Ceritasilat Novel Online

Golok Bintang Tudjuh 1

Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin Bagian 1


http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
GOLOK BINTANG TUDJUH (It Kiam Tjeng Tjhim ) Oleh Chung Sin Pertjetakan "Hwa Kiauw Siang Hong" Djakarta
Djilid Ke-I. I. MUNTJULNYA BELATI HITAM DI LAUTAN SALDJU.
DI DAERAH luar tembok besar dari Tiongkok Utara memang lebih tjepat turun saldju, maka sewaktu
didaerah lainnja baru mulai memasuki musim dingin, disana sudah mendjadi lautan saldju jang tidak
ada udjung pangkalnja. Maka pemandangan pada suatu musim dingin diluar tembok besar, hanja saldju sadja jang terlihat
disana, kita mendongak keatas melihat langit, se-olah2 ditaburi oleh bunga saldju, tidak ada satu
awan biru jang terlihat disana. Kita melihat kebawah, tanah jang biasanja penuh dengan debu djuga
sudah tidak terlihat lagi karena tumpukan saldju sudah menjampai beberapa dim tebalnja. Tidak
djauh terlihat pohon2 jang sudah tidak berdaun mendjadi putih seperti batu karang didaratan, batu2
besar bagaikan di ubah oleh achli sihir sadja djuga merupakan 'Es batu' asli jang tidak dapat
dimakan, djauh disekitar sana sudah tidak terlihat apapun djuga, ketjuali saldju putih jang membuat
satu dunia saldju jang sukar dilihat oleh manusia.
Di antara perbatasan langit dan bumi jang djuga memutih semua, tiba2 terlihat satu titik merah jang
bergerak-gerak, perlahan demi perlahan, titik merah tadi semakin membesar dan njatalah kini
bahwa itulah seorang wanita berbadju merah jang sedang merangkak madju sambil menggendong
anaknja jang berumur kurang lebih 7 atau 8 tahun.
Wanita badju merah jang menggendong anak itu merangkak dan merangkak, sehingga achirnja
kehabisan tenaga djuga, dengan lesu dan napas memburu ia berkata seorang diri:
"Tidak lari tentu mati dikedjar mereka, laripun mati kehabisan tenaga, maka lebih baik aku diam
1 sadja disini dan mati didalam tumpukan saldju sadja."
Wanita badju merah entah ingin melaksanakan omongannja, entah memang ia sudah kehabisan
tenaga, maka tidak lama kemudian ia sudah djatuh untuk tidak bangun lagi dan membiarkan sang
saldju menutupi dirinja. Anak jang digendong, setelah tersadar dari tidurnja dan melihat tidak ada gerakan lagi dari jang
menggendongnja mendjadi heran, ia meloloskan diri dari gendongan orang dan bukan main
kagetnja karena melihat wanita badju merah itu sudah tidak bernapas lagi.
"Bu... bu..." serunja sambil menggojang-gojangkan badan orang.
Wanita badju merah jang ternjata adalah ibunja dari anak ini tetapi tidak bergerak dan tidak
menjahut panggilan anaknja, ternjata ia sudah meninggal dunia dilautan saldju diluar tembok besar.
Anak ini mngenakan pakaian putih, tapi karena sudah lama dikedjar-kedjar orang sehingga tidak
diberi kesempatan untuk menukar atau mentjutji, lama kelamaan karena badju sudah mendjadi
warna abu2 jang kotor dan dekil sehingga hampir menghilangkan warna putih badjunja. Setelah ia
tahu bahwa ibunja sudah meninggal dunia, dengan sekali mendjerit 'Ibu', iapun djatuh pingsanlah
sudah. Djika seorang anak ketjil biasa jang belum pernah mendapat latihan ilmu silat atau tenaga dalam
jang sempurna, seumpama ia terdjatuh pingsan di tengah-tengah daerah saldju jang sedingin itu,
sudah dapat dipastikan bahwa anak itu akan terpendam saldju dan tidak mungkin dapat sadarkan
diri lagi. Tapi ada pengetjualiannja terhadap anak berpakaian kumel jang belum diketahui asal usulnja tadi,
setelah pingsan tidak lama, berkat latihannja jang sempurna dan djalan darahnja masih berdjalan
dengan lantjar, maka tidak lama kemudian ia sudah siuman kembali.
Dan pada saat itu, dari djauh terdengar suara berisik kereta jang sedang mendatangi kearah
dimana si anak aneh dan ibunja djatuh tadi.
2 Memang betul sebuah kereta jang ditarik oleh 4 ekor kuda sedang lari mendatangi, didalam kereta
ada duduk 3 orang lelaki sebagai penumpangnja jang sedang menikmati pemandangan alam jang
sedang merubah dirinja mendjadi satu dunia saldju jang putih meletak.
"Eh, disana seperti ada orang?" Tiba2 salah satu dari 3 penumpang kereta tadi berteriak.
Dua orang lainnja mengikuti arah jang ditundjuk oleh orang jang pertama membuka suara dan betul
sadja mereka dapat melihat satu bajangan putih ketjil, jang bergerak-gerak disekitar sesuatu jang
berwarna merah. Tiga orang didalam kereta saling pandang sedjenaaK dan mereka mendjadi heran karena ditempat
jang sepi dan hawa jang dingin ini masih ada orang jang berdjalan dengan kaki, siapakah
gerangannja orang jang seberani ini"
Maka sewaktu kereta berdjalan tidak djauh dari tempatnja dimana si anak ketjil berdiri, terlihat satu
bajangan hitam melajang dan dialah orang jang pertama bitjara sudah melajang meninggalkan
kereta dan berdiri tidak djauh dari mana si anak aneh jang masih sedang sedih ditinggalkan oleh
ibunja. Kini djelaslah bahwa benda jang berwarna itu djuga berupa seorang manusia jang sudah tidak
bernapas lagi, mungkin tidak tahan dinginnja hawa jang tjukup membekukan segala-galanja itu,
atau mungkin djuga disebabkan oleh sesuatu lainnja.
"Anak," demikian orang jang melompat keluar dari kereta tadi berkata. "Mengapa kau dapat berada
disini?" Sianak aneh seperti tidak mendengar sadja, masih mematung ditempatnja dan tidak memberikan
djawabannja. "Anak," orang itu berkata lagi. "Siapa dan dari manakah kalian berdua" Masih pernah apakah
dengan wanita badju merah jang telah meninggal dunia?"
3 Dua penumpang kereta lainnja djuga tampak sudah turun berdjalan menudju kearah dimana si anak
jang baru kematian ibunja berada.
Agaknja sang anak ketjil takut djika 3 orang penumpang kereta ini bermaksud djahat, maka dengan
tjepat ia sudah menghadang didepan majat ibunja untuk mendjaga sesuatu jang tidak diinginkan,
kemudian dipandangnja 3 orang itu bergantian dan tetap diam ditempatnja.
"Anak," tetap siorang pertama tadi jang bitjara.
"Siapakah jang mati disitu?"
Sianak jang telah ditanja beruntun tiga kali mendongakan kepalanja dan berkata dengan mantap:
"Ibuku." Orang jang pertama lompat keluar dari kereta seperti berbudi luhur, siapa berdjalan madju ia
berkata lagi: "Tjoba kau minggir, biar kulihat dan berusaha untuk menolong ibumu."
Anak ketjil berbadju dekil memandang sekian saat lamanja kearah orang jang bitjara ini dan dari
paras serta sinar mata orang jang tidak mengandung kedjahatan ia dapat menjelami akan maksud
baiknja maka ia minggir dan membiarkan orang memeriksa ibunja.
Orang ini mempunjai langkah jang mantap, tangannja ditaruh di depan dada orang dan setelah
memeriksa sebentar, kemudian dengan kaget berkata:
4 "Dia bukan mati karena serangan hawa dingin."
Dua orang lainnja jang mendengar mendjadi heran, dengan berbareng mereka berkata:
"Apakah jang menjebabkan kematiannja?" Orang pertama menggeleng-gelengkan kepala.
"Sukar untuk menentukannja sekarang djuga." Terdengar ia berkata. "Daerah sini djarang dilewati
orang, ketjuali orang jang menudju kearah Sam-kiong San-tjhung kita jang tidak seberapa djauh,
tapi wanita baju merah dan anak ketjil ini... "
Tiba2 matanja orang ini jang lihay sudah dapat melihat satu benda hitam jang djatuh tidak djauh
dari pinggangnja simajat badju merah sehingga memutuskan pembitjaraannja.
"Tjoba kalian lihat," terdengar ia berkata: "Apa belati ini jang dinamakan belati hitam jang terkenal
didalam rimba persilatan?"
Mulutnja bitjara, sedang tanganja sudah diulurkan untuk mengambil belati ketjil jang rupa2nja
terdjatuh dari tubuhnja siwanita badju merah sewaktu digojang- gojangkan oleh anaknja.
Tapi anak ketjil itu dapat bergerak lebih tjepat dari dirinja, dengan sebat ia sudah mendahului
merebut pisau belati sang ibu dengan tangan ketjilnja jang segera ditekuk kebelakang dirinja
mendjaga rebutan orang sambil berteriak:
"Djangan kalian mengganggu belati ibuku."
Orang jang pertama melengak dan kaget, tapi tidak lama kemudian ia sudah tertawa berkakakkan
dan katanja: "Anak, legakanlah hatimu. Kita bertiga djuga mempunjai sedikit nama didaerah luar tembok besar.
Tidak nanti kita dapat menghina seorang anak ketjil jang tidak bertenaga." J
5 Dua orang lainnja jang mendengar disebutnia Belati hitam mendjadi heran, mereka tidak pertjaja
dan berbareng berkata: "Toako, apa kau tidak salah lihat belati biasa jang hitam warnanja" Belati Hitam sebagai pusakanja
Kun-lun-pay jang dapat meremukan apa jang ditemuinja mana mungkin dapat terdjatuh kedalam
tangannja wanita biasa?"
Orang pertama jang lompat keluar dari kereta jang dipanggil 'Toako' oleh dua orang lainnja
menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak mungkin aku mendjadi salah mata." Katanja dengan
sungguh. "Pada Kun-lun Tay-hwe (Pesta Kun-lun besar) jang diadakan 10 tahun berselang, aku
pernah melihat belati hitam ini dengan mata kepala sendiri, makia rasanja mataku belum mendjadi
lamur tidak dapat membedakan palsu aslinja."
Lalu dihadapi lagi si anak ketjil dan berkata padanja:
"Anak, kami orang adalah tiga saudari Tjoa dari perkampungan Sam-kiong San- tjhung, keluarkarlah
belati ibumu itu untuk diperlihatkan agar kami orang dapat membantu dirimu bila mana perlu dan
sekalian mengurus majat ibumu. Apa kau pertjaja kepada kami bertiga?"
Sang anak jang mendengar orang dihadapannja mengaku she Tjoa dari perkampungan Sam-kiong
San-tjhung, dengan memutarkan bidji hitam ketjilnja berkata:
"Apa kalian jang mendapat djulukan Sak-gwa Sam-hiap diluar tembok besar?"
Tiga orang itu mendjadi kaget, mereka tidak menjangka seorang anak ketjil jang baru berumur 8
tahun sudah dapat menjebut nama djulukannja. "Betul." Sang toako dari tiga saudara Tjoa tadi
berkata. Tapi si anak masih kurang pertjaja kepada sembarang orang dan masih tidak mau menjerahkan
belati ibunja djuga. 6 Sang toako dari 3 persaudaraan Tjoa tertawa untuk menghilangkan ketegangan diantara mereka
dan berkata: "Kau harus pertjaja kepada kami. Belati hitam biarpun mendjadi salah satu pusaka
dunia, tapi tidak mungkin Sak-gwa Sam-hiap dapat menggunakan kekerasan untuk merebutnja."
Mukanja si anak ketjil mendjadi merah, ternjata orang sudah dapat menduga ketjurigaannja, maka
tangan jang ditekuk kebelakang memegang belaiti itu dikeluarkan lagi dan menjerahkan kepada
orang jang meminta. Toako dari tiga saudara Tjoa, Tjoa Tay-kiong, menjambuti benda jang diangsurkan oleh si anak
ketjil dihadapannja. Begitu belati terdjatuh kedelan tangannja, seluruh tubuhnja sudah mendjadi
bergemetaran dan terasa akan keberatannya, inilah memang belati hitam asli jang mendjadi pusaka
gunungnja Kun-lun-pay. Tjoa Tay-kiong setelah mengudji keasliannja belati hitam itu, terlihat ia menjerahkan kepada
saudaranja Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong.
Tiga orang bergiliran melihat dan memeriksa dan putusan terachir dari meraka ialah belati jang
mereka pegang itu memang betul belati hitam jang mendjadi pusaka gunungnja Kun-lun-pay.
Setelah menjerahkan kembali belati hitam orang kepada achli warisnja, Tjoa Tay- kiong sudah
berkata: "Aneh, sungguh aneh sekali. Kun-lun Tjit-tju (7 tokoh Kun-lun) sudah berumur lebih dari 60 tahun,
murid2 mereka Kun-lun Tjap-sie-hiap (14 pendekar Kunlun) djuga tidak ada satu jang terdiri dari
kaum wanita, tapi mengapa belati hitamnja dapat berada disini?"
Karena Tjoa-Tay-kiong mengatakan kata2 pendapatannja, maka sang anak jang mendengar
dengan muka marah berteriak:
"Belati adalah barang kepunjaan ibuku."
7 Tjoa Tay-kiong jang mendengar anak ketjil ini seperti membantah dugaan2-nja, dengan sungguh2
berkata: "Anak, siapakah nama ibumu itu?"
Sang anak menutup rapat mulutnja sehingga njamukpun sukar masuk, apa lagi suaranja, tentu
sadja tidak bisa keluar sama sekali.
Setelah beruntun sampai tiga kali Tjoa Tay-kiong menanjakan pertanjaan jang sama, sang anak
mendjadi tidak sabaran, maka dengan gemas ia berkata:
"Ibuku pesan tidak boleh mengatakannja."
Tjoa Tay-kiong, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong tidak berdaja. "Pulanglah ke Sam-kiong
San-tjhung terlebih dahulu." Achirnja Tjoa Tay-kiong memberikan perintahnja. "Sebenar lagi setelah
saldju turun keras, sukarlah kita dapat pulang berumah."
Maka dengan sekali samber sadja, Tioa Tay-kiong sudah membawa sang anak naik kereta dan
Tjoa Tay-hiong sudah membawa majatnja itu wanita badju merah untuk dibawa keperkampungan
mereka. Tidak lama kemudian, perkampungan Sam-kiong San-tjhung sudah terlihat dan begitu datang
dekat, terdengar satu orang pendjaga sudah menjongsong mereka dan berkata:
"Para loya sudah pulang?"
Terdengar Tjoa Tay-kiong sudah memberikan perintahnja:
"Lekas sediakan peti mati jang bagus dan air hangat untuk kita tjutji muka."
8 Lalu dengan meninggalkan majatnja sibadju merah jang mendjadi ibu dari anak ketjil itu, mereka
langsung memasuki salah satu rumah jang terbesar disitu.
Si anak jang sudah kedinginan sekian lamanja, begitu memasuki ruangan perapian di Sam-kiong
San-tjhung baru dapat merasakan segar kembali, ia menjelip di podjok ruangan jang berdekatan
dengan api dan tidak berkata sepatahpun djuga.
Tjoa Tay-kiong sebagai Tjhungtju pertama dari perkampungan Sam-kiong San- tjhung sudah mulai
menanja lagi. ..Anak, siapakah nama ajah dan ibumu, dan siapakah namamu sendiri?"
Tap' si anak masih tetap menggeleng-gelengi '" kepala dan dengan tegas berkata:
"Aku tidak mau mengatakannja dan kalianpun djangan menanjakan lagi."
Biarpun anak dari lautan saldju ini masih berumur ketjil, tapi perkataannja tandes dan tegas
sehingga membuat 3 orang tertegun tidak bisa bitjara.
Tjoa Tay-kiong memandang kearah dua saudaranja sebentar dan berkata kepada si anak
didepannja: "Kau tidak mengatakanpun tidak mendjadi anp, tapi karena ibumu baru meninggal
dunia, saldju turun dengan sedemikian derasnja, apa lagi dengan umurmu jang seketjil ini,
bagaimana djika tinggal disini dahulu. Maukah kau tinggal di perkampungan Sam-kiong San-tjhung
bersama-sama kami?" Anak itu memanggutkan kepala dan berkata:
"Mau." 9 Tapi Tjoa Tay-hiong jang tidak sependapat dengan saudara tuanja sudah berkata kearah Tjoa
Tay-kiong: "Toako, belati hitam adalah pusaka Kun-lun-pay jang tidak mudah untuk diberikan kepda siapapun
djuga tapi mengapa dapat berada ditangannja botjah tjilik ini?"
Tjoa Tat-kiong memang sudah mentjurigai bahwa belati hitam tidak mungkin mendjadi barang
kepunjaan ibu dari anak ketjil ini, maka mendengar adiknja berkata begitu, ia sudah madju
mendekati si anak ketjil dan menanja:
"Anak, dari manakah kau dapati belati hitam ini?"
Anak ketjil itu ternjata mempunjai ambekan jang tjukup besar, terdengar dengan marah ia berkata:
"Djika kalian tidak pertjaja kepadaku, baiklah. Akupun tidak mau tinggal disini lagi."
Dan betul sadja anak ketjil ini sudah berdjalan keluar dari ruangan itu.
Tjoa Tay-hiong jang tidak dapat disamakan dengan Tjoa Tay-kiong sudah tertawa dingin, sambil
menghadang didepan pintu ia berkata:
"Botjah, kau mau pergi dari sinipun boleh, tapi belati hitam jang bukan mendjadi kepunjaanmu itu
tinggalkanlah disini dahulu."
Tapi Tjoa Tay-kiong jang tidak menjetudjui pendapat adiknja sudah membentak:. "Samtee...."
Lalu dihadapinja si anak ketjil dan berkata dengan lemah lembut:
10 "Anak, bukankah tadi kau sudah bersedia untuk tinggal disini" Mengapa sekarang mau pergi lagi?"
Tiba2 saat itu, Tjoa Tay-hong lari masuk dan berkata kepada saudara tuanja: "Toako, ada tamu
datang keperkampungan kita."
"Apa orang2 dari Kun-lun-pay?" Tjoa Tay-kiong mengeluarkan dugaannja.
"Bukan." Berkata Tjoa Tay-hong dengan perlahan. "Tamu jang datang kemari dengan melawan
saldju ini ada dua orang, satu ialah 'Kaki Pintjang' Tui Kie daii satunja lagi si 'Muka Hitam' Hek
Thian-tong." Tjoa Tay-kiong mendjadi kaget, tjepat ia menjambar badju dingin untuk keluar membikin
penjambutannja, sebelum ia keluar sudah berkata seorang diri:
"Dua manusia djahat ini datang kemari mau apa lagi?"
Maka tjepat ia keluar dan dilihatnaj dua orang sudah berada didepan pintu, satu jang berkaki
pintjang sudah tentu Tui Kie dan di sebelahnja terlihat seorang pendek ketjil jang bermuka hitam,
inilah Hek Thian-tong jang sudah terkenal lebih djahat daripada suhunja jang bernama Pek-kut
Sin-kun. "Tjoa tayhiap," demikian Hek Thian-tong berkata. "Mengapa kami tidak diberi idjin untuk masuk ke
dalam Sam-kiong San-tjhung mu?"
Tjoa Tay-kiong mentjoba tertawa dan berkata:
"Kami orang tidak tahu bahwa djiwie akan datang kemari, maka atas penjambutan jang kurang
sempurna, harap dapat dimaafkan sadja."
11 Lalu diadjaknja mereka masuk kedalam ruangan tamu untuk menanjakan maksud kedatangannja.
Tapi baru sadja mereka duduk disana, tiba2 Tjoa Tay-hong sudah masuk dan berkata dengan
perlahan: "Toako, ada orang jang mengaku bernama Tjo Put-djin minta bertemu."
Biarpun suaranja Tjoa Tay-hong tjukup perlahan tapi bagi si Muka Hitam Hek Thian-tong jang
berpendengaran tadjam sudah dapat mengetahui djuga maka dengan tertawa dingin ia berkata:
"Ini baru namanja keramaian dunia, semakin banjak orang jang datang, semakin ramai pula
Sam-kiong San-tjhung."
Tjoa Tay-kiong mendjadi kaget. "Mengapa hari ini mendadak dapat kedatangan banjak orang djago
dari golongan hitam semua?" Demikian tjhungtju dari perkampungan Sam-kiong San-tjhung ini
membathin didalam hati. Maka setelah Tjoa Tjay-kiong memanggutkan kepala, tidak lama kemudian Tjoa Tay-hong sudah


Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa masuk seorang jang berpakaian seperti sastrawan dan bermuka putih, inilah Tjo Put-djin
dari Tjiat-tong jang entah mempunjai urusan apa djauh2 datang kemari djuga.
"Saldju turun sedemikian kerasnja, maka aku jang rendah Tjo Put-djin terpaksa harus mendjadi
tamu dari Sam-kiong San-tjhung jang tidak diundang." Demikian Tjo Put djin berkata kepada tuan
rumah. Tjoa Tay-kiong hanja memanggutkan kepala dan berkata:
"Silahkan saudara Tjo duduk dahulu."
Tjo Put djin tidak malu2 lagi sudah segera menarik kursi sendiri dan duduklah ia disitu dengan tidak
memandang kearah Tui Kie dan Hek Thian-tong jang sudah datang terlebih dahulu dari dirinja.
12 Setelah duduk dikursinja, baru Tjo Put-djin membuka matanya jang tadi dirapetkan itu.
"Kedatanganku kemari ini sebetulnja ingin..." Tapi tiba2 ia tidak meneruskan kata2nja. Sambil
menundjuk kearah Tui Kie dan Hek Thian-tong ia berkata. "Eh, siapakah dua tuan jang berada
disini" Mengapa aku belumn pernah melihat sama sekali?"
Mukanja Hek Thian-tong jang hitam tidak terlihat perubahan sama sekali, dengan dingin ia
menjambungi utjapan orang tadi:
"Jang rendah adalah murid dari Pek-kut Sin-kun jang bernama..."
Tjo Put djin tidak membiarkan orang menghabiskan kata2nja, sambil tertawa ia memotong:
"Aku hanja ingin tahu nama saudara sadja dan bukan saudara mempamerkan nama guru atau
nenek mojang jang tidak ada sangkutannja sama sekali."
Sebetulnja, si Muka Hitam Hek Thian-tong sedikit djeri djuga terhadap Tjo Put-djin, maka ia sudah
menondjolkan nama suhunja Pek-kut Sin-kun jang disegani orang, tidak disangka sangat terlalu
mendesak kepada dirinja, maka dengan dingin iapun berkata: "Jang rendah bernama Hek
Thian-tong. Dan entah bagaimana dengan nama sebutan saudara?"
Karena Hek Thian-tong menanja seperti ini, maka mukanja Tjo Put-djin sudah mendjadi masem.
"Siao-tee bernama Tjo Put-djin." Katanja dengan sombong.
Hek Thian-tong menggelengkan kepalanja dan berkata sampai beberapa kali:
"Tjo Put-djin"... Tjo Put-djin"..."
Lalu dipandangnja tuan rumah Tjoa Tay-kiong dan menanja:
13 "Tjoa tjhungtju, tahukah tentang nama Tjo Put-djin ini" Mengapa siaotee belum pernah mendengar
sama sekali?" Hek Thian-tong sudah sengadja balik mengedjek orang untuk membalas kata2 sombongnja Tjo
Put-djin tadi. Maka mana mungkin Tjo Put-djin tidak mengarti" 'Sret' terlihat ia mengeluarkan kipasnja jang
segera disodorkan kedepan orang dan berkata:
"Nama Tjo Put-djin harus ditulis setjara begini."
Hek Thian-tong djuga bukan orang tolol, maka melihat orang menjerang dengan kipasnja, dengan
sekali djambret, ia sudah berhasil memegang kipas orang, lalu kipas didorong kedepan dan siap
mendjatuhkan orang. Tapi Tjo Put-djin jang sudah lama malang melintang didaerah Tjiat-tong mana mudah
didjengkangkan orang begitu sadja" lapun mendorong kedepan sehingga berkutetanlah mereka
berdua. Pada waktu ini dari luar tiba2 njelonong masuk seorang pendjaga pintu jang berkata dengan
gelagapan: "Toaya, diluar ada... "
Tapi sebelum pendjaga pintu ini dapat meneruskan kata2nja, mendadak ia djatuh ngusruk untuk
tidak bangun lagi, berbareng dari luar djuga sudah njelonong masuk dua orang jang tjukup
mengagetkan semua orang. Dua orang jang baru masuk itu terdiri dari satu hweshio dan seorang nikouw. Tjoa Tay-kiong, Tioa
Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong jang melihat kedatangannja hweshio dan nikouw ini belum dapat
berbuat sesuatu apa, karena terlihat sihweshio mengulurkan tangannja jang berbulu dan
membentak kearah Hek Thian-tong dan Tjo Put-djin jang masih berkutetan mendorong atau
14 merebut kipas jang berada ditengah-tengah mereka:
"Hari jang sedingin ini, siapakah jang memperebutkan kipas?"
Tjo Put-djin dan Hek Thian-tong jang masih saling tarik merasakan satu tenaga besar jang menekan
dada, tapi mereka tidak dapat melepaskan pegangan kipasnja, takut mendapat tekanan tenaga
balik jang dapat mematikan dirinja.
Sihwesio jang tahu tidak mungkin dapat merebut benda dari tangan dua tokoh kuat sudah tjepat
merapetkan telapak tangan, dengan mentjurahkan dan menjalurkan tenaga dalam kedjari kanan
menotok tengah kipas berkata lagi:
"Kena!" Segera kipas terputus mendjadi dua bagian, Tjo Put-djin dan Hek Thian-tong masing2 terpental
mundur dan djatuh kekursi mereka. Tekanan tenaga mereka tidak berhenti sampai disitu sadja dan
dengan kursi jang diduduki oleh mereka, termundur lailah dua manusia ini.
Sihwesao jang baru datang tertawa berkakakan dan pentang mulut pula:
"Masing2 sudah mendapat setengah bagian. Satu pembagian jang sangat adil bukan" Jang
manakah tuan rumah disini" Biar aku mengenal terlebih dulu."
Sebelum Tjoa Tay-kiong, Tjoa Tay-hong, Tjoa Tay-hiong dapat memberi djawaban, nikouw jang
masuk bersama-sama dengan sihweshio sudah tertawa tjekikikan. Katanja:
"Siapakah jang tidak mengenal dirimu" Tuan rumah ini sungguh keterlaluan sekali."
Tentang dua orang terachir datang ini, bagi siapa sadja jang pernah berkelana didalam rimba
persilatan memang tidak asing lagi. Mereka adalah Kim Lo-han dan Pu-yong Ni-kouw.
15 Disini perlulah rasanja untuk membikin sedikit pendjelasan tentang Kim Lo-han dan Pu-yong
Ni-kouiw ini. Ternjata Kim Lo-han adalah anak murid keluaran partay Ngo-tay-pay, tapi itupun hanja
asal mulanja sadja dan kini ia telah diusir dari pintu perguruan, tidak mendapat pengakuan lagi.
Dapat dibajangkan, partay Ngo-pay sudah terkenal tidak wangi, djika sampai ia diusir dari pintu
perguruan ini, terbuktilah betapa lebih tidak wanginja nama Kim Lo-han.
Tentang Pu-yong Ni-kouw (Bukan Pu-yong-hay) lebih dari pada sang kawan, ia bersendjatakan
Pu-yong-tjiam atau djarum Pu-yong jang halus, dan ada satu kepandaian pula jang dimiliki olehnja,
jaitu ilmu kepandaian 'Asjuro mi-mo-biauw- im' jang mendjadi salah satu bagian dari ilmu 'Asjuro
mi-mo-tay-hoat''. (Tentang ilmu 'Asjuro Mi-mo-tay-hoat, para pembatja dipersilahkan membatja KIM
TO WAN atau Mutiara Pusaka).
Dengan ilmu kepandaian 'Asjuro Mi-biauw-im' inilah sering kali Pu-yong Nikouw menghypnotis
orang jang akan didjadikan korbannja. Maka bukan sedikit musuh2 tangguh jang djatuh olehnja.
Sebetulnja, dua orang ini djarang sekali bertjampur mendjadi satu, apa lagi djalan bersama dengan
tudjuan sama. Hanja waktu itu memang istimewa dan mempunjai maksud serta tudjuan bersama,
maka berbareng mereka telah masuk kedalam perkampungan Sam-kiong San-tjhung.
Tiga saudara Tjoa jang melihat kedatangannja, mulai terkedjut, betul mereka tidak dapat
menandingi nama besarnja '4 Manusia Imperialis', namun tjukuplah untuk membikin geger tempat
jang didatangi. Sewaktu si Muka Hitam Hek Thian-tong menjebut Pek-kut Sin-kun jang mendjadi salah satu dari 4
Manusia Imperialis, Kim Lo-han dan Pu-yong Ni kouw masih dapat tertawa-tawa.
Tjoa Tay-kiong, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong hampir berbareng madju kedepan berkata:
"Kami orang bersaudaralah jang mendjadi tuan rumah, entah dengan maksud apa kedatangan
kalian beramai kemari?"
16 II. PERTEMPURAN DI SAM-KIONG SAN-TJHUNG.
KIM LO HAN dan Pu-yong Nikouw tidak mendjawab pertanjaan 3 saudara Tjoa, tapi masing2
mengambil tempat duduknja dan menaruh pantat tepos mereka.
Tjo Put-djin jang penasaran karena kipas mahalnja dipatahkan orang mulai bangun, dihadapinja
Kim Lo-han dan berkata: "Biasanja para hweshio itu meminta sedekah atas kerelaan hatinja jang diminta. Tadi kau begitu
menongolkan kepala botakmu sudah segera menundjuk kipas ini, bagaimana djika aku mau
memberikannja untuk sedekah sadja?"
Berbareng, ia sudah melepaskan salah satu tulang kipas jang segera meluntjur kearah orang jang
diarah. Kim Lo-han memeramkan matanja dan berkata:
"Terima kasih."
Berbareng hweshio ini mengangkat sebelah tangannja, dengan hanja menggunakan dua djari ia
mendjepit datangnja tulang kipas tadi.
Tjo Put-djin penasaran dan melemparkan tulang kipas patahan jang kedua.
Kim Lo-han masih belum mau membuka kedua matanja dan mendjepit dengan djarinja pula.
Tjo Put-djin kembali menimpuk dengan 3 tulang kipas setjara beruntun, menudju ke 3 arah djalan
17 darah jang tidak sama. Kim Lo-han menggunakan ketadjaman kuping dan ketjepatan tangan menjambut 3 tulang kipas itu
lagi. Tjo Put-djin mempereteli semua tulang kipas jang berdjumlah 14 batang, dengan menggunakan
sedikit tenaga dalam, sekaligus ia menghudjani orang.
Tiba2 Kim Lo-han membuka kedua matanja, dengan dipelototkan lebar2 ia bangun berdiri dari
tempat duduk dan 14 batang tulang kipas mulai bergelantungan dan menempel didjubah badjunja.
Tjo Put-djin membanting kaki, kini ditangannja hanja tinggal batang patahan kipas sadja, untuk
langsung menjerang dengan batang kipas ini, tidak mungkinlah rasanja dapat membawa hasil jang
sempurna, maka dengan gemas dilemparkannja kearah anglo perapian.
Kali ini agaknja Tjo Put-djin bekerdia tepat, bara api berpentalan dan setjara tidak langsung
menjerang kearah Kim Lo-han.
Kim Lo-han tidak menjangka api dapat menjerang dirinja, ia mentjoba lompat menghindari beberapa
lelatu, tapi dua diantaranja telah membuat lubang angus djuga di djubah hweshio ini.
Tiga saudara Tjoa jang melihat kedatangannja si Pintjang Tui Kie, Muka Hitam Hek Thian-tong, Tjo
put-djin, Kim Lo-han dan Pu-yong Ni-kouw sekalian saling pandang, djelaslah kini bahwa rumah
mereka didatangi iblis rimba persilatan. Dengan perlahan Tjoa Tay-kiong berkata kepada adiknja
jang ketiga: "Lo-sam, orang2 ini bukan mudah untuk dihadapi, djanganlah sekali-kali kalian berlaku sembrono."
Tjoa Tay-hiong jang masih tidak puas terhadap tindakan saudara tua didalam soal menghadapi
anak ketjil aneh itu telah mengeluarkan suara dari hidung:
18 "Aku berani pastikan, kedatangannja mereka mempunjai hubungan dengan sibinatang ketjil jang
membawa-bawa belati hitam Kun-lun-pay."
Hatinja Tjoa Tay-kiong tergerak, ia menengok kearah ruangan dalam dan terlihat kepala ketjilnja si
anak jang menjelinap dibalik pintu. Pada saat itu ia tidak dapat mentjurahkan perhatikan
terhadapnja menjuruh pergi atau lari, takut kalau iblis2 rimba persilatan itu mengetahui. Maka
dikibaskannja tangan badju ber-kali2 memberi isjarat kepada si anak ketjil agar dapat melarikan diri.
Melihat gerak tangannja Tjoa Tay-kiong, si anak ketjil sudah masuk kembali, tapi bukan ia pergi
atau lari, malah bersembunji dibalik pintu untuk mentjuri dengar pembitjaraan2 orang banjak tadi.
Di ruangan tamu sudah terlihat si Pintjang Tui Kie berdiri, katanja:
"Tjuwie, kedatangan kita kemari biarpun tidak berdjandji dulu satu dengan jang lain, namum sudah
dapat dipastikan ada mempunjai satu tudjuan, mungkinkah dengan beramai-ramai meminta kepada
tuan rumah setjara paksa?"
Tjo Put-djin menggeleng-gelengkan kepala. "Lebih baik mengadakan pertandingan." Katanja.
"Bagus." Sambung Pu-yong Nikouw.
"Hanja terbatas bagi kita orang." Si Muka Hitam Hek Thian-tong djuga bitjara.
Kim Lo-han menggeleng-gelengkan kepala, katanja:
"Menurut pendapatku, diantara kita boleh diadakan pertandingan dan siapa jang mendapat
kemenangan, itulah orang berhak menerima. Termasuk 3 tuan rumah djuga, bila mereka bersedia
mengikuti pertandingan kita."
19 Tiga saudara Tjoa jang mulai dibawa-bawa tidak puas, maka terlihat Tjoa Tay-kiong madju berkata:
"Kalian dengan berdjumlah besar setjara tiba2 membikin kundjungan keperkampungan kami, tapi
dengan maksud tudjuan apakah hendak membawa tuan rumah segala?"
Si Pintjang Tui Kie tertawa:
"Lebih baik kita bertanding menentukan kemenangan, baru bitjara lagi."
Tiga saudara Tjoa djuga bukan manusia jang mudah dihina, maka mereka terdiam mendengar
tantangan itu. Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong berunding sebentar, berbareng mereka berkata kepada
toakonja: "Toaka, didalam perkampungan Sam-kiong San-tjhung kita, benda apakah jang dapat menarik dan
memantjing kedatangan mereka" Ketjuali anak itu dengan belati hitamnja. Buat apa kita mentjari
penjakit membikin perlawanan" Serahkan sadja anak itu kepada para iblis2 ini, bukan lebih baik dari
pada mengadu djiwa?"
Tapi, Tjoa Tay-kiong tidak sependapat dengan adik2nja, dengan menekuk muka ia membentak:
"Mengapa kalian dapat berpikiran seperti ini" Sudah terang maksud mereka hanja pada anak ini,
djika sampai terdjadi anak ini dibawa lari atau djatuh kedalam tangan mereka, dan sewaktu kabar ini
tersiar keluar, dimana harus menaruh muka kita?"
Tjoa Tay-hiong tertawa dingin. "Muka terang! Muka terang!" Katanja geram. "Berapakah harganja
muka terang itu" Dapatkah kita membiarkan perkampungan Sam-kiong San-tjhung termusnah?"
"Biarpun Sam-kiong San-tjhung akan termusnah, aku djuga tidak dapat membiarkan kalian
20 menjerahkan anak itu kepada mereka, aku tidak akan membiarkan kalian melakukan pekerdjaan
hina." Katanja tegas.
Mukanja Tjoa Tay-hiong berubah putjat. "Toako," djeritnja. "Apa kau sudah dapat memastikan
wanita badju merah itu orang baik" Bagaimana djika kita salah menolong anaknja seorang djahat"
Pikirlah, mana mungkin seorang baik dapat mentjuri belati hitam Kun-lun-pay?"
Tjoa Tay-hong jang sependapat dengan adiknja terdiam dan memandang kearah toakonja untuk
meminta putusan. Tjoa Tay-kiong termenung sedjenak, tapi tidak lama ia berkata: "Biarpun ia seorang djahat, tapi si
anak jang tidak ada kesalahannja mana mungkin dapat dibawa-bawa" Djanganlah kalian berdebat
lagi. Segera kalian pergi menjingkir dahulu, urusan disini serahkan kepadaku!"
Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong masih mentjoba berkata, tapi Tjoa Tay-kiong sudah
membalikkan badan menghadapi Tui Kie sekalian lagi.
Tidak lama terdengar Pu-yong Ni-kouw berkata:
"Mari kita segera mulai!"
Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong jang tahu tidak dapat merubah sikap toakonja, sambil
membanting2 kaki berdjalan keluar meninggalkan Sam-kiong San-tjhung.
Kini di dalam ruangan tamu hanja tinggal 6 orang, si Pintjang Tui Kie, Muka Hitam Hek Thian-tong,
si hwesio Kim Lo-han, si nikouw Pu-yong Ni-kouw, Tjo Put Djin dan tuan rumah Tjoa Tay-Kiong.
Si Pintjang Tui Kie jang mulai mempertontonkan ilmu kepandaian dan membuka pertandingan
sudah mengeluarkan tongkatnja berkata:
21 "Bagaimana djika mengadu meringankan badan dahulu?"
Sebelum ada orang jang memberikan penjahutan, tiba2 njelonong masuk pula seorang pelajan jang
segera berkata kearah Tjoa Tay-kiong:
"Toaya, diluar ada seorang pengemis tua dan seorang gadis tjilik jang hampir mati kedinginan,
mereka sedang meminta makan kepada beberapa orang kita."
Sebelum sipelajan bitjara, Tjoa Tay-kiong sudah menduga didatangi tokoh ternama lagi, tidak
tahunja hanja dua pengemis biasa jang meminta makan, maka ia sudah menjuruh sipesuruh
memberikan apa jang diminta dan siap melihat pertandingan jang akan segera dimulai.
Tapi, tiba2 hatinja Tjoa Tay-kiong mendjadi tergerak. "Mungkinkah seorang pengemis jang
berkepandaian tinggi?" Tanjanja didalam hati.
Maka ditahannja pula sipelajan dan menanja:
"Pengemis tua jang bagaimana?"
Si pelajan sampai bingung mendapat pertanjaan ini, ditataonja sang madjikan dan berkata:
"Pengemis tua jang kotor dan gadis jang di bawanjapun kurus seperti sudah lama tidak makan."
hatinja Tjoa Tay-kiong tergerak. Harus diketahui dihari jang sedingin ini, orang biasa jang
mengenakan pakaian tebalpun masih merasakan dinginnja hawa, apa lagi hanja pengemis biasa,
mana mungkin mereka dapat tahan saldju dan hawa dingin" Ketjuali orang itu mempunjai latihan
tenaga dalam jang tjukup tinggi sehingga tidak takut hawa dingin menjerang tubuh.
"Silahkan mereka masuk." Perintah Tjoa Tay kiong kepada pelajannja.
22 Baru pertama kali sipelajan mendengar sang madjikan menggunakan istilah 'Silahkan' terhadao
searang pengemis biasa, ia terheran-heran dan memandang kearah Tjoa Tay-kiong sekian lama,
takut salah dengar atau salah bitjara. Tapi setelah mendapat kepastian bahwa kupingnja tidak salah
dengar, baru ia keluar menjilahkan pengemis jang dimaksud masuk kedaiam ruangan tamu.
Tidak lama kemudian terlihat seorang pengemis tua jang kurus dengan terbungkuk-bungkuk dan
gerakan lambat masuk kedalam ruangan. Dibelakangnja terlihat seorang gadis tjilik jang kurus
kering, dengan pakaian jang tjompang tjamping, tulang badan jang hanja terbungkus kulit sadja
mengikutinja. Melihat kedjadian ini, hatinja Tjoa Tay-kiong dingin kembali. Ternjata hanja dua pengemis biasa dan
bukan apa jang seperti diharap-harapkan tokoh pengemis jang ternama. Tapi hatinja tjhungtju dari
Sam-kiong San-tjhung ini tidak dapat disamakan dengan kedua adiknja, ia bersifat welas asih,
setelah menjilahkan orang masuk, tidak mungkin dapat mengusirnja lagi, ruangan tamunja inipun
tjukup luas dan besar, untuk menambah 20 orang lagipun tidak akan mendjadi sempit, apalagi 2
orang sadja. Maka ia segera memberi perintah kepada pelajannja:
"Tambah satu anglo perapian lagi disana, biar mereka menghangatkan badan dahulu. Kemudian
bawalah sisa makanan dan berikan kepada mereka agar tidak terlalu kelaparan.
Si pelajan dapat bekerdja sebat agar menjenangkan madjikannja, maka tidak lama, apapun sudah
sedia disana. Sipengemis tua menghaturkan terima kasihnja dan berkata kepada Tjoa Tay-kiong: "Terima kasih."
Lalu dengan tindakan lambat jang boleh dikatakan merampas dan mengadjak kawan ketjilnja
menudju kepodjok ruangan berdjongkok disana memanaskan diri mereka.
Si Pintjang Tui Kie jang sudah siap untuk mempertontonkan ilmu keandaiannja mendjadi batal
karena masuknja pengemis tua ini. Tadinja, seperti apa jang Tjoa Tay-kiong duga, iapun menjangka
akan kedatangan seorang tokoh pengemis ternama, tidak tahunja hanja pengemis biasa sadja.
23 Maka iapun siap melandjutkan gerakan jang tertunda, terlihat ia mengambil dua buah media jang
dibuat saling sambung kaki mengelilingi anglo api, selesai ia membikin pengaturan, dengan sebelah
kaki ia lompat naik keatas pinggiran medja dan nangkring disana berkata:
"Djarak diantara dua media ini tidak seberapa namun tjara inilah jang termudah untuk mengudji


Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepandaian meringankan badan diantara kita."
Selesai berkata, Tui Kie sudah lompat kesebrang pinggiran medja jang lainnja diseberang sana.
Tjo-put-djin, Hek Thian-tong, Tjoa Tay-kiong, Kim Lo-han dan Pu-yong Ni-kouw menjaksikan
permainan Tui Kie ini dengan hati jang tidak sama, ketjuali Tjoa Tay- kiong, mereka mengharapkan
Tui Kie dapat djatuh ke tengah-tengah anglo api dan terbakar badjunja.
Sajang kenjataan tidak demikian, Tui Kie biarpun pintjang kakinja, ilmu meringankan badan jang
dinamakan 'Tangga ke Langit' sudah dilatih tjukup sempurna. Maka bagaikan orang naik tangga
sadja ia sudah tiba diarah seberangnja.
Tjo Put-djin jang selalu menghina orang tertawa berkakakan: "Kepandaian 'Tangga ke Langit' apa
lihaynja?" Tui Kie marah membentak:
"Saudara Tjo mempunjai ilmu jang terlebih lihay lagi, bukan" Silahkan dipertontonkan."
Tjo Put djin dengan lenggang naik di pinggiran medja jang pertama, maka tidak seperti Tui Kie jang
lompat kedepan, ia hanja bertindak madju ditengah udara bebas dengan mengeluarkan kaki kirinja,
kemudian kaki kanan menjusul dan tiba dipinggir medja lainnja. Demikian ia menggunakan ilmu tipu
'Berdialan di Udara' menjaingin lawannja.
Selesai ia mempertontonkan, terdengar Tjo Put-djin tertawa lagi:
"Ilmu 'Berdialan di Udara' djika dibandingkan dengan 'Naik ke tangga langit' bagaimana?"
24 Sebetulnja ilmu kepandaian 'Berdjalan di Udara' berada dibawah dari 'Naik ke tangga langit', tapi di
tempat ruangan jang seketjil ini, apa lagi djarak di antara kedua medja tidak terlalu djauh dan
medjapun tidak tinggi, maka djika dilihat sepintas lalu Tjo Pu-djin memang mempunjai gerakan jang
terlebih indah dari lawannja. Lain pula djadinja bila ia disuruh melewati dua tebing tinggi, ilmu 'Naik
ke tangga langit' tetap dapat sampai di tudjuan dengan mudah, tapi tidak mungkin ilmu 'Djalan di
Udara' dapat digunakan olehnja.
Karena adanja teladan dari Tjo Put-djin tadi maka semua orang dapat melewati dua medja dengan
mudah, termasuk Tjoa Tay-kiong jang mempunjai kepandaian dibawah mereka semua pun dapat
melewatinja juga. Mukanja Tui Ke terlihat masam, kemudian ia menanja kearah tuan rumah:
"Tjoa tayhiap, menurut pendapatmu, ilmu meringankan badan siapakah jang lebih unggul tadi?"
Tjoa Tay-kiong tidak menjangka orang dapat menanja kesoal ini, sebagai seorang 'Tayhiap' atau
'Pendekar besar', ia mempunjai sikap jang adil dan djudjur, maka setelah dipikir sebentar berkata:
"Djika menurut ilmu kepandaian, sudah tentu ilmu kepandaian saudara Tui jang dinamakan 'Naik ke
tangga langit' itu jang tertinggi, sajang saudara Tui harus bertongkat sehingga kehilangan
keindahannja." Pu-yong Ni-kouw tidak rela djika diharuskan mengaku Tui Kie menang, maka tjepat ia berkata:
"Anggaplah seri sadja, maka pertandingan boleh diganti dengan ilmu tenaga dalam."
Tui Kie sangat menjesal tidak mengadjak mereka bertanding di luar ruangan, ilmu kepandaian 'Naik
ke tangga langit' jang dapat mendaki sampai tingkat gunung mana mungkin dapat dikalahkan oleh
mereka" Mendengar Pu-yong Ni-kouw mengatakan 'Seri' dan kenjataan semua orang telah dapat
melewati dua medja dengan selamat, maka ia hanja dapat mengeluarkan suara dari hidung 'Hm'
dan berkata: "Perkataan 'Seri' jang enak!"
25 Tapi ia tidak mau banjak berdebat lagi, tongkatnja dilintangkan didada dan berkata kepada mereka:
"Tongkat ini adalah tongkat badja, silahkan kalian saksikan."
Dengan kedua tangan memegang dua belah udjung, Tui Kie mulai membengkokan tongkat
badjanja, kemudian dengan satu gentakan lagi ia telah membuat tongkat lempang kembali.
"Kalian boleh meneladani perbuatanku tadi." Katanja njaring.
Tapi, Tui Kie lupa bahwa orang2 jang sedang berkumpul di ruang tamunja Tjoa Tay- kiong itu
adalah iblis2 kenamaan semua, maka sebagai orang pertama terlihat si Muka Hitam Hek Thian-tong
madju melakukan pekerdjaan jang tidak terlalu sukar baginja.
Seperti apa jang telah dilakukan oleh Tui Kie, Thian-tong djuga sudah menekuk tongkat badja dan
melempangkannja kembali. Djika Hek Thian-tong dapat bekerdja dengan mudah, demikian pula dengan orang2 lainnja, mereka
menelad apa jang telah disaksikan dan tidak ada satu jang tidak lulus dari udjiannja.
Tui Kie menjambuti tongkatnja kembali dari Pu-yong Ni-kouw jang terachir dan berkata:
"Pertandingan seri lagi, bukan" Terpaksa kita harus bertanding melalui kepandaian. Mari, siapa jang
mulai?" Kim Lo-han tertawa berseri-seri dan menghampiri orang. "Biar aku jang memberikan perlawanan
terhadapmu." Katanja.
Tui Kie tidak banjak rewel lagi dan mengemplang dengan tongkatnja, Kim Lo-han djuga sudah
26 mengeluarkan pentungan hweshio dan 'Trang' dua sendjata beradu menerbitkan suara njaring jang
tidak terhingga. Melihat Tui Kie dan Kim Lo-han sudah mulai dengan pertandingan mereka, dengan menundjuk
kearah si muka Hitam Hek Thian-tong, Tjo Put-djin membentak.
"Hitam, mari kita berdua membikin perhitungan."
Hek Thian-tong sebagai muridnja Pek-kut Sin-kun jang mendjadi salah satu dari '4 Manusia
Imperialis' bukan sedikit memberikan gangguannja terhadap sesama manusia, melihat ditantang
orang setjara terang2-an, tentu sadja mendjadi marah, terlihat dengan petjut pandjang ia membikin
penjerangan. Tio Put djin tertawa. 'Sret' dan pedangnja sudah terhunus membikin perlawanan dan membuka
medan pertempuran jang kedua diruangan tamunja Tjoa Tay-kiong.
4 orang sudah tjukup untuk membikin dua medan pertempuran, kini hanja tinggal Pu-yong Ni-kouw
dan Tjoa Tay-kiong jang belum mendapat pekerdjaan maka dengan menundjuk kearah tuan rumah,
si nikouw mendahului bitjara:
"Tjoa tayhiap, maafkanlah orang jang membikin kedosaan."
Terlihat nikouw ini melemparkan Pu-yong-tjiamnja mengarah orang.
Tjoa Tay-kiong tidak dapat disamakan dengan dua adiknja, bila Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong
tidak mempunjai njali dan tidak mempunjai kepandaian berarti, tjhungtju Sam-kiong San-tjhuug
masih tidak menakuti 5 orang tamu2nja jang galak2, maka melihat datangnja Pu-yong-tjiam, dengan
mengeleskan diri ia mengeluarkan goloknja.
Demikianlah, dengan golok ditangan Tjoa Tay-kiong memberikan perlawanan terhadap Pu-yong
Ni-kouw jang menggunakan sendjata berbentuk bunga Pu-yong sebagai pegangannja.
27 6 orang sedang membikin pertempuran didalam 3 gelanggang, si anak jang sedang didjadikan
barang rebutan mengintip dari balik pintu, maka kedatangannja si pengemis tua dengan gadis
tjiliknja, iapun dapat melihat dengan djelas. Dari gadis tjilik berpakaian tjompang tjamping dan kurus
kering itu, pikirannja si anak tergerak. "Mungkinkah ia telah kehilangan ibunja djuga sehingga
terlunta-lunta dan harus mengikuti pengemis tua meminta-minta?" Pikirnja.
Mengingat sang ibu, hatinja anak ini mendjadi pilu. Ibunja kini telah meninggalkan dunia jang fana
dengan tidak menjebut sebab2 kematiannja. Jang paling membuat ia kesal, ialah belati hitam jang
sudah kepunjaan mereka masih disebut mendjadi milik Kun-lun-pay.
Si anak masih merenungkan kedjadian2 lama, maka dengan tidak terasa telah menongolkan
kepalanja. Si gadis pengemis ternjata mempunjai pandangan mata tadjam, melihat nongolnja satu kepala ketjil,
tjepat didekatinja sang kakek dan mengutjapkan sesuatu apa. Si pengemis tua dengan tidak
menolehkan kepala lagi sudah menggeleng-gelengkan kepalanja sampai berkali-kali tanda tidak
setudju. III. SI ANAK JATIM DJATUH KEDALAM DJURANG.
NONGOLNJA satu kepala ketjil itu djuga dapat dilihat oleh si Muka Hitam Hek Thian-tong jang
kebetulan menghadapinja, maka tjepat ia meninggalkan Tjo Put- djin jang mendjadi lawannja dan
mengulurkan tangan menjambret si kepala ketjil ini.
Kesempatan ini digunakan baik oleh Tjo Put-djin jang segera mengirimkan serangan telapak tangan
kirinja. 'Bek' sekali, belakang gegernja Hek Thian-tong telah terkena satu pukulan jang hebat.
Biarpun Hek Thian-tong telah terluka, sebagai anak muridnja Pek-kut Sin-kun jang ternama manusia
hitam ini tetap dapat bekerdja sebat dan mentjekal tangannja si anak jatim.
Si anak jatim tidak mau dibawa orang dengan tidak ada perlawanan, terlihat tangan lainnna
mengeluarkan Belati Hitam jang segera mentjoba nusuk kearah lawannja.
28 "Berani kau melawan?" Bentak Hek Thian-tong sambil mementil pergi belati orang. Si anak jang
tahu bahaja mengantjam berteriak: "Tjoa Tay-hiap..."
Sajang Tjoa Tay-kiong tidak dapat mendengarkannja, sebaliknja si Pintjang Tui Kie dan Kim Lo-han
jang dekatlah jang didatangkan.
Tjepat Hek Thian-tong menotok djalan darah lemesnja si anak jang segera dibawa lari dan disusul
oleh Tui Kie dan Kim Lo-han.
Tjo Pui-djin didalam soal ini masih ketinggalan, maka ia hanja dapat membikin pengedjaran
dibelakangnja Kim Lo-han sadja.
Matania Pu-yong Ni-kouw jang menempur Tjoa Tay-kiong ternjata tjukup lihay, maka ditinggalkan
sang lawan dan turut dibelakang Tjo Put djin. Sewaktu nikouw ini lewat dipintu, dilihatnja belati
hitam, tapi bukan dipungut, malah disepak pergi, takut ketinggalan oleh kawan2 lainnja.
Hanja Tjoa Tay-kiong seorang jang tidak tahu sesuatu apa. "Mungkinkah Pek-kut Sin-kun telah tiba,
sehingga mereka lari semua?" Pikirnja.
Tapi begitu matanja tertumbuk dengan belati hitam jang ketinggalan dipintu, keheranannja Tjoa
Tay-kiong tidak terhingga. Sudah terang kedatangan 5 orang tadi disebabkan oleh belati hitam ini,
mengapa dapat ditinggalkan begitu sadja" Mungkinkah didalam tubuhnja si anak ketjil masih ada
sesuatu pusaka lainnja lagi jang dapat lebih menarik perhatian mereka"
Maka dipungutnja belati hitam itu dan menjusul keluar, disana, ketjuali saldju jang masih memutih,
sudah tidak terlihat bajangan2nja 5 orang lagi.
Terhadap anak ketjil itu, Tjoa Tay-kiong mempunjai sematjam perasahaan suka, maka sudah tentu
ia tidak membiarkannja terdjatuh kedalam tangan orang djahat, dengan mengikut arah telapak kaki
ia mulai membikin pengedjaran djuga.
29 Tidak lama djauh didepannja sudah terlihat bajangan2nja 5 orang jang dikedjar, tapi kekagetannja
tjhungtju Sam-kiong San-tjhung ini tidak terkira, ternjata Hek Thian-tong sudah menudju kearah
lembah Patah Tulang jang terkenal berbahaja.
Demi keselamatannja si anak ketjil dan demi keselamatannja semua orang djuga, terpaksa Tjoa
Tay-kiong berteriak disertai dengan tenaga dalamnja:
"Tjuwie sekalian harap dapat menahan diri dahulu, didepan adalah daerah lembah Patah Tulang."
Nama dari lembah Patah Tulang sudah terkenal oleh mereka, tapi bukan tidak mungkin orang
menggunakan tipu agar mereka dapat menghentikan lari sehingga mudah untuk dikedjar. Demikian
pikiran mereka semua, maka dengan tidak menghiraukan teriakannja Tjoa Tay-kiong, Hek
Thian-tong berlima sudah meneruskan djuga larinja.
Hek Thian-tong jang lari paling depan tiba2 merasakan kakinja sudah tidak menjentuh tanah lagi,
matanja berkunang-kunang karena luka jang diderita dan dengan masih membawa si anak ketjil, ia
sudah terdjatuh kedalam lembah Patah Tulang.
Maka sewaktu Tjoa Tay-kong tiba disana, hanja terlihat Kim Lo-han, Tjo Put-djin, Tui Kie dan
Puyong ni-kouw jang bengong ter-longong2 memandang kearah dimana djatuhnja Hek Thian-tong
tadi. "Tjoa tayhiap." tiba2 si Pintjang Tui Kie menanja. "Djika terdjatuh dari sini, mungkinkah masih ada
harapan hidup lagi?"
Tjoa Tay-kiong jang masih marah mengeluarkan suara dari hidung:
"Hm! Aku sendiri belum pernah djatuh, siapa jang tahu hidup atau tidak hidupnja?"
Tapi Kim Lo-han jang tidak setolol orang sudah mentjabut salah satu pohon besar jang segera
30 dilemparkan kearah djurang tadi. Mereka harus menunggu lama baru terdengar suara 'Kruluk'
'Kruluk' tanda dari pohon tadi menjentuh tebing djurang.
"Oh, lembah Patah Tulang dalam!" Pu-yong Ni-kouw seperti mengeluarkan pudjiannja.
"Maka, sudah dapat dipastikan botjah itupun tidak dapat hidup lagi." Sambung Tjo Put-djin.
Tjoa Tay-kiong mengeluarkan suara dinginnja menanja: "Djadi maksud kalian hanja anak itu?"
"Betul!" Si Pintjang Tui Kie berkata.
Tjoa Tay-kiong masih mentjoba menahan kemarahannja dan menanja lagi:
"Apakah dendam anak itu dengan kalian semua" Apa kalian menghendaki Belati Hitamnja?"
Tui Kie tertawa dingin. "Biarpun Belati Hitam m endjadi pusaka dunia, aku Tui Kie tetap daoat
meradjarela dengan tidak menggunakannja." Ia berkata.
Dari kata2nja ini, Tjoa Tay-kiong dapat memastikan ditubuhnja si anak masih ada sesuatu jang lebih
berharga dari pada Belati Hitam, maka dengan heran ia menanja:
"Apakah jang kalian ingini didalam tubuhnja anak itu?"
Tui Kie tidak mendjawab, tapi balik menanja: "Tjoa tayhiap, sudah berapa lamakah kau tidak
mengundjungi daerah Tionggoan?"
"Kira2 hampir setahun."
31 Inilah sebabnja," Tui Kie berkata dingin.
"Djadi kau masih belum tahu bahwa Leng-siauw-tju jang mendjadi toako dari Kun- lun-tjit tju (7 tokoh
Kun-lun) telah bunuh diri pada dua bulan jang lalu?"
Tjoa Tay-kiong kaget tidak terhingga. Menurut apa jang diketahui, Kun-lun-pay, biarpun ilmu
kepandaian mereka tidak merata, Leng-siauw-tju jang mendjadi toako inilah jang paling istimewa,
maka mana mungkin dapat membunuh diri setjara begitu sadja" Ia terpekur sebentar dan menanja:
"Apa kau tidak salah dengar?"
Tui Kie mempelototkan mata berkata:
"Sudah tentu kedjadian betul. Setelah Leng-siauw-tju membunuh diri, maka partay Kun-lun-pay pun
runtuh, 6 tokoh lainnja pun lenjap entah pergi kemana. Ada kedjadian2 ini kau tidak mengetahui
sama sekali?" Tjoa Tay-kiong menggeleng-gelengkan kepala, ia tidak menjangka Kun-lun-pay dapat termusna.
Tapi tentang sebab2nja dari kemusnaan ini, ia sendiri memang belum pernah mengetahui sama
sekali. "Apa mempunjai hubungannja dengan wanita badju merah dan anak ketjil itu?" Pikirnja.
Maka dengan hati2 didekatinja pinggir djurang dan melongok kebawah untuk melihat-lihat si anak
jang terdjatuh bersama-sama dengan Hek Thian-tong.
Karena inilah, tiba2 dilihatnja satu kedjadian aneh, djauh di seberang tebing terlihat dua bajangan
jang berdjalan tjepat, itulah sipengemis tua dan gadis tjiliknja.
"Heran," pikir Tjoa Tay-kiong didalam hati. "Mengapa tiba2 mereka dapat berada disana?"
32 Maka dengan pikiran kusut ia kembali lagi ke rumahnja, langsung ia menghadapi orang2nja dan
menanja: "Ong Sin, pada sebelum kedjadian ini, apa kau pernah melihat pengemis tua tadi?"
Ong Sin adalah sipelajan jang membawa sipengemis tua dan gadis pengemis berdua masuk
kedalam ruangan, maka Tjoa Tay-kiong segera menanja kepadanja.
Ong Sin kaget mendapat pertanjaan ini, dengan gugup ia berkata:
"Hah, mungkinkah mereka telah mentjuri sesuatu?"
Sebagai seorang rendah, pikirannja Ong Sin sudah ketempat jang bukan2, Tjoa Tay- kiong tertawa
didalam hati berkata: "Aku hanja menanjakan dirimu, pernahkah kau melihatnja sebelum terdjadinja kedjadian ini?"
Ong Sin menggeleng-gelengkan kepala mendjawab:
"Belum pernah sama sekali."
Tjoa Tay-kiong mengibaskan tangannja dan berkata:
"Kau pergilah. Dan sekalian tjari djiya dan sam-ya, panggil mereka pulang sadja."
Tidak lama kemudian, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong sudah berdjalan masuk, melihat toakonja
tidak menderita sesuatu apa, Tjoa Tay-hiong sudah menanja:
33 "Toako, bereskah urusan semua?"
Tjoa Tay-kiong memanggutkan kepala terdiam.
"Toako," Tjoa Tay-hong djuga turut bitjara. "Kita orang diluar mendapat kabar tentang rimba
persilatan." "Apa bunuh dirinja Leng-siauw-tju dan runtuhnja Kun-lun-pay?" Potong sang toako.
"Djadi toako djuga sudah tahu?" Tanja Tjoa Tay-hong.
"Aku djuga tidak tahu djelas, tjoba kau tuturkan semua kedjadian." Kata jang ditanja.
"Ditengah djalan kita bertemu dengan dua muridnya Pek potju," Kata Tjoa Tay- hong jang mulai
dengan tjeritanja. "Menurut nenuturan mereka, jang baru kembali dari daerah Tiong-goan, partay
Kun- lun-pay sudah djatuh berantakan, Leng- siauw-tju jang mendjadi pemimpin sudah bunuh diri,
sisa dari Kun-lun Tjit-tju lenjap tidak ketahuan, Kun-lun Tjap sie-hiap djuga menjembunjikan diri
tidak keluar Kang-ouw lagi."
"Tentang sebab2nja?"
"Tentang sebab2nja, menurut apa jang mereka tahu ada hubungannya dengan seorang wanita
badju merah dan anak ketjilnja. Dan menurut dugaan, 6 dari Kun- lun Tjit-tju dan 14 orang Kun-lun
Tjap-sie-hiap sedang membikin pengedjaran terhadap ibu dan anak ini."
Tjoa Tay-kiong termenung memikirkan anak jang dikatakan oleh adiknya tadi, mungkinkah 6
Kun-lun tjit-tju membikin pengedjaran terhadap wanita dan anak jang tidak berdaja" Djika melihat
dari sifat2 dan kelakuan2 Kun-lun-pay, kedjadian ini sungguh mustahil sama sekali.
34 Tjoa Tay-hong sudah melandjutkan penuturannja:
"Toako, apa kau tahu maksud dari pengedjaran mereka itu" Ternjata Belati Hitam, 'Kun-lun Sin-sie'
dan 'Tjian-lian-Soat-som' jang mendjadi tiga pusaka Kun-lun-pay telah terdjatuh kedalam tangan ibu
dan anak ini." Tjoa Tay-kiong mendjadi kaget. "Apa ibu dan anak jang kemarin itu?" tanjanja.
Tjoa Tay-hiong tertawa. "Toako, kau tidak menjangka, bukan?" Tanjanja. "Dimanakah kini binatang
ketjil itu?" Dari paras mukanja sang adik, Tjoa Tay-kiong sudah dapat melihat kerakusan dan ketamakan jang
mendjemukan, dengan hati tidak senang ia berkata:
"Anak itu telah dibawa lari oleh Hek Thian-tong dan terdjatuh kedalam djurang lembah Patah
Tulang." Tjoa Tay-hiong seperti ketjewa dan menanja:
"Ada sesuatukah jang ditinggalkannja?"
"Belati Hitamnja masih berada disini." Sambl mengeluarkan belati jang ketinggalan, Tjoa Tay-kiong
berkata. Tjoa Tay-hiong membanting-banting kaki. "Aaaa, hanja barang jang paling tidak beharga dari tiga
pusaka tadi." Ia mengeluh.
Ia terdiam sebentar dan kemudian mendekati kuping toakonja berkata perlahan:
35 "Toako, barang jang paling berharga tentu tidak berada didalam tangannja sibotjah, majat wanita
badju merah itu baru kita pendam kemarin, bagaimana djika kita gali dan mentjari dua pusaka


Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lainnja disana?" Biarpun Tjoa Tay-kiong tahu bahwa 'Kun-lun Sin-sie' (Kitab pusaka Kun-lun) dan Tjian-lian
Soat-som' (Sematiam obat jang dapat menjembuhkan ribuan penjakit) ada lebih berharga 10 kali
dari pada Belati Hitam, tapi toako ini tidak mempunjai hati serakah sama sekali, maka ia tidak
setudju dengan segala keserakahan sang adik dan tjepat membentak:
"Lo-sam, apa jang kau mau kerdjakan" Pekerdjaan rendah ini bukanlah pekerdiaan jang kita harus
lakukan." Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong jang melihat toako mereka sudah mendjadi semarah ini
mendjadi takut sendiri, maka melihat dua adiknja jang harus dikasihani mendjadi setakut ini, hatinja
Tjoa Tay-kiong tidak tega, terdengar ia berkata perlahan:
"Hilangkanlah ketemahaan kalian itu. Djanganlah melakukan pekerdjaan jang menimbulkan
kemarahan orang." IV. SIGADIS PENGEMIS MEMBERIKAN PERTOLONGANNJA JANG PERTAMA.
DIMALAM kedua... Tjoa Tay-kiong jang tidak bisa tertidur memikiri kedjadian aneh jang dialami tiba2 dapat mendengar
gongongannja suara andjing beberapa kali. Gonggongan andjing2 ini sangat aneh sekali, seperti
ada sesuatu apa jang membekap sadja, suara mereka dapat lenjap dengan mendadak pula.
Tjepat Tjoa Tay-kiong lompat bangun dari tidurnja dan membikin pemeriksaan.
36 Tiba diluar perkampungan, terlihat majat dari tiga andjing pendjaganja dengan kepala petjah
bagaikan terkena pukulan tenaga dalam. Maka dan sini, Tjoa Tay- kiong sudah dapat memastikan
kedatangan musuh tangguh lagi diperkampungan Sam-kiong San-tjhungnja.
Memeriksa daerah sekitarnya, Tjoa Tay-kiong tidak berhasil menemukan sesuatu jang
mentjurigakan, mungkinkah mereka jang datang kembali" Pikirnja. Maka bila betul mereka yang
datang kembali, sudah dipastikan kuburan wanita badju merah itulah jang akan didjadikan sasaran
pertama, maka tjepat tjhungtju ini mengganti arah dan menudju kesana.
Betul sadja! Sebelum tiba ditempat tudjuan, samar2 Tjoa Tay-kiong sudah dapat melihat ada
seseorang jang sedang melakukan penggalian kuburannja siwanita badju merah.
Didekatinya lagi dan ternjata orang ini adalah si Pintjang yang pernah membikin pengatjauan.
Hatinya Tjoa Tay-kiong mendjadi marah dan membentak:
"Orang she Tui, perbuatanmu ini apa tidak memalukan?"
Tui Kie jang melihat dipergoki orang tidak mendjadi malu, malah dengan sikap dingin berakata:
"Tjoa tayhiap, wanita di dalam kuburan tidak mempunyai hubungan sesuatu apa denganmu, buat
apa kau banjak rewel?"
Tjoa Tay-kiong jang sudah dibuat marah tidak memberikan djawaban, tapi goloknja dikeluarkan dan
membatjok kearah tangan orang.
Tui Kie lompat menjingkir, dengan tongkat ia menangkis datangnja serangan golok.
'Trang' Golok dan tongkat beradu, mereka mempunjai kekuatan jang sama dan siapapun tidak ada
jang unggul. 37 Pada saat itu, tiba2 terdengar satu suara siulan jang seperti djeritan setan. Dengan tidak terasa, Tui
Kie dan Tjoa Tay-kiong sama2 lompat mundur dar kedudukannja masing2.
Suara aneh baru terdengar dari djauh, tapi sebentar sadja sudah datang dekat didaerah dua orang
jang baru bertempur. Mengikuti arah suara ini, Tui Kie dan Tjoa Tay-kiong menolehkan kepala
mereka ke sana dan helass...
Tidak djauh dari kuburannja si wanita badju merah terlihat seorang berbadan kaku bagaikan majat,
wadjahnja orang ini menjerupai wadjah kuda, pandjang dan melurus kedepan. Dengan parasnja
jang keputjat-putjatan sudah tjukup untuk menakutkan orang, apa lagi melihat matanja jang tidak
dapat dibedakan putih dan hitam, sehingga sukar untuk membedakan keasliannja ia mendjadi satu
manusia. Kedatangannja orang ini membuat Tui Kie dan Tjoa Tay-kiong menghentikan pertempurannja dan
menduga-duga siapakah orang berwadjah kuda bagaikan majat ini"
Orang berwadjah kuda melihat dua orang memandang dengan keheran-heranan, tiba2 membentak:
"Mengapa kalian berdua berhenti menggali?"
Namanja si Pintjang Tui Kie dan tjhungtju dari Sam-Kiong San-tjhung Tjoa Tay-kiong sudah terkenal
lama maka belum pernah mereka dibentak seperti ini. Dengan rasa tidak puas mereka menanja:
"Siapa kau?" Orang ini tidak memberikan djawaban, malah membentak lagi:
"Kalian disuruh menggali kuburan, mengerti" Bukan untuk menanjakan nama orang."
Tui Kie semakin marah dan geramnja: "Djika aku tidak mau menggali, kau mau apa?"
38 Orang ini menggeram dan menubruk kearah si Pintjang, orang jang dituburukpun tidak mau
mengalah dan mengajun tongkatnja.
Tapi, hanja terdengar suara jang seruh dan 'Bak', tiba2 Tui Kie sudah terdjatuh dari tengah udara
dan numprah di tanah dengan tidak bergerak lagi. Tongkatnja terlihat sudah mendjadi bengkok
bagaikan gelang dan bagaikan ular sadja melilit tuannja sendiri.
Kedjadian ini sungguh berada diluar dugaannja Tjoa Tay kiong, ia tidak menjangka dengan
kekuatan Si Pintjang, di dalam segebrakan sadja sudah dapat ditundukkan orang.
Orang itu setelah mengalahkan Tui Kie mulai menghadapi Tjoa Tay-kiong lagi dan membentak:
"Orang itu tidak menggali, kau seorang sadjalah jang menggalinja."
Tjoa Tay-kiong sudah mengeluarkan Belati Hitamnja, ia siap mengadu djiwa dan berkata
menantang: "Wanita didalam kuburan, biarpun tidak mempunjai hubungan sesuatu apa dengan diriku, tapi
karena orangnja telah mati dan dikubur, buat apa untuk menggalinja lagi" Aku tidak mau menggali."
Orang itu jang melihat Belati Hitam dapat berada ditangannja Tjoa Tay-kiong tertawa dingin:
"Tiga pusaka Kun lun pay sudah ada satu jang kelihatan, lekas bawa kemari!" Badannja bergerak
menubruk kearah mangsa jang kedua.
Tjoa Tay-kiong jang mengetahui masih bukan tandingan orang, tjepat lompat menjingkir dengan
melintangkan Belati hitamnja.
Orang ini penasaran dan menubruk untuk kedua kalinja.
39 Dan di saat jang sangat berbahaja inilah, tiba2 terdengar satu suara orang ketiga:
"Hei, berhenti! Aku mempunjai utjapan jang mau disampaikan."
Gerakannja orang aneh itu mendjadi lambat sedikit mendengar ada orang jang masih berani
menghalang-halang niatannia dan kesempatan inilah digunakan baik oleh Tjoa Tay-kiong jang
melompat pergi. Tapi Tjoa Tay-kiong mendjadi kaget, karena orang jang baru datang ini ialah sigadis pengenmis
jang pernah mendatang rumahnja. Ia takut gadis tjilik ini mendjadi korban keganasan orang, maka
sambil menghadang ditengah djalan berkata kepadanja:
"Nona ketjil, lekas kau menjingkir dari sini."
Tapi sigadis ketjil tidak mendengar budjukan ini, dipandangnja Tjoa Tay-kiong dengan pandangan
mata mentjela sebentar, kemudian berkata lagi kepada orang jang bermuka kuda:
"Hei, djangan kau mengganggu Tjoa Tay-hiap!"
Orang itu mana dapat mendengar perintahnja seorang pengemis ketjil jang tidak ada namanja,
maka tangannja sudah siap diulurkan menangkap Tjoa Tay-kiong lagi.
Si gadis mendelikan mata dan membentak:
"He,. aku sudah mengatakan tidak boleh mengganggu Tjoa Tay-hiap."
Tjoa Tay-kiong jang melihat keberaniannja gadis tjilik ini memudji di dalam hati, tapi ia tetap
menghadang dan takut siorang bermuka kuda itu menurunkan tangan djahatnja, maka ditariknja
40 tangan kurus sigadis pengemis dan berkata: "Nona, minggirlah kau dari gangguannja dan tjepat
melarikan diri dengan segera."
Tapi sigadis berontak dari tjekelannja Tjoa Tay-kiong sambil mengeluarkan pandji ketjil jang
berbentuk segi pandjang jang segera diperlihatkan kepada orang itu berkata:
"Dengan kekuasaan ini."
Melihat pandji ketjil jang dibawa orang, tertawanja orang itu lenjap dengan segera, ia lompat
mundur dan menanja: "Masih ada permintaan lainnja?"
"Tidak ada." Djawab jang ditanja singkat. "Hanja meminta kepadamu agar djangan mengganggu
Tjoa Tay-hiap." Lalu ia membalikan badan dan pergi lagi.
Tjoa Tay-kiong jang melihat orang mau pergi malah menahannja: "Tunggu dulu."
Tapi si gadis ketjil tidak memperdulikannja dan pergi terus sehingga lenjap didalam kegelapan.
Tjoa Tay kiong sedianja mau menjusul orang dan menanjakan asal usulnja, tapi dibelakangnja tiba2
terdengar orang itu berkata:
"Orang she Tjoa, lebih baik kau djangan menjusulnja."
"Mengapa?" Tjoa Tay-kiong membalikkan badan menanja dengan heran.
41 Orang itu berkata dengan sikap dingin:
"Sampaipun aku sendiri djuga tidak berani menjentuhnja. Apa lagi kau?" Tjoa Tay-kiong heran dan
menanja: "Kau siapa?"
Orang itu tidak memperdulikan partanjaannia Tjoa Tay-kiong, disepaknja si Pintjang jang masih
meringkuk dan membentak: "Hei, lekas kau gali kuburan itu."
Si Pintjang Tui Kie jang pernah merasakan kelihayan orang tidak berani membantah, diteruskannja
galian jang tadi tertunda karena kedatangannja Tjoa Tay-kiong. Maka sebentar sadja peti mati
sudah terlihat dan muntjul diatas permukaan tanah.
Orang itu membongkar dengan paksa dan menggeledah tubuhnja majat siwanita badju merah, tapi
apapun tidak didapatinja, maka dipandangnja Tjoa Tay-kiong berkata:
"Tolong kau kubur dia lagi."
Lalu dengan tidak menoleh sama sekali, orang itu sudah berdjalan pergi dan lenjap pula.
Pada saat itu, mendengar suara ribut2, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay-hiong sudah membawa
beberapa orang mereka datang kesitu. Maka Tjoa Tay-kiong sudah menjuruh orang2nja mengubur
kembali majatnja si wanita badju merah.
Si Pintjang jang melihat banjak orang datang, setjara diam2 sudah meninggalkannja dan ngelojor
pergi. 42 Tjoa Tay-kiong djuga segera menuturkan kedjadian jang baru dialami kepada dua adiknja.
Mendengar penuturan sang toako tentang orang bermuka kuda jang dapat menaklukan si Pintjang
didalam segebrakan, Tjoa Tay-hong dan Tjoa Tay- hiong serentak berseru:
"Pek-kut Sin-kun!"
Ternjata orang jang bermuka kuda itu memang Pek-kut Sin-kun jang mendjadi salah satu dari 4
Manusia Imperialis jang ganas, maka dengan mudah ia dapat menaklukan si Pintjang Tui Kie jang
hanja mempunjai deradjat sama dengan si Muka Hitam Hek Thian-tong jang mendjadi muridnja.
Selesai penguburan kembali dari majatnja si badju merah, tiba2 Tjoa Tay-kiong berkata:
"Didalam tubuhnja tidak kedapatan sesuatu apa, ini sudah dapat dibuktikan dengan geledahannja
Pek-kut Sin-kun tadi, maka aku telah berkeputusan untuk turun kebawah lembah Patah Tulang
untuk mentiari majatnia si anak ketjil!"
Tjoa Tay-hong jang mendengar sang toako mau turun kebawah lembah Patah Tulang jang tjuram
mendjadi kaget, dengan tidak terasa mendjerit:
"Toako... " Tapi, keputusannja Tjoa Tay-kiong tak dapat ditjegah, maka ia menjuruh orang2nja menjediakan
semua tali jang ada untuk dikeesokan harinja turun kedasar lembah Patah Tulang.
V. DARI DASAR LEMBAH PATAH TULANG KE PULAU ANGIN PUJUH.
PADA hari kedua Dengan mendapat bantuan dari orang2nja jang menggunakan tali mengerek turun kebawah dasar
43 lembah Patah Tulang, sambil membawa obor penerangan, dengan melalui batu aneh disepandjang
tebing tjuram, achirnja Tjoa Tay-kiong sudah tiba di dasar lembah.
Lembah Patah Tulang ini ditakuti orang bukan tidak ada sebab2nja, ternjata dasar lembah ini
memang tjukup dalam, Tjoa Tay-kiong mentjoba melongok keatas dan mulut lembah hanja terlihat
sebesar mangkuk makan sadja.
Tjoa Tay-kiong jang sedang memperhatikan dasar lembah Patah Tulang tiba2 mendjadi kaget
karena ditepi dinding tebing terlihat satu sinar terang jang keluar dari goa batu, dan dari sana,
samar2 masih terlihat satu bajangan ketjil berkelebat dan lenjap.
Dengan hanja melihat dengan sekelebatan mata, Tjoa Tay-kiong sudah dapat memastikan,
bajangan ketjil itu ialah si anak jang belum lama kematian ibunja. Anak itu seperti melihat
kedatangannja, maka melarikan diri dan masuk kegoa rahasia dibawah dasar lembah Patah Tulang
ini. Orang jang terdjatuh dari tebing tjuram tidak mendjadi aneh, jang lebih aneh didasar lembah jang
sedalam ini masih terdapat goa rahasia, inilah kedjadian jang seperti tidak mungkin sadja.
Ternjata goa jang dilihat oleh Tjoa Tay-kiong adalah goa rahasia jang menudju kedjalan lama,
djalan ini kini sudah hampir tertutup dan tidak digunakan lagi, disini Tjoa Tay-kiong melihat banjak
patahan tombak dan tulang2 kuda serta manusia, dahulu di waktu djaman Kim dan Liauw, tempat
ini pernah didjadikan medan pertempuran, maka terdapat sisa2-nja jang seperti itu.
Tjoa Tay-kiong berdjalan disitu sekian lama dan terlihat bajangan ketjil itu berklebat dan menumpat
dibalik batu besar. Maka dengan tertawa ia berteriak:
"Hei, aku sudah dapat melihatmu. Buat apa mengumpat lagi?"
Betul sadja, dari balik batu muntjul keluar satu kepala dengan rambut jang kusut, itulah si anak jang
belum lama ditinggal ibunja. Tjoa Tay-kiong jang melihat si anak masih takut dan ragu2 kepadanja
sudah menggapekan tangannja berkata:
44 "Anak, apa kau sudah tidak mengenali diriku?"
Baru kini si anak perlahan-lahan berdjalan madju dan berkata perlahan:
"Tjoa Tayhiap."
Tjoa Tay-kiong menghampiri dan menggendongnja si anak jang merasakan kemesraan dunia sudah
berkata lagi: "Tjoa Tayhiap, kedatanganmu ini sangat kebetulan sekali. Simuka hitam itu masih ada disini, ia
terluka dan tidur tidak bisa bangun, tapi ia pernah berkata bahwa djika aku tidak menurut
perintahnja, ia tetap bisa bergerak untuk membinasakan diriku."
Tjoa Tay-kiong jang mendengar sampaikan Hek Thian-tong jang terluka masih belum binasa
terlebih kaget lagi, maka dengan heran ia menanja:
"Kini kau tidak usah takut padanja. Tjeritakanlah dahulu bagaimana kalian bisa menjelelamatkan
diri?" Sianak memutarkan bidji mata hitamnja berkata:
"Aku djuga tidak begitu tahu djelas. Hanja teringat muka hitam itu menotok djalan darahku sehingga
tidak bisa bitjara dan tidak ingat orang lagi, sewaktu aku tersadarpun sudah berada di dalam goa
rahasia ini dengan ia terbaring di sebelahku. Itu waktu ia mengantjam agar aku tidak meninggalkan
dirinja, bila meninggalkan dirinja, ia masih punja daja mentjari aku untuk dibawahnja."
Tjoa Tay-kiong jang melihat si anak tidak menakuti dirinja lagi mendjadi senang dan berkata:
"Dimanakah Hek Thian-tong itu sekarang?"
45 "Didalam satu ruangan jang tidak djauh dari sini." Sianak memberi djawaban.
Tjoa Tay-kiong mengikuti arah jang ditundjuk olehnja menudju keruangan jang didiami oleh Hek
Thian-tong. Tapi disana ia tidak mendapatkan orang jang ditjari dan hanja bekas rumput2 sadja jang
masih hangat bekas ditiduri orang.
Sianak mengkerutkan keningnja berkata keras:
"Tjoa Tayhiap, aku tidak menipumu. Memang betul tadi ia berada disini, tapi entah kemana ia kini."
Tjoa Tay-kiong hanja mengelus-elus rambutnu si anak dan berkata:
"Siapakah sebetulnja namamu" Dan dari mana pula kalian ibu dan anak?"
Mendadak si anak membalikkan badan dan lari, ia tidak memberikan djawabannja didalam soal jang
ada menjangkut dirinja sendiri ini.
Sebetulnja, dengan ilmu kepandaian jang Tjoa Tay-kiong miliki, mudah sadja untuk mengedjarnja
dan menangkap kembali. Tapi tjhungtju dari perkampungan Sam- kiong San-tjhung ini telah djatuh
hati kepada si anak dan ada mempunjai niatan untuk memungutnja mendjadi anak angkat, maka
dibiarkannja sadja si ketjil pergi agar tidak terlalu mengganggu kebebasannja.
Dilihatnja si anak ketjil lenjap di balik tikungan dan mengharapkan ia dapat kembali lagi, tapi setelah
ditunggu-tunggu sekian lama tidak melihat bajangan2-nja, baru Tjoa Tay-kiong mendjadi sibuk dan
menjusul. Dibalik tikungan tadi, apapun sudah tidak terlihat olehnja, ditjarinja ubek2-an sekian lama dan
setelah tetap tidak ada hasil, dengan lesu terpaksa Tjoa Tay-kiong balik ketempat tadi ia turun dan
naik lagi balik ke perkampungan Sam-kiong San- tjhung.
46 Kemanakah larinja si anak ketjil itu"...
Ternjata si anak jang paling tidak suka ditanjai tentang asal usulnja melihat Tjoa Tay-kiong
melanggar pantangannja sudah melarikan diri. Bukan ia melupakan budi Tjoa Tay-kiong jang baik
hati, bukan ia membenci Tjoa Tay-kiong dan tidak mau memberi tahu tentang nama dan asal
usulnja, inilah karena menjangkut pesan ibunja jang melarang ia menjebut namanja kepada
siapapun djuga. Bukan sekali dua kali karena menjebut namanja sehingga menimbulkan huru hara,
sampaipun kematian ibunjapun masih mempunjai sangkut paut dengan asal usulnja ini. Maka
mendengar pertanjaan Tjoa Tay-kiong tadi, ia melarikan diri menghindari djawaban.
Ia belari tidak lama, tiba2 kupingnja sudah dapat mendengar satu suara jang memanggil perlahan:
"Siauw beng " Hatinja si anak terkedjut. "Siapakah jang dapat mengetahui namaku?" Pikirnja.
Tapi ia tidak usah berpikir lama, karena setjara tiba2 sadja lehernia sudah berada didalam tjekekan
orang dan terdengar orang ini berkata pula:
"Ternjata namamu Siauw-beng"... Ha... Ha... Ha... Ha... Kini aku telah dapat mengetahui asal
usulmu. Masih beranikah kau memanggil orang untuk membunuh diriku lagi?"
Kagetnja Siauw-beng, demikian memang nama dari anak itu, tidak kepalang, ia segera mengenali
akan suaranja si Muka Hitam Hek Thian tong.
Ternjata sewaktu Siauw-beng mengadjak Tjoa Tay-kiong mendatangi tempat istirahatnja, Hek
Thian-tong jang masih terluka naik keatas lubang goa dan mengumpatkan diri disana, menunggu
sampai dua orang sudah keluar, baru ia berani turun kembali. Waktunja itu dengan tidak sadar
Siauw-beng meninggalkan badju luarnja disana dan dibadju luar inilah terselip segala matiam
tjatatan tentang nama dan asal usulnja Siauw-beng jang mengenaskan, maka dengan sekali sebut
sadja ia dapat memanggil namanja Siauw-beng.
47 Hek Thian-tong jang takut Tjoa Tay-kiong kembali lagi sudah memutar untuk melarikan diri, tidak
disangka disini ia menemukan Siauw-beng jang sedang melarikan diri dari pertanjaannja Tioa
Tay-kiong maka dengan sekali tjekal ia berhasil mentjekik batang lehernja.


Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari sini, Hek Thian-tong jang dapat bekerdja sebat sudah menotok djalan darah korbannja dan
dibawa lari balik lagi. Maka sewaktu Tjoa Tay-kiong menudju kesana, apapun sudah tidak terlihat
lagi. Menunggu sampai Tjoa Tay-kiong meninggalkan goa rahasia untuk balik keperkampungan
Sam-kiong San-tjhungnja, baru Hek Thian-tong membuka djalan darahnja Siauw-beng dan berkata
puas: "Aku mau lihat, masih dapatkah kau memanggil orang lainnja lagi?"
Siauw-beng jang melihat orang terluka dan kini mendjaga dimulut goa sudah siap mengadu djiwa, ia
tahu, tidak melawanpun akan mati tersiksa, maka dengan sekuat tenaga ia menubruk kearah orang
untuk meloloskan diri. Hek Thian-tong jang mendjaga di depan pintu mendorong dengan kedua tangannja untuk
membalikkan tenaga orang.
'Duk' du (http://cerita-silat.mywapblog.com)
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
a tangannja Hek Thian-tong telah mengenai pundaknja si anak sehingga termundur kembali. Tapi
tangannja Siauw-beng djuga tepat telah mengenai dada orang dan 'Buk' si Muka Hitam dibuat
terpental djuga. Hek Thian-tong merasa heran, mengapa anak ketjil ini mempunjai tenaga besar" Tjepat ia bangun
kembali dan berkata keras:
"Binatang, djawablah segala pertanjaanku atau kau akan kusiksa sehingga mati. Di tempat jang
sesunji ini, tidak mungkin ada orang kedua jang menolongmu lagi."
Siauw-beng jang pernah dipesan oleh ibunja agar tidak mengutjapkan sepatah kata tentang asal
usulnja memandang orang dengan heran, tentu sadja ia tidak tahu bahwa Hek Thian-tong telah
mengetahui dari tjatatan di badju luarnja, maka mendengar orang mengantjam, ia sudah siap
mengadu djiwa pula dan mengerahkan semua tenaga jang ada.
"Aku menanjaimu," Hek Thian-tong bitjara pula. "'Kun-lun Sin-sie' dan 'Tjian-lian Soat-som' berada
dimana?" Sauw-beng jang mendengar orang menanjakan dua pusaka ini mundur setindak saking kagetnja.
"Djawab tidak?" Gertak Hek Thian-tong jang madju mendekati.
Siauw-beng mundur mendjauhi orang di depannja jang seperti setan mau menelannja sadja.
Tapi Hek Thian-tong madju lagi dan tetap mendesaknja.
Tidak lama kemudian, Siauw-beng sudah mundur sehingga dipodjok goa dan tidak ada tempat
untuk mundur lagi. 1 Djilid Ke II. Dan di ini waktulah terdengar satu suara halus jang berkata:
"Hek Thian-tong, kau disini menghina seorang anak kecil" Apa kau tidak takut membikin malu dan
merusak nama suhumu?"
Hek Thian-tong tjepat membalikkan kepala dan di mulut goa dilihatnja seorang nenek jang
berambut ubanan, dengan mukanja jang keriputan dan keputih- putihan, matanja jang welas asih
memandangnja dengan pandangan tadjam.
Bagaikan menemukan iblis djahat, kakinja Hek Thian-tong mendjadi gemetaran, ia berlutut dan
berkata perlahan: "Tjianpwe Tjianpwe Suhu jang pernah "
Si nenek tua terlihat memandang kearah Siauw-beng dan berkata:
"Anak, orang inikah jang menghinamu?"
Melihat wadjah mukanja si nenek tua jang welas asih, lagu suaranja jang lemah lembut, hati
Siauw-beng mendjadi tertarik. Tentu sadja Siauw-beng akan tertarik, djika ia tidak tahu belakangnja
si nenek dan hanja melihat wadjah dan kata2nja sadja, siapapun akan mendjadi suka dan tertarik.
Apalagi Siauw-beng jang masih belum ada pengalaman sama sekali. Rasa sukanja terhadap nenek
tua ubanan ini ada terlebih besar dari kepada Tjoa Tay-kiong jang pernah menanjakan asal usul
dan namanja. Maka dengan memanggutkan kepala ia berkata:
"Betul. Orang ini djahat sekali."
2 Si nenek tua memanggutkan kepala. "Kata2mu betul." Ia berkata.
Waktu itu Hek Thian-tong sudah bertambah gemetaran, terputus-putus masih terdengar ia berkata:
"Tjianpwe Tjianpwe Suhu pernah mengadakan perdjandjian
Si nenek tua hanja tertawa, tidak terlihat ia menggunakan tjara apa, tahu2 Hek Thian-tong sudah
rubuh keledjetan dan mati di itu saat djuga.
Siauw-beng jang melihat Hek Thian-+ong ketakutan dan mati sudah dapat memastikan bahwa
nenek tua ini mempunjai ilmu kepandaian jang sangat tinggi sehingga membuat orang takut seperti
ini, dipandangnja terus dan terdengar si nenek berkata:
"Anak, orang ini telah mati terkena tubrukanmu tadi."
Siauw-beng bengong. Mana mungkin tubrukannja tadi jang mematikan" Tapi kenjataan memang
demikian, maka iapun terdiam.
Si nenek tua sudah mengulurkan tangannja menarik Siauw-beng kedalam pelukannja dan berkata:
"Anak, suhu dari si Muka Hitam ini adalah Pek-kut Sin-kun jang ternama, kepandaiannjapun tinggi
luar biasa, djika ia tahu kau telah membunuh mati muridnja, sudah pasti ia akan marah dan
mentjarimu kemana-mana. Marilah kita lari dengan segera."
Tentang ilmu kepandaiannja si Muka Hitam Hek Thian-tong, Siauw-beng telah dapat menjaksikan
dengan mata sendiri, maka mendengar orang masih mempunjai seorang guru jang sudah dapat
dipastkan mempunjai ilmu lebih tinggi, hatinja Siauw-beng bertambah kalut dan takut, maka ia
membiarkan tangannja dituntun oleh si nenek tua dan berdjalan meninggalkan goa.
Karena sangat terburu-buru, maka Siauw=beng sampai melupakan badju luarnja jang mendjadi
3 peninggalan ibunja dan dibadju luar inilah tertjatat tentang asal usulnja jang sangat mengenaskan.
Kini ia sedang mengikuti si nenek tua berliku-liku mengitari beberapa goa rahasia dan achirnja tiba
di satu djalan lorong jang buntu.
Disini terlihat si nenek tua mentjaibut satu pohon tua dan terdengar suara 'Krek' 'Krek'nja alat
rahasia, di depan mereka kini timbul satu djalanan baru.
Siauw-beng menundjukan rasa herannja, maka dengan tertawa si nenek tua berkata:
"Anak, djanganlah kau mendjadi heran, masih banjak kedjadian2 lagi jang terlebih dari ini. Di
djaman dahulu, lembah ini adalah tempat jang sering didjadikan medan pertempuran dan rahasia2
goa di ini tempat adalah bikinan2 tentara Mongol. Turun temurun sehingga kini, ketjuali kau dan
aku, mungkin sudah tidak ada orang tahu lagi. Kau lihat, pohon itu apa pohon betul, jang hidup
disitu?" Siauw-beng menggojang-gojangkan pohon jang ditundjuk dan terdengar suara krentjeng krentjeng
jang njaring, ternjata pohon itu hanja berupa pohon besi bikinan manusia.
Maka dengan adanja si nenek tua jang mengetahui seluk beluknja djalan keluar ini, dengan tidak
melalui mulut lembah Patah Tulaug jang masih didjaga oleh orang2nja Tjoa Tay-kiong, mereka
meninggalkan tempat itu. Apa mau sekeluarnja dari dasar lembah, Siauw-beng merasakan hawa dingin jang menjerang
badan, dengan tidak terasa ia menggigil kedinginan.
Sinenek tua memandang kearahnja, terkilas satu senjuman dan berkata:
"Anak, aku mempunjai satu tjara untuk membuat kau tidak merasakan hawa dingin. Maukah kau
mendengar kata2ku?" 4 Si anak jang sudah dibuat djinak memanggutkan kepala:
"Ng, sebutkanlah."
Sinenek tua mengadjaknja kesalah satu batu besar dan menjuruh ia duduk bersila, kemudian
mengulurkan tangannja jang ditempelkan dibebokong orang berkata:
"Sebentar, bila kau merasakan ada satu aliran jang ingin menerobos keluar badan, djanganlah kau
menggunakan tenaga untuk menekannja, biarkan hawa aliran ini berkumpul didjalan darah
Tan-thian mu." Tidak lupa ia memberikan beberapa patah teori jang diingat oleh Siauw-beng dengan tjepat.
Betul, tidak lama kemudian, Siauw-beng sudah merasakan ada satu tenaga besar jang mau
mendjebol badannja lari keluar, maka diikutinja tjara2 jang telah diberikan, maka tenaga besar ini
sudah dapat dituntun ke arah Tan-thian, tidak lama terasa otaknja mendjadi djernih, kini apapun
sudah tidak terdengar dan tidak terlihat lagi olehnja, bagaikan seorang jang bersemedhi, terasa satu
kesenangan jang terhingga.
Sampai disini, mungkin ada beberapa pembatja jang tidak mengerti. Maka untuk djelasnja, perlulah
sekedar mentjeritakan tentang Siauw-beng ini.
Ternjata, ibu dari anak ini telah memberi makan kepadanja 'Tjian-lian Soat-som' jang mendjadi
salah satu pusaka Kun-lun-pay, maka setjara otomatis, latihan tenaga dalamnja Siauw-beng telah
bertambah mendjadi 10 tahun lebih, inilah sebab2nja mengapa Muka Hitam Hek Thian-tong tidak
dapat melukainja. Tentang asal usulnja nenek tua djuga bukan asal usul biasa, sebetulnja, sewaktu Tui Kie sekalian
mengatjau di Sam-kiong San-tjhung, ia telah berada disana djuga, disaksikan bagaimana
pertarungan kalut diantara mereka, tapi karena disana ada sipengemis tua jang diseganinja, maka
ia tidak berani muntjul dengan setjara terang.
5 Disaksikannja bagaimana Hek Thian-tong membawa lari anak ketjil ini dan bagaimana achirnja
djatuh ke dalam lembah Patah Tulang. Diam2 ia dari matanja si pengemis tua dengan gadis
ketjilnja, ia memutari beberapa gunung dan achirnja dapat masuk kedasar lembah Patah Tulang
melalui djalan2 rahasia. Tidak sukar diduga bahwa maksud tudjuannja nenek tua inipun menjangkut kitab pusaka
'Kun-lun-sin-sie' djuga, tapi ia menggunakan tjara lain dari pada jang lain dan achirnja berhasil
membawa Siauw-beng keluar lembah. Ia menggunakan wadjahnja jang pandai membuat sikap
welas asih dan dengan sikap setjara halus sedang berusaha mengorek keterangan tentang tempat
penjimpannja 'Kun-lun Sin-sie'.
Orang jang mempunjai latihan ilmu silat memang lebih mudah menahan hawa dingin atau panas,
maka dua djam kemudian, Siauw-beng merasakan badannja mendjadi hangat dan tidak merasakan
dingin udara lagi, dengan membuka sepasang matanja ia berkata:
"Lo-popo, aku sudah tidak merasakan hawa dingin lagi."
'Lo-popo' berarti 'Nenek tua' jang mendjadi panggilan Siauw-beng kepada penolongnja, membuat si
nenek tertawa puas, sambil tertawa terdengar ia berkata:
"Apa artinja baru merasakan tidak dingin lagi" Diperkampungan Sam-kiong San- tjhung kau pernah
melihat beberapa orang, bukan" Diantara mereka itu, tidak ada satu jang tidak berkepandaian tinggi
" Dipandangnja si anak sebentar, melihat reaksi balikannnja, maka setelah melihat Siauw Beng
memanggut-manggutkan kepala, baru ia berkata lagi:
"Djika kau mau ikut pulang kerumahku, didalam waktu 5 tahun sadja, aku dapat membuat kau
terlebih pandai dari mereka."
Hatinja si anak ketjil mendjadi senang, dengan berdjingkrak ia berkata:
6 "Betul" Aku mau. Lo-popo, kau sangat baik sekali, siapakah namamu?"
Si nenek tua jang pernah melihat bagaimana anak ketjil ini melarikan diri dari pelukannja Tjoa
Tay-kiong gara2 ditanjai nama dan asal usulnja sadja, sudah tahu akan pantangan orang, maka ia
jang pandai mengambil hati sudah berkata sambi menepuk pundaknja Siauw Beng:
"Anak, kau tidak usah menanjakan namaku, aku-pun tidak usah menanjakan namamu. Kau
memanggil aku Lo-popo, aku memanggilmu anak. Apa kau setudiu?"
Kata2 jang sematjam inilah jang dimaui dan ditjotjoki oleh Siauw Beng, maka dengan hati lega ia
berkata: "Baik. Tentu sadja aku setudju."
Didalam hatinja si nenek tua tertawa, maka berdua mereka mengambil arah Utara melandjutkan
perdjalanannja. Satu bulan kemudian Didepan mereka sudah terbentang satu telaga jang luas, samar2 ditengah telaga ini terlihat
bajangannja satu pulau. Dengan menundjuk kearah sana si nenek tua berkata:
"Rumahku terletak di pulau itu, ketjuali seorang pelajan wanita jang gagu sudah tidak ada orang lain
lagi jang ada disana. Kau kalau melatih ilmu silat disana, 5 tahun kemudian, sudah dapat dipastikan
dapat menggemparkan dunia."
Siauw-beng selama sebulan ini sudah menganggap si nenek tua sebagai neneknja sendiri, maka ia
hanja menganggukkan kepala, menuruti kemauannja.
7 Terlihat si nenek tua menarik keluar satu perahu jang diselipkan di-alang2 dan mulai menudju
kearah pulaunja. Lama sekali baru dapat terlihat dengan djelas tentang keadaan pulau ini, ternjata pulau jang sedang
ditudju adalah pulau tandus jang botak dari segala matjam tumbuh2an, semakin mendekati pulau
tandus ini, terasa angin pujuh jang semakin kenjang lagi. Siauw Beng memandang ke arah si nenek
tua jang mengajuh perahunja dengan berat dan menggunakan tenaga, rambut putihnja terlihat
tertiup berkibar-kibar menandakan angin pujuh jang hebat.
Siauw Beng mengetahui usianja nenek ini sudah tjukup tua, tapi iapun tahu ilmu kepandainnja ada
lebih tinggi dari pada si Muka Hitam Hek Thian-tong dan Tjoa Tay-kiong sekalian, melihat ia
bekerdia seberat ini, timbullah rasa kasihannja, seraja madju mendekati ia berkata: "Lo-popo, biar
aku jang membantumu."
Tapi si nenek menggeleng-gelengkan kepala berkata:
"Dangan kau mentjoba untuk bergerak dari tempat dudukmu, hati2lah dengan angin pujuh jang
tidak pernah berhenti ini. Berkat bantuan angin pujuh inilah, sehingga tidak ada orang jang dapat
mendatangi pulau kita."
Sampai disini, Siauw Beng baru mengetahui bahwa pulau ini bernama pulau Angin Pujuh.
Sinenek tua mengajuh sekian lama dan tiba2 memekik keras. Biarpun berada diantara angin pujuh,
suara pekikan ini masih terdengar njaring sekali, menandakan ilmu tenaga dalamnja jang maha
tinggi. Suara pekikan si nenek mengandung arti, di atas pulau terlihat bajangan berkelebat dan
menjambuti rantai jang dilemparkan oleh si nenek tua. Dengan bantuan bajangan diatas pulau
inilah, achirnja perahu dapat tiba ditepiannja.
Kini Siauw Beng dapat melihat dengan djelas, orang jang berada diatas pulau berupa nenek tua
djuga, bahkan melebihi tuanja si nenek jang pertama. Badannja tinggi dan besar, wadjahnja bengis
dan galak, inilah perbedaan jang menjolok mata dengan si nenek pertama jang berwadjah welas
asih. 8 Agaknja si nenek galak tidak dapat bitjara, melihat kedatangannja Siauw-beng sudah 'Ak' 'Ak' 'Uk'
se-olah2 menanjakan asal usulnja.
"Dia adalah orang jang akan kudjadikan murid," berkata nenek jang membawa Siauw-beng kemari
kepada si nenek galak. "Lekas sediakan kamar batu untuk dirinja."
Sinenek gagu berdjalan pergi, agaknja ia takut sekali kepada nenek tua pembawa Siauw Beng.
Menunggu sampai sigagu pergi, baru nenek ini berkata perlahan kepada botjah ketjilnja:
"Anak, sigagu itu adalah seorang tokoh djahat didalam rimba persilatan jang dapat kutaklukan dan
dibawa kemari untuk melajani segala kebutuhanku. Sifatnja galak dan berangasan, adatnja djelek
dan djahat, tenaganja besar dan kuat, hati2lah terhadap dirinja, djangan kau mentjoba untuk
mendekati." Siauw Beng memanggutkan kepala tanda mengarti, maka si nenekpun sudah meninggalkan ia
seorang diri. Siauw Beng merasa kesepian, dilongoknja arah lenjapnja sigagu tadi, tidak lama sigagu jang
berbadan tinggi besar itu sudah kembali lagi dengan golok berukuran luar biasa besarnja, dengan
golok besar ini si gagu membelah-belah batu dan membuat bangunan untuk Siauw Beng menetap.
Siauw Bong mendjadi heran, golok jang berukuran tidak normal itu dapat digunakan oleh si gagu"
Mungkinkah golok palsu" Untuk mendapatkan kepastiannja, ia telah menggunakan ketika sigagu
meletakannja golok besarnja untuk istirahat, Siauw Beng sudah menghampiri untuk ditjoba
keberatannja. Siauw Beng tiba di depannja golok besar pemetjah batu, tangannja diulurkan untuk mengangkatnja.
9 Berat! Tentu sadja Siauw Beng tidak dapat mengangkat golok pemetjah batunja sigagu. Sedang ia
berkutetan disana, sigagu sudah balik kembali, dilihatnja gerakan Siauw Beng jang seperti mau
mengambil golok pemetjah batunja, dengan berteriak kalap ia menerkam ke arah Siauw Beng.
Tentu sadja Siauw Beng mendjadi kaget, hampir sadja ia mendjadi korban si gagu jang ganas.
Masih untung si nenek segera dapat melihat, maka bagaikan burung alap2, disambernja Siauw
Beng dan dibawa menjingkir dari bahaja.
"Anak," katanja. "Sudah kukatakan djangan kau mentjoba untuk mendekatinja. Mengapa kau tidak
mendengar kata?" Siauw Beng terdiam, dipandangnja sigagu jang mulai memetjah batu lagi, ia kagum atas tenaga
orang jang besar dan ketadjamannja golok pemetjah batu jang besar luar biasa.
Sinenek tertawa, dipandangnja Siauw Beng jang seperti suka dengan permainan golok pusaka,
maka sambil mengelus-eJus rambut orang ia berkata:
"Anak, golok jang seberat ini tidak mudah untuk digunai. Ketjuali sigagu, tidak ada orang kedua jang
dapat memakainja." Diadjaknja Siauw Beng kekamar batunja, dimana ia mengeluarkan sebilah golok berukuran biasa,
hanja di tengah-tengah dari golok ini terdapat 7 bintang ketjil, diserahkannja golok ini kepada Siauw
Beng dan berkata: "Anak, bila kau ingin golok, Golok Bintang Tudjuh-ku ini sadjalah kau boleh gunai. Biar mulai esok
hari kuberikan kepadamu peladjaran ilmu golok Bintang Tudjuh. Setelah selesa kau
mempaladjarinja, biarpun golok sigagu berat dan besar, dengan mudah kau dapat
mengalahkannja." Sambil membawa golok Bintang Tudjuh, Siauw Beng keluar lagi. Tapi sigagu jang melihat sudah
berteriak 'Ak' 'ak' 'Uk' 'Uk', seraja mengajun-ajunkan golok pemetjah batunja, ia seperti menantang
orang untuk bertanding. 10 VI. PELADJARAN ILMU GOLOK BINTANG TUDJUH.
SI NENEK penghuni pulau Angin Pujuh jang dianggap nenek sendiri oleh Siauw Beng dengan
panggilannja 'Popo', begitu melihat sigagu mengadjak orang bertanding telah mendapat akal bagus.
Dihadapinja si gagu dan berkata kepadanja:
"Gagu, berani kau tidak memandang mata kepada orang. Kau djangan suka mengagul-agulkan
dirimu, belum tentu kau dapat mengalahkannja, tahu?"
Sigagu bertambah ber-djingkrak2an, si nenek tersenjum-senjum.
"Kau tidak pertjaja?" Tanjanja, "Selesaikanlah bangunan itu dahulu, nanti akan kusuruhnja ia
melajanimu sehingga tiga djurus."
Sigagu terlebih girang, dari suara mulutnja ia berteriak 'Uak' 'Uak' menandakan kepuasannja. Tjepat
sekali ia menumpuk batu lagi dan membangun untuk Siauw Beng menetap nanti.


Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknja, Sauw Beng mendjadi ketakutan setengah mati, tidak disangka ia harus disuruh
berhadapan dengan sigagu dengan golok pemetjah batunja. Mana mungkin ia dapat memberikan
perlawanan, walau hanja didalam 3 djurus sadja"
"Popo," demikian Siauw Beng berkata. "Goloknja galak, tenaganja besar, biarpun satu djurus sadja,
aku sudah tidak sanggup."
Sinenek penghuni pulau Angin Pujuh tertawa, dengan senjuman terkulum ia berkata:
"Anak, mengapa kau boleh menakutinja" Aku sengadja menjuruh meneruskan bangunan itu,
dengan demikian ia akan kehilangan sebagian banjak dari tenaganja. Menjusul, akupun akan
memberikan ilmu peladjaran kepadamu. Maka djangan kata, baru 3 djurus, sampaipun 5 djuruspun
kau akan sanggup menandinginja."
11 Siauw Beng jang pernah menjaksikan bagaimana lihaynja nenek tua ini mempermainkan Hek
Thai-tong mendjadi gembira, ia pertjaja kepadanja. Maka dengan berteriak riang, dipeluknja si
nenek dan berkata: "Popo, lekas kau adjarkan padaku... Popo, lekas adjarkan padaku."
Sinenek jang melihat kelakuannja Siauw Beng sedemikian mesra mendjadi senang, ia tahu ketjuali
Siauw Beng mengetahui tempat penjimpanan itu buku 'Kun-lun- sin-sie' sudah tidak ada orang
kedua lagi. Maka bila Siauw Beng dalam gembira dan mengatakan letak penjimpanan, sudah tentu
dengan mudah ia akan dapat memilikinja.
Tapi si nenek tua tidak ter-gesa2 atau terburu napsu, ia mempunjai kesabaran jang luar biasa.
Ketjerobohan akan mengakibatkan kegagalan. Pepatah ini diingatnja betul dan tidak segera
menanjakan kepada si anak sengsara. Ia ingin membuktikan kepada sang anak, bahwa ia dapat
menggantikan kedudukan ibunja jang sudah meninggal dunia. Dan itu waktulah, setelah Siauw
Beng pertjaja kepada kebaikannja, dengan mudah atau sonder disuruh lagi, sudah pasti Siauw
Beng akan membongkar rahasia sendiri.
Waktu jang diperlukan seperti ini bukan satu atau dua hari, mungkin 3 tahun atau 5 tahun, besar
djuga kemungkinannja belum tjukup untuk memberikan kepastiannja.
Tapi si nenek tua sudah melihat bagaimana kekukuhannja hati pribadi Siauw Beng diperkampungan
Sam-kiong San-tjhung, maupun didasar lembah Patah Tulang, maka ketjuali satu djalan ini, tidak
mungkin ada djalan lain lagi.
Disinilah letaknja kepintaran dari si nenek tua sehingga Siauw Beng jang terperangkap dengan tipu
baik budinja pertjaja 100% kepada si nenek djahat dan mengakibatkan kesalahan2 dikemudian hari.
Inilah tierita berikutnja dari kedjadian tadi, dan biar dituturkan dibagian belakang sadja.
Maka ditjeritakan si nenek tua segera memberikan beberapa ilmu peladjaran kepada Siauw Beng di
itu saat djuga. Tentang kepandaian nenek tua ini djauh lebih tinggi dari pada Pek-kut Sin kun jang
mendjadi guru dari Hek Thian-tong. Maka biarpun satu djurus ilmu peladjaran jang diberikan
olehnja, sudah tjukup untuk menandingi djago jang seperti Tjoa Tay-kiong. Tentu sadja kepandain
Siauw Beng madju dengan pesat dan tidak dapat disamakan dengan Siauw Beng tempo hari.
12 Disana, sigagu tidak memperdulikan apa jang diberikan orang kepada anak ketjil jang akan
mendjadi tandingannja. Batu diangkat, dibelah dan disusun sedemikian rupa membuat bangunan
darurat untuk Siauw Beng menetap.
Tenaga dari nenek gagu ini memang luar biasa besarnja, maka ia menggunakan golok pemetjah
batu jang berukuran tidak normal itu mudah seperti golok biasa. Sebentar sadja ia sudah
menjelasaikan tugas jang diberikan kepadanja dan mulai menenteng golok pemetjah batu jang
segera dituding-tudingkan ke arah Siauw Beng.
Waktu itu, Siauw Beng telah diberi tjambuk perak untuk digunakan sebagai sendjata atau
genggamannja, terhadap permainan ilmu tjambuk ini ia masih belum dapat memahami semua.
Maka dengan hati berdebar-debar ia menjiapkan diri untuk diudji tentang kebenaran dari kata2
'Popo'nja. Nenek tua penghuni pulau Angin Po-juh tahu akan keragu-raguan Siauw Beng, maka ia
mendekatinja dan membisiki:
"Sigagu agaknja sudah tidak sabaran. Ingatlah semua peladjaran jang belum lama kuberikan. Maka
gunakanlah tipu 'Membuang tenaga lawan' menghindari serangan golok jang pertama dan kedua.
Untuk serangan goloknja jangketiga, untuk menundukannja agar selandjutnja ia dapat mendengar
perintahmu, kau harus menggunakan sedikit kekerasan. Maka kutanggung didalam tiga djurus ini
kau dapat mendjatuhkannja."
Siauw Beng sudah tidak diberi kesempatan untuk berpikir, si nenek gagu sudah menggerakkan
golok pemetjah batunja dan 'Hut' mengepruk keatas kepalanja.
Didalam keadaan jang seperti ini, hanja satu djalan baginja, menuruti apa jang telah diadjarkan
kepadanja, Siauw Beng mengajun tjambuk perak menapaki datangnja golok pemetjah batu dari si
nenek gagu. Golok pemetjah batu dan tjambuk perak pertanda dari penghuni pulau Angin Pujuh beradu. Siauw
Beng merasakan getaran jang hebat luar biasa, hampir sadja tangannja patah di itu ketika, tjepat
sekali ia mengerahkan peladjaran
13 'Membuang tenaga lawan' menjeret tjambuk perak jang digesernja menurut arah tenaga lawan,
maka satu tenaga lunak mengikuti arah jang digeser ini menghilangkan tenaga kerasnja si nenek
gagu. Siauw Beng tidak berhenti sampai disini, tjambuk perak dililit dan dipelintir sedemikan rupa menurut
adjaran jang belum lama diberikan kepadanja dan diteruskan melemparkannja.
Sinenek gagu merasakan tenaganja punah, kemudian goloknja bagaikan dibuang hampir terlepas
dari tangan, maka tjepat ia madju sedikit mengikutnja dan lompat mendjauhi lawan ketjilnja.
Tapi, kekalahan ini malah menambah kemarahannja, ia tidak pertjaja golok pemetjah batu dapat
dilawan oleh seorang botjah jang masih ingusan. Terlihat ia imundur dan mundur lagi sehingga
beberapa langkah, kemudian memutar- mutarkan golok pemetjah batu sedemikian rupa sehingga
12 kali putaran, djaraknja dengan Siaw Beng jang tadi ditarik djauh mendjadi dekat kembali dan
'Hut', dibabatnja pinggang ketjil Siauw Beng.
Mudah untuk dibajangkan, sebelum sigagu membabat pinggang orang, golok pemetjah batu sudah
diputar-putarkan sehingga 12 kali putaran. Benda berat jang sudah diputar sedemikian rupa,
biarpun tidak menggunakan tenaga djuga sudah tjukup hebat dan dahsjat, apa lagi tenaganja
sigagu sangat besar dan keras, sewaktu membabat pinggangpun ditambah dengan tenaga barunja
lagi. Betapa hebatnja serangan keduanja dilontarkan kepada Siauw Beng" Sungguh kedjadian jang
sukar dapat dlibajangkan.
Tapi, ilmu kepandaian si nenek penghuni pulau Angin Pujuh memang tjukup hebat, dengan
sendirinja, pelajaran jang diberikan kepada Siauw Beng djuga tjukup hebat. Tidak perduli apa jang
dihadapinja, Siauw Beng mengajun tjambuk perak lagi memberikan perlawanan mati2an.
Mengikuti petundjuk si nenek penghuni pulau Angin Pujuh, sekali lagi Siauw Beng menggunakan
ilmu 'Membuang tenaga lawan', melibat golok orang memunahkan tenaga besar jang datang dan
mengenjampingkannja. Wadjahnja sigagu sudah tidak segalak tadi, iapun tidak marah2 lagi, sebaliknja, keeherananlah jang
terlihat njata. Ia mundur dua tindak, kemudian golok diangkat, bagaikan membelah kaju, diajunkan
14 kearah kepala sang lawan.
Dua kali Siauw Beng menuruti apa jang telah ditundjuk dengan mendapatkan hasil sempurna, maka
ini kali, dengan tidak berpikir lagi, iapun mengangkat tjambuk peraknja, siap melemparkan golok
pemetjah batunja si nenek gagu itu.
Semua kedjadian sudah dapat diramalkan terlebih dahulu oleh si nenek tua penghuni pulau Angin
Pujuh maka terdengarlah 'Trang' dan badannja Siauw Beng telah terpental 10 tombak dari tempat
semulanja. Siauw Beng masih terlalu ketiil untuk dapat memahami semua kelitjikan dunia, akal tipu manusia, ia
tidak akan menjangka si nenek tua jang main gila, sebaliknja menjangka dirinja sendiri jang kurang
paham didalam ilmu silat jang diberikannja tadi. Ia terdjatuh dengan dada sesak dan 'Oak'
pingsanlah si anak ketjil jang bernasib djelek ini.
Beberapa saat kemudian Sewaktu Siauw Beng tersadar dari pingsannja terlihat sudah terbaring dirandjang batu, disebelah
terlihat si nenek tua jang memesut darah dimulutnja. Ia mentjoha memberikan pendjelasan dan
berkata perlahan: "Popo Aku " Tjepat si nenek mengulapkan tangan mentjegah Siauw Beng berbitjara, dengan roman jang penuh
perhatian ia berkata: "Djanganlah kau banjak bitjara."
Tapi Siauw Beng tetap meneruskan kata2nja djuga, ia takut mendapat salah dari nenek tua jang
berkepandaian tinggi ini.
15 "Popo," panggilnja. "Aku tidak dapat melawan dia."
"Anak, akulah jang salah." Berkata si nenek penghuni pulau Angin Pujuh. "Tidak seharusnja aku
membiarkan kau menjambuti tiga djurus serangannja."
Sebetulnja, usul pertaudingan telah disetudjui oleh nenek tua ini, bahkan ia pernah menepik dada
mendjandjikan kemenangan bagi si anak sengsasara. Tidak disangka hanja beberapa patah kata
inilah jang diutjapkan olehnja. Dari sini sudah dapat membuktikan akan kelitjinannja si nenek tua.
Tapi, Siauw Beng jang berotak ketjil, biar bagaimana tetap masih berupa seorang anak ketjil biasa.
Tidak mungkin ia dapat mengetahui atau menjelami kelitjikan dunia. Kelakukan baik dari si nenek
membuat ia sukar untuk melupakannja, maka dengan terharu berkata:
"Popo, Akulah jang berotak tumpul sehingga tidak dapat memahami semua
ilmu peladjaran jang diberikan sesingkat tadi. Biar lain kali kupeladjari dengan terlebih teliti dan
melawannja lagi. Sinenek tua mengeluarkan djempolnja memudji:
"Hebat!" Maka, dipanggilnja si gagu dan berteriak: "Tan Khiong, lekas ammbil pisau."
Siauw Beng heran, ia tidak mengarti apa kegunaannja pisau disaat jang seperti ini. "Popo,"
panggilnja. "Untuk apakah kau meminta pisau?"
Sinenek tua membuat satu sikap susah pedih, dengan lagu suara seperti meratap berkata:
16 "Lukamu terlalu parah, darah jang keluarpun bukan sedikit. Maka aku mau mengorek sebagian
dipundakku, demikian djuga dipundakmu jang akan kubuka, dari situlah nanti aku mentjurahkan
darah kedalam tubuhmu menambah darah jang kehilangan tadi."
Siauw Beng tidak menjangka semua kebaikan dari si nenek tua berupa kebaikan bikinan belaka,
disangkanja nenek penghuni pulau Angin Pujuh ini baik hati, maka dengan terharu berkata lagi:
"Popo, lukaku tidak seberapa. Tapi dengan umunmu jang sudah sedemikian tua
"Hus!" Potong si nenek tua, "Aku baru berumur 67, siapa jang mengatakan tua?"
Siauw Beng tidak berani banjak bitjara lagi karena dibentak seperti tadi. Ia merapatkan kedua
matanja, menarik napas pandjang memikiri lukanja.
"Mengingat kepada masa depanmu, memikir tentang ketjepatan sembuh dari lukamu, untuk
memberikan pengorbanan jang tidak seberapa ini, sudah tentu tidak berarti banjak bagiku." Sinenek
tua menjambung bitjaranja.
Siauw Beng tidak banjak debat lagi, dibiarkan sadja segala gerakan si nenek tua jang belum
diketahui namanja. Di dalam hati ketjilnja sangat bersjukur dan berterima kasih. Ia bersumpah untuk
mengingat budi ini sehingga mati.
Masih untung Siauw Beng telah diberi makan 'Tjian-lian Soat-som' oleh ibunja, biarpun luka jang
diderita tjukup berat, berkat bantuannja si nenek, tidak lama, iapun dapat sembuh kembali.
Tentang sigagu jang dipanggil 'Tan Khiong' perlu dituturkan sedikit disini.
Ternjata nama 'Tan Khiong' sudah tidak terlalu asing lagi bagi mereka jang sudah berusia landjut.
Sifatnja galak dan berangasan, inipun dikarenakan Ia dilahirkan dikampung orang miskin. Sewaktu
ia baru dilahirkan, setjara mendadak sadja Tan Khiong dilarikan oleh binatang monjet raksaksa,
17 disana ia diberi susu binatang besar ini, maka dengan sendirinja, pertumbuhan badan Tan Khong
melebihi dari pertumbuhannja manusia biasa. Sifatnja galak bagai pengasuhnja, dan sifat inilah
sukar untuk dirubah selama hidupnja.
Tan Khiong hidup dirimba raya selama 7 tahun, itu waktu ia telah setinggi manusia biasa, tenaganja
besar dan kuat, bukan satu dua kali ia mengedjar binatang2 lainnja untuk dibeset-beset bagaikan
mainan biasa. Sewaktu Tan Khiong berumur 12 tahun, lewatlah seorang padri ternama jang menemuinja, maka
Tan Khiong dipelihara dan diberi ilmu peladjaran, demikianlah sehingga si padri ternama itu wafat.
Sewaktu gurunja masih hidup, tidak berani Tan Khiong mengganas atau mengganggu sesamanja,
tapi setelah si padri ternama wafat, sifat binatangnja Tan Khiong kumat pula, serangkali ia
mengganggu manusia jang lewat disisinja, ia merampas makanan dan mempermainkan orang.
Demikian ia melewatkan hidupnja selama 40 tahun dan mendapat nama djulukan 'Wanita raksasa
djahat' dengan belum pernah menemui tandingan sama sekali.
Bukan satu dua orang jang ingin mendjatuhkan 'Wanita raksasa djahat' ini, tapi disebabkan
kepandaian Tan Khiong memang tjukup tinggi, tenaganja tjukup maka tidak ada satu diantara
mereka jang dapat memenangkapnja.
Demikianlah, pada suatu hari, datang seorang jang mengatakan kepada Tan Khiong, bahwa ia tidak
pantes kalau tidak bersendjata, sebagai seorang 'Raksasa' sendjatanja harus menggunakan
sendjata raksasa djuga, maka diusulkan untuk mengambl besi badjanja Hun-in Lo-koay digunung
Khong tong. Nama Hun-in Lo-koay jang mendjadi salah satu dari 4 'Manusia Imperialis' tidak berada di bawhnja
Pek-kut Sin-kun, tentu kepandaiannja hebat dan lihay, orarg ini sengadja mengatakan demikian
agar Tan Khiong dapat menderita kekalahan disana.
Tapi nasibnja Tan Khiong mudjur, sewaktu ia tiba digunung Khong-tong, Hun-in Lo- koay sedang
bepergian keluar, maka dengan mudah Tan Khiong mendapatkan itu besi badja jang segera dibuat
mendjadi golok besar jang istimewa, inilah asal usulnja itu golok pemetjah batu jang pernah Siauw
18 Beng lihat di pulau Angin Pujuh.
Sewaktu itu, Tan Khiong masih dapat bitjara dan tidak gagu seperti apa jang kita djumpai di pulau
Angin Pujuhnja si nenek tua. Ia malang melintang lagi 10 tahun dengan tanpa tandingan sehingga
achirnja menemui si nenek tua jang lihay.
Sinenek tua penghuni pulau Angin Pujuh segera menotok djalan gagunja sehingga membuat Tan
Khiong tidak dapat bitjara, lalu diadjak pulang ke pulaunja untuk didjadikan budak merangkap
pendjaga pulaunja bila ia sedang pergi keluar.
Mudah dimengerti Siauw Beng jang masih ketjil bukan tandngannja Tan Khiong sidjago raksasa, hal
ini pun sudah dapat dimaklumi oleh si nenek tua penghuni Angin Pujuh jang membawa Siauw Beng
pulang ke pulaunja dengan mengandung maksud jang tertentu. Maka sewaktu serangan golok
pemetjah batu jang ketiga datang, ia sengadja menjuruh si anak membuat terpental sendjata berat
orang agar Siauw Beng terluka, dan betul sadja, menurut rentjana, Siauw Beng sudah terluka dan
dibaringkan ditempat tidur batunja.
Karena Siauw Beng terluka, maka ada terlebih mudah untuk menjalurkan sedikit darahnja kedalam
tubuh sianak, alasan inipun tjukup kuat sehingga tidak mungkin Siauw Beng dapat bertjuriga
kepada si nenek tua jang selalu dipanggil 'Popo' satu sebutan jang lazim bagi seorang jang
memanggil neneknja sendiri jang tertjinta.
Sinenek tua tidak sadja menjalurkan sedikit darahnja kepada Siauw Beng, bahkan memberikan
perawatan jang terlebih teliti dari pada siapapun djuga, satu pantjingan jang paling sukar untuk
dilakukan oleh manusia biasa, dan karena inilah sifat djinaknja Siauw Beng sudah dapat dipupuk
sehingga ia pertjaja penuh kepada si nenek tua melebihi kepertjaan kepada siapapun djuga.
Demikian, Siauw Beng harus menerima perawatannja si nenek tua sehingga 3 bulan, baru ia dapat
sembuh betul dari luka jang dideritanja. Kemudian ia mendapatkan bermatjam-matjam ilmu
peladjaran, termasuk djuga ilmu petjut perak dan ilmu golok Bintang Tudjuh.
Tan Khiong, si raksasa wanita jang sudah berumur 91 tahun tetap masih sehat walafiat.
Diperhatikanja bagaimana Siauw Beng mendapat kemadjuan pesat, hatinja mendjadi mengiri dan
bentji, dengan bermatjam-matjam tjara ia memantjing insiden atau menggoda, ingin sekali ia
membunuhnja anak ini atau diapakan sadja asal dapat melampiaskan kemarahannja.
19 Tapi Siauw Beng tjukup tjerdik, selalu menghindari diri dari ber-matjam2 g?ngguannja Tan Khiong
jang ia tahu bertenaga besar luar biasa, tjara demikian ia dapat menetap dipulau Angin Pujuh
sehingga 6 tahun. 6 tahun kemudian Anak ketjil Siauw Beng telah berubah mendjadi seorang anak muda gagah, latihan dipulau Angin
Pujuh telah membuat pemuda ini bertambah kuat dan sehat.
Pada suatu hari, sebagaimana biasa, setelah Siauw Beng melatah diri menudiu ke bangunan batu
jang didiami oleh si nenek tua. Disanalah pemuda dibuat kaget karena terdengar suara 'Ak' 'Ak' 'Uk'
'Uk' nja Tan Khiong jang seperti meminta sesuatu apa.
Selama 6 tahun belakangan ini, Siauw Beng sudah dapat mengetahui bahwa Tan Khiong tidak puas
terhadap dirinja si nenek tua, bukan satu dua kali si raksasa gagu membokong ingin mematikan
orang. Namun, berkat ketangkasannja si nenek jang memang lihay luar biasa, selalu serangan2
bokongan itu dapat digagalkan.
Demikian djuga di hari itu, Siauw Beng sudah menjangka sesuatu apalagi, tjepat sekali ia lari
menudju ke bangunan si nenek tua untuk melihat ap jang telah terdjadi, terhadap nenek tua jang
dianggapnja sangat baik ini. Siauw Beng ternjata sangat tjinta sekali.
Siauw Beng telah menganggap si nenek tua itu seorang jang terbaik didalam dunia, seorang nenek
welas asih penjajang sesamanja, seorang nenek jang tidak mementingkan diri sendiri demi
menolong penderitaan umat manusia.
Djikalau Siauw Beug tidak memikir di sampingnja ada seorang nenek jang baik budi, seorang nenek
pembela keadilan, mana mungkin ia dapat tinggal atau hidup bersama-sama dengan seorang
raksasa galak jang seperti Tan Khiong. Sinenek tjerita, Tan Khiong ini sebenarnja sebagai seorang
biasa jang ditotok djalan gagunja untuk didjadikan budak pendjaga pulau Angin Pujuhnja. Tjerita ini,
bila didengar oleh orang lain, tentu tidak dipertjaja. Tidak demikian dengan Siauw Beng jang telah
tunduk takluk kepada kewibawaannja si nenek tua, segala matjam perkataannjapun dianggap betul
sadja. 20 Disana, sewaktu Siauw Beng tiba dibelakang bangunanan batu jang didiami oleh nenek tuanja,
sudah terlihat Tan Khiong membatjok-batjokan golok pemetjah batu merusak bangunan.
'Brak', 'Braak' 'Brak' 'Braak' beberapa bagian bangunan batu sudah
mulai rusak tapi tidak terlihat si nenek memuntjulkan dirinja djuga.
Siauw Beng menjinta si nenek tua melebih dari pada ibunja, maka melihat tidak ada gerakan
sesuatu apa, dengan tidak mementingkan keamanannja, ia lari masuk dari pintu lainnja.
Maka, sebentar sadja Siauw Beng sudah tiba di dalam bangunan batu tadi. Tampak ditempat
tidurnja si nenek tua terlihat terbaring satu tubuh jang tidak bertenaga, itulah si nenek penghuni
pulau Angin Pujuh jang sedang membawakan peranannja main komidi.
Tapi Siauw Beng tidak tahu, disangkanja si nenek tua sedang terluka, maka tjepat dihampiri dan
nanja:

Golok Bintang Tudjuh It Kiam Tjeng Tjhim Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Popo, kau mengapa?"
Sinenek tua merintih-rintih seperti menanggung sakit jang hebat sekali, dengan tidak memberi
djawaban jang pasti ia balik menanja:
"Anak, suara apakah jang ribut2 diluar bangunan batuku ini" Mungkinkah Tan Khiong si binatang
jang melihat aku terluka menantang perang lagi?"
Siauw Beng memanggutkan kepala membenarkan dugaan poponja. Maka di wadjah keriputnja si
nenek terlihat kesengsaraan jang luar biasa, ia masih mentjoba bangun dari tempat tidurnja, tapi
sebentar sadja wadjahnja merah, keringat mengutjur deras, napasnja sengal-sengal bersuara keras,
satu tanda dari hebatnja ia menderita.
21 Siauw Beng tidak menjangka akan sandiwara, tjepat ia madju memajang dan berkata:
"Popo, kau mengapa?"
Tjepat sekali si nenek tua memberikan pendjelasan:
"Anak, aku telah salah melatih diri. Semalam baru terasalah akan kesalahanku ini jang
mengakibatkan lenjapnja sebagian besar dari tenaga latihanku. Agaknja si gagu tahu hal ini, maka
iapun berani mengamuk lagi."
Untuk memberikan perlawanannja kepada si raksasa gagu, Siauw Beng masih belum mempunjai
pegangan teguh, kini melihat poponja sudah tidak berkepandaian lagi, hatinja mendjadi semakin
sibuk, maka hanja terdiam dengan tidak berdaja.
Sinenek tua sudah merentjanakan segala matjam tindakannja, sampai disini terdengar lagi ia
berkata: "Anak, ambillah tjambuk perak dan golok Bintang Tudjuh itu, kedua sendjata ini tjotiok sekali untuk
digunakan untukmu. Maka sebelum Tan Khiong mengetahui akan keadaan jang sebenarnja dari
keadaan lukaku, tidak mungkin ia berani lantjang masuk kemari. Kesempatan ini dapat kau gunakah
baik2 untuk melarikan diri. Lekaslah kau lari, semakin tjepat semakin aman, djanganlah sampai
ditemui oleh si raksasa gagu lagi."
Siauw Beng tidak dapat menjetudjui sifat pengetjut jang hanja pandai melarikan diri, tidak
menunggu si nenek tua selesai bitjara, ia sudah segera memotongnja:
"Popo, apa jang kau utjapkan tadi" Kau menjuruh aku melarikan diri?"
Sinenek memangutkan kepala.
22 "Betul lekas Lekaslah kau lari Lari mendjauhi Tan Khiong si iblis
jang lagi kalap itu."
Di luar bangunan rumah batunja si nenek, Tan Khiong jang melihat tantangannja tidak mendapat
penjahutan sebagaimana lajaknja sudah dapat memastikan bahwa si nenek sedang terluka, maka
ia bertambah berani dan membatjok lagi sehingga rumah bangunan batupun tergetar bagaikan
dunia mau kiamat. Siauw Beng tahu bahaja apa jang akan mengantjam mereka berdua jang masih berada didalam
rumah bangunan batu. "Popo," demikian teriak si pemuda. "Djanganlah kau mentjapaikan diri lagi, biar kutjoba untuk
memantjing pergi sigagu jang ganas itu."
betul sadja, badannja Siauw Beng sudah melesat keluar untuk mengadu djiwa dengan Tan Khiong
agar dapat menolong si nenek tua.
Kepandaian si raksasa wanita sudah dapat diketahui sampai dimana maka sebelumm Siauw Beng
keluar bangunan, ia sudah mengambil itu golok Bintang Tudjuh dan tjambuk perak jang dapat
digunakan bagai sendjata untuk memberikan perlawanan jang mematikan.
Golok Bintang Tudjuh mulai diajun dan suara 'Aung' 'Aung' dari 7 lubang telah dapat menjaingi
suara angin jang menderu-deru, dari sini sudah dapat dibuktikan akan tenaga latihannja Siauw
Beng jang madju pesat. Bentuk dan rupanja golok Bintaog Tudjuh tidak djauh berbeda dengan golok2 jang biasa digunakan
sebagai sendjata, hanja 7 lubang benbentnk bintang itulah jang mendjadi kestimewaannja, maka
semakin keras diputar, semakin njaring pula bunji jang dikeluarkan. Semakin besar tenrga orang
jang menggunakannja, semakin hebat pula chasiatnja golok ini.Lubang2 itulah jang membuat suara
kentjang berbunji bagaikan suara gangsingan jang diputar me-ngaung2 tidak berhenti.
23 Terlihat Siauw Beng mentjelat keluar, dengan tjambuk perak di tangan kiri ia mengenjampingkan
gooak pemetjah batu orang, kemudian golok Bintang Tudjuh diputar, dengan membawa suara
gangsingan jang keras dan menggunakan ilmu tipu 'Khong-hiat-lay-hong' atau 'Angin datang dari
lorong kosong' dengan arah miring menjerang kearah Tan Khiong.
Pertama kali Siauw Beng datang di pulau Angin Pujuh ini, pernah djuga ia mentjoba-tjoba
menggunakan Golok Bintang Tudjuh kepunjaan si nenek tua, namun, keadaan di itu waktu tidak
dapat disamakan dengan keadaan sekarang.
Angin pujuh di pulau ini belum pernah berhenti, dahulu tenaga latihannja Siauw Beng djuga terbatas
sehingga djika menggunakan golok Bintang Tudjuh bersilat, tentu sadja tidak ada artinja sama
sekali, suara menderu-derunja angin telah mengalahkan suara gangsingan jang diputar kurang
kuat. Tidak demikian pada hari itu, didalam keadaan jang terdesak, ditambah latihan tenaga dalam jang
sudah tjukup sempurna, kegunaan golok Bintang Tudjuh sudah mulai terlihat dengan njata.
'Ternguing nguinglah golok istimewa dari pulau Angin Pujuh ini menjerang ke arah Tan Khiong jang
lagi mengganas karena disangkanja si nenek tua tidak berdaja untuk melakukan sesuatu apa.
Tan Khiong jang melihat datangnja serangan tjambuk perak sudah dapat melajaninja dengan siasat,
tjepat sekali ia menjingkir dari libatan tjambuk tadi dan siap membalas menjerang dari lain djurusan
lagi. Tidak disangka, sendjata jang digunakan oleh si anak muda adalah dua sendjata terampuh jang
mendjadi pusaka2 pulau Angin Pujuh, dengan mengaung-ngaung golok Bintang Tudjuh mulai
datang membikin serangan susulannja.
Tan Khiong mengeluh, tahulah ia terpedaja oleh musuh ketjilnja, melihat ilmu tipu
'Khong-hiat-lay-hong' jang digunakan, terpaksa ia mentjelat djauh agar tidak mendjadi korban
setjara pertjuma. Siauw Beng tidak menjangka dengan mudah ia dapat membuat si galak raksasa menjingkir
sedemikian djauhnja. Pulau Angin Pujuh memang tjotjok sekali untuk digunakan melatih ilmu silat,
disana orang bitjarapun harus menggunakan tenaga dalam, dengan demikian baru dapat menjaingi
24 suara menderu2nja angin pujuh jang belum pernah berhenti disepandjang masa. Selama 6 tahun
belakangan ini, demikianlah Siauw Beng melatih diri sehingga mendapat kemadjuan jang tidak
disangka olehnja sendiri.
Maka, bagi orang jang baru datang dari luar pulau Angin Pujuh, biarpun ia berkepandaian tinggi,
sampai disini ilmu kepandaiannja harus lenjap seperempat bagian dan tidak dapat dikeluarkan
penuh, sebagian tenaga ini harus ditjurahkan untuk menandingi suara menderu-derunja angin pujuh
dipulau tersebut. Siauw Beng tidak tahu dengan kediadian ini, maka sewaktu belakangan ia meninggalkan pulau
Angin Pujuh dan bitjara sedikit keras atau agak keras, tjukuplah untuk membuat orang terbinasa
atau terluka. Maka terdjadilah huru hara. Inilah kedjadian berikutnja dari ini tjerita jang akan
dituturkan dilain bagian.
Ditjeritakan Tan Khiong mundur djauh menhindari serangan golok Bintang Tudjuh, tapi ia murdur
Pendekar Guntur 1 Dewi Ular 79 Pembalasan Selir Sesat Tawanan Azkaban 5

Cari Blog Ini