Ceritasilat Novel Online

Manusia Setengah Dewa 6

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


Dengan amat cepatnya kedua ujung
lengan bajunya bergerak seperti kilat menyambar-nyambar dan dalam segebrakan
itu, Kwat Lin telah dihujani sembilan kali totokan yang amat berbahaya! Sukarlah
membebaskan diri dari ancaman totokan yang hebat ini dan andaikata Kwat lin
bukan seorang pewaris ilmu-ilmu dari Pulau Es, tidak mungkin dia dapat
menghindarkan diri lagi. Dia menggunakan ginkangnya berloncatan menghindar, akan
tetapi sebuah totokan yang meleset masih mengenai
pergelangan tangannya, membuat tongkat pusaka itu terlepas dari peganganya! Kwat
Lin menjerit marah, pedangnya sudah dicabutnya, yaitu pedang Ang-bwe-kiam dan tampak
sinar merah berkeredepan dan menyambar-nyambar dahsyat.
"Bret-brettttt...!!" Kui Tek Tojin berteriak kaget, meloncat mundur dan ternyata
bahwa ujung lengan bajunya telah terbabat buntung oleh pedang di tangan Kwat
Lin, dan sekarang wanita itu telah mengambil lagi tongkat pusaka yang tadi
terpaksa dilepaskan oleh tangannya yang tertotok. "Susiok! Dan kalian para
suheng semua! Kalau kalian mendesak, terpaksa aku akan mematahkan tongkat pusaka
ini kemudian membunuh kalian dan merampas Bu-tong-pai
dengan kekerasan!" Dia mengangkat tongkat itu tinggi-tinggi. "Aku hanya menuntut
hak seorang murid Bu-tong-pai yang memiliki tingkat tinggi dan memegang tongkat
wasiat itu, hak menjadi ketua dengan niat untuk mempertinggi tingkat Bu-tongpai!" Delapan orang suheng itu masih penasaran dan mereka hendak menyerbu ke depan,
akan tetapi Kui Tek Tojin mengangkat tangan ke atas dan berkata, "Mundurlah kalian.
Dia benar, kita tidak boleh melawan pemegang tongkat pusaka!" Kemudian dia
berkata kepada Kwat Lin, "Baiklah, melihat tongkat pusaka di tanganmu, kami tidak akan melawan. Akan
tetapi, betapapun juga kami tidak dapat menerima engkau menjadi ketua kami dan
kami harap engkau tidak memaksa anak murid Bu-tong-pai yang tidak mau tunduk kepadamu dan
meninggalkan tempat ini."
Kwat Lin tersenyum. Memang bukan kehendaknya untuk memusuhi anak murid Bu-tongpai. Dia tidak membenci Bu-tong-pai, melainkan hendak mencarikan kemuliaan bagi
puteranya dengan perantaraan sebuah perkumpulan besar dan dia akan mengusahakan agar Butong-pai menjadi sebuah perkumpulan yang paling kuat dan paling besar.
"Terserah kepadamu, Susiok." dia lalu memandang ke sekeliling, kepada para anak
murid Bu-tong-pai, "Hai i, semua anggauta dan murid Bu-tong-pai, dengar lah
baik-baik! Betapapun juga aku adalah murid Bu-tong-pai sejak kecil, dan di dalam
sepak terjang Cap-sha Sin-hiap, kalian juga sudah tahu betapa aku dan para
suheng telah menjunjung tinggi nama Bu-tong-pai dan aku ingin menyebarkan ilmuku
kepada kalian semua agar kalian menjadi orang-orang yang
lihai dan Bu-tong-pai menjadi perkumpulan yang paling kuat di dunia ini.
Terserah kepada kalian apakah hendak besetia kepada nama Bu-tong-pai dan menjadi
murid-muridku, ataukah hendak bersetia kepada tosu Kui Tek Tojin dan delapan
orang suhengku ini yang hendak
membelakangi Bu-tong-pai!"
Berisiklah keadaan di situ setelah Kwat Lin mengeluarkan kata-kata ini. Para
anak murid Bu-tong-pai saling bicara sendiri, saling berbantahan dan akhirnya
hanya ada dua puluh orang termasuk Kui Tek Tojin yang meninggalkan tempat itu,
menuruni bukit dan memasuki sebuah hutan di kaki bukit yang dipilih oleh Kui Tek
Tojin untuk menjadi tempat tinggal mereka sementara waktu sambil menanti
perkembangan selanjutnya. Sisanya semua suka
mengangkat Kwat Lin menjadi ketua mereka setelah mereka tadi menyaksikan betapa
lihainya Kwat Lin dan mereka semua ingin memperoleh bagian pelajaran ilmu silat
yang tinggi. Demikianlah, mulai hari itu, The Kwat Lin menjadi ketua yang baru dari Bu-tongpai yang dipimpinnya dengan gaya dan bentuk yang baru pula. Dengan harta benda
berupa emas permata yang amat mahal, yang didapatkan dan dilarikannya dari Pulau Es, dia membangun markas Butong-pai menjadi.bangunan yang megah, mewar dan kuat. Bahkan dalam keinginan
hatinya untuk lekas-lekas melihat Bu-tongpai menjadi perkumpulan yang kuat dan banyak anggautanya, dia menerima anggautaanggauta baru. Anggauta baru diterima dari golongan apapun juga, syaratnya hanya
satu bahwa mereka itu haruslah memiliki kepandaian yang sampai pada tingkat
tertentu, dan bersumpah setia sampai mati kepada Bu-tong-pai. Karena mendengar bahwa ketua Butong- pai yang baru adalah seorang wanita yang cantik yang memiliki kesaktian hebat,
juga amat kaya raya, maka banyaklah orang-orang kang-ouw dan golongan kaum sesat
yang tadinya hidup sebagai perampok dan bajak-bajak yang tidak tertentu penghasilanya,
berdatanganlah dan masuk menjadi anggauta Bu-tong-pai!
Mulai pulalah The Kwat Lin mengatur dan merencanakan cita-citanya untuk
puteranya. Dengan kerja sama antara dia dan para anggauta baru yang berpengalaman mulailah
dia diam-diam mengadakan kontak dan mencari kesempatan untuk menghubungi para
pembesar tinggi yang merupakan kekuatan rahasia untuk membrontak terhadap kaisar. Inilah
cita-cita The Kwat Lin. Dia pernah menjadi ratu, menjadi istri seorang raja,
biarpun hanya raja kecil yang menguasai Kerajaan Pulau Es, karena itu, dia
menganggap bahwa puteranya, Han Bu-ong, adalah seorang pangeran! Seorang
pangeran haruslah bercita-cita menjadi raja. Bukan raja kecil yang hanya
menguasai sebuah pulau, melainkan raja besar! Dan satu-satunya jalan untuk dapat
mencapai ini, hanyalah menggulingkan kaisar sehingga kelak ada kesempatan
bagi puteranya untuk menjadi kaisar!
Tentu saja untuk membrontak sendiri dengan mengandalkan kekuatanBu-tong-pai
merupakan hal yang tak masuk diakal dan hanya merupakan bunuh diri, maka dia mencari
kesempatan mengadakan kontak dengan para pembesar tinggi yang berambisi seperti dia
sehingga mungkin bagi mereka untuk menggunakan bala tentara yang dapat dikuasai untuk
mencapai cita-cita mereka itu. Memang sesungguhnyalah bahwa kemuliaan duniawai atau alam benda merupakan
keadaan yang amat berbahaya. Tak dapat disangkal pula bahwa hidup memang memerlukan
kebendaan sebagai pelengkap dan pelangsung hidup, dan amat baiklah kalau orang
dapat menggunakan keduniawian itu pada tempat sebenarnya. Akan tetapi, akan celakalah
dan hanya akan menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri dan bagi orang lain kalau
manusia sudah dikuasai oleh duniawi yang merupakan harta benda, kedudukan, nama besar,
kepandaian dan lain-lain sebagainya. Alam kebendaan ini mempunyai sifat seperti
arak. Diminum dengan kesadaran dan pengertian akan menjadi obat, tapi di lain saat
dalam keadaan lalai akan menjadi minuman yang memabokan. Dan sekali orang mabok oleh
duniawi, akan timbul ah perbuatan sombong, sewenang-wenang, dan lupa segala.
yang ada hanyalah keinginan memenuhi segala kehendaknya dengan cara apapun juga tanpa
mengharamkan dengan segala cara. Demikian pula terjadi dengan The Kwat lin.
Dahulu, belasan tahun yang lalu, The Kwat Lin merupaka seorang pendekar wanita yang
gagah perkasa menentang kejahatan yang gigih sehingga namanya bersama dua belas
orang suhengnya sebagai Cap-sha Sin-hiap amatlah terkenal. Akan tetapi setelah malapetaka
menimpa Cap-sha Sin-hiap, dendam menaburkan bibit yang merobah seluruh pandangan
hidupnya. Setelah dia berhasil membalas dendam secara keji dan kejam sekali,
bibit itu masih berkembang biak dan merobah sifat, dari dendam kepada pengejaran
kemuliaan yang tanpa batas.
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Han Swat Hong. puteri dari Raja Han Ti Ong
dan sebaiknya kita mengikuti pengalamanya agar tidak tertinggal terlampau jauh.
Seperti kita ketahui, Swat Hong yang berwatak keras itu marah-marah ketika
melihat betapa Sin Liong menolong seekor biruang dan tidak mempedulikan
dia.Dianggapnya Sin Liong sengaja
mencari-cari alasan untuk menghambat perjalanan, padahal dia ingin sekali segera
mencari dan menemukan ibunya yang tidak ia diketahui kemana perginya dan
bagaimana nasibnya setelah badai yang amat dahsyat mengamuk disekitar lautan itu. Akan tetapi tentu
saja bukan dengan hati yang sesungguhnya dia hendak meninggalkan Sin Liong di
pulau kosong itu, melainkan hanya untuk sekedar menunjukan kemarahan hatinya saja. Karena itu
setelah perahunya jauh meninggalkan pulau itu sehingga pulau dimana Sin Liong mengobati
biruang itu tidak nampak lagi, dara itu memutar lagi perahunya dan hendak
kembali kepada Sin Liong.
Sudah dibayangkannya betapa Sin Liong yang selalu sabar dan selalu mengalah
kepadanya itu akan minta maaf dan menyatakan penyesalan hatinya, dan dia yang
akan memaafkannya! Saat - saat seperti itu mendatangkan keharuan, kebanggan dan kemenangan di dalam
hatinya. Betapa bingung dan kagetnya ketika kemudian dia mendapat kenyataan bahwa dia
tersesat jalan dan tidak tahu lagi dimana dia meninggalkan Sin Liong tadi! Demikian banyaknya
pulau yang sama bentuknya di lautan itu, banyak sekali bongkahan es yang datang dan pergi
seperti hidup saja! Setelah berputar putar tanpa hasil dan yakin bahwa dia berada makin jauh dari tempat
dimana Sin Liong berada, setelah berteriak - teriak memanggil dengan pengerahan khikang tanpa ada
jawabannya dan memutar.perahu keluardari daerah penuh pulau kecil yang
membingungkan itu. Biarlah, dia akan pergi saja
melanjutkan perjalanan seorang diri mencari ibunya. Dia merasa yakin bahwa
suhengnya itu tentu akan dapat menyelamatkan diri. Suhengnya memiliki ilmu
kepandaian yg amat tinggi.
Swat Hong tidak tahu bahwa perahunya menuju ke selatan, bukan menuju ke daerah
Pulau Es lagi. Namun karena maksudnya untuk mencari ibunya, dara ini seolah olah berlayar tanpa tujuan dan membiarkan saja kemana perahu yang terdorong
angin itu membawanya. Pada suatu hari , tampaklah olehnya garis hitam di sebelah kanan, masih jauh
sekali, akan tetapi dengan girang dia dapat mengenal bahwa garis hitam yang amat
panjang membujur dari kanan kiri itu adalah sebuah daratan yang agaknya tiada bertepi. Itulah
daratan besar, pikirnya dengan girang dan dia segera membelokan perahunya menuju
ke garis hitam itu. Ketika perahunya sudah tiba di dekat pantai yang sunyi, dia melihat ada sebuah
perahu lain yang meluncur cepat dari sebelah kirinya. Perahu kecil dan yang
berada di perahu itu seorang laki-laki muda yang kelihatannya gagah dan tampan.
Pemuda itu pun memandang kepadanya
sehingga dua pasang mata saling pandang sejenak. Akan tetapi Swat Hong membuang
muka dan tidak mempedulikan orang yang tidak dikenalnya itu, terus saja mendayung
perahunya ke tepi. Begitu perahunya mendekati daratan, dia lalu meloncat ke daratan, tidak
menghiraukan perahunya lagi. Memang dia tidak berpikir untuk kembali ke tempat itu dan
berperahu lagi. Untuk apa berlayar" Pulau Es sudah kosong. Dia akan mencari ibunya di daratan
besar, karena kalau ibunya berada di suatu pulau, agaknya tentu tidak akan dapat
terlepas dari amukan badai yang dahsyat itu. Kalau ibu berada di daratan besar ,
dan ini mungkin saja terjadi, barulah ada harapan bahwa ibunya masih hidup dapat
bertemu dengannya. Andaikata tidak, dia pun akan merantau di daratan besar,
tidak kembali kelaut. Dan dia tahu bahwa demikian pula agaknya pendapat
suhengnya karena sebelum berpisah mereka sudah membicarakan hal
ini berkali-kali. Nenek moyangnya yang selama ini menjadi raja di Pulau Es juga
berhasal dari daratan besar! Setelah kini Kerajaan Pulau Es terbasmi badai dan
tidak ada lagi, sepatutnya kalau dia sebagai ahli waris satu-satunya kembali
pula ke daratan besar! "Hei i... Nona! Tunggu...!!"
Swat Hong mengerutkan alisnya dan berhenti melangkahkan kakinya, membalik dan
melihat betapa pemuda yang berada di dalam perahu tadi sudah menambatkan perahunya dan
juga perahu yang ditinggalkanya meloncat tadi, di pantai. Kini pemuda itu berlari
mengejarnya. "Mau apa engkau mengejar dan memanggil aku?" Swat Hong bertanya, matanya
memandang penuh selidik. Pemuda itu usianya tentu hanya lebih tua dua tiga tahun
darinya, seorang pemuda yang berwajah tampan dan gagah, yang perawakanya tinggi
besar dan matanya menyorotkan kejujuran dan membayangkan kekerasan dan keberanian. Kedua lengan
yang tampak tersembul keluar dari lengan baju pendek itu kekar berotot membayangkan
tenaga yang hebat, juga bajunya yang terbuat dari kain tipis membayangkan dada yang
bidang, terhias sedikit rambut, berotot dan kuat sekali. Melihat bahan pakaiannya dapat
di duga bahwa pemuda ini seorang yang beruang, namun melihat dari keadaan
tubuhnya dan kaki tangannya, agaknya dia biasa dengan pekerjaan berat. Seorang petani atau seorang
nelayan, pikir Swat Hong, kagum juga memandang tubuh yang kokoh kuat itu.
Pemuda itu tersenyum. Senyumnya lebar memperlihatkan deretan gigi yang kokoh
kuat pula, senyum terbuka seorang yang berwatak jujur dan bersahaja. Akan tetapi
sikapnya ketika mengangkat kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan, membuktikan bahwa
dia pernah"makan sekolahan" alias terpelajar, terbukti pula dari kata-katanya yang
biarpun ringkas dan singkat akan tetapi tetap sopan. "Maafkanlah, Nona
meninggalkan perahu begitu saja, aku merasa sayang dan membantu meminggirkannya.
Melihat gerakan Nona ketika
meloncat, jelas bahwa Nona berkepandaian tinggi. Aku ingin sekali belajar
kenal." Swat Hong mengerutkan alisnya. Hatinya sedang tidak senang, karena selain
kegagalannya mencari ibu, juga perpisahanya dengan Sin Liong setidaknya
mendatangkan rasa gelisah di hatinya. Kini ada pemuda yang amat lancang ingin
"belajar kenal", sungguh menggemaskan.
"Aku tidak membutuhkan perahu itu lagi, dan aku tidak peduli apakah kau
meminggirkannya atau hendak
memilikinya, aku tidak minta bantuanmu. Tentang belajar kenal biasanya hanya
pedang, kepalan tangan dan tendangan kaki saja yang mau belajar kenal dengan orang asing
lancang!".Sepasang mata lebar itu terbelalak seolah-olah memandang sesuatu yang
amat aneh, namun membayangkan kekaguman yang luar biasa. Dan memang, di luar dugaan Swat Hong
sendiri, sikap dan kata-katanya tadi mendatangkan rasa kagum yang amat besar di dalam
hati pemuda ini. Telah menjadi ciri khas pemuda ini yang mengagumi sikap orang
yang terbuka, jujur, kasar dan tanpa pura-pura seperti sikap Swat Hong yang baru
saja diperlihatkan.

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha-ha-ha-ha!" Pemuda itu tertawa bergelak dan kedua matanya menjadi basah oleh
air mata. Ini pun ciri khasnya. Kalau dia tertawa, air matanya keluar seperti
orang menangis. Dengan punggung tangannya yang besar dan berotot dia menghapus air matanya.
"Nona hebat sekali! Ha-ha-ha , aku Kwee Lun selama hidupku baru sekarang ini
bertemu dengan seorang nona yang begini hebat! Diantara seribu orang gadis, belum tentu ada
satu! Nona, kalau sudi, perkenalkanlah aku Swee Lin, biarpun jelek dan kasar
bukanlah tidak terkenal. Ayahku adalah seorang pelaut biasa dan sudah meninggal, demikian pula Ibuku. Aku
anak pelaut akan tetapi sejak kecil aku sudah ikut kepada guruku. Guruku inilah
yang terkenal. Guruku adalah Lam Hai Sen-jin, pertapa yang amat terkenal di dunia kang-ouw, dan
kami berdua tinggal di Pulau Kura-kura di laut selatan."
Melihat sikap terbuka ini, geli juga hati Swat Hong. Kini dia melihat jelas
bahwa pemuda ini sama sekali tidak kurang ajar. Kasar memang, akan tetapi
kekasaran yang memang menjadi wataknya yang terbuka. Orang macam ini baik
dijadikan sahabat, pikirnya. Akan tetapi harus dibuktikan dulu apakah pemuda ini
pantas menjadi sahabatnya, sungguhpun menurut
pengakuannya dia murid seorang pertapa yang namanya terkenal di dunia kang-ouw!
Swat Hong tersenyum. "Aihh, engkau lebih pantas menjadi seorang penjual jamu!
Setelah engkau memperkenalkan semua nenek moyangmu kepadaku, dengan maksud
apakah engkau seorang pria minta perkenalan dengan seorang wanita?"
Kwee Lun mengerutkan alisnya yang sangat lebat seperti dua buah sikat ditaruh
melintang di dahinya itu, dan dia menggeleng-geleng kepalanya. "Memang,
sebelumaku berangkat merantau, suhu berpesan dengan sungguh bahwa aku tidak boleh mendekati wanita
cantik yang katanya amat berbahaya melebihi ular berbisa! Akan tetapi, biarpun Nona
cantik sukar dicari cacatnya, namun kepandaian Nona tinggi dan sikap Nona jujur
menyenangkan. Aku ingin bersahabat, karena sekarang ini baru pertama kali aku merantau seorang
diri, aku membutuhkan seorang sahabat yang pandai seperti Nona untuk memberi
petunjuk kepadaku. Untuk budi Nona ini, tentu aku akan berusaha menyenangkan hatimu." Swat Hong
makin terheran. Dia tidak tahu apakah pemuda ini pintar atau bodoh. Sikapnya
terbuka akan tetapi biarpun kata-katanya teratur, ada bayangan ketololan.
"Hemm, kau bisa apa sih" Bagaimana engkau bisa menyenangkan hatiku?" Dia
menyelidik. "Aku" Wah, aku bodoh akan tetapi kalau ada orang-orang kurang ajar kepadamu,
tanpa Nona turun tangan sendiri, aku sanggup menghajar mereka! Dia melonjorkan
kedua lengannya yang kekar berotot itu. "Dan jangan Nona sangsi lagi, biar ada
lima puluh orang, aku masih sanggup menghadapi mereka, kalau perlu dibantu
sengan senjataku kipas dan pedang. Kalau Nona
senang sajak, aku banyak mengenal sajak kuno yang indah dan di waktu Nona
kesepian, aku dapat menghibur Nona dengan nyanyian! Aku suka sekali bernyanyi."
Hampir saja Swat Hong tertawa geli orang yang kekar seperti seekor singa buas
ini membaca sajak, bernyanyi dan senjatanya kipas" Benar-benar seorang pemuda
yang aneh, akan tetapi tentu saja dia belum mau percaya begitu saja. Sambil
memandang tajam dia berkata, "Hemm, kau bicara tentang pedang dan kipas sebagai
senjata, akan tetapi aku tidak melihat engkau membawa senjata apa-apa." Ahh,
tunggu dulu, Nona. Aku memang sengaja meninggalkanya di perahu!" Setelah berkata
demikian, Kwee Lun membalikan tubuhnya dan berlari cepat sekali ke perahunya dan
ketika dia sudah kembali ke depan Swat Hong, benar saja dia telah membawa
sebatang pedang yang sarungnya terukir indah dan sebuah kipas bergagang perak
yang diselipkan di ikat pinggangnya!
"Mengapa baru sekarang kau memperlihatkan senjata-senjatamu?"."Aih, kalau tadi
aku membawa senjata, tentu akan menimbulkan dugaan yang bukan-bukan dan untuk
berkenalan dengan seorang gadis, bagaimana aku berani membawa senjata" Tentu
disangka perampok atau bajak!"
Mau atau tidak, Swat Hong tersenyum. Timbul rasa sukanya kepada pemuda kasar
yang aneh ini. "Betapapun juga, aku adalah seorang wanita dan engkau seorang pria, mana mungkin
menjadi sahabat" Tidak patut dilihat orang."
Mata yang lebar itu kembali terbelalak penuh penasaran dan tangan kirinya
dikepalkan. "Apa peduli kata-kata orang" Kalau ada yang berani mengatakan yang
bukan-bukan tentu akan kuhancurkan mulutnya! Wanita adalah seorang manusia, pria pun seorang manusia.
Apa salahnya berkenalan dan bersahabat" Nona, aku Kwee Lun bukan seorang yang
berpikiran kotor, juga aku tidak akan sembarangan memilih kawan! Aku kagum melihat Nona,
maka kalau Nona sudi, harap memperkenalkan diri." Swat Hong makin tertarik, akan
tetapi dia masih ragu-ragu apakah orang ini patut dijadikan seorang teman.
Biarpun lagaknya seperti jagoan, siapa tahu kalau kosong belaka"
"Kau bilang tadi murid seorang tosu yang terkenal?"
"Ya, Suhu Lam Hai Seng-jin merupakan tokoh yang paling terkenal di daerah
selatan!" "Kalau begitu, ilmu silatmu tentu lebih lihai daripada bicaramu sepeti penjual
jamu?" "Ihhh, harap jangan mentertawakan! Biarpun tidak selihai Nona yang dapat
kulihat dari gerakan meloncat dari perahu tadi, akan tetapi masih tidak terlalu
orang di dunia ini yang akan sanggup mengalahkan Kwee Lun!"
"Tidak ada artinya kalau hanya disombongkan dan dibanggakan tanpa ada buktinya!
Aku juga tidak sembarangan memperkenalkan diri kepada orang lain. Untuk
membuktikan apakah kau patut menjadi kenalanku, cabut kedua senjatamu, dan coba kau hadapi pedangku!"
Sambil berkata demikian, Swat Hong sudah mencabut pedangnya perlahan-lahan dan
tampaklah sinar pedang ketika sinar matahari menimpanya. "Akan tetapi, Nona...." Kwee Lun
meragu. Biarpun dia tadi menyaksikan betapa gesit dan ringannya tubuh nona itu melayang
ke daratan, namun dia tidak percaya apakah nona ini mampu menandingi pedang dan
kipasnya! "Tidak usah banyak ragu. Kalau kau tidak mau, pergilah dan jangan menggangguku
lebih lama lagi!" "Srat...!!" Pedang terhunus sudah berada di tangan kanan Kwee
Liu dan sarung pedangnya dilempar ke atas tanah, sedangkan tangan kirinya sudah
mencabut kipas gagang perak yang telah dikembangkan dan melindungi dadanya,
adapun pedang itu dilonjorkan ke depan.
"Aku telah siap, Nona."
Swat Hong memang ingin sekali melihat sampai di mana kepandaian pemuda yang aneh
ini, maka tanpa banyak kata lagi dia sudah meloncat ke depan dan menggerakan
pedangnya dengan hebat sekali. Pedang di tangannya itu adalah pedang biasa saja, akan
tetapi karena yang menggerakan adalah tangan yang mengandung tenaga sinkang
istimewa dari Pulau Es, maka pedang itu lenyap bentuknya berubah menjadi gulungan sinar yang menyilaukan
mata dan tubuh dara itu juga tertutup oleh gulungan sinar pedang saking cepatnya
tubuh itu berloncatan. "Aihhh...!!" Kwee Lun berseru keras dan cepat dia menggerakan pedang dan kipas.
Memang sudah diduganya bahwa dara itu lihai sekali, akan tetapi menyaksikan
gerakan pedang yang demikian luar biasa, dia menjadi kaget, kagum, heran dan
juga gembira. Tanpa ragu-ragu dia lalu mengerahkan tenaga dan mengeluarkan semua
ilmu silatnya untuk menandingi dara yang mengagumkan hatinya ini.
Seperti telah kita kenal di permulaan cerita ini ketika terjadi para tokoh kangouw memperebutkan Sin Liong yang ketika itu dikenal sebagai Sin-tong (bocah ajaib), guru pemuda
itu, Lam Hai Seng-jin, adalah seorang tosu yang selain ahli dalam Agama To, juga pandai bernyanyi, dan
lihai sekali ilmu silatnya. Namun terkenal sebagai pertapa atau pemilik Pulau Kura-kura di Lam-hai
dan senjatanya yang berupa hudtim dan kipas mengangkat tinggi namanya di dunia kang-ouw. Agaknya
kepandaian itu telah.diturunkan semua kepada murid tunggalnya ini, namun tentu
saja karena muridnya bukanlah seorang tosu,
senjata hudtim diganti dengan pedang.
Pedang dan kipas adalah senjata yang ringan, kini dimainkan oleh kedua lengan
Kwee Lun yang mengandung tenaga gajah, tentu saja dapat dibayangkan betapa
cepatnya kedua senjata itu bergerak sampai tidak tampak lagi sebagai senjata
kipas dan pedang, melainkan tampak hanya gulungan sinar yang berkelebatan dan
saling belit dengan sinar pedang di tangan Swat Hong. "Cringgg...!" Tiba-tiba
pemuda itu berseru kaget dan pedangnya mencelat ke atas terlepas dari tangannya.
Swat Hong tersenyum. Dia tadi sudah menyaksikan bahwa ilmu
pedang pemuda itu cukup lihai, bahkan dalam hal kecepatan dan tenaga tidaklah
kalah banyak dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri. Adanya dia dapat membuat
pemuda itu terlepas dalam waktu tiga puluh jurus, hanyalah karena selain dasar
ilmu silatnya lebih tinggi daripada pemuda itu, juga kenyataan bahwa pemuda itu
tidak mau menyerangnya dengan
sungguh-sungguh dan mendasarkan permainannya pada tingkat penguji dan berlatih
saja. Kalau pemuda itu merupakan lawan sungguh-sungguh, dia sendiri sangsi apakah akan
dapat merobohkannya dalam waktu seratus jurus.
"Wah, kau hebat sekali, Nona! Aku mengaku kalah!" Kwee Lun menjura dan menyimpan
kipasnya. Suaranya bersungguh-sungguh, karena memang pemuda ini walaupun tadi
tidak mau menyerang sungguh-sungguh, namun dari gerakan lawannya dia sudah dapat
melihat bahwa dara itu benar-benar memiliki ilmu silat yang amat aneh dan amat kuat.
"Aku terlalu rendah untuk menjadi sahabatmu." "Kwee-twako, kau terlalu merendah.
Ilmu kepandaianmu hebat! Perkenalkanlah, aku bernama Hat Swat Hong...." Sampai
di sini, dara itu meragu karena dia masih sangsi apakah dia akan memperkenalkan
diri sebagai seorang puteri dari Kerajaan Pulau Es yang asing dan yang telah
terbasmi habis oleh badai itu. "Ilmu pedang Nona hebat bukan main, juga amat
aneh gerakannya, Selama melakukan peratauan dengan
Suhu, dan mendengar penjelasan Suhu, sudah banyaklah aku mengenal dasar ilmu
silat perkumpulan besar di dunia kang-ouw akan tetapi melihat gerakan pedangnya tadi,
aku benar-benar tidak tahu lagi, sedikit pun tidak mengenalnya. Maukah Nona Han Swat
Hong memperkenalkannya kepadaku?" "Kwee-twako, sebenarnya aku akan merahasiakan
keadaanku, Baru pertama kali ini aku menginjak daratan besar dan aku tidak ingin
melibatkan diri dengan urusan di dunia kang-ouw, apa lagi memperkenalkan diriku.
Akan tetapi memang sudah nasib, begitu mendarat bertemu dengan engkau, dan
sikapmu menarik hatiku, membuat aku tidak dapat menyembunyikan diri lagi. Aku akan menceritakan
keadaanku hanya dengan satu janji darimu, Twako."
Kwee Lun memunggut pedangnya, mengikatkan sarung pedang di punggung lalu
membusungkan dadanya yang sudah membusung tegap itu sambil menepuk dada dan
berkata, "Nona Han...." "Kwee-twako, sekali mau mengenal orang, aku tidak mau
bersikap kepalang. Aku menyebutmu Twako (kakak), berarti aku sudah percaya
kepadamu. Maka janganlah kau masih bersikap sungkan menyebutku Nona. Namaku Swat Hong dan tak
perlu kau menyebutku Nona seperti orang asing." "Hemm, bagus sekali!" Kwee Lun
bertepuk tangan dan memandang ke langit. "Bukan main! Aku benar-benar berbahagia
dapat memperoleh adik seperti engkau!
Nah, Hong-moi (adik Hong), kauceritakanlah kepada kakakmu ini. Ceritakan
semuanya, kalau ada penasaran, akulah yang akan membereskan untukmu! Kakakmu ini
sekali bicara tentu akan dipertahankan sampai mati!"
Diam-diam Swat Hong merasa girang dan kagum. Inilah seorang laki-laki sejati!
Seorang jantan! Sekaligus dia memperoleh seorang sahabat yang boleh dipercaya seorang
kakak dan sebagai pengganti seorang keluarga setelah dia kehilangan segalagalanya. Dia telah kehilangan ibunya, ayahnya, keluarga ayahnya, bahkan akhirnya dia kehilangan
suhengnya dan dalam keadaan seperti itu tiba-tiba muncul seorang seperti Kwee
Lun! "Kwee-twako aku baru saja meninggalkan tempat tinggalku di tengah-tengah laut di
sekitar sana!" Dia menuding ke arah laut bebas.
"Di manakah tempat tinggalmu itu" Di sebuah pulau?".Swat Hong mengangguk, masih
agak ragu-ragu. "Pulau apa, Hong-moi?"
"Pulau Es..." "Hah...?" Benar saja seperti dugaannya, nama Pulau Es mendatangkan kekagetan
luar biasa, bahkan wajah pemuda itu berubah menjadi agak pucat dan dia memandang
dara itu seperti orang melihat iblis di tengah hari! "Pulau... Pulau Es...?"" Seperti juga semua
orang di dunia kang-ouw, Pulau Es hanya didengarnya seperti dalam dongeng saja,
dan pangeran Han Ti Ong yang pernah menggegerkan dunia kang-ouw disebut sebagai
seorang dari Pulau Es, seorang yang memiliki kepandaian seperti dewa! Dan kini
pemuda itu mendengar bahwa dara itu dari Pulau Es.
"Kwee-twako! Jangan memandangku seperti memandang siluman begitu...!"
"Ohh... eh...., maafkan aku, Moi-moi! Hati siapa yang mau percaya" Akan tetapi
aku percaya padamu, Moi-moi! Wah! aku percaya sekarang! Kau pantas kalau dari
Pulau Es. Ilmu kepandaianmu luar biasa, bukan seperti manusia lumrah. Mana ada gadis biasa
mampu mengalahkan Kwee Lun dalam beberapa jurus saja" Aku malah bangga! Seorang
penghuni Pulau Es menyebutku twako dan kusebut Moi-moi! Ha-ha-ha-ha, Suhu tentu akan
tercengang saking kagetnya kalau mendengar ini!"
Melihat pemuda itu petentang- petenteng mengangkat dada seperti orang
membanggakan diri sebagai seorang sahabat baik penghuni Pulau Es, Swat Hong menjadi geli
hatinya. "Hong-moi, engkau tidak tahu betapa bangga dan besarnya hatiku. Aihh,
sekali ini, baru saja meninggalkan Suhu untuk merantau seorang diri, aku telah bertemu dan dapat
bersahabat denganmu. Betapa bangga hatiku!"
Swat Hong terkejut. Baru teringat olehnya bahwa dia tadi belum melanjutkan
syaratnya, maka cepat dia berkata, "Kalau begitu, berjanjilah bahwa engkau tidak
akan menceritakan kepada siapapun juga tentang keadaan diriku, kecuali namaku
saja. Berjanjilah Twako!"
Kwee Lun memandang kecewa. "Tidak menceritakan kepada siapapun juga bahwa engkau
adalah penghuni Pulau Es" waaahhh... ini..." Tentu saja hatinya kecewa karena
hal yang amat dibanggakan itu tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Mana
bisa dia berbangga kalau begitu" "Kwee Lun."tiba-tiba Swat Hong berkata dengan
lantang. "Hanya ada dua pilihan bagimu. Berjanji memenuhi permintaanku dan
selanjutnya menjadi sahabat baiku, atau kau tidak mau berjanji akan tetapi
kuanggap sebagai seorang musuh!"
"Wah-wah... aku berjanji! Aku berjanji! Bukan karena takut kepadamu, Hong-moi,
aku bukan seorang penakut dan juga tidak takut mati, akan tetapi karena memang
aku merasa suka sekali kepadamu. Aku tidak sudi menjadi musuh! Nah, aku berjanji, biarlah aku
bersumpah bahwa aku tidak akan menceritakan kepada siapapun juga tentang asal

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usulmu, kecuali... hemm, tentu saja kalau... kalau kau sudah mengijinkan aku. Siapa tahu..."
Sambungnya penuh harap. Swat Hong tersenyum lega. "Baiklah, Kwee-twako. Aku percaya bahwa engkau akan
memegang teguh janjimu. Sekarang dengarlah cerita singkatku dan kuharap kau suka
membantuku. Aku adalah puteri dari Raja Pulau Es..."
"Aduhhhh...." Kembali mata itu terbelalak dan kwee Lun segera membungkuk,
agaknya malah akan berlutut!
"Twako, kalau kau berlutut atau melakukan hal yang bukan-bukan lagi, aku takan
sudi bicara lagi kepadamu!"
Kwee Lun berdiri tegak lagi. "Hayaaaa... siapa bisa menahan datangnya hal-hal
yang mengejutkan secara bertubi-tubi ini" Baiklah, aku taat... eh, benarkah aku boleh menyebutmu Moimoi?"."Siapa bilang tidak boleh ! Aku hanya bekas puteri raja! Ayahku telah
meninggal dunia dan Ibuku..., ah,
aku sedang mencari Ibuku yang pergi entah kemana. Kwee-twako, aku tidak bisa
menceritakan lebih banyak lagi. Yang penting kauketahui hanya bahwa Ibuku telah
berbulan-bulan meninggalkan Pulau Es, entah ke mana perginya dan aku sedang
mencarinya. Juga aku telah saling berpisah dengan Suhengku. aku sedang pergi
merantau dan sekalian mencari
Ibuku dan Suhengku."
"Aku akan membantumu!" Kwee Lun menggulung lengan bajunya yang memang sudah
pendek sampai kebawah siku itu. "Jangan khawatir!"
"Terima kasih, Twako. Dan sekarang, engkau hendak ke manakah?" "Sudah kukatakan
tadi bahwa aku meninggalkan Pualu Kura-kura untuk pergi merantau meluaskan
pengalaman, sekalian memenuhi permintaan penduduk kota Leng-sia-bun yang berada tak jauh
dari pantai ini." "Permintaan apa, Twako?"
"Beberapa orang penduduk bersusah payah mencari Suhu di Pulau Kura-kura, dan
mereka mohon pertolongan Suhu untuk menghancurkan komplotan busuk yang
merajalela di kota ini. Suhu lalu memerintahkan aku pergi, dan sekalian aku diberi waktu setahun untuk
merantau sendirian. Kebetulan sekali aku bertemu denganmu di sini. Marilah kau
ikut bersamaku ke Leng-sia-bun, tentu kau akan gembira melihat keramaian ketika
aku menghadapi komplotan itu. Setelah selesai urusanku di sana,aku menemanimu
mencari Suhengmu dan Ibumu."
Swat Hong mengangguk setuju. Lega juga hatinya, karena kini ada seorang teman
yang setidaknya lebih banyak mengenal keadaan daratan besar dari pada dia yang asing
sama sekali. "Baik, Twako. Akan tetapi perutku...."
"Eh, perutmu mengapa" Sakit...."
"Sakit.... lapar...!"
JILID 11 Kwee Lun tertawa-tawa bergelak dan Swat Hong juga tertawa. Keduanya merasa lucu
dan gembira karena mendapatkan seorang teman yang cocok wataknya! "Kalau begitu,
tidak jauh bedanya dengan perutku! mari kita cepat pergi. Leng-sia-bun terdapat
banyak makanan enak!" "Tapi .... perahumu itu" Bagaimana kalau ada yang curi nanti ?"
"Hemm, siapa berani mencurinya" Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti
seekor kura-kura, lengkap dengan kepalanya dan ekornya. Melihat itu, semua orang
tahu bahwa itu milik Pulau Kura-kura, siapa berani mengganggunya" Perahumu yang
berada di dekat perahuku juga aman." "Wah, kalau begitu nama Suhumu sudah terkenal sekali!"
Memang, dan sekarang aku akan membuat nama agar sama terkenalnya dengan nama
suhu!" Berangkatlah kedua orang muda itu menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu
lalu mendekati sebuah daerah pegunungan, menuju ke kota Leng-sia-bun yang letaknya
tidak jauh dari pantai laut, tak jauh dari muar sungai Huai.
Kota Leng-sia-bun merupakan kota pantai yang ramai dan padat penduduknya. Karena
daerah ini merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi dari pedalaman
untuk dibawa oleh perahu-perahu ke pantai laut yang lain, juga merupakan pasar besar pagi para
nelayan, maka penduduknya
cukup makmur. Rumah-rumah besar, toko-toko, hotel-hotel dan restoran-restoran
membuktikan kemakmuran kota itu. Akan tetapi, seperti biasa terjadi dimanapun juga di
penjuru dunia dan di jaman apa
pun, di kota Leng-sia-bun muncul juga manusia-manusia yang mempergunakan
kesempatan untuk mencari keuntungan dan menumpuk harta benda dengan cara yang tidak layak, tidak halal,
bahkan tidak mempedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan.Telah bertahun-tahun, di kota itu
merajalela komplotan yang.dipimpin oleh seorang hartawan bernama Ciu Bo jin dan
terkenal dengan sebutan Ciu- wangwe (Hartawan
Ciu). Sebenarnya, tanpa diketahui oleh siapa pun di kota itu, Ciu-wangwe adalah
bekas seorang perampok tunggal yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya
mulai putih dan dia berhasil mengumpulkan kekayaan, tinggal ah dia di kota Lengsia-bun menjadi seorang pedagang. Mula-mula dia mendirikan sebuah rumah makan. Setelah rumah
makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah penginapan. Tentu saja dia
mengumpulkan bekas teman-temannya dari kalangan hitam untuk bekerja kepadanya
dan merangkap menjadi tukang pukul, akan tetapi Ciu-wangwe melarang keras kepada
anak buahnya untuk memperlihatkan sikap kasar dan sewenang-wenang karena dia maklum
bahwa itu bukan merupakan cara untuk mengumpulkan kekayaan di sebuah kota. Dengan
licin sekali, Ciu-wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu dengan jalan seringkali
mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan uang saja yang dijadikan umpan
untuk memancing ikan besar dan menjinakan haimau, akan tetapi dia juga mempergunakan
wanita- wanita muda! Terkenal ah hotel dan rumah judi yang didirikan Ciu-wangwe karena
kedua tempat ini juga merupakan tempat berpelesir di mana disediakan perempuan muda
sebagai pelacur-pelacur kelas tinggi! Bahkan restorannya juga amat laris karena disitu
bercokol pula beberapa orang pelacur cantik yang melayani para tamu makan minum
dan memberi kesempatan kepada para tamu sambil makan minum untuk colek sana sini!
Biarpun banyak penduduk Leng-sia-bun yang menjadi korban judi, banyak rumah
tangga berantakan, namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu-wangwe karena rumah
judi, hotel dan restoran yang dibukanya adalah sah dan mendapat restu serta
perlindungan dari para pembesar setempat. Bahkan secara terang-terangan, hampir
semua pembesar di kota itu menjadi langganan Ciu-wangwe. Mereka yang gemar berjudi menjadi
langganan pokoan ( tempat judi) di mana mereka dapat berjudi apa saja sepuasnya dan tentu
saja dalam melayani para pembesar berjudi, orang-orang kepercayaan Ciu-wangwe
tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani umum di situ dilakukan kecurangan-kecurangan
yang menjamin kemenangan bagi si bandar judi. Bagi para pembesar yang senang pelesir
dengan wanita, mereka mendatangi likoan (hotel) di mana tersedia kamar yang
mewah berikut pelacurnya yang tinggal pilih dan mereka memperoleh pelayanan istimewa! Bagi
yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang menyediakan atau mengirim
arak wangi dan masakan lezat! Kesewenang-wenangan Ciu-wangwe tidaklah tampak atau
terasa secara langsung oleh penduduk. Hanya apabila ada orang berani mendirikan tempat
judi, restoran atau hotel baru yang menyaingi perusahannya, maka diam-diam tukang
pukulnya akan bertindak dan memaksa si pemilik perusahan itu untuk menutup pintu dan
menurunkan papan nama perusahan! Boleh orang lain membuka akan tetapi harus
kecil-kecilan dan mengirim "pajak" sebagai penghormatan kepada Ciu-wangwe!
Akan tetapi, beberapa bulan belakangan ini terjadilah kegemparan-kegemparan di
daerah kota Leng-sia-bun. Kegemparan yang terasa oleh kaum pria yang doyan pelesir di
restoran dan hotel milik Ciu-wangwe.Hanya bedanya, kalau kegemparan para
penduduk dusun disertai tangis, adalah kegemparan di hotel-hotel itu di ringi suara ketawa gembira
sungguhpun di malam hari juga mengakibatkan tangis mnyedihkan. Apakah yang
terjadi di kedua tempat itu"
Di kota Leng-sia-bun, di dalam hotel milik Ciu-wangwe, kini seringkali terdapat
"barang baru", yaitu pelacur-pelacur muda yang baru, dan daun-daun muda seperti
ini paling disuka oleh bandot-bandot tua yang tidak segan-segan membuang uang
sebanyaknya untuk memetik
daun-daun muda itu! dan di dalam tempat-tempat rahasia di belakang hotel, di
dalam kamar-kamar gelap sering kali terjadi hal yang mengerikan di mana seorang
gadis remaja dipaksa dan dicambuki, disiksa sampai mereka itu terpaksa
menyanggupi untuk dijadikan pelacur dan
melayani kaum pria! Dan sekali dara remaja ini melayani seorang tamu, segala
akan berjalan lancar dan beberapa bulan kemudian perempuan remaja itu akan
menjadi seorang pelacur kelas tinggi yang dijadikan rebutan!
Pada waktu yang bersamaan, terjadi geger di dusun-dusun di sekita daerah itu.
Banyak terjadi pembelian gadis-gadis muda, bahkan banyak terjadi penculikan dan
perampokan secara terang-terangan dilakukan oleh gerombolan perampok ganas! Keluarga gadis ini melakukan
penyelidikan dan mereka akhirnya dapat menemukan anak gadis mereka di Leng-sia-bun, dalam keadaan yang
menyedihkan karena sudah menjadi pelacur-pelacur! Ada yang lenyap sama sekali, bahkan ada yang
terlunta-lunta sebagai seorang wanita gila! Mereka ini adalah gadis-gadis yang berkeras tidak mau
menjadi pelacur. ada yang disiksa sampai mati, dan ada yang diperkosa dan akhirnya menjadi gila!.Tentu
saja banyak di antara mereka yang melapor kepada pembesar di Leng-sia-bun, akan
tetapi mereka itu malah dimaki-maki karena dianggap menghina Ciu-wangwe. Dikatakan bahwa anak
mereka menjadi pelacur, hal ini adalah orang tua mereka yang tidak tahu malu dan tak
dapat mendidik anak, sekarang ada Ciu-wangwe yang menampung mereka sehingga tidak
kelaparan, mengapa mereka itu malah melapor dan menuntut Ciu-wangwe"
Mereka melaporkan bahwa anak gaisnya di culik orang yang ternyata anak gadis
mereka itu tahu-tahu telah menjadi pelacur di hotel milik Ciu-wangwe, malah
dijatuhi hukuman rangket karena menghina Ciu-wangwe, dan pelaporan mereka itu
dianggap fitnah karena tidak ada
bukti bahwa anak mereka diculik! Memang ada saja jalan dan alasan para penegak
hukum yang telah diperbudak oleh harta yang mereka terima dari Ciu-wangwe itu,
disamping suguhan anak-anak perawan hasil penculikan! Untuk melakukan penculikan sendiri,
tentu saja para pembesar ini merasa malu. Kini ada yang menculikan untuk mereka,
hati siapa yang takkan senang" Karena sudah merasa tersudut dan tidak berdaya lagi, akhirnya mereka teringat
akan nama besar Lam-hai Seng-jin, Majikan pulau kura-kura yang terkenal sebagai
seorang pertapa yang suka menolong kesukaran orang lain yang memerlukan
pertolongan. Terutama sekali mereka yang mempunyai anak perempuan dan yang
merasa gelisah kalau-kalau pada suatu malam
akan tiba giliran mereka didatangi penculik yang akan melarikan anak mereka,
segera bermufakat untuk mita pertolongan pertapa itu dan akhirnya berangkatlah
serombongan orang menuju ke pulau Kura-kura. Lam-hai Seng-jin menerima pelaporan mereka dan
merasa kasihan, maka dia mengutus murid tunggalnya yang sudah mewarisi ilmu
kepandaiannya untuk mewakilinya menyelidiki dan memberi hajaran kepada komplotan penjahat itu.
Juga dia memberi ijin kepada muridnya untuk merantau selama satu tahun.
Setelah memberi banyak nasihat, berangkatlah Kwee Lun seorang diri naik perahu
menuju ke daratan besar dan tanpa disangkanya, dia telah berjumpa dengan Han
Swat Hong puteri kerajaan Pulau Es! Pada hari itu kota Leng-sia-bun sibuk seperti biasa. Keadaan
tetap ramai dan biasa seperti tidak terjadi sesuatu dan seperti tidak akan
terjadi sesuatu. Tidak ada seorang pun yang tahu, di antara sebagian besar
penduduk yang memang tidak memikirkan
lagi, bahkan malam tadi telah terjadi seperti biasa, yaitu pemerkosaan dara-dara
culikan baru seperti seklompok domba disembelih, dan tidak ada pula yang tahu
bahwa pagi hari itu muncul dua orang yang akan mendatangkan perubahan besar di kota itu, menimbulkan
geger yang akan menggemparkan kota dan akan menjadi bahan cerita sampai
bertahun-tahun lamanya. Setelah menyelidiki di mana letaknya rumah makan milik Ciu-wangwe, Kwee
Lun mengajak Swat Hong mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang
bangunannya indah dan besar, dengan cat baru dan di depan rumah makan terdapat tulisan
dengan huruf besar "RUMAH ARAK" yang berarti restoran. "Hong-moi, engkau lapar
bukan" Mari kita makan dan minum di sini." Swat Hong memandang heran. Bukankah
ini rumah makan milik Hartawan Ciu yang menjadi pemimpin komplotan penjahat di
kota ini yang akan dibasmi
Kwee Lun" Dia memandang dan melihat mata pemuda itu bersinar, kemudian Kwee Lun
memejamkan sebelah mata penuh arti. Swat Hong tersenyum geli. Mengertilah dia
kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai kenyang lebih dulu sebelum turun
tangan. Dan memang dia merasa lapar sekali!
"Aku tidak bisa bekerja tanpa makan lebih dulu," pemuda itu berkata lirih ketika
mereka memasuki rumah makan dan Swat Hong tersenyum-senyum. Sepagi itu, rumah
makan sudah terisi setengahnya oleh mereka yang beruang, karena rumah makan ini terkenal
sebagai rumah makan mahal. Dua orang pelayan, pria dan wanita, yang wanita masih muda
dan genit, dengan wajah yang ditutup warna putih dan merah yang tebal seperti
tembok dikapur dan digambar, menyambut mereka dengan sikap manis. Kwee Lun dan Swat Hong diantar ke
sebuah meja kosong di sudut dan dengan suara lantang Kwee Lun memesan makanan
dan minuman yang paling lezat, dalam jumlah banyak sekali. Para pelayan menjadi


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terheran-heran mendengar pesanan masakan yang pantasnya untuk menjamu sepuluh
orang! Akan tetapi melihat sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua batang pedang
dan kipas yang diletakan di atas meja, mereka tidak berani banyak cakap dan
melayani mereka. Diam-diam seorang pelayan memberi tahu kepada kepala tukang
pukul yang berada di dalam.
Dua orang tukang pukul yang berpakaian biasa, dan dengan sikap biasa pula,
keluar dari dalam dan berjalan lewat dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong. Kedua orang tidak perduli
dan berpura-pura tidak.melihat. Juga Swat Hong melanjutkan makan sambil kadang
-kadang tersenyum geli menyaksikan betapa
temannya itu makan dengan lahapnya. Dia belum menghabiskan setengah mangkok,
Kwee Lun sudah menyapu bersih lima mangkok. Ketika dua orang itu lewat, Swat Hong
hanya melirik sebentar dan mengerahkan ilmu sehingga telinganya terbuka dan dapat
menangkap dengan ketajaman luar biasa ke arah kedua orang itu yang masih berjalan-jalan di
ruangan itu, seolah-olah sedang memriksa dan kadang-kadang membenarkan letak
kursi dan meja yang kosong. "Aku tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus pucat berkata.
"Tapi gadis itu hebat....," kata orang ke dua yang pendek dan berperut gendut.
"Kalau dia bisa didapatkan, tentu Loya (Tuan Tu) akan memberi banyak hadiah
kepada kita." "Hushh... apa kau mau menyaingi pekerjaan Tian-ci-kwi (Setan Berjari Besi)?"
"Ah, siapa tahu, dengan cara halus bisa mendapatkan dia...."
"Tapi pemuda itu kelihatan jantan!"
"Huh, takut apa" Orang kasar seperti itu...."
"Tapi jangan memancing keributan, Lote, kita nanti tentu dimarahi Loya." "Aku
tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat, mereka telah selesai makan.
Raksasa itu makannya melebihi babi!"
Swat Hong yang sedang minum hampir tersedak karena geli hatinya mendengar
temannya yang gembul itu dimaki seperti babi. Akan tetapi Kwee Lun agaknya tidak
mempedulikan sesuatu dan tidak melakukan penyelidikan seperti Swat Hong, tidak mendengar
makian itu dan mengelus-elus perutnya yang kenyang. Dia kelihatan puas sekali
telah dapat makan minum secukupnya di dalam restoran itu. Pada saat itu dua orang tukang pukul
tadi sudah menghampiri mereka. Yang kurus pucat sudah menjura sambil berkata,
"kami mewakili Ciu-wangwe pemilik restoran ini menghaturkan selamat datang
kepada Jiwi." Sebelum Kwee Lun yang terheran-heran menjawab, Si Gendut pendek sudah menyambung
sambil menyeringai dalam usahanya untuk tersenyum ramah. "Tentu Jiwi datang dari
jauh dan lelah. Majikan kami juga memiliki hotel yang paling besar, paling
bersih dan paling baik di kota ini, letaknya di sebelah kiri rumah makan ini.
Jiwi akan dapat mengaso dengan enak di hotel kami dan kalau Loya kami mendengar
bahwa Jiwi adalah tamu dari jauh, tentu biayanya akan diberi potongan
separuhnya." Kwee Lun sudah mengerutkan alisnya, mukanya merah dan dia seakanakan memperoleh kesempatan mulai beraksi. "kalian berani mengganggu kami yang
sedang makan?" Mendadak kakinya tertendang ujung kaki Swat hong dan ketika dia
memandang, dia melihat isyarat dalam sinar mata gadis itu, maka dia hanya
mengerutkan alis dan tidak melanjutkan kata-katanya. Swat Hong sendiri segera
berkata kepada dua orang itu dengan suara ramah dan sikap manis, "Kalian sungguh
ramah, tentu majikan kalian adalah seorang yang mengenal pribudi. Baik, kami
memang hendak bermalam barang dua hari di
kota ini. Akan tetapi melihat keramahan kalian, aku ingin bertemu dengan majikan
kalian untuk menghaturkan terima kasih."
Dua orang itu saling pandang. "Marilah kami antarkan Nona dan Tuan agar
memperoleh kamar yang paling baik di hotel, kemudian kami akan melapor kepada
majikan kami...." "Tidak usah repot-repot!" Swat Hong berkata cepat. "Temanku ini masih hendak
melanjutkan makan minum....hei i! Pelayan tambah araknya! Biarlah saya yang
menemui majikan kalian dan memilih
kamar di hotel sebelah. Kami sudah mendengar tentang kebaikan hati majikan
kalian dari pembesar-pembesar
di kota ini, dan kami memang ingin minta pekerjaan. Aku ingin bekerja apa saja
yang pantas dan temanku itu.... dia tentu bisa menjadi seorang penjaga keselamatan..Dapat
dibayangkan betapa girangnya hati kedua orang itu. Sudah terbayang di depan mata betapa
mereka akan menerima pujian berikut hadiah dari Ciu-wangwe. Seorang nona begini cantik
jelita seperti bidadari, tanpa susah payah datang sendiri ke depan mulut,
tinggal membuka mulut dan mencaplok saja! Ciu-wangwe tentu senang sekali, bukan
untuk hartawan itu sendiri yang kesenangannya bukan memeluk wanita cantik,
melainkan untuk menyenang hati para
pembesar setempat. Ciu-wangwe sendiri kesenangannya hanya satu, yaitu uang dan
kedudukan! "Bagus sekali kalau begitu, Nona! Kebetulan pada saat ini Ciu-wangwe sedang
menjamu pembesar yang paling terhormat di kota ini. Mereka sedang berpesta di
ruangan belakang hotel kami. Mari kami antar Nona ke sana!"
"Tidak usah, kalian di sini saja melayani temanku!" Sambil berkata demikian Swat
Hong sudah bangkit berdiri dan cepat laksana kilat kdua tangannya bergerak
seperti seorang wanita yang menepuk-nepuk pundak kedua orang itu dengan
ramahnya, akan tetapi dapat dibayangkan
betapa kaget rasa hati kedua orang tukang pukul itu ketika tiba-tiba tubuh
mereka menjadi lemas dan kaki tangan mereka tak dapat digerakan lagi.
"Ha-ha, duduklah kalian, mari temani aku minum arak!" Kwee Lun yang dapat
melihat gerakan temannya itu cepat bangkit berdiri, kakinya bergerak dan kedua
lutut mereka telah terkena tendangan ujung sepatunya sehingga terlepas
sambungannya. Sambil tersenyum Kwee Lun
sudah mendudukan mereka di atas bangku di kanan kirinya!
Para tamu hanya melihat empat orang itu seperti beramah tamah, maka mereka tidak
tertarik lagi, hanya tertarik kepada Swat Hong yang memang sejak tadi telah
menjadi perhatian pandang mata para tamu pria yang berada di dalam restoran. Mereka menahan napas
melihat dara cantik jelita itu dengan langkah gontai meninggalkan restoran,
membawa dua batang pedang dan sebuah kipas, "Aku pinjam dulu ini!" kata Swat
Hong tadi kepada Kwee Lun yang hanya memandang dengan terheran-heran melihat
kedua senjatanya dibawa pergi oleh Swat
Hong. "Agar kau tidak kesalahan membunuh orang!" kata pula Swat Hong dan Kwee
Lun tersenyum. Kiranya gadis itu tidak ingin melihat dia membunuh orang, maka
sengaja membawa pergi kedua senjatanya. Di dalam hatinya dia mentertawakan Swat Hong.
Apakah tanpa kedua senjata itu kaki dan tanganku tidak mampu membunuh orang" Pula,
apakah dia seekor harimau yang haus darah" Biarlah, pikirnya.
Gadis itu masih belum percaya kepadanya, dan dia akan memperlihatkan kelihaianya
tanpa bantuan senjata. Sambil tertawa-tawa kepada dua orang tukang pukul yang
duduk seperti boneka dan tak mampu bergerak itu, Kwee Lun melanjutkan minum arak. Karena hawa
mulai panas disebabkan oleh hawa arak, pemuda perkasa ini melepaskan kancing bajunya
sehingga tampak rambut halus ditengah dadanya yang bidang dan kokoh kuat itu.
Tiba-tiba seorang pelayan menghampiri meja Kwee Lun. pelayan ini tadi melihat
ketidak wajaran pada kedua tukang pukul yang duduk berhadapan dengan pemuda itu.
Mengapa mereka tidak bergerak-gerak dan duduk dengan lemas, dan ketika dia
bertemu pandang, tukang pukul yang gendut pendek itu mengejapkan mata kepadanya
sedangkan dari kedua mata tukang pukul kurus
pucat itu keluar dua titik air mata. Maka dia cepat menghampiri dan melihat dari
dekat. "mau apa kau" pergi!" Kwee Lun membentak dan pelayan itu kaget sekali,
lalu lari pergi masuk ke dalam untuk melaporkan keanehan itu kepada kepala
tukang pukul yang lain. Kwee Lun
bukanlah seorang yang bodoh. Dan maklum bahwa pelayan itu telah melihat keadaan
dan tentu akan melapor ke dalam. Maka dia memandang ke sekeliling dan mencari akal.
Ketika dia melihat segulung tambang yang besar dan kuat, timbul ah akalnya. Dia
bangkit berdiri, melangkah lebar ke dekat meja pengurus, menyambar gulungan tambang itu dan
berkata dengan suara lantang yang ditujukan kepada para tamu yang duduk di ruangan
restoran itu, "Semua orang yang berada di dalam restoran ini harap lekas pergi! Restoran ini
akan ambruk!" Kemudian sekali melompat tubuhnya telah berada di luar restoran. Di ikatkan
ujung tambang ke pilar di
depan, pilar yang ikut menyangga atap, kemudian dia membawa ujung tambang yang
lain ke jalan depan restoran. Dengan memegang ujung tambang, mulailah pemuda raksasa ini menarik
tambang, melalui atas pundak kanannya yang menonjolkan otot besar yang amat kuatnya. Tambang besar itu
menegang, kemudian terdengar suara berkerotok. Orang-orang sudah mulai lari keluar rumah
makan itu dan mereka ada yang ketawa-tawa geli menyaksikan pemuda itu menarik tambang. Tentu pemuda
itu sudah mabok, pikir mereka. Mana mungkin merobohkan bangunan yang besar itu dengan cara
demikian" Menarik tambang yang di katkan pada pilar yang demikian besar dan kuatnya. Kalau tidak
mabok tentu sudah gila!.Memang membutuhkan tenaga gajah untuk dapat menumbangkan
pilar yang sedemikian kokohnya. Kwee Lun mengerahkan tenaga, matanya terbelalak, dahinya penuh
keringat dan mulutnya mengeluarkan gerengan yang langsung keluar dari dalam pusarnya, seluruh
tubuhnya menarik tambang dengan pemusatan perhatian dan tenaga.
"Krakkk....!" Pilar yang kokoh kuat itu patah tengahnya! Orang-orang berteriak
kaget dan mulai berlari-lari ketakutan. Terdengar bunyi hiruk pikuk ketika
akhirnya, atap rumah makan itu runtuh ke bawah dan menyusul debu mengebul tinggi
dibarengi teriakan-teriakan
mengerikan dari dalam di mana masih banyak pekerja restoran itu yang teruruk. Di
antara suara hiruk pikuk ini terdengar suara ketawa dari Kwee Lun yang masih
memegang tamban besar itu di kedua tangannya. Tali besar itu sudah terlepas dari pilar dan kini
menjadi senjata di kedua lengan yang dilingkari otot itu.
Tempat itu menjadi sunyi dan biarpun banyak sekali penduduk kota yang berlarilarian datang, mereka hanya menonton dari jauh saja, tidak ada yang berani mendekati
restoran yang sudah runtuh itu. Belasan orang tukang pukul datang berlarian,
dari belakang restoran yang roboh dan dari rumah judi yang berada di sebelah
kanan restoran. "Itu orangnya....!" Seorang pelayan restoran yang berhasil menyelamatkan diri
menuding ke arah Kwee Lun.
"Tangkap penjahat....!"
"Serbu....!" "Bunuh....!" Lima belas orang tukang pukul dengan bermacam senjata di tangan mereka, belarilari datang menyerbu dan mengurung Kwee Lun. Pemuda ini masih tersenyum lebar,
tali tambang tadi masih melingkar-lingkar di kedua lengan, kdua kakinya terpentang lebar dan
sikapnya gagah sekali, membuat lima belas orang tukang pukul itu merasa gentar
dan ragu-ragu untuk mendahului maju menyerang. Seorang yang telah meruntuhkan sebuah bangunan
seperti restoran itu, sudah jelas memiliki tenaga gajah! Apalagi melihat sikap yang
demikian gagah. "Ha-ha-ha, hayo majulah! Mengapa ragu-ragu" Hayo keroyoklah aku! Memang aku
datang untuk membasmi komplotan yang merajalela di Leng-sia-bun. Kalian ini anak
buah si keparat Ciu Bo Jin, bukan" Mana itu hartawan Ciu jahanam, si penculik
gadis orang! Suruh dia keluar, biar kuhancurkan kepalanya!" "Serbu....!!" Kepala
tukang pukul, seorang she Ma yang juga memiliki ilmu kepandaian tinggi dan
menjadi tangan kanan Ciu-wangwe, berseru setelah
diam-diam dia mengutus seorang anak buahnya untuk melaporkan kepada Ciu-wangwe
di hotel, dan seorang anak buah lagi disuruh minta bala bantuan di markas keamanan!
Tiga belas orang tukang pukul, dipimpin oleh Ma Siu menyerbu dengan senjata
mereka. Akan tetapi, Kwee Lun tertawa bergelak dan begitu kedua lengannya
bergerak, tali besar yang panjang menyambar dan menjadi gulungan sinar yang
besar panjang. Setiap senjata
pengeroyok yang terbentur tali itu terlepas dari pegangan pemiliknya sehingga
terdengarlah teriakan-teriakan kaget karena dalam segebrakan saja, lima orang
tukang pukul kehilangan senjata mereka dan dua orang lagi terpelanting roboh dan
tak dapat bangun kembali karena tulang punggung dan tulang iga mereka patah oleh
hantaman tambang! Ma Siu menjadi marah sekali dan dengan nekat dia bersama sisa anak buahnya
menyerbu dan menghujankan senjata mereka kepada Kwee Lun. Namun pemuda Pulau
Kura-kura ini sambil tertawa melakukan perlawanan seenaknya. Teringat dia oleh perbuatan Swat Hong yang
menyingkirkan pedang dan kipasnya, karena andaikata dia menggunakan dua senjata itu, agaknya sekarang
semua tukang pukul sudah roboh kehilangan nyawa mereka! Dan dia tahu bahwa biang keladi semua
kejahatan adalah orang She Ciu, adapun para tukang pukul ini hanya orang-orang yang mencari nafkah
mengandalkan ilmu silat mereka! Biarpun cara mencari nafkah dengan menjadi tukang pukul adalah perbuatan
sesat yang menimbulkan kekejaman, namun andaikata tidak ada Hartawan Ciu yang menjadi
sumber maksiat, agaknya mereka tidak akan berani mengacaukan sebuah kota besar seperti Leng-sia-bun.
Diam-diam dia.membenarkan tindakan Swat Hong dan teringat dia akan nasehat
suhunya bahwa di dalam perantauannya, dia tidak boleh sembarangan membunuh orang!
Sementara itu, di dalam hotel juga terjadi keributan hebat. Dengan dua batang
pedang tergantung di punggung dan kipas gagang perak di tangan, Swat Hong memasuki
hotel besar di sebelah kiri restoran. Gedung yang lebih megah dan besar daripada
restoran itu. Dengan sikap tenang dia berjalan menaiki anak tangga di depan
hotel. Beberapa orang pelayan segera menyambutnya dengan wajah berseri. Biarpun dara
ini membawa pedang di punggung namun kecantikannya yang luar biasa menyenangkan hati
para pelayan. "Apakah Nona mencari kamar,?" tanya seorang pelayan dengan senyum
manis. "Bukan mencari kamar, akan tetapi aku mencari Ciu-wangwe," jawab Swat Hong tanpa
memperdulikan senyum itu.
Wajah para pelayan itu berubah dan pandang mata mereka membayangkan kecurigaan,
"Tidak semudah itu mencari Loya, Nona,. Pula, kami tidak tahu dimana adanya Ciuwangwe sekarang ini...." kata seorang di antara mereka dengan suara hati-hati.


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aihhh, kalian tidak perlu membohong lagi. Aku mengenal Ciu-wangwe dan
kedatanganku adalah atas undangannya. Aku tahu bahwa dia sedang menjamu kepala
Daerah di ruangan belakang hotel ini, bukan" Kalau kalian tidak membawaku menemuinya sekarang
juga, bukan hanya dia akan marah kepada kalian, akan tetapi aku pun akan
kehabisan sabar!" Mendengar ini, para pelayan itu saling pandang, lalu seorang di antara mereka
memanggil tukang pukul. Dua orang tukang pukul datang berlari. Mereka adalah
bekas-bekas perampok yang tentu saja dapat menduga bahwa wanita ini tentulah
seorang kang-ouw, maka mereka
segera memberi hormat dan bertanya, "Ada urusan apakah Lihiap hendak bertemu
dengan Ciu-wangwe?" Swat Hong memandang tajam dan mengambil sikap marah. Eh, pangkat kalian di sini
apa sih berani bertanya-tanya urusan antara aku dan Ciu-wangwe" Lekas bawa aku
menemuinya!" "Tapi... tapi.... Loya sedang menjamu Tai-jin, tidak boleh diganggu!" "Siapa mau
mengganggu" Aku justru datang memenuhi panggilannya untuk meramaikan pesta! Kalau dia marah,
biar aku yang tanggung jawab, akan tetapi kalau kalian berani menolak aku, dia akan
marah kepada kalian!" Dua orang tukang pukul itu saling pandang, kemudian mereka berkata, "Baiklah
mari kami antarkan Lihiap ke dalam." Mereka telah mengambil keputusan dengan
isyarat mata untuk mengawal dan menjaga wanita cantik ini. Kalau wanita ini
mempunyai niat buruk, masih
belum terlambat untuk merobohkannya. Siapa tahu, melihat kecantikannya yang luar
biasa, sangat boleh jadi kalau dia ini adalah seorang yang dikenal oleh Ciuwangwe dan benar-benar dipesan datang untuk menghibur pembesar! Dengan langkah
tenang sambil mengipasi lehernya dengan kipas gagang perak, Swat Hong di ringkan dua orang tukang pukul
itu melalui gang yang berliku-liku, melalui kamar-kamar di mana terdapat wanitawanita cantik yang rata-rata wajah layu dan bermata sayu, ada yang duduk
sendiri, ada pula yang sedang berduaan dengan seorang tamu pria karena terdengar
suara ketawa laki-laki di dalam kamar itu,
kemudian tibalah mereka di ruangan belakang yang luas dan terjaga oleh belasan
orang prajurit pengawal yang bercampur dengan para tukang pukul.
Ketika mereka bertiga muncul, tentu saja para penjaga dan pengawal itu memandang
Swat Hong dengan penuh perhatian. Dua orang tukang pukul itu agaknya bangga dapat
mengawal nona cantik jelita ini maka sambil mengacungkan ibu jari, mereka berkata,
"Barang baru! Pesanan khusus!" Maka tertawa-tawalah para pengawal dan tukang pukul itu
memasuki pintu besar yang menembus ke dalam ruangan.
Karena mereka yang duduk mengitari meja besar terdiri dari belasan orang
berpakaian serba indah dan masing-masing dilayani dan dirubung wanita-wanita muda dan cantik, Swat Hong
tidak mau bertindak.sembrono. Dia tidak tahu siapa Ciu-wangwe dan yang mana pula
kepala daerah, maka dia menanti dan
membiarkan dua orang tukang pukul itu melapor.
Akan tetapi sebelum kedua orang yang sudah menjura penuh hormat itu sempat
membuka mulut, seorang yang berpakaian serba biru, berusia lima puluh tahun, bertubuh
tinggi kurus dan matanya besar sebelah, telah bangkit berdiri dan membentak,
"Hai ! Mengapa kalian lancang....?" Dia tidak melanjutkan ucapannya karena
matanya telah dapat melihat Swat Hong dan kini dia memandang heran. Swat Hong
sudah melangkah ke dalam, mendekati meja lalu bertanya kepada laki-laki
berpakaian biru itu, "Apakah aku berhadapan dengan Ciu-wangwe?"
Laki-laki itu memang benar Ciu Bo Jin. Dia merasa curiga sekali, akan tetapi
karena dia mengandalkan ilmu kepandaiannya sendiri, pula dia berada di tempatnya
sendiri yang terjaga oleh para anak buahnya, bahkan disitu terdapat pula pasukan
pengawal Gu-taijin, maka sambil tersenyum lebar dia melangkah maju dan berkata, "Benar, aku adalah orang
she Ciu yang kau cari. Nona siapakah dan .... hei ittt...." Dia cepat mengelak
ke kiri ketika melihat nona cantik itu sudah menerjang maju, menggunakan tangan
kirinya mencengkeram ke arah
pundaknya. Gerakan Ciu-wangwe cukup cekatan dan memang dia telah memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Akan tetapi sekali ini dia berhadapan dengan seorang dara
perkasa yang luar biasa lihainya, maka baru saja dia mengelak, tahu-tahu ujung
gagang kipas terbuat dari perak itu telah menotok jalan darah di punggungnya dan
dia terpelanting roboh dengan tubuh lemas! Peristiwa ini terjadi sedemikian
cepatnya sehingga tidak terduga sama sekali, maka terjadilah keributan hebat.
Seorang yang tubuhnya gendut dan mukanya merah sekali,
agaknya sudah mabok, bangkit berdiri dengan tiba-tiba sehingga dua orang pelacur
cantik yang tadinya duduk di atas kedua pahanya terpelanting jatuh sambil
menjerit. Orang ini berpakaian mewah dan sikapnya agung-agungan, sambil berdiri
dia berseru, "Hai...
pengawal....! Tangkap pengacau...!!"
Pintu depan terbuka dan para pengawal serta tukang pukul berlompatan masuk. Swat
Hong girang sekali karena dia dapat menduga bahwa Si Gendut itulah tentu yang menjadi
kepala daerah, orang she Gu yang diperalat oleh Ciu-wangwe. Maka dia sudah
meloncat ke dekat orang itu, mencabut pedangnya dan menempelkan pedang telanjang di leher Gutaijin sambil menghardik, "Gu-taijin! Cepat kau menyuruh mundur semua orangmu!
Kalau tidak, pedang ini akan menyembelih lehermu!" Swat Hong menahan geli
hatinya melihat tubuh yang gendut itu menggigil semua dan dia menahan jijiknya
karena terpaksa menggunakan tangan kanan
mencengkeram leher baju. Apalagi ketika melihat betapa lantai di bawah pembesar
gendut ini tiba-tiba menjadi basah, tersiram air yang membasahi celana, dia
makin jijik. Ingin dia membacokkan pedangnya saja agar manusia tiada guna ini
tewas seketika kalau saja dia tidak teringat bahwa jalan satu-satunya untuk
membantu Kwee Lun membereskan urusannya
hanyalah menangkap pembesar ini hidup-hidup. Biarpun manusia gendut ini tidak
ada gunanya, akan tetapi manusia yang bagaimana pun pengecut dan lemahnya, sekali
menduduki pangkat besar, menjadi seorang yang sewanang-wenang dan jahat! Makin
pengecut dan makin rendah watak orang itu makin celakalah kalau dia memperoleh
kedudukan tinggi, karena kerendahan akalnya akan membuat dia makin jahat,
mempergunakan kekuasaannya yang kebetulan melindunginya.
"Am... ampun...!" Gi-taijin dengan sukar sekali mengeluarkan suara. Mendengar
betapa lehernya akan disembelih, apalagi disembelih berlahan-lahan dan sedikit
demi sedikit, membayangkan betapa lehernya akan terasa perih dan nyeri, berlepotan darah,
betapa dia akan mati dan meninggalkan semua kemewahan dan kesenangan hidupnya,
hampir dia pingsan! "Suruh mereka mundur...!" Kembali Swat Hong membentak dan tangan kirinya
mencengkeram tengkuk. "Ouwwhhh...!" Pembesar itu menjerit, mengira tengkuknya
disembelih, padahal hanyalah jari-jari saja yang mencengkeramnya. "Hei , mundur
kalian! Tolol semua! Mundur kataku, dan jangan membantah... Li... Lihiap...!"
Para pengawal menjadi bingung dan dengan muka pucat dan mata terbelalak lebar
mereka mundur sambil memandang penuh kesiapsiagaan. Pada saat itu, seorang tukang pukul
telah berhasil membebaskan totokan Ciu-wangwe dan kini hartawan itu dengan
marahnya berteriak kepada tukang pukulnya, "Cepat serbu iblis betina itu....!".Swat Hong
kembali mencengkeram tengkuk Gu-taijin. "Suruh jahanam Ciu itu menyerah!"
"Ouughh... Ciu-wangwe... jangan...! jangan melawan....!"
Ciu-wangwe yang melihat betapa kepala daerah itu telah ditangkap, sejenak
menjadi bingung sekali. Akan tetapi tentu saja dia tidak sudi menyerah dan pada
saat itu terdengar suara hiruk pikuk di sebelah luar hotel. Tahulah Swat Hong
bahwa Kwee Lun tentu telah turun tangan pula mulai bereaksi, maka dia berkata,
"Orang she Ciu! Kejahatanmu berakhir di hari ini juga!"
Selagi Ciu-wangwe kebingungan, tiba-tiba datang seorang tukang pukulnya dari
luar dan berteriak-teriak, "Celaka... Loya.... ada orang merobohkan restoran kita....!"
Akan tetapi orang ini terbelalak memandang ke dalam dengan muka pucat. Dia
melihat kepala daerah berada
dalam cengkeraman wanita cantik itu dan melihat Ciu-wangwe berdiri bingung.
Mendengar ini, Ciu-wangwe menjadi kaget dan mengira bahwa tentu banyak musuh yang datang
menyerbunya. Dia tidak mau mempedulikan Gu-taijin lagi. Dalam keadaan seperti
itu, yang terbaik baginya adalah berada di luar dan berusaha mengerahkan seluruh
anak buahnya untuk menghadapi para penyerbu. Keselamatan Gu-taijin tentu saja tidak
dipedulikannya lagi. Maka tanpa berkata apa-apa lagi dia lalu berlari hendak keluar dari ruangan
besar itu. "Hendak kemana engkau?" Swat Hong cepat menotok roboh Gu-taijin dan meloncat ke
depan. Tubuhnya melayang dan Ciu-wangwe hanya melihat sesosok bayangan
berkelebat dan tahu-tahu wanita cantik itu telah berdiri di depannya!
"Serbu....!" Bentaknya dan dia sendiri yang sudah mencabut goloknya membacok
dengan cepat sambil mengerahkan seluruh tenaganya.
"Sing-sing-singggg....!!" Bertubi-tubi golok itu menyambar dan kini anak buahnya
juga sudah membantunya. Swat Hong cepat memutar pedangnya dan mengerahkan sinkang disalurkan kepada
pedang itu. "Cring-cring-trang-trang-trang....!!" Sebatang golok di tangan Ciu-wangwe
dan empat batang pedang terlepas dari pegangan pemiliknya, dan tiga orang
pengeroyok roboh terkena totokan kipas perak di tangan kirinya! Melihat
kelihaian wanita ini, bukan main kagetnya hati Ciu-wangwe. Dia sudah
berpengalaman dan tahulah dia bahwa kalau dia melanjutakn, dia
sendiri akan roboh di tangan wanita lihai ini. Maka jalan terbaik baginya adalah
lari keluar untuk mengerahkan anak buahnya dan kalau perlu melarikan diri!
Melihat orang yang hendak ditangkapnya itu lari, Swat Hong hendak mengejar, akan
tetapi pada saat itu dia melihat tubuh gendut Gu-taijin sedang dibantu oleh
beberapa orang meninggalkan tempat itu.
Celaka, pikirnya. Dia harus dapat menangkap pembesar itu , kalau tidak, tentu
akan sukar menundukan semua orang.
Maka dia lalu mengerahkan tenaga pada tangan kanan, tangan kanan itu bergerak
dan pedangnya meluncur seperti kilat menyambar ke depan. Terdengar jerit mengerikan
dan tubuh Ciu-wangwe terjungkal ke depan, dadanya ditembusi pedang dari punggung dan
dia tewas seketika! Swat Hong telah melompat dan tangan kanannya kembali sudah mencabut pedang, kini
pedang milik Kwee Lun yang dicabutnya. Kipas di tangan kirinya merobohkan empat
orang pengawal yang tadi membantu Gu-taijin dan mereka roboh tertotok, kemudian
sebelum pembesar itu sempat bergerak, dia sudah mencengkeramnya lagi, bahkan yang
dicengkeram adalah pundaknya sambil mengerahkan tenaga. "Aughhh... add... duh...
duh...duhhh... ampun, Lihiap....!" Gu-taijin berteriak-teriak seperti seekor babi disembelih.
"Hayo cepat suruh mereka semua mundur!" bentak Swat Hong, kembali pedang
telanjang ditekankan di tengkuk pembesar itu.
"Mundur kalian semua! Keparat! Kurang ajar kalian! Disuruh mundur tidak cepat
mentaati perintah! Apa minta dihukum gantung semua!" Mendengar pembesar ini
dengan suara galak sekali, seperti biasanya, membentak-bentak, semua pengawal
dan anak buah Ciu-wangwe terbelalak ketakutan dan mundur. Apalagi mereka melihat betapa Ciu-wangwe sudah
tewas. Para pelacur yang tadi melayani perjamuan itu, menjerit-jerit dan lari pontangpanting, kemudian bersembunyi di kolong-kolong meja dan belakang-belakang
lemari..Swat Hong mendengar suara ribut-ribut diluar, suara pertempuran. Tahulah dia bahwa Kwee
Lun sedang dikeroyok. Cepat dia menarik tubuh pembesar Gu keluar dari hotel,
kemudian dengan mencengkeram punggung baju, dia membawa pembesar gendut itu meloncat ke atas
genteng. Semua orang memandang heran melihat betapa seorang gadis cantik dan
muda seperti itu mampu meloncat sambil mencengkeram tubuh seorang laki-laki bertubuh
gendut dan berat seperti pembesar itu! Swat Hong masih mencengkeram punggung Gutaijin yang pucat sekali wajahnya, menggigil kedua kakinya. Tentu saja dia merasa ngeri
berdiri di atas genteng, di pinggir sekali. Terpeleset sedikit saja dia tentu
akan melayang jatuh ke bawah, tubuhnya akan remuk! Selama hidupnya tentu saja
belum pernah dia naik ke atas genteng.
Akan tetapi karena dia ditodong dan merasa takut sekali kepada wanita perkasa
yang mencengkeram punggungnya, dia mentaati perintah Swat Hong dan dengan suara
lantang dia berteriak-teriak dari atas.
"Hai i.... mundur semua...!" Dia melihat pasukan keamanan sudah berada di situ,
dipimpin oleh Bhong-ciangkun, perwira yang mengepalai pasukan keamanan.
"Bhong-ciangkun, suruh semua pasukan mudur!"
Pada saat itu, Kwee Lun sedang mengamuk. Tadinya yang mengeroyoknya hanyalah
para tukang pukul anak buah Ciu-wangwe dan dia sudah berhasil merobokan belasan orang
dengan tambang di tangannya yang kini sudah berlepotan darah. Akan tetapi dia
kewalahan juga ketika pasukan keamanan datang. Pasukan yang jumlahnya hampir
seratus orang itu tentu saja tidak mungkin dapat dia lawan seorang diri hanya mengandalkan
segulung tambang! Maka dalam amukannya itu, dia sudah menerima pula beberapa bacokan
senjata tajam yang melukai pinggul dan punggungnya, membuat pakaiannya berlepotan darah
pula. Namun, sedikit pun semangatnya tidak menjadi kendur, bahkan darah dipakaiannya
itu seolah-olah membuat dia makin bersemangat lagi!
Melihat betapa atasannya berada di atas genteng dan mengeluarkan perintah itu,
Bhong- ciangkun terkejut dan cepat dia mengeluarkan aba-aba menyuruh pasukannya mundur. Kwee Lun
ditinggalkan seorang diri, berdiri dengan kedua kakinya terbentang lebar, pakaian dan
tambangnya berlumuran darah, gagah bukan main sikapnya. Sisa anak buah Ciu-wangwe tidak ada lagi yang berani
maju setelah para pasukan itu diperintahkan mundur. Apalagi ketika mereka itu mendengar bisikan
teman- teman bahwa Ciu-wangwe telah tewas oleh dara di atas genteng itu!
Ketika Kwee Lun melihat betapa Swat Hong telah berdiri di atas gentang sambil
membawa Gu-taijin, diam-diam dia menjadi kagum bukan main. Kiranya gadis itu amat
cerdiknya. Tahulah dia bahwa dara perkasa itu hendak menggunakan kekuasaan Gu-taijin untuk
membasmi kejahatan yang merajalela di Leng-sia-bun! Maka sambil tertawa bergelak


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia pun melompat dan tubuhnya melayang ke atas genteng di mana dia berdiri di
samping Swat Hong dan berkata mengejek, "Hong-moi, bagaimana kalau kita orong
ton kotoran ini ke bawah saja dan melihat perutnya berhamburan di bawah sana?"
"Jangan.... jangan ... aduh, ampunkan saya...." Gu-taijin berkata memohon dengan
rasa takut menghimpit hatinya.
"Kalau begitu, hayo kau membuat pengumunan dan perintah, menurutkan katakataku." Swat Hong berbisik di belakang pembesar itu. Gu-taijin menganggukangguk, kemudian terdengarlah suaranya lantang mengikuti perintah yang dibisiki oleh Swat Hong.
"Hai, dengarlah baik-baik semua pembantuku dan semua penduduk Leng-sia-bun! Hari
ini, dengan bantuan Kwee-taihiap dari Pulau Kura-kura, aku baru mengetahui bahwa
di kota ini terdapat komplotan penjahat yang diketuai oleh Hartawan Ciu Bo Jin! Mereka mendirikan
rumah judi, hotel-pelacuran,
dan rumah makan di mana terjadi segala macam kejahatan perjudian curang,
pemaksaan terhadap gadis-gadis yang diculik untuk dijadikan pelacur dan penyogokan
terhadap para petugas pemerintah! Sekarang Ciu-wangwe telah tewas! Anak buahnya akan diampuni asal
saja mulai sekarang mau merobah watak dan tidak lagi melakukan kejahatan ! Dan semua wanita yang
dipaksa menjadi pelacur, akan dibebaskan dan dikirim pulang ke rumah masing-masing dengan mendapat bekal
masing-masing seratus tail perak! Semua ini harus dijalankan sebaiknya. Kalau ada yang
melanggar dia akan dihukum
sesuai dengan hukuman pemerintah, dan selain itu, juga Kwe-taihiap sendiri akan
selalu mengawasi dan memberi hukuman terhadap mereka yang tidak mentaati perintah kami ini!".Tibatiba terdengar sorak-sorai penduduk dan terjadi keributan karena beberapa tukang
pukul yang pernah berbuat sewenang-wenang, tiba-tiba dikeroyok oleh penduduk! Sekali ini, para
pasukan pemerintah tidak ada yang berani melindunginya para tukang pukul itu sehingga
mereka mengaduh-aduh dan tidak berani melawan, mengalami pemukulan penduduk sampai
babak belur! Dan para wanita pelacur yang berasal dari keluarga baik-baik dan yang
dipakasa menjadi pelacur dengan berbagai ancaman dan siksaan, sudah menangis riuh-rendah,
menangis saking girang, terharu, dan juga duka. "Awas kau, Gu-taihiap. Kalau
sampai semua ucapanmu tadi tidak kau laksanakan, kami akan melaporkan bahwa
engkau sebagai seorang kepala daerah telah diperalat oleh orang jahat dengan jalan sogokan, dan selain
itu, kami akan datang kembali khusus untuk menyembelih lehermu!" Swat Hong
berbisik dengan nada penuh ancaman. Pembesar itu mengangguk-anggukkan kepalanya seperti seekor ayam
mematuki gabah. Ketika dia mengangkat muka memandang, ternyata kedua orang itu
telah lenyap dan dia hanya berdiri sendiri saja di atas genteng yang begitu tinggi.
Tentu saja dia menjadi ngeri sekali. "Bhong-ciangkun.... tolong.... tolong saya
turun....!" Bhong-ciangkun telah melihat bayangan kedua orang itu berkelebat, maka dia lalu
meloncat naik ke atas genteng dan membawa pembesar itu turun.
"Bagaimana, apakah hamba harus mengejar mereka?" Bhong-ciangkun berbisik.
"Hushhh...! Bodoh! Masih untung kita...." Pembesar itu berbisik kembali kemudian berkata
lantang. "Hayo laksanakan perintahku tadi!"
Demikianlah, peristiwa itu menjadi semacam dongeng sampai bertahun-tahun di
kalangan penduduk Leng-sia-bun, dan betapa pun orang mencari kedua orang pendekar itu,
tak pernah lagi mereka melihat mereka. Memang Swat Hong dan Kwee Lun telah
melarikan diri dari kota itu dan melanjutkan perjalanan mereka dengan hati puas.
Hebat kau, Hong-moi!" Kwee Lun memuji. "Luar biasa sekali! Kalau tidak ada
engkau yang membantuku dengan siasat yang cerdik itu, tentu akan lain jadinya!
Aku masih sangsi apakah aku akan mampu menaklukkan mereka! Tentu akan menjadi
banjir darah, dan mungkin aku
sendiri akhirnya mati dikeroyok."
"Ah, sudalah, Kwee-twako. Kau yang hebat, menggunakan tali merobohkan restoran
dan dengan hanya bersenjatakan tambang dapat menghadapi pengeroyokan puluhan
orang!" "Tidak ada artinya dibandingkan dengan sepak terjangmu, Moi-moi. Engkau telah
membantuku sehingga tugasku selesai dengan hasil baik. Tak pernah aku akan dapat
melupakan ini! Dan sebagai balasannya, aku akan membantumu mencari ibumu dan
suhengmu sampai berhasil pula!" Wajah Swat Hong menjadi suram, dan dia menarik
napas panjang. "Hemm... Ibu dan Suheng pergi tanpa meninggalkan jejak. Ke mana
aku harus mencarinya?"
"Jangan khawatir, Moi-moi. Kalau memang Ibumu dan Suhengmu mendarat tentu kita
akan dapat mencari mereka. Tempat yang paling tepat untuk mencari seseorang
adalah kota raja. Memang belum tentu mereka berada di sana, akan tetapi setidaknya, di kota raja
merupakan sumber segala keterangan sehingga kita dapat mendengar-dengar kalaukalau ada berita dari dunia Kang-ouw tentang mereka."
Swat Hong Menyetujui pendapat ini Memang dia pun bermaksud mengunjungi kota
raja, karena bukankah nenek moyangnya dahulunya juga seorang anggauta keluarga raja" Mereka
melanjutkan perjalanan dari luar kota Leng-sia-bun. Makin lama melakukan perjalan bersama
Kwee Lun, setelah lewat sebulan kurang lebih, makin sukalah Swat Hong kepada pemuda itu. Dia makin
mengenal Kwee Lun, sebagai seorang yang benar-benar jantan, keras hati, teguh dan tidak mempunyai
sedikit pun pikiran menyeleweng, suka bergurau, kasar akan tetapi kekasaran yang bukan bersifat
kurang ajar melainkan karena terbawa oleh kejujurannya yang wajar dan tak pernah mau menyembunyikan
sesuatu. Pendeknya, pemuda itu benar-benar seorang laki-laki yang gagah perkasa lahir bathinnya..Di
lain pihak, Kwee Lun juga merasa kagum kepada Swat Hong setelah dia mengenal
sifat-sifat temanya ini yang amat cerdik, periang, jenaka namun keras hati dan kadang-kadang tampak
keagungan sikapnya sebagai seorang puteri kerajaan!
Namun dara itu sama sekali tidak angkuh atau sombong, sungguhpun kini dia harus
mengakui bahwa ilmu kepandaiannya sedikitnya kalah dua tingkat dibandingkan
dengan dara Pulau Es ini! Oleh karena inilah maka ada keseganan di dalam hatinya
sehingga biarpun dia yang selalu memimpin perjalanan dan menjadi petunjuk jalan,
namun dalam segala hal, sampai dalam
memilih makanan dan penginapan yang selalu dibayar oleh Kwee Lun, pemuda ini
selalu minta pendapat dan keputusan Swat Hong! Pada suatu hari tibalah kedua orang ini
di kaki Pegunungan Tai-hang-san yang amat luas dan memanjang dari selatan ke
utara. Tujuan mereka adalah Tiang-an ibu kota Kerajaan Tang. Di dusun ini mereka berhenti
untuk makan di sebuah warung nasi sederhana. Mereka memesan nasi, mi, dan arak,
Kwee Lun minta air hangat untuk Swat Hong agar nona ini dapat mencuci muka setelah melakukan
perjalanan yang panas berdebu. Ketika Swat Hong sedang bercuci muka dengan air hangat, menggosok mukanya dengan
air bersih sampai kedua pipinya kemerahan, dia mendengar percakapan menarik dari
arah dapur warung itu. "Bukan main ramenya !" terdengar suara seorang laki-laki,
agaknya pekerja di dapur itu. "Lebih ramai daripada kalau melihat dua orang jago
silat berkelahi! Bayangkan saja! Harimau mengaum sampai bumi tergetar, lalu menubruk dan mencakar
ke arah biruang itu. Akan tetapi si biruang juga tidak kalah lihainya, dia
menggereng dan aku yakin engkau sendiri tentu akan terkencing-kencing mendengar
gerengan itu! Dia dapat menangkis dengan kaki depannya dan balas menggigit. Mereka saling cakar, saling
gigit, mula-mula saling menangkis lalu bergumul! Bukan main!" "Ahhh, sudahlah.
Siapa percaya omonganmu" Paling-paling kau melihat ornag mengadu jangkerik dan
kau kalah bertaruh lagi! Lebih baik lekas masak air, tehnya hampir habis." Swat Hong cepat menghampiri
Kwee Lun dan berbisik, "Agaknya di sini ada jejak suhengku!" "Ehhh...." Kwee Lun
bertanya heran. "Ada orang di dapur tadi bercerita tentang pertandingan antara
harimau dan biruang, dan kalau tiadk salah perasaan hatiku, itu biruang
kepunyaan suheng." "Eh" Suhengmu memelihara biruang?" Kwee Lun bertanya makin
heran lagi. "Belum kuceritakan kepadamu, Twako. Ketika aku berpisah dari suheng,
dia sedang mengobati seekor biruang terluka. Tentu biruang itu menjadi jinak dan
menjadi binatang peliharaannya."
"Aduh! Suhengmu tentu hebat sekali, berani mengobati seekor biruang!" "Sudahlah,
Twako. Kalau kelak dapat bertemu, engkau dapat berkenalan dengan suheng sendiri.
Sekarang harap kau suka tanyakan kepada pekerja di dapur tentang biruang yang
diceritakannya tadi."
"Mengapa tidak panggil saja dia ke sini" Hei, Bung pelayan!" Pelayan itu segera
menghampiri. "Tolong kau panggilkan sahabat yang tadi berbicara tentang biruang, dia bekerja
di dapur. Cepat!" Pelayan itu terheran-heran, akan tetapi dia masuk juga ke dalam dan tak
lama kemudian, dia kembali ke situ bersama seorang laki-laki muda yang kelihatan
takut-takut. Laki-laki ini kurus kecil dan memakai pakaian koki, agaknya dialah tukang atau
pembantu tukang masak di warung itu. "Saya.... saya tidak tahu apa-apa...."
begitu tiba di dekat meja, orang itu berkata. Kwee Lun menggerakkan tangannya
tak sabar. "Aahh, mengapa takut"
Kami hanya tertarik mendengar cerita biruang bertanding dengan harimau. Di
manakah kejadian itu dan bagaimana asal mulanya"' Kwee Lun mengeluarkan sepotong uang
dan memberikan kepada orang itu. "Nah, ceritakanlah! Jangan takut-takut, ini
hadiahnya." Orang itu menerima hadiah dan setelah memandang ke kanan kiri dia bercerita.
"Pagi tadi, sebelum masuk bekerja saya menemani Saudara Misan saya mengantar
segorobak kayu bakar ke atas sana...." dia menuding ke luar warung.."Ke atas mana?"
"Di Puncak Awan Merah, tempat tinggal Siangkoan Lo-enghiong. Kami berdua
mengantarkan kayu bakar dan melihat ribut-ribut di sana. Mendengar gerengangerengan dahsyat, saya lalu menyelinap dan mendahului saudara saya, mengintai.
Ternyata di sana sedang diadakan
permainan yang luar biasa, yaitu adu harimau dan biruang! Entah milik siapa
biruang itu, akan tetapi harimau itu saya kenal sebagai harimau peliharaan
Siangkoan Lo-engkeng yang
biasanya di dalam kerangkeng. Bukan main ramenya dan saya takut sekali. Agaknya
di tempat Siangkoan Lo-enghiong ada tamu yang membawa biruang...." "Siapa
tamunya" Bagaimana macam orangnya?" Swat Hong mendesak penuh ketegangan hati.
Akan tetapi orang itu menggeleng kepala. "Bagaimana saya bisa tahu" Di atas sana
banyak orang, murid-murid Loenghiong dan orang-orang seperti kami tidak
mempunyai hubungan dengan Puncak Awan
Merah, kami tidak diperbolehkan naik kecuali kalau ada pesanan dari sana. Hanya
kadang-kadang saja Siocia atau murid Lo-enghiong yang turun ke sini. Melihat
pertandingan yang amat dahsyat itu, saya ketakutan dan cepat lari turun
lagi...." Swat Hong mengerutkan alisnya. Mungkinkah suhengnya "kesasar" sampai di tempat
ini" Tiba-tiba Kwee Lun bertanya, "Yang kausebut Siangkoan Lo-enghiong itu, apakah
dia bernama Siang-koan Houw?" Nama lengkapnya mana saya tahu?" Orang itu
menggeleng kepala, kelihatannya takut-takut. "Julukannya Tee Tok (Racun Bumi),
bukan?" Orang itu makin ketakutan, akan tetapi dia mengangguk. "Pernah saya mendengar
muridnya bicara menyebut julukan itu.... harap Ji-wi maafkan, saya masih banyak
pekerjaan di dapur."
Dia tidak menanti jawaban, kembali ke dapur dengan sikap ketakutan.
"Aihh, kiranya Teek-tok sekarang tinggal di tempat ini!" kata Kwee Lun.
"Twako, siapakah racun bumi itu?"
"Hemm, seorang yang luar biasa! Dapat dikatakan saingan suhu, menurut cerita
suhu, sukar dikatakan siapa yang lebih unggul. Dia adalah seorang di antara
tokoh-tokoh dunia kang-ouw yang sudah terkenal sekali. Aku sendiri baru
mendengar namanya dari suhu saja. Menurut suhu, dia adalah seorang yang gagah
perkasa dan jujur, akan tetapi sayang sekali, hati ganas dan kejam terhadap
orang yang tak disukainya dan dia amat lihai dan berbahaya sebagai
seorang ahli racun yang mengerikan. Karena itu julukannya adalah Racun Bumi.
Sungguh tidak dinyana bahwa kita bakal bertemu dengan orang seperti dia!"
"Hemm... kalau begitu engkau sudah merencanakan untuk mengunjungi Puncak Awan
Merah, Twako?" "Tidak begitukah kehendakmu" Agaknya sangat boleh jadi biruang
itu milik suhengmu. hong-moi, karena di
tempat tinggal seorang seperti teek-tok, segala apa mungkin saja terjadi. Tentu
saja amat mencurigakan dan hatiku tidak akan merasa puas kalau belum menyelidiki
ke sana. Kalau ternyata suhengmu tidak berada di sana kita turun lagi karena aku tidak
mempunyai urusan dengan Tee-tok." Swat Hong mengangguk. "Baiklah, kalau begitu
mari kita berangkat. Entah mengapa, betapa pun sedikit kemungkinannya bahwa
suheng berada di sana, akan tetapi
hatiku merasakan sesuatu yang aneh. Kita harus menyelidiki ke sana."
Setelah membayar harga makanan berangkatlah kedua orang itu ker Pulau Awan
Merah, tentu saja di kuti pandang mata penuh keheranan dan kegelisahan oleh pelayan
warung yang mereka tanyai di mana adanya puncak itu.
Setelah mereka mendekati bukit dan tiba di lereng atas, tampaklah bangunan besar
di puncak yang dimagsudkan itu. Mereka tidak mengerti mengapa puncak itu disebut
Puncak Awan Merah, padahal ketika mereka tiba di situ di siang hari itu, awannya tidak
berwarna merah melainkan biru dan putih seperti biasa.
"Twako, kedatangan kita hanya menyelidiki apakah suheng berada di sana. Oleh
karena itu, tidak baik kalau kita datang berterang, bisa menimbulkan kecurigaan orang dan kita tidak
berniat mencari perkara dengan tokoh kang-ouw itu, bukan" Maka, sebaiknya kita berpencar dan kau
menyelidiki dengan memutar.dari kiri, aku dari kanan, sampai kita saling bertemu dan kalau
suheng tidak ada di sana, dan biruang itu
bukan biruangnya, kita segera kembali ke dusun tadi dan bermain saja di sana."
"Baik, Hong-moi, dengan demikian, penyelidikan dapat dilakukan lebih leluasa dan
lebih cepat." Mereka mendaki terus dan setelah tiba di luar pagar tembok gedung
besar di puncak itu, mereka berpencar. Swat Hong yang mengambil jalan dari kanan
menyelinap di atas pohon-pohon dan batu gunung. Tak lama kemudian dia mendengar suara orang dan
cepat dia menghampiri dan mengintai. Apa yang dilihatnya membuat dia hampir berteriak
saking kagetnya! Dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika dia melihat
suhengnya, Kwa Sin Liong, terbelenggu kedua pergelangan tangannya dan setengah
tergantung pada pohon! Tubuh atas suhengnya itu telanjang dan hanya celana dan sepatunya saja yang
menutupi

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya. Sin Liong kelihatan tenang saja biarpun dahinya berpeluh, dan agaknya
pemuda itu memang sengaja membiarkan dirinya terbelenggu, karena Swat Hong yakin
sekali bahwa apabila dikehendaki oleh suhengnya itu, apa sukarnya membebaskan diri dari
belenggu seperti itu" Tentu ada sesuatu yang aneh telah terjadi di sini! Swat Hong
menahan kemarahannya yang membuat dia ingin menyerbu, dan dia memandang kepada orangorang lain itu. Dua orang yang berpakaian seragam, memakai topi aneh, menjaga di
belakang pohon dan tangan mereka meraba gagang golok. Seorang kakek yang tinggi
besar, brewok dan matanya lebar, dengan marah-marah menghampiri Sin Liong, tangan kanannya
memegang senjata yang aneh. Bukan senjata, pikir Swat Hong, melainkan tanduk rusa yang
agaknya hendak dipakai sebagai senjata. Tanduk rusa seperti itu saja apa artinya bagi
suhengnya" Yang membuat dia terheran-heran adalah melihat suhengnya berada di
tempat itu dan mudah saja dibelenggu dan dihina! Apa yang telah terjadi"
Seperti telah kita ketahui, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Ouw Soan
Cu, gadis Pulau Neraka yang hendak mencari ayahnya. Sebetulnya, mencari ayahnya
ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari saja oleh Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka.
Puteranya Ouw Sin Kok, ayah kandung Soan Cu, telah menghilang selama belasan
tahu, tak pernah kembali dan tidak pula ada kabarnya sehingga menimbulkan dugaan besar bahwa Ouw
Sian Kok telah meninggal dunia. Selain itu, andaikata masih hidup, tak seorang pun
mengetahui di mana tempat tinggalnya. Soan Cu ditinggal ayah kandungnya sejak
bayi bagaimana mungkin dia dapat mencari ayahnya yang belum pernah dilihatnya
dan tak diketahui ke mana perginya itu"
Kalau Ouw Kong Ek mengunakan alasan ini dan mendesak kepada Sin Liong agar
membawa dara itu bersama, keluar dari Pulau Neraka, adalah karena sebenarnya dia ingin
agar cucunya itu dapat berjodoh dengan Sin Liong. Dia sering kali mengingat akan
nasib cucu yang di cintanya itu. Jauh dari dunia ramai, akhirnya cucunya itu
terpaksa hanya akan berjodoh dengan seorang penghuni Pulau Neraka! Maka
munculnya Sin Liong untuk pertama kalinya itu sudah mendatangkan harapan untuk
menjodohkan cucunya dengan pemuda itu. Apalagi
ketika Sin Liong datang untuk kedua kalinya, bahkan pemuda itu telah menolong
Soan Cu, dan menolong Pulau Neraka yang diserbu bajak laut. Tentu saja dia tidak
dapat memaksa pemuda itu untuk menjadi calon suami cucunya, akan tetapi dengan
kesempatan melakukan perantauan bersama, dia harap akan timbul cinta di dalam hati pemuda itu
terhadap cucunya yang dia tahu merupakan seorang gadis yang cantik jelita dan
berilmu tinggi, juga berwatak baik.
JILID 12 Demikianlah, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga
biruang raksasa yang menjadi jinak itu. Dengan sebuah perahu yang disediakan
oleh Ouw Kong Ek, berangkatlah mereka meninggalkan Pulau Neraka, berlayar melalui pulau-pulau di
daerah itu. Akhirnya, karena tidak berhasil menemukan Swat Hong yang dicari-carinya, juga
tidak tampak seorang pun manusia tinggal di daerah lautan berbahaya itu, Sin
Liong mengemudikan perahunya menuju ke arah barat, ke daratan besar. "Besar kemungkinan Sumoi
mendarat, dan kalau sampai belasan tahun ayahmu tidak pernah pulang dan tidak
ada beritanya, juga bukan tidak mungkin Ayahmu tinggal di sana," katanya kepada
Soan Cu. "Mari kita mencari jejak mereka di daratan besar."
Soan Cu tidak membantah dan demikianlah, akhirnya mereka mendarat dan hanya
beberapa hari lebih dulu dari pendaratan yang dilakukan oleh Swat Hong yang tersesat jalan dan mendarat
jauh di selatan sehingga dia bertemu dengan Kwee Lun. Karena dari pantai ke barat banyak melalui daerah
yang sunyi, pegunungan.dan hutan, maka adanya biruang bersama meraka tidak
terlalu mengganggu benar. Pula, binatang itu sudah
jinak sekali, bahkan dapat disuruh untuk mencari buah-buahan, pandai pula
mencari air di dalam hutan yang lebat.
Pada suatu hari, tibalah mereka di pegunungan Tai-hang-san. Tanpa mereka
ketahui, mereka tiba di lereng puncak Awan Merah, daerah kekuasan Tee-tok.
Ketika mereka memasuki sebuah hutan besar, tiba-tiba terdengar auman harimau yang amat keras sehingga
suara itu menggetarkan hutan. Mendengar auman ini, biruang menjadi marah sekali.
Sin Liong cepat memegang dan memeluk binatang itu, khawatir kalau-kalau biruang
itu akan lari dan berkelahi dengan harimau yang mengaum itu. "Hai.......! Ada harimau! Biar
kutangkap dia!" Sian Cu sudah berlari-lari membawa senjatanya yang aneh dan istimewa, yaitu
sebatang cambuk berduri yang menjadi senjata kesayangannya disamping pedang. Dia tertawatawa gembira sehingga Sin Liong tidak tega untuk melarangnya. Dara itu masih remaja,
masih bersifat kanak-kanak dan hanya kadang-kadang saja tampak kedewasaanya. Dia
maklum bahwa gadis yang sejak bayi dibesarkan di tempat seperti Pulau Neraka itu, tentu
saja memiliki sifat-sifat liar, akan tetapi dia pun mengenal dasar-dasar baik dari
hati Soan Cu. Selain membiarkan gadis itu bergembira, juga dia percaya penuh bahwa ilmu
kepandaian Soan Cu sudah tinggi sekali, cukup tinggi untuk melindungi diri sendiri.
Soan Cu berlari cepat sekali dan dalam berlari ini timbul ah kegembiraan yang
luar biasa di dalam hatinya. Di depan Sin Liong, dia selalu harus menekan
perasaannya karena sikap pemuda ini sungguh penuh wibawa dan membuat dia tunduk, takut dan hormat seolaholah pemuda itu menjadi pengganti kakeknya.
Akan tetapi sesunguhnya semenjak dia meninggalkan Pulau Neraka, ada perasaan
gembira yang disembunyikannya dan baru sekarang dia memperoleh kesempatan untuk
melepaskan kegembiraannya yang meluap-luap. Ingin dia bersorak gembira kalau saja tidak
takut terdengar oleh Sin Liong! Maka kegembiraannya itu disalurkannya lewat kedua
kakinya yang berloncatan dan berlari-lari menuju ke arah suara harimau yang
mengaum. Karena auman harimau itu keras sekali, mudah saja bagi Soan Cu untuk menuju ke tempat itu dan
akhirnya dia melihat seekor harimau yang amat besar dan kuat, berbulu indah
sekali, loreng-loreng hitam kuning berdiri memandang ke arah seorang laki-laki
yang berdiri ketakutan. Harimau itu membuka-buka moncongnya, seperti seorang anakkecil yang menggoda
kakek itu, menakut-nakutinya, kadang-kadang mengaum dan tiap kali dia mengaum, kedua kaki orang itu menggigil
dan terdengar suara terputus-putus dan dia mencoba untuk bersembunyi di belakang
sebatang pohon, "Kakak harimau yang baik..... saya..... saya..... A-siong pedagang kayu
bakar..... hendak mengirim kayu bakar kepada Lo-enghiong....... harap jangan
mengganggu saya......"
Harimau itu sebetulnya adalah harimau peliharaan Tee-tok dan biasanya dikurung
dalam kerangkeng dan hanya pada waktu-waktu tertentu saja dibiarkan berkeliaran di
hutan. Agaknya penjaga harimau pada hari itu terlupa sehingga harimau itu tetap
berkeliaran pada waktu A-siong sedang mengirim kayu bakar ke Puncak Awan Merah.
A-siong adalah seorang di antara pedagang-pedagang kayu bakar yang suka menjual
kayu bakar di tempat itu. Melihat harimau itu, Soan Cu lalu berseru, "Kucing
besar, kau nakal sekali!"
Harimau itu menggereng dan menoleh. Ketika dia melihat seorang wanita memengang
cambuk, dia menggereng dan cepat sekali, berlawanan dengan tubuhnya yang besar,
dia sudah membalik dan menubruk. "Celaka......!" A-siong berseru kaget, memeluk
batang pohon dan menahan napas, membelalakan matanya. Akan tetapi, tanpa
mengelak Soan Cu sudah menggerakan cambuknya. "Tar-tar!" ujung cambuk itu menyambar dan membelit kaki
depan kanan harimau itu dan sekali tarik, tubuh harimau yang sedang meloncat itu
terbanting ke atas tanah.
Harimau itu menggereng dan kelihatan marah sekali. Kembali dia menubruk, akan
tetapi sekali ini, Soan Cu yang sedang gembira meloncat ke kiri dan melihat tubuh harimau itu menyambar
lewat, dengan tangan kirinya dia menangkap ekor harimau yang panjang dan sekali tubuhnya bergerak,
dia telah berada di atas punggung harimau! Sambil tersenyum-senyum dan membuat gerakan seperti orang
menunggang kuda, Soan Cu menggerak-gerakan ujung cambuk menyabeti moncong harimau itu. Tentu saja
harimau itu merasa kesakitan karena ujung cambuk itu berduri. Dengan kemarahan meluap
harimau itu berusaha.mencakar dan menggigit ujung cambuk yang mungkin dikira seekor ular
yang ganas, namun tak pernah
berhasil bahkan bagaikan buntut seekor ular, ujung cambuk itu terus melecuti
hidung dan bibirnya sampai berdarah!
"Hiyooooo.... kucing binal, hayo jalan baik-baik!" Seperti seorang pemain sirkus
yang mahir, Soan Cu menunggang harimau, tangan kiri mencengkeram kulit leher,
tangan kanan mempermainkan cambuknya dan harimau itu yang mengejar ujung cambuk yang digerakgerakan, melangkah perlahan-lahan! A-siong yang menonton sambil berusaha
menyembunyikan diri di balik batang pohon, terbelalak dan hampir tak percaya
kepada matanya sendiri. Beberapa kali tangan kirinya menggosok kedua matanya dengan
ujung lengan baju karena dia mengira bahwa dia sedang dalam mimpi, akan tetapi tetap
saja penglihatan yang luar biasa itu masih tampak oleh kedua matanya.
"Soan Cu, turunlah......!!" Tiba-tiba terdengar teguran dan mengenal suara Sin
Liong, lenyaplah semua kegembiraan yang liar dari gadis itu. Dia masih
tersenyum, akan tetapi matanya kehilangan sinar yang berapi-api dan liar tadi,
dan dia berkata, "Liong-koko, dia.... dia hendak menerkam orang....." ucapannya
ini bersifat membela diri karena dia ketakutan oleh pemuda itu sedang mengganggu
harimau. "Turunlah berbahaya sekali permainanmu itu!"
Soan Cu meloncat turun dan tentu saja harimau yang marah itu cepat mencakar
dengan kecepatan luar biasa. Namun dia hanya mencakar tempat kosong kerena gerakan Soan
Cu lebih cepat lagi. Dara ini telah meloncat ke dekat Sin Liong dan mengejek ke
arah harimau dengan meruncingkan mulutnya dan mengeluarkan bunyi, "Hii .....!
Hii i i!!" Sementara itu, biruang yang tadinya sudah dapat ditenangkan oleh Sin Liong dan
dijak menyusul Soan Cu, setelah kini melihat harimau, timbul kembali kemarahannya,
bahkan lebih hebat dari pada tadi. Pada saat Sin Liong lengah karena menegur
gadis itu, tiba-tiba biruang itu melompat ke depan dan menggereng sambil
memperlihatkan taringnya, memandang
harimau dengan mata merah. Harimau itu agaknya tidak merasa gentar menghadapi
tantangan ini. Dia pun menggereng dan menubruk. Akan tetapi biruang itu sudah
siap. Ketika harimau itu menubruk dengan kedua kaki depan lebih dulu, dia
menggerakan kaki depan kanan yang amat kuat, memukul dari samping dan menangkis kedua kaki depan
harimau . Karena tubuh harimau itu berada di udara, tentu saja dia kalah kuat dan tubuhnya
terlempar ke bawah. Akan tetapi dia sudah meloncat lagi dan siap untuk
melanjutkan serangannya. "Hushhh....! Biruang yang baik, jangan berkelahi!" Sin Liong sudah menangkap
kaki depan biruangnya dan mengelus kepalanya, menenangkannya. Akan tetapi sekali
ini agak sukar karena biruang itu marah sekali, meronta-ronta dan apa lagi melihat harimau itu
masih menggereng hendak menyerangnya. "Ihh, kucing licik! Hayo mundur kau!" Soan Cu
melangkah maju, menggerakan cambuknya ke depan untuk menghalau harimau itu.
"Tar-tar-tarr.....!!" Harimau merasa jerih menghadapi cambuk, akan teapi bukan
berarti dia takut karena dia masih menggereng-gereng memperlihatkan taringnya
dan matanya merah bersinar-sinar. "Hayo pergi! Kalau tidak akan kuhajar kau!" Soan Cu membentak.
"Siapa dia berani kurang ajar hendak mengganggu harimau kami?" Tiba-tiba
terdengar seruan nyaring dan
muncul ah banyak orang di tempat itu. Serombongan orang yang berpakaian seragam
telah bergerak mengurung tempat itu, dan orang yang berseru tadi, seorang kakek tinggi besar
yang brewok, pakaiannya ringkas, tubuhnya membayangkan tenaga yang kuat, matanya lebar membayangkan
kekerasan dan kejujuran, akan tetapi tarikan bibirnya membayangkan kekejaman. Di sampingnya
berjalan seorang gadis yang cantik sekali, dengan pakaian yang mewah dan indah, rambutnya ditekuk ke
atas dan di kat dengan kain kepala dari sutera merah, dihias dengan bunga emas permata, pakaian yang
indah itu membungkus ketat tubuhnya sehingga membayangkan lekuk lengkung tubuhnya yang padat dan
ramping, di pinggang yang kecil ramping itu melibat sehelai sabuk sutera merah. Telinganya terhias
anting-anting batu kemala
panjang berwarna hijau, menambah kemanisan wajahnya yang mendaun sirih bentuknya
itu..Sin Liong cepat menjura dengan hormat dan berkata halus, "Harap Locian-pwe
sudi memaafkan kami yang secara tidak sengaja memasuki daerah ini, "kata Sin Liong sambil
memegangi kaki depan biruangnya.
Kakek itu memandang tajam. Jawaban penuh kesopanan dan sepasang mata bersinar
halus tanpa rasa takut sedikit pun itu mencengangkan hatinya. "Melanggar daerah ini
masih bukan apa-apa, akan tetapi kalian berani mengganggu harimau peliharaanku.
Apakah karena mempunyai biruang itu maka kalian menjadi sombong?"
"Kami tidak menggangu, Locianpwe. Hanya karena harimau itu dan biruang kami akan
berkelahi maka kami melerai dan mencegahnya."
"Hemm... dua ekor binatang akan berkelahi, apa anehnya" Hanya kalau manusia
sudah mencampurinya, maka manusia itu lebih rendah daripada binatang!"
"Eh, tahan tuh mulut!" Soan Cu membentak dan menudingkan telunjuknya ke arah
mulut kakek gagah itu. Dara ini tidak lagi dapat menahan kemarahan hatinya
mendengar ucapan yang menghina tadi. "Kami melerai karena yakin bahwa kucing
hutan busuk ini tentu akan mampus dirobek-robek oleh biruang kami, engkau ini
orang tua tidak berterima kasih, malah mengucapkan kata-kata menghina!" Sepasang


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata kakek itu besinar-sinar, bukan hanya marah akan tetapi juga kagum. Kakek
ini memang orang aneh. Melihat keberanian orang, apa lagi seorang dara muda
seperti Soan Cu yang pada saat itu muncul kembali sifat liarnya karena marah,
dia kagum bukan main. Kakek ini adalah Siangkoan Houw yang terkenal dengan
julukan Tee-tok (Racun Bumi), seorang gagah yang jujur dan terbuka sikapnya,
maka kasar sekali dan kalau dia sudah marah, kejamnya melebihi harimau
peliharaannya. Dia terkenal sekali di dunia kang-ouw sebagai seorang di antara
tokoh-tokoh besar. Dia hidup di Puncak Awan Merah itu dengan tentram, bersama
puteri tunggalnya, yaitu gadis cantik yang datang bersamanya dan yang sejak tadi
diama saja. Tee-tok Siangkoan Houw sudah duda, dan hanya hidup berdua dengan
puterinya yang bernama Siangkoan Hui. Adapun orang-orang lain yang berada di
situ adalah para murid-muridnya yang juga menjadi anak buahnya, kurang lebih
lima belas orang banyaknya, di antaranya seorang kakek yang usianya sebaya
dengan dia dan rambutnya sudah putih semua. Kakek inilah yang merupakan murid
kepala dan yang telah memiliki kepandaian tinggi pula, bernama Thio Sam dan berjuluk Ang-in Mo-ko
(Iblis Awan Merah). "Bagus sekali!" Kakek ini memuji. "Kalau begitu, mari kitas
adukan kedua binatang itu. Hendak kulihat apakah benar-benar biruangmu dapat
mengalahkan harimauku!"
"Boleh!" Soan Cu menjawab.
"Jangan! Soan Cu, tidak boleh begitu!" Sian Liong berseru, kemudian dia berkata
kepada kakek itu, "Harap Locianpwe suka memaafkan kami dan biarlah kami pergi
dari sini sekarang juga. Bukan maksud kami untuk mengganggu siapa pun."
"Kucing hitam macam itu saja, biar ada lima akan diganyang oleh biruang kami!"
Soan Cu masih marah-marah. "Kakek sombong mengandalkan harimaunya menakut-nakuti
orang. Kalau aku tidak cepat datang, agaknya harimau itu sudah makan orang tadi! Perlu
diberi hajaran!" "Hayo kita adukan mereka!" Tee-tok berteriak-teriak dengan
kumis bangkit saking marahnya. "Sebelum kedua binatang peliharaan kita saling
diadu, jangan harap kalian akan dapat pergi dari sini!" "Kami tidak takut!" Soan
Cu menjerit lagi. Mendengar ucapan kakek itu, Sin Liong menyesal bukan main. Kalau dia tidak
membolehkan biruang diadu, tentu kakek itu bersama teman-temannya akan
menghalangi dia dan Soan Cu pergi dan akibatnya lebih hebat lagi. Maka dia
menghela napas dan berkata, "Baiklah, mari kita lepaskan mereka dan melihat
apakah mereka memang mau berkelahi. Kuharap saja
setelah ini, kami diperbolehkan pergi."
"Koko, lepaskan biruang kita, biar dihancurlumatkan kucing keparat itu. Tar-tartarrr...!!" Soan Cu sudah
membunyikan cambuknya di udara berkali-kali..Sin Liong melepaskan biruangnya dan
dia menghampiri Soan Cu, memegang lengannya dan berbisik,
"Soan Cu, kautenangkanlah hatimu, jangan marah-marah.
Ingat, kita tidak mau melibatkan diri dalam permusuhan dengan siapapun juga,
bukan?" Dipegang lengannya secara demikian halus oleh Sin Liong, seketika api yang
bernyala dalam hati Soan Cu padam seperti tertimpa hujan, semangat dan tubuhnya
lemas dan dia menunduk sambil menganggukan kepalanya. Dia seperti seekor harimau
liar yang tiba-tiba menjadi jinak!
Sementara itu, setelah kini dilepas keduanya dan tidak ada yang menghalangi,
kedua ekor binatang itu mengeluarkan suara auman dan gerengan yang dahsyat dan
menggetarkan. Mual-mula mereka saling pandang dan masing-masing hendak menggetarkan lawan
dengan kekuatan suara, kemudian harimau yang ganas itulah yang mulai menerjang maju!
Dengan berdiri di atas kedua kaki belakangnya, harimau itu menubruk dan menerkam. Akan
tetapi, dengan gerakannya yang agak lamban dan tenang, namun kuat dan tetap
sekali, biruang menangkis terkaman dan balas mencengkeram dengan kuku jari kakinya yang biarpun
tidak seruncing kuku harimau, namun tidak kalah kuatnya. Kena tamparan biruang yang
amat kuat itu, harimau terguling-guling!
Hanya sepasang matanya saja yang bersinar-sinar girang, akan tetapi Soan Cu tiak
berani berkutik di dekat Sin Liong. Ingin hatinya bersorak dan mulutnya
mengeluarkan kata-kata mengejek melihat betapa harimau itu terguling-guling,
namun dia merasa segan terhadap Sin Liong.
Harimau itu meloncat lagi dan menerkam makin dahsyat. Terjadilah perkelahian
yang amat dahsyat, ditengah-tengah suara gerengan yang menggetarkan seluruh
bukit. Pada saat itulah koki warung yang menemani sudara misannya mengantar kayu
bakar, mendapat kesempatan
menonton harimau bertanding melawan biruang, akan tetapi karena merasa ngeri dan
takut, dia cepat meninggalkan tempat itu dan berlari turun lagi.
Perkelahian yang dahsyat, seru dan mati-matian. Biruang itu sudah menderita
banyak luka di tubuhnya akibat cakaran dan gigitan harimau, akan tetapi akhirnya
dia berhasil mencengkeram kepala harimau, menindihnya dan menggigit leher harimau, sampai
robek dan terus luka di leher itu dirobeknya sampai keperut!
Harimau berkelojotan dan mati tak lama kemudian.
"Hei i....!" Soan Cu berteiak, namun terlambat. Sinar hitam menyambar ke arah
leher biruang dan binatang ini mengeluarkan pekik mengerikan lalu roboh dan tak
bergerak lagi, mati diatas bangkai harimau yang tadi menjadi lawannya.
"Kau membunuh biruang kami!" Soan Cu melompat dan menuding dengan marah kepada
kakek yang tadi menyerang biruang dengan Hek-tok-ting (Paku Hitam Beracun).
"Dia pun membunuh harimau kami!" Tee-tok menjawab dengan mata mendelik saking
marahnya. "Manusia curang kau!" Soan Cu sudah menerjang maju dan cambuknya
mengeluarkan suara meledak-ledak di udara.
"Tar-tar-cring-tranggggg.....!!" Bunga api berpijar ketika cambuk itu tertangkis
oleh sepasang pedang yang bersinar hitam. itulah pedang Ban-tok-siang-kiam
(Sepasang Pedang Selaksa Racun) yang ampuh dari Tee-tok. Akan tetapi bukan main kagetnya ketika tadi
pedangnya menangkis cambuk duri, dia merasakan lengannya tergetar, tanda bahwa
dara muda itu memiliki sinkang yang amat kuat. "Hei , jangan bertempur.....!" Sin Liong cepat
menegur,akan tetapi sekali ini Soan Cu pura-pura tidak menengarnya, apalagi
kakek itu pun sudah marah dan sudah membalas serangannya dengan sepasang
pedangnya. Terjadi pertempuran hebat sekali antara gadis itu dan Tee-tok.
Melihat gerakan sepasang pedang itu lihai bukan main dan ada menyambar hawa yang
kuat dari lawannya, Soan Cu tidak berani memandang ringan dan
tangan kanannya sudah mencabut pedangnya.
Pedang di tangan gadis ini adalah pemberian kakeknya, ketua Pulau Neraka dan
seperti juga cambuknya, pedang ini aneh dan ampuh sekali. Bentuk pedang itu juga berduri seperti
cambuknya dan pedang itu terbuat dari tulang ular dan namanya pun Coa-kut-kiam (Pedang Tulang Ular)
terbuat dari pada tulang ular
beracun yang telah dikeraskan dan diperkuat dalam rendaman tetumbuhan beracun
sehingga keras seperti.baja. Sedangkan cambuknya itu pun bukan cambuk biasa
karena cambuk itu terbuat dari ekor ikan hiu yang
istimewa dan yang hanya terdapat di pantai Pulau Neraka. Seperti juga pedangnya,
cambuknya itu pun mengandung bisa yang tidak dapat diobati, kecuali oleh dia
sendiri yang selalu membawa obat penolaknya! Sin Liong sudah mengenal kakek itu
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 11 Pendekar Gila 33 Keris Naga Sakti Suramnya Bayang Bayang 8

Cari Blog Ini