Bajak Laut Kertapati 2
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Bagian 2 jelita ! " Kertapati mau-tak-mau tersenyum juga mendengar ucapan ini. Alangkah tabahnya gadis ini. Sebagai seorang tawanan yang ebrada di tangan bajak-bajak laut, baukannya merasa takut, bahkan kini menjadi penasihat dan pengiburnya dalam hal asmara. Keberanian gadis itu membuat Kertapati menjadi agak gembira, maka sengaja ia melayani percakapan itu dan berkata, " Bukankah tadi aku bilang bahwa aku adalah seorang bajak laut yang dibenci " Puteri bagsawan mana yang sudi kepadaku " " Kini jawaban Winarti yang disertai pandang mata lembut dan penuh perasaan, benar-benar membuat Kertapati terkejut. Gadis itu berkata. " Banyak terdapat puteri-puteri bangsawan cantik jelita yang lebih menyinta seorang bajak laut yang muda, rupawan an gagah perkasa, daripada seorang teruna bagsawan atau pangeran yang bertubuh lemah, berpenyakitan, dan biasanay hanya mengumpulkan selir, sebanyaknya aja ! Aku sendiri ...... akupun tidak suka dan benci sekali melihat pemuda bangsawan macam itu ! Dan ...... bajak laut hanyalah merupakan nama saja, merupakan sebutan seperti halnay pakaian yang dipakai. Kalau pakaian itu ditinggalkan dibuang jauh-jauh di laut dan kemudian diganti dengan pakaian lain yang bersih, siapa yang akan tahu kalau Kertapati adalah bekas seorang bajak laut yang ditakuti " Dan aku ...... kiranya aku akan dapat menolongmu dalam hal ini , yakni ..... kalau kau kehendaki ...... " Tiba-tiba Kertapati tertawa bergelak. " Minggirkan perahu ! " katanya kepada anak buahnya yang mendayung perahunya. Para anak buahnya merasa heran mendengar perintah ini karena mereka msih jauh dari perkampungan yang makam hari ini akan dijadikan tempat persembunyian. Tapi mereka merasa girang melihat betapa Kertapati yang biasanya " alim " terhadap wanita itu, kini bahkan dengan tangan sendiri menculik seorang gadis. Dan melihat kecantikan puteri ini, diam-diam mereka mengharapkan agak kali ini Kertapati benar-benar akan memilih jodohnya ! Maka, bukan main kecewa dan keheranan mereka ketika melihat bahwa setelah perahu menempel di tepi pantai, Kertapati lalu menarik tanagn gadis itu turun dari perahu dan berkata, " Nah, sampai di sini saja. Winarti ! Dan tetang nasihatmu tadi ...... akan kupikir-pikirkan baik-baik. Terima kasih ! " Sambil tertawa Kertapati lalu melompat ke atas perahunya lagi dan menyuruh anak buahnya mendayung pergi. " Kertapati ! Jangan tinggalkan aku seorang diri di sini ...... aku takut ! " Winarti berteriak-teriak sambil memandang ke sekelilingnay yang sunyi dan gelap, " Ha, ha, ha, ! Kau tidak takut kepada bajak laut Kertapati, masa sekarang kau takut kepada malam gelap " Ha, ha, ha ! " Terdengar suara ketawa Kertapati dan kawannya makin menjauh dan melenyap berbareng dengan lenyapnya bayangan perahu mereka. Winarti menjadi binggung. Kembali ia memandang ke sekelilingnya yang gelap. Sinar bulan yang suram muram mebuat pohon-pohon besar nampak bagaikan raksasa hitam tinggi besar dan angin laut yang tertiup membuat raksasa-raksasa itu bergerak-gerak seakan-akan handak menerkamnya. Winarti berlutut di atas pasir pantai dan menutupi kedua matanya dengan tangan, lalu menangis ! " Dengar, kawan-kawan. Kalian harap lekas membawa barang-barang ini ke tempat kawan-kawan kita yang lain. Adakah persiapan untuk penyerbuan kota jepara yang akan kulalukakn pada besok malam ! Kerahkan semua kawan-kawan, bahkan tambahan balabantuan dari kampung-kampung yang ebrdekatan. Kita harus memberi pukulan keras dan mendatangkan hasil yang besar kali ini agar cepat dapat kita kirimkan ke Mataram ! Kalian boleh berkumpul di gerbang berat, menanti tiada yang akan kuberi dengan panah api. " " Kau sendiri bagaiamana akan dapat masuk ke Jepara " Wajahmu telah dikenal dan setelah perahu Tumenggung Basirudin itu tiba di Jepara, tentu penjagaan akan diperkuat ! " kata seorang kawannya. " Mudah saja, aku sudah mempunyai " kunci masuk " yang merupakan seorang gadis cantik. " Kawan-kawannya memandang heran, akan tetapi kemudian mereka dapat menduga, maka terdengar suara ketawa disana-sini. Kertapati lalu mengatur siasat penyerbuan itu dan memberi pesan kepada semua kawannya bagaimana harus menyerbu Jepara pada besok malam. Kemudian ia berkata. " Jangan lupa, kawan-kawan, karena mungkin aku tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengulang pesanan ini. Kelima ahli panah kita, Harjo, Wiro Mangun, Dibyo dan Kartiko, harus menyerang rumah penginapan Dolleman untuk menarik pertahanan kota di tempat itu. Serang sambil berpencar, tipu mereka dengan panah-panah kembar, dan jangan lupa bawa karung-karung pasir untuk tempat berlindung mereka. " Setelah memberi pesan dengan teliti sekali, ia lalu berpaling kepaad seorang anggota bajak yang sudah agak tua, bertanya, " Dirun, kau bawa perabot-perabotmu " " " Ada, ada dalam saku bajuku, " jawab orang itu. " Nah, maro kaurobah mukaku, jangan terlalu muda, juag jangan terlalu tua, cukup saja untuk menarik kepercayaan seorang gadis tanpa menimbulkan jijik. Ia duduk di atas pasir dan Dirun mulai " merobah " muka kepala bajak muda itu dengan jari-jari yang amat cekatan. Pekerjaan ini dilakukan hanya dibawah penerangan beberapa batang obor yang mereka nyalakan. Winarti masih duduk ditepi laut seorang diri, kadang-kadang menangis, kadangkadang mengibur diri sambil menarik napas panjang. Tak lama lagi, hari akan terang kembali dan aku bisa mencari jalan pulang atau minta tolong kepada orang kampung yang kujumpai di jalan, demikian ia menghibur diri sendiri dan menekan rasa takutnya. Akan tetapi kalau ia teringat kepada Kertapati, tak terasa air matanya mengalir turun kembali. Ia merasa amat kecewa, karena pemuda yang luar biasa, tampan dan gagah perkasa itu agaknya sama sekali tidak tertarik kepadanya. Yang menyakitkan perasaannya ialah bahwa pemuda itu tidak menaruh kasian kepadanya ! Alangkah kejamnya, meninggalkan aku seorang diri di tempat seperti ini. Ah, dia tidak berjantung, tidak berperasaan, tak kenal perikemanusiaan ! Winarti mengomel panjang-pendek di dalam hatinya dan mencoba untuk menanam rasa benci di dalam hatinya. Akan tetapi, diam-diam ia harus akui bahwa tak mungkin baginya untuk membenci pemuda itu. Ia kagumi kegagahannya, dan wajah itu ..... terutama matanya yang tajam tak mau hilang saja dari bayang-bayang lamunannya ! Ah, pikirnya sambil mengigit bibir, kalau dia berganti pakaian, berganti nama, dan menjadi ...... mantu ayahku, siapa yang akan menyangka bahwa ayahku, siapa yang akan meyangka bahwa dia adalah bajak laut Kertapati " Alangkah bahagianya bersuamikan seorang gagah perkasa ..... ah, akan tetapi ia sombong, sombong dan kejam ! Aku benci padanya ..... benci ! Ia menangis lagi. Tengah malam telah lewat dan keadaan makin sunyi membuat hati Winarti makin gelisah dan takut. Sebetulnya bukan tak ada orang sama sekali di sekitar tempat itu, karena semenjak tadi, di luar tahunya Winarti, ada sepasang mata yang tajam dan bersembunyi di balik bulu mata yang sudah keputih-putihan dan pelupuk mata yang agak sipit dan berkeriput. Ini adalah mata seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian sebagai seorang petani, baju biru panjang penuh tambalan, celana panjang samapi bawah lutut, jga penuh tambalan, rambutnya yang telah banyak uban itu tertutup oleh sehelai ikat hitam dan sarungnya diselempangkan pada pundak kirinya. Kakek ini berdehem perlahan dan muncul dari tempat persembunyiannya. Winarti yang sedang menangis terkejut sekali hingga serentak ia bangun berdiri. Akan tetapi, ketika ia melihat seorang setengah tua berdiri tak jauh dari situ, ia menjadi setengah tua berdiri bertindak menghampiri ia berkata. " Pak tua ..... kau tolonglah aku ..... " Kakek itu melihat di bawah sinar bulan yang suram betapa seorang gadis cantik berlari kepadanya, maka ia segera membelalakkan matanya dan nampak terkejut sekali. " Ya Jagat Dewa Patara ..... ! " ia memuji. " Bagaimana di tempat seperti ini muncul seorang kuntilanak " Hai iblis ! Pergilah dan jangan ganggu Pak Sumpil ! Aku sudah tua dan takkan tertarik oleh kecantikanmu ! " Sambil berkata demikian, kakek itu mengangkat kedua tangannya seakan-akan ia berdoa ! Sungguhpun ia tadi baru saja menangis, akan tetapi melihat kelakuan kakek itu, Winarti tertawa terkekeh-kekeh sehingga kakek itu makin ketakutan dan mundur dua langkah. " Pak tua ...... atau Pak Sumpil kalau memang itu namamu. Aku bukan kuntilanak ! Lihatlah, apakah punggungku bolong " " Sambil berkata demikian, Winarti lalu memutar tubuhnya memperlihatkan punggungnya yang halus, bersih dan sama sekali tidak bolong. " Bukan kuntilanak ...... " Maaf ...... kalau begitu, siapakah den ajeng ini " Mengapa seorang wanita muda seperti den ajeng berada di tempat ini pada saat seperti ini " " Kakek itu menghampiri dengan membungkuk-nungkuk memberi hormat. " Saya adalah puteri Tumenggung Basirudin di Jepara. Siapakah kau , pak " Apakah namamu Pak Sumpil" " Kakek itu nampak tertegun mendengar bahwa puteri ini adalah anak seorang tumenggung, maka ia segera memberi hormat dan berkata. " Memang benar nama hamba Pak Sumpil, karena selain menjadi petani, hamba suka mencari dan mengumpulkan sumpil ( keong kecil ), maka hamba disebut Pak Sumpil. Mengapa den ajeng berada di tempat ini seorang diri " " Dengan girang karena telah bertemu dengan seorang dusun, Winarti lalu menceritakan bahwa ia telah diculik oleh bajak laut Kertapati dan diturunkan di situ. " Maka, harap kau suka tolong aku, Pak Sumpil. Antarkan aku ke Jepara, ayah tentu akan memberi hadiah besar kepadamu ! " Pak Sumpil segera menyanggupi dan berkata, " Karena malam gelap. Lebih baik kita berangkat besok pagi-pagi, den ajeng, lebih baik kita berangkat besok pagi-pagi, den ajeng. Kalau den ajeng suka, dan den ajeng boleh mengaso atau tidur, hamba yang menjaga. " Akan tetapi Winarti tak dapat tidur, dan setelah Pak Sumpil membuat api unggun untuk mengusir dingin dan nyamuk , ia malah mengajak kakek itu bercakap-cakap. " Telah lama hamba dan sekalian saudara-saudara di kampung mendengar nama bajak laut Kertapati. Bahkan belakangan ini orang-orang mengabarkan bahwa bajak laut itu hendak menikah dengan seorang puteri Jepara yang ebrnama Roro Santi ! Betulkah berita ini, den ajeng " " " Bohong ! Bagaimana seorang bajak laut yang jahat bisa menikah denagn seorang puteri Adipati " Menggelikan ! Andaikata Roro Santi sendiri setuju, tak mungkin ayahnya memberi ijin. Pula, Adipati Wiguna telah memberikan puterinay itu kepada letnan Kompeni, mereka sudah bertunangan ! " Kakek itu nampak kaget. "Apa ?" Menikahkan puterinya dengan seorang Kompeni " Aneh benar !! Belum pernah hamba mendengar berita seaneh ini selama hamba hidup." " Ini kehendak Adipati Wiguna, siapa bisa menghalanginya " " " Apakah den ajeng Roro Santi juga sudah setuju dinikahkan dengan seorang Belanda yang bermata biru dan berambut kuning " " Winarti menggeleng kepalanya. " Jangankan kepada seorang letnan Kompeni, bahkan pada tunangannya yang dulupun, Roro Santi tidak pernah merasa suka. Padahal tunangannya yang dulu, Raden Suseno, adalah seorang pemuda yang cukup tampan dan gagah ! " " Seorang gadis yang keras hati dan tak mudah jatuh cinta ...... " kakek itu berkata perlahan, " diwaktu hamba masih muda dulu, pernah hamba bertemu dengan seorang gadis seperti itu. " " Benarkah, Pak Sumpil " Tentu pengalamanmu banyak sekali tentang watak-watak wanita, bukan " Kau agaknya bukan seorang alim di waktu mudamu, pak ! " Kakek itu tertawa bergelak. " Ah, hamba hanyalah seorang dusun, dan wanitawanita yang hamba kenalpun hanya perempuan-perempuan tani dan nelayan. " " Menurut pendapatku, pak, seorang gadus seperti Roro Santi itu kalau sudah menjatuhkan hatinya kepada seseorang, akan dibelanya sapai mati ! " Setelah mendengar ucapan Winarti yang terakhir ini, kakek itu nampak tak ingin banyak bicara lagi dan Winarti yang kini tidak merasa takut lagi lalu menyandarkan tubuhnya pada batang pohon dan tertidur. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Winarti diantar oleh Pak Sumpil menuju ke Jepara. Akan tetapi, oleh karena perjalanan melalui hutan dan jalan yang amat sukar, sedangkan sebagai puteri bangsawan Winarti tak biasa berjalan jauh, maka perjalanan itu makan waktu sampai sehari ! Gadis itu sama sekali tidka tahu bahwa kalau sekiranya mereka mengambil jalan langsung dan tidak berputar-putar dulu, tak sampai setengah hari mereka akan sampai di Jepara. Menjelang senja mereka memasuki gerbang pintu Jepara dan para penjaga ketika melihat Winarti diantar pulang oleh seorang petani itu, menjadi girang sekali. Segera mereka memberitahukan hal ini kepada Tumenggung Basirudin yang segera datang menjemput puterinya Winarti bertangis-tangisan dengan ayah-ibunya dan ketika kedua orang tuanya itu mendengar bahwa puteri mereka selamat dan tidak terganggu oleh bajak laut kertapati, mereka merasa bersukur sekali. Winarti menuturkan jasa Pak Sumpit yang mengantarkan sampai ke kota Jepara, maka dengan berterima kasih sekali Tumenggung Basirudin lalu memberi hadiah uang dan pakaian. Pak Sumpit mengucapkan banyak terima kasih, kemudian ia diperkenankan untuk bermalam di situ, mendapat tempat di bagian para nelayan. Akan tetapi Pak Sumpit menyembah dan mengajukan permohonan. " Gusti Tumenggung, banyak terima kasih hamba haturkan atas segala kurnia paduka kepada hamba yang sesungguhnya tidak melakukan sesuatu yang patut diberi jasa. Hamba adalah seorang dusun yang baru pertama kali semenjak puluhan tahun yang lalu melihat kota Jepara yang demikian indah. Oleh karena itu, karena besok pagi-pagi hamba harus kembali ke pondok hamba karena kuatir kalau-kalau anak cucu hamba mencari-cari, apabila diperkenankan, malam hari ini hamba tak hendak tidur. Hamba ingin menikmati keindahan kota Jepara dan berjalan-jalan di kota. " Semua orang tertawa mendengar ini. " Tentu saja boleh, Pak Sumpil. Bahkan pintu samping akan kusuruh buka saja sehingga sewaktu-waktu kau datang, kau dapat terus masuk ke belakang, " jawab Tumenggung Basirudin ramah. Pak Sumpil lalu minta diri dan keluar dari gedung tumenggung. Dengan langkah perlahan dan memandang ke kanan kiri dengan penuh kekaguman, berjalan-jalan seorang diri di kota Jepara. Seorang penunggang kuda lewat cepat di dekatnya. Pak Sumpil menengok memberi isarat dengan tangan kirinya. Penunggang kuda itu lewat terus seakan-akan tidka melihatnya, akan tetapi tak lama kemudian ia datang kembali dan melemparkan segulung kertas yang jatuh dekat kaki Pak Sumpil. Kakek ini berhenti berjalan, mengeluarkan slepai tembakaunya. Ketika ia menyalakan sebatang rokok klobot, tiba-tiba slepainya terlepas dari tangan. Ia mengambilnya dan kertas gulungan itupun terbawa oleh jarinya. Lalu ia melanjutkan perjalanannya sambil tunduk membaca tulisan di kertas gulungan itu, yang hanya sebaris. Kawan-kawan siap, gerbang selatan lemah. Kita serbu di sana. " Bagus, Jiman ! " Kertapati tersenyum, karena kakek atau Pak Sumpil itu sebenarnya memang Kertapati sendiri yang menyamar dan mempergunakan Winarti sebagai " perisai " atau " kunci masuk " sehingga ia dapat memasuki Jepara tanpa banyak menimbulkan kecurigaan. Jiman sendiri tadi tidak mengenalnya, demikian sempurna samaran yang dilakukan oleh Kertapati itu, akan tetapi ketika melihat tanda isarat yang diberikan oleh Kertapati, barulah Jiman mengenalnya. Pembantu ini memang semenjak tadi telah merasa gelisah karena tidak melihat Kertapati yang menurut kata kawan-kawan berada di dalam kota. Setelah membaca surat itu yang lalu disobek-sobek dan dimasukkan ke saku bajunya untuk disebar di sepanjang jalan sedikit demi sedikit. Kertapati lalu melanjutkan perjalanannya dengan langkah perlahan dan lemah menuju ke selatan. Memang benar sebagaimana laporan Jiman, yang menjaga di gerbang ini hanya tiga orang penjaga. Pada saat Kertapati tiba di situ, Jiman telah mendahuluinya dan kini pembantunya itu nampak sedang bercakap-cakap dengan mereka. Jiman adalah seorang pembantu Letnan Dolleman yang banyak dikenal oleh para penjaga. " He, pak tua ! " Jiman menegur ketika Kertapati berjalan dekat pintu gerbang. " Kau hendak pergi ke mana " " Sambil terbatuk-batuk seperti seorang kakek yang menderita penyakit mengguk, Kertapati berjalan terseok-seok menghampiri mereka, kemudian berkata. " Aku ........ adalah Pak Sumpil yang tadi mengantarkan pulang puteri Gusti Tumenggung. Waah, aku mendapat hadiah banyak sekali, coba lihat hadiah ini, alagkah indahnya ...... " sambil berkata demikian ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan menggenggam dengan kedua tangan. Tiga orang penjaga menjadi tertarik hatinya dan karena hadiah yang dikeluarkan dari saku itu agaknya kecil sekali sehingga tidak nampak dari tempat mereka, mereka bertiga lalu melangkah maju untuk melihat benda di dalam kedua tangan kakek itu. Akan tetapi, alagkah kaget mereka ketika melihat bahwa kedua tanagn itu kosong tak terisi apa-apa ! Selagi mereka hendak menegur, secepat kilat kedua lengan Pak Sumpil bergerak dan tahu-tahu leher dua orang penjaga telah dijepit dengan lengannya sedemikian kerasnya sehingga tak dapat mengeluarkan teriakan sama Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sekali. Pada saat itu juga, Jiman telah memukul kepala penjaga ketiga dengan gagang kerisnya sehingga penjaga itu roboh pingsan. Setelah membuat ketiga orang penjaga itu tak berdaya dan menyeret tubuh mereka ke dalam semak-semak di dekat gardu, Kertapati dan Jiman lalu membuka pintu gerbang. Jiman lari ke kudanya dan mengambil busur dan anak panah. Tak lama kemudian, dari gerbang itu meluncurlah anak panah yang dipasangi api keluar dari pintu gerbang. Mereka menanti sebentar dan tak lama kemudian berserabutanlah kawan-kawan mereka berlari datang dari balik-balik pohon. Tanpa banyak ribut karena memang telah diatur terlebih dahulu, mereka memecah rombongan menjadi beberapa bagian, mendatangi gedung-gedung besar yang telah menjadi bagian masing-masing ! Suasana sunyi senyap, akan tetapi tak lama kemudian, ributlah seluruh Jepara oleh bunyi kentungan yang dipukul bertalu-talu dan bersaut-sautan. Titir ! Tanda ada perampok menyerang kota. Akan tetapi rumah manakah yang dirampok " Demikian banyaknya kentungan berbunyi pada saat yang sama ! Para penjaga menjadi panik dan tiba-tiba terdengar tembakan-tembakan senjata api di gedung tempat para Kompeni bermalam ! Berlari-larilah para penjaga ke tempat itu dan hanya beberapa orang penjaga saja yang mendatangi rumah-rumah yang didatangi perampok, karena sebagaian besar berlari menuju ke arah datangnya suara senjata api. Mereka merasa lebih aman berlindung di belakang Kompeni yang bersenjata api ! Para penjaga dan Kompeni menjadi panik ketika rumah itu diserang dengan anakanak panah yang meluncur itu, dapat diguga bahwa fihak penyerang sedikitnya tentu ada dua puluh orang. Kompeni yang berada di dalam rumah itu hanya ada dua belas orang, termasuk Dolleman yang memaki kalang kabut. Letnan ini lalu memimpin kawan-kawannya untuk menembak ke arah penyerbu, akan tetapi para penyerbu itu selain berlindung di balik batang-batang pohon, juga ternyata membawa karung-karung pasir yang ditumpuk-tumpuk di dekat pohon itu ! " Setan jahanam ! " seru Dolleman marah sekali. " Bagaimana mereka dapat masuk ke kota " " Ketika mendengar bahwa mereka datang dari pintu selatan, Dolleman makin marah. Telah lama ia mencurigai Jiman dan malam hari ini adalah giliran Jiman untuk melakukan pengawasan terhadap para penjaga ! Sementara itu, para anak buah bajak laut dengan mudah telah dapat memasuki gedung-gedung bagian mereka dan mengambil harta benda yang dapat mereka bawa. Kertapati sendiri dengan dikawani oleh empat orang kawannya, menyerbu ke gedung Wiguna dan beberapa orang penjaga yang masih berada di situ dengan mudah saja dapat mereka bikin tak berdaya. Adipati Wiguna sekeluarga bersembunyi di dalam kamar mereka karena ketika Adipati Wiguna hendak ikut menghadapi perampok, ia dipegang oleh isterinya yang mencegahnya. " Biarlah mereka membawa semua harta benda, apakah artinya itu bagi kita " Kalau kau sampai terkena bencana, bagaimanakah dengan kami " " isterinya mencegah, juga Roro Santi mencegah ayahnya. Kertapati setelah berhasil mengabil barang-barang berharga yang terbuat daripada emas, lalu memimpin kawan-kawannya untuk meninggalkan gedung itu, akan tetapi ia bertemu dengan seorang kawannya yang terluka pada pundaknya. " Wiji ! Kau terluka " Bagaimana kawan-kawan " " " Celaka, Kertapati ! Lima orang kawan kita yang menyerburumah Kompeni telah tertawan ! " Kagetlah Kertapati mendengar ini. Lima orang ahli panahnya tertawan " Dengan depat Wiji menuturkan bahwa kelima orang itu telah kena tipu oleh Dolleman. Ketika Jiman datang ke tempat itu, tiba-tiba ia ditodong oleh Dolleman dan dipaksa untuk mengambil jalan memutar, menghampiri lima orang ahli panah itu. Mereka tidak mau memanah melihat Jiman, tidak tahunya di belakang Jiman ini terdapat Dolleman dan seorang lain yang memegang senjata api ! Untuk menyerang Kompeni itu, tentu tubuh Jiman yang dijadikan perisai akan terkena, maka terpaksa di bawah todongan Dolleman dan kawannya, kelima orang ahli panah itu mengangkat tangan dan tertawan ! " Keparat ! " seru Kertapati. " Beri tanda agar semua segera berlari keluar ! " Setelah Wiji berlari pergi untuk menjalankan perintah ini. Kertapati sendiri lalu berlari masuk kembali ke gedung Adipati Wiguna ! Alangkah kagetnya hati Adipati Wiguna sekeluarga ketika tiba-tiba pintu kamar itu tertendang dari luar dan masuklah seorang pemuda baju hitam dengan keris di tangan ! " Kertapati ! " terdengar Adipati Wiguna dan Roro Santi berseru hampir berbareng. " Diam dan jangan bergerak ! " Kertapati mengancam. " Kawan-kawanku tertawan, dan Roro Santi kujadikan tawananku untuk kelak ditukar ! " Sebelum semua orang sadar, ia telah menubruk maju dan cepat sekali tubuh gadis itu telah berada dalan penodongannya. Adipati Wiguna hendak menyerang, akan tetapi Kertapati membentak. " Kau tidak sayangi jiwa anakmu sendiri " " Kerisnya diangkat dan ditempelkan ke arah dada Roro Santi, sehingga Adipati Wiguna melangkah mundur lagi denagn pucat. Kertapati lalu melompat dan menghilang ke dalam gelap, gadis itu merontaronta dalam pondongannya ! Geger dan ributlah kota Jepara dengan adanya serangan itu. Setelah para penyerang itu melarikan diri jauhm barulah para penjaga itu mencari-cari dan memburu ke sana ke mari ! Ketika Kertapati berkumpul dengan anak buahnya, ternyata bahwa dua orang kawan mereka tewas, tiga dengan Jiman yang ditembak mati oleh Dolleman, empat orang luka-luka dan lima orang ahli panah tertawan ! Akan tetapi hasil rampasan mereka amat banyak dan mereka membayangkan betapa akan gembiranya Trunajaya menerima bantuan ini ! *** " Kau ...... pemuda yang berahlak rendah ! Kau ksatria yang sesat dan membikin malu nama keluargamu sendiri ! " Di dalam gubuk tempat ia ditahan, Roro Santi berdiri dan menudingkan, jari telunjuknya ke arah muka Kertapati yang telah meninggalkan samarannya, Wajah gadis itu merah dan matanya bersinar-sinar, memandang dengan penuh kemarahan. Kertapati duduk di atas sebuah bangku, menatap wajah Roro Santi dengan penuh kekaguman, Alangkah indahnya mata itu kalau sedang marah, memancarkan cahaya berapi-api. Alis yang kecil panjang menghitam itu lebih manis lagi ketika dikerutkan. Bagaikan terpesona Kertapati menatap bibir yang bergerak-gerak, mencela dan memakinya itu. " Sudah cukupkah " atau masih ada lagi " Kalau masih ada, teruskan, nanti datang giliranku ! " jawabnya sambil tersenyum dan Roro Santi merasa agak binggung melihat senyum itu. Senyum itu nampak demikian manis dan manarik hatinya sehingga diam-diam ia merasa kemarahannya memuncak. " Kau pemuda tidka tahu malu ! Orang gagah perkasa yang rendah budi membikin malu bangsa sendiri ! Kau menbajak, merampok, bahkan berani menculik puteriputeri bangsawan ! Pekerjaan apakah yang lebih rendah daripada semua kejahatan yang kaulakukan itu " " Kertapati mendengarkan sambil tersenyum dan mengangguk-angguk. Kau menculik Winarti dan menghinanya ! Sekarang kau tidak hanya merampok penduduk Jepara termasuk atahku, akan tetapi juga berani menculik aku ! Kau mencemarkan nama dan kehormatan keluarga kami, sekarang aku sudah kau tawan, mau bunuh lekas bunuhlah ! " Sambil mengangkat dadanya Roro Santi memandang dengan menantang, akan tetapi dari dua matanya melompat keluar dua titik air mata ! " Sudah cukupkah " " kata Kertapati dengan suara halus dan tenang. Sekarang giliranku. Kau tadi bertanya apakah ada kejahatan yang lebih rendah daripada perbuatanku " Banyak ! Perbuatan orang tuamu, perbuatan para bangsawan di Jepara, bahkan perbuatanmu sendiri jauh lebih rendah ! " " Apa katamu ?" Perbuatanku yang mana yang kau anggap rendah " " " Sebagai seorang puteri bangsawan, seorang imat Islam pula, kau telah menyediakan dirimu untuk menjadi jodoh seorang kafir, seorang Belanda yang banyak mendatangkan malapetaka bagi bangsa kita sendiri ! " " Keparat ! Jangan sembarangan membuka mulut ! Siapa sudi menjadi jodohnya " Aku ...... aku tidak sudi ! " " Akan tetepai kau tidka melawan kehendak ayahmu. Pertunaganmu dengan Dolleman bukan rahasia lagi ! " " Aku ...... aku terpaksa, harus tunduk kepada ayahku, dan ...... dan hal ini sama sekali bukan urusanmu, kau perduli apa " " kembali dara itu memandang marah dengan mata menantang. " Tentu saja aku perduli ! Orang lain yang manapun kalau hendak dijodohkan dengan mata-mata Kompeni musuh kita itu, tentu membuat hatiku tak seneng. Apalagi ...... kau ! " " Kalau aku mengapa ! " " Kau ...... kau ...... aku harus melarang hal ini terjadi, biarpun akan kuhalangi dengan nyawaku. Aku rela kau menjadi jodoh keparat Kompeni itu atau ...... jodoh siapa saja !! " " Kau gila ! Ada hak apakah kau atas diriku maka kau berani berkata demikian " " " Hal yang timbul karena perasaan kita, perasaanku dan perasaanmu. Santi, ikatan hati kita tak akan putus sedemikian mudahnya ! " Roro Santi memandang denagn mata terbelalak. " Apa maksudmu ...... ?" Kini wajah Kertapati nampak bersungguh-sungguh. Lenyaplah senyum mengejek tadi dari bibirnya dan matanya yang tadi berseri jenaka kini berubah sayu dan pandang matanay mesra ditujukan ke arah wajah gadis itu. " Santi, semenjak kau memberi tusuk konde itu ...... kita saling mencintai. Kau tahu akan hal ini sama baiknya dengan aku, dan jangan kau menipu hatimu sendiri ! " " Tidak ....... ! Bohong ...... Tak mungkin aku menyita seorang bajak, seorang perampok, lebih-lebih ...... seorang penghianat yang mencelakakan bangsa sendiri ! " " Diam ! " Kertapati membentak marah dan melompat lalu memegang kedua pundak Roro Santi. " Dengarlah, gadis ...... ! Kau boleh menyebut aku apa saja akan tetapi jangan sekali-kali menyebutku penghianat. Aku tidak mau ! Apalagi kalau keluar dari mulutmu dan mulut orang-orang yang bersekutu dengan Belanda ! Kau mau dipertunagkan dengan Kompeni, ayahmu bersetia kepada Sunan yang untuk mempertahankan gelar dan singgasana, rela membuat kita diperbudak oleh orangorang kafir ! Apakah orang-orang macam kalian itu patut menyebutku seorang penghianat " " Sambil berkata demikian, dalam kemarahannya Kertapati mengguncang-ngguncang kedua pundak Roro Santi yang tak berdaya dalam pegangan sepasang tangan yang kuat itu sehingga gadis ini mulai menangis ! Melihat air amata yang membanjir keluar dari kedua mata Roro Santi, lemaslah tubuh Kertapati dan kekerasan hatinya hancur luluh sama sekali. Tanpa disadarinya, tangannya masih memegang pundak gadis itu, menarik tubuh itu ke dadanya dan sesaat kemudian ia mendekap kepala dan dada orang yang dikasihinya itu ke dada ! Bagaikan terkena pesona dan hilang ingatan, untuk beberapa lamanya Roro Danti menangis sambil menyandar keningnya pada dada yang bidang dan kuat itu. Hal ini mendatangkan rasa damai dan tentram kepadanya. " Kalau saja ...... kau bukan bajak laut Kertapati ...... dan aku ....... Aku bukan Roro Santi puteri seorang Adipati ...... " bisiknya perlahan. Kertapati tidak menjawab, hanya mempererat dekapananya. Akan tetapi, tiba-tiba Roro Santi merenggutkan tubuhnya dari pelukan itu dan berkata dengan wajah pucat, " Tidak ...... tidak !! Ini tidak mungkin ! Kertapati kaudengarlah baik-baik karena kurasa kau mesih mempunyai cukup kebijaksanaan untuk menimbang dengan adil. Jangan kaukira bahwa aku demikian gila dan suka kepada Kompeni juga mendengar percakapan-percakapan antara ayah dan ibu, mereka juga tidak suka kepada Kompeni ! akan tetapi, ayah adalah seorang ponggawa kerajaan yang harus setia kepada junjungan. Dan aku...... aku adalah puteri tunggal dari orang tuaku, maka aku betapapun juga harus berbakti dan tunduk. Aku tahu bahwa ayah dan ibu tidak begitu gila untuk mempertunangkan aku dengan Kompeni itu apabila tidak ada hal yang amat memaksa mereka. Dan kalau menolak ...... pasti ayah akan mendapat bencana ! Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu saja aku harus membela orang tuaku, biarpun untuk itu aku harus berkorban nyawa ! " " Lebih baik berkorban nyawa daripada mengurbankan kesucianmu sebagai gadis bangsawan yang beribadat kepada seorang Kompeni ! " kata Kertapati gemas. " Apa kaukira aku akan tunduk begitu saja, Kertapati " Aku tunduk hanay untuk membela orang tuaku, akan tetapi, Dolleman hanya akan dapat menjamah mayatku ! " Sambil berkata demikian Roro Santi berdiri tegak dengan kepala dikedikan. Wajahnya ang masih basah air mata itu nampak pucat, akan tetapi membayangkan kegagahan dan ketabahan hati " Santi, alangkah gagahnya kau ! Hatiku tidak rela melepasmu untuk menjadi korban keganasan Kompeni dan ketamakan ayahmu ! Jangan kau pergi meninggalkan aku, Santi ! " " Akan tetapi ayahku ...... " " Ayamu membela fihak yang sesat, jangan dipikirkan lagi ! " Roro Santi memandang marah. " Kertapati ! Tentu saja kau tidka mengerti tentang cintakasih antara orang tua dna anak, tidak kenal akan rasa bakti terhadap orang tua di dalam hati anak ! Agaknya kau ...... kau tak pernah berbakti kepada orang tuamu ! Oleh karen aitu agaknya maka kau tersesat dan menjadi seorang bajak, seorang perampok ! " Tiba-tiba pucatlah wajah Kertapati. Bibirnya gemetar, ternyata bahwa ia sedang menderita pukulan batin dan menahan keperihan hati yang hebat mendengar ucapan itu. Kemudian katanya perlahan, " Santi, ayah, ibu, semua saudaraku telah tewas karena peluru senapan Kompeni di banten. Kebaktian apalagi yang dapat kulakukan selain memusuhi Kompeni dan kaki tangan serta sekutunya " " " Oh ...... maafkan aku, Kertapati, " kata Roro Santi dengan suara perlahan dan terharu, dan kini pandangannya terhadap pemuda itu sama sekali berobah. " Jangan kaukira bahwa semua hasil rampokan dan rampasan yang kulakukan bersama anak buahku itu kami pakai untuk kepentingan sendiri. Tidak ! Semua harta benda yang kami dapatkan, kami kirim untuk mambantu pemberontakkan-pemberontakan para pemimpin rakyat terhadap Kompeni. Maka, janganlah kau memandang terlampau rendah dan hina kepadaku, Santi ...... " Suara Kertapati bukan bersifat menyombong, bahkan terdengar sebagai seorang terdakwa yang membela diri dan minta dikasihani. " Kertapati ....... Kertapati ...... " kata Roro Santi perlahan sambil memandang dengan air mata berlinang. " Sekarang aku merasa menyesal mengapa aku dilahirkan sebagai seorang puteri bangsawan, ....... Aku ingin menjadi seorang gadis dusun agar dapat ...... membantumu ....... ! " " Santi ...... ! " Kertapati melangkah maju dan kembali memeluk dara itu yang kini telah menyerahkan hatiku bulat-bulat terhdap pemuda yang memang semenjak pertemuan pertama kali telah menarik hatinya itu. Pada saat itu, dari luar pintu rumah terdengar panggilan, " Kertapati ! " Sepasang teruna remaja itu cepat-cepat memisahkan diri dan melepaskan pelukan. " Masuklah, Karim ! " kata Kertapati yang mengenali suara kawannya itu. Seorang pemuda bertubuh kecil masuk dan matanya mengerling ke arah Roro Santi yang memandangnya dengan tenang. Kalau Karim memiliki mata tajam, tentu ia akan melihat betapa mata gadis itu berbeda sekali dengan kemarin nampak sedih dan amrah, kini nampak berseri-seri dan seakan-akan cahaya baru timbul dari manik matanya ! " Kompeni mengumumkan bahwa kelima orang kawan kita yang tertawan, akan dibebaskan apabila kita megembalikan puteri Adipati ini. Kompeni mengajak bertukar tawanan, satu lawan lima ! " " Baik. " Kertapati mengangguk. " Siapkan kudaku ! " Karim keluar lagi dengan muka girang karena kawan-kawannya yang tertawan akan dibebaskan kembali. Setelah Karim pergi Kertapati duduk dengan muka muram dan kening dikerutkan, sikap yang belum pernah nampak pada diri anak muda ini sebelum Roro Santi masuk ke lubuk hatinya ! Pemuda ini biasanya berani, tabah, gembira dan tak pernah menyusahkan sesuatu, akan tetapi sekarang, baru saja ia bertukar kasih dengan Roro Santi, ia sudah menderita kekawatiran, kesedihan dan kebingungan karena perpisahan dari kekasihnya ini ! Dalam hal ini, ada betulnya juga kata setengah orang bahwa penderitaan laki-laki datang dari wanita ! Akan tetapi, tak dapat disangkal pula bahwa segala kebahagiaan laki-laki timbul dari wanita pula ! Roro Santi mklum akan jalan pikiran Kertapati, maka ia lalu mendekat dan menaruhkan tangannya ke atas pundak kepala bajak yang duduk di atas bangku itu. " Kertapati, kedudukan dan kebaktian kira merupakan jurang yang lebar dan dalam yang memisahkan kita. Akan tetapi, jangan kau gelisah. Sebagaimana yang telah kau katakan tadi, orang macam Dolleman atau laki-laki yang manapun juga, hanya akan dapat menjamah tubuhku yang sudah menjadi mayat ! " Kertapati berdiri dan memegang tangan gadis itu. Sepuluh jari tangan mereka saling genggam erat-erat merupakan sumpah atau janji bisu yang tak terdengar oleh telinga akan tetapi telah mengukir di dalam hati masing-masing. " Santi, kau memberi kekuatan kepadaku untuk melanjutkan tugasku, bahkau kau menjadi penambah semangat bagiku ! Karena aku tahu bahwa sungguhpun kau berdiri Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo di seberang sana, akan tetapi hatimu berada di dekatku selalu. Jangan kuatir, kekasihku, siapapun orangnya yang berani mengganggumu, akan berhadapan dengan Kertapati, dan akan merasakan pembalasan tangan Kertapati ! Kita pasti akan, bertemu kembali Santi ! " Sambil menekan tangan pemuda itu Roro Santi berkata dengan air mata berlinang. " Pasti Kertapati, akupun yakin akan hal ini ! " Kuda telah dipersiapkan dan Kertapati berkata kepada kawan-kawannya yang berada di depan rumah itu. " Kawan-kawan, aku sendiri akan mengantarkan puteri ini kembali ke Jepara, untuk ditukar dengan lima orang kawan-kawan kita ! " " Akan tetapi, baagaimana kalau ini merupakan suatu perangkap untukmu, Kertapati " " kata seorang kawannya. Pemuda itu tersenyum. " Mereka takkan mencelakakan [uteri ini, dan kalian tahu bahwa aku tak begitu bodoh untuk mudah saja masuk dalam perangkap seperti seekor tikus ! " Dengan sigapnya, ia lalu membantu Roro Santi naik ke atas kudanya yang ebrbulu dawuk ( kelabu ) kemudian ia melompat di belakang gadis itu dan membalapkan kudanya yang berlari congklang. " Alangkah senengnya hidupku apabila setiap hari aku dapat bersama kau menunggang kuda seperti sekarang ini ! " kata Kertapati sambil menghela napas. Mendengar ucapan ini, Roro Santi juga menarik napas panjang. Setelah tiba di luar pintu gerbang, Kertapati menahan kudanya. " Hati-hati Kertapati, aku kuatir kalau-kalau Kompeni akan menipumu, " berkata Roro Santi engan tubuh gemetar. Akan tetapi pada saat itu, dari pintu gerbang muncul sepasukan penjaga dan beberapa orang serdadu yang dikepalai oleh Dolleman sendiri. Mereka mengiringkan lima orang kawan-kawan Kertapati yang dibelenggu dengan rantai panjang pada lengan mereka. " Kertapati ! " Dolleman berseru dari jauh. " Kau lepaskan tunanganku dan aku akan membebaskan lima orang kawan-kawanmu ! " Bukan main mendongkolnya hati Kertapati mendengar Dolleman menyebut Roro Santi sebagai tunangannya. Akan tetapi ia menahan marahnya dan tertawa menghina. " Siapakah yang sudi mempercayai omongan palsu yang keluar dari mulut Kompeni " Kaukira aku tidak tahu bahwa begitu puteri ini tiba ditempatmu, kau dan kaki tanganmu akan menembak kami berenam " Ha, mukamu menjadi makin merah ! Tak perlu kau merasa malu karena rahasia hatimu telah kuketahui. Lebih baik kau lekas pergi, aku tak sudi berurusan dengan Kompeni. Puteri ini adalah anak dari Adipati Wiguna, maka biarlah Adipati Wiguna sendiri yang berurusan dengan aku dan mengadakan pertukaran tawanan ini ! " Marahlah Dolleman mendengar ini " Kertapati, kau menghina Kompeni ! Akan tiba masanya kau dan seluruh gerombolanmu mampus ditangan Kompeni ! " kata Dolleman. " Ha, ha, Dolleman, bagi kami, ancaman-ancaman dan bujukan-bujukan Kompeni tak berharga sedikitpun juga. Lekas kau pergi dan biar Adipati Wiguna sendiri menjemput puetrinya ! " Kertapati mengusir pula. Setelah menyumpah-nyumpah karena merasa terhina sekali, akhirnya Dolleman mengalah dan menarik mundur pasukannya. Tak lama kemudian, Wiguna sendiri datang dan mengiringkan lima orang anggota bajak laut itu. Adipati Wiguna merasa terharu sekali melihat puterinya, maka ia lalu berlari-lari menghampiri Kertapati dan puterinya. " Santi ...... ! " ayah yang merasa bahagia ini lalu memeluk puterinya dan menatap wajahnya seperti orang menyelidik. " Bagaimana, Santi " Kau tak apa-apa, nak ?" Roro Santi atersenyum dan menggelengkan kepalanya. " Kertapati bukanlah penjahat yang suka mengganggu wanita seperti para pangeran muda ayah. Saya diperlakukan baik sekali. ...... " " Syukur ..... dan terima kasih, Kertapati. " Akan tetapi kertapati tak memperhatikan mereka, karena sedang sibuk untuk melepaskan belenggu yang mengikat tangan kelima kawannya setelah menerima kuncinya dari tangan Wiguna. " Kertapati, kau hati-hatilah, " kemudian terdengar Adipati Wiguna berbisik, " mungkin sekali perjalananmu pulang akan dicegat oleh Dolleman ! " Mendengar ini, pucatlah wajah Roro Santi, dan Kertapati memandang dengan tajam kepada Adipati Wiguna seakan-akan hendak menjenguk isi hati orang tua itu. " Pernah kau mendengar nama Wirataman yang membantu Trunajaya " Dia adalah adik kandungku ! Kau berlaku baik terhadap anakku ! " Setelah mengeluarkan ucapan singkat ini kepada Kertapati yang mendengar dengan muka terheran, Adipati Wiguna lalu manrik tangan anaknya, diajak kembali ke dalam kota. Beberapa kali Roro Santi menengok, akan tetapi Kertapati yang merasa kuatir kalau-kalau terdahului oleh Dolleman, telah memberi perintah kilat kepada lima orang kawannya. Mereka berunding sebentar, lalu enam orang itu berlari cepat memasuki hutan dengan terpencar ! Oleh karena ini, biarpun Dolleman dan pasukannay telah mencegat perjalanan kertapati, mereka tidak menjumpai enam orang itu, hanya melihat seekor kuda tanpa penunggang yang berlari cepat bagaikan setan ! sekali lagi Dolleman menympah-nyumpah karena merasa telah dipermainkan oleh Kertapati. Semenjak pertemuannya dengan Roro Santi, kawanan bajak laut Kertapati makin mengganas, dan kini sasaran penyerbuan mereka semata-mata hanyalah perahu-perahu Kompeni. Perahu-perahu kecil panjang yangberwarna hitam dan berlayar hitam pula itu, muncul di mana-mana bagaikan setan-setan laut. Memang, Kertapati mendapat benyak pengikut yang setia dan kini ia melakukan operasi dengan berpencar menjadi tiga kelompok. Dan tiga kelompok inilah yang selalu mengganggu di sepanjang pantai, dan kini daerah mereka diperpanjang sampai Tuban. Pada waktu itu, semenjak mengadakan janjian dengan Sunan Amangkurat II untuk membantu usaha Sunan itu merampas kembali Mataram dari tangan Trunajaya, Kompeni lalu mengumpulkan kekuatan balatentaranya. Sudah menjadi siasat dan kelicikan Kompeni untuk mempergunakan tenaga orang lain, mengadu domba penduduk pribumi sendiri, mengadakan pengaruh " uang sogokan " yangebrasal dari perasan bumi Indonesia sendiri ! Demikianlah, maka mereka mendatangkan pasukan-pasukan yang besar jumlahnya yang terdiri dari bermacam-macam bangsa yakni diantaranya orangorang Mardika, Melayu, Makasar, Ambon, dan sebagainya. Orang-orang Belanda sendiri yang ikut dalam pasukan itu tentu saja menjadi opsir-opsirnya ! Pasukan-pasukan ini didatangkan dari luar Pulau Jawa untuk disatukan dengan pasukan-pasukan dari Amangkurat II sendiri dan kemudian untuk dipimpin melakukan penyerbuan besar-besaran ke Mataram ! Pada waktu itulah maka Kertapati menjalankan perjuangan yang hebat. Perahuperahu Kompeni yang membawa pasyukan-pasukan ini, seringkali mendapat gangguan hebat. Penyerangan para bajak laut itu memang dahsyat dan mengerikan. Pada waktu malam gelap, perahu Kompeni itu tiba-tiba waktu malam gelap, perahu Kompeni itu tiba-tiba diserang oleh panah-panah api yang meluncur dari sekelilingnya. Mereka sukar sekali membalas oleh karena perahu-perahu bajak itu hitam dan tidak memakai api penerangan. Pada saat tembakan ditujukan ke arah tempat dari mana meluncur panah api, perahu itu dengan cepatnya telah pergi ke lain bagian. Tiap kali panah api dilepas, perahu bajak yang ringan, runcing dan panjang itu bergerak maju cepat-cepat sehingga peluru-peluru Kompeni hanya mengenai air kosong apabila perahu Kompeni itu telah mulai terbakar layar-layarnya dan semua anak perahu terpaksa melompat ke dalam air ! Dengan cara demikian, tidak kurang dari enam buah perahu kena dihancurkan oleh anak buah bajak laut. Kertapati, dan entah berapa banyak pasukan yang mampus karena terbakar atau tenggelam ! Dalam penyerangan-penyerangan ini. Kertapati selalu berada di depan dan serngkali pemuda ini melakukan perbuatan-perbuatan berani luar biasa yang amat menggumkan. Pernah ia menyamar sebagai seorang nelayan tua yang menjala ikan dan ketika perahu Kompeni lewat, ia memberi tanda bahwa ia melihat adanya bajak laut ! Tentu saja ia lalu dinaikkan ke perahu untuk ditanya lebih jelas. " Tadi hamba melihat lima buah perahu berlayar ke barat, " demikian katanya dengan tubuh gemetar dan bibirnya yang keriputan menggigil. " perahu-perahu kecil panjang berwarna hitam ...... " Dan ketika kapten belanda datang mendekatinya secepat kilat Kertapati menangkapnya, mengancam dengan keris di lambung kapten itu dan menyeretnya ke kamar mesin ! Tak seorangpun diantara penumpang perahu berani menyerang atau menembak, kuatir kalau-kalau akan mencelakai kapen Belanda itu. Kemudian, sambil mempergunakan kapten itu sebagai perisai, kertapati membakar kamar mesin lalu menyeret kapten itu ke geladak dan bersama-sama melempar diri ke dalam air ! Ketika anak buah kapten itu sibuk hendak menolong kaptennya, tiba-tiba api yang dilepas oleh Kertapati telah menjalar menyabar bahan bakar sehingga perahu itu meledak dan terbakar hebat ! Kertapati sendiri telah selamat dan di angkat oleh kawan-kawannya yang telah menanti-nanti dengan hati berdebar menyaksikan perbuatan pemimpin mereka itu dari jauh ! Masih banyak hal-hal yang luar biasa dan penuh keberanian dilakukan oleh Kertapati dan anak buahnya. Bahkan mereka pernah mencoba untuk membakar sebuah kapal Kompeni yang amat besar dan diperlengkapi dengan meriam-meriam. Kapal itu sedang berlabuh di pelabuhan Semarang yang besar dan terdapat banyak penjaga, nemun bajak laut Kertapati tak kenal takut dan berani mencobanya ! Biarpun mereka hanya berhasil membakar layarnya saja dengan api karen akeburu datang serbuan dari para penjaga sehingga seorang anak buah Kertapati tewas kena tembak, namun perbuatan ini membuat nama bajak laut itu makin ditakuti. Dolleman makin merasa benci dan marah kepada Kertapai oleh karena kegagalannya untuk menangkap atau membunuh bajak laut itu membuat ia mendapat teguran hebat dari atasannya di Semarang. " Percuma saja kau menyebut dirimu sebagai mata-mata dan penyelidik yang terpandai an tercakap di seluruh Hindia, " atasannya itu menegurnya " Baru menghadapi seorang bajak laut kecil seperti Kertapati saja kau tidak berdaya ! Tahu-tahu kau bahwa Dewan Hindia telah menegurku karena gangguan-gangguan Kertapati itu " Mulai sekarang kau harus kembali ke Semarang, tiada gunanya kau tinggal berbulan-bulan di Jepara kalau tidak mampu membekuk Kertapati. Biar aku menugaskan kepada lain orang ! " Marah, malu, dan mendongkol mengaduk-aduk pikiran dan hati Doleman ketika ia mendengar teguran ini. " Berilah aku ketika barang sebulan lagi, " katanya memohon, " kalau dalam sebulan aku tidak dapat menangkapnya, lebih baik aku dikirim kembali ke Negeri Belanda ! " Akhirnya atasannya memberi waktu sebulan kepadanya dan dengan hati mendongkol lalu kembali ke Jepara. Ia maklum bahwa biarpun pada waktu itu Kertapati tidka berada disekitar Jepara karena seringkali bajak laut itu muncul di daerah Semarang, akan tetapi ia tahu bahwa di daerah Jepara banyak terdapat mata-mata dan anak buah bajak laut sendiri bukan kawan-kawan atau anak buahnya " Buktinya Jiman yang ditembaknya dulu, yang menjadi orang kepercayaannya, ternyata juga menjadi anak buah bajak laut Kertapati ! Sehari semalam Dolleman tidka keluar dari kamarnya, memeras otak dan mencari siasat. Ia teringat kepada Adipati Wiguna. Dapatkah adipati itu dipercaya " Ia mulai merasa curiga kepada Adipati Wiguna semenjak Roro Santi dikirim kembali oleh Kertapati. Siapa lagi kalau bukan Adipati Wiguna yang membuat Kertapati dan kawan-kawannay tahu bahwa ia dan pasukannya mencegat jalan pulangnya " akan tetapi masih ada kemungkinan -kemungkinan lain, misalnya memang mungkin bajak laut yang cerdik itu sengaja berpencar karena merasa curiga dan berlaku hatihati, atau boleh jadi yang emmbocorkannya adalah orang lain, seorang diantaranya para penjaga sendiri misalnya ! Ah, ia menjadi binggung dan mulai merasa curiga kepada semua orang ! Bahkan kepada Roro Santi ia menaruh curiga ! Setidaktidaknya gadis itu pernah berdua dengan kepala bajak itu dan ia tahu pula betapa gagah dan tampannya Kertapati sehingga melihat pandang mata mereka ketika duduk diatas kuda berdua, ah ...... siapa tahu " Akhirnya ia mengambil keputusan. " Tidak ada jalan lain yang cukup menguntungkan aku ! katanya kepada diri sendiri. " Dengan akal ini, seandainya aku tak berhasil menangkap Kertapati sebagai gantinya aku akan mendapatkan Roro Santi ...... " ia meramkan matanya dan membayangkan bentuk tubuh yang menggairahkan dan wajah yang cantik jelita itu, " cukup menarik untuk menghibur kedukaanku apabila aku gagal dalam pekerjaan ini ! " Setelah mengambil keputusan yang agaknya memuaskan, hatinya ini, Dolleman lalu melempar tubuhnya di atas tempat tidur dan mendengkurlah dia seperti babi disembelih. " Dia terlalu jahat ! Sukar sekali untuk menangkapnya, maka tidak ada jalan lain, tuan Adipati, akal ini harus dijalankan ! " Dolleman mendesak. Adipati Wiguna mengerutkan kening dan sebetulnya ia tidak setuju sekali. " Akan tetapi, tuan Letnan, kalau mereka menyerbu perahumu, anakku akan berada dalam bahaya. Pula, bukankah pertunangan itu hanya sekadar memancing kertapati belaka " Bagaimana dengan pertunagan anakku dengan putera Bupati Randupati " Juga, anakku tentu akan merasa keberatan, karena namanya akan cemar, menjadi ejekan orang ...... " " Mengapa, tuan Adipati " Aku tidak bermaksud buruk. Hanya pura-pura saja puterimu ikut aku ke Semarang untuk menjalankan upacara pernikahan. Kau dan yang lain-lain boleh mendahului ke Semarang dengan jalan darat dan menjemput puterimu di pelabuhan Semarang. Aku hanya membutuhkan puterimu di atas perahu saja, sepanjang pelayaran dari Jepara ke Semarang. Muncul atau tidaknya ertapati, pasti puterimu akan tiba di Semarang dengan selamat. Aku menjamin ! " Tetap saja Adipati Wiguna ragu-ragu. Perjalanan perahu dari Jepara ke Semarang makan waktu sehari, apalagi kalau angin kecil. Dan ia tidak percaya kepada Letnan yang bermata biru tajam ini. Telah beberapa kali letnan Belanda ini memperlihatkan tingkah laku yang kurang sopan, yakni ia menanyakan keadaan Roro Santi, seringkali minta supaya gadis itu keluar ikut bercakap-cakap dan membawa hadiah-hadiah untuk Roro Santi. Pendeknya, sikap seorang laki-laki yang suka kepada seorang gadis. Bahkan, ketika Roro Santi pernah menegur sikapnya yang gak terlalu berani itu, ia menjawab sambil tertawa. " Bukankah kita sudah bertunangan " " Sikap-sikap yang diperlihatkan oleh Dolleman itulah yang membuat Adipati Wiguna merasa kuwatir dan tidak percaya akan keselamatan anaknya apabila ikut dengan perahu Dolleman. " Namun, betapa juga aku masih tidak rela apabila anakku ikut dengan perahumu, tuan letnan. Kalau bajak laut itu muncul dan menyerang, bagimana nasib Roro Santi anakku " " " Jangan kuatir, kalau mereka muncul, Kertapati dan kawan-kawannay pasti akan kutangkap atau kubinasakan di laut ! " Adipati Wiguna mempertawakannya di dalam hati, akan tetapi ia menarik napas panjang dan berkata. " Sudah banyak kali ucapan seperti ini dikeluarkan, akan tetapi kenyatannya sehingga kini Kertapati masih belum tertangkap ! " " Sekarang ini lain lagi, tuan Adipati ! " kata Dolleman penasaran. " Saya sengaja memperlengkapi kapal ini dengan meriam-meriam baik dan juga sepasukan Kompeni bersenjata api. Kalau pancingan ini berhasil dan Kertapai berani mennampakkan diri, pasti dia dan kaki tangannya akan hancur lebur ! " " Akan tetapi ..... " Dolleman menjadi habis sabar. Ia berdiri dari kursinya dan berkata. " Tuan Adipati, apakah kau tidak percaya kepada aku, Letnan Dolleman dari Kompeni " Tak perlu kita berpanjang cerita, tuan Adipati tinggal piliha satu antara dua. Setuju dan mengijinkan Roro Santi ikut dengan kapalku ke Semarang atau, kau sekeluarga kutangkap dengan tuduhan membantu dan melindungi bajak laut Kertapati ! " Adipati Wiguna juga berdiri dengan muka pucat. " Kompeni takkan percaya kepadamu, apa buktinya " " Dolleman menyeringai. " Buktinya " Ha, ha, ha ! Masih ingatkah kau kepada adik kandungmu Wiratman " Aku bisa mendakwa kau sebagai pelindung Kertapati dan pembantu pemberontak Trunajaya ! " Lemaslah tubuh Adipati Wiguna. Semenjak dulu memang ia merasa berada di dalam cengkaraman kekuasaan Belanda ini dan ia tahu bahwa kalau hal itu dilakukan oleh Dolleman, berarti dai sekeluarga tidak saja akan menderita bencana hebat, akan tetapi juga nama keluarganya akan rusak ! " Dolleman, " katanya perlahan, " biarkan aku berpikir dan mempertimbangkan soal ini sebaik-baiknya dulu. " Senyum kemenangan membayang di bibir letnan itu, dan ia bergerak hendak meninggalkan tuan rumah sambil berkata. " Kapalku akan berangkat sore-sore untuk memberi kesempatan kepada bajak-bajak laut itu melakukan serangannya di malam hari. Ingat, tuan Adipati, anakmu kauperbantukan untuk memancing keluar Kertapati, atau sekeluarga akan kutangkap dan dibawa ke Semarang sebagai orangorang tangkapan, atau ditahan di penjara sini ! " Lalu ia pergi meninggalkan Adipati Wiguna yang duduk dengan muka pucat di tas kursinya. Jilid 3 Ketika Adipati Wiguna menceritakan hal ini kepada istrinya dan kepada Roro Santi, kedua orang wanita itu menangis tersedu-sedu. Akan tetapi Roro Santi lalu menghapus air matanya dan menghibur ibunya dengan kata-kata penuh kepercayaan. "Ibu, sudahlah jangan ibu bersedih. Aku percaya bahwa Kertapati tentu akan muncul dan takkan membiarkan kita diperhina oleh Kompeni!" Kepada Adipati Wiguna dan istrinya telah diceritakan oleh gadis itu tentang keadaan bajak laut Kertapati yang sebenarnya adalah seorang pembantu Trunajaya Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan seorang yang benci kepada Kompeni, karena selain Kompeni telah membunuh keluarga pemuda itu, juga dianggapnya bahwa Kompeni menimbulkan malapetaka di tanah air. Maka mereka kini tidak benci lagi kepada Kertapati, bahkan atas bujukan dan pandangan-pandangan Roro Santi, kini Adipati Wiguna seakan-akan terbuka matanya dan diam-diam ia membenarkan perjuangan adik kandungnya yang membantu Trunajaya! Kemudian, antara anak, ibu, dan ayah ini terjadi perundingan rahasia untuk mengatur siasat, dan kalau mungkin bahkan membantu Kertapati untuk menghancurkan Kompeni yang sekarang telah terasa oleh mereka akan kejahatan dan penindasannya. Adipati Wiguna lalu mengumumkan bahwa puterinya hendak "diboyong, oleh tunangannya, yakni Letnan Dolleman, ke Semarang dan akan merayakan upacara pernikahan di Semarang! Biarpun berita ini diterima dengan hati mendongkol oleh semua penduduk, akan tetapi mereka merasa tidak heran, oleh karena mereka telah tahu bahwa puteri Adipati itu telah bertunangan dengan seorang Kompeni, dan keheranan mereka telah dihabiskan ketika mendengar berita pertunangan itu. Betapapun juga, banyak orang yang segera mengirim "sumbangan" kepada keluarga pengantin. Tidak ketinggalan para lurah-lurah dusun mengirimkan sumbangansumbangan berupa barang-barang berharga besar kecil, dari perhiasan rambut dari emas yang kecil sampai sumbangan-sumbangan berupa lemari-lemari pakaian berkaca, peti pakaian berukir, dan lain-lain. Orang-orang yang datang mengantarkan barang-barang sumbangan ini keluar masuk tiada habisnya! Diam-diam Dolleman yang amat cerdik itu lalu menyebar puluhan orang mata-matanya untuk menyelidiki kalau-kalau diantara orang-orang yang mengantarkan barangbarang sumbangan itu terdapat bajak laut Kertapati yang pandai menyamar, atau orang-orang yang mencurigakan. Pintu gerbang juga dijaga keras dan setiap penyumbang yang datang dari luar kota diamat-amati. Bupati Randupati dari Rembang ketika mendengar berita ini menjadi marah sekali. "Adipati Wiguna sungguh kurang ajar! Apakah dia hendak mempermainkan aku?" Raden Suseno dengan muka merah berkata, "Ayah, biar anak pergi ke Jepara sekarang juga dan bicara dengan hati terbuka dengan paman Adipati!" Pemuda itu lalu menunggang kudanya dan membalap ke Jepara dengan hati yang amat panas. Ketika ia tiba di Jepara, orang-orang yang melihat pemuda ini memasuki kota dengan muka merah dan membalapkan kudanya, diam-diam memperhatikan dan maklum akan kemarahan bekas tunangan Roro Santi ini. Akan hebat sekarang, mereka berkata dan sebagaimana sudah menjadi kebiasaan orang-orang yang suka sekali melihat terjadinya hal-hal yang menghebohkan, maka sebentar saja, setelah Raden Suseno turun dari kudanya dan berlari memasuki pendopo gedung Adipati Wiguna, di depan pendopo banyak berkumpul orang-orang yang ingin melihat kelanjutan peristiwa itu. Para penjaga yang telah mengenal pemuda itu, tidak berani menghalangi ketika Raden Suseno mengeluarkan kata-kata tegurnya. "Paman Adipati! Apakah artinya semua ini" Benarkah berita yang sampai di Rembang bahwa Roro Santi hendak diboyong ke Semarang oleh Letnan Dolleman?" Oleh karena di situ terdapat banyak pelayan, maka Adipati Wiguna lalu berkata sabar, "Raden Suseno, marilah kita masuk ke dalam dan bicara dengan baik-baik dan jelas. Mereka masuk ke dalam dan bicara dengan baik-baik dan jelas. Mereka masuk ke perdalaman dan di situ Raden Suseno disambut oleh isteri Adipati Wiguna dan juga Roro Santi terdapat pula di situ. Setelah berada di tempat yang tidak ada orang luar ini, Raden Suseno berkata lagi. "Saya diutus oleh rama untuk menanyakan hal ini kepada paman. Kami menghendaki penjelasan dan keterangan yang adil! Paman tentu maklum bahwa dengan membiarkan Roro Santi pura-pura bertunangan dengan Letnan Dolleman, fihak kami telah memberi pengertian dan kesabaran luar biasa, akan tetapi mengapa agaknya orang tidak menaruh perindahan kepada kami?" Apakah sengaja keluarga Bupati Randupati hendak dipermaikan orang semau-maunya?" "Tenang, tenang, Raden Suseno!" berkata Adipati Wiguna sambil menarik napas panjang. "Tenang dan sabarlah. Kami sama sekali tidak hendak mempermainkan kau atau ramamu, karena sesungguhnya kami melakukan hal ini dengan terpaksa benar?" Kemudian ia lalu menceritakan tentang maksud Dolleman hendak mempergunakan Roro Santi sebagai umpan untuk yang penghabisan kali, dengan ancaman-ancaman hendak menangkap atas tuduhan membantu pemberontakan dan bajak apabila ia menolak. Apakah yang dapat kami lakukan, Raden" Menolak berarti kami sekeluarga akan mengalami bencana yang lebih hebat lagi. Oleh karena itu, terpaksa kami menurut, bukankah hal ini hanya sebagai pura-pura saja!" Sementara itu, Roro Santi yang mendengarkan percakapan itu, melihat sikap-sikap kasar dan keras dari Raden Suseno terhadap ayahnya, merasa marah dan mendongkol dan marah sekali Keluarganya sedang mengalami bencana, pemuda yang dipertunangkan kepadanya ini bukannya datang menghibur atau memberi pertolongan, malahan datang-datang marah dan menuntut! Raden Suseno, "tiba-tiba Roro Santi berkata sambil memandang tajam, "kalau kau memang laki-laki, bangsawan dan ksatria utama, mengapa kau tidak segera pergi mencari Dolleman itu dan membunuhnya atau menantangnya berkelahi " Apa artinya kau datang mendesak-desak kami yang sudah terdesak dan terjepit" Untuk berlaku marah-marah kepada orang yang sudah tidak berdaya, bukankah laku seorang ksatria, tiap orangpun bisa!" Muka Raden Suseno yang tadinya merah karena marah itu, kini menjadi pucat. "Tapi ......tapi ...... " ia tak dapat melanjutkan katanya, dan Adipati Wiguna yang merasa kasihan kepadanya dan menganggap ucapan Roro Santi tadi keterlaluan berkata menghibur. "Sudahlah, Raden Suseno, apakah yang dapat kami lakukan terhadap mereka" Kekuasaan Kompeni amat besar, terutama semenjak mereka mengadakan pertemuan dengan Gusti Sunan dulu. Kita menentang berarti bencana. Kita harus bersabar, karena kau sendiri tahu betapa besarnya kekuasaan Letnan Dolleman." Raden Suseno menarik napas dan menggertakan giginya. "Sudah bosan saya terhadap kekuasaan asing ini! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Roro Santi, aku takkan tinggal diam! Dolleman harus bertanggung jawab!" Setelah mengucapkan kata keras ini, dengan muka marah Raden Suseno lalu pergi meninggalkan gedung itu tanpa pamit. Dengan disaksikan oleh banyak orang-orang bangsawan dan penduduk Jepara, juga Raden Suseno yang berdiri di tempat agak jauh sambil menggigit bibirnya, Roro Santi naik ke atas kapal, dijemput oleh Letnan Dolleman yang mengenakan pakaian prajurit yang mewah dan indah. Sesuai dengan kehendak Dolleman, tak seorangpun pelayan dan pengiring boleh ikut, dan Roro Santi hanya dikawani oleh barang-barangnya yang sebagian besar didapat dari sumbangan orang. Sebuah tandu, sebuah peti pakaian berukir indah, dan beberapa kopor kayu ikut diangkut naik ke atas perahu besar itu dan diletakkan di dalam kamar Roro Santi yang telah disediakan di situ, sebuah kamar yang cukup mewah, indah, dan besar. Roro Santi merasa dirinya asing ketika masuk ke dalam kamar ini akan tetapi hatinya tenang dan sedikitpun tidak memperlihatkan rasa takut gelisah. Kapal itu mulai bergerak menengah, diikuti oleh sorak-sorai para pengantar di pantai. Dianatara sorak-sorai ini terdengar isak tangis isteri Adipati dan suaminya berdiri diam dengan muka pucat dan bibir bergerak-gerak. Adipati Wiguna sedang berdoa untuk keselamatan puteri tunggalnya. "Semoga segala usaha yang direncanakan takkan gagal dan Tuhan akan membantu Kertapati ............. " demikian berkali-kali Adipati Wiguna berdoa. Tanpa diketahui oleh siapapun juga, bahkan isterinya sendiripun tidak diberitahu, Adipati Wiguna dalam keadaan terdesak itu telah mengadakan hubungan dengan Kertapati. Ia mengirim sepucuk surat kepada bajak laut itu dengan perantaran seorang pembantu bajak laut yang banyak terdapat di Jepara dan yang telah dikenalnya. Hari itu juga, yakni hari kemarin ia menerima surat balasan dari Kertapati yang menyatakan bahwa ia boleh membiarkan Roro Santi ikut naik ke kapal Dolleman, dan menyerahkan keselamatan gadis itu dalam tangan Kertapati. Surat selengkapnya berbunyi seperti berikut: Paman Adipati Wiguna, Biarkan Roro Santi ikut dengan Dolleman, jangan khawatir, hamba akan menjaga keselamatannya. Lebih baik jangan suruh anak paman membawa seorang pelayan pun, kecuali peti pakaian yang akan paman Adipati terima sebagai sumbangan. Peti itu jangan dibuka-buka dan taruhkan di kamar Roro Santi, berikut barang-barang lain, Hamba sendiri akan menjaganya dan kawan-kawan hamba akan menyusul. Selanjutnya marilah kita mohon doa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membantu kita! Kertapati Dengan bunyi surat Kertapati ini selalu bergema di dalam hatinya Adipati Wiguna tiada hentinya berdoa untuk keselamatan puterinya. Ia menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Kertapati, karena ia maklum bahwa pemuda itu benar-benar luar biasa. Bahkan dari penuturan dan sikap Roro Santi setelah dibebaskan dari tawanan bajak laut itu, ia dapat menduga bahwa antara puterinya dan Kertapati terdapat ikatan cinta kasih yang mendalam! Belum pernah ada nama laki-laki yang dapat membuat wajah puterinya berseri apabila nama itu disebutnya. Bahkan nama Raden Susenopun hanya mendatangkan kerut sebal pada wajahnya. Hal inipun diketahui oleh isterinya karena isterinya pernah menyatakan kekawatirannya. Namun Adipati Wiguna tidak sependapat dengan isterinya dan ia bukannya khawatir, bahkan diam-diam merasa girang. Setelah mendengar penuturan Roro Santi tentang keadaan dan perjuangan Kertapati, barulah pendirian dan pandangannya terhadap bajak laut itu. Apalagi setelah kemudian mendengar betapa bajak laut Kertapati berkali-kali menyerang dan menghancurkan perahu-perahu Kompeni di Laut Jawa, kekagumannya makin meningkat. Kita ikuti perahu yang membawa Roro Santi menuju ke Semarang itu. Perahu besar atau kapal layar itu diperlengkapi dengan empat buah meriam di kanan kiri dan mulut meriam yang menonjol keluar dari lubang-lubang di kanan kiri kapal itu merupakan ancaman bagi bajak-bajak laut yang berani datang menggangu. Selain ini, kapal itu membawa sepasukan Kompeni yang terdiri dari penembak-penembak ulung yang sengaja didatangkan oleh Dolleman dari Semarang. Jumlah pasukan ini empat puluh orang, semuanya ahli tembak dan bersenjata senapan. Dolleman sengaja menyuruh juru mudi untuk melayarkan kapal itu agak ke tengah laut. Ia sendiri dengan sebuah teropong (kiyker) di tangan, berdiri di geladak dan mengintai ke sana ke mari. Sebentar lagi, hari menjadi gelap dan matahari yang tadi masih nampak terapung di titik pertemuan antara air dan langit, kini telah lenyap sehingga terpaksa lampu-lampu di kapal itu di nyalakan sehingga keadaan menjadi terang. Dolleman lalu menyerahkan teropongnya kepada seorang penjaga dan ia sendiri pergi ke kamar minum untuk membasahi kerongkongannya dengan bir. Ia perlu minum bir untuk menghentikan goncangan-goncangan hatinya yang berdebar-debar. Siapa yang takkan merasa gelisah " Malam ini adalah malam penentuan baginya, yakni gagal atau berhasil! Soalnya sekarang hanyalah: munculnya bajak laut Kertapati atau tidak. Kalau muncul, ia pasti akan berhasil. Untuk ini ia telah mengatur penjagaan sebaik-baiknya. Ia sengaja tidak membawa terlalu banyak pengawal agar tidak menakutkan Kertapati, akan tetapi ia maklum bahwa tak jauh dari situ, sepaukan yang amat kuat berada di lain kapal, mengintai dan mengawal kapalnya dengan diam-diam dan siap menyerbu apabila ada bajak laut meyerang kapalnya! Yang ia khawatirkan hanyalah kalau-kalau pancingannya takkan berhasil dan Kertapati tidak muncul! Ia teringat kepada Roro Santi. Pantas saja Kertapati menyintainya! Laki-laki manakah yang tidak akan kagum melihatnya dan jatuh cinta kepadanya" Dolleman meninggalkan kamar minum dan melangkah menuju ke kamar Roro Santi. Kasihan gadis manis itu seorang diri saja di kamarnya, demikian ia berpikir sambil tersenyum menyeringai . Gadis cantik seperti itu tidak seharusnya berdiam seorang diri di dalam kamar. Daripada menjadi kurban serangan angin di atas geladak yang amat dingin, lebih baik duduk bercakap-cakap dengan dara jelita itu di dalam kamar yang hangat! Ketika ia mendorong daun pintu, ia melihat Roro Santi sedang duduk di atas dipan sambil bertopang dagu, Dolleman tertegun dan berdiri di ambang pintu, memandang kagum. Alangkah manisnya dagu itu, berlekuk indah di bagian bawahnya. Kalah dagu patung Venus yang pernah dilihatnya di museum di negerinya! Dan rambut itu! Hitam panjang berikal mayang, terurai di atas pundak dan punggung! Alangkah hebatnya kulit tubuh itu, luar biasa! Gadis-gadis dinegerinya tidak ada yang berkulit demikian halusnya, berwarna campuran putih kuning gelap, halus dan bersih! Dolleman melangkah maju, menatap wajah manis itu dengan pandang mata kagum. "Letnan Doleman, apakah keperluanmu maka kau masuk ke dalam kamarku tanpa ijin?" tanya Roro Santi. Sikapnya agung seakan-akan seorang permaisuri raja menegur hamba sahayanya. Dolleman tersenyum menyeringai lalu duduk di atas sebuah bangku di depan gadis itu. "Roro Santi, perlukah bagi seorang pria untuk minta ijin lebih dahulu apabila ia memasuki kamar tunangannya, bahkan yang boleh disebut sudah menjadi isterinya?" Merah wajah Roro Santi mendengar ini. Ia marah sekali, akan tetapi dalam pandangan Dolleman, ia menjadi makin cantik saja. "Dolleman, kau mabok dan jangan kau berani berlaku kurang sopan!" tegurnya. Akan tetapi Dolleman tertwa bergelak lalu berdiri dan melangkah maju, duduk di atas dipan di dekat Roro Santi. "Ha, ha, manis, memang aku mabok! Mabok melihat kau sedemikian cantik jelita. Seperti kau ini agaknya dewi-dewi kahyangan yang diceritakan dalam dongeng-dongeng bangsamu!" Ia mengulur tangan hendak memegang pundak Roro Santi, akan tetapi gadis itu mengelak dan berdiri dari tempat duduknya. "Dolleman, jangan kau kurang ajar! Lupakah kau akan janjimu kepada ayah?" "Ha, ha, ha! Manisnya kalau marah! Santi ...... aku ........aku hampir menahan rinduku kepadamu. Marilah, manis beri ciuman kepadaku, kepada tunanganmu!" "Keparat!" Roro Santi memaki sambil mencbut kerisnya yang kecil. "Kau majulah kalau sudah bosan hidup! Awas, kalau kau berlaku tidak sopan, keris inilah yang akan menamatkan riwayatmu atau akan melenyapkan nyawaku! Kulit tubuhku yang tersentuh tanganmu akan kubeset, aku tak sudi tersentuh oleh tanganmu yang kotor! Pergi!!" Untuk sejenak Dolleman tertegun, akan tetapi pengaruh bir telah naik di kepalanya dan sikap Roro Santi yang gagah itu dalam pandangan matanya menambah kecantikan gadis itu. Ia melangkah maju. Akan tetapi pada saat itu, dari luar pintu kamar terdengar seruan dalam bahasa Belanda yang berarti, "Perahu-perahu bajak sudah tampak!" Dolleman menoleh ke pintu lalu menjawab, "Jangan turun tangan dulu, biarkan mereka datang dekat!" Setelah berkata demikian, kembali dia menghadapi Roro Santi dan berkata, "Berlakulah manis kepadaku, Santi! Mari kita merayakan saat kemenangan kita!" Wajah Dolleman menjadi berkilat karena peluh mulai membasahi mukanya. "Kertapati telah muncul dan sebentar lagi ia dan kawan-kawannya akan dihancurkan! Mari, mari kau datang dekat .............. !" "Keparat jahanam! Jangan datang dekat!" seru Roro Santi dengan marah, akan tetapi tiba-tiba Dolleman melompat cepat. Gerakan ini sama sekali tak disangka oleh Roro Santi. Gadis itu mengangkat kerisnya, akan tetapi sekali menyampok dengan tangannya, keris itu terlepas dari pegangan Roro Santi dan menimpa peti kayu besar yang berada di sudut kamar. Keris kecil yang menimpa peti besar itu bagaikan pembuka sumbat botol wasiat dalam cerita kuno tentang jin, karena pada saat itu juga tiba-tiba tutup peti besar itu terbuka dari dalam dan dari dalam peti itu melompat keluar dua tubuh orang yang dengan sigapnya lalu berlompatan menerkam Dolleman! Dolleman yang telah memegang tangan Roro Santi yang meronta-ronta, menjadi terkejut sekali ketika melihat betapa tiba-tiba saja dua orang laki-laki berdiri di hadapannya. Ketika ia memandang, matanya terbelalak dan mulutnya celangap karena seorang diantara dua laki-laki itu bukan lain ialah ........ Kertapati sendiri! Ketika masuk ke dalam kamar itu, Dolleman tidak membawa senapannya, maka kini ia mencabut pedangnya dan membuka mulut hendak berteriak memanggil penjaga. Akan tetapi, secepat kilat Kertapati menubruknya dengan seruan geram. "Dolleman bangsat rendah! Bersiaplah untuk binasa!" Dolleman mengangkat pedangnya, akan tetapi dengan kecepatan dan kesigapan luar biasa tangan Kertapati menangkap pergelangan tangan kanannya dan tangan kanan mengirim pukulan ke arah ulu hati Dolleman! Tubuh yang tinggi besar itu terlempar dan pedangnya terlepas dari pegangan, sedangkan kerongkongannya yang tadinya hendak mengeluarkan teriakan memanggil kawan, hanya dapat mengeluarkan keluhan karena sakit saja. Sebelum ia dapat berdiri lagi, keris di tangan Kertapati telah menembus jantungnya dan matilah Letnan Dolleman pada saat itu juga! Roro Santi juga merasa amat terkejut. Sementara ia melihat Kertapati dan seorang laki-laki lain keluar dari peti itu, ia hanya berdiri mepet dinding dengan mata terbelalak, seakan-akan tidak percaya kepada kedua matanya sendiri. Ia hanya diberitahu oleh ayahnya bahwa Kertapati telah diberitahu dan ia diminta supaya percaya akan pertolongan Kertapati. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa Kertapati bersama seorang kawannya telah bersembunyi di dalam peti besar Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo itu! Sebelum Dolleman datang ia telah memikir dengan heran apa gerangan isi peti yang besar itu, dan ketika ia mencoba untuk mencoba untuk membuka tutupnya, ternyata bahwa peti itu tertutup dari dalam dan tak dapat dibuka! Tidak tahunya bahwa di dalamnya adalah Kertapati dengan seorang anak buahnya. Pada saat Kertapati menancapkan kerisnya di dada Dolleman, dari luar terdengar suara mendatangi. Kawan Kertapati segera memadamkan lampu kamar itu dan ketika dari luar terdengar suara orang bertanya. "Letnan, mereka kini telah datang dekat!" maka kawan Kertapati yang bertubuh tinggi besar itu mengeluarkan jawaban yang membuat Roro Santi tertegun dan terheran-heran. Jawaban itu dikeluarkan dalam bahasa Belanda yang lancar dan suaranya benar-benar tiada bedanya dengan suara Dolleman tadi! Orang tinggi besar ini memang sengaja dibawa oleh Kertapati, karena ia adalah seorang bekas anggauta Kompeni Belanda yang telah menjadi anak buahnya dan pandai bicara bahasa Belanda. Memang hal ini telah direncanakan semula oleh Kertapati yang cerdik. Orang itu yang bernama Bandi, menjawab suara di luar itu dengan sebuah perintah. "Jangan tembak dulu. Padamkan semua lampu di bawah, biarkan lampu di puncak tiang saja yang menyala agar mereka tidak melihat berapa banyak adanya pasukan kita!" Di dalam gelap, Roro Santi dan Kertapati saling bertemu dan ketika Roro Santi merasa betapa ia dipeluk oleh kekasihnya itu, barulah ia maklum bahwa peristiwa yang dilihatnya tadi bukanlah impian semata. Mereka lalu keluar dari kamar itu dan karena penerangan di bawah dipadamkan sesuai dengan dengan perintah Dolleman palsu itu, maka mudahlah bagi Kertapati untuk menyelinap ke bagian belakang kapal itu. Di atas kapal itu, yakni di pinggir sebelah belakang, memang disediakan beberapa buah perahu kecil yang disediakan untuk pertolongan-pertolongan darurat sewaktuwaktu terjadi bahaya. Kertapati meraba-raba dan di dalam gelap ia melepaskan ikatan sebuah perahu kecil itu. Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul dari dalam gelap dan membentak. "Siapa?"" Kertapati menjawab dengan sebuah tusukan kerisnya ke arah dada orang itu, akan tetapi ternyata orang itu cukup gesit karena dapat mengelak sambil membalas dengan serangan pedangnya dan berteriak. "Ada penjahat ....... !" Akan tetapi teriakannya kandas dan tubuhnya terlempar keluar ke dalam laut ketika Kertapati cepat menyerbu dan melemparkannya! "Cepat, mari ikut, Santi! Pegang tangan kiriku erat-erat!" bisik Kertapati yang berhasil melepaskan ikatan perahu kecil tadi. Perahu itu jatuh ke air dan Kertapati sambil memegang tangan Roro Santi, lalu melompat ke dalam air pula! Orang-orang yang mendengar seruan tadi, segera memburu ke tempat itu seorang diantaranya membawa sebuah lentera, akan tetapi ketika tiba di situ, mereka tidak berhasil melihat sesuatu. Seorang diantaranya melihat bahwa sebuah perahu kecil lenyap, maka ia memberitahukan hal ini kepada kawan-kawannya. Semua orang terkejut dan segera berlari mencari Dolleman. Akan tetapi yang dicarinya tidak nampak, maka tak kemudian terdengarlah ribut-ribut di atas kapal itu. "Mana Letnan Dolleman ?"" terdengar pertanyaan. "Aduh, ini ada seorang kawan kita rebah mandi darah !" seru seorang. "Di sini juga! Seorang kawan kita sudah mati!" "Mana Letnan Dolleman ?" seru yang lain. Ribut dan paniklah semua orang dalam kegelapan itu. Tiba-tiba terdengar perintah yang keluar dengan kerasnya dari atas. Suara Dolleman memerintah, "Lekas putar kapal ke kiri dan maju perlahan ! Jangan menembak dulu, tunggu perintahku !" Semua orang memandang ke atas dan melihat bayangan Dolleman yang tinggi besar itu telah berdiri di tempat penjaga dekat puncak tiang menara. Jurumudi menurut perintah ini dengan hati terheran-heran karena dengan memutar kapal seperti ini, mereka kini berada di depan para perahu-perahu bajak laut yang kian berada di belakang mereka! Tiba-tiba, dari arah perahu-perahu bajak yang hitam itu, mulai meluncur panahpanah api yang beterbangan bagaikan bintang berpindah tempat! Semua anak panah dapat mengenai kapal dengan tepat berkat cahaya penerangan yang masih dipasang di puncak tiang ! "Celaka, mereka menyerang ! Padamkan lampu di atas !" Terdengar seorang di geladak berseru dan cepat-cepat ia menggunakan sepatunya untuk memadamkan yang membakar ketika sebatang anak panah menancap di atas geladak dekat tempat ia berdiri. "Mana Letnan " Mengapa tidak memberi aba-aba balas menembak ?" tanya seorang dengan bingung. "Kapal seharusnya diputar lagi ke kanan agar kita bisa mempergunakan meriam!" seru pula seorang. Akan tetapi Letnan Dolleman yang berada di atas itu ternyata bungkam saja. Tiba-tiba seorang berlari-lari dari bawah melalui anak tangga. Orang ini membawa sebuah lentera dan napasnya terengah-engah ketika ia berseru, "Celaka ...! Letnan Dolleman telah tewas ...... ! Puteri telah lenyap ...... !" Semua orang terkejut. "Kau gila?" seru seorang sambil menuding ke atas. "Itu Letnan Dolleman ! Siapa bilang dia tewas ?" Beberapa orang berlari ke dalam kantor ke dalam kamar Roro Santi dan segera mereka keluar sambil berteriak-teriak. "Benar, Dolleman telah mati ! Yang di atas itu Dolleman palsu ! Tembak dia ! Seret dia turun !" Memang yang di atas tempat penjaga itu adalah Bandi. Tadi di dalam gelap, ia telah membunuh dua orang penjaga dengan kerisnya dan ia sendiri lalu memanjat naik untuk melihat gerakan kawan-kawannya. Maka ia lalu memberi perintah untuk memutar kapal ke kiri agar kedudukan kawannya itu tidak terancam oleh meriammeriam di kanan kiri kapal ! Kini mendengar bahwa rahasianya telah terbuka, ia tertawa bergelak-gelak dan segera ia memegang sebuah tali dan mengayun tubuhnya ke bawah ! Beberapa orang serdadu menembakkan tetapi meleset dan setelah Bandi berada di bawah, mereka tidak berani menembak, takut kalau-kalau pelurunya akan mengenai kawan sendiri. "Tangkap ! Bunuh !" mereka berseru dan menyerbu Bandi yang telah mencabut kelewangnya. Bajak laut yang tinggi besar ini dikurung dan dikeroyok. Ia mengamuk dan setelah merobohkan tiga orang lawan dengan kelewangnya, akhirnya ia kena tertusuk juga pada pundaknya. Ia melompat dan menerjang keluar dari kepungan, lalu berlari ke pinggir kapal. Akan tetapi malang, sebelum bajak yang gagah berani dan cerdik ini dapat melompat ke air, terdengar tembakan dan peluru menembus dadanya dan tubuhnya lalu terjungkal ke dalam air dalam keadaan tak bernyawa pula ! Pada saat itu, panah-panah api makin hebat dan deras datangnya sehingga sebagian kapal itu telah mulai terkena api. Para serdadu yang kehilangan pemimpin iti menjadi panik. Sebagian orang memadamkan api dan sebagian pula menembakkan senapan mereka ke arah perahu-perahu kecil. Beberapa orang telah terkena anak panah dengan tepat sehingga di sana-sini sudah nampak mayat-mayat bergelimpangan. Akan tetapi mereka dapat mengusai keadaan dan setelah kapal diputar ke kanan, maka mulai berdentumlah meriam-meriam kapal itu. Para bajak laut menjadi kewalahan. Beberapa buah mereka hancur atau terbalik. Terpaksa yang masih ada lalu melarikan perahu merek menjahui kapal itu dengan terpencar. Sementara itu, setelah melompat ke dalam air, pertama-tama Kertapati menolong Roro Santi yang dipeluknya dan dibawa berenang mengejar perahu yang dijatuhkan tadi. Setelah membalikkan perahu itu, ia lalu membantu Roro Santi naik ke dalam perahu dan segera mendayung perahu itu menghilang di dalam gelap menuju ke tempat perahu-perahu anak buahnya yang berada di belakang kapal. Di atas geladak kapal Kompeni itu sedang terjadi keributan, maka tak seorangpun memperhatikan gerakan Kertapati ini. Biarpun Kertapati berada di tengah-tengah mereka, akan tetapi para bajak laut itu tak berdaya menghadapi semburan peluru meriam yang hebat dari kapal musuh itu. Kertapati lalu memberi perintah untuk mundur dan melarikan diri. Akan tetapi, tak pernah disangkanya bahwa Dolleman benar-benar hebat dan cerdik. Baru saja mereka berhasil menjauhkan diri dari kapal Kompeni itu, tiba-tiba sebuah kapal lain yang lebih besar dan lebih lengkap menghadang perjalanan mereka ! Suara senapan memberondong dari atas kapal itu dan hampir seluruh anak buah bajak laut Kertapati yang melakukan perlawanan mati-matian dengan anak-anak panah mereka, habis disapu oleh peluru senapan para sedadu. Musuh terlalu banyak, dan senjata mereka lebih baik, ditambah pula kedudukan mereka yang terlindung di atas kapal yang besar itu. Setelah Kertapati kena tembak pundaknya dan pingsan di atas pangkuan Roro Santi, maka pertempuran berhenti. Hanya beberapa orang anak buah Kertapati yang berhasil menyelamatkan diri dengan jalan terjun ke air dan menyelam lalu menjatuhkan diri mempergunakan kepandaian renang mereka. Kertapati sendiri tertawan. Orang-orang di atas kapal ketika mendapat kenyataan bahwa dua orang yang berada di perahu kecil itu adalah Kertapati sendiri yang sedang pingsan dan Roro Santi yang duduk menangis di dalam perahu, lalu menolong dan mengangkat mereka ke dalam kapal. Setelah berada di kapal dan melihat betapa kedua tangan Kertapati yang sudah pingsan dan penuh darah dadanya itu dibelenggu, Roro Santi menjerit dan roboh pingsan pula ! Bajak laut Kertapati dibawa ka Jepara, oleh karena Kompeni berpendapat bahwa lebih baik bajak laut yang terkenal itu menjalankan hukum tembak di kota Jepara agar umum dapat menyaksikannya dan menjadi takut untuk mencontoh perbuatannya yang merugikan Kompeni. Roro Santi telah dijemput oleh ayahnya dan kembali ke gedungnya. Setiap hari gadis ini hanya menangis dan sedih. Kompeni mengumumkan bahwa bajak laut Kertapati akan ditembak mati pada hari Jumat Kliwon di pinggir laut, di bagian yang dalam. Di situ telah dibuat sebuah jembatan sampai ke bagian air yang dalam, di mana bajak laut itu akan menjalankan hukumannya. Semua penduduk dipersilahkan menyaksikan hukuman bajak laut ini. Hari Jumat Kliwon. Di tepi pantai telah penuh orang. Para bangsawan keluar dari gedung masing-masing dan ikut pula menyaksikan penyelenggaraan hukuman besar itu, bahkan orang-orang dari dusun-dusun yang jauh pada datang berbondongbondong untuk menyaksikan hukuman yang hendak dijatuhkan kepada bajak laut yang ternama itu, bajak laut muda yang mempunyai banyak pengikut dan pencinta, akan tetapi juga mempunyai banyak pembenci itu ! Adipati Wiguna juga hadir, bersama Roro Santi yang berwajah pucat. Mereka mendapatkan tempat yang terdepan, oleh karena Kompeni menganggap bahwa keluarga inilah yang mendapat gangguan paling besar dari Kertapati sehingga tentu ingin menyaksikan dari dekat betapa musuh besarnya tewas ! Juga para Kompeni menganggap bahwa Roro Santi adalah tunangan Letnan Dolleman yang dibunuh oleh Kertapati, maka tentu saja gadis ini merasa sakit hati terhadap bajak laut itu ! Di dekat gadis itu nampak Raden Suseno, tunangan yang menjaga gadis itu dengan penuh perhatian dan ia merasa amat kasihan melihat gadis tunangannya ini yang telah mengalami banyak penderitaan. Jam sembilan tepat, serombongan Kompeni datang berbaris mengiringkan Kertapati. Bajak laut ini nampak pucat sekali oleh karena luka di pundaknya mengeluarkan banyak darah dan ia tidak dirawat sama sekali, bahkan menerima banyak pukulan siksaan dalam penahanannya itu. Akan tetapi ia berjalan menuju ke tepi pantai, ia tersenyum-senyum dan sepasang matanya bercahaya, sama sekali tidak kelihatan takut. Air mata banyak mengucur keluar ketika orang-orang menyaksikan pemuda teruna yang tampan ini berjalan dengan gagah dan bersemangat, seakan-akan maut yang menantinya merupakan jantung hatinya yang berdiri tersenyum melambaikan tangan kepadanya. Kertapati lalu diikat di ujung jembatan itu pada sebatang tiang yang sudah disediakan, dan para serdadu lalu mengundurkan diri untuk memberi ketika kepada seorang pembesar Kompeni dari Semarang yang akan mengucapkan pidato ! Pembesar itu adalah seorang Belanda yang berkepala botak, yang maju dan berdiri menghadapi semua penonton, membelakangi Kertapati dan berkata dalam bahasa daerah yang kaku. "Tuan-tuan dan nyonya-nyonya sekalian. Hari ini akan dilangsungkan hukum tembak kepada Kertapati, seorang penjahat besar, seorang bajak laut, perampok yang amat jahat dan berbahaya. Dengan dihukumnya penjahat ini, maka sekali lagi Kompeni telah menolong tuan-tanah dan nyonya-nyonya dari gangguan seorang penjahat yang berbahaya !" "Bohong ...... !" tiba-tiba terdengar teriakan dari tengah-tengah penonton yang berdesak-desakan. "Kompenilah perampok dan bajak yang sejahat-jahatnya !" Para penjaga lalu mengejar ke arah suara itu, akan tetapi mereka menjadi bingung karena siapakah yang harus ditangkap " Di situ terdapat banyak sekali orang, laki-laki dan wanita, tua dan muda, bahkan ada pula anak-anak. Maka pemimpinnya mengangkat pundak, dan tertawa suara menyeramkan. Yang tertawa adalah Kertapati. "Ha, ha, ha ! Kompeni Belanda !! Baru saja kamu mendengar teriakan rakyat ! Kau boleh membunuh aku, akan tetapi kamu takkan kuasa membunuh teriakan itu ! Pekik dan teriak perlawanan terhadap kamu akan berkumandang sepanjang masa. Seorang Kertapati boleh ditembak, akan tetapi ribuan, laksaan, ya bahkan seluruh rakyat akan bangkit dan berontak mengusirmu dari tanah air kami ! Ya sekarang kamu boleh berlaku sewenang-wenang, boleh memaksa rakyat datang menyaksikan pembunuhan yang kamu lakukan seorang keluarga mereka, akan tetapi tunggulah saja ...... tunggulah datangnya pembalasan rakyat !" Belanda botak itu menjadi pucat dan gugup, lalu memberi dengan tangannya. "Penembakan segera dilakukan !" teriaknya. Pada saat itu, tiba-tiba Roro Santi melompat turun dari kursinya dan berlarilari di sepanjang jembatan kecil itu menghampiri Kertapati. Sambil menangis tersedu-sedu ia memeluk tubuh Kertapati. "Kertapati ........ " bisiknya dan ia tak dapat menahan membanjirnya air mata. "Santi ....... Santi ...... kekasihku ! Jangan kau memberatkan pengurbananku dengan air matamu, jiwa hatiku ...... Tenanglah dan berlakulah tabah ....... Kematian bukan apa-apa bagi Kertapati !" Roro Santi mendekap kepala pemuda itu, dipeluknya, diciuminya diantara hujan air mata, kemudian ia mencabut kerisnya dan dibukanya ikatan tangan dan kaki Kertapati. Ketika beberapa orang serdadu memburu ke arahnya, ia lalu membalikkan tubuh dengan keris di tangan, memandang bagaikan seekor harimau betina melindungi anaknya. "Majulah ! Kerisku akan membedah perutmu ! Keparat kejam ! Bajingan hinadina! Kertapati bukan pengecut, ia takkan lari ! Tak usah dibelenggu, ia tidak takut mati !" Para penjaga itu mundur kembali dengan ragu-ragu dan Roro Santi kembali menghampiri Kertapati yang segera memeluk dan mencium keningnya. "Roro Santi, kekasihku. Pergilah kau kembali ke tempatmu dan relakanlah aku mati. Hanya pesanku, kau dan keluargamu, kau dan putera-puteramua kelak, jangan sekali-kali kena bujuk Kompeni yang bermulut manis ! Kompeni hanya akan mendatangkan malapetaka dan sengsara bagi keturunanmu ........ ingatlah hal ini baik-baik, Santi .......... ." Dengan air mata mengalir Roro Santi hanya memandang dan menggangguk-angguk. Pada saat itu, Raden Suseno yang memburu ke situ telah tiba dengan sambil menarik-narik tangan Roro Santi, ia membujuk gadis itu untuk kembali ke tempatnya. Pemandangan yang amat mengharukan tadi telah membuat para penonton menangis tersedu-sedu. Bahkan Raden Suseno sendiri, ketika melihat betapa Roro Santi berpeluk-pelukan dengan Kertapati, tidak merasa cemburu, bahkan seakan-akan ada sesuatu yang naik ke kerongkongannya yang membuat ia menggigit bibir menahan runtuhnya air mata dari kedua pelupuk matanya ! Adipati Wiguna menutup muka dengan kedua tangannya dan air mata mengalir dari celah-celah jari tangannya ! Setengah memaksa, Raden Suseno menarik Roro Santi mundur dari jembatan itu. Pemimpin Kompeni memberi tanda dengan tangan dan tiba-tiba. "Dar ! Dar ....... !! Dar !!!" Lebih dari tujuh pucuk senapan memuntahkan cahaya api dan peluru yang semua menyambar ke tubuh Kertapati. Tubuh itu terkulai, terhuyung-huyung di atas jembatan, kedua tangan memegang dada ....... "Kertapati ..... !" Roro Santi menjerit dan Raden Suseno tak kuasa menahannya ketika ia memberontak dan berlari cepat sekali memburu kepada Kertapati. "San ........ ti ......... " Kertapati berbisik dan memandang dengan senyum dan matanya mulai kabur. "Kertapati ....... !" Santi menubruk tubuh yang hendak roboh itu dan memeluknya erat-erat hingga darah yang keluar dari lubang-lubang di tubuh pemuda itu membasahi tubuhnya pula. Raden Suseno diikuti oleh para penjaga mengejar, akan tetapi tiba-tiba Roro Santi menghardik. "Jangan dekat !" Ia menarik kerisnya dan mengancam, akan tetapi karena amat kuatir, Raden Suseno tetap melangkah maju. Melihat ini, Roro Santi lalu memeluk tubuh Kertapati lebih erat lagi lalu melempar dirinya ke bawah jembatan bersamasama Kertapati ! Yang nampak di atas papan jembatan kini hanyalah ceceran darah yang tadi mengucur keluar dari dada dan lambung Kertapati. Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Santi ....... !" Raden Suseno memekik dan ikut pula melompat ke dalam air, akan tetapi terlambat ! Ia hanya mendapatkan dua tubuh yang sudah tak bernyawa lagi dalam keadaan berpelukan mulai tenggelam di dalam laut. Tubuh Kertapati penuh luka peluru, sedangkan keris yang tadi dipegang oleh Roro Santi menancap di dada kiri gadis itu ! Semua orang menangis ketika kedua jenazah itu dikeluarkan. Dan para anggauta Kompeni yang berada di situ hanya dapat memandang marah ketika melihat betapa semua orang menghormati kedua jenazah itu seakan-akan yang mati adalah orangorang agung ! Akan tetapi mereka tidak berani menentang rakyat yang demikian banyaknya dan yang mulai memandang kepada mereka dengan mata merah ! Terpaksa mereka lalu meninggalkan tempat itu dengan kepala tunduk. Beberapa hari kemudian, setelah jenazah Kertapati dan Roro Santi dimakamkan, Jepara kehilangan beberapa orang lagi, yakni Adipati Wiguna, Bupati Randupati, Raden Suseno dan Tumenggung Basirudin yang kesemuanya melarikan diri menyeberang ke Mataram untuk membantu pemberontakan Trunajaya ! Mereka semua ini diilhami oleh perjuangan dan kegagahan Kertapati, maka diam-diam Kompeni mencatat bahwa pembunuhan yang dilakukan atas diri bajak laut Kertapati itu sama sekali tak dapat disebut sebuah kemenangan, karena selain anak buah bajak Kertapati masih banyak yang mendatangkan gangguan bagi mereka, juga banyak para bangsawan dan rakyat Jepara menyeberang kepada Trunajaya ! Demikianlah, kisah ini ditutup dengan catatan bahwa ucapan-ucapan terakhir yang keluar dari mulut pahlawan teruna Kertapati itu ternyata terbukti karena sungguhpun tak lama kemudian Trunajaya gagal dan tewas, selanjutnya tiada hentinya rakyat berusaha untuk mengusir musuh besarnya, yaitu Kompeni Belanda ! Tamat Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 8 Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Pedang Sinar Emas 13