Ceritasilat Novel Online

Bulan Jatuh Dilereng Gunung 11

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 11 "Kenapa tidak" A ku Singgela. Apa celanya?" bentak pemuda yang berperawakan tinggi besar. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Singgela kentut ! Kau kerbau beracun !" si pengemis menyahut dengan tetap mengumandangkan tertawanya. "Kau hanya pandai membunuh kawanan kentut." "Hai Saring ! Yang memukul bukan aku saja. Tetapi jangkrik edan pula." Rupanya yang dipanggil dengan sebutan jangkrit adalah pemuda mentereng yang berada di sampingnya. Pemuda itu tidak menyahut. Dia hanya mendengus. Lalu melompat menerjang si pengemis. Di luar dugaan Singgela menghalangi. Kedua tangannya direntangkan. Brus ! Mereka berdua mengadu tenaga. Lalu bertempur dengan amat serunya. Pada saat itu muncullah beberapa pelayan. Mungkin mereka terkejut mendengar suara gaduh. Tapi celakalah mereka. Tahu-tahu gumpalan angin yang deras luar biasa menghantam mereka. Itulah pukulan Singgela dan pemuda mentereng itu. Menyaksikan peristiwa itu si pengemis memaki-maki. "Kamu siluman-siluman jahat ! Apa salah mereka" Apa dosa mereka" Hayo rebutlah aku !" Pengemis yang bernama Saring itu kemudian menerjang mereka berdua sambil mundur ke arah kudamu. Akibatnya ketiga ekor kuda yang tertambat menjadi sasaran pukulan dari jauh. Melihat hal itu, Saring merasa salah. Terus saja ia melesat mengundurkan diri..... Semenjak Rawayani menyebut-nyebut tentang seorang pemuda pengemis, hati Gemak Ideran tercekat. Suatu bayangan berkelebat dalam benaknya. Dan tatkala Rawayani menirukan seruan Singgela yang memanggil pengemis itu dengan nama Saring, hilanglah keraguannya. Dialah Gagak Seta yang pernah mempermainkan Kalika, Lekong dan Seteluk. Sekarang tinggal menunggu kejelasan pemuda mentereng itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi Rawayani belum juga menyebut-nyebut nama pemuda ngganteng itu. Masih saja ia menceritakan sekitar pertempuran mereka yang seru. Agaknya dia amat kagum. Wajahnya berubah-rubah membawa rasa heran dan hormat. Katanya lagi : "Pengemis itu nampaknya tolol, akan tetapi sesungguhnya cerdik. Ia tahu cara melayani kedua lawannya. Dengan caranya sendiri, ia memancing mereka berdua dan meminjam tangan mereka untuk membunuh rombongan bertopeng. Agaknya ia mempunyai kepentingan juga. Apakah benar begitu?" Gemak Ideran tidak menjawab. Ia hanya mendengus. Gerak-gerik Gagak Seta memang sukar diraba. Kalau dipikir, pengemis itu pula yang menolong ia bertiga dari libatan Kalika, Lekong Seteluk. Apa dasarnya alasannya pun tidak jelas. Syukur, Rawayani tidak mendesaknya. Bahkan tiba-tiba mengalihkan pertanyaannya : "Eh ya....... siapakah temanmu yang usianya setahun atau dua tahun lebih daripadamu?" "Kau maksudkan ayunda Diah Windu Rini?" "Oh, jadi dia yang bernama Diah Windu Rini" Ah, nama bagus !" seru Rawayani dengan nada setengah mengejek. Gemak Ideran yang menaruh hormat kepada Diah Windu Rini tersirap darahnya. Sewaktu ia hendak membalas mendamprat, ia tertarik kepada cerita kelanjutannya sehingga batal sendiri. "Pada waktu itu, aku melihat Diah Windu Rini melesat ke luar jendela sambil berseru memanggil-manggil." Rawayani melanjutkan tanpa mempedulikannya. "Surengpati ! Mengapa engkau keluyuran sampai kemari" Tetapi pemuda ngganteng http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang dipanggil dengan nama Surengpati tidak sempat menanggapi. Ia sedang sibuk sendiri, karena Singgela tiba-tiba menyerangnya. Padahal Singgela tadi seringkali bergebrak melawan Saring. Rupanya temanmu yang cantik itu, cepat tersinggung. Terus saja ia mengejarnya. Sebentar saja tubuhnya lenyap dari penglihatan. Pesanggerahan jadi sunyi senyap. Aku menghampiri mereka yang terpukul roboh. Di antara mereka terdapat beberapa orang yang belum mati. Karena iba, aku membiarkan ularku memagut mereka." "Apa?" Gemak Ideran tersentak kaget. "Eh, apakah aku salah?" gadis itu heran. Gemak Ideran hendak membuka mulutnya, tetapi bungkam kembali. Mereka memang pantas terbunuh. Tetapi caranya Rawayani menceritakan meremangkan bulu kuduknya. Katakatanya biasa saja. Dingin dan tanpa kesan apapun. Tak terasa ia mengamati wajahnya yang cantik sekali. Benarkah kata-kata demikian terucapkan oleh seorang gadis yang begitu cantik jelita" Ia seolah-olah sedang bercerita tentang kucingnya yang mencakar orang lain. Karena tidak tahu harus menjawab bagaimana, Gemak Ideran tertawa pelarian melalui hidungnya. "Apa yang kau tertawakan?" Rawayani tidak senang. "Aku ingin tertawa dan tertawalah aku. Masakan harus melapor dulu?" Gemak Ideran setengah uring-uringan. Tetapi kemudian ia berkata mengalihkan masalahnya. Katanya : "Mereka tentunya mati begitu kena dipagut ularmu." "Tentu saja. Kenapa?" masih saja Rawayani mendesak. "Dan setelah hilang daya gunanya, kau bunuh di atas mejaku. Mengapa?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau sendiri sudah tahu jawabannya. Mengapa masih bertanya?" Rawayani balik bertanya. Diperlakukan demikian, Gemak Ideran merasa kuwalahan. Pikirnya, gadis ini tidak hanya ganas dan kejam tetapi bermulut tajam pula. Biarlah dia puas dulu, ia memutuskan. Lalu berkata setengah mengecam : "Aku bertanya, karena keteranganmu masih belum jelas." "Di bagian mana yang belum jelas" Tentunya perkara gadismu itu, bukan?" Tersiraplah darah Gemak Ideran. begitu Rawayani menggunakan istilah gadismu terhadap Niken Anggana. Dan keadaan hatinya, rupanya dapat terbaca jelas oleh Rawayani karena kesan wajahnya berubah diluar kehendaknya sendiri. Kata gadis itu. "Baiklah....... aku terlalu bercerita kepada diriku sendiri. Dan di dunia ini sering terjadi kesalah-fahaman, karena bagi yang satu jelas sebaliknya tidak demikian bagi yang lain," ia berhenti sejenak untuk tertawa serintasan Meneruskan: "Biarlah kuulangi lagi, agar hatimu puas. Bukankah begitu yang kau kehendaki?" Gemak Ideran tidak menyahut. Hatinya mendongkol. Hebatnya untuk kesekian kalinya, Rawayani dapat membaca keadaan hatinya. Dengan masih mengulum senyum ia berkata : "Sewaktu aku menghampiri pesanggerahan, aku masih sempat melihat gerakan orang memasuki halaman. Mereka lah orang-orang yang mengenakan topeng. Tentang diri mereka, tidak perlu kuterangkan lagi, bukan" Kau pasti tahu, tujuan mereka hendak merampas pedang pusaka Sangga Buwana yang diduganya berada pada Diah Windu Rini atau http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ gadismu...... eh Niken Anggana," ia berhenti lagi dan menoleh dengan wajah memohon maaf atas kecerobohannya. Tetapi Gemak Ideran tahu, Rawayani sengaja membuat lidahnya keseleo. Menuruti kata hatinya, rasa mendongkolnya naik sampai ke leher. Diluar dugaan tersusul oleh rasa gemasnya. Akhirnya rasa gemasnya mengendapkan kemendongkolan hatinya. Tak dikehendaki sendiri ia menyenak nafas. Sementara itu Rawayani melanjutkan : "Selagi aku memperhatikan mereka dan mencari akal untuk membinasakan cecurut-cecurut itu, mendadak terdengar suara gaung tertawa panjang. Pada detik-detik berikutnya, muncullah Saring yang saling berbaku hantam melawan Singgela dan Surengpati. Singgela memukul Saring. Saring menghantam Surengpati. Surengpati melapaskan tendangan kepada Singgela. Pada detik berikutnya, Saring menghantam Singgela. Dan Singgela memukul Surengpati. Sebaliknya Surengpati menerjang Saring. Pokoknya pertempuran yang ruwet dan awut-awutan. Pukulan maupun tendangan mereka bukan main dahsyatnya. Setiap gerakan kaki dan tangan mereka membawa gulungan angin yang menderu-deru. Meskipun demikian, setiap kali mereka tertawa geli atau tertawa terbahak-bahak seperti anak-anak sedang bermain tepuk air di atas permukaan sungai. Melihat kedatangan mereka bertiga, rombongan orang-orang bertopeng itu buruburu masuk ke dalam pintu penghubung. Tepat pada saat itu, Saring tertawa riuh. Lalu ikut-ikutan memasuki pintu penghubung yang segera diuber Singgela dan Surengpati. Rupanya kehebatan Saring dikenal oleh mereka berdua. Itulah sebabnya, mereka berdua perlu melepaskan beberapa pukulan beruntun demi melindungi diri. Tetapi yang jadi sasaran empuk adalah rombongan orang-orang bertopeng. Seperti segumpuk sampah, mereka terhentak roboh berserakan kena http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hantaman Singgela dan Surengpati. Menyaksikan peristiwa itu, Saring sama sekali tidak terperanjat. Maka tahulah aku, bahwa Saring sengaja memancing mereka demi meminjam tangan mereka berdua untuk membinasakan rombongan orang-orang bertopeng. Setelah itu, Saring mundur ke serambi belakang sambil melepaskan pukulan balasan. Sudah barang tentu, buru-buru Singgela dan Surengpati melepaskan pukulan dari jauh untuk mempertahankan diri. Tepat pada saat itu muncullah para pelayan karena mendengar suara gaduh. Mereka jadi korban yang kedua. Saring terkejut dan kali ini dia merasa salah. Hal itu dapat kuketahui dari suara makiannya yang mengandung rasa marah. Secepat kilat ia melesat ke luar melintasi kandang kuda. Terdengar lagi suara bergedebukan. Itulah kuda-kudamu yang menjadi korban ketiga. Dan pada saat itu muncullah Diah Windu Rini dari kamarnya dan mengejar arah larinya Surengpati bertiga. Jelas" Aku sendiri menghampiri mereka yang terkena pukulan Singgela dan Surengpati. Beberapa orang di antaranya ada yang belum mati. Karena rasa iba, kubiarkan ularku memagut mereka. Apakah salah" Lalu aku menjenguk kamarmu dan ular yang sudah kehabisan daya racunnya kubunuh di atas mejamu. Maksudku jelas, agar engkau tidak perlu cemas lagi manakala kau pulang ke pesanggerahan. Musuh-musuh yang mengancammu bertiga sudah mati. Nah, bagaimana" Sudah jelas?" Mau tak mau Gemak Ideran mengangguk mengiakan. Sebenarnya masih ingin ia minta keterangan tentang Niken Anggana. Tetapi mengingat sikap Rawayani begitu istimewa terhadap hubungannya dengan Niken Anggana, ia terpaksa menahan diri. Tiba-tiba Rawayani berkata lagi: "Kau sudah jelas kini. Hatimu tentunya sudah puas juga. Tetapi kau belum menjawab pertanyaanku." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Yang mana?" Gemak Ideran menegakkan kepalanya. "Aku membunuh musuh-musuhmu dengan ularku. Apakah salah?" Gemak Ideran tercengang. Itulah pertanyaan ulang yang tadi disingkirinya. Ah, pikirnya. Gadis ini tidak mau sudah sebelum pihutangnya dipenuhi. Pokoknya dirinya wajib membayarnya lunas. Memperoleh pikiran demikian ia gelisah bukan main. Kalau begitu, mulai saat itu ia harus bersedia menjadi budaknya. Bukankah ia berjanji hendak ikut menuntutkan balas dendamnya terhadap Cing Cing Goling. Selain itu, ia wajib memenuhi tiga perjanjian lagi, karena dulu kalah bertaruh. "Hai ! Kenapa kau tidak menjawab" Apakah kau anggap perbuatanku kejam?" Rawayani menegas. "Bukan begitu," sahut Gemak Ideran. "Bukan begitu bagaimana?" "Mungkin sekali, karena selama hidupku belum pernah aku membunuh orang." Mendengar ucapan Gemak Ideran, Rawayani terdiam. Lama sekali ia mengawaskan wajah Gemak Ideran. Mendadak menyungging senyum. Katanya . "Ya, kau mau mengatakan aku ini manusia kejam dan ganas, bukan" Kalau benar bagaimana, kalau tidak bagaimana?" Dua kali Gemak Ideran mendengar kalimat pertanyaan demikian. Pandang matanya lantas ngendelong. Dengan kepala kosong ia melepaskan pandang matanya di jauh sana. Waktu itu matahari sudah condong ke bara. Hawa gunung mulai meresapi memasuki pori-pori. Sejuk segar menegarkan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hati. Akan tetapi semuanya itu tidak terasa menyentuh kalbu Gemak Ideran. Hati pemuda itu sedang pepat, karena tak tahu apa yang harus dikatakan. Tiba-tiba suatu pertimbangan menusuk pikirannya. Katanya di dalam hati : "Menghadapi setan, aku harus bisa menjadi setan. Menghadapi manusia siluman, mengapa aku tidak dapat menjadi siluman?" Memperoleh pikiran demikian, Gemak Ideran menegakkan kepalanya. Tiba-tiba tertawa panjang. Rawayani terheranheran. Dengan penasaran ia minta keterangan : "Kau mentertawakan apa" Apakah aku yang kau tertawakan?" "Aku ingin tertawa, maka tertawalah aku. Apakah harus Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lapor kepadamu?" Rawayani mendongkol. Itulah jawaban dan gaya ulang Gemak Ideran untuk yang kedua kalinya. Sewaktu hendak mendampratnya, Gemak Ideran berkata : "Sebenarnya aku lagi mentertawakan ketololanku sendiri. Orang-orang itu memang pantas dibunuh. Buktinya ketiga orang pendekar yang berkepandaian tinggi itu memandang perlu untuk membunuh mereka dengan sekali hantam. Maka tepatlah uluran tanganmu. Terdorong oleh rasa iba semata, engkau menolong penderitaan mereka. Sebab pukulan ketiga pendekar itu tentunya dahsyat luar biasa." Rawayani tertawa geli. Sahutnya : "Siapa bilang mereka bertiga" Saring, sama sekali tidak melepaskan pukulan. Yang melepaskan pukulan maut adalah Singgela dan Surengpati." "Ah ya. Apakah pukulan mereka berdua memang dahsyat?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau sendiri pernah merasakan hawa beracun pukulan Ilmu Batu Panas. Apakah enaknya mereka kesakitan sampai ajalnya tiba?" "Apakah pukulan mereka mengandung hawa beracun pula?" Gemak Ideran terperanjat. "Ya, itu pasti. Hanya saja susah kujelaskan siapa di antara mereka berdua yang memiliki pukulan beracun. Bukan mustahil pula pukulan mereka berdua." Gemak Ideran membungkam. Teringatlah ia betapa marah Diah Windu Rini tatkala Saring alias Gagak Seta menyebutnyebut nama Surengpati. Apakah adiknya seperguruan itu mewarisi ilmu beracun seperti yang dimiliki Cing Cing Goling" "Memang ilmu Sakti Batu Panas, tiada keduanya di dunia ini." ujar Rawayani. "Tetapi hawa beracun yang membinasakan rombongan orang-orang bertopeng itu, tiada kurang-kurang bahayanya. Andaikata Cing Cing Goling sampai bertempur dengan tiga pemuda itu. hm..... dia akan kerepotan. Mungkin pula kuwalahan." Gemak Ideran teringat akan laporan Geringging kepada ayahnya. Geringging menyebut enam nama. Dan di antara enam nama itu, terdapat Gagak Seta, Surengpati dan Singgela. Tetapi Cing Cing Goling tidak menghiraukan nama orang-orang yang disebutkan Geringging, kecuali Raden Mas Said. Dia bahkan menantang ingin mengadu kepandaian melawan Raden Mas Said. "Mereka bertiga akan dapat merepotkan Cing Cing Goling, katamu." ujar Gemak Ideran. "Mengapa engkau tidak minta uluran tangannya agar membantumu menuntutkan dendam?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku ingin membunuh Cing Cing Goling dengan tanganku sendiri." sahut Rawayani dengan suara sederhana. Gemak Ideran tertawa. Berkata : "Kalau begitu, mengapa aku kau suruh membantumu?" "Karena ilmu sakti itu terbagi dua bagian. Tak dapat aku menguasai dua-duanya. Karena itu, di kemudian hari kita harus saling percaya dan saling mengandal." Tergetar hati Gemak Ideran begitu mendengar istilah saling percaya dan saling mengandal. Artinya, dirinya tidak akan terlepas daripadanya. Begitu pula Rawayani. Tak terasa ia mengamati wajah dan perawakan gadis itu. Ia sangat cantik. Secantik Niken Anggana. Tetapi tingkah-lakunya mengingatkan kepada Diah Windu Rini yang berwibawa. Pendek kata ia merasa takut dan segan padanya. "Sesungguhnya ilmu sakti apa yang kau harapkan?" ia minta keterangan. "Ilmu sakti yang dapat mengalahkan Cing Cing Goling." "Hm, kalau begitu Ilmu Sakti Batu Panas juga." Gemak Ideran mendengus. "Cing Cing Goling ingin pula mendaki gunung ini. Kaupun begitu. Apakah engkau perlu alat tukar?" "Maksudmu?" "Cing Cing Goling perlu memperoleh pedang pusaka Sangga Buwana sebagai alat tukarnya." "Dia boleh begitu, tetapi aku tidak usah." "Mengapa begitu?" "Pernah kukatakan padamu, kakekku Adipati Bandawasa. Menurut kabar, kakek dulu pernah menyimpan pedang Sangga Buwana. Nyatanya memang begitu. A ku dapat membuktikan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Maksudmu engkaulah kini yang menyimpan pedang Sangga Buwana?" Gemak Ideran tertarik. "Tidak. Tetapi aku membawa daftar pemilik." Rawayani memberi keterangan. "Seperti kau ketahui, setiap pemilik atau katakan saja barangsiapa berhasil menyimpan pedang pusaka Sangga Buwana lebih dari lima tahun, dia berhak mencantumkan namanya pada selembar kertas kulit yang tersimpan sebagai pembungkus hulu pedangnya. Dan kertas kulit itu berada padaku. Kertas kulit ini sama nilainya dengan orang yang memegang pedang itu sendiri." "Lalu engkau akan memperoleh seluruh Ilmu Sakti Batu Panas. Bukankah begitu?" "Ya." "Bagus !" Gemak Ideran bergembira. "Kalau begitu, tidak perlu aku ikut-ikutan." "Tidak." "Tidak bagaimana?" "Ilmu Sakti Batu Panas terdiri dari empatbelas tingkat. Kakek sendiri berhenti pada tingkat ketujuh. Akupun mengharapkan sampai tingkat tujuh saja. Dan tujuh tingkat lainnya adalah tugasmu. Dengan begitu, meskipun andaikata Cing Cing Goling berhasil mencapai tingkat sembilan seperti gurunya, dia akan mati di tangan kita berdua. Itulah sebabnya, kita akan saling mempercayai dan saling mengandal." ujar Rawayani. Sekarang barulah Gemak Ideran memahami makna terbagi menjadi dua bagian. Kiranya, masing-masing akan mempelajari tujuh tingkat. Pikirnya, bolak-balik aku toh tidak dapat terlepas daripadanya. Sekarang aku sudah berada di http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gunung Lawu. Tentunya dia tidak akan membiarkan diriku meninggalkan gunung ini. Satu-satunya jalan bila aku sempat bertemu dengan Niken Anggana dengan alasan hendak mengantarkannya sampai bertemu ayahnya....... Beberapa saat lamanya ia mencari jalan untuk memancing Rawayani membicarakan Niken Anggana. Sebab semenjak tadi, gadis itu belum menyinggung-nyinggung soal Niken Anggana, padahal dia berada di samping Diah Windu Rini. Tiba-tiba suatu ingatan membuatnya ia mengalihkan pembicaraan : "Rawayani ! Kau tahu, puteri Cing Cing Goling yang mengatur penyerbuan orang-orang bertopeng ke pesanggerahan. A pakah dia berada di sana pula?" "Antawati, maksudmu?" "Ya." "Dia bukan orang tolol. Dia tahu mengukur diri. Tentunya hanya cukup mengatur anak-buahnya. Dirinya sendiri tetap bebas untuk tujuan yang lain." "Kau maksudkan untuk mencari pedang Sangga Buwana?" "Ya." "Padahal dia mengira pedang pusaka itu berada di tangan Niken Anggana. Apakah dia akan mencelakakan Niken Anggana?" Rawayani memiringkan kepalanya. Lalu menyahut : "Pada saat ini, belum. Dan kukira, tidak akan mampu." "Maksudmu?" Rawayani tertawa serintasan. Berkata dengan menyungging senyum : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Waktu aku memasuki kamarmu, dia berada di luar kamarnya. Tiba-tiba ia dibawa Antawati pergi entah ke mana." "Antawati?" Gemak Ideran terkejut. "Karena itu, aku sengaja membunuh ularku di atas mejamu. Maksudku hendak mengabarkan padamu adanya bahaya. Bukankah baik maksudku?" "Ah !" seru Gemak Ideran dengan suara tertahan. Kalau begitu, matinya ular di atas meja mempunyai tujuan ganda. Selain memberitahu bahwa Rawayani ikut serta dalam pembinaan orang-orang bertopeng, mengabarkan juga tanda bahaya. Mengapa dia tidak mempunyai pikiran sejauh itu" "Kau tahu sendiri, ularku sangat bahaya. Kalau sampai kubunuh di atas meja adalah perbuatan yang terlalu ceroboh. Sebab meja sering didekati orang. Masakan engkau tidak dapat berpikir sejauh itu" Paling tidak engkau harus berpikir, tentunya kulakukan karena terburu-buru." Rawayani menegurnya. "Memang aku terburu-buru setelah melihat peristiwa itu. Segera aku menguntitnya." "Lalu?" "Sudah sampai sekian saja." jawab Rawayani acuh tak acuh. "Eh !" Gemak Ideran penasaran. "Eh apa" Memang yang kuketahui hanya sampai sekian saja. Apakah akau harus mengarang?" sahut Rawayani cepat setengah mendamprat. "Kau penasaran?" "Rawayani, kau berdusta !" bentak Gemak Ideran. "Sedikit banyak aku mengenal perangaimu. Kau tidak akan sudah, sebelum mengetahui semua perkara dengan jelas dulu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Betul, tetapi kalau itu menyangkut kepentinganku,"tungkas Rawayani. "Coba katakan, dalam hal ini dimanakah letak kepentinganku" Tidak ada, bukan?" Dibantah demikian, Gemak Ideran tergugu. Memang dalam hal ini, Rawayani sama sekali tiada kepentingannya. Kalau saja dia sampai berada di pesanggerahan, itulah demi dirinya. Paling tidak, bertindak demi mewakili dirinya yang terpaksa tidak dapat hadir di pesanggerahan. Maka untuk kesekian kalinya ia merasa kalah. Namun ia tidak sudi dikalahkan. Serunya mencoba : "Kau tadi berkata, pada saat ini Antawati belum mencelakakan Niken Anggana. Menurut perkiraanmu pula, tidak akan mampu. Apa maksudmu berkata begitu?" Rawayani memiringkan kepalanya. Dia tertawa serintasan lagi. Berkata : "Kalau begitu, aku harus membuktikan dulu benar tidaknya. Malam ini kau beristirahat dulu ! Dan kau perlu beristirahat karena semalaman penuh kau tidak sempat tidur. Sementara itu, aku akan menyelidiki. Begitu aku memperoleh kepastian, aku akan segera datang memberi kabar padamu." "Kau tahu pasti di mana Niken Anggana kini berada?" "Dikatakan jauh, sebenarnya dekat. Dikatakan dekat, nyatanya tidak dapat tertembus pandangan mata." Rawayani menggoda. "Dia dibawa orang mendaki gunung ini." "Siapa yang membawanya kemari?" "Paling tidak akan kau ketahui sendiri esok pagi. Kau pun akan mendapat penjelasan dari mulutnya sendiri." "Maksudmu dari Niken Anggana sendiri?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bukankah keterangannya akan lebih meyakinkan dirinya daripada bila orang lain yang mengabarkan" Nah, selamat beristirahat. Asal engkau tidak meninggalkan gunung ini, aku akan dapat mencarimu dengan cepat." Gemak Ideran hendak membuka mulutnya, akan tetapi Rawayani sudah melompat turun dari ketinggian. Dengan cekatan pula ia naik ke atas pelana kudanya. Kemudian melarikan kudanya membeloki tikungan. Sebentar saja tubuhnya lenyap dari penglihatan. Gemak Ideran menghela nafas. Benar-benar hebat gadis itu. Ia merasa dirinya berada di bawah kekuasaannya. Kalimat-kalimatnya terputus-putus tak ubah tali pengikat. Jika ingin memperoleh kejelasannya, kehadirannya sangat diperlukan. Kalau dipikir-pikir, sebenarnya siapakah yang mengikat dirinya" Niken Anggana atau Rawayani" Dengan pikiran yang saling mengendapkan, ia menghampiri kuda pemberian Rawayani. Di atas kuda itu, ia berpikir sejenak. Tidak dapat tidak, ia memang harus menginap di lembah gunung Lawu. Kalau begitu, perlu mencari bahan makanan. Maka ia balik kembali ke perkampungan mencari bahan mentah dan dua ekor ayam. Di waktu matahari sudah tenggelam di barat, dengan menenteng dua ekor ayam, Gemak Ideran mulai mencari tempat yang tepat untuk menginap. Bahan mentah yang Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo diperolehnya hanya ketela dan jagung. Lumayan, nanti bisa dibakar. Akan tetapi waktu itu musim hujan. Sangatlah sukar mencari tempat terbuka, sehingga tidak mungkin membuat unggun api. Syukur sebaliknya di lembah gunung yang terkenal angker itu, banyak terdapat goa-goa. Menurut cerita penduduk, lembah Gunung Lawu sering digunakan orang untuk tempat bertapa. Setiap pertapa membangun semacam http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pertapaan. Mungkin yang ditiru tokoh Arjuna yang dulu bertapa di atas Gunung Indrakila. Menurut kepercayaan orang, Indrakila terletak di salah satu bukit yang terdapat di lereng Gunung Lawu. Itulah sebabnya pula, dengan mudah Gemak Ideran memperoleh sebuah tempat penginapan yang nyaman. Letaknya tidak jauh dari jalan setapak, akan tetapi terlindung oleh semak belukar dan petak pepohonan. Segera ia menambatkan kudanya. Pelananya dilepas dan akan dipergunakan sebagai bantal. Bungkusan pakaiannya sendiri, cukup sebagai alas tidur. Setelah itu ia menyalakan api. Dengan cekatan ia membakar ketela, jagung dan dua ekor ayamnya sekaligus. Sederhana saja caranya ia membakar dua ekor ayamnya. Tanpa dicabuti bulunya dulu, langsung saja ia main bakar. Lambat-laun bulu-bulunya terbakar habis, akan tetapi asapnya menguar sampai jauh. Justru demikian membuat perutnya cepat keroncongan. Sewaktu api mulai meraba kulitnya, segera ia membubuhi sedikit garam. Dan setengah jam kemudian, mulailah ia dapat menikmati berikut jagung dan ketelanya. Sekarang mulailah ia memikirkan tiap patah kata Rawayani. Sungguh ! Gadis itu membuatnya susah berbareng menolongnya, ia akan merasa bersyukur apabila dapat memutuskan langkahnya sendiri. Akan tetapi berbareng dengan rasa syukurnya, sesungguhnya ia mengharapkan kehadirannya pula. Itu disebabkan, karena diam-diam ia mengakui kecerdasan dan kecerdikannya. "Dia selalu menghindarkan perhatianku terhadap Niken Anggana. Kenapa" Cemburu, barangkali" Ah, rasanya tidak berdasar." Ia berpikir bolak-balik. Lalu ia membalikkan masalahnya agar memperoleh kesimpulan yang jernih. Bagaimana seumpama Rawayani lari daripadanya dan menemukan seorang pemuda yang lebih mendekati seleranya" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebaliknya, bagaimana kalau Niken Anggana direbut seorang pemuda lain" Ia berpikir sejenak dan berpikir sungguh-sungguh sampai ia berhenti mengunyah daging ayamnya. Lalu memutuskan: "Biarlah Rawayani diambil orang asalkan bukan Niken Anggana." Mengapa begitu" Niken Anggana seorang gadis yang berhati lembut. Lemah budi bahasanya. Suci bersih dan cantik jelita. Diapun putera seorang ahli pedang yang berkedudukan tinggi dalam pemerintahan. Sebaliknya, asal-usul Rawayani belum jelas. Memang dia cantik jelita. Akan tetapi tangannya gapah. Dia bisa membunuh setiap waktu seperti memutar tangannya sendiri. Kesannya lebih menakutkan daripada menyayanginya. Dan setelah memperoleh kesimpulan demikian, hati Gemak Ideran mulai tenteram. Justru memperoleh ketenteraman itu, rasa kantuknya tiba. Segera ia mengatur tempat tidurnya lalu menidurkan diri di atas bungkusan pakaiannya. Kepalanya diletakkan di atas pelana kuda. Tentu saja tidaklah senyaman tidur di atas ranjang atau balai-balai. Akan tetapi jauh lebih lumayan daripada tidur di atas tanah pegunungan yang lembab. la terbangun tatkala hawa gunung mulai meresap ke dalam kulit dagingnya. Api perdiangan sudah padam. Bergegas ia membuat api lagi. Tepat pada saat itu, ia mendengar suara adzan Subuh di bawah gunung. Meskipun negara dalam keadaan kacau-balau, rakyat yang beragama Islam ternyata tidak melupakan waktu sembahyang. Setelah api mulai menyala, hawa gunung tidak terasa menyengat lagi. Gemak Ideran mencoba tidur lagi, akan tetapi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ suatu ingatan membuat dirinya terbangun benar-benar. Celaka, pikirnya. Kenapa aku membiarkan kudaku bergadang di tengah alam terbuka" Segera ia membawa kudanya ke dekat perapian agar kebagian rasa hangat. Kalau tidak, dia bisa masuk angin. Biasanya perut yang diserang. Syukur, kuda pemberian Rawayani ternyata seekor kuda jempolan. Binatang itu masih muda dan tenaganya masih kuat-kuatnya. Meskipun demikian, Gemak Ideran merasa lalai. Apalagi semenjak kemarin petang belum kemasukan serbuk segenggampun. Dengan merasa salah ia menepuk-nepuk lehernya. Berkata berbisik : "Sebentar lagi bila matahari sudah timbul, aku akan mencarikan serbuk dan rerumputan." Karena fajar hari sudah tiba, Gemak Ideran mencari anak sungai. Ternyata Gunung Lawu kaya dengan anak sungai yang berair sangat jernih dan deras. Setelah menanggalkan pakaiannya, ia mencoba merendamkan sebelah kakinya. Ih ! Bukan main dinginnya. Tetapi dengan mengeraskan hati, ia mencebur. Lambat-laun, ia dapat melawan kesejukannya. Kini seluruh tubuhnya terasa menjadi segar nyaman. Ia tidak segera kembali ke goanya. Setelah mengenakan pakaiannya, ia duduk terlentang di atas batu panjang menunggu matahari terbit. Begitu matahari mulai menyentuh dirinya, segera ia bangkit. Dusun-dusun yang berleret di bawahnya masih terlapisi kabut. Suara kokok ayam sekali-kali terdengar sambung-menyambung. Lambat tetapi pasti, penduduk mulai beralih dari tempatnya masing-masing. Kehidupan bangkit kembali. Meskipun disini tidak terdengar kentung bertalu, namun kesannya seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang bakal terjadi. Hm andaikata kedamaian meyelimuti seluruh kehidupan, dusun-dusun itu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bakal bangun dengan kecerahannya. Biasanya di antara suara lenguh kerbau dan embik kambing terdengar suara kanakkanak sedang tertawa ria atau menyanyi-nyanyi kecil. Pelahan-lahan Gemak Ideran melangkahkan kakinya hendak kembali ke goanya. Goa tempat ia menginap berada di balik anak bukit terlindung pepohonan rindang. Begitu tiba di atas ketinggian, goa bekas pertapaan akan terlihat jelas. Suasananya sunyi senyap, tetapi tenang berwibawa. Pantaslah dipilih sebagai tempat permukiman seorang pertapa yang hendak memperoleh keseimbangan dan ketenangan hidup. Sambil melangkahkan kakinya, pikiran Gemak Ideran mulai disibukkan kembali oleh masalah Niken Anggana dan Rawayani. Tetapi ia kini sudah memperoleh pegangan. Dalam segala halnya, maka Niken Anggana menempati yang teratas. Pendek kata keselamatannya harus diutamakan. Terhadap Rawayani, ia tidak boleh bersikap terlalu bersahabat. Meskipun gadis itu sudah menyatakan siapa dirinya, tetap saja asalusulnya masih merupakan teka-teki baginya "la terlalu cerdik, ganas dan berbahaya," pikir berulangkali di dalam hatinya. "Bagaimanapun juga, dia tidak akan melepaskan diriku. Sebenarnya apa maksudnya" Benarkah hanya demi memperoleh ilmu sakti yang dapat digunakan untuk membunuh Cing Cing Goling" Hari ini dia akan datang dengan membawa berita tentang Niken. Mudah-mudahan tidak kurang suatu apa. Tiba-tiba hatinya tercekat, la berdoa untuk siapa" Untuk Niken Anggana atau Rawayani" Beberapa saat ia mempertimbangkannya. Akhirnya ia tertawa geli sendiri. Memang doanya berlaku untuk kedua-duanya. Kalau Rawayani dalam bahaya, dia tidak akan dapat membawa berita tentang Niken Anggana. Sebaliknya seumpama Rawayani tidak kurang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ suatu apa namun Niken Anggana berada dalam keadaan yang tidak diharapkannya, dunia akan jadi pepat baginya. Apa artinya kelangsungan hidupnya tanpa Niken Anggana" la merasa diri tak ubah sehelai daun kering tertiup angin kencang. Pendek kata hidupnya akan kesong tanpa makna. Dengan pikiran itu ia menghampiri goanya. Mendadak saja ia tersentak kaget. Hai, di mana kudanya" Bergegas ia memasuki bekas pertapaan itu. Kudanya benar-benar tiada di tempatnya. Sebagai gantinya ia melihat Rawayani sedang membakar sesuatu. Itulah sisa daging ayamnya yang dilumuri dengan minyak kelapa yang nampak jadi mengkilat. Rawayani sendiri mengenakan pakaian warna merah dengan kain leher dan lengan putih, la mengenakan sepatau lares tinggi seperti sepatu lares seorang perwira Kompeni Belanda. Wajahnya segar bugar dan menjelma menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Melihat kedatangannya, ia menyerukan salam tanpa beralih pandang pada daging ayam yang sedang dibakarnya. "Hai ! Kau membuat aku repot saja. Mengapa kudamu kau biarkan bergadang di tengah alam terbuka tanpa kau beri makan dan minum?" Ditegur demikian, mau tak mau Gemak Ideran terpaksa tertawa merasa salah. Dengan mengendalikan diri ia menghampiri. Minta keterangan : "Lalu kau bawa ke mana?" "Tentu saja harus diberi makan dan minum." sahut gadis itu seraya menoleh. Wajahnya berubah dengan mendadak. "Hai ! Kau sekarang kelihatan seperti orang." "Seperti orang bagajmana" Apakah aku kemarin mirip siluman?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rawayani tertawa. Hebat bunyi suara tertawanya. Entah apa sebabnya, pagi ini terdengar merdu menggelitik hati. Pandang matanya berseri-seri sehingga membuat wajahnya yang sudah cantik bertambah cantik. Katanya : "Kau belum makan, bukan" Hari ini kau perlu makan sekenyang-kenyangnya." "Kenapa begitu?" "Aku takut, kau tidak sempat makan lagi." "Mengapa?" "Eh, mengapa kau main bertanya melulu?" Gemak Ideran tertawa. Mengalihkan pembicaraan : "Bagaimana kabarnya?" "Tentang apa?" "Kabar Niken Anggana." "Eh, kau bertanya lagi." Rawayani menggerembengi. "Makanlah dulu." "Tidak. Aku harus mendengar kabarnya dulu." Gemak Ideran bernafsu. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dan minum sebelum mendengar kabarnya." "Kau hanya menanyakan kabar tentang dirinya. Mengapa tidak untukku?" Gemak Ideran menyenak nafas. Mengalah : "Baiklah ... ke mana saja engkau?" Rawayani tertawa geli. sahutnya : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bertanya dan bertanya melulu. Kenapa begitu " Mengapa" Bagaimana kabarnya" Kau kemana saja" Baiklah kujawab dengan sepatah kata saja. A ku tidur." "Maksudku semalam engkau berada di mana?" Gemak Ideran menegas dengan tidak sabar lagi. "Aku tidur. Jelas?" (Oo-dwkz-mch-oO) Tak tahu lagi apa yang bergumul dalam diri Gemak Ideran. Rasa marah, rasa kecewa dan rasa penasaran bercampur aduk menjadi satu. Yang terasa, dadanya seolah-olah ingin meledak saja. Tetapi karena melihat Rawayani bersikap acuh tak acuh, ia mencoba menahan diri. Justru demikian, mukanya jadi merah padam. Rupanya Rawayani melihat perubahan wajahnya. Langsung saja menegur : "Hai, kenapa kau marah" Kau boleh tidur di sini. Masakan aku tidak boleh?" "Tetapi bukankah engkau sudah berjanji?" "Berjanji apa?" "Bukankah kau berjanji hendak menyelidikinya dahulu" Maksudmu menyelidiki keadaan Niken Anggana?" "Benar. Begitu janjimu, bukan?" "Kalau aku sudah tahu keadaannya, untuk apa aku menyelidikinya kembali?" Rawayani tertawa geli. "Baik, tarulah aku berjanji akan menyelidiki. Tetapi apakah aku berjanji hendak melapor padamu" Kapan?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Didebat demikian Gemak Ideran terbungkam. Memang Rawayani tidak pernah berjanji demikian. Dia hanya mengabarkan bahwa Niken Anggana dibawa orang mendaki gunung Lawu pula. Cuma saja tidak menyebutkan siapa yang membawa Niken Anggana. Nah, justru hal itu yang diharapkan. Tegasnya tentang dia atau mereka yang membawa Niken Anggana ke atas gunung Lawu. la perlu keterangan. Tetapi kalau dipikir itulah alasannya sendiri yang diharapkan dari kesediaan Rawayani. Dalam hal ini, sama sekali ia tidak berhak untuk memaksanya memenuhi harapannya. Memperoleh pertimbangan demikian, ia tidak berkata lagi. "Hai ! Mengapa diam saja?" Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gemak Ideran tidak menyahut karena hatinya amat mendongkol. Dengan mengunci mulutnya, ia mulai mengemas-ngemasi bawaannya. Rawayani tertawa lagi. katanya menggelitik : "Mau ke mana?" "Itu urusanku sendiri." "Tidak bisa. Kau sudah berjanji hendak membantuku." "Bukankah masih satu bulan lagi?" "Tetapi kalau hari ini engkau tidak cepat-cepat bertindak jangan harap dapat memenuhi janjimu." "Memangnya kenapa?" Gemak Ideran tertarik. "Sebab kau bakal tidak dapat bertemu lagi dengan Niken Anggana untuk selama-lamanya." Gemak Ideran merandek. Sebenarnya hatinya tergelitik. Tetapi teringat pengalamannya sebentar tadi, ia menahan diri. Pada detik itu ia sudah mengambil keputusan hendak mencari http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sendiri di mana Niken Anggana kini berada. Lagi-lagi Rawayani menegurnya : "Makanlah barang sedikit ! Hawa di atas gunung kadangkala menyakiti orang yang berperut kosong. Apalagi hari ini ini engkau bakal menyaksikan sesuatu yang menegangkan hati." Gemak Ideran sudah menenteng golok dan bungkusan pakaiannya. Mendengar ucapan Rawayani dia menoleh. Pada saat itu Rawayani berkata lagi dengan mengulum senyum : "Kau menghendaki aku minta maaf, bukan" Tetapi dalam hal ini aku tidak perlu minta maaf. Memang aku sedang bercanda. Kalau kau anggap salah, hitung-hitung kau membayar hutangmu satu kali. Tetapi belum induknya, lho. Induknya masih utuh tiga." Sekian kali Gemak Ideran terpaksa menyenak nafas. Di dalam hati ia memang merasa kalah cerdik melawan gadis itu setengah siluman itu. Pelahan-lahan ia menghampiri dan duduk menghempaskan diri di atas sebuah batu. Pikirnya, kalau mau mendapat banyak ia harus berani bersabar hati. Dengan pikiran itu ia menerima angsuran paha ayam yang sudah terbakar licin, la mencoba mencicipi. Hai, bukan main sedapnya. Entah apa sebabnya, rasa laparnya lantas timbul begitu hebat. "Kalau aku mati kena racunmu, kubur saja aku di sini." ujarnya. Rawayani tertawa geli. Sahutnya : "Nah, begitulah baru pantas disebut anak manis." "Eh, apakah aku harus memanggilmu dengan ibu atau bibi?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Itupun tidak perlu." sahut Rawayani cepat, la sendiri duduk pula di atas batu yang berada di depan Gemak Ideran. Kemudian sambil menggerumiti daging ayam, ia berkata: "Jangan kau kira sisa ayammu, lho ! Ini kubawa sendiri dan sudah kulumuri racun. Dan kau bakal terikat lebih dalam. Sebab kau tidak akan sempat lari dari padaku." Gemak Ideran tahu, Rawayani sedang bergurau. Tetapi kenapa tiap patah katanya bisa menggelitik hatinya" la sendiri heran. Benar-benar ia merasa diri tak ubahnya sebagai sebuah boneka yang bisa dipermainkannya. Namun pada saat itu pula, ia seperti merasa lebih mengenal perangainya. Agaknya Rawayani tidak mau berbicara kalau tidak atas ke-mauannya sendiri. Apalagi bila dirinya merasa dipaksa atau disuruh dan diperintah. Karena itu, ia kini membawa sikap tak acuh. Dengan sikapnya itu, ia berharap Rawayani bercerita banyak atas kehendaknya sendiri. Ternyata ia benar. Tiba-tiba saja gadis itu berkata lancar: "Gadis itu memang besar rejekinya. Jelas sekali dia disambar Antawati. Tetapi begitu di bawa lari serintasan datanglah dewa penolongnya. Seorang laki-laki dan seorang perempuan setengah umur. Kau tahu, siapa mereka" Merekalah Wigagu dan Sukesih, paman dan bibi Pitrang. Pitrang adalah anak pendekar Sondong Landeyan. Kau pernah mendengar namanya?" Gemak Ideran menegakkan kepalanya, begitu Rawayani menyebut nama Wigagu, Sukesih, Pitrang dan Sondong Landeyan. Itulah empat tokoh utama dalam cerita Ki Gunacarita. Sebenarnya ia ingin menanggapi dengan bernafsu. Tetapi teringat akan watak dan perangai Rawayani, ia menahan diri. Justru bersikap demikian, diluar dugaan Rawayani menegur : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagus, ya ! Kau anggap aku tiada beda dengan seorang dalang yang kau bayar untuk menjual cerita. Kau membungkam dengan harapan agar aku bercerita lebih banyak lagi, bukan?" "O tidak, sama sekali tidak." tak terasa Gemak Ideran menjawab dengan gugup. "Hm, siluman ini seperti bisa membaca hatiku." ia mengutuk di dalam hatinya. "Kalau tidak, mengapa membungkam?" "Karena ingin mendengarkan setiap patah katamu. Apakah salah?" GemaK Ideran tidak mau mengalah. "Salah sih.. .tidak. Hanya saja setiap pertanyaan adilnya harus di jawab, mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?" Rawayani menggerutu. "Sebab aku harus tahu diri." "Tahu diri bagaimana?" Rawayani mendesak. "Terus terang saja, aku pernah mendengar seorang dalang wayang Beber, menyebut nama-nama itu." "Apa katanya?" "Dia hanya seorang dalang yang bisa memperkosa cerita macam apapun menurut pendapatnya. Pendek kata belum tentu benar. Karena itu, aku harus tahu diri." "Coba ceritakan kembali ! Aku ingin mendengarkan." Dengan berat hati, Gemak Ideran memutuskan untuk mengiringkan kehendaknya, katanya kurang lancar : "Yang bisa kuingat hanya sepotong-potong. Sondong Landeyan seorang pendekar besar. Pada suatu hari menolong seorang puteri cantik yang membawa-bawa sebilah pedang pusaka bernama Sangga Buwana. Puteri itu kemudian menjadi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ isterinya. Melahirkan seorang anak laki-laki bernama Pitrang. Kemudian puteri itu dilarikan sahabatnya. Sepasang mudamudi yang bernama Wigagu dan Sukesi secara kebetulan mengetahui hal itu. Mereka mencoba menghalang-halangi. Tentu saja mereka kalah, karena yang melarikan puteri itu seorang ahli pedang. Sudah ... hanya itu saja yang pernah kudengar." Rawayani mengamat-amati wajahnya seakan-akan sedang mencari sisa-sisa yang masih tertinggal di dalam tenggorokannya. Beberapa saat kemudian berkata : "Kalau begitu engkau pasti tahu siapa nama ahli pedang itu." "Tahu. Dia Haria Giri." "Ayah Niken Anggana, bukan?" Gemak Ideran mengangguk dengan hati kebat-kebit. Syukur, Rawayani tidak menarik panjang! Gadis itu kembali menggerumiti daging ayamnya sambil berkata : "Wigagu dan Sukesi selanjutnya menjadi murid pendekar Sondong Landeyan. Mereka berdualah yang kusebutkan tadi sebagai dewa penolong gadismu. Antawati boleh cerdik dan boleh licin selicin siluman, akan tetapi bertemu dengari mereka berdua, ia mengangkat tangannya. Dengan membungkuk hormat ia menyerahkan Niken Anggana." "Ah ! Apakah kepandaian mereka begitu tinggi sampai menakutkan Antawati?" potong Gemak Ideran setengah berseru dengan luapan rasa gembira. "Nanti dulu ! Jangan kau tergesa-gesa bekesimpulan bgitu." sahut Rawayani cepat. "Semula aku berpendapat begitu juga seperti kataku tadi. Kemudian timbullah suatu perubahan yang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membuat aku berpikir keras. Sebab tak lama kemudian muncullah tiga orang. Yang dua mengenakan pakaian laskar kerajaan dan yang seorang berpakaian pendeta. Jelas sekali mereka bertiga pembantu-pembantu Antawati. Dengan munculnya tiga orang yang tentunya berkepandaian tinggi, benarkah Antawati menyerah dengan mudah" Paling tidak, mereka berempat bisa mencoba-coba kepadaian Wigagu dan Sukesi. Oleh pikiran itu, aku menguntit mereka. Ah ternyata mereka lagi melakukan jual beli. "Jual beli bagaimana?" Gemak Ideran tak mengerti. "Antawati menjual gadismu kepada Wigagu dan Sukesi. Gemak Ideran terlongong. Tetap saja ia tidak mengerti maksud Rawayani. Menegas : "Apa maksudmu dengan istilah menjual?" Rawayani tertawa. Menjawab : "Antawati memang benar-benar siluman cerdik. Ingatingatlah hal itu. Dia harus kau perhitungkan. Bukan mustahil dia justru lebih berbahaya dari pada ayahnya. Pantas dia dipercayai ayahnya," ia berhenti mengesankan. Kemudian melanjutkan dengan sungguh-sungguh. "Memang dia bekerja untuk ayahnya. Tetapi caranya bekerja benar-benar rapih dan berhati-hati. Kau tahu apa tujuannya" Itulah masalah pedang Sangga Buwana." "Ah !" Gemak Ideran tercekat hatinya. Suatu bayangan melintas di dalam benaknya. Akan tetapi terlalu cepat, sehingga ia tidak berhasil menangkapnya dengan cepat. "Mula-mula ia tentunya menyelidiki Niken Anggana, gadismu itu." Rawayani mulai lagi. "Setelah yakin tiada padanya, dengan cepat ia berputar haluan. Mulailah ia menyelidiki riwayat pedang itu. Berpalinglah ia kepada http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sondong Landeyan dan Haria Giri, gara-gara ibu Niken Anggana. Peristiwa ini akan dimanfaatkan dengan baik. Dalam hal ini, dia minta petunjuk ayahnya. Kau pernah mendengar seorang tokoh bernama Ki A geng Telaga Warih?" "Tidak." "Dialah paman guru pendekar Sondong Landayen. Dia seorang pendekar angin-anginan dari Kediri. Itulah sebabnya aku mengenal namanya, karena aku puteri Kediri. Dia sakti dan ditakuti orang. Menurut kabar, dia pulalah yang merampas pedang Sangga Buwana dari tangan Haria Giri. Maka Antawati yakin, pedang Sangga Buwana berada di kediaman Sondong Landayen. Mau menyateroni terangterangan, Cing Cing Goling rupanya tidak berani. Maka dicarilah jalan memutar. Cing Cing Goling tahu, Sondong Landayen tewas di tangan Haria Giri. Mengapa tidak dicarikan alat tukar yang seimbang" Kalau Niken Anggana dapat ditangkapnya hidup-hidup dapat menjadi alat yang ampuh demi membalas dendam kepada Haria Giri. Dan ia berhasil menawan Niken Anggana." "Sebentar!" potong Gemak Ideran. "Waktu itu aku berada di atas genting. Sempat aku mendengar kata-kata Cing Cing Goling. Menilik ucapannya, dia masih yakin pedang Sangga Buwana berada di tangan Haria Giri. Maka Niken Anggana akan dibuat alat tukar untuk memperoleh pedang Sangga Buwana yang berada di tangan Haria Giri." Rawayani tertawa. Beberapa saat kemudian berkata : "Yang mendengarkan maksudnya itu lebih daripada seorang, bukan?" "Benar. Tambal Pitu dan anak laki-lakinya." "Hm, Cing Cing Goling tidak hanya cerdik tetapi berhati busuk. Jangan lagi terhadap adik-seperguruannya. Bahkan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terhadap anaknya sendiri tidak percaya. Kecuali terhadap Antawati seorang. Dialah satu-satunya orang yang dipercayai." "Oh, jadi maksudmu... pada saat itu dia sudah tahu pedang Sangga Buwana tidak berada di tangan Haria Giri?" "Tentu saja." sahut Rawayani pendek. "Niken Anggana terlepas dari kamar tahanannya. Tetapi ia tertangkap kembali berkat kecerdikan Antawati. Gadis itu tahu, anak murid Sondong Landeyan menyimpan dendam setinggi gunung terhadap Haria Giri. Dia yakin, Niken Anggana yang berada di tangannya akan menarik hati Wigagu dan Sukesi. Tetapi diluar dugaanku pula, anak-murid Sondong Landeyan ternyata berjumlah tujuh orang. Mereka akan berkumpul di dekat Batu Karang di atas Gunung, tempat terjadinya malapetaka." "Maksudmu?" "Menurut kabar, Sondong Landeyan terjerumus di dekat batu itu ke dalam jurang Tetapi berita ini masih kusangsikan, mengingat jumlah muridnya melebihi dua orang. Padahal Sondong Landeyan semenjak mudanya hidup menyendiri. Bukan mustahil Sondong Landeyan masih hidup." Gemak Ideran memiringkan kepalanya. Beberapa waktu lamanya ia berdiam diri. Lalu berkata : "Apakah tidak mungkin, mereka adalah adik-seperguruan pendekar Sondong Landeyan?" "Itu mungkin sekali." Rawayani membenarkan. "Hanya saja kita harus berhati-hati dan berwaspada." "Maksudmu apakah kita mau ke sana?" "Hai ! Bukankah engkau ingin membebaskan Niken Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Anggana?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tentu, tentu ..." sahut Gemak Ideran gugup. Rawayani tersenyum. Berkata : "Maka itu, makanlah yang kenyang. Kau bakal menghadapi suatu masalah yang menegangkan. Bukankah begitu katakataku sebentar tadi?" Gemak Ideran mengangguk. Sekarang barulah ia mengerti makna ucapan Rawayani. Selagi hendak membuka mulutnya, Rawayani berkata lagi : "Kau harus memperhitungkan kehadiran tiga pembantu Antawati pula. Seorang yang mengenakan jubah pendeta dan dua orang berpakaian laskar kerajaan." "Kau sendiri bagaimana?" "Bukankah satu bulan lagi Rawayani?" Rwayani tersenyum."Dalam hal ini aku tidak boleh serakah. Aku harus tahu diri. Sebab setelah satu bulan, engkau akan menyertaiku sampai Cing Cing Goling mati di tanganku. Bukankah begitu perjanjian kita?" Diingatkan tentang janji itu, hati Gemak Ideran berdebardebar. Namun ia membawa sikap yang tenang. Sahutnya : "Legakan hatimu, aku akan bersamamu setelah satu bulan lagi." "Terima kasih. Berangkatlah ke Wukir Bayi. Di sanalah dahulu pendekar Sondong Landeyan bermukim. Carilah batu karang yang mencongak di atas tebing jurang." ujar Rawayani. la merogoh sesuatu dari dalam sakunya dan mengeluarkan tiga butir pel berwarna merah. "Telanlah satu !" "Untuk apa?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pada saat ini, engkau bukan lawan mereka. Tetapi dengan menelan obat istimewa ini, tenagamu berlipat sepuluh kali lipat." "Untuk selamanya?" "Cukup lima gebrakan saja. Karena itu simpanlah yang dua butir ini. Dalam keadaan yang memaksa, telanlah dua butir sekaligus. Engkau akan tahan berkelahi satu hari penuh." sahut Rawayani dengan sungguh-sungguh. "Pel ini dapat pula menangkis hawa racun Ilmu Batu Panas." Dengan berdiam diri ia menerima tiga pel istimewa pemberian Rawayani. Untuk menyenangkan Rawayani, ia benar-benar menelan sebutir sambil berkata : "Bukan mustahil, semenjak saat ini aku akan menjadi hambamu." "Hambaku?" wajah Rawayani berubah. "Sama sekali tidak. Pel ini tiada racunnya. Hanya saja setelah menggunakan tenaga, engkau harus beristirahat satu malam penuh. Kau tak percaya" Kalau ragu-ragu, buanglah !" "Rawayani, aku percaya padamu. A ndaikata toh berisi racun sehingga aku terpaksa menjadi budakmu pun, aku tidak menyesal." ujar Gemak Ideran. Kali ini ia berbicara dengan setulus hati. la merasa berhutang budi beberapa kali terhadap gadis itu. "Hanya saja mengapa aku harus menelan sebutir, padahal aku belum berkelahi?" "Untuk berjaga-jaga terhadap serangan gelap. Sebab baik Antawati maupun Wigagu dan Sukesi, tidak senang diikuti orang. Bila tiba-tiba engkau diserang, dengan pertolongan pel istimewa itu engkau dapat bergerak lebih cepat atau mampu memukul balik." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baiklah, hari sudah pagi. Perutku sudah kenyang pula. Apakah aku perlu berkuda?" "Tak mungkiri engkau berkuda. Lebih baik engkau berjalan kaki. Kudamu berada di kampung bawah itu. Mana bungkusan pakaianmu" Biarlah aku yang mengurus." Setelah berkata demikian, ia berdiri. Tanpa permisi lagi, ia menyambar bungkusan pakaian Gemak Ideran dan dibawanya pergi turun ke bawah. Cepat sekali gerakannya. Sebentar saja bayangannya sudah lenyap di balik tikungan jalan. Gemak Ideran mengikuti kepergiannya dengan pandang matanya, la merasa seakan-akan berada dalam dunia impian. Dan begitu bayangan Rawayani hilang dari pengamatannya, ia merasa kehilangan, la heran apa sebab demikian. Padahal ia tadi sudah memutuskan untuk bersikap acuh terhadapnya. Ternyata keputusannya dilanggarnya sendiri, la benar-benar merasa diri di bawah kekuasaannya. Tidak hanya satu atau dua kali ia merasa demikian. Bukan mustahil untuk selamalamanya. "Aku datang kemari semata-mata untuk membebaskan Niken." pikirnya di dalam hati. "Niken sendiri agaknya sudah terpengaruh oleh cerita Ki dalang Gunacarita. Di Wukir Bayi, pendekar Sondong Landeyan bertempat tinggal. A gaknya tiada jeleknya aku dapat bertatap muka dengan pendekar itu. Menurut dalang Gunacarita, dia seorang pendekar besar dan paling sakti. Biarlah aku datang menghadap. Aku tidak percaya, bahwa hatinya sempit." Dengan keyakinan itu, timbullah semangatnya. Demikianlah setelah membawa goloknya, ia melangkahkan kakinya hendak menuruni tanjakan. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah kuda. Suara itu datangnya dari balik tikungan jalan. Orangnya http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ belum muncul, tetapi suara seorang laki-laki terdengar minta keterangan kepada temannya berjalan : "Nona ! Menurut ayahanda nona, pendekar Sondong Landeyan mati terjerumus di dalam jurang. Benarkah itu?" "Kau bisa menutup mulutmu atau tidak?" terdengar bentakan lantang. Jelas sekali, pemilik suara itu seorang wanita. Dan mendengar suara itu, Gemak Ideran merasa seperti memperoleh firasat. Segera ia menghentikan langkahnya dan duduk di atas batu yang mencongkak di atas jalan. Tidak lama kemudian muncul tiga orang penunggang kuda. Dua orang pria dan seorang wanita berumur kira-kira duapuluh tujuh tahun. Wanita itu boleh dikatakan cantik juga. Potongan tubuhnya seperti perawakan Rawayani. Sing-sat, padat dan berkesan gesit. Sedang dua orang pria yang mengiringkan berumur hampir sebaya dengannya. Mereka berdua bersenjatakan pedang panjang. Dengan penuh perhatian Gemak Ideran mengamat-amati wanita itu. Pikirnya : "Dia membentak orang yang minta keterangan. Apakah dia majikan mereka berdua" Janganjangan dialah Antawati yang muncul di Pasuruan dengan mengenakan topeng. Hanya dalam waktu kurang dari satu bulan Gemak Ideran telah memperoleh pengalaman yang meluaskan pengetahuannya. Itu berkat pertemuannya dengan Rawayani. Meskipun demikian, ia belum pandai menarik kesimpulan. Yang terkesan di dalam dirinya, wanita itu pantas berkedudukan sebagai majikan. Pakaian yang dikenakan mentereng. Wajahnya memancarkan cahaya kepemimpinan. Suaranya lantang dan agaknya berwibawa. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Paman Sriwenda tentunya sudah berada di sini, bukan?" laki-laki yang sebentar tadi dibentak minta keterangan. Wanita yang diiringkan tidak menjawab, la hanya memberi isyarat mata kepadanya. Dan memperoleh isyarat mata, lakilaki itu menatapkan matanya ke arah Gemak Ideran yang duduk bercokol di atas batu. "Hai ! Kau siapa?" serunya dengan suara garang. "Kau sendiri siapa?" sahut Gemak Ideran setengah mendengus. "Kau belum kenal kami bertiga, ya" Aku Teguh dan kawanku ini bernama Wulung. Dan dia ..." "Tutup mulutmu !" bentak wanita yang akan diperkenalkan. Kena bentak wanita itu. Teguh mengunci mulutnya, la merasa kelepasan omong. Karena itu ia perlu mencari kambing hitam. Terus saja ia menghampiri Gemak Ideran sambil membentak : "Hai ! Kenapa kau mengawaskan aku?" Tiba-tiba saja ia membungkuk dan dengan cekatan menyambar sebuah batu sebesar gundu. Gerakannya membuktikan dirinya seorang pendekar yang mempunyai kepandaian. Wanita itu menoleh. Melihat tingkah Teguh, kembali lagi ia menegor dengan suaranya yang lantang : "Teguh ! Kenapa usilan?" Tetapi tegurannya sudah kasep. Teguh sudah terlanjur menimpukkan batunya.Timpukannya meleset bagaikan peluru besi. Gemak Ideran terperanjat, la memungut apa saja yang dapat dibuatnya melawan. Karena hawa pegunungan dingin http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan lembab, tanahnya lembek pula. Tanpa berpikir panjang lagi, segera ia membuat sebuah gunduk tanah lembek. Lalu menimpuk pula dengan berseru : "Hai ! Apakah kau penguasa di sini?" Gundu tanahnya terlepas dan memukul batu Teguh terpental balik. Menyaksikan peristiwa itu, tidak hanya wanita itu saja yang heran, juga dirinya sendiri. Gundu yang terbuat dari tanah lembek, tidak memiliki kekerasan sekeras batu. Apabila dibuat menimpuk, paling-paling hanya mampu menempel. Akan tetapi mustahil dapat memukul balik. Tetapi kenyataannya, tidak. Batu Teguh benar-benar terpental balik. Sudah begitu gundunya masih mampu menyambar Teguh dengan suara mendesing. Teguh kaget setengah mati. Buru-buru ia mengelak sambil menangkiskan tangannya. Pada saat itu, wanita itu memajukan kudanya dan melecutkan cambuknya. Hebat tenaganya. Begitu tersampok cambuknya, gundu Gemak Ideran rontok berhamburan di atas jalan. "Tuan !" seru wanita itu dengan sopan. "Kepandaianmu hebat. Apa perlu melayani seorang pelayan yang tidak berarti" Menang pun, tuan tidak akan termashur." Gemak Ideran tidak menjawab, la masih sibuk dengan rasa herannya sendiri. Dari mana ia memperoleh tenaga begini hebat" Apakah berkat pel istimewa pemberian Rawayani. Tibatiba saja timbullah keberaniannya. Terus saja membentak : "Kedua budakmu bergaya seperti anak raja. Kalau kau tidak bisa menghajarnya, biarlah aku yang mewakilimu. Kau anak Cing Cing Goling, bukan" Mari, aku ingin mencoba-coba kehebatanmu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dia cuma main ngawur saja. Tetapi ternyata benar. Wanita itu yang bukan lain adalah Antawati, terperanjat. Beberapa saat lamanya ia menatap wajah Gemak Ideran. Lalu menyahut : "Pada saat ini aku tidak mempunyai waktu untuk menerima tantanganmu. Carilah aku di perkampungan ayahku. Di sana kita boleh mencoba-coba mengadu kepandaian." Setelah berkata demikian, Antawati mencambuk kudanya dua kali dan binatang itu segera melompat kabur seperti diuber setan. Teguh dan Wulung buru-buru menyusulnya sambil berkata setengah berseru : "Nona ! Apakah nona kenal dia?" "Siapa lagi kalau bukan Gemak Ideran." "Oh ! Kenapa tidak dibereskan sekali?" Antawati menjawab tidak jelas. Dia sudah mengaburkan kudanya mendaki tanjakan. Teguh dan Wulung mencoba menyusulnya. Akan tetapi kuda mereka kalah tegar dibandingkan dengan kuda Antawati. Sementara itu, Gemak Ideran masih heran dengan dirinya sendiri. Untuk lebih meyakinkan, ia memungut sebuah batu dan ditimpukkan kepada dahan pohon yang berada kurang lebih sepuluh langkah di depannya. Tak ! Dan dahan itu patah dengan suara bergemeretak. Gemak Ideran tertegun. Berbagai perasaan bergumul di dalam dirinya. Rasa terkejut, heran dan girang saling mendalam dirinya. Rasa terkejut, heran dan girang saling mengendapkan. Seketika itu, bayangan Rawayani tercetak jelas di dalam benaknya. Dan pada saat itu pula teringatlah dia, ia tidak boleh terlalu sering menggunakan keampuhannya. Sebab tambahan tenaga itu hanya dapat digunakan dalam http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lima gebrakan. Tidak lebih lagi. Setelah itu, ia harus beristirahat satu malam penuh, la tadi sudah merasakan keistimewaannya dua kali berturur-turut. Maka perlu ia menyimpan tenaga istimewa itu. Siapa tahu, ia bakal menghadapi suatu peristiwa yang memaksa dirinya harus berkelahi. Dengan pikiran itu, ia melanjutkan perjalanannya mendaki gunung. Wukir Bayi ternyata susah didaki, la membutuhkan waktu setengah harian. Dan selama itu, berturut-turut ia bertemu dengan beberapa penunggang kuda yang rata-rata berusia lanjut. Mungkin sekali, merekalah adik-seperguruan Sondong Landeyan. Terdiri dari enam laki-laki dan seorang nenek yang berusia enampuluh tahunan. Selain mereka, beberapa kali ia melihat orang-orang berperawakan tegap dengan tampang bengis. Gayanya seperti majikan-majikan Tuan tanah. Gemak Ideran segera mengenal mereka dari seragam pakaian yang dikenakannya. Itulah berkat pengalamannya menyelundup ke perkampungan Cing Cing Goling beberapa malam yang lalu. Mereka mengenakan pakaian warna kelabu dengan selempang sarung berwarna hitam, seperti yang dilakukan peronda-perondanya. Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bagus ! Antawati mengerahkan budak-budaknya. Tentunya budak-budak terpilih. Rupanya dia mau main paksa," pikirnya di dalam hati. Waktu itu musim hujan belum terlampui. Musim semi akan segera datang. Tetapi di lembah gunung, penduduk tidak mengenal musim hujan atau musim semi. Sepanjang tahun, lembah gunung dalam keadaan makmur sentausa. Hujan sering tiba dengan mendadak. Lalu mendadak hilang pula. Tak lama kemudian hujan rintik senantiasa mengunjungi. Itulah sebabnya lembah gunung selalu kelihatan dalam keadaan segar bugar. Kecuali diselimuti kehijauan yang semarak, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bunga aneka warna tumbuh sesukanya. Kupu-kupu atau tetabuhan datang pergi seperti kaum pelancong. Mereka berebut menghisap sari-sari bunga. Tentang peristiwa matinya Sondang Landeyan yang terjerumus di dalam jurang, Gemak Ideran belum sempat mendengar cerita ki dalang. Maka ia tidak mempunyai kesan yang mendalam. Berita kematiannya yang sempat di dengar tak ubah berita kecelakaan belaka. Meskipun demikian, terhadap tokoh Sondong Landeyan ia menaruh hormat, la merasa berbahagia bila memperoleh kesempatan untuk bertemu. Seumpama Sondong Landeyan benar-benar sudah mati, akan merupakan suatu kehormatan sendiri manakala diperkenankan menjenguk makamnya. Matahari tepat berada di atas langit, sewaktu ia tiba di pertapaan Wukir Bayi. Begitu melintasi ketinggian, ia melihat sebuah perkampungan kecil. Di sebelah kiri perkampungan terdapat sebuah lapangan luas yang dibatasi oleh tebing jurang. Sebuah batu tinggi semacam tugu berdiri tegak di atas tebing. Apakah itu yang disebut batu karang di atas gunung" la yakin, itulah batu tempat pertemuan. Buktinya, tokoh-tokoh yang dilihatnya tadi berkumpul di situ. Baru saja ia mengamatamati mereka, tiba-tiba terdengar suara nyaring menusuk telinganya : "Haaa ... itulah dia! Hayo kita bereskan saja dia !" Gemak Ideran menoleh. Suara itu datang dari kerumunan orang yang berwajah bengis. Mereka terdiri dari belasan orang yang berperawakan tidak rata. Ada yang pendek, ada yang tinggi jangkung, ada yang gendut dan ada pula yang kerempeng. Dan yang berteriak tadi ternyata si Teguh. "Hm, kiranya begundal-begundal Cing Cing Goling." Gemak Ideran menggerendeng. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ la menebarkan penglihatannya kepada tujuh orang yang berdiri di seberang. Tentunya mereka yang disebut sebagai adik-seperguruan Sondong Landeyan. Sebab umur mereka rata-rata sudah limapuluh tahun lebih. Bahkan si nenek yang berumur enampuluhan tahun berada di antara mereka. Ia mencoba mencari Niken Anggana. Barangkali ada di antara mereka. Ternyata tiada, ia jadi menebak-nebak. Pikirnya di dalam hati : "Menurut Rawayani, Niken Anggana ditolong Wigagu dan Sukesi, dua murid Sondang Landeyan. Mengapa tidak nampak?" Gemak Ideran belum pernah melihat Wigagu dan Sukesi. Mereka bertujuh yang dikabarkan sebagai adik-seperguruan atau murid Sondong Landeyan, juga baru didengarnya dari mulut Rawayani. Menurut pendapatnya, mereka tentunya lebih pantas bila disebut sebagai adik-seperguruan Sondong Landeyan. Dalam hal ini, ia benar. Akan tetapi mereka berempat bersikap garang. Teguh yang pernah merasakan keampuhan sentilan tangan Gemak Ideran, terus saja membentak : "Hai Gemak Ideran ! Kau mau jual lagak di sini?" Gemak Ideran tertawa melalui dadanya. Menyahut: "Kau sendiri mau jual apa di sini?" "Apa?" bentak Teguh. "Kau mau pergi atau tidak?" "Hm, mengapa aku tidak boleh datang kemari" Apakah ini gunungmu?" Gemak Ideran membalas membentak. Setelah membentak demikian, ia melangkah maju memasuki kalangan. Teguh dan Wulung agaknya sudah bersepakat untuk menghajar Gemak Ideran. Dengan serentak mereka menghunus pedangnya dan terus menyerang. Ternyata http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ gerakan pedang mereka bersatu-padu. Teguh menikam dada sedang serangan Wulung membabat pinggang. Gemak Ideran ingin menghemat tenaga tambahannya yang istimewa. Menghadapi serangan itu ia tertawa panjang sambil berkata : "Eh, kalian benar-benar tidak mengenal sopan-santun. Kita sama-sama tetamu di sini. Apa hak kalian mengusirku" Kalau kalian berlagak mengusir, akupun bisa mengusir kamu berdua pergi !" Dengan gesit ia mengelakkan tikaman Teguh. Lalu menggempur ujung pedang Wulung dengan gagang goloknya. Trang! Suara bentrokan itu terdengar nyaring. Dan yang hebat, pedang Wulung terbang tinggi di udara. Teguh dan Wulung terkejut. Telepakan tangan mereka-pun terasa panas. Mereka sama sekali tidak pernah menduga, bahwa Gemak Ideran memiliki himpunan tenaga sakti begitu hebat. Untung Gemak Ideran tidak bermaksud menggunakan tenaga tambahan secara utuh. la tahu diri. Sekiranya tidak demikian, pergelangan tangan Wulung pasti sudah patah. Sebaliknya dua temannya yang berada di belakang mereka, belum mengenal dan belum pernah melihat kepandaian Gemak Ideran. Dengan menyumpah-serapah mereka menyerang dari kanan dan kiri. Akan tetapi dengan satu gebrakan pula, mereka terpelanting roboh mencium tanah. Menyaksikan peristiwa itu, Antawati membentak dengan suara lantang : "Gemak Ideran ! Apakah benar-benar engkau hendak memusuhi kami?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bukan aku yang memusihimu, tetapi engkau yang mendahului. Di mana Niken Anggana?" membalas membentak dengan sikap menantang. Rupanya sikap Gemak Ideran membuat pengiring Antawati tidak senang. Dengan serentak mereka memaki-maki sambil melepaskan senjata bidiknya. Gemak Ideran terkesiap. Kemudian timbullah rasa marahnya. Apalagi ia memang sudah memutuskan untuk mengadakan perlawanan. Terus saja ia mengobat-abitkan gagang goloknya. Karena marah, secara otomatis ia mengerahkan tenaga saktinya. Justru demikian, tenaga tambahan yang diperolehnya dari Rawayani ikut aktip. Dengan satu sabetan saja, pelbagai senjata rahasia lawan terpukul hancur. "Kamu menyerang diriku dengan senjata bidik. Apakah kamu kira aku lidak mempunyai" Jika kamu tetap bandel, jangan salahkan diriku. Aku bisa membalas dengan melepaskan senjata bidikku." Mereka belum pernah melihat apalagi mengenal senjata bidik Gemak Ideran yang terdiri dari peluru besi. Meskipun demikian, hati mereka agak takut juga, mengingat tenaga sakti yang diperlihatkan pemuda itu. Maka mereka tidak berani membandel atau main coba-coba lagi. Antawati membatalkan maksudnya untuk menghajar Gemak Ideran. Namun ia memberi isyarat kepada dua orang pembantunya untuk mencoba kepandaian Gemak Ideran. Tetapi belum lagi mereka bergerak dari tempatnya, mendadak terdengar salah seorang adik-seperguruan Sondong Landeyan berseru : "Hai! Di sini, kamilah yang berhak mengambil tindakan dan memutuskan sesuatu. Kenapa kalian berlagak seperti tuan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ rumah. Cobalah tanya dulu, apa maksud kedatangannya kemari." "Siapakah tuan?" "Aku Sondong Jerowan, saudara-seperguruan Sondong Landeyan urusan rumah tangga." Gemak Ideran mendengar suara Sondong Jerowan. Orang itu kira-kira berusia limapuluh empat tahun. Perawakan tubuhnya tinggi besar. Gagah dan sesuai dengan suaranya yang masih saja terdengar menggelegar bagaikan guntur meledak di sianghari bolong. Mau tak mau ia menoleh dan mengamat-amati. Lalu berkata melalui A ntawati : "Paman ! Aku Gemak Ideran, putera Sawunggaling. Aku datang kemari karena urusan Niken Anggana. Akulah teman berjalan Niken Anggana. Tetapi kena dikacau oleh orang orang gila itu." "Siapa yang gila" Kau sendiri yang gila !" bentak Antawati. Dan puteri Cing Cing Goling itu lantas saja maju ke depan. "Niken Anggana bukan sanak bukan kadangmu. Kenapa engkau ikut campur" Mulutmu mengaku sebagai anak Sawunggaling. Tetapi mengapa tidak mengerti tata tertib?" Gemak Ideran tertawa pelahan. Sahutnya : "Tata-tertib kabupaten Surabaya jauh berlainan dengan tata-tertib anak Cing Cing Goling. Baru saja aku datang dan begundal-begundalmu sudah menyerang dengan membabi buta. Nah, siapakah yang tidak mengerti tata-tertib. Apakah begini cara tata-tertib orang-orangnya Cing Cing Goling?" Antawati melecutkan cambuknya yang berbunyi nyaring seperti letupan kilat menusuk cakrawala. Ujarnya dengan suara tak kalah sengitnya : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kami berada di sini karena undangan anak-murid atau rumah perguruan Sondong Landeyan. Kau sendiri, siapa yang mengundang" Kau orang luar! Kenapa lancang memasuki wilayah ini?" "Eh, enak saja kau mengoceh seperti burung." bentak Gemak Ideran. Kemudian menuding orang-orangnya sambil berkata : "Begundal-begundalmu itu apakah bukan orang luar" Apakah mereka mempunyai kepentingan langsung terhadap Niken Anggana?" "Mereka adalah orang-orangku. Kehadirannya samalah halnya diriku sendiri. Di mana saja aku berada, merekapun berada pula di sampingku. Dan kami datang dalam masalah Niken Anggana. Kau sendiri, apa kepentinganmu?" Gemak Ideran tercengang. Lalu tertawa karena rasa mendongkolnya. Menyahut : "Niken Anggana adalah temanku berjalan. Sekarang dia kau culik. Apakah aku tidak mempunyai kepentingan" Nona, janganlah kau sembarangan memutar lidahmu yang tidak bertulang!" "O begitu" Bagus ! Kalau begitu, bisa diselesaikan sendiri. Tetapi tidak disini. Pendek kata pada hari ini, hanya pihak kami dan pihak tuan rumah yang berhak berada di tempat ini untuk saling berbicara." Gemak Ider i menatap wajah Antawati. Cara puteri Cing Cing Goling berbicara hampir mirip dengan Rawayani. Syukur ia sudah mempunyai pengalaman bergaul dengan Rawayani. Terhadap orang-orang yang memiliki cara berpikir seperti Rawayani, rasanya tidak asing lagi. Ia merasa bisa menghadapi. Menghadapi orang seperti Rawayani, ia perlu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengacaukan dulu benang merahnya. Maka segera ia me ngalihkan pembicaraan : "Hai ! Bagaimana kalau kedatanganmu kemari semata-mata hendak menyatakan hormatku kepada pendekar besar Sontlong Landeyan." Ingatannya hanya kepada ucapan Rawayani yang sempat mengabarkan, bahwa mereka akan berkumpul di batu karang yang berada di atas gunung, tempat Sondong Landeyan terjerumus di dalam jurang. "Apa" Kau berkata ingin memberi hormat kepada pendekar Sondong Landeyan" Hai Gemak Ideran ! Di depanmu berdiri tujuh saudara-seperguruan Sondong Landeyan. Coba tanya, apakah mereka mengenalmu !" Gemak Ideran menelan ludah. Dengan sesungguhnya, baik dirinya maupun mereka belum saling mengenal. Tetapi ia anak Sawunggaling. la percaya, nama ayahnya pasti dikenal mereka. Sebab sembilan bagian golongan pendekar tentu mendengar kabar peristiwa ayahnya yang berontak melawan kekuasaan Kompeni Belanda. Maka sahutnya dengan suara mantap : "Benarkah itu" Paman-paman pendekar, benarkah paman sekalian tidak pernah mengenal nama ayahku?" Cerdik cara Gemak Ideran mengajukan pertanyaan. Sondong Jerowan yang mewakili keenam saudara- seperguruannya maju selangkah. Menyahut dengan suara setengah berseru : "Saudara kecil! Kau putera Adipati Sawinggaling" Nama ayahmu tersimpan hangat di dalam perbendanaraan hatiku. Tentu saja aku mengenal nama ayahmu !" "Nah, bagaimana nona genit?" Gemak Ideran mengejak Antawati. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tentu saja Antawati tidak puas mendengar jawaban Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sondong Jerowan. Akan tetapi di pertapaan Wukir Bayi, Sondong Jerowan termasuk golongan tuan rumah. Usianya pun lebih tua daripada ayahnya sendiri. Maka ia wajib menghormati. Namun di hadapan Gemak Ideran tak mau ia kalah pamor. Dengan sengit ia berkata kepada Sondong Jerowan : "Paman ! Apakah benar jumlah adik-seperguruan pendekar besar Sondong Landeyan berjumlah tujuh?" "Benar." sahut Sondong Jerowan. "Semuanya berjumlah tujuh. Dan semuanya menggunakan nama Sondong, kecuali ayunda Nyai Dandang Wutah." "Kalau boleh tahu, siapa saja nama paman sekalian?" "Boleh ! Apa halangannya" Kami biasa pergi dan datang dengan terang, nona." ujar Sondong Jerowan. "Baiklah aku mewakili sekalian saudaraku seperguruan. Merekalah Sondong Pabelan, Sondong Meguwa, Sondong Gunung, Sondong Muraji dan Sondong Wido. Dan inilah ayunda kami semua. Beliau bernama Nyai Dandang Wido. Sekarang tentunya aku boleh balik bertanya, siapakah nona ini?" "Oh, aku Antawati. Kami datang atas undangan ayunda Sukesi dan abang Wigagu." "Ooo ... mereka adalah keponakan kami semua." "Sebaliknya, apa sebab paman sekalian berada di sini pula?" "Kukira, tidak perlu aku menjelaskan berkepanjangan. Tentunya nona tahu, pertapaan ini adalah seumpama permukiman kami bertujuh. Dan semenjak kakang Sondang Landeyan meninggal, kami selalu datang satu tahun sekali untuk menjenguk tempat musibah." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Antawati memanggut-manggut dengan mengulum senyum. Berseru kepada Gemak Ideran : "Hai bangsat! Kau mendengar sendiri, pendekar Sondong Landeyan sudah wafat. Kau tadi berkata hendak menyatakan hormatmu kepadanya. Bagaimana caramu menghormat" Jelas sekali, engkau mencari-cari alasan yang tidak tepat. Nah, menggelindinglah sebelum kami bertindak. "Apa" Kau suruh aku menggelinding seperti telur?" Gemak Ideran menyahut dengan penasaran. "Orang ingin menyatakan hormatnya. Apakah mesti harus berhadapan dannyatakan hormatnya. Apakah mesti harus berhadapan dengan orangnya" Hai anak iblis ! Sebenarnya apakah hakmu mau main usir saja" Kalau aku tidak mau, kau bisa berbuat apa?" Panas hati A ntawati didamprat demikian. Meledak : "Bagus ya, kau menyebut diriku sebagai anak iblis. Kami datang kemari sebagai tetamu terhormat. Kalau engkau berani mengacau di sini, apakah kau kira kami tidak dapat memaksamu ke luar dari sini?" "Hm, apakah kau bisa" Boleh coba !" tantang Gemak Ideran. "Aku datang kemari untuk meminta kembali temanku berjalan yang kau culik. Apakah salah" Setelah tiba di sini, aku akan menyatakan hormatku kepada pendekar besar Sondong Landeyan dengan caraku sendiri. Apakah salah" Baiklah jika engkau melarang, biarlah aku menjenguk rumah pertapaan beliau." Setelah berkata demikian, ia melangkahkan kakinya mengarah ke padepokan. Keruan saja hati Antawati seperti terselomot api. Terus saja ia menghunus pedangnya dan melompat menghadangnya. Serunya nyaring : "Gemak Ideran ! Mau ke mana?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gemak Ideran merandek. la tercengang. Lalu tertawa terbahak-bahak. Serunya pula : "Aiii ... apakah kau tuli?" "Kularang engkau bergerak biar satu langkahpun !" hardik Antawati. Pada saat itu, Sondong Jerowan maju menghampiri. Minta keterangan kepada Gemak Ideran :. "Anak muda, sebenarnya apa yang terjadi?" "Apakah paman tidak mengetahui peristiwa Niken Anggana?" "Niken Anggana" Apa itu?" Sondong Jerowan heran. "Kalau tidak mengetahui, mengapa bisa bersama-sama datang kemari?" "Oh ! Sudah kukatakan tadi, setiap satu tahun sekali kami berkumpul di sini. Inilah hari Selasa Pon, hari naasnya Saudaraku Sondong Landeyan. Dan pada hari naasnya, kami berkumpul di sini satu tahun sekali." "O begitu" Jadi paman sekalian belum mengetahui urusan ini?" Gemak Ideran tertegun sejenak. Lalu menjelaskan. "Kami berangkat dari Madura hendak ke Kartasura. Di sepanjang jalan, kami selalu direcoki gerombolan anak iblis. Beberapa kali kami lolos. Tetapi kemarin lusa, anak iblis ini berhasil menculik temanku berjalan Niken Anggana. Untuk ini aku datang kemari." Sondong Jerowan mengernyitkan dahinya. Sejenak kemudian berkata : "Anak muda, keteranganmu masih membingungkan. Taruhkata benar, apa alasanmu memasuki Wukir Bayi. Belasan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tahun pertapaan Wukir Bayi jarang ditambah orang, kecuali penduduk kampung." "Salah seorang temanku sempat mengintip pembicaraan anak iblis ini dengan dua murid paman Sondong Landeyan. Itulah sebabnya, aku datang kemari." "Hai! Benarkah itu?" Sondong Jerowan berubah wajahnya. "Kalau benar, di mana temanmu berjalan itu?" "Sudahlah, jangan layani bangsat ini. Dia mengada-ada." potong Antawati. Terus saja ia membabatkan pedangnya. Gemak Ideran sudah bersiaga. Begitu melihat gerakan tangan Antawati, ia mundur selangkah sambil menghunus goloknya. Lalu melompat maju membenturnya. Hebat benturan Gemak Ideran yang masih menyimpan sisa tenaga istimewa pemberian Rawayani. Antawati tergempur mundur sampai tiga langkah. Teguh dan Wulung segera maju dengan berbareng. Namun mereka tidak berani menyerang. Mereka hanya menghadang di depan Gemak Ideran. Demikian pulalah pengawal-pengawal Antawati. Selagi demikian, tiba-tiba terdengar suara seorang puteri yang halus sejuk : "Sudara sekalian, tahan ! Biarlah aku yang berbicara." Mendengar suara yang halus sejuk itu, mereka semua menoleh termasuk Sondong Jerowan bertujuh. Dan dari halaman kediaman Sondong Landeyan, muncul dua orang puteri yang diiringkan seorang pria setengah umur. Pria itu berperawakan tegap singsat. Wajahnya cakap dan bercahaya, sedang wanita yang berjalan di depan berwajah manis. Dan melihat munculnya mereka bertiga, semua orang berputar arah kepadanya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hati Gemak Ideran berdebar-debar. Sebab wanita yang berada di belakang wanita yang berusia kira-kita empatpuluh tahun adalah Niken Anggana. Seketika itu juga, terdengarlah suara Rawayani mengiang dalam telinganya. Katanya di d alam hati : "Mereka berdua tentunya yang bernama Sukesi dan Wigagu. Mereka akan menjual jasa. Niken Anggana ditukar dengan pedang Sangga Buwana. Sekarang aku tinggal mengamati sekalian saudara-seperguruan pendekar Sondong Landeyan. Jika mereka bisa dipengaruhi Sukesi dan Wigagu, Antawati akan memperoleh pedang Sangga Buwana. Apakah aku akan tinggal diam saja" Paling tidak aku bisa membawa Niken Anggana lari." Memikir sampai disitu, mendadak saja ia mengharapkan munculnya Rawayani. Entah apa sebabnya, pada saat ia menaruh kepercayaan besar kepadanya. Ia yakin, asal saja Rawayani hadir pastilah gadis siluman itu akan bisa memperoleh jalan keluar yang tepat. Dalam pada itu, Sukesi sudah membawa Niken Anggana ke tengah kalangan. Wigagu tetap berada di belakangnya setelah mengangguk hormat kepada sekalian paman gurunya. "Sukesi, kau mau berbicara apa?" tegur Sondong Jerowan. "Mengenai gadis ini." jawab Sukesi dengan suaranya yang lembut. "Siapa dia?" Sukesi tidak segera menjawab, la berpaling kepada Antawati. Ia memberi isyarat agar Antawati dan sekalian pengiringnya menyarungkan senjatanya masing-masing. Setelah itu, kembali ia menghadap kepada Sondong Jerowan bertujuh. Berkata : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Paman sekalian dan bibi Dandang Wutah. Untuk kesekian kalinya, kita memperingati hari malapetaka yang menimpa guru kami berdua Sondong Landeyan. Dan setiap kali kita hadir di sini, selalu saja musuh besar kita muncul dalam bayangan mata kita. Itulah Haria Giri ahli pedang kenamaan pada jaman ini. Di sinilah Hari Giri menjerumuskan guru kami masuk ke jurang yang ribuan meter dalamnya. Dan penutupan hari peringatan itu, selalu paman-paman dan bibi bersumpah hendak menuntut balas. Tetapi oleh pertimbangan- pertimbangan tertentu, belum juga kita sempat menunaikan tugas pembalasan dendam. Tetapi rupanya Tuhan kini berkenan membukakan jalan bagi kita semua. Tahukah, siapa anak gadis ini" Dialah puteri Haria Giri dengan bibi Mulatsih." "Dia siapa?" Sondong Jerowan menegas. "Gadis ini. Namanya Niken Anggana." Sukesi menerangkan. Mendengar kata-kata Sukesi sekalian saudara-saudara Sondong Landeyan berubah wajahnya. Nyai Dandang Wutah yang semenjak tadi berdiam diri tiba-tiba batuk seperti orang sakit bengek. Serunya dengan suaranya yang kurang jelas : "Coba ulangi lagi, siapa dia ' "Dialah anak Haria Giri. Satu ibu dengan anakku Pitrang. "Dari siapa engkau memperoleh keterangan ini?" Sukesi menoleh kepada Antawati. Dan Antawati terus saja menimbrung : "Memang dia anak Haria Giri. Sebenarya aku yang menawannya. Karena diminta ayunda Sukesi, maka kuserahkan anak jahanam itu kepadanya." Mendengar ucapan Antawati, Nyai Dandang Wutah nampak tidak senang. Tegurnya : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau siapa berani ikut campur" Aku sedang minta keterangan kepada orangku sendiri. Kenapa kau usilan?" "Sebab tanpa jasaku, kalian semua tidak akan dapat membekuk anak Haria Giri." sahur Antawati dengan cepat dan lancar. "Coba sudah berapa tahun kalian cuma pandai mendendam saja?" Nenek Dandang Wutah berbatuk-batuk. Lalu membentak : "Itu urusan kami. Sebenarnya kau siapa?" "Aku anak Cing Cing Goling." "Hm, dengarkan ! Seumpama kau anak malaikat pun, baiklah kau dengar peringatanku ! Sekali lagi kau berani membuka mulutmu sebelum kusuruh, kau bakal pulang nama saja. Mengerti?" Keruan saja anak-buah Cing Cing Goling terkejut sampai berjingkrak. Hampir saja mereka menyumpah-nyumpah serapah, kalau saja Antawati tidak mencegahnya. Sebaliknya diam-diam Gemak Ideran bergirang di dalam hati. Kalau sekalian saudara-seperguruan pendekar Sondong Landeyan bersikap demikian, pastilah Antawati tidak memperoleh tempat. "Sebaliknya nek, dengarkan kata-kataku !" Antawati tidak mau mengalah. "Apakah kau anggap mudah menawan anak Haria Giri" Selain ayahnya seorang ahli pedang, gadis ini mendapat perlindungan Panembahan Cakraningrat, Adipati Madura. Nenek tahu sendiri siapa Panembahan Cakraningrat. Dia salah seorang menantu raja Kartasura." Nenek Dandang Wutah menyenak nafas. Wajahnya nampak prihatin. Jelas sekali, di dalam hati ia membenarkan kata-kata http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Antawati. Tetapi dengan sikapnya yang angkuh ia mengalihkan pandangnya kepada Sukesi kembali. Katanya : "Sukesi, jawablah pertanyaanku tadi dengan mulutmu sendiri !" Sukesi rupanya mengenal watak dan perangai bibinya itu. Setelah mengangguk hormat ia menyahut: "Dengan sesungguhnya dia adalah anak Haria Giri. Dia Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sendiri sudah mengaku." "Anak, benarkah itu?" nenek Dandang Wutah menegas. Niken Anggana mengangguk dan gemparlah sekalian saudara seperguruan pendekar Sondong Landeyan. Dengan mata mendelong mereka mengawaskan Niken Anggana. Seperti berjanji mereka berbareng menyiasati. Kesan mereka hampir tiada berbeda. Puteri musuh besarnya itu sangat cantik, halus budi-pekertinya, nampak jujur dan cerdas. Kesan ini diperolehnya dari pandang mata dan sikapnya. Dan memperoleh kesan demikian mendadak saja mereka merasa kehilangan pegangan yang kokoh. Sebaliknya Antawati dengan sekalian pengiringnya amat gembira. Jalan yang akan diambahnya jadi rata. Seumpama orang meminta sesuatu tinggal membalikkan tangan saja. Selagi demikian, terdengarlah suara Sondong Meguwa yang berdiri di samping nenek Dandang Wutah. Semenjak tadi, Sondong Meguwa membungkam mulut. Pendekar ini usianya seimbang dengan nenek Dandang Wutah. Rambut, misai dan jenggotnya sudah putih. Meskipun demikian, perawakan tubuhnya yang kekar masih nampak perkasa. Dengan suara tenang berwibawa ia berkata kepada Niken Anggana : "Anak, sadarkah engkau makna anggukanmu?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kembali lagi Niken Anggana mengangguk. Pandang matanya yang biasanya mengesankan sifat kekanakkanakannya meredup. Gemak Ideran yang berada tidak jauh daripadanya, tergetar hatinya. Mau ia ikut menimbrung, tetapi suara Sondong Meguwa sudah mendahului. Kata pendekar itu : "Anak, dengarkan dulu yang jelas. Kami semua ini adalah saudara-seperguruan Sondong Landeyan. Dan semenjak jaman muda, kami berusaha jangan sampai salah tangan. Kau mengerti maksudku, bukan" Biarlah kuulangi lagi pertanyaanku dan aku mengharapkan jawabanmu. Sadarkah engkau akan makna anggukanmu tadi?" "Memang aku anak Haria Giri." Sondong Meguwa menarik nafas. Berkata :"Tahukah engkau, bahwa Haria Giri itu musuh kami nomor satu?" "Tidak." "Tidak bagaimana?" Sondong Muguwa heran. "Menurut bibi Sukesi dan paman Wigagu, ayah membunuh paman Sondong Landeyan. Apakah membunuh orang itu mesti harus bermusuhan atau saling membenci" Mengapa eyang menyebut ayah sebagai musuh nomor satu?" Sondong Meguwa tertawa pelahan. Tertawa yang mengundang rasa iba. Lalu berkata lagi minta keterangan : "Kalau kami tidak boleh menyebut ayahmu sebagai musuh kami nomor satu, lalu harus menyebut dia dengan apa?" Niken Anggana menegakkan kepalanya. Menjawab dengan suaranya yang polos : "Bukankah ayahku dan paman Sondong Landeyan saling memperebutkan ibuku" Ibu sendiri sudah bersikap adil. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dengan paman Sondong Landeyan, ibu melahirkan puteranya. Dengan ayah, ibu melahirkan diriku. Mengapa eyang menyebut ayah sebagai musuh nomor satu" Mestinya harus kepada yang menyebabkan terjadinya peristiwa bunuh membunuh itu." "Oh, jadi ibumu yang harus kami pandang musuh nomor satu?" "Tetapi ibuku sudah melahirkan putera paman Sondong Landeyan. Mengapa harus dimusuhi?" Sebenarnya kata-kata Niken Anggana banyak terdapat lobang-lobang kelemahan dan berkesan menggelikan. Akan tetapi karena diucapkan dengan hati yang polos, justru dapat menggugah rasa iba sekalian saudara-seperguruan Sondang Landeyan. Mereka seperti diingatkan, bahwasanya dalam hal membalas dendam si anak tidak boleh dibawa-bawa. "Anak ! Kata-katamu sebenarnya masuk akal," ujar nenek Dandang Wutah menggantikan Sondong Meguwa yang sempat terlongong sejenak. "Tetapi ibumu ikut serta membunuh adikku Sondong Landeyan. Coba katakan padaku, kami harus bersikap bagaimana?" Didesak demikian, Niken Anggana tidak dapat menjawab. Gemak Ideran jadi penasaran. Tanpa berpikir panjang lagi lantas saja ia berseru : "Bagus ! Bagus Saudara seperguruan pendekar besar Sondong Landeyan memang hebat semua sampai-sampai seorang anak yang tidak mengerti dosa ayah ibunya dibawabawa untuk dijual sebagai alat tukar." Ucapan Gemak Ideran bagaikan geledek menyambar kepala mereka. Selagi mereka berputar arah, Antawati mendamprat : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau tahu apa" Kau mau minggat dari sini atau tidak?" "Nanti dulu !" Sondong Jerowan menengahi. Lalu minta keterangan kepada Gemak Ideran : "Anak muda, kau berbicara perkara alat tukar. Apa maksudmu?" "Sebentar paman ! Sebelum aku menjawab pertanyaan paman, ijinkan aku berbicara dengan Niken Anggana. Aku berjanji adil. Akulah saksinya, Niken Anggana adalah puteri Haria Giri." "Oh." sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan setengah berseru. Mereka saling pandang, karena arti kehadiran Gemak Ideran belum jelas. Tetapi ucapannya itu, kedudukan Niken Anggana tidak diragukan lagi. Gadis itu benar-benar anak musuh besar mereka. "Silahkan !" ujar Sondong Jerowan. Gemak Ideran kemudian berputar menghadap Niken Anggana. Serunya dengan suara agak gemetar: "Niken ! Benarkah ayahmu membunuh paman Sondong Landeyan?" "Setidak-tidaknya menjadi penyebabnya," jawab Niken Anggana dengan polos. "Menjadi penyebabnya bagaimana?" "Dalam keadaan luka parah paman Sondong Landeyan harus melawan serangan ayah. Kemudian .... kemudian ...... ibu menyakiti hati paman Sondong Landeyan. Lalu ... paman Sondong Landeyan membiarkan dirinya terjerumus ke dalam jurang." "Siapa yang mengabarkan peristiwa itu?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bibi Sukesi dan paman Wigagu. Beliau berdua sempat menyaksikan peristiwa itu. Kalau memang demikian halnya, bukankah sudah layak aku yang harus menebus kesalahan orang tuaku?" Mendengar jawaban Niken Anggana, Gemak Ideran tercengang. Lalu tertawa terbahak-bahak. Serunya : "Hukum apa itu" Apakah engkau dipaksa mereka berdua?" "Tidak. Bibi Sukesi dan paman Wigagu justru berkata, bahwa aku tak dapat dipersalahkan. Tetapi karena hari ini berkumpul sekalian saudara-seperguruan paman Sondong Landeyan, mereka berdua memutuskan untuk memohon pertimbangannya." Hati Niken Anggana memang bersih dan polos. Sama sekali ia tidak mempunyai prasangka terhadap masalah apapun. Justru demikian, Gemak Ideran merasa seperti menumbuknumbuk jalan buntu. Dalam kebingungannya ia jadi penasaran. Lalu berkata setengah berteriak : "Niken ! Coba katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi sampai engkau kena diculik anak siluman itu !" "O, dia tidak menculik aku. Dia hanya berkata, aku perlu membantu ayunda Windu Rini. Lalu aku dipertemukan dengan bibi Sukesi dan paman Wigagu." "Dipertemukan bagaimana?" Gemak Ideran tidak puas. "Niken, engkau bukan seorang gadis yang bodoh. Keteranganmu ini tidak masuk akal. Sebenarnya, apa yang sudah terjadi dengan dirimu sekarang ini" Apakah engkau benar-benar dalam keadaan sehat?" (Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ JILID X "Ya, sesehat ikan dalam air," sahut Niken Anggana dengan lembut. "Ih! Apakah engkau tidak tahu, bahwa siluman itu anak Cing Cing Goling yang pernah menyekapmu dalam kamar batu?" "Yang mana?" Niken Anggana tercengang. "Dia inilah!" "O, kalau memang anak Cing Cing Goling, dia jahat. Tetapi malam itu yang membimbingku ke luar pesanggrahan, bukan dia. Dia seorang gadis yang berhati baik. Melihat diriku tidak mampu menyusul ayunda Windu Rini, aku dititipkan kepada bibi Sukesi dan Wigagu. Lalu aku dibawa kemari. Disiniah aku baru menyadari kesalahan orang tuaku." Hati Gemak Ideran serasa ingin meledak saja. Berbagai bayangan berkelebatan dalam otaknya. Jelas sekali, Niken Anggana kena dikelabui Antawati yang cerdik. Tetapi untuk menerangkan hal itu, rasanya tidak sempat lagi. Tentunya Antawati tidak akan tinggal diam. Meskipun demikian Niken Anggana perlu disadarkan. Katanya: "Niken, baiklah anggap saja semuanya itu benar. Tetapi aku percaya, engkau bukan bodoh dalam arti sebenarnya. Engkau cuma masih terlalu hijau dalam pengalaman hidup sehingga belum pandai membedakan yang jahat dan yang baik hati. Yang benar dan yang luput. Ketahuilah, iblis itu tidak beda dengan Geringging yang menuntunmu masuk ke perkampungan ayahnya. Engkau akan diperjual-belikan. Maksudku engkau akan dijadikan alat tukar." ia berhenti menegaskan. Kemudian berbalik menghadap Sondong Jerowan bertujuh. Bekata : "Paman, dua kali aku menyebuthttp://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ nyebut perkara alat tukar. Sekarang dengarkan keteranganku. Mudah-mudahan paman percaya." "Silahkan, nanti kami pertimbangkan." sahut Sondong Jerowan. "Perempuan iblis itu bernama Antawati. Dia anak Cing Cing Goling yang memiliki Ilmu Sakti Batu Panas." "Apa?" Sondong Jerowan terkejut, Ia menoleh kepada sekalian saudara-seperguruan yang mendadak saja berubah wajahnya. Lalu menegas : "Siapa dia?" Gemak Ideran tersenyum, ia mempunyai harapan. Menjawab : "Mungkin sekali nenek dan paman sekalian sudah lama mengundurkan diri dari percaturan masyarakat. Pada saat ini negara dalam keadaan goncang. Kartasura diserbu laskar Garendi." "Ya, itu tahu." potong Sondong Gunung yang tiba-tiba maju mendampingi Sondong Jerowan. "Kau belum menjawab siapa itu Cing Cing Goling." "Dia seorang iblis besar. Semenjak mudanya dia membunuhi oraang yang tak terhitung lagi berapa jumlahnya. Gurunya dahulu mencuri kitab Ilmu Sakti Batu Panas dari keluarga Dipajaya. Selanjutnya berhasil mempelajari sampai tingkat tujuh." "Ngacau!" bentak Antawati. Dan puteri itu langsung saja melompat menikamkan pedangnya yang segera diikuti oleh empat orang. Gemak Ideran sudah menduga, Antawati tidak akan tinggal diam. Maka ia sudah bersiaga. Begitu mendengar bentakan Antawati, terus saja ia menghunus goloknya dan menangkis http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ semua serangan yang meluruk padanya. Pada saat itu pula, ia sempat melihat berkelebatnya dua bayangan. Merekalah Sondong Jerowan dan Sondong Gunung yang menyapu Antawati berlima dengan satu pukulan di udara. Dan terkena pukulan udara yang istimewa itu, Antawati berlima terpental mundur tiga langkah. Untung, Sondong Jerowan dan Sondong Gunung tidak berniat jahat. Sekiranya demikian, mereka berlima mungkin akan menderita luka parah. Tetapi dengan mempertontonkan kepandaian memukul udara itu, semua orang tahu saudara-seperguruan pendekar besar Sondong Landeyan tidak boleh dipandang remeh. "Kalian tidak boleh bertindak sendiri. Di sini, kamilah tuan rumah." bentak Sondong Jerowan. Antawati menyarungkan pedangnya. Sambil mengepriki pakaiannya ia tertawa panjang. Sahutnya : "Tak kukira pendekar-pendekar Wukir Bayi sudi mendengarkan ocehan burung yang tidak lebih daripada bualan seorang bangsat." "Nona I" damprat Sondong Gunung. "Di sini, semua orang kami pandang sebagai tetamu kami. Sebaiknya, jagalah Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mulutmu !" Anak-buah Antawati bergerak maju hendak menerjang. Mereka tidak rela menyaksikan majikan mudanya ditegur demikian. Tetapi Antawati memberi isyarat agar menyimpan pedangnya. Gemak Ideran tertawa. Katanya setengah berseru : "Paman Sondong kini menyaksikan sendiri, betapa hebat wibawa Cing Cing Goling terhadap golongan manusia-manusia kantong sampah. Mereka memandang Cing Cing Goling seperti http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ malaikat. Begitu melihat sikap paman tidak memuaskan majikan mudanya, lantas saja mau menerjang. "Sudahlah, jangan hiraukan mereka. Lanjutkan saja keteranganmu tentang Cing Cing Goling !" potong Sondong Gunung. "Ah, kalau begitu paman sekalian sudah tahu apa Ilmu Sakti Batu Panas. Pada saat ini Cing Cing Goling sudah menguasai tingkat tujuh, ia tidak berani berlanjut, karena takut tersesat seperti yang pernah dialami gurunya. Maka perlu ia memperoleh bimbingan. Konon, kabarnya pada jaman ini masih 'terdapat seorang sakti yang sudah berhasil menguasai tingkat empatbelas. Orang itu berkenan membimbingnya dengan sempurna, asalkan saja Cing Cing Goling bisa mempersembahkan pedang Sangga Buwana. Mengira, pedang pusaka tersebut berada di rumah perguruan paman Sondong Landeyan, iblis besar itu menggunakan akal licik. Dia tahu, paman Haria Giri musuh besar paman sekalian nomor satu. Maka ia memerintahkan anaknya untuk menawan Niken Anggana sebagai alat tukar. Secara kebetulan Geringging kakaknya perempuan iblis ini berhasil menuntun Niken Anggana memasuki perkampungannya. Adikku Niken Anggana ini, memang masih hijau dalam segala halnya. Syukur, secara kebetulan pula kami dapat membebaskannya. Itulah berkat jasa puteri Dipajaya. Tetapi baru saja terlepas dari mulut harimau, Niken Anggana yang kurang berpengalaman tercengkeram beruang betina ini. Beruang betina ini lebih cerdik daripada kakaknya. Dengan dalih seperti dikatakan Niken Anggana tadi, ia mempersembahkan Niken Anggana kepada bibi Sukesi dan paman Wigagu dengan harapan bisa dijadikan alat tukar yang ampuh. "Maksudmu sebagai alat tukar pedang Sangga Buwana?" Sondong Jerowan menegas. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar." Sondong Jerowan beralih pandang kepada Sukesi. Membentak: "Apakah benar begitu?" Sukesi semenjak tadi bersikap mendengarkan, menjawab dengan suaranya yang tetap lembut: "Maksudnya memang begitu. Tetapi aku mempunyai pendapat sendiri. Meskipun begitu, semuanya itu terserah kepada paman sekalian." "Kau mempunyai pendapat apa?" Sukesi tersenyum. Lalu menjawab : "Paman sekalian tahu, pedang Sangga Buwana tidak berada di tangan kita." Jawaban Sukesi itu menggemparkan sekalian anak-buah Antawati. Puteri Cing Cing Goling itu lantas saja berseru : "Ayunda Sukesi, kau sendiri yang berkata ... pedang Sangga Buwana berada di rumah perguruan ini. Apakah engkau hendak mempermainkan aku" Kalau engkau membuat susah diriku, akupun bisa membuat kalian hidup tidak matipun tidak." Inilah kata-kata yang merupakan tantangan terus-terang. Keruan saja sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan berubah wajahnya. Kedua alis mereka berdiri tegak. Mereka semua menunggu jawaban Sukesi terhadap dampratan Antawati. Seketika itu juga, suasana sekitar batu karang yang berdiri kokoh di atas gunung itu menjadi sunyi senyap menegangkan. (Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 14. PERTEMPURAN AWUT-AWUTAN Dengan mendengarkan percakapan dan memperhatikan sikap mereka masing-masing semenjak tadi, Gemak Ideran segera dapat mengambil kesimpulan. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok saudara-seperguruan Sondong Landeyan, kelompok Antawati dan Sukesi dengan Wigagu. Meskipun masing-masing pihak masih menyembunyikan hal-hal yang belum jelas sehingga susah untuk dihubung-hubungkan, namun pada garis besarnya dapat terbaca dengan mudah. Gemak Ideran jadi teringat kepada pengalamannya sendiri. Katanya di dalam hati : "Antawati lah yang memegang kuncinya. Dia sudah merencanakan semenjak lama. Mula-mula muncul di Pesuruan untuk menghambat kedatanganku bertiga agar tepat tiba pada hari yang dikehendaki. Itulah hari berkumpulnya saudarasaudara seperguruan pendekar Sondong Landeyan di sini. Dengan maksud yang sama anak-buahnya dikerahkan. Mengepung di rumah makan Pandaan, mencegat di tengah hutan, mengikuti sampai memasuki wilayah Madiun. Kemudian menawan Niken dan menangkapnya kembali. Bukan main ! Sungguh pekerjaan yang rapih. Mungkin sekali Sukesi, Wigagu dan sekalian saudara-seperguruan pendekar Sondong Landeyan sudah termasuk orang-orang yang diperhitungkan. Hm, kalau begitu aku harus berjaga-jaga terhadap ketigatiganya." Memikir demikian, ia menjelajahkan pandang matanya. Diam-diam ia menghitung jumlah mereka. Sementara itu telah terjadi perubahan yang cepat. Sukesi dan Wigagu tiba-tiba bersikap tegas terhadap Antawati. Kata Sukesi yang masih saja berkesan lembut: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah yang kau maksudkan membuat kami hidup tidak mati pun tidak?" "Kau sudah cukup dewasa untuk mengerti makna katakataku. Kecuali kalau engkau menyerahkan pedang Sangga Buwana. Bukankah aku sudah berbuat jasa padamu dengan mempersembahkan anak musuh besarmu?" "Haria Giri memang musuh besar kami. Akan tetapi di atas kami berdua masih terdapat paman-paman guru. Beliaulah yang lebih berhak mengambil tindakan. Nah, tanyakan pada beliau di mana pedang pusaka itu berada." "Tidak ! Aku cukup mendengar jawabanmu." bentak Antawati. "Oh, kau ingin mendengarkan jawabanku?" "Cepat ! Aku tidak mempunyai waktu lagi." Antawati mendesak dengan gelisah. "Terus-terang saja, aku bergembira sewaktu mendengar rencanamu hendak menawan anak Haria Giri. Akan tetapi setelah aku melihat dan mengenal pribadinya, aku mempunyai lain. Tetapi legakan hatimu. Anak ini akan tetap bersamaku sampai ayahnya datang menjemput. Bukankah begitu, maksudmu?" "Maksudku?" Antawati tercengang. "Itu urusanmu ! Tetapi baiklah, cepatlah serahkan pedang Sangga Buwana kepadaku!" "Dalam hal ini aku hanya dapat menunjukan dimana pedang pusaka itu berada." Sukesi tersenyum. Antawati tidak menyahut. Wajahnya merah padam, tanda hatinya mendongkol banget, ia seperti lagi berusaha menguasai diri. Akhirnya mau mengalah. Menegas : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Katakan di mana?" "Di tangan guru Pitrang yang kebetulan masih paman guru ayahnya." "Kau maksudkan Ki Ageng Telaga Warih?" "Benar." "Hm, itulah dongeng yang sudah menjenuhkan. Kukira kaupun belum mengetahui dengan pasti apakah dia masih hidup atau sudah mati. Baiklah, sekarang begini saja. Di manakah beradanya Pitrang" Suruh dia keluar menemui aku!" "Hm !" dengus Wigagu. "Apakah dia budakmu sampai perlu mendengarkan perintahmu?" Kali ini Antawati tidak dapat bersabar lagi. Berseru nyaring : "Baiklah, kalian semua mempermainkan aku. Hai Sukesi dan Wigagu ! Kalian tidak bisa memutuskan karena harus menunggu persetujuan paman-paman gurumu dan nenek tua bangka itu. Masakan aku tidak bisa berbuat begitu" Katakanlah, aku mau menerima alasanmu. Tetapi masalah ini biarlah paman-paman guruku pula yang memutuskan." Setelah berseru demikian, tiba-tiba ia melepaskan sesuatu yang meledak tinggi di udara. Itulah tanda sandinya yang istimewa. Tanda sandinya tidak hanya memancarkan cahaya saja, tetapi diikuti pula oleh suara ledakan yang menembus kesunyian alam. Semua yang menyaksikan, tercekat hatinya. Juga Gemak Ideran yang sudah mengira akan terjadi sesuatu pertempuran ikut terkejut. Sebab ia tahu apa arti tanda sandi itu. Itulah tanda sandi mencari bantuan seperti yang pernah dilakukan tatkala mengharapkan pertolongan Diah Windu Rini. Hanya saja, kali ini tentunya jauh lebih hebat, ia mengenal kekuatan anak-buah Cing Cing Goling yang rata-rata http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkepandaian tinggi, karena masing-masing sudah memiliki dasar Ilmu Sakti Batu Panas. Apalagi paman-paman guru Antawati yang dipanggil datang. Memikir demikian, diam-diam ia menelan dua butir pel istimewa pemberian Rawayani dengan sekaligus. Sewaktu semua orang dalam keadaan tegang, tiba-tiba terdengar suara Sukesi berkata kepada Niken Anggana : "Anakku ! Mereka semua mengancam jiwamu. Apakah engkau tidak dapat mempertahankan diri?" "Dengan apa?" sahut Niken Anggana dengan suara lemah. "Ayahmu seorang ahli pedang nomor satu di jaman ini. Mustahil dia tidak mewariskan sejurus dua jurus ilmu saktinya kepadamu." "Benar, akan tetapi ayah melarang untuk menggunakannya. Sebab selain belum mahir, aku dapat membunuh orang. Ayah tidak mengijinkan aku menjadi seorang pembunuh." Mendengar kata-kata Niken Anggana, Sukesi tersenyum. Katanya setengah mengejek : "Benarkah ayahmu sebaik itu" Sekiranya demikian, tentunya tidak akan membunuh guruku." "Dalam hal ini, aku tidak tahu." sahut Niken Anggana. "Baiklah, kau terima pedangmu kembali!" Sukesi memutuskan.. "Coba aku ingin melihat bagaimana caramu mempertahankan diri." Berkata demikian ia mengangsurkan sebilah pedang kepada Niken Anggana. Selagi demikian, ia berseru kepada Antawati : "Antawati! Di antara kita tidak pernah terjadi suatu permusuhan apa pun. Kau menghendaki pedang Sangga http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buwana. Terus terang saja, aku tidak dapat memenuhi tuntutanmu. A gar kita masing-masing tiada yang merasa berhutang budi, cobalah tangkap kembali puteri Haria Giri ini !" Mendengar seruan Sukesi, Gemak Ideran tertawa terbahakbahak. Karena ia menggunakan tenaga istimewanya, suara tertawanya meraung menumbuk dinding-dinding gunung. Memang semenjak ia mendengar keterangan Niken Anggana mengenai Ilmu warisan ayahnya, di dalam hati ia tidak percaya. Selama ini, belum pernah ia melihat Niken Anggana menunjukkan ilmu pedang warisan ayahnya. Seumpama benarpun, ia menyangsikan kesanggupan Niken Anggana. Ia menilai kepandaian Niken Anggana masih sangat terbatas. Maka demi menyelamatkan jiwa Niken Anggana yang harus dilindungi dan dicintainya, ia harus berani tampil ke depan untuk mewakili, ia tidak perlu takut terhadap semua jago-jago Cing Cing Goling. Kecuali dirinya sudah dilindungi pel istimewa Rawayani yang dapat menolak gempuran racun Ilmu Sakti Batu Panas, himpunan tenaga saktinya pada saat itu sudah bertambah sekian kali lipat. Menurut Rawayani, berkat pel istimewa itu ia dapat berkelahi satu hari penuh tanpa merasa lelah. Dan ia percaya benar keterangan Rawayani, karena sebentar tadi ia sudah membuktikan khasiatnya. "Hai bangsat!" bentak Antawati yang semenjak tadi sudah tersulut rasa geram padanya. "Mengapa kau tertawa" Apakah ada yang lucu?" "Aku tertawa dan aku tertawalah. Apakah aku harus minta permisi dulu kepadamu" Apakah ada undang-undang yang melarang orang tertawa" Lagi pula aku tidak mentertawakan engkau. Tetapi kepada mereka yang mengaku diri sebagai anak-murid pendekar Sondong Landeyan dan sekalian saudara-seperguruannya. Hm, tak pernah kusangka mereka http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ takut mati dengan berlindung di belakang khotbah-khotbahnya yang sok suci." "Apa?" bentak Wigagu yang berdiri di belakang Sukesi. "Kau takut bentrok dengan gerombolan bangsat Cing Cing Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Goling, bukan?" Gemak Ideran meludah ke tanah. Lalu berpaling kepada ketujuh saudara-seperguruan Sondong Landeyan. "Nah, paman-paman sekalian dan bibi Dandang Wutah. Terbuktilah sudah, keponakan murid kalian telah meruntuhkan pamor paman Sondong Landeyan dengan cara menjual-belikan seorang dara yang sama sekali tidak berdosa. Coba, aku ingin mendengar kata-kata paman sekalian." Sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan nampak gelisah. Wajahnya suram, tanda hati mereka masygul. Sondong Gunung melesat ke depan mewakili sekalian saudaraseperguruannya. Namun sebelum sempat membuka mulutnya, Gemak Ideran mendahului : "Menawan anak musuh demi membalas dendam, bukan perbuatan seorang satria sejati. Kalau memang paman mempunyai keberanian, carilah ayahnya ! Tuntutlah dendam kepadanya ! Nah, itu baru perbuatan seorang laki-laki sejati." Sondong Gunung melompat maju dengan maksud hendak membalas ejekan Gemak Ideran. Akan tetapi begitu mendengar kata-kata terakhir Gemak Ideran, ia tiba-tiba merasa kehilangan pegangan. Pada saat itu, Antawati yang sudah kehilangan kesabarannya terhadap Gemak Ideran, lantas saja melesat maju dengan membabatkan pedangnya. "Paman sekalian tak usah capai lelah. Biar aku yang membereskan." serunya lantang. "Ohooo... kau masih perlu mengambil-ambil hati biar mendapat sokongan untuk memperoleh pedang Sangga http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buwana" Jangan mimpi!" Gemak Ideran membentak sambil mengibaskan goloknya. Trang ! Suatu benturan tidak bisa terelakkan lagi. Tetapi benturan itu sendiri, mengejutkan sekalian yang hadir. Tibatiba saja pedang Antawati tergempur dan terpental tinggi di udara. Antawati terdorong mundur sampai empat langkah dengan tubuh bergoyangan. Jelas sekali, hatinya penasaran. Dengan muka merah padam, ia mengayunkan tangannya sambil menggertak : "Kau berani menerima pukulanku?" "Mengapa tidak?" sahut Gemak Ideran sambil mengalihkan goloknya ke tangan kiri. . Gemak Ideran tahu, Antawati tentu sudah membekal Ilmu Sakti Batu Panas melebihi sekalian anak-buahnya. Setidaktidaknya sudah mencapai tingkat tiga atau empat. Tetapi ia tidak takut, karena mengandal kepada keterangan Rawayani. Sebat luar biasa ia menyambut pukulan Antawati dengan tangan kanannya. Bres ! Sekalian anak-buah Antawati memekik tertahan. Sebab tiba-tiba saja, Antawati terdorong mundur. Buru-buru empat lima orang menyambutnya agar tidak sampai terjengkang roboh. Beberapa saat lamanya, Antawati mengatur pernafasannya yang memburu. Lalu berkata penuh percaya kepada kemampuan diri sendiri : "Mundur! Dia sudah terpukul ! Sebentar lagi dia bakal mampus! Mari kita lihat tontonan yang bakal menarik hati." "Kau kira Ilmu Sakti Batu Panas bisa melukai diriku" Hm, hm... Hai paman sekalian ! Paman sekalian sudah mendengar ucapannya. Barangsiapa yang terkena pukulan Ilmu Sakti Batu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Panas akan mampus seperti udang terpanggang. Betapa bahayanya dapat paman sekalian membayangkan." Sondong Jerowan yang menaruh perhatian terhadap Ilmu Sakti Batu Panas semenjak tadi, buru-buru berkata : "Kalau benar-benar hebat, mengapa tidak dapat melukai dirimu?" Gemak Ideran tersenyum lebar. Sahutnya : "Dia boleh berkata begitu, akan tetapi tidakkan mampu melukai diriku." Mendadak saja terdengar suara gemuruh memotong pembicaraan : "Kenapa tidak" Akulah yang akan membuktikan." Semua orang berpaling ke arah datangnya suara itu. Ternyata yang berkata bagaikan guruh tadi, seorang laki-laki berperawakan pendek yang mengenakan jubah pendeta, ia melangkah memasuki gelanggang dengan diikuti oleh dua orang laki-laki berpakaian seragam prajurit Istana. "Paman !" seru A ntawati dengan gembira. "Ah, kiranya engkau!" gumam Gemak Ideran. Ia jadi teringat keterangan Rawayani. Pikirnya : "Antawati memanggilnya dengan paman. Tentunya termasuk salah seorang andalan Cing Cing Goling." "Kau kenal aku?" bentak pendeta itu. "Kenal." sahut Gemak Ideran dengan sederhana. "Siapa aku?" "Pendeta gadungan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Orang yang mengenakan pendeta itu tertegun sejenak. Lalu tertawa terbahak-bahak, serunya : "Bagus ! Bagus ! Kau berani memakai istilah gadungan. Kau sendiri siapa?" "Hmm... bila negara sedang kacau, di mana-mana akan muncul siluman-siluman seperti kau. Apanya yang mengherankan" Bukankah kau salah seorang budak Cing Cing Goling yang takut mati?" "Kau berkata apa?" "Kalau kau bukan takut mati, tentu tidak sudi menjadi badut Cing Cing Goling." "Kurangajar ! Siapa kau" Sebutkan namamu, sebelum kucabut nyawamu !" bentak sang pendeta. "Selamanya aku datang dan pergi dengan dada yang jelas. Tidak seperti kau yang membadut menjadi pendeta gadungan. Kau kerabat Cing Cing Goling. Sekarang mengenakan jubah pendeta. Bukankah badut" Coba sebutkan namamu dulu, kalau nyata-nyata masih mempunyai kehormatan diri." "Hm, kau manusia berkepala besar! Kau kira aku gentar menghadapi pendekar-pendekar picisan yang mengangkatangkat diri menjadi sekelompok orang yang sok" Inilah Blandaran. Mana namamu?" Rajawali Emas 11 Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Mustika Lidah Naga 3 2

Cari Blog Ini