Ceritasilat Novel Online

Rahasia Gelang Pusaka 4

Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt Bagian 4 "Habis di manakah adanya" " "Tutup bacot kamu!" mendadak terdengar teguran, yang datangnya dari satu pojok yang gelap. "Jangan berisik! Orang terkejut, semua lantas berpaling. Di pojok itu terlihat rebah seorang tua yang berpakaian hitam. Dia rebah seenaknya saja. Orang semua mengawasi, di antaranya ada yang tidak memandang sebelah mata. Memang orang berkumpul diruangan itu sebab ruangan lainnya bocor. "Jikalau kau mau tempat sepi, pergilah ke lain ruangan!" kata satu orang nyaring. Dialah Tok Gan Liong Ang Kie, si Naga bermata Satu. Orang tua itu melompat bangun. Sekarang terlihat tegas dia kurus luar biasa, walaupun demikian, matanya tajam sekali, sampai bersinar berkilauan Tapi matanya itu cuma satu. Dia menatap Tok Gan Liong dia menghampiri perlahan lahan. "Tok Gan Ji Touw!" tiba tiba Tok Gan Liong berseru. Itulah satu diantara Hoo see Sam Siu yang orang segani dan takuti. "Bagus kau kenali aku!" kata Tok Gan Jin Touw Bengis. "Sekarang kau korek keluar satu biji matamu, nanti aku memberi ampun padamu!" Mendengar demikian, Tok Gan Liong tertawa tawar. "Tak dapat!" katanya. Khong Tong Pay terkenal buat ilmu pedangnya yang lihay, sedangkan It Yan Cu ketuanya, termasuk dalam rombongan tiga ahli pedang utama. Kong Tong Sam Yu pun mempunyai kepandaian yang berarti. Tok Gan Liong menjadi tidak takut sebab dia menganggap Tok Gan Ji Touw Cee In keterlaluan. Pikirnya: "Biarpun gelaranmu Jin Touw, aku tidak takut padamu!" Artinya "Jin Touw" ialah "membunuh manusia". Lantas ia menghunus pedangnya. Cee In melihat gerak gerik orang, parasnya berobah. Ia melirik. "Kiranya jago Khong Tong!" katanya, dingin. "Pantas kau usilan terhadap aku si orang tua." Berkata begitu, selagi matanya bersinar pula, mendadak Cee In mengulur kedua belah tangannya. Maka satu hawa yang dingin segera menyerang Ang Kie. Tok Gan Liong berkelit kesamping mengasi lewat tekanan angin itu, dari samping ia membalas menyerang, membabat dengan pedangnya. Cee In berani, dia sangat gesit. Bukannya dia mengegos tubuh atau menangkis dia justeru mencoba menangkap pedang lawan! Tok Gan Liong kaget karena keberanian lawan. Sekarang ia ketahui bagaimana lihay nya khikang dari lawan, sampai dia berani melawan senjata tajam ! Tok Gan Liong menjadi terancam. Celaka kalau pedangnya kena dirampas. Untuk membebaskan senjatanya itu, dia lantas menarik. Tapi dia tidak berhasil. Pedangnya itu telah kena dicekal. Didalam keadaan seperti itu, terpaksa dia melepaskan cekalannya, untuk sebaliknya, dengan sangat cepat, meneruskan menotok keperut lawan! Tok Gan Jin Touw menangkis, habis menangkis, dia menyerang pula. Dia pun membalas menotok keperut Tok Gan Long! "Jangan celakakan dia!" tiba tiba terdengar seruan dari dalam kereta. Seruan itu tajam dan dibarengi sambaran angin kearah Tok Gan Jin Touw. Cee In terkejut. Ia tahu datangnya senjata rahasia, entah senjata apa maka ia tidak berani menanggapi. Sambil berbelit, ia berkata dingin : "Tikus yang mana menggunakan senjata rahasia busuk begini" Dari dalam kereta terdengar suara dingin: "Hm!" Meskipun turun hujan dan angin, ejekan itu terdengar nyata sekali. Tok Gan Jin Touw panas hati. Belum pernah orang menghina ia secara begini. Maka ia lantas bertindak kearah kereta dari mana suara itu datang. Masih terdengar suara dingin dari dalam kereta itu, sekarang diberikuti ancaman ini: "Kalau kau berani datang dekat sampai tiga kaki, pasti kau binasa!" Cee In juga memperdengarkan tertawa dingin. Ia membalas mengejek. Toh ia merasa pasti, orang mestinya lihay sekali. Ia hanya belum kenal orang itu. Karena ia bersangsi, ia menghentikan tindakan kakinya. Seorang lainnya heran melihat salah satu Hoo See Sam Siu kena terpengaruhkan kata katanya orang didalam kereta itu. Dari dalam kereta terdengar pula tertawa dingin. Cee In heran yang ia tidak mengenali orang, "Siapa disana" "tanya ia. "Maaf, aku tidak kenal kau, tuan! Maukah kau memperlihatkan dirimu supaya kita dapat belajar kenal" " "Itulah tidak perlu!" sahut orang didalam kereta. "Biasanya, siapa melihat aku, dia tak bakal kembali dengan masih hidup! Buat apa menambah dosa untukku" " "Apakah kau kenal dia" " ada orang bertanya Khong Tong Siang Ciu. "Ketika kami memapak dia, dia sudah duduk didalam keretanya," sahut Ong Wie, "Kita belum pernah melihatnya....." Orang menjadi heran. Bagaimana ada orang dipapak tanpa terlihat" Tok Gan Jin Touw melirik orang banyak ia dapat mengerti keheranan mereka itu. "Aku yang rendah ingin berkenalan dengan kau, tuan" kata ia pula. "Hm!" ada jawabannya dari dalam kereta. Terang dan tegas suara itu, hingga semua orang dapat mendengar dengan nyata. Tendapun bergerak. Orang menyangka orang itu bakal muncul. Semua orang mengawasi dengan menahan napas. Tapi tenda lantas dilenyapkan pula. Orang itu berkata: "Maksud kedatangan kita kemari sama saja," Buat apa kita mencari pusing kepala" " Ie Kun menduga orang mestinya seorang hantu. Hanya siapakah dia itu" Ia jadi tidak mau berlaku sembrono. Ketika ia berpaling kepada Tang Hay Hie In, nelayan itu bersenyum kepadanya. Justeru itu, Tok Gan Jin Touw maju setindak. "Tak mungkin!" katanya, menjawab orang tak dikeanal didalam kereta itu. Semua orang percaya Cee In sangat penasaran hingga dia ingin sekali melihat wajah orang, untuk mereka berdua menguji kepandaian mereka... Dari dalam kereta terdengar tertawa terbahak. "Cee In, jangan kau bertingkah!" menegur orang itu. "Dimatanya tuan muda kamu tidak ada Hoo See Sam sin !" Tok Gan Jin Touw menjadi malu sekali, parasnya menjadi merah dan pucat bergantain, otot ototnya nada terbangun.... Sekonyong konyong Cee In mengeluarkan sebuah kebutan dan mengebut ke arah kereta. Tepat ia mengebut itu, tepat ada angin yang menolaknya keras, sampai kebutannya hampir lepas dari cekalan. Selagi ia terperanjat, dari dalam kereta lagi lagi terdengar ter tawa mengejek dingin. Rupanya orang tadi mengetahui kepandaiannya dan dari itu jadi memandangnya enteng. "Tok Gan Jin Touw toh sebegini saja!" kemudian terdengar kata kata yang menyusul. Hebat kata kata itu untuk Cee In. Dalam gusarnya, dia maju hingga didalam bilangan tiga kaki kearah kereta... Sekonyong konyong terlihat tenda kereta bergerak, menyusul itu tubuhnya Cee In terhuyung huyung. Sambil berseru nyaring, jago Hoo See ini mencelat mundur, untuk lari bagaikan terbang keluar dari pendopo, sedangkan dilantai nampak darah bercecerann. Semua orang kaget, semuanya melengak! Belum pernah mereka menyaksikan pertempuran semacam itu, hampir mereka tidak mau percaya penglihatan mereka. Tetapi disitu terdapat darahnya Cee In. Peristiwa ini membuat berkuatir kaum Tiat Ciang Pang. Mereka menguatirkan rapatnya gagal... Ie Kun terperanjat dan heran, ia sampai mementang lebar kedua matanya. Ia pun tidak mau percaya. Tempo ia menoleh kepada Tang Hay Hie In, ia melihat jago dari Laut Timur itu masgul. "Mari!" kata Giam Hiong, yang terus mengajak kawannya kembali ketempatnya tadi. "Sungguh berbahaya!" ia menambahkan, sesampainya mereka didalam kamar. "Siapakah dia, cianpwee ?" tanya Ie Kun, heran. Sinelayan mengeluarkan tempat araknya matanya berputar. Ia mencegluk araknya. "Tentang dia Bu Tim si pendeta tua yang mengetahuinya!" sahutnya. "Aku Giam Tocu tidak berani aku memastikannya. Kau berhati hati, jangan kau usil terhadap mereka itu. Nanti aku cari Bu Tim!" Begitu ia berkata begitu Tang Hay Hie In pergi ia tidak menghiraukan hujan. Hanya sedetik ruang menjadi sunyi, tetapi setelah sang hujan mulai reda ramailah suara orang orang yang hendak melanjutkan perjalanan terdengar juga suara kaki kuda. Tapi tanpa memperhatikan semua itu saking letihnya Ie Kun tidur pulas. Ketika ia mendesin, matahari sudah tinggi. Justeru itu di depan kamarnya terlihat satu orang lagi berdiri sambil tertawa. Dialah seorang dengan dandanan sebagai sastrawan romanya tampan tangannya menggoyang goyang kipas. Ia heran ia lantas bangkit untuk berduduk guna siap sedia. Orang asing itu tertawa pula. "Tuan mesti orang Rimba Peisiatan," kata dia. "Aku sedang membuat perjalanan hendak aku tinggal disini, tidak tahunya tuan tengah beristirahat. Karena dandananmu luar biasa tuan maka aku mengawasinya..." Sebenarnya dia maksudkan tak usahlah Ie Kun bersiap siaga. Topeng Sim Ie belum diloloskan dari muka Ie Cun kalau tidak pastilah akan tampak mukannya merah lantaran jengah. Anak muda itu menggoyang kipasnya, ia memutar diri lalu ia menoleh pula dan tertawa lagi hingga terlihat dua baris giginya, yang putih, iapun terus bersair. "Akulah seorang Ba Hu tak mengerti ilmu surat," kata Ie Kun. "Silahkan masuk tuan untuk kita memasang omong..." Ie Kun mengarti surat ia ketarik hati pada pemuda ini maka ia mengundang, Orang muda itu tertawa. Ia berkata: "Aku biasa bersahabat dengan mengadakan ilmu surat, barusan aku melihat kau tuan aku percaya kaulah seorang terpelajar. Kenapa tuan menyebut, dirimu seorang BU HU" "BU HU" berarti orang yang mengutamakan ilmu silat. Habis berkata sembari tertawa pemuda itu bertindak masuk. Ia kata pula bahwa ia merasa sangat beruntung dengan pertemuan ini bahwa memang didalam dunia orang hidup sebagai tetangganya itu hingga untuk bertemu tak usah orang mesti telah mengenal lebih dahulu satu pada lain. Terus ia merangkap kedua tangannya memberi hormat sambil mengangguk. Ie Kun lekas membalikan hormat, "aku yang rendah she Oe bernama Bu Kong," katanya memperkenalkan diri. "Aku she Nio dan nama Bok," orang itu juga perkenalkan dirinya. "Satu she dan nama yang aneh ...." pikir Ie Kun akan tetapi ia tidak mengatakan apa apa. Anak muda itu bertindak masuk, begitu dia dekat pada Ie Kun hendak dia menjatuhkan diri kedada Ie Kun sedang dari mulut nya terdengar seruan perlahan. Ie Kun heran apa pula selekasnya juga ia mencium harumnya pupur. Ia memeluk tubuh orang supaya orang tidak roboh. Begitu dia dipeluk orang muda itu lantas memencet nadi Ie Kun sedangkan parasnya berobah. Akan tetapi Ie Kun tidak takut dipencet nadinya. Ia telah menyalurkan darahnya secara bertentangan. Dalam heran, ia berlompat bangun. "Kau siapa" " tegurnya. Anak muda itu merapikan ikat kepalanya, dia menggoyang pula kipasnya kearah Ie Kun hingga Ie Kun terkejut, sebab ia merasa angin yang dingin, yang seperti menungkap padanya. Siliran angin itu halus tetapi kuat. Dengan lantas ia menyiapkan cit ce piauw. "Kenapa kau tidak mau mencoba pedang bambu pecah itu?" kata si anak muda yang kata katanya ditutup dengan tubuhnya diajukan. Dia menyerang ujung pedang yang lancip, gerakan kakinya luar biasa sekali. Pedang dan kipas beradu satu dengan lain terdengar suaranya yang nyaring mengalun. Setelah itu si anak muda menyerang dengan menabas lengan kanan Ie Kun. Saking heran dan curiga Ie Kun berkelit. Anak muda itu gesit luar biasa selagi Ie Kun kembali merasai harum pupur menyerang hidungnya ia mendapatkan orang sudah berlompat dari sampingnya terus kebelakangnya untuk dia menyerang dengan tipu silat "Kong ciak Kay pin" atau "Burung merak mementang sayap," Ie Kun memutar tubuh berkelit sambil berseru. Ia menginjak garis tiong kiong maju kegaris hong bun dari gerak kaki Loan Twie In Cay atau "Mega beraneka warna bergumpal bersusun" terus dengan jurus "Tauw In Hoan Jit" atau "Mencuri awan menukar matahari" ia membebaskan diri seluruhnya. Sementara itu ia heran hingga parasnya berobah menjadi pucat. "Sungguh aneh ilmu silat pemuda ini," pikirnya, "Dia tentu bukan sembarang orang. Pemuda itu tertawa menyaksikan gerakkan Ie Kun tak selincah gerakannya sendiri. Dia nampak sangat puas. Lantas dia maju pula sambil membentak : "Kau bukannya Cit Che Piauw! Siapakah kau yang telah menyaru menjadi Cit Che Piauw dan hidup mengembara begini" " ........... rang dengan keras. Si anak muda melengak. Hanya sedikit, dia berbelit sambil terus lompat keluar kamar. Sambil menyingkir itu, dia tertawa tawar : "Hm!" Ie Kun tidak mau mengejar. Ia anggap itu tidak perlunya. Ia ingat baik baik janji pertemuan dengan gurunya diluar kota Celam bagian selatan. Ia kuatir ia nanti terlambat dan gagal. Meski ia heran memikirkan si anak muda, ia toh lekas menyalin pakaian dan berangkat ke utara! JAGO LAUT SELATAN BERTEMPUR MATI HIDUP...... Matahari sore mendatangkan sinar layung yang merah. Ketika itu di luar kuil Wan Kak Sie di luar kota Celam bagian selatan, tampak seorang tua dengan baju putih tengah duduk ngelenggut di depan pintu. Dari dalam kuil sendiri terdengar bunyi bok gie tanda para pendeta tengah melakukan ibadatnya. Ketika itu seorang pendeta terlihat bertindak keluar, terus sampai di luar pintu, ia melihat orang tua itu, bendak ia membuka mulut untuk mengasi bangun atau mendadak, ia membatalkan niatnya. Ia sudah mengulur tangannya tetapi ia telah menariknya pulang. Ia seperti juga tidak tega membanguni orang tua itu. Ia lagi menjalankan perintah untuk menutup pintu kuil. Siapa tahu kalau si orang tua ingin meminta bermalam" Maka ia cuma dengan perlahan lahan merapatkan daun pintu, terus ia kembali ke dalam. Justru itu, si orang tua mengangkat kepalanya dan tertawa bergelak. Ia lantas berpaling kearah jalanan dari mana tadi ia datang, hatinya berpikir : "Seharusnya muridku sudah datang! Kenapakah dia belum juga tiba" Adakan sesuatu yang menghalangi dia" Aku percaya dia sungguh melawan andaikata ada orang lihay yang memegatnya. Hanya..." Orang tua ini lantas ingat orang yang berada di dalam kereta itu, yang belum ketahuan siapa adanya. "Kalau ia bertemu orang itu...." pikirnya pula. Terus ia menjadi berkuatir. Ia seperti dapat firasat jelek, mestinya orang itu orang lihay luar biasa, kalau tidak, tidak tanti It Yang Cu dari Khong Tong Pay mengundangnya dengan mengutus tiga muridnya yang pandai itu. Hanyalah, untuk wilayah Lam Hay Laut Selatan ia belum pernah dengar tentang adanya seorang lihay luar biasa. "Mungkinkah dia bukan orang Lam Hay" "pikirnya lebih jauh. Sia sia belaka Lay Ong menggunakan pikirannya. Tiba tiba ia melihat kereta yang ia kenali itu lagi mendatangi ke arah kuil, pengiringnya jalas si tiga penunggang kuda. Mau atau tidak, ia terperanjat juga katanya didalam hati: "Celaka! Baru aku ingat orang, orang sudah tiba! Baru aku bicara dari hal setan, setannya sendiri sudah muncul! Hari ini mesti aku dapat melihat penumpang kereta ini! kalau kereta datang, Ie Kun mesti datang juga..." Lantas orang tua ini berbangkit, buat menyembunyikan diri dianiaya pepohonan disisinya. Ketika penunggang kuda, bersama kareta nya tiba dengan lekas didepan pintu pekarangan kuil. "Malam ini kita beristirahat disini!" terdengar suaranya Tok Gan Liong. Suara tertawa dingin ia dengar dan dalam kereta. Itulah tawa menyatakan setuju. Khong Tong Sam Yu lantas mendahului masuk kedalam kuil. Atau orang didalam kereta, itu berkata cepat: "Tunggu dulu! Ada orang mengikuti kita!" Suara dia dalam. Lay Siu heran, ia menyangka orang sangat lihay maka dia itu ketahui ia lagi mengintai. Justru ia hendak muncul, atau ia melihat seorang dengan dandanan sebagai sasterawan lagi mendatangi dengan tangannya menggoyang goyang kipasnya sedangkan dari mulutnya terdengar nyanyian perlahan Khong Tong Sam Yu terperanjat. Mereka heran sebab saban mereka menemui orang orang, yang sikapnya luar biasa. Pemuda sasterawan bertindak terus, perlahan. Arahnya yalah kereta dengan Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo penumpang terrahasia itu. Tapi ia berjalan lurus tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Ia bertindak memasuki pekarangan kuil. Begitu ia melintasi pintu ia sudah lantas berkata nyaring : "Tie Bong Taysu, aku sudah kembali!" Semua orang heran. Sekarang mereka menerka si sasterawan muda yalah sasterawan biasa belaka. Hanya sejenak kemudian Lay Siu bersenyum sendirinya. Tiba tiba ia ingat pada satu orang. Ketiga penunggarg kuda bersima kereta nya sudah memasuki pekarangan kuil. lantas ada tie kek chung, pendeta yang biasa menyambut dan melayani tamu tamu, muncul untuk melakukan penyambutan. "Kapannya si sasterawan muda datang ke mari untuk menumpang bermalam?" tanya si orang di dalam kereta, suaranya dingin. Agaknya si pendeta ragu ragu disebabkan lagu suara orang yang tak menyenangi itu. "Dia datang tadi belum tengah hari," sahutnya kemudian. "Apakah sie cu kenal dia ?" "Hm !" bersuara si orang di dalam kereta. Tidak lebih. Kereta dibawa masuk, ke dalam. Sampai di depan ruang tetamu. Di situ ketiga penunggang kuda memisahkan diri. Ketika itu si tetamu sasterawan keluar dari kamarnya. Dia menghampirkan kereta, untuk menjura seraya menyapa : "Saudara, kenapa saudara tidak mau keluar dari kereta untuk kita membuat pertemuan ?" Terdengar suara perlahan dari dalam kereta, seperti suara orang terbokong. Lewat sedetik, terdengar ini kata kata yang bernada sengit : "Sungguh ilmu pukulan jeriji tangan yang bagus sekali! Kau tentunya Thian Tay Sian lie " " Yang disebut ilmu jari tangan itu yalah "Ceng Yang Tan cie Sin kang" Si sasterawan tertawa, "Kiranya kau mengenali ilmu jari tangan ku si orang muda...!" katanya. "Nyata kau bukanlah seorang yang tidak ternama! Dapatkah kau memberitahukan she dan namamu?" Orang didalam kereta itu tertawa dingin. "Tidak ada niatku untuk menitah masuk ke dalam rumahmu, buat apa aku memberi tahukan she dan namaku?" sahutnya, temberang. Parasnya si sasterawan mendadak berobah menjadi guram. Teranglah ia mendongkol atau bergusar. Juga orang didalam kereta agaknya gusar sekali, tenda keretanya bergerak tanpa serangan angin, bergerak ke empat penjuru. Itulah terang akibat gerakan khie kang tenaga dalam yang mahir. "Ser!" demikian satu suara, yang keluar dari dalam kereta, dari mana terlihat menyambarnya satu sinar putih ke arah si sasterawan muda. Dengan gesit sasterawan itu berlompat mundur, meskipun demikian, ikat kepalanya sudah kena terjatuhkan ! Maka terlihatlah segumpal rambutnya yang bagus. Atas itu si sasterawan tertawa dingin, lima jerijinya menyentil kearah kereta yang bertabur emas dan batu kumala, hingga ada taburannya yang runtuh! "Tahan !" berseru orang didalam tereta. Sasterawan yang disebut Thian Tay Sian lie itu... atau Dewi dari gunung Thian Tay, tertawa tawar. Ia mundur satu tindak "Bagaimana, eh ?" tegurnya. "Apakah kau masih tak rela meniggalkan kandang anjing mu ini?" "hm!" terdengar suara dari dalam kereta, "bagaimana kalau kita pergi ke pohon cemara di sana itu?" Dia menantang dia menunjuk tempat, tetapi dia juga yang mendahului pergi. Ia lompat keluar dari dalam keretanya, terus dia berjumpalitan tiga kali, tak hentinya. Thian Tay Sian lie tertawa dingin, ia berlompat menyusul. Di bawah pohon cemara tampak seorang dengan dandanan sebagai petani, sikapnya jumawa. Dia berumur kira kira empat puluh tahun. Wajahaya menyatakan dia memandang orang enteng sekali, sedang pada tanganny ada sebatang huncwee yaitu pipa panjang mirip tongkat. Belum sampai si dewi pada orang itu kipasnya sudah di ulapkan hingga anginnya seperti menungkrap si petani, yang pakaiannya berwarna abu abu. Petani itu tertawa kering, sedangkan matanya bersinar tajam. Dengan satu kali berseru maka pipanya sudah lantas bergerak menentang kipas si dewi. Nona itu bergerak terus. Tiga kali ia mencoba menyerang. Si petani bergerak terus juga. Agaknya mudah saja dia membebaskan dirinya. Selagi dua orang itu bertarung dari belakang sebuah pohon besar muncul si tua pemalas. Sambil bersidakap, ia mengawasi pertarungan itu. Tiba tiba orang dari dalam kereta itu tertawa dengan nada seram seram sedih, lantas terlihat gerakannya menjadi kendor. Tetapi si dewi berseru nyaring kipas bajanya lantas diangkat naik ajal ajalan... Bergeraknya huncwee dari si petani menjadi terintang. Senjata istimewa itu bagaikan kena tersendot tertarik. Selagi huncwee itu nampak berdaya ujung kipas nona meluncur kelengan kanan sipetani. Terang terlihat sipetani mengerahkan tenaganya, waktu ia menarik, tubuhnya ikut mencelat mundur. Tiba tiba dia berseru tawar "hm!. Kau lihat ilmu kepandaiannya Thie Yan Tauw!" "Thie Yan Tauw," atau "thie yan tauw" berarti "huncwee besi," Itulah gelarannya si petani, yang baru sekarang memperkenalkan dirinya. Selagi Thian Tay Sian he nampak berpikir lawannya sudah maju menyerang. Huncwee petani itu meluncur dengan sinarnya berkelebat putih. Rupanya huncwee itu dapat juga digunakan terkejut tubuh sidewi mencelat tinggi dan jauh sampai diluar pekarangan kuil. Ditempat yang ia lewati itu nampak tanda darah bercerecetan. Sipetani sebaliknya sambil tertawa puas menggoyang goyang huncweenya yang lihay itu. Setelah mengawasi kelilingan, dia mengarahkan matanya kepada Lay Siu si Tua Pemalas, parasnya tampak tanpa sesuatu perasaan, melainkan sinar matanya menunjukan dia kurang mengerti... Pertempuran itu disaksikan juga oleh Khong Tong Sam Yu. Mereka ini datang begitu lekas mereka mempernahkan kuda mereka. Mereka menjadi kagum sekali. Di lain pihak, mereka terperanjat akan melihat munculnya si orang tua dengan pakaian putih itu sedang matanya si petani senantiasa dilirikkan kepada si orang tua. Sekonyong konyong si orang tua berbaju putih berseru : "Sungguh khie kang yang mahir! Sungguh suatu kepandaian yang bagus ilmu silat Hui Hui Yap Siang. Dia digunakan dengan perantaraan huncwee besi, sungguh itu jarang tertampak di dalam dunia Kang ouw!" Ilmu "Hui Yau Siang Jin," yalah "Menerbangkan daun melukai orang." Si orang dari dalam kereta tertawa dingin parasnya tidak berobah. Dia juga tidak merobah caranya bersilat. Hanya, satu tindak demi satu tindak, dia mendekati si orang tua berjubah putih. Sebelum kedua pihak datang dekat satu pada lain, di antara mereka terlihat berkelebatnya satu sinar hijau, lantas di antara mereka itu muncul seorang dengan berpakaian hijau. Berbareng dengan itu, dari dalam kereta juga terdengar satu suara tua dan nyaring : "Liong Jiang, orang tua itu bukan lawanmu!" Suara itu membikin terkejut semua orang terkecuali Khong Tong Sam Yu. "Mungkinkah ada orang yang kedua di dalam kereta itu" " demikian mereka menerka nerka. Orang yang dipanggil Liong Jiang itu tertawa dingin. Kata dia jumawa : "Thie Yan Tauw hendak belajar kenal dengan para orang gagah dari Tionggoan sembari berkata begitu, dia menghampirkan si orang tua berjubah putih. Sampai di situ. Ie Kun berkata dengan suara dingin: "Tidak mudah untuk belajar kenal dengan para orang gagah dari Tionggoan! Marilah kau coba dahulu pedang di tanganku yang rendah ini!" Berkata begitu, dari punggungnya ia menghunus pedang bambunya. Kembali orang menjadi heran. Sarung pedang indah sekali. Mereka menduga, mustinya pedangnya pun pedang mustika. Tak tahu, tahunya itulah pedang bambu, yang tentu mudah patah, sedang bagian tengahnya pedang itu terbelah dua... Thie Yan Tauw mengasi lihat sinar mata keheran heranan, walaupun demikian, mulutnya tetap memperdengarkan tertawa mengejek. Ie Kun sudah lantas memutar pedang bambunya itu, ketika ia meluncurkan, pedang menjadi lempang tegak nampak sinarnya keungu unguhan. Melihat itu, si orang tua dari dalam kereta berkata : "Pedang itu mengeluarkan tenaga Sian Thian Thay It Cin khie! Anak Jiang berhati hatilah!" Kata kata itu membuka rahasianya ilmu pedang Ie Kun. Mendengar demikian, si anak muda bernama Liong Jiang itu tertawa tawar. Sama sekali dia tidak mau memandang mata pada Ie Kun. Ie Kun tidak menghiraukan lagak orang, dengan pedang di depan dada ia bersiap menyerang dengan tipu silat "Sin Hong Twie Sie." atau "Angin malaikat bertiup." Atas itu, Liong Jiang menolak dengan tipu silat "Tauw Coan Cham Heng." atau "Huncwee melintang." Mendadak terdengar seruan dari dalam kereta dari mana terus lompat keluar seorang tua yang kurus kering yang bertopeng hitam, yang menghadang di tengah dua orang itu. "Tahan!" dia berseru pula, mencegah orang berkelahi. Kemudian dia lantas menghadapi Ie Kun, untuk menanya dengan dingin "Kau pernah apa dengan Tiek Yang Cu ?" Ie Kun heran, juga si orang tua Lay Siu Keduanya sama sama berpikir : "Heran orang ini! Kenama dia lantas ketahui ilmu pedangnya Cek Yang Tiu." Si orang tua menarik huncweenya Liong Jiang, ia kata pada Ie Kun. "Sebentar malam jam dua, aku akan menantikan kau di perhentian Sam Lie Teng di utara kota Ceelam ini!" Begitu habis berkata begitu dia lompat masuk kembali ke dalam keretauya. Menyaksikan demikian. Lay Siu menarik tangannya Ie Kun. "Mari turut aku!" Berbareng dengan kata katanya itu, orang tua ini berlompat pergi. Mau atau tidak. Ie Kun turut berlompat. Ia bagaikan separuh diseret gurunya itu. Ia menduga duga, sang guru mau bicara apa. Sesudah pergi jauhnya tiga lie, guru dan murid baru berhenti didepan sebuah batu besar. Sekarang ini nampak si orang tua heran atau bersusah hati berulangkali ia menggeleng kepala. "Heran," katanya. "Inilah heran!" Ie Kun mengawasi. Ia heran tetap tetapi ia tidak menanya, Ia kenal baik sifat guru yang kalau ditanya bisa menjadi gusar. Maka ia berpura pilon. Dengan paras menyatakan herannya itu, sang guru menatap muridnya. "Ie Kun, kau merasa aneh atau tidak?" kemudian dia menanya. Sang murid menunjuk roman bingung tak tahu suatu apa. Memang, ia ingin sekali si guru menunjuki ia, apa itu yang heran. Lay Ong mengusut usut janggutnya yang mirip kambing gunung. "Di dalam kereta itu kenapa menjadi tambah satu orang" " katanya bertanya perlahan. "Kenapa mereka itu berdua juga tidak menujuki wajah mereka yang sejati" " Dengan roman bingung, orang tua itu berduduk diatas batu. Seorang diri ia kata pula perlahan : "Ilmu pedangmu sudah seratus tahun lebih tidak muncul, di muka umum. Kenapa orang bertopeng itu mengenal baru saja kau mula bersikap" Ya, mau apa dia maka dia menjanjikan pertemuan sebentar malam jam dua?" Ie Kun tidak bisa menjawab. Begitu juga si orang tua sendiri. Maka itu, berdua mereka berdiam saja... Di langit tak tampak mega segumpal jua. Apa yang ada hanya bintang melulu. Si Putri Malampun muncul akan tetapi cahaya guram. Disaat begitu maka diperhentian Sam Lie Teng, suasana sunyi sekali. Cuma pohon pohon alang alang yang gerak gerak bagaikan gelombang. Bukan melainkan kesunyian yang mengusai Sam lie teng itu. Ada yang membuatnya sangat seram dan mengiriskan. Itulah adanya belasan mayat berserakan disekitar tempat perhentian itu. Sementara itu tepat jam dua maka dari antara alang alang rampak munculnya dua orang, yang mula mulanya merupakan dua bayangan warna abu abu gelap. "Oh!" berseru si anak muda sesampainya ia di perhentian. "Bagaimana suhu" Bukankah peristiwa ini peristiwa yang baru saja terjadi" Kenapa telah terbinasa begitu banyak orang" " Si orang tua berjubah putih, yang dipanggil guru itu, tidak menjawab, ia hanya lebih perlu meneliti sekalian mayat itu. Ia lantas nampak terlebih heran pula. "Kenapa?" katanya: "Disini terdapat orang orang ternama dari Selatan dan Utara serta juga jago jago Rimba Hijau!" Ie Kun turut memeriksa. Lantas ia menjadi terkejut. Ia mengenali satu mayat, ialah Hui Khong Siansu dari Siauw Lim Sie. Itulah pendeta yang tersohor! Toh dia mati tersia sia di tegakan ini! Saking heran dan kaget, Ie Kun menggigil sendirinya. Parasnya Lay Ong menjadi muram. "Inilah yang kedua kali aku mucul dalam dunia Kangouw." berkata ia, perlahan. "Adalah maksud tujuanku untuk melakukan perbuatan sebanyak dua laksa kali, akan tetapi melihat ini, rasanya aku tidak bakal sanggup memenuhkan minatku itu tak bisa, tidak, aku mesti melakukan pembunuhan, membuat lebih banyak dosa! Sungguh inilah diluar sangkaku!" Ia berhenti sebentar, lantas ia menatap muridnya, "Ie Kun!" katanya: "Perbuatan orang ini tidak membedakan hitam dari putih atau sebaliknya, dia juga selalu menjatuhkan tangan yang berat, maka kau haruslah berhati hati!" "Baik suhu," menjawab murid itu. "Tetapi, suhu, adakah perbuatan ini pemuatannya satu orang?" Lay Ong membungkuk, ia mementang mulutnya satu mayat. "Kau lihat ini!" katanya. Ie Kun melihat untuk ia menggigil pula saking kagetnya. Mulut mayat itu menggenggam darah merah unguh yang sudah kental, yang belum sempat dimuntahkan ketika dia baru roboh, rupanya dia keburu putus jiwa. Kelihatannya dia baru mati kira satu jam yang berselang. Ia lantaa memeriksa dua mayat yang jalannya yang ternyata keadaannya serunya: "matinya sangat cepat, sampai tak sempat muntah darah!" Adalah aneh. kenapa orang orang berkumpul didaerah perhentian itu dan semua sama menerima kematiannya" Siapakah sipembunuh yang demikian lihay itu" "Eh, kenapa orang bertopeng hitam itu menyalahi janji?" tanya Ie Kun kemudian "Sudah lewat waktunya dia masih belum muncul juga." Ia menanya gurunya setelah ia melihat kesekitarnya. Lay Ong mengerutkan dan dia berdiam saja. Rupanya dia terpengarah sangat oleh sesuatu. Sekonyong konyong! Maka terlihatlah bayangan dari belasan orang yang bergerak menghampirkan Sam lie teng. Lantas semua mereka itu mengeluarkan seruan kaget. Rupanya mereka sudah lantas mengenali sahabat atau orang diantara mayat mayat itu. "Sungguh kejam!" seorang berkata. Lantas mata mereka semua diarahkan kepada si tua dan si muda. "Mungkinkah kejahatan ini perbuatan mereka itu berdua?" kata seorang lain lagi. Dia melihat Lay Ong dan muridnya dan lantas timbul sangkaannya. Tidak ada jawaban. Sebaliknya sejenak kemudian orang yang ketiga berseru bertahan: "Inilah pukulan Sian Thian Thay It Cin Khie! Hatinya Lay Su dan Ie Kun bercekat berbareng. Berbareng juga mereka mengawasi orang yang dapat mengenali sebab musabab pelbagai kematian itu. Mereka melihat seorang tua dan kurus. Suara dia itu tak sedap. Lantas seorang disisnya berkata "Bukankah bocah itu mengerti ilmu Sian Thian Thay Cin khie itu" " Dia berkata sambil memandang Ie Kun. Dia pula salah satu dari Khong Tong Sam Yu. Mendengar demikian beberapa orang mengeluarkan senjatanya masing masing, terus mereka bertindak kearah Ie Kun. "Kita te jebak!" berkata Ie Kun perlahan pada gurunya. Ia terus melihat kesekitarnya. Ia lantas merasa sulit untuk menjelaskan urusan ini. Lay Ong berdiam saja. Cuma dengan matanya, dia memandang muridnya Dia seperti membiarkan, atau menganjurkan, untuk muridnya menjalani sendiri kepada belasan orang itu. Ie Kun lantas mendahulukan berkata: "Ketika kami berdua tiba disini, pada jam dua semua orang ini sudah menjadi mayat. Kamu boleh periksa semua mayat, mereka mestinya telah terbinasa sebelumnya jam dua." Semua orang itu mengawasi mayat. Memang, semestinya semua mayat itu putus jiwa sebelum jam dua. Hanyalah, kecurigaan mereka tak mudah terhilangkan. Inilah karena mereka semua datang dari dalam kota. Orang telah memberi kabar Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kepada mereka bahwa diperhentian itu sudah terjadi pertempuran besar, mereka lantas datang untuk menyaksikan, siapa tahu, mereka sekarang melihat mayatnya orang orang yang mereka tahu menjadi orang orang berkenamaan. Sebab mereka tahu halnya mereka itu ada yang menjanjikan datang ke Sam lie teng ini. Sekarang mereka mendapatkan guru ini dan murid. Agaknya mereka berdua bukan sembarang orang, tetapi situa sangat tenang atau sabar , sedangkan Ie Kun menggendol pedang bambu yang luar biasa itu, yang sarungnya indah. Tidak sembarang orang dapat memiliki pedang yang langka itu. Selagi orarg berdiam, hingga suasana menjadi sunyi, mendadak ada terdengar satu suara tertawa dingin dan menyeramkan, hingga semua merasa hatinya tidak enak. Mestinya suara itu dikeluarkan karena tolakan suara dalam yang mahir. Suara perlahan tapi terdengar jelas! "Nah, nah, dia datang!" Ie Kun mendengar suara gurunya yang perlahan sekali. Semua orang disitu juga mendapat dengar tertawa itu, semua berobah parasnya. Merekalah orang orang tak ternama golongan Putih dan Hitam, mereka tak termasuk dalam kelas satu, karenanya mereka terperanjat, hati mereka berdebaran. Bedadar pada mereka itu, Ie Kun dan gurunya tetap tenang saja. Sebenarnya guru dan murid itu tak enak hati. Mereka tersangka jelek, sulit buat membantah, buat menghilangkan sangkaan itu. Setelah sunyi sekian lama, diantara orang orang yang baru datang itu ada yang hendak mengundurkan diri atau mereka lantas merasakan apa apa yang aneh. Mereka baru berjalan beberapa tindak, lantas ada tenaga yang halus, yang tak tampak, yang menolak balik tubuh mereka. Bahkan ada serangan ancaman senjata rahasia mirip bangsa jarum Bwee hoa ciam. "Suhhu!" berkata Ie kun, yang turut merasai rintangan tak terlihat itu. Lay Ong tertawa perlahan, jeriji tangannya, dia menunjuk ke kiri. Ie Kun melihat itu, ia berpaliag, m emandang ketempat yang ditunjuk itu. Ia menampak segumpal awan hitam lewat di atas sebuah pohon besar. "Perhatikan segumpal awan itu." berkata sang guru "Disaat dia mengalangi rembulan, ia akan berpindah kegaris cin wie. Disaat itu kau keluarkan Thay It Cin khie untuk melindungi tubuhmu!" Sang guru bicara perlahan, dengan saluran Toan Im Jip hit. Ie Kun memasang mata. Benar saja. awan mulai menggeser mengalingi si Puteri Malam, samar samar pula terdengar tertawa yang meyeramkan, kelihatannya awan seperti ditolak bukan oleh satu orang, hanya oleh beberapa orang dari pelbagai penjuru.... Suara tertawa itu menandakan orangnya memandang tak mata kepada semua orang yang hadir disitu. "Suhu," kata Ie Kun sejenak kemudian, "aku tahu siapa orang ini!" "Itulah kepandaian lihay dari Lam Hay" berkata Lay Ong seraya dia berangkat. "Suara itu keluar dari semacam pipa yang kecil, yang dikeluarkannya dari empat penjuru hingga suaranya menjadi terdengar seaneh ini, supaya orang menyangka itulah suara hantu ..." Dengan sang rembulan disiangi awan itu, tempat menjadi guram dan gelap. Tiba tiba seorang berseru kaget, lantas itu disusul dengan beberapa jeritan. Disitu pula terdengar orang mengeluarkan napas dan melakukan penyerangan. Hanya habis itu, terdengar juga suara teriakan.... "Lekas menyingkir!" Lay Ong menyadarkan muridnya. Dia masih bicara dengan jalan Toan Im Jip bit. Ie Kun terkejut, apapula itu waktu lantas ia merasa ada hawa dingin yang bertiup ke mukanya, sedang telinganya mendengar tertawa yang menyeramkan itu. Tidak ayal lagi ia lompat ke garis Cin wie, untuk lari dengan "Lok Hoa Cui Pou" atau tindakan "Bunga rontok hancur" Sekali lompat saja, ia telah menyingkir tujuh atau delapan tindak. Hanya justeru ia berlompat, justeru ia mendengar satu teriakan kaget disusul dengan runtunan jeritan dan suara yang tertahan. Hanya sebentar, rembulan lantas tampak pula sinarnya, ketika terlihat satu bayangan orang abu abu bergerak diantara tujuh atau delapan belas mayat, inilah korban korban dari pembunuhan yang kedua kali, yang terjadi dalam tempo sejenak. Bayangan abu abu itu melihat dua orang berdiam saja, ia heran, maka ia berdiri diam sambil megawasi. Ia mencekal sebatang pisau belati, yang belum dihunus, karena ia berdiri dengan membalik kebelakang, ia tak tampak mukanya. "Hm!" Akhirnya bersuara, sebab ia melihat dua orang itu situa muda berdiam terus. Ia bertindak perlahan. Hanya pisau beratinya ia masuki kedalam sakunya, kemudian ia berdiri diam, mengawasi tajam. "Ha!" Ie Kun mengawasi dengan suaranya yang tawar. "Sungguh 1ihay!" Orang itu gusar mendengar ejekan sianak muda. "Anak yang belum hilang bau susunya!" bentak dia. "kau mengerti apa" Bagaimana dengan perhitungan kita di Wan Kak Sie" " "Jalan Long Jiang!" kata Ie Kun didalam hati."Dia sangat hebat! Dia sampai membinasakan juga Khong Tong Sam Yu yang diutus untuk memapaknya.... Ketika itu Lay Ong bergerak, menghampirkan Liong Jiang. "Aku situa telah menerka jitu siapa kau" katanya tawar, "kalau murid nomor empat yang terlihay dari Hay Lam! kaulah Kiu Bin Jin Cay si Serigala anjing Bermuka Sembilan! Mana dia kawanmu itu?" Kiu Bin Jin Cay Liong Jiang tertawa berkakak. "Kiranya matamu awas, tua bangka!" ejek nya. "Lambat atau laun, akan aku beri rasa padamu kepandaian ku menggunai thie yan cauw !" Lay Ong tertawa. "Aku situa bangka, memang sudah beberapa puluh tahun aku tidak pernah menghisap huncwee, sekarang aku ketagihan!" sahutnya. "Baiklah, akan aku mencapai menghisap pula" Kiu Bin Jin Cay maju setengah tindak, kedua tangannya dinaiki kedepan dadanya. Ie Kun melihat orang maju dengan kuda kuda ilmu silat Lam Hay Pay. Ia turut maju. Ia bahkan menepati diri diantara gurunya dan lawan itu. "Malam ini hendak aku belajar kenal dengan kepandaianmu yang dinamakan Siaun Thian Thay It Cin khek!" kata Liong Jiang temberang. suaranya dingin. Ie Kun menduga orang lihay, ia lekas lekas mengambil sikapnya, untuk bersedia dan berjaga jaga. kedua tangannya diangkat kedepan dadanya. Liong Jiang menjadi murid partai Lam Hay Pay. Ia percaya betul lihaynya ilmu katamnya itu, ia muncul di Tionggoan dengan satu tugas, ia kertabiat tanggi tetapi juga dia dapat melihat dan bisa membedakan, apapula gurunya telah menganggap bahwa pemuda di depannya ini seorang pemuda lihay, maka ia tidak berani berlaku sembrono. "Maafkan aku!" kata ia, yang merasa haruslah ia yang turun tangan terlebih dahulu. Dengan sikapnya itu tidak nanti anak muda di depan akan mendahului menerjang. Ia berkata sambil tertawa menyeringai, suaranya tawar. Ia menggeraki tangan kirinya, tetapi segera ia tarik pulang lagi, untuk digantikan dengan tangan kanan, yang menyerang dengan "Beng Houw Kun," atau "Harimau dekam." Mulanya ia menabas lengan lawan, setelah itu tangannya itu terus diulurkan, dipakai meninju dada! Itulah sebuah jurus pecah tiga yang biasanya membuat lawan tidak menyangka. Ie Kun tidak menangkis, ia hanya mundur satu tindak, untuk lantas mengeluarkan salah satu jurus dari Thian Touw Sam Sie, yaitu "Cian Kouw Lui Tong" atau "Tambur perang mengguntur". Dengan begini, serangan lawan itu dapat dipunahkan. Lenyap semua pandangan tak mata dari Liong Jiang terhadap lawannya ini. Ia mendapat bukti benar benar lihay. Ini ternyata setelah mereka bergerak pula beberapa jurus. Ie Kun sendiri, sejak semula ia memang tidak mau memandang ringan, ia malah terus berlaku sabar dan waspada. Baru kemudian ia mencoba menyerang pula. Sambil mendadak, ia mengajukan kaki kanannya, di saat lawan mau mundur buat menjaga diri, ia menyambar dengan kaki kiri, cepat laksana kilat. Liong Jiang menerka kemana lawan bakal menyerang, ia menerka keliru, maka ia kaget ketika serangan tiba, akan tetapi ia masih sempat berkelit dengan lompat mundur. Disaat Kiu Bin Jin Cay berkelit, disisi mereka, ia mendengar satu suara yang dingin: "Hm!" Ia heran. Ia lantas menggunai kesepatan untuk melirik. Maka ia melihat, di samping siorang tua berbaju putih, lagi lagi seorang tua yang jangkung kurus, yang memakai topeng hitam. Ie Kun juga melirik. Melihat orang baru itu, ia terperanjat. Tanpa disengaja, ia menjadi bergerak lambat. Liong Jiang melihat itu, dia lantas menyerang, kedua tangannya meluncur kemuka orang. Ie Kun terperanjat, akan tetapi ia dapat menetapkan kau. Ia menyambut dengan tendangan, guna membatalkan serangan musuh, setelah itu, dua kali ia menyerang seingat, mulanya dengan pukulan "Khong kek Chong eng" "Menyerang elang ditengah udara," dan "Bu Bie Goat Am" "Kabut tebal menutup rembulan." Setelah itu, kembali mereka saling me nyerang, berganti pukul, sampai empat puluh jurus, mereka masih sama unggulnya, Didalam tenaga dalam, Ie Kun kalah latihan. Ia lihay berkat makan obat dan lejek besar, sedangkan Liong Jiang berdasarkan latihan bertahun tahun. Hal ini insafi Ie Kun. Ia tahu, lama lama ia bakal letih terlebih dahulu. Maka ia tidak mau mengadu keuletan lantas ia mengeluarkan ilmu silatnya ajarannya Lay Ong, yaitu "Kian It Jiang" Dengan ilmu itu, Lay Ong pernah menjagoi selama empat puluh tahun. Tubuh Ie Kun bergerak cepat, maju dan mundur kesamping kiri dan kanan, untuk mendesak lawan, tangan dan kakinya bekerja saling susul. Sebaliknya, dengan mudah ia bisa membela dirinya apabila diserang. Paling sering yalah ia lompat kesisi terus kebelakang orang hingga lawan menjadi repot. Untuk bergerak gesit itu, ia menggunai dua tipu silat "Lok Hoa Cui Pou" "Leng Khong Hie Touw" dua dua nya ilmu ringan tubuh. Liong Jiang dapat menolong diri. Iapun dapat bergerak dengan sangat pesat dan lincah. Hanya sekarang ini ialah yang kena terdesak. Tapi ia menggui pikirannya. Tak sudi ia di desak terus. Lalu ia mencoba. Begitulah ia mendahului, ia membalas menyerang dengan "Soan Hong lok Yap" "Angin puyuh merontokan daun." Dengan gerakan "Geng Bin Pat Hong" atau "Menya mbut kedelapan penjuru" Ie Kun pun menolong dirinya dari serbuan itu. Setelah tadi menang angin, ia bersikap mempertahankan diri. Dengan ini ia mau menang tempo, supaya dia dapat beristirahat. Tak ia lupa bahwa ia kalah latihan, yang mana berarti ia pun bakal kalah ulet... Liong Jiang heran melibat lawan merobah sikap itu. Ia jadi menduga duga lawan menggunakan siasat apa. Maka dengan berlompat ke belakang lawan, ia mencoba menyerang dengan "Kim Wan Tam Jiauw" atau "Kera emas menyengkeram". Ie Kun waspada, ia menanti sampat tangan tiba, mendadak menyambut, untuk mencekal pergelangannya. Syukur Liong Jiang juga berhati hati dan dapat dengan sebat menarik pulang tangannya itu. Toh satu kali, setelah keduanya sama sama maju tangan mereka beradu keras . Sama sama mereka merasai tubuh mereka tergetar, tetapi tangan mereka menempel. Liong Jiang sengaja berbuat demikian guna menguji tenaga dalam lawan. Ie Kun tahu diri, lekas lekas ia mengobah kuda kudanya. Justeru ia merobah, juseru tubuhnya bergerak. Girang Liong Jiang melihat itu, segera dia mendesak. Mau atau tidak, Ie Kun mesti memusatkan perhatiannya, guna menentang. Mereka saling mengawsi dengan tajam. Terus mereka berkutat. Lama lama, muka mereka menjadi merah, otot otot mereka tampak biru. Kedua kaki mereka pun melesak ke dalam tanah saking kuatnya mereka mempertahankan kuda kuda mereka. Berewoknya Kiu Bin Jin cay bangun berdiri. Ie Kun memejamkan matanya, lantas ia membuka pula. Kedua matanya bersinar tajam. Lagi sejenak, pada dahinya tampak peluh mengalir. Lalu dari merah, parasnya menjadi pucat. Peluhnya jatuh turun dengan tetesan terlebih besar. Ia terdesak hingga tubuhnya sedikit melenggak. Tapi itu tidak berjalan lama. Di lain saat, ia sudah dapat melempangkan pula tubuhnya itu. "Hm!" orang yang bertopeng hitam itu mengasi dengar suara seramnya. Dia rupanya puas sebab dia melihat gelagat yang Liong Jiang bakal menang. Justru itu Lay Ong pun tenawa dingin dan berkata nyaring : "Jangan kau merasa terlalu pasti! Masih belum ada keputusan nya siapa bakal menang dan siapa bakal kalah!" Si muka bertopeng juga tertawa dingin. Lantas dia mengawasi orang yang mengejeknya itu. Dia pun memasang mata terhadap lawannya. Toh dia nampak heran. Kedua pihak masih saling bertahan. Kakinya Ie Kun mendam lebih dalam lagi, tubuhnya tapinya berdiri tegak. "Tok Ko Lo jie, bukankah pertempuran malam ini berlebihan?" tanya Lay Ong, suaranya tawar. Orang bertopeng itu terperanjat. Mendadak ia mencelat, untuk berdiri di depan si Tua Pemalas. "Kau siapa" " tegurnya dingin, sedangkan lagaknya tawar sekali. "Kau telah mengenali ilmu Thay It Sin kang dari muridku kenapa kau tidak mengenali aku?" Lay Ong balik bertanya, suaranya terlebih dingin pula. Tubuh orang itu bergerak, agaknya dia sangat mendongkol. "Kau siapa" "tanyanya. "Aku Tok Ko Siu, tak biasanya aku mengijinkan orang tidak menjawab pertanyaanku!" Ia berjumawa luar biasa. Lay Ong tertawa dingin, ia tidak menjawab. Diam diam ia melirik kepada muridnya. Tiba tiba ia terkejut. Kedua pihak sudah teradu tangan pula, hanya kali ini, lantas tangan mereka itu lepas, masing masing terus mundur beberapa tindak. Tapi terang bahwa mereka telah beradu keras. Bahwa segera bakal datang suatu keputusan. Kiu Bin Jin Cay jumawa tak puas ia bahwa ia tak memperoleh kemenanang, maka di dalam hatinya timbul kebencian hebat dan penasaran, hingga timbul juga niatnya untuk menghabiskan jiwa lawannya ini. Ia tidak menanti lama. Begitu ia bersiap begitu ia maju pula. Ia menolak dengan sebelah tangan nya, ia menarik pulang, lalu ia menolak lagi dengan tangannya yang lain. Cara ini diulangi hingga lima kali. Dapat dimengarti jikalau serangannya ini hebat sekali! Lay Ong menyaksikan itu, ia berkuatir. Ie Kun sebaliknya. Dia berlaku tenang dan waspada. Dia menggunai kecerdikan. Kalau tertolak keras, dia mundur, sebaliknya, dia lantas membalas menolak maju. Nampak mereka seperti lagi bermain main. sedangkan sebenarnya, mereka lagi bergulat hebat. Sesudah belasaa kali saling menolak itu, mendadak kedua duanya mereka sama sama nya sama sama mengasi suara dengar tertahan,lantas kedua duanya sama sama mental empat atau lima kaki. Yang hebat, mereka juga sama same memuntahkan darah! Hanya sebentar Kiu Bin Jin Cay sudah berbangkit bangun, tubuhnya limbung. "Mari, mari maju lagi!" Dia menantang sambil dia tertawa dingin, terus dia maju hanya baru dua tindak, dia roboh. Berbareng dengan robohnya Liong Jiang, dua orang di samping, si baju putih dan si topeng hitam, berbareng berlompat maju. sambil berlompat, memperdengarkan suara amarah mereka "Hm.!" "Serahkan muridku!" terik Tok Ko Siu, si orang bertopeng hitam. "Tok Ko Siu" berarti si "Orang Tunggal." Suaranya itu pun tajam. "Serahkan muridnya!" demikian teriakan pihak yang lain. Sebab Ie Kun pun roboh. Kedua pihak sudah lantas berhadapan satu dengan lain. Ketika itu awan hitam bergerak hampir mengasi dengar suara tertahan, lantas kedua menutupi si Puteri Malam. Mendadak Tok Ko Siu menyingkirkan topengnya. Justeru di saat jagat menjadi gelap. "Hm!" demikian terdengar suaranya. 12. Robohnya banyak korban. Dua dua Ie Kun dan Liong Jiang terluka di dalam, mereka pingsan, mereka membutuhkan pertolongan lantas, atau apabila mereka terlambat jiwa mereka akan terancam bahaya maut. Itulah sebabnya kenapa guru mereka masing masing sudah lantas berlompat maju dan tanpa banyak bicara lagi masing masing telah menyambar murid nya sendiri, untuk diangkat dan dipondong, buat di bawa lari. Hingga di dalam sejenak itu, sunyilah medan pertempuran itu. Lay Ong tidak mau pergi ke dalam kota. Suasana di dalma kota tak tenteram untuknya. Di sana telah berkumpul banyak jago dari pelbagai kalangan. Ia justeru membutuhkan tempat yang sunyi guna menolongi muridnya. Demikian ia menyingkir ke utara. Selewat nya sepuluh lie, tibalah ia di sebuah kuil tua dan rusak. Di waktu malam begitu, kuilpun sunyi, tak terdengsr apa apa. Bahkan kedua daun pintu tidak tertutup atau terkunci. Tapi, ketika jago tua itu tiba di ruang ke dua, mendadak : "Siapa itu" " Itulah satu suara yang perlahan sekali. "Aku ..." sahut Lay Siu. Mau ia menyebut namanya, atau orang didalam itu terdengar mengeluarkan napas perlahan seraya berkata pula : "Jangan bicara Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo keras! Masuk ... . mari masuk ..." Orang itu seperti sudah ketahui siapa yang datang. Lay Ong pun sudah lantas mengenali suara orang. Sebab orang itu ialah Tang Hay Hie In Giam To cu si nelayan bungkuk. "Ada apa?" tanya si nelayan. Agaknya kau gelisah sekali ... Dalam gelap, sukar orang melihat apa apa, akan tetap mengandal tenaga dalamnya yang mahir dan kebiasaannya melihat malam, si nelayan telah melihat petaan tubuh dari dua orang yang baru datang itu, sedangkan Lay Ong mengenakan pakaian putih. "Eh, ku mengempit Ie Kun?" tanya si nelayan. "Dia kenapakah" " "Dia terluka ...." "Luka apa" " tanya seorang lain di dalam ruang itu. Dia bukanlah si nelayan. "Bu Tim Siangjin disana" " balas tanya Lay Ong "Bagus! Bagus kamu berdua berada di sini!" Sembari berkata begitu, si Tua Pemalas sudah lantas sampai di dalam. Terus saja ia melatakki tubuh Ie Kun, yang masih juga belum sadar, ia tidak membuang tempo untuk menuturkan apa yang sudah sudah terjadi. Diakhirnya, ia kata : "Giam To cu, tak dapat berlaku miris lagi! Bocah ini membutuhkan pertolonganmu!" Dasar si pemalas cocok dengan gelaran nya, habis berkata begitu Lay Ong lantas menjatuhkan diri di jubin, untuk menyender pada sembok untuk terus tidur! Ia sampai lupa, atau tidak sempat menanyakan, kenapa Tang Hay Hie In dan Bu Tim Siang jin berada di dalam kuil itu! Bu Tim dan Tang Hay Kie In tahu tabiat atau kebiasaan orang mereka tidak menghiraukan. Memang as Lay Ong tahu ada orang yang dia dapat andalkan, hatinya lantas menjadi lega, dia takut apa juga. "Eh Giam To cu, apakah kau masih belum mengarti" " kata Bu Tim. "si pemalas ini telah menyerahkan muridnya kepadamu!Maka hari ini, tidak dapat kau berlaku muris lagi dengan Cian Toan Siok Beng Kim Wan, obatmu yang mustajab kau berlaku muris lagi dengan Cian Toan Siok Beng Kim Wan, obat mu yang mustajab itu yang cuma tujuh butir!" Sembari berkata begitu, pendeta itu berdongak, melihat ke atas, lantas cepat luar biasa tubuhnya berlompat keluar, untuk naik ke atas genteng. Di dalam sedetik, tibalah ia sudah di atas wuwungan, matanya memandang kelilingan, sedangkan dari mulut nya terdengar suara perlahan. Benar benar tak kecewa dia menjadi si manusia tanpa bayangan! Dia baru muncul atau dia lantas lenyap pula!... Berbareng dengan itu terdengarlah tertawa yang aneh, yang datang dari empat penjuru kuil. Mendengar itu telinga dapat menjadi tuli, sebab suara itu dikeluarkan dengan tenaga dalam yang mahir. Menyusul berhentinya, suara tertawa, satu bayangan orang berkelebat lantas tahu tahu bayangan itu sudah berada di depan si pendeta sejauh kira kira satu tombak! "Bagus kau berada di sini!" berkata bayangan itu. "Di sana adan Thian Tay Sian lie, Belum tentu kau dapat melindunginya!" Hebat Bu Eng Jin demikian bayangan itu yang sudah lantas menyerang dengan "Siauw Liong Cu" tipu silat "Merantai Naga." Inilah tidak disangka Bu Tim. Terpaksa ia mencelat mundur dengan tipu silat "Cian Long Seng Thian" atau "Naga naik ke langit." Hanya setelah itu ia lompat maju untuk melakukan penyerangan membalas. Ia ingin menguji si manusia tanpa bayangan. Bu Eng Jin mencelat mundur, tertawa dinginnya terdengar pula "Pendeta tua, hari ini aku tidak dapat melajari kau! kata dia... "Besok tengah malam aku akan menantikan kau di tanjakan Kiu Lie Kong!" Begitu berkata, begitu Bu Eng Jin lenyap di tempat gelap. Inilah kelakuan aneh dari si Manusia Tanpa Bayangan. Bu Tim tidak mengejar, ia kuatir Bu Eng Jin nanti menggunakan tipu daya. Memang kemarin malamnya, bersama Tang Hay Hie In dia telah mempergoki si Manusia Tanpa Bayangan telah menotok pingsan pada Thian Tay Sian lie, hingga mereka perlu memberikan pertolongan mereka. Mereka lagi menantikan di kuil kosong itu. Sebelum Bu Eng Jin datang, tibalah Lay Siu berdua Ie Kun. Justru itu bayangan Bu Eng Jin berkelebat, hanya si Manusia Tanpa Bayangan ini tidak mau melayani, dia pergi pula dengan cepat sambil dia memberikan janji pertemuannya itu. Bu Tim berdiam terus di atas wuwungan matanya melihat ke delapan penjuru. Ia belum mau lantas turun, untuk kembali ke dalam kamar. Selagi memandang itu, ia mendengar suara berisik dari suatu pertempuran. Ia heran, ia lantas berpaling ke arah itu. Mendadak tampak dua bayangan orang di wuwungan sebelah depan. Bu Tim lantas mendekam di atas genting, untuk memasang mata. Ia mau mengenali, siapa mereka itu, dan ingin mencari tahu, apa maksud kedatangan mereka. Ia pun mau berjaga jaga. Di dalam kamar. Tang Hay Hie In lagi mengobati Ie Kun, dia mesti dilindungi, supaya si anak muda tidak mendapat gangguan. Hanya sebentar, tampaklah dua bayangan orang itu lompat turun ke pekarangan dalam, berbareng dengan mana sebaliknya satu orang berlompat keluar dari dalam kamar. Dia tertawa lebar dan berkata nyaring: "Ha, kiranya kedua Hantu dari Hek Gwa datang kemari !" Dialah Lay Ong. Ketika itupun, dengan tibanya sang fajar langit gelap mulai menjadi remang remang. Jauh di luar kuil, lapat lapat masih terdengar suara orang bertempur. "Ya. Lay Loo tauw " sahut Goan Lama yang berjubah kuning. Justru itu dengan mendadak Hek Gwa It Mo menyerang dengan. "Kim Pa Tam Ji auw," atau "Macan tutul emas menyengkeram." Lay Ong lompat mundur. Tak sudi ia mengijinkan lengannya disambar. It Mo berlompat maju, kembali dia menyerang. Kali ini dia menyerang beruntun dua kali sebab yang pertama gagal. Lay Ong tertawa tawar. Setelah berkelit kesamping, bagaikan kilat cepatnya, ia lompat ke belakang lawan, untuk membalas menyerang dengan dua tangannya ke arah punggung penyerangnya itu. Hek Gwa It Mo, si Hantu nomor satu dari wilayah perbatasan, menyingkir dari serangan itu, tetapi begitu lekas dia bebas, bebas, begitu lekas juga dia menyerang lagi, sepuluh jeriji tangannya dengan kuku kukunya yang tajam dan kuat meluncur kedalam lawan, untuk menjambak! Lay Ong tidak mau menangkis, ia hanya berkelit. Tak sudi ia didesak, maka ia lantas membuat pembalasan. Sambil dengan tangan kanan mengancam, dengan tangan kiri ia menyerang hebat, disusul dengan terangkatnya sebelah kakinya diarahkan ketiga. (BERSAMBUNG JILID KE 8) Jilid 8 Angon Edit It Mo berlaku sebat ia melompat mundur setindak. ia tidak mau didesak, sebaliknya ia ingin merangsak maka begitu kakinya menginjak lantai, ia terus melompat maju, guna menyerang dengan hebat. ia juga menyerng didua tempat atas dan bawah, dengan jambakan dan tendangan kearah mata dan jalan darah khie hay. Dengan satu gerakan "Say Cu Yauw Tauw atau "Singa menggoyang kepala" Say Ong mengelit matanya berbareng dengan tubuhnya ke arah kiri sambil berkelit dengan tubuhnya kearah kiri sambil berkelit itu tenaganya dikumpuk di lengan kirinya, maka selagi berkisar tangan kirnya itu menghajar lengan yang dua jari, Tangannya diarahkm ke kedua biji matanya. Tidak disangka Hek Gwa It Mo bahwa lawan demikian gesit dan liehay, mau atau tidak terpaksa ia lompat mundur. Ia terdesak tetapi ia selamat. kalau tidak, lengan kanannya itu sedikitnya bakal terhajar patah. Hajaran si tua pemalas merupakan "bacokan" dengan pinggiran telapak tangan. Lay Ong lantas menggunakan kesempatannya ini ia maju dengan ulangan serangannya. Ia menggunai tipu silat "Keng Hong Song in" atau "Angin silir mengan awan." Namanya angin silir" sebenarnya serangannya itu sangat cepat, sedangkan tubuhnya bergerak bagaikan bayangan terbang, Menyaksikan demikian, It Mo berkelit sambil berseru. Ia menjadi panas hati tanpa ayal lagi, ia membalas menyerang lagi. Hingga kembali mereka berdua jadi saling menerjang selama empat atau lima jurus, Karena ini tubuh mereka seperti tak nampak. Apa yang terlihat ialah gerak-geriknya pakaian mereka, yang masing masing kuning dan putih. Ketika itu di kuil itu cuma terdapat mereka berdua. Kawannya Hek Gwa It Mo telah pergi entah kemana, tak ketahuan kapan perginya. Tang Hay Hie In dan Ie Kun... walaupun Ie Kun terluka... tidak terdengar suaranya. "Tiba-tiba kedua belah pihak berbareng berseru, lalu tubuh mereka mencelat mundur masing-masing. Hanya sejenak, mereka lantas bertindak pula saling mendekati, mata mereka sama-sama bersinar tajam. Lalu tiba-tiba satu suara terdengar keras dengan mendadak bahu kiri Lay Ong kena terjambak It Mo! Jago perbatasan yang liehay itu sudah menggunakan "Siu Sia Kim-na Hoat" yaitu tipu jambakan "Memancing Malaikat." Tapi juga si Tua Pemalas, tidak berdiam saja. Membarengi terjambaknya bahu "nya itu, tipu kanannya menghajar ke jalan darah khie hay dari lawannya. Dan tak kurang hebatnya serangannya ini. It mo merasakan sangat nyeri jambakannya terlepas, sambil menjerit dari mulutnya tersemburkan darah hidup ! Nampaknya Lay Ong menang akan tetapi selagi lawannya muntah darah, tubuhnya terhuyung, terus jatuh diatas lantai" Itulah sebab dengan jambakan lawan terlepas, ia kehilangan keseimbangan tubuhnya itu. Hek Gwat It Mo panas hati, diapun telengas, melihat demikian, tanpa menghiraukan muntahnya, dia lompat menghampiri, untuk melakukan serangan yang dahsyat. Dia menggunakan kedua tangannya, dia menyerang selagi tubuh orang rebah. Hebat serangan itu, lantai sampai pecah dan berlobang! Akan tetapi Lay Ong| tidak menjadi korban ia justeru berdiri disamping musuh sambil ia memperdengarkan tertawanya yang tawar. Ia telah berlaku awas dan gesit, sebelum serangan tiba sempat ia bangun, meletik seperti ikan. "Hai Kouw But, bagaimana ?" tegur lawan itu. "Kau muntahkan apa itu ?" Kau membikin orang kaget saja!" Hek Gwa It Mo mendongkol sekali. "Lay Ong, jangan bertingkah !" teriaknya, sengit. "Kau lihat contohnya Kouw Siu ! Kau pasti tak melupakan itu, bukan?" Berkata begitu, parasnya sijago perbatasan menjadi sangat bengis, sedang sinar matanya sudah lantas menyapu ke seluruh ruang itu, yang kosong dari lain orang ! "Mungkinkan Ie Kun tidak ada disini?" pikirnya. "Bukankah tua bangka pemalas ini keluar dari dalam kamar " Kenapa di dalam kamar tidak ada gerak-gerik apa-apa?" Han Lay Ong memperdengarkan suaranya yang tawar. "Kau celingukan kesegala penjuru, kau lagi cari apa" Apakah yang kau pikirkan ?" Habis berkata, lantas ia lompat ke dalam kamar! Hek Gwa it Mo tertawa dingin. Otot-ototnya memperdengarkan suara keretekan. Sebaliknya, tubuhnya yang jangkung menjadi ciut. Kedua belah lengannya nampak berwarna guram. Didalam sekejap romannya berobah menjadi bengis menakutkan. "Eh, dia lagi menggunakan ilmu apakah," pikir Lay Ong. Ia heran dan jeri. Tubuh It Mo berobah terus, sepasang matanya mencorong tajam kedua tangannya ditaruh didepan dadanya. Seluruhnya dia mirip dengan satu mayat hidup. Inilah tidak heran. Dia sebenarnya lagi menyiapkan ilmunya yang dinamakan "Kiang Sie Kang" atau "Mayat Hidup" dan semua tenaganya dipusatkan pada kedua lengannya. Selesai bersikap itu, dia maju dengan tindakan perlahan kearah lawannya. Lay Siu mengawasi orang menghampiri padanya, makin dekat dan makin dekat sampai tahu-tahu "mayat hidup" itu melompat menerjang kepadanya, kedua tangannya menjambret atau menjambak! Dalam ksget, Lay Siu berkelit kekiri. "Kiang Sie Kang!" ia berseru. Merdadak saja ia ingat ilmu itu Ia lolos tetapi tubuhnya menggigil. Ia mtrasa sambaran hawa yang dingin sekali, yang tak menyenangkan. Ia tidak berdiam saja. Dengan menaruh tangan kiri didepan dada, sedang napasnya diempos, ia menyerang dengan tangan kanannya. Inilah satu penyerangan membalas yang hebat. It Mo terus memandang dengan tajam. Dia menatap. Dia seperti tidak mendapat lihat gerak-gerik lawannya itu. Sebaliknya dari pada berkelit atau mundur, dia justru bertindak maju terus!" Lay Ong heran hingga ia bersangsi untuk melanjuti serangannya itu. It Mo melihat ia tidak dapat memancing lawan, ia maju terus, untuk menyerang dengan bacokan tangan kiri dan kanan bergantian. Lay Ong berkelit kekanan, ke kanan bergerak setindak, berbareng dengan itu. itu membalas menyerang dengan tangan kanannya. Di saat inijah sijago perbatasan menggunai kegesitannya yang luar biasa. Tahu tahu, dia telah menyambuti, mencekal pergelaran tandan lawannya!" Bukan kepalang kagetnya Lay Ong, mukanya sampai menjadi pucat. Sukurlah ia tidak menjadi bingung. Untuk menodong diri, dengan sangat cepat, ia menyerang dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya iiu, yang tercekal, bukan ditarik pulang, hanya diluncurkan terus, guna dipakai meninju kemuka lawan! Buka cuma sampai disitu penyerangannya si Tua pemalas ini Ia tidak bekerja kepalang tanggung Disamping kedua tangannya, juga sebelah kakinya teiangkat dan terayun keras " "Aduh!" berseru Hek Gwa lt Mo, telah Kena tertendang, hingga tubuhnya terpental setombak lebih Ketika tubuh itu jatuh ketanah, dia pulang asal, menjadi jangkung seperti asalnya, tak lagi merupakan mayat hidup seperti tadi. Hanya tubuh itu terus rebah diam saja. Lay Ong juga tidak berderak terlebih jauh. dengan paras pucat pasi aan napas bekerja keras, ia berdiri diam, untuk mencoba menyalurkan pernapasannya, guna mendapat pulang ketenangan dirinya. Baru sesaat kemudian, ia bertindak mendekati Hek Gwa It Mo, untuk memeriksa tubuh orang. Hek Gwa It Mo tetap tak berkutik. Dia telah berhenti bernapas, arwahnya pulang ketanah baka. Menyaksikan demikian, Lay Ong bersenyum, terus ia tertawa perlahan Puas ia dengan kemenangannya itu. Karenanya, ia lantas kembali kedalam rumah kosong itu. Hanya disini, ia menjadi heran sekali. Kamar kosong! "Hai. Tang Hay Hie In, kau bawa Ie Kun kemana?" tanyanya, keras. Ia menanya, tetapi ia toh lantas lari keluar. Inilah karena ia merasa pasti, dua orang itu telah menyingkirkan diri. Bu Tim bersama Goan Goan Lama juga telah berlalu tanpa ketahuan." Lay Ong lari keluar kuil. Hari telah menjadi siang tetapi ditengah jalan kecil itu tak tampak lain orang. Kuil tua dan rusak itu sunyi senyap, air telaga jernih tetapi tenang, tenang juga semua pepohonan di atas bukit. Menghadapi ketenangan itu, jikalau ia menuruti kebiasaannya, ingin Lay Ong berdiam terus di situ, untuk merebahkan diri, buat tidur pulas dengan nyenyak. Akan tetapi ia mengenal diri, ia tahu keadaan, tidak dapat ia main malasmalasan. Bukankah di dalam kota Celam telah berkumpul banyak jago Hitam dan putih" Bukankah barusan orang-orang di kuil ini telah pada berlalu secara diamdiam" Bukankah itu mesti ada sebabnya" Karena berpikir, maka ia menyesal tadi, habis menyerahkan Ie Kun pada Tang Hay Hie In, ia lantas tidur pulas. Siapa tahu tengah ia tidur nyenyak itu telah terjadi sesuatu" Memang ada Bu Tim, yang dapat menentang bahaya, tetapi Bu Tim bersendirian bukan" Sampai disitu, tanpa bersangsi pula, Lay Ong menuju ke dalam kota. Ia tampak tidak lari keras. Ia bahkan meram melek, seperti juga sujah tujuh hari dan tujuh malam ia tak pernah tidur barang sedetik... Toh kesudahannya, belum seperempat jam, ia sudah melalui dua lie. Tiba-tiba ia terperanjat, ia bagaikan tersadar dari kemalasannya! Inilah karena, dengan sekonyong-Konyong hidungnya terserang satu bau bacin yang terbawa angin. Karena itu dengan mendadak ia menghentikan tindakannya. Ia memasang mata, hidungnya menyedot-nyedot hawa, setelah mana, langsung ia menuju ke sisi jalan yang penuh dengan pepohonan. Belum berjalan lebih dari pada duapuluh tombak, Lay Ong sudah menghentikan tindakannya. Paraspun lantas berobah. Karena di hadapannya terlihat belasan mayat manusia, antaranya ada yang telah menjadi tidak keruan macam, yaitu mati basah, ngiris untuk memandangnya. Lebih-lebih diantara mayat-mayat itu ada orang-orang yang ia kenal. terutama Kiu Bin Jin cay, muridnya Tok Ko Siu ! Baru saja Kiu Bin Jiu Cay berkelahi mati-hidup dengan Ie Kun di Sam-lie-teng. Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lay Ong telah menolong muridnya dan Tok Ko Siu membawa pergi muridnya itu, siapa tahu disini kedapatan mayatnya Liong Jiang ! Siapakah yang membinasakannya " Lay Ong maju mendekati, untuk memeriksa. Ia mengenali Han-tiong It-Poan Kwan Sam Ciang seria kedua cucunya, Kwan Sui dan Kwan Hihong. Merekalah yang ia kenal selama di kuil tua di Ciong Lam San. Mereka itu orang-orang kalangan Putih. Masih ada Liong-Heng Ci Beng It Cin dan Kim-Kiam-Kek Yo Thian Siauw, juga ToaToo Sin-Kun Pui It Peng dan Ay-Kak Tes-Su Gak Cong Sin, dua anggauta penegak aturan partai dari Tiat Ciang Pang, dan Cin Sian Ciu Gouw Pit Tat, hiocu cabang keempat partai itu. Semua meresa itu orang-orang terkenal lebih-lebih Kim KimKek Yo Thian Siauw, yang bersama sama It Yang Cu dari Khong Tong Pay dan Sam Im Sin Nie dari Ay Lao San yang terkenal sebagai Thian he Sam Kiam Kek, tiga ahli pedang berkenamaan, kenapa mereka itu mati disini dan dalam cara menyedihkan itu" Lagi yang mengherankan cuma tiga orang yang mati terluka, yang lainnya tubuhnya utuh semua, rupanya mereka terluka didalam mungkin akibat keracunan. Akhirnya, Lay Ong menjadi girang berbareng berduka. Ia berduka kapan ia ingat orang orang kosenitu mati kecewa dan terlantar. Ia bergirang buat siorang-orang jahat terutama Kiu Bin Jin Cay kebinasaan mereka ini benar dunia kehilangan beberapa manusia buruk. Sekian lama Lay Ong berdiri diam, hatinya ngiris, baru kemudian, dengan memaksakan diri, ia melanjutkan perjalanannya kedalam kota Celam. Toh ia berpikir keras, Ia memikirkan Bu Tim Siang jin, Tang Hay Hie In dan U Ie Kun, begitu juga Goan Goan Lama. kemana mereka itu pergi " Akhir-akhirnya tiba juga si Tua Pemalas didalam kota. Diam diam ia memperhatikan setiap orang. Ia heran. Ia tidak melihat orang atau orang-orang yang termasuk kaum Bu Lim. Apa mungkin didalam kota ini juga sudah terjadi suatu perubahan besar" Bukankah Tiat Ciang Pay lagi memanggil rapat umum buat guna urusan 'Cay Hoan Giok Tiap" dan 'Siauw Lim kie Su koan'" Sekarang, kemara perginya semua orang kosen itu" Lay Ong berjalan putar kayun, waktu ia merasa lapar, ia singgah untuk menangsecl perutnya. Tetap ia tidak menemukan siapa juga. Dengan lesu ia berjalan pula keluar kota. Itu waktu matahari sudah doyong kebarat Ia jalan tanpa tujuan, terus sampai magrib tiba, sampai si Puteri Malam mulai mengintip dibalik mega." Tiba-tiba dibawah sirar rembulan guram tampak seorang lagi mendatangi " "Ah. dia tentu orang kangouw!" kata Lay Ong didalam hati. "Dapat aku tanya dia. "Segera ia maju untuk memegat. Orang itu sebaliknya lantas menyingkir ke sini. "Pek Ie Siu !" ia berseru. Ia tidak mau menyebut namanya. Orang itu tertawa seram. Dia tidak menjawab. "Kau siapa?" akhirnya Lay Ong tanya la mendongkol. Lay Siu, kau cuci dahulu telingamu, kau dengar!" jawab orang itu keras, "Aku Pek-kut Sin kun!" Habis berkata. dia teitawa seram pula, "Oh. kiranya kaulah Cit Chee Piauw Sim Ie tetiron!" tegur Im Lay Ong. "Aku situa tak mau mampus justeru selalu memikir untuk menemukanmu!" Dengan kata katanya itu, serta tingkah-polanya, terang si Tua Pemalas tidak memandang mata kepada Pek kut Sin kun, si-MalaiKat Tulang putih. baru Lay Ong menutup mulutnya, atau satu sambaran angin keras terasa olehnya. Segera ia menjejakkan kakinya, untuk lompat jauh setombak lebih. Terus ia tertawa. "Apakah-telah tiduk ada ketika lagi untuk turun tangan?" tegurnya dingin. "Lebih dahulu hendak aku menanyakan, perbuatan siapakah itu peristiwa dirimba tujuh lie diluar kota" Bukankah itu hasil perbuatanmu?" Tidak ada jawaban kata kata dari Pek-Kut Sin kun yang bertopeng hitam itu, ada juga jawabaknya yang berupa tertawa berkelak gelak dan ejekan. "Hm!" berulangulang menyusul mana dia mengulangi serangannya. Dia menyerang dengan dua dua tangannya. Lay Ong berkelit kekiri, tangan kirinya membacok. dengan satu bacokan pinggiran telapaK tangan mengarah pundak kanan penyerangnya, sedangkan tangan kanannya diluncurkan kemuka orang, Ia membalas sama hebatnya. Pek Kut Sin kun tahu Lay Ong lihay, dia berlaku waspada. Untuk menolong diri dia lompat mundur hanya begitu kakinya menginjak tanah lantas dia lompat pula, mencelat kedepan, guna mengbampirkan musuh untuk Kembali menyerang dengan dua tangan yang lima jerijinya masing masing dibikin keras hingga mirip ujung pedang. Lay Ong menunjuki kegesitannya. Dengan berkelit dengan mudah dapat ia menghindari ancaman bahaya itu. Lalu ia memikir guna menyudahi pertempuran secara cepat. Maka ia lantas membalas menyerang dengan tinju dan tendangan berbareng. Pek Kun Sia-kun tertawa Dengan tangannya menangkis tinju sedang untuk mcnyelamatkan tubuhnya, ia lompat tinggi ke samping Dari sini, mengayun balik tangan kanan, ia guna menghajar batok kepala lawan Ia menggunai tipu silat "Keng Liong Go Thian" atau "Naga tidur dilangit. "Serangannya itu mendatangkan suara angin menyambar. Lay Ong bergerak mundur dengan gerakan "Suy Cu Yauw Tiuw" atau "Singa menggo yang kepala. "karena ia bukan cuma mau berkelit, habis mundur!" ia lompat maju, untuk menyerang kearah pinggang. Pek Kut Sin Kun mengegos kesamping. Dia juga menunjuki kegesitannya. Dari samping itu, sambil menggeser sebelah kakinya, untuk dimajukan, ia menusuk kedua mata lawan dengan tipu silat 'Jie Liong Thio Cu' atau , Sepasang naga berebut mutiara. sedangkan tangan kirinya menyambar kepergelangan tangan lawan yang diangkat, untuk mencekalnya. Gerakan ini ialah gerakan "Lui Ouw Tam Jiauw" atau , Burung gaok menyengkeram. Lay Ong tertawa terbahak, tangan kirinya terangkat, kaki kanannya menggeser. Dengan menangkis berbareng berkelit itu, bebaskan dirinya dan ancaman malapetaka. Menyusul itu, ia pun membalas pula. Tubuhnya mencelat maju, tangannya menotok kejalan darah hoa-kay. Pek Kut Sin Kun juga dapat membebaskan dirinya, sesudah mana, lagi-lagi ia menyerang. Hingga mereka saling balas dengan sana gesit dan lihaynya. "Suhu" tiba-tiba terdengar suara Ie Kun berseru "Suhu, serahkan dia pada Ie Kun!" Begitu ia berkata, begitu Ie Kun berlompat maju. Ia memernahkan diri di depan gurunya, guna menghadang lawan. Lay Ong senang melihat muridnya dan menyaksikan bergeraknya itu itu. Itu berarti murid itu sudah sembuh. Maka sambil tertawa nyaring, ia lompat mundur. "Ha ha, Pek Kut Sin Kun!" kata Ia Kun tertawa: "Sekaranglah waktunya buat kita membereskan perhitungan di Cit Chee To! Kau tahu. Cit Cee Piauw Sim Ie telah menyerahkan kepadaku tanggung jawab yang berat seribu kati!" Pek Kut Sin Kun menunjuki roman muram. "Jangan banyak omong!"dia membentak "Baik perhitungan lama maupun perhitungan baru semua itu harus dibereskan sekaligus!" 14 Hoo See Sam Siu (Tiga si Jelek dari Hoo See) "Bagus." berseru Ie Kun menyambut suara lawan. Baiklah begitu!" Pek Kut Sin Kun tertawa terbahak, romannya bengis. "Anak durhaka!" katanya "akan aku mewakilkan si setan penasaran dialam baka untuk menghajar adat padamu!" "Hei Pek Kut Sin Kun!" Lay Ong menyela: "Adakah kau ketahui duduknya hal?" "Tentu!" sahut Pek Kut Sin Kun, dingin Dia tertawa menyeringai. "Jikalau begitu, kenapa kau tidak mau menjelaskannya?" tanya pula Lay ong sambil ia menghampirkan. "Suhu!" menyela Ie Kun, "jangan suhu kasi diri dipedayakan dia! Selama di Cit Chee To dia juga telah menggunakan kedustaannya untuk memperdaya aku, untuk dia dapat memperoleh Cay Hoan Giok Tiap!" Pek Kut Sin Kun tertawa bergelak pula lagaknya temberang. "Dasar kau anak sangat tidak berbakti, bocah!" dampratnya. "Bukankah Cay Hoan Giok Tiap merupakan benda belaka, benda d luar tubuh Tak demikianlah dengan sakit hati dari ayah dan bunda Coba pikir olehmu mana yang lebih berat" Taruh kata benar aku mendustai kau, kau toh tidak dapat membiarkan musuh besarmu, bukan" Apalagi..." "He, Pek Kut Sin Kun!" Lay Ong memotong sambil tertawa dingin: "Apakah benar benar kau tidak menghargai dirimu lagi?" "Tapi ada syaratnya!" sahut Kie Bun Peng "Itulah supaya bocah ini menyerahkan Cay Hoan Giok Tiap padaku!" Bukan main gusarnya Ie Kun akan tetapi ia mesti menahan sabar. "Pek Kut Sin Kun!" katanya, sengit, "sekarang ini Cay Hoan Giok Tiap sudah tidak ada lagi padaku! Sebenarnya ayah dan ibuku tarbinasa ditangan siapa" Kau bilanglah dahulu! Nanti aku cari Cay Hoan Giok Tiap untuk diserahkan padamu!" Pek Keet Sin Kun melegak. Heran ia mengetahui Cay Hoan Giok Tiap tidak ada pada sianak muda sampai sinar matanya seperti mau berlompat keluar dari antara lang topeng matanya. "Anak celakai Anak tidak berbakti!" dampratnya. "Anak tidak punya guna! Tidak dapat tidak hari ini aku mesti ajar adat padamu!" Dan lantas dia lompat menghampirkan dengan lompat 'Han Kong Kwe Hong' atau "Bayangan hantu memecah sinar" bareng dengan mana dua tangannya menyerang! Ie Kun berkelit dengan sebat. Habis itu. ia menyerang dengan "Loau Twie Cay In" atau "Tumpukan mega." Pek Kut Sin Kun berseru tajam tubuhnya mengegos, selagi seruannya belum berhenti tangannya sudah menyerang pula mengarah dua jalan darah kie bun dan ciang-bun. Dengan tindakan Cit Chee Tin hut, le Kun menjingkrakkan diri dari serangan berbahaya itu. lalu sambil menggeser, pedangnya ketangan kiri dengan tangan kanannya ia menolak dengan Cian Kouw Lui Tong. yang disusul pula dengan. Ciu Po Thian Keng. dua jurus dari Thian Touw Sam Sie. Pek Kut Sia Kun Kie Bun Peng menjadi orang berKenamaan akan tetapi melawan sibocah ia tidak berani melakukan apa. Ia menginsafi liehaynya pemuda dihadapannya ini. Ia tahu sipemuda sudah mewariskan ke pandaianaya Cit Cee Piauw Sim Ie sedang ia sendiri cuma menyamar jauh orang she Sim itu serta sedikit kepandaian Sim Ie yang ia dapat cangkok. Untuk meloloskan diri dari bahaya, ia mengguna tipu silat , Kwie Kong Liang Eng Sesudah itu ia pun membalas Sampai di situ, kedua pihak lantas menyerang saling ganti. Mereka sama lihaynya Setelah lewat banyak jurus gentar hati Kie Bun Peng melihat ilmu pedang Cit Cee hut dan lawannya. Benar benar si anak muda liehay sekali. Maka ia berlaku gesit luar biasa Dengari begitu bisalah ia bagaikan bintag selalu menyingkir dan ancaman maut. Dilain pihaK Ie Kun bagaikan terdesak banyak bayangan saking sebatnya tubuh lawan berkelebaran itu. Lay Ong menonton dengan kagum berbareng sedikit kurang tentram hatinya Inilah disebabkan liehaynya si Hantu Maka ia terus memasang mata. Sambil menjaga diri, Ie Kun merangsek tangan kanannya dibawah menyambar naik. la menggunai api yang dinamakan tenaga "Siu Thian Cee" atau "Bintang kecil Ia mencari bawahan dada lawan Untuk menyerang itu " pedangnya dipindahkan ke tangan kirinya. Kie Ban Peng dapat memecahkan penyerangan itu. Ia berlaku sangat waspada. Tengah mereka berdua bertarung seru sekali tiba tiba terdengar satu seruan yang nyaring yang seperti menusuk dijantung. Seruan itu disusul dengan satu tertawa dingin sekali. "Bu Beng Tongcu datang!" kata Lay Ong terkejut "Hm!" berseru Ie Kun dan Pek Kut-Sin kun berbareng menyusul mana keduanya sama sama berlompat memisahkan diri. Ajaknya mereka sama sama dikejut serunya Lay Ong. Dan Kie Bun Peng tidak, bergerak kepalang tanggung Dia melesat lebih jauh hingga dilain detik ia sudah menghilang. "Mana Siauw Lim Kie Su Koan?" berseru Bu Beng Tongcu yang sudah lantas muncul hanya ia tidak berhenti disitu terus mengejar Pek Kut Sin Kun! Ie Kun heran. Kiranya Siauw Lim Kie Su Koan berada di tangannya Kie Bun Peng, pantas dia itu meminta Hay Hun Giok Tiap dari ianya. Teranglah sekarang bahwa pusaka Siauw Lim Sie itu telah menggemparkan dunia Kang Ouw. "Susul!" teriak Lay Ong melihat Bu-Beng Tongcu mengejar Bun Peng Bahkan ia mendahului lari hingga terlihatlah ia bagaikan satu halangan putih. U Ie Kun tidak mpu menyianyiakan tempo lagi ia pun lari menyusul. Malam itu rembulan tidak terang cemerlang. Sudah begitu sang awan juga saban saban melintas dan menghalinginya Sang angin pun bersilir kecil Maka itu diwaktu demikian jagat terasa sunyi justru begitu di Kiu Lie Kong tanyakan sembilan lie diiuar kata Ceelam terlihat dua tubuh orang yang bergerak gerak perlahan Dilihat dari jauh mereka mirip bayangan hitam "Giam Tocu sekarang sudah tengah malam tepat apa Bu Eng Jin masih belum datang juga?" demikian salah seorang bertanya. Dalam Bu Tim Siang jin yang berjubah kuning satu diantara Bu Lim Sam Seng Tiga Nabi Rimba Persilatan. "Berhati hatilah makhluk itu dapat main bokong!" menyahut Giam Tocu atau Tang Hay Hie ln, yang tangannya mencekal joran pancingnya Sembari berkata begitu ia memutar tubuh untuk melihat kelilingan. "Sekarang ini perbagai orang gagah pada mengambil sikap berjaga jaga," berkata Bu Tim perlahan. "Itulah disebabkan peristiwa pembunuhan besar besaran yang ketiga kali itu. Mungkin rapat besar dari Tiat Ciang Pang bakal gagal bagaikan orang bersalin keluron..." Sembari berkata begitu si imam mencari sebuah batu untuk ia berduduk diatasnya Tang Hay Hie In juga menghentikan tindakannya. "Siang jin," katanya, "orang tadi malam itu lihay luar biasa. Di dalam pertempuran di Cit Lie Lim itu. apabila Tok Ko Siu tidak sebat berkilit aku kuatir dia bakal bersama sama meninggalkan nyawanya," Bu Tim mengangguk. "Aneh!" katanya heran, "Kenapa orang itu melakukan pembunuhan secara besar besaran di tempat itu?" Menurut penglihatanku. Siang jin dia tentu mengandung suatu kebencian hebat terhadap kaum Bu Lim. Dia seperti juga membinasakan setiap orang yang dia temukan, Anehnya pula dia telah memeriksa menggeledah, setiap mayat, bagaikan dia hendak mencari barang sesuatu, Mestinva kalau dia bukan mencari Siauw Lim Kie Su Koan, pastilah Cay Hoan Giok Tiap. Walaupun demikian tak selanyaknya dia membunuh sembarang orang..." "Terang sudah orang itu sangat kejam." berkata Bu Tim. Kedua benda pusaka Siauw Lim Sie itu mengenakan suatu rahasia besar tidak selanyaknya dia main tak sayang sayang lagi hingga dia capai keliru membunuh seratus orang. Tadi malam pun kalau bukan karena Ie Kun terluka hingga kita bersembunyi di suatu tempat mungkin kita terlihat dia dan kita bakal roboh ditangannya." "Ah, malu untuk menyebutkan," kata Tang Hay Hie In menyesal "Sebenarnya dia itu orarg macam apa" Dia membunuh orang tetapi kita tidak dapat melihat wajahnya!" Bu Tim tidak menyahuti. "Kemana Ie Kun masih belum tiba ke Kiu Lie Kang ini?" tanyanya kemudian. "Mungkinkah dia tidak berhasil mencari Lay Ong" Untuk Lay Ong tidaklah sukar buat melayani satu Hek gwa It Mo. Goan-tong telah kena kita pancing meninggalkan kuil rusak itu dan dia telah menuju ke arah barat daya..." Bu Tim bicara dengan perlahan sambil berpikir Belum lagi suaranya itu berhenti atau ia merasa ada siliran angin yang dingin dan keras, yang datangnya dari arah belakangnya. Berbareng dengan itu, jauh dari depan tertampak bergeraknya empat bayangan orang, yang lagi mendatang ke arah mereka ocrdua." "Nah, itu mereka datang!" Bu Tim berseru. Segera ia berbangku, untuk lompat memapaki. Tang-Hay Hie In juga turut berlompat maju. Ia mendekati dua orang, sebagaimana mereka itu pun mendekatinya. "Hek Pauw Tojin !" ia mendahului menegur. "Sejak perpisahan kita di Tang-Hay. satu tahun lebih sudah lewat ! Nah sekaratg aku bersama Bu Tim Siangjin datang memenuhi janji ! Apakah pengajaranmu " Jikalau tidak ada urusan lainnya lagi, marilah, sekarang juga aku bersedia melayani ilmu silatmu yang liehay!" Baru berhenti suaranya Tang-Hay Hie In atau empat buah pedang sudah meluncur kemukanya. Berbareng dengan itu, tertawa seram pun terdengar dari antara orangorang yang baru datang itu Tang Hay Hie In gusar karena tegurannya tidak memperoleh jawaban, bahkan orang mendahului turun tangan. Orang juga datang berbareng dari depan dan belakang. Ia percaya, Bu Eng Jin telah merasa tidak unggulan maka sekarang dia datang dengan mengajak kawan. Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Untuk menghindarkan diri, Giam To cu lantas berkelit ke samping, Selewatnya bahaya, ia membalas menyerang. Ia maju dengan gerakan "Hong Cwie Lok Yap" atau "Angin meniup daun rontok" "Bu Eng Jin." demikian salah seorang penyerang itu. mengarti yang Tang hay Hie In menjadi sangat gusar, kembali dia mengasi dengar tertawanya yang seram. Atas datangnya serangan dia tidak mundur atau menggeser ke samping, dia justru berlompat tinggi, mengapungi tubuhnya, dengan begitu, serangan menjadi lewat, sedangkan dengan pedangnya, dia melindungi mukanya. Secara demikian loloslah dia dari jorannya. Nelayan Laut Selatan. Ketika dia turun, untuk menginjak tanah, dia justru turun dibelakang penyerangnya, maka dengan lantas dia melakukan penyerangan balik, menikam punggung bungkuk si Nelayan. Dia menggunakan tipu silat "Twie San Tin Hay" atau "Merobohkan gunung, menguruk laut." Tang Hay Hie In tertawa dingin. Kembali ia menggerakan jorannya, dengan tipu silat. "Thay Kong Tiauw Ie" atau "Kiang Thay Kong mancing ikan." disusul dengan , Kwie Kong Liang Eng" atau "Cahaya hantu menyambar bayangan." Bu Eng Jin melibat ia hendak dikurung genggaman lawan, ia mencoba mendahulukan meloloskan diri. Ia menggunai tipu. "Menunjang penglari menukar tiang." Ia berhasil, "Karena ini, ia terus membalas menyerang dengan pedang emasnya. Ia bersilat dengan tipu silat "Kui Kian Jie Lay" atau "Berlutut menghadap Sang Buddha." dengan tangan kirinya, lapun menyerang dengan bacokan. Tang Hay Hie In berkelit dengan berlompat, habis itu, ia menyerang pula, jorannya menyambar kepinggang lawan, karena ia menggunakan tipu silat "Heng Sauw Cian Kun" atau "Melintang menyapu ribuan tentara." Sebat Bu Eng Jin. Dengan pesat dia mencelat jauh delapan tombak ! Tang Hay Hie In beilompat, ia menyusul ! Sambil mengertak gigi, Bu Eng Jin memutar tubuhnya, untuk berbalik dan menghadapi lawan. Ia berseru keras, suaranya seram, sambil berlompat, ia menyambut, untuk menyerang, pedangnya bergerak dengan tipu silat "Kip Kauw Tiat Ciang" atau "Anjing tergesa-gesa meloncati tembok" mengarah batang leher lawan. Tang Hay Hie In tertawa dingin, dengan tenang tetapi sebat, ia berkelit, untuk terus menghajar kepala musuh dengan pukulannya yang dinamakan "Hong Sauw Cian Yap." yaitu "Angin menyapu daun rontokan." Bu Eng Jin nampak repot menangkis. Ia menjatuhkan diri, bergulingan ditanah. Itulah tipu "Singa bergulingan di atas permadani" setelah itu ia meloloskan diri lebih jauh dengan tipu "Ikan molos di jala bolong" Toh ia bukannya tidak terlulu. Darahnya bercerecetan disepanjang jalan, darah mana terlihat tewas oleh lawannya. Sambil tertawa nyaring, Tang Hay Hie In lompat mengejar. Maka berdua meieka itu berlari-lari bagaikan dua orang bocah lagi main petak, hanya sebentar, mereka sudah melalui setengah lie. Bu Eng Jin telah terlukakan, tetapi larinya masih cepat sekali. Tang Hay Hie In bertubuh ringan dan larinya pesat, ia toh tidak segera dapat menyandak- Maka itu, mereka sudah lantas melintasi satu lie lebih. Tiba-tiba diantara suara anginnya yang nyaring, tiga batang pedang nampak berkilau, menyambar kepada si pengejar, Sebab di dalam keadaan sangat terdesak itu. Bu Eng Jin terpaksa menggunakan senjata rahasianya. Tang Hay Hie In tabah, matanya tajam dan tubuhnya ringan. Ia melihat bahaya mengancam, dengan gesit ia berlompat tinggi, membiarkan tiga batang pedang lewat dibawahan kakinya, setelah mana sesudah menaruh laki di tanah ia rnengejar terus dengan menambah kecepatannya, ia lari bagaikan terbang pesatnya. Mungkin disebabkan lukanya, walaupun Bu Eng Jin tetap lari keras, ia toh terpisah makin dekat dan makin dekat dari si Nelayan Laut Timur. Teranglah si pengejar telah berhasil mendekatinya, hingga ia kena tercandak! "Aduh !" demikian terdengar "atu jeritan yang menyayatkan hati. Itulah jeritannya si manusia Tanpa Bayangan yang tubuhnya terus roboh terguling, Ujung joran dari Tang Hay Hie In yang dipakai menikam sambil ia berlompat seperti terbang telah nancap dipunggung lawannya ujungnya itu tembus kedepan sampai dimuka dada alat pemancing itu, tajam bagaikan tombak sedang ukurannya yang panjang mempermudah tusukannya. "Bu Eng-jin liehay tidak ada orang yang berani main gila terhadapnya, tahunya dia cuma kosen sebegini saja" kata Tang Hay Hie In didalam hati "Heran benarbenar heran!" Habis berpikir demikian tanpa bersangsi sejenak juga Giam Hiong memutar tubuhnya meninggalkan mayat musuhnya, buat lari balik ke Kiu Lie Kong Inilah karena ia ingat halnya Bu Tim ditinggal seorang diri bersama empat orang yang belum dikenalnya "Entah siapa empat orang itu?" demikian ia pikirkan di tengah jalan. Karena ia berlari lari keras. Lekas Tang Hay Hie In tiba bahkan ia lantas mendengar ini suara nyaring. "Hm, Tok Gan Jin Touw Goan Goan lama menjadi contoh bagimu! Kau hendak mencoba kepandainmu yang liehay", Kau majulah!" Itutah suaranya Bu Tim Siang-jin. Sebagai jawaban dari itu ialah satu tertawa yang dingin yang disusul dengan kata-kata ini. Gunung hijau tak akan berobah wujudnya! Nah, sampai ketemu pula." Dan itulah suaranya Tok Gen Jin Tong Cee In. "Tak dapat" Tak dapat kau pergi secara begini saja!" demikian bentaknya Bu Tim Siang-jin Lebih dahulu kau mesti menyebutkan peristiwa pada delapan belas tahun yang lampau itu! Tidak demikian jangan harap kau bisa pergi dari sini!" "Kebinasaannya Tiat Kiam Sie seng jalan kebinasaan menurut dosa yang dia harus dapatkan!" berkata Cee In. Kita hendak membeber suatu rahasia besar kalangan Rimba Persilatan maka itu, perlu sekali kita mendapatkan Siauw Lim Kie Su Koan dan Cay-Hoan Giok Tiap yang berada di tangannya!" Untuk itu, kita perlu membinasakan dia berdua isterinya! Kau pendeta gila, kau muncul pula dalam dunia Kang Ouw, kau harus dapat menyayangi dirimu dan menjaganya, baik-baik paling baik. jangan kau usilan dalam urus lain orang lebih lebih dalam urusan ini! Dapat kau mencampur tahu urusannya Jie Loo, It Koay dan Sam Siu?" Kata kata tajam itu ditutup tertawa dingin Tok Gan Jin Touw. Tapi Bu Tim Siang-jin tidak menghiraukan nasehat yang tidak diminta itu. Ia bahkan menanya, "Sebenarnya barang-barang pusaka Siauw Lim-sie itu ada sangkut paut-apa dengan raha ia besar yang katakan itu?" "Pergilah kau tanyakan Tiat Ciang Pangcu!" sahut Cee In singkat. "Tak dapat!" bentak Bu Tim. "Dalam kematiannya Tiat Kiam Sie seng suami istri kamu Sam Siu. kamu ada sangkut pautnya! Aku si pendeta tua jikalau aku tidak muncul dalam dunia Kang Ouw. tidak apa, akan tetapi setelah sekarang aku ketahui ada peristiwa semacam itu, meski aku campur tahu! Hayo kau bicaralah!" "Jangan kau petingkah! Jangan kau bawa lagak tuamu!" kata Cee In nyaring. "Aku Tok Gan Jin Touw tak sudi aku bicara! Kau si pendeta bau kau tidak nanti dapat perbuatan apa-apa atas diri kami Hoo See Sam Siu" Kut Louw Lojin yang berada disamping kawannya itu. turut berkata "Pendeta bsu mau campur tahu urusan kita, mari kita habiskan dahulu padanya!" Song Bun Sin tidak turut bicara, akan tetapi dia tertawa terbahak bahak tandanya dia setuju sekali dengan sikapnya Tok Gan Jin Touw. Dia pun memperlihatkan sikap sangat menantang. Tang Hay Hie In tidak maju terus, ia hanya menyembunyikan diri didekat mereka itu. semua itu, ia bisa melihat dan mendengar tegas lagak dan kata-katanya Cee In bertiga itu. Karena mereka itu berada bertiga, yang terbinasa tentulah Goan Goan Lama, Mereka inilah Hoo See Sam Siu. Tiga si Jelek dari Hoo see. Hoo See Sam Siu kosen dan telengas, semua orang jeri terhadapnya. Mendengar saja nama mereka, orang sudah berhati ngiris. Inilah disebabkan ketelengasan mereka itu, yang gemar membunuh manusia seperti orang menyembelih ayam! Tidak demikian dengan Bu Tim Siangjin. Pendeta ini justru berani sekali. Tang Hay Hie ln terus berdiam. Sekarang ia memikirkan untuk menyaksikan liehaynya Bu Tim sesudah si pendeta selama beberapa puluh tahun hidup menyendiri. Entah kepandaian apa lagi yang dipahamkan orang suci ini. Bu Tim Siangjin mengawasi ketiga lawannya, yang sikapnya sangat temberang. "Nah. kamu majulah!" ia menantang. suaranya keras. "Tidak dapat tidak, aku mesti campur tahu urusan ini!" Tok Gan Jin Touw tidak menjawab, cuma dengan matanya yang tajam dia menatap sipendeta, kedua tangannya diangkat, untuk dipakai menolak secara keras dan kaget, hingga terdengar suara anginnya yang menghembus santar. Bu Tim Siangjin berkelit dengan sebat, terus ia mengasih turun tangan kirinya, terus ia meluncurKan tangan kanannya. Ia juga bergerak cepat dan keras seperti lawannya barusan. Itulah serangan benda seribu kati! Tok Gan Jin Touw juga berlaku waspada dan gesit. Hanya dengan satu kali berkelebat, tubuhnya sudah mencelat menyingkir dari serangan dahsyat itu, ia sudah mencelat maju pula, tangannya yang sebelah diluncurkan, kelima jerijinya dipentang, Dengan itu, ia menjambak kemnuka sipendeta. Selagi lawan menyerang itu, Bu Tim menyambut. Ia bergerak demikian sebat hingga tubuhnya tampak seperti tak bergerak lagi. Melainkan tangan kanannya yang membacok lengan musuh. Itulah bacokan pinggiran telapakan yang dinamakan "Heng Toan Hong Kio" atau "Melintang menguntungkan jembatan." Jika ia mengenai sasarannya, pasti lengan penyerangnya bakal terpatahkan. Tok Gan Jin Tok licin dan gesit. Dengan sebat ia menarik pulang tangannya Selagi hajaran lawan itu, guna menyerang dari samping. Pundak kiri lawan yang menjadi incarannya. Bu Tim Siangjin melayani kegesitan lawan. Di detik Cee In menyerang, didetik itu juga Tok Gan Jin Touw berteriak kesakitan, Ketika diserang itu, Bu Tim tidak berkelit atau menangkis, sedikitpun ia tidak menggeser pundaknya yang menjadi sasaran itu. la hanya mengeraki tangan kanannya. Ia mengangkat tangan kanan itu dan memapak, menyambuti serangan. Jitu sekali, ia berhasil menangkap pcrgelangan tangan penyerangnya, yang terus ia jepit!" Selagi menjerit keras itu, Tok Gan Jin Touw mengangkat sebelah karinya, guna menedang lawan. Inilah sebab dia tidak sanggup berontak dan tangan kirinya juga tak bisa dipakai menyerang. Sekalipun dia dapat menendang, dia tidak dapat mengerahkan seluruh tenaganya. Bu Tim Siang jin terkejut. Inilah di!uar terkaannya. Untuk menolong diri. terpaksa ia melepaskan cekelannya, ia mundur dengan terhuyung, hampir ia roboh. Hal ini membuatnya mendongkol dan panas hati. Maka sambil berseru keras, ia menyerang pula! Dengan kecepatan luar biasa ia sudah memperbaiki pula tubuhnya. Tok Gan Cin Touw yang licik telah menggunai kegesitannya, tubuhnya melesat sebelum serangan tiba ia berlompat menyingkir begitu lekas bahaya sudah dapat disingkirkan, Lalu Menyusul itu terdengarlah suara tertawa yang menyeramkan yang disusul tantangan ini: "Pendeta tua, jangan bertingkah! Mari, mari kita main main buat beberapa jurus!" Berbareng dsngan itu, dua orang berlompat maju! Itulah Kut Lauw Loojin dan Song Bun Sin, yang beraksi untuk melindungi Tok Gan Jin Touw yang mengangkat kaki itu. Dengan aksi ini, selain mencegah orang dapat mengejar, mereka juga mendatangkan bahaya untuk musuh. Mereka terpaksa maju berbareng lantaran tidak ada lain jalan guna menolongi kawan mereka. Bu Tim Siang jin menangkis serangan. Sebenarnya iapun sudah letih, sebab Tok Gan Jin Touw membuatnya menguras tenaganya, sedangkan tadi, selama beberapa kali mereka bentrok tangan, ia telah merasai tangan Cee In kuat sekali. Syukur Kut Lauw Loojin dan Song Bun Sin tidak menggunai gegaman, maka itu mereka jadi bertarung dengan tangan kosong. Tapi inipun sudah berat untuk Bu Tim. Di samping sebagai tenaga-tenaga baru, dua lawan itupun tak kalah tangguhnya seperti Cee In, mereka pula gesit sekali. Kedua pihak juga beberapa kali memperdengarkan bentakan benrakan mereka. Demikian pertempuran berjalan dengan hebar, Bu Tim Siangjin tersohor buat ilmu silatnya yang bernama "Keng Hong Ciang," atau "tangan Mengejutkan Bianglala" sedangkan Hoo See Sam Siu ditakuti buat kekejaman mereka. Biasanya, baik kalangan Putih maupun golongan Hitam sendiri, sangat jeri terhadap mereka itu. Selama itu sinar si Puteri Malam juga di ganggu gumpalan-gumpalan mega vang terbang melayang-layang, yang satu pergi lewat yang lain datang, hingga saban saban jagat menjadi terlebih suram." Hebatnya pertempuran itu dibuktikan dengan tubuhnya ketiga orang bergeraK gerak demikian gesit hingga tak mudah untuk mengenali yang mena satu Bu Tim Siangjin atau Kut Lauw Loojin atau Song Bun Sin. Melainkan bentakan bentakan mereka yang dapat terdengar. Tanpa merasa, mereka sudah bertarung selama enampuluh jurus, lalu naik menjadi tujuh puluh jurus, delapan puluh jurus. Hingga dilain detik, sampai mereka ke jurus yang ke seratus. Masih saja mereka sama unggulnya. Hanya serangan ini, mereka masing-masing telah merasa lelah sendirinya, kedua jago dari Hoo-See sudah bermandikan keringat dan napasnya si pendeta telah mulai memburu" "Ha ha-ha ha Ha-ha-ha ha!" sekonyong-konyong terdengar tertawa nyaring di dekat orang-orang yang lagi mengadu jiwa itu, "Ha-ha-ha-ha, aku Giam Tocu, aku datang kemari!" Benar benar disaat geming itu. Tang Hay Hie In muncul dari tempat persembunyiannya. Memang sengaja ia berbuat demikian. Ia pula tidak berdiam saja. Menyusul suaranya itu, Kut Lauw Loojin terdengar mengeluarkan teriakan yang mengagetkan. Mendengar itu, Bu Tim dan Song Bun Sin sama sama mencelat mundur, semua lantas mengawasi kawan atau musuhnya masing-masing. Hebatlah apa yang mereka saksikan dihadapan mereka Hebat Tang Hay Hie In telah menggunai jorannya. Entah tipu silat apa yang digunai ujung joran sudah menembusi telinganya Kut Lauw Loojin, dari yang kiri nembus ke yang kanan, jago Ho See itu menjerit demikian rupa. Dan, walaupun dia terluka, tubuhnya tidak roboh, dia tetap berdiri! "Hayo bicara!" terdengar suaranya Giam Hiong. "Lekas bilang rahasianya besar apa itu yang ada hubungannya dengan Siauw Lim Kie Su Koan dan Cay Hoan Gak Tiap?" Suara si nelayan dari Tang Hay ini bengis sekali. Kut Lauw Loojin tidak mati. Dia terluka hebat, dia tidak berdaya tetapi dia tidak mau menyerah. Atas pertanyaan, dia berdiam saja dia membungkam terus. Menyaksikan demikian, Song Bun Sin menghela napas. "Tie To Seng, kecewa kau ternama besar". katanya kepada si nelayan. Sebelum Tang Hay Hie In menjawab, Bu Tim sudah menduhului Kata ia orang jago Hoo See itu: "Apakah maksudmu" Kamu mau hidup atau mau mati" Kamu mau bicara atau tidak" Aku kasi tempo satu detik kepada kamu!" "Rahasia itu ialah rahasia yang tak seorang juga ketanui!" sabut Snng Bun Sin. "Jikalau orang tahu buat apa orang mencari dan mempeributinya hingga orang tak segan menumpahkan darah yang bau bacin?" Kata kata itu ada juga benarnya. Akan tetapi Tang Hay Hie In tidak mau mengerti. "Kenapakah Siauw Lim Kie Su Koan mesti didapati berbareng dengan Cay Hoat Giok Tiap?" tanyanya. Song Bun Sin tertawa tawar. "Nampaknya kamu tolol hingga naik kederajat ketiga belas!" ejeknya. Bu Tim Siangjin mendelik, akan tetapi ia mengendalikan diri. "Song Bun Sio apakah kau tidak dapat bicara terlebih jelas lagi?" tanyanya. "Haha!" orang yang ditanya tertawa nyaring. "He pendeta bau kau tahu atau tidak apa yang dinamakan huruf bu eng jie dalam Siauw Lim Pay" Kau juga tahu atau tidak tentang cahayanya Cay Hoan Giok Tiap?" Huruf , bu eng jin itu berarti huruf "tanpa bayangan." Mendengar demikian, Tang Hay Hie In lantas menarik pulang jorannya dari telinganya Kut Lauw Loojin. "Aku si orang tua ialah Kiang Thay Kong si tukang pancing ikan!" katanya nyaring. Sikapnya tenang tetapi berpengaruh. "Nah, kamu pergilah!" Kut Lauw Loojin terluka secara hebat akan tetapi sekarang ia cuma merasa nyeri sedikit. Meski demikian mendengar suaranya siNelayan Laut Timur ia lantas ngeloyor pergi sebagai juga ia seekor ayam jago pecundang sama sekali tak berani ia berpaling atau menoleh lagi. . Song Bun Sin mengawasi kedua musuhnya, ia juga lantas berlalu, tetapi dengan hati mendongkol bukan main. Tang Hay Hie in membiarkan orang berlalu, kemudian ia tertawa dan berkata pada Bu Tim: "Pendeta bau, tidak disangka-sargka hari ini Ho See Sam Siu roboh menyedihkan seperti ini! Teranglah bahwa setelah mengundurkan diri beberapa Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo puluh tahun, kau telah melatih diri dan memperoleh kemajuan pesat sekali!" Si pendeta mengawasi. "Eh, setan tua bungkuk, kau lagi mengangkat-angkat aku atau tengah mengejek?" tanyanya. Si Nelayan tertawa lebar "Kaulah orang tua yang tak perlu di-umpak-umpak dan juga tidak ada alasannya untuk dijengek!" katanya. "Aku telah melihat kau melawan Kut Lauw Lojin berdua mereka pun tunduk bagaikan kambing yang mau disembelih. Teranglah kau bukannya si pendeta dari tiga puluh tahun dahulu ! Coba dahulu lari, meskipun kau lawan mereka satu demi satu, kau masih belum memperoleh kepastian akan dapat kemenangan. "Kau tahu sendiri, dahulu itu nama Ho see Sam Siu sangat tersohor, mereka sampai melebihkan namanya Bu Lim Sam Seng ! Bu Lim Sam Seng lebih dikenal karena mereka dimalui untuk kegagahan dan kemuliaan hati mereka. Benar atau tidak?" Sampai disitu, Bu Tim balik kepada urusan mereka. "Eh, bungkuk, mana Bu Eng Jin ?" ia bertanya. "Dia rebah disama, jauhnya enam lie dari sini," sahut orang yang ditanya. "Kalau begitu mari kita pergi !" Bu Tim mengajak. "Apakah kita cari Lay Ong guru dan murid?" "Bukan, aku pikir buat menemui It Yang Cu, buat menanya dia, kenapa dia mengutus tiga adik seperguruannya menyambut Thie Yan Tauw. Sekarang, dengan kematian tiga adik seperguruannya itu di tangan Tie Yan Tauw, dia harus diberitahukan dan ditanya bagaimana dia hendak bertindak, terutama untuk merawat ketiga adik seperguruannya itu." "Begitupun bagus!" Tang Hay Hie In menyetujui. "Dia menyambut Tok Ko Siu serta murid dari Lam Hay, mungkin dia juga mempunyai sangkut paut penting dengan urusan rahasia itu..." Sampai disitu, selesai sudah mereka berbicara, maka keduanya terus berjalan pergi dengan tindakan perlahan-lahan. "Sebenarnya aku merasa aneh mengenai kematiannya Bu Eng Jin," kata si pendeta sembari jalan. Tang Hay Hie In tertawa. "Apakah itu sebab kau tidak melihat mata padaku?" ia tanya. "Bukan !" "Habis?" "Bu Eng Jin terbinasa secara sangat mudah" "Tapi dia benar telah terbinasakan! Tak mungkin dialah Bu Eng Jin palsu !" Bu Tim tertawa. "Dia memang bukan Bu Eng Jin yang palsu, dia cuma yang mudah..." "Apakah katanu?" tanya Tang Hay Hie In, terkejut. Dia heran sekali. "Buat apa kau heran tidak keruan" Nanti juga kau akan ketahui sendiri..." Si Nelayan heran tetapi ia berdiam. Mereka jalan terus, sampai matahari merah mulai naik di ufuk timur " Dengan tibanya sang fajar, embun terlihat membasahkan bumi dan sinar Batara Surya mirip cahaya kuning emas. Di saat pagi itu, terlihat didepan mereka sebuah kereta berada dua, yang tertutup dengan tenda atas dan sekitarnya. Teranglah di dalam kereta itu ada penumpangnya. Kereta pula berjalan perlahan sebab lagi ditolak orang. Dengan mempercepat tindakannya, dua sahabat ini mencoba menyusul, untuk datang sedikit lebih dekat, yaitu sampai sejarak sepuluh tombak lebih. Sekarang terlihat nyata, si tukang tolak kereta yalah seorang bocah umur dua... atau tiga belas tahun, yang kulit mukanya kuning dan tubuhnya sangat kurus, sampai sepuluh jeriji tangannya mirip hanya terbungkus kulitnya, sedang pakaiannya robat-rabit Dia iuga tidak mengenakan sepatu, dan jalannya tidak tetap seperti dia lagi sakit". Kereta itu berbunyi berisik pertanda dari beratnya. Dari mengawasi dari jauh Tang Hay Hie In berdua Bu Tim Siangjin menghamparkan lebih dekat pula. hingga sekarang mereka melihat tegas sekali situkang dorong kereta yang masih sangat muda itu. Sebaliknya bocah itu tidak menghiraukan apa juga tetap dengan tekun dia mendorong keretanya itu, tetap kereta dikasi berjalan dengan perlahan sekali. Tidak lama didepan mereka tampak sebuah selokan kecil yang menantang ditengah jalan Sodokan itu dapat orang loncati tetapi tidak kereta itu. "Halo! halo, Mari tolong bantu menggotong kereta ini!" berkata sibocah cilik. Ia memanggil, ia memohon bantuan, tetapi ia tidak menoleh kepada Bu Tim berdua. "Baiklah menjawab Glam Hiong yang lantas maju bersama kawannya. Bahkan mereka lantas memegang kereta dikiri dan kanannya, untuk diangkat dan digotong menyeberang. Lantas terjadi hal yang aneh, Kereta itu, tak bergeming sedikit jua. "Satu! dua! tiga!" berseru situkang kereta yang kecil itu. Bu Tim dan Giam Hiong menurut sama sama mereka mengerahkan tenaga mereka, Tapi heran kereta tetap tak dapat diangkat Kereta itu berat luar biasa. Baru sekarang si pendeta dan nelayan terperanjat, mestinya biar kereta berat tiga ribu kati mereka berdua akan sanggup menggotongnya Sekarang ini kereta itu kereta kecil dan menurut perkiraan mereka, menjadi melengak. Sementara itu si tukang kereta cilik tetap berdiam dibelakang keretanya. Ia melihat orang tidak berdaya ia memegangi kedua palang keretanya itu lantas ia mengangkat dan mendorong! Dan lewatlah keretanya itu. diselokan kecil itu! Setibanya diseberang kereta di kasi turun seperti biasa. Si tukang kereta menoleh kebelakang, memandang kepada dua orang yang mau membantui itu. Kelihatan dia tidak lelah sama sekali sebagaimana parasnya tidak berobah. Setelah dia memandang pula ke depan dengan perlahan dia mulai mendorong pula keretanya itu". Bu Tim Siangjin dan Tang Hay Hie In saling mengawasi, mata mereka mendelong lidah mereka diulur keluar Mereka heran bukan, kepalang Apakah isinya kereta itu" Batu atau besi" Mestinya kereta cuma muat satu orang Taruh kata muatannya besi, muatan itu tentunya berat tak lebih daripada dua ribu kati Kereta seberat itu, mestinya mereka kuat mengangkatnya Sekarang tidak! Si bocah sebaliknya! Dia toh kecil dan muda dau kurus kering! Kenapa dia demikian kuat" Dan kereta itu mau dibawa kemanakah" Untuk apakah" Kereta yang aneh. Tiba-tiba maka terdengarlah suara pertempuran yang berisik! Suara itu datangnya dari kejauhan mulanya perlahan, lalu menjadi tegas. Tang-Hay Hie In dan Bu Tim Siangjin lantas mengawasi kedepan. Mereka heran, lantas mereka menerka-nerka. Taii karya sebentar, lantas mereka lari untuk melihat! Makin lama suara pertempuran jadi semakin tegas. Hingga sekarang ketahuan arahnya. Yaitu dari lembah di kaki gunung Tay San. Itulah aneh. Rapat besar yang dihimpun Tiat Ciang Pang ditetapkan dipuncak tertinggi. Kalau toh pertempuran terjadi kenapa terjadinya didalam lembah" Pula siapakah itu yang bertempur" Bukankah rapat sudah seperti bubar sendirinya disebabkan itu peristiwa pembunuhan besar tiga kali, karena orang pada buyar sendiri" Atau ini tentu terjadi di luar kalangan rapat umum itu " Dengan mempercepat larinya. Bn Tim berdua lekas juga tiba dilembah. Di sana tampak rimba yang lebat. Mereka maju dengan berhati hati sampai pun sambil kadang kadang mendekam. Paling akhir, mereka menyembunyikan diri dibalik batu karang yang besar Lantas mereka melihat suatu pemandangan yang menggiriskan bati. Disitu terdapat kuburan tanahnya sudah terbongkar tukang belulangnya berserakan, batu nisannya pun roboh dan pecah, Terlihat batu yarg berkeredapan. Disebelah itu mereka menyaksikan satu pertempuran bukan dari banyakan hanya diantara dua orang! Salah satunya segera dikenali Oe Ie Kun adanya ! Lawannya si anaknya seorang tua dengan muka kering dan rambut ubanan serta kusut awut-awutan. Dia mempunyai dua buah tangan yang panjang sekali yang telapakannya besar dan lebar. Bajunya yalah jubah hijau yang panjang hingga menseret ketanah, hingga tak tampak kedua kakinya. Yang menyeramkan yang sepasang matanya, yang bersinar tajam, yang besar sebagai kepalan, yang seperti tergantung ditulang pipinya! kalau tidak diteliti orang pasti menyangka itu bukanlah mata. Dia juga mempunyai mulut besar dan lebar, dan hidungnva mancung, menjungat keatas. Sepasang Kupingnya, yang panjang, turun sampai dipundaknya. Dipandang seumumnya, orang itu bukannya orang hanya iblis atau siluman! Dua tombak jauhnya dari tempat bertempur itu terlihat Lay Ong, dengan pakaiannya yang putih, lagi berdiri mengawasi muridnya. Dia berdiri kaku mukanya pucat seperti kertas putih. Dia seperti hendak memberikan bantuannya tetapi tidak sanggup. Didekat situ juga rebah dua tubuh orang, yang dikenal sebagai Pek Kut Sin kun dan Bu Beng Tongcu. Mereka rebah bukannya sebagai mayat tubuh mereka juga tidak terluka, hanyalah Bu Beng Tongcu berlaku luar biasa sekali. Tubuh dia bergemetar, kedua kakinya diperengkatkan tak hentinya, sedang kedua tangannya berulang ulang mencakari dadanya sendiri hingga bajunya menjadi robek tidak keruan. Agaknya dia sangat tersiksa. Tidak jauh dari Bu Beng Tongcu terletak Cay Hoan Giok Tiap, benda pusaka Siauw Lim Sie yang kaum Rimba Persilatan cari dan arah, rupanya benda itu keluar dari tu-nuhnya si Bocah tak Bernama! Seperti diketahui, mulanya Lay Hoan Giok Tiap berada pada Ie Kun, lalu dirampas Cit Sat Im Siu, gurunya Bu Beng Tongcu, lalu terjatuh dalam tangannya Ouw Eng Soat, salah seorang dari Su Bie Jin, si empat dara cantik sebawahannya Pek Giok kongcu, lantas lenyap pula, sampai paling belakang berada ditangannya bocah ini. Beda daripada Bu Beng Tongcu, tubuhnya Pek Kut Sin kun rebah tak berkutik, cuma dadanya bergerak naik turun dengan perlahan, karena napasnya sangat lemah Dia rebah telentang, kepalanya miring ke sebelah kiri. Nampaknya dia seperti sudah putus jiwanya, Dan jauhnya kira satu kaki dari kepalanya, disitu menggeletak Siauw Lim Kia Su Koan. buku catatan dari Siauw Lim Sie. Sekarang ternyata bahwa buku itu setelah bertukaran banyak tangan, paling akhir berada ditangannya Pek Kut Sin kun! Herannya, pusaka yang menggemparkan itu, yang membawa banyak lakon, sekarang terdapat berkumpul disatu tempat. dengan menggeletak berserakan ditanah! "Hari inilah rahasia besar ini bakal terbuka!" kata Tang Hay Hie In. Demikian juga anggapan, satu pikirannya, Bu Tim Siangjin. Dua orang itu menduga dua dua Bu Beng Tongcu dan Pek kut Sin kun mestinya telah roboh ditangannya itu manusia aneh, yang lagi bertempur dengan U Ie Kun. karena sekarang dua orang itu lagi bertempur hebat, belum yang berkesempatan menjemput benda pusaka itu Habis mengawasi Lay Ong dan tubuhnya Bu Beng Cu berdua serta benda pusaka itu Bu Tim dan Tang Hay Hie In lantas menoleh kepada Ie Kun dan musuhnya, sianak muda. Mereka lantas menyaksikan pertempuran yang luar biasa, yang membuat mereka kagum berbareng heran. Ie Kun nampak terdesak. Ia memegang pedang bambunya pada tangan kirinya. Ia saban saban berkelit dengan mengandalkan ilmu kegesitannya Cit Chee Tun-hoat. Ia gesit sekali, kedua kakinya agaknya separti juga tidak sempat menginjak tanah, sebab kedua kaki itu mesti bergerak tak hentinya. Ia juga seperti sukar dapat meloloskan diri dari desakan. Aneh cara berkelahinya lawan siaiiak muda. Orang tua aneh itu selalu tertawa tergelak gelak. Pada tangan kirinya tergenggam segumpal daun. Kalau dia tidak tertawa, dia tentu membentak atau berseru seru. Dia dapat bergerak dengan sebat dan lincah, berputar meryusul kemana lawannya berkelit. Tangan kanannya, yang lebar, saban saban mengambil selembar daun diri tangan kirinya, untuk dibawa kedepan mulurnya, untuk ditiup hingga daun itu melesat, menyambar Ie Kun kalau tidak kelehernya, tentu kepundak. Daun itu setelah tidak mengenakan sasarannya jatuh ke batu nisan, ketanah atau kepohon disisi mereka. Jatuh ketanah, daun itu rancap dan masuk dalam. Mengenai batu nisan, batu misan itu tertembuskan Dan mengenai pohon, cabang pohon kutung terhajar atau terbolongkan batang-batang bongkolnya yang besar dan tebal" Ilmu silat apakah itu" Bersambung Jilid ke : 9 "Daun terbang!" mendadak satu ingatan berkelebat di otaknya Bu Tim Siangjin dan Tang Hay Hie In. "Bukankah itu ilmu kepandaiannya Ko Tok Siu?" kalau Ko Tok Siau demikian lihay, habis siapa yang berani melakukan pembunuhan besar besaran dan hebat di hutan di luar kota Ceelam itu" Pula, siapakah yang berani membunuh muridnya" Tengah dua orang ini berpikir keras, tiba tiba mereka meligat kedua kakinya Pek Kut Sin Kun berkelejet, lalu tertekuk melingkar, lalu berhentilah napasnya! Menyaksikan itu, kedua jago itu giris hatinya, sampai mereka mengeluarkan peluh dingin. Juga napas nya Bu Beng Tongcu mendekati akhirnya, sebagaimana terlihat jambak jambakan atau cakar cakarannya mulai menjadi berkurang ... Lay Ong mengawasi muridnya. Ia juga melihat kematiannya Pek Kut Sin Kun serta penderitaannya Bu Beng Tongcu. Sendirinya parasnya menjadi pucat, hati nya kuatir. Setahu kenapa, ia kasihan terhadap Bocah tak Bernama itu. Ia menguatirkan kematian si bocah. Pertempuran berlangsung terus. Terus Ie Kun terdesak keras. Ia nampak kehabisan tenaganya. Tak lama lagi, terlihat ia roboh. Sesudah roboh, ia masih bergerak terus inilah karena serangan lawan tidak dihentikan. Saban saban daun menyerang kesisinya, kiri atau kanan, atau ke kakinya, atau ketangannya. Pakaiannya menjadi kotor dan murat marit, kulitnya juga pada lecet. "Ie Kun, anak!" akhirnya Lay Ong berseru, nada suaranya sangat sedih ... Disampng seruan itu maka terdengarlah tertawa dingin dari musuhnya Ie Kun. Habis tertawa, orang luar biasa itu berkata : "Kau jangan kuatir pasti aku tidak akan membunuhi dia! Jikalau aku hendak membunuhnya dari tadi sudah aku totok dia dengan It Cie Khie kang, hingga dia bakal menerima ajalnya dengan tersiksa seperti dua orang itu ...!" Orang ini bukannya lagi mengepul. Buktinya ialah mudah saja dia membinasakan Pek Kut Sin Kun dan merobohkan Bu Beng Tongcu. "Kau terlalu kejam!" seru Lay Ong. Tanpa terasa, air matanya turun menetes. Lekas lekas dia menepasnya. Nampaknya guru ini mulai memikir pendek, bersedia ia terbinasa bersama muridnya itu ... Justeru itu, terjadilah satu hal yang aneh. Dalam sekejap itu, mendadak pada tangan lawan telah tambah semacan senjata yang luar biasa, yaitu sebatang joran pancing! Ia mendapatkan itu ketika tubuhnya berkelebat dan tangannya menyambar! Itulah jorannya Tang Hay Hie In. Si nelayan melihat Ie Kun terancam bahaya, ia mau menolong setelah ia bersiap sedia dan mengincar, mendadak ia lompat menyerang dengan gegamannya itu yang berupa alat pangail ikan. Ia bersiap sedia, ia toh gagal serangannya itu dapat dihindarkan, bahkan orang merebut senjatanya! Sejengkal Tanah Sepercik Darah 2 Pendekar Slebor 23 Cincin Berlumur Darah Tiga Maha Besar 4

Cari Blog Ini