menjadi orang nomor wahid dikolong langit, siapa tahu garagara
dendam perguruan, aku harus mengalami nasib seperti
sekarang ini." Sesudah menghembuskan napas panjang, kembali dia
melanjutkan: "Pada mulanya aku mengira tubuhku yang telah dilukai
oleh ilmu silat aliran agama Budha, tentu akan bisa
disembuhkan dengan ilmu aliran agama To. siapa tahu aliran
agama To lebih mengutamakan ketenangan dan keheningan,
sebaliknya kepandaian dari aliran kita justru lebih
mengutamakan gerak, otomatis simhoat tenaga dalamnya
berlawanan satu sama lainnya, oleh sebab itu setelah puluhan
tahun belajar tenaga dalam aliran agama To, bukan saja tidak
berhasil meraih keuntungan apa apa, malah justru hal itu
menjadi momok bagi diriku sendiri . . ."
Dengan pedih dia menggelengkan kepalanya berulang kali,
kemudian melanjutkan: "Anak Im, selama hidup aku paling benci dengan orang
orang dari golongan Buddha, tahukah kau apa sebabnya ?"
"Soal ini tecu tidak tahu." Liong Tian im menggelengkan
kepalanya berulang kali. 15 Tosu tua itu memejamkan matanya rapat-rapat, kemudian
melanjutkan: "Simhoat tenaga dalam perguruan kita bersifat merangsang
untuk bergerak maju ke depan, tapi bila sudah mencapai
suatu tingkatan tertentu maka secara tiba tiba akan berhenti,
keadaan tersebut harus ditolong oleh semacam simhoat
tenaga dalam yang lainnya sebagai jembatan penyeberang,
dengan jembatan itulah kau baru akan berhasil mencapai
suatu tingkatan yang sempurna, waktu itulah kau akan
mencapai suatu tingkatan yang luar biasa, yang keadaannya
tak berbeda jauh dengan puncak kesempurnaan yang bisa
diraih oleh aliran lurus lainnya .."
"Tentang soal ini, mengapa tecu tidak tahu?" tanya Liong
Tian im tercengang. "Kau harus melatih diri selama tiga tahun lagi sebelum
dapat mencapai ke tingkatan seperti yang kukatakan
barusan," kata tosu tua itu kembali "waktu itu kau akan
merasakan, bagaimanapun giatnya kau berlatih diri, tetapi
seperti tiada kemajuan apapun yang bisa diraih .. ." setelah
tertawa getir, dia melanjutkan:
"Seandainya aku tidak gagal mendapatkan simhoat tenaga
dalam yang baru sebagai jembatan penyeberangku, mana
mungkin, aku bisa dilukai oleh ketiga orang tua bangka dari
golongan Budha itu " Dan mana mungkin aku bakal menderita
siksaan seperti saat ini "
Mendadak wajahnya berubah menjadi merah padam,
lanjutnya : "lm ji, kau telah memperoleh warisan ilmu silatku, aku tak
ingin menyaksikan kau mengalami pula nasib seperti diriku
16 sekarang, maka aku harus memberitahukan kepadamu, ilmu
simhoat tenaga dalam yang dibutuhkan bagi perguruan kita
sebagai ilmu jembatan penyeberang itu tertera diatas sebuah
genta . . ." "Sebuah genta ?" Liong Tian im tercengang, "genta macam
apa ?" Tosu tua itu terengah engah dengan napas memburu,
tiba-tiba saja sekujur badannya gemetar keras:
"ltulah sebuah genta yang terbuat dari emas-murni . . . ."
Menyaksikan keadaan tosu tua itu bagaikan orang yang
mabuk oleh arak, dengan terkejut Liong Tiam-im segera
membangunkan tubuh tosu tua itu, kemudian teriaknya:
"Suhu, beristirahatlah lebih dulu . . ."
"Beristirahat ?" tosu tua itu mendengus marah, "aku mana
punya waktu lagi untuk beristirahat?"
Dengan wajah serius segera sambungnya:
"lm ji. aku lihat kau cerdas, pandai, berbakat dan hidup
sebatangkara sejak kecil, itulah sebabnya aku menerimamu
menjadi murid dan mewariskan kepandaian silat kepadamu,
aku harap kau bisa menemukan genta emas itu, mempelajari
simhoat tenaga dalam yang tertera di dalamnya serta
mensukseskan kembali nama perguruan kita didalam dunia
persilatan . .. ." Setelah terengah engah beberapa saat, dia melanjutkan:
"Bila kau telah mempelajari simhoat tenaga dalam yang
tertera diatas genta emas itu, carilah ahliwaris dari Hud bun
17 sam seng (tiga malaikat dari golongan Buddha) untuk
membalas dendam sakit hatiku..."
Setelah menghembuskan napas panjang, dia menyambung
lagi: "Segera bawalah Kim mo sin jin (orang suci iblis emas)
turun gunung, jangan perdulikan hadangan dari kedua orang
binatang itu, ingat! setelah turun gunung kau harus
membunuh dua ratus orang hwesio untuk membalaskan
sumpah yang pernah ku ucapkan ketika hendak meninggalkan
perguruan dahulu." "Bila Hian cing dan Hian keng melakukan pengejaran apa
yang mesti kulakukan.."
"Jangan bunuh mereka" jawab tosu tua itu dengan suara
parau, wajahnya telah berubah menjadi pucat keabu-abuam
"tunggulah tiga tahun dan datanglah kembali kesini, saat
itulah kau boleh menentukan apakah harus membunuh
mereka atau tidak." Setelah berhenti sebentar, serunya:
"Cepatlah turun gurung, jangan kau gubris diriku lagi."
"Suhu..." pekik Liong Tian im dengan air mata bercucuran
Sambil menuding kebawah kolong ranjang nya dengan jari
tangan yang kurus kering, tosu tua itu berbisik dengan suara
gemetar: "Kim mo ci huan (cincin jari iblis emas) dan Kim mo sin jin
(orang suci iblis emas)..."
18 Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak sepasang
matanya membalik ke atas dan tangannya yang kurus kering
itu kembali terkulai kebawah...
Liong Tian im segera menangis tersedu-sedu, dipeluknya
tubuh tosu tua itu erat-erat, kemudian semua rasa sedih dan
duka yang selama ini mencekam dalam dadanya dilampiaskan
ke luar melalui tangisan tersebut.
"Blaam..!" tiba-tiba pintu kamar didobrak orang dengan
kekerasan. Dengan wajah tertegun Liong Tian im segera berpaling, dia
menyaksikan Hiancing totang dan Hian keng tojin dengan
wajah diliputi hawa napsu membunuh telah melangkah masuk
kedalam. Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, cepat
dia merogoh kedalam kolong ranjang dan mengeluarkan
sebuah bungkusan kain biru.
"Apa yang kau ambil dari situ" Cepat serahkan kepadaku"
Hian cing totiang segera membentak keras.
Liong Tian im sama sekali tidak menjawab tubuhnya
berkelebatan lewat dari samping Hian cin totiang dan menuju
kearah pintu. Tapi Hian keng totiang telah menghadang disitu, terdengar
tosu itu membentak gusar:
"Siau im kau hendak kabur kemana?" Melihat jalan
perginya dihadang oleh Hian keng totiang, Liong Tian im
segera mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah
pukulan dahsyat kedepan. 19 Hian keng totiang mendengus tertahan, termakan oleh
serangan tersebut tubuhnya tergetar mundur sejauh dua
langkah, punggungnya menumbuk diatas dinding dari
membuat gerakan Hian cing totiang yang siap melakukan
pengejaran jadi terhadang.
Liong Tian-im sama sekali tak berpaling lagi, dia melompat
keluar dari ruangan dan langsung keluar dari gua itu dan lari
turun gunung. Dalam waktu singkat dia telah meninggalkan Hian cing
totiang serta Hian-keng totiang jauh dibelakang sana.
Karena harus melarikan diri terburu-buru, saat itu Liong
Tian im hanya mengenakan clelana pendek sambil
bertelanjang dada, ia tak ambiI perduli apakah dandanannya
tak sedap dilihat atau tidak, begitu turun dari bukit Lau lalu
dengan cepat pemuda itu kabur ke arah tlasua yang terletak
tak jauh dari situ. Mendadak dari depan sana muncul dua orang penunggang
tuda yang sedang bergerak mendekat dengan kecepatan
tinggi, berada di jagoan menuju ke mulut bukit itu Liong Tian
Im dapat mengenali mereka sebagai seorang lelaki dan
seorang perempuan yang mengenakan pakaian berwarna


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hijau. Debu tampak mengepul jauh memenuhi angkasa, ditengah
derap kaki kuda yang ramai terdengar tertawa cekikikan yang
merdu. Dalam waktu singkat, kedua orang penunggang kuda itu
sudah tiba didepan mata. 20 Dengan cepat seluruh perhatian Liong Tian im tertarik oleh
suara tertawa yang amat merdu itu, tanpa terasa sorot
matanya dialihkan, ke atas wajah dara tersebut.
Kebetulan, gadis yang berada disebelah kiri itupun sedang
berpaling ke arahnya sambil tertawa.
Ketika sepasang mata saling bertemu, tampaklah sepasang
lesung pipi si nona yang menggiurkan hati itu, dia segera
merasa bahwa di balik senyuman mana terkandunglah suatu
kelembutan serta kehangatan yang cukup mendebarkan hati.
Liong Tian-im menjadi tertegun, tiba-tiba dia menyaksikan
ada secarik sapu tangan berwarna hijau terjatuh di depan
kakinya. ia segera membungkukkan badannya memungut sapu
tangan itu, tampak diatasnya bersulamkan sekuntum bunga
mawar, disisi bunga mawar tadi tertera tiga huruf nama dalam
tulisan yang kecil. "Leng Ning ciu . .. " bisiknya lirih, Ketika ia mendongakkan
kembali kepalanya, tampak debu mengepuI nun jauh disana,
sementara bayangan tubuh si nona itu sudah lenyap dari
pandangan mata. Suatu perasaan aneh tiba-tiba muncul dalam hatinya,
kemudian sambil membawa saputangan itu, diapun
melanjutkan perjalanannya menuju ke arah dusun didepan
situ. oooOooo 21 Hujan yang rintik-rintik terdengar menggemuruh
memecahkan keheningan, bagai melelekan air mata kekasih,
setetes demi setetes ia toh bercucuran ke bawah...
Kuil Kim soat-si di atas bikit berdiri tegak dibawah timpaan
hujan yang merintik, dinding warna merah dan atap berwarna
hijau nampak lebih nyata dalam suasana seperti ini. "Traaang
.. .!" Suara genta yang amat rendah tapi berat, berkumandang
dari arah kuil Kim-soat-si, suara genta menggema ke angkasa
dan memecahkan keheningan yang mencekam sekitar tempat
itu... Bersamaan dengan bergemanya suara genta itu, pintu
gerbang kuil Kim-soat-si yang angker pun pelan-pelan dibuka
orang. Sebuah jalan kecil beralaskan batu cadas membentang dari
pintu gerbang sampai di depan ruang utama, titik air mata
bagaikan butiran mutiara menetes ke bawah dari wuwungan
rumah yang rendah... Pada saat itulah muncul dua baris pendeta yang merangkap
tangannya didepan dada menyelusuri hujan rintik dan berdiri
di kedua belah sisi kuil Lim-soat si tersebut.
Kedua baris pendeta pendeta itu berdiri dengan pandangan
mata ke bawah serta sepasang tangan dirangkap di depan
dada, mereka seperti patung arca yang berdiri tak berkutik di
tempat, meski butiran air hujan menimpa wajah mereka dan
membasahi sekujur badan. Hujan semakin rintik . . . .
22 Mendadak berkumandang suara bentakan yang amat
nyaring: "Hiong-hoat taysu dari Siau lim-si tiba . . ."
Suara bentakan itu berasal dari bawah kaki sana, nyaring
dan lantang bagaikan suara guruh . . .
serentak kawanan pendeta yang berbaris di kedua belah
sisi kuil itu membuka mata mereka dan mengalihkan sorot
matanya ke bawah bukit. Tampak seorang pendeta tua berbaju abu abu berjalan
menembusi tanah yang becek, menghampiri pintu gerbang
kuil itu. Setelah menyebut keagungan Eudha serta membalas
hormat kepada penyambutnya, dia berjalan masuk ke dalam
kuil Kim soat-si. "Hui-leng taysu dari Go bi pay ..."
Belum lama Hiohg hoat taysu dari Siau lim pay masuk
kedalam kuil, dari bawah bukit kembali muncul seorang
pendeta berbaju kuning yang wajah merah bercahaya.
Dengan sepasang matanya yang bulat besar dia
memandang sekejap keseluruh kuil Kim soat si, sekulum
tenyum ramah segara tersungging diujung bibirnya yang
ramah, mengikuti pendeta penerima tamu dia pun langsung
masuk kedalam kuil. "Thian it taysu dari Ngo tay pay dan Cu soat taysu dari
Heng san pay tiba . . ."
"Omitohud!" pujian Buddha yang nyaring bagaikan genta
menggema diseluruh bukit itu.
23 PantuIan suaranya dengan cepat menyebar ke mana mana
dan memekikkan telinga setiap pendeta yang berada disitu.
Cu soat taysu mendongakkan kepalanya memandang
sekejap kuil Kim soat si dibawah timpaan hujan itu, kemudian
katanya: "Semoga Buddha maha pengasih memberi perlindungan
kepada kita semua, sehingga dalam pertemuan kalangan
Buddha Han bun Ci bwee ini, kita berhasil memahami pula
ayat To sim", "Boan-yok" dan "sah po" yang tercantum dalam
Siau seng keng gi, sehingga kebingungan yang menyelimuti
pelajaran tersebut selama ratusan tahun bisa menjadi terang
kembali . . . " Thian it taysu berpaling menengok sekejap ke bawah bukit
sana, setelah itu menjawab:
Gara-gara masaIah Siau seng keng gi, selama ratusan
tahun perguruan Buddha kita telah terpecah-pecah menjadi
berbagai kelompok aliran, andaikata penemuan Hud bun ci
hwee yang diselenggarakan di bukit Thay san kali ini bisa
berhasil dengan sukses, kemungkinan besar aliran Buddha
akan memasuki suatu tahap baru. . ."
Sembari berbicara kedua orang itupun melangkah masuk
ke dalam ruang kuil Kim soat-si.
Menanti tamu tamu itu sudah masuk ke dalam kuil, dua
baris pendeta yang bertugas menerima tamu diam diam
menghembuskan napas lega, mereka mengira tugasnya telah
selesai. 24 Baru saja akan melangkah masuk ke dalam kuil, mendadak
dari arah jalan bukit sana kembali berkumandang suara
bentakan yang amat keras.
Tampak seorang hwesio berjubah merah dengan sepasang
alis mata berwarna hitam tebal dan membawa sebuah tongkat
sian cang yang berwarna hitam pekat berjalan mendekat
dengan langkah lebar. Kehadiran pendeta sangat mencengangkan kawan pendeta
lainnya, mereka tidak menyangka kalau dalam kalangan aliran
Budha masih terdapat seorang pendeta yang tinggi kekar
untuk menghadiri pertemuan didalam kuil Kim-soat-si.
Buru buru dua baris pendeta yang siap membuyarkan diri
tadi membatalkan niatnya dan bersama-sama mengalihkan
sinar matanya ke-atas wajah hwesio berjubah merah itu.
Pendeta berbaju merah itu berkepala gundul dengan enam
buah tato diatas jidatnya, perawakan tubuhnya tinggi besar
macam kerbau tongkat siancang yang dibawanya sebesar
lengan manusia dewasa, namun sama sekali tidak merasa
keberatan. Ditinjau dari dandanannya, bisa diketahui kalau pendeta
berbaju merah itu bukan pendeta sembarangan.
Dia mengetukkan tongkatnya keras-keras ke atas tanah
hingga menimbulkan suara getaran keras, seakan-akan terjadi
gempa besar, lalu dengan suara dalam bentaknya:
"Hei, mengapa kalian tidak menyambut kedatanganku..."
Dialek bahasa Han yang digunakan sangat kaku dan tak
sedap didengar, suaranya tersendat dengan ucapan yang tak
25 jelas, halmana membuat kawanan pendeta itu kembali dibuat
tertegun. Hwesio yang berdiri diujung paling depan buru buru maju
menghampirinya, kemudian setelah memberi hormat
bertanya: "Tolong tanya siapakah nama taysu dan berasal dari kuil
mana . ." "Pinceng adalah Pokolo dari aliran Mit-tiong." jawab
pendeta berbaju merah itu dengan kening berkerut.
"Oooh, rupanya Pokolo taysu dari Mi-tiong, maaf, maaf . . .
sewaktu naik ke bukit tadi apakah taysu tidak
memberitahukan gelarmu kepada murid murid kami dibawah
bukit sana,.." Pokolo tertawa kasar: "Berhubung ditengah jalan tadi aku
menjumpai suatu persoalan, akibatnya perjalananku sampai
tertunda, sebab itu aku tidak lewat jalan besar melainkan
memotong jalan lewat jalan kecil situ . ."
Setengah percaya setengah tidak pendeta tersebut setelah
mendengar perkataan itu, satu ingatan dengan cepat melintas
dalam benaknya: "Heran, dibelakang bukit ini merupakan tebing tebing yang
curam dan terjal, andaikata Pikolo taysu benar benar berjalan
lewat tempat itu, sudah pasti ilmu silatnya jauh di atas
kepandaian ciangbunjin . .
Begitu ingatan mana melintas lewat didalam benaknya,
sekalipun dalam hati kecilnya merasa kurang percaya, namun
26 ia tak berani mengutarakannya keluar, buru buru dipimpinnya
Pokolo menuju ke ruang tengah kuil Kim soat si.
Ditengah ruang yang megah dan angker tersedia sebuah
hiolo raksasa berkaki tiga, asap dupa yang tipis mengepul,
keluar dari balik hiolo tersebut dan menyelimuti seluruh
ruangan. Sementara para pendeta Buddha yang berdatangan dari
segala penjuru negeri berkumpul dalam ruangan itu sambil
merangkap tangannya didepan dada dan mulutnya komatkamit
membaca doa. Mendadak terdengar lagi bunyi genta yang dibunyikan
bertalu talu, seketika itupun juga suasana dalam ruang tengah
berubah makin hening dan serius.
Bunyi genta baru sirap, dari luar ruangan bergema suara
orang membaca doa diiringi suara ketukan bokhi yang
menciptakan irama Buddha yang merdu merayu . . .
Tampak seorang pendeta tua beralis mata putih dengan
diiringi enam orang hwesio cilik menabuh bokhi dan
keleningan berjalan masuk ke dalam ruangan.
"Omintohud !" serunya memuji keagungan buddha, "terima
kasih banyak kuucapkan atas kesudian taysu semua untuk
berdatangan kemari menghadiri pertemuan Hud bun tay hwee
yang diselenggarakan kali ini"
Seusai berkata dia memberi tanda lalu duduk bersila lebih
dulu diatas kasur yang telah tersedia, serentak para pendeta
lainnya pun mengambil tempat duduk masing-masing di atas
kasur yang telah tersedia, sementara sorot mata mereka
27 bersama sama dialihkan ke wajah Tay cu Sangjin dari Thaysan
pay ini. "Taysu semua" kembali Tay cu Sangjin berkata.
"Sejak Sakuamudi Hudcou menanam pohon sbij dia
kemudian kembali ke See Thian, di dalam alam semesta kita
ini telah ditinggalkan sejilid kitab suci Siau teng keng-gi untuk
kita pelajari, sayang hingga sekarang belum seluruh pelajaran
tersebut dapat diserap olei umat manusia. . ."
Setelah berhenti sejenak, dengan sinar mata berkedip ia
melanjutkan lebih jauh: Terutama sekali dalam seratus tahun belakangan ini, bau
Ta-sim, Boan-yok dan Sah poo dari Tay seng keng gi
memberikan banyak kesulitan kepada kita sehingga
menimbulkan perbedaan faham yang beraneka ragam hal
mana membuat kita bukan saja tak berhasiI mendalami
makna yang sesungguhnya dari pelajaran mana,
pengertianpun menjadi beraneka ragam . ."
Taycu sangjin merupakan lo siansu paling termashur dari
Kim soat si di buki Thay san, sepanjang tahun dia hanya
mencurahkan perhatiannya untuk memperdalam ilmu agama,
tak heran kalau pengertiannya tentag pelajaran Siau seng
keng gi mendalam sekali. Oleh karena itu, didalam penyelenggaraan pertemuan Thay
san tay-hwee kali ini semua orang memilihnya sebagai ketua
penyelenggara. "Omitohud, apa yang Sanjin katakan memang benar."
Hong-hoat taysu dari Siau-lim si memberikan tanggapannya,
"Siau seng keng gi adalah mustika dari agama Buddha, bila
28 pelajaran tersebut tak dapat dipahami, malu rasanya kita
bertemu dengan Hudcou. Sudah separuh abad lamanya
Sangjin mendalami kitab entah apa saja yang berhasil kamu
pahami." Tay cu Sangjin segera menghela napas panjang:
"Aaai, kalau dibicarakan sebenarnya pinceng merasa malu,
tak kusangka kalau isi pelajaran kitab siau seng kenggi begitu
mendalam sulit bagi orang awam untuk memahaminya, empat
puluh tahun sudah pinceng mendalami kitab itu, sudah tiga
puluh lima laksa tujuh ratus tujuh puluhan kitab agama yang
kupelajari, sayang bait Tosim, Boan yok dan Sah po belum
sampai berhasil juga kuketahui.
"Aaai... moga moga Budha maha pengasih dengan
menurunkan wahyunya untuk memberi tunjuk atas pelajaran
tersebut..." Pendeta agung ini nampak amat menderita, karena ketidak
mampuannya untuk mengupas pelajaran rahasia yanj paling
dalam dari agama Budha, ini dapat tercermin dari wajahnya
yang murung dan sedih. Kontan saja semua pendeta lainnya ikut bersedih hati.
Cu hui taysu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, katanya dengan cepat:
"Sangjin tak usah bersedih hati karena persoalan ini,


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketahuilah setiap persoalan yang terjadi sesungguhnya telah
digariskan oleh takdir, sebelum Hud cou menurunkan kitab
suci itu ke bumi, segala sesuatunya pasti di atur pula, benar
kita belum bisa mendalaminya sekarang, siapa tahu generasi
yang mendatang bisa mendalami pelajaran mana " Yang
29 penting sekarang adalah dengan berkumpulnya segenap
pemimpin umat Budha di dalam dunia ini, hal mana
menunjukkan kalau Hud bun telah bersatu dan inilah saatnya
buat kita guna berpadu, Sangjin, entah bagaimana menurut
pendapatnya ?" Baru saja Cu-hai taysu menyelesaikan kata katanya, dari
luar ruangan sana telah berkumandang suara teriakan keras:
"Loputat Toa Ihama dari kuil Pek leng bio, tiba . .. "
Mendengar seruan tersebut, serentak para pendeta yang
berada dalam ruangan bersama-sama bangkit berdiri untuk
menyambut kedatangannya. Tampak Loputat toa Ihama itu mengenakan jubah
berwarna merah darah dengan ikat pinggang berwarna kuning
emas, sambil membawa sebuah siancang berwarna hitam dia
masuk ke dalam ruangan dengan langkah lebar.
Sorot mata para pendeta itu melintas di atas wajah Loputat
sekejap kemudian bersama sama dipusatkan ke wajah
seorang pemuda yg berjalan mengikuti di belakang Loputat
toa lhama. Mereka tak tahu apa sangkut pautnya antara pemuda itu
dengan Loputat toa lhama, maka tiada orang yang
menegurnya. Dengan kening berkerut Pokolo taysu segera menegur:
"Loputat toa-lhama, mengapa sampai sekarang kau baru
tiba " Aaai, gara-gara kau, pinceng sampai menunggu selama
tiga hari dikuil Kui-im si, hampir saja aku terlambat menghadiri
pertemuan ini" 30 Loputat lhama berkerut kening, kemudian tertawa
terbahak-bahak. "Haaahhh .. . haaahhh .. haaahh . . . Pokolo taysu, ketika
aku berpesiar ke Cing hay kali ini, secara kebetulan telah
berjumpa dengan Too beng hoansu dari kuil Toian bong si,
bicara punya bicara tanpa terasa kami telah menghabiskan
waktu selama berapa hari . . ."
Pokolo taysu melirik sekejap ke arah pemuda itu, kemudian
ujarnya kembali: "Taysu, tampaknya kali ini kau bawa serta pula muridmu .
." Paras muka pemuda itu sedingin es, sorot matanya tajam
bagaikan sembilu, terdengar ia mendengus dingin.
Sebaliknya Loputat lhama kelihatan agak tertegun, tanpa
terasa dia segera berpaling kebelakang.
Apa yang dilihat " Dibelakang tubuhnya kosong melompong
tak tampak sesosok bayangan manusia pun."
Padahal setiap pendeta agung yang hadir dalam ruangan
itu dapat melihat dengan jelas bagaimana si anak muda itu
mengikuti terus di belakang tubuh Loputat Iaama bagaikan
bayangan, sedikitpun tidak meninggalkannya barang setengah
langkah pun. Loputat Ihama agak tertegun sejenak, kemudian tegurnya:
"Pokolo, siapa yang kau maksudkan ?"
31 "Taysu, siau sicu yang berada dibelakang tubuhmu itu
bukan kau yang ajak kemari ?" Pokolo taysu balik bertanya
keheranan Loputat menggerutu dihati, tapi melihat kesungguhan
rekannya seKraktu berbicara, tanpa terasa dia berpaling
kembali, akan tetapi untuk kesekian kalinya dia tidak berhasil
menyaksikan seseorangpun.
Kontan saja dia tertawa terbahak-bahak katanya:
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh Pokolo, kau pandai
sekali bergurau." Setiap pendeta yang berada dalam ruangan itu dapat
menyaksikan betapa cepatnya pemuda itu bergerak, dikala
Loputat sedang berpaling itulah, secepat samberan petir anak
muda itu sudah menyelinap kembali kebelakang tubuhnya
sehingga membuat pendeta itu tidak berhasil menetnukan
bayangan tubuhnya, kenyataan ini kontan saja membuat
paras muka orang berubah hebat.
Tampaknya si anak muda itu memang bermaksud untuk
mempermainkan Loputat lhama setelah memandang sekejap
kawanan pendeta dalam ruangan itu, dia segera tertawa
dingin. Kali ini, Loputat lhama dapat menangkap suara tertawa
dingin itu dengan jelas sambil membentak keras tubuhnya
segera merendah ke bawah, kemudian toya hitamnya dengan
disertai desingan angin tajam langsung menyapu ke belakang
tubuhnya. 32 Pemuda yang tak dikenal itu tertawa dingin tubuhnya
berputar kencang diudara kemudian mundur kebelakang
dengan kecepatan tinggi. Disaat Loputat lhama berputar mengikuti gerakan toyanya
inilah, dengan suatu gerakan yang cepat dia menyelinap
kembali ke belakang tubuh pendeta lihay dari Pek leng bio
tersebut. Dengan demikian, untuk kesekian kalinya Loputat lhama
gagal untuk menyaksikan bayangan manusia yang berada
dibelakangnya itu. Loputat lhama menjadi naik darah, dia membentak keras,
kemudian toya hitamnya diputar kencang dengan jurus To
cuan ki yap (sambil membalik menyerang daun)
Sekilas cahaya hitam segera berkelebat di tengah udara,
kemudian disertai desingan angin tajam melepaskan sebuah
sapuan dahsyat. Pemuda itu masih menguntil terus di belakang Loputat
lama. Bagaimanapun Loputat melancarkan tiga buah serangan
berantai yang cepat, sayang kepandaian silat yang dimiliki
pemuda itu setingkat lebih tinggi, seluruh ancaman mana bisa
dihindari semua secara gampang.
PokoIo taysu dan Loputat Ihama adalah sahabat karib
banyak tahun, menjumpai rekannya sudah bermandi keringat
dengan wajah merah membara, dia tak dapat menahan diri
lagi. 33 Tongkat bajanya segera diketukkan keras-keras ke tanah,
lalu bentaknya dengan suara dalam:
"Loputat suheng, jangan gelisah, pinceng akan segera
membantumu". Dengan cepat dia menyelinap ke depan sambil membawa
tongkat raksasanya yang berat dia menyelinap ke belakang
tubuh Loputaj lhama, setelah itu sebuah ayunan toya yang
maha dahsyat ditujukan ke tubuh si anak muda itu.
Menghadapi ancaman tersebut, pemuda itu mendengus
dingin, badannya bergeser ke samping, kemudian tangan
kirinya secepat kilat meluncur ke muka menyambar ke arah
tongkat siancang tersebut.
Cengkereman yang dilancarkannya kali ini dilakukan
dengan kecepatan tinggi, meski serangan itu dilancarkan
belakangan ternyata tiba lebih duluan.
Pokolo taysu segera merasakan pergelangan tangannya
bergetar keras, toya baja mana sudah terjatuh ditangan
pemuda ini. Masing masing pihik segera mengerahkan kekuatannya
untuk saling membetot dan saling merebut senjata tersebut.
Sekulum senyuman yang dingin menyeramkan segera
tersungging diujung bibir anak muda itu, ternyata Pokolo tidak
berhasil menggeserkan lawannya setengah langkah pun.
Sementara itu, Loputat Ihama telah membalikkan
badannya, andaikata dia bukan seorang pendeta saleh,
niscaya kesempatan yang sangat baik itu akan
34 dimanfaatkannya untuk menghadiahkan sebuah pukulan
dahsyat kearah pemuda tersebut.
Mana kala dia dapat melihat wajah sang anak muda yang
tak dikenalnya itu, dengan wajah tercengang dia lantas
bertanya: "Hei sicu, mengapa kau mengikuti pinceng datang kemari?"
Pemuda itu berpaling dan melirik sekejap kearah Loputat
Ihama, kemudia berpaling kembali dan menatap wajah Pokolo
tajam-tajam, hardiknya kemudian:
"Enyah kau dari sini!"
Dia membalikkan pergelangan tangannya pelan lalu
mendorong toya itu ke depan sambil mengendorkan tangan.
Pokolo taysu tak menyangka sampai ke situ, termakan oleh
kekuatan mana tubuhnya segera mundur sejauh lima enam
langkah ke belakang dengan sempoyongan akhirnya dia tak
sanggup menahan gerakan tubuhnya dan jatuh terjengkang
ke atas tanah. Kenyataan ini kontan saja membuat pendeta tersebut naik
pitam, mukanya berubah menjadi hijau membesi karena
marah, sambil menuding ke arah si anak muda itu serunya:
"Kau .. kau..."
"Karena kau terlalu banyak mencampuri urusan orang lain,
maka kau harus mampus !" ujar pemuda itu sambil tertawa
dingin. 35 Seraya berkata pelan pelan dia mengangkat telapak tangan
kanannya ke udara, diantara jari tengahnya tampak sebuah
cincin emas besar yang berbatu permata melingkar disana.
Cincin emas tersebut memancarkan cahaya merah yang
berkilauan, diatas mutiaranya terdapat enam buah cincin kecil
yang mengitari cincin induk, bentuknya aneh sekali.
"Hmmm . . ." Loputat lhama mengereng gusar. "rasain
sebuah seranganku ini . . ."
Lantaran terperanjat karena menyaksikan pemuda itu
hendak membunuh sobat karibnya Pokolo taysu, tanpa
berpikir panjang lagi dia mengayunkan toyanya untuk
menghantam batok kepala lawan.
"Weesss . . ." segulung desingan angin tajam bagaikan
bukit yang gugur dan meletus, ayunan toya itu meluncur
kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Ketika mencapai ditengah jalan, mendadak toya itu
berhenti sebentar, lalu dengan menciptakan berpuluh-puluh
cahaya toya yang amat menyilaukan mata, senjata tersebut
menyapu miring ke tubuh lawan.
Dari hembusan angin serangan yang menerpa dirinya
berbareng dengan kilauan bayangan toya yang menyelimuti
angkasa tadi, pemuda itu segera tahu bahwa Loputat lhama
merupakan seorang pendeta yang melatih diri dengan ilmu
tenaga luar. Baru saja dia menggerakan badannya untuk menyelinap
masuk melewati bayanyan toya lawan, mendadak permainan
toya loputat berubah, dalam waktu singkat dia sudah menutup
bagian tubuh atas, tengah dan bawahnya dengan lapisan
36 bayangan seperti bukit, angin pukulan yang menderu deru
dengan cepat mengurung di sekeliling tuhuhnya.
Anak muda itu berseru tertahan, selapis hawa pembunuh
yang mengerikan segera menyelimuti seluruh wajahnya
dengan suatu gerakan aneh dia menyingkir cepat kesamping,
kemudian jari tangannya menyentil ke depan, serentet cahaya
merah yang menyilaukan mata secepat kilat meluncur
kedepan. "Blaamm..." Cahaya merah berkelebat ditengah angkasa
dan menimbulkan suara ledakan nyaring, tahu-tahu dengan
suatu kecepatan tinggi cahaya tersebut menyusup masuk
kebalik bayangan toya yang amat tebal itu dan menghantam
dada Loputat Ihama. Semburan darah segar memancar keluar dari dadanya
sekujur tubuhnya gemetar sangat keras, otot-otot hijau pada
keningnya menonjol keluar, peluh sebesar kacang kedelai
jatuh bercucuran. Sambil menekan dadanya ia merintih kesakitan, wajahnya
berubah hebat, mukanya mengejang keras ditatapnya sekejap
sianak muda ini dengan pandangan putus asa, kemudian ia
maju kemuka dengan langkah sempoyongan.
Setelah menarik napas beberapa kali dengan berat dan
payah, dia mengeluh penuh kesakitan:
"Kau...mengapa kau bunuh aku?"
Pendeta agung ini merasa dirinya tak pernah mengikat
dendam atau sakit hati pada orang lain, tentu saja dia merasa
tidak mempunyai sakit hati apa-apa dengan pemuda itu.
37 Maka dengan sorot mata penuh tanda tanya dia ajukan
pertanyaan tersebut ia berharap lawannya dapat memberikan
suatu jawaban yg memuaskan hatinya.
Paras maka anak muda itu kaku tanpa rasa kasihan barang
sedikitpun jua, ditatapnya wajah Loputat lhama dengan
pandangan dingin lalu sekulum senyuman keji menghiasi
ujung bibirnya. "Siapa suruh kau menjadi hwesio ?" jengeknya sinis, "setiap
anggota Buddha akan kubunuh semua sampai habis!"
Ucapan yang dingin, kaku dan tandas itu kontan
menggemparkan kawanan pendeta lainnya yang hadir dalam
ruangan itu, mereka merasa terkejut dan tidak habis mengerti
mereka tak tahu murid siapakah pemuda tampan ini sehingga
begitu mendendam terhadap para pendeta.
Tampaknya Loputat lhama tidak mengerti atas maksud
jawaban tersebut, sambil menggertak gigi menahan rasa sakit
yarg merasuk sampai ke tulang sumsum itu, dia maju kemuka
dengan sempoyongan lalu dengan bibir gemetar ucapnya lirih:
"Je .. . jelaskanlah lebih mendalam . . ."
"Mampus saja kau" jengek pemuda itu sambil tertawa
dingin, "setelah mampus nanti, kau akan mengerti dengan
sendirinya." Telapak tangannya segera diayunkan kembali ke muka,
seketika itu juga muncul segulung tenaga hisapan yang kuat
memancar keluar. Tubuh Loputat Ihama yang sedang bergerak maju ke
depan itu kontan roboh terjungkal ke atas tanah.
38

Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sreeet.. !" cincin kecil yang telah menembusi dadanya
dalam-dalam itu mendadak meluncur dari dada sebelah
depan, kemudian di pelepoti darah kental segera melayang
kembali ke atas cincin besar di jari tengahnya.
"Aaaah . . .!" Loputat lhama menjerit kesakitan dengan suara yang
memilukan hati, darah kental menyembur keluar dari
mulutnya amat deras, menyusul tubuhnya gemetar keras dan
jatuh berguling-guling sejauh beberapa depa sebelum
menemui ajalnya. Dia mampus dalam keadaan yang mengenaskan, mampus
tanpa mengetahui apa sebab dari kematiannya itu, sepasang
matanya terbelalak lebar-lebar tanpa berpejam.
Cara kerja pemuda itu benar benar amat keji, pembunuhan
brutal yang dilakukannya itu kontan menggetarkan perasaan
semua orang yang hadir dalam arena dan mencekam
perasaan setiap pendeta yang hadir disitu.
Menyaksikan lopotat Ihama mati dalam keadaan yang
mengerikan Pokolo taysu merasa hatinya seperii ditusuk-tusuk
dengan jarum tajam, seluruh badannya gemetar keras.
Selapis hawa pembunuh yang tebaIpun dengan cepat
menyelimuti seluruh wajahnya, kemudian diawasinya pemuda
itu dengan penuh kegusaran.
"Betul betul suatu cara kerja yang amat keji" gumamnya.
Tongkat besi itu ditancapkan keras keras keatas lantas,
"Triing" ubin hijau segera ditembusi dan toya mana masuk
kedalam tanah sampai kedalam setengah depa lebih.
39 Disusul bentakan gusar, dia melompat maju kemuka dan
berhenti tujuh depa dihadapan anak muda itu, bentaknya
sambil menuding kearah lawannya itu:
"Siapakah kau" Cepat katakan kepada pinceng"
Memandang sihwesio gundul yang berdiri di badapanrya
sekarang, dalam benak Liong Tian im terlintas kembali suatu
kejadian yang mengerikan.
Diatas wajahnya yang putih bersih segera terlintas suatu
perasaan yang tersiksa dan menderita, ia teringat kembali
musibah yang menimpa dirinya dimasa kecil dulu, teringat
juga kekejaman kawanan hwesio tersebut sehingga
membuatnya amat membenci terhadap kawanan pendeta
tersebut. Setiap kali ia berjumpa dengan hwesio, luka dalam hatinya
akan kambuh, hatinya akan berdarah kembali seakan-akan dia
merasakan hatinya hancur lagi.
Pelan-pelan dia memejamkan matanya rapat-rapat,
berusaha untuk menenangkan hatinya, tapi makin dia
berusaha untuk melupakan kejadian tersebut, tragedi itu
semakin jelas tertera didepan matanya.
Sinar mata buas segera memancar keluar dari balik
matanya, hawa pembunuhan yang menyelimuti wajahnya pun
makin lama semakin tebal, bentaknya keras-keras:
"Namaku akan ku umumkan mulai hari ini, akan kugunakan
darah untuk merayakan kejadian besar ini, Pokolo ! Kau akan
menjadi korbanku yang kedua . . . "
"Omintohud !" "Omintohud. . ."
40 Pelan-pelan Taycu Sangjin tampil ke depan kemudian
katanya: "Sicu, kau telah membunuhi orang tak berdosa, dengan
sengaja menghilangkan nyawa orang, perbuatanmu ini telah
melanggar pelajaran Thian yang menghimbau umatnya
berbuat kebajikan" "Tutup mulutmu !" hardik Liong Tian-im dengan mata
berkilat tajam, "kau tak usah berlagak sok suci dihadapanku,
kalian keledai-keledai gundul dari kalangan Budha tak lebih
cuma manusia munafik yang sok suci, sok mulia, sok baik hafi,
sejak sepuluh tahun berselang aku Liong Tian lm sudah
mengetahui akan kebusukan kalian itu!"
Pokolo taysu merasa tak sabar lagi, dia segera membentak
keras: "Sangjin ! Manusia laknat ini terbukti tak bemoral, lebih
baik kita tak usah banyak bicara lagi, toh tiada pilihan lain
buat kita selain. . ."
Dengan cepat Tay cu sssgjin menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya sambil menghela napas:
"Setiap partai setiap perguruan pasti mempunyai anasiranasir
yang berbuat jahat, kebencian Liong sicu terhadap
kaum beragama sudah pasti dikarenakan suatu alasan
tertentu, Budha maha pengasih dan membuka pintunya lebar
lebar bagi mereka yang mau bertobat, Liong sicu, bersediakah
kau menjelaskan kepada kami, apa sebabnya kau begitu
membenci terhadap kami semua . .. "
"Tak ada yang baik untuk dibicarakan lagi" kata Liong Tianim
dingin, "tujuan kedatangan ku adalah untuk merenggut
41 nyawa kalian, sebelum tujuanku tercapai aku bersumpah tak
akan tinggalkan tempat ini, tentunya saudara semua tak akan
membuatku kecewa bukan?"
Semua pendeta yang berada dalam ruangan itu menjadi
amat terperanjat setelah mendengar perkataan itu, mereka
tidak menyangka kalau pemuda tersebut begini kejam dan
brutalnya sehingga bersumpah hendak menghabiskan nyawa
mereka semua. Kenyataan tersebut kontan saja membuat paras muka
setiap orang berubah hebat.
Lama kemudian... Tay cu sangjin segera bergumam jirih.
"Aaai.... Hud bun tidak beruntung, siapa suruh berjumpa
dengan iblis pembunuh ini..."
Pokolo taysu sudah habis kesabarannya waktu itu, dia
segera membentak keras: "Kurangajar, kau begitu kejam dan gemar membunuh, tapi
demi kesejahtraan dan keamanan dunia persilatan, sekalipun
harus pertaruhan selembar jiwa ku pun, aku akan beradu
kekuatan sampai titik darah penghabisan."
Kematian Loputat lhama secara mengesankan membuat
iman yang dilatihnya selama puluhan tahun tak kuasa
menahan rasa sedih tersebut, sambil membentak gusar dia
segera maju sambil melancarkan gerangan dahsyat.
42 Mengikuti gerak terjangan yang maha dahsyat itu, ujung
bajunya segera dikebaskan ke muka, sebuah pukulan yang
mengerikan meluncur kedepan dengan kecepatan tinggi.
Liong Tian im mendengus dingin.
"Hmm tindakanmu hanya akan mempercepat
keberangkatanmu menuju keakhirat!" jengeknya.
Ucapan tersebut dingin dan kaku, sama sekali tidak berbau
kemanusiaan seakan-akan hembusan angin dingin yang
datang dari dalam kuburan saja, membuat hati orang bergidik.
Dengan mengincar arah datangnya bacokan dari pokolo
taysu, sekulum senyuman sadis menghiasi bibirnya, dia segera
melompat keudara, pergelangannya berputar kencang lalu
melepaskan pula sebuah pukulan yang tak kalah dahsyatnya.
"Blammm . ." suatu benturan keras yang memekikkan
telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Pokolo taysu merasakan jantungnya bergetar keras, ia
merasa kekuatan pukulan yang meluncur keluar dari balik
telapak tangan lawan meluncur datang tiada putusnya dan
lapis demi lapis menindih diatas badannya . . .
Kontan saja dia merasakan peredaran darah dirongga
dadanya bergelora keras seolah-olah hendak merekah dan
pecah, dengan ssmpoyongan dia segera mundur tiga langkah
sebelum mengendalikan keseimbangan tubuhnya , . ,
Dengan wajah kaget dan tidak percaya dia awasi pemuda
mistirius itu tanpa berkedip, tapi ketika dilihatnya Liong Tian
im melirik kemari dengan wajah sinis, dengan cepat dia
43 melupakan segala galanya, sambil membentak keras tubuhnya
melejit keatas udara. Ujung bajunya segera dikebaskan ke depan, bayangan
telapak tangan menyelimuti angkasa, diantara bentakan
gusar, secara beruntun dia lepaskan delapan buah serargan
berantai, satu serangan lebih dahsyat daripada gerakan
berikutnya, keadaan menjadi menyeramkan.
Bayangan telapak telapak tangan dengan cepat
menyelimuti seluruh angkasa dan menyumbat setiap luang
kosong yang tersisa di patia, Liang Tian im tertawa dingin,
tubuhnya menyelinap ke samping melepaskan diri dari jaring
telapak tangan lawan, kemudian telapak tangan kanannya
diayunkan ke muka . . . "Sreeet .. ." serentetan cahaya merah yang disertai dengan
desingan angin tajam langsung meluncur memenuhi angkasa.
Cincin kecil yang melejit dari induk cincin itu berputar di
angkasa, dengan membawa kilatan cahaya merah darah yang
menyilaukan mata meluncur ke depan,
"Aduuuh ..." suatu jerit kesakitan yang memilukan hati
dengan segera menyusup masuk ke dalam lubang telinga
setiap orang. Tubuh Pokolo taysu yang tinggi besar itu maju ke depan
dan roboh terjungkal seperti sebuah bukit yang ambruk.
Dia tertawa putus asa lalu mencabut ke luar cincin kecil dari
atas jalan darah Bi ciong-hiatnya, darah segar menyembur
keluar dari alis mata dan menodai semua muka dan matanya,
mendadak ia terbelalak lebar dengan wajah kaget, ngeri dan
takut, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu,
44 tapi tak sempat berkata apa-apa, dia meraung keras kemudian
roboh ketanah dan putus nyawa.
Cincin kecil itupun menggelinding jatuh ke atas lantai dari
balik telapak tangannya, serentak sinar mata semua orang
ditujukan ke-atas cincin kecil itu.
Jilid 02 SERUAN TERTAHAN BERGEMA dari sana sini, serentak
paras muka semua orang berubah hebat, kehadiran cincin
kecil itu bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari
bolong, seperti juga cengkeraman iblis yang membetot sukma
mereka. "Kim-mo ci (jari iblis emas) !"
Hampir pada saat yang bersamaan, segenap pendeta
agung itu mengenali asal usul cincin kecil itu dan serentak
juga perasaan seram menyelimuti wajah mereka semua.
Hiong hoat taysu dari Siau lim pay dan Hui Jeng taysu dari
Go bi pay segera melompat ke depan dan mendekati Liong
Tian im. "Omintohud !" kata Hiong-hoat taysu kemudian, "Liong sicu
membawa cincin iblis emas, itu berarti kau pun telah
memperoleh orang suci iblis emas, pinceng Hiong-hoat
bersedia mempertaruhkan selembar nyawaku untuk ditukar
dengan memandang sebentar saja Orang suci iblis emas
tersebut. . ." Liong Tian im segera tertawa dingin, "Heeehhh. . . .
heeehhh . . . hehehhh . . . . Kim-mo sin jin adalah suatu
45 benda mustika, di mana benda itu munculkan diri disana pula
badai darah akan terjadi. Tapi kalau toh kau ingin melihat,
aksn kuperlihatkannya kepada kalian semua . . ."
Pelan-pelan dia melepaskan sebuah bungkusan kertas
berminyak dari punggungnya, kemudian tangan kanannya
digetarkan kedepan, cahaya keemas emasan segera
memancar ke empat penjuru.
Tampak sebuah patung dewa emas muncul di depan mata,
cahaya emas yang memancar keluar dari patung tersebut,
hampir saja membuat semua orang tak sanggup membuka
matanya kembali. Hiong hoat taysu segera memusatkan perhatiannya untuk
memperhatikan patung itu...
Tampak olehnya Kim mo sin jin berpeluk tangan dengan
masing masing dua buah gelang emas tergantung diatas
lengannya rambut sepanjang bahu dengan badan bagian atas
telanjang. Wajah patung itu menghadap ke langit dengan sepasang
mata memandang ke angkasa, seakan akan sedang berdoa
kepada langit, rambutnya disisi pipi terjulai ke bawah kaki
bagaikan sebuah air terjun.
Cahaya emas memancar keluar dari tubuh patung itu
hingga bila dipandang dari kejauhan seolah-olah ada selapis
kabut emas yang menyelimuti patung mustika tersebut.
Dengan tangan kanan menggenggam sepasang kaki dewa
emas itu, Liong Tian Im berdiri amat serius.
46 Sepasang alis matanya berkecit dengan bibir terkatup
rapat, hal ini menunjukkan kekerasan hatinya si anak muda itu
bagaikan kerasrya baja, hidungnya yang mancung
menunjukkan keanhkuhan, matanya yang jeli menandakan
pula kecerdasan yang luar biasa.
Pada si anak muda itu sendiri pun sudah diliputi
kemisteriusan apalagi patung Kim mo sin-jin tersebut "
Paras muka Hui leng taysu dari Go-bi-pai berubah hebat
serunya kemudian: "Taysu, betul betul patung Kim mo sin jin."
"Yaa, benar, memang benda itu . . . " Hiong hoat taysu dari
Siau lim pay mengangguk dengan wajah serius sebelum
menghela napas panjang. Sambil menggenggam patung Kim mo sin jin, Liong Tian im
segera tertawa dingin, katanya kemudian:
"Wahai dua orang anjing keledai gundul, kalian telah
melihat patung Kim mo sin jin mengapa tidak segera bunuh
diri " Apakah kau hendak menunggu sampai aku turun tangan
sendiri ?" Hiong-hoat taysu tertawa sedih gumamnya:
"Hud-bun akan segera tertimpa musibah berat. . . "
Dia masih ingat, Kim-mo sin-jin sudah pernah
menampakkan diri sebanyak tiga kali, setiap kali
kemunculannya selalu memberikan pukulan yang amat berat
bagi kalangan Hud-bun sehingga menciptakan tiga kali
musibah yang amat besar. 47 Ketika empat puluh tahun berselang Jian hun kim mo
menampakan diri, enam ratusan orang anggota Hud bun
tewas ditangannya, untung saja Gi yap sini yang berdiam


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibukit Ru tou-lan di Lam hay munculkan diri dimana bersama
sama dengan Tok oh taysu dari Sian sau dan Lo bun cuncu
dari tepi sian ho bekerja sama untuk memukul mundur Jian
hun kin mo dan mengusirnya keluar dari daratan Tionggoan .
.. . Wajahnya nampak mengejang keras, pikirnya dihati:
"Sungguh tak kusangka, baru saja kekuatan Hud bun pulih
kembali, Kim mo telah muncul pula dalam dunia persilatan . .."
"Omintohud !" Hui leng taysu dari Go bi pay berseru, "kalau
begitu sicu adalah muridnya Jian hun kim mo . . ."
Dengan wajah dingin Liong Tian in mengangguk sahutnya
dengan suara dalam. "Aku hendak membunuh seluruh pendeta yg ada didunia
ini!" "Liong sicu" kata Hiong hoat taysu sambil tertawa rawan,
"pinceng tidak takut mati, tapi sebelum mati aku memohon
kepada sicu agar bersedia mengampuni nyawa segenap
pendeta yang berada disini, jangan seperti gurumu tempo hari
melakukan pembunuhan secara brutal dengan demikian,
meskipun aku harus mati, aku akan mati dengan rela."
"Tidak bisa" tukas Liong Tian im dingin "setiap hwesio yang
berada disini harus mati tak seorang pun yang akan kubiarkan
pergi dalam keadaan hidup!"
48 Tampaknya Hiong hoat taysu dan Hui leng taysu sadar jika
mereka tak akan lolos dari kematian pada hari ini serentak
mereka berpaling ke arah Cu soat taysu dari Heng san pay,
Thian it taysu dari Ngo tay san serta Taycu sanjin dari Thay
san pay, dimana sinar matanya yang tajam menyapu lewat,
sinar mata semua orang segera ditundukkan rendah rendah.
Tay cu Sangjin tertawa sedih, lalu berkata:
"Maksud baik taysu berdua amat mengharukan pinceng,
tapi sebagai tuan rumah, pinceng tak ingin menyaksikan kalian
semua mati dengan begitu saja..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, Hiong hoat taysu dan
Hui leng taysu telah menggigit lidah sendiri untuk bunuh diri.
Perlu diketahui, kedua orang pendeta itu mempunyai
kedudukan yang sangat tinggi didalam dunia persilatan,
sekalipun kepandaian silat yang mereka miliki amat lihay, tapi
yg paling penting bagi seorang umat persilatan adalah
memegang janji. Setiap persoalan yang telah mereka janjikan tak akan
pernah disesalkan kembali itulah sebabnya tanpa memberi
perlawanan mereka telah menghabiskan nyawanya sendiri.
Kematian mereka yang tragis dengan cepat mengundang
rasa haru semua orang, hujan air mata membasahi wajah
setiap pendeta dalam ruangan tersebut...
Tampak darah kental mengucur keluar dari ujung bibir
mereka, sebelum ajalnya tiba mereka masih sempat membuka
matanya untuk memandang sekejap kearah Liong Tiau im
kemudian dengan membawa wajah yang tentram tanpa rasa
sesal mereka mengakhiri perjalanan hidupnya.
49 Air mata telah membasahi seluruh wajah Tay cu sanjin,
mendadak ia tertawa keras kemudian berseru :
"Liong sicu, kau telah membunuh dua orang taysu kami,
tentunya hatimu sudah merasa puas bukan ?"
Paras muka Liong Tian im suram menyeramkan, mukanya
mengejang amat keras, sahutnya:
"Tidak, aku tak akan puas, akan kubunuh setiap hwesio
gundul yang kujumpai didunia ini"
Sambil mengayunkan patung emasnya, dia bergumam:
"lnilah perintah dari guruku, aku harus mentaatinya !"
"Hn . . . Liong sicu, kau kelewat kejam !" bentak Thian it
taysu dengan gusar. Bersama dengan Cu im taysu, ia menerjang maju ke depan,
serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar
benar luar biasa dahsyatnya, angin pukulan yang berlapis lapis
seperti amukan ombak dengan cepat meluncur kedepan.
Sepasang mata Liong Tian im telah berubah menjadi merah
membara, sambil membentak keras patung emasnya disodok
kedepan merobohkan dua orang murid perguruan Thay san
pay yang telah menerjang dengan amat buasnya itu.
Diantara percikan darah segar yang menyembur keempat
penjuru, tubuhnya bergerak cepat dengan melejit delapan
depa ke udara untuk meloloskan diri dari serangan dahsat itu.
50 Kemudian ia serahkan patung Kim mo sin-jin ketangan kiri
sementara jari tengah tangan kanannya menyentil kedepan,
cincin emas sakti tersebut segera meluncur kedepan.
Thian it taysu dan Cu soat taysu tentu saja tak akan
sanggup untuk membendung serangan cincin iblis emas yang
tak berwujud tak bersuara itu, serentak mereka menjerit
kesakitan lalu roboh binasa ketanah.
Air mata segera bercucuran membasahi wajah Tay cu
sangjin, dengan suara menggelegar dia membentak:
"Sekalipun harus pertaruhkan nyawa segenap anggota
Thay san pay, pinceng akan berusaha untuk membunuh kau si
malaikat laknat...."
Sepasang telapak tangannya disilangkan sambil
melancarkan serangan, sementara tubuhnya ikut pula
menerjang kemuka. Dalam pada itu, dari luar ruangan kecil telah bermunculan
dua puluh orang pendeta dengan senjata lengkap, dengan
garang mereka maju kedepan mengerubuti Liong Tian im.
Berhadapan muka dengan kawanan pendeta yang datang
bagaikan air bah itu, Liong Tian im mendongakkan kepalanya
dan tertawa seram, patung emasnya segera diputar sangat
dahsyat percikan darah segera memancar kemana mana,
dimana cincin iblis emasnya berkelebat disitu pula salah
seorang pendeta roboh binasa.
Dalam waktu singkat, patung Kim mo-sin jin tersebut sudah
berubah menjadi merah karena darah, sekujur badan Liong
Tian im pun penuh berpelepotan darah kental, seluruh
51 permukaan lantai sudah dipenuhi oleh mayat-mayat pendeta
yang terkapar disana sini bagaikan membukit . ..
Menyaksikan kebrutalan musuhnya, Tay-pe Sangjin tertawa
rawan, kemudian katanya: "Liong sicu, tentunya kau merasa gembira bukan, begitu
banyak anak murid Buddha telah kau bantai secara keji, darah
segar telah membasahi seluruh tubuhmu . .."
"Sreeet .. ." Sekilas bayangan merah berkelebat lewat dengan suatu
kecepatan luar biasa. Kontan Tay-pe Stngjin merasakan sekujur badannya
mengejang keras, diatas jalan darah tay yang-hiat pada
keningnya tahu tahu telah bertambah dengan sebuah cincin
emas... Darah kental jatuh bercucuran melewati pipinya dan
menodai seluruh jubahnya . ..
Pelan pelan dia menyeka noda darah diujung bibirnya, dan
sekejap berdiri kaku disitu, rintihan kesakitan berkumandang
memecahkan keheningan kemudian maju beberapa langkah
dengan susah payah sambil menuding ke arah Liong Tian im
katanya parau: "Kau Hiat ci kim mo (iblis emas berjari darah) sampai
matipun pinceng tak akan mengampunimu . . ."
Mula-muIa Liong Tipn im rada tertegun, lalu sambil
mendongakkan kepalanya dia tertawa terbahak-bahak,
suaranya keras dan amat memekikkan telinga.
52 Pelan pelan Tay pe Sangjin roboh terkapar diatas tanah.
Mendadak selintas perasaan hambar dan kosong
menyelinap kedalam benak Liong Tian im dan mencekam
perasaannya, lambat laun hawa pembunuhan yang semula
menyelimut seluruh wajah anak muda itu, lambat laun
semakin berkurang. "lblis emas berjari darah, iblis emas berjari darah . . ."
gumamnya berulang kali. Setelah mengulangi beberapa patah kata, kembali dia
mendongakkan kepalanya dan tertawa keras:
"Haah . . haah . . haah . . . suatu peristiwa yang sangat
menggelikan, aku telah berubah menjadi iblis emas berjari
darah, haah . ,haah haah . ."
Dia sendiripub tak tahu perbuatan apakah yang telah
dilakukan, dalam gelak tertawa mana teramat keras itulah
sambil membawa parung Kim mo sinjin tersebut segera
berjalan meninggaikan ruangan itu.
Bekas-bekas telapak kakinya yang penuh darah makin jauh
meninggalkan ruangan dengan hayat yang penuh terkapar
diatas tanah ini suara gelak tertawanyapun makin lama
semakin jauh sebelum akhirnya lenyap dibilik kesunyian yang
mencekam diseluruh bumi. Ketika segulung ingin bukit berhembus lewat, terendus bau
amisnya darah yang kental menyerang pernapasan, semenjak
itulah tak pernah terdengar lagi suara genta berkumandang
diatas bukit Thay san . . .
53 Kini penghuninya telah berubah menjadi mayat mayat yang
bergelimpangan diatas tanah nyawa mereka telah
meninggalkan raga kembali ke akhirat . . .
Yang tersisa diatas bukit itu hanyalah tumpukan mayat
yang membukit serta genangan darah kental yang membasahi
seluruh permukaan lantai . . . entah sampai kapan hal ini akal
berlangsung " ooOoo KUIL Pek-im-si di puncak Kim-sim-teng dalam bilangan
bukit Go bi, berdiri tenang d aatara lapisan kabut yang tebal.
Sudah berabad-abad lamanya kuil tersebut berdiri kokoh
disitu, usianya sudah cukup tua hal ini dapat dilihat dari
dindingnya yang banyak berguguran menunjukkan ketuaan
usianya. Meskipun begitu, bangunan tersebut masih tetap
melambangkan tempat suci dibukit Go bi, juga merupakan
salah satu keindahan alam diatas bukit tersebut . . .
Ditengah remang remangnya cuaca senja, tampak seorang
pemuda berdiri terpekur seorang diri dipuncak bukit itu sambil
mengawasi kuil Pek-im-si yang diliputi kabut tebal, kemudian
ia menghela napas rendah.
Helaan napas yang berat segera menyebar ditengah kabut
malam yang makin menebal, di balik helaan napas tadi
tercermin kesepian dan kemurungan hatinya.
Seakan-akan sianak muda yang menyendiri itu memiliki
suatu kedukaan yang mencekam hatinya, seolah-olah
kehidupannya didunia ini telah memberikan suatu pukulan yan
54 berat bagi hatinya, kalau tidak, mengapa tatapan matanya
terhadap jagad begitu dingin dan kaku "
"Aaai . . !" kembali dia menghela napas panjang.
"Walaupun dalam satu hari saja aku telah menciptakan
nama Hiat-ci kim-mo bagi diriku namun aku tak pernah
merasa gembira untuk keberhasilanku itu, malah sebaliknya
aku merasa seperti kosong, kesepian dan hambar . ."
Angin dingin menerpa wajahnya dan membuatnya
menggertak gigi menahan diri, pikirnya lebih jauh:
Entah apa pun yang bakal terjadi dimasa mendatang, aku
bersedia mengembara kemana pun demi dendam kesumatku,
hanya darah yang dapat mencuci bersih luka dalam hatiku. .
.." Liong Tian im segera menggerakkan tubuhnya seperti
seekor burung mayar, melintasi kabut nan tebal dan melayang
turun diujung hutan yang berhadapan dengan kuil Pek im si
tersebut. Dia berdiri disela-sela dedaunan yang lebat, kemudian
mengalihkan sorot matanya keatas pintu terbang Pek im si
yang besar. Memperhatikan kuil Pek im si yang berdiri angker, selapis
hawa pembunuhan kembali menyelimuti seluruh wajahnya,
lalu ia bergumam: "Akan kubunuh semua hwesio yang berada di dunia ini!"
Suara yang begitu dingin dan keras hampir saja
membuatnya terkejut sendiri, kembali dia berpikir:
55 "Heran, entah mengapa kau bisa begitu membenci kaum
pendeta, apakah dikeranakan semasa kecilku dulu musibah
yang menimpa diriku kelewat keji sehingga membuatku jadi
begini ?" Musibah yang telah menimpanya diusia kecil dulu bagaikan
jaring jaring iblis keji yang mencengkeram tubuhnya dan
membuatnya tak mampu untuk melepaskan diri, dan
membuatnya sedetik pun tak pernah melupakannya . . .
"Lupakanlah itu, agar semua kejadian yang telah lewat
terhapus untuk selamanya dari dalam hatiku, kalau tidak,
makin kuingat peristiwa itu, semakin bernapsu kucari dasar
dari alasan itu . . . "
Setelah tertawa getir, lanjutnya:
"Hingga hari ini, bukankah tujuan kedatanganku ke bukit
Go bi ini adalah uttuk melacaki rahasia yang menyelimuti
semua peristiwa di masa lalu. . ."
ia merasakan suatu pertentangan batin yang amat hebat,
diantara kilatan sorot matanya terpancar keluar pelbagai
perasaan yang berbeda, ada kalanya lembut bagaikan air
ditengah samudera, ada kalanya pula menjadi dingin dan kaku
bagaikan salju didalam gudang es yang telah berusia selaksa
tahun . . . Wataknya sukar diraba dengan mudah, orangnya lebih
sukar untuk diraba pula...
Ditengah matahari senja yang memancarkan sinar
berwarna merah, mendadak sepasang matanya berkaca kaca
penuh noda air mata, hembusaa angin bukit membuat ujung
bajunya berkibar kencang...
56 Liong Tian-im mendongakkan kepalanya memandang sisa
cahaya senja diujung langit sana, setelah membetulkan
rambutnya yang kusut, sekulum senyuman dingin kembali
tersungging diujung bibirnya yang terkatup rapat.
Dia lantas berpikir: "Seandainya ciangbunjin dari Go bi-pay bersedia
menerangkan apa yang ingin kuketahui, niscaya akan


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kusudahi sampai di sini saja. tapi kalau tidak, hmmm .. . hari
ini aku akan membantai kembali Go-bi pay dengan darah,
karena hwesio hwesio itu membuat hatiku sedih"
Setelah mengambil keputusan, senyuman yang menghiasi
wajahnya semakin menebal, sepasang tangannya segera
digetarkan keras kemudian melejit setinggi dua kaki dan
melayang turun ditengah lapangan depan kuil Pek im-si.
Suasana disekitar kuil itu terasa hening, di awal cahaya
senja yang semakin redup, nampak pintu gerbangnya tertutup
rapat rapat, Liong Tian-im berjalan mendekati pintu itu dan
pelan pelan menggetarkan gelang pintu sebanyak tiga kali.
Tak selang berapa saat kemudian, dari balik bangunan kuil
itu kedengaran suara langkah manusia, menenyusul kemudian
pintu gerbang terbuka sedikit, seorang hwesio cilik melongok
keluar dan memandang wajah Liong Tian im keheranan.
Tapi ketika sorot matanya bertemu dengan sinar mata
Liong Tian im yang dingin, tanpa rasa ia menjadi bergidik.
"Aku datang untuk berjumpa dengan Hui-ko siansu, cepat
masuk dan memberi laporan.." kata Liong Tian-im kemudian
dengan suara dalam. 57 Hwesio cilik itu tertegun.
"Hui ko susiok sudah lama tak berada dibukit ini sicu. lebih
baik kau pergi saja" sana nya.
Mendengar kalau Hui ko siansu tak berada disana Liong
Tian im menjadi amat gelisah dengan cepat dia cengkeram
tubuh hwesio cilik itu dan mengangkatnya keudara.
"Dia telah pergi kemana ?" serunya gelisah.
"Sicu" kata hwesio cilik itu dengan wajah menghijau karena
ketakutan, "kemanakah Hui ko susiok telah pergi, siau ceng
benar benar tidak tahu, persoaIan ini hanya diketahui oleh
ciangbunjin seorang, lebih baik kau bertanya sendiri kepada
ciangbunjin . ." "Kalau begitu cepat panggil keluar ciangbunjin mu" kata
Liong Tian im sambil mengendorkan cengkeramannya
"katakan kalau aku ada urusan hendak berjumpa dengannya,
masalah itu menyangkut soal Hui ko .."
Sorot matanya yang dingin dan tajam bagaikan sembilu itu
membuat hwesio cilik itu ketakutan setengah mati dan tak
berani membantah. katanya tergagap:
"Hari ini ciangbunjin ada urusan, ia bilang tidak menerima
tamu siapa pun. . ." Paras muka Liong Tian im segera berubah
hebat, bentaknya: "Tak usah banyak bicara, kalau aku suruh kau pergi, lebih
baik kau pergi dari sini . ."
Hwesio cilik itu seperti hendak mengucapkan sesuatu lagi,
akan tetapi tatkala sinar matanya saling membentur dengan
58 sorot mata Lian Tian im, hatinya menjadi bergidik, dengan
ketakutan buru buru dia lari masuk ke dalam ruang kuil.
Tak selang berapa saat kemudian muncul seorang pendeta
berusia pertengahan yang beralis mata tebal dan bertubuh
kekar. Menyaksikan sikap Liong Tian im yang begitu anggun serta
wajah yang begitu tampan, wajahnya segera berubah serius,
setelah memberi hormat, tegurnya pelan:
"Omintohud, ada urusan apakah sicu datang mencari
ciangbujin kami?" "Aku datang kemari lantaran persoalan yang menyangkut
diri Hui ko siansu .."
"Hui ko susiok?" hwesio setengah umur itu nampak agak
tercengang, "ada urusan apa dengan Hui ko siansu" Dia tak
ada didalam kuil." "Persoalan ini termasuk amat rahasia, aku harus
membicarakannya sendiri dengan ciangbunjin kalian" ucap
Liong Tian im dingin. Hwesio setengih umur itu termenung sambil berpikir
sebentar, kemudian tanyanya:
"Tolong tanya siapa nama sicu?" Liong Tian im mendengus
dingin, lalu sahutnya dengan kening berkerut:
"Aku she Liong! Siapa pula kau?"
"0ooh. rupanya Liong sicu, aku adalah hwesio penerima
tamu dari kuil ini. To ki hwesio." Liong Tian im manggut
59 manggut "Aku lihat, kau si hwesio lumayan juga!" Dengan
sinar mata tercengang To ki hwesio memandang sekejap
kearah Liong Tian im, dia tak tahu apa sebabnya ia bisa
berkata demikian karena Liong Tiao im kelihatannya mirip
sekali dengan seorang anak sekoIahan, tentu saja dia tak
akan menaruh curiga kalau dibalik perkataan itu
sesungguhnya mengandung suatu maksud yang mendalam.
"Apa maksudnya" Dikemudian hari kau akan mengerti
dengan sendirinya" ucap Liong Tian im sambil tersenyum.
Kemudian sambil masukan tangannya kedalam saku diapun
bertanya: "Sekarang, kau tentunya dapat membawa aku untuk
berjumpa dengan ciangbunjin kalian bukan?"
"Oooh, silahkan Liong sicu menunggu sebea tar didalam
kamar tamu biar siauceng laporkan dulu hal ini kepada
ciangbunjin. "Begitu banyak peraturan baru yang berlaku disini?" Liong
Tian im berkerut kening. To ki hwesio segera tertawa getir:
"Yaa, apa boleh buat, memang hal ini sudah menjadi
peraturan disini, harap sicu suka memakluminya".
Mendengar itu, dari gusar Liong Tian itu menjadi girang,
dia segera berseru: "Cukup mendengar perkataanmu itu, aku harus
mendermakan seratus tahil emas bagimu."
60 Seraya berkata, dari dalam sakunya mengeluarkan seuntai
mutiara sembari katanya lebih jauh:
"Tentunya benda ini laku seratus tahil emas bukan ?"
To ki hwesio nampak terkejut, menyaksikan untaian
mutiara yang berkilauan memancarkan sinar terang dan
berjumlah dua puluh biji itu, kalu dihitung sebenarnya,
mungkin akan bernilai seratus tahil emas lebih.
Sambil tersenyum Liong Tian im meletakkan untaian
mutiara tersebut ketangan To ki hwesio, kemudian katanya:
"Atau kau merasa kurang banyak ?"
Ketika mengucapkan perkataan itu, pancaran sinar buas
memancar kembali dari balik matanya, dia segera berpikir:
"Bila hwesio ini berani mengatakan kurang, seketika ini
juga akan kubunuh dirinya !"
Dalam pada itu, To ki hwesio telah berhasil menenangkan
kembali hatinya, dia lantas berkata:
"Omintohud, kalau toh sicu begitu sosial, sudah tentu kau
akan mendapatkan berkah, tapi jumlah dermaan ini kelewat
besar, lebih baik serahkanlah sendiri kepada ciangbunjin."
"Aaai, lebih baik kau tak usah ribut terus" tukas Liong Tian
im setengah membentak. "Omintohud, silahkan Liong sicu mengikuti siauceng untuk
menanti sebentar didalam kamar tamu."
61 Liong Tian-im mendengus dingin, mengikuti To-ki hweesio
ia masuk ke dalam kuil Pek im si.
Suasana didalam kuil itu kelewat sepi dan lenggang, kecuali
dua tiga orang pendeta yang berlalu lalang lewat disamping
Liong Tian im, hampir seluruh ruangan maupun taman berada
dalam keadaan sepi. Liong Tian-im menarik napas dalam dalam mengendus bau
harum semerbak yang tersiar dari arah taman, dia merasakan
semangatnya berkobar kembali. .
Setelah melewati dua buah pintu berbentuk rembulan,
sampailah mereka didalam sebuah ruargan yang hening.
Dengan wajah serius To ki hwesio berkata "Harap Liong
sicu suka menunggu sebentar disini, siauceng akan
melaporkan kunjungan sicu ini kepada ciangbunjin"
Liong Tian-im mengangguk, ia saksikan diatas dinding
tergantung beberapa lembar lukisan pemandangan disudut
dinding sana terletak beberapa buah jambangan dan selain itu
hanya terdapat sebuah meja dengan kursi yang terbuat dari
kayu cendana, ujarnya kemudian:
"Ehmmm... dekorasi ditempat ini memang cukup indah dan
menarik hati." Agak memerah wajah To-ki hweesio, cepat sahutnya:
"Kuil terpencil diatas bukit sudah barang tentu jauh
berbeda dengan dekorasi dan rumah pembesar atau
hartawan, harap sicu suka memaklumi akan kesederhanaan
tempat ini!" 62 Ketika dilihatnya To ki hwesio telah salah menganggap
dirinya sebagai keturunan orang berpangkat, Liong Tian-im
segera tersenyum, pikirnya:
"Sudah dua belas tahun lebih aku hidup terpencil diatas
pegunungan yang jauh dari keramaian dunia, tempatku itulah
yang tak akan mampu meaandingi keindahan dekorasi disini,
heehmmm . . . darimana kau bisa tahu siapakah diriku ini ?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas mengulapkan tangannya
sambil berseru: "Silahkan."
To-ki hweesio segera merangkap tangannya memberi
hormat. kemudian mengundurkan diri dari kamar tamu.
"Traaang .. . "
Bunyi genta yang berat dan nyaring bergema ditengah
kegelapan yang mulai menyelimuti angkasa, genta itu
dibunyikan tiga kali berturut-turut dan merupakan suatu
kejadian yang belum pernah terjadi dalam kuil Pek im si
sebelumnya. Dalam ruang tengah, segenap anggota kuil baik yang tua
maupun yang muda, semuanya telah berkumpul dan menjadi
satu, disana tak kedengaran suara orang membaca doa, juga
tiada suara ketukan bokhi mengiringi pembacaan doa..
Leng kong taysu, ketua dari Go bi pay berdiri didepan
kawanan hwesio itu sambil membaca doa tiada hentinya,
lewat sesaat kemudian ia baru membuka matanya kembali
dan memandang sekejap kawanan pendeta yang berada
dalam ruangan. 63 "Marii muridku semua" demikian ia mula berbicara dengan
suara dalam, "didalam pertemuan Thay san yang
diselenggarakan untuk membahas Siau seng keng gi, semua
utusan dari pelbagai aliran yang dikirim kesana telah
mengalami musibah dan tewas dibunuh Hiat ci kim mo,
diantara mereka termasuk juga utusan kita Hui leng taysu ikut
menjadi korban..." Mendengar kalau Hut leng siansu telah menemui ajalnya,
suasana didalam ruangan itu segera menjadi gempar dan
ramai, masing-masing pendeta segera memanjatkan doa
bersama. Mimik wajah yang diperlihatkan oleh setiap pendeta pun
berbeda beda, ada yang merasa sedih, ada yang merasa
gusar, ada yang menangis dan ada pula yang menghela napas
panjang. Dengan suara dalam Leng kong taysu melanjutkan kembali
kata-katanya: "Dunia persilatan menjadi gempar setelah berita ini tersiar
keluar setiap umat persilatan dibuat terkesiap oleh kekejaman
serta kebrutalan Hiat ci kim mo dan peristiwa ini merupakan
suatu bencana yang paling besar buat kalangan Buddha kita."
"Ciangbunjin!" tiba tiba terdengar seseorang berseru,
"harap kau suka menyebarkan Kiu liong rap leng untuk
mengumpulkan segenap jago dari kalangan Hud bun untuk
membalaskan dendam bagi mereka yang tewas, kalau tidak,
kita sebagai pemegang lencana sembilan naga Kiu liong yap
leng merasa tak dapat mempertanggung jawabkan diri kepada
umat persilatan pada umumnya dan golongan Hud bun
khususnya.." Ku iu taysu, salah seorang dari Go bi jit ia (tujuh
dedengkot dari Go bi) tampilkan diri dari kerumunan orang
banyak, dia memohon kepada Leng kong siansu untuk
64 menurunkan perintah Kiu liong yap leng dan bersama sama
kawanan jagoan lainnya menangkap Hiat ci kim mo serta
membalaskan dendam bagi mereka yang telah tewas.
Leng kong taysu segera menghela napas panjang, katanya
dengan suara dalam: "Ketika Kiu liong yap leng dibtentuk, sebetulnya tujuan dari
pelbagai partai adalah untuk menanggulangi keganasan Jian
hun kim mo Sa Bu ki, tapi ketika lencana ini terbentuk, lima
ratusan orang lebih anggota pelbagai partai menjadi korban
keganasannya, oleh karena itu penggunaan lencana tersebut
harus dipertimbangkan masak-masak lebih dulu sebelum
melakukannya" Dengan sorot mata yang tajam dia memandang sekejap
wajah kawanan pendeta itu, kemudian melanjutkan.
"Sewaktu perguruan kita dapat giliran untuk menerima
lencana Kiu liong Yap kita kali ini aku sudah merasa tidak
tenang dan kuatir terjadinya suatu peristiwa besar, sungguh
tak nyana belum sampai dua tahun kujabat sebagai pemegang
Yap-leng tersebut, terjadilah peristiwa berdarah dibukit Thaysan
dimana berpuluh-puluh orang jago lihay dari pelbagai
perguruan telah tewas ditangan Hiat ci kim-mo, tampaknya
sejarah lama akan terulang kembali, bencana besar telah
mengancam seluruh aliran Hud bun kita..."
Perlu diketahui pada lima puluh tahun berselang, dalam
dunia persilatan telah muncul seorang jagoan aneh yang
bersenjatakan sebuah patung Kim mo-sin-jin, orang itu khusus
mencari gara-gara dengan pihak Hud-bun.
Akibatnya dalam tiga bulan yang amat singkat, dia telah
menerjang Siau-limpay, mengacau Go-bi pay, menghancurkan
65 Ngo-tay-pay melenyap Heng san pay dan menjebolkan Kun
lun pay dua ratusan orang anggaota perguruan Hud bun
dibasmi secara brutal, menyebabkan pelbagai partai
mengalami suatu pukulan yang berat.
Kemudian para pemuda pelbagai perguruan segera
mengundang datangnya Hud bun sam seng untuk
menanggulangi peristiwa tersebut, dalam suatu pertarungan
yang seru diatas bukit Thay san, Jian hun kim mo Sah bu ki
yang dianggap sebagai pembunuh nomor wahid dikolong
langit itu berhasil dihajar hingga tercebur ke dalam jurang.


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejak itulah pelbagai partai segera bersatu padu untuk
bersama sama melindungi keselamatan Hud bun dengan
menciptakan empat buah lencana Kiu liong yap leng, tiga
diantaranya diserahkan kepada Hud bun sam seng, sedang
yang sebuah lagi di jaga dan di pegang oleh pelbagai
perguruan secara bergilir.
Diatas lencana Kiu liong yap leng tertera nama nama dari
para cousu pelbagai perguruan, kemunculan lencana tersebut
ibaratnya kehadiran cousu mereka sendiri, mereka akan
tunduk dan taat atas semua perintah yang di sampaikan lewat
lencana tersebut. Tak heran kalau lencana mestika itu tak akan muncul dalam
dunia persilatan secara sembarangan apabila dalam dunia
persilatan tidak terjadi surtu peiistiwa yang benar benar luar
biasa. Lencana tersebut dijaga selama empat tahun secara
bergilir, dua tahun berselang lencana tersebut baru saja
diterima pihak Go bi pay dari pihak Heng san pay, mimpipun
Leng kong taysu tak menyangka kalau sebelum masa
jabatannya selama empat tahun selesai, Hiat ci kim mo telah
munculkan dirinya kembali. . .
66 Tatkala para pendeta yang berkumpul didalam ruangan
mendengar Leng kong taysu berkata dengan suara dalam dan
pedih, untuk sesat suasana menjadi hening tanpa suara, rasa
sedihpun menyelimuti wajah setiap orang yang hadir.
Leng kong taysu menghela napas panjang, sinar matanya
menyapu sekejap wajah para pendeta yang berkumpul dalam
ruangan itu, kemudian ujarnya dengan serius:
"Ku in, harap kau bawa keluar lencana Kiu liong yap leng
tersebut. . .!" Mencorong sinar tajam dari balik mata Ku in taysu, dia
segera mengiakan dan buru-buru menuju ke loteng
penyimpan kitab dalam ruangan kuil sebut.
Baru saja bayangan tubuh lenyap dari pandangan mata,
sesosok bayangan manusia melompat keluar dari balik
wuwungan rumah. Setitik debu jatuh tepat dibawah jubah Leng kong taysu,
dengan keheranan dia segera mendongakkan kepalanya
memperhatikan atap ruangan.
Sayang ia tidak menyaksikan apa-apa kecuali ukiran Budha
yang memenuhi atap langit langit bangunan ruangan itu.
Pelan pelan Leng-kong taysu mengalihkan kembali sorot
matanya keatas papan nama di atas ruangan yang
bertuliskan: "TAY-HIONG-POOTIAN, Sambil menghela napas pikirnya
kemudian: "Aaai.. kuil yang sudah berusiah ratusan tahun ini
entah masih bisa bertahan berapa Iama lagi?"
67 Sementara dia masih termenung, Ko-in taysu telah berjalan
masuk ke dalam ruang sambil membawa sebuah kotak kemala
bersegi empat, dengan kepala tertunduk dia menyerahkan
kotak kemala itu ke tangan Leng kong taysu lalu
memundurkan dirinya kembali.
Leng kong taysu segera menatap sekejap kotak kemala
diatas kain kuning itu, kemudian ambil memberi hormat
katanya: Tecu Leng-kong terpaksa harus mengundang kehadiran
cousu sekalian untuk bersama-sama menanggulangi
keganasan Hiat-ci kim-mo yang telah melakukan pembantaian
terhadap pelbagai jago dari berbagai aliran."
Pelan-pelan dia letakkan kotak kemala itu di atas meja,
kemudian dengan wajah serius dia membuka bungkusan kain
kuning itu dan nembuka kotak kemala tadi. Akan tetapi
setelah sinar matanya dialihkan ke dalam kotak tersebut,
paras mukanya segera berubah hebat, rasa kejut bercampur
terkesiap dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, dia
mundur tiga langkah dengan sempoyongan sebelum akhirnya
dapat berdiri tegak. Dengan terperanjat Ku in taysu segera menegur:
"Ciangbunjin, kenapa kau ?"
"Kalian lihatlah sendiri!" jawab Leng-koi taysu dengan
wajah pucat dan suara gemetar.
Ku in tavsu ragu-ragu sebentar, ditatapnya sekejap wajah
Leng-kong taysu yang diliputi perasaan terkejut itu, kemudian
dengan keheranan dia maju dua langkah kedepan dan
melongok kedalam kotak kemala tersebut.
68 "Aaah . . ! Kim mo ci huan (cincin iblis emas) !" jeritnya
kaget. Ternyata isi kotak kemala tersebut adalah sebuah cincin
yang amat kecil, sedangkan lencana Kiu liong tiap leng entah
sudah kemana larinya . ..
"Ciangbunjin, Kiu liong tiap leng telah hilang" bisik Ku in
taysu kemudian dengan suara gemetar.
Segenap pendeta yang hadir dalam ruanga bersama-sama
dibuat terkejut, mereka tida mengira kalau Hiat ci kim mo
telah berkunjung ke Go bi san dan tanpa menimbulkan suara
sedikitpun juga telah menukar lencana Kiu liong tiap leng
tersebut dengan cincin iblis emas.
Dengan suara gemetar kembali Ku in taysu berkata:
"Bagaimana baiknya sekarang" Dengan hilangnya lencana
Kiu liong tiap leng, bagaimanakah cara Go bi pay kita untuk
mempertanggung jawabkan peristiwa ini kepada pelbagai
partai lainnya ?" Sambil membentak keras dia lantas membalikkan badan
dan berjalan menuju luar ruangan.
Leng kong taysu menjadi tertegun menyaksikan tindakan
rekannya itu, segera bentaknya:
"Ku in, kau hendak ke mana ?"
"Aku hendak memohon maaf kepada pelbagai partai" jawab
Ku in taysu sambil tertawa sedih, "karena lencana Kiu liong
tiap leng lenyap ditangan pinceng .. ."
69 Dengan kenicg berkerut Leng-kong taysu segera berseru:
"Hiong beng, Hiong wan, Hiong hoat, Hiong bun empat
tianglo, harap kalian segera berangkat ke timur, barat, utara
dan selatan untuk melakukan penjagaan, siapapun dilarang
masuk keluar dari wilayah ini .. ."
Empat orang pendeta tua itu segera mengiakan dan berlalu
dari sana, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah
lenyap dari pandangan mata.
Dengan suara dalam Leng-kong taysu segera berkata lagi:
"Ku-in, Ku ko, Ku hoat tiga orang tianglo harap menuju ke
loteng penyimpanan kitab loteng senjata dan ruang Si lik
untuk melakukan pemeriksaan, bila menjumpai jejak Hiat ci
kim-mo, segera lepaskan tanda rahasia untuk memberi kabar .
. ." Setelah berhenti sejenak dan menarik napas panjangpanjang,
dia melanjutkan: "Sedangkan semua anggota perguruan lainnya harap
kembali ke tempat masing masin untuk menyiapkan senjata
dan panah, setiap lima orang membentuk satu group untuk
mengawasi setiap jalur dan pintu yang berada dalam kuil ini . .
." Serentak semua orang mengiakan dan berlalu dari sana,
dalam waktu singkat suasaa dalam ruangan itu menjadi
lenggang. Sambil mengepal sepasang tinjunya Leng kong taysu lantas
bergumam: 70 "Aku akan segera turunkan perintah untuk menghubungi
segenap perguruan yang ada untuk bersama-sama
mengirimkan jagonya menuju ke dalam dunia persilatan dan
menangkap batang leher Hiat ci kijo-mo tersebut ..."
Baru saja dia membalikkan badannya hendak kembali ke
ruang hongtiang, tiba tiba di lihatnya To-ki hweesio masih
berdiri kaku di situ. Dia segera berseru tertahan, kemudian dengan wajah
tercengang tegurnya cepat:
"To ki, apakah kau tidak mendengar perintahku ?"
"Lapor ciangbunjin di kamar tamu terdapat seorang sicu
yang memohon berjumpa dengan ciangbunjin ... . " ucap To ki
hwesio sambil merangkap tangannya didepan dada.
"Apa " Ada orang hendak berjumpa dengan aku " Sejak
kapan dia masuknya kemari ?" seru Leng kong taysu sambil
berkerut kening. "Liong sicu sudah cukup lama masuk kemari, tadi tecu
datang kemari untuk memberi laporan kepada ciangbunjin tapi
telah terjadi..." Dengan gusar Leng kong taysu segera mendamprat:
"Kau toh tahu jika kuil kita sedang berada dalam keadaan
yang gawat, mengapa kau ijin kan orang asing untuk masuk
kemari ?" "Liong sicu adalah seorang pelajar yang lemah lembut dan
amat sopan." jawab To-ki hwesio tergagap.
71 Kemudiao sambil mengeluarkan seuntai mutiara, dia
melanjutkan: "Malah dia pun mendermakan seuntai mutiara yang bernilai
ratusan tahil emas murni buat kuil kita, oleh sebab itu tecu . .
" Berkilat sepasang mata Leng-kong taysu setelah
menyaksikan kejadian itu, diterimanya untaian mutiara
tersebut kemudian berkata:
"Oooh, sudah terjadi peristiwa ini ?"
Sesudah termenung sebentar, dia lantas bertanya:
"Apakah dia mengatakan ada urusan apa datang mencariku
?" "Liong sicu berkata, dia datang karena persoalan Hui ko
susiok. ." "Hui ko?" Leng kong taysu nampak tcrcengang: "Hui ko
sudah gila, ada urusan apa dia hendak mencarinya?"
Setelah menggigit bibir dan termenung sebentar katanya
kemudian: "Bawa aku kekamar tamu!"
Sepanjang jalan dia berusaha membayangkan manusia
macam apakah Liong sicu itu, kemudian pikirnya:
"Konon Hiat ci kim mo juga seorang pemuda, tapi entah dia
she Liong atau bukan" Tapi menurut pendapatku Hiat ci kim
72 mo tak nanti akan berani menunggu kedatanganku dalam
kamar tamu." Sementara masih termenung sampailah mereka didepan
kamar tamu. Dia segera melangkah masuk kedalam ruangan, tampak
olehnya seorang pemuda berbaju biru sedang bergendong
tangan sambil menikmati tulisan yang tergantung diatas
dinding, ia segera memberi tanda agar To ki hwesio
mengundurkan diri, kemudian pelan-pelan dia baru berjalan
mendekati pemuda itu. Agaknya Liong Tian im sama sekali tidak merasa kalau Leng
ko taysu telah berjalan sampai dibelakang tubuhnya, dia
masih menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
bergumam: "Ehmm...inilah hasil karya dari Mi tian, betul-betul sebuah
karya tulis yang tak ternilai harganya..."
"Omintohud!" Leng kong taysu segera berseru "sicu betul
betul memiliki ketajaman mata yang hebat, betul tulisan itu
memang hasil karya dari Mi Tian..."
Pelan pelan Liong Tian im membalikan badannya. kemudian
berkata: "Oooh .. inikah 1J hongtiang?"
Dengan seksama Leng kong taysu memperhatikan wajah
Liong Tian im, ia jumpai pemuda itu berwajah tampan dengan
sikap yang lemah lembut tak salah lagi kalau disebut seorang
anak sekolahan. 73 Sambil manggut manggut sahutnya:
"Yaa, lolap Leng kong hongtiang dari kuil ini."
"Aku Liong Tian im, datang dari sebelah timur Tay beng
dengan maksud untuk berjumpa dengan Hui ko taysu."
"Oooh, silahkan duduk."
Sorot matanya dialihkan sekejap memandang sebuah
bungkusan yang terletak diatas meja, kemudian tanyanya lagi:
"Apakah bungkusan ini milik sicu?"
"Yaa, itulah barang bawaanku, ada sesuatu yang tak beres
taysu?" kata Liong Tian in sambil mengambil tempat duduk.
"Ooh... tidak tidak apa apa..." sahut Leng long taysu agak
gugup. Setelah berhenti sebentar, tanyanya lagi: "Tolong tanya
sicu, ada urusan apakah kau hendak mencari Hui ko sute..?"
"Konon Hui ko taysu sudah tidak berada di kuil ini"
benarkah perkataan itu?"
Leng kong taysu termenung sebentar, kemudian sahutnya:
"Benar, Hui ko memang sudah tidak berada dikuil lagi,
harap sicu suka menerangkan sebenarnya karena persotaan
apakah kau datang ke mari?"
74 Pelan-pelan Liong Tian in berkerut kening, kemudian
ujarnya: "sesungguhnya aku datang kemari antara persoalan
Budhi pek-yap..." "Aaaah, sicu adalah..." Leng-kong Taysu nampak
terperanjat sekali. Diam-diam Liong Tian-in mendengus dingin, pikirnya:
"Bila aku harus menerangkan alasan yang sebenarnya,
sudah pasti dia tak akan memberitahukan keadaan yang
sebenarnya kepadaku lebih baik kurang sebuah cerita bohong
saja untuk membohonginya ..."
Dengan cepat dia memutar otaknya sambil termenung,
kemudian baru menjawab: "Hui-ko siansu adalah seorang sanak keluargaku, dahulu
dia pernah titipan pesan ayahku untuk menyelidiki masalah
Budhi pe-yap dari Hud-bun, dan sekarang sudah ditemukan
sedikit titik terang, oleh karena itu...."
Mendengar sempai disitu diam-diam Leng kong taysu lantas
berpikir: "Aaai... kesulitan tentang Hiat ci-kim-mo belum selesai,
justru dalam keadaan saat seperti ini telah muncul kembali
masalah Bu-dhi-pek yap, tampaknya Hud bun . . ."


Cincin Maut Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pelbagai ingatan dengan cepat berkecamuk dalam
benaknya, dia tak bisa mengambil keputusan haruskah
memberitahukan tempat tinggal Hui ko kepada Liong Tian im
atau jangan." 75 Selintas bawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah
Liong Tian im, pikirnya dengan cepat:
"Jika kau tidak memberitahukan kepadaku, aaka akan
kubekuk dia, kemudian menotok ke tiga belas jalan darahnya
dengan Kim mo hiat ci setelah itu memotong keenam urat
nadinya" Mimpipun Leng kong taysu tak mengira kalau didalam
waktu yang amat singkat itu, nasibnya telah diputuskan orang.
Lama sekali dia termenung, kemudian baru ucapnya.
"Sicu, tolong tanya kau mempunyai bukti apa yang
menunjukkan kalau Hui ko sute adalah familimu ?"
"Teka teki sekitar mestika Budhi pe yap itulah tanda bukti
yang paling jelas" "Dapat kau beritahukan kepada lolap?"
Liong Tian im tertawa ringan, "Ayahku berpesan harus
bertemu sendiri dengan Hui-ko sebelum memberitahukan hal
tersebut kepadanya, sedang orang lainnya tak dapat . . ."
"Tapi . . . Hui-ko sudah menjadi gila semenjak dua belas
tahun berselang." "Oooh, begitulah " Sungguh membuat orang tidak
percaya," seru Liong Tian im tercengang.
"Memangnya kau anggap lolap membohongimu " seru
Leng-kong taysu tak senang hati.
"Lantas dia berada dimana sekarang ?"
76 "Sekarang dia berada dibelakang bukit dan dengan
menggunakan hasil latihannya berusaha untuk melawan . . ."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, dengan cepat pendeta
itu menjadi menyesal buru-buru dia menutup mulutnya rapatrapat.
Liong Tuo im mendengus dingin, pikirnya:
"Asal sudah mengetahui tempatnya, buat apa aku musti
berada disini lebih lama lagi ?"
Disambarnya bungkusan diatas meja itu, lalu setelah
menjura segera membalikkan badan berjalan keluar dari
ruangan itu. Tindakan mana segera membuat Leng-kong taysu tertegun.
"Sicu . . ." "Ada urusan apa?" pemuda itu berpaling.
Paras muka Long Tian im pada waktu itu diliputi hawa
dingin yang menggidikkan hati, sorot matanya penuh
pancaran sinar buas, sementara dari badannya seolah olah
memancar keluar suatu kewibawaan yang luar biasa, jauh
berbeda dengan sikap lembut dan batasnya tadi.
Untuk sesaat Leng kong taysu menjadi tertegun, kemudian
tegurnya: "Sebenarnya siapakah kau ?"
Liong Tian im tertawa dingin.
77 "Aku adalah Liong Tian im !"
"Liong Tian im " Liong Tian im . . ?" Leng kong taysu
berguman berulang kali. Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dengan
cepat serunya kembali: "Aaah ! jangan jangan dia adalah putra Poh mia giam lo
(Raja akhirat perenggut nyawa) Liong Siau thian ?"
Baru saja ingatan tersebut terlintas dalam benaknya,
mendadak ia menyaksikan serentetan cahaya ke emas emasan
yang amat menyilaukan mata memancar keluar dari arah
meja. Dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat
dia segera membelikan badan sambil mengalihkan seluruh
perhatiannya ke atas meja dimana cahaya tajam itu berasal.
Dengan cepat dia menyaksikan sebuah benda yang amat
menyolok mata, itulah sebuah cincin yang terbuat dari emas.
Cincin emas itu sangat dikenal olehnya, seakan-akan sudah
pernah dijumpainya disuatu tempat namun untuk sesaat lupa
dimanakah ia pernah menyaksikan cincin tersebut.
Untuk beberapa saat lamanya dia menjadi tertegun dan
berdiri termangu-mangu ditempat.
Mendadak, suatu ingatan melintas kembali dalam
benaknya, menyusul kemudian seluruh badannya gemetar
bagaikan tersambar guntur di tengah hari bolong saja, tak
kuasa lagi dia menjerit keras:
78 "Kim mo ci..." Dengan sempoyongan dia berlari keluar dari kamar tamu,
sementara mulutnya masih bergumam tiada hentinya:
"Aaai...! Dia adalah Hiat ci kim mo, tak kusangka kalau
pemuda itulah Hiat ci kim mo."
oooooOaooo KEGELAPAN malam lelah menyelimuti seluruh angkasa,
dalam kegelapan bukit Go bi tampak lebih dingin dan sepi,
angin yang berhembus kencang menimbulkan suara deruan
yang keras, suara burung yang berpekik diantara hutaan ada
kalanya memecahkan keheningan.
Dalam kesepian yang mencekam jagad itulah Liong Tian im
dengan mengitari hutan bambu disisi kanan Pek im si
menembusi sebuah selat yang sempit.
Lembah itu gelap gulita, tak nampak setitik cahaya lentera
pun, juga tak nampak sesosok bayangan manusia, suasana
terasa hening seperti mati.
Liong Tian im berdiri didalam lembah sambil menarik napas
panjang-panjang untuk mengendalikan gejolak dalam hatinya,
dia segera berpikir: "Setelah menunggu sekian lama, akhirnya aku berhasil juga
menemukan setitik cahaya..!"
Sejak dia tahu kalau Hui ko menjadi gila, gejolak perasaan
didalam dadanya hampir saja membuat dia tak sanggup
menahan kekecewaan dalam hatinya, dia sekali lagi hendak
mencuci bukit Go bi dengar cucuran darah.
79 Akan tetapi setelah Leng kong taysu memberitahukan
kepadanya jika Hui ko siansu sedang mengasingkan diri dalam
Si soat piat hu di bukit belakang, perasaan yang menderita
dan harapannya yang mulai membeku, kini menja di tumbuh
kembali. Karena dia segera akan mengetahui apa yang dia berharap
bisa diketahui, termasuk soal ayahnya, ibunya serta peristiwa
lampau yang tragis itu. Liong Tian in mendongakkan
kepalanya memandang angkasa yang gelap, disitu nampak
kilatan cahaya bintang yang seolah-oleh sedang memandang
kearahnya sambil mengejek.
Dengan kening berkerut dia lantas berseru:
"Hui ko..." Suaranya menggema sampai kedalam lembah sana,
membuat beberapa ekor keIelawar segera terbang keangkasa
dengan ketakutan. Lama sekali dia berdiri dalam lembah yang hening dengan
termangu-mangu untuk beberapa saat, pemuda itu tak tahu
harus mencarinya darimana..."
"Aaai, Si soat piat hu!" gumamnya penuh kecemasan,
"bedebah dengan Si soat piat hu!"
Ia masih teringat dengan keterangan yang di berikan
seorang penebang kayu diatas gunung sana, bahwa Si soat
piat hu terletak dalam lembah tersebut, namun meski seluruh
lembah itu telah dicari, Si soat piat hu belum ketemu.
Segulung angin dingin berhembus lewat seakan akan
menembusi hati kecilnya, membuat kekecewaan yang
80 mencekam perasaannya terasa bertambah dingin dan kaku....
Diam-diam ia berpikir: "Lebib baik besok aku datang lagi, mungkin dipagi hari
lebih gampang mencarinya.
Berpikir demikian, dia lantas membalikkan badannya siap
berlalu dari lembah tersebut.
"Aaai..." tiba-tiba dari balik lembah itu berkumandang suara
helaan napas yang panjang.
Helaan napas yang lirih dan lemah itu ibaratnya guntur
yang menggeleger disiang hari bolong, segera menggetarkan
perasaannya dan membangkitkan kembali semangatnya.
Secepat kilat dia membalikkan badan dan menyelinap ke
atas sebuah batu cadas diatas tebing yang curam itu,
kemudian dengan seksama memperhatikan keadaan
disekeliling sana. Selang berapa saat kemudian, benar juga kembali
terdengar suara rintihan yang sangat lemah.
Liong Tian im yang lihay sesungguhnya memiliki ketajaman
mata dan pendengaran yang luar biasa, sesudah termenung
sebentar, ia segera mengetahui kalau rintihan lirih tadi berasal
dari atas sebuah tebing disebelah kirinya.
Dengan perasaan girang dii segera menggetarkan sepasang
lengannya dan melambung keudara, kemudian secepat kilat
dia meluncur sejauh empat kaki lebih dan hinggap diatas
tebing curam tadi. 81 Ketika tubuhnya berada ditengah udara, sorot matanya
sempat melirik sekejap kebawah dinding batu diatas tebing
tersebut diantara sela-sela tumbuhan rotan yang lebar,
mendadak ia menangkap setitik cahaya yang lemah memancar
keluar dari dalam sana. Dengan cepat ia bertekuk pinggang lalu menyambar
tumbuhan rotan tersebut, kemudian ujung kakinya dengan
menginjak diatas tebing tadi, dia merangkak naik.
Ia segera bekerja cepat, tangannya yang tajam seperti
golok menyambar kian kemari membabat habis tumbuhan
rotan disekitar itu, akhirnya dijumpainya sebuah gua yang
lebarnya empat depa. Sekeliling dinding gua itu penuh ditumbuhi lumut, sarang
laba-laba hampir menutupi seluruh mulut gua, seakan-akan
sudah berapa ratus tahun lamanya tak pernah di jamah orang.
Liong Tian-in segera berkerut kening, kemudian pikirannya
dengan wajah tercengang. "Masa gua begini pun disebut Si soat piat hu " Kalau dilihat
dari sarang laba-laba yang menyumbat jalan masuk menuju
ke gua itu mana mungkin di dalam sana terdapat orang. Huiko
tak mungkin sedang duduk mengasingkan diri disitu . . . "
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat mendadak dari
dalam gua sana berkumandang suara rintihan yang amat lirih,
kali ini suara rintihan tersebut dapat terdengar amat jelas,
tanpa ragu ragu lagi segera tegurnya dengan suara dalam:
"Hui ko siansu kah yang berada didalam sana ?"
82 Suasana menjadi amat hening, sepi dan tak kedengaran
sedikit suara pun, yang nampak hanya cahaya api berkedip
tiada hentinya... Liong Tian im segera menyingkap tumbuhan rotan yang
menutupi sekitar mulut gua, mendadak matanya yang tajam
menangkap beberapa huruf tertera diatas dinding gua itu.
"Hmm !" ia mendengus dingin, "ternyata tempat ini benarbenar
adalah Si soat piat hu !"
Selapis hawa membunuh segera menyelimuti seluruh
wajahnya, dengan suara lantang dia berseru:
"Hui ko, kau masih belum juga keluar dari sana ?"
Tampaknya orang yang berada didalam gua itu merasakan
suatu getaran batin yang amat keras, dengan suara yang
parau dan gemetar dia berkata:
"Aku . . . aku tak ingin berjumpa lagi dengan kalian, aku
telah mengalami jalan api menuju neraka, kalian jangan
memaksa aku untuk membicarakan persoalan itu lagi, aku tak
tahu apa-apa... aku tak tahu apa-apa."
Dibalik ucapannya yang memburu terlintas pula perasaan
Pedang Asmara 7 Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar Kitab Mudjidjad 15

Cari Blog Ini