Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 10
gadis itu tak tahu kalau tenaga dalamnya sekarang sudah amat sempurna tapi,
kenapa gadis itu menyuruhnya memasuki gua salju yang bahkan dia sendiripun tak
berani untuk memasukinya" Bukankah ini menandakan kalau dia hendak membunuhnya"
Jika Ong It sin pintar, dia pasti akan curiga, dia pasti akan menduga kalau
dibalik kesemuanya itu ada hal hal yang tidak beres.
Tapi kenyataannya Ong It sin sama sekali tidak memikirkan hal itu didalam hati
bahkan tanpa berpikir panjang segera ujarnya:
"Baiklah, akan kuambilkan dulu barang itu, kemudian kita baru bercakap cakap
lagi!" Seraya berkata ia telah bersiap siap memasuki gua salju tersebut.
"Jangan terburu buru" seru Be Siau soh mendadak sambil menarik tangannya,
"dengarkan dulu penjelasanku! Gua salju itu dingin sekali, kurang lebih dua kaki
dalam gua akan kau jumpai selapis dinding salju yang menyumbat gua itu. Setiap
tengah malam akan terjadi badai salju yang berhembus keluar dari gua itu, pada
saat badai inilah dinding salju yang tebal akan retak, dalam keadaan bagini kau
harus menjulurkan tanganmu melalui retak retak pada dinding salju untuk
mengambil kotak yang ada didalamnya, sanggupkah kau melakukan itu?"
"Kenapa harus menunggu sampai tengah malam nanti, apakah kita tak bisa
menjebolkan dinding salju tersebut sekarang juga?"
Mendengar perkataan itu Be Siau soh segera tertawa.
"Selama beberapa hari ini kami telah berusaha untuk menghancurkan dinding salju
itu dengan menyambitkan bongkah salju ke dalam, tapi usaha kami ini tak pernah
berhasil" Mendengar perkataan itu, segera timbul rasa curiga dalam hati Ong It sin, diapun
mulai berpikir: "Bukankah kedua orang ini sudah berada selama beberapa hari disini" Kenapa
mereka tidak menyebar ke dalam gua sendiri ditengah malam untuk mengambil kotak
itu" Karena berpikir demikian, ia pun berkata:
"Kenapa selama beberapa hari ini..."
Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, Be Siau soh telah menyandarkan
tubuhnya sambil berkata lembut:
"Ong toako, lama beberapa hari ini apakah kau selalu merindukan diriku?"
Ketika mengendus bau harum perempuan, Ong It sin merasakan jantungnya berdebar
keras, ia segera merangkul pinggangnya yang lembut dan berdiri termangu mangu,
kecuali melongo untuk sesaat lamanya ia jadi melupakan dengan segala persoalan
yang baru saja dipikirkan dalam hatinya itu...
"Akupun sangat kangen kepadamu" bisik Be Siau soh lagi.
Ong It sin tak ambil peduli apa yang diucapkan gadis itu, dia hanya tahu memeluk
gadis tersebut erat erat dan menikmati kelembutan tubuhnya dengan penuh
kesyahduan. Mendadak ia tersentak kaget ketika didorong oleh Be Siau soh, terdengar gadis
itu berbisik: "Waktu tengah malam sudah hampir tiba, tinggal satu jam lagi kau harus bersiap
siap" Bagaikan baru sadar dari impiannya, Ong It sin segera mengiakan.
"Masuklah kedalam gua" kata Be Siau soh lebih jauh, "jangan lupa, jika dinding
salju merekah nanti cepat sambar kotak yang ada disana"
Dengan perasaan berat selangkah demi selangkah Ong It sin berjalan masuk ke
dalam gua, tiada hentinya ia berpaling untuk menengok wajah gadis itu.
Tak lama kemudian, tibalah pemuda itu dalam gua saljut tersebut.
Udara terasa dingin sekali, buru buru ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melawan hawa dingin tersebut, tapi setiap langkah ia masuk ke dalam, hawa dingin
yang menyerang tibapun makin dahsyat.
Akhirnya ketika ia tiba di depan lapisan salju tersebut, tubuhnya hampir tak
sanggup untuk maju lagi, tapi diapun tak bisa berdiri terus, karena tulang
belulangnya segera terasa ikut membeku seperti es.
Dengan susah payah Ong It sin mendongakkan kepalanya memandang kedepan, di luar
dugaan ternyata lapisan salju yang menghalangi jalan perginya itu tak lebih cuma
beberapa depa saja tebalnya, lagi pula berbentuk kristal dan tembus pandangan.
Dibawah pantulan cahaya yang lembut, lamat lamat ia dapat melihat pula kotak
yang dimaksudkan Be Siau soh tersebut.
Itulah sebuah kotak hitam yang berbentuk panjang, lebarnya setengah depa dengan
panjang tiga depa, benda itu terletak diatas sebuah bongkah salju dekat sekali
dengan lapisan dinding kristal.
Itu menandakan, asal lapisan kristal itu bisa dipecahkan, maka kotak panjang itu
akan berhasil diambilnya secara mudah.
Waktu itu Ong It sin sudah kedinginan luar biasa sehingga sekujur tubuhnya
gemetar keras, tapi setiap kali teringat akan pesan dari Be Siau soh, ia merasa
semangatnya berkobar kembali, sambil menggenggam tinjunya kencang kencang ia
duduk bersila diatas lapisan salju dan mulai bersemedi...
Beberapa kali sudah ia berusaha meninju dinding kristal itu dengan harapan dapat
menghancurkannya, tapi sampai kepalanya sakit, lapisan salju tersebut masih
tetap utuh seperti sedia kala.
Sementara ia masih termangu mangu, mendadak dari balik gua tersebut berkumandang
suara desingan tajam yang sangat mengerikan
Suara itu kian lama kian bertambah keras, seakan akan ada beribu ribu ekor
binatang buas yang mengaum bersama.
Ong It sin amat terkejut setelah mendengar suara itu, sedemikian kagetnya sampai
lupa dengan rasa dingin yang menusuk tulang.
Makin lama suara tersebut makin dahsyat, pemuda itupun merasa jantungnya makin
lama berdebar semakin keras, dia tak tahu apa yang musti dilakukannya sekarang.
Dalam waktu singkat, muncullah segulung asap putih dari balik lapisan dinding
kristal tersebut, gerakan itu tampaknya bergerak lamban tapi dalam sekejap mata
tiba tiba hawa putih itu menggulung tiba dengan cepatnya, ibarat ada beribu ribu
batang anak panah yang meluncur bersama keadannya mengerikan sekali.
Dengan menyambar datangnya panah panah putih tersebut, Ong It sin merasa semakin
kedinginan, tak tahan lagi sekujur tubuhnya mulai menggigil keras.
Ong It sin tak tahu benda apakah itu, ia merasa takut sekali, tapi pemuda itu
tak berani kabur keluar gua, takut dimarahi Be Siau soh.
Sebab itu sambil mengeraskan kepala dia berdiri terus disana, ia saksikan
lapisan hawa putih itu menyelimuti seluruh lapisan dinding kristal tersebut
sehingga suasana menjadi gelap dan kotak itupun berubah menjadi tak nampak lagi.
Tapi pada saat itulah dari atas lapisan dinding kristal berkumandang suara
gemerutuk yang sangat nyaring.
Menyusul suara gemerutuk itu, dinding kristal mulai merekah, dari celah celah
inilah asap putih menyusup keluar dan menyerang datang.
Ong It sin merasa sangat terkejut, sambil berseru tertahan cepat cepat ia mundur
kebelakang, tapi ia terpeleset dan terjatuh ke tanah, tubuhnya terasa menjadi
kaku dan linu hingga sakitnya bukan kepalang...
Hal mana semakin membuat pemuda itu ketakutan, dengan paksakan diri ia melompat
bangun. Walaupun tubuhnya sudah melompat bangun, tapi kulit telapak kakinya terkelupas,
sakitnya luar biasa, sekali lagi pemuda itu mundur beberapa langkah ke belakang.
"Praaang...!" diiringi bunyi nyaring yang memekikkan telinga, lapisan dinding
kristal yang menutupi gua itu tiba tiba hancur berantakan menjadi berkeping
keping. Gulungan asap putih dalam jumlah yang sangat besar dengan cepatnya berhembus ke
luar. Belum lagi Ong It sin berdiri tegak, hawa dingin yang menusuk tulang itu sudah
menyerang tiba, kontan pemuda itu terlempar kebelakang dan jatuh terguling.
Beberapa kali ia sudah berusaha untuk menyerbu masuk lagi, tapi sekujur tubuhnya
terasa lemah tak bertenaga, dalam waktu singkat ia sudah didesak oleh gulungan
asap putih itu hingga tiba dimulut gua.
Habislah sudah segenap kekuatan pemuda itu ketika tiba dimulut gua, ia sudah tak
sanggup kabur lagi, dengan cepat asap putih itu menyergap sekujur tubuhnya.
Bagaikan ditusuk tusuk oleh beribu batang anak panah, pemuda itu menjerit
tertahan, lalu roboh tak sadarkan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, ketika ia tersadar kembali, pertama tama yang
dirasakan olehnya adalah rasa sakit yang luar biasa pada bahu kanannya, lamat
lamat iapun mendengar suara pembicaraan dari Be Siau soh.
Begitu mendengar suara dari gadis pujaannya itu Ong It sin merasakan semangatnya
berkobar kembali, ia ingin bicara sayang setiap bagian tubuhnya sudah kaku
sehingga tenaga untuk berbicarapun sudah tidak dimiliki lagi.
Ia sempat mendengar Be Siau soh sedang berkata:
"Kali ini mampuslah dia! Sungguh tak gampang ia dapat keluar dari gua tersebut
dengan selamat" Perkataan itu kedengarannya sungguh keji dan tidak berperasaan, seakan akan mati
hidup Ong It sin sama sekali tidak dipikirkan olehnya.
Mendengar seruan itu, Ong It sin menjadi tertegun, pikirnya.
"Apakah kau belum sadar" Kalau tidak, kenapa ia bisa berbicara sekejam itu?"
Sementara ia masih tertegun, suara Sangkoan Bu cing telah terdengar kembali:
"Apa sih gunanya orang ini" Lebih baik dilemparkan saja jauh jauh dari sini,
kehadirannya hanya membuat orang jadi sebal"
"Kau tak usah cemburu, seandainya aku tidak bermesrahan dulu dengannya, dia mana
mau pergi menyerempet bahaya?"
Ketika semua perkataan itu terdengar oleh Ong It sin, pemuda itu merasakan
dadanya seakan akan dihantam oleh martil yang sangat berat, ini semua membuatnya
tak tahan. Sesungguhnya ia sudah tak bertenaga lagi bahkan tenaga untuk berbicara pun sudah
tidak dimiliki lagi, namun sekarang, lantaran dorongan emosi yang meluap, entah
darimana datangnya tenaga tersebut mendadak ia melompat ke udara sambil menuding
ke arah Be Siau soh diiringi jeritan keras
Waktu itu, sesungguhnya Be Siau soh maupun Sangkoan Bu cing mengira Ong It sin
telah mati, sudah barang tentu kejadian ini segera mengejutkan mereka berdua
sehingga untuk sesaat lamanya kedua orang itu tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Ong It sin yang melompat bangun dapat menyaksikan pula sikap mesrah Be Siau soh
dengan Sangkoan Bu cing yang sedang berdiri berangkulan dengan wajah terkejut,
sekali lagi ia menjerit keras.
Secara beruntun ia berteriak dua kali, kecuali teriakan, ia tak dapat berbicara
sepatah katapun. Dengan demikian, ketiga orang itu saling berdiri berhadapan tanpa berkutik
barang sedikit jua. Mendadak Ong It sin merasakan sekujur badannya gemetar keras, bahu kirinya sakit
bukan kepalang membuat ia tak sanggup berdiri lagi, akhirnya... "Blam!" ia jatuh
tersungkur kembali ketanah.
Beberapa kali pemuda itu mencoba untuk merangkak bangun, namun ia tak
berkekuatan lagi. Semua kejadian itu diikuti oleh Be Siau soh berdua dengan rasa gugup dan kaget,
secara beruntun mereka mundur kembali beberapa langkah ke belakang.
"Nona Be..." bisik Ong It sin dengan napas tersengkal, "sungguh... sungguhkah
perkataan tadi?" Pada saat ini, dia hanya berharap kalau Be Siau soh menyangkal semua
perkataannya tadi. Namun Be Siau soh tidak ambil peduli, malah sambil tertawa ujarnya kepada
Sangkoan Bu cing: "Coba lihatlah sitolol itu, ketololannya betul betul mengenaskan hati!"
Sangkoan Bu cing membungkukkan badannya dan mencium mesra bibir gadis itu, lalu
menjawab: "Yaa, akupun tidak mengira kalau didunia ini betul betul terdapat manusia yang
begini gobloknya!" Dalam keadaan demikian, Ong It sin merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan
nyaris jatuh pingsan, sekarang ia baru sadar bahwa semuanya hanya impian, dikala
ia mendusin dari tidurnya maka impian pun akan ikut buyar.
Sekuat tenaga dia berusaha menggelengkan kepalanya, dia ingin menenangkan
pikirannya yang kalut, tapi makin menggeleng kepalanya makin berat seolah olah
seluruh bukit salju itu ambruk dan menindih tubuhnya.
Ia seperti berteriak dan mengoceh tak karuan, namun ia tak tahu apa saja yang
sedang diteriakkan. Selain itu diapun mendengar gelak tertawa Be Siau soh serta Sangkoan Bu cing,
tentu saja gelak tertawa mereka merupakan tertawa cemoohan terhadap dirinya.
Suara tertawa mereka bagaikan panah tajam yang menusuk dadanya, saking tak
kuatnya menahan diri, diiringi jeritan keras, segala sesuatunya menjadi gelap
dan diapun jatuh tak sadarkan diri.
Entah berapa saat sudah lewat, pelan pelan Ong It sin sadar kembali dari
pingsannya, ketika membuka mata, ia jumpai sinar matahari amat menusuk mata.
Walaupun cuara amat cerah, sinar sang surya yang menimpa diatas permukaan salju
menimbulkan cahaya bias yang indah, namun perasaan pemuda itu gelap.
Ia mendongakkan kepalanya dan memandang sekeliling tempat itu, namun segala
sesuatunya hening bayangan tubuh Sangkoan Bu cing serta Be Siau soh pun tidak
nampak di sana. Pelan pelan ia merangkak bangun, tubuhnya terasa lemah tak bertenaga, hampir
saja tenaga untuk bergeserpun tiada lagi...
Dari atas dinding salju yang bening, lamat lamat ia menyaksikan paras mukanya
sendiri, iapun melihat betapa jeleknya wajah tersebut, sedikitpun tidak nampak
bagian yang menarik, tak heran Be Siau soh tidak mau dirinya demikian ia
membatin. Makin membayangkan kejelekan wajahnya, semakin tenang perasaan pemuda itu, dia
tidak lagi membenci kepada Be Siau soh, bahkan dia ingin mencari gadis itu dan
ingin menyatakan kepadanya bahkan dia merasa memang tak pantas untuk mendampingi
gadis tersebut... Setelah semua kesedihan lenyap tak berbekas, pemuda itu merasa semangatnya
berkobar kembali dengan suara lantang dia berseru:
"Nona Be! Nona Be..."
Akan tetapi walaupun ia sudah berteriak beberapa kali, belum juga ia mendengar
suara jawaban. Pikiran lain dengan cepat melintas dalam benak pemuda itu, pikirnya lebih jauh:
"Dia menyuruh aku mengambil kotak itu dari dalam gua salju, kotak itu pasti
penting artinya baginya, kenapa tidak kuambilkan kotak tersebut baginya" Asal ia
dapatkan kotak itu, tentu tak terlukiskan rasa terima kasih kepadaku..."
Ong It sin memang seorang pemuda yang jujur dan polos, coba kalau orang lain
yang mengalami nasib seperti dia, rasa bencinya kepada Be Siau soh tentu tak
akan terlukiskan dengan kata kata, bahkan kemungkinan besar akan berusaha untuk
membalas dendam dengan sepenuh tenaga.
Tapi kenyataan sekarang, jalan pikirannya jauh berlawanan, ia bukan saja
membenci kepada gadis itu, malah sebaliknya selalu berusaha untuk menemui
keinginan gadis itu. Begitulah, setelah mengambil keputusan, pemuda itu berjalan kembali memasuki gua
salju tersebut. Setelah mengerahkan tenaganya untuk melawan hawa dingin, tak lama kemudian
sampailah anak muda itu didepan dinding kristal, dia mengambil sebongkah salju
ditimpuknya dinding kristal tersebut keras keras.
Sambitan ini dilakukan dengan tenaga penuh, berbicara dari kekuatannya sekarang
maka paling tidak kekuatannya juga mencapai seribu dua ribu kati lebih.
"Blaaaam...!" diiringi benturan keras dan getaran dahsyat, bongkah salju itu
hancur berkeping keping dan muncrat keempat penjuru, namun dinding kristal
tersebut masih tetap utuh seperti sedia kala.
Melihat kejadian ini, Ong It sin tertawa getir, ia tahu kecuali berusaha pada
saat tibanya badai salju ditengah malam buta, tiada jalan lain baginya untuk
menjebolkan dinding kristal tersebut.
Maka diapun berburu ayam alas untuk mengisi perut, kemudian beristirahat disana
menunggu datangnya malam...
Mendekati tengah malam, ia masuk kembali kedalam gua.
Tapi seperti juga malam sebelumnya, pemuda itu terlempar keluar dari mulut gua
dalam keadaan tak sadarkan diri.
Secara beruntun beberapa malam berikutnya keadaan selalu sama.
Ong It sin yang bodoh ternyata mempunyai cara yang bodoh pula, dia mulai
berpikir. "Kenapa aku tidak menunggu sampai badai itu mulai menggulung datang baru
menerjang masuk kedalam gua?"
Tapi cara inipun tidak memberikan hasil apa apa, setiap malam jika badai dingin
telah tiba, hakekatnya ia tak mampu mendekati sepuluh kaki disekitar gua salju
itu, ketika Ong It sin mencoba untuk maju kedepan, kakinya hampir saja menjadi
kaku karena kedinginan. Dasar pemuda keras kepala, kegagalan demi kegagalan yang dialaminya itu tidak
membuatnya menjadi putus asa, setiap malam dia selalu mengulangi kembali
usahanya untuk melawan hembusan badai guna memasuki gua salju itu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tanpa terasa lima bulan sudah lewat
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanpa terasa. Dalam waktu setengah tahun ini, setiap malam ia selalu berjuang menentang badai.
Pada mulanya ia mengira tidak mendatangkan hasil apa apa, namun pada malam itu,
mendadak ia menemukan kalau jaraknya dengan gua tersebut, kian hari bertambah
dekat. Ketika untuk pertama kalinya perjalanan itu dilakukan, paling tidak dia hanya
bisa mencapai tiga kaki lebih dari mulut gua tersebut, tapi sekarang ia sudah
berada dua kaki dari mulut gua, ini berarti dalam setengah tahun perjuangan, ia
berhasil mendekati gua tersebut sejauh satu kaki lebih.
Bila orang lain yang menghadapi kenyataan tersebut, betul ada kemajuan yang
berhasil dicapai, namun bila membandingkan dengan waktu yang terbuang, sekalipun
bersemangat tinggi akhirnya juga akan menjadi putus asa.
Berbeda dengan Ong It sin, kemajuan yang berhasil diraihnya itu membuatnya
sangat kegirangan, kalau bisa dia hendak memberitakan kejadian ini kepada semua
orang didunia ini. oodwoo Tentu saja hal itu tak mungkin dilakukan sebab kecuali dia, disana tak ada
seorang manusiapun. Setahun kembali sudah lewat, atas perjuangannya yang gigih sekarang ia sudah
dapat berdiri tegak dimulut gua sekalipun badai sedang melanda dengan
dahsyatnya. Dalam sangkaan Ong It sin, setelah berjuang selama dua tahun, daya tahan
tubuhnya terhadap serangan hawa dingin makin bertambah.
Daripada dia bisa tahu kalau pengerahan tenaga dalam yang dilakukannya setiap
malam justru merupakan gemblengan yang berat bagi tenaga murni yang dimilikinya.
Ditinjau dari kemampuannya sekarang untuk bertahan dimulut gua atas hembusan
badai, dapat diketahui bahwa kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang
sudah tiada tandingannya lagi didunia ini.
Jika Ong It sin tahu akan hal ini, munkgin saja dia akan melepaskan tujuannya
semula untuk melakukan perjalanan dalam dunia persilatan sebab dengan
kemampuannya sekarang, kemunculannya pasti akan menggemparkan seluruh kolong
langit... Waktu berjalan cepat, satu tahun kembali sudah lewat.
Dihitung sejark kedatangannya yang pertama kali ke tempat itu, sudah tiga tahun
lamanya Ong It sin berjuang melawan badai salju
Akhirnya pada sutatu tengah malam, ia berhasil juga mencapai tepi dinding salju
dan mengambil kotak itu dari balik dinding kristal yang retak.
Sepanjang jalan mengundurkan diri dari gua itu, ia berteriak teriak keras
seperti orang gila, hal mana menunjukkan betapa gembiranya pemuda tersebut atas
keberhasilannya. Tapi setelah kotak itu dibuka, ia baru dibikin tertegun.
Ternyata isi kotak tersebut adalah sebilah pedang dan sebuah sarung pedang.
Bentuk pedang itu sangat hapal bagi pandangannya, karena pedang dan sarung
pedang tersebut ternyata bukan lain adalah Hu si ku kiam serta cian nian liong
siau. Memandang dua macam benda mustika itu, Ong It sin agak tertegun dibuatnya, dia
masih ingat kedua macam benda itu telah dititipkan kepada orang untuk
disimpannya, kenapa sekarang bisa muncul kembali dalam kotak ini..."
Akan tetapi setelah pedang itu diambil, ia baru merasakan perbedaannya, walaupun
pedang inipun berkarat namun sinar tajam yang memancar keluar amat menyilaukan
mata, bahkan entengnya bagaikan selembar kertas tipis saja.
Pada dasar kotak tertera selembar kertas, pada kertas itu tertulislah beberapa
huruf yang berbunyi demikian:
"Pedang palsu sarung pedang palsu sudah banyak dijumpai didunia, hanya inilah
benda yang asli, pedang Hu si ku kiam, sarung pedang Cian nian liong siau, kitab
pusaka Sang yang kiam boh tiada tandingannya di kolong langit!"
Setelah membaca tulisan itu, Ong It sin baru tahu kalau benda yang diperebutkan
selama ini ternyata adalah barang barang palsu semua.
Dari dasar kotak ia menemukan pula sejilid kitab pusaka, tapi setelah dilihatnya
beberapa halaman, pemuda itu merasa kepalanya menjadi pusing tujuh keliling.
Perlu diketahui, walaupun kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki sekarang sudah
tiada bandingannya lagi, namun otaknya tetap tebal, ia masih tetap merupakan
seorang yang bego. Sudah barang tentu dia tak akan memahami isi kitab Sang yang kiam hoat yang
merupakan benda mustika itu.
Selain dari pada itu, Ong It sin pun tidak berminat untuk memiliki sendiri semua
benda itu, karena tujuannya tak lain untuk dihadiahkan kepada Be Siau soh.
Sebab itulah setelah membaliknya sebentar, ia masukkan kembali semua benda itu
kedalam kotak dan berlalu dari situ, dia hendak menemukan Be Siau soh untuk
menyerahkan benda itu kepadanya.
Sepuluh hari sudah ia berjalan tanpa tujuan, suatu malam tiba tiba dari kejauhan
sana ia mendengar suara hiruk pikuk disertai cahaya api yang berkilatan, ia
lantas tahu kalau disitu ada orang.
Tiga tahun lamanya Ong It sin tak pernah berjumpa dengan seorang manusiapun,
betapa girangnya dia setelah mendengar suara manusia.
Buru buru hawa murninya dihimpun lalu menyusup ke depan, bagaikan terbang saja
tubuhnya segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa...
Kejadian ini segera disambut kejut dan girang oleh pemuda itu, hingga sekarang
dia baru tahu kalau ilmu silatnya sudah jauh berbeda dibandingkan dulu.
Dengan menggunakan waktu yang paling singkat, sampailah pemuda itu dihadapan
segerombolan manusia itu.
Itulah suatu rombongan manusia yang terdiri dari empat lima puluh orang lebih,
tiga puluh diantaranya merupakan laki laki kekar sedang tujuh delapan yang lain
berwajah aneh, sekilas pandangan dapat diketahui kalau mereka adalah jago jago
persilatan yang berilmu tinggi.
Orang orang itu berkerumun membuat sebuah lingkaran, ketika Ong It sin melihat orang itu dalam kepungan,
jantungnya segera berdebar keras.
Ternyata orang itu adalah seorang gadis yang cantik jelita, dan secara kebetulan
pula, gadis itu ternyata bukan lain adalah Be Siau soh yang sedang dicari cari.
Tiga tahun tak bersua, ternyata Be Siau soh tampak lebih cantik dan menawan
hati. Sementara itu suasana ditempat itu amat hening agaknya semua orang sedang
memperhatikan pembicaraan gadis itu.
Terdengar Be Siau soh sedang berkata:
"Saudara saudara sekalian, kalian bukan datang untuk berkelahi bukan" Rahasia
dari Kim to bu tek Ong Tang thian berada diatas bukit salju sana, jika kalian
ingin mengetahuinya, lebih baik jangan berkelahi sendiri, tapi ikutilah
petunjukku!" Baru selesai ia berkata, terdengar seseorang berseru dengan dingin:
"Selama dua tiga tahun ini kau menyiarkan berita ini ke seluruh penjuru dunia
sehingga akhirnya memancing kedatangan begini banyak orang, sesungguhnya apa
tujuanmu" Kenapa tidak sekalian diutarakan?"
Orang yang barusan berbicara itu adalah seorang kakek ceking yang bertubuh
jangkung. Meski ceking badannya, tajam sekali sepasang matanya, bisa diketahui kalau
tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna.
Be Siau soh memandang sekejap ke arahnya, lalu tersenyum.
"Semua orang bilang Si loya cu paling tak sabaran, agaknya ucapan ini memang
benar!" katanya, "baiklah akan kudeberkan semua persoalan dengan jelas!"
Suasana disitu kembali berubah menjadi sepi dan hening.
Semenjak melihat Be Siau soh berada disana sudah berulang kali Ong It sin hendak
memanggilnya, tapi ia selalu tak berani, menanti suasana menjadi hening kembali,
dia baru berseru: "Nona Be!" Sambil memanggil dia lantas mendorong orang disekitarnya kesamping untuk maju ke
depan. Beberapa orang yanrg kena didorong bermaksud memukulnya, tapi diantara sambaran
tangan Ong It sin membawa kekuatan yang hebat, hampir saja membuat mereka tak
bisa bernapas, dengan terkejut masing masing segera menyingkir ke samping.
Kejadian ini segera menggemparkan suasana, dengan terkejut semua orang memandang
ke arahnya dan bermaksud untuk mengetahui siapa gerangan dirinya.
Tapi ketika dilihatnya orang itu adalah seorang manusia aneh berbaju penuh
tambalan, berambut gondrong dan berwajah penuh cambang, semua orang menjadi
melongo. Kiranya selama tiga tahun ini, belum pernah Ong It sin menyisir rambutnya, maka
keadaannya sekarang seratus persen seperti manusia aneh.
Oleh karena itu pula, Be Siau soh juga tak dapat mengenali kembali siapa
gerangan manusia aneh itu.
Dengan langkah lebar Ong It sin menuju ketengah arena, tapi ketika melihat sorot
mata Be Siau soh sedang menatapnya tajam tajam, ia menjadi takut dan segera
berhenti. "Ada apa?" tegur Be Siau soh.
"Ooh... tidak apa apa, tidak apa apa..."
Ia tak tahu kalau tampangnya sudah banyak berubah, disangkanya Be Siau soh sudah
tak mau mengenalinya lagi, karena sedih bukan saja ia berhenti maju, malahan
beruntun mundur beberapa langkah kebelakang dan berdiri diantara kerumunan
manusia yang lain. Be Siau soh tidak memperhatikan dirinya lagi, terdengar ia berkata lebih lanjut.
"Kalian hanya tahu kalau benda itu berada dalam gua salju, tapi tak seorangpun
yang tahu dalam gua salju itu terdapat badai salju yang amat dahsyat, itulah
sebabnya kenapa kuundang kalian datang kemari..."
"Oooh... jadi kau menginginkan agar kami yang mengambilkan benda itu untuk
dirimu?" seru seorang nenek secara tiba tiba.
Suara nenek itu amat tak sedap sehingga membuat paras muka semua orang berubah
hebat, Be Siau soh pun amat terkejut sehingga wajahnya berubah menjadi pucat.
Menyusul seruan tadi, seorang perempuan setengah umur munculkan diri dari
kerumunan orang dan tampil kearena, begitu sampai ditengah gelanggang ia
melepaskan topeng yang dipakainya.
Maka tampaklah sekarang wajah aslinya yang penuh berkeriput, ternyata dia adalah
seorang nenek berusia tujuh puluh tahunan, berwajah kuda yang kehijau hijauan,
bermata sipit dan amat tak sedap dipandang.
Ong It sin tidak tahu siapakah orang itu, sebaliknya orang orang yang lain
segera menjerit kaget setelah menyaksikan wajah nenek itu, dari sini dapat
diketahui kalau orang tersebut sudah pasti adalah seorang manusia yang sangat
lihay. Terdengar Be Siau soh tertawa paksa, lalu berkata:
"Oooh... kiranya Wu popo, Wu locianpwe dari bukit Kou lou san telah ikut
datang... sungguh hal ini merupakan suatu kejadian yang tak disangka..."
Seraya berkata dengan wajah pucat Be Siau soh memandang sekeliling tempat itu
bermaksud ingin mencari bantuan.
Tapi Wu popo adalah seorang tokoh sakti dari golongan sesat ilmu silatnya tiada
tandingannya dikolong langit, sudah barang tentu tak seorangpun berani mencari
gara gara dengannya. Jangan mencari gara gara, untuk beradu pandangan dengan Wu popo pun tak
seorangpun yang berani. Tapi Wu popo tertawa seram, lalu berkata:
"Tentunya kau tidak menyangka bukan" Heeehh... heeehh... heeehh... mari, hayo
ikut aku!" Sambil berkata ia lantas menggerakkan tangannya untuk mencengkeram bahu Be Siau
soh. Walaupun gadis itu berkelit cukup cepat, namun keadaannya juga mengenaskan
sekali. Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu menjadi tak tahan, segera teriaknya
keras keras. "Hey, nenek tua, kenapa begitu kurangajar "
Mendengar teguran tersebut, Wu popo segera menarik kembali serangannya seraya
berpaling, kemudian bentaknya:
"Apakah kau ingin mampus?"
"Ingin mampus" Siapa yang bilang" Kenapa kau ingin mampus?" seru Ong It sin
tertegun. Wu popo menjerit keras, tangan kanannya segera diayunkan ke depan, dengan kelima
jari tangannya seperti kaitan ia cengkeram dada lawan.
Menghadapi serangan maut yang begitu cepatnya, Ong It sin hanya berdiri
tertegun, hakekatnya dia tak tahu bagaimana caranya untuk menghindarkan diri
dari serangan tersebut. Suara helaan napas sedih mulai terdengar dari antara kerumunan orang banyak,
semua orang menduga kalau Ong It sin pasti tak akan lolos dari serangan
tersebut, bahkan besar kemungkinan nyawanya akan melayang di tangannya.
"Braaak...!" suatu benturan keras terjadi, menyusul kemudian terdengar jeritan
ngeri yang memilukan hati menggema di udara, dan suara patahnya tulang
memekikkan telinga. Dengan sempoyongan Wu popo mundur beberapa langkah ke belakang.
Darah kental tampak meleleh keluar dari tangannya, keadaannya mengenaskan
sekali. Kejadian ini membuat semua orang menjadi kebingungan, Ong It sin sendiri juga
dibikin kebingungan ketika dilihatnya semua orang memandang tercengang ke
arahnya. Pakaian yang sebenarnya memang banyak berlubang, kini semakin hancur tak karuan.
Namun tubuhnya sama sekali tidak cedera, diatas dadanya tak lebih hanya
bertambah dengan lima buah bekas jari tangan yang memanjang.
Tentu saja kelima buah bekas jari tangannya itu dihasilkan akibat dari ulah Wu
popo. Namun akibat dari ulahnya itu, Wu popo harus mengalami keadaan yang tragis,
bukan cuma kukunya saja patah, tulang jarinya juga ikut remuk, itu menunjukkan
kalau tangannya telah diremukkan oleh getaran tenaga dalam tingkat tinggi.
Sebagai jago persilatan yang hadir disitu baru pertama kali ini menjumpai
peristiwa semacam ini, semua orang menjadi tertegun seraya menunjukkan wajah
terheran heran. Agaknya Wu popo juga sadar akan keadaannya, dia tahu bila keadaan ini dibiarkan
berlangsung terus maka akibatnya dia sendiri yang akan menderita kerugian besar.
Diiringi jeritan keras yang memilukan hati, nenek itu segera putar badan dan
melarikan diri terbirit birit, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan. Selang sesaat kemudian, semua orang baru sadar kembali dari rasa kagetnya, buru
buru mereka saling berebut maju ke depan, memuji muji kehebatan Ong It sin dan
mengumpaknya setinggi langit.
Selama hidup belum pernah Ong It sin mendengar umpakan semacam ini, kontan saja
wajahnya berubah menjadi merah padam karena jengah, untuk sesaat lamanya dia tak
tahu apa yang musti diucapkan.
Terpaksa serunya kemudian:
"Sudah cukup, cukup, kalian jangan berbicara lagi!"
Suasana segera pulih kembali dalam keheningan...
Saat itulah terdengar Be Siau soh berseru keras:
"Ong toako, kiranya kau!"
Tak terlukiskan rasa gembira Ong It sin ketika dilihatnya Be Siau soh mengenali
kembali dirinya, buru buru ia menyahut:
"Yaa, betul, memang aku. Nona Be, nona Be, kau masih kenal dengan diriku?"
Walaupun Ong It sin sama sekali tidak menaruh rasa dendam lagi kepada Be Siau
soh, sebaliknya gadis itu justru merasa agak riku terhadapnya, ia menjadi
tersipu sipu dan tak tahu apa yang musti dilakukan.
Dengan langkah lebar Ong It sin menghampirinya, setelah pemuda itu berdiri
dihadapannya, terpaksa Be Siau soh baru mendongakkan kepalanya sambil bertanya:
"Ong toako, apakah kau masih menyalahkan diriku?"
Mendengar itu Ong It sin segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Siau soh, sudah lama aku tidak marah kepadamu
lagi" Sambil berkata dia lantas mengambil kotak yang berada dijepitan ketiaknya dan
diserahkan kepada gadis itu, katanya lagi:
"Coba kau lihat, aku berhasil menjebol dinding salju itu dan mengambil keluar
kotak tersebut, ternyata isi kotak ini adalah pedang mustika Hu si ku kiam serta
sarung pedang Cian nian liong siau!"
Be Siau soh ingin mencegahnya agar jangan bicara, tapi Ong It sin sudah keburu
mengutarakan semua perkataan tersebut.
Jeritan kaget, helaan napas tertahan berkumandang dari mulut kawanan jago itu,
tanpa terasa semua orang berkerumun kedepan.
Waktu itu dalam pandangan Ong It sin hanya ada Be Siau soh seorang, ia tak ambil
peduli bagaimana reaksi orang lain.
Setelah berhenti sebentar katanya kembali
"Masih ada sejilid Sang yang kiam hoat, sekalian kuberikan kepadamu semua!"
Ia lantas menyodorkan kotak itu ketangannya.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Be Siau soh menjadi tertegun, untuk sesaat dia tak tahu bagaimana harus
menjawab. Orang yang berada dihadapannya ini pernah ia peralat, pernah ia tipu dan pernah
ia permainkan, tapi sama sekali tidak mendendam kepadanya, malahan menyerahkan
benda yang paling berharga itu untuk dirinya.
Dalam detik itu juga, timbul perasaan menyesal dan malu dalam hati Be Siau soh
perasaannya itu sukar dilukiskan dengan kata kata.
Tanpa terasa ia terbayang kembali akan diri Sangkoan Bu cing yang dicintainya,
betul pemuda itu tampan dan menawan siapapun suka bila bertemu dengannya, tapi
pemuda idamannya itu sejak setahun berselang telah lari ke dalam pelukan
perempuan lain, bahkan Sangkoan Bu cing menganggapnya sebagai perempuan yang tak
pernah dikenal, ia bilang dia sudah terlalu "tua".
Peristiwa itu membuat Be Siau soh marah, benci dan dendam, tapi ia tidak sampai
menangis, selama hidup ia pantang untuk menangis walau apapun yang dihadapinya.
Ia selalu menganggap bahwa manusia hidup di dunia ini kalau bukan kau mencelakai
aku, akulah yang mencelakaimu, maka setiap kali menderita kerugian ia tak
menangis, dia hanya mengingat persoalan itu dihati, mendendamnya dalam hati
sambil menunggu tiba saatnya untuk menuntut balas.
Tapi dengan tindakan dari Ong It sin sekarang, semua teori yang dipegangnya
selama banyak tahun telah hancur berantakan dengan sendirinya, dia tak menyangka
kalau didunia ini masih terdapat seorang laki laki yang begitu baik kepadanya.
Dengan termangu mangu Be Siau soh memandang kearahnya, ia merasa hatinya menjadi
kecut, tiba tiba air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Melihat Be Siau soh menangis, Ong It sin menjadi gelagapan, serunya dengan
gugup. "Siau soh, apakah kau tidak suka?"
"Bukan!" gadis itu menggeleng.
Ong It sin mengangsurkan kembali kotak itu kehadapannya, lalu berkata lagi:
"Pedang, sarung pedang dan kitab ilmu pedang semuanya berada disini, terimalah
pemberianku ini!" Air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Be Siau soh, dengan suara lirih ia
bertanya: "Ong toako, kenapa kau bersikap begitu baik kepadaku?"
"Karena... karena kau adalah orang yang paling baik kepadaku" jawab Ong It sin
tergagap. Be Siau soh hanya merasakan tenggorokannya tersumbat, membuat ia tak sanggup
untuk berbicara lebih jauh.
Selang sesaat kemudian baru melompat ke depan sambil berbisik dengan lirih:
"Ong toako, sesungguhnya kotak ini tak usah kau berikan kepadaku, sebab bukan
saja benda itu akan menjadi milikku, akupun... akan... akan menjadi milikmu
pula, kita akan bersatu untuk selamanya, benda itupun akan menjadi milik kita
berdua, rasanya kitapun tak usah membeda bedakan lagi"
Sesungguhnya perkataan dari Be Siau soh ini cukup dimengerti oleh Ong It sin,
tapi ia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya itu.
Dengan mata terbelalak, tanyanya:
"Apa" Kau bilang apa?"
Be Siau soh mengulangi sekali lagi perkataannya itu dengan suara setengah
berbisik. Untuk sesbaat lamanya si anak muda itu berdiri tertegun seperti orang bodoh,
matanya terbelalak dan mulutnya melongo, ia tadk menyangka akan semuanya itu.
Be Siau soh yang amenyaksikan pemuda itu berdiri tertegun dengan mata
terbelalak, ia lantas berpikir:
"Jangan jangan ia lagi marah kepadaku?"
Karena kuatir, segera teriarknya keras keras:
"Ong toako!" Jeritan tersebut segera menyadarkan kembali Ong It sin dari lamunannya, dengan
kaget ia bertanya: "Sedang mimpikah ini" Sedang mimqpikah aku ini?"
Sambil menyadarkan kepalanya dihati permuda itu, Be Siau soh menggeleng.
"Goblok, tentu saja kau bukan lagi bermimpi" sahutnya.
Mendengar perkataan itu, sekali lagi Ong It sin berteriak aneh, rasa gembira
yang menyelimuti hatinya sungguh amat sukar untuk dilukiskan dengan kata kata.
Ia tidak sadar bahwa teriakan anehnya itu jauh lebih keras dari pada guntur yang
membelah bumi sedemikian kerasnya sampai semua orang merasakan telinganya
menjadi sakit dan wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Be Siau soh yang berada dalam pelukannya juga tak sanggup menahan jeritan
kerasnya itu, sambil berseru tertahan ia lantas roboh keatas tubuhnya.
Ong It sin masih juga tidak menyadari akan hal itu, karena rasa gembiranya sudah
tak terlukiskan lagi dengan kata kata.
"Yaa,... aku memang goblok...! Aku benar benar seorang goblok...!"
Dikolong langit dewasa ini, mungkin tiada seorang manusiapun yang mempunyai daya
refleks yang begitu lamban daripada Ong It sin.
Saking gembiranya, ia sampai tak tahu kalau kekasihnya itu sudah jatuh pingsan
dibawah kakinya. Pemuda itu hanya berdiri mematung sambil bergumam terus tiada hentinya:
"Aku adalah orang goblok, aku betul betul orang goblok.
oooOdwOooo Tindak tanduknya yang ketolol tololan itu dengan cepat memancing gelak tertawa
banyak orang. Gelak tertawa yang berderai derai itu mengejutkan Ong It sin, ia tersadar
kembali dari lamunannya, lalu bertanya keheranan:
"Apa sih yang menggelikan kalian semua" Kenapa begitu gembiranya suara tertawa
kalian semua?" Pertanyaan yang bodoh itu makin mengkilik kilik perut semua orang, ini membuat
gelak tertawa mereka semakin keras.
Ada yang sampai terbungkuk bungkuk karena gelinya.
Ada yang sampai menungging karena sakit perut.
Ada pula yang menahan dadanya karena sesak napas...
Melihat semua orang hanya tertawa melulu, Ong It sin makin tertegun, pikirnya:
0ooodwooo0 Jilid 17 "WAAAHH... rupanya orang orang itu sudah pada edan semua, tak ada apa apa
tertawa sendiri, huh, lebih baik aku jangan banyak ribut dengan orang orang edan
itu. Baru saja akan pergi meninggalkan tempat itu, mendadak ia teringat kembali akan
seseorang, dengan gugup segera tanyanya.
"Apakah kalian tahu kemana perginya Siau soh?"
"Apakah kau maksudkan si nona yang cantik itu?" tanya seorang kakek bungkuk.
"Betul, betul, memang dia yang kutanyakan"
"Orang itu mah, jauh diujung langit..."
"Loya cu, kau maksudkan dekat didepan mata?" sambung Ong It sin dengan cepat.
Rupanya kakek bungkuk itu sudah tahu kalau pemuda kita adalah orang tolol, ia
tidak berhasrat untuk mempermainkan dirinya maka segera katanya.
"Sobat Ong, nona yang kau cari itu toh berada dibawah kakimu?"
"Haaah"!" Ketika menengok kebawah, betul juga, Be Siau soh telah tergeletak dibawah
kakinya. Dengan gelagapan pemuda itu membopongnya bangun, lalu dengan langkah lebar
bermaksud meninggalkan tempat itu.
"Hey, saudara, kau hendak membawa nona Be pergi ke mana?" tiba tiba Lam huang
pat kay (delapan siluman dari lam huang) menegur sambil tertawa dingin.
Orang itu berpinggang lebar, berbaju kulit macan, memakai gelang emas
dikepalanya dan bertangan besar, tampangnya bengis dan menyeramkan.
Menyaksikan tampang orang bengis menyeramkan, Ong It sin tak ingin mencari gara
gara, maka jawabnya dengan jujur:
"Aku kuatir dia kena flu, maka hendak kucarikan sebuah gua baginya untuk
beristirahat sebentar"
"Jangan pergi dulu!" bentak orang itu sambil bertolak pinggang, "nona Be telah
mengumpulkan kami semua jauh dari wilayah Lam huang, sebelum mustika didapatkan,
kami tak ingin bubar dengan begini saja!"
"Yaa... yaa... jika kalian sampai tertipu kemari, ini memang kesalahan dari Siau
soh" ucap Ong It sin setelah tertegun sejenak, "tapi... tapi..."
Setengah harian ia tergagap, kata kata selanjutnya tak sanggup dilanjutkan.
Seorang kakek bermuka kuda yang merupakan pemimpin dari Lam huang pat yau segera
tampil ke depan, katanya tiba tiba:
"Apakah kau hendak bertanya penyelesaian macam apakah yang kami inginkan?"
"Betul, betul, aku memang bermaksud begitu, kau... kau memang bicara benar"
Sekulum senyuman licik segera menghiasi wajah kakek bermuka kuda itu, ujarnya:
"Lohu adalah pemimpin dari Lam huan pat yau, orang yang menyebutkan sebagai
Thian be heng gong (kuda langit terbang di angkasa), sedang orang yang berbicara
denganmu barusan adalah jite ku Kim che pa (macam tutul emas)... pokoknya kami
berdelapan adalah berjiwa satu, asal kau bersedia berunding secara baik baik,
tentu saja kami bersedia pula untuk bertindak sungkan kepadamu..."
"Baik, apa yang kau kehendaki?" tukas pemuda itu segera.
"Gampang, serahkan saja nona Be itu kepada kami untuk dijatuhi hukuman yang
setimpal atas perbuatannya!"
"Waah, tidak bisa, sekarang ia lagi pingsan aku tak bisa menyerahkannya
kepadamu" tampik Ong It sin sambil menggeleng.
"Baiklah, jika kau merasa keberatan untuk meninggalkan dirinya, bawa saja nona
itu pergi meninggalkan tempat ini, tapi kotak berada ditanganmu musti diserahkan
kepada kami berdelapan"
Betul semenjak kecil Ong It sin sudah biasa dicemooh, bukan berarti ia tak bisa
marah. Ketika didengarnya permintaan orang keterlaluan, apalagi hendak merampas kotak
hadiahnya kepada Be Siau soh, kontan saja darahnya meluap, dengan gusar
teriaknya: "Kalau kedua-duanya kutampik, mau apa kau?"
Baru saja Thian be heng gong tertawa seram, Kim che pa telah berkata lebih
duluan. "Berarti kau sudah bosan hidup"
"Eeeh... eeeh... jadi cuma lantaran urusan kecil saja kalian hendak membunuh
orang?" seru Ong It sin tertegun.
Agaknya ia masih kurang percaya.
Si Macan tutul emas mengangkat tubuhnya lalu berkata dengan suara menyeramkan:
"Membunuh kalian berdua, sama dengan menginjak mampus dua ekor semut, kenapa
musti takut" Coba pikirlah, apakah untuk menginjak mati dua ekor semut harus
punya alasan yang kuat?"
Seorang tosu bermuka bengis yang berada disisinya sudah habis kesabarannya, tiba
tiba ia menyela: "Jiko, buat apa kau musti ribut terus dengan orang hutan itu" Bereskan saja kan
enak" Tosu ini adalah Kou bun ok to (imam jabat penggaet nyawa) yang tersohor akan
kekejamannya dalam dunia persilatan.
Untuk menghadapi delapan jago lihay sekaligus dengan kekuatan seorang, Ong It
sin mulai merasa agak keder.
Untunglah disaat yang kritis, muncul seseorang dari kerumunan orang banyak,
orang itu menyapa kearahnya serunya berkata:
"Sobat Ong, boponglah nona Be dan pergilah meninggalkan tempat ini, kami empat
belas dewa dari tujuh selat bersedia melindungi kalian, tanggung tak seorangpun
berani mengganggu seujung rambutnya!"
Ternyata orang ini bukan lain adalah Tiang bi lo yau (siluman tua beralis
panjang) dari selat Gou kan be hu sia.
Begitu Tiang bi lo yau munculkan diri, tiga belas orang siluman lainnya serentak
meloloskan pula senjatanya.
Baik Lam huang pat yau (delapan siluman dari Lam huang) maupun Jit sia cap si
yau (empat belas siluman dari tujuh selat) mereka sama sama merupakan kelompok
siluman yang menguasahi suatu wilayah, berbicara soal ilmu silat, kepandaian
mereka boleh dibilang seimbang.
Tapi berbicara dalam jumlah orang, tentu saja Lam huang pat yau kalah hampir
separuhnya, sebab itu Thian be heng gong tak berani menyerempet bahaya dengan
bertindak gegabah. Ditatapnya sekejap wajah Tiang bi lo yau dengan penuh kebencian, kemudian
serunya: "Orang she si, suatu hari kami pasti akan membalas dendam atas sakit hati ini"
Tiang bi lo yau tertawa tergelak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... jumlah anggota kami selamanya lebih banyak
dari kalian, tak nanti aku orang she Si akan menjadi takut oleh gertak sambalmu
itu" "Orang she Si" seru Kou hun ok to dengan marah, "sesungguhnya apa hubungan sobat
Ong ini dengan kalian berempat belas siluman dari tujuh selat."
"Hmmm! Atas dasar apa kami harus melaporkan hubungan kami ini kepada kalian?"
jawab Pek hua li yau (siluman perempuan berambut putih) sambil tertawa seram.
Setelah berhenti sejenak, katanya lagi:
"Cuma mengingat kita sama sama berasal dari See lam, maka kuperingatkan kepadamu
untuk lebih baik jangan berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan kepada sobat
Ong ini, ketahuilah Ay sian (si dewa cebol) adalah saudara angkatnya, hati hati
kalau sarang kalian diobrak abrik olehnya!"
Pada mulanya Thian be heng gong menjerit kaget, tapi kemudian sambil mendengus
ujarnya: "Tak usah menggertak aku dengan nama si dewa cebol, sudah banyak tahun orang ini
lenyap dari dunia persilatan, siapa tahu kalau ia sudah mampus banyak tahun?"
"Bagus sekali, kau berani menyumpahi Cu cianpwe" Kalau sampai diketahui olehnya,
hati hati batok kepalamu"
Agaknya Thian be heng gong masih belum percaya, katanya lebih jauh dengan suara
keras: "Sekalipun dia orang tua masih hidup, sobat Ong hanya pantas menjadi cucu
muridnya. Hmmm! Kalau dibilang dia adalah saudara angkatnya, sampai matipun aku
tidak percaya!" Ong It sin yang telah membopong tubuh Be Siau soh dan siap pergi itu, mendadak
menimbrung: "Kalian membicarakan soal Ay loko" Dia memang betul betul adalah saudara
angkatku" Sambil berkata dia lantas ayunkan tangannya sehingga sarung jarinya yang hitam
pekat dan tajam itu dapat dilihat oleh setiap orang.
Tentu saja Lam huang pat yau juga mengenali Sin sian ci, merekapun takut untuk
mencari gara gara dengan jago lihay itu, apa lagi empat belas siluman dari tujuh
selat telah menampilkan diri sebagai pelindungnya dengan berat hati terpaksa
dibiarkannya pemuda itu berlalu.
Tiang bi lo yau dengan membawa anak buahnya segera mengekor dibelakang dengan
alih pelindung. Setelah lolos dari kepungan, Ong It sin segera menghembuskan napas lega, ia
merasa amat berterima kasih sekali atas pertolongan dari Tiang bi lo yau,
katanya berulang kali. "Semua orang mengatakan empat belas siluman dari tujuh selat adalah manusia
laknat tapi setelah peristiwa malam ini, aku baru tahu kalau kalian sebetulnya
memang seorang sahabat yang baik"
Sudah barang tentu Tiang bi lo yau beserta anak buahnya bukan sungguh sungguh
ingin melindungi Ong It sin, karena mereka sadar bahwa benda mustika yang berada
dikotak itu tak mungkin dirampas secara kekerasan, maka dengan dalih hendak
melindungi keselamatan jiwanya, mereka berusaha mencari kesempatan baik untuk
turun tangan. Sebagaimana diketahui, pedang Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong
siau merupakan benda benda mustika yang diidamkan oleh setiap orang, apalagi
sekarang ditambah pula dengan kitab pusaka Sang yang kiam hoat, benda benda
tersebut cukup membuat menetesnya air liur mereka semua.
Untuk menghindari pertumpahan darah dengan kawanan jago persilatan lainnya,
merekapun ingin menghindari pertanggung jawabannya kepada si dewa cebol,
diaturlah siasat licin itu untuk membawa Ong It sin berdua menyingkir dari
incaran orang banyak. Asal mereka sudah jauh dari keramaian kemudian secara diam diam membunuh Ong It
sin berdua, bukankah mustika tersebut otomatis akan terjatuh ditangan mereka.
Bila ilmu pedang Sang yang kiam hoat telah mereka pelajari, saat itulah seluruh
dunia akan berada dibawah kekuasaan mereka berempat belas...
Itulah sebabnya untuk melaksanakan rencana tersebut, siluman perempuan berambut
putih berusaha membaiki mereka, umpaknya:
"Yaa... didunia ini tak ada orang lain yang lebih jujur dari pada Sahabat Ong!
padahal kami semua sebenarnya adalah orang baik, para manusia rendahlah yang
telah menyebarkan berita yang menuduh kami jahat dan kejam, tapi kami tak takut,
emas murni tak takut dibakar, lama kelamaan toh orang persilatan akan tahu
dengan sendirinya kalau kami ini baik atau jahat."
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ong It sin manggut manggut.
"Akupun berpendapat demikian" sahutnya "kita sebagai manusia, kenapa harus
menjadi orang jahat, bukan menjadi orang baik" Tampaknya kalian memang sudah
difitnah orang, sebab jika kalian benar benar adalah sekelompok orang jahat, tak
mungkin pada malam ini kalian bersedia membantuku untuk meloloskan diri dari
ancaman bahaya, inilah bukti yang paling nyata!"
Puji sanjung dari si anak muda itu kontan saja membuat wajah keempat belas orang
siluman dari tujuh selat itu berubah menjadi merah padam karena jengah, timbul
pula rasa malu dihati masing masing.
Pada saat itulah tiba tiba Ong It sin teringat akan tiga jago dari Tiong lam pay
buru buru tanyanya lagi: "Apakah selanjutnya kalian masih akan berkelahi lagi dengan ketiga orang jago
Tiong lam pay itu?" "Ay sian telah berpesan agar kami jangan bertarung lagi" jawab Tiang bi lo yau,
"tentu saja kami harus menjual muka kepadanya
Ong It sin menjadi sangat girang setelah mendengar perkataan itu, serunya.
"Kalian benar benar orang baik!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, secara beruntun mereka telah melewati
enam tujuh buah bukit. Saat itulah pelan pelan Be Siau soh sadar kembali dari pingsannya.
Ia merasa tubuhnya sedang dibopong orang dan terasa nyaman sekali.
Pada mulanya dia masih mengira dirinya menjadi tawanan orang, diam diam ia telah
menyiapkan sebatang jarum bercun untuk menusuk lengan orang, akan tetapi ketika
diketahuinya orang itu tak lain adalah Ong It sin, buru buru ia membatalkan
niatnya. Sementara ia masih terheran heran, mendadak terdengar olehnya suara dari Tiang
bi lo yau berkumandang tak jauh dari sana:
"Sahabat Ong, kami telah mendapatkan sebuah gua yang kering dan bersih, cepatlah
kemari!" Mendengar suara itu, Be Siau soh segera mengenalinya sebagai suara Tiang bi lo
yau, pemimpin dari Jit sia cap si yau, diam diam merasa terkejut sekali.
Apalagi setelah melirik kesamping dan ditemukan keempat belas siluman itu
lengkap berada di sana, hatinya semakin tercekat.
"Aduh celaka empat belas siluman itu komplotan semuanya berada disini... apa
yang telah terjadi?"
Setelah termenung sejenak, pikirnya lebih jauh:
"Jangan jangan kami sudah terjatuh ke tangan komplotan siluman tersebut...?"
Yang dimaksudkan sebagai kami sudah barang tentu dia dan Ong It sin.
Pada saat itulah Ong It sin telah mengiakan, sambil menghampiri siluman
perempuan berambut putih ia berkata:
"Tampaknya kalian bersaudara betul betul berniat membantuku, budi kebaikan ini
entah bagaimana caranya kubalas dikemudian hari?"
"Membantu orang adalah pekerjaan yang paling menggembirakan, apalah artinya
bantuan sekecil ini" Sahabat Ong, kau tak usah terlalu memikirkannya dihati"
Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh:
"Mari kita percapat langkah kita, jangan biarkan Tiang bi sian toako menunggu
terlalu lama!" Be Siau soh dapat mengikuti semua pembicaraan itu dengan amat jelasnya, dengan
cepat ia dapat mengambil kesimpulan apa gerangan yang sesungguhnya telah
terjadi. Pikir dihati: "Sudah pasti Ong toako dibodohi mereka lagi. Hmm! Manusia macam empat belas
siluman itu mana mungkin suka menolong orang lain" SUdah pasti tujuannya adalah
untuk mencuri pedang Hu si kiam, sarung Cian nian liong siau dan kitab pusaka
Sang yang kiam hoat. Dengan kekejaman mereka berempat beals itu berarti
keselamatan jiwa kami berdua amat terancam. Aku tak boleh membongkar dulu
rencana busuk mereka, lebih baik berlagak pilon saja sambil menunggu kesempatan
baik untuk menghancurkan rencana mereka itu!"
Berpikir sampai disitu, ia lantas memejamkan kembali matanya pura pura belum
sadar. Begitulah, diiringi empat belas siluman dari tujuh selat, sampailah Ong It sin
didalam sebuah lembah yang bentuknya menyerupai sebuah buli buli... didasar
lembah itulah gua tersebut terletak
Ketika Ong It sin dengan membopong Be Siau soh masuk ke dalam gua tersebut,
Tiang bi lo ya telah melapisi permukaan tanah dengan selembar kain baju,
katanya: "Sahabat Ong, cepat baringkan nona Be disitu jangan biarkan dia masuk angin!"
"Aaah, mana boleh kugunakan bajumu sebagai alas tidur?" seru Ong It sin
tertegun. "Dengan segala tulus hati aku ingin bersahabat denganmu" ucap Tiang bi lo yau
dengan wajah serius, "apakah cuma persoalan sekecil inipun aku tak boleh
memberikan kepadamu" Sobat Ong jangan jangan kau masih menganggap kami sebagai
orang jahat?" Ong It sin yang jujur tak sanggup menangkap perkataan lawan terpaksa ia berseru
berulang kali" "Aaah...! Mana, mana..."
Sambil berkata ia lantas membaringkan tubuh Be Siau soh diatas alas pakaian
tersebut. Untuk melenyapkan kecurigaan musuhnya, cepat cepat Tiang bi lo yau memberi tanda
kepada teman temannya sambil berkata:
"Beristirahatlah kalian diluar gua, biar lohu dan Ciu Kiu koh yang berjaga
disini" Sebab ia berkata dia lantas membuat api unggun dimulut gua tersebut.
Yang dimaksudkan sebagai Ciu Kiu koh tak lain adalah siluman perempuan berambut
putih, ia merupakan otak dari komplotan tersebut, sudah barang tentu bisa
dipahami pula maksud hati dari pemimpinnya.
Maka dengan sikap yang serius dia berjaga dimulut gua, gayanya yang serius dan
bersungguh sungguh membuatnya mirip seorang malaikat perempuan.
Melihat sikap siluman-siluman itu, Ong It sin merasa berlega hati.
Kewaspadaan dan rasa was was yang semula masih menyelimuti hatinya, kontan saja
tersapu lenyap dari dalam hatinya.
Ia mencoba memeriksa denyutan nadi Be Siau soh; ternyata detak jantungnya
normal, hanya anehnya gadis itu masih tetap berada dalam keadaan tidak sadar,
karena tak tahu apa yang harus diperbuat, pemuda itu menghela napas dan duduk
termenung disisinya. Angin berhembus kencang diluar gua membawa udara yang sangat dingin, tapi
suasana dalam gua itu sangat hangat karena disitu ada api unggun yang memberikan
kehangatan. Ong It sin adalah seorang manusia yang sama sekali tidak berakal setelah menaruh
kepercayaan kepada keempat belas siluman dari tujuh selat tersebut, maka dia pun
tidak menaruh curiga lagi terhadap mereka.
Apalagi sesudah melakukan perjalanan seharian penuh, badan yang penat membuat
pemuda itu segera tertidur pulas.
Baru saja terlelap tidur nyenyak, mendadak didengarnya Be Siau soh berbisik:
"Ong toako, cepat bangun! Jangan sampai tertidur..."
Waktu itu Ong It sin sudah tertidur pulas ketika dibangunkan oleh Be Siau soh,
dengan kaget ia membuka matanya lalu bersiap siap untuk berteriak.
Dengan cepat Be Siau soh menutup mulutnya dengan tangan, kemudian bisiknya:
"Jangan berteriak, jika kau sampai menjerit maka nyawa kita berdua bakal musnah
disini!" Selapis rasa tidak percaya segera menghiasi wajah si anak muda itu.
Dengan cepat Be Siau soh berbisik kembali.
"Kau sudah tertipu oleh keempat belas siluman dari tujuh selat, jangan dianggap
mereka benar benar ingin bersahabat denganmu, tujuan mereka tak lain adalah
untuk merampas kotakmu itu mengerti?"
Ong It sin membungkam diri, tapi dari sorot matanya dapat diketahui kalau ia
masih sangsi. Tentu saja Be Siau soh dapat menangkap suara hati pemuda itu, ia menjadi sangat
gelisah. "Apakah kau tidak percaya kepadaku?" akhirnya ia berseru.
Ong It sin kuatir gadis itu marah kepadanya, buru buru dia berkata.
"Siau soh, kau suruh aku berbuat apa?"
"Ong toako, dengarlah perkataanku" ucap Be Siau soh dengan suara lembut, "jika
Tiang bi lo yau menyerbu kedalam gua nanti dan melancarkan serangan kepada kita,
maka kau jangan sungkan sungkan lagi terhadap mereka, cakar orang orang itu
dengan jari sakti Sin siancimu itu!"
Ong It sin masih saja setengah percaya setengah tidak, pikirnya:
"Bukankah Tiang bi lo yau baik sekali kepada kami" masa secara tiba tiba bisa
timbul niat jahatnya kepada kami?"
Malahan ia beranggapan bahwa gadis itu terlalu banyak curiga.
Sekalipun demikian diapun mau tak mau harus berjaga juga, untuk membuktikan
apakah dugaan dari Be Siau soh itu benar atau tidak, iapun lantas berpura-pura
mendengkur. Jangan dilihat dia itu bodoh, ternyata gayanya untuk berpura pura cukup
meyakinkan suara dengkurannya yang keras dapat terdengar sampai tempat kejauhan.
Mendengar suara dengkuran itu, Tiang bi lo yau dan Pek huat li yau saling
berpandangan sekejap sambil tertawa, maksudnya saat yang dinantikan telah tiba.
"Untuk mencegah segala kemungkinan yang tak diinginkan..." ujar Tiang bi lo yau,
"lebih baik panggil lo sam dan lo su untuk bersama sama masuk ke dalam gua,
beritahu kepada mereka agar bekerja sama secara baik! Sedangkan sisanya berjaga
jaga di mulut gua" Tampaknya siluman perempuan berambut putih ini sangat mengagumi lotoanya, ia
berbisik: "Toako, kau memang hebat!"
"Jangan kuatir, bila berhasil nanti, kau adan aku berhak untuk menggunakannya
terlebih dahulu" Tak lama kemudian, siluman perempuan berambut putih Ciu Kiu koh telah muncul
kembali sambil membawa segenap saudara saudaranya.
Kepada Tok gan yau (siluman bermata tunggal) dan Toa tau yau (siluman berkepala
besar) ujar Tiang bi lo yau.
"Apakah perkataanku sudah disampaikan oleh ji moay kepada kalian berdua...?"
Dua orang itu segera mengangguk.
Tiang bi lo yau segera berpesan lebih jauh
"Persiapkan segenap senjata tajam kalian bila sasaran sampai kabur, siapa
teledor dialah yang harus bertanggung jawab."
Serentak para siluman menyumbat mulut gua tersebut rapat rapat.
Tiang bi lo yau dengan membawa siluman perempuan berambut putih, siluman bermata
tunggal dan siluman kepala besar segera menyerbu masuk ke dalam gua.
Tiang bi lo yau berjalan dipaling muka, kurang lebih setengah kaki kemudian dari
sasarannya dia memanggil dengan lirih:
"Sobat Ong! Sobat Ong!"
Walaupun sudah dipanggil berulang kali, ternyata ia tidak menjawab.
Melihat itu, siluman perempuan berambut putih segera menutup mulutnya sambil
tertawa "Toako, kau terlalu banyak curiga!" katanya.
Tiang bi lo yau tidak menjawab perkataan itu, ia segera memberi tanda, serentak
para siluman itu mengambil posisi masing masing dan menggerakkan senjatanya siap
membacok. Tiba tiba Ong It sin bergumam.
"Siau soh, Siau soh, kita tak akan dibunuh oleh para siluman bukan...?"
Seruan itu segera membuat keempat orang siluman itu menjadi terperanjat,
serentak mereka mundur selangkah kebelakang.
Tapi sesudah menggeliat sebentar, Ong It sin membalikkan badannya dan tertidur
kembali. Kontan saja Tiang bi lo yau mendamprat.
"Maknya, sialan, aku masih mengira bocah keparat ini telah sadar tak tahunya
cuma lagi bermimpi!"
Serentak mereka berempat bergerak maju kembali, senjata mereka yakni sebuah
tombak untuk Tiang bi lo yau, sebilah golok besar dari siluman bermata tunggal,
sebuah seruling baja dari Ciu Kiu koh siluman perempuan berambut putih dan
sebuah Sam kiat kun dari siluman berkepala besar segera diayunkan kembali siap
melepaskan serangan. "Sobat Ong!" kata Tiang bi lo yau dengan suara lirih, "jangan kau salahkan kalau
lohu berhati kejam, siapa suruh kalian membawa mustika yang tak ternilai
harganya" Nah, selamat jalan!"
Selesai berkata, diiringi desingan suara yang amat tajam, keempat buah senjata
itu segera diayunkan bersama ke bawah.
Diantara berkelebatnya cahaya golok dan bayangan seruling, dua kali jeritan
ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan keheningan, dua sosok
bayangan tubuh segera berguling diatas tanah.
Yang tewas bukan Ong It sin dan Be Siau soh, melainkan siluman bermata tunggal
serta siluman berkepala besar.
Mereka sudah terhajar oleh jarum beracun ekor lebah yang dilancarkan oleh Be
Siau soh. Sementara Tiang bi lo yau serta siluman perempuan berambut putih pun kena
dihantam oleh tenaga pukulan Ong It sin sehingga tubuhnya mencelat keluar dari
gua itu. Perubahan yang terjadi ini sungguh diluar dugaan siapapun, bahkan mimpi pun
Tiang bi lo yau dan siluman perempuan berambut putih tak pernah menyangka.
Sejak awal sampai akhir mereka selalu menganggap Ong It sin sebagai manusia
paling tolol di dunia ini, sedang Be Siau soh mereka anggap masih tak sadarkan
diri, dalam keadaan demikian maka untuk merenggut nyawa mereka berdua akan lebih
gampang daripada mengambil barang dari dalam saku sendiri.
Siapa tahu, ternyata dua orang sasaran mereka telah melakukan persiapan yang
cukup matang. Setibanya diluar gua, Tiang bi lo yau segera berteriak mencaci maki dengan suara
lantang: "Dua orang laki perempuan anjing, tak nyana kalian berani menggunakan siasat
untuk membunuhi losam dan losu... Hmm! Dendam berdarah ini segera akan kami
tuntut balas!" Be Siau soh tertawa cekikikan.
"Huuuh...! Kau bicara jangan terlalu tekebur, untuk merobohkan kami disaat masih
tertidur nyenyak saja kalian tak mampu, apalagi setelah mendusin dari tidur
seperti sekarang ini, itulah berarti saat kematian untuk kalian telah tiba!"
"Bila tahu diri, cepat persembahkan pedang Hu si ku kiam dan kitab pusaka Sang
yang kiam hoat tersebut kepada kami, seru siluman perempuan berambut putih
dengan nyaring, bukan saja kami bersedia mengampuni jiwa kalian, bahkan
mengijinkan pula kepada kalian berdua untuk mempelajari bersama isi kitab pedang
tersebut" "Masalah kalian tidak berniat untuk membalaskan dendam bagi kematian adik
angkatmu?" "Asal kalian berdua mau menyerah, aku si nenek menjamin tak akan mengganggu
seujung rambut kalianpun!"
"Bisa dipercaya tidak perkataanmu itu?"
"Kalau kurang percaya, kenapa tidak bertanya sendiri kepada Tiang bi lo yau?"
Be Siau soh lantas berpaling ke arah Tiang bi lo yau, kemudian tanyanya:
"Apakah kau pun setuju dengan janjinya itu?"
Tiang bi lo yau tak tahu kalau nona tersebut mempunyai tujuan lain, ia segera
mengangguk. "Yaa, aku setuju!"
Be Siau soh segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalian hendak membohongi siapa dengan ucapan
tersebut" Kalau dendam sakit hati dari saudara sendiripun bisa dilepaskan,
dimana pula letak kepercayaan kalian?"
"Betul manusia manusia itu memang terlalu keji," kata Ong It sin, "andaikata kau
tidak membangunkan aku dari tidur tadi, mungkin selembar jiwaku sudah melayang
ditangannya" Sekarang Tiang bi lo yau baru tahu kalau urusan telah digagalkan oleh Be Siau
soh, saking geramnya dia sampai menggertak giginya kencang kencang.
"Perempuan lonte, jadi kau yang merusak rencana baikku" Rekan rekan dengarkan
semua, apa pun yang harus kita korbankan, pada malam ini juga kita harus
singkirkan lonte ini dari muka bumi"
Para siluman segera berteriak keras, ada tiga empat orang diantaranya segera
menyerbu kedalam gua dengan garangnya.
Be Siau soh tertawa dingin, tangannya segera diayunkan ke depan, belasan betang
jarum beracun ekor lebah dengan membawa kerlipan cahaya tajam langsung meluncur
ke depan. Dua orang siluman yang bergerak masuk lebih dulu itu adalah Lak ci yau (siluman
berjari enam) The In wan serta Hui tui yau (siluman kaki terbang) Ong Kong cu.
Belum sampai setengah kaki mereka menyerbu ke dalam gua, masing masing sudah
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhajar telak oleh sambitan jarum beracun itu, diiringi jeritan ngeri yang
memilukan hati, kontan saja mereka roboh binasa.
Dengan demikian dari empat belas siluman yang ada, kini tinggal sepuluh orang
yang masih hidup. Betul kawanan siluman itu bertekad ingin membalas dendam, akan tetapi setelah
menyaksikan kelihayan dari jarum beracun itu, keder juga hati mereka.
Siluman perempuan berambut putih Ciu Kiu koh segera berkata:
"Lonte busuk ini terlampau keji, kita hadapi saja mereka berdua dengan serangan
senjata rahasia pula"
"Betul, betul!" seru semua siluman lainnya
"Menggunakan senjata rahasia memang merupakan suatu tindakan yang sangat tepat
kata Hek sim yau (siluman hati hitam) Pek Kiu hong "tapi dalam gua itu terdapat
sudut mati, tempat itu tak mungkin bisa dicapai oleh senjata rahasia kita, jika
kita musti menyerang dari tempat luar, bisa sia sia belaka usaha kita itu"
"Lantas apa pendapatmu lo kiu?" tanya Tiang bi lo yau kemudian.
"Menurut pendapat siaute, lebih baik kita gunakan asap lebih dulu untuk paksa
mereka keluar dari gua tersebut, kemudian baru menyambit mereka dengan senjata
rahasia, aku yakin kedua orang bangsat itu pasti tak akan sanggup untuk
menghindarkan diri" "Hebat, hebat, suatu usul yang sangat hebat" Tiang bi lo yau sambil manggut
manggut "selama ini aku dan ji moay selalu mempunyai banyak akal, tak nyana akal
lo kiu jauh lebih hebat dari kami semua"
Maka merekapun membagi tugas untuk melaksanakan rencana keji itu...
Tak lama kemudian kawanan siluman itu telah mengumpulkan ranting dan dahan
kering dari sekitar sana, mereka menumpuk bahan bakar dimulut gua lalu
membakarnya, setelah itu dengan pukulan telapak tangan, dahan dahan yang sudah
terbakar itu dikirim masuk kedalam gua.
Dalam keadaan begini, Ong It sin serta Be Siau soh betul betul terjepit, mereka
mulai batuk batuk karena napasnya sesak.
Kedua orang itu mulai sadar bahwa tempat ini sudah tak bisa dipertahankan lebih
lama lagi. "Siau soh, apa daya kita sekarang?" tanya Ong It sin.
Be Siau soh yang biasanya banyak akal sekarang menjadi gelagapan juga dibuatnya.
"Siau soh, bagaimana kalau aku menerjang keluar lebih dulu?" usul pemuda itu
sambil membusungkan dadanya.
Be Siau soh sendiripun sadar bahwa tempat ini sudah tak bisa dipertahankan lagi
maka ujarnya: "Begini saja. Kau melindungi aku didepan sedang aku melancarkan serangan dengan
jarum meracun ekor lebah dari belakang, yang paling penting ketika menerjang
keluar nanti adalah melindungi tubuh kita sendiri, mengerti?"
"Aku tahu!" Dalam pada itu asap tebal telah menggulung masuk ke dalam gua bagaikan amukan
gelombang, para siluman itu mengira siasat mereka pasti akan mendatangkan hasil
yang diharapkan, caci maki dan seruan seruan tekebur sudah terdengar.
Siapa tahu pada saat itulah, mendadak Ong It sin dan Be Siau soh menerjang
keluar dari balik gua dengan garangnya.
Suasana menjadi kalut dan gelagapan, dalam keadaan tidak menyangka, sambitan
senjata rahasia dari Be Siau soh segera melukai kembali tiga orang siluman.
Itupun serangan dilancarkan dengan membabi buta karena sepasang matanya tak
sanggup dipentangkan, coba kalau serangan dilancarkan dengan mata terbuka,
niscaya akan lebih banyak lagi korban yang berjatuhan.
Ong It sin yang berada dibarisan terdepan dengan cepat menjadi sasaran pula bagi
musuh musuhnya. Pelbagai senjata rahasia beterbangan kian kemari meluncur kearah tubuhnya.
Meskipun ia tak pandai bersilat, namun ayunan tangannya yang mengawur
mendatangkan juga tenaga pukulan yang maha dahsyat, sebagian besar senjata
senjata rahasia itu berhasil dipukul rontok olehnya.
Sekalipun ada juga satu dua diantaranya menghajar diatas badannya, itupun tidak
meninggalkan luka apa apa, sebab tubuhnya saat itu lebih keras daripada baja.
Kenyataan ini semakin memecahkan nyali tujuh orang siluman lainnya yang masih
hidup. Tiang bi lo yau segera berteriak keras.
"Saudara saudara sekalian, tak usah menghambur hamburkan senjata rahasia dengan
percuma, hadapi mereka dengan senjata tajam!"
Senjata berduri yang terbuat dari baja asli itu khusus merupakan senjata tajam
penjebol tenaga dalam, diiringi desingan tajam ia langsung membacok tubuh Ong It
sin. Tampaknya si anak muda itu segera akan terluka diujung senjatanya.
Untuk disaat yang kritis Be Siau soh menariknya ke belakang sambil membentak:
"Tiang lo bi yau, sambutlah sebuah tusukan jarum beracun ekor lebahku ini!"
Jarum beracun ekor lebah merupakan salah satu dari tiga macam senjata rahasia
terhebat didunia persilatan, Tiang lo bi yau cukup mengenali akan kehebatannya,
dengan perasaan terkesiap buru buru ia membuyarkan serangan sambil menghindar ke
samping. Dengan begitu, maka serangannya yang tertuju ke tubuh Ong It sin pun menyambar
tempat kosong. Menghadapi ancaman semacam itu, naik pitam juga Ong It sin dibuatnya, sambil
mementangkan jari tangannya ia menubruk ke depan sambil bersiap siap melakukan
cengkeraman. Dengan perasan tercekat Tiang lo bi yau segera melompat mundur ke belakang untuk
menghindarkan diri. Tok ciok yau (siluman bertanduk tunggal) Gan Yau membentak keras, dengan ruyung
bajanya dia hantam bahu Ong It sin keras keras.
ooooooo O d w Oooooooo "Braaak...!" serangan tersebut bersarang telak dibahu lawan.
Tapi kenyataannya, bukan saja serangan itu tidak berhasil melukai musuhnya,
malahan daging hidup yang tumbuh diatas kepalanya kena dicengkeram oleh Ong It
sin dengan Sin sian ci nya yang amat tajam itu, darah segar segera bercucuran
membasahi sekujur tubuhnya.
Karena kesakitan ia menjerit keras, sepasang kakinya menendang alat kelamin
pemuda itu. Sebodoh bodohnya Ong It sin, dia juga tahu kalau alat kelamin adalah bagian yang
mematikan ditubuh orang. Dengan perasaan gugup tangan kanannya segera ditarik kebelakang keras keras.
Sungguh mengerikan akibatnya, bukan saja daging hidup diatas kepala siluman itu
terbelah robek, bahkan sewaktu jari sin sian ci tersebut menyambar lewat dari
kening kirinya, biji matanya segera tersambar pula hingga robek.
Ia menjerit keras, saking sakitnya pucat pias wajahnya, segenap tenaganya terasa
punah dan otomatis tendangannya juga tidak mendatangkan hasil apa apa.
Tiang pit yau (siluman berlengan panjang) Cho Heng membentak keras, sepasang
lengannya direntangkan, kemudian dengan jurus ji liong ciu cu (sepasang naga
berebut mutiara) secepat kilat ia mengorek sepasang mata Ong It sin.
Menghadapi sambaran tangan musuh, serta merta Ong It sin miringkan kepalanya
untuk menghindar. Gagal mengorek mata orang, Tiang pit yau merubah serangannya menjadi
cengkeraman, "Breet...!" ia sambar pakaian kumal anak muda itu hingga robek.
Ketika kelima jari tangannya menyentuh lengan musuh, ia segera merasakan
tangannya seperti mencengkeram diatas batu cadas, segulung tenaga pantulan yang
keras membuat kelima jari tangannya tergetar patah menjadi beberapa bagian.
"Bocah goblok, kau berani melukai dua orang saudaraku?" bentak Tiang bi lo yau
amat gusar. Diiringi kilatan cahaya perak, senjata durinya langsung menusuk ke depan
berulang kali. Beberapa luka segera timbul ditubuh Ong It sin betul hanya luka luar, akan
tetapi cukup membuat pemuda tersebut bermandi darah segar.
Tiang bi lo yau ikut terkesiap juga melihat hasil yang dicapainya, dalam
sangkaannya semula, serangan tersebut tentu akan membinasakan lawannya, siapa
tahu hanya luka luar yang diderita pemuda itu.
Yang paling memusingkan kepalanya adalah sambitan sambitan jarum beracun dari Be
Siau soh, dalam waktu singkat ia telah kehilangan kembali dua orang rekannya
yakni siluman perut besar dan siluman bungkuk.
Kini, dari empat belas siluman yang semula hidup ada enam orang sudah tewas dan
dua orang terluka parah. Yang belum terluka sekarang adalah siluman tua beralis panjang, siluman
perempuan berambut putih, siluman berhati hitam, siluman berpunggung baja,
siluman berkaki panjang dan siluman orang lautan.
Melihat anak buahnya banyak yang jatuh korban, Tiang bi lo yau makin kalap, ia
menitahkan rekan rekan untuk menyerang lebih ganas lagi...
Be Siau soh mulai gelisah, tiba tiba teriaknya;
"Ong toako, cepat pergunakan pedang Hu si kiammu itu!"
Ong It sin mencabut keluar pedang Hu si kiam dari dalam kotak, tapi karena tak
tahu cara penggunaannya maka dia hanya menggerakkannya kesana kemari secara
ngawur. Pedang Hu si kiam memang sebilah pedang mustika yang luar biasa hebatnya,
serentetan cahaya merah dengan cepat memancarkan ke empat penjuru, sinar
berkilauan yang memancar keluar dari ujung pedangnya itu ternyata mencapai tujuh
depa panjangnya. Kawan siluman itu menjadi ketakutan setengah mati, buru buru mereka menyingkir
ke samping untuk menyelamatkan diri.
Hanya siluman berhati hitam Pek Kiu hong yang tak mau mundur ia terlalu kesemsem
dengan pedang tersebut, meski kemudian ia mundur juga dengan hati terkesiap,
sayang tindakannya itu terlambat setindak, tubuhnya segera tersambar hingga
kutung menjadi dua bagian.
Darah segar dan kutungan badan segera berhamburan ke empat penjuru, keadaannya
betul betul mengerikan. Mula mula kawanan siluman itu agak tertegun menyusul kemudian sambil menjerit
kaget mereka melarikan diri terbirit birit meninggalkan tempat itu.
Sekalipun pedang Hu si ku kiam, sarung pedang Cian nian liong siau serta kitab
pusaka Sang yang kiam hoat merupakan benda benda mustika yang besar sekali daya
tariknya, mereka tak berani untuk memikirkannya kembali.
Bahkan siluman bertanduk tunggal Gan Yan yang terluka parah pun tak sampat
ditolong. Menyaksikan keadaan luka yang diderita Gan Yan, serta biji matanya yang melotot
keluar itu, timbul rasa sesal dihati Ong It sin, ia lantas bertanya kepada Be
Siau soh; "Kau punya obat luka luar?"
Be Siau soh mengira pemuda itu hendak mengobati luka sendiri, buru buru
jawabnya: "Ada!" Sambil memberikan sebuah botol warna hijau kepada pemuda itu, katanya lagi:
"Ong toako, inilah bubuk Ban ing seng cian san yang amat mustajab, mari kuobati
lukamu itu" "Tidak aku bukan ingin mengobati lukaku sendiri" jawab Ong It sin sambil
menyambut botol obat itu, "apalah artinya luka sekecil ini bagiku" Aku hendak
menghentikan darah yang mengalir ditubuh sahabat she Gan ini, kalau dia sampai
mati, tentu sedih pula hatiku!"
Paras muka Be Siau soh segera berubah sambil menarik muka katanya:
"Kau bilang apa" Kau hendak menggunakan obatku untuk menyembuhkan lukanya?"
"Apa tak boleh?"
"Tidak!" jawab Be Siau soh sambil merampas kembali botol obat itu, "kau toh tahu
kalau mereka hendak mengobati musuh besar..."
"Siau soh, tak apa kan berbuat sosial?"
Saking mendongkolnya alis mata Be Siau soh sampai berkenyit, serunya dengan
gusar. "Kau tahu, apa akibatnya bila lukanya itu diobati?"
"Masakah dia akan membunuhku untuk membalas dendam?"
"Kau anggap manusia manusia cecunguk semacam ini bisa membalas budi" Setelah
sembuh dengan lukanya nanti, bukan cuma mata kananmu saja yang bakal dicukil,
mata kirimu pun bisa jadi akan dicukil pula, malahan besar kemungkinan akupun
tak akan dilepaskan."
Belum habis dia berkata, siluman bertanduk tunggal yang berbaring ditanah itu
sudah berseru dengan penuh kebencian:
"Lonte busuk, tak nyana kau begitu memahami akan diri kami, hmm! Bila ada
kesempatan, akan kucincang tubuhmu menjadi berkeping keping."
Ong It sin yang mendengar perkataan itu segera mengerutkan dahinya.
Sedangkan Be Siau soh segera tertawa katanya:
"Nah, bagaimana dengan perkataanku" Sudah kau dengar sendiri bukan...?"
Ong It sin manggut manggut.
"Apakah kau masih ingin mengobati lukanya?" tanya gadis itu lagi.
"Kalau dia mau membalas dendam, maka itu adalah urusan belakangan, sekarang..."
Saking mendongkolnya, sebelum si anak muda itu sempat menyelesaikan kata katanya
Be Siau soh telah membanting botol obat itu ke atas tanah, teriaknya:
"Kau tak usah banyak bicara lagi, kalau ingin menolong dirinya, sana tolonglah
sendiri!" Sambil melengos, dia tidak memandang si anak muda itu lagi.
Ong It sin gelengkan kepalanya berulang kali, dipungutnya botol obat itu
kemudian membubuhkan bubuk Ban ing seng cian san tersebut diatas luka siluman
bertanduk tunggal, malahan dia merobek pula bajunya untuk membalut luka
tersebut. Siluman bertanduk tunggal meski ganas, ia bukan seorang yang bodoh, semula dia
mencaci maki pemuda itu lantaran dalam anggapannya pihak lawan tidak berniat
sungguh sungguh untuk menolongnya, melainkan cuma berniat untuk menggodanya
saja, sebab sebodoh bodohnya orang tak nanti dia akan melakukan perbuatan
seperti ini. Siapa tahu Ong It sin betul betul goblok nya macam kerbau, apa yang diucapkan
ternyata benar benar dilakukannya, sudah barang tentu siluman bertanduk tunggal
tak akan menampik kebaikan itu.
Itulah sebabnya sewaktu Ong It sin membubuhkan bubuk obat itu diatas lukanya,
dia hanya berdiam diri belaka.
Parah sekali luka dideritanya itu, untuk mengobati luka luka tersebut, Ong It
sin telah menghabiskan semua isi botol itu.
Sudah tahu habis, ternyata Ong It sin mengembalikan juga botol kosong Itu kepada
Be Siau soh, tak heran kalau gadis itu segera membuangnya jauh jauh sambil
mengomel. "Buat apa menyimpan botol kosong"
Ong It sin menjadi tersipu, ia sedikit merasa tidak enak karena telah
menghabiskan obat miliknya.
Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu siluman bertanduk tunggal sudah melompat
bangun sambil berseru: "Selama gunung nun hijau, air sungai tetap mengalir, kita jumpa lagi lain waktu"
"Berhenti!" hardik Be Siau soh.
Mendengar bentakan itu, siluman bertanduk tunggal menjadi terkesiap, bukan
berhenti dia malahan mempercepat larinya kabur meninggalkan tempat itu.
Be Siau soh tak mau berdiam disini ia segera menyusul dari belakangnya...
"Siau soh!" cepat cepat Ong It sin menarik tangannya, "kalau bisa mengampuni
orang, ampunilah, biar dia kabur!"
Dengan mangkel Be Siau soh melirik sekejap kearahnya, kemudian berkata:
"Kalau ingin menjadi orang baik, suatu hari kau pasti akan menderita kerugian
besar" Ong It sin tidak ambil peduli perkataan itu, malahan katanya:
"Kalau menderita rugi, orang baru akan maju, aku percaya kalau menderita
kerugian adalah suatu kejadian yang jelek"
Be Siau soh menjadi teringat kembali akan perbuatannya dimasa lalu yang selalu
merugikannya, tapi pemuda itu tak pernah menunjukkan rasa dendam atau benci
kepadanya, diam diam ia menjadi agak menyesal.
Cepat cepat ia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya.
"Ong toako, sekarang fajar sudah hampir menyingsing, mengapa kita tidak
meninggalkan saja lembah ini?"
"Baik!" Maka berangkatlah kedua orang itu meninggalkan lembah tersebut.
Ketika sinar matahari sudah muncul di angkasa, sampailah kedua orang itu disuatu
bukit. Be Siau soh diam diam memperhatikan si anak muda itu, ketika dilihatnya ia
berpakaian dekil, berambut kusut, persis seperti seorang pengemis, timbul
perasaan iba dalam hatinya.
"Siau soh!" tiba tiba Ong It sin berkata, "jika aku berhasil membalaskan dendam
bagi ayahku mari kita mencari sebuah tempat yang indah, membangun sebuah rumah
dan hidup bersama disana. Aaaa... waktu itu, dihalaman luar rumahku akan kuberi
pagar bambu, didalam pagar bambu kutanam bebungaan, Siau hok Siau liok bermain
petak. Siau siu, Siau si mengejar kupu kupu, aku bertani, kau bertenun, ooh...
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sungguh tenang kehidupan seperti itu! sukakah kau dengan kehidupan semacam ini?"
"Siau liok siau siu" Darimana datangnya mereka?" Be Siau soh berpura pura tidak
mengerti. "Tentu saja anakmu dan anakku!"
"Kau yakin kalau aku akan melahirkan anak untukmu...?" tanya gadis itu sambil
cemberut. "Kemarin bukankah kau telah berkata: '...bahkan seluruh tubuhku menjadi
milikmu...' mau mungkir lagi?"
Dugaan pemuda itu memang benar pikiran gadis itu memang kembali berubah.
Ia sudah terbiasa hidup senang dan mewah, mana mungkin mau hidup sederhana
ditempat yang terpencil"
Kemarin, ia dapat berkata demikian karena ia sedang terpengaruh oleh emosi.
Ambil contoh saat ini, dengan kecantikan wajahnya yang harus berjalan
mendampingi seorang pemuda jelek yang dekil dan miskin, apakah pasangan ini
serasi" Ia merasa hal tersebut hanya akan menurunkan derajat sendiri saja...
Tentu saja kata-kata tersebut tak dapat dia ucapkan kepada si anak muda itu,
karena dia pasti akan sedih bila mengetahuinya.
Lagipula gadis itu memang mempunyai suatu rencana tertentu, dia harus bertindak
dengan lebih berhati hati.
Sebab itulah sambil tertawa manis, katanya:
"Tajam amat daya ingatmu!"
"Urusan sepenting ini, mana mungkin bisa kulupakan?"
Sementara itu, mendadak dari hadapan sana muncul seorang sastrawan berusia
setengah umur. Sastrawan itu mengenakan jubah panjang berwarna hijau dengan langkah tubuh yang
sangat ringan, sebilah pedang tersoren diatas punggungnya.
Ong It sin segera kenali kembali sastrawan itu sebagai sahabat karib pamannya
yang bernama Long tiong tay hiap (pendekar dari zhucuan) Coa Thian tam.
Coa Thian tam pernah memuji mujinya setinggi langit, karena itu Ong It sin
menaruh kesan yang sangat mendalam terhadapnya, maka ketika berjumpa dengannya,
ia segera berteriak dengan gembira:
"Coa tayhiap!" Mendengar teriakan itu, Coa Thian tam segera berhenti, lalu ujarnya cepat:
"Maaf kalau aku tidak dapat mengingat kembali siapakah dirimu?"
"Coa tayhiap, masa kau lupa" Si dewa perak Li Liong kan pamanku...!"
"Oooh, kiranya Ong lote, sungguh kebetulan sekali, aku memang sedang mencari
jejakmu kesana kemari"
"Ada urusan apa kau datang mencariku?"
"Lote, masih ingatkah kau dengan perkataanku tempo hari, aku hendak
memperkenalkan kau dengan seorang paderi lihay"
Ternyata Ong It sin tidak memberikan reaksi yang cukup hangat, dia cuma
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaah, aku kan sudah bilang, aku enggan menjadi seorang hwesio!" serunya.
"Menjadi muridnya toh belum tentu musti mencukur rambut menjadi seorang hwesio"
Ong It sin segera menggaruk garuk kepalanya sambil tertawa bodoh, ujarnya:
"Kalau tidak disuruh menjadi seorang hwesio sih urusan ini boleh dirundingkan
kembali, cuma aku sangat bosoh, malah Ay loko sewaktu mengajarkan satu jurus
silat kepadaku pun belum pernah berhasil kuyakinkan secara baik"
"Siapakah Ay loko itu?"
Be Siau soh segera menimbrung:
"Coa tayhiap, pernahkah kau mendengar tentang seseorang yang bernama Dewa
cebol?" "Tentu saja," jawab Coa Thian tam dengan terkejut, "konon orang ini punya selera
humor yang tinggi!" "Nah, orang itulah yang dimaksudkan oleh Ong toako!"
"Oooh... sungguh besar amat rejeki Ong lote!"
Ketika berbicara sampai disini, mendadak timbul kecurigaan dalam hatinya, ia
merasa Be Siau soh yang begini cantik kenapa bisa melakukan perjalanan bersama
seorang bocah dungu semacam Ong It sin"
Karena ingin tahu, dia lantas bertanya:
"Kalau begitu nona adalah..."
Sebelum ia sempat menyelesaikan kata katanya, Ong It sin telah memperkenalkan
"Dia adalah... adikku, Be Siau soh, nona Be!"
Sebetulnya hendak mengatakan dia sebagai calon istrinya, tapi lantaran Be Siau
soh mencubit pantatnya secara tiba tiba maka terpaksa dia harus merubahnya
menjadi adik. Sudah barang tentu keadaan itu tidak terlepas dari penglihatan Coa Thian tam.
Selain itu, diapun lantas teringat kalau Be Siau soh adalah putrinya si kelabang
hitam Be Ji nio, sudah cukup tersohor kekejamannya dalam dunia persilatan.
Tapi iapun merasa tidak mengerti, kenapa perempuan cabul yang licik dan keji ini
bisa tertarik kepada Ong It sin yang ketolol tololan itu..."
"Sudah pasti ada suatu sebab tertentu yang membuat ia bersedia mendekati pemuda
itu." demikian ia berpikir.
Belum sempat ia menyelidiki sebab musababnya tiba tiba terdengar Be Siau soh
berkata sambil tertawa merdu:
"Coa tayhiap kau membawa rangsum...?"
Agaknya ia merasa lapar sekali.
Buru buru Coa Thian tam mengeluarkan rangsum kering dan dibagikan kepada Ong It
sin serta Be Siau soh untuk mengisi perut.
"Aduh mak, kering begini rangsumnya?" seru Be Siau soh lagi dengan kening
berkerut, "mana mungkin aku bisa menelannya?"
"Biar kucarikan air untukmu" seru Ong It sin dengan cepat, "kalau dimakan dengan
air tentu tidak akan seret lagi"
Seusai berkata dia lantas putar badan dan meninggalkan tempat itu untuk mencari
air. "Hey tolol amat kamu ini" teriak Be Siau soh "kalau tidak kau bawa tempat air
ini, dengan apa kau akan ambil air tersebut?"
"Waah... aku memang tolol" seru Ong It sin sambil menepuk batok kepala sendiri,
"harap Coa tayhiap jangan mentertawakan"
"Tiada orang yang tidak tolol didunia ini, apa yang perlu ditertawakan...?"
sahut Coa Thian tam. Setelah menyambut tempat air itu, Ong It sin segera berlalu dari situ.
Menanti bayangan tubuh dari Ong It sin sudah lenyap dari pandangan mata, Be Siau
soh baru menghampiri Coa Thian tam, sambil mengangsurkan rangsum kering itu
kepadanya, dia berkata: "Coa tayhiap, kau tak usah sungkan sungkan, hayo terimalah pemberianku ini..."
Dari tingkah laku orang, Coa Thian tam tahu kalau gadis itu sedang berusaha
untuk merayunya agar masuk perangkap.
Sebagai seorang lelaki sejati, sudah barang tentu tidak mudah Coa Thian tam
jatuh terpikat olehnya, buru buru dia menyahut.
"Aku tidak lapar..."
Be Siau soh segera tertawa cekikikan.
"Lantas sampai kapan kau baru akan merasa lapar?" tanyanya.
Sepatah kata dengan dua arti, sungguh merupakan suatu tantangan untuk bermain
cinta yang merangsang hati.
Diam diam Coa Thian tam mengerutkan dahinya menyaksikan tingkah laku gadis
tersebut, pikirnya: "Perempuan siluman, kau berani merayu aku?"
Buru buru dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya:
"Nona Be, coba lihatlah, Ong lote telah membawakan air untukmu...!"
Gerakan tubuh Ong It sin benar benar cepat sekali, secepat sambaran kilat dia
lari mendekat kehadapan mereka berdua.
"Coa tayhiap" katanya sambil tertawa haha hihi, "coba kau lihat, bagaimana
dengan ilmu meringankan tubuhku?"
"Baru berpisah berapa waktu, kau betul betul sudah peroleh kemajuan yang pesat
sekali" Be Siau soh kontan melotot sekejap kearahnya.
"Goblok! Mempamerkan diri didepan orang pintar, apakah kau tidak malu
ditertawakan oleh tayhiap?"
"Coa tayhiap bukan manusia semacam itu, dia tidak akan mentertawakan aku..."
buru buru Ong It sin menjawab sejujurnya.
Be Siau soh segera mendengus dingin.
"Hmm... rupanya kalian adalah sahabat karib!" serunya.
Ia lantas melengos kearah lain dan tidak memandang kearah mereka lagi.
Ong It sin menjadi tertegun, dia mengira kedatangannya terlalu lambar, maka buru
buru kantong air itu diserahkan kepadanya seraya berkata:
"Siau soh air ini bersih dan segar sekali, kalau tidak percaya cobalah
sendiri... Kalau menurut suara hati Be Siau soh, dia ingin sekali cepat cepat pergi
meninggalkan kedua orang itu, tapi diapun merasa enggan untuk melepaskan pedang
mustika Hu si ku kiam dengan begitu saja, maka pikirnya dihati:
Kalau hendak pergi meninggalkan mereka, aku harus menunggu sampai ia berhasil
mendapatkan mustika itu lebih dulu... yaa untuk mewujudkan keinginanku ini, aku
harus baik baik bersikap kepadanya, jangan ia keburu menaruh kecurigaan
kepadaku" Berpikir sampai disitu dengan suara manja sengaja dia berkata:
"Hmm! Siapa suruh kau tidak cepat cepat pulang kembali, bikin hati orang merasa
kuatir saja" "Kau menguatirkan diriku?" tanya Ong It sin.
Ditatapnya sekejap pemuda itu dengan penuh rasa mesrah, kemudian jawab si gadis:
"Aku kuatir kalau kau sampai berjumpa lagi dengan kawanan siluman tersebut, jika
barang barangmu sampai dirampas kan berabe?"
"Jangan kuatir" jawab Ong It sin dengan penuh rasa terima kasih, "sekalipun aku
tak pandai bersilat, kalau tak bisa menangkan mereka, toh aku masih bisa kabur?"
"Kalau kau bisa berbuat demikian, sia sia saja aku menguatirkan dirimu tadi!"
Perempuan ini memang pandai sekali merayu, kata katanya selalu lebih manis
daripada gula. Tiba tiba Ong It sin merasa tidak sepantasnya untuk mendiamkan Coa Thian tam
seorang diri, maka buru buru ia berkata:
"Coa toako, suhu yang hendak kau perkenalkan kepadaku itu tinggal dimana?"
"Tidak terlalu jauh letaknya disini, dalam sebuah kuil kuno diatas puncak bukit
Hadankorli!" "Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang juga"
"Sekarang juga berangkat memang lebih baik, cuma apakah nona Be bersedia untuk
mengiringi perjalanan kita ini?"
"Tak maupun terpaksa harus mau" jawab Be Siau soh, "masa aku mau ditinggal
seorang diri ditengah perbukitan yang terpencil seperti ini?"
"Kalau memang demikian, hayolah kita berangkat sekarang juga"
Maka sambil bergerak cepat, Coa Thian tam berjalan lebih dulu dipaling depan.
Sedangkan Ong It sin dan Be Siau soh mengikuti dibelakangnya.
"Ong toako, bisa dipercayakah temanmu itu ditengah jalan Be Siau soh bertanya.
"Coa toako adalah seorang pendekar besar kalau diapun tak bisa dipercaya, maka
didunia ini tak ada yang bisa dipercaya lagi"
Setelah berhenti sejenak, diapun bertanya:
"Kau menaruh curiga kepadanya?"
"Itulah penyakit lamaku, suka menaruh curiga kepada orang yang barusan kukenal,
tapi kalau kau memang berkata demikian, akupun merasa hatiku lebih lega lagi"
Mereka bertiga meneruskan perjalanannya dengan cepat menuju ke arah depan.
Dalam satu hari, mereka telah melewati sembilan bukit tiga belas lembah, dan
sampailah diatas bukit Hek mao po.
Sementara perjalanan sedang dilangsungkan, tiba tiba dari belakang sebatang
pohon besar muncul seorang pemuda tampan yang berwajah putih bersih.
Sambil menunjukkan sekulum senyuman aneh, pemuda itu menghadang jalan pergi
mereka, kemudian menegur:
"Siau soh, akhirnya kau berhasil kutemukan kembali!"
Seraya berkata ia siap maju ke depan untuk memeluk tubuhnya.
Ketika Be Siau soh mengenali orang itu sebagai Sangkoan Bu cing yang pernah
mempermainkan dirinya, kontan saja ia berkerut kening.
"Sudah ditemukan lantas kenapa" Bukakah kua sudah bilang kalau aku telah tua?"
"Waktu itu aku sedang terpikat oleh beberapa ekor siluman rase sehingga lupa
daratan, padahal kaulah yang kucintai... aku telah bertekad bila berhasil
menemukan dirimu, maka kita akan kembali keperkampungan Bwe lim ceng untuk
menikah... tahun ini kau berusai dua puluh empat tahun, dibandingkan dengan aku
masih lebih muda tiga tahun tujuh bulan, kalau kau saja sudah tua, bukankah
akupun sudah menjadi kakek tua...?"
Sebetulnya Be Siau soh enggan mempedulikan dirinya, tapi pada dasarnya Sangkoan
Bu cing memang memiliki wajah yang tampan dan membuat orang merasa senang
dengannya, ditambah lagi dia pandai merayu, hal mana kontan saja membuat semua
kemendongkolan gadis tersebut tersapu lenyap hingga tak berbekas lagi.
Sekalipun perasaannya sudah mulai tergerak, namun diluaran ia masih juga
berlagak marah, katnaya; "Hmmm...! Siapa yang mau percaya dengan perkataan setanmu itu...?"
Sangkoan Bu cing segera mengangkat sumpah, katanya:
"Jika aku berani mempunyai pikiran jahat atau tidak tulus kepadamu, biar aku
dikutuk mati mengenaskan!"
Buru buru Be Siau soh menutupi mulutnya, lalu mengomel:
"Siapa suruh kau bersumpah dihadapanku?"
"Kalau tidak begitu, sekalipun kukorek keluar hatiku, belum tentu kau suka
mempercayainya?" Diam diam, Be Siau soh memperbandingkan dia dengan Ong It sin, akhirnya setelah
termenung sekian lama, ia putuskan untuk menerima kembali pernyataan cinta dari
pemuda ganteng ini. Dengan suara lirih dia lantas berbisik:
"Kau tak usah bersumpah lagi, aku percaya dengan perkataanmu!"
Kalau begitu, berpisahlah dengan mereka.
"Apakah kau masih akan mengincar sesuatu benda" Apakah kau belum mau
melepaskannya sebelum berhasil mendapatkannya?" tanya Sangkoan Bu cing dengan
wajah tertegun. "Kau memang pintar sekali, sekali tebak lantas berhasil menduganya, betul pedang
mustika Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong siau memang masih berada
ditangan sitolol itu"
"Aaah...! Apalah artinya sebilah pedang bobrok bila dibandingkan dengan seorang
gadis ayu yang cantik jelita dan genit seperti kau" Lebih baik tak usah diurusi
pedang bobrok itu lagi" sengaja Sangkoan Bu cing merayu.
"Tampaknya sekarang kau benar benar telah mencintaiku..." kata Be Siau soh,
"cuma pedang itu adalah mustika didunia, seorang tolol tak pandai bersilat macam
diapun sanggup mengobrak abrik empat belas siluman dari tujuh selat, apalagi
ditangan orang berilmu" Inilah kesempatan yang sangat baik untuk kita, bagaimana
jika kau tunggu dulu sampai aku berhasil mendapatkan benda itu lebih dulu?"
"Siau soh, kekasihku kalau tidak berhasil yaa sudahlah jangan terlalu
dipaksakan!" bisik Sangkoan Bu cing lembut.
Semakin pemuda itu berkata demikian semakin bernapsu Be Siau soh ingin
mendapatkan pedang mustika tersebut. Dengan suara dalam ia berpesan:
"Tunggulah aku ditengah jalan sana!"
Selesai berbisik, ia sengaja berseru dengan suara keras:
"Meskipun Ong toako bukan seorang lelaki berwajah tampan, tapi hatinya baik
sekali, aku tak akan tertipu lagi olehmu... selamat tinggal...!"
Selesai berkata, ia lantas melompat ke hadapan Ong It sin.
Semenjak melihat kemunculan Sangkoan Bu cing, Ong It sin sudah merasakan hatinya
sangat tidak tenang, dia kuatir Be Siau soh akan meninggalkan dirinya lagi.
Siapa tahu bukan saja gadis itu tidak pergi mengikuti pemuda tampan itu,
sebaliknya malahan menampik ajakannya.
Betapa terharunya dia setelah mendengar perkataan si nona yang menolak ajakan
Sangkoan Bu cin secara tegas tegas itu.
Saking girangnya, tanpa ragu ragu lagi dirangkulnya Be Siau soh kedalam pelukan
kemudian berseru: "Kau baik sekali..."
Ong It sin memang bodoh dan tak pandai berbicara, ia tak dapat mengutarakan isi
hatinya itu dengan kata kata.
Sekuat tenaga Be Siau soh meronta dari pelukannya, tapi tak berhasil melepaskan
rangkulannya yang kuat itu, dengan mencibirkan bibirnya ia lantas berseru:
"Ong toako apakah kau tahu kalau disini masih ada orang lain...?"
Sesudah mendengarkan perkataan itu, Ong It sin baru melepaskan rangkulannya.
Ketika berpaling ke arah Coa Thian tam, ternyata pendekar dari Zhucuan ini tahu
diri juga sambil bergendong tangan ia sedang memandang awan diangkasa dan
berlagak seakan akan tidak melihatnya.
Meski begitu, merah juga selembar wajah Ong It sin karena jengah, dengan suara
lirih ia berbisik: "Coa toako, mari kita berangkat!"
"Siapakah orang itu?" tanya Coa Thian tam kemudian.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang ini adalah kenalan kami dulu, kalau dibicarakan mungkin Coa toako pun
merasa tak terlalu asing, sebab dia adalah putra Bwe hoa kiam khek Sangkoan Ceng
yang bernama Sangkoan Bu cing!"
"Konon bocah itu adalah seorang lelaki hidung bangor, tampaknya memang tak salah
kata orang" ucap Coa Thian tam lagi.
Seraya berkata, dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju kedepan...
oooOdwOooo Menjelang magrib, sampailah mereka di depan sebuah kuil kuno yang sudah lama tak
berpenghuni. Untuk mengisi perut, Coa Thian tam memburu dua ekor kelinci dan tiga ekor ayam
alas. Dengan mengumpulkan ranting kering, mereka pun memanggang hasil buruan itu
ditengah ruangan kuil. Ketika bersantap, ternyata secara diam diam Be Siau soh telah menyisihkan
separuh bagian ayam panggang dan sebuah paha kelinci.
Melihat itu, Ong It sin segera bertanya:
"Buat apa kau menyisihkannya" Besok Coa toako kan bisa memburu lagi untuk kita"
Be Siau soh mengerling sekejap ke arahnya, kemudian menjawab:
"Belakangan ini setiap menjelang tengah malam, perutku selalu terasa amat lapar,
maka aku perlu menyisihkannya untuk mengisi perut bilamana perlu... kau masih
belum cukup?" "Oooh... tidak, tidak, sudah cukup!" sahut Ong It sin sambil menggoyangkan
tangannya berulang kali. Rembulan telah muncul dari balik awan sinar yang redup menyinari seluruh
permukaan tanah. Tiba tiba Ong It sin menuding ke arah kotak besi itu sambil berkata:
"Coa toako tahukah kau apa isi kotak besi yang selalu kubawa bawa ini...?"
Baru habis ia berkata, buru buru Be Siau soh mengerling kepadanya berusaha
mencegah pemuda itu bicara lebih lanjut, tapi karena tak sempat lagi, terpaksa
dengan gemas ia mencubit paha pemuda itu.
Ong It sin berkulit tebal, sekalipun cubitan itu tidak terasa sakit, toh ia
memandang keheranan juga kepadanya sambil bertanya;
"Siau soh mengapa kau mencubit diriku?"
Be Siau soh tahu kalau si tolol ini sama sekali tak berotak, maka jawabnya:
"Aku menyaksikan ada seekor laba laba hendak menggigitmu, kau tahu jika sampai
tergigit laba laba tersebut, kau bisa mampus"
Ketika Ong It sin berpaling, betul juga, diatas tanah memang benar benar
tergeletak seekor laba laba yang telah mampus, dengan begitu kecurigaannya pun
lenyap tak berbekas. Sementara itu Coa Thian tam telah menjawab.
"Sudah sejak pertama kali tadi aku merasa keheranan, mengapa kau selalu membawa
bawa kotak besi yang tampaknya sangat berat itu, kalau lote bersedia
memberitahukan kepadaku tentu saja akan kudengarkan dengan gembira"
Dengan bangga Ong It sin berkata:
"Kau tahu dalam kotak ini bukan saja berisikan sebilah pedang Hu si ku kiam dan
sarung pedang Cian nian liong siau, lagi pula terdapat pula sejilid kitab pusaka
Sang yang kiam hoat!"
Sambil berkata, ia lantas membuka penutup kotak besi itu.
Sebagai salah seorang dari Ih lwe su eng (empat orang gagah dari dalam jagad),
sudah barang tentu Coa Thian tam cukup mengetahui akan berharganya beberapa
macam benda tersebut iapun tahu bahwa satu macam saja dari benda itu sudah dapat
membuat orang tergiur, apalagi tiga macam benda mustika berada bersama dalam
satu kotak, tak heran kalau hatinya merasa terkejut sekali.
Ia menerima angsuran pedang itu diloloskan dari sarungnya, cahaya merah yang
menusuk pandangan segera memancar keempat penjuru.
"Pedang bagus! Pedang bagus!" pujinya.
Setelah mempermainkannya sebentar, ia mengembalikan pedang berikut sarungnya itu
kepada Ong It sin. 00ooodwooo-00 Jilid 18 DENGAN wajah penuh kegembiraan ia menyerahkan pula kitab pusaka Sang yang kiam
hoat itu kepadanya untuk dilihat.
Coa Thian tam adalah seorang jago pedang yang termashur dalam dunia persilatan,
setelah membaca kitab itu ia segera terpesona dibuatnya hingga untuk sesaat
lamanya menjadi lupa daratan.
Yaa, hakekatnya jurus serangan yang tercantum dalam kitab itu memang amat lihay,
tak heran kalau ia menjadi kesemsem dibuatnya.
Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa geli, serunya dengan
cepat: "E-eh... jangan jangan diapun seorang tolol seperti aku?"
"Jangan urusi dia, mari kita tidur!" kata Be Siau soh sambil menarik ujung
bajunya. Selesai berkata dia lantas berbaring dilantai.
Ia berbaring dengan sepasang kakinya setengah terbuka setengah tertutup, gayanya
yang cukup merangsang ini segera membuat Ong It sin menjadi melamun tak karuan.
Tiba tiba terdengar Be Siau soh bertanya:
"Kuil ini ada setannya atau tidak?"
"Jangan kuatir, aku akan tidur disisimu!" seru Ong It sin.
"Jangan, kita bisa ditertawakan oleh Coa tayhiap"
"Bagaimana baiknya?"
"Letakkan pedangmu disisiku, dengan senjata ditangan, aku tak akan takut!"
"Aaah... aku memang betul betul amat tolol, kenapa aku lupa dengan pedang
mustika ini?" Setelah menerima pedang Hu si ku kiam dan sarung pedang Cian nian liong siau
tersebut, Be Siau soh segera menggenggamnya ditangan dan memejamkan kembali
matanya. Waktu itu, Coa Thian tam sedang mengembalikan kitab pusaka Sang yang kiam hoat
tersebut kepada Ong It sin, kedengaran pemuda itu segera berkata.
"Coa toako, simpan saja dulu disakumu, beberapa hari lagi kau baru kembalikan
kepadaku!" Be Siau soh yang belum tertidur menjadi mendongkolnya bukan kepalang, pikirnya:
"Ia betul betul seorang yang tolol, mustika macam apapun seakan akan tiada
harganya ditangannya, ia betul betul menjengkelkannya!"
Sekalipun mendongkol juga tak ada gunanya, sebab bagaimanapun juga tak mungkin
baginya untuk menghalangi niat pemuda itu apalagi merampasnya, diam diam ia
menghela napas panjang. "Aaai... yaa sudahlah!" ia bergumam.
Tak lama kemudian, Ong It sin dan Coa Thian tam telah tertidur nyenyak pulas
sambil bersandar didinding.
Ketika yakin kalau kedua orang itu sudah pulas, diam diam Be Siau soh merangkak
bangun, ia bermaksud untuk mencuri kitab pusaka Sang yang kiam hoat itu dari
tangan Coa Thian tam. Sayang kitab itu sudah disimpan Coa Thian tam dalam sakunya.
Tiba tiba dari luar kuil berkelebat lewat sesosok bayangan manusia, kemudian
terdengar seseorang menegur dengan suara dalam:
"Siau soh, pedang mustika itu telah berhasil kau dapatkan?"
"Sudah!" jawab Be Siau soh sambil memperlihatkan pedang mustika Hu si ku kiam
berikut sarungnya. Orang itu bukan lain adalah Sangkoan Bu cing, segera pemuda itu berseru kembali:
"Kalau memang sudah berhasil, mau apa kau mengendon terus ditempat itu?"
"Kitab pusaka Sang yang kiam hoat tersebut masih berada ditangan orang she Coa
tersebut!" jawab Be Siau soh.
Pada saat itu lah terdengar Coa Thian tam mengigau:
"Siau soh, benarkah kau akan memberikan anak untukku...?"
Merah jengah selembar wajah Be Siau soh ia mendamprat lirih:
"Sialan kau..."
Sangkoan Bu cing berpura pura tidak mendengar, serunya malah:
"Hayo kita segera berangkat!"
Dalam keadaan demikian, Be Siau soh tak dapat menunggu sampai ia berhasil
mencuri kitab pusaka Sang yang kiam hoat lagi, bersama Sangkoan Bu cing cepat
cepat mereka kabur meninggalkan kuil tersebut.
Dengan keberhasilan mendapatkan pedang mustika itu, dikemudian hari mereka telah
menerbitkan banyak sekali pembunuhan mengerikan dalam dunia persilatan.
Dalam pada itu keesokan harinya ketika Ong It sin bangun dari tidurnya dan tidak
menjumpai Be Siau soh berada disana, buru buru ia lari keluar dari kuil itu
untuk mencarinya. Namun kemanapun ia mencari, bayangan tubuh Be Siau soh tidak ditemukan juga, ini
membuat hatinya merasa semakin gelisah.
"Siau soh! Siau soh!" teriaknya berulang kali, "kau berada dimana...a"
Oleh karena suaranya nyaring, sampai sampai membuat Coa Thian tam yang berada
dalam kuil pun terbangun olehnya.
Dengan cepat ia memburu keluar kuil sambil bertanya:
"Ong lote, apa yang telah terjadi?"
"Siau soh telah hilang" jawab Ong It sin dengan wajah hampir menangis karena
sedihnya. Melihat itu, Coa Thian tam menjadi tertegun, katanya:
"Aaah! tidak mungkin, masa orang sebesar itu bisa lenyap tak berbekas dengan
begitu saja?" "Akupun berpendapat demikian, tapi sudah kucari kian kemari, jangankan
menjumpainya, bayangan tubuhnya pun tidak berhasil kutemukan"
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:
"Jangan jangan ia sudah dibunuh orang?"
"Aaah... aku pikir hal ini tak mungkin, kalau orang itu hendak mencelakai Siau
soh, kenapa ia tidak mencelakai pula kita berdua?"
Sebenarnya dia hendak berkata:
"Kecuali dia berniat hendak pergi meninggalkan dirimu!"
Tapi setelah menyaksikan sikap Ong It sin yang termangu mangu seperti orang
bodoh itu, ia menjadi tak tega.
Sebab itu, kata kata yang sudah berada di tepi bibir segera ditelan kembali.
Sejak itu, Coa Thian tam dengan menemani si tolol yang romantis ini menjelajahi
hutan dan gunung untuk mencari jejak Be Siau soh, tapi setengah bulan sudah
lewat, bayangan si nona belum juga ditemukan.
Dalam keadaan begini, Coa Thian tam terpaksa berkata:
"Ong lote, jika dia tak ingin mengikuti dirimu, sekalipun ia kau cari juga tak
ada gunanya. sebaliknya kalau ia ditangkap orang maka pertama tama kau musti
belajar silat lebih dulu, kemudian baru menolongnya..."
Karena merasa perkataan itu benar juga, maka Ong It sin pun menghentikan usaha
pencariannya. Coa Thian tam segera membawanya menuju ke puncak bukit Handankorli.
Puncak bukit itu merupakan bukit utama dari rentetan pegunungan Thian sam,
Tiga Naga Sakti 2 Kisah Dewi Kwan Im Karya Siao Shen Sien Pendekar Buta 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama