Ceritasilat Novel Online

Golok Maut 14

Golok Maut Karya Batara Bagian 14 ngeri maka lawan sudah melipat punggungnya mem-buat dia roboh kembali di atas pembaringannya, yang segera berderit. "Jangan berteriak, jangan membuat gaduh. Aku ingin menumpahkan sayang dan kasihku padamu... cup-cup!" Bayangan itu mendengus-dengus, hampir membuat Swi Cu pingsan namun gadis itu tentu saja tidak menyerah. Swi Cu sudah ditelikung namun gadis ini masih dapat menggerakkan kakinya. Dan ketika dengan bentakan yang mirip rintihan seekor harimau yang lagi ketakutan gadis ini mengangkat lututnya tiba-tiba tepat sekali selangkangan lawan berhasil ditendang. "Lepaskan aku... lepaskan aku,.. dess!" Laki laki itu terjengkang. Mulutnya mengeluarkan teriakan tertahan dan Swi Cu sudah bangkit menggulingkan tubuhnya. Dengan marah tapi juga pucat gadis ini melompat bangun. Dan ketika lampu dinyalakan lagi dan Swi Cu terbelalak melihat seorang laki-laki bercaping tiba-tiba gadis ini tersentak dan menjerit. "Golok Maut...!" Laki-laki itu menggeram. Swi Cu tiba-tiba ditubruk dan gadis ini berkelit, kaget karena tak menyangka bahwa lawan yang datang adalah Golok Maut. Lawan mempergunakan kedok namun caping di atas kepala itu tak mungkin dilupanya. Dia hafal betul akan caping itu dan memang hanya Golok Mautlah tokoh yang mengenakan caping. Dan ketika Swi Cu hilang kagetnya sementara tubrukan lawan juga luput maka Golok Maut, laki-laki itu tiba-tiba mengumpat dan memadamkan lampu yang tadi dinyalakan Swi Cu. "Benar, aku, Swi Cu. Dan kini terimalah cintaku atau kau mampus!" Swi Cu melengking. Akhirnya kamar menjadi padam lagi dan mereka bergerak di tempat yang gelap. Golok Maut menubruk dan menyerang lagi namun Swi Cu menghindar Dan ketika bentakan-bentakan disusul umpatan dan geraman laki-laki itu, Si Golok Maut, maka Swi Cu sudah mencabut pedangnya dan menyerang serta menusuk atau membacok. "Keparat! Terkutuk kau, Golok Maut. Kiranya disamping pembunuh kaupun seorang jai-hwa-cat (pemerkosa). Ah, kubunuh kau. Jahanam...!" dan Swi Cu yang mengamuk sambil marah-marah akhirnya menerjang dan menyerang kamarnya itu, dua tiga kali menyalakan lampu namun dua tiga kali itu pula lawannya memadamkan kembali. Rupanya Golok Maut tak mau dikenal dan biar di dalam gelap begitu saja, melayani dan menangkis pedang di tangan Swi Cu yang menusuk dan membacok. Dan ketika dentingan atau benturan keras terjadi setiap kali pedang ditangkis kuku jari maka Swi Cu pucat ketika lawan mulai mendesis. "Swi Cu, kau tak dapat diajak baik-baik. Awas, aku akan membunuhmu kalau kau tak mau menyerah!" "Jahanam! Kau boleh bunuh aku kalau mampu, Golok Maut. Dan jangan harap kau dapat menggagahi aku seperti keinginanmu. Keparat, kebetulan kau datang karena akupun ingin menagih sakit hati suciku yang kaunodai... cring-plaK!" dan pedang yang bertemu kuku jari tiba-tiba terpental ketika ditangkis lawan, membuat Swi Cu terpelanting dan gadis ini kaget bukan main karena tenaga lawan sekarang demikian hebatnya. Telapak tangannya sampai pedas dan Swi Cu yang bergulingan menyelamatkan diri tiba-tiba melihat bayangan lawan menyambar, menubruk dan mengejarnya. Dan ketika gadis ini menjerit sambil menggerakkan pedangnya membacok tiba-tiba pedangnya malah mencelat dan tangan lawan pun sudah mencengkeram bahunya. "Aduh, tolong, Beng Tan. Tolong....!" Jeritan ini menggugah kesepian malam. Swi Cu yang tak tahan lagi dan tahu kelihaian Si Golok Maut akhirnya menjerit dan berteriak memanggil Beng Tan. Suaranya penuh ketakutan dan melengking tinggi. Maklumlah, Swi Cu juga kesakitan oleh cengkeraman lawan yang amat kuat dibahunya. Dan ketika lawan terkejut karena Swi Cu memanggil kekasihnya maka di luar terlihat sesosok bayangan dan Beng Tan berkelebat muncul, seperti iblis. "Swi Cu, apa yang terjadi?" Golok Maut terkejut. Kamar dalam keadaan gelap-gulita. Jari pun tak dapat dilihat namun sebagai orang berkepandaian tinggi Beng Tan dapat melihat bayangbayang hitam di dalam, juga keluhan atau rintihan Swi Cu, yang tampaknya tertindih dan bayangan hitam itu mencekiknya, Dan ketika Beng Tan tentu saja terkejut dan bayangan itu juga terkejut, karena cekikannya segera mengendor dan berkelebat ke arah Beng Tan tiba-tiba kedua tangannya sudah memukul dan melepas sebuah pukulan dahsyat. "Dess!" Beng Tan terlempar berjungkir balik. Pemuda ini berteriak namun dapat menahan pukulan itu, dia tadi mau memasuki jendela namun lawan di dalam sudah mendahului, menyerang dan melepas pukulannya. Dan ketika Beng Tan berjungkir balik dan terkesiap melihat lawan yang bercaping maka Swi Cu di dalam sudah bangkit berdiri dan terhuyung-huyung menudingkan jarinya. "Dia... dia Golok Maut. Aku mau diperkosanya!" Beng Tan tertegun. Dia sudah melayang turun ketika Swi Cu terhuyung dan memaki lawannya itu, berkelebat keiuar. Dan ketika Golok Maut, laki-laki yang mereka duga itu mendengus dan berjungkir balik melayang turun maka tokoh bercaping ini tiba-tiba melarikan diri. "Hei..!" Beng Tan terkejut, marah. "Jangan lari, Golok Maut. Tunggu..!" Namun Swi Cu tiba-tiba mengeluh. Entah kenapa mendadak gadis itu jatuh terduduk, memanggil nama Beng Tan dan roboh ke tanah. Dan ketika lawan di depan juga melepas empat batang pisau kecil dan Beng Tan menyampok runtuh maka dari empat penjuru tiba-tiba muncul bayangan-bayangan Mo-ko dan Mindra. "Tahan, kejar! Dia... dia Golok Maut!" Beng Tan gugup, mau mengejar lawan atau melihat kekasihnya dulu. Swi Cu terkapar dan merintih-rintih di sana, kesakitan. Dan ketika Mo-ko serta lain-lainnya tertegun dan menjublak di tempat maka Golok Maut berseru bahwa mereka boleh mengejarnya sampai di Lembah Iblis. "Siapa yang ingin mati boleh mengejar aku. Sampai di Lembah Iblis!" Mindra dan keempat temannya tertegun. Mereka sudah terlanjur jerih mendengar nama Si Golok Maut. Tanpa disangka tanpa dinyana tiba-tiba tokoh itu muncul, di tempat mereka. Dan ketika Beng Tan berteriak-teriak sementara pemuda itu sudah menolong kekasihnya maka Mindra dan empat temannya ini tak ada yang mengejar, mendelong mengawasi lawan yang sebentar kemudian sudah lenyap, hilang ditelan kegelapan malam. "Hei..!" Beng Tan melotot. "Kejar dan tahan dulu jahanam itu, Mo-ko. Sebentar kemudian aku membantu!" Mo-ko bergerak. Akhirnya mereka mengejar namun kesan ayal-ayalan tak dapat disembunyikan. Iblis hitam putih ini tak mungkin berani melaksanakan perintah Beng Tan sepenuhnya. Dan ketika Mindra juga bergerak dan Sudra pura-pura meledakkan cambuknya maka Beng Tan mengepal tinju menolong kekasihnya, yang tiba-tiba biru dan kehitaman mukanya. "Ah, kau terkena racun. Keparat, Golok Maut juga suka mempergunakan racun!" Beng Tan marah, terbelalak dan cepat menolong kekasihnya dan menotok sana-sini. Beng Tan menjejali kekasihnya dengan sebutir obat penawar racun. Namun ketika Swi Cu masih mengeluh dan menggigil tubuhnya maka gadis ini mengerang dan roboh pingsan. "Keparat!" Beng Tan jadi semakin bingung lagi, tak mungkin mengejar lawannya. "Kau keji dan curang, Golok Maut. Tak sangka kalau sekarang kau suka mempergunakan racun dan segala kekejian menjijikkan!" Beng Tan berkelebat, menolong dan membawa kekasihnya ke kamar dan segera pemuda itu menyalakan lampu. Di dalam dia melihat kursi dan meja yang jungkir balik. Bekas pertempuran memang tak dapat disembunyikan lagi. Dan ketika Beng Tan melihat luka cengkeraman di bahunya maka pemuda ini terkejut dan cepat menempelkan lengan di bahu kekasihnya itu, yang tiba-tiba panas seperti terbakar! "Bedebah! Jahanam terkutuk!" Beng Tan merah padam, marah dan cepat tanpa banyak bicara lagi dia mengerahkan sinkangnya untuk "menyedot" racun di bahu kekasihnya itu. Dan ketika tak lama kemudian darah menghitam keluar bercampur bau yang busuk maka Swi Cu mengeluh sadar membuka matanya, langsung menangis dan mengguguk menubruk Beng Tan "Golok Maut... Golok Maut mau memperkosaku. Dia... dia jahanam terkutuk!" "Sudahlah," Beng Tan lega, memeluk kekasihnya ini. "Kau sudah selamat, Cu-moi. Dan telanlah sekali lagi obat ini." Beng Tan menyerahkan dua pil merah muda, memberikan minuman dan Swi Cu terisak menerima semuanya itu. Dan ketika obat sudah bekerja cepat dan Swi Cu dapat melompat bangun maka diluar Coa-ongya tibatiba muncul. "Kalian tak apa-apa" Swi Cu selamat?" "Ah," Beng Tan bangkit berdiri, memutar tubuhnya. "Kekasihku selamat, ong-ya. Tapi Golok Maut melarikan diri!" "Aku tahu... aku sudah mendengar," dan ketika pangeran itu mengepal tinjunya dan mencaci-maki Golok Maut maka malam itu Mindra dan kawan-kawannya melapor bahwa mereka tak dapat menangkap laki-laki bercaping itu, yang sudah menghilang dan lenyap di gelapan malam. Beng Tan maupun Coa-ongya dapat memaklumi itu, Beng Tan bahkan diam-diam tahu bahwa Mindra dan empat temannya ini tak mungkin melakukan pengejaran sungguh-sungguh. Dia tentu saja tahu bahwa kelima orang ini gentar menghadapi Golok Maut, yang lihai dan memiliki golok mengerikan itu. Dan ketika malam itu mereka kembali ke tempat masing-masing dan sedikit kegaduhan itu berhasil diatasi maka Beng Tan diminta agar pindah ke kamar belakang pula, oleh Swi Cu. "Aku takut. Golok Maut amat lihai. Kau pindah kebelakang juga, koko. Menemani aku di kamar sebelah!" "Hm, akan kuminta pada pangeran," dan ketika Beng Tan menyatakan itu dan Coaongya tampak ragu, tapi akhirnya menganggukkan kepala maka malam itu Beng Tan pindah di kamar belakang, bersebelahan dengan kamat Swi Cu. "Coba ceritakan sekali lagi apa yang kau alami ini. Bagaimana Golok Maut datang dan apa yang dia lakukan." "Dia tahu-tahu ada di kamar ini, lampu padam. Dan ketika aku terkejut dan terbangun tiba-tiba dia sudah menubruk dan memeluk aku!" "Hm!" Beng Tan merah mukanya. "Lalu apa yang dia lakukan, moi-moi?" "Dia... dia menindih tubuhku, menciumi! Ah, tak usah kukatakan ini, koko. Golok Maut itu jahanam keparat!" Swi Cu menangis, menutupi mukanya dan ada rasa panas di hati Beng Tan. Pemuda ini terbakar dan tiba-tiba secara aneh dipandanginya kekasihnya itu. Swi Cu tiba-tiba seolah barang "kotor" yang harus dicurigai. Namun ketika Beng Tan menarik napas panjang dan hampir saja terjebak dalam nafsu egonya tiba-tiba dia memeluk dan mencium rambut kekasihnya ini. "Sudahlah, dia... dia tak sampai mengganggu, bukan?" "Apa" Maksudmu... ah, tidak, koko. Kalau itu terjadi lebih baik aku mati bunuh diri!" Beng Tan lega, memeluk dan mencium kekasihnya ini lagi dan Swi Cu tiba-tiba kecewa. Dia kecewa kenapa Beng Tan ada kecurigaan seperti itu, tak percaya. Maka ketika dia melepaskan diri dan marah memandang kekasihnya itu tiba-tiba gadis ini berkata, "Aku besok tak ikut denganmu. Aku ingin kembali!" "Eh!" Beng Tan terkejut. "Apa maksudmu, moi-moi" Kembali kemana?" "Hek-yan-pang. Aku besok akan kesana dan tidak ikut ke Lembah Iblis!" Beng Tan melonjak. Swi Cu tiba-tiba menunjukkan kemarahannya dengan jelas, kaget dia. Dan ketika gadis itu membanting pintu kamar dan mengguguk di pembaringan maka Beng Tan berdebar mencari kesalahan sendiri. "Cu-moi, kenapa kau tiba-tiba begini" Kenapa kau marah-marah kepadaku" Apa salahku?" Gadis itu tak menjawab. Swi Cu menutupi muka dengan bantal dan tersedu-sedulah gadis itu mendengar pertanyaan Beng Tan. Dan ketika Beng Tan menunduk dan menarik bantal itu tiba-tiba gadis ini malah membentak, "Pergi... pergi kau. Diriku sudah kotor!" Beng Tan tersentak. Untuk selanjutnya dia segera mendengar kutuk dan caci maki kekasihnya, 'mengumpat dan memaki-maki Golok Maut itu. Dan ketika dia juga mendapat bagiannya karena gara-gara Golok Maut sekarang dia mencurigai kekasihnya maka Beng Tan sadar dan cepat tanggap. "Kau boleh tinggalkan aku, Tan-ko. Besok kau berangkat sendiri dan aku kembali ke tempat tinggalku. Aku sudah dijamah Golok Maut, jangan percaya lagi kepadaku!" "Ah-ah...!" Beng Tan tersipu. "Kau salah paham, moi-moi. Aku tidak mencurigaimu dan tetap percaya padamu. Siapa bilang aku mencurigaimu" Aku percaya bahwa kau tetap bersih, dan maafkan kalau sikap atau kata-kataku menyakiti hatimu!" Swi Cu mengguguk. Dibelai dan dikecup penuh sayang begitu mendadak dia memukul-mukul dada Beng Tan. Memang dia marah dan benci kepada kekasihnya ini setelah mendengar nada pertanyaan Beng Tan. Betapapun sebagai wanita dia tahu itu, merasa, bahwa Beng Tan mencurigai dirinya dan jangan-jangan Golok Maut telah menodai, seperti halnya sucinya yang malang itu, yang sampai hamil! Namun ketika Beng Tan mengecupnya lembut dan berulang-ulang pemuda itu menyatakan maafnya akhirnya Beng Tan menarik kekasihnya ini dan berlutut di tepi Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pembaringan. "Moi-moi, maafkan aku. Terus terang saja, mana ada pemuda yang tak bakalan marah dan panas kalau kekasihnya dipeluk-peluk orang lain" Memang tadi aku sedikit mencurigaimu, moi-moi, terbakar. Tapi itulah tanda cintaku untukmu. Kau boleh percaya atau tidak tapi kalau besok kau tak ikut aku maka aku juga membatalkan perjalanan ke Lembah Iblis!" Swi Cu kaget. "Kau gila" Kau... kau mau menolak perintah kaisar?" "Kalau kau tak senang denganku justeru ini lebih berat, moi-moi. Kemarahan kaisar tak akan seberat kemarahanmu. Aku tak sanggup!" "Oh, tidak! Jangan, koko... jangan. Aku... aku ikut!" dan ketika Swi Cu menangis dan gemetar mengangkat bangun kekasihnya itu maka gadis ini menciumi pipi Beng Tan dengan penuh haru. Tentu saja terkejut dan terharu karena demi dia Beng Tan akan membatalkan perjalanannya ke Lembah Iblis, padahal perjalanan itu adalah perintah kaisar dan siapa pun tak boleh menolak. Menolak berarti mati dan Beng Tan sanggup melakukan itu, demi dia! Dan karena ini menunjukkan cinta yang amat besar dan kemarahan Swi Cu terganti oleh haru dan kasih yang mendalam tiba-tiba keduanya sudah berciuman dan berguling di tempat tidur. "Moi-moi, demi kau aku siap melawan siapa saja. Jangankan sri baginda kaisar, iblispun akan kulawan dan siluman atau hantu tak akan membuat aku mundur, asal selalu berdua denganmu!" "Oh, kau... kau gila, koko. Tidak, tidak boleh. Sebagai hamba yang baik kau harus melaksanakan perintah sri baginda dan untuk itu aku ikut denganmu!" "Kau tak akan meninggalkan aku" Tak jadi ke Hek-yan-pang?" "Tidak, tidak... aku harus menyertaimu dan jangan kau menjadi pengawal yang tak setia pada junjungannya!" "Ah, terima kasih!" dan keduanya yang kembali sudah berciuman dan bahagia mendapatkan kehangatan cinta lalu malam itu tidur di kamar masing-masing. Beng Tan tentu saja tak mau berbuat lebih dan Swi Cu kagum akan itu. Beng Tan selalu dapat menjaga dirinya dan setiap kali mereka mabok tentu pemuda itu mendorong kekasihnya, sekedar berciuman dan berdekapan mesra. Cukup, tak mau lebih. Dan ketika malam itu keduanya kembali memperoleh nikmat dan bahagia dari cinta yang suci maka Swi Cu lega ketika kekasihnya menutup pintu kamar sambil berkata, "Nah, malam ini kita tidur bersebelahan. Tak akan ada yang berani mengganggumu. Selamat malam, moi-moi. Sampai besok dan tidurlah yang nyenyak!" Swi Cu mengangguk. Air mata kebahagiaan masih membasahi pipinya, tersenyum dan sekali lagi dia mendapat ciuman lembut di pipi. Ah, Beng Tan memang pemuda yang lembut dan halus kalau bercinta! Dan ketika malam itu mereka tidur di kamar bersebelahan dan Swi Cu tentu saja tenang maka keesokannya perjalanan ke Lembah Iblis sudah dipersiapkan. Pertarungan mati hidup antara pemuda baju putih ini dengan Si Golok Maut, pertandingan yang bakal tak terelakkan lagi! -0oodwoo0 Mari kita lihat suasana di Lembah Iblis. Seperti diketahui, lembah ini adalah bekas tempat tinggal mendiang jago perkasa Sinliong Hap Bu Kok bersama isterinya, wanita lihai dan amat gagah yang berjuluk Cheng-giok Sian-li (Dewi Permata Hijau). Dan karena mereka berdua sudah sama-sama tiada ketika memperebutkan Golok Penghisap Darah, golok maut yang amat berbahaya itu maka seseorang telah menggantikan sepasang suami isteri itu, yakni Si Golok Maut yang membunuh-bunuhi dan amat benci kepada orang-orang she Coa dan Ci. Pagi itu Lembah Iblis masih sunyi. Ayam jantan berkokok berkali-kali dan pagi yang segar terasa menyeramkan di lembah ini. Dua tebing tinggi yang menjulang di sisi kanan lembah, tebing yang amat curam dan terjal sungguh ngeri untuk dipandang dari bawah. Lembah Iblis terletak di antara dua ceruk atau tebing ini, datar di bawah namun penuh tetumbuhan liar. Tanaman kaktus atau seruni liar tampak bertebaran dimana-mana, bercampur dengan mawar hutan atau bunga-bunga bangkai, yakni sejenis tanaman yang kalau dihembus angin mengeluarkan bau busuk. Jenis-jenis tanaman ini bertebaran rata dan suasana sunyi yang kering, benar-benar mencekam disitu. Lembah Iblis tampak gelap dan tidak bersahabat. Pendatang akan mencium bau warna-warni di situ, kalau berdiri di mulut lembah. Dan ketika semuanya itu masih ditambah dengan suara-suara Jengkerik malam yang tiada habis-habisnya mengeluarkan suara mirip iblis melengking maka Lembah Iblis benar-benar lembah yang tidak enak dimasuki. Ada kesan angker di lembah ini, juga dingin. Tak ada senyum atau tawa bersahabat. Semuanya dingin dan beku, mirip daerah makam yang dikeramatkan, dengan sebuah pohon siong yang tua dan besar. Dan ketika pagi itu Lembah Iblis masih sunyi namun diramaikan oleh suara-suara jengkerik malam yang bersahut-sahutan dan mengerik mendirikan bulu roma maka sesosok bayangan tampak terhuyung-huyung memasuki lembah, baju dan pakaiannya robek-robek, bahkan percikan darah tampak disana-sini. Siapa dia" Bukan lain Si Golok Maut, pemilik lembah! Pagi itu Golok Maut tampak letih dan kehabisan tenaga, baru pulang dari kota raja setelah membunuh Ci-ongya disana, mengamuk dan membabat habis tigaratus pengawal dan busu. Dia letih dan ingin beristirahat, pulang kandang. Dan ketika pagi itu tokoh bercaping ini terseok-seok melangkah sementara pangkal lengan dan mata kakinya luka berdarah maka orang tahu bahwa Golok Maut memang nyaris celaka dalam satu pertempuran berat. Tidak aneh. Dia hampir saja terperangkap dan tertangkap barisan jaring, jala-jala berkait yang dilepas para pengawal. Namun karena dia berkepandaian tinggi dan golok maut ditangannya itu mampu menabas putus setiap jaring yang datang maka tokoh ini selamat dan kini meninggalkan istana setelah satu dari dua orang musuhnya yang amat dibenci berhasil dibunuh. Ci-ongya teiah digorok dan semacam kepuasan aneh tampak di mata yang bersinar-sinar itu. Golok Maut sering terse-nyum dan tertawa sendiri, kalau memba-yangkan betapa dia telah menipu penjaga dan memanggil pangeran she Ci itu, yang dengan mudah dibabat dan dipenggal lehernya. Namun ketika dia mengeluh dan keletihan luar biasa akibat keroyokan berat itu mengganggu tubuhnya tiba-tiba tokoh ini jatuh terduduk dan tak sanggup menyeret kakinya lagi. "Koaakk...!" Seekor gagak tiba-tiba melayang di atas kepala. Pekik dan jeritnya yang mengejutkan tokoh ini tampak membuat Golok Maut menengadahkan muka, meiihat gagak itu terbang rendah dan tiba-tiba se-suatu benda jatuh dari atas. Golok Maut terkejut dan mengelak, kalah cepat dan terdengarlah bunyi "ketepok" ketika caping lebarnya dijatuhi benda itu. Dan ketika dia tertegun dan melepas capingnya, meiihat benda apa itu maka ternyata kotoran gagak menimpa dirinya, tahi si ga-gak hitam! "Keparat," Golok Maut mendesis. "Apa maksudmu, gagak hitam" Kau memberi tanda buruk kepadaku?" "Koaak.... koaakk....!" sang gagak me-neruskan terbangnya, lenyap di timur dan muka tokoh ini berubah. Ada hal-hal yang menjadi pantangan kalau tinggal di Lembah Iblis. Pertama tak boleh kejatuhan tahi burung, apalagi gagak. Dan kedua adalah tak boleh memaki sembarangan. Lembah Iblis amat pantang untuk mendengar sumpah serapah bagi yang tinggal di situ, mulut harus dijaga dan pantangan ini harus dijaga kalau tak ingin terjadi sesuatu yang tidak-tidak. Maka ketika pagi itu Si Golok Maut kejatuhan kotoran gagak dan dia tertegun merasakan getaran kuat tiba-tiba seekor kelinci meloncat melewati atas kepalanya dipatuk seekor ular. "Sshh...!" Golok Maut kembali terkejut. Kelinci itu ketakutan dan menguik melompati kepalanya, begitu saja, kurang ajar. Dan ketika dia terkejut dan ular yang mematuk gagal mendapatkan korbannya tiba-tiba ular ini yang marah dan kaget melihat Si Goiok Maut mendadak menyambar dan menyerang laki-laki bercaping ini, ular yang kelaparan! "Jahanam!" Golok Maut menggerakkan tangannya. "Kau tak tahu siapa aku, ular belang" Pergilah, dan mampus kau... ple-tak!" Golok Maut mendahului, menangkap dan memelintir kepala ular dan tewaslah ular itu dengan kepala hancur. Tapi baru laki-laki ini melempar bangkai ular dengan gemas mendadak auman dahsyat menggetarkan isi lembah dan seekor hari-mau loreng tiba-tiba muncul di situ, penghuni dari luar lembah. "Auummm...!" Golok Maut tersentak. Tak biasanya Lembah Iblis didatangi binatang-blnatang buas yang berasal dari luar. Dia selalu menjaga di situ dan hanya hewan-hewan kecil seperti kelinci atau sebangsanya yang boleh tinggal, karena mereka biasa-nya menjadi santapan baginya. Maka ketika pagi itu seekor harimau loreng datang mengaum dan harimau inipun tampaknya kelaparan karena cepat menyambar bang-kai ular yang dibuang Si Golok Maut tiba-tiba si raja hutan yang rupanya masih kelaparan ini menyambar Golok Maut. "Dess!" Golok Maut menendang. Si raja hutan terpekik dan terlempar, jatuh tapi sudah menyerang lagi. Dan ketika Golok Maut menjadi marah karena binatang ini tak tahu diri maka dari mana-mana muncul harimau-harimau loreng yang sama besar dan ganasnya, lima ekor jumlahnya. "Bagus, kalian minta mati" Majulah, dan kebetulan kalian di sini, harimau-harimau keparat. Aku ingin melepaskan kesal-ku dengan menghajar kalian... erat!" sinar putih berkelebat, tahu-tahu menyambar dari balik punggung laki-laki itu dan robohlah harimau pertama. Harimau ini tak sempat mengaum karena batang kepalanya tahu-tahu menggelinding, putus dibabat sinar putih panjang itu. Dan ketika sinar ini masih bergerak dua tiga kali ke kiri kanan maka tiga yang lain roboh bergelimpangan disambar golok di tangan Si Golok Maut itu, Golok Penghisap Darah. "Crat-crat-crat!" Empat harimau terkapar mandi darah. Mereka dikutungi kepalanya dan harimau terakhir tampak terkejut, merintih dan tiba-tiba memutar tubuhnya, lari. Agak-nya, sebagai binatang, dia memiliki nalu-ri tajam bahwa lawan yang dihadapi kali ini amatlah bengis dan berbahaya. Maka begitu dia mengaum dan melompat panjang tiba-tiba dia meninggalkan pertempur an tapi Si Golok Maut terlanjur marah. "Jangan lari, kaupun harus kuhukum!" laki-laki ini bergerak, maju berkelebat dan ioncatan panjang si harimau loreng masih kalah cepat dengan gerakan laki-laki bercaping ini. Golok Maut melesat bagai hantu kesiangan, senjata di tangannya bergerak tapi saat itu tiba-tiba dari samping kanan menyambar seekor harimau cilik. Harimau ini memekik dan aum-nya yang kecil menggetarkan cukup menge jutkan isi lembah. Dan ketika Golok Maut tertegun namun menggerakkan tangan-nya ke kanan tiba-tiba harimau kecil itu terlempar sementara yang besar, yang disambar golok maut terpapas telinganya. "Crat!" Sang harimau memekik. Dia mengaum terlempar di sana, terguling-guling. Namun ketika Golok Maut berkelebat dan kembali mengejar tiba-tiba harimau cilik yang rupanya anak dari sang induk menyerang dan menubruk Si Golok Maut lagi"Des-dess!" Golok Maut marah, menen-dang harimau cilik itu dan harimau ini terlempar seperti induknya, memekik dan terguling-guling. Dan ketika Golok Maut tertegun karena sang induk sudah menggeram dan bergerak mendekati anaknya maka dua ekor harimau itu sudah berdiri berdampingan dengan mata bersinar-sinar, marah tapi juga gentar menghadapi Si Golok Maut. "Enyahlah!" Golok Maut terkejut, ter-tegun dan heran memandang dua harimau anak dan induknya itu, tak jadi menggerakkan golok. "Pergi kalian, binatang sialan. Dan jangan melotot di sini!" Aneh sekali. Harimau yang besar seolah mengerti dan mengaum, lirih bercam-pur erangan karena telinga sebelah kirinya putus. Potongan telinga itu masih ter kapar di tanah dan si harimau cilik menggeram-geram. Meskipun takut namun agaknya harimau ini siap membela induknya kalau Golok Maut menyerang lagi. Tapi ketika Golok Maut mengusir dan membentak mereka tiba-tiba sang induk melompat dan pergi meninggalkan tempat itu. Golok Maut terhenyak. Harimau yang kecll juga membalik dan mengaum tanda lega. Induknya disusul dan lenyaplah mereka berdua ketika hilang di iuar lembah. Dan ketika Golok Maut termangu-mangu dan menjublak di tempat maka pagi itu empat harimau melintang mayatnya tanpa kepala. "Terkutuk," Golok Maut memaki. "Kenapa kalian mengganggu aku, harimau-harimau keparat" Kalau kalian tak datang mengganggu tentu kalian tak akan mati konyol!" Angin bertiup. Tiba-tiba seolah menja-wab kekesalan hati laki-laki ini menda-dak terdengar cicit dan kelepak burung-burung malam. Seratus kelelawar tiba-tiba beterbangan memasuki lembah, menci-it dan gugup seolah digebah iblis. Dan ketika mereka berputar-putar di atas kepala tokoh bercaping ini dan dua di antaranya menabrak Si Golok Maut tiba-tiba Golok Maut berseru keras Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menangkap dan mencengkeram mereka sampai hancur. "Keparat!" dua ekor kelelawar itu remuk, dibuang bangkainya dan ratusan kelelawar lain lagi muncul. Golok Maut terkejut karena seperti pasukan siluman saja kelelawar-kelelawar itu beterbangan memasuki Lembah Iblis. Mereka mencicit-cicit dan berputaran di atas kepalanya. Suasana menjadi gelap dan langit yang terang tiba-tiba menjadi hitam oleh ba-nyaknya kelelawar-kelelawar vang beterbangan ini. Dan ketika Golok Maut terbelalak dan merasakan firasat yang tidak enak tiba-tiba dari timur muncul tujuh gagak hitam yang berkaok-kaok. "Koaakk..... koaakkk....!" Golok Maut berdiri bulu kuduknya. Baru kali ini selama hidupnya dia mendapat Kejadian begitu aneh. Lembah Iblis dida-tangi hewan-hewan langit dan mereka semua beterbangan mengelilingi tubuhnya. Dari atas mereka mengeluarkan suara-suara ramai layaknya musuh yang maju perang. Dan ketika laki-laki ini tertegun dan merinding bulu romanya tiba-tiba ia-ngit yang hitam dipenuhi kelelawar-kelela-war itu meledak dan mengeluarkan suara macam guntur. "Blarr!" Sinar warna-warni memenuhi langit hitam. Entah dari mana tiba-tiba muncul sesosok asap putih jingga, meluncur dan berkelok tiga kali membentuk seekor na-ga. Dan ketika gagak di atas berkoak ke-takutan dan kelelawar-kelelawar yang beterbangan juga buyar dan mencicit meng-hilang cepat maka terdengar suara tawa terbahak mirip iblis mendapatkan buruannya. "Ha-ha, selamat datang, Golok Maut. Selamat bertemu kembali. Aku arwah Mo-bin-lo (Si Muka Iblis) datang menemuimu!" Golok Maut pucat. Tiga bayangan asap putih yang berkelok tiga kali di udara sejenak memperlihatkan bayang-bayang naga, berobah dengan cepat dan tahu-tahu seorang kakek tinggi besar berwajah menyeramkan muncul di sana, di langit yang hitam. Dan ketika Golok Maut ter-kesiap dan senjata di sarungnya meledak tiba-tiba Golok Penghisap Darah yang ada dibelakang punggungnya itu melesat dan terbang menuju kakek ini, Mo-bin-lo, atau lebih tepat, arwah Mo-bin-lo. "Darr!" Golok Maut tak sanggup menahan kilatan cahaya itu. Sinar yang luar biasa terangnya mendadak pecah di udara, meledak dan tak kuat dia bertahan. Dan ketika dia memejamkan mata dan apa boleh buat harus melengos dari kilatan warna-warna terang di langit yang gemebyar itu tiba-tiba suara dari atas terdengar lagi, kini dingin menyeramkan, menyerupai bentakan seorang kakek terhadap cucunya. "Golok Maut, kau bocah iblis. Kenapa kau menodai Golok Penghisap Darah ini dengan perbuatanmu menggauli ketua Hek yan-pang itu" Kau harus mencuci dosa ini dengan darahmu, atau senjata ini tak bakal bertuah lagi gara-gara perbuatanmu!" Golok Maut terkejut. Dia membuka mata dan serangkum angin pukulan meng-hantam tubuhnya. Entah bagaimana tahu-tahu asap atau roh di udara itu menukik, menyambar dan sudah menyerang dirinya. Dan ketika dia mengelak namun kalah ce-pat maka asap seperti iblis itu menghantam dirinya. "Bress!" Golok Maut terlempar. Hampir tak masuk akal tahutahu tubuhnya terangkat dan terlempar naik, terbanting dan terguling-guling di sana, terjengkang. Dan ketika dia kaget melompat bangun namun golok menyambar lagi ke sarungnya maka sesuatu yang dingin terasa melekat di belakang punggungnya itu. "Aku selalu mengikutimu, atau kau mati membayar dosa!" "Ooh...!" Golok Maut menggigil, tiba-tiba ketakutan hebat. "Tolong aku, suhu, tolong...!" dan Golok Maut yang berkele-bat serta naik ke tebing tiba-tiba berjungkir balik dan berkali-kali menggerakkan tubuhnya. Dari bawah dia sudah menjejak dan menendang dinding enam tujuh kali. Setiap kali tentu mencelat atau melambung ke udara. Dan ketika semua gerak-an itu membuat tubuhnya mumbul dan mumbul semakin tinggi akhirnya tebing yang tingginya tak kurang dari seratus tombak itu sudah dilalui dan selamat tiba di atas, hanya sekejap mata saja! "Subo, tolong! Suhu, tolong aku...!" Golok Maut bagai anak kecil. Ledakan dan suara tawa di atas langit tadi sungguh membuat jiwanya menciut. Golok Maut diancam roh halus dan itulah pembuat atau penempa Golok Penghisap Darah. Mo-bin-lo adalah kakek pencipta Golok Maut, pembuat dan penempa yang amat hebat, hidup pada ratusan tahun yang lalu dan kakek ini adalah kakek iblis yang amat sakti, keji dan kejam namun penuh daya linuwih. Golok Penghisap Darah yang dibuatnya Itu "diisi" tapa dan puasa sela-ma sepuluh tahun, hidup meraendam diri dan tujuh tahun penuh kakek Ini berada di sarang ular, tak bergerak dan tak bergeming menyatukan diri dalam alam sama-dhi yang mengerikan. Kakek itu sedang bertarung melawan seorang pendekar sak-ti yang dua kali mengalahkannya, membu-at atau mencipta golok yang ampuh dan akhirnya berhasil. Golok itu hanya pantang dikotori oleh hubungan suami isteri. Hanya kaum bujang atau perawan saja yang boleh memegang. Mereka yang sudah bersuami isteri dilarang keras memegang atau memiliki golok ini, karena dapat berakibat fatal. Namun ketika golok selesai dibuat dan kakek itu mencari musuhnya ternyata orang hebat yang mengalahkannya itu sudah meninggal dunia. Mo-bin-lo menyumpah-nyumpah. Kakek ini menggeram di bukit Iblis dan gugurlah bukit yang ditempati itu, marah-marah di lautan dan lautan pun tiba-tiba membuih, bergolak dan menimbulkan gelombang pasang di mana para nelayan maupun pencari ikan lainnya diserang om-bak besar. Rumah-rumah roboh dan ratus-an orang tenggelam atau hanyut, terba-wa oleh getaran sakti kemarahan kakek menyeramkan ini. Dan karena lawan yang dicari sudah meninggal dunia dan kakek itu tak dapat membalas musuhnya maka Mo-bin-lo mencari di akherat! "Kakek ini dahsyat luar biasa. Segala iblis dan siluman tak ada yang mampu melawan. Dewa-dewa di arfgkasa juga tak ada yang mampu menandingi, kecuali pendekar sakti yang sudah menjelma menjadi mahluk suci di alam halus sana. Maka ketika kakek itu mengamuk dan akhirnya bertemu lawannya ini di akherat maka bertempurlah keduanya namun kakek itu kalah lagi," begitu gurunya pernah bercerita. "Lalu apa yang terjadi, suhu" Bagaimana selanjutnya?" Golok Maut bertanya. "Kakek ini terpaksa mengakui kekalahan. Mo-bin-lo melarikan diri namun roh-nya yang tak dapat kembali ke badan kasar akhirnya gentayangan di tempat-tempat gelap dan angkasa yang luas. Karena itu hati-hati, jangan sampai melanggar larangan kakek ini atau kau akan celaka terkena kutuknya." Begitu Golok Maut pernah mendengar nasihat suhunya. Gurunya itu berkata seperti itu namun gurunya sendiri ternyata melanggar. Sebagai laki-laki yang sudah beristeri ternyata gurunya memegang Go-iok Maut, terkutuk dan akhirnya kena tuah dari sumpah si pembuat golok. Dan ketika gurunya mati sampyuh karena bertanding dengan isterinya sendiri, hal yang terjadi akibat kutukan maka guru dan ibu gurunya itu akhirnya tewas dan mati berbareng. "Kau ingat itu baik-baik," gurunya pernah berpesan sebelum ajal. "Golok Maut jangan dikotori dengan perbuatan-perbuatan yang menjadi larangannya. Jangan berpacaran dulu, apalagi sampai mengadakan hubungan suami isteri. Jangan mengeluarkan kata-kata makian kalau kau sedang berada di Lembah Iblis. Kau mengerti?" Golok Maut mengangguk. Waktu itu dia menanggapi semua kata-kata gurunya itu dengan dingin dan sedikit tak acuh. Pacaran" Ah, dia tak ada minat untuk mendekati wanita. Dendamnya terhadap orang-orang she Coa dan Ci membekukan semua hatinya tentang cinta. Tak terbersit di hatinya bahwa dia ingin pacaran, a-palagi mengadakan hubungan suami isteri. Jijik dia! Tapi ketika hal itu terjadi juga dan dia sudah melanggarnya dengan jatuh cinta dan bersebadan dengan ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba Mo-bin-lo muncul dengan tawa kutuknya di udara. Goiok Ma ut kena tuah! Dan kini, mendengar suara dari langit itu dan kakek tinggi besar yang menyeramkan itu seolah membayang-inya dan mengejar ke tnanapun dia pergi maka Golok Maut terengah menaiki tebing dan langsung berlarian jatuh bangun menuju sepasang makam yang tegak membisu di antara tanaman perdu liar. "Suhu, tolong.... subo, tolong...!" Golok Maut mendeprok, langsung roboh berlutut dan menggigil membentur benturkan dahinya di batu nisan itu. Dalam keadaan seperti itu di mana tak ada sahabat atau pun teman maka makam sepasang gurunya ini adalah penunjuk satu-satunya. Makam itu lebih dari sahabat dan Golok Maut kini gemetaran berlutut di situ, menangis seperti anak kecil karena tawa atau ancaman dari roh di langit itu menggetarkan hatinya. Betapapun dia adalah manusia biasa dan Golok Maut kini berubah sebagai laki-laki yang lemah dan tak berdaya, ketakutan dan memanggil-manggil suhunya. Dan ketika dua jam kemudian tokoh ini berlutut dan gemetar memanggilmanggil gurunya mendadak di atas makam terdengar sebuah ledakan dan muncullah roh dan seorang laki-laki gagah perkasa, mendiang Hap Bu Kok yang menampakkan diri dalam bentuk badan halus. "Muridku, kenapa kau memanggil-manggil aku" Apa yang terjadi" Kenapa kau mengerahkan Kun-tek-giam-ong (Raja Akherat Membuka Pintu)?" "Ampun..!" Goiok Maut terkejut, tapi girang luar biasa. "Aku... aku ingin minta tolong padamu, suhu. Teecu (aku) melanggar pantangan Golok Maut!" "Apa yang kau lakukan?" "Teecu... teecu mencinta seorang gadis..." "Hm, belum melanggar!" "Tidak... tidak, suhu. Teecu... teecu bukan hanya mencinta saja melainkan juga telah melakukan hubungan badan. Arwah Mo-bin-lo yang suhu katakan itu sekarang mengejar-ngejar teecu. Teecu mau dibunuh!" "Hm!" Sin-liong Hap Bu Kok tampak terkejut. "Kau bertemu kakek ini, murid-ku" Dan kau telah diancamnya?" "Benar, teecu.... teecu takut, suhu. Teecu tak ingin mati sebelum dua musuh besar teecu terbunuh!" Roh dari laki-laki gagah itu tergetar. Golok Maut berkeringat dan tubuhnya juga selalu menggigil. Sinar menghitam tiba-tiba menyelimuti wajah dan tampak bayang-bayang aneh mengelilingi pemuda ini. Ada bentuk-bentuk seperti anjing atau wanita cantik berseliweran di situ. Golok Maut sedang berada di alam aneh karena dia memanggil gurunya dengan ilmu Kun-tek-giam-ong, ilmu yang hanya boleh dipergunakan sekali saja dalam hidup, ilmu yang khusus memanggil arwah api setelah itu harus dibuang jauh-jauh. Pelepas ilmu ini untuk kedua kalinya bisa terseret ke akherat kalau berani coba-coba, alias akan terbawa nyawanya kalau mempergunakan lebih dari sekali. Maka ketika pagi itu Golok Maut terpaksa mempergunakan ilmunya ini untuk bertemu gurunya di akherat maka roh atau arwah dari Sin-liong Hap Bu Kok itu tampak tertegun. "Bagaimana, suhu" Apa yang harus teecu lakukan?" "Hm...!" laki-laki gagah ini bersedakap. "Tak ada jalan lain kecuali membunuh kekasihmu itu, muridku. Pergi dan cari dia dan berikan arwahnya pada Mo-bin-lo!" "Teecu.... teecu harus membunuhnya?" "Ya, atau kau yang harus mati, muridku. Kutuk atau pantangan golok itu telah kau langgar. Kau membuat kemarah-an Mo-bin-lo. Tak ada jalan kecuali membunuh kekasihmu itu dan cepat-cepat cari dua musuhmu itu sebelum Mo-bin-lo meminta nyawamu melalui Golok Maut!" Pemuda bercaping ini menggigil. Dia bertanya iagi apakah permintaan itu tak dapat dirobah, maksudnya, ditawar. Apakah tak dapat nyawa orang lain saja sebagai penukar. Tapi ketika gurunya meng-geleng dan berkata bahwa itu satu-satunya cara untuk melepas "tumbal" maka Golok Maut menggigil dan berketrukan giginya. "Kau tinggal memilih, menyerahkan nyawamu atau nyawa kekasihmu itu. Nah, selamat tinggal, muridku. Dan jangan main-main dengan ilmu Kun-tek-giam ong lagi... plash!" arwah atau roh halus itu hilang dalam satu ledakan kecil, lenyap dan entah ke mana dan Golok Maut pun tiba-tiba terbanting roboh. Tubuh yang menggigil dan muka yang kehitaman itu sekarang pullh kembali. Golok Maut telah diberi pilihan dan tinggal menentukan nasibnya. Dan ketika laki-laki itu me-ngeluh namun kepalan tinju menunjukkan keputusannya maka di bawah lembah sesosok tubuh terhuyung-huyung menghampiri. "Golok Maut, keluarlah. Aku datang untuk menuntut balas!" Golok Maut tertegun. Seorang gadis cantik berpakaian merah datang meng-hampiri, terseok dan menangis serta memanggil-manggil namanya. Dan ketika gadis itu sudah memasuki lembah dari berdiri di ujung sana maka Golok Maut berkilat girang karena itulah Wi Hong, kekasihnya! "Golok Maut, keluarlah. Aku datang!" Golok Maut berkelebat. Tiba-tiba dengan cara berjungkir batik dia meluncur turun ke bawah, geraknya bagai elang rajawali atau garuda menyambar. Dari tempat setinggi itu mengembangkan kedua lengannya di kiri kanan tubuh, meluncur dan tiba-tiba sudah menyambar bagai rajawali haus darah. Dan ketika tubuh itu hinggap dengan ringan dan gadis baju merah yang berteriak-teriak memanggil namanya ini tertegun kaget maka muka yang mangarmangar dan cantik tapi penuh air mata itu tiba-tiba beringas tapi juga girang. "Golok Maut, kau datang sebagai laki-laki gagah. Nah, aku mencarimu dan sengaja ingin menantang maut. Kau pernah bilang untuk membunuhku kalau bertemu lagi. Kini aku datang untuk membunuh atau dibunuh!" Golok Maut berkilat. "Wi Hong," suara ini tak bersahabat. "Aku memang pernah bicara seperti itu dan sungguh kebetulan kalau kaupun mencari aku di sini. Aku ingin membunuhmu, dan maaf bahwa segala kenangan kita terpaksa kubuang jauhjauh. Nah, kau majulah dan serahkan nyawamu!" "Srat!" Wi Hong, gadis cantik itu men-cabut pedang. "Aku memang ingin mencarimu, Golok Maut. Menuntut balas dan sakit hati. Kau boleh bunuh aku atau aku yang akan membunuhmu!" dan pedang yang bergerak tanpa Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo banyak bicara lagi tiba-tiba mendesing dan sudah menuju tenggorokan Si Golok Maut ini, yang mengelak dan mundur selangkah dan pedang pun luput mengenai angin kosong. Wi Hong membentak lagi dan memutar pedangnya, tiga kali membuat gerakan me-lingkar dan ditikamlah ulu hati serta dada lawan. Namun ketika Golok Maut mengengos dan serangan itu gagal lagi maka Wi Hong berkelebat dan tangan kirinya pun melepas pukulan Ang-in-kang (Awan Merah). "Des-dess!" Golok Maut tergetar. Wl Hong memang bukan gadis sembarangan dan jelek-jelek sebagai ketua Hek-yan-pang dia adalah tokoh keias satu. Maka ketika pukulan i-tu menggetarkan Si Golok Maut dan untuk selanjutnya gadis atau ketua Hek-yan-pang ini sudah berkelebatan cepat dengan seruan atau bentakan nyaring maka pedang dan pukulan bertubi-tubi menghujani Si Golok Maut ini, menyambar naik turun bagai naga sedang murka dan ilmu pedang Walet Hitam mengurung Si Golok Maut dengan cepat. Golok Maut terpaksa mengikuti namun Wi Hong mengerahkan ginkangnya, lenyap dan melengking-lengking menyerang lawannya itu. Dan ketika Ang-in-kang atau pukulan Awan Merah menyambar-nyambar pula dari tangan kirinya maka untuk beberapa jurus Golok Maut terdesak. "Plak-bret!" Satu tangkisan kuat agak menahan bertubi-tubinya serangan. Hujan pukulan atau tikaman yang menyerang Si Colok Maut akhirnya mulai mendapatkan perla-wanan juga, Wi Hong membentak lagi namun tergetar. Kali ini dia terhuyung dan pedang di tangannya tiba-tiba pedas di tangan. Keparat, Golok Maut mulai bersi-kap keras! Dan ketika Wi Hong melengking tinggi dan menerjang serta menusuk lagi maka pukulan Awan Merahnya mulai bertemu telapak Si Golok Maut. "Des!" Wi Hong terpental. Gadis ini kaget dan marah sekali karena pukulannya membalik. Dia harus melempar tubuh bergulingan kalau tak ingin terluka, menerima daya tolak pukulannya sendiri. Dan ketika dia membentak dan menyerang lagi maka Golok Maut mendengus dan mulai bicara, "Wi Hong, aku akan mengalah padamu sebanyak limapuluh jurus. Setelah itu kau harus mati!" "Matilah! Bunuhlah! Aku tak takut mati atau ancamanmu, Golok Maut. Kau memang laki-laki jahanam dan terKutuk mampuslah kau... wut-singg!" pedang menyambar lagi, kian ganas dan cepat namun Golok Maut mengelak. Dan ketika pedang bergulung-gulung naik turun lagi dan pu-'tulan Awan Merah dilepas tiada henti-hentinya maka Golok Maut kembali menangkis. "Dess!" Wi Hong mencelat. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini mengeluh dan terban-ting terguling-guiing di sana, bukan me-iempar tubuh melainkan memang terbanting oleh tangkisan Golok Maut yang me-nambah tenaganya, kian keras saja dan pucatlah gadis itu oleh sikap dingin lawan. Goiok Maut memang benar-benar telah tidak memiliki rasa cinta lagi dan mereka benar-benar musuh. Ah, sakitnya hati ini! Dan ketika Wi Hong membentak dan menyerang lagi maka Golok Maut mulal menghitung-hitung jurusnya. "Sepuluh.... sebelas.... empatbelas... des dess!" Wi Hong memaki-maki. Mengelak atau menangkis sambil menghitung-hitung jurus serangan rasanya kok semakin me-nyakitkan perasaan saja. Golok Maut bersikap merendahkan dan sikap ini amat di-benci gadis atau ketua Hek-yan-pang Itu. Tapi ketika dia menyerang dan tetap saja semua serangan atau pukulannya terpen tal bertemu lawan maka Wi Hong terhuyung-huyung dan mulai menangis. "Golok Maut, kau keparat. Terkutuk!" "Hm, kau boleh memaki-maki sepuasmu. Setelah itu jangan membuka mulut lagi, Wi Hong. Maaf bahwa aku terpaksa akan mengantarmu ke akherat." "Bedebah! Jahanam keparat!" dan Wi Hong yang kembali menyerang dan mener-jang sengit akhirnya mendapat kenyataan bahwa Golok Maul memang bukan lawannya. Hitungan jurus sudah menginjak pa-da angka ketigapuluh dan gadis baju merah itu tersedu-sedu. Golok Maut mulai bersikap bengis karena tangkisan-tangkisannya kian diperkuat saja. Sinkang Golok Maut memang masih di atas sinkangnya sendiri. Dan ketika hitungan menginjak pada angka empatpuluh satu maka pedang ditangkis tangan telanjang dan langsung melengkung. "Plak!" Wi Hong menjerit-jerit. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini mulai histeris dan bercucuranlah air mata di wajah yang cantik itu. Golok Maut membekukan perasaannya dari Wi Hong semakin sakit hati saja. Dan ketika hitungan menginjak pada jurus keempatpuluh delapan dan Golok Maut berseru bahwa tinggal dua jurus lagi gadis itu memiliki nyawanya maka laki-laki atau tokoh bercaping ini mendesis. "Wi Hong, tinggal dua jurus lagi. Bersiaplah, setelah itu kau mati!" "Terkutuk! Bedebah! Kau bunuhlah aku, Golok Maut. Kau bunuhlah aku. Aku tak takut mati. Aku... aku... huak!" dan Wi Hong yang tiba-tiba muntah dan terpelanting roboh tiba-tiba kumat penyakitnya dan rasa mulas yang hebat mengganggu perutnya. Wanita ini sedang hamil dan tentu saja Golok Maut tak tahu. Bertempur hampir limapuluh jurus bukanlah pekerjaan ringan bagi seorang wanita hamil muda. Wi Hong telah menguras tenaga-nya padahal selama itu lawan hanya mengelak dan menangkis saja, belum membalas, apalagi mencabut senjatanya yang mengerikan itu, Golok Penghisap Darah! Dan ketika Wi Hong terpelanting bergulingan dan muntah-muntah maka pertandingan sejenak berhenti dan Golok Maut tertegun. Wi Hong disana menangis tersedu-sedu dan mengeluh panjang pendek. Perutnya didekap dan rasa kesakitan hebat di-tahan gadis itu, herari Golok Maut. Tapi ketika laki-laki bercaping ini menganggap itu hanya pura-pura saja agar Wi Hong tidak menyelesaikan jurus yang kelimapuluh, berarti gadis itu selamat maka Golok Maut tertawa mengejek dan berkata, "Wi Hong, tak perlu berpura-pura. Aku belum membalasmu, bagaimana kau kesakitan begini" Hm, jangan menipu aku, Wi Hong. Aku tahu bahwa kau berpura-pura dan sengaja ingin menghentikan pertandingan, agar tak kubunuh! Sial, tak perlu kau mengelabuhi aku, wanita siluman. Keputusan telah tetap di hatiku bahwa kau harus kubunuh!" "Keparat!" Wi Hong menangis tak keruan. "Terkutuk kau, Golok Maut. Jahanam kau. Aku tak bermaksud pura-pura agar kau tak membunuhku. Ah, keparat kau!" dan Wi Hong yang bangkit lagi dengan air mata bercucuran lalu berusaha menyerang meskipun gemetar, menggigil dan terhuyung tapi tiba-tiba dia roboh lagi. Muntah-muntah yang mengganggunya kembali muncul, ambruk dan Golok Maut mengerutkan kening. Tapi menganggap wanita itu pura-pura saja dan ingin menghentikan pertempuran, agar dia tak mem-bunuh maka Golok Maut berkelebat dan tangan pun siap meraba gagang golok, senjata maut yang ada di balik punggungnya itu. "Wi Hong, berdirilah, dan serang aku. Selesaikan jurus kelimapuluh dan jangan harap aku memberi ampun!" "Ah, bedebah!" Wi Hong terguling, menggeliat dan melompat bangun. "Kau tak tahu bahwa aku tak berpura- pura, Golok Maut. Kau jahanam mengira aku takut mati. Baiklah, inilah dua jurus terakhir dan setelah itu kubuktikan padamu bahwa aku tak minta agar kau membatalkan niatmu.... singg!" dan pedang bengkok yang menyambar lagi di tangan yang gemetar akhirnya dielak namun menusuk lagi dengan jari-jarl menggigil, ditangkis dan terlepaslah pedang itu dari tangan pemiliknya yang mencelat. Wi Hong terlempar dan terbanting roboh, mengaduh dan menangis. Dan ketika gadis itu merintih-rintih tak keruan dan Golok Maut bersinar matanya tiba-tiba pemuda itu bergerak mencabut golok mautnya, Golok Penghisap Darah! "Wi Hong, sekarang kau mati. Terimalah....!" sinar putih berkeredep, cepat dan mengejutkan mata dan Wi Hong disana terbelalak. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini terkesiap, kaget tapi tidak takut hanya satu keluhan kecil keluar dari mulutnya saat itu. Dengan berani dan gagah dia menatap sinar maut itu, yang menyambar menuju lehernya. Sekali terpancung tentu lehernya terpenggal, bakal menggelinding dan kekejaman Golok Maut benar-benar tampak lagi. Tokoh yang sudah menetapkan keputusannya ini tak memberi ampun, apa yang dia katakan kini hendak dia laksanakan. Ah, batang leher yang halus putih itu akan segera berpisah dari ubuhnya, disusul muncratnya darah segar seperti biasanya tubuh-tubuh yang sudah roboh bergelimpangan. Tapi ketika Golok Maut berkelebat dan senjata di tangannya itu menyambar tak kenal ampun tiba-tiba terdengar bentakan dan dari samping menyambar sinar putih lain yang kecepatannya juga luar biasa. "Golok Maut, tahan kekejianmu....... crangg!" Sinar menyilaukan memuncrat di udara. Sebatang pedang pendek namun yang ampuhnya luar biasa telah menangkis dan menggagalkan serangan Si Golok Maut. Laki-laki bercaping ini tergetar dan ter-huyung, sinar goloknya tadi telah bertemu dengan amat keras dengan sebatang pedang yang juga berkilauan mengejutkan mata. Dan ketika Golok Maut tegak memandang dan Wi Hong di sana jatuh terduduk diteriaki sesosok bayangan lain maka Beng Tan, pemuda gagah perkasa itu telah berdiri disitu bersama Swi Cu, yang datang belakangan dan langsung menjerit menubruk sucinya! "Suci....!" Golok Maut tertegun. Disitu telah berdiri musuhnya yang amat lihai, bahkan paling lihai dan terkejutlah tokoh ini melihat kedatangan Beng Tan. Pemuda baju putih itu berkilat matanya dan kemarahan yang amat besar jelas keluar dari sepasang mata yang mencorong itu. Beng Tan marah sekali karena Golok Maut hampir saja membunuh Wi Hong, yang sedang hamil! Tapi sebelum pemuda ini bergerak dan memaki lawannya ternyata Swi Cu sudah berkelebat dan membalik menusuk lawannya itu. "Golok Maut, kau keji. Kau culas. Kau, ah... kau binatang jalang terkutuk, singsingg!" dan pedang Swi Cu yang menyambar-nyambar bagai hujan menyerang Si Golok Maut akhirnya membuat laki-laki bercaping itu mengelak dan berlompatan, masih dikejar dan diserang bertubi-tubi, tiada habisnya. Dan ketika pedang menusuk beringas ke arah dadanya akhirnya Golok Maut membentak dan pedang di tangan gadis itupun ditangkis. "Kaupun wanita sialan....plak!" Swi Cu menjerit, roboh terguling-guling se-mentara pedangnya sendiri terlepas jatuh ke tanah. Golok Maut memang amat lihai dan jelas bukan tandingan gadis ini. Jangankan Swi Cu, yang wakil ketua Hek-yan-pang itu. Sucinya sendiri, Wi Hong, ketua Hek-yan-pang masih bukan tandingan Si Golok Maut, pria gagah perkasa tapi yang berhati keras, sekeras batu karang! Dan ketika Swi Cu terguling-guling Jan Goiok Maut menyimpan senjatanya maka Beng Tan berkelebat menolong kekasihnya itu. "Golok Maut, kau jangan menghadapi wanita. Lawanlah adalah aku, laki-laki!" Golok Maut menunggu. Dia tergetar memandang pemuda baju putih itu sementara matanya berkilat-kilat memandang Wi Hong. Kekasih yang akan dibunuhnya itu sudah mengeluh panjang pendek mendekap perut, entah kenapa. Dia mulai ragu bahwa gadis itu benar-benar tidak berpura-pura, karena Wi Hong tampak sakit dan perut serasa melilit-lilit. Dan ketika Beng Tan disana sudah menolong kekasihnya dan Swi Cu menangis memaki-maki Si Golok Maut maka Beng Tan sudah berdiri dan membalik menghadapi lawannya itu, menyuruh kekasihnya menolong Wi Hong. "Kau kesana, biar aku menghadapi ini.." "Dia... dia..." Swi Cu mengguguk tersedu-sedu. "Bunuh jahanam keparat ini, koko. Bunuh dia dan minta pertanggung jawabannya menghamili enci Wi Hong!" "Sudahlah," Beng Tan melihat muka Si Golok Maut yang berobah terkejut. "Kau kesana, Cu-moi. Tolong encimu dan biar Golok Maut bagianku. Dia memang harus dimintai tanggung jawab, juga atas perbuatannya yang malam-malam datang mengganggumu!" dan Beng Tan yang berkilat memandang Si Golok Maut akhirnya bertanya, dengan bentakan marah, "Golok Maut, kenapa kau akan membunuh Wi Hong" Kau tak suka gadis itu hamil akibat kejalanganmu" Dan kau mengganggu kekasihku pula. Sungguh tak kusangka bahwa disamping pembunuh kau pun juga seorang pemerkosa. Terkutuk!" "Apa?" Golok Maut tersentak, mundur selangkah. "Kau bilang apa, Beng Tan" Kau melancarkan tuduhan busuk" Jaga mulutmu, atau aku akan membunuhmu!" "Hm, tak perlu menggertak. Aku datang justeru untuk memintai tanggung jawabmu, Golok Maut. Di samping perintah kaisar agar aku menangkap atau membunuhmu juga bertanya kenapa kau sekarang menjadi jai-hwa-cat (penjahat pemerkosa) Kau gila, kau tidak waras. Sekarang sepak terjangmu sudah benar-benar keluar garis dan tak ada lagi kekagumanku akan kegagahanmu yang dulu-dulu!" "Hm!" Golok Maut membentak. "Kau semakin melantur yang tidak-tidak, bocah she Ju. Dan kuanggap kaulah yang gila dan tidak waras! Aku memang pembunuh, tapi bukan pemerkosa! Aku akan membunuh siapa saja tapi pantang bagiku memperkosa wanita!" "Ha-ha!" Beng Tan terbahak-bahak, geli tapi marah. "Kau rampok dan maling tak tahu malu, Golok Maut. Kau si muka tebal yang benarbenar tak patut diampuni! Ah, bagaimana dengan Wi Hong yang jelas kauhamili itu" Bagaimana dengan Swi Cu yang malam itu kau ganggu dan hampir kau perkosa" Mereka-mereka ini ada dihadapanmu semua, Golok Maut. Kalau masih berani menyangkal maka dirimu bukan manusia melainkan binatang murahan!" "Tutup mulutmu!" bentakan itu bagai geledek ditengah-tengah hujan deras. "Simpan semua makian dan fitnahmu ini, Beng Tan. Aku tak pernah mengganggu kekasihmu itu seperti yang kau bilang. Sedang Wi Hong, dia... dia hamil" Kau tidak dusta?" "Hm!" Beng Tan mengerutkan kening, meiihat Golok Maut tiba-tiba menggigil dan gemetar hebat. "Aku adalah seorang laki-laki yang pantang berbohong, Golok Maut. Apa yang kukatakan adalah apa senyatanya terjadi. Wi Hong memang hamil, akibat perbuatanmu. Dan karena kekejianmu memperkosanya seperti binatang maka dia rela kau bunuh! Ah, kau laki Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo laki tak berjantung. Sudah memperkosa Wi Hong masih juga kau mengganggu Swi Cu Keparat!" "Tidak!" Golok Maut tiba-tiba berseru, mencelat ke arah Wi Hong. "Aku tak percaya, Beng Tan. Aku tak percaya!" dan Golok Maut yang sudah berkelebat dan menyambar Wi Hong tiba-tiba menampar minggir Swi Cu, yang berdiri di sebelah sucinya. Dan ketika gadis itu terlempar dan tentu saja berteriak kaget maka Golok Maut sudah mencengkeram dan mengguncang-guncang Wi Hong. -oo0dw0ooo- Jilid XXIV "WI HONG, kau... kau hamil" Apakah perbuatan kita dulu itu.... ah... benarkah, Wi Hong" Beng Tan tidak bohong?" "Keparat!" Wi Hong memaki pemuda ini, meronta melepaskan dirinya. "Hamil atau tidak hamil bukan urusanmu, Golok Maut. Kau memang laki-laki keji yang tidak berjantung! Hayo bunuhlah aku, dan bunuh jabang bayi yang kukandung ini!" "Oohh...!" Golok Maut mendekap keningnya. "Kau... kau sudah berbadan dua" Kau benar-benar tidak bohong?" "Tak ada untungnya bagiku berbohong. Hayo, kau bunuh aku atau aku yang akan membunuhmu, Golok Maut. Kau laki-laki keji dan pemuda tidak berjantung!" dan Wi Hong yang marah melengking tinggi tiba-tiba menggerakkan tangannya menampar pemuda itu. "Plakk?" Golok Maut mengeluh. Dia terlempar dan terbanting keras karena pukulan atau tamparan itu dikeluarkan Wi Hong dengan sepenuh tenaganya, didorong kemarahan. Dan ketika lawan terbanting dan pucat memegangi pipinya maka Wi Hong sudah berkelebat dan menyerang lagi, memukul dan menendang dan Golok Maut tidak mengelak. Laki-laki ini menerima dan suara bak-buk pukulan menghujani tubuhnya. Golok Maut jatuh bangun dan merintih panjang pendek, sama sekali tidak membalas. Dan ketika Wi Hong semakin kalap dan menjadi-jadi tiba-tiba gadis ini menyambar golok dibelakang punggung dan senjata rampasan itu langsung dibacokkan ke leher lawan. "Jangan!" Beng Tan terkejut, kaget berteriak keras dan Swi Cu sendiri juga tertegun. Wakil ketua Hek-yan-pang ini melihat sucinya yang kalap, marah dan menyambar Golok Penghisap Darah itu dari belakang punggung Si Golok Maut. Dan ketika tokoh itu diam saja dan pasrah dalam peryerahan total maka golok menyambar dan pemuda itu bakal terpisah kepalanya! Tapi tidak. Beng Tan, yang kaget dan berteriak melihat ini tiba-tiba berkelebat ke depan. Pemuda baju putih itu bergerak luar biasa cepat dan Pek-jit-kiamnya, Pedang Matahari, keluar dari sarungnya untuk menangkis bacokan maut ini. Dan ketika benturan keras tak dapat dihindarkan lagi namun Wi Hong tentu saja kalah kuat maka Golok Penghisap Darah mencelat dari tangan gadis itu namun pundak Golok Maut terkuak lebar. "Crat-cringgg!" Wi Hong mengeluh terlempar. Golok Maut sendiri roboh tersungkur dan mengerang merasakan sakitnya. Golok Penghisap Darah, goloknya sendiri sudah meminum darah tuannya. Pundak itu terluka lebar dan darah pun bercucuran deras. Wi Hong tersedu-sedu disana sementara lawannya merintih dan meratap. Dan ketika Swi Cu sadar meloncat maju dan memeluk sucinya maka dua orang itu bertangis-tangisan saling rangkul. "Suci, maafkan Beng Tan. Dia tak bermaksud menyakitimu. Sudahlah, kita berikan musuh kita itu padanya dan jangan marah." "Aku tak dapat mengampuninya!" gadis itu berteriak disela tangisnya. "Aku benci padanya, Swi Cu. Aku benci padanya! Suruh Beng Tan minggir dan biarkan aku membunuhnya!" "Hm," Beng Tan berkelebat, datang menepuk pundak gadis ini. "Apa yang dikata Swi Cu memang benar, Wi Hong. Serahkan Golok Maut padaku dan akulah yang akan membereskannya. Dia akan kutangkap kalau mau menyerah dan kubawa menghadap kaisar!" "Kau terkutuk!" Wi Hong tiba-tiba melompat bangun, memaki pemuda ini. "Kalau kau memang ingin menyakitiku lakukan itu, Beng Tan. Tapi jangan halangi aku membunuh binatang itu! Golok Maut bagianku, dan akulah yang akan membunuhnya!" "Hm, kau tak dapat membunuhnya," Beng Tan berkerut kening. "Merobohkan atau membunuh musuh haruslah ksatria, Wi Hong. Jangan mempergunakan kesempatan secara tak sehat. Kau tahu sendiri Golok Maut tak membalas padamu, kenapa mendesak dan berlaku tak jujur" Kalau dia mau maka kaulah yang dibunuh. Tidak, aku ingin menyelesaikan masalah ini secara ksatria dan kau jelas bukan tandingannya. Mundurlah dan biarkan aku yang menghadapi!" dan membalik menghadapi lawan Beng Tan sudah berkelebat dan berdiri pula di depan Si Golok Maut. "Golok Maut, kau terluka. Tapi itu salahmu. Nih, terima senjatamu kembali dan mari kita selesaikan urusan ini dengan cara ksatria!" Beng Tan melempar Golok Penghisap Darah pada pemiliknya, tadi sudah mengambil dan menyelamatkan senjata itu dengan kening berkerut-kerut. Dan ketika Golok Maut terkejut dan terbelalak padanya tiba-tiba Golok Maut yang menangis ini tersedu-sedu dan menutupi mukanya, menggeleng. "Beng Tan, aku memang laki-laki yang patut dibunuh. Kau bunuhlah aku, atau biarkan Wi Hong membunuhku!" "Hm, kau berlagak apalagi?" Beng Tan tertegun, baru kali ini melihat Golok Maut menangis! "Tak usah bersikap pura-pura, Golok Maut. Kau berdirilah dan terima golokmu!" "Tidak, aku tak mau bertanding. Aku, ah... lemas tubuhku...!" dan Golok Maut yang terhuyung bangkit berdiri tiba-tiba berjalan dan menjatuhkan diri di depan Wi Hong, berlutut. "Wi Hong...." suara itu menggigil, penuh rasa salah, juga bingung. "Aku... aku tak tahu bahwa selama ini hubungan kita telah membuahkan hasil. Tadi aku memang berniat membunuhmu. Tapi setelah kuketahui bahwa kau mengandung dan berbadan dua akibat perbuatanku harap kau maafkanlah kesalahanku. Aku tak ingin membunuhmu. Kalau kau ingin membalas dan merasa kusakiti terimalah Golok Penghisap Darah dan kau bunuhlah aku!" Wi Hong tertegun. Penyerahan dan sikap pasrah yang tidak dibuat-buat dari kekasihnya ini sungguh berbeda sekali dengan tadi, bagai bumi dan langit. Tapi teringat betapa dia benar-benar hampir dibunuh kekasihnya ini tiba-tiba kemarahan Wi Hong lenyap, hilang rasa kasihannya. "Kau ingin dibunuh" Kau minta dibunuh" Baik, aku memang ingin membunuhmu, Golok Maut. Kau laki-laki keparat yang telah membuat aku menderita selama hidup. Bersiaplah!" namun belum Wi Hong menyambar Golok Penghisap Darah, yang masih dipegang Beng Tan tiba-tiba Golok Maut berdiri memegang lengannya. "Tunggu... tunggu dulu!" seruan itu gemetar setengah merintih. "Jelaskan dulu pada Beng Tan dan sumoimu bahwa aku tak melakukan perkosaan, Wi Hong. Beritahukan mereka bahwa apa yang terjadi ini adalah akibat hubungan cinta kasih kita, bukan paksaan!" Wi Hong tertegun. "Kau tak keberatan, bukan?" "Hm," Beng Tan tiba-tiba melompat mendekati, melihat gadis baju merah itu terisak. "Apalagi ini, Golok Maut" Kau berkata bahwa yang kau lakukan itu adalah atas dasar suka sama suka?" "Benar," Golok Maut membalik, menghadapi pemuda itu. "Apa yang kau tuduhkan adalah tidak benar, Beng Tan. Aku memang pembunuh tapi bukan pemerkosa! Apa yang kulakukan bersama Wi Hong adalah atas dasar cinta kasih berdua, bukan paksaan. Dan karena aku akan mati maka ingin kuhapus dulu tuduhan itu dan kalian lihatlah bahwa aku bersih!" Wi Hong tiba-tiba menangis. Tak dapat disangkal bahwa apa yang dilakukannya bersama Si Golok Maut itu adalah atas dasar suka sama suka, bukan paksaan. Golok Maut tak memperkosanya dan kehamilannya adalah karena kesalahannya juga. Maka ketika Beng Tan bertanya begitu dan Golok Maut meminta pengakuannya tiba-tiba gadis ini mengguguk dan menutupi mukanya, dlsambar dan dicekal Swi Cu, yang terkejut dan tertegun! "Suci, benarkah apa yang dikata Golok Maut itu" Kau bukan hamil atas paksaannya" Kalian berdua melakukannya atas dasar suka sama suka?" "Beb.... benar...!" gadis ini mengguguk "Dia... dia memang tak memperkosaku, Swi Cu. Tapi dia... dia yang meninggalkan aku telah membuat aku sakit hati dan benci. Aku ingin membunuhnya!" "Nah," Golok Maut bersinar-sinar. "Kalian dengar bahwa aku tak melakukan perbuatan itu, Beng Tan. Aku memang pembunuh tapi bukan pemerkosa! Dan apa yang kalian tuduhkan tentang perbuatanku dengan Swi Cu juga tidak benar adanya, fitnah!" "Keparat!" Swi Cu membentak, melengking tinggi. "Aku melihat kau sendiri memasuki kamarku dan mau memperkosaku, Golok Maut. Aku tak memfitnah atau melepas tuduhan keji!" "Tapi aku tak melakukan itu...." "Tapi kau masuk ke kamarku!" "Hm, kapan" Mungkinkah dalam keadaan luka-luka dan letih begini aku melakukan hal itu" Ingat, kapan aku datang dan lihatlah keadaanku ini, Swi Cu. Aku tak pernah melakukan itu karena sejak meninggalkan istana aku langsung ke Lembah Iblis!" Swi Cu tertegun. Terbelalak dan melihat keadaan Golok Maut yang memang luka-luka dan letih diapun menjadi ragu. Golok Maut bicara sungguh-sungguh, juga berdasarkan bukti, yang dapat diterima. Dan terkejut serta bimbang dlguncang perasaan marah tiba-tiba gadis ini melengking dan berseru, "Golok Maut, kalau begitu apakah siluman yang datang menggangguku" Atau apakah kau menganggap aku melepas fitnahan keji yang tidak berdasar?" "Hm, fitnah jelaslah fitnah, Swi Cu. Tapi aku tidak mengatakan bahwa kau yang membuat fitnah ini. Kalau benar ada seseorang yang melakukan hal itu maka jelas bukan aku, orang lain! Dan kau salah mengalamatkan tuduhan!" "Tapi..." gadis ini gusar. "Ilmu golok yang kau lancarkan padaku adalah jelas Giam-to-hoat, Golok Maut. Di dunia ini tak ada orang lain yang dapat atau memiliki ilmu itu selain kau!" "Hm, kau beranggapan begitu" Terserah, aku sedang pusing dengan berbagai persoalanku sendiri tapi bersumpah atas nama nenek moyangku aku tak melakukan perbuatan itu. Pantang bagiku memperkosa, dan aku justeru benci kepada pemerkosa!" dan ketika Golok Maut berkeretuk mengerotkan giginya maka dari luar lembah tiba-tiba terlihat bayangan-bayangan orang disusul tawa bergelak. "Ha-ha, mau apalagi, Beng Tan" Golok Maut sudah ada di depan mata. Laksanakan perintah kaisar dan tangkap atau bunuh pemuda itu!" Mindra dan Sudra serta Mo-ko dan Ya-lucang muncul mendadak. Mereka itu tadi berada dibelakang karena sebagaimana diketahui orang-orang ini mengikuti Beng Tan, dari jauh. Mendapat perintah Coa-ongya agar mengepung dan mengurung Lembah Iblis. Mereka ditugaskan untuk mencegah larinya Golok Maut, kalau tokoh itu meninggalkan Beng Tan. Maka melihat betapa Beng Tan terlibat pembicaraan dan pertempuran atau pertandingan dahsyat belum juga terjadi maka empat orang itu muncul dan Mo-ko, si kakek hitam melontarkan seruannya. Beng Tan terkejut dan Golok Maut sendiri terperanjat, menoleh dan memandang kakek-kakek iblis itu. Dan ketika mereka bergerak dan tahu-tahu sudah meluncur dan berhenti mengepung mereka maka Golok Maut terbelalak tajam memandang Beng Tan. "Mereka ini kawan-kawanmu" Kau membawa bala bantuan?" Beng Tan berdetak. Tiba-tiba dia mendapat pandangan hina dari Golok Maut. Pemuda bercaping itu memandangnya mengejek dan juga rendah. Ada dugaan atau sangkaan yang tersirat disitu bahwa Beng Tan dianggap pengecut, membawa Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bantuan dan ingin mengeroyok! Dan ketika Beng Tan belum menjawab dan Mo-ko tertawa melengking tiba-tiba kakek yang penuh kebencian itu mendahului, mengejutkan Beng Tan. "Ya, kami datang untuk membantu anak muda ini, Golok Maut. Mencegah kau lari dan agar tertangkap!" "Ha-ha!" Mindra kali ini menyambung, melihat kemarahan Si Golok Maut. "Kami diutus Coa-ongya untuk menangkap dan membunuhmu, Golok Maut. Beng Tan telah membantu Coa-ongya dan beberapa waktu yang lalu menginap digedungnya!" "Benarkah?" Golok Maut membalik, tiba-tiba menghadapi pemuda baju putih itu. "Hm, tak kusangka kau sudah menjadi antek Coaongya, Beng Tan. Kalau begitu permusuhan kita semakin dalam dan tantanganmu kuterima. Baiklah, aku bicara sebentar dengan Wi Hong!" dan berapi-api menghadapi gadis itu Golok Maut berkepal tinju. "Wi Hong, maaf. Kematianku ditanganmu kutunda dulu. Aku tak akan lari darimu, percayalah. Beri kesempatan padaku dan kau mundurlah kuhadapi orangorang ini!" dan membalik menghadapi kembali lawannya itu Golok Maut menegakkan kepala, memaksa diri berdiri tak gemetar, meskipun kakinya kelihatan goyah. "Beng Tan, kau berikan Golok Penghisap Darah itu kalau kau jantan. Mari kita bertanding dan aku siap melayanimu sampai mati. Boleh keroyok dan aku tak akan undur setapak pun!" Beng Tan tergetar. Setelah pembicaraannya dengan Golok Maut dan dilihatnya betapa Si Golok Maut itu tetap merupakan laki-laki gagah yang cukup ksatria maka dia menjadi ragu dan tergetar juga, tak enak. Merasakan sesuatu yang mengganjal dan sesuatu itu membuat dia bimbang. Dia telah salah sangka dengan tuduhannya pertama, bahwa Wi Hong diperkosa Golok Maut. Dan bahwa Golok Maut telah menyangkal pula perbuatannya terhadap Swi Cu dan kenyataan atau alibi Golok Maut itu tampaknya kuat juga, karena tak mungkin orang yang sedang luka-luka dan letih memperkosa orang lain maka Beng Tan menjadi ragu dan Golok Penghisap Darah yang dicekalnya itu bergetar maju mundur, siap diberikan tapi juga tidak, berulang-ulang hingga pemuda ini dibentak lawan. Namun ketika Golok Maut bergerak dan maju melepas pukulan tiba-tiba golok itu dilempar pada Swi Cu dan Beng Tan menangkis. "Golok Maut, aku sekarang tak ingin membunuhmu. Biarlah senjatamu kusimpan pada Swi Cu dan kita bertanding tangan kosong... dukk!" dan dua lengan yang tergetar beradu sama kuat tiba-tiba membuat Golok Maut terhuyung dan Mo-ko terkekeh nyaring, bergerak menyerang Golok Maut dan Mindra serta yang lain-lain tiba-tiba juga maju bergerak. Mereka itu tertawa dan masing-masing melepas pukulan. Itu adalah saat yang baik karena Golok Maut sedang tergetar dan terhuyung oleh tangkisan Beng Tan, jadi mereka tentu saja melihat kesempatan emas dan lima orang itu tiba-tiba bergerak hampir berbareng. Dan ketika Mo-ko melepas Pek-see-kang atau Hek-see-kangnya dan kakek Yalucang menyemburkan api lewat mulutnya maka Mindra dan Sudra juga menghantam dengan Pukulan Bintang Api, Hwi-seng-ciang. "Plak-duk-dess!" Golok Maut mencelat. Lima pukulan itu mengenainya telak dan mengeluhlah tokoh bercaping itu. Tadi dia sedang terhuyung dan tentu saja ia tak dapat mengelak, menangkis saja susah dan lawan-lawannya yang licik telah melancarkan pukulan di saat dia tak terjaga. Maka begitu terlempar dan mencelat oleh lima buah pukulan yang dahsyat maka Golok Maut terbanting dan lima kakek itu tertawa bergelak menyerangnya lagi! "Bunuh dia! Pukul sampai roboh!" Swi Cu dan Wi Hong terkejut. Sebenarnya, melihat sikap Golok Maut yang begitu gagah dan ksatria hati dua orang ini terutama Wi Hong tergetar. Memang selama ini dia tahu bahwa Golok Maut bukanlah laki-laki pengecut. Kekejaman yang dilakukan pemuda itu adalah dikarenakan masa lalunya yang buruk, nasib yang kejam dan tampaknya mempermainkannya sekehendak hati. Wi Hong inilah satu-satunya orang yang tahu jelas siapa sesungguhnya Si Golok Maut itu, karena sebagai kekasih Golok Maut telah menceritakan masa suramnya yang lewat. Wi Hong inilah yang sebenarnya ragu dan terkejut ketika mendengar Golok Maut memerkosa, hal yang hampir diyakininya tak mungkin karena Golok Maut justeru akan beringas dan benci sekali kepada pemerkosa. Enci pemuda itu yang tewas setelah diperkosa menimbulkan semacam dendam di hati Golok Maut dan akan berlaku demikian kejam kalau ada pemerkosa. Maka begitu berita-berita itu didengar dari sumoinya, Swi Cu, menyatakan diganggu dan akan diperkosa Golok Maut diam-diam dihati gadis atau wanita baju merah ini timbul semacam rasa tidak percaya dan kaget, tak mau menerima begitu saja dan akhirnya Golok Maut dapat memberikan keyakinan-keyakinannya yang kuat. Orang yang sedang terluka dan letih tak mungkin dapat melakukan itu. Maka ketika Golok Maut dapat menyanggah dan diam-diam semacam perasaan lega membersit di hati wanita ini maka Wi Hong bersyukur karena hal itu sungguh tak dilakukan Golok Maut, meskipun Swi Cu masih menyangsikannya dan hal itu memang boleh-boleh saja. Dia sendiri pun masih akan menyelidiki tapi Wi Hong percaya penuh. Dia tahu siapa Golok Maut dan bagaimana wataknya pula. Tapi karena dia sendiri juga hampir dibunuh dan Golok Maut bersikap demikian kejam kepadanya maka Wi Hong menjadi benci dan sakit hati pula, menimbang-nimbang dan memikir apa yang kira-kira akan dilakukannya. Golok Maut telah berserah diri dan dia siap membunuh. Tapi begitu muncul orang-orang ini dan Golok Maut yang sedang terluka dan terpukul tiba-tiba terbanting dan mengeluh bergulingan dihantam lima orang kakek itu tiba-tiba Wi Hong menjadi terbakar dan marah pula! "Mo-ko, kalian licik. Berhenti dan mundur!" "Ha-ha, siapa kau" Ketua Hek-yan-pang" Ha-ha, kau bukan isteri Coa-ongya pangcu, tak berhak memerintah aku dan justeru kau majulah keroyok Si Golok Maut ini. Kau akan mendapat imbalan dan salah-salah memikat hati Coa-ongya untuk diambil isteri!" "Tutup mulutmu!" Wi Hong semakin terbakar. "Kau busuk dan bermulut kotor, Mo-ko. Kalau begitu terimalah ini dan aku akan menghajarmu!" "Heii...!" Mo-ko berteriak, melihat Wi Hong berkelebat. "Kau menyerang aku, bocah" Keparat, aku tak takut... duk!" dan dua lengan yang beradu di udara tiba-tiba membuat Wi Hong terpental, kaget bergulingan melempar tubuh karena dirinya kalah kuat. Mo-ko memang lihai dan ia pun baru saja bertempur menguras tenaga melawan kekasihnya. Dan ketika gadis itu bergulingan mengeluh mendekap perut dan Mo-ko terbahak-bahak tiba-tiba iblis bermuka hitam itu melepas jarumjarum halus untuk mernyerang ketua Hek-yan-pang itu. "Cet-cet-cet!" Swi Cu berteriak marah. Melihat sucinya diserang senjata gelap disaat bergulingan tentu saja gadis baju hitam ini gusar. Dia tak dapat menerima itu dan berteriaklah gadis ini menolong sucinya. Jarum-jarum itu ditangkis jarum-jarumnya pula, tangting-tang-ting dan semuanya runtuh ke tanah. Dan ketika sucinya melompat bangun dan memaki kakek itu maka Wi Hong menerjang dan menyerang lagi, ditangkis dan terpental dan kembali gadis ini jungkir balik. Wi Hong lemah tenaganya dan hanya berkat kemarahannya itu sajalah yang membuat wanita ini seolah bangkit, bertenaga. Tapi begitu lawan tertawa-tawa dan sebentar kemudian sudah mendesak dan mencecarnya maka Swi Cu tak dapat menahan diri dan bergeraklah gadis ini menerjang Mo-ko, teman sendiri! "Hek-mo-ko, kau siluman jahanam!" Hek-mo-ko terkejut. Sebenarnya dia tak bermaksud membunuh Wi Hong kecuali merobohkan dan menundukkannya saja, sekedar memberi pelajaran. Maka begitu Swi Cu menyerang dan gadis ini adalah kekasih Beng Tan, pemuda yang amat lihai itu maka kakek ini tentu saja kaget dan cepat menangkis ketika sinar putih menyambar dari atas. "Plakk!" Swi Cu terpental berjungkir balik. Dia telah mencabut pedangnya dan dengan senjata itu ia menyerang lawan, membalik dan menyerang lagi bertubi-tubi. Cepat dan ganas ia sudah mencecar kakek ini. Dan karena Swi Cu masih segar dan tentu saja bersemangat maka gadis itu mainkan ilmu pedangnya dengan hebat sementara pukulan-pukulan Awan Merahnya menyambar, dilepas dengan tangan kiri dan Mo-ko tentu saja sibuk. Iblis muka hitam ini bingung karena Swi Cu bukanlah gadis biasa. Disamping wakil ketua sebuah perkumpulan yang cukup ternama juga gadis itu adalah kekasih Beng Tan, pemuda lihai yang jelas bukan tandingannya! Maka ketika kakek ini tak berani keras-keras menghadapi gadis baju hitam itu sementara lawannya demikian sungguh-sungguh dan beringas maka Mo-ko akhirnya terdesak dan dua kali ujung pedang mengenai pelipisnya! "Cret-cret!" Kakek itu memaki gusar. Dia menampar dan mengebutkan ujung bajunya, menolak pedang namun sudah diserang lagi. Dan ketika Wi Hong juga bangkit berdiri dan menyerang dari kanan maka kakek ini berkaok-kaok dan sebentar kemudian sudah menerima pukulan atau tusukan-tusukan pedang. "Hei-heii..! Kalian gila" Kalian tidak waras" Berhenti, nona. Atau aku marah dan akan bersikap kejam terhadap kalian!" "Kejamlah! Bersikaplah! Siapa takut dan akan mundur" Roboh dan pergilah, Mo-ko, atau aku yang akan menjadi pembunuhmu.. bret-crat!" tusukan di pipi membuat iblis ini murka bukan main, merunduk dan tiba-tiba tangannya bergerak dari bawah. Ia menangkap dan mencengkeram perut Swi Cu. Tapi ketika Wi Hong bergerak dan membabat kakek itu maka pedang yang gemetar menetak perlahan. "Takk!" Mo-ko melindungi tangannya. Dia sudah mengerahkan sinkang dan menolak pedang. Wi Hong dalam keadaan lemah dan karena itu tenaganya pun tak usah dikhawatiri. Namun karena gangguan itu datang juga dan Swi Cu menendang maka cengkeramannya bertemu dengan ujung kaki gadis itu. "Bret!" Swi Cu berteriak. Kakinya tersambar dan dia menarik, celaka sekali sepatunya copot dan pincanglah dia dengan sebelah kaki telanjang. Namun ketika lawan tertawa menyeringai dan menubruknya lagi maka dua orang ini sudah bertanding sementara Wi Hong sekali dua terhuyung membantu sumoinya. "Bunuh kakek ini, Swi Cu. Tusuk dan robohkan dia!" "Ya, dan kita habisi nyawanya, suci. Atau kita berdua mampus bersama... singbret!" Mo-ko kewalahan, betapapun kurang sungguh-sungguh dan pedang kembali mengenai bahunya, dikeroyok dan sekarang dia tak dapat tertawa atau menyeringai lagi karena dua orang wanita itu menyerangnya sungguh-sungguh. Dan karena kakek ini masih segan dan takut kepada Beng Tan akibatnya dia mulai terdesak dan mundur-mundur, mencabut tongkat namun senjata itu kurang berguna saja. Jarum rahasia yang ada di ujung tongkat tak berani dikeluarkan. Kakek ini takut karena jarumnya itu adalah jarum beracun, amat ampuh dan dapat membunuh lawan. Dan karena pertandingan berjalan pincang dan kakek ini tentu saja terdesak dan terdesak maka Pek-mo-ko, si iblis putih menjadi geram, marah melihat keadaan adiknya itu. "Sute, biar kubantu kau!" kakek putih menyambar meninggalkan Golok Maut, berkelebat dan membantu adiknya dan terkejutlah Swi Cu serta Wi Hong. Sebenarnya menghadapi Hek-mo-ko seorang mereka haruslah bekerja keras. Maka begitu si iblis putih meloncat membantu adiknya maka Swi Cu terpental ketika dengan keras tongkat di tangan kakek itu menangkis pedangnya. "Tranggg!" Gadis ini mengeluh. Sekarang dia terhuyung dan sucinya disana tinggal menghadapi sendirian Hek-mo-ko, si Iblis hitam. Dan ketika Pek-mo-ko sudah menyerangnya bertubi-tubi dan sucinya yang lemah itu menghadapi Hek-mo-ko yang tertawa-tawa maka keadaan berbalik dan merekalah yang kini terdesak! "Keparat!" Swi Cu melengking-lengking "Kau jahanam terkutuk, Pek-mo-ko. Biar kubunuh kau atau aku yang terbunuh!" "Ha-ha!" Pek-mo-ko menyeringai. "Aku tak bermaksud membunuhmu, nona. Hanya mencegahmu berbuat curang dan tidak mendesak adikku!" "Tapi kau juga curang, mengeroyok Golok Maut!" "Hm!" kakek ini terkejut, merah mukanya. "Itu lain bocah. Golok Maut adalah musuh semua orang dan kita patut membunuhnya!" "Curang, pengecut!" dan Swi Cu yang marah membentak lagi lalu melengkinglengking dan menghadapi kakek ini, sayang kalah tinggi dan Pek-mo-ko pun dengan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tenang menahan semua serangan-serangannya. Dan karena iblis putih itu memang orang yang amat lihai dan Swi Cu masih di bawah kelas maka gadis ini terdesak dan satu pukulan tongkat akhirnya menghajar pundaknya. "Dess!" Swi Cu pucat. Didesak dan digiring mengikuti lawan akhirnya dia terdikte, mengelak namun sebuah hantaman kembali mengenai tubuhnya. Dan ketika gadis ini terhuyung-huyung sementara Wi Hong disana juga jatuh bangun menghadapi Hek mo-ko akhirnya Beng Tan, yang sejak tadi terbelalak dan marah melihat semuanya tiba-tiba berkelebat, persis bersamaan dengan Si Golok Maut yang juga berkelebat dan membentak Hek-mo-ko, yang sudah merobohkan Wi Hong. "Mo-ko, kau iblis jahanam!" Si putih dan si hitam terkejut. Mereka melihat berkelebatnya bayangan dua pemuda itu, satu dari kiri sedang yang lain dari kanan. Dan karena mereka sebenarnya memang sudah gentar dan tentu saja menangkis jerih maka keduanya terlempar ketika dua pukulan atau tamparan Golok Maut dan Beng Tan mengenai pelipis mereka. "Des-dess!" Mo-ko kakak beradik terpelanting. Pukulan Beng Tan tidak terlalu keras namun cukup juga membuat Pek-mo-ko terguling-guling. Dan karena Golok Maut justeru bersikap sebaliknya karena tokoh bercaping yang sedang marah ini tak dapat menahan dirinya maka Kimkong-cian (Pukulan Sinar Emas) menghantam telak punggang Hek-mo-ko, yang mencelat dan terlempar dan tentu saja iblis hitam itu berkaok-kaok. Dia bergulingan menjauhkan diri dan Golok Maut sudah menolong Wi Hong. Gadis atau ketua Hek-yan-pang itu diangkat dan disandarkan kebahunya. Dan ketika Wi Hong tersedu-sedu dan gemetar di pelukan Golok Maut maka pemuda itu berbisik, juga gemetar, "Wi Hong, kau istirahatlah disana. Jaga kandunganmu, jaga anak kita. Biarlah kau mundur dan kuhadapi orang-orang ini!" "Ooh..!" Wi Hong menangis mengguguk "Kau... kau keparat jahanam, Golok Maut. Kau kubenci dan akupun ingin membunuhmu!" "Tenanglah, boleh kau lakukan itu," Golok Maut menyeringai pedih. "Aku tak akan lari, Wi Hong. Aku bersumpah ingin mati kalau kau kehendaki. Sudahlah, kau disini dan kuhadapi orang-orang itu..... plak!" dan Golok Maut yang diteriaki dan mendengar seruan kaget Wi Hong tiba-tiba membalik dan sudah menangkis sambaran nenggala, serangan licik yang dilakukan Mindra dan kakek India itu terkejut memekik perlahan, tadi membokong dan melihat kesempatan baik. Tak tahunya Golok Maut mendengar dan pemuda itu sudah menangkis, mengerahkan sinkangnya. Dan ketika Mindra terpental dan otomatis gagal maka Golok Maut berdiri dan menggeram pada kakek curang itu. "Mindra, kau kakek jahanam. Kubunuh kau!" Dan Golok Maut yang berkelebat serta mendorong Wi Hong lalu bergerak dan mengejar musuhnya ini, tadi dikeroyok empat namun dia mampu bertahan. Beng Tan memang tidak menyerangnya lagi setelah orang-orang itu maju, pertama karena marah dan kedua karena dia memang tidak suka keroyokan. Akibatnya dibiarkannyalah orang-orang itu menyerang dan Golok Maut ternyata dapat melayani, meskipun terhuyung dan menderita luka. Dan ketika Pek-mo-ko maupun Hek-mo-ko akhirnya keluar karena menghadapi Swi Cu dan Wi Hong maka tiga orang itu tak kuat juga dan akhirnya terdesak namun sayang Golok Maut harus menolong kekasihnya, melihat Wi Hong dirobohkan Hek-mo-ko dan kini Mindra membokong dari belakang, ditangkis dan tak tahunya kakek itu gagal juga. Dan ketika Golok Maut sudah berdiri lagi dan menyerang kakek itu maka Sudra berusaha membantu namun tak tahan juga. "Hei, anak muda!" serunya pada Beng Tan. "Kenapa kau mendelong saja dan tidak membantu kami" Hayo maju, Golok Maut adalah bagianmu!" "Kalian curang!" Beng Tan membentak. "Kalau merasa gagah dan ingin merobohkan lawan janganlah mengeroyok, Mindra. Golok Maut memang bagianku tapi kalian mundur kalau tak ingin celaka!" "Keparat, kami membantumu! Kenapa malah membiarkan dan berdiam diri" Hei .... maju, bocah. Atau kau kulaporkan pada Coaongya... plak-dess!" Sudra mencelat, kali ini mendapat bagiannya dan Kim-kongciang tak dapat dielak lagi. Dia menangkis tapi kalah cepat, pukulan itu mengenai tengkuknya dan terlemparlah kakek ini. Dan ketika Golok Maut mengejar namun Mindra membantu maka nenggala menusuk dan Golok Maut terpaksa menangkis. "Plak!" Dua-duanya terhuyung. Golok Maut tergetar namun tidak terpental seperti lawannya, diserang dan kini dikeroyok lagi karena Pek-mo-ko maupun Hek-mo-ko sudah maju mengerubut. Yalucang kakek yang tinggi besar itu juga menyemburnyemburkan apinya namun semua dapat ditiup padam oleh Golok Maut, tokoh bercaping yang ternyata masih lihai itu, meskipun terluka, letih. Dan ketika pertandingan kembali terjadi dan keroyokan lima orang itu tak dapat mendesak Golok Maut maka Swi Cu menggigil di pelukan kekasihnya, karena Beng Tan juga sudah menolongnya dari serangan Pek-mo-ko tadi. "Golok ini sebaiknya diberikan pada pemiliknya. Biar kakek-kakek itu mampus dibunuh!" "Tidak, jangan..." Beng Tan mencegah, "Betapapun mereka adalah pembantu Coaongya, Swi Cu. Dan aku secara tak langsung juga membantu pangeran itu. Biarkan mereka bertanding dan biar lima kakek itu tahu rasa!" "Tapi mereka curang, pengecut!" "Sudah menjadi wataknya," Beng Tan berkata, mengerutkan kening. "Mereka lancang mengambil urusanku, Swi Cu. Biarlah mereka berbuat licik karena Golok Maut masih bisa bertahan!" Swi Cu tertegun. Akhirnya dia melihat bahwa Golok Maut memang dapat mengelak dari semua seranganserangan berbahaya, meskipun tanpa senjata. Mampu menolak pukulan-pukulan berat atau juga seranganserangan yang mengarah jiwa. Golok Maut itu ternyata benar-benar hebat meskipun sudah letih, tanda betapa luar biasanya pemuda bercaping ini dan tentu saja Swi Cu kagum. Memang Golok Maut hebat, dikeroyok berlima masih juga ia mampu menghalau dan membalas pukulanpukulan lawan. Dan ketika Mo-ko maupun yang lain berkali-kali terdorong atau terhuyung oleh tangkisan pemuda ini maka Sudra meledakkan cambuknya dan menjadi marah. "Mo-ko, kalian serang dari samping. Biar aku dari belakang.... tar-tar!" kakek itu berseru, licik menyerang Golok Maut dan pemuda ini mengelak. Cambuk yang menyambar dari belakang menotok atau menghantam tengkuknya, menuju jalan darah kematian dan tentu saja pemuda ini menghindar. Namun ketika dia bergerak ke kanan dan Mo-ko kakak beradik menghantamkan tongkat mereka tiba-tiba Mindra dan Yalucang bergerak dari depan dengan nenggala dan pukulan Hwee-kangnya. "Des-dess!" Dua kakek di depan terpental. Mindra dan Yalucang berteriak keras karena semburan api dan tusukan nenggalanya ditangkis Golok Maut, begitu kuat dan penuh geraman hingga nenggala patah. Namun ketika dua kakek itu terpental dan Mo-ko kakak beradik juga mengeluh dipukul mundur mendadak dua Iblis hitam dan putih itu memencet tongkat mereka, meluncurkan jarum-jarum halusnya dan jarum-jarum beracun ini menyambar Golok Maut. Pemuda itu sedang tergetar dan baru saja menghadapi serangan bertubi-tubi. Depan dan belakang serta kiri kanan hampir tak ada yang kosong. Lawan semua menyerang tapi mereka semua dapat dipukul mundur. Tapi begitu Mo-ko dengan licik menyerang dengan jarum-jarum rahasianya dan tongkat dipencet maka Golok Maut tak dapat menghindar dan dua dari delapan jarum beracun menancap di pundaknya. "Cep-cep!" Golok Maut mengeluh. Dia terkejut oleh kecurangan dua orang itu, kekebalannya tertembus karena baru saja sinkangnya dikerahkan buat menangkis pukulan bertubitubi itu. Dan ketika dia terbelalak dan terhuyung mundur tiba-tiba Pek-mo-ko terkekeh melihat raut muka lawan yang pucat. "Heh-heh, dia terkena, kawan-kawan. Jarum rahasiaku mengenai tubuhnya!" "Benar!" Hek-mo-ko, sang adik, berteriak. "Dia kena, suheng. Dan sebentar lagi tubuhnya akan kebiru-biruan, ha-ha!" Swi Cu dan Wi Hong terkejut. Mereka melihat bahwa benar saja tak lama kemudian tubuh pemuda itu sudah kebiru-biruan. Racun dengan cepat mengalir dan tak dapat dicegah lagi. Seharusnya dalam keadaan begitu Golok Maut berhenti dan duduk bersila, menahan dan mengerahkan sinkangnya agar racun tidak menjalar naik. Tapi karena Mo-ko maupun yang lain-lain tentu saja tak akan membiarkan ini dan Sudra serta Mindra terkekeh menyeramkan tiba-tiba mereka menubruk kembali diiring lengkingan dan bentakan tinggi. "Benar, hayo serang dia. Jangan biarkan racun ditahan olehnya!" dan ketika dua kakek itu menubruk dan tertawa menyerang lagi maka Mo-ko kakak beradik juga berkelebat dan tongkat dipencet dua tiga kali, menghamburkan jarum-jarum rahasia dan Golok Maut terkejut sekali. Kakek tinggi besar Yalucang juga menggeram dan menyemburkan apinya. Dan ketika dia mengelak namun tak semua pukulan dapat dihindarkan maka tubuhnya terpental dan terbanting keras ketika pengerahan sinkangnya tak dapat dikonsentrasikan lagi. "Dess!" Golok Maut terguling-guling. Untuk pertama kalinya dia merasa panas dingin dan kaget. Dia harus mencegah racun dengan pengerahan sinkangnya namun juga sekaligus menahan serangan-serangan lawan dengan tenaga saktinya itu. Tak ayal dia menjadi gugup dan pecahlah konsentrasinya untuk menghadapi kecurangan-kecurangan lawan. Dan ketika disana Mo-ko terkekeh-kekeh dan menyerang lagi bersama teman-temannya maka Golok Maut terdesak dan kali ini dialah yang jatuh bangun. "Ha-ha, lihat, teman-teman. Sebentar lagi dia roboh!" "Ya, dan kita bawa kepalanya ke pangeran! Ha-ha, menyerahlah, Golok Maut. Sekarang kau mati.... des-dess!" Golok Maut terlempar lagi, jatuh terguling-guling dan mendesaklah lawan dengan tak kenal ampun lagi. Mo-ko melepaskan semua jarum-jarumnya namun dua itu saja yang berhasil, yang lain dipukul runtuh dan habislah persediaan jarum di ujung tongkat. Dan ketika Golok Maut menerima pukulanpukulan lawan dan racun di tubuh semakin bergerak naik maka tubuh yang kebiruan itu sudah mulai berwarna hitam. "Curang!" Wi Hong membentak. "Kalian curang, Mo-ko. Ah, kalian pengecut-pengecut busuk!" dan Wi Hong yang maju membentak marah tibatiba melengking dan tidak memperdulikan dirinya sendiri, menyambar pedang dan sudah menusuk dengan senjatanya yang bengkok itu. Tanpa perduli dan menghiraukan apa-apa lagi mendadak wanita ini sudah membantu Golok Maut, menusuk dan menikam Pek-mo-ko. Dan ketika Pek-mo-ko tentu saja kaget namun tertawa aneh tiba-tiba tusukan Wi Hong ditangkis dan tongkatnya mementalkan senjata wanita itu. "Pergi kau... trak!" Wi Hong terjengkang. Memang dia sudah tak dapat bertanding karena kehabisan tenaga, selayaknya beristirahat dan wanita inipun sedang dalam keadaan hamil muda. Tapi karena Golok Maut dicurangi seperti itu dan tiba-tiba kemarahannya bangkit dan cintanya timbul tiba-tiba gadis atau wanita ini sudah nekat menyerang lagi, membentak dan maju membela Golok Maut dan tertegunlah Golok Maut itu. Wi Hong sungguh-sungguh membantunya dan gadis itupun menangis. Golok Maut terharu dan tiba-tiba pandangannya pun menjadi hidup. Mata pemuda ini bersinar-sinar dan berserulah Golok Maut agar kekasihnya itu mundur. Tapi ketika Wi Hong, malah nekat dan melengking menusuk lawannya maka ketua Hek-yan-pang itu berseru biarlah dia mati bersama. "Aku tak akan membiarkanmu dibunuh. Aku tak dapat melihat kecurangan ini. Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Biarlah kita mati bersama atau semua jahanam-jahanam ini kita basmi!" "Tapi, ah... kandunganmu, anak kita, ah, tidak. Jangan, Wi Hong. Jangan kau bantu aku dan menjauhlah kesana. Kau kehabisan tenaga, kau letih. Biarkan aku sendiri karena aku dapat menghadapi musuh-musuhku ini!" dan Golok Maut yang melengking panjang melemparkan tangannya . ke kiri kanan tiba-tiba mendorong empat orang lawannya. Lalu begitu berkelebat dan melihat Wi Hong terjengkang tiba-tiba Golok Maut menghantam Pek-mo-ko. Iblis muka putih ini tidak menyangka bahwa Golok Maut masih bisa bertanding sehebat itu. Maka ketika empat temannya terhuyung dan Golok Maut menampar tiba-tiba kakek ini menjerit dan terlempar ke kiri. Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun dan kaget berseru keras tibatiba Golok Maut berkelebat kearah Swi Cu. Lalu begitu tangannya bergerak dan menotok pergelangan tiba-tiba Golok Penghisap Darah, golok yang masih dipegang gadis itu sudah dirampas! "Mo-ko, sekarang aku akan membunuhmu!" Semua kaget. Golok Maut tiba-tiba berubah seperti harimau haus darah. Gerakannya yang cepat dan diluar dugaan sungguh mengejutkan siapa pun. Swi Cu sendiri sampai tertegun ketika golok di tangannya terampas. Namun karena dia memang bermaksud menyerahkan golok itu dan diapun melihat kecurangan Mo-ko dan kawankawannya ini maka gadis itu terbelalak melihat Golok Maut berkelebat tiga kali. Pemuda itu membentak ke arah si putih, Pek-mo-ko baru saja melompat bangun dan saat itulah cahaya menyilaukan berkeredep. Dan karena kakek ini sedang terhuyung sementara golok sudah menyambar luar biasa cepat maka kakek ini tak dapat mengelak kecuali menggerakkan tongkatnya, menangkis tapi tentu saja putus. Golok terus menyambar ke depan seperti kilat yang amat mengejutkan. Dan ketika kakek itu terbang semangatnya dan berteriak mengerikan maka tangannya dipakai untuk menangkis namun tentu saja terbabat. Dan persis kakek itu menjerit maka tangannya kutung sementara dengan cepat dan tepat golok di tangan Si Golok Maut membelah dadanya. "Oak!" Satu jeritan tertahan menyusul robohnya tubuh si kakek iblis. Pek-mo-ko mandi darah dan tubuhnya menjadi dua, putus secara mengerikan. Dadanya itu terpotong dan berteriaklah Hek-mo-ko melihat saudaranya tewas. Dan ketika yang lain-lain tertegun dan terkejut melihat itu maka Golok Maut sudah menggeram dan membalik menyerang mereka. "Sekarang kalian. Bersiaplah kuhabisi!" Semuanya gentar. Sekarang Golok Maut mengamuk dan golok di tangannya itu menyambar-nyambar bagai naga murka. Mindra dan teman-temannya pucat dan mundurlah mereka mengelak sambaran itu. Dan karena nenggala sudah putus sementara cambuk tak mungkin dipakai menghadapi Golok Penghisap Darah akhirnya Sudra maupun Mindra membalik memutar tubuhnya, lari! "Bocah, bantu kami. Atau kau kulaporkan Coa-ongya!" Beng Tan membelalakkan mata. Dia ngeri melihat sepak terjang Si Golok Maut yang demikian haus darah. Dia tak setuju orang-orang itu melakukan pengeroyokan namun tentu saja dia juga tidak bermaksud untuk membiarkan teman-temannya dibunuh. Maka ketika dua kakek India itu melarikan diri dan Yalucang serta Hek-mo-ko tentu saja tak kuat menghadapi sendirian maka dua orang itupun melarikan diri dan memutar tubuhnya, takut menghadapi Si Golok Maut! "Beng Tan, bantu kami. Keparat kau!" Beng Tan sekarang bergerak. Mo-ko dan kawan-kawan akhirnya melarikan diri. Mereka terang gentar dan kapoklah orang-orang itu meneriaki Beng Tan. Dan ketika Golok Maut menggeram dan mengejar mereka, terhuyung dan mendelik memutar-mutar goloknya tiba-tiba pemuda ini berkelebat menahan. "Golok Maut, berhenti. Akulah lawanmu!" Golok Maut beringas. Melihat Beng Tan maju dengan bentakannya tiba-tiba tanpa banyak cakap ia menyerang lawannya ini. Golok bergerak namun Beng Tan mengelak, diserang lagi dan berkelebatanlah pemuda itu melayani lawannya. Namun karena Golok Maut sudah gemetar sementara racun di tubuh juga mengalir semakin cepat akhirnya ketika Beng Tan mengetuk tiba-tiba Golok Maut roboh dan mengeluh pingsan. "Bluk!" Golok Maut memang tidak mungkin menyerang terus. Dia sudah terlalu lama bertahan dan tubuhnya yang kehitaman itu membutuhkan pertolongan cepat. Hanya kemarahan dan kebenciannya yang amat besar sajalah yang mampu membuat dia bertahan selama itu. Maka ketika Beng Tan bergerak dan memang hanya pemuda lnilah yang dapat menghadapinya maka begitu diserang dan diketuk pergelangannya terlepaslah golok di tangan Si Golok Maut itu, Golok Maut sendiri terguling dan sudah roboh pingsan. Mo-ko dan lain-lain sudah lenyap melarikan diri dan tinggallah disitu Beng Tan menyelesaikan tugasnya. Dan ketika pemuda ini berkerut-kerut kening melihat lawan roboh maka Beng Tan menyambar dan sudah menangkap tawanannya itu. "Lepaskan dia!" tapi bayangan merah tiba-tiba membentak. "Kau tak boleh membawanya pergi, Beng Tan. Serahkan padaku dan jangan kau ganggu dia!" Beng Tan terkejut. "Kau mau apa?" "Dia... dia ayah dari calon anakku. Aku akan membawanya pergi, menyelamatkannya!" "Tapi.." Beng Tan tertegun. "Aku mendapat perintah kaisar untuk menangkap dan membawanya ke kota raja, Wi Hong. Tak mungkin aku menyerahkannya padamu!" "Hm!" Wi Hong tegak, berapi-api. "Dengan caramu yang demikian rendah" Menangkap dan menawan seseorang yang sudah tidak berdaya?" "Aku akan mengobatinya, Wi Hong. Dan lihat ini!" Beng Tan memberikan sebutir pil, langsung dimasukkan ke mulut Si Golok Maut tapi Wi Hong tetap menggeleng. Gadis atau wanita itu berkata bahwa Golok Maut harus diserahkan padanya, tak boleh dibawa pergi. Dan ketika Beng Tan terbelalak dan menjadi marah maka wanita ini menutup, "Kau tidak mendapatkannya secara ksatria. Kau merobohkan Golok Maut karena sebelumnya dia sudah terluka. Nah, apakah ini jantan, Beng Tan" Apakah ini tidak membuatmu malu dan kehilangan harga diri" Kalau kau begitu maka aku siap mati disini, membela suamiku!" Beng Tan kaget. Sekarang Wi Hong menangis dengan air mata bercucuran dan gadis atau ketua Hek-yan-pang itu menyebut Golok Maut sebagai suaminya. Bukan main, satu pernyataan yang berani dan tidak malu-malu. Hal yang dilakukan gadis itu karena kepepet, terdesak! Dan ketika Beng Tan tersentak dan bingung disana maka Swi Cu berkelebat dan menangis menyambar sucinya itu pula. "Suci, kau benar. Tapi, ah... pemuda ini juga berbahaya dan sekaranglah saatnya yang paling baik bagi Beng Tan untuk menangkap dan membawanya ke kota raja. Mereka berdua setanding. Kalau Golok Maut sehat dan sama-sama bertempur maka keduanya akan menjadi korban dan sama-sama celaka. Sebaiknya biarkan dia dan Golok Maut paling-paling akan diadili di istana, seperti kata Coa-ongya!" "Hm, tidak!" Wi Hong membalik, mendorong sumoinya. "Aku tak mempercayai Coa-ongya, Swi Cu. Dan aku tak percaya orang-orang istana. Dia tetap milikku dan kalian pergi!" "Tapi..." Swi Cu tersedu. "Aku takut kalau keduanya bertanding lagi, suci. Aku ngeri! Mereka itu sama-sama kuat dan setanding!" "Aku tak perduli. Dan Beng Tan kutantang untuk mendapatkannya secara gagah! Kalau dia ingin menangkap dan membawa Golok Maut lebih baik bunuh aku dulu, atau dia pergi dan serahkan pemuda itu padaku!" "Suci," Swi Cu gemetar, memandang sucinya, "Bukankah kau membenci pemuda ini" Bukankah dia..." "Tidak, aku mencintainya, Swi Cu. Aku tak pernah diperkosanya dan apa yang terjadi adalah atas kemauanku juga. Aku sudah mengikat diriku, dan dia ayah dari calon anakku nanti. Kalian pergi atau....aku akan mati disini membela suamiku!" Swi Cu mengguguk. Akhirnya dia menubruk dan memeluk Beng Tan, menutupi mukanya. Sucinya sudah berkata seperti itu dan tak mungkin dia mencegah. Dan karena dia tahu watak sucinya ini dan kekerasan sucinya memang tak perlu diragukan lagi maka Swi Cu menangis dan berkata pada kekasihnya, agar Golok Maut dilepaskan. "Berikan dia... berikan dia. Biarlah lain kali kita datang lagi dan laksanakan tugasmu secara ksatria, kalau Golok Maut sudah sembuh!" Beng Tan tertegun. Sebenarnya kata-kata Wi Hong tadi membuat mukanya menjadi merah juga. Memang, kalau dipikir, adalah kurang jantan menangkap lawannya itu setelah Golok Maut terluka dan habis tenaganya. Lawannya itu tidak sehat dan seolah dia tinggal menangkap saja. Tindakan kurang ksatria. Tapi karena Beng Tan tidak takut dan sebenarnya bukan maksudnya untuk menangkap Golok Maut begitu mudah akhirnya dia mengangguk dan mengepal tinju. "Baiklah," katanya. "Aku bukan laki-laki pengecut, Wi Hong. Kalau kau menghendaki begitu kuterima permintaanmu. Nih, aku masih mempunyai obat lagi dan biarkan dia sembuh!" Wi Hong bersinar matanya. Kalau Beng Tan berkata seperti itu maka sungguh bukan main girangnya sang hati. Tapi karena dia tak mau menunjukkan kegirangannya itu dan bersikap dingin maka dia pura-pura mengangguk dan berkata, "Baik, terima kasih, Beng Tan. Dan aku juga akan menyuruh Golok Maut datang menemuimu. Ambil obatmu kembali, dia urusanku!" Tapi Beng Tan melemparkan obat itu. Dia menggeleng dan tetap ingin menolong Golok Maut, atau, sebenarnya, menolong Wi Hong, karena dia tak ingin membuat wanita atau gadis itu repot. Dan begitu dia menyendal dan menarik lengan kekasihnya maka Beng Tan berkelebat dan pergi meninggalkan Lembah Iblis. "Wi Hong, sampaikan padanya bahwa hidup atau mati aku pasti akan menangkapnya lagi. Jangan biarkan dia bersembunyi!" Wi Hong sudah terlalu girang. Dia gembira bahwa lawan-lawan berat telah pergi. Sekarang dia tahu keadaan kekasihnya ini dan aneh tapi nyata Wi Hong tak lagi membenci pemuda itu. Golok Maut secara ksatria dan jantan menghadapi semua keadaan dengan gagah. Watak itu betul-betul mengagumkan dan timbullah cinta di hati wanita ini. Dan karena Golok Maut tak membunuhnya dan dia juga tak jadi membenci orang yang masih dicintanya ini maka Wi Hong membungkuk dan menyambar pemuda itu. Dan begitu bergerak dan mengayunkan kakinya tiba-tiba ketua Hekyan-pang ini telah berkelebat ke puncak tebing. "Apa" Beng Tan melepaskan Golok Maut" Dia tak menangkap dan membawa pemuda itu?" "Maaf," Mindra memberi hormat. "Begitulah yang kami lihat, ong-ya. Dan Mo-ko serta Yalu menjadi saksi!" begitu empat orang ini menghadap dengan muka terengah, melapor dan Coa-ongya, pangeran yang amat berkepentingan itu melotot. Pangeran ini merah mukanya dan tentu saja dia marah. Dan ketika semua mengangguk dan menyatakan Golok Maut dibiarkan Beng Tan maka pangeran ini gusar meminta pemuda itu dipanggil menghadap. "Aku disini," Beng Tan tahu-tahu muncul, seperti iblis. "Apa yang dikata mereka benar, ong-ya, Tapi kesalahan juga justeru gara-gara mereka. Mereka inilah yang membuat gagal. Dan karena mereka bersalah sebaiknya dihukum!" Coa-ongya terkejut, berkerot giginya. "Beng Tan, apa arti kata-katamu ini" Bagaimana mereka bisa bersalah" Bukankah kau yang melepaskan Golok Maut padahal dia sudah terluka dan tinggal menangkap" Dan kau sudah merobohkannya pula, tapi kau melepaskan jahanam itu. Keparat!" "Hm!" Beng Tan mengedikkan kepala, tidak gentar. "Jangan marah-marah dulu, ong-ya. Apa yang paduka ketahui belumlah lengkap. Sebaiknya paduka dengar dulu ceritanya dan ketahuilah kenapa Golok Maut terpaksa kulepaskan lagi, meski-pun sudah roboh!" Beng Tan lalu menceritakan jalannya peristiwa, betapa mula-mula dia sudah berhadapan dengan musuhnya itu tapi tibatiba kelima kakek ini datang mengacau. Mereka mengeroyok dan lancang mendahuluinya. Dan karena mereka melanggar peraturan dan mengambil alih pekerjaan maka Beng Tan membiarkan mereka. "Tanpa bertanya atau meminta persetujuanku tiba-tiba mereka mengeroyok, mengira Golok Maut sudah tak kuat lagi. Siapa salah kalau Golok Maut mengamuk" Kakekkakek inilah yang tak tahu diri, ong-ya. Dan mereka pengecut! Aku memang membiarkan mereka karena siapa tahu kalau mereka berhasil menangkap dan membunuh Golok Maut maka mereka inilah yang mendapat pahala!" Mindra dan keempat kawannya merah padam. Mereka Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo disemprot dan dikatai habis-habisan. Beng Tan menyesali namun sekaligus juga mengejek perbuatan mereka, yang dianggap pengecut. Dan karena mereka memang mengira Golok Maut sudah tak bertaring lagi dan mengira gampang merobohkan maka Beng Tan tak salah kalau membiarkan mereka berhadapan langsung. "Nah, paduka tanyakan pada mereka ini apakah betul atau tidak!" "Hm, betulkah, Mo-ko?" Coa-ongya beralih. "Kalian lancang mendahului dan tidak menunggu diluar lembah?" "Maaf, kami tak sabar, ong-ya. Kami diluar lembah tapi melihat Beng Tan bicara saja dengan Si Golok Maut itu, seolah kawan!" "Hm, kami bicara apa perdulimu, Mo-ko" Kalian semua lancang, tidak menuruti perintahku! Kalau sekarang suhengmu tewas jangan marah-marah kepadaku!" Hek-mo-ko merah padam. Kalau saja Beng Tan tidaklah lihai mungkin dia akan menggeram dan menerjang pemuda ini, Memang hatinya masih sakit dan panas kalau teringat kematian suhengnya itu. Suhengnya tewas dan kematiannya pun mengerikan. Ah, selama hidup tak mungkin dia lupakan itu. Dan ketika Beng Tan mengejek dan mencibir padanya maka kakek ini tak berani bicara apa-apa selain memendam kebencian di hati. "Awas kau," pikirnya, "Sekali waktu kesempatan itu ada tentu aku akan mencelakaimu, anak muda. Aku akan membalas sakit hatiku atas kata-katamu!" "Hm!" Coa-ongya kini memandang ke pembantupembantunya yang lain. "Betulkah itu, Mindra" Kalian datang dan mengambil alih tugas Beng Tan?" "Maaf, kami memang tak sabar," Mindra menirukan, menjawab sambil menunduk. "Anak muda ini kami rasa terlalu lamban, ong-ya. Padahal Golok Maut sudah letih dan luka-luka. Kami memang mengambil alih pekerjaan karena menyangka Golok Maut gampang dibunuh. Tapi, ah... pemuda itu memang benar-benar lihai!" "Dan kekasih pemuda ini memberikan Golok Penghisap Darah itu pada Golok Maut!" Hek-mo-ko tiba-tiba berseru. "Kalau saja Beng Tan mau mencegah tentu kami dapat membunuhnya, ong-ya. Beng Tan tak mau berbuat apa-apa dan semua menjadi saksi!" "Hm, bagaimana itu" Apakah golok itu sudah berhasil dirampas?" "Benar, dan Beng Tan-lah yang merampas. Lalu memberikannya pada kekasihnya. Hamba juga kecewa kenapa Beng Tan membiarkan Golok Maut merampas kembali senjatanya itu!" Mo-ko lalu bercerita, didengar Coa-ongya dan yang lainlain pun mengangguk. Memang Golok Maut akan dapat mereka robohkan kalau saja tidak mendapatkan kembali senjatanya. Golok itu dirampas dari tangan Swi Cu dan Beng Tan diam saja. Dan ketika Mo-ko menuduh bahwa Beng Tan rupanya diam-diam berkomplot dengan musuh maka Coa-ongya bersinar-sinar memandang pemuda ini, marah. "Beng Tan, benarkah kata-kata Mo-ko ini" Kau membiarkan saja Golok Maut mengambil senjatanya padahal kau berada di dekat kekasihmu itu?" "Maaf, pantang bagiku berbohong, ong-ya. Hal itu betul. Tapi tidak semata seperti apa yang diceritakan Mo-ko ini. Mereka mengeroyok, dan bersenjata pula. Mana kegagahan mereka menghadapi lawan secara ksatria" Aku tak Pedang Langit Dan Golok Naga 10 Pendekar Rajawali Sakti 159 Neraka Kematian Racun Puri Iblis 1

Cari Blog Ini