Ceritasilat Novel Online

Kucing Ditengah Burung Dara 4

Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie Bagian 4 korban dari belakang lalu menghantamnya di bagian belakang kepalanya. Dia jatuh tertelungkup dan mungkin tak pernah tahu apa yang menghantamnya." "Sedang apa dia?" "Mungkin dia sedang berlutut," kata dokter. "Berlutut di depan lemari kecil ini." Inspektur pergi ke lemari kecil itu dan melihatnya. "Saya rasa nama yang tercantum di atasnya adalah nama gadis pemilik lemari itu," katanya. "Shaista ?coba saya ingat-ingat itu itu nama gadis Mesir tersebut bukan" Yang Mulia ? ? Putri Shaista." Dia berpaling kepada Adam. "Kelihatannya ada kaitannya, ya" Tunggu bukankah itu gadis yang mereka laporkan hilang tadi malam?"?"Benar, Pak," kata sersan itu. "Pagi hari sebuah mobil menjemputnya kemari, disangka mobil itu dikirim oleh pamannya yang menginap di Hotel Claridge di London. Gadis itu masuk ke mobil tersebut dan berangkat." "Tak adakah laporan yang masuk?" "Sampai sekarang belum, Pak. Saya sudah menyebar petugas-petugas. Dan Scotland Yard ikut campur tangan." "Suatu cara penculikan yang baik dan sederhana," kata Adam. "Tanpa perkelahian, tanpa teriakan-teriakan. Mereka hanya perlu tahu bahwa gadis itu menunggu sebuah mobil untuk menjemputnya, lalu berusaha menyamar sebagai sopir orang-orang kaya dan sampai di sana sebelum mobil yang sebenarnya tiba. Gadis itu akan masuk saja ke mobil tanpa 222 berpikir panjang, lalu berangkat. Gadis itu tidak akan merasa curiga sedikit pun tentang apa yang terjadi atas dirinya." "Apakah tak ditemukan mobil yang ditinggalkan di suatu tempat?" tanya Kelsey. "Kami tidak menerima berita tentang itu," kata sersan itu. "Seperti saya katakan, Scotland Yard juga ikut menangani persoalan ini," sambungnya, "juga Cabang Khusus." "Itu berarti ada campur tangan yang berbau politik," kata Inspektur. "Menurut dugaanku, mereka tak akan berhasil membawanya ke luar negeri." "Ngomong-ngomong, untuk apa sebenarnya mereka menculik gadis itu?" tanya dokter. "Siapa yang tahu," kata Kelsey murung. "Dia memang sudah mengatakan bahwa dia takut diculik, dan saya merasa malu harus mengakui bahwa saya menyangka dia hanya ingin menonjolkan dirinya >> saja. "Aku juga menduga begitu waktu kauceritakan hal itu padaku," kata Adam. "Sulitnya sekarang adalah tak cukup banyak yang kita ketahui," kata Kelsey. "Terlalu banyak soal-soal yang tak berkaitan." Dia memandang ke sekelilingnya. "Yah, kelihatannya tak ada lagi yang bisa kulakukan di sini. Lanjutkanlah dengan hal-hal yang rutin foto-foto, sidik jari, dan sebagainya. Sebaiknya aku pergi ?ke gedung sekolah." Di sekolah dia diterima oleh Bu Johnson. Wanita itu gemetar, namun bisa menguasai dirinya. "Mengerikan sekali, Inspektur," katanya. "Dua orang dari guru-guru kami sudah dibunuh. Bu Chadwick dalam keadaan yang menyedihkan." 223 "Saya ingin bertemu dengannya secepat mungkin." "Dokter telah memberinya sesuatu dan sekarang dia jauh lebih tenang. Akan saya antarkankah Anda menemuinya?" "Ya, satu atau dua menit lagi. Pertama-tama, tolong ceritakan sebisa Anda mengenai saat terakhir Anda bertemu dengan Bu Vansittart." "Sepanjang hari ini saya tak bertemu dengannya," kata Bu Johnson. "Saya keluar sepanjang hari tadi. Sesaat sebelum pukul sebelas tadi saya baru kembali lalu langsung naik ke kamar saya. Dan saya tidur." 'Tidakkah Anda kebetulan melihat ke luar jendela ke arah Pavilyun Olahraga?" "Tidak. Tidak. Itu tak terpikir oleh saya. Saya menghabiskan waktu sepanjang hari tadi bersama adik perempuan saya. Kami sudah lama tidak bertemu dan pikiran saya penuh dengan berita tentang rumah. Saya mandi, naik ke tempat tidur, lalu membaca buku, kemudian saya padamkan lampu dan tidur. Saya baru terbangun waktu Bu Chadwick menyerbu masuk, pucat-pasi seperti kertas dan gemetar." "Apakah Bu Vansittart tak berada di tempat hari ini?" "Ada, dia ada di sini. Dia yang sedang bertugas. Bu Bulstrode sedang pergi." "Siapa-siapa lagi yang ada di sini, maksud saya di antara para ibu guru." Bu Johnson berpikir sebentar. "Bu Vansittart, Bu Chadwick, guru bahasa Prancis, Mademoiselle Blanche, Bu Rowan." "Oh, begitu. Nah, saya rasa sebaiknya sekarang Anda antarkan saya menemui Bu Chadwick." 224 Bu Chadwick sedang duduk di kursi di kamarnya. Meskipun malam itu hangat, perapian dihidupkan juga kakinya diselubungi selimut sampai ke lutut. Dia melihat kepada Inspektur Kelsey dengan wajah yang pucat-pasi. "Apakah dia sudah meninggal benar-benar meninggal" Apakah tak ada kemungkinan ?bahwa dia bahwa dia masih bisa sadar?" ?Inspektur Kelsey menggelengkan kepalanya perlahan-lahan. "Mengerikan sekali," kata Bu Chadwick, "padahal Bu Bulstrode tak ada di tempat." Air matanya bercucuran. "Peristiwa ini akan menghancurkan sekolah," katanya. "Peristiwa ini akan menghancurkan Meadowbank. Aku tak tahan aku benar-benar tak ?tahan." Kelsey duduk di sampingnya. "Saya mengerti," _ katanya penuh pengertian, "saya mengerti. Anda tentu terkejut sekali, tapi saya minta supaya Anda tabah/ Bu Chadwick, dan menceritakan pada saya semuanya yang Anda ketahui. Makin cepat kita menemukan siapa yang telah melakukannya, akan makin kurang sulitnya dan makin kurang pula pemberitaan di luar." "Ya, ya, saya mengerti itu. Begini, sa saya pergi tidur sore-sore karena saya ?pikir akan menyenangkan kalau sekali-sekali tidur sore-sore. Tapi saya tak bisa tidur. Saya merasa kuatir." "Kuatir mengenai sekolah?" "Ya. Juga mengenai Shaista yang belum kembali. Kemudian saya mulai berpikir tentang Bu Springer, dan apakah apakah pembunuhan atas dirinya akan ?mempengaruhi para orang tua murid, dan apakah mungkin mereka tidak akan mau mengirim gadis - 225 gadis mereka kemari lagi pada semester yang akan datang. Saya sedih sekali memikirkan Bu Bulstrode. Maksud saya, dia telah berhasil membangun tempat ini. Tempat ini merupakan hasil karya yang hebat." "Saya mengerti. Nah sekarang tolong ceritakan terus Anda kuatir dan Anda tak ?bisa tidur?" "Ya, saya melakukan segala macam usaha. Lalu saya bangun dan mengambil aspirin dan setelah mengambilnya saya kebetulan menyingkapkan gorden jendela. Saya tak tahu mengapa. Saya rasa mungkin karena saya sedang memikirkan Bu Springer. Dan kemudian saya melihat... saya melihat cahaya." "Cahaya apa?" "Yah, semacam cahaya yang menari-nari. Maksud saya saya rasa itu tentu lampu ?senter. Cahaya itu sama benar dengan cahaya yang saya lihat bersama Bu Johnson sebelumnya." "Jadi sama benar, ya?" "Ya, saya rasa sama, mungkin agak pucat, tapi saya tak yakin." "Ya. Lalu?" "Lalu," kata Bu Chadwick, suaranya tiba-tiba menjadi nyaring, "saya bertekad bahwa kali ini saya akan melihat siapa yang ada di sana dan apa yang sedang mereka lakukan. Jadi saya bangun dan saya kenakan jas dan sepatu, kemudian saya berlari ke luar rumah." . "Tidakkah terpikir oleh Anda untuk memanggil seseorang?" "Tidak. Tak terpikir hal itu oleh saya. Soalnya saya terburu-buru sekali ingin cepat tiba di sana. Saya takut sekali kalau kalau orang itu siapa pun ?dia sudah pergi." ?226 "Ya. Lanjutkan, Bu Chadwick." "Jadi saya pergi secepat kemampuan saya. Saya langsung menuju ke pintu dan sesaat sebelum saya tiba di pintu, saya berjalan dengan berjinjit supaya supaya ?saya bisa melihat ke dalam dan orang tidak mendengar saya datang. Saya tiba di sana. Pintunya tak tertutup terbuka sedikit, lalu saya dorong sedikit lagi ?supaya lebih terbuka. Saya melihat ke sekeliling ruangan itu dan dan tampaklah ?dia. Dia tertelungkup, meninggal____" Seluruh tubuhnya mulai gemetar. "Ya, ya, Bu Chadwick, tak apa-apa. Ngomong-ngomong, di situ terdapat pula alat pemukul golf. Andakah yang membawanya" Ataukah Bu Vansittart?" "Sebuah alat pemukul golf?" kata Bu Chadwick ragu. "Saya tak ingat oh, ya, saya ?ingat, saya memungutnya di lorong gedung sekolah. Saya membawanya ke luar kalaukalau keadaan mendesak yah, kalau-kalau saya terpaksa menggunakannya. Waktu ?saya melihat Eleanor, saya rasa benda itu lalu saya lemparkan saja. Lalu entah dengan cara bagaimana saya tiba di gedung sekolah dan menemukan Bu Johnson. Aduh! Saya tak tahan. Saya tak tahan ini akan merupakan kehancuran ?Meadowbank____" Suara Bu Chadwick melengking menjadi histeris. Bu Johnson datang mendekatinya. "Menemukan pembunuhan sampai dua kali merupakan tekanan yang terlalu besar bagi siapa pun juga," kata Bu Johnson. "Lebih-lebih untuk orang seumur dia. Anda tidak akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi padanya, bukan?" Inspektur Kelsey menggeleng. 227 Waktu turun ke lantai bawah dilihatnya setumpuk karung pasir tua lengkap dengan ember-embernya di ceruk yang tersembunyi. Mungkin bekas zaman perang, tapi pikirannya jadi tak enak mengingat bahwa untuk menghantam Bu Vansittart dengan pipa karet yang besar tidak diperlukan seseorang yang berpengalaman. Seseorang dalam bangunan itu, seseorang yang tidak menghendaki risiko bunyi tembakan untuk kedua kalinya, dan yang mungkin sekali telah membuang pistol yang bisa menjadi petunjuk setelah pembunuhan yang pertama. Dia mungkin telah memanfaatkan senjata yang nampaknya tak berbahaya namun mematikan dan bahkan mungkin sempat ?mengembalikannya dengan rapi lagi sesudahnya! 228 16. Teka-teki Pavilyun Olahraga "Kf palaku rasanya mau pecah, tapi aku pantang menyerah," kata Adam pada dirinya sendiri. Dia sedang memandangi Bu Bulstrode. Dia belum pernah merasa sekagum ini pada seorang wanita, pikirnya. Wanita itu duduk dengan sikap dingin dan tenang, sementara hasil karyanya seumur hidup sedang jatuh berantakan di sekelilingnya. Telepon berdering terus-menerus memberitahukan bahwa seorang lagi siswi akan dijemput pulang. Akhirnya Bu Bulstrode mengambil keputusan. Setelah minta diri sebentar dari para perwira polisi, dipanggilnya Ann Shapland, lalu didiktekannya sebuah pemberitahuan singkat. Sekolah itu akan ditutup sampai akhir semester. Para orang tua yang merasa sulit untuk membawa putra-putrinya pulang, dipersilakan untuk mempercayakan mereka di bawah asuhannya dan pendidikan mereka akan dilanjutkan. "Kau punya daftar nama para orang tua murid dan alamat mereka, bukan" Juga nomor telepon mereka?" "Ada, Bu Bulstrode." "Kalau begitu mulailah dengan menelepon saja. Setelah itu usahakan supaya setiap orang menerima pemberitahuan yang diketik." "Baik, Bu Bulstrode." 229 Ketika akan keluar, Ann Shapland berhenti sebentar di dekat pintu. Wajahnya memerah dan kata-katanya meluncur dengan cepat, "Maafkan saya, Bu Bulstrode. Ini bukan urusan saya tapi tidakkah sayang kalau ? ?kita terlalu gegabah" Maksud saya setelah panik yang pertama, setelah orang?orang punya waktu untuk berpikir mereka pasti tidak akan mau lagi membawa ?pulang putri-putri mereka. Mereka akan lebih banyak menggunakan" akal* sehat mereka dan mempertimbangkan hal itu lebih baik." Bu Bulstrode memandangnya dengan tajam. "Kausangka aku begitu mudah menerima kekalahan?" Wajah Ann menjadi lebih merah. "Saya tahu bagi Anda itu tindakan seorang pengecut. Tapi tapi, kalau begitu ? ?baiklah, akan saya jalankan perintah Anda." "Kau suka berjuang, Nak. Aku senang melihatnya. Tapi kau keliru sekali. Aku tidak menerima kekalahan. Aku sedang bertindak berdasarkan pengetahuanku mengenai sifat manusia. Desaklah orang-orang untuk membawa putri-putri mereka pergi, paksakan hal itu pada mereka maka mereka ?tidak akan mau melakukannya. Mereka akan mencari-cari alasan supaya anak-anak itu tetap di sini. Atau paling-paling mereka akan membawa anak-anak itu pergi pada semester yang akan datang bila semester itu masih ada," tambahnya dengan ?ketus. Dia memandang Inspektur Kelsey. "Itu terserah pada Anda," katanya. "Selesaikanlah pembunuhan-pembunuhan ini tangkaplah siapa ?230 saja yang melakukannya maka kita semua akan selamat." ?Inspektur Kelsey kelihatan tak senang. Katanya, "Kami sedang berusaha keras." Ann Shapland keluar. "Dia seorang gadis yang cakap," kata Bu Bulstrode. "Lagi pula setia." Hal itu diucapkannya sebagai suatu tambahan. Dikekangnya dirinya untuk menyerang lagi. "Apakah Anda sama sekali tak punya bayangan siapa yang telah membunuh dua dari guru-guru saya di pavilyun Olahraga itu" Seharusnya Anda sudah tahu sekarang. Ditambah lagi dengan peristiwa penculikan itu. Saya menyalahkan diri saya dalam hal itu. Gadis itu sudah berkata bahwa seseorang ingin menculiknya. Pikir saya, ya ampun, anak ini ingin supaya dirinya dianggap penting. Sekarang saya menyadari bahwa ada sesuatu di balik itu. Mungkin seseorang telah menyindirkan hal itu atau memperingatkannya kita tak tahu entah mana yang benar." Dia ?berhenti lalu melanjutkan lagi, "Apakah Anda tidak mendapatkan berita apa-apa?" "Belum. Tapi saya rasa Anda tak perlu menguatirkan hal itu. Peristiwa itu telah diteruskan pada pihak Dinas Intelijen. Cabang Khusus dari Markas Besar Kepolisian pun sudah pula bertindak. Mereka sudah harus menemukan gadis itu dalam waktu dua puluh empat jam atau paling lama tiga puluh enam jam. Untungnva negeri ini terdiri dari sebuah pulau. Semua pelabuhan dan lapangan udara dan sebagainya sudah dijaga. Dan polisi di setiap daerah pun sudah ditugaskan untuk berjaga-jaga. Sebenarnya mudah saja untuk menculik seseorang tetapi bagaimana ?231 menyembunyikannya, itu yang menjadi soal. Ah, kita pasti bisa menemukannya kembali." "Saya harap Anda dapat menemukannya dalam keadaan hidup," kata Bu Bulstrode dengan tajam. "Agaknya kita berhadapan dengan seseorang yang tidak menghargai nyawa manusia." "Mereka tidak perlu bersusah-payah menculiknya bila mereka bermaksud untuk membunuhnya," kata Adam. "Mereka sebenarnya bisa saja melakukannya dengan mudah di sini." Dia merasa bahwa kata-katanya - yang. terakhir itu tidak tepat. Bu Bulstrode memandangnya dengan masam. "Begitulah kelihatannya," katanya datar. Telepon berdering. Bu Bulstrode mengangkat gagangnya. "Ya?" Dia mengulurkan gagang telepon itu kepada Inspektur Kelsey. "Untuk Anda." Adam dan Bu Bulstrode memperhatikan Inspektur Kelsey sementara dia berbicara di telepon itu. Dia menggeram, menulis satu-dua patah kata dengan kasar dan akhirnya berkata, "Saya mengerti. Di Alderton Priors. Itu di daerah Wallshire. Ya, kami akan bekerja sama. Ya, bagus. Kalau begitu saya akan melanjutkan pekerjaan saya di sini." Diletakkannya gagang telepon lalu diam sejenak, tenggelam dalam pikirannya. Kemudian dia mengangkat mukanya. "Yang Mulia menerima surat tuntutan uang tebusan tadi pagi. Surat itu diketik dengan mesin tik Corona yang baru. Stempel posnya di Portsmouth. Tapi itu pasti hanya tipuan saja." "Di mana dan bagaimana?" tanya Adam. 232 "Di persimpangan jalan, dua mil di sebelah utara Alderton Priors. Daerah itu adalah daerah rawa-rawa yang gersang. Amplop yang berisi uang harus ditaruh di bawah batu yang ada di balik kotak penangkis serangan udara yang ada di sana pada pukul dua subuh besok." "Berapa?" "Dua puluh ribu." Dia menggeleng. "Kedengarannya ini karya amatir saja." "Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Bu Bulstrode. Inspektur Kelsey memandang kepadanya. Dia kini merupakan seorang pria yang berbeda. Dia seakan-akan diselubungi oleh sehelai jubah kedinasan. "Ini bukan tanggung jawab saya, Bu," katanya. "Kami punya metode-metode kami sendiri." "Saya harap metode-metode itu membawa hasil," kata Bu Bulstrode. "Seharusnya mudah saja," kata Adam. Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Karena karya amatir?" tanya Bu Bulstrode, mengulangi perkataan yang mereka gunakan tadi. "Saya ingin tahu..." Kemudian dia berkata dengan tajam, "Bagaimana dengan staf saya" Maksud saya yang masih ada sekarang" Bisakah saya mempercayai mereka atau tidak?" Waktu melihat Inspektur Kelsey bimbang, dia berkata lagi, "Anda kuatir bahwa bila Anda mengatakan pada saya siapa yang tak dapat dipercaya, saya akan menyatakannya dengan sikap saya terhadapnya. Anda keliru. Saya tidak akan begitu." "Saya juga berpikir Anda tidak akan begitu," kata Kelsey. "Tapi saya tak boleh berbuat seenak saya. 233 Namun dilihat secara sepintas, kelihatannya tak ada seorang pun di antara staf Anda yang mungkin merupakan orang yang sedang kita cari. Artinya sejauh hasil pemeriksaan kami terhadap mereka. Kami telah menaruh perhatian khusus terhadap mereka yang masih baru dalam semester ini yaitu Mademoiselle Blanche, Bu ?Springer, dan sekretaris Anda, Nona Shapland. Masa lampau Nona Shapland benarbenar meyakinkan. Dia putri seorang pensiun-an jenderal, katanya pekerjaannya di tempat ia bekerja dahulu selalu memuaskan dan bekas majikan-majikannya memberikan jaminan. Lagi pula dia punya alibi untuk kemarin malam. Waktu Bu Vansittart terbunuh, Nona Shapland sedang berada befsama seorang pria bernama Tuan Dennis Rathbone di sebuah kelab malam. Mereka berdua dikenal baik di tempat itu, dan Tuan Rathbone punya kepribadian yang baik. Masa lampau Mademoiselle Blanche sudah dicek pula. Dia pernah mengajar di sebuah sekolah di Inggris Utara dan pada dua buah sekolah di Jerman, dan telah diberi surat-surat keterangan yang baik sekali. Kata orang dia seorang guru yang jempolan." "Menurut penilaian kami tidak," dengus Bu Bulstrode. "Masa lampaunya di Prancis telah dicek pula. Mengenai Bu Springer, nampaknya tidak begitu meyakinkan. Dia memang telah mendapat pendidikan di tempat yang dikatakannya, tapi sejak itu ada beberapa masa kosong dalam pekerjaannya yang tak bisa diterangkan dengan jelas." "Namun, karena dia telah terbunuh," sambung Inspektur, "dirinya menjadi bersih." 234 "Saya sependapat," kata Bu Bulstrode datar, "bahwa baik Bu Springer maupun Bu Vansittart harus kita bebaskan dari kecurigaan. Marilah kita berbicara yang masuk akal. Apakah Mademoiselle Blanche, dengan latar belakangnya yang tak bernoda itu, tetap merupakan orang yang dicurigai hanya karena dia masih hidup?" "Mungkin saja dia yang melakukan kedua pembunuhan itu. Dia berada di sini, dalam gedung ini, kemarin malam," kata Kelsey. "Katanya dia pergi tidur sore-sore dan langsung tertidur serta tidak mendengar apa-apa sampai tanda bahaya dibunyikan. Tak ada bukti mengenai keadaan sebaliknya. Kita tak punya tuduhan apa-apa terhadap dia. Tapi Bu Chadwick mengatakan dengan yakin bahwa dia orang yang licik." Bu Bulstrode menyatakan dengan isyarat bahwa ia tak sabar dan bahwa ia tak percaya akan hal itu. "Bu Chadwick selalu beranggapan bahwa guru-guru bahasa Prancis licik. Dia memang benci pada mereka." Bu Bulstrode memandang Adam. "Bagaimana pendapat Anda}" "Saya rasa dia suka mengintai," kata Adam perlahan-lahan. "Mungkin itu hanya suatu rasa ingin tahu yang wajar saja. Mungkin pula sesuatu yang lebih dari itu. Saya tak bisa memastikan. Menurut penglihatan saya dia bukan seorang pembunuh, tapi bagaimana kita bisa tahu?" "Itulah soalnya," kata Kelsey. "Di sini ada seorang pembunuh, seorang pembunuh berdarah dingin yang telah dua kali membunuh tapi sulit sekali untuk menduga ?bahwa dia adalah salah seorang dari staf guru. Bu Johnson sedang berada bersama dengan adik perempuannya di Limeston on Sea 235 kemarin malam, lagi pula dia sudah tujuh tahun bekerja bersama Anda. Bu Chadwick sudah bersama Anda sejak Anda mulai. Bagaimanapun juga, mereka berdua bebas dari tuduhan atas kematian Bu Springer. Bu Rich sudah setahun bekerja pada Anda dan kemarin malam sedang menginap di Hotel Alton Grange, yang dua puluh mil jauhnya dari sini, Bu Blake sedang berada bersama teman-temannya di Littleport, Bu Rowan sudah setahun bekerja untuk Anda dan mempunyai riwayat hidup yang baik. Mengenai pelayan-pelayan Anda, terus terang saya tak bisa melihat seorang pun pembunuh di antara mereka. Apalagi, mereka itu semua orang-orang sini...." Bu Bulstrode mengangguk dengan senang. "Saya sependapat sekali dengan pemikiran Anda. Tak banyak lagi yang tinggal, bukan" Jadi..." dia berhenti sebentar lalu melihat kepada Adam dengan pandangan menuduh. "Jadi kelihatannya tak bisa lain dari Anda" ? Ternganga mulut Adam karena terkejut. "Anda berada di tempat," katanya. "Anda bebas datang dan pergi.... Anda punya kisah yang bagus untuk menjelaskan kehadiran Anda di sini. Latar belakang Anda pun baik, tapi Anda mungkin seorang pengkhianat." Kesadaran Adam pulih kembali. "Sungguh, Bu Bulstrode," katanya dengan rasa kagum, "saya angkat topi untuk Anda. Anda memikirkan segala-galanyal" II "Astaga!" seru Nyonya Sutcliffe ketika mereka sedang sarapan. "Henry!" 236 Nyonya Sutcliffe baru saja membuka surat kabar. Di meja yang besar itu hanya ada dia dan suaminya, karena tamu-tamu mereka yang menginap di situ selama akhir pekan belum muncul untuk sarapan. Tuan Sutcliffe, yang telah membuka surat kabarnya pada halaman keuangan dan sedang asyik membaca tentang kecenderungan-kecenderungan saham yang tak dapat diramalkan, tidak menyahut. "HenryV Panggilan yang nyaring itu baru terdengar olehnya. Dia mengangkat wajahnya dengan terkejut. "Ada apa, Joan?" "Ada apa" Nih, suatu pembunuhan lagi! Di Meadowbank! Di sekolah Jennifer." "Apa" Bawa kemari, coba kubacal" Tanpa mempedulikan pernyataan istrinya bahwa berita itu ada juga dalam surat kabar yang sedang dibacanya, Tuan Sutcliffe menjangkau ke seberang meja dan merebut koran itu dari genggaman istrinya. "Bu Eleanor Vansittart... Pavilyun Olahraga... di tempat yang sama di mana Bu Springer, guru olahraga itu... hm... hm...." "Aku rasanya tak bisa percaya!" ratap Nyonya Sutcliffe. "Meadowbank. Sekolah yang begitu terpilih. Putri-putri bangsawan, anak orang-orang kaya ada di sana "?Tuan Sutcliffe meremas-remas koran itu lalu melemparkan ke meja. "Cuma ada satu hal yang harus kita lakukan," katanya. "Kau segera pergi ke sana dan keluarkan Jennifer dari sana." "Maksudmu, bawa dia kembali untuk selamanya?" ?"Begitulah maksudku." 237 "Apakah kaupikir tindakan itu tidak terlalu drastis" Padahal Rosamond dulu sudah begitu baik dan berusaha supaya Jennifer bisa diterima di sekolah itu?" "Kau tidak akan merupakan satu-satunya ibu yang membawa pergi putrinya! Meadowbank yang hebat itu akan segera punya banyak tempat kosong." "Aduh, Henry, begitukah pikiranmu?" "Ya, begitulah. Ada sesuatu yang sama sekali tak beres di sana. Jemput Jennifer hari ini juga." "Ya tentu kurasa kau benar. Lalu apa yang akan kita perbuat dengan dia?"? ?"Masukkan saja dia ke sebuah sekolah menengah modern yang tak jauh dari sini. Di sana tidak akan ada pembunuhan-pembunuhan." "Ah, Henry, bisa saja ada. Tak ingatkah kau" Di sebuah sekolah di mana seorang anak laki-laki menembak guru ilmu-ilmu sosialnya. Berita itu tercantum dalam News Of The World minggu yang lalu." "Aku bingung, mau jadi apa Inggris ini," keluh Tuan Sutcliffe. Dengan kesal dilemparkannya serbetnya ke atas meja lalu berjalan ke luar kamar makan. III Adam sedang sendirian dalam Pavilyun Olahraga.... Tangannya yang cekatan membolakbalik isi lemari-lemari kecil. Sebenarnya tak mungkin dia akan menemukan sesuatu kalau polisi sudah gagal, namun bagaimanapun juga kita tak bisa yakin. Sebagaimana 238 kata Kelsey, teknik kerja setiap departemen berlainan. Apakah yang menghubungkan bangunan modern yang mahal ini dengan pembunuhan mendadak dan kejam" Gagasan mengenai kemungkinan adanya pertemuan empat mata sudah tidak diperhitungkan lagi. Tak seorang pun akan mau mengadakan pertemuan empat mata untuk kedua kalinya di tempat yang sama, di mana pembunuhan telah terjadi. Maka kembalilah dia pada pemikiran bahwa ada sesuatu di sini yang dicari oleh seseorang. Tak mungkin sebuah kotak berisi barang-barang perhiasan. Hal itu tak mungkin. Tak mungkin ada tempat-tempat rahasia yang tersembunyi, laci-laci palsu atau kotak alat pertukangan dan sebagainya. Sedangkan isi lemari-lemari kecil itu sendiri bukan main sederhananya. Masing-masing lemari ada rahasianya, tetapi rahasia-rahasia itu adalah rahasia kehidupan sekolah. Foto-foto bintang kesayangan dengan pakaian minim, rokok, dan kadang-kadang novel tipis murahan. Secara khusus dia kembali ke lemari Shaista. Waktu sedang membungkuk di situlah, Bu Vansittart terbunuh. Apa yang diharapkan Bu Vansittart akan bisa ditemukannya di situ" Adakah dia menemukannya" Apakah pembunuhnya telah merampasnya dari tangannya setelah dia meninggal, lalu menyelinap keluar dari bangunan itu tepat pada waktunya sehingga tidak ketahuan oleh Bu Chadwick" Kalau memang demikian, tak ada gunanya lagi mencari di sini. Apa pun benda itu, kini sudah tak ada lagi. Bunyi langkah-langkah kaki di luar menyadarkannya dari renungannya. Dia bangkit lalu menyalakan 239 sebatang rokok waktu Julia Upjohn muncul di ambang pintu dengan agak ragu-ragu. "Adakah sesuatu yang Anda inginkan, Nona?" tanya Adam. "Aku sebenarnya ingin mengambil raket tenisku." "Silakan," kata Adam. "Agen polisi itu menyuruh saya tetap di sini," dia menjelaskan dengan berbohong. "Dia harus kembali sebentar ke pos polisi untuk sesuatu. Saya disuruhnya menjaga di sini sementara dia pergi." "Untuk melihat kalau-kalau dia kembali, kurasa ya?" kata Julia. "Agen polisi itu maksud Anda'" "Bukan, maksudku pembunuh itu. Biasanya mereka kembali, bukan" Kembali ke tempat kejadian. Mereka merasa perlu! Itu suatu keharusan." "Mungkin Anda benar," kata Adam. Dia memandang ke tempat di mana raket-raket berjajar-jajar berdesakan. "Yang mana kepunyaan Anda?" "Di bawah penunjuk yang berhuruf U," kata Julia. "Tepat di ujung kanan. Nama kami ada pada raket itu semua," dijelaskannya, sambil menunjuk ke plester waktu Adam menyerahkan raketnya. "Sudah lama dipakai," kata Adam. "Tapi dulu pasti merupakan raket yang baik." "Bisakah menolong mengambilkan kepunyaan Jennifer Sutcliffe sekalian?" pinta Julia. "Baru," kata Adam memuji, sambil memberikannya pada Julia. "Baru sekali," kata Julia. "Baru dikirimi bibinya beberapa hari yang lalu." "Gadis beruntung dia." 240 "Dia memang pantas punya raket yang baik. Dia pandai sekali main tenis. Backhand-nyz makin bertambah bagus dalam semester ini." Gadis itu memandang ke sekelilingnya. "Apakah menurut kau dia akan kembali}" Beberapa saat lamanya Adam harus memahami pertanyaan itu. "Oh, pembunuh itu" Tidak, saya rasa tidak akan. Agak berbahaya, bukan?" "Apakah menurut kau para pembunuh merasa harus kembali?" "Tidak, kecuali kalau mereka merasa telah meninggalkan sesuatu." "Maksudmu sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk" Aku ingin menemukan suatu petunjuk. Apakah polisi sudah menemukan suatu petunjuk?" "Mereka tak mau menceritakannya pada saya." "Tentu tidak. Apakah kau suka peristiwa-peristiwa kriminal?" Gadis itu melihat kepada anak muda tersebut dengan pandangan bertanya. Adam membalas pandangan itu. Belum terbayang kematangan seorang wanita pada gadis itu. Dia pasti seumur dengan Shaista, tetapi matanya hanya mengandung pertanyaan yang menarik hatinya. "Yah saya rasa sampai pada titik tertentu^kita semua tertarik."? ?Julia mengangguk membenarkan. "Ya, kurasa juga begitu.... Aku bisa mengkhayalkan bermacam-macam penyelesaian tapi kebanyakan di antaranya terlalu dicari-cari. Namun itu tetap ?menyenangkan." "Anda tak senang pada Bu Vansittart, ya?" 241 "Aku tak pernah terlalu memikirkan dia. Dia tak apa-apa. Hampir sama dengan Bull Bu Bulstrode tapi tidak pula sama benar. Dia lebih mirip seorang pemain ? ?cadangan di panggung. Aku tidak bermaksud bahwa kematiannya itu menyenangkan. Aku merasa sedih akan kejadian itu." Gadis itu keluar sambil membawa kedua buah raket tadi. Adam tinggal dan tetap memandang ke sekeliling Pavilyun Olahraga itu. "Apa gerangan yang telah terjadi di sini?" gumamnya sendiri. IV "Ya, Tuhan," kata Jennifer, dengan membiarkan pukulan bola forehand Julia berlalu begitu saja. "Itu Mama!" Kedua gadis itu berpaling memandangi sosok Nyonya Sutcliffe yang kelihatan penuh semangat, diiringkan oleh Bu Rich. Sebentar saja mereka sudah tiba ke dekat kedua gadis itu, dan Nyonya Sutcliffe berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya. "Kurasa ada keributan lagi," kata Jennifer dengan tenang. "Gara-gara pembunuhan itu. Kau beruntung, Julia, karena ibumu sedang dalam perjalanan naik bis di daerah Kaukasia." "Masih ada Bibi Isabel." "Para bibi tidak terlalu peduli." "Halo, Mama," tambahnya, waktu Nyonya Sutcliffe makin dekat. "Kau harus mengemasi barang-barangmu, Jennifer. Aku akan membawamu pulang." "Pulang?" 242 "Ya." "Tapi maksud Mama kan tidak untuk selamanya?" "Ya, untuk selamanya." "Tapi tak bisa sungguh, Ma. Permainan tenis saya sedang maju-majunya. Saya ?berharap akan dapat memenangkan pertandingan-pertandingan tunggal, dan berdua dengan Julia saya akan bisa memenangkan yang dobel, meskipun itu belum pasti." "Kau ikut aku pulang hari ini." "Mengapa?" "Jangan banyak bertanya." "Saya rasa karena Bu Springer dan Bu Vansittart telah terbunuh. Tapi tak ada orang yang membunuh salah seorang siswi. Saya yakin mereka tidak akan mau. Dan tiga minggu lagi Hari Olahraga. Saya rasa, saya akan bisa memenangkan lompat jauh dan saya juga punya harapan baik untuk lari gawang." "Jangan membantah, Jennifer. Kau ikut pulang dengan aku hari ini. Ayahmu yang memerintahkan." "Tapi, Mama..." Sambil terus membantah, Jennifer berjalan di sisi ibunya ke arah gedung sekolah. Tiba-tiba dia memisahkan diri lalu berlari kembali ke lapangan tenis. "Selamat tinggal, Julia. Kelihatannya Mama tak bisa dibantah lagi. Dan agaknya ayahku juga. Memuakkan sekali, ya" Selamat tinggal. Aku akan menulis surat kepadamu." "Aku juga akan menulis surat kepadamu dan menceritakan semuanya yang terjadi." "Kuharap mereka tidak membunuh Chaddy berikutnya. Aku lebih suka kalau Mademoiselle Blanche, kau juga, kan?" 243 "Ya. Kita akan senang sekali kalau dia tak ada. Ngomong-ngomong, apakah kaulihat betapa marahnya Bu Rich?" "Dia tak mau bicara sepatah pun juga. Dia marah sekali Mama datang menjemputku." "Mungkin dia akan mencoba menghalanginya. Dia paling suka memaksa, bukan" Tidak seperti yang lain." "Dia membuatku teringat akan seseorang," kata Jennifer. "Kurasa dia tak mirip siapa pun. Dia selalu kelihatan lain dari yang lain." "Oh, ya. Dia selalu lain. Maksudku penampilannya. Tapi orang yang kulihat itu agak gemuk." "Aku tak bisa membayangkan Bu Rich bertubuh gemuk." "Jennifer...." panggil Nyonya Sutcliffe. "Aku benar-benar merasa orang tua maunya mengatur," kata Jennifer dengan marah." Ribut, ribut terus. Tak ada sudahnya. Aku benar-benar menganggap kau beruntung karena..." "Aku tahu. Kau sudah mengatakannya tadi. Tapi sekarang ini baik kukatakan sesuatu padamu, aku ingin agar Mama berada agak dekat, dan tidak berada di bis di Anatolia." Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jennifer...." "Saya datang...." Julia berjalan perlahan-lahan ke arah Pavilyun Olahraga. Langkahnya makin lama makin lambat dan akhirnya dia berhenti sama sekali. Dia berdiri sambil mengerutkan alisnya, dia tenggelam dalam pikirannya. Lonceng makan siang berbunyi, tapi dia hampir tidak mendengarnya. Dia terus memandangi raket 244 yang sedang dipegangnya, dia melangkah satu-dua tindak lagi di sepanjang jalan setapak itu, lalu berbalik dan melangkah dengan yakin ke arah gedung sekolah. Dia masuk melalui pintu depan, yang sebenarnya dilarang, dan dengan demikian dia bisa menghindarkan pertemuan dengan siswi-siswi yang lain. Lorong gedung sekolah kosong. Dia berlari naik ke kamar tidurnya yang kecil, memandang sekelilingnya dengan tergesa-gesa, kemudian sambil mengangkat kasurnya dimasukkannya raket itu ke bawahnya. Setelah itu cepat-cepat dia melicinkan rambutnya lalu berjalan dengan tenang menuruni tangga ke ruang makan. 245 17. Gua Aladin Malam itu para siswi masuk ke kamar tidur lebih tenang daripada biasanya. Salah satu alasannya ialah karena jumlah mereka sudah banyak berkurang. Sekurangkurangnya tiga puluh orang sudah pulang. Reaksi para siswi berbeda-beda, sesuai dengan pembawaan masing-masing. Ada yang kacau, ada yang ribut, dan banyak pula yang cekikikan, yang sebenarnya untuk menutupi kegugupannya sendiri. Ada pula beberapa yang hanya diam-diam saja dan merenung. Julia Upjohn naik dengan tenang dalam rombongan siswi yang pertama. Dia masuk ke dalam kamarnya lalu menutupnya. Dia masih berdiri mendengarkan bisik-bisik, suara-suara tawa cekikikan, langkah-langkah kaki, dan ucapan selamat tidur. Kemudian segalanya diselimuti kesepian atau hampir sepi. Suara-suara samar ?menggema di kejauhan, dan langkah-langkah kaki hilir-mudik ke dan dari kamar mandi. Pintunya tak punya kunci. Julia menyandarkan sebuah kursi pada pintu itu, dengan mengganjalkan bagian atasnya pada pegangan pintu. Dengan begitu dia akan tahu bila ada seseorang yang berniat masuk. Tapi rasanya tak mungkin ada seseorang yang berniat masuk. Para siswi dilarang keras memasuki kamar temannya, dan satusatunya guru yang boleh masuk 246 hanyalah Bu Johnson, bila salah seorang siswi sakit atau merasa dirinya tak sehat. Julia menuju tempat tidurnya, diangkatnya kasurnya lalu meraba-raba ke bawahnya. Ditariknya ke luar raket itu lalu berdiri sebentar sambil memeganginya. Dia telah memutuskan untuk memeriksanya sekarang juga dan tidak akan menundanya lagi. Cahaya lampu kamarnya yang kelihatan dari celah pintu sebelah bawah akan menarik perhatian orang, padahal semuanya sudah harus dipadamkan. Sekarang masih wajar ada cahaya untuk berganti pakaian dan membaca sebentar di tempat tidur sampai pukul setengah sebelas kalau mau. Dia masih berdiri menatap raket itu. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang tersembunyi dalam sebuah raket tenis" "Tapi pasti ada," kata Julia sendiri. "Pasti ada. Percobaan pencurian di rumah Jennifer, wanita yang datang dengan kisah bohong tentang sebuah raket baru...." Hanya Jennifer yang mau mempercayai kata-kata itu, pikir Julia dengan mencemooh. Padahal sebenarnya itu adalah "lampu baru yang ditukar dengan lampu lama", dan seperti dalam kisah Aladin, itu berarti bahwa ada sesuatu yang luar biasa pada raket tenis ini. Jennifer dan julia tak pernah menceritakan pada siapa pun juga bahwa mereka telah bertukar raket atau sekurang-kurangnya dia sendiri tak ?pernah menceritakannya. Jadi kalau begitu, inilah raket yang dicari-cari orang di Pavilvun Olahraga itu. Dan terserah padanyalah untuk mencari tahu mengapal Diperiksanya dengan teliti benda itu. Tak ada sesuatu yang 247 luar biasa kelihatannya. Raket itu cukup baik mutunya, namun agak kurang enak kalau dipakai, tetapi setelah diganti.senarnya bisa digunakan lagi. Jennifer mengeluh mengenai keseimbangannya. Satu-satunya tempat orang bisa menyembunyikan sesuatu pada sebuah raket tenis adalah pada gagangnya. Orang bisa melubangi gagang itu untuk menjadikannya tempat menyembunyikan sesuatu, pikirnya. Kedengarannya memang terlalu dicaricari, tapi itu mungkin. Dan bila gagang itu sudah dikutik-kutik, itu memang akan mengganggu keseimbangannya. Pada gagang raket itu terdapat sebuah bulatan dari kulit yang ada tulisannya yang sudah pudar. Itu tentu hanya ditempelkan begitu saja. Bagaimana bila itu dicabut orang" Julia duduk di meja hiasnya dan mengutak-ngutiknya dengan sebuah pisau lipat, akhirnya dia berhasil mencabut kulit itu. Di dalamnya terdapat sebilah kayu bulat yang tipis. Kavu itu kelihatannya tidak wajar. Di sekelilingnya terdapat sambungan. Julia membenamkan pisau lipatnya. Mata pisau itu terbengkok. Gunting kuku akan lebih baik. Akhirnya dia berhasil mengeluarkan bilah kayu itu. Kini tampak suatu bahan yang warnanya campuran antara merah dan biru. Julia mengorek-ngoreknya. Itu rupanya plastik lembek yang bisa dibentukbentuk\ Bahan itu disebut plasticine. Tetapi gagang tenis tak biasanya berisi plasticine. Bahan itu membungkus sesuatu. Sesuatu yang rasanya seperti sekumpulan kancing atau batu-batu kerikil. Dia mengorek plasticine itu terus dengan tekun. Sesuatu terguling di atas meja kemudian satu lagi. Kemudian menjadi setumpuk.?248 Julia tersandar dan terengah. Dia hanya bisa menatap saja.... Api berkilauan, merah dan hijau dan biru tua dan putih cerah.... Pada saat itu Julia tumbuh menjadi wanita dewasa. Dia bukan lagi seorang anak. Dia telah menjadi seorang wanita. Seorang wanita yang melihat batu-batu permata____ Segala macam angan-angan berputar-putar di kepalanya. Gua Aladin.... Marguerite dengan kotak permatanya.... (Baru minggu yang lalu mereka diajak ke Covent Garden untuk mendengarkan kisah Faust).... Permata pembawa mala petaka... berlian pembawa harapan.... Kisah-kisah cinta dirinya sendiri memakai gaun beludru hitam dengan ?kalung yang berkilauan melingkari lehernya.... Dia duduk saja dengan rasa senang dan penuh angan-angan.... Digenggamnya batu-batu itu dalam tangannya lalu dibiarkannya berjatuhan di antara jari-jarinya bagaikan lidah api yang mengalir, suatu arus gemerlapan yang memberikan rasa senang bercampur kagum. Kemudian sesuatu, mungkin suatu bunyi yang halus sekali, menyadarkan dirinya. Dia lalu berpikir, menggunakan akal sehatnya, untuk menentukan apa yang harus diperbuatnya. Bunyi yang halus itu telah membuatnya takut. Dirangkumnya batubatu permata itu, dibawanya ke wastafel lalu dimasukkannya ke dalam kantung tempat sepon pembasuh, sepon pembasuh dan sikat kukunya dijejalkannya pula dengan paksa di atasn** a. Kemudian dia kembali ke raket itu, dimasukkanm a plasticine ke tempatnya semula, bulatan kayu tadi dijejalkannya juga dan di atasnya direkatkannya 249 bulatan kulit tadi. Kelihatannya agak menonjol ke atas, tapi dia bisa mengatasinya dengan menempelkan plester secara terbalik dalam potongan-potongan kecil, lalu baru menekankan kulit penutupnya di atasnya. Dia berhasil. Raket itu kelihatan dan terasa seperti semula lagi, beratnya hampir-hampir tak berubah rasanya. Dipandanginya lagi raket itu lalu dilemparkannya sembarangan ke kursi. Dia melihat ke tempat tidurnya, kasurnya terpasang rapi dan siap ditiduri. Tetapi dia tidak mengganti pakaiannya. Dia duduk memasang telinga. Apakah itu bunyi langkah orang di luar" Tanpa disadarinya tiba-tiba dia merasa takut. Dua orang sudah terbunuh. Bila seseorang tahu apa yang telah ditemukannya, dia pun akan dibunuh pula. Dalam kamar itu terdapat lemari kecil berlaci-laci yang agak berat, yang terbuat dan kayu ek. Dia berhasil menyeret lemari itu ke depan pintunya. Sambil berbuat demikian dia mengharap, alangkah baiknya bila Meadowbank punya kebiasaan untuk memberikan anak kunci pada setiap pintu. Dia pergi ke jendela, ditutupnya lubang angin di atas jendela itu lalu dipasangnya selotnya. Di dekat jendela itu tak ada pohon dan tak ada tanaman rambat. Dia tak yakin kalau ada orang yang bisa masuk melalui jendela itu, tapi dia tak mau menyerah begitu saja. Dia melihat ke jamnya yang kecil. Pukul setengah sebelas. Dia menarik napas panjang lalu memadamkan lampunya. Tak seorang pun boleh tahu bahwa ada sesuatu yang luar biasa. Disingkapkannya sedikit gorden jendelanya. Bulan sedang purnama dan dia bisa melihat pintu dengan jelas. Lalu dia duduk di tepi 250 tempat tidurnya. Dia memegang sepatu terberat yang dimilikinya. "Bila ada seseorang mencoba masuk," pikirnya, "aku akan membuat ribut di dinding sekuat-kuatnya. Mary King tidur di sebelah dan keributan itu pasti akan membangunkannya. Aku juga akan berteriak sekuat-kuatnya. Kemudian, bila banyak?orang datang, akan kukatakan bahwa aku telah bermimpi buruk. Semua orang bisa punya mimpi buruk setelah mengalami segala sesuatu yang terjadi di sini." Dia duduk saja dan waktu pun berlalu. Lalu didengarnya bunyi langkah-langkah ?kaki perlahan di lorong. Didengarnya langkah itu berhenti di depan pintunya. Berhenti lama, lalu dilihatnya gagang pintunya bergerak perlahan. Akan berteriakkah dia" Belum. Pintu didorong hanya sedikit saja, tetapi tertahan oleh lemari kecil berlaci?laci itu. Hal tersebut pasti membuat orang yang berada di luar itu heran Berhenti lagi, lalu terdengar ketukan, suatu ketukan halus dan perlahan sekali, di pintu. J ulia menahan napasnya. Berhenti lagi, kemudian ketukan itu terdengar lagi tapi masih tetap halus. ?"Aku tidur," kata Julia pada dirinya sendiri. "Aku tak mendengar apa-apa." Siapa yang datang dan mengetuk pintunya di tengah malam" Bila dia adalah seseorang yang berhak mengetuk, dia tentu akan memanggil, menggoncang-goncang gagang pintu dan membuat ribut. Tapi orang ini merasa tak boleh membuat keributan.... Lama Julia duduk saja. Ketukan itu tak terulang, gagangnya diam tak bergerak. Namun Julia tetap duduk dengan tegang dan waspada. 251 Lama dia duduk begitu. Dia sendiri tak tahu berapa lama kemudian baru dia tertidur. Lonceng sekolah yang akhirnya membangunkannya, dalam keadaan terbaring meringkuk tak nyaman di tepi tempat tidurnya hingga tubuhnya terasa kaku. II Setelah sarapan para siswi naik lagi ke lantai atas untuk memberesi tempat tidur mereka, kemudian turun kembali untuk berdoa bersama di aula utama, dan akhirnya berpencar-pencar .ke kelas masing-masing. Pada kesibukan yang terakhir itulah, waktu para siswi bergegas ke berbagai arah, Julia masuk ke sebuah kelas lalu keluar melalui sebuah pintu di sebelah lain. Dia menggabungkan diri dengan suatu kelompok yang bergegas menuju ke belakang bangunan. Kemudian dia bersembunyi di balik rumpun rhododendron, lalu mengendapendap ke tempat-tempat yang tak terlihat dan akhirnya tiba di dekat tembok halaman. Di sana tumbuh sebatang pohon jeruk yang lebat, yang cabang-cabangnya hampir menventuh tanah. Dengan mudah Julia memanjat pohon itu, karena memang sejak kecil dia biasa memanjat. Dia duduk bersembunyi di dahan yang berdaun lebat sambil sekali-sekali melihat ke arlojinya. Dia yakin bahwa untuk sementara orang tidak akan merasa kehilangan dia. Keadaan sedang kacau, dua orang guru sudah terbunuh dan lebih dan separuh siswi telah pulang. Itu berarti bahwa semua pelajaran harus disusun kembali, jadi tidak akan ada seorang pun yang merasakan ketidakhadiran Julia 252 Upjohn sampai waktu makan siang, sedang menjelang waktu itu... Julia melihat ke arlojinya lagi. Dia merangkak dengan mudahnya dari pohon ke permukaan tembok, dia duduk mengangkangi tembok itu lalu menjatuhkan diri dengan mulus ke sisi lain. Beberapa ratus meter dari situ ada sebuah halte dan sebuah bis akan tiba beberapa menit lagi. Bis datang tepat pada waktunya, dan Julia menyetopnya lalu masuk ke bis itu. Dikeluarkannya sebuah topi laken dari saku baju katunnya lalu dipasangnya di kepalanya. Rambutnya kini agak kusut. Dia turun di stasiun lalu naik kereta api ke London. Dalam kamarnya dia telah meninggalkan sepucuk surat pendek untuk Bu Bulstrode yang disandarkan di wastafelnya. Bu Bulstrode yang terhormat, Saya tidak diculik, tidak pula melarikan diri, jadi janganlah Ibu kuatir. Saya akan kembali secepat mungkin. Hormat saya, julia Upjohn III Di Whitehouse Mansions nomor 228, George, penjaga pintu merangkap pelayan Hercule Poirot yang tak bercacat, membukakan pintu dan merasa heran melihat seorang gadis sekolah yang berwajah kotor. "Bolehkah saya bertemu dengan M. Hercule Poirot?" 253 Agak lama baru George menyahut. Dia menganggap tamu itu tak diharapkan. "Tuan Poirot tak pernah menerima siapa pun tanpa janji lebih dulu," katanya. "Saya rasa saya tak punya waktu untuk membuat janji lebih dulu. Saya benar-benar harus bertemu dengannya sekarang juga. Ini soal mendesak. Mengenai beberapa pembunuhan dan perampokan dan semacamnya." "Coba saya tanyakan dulu," kata George, "apakah Tuan Poirot mau bertemu dengan Anda?" Gadis itu ditinggalkannya di lorong rumah dan dia masuk untuk berbicara dengan majikannya. "Seorang gadis bangsawan ingin bertemu dengan Anda, Tuan. Katanya mengenai soal yang mendesak." "Sudah kukatakan," kata Hercule Poirot. "Tak semudah itu aku mengatur waktu." "Sudah saya katakan itu padanya, Tuan." "Bagaimana gadis bangsawan itu?" "Yah, lebih tepat dikatakan bahwa dia masih gadis kecil, Tuan." "Seorang gadis kecil" Seorang gadis bangsawan" Yang mana yang benar, George" Keduanya itu tak sama." "Saya rasa Anda tak mengerti maksud saya, Tuan. Menurut saya, dia masih seorang gadis kecil masih anak sekolah, maksud saya. Tapi meskipun gaunnya kotor dan ?robek pula, dia sebenarnya seorang gadis bangsawan." "Suatu istilah sosial. Aku mengerti." "Dan dia ingin bertemu dengan Anda sehubungan dengan beberapa pembunuhan dan perampokan." Alis Poirot naik. 254 "Beberapa pembunuhan dan perampokan. Hebat. Persilakan gadis kecil itu atau ?gadis bangsawan itu masuk." ?Julia masuk ke dalam kamar itu dengan berani. Dia berbicara dengan sopan dan wajar. "Apa kabar, M. Poirot" Saya Julia Upjohn. Saya rasa Anda kenal pada seorang sahabat karib mama saya, Nyonya Summerhayes. Pada musim panas yang lalu kami berlibur di tempatnya dan beliau banyak berbicara tentang Anda." "Nyonya Summerhayes...." Pikiran Poirot melayang kembali ke sebuah desa yang terletak di bukit. Di puncak bukit itu terletak sebuah rumah. Dia teringat akan seraut wajah menarik yang berbintik-bintik hitam, sebuah sofa yang pernya sudah rusak, anjing yang sangat banyak, dan hal-hal lain, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. "Maureen Summerhayes," katanya. "Oh, ya." "Saya memanggilnya Bibi Maureen, tapi dia sebenarnya bukan bibi saya. Beliau menceritakan betapa hebatnya Anda dan bahwa Anda telah menyelamatkan seorang laki-laki yang dipenjarakan karena membunuh. Dan waktu saya tak bisa lagi berpikir apa yang harus saya lakukan dan siapa yang harus saya datangi, saya teringat akan Anda." "Saya merasa dihargai," kata Poirot serius. Diambilkannya sebuah kursi untuk Julia. "Nah, sekarang ceritakan pada saya," katanya. "Pelayan saya, George, mengatakan bahwa Anda ingin minta nasihat saya mengenai perampokan dan beberapa pembunuhan jadi lebih dari satu pembunuhan?" ?255 "Ya," kata Julia. "Bu Springer dan Bu Vansittart. Dan ada pula penculikan tapi ?saya rasa itu bukan urusan saya." "Kau membuatku bingung," kata Poirot. "Di mana semua kejadian yang mendebarkan itu terjadi?" "Di sekolah saya Meadowbank."?"Meadowbank," seru Poirot. "Oh," diulurkannya tangannya ke tempat di mana suratsurat kabar tersusun rapi di sampingnya. Dibukanya sehelai dan dibacanya sekilas halaman depannya, lalu dia mengangguk. "Saya mulai mengerti," katanya. "Nah, sekarang ceritakan, Julia, ceritakan dari awal." Julia menceritakan semua padanya. Kisahnya agak panjang dan lengkap tapi dia ?menceritakannya dengan jelas dengan sekali-sekali berhenti bila dia harus Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ?mengingat kembali sesuatu yang sudah dilupakannya. Diakhirinya ceritanya dengan kejadian saat dia memeriksa raket tenis di kamar tidurnya semalam. "Tahukah Anda, saya pikir kejadian ini sama dengan kisah Aladin yang menukarkan ?lampu baru untuk mendapatkan lampu yang tua dan saya yakin pasti ada sesuatu ?tentang raket tenis itu." "Apakah memang ada?" "Ada." Tanpa berpura-pura malu, Julia mengangkat roknya, digulungkannya pula kaki celana pendek yang dipakainya di balik roknya, hampir sampai ke pahanya, lalu tampaklah apa yang kelihatannya seperti semacam tapal berwarna abu-abu yang dilem dengan plester di bagian atas kakinya. Dilepaskannya kepingan-kepingan plester itu, sambil mengeluarkan suara kesakitan "Aduh!", lalu 256 dilepaskannya tapal tadi. Kini Poirot melihat bahwa itu adalah sebuah bungkusan yang terbungkus lagi dalam kantung sepon plastik yang berwarna abu-abu. Julia membuka bungkusan itu dan tanpa kata-kata peringatan menuangkan setumpuk permata yang berkilauan ke atas meja. "Nom d'un nom d'un nom"* seru Poirot setengah berbisik dengan suara yang mengandung rasa tak percaya. Dirangkumnya permata-permata itu, lalu dibiarkannya seolah-olah mengalir melalui jari-jarinya. "Nom d'un nom d'un nom! Semuanya asli. Murni!" Julia mengangguk. "Saya yakin pasti asli. Kalau tidak, orang tentu tidak akan mau membunuh orang lain tanpa alasan, bukan" Tapi saya bisa mengerti orang-orang sampai mau membunuh karena barang-barang ini" Dan tiba-tiba, seperti yang terjadi semalam, mata seorang wanita dewasa memandang melalui mata anak kecil itu. Poirot memandanginya dengan penuh perhatian lalu mengangguk. "Ya kau mengerti kau merasakan daya tariknya. Di matamu barang-barang ini ? ?bukan lagi sekadar barang mainan yang indah berwarna-warni itu sebenarnya ?sayang." "Ini adalah permataV kata Julia dengan penuh kagum. "Dan kaukatakan, kau menemukannya dalam raket tenis?" * "Astaga, astaga!" 257 Julia menyelesaikan ceritanya. "Sudah semuakah yang kauceritakan sekarang?" "Saya rasa sudah. Mungkin di sana-sini saya telah menambah-nambah. Saya kadangkadang memang suka melebih-lebihkan. Jennifer, sahabat saya itu, sebaliknya. Hal-hal yang sebenarnya sangat mendebarkan pun jadi terdengar membosankan kalau dia yang menceritakannya." Dia memandang lagi ke tumpukan yang gemerlapan itu. "M. Poirot, menurut Anda milik siapakah barang-barang itu sebenarnya?" "Itu sulit sekali mengatakannya. Yang jelas bukan milikmu maupun milikku. Sekarang kita harus memutuskan apa yang mesti kita lakukan selanjutnya." Julia memandanginya dengan penuh harapan. "Apakah kau menyerahkan persoalan ini ke dalam tanganku" Bagus." Hercule Poirot menutup matanya. Tiba-tiba dibukanya kembali matanya dan berkata tegas. "Agaknya peristiwa ini membuatku tak bisa tinggal diam di kursiku saja, meskipun itu yang kuinginkan. Harus ada aturan dan metodenya, tapi dalam kisahmu tadi tak ada aturan dan metode. Itu disebabkan karena banyaknya benang-benang. Tapi benang-benang itu semua menyatu dan bertemu di satu tempat, Meadowbank. Orangorang yang berbeda-beda, yang punya tujuan yang berbeda-beda, dan punya minat yang berbeda-beda pula semuanya menyatu di Meadowbank. Maka aku pun harus ?pergi ke Meadowbank. Sedang kau sendiri mana ibumu?" ?"Mama sedang pergi ke Anatolia naik bis." 258 "Oh, ibumu pergi ke Anatolia naik bis. line man quait que ca"' Saya mengerti benar mengapa dia berteman baik dengan Nyonya Summerhayes! Apakah kau senang waktu berlibur di tempat Nyonya Summerhayes?" "Oh, ya, saya senang sekali. Dia punya beberapa ekor anjing yang cantik-cantik." "Anjing-anjing, ya, aku ingat benar." "Anjing-anjing itu selalu keluar-masuk melalui jendela-jendela seperti dalam ?pertunjukan pantomim saja." "Kau benar sekali! Lalu bagaimana dengan makanannya" Apakah kau suka juga makanannya?" "Yah, kadang-kadang sih agak aneh-aneh," Julia mengakui "Aneh, ya memang benar." "Tapi Bibi Maureen pandai sekali membuat telur dadar yang enak sekali." "Telur dadar buatannya memang enak sekali," suara Poirot terdengar senang. Dia menarik napas panjang. "Kalau begitu Hercule Poirot tak hidup sia-sia," katanya, "akulah yang mengajar Bibi Maureen-mu membuat telur dadar itu." Dia mengangkat gagang telepon. "Sekarang kita akan meyakinkan kepala sekolahmu bahwa kau selamat sekali Tusuk Kondai Pusaka 12 Dyah Ratnawulan Karya Kho Ping Hoo Gadis Penyebar Cinta 1

Cari Blog Ini