Gara Gara Warisan Kisah Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Bagian 2
Pegawai itu menghampiri dengan sikapnya yang garang. Ia lihat pintu dan dapatkan beberapa tapak kaki, dan terkeletnya cat pintu.
"Kalau kauorang mau ketemu Dr. Ma, kau orang mesti pergi kepintu sana dan dengan baik-baik pencet bel," ia kata, dengan suara tetap kaku dan sikapnya yang bengis. "Kenapa kau orang dupaki pintu ini, sampai catnya rusak" Jikalau kau orang tidak sekah bersih tapak kaki itu, jangan harap kau bisa berlalu dari sini!"
Kembali Kat Po mau turun tangan, lagi-lagi In Hong bisa cegah ia.
"Kerusakan kecil itu ada perkara gampang," In Hong bilang dengan sabar. "Kita orang ada punya urusan penting dengan Dr. Ma, tolong kau kabarkan."
"Tidak bisa!" jawab pegawai itu dengan kaku."Pertama-tama kau orang mesti bersihkan dahulu ini tapak kaki dan kemudian ganti kerugian kerusakan lima dollar!"
"Jikalau kau tidak mau mengasi kabar, tidak apa!" kata Kat Po dengan sengit. "Kita orang bisa dupak rubuh pintu ini, kita orang bisa masuk sendiri akan cari itu dokter tetiron Ma Pek Teng!"
Pegawai itu mengawasi orang dengan tajam, lalu dengan tiba-tiba ia kirim serangannya ke mukanya Kat Po.
Nona berangasan itu bermata jeli, ia lihat tangan menyamber, ia menangkis. Berbareng dengan itu, ia punya sebelah kaki pun terangkat, maka menyusul gerakan kakinya itu, si pegawai telah terdupak jatuhnya satu tumbak lebih!
"Adalah lebih baik untuk kau mengasi kabar pada majikanmu," In Hong peringati. "Kau ada pegawai disini, adalah kewajibanmu untuk mengasi kabar tentang datangnya tetamu.."
"Apakah kau orang tak punya karcis nama?" tanya pegawai itu, yang merayap bangun sambil meringis. Ia kehilangan kegarangannya, karena ia insaf, ia bukannya tandingan dari kedua nona itu. Tapi ia mengharap, asal mereka masuk ke dalam, sakit hatinya akan segera terbalas.
"Kita tak punya karcis nama," In Hong jawab."Bilang pada Dr. Ma bahwa In Hong dan Kat Po ingin bertemu sama ianya."
Pegawai itu undurkan diri dari pintu samping, selang sekian lama baru ia muncul pula.
"Majikan kami memanggil kau orang masuk." Kata ita, dengan sikap kaku. Dan ia lalu memimpin masuk.
In Hong dan ko ikut dengan tak ragu-ragu.
Mereka melewati satu jalanan dimana ada banyak pepohonan, jalan ada merupakan sebagai gang yang kecil dan banyak pengkolannya. Kemudian mereka sampai di satu thia, yang lebar di sini mereka masuk ke dalam ruangan.
"Kau orang tunggu di sini!" kata si pegawai, yang terus keluar pula, di belakang ia, kedua daun pintu lantas terbanting tertutup. Dua-dua daun pintu itu ada tebal dan berat, bantingannya nyaring.
Ruangan ini ada gelap, batunya demak, temboknya warna abu-abu. Di kiri dan kanan ada beberapa buah kursi Thay soe ie, dan yang ditengah-tengah ada besar. Perabotan lainnya tak ada.
Disebelah barat ruangan itu ada sebuah pintu lain, yang kekar, yang tertutup, rupanya terkunci. Jendela kedapatan disebelah utara. Diluar jendela itu ada suatu pekarangan atau cimchee, yang di tiga penjuru terkurung dengan tembok tinggi dua puluh kaki kira-kira, hingga karenanya, matahari jadi kealingan, hingga thia itu untuk selama-lamanya tak akan menerima sinar terang dari lampu dunia itu. Di kedua samping cimchee ada dua tempat taruh bunga dari batu, di situ ada tertanam pohon duri badak dan lain-lainnya bunga langka. Sebuah pohon hoay berada di pojok kiri.
"Kamar apakah ini?" Kat Po tanya kawannya. "Ini bukannya kamar tetamu dan bukan kamar peranti duduk-duduk?"
"Bukankah orang she Ma ini sudah dua turunan menjadi Touwtong kerajaan Ceng?" In Hong baliki."Ruangan ini barangkali ada kantoran atau ruang peranti berlatih silat. Suasana di sini ada tak menyenangkan sekali, berbau hawa pembunuhan?"
Kat Po berdiam, tapi ia jalan mondar-mandir.
"Hu"hu"hu" Hang" hang" hang."
"In Hong, dengar! Suara apakah itu" Kat Po menanya sambil terus berhentikan tindakannya.
"Aku tak dengar suara apa-apa?" sahut In Hong.
"Coba kemari, kau dengar!" kata sang kawan.
In Hong dekati itu soemoay, ia pasang kuping.
"Hang"hang"hang?"
"Ya, entah suara apa itu".." ia kata kemudian.
Keduanya lantas pasang kuping, tapi suara itu lantas lenyap.
"Rupanya suara keluar dari itu pintu pojok"." Kata In Hong, yang terus hampirkan pintu itu, untuk memeriksa.
"Hu"hu"hu"keh"keh"keh?"
"Benar suara datangnya dari pintu ini," kata In Hong kemudian. "Barangkali ini ada suaranya binatang, atau suara ayam yang sedang berontak-rontak.."
"Apa, binatang?" tegasi Kat Po. "Mustahil ayam bersuara begini?"
"Umpama suaranya harimau atau macan tutul! Umpama binatang liar itu lagi terkam ayam"..."
In Hong merabah sakunya, ia tak dapati ia punya revolver. Senjata itu, bersama-sama revolvernya Kat Po, disimpan dalam tas kecil dan tas itu mereka tak bawa bersama.
"Celaka betul" Kat Po menggerutu.
Dari cimchee ada menghembus angin barat utara.
"Sungguh satu bau yang sangat tak sedap!..." kata In Hong.
"Bau amis" hawa mayat?" kata Kat Po.
"Inilah bau yang dapat dicium oleh Teng Hoei Kie ketika ia turut Han Thia Bwee Hee jalan-jalan di rimbah," In Hong terangkan.
Matanya nona ini segera menyelidik ke segala penjuru di dalam kamar yang luas itu. Ia pun pergi ke cimchee, akan lihat keadaan di situ. Kemudian ia kembali ke dalam kamar, akan teliti pintu pojok yang kekar itu.
"In Hong, aku tahu, ini Dr. Ma?"
Tapi Kat Po tak bisa bicara terus, kata-katanya terintang oleh suara bergeraknya palang pintu.
Dua-dua mereka segera mundur, akan bersiap untuk segala kejadian, mata mereka dipasang awas.
Dengan satu suara, daun pintu lantas terbuka dengan pelahan-pelahan, berbareng dengan itu, menghembus pula bau bacin, baunya mayat yang sudah nowah"
Begitu daun pintu terpentang, lantas muncul satu pegawai yang tubuhnya pasek, yang romannya bengis, siapa terus berdiri di samping pintu dengan dada terangkat naik.
In Hong dan Kat Po lihat, dihadapan ia, ada suatu kamar bersantap yang aneh. Di atas sebuah meja ada dipasang sepasang lilin, di atas itu ada piring dan mangkok kecil bekas kecap dan lain-laian, yang bergeletakan secara tak teratur. Dalam sebuah gelas beling ada isih separuh barang cair warna merah sebagai dara"
Seorang dengan tubuh tinggi dan besar, yang sikapnya garang sekali, yang memakai thungsha terlapis ma-kwa, berbangkit dari kursinya, tangan kirinya masih memegangi sepotong paha sapi panjangnya dua kaki kira-kira. Ia punya mulut masih menggayem. Ketika dengan tangan kanan ia samber gelasnya dengan minuman warna merah itu, minuman itu terus ia ceglak, sekali saja, habis kering".
Lekas sekali, gelas itu diletaki di atas meja. Sebagai gantinya, ia angkat sebuah pedang pendek, yang tajamnya berkilau-kilau, yang ia susut pada sejuwir kain lap. Pedang itu ada berlepotan dara, setelah bersih, ia masuki ke dalam satu sarung kulit, yang ia selipkan di pinggangnya di dalam ma kwa.
"In Hong, yang ia minum itu adalah dara," kata Kat Po pada kawannya. Tapi ia gunai bahasa rahasianya, bahasa yang seperti nyanyian musik.
Akan tetapi matanya In Hong jelilatan ke dalam kamar bersantap itu.
"Ya, ia minum dara?" nona ini menjawab, dengan lagu yang sama.
Tukang minum dara itu, sambil geragoti dagingnya bertindak dengan pelahan-pelahan, keluar dari kamar bersantapnya itu.
Kembali ada berkesiur bau bacin, bau mayat busuk".
Orang itu bertindak ke thia, ke kursi Thay soe ie di tengah-tengah ruangan. Di depan kursi sekali, ia berdiri diam.
"Hu..hu..hu"."
Suara itu keluar dari mulutnya orang ini, yang sementara sudah gegares habis daging sapinya dan tulangnya, ia lempar secara sembarangan ke jubin. Kemudian ia jatuhkan diri atas kursi Thay soe ie.
Si pegawai, yang tadi berdiri di samping pintu, bergerak, akan kunci pintu itu. Ia hampirkan orang tinggi besar itu, disamping siapa ia berdiri tegar bagaikan patung batu.
"Suara binatang liar itu keluar dari mulutnya penenggak dara ini," Kat Po kata pula pada kawannya, ia tetap gunai bahasa rahasia.
In Hong tidak menjawab, otaknya sedang bekerja.
Sekelebatan, ia seperti perna lihat cecongor manusia yang sama dengan cecongornya orang satu ini " satu muka yang jelek dan begis. Muka panjang pesegi, jidatnya nonjol seperti juga kedua tulang pipinya, sebaliknya hidungnya melesak ke dalam, seperti juga lain bahagian pipinya. Dibawahnya sepasang alis yang tebal ada dua biji mata yang kecil keriyap. Ia hanya tak bisa lantas ingat, di mana ia perna lihat muka semacam ini.
Ruangan ada sangat sunyi, tidak ada hawa hidup di situ, semua ada hawa mati"
Tukang tenggak dara itu, sekarang awasi kedua tetamunya, siapapun balik mengawasi padanya.
Tiba-tiba orang itu mengeluarkan napas panjang, beberapa kali, suaranya mirip benar dengan suara binatang liar.
"Hu..hu..hu?" Kemudian, segera terdengar ia suara manusia biasa.
"Kau orang dua pemudi adalah orang-orang hutan yang tolol! Kenapa kau orang datang mengganggu aku punya waktu bersantap tengah hari" Apa kauorang sengaja datang untuk menganteri bahan minuman untuk aku" Memang sudah lama aku belum rasai lagi daging manusia yang mudah dan segar dan belum minum daranya orang muda! Kau orang datang secara kebetulan?"
Mendengar itu, Kat Po mendelong. Apakah manusia jelek ini bukannya manusia"
Apakah ia ada separuh manusia separuh binatang" Bwee Hee lenyap secara aneh, apakah nyonya itu telah jadi kurbannya manusia aneh ini" Apakah nyonya Han itu telah jadi bahan dedaharan dan minumannya makhluk luar biasa ini"
"Inilah diapunya cara perang asabat," In Hong peringati Kat Po dengan bahasa rahasiannya.
"Kita jangan kasi diri kita kena dipengambi!"
"Wa-ha-ha-ha! Wa-ha-ha-ha!" orang aneh itu tertawa, tertawa secara aneh juga. Itu ada suara tertawa yang menakuti, "Siapa kau" " akhirnya In Hong tanya, dengan tenang, "Aku hendak bicara sama Dr. Ma Pek Teng,"
"Aku ada Ma Seng Hong, ayahnya Dr. Ma Pek Teng!" sahut tukang tenggak dara manusia itu. "Kauorang hendak bicara apa" Bicara saja sama aku! Sebentar, sehabisnya bicara, itu adalah saat dari kematianmu berdua?"
"Foei" Kat Po berseru, napsu amarahnya meledak. "Kau makhluk tiga bahagian manusia dan tujuh bahagian binatang liar! Siapa kesudian bicara sama binatang sebagai kau" Lekas suru keluar itu dokter tetiron Ma Pek Teng! Apakah dia sembunyi karena ia takut dosanya" Jikalau kau tidak panggil dia keluar, kita akan geledah rumah ini!"
"Wa-ha-ha-ha! Wa-ha-ha-ha-!" kembali manusia aneh itu tertawa, dengan suara tertawanya yang bisa Ibikin mengkirik bulu tubuh. Lantas ia perintah pegawainya: "Pergi kau ambil dan bawa kemari itu pedang dan golok bergagang pualam!"
Pegawai itu masuk ke kamar makan, ia lewati itu, sebentar kemudian, ia telah kembali dengan lima pasang pedang dan lima pasang golok, yang semuanya tajam, Dua perangkat senjata itu diletaki di atas batu di pinggiran jendela, "Siapa merusak namaku atau nama keluargaku, siapa mencaci aku, aku tak akan antap ia hidup lebih lama" berkata Ma Seng Hong, dengan suaranya yang keras dan bengis, "Tapi aku lebih suka membunuh orang yang sanggup bikin perlawanan padaku! Semakin hebat kauorang lawan aku, sebentar, di waktu aku irup dara kauorang, aku jadi semakin bernapsu dan gembira! Aku tahu kauorang berdua adalah bandit-bandit perempuan yang kesohor, kauorang tentunya mengarti boegee! Di sana ada pedang dan golok, kauorang boleh pilih sesukanya Inilah ada pertempuran terakhir dari hidupnya kau orang didalam dunia ini!"
Habis kata begitu, Ma Seng Hong lolos iapunya ma-kwa dan thunsha, kemudian ia hunus iapunya pedang pendek. Ia sudah lantas siap di muka kursinya.
In Hong dan Kat Po loncat dengan berbareng ke jendela, akan periksa itu masing-masing lima pasang pedang dan golok. Semua itu bukannya senjata mustika tapi cukup kuat dan tajam, waktu mereka cekal, mereka merasa senjata itu boleh mereka gunai. Mereka menyekal masing-masing sebatang pedang.
"Eh, binatang, ini hari ada kaupunya hari hidup yang penghabisan!" Kat Po berkata dengan tajam, "Takeran kejahatan dari kau sudah luber, maka kasilah aku bikin kau tebus dosamu!"
Kat Po bicara sambil berloncat kearah Ma Seng Hong dan ujung pedangnya pun sudah lantas menjuju dada orang. Ma Seng Hong berkelit, hingga ujung pedang lewat di tempat kosong, ampir berbareng dengan itu, Ia balas menikam. Kat Po pun lekas egos tubuhnya.
Lantas mereka saling menyerang. Berselang tiga menit, lantas kelihatan Kat Po punya penyerangan hebat, karena iapunya hati panas, sebab berulang-ulang ia tak bisa tuncapkan pedangnya ke tubuhnya manusia aneh itu.
Di lain pihak, ayahnya Dr. Ma Pek Teng ada liehay sekali. Iapunya pedang berkelebatan laksana halilintar, tubuhnya seperti juga ketutupan sinar kilat. Hingga kemudian, Kat Po merasai matanya berkunang-kunang,
Ia kantongi itu cap dan anak kunci, lantas ia giring Tiong Keng ke luar, di kasi naik ke dalam oto polisi, buat terus diangkut ke kantornya.
Belum lama dari berangkatnya dektektif To, oto rumah sakit pun muncuk, akan bawa pergi pada Bwee Hee. Sie Kiat ikuti bersama, akan antar isterinya itu.In Hong lalu ajak Kat Po dan Hiang Kat meninggalkan villa itu, untuk pulang ke rumah mereka sendiri di Hungyau Road.
Belum terlalu lama dari sampainya nona-nona ini dirumahnya, lantas muncul Detektif To dengan romannya yang uring-uringan, d belakangnya ada ngintil si Gcmuk. "In Hong! Kau?".
"Aku" Aku kenapatah, eh" " tanya si nona, tetapi dengan adem, "Kau telah curi semua isihnya brandkast!-itu harta besar!" teriak To Tjie An, "Oh, tidak, tidak!" In Hong nyangkal. "Aku tak perna curi harta itu Barangkali orang!.."
Sikapnya si nona tetap ada dingin.
"Pertama-tama kau telah dului ambil cap dan anak kuncinya Tiong Keng," kata detektifTo, dengan tak kurang sengitnya, "dengan bawa itu kau pergi ke bank dan ambil semua isihnya brandkast, kemudian kau kembali ke villanya Tiong Keng, selagi kau loloskan tambang yang mengikat tubuhnya penjahat itu, kau kembalikan itu cap dan anak kunci, lantas kau berpura-pura sebagai juga tak terjadi suatu apa. Demikian ketika aku pergi ke bank, isihnya lemari besi sudah kosong, apa yang kedapatan di situ adalah selembar kertas putih di mana ada dilukiskan gambarnya seekor burung kenari! Nah, kau lihat, apakah harta itu bukan telah diambil oleh kau" "
Detektif To menjerit ketika ia ucapkan kata-katanya yang terakhir itu.
"Oh, kalau begitu, Oey Eng yang ambil harta itu!" kata In Hong sambil bersenyum. "Oey Eng ambil harta itu, habis apa sangkutannya dengan aku" "
Detektif To gusar hangga tubuhnya gemetaran, hingga dengan lemas ia jatuhkan diri ke atas divan.
Ia mengawasi, dari pinggiran matanya, kepada itu nona yang cerdik dan eilok sekali parasnya, yalah In Hong, atau sebenarnya, Oey Eng, si burung Kenari.
In Hong tetap bersenyum, bersenyum dengan tawar,
TAMAT "Aku tak sangkah bahwa aku bukannya iapunya tandingan".. pikir Kat Po. Tapi ia penasaran, ia berkelahi terus, ia menyerang secara kalap. Ia bersedia akan berkelahi sampai mati.
In Hong menonton sedari tadi, iapunya mata yang awas bisa bedakan keadaan. Ia segera dapat kenyataan, ilmu pedang dari Ma Seng Hong ada lihay sekali. Jangan kata Kat Po, ia sendiri pun rasanya sukar akan berebut kemenangan dari dia itu. Selagi ia hendak lompat maju, akan gantikan iapunya soemoay, ia lihat Kat Po sudah terdesak ke pojok, permainan pedangnya sudah kalut. Itu ada saat sangat berbahaya.
"Wa-ha-ha-ha! Wa-ha-ha-ha! Wa-ha-ha-ha! Demikian Ma Seng Hong tertawa, dengan suaranya yang seram dan tak sedap bagi kuping. Itu ada suara tertawa yang aneh.
"Ma Seng Hong, maaf!" begitulah suaranya In Hong. Ia berlaku hormat, tetapi ketika tubuhnya mencelat, ujung pedangnya menikam orang punya bebokong! Ia terpaksa berbuat ini, untuk tolong Kat Po.
Ma Seng Hong dengar itu seruan, ia putar tubuhnya, ia tinggalkan Kat Po, untuk tangkis serangan dari belakang ini.
Sebentar saja, Ma Seng Hong segera mengarti bahwa boegee dari In Hong ada beda jauh daripada boegeenya Kat Po, kalau Kat Po ada polos, nona ini ada licin dan liehay.
"Pantas dia tersohor! Coba aku tidak berkepandaian tinggi, aku pun bukan iapunya tandingan," demikian pikir ayahnya Dr. Ma, sembari ia melayani terus.
Berselang lima atau enam menit, Ma Seng Hong lantas bikin jalannya pertempuran jadi berubah. Seperti melawan Kat Po tadi, sekarang ia pun bisa mulai desak iapunya lawanan yang tangguh.
Mau atau tidak, In Hong mesti terdesak. Sukur ia ada punya tubuh yang enteng dan gerakan yang gesit, maka meskipun ia terdesak, ia tidak terdesak hebat hingga keadaannya jadi sangat berbahaya. Dengan kegesitannya ini, ia masih sanggup terus membikin perlawanan.
Selagi pertempuran berjalan sehebat itu, mendadakan pintu thia terbuka dan seorang dengan usia kira-kira tiga puluh tahun, yang dandan dengan stelan cara Barat, muncul di muka pintu.
"Ayah, tahan" demikian suaranya orang muda itu. "Tahan, ayah., jangan kau tempur ini kedua nona! Kalau ada urusan, kitaorang boleh bicarakan itu, atau kita bereskan dengan lain cara!"
Ma Seng Hong sudah lantas loncat mundur.
In Hong pun lompat mundur, ke arah jendela.
Maka itu, pertempuran sudah lantas berhenti.
"Apakah kau ada Dr. Ma Pek Teng" " In Hong tanya pemuda itu, yang ia awasi.
Ini anak muda ada tinggi dan besar sama seperti Ma Seng Hong, romannya yang jelek dan luar biasa pun sama, dari hidung sampai jidatnya, cuma dia ada terlebih kurus sedikit dan jauh terlebih muda usianya. Kulit mereka pun ada sama-sama rada hitam. Ada luar biasa bahwa roman ayah dan anak ada mirip satu pada lain, hanya di matanya In Hong, di antara mereka masih ada perbedaan lainnya.
"Ya, aku ada Dr. Ma Pek Teng," sahut itu anak muda, "Aku baharu pulang habis lihat pasien, pegawaiku kasi tahu bahwa ada dua nona In Hong dan Kat Po mencari aku untuk bicara, Aku tahu adat ayahku ada keras, aku kuatir kauorang nanti kebentrok satu pada lain, dari itu aku lantas menyusul kemari. Benar saja, kauorang sudah adu tenaga.
Tapi! Memang biasanya, siapa tidak berantam dulu, mereka tak akan berkenalan! Sekarang mari, silahkan duduk, silahkan duduk"
Biar ia ada beroman mirip ayahnya, sikapnya Dr. Ma toh ada lain.
"Ada tetamu agung di sini, kenapa tidak menyuguhkan teh" " Dr. Ma tegor pegawainya.
Pegawai itu lantas saja tuang air teh, untuk kedua tetamunya dan dua tuannya.Tapi disitu tidak ada meja, maka cangkir ditaruh di atas kursi.
In Hong dan Kat Po duduk di kursi sebelah kiri. Dr. Ma Pek Teng di sebelah kanan, dan Ma Seng Hong tetap di kursi tengah, Kat Po sudah mengaso cukup lama tetapi ia merasa haus, ia lihat air teh, ia angkat itu, untuk minum, tapi In Hong cegah ia dengan satu tanda, hingga ia turunkan pula cangkir yang sudah ampir nempel sama bibirnya.
"Jiewie telah kunjungi kita, ini ada satu kehormatan untuk kita," kata Dr. Ma Pek Teng, suaranya ramah-tamah, "Ada urusan apa jiewie mencari aku?"
"Kita orang datang melulu untuk bicarakan soal kethabiban sama kau, Dr. Ma," sahut In Hong dengan adem, "Pada tiga hari yang lalu, di hotel An Tay ada satu tetamu yang jatuh sakit, bukankah kau yang rawat padanya, Dr. Ma" "
"Oh..... menyahut dokter itu, setelah berpikir sebentar, lantas ia tertawa, "Itu tetamu terganggu asabatnya dan jantungnya juga, sebenarnya aku belum periksa ia, ia sudah menutup mata. Atau lebih benar lagi, baharu aku masuk ke dalam kamarnya, ia sudah hembuskan napasnya yang penghabisan. Aku pun belum sempat periksa iapunya tubuh. Ada urusan apa yang jiewie hendak bicarai mengenai tetamu itu" "
"Dr. Ma, berapa lamatah kau berdiam di kamarnya si sakit itu?" In Hong tanya.
"Apakah soal ini ada hubungannya sama soal kethabiban?" Dr. Ma balik menanya.
"Benar. tolong kau jawab, Dr. Ma," sahut In Hong dengan tetap.
"Apakah aku mesti menjawab?" Dr. Ma ulangi.
"Benar," si nona pastikan.
Dr. Ma Pek Teng berpikir sebentar.
"Selagi aku masuk ke dalam kamar, ia telah putus jiwa, oleh karenanya, aku tidak berdiam di dalam kamar," sahut ia, dengan suara tak lancar.
"Nampaknya pengakuan ini tak cocok dengan keadaan yang sebenarnya," In Hong kata dengan tawar.
"Bisa jadi juga," Dr. Ma akuh, "Dari pagi sampai sore, sering sekali aku keluar untuk periksa orang sakit. Orang yang sakit ada banyak sekali. Tapi Leng In, aku belum periksa sama sekali, sebab ia sudah mati terlebih dahulu, ia tak memerlukan pemeriksaan lagi!"
In Hong berdiam, agaknya ia berpikir. Tidak demikian dengan Kat Po,
"Semua dusta" ia ini kata, "Kau menyangkal untuk loloskan diri dari tanggung-jawab, Leng In memang berjantung lemah tapi sudah lama sembuh dari penyakitnya itu. Ia tak membutuhkan lagi pertolongan dokter! Duduknya hal tentu ada lain, Leng In lihat kaupunya roman jelek dan menakuti, ia kaget, ia menjerit, maka sakit jantungnya kumat dengan segera, Leng In suru kau keluar, tapi kau membandel, kau tetap hendak periksa penyakitnya, berulang-ulang ia suru kau pergi, kau tidak meladeni, malah dengan bawa pesawatmu, kau menghampirkan, Ini ada hal yang jelas sekali, Leng In terbinasa karena ia kelakutan dan kaget! Bisa jadi kau sengaja, untuk bikin ia kaget dan binasa"
"Ha-ha-ha-ha-ha!" Dr. Ma tertawa, "Benar romanku jelek tetapi aku percaya aku tak akan bikin orang kaget hingga binasa seperti katamu itu, nona, Kalau tidak, semua penduduk kota ini, yang lihat aku, akan pada mati kaget! Malah kauorang sendiri, jiewie, kauorang pun bakal turut kaget mati...."
'Tetapi di sini ada satu sebab lain," Kat Po bilang. "Di Haiwan- chun, di waktu malam yang tak berbulan terang, orang bisa terganggu oleh keluar munculnya iblis atau memedi katanya ada satu setan dari jaman Boan yang suka keluar akan tangkap orang, untuk dibawa masuk ke dalam uang kubur. Misan dari Leng In, jalah Nona Hiang Kat, pun kena diculik memedi itu"
"Wa-ha-ha-ha! Wa-ha-ha-ha!" tiha-tiha Ma Seng Hong tertawa, "Juga kauorang berdua bakal ditangkap dan diculik oleh setan dari jaman Ceng-tiauw itu, untuk dibawa lari masuk ke dalam kuburan..!"
"Sebaliknya kita hendak seret memedi itu keluar dari lobang kuburannya!" kata In Hong dengan dingin.
"Leng In beruntung bisa lolos dari tangannya si memedi," berkata pula Kat Po, "Ia tentunya dapat pertolongannya lampu batre hingga ia bisa lihat cecongornya memedi itu. Itu ada roman yang menakuti sekali, maka ketika ia lihat roman kau, ia jadi kaget dan ketakutan, hingga ia menjerit mengusir kau pergi. Dari sini menjadi nyata, roman kau sama romannya memedi ada mirip satu pada lain ! Atau dengan lain perkataan, kaulah yang menyamar jadi memedi itu! Kau takut Leng In nanti bongkar rahasia kau, kau sengaja bikin ia takut dan kaget sampai mati."
"Hoe" hu... hu?" demikian suara aneh dari Ma Seng Hong, yang perlihatkan roman gusar.
Ma Pek Teng goyangi tangan terhadap ayahnya, ia terus bersikap tenang.
"Ini pun bukannya soal kethabiban," ia kata pula, "Ini ada pertanyaan-pertanyaan kehakiman! Jadinya jiewie sangkah akulah si memedi jaman Ceng tetiron dan aku yang bikin Leng In kaget sampai binasa" Malam kapan yang Hiang Kat, misannya Leng In, kena diculik setan?"
"Satu, dua hari, atau tiga hari sebelumnya Leng In mati," Kat Po jawab.
"Jadi kau artikan pada suatu malam dari empat-lima hari atau enam hari berselang" " Dr. Ma Pek Teng tegaskan.
"Benar," Kat Po pastikan.
"Selama ini dua minggu," Dr. Ma kata, "setiap hari dari sore jam enam sampai pagi jam enam juga aku selalu berada di rumahnya satu hartawan she Hang di mana aku sedang tilik sakit typhus perut dari Miss Hang. Bersama aku pun ada dua nona jururawat dari rumah sakit umum yang diundang permili itu untuk sama-sama merawati nona itu, hingga mereka ini bisa dijadikan saksi untuk aku. Selama dua minggu, setiap malam aku ada di rumahnya keluarga Hang, setindak pun aku belum perna melangkah keluar dari rumah itu. Atau sebenarnya, Miss Hang adalah tunanganku dan lagi beberapa bulan, kitaorang bakal menikah. Maka selagi sakitnya si nona ada demikian hebat, sekalipun aku ada punya ilmu memecah diri menjadi dua, tak nanti aku kesudian akan peca diriku dan pergi kelayapan menyamar jadi memedi, Miss Kat, kau terlalu menghina aku, kau telah merusak nama baikku aku mesti dakwa pada kauorang..... "
"Kau orang berdua, ayah dan anak, adalah okpa-okpa terbesar dari ini tempat!" kata Kat Po dengan sengit, dengan ia tak hiraukan orang punya ancaman. "Kau orang pun telah berkonco sama bajak-bajak dan menjadi tukang tadah dari mereka itu! Semua penduduk sini ada sangat takuti kau orang, hingga untuk bikin mereka jadi saksi, akan tindih kau orang, itulah tak nanti terjadi! Mana mereka berani lawan kau orang" Dari itu, keterangan kau barusan tidak ada artinya?"
Sebagai seorang polos, Kat Po tidak bisa simpan kagi segala apa yang ia pikir. Setelah umbar hawa kemendongkolannya, ia merasa seperti tuang ikan yang nyangkut di tenggorokannya telah lenyap.
"Hang"hang"ha?" demikian suaranya Ma Seng Hong, yang gusar tak kepalang, hingga ia tak sanggup kendalikan diri lagi, hingga mau menerjang pula.
Justeru itu, iapunya pegawai tadi lari masuk.
"Tuan, Tuan Tam Pit Sin minta ketemu sama kau" ia kata, "Ia bilang bahwa empat kawannya, tiga lelaki dan satu perempuan, telah ditahan oleh Detektif Kwa Tay Yong, maka ia mau mohon kau pertanggungkan mereka supaya mereka dimerdekakan?"
Dr. Ma hendak cegah pegawai itu bicara terus tetapi si pegawai bicara nyerocos saja, karena ia percaya, Ma Seng Hong, si majikan tua, tak akan antap dua tetamunya itu keluar lagi dengan masih hidup dari rumah mereka.
"Pek Teng, pergi kasi tahu Pit Sin semua-mua ada aku, ia jangan takut" Seng Hong kata pada anaknya. Ia tidak takut, ia merasa pasti bahwa dengan pedangnya yang pendek, ia akan dapat binasakan dua nona itu. "Dua bandit perempuan ini sudah bosan hidup, mereka datang menantang aku, jikalau aku tak binasakan mereka, aku sumpah tak mau jadi manusia lagi!"
"Kaulah binatang, yang bukannya manusia'" Kat Po mendamprat.
Dengan murka Ma Seng Hong lompat pada Kat Po dengan pedangnya dikasi bekerja.
Dr. Ma lari ke pintu dan keluar, daun pintu menggabruk d belakang ia.
Nona berangasan itu berkelit sambil terus balas menyerang. Ia tahu yang ia sukar lawan musuh ini tetapi ia tidak takut, ia kembali bikin perlawanan.
In Hong mengawasi pertempuran itu. Dari ucapannya si pegawai, ia sekarang dapat kepastian bahwa Ma Seng Hong ada konco bajak dan menjadi tukang tadah, bahwa dia ini benar sangat berpengaruh, karena dia berani pertanggungkan keselamatannya kawanan bajak. Tapi ia tak bisa mengawasi saja. Lagi-lagi Kat Po kena terdesak pula ke pojok. Maka unluk menolong, ia lantas loncat dan menyerang, hingga dengan begitu, ia jadi terlibat dalam pertempuran.
Si pegawai kuatir kedua nona bisa lolos, ia lari ke pintu, yang ia tapal dan ikat dengan rante. Juga pintu yang nembus ke kamar makan, ia kunci. Sekarang ia percaya, dua nona itu mesti binasa di ujung pedang dari majikannya.
Selagi pertempuran berjalan seruh, mendadakan terdengar suara nyaring dari beradunya dua senjata, lantas ujung pedangnya In Hong sapat dan jatuh terlempar, hingga ia jadi kaget dan lekas lompat nyamping.
Kat Po awas, ia segera maju, akan gantikan iapunya soe-cie itu.
"Wa-ha-ha-ha Wa-ha-ha-ha" begitu Ma Seng Hong tertawa pula.
"Binatang tak tahu malu" Kat Po berteriak. "Bagaimana kau pakai pedang mustika dan kau kasikan kita pedang biasa! Tapi aku tak takut, binatang, kau lihat pedangku!"
Nona ini menerjang, dan setiap kali ia menikam, ia mendamprat.
In Hong mundur ke jendela, untuk tukar pedangnya, setelah itu, ia maju pula, akan bantui kawannya, hingga tuan rumah jadi dikerubuti.
"Awas pedangku, binatang!" teriak Kat Po, dengan satu serangannya.
Seng Hong tak jerih untuk pedangnya nona ini, sebaliknya ia gusar bukan kepalang karena si nona saban-saban maki ia binatang, maka itu, ketika pedang datang, ia menangkis dengan keras, hingga kembali terdengar suara nyaring.
Kat Po lompat mundur, sebab pedangnya terbabat kutung. Tapi orang she Ma itu terpelanting, sebab ia kena injak ujung pedangnya In Hong tadi, baiknya ia bisa lekas tetapkan tubuh.
"Binatang tak tahu malu!" Kat Po memdamprat pula, setelah ia tukar golok, kemudian ia merangsek pula.
Sekalipun Ma Seng Hong , dikepung berdua, ia tetap tangguh. Kat Po ada terlalu lemah bagi ia. In Hong ada cukup tangguh, tetapi nona ini berhati-hati, agar pedangnya tak lagi terpapas musuh, dari itu, cara berkelahinya jadi sedikit kendor. Ia juga mau berlaku hati-hati.
"Binatang, lihat golok!"lagi-lagi Kat Po berseru dengan penyerangannya. Tapi lagi-lagi tangkisannya musuh bikin ujung goloknya putus dan terpental.
"Binatang, awas!" In Hong pun berseru. Tapi juga iapunya pedang kena dibikin terkutung dua, saking liehaynya tangkisan dari orang she Ma itu.
Dua-dua nona tukar pedang dan golok, mereka lanjuti pengepungan mereka. Namanya saja pengepungan, sebenarnya, Ma Seng Hong adalah yang pegang peranan.
Dalam perlanjutan terlebih jauh, Kat Po telah bikin kutung lima golok dan satu pedang, In Hong sapat dua pedangnya, hingga sekarang, ia cuma punya sisa pedang yang penghabisan, begitupun Kat Po. Maka, andaikata pedang yang penghabisan ini kembali kena dibikin kutung, mereka akan tak punya senjata kecuali gagang pedang dan golok, yang tentu saja tak ada artinya.
Kedua nona berkelahi dengan hati-hati, keadaan mereka ada terancam sekali.
"Wa-ha-ha-ha, wa-ha-ha-ha!" Ma Seng Hong tertawa berulang-ulang. Ia ada girang dan mengejek.
Dua pegawai, pengawal pintu dan bujang, menjaga dimasing-masing pintu depan dan pintu kamar makan. Mereka nonton dengan gembira, sebab majikan mereka menang di atas angin. Mereka girang akan lihat ujung pedang dan golok pada berterbangan. Mereka ingin saksikan batang lehernya kedua nona juga nantu terkutung sebagai pedang dan golok"
Sang bujang jumput tulang sapi, agar majikannya tak kena minyak itu dan nanti jadi terpeleset sebagai tadi.
"Wa-ha-ha-ha, wa-ha-ha-ha !" lagi-lagi Ma Seng Hong perdengarkan iapunya suara aneh, "In Hong, Kat Po, saat kematianmu sudah mendekati! Lihat, aku nanti irup dara kauorang, aku akan gegares dagingmu berdua!"
"Binatang, lihat pedang!" Kat Po berseru dengan kegusaran, sambil ia loncat menikam bebokongnya manusia binatang itu..
Tatkala itu Ma Seng Hong sedang desak In Hong, pedang siapa ia ingin sekali babat kutung dengan ia punya pedang pendek, yang sebenarnya ada sebuah pedang mustika, yang tajamnya luar biasa. Akan tetapi ia berhadapan sama si nona yang gesit dan cerdik, beberapa kali percobaannya selalu gagal karena nona itu saban-saban berkelit atau loncat mundur, pedangnya tak mau diadukan dengan pedang lawan. Si nona mengarti, pedangnya ada pedang yang penghabisan, kalau juga pedang ini kena dibikin sapat, ludaslah pengharapan mereka, karena musuh ini benar-benar ada sangat tangguh.
Adalah justeru di saat itu, datang serangannya Kat Po dari belakang. Maka ayahnya Dr. Ma jadi sengit, cepat sekali ia berkelit ke samping, pedangnya diputar untuk memapaki pedang musuh.
"Trang" demikian suara yang terdengar, nyaring sekali.
Dan Kat Po terperanjat bukan main, senjatanya yang terakhir telah putus menjadi dua. Di lain pihak, Ma Seng Hong lompat maju, ujung pedangnya mengancam tenggorokan"
"Pergilah kau!" berteriak tuan rumah yang kosen itu. Ia sedang gusar tetapi ia pun puas sekali.
Kat Po menghadapi bahaya besar. Di tangannya tinggal gagang pedang, yang sudah tidak ada artinya. Di kiri ia ada tembok, karena ia sudah terdesak. Di kanan ia ada mengandang kursi Thay-soe-ie. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri adalah loncat ke belakang. Dan ini ia lakukan, untuk tolong dirinya.
Di samping pintu tembusan ke kamar bersantap ada si bujang dengan tangannya menyekal tulang sapi, Kat Po lompat justeru ke jurusan dia ini. Dia pun ada sebet, justeru si nona, yang loncat mundur, sampai, ia terus menyerang dengan tulang sapi itu.
Kat Po dengar suara menyambernya angin, ia hendak berkelit, tapi dalam keadaan seperti itu, ia sudah tak berdaya lagi, maka ketika tulang sapi mengenai ia-punya kepala, ia segera merasai sakit dan kepalanya pusing, hingga tak tempo lagi, tubuhnya sempoyongan dan jatuh, terus saja ia rubuh dengan pingsan Ma Seng Hong maju lebih jauh, guna lanjuti niatannya membinasakan nona yang aseran itu, yang saban-saban mencaci ia, akan tetapi In Hong serang ia dari samping, hingga mau atau tidak, ia mesti tundah niatannya itu. Ia putar tubuhnya, akan layani ini musuh yang terakhir.
Segera juga In Hong merasai kesukaran, karena untuk melayani Ma Seng Hong satu sama satu, Pekerjaan ada sangat berat. Di mana dengan berdua ia masih tak berdaya, apapula sekarang setelah ia berada sendirian. Di pihak lain, ia pun mesti saban-saban lihat Kat Po, yang rebah sebagai mayat.
Ma Seng Hong pun mengarti kenapa si nona terus libat ia, ia hanya penasaran, sebab ada sangat sulit untuk ia akan rubuhkan nona ini, sedang buat babat pedangnya saja, ia ampir-ampir kewalahan.
"Hei, orang-orang tolol!" akhirnya ia serukan dua pegawainya itu. "Dia sudah tidak berdaya, apa lagi yang kauorang takuti" Lekas, ambil apa saja, untuk kirim ia ke Akherat!..."
Bujang dan pegawai itu tak tolol lagi begitu lekas mereka telah disedarkan oleh majikan mereka. Sekarang mereka mengarti, Kat Po pingsan untuk sementara waktu, si nona bisa sedar dengan cepat, maka itu, mereka tak boleh ajal-ajalan, akan turun tangan. Si bujang 1empar tulang sapinya, ia cari kursi. Dan si pegawai ujung pedang atau golok, untuk dipakai sebagai senjata.
In Hong bukan main punya sibuk. Kat Po benar-benar menghadapi bencana. Ia sendiri tak berdaya, sebab disebelah tubuhnya, ia punya musuh ada diarah betul oleh musuhnya yang tangguh itu. Bagaimana ia harus tolong iapunya soemoay"
Tiba-tiba ia berseru:"Ma Seng Hong! Awas panah beracun!"
Pamah beracun dari In Hong ada sangat kesohor, begitupun iapunya panah untuk bikin bekuh orang punya tubuh dan kaki dan tangan, tetapi ini hari ia tidak bawa dan senjata rahasianya itu, kalau toh ia berseru menyebut panahnya, ia melainkan pakai akal, untuk gertak Ma Seng Hong.
Tuan rumah itu terperanjat, tak perduli ia ada gagah dan tabah, Ia juga perna dengar tentang orang punya dua rupa senjata rahasia yang liehay itu. Selagi ia terperanjat, gerakannya turut terhalang.
Justeru ini ketika yang baik yang In Hong tak sia-siakan, sebet luar biasa, iapunya sebelah kaki terangkat naik dan mengenai pinggangnya musuh.
Ma Seng Hong benar-benar tangguh. Coba ia ada orang lain, ia sudah mesti terjungkel oleh karena dupakan itu, tetapi sekarang, ia melainkan sempoyongan.
Tapi ini pun sudah cukup, bagi In Hong.
Si bujang sudah samber kursi dan telah diangkat tinggi, kursi itu sedang diayun turun. Celakalah Kat Po kalau sampai kursi itu menimpah kepadanya.
In Hong loncat kepada bujang itu. Kalau ia gunai pedangnya, bujang itu akan rubuh binasa, tetapi kursinya toh akan timpah juga Kat Po. Maka itu, ia tak gunai pedangnya itu, Ia hanya angkat kakinya, dengan apa ia bikin bujang itu rubuh terpelanting, kursinya terlepas.
Lantas ia samber itu kursi, dipakai menimpah bujang itu, hingga dia itu, yang sudah rubuh terbanting, terus menjadi pingsan, tubuhnya rebah enam atau tujuh kakinya dari tubuhnya Kat Po.
Setelah itu, In Hong hendak berikan hajaran pada si pegawai, akan tetapi Ma Seng Hong, yang sudah perbaiki diri, sudah lantas hampirkan ia, malah ujung pedangnya telah mengancam tenggorokan, dari itu, terpaksa ia putar tubuh, akan layani musuh berbahaya ini.
In Hong berkelit dari tusukan, ia balas menyerang, sesudah itu, ia main mundur. Untuk mendesak pun tidak ada ketika, selagi pedang musuh ada sangat liehay. Ia mundur ke arah jendela, iapunya otak bekerja, ia terus berlaku awas, ia mainkan pedangnya secara gesit sekali. Saban-saban ia singkirkan pedangnnya dari pedang musuh. Keinginannya yang utama adalah jauhkan musuh itu dari Kat Po, agar dia tak dapat ketika untuk tikam itu soe-moay.
Bertempur di dekat jendela, In Hong merasakan kesukaran yang hebat, Keringat telah mulai turun mengucur di jidatnya. Hebatnya adalah, di sebelah menjaga diri sendiri, ia mesti lindungi Kat Po, sedang musuhnya, ada tangguh luar biasa. Di lain pihak lagi, si pegawai sudah dapatkan sepotong pedang buntung dan sedang bertindak ke jurusannya Kat Po.
"Panah beracun" mendadakan ia berteriak pula, dengan gertakannya.
Kembali Ma Seng Hong kena dilagui, sebab ia lihat orang punya
tangan terayun, ia loncat mundur.
Justeru itu, In Hong juga loncat, kepada si pegawai. Tapi, selagi nona ini hendak serang pegawai itu, Seng Hong kembali sudah susul ia, hingga ia mesti awas buat orang punya pedang mustika. Karena ini, ia tak bisa tikam si pegawai, terpaksa ia kirim jotosan dengan tangan kiri. Ia pun tidak bisa memukul dengan keras, akan tetapi karena pegawai itu bukannya seorang tangguh, ketika bahamnya kena bogem mentah, ia rubuh terbanting dan terus pingsan seperti si bujang.
Ma Seng Hong punya kemurkaan jadi saling susun. Sambil menggerendeng, ia serang nona kita, menyerang berulang-ulang. Ia tak perdulikan orang repot berkelit dan mundur, ia mendesak.
Dengan hati-hati tetapi tak kalah gesit dan awasnya, In Hong telah bela diri. Ia pertahankan diri sebagai juag ia bertahan dari serangan taifun, angin hebat. Ia sibuk juga. Biar bagaimana, ia telah terdesak.
Berselang dua menit, si pegawai berbangkit dari rebahnya, karena ia pingsan untuk sebentaran saja. Ketika ia mengawasi, ia lihat si nona, musuhnya, lagi didesak ke pojok ruangan oleh iapunya majikan yang garang. Ia lantas jumput pula pedang buntungnya dan bertindak lagi, ke arah Kat Po.
In Hong bingung betul. Sekarang tak ada jalan lagi buat tolong Kat Po. Ia telah terpisah jauh dan lagi terdesak. Ia mundur ke pojok ruangan itu. Ia sedang terancam bahaya.
"Trang!" Demikian suara yang hebat, yang menciutkan hatinya In Hong. Percuma ia berjaga-jaga, pada akhirnya, pedang mustika dari Ma Seng Hong telah berhasil juga membabat ia punya pedang. Saking sibuki Kat Po, ia jadi kurang gesit. Memangnya sekarang ia pegangi saja gagang pedang, panjangnya Cuma lima atau enam dim.
Ma Seng Hong tertawa seperti orang kalap, saking girangnya, saking puasnya iapunya hati! Musuh sudah tak berdaya lagi! Sekarang tinggal iapunya serangan yang terakhir! Maka juga ia lantas kirimi iapunya tusukan dari kematian.
Dan itu benar ada saat dari kematian dari In Hong.
Bagian VII Ujung pedang menuju ke tenggorokan dari In Hong, itu adalah tujuan utama dari Ma Seng Hong. Tuan rumah ini tidak cari lain sasaran. Dalam keadaan unggul, di saat ia-punya kegirangan meluap, ia sampai lupai segala apa! Melainkan tikamannya saja, yang ia merasa pasti akan berhasil.
"Awas panah beracun!" lagi-lagi In Hong berseru. Ini adalah ia-punya modal, sebagai Coe-kat Liang dangan diapunya Khong-shia-kee, tipu-daya mengosongkan kota, berhasil atau gagal, tinggal ini satu kali...
Ma Seng Hong dengar itu ancaman, ia tak gubris itu. Sudah dua kali ia kena diakali, ia tak percaya tipu musuh yang ketiga kali ini.
In Hong memang tak punyakan panah beracun, tetapi di tangannya ada gagangnya iapunya pedang buntung, dan gagang pedang ini ia gunai sebagai senjata, ia gunai sebagai gantinya piauw atau hui too malah ia menimpung dengan sekuat tenaganya.
Ma Seng Hong anggap dia sedang digertak, bahwa musuh gunai siasat perang asabat. Dan disebabkan kegirangannya meluap-luap, ia alpa untuk bersiaga. Ia baharulah kaget tatkala tahu-tahu gagang pedang melayang, menyamber perutnya, ujung podol dari pedang menancap, melukai, hingga dara mengucur dari perutnya itu. Di pihak lain si nona berkelit, hingga ujung pedangnya mengenai sasaran kosong.
Disaat penghabisan itu In Hong juga berlaku nekat, selagi pedang podolnya menyamber musuh, selagi berkelit kesamping, ia kasi melayang ia punya sebelah kaki, menendang pada lengan musuh atas mana, terlepaslah pedangnya Ma Seng Hong dan pedang itu terlempar kebelakang!
Ma Seng Hong merasa sakit di perut dan di tangan, ia kaget bukan main, hingga hatinya ciut seketika, hingga ia memikir untuk lari saja. Dengan menahan sakit dan tak bersenjata, memang berat untuk ia lawan musuhnya yang tangguh dan ulet itu. Ia pikir lari adalah paling selamat.
Nyata In Hong berpikir lain, Nona ini tak mau sia-siakan iapunya ketika yang paling baik. Tidak cukup dengan menimpuk dengan gagang pedang, tidak puas dengan tendangannya saja hingga pedang musuh terlepas, ia sudah lanjuti iapunya aksi. Ia maju dengan cepat, kepelannya menyamber, atas mana kepalanya Ma Seng Hong merasai satu pukulan yang keras, hingga ia merasa pusing, hingga tak ampun lagi, ia rubuh dengan tak sadar akan dirinya!
Cepat laksana kilat, In Hong lompat melewati tubuhnya Ma Seng Hong, ia menuju pada Kat Po.
Ketika itu, si pegawai sedang membungkuk, akan dengan ujung pedangnya, tikam tenggorokannya si nona.
Sesudah rebah pingsan sekian 1ama. Kat Po telah mulai sedar dengan pelahan-pelahan, maka itu ia bisa lihat ketika sipegawai hendak tikam padanya. Cepat sekali, iageraki kedua tangannya, akan cekal lengannya iapunya penyerang.
Pegawai itu dengar suara benda rubuh di belakangnya, ia menoleh dan lihat majikannya terjatuh, hingga ia lihat juga In Hong sedang mendatangi, maka itu, justeru Kat Po cekal tangannya, ia lantas berontak, ia putar tubuhnya, untuk menyingkir dari situ. Ia kabur ke pintu thia, untuk lari keluar. Tapi ia lihat pintu tertapal dan terkunci, ia mengutuk sendirinya.
"Celaka betul, pintu dikunci" demikian suaranya. Ia lupa bahwa dia sendiri, yang bikin pintu itu terkunci betul, untuk mencegah In Hong dan Kat Po bisa lolos dari kurungan. Siapa tahu, sekarang ia sendiri yang terkurung. Ia segera berteriak-teriak minta tolong tatkala ia tampak si nona mengejar ia.
Di luar thia ada pegawai lain dari Ma Seng Hong, dia ini dengar teriakan itu, ia mendugah yang majikan tuanya gagal, maka ia lantas lari kepada majikan mudahnya, untuk mengasi kabar.
Dr. Ma dan Tam Pit Sin sedang bicara di kamar tetamu, sembari bicara, mereka pun menunggui kabar dari thia dalam, siapa tahu, bukannya kabar baik yang mereka terima, hanya kabar buruk. Dalam kagetnya, mereka keluarkan reyolver mereka, lantas mereka memburu ke dalam. Apamau, mereka dirintangi oleh pintu yang kuat, yang sia-sia saja mereka gedor, maka di akhirnya, mereka menembak ke dalam, melewati daun pintu itu.
Di dalam, si pegawai ketakutan bukan main, ia menjerit-jerit minta.
In Hong hilang sabar, dengan satu kepelannya, ia pukul rubuh pegawai itu, sampai dia rebah dengan tak bersuara lagi.
"Kat Po, kita mesti menyingkir dari jalanan lain!" kata In Hong kemudian.
Kat Po jumput pedang pendek yang tajam, dan dari tubuh Ma Seng Hong, ia loloskan sarungnya. Setelah ia masuki pedang ke dalam sarungnya, pedang itu ia ikat di pinggangnya.
In Hong mendahului kawannya, ia loncat ke cimchee, di sini ia ponjat pohon hoay, hingga dari situ ia bisa sampaikan tembok. Di seberang tembok ada rumah, ke situ ia lompat nyeberang, hingga selanjutnya, ia lari di atas genteng, cepat seperti di tanah datar saja, Kat Po telah susul ia dan soemoay ini bisa lari dengan cepat seperti ia.
Untuk loncat jauh dan lari di atas genteng, mereka memang sudah terlatih baik. Maka tidaklah heran kalau dengan gampang mereka bisa lolos dari itu gedung yang tertutup rapat laksana penjara.
Beberapa menit kemudian, kedua nona ini sudah jalan di jalan besar, dengan anteng, seperti juga dengan diri mereka tidak ada kejadian suatu apa. Cuma Kat Po yang sambil meringis, usap-usap belakang kepalanya, yang bekas dikemplang dengan tulang sapi.
Kepala itu benjut dan meninggalkan rasa sakit, hingga karenanya, ia jadi kerutkan alis.
"Masih sakit, eh" " In Hong tanya.
"Sakit sedikit, tetapi tidak apa, melainkan jelek dipandangnya," Kat Po jawab, "Eh, In Hong, apakah kau inginkan pedang ini?"
"Itulah pedangmu!"
"Oh, In Hong! Terima kasih!"
Mereka jalan terus, sampai di hotel An Tay. Disini To Hok si pelupaan masih ngeram di kamarnya, ia masih berkutet sendirian, akan ingat-ingat di mana ia simpan suratnya Leng In.
"Percuma saja, sekalipun sampai satu tahun, ia tak akan bisa ingat lagi" kata Kat Po, ia mendongkol tapi toh ia bersenyum.
In Hong mengajaki jalan terus. Ini kali, mereka sampai di rumah sakit. Mereka lantas mampir, akan cari dua juru rawat, yang katanya merawat Miss Haang. Dari mereka itu, In Hong dapat keterangan yang membenarkan bahwa selama dua minggu, setiap malam, Dr. Ma terus gadangi Miss Hang, setindak pun dia itu belum perna melangka jauh dari pembaringan si nona.
Untuk keterangan lebih jauh, In Hong coba pergi ke rumah Keluarga Hang. Di sini ia coba bicara sama beberapa bujang, siapa pun terangkan padanya bahwa benar Dr. Ma setiap malam ada jagai Miss Hang.
Kat Po bingung karena keterangan itu. Kalau tadinya ia dugah pasti Dr. Ma adalah orang yang menyamar jadi setan dari jaman Boan, sekarang dugahannya itu ia mesti kesampingkan.
Di akhirnya, mereka pergi ke kantor polisi. Itu waktu, Detektip
Kwa Tay Yong, Detektif To Tjie A\n, dan si Gemuk, kebetulan tidak ada di kantor, maka terpaksa, In Hong tinggalkan sepotong surat dalam mana ia minta, biar bagaimana, empat bajak yang ditawan, jangan dimerdekakan dulu.
Dengan meninggalkan kota, kemudian mereka menuju ke Haiwan-chun, ke rumah Keluarga Kiong. Rumah itu terletak di ujung dusun, Melihat romannya, rumah itu, satu rumah tua, ada melebihi tuanya rumah dari Keluarga Ma, lebih tua beberapa puluh tahun.
Gara Gara Warisan Kisah Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di dalam rumah ini, mereka masuk ke dalam sebuah kamar tidur yang bersih, untuk melenyapkan lelah. Disitu ada divan yang dahulu sengaja datang oleh Thia Bwee Hee.
Tuan rumah yang sekarang, Han Sie Kiat, datang ke rumah tua ini tadi pagi, bareng dengan In Hong dan Kat Po; kalau kedua nona itu pergi akan bekerja, ia terus berdiam di rumahnya, guna atur perlengkapan, terutama kamar yang bersih untuk itu soecie dan soemoay. Ia tidak tahu berapa lama orang bakal berdiam di rumah tua itu, karena sukar dipastikan, berapa lama In Hong membutuhkan tempo akan bikin terang perkaranya iapunya isteri. Begitulah antaranya, sepasang divan, ia suru taruh di dalam kamar tidur, agar kedua nona merasa senang dan betah, Kat Po duduk di atas divan seraya buat main pedang mustikanya Ma Seng Hong, tapi In Hong duduk di divan lain, matanya meram, ia sedang berpikir atau lagi tidur...
Selang belasan menit, Kat Po bosen juga dengan pedangnya itu, hingga ia jadi kesepian.
"In Hong, eh, kau sedang pikiri apa?" ia tegor kawannya. Ia pecahkan kesunyian.
"Aku seang dugah-dugah, siapa yang menyamar jadi memedi jaman Ceng itu?" In Hong jawab.
"Kau toh tak mendugah Dr. Ma Pek Teng" "
"Dia tak boleh menjadi."
"Ma Pek Teng masuk kekamarnya Leng In, Leng In lihat dia, ia kaget, ia menjerit, lantas ia mati. Maka kalau si setan bukannya Dr. Ma, dia itu tentu ada ayahnya, Ma Seng Hong. Romannya Ma Seng Hong mirip betul dengan romannya Dr. Ma. Itu makhluk tiga bagian ntanusia dan tujuh bagian setan mestinya menyamar jadi Ma Pek Teng, ia datang ke hotel sebagai satu thabib, di situ ia aniaya Leng In.
Orang-orang di hotel pasti menyangka dia ada Dr. Ma yang tulen, Kalau Ma Seng Hong tukar thungsha dan ma-kwa dengan pakaian barat, siapa bisa kenali penyamarannya itu" Leng In lihat memedi di waktu malam, ia melihat dengan perantaraan lampu batre, maka itu, ada sukar untuk ia bedakan orang punya penyamaran. Kau jangan lupa, Ma Seng Hong doyan minum dara orang.
"Memang! Memang memedi itu culik Thia Bwee Hee, dia culik juga Hiang Kat, dia bikin mati Leng In!" kata In Hong. "Tapi dia bukannya Dr. Ma Pek Teng....."
"Jadinya dia ada Ma Seng Hong" kata Kat Po, "Bukan! Dia bukannya Ma Pek Teng, bukan Ma Seng Hong!" In Hong ulangi. "Yang Ma Seng Hong minum itu bukannya dara orang, itu , itu ada dara ayam! Bukankah kita telah dengar suara seperti ayam berontak-rontak" Apakah kau tidak lihat di kolong meja makan dari Ma Seng Hong ada ayam yang lehernya disembelih kutung" Hanya benar, Ma Seng Hong itu mirip dengan seorang liar"
"Bukan Ma Pek Teng, bukan Ma Seng Hong?" Kat Po kata, dengan bingung, "habis, siapatah" "
"Aku belum tahu" sahut In Hong.
Kat Po bingung ketambah bingung.
"Dia mesti Ma Seng Hong!" kata ia akhirnya. "Kecuali mereka berdua, ayah dan anak, ada siapa lagi yang romannya jelek begitu rupa dan menakuti?"
"Toh sudah terbukti, selama dua minggu, Dr. Ma Pek Teng tetap berada di rumah tunangannya, setiap malam ia tak pernah keluar pintu. Bagaimana ia bisa pecah tubuhnya, akan kelayapan diluaran, untuk culik orang dan malah menawan Hiang Kat juga?" kata In Hong, dengan keterangannya.
"Dokter yang bikin Leng In kaget dan mati juga bukannya Dr. Ma Pek Teng. Benar Dr. Ma biasa terima panggilan tetapi waktunya ada berlainan."
"Dia toh bisa bagi tempo, untuk bikin orang tak curigai padanya?"
"Tidak, untuk itu tak ada perlunya Dr. Ma sebenarnya belum perna datang ke hotel."
"Habis, siapa dokter yang datang" Dia toh Ma Seng Hong, yang menyaru?"
In Hong goyang kepala. "Romannya Ma Seng Hong memang sama dengan romannya Dr. Ma, akan tetapi usia mereka ada kacek jauh. Toh ada gampang sekali akan bedakan seorang umur enam puluh tahun lebih, yang kulit mukanya kisutan, dari satu pemuda umur tiga puluh tahun kira-kira" Pegawai-pegawai hotel semua bisa kenali Dr. Ma Pek Teng yang muda dan bukannya Ma Seng Hong yang tua..."
"Oh, In Hong, kau bikin kepalaku pecah! Semingkin kau jelaskan, semingkin aku gelap! Sebenarnya, yang tengok Leng In itu, Ma Seng Hong yang tua atau Ma Pek Teng yang mudah" "
"Dua-dua bukan, bukan Ma Seng Hong, bukan Ma Pek Teng Dia mesti ada seorang yang mirip dengan Ma Pek Teng, sama usianya, sama romannya"
"Tapi, In Hong, siapatah orang itu" Aku pusing benar"
"Aku tidak tahu"
"Ah, aku tahu sekarang! Dia adalah si memedi pembesar Boan dari jaman Ceng!..." akhirnya kata Kat Po, yang jadi uring-uringan sendirinya.
"Akur memang ada si memedi pembesar Boan dari jaman Ceng.."
"Oh, Thian"." Kat Po mengeluh, "Apakah benar-benar di dunia ada memedi" Aku tadinya sangkah, asal aku bekuk Dr. Ma Pek Teng, urusan akan lantas jadi terang, siapa tahu, sekarang aku bergubet dengan kabut..ih, apakah kau mengerti bunyinya itu surat wasiat teka-teki" "
"Aku belum dapat ketika untuk yakinkan itu," In Hong jawab.
"Siapa tahu teka-teki itu akan bikin kita bisa bikin perkara jadi terang" Kenapa kau belum mau pakai otakmu yang terang, akan fahamkan itu" Barangkali saja Hiang Kat dan Thia Bwee Hee belum mati dan mereka sekarang lagi menderita kesengsaraan, mereka sekarang lagi mengharap-harap pertolongan kita" Siapa tahu kalau nasib mereka ada di tangan kita" Kelambatan satu menit saja bisa rnenyebabkan kebinasaan mereka" Satu menit bisa berarti pertolongan untuk mereka?"
Tapi In Hong sedang berpikir, ia diam saja.
Matahari dengan pelahan-lahan mulai doyong ke Barat.
--***-- In Hong, Kat Po dan Han Sie Kiat, sedang pasang omong sambil rnenghadapi teh. Mereka berkumpul di kamar tetamu. Lantas mereka dengar suara otomobil dari luar. Tidak antara lama, suatu pengawal masuk dengan memimpin Detektif Kwa Tay Yong dan Detektif To Tjie An, bersama-sama si Gemuk.
"Oh, In Siocia, Kat Siocia, kauorang ada di sini!" kata Tjie An, separuh menyindir. "Asal ada kauorang berdua di sini, perkara gelap ini tentu bakal dapat dibikin terang! Kita bisa tunggu saja!"
"Sedikitnya tak akan terlambat sampai setengah tahun!" sahut Kat Po, dengan suara menyindir juga.
"Silahkan duduk, silahkan duduk!" Sie Kiat mengundang dengan manis.
Liok Ah Tin yang diajak dari Shanghai, sudah lantas menyuguhkan teh.
"Tuan Kwa. apakah kau dapat baca surat yang aku tinggali" " In Hong tanya.
"Aku telah lihat itu," sahut Detektif Kwa. "Pemilik warung arak dan beberapa tetamu lainnya lihat tiga lelaki dan satu perempuan itu membawa senjata api, sedang satu pemuda menuduh mereka ada bajak-bajak yang merampas kapal motor SHUEN FUNG. Begitulah orang bekuk mereka dan bawa ke kantor polisi. Pada mereka telah kedapatan senjata api dan beberapa barang bukti."
"'Apakah mereka ada penduduk sini" Apakah nama mereka" " In Hong tanya.
"Mereka ada Pit Seng, Pit Kong, Tay Kiong dan Hek Ngo-so."
"Apakah ada datang orang yang mau tolong atau pertanggungkan kemerdekaan mereka" "
"Sampai di ini menit belum."
"Aku rasa, untuk singkirkan kecurigaan, tak akan ada orang yang mau pertanggungkan mereka," In Hong kata pula. "Tuan Kwa, tolong kau jaga baik mereka itu, barangkali aku bisa bantu kau untuk bekuk pemimpinnya."
"Miss In, itulah yang aku harap! Belum ada satu hari kau berdiam disini, kau sudah tahu tentang si kepala bajak! Bagaimana dengan hal kematiannya Leng In?"
"Baharu sedikit endusan."
"Menurut bunyinya surat wasiat, yang berupa teka teki, detektif To telah dapat tahu di mana disimpannya harta besar," kata Detektif Kwa kemudian. "Detektif To tanggung besuk, sebelumnya malam, ia akan sudah dapat harta itu, dan perkara lenyapnya Han Thia Bwee juga akan sekalian dibikin terang!"
"Miss In, ini kali kau ketinggalan dan Detektif To dapat dului kau!" kata si Gemuk, yang campur bicara.
"Sungguh kabar yang menggembirakan!" kata In Hong yang sedikitpun tak jelus. "Dalam perkara ini, aku masih merabah-rabah di tempat gelap, maka aku girang sekali kalau Detektif To bisa memecahkannya hingga Thia Bwee Hee dan Hiang Kat bisa ketolongan."
Pada tampangnya Detektif To ada bercahaya sinar kepuasan. Ia tak mau In Hong dan Kat Po ketahui gerak geriknya, ia tetap mau pegang rahasia tentang artinya teka-teki itu, maka untuk ia bekerja dengan merdeka, ia pesan si Gemuk akan "tahan" kedua nona di dalam rumah. Pada si Gemuk sendiri, ia rahasiakan segala apa.
Kat Po tidak pandang-pandang orang, ia pun tak suka dirinya dipermainkan sebagai boca cilik. Maka ia buka rahasia hatinya detektif itu.
"Tuan To," ia kata, "kita akan rampas kaupunya pahala! Malah umpama kata kau hadiahkan itu padaku, aku akan lempar itu ke keranjang rumput!"
Muka Detektif To jadi pucat, dengan diam saja, ia ngeloyor terus keluar.
"Aku sudah pesan untuk sediakan barang makanan, maka sebentar, sehabisnya bekerja, harap jiewie kembali, untuk kita dahar sama-sama di sini," Sie Kiat mengundang.
Kedua detektif itu menyahuti tetapi mereka jalan terus. Adalah di waktu remang-remang ketika mereka kembali, dua-duanya kelihatan gembira, satu tanda bahwa keluarnya mereka ada memberi hasil atau harapan kepada mereka.
Selagi langit ada gelap, di dalam ruangan bersantapnya yang lebar Han Sie Kiat hendak jamu ia punya sekalian tetamu, ialah kedua nona dan ketiga detektif.
Bujang perempuan Ah Tin dan bujang lelaki Ah Kin adalah yang bekerja di dapur, untuk siapkan barang hidangan, dan bujang lain, Ah To, bekerja di kamar makan, akan atur ini dan itu, untuk melayani.
Belum lama sejak perjamuan dimulai, atau kegaduhan muncul dengan tiba-tiba, Ah Tin, yang masih berdiam di dapur, datang sambil berlari-lari, tindakannya limbung, mukanya pucat, terang ia ada sangat ketakutan.
"Ada setan, ada setan!" demikian suara menggetar dan tak lancar dari bujang itu, "Setan muncul di ini?"
Kat Po mencelat dari kursinya.
"Setan?" ia berseru, "Di mana di ada?"
Ah Tin tidak menjawab, tapi ia kata pula: "Itulah Setan si pembesar Boan!....."
Kecuali In Hong semua orang punya hati jadi berdebaran, ada yang berkuatir, ada yang heran.
"Di mana adanya dia" " Kat Po tanya pula.
"Di... di... di dapur... di pekarangan luar... ia lagi mundar-mandir....."
Suaranya Ah Tin tetap ada tidak lampias.
Benar di saat Kat Po hendak memburu ke dapur, Ah Kin lari keluar. Sejak tadi, ia ada bersama Ah Tin di dapur, "Tuan, tuan... ada Setan!...." ia pun berteriak-teriak, dengan gugup. "Ia.. ada di kebun belakang, lagi loncat pergi-datang diatas pohon kayu yang besar"
Sampai di situ, Kat Po lantas lari ke belakang, di belakang ia ada menyusul In Hong bersama Sie Kiat dan tiga pembesar polisi.
Di langit ada terdapat bintang, akan tetapi karena si Putri Malam belum muncul, jagat bisa dibilang gelap, apapula di belakang gedung di mana ada kebun.
Di kamar dapur, api lilin ada berkelak-kelik, akan tetapi cahaya . api ini cukup untuk membikin pepohonan di kebun terlihat cukup tedas.
Detektif To sudah lantas keluarkan lampu batrenya, akan suluhi setiap pohon hoay, setiap pojok dari kebun, akan tetapi ia tak lihat suatu apa, jangan kata si setan. Sekalipun bayangan burung juga tak ada!
In Hong pinjam batrenya detektif itu, sambil membawa itu ia loncat naik ke tembok, hingga dengan begitu, ia bisa melihat ke luar pekarangan. Ia ada sangat tabah, ia memandang sekian lama ke segala jurusan, hasilnya tidak ada, "Miss In, turunlah" memanggil si Gemuk. "Setan biasanya bisa muncul dan bisa menghilang, ia pergi dan datang tanpa bekasnya, mana kau bisa lihat padanya" "
In Hong loncat turun, akan terus periksa bawah pohon, guna mencari tapak kaki atau bekas lainnya. Sesuatu pohon terpisah sedikitnya tiga puluh kaki. Ia pandai loncat jauh tetapi ia rasanya tak mampu loncat pergi datang sejauh itu, apalagi diatas pohon.
"Miss In, bisakah kau loncat pergi-datang diatas pohonan itu?" si Gemuk tanya pula, karena ia tampak si nona sangat perhatikan pepohonan. Ia juga perhatikan jarak terpisahnya pohon-pohon satu dari lain.
"Tidak, aku tidak bisa." In Hong jawab, ia aku terus terang.
Lalu dengan masing-masing menduga-duga sendiri, mereka kembali ke kamar makan.
"Ah Tin, bagaimana kau lihatnya setan yang dandan sebagai pembesar Boan itu" In Hong tanya sibujang perempuan. Ia bersikap adem.
"Aku sedang goreng ayam dari luar jendela aku dengar suara 'Hoe... hu.., hu...' dan 'Hang... hang... hang"' Suara aneh itu bikin aku angkat kepala, akan melihat keluar, lantas dengan samar-samar aku lihat satu tubuh yang tinggi dan besar, dengan pakaiannya cara pembesar Boan. Itulah setan yang sama macamnya dengan yang aku lihat pada enam bulan yang berselang. Setan itu jalan mundar-mandir. Aku jadi kaget dan ketakutan, maka aku lantas lari ke depan. Ah Kin tanya aku, aku lihat apa, aku sahuti dia sembari aku lari terus. Sebenarnya kakiku ada berat dan lemas, sukur aku bisa sampai di sini, hingga aku tak kena ditangkap setan itu....."
"Dan kau, Ah Kin, bagaimana kau lihatnya setan pembesar Boan itu" " In Hong tanya si bujang lelaki.
"Mulanya aku heran melihat kelakuannya Ah Tin, setelah ia kasi tahu yang ia dapat lihat setan, aku pun segera memandang ke luar jendela," Ah Kin menyahut. "Aku tidak lihat apa-apa. Karena aku penasaran, aku buka pintu yang nembus ke belakang, ke kebun, Disitu pun aku tak dapat lihat setan yang disebutkan itu. Ketika aku hendak masuk pula, kebetulan aku dongak, adalah itu waktu, aku dapat lihat setan itu - setan yang dandan sebagai pembesar Boan-dan ia sedang loancat pergi-datang di atas pohon. Dia loncat dari satu pohon ke lain pohon. Bahna kaget dan takut, aku pun lantas lari?"
In Hong berdiam, Detektif To dan Detektif Kwa terus berdiam, mereka garuk-garuk kulit kepala mereka.
"Barangkali mata kauorang berdua ada penyakitnya," kata Kat Po kemudian. "Itu tentu ada penglihatan karena perasaan...
Kenapa kitaorang tak lihat setan itu" "
"Miss Kat, setan bisa ilang-ilangan," si Gemuk turut bicara pula.
"Kapan satu setan senang dan ingin lihat orang, dia muncul, kalau tidak, dia sembunyi... Lihat!"
Ucapan yang paling belakang ini dikeluarkan dengan keras seraya iapunya tangan diangkat, dipakai menunjuk. Agaknya ia ada kaget.
Suasana lantas berobah karena seruan ini.
"Ah Poan, kau lihat apa" " tanya Detektif Kwa, "Mustahil setan pun muncul di kamar ini" "
"I.ihat itu diatas meja teh," sahut si Gemuk "Lihat itu selembar timah lempengan... Tadi toh tidak ada timah itu!......"
Semua orang memandang ke tempat yang diunjuk.
Kat Po sudah lantas bangun, akan samperi meja teh dan jumput timah lempengan itu, yang sudah rusak kebakar, di mukanya tidak ada apa-apa, akan tetapi di belakangnya kedapatan ini surat ancaman:
"In Hong, Kat Po! Kauorang ada dua bandit perempuan yang paling usilan, yang suka sekali campur urusan lain orang, akan tetapi urusan di akhirat baiklah kau jangan campur tahu, tak usah kauorang capekan hati!
Jikalau orang tidak segera angkat kaki dari sini, awas, aku nanti tempatkan kauorang di dalam kuburan untuk menjadi setan!
Inilah kaupunya Touwtong Toalooya.
Ma" "Ha-ha-ha-ha!" Kat Po tertawa bergelak-gelak "In Hong, kau lihat! Ini ada surat ancaman! Ini ada gertakan belaka!"
In Hong lihat surat ancaman istimewa itu, yang lain-lain pun turut melihat.
"Miss In, Miss Kat," berkata Detektif To, "lihat, Ma Touwtong Toalooya hendak ambil kauorang nntuk dijadikan setan-setan di iIalam uang kubur! Dia adalah Touwtong Toalooya yang telah meninggal sejak seabad lebih berselang....."
Detektif ini bicara secara guyon, tetapi sebenarnya, iapunya hati, ia ingin benar-benar kedua nona itu dibetot ke dalam lobang kubur
"Miss In, Miss Kat," berkata si Gemuk, "baiklah kauorang berhentikan pertempuranmu dengan si memedi. Aku dan Tuan To juga mau kembali ke Shang-hai" Manusia tempur memedi, itulah pekerjaan berbahaya dan tolol"
"Tapi aku merasa bertempur sama memedi adalah barang baharu dan menarik hati," kata In Hong sebaliknya. "Kau tahu, orang pun ada yang inginkan kita dibetot masuk ke dalam liang kubur!"
"Oleh orang-orang yang bertakhayul, timah lempengan ini dirusak dijadikan semacam kertas, untuk dibakar buat orang mati, katanya dilain dunia, timah ini dipandang sebagai uang perak," berkata Kat Po, "maka itu tidak tahu, kenapa sekarang justeru, oleh orang mati, timah ini dipakai sebagai semacam surat. "Tidakkah ini lucu?"
"Kau lihat Miss Kat," kata pula si Gemuk, "timah ini ada bekas terbakar pada empat penjurunya, apakah ini bukannya bekas dibakar oleh anak-cucunya yang kirimkan ia uang-uangan"
"Ah Poan," berkata In Hong, "kalau kita semua beranggapan sebagai kau, bukankah kita jadi kena terjebak ke dalam tipu dayanya si memedi itu?"
Itu waktu, Sie Kiat suru kedua bujangnya perempuan dan lelaki balik kedapur. Ia tak mau tutup perjamuan setengah jalan.
Ah Tin ketakutan, ia tak mau kembali ke dapur.
"Aku tanggung setan tak akan muncul pula di kebun," kata In Hong, malah ia antar bujang itu.
Demikianlah perjamuan dilanjutkan, dengan orang minum arak Siauwhin yang kesohor. Barang santapan pun lezad semuanya. Hingga sebentar kemudian, orang telah lupa lelakon memedi itu.
Habis bersantap, Sie Kiat ajak semua tetamunya duduk dan pasang omong di kamar tetamu. Ah Kin telah seduhkan mereka teh Liong-kin dari See Ouw. Tapi, di antara harumnya teh kesohor itu ada terdapat campuran suatu bau busuk.
"Eh, bau apakah ini?" tanya Kat Po, yang paling polos. Ia tak takut tuan rumah jadi tak senang. "Apakah daun tehnya sudah busuk" "
Sie Kiat angkat cangkirnya dan hawa itu ke hidungnya.
"Thee ini tidak busuk. Hawa bau bukan datang dari teh," ia kata kemudian.
In Hong duduk diam, ia agaknya tak ketarik sama urusan teh yang bau itu, Kat Po mencium-cium bau pula, dan ia merasai bau itu seperti melulahan di seluruh kamar.
"Ha, inilah bau bacin dari mayat nowah," akhirnya ia berseru.
"Ya, ya, inilah bau mayat busuk!" si Gemuk pun berkata. "Pada enam bulan berselang, ketika Nyonya Han lenyap, Teng Hoei Kie yang pingsan di rimba pun telah dapat cium bau ini... Eh, eh, apakah kita pun bukannya hendak rubuh pingsan" Oh, oh, aku rasai kepalaku pusing dan berat, kakiku enteng... aku ngantuk sekali?"
Setelah kata-katanya Kat Po dan si Gemuk, semua orang pun lantas dapat cium nyata bau mayat itu, dan mereka pun merasa lelah atau ngantuk.
"Oh, Thian?" si Gemuk ngeluh. "Bau mayat ini adalah pelopornya memedi, ini adalah bau yang memedi bawa dari liang kubur?" Dan ia nampaknya jadi jeri. "Aku kuatir si memedi pembesar Boan bakal muncul di ini kamar?"
Setiap orang ada lelah, mereka pada menyenderi kursinya masing-masing, mulur mereka pada menguap, mata mereka pada saling mengawasi. Dan semuanya lihat In Hong sudah ngelehek tidur di kursinya, matanya tertutup rapat. Kat Po merasakan tubuhnya sangat lelah sebagai orang lainnya, ia buka ia punya mata tetapi ia terus mesti tutup pula.
"In Hong, In Hong, In Hong, kita kembali mainkan lagu lama?" kata Kat Po kemudian, suaranya lemah" Tapi ini adalah iapunya kata-kata rahasia, bahwa mereka telah terkena racun.
Tapi In Hong berdiam, tidak ada jawabannya. Ia agaknya telah tidur nyenyak sekali, Akhir-akhirnya, Kat Po pun rebah pulas, ia tak ingat satu apa.
Sie Kiat berempat sama ketiga detektif pun seperti sudah tidur pulas, meskipun mereka masih sedar.
Itu waktu Ah Kin muncul, ia pergi ke jendela, yang kedua-duanya ia pentang, untuk mengasi masuk hawa udara segar.
"Hu... hu... Hang... hang.." demikian suara aneh, kedengaran masuk dari jendela suara seperti masih jauh tapi lagi mendatangi"
"Si memedi pembesar Boan datang!..." berseru si Gemuk tepat kepada Kwa Tay Yong, kepada To Tjie An, kepada Han Sie Kiat juga. Malah mereka sampai gemeteran.
Toh tubuh mereka ada sangat tidak bertenaga, mereka mesti duduk nyerande saja di kursinya masing-masing"
Di atas meja, lima batang lilin menyalah berkelak-kelik karena samberannya angin dingin, yang menghembus masuk dari jendela. Tiga batang sudah lantas tertiup padam, hingga kamar dari terang menjadi guram. Suara aneh itu pun mendatangi semakin dekat.
"Memedi itu mendatangi semakin dekat!.." berseru si Gemuk, tetapi sia-sia saja, suaranya pun lemah, iapunya kedua pasang gigi telah bercatrukan satu pada lain.
Ia coba berontak, ketika ia menggeser dari kursinya, ia rubuh ke jubin.
Ia masih coba gunai tenaganya, hingga ia bisa sembunyi di kolong meja. Ia mendoa agar memedi tidak datang dan tak betot ia masuk ke liang kubur!
"Hu"hu"hu" Hang"hang"hang?" demikian suara itu, semakin tedas, hingga akhirnya, jauhnya sepuluh kaki dari jendela, tertampak romannya si memedi pembesar Boan, tubuhnya besar dan jangkung.
Maka suasana dalam kamar jadi hebat sekali.
"Oh ibu!" berseru Ah Kin, yang terus saja loncat dan lari keluar dari kamar. Kamar ada suram, diluar ada gelap, toh Sie Kiat, Detektif Kwa dan detektif To masih bisa lihat diantara jendela, itu memedi pembesar Boan.
Memedi itu jalan bulak-balik di depan jendela. Hingga jantungnya tiga orang di dalam kamar jadi goncang keras.
Bagian VIII Saking ngantuk dan ketakutan, mau atau tidak, Detektif To, Detektif Kwa dan Sie Kiat, mesti rapati mata mereka, dan mereka menyender di kursi mereka dengan tak sadar akan diri mereka, sedang di kolong meja, si Gemuk pun meringkuk bagaikan mayat.
Itu waktu, Ah Kin muncul di mulut pintu. Ia melihat ke sekitarnya, setelah mana, ia bertindak masuk. Ia samperi sesuatu orang, tubuh siapa ia goyang-goyang. Rupanya ia mau tahu, orang sudah pingsan benar atau belum. Ia dapati semua tubuh sudah seperti mayat, Maka akhirnya, ia menepuk tangan tiga kali.
Atas tanda itu, Ah To muncul dengan dua potong tambang di tangan.
Yang paling dahulu diringkus adalah Kat Po, sesudah itu, datang giliran In Hong. Tapi nona ini punya tubuh mendadakan mencelat bangun dari kursinya, sebelum orang rabah padanya.
"Oh, ibu!" menjerit Ah Kin, yang terus putar tubuhnya kabur. Tapi bebokongnya merasai pukulan sebagai jatuhnya martil, hingga ia terus rubuh meloso, malah ia terus tak ingat orang.
Tapi Ah To ada berani, ia terjang In Hong. Ia rupanya tak mengerti ilmu silat, karena kedua tangannya turun seperti hujan, kedua kakinya turut mendupak dan menendang. Hingga tidak sukar untuk In Hong bikin ia mencelat ke depan pintu karena satu dupakan keras, ketika tubuhnya rubuh, kepalanya bentur pintu, sampai menerbitkan suara keras. Terus saja rebah dengan tak berkutik lagi.
Habis itu In Hong melihat sekelilingnya ia awasi dua bujang itu, setelah merasa pasti bahwa mereka tak akan sadar dengan cepat-cepat, ia ambil lampu batre dari sakunya Detektif To, dengan bawa itu ia loncat keluar jendela. Ia berniat membekuk si memedi pembesar Boan.
"Dar! Dar!" demikian dua suara tembakan, yang datangnya dari tempat gelap.
Cahayanya api di dalam membikin tubuhnya si nona nampak nyata. Maka itu, selagi ia lolos dan sasaran peluru, ia melejit ke tempat gelap, lantas dari situ, ia menyoroti dengan batrenya, kearah dari mana suara datang. Maka ia masih bisa lihat, dari sebuah pohon besar, ada bayangan loncat melewati tembok.
In Hong tau si memedi sudah kabur, ia tak mau kejar dia itu. Ia ingat dua kawan memedi di dalam kamar. Benar mereka sudah dibikin pingsan tapi mereka bisa sedar sembarang waktu dan bisa membikin susah iapunya sahabat-sahabat. Maka ia lantas kembali ke dalam. Paling dahulu ia bebaskan Kat Po, kemudian ia ganti menelikung Ah Kin dan Ah To. Ketika ia pergi ke dapur, ia lihat Ah Tin rebah dengan pingsan.
Sekejab saja, In Hong tahu apa yang ia mesti perbuat. Ia pondong sesuatu tubuh di dalam kamar, berikut Ah Tin, yang ia muatkan ke dalam otonya Tay Yong. Ia tadinya akan angkut juga Ah Kin dan Ah To ke kantor polisi, tapi oto sudah sesak, maka terpaksa ia tinggalkan mereka di rumah tua itu. Ia pegang stuur, ia kendalikan oto dengan keras, menuju ke dalam kota. Ia tahu, semua orang perlu lekas ditolong, atau nanti racun keburu merusak mereka hingga mereka tak dapat ditolong lagi, iapunya tujuan rumah sakit, Ta Kung Hospital.
Oleh karena Kat Po semua tak terkena racun hebat, diolah dirumah sakit tidak lama, mereka sudah sadar pula. Mereka kaget tetapi akhirnya berlega hati sebab mereka telah lolos dari bahya maut.
In Hong lantas ajak Kat Po, Sie Kiat dan Ah Tin kembali ke rumah tua, di sini mereka dapati Ah Kin dan Ah To lenyap entah kemana. Rupanya mereka sudah lolos, tentu karena ada yang tolong.
Sinar matahari pagi ada menjojoh ke atas pohon kayu besar di rumah tua keluarga Kiong di Haiwan chun, Sanmen. Sinar itu pun ada menjojoh jendela dari rumah tua itu. Di dalam Sie Kiat berduduk bersama-sama In Hong dan Kat Po. Mereka rundingkan hal si memedi dan lenyapnya kedua bujang.
Benar selagi mereka pasang omong, si Gemuk muncul sendirian.
"Miss In, Miss Kat!" kata ia dengan gembira. "Hari ini aku ada
senggang, maka itu aku datang sendiri membawa laporan pembedahan dari rumah sakit!"
Sembari kata begitu, ia rogo sakunya, akan tarik keluar sepotong kertas, In Hong dan Kat Po periksa laporan perihal kematiannya Leng In itu. Benar saja, Leng In bukan mati karena penyakit jantungnya kumat, hanya disebabkan kaget dan ketakutan yang sangat hebat
"Detektif To dan Detektif Kwa tentu sedang pergi mencari harta karun," kata In Hong pada si Gemuk, "oleh karena itu, kau dikasi berlibur satu hari! Bukankah begitu, Ah Poan?"
"Benar, Miss In," si Gemuk mengaku, "Mereka berdua berangkat dari pagi-pagi tadi, mereka tak ingingkan aku ketahui rahasia mereka, maka mereka tak sudi ajak aku. Tapi, Miss In, bagaimana kau ketahui ada obat pules dalam barang makanan tadi malam" "
"Itulah sebab Ah Kin bilang ia lihat memedi loncat pergi-datang. diatas pohon," In Hong jawab. "Toh ketika aku periksa, jaraknya pohon ada jauh satu dari lain, sedikitnya tiga puluh kaki, maka siapa pun tak akan bisa loncat pergi-datang di sana..."
"Melainkan iblis yang bisa lakukan itu..." kata si detektif muda.
"Tidak, Ah Poan. Terang Ah Kin sudah menjusta. Kenapa Ah Kin karang cerita ada setan" Sebab ia ada punya hubungan sama setan itu, ia sedang membantu bekerja. Ketika kemudian kita terima itu surat ancaman atas timah lempengan, aku dugah pasti Ah Kin dan Ah To bekerja sama-sama, sebagai pembantu atau mata-nya si setan. Karena ini aku paksa Ah Tin kembali ke dapur, untuk bikin mereka itu lanjuti usaha mereka, Aku mengharap bisa karenanya membekuk memedi itu. Tempo aku bersama Ah Tin sampai didapur, aku sudah lantas perhatikan segala apa di kamar itu. Kebetulan sekali, di tumpukan kayu, aku lihat botol kosong dari obat pulas. Dari sini aku dapat tahu, pada barang makanan ada dicampuri obat itu."
"Kapan obat itu dicampurnya" Toh di dapur ada Ah Tin?"
"Di saat Ah Tin lihat memedi dan ia kabur ke depan. Di situ tinggal Ah Kin seorang. Ah Kin tidak berdiri dimuka pintu dan tak lihat memedi ia hanya asik campuri obat pulas ini."
"Kenapa kau tidak kisiki kita, supaya kita orang tak usah sampai terjebak" Bukankah itu berabe dan berbahaya?"
"Karena ia gunai obat pulas, aku tak terlalu berkuatir. Aku pikir tidak apa kalau kauorang tidur senang untuk sesaat, kau orang bisa digunai sebagai umpan akan memancing keluar pada si memedi. Aku sendiri berpura-pura pulas, supaya mereka itu bisa bekerja terus. Hanya memedi itu ada sangat cerdik dan licin, ia melainkan mundar-mandir di luar jendela, untuk bikin kedua detektif percaya atas adanya setan, agar mereka ini tak tarik panjang perkara culik oleh setan itu. Disebelah itu, setan percaya aku dan Kat Po tak percaya adanya memedi, maka ia suru Ah Kin dan Ah To ringkus kita berdua, untuk celakai kita. Apabila kita sudah binasa, pakaian kita tentu bakal dilempar di-depan kuburan, guna bikin bingung semua orang, akan bikin orang-orang percaya kita binasa di tangan memedi itu, Kalau kita binasa, bukankah urusan jadi beres" Kau, dan Detektif Kwa dan Detektif To, tentu tak akan bikin penyelidikan terlebih jauh..."
"Memang benar, Detektif To dan Detektif Kwa jerih terhadap setan, hanya itu harta karun yang bikin nyali mereka jadi besar," Ah Poan kasi tahu, "Tapi, Miss In, kemana sembunyinya si setan waktu tadi malam kita cari padanya" "
"Ia ada punya konco di sini, tentu di salah satu ruangan dan rumah ini."
"Dan dari mana datangnya itu bau mayat busuk" "
"Itu bau datangnya dari semacam rumput yang berbunga," sahut In Hong. "Ketika aku berada di rumahnya Ma Seng Hong, di cimchee aku lihat pohon yang memberi bau aneh itu. Bau itu dibawa oleh Ah Kin di saat ia suguhkan teh pada kita, ia sembunyikan bunga dalam sakunya. Ia sengaja sebar dulu bau itu, sebagai alamat dari bakal datangnya memedi?"
"Bagaimana umpama setan itu datang terlambat"
"Itu tak akan terjadi. Ah Kin telah membuka jendela dan dibukanya jendela ada tanda rahasia untuk munculnya si memedi."
"Jadinya, Miss In, menurut kau, memedi ada memedi tetiron?" si Gemuk tegasi pula. "Habis bagaimana dengan saputangannya Nyonya Han, yang terjepit antara batu kuburan yang tak dapat dibikin bergeming" "
"Saputangan itu dijepit di situ dengan tadinya sudah dibikin persediaan terlebih dahulu. "Tegasnya, saputangannya Nyonya Han telah dicuri dari siang-siang. Dengan ini jalan, orang banyak jadi hendak dibikin bingung, agar mereka percaya adanya memedi yang jahat."
"Toh di warung ada sejumlah orang yang lihat tegas bagaimana ia kejar orang, bagaimana ia bisa loncati solokan lebarnya dua puluh kaki lebih" Itu toh bukannya perbuatan manusia, sebab di situ tak ada jembatan?"
"Kecuali Nyonya Han dan Hiang Kat, toh di Haiwan-chun tak ada lain orang yang lenyap?" In Hong balik tanya. "Maka orang yang dikepung memedi itu adalah konconya si setan sendiri, ia mesti salah satu, Ah Kin atau Ah To. Mereka pun mestinya telah pasang papan di solokan itu, untuk bikin orang banyak percaya dia bisa loncati solokan lebar itu. Kau puas sekarang?"
"Kenapa mereka main memedi-memedian" " tanya Ah Poan seraya garuk-garuk kepala.
"Itu ada soal sederhana sekali. Karena lenyapnya Nyonya Han, polisi jadi periksa perkara itu, Untuk kacaukan perhatian orang banyak, si penjahat mainkan lelakon memedi itu. Kalau ada memedi pegang peranan, bukankah polisi akan berhenti sendiri dengan penyelidikannya" Begitulah muncul si setan pembesar Boan. Kau tahu sendiri, selanjutnya usaha polisi jadi kendor sendirinya. Memedi sengaja muncul di depan warung arak, dimana biasa ada banyak orang, itu melulu untuk dapati pembelaan, agar orang percaya di Haiwan-chun benar ada si iblis Boan itu. Begitu juga maksudnya, ketika tadi malam memedi muncul di hadapan kita. Terang Leng In dan Hiang Kat tak percaya ada memedi, maka memedi jadi gusar dan benci mereka, maka mereka lantas diculik."
"Kau telah buka tabir, Miss In. Karena kau percaya iblis itu ada manusia, sekarang aku hendak tanya kau, siapatah manusia itu" "
"Ja, In Hong, apakah kau tahu, siapa itu memedi tetiron" " Kat Po pun tanya.
"Aku tahu dia siapa, tetapi sekarang belum saatnya untuk maklumkan itu," In Hong jawab. "Tadi malam selagi kauorang diudal di rumah sakit, aku telah gunai ketika untuk bikin peperiksaan terlebih jauh."
Bibirnya Kat Po bergerak-gerak, ia ada tak sabaran buat sikapnya soe-cie itu.
"Tuan Han, apakah kau kenal Ma Seng Hong atau Dr. Ma Pek Teng," In Hong tanya tuan rumah.
"Aku tak kenal mereka, malah lihat pun belum."
"Bersama-sama tuan To, aku pun belum perna lihat mereka itu. Hanya kita dengar dari tuan Kwa, mereka ayah dan anak ada beroman sangat jelek, mirip dengan setan saja"
In Hong perdengarkan suara "Hm," lantas ia berdiam.
Kat Po percaya pasti memedi itu ada sang ayah dan anak, satu di antaranya, Ma Seng Hong punya suara "hu hu hang hang" dan didapatkannya rumput bau di rumahnya adalah bukti. In Hon sangkal itu en toh ia tak mau bicara terus, akan tunjuk siapa si memedi. Maka itu, Kat Po ada sangat, tak puas.
Kalau Kat Po ada laksana dalam api. In Hong ada bagaikan es bekuh.
"In Hong, habis apa kita lakukan hari ini" " akhirnya Kat Po tanya. Ia simpangkan pembicaraan.
"Kita telad jalannya detektif To, kita pun pergi cari harta karun itu,"
In Hong jawab dengan tetap tenang.
"Apakah benar" Apakah kau sudah pecahkan rahasianya teka-teki itu" "
Dengan tiba-tiba, semangatnya Kat Po jadi terbangun pula, "Belum, aku masih belum," In Hong jawab. "Kat Po, apakah kau ingat teka-teki itu" Apakah kau apal" "
Kat Po manggut. "Aku ingat," ia jawab. Dan ia terus baca itu di luar kepala:
"Pintu bunder pintu pesegi, pintu dari luar pintu.
Air cetek air dalam, air dari pinggirannya air.
Pohon besar pohon kecil, pohon dari dalam pohon.
Pagoda depan pagoda belakang, pagoda dari belakang pagoda.
Bukit tinggi bukit rendah, bukit dari luar bukit.
Batu hijau batu kuning, batu dari bawah batu.
Akupunya anak-cucu, bila mereka mengerti ini teka-teki,
Kaya sangat kaya.Senang sangat senang. "
Ah Poan lantas catat teka teki itu.
"Cocok, itu teka-teki," Sie Kiat bilang.
In Hong berpikir sebentar, lalu ia kata, "Ini mirip dengan teka-teki, tapi sebenarnya ini ada lukisan peta bumi!"
"Peta bumi?" Kat Po tegasi. "Kalau begitu, hayo kita berangkat!"
"Aku ingin turut!" Ah Poan nimbrung.
"Aku merasa tak sehat," kata Sie Kiat, "aku diam saja dirumah menunggui kabar baik, Miss In, umpama kata, kau berhasil mendapati harta itu, aku kasi kau hak, untuk kau wakilkan. Kau boleh berbuat sesukamu atas harta itu!"
In Hong terima baik hak itu, setelah itu, ia ajak Kat Po dan Ah Poan berlalu.
Di kebun belakang dari itu rumah tua ada sebuah pintu separuh bunder yang nembus ke kebun depan. Di kebun depan, di barat dan selatannya, masing-masing ada sebuah pintu biasa, yang nembus keluar, ke tegalan. Di luar pintu barat ada pepohonan yang lebat, sedikit jauh dari situ ada tempat pekuburan dan keluarga Ma. Itu pun ada tempat dimana Thia Bwee Hee lenyap.
"In Hong, aku sekarang mengerti itu teka-teki." kata Kat Po.
"Pintu bundar pintu persegi, pintu dari luar pintu, itu artinya dari pintu separuh bundar ini kita keluar ke pintu barat, dengan begitu kita sampai ke rimbah"."
"Tidak," membantah In Hong, "Pada enam bulan yang lalu, Thia Bwee Hee pun keluar dari pintu itu tetapi ia tak mendapati hasil. Di luar pintu bunder dan pintu pesegi masih ada satu pintu, maka kita harus keluar dari pintu selatan."
Bertiga mereka keluar dari pintu selatan itu. Di situ tak ada pintu lainnya.
"In Hong, kita tetap kekurangan satu pintu. Inilah tak cocok dengan garis pertama dari teka-teki itu," kata Kat Po.
In Hong perhatikan tempat di luar pintu itu. Ia lihat sebuah solokan mangpet dan sebuah jembatan kayu yang sudah tak terpakai.
"Ketika pertama kali gedung ini didirikan, disini pasti ada dibikin ini solokan peranti melindungi gedung serta jembatannya, karena adanya solokan dan jembatan itu, di sini mesti dibikin pintu juga, hanya karena sudah lewat lama sekali, solokan dan jembatan ini tidak terpakai lagi, hingga pintunya pun turut musna," berkata In Hong.
"Kitaorang sudah sampai di luar dari pintu luar, maka kita mesti maju dari sini."
Tidak jauh dari solokan itu ada sebuah kali, Adanya solokan dan kali ini cocok sama garis ke dua: air (solokan) cetek, air (kali) dalam.
Dan "air dari pinggirannya air," itu berarti mereka mesti jalan di tepi kali. Ketika mereka telah melalui ini jalanan dipinggir kali, mereka sampai ditempat dengan pepohonan. Dan ini cocok dengan garis ketiga," pohon besar pohon kecil, pohon dari dalam pohon."
Jadinya mereka jalan di dalam rimba.
Setelah lewat sekian lama, mereka telah lewatkan rimba itu, sekarang kembali mereka berada di satu tegalan belukar.
"In Hong, kitaorang salah jalan." Kata Kat Po. "Menurut garis keempat, sehabisnya rimba kita mesti ketemui bukit tinggi dan bukit renda dan puncak?"
"Kita tak salah jalan," sahut In Hong. "Lihat itu banyak kuburan, yang tinggi dan renda, yang besar dan kecil. Semua kuburan itu bisa gantikan bukit dari garis keempat itu."
Dan mereka jalan di tegalan, antara tanah-tanah kuburan itu yang pun lebat dengan gombolan.
Sesudah selang satu jam, mereka lihat dua buah pagoda, yang tak terlalu tinggi, yang ampir rubuh, ruangan atasnya dipakai sarang-sarang burung, dan ru angan bawahnya jadi tempat berlindungnya hinatang-binatang kecil. Kedua pagoda ini cocok sama garis ke lima, melainkan di kiri dan kanan itu, tak ada lain pagoda lagi. Bunyinya akhir garis itu toh, "... pagoda dari belakang pagoda."
"In Hong, di belakang pagoda ini mesti ada pagoda lainnya.
Bagaimana sekarang" " tanya Kat Po.
Ia ini merasa heran dan putus harapan, In Hong tidak menjawab, hanya ia periksa sekitarnya tempat itu. Di sedikit jauh ia tampak sebagai ada satu kuil.
"Mari kita pergi ke kuil sana dan lihat," ia bilang. "Barangkali kita akan dapati suatu apa disana..,..
Lantas mereka hampirkan kuil itu, kuil yang sudah tua dan rusak, tinggal temboknya saja, yang sudah pada gugur, rumputnya ada tinggi, tandanya di situ tak perna atau jarang orang datangi.
In Hong pasang mata ke kedua pagoda, ia lantas mengira-ira keletakannya. Ia tidak buang tempo lama, lantas ia lihat teekie dari sebuah pagoda, yang sudah lama gempur.
"Sekarang cocoklah garis ke lima, ini ada pagoda dari belakang pagoda," ia kata. "Di sini ada semua pagoda, entah kapan rubuhnya, sampai sekarang ketinggalan dasarnya saja."
"Di sini ada tegalan dan rumput melulu, kemana kita mesti cari itu batu dari batu hijau dan batu kuning." Ah Poan tanya.
"Inilah gampang," sahut In Hong, yang pikirannya terbuka. "Kita sekarang cari tegalan yang rumputnya paling sering diinjak orang, disana kita tentu akan dapatkan itu batu hijau dan batu kuning."
"Aku tak mengarti," si Gemuk bilang.
"Sebab si memedi sering keluar gelandangan," In Hong kasi keterangan, "maka tempat dimana bisa keluar masuk atau gelandangan, rumputnya tentu bekas sering keinjak."
Berdasarkan keterangannya si nona ini, mereka lalu mencari. Untuk ini, mereka tidak membuang banyak ketika. Di tempat yang banyak gerombolannya, mereka ketemui sebuah panggung batu yang terbikin dari batu hijau dan batu kuning yang disusun bergantian. Batu pasangan itu ada pesegi, tingginya tiga kaki, lebarnya belasan.
Di samping, di antara selah batu, In Hong dapati sebuah lobang angin serta satu batu, yang bisa dibikin tergerak, kapan batu itu ia tolak dengan kers tiba-tiba terbukalah sebuah pintu batu, pintu rahasia.
"Kita dapatkan!" berseru Ah Poan dan Kat Po dengan berbareng, saking girang.
"Tapi hartanya sudah diangkut pergi oleh si memedi tetiron" kata In Hong dengan tawar. "Lihat, ia telah bikin ini pesawat peranti kasi keluar masuk hawa, maka terang, kuburan tua ini mereka telah dijadikan semacam rumah"
"Mari kita menyerbuh, kita bekuk padanya" kata Kat Po.
"Aku percaya dia sudah kabur, kata In Hong. "Tapi kitaorang mesti siap. Kat Po, kau menjaga di mulut pintu ini, aku nanti masuk bersama Ah Poan."
Kat Po suka menjadi sebagai cinteng, ia siap dengan reyolver di tangan.
Bagian IX Sambil pegang ia punya senjata api dinas, Ah Poan ikuti In Hong, yang jalan di depan. Mereka masuk ke pintu dengan terus bertindak turun di tangga. Panggung tiga kaki tinggi itu adalah batu kuburan yang dipasang rata. Tangga itu ada belasan undak. Dibawah sekali, ada satu jalanan yang sempit. In Hong mesti gunai batre. Di kedua tepi, tembok ada terbikin dari batu. Setelah sampai diujung jalanan ini, mereka mengkol ke satu jalanan lain, yang membawa mereka ke satu ruangan sedikit indah. Disini In Hong memeriksa sekitarnya, ia dapati sebuah pintu besi, yang bisa dikasi turun dan naik, dan ketika itu, pintu itu sedang dikasi naik.
Dengan sorotan lampu batrenya In Hong periksa kamar itu. Ia lihat sebuah pembaringan berikut meja berhias, divan dan lain perkakas rumah tangga yang model baharu. Ini jadinya ada sebuah kamar tidur.
Hanya di situ tidak ada barang satu penghuninya, bayangan iblis pun tidak ada.
Bersama-sama si Gemuk, In Hong masuk ke dalam kamar itu.
Di atas meja rasia ada sepotong sapu tangan yang disulam dengan dua huruf 'Bwee Hee' serta beberapa butir tablet untuk tenangkan asabat.
"Ah Poan, enam bulan lamanya Bwee Hee mesti mengeram di sini, ia menjadi orang tawanan yang menderita," kata In Hong.
Gara Gara Warisan Kisah Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mana Bwee Hee sekarang" "
"Tentu ia telah digeser ke lain tempat. Atau ia telah mesti dianiaya.."
"Celaka!" Mereka keluar dari itu kamar, akan hampirkan sebuah pintu besi lain. Pintu ini dapat dibuka dengan gampang. Itu pun ada sebuah kamar dalam mana ada dua buah peti mati serta rupa-rupa perabutan peranti sembahyang. Yang hebat adalah di situ rebah dua orang, yalah Ah Kin dan Ah To, dengan mandi dara, sebab batok kepala mereka masing-masing telah ditembusi sebuah peluru!
"Mereka ada konco si memedi, kenapa mereka terbunuh" " tanya si Gemuk.
"Bisa jadi ini disebabkan kegagalannya si memedi tadi malam. Rupanya ia merasa ia tak bisa berdiam lebih lama lagi di dalam ini kuburan dan ia kuatir dua orang ini membuka rahasia maka mereka dibunuh, untuk tutup mulut mereka. Mereka toh tahu banyak rahasia,"
"Dua peti ini jangan-jangan ada muat mayatnya Kiong Tie dan isterinya," kata Ah Poan. Kiong Tie ada juru pemikir dari Ong Tek Lok yang telah tindas bajak di daerah ini.
In Hong dekati kedua peti, untuk diperiksa. Ia lihat tanda bekas tutupnya dibuka dan dua-dua peti mati ada bersih sekali. Ia goyang kepala.
"Bukan, Ah Poan, kedua peti ini bukan muat mayat," ia kata. "Aku dugah ini adalah buah kecerdikannya Kiong Tie. Ketika ia bikin ini kuburan yang istimewa, ia pikir di waktu ia menutup mata ia akan bersemayam dengan tenang dan senang di sini, tapi kemudian, ia ubah pikirannya. Terang ia insaf bahwa harta ada bibit kebencanaan, lantas semua harta kekayaannya, yang ia dapati sehabis menindas bajak, ia masuki dan simpan di dalam sini."
"Jadi, Miss In, kau anggap inilah peti peranti simpan harta karun itu" "
"Seratus persen benar," In Hong jawab. "Melainkan sekarang, harta itu sudah tak ada lagi di dalam peti mati ini!"
Ah Poan rabah tutup peti, ia rasai enteng, terus saja ia buka. Benar sekali peti itu kosong, kecuali setumpuk tang chie putih dari jaman Kian Liong.
Nyata dugahanku tak meleset." In Hong bilang. "Kedua peti ini mat segala mutiara dan intan dan emas, diatas itu ditutupi sama ini tangchie. Ketika si memedi dapatkan harta ini, semua yang berharga ia angkut dengan nuntut, tangchie ini ia tinggalkan."
Lantas In Hong lanjuti penyelidikannya. Ia jalan ke pojok, dimana ada sebuah pintu besi yang ketiga. Daun pintu ada tertutup, di bawahnya ada ketindihan sepotong golok. Ah Poan coba angkat daun pintu itu, sia-sia saja, saking beratnya. In Hong coba membantu, toh percuma.
Selagi mereka berdegingan, akan angkat daun pintu, dari dalam mereka dengar suara orang menggerutu, tadinya tidak tegas tapi kemudian. mereka dengar terang:
"Pergi kau, kawanan manusia jahat!Tak nanti kau mampu angkat daun pintu ini"
"Inilah Hiang Kat!" In Hong berseru. Ia kenalkan suaranya iapunya misan itu. Sekali ini, ia tak sanggup pertahankan iapunya ketenangan. "HiangKat! HiangKat! Inilah aku, In Hong! "
"In Hong! In Hong!" ada jawaban dari sebelah dalam, suaranya Hiang Kat.
"Hiang Kat, buka pintu"
Tapi In Hong menunggu sekian lama, pintu tak terangkat.
"Hiang Kat, buka pintu!" ia berseru pula. "Apakah kau tidak bisa buka pintu" Kenapa" "
"Aku sedang coba!" sahut Hiang Kat.
Kembali In Hong menantikan, sampai lama juga, baharulah daun pintu, terangkat naik, pelahan-lahan.
Lantas In Hong dan Ah Poan membantui angkat daun pintu itu.
"Oh, In Hong" kata Hiang Kat, dengan napas legah. "Hari ketemu hari, aku tunggui kau, Aku percaya suatu hari kau mesti datang!..."
Hiang Kat loncat ke luar dari dalam kamar, mukanya kucel dan pucat, napasnya sedikit memburu.
"Toh kau telah tertawan dan terkurung dalam kuburan ini untuk enam atau tujuh hari...." kata In Hong.
"Miss Hiang, bagaimana pengalamanmu" Kenapa kau sampai kena ditawan" " tanya Ah Poan, "Entah ohat apa yang si memedi gunai, ia bikin aku rubuh pingsan," sahut Hiang Kat. "Dalam keadaan tak sadar, ia bawa aku ke dalam kuburan ini,"
"Kau naik kapal bersama Leng In, kau orang mau pergi ke Hai-men, kenapa kauorang mendarat si Sanmen" " tanya In Hong.
"Itulah sebab kita ketemu bajak," jawah Hiang Kat, yang terus tuturkan pengalamannya semua, sampai di dalam kuburan ini ia lolos dari kepungannya si memedi.
"Cara apa yang kau gunai untuk bikin pintu macet" " Ah Poan tanya.
"Aku sendiri, mereka bertiga, pasti aku tak bisa lama-lama cegah mereka paksa buka pintu. Sukur, dalam saat berbahaya itu, aku dapat akal. Aku ingat ciaktay, aku lantas pakai itu, untuk ganjel pintu, hingga pintu tak bisa naik atau turun. Kalau tidak, pasti aku akan terbinasa di tangan mereka."
"Selama enam atau tujuh hari, apa yang kau dahar untuk menahan lapar"
, "Mereka telah bersandiwara mengejar orang-orang yang berlalu-lintas, lantas bungkusannya itu mereka taro di dalam ini kamar ini ada kamar tetamu. Ketika aku periksa bungkusan itu, di dalamnya aku dapati rupa-rupa barang dalam blik, biskwit dan bier, juga alat-alat peranti berias, obat-obatan, majalah dan buku cerita. Di antaranya pun ada portretnya seorang perempuan?"
"Itu tentu ada portretnya Nyonya Han-Thia Bwee Hee," kata Ah Poan,
"Cukup!" kata In Hong.
"Sekarang mari kita berlalu dari sini. Kuburan ini ada istimewa tapi tak ada perlunya kita berdiam lama-lama di sini, biar Detektif Kwa dan Detektif To yang urus nanti!"
Hiang Kat menurut, maka bertiga, mereka pergi ke luar. Kat Po lompat menubruk dan menciumi Hiang Kat ketika ia lihat keluarnya iapunya soemoay ini.
"Oh, Hiang Kat" ia kata, dan ia tak bisa kata apa-apa lagi.
Hiang Kat pun tak bisa bilang apa-apa, kecuali setelah mereka lepaskan rangkulan mereka.
Dalam perjalanan pulang, ke gedungnya Keluarga Kiong, baharulah Hiang Kat bisa tuturkan Kat Po tentang pengalamannya, tentang mana pun ia mesti tuturkan pada Sie Kiat. Kemudian iaorang bicara untuk kembali ke Shanghai.
--***-- Itu lohor Hiang Kat berangkat dari Haiwan-chun menuju ke kantor polisi, bersama ia ada Sie Kiat, Hiang Kat, Kat Po dan Ah Poan. Benar di satu tikungan, dari sebelah sana, Pit Sin sedang mendatangi.
"In Hong, Kat Po, bekuklah orang itu!" berseru Hiang Kat, kapan Ia lihat itu sahabat lawas. "Dia ada si kepala bajak!"
Tam Pit Sin kenali Hiang Kat, segera ia cabut revolvernya terus ia menembak.
Hiang Kat lompat mundur, begitupun yang lain-lain, dengan serentak, mereka cari perlindungan dibelakang pohon kayu.
Kat Po dan Ah Poan keluarkan revolver mereka, untuk balas menembak.
"Ati-ati," In Hong peringati, "iapunya jiwa mesti diselamatkan! Ia perlu jadi saksi!"
Saling tembak berlangsung terus, tapi tak berjalan lama Kat Po yang gapah kenai tembak orang punya lengan, hingga revolvermya Pit Sin jatuh, dan ketika kepala bajak itu mau kabur, pahanya pun diajar kenal dengan peluru, hingga ia rubuh. Maka itu, dengan gampang Ah Poan bisa bekuk ia, yang terus saja digiring ke kantor polisi.
Dikantor, Detektif To dan Detektif Kwa sedang duduk dengan muka kucel dang masgul, mereka baharu kembali habis mencari harta tapi usaha mereka sia-sia, mereka melainkan dapat cape dan lelah.
Menyambut In Hong beramai, mereka pun jengah dan menyesal. sebab lain orang telah berhasil, walaupun si memedi masih belum tertawan.
Tidak sukar untuk In Hong korek keterangan dari Tam Pit Sin, ia ada punya cara halus dan kasar berbareng buat bikin orang suka buka mulut. Maka kejahatannya bajak itu lantas terbongkar, begitupun halnya Ma Seng Hong menjadi si tukang tadah yang liehay.
Ah Poan gembira sekali ketika ia tuturkan pada Detektif To tentang pengalamannya mengikuti In Hong sampai ia dapatkan kuburan rahasia, lihat peti harta karun dan berhasil menolongi nona Hiang Kat.
"Tuan Kwa," kata In Hong, ketika ia serahkan surat pengakuannya Tam Pit Sin pada detektif itu, "ini Tam Pit Sin ada kepala bajak yang sering ganggu keamanan di lautan di sini, paling belakang ia bajak kapal motor SHUEN FUNG dan tawan Hiang Kat dan Leng In, yang mereka hendak tembak mati. Pit Seng, Pit Kong dan Tay Kiong, juga Hek Ngo-so ada iapunya orang-orang sebawahan. Iapunya tukang tadah ada Ma Seng Hong dan Dr. Ma Pek Teng, itu ayah dan anak. Aku harap kau periksa lebih jauh perkara ini sampai mereka terhukum secara selayaknya, janganlah takuti pengaruh atau kena dipengaruhi oleh persahabatan, sebab ini mengenai keamanan daerah.
Tentang lenyapnya Nyonya Han, perkaranya akan menyusul belakangan"
"Dimana disimpannyanya itu harta besar" Dimana adanya Nyonya Han sekarang" " kemudian Kwa Tay Yong tanya.
"Nyonya Han masih belum dapat ditiari," jawab In Hong.
"Tentang tempat simpanannya harta besar, kau boleh pergi lihat dengan Ah Poan antar kau. Di sana pun masih ada sedikit urusan yang perlu kau bereskan."
Bagian X Seorang perempuan tua, yang mukanya kisutan dan rambutnya ubanan, yang pakaiannya sederhana, menghampirkan sebuah rumah atau villa di luar kota Utara dari Shanghai, ia terus saja tekan knop hel.
Seorang muda, yang tubuhnya besar dan jangkung, yang dandan cara Barat, membuka pintu. Dengan roman heran dan bersinar, ia awasi nyonya itu.
"Kau siapa" " ia tanya, dengan suara keras, "Kau tak usah perdulikan aku siapa, aku hendak bicara sama kan!" sahut si nyonya tua. Iapunya Suara pelahan dan lemah, seperti ia tak punya tenaga, Tapi ia menyekal sebuah revolver, yang ia tujukan kepada tuan rumah itu. "Kau suka ijinkan atau tidak aku masuk dalam villamu ini untuk duduk-duduk" "
"Silahkan!" kata si anak muda dengan terpaksa. Ia awasi orang punya senjata api, yang dimasuki ke dalam saku.
Dengan tak sungkan-sungkan, nyonya itu duduk di kursi di kamar tetamu, "Silahkan duduk juga," ia kata, pada tuan rumahnya.
Pemuda itu pakai baju jas yang di lobang kancingnya ada melibat dua potong rantai emas, rantai mana terpentang ke kiri dan kanan dari rompinya, seperti juga di situ ada disimpan dua rupa barang berharga. Biasanya, rantai begitu ada dibanduli pisau lepit. Maka, entah barang apa yang si pemuda simpan disakunya
Pemuda itu tak berniat berduduk, hingga ia mesti dipaksa dengan ancaman revolver.
"Bukankah sudah lama kau berdiam di dusun di Sanmen dan baharu paling belakang ini kau kembali ke Shanghai dengan ajak dia" " tanya itu nyonya, suaranya tawar. "Bukankah villa ini pun kau baharu beli" Ada gampang sekali untuk aku mencari keterangan tentang kau?"
"Aku tak mengerti apa yang kau katakan," kata pemuda itu.
"Kau tak mengarti kataku ini" Toh kau mengarti teka-teki peninggalannya leluhur dari Han Thia Bwee Hee! Teka-teki itu sukar dimengarti oleh lain orang tetapi kau sanggup pahamkan itu. Itu adalah lukisan peta, yang membikin kau bisa bongkar harta besar yang disembunyikan keluarga itu. Tidak lama sejak meninggalnya ayah besar dari Nyonya Han itu, kau lantas dapati itu harta. Kau telah lihat kuburan yang istimewa itu, lantas kau pun dapat serupa pikiran istimewa juga. Lantas kau atur pesawat untuk keluar-masuknya hawa udara, lantas kau pakai kuburan itu sebagai kamar rahasia! Kau ingin dapati Bwee Hee tetapi kau gagal, lantas kau jelus melihat suami-isteri Bwee Hee dan Sie Kiat, yang hidup manis dan beruntung. Ketika kemudian Bwee Hee pergi ke Hai-wan-chun, akan lewatkan musim panas di rumah tua dari Keluarga Kiong, kau menyusul ke sana. Kau pun telah atur rencana yang istimewa. Kau menyamar jadi setannya si pembesar Boan, kau culik Bwee Hee dan bawa ia ke ruang kubur, untuk umpati dia di situ. Itu ada rumah istimewa, yang kau sediakan untuk Bwee Hee. Lantas kau mainkan terus sandiwara memedi menculik manusia. Dengan sedikit uang, kau pengaruhi bujang-bujang Keluarga Kiong, hingga Ah Kin dan Ah To suka bantu kau. Dengan obat pulas, kau bikin Teng Hoei Kie rubuh pingsan di dalam rimbah?"
Pemuda itu tak berkutik, ia tak bersuara, tapi dengan mata menyalah, dengan air muka murka, ia awasi si perempuan tua di hadapannya.
"Ketika jongos dari Hotel An Tay datang ke rumahnya Dr. Ma Pek Teng untuk undang thabib itu menolong Leng In yang sakit di situ rumah penginapan, kebetulan kau berada di sana sedang bicara sama DR. Ma. Kau memang lagi cari Leng In. Kau dengar pembicaraan di antara Leng In dan Hiang Kat selama mereka berada di tegalan, kau jadi tahu adanya persahabatan dengan In Hong dan Kat Po. Disebelah itu, Leng In pun telah dapat lihat kaupunya roman muka. Begitulah kau minta kepada Dr. Ma untuk kau saja yang wakilkan thabib itu akan tengok Leng In. Kau mau menyamar jadi Dr. Ma, kau berhasil sebab Leng In mati saking kaget dan ketakutan?"
Perkataan perempuan tua itu terputus oleh satu suara jeritan, yang disusul suara tertawa berkakakan.
"Siapa itu" " ia tanya.
"Isteriku," sahut si pemuda yang bersenyum puas.
Lantas bel pintu terdengar berbunyi.
"Ada tetamu," kata si nyonya tua. "Mari kita sama-sama membukai pintu."
Di bawah ancaman revolver, pemuda itu pergi ke luar, ia buka pintu.
Tetamu yang datang ada Kat Po, Hiang Kat dan Sie Kiat.
"Benar dia, benar dia!" Hiang Kat segera menuding, dengan bernapsu. "Aku ingat benar iapunya muka pesegi panjang yang jelek ini, jidat dan tulang pipinya yang nonjol dan hidungnya yang seperti sesapu dan matanya yang kecil hitam seperti biji kacang?"
"Eh, Tiong Keng!" berseru Sie Kiat, dengan terperanjat saking herannya. "Inilah Hoo Tiong Keng, sahabatku! Oh, aku tidak sangkah bahwa kaulah yang menyamar jadi setan pembesar Boan itu! Kau, teman sekolahku, sahabatku dari banyak tahun! Siapa sangkah kau jadi begini kejam, jadi begini gila" Aku kuatir Bwee Heeku"."
"Bwee Hee kau?" Tiong Keng ulangi. "Ha!ha!ha! Dia adalah Bwee heeku!" Ia lalu tertawa berkakakan, sebagai orang kalap. "Bwce Heeku kena kau rampas, kau tahu hatiku sakit seperti diiris-iris! Selama dua tahun ini, karena kehilangan Bwee Hee, aku jadi seperti orang edan! Maka, Siauw Han, aku pun ingin bikin kau merasai bagaimana kalau kau kehilangan Bwee Hee, bagaimana sakit, bagaimana perih! Dan selama ini enam bulan, kau telah rasai itu, bukankah" "
Suara dan sikapnya Tiong Keng benar mirip sama orang gila.
"Tuan Han," kata si perempuan tua, "isterimu, Bwee Hee, berada di dalam ini villa. Pergi kau cari padanya di dalam!"
Sie Kiat kenali perempuan tua ini, jalah In Hong yang menyamar, maka, ia manggut lantas ia lari ke dalam.
Dengan tiba-tiba, Tiong Keng rabah iapunya saku, di situ ada iapunya revolver.
In Hong yang terkenal mempunyai kepandaian mencopet yang luar biasa, telah berlaku waspada dan siap, ia pun mendugah yang Hoo Tiong Keng, si setan pembesar Boan, bisa jadi nekat, maka itu selagi orang tertawa berkakakan, ia telah dekatkan dan ulur tangannya, hingga di luar tahunya seton tetiron itu, ia sudah geser revolver orang ke iapunya saku sendiri. Maka sekarang, Tiong Keng telah rabah saku yang kosong.
"Ringkus ini orang gila!" In Hong perintah.
Tiong Keng hendak berontak, tetapi di bawah tenaga besar dari Kat Po, ia mati kutunya. Sekejab saja, ia telah kena ditelikung.
"In Hong, cara bagaimana kau bisa ketahui dia ini adalah si setan Boan" " akhirnya Kat Po tanya iapunya saudara angkat.
"Sebab pada pertama kali aku liha macamnya Ma Seng Hong, aku segera ingat bahwa rasanya aku pernah lihat orang dengan roman serupa, melainkan aku tak bisa segera ingat, di mana dan siapa, adanya orang itu," In Hong jawab.
"Karena ini, aku lantas mau percaya, dokter yang pergi ke Hotel An Tay bukannya Ma Seng Hong dan juga bukannya Dr. Ma Pek Teng, hanya aku percaya, orang itu ada sama seperti Dr. Ma. mirip romannya, tak berjauhan umurnya, bahwa ia mesti ada punya perhubungan rapat sama Dr. Ma itu. Lantas aku coba mengingat-ingat terlebih jauh. Di waktu Tuan Han serahkan perkara lenyap isterinya padaku, ia telah perlihatkan padaku sebuah portret dalam mana ada lima orang diportret bersama-sama. Itu ada portret dari belasan tahun yang lalu, toh romannya sesuatu orang ada terlukis tegas dan sampai sekarang ini tidak berbedah jauh, D1 situ ada gambarnya Hoo Tiong Keng, roman siapa mirip sama romannya Ma Pek Teng, maka, melihat Ma Seng Hong, aku jadi ingat Tiong Keng, Setelah itu, aku hubungi halnya Tiong Keng gagal memperoleh Bwee Hee, dan aku percaya ia rubuh hati dan jadi mendendam. Sesudah ini, aku lalu cari tahu, perhubungan apa ada diantara Tiong Keng dan Pek Teng. Tanpa adanya perhubungan kekal, tak nanti Pek Teng perkenankan Tiong Keng menyamar jadi ianya buat pergi ke hotel. Begitulah, selagi kau orang ditolong di rumah sakit, aku gunai ketika akan cari salah satu bujang yang jujur dari Dr. Ma, kepadanya aku tanyakan hal sahabat dan sanak berajanya thabib itu. Segera aku dapatkan keterangan, Dr. Ma itu bukan anak dari orang tua itu. Dr. Ma adalah anak dari encie kandung dari Ma Seng Hong, ia diambil anak oleh pihak Ma, yang benar Pek Teng dan Tiong Keng ada saudara kandung, dan Pek Teng perna adik. Katanya Ma Seng Hong tak sukai Tiong Keng, dari itu, Tiong Keng jarang datang kerumahnya itu bouwkoe. Karena aku peroleh keterangan penting itu, dugahan dan kepercayaanku lantas jadi kepastian."
"Pek Teng dan Tiong Keng ada saudara kandung, pantas kalau roman mereka sangat mirip satu pada lain," kata Kat Po. "Ma Seng Hong ada paman mereka, kenapa roman iaorang bertiga pun mirip satu pada lain" "
"Dua saudara Hoo ambil roman ibunya," sahut In Hong. "Ibu mereka ada punya roman sama dengan Seng Hong, adiknya, maka dari itu, tak heran roman mereka semua mirip satu pada lain. Tiong Keng tak disukai oleh pamannya, inilah sebabnya kenapa ia coba pindahkan semua sangkahan atas diri pamannya itu, Ia coba tiru Ma Seng Hong punya suara hu-hu-hang-hang, ia curi paman itu punya bungah rumput yang bau mayat, ia pun pakai pengaruhnya paman itu dan malah pakai juga kuburan Keluarga Ma sebagai tameng. Sampaipun menyamar jadi setan, ia pakai leluhurnya Keluarga Ma jalah bekas Touwtong Ma Wie Siang,"
Benar ketika In Hong bercerita sampai di situ, Sie Kiat kelihatan sedang berlari-lari ke luar dan di belakangnya ada memburu seorang perempuan mudah yang eilok sekali tetapi rambutnya riap-riapan, kelakuannya mirip orang otak miring.
"Oh, Miss In!" Sie Kiat berseru, "Bwee Hee telah jadi gila, ia tak kenali aku!"
Ia terus lari, putari meja. Dan perempuan eilok itu pun terus kejar ia.
"Enam bulan ia terkurung didalam kuburan, tak heran ia jadi gila," kata Kat Po.
"Ha-ha-ha-ha" tertawa Tiong Keng, yang tertelikung. Ia rupanya puas melihat kejadian itu: Bwee Hpe gila dan suaminya tak dikenali lagi, dan Sie Kiat bingung dan berusah-hati, "Ha-ha!" Bwee Hee juga tertawa.
"Kejadian ini menyebabkan dua orang celaka," kata In Hong, yang pun berduka. "Pertama-tama Bwee Hee, sebab ia ketarik sama harta kuburan. Coba ia puas sama penghidupannya dan tak pergi ke Haiwan-chun, pasti Tiong Keng tak dapat ketika untuk tawan padanya. yang kedua adalah Leng In, sebab ia percaya takhayul, percaya setan..."
Tiong Keng kembali tertawa, Bwee Hwee, timpalin ia.
"Miss In, bagaimana sekarang" " tanya Sie Kiat, ia ini sudah tidak lari-an lagi, dan Bwee Hee sudah tidak menguber lebih jauh.
"Tidak ada lain jalan, kirim ia ke rumah saklt jiwa," In Hong usulkan.
"Ia punya penyakit ada harapan untuk disembuhkan. Buat ini aku suka bantu kau, supaya rumah sakit kirim ambulance kemari. Aku juga mau kabarkan Detektif To supaya ia datang dan angkut penjahat ini."
In Hong berlalu, untuk bekerja. Selang empat puluh menit, ia sudah kembali. Tidak lama kemudian, Detektif To muncul bersama si Gemuk.
"Apa ini dia Hoo Tiong Keng" " detektif itu tanya, "Benar, Tuan To. Sekarang aku serahkan penjahat besar ini pada kau."
In Hong dekati Tiong Keng, untuk loloskan tambangnya.
Detektif To gunai borgolan, akan borgol kedua tangannya penjahat itu.
"Tiong Keng, ke mana kau sembunyikan harta karun itu?"
Detectip To lantas tanya orang tawanannya. Ia paling takut harta karun itu lenyap tra keruan.
"Harta itu aku yang cari dan aku yang dapati," sahut Tiong Keng sambil tertawa, Ia nampaknya tak kenai takut, "Kalau kau inginkan itu, pergi kau cari sendiri"
"Tak usah cari, itu berada dalam sakunya sendiri" tiba-tiba Bwee Hee nyeletuk. Ia otak miring tapi disebutnya harta itu bikin ia sedar, "Ia telah rampas hartaku dan ia tak sudi kembalikan itu padaku!"
"Tuan To," kata Sip Kiat, "umpama kata kau dapati harta itu, aku pun tak kehendaki lagi, kau boleh dermakan itu kepada badan-amal,"
"Harta itu bukan kepunyaan orang perseorangan, ia mesti disita untuk negara," kata orang polisi itu.
Lantas Detektif To geledah Tiong Keng, dari dalam saku ia dapati itu rante emas, yang diikati satu cap nama dan satu anak kunci.
"Hm, aku mengarti sekarang!" kata ini Detektif, dengan kegirangan, "Tiong Keng telah tukar semua emas-intan dan barang berharga lainnya untuk dijadikan surat-surat berharga dan uang asing, semua itu ia sembunyikan di dalam bank!"
Raden Banyak Sumba 6 Pendekar Mata Keranjang 22 Laskar Dewa Suramnya Bayang Bayang 35
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama