Anak Naga 19
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 19 Mereka semua lalu menuju ke halaman belakang. Sampai di halaman tampak seorang anak kecil sedang berlatih ilmu pukulan dan seorang nenek terus-menerus memberi petunjuk. Menyaksikan ilmu pukulan itu, An Lok Kong cu mengerutkan kening. "Kakak Han Liong," tanyanya heran. "Kenapa ilmu pukulan itu kelihatan kacau balau sih?" "Kelihatan kacau balau, namun amat lihay." Thio Han Liong memberitahukan, "Itulah keanehan ilmu pukulan im sie Popo." "Oh?" An Lok Keng Cu tercengang. "Tapi persis seperti gerakan-gerakan orang gila." "Adik An Lok" Thio Han Liong menjelaskan. "Itu memang ilmu silat orang tak waras, maka gerakannya seperti itu." "oh, ya?" An Lok Keng cu tersenyum geli. "Tapi Kiat Hiong tidak akan berubah menjadi gila, kan?" "Tentu tidak," sahut Thio Han Liong, kemudian berkata kepada seng Hwi. "Kalau gerakan-gerakan itu dicampur dengan ilmu pukulan cing Hwee ciang, kelak Kiat Hiong pasti berkepandaian tinggi." "Maksudmu aku harus mengajarnya ilmu pukulan cing Hwee Ciang?" tanya seng Hwi sambil memandang Thio Han Liong. "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Tapi ingat Kiat Hiong tidak boleh belajar ilmu Lweekang im sie Popo" "Justru amat mengherankan" seng Hwi memberitahukan. "Im sie Popo sama sekali tidak mengajar Kiat Hiong ilmu Iweekang." "Oh?" Thio Han Liong tercengang. "Dia sudah gila, tapi kenapa masih bisa berpikir panjang?" "Maksudmu?" "Apabila Kiat Hiong belajar ilmu Lweekangnya, akan membuat Kiat Hiong berubah menjadi tak waras," sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh. "Maka Kiat Hiong tidak boleh belajar itu." "Han Liong...." su Hong sek tampak tersentak. "Benarkah itu?" "Benar." Thio Han Liong mengangguk, "Kalau begitu...." su Hong sek berlega hati. "Syukurlah Im sie Popo tidak mengajarnya ilmu Lweekang" Mereka terus bercakap-cakap. setelah itu Thio Han Liong memberi petunjuk kepada seng Kiat Hiong, dan itu amat menggembirakan Kiat Hiong. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tinggal di markas Kay Pang beberapa hari. Dalam kurun waktu itu, tiada kabar beritanya mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Itu sungguh mengherankan, maka hari ini Thio Han Liong, An Lok Kong cu, seng Hwi dan su Hong sek berbincang-bincang mengenai hal itu. "Aku tidak habis pikir, kenapa tiada kabar beritanya lagi tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya?" ujar Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Memang mengherankan." seng Hwi mengerutkan kening. "Kelihatannya mereka guru dan murid sedang bermain kucingkucingan dengan kita." "Aaaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Kalau kami tahu berada di mana Ban Tok Lo Mo dan muridnya, kami pasti sudah pergi mencari mereka." "Han Liong" su Hong sek tersenyum. "Bersabarlah Tak lama lagi Ban Tok Lo Mo dan muridnya pasti muncul dalam rimba persilatan." Tak terasa beberapa hari telah berlalu, namun tetap tiada kabar berita tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Thio Han Liong sama sekali tidak mengerti, kenapa mereka berdua selalu timbul tenggelam seakan sedang mempemainkan kaum rimba persilatan Tionggoan. "Kelihatannya..." ujar Thio Han Liong. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya memang sengaja mempermainkan kita." "Kalau begitu.." sahut seng Hwi sambil mengerutkan kening. "Kita biarkan saja. Tapi aku yakin Ban Tok Lo Mo dan muridnya pasti akan muncul." Thio Han Liong manggutmanggut. Malam harinya, Thio Han Liong dan An Lok Keng cu berbicara serius di dalam kamar. "Sudah hampir sepuluh hari kita tinggal di sini, namun tetap tiada kabar berita tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya," ujar Thio Han Liong sambil memandang An Lok Kong Cu. "Bagaimana menurutmu, kita harus terus menunggu atau lebih baik kita kembali ke Kotaraja?" "Menurut aku, lebih baik kita kembali ke Kotaraja," sahut An Lok Keng cu mengemukakan pendapat. "Setelah itu, barulah kita mencari Ban Tok LoMo dan muridnya." "Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut. Keesokan harinya, mereka berpamit kepada seng Hwi dan su Hong seki lalu menuju Kotaraja. Bab 68 Mao san Tosu Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tiba di kota Cin Lam. Walau kota tersebut tidak begitu besar, namun penduduknya padat bahkan cukup indah. Mereka berdua berjalan santai sambil menikmati keindahan kota tersebut. Ketika menikung, tampak begitu banyak warga kota berbaris ke depan sebuah kuil. "Ada apa, ya?" An Lok Kong cu heran. "Mungkinkah mereka mau sembahyang?" sahut Thio Han Liong. "Tidak mungkin." An Lok Kong cu menggelengkan kemala. "Mereka sama sekali tidak pegang hio, tentu bukan mau sembahyang." "Mari kita ke sana bertanya" ajak Thio Han Liong. An Lok Kong cu mengangguk, Mereka berdua mendekati kuil itu, ternyata adalah kuil Kwan Kong, seorang pahlawan di jaman sam Kok (Tiga Negara). "Paman," tanya Thio Han Liong kepada seseorang. "Ada apa ramai-ramai di sini?" "Aaaah..." orang itu menghela nafas panjang. "Beberapa hari ini, terjadi suatu wabah penyakit. Para tabib tak mampu mengobati orang-orang yang terkena wabah penyakit itu, kemudian muncul Mao san Tosu (Pendeta Dari Gunung Mao san). Dialah yang dapat menyembuhkan para penderita wabah penyakit itu." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Wabah penyakit apa itu?" "Muntah berak. Dalam waktu tiga hari orang yang terkena penyakit itu pasti mati." orang itu memberitahukan. "Maka semua orang ke mari membeli obat buatan Mao san Tosu itu, tapi...." "Kenapa?" "Obat itu mahal sekali, sebungkus sepuluh tael perak. orang miskin tak mampu membeli obat itu, akhirnya mati begitu saja." "Paman," tanya An Lok Keng cu mendadak. "Pembesar kota ini sama sekali tidak turun tangan membantu mereka yang terkena wabah?" "Pembesar Yap pernah ke mari bermohon kepada Mao San Tosu, agar obatnya jangan dijual terlampau mahal. Tapi Mao san Tosu itu mengatakan, bahwa bahan obat itu amat sulit dicari, maka harus dijual dengan harga tinggi." "Lalu bagaimana tindakan pembesar Yap?" tanya An Lok Keng cu penuh perhatian. "Pembesar Yap tidak bisa berbuat apa-apa, tapi membantu fakir miskin dengan uang, agar mereka dapat membeli obat yang diperlukan itu. Tapi... akhirnya pembesar Yap kehabisan uang, bahkan putrinya terkena penyakit aneh pula." "Penyakit aneh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening. "Ya." orang itu mengangguk. "Putri pembesar Yap sering duduk melamun, malah kadang-kadang menangis dan tertawa sendiri Banyak tabib yang diundang untuk mengobati, tapi seorang pun tiada yang dapat menyembuhkannya." "oh?" "Di saat itulah muncul Mao san Tosu ke rumah pembesar Yap. Katanya mampu mengobati Nona Yap. tapi pembesar Yap harus membayar lima ribu tael emas. Bagaimana mungkin pembesar Yap menyanggupinya" sebab beliau bukan pembesar korup, hanya mengandal pada gajinya." "Jadi hingga saat ini Nona Yap masih begitu?" tanya Thio Han Liong. "Ya." orang itu mengangguk. "Sudah belasan kali pembesar Yap ke kuil bermohon kepada Mao san Tosu, tapi pendeta itu sama sekali tidak meladeninya." "Paman" tanya Thio Han Liong. "Di mana rumah pembesar Yap?" "Di sana." orang itu menunjuk ke arah barat. "Rumah itu cukup besar, tapi sudah tua." "Terimakasih," ucap Thio Han Liong, lalu menarik An Lok Kong cu untuk diajak ke rumah pembesar Yap. Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba di rumah pembesar itu. Tampak dua penjaga berdiri di depan pintu pagar. "Maaf." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghampiri mereka. "Aku ingin bertemu pembesar Yap." "Aaaah..." salah seorang penjaga itu menghela nafas panjang. "Pembesar Yap sedang kacau, lebih baik kalian jangan menemui beliau." "Kami ke mari justru ingin mengobati putrinya." Thio Han Liong memberitahukan. "Tolong beritahukan kepada beliau" "Baik." salah seorang penjaga segera berlari ke dalam, sedangkan yang lain menatap Thio Han Liong dengan penuh keraguan. "Tuan dapat menyembuhkan Nona Yap?" tanyanya tidak percaya. "Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. Di saat bersamaan, penjaga yang pergi melapor itu sudah kembali lalu memberi hormat ke Thio Han Liong seraya berkata. "Pembesar Yap mempersilakan kalian masuk, Terima kasih," ucap Thio Han Liong. la bersama An Lok Kong cu berjalan memasuki halaman. Mereka melihat seorang tua berdiri di depan rumah yang ternyata pembesar Yap. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat. orangtua itu pun segera balas memberi hormat. "Silakan masuk" ucapnya. "Terimakasih." Thio Han Liong dan An Lok Keng cu melangkah ke dalam. "Silakan duduk" ucap pembesar Yap sambil menatap mereka dengan ragu-ragu. Thio Han Liong dan An Lok Keng cu duduki Mereka berdua tahu akan keraguan pembesar Yap. Maka, An Lok Keng cu menatap Thio Han Liong, seakan bertanya apakah Thio Han Liong mampu menyembuhkan Nona Yap" Thio Han Liong manggut-manggut sambil tersenyum, dan itu amat melegakan hati An Lok Kong cu. "Bolehkah aku tahu siapa kalian?" tanya pembesar Yap dengan ramah. "Aku bernama Thio Han Liong. Dia adalah tunanganku bernama Cu An Lok," jawab Thio Han Liong memberitahukan. "Ngmmm" Pembesar Yap manggut-manggut. "Han Liong, engkaukah yang akan mengobati putriku?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk, "Dapatkah engkau menyembuhkannya?" tanya pembesar Yap. "Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong. "Oh ya sebetulnya Nona Yap menderita penyakit apa?" "Kata para tabib...." Pembesar Yap menggeleng-gelengkan kepala. "Putriku kerasukkan arwah penasaran. Mao san Tosu sudah ke mari, tapi minta lima ribu tael emas. Aku tidak punya uang sebanyak itu. Kalaupun rumahku ini dijual, tidak mungkin aku mendapatkan uang sebanyak itu. Maka aku... aku...." "Tenang, Pembesar Yap" Thio Han Liong tersenyum. "Aaah..." Pembesar Yap menghela nafas panjang. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, kini putriku semakin parah . . . . " "Maaf, Pembesar Yap Bolehkah kami menjenguk Nona Yap sebentar?" tanya Thio Han Liong. "Boleh." Pembesar Yap mengangguk, lalu mengajak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu ke kamar putrinya. Kamar tersebut digembok dari luar. Ketika mereka mendekati kamar itu, terdengarlah suara tawa yang menyeramkan, membuat An Lok Kong cu langsung merinding. "Kakak Han Liong...." An Lok Keng cu tampak agak takut. "Jangan takut" bisik Thio Han Liong. "Aaah..." Pembesar Yap menghela nafas. "Dengarkanlah sendiri, putriku sering tertawa seram dan menangis gerung-gerungan" "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut dan bertanya, "Pembesar Yap. di mana kunci gembok ini?" "Mau membuka pintu ini?" Pembesar Yap tampak terkejut. "Ya." Thio Han Liong mengangguk, "Itu...." Pembesar Yap menggoyang-goyangkan sepasang tangannya. "Itu... lebih baik jangan" "Pembesar Yap." ujar Thlo Han Liong. "Kalau pintu ini tidak dibuka, bagaimana aku bisa mengobatinya?" "Tapi...." Pembesar Yap tampak ragu. "Pembesar Yap." sela An Lok Keng cu. "Jangan ragu, percayalah kepada Kakak Han Liong" Pembesar Yap menatap Thio Han Liong sejenak, setetah itu Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo barulah mengeluarkan kunci dan membuka gembok itu, talu berdiri di belakang Thio Han Liong. Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong pintu itu, lalu melangkah ke dalam diikuti An Lok Kong cu dan pembesar Yap. Tampak seorang gadis duduk dipinggir ranjang, rambutnya awut-awutan. Begitu melihat mereka masuki ia langsung menuding dan menyeringai seraya berteriak-teriak, "Aku akan telan kalian Aku akan telan kalian Hi hi hi Aku adalah arwah penasaran, aku akan menuntut balas" "Nak..." panggil pembesar Yap dengan mata basah. "Engkau sudah tidak mengenali ayah lagi?" "Hik hik hik" Gadis itu tertawa seram, lalu bangkit berdiri sambil menjulurkan sepasang tangannya ke depan, seakan mau mencekik pembesar Yap. Di saat bersamaan, Thio Han Liong menatapnya dengan sorotan tajam, kemudian berkata lembut. "Nona Yap. duduklah" Gadis itu tampak tertegun. Dipandangnya Thio Han Liong lama sekali, kemudian barulah duduk, Itu sungguh mencengangkan An Lok Kong cu dan pembesar Yap. "Nona Yap." ujar Thio Han Liong sambil tersenyum. "Kuatkanlah batinmu dan bersihkan hatimu, pandanglah mataku" Gadis itu segera memandang mata Thio Han Liong, kemudian mendadak menjatuhkan diri berlutut di hadapannya. Thio Han Liong menjulurkan tangannya lalu ditaruh di atas kepala gadis itu seraya berkata, "Kenapa engkau mengganggu keluarga pembesar Yap. apakah engkau punya dendam terhadap beliau?" "Maaf. Maaf." suara gadis itu berubah parau. "Mao san Tosu yang menyuruhku ke mari untuk mengganggunya, jangan hukum aku" "Aku tidak akan menghukummu, sebab engkau hanya diperalat oleh Mao san Tosu itu. Nah, cepatlah engkau pergi" "Aku...." "Engkau tidak mau pergi?" "Aku tidak tahu harus pergi ke mana, sebab Mao san Tosu pasti akan menangkapku lagi." "Kalau begitu, aku akan membantumu ke suatu tempat," ujar Thio Han Liong sambil mengibaskan tangannya ke arah badan gadis itu. "Terima kasih Terimakasih...." suara itu makin tama makin kecil. Tiba-tiba gadis itu terkulai pingsan. Terkejutlah pembesar Yap dan langsung merangkulnya . "Tenang, Pembesar Yap" Thio Han Liong tersenyum. "Dia akan tersadar sendiri." Berselang beberapa saat, gadis itu membuka matanya perlahan-lahan. setelah itu, ia pun menengok ke sana ke mari dengan penuh keheranan. "Ada apa" Eh" siapa kalian?" "Nak...." Pembesar Yap memeluknya erat-erat. "Engkau sudah sembuh Engkau sudah sembuh...." "Ayah, kenapa aku?" gadis itu terheran-heran. "Oh ya, siapa mereka itu?" "Thio Han Liong dan cu An Lok," Pembesar Yap memberitahukan. "Thio Han Liong yang menyembuhkanmu. " "Ayah" Kening gadis itu berkerut-kerut. "Kenapa aku" Memangnya aku sakit" Kok aku tidak tahu sama, sekali?" "Nak" Pembesar Yap membelainya. "Beberapa hari lalu, mendadak engkau pingsan. Ketika siuman, engkau...." "Kenapa aku?" "Engkau mulai tertawa seram dan menangis gerunggerungan." Pembesar Yap memberitahukan. "Bahkan sering mengoceh yang tidak karuan. Di saat itulah muncul Mao san Tosu. Dia bilang sanggup menyembuhkanmu, tapi ayah harus membayar lima ribu tael emas." "Ayah mana punya uang sebanyak itu?" "Ayah tidak sanggup membayar setinggi itu, maka terpaksa ke kuil Kwan Kong untuk bermohon kepada Mao san Tosu itu, tapi... dia sama sekali tidak meladeni ayah. Untung hari ini kedatangan Thio Han Liong dan cu An Lok," . "Maksud Ayah... saudara Thio ini yang menyembuhkanku?" "Ya." "Saudara Thio" Gadis itu segera memberi hormat. "Terimalah hormatku" "Jangan sungkan-sungkan" sahut Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Ayahmu seorang pembesar yang baik, kami amat kagum padanya." "Ha ha ha" Pembesar Yap tertawa geiak. "Mari kita mengobrol di ruang depan saja" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk. Mereka semua lalu pergi ke ruang depan, dan pelayan pun segera menyuguhkan teh wangi. "Han Liong," tanya pembesar Yap. "Betulkah putriku kerasukan arwah penasaran?" "Sebetulnya itu merupakan suatu ilmu hitam. Mao san Tosu menyuruh arwah penasaran untuk mengganggu Nona Yap. Itu cara Tosu jahat itu mencari uang. Aku pun yakin wabah penyakit itu diciptakan Tosu jahat tersebut," jawab Thio Han Liong. "Han Liong, engkau masih muda dan juga bukan Tosu maupun Hweeshio, tapi... kenapa engkau mampu menaklukkan arwah penasaran itu?" tanya pembesar Yap heran. "Pembesar Yap" Thio Han Liong memberitahukan. "Aku pernah belajar ilmu Penakluk iblis, maka aku dapat menyembuhkan Nona Yap." "Oooh" Pembesar Yap manggut-manggut. "Bukan main" "Saudara Thio," tanya gadis itu mendadak, "Cu An Lok adalah isterimu?" "Dia tunanganku," sahut Thio Han Liong. "Kami akan ke Kota raja untuk melangsungkan pernikahan." "Oooh" Gadis itu manggut-manggut "Kalian berdua dari Kotaraja?" tanya pembesar Yap sambil memandang mereka. "Apakah kalian putra dan putri pembesar di Kotaraja?" Thio Han Liong hanya tersenyum, begitu pula An Lok Kong cu. Kemudian gadis itu berkata dengan sungguh-sungguh. "Pembesar Yap amat jujur dan tak pernah melakukan tindak korupsi, tapi kenapa belum naik pangkat?" "Atasanku tak pernah melapor ke istana, maka pangkatku tidak pernah naik." ujar pembesar Yap sambil tersenyum. "Itu tidak apa-apa, sebab penduduk di kota ini amat mencintaiku, itu membuatku betah di sini." "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. "Oh ya" ujar pembesar Yap. "Aku dengar Mao san Tosu itu mahir ilmu silat. Mungkin dia akan mencari kalian, karena putriku telah sembuh." "Pembesar Yap" Thio Han Liong memberitahukan. "Sekarang kami justru mau pergi mencarinya, karena dia yang menciptakan wabah penyakit itu, maka dia yang harus bertanggung jawab . " "Maaf" Pembesar Yap menatapnya. "Engkau juga pandai bersilat?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk, "Sungguh hebat engkau, anak muda" Pembesar Yap memandangnya dengan kagum sekali, begitu pula putrinya. "Sungguh tak disangka..." ujar Nona Yap. "Engkau begitu hebat" Thio Han Liong tersenyum, kemudian bangkit berdiri An Lok Keng cu ikut berdiri "Maaf, Pembesar Yap Kami mau mohon pamit," ucap Thio Han Liong. "Kalian mau ke kuil itu menemui Mao san Tosu?" tanya pembesar Yap sambil bangkit berdiri, begitu pula Nona Yap. "Ya," sahut Thio Han Liong. "Pembesar Yap" An Lok Kong cu memberitahukan. "Kami akan ke mari lagi." "oh?" Pembesar Yap tampak girang sekali. "Aku... aku tunggu kalian, semoga kalian berhasil menundukkan Mao san Tosu" "Permisi, Pembesar Yap" ucap Thio Han Liong, lalu bersama An Lok Keng cu meninggalkan rumah itu. Pembesar Yap dan putrinya mengantar mereka sampai di depan rumah. Setelah Thio Han Liong dan An Lok Keng cu tidak kelihatan, barulah mereka kembali masuk rumah. "Nak," Pembesar Yap menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. "Syukurlah engkau telah sembuh" "Ayah," ujar Nona Yap kagum. "Pemuda itu amat hebat, sayang sekali sudah punya tunangan. Kalau tidak...." "Nak" Pembesar Yap menggeleng-gelengkan kepala. "Ayah pun amat menyukainya, tapi dia sudah punya tunangan. Kalau tidak, ayah pasti menjodohkan kalian." "Aaah..." Nona Yap menghela napas panjang. "Sudahlah" Pembesar Yap tersenyum. "Engkau harus segera menyuruh pelayan masak sekarang, ayah mau menjamu mereka." "Ayah, betulkah mereka akan ke mari lagi?" tanya Nona Yap girang. "Mereka tidak akan ingkar janji, percayalah" sahut pembesar Yap. "Maka engkau harus cepat menyuruh pelayan agar membuat masakan yang lezat." "Ya, Ayah." Nona Yap langsung masuk ke dalam. Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu sudah sampai di depan kuil itu. Masih banyak penduduk kota berbaris di situ untuk membeli obat. "Adik An Lok, engkau tunggu di sini." bisik Thio Han Liong. "Aku akan ke dalam menyeret Tosu itu keluar." Bagian 35 An Lok Kong Cu mengangguk. Thio Han Liong berjalan memasuki kuil, tapi dihadang oleh beberapa orang penjaga. "Mau apa engkau ke dalam?" tanya salah seorang penjaga sambil bertolak pinggang dan tersenyum dingin. "Aku mau bertemu Mao San Tosu," sahut Thio Han Liong. "Kalau engkau mau membeli obat, harus antri," bisik orang itu. "Tapi bisa juga engkau langsung ke dalam, hanya saja...." "Aku mengerti." Thio Han Liong tersenyum, kemudian diselipkannya satu tael perak ke tangan orang itu. "Bagaimana" Bolehkah aku masuk sekarang?" "Silakan, silakan" ucap orang itu dengan wajah berseri-seri. "Tuan muda boleh masuk sekarang" "Terimakasih." Thio Han Liong melangkah ke dalam. Tampak seorang Tosu sedang duduk, Usianya sekitar lima puluh, bentuk mukanya segi empat dan berhidung besar. la sedang sibuk menjual obatnya. Laci mejanya sudah penuh dengan uang perak. "Mao San Tosu" bentak Thio Han Liong. Mao San Tosu tersentak dan langsung menoleh. Wajahnya berubah bengis begitu melihat Thio Han Liong. "Anak muda" bentaknya. "Mau apa engkau ke mari?" "Hem" dengus Thio Han Liong dingin. "sungguh bagus sekali perbuatanmu, Engkau menciptakan wabah penyakit, lalu memeras penduduk kota ini oleh karena itu, aku harus membasmimu" "Eh?" Mao san Tosu mengerutkan kening. "siapa engkau" Kenapa menuduh sembarangan?" "Mao san Tosu, engkau kira aku tidak tahu semua perbuatanmu?" sahut Thio Han Liong dingin. "Aku yang menyembuhkan putri pembesar Yap...." "Apa?" Mao san Tosu langsung bangkit berdiri "Engkau yang menyembuhkan Nona Yap?" "Betul" Thio Han Liong mengangguk. "He he he" Mao san Tosu tertawa terkekeh-kekeh. "Kalau begitu, engkau ke mari cari mampus" "Engkaulah yang akan mampus" sahut Thio Han Liong. "Anak muda" Mao san Tosu menatapnya tajam. "Lihatlah Ada seekor macan buas menerkammu" "Memang ada seekor macan buas, tapi macan buas itu sudah berbalik menerkammu" sahut Thio Han Liong. Ternyata ia telah mengerahkan Ilmu Penakluk iblis. "Haaah..." Betapa terkejutnya Mao san Tosu, sebab ia melihat seekor macan buas sedang menerkam ke arahnya. ia cepat-cepat meniup ke arah macan buas tersebut, dan macan buas itu sirna seketika. "Mao san Tosu, percuma engkau mengeluarkan ilmu hitam" ujar Thio Han Liong. "Lebih baik engkau membagi-bagikan obatmu kepada para penduduk. Uang yang sudah engkau terima itu harus dikembalikan pada mereka Kalau tidak, itu berarti engkau mau cari mampus" "Omong kosong" bentak Mao san Tosu, lalu mendadak menyerang Thio Han Liong. Cukup lihay dan dahsyat serangan itu, namun yang dihadapinya adalah Thio Han Liong yang berkepandaian amat tinggi, maka serangannya itu tiada artinya sama sekali. "Aaaakh..." Tiba-tiba Mao san Tosu menjerit dan tubuhnya terpental membentur dinding kuil. "Aduuuh" Ternyata Thio Han Liong mengibaskan lengan bajunya, sehingga membuat Mao san Tosu itu terpental membentur dinding kuil, lalu terkulai dengan mulut mengeluarkan darah. Thio Han Liong mendekatinya selangkah demi selangkah dengan tatapan dingin sekali, maka pecahlah nyali Mao san Tosu itu. "Ampunilah aku, siauhiap. Ampunilah aku...." "Mao san Tosu" bentak Thio Han Liong. "Bagaimana cara engkau menciptakan wabah penyakit itu?" "Aku...." Mao san Tosu menundukkan kepala. "Aku menaruh racun ke dalam sumur penduduk kota, maka Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka keracunan...." "Engkau sungguh kejam, maka aku tidak bisa mengampunimu" "Siauhiap" Mao san Tosu menyembah di hadapan Thio Han Liong. "Ampunilah aku...." "Aku bersedia mengampunimu, tapi engkau harus membagi-bagikan obat itu kepada mereka yang membutuhkan" "Ya, siauhiap." "Dan juga..." tambah Thio Han Liong. "Uang yang ada di dalam laci itu harus diserahkan kepadaku, akan kuserahkan kepada pembesar Yap agar dikembalikan kepada para penduduk kota yang telah membeli obatmu" "Ya, ya." Mao san Tosu mengangguk. Mendadak tangan Thio Han Liong bergerak, dan itu membuat Mao san Tosu menjerit lagi. "Aaaakh" "Aku telah memusnahkan ilmu silatmu, bahkan juga ilmu hitammu" Thio Han Liong memberitahukan. "Maka engkau jangan coba-coba mengeluarkan ilmu hitam sebab akan merusak dirimu sendiri" "Haaah...?" Mendengar ucapan itu, Mao san Tosu nyaris pingsan seketika. "Engkau...." "Ayoh" bentak Thio Han Liong. "cepat bagi-bagikan obat itu kepada mereka yang antri di depan kuil" "Ya." Mao san Tosu segera membagikan obatnya itu. Betapa girangnya para penduduk. mereka bersorak-sorai penuh kegirangan. sebaliknya wajah Mao san Tosu malah meringis-ringis, kemudian ia pun menyerahkan uang yang ada di dalam laci kepada Thio Han Liong. Thio Han Liong berjalan ke luar, dan An Lok Kong cu menyambutnya sambil tersenyum-senyum. "Kakak Han Liong," tanya gadis itu. "Engkau telah memusnahkan kepandaian Mao san Tosu itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. Sementara para penduduk memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa terima kasih dan Thio Han Liong manggutmanggut. Mereka berdua lalu kembali ke rumah pembesar Yap. Pembesar Yap dan putrinya berdiri di depan rumah menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. Wajah mereka berseri-seri dan diliputi kekaguman. "Pembesar Yap" panggil Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Han Liong...." Pembesar Yap memegang bahunya. "Aku tahu, engkau berhasil menundukkan Mao san Tosu itu." "Ada yang ke mari melapor?" "Ya, salah seorang penduduk," sahut pembesar Yap sambil tertawa. "Para penduduk kota amat kagum dan berterima kasih kepadamu." "Itu kewajibanku," ujar Thio Han Liong. "Han Liong, mari kita ke dalam" ujar pembesar Yap. Thio Han Liong mengangguk. Mereka masuk ke dalam tapi pembesar Yap mengundang mereka berdua ke ruang makan. "Pembesar Yap...." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu terheran-heran. "Ha ha ha" Pembesar Yap tertawa gelak. "Aku mau menjamu kalian, mari makan bersama" "Pembesar Yap." sahut An Lok Kong cu. "Kami kembali ke mari bukan untuk dijamu, melainkan ingin bercakap-cakap saja." "Kalau begitu...." Pembesar Yap tersenyum. "Usai makan, barulah kita bercakap-cakap." "Baiklah," An Lok Kong cu mengangguk, Mereka makan bersama sambil bersulang. Usai makan mereka kembali ke ruang depan. Putri pembesar Yap juga ikut disana. Thio Han Liong menaruh bungkusan yang dibawanya diatas meja, setelah itu berkata, "Pembesar Yap. uang perak yang ada di dalam bungkusan ini adalah kepunyaan penduduk kota yang membeli obat. Harap pembesar Yap mengembalikan uang ini kepada mereka" "Baik, baik." Pembesar Yap manggut-manggut. "Apakah Mao san Tosu itu tidak akan menuntut balas terhadap kami?" tanyanya. "Tentu tidak." Thio Han Liong tersenyum. "Sebab aku telah memusnahkan kepandaiannya. Maka, kini dia sudah tidak bisa bersilat maupun mengeluarkan ilmu hitamnya." "Oooh" Pembesar Yap menarik nafas lega. "syukurlah kalau begitu" "Pembesar Yap" An Lok Kong cu menatapnya seraya bertanya. "Apakah pembesar Yap akan tetap menjadi pembesar kota ini?" "Betul." Pembesar Yap mengangguk. "Karena kami turun-temurun menjadi pembesar di kota ini. Hanya saja aku tidak punya anak lelaki, maka selanjutnya...." "Pembesar Yap punya anak perempuan, siapa tahu dia akan menikah dengan seorang sarjana yang akan menggantikan pembesar Yap." ujar An Lok Kong cu. "Aku tidak berharap begitu," ujar pembesar Yap sungguhsungguh. "Aku cuma berharap putriku akan menikah dengan lelaki yang Baik, tidak perduli miskin atau kaya." "Mudah-mudahan Nona Yap akan bertemu pemuda idaman hatinya" ucap Thio Han Liong sambil tersenyum. "Terima kasih," sahut Nona Yap sambil menundukkan kepala. "Nona Cu sungguh beruntung, punya tunangan yang begitu tampan dan hebat" "Nona Yap" An Lok Kong cu tersenyum lembut. "Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang seperti Kakak Han Liong." "Mudah-mudahan" ucap Nona Yap sambil menarik nafas dalam-dalam. "Pembesar Yap." tanya Thio Han Liong mendadak. "Betulkah pembesar Yap tidak berniat naik pangkat?" "Sebetulnya aku tidak berniat naik pangkat, tapi. ..." "Kenapa?" "Atasanku itu selalu korupsi. Kalau aku bisa naik pangkat menggantikannya penduduk sekitar daerah ini pasti hidup makmur dan sejahtera." "Ngmmm" Thio Han Liong manggut-manggut. "Oh ya, bolehkah kami mohon bantuan pembesar" "Apa yang dapat kubantu?" "Undang penjabat itu ke mari, kami ingin menemuinya." "Apa?" Pembesar Yap terbelalak. "Itu... bagaimana mungkin?" "Ayah" Nona Yap tersenyum. "Bukankah pejabat itu pernah minta giok milik leluhur kita?" "Benar." Pembesar Yap manggut-manggut. "Maksudmu dengan alasan itu ayah mengundang dia ke mari?" "Betul, Ayah." Yap In Hong mengangguk. "Kalau gubernur itu dengar giok tersebut, dia pasti mau ke mari?" "Tapi...." Pembesar Yap memandang Thio Han Liong. "Untuk apa gubernur itu diundang ke mari?" "Itu adalah rahasia kami," sahut Thio Han Liong dengan serius. "Ayah," sela Yap In Hong. "Percayalah kepada Kakak Han Liong, dia pasti tidak akan menyusahkan Ayah" "Baiklah." Pembesar Yap manggut-manggut. "Kalian tunggulah di sini, aku akan pergi mengundang gubernur ke mari." "Terima kasih, Pembesar Yap." ucap Thio Han Liong. Setelah pembesar Yap pergi mengundang gubernur, Yap In Hong mulai bercakap-cakap dengan An Lok Kong cu. "Nona Cu," tanya Yap In Hong. engkau bisa bersilat juga?" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk, "Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi," ujar Yap In Hong sambil tersenyum. "Dulu aku ingin belajar ilmu silat, tapi ditentang oleh ayahku. Alasannya anak gadis tidak boleh belajar ilmu silat, sebab akan membuat tangan menjadi kasar." "Nona Yap." ujar An Lok Kong cu. "Buktinya tanganku tidak kasar, kan?" "Ya." Yap In Hong mengangguk. "Sebaliknya malah halus sekali. seandainya pada waktu itu aku diperbolehkan belajar ilmu silat, tentunya kini aku bisa melindungi ayahku." "Adik Yap." ujar Thio Han Liong sambil tersenyum. "Engkau berniat sekali belajar ilmu silat?" "Betul. Kakak Han Liong bersedia mengajariku?" tanya Yap In Hong dengan wajah berseri. "Aku tidak punya waktu. Tapi aku akan menulis semacam ilmu Lweekang untuk engkau pelajari, termasuk gerakgerakannya," sahut Thio Han Liong, kemudian wajahnya tampak serius. "setelah engkau berhasil menguasai ilmu itu, kertas yang berisi pelajaran ilmu itu harus dibakar, agar tidak terjatuh ke tangan penjahat." "Kakak Han Liong, ilmu apa itu?" tanya Yap In Hong tertarik. "Ih Kin Kong," sahut Thio Han Liong memberitahukan. "Itu merupakan ilmu Lweekang yang amat tinggi. Gerakangerakannya pun amat hebat, lihay dan dahsyat. Kalau tidak dalam keadaan yang membahayakan dirimu, engkau tidak boleh mengeluarkan ilmu itu." "Ya." Yap In Hong mengangguk. "Kalau begitu..." ujar Thio Han Liong. "Tolong sediakan kertas, pit dan tinta" Yap In Hong manggut-manggut, lalu masuk ke dalam. An Lok Kong cu menatap Thio Han Liong, kemudian bertanya dengan suara rendah. "Kakak Han Liong, dia akan berhasil mempelajari ilmu Ih Kin Kong itu?" "Memang sulit," jawab Thio Han Liong dan menambahkan, "Namun aku akan membantunya." "Maksudmu?" "Aku akan memindahkan sedikit Lweekang ku kepadanya, sebagai dasar Lweekangnya. Engkau setuju, bukan?" An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum. "Nona Yap dan ayahnya adalah orang baik, kita memang harus membantu mereka. Kalau Nona Yap berhasil menguasai ilmu itu, maka dia akan dapat melindungi ayahnya." "Itu tujuanku," ujar Thio Han Liong. "Oh ya, Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu. "Engkau ingin memecat gubernur korup itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Pembesar Yap akan kuangkat untuk menggantikan gubernur itu." "Bagus" An Lok Kong cu tersenyum. "Aku sependapat denganmu." Thio Han Liong juga tersenyum. Di saat itulah muncul Yap In Hong dengan membawa beberapa lembar kertas, pit dan tinta hitam, kemudian ditaruh ke atas meja. "Kakak Han Liong," ujar gadis itu sambil tersenyum. "Sudah kusiapkan semuanya." "Terima kasih," ucap Thio Han Liong. Ia duduk di belakang meja dan mulai menulis ilmu pelajaran Ih Kin Kong, termasuk semua gerakan-gerakannya. Tak seberapa lama, ia telah selesai menulis, lalu diberikannya kertas-kertas itu kepada Yap In Hong. Betapa kagumnya gadis itu akan keindahan tulisan Thio Han Liong. la menerima kertas-kertas itu dengan wajah berseri. "Terima kasih, Kakak Han Liong," ucapnya dan sekaligus menyimpan kertas-kertas catatan itu. "Adik Yap" Thio Han Liong memandangnya seraya berkata, "Engkau sama sekali tidak punya dasar ilmu Lweekang, maka sulit bagimu untuk mempelajari ilmu Ih Kin Kong. Aku sudah berunding dengan Adik An Lok, dan dia setuju aku membantumu." "Terimakasih Kakak Han Liong, terimakasih Nona Cu," ucap Yap In Hong. "Wah Tidak boleh begitu iho" An Lok Kong cu tersenyum. "Engkau memanggilnya Kakak Han Liong, tapi kenapa memanggilku Nona?" "Aku... aku harus memanggil apa padamu?" "Panggil saja namaku" "Baik." Yap In Hong manggut-manggut. "Engkau pun harus memanggil namaku, tidak boleh memanggilku Nona lho" An Lok Kong cu mengangguk. Di saat bersamaan, Thio Han Liong berpesan kepada Yap In Hong. "Apabila ayahmu pulang bersama gubernur itu, engkau harus bilang bahwa kami baru datang, agar gubernur itu tidak membenci ayahmu. Tentunya engkau pun bisa memberi isyarat kepada ayahmu. Ya kan?" "Ya." Yap In Hong mengangguk sambil tersenyum. "Adik Yap" Thio Han Liong memberitahukan. "Engkau duduklah bersila di lantai, aku akan memindahkan sedikit Lweekang ku ke dalam tubuhmu Kalau merasakan adanya arus hangat mengalir ke dalam tubuhmu, janganlah engkau kaget" Yap In Hong mengangguk, lalu duduk bersila di lantai. Thio Han Liong duduk di belakangnya, setelah itu sepasang telapak tangannya ditempelkan dipunggung gadis itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Rang, sekaligus disalurkan ke dalam tubuhnya. seketika juga Yap In Hong merasakan adanya aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya. Karena sebelumnya Thio Han Liong sudah memberitahukan, maka gadis itu tidak merasa kaget. Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti menyalurkan Lweekangnya ke dalam tubuh gadis itu, lalu bangkit berdiri seraya berkata, "Adik Yap. engkau sudah boleh bangun." Yap In Hong bangun. Dirasakannya sekujur tubuhnya penuh tenaga, dan itu membuatnya terheran-heran. "Kakak Han Liong Kenapa aku merasa sekujur tubuhku amat bertenaga?" "Adik Yap" Thio Han Liong memberitahukan. "Kini engkau sudah memiliki ilmu Lweekang, maka engkau harus giat belajar ilmu Ih Kin Kong." "Oh ya Bagaimana kalau ayahku tahu?" tanya Yap In Hong dengan wajah cemas. "Tentang itu, kami akan memberitahukan kepada ayahmu," sahut Thio Han Liong dan menambahkan. "Aku yakin beliau tidak akan memarahimu" "Terimakasih, Kakak Han Liong," ucap Yap In Hong. Di saat itulah terdengar suara tawa, dan tak lama masuklah pembesar Yap bersama seorang lelaki berusia lima puluhan, yang ternyata gubernur setempat. "Ayah" seru Yap In Hong memberi isyarat. "Ketika Ayah pergi, ke dua tamu ini datang" "Oh?" Pembesar Yap agak tertegun. "Pembesar Yap" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghampirinya. "Kami ke mari, tapi pembesar Yap tidak ada, maka Nona Yap yang menemani kami." "Oooh" Pembesar Yap manggut-manggut. "Maaf, siapa kalian berdua?" "Kami datang dari Kotaraja," sahut Thio Han Liong. "Kebetulan kami tiba di kota ini, maka mampir di sini." "Ada urusan apa kalian mampir ke rumahku?" tanya pembesar Yap. "Kami dengar dari penduduk kota ini, bahwa pembesar Yap merupakan pembesar yang amat jujur, sama sekali tidak pernah korupsi. oleh karena itu, kami berkunjung ke mari." "Terimakasih, terimakasih" ucap pembesar Yap lalu memperkenalkan gubernur itu. "Beliau ini adalah gubernur setempat...." "Gubernur Kwa?" tanya Thio Han Liong. Ternyata tadi Yap In Hong memberitahukan kepadanya. "Betul," sahut pembesar Yap. Sedangkan Gubernur Kwa mengeluarkan suara hidung, sama sekali tidak pandang sebelah mata kepada Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. Kalau ia memperhatikan An Lok Kong cu, tentunya ia akan segera menjatuhkan diri berlutut. "Gubernur Kwa, silakan duduk" ucap Pembesar Yap. Gubernur Kwa manggut-manggut sambil duduk, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu masih tetap berdiri Pembesar Yap juga mempersilahkan mereka duduk, akan tetapi mendadak Gubernur Kwa mencetuskan ucapan sindiran. "Walikota Yap. mereka berdua itu apa" Kenapa engkau harus mempersilakan mereka duduk?" "Gubernur Kwa...." Pembesar Yap salah tingkah. "Hmm" dengus An Lok Kong cu. "Para penduduk di sini, semuanya mengatakan bahwa Gubernur Kwa selalu memeras rakyat dan melakukan tindakan korupsi. Pembesar Yap. apakah itu benar?" "Aku...." Pembesar Yap terkejut mendengar pertanyaan itu "Gadis kurang ajar" bentak Gubernur Kwa. "Siapa engkau, kok berani kurang ajar terhadap seorang Gubernur?" "Gubernur Kwa, engkau sudah buta barangkali" sahut An Lok Kong cu. "Betulkah engkau tidak kenal aku?" "Engkau gadis liar, bagaimana mungkin aku mengenalmu?" Gubernur Kwa menatapnya dingin, kemudian membuang muka. Kalau ia tidak membuang muka, tentunya akan mengenali An Lok Kong cu yang pernah dilihatnya di istana. "Gubernur Kwa" Thio Han Liong mendekatinya, lalu memperlihatkan sebuah benda. Begitu melihat benda tersebut, wajah Gubernur Kwa langsung berubah pucat pasi dan ia sebera berlutut. "Yang Mulia, terimalah hormat hamba" ucapnya sambil membenturkan kepalanya ke lantai. "Hm" dengus Thio Han Liong. Ternyata ia memperlihatkan Medali Emas Tanda Perintah Kaisar. "Gubernur Kwa, apa hukumanmu sekarang?" "Hamba mohon ampun, Yang Mulia" ucap Gubernur Kwa dengan badan bergemetar seperti kedinginan. Sementara pembesar Yap dan putrinya terbelalak menyaksikan itu. Mereka tidak tahu apa yang telah terjadi, karena pembesar Yap tidak melihat Medali Emas tersebut. "Gubernur Kwa, dongakkan kepalamu dan perhatikan gadis ini" ujar Thio Han Liong. "Sebetulnya siapa gadis ini?" Gubernur Kwa mendongakkan kepalanya perlahan-lahan, kemudian memperhatikan wajah Lok Kong cu dengan seksama. Tak lama wajah Gubernur Kwa bertambah pucat. "Kong cu..." ujar gubernur Kwa tak tertahan. "An Lok Kong cu...." Pembesar Yap dan putrinya terkejut bukan main, dan mereka segera berlutut di hadapan An Lok Kong cu. "Hamba memberi hormat kepada Kong cu" ucap pembesar Yap. "Bangunlah pembesar Yap dan In Hong" ujar An Lok Kong cu. "Terimakasih, Kong cu." Pembesar Yap dan putrinya segera bangkit berdiri, kemudian bertanya, "Kong Cu, siapa sebenarnya Thio Han Liong?" "Wakil ayahku." An Lok Kong cu memberitahukan. "Haaah...?" Pembesar Yap dan putrinya terkejut bukan main. "Kami harus segera memberi hormat kepadanya" "Tidak usah" sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum. "Sebab engkau adalah pembesar yang jujur, lagi pula Kakak Han Liong tidak akan menerima hormatmu." "Aaah...." Pembesar Yap menghela nafas. "Tak disangka Thio Han Liong adalah wakil Yang Mulia" Sementara Gubernur Kwa masih berlutut di hadapan Thio Han Liong dengan badan bergemetar, sedangkan Thio Han Liong menatapnya dengan tajam. "Gubernur Kwa, mulai sekarang engkau dipecat dari jabatan" ujar Thio Han Liong. "Engkau sekeluarga tidak boleh pergi ke mana-mana harus menunggu petugas dari istana ke rumahmu" "Ya, Yang Mulia." Gubernur Kwa berlega hati, karena Thio Han Liong tidak menghukumnya . "Mulai sekarang, Pembesar Yap menggantikan kedudukanmu" ujar Thio Han Liong. "Sekarang engkau boleh pulang" "Terimakasih, Yang Mulia." ucap Gubernur Kwa sambil bangkit berdiri, lalu meninggalkan rumah pembesar Yap. "Yang Mulia...." Ketika pembesar Yap baru mau berlutut, mendadak ia merasakan adanya tenaga yang amat kuat menahannya, sehingga ia tidak sanggup berlutut. "Pembesar Yap" Thio Han Liong tersenyum. "Tidak usah memberi hormat kepadaku. Mulai sekarang pembesar Yap adalah Gubernur setempat." "Terimakasih, Yang Mulia," ucap pembesar Yap. namun ia tetap tidak bisa berlutut. "An Lok...." Yap In Hong menatapnya dengan mata tak berkedip. "Tak disangka engkau Putri Kaisar." "In Hong" An Lok Kong cu tersenyum. "Aku dan engkau sama saja. Maka engkau jangan bersikap terlampau hormat kepadaku." "Tapi...." "Tidak ada tapi-tapian," tandas An Lok Kong cu. "Pokoknya engkau tidak boleh berlaku terlampau hormat kepadaku." "Ya, Kong cu." Yap In Hong mengangguk, "Eeeh?" An Lok Kong cu menggeleng-geleng kan. kepala. "Panggil saja namaku" "Ya." Yap In Hong mengangguk lagi. "Kakak Han Liong, urusan di sini sudah beres, kita harus segera melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja," ujar An Lok Kong Cu. "Baik," Thio Han Liong manggut-manggut. Mereka berdua berpamit kepada Pembesar Yap dan putrinya, lalu meninggalkan rumah itu untuk kembali ke Kotaraja. Bab 69 Pernikahan Yang Sederhana Tapi Semarak Dan Bahagia Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja dengan santai, penuh kegembiraan dan canda ria .Sepanjang jalan, mereka sama sekali tidak mendengar tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya. "Adik An Lok, engkau tidak merasa heran terhadap Ban Tok Lo Mo dan muridnya?" tanya Thio Han Liong. "Memangnya kenapa?" An Lok Kong Cu balik bertanya dengan heran. "Mereka berdua muncul mendadak, lalu menghilang begitu saja. Bukankah itu aneh sekali" Lagipula tiada seorang kaum rimba persilatan yang tahu tempat tinggal mereka." "Kakak Han Liong, jangan memikirkan itu, sebab akan mengganggu pikiranmu" "Mereka berdua menghilang begitu saja.Justru amat mengganggu pikiranku," sahut Thio Han Liong. "Sebelum Ban Tok Lo Mo dan muridnya dibasmi, hatiku tidak akan bisa tenang sama sekali." "Kakak Han Liong...." An Lok Kong Cu menggelenggelengkan kepala. "Sudahlah tidak usah memikirkan itu, mereka berdua pasti bersembunyi di suatu tempat rahasia, maka tiada seorang pun mengetahuinya." "Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Aku khawatir, Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan mencelakai rimba persilatan." "Mereka berdua memang sudah mencelakai rimba persilatan. sudahlah Kakak Han Liong, jangan memusingkan itu" An Lok Kong Cu mengalihkan pembicaraan. "Oh ya ilmu Penakluk iblis khusus nya untuk melumpuhkan berbagai macam ilmu hitam, sihir dan ilmu sesat?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk, "Pantas engkau dapat menyembuhkan Yap In Hong." An Lok Kong Cu tersenyum. "Kelihatannya gadis itu amat menyukaimu." "Karena merasa berhutang budi kepadaku," sahut Thio Han Liong. "Ayahnya adalah seorang pembesar yang amat jujur, kini rakyat di daerah itu pasti akan hidup makmur." "Ya." An Lok Kong cu mengangguk, "Kakak Han Liong...." Ketika An Lok Kong cu ingin melanjutkan, tiba-tiba Thio Han Liong memberi isyarat, agar An Lok Kong cu diam. "Ada orang datang." bisiknya. "Oh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening. "Heran Di tempat sepi ini kok ada orang lain?" Berselang beberapa saat kemudian muncullah dua orang Tosu yaitu Mao san Tosu dan yang satunya adalah seorang Tosu yang sudah tua renta, namun tampak gagah dan sepasang matanya berkilat-kilat. "Guru" Mao san Tosu menunjuk Thio Han Liong. "Orang itu...." "Ngmmm" Tosu tua renta itu manggut-manggut. "Anak muda, wajahmu amat tampan, tidak mirip penjahat. Tapi... kenapa hatimu begitu kejam?" "Tosu tua" bentak An Lok Kong Cu. "Jangan bicara sembarangan" "Diam" hardik Tosu tua renta dengan suara berwibawa. "Mulai sekarang engkau menjadi bisu" "Hah?" An Lok Kong Cu terperanjat, karena ia langsung tak mampu berbicara lagi. "Akh Ukh" "Tosu tua" Thio Han Liong memberi hormat. "Sungguh tinggi ilmu sesatmu, tapi tak berguna di hadapanku" "Anak muda" Tosu tua renta itu menggeleng-gelengkan kepala. "Sayang sekali, padahal wajahmu sangat tampan" "Tosu tua" Thio Han Liong tersenyum. "Bolehkah aku tahu siapa engkau?" "Liang Goan Tosu dari Mao san" Tosu tua renta itu memberitahukan. "Mao san Tosu adalah muridku Kenapa engkau begitu kejam menyiksanya?" "Tosu tua" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Aku yang kejam atau dia yang jahat?" "Engkau memusnahkan kepandaiannya, bahkan merampok uangnya juga sungguh jahat engkau" sahut Liang Goan Tosu. "Kami para Tosu dari Mao san, sama sekali tidak pernah mengganggu orang, juga tidak pernah mencampuri urusan rimba persilatan, hanya menekuni ilmu yang diturunkan leluhur Tapi ketika muridku mengobati para penduduk kota, engkau muncul dan memusnahkan kepandaiannya, bahkan juga merampok uangnya oleh karena itu, aku harus menuntut balas" "Muridmu itu yang memberitahukan begitu?" tanya Thio Han Liong. "Ya." Liang Goan Tosu mengangguk. Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. sementara An Lok Kong cu terus mengeluarkan suara "Akh akh ukh ukh" seperti gadis bisu. Thio Han Liong menatapnya sambil mengerahkan ilmu Penakluk Iblis, kemudian berkata lembut. "Adik An Lok, engkau tidak bisu. Mulai sekarang engkau sudah bisa bicara. Ayoh bicaralah" "Ka.... Kakak Han Liong." An Lok Kong cu langsung bisa bicara lagi, dan itu sungguh menggirangkannya . Liang Goan Tosu terperanjat, karena tidak menyangka Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kalau Thio Han Liong memiliki batin yang begitu kuat. "Anak muda, cukup hebat engkau. Baik, mari kita bertanding ilmu gaib" Tantang Liang Goan Tosu. "Tosu tua...." "Diam" bentak Liang Goan Tosu dan mulai mengerahkan ilmu gaibnya. "Anak muda, engkau telah berdosa maka harus dibakar dengan api" Mendadak Thio Han Liong melihat api muncul dari bumi membakar dirinya. Maka, cepatlah ia meloncat ke belakang. Namun di mana kakinya menginjak di situ muncul api membakarnya . "Ha ha ha" liang Goan Tosu tertawa gelak. "Anak muda, engkau pasti terbakar hangus" An Lok Kong cu tercengang. la tidak melihat api, namun melihat Thio Han Liong meloncat ke sana ke mari. "Tosu tua" Thio Han Liong berdiri tegak di tempat, kemudian menghempaskan kakinya tiga kali di bumi seraya berkata, "Api dari bumi kembali ke dalam bumi" Sungguh menakjubkan, api itu langsung masuk ke dalam bumi. Air muka Liang Goan Tosu berubah seketika, lalu ditatapnya Thio Han Liong dengan tajam sekali. "Anak muda, siapa engkau?" "Namaku Thio Han Liong" "Engkau menggunakan ilmu apa melawan ilmuku?" "Aku menggunakan ilmu Penakluk Iblis" "Hah" Apa?" Liang Goan Tosu tampak terkejut sekali. "Engkau telah menguasai ilmu itu?" "Ya" Thio Han Liong mengangguk. "Itu tidak mungkin ..tidak mungkin" Liang Goan Tosu menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau masih muda, tidak mungkin telah menguasai ilmu yang teramat tinggi itu" "Tosu tua" ujar Thio Han liong sungguh-sungguh. "Aku memang telah menguasai ilmu itu" "Orang yang berjiwa polos, berhati bersih dan memiliki batin yang kuat, barulah bisa berhasil mempelajari ilmu Penakluk Iblis itu. Engkau begitu kejam, bagaimana mungkin bisa berhasil...." "Tosu tua" Thio Han Liong tersenyum. "Muridmu itu memfitnahku dan membohongimu. sebetulnya kejadian itu bukanlah seperti apa yang diceritakan muridmu" "Oh?" Liang Goan Tosu mengerutkan kening, kemudian menatap Mao san Tosu dengan tajam. "Engkau membohongiku dengan cerita itu?" "Guru, aku...." Wajah Mao san Tosu pucat pasi. "Jadi benar engkau membohongiku?" Liang Goan Tosu tampak gusar sekali. "Ayo jawab" "Guru, ampunilah aku" Mao san Tosu langsung berlutut di hadapan Liang Goan Tosu. "Aku... aku sakit hati terhadap pemuda itu, maka...." "Aaaah..." Liang Goan Tosu menghela nafas panjang. "Anak muda. Aku mohon maaf" "Tidak apa-apa, Tosu tua" Thio Han Liong tersenyum. "Anak muda," tanya Liang Goan Tosu. "Bagaimana kejadian itu, bolehkah engkau menceritakannya" " "Ketika kami tiba di kota Cin Lam..." tutur Thio Han Liong tentang kejadian itu. Liang Goan Tosu mendengarkan dengan penuh perhatian. wajahnya tampak gusar sekali. seusai Thio Han Liong menutur, Tosu tua itu menatap Mao san Tosu dengan tajam. "Engkau telah melanggar sumpah maka engkau harus bunuh diri" bentak Liang Goan Tosu. "Guru...." "Lakukanlah" "Baik, Guru." Ketika Mao san Tosu baru mau membunuh diri, tiba-tiba terdengar suara yang amat lembut. "Engkau tidak usah bunuh diri, cukup bertobat saja" Itu adalah suara Thio Han Liong menggunakan ilmu Penakluk iblis. "Aku mau bertobat. Aku mau bertobat...." "Bagus" Thio Han Liong tersenyum. "Mao san Tosu, bangunlah" Mao san Tosu segera bangkit berdiri. Liang Goan Tosu menghela nafas panjang, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya, "Kenapa engkau menolongnya?" "Dia sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi, maka harus diampuni," jawab Thio Han Liong. "Tosu tua, bawa dia pulang dan bimbing dia dengan ilmu kebatinan, agar dia mengamalkan ilmu itu kelak" "Betul." Liang Goan Tosu manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong dengan kagum sekali. "Kalau engkau sempat, sudikah engkau mampir di gunung Mao san, tempat tinggalku?" "Aku tidak berani berjanji. Tapi apabila aku punya waktu, aku akan ke gunung Mao san mengunjungi Locianpwee," jawab Thio Han Liong. "Terima kasih," ucap Liang Goan Tosu. "Anak muda, sampai jumpa" Liang Goan Tosu menarik Mao san Tosu meninggalkan tempat itu. Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu memandang punggung mereka sambil menghela nafas panjang. "Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan. " Ilmu gaib Tosu tua itu tinggi sekali. Hanya ilmu Penakluk iblis yang dapat mengalahkan ilmu gaibnya itu." "Oh?" ujar An Lok Kong Cu. "Untung Tosu tua itu tidak berhatijahat. Kalau dia berhati jahat seperti muridnya...." "Kalau dia berhati jahat, tentunya ilmu gaibnya tidak akan begitu tinggi," sahut Thio Han Liong dan menambahkan, "Sesungguhnya tadi dia sama sekali tidak berniat jahat terhadapku, melainkan hanya ingin menjajal ilmu gaibku saja." "oh?" An Lok Kong cu tersenyum. "Pantas engkau begitu ramah terhadapnya." "Adik An Lok" Thio Han Liong menggandeng tangannya. "Mari kita melanjutkan perjalanan" ajaknya. An Lok Kong cu mengangguk, Mereka lalu melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja. Bukan main girangnya hati An Lok Kong cu, sebab begitu tiba di Kotaraja, ia akan segera menikah dengan Thio Han Liong. Ketika sampai di sebuah rimba, mendadak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, ternyata mereka mendengar suara rintihan. "Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan. "Itu adalah suara rintihan orang terluka." "Kalau begitu, mari kita ke sana melihatnya" ajak An Lok Kong cu. "Baik," Thio Han Liong mengangguk. Mereka berdua melesat ke arah suara rintihan itu. sampai di sana mereka melihat seorang tua terkapar dan merintihrintih. "Paman tua" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendekatinya. "Engkau terluka?" "Anak muda, aku... aku terluka...." "Siapa yang melukaimu?" "Aaaah..." orangtua itu menghela nafas panjang. "Ban Tok Lo Mo yang melukaiku." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Kenapa dia melukaimu?" "Dia... dia membunuh anakku. Aku mencarinya untuk membalas dendam, dan dapat menemukannya di sini. Namun aku tak menyangka kalau kepandaiannya sangat tinggi dan dapat melukaiku dengan ilmu pukulan beracunnya." "Paman tua," ujar Thio Han Liong. "Jangan khawatir aku akan memeriksa lukamu." "Terima kasih, Anak muda," ucap orangtua itu. "Terima kasih...." Thio Han Liong membungkukkan badannya. Di saat itulah mendadak orangtua itu mengayunkan tangannya ke arah Thio Han Liong dan An Lok Kong CU, dan tampak bubuk putih mengarah pada mereka. Betapa terkejutnya Thio Han Liong, namun ia cepat-cepat menyambar An Lok Kong cu sambil meloncat ke belakang. "He he he" orangtua itu tertawa terkekeh-kekeh, lalu melesat pergi. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tidak sempat mengejarnya. Ternyata orangtua itu tidak meninggalkan tempat tersebut, melainkan hanya bersembunyi di balik sebuah pohon. la menahan nafas sambil mengintip. "Adik An Lok, engkau tidak apa-apa?" tanya Thio Han Liong dengan rasa cemas. "Aku tidak apa-apa." sahut An Lok Kong cu. "Engkau?" "Aku pun tidak apa-apa." Thio Han Liong mengerutkan kening. "Entah siapa orangtua itu" Dia menyerang kita dengan racun...." "Kakak Han Liong, bukankah kita kebal terhadap racun apa pun?" An Lok Kong cu memandangnya . "Aku lupa." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Tadi aku amat terkejut dan mengkhawatirkanmu, maka aku menyambarmu sekaligus meloncat ke belakang. Kalau aku ingat diri kita kebal terhadap racun apa pun, aku pasti menangkap orangtua itu." "Bagaimana kita pergi menyusulnya?" "Percuma," sahut Thio Han Liong. "Orangtua itu sudah pergi jauh, sebab ilmu ginkangnya cukup tinggi." "Heran" gumam An Lok Kong cu. "Sebetulnya siapa orangtua itu" Kenapa dia ingin membunuh kita dengan racun?" "Aku tidak habis pikir dan tidak dapat menduga siapa orangtua itu," ujar Thio Han Liong dengan kening berkerutkerut. "Sebab wajah orangtua itu amat asing bagiku." "Kakak Han Liong, mulai sekarang kita harus berhati-hati," ujar An Lok Kong cu. "Jangan sampai terjebak oleh penjahat." "Ng" Thio Han Liong mengangguk, "Adik An Lok, mari kita melanjutkan perjalanan" Mereka melanjutkan perjalanan lagi. setelah mereka pergi jauh, barulah orangtua yang bersembunyi di belakang pohon itu menarik nafas lega. "Heran?" gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Aku menyerangnya dengan racun ganas, tapi... mereka kok tidak apa-apa" Mungkinkah mereka kebal terhadap racun?" siapa orangtua itu, ternyata adalah samaran Tan Beng song, yang diutus Ban Tok Lo Mo untuk membunuh Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. "Hmm" dengus Tan Beng Song. "Di depan sana masih ada perangkap. mereka pasti akan mampus di dalam perangkap itu He he he..." Sementara Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melanjutkan perjalanan, mereka pun membicarakan tentang orangtua itu. "Kakak Han Liong, mungkinkah orangtua itu adalah Ban Tok Lo Mo?" "Tidak mungkin." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Orang itu tampak belum begitu tua, maka aku yakin dia bukan Ban Tok Lo Mo." "Heran?" An Lok Kong cu menghela nafas panjang. "Sebetulnya siapa orangtua itu?" "Dia menyebut Ban Tok Lo Mo, berarti dia kenal si Iblis Tua itu," gumam Thio Han Liong dengan kening berkerut-kerut. "Dia ingin membunuh kita, tentunya tahu siapa diri kita. Jadi orangtua itu adalah... Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo." "Oh?" An Lok Kong cu tersentak. "Orangtua itu adalah murid Ban Tok Lo Mo?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Dia pasti menyamar, agar aku tidak mengenalinya." "Maksudmu wajahnya dirias?" "Ya." "Kalau begitu, kita harus berhati-hati," ujar An Lok Kong cu, kemudian bertanya. "Kakak Han Liong, kejadian itu akan membuatmu batal kembali ke Kota raja?" "Tentu tidak," Thio Han Liong tersenyum. "Sebab dua hari lagi kita akan tiba di Kota raja, kenapa harus dibatalkan?" "Oooh" Lega rasanya hati An Lok Kong cu mendengar itu. "Terimakasih, Kakak Han Liong." "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Kenapa engkau berterima kasih kepadaku?" "Aku.." Wajah An Lok Kong cu tampak kemerah-merahan. "Engkau jahat ah" Mendadak An Lok Kong cu mencubit lengannya, dan itu membuat Thio Han Liong menjerit kesakitan. "Aduuuh" "Rasakan" "Adik An Lok" Thio Han Liong ingin balas mencubitnya. Tapi An Lok Kong cu langsung berlari ke depan. Thio Han Liong terus mengejarnya, namun mereka justru tidak tahu bahwa ada perangkap di depan sana. Di saat itulah mendadak Thio Han Liong berseru keras. "Adik An Lok Cepat berhenti, ada sesuatu yang aneh" An Lok Kong Cu segera berhenti, lalu berbalik menghampiri Thio Han Liong. "Apa yang aneh?" "Lihatlah rerumputan di sini" Thio Han Liong menunjuk rerumputan yang kelihatan seperti pernah diinjak. "Kenapa sih?" An Lok Kong Cu tidak menyadari hal itu. "Ada apa di sini?" "Rerumputan itu seperti pernah diinjaki maka aku menjadi Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo curiga," sahut Thio Han Liong. "Kenapa harus bercuriga?" An Lok Kong Cu heran. "Bukankah di sini terdapat binatang liar" Mungkin rerumputan terinjak binatang liar." "Itu bukan bekas injakan binatang liar." Thio Han Liong memberitahukan. "Melainkan bekas injakan kaki orang." "Mungkin pemburu" " "Tadi kita bertemu orangtua yang ingin membunuh kita, lalu engkau berpesan kepadaku agar berhati-hati. Nah, kita harus berhati-hati." Thio Han Liong mengambil beberapa buah batu sebesar kepalan, lalu dilemparkan ke depan. Tak lama setelah batu itu jatuh ke tanah, terjadilah ledakan dahsyat, kemudian asap dan api langsung membumbung tinggi. "Haaah...?" Wajah An Lok Kong cu berubah pucat pias seketika. "Kakak Han Liong...." "Adik An Lok...." Thio Han Liong menggenggam tangan An Lok Kong cu erat-erat. "Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu dengan suara bergemetar. "Kita nyaris mati hangus di sana." "Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Kalau tadi aku tidak melihat rerumputan itu, kita pasti sudah mati hangus." "Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menatapnya. "Hampir saja kita menikah di alam baka." "Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya. "Kita masih dilindungi Thian (Tuhan). Menyaksikan itu, aku...." "Tidak berani berbuat dosa, bukan?" "Ya." "Engkau memang tidak pernah berbuat dosa, maka Thian (Tuhan) masih melindungi kita." "Adik An Lok...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Itu pasti perbuatan Tan Beng song." "Dia dan gurunya sungguh menghendaki kematian kita. Padahal... kita belum bermusuhan dengan mereka" "Tapi mereka justru tahu, kalau kita akan membasmi mereka. oleh karena itu, mereka turun tangan lebih dulu." "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. "Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati." "Ng" Thio Han Liong mengangguk, lalu melanjutkan perjalanan dengan hati-hati sekali. Setelah mereka meninggalkan tempat itu, muncullah seseorang dari balik sebuah pohon. orang itu tidak lain Tan Beng Song, yang menyamar sebagai orangtua. "Sialan" caci nya. "Mereka masih terhindar dari perangkap itu Tapi kelak mereka pasti mampus di tanganku" -ooo00000ooo- Cu Goan Ciang menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu dengan penuh kegembiraan. Kaisar itu memandang mereka dengan wajah berseri-seri "Ayahanda, kami sudah pulang." "Yang Mulia" "Ha ha ha" Cu Goan Ciang tertawa gembira. "Syukurlah kalian sudah pulang dengan selamat Duduklah" Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu duduk, kemudian An Lok Kong Cu menutur semua yang mereka alami. Cu Goan Ciang mendengarkan dengan mata terbelalak, lalu menarik nafas dalam-dalam. "Rimba persilatan memang begitu, bunuh membunuh dengan berbagai cara. Kini kalian sudah pulang, maka legalah hatiku." "Terima kasih atas perhatian Ayahanda," ucap An Lok Kong Cu. "Nah" Cu Goan Ciang menatap mereka dalam-dalam seraya berkata, "Sudah saatnya kalian menikahi jangan ditunda-tunda lagi" "Ya," sahut An Lok Kong Cu dan Thio IHan Liong serentak. "Bagaimana menurut kalian, perlukah aku menyelenggarakan pesta besar-besaran dan semeriahmeriahnya" " "Tidak perlu," jawab Thio Han Liong. "Kami sudah bersepakat untuk menikah dengan cara yang paling sederhana, tidak ada pesta, musik maupun tarian apa pun." "Oh?" Cu Goan ciang menatap putrinya seraya bertanya. "Setujukah engkau?" "setuju." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum. "Itu merupakan contoh yang baik untuk para pejabat tinggi istana. Kalau kita tidak berfoya-foya, tentunya mereka pun tidak berani berfoya-foya pula." "Bagus, bagus" Cu Goan ciang tertawa terbahak-bahak. "Tapi biar bagaimana pun, aku harus mengundang para pejabat tinggi dalam istana. Kalian jangan menolak" "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk, "Kalau begitu..." pikir Cu Goan ciang dan melanjutkan, "Lusa kalian harus menikah." An Lok Kong cu memandang Thio Han Liong dengan wajah agak kemerah-merahan, dan agak malu-malu. "Terimakasih, Yang Mulia," ucap Thio Han Liong. "Ha ha ha" Cu Goan ciang terus tertawa gembira. "Ha ha ha..." Malam harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk berdampingan di taman bunga. Wajah mereka tampak berseriseri. "Adik An Lok," tanya Thio Han Liong. "Engkau merasa keberatan kita menikah dengan cara sederhana?" "Aku tidak mempermasalahkan itu," sahut An Lok Kong cu sungguh-sungguh. "Yang penting kita saling mencinta dan hidup bahagia selama-lamanya." "Betul" Thio Han Liong manggut-manggut. "Itu yang paling denting bagi kita, bukan pesta yang meriah." "Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong Cu dengan suara rendah. "Kalau aku sudah menjadi nenek-nenek, apakah engkau masih tetap mencintaiku?" "Ha ha ha" Thio Han Liong tertawa mendadak. "Eh?" An Lok Kong Cu tercengang. "Kenapa engkau tertawa?" "Adik An Lok, kalau engkau sudah menjadi nenek-nenek tentunya aku pun sudah menjadi kakek-kakek," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "Aku tetap mencintaimu." "Kakak Han Liong...." An Lok Kong Cu langsung mendekap di dadanya. "Aku bahagia sekali." "Sama-sama," sahut Thio Han Liong sekaligus membelainya. "Aku pun bahagia sekali." "Kita tinggal di istana sekitar sepuluh hari, setelah itu barulah kita pergi ke pulau Hong Hoang To. Bagaimana?" "Aku setuju." "Terimakasih, Kakak Han Liong." Hari itu Thio Han Liong dan An Lok, Kong Cu melangsungkan pernikahan. sesuai dengan apa yang dikatakan cu Goan ciang, maka yang diundang hanya beberapa pejabat tinggi dalam istana. Walau sederhana pernikahan itu, namun amat semarak dan bahagia. Para pejabat tinggi dalam istana tak henti-hentinya memuji Thio Han Liong, sehingga membuat Cu Goan ciang terus tertawa gembira. "Ha ha ha Aku sungguh gembira sekali hari ini, karena putriku menikah dengan Han Liong" "Yang Mulia," ujar salah seorang pejabat tinggi. "Tak disangka Yang Mulia akan berbesan dengan pendekar besar Thio Bu Ki.Mari kita bersulang untuk itu Ha ha ha..." Mereka mulai bersulang lagi sambil tertawa, sedangkan An Lok Kong cu tersenyum malu-malu. Berselang beberapa saat kemudian, para penjabat tinggi itu berpamit. setelah itu, cu Goan ciang berkata sambil tersenyum. "Kalian boleh kembali ke istana An Lok. Nikmatilah hari pernikahan kalian" "Ya, Ayahanda." "Ya, Yang Mulia." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berjalan ke istana An Lok, sedangkan cu Goan ciang masih tertawa gembira. " dik An Lok..." bisik Thio Han Liong setelah berada di dalam kamar. "Engkau merasa bahagia?" "sungguh bahagia sekali," An Lok Kong cu mengangguk. "Engkau?" "Juga bahagia sekali," sahut Thio Han Liong sambil menatapnya lembut dan mesra. "Hari ini adalah hari pernikahan kita. Walau tanpa musik dan carian, namun amat semarak dan bahagia." "Benar oh ya, para pejabat tinggi itu terus memujimu. Itu... membuat aku merasa bangga sekali." "Oh?" Mendadak Thio Han Liong memeluknya erat-erat, kemudian mengecup bibirnya. "Kakak Han Liong...." "Ng?" "Mulai sekarang, setiap hari engkau harus memelukku dan... mengecup bibirku" "Baik," Thio Han Liong mengangguk. "Aku pasti memelukmu sambil tidur. Boleh kan?" "Tentu boleh." An Lok Kong cu tersenyum manis. "Dan jangan lupa mengecup bibirku" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berdiri di dekat taman bunga. Ketika mereka menikmati keindahan bunga yang baru mekar, tiba-tiba muncul Lie Wie Kiong menghampiri mereka, kemudian memberi hormat sambil melapor. "Putri Hui mengantar upeti untuk kaisar, dan ingin bertemu Kong cu." "Dia tahu aku berada di dalam istana?" tanya An Lok Kong cu. "Tidak tahu. Katanya ingin bertemu Cu An Lok, maka Yang Mulia menyuruhku ke mari untuk melapor, "jawab Lie Wie Kiong pemimpin pengawal istana. "Baik," An Lok Kong cu mengangguk. "Aku dan Kakak Han Liong akan sebera ke sana." "Ya, Kong cu." Lie Wie Kiong memberi hormat lagi, lalu meninggalkan istana An Lok itu. "Kakak Han Liong, tak disangka putri Hui itu ke mari mengantar upeti," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum. "Mari kita temui" Thio Han Liong mengangguk, mereka berdua lalu berjalan ke ruang tamu istana kaisar. Kemunculan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu di ruang tamu itu, justru membuat Dewi Kecapi Putri Hui terbelalak. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat kepada Cu Goan ciang, setelah itu barulah mereka memandang Dewi Kecapi yang duduk bersama para pengawalnya. "Dewi Kecapi Apa kabar?" tanya An Lok Kong cu. "Engkau...." Dewi Kecapi menatapnya dengan mata tak berkedip. "Engkau An Lok Kong cu?" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum lembut. "Dewi Kecapi, aku tidak menyangka kalau engkau ke mari mengantar upeti." "An Lok Kong cu...." Dewi Kecapi tertawa gembira. "Han Liong...." "Dewi Kecapi," ucap Thio Han Liong. "Selamat bertemu" "Han Liong...." Dewi Kecapi memandangnya sambil tersenyum. "Kita berjumpa di sini." An Lok Kong cu memberi hormat kepada Cu Goan ciang, kemudian berkata, "Ayahanda, perbolehkanlah Ananda mengajak Dewi Kecapi ke istana An Lok Kami ingin bercakap-cakap. sebab Ananda dan Kakak Han Liong adalah teman baiknya." "Silakan, silakan" cu Goan ciang manggut-manggut. "Terima kasih, Ayahanda," ucap An Lok Kong cu, lalu bersama Thio Han Liong mengajak Dewi Kecapi ke istana An Lok. sampai di istana itu, Dewi Kecapi menengok ke sana ke mari dengan kagum sekali. "Sungguh indah tempat ini" ujarnya. "Ini adalah istana An Lok, tempat tinggalku." An Lok Kong cu memberitahukan. "Oh?" Dewi Kecapi terbelalak. "Pantas engkau mengajakku ke mari, ternyata istana ini tempat tinggalmu" "Engkau menyukai tempat ini?" tanya An Lok Kong Cu. "Suka sekali," sahut Dewi Kecapi. "Di tempat tinggalku hanya tenda dan gurun pasir, tiada pemandangan yang sedemikian indah." "Dewi Kecapi," tanya An Lok Kong cu. "Bagaimana kalau engkau tinggal di sini beberapa hari?" "Itu..." Wajah Dewi Kecapi berseri. "Apakah tidak akan mengganggumu?" "Tentu tidak," sahut An Lok Kong cu. "Sebaliknya aku malah merasa senang sekali." "Kalau begitu...." Dewi Kecapi berpikir sejenaki kemudian manggut-manggut. "Baiklah." "Dewi kecapi" An Lok Kong cu memandangnya serada bertanya. "Engkau sudah punya kekasih?" "Ng" Dewi Kecapi mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan. "Syukurlah" ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum. Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kami mengucapkan selamat kepadamu." "Terimakasih," sahut Dewi Kecapi. "Oh ya, kalian sudah menikah?" "Kemarin dulu kami menikah." An Lok Kong cu memberitahukan. "Kalau kemarin dulu engkau ke mari, tentunya dapat menyaksikan pernikahan kami." "Sayang sekali." Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala. "Kami terlambat tiba di sini." "Dewi Kecapi," tanya Thio Han Liong sambil tersenyum. "Dimana engkau bertemu pemuda idaman hatimu itu?" "Dia adalah pemuda Hui juga. Hanya saja beberapa tahun yang lalu dia pergi merantau, akhirnya berguru pada seorang pertapa sakti. Beberapa bulan lalu dia pulang, kebetulan bertemu aku. Karena iseng maka aku menantangnya bertanding..." tutur Dewi Kecapi. "Kami bertanding seri, itu membuatku kagum sekali. sejak itu kami pun menjadi teman, dan kini kami saling mencinta." "Kok dia tidak ikut kemari?" tanya An Lok Kong cu. "Dia tidak sempat, karena harus mengurusi ini dan itu," sahut Dewi Kecapi sambil tersenyum. "Bulan depan kami akan melangsungkan pernikahan, maka jika kalian sempat, hadirlah" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk. Dewi Kecapi menginap beberapa malam di istana An Lok, setelah itu barulah kembali ke daerah Hui. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengantarnya sampai di depan istana. Betapa terharunya Dewi Kecapi atas kebaikan dan keramahan mereka berdua. setelah Dewi Kecapi dan para pengawalnya berangkat, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu pergi menghadap Cu Goan ciang. "Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa gelak "Tak kusangka kalian adalah teman baik Putri Hui itu" "Tapi dia tidak tahu ananda adalah An Lok Kong cu." "Oooh" Cu Goan ciang manggut-manggut. "Pantas dia bertanya kepadaku, di mana tempat tinggal Cu An Lok" Ha ha ha..." "Ayahanda," ujar An Lok Kong cu. "Kami ingin ke pulau Hong Hoang To." "Itu memang harus," sahut Cu Goan ciang. "Tapi jangan sekarang, tunggu beberapa hari lagi" "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk. "Kami mohon diri kembali ke istana An Lok." "Baik." Cu Goan ciang manggut-manggut sambil tersenyum. An Lok Kong Cu dan Thio Han Liong memberi hormat, lalu kembali ke istana An Lok. Mereka berdua sama sekali tidak tahu, bahwa dalam rimba persilatan akan terjadi sesuatu yang amat menggemparkan. Bab 70 Ketua Hwa san Pay Dan Ketua Khong Tong Pay Tewas Di dalam kuil tua yang terletak di gunung Wu san, tampak Ban Tok Lo Mo clan muridnya sedang bercakap-cakap dengan serius sekali. "Engkau memang tidak becus" caci Ban Tok LoMo. "Racun yang begitu ganas tidak membinasakan Thio Han Liong dan kekasihnya itu, bahkan mereka dapat meloloskan diri dari perangkap itu Cara bagaimana engkau mengatur perangkap itu" Dasar goblok" "Guru" Tan Beng song menundukkan kepala. "Mereka berdua kebal terhadap racun. cara bagaimana mereka berdua bisa lolos dari perangkap itu, aku pun tidak habis pikir." "Eng kau memang gobLok, Ban Tok Lo Mo menudingnya. "Sudah berusia setengah abad, tapi tak punya otak sama sekali" "Guru, aku justru terus berpikir...." "Berpikir apa?" "Kita tidak perlu mengusik Thio Han Liong dan kekasihnya, lebih baik kita menyorot ke arah tujuh partai besar itu." "Tapi...." Ban Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Thio Han Liong dan kekasihnya justru merupakan halangan bagi kita. Kalau kita tidak turun tangan lebih dulu membunuh mereka, niscaya mereka akan menghalang-halangi rencana kita." "Guru, kini mereka sudah kembali ke Kota raja. Kemungkinan besar mereka tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan lagi." "Oh?" Ban Tok Lo Mo mengerutkan kening. "Itu bagaimana mungkin?" "Guru," ujar Tan Beng song sambil tersenyum. "Kalau kita tidak mengganggu Bu Tong Pay, mereka pasti tidak akan mengusik kita." "Ngmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "Ternyata engkau punya otak juga, tidak salah perkataanmu barusan. Lalu apa tindakan kita" Apakah engkau mempunyai ide?" "Bukankah Guru ingin jadi jago yang tanpa tanding?" "Betul." "Karena itu, kita harus membunuh beberapa ketua partai besar," ujar Tan Beng song dan menambahkan, "Selama ini kita cuma membunuh para muridnya, kini kita harus membunuh ketua partai. Itu pasti menggemparkan dunia persilatan, dan sudah barang tentu nama Guru akan membumbung tinggi." "Kalau begitu..," tanya Ban Tok Lo Mo. "Kita harus turun tangan terhadap partai mana?" "Hwa san pay dan Khong Tong pay," sahut Tan Beng song memberitahukan. "Kedua partai itu agak lemah, gampang bagi Guru membunuh ketuanya." "Tidak salah." Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "setelah itu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" "Itu adalah urusan nanti, maka dibicarakan nanti saja." "Ha ha ha" Ban Tok lo Mo tertawa gelak. "Baik, mari kita berangkat ke Hwa san Pay Ha ha ha..." Hari itu ketua Hwa san Pay bercakap-cakap dengan beberapa murid handalnya di ruang depan. Ternyata mereka sedang membicarakan situasi dunia persilatan. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu sungguh memusingkan kaum rimba persilatan golongan putih," ujar salah seorang murid. "Setelah membunuh, mereka berdua menghilang entah ke mana." "Aaaah..." Ketua Hwa san Pay menghela nafas panjang. "Aku justru merasa heran, kenapa siauw Lim Pay diam saja?" "Siauw Lim Pay memang tidak bisa bertindak, sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya bermain kucing-kucingan dengan tujuh partai besar. Kalau pun pihak siauw Lim Pay mengundang para ketua partai untuk berunding, itu pun percuma," ujar murid tertua sambil menggeleng gelengkan kepala. "Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan muncul menantang. Mungkin karena itu maka pihak Siauw Lim Pay diam saja." "Itu memang masuk akal." Ketua Hwa sanpay manggutmanggut. "Selama ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pernah menantang partai yang manapun, hanya membunuh secara diam-diam." "Tapi biar bagaimanapun, kita harus bersiap-siap." ujar murid tertua sambil mengerutkan kening. "Aku khawatir sewaktu-waktu Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerbu kita." Bagian 36 "Benar." Ketua Hwa San mengangguk perlahan. "Kita semua harus bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan, tidak boleh lengah sama sekali." "Guru" Murid kedua memberitahukan. "Belum lama ini, dalam rimba persilatan telah muncul seorang pendekar wanita yang cantik jelita, yang ke mana-mana pasti pakai tandu digotong empat lelaki kekar. Dia setalu membunuh para penjahat, sehingga para penjahat amat takut kepadanya." "oh" Siapa pendekar wanita itu?" "Tiada seorang rimba persilatan mengetahui namanya, hanya tahu julukannya saja." Murid kedua melanjutkan. "Julukannya adalah Lian Hoa Nio cu." "Lian Hoa Nio cu?" Ketua Hwa San tercengang. "Aku kok belum pernah mendengarnya?" "Dia baru muncul di rimba persilatan, maka Guru tidak pernah mendengar julukannya" "Bagaimana ilmu silatnya?" Tinggi sekali." "Lian Hoa Nio cu itu berasal dari perguruan mana?" "Tidak tahu." "Heran?" gumam Ketua Hiwa San Pay. "Mungkinkah dia bukan berasal dari Tionggoan?" "Maksud Guru Lian Hoa Nio cu berasal dari Kwan Gwa (Luar perbatasan)?" tanya murid tertua. "Ya." Ketua Hwa San Pay manggut-manggut. "Seperti halnya Ban Tok Lo Mo dan muridnya, bukankah kita juga tidak tahu asal usul mereka?" "oh ya" Murid kedua memberitahukan. "Dengar-dengar Lian Hoa Nio Cu sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya." "oh?" ketua Hwa San Pay tersentak. "Mau apa Lian Hoa Nio Cu mencari mereka?" "Kalau tidak salah, Lian Hoa Nio Cu ingin membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya." "oooh" Ketua Hwa San Pay menarik nafas lega. "Pantas Ban Tok Lo Mo dan muridnya terus bersembunyi, ternyata mereka takut kepada Lian Hoa Nio Cu...." "He he he He he he..." Mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan, kemudian melayang turun dua sosok bayangan manusia. "Siapa kalian?" bentak ketua Hwa San Pay. "Ban Tok Lo Mo" terdengar suara sahutan. "Tidak salah." Yang melayang turun itu adalah Ban Tok Lo Mo dan muridnya, dan kini mereka berdiri di tengah-tengah ruang itu. "Ban Tok Lo Mo?" Betapa terkejutnya ketua Hwa San Pay. "Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak. "Tak disangka kalian sedang membicarakan kami, kebetulan kami ke mari" "Mau apa kalian ke mari?" tanya ketua Hwa San Pay dingin. "Mau membunuhmu dan membantai para muridmu," sahut Ban Tok Lo Mo sambil tertawa terkekeh. "He he he..." "Ban Tok Lo Mo, kami Hwa San Pay tidak pernah bermusuhan dengan kalian Kenapa kalian...." Belum juga usai ketua Hwa San Pay berbicara, Tan Beng song sudah mulai membantai beberapa murid Hwa San Pay yang berdiri di situ.. "Aaaakh Aaaakh..." Terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Ternyata mereka terkena ilmu pukulan beracun. "Ha ha ha" Tan Beng song tertawa gelak. Beberapa murid handal Hwa San Pay langsung menyerang Tan Beng song, sedangkan ketua Hwa San Pay mulai mendekati Ban Tok Lo Mo dengan pedang terhunus. "He he he" Ban Tok Lo Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Ketua Hwa San Pay, ajalmu telah tiba hari ini" "Lihat serangan" bentak ketua Hwa San Pay sambil menyerang. Hwa San Pay memang terkenal ilmu pedangnya, maka ketua Hwa San Pay menyerang Ban Tok Lo Mo dengan pedang. Akan tetapi, dengan gampang sekali si iblis Tua itu mengelak. lalu balas menyerang dengan ilmu pukulan beracun. Ketua Hwa San Pay berkelit ke sana ke mari. sesekali ia pun balas menyerang dengan jurus jurus andalannya. Cepat sekali puluhan jurus telah berlalu, ketua Hwa San Pay mulai berada di bawah angin. Sementara beberapa murid handal Hwa San Pay pun telah binasa. Tan Beng song tertawa puas dan itu sungguh mengejutkan ketua Hwa San Pay. oleh karena itu, ia menjadi nekad menyerang Ban Tok Lo Mo. "Hehehe"Ban Tok Lo Mo tertawa, kemudian menyerangnya bertubi-tubi dengan ilmu pukulan Ban Tok Ciang (Ilmu Pukulan selaksa Racun) "Aaaakh..." Terdengar suara jeritan ketua Hwa San Pay, ternyata dadanya telah terkena ilmu pukulan beracun, dan tak lama kemudian nyawanya pun melayang. "He he he" Ban Tok Lo Mo tertawa terkekeh- kekeh. "Muridku, mari kita pergi" "Ya, Guru" sahut Tan Beng song. Mereka berdua lalu melesat pergi, sayup-sayup masih terdengar suara tawa mereka. Ketua Hwa San Pay telah tewas, itu merupakan kejadian yang amat tragis sekali. Namun, tentang kejadian itu belum tersiar dalam rimba persilatan. Ketua Khong Tong Pay termenung di ruang depan. Beberapa muridnya juga duduk di situ, tapi tiada seorang pun berani bersuara. Lama sekali barulah ketua Khong Tong Pay itu menghela nafas, kemudian berkata. "Kelihatannya situasi rimba persilatan semakin gawat. sudah banyak kaum rimba persilatan golongan putih dibunuh oleh Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Kita harus berhati-hati. sewaktu-waktu mereka berdua akan menyerbu ke mari." "Guru" Murid tertua memberitahukan. "Belum lama ini dalam rimba persilatan telah muncul seorang pendekar wanita, yang berjuluk Lian Hoa Nio Cu." "oh?" Ketua Khong Tong Pay tertegun. "Pendekar wanita itu berasal dari pintu perguruan mana?" "Entahlah. Tiada seorang rimba persilatan mengetahuinya. Melihat dandanannya yang agak aneh, mungkin berasal dari luar Tionggoan. Lian Hoa Nio Cu duduk di dalam tandu yang digotong empat lelaki kekar. Pendekar wanita itu selalu membunuh para penjahat." "Syukurlah" ucap ketua Khong Tong Pay dan melanjutkan. "Yang mengherankan adalah Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo setelah membunuh, mereka menghilang entah ke mana." "Guru, kenapa siauw Lim Pay tinggal diam?" "Siauw Lim Pay?" dengus ketua Khong Tong Pay. "Kong Bun Hong Tio, ketua siauw Lim Pay itu merasa partainya di atas partai lain, maka tampak angkuh dan selalu ingin memimpin." "Ketua siauw Lim Pay menghendaki ketua partai lain ke siauw Lim Pay tanpa diundang, itu seakan ketua partai lain bermohon kepada siauw Lim Pay Huh siauw Lim Pay...." "Kenapa Guru kelihatan begitu membenci siauw Lim Pay?" "Hingga kini Tiga Tetua siauw Lim Pay masih hidup, itu membuat siauw Lim Pay semakin angkuh." Tapi ini menyangkut keselamatan rimba persilatan, maka alangkah baiknya Guru berunding dengan ketua siauw Lim Pay." "Kalau siauw Lim Pay tidak mau mengundang, aku tidak akan ke sana," sahut ketua Khong Tong Pay. "Bu Tong Pay pun sok tinggi, padahal Thio sam Hong dulunya cuma seorang kacung di siauw Lim sie, dia berguru kepada Kak Wan Taysu. setelah mendirikan Bu Tong Pay, Thio sam Hong pun mulai bertingkah. Padahal Thio Cui san murid kelimanya kawin dengan In soso, yang berasal dari Mo Kauw. sedangkan Kim Mo Say ong mencuri sebuah kitab pusaka milik partai kita. Kim Mo say ong adalah saudara angkat Thio Cui San." "Guru...." Murid-muridnya terperangah dan tidak mengerti, kenapa hari ini guru mereka marah-marah kepada siauw Lim Pay dan Bu Tong Pay" Apakah ada sesuatu terganjet dalam hati ketua Khong Tong Pay itu" Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan, lalu berkelebat dua sosok bayangan ke ruang itu. "He he he Bagus Bagus, engkau mencaci siauw Lim Pay dan Bu Tong pay Aku senang sekali mendengarnya" "Siapa kalian?" bentak ketua Khong Tong Pay. "Ban Tok Lo Mo" Tampak dua orang berdiri di situ, yang ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya. "Hah?" Bukan main terkejutnya ketua Khong Tong Pay. "Mau apa kalian ke mari?" " Ketua Khong Tong" sahut Ban Tok Lo Mo. "Sebab ajalmu telah tiba hari ini, maka kami ke mari" "Ban Tok Lo Mo" Betapa gusarnya ketua Khong Tong Pay. "Baik, mari kita bertarung" "Hehehe"Ban Tok Lo Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Muridku, bunuhlah murid-muridnya" "Ya, Guru." Tan Beng song mulai menyerang para murid Khong Tong Pay. Ketua Khong Tong Pay pun mulai menyerang Ban Tok Lo Mo dengan sengit sekali. Ban Tok Lo Mo menyambut serangan-serangannya sambil tertawa, lalu balas menyerang dengan ilmu pukulan Ban Tok Ciang. Puluhan jurus kemudian, terdengar suara jeritan yang menyayat hati, yaitu suara jeritan ketua Khong Tong Pay. Ternyata dadanya terkena ilmu pukulan beracun, dan tak lama kemudian nyawanya pun melayang. "He he he" Ban Tok Lo Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Muridku, mari kita pergi" "Ya, Guru" Tan Beng Song mengangguk, lalu melesat pergi mengikuti Ban Tok Lo Mo yang masih tertawa terkekeh-kekeh. Tujuh delapan hari kemudian, gemparlah rimba persilatan atas kematian ketua hwa San Pay dan ketua Khong Tong Pay. Berita tersebut juga sudah masuk ke telinga para ketua partai lain. "Omitohud..." ucap Kong Bung Hong Tio, lalu menghela nafas panjang. "Tak disangka kedua ketua itu binasa begitu mengenaskan." "Suheng" Kong Ti Seng Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Kita harus bertanggung jawab tentang itu." "Aku tahu maksudmu, tapi ketika itu kita tidak bisa bertindak apa-apa. Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya bermain gerilya dengan semua partai. Setelah membunuh, mereka berdua lalu bersembunyi.Jadi sulit bagi kita untuk bertindak terhadap mereka. Ban Tok LO Mo sungguh licik. Dia tidak mau secara terang-terangan menantang kita, melainkan menggunakan siasat busuk." "Suheng...." Kong Ti Seng Ceng menghela nafas panjang. "Perlukah kejadian itu kita laporkan kepada ketiga paman guru?" "Sutee" Kong Bun Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala. "Ketiga paman guru sudah tua sekali, maka mereka jangan kita ganggu." "Suheng" Kong TiSeng Ceng mengerutkan kening. "Bagaimana kalau Ban Tok Lo Mo dan muridnya datang ke mari?" "Omitohud" sahut Kong Bun Hong Tio. "Kita terpaksa harus mengerahkan kekuatan Lo Han Tong dan Tat Mo Tong untuk mengeroyok Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu." "Bagaimana kalau kita mengundang para ketua lain untuk berunding?" tanya Kong Ti seng ceng. "Itu malah akan mencelakai mereka," sahut Kong Bun Hong Tio sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya pasti akan mencegat mereka di tengah jalan, dan itu sungguh berbahaya sekali." "Kalau begitu, kita dan partai lain cuma menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo dan muridnya?" "Ya." Kong Bun Hong Ho manggut-manggut "Hanya jalan itu yang dapat kita tempuh, karena tiada jalan lain lagi." "suheng, menurut dugaanku," Kong Ti seng Ceng mengemukakan pendapatnya. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya masih tidak berani menyerbu kita maupun Bu Tong Pay." " Kenapa?" tanya Kong Bun Hong Tio. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya pasti tahu kekuatan siauw Lim Pay kita, sedangkan bU Tong Pay masih ada Thio sam Hong. Itu akan membuat Ban Tok Lo Mo dan muridnya merasa segan" "Omitohud" Kong Bun Hong Tio manggut-manggut. "Jadi kini yang dalam bahaya adalah Go Bi Pay, Kun Lun Pay dan Kay Pang...." Pembicaraan seperti itu juga terjadi dipartai lain. Para ketua mengambil keputusan untuk diam di tempat guna menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Begitu pula di Bu Tong Pay Jie Lian ciu dan lainnya duduk di ruang dalam. "Tak disangka kedua ketua itu binasa di tangan Ban Tok Lo Mo," ujar Jie Lian ciu sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ban Tok Lo Mo itu memang licik sekali." Wajah song wan Kiauw penuh kegusaran. "Kini entah giliran partai mana?" "Kini yang dalam bahaya adalah Kun Lun Pay dan Go Bi Pay," sahut Jie Lian ciu. "Kenapa engkau berkata begitu?" song wan Kiauw heran. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya tentu tidak berani menyerang siauw Lim Pay, Kay Pang maupun kita. sebab siauw Lim Pay amat kuat, sedangkan Kay Pang pasti dibantu Im sie Popo. Jie Lian ciu menjelaskan. "oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut. "Mereka berdua pun tidak akan berani ke mari, karena guru masih hidup," "Betul." Jie Lian ciu mengangguk. "Kepandaian Ban Tok Lo Mo itu memang tinggi sekali. Entah kita berempat mampu melawannya apa tidak?" "Apabila Ban Tok Lo Mo dan muridnya muncul di sini, aku yakin guru pasti muncul pula," sahut song wan Kiauw. "Sebab guru memiliki perasaan yang kuat sekali." "Benar." Jie Lian ciu manggut-manggut, kemudian menghela nafas panjang. "Kini entah berada di mana Thio Han Liong dan An Lok Keng cu?" "Mungkin mereka sudah kembali ke Kota raja untuk menikah," sahut song wan Kiauw. "Mudah-mudahan begitu" ucap Jie Lian ciu. "Lebih baik mereka tidak mencampuri urusan rimba persilatan lagi, hidup tenang dan bahagia di Pulau Hong Hoang To." "Ng" song Wan Kiauw manggut-manggut. "Memang lebih baik begitu." "Ha ha ha Ha ha ha..." Ban Tok Lo Mo terus tertawa terbahak-bahak ketika kembali ke gunung Wu san. "Kini rimba persilatan pasti sudah menjadi gempar" "Betul, Guru," sahut Tan Beng song. "Ketua Hwa San Pay dan ketua Khong Tong Pay telah binasa di tangan Guru, itu pasti amat menggemparkan rimba persilatan." "He he he Kita beristirahat lagi, biar partai lain jadi kebingungan karena kita menghilang tanpa meninggalkan jejak." "Guru," ujar Tan Beng song. Kapan kita akan menyerang siauw Lim Pay?" "Akan kita bicarakan nanti," sahut Ban Tok Lo Mo dan menambahkan. "Setelah kita menghabiskan siauw Lim Pay, barulah bisa menjadi jago tanpa tanding di kolong langit." "Betul Guru." Tan Beng song mengangguk. "Siauw Lim Pay merupakan partai yang paling kuat di Tionggoan, juga disebut sebagai gudang ilmu silat. Kalau Guru berhasil membunuh ketua siauw Lim Pay, tentunya kita akan memperoleh semua kitab pusaka yang tersimpan di dalam kuil siauw Lim sic." "Hahaha"Ban Tok Lo Mo tertawa. "Setelah kita acak-acak rimba persilatan Tionggoan, barulah kita pulang ke pulau Ban Tok To" "Ya, Guru." Tan Beng song mengangguk. dan tiba-tiba teringat sesuatu. "oh ya, Guru...." "Ada apa?" "Kalau tidak salah, Lian Hoa Nio Cu sedang mencari kita." "Mau apa dia mencari kita?" "Dengar- dengar pendekar wanita itu berniat membasmi kita." "oh?" Kening Ban Tok Lo Mo berkerut. "Hmm Kalau aku bertemu dia, pasti kupermak dia menjadi sebuah tengkorak" "Lian Hoa Nio Cu amat cantik, kalau dijadikan sebuah tengkorak. sungguh sayang sekali. Lebih baik kita jadikan dia boneka." "Hehehe"Ban Tok Lo Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Aku sudah tua sekali, tiada nafsu birahi lagi." "Kalau begitu...." Tan Beng song tersenyum. "Kalau Guru berhasil menangkapnya, berikan padaku saja" "Engkau memang goblok" bentak Ban Tok Lo Mo. "Kepandaiannya begitu tinggi bagaimana mungkin aku menangkapnya?" "Guru," bisik Tan Beng song. "Pergunakan racun agar dia pingsan" "Tapi...," ujarkan Tok Lo Mo. "Harus lihat bagaimana situasi. Kalau perlu aku akan membunuhnya . " "Guru...." "Diam" bentak Ban Tok Lo Mo. "Usiamu sudah setengah abad, tapi masih memikirkan wanita. Kalau tak tahan, carilah wanita lain" "Wanita lain tidak cantik, lagipula bagaimana mungkin wanita lain akan suka padaku?" "Goblok engkau" Ban Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Di setiap kota pasti terdapat rumah bordil. Bukankah engkau bisa ke sana mencari wanita cantik?" "Tapi... aku tidak punya uang." "Bukankah engkau bisa mencuri?" "Guru...." Tan Beng song menggeleng-gelengkan kemala. "Lebih baik pulang ke gunung Wu san." "Engkau takut bertemu musuh bukan?" tanya Ban Tok Lo Mo sambil tertawa. "Takut sih tidak, hanya saja... aku ingin beristirahat di kuil tua itu. Di sana kita bisa makan sepuas-puasnya." "Engkau memang malas" Ban Tok Lo Mo melotot. "Ayoh, agar cepat tiba di gunung Wu san, kita harus menggunakan ilmu meringankan tubuh" "Baik." Tan Beng song mengangguk. Mereka segera melesat pergi menggunakan ginkang, dan keesokan harinya tibalah di gunung Wu san dan langsung menuju kuil tua itu. Bab 71 Kejadian Yang Mengejutkan Thio Han Liong dan An Lok Keng cu betul-betul menikmati hari-hari yang penuh kebahagiaan. Pagi ini mereka berdua duduk di dekat taman bunga sambil menghirup udara segar. "Adik An Lok" panggil Thio Han Liong lembut. "Ya," sahut An Lok Keng cu sambil tersenyum mesra. "Ada apa?" "Sudah tujuh hari aku tinggal di sini, rasanya sudah waktunya kita pergi ke pulau Hong Hoang To." "Kakak Han Liong, aku menurut saja. Tapi... kita harus beritahukan kepada ayah, tidak boleh pergi secara diamdiam." "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Otakku belum miring, bagaimana mungkin aku akan mengajakmu pergi secara diam-diam?" "Aku cuma bercanda," ujar An Lok Keng cu . "oh ya, entah bagaimana keadaan rimba persilatan?" "Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Kita berada di dalam istana, tentunya tidak tahu perkembangan di rimba persilatan." "Kakak Han Liong," ucap An Lok Keng cu. "Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu sudah berhasil membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya" "Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong. "Adik An Lok, apabila Ban Tok Lo Mo dan muridnya sudah dibasmi, kita tidak usah mencampuri urusan rimba persilatan lagi." Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ng" An Lok Keng cu mengangguk. "Oh ya, Kakak Han Liong...." "Ada apa" Katakanlah" "Engkau menyimpan sebuah lonceng kecil, sebetulnya apa gunanya lonceng kecil itu?" "Itu adalah lonceng sakti." Thio Han Liong memberitahukan. "Pemberian Bu Beng siansu. Kegunaannya untuk menindih suara yang mengandung kesesatan." "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. "Adik An Lok, bagaimana kalau kita pergi menghadap Ayah?" tanya Thio Han Liong mendadak. "Maksudmu mau mohon pamit?" "Ya." "Baiklah. Mari kita pergi menghadap Ayah" Mereka berjalan ke istana kaisar, lalu menuju ruang istirahat. Kebelulan cu Goan ciang sedang duduk menikmati teh wangi. "Ayahanda" panggil mereka serentak sambil memberi hormat. "oh" Cu Goan ciang tersenyum. "Duduklah" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk, setelah itu barulah An Lok Kong cu berkata. "Ayahanda, kami menghadap karena...." "Aku sudah tahu maksud kalian menghadapku," ujar cu Goan ciang sambil memandang mereka. "Tentunya kalian ingin minta ijin pergi ke pulau Hong Hoang To, bukan?" "Betul, Ayahanda." An Lok Kong cu dan Thio Han Liong mengangguk. "Ngmmm" Cu Goan ciang manggut-manggut. "Memang sudah waktunya kalian pergi ke sana, tolong sampaikan salamku kepada Thio Bu Ki" "Ya, Ayahanda." Wajah An Lok Kong cu tampak berseri. "Ayahanda mengijinkan kami pergi ke pulau Hong Hoang To?" "Ha ha" Cu Goan ciang tertawa. "Tempat tinggal Han Liong di pulau Hong Hoang To, sudah pasti engkau harus ikut dia ke sana." "Terimakasih, Ayahanda," ucap An Lok Kong cu . "Tapi...." Cu Goan ciang memandang mereka. "Jangan sampai lupa ke mari mengunjungi, lho" pesannya. "Kami tidak akan lupa, Ayahanda," jawab An Lok Kong cu dan Thio Han Liong hampir serentak. "Kapan kalian akan berangkat?" "Besok pagi." "Baiklah." Cu Goan ciang manggut-manggut. "oh ya, aku akan menitip sebuah benda untuk Thio Bu Ki, tolong sampaikan kepadanya" "Ya." An Lok Kong cu dan Thio Han Liong mengangguk, lalu bangkit berdiri sekaligus memberi hormat. "Ayahanda, kami mohon diri" "silakan" cu Goan ciang tersenyum. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu kembali ke istana An Lok dengan wajah berseri-seri. Mereka tidak menyangka bahwa Cu Goan ciang langsung mengijinkan mereka pergi ke pulau Hong Hoang To. "Adik An Lok, tak disangka Ayah langsung mengijinkan," bisik Thio Han Liong ketika sampai di halaman. "Aku adalah isterimu, tentunya harus ikut engkau ke pulau Hong Hoang To," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum. "Sebab tempat tinggalmu di pulau itu." "Tapi... engkau adalah Putri Kaisar." "Apa bedanya dengan gadis lain" Lagi pula ayahku mantan bawahan ayahmu, maka kita sederajat." "Adik An Lok, engkau harus ingat satu hal" "Hal apa?" "Di pulau Hong Hoang To tidak ada dayang, maka pekerjaan apa pun harus kita kerjakan sendiri Apakah engkau sanggup?" "Wuah" sahut An Lok Kong cu. "Jangan menghina ya Engkau kira aku tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga?" "Aku tidak menghina, hanya mengingatkan saja." Thio Han Liong tersenyum. "Sebab engkau adalah Putri Kaisar." "Jangan lupa" sahut An Lok Kong cu. "ibumu juga mantan Putri Raja Mongol lho Kok ibumu sanggup mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga?" "Betul." Thio Han Liong manggut-manggut. "Karena itu, aku pun yakin engkau bisa seperti ibuku." "Pasti." An Lok Kong cu tersenyum. Keesokan harinya, mereka berpamit kepada Cu Goan ciang. wajah Kaisar tampak agak muram. Lama sekali ia memandang Thio Han Liong dan Putrinya, setelah itu, dipegangnya bahu Thio Han Liong seraya berkata. "Sayangi dan cintailah Putriku selama-lamanya, aku mempercayai mu" "Ya, Ayahanda." Thio Han Liong mengangguk. "Aku pasti membahagiakan Adik An Lok." "Bagus, bagus" Cu Goan ciang manggut-manggut dan lersenyum, kemudian menyerahkan sebuah kotak kecil. "Di dalam kotak ini berisi sepotong Giok dingin, aku hadiahkan kepada ayahmu." "Terimakasih, Ayahanda," ucap Thio Han Liong sambil menerima kotak itu. "oh ya" Cu Goan ciang memandang mereka. "Kalian harus sering-sering ke mari mengunjungiku, jangan tidak ke mari sama sekali" "Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk, kemudian memberi hormat lalu meninggalkan istana. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan menuju ke pesisir Utara. Dua hari kemudian mereka tiba di sebuah kota, lalu mampir di sebuah rumah makan. Thio Han Liong memesan beberapa macam hidangan. Tak lama seorang pelayan menyajikan hidangan-hidangan tersebut. Ketika mereka sedang bersantap. masuklah di rumah makan itu beberapa kaum rimba persilatan, kebetulan duduk di dekat meja mereka. Setelah memesan makanan dan minuman, beberapa kaum rimba persilatan itu mulai bercakap- cakap. "Aaaah... tak disangka Hwa San Pay dan Khong Tong Pay tertimpa petaka" Ucapan itu membuat Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, lalu mendengarkan dengan penuh perhatian. "Sungguh kejam dan licik Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu. Mereka membunuh ketua Hwa San Pay dan ketua Khong Tong pay." Betapa terkejutnya Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. Mereka berdua sama sekali tidak tahu akan kejadian itu. "Setelah itu, Ban Tok Lo Mo dan muridnya menghilang lagi. Tiada seorang pun tahu mereka berdua bersembunyi di mana?" "Aku justru tidak habis pikir, kenapa siauw Lim Pay tinggal diam?" "Sebetulnya siauw Lim Pay ingin mengundang partai lain, tapi... khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan membunuh para ketua itu di tengah jalan. Maka, ketua siauw Lim Pay membatalkan niatnya itu." "Bagaimana mengenai Bu Tong Pay?" "Seperti siauw Lim Pay, diam di tempat siap menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya." Mendengar sampai di situ, kening Thio Han Liong berkerut-kerut, kemudian berbisik. "Adik An Lok, kita batal ke pulau Hong Hoang To." "Ng" An Lok Kong cu mengangguk. "Ketua Hwa San Pay dan ketua Khong Tong Pay telah binasa di tangan Ban Tok Lo Mo dan muridnya, maka kita tidak bisa berpangku tangan lagi," ujar Thio Han Liong dengan suara rendah. "Kita harus membasmi mereka berdua itu, barulah ke pulau Hong Hoang To" "Baik." An Lok Kong cu mengangguk lagi. "Dari sini ke gunung Bu Tong amat jauh sekali, lebih baik kita ke markas Kay Pang." Thio Han Liong memandang An Lok Kong cu. "Bagaimana menurutmu?" "Aku menurut saja," sahut An Lok Kong cu berbisik, "Engkau adalah suamiku, maka aku harus menurut pendapatmu. " "Adik An Lok...." Thio Han Liong tersenyum. "Kaiau begitu, mari kita berangkat ke markas Kay Pang" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan. Kini bukan menuju pesisir Utara, melainkan menuju markas Kay Pang. Tiga hari kemudian, mereka sudah tiba di markas Kay Pang. Kedatangan mereka sangat menggembirakan seng Hwi dan su Hong sek, ketua Kay Pang. "Saudara kecil...." seng Hwi memandangnya dengan wajah berseri. "Saudara tua" sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "Maaf, kami ke mari mengganggu kalian" "Saudara kecil" seng Hwi tertawa gelak. "Jangan berkata begitu, silakan duduk" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk. su Hong sek memandang mereka, setelah itu barulah bertanya. "Ada keperluan apa kalian datang ke mari?" "Sebetulnya kami mau ke pulau Hong Hoang To, namun di tengah jalan kami mendengar tentang kejadian di Hwa San Pay dan Khong Tong Pay, maka kami segera ke mari," jawab Thio Han Liong. "oooh" su Hong sek manggut-manggut. "Ketua Hwa san Pay dan ketua Khong Tong Pay memang telah binasa di tangan Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Tapi setelah itu, Ban Tok Lo Mo dan muridnya menghilang lagi." "Mereka berdua sungguh licik oh ya, kenapa siauw Lim Pay tidak mengundang para ketua untuk berunding?" tanya Thio Han Liong . "Itu disebabkan ketua siauw Lim Pay berpikir panjang, "jawab su Hong sek memberitahukan. "Tidak mau mencelakai para ketua itu di tengah jalan, sebab kalau para ketua itu menuju kuil siauw Lim, tentunya Ban Tok. Lo Mo dan muridnya akan muncul membunuh mereka." "Oooh" Thio Han Liong mengangguk. "Maka kini partaipartai besar tetap di tempat siap menghadapi Ban Tok Lo Mo dan muridnya?" "Kira-kira begitulah," sahut Su Hong Sek sambil menghela nafas panjang. "Baru kali ini tujuh partai besar menghadapi musuh yang begitu licik, setelah membunuh lalu menghilang." "su Pang cu" tanya Thio Han Liong mendadak. "Bagaimana kabarnya mengenai Lian Hoa Nio cu?" "Lian Hoa Nio Cu betul-betul terkecoh oleh kelicikan Ban Tok Lo Mo." su Hong sek memberitahukan. "Ketika Lian Hoa Nio Cu pergi ke Hwa San Pay dan Khong Tong Pay, Ban Tok Lo Mo dan muridnya justru telah menghilang tanpa meninggalkan jejak. Kini Lian Hoa Nio Cu masih terus mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya...." "Ban Tok Lo Mo dan muridnya memang licik sekali." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "oh ya, mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerang siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, GoBi Pay dan Kun Lun Pay?" "Untuk sementara ini, mereka berdua masih tidak berani menyerang siauw Lim Pay, Bu Tong Pay maupun Kay Pang," sahut seng Hwi. "Memangnya kenapa?" tanya Thio Han Liong dengan heran. "Sebab siauw Lim Pay amat kuat, sedangkan Bu Tong Pay masih punya deking yang kuat sekali, yaitu Guru Besar Thio sam Hong. Di sini terdapat Im sie Popo, maka membuat Ban Tok Lo Mo dan muridnya merasa segan mengusiknya." "Kalau begitu...." Thlo Han Liong mengerutkan kening. "Kun Lun pay dan GoBi Pay berada dalam bahaya?" "Ya." seng Hwi mengangguk. "Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Han Liong" su Hong sek tersenyum ketika melihat Thio Han Liong begitu cemas. "Belum tentu Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerang ke dua partai itu, sebab kini Ban Tok Lo Mo dan muridnya justru bersembunyi." "Tapi...." "Tenang saja" ujar su Hong sek sambil tersenyum. "Lian Hoa Nio Cu sedang mencarinya, maka aku yakin sementara ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan berani memunculkan diri" "Benar." seng Hwi manggut-manggut. "Kalau begitu, kami mau mohon pamit," ujar Thio Han Liong. "Kalian mau ke mana?" tanya seng Hwi. "Ke gunung Bu Tong," sahut Thio Han Liong. "Tenang" seng Hwi tersenyum. "Tinggal di sini beberapa hari, setelah itu barulah berangkat ke gunung Bu Tong." Thio Han Liong berpikir sejenak. kemudian mengangguk. "Baiklah." "oh ya" su Hong sek memandang mereka seraya bertanya, "Kalian sudah menikah di Kotaraja?" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan. seketika juga seng Hwi tertawa gembira. "Ha ha ha Kami harus memberi selamat kepada kalian, kami akan menjamu kalian malam ini" "Itu tidak usah" Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Harus." tandas seng Hwi dan menambahkan, "Kita harus bersulang hingga pagi." "Kalau tadi aku lupa bertanya, tentunya malam ini kalian akan tidur berpisah kamar"ujar su Hong sek. "Itu pasti tidak menyenangkan kalian. Ya, kan?" "su Pang cu...." Wajah Thio Han Liong bertambah merah. Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Han Liong" su Hong sek tersenyum. "Setelah engkau mengajak An Lok Kong cuculang ke pulau Hong Hoang To, apakah kalian masih mau mencampuri urusan rimba persilatan?" "Tidak mau." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Kami ingin hidup tenang, damai dan bahagia di sana." "oooh" su Hong sek manggut-manggut. "Tapi jangan lupa berkunjung ke mari" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. Malam harinya, seng Hwi dan su Hong sek menjamu mereka, bersantap dan bersulang sambil tertawa gembira. "Han Liong," tanya su Hong sek. "Kalian ingin punya anak berapa?" "Kalau bisa selusin," sahut Thio Han Liong. "Agar pulau Hong Hoang To tidak terlalu sepi." "Ha ha ha" seng Hwi tertawa gelak. "Kasihan An Lok Kong cu harus melahirkan anak sampai selusin. Bagaimana dia mengurusi anak yang begitu banyak?" "Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu menatapnya sambil tersenyum. "Engkau sudah mabuk ya?" "Adik An Lok" sahut Thio Han Liong. "Aku berkata sesungguhnya, bukan perkataan dalam keadaan mabuk lho" "Kakak Han Liong...." An Lok Kong Cu cemberut. "Engkau jahat ah Bagaimana mungkin aku melahirkan anak sampai selusin?" "Mungkin saja," sahut Thio Han Liong sambil tertawa. "Kalau sekali melahirkan dua anak, bukankah engkau bisa melahirkan anak sampai lusinan?" Mendengar itu, Seng Hwi dan Su Hong Sek tertawa geli, sehingga membuat wajah An Lok Kong Cu menjadi memerah seperti kepiting rebus. "Kakak Han Liong...." Mendadak An Lok Kong Cu mencubit pahanya. "Aduuuh" jerit Thio Han Liong kesakitan. "Rasakan" sahut An Lok Kong Cu. "Siapa suruh engkau menggodaku" Hi hi hi?" Sementara itu, berlangsung pula pembicaraan serius di dalam kuil tua di gunung Wu "Guru, rimba persilatan pasti gempar, karena kita telah membunuh ketua Hwa San Pay. Lalu kenapa kita harus terus diam didalam kuil tua ini?" ujar Tan Beng Song. "Engkau memang goblok" sahut Ban Tok Lo Mo sambil melotot. "Aku justru menghendaki pihak Siauw Lim Pay mengundang partai lain ke kuil Siauw Lim. Nah. itu merupakan kesempatan bagi kita untuk menghabiskan mereka di tengah jalan." "Betul." Tan Beng Song manggut-manggut. "Tapi hingga kini Siauw Lim Pay masih belum mengundang partai lain. Mungkin ketua Siauw Lim Pay tahu akan rencana Guru." "Hm" dengus Ban Tok Lo Mo. "Keledai gundul itu cerdik juga. Dia sedang adu siasat dengan kita." "Guru," usul Tan Beng song. "Bagaimana kalau kita menyerbu Kun Lun Pay atau Go Bi Pay saja?" "Kenapa engkau mengusulkan itu?" "Sebab tidak mungkin kita menyerbu siauw Lim Pay, Bu Tong Pay maupun Kay Pang." "Lho" Kenapa?" "Karena siauw Lim Pay amat kuat, sedangkan di Bu Tong Pay masih ada Thio sam Hong dan Kay Pang pasti dibantu Im sie Popo, maka sulit bagi kita membunuh ketua ketua itu." "Ngmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "Ada benarnya juga perkataanmu barusan itu. Tapi... Kun Lun Pay dan GoBi Pay begitu jauh dari sini, tidak mungkin kita menyerbu ke sana." "Lalu apa rencana Guru?" "Rencanaku...." Ban Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak punya rencana. Bagaimana engkau" Punya suatu rencana bagus?" "Guru, aku justru sedang berpikir." "Pikirlah Tapi... jangan lama-lama" "Ya, Guru." Tan Beng song mengangguk dan terus berpikir hingga keningnya berkerut-kerut, kemudian bergumam. "Kalau satu lawan satu, Guru pasti menang. Tapi apabila mereka mengeroyok. tentunya Guru repot menghadapi mereka...." "Hei" bentak Ban Tok Lo Mo. "Engkau mengoceh apa" Kenapa sedang berpikir bisa mengoceh?" "Guru," sahut Tan Beng song. "Jarak dari sini ke markas Kay pang tidak begitu jauh,bagaimana kalau kita menyerbu Kay Pang saja?" "Memang tidak sulk membunuh su Hong sek dan suaminya, namun... Im sie Popo justru merupakan halangan besar bagi kita." "Guru," ujar Tan Beng song. "Aku masih sanggup menghadapi su Hong sek dan suaminya, jadi Guru menghadapi Im sie Popo. Kalau nenek gila itu sudah dibunuh, tentunya tidak sulit bagi kita membunuh su Hong sek dan suaminya." "Benar." Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "Aku sanggup membunuh Im sie Popo. Tapi... bagaimana kalau mendadak muncul bantuan?" "Maksud Guru muncul jago lain membantu Kay Pang?" "Ya." "Kita mengambil langkah seribu saja," sahut Tan Beng song. "Setelah itu, kita berunding lagi." "Bagus, bagus Ha ha ha..." Ban Tok Lo Mo tertawa gelak. "Memang harus dengan cara begitu menghadapi mereka, agar mereka kesal dan pusing Ha ha ha..." "Guru," tanya Tan Beng song. "Kapan kita berangkat ke markas Kay Pang?" "Besok." sahut Ban Tok Lo Mo. "Kita bikin kejutan di markas Kay Pang, maka partai lain pun akan ikut terkejut Ha ha ha..." Sudah beberapa hari Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tinggal di markas Kay Pang, namun tiada informasi mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya, sehingga membuat Thio Han Liong kesal sekali. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya sungguh licik" ujar Thio Han Liong dengan wajah kesal. "Kita berada di sini justru sedang menunggu kemunculan mereka, tapi mereka sama sekali tidak ke mari." "Kakak Han Liong" An Lok Keng cu tersenyum. "Jangan kesal, Ban Tok Lo Mo dan muridnya memang sengaja bermain gerilya dengan para ketua partai besar." "Mungkinkah..." sela su Hong sek dengan kening berkerutkerut. "... mereka tahu kalian berada di sini?" "Mungkin.." Thio Han Liong manggut-manggut. "Maka mereka tidak ke mari. Aku mencemaskan Kun Lun Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 7 Si Pisau Terbang Pulang Karya Yang Yl Medali Wasiat 16