Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie Bagian 1
MAYAT DALAM PERPUSTAKAAN by Agatha Christie 1942 Edit & Convert to Txt, Pdf, Jar: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
KATA PENGANTAR PENGARANG Di dalam dunia fiksi ada ciri-ciri tertentu yang diasosiasikan dengan tipe-tipe
cerita tertentu (di Inggris). Untuk cerita-cerita melodrama, sering ditokohkan seorang bangsawan yang
bersifat pemberani dan jahat.
Untuk cerita-cerita detektif, plot yang umum adalah mayat yang ditemukan di
dalam perpustakaan. Selama beberapa tahun lamanya saya selalu berharap dapat membuat suatu variasi
sesuai dengan tema-tema cerita yang terkenal ini. Untuk itu saya membuat
beberapa ketentuan bagi diri saya sendiri. Perpustakaan yang diceritakan
haruslah suatu ruangan yang amat kuno, dan konvensional. Di pihak lain, si mayat haruslah
mayat yang menyolok, sensasional, dan berlawanan dengan sifat-sifat
perpustakaan itu. Begitulah syarat-syarat plot yang akan saya buat, namun untuk beberapa tahun
lamanya ide itu hanya tinggal ide saja, yang saya catat dalam beberapa kalimat
sederhana pada sebuah buku tulis. Lalu, pada suatu hari di musim panas, ketika
saya menginap beberapa malam di suatu hotel mewah di daerah pesisir, saya
melihat-suatu keluarga yang sedang duduk di salah satu meja di kamar makan;
seorang laki-laki yang sudah berusia lanjut yang lumpuh, duduk di atas kursi
rodanya, dan bersamanya duduk sekelompok orang yang lebih muda usianya.
Untunglah, keesokan harinya mereka meninggalkan hotel itu, sehingga imajinasi
saya dapat berkembang tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan apa pun tentang
keluarga itu. Bila orang bertanya, "Apakah Anda menulis tentang orang-orang yang benar-benar
ada di dalam buku Anda?"
Jawabannya adalah, bagi saya mustahil menulis tentang siapa pun yang pernah
saya kenal, atau yang pernah berbicara dengan saya, atau yang pernah saya dengar
riwayatnya! Karena alasan-alasan tertentu, orang-orang yang saya kenal ini
mematikan imajinasi saya. Tetapi, saya dapat memakai seorang "peraga" dan
melengkapinya dengan sifat-sifat dan latar belakang yang sama sekali berasal
dari imajinasi saya sendiri. Maka seorang laki-laki tua yang lumpuh lalu menjadi tokoh dalam cerita saya ini.
Sedangkan Kolonel dan Nyonya Bantry, teman-teman lama Nona Marple, tokoh
ciptaan saya, mempunyai perpustakaan yang cocok dengan tujuan saya.
Dan seperti membuat resep masakan saja, lalu saya tambahkan bahan-bahan
berikut: seorang petenis profesional, seorang penari remaja, seorang artis,
seorang gadis pramuka, seorang hostes dansa, dan lain-lain, dan semuanya ini dihidangkan
dalam gaya ala Nona Marple.
Agatha Christie BAB SATU Nyonya Bantry sedang bermimpi. Tanaman kacang polongnya baru saja
memenangkan hadiah pertama dalam pameran tanaman. Pak Pendeta, yang
mengenakan jubah dinasnya, kini sedang menyerahkan hadiah hadiah di gereja.
Nyonya Pendeta melewatinya, hanya mengenakan pakaian renang. Tetapi karena
kejadian ini hanya sekadar mimpi, busana Nyonya Pendeta ini tidak menimbulkan
kegemparan di antara anggota gereja sebagaimana yang pasti akan terjadi dalam
kehidupan yang sesungguhnya ....
Nyonya Bantry benar-benar sedang menikmati mimpinya. Ia memang mempunyai
kebiasaan terbuai oleh alam mimpinya di pagi hari, sampai teh paginya
dihidangkan, dan pada saat itu buyarlah alam mimpinya.
Antara sadar dan tidak, samar-samar Nyonya Bantry mendengar bunyi-bunyi
kesibukan pagi hari dalam rumah tangganya. Bunyi cincin-cincin tirai yang beradu
ketika tirai di dekat anak tangga itu disibakkan oleh pembantu rumah tangganya,
bunyi sapu dan sekop yang sedang dipergunakan pembantunya yang kedua di
lorong luar, dan di kejauhan terdengar pula bunyi selot pintu depan yang berat
dibuka. Permulaan suatu hari yang baru lagi Sementara itu Nyonya Bantry masih ingin
dibuai sedikit lebih lama lagi oleh impiannya tentang pameran tanaman itu
-karena mimpinya ini semakin terasa seperti benar benar terjadi ....
Di lantai bawah terdengar bunyi daun-daun jendela yang besar di kamar tamu
sedang dibuka Nyonya Bantry mendengarnya namun juga seperti tidak
mendengarnya. Kurang lebih setengah jam lagi, bunyi-bunyi kegiatan rumah tangganya ini masih
akan berlangsung bunyi orang orang yang bekerja dengan hati-hati, pelan-pelan
supaya tidak mengganggu. Bagi Nyonya Bantry bunyi-bunyi ini sudah tidak
mengganggunya lagi, karena toh sudah begitu dikenalnya.
Bunyi bunyi ini semakin jelas dengan mendekatnya suara langkah kaki orang yang
berjalan dengan tergesa-gesa di lorong, suara gemeresik gaun katun, suara lembut
cangkir dan piring yang beradu di atas nampan ketika nampan itu diletakkan di
meja di luar pintu kamarnya, lalu bunyi ketukan lembut di pintu dan masuknya
Mary untuk membukakan tirai kamar tidurnya.
Dalam tidurnya, Nyonya Bantry mengernyitkan dahinya.
Sesuatu telah membuat penetrasi ke dalam alam mimpinya, sesuatu yang
mengganggu, sesuatu yang tidak pada tempatnya. Langkah langkah kaki sepanjang
lorong, langkah langkah kaki yang terlalu tergesa gesa dan masih terlalu pagi.
Secara tidak sadar telinganya menantikan bunyi porselen beradu, tetapi suara
dentingan porselen yang dinantikan tidak timbul.
Sekarang suara ketukan di pintunya telah terdengar.
Secara otomatis, dari alam mimpinya, Nyonya Bantry berkata, "Masuk."
Pintu terbuka - nah, sekarang tibalah waktunya bunyi cincin-cincin tirai beradu
sementara tirai itu disibakkan.
Tetapi bunyi cincin-cincin tirai ini tidak datang. Dari tempat yang |auh samar
samar terdengar suara Mary - terengah-engah, histeris. "Aduh, Nyonya, aduh,
Nyonya, ada mayat dalam perpustakaan."
Dengan suatu ledakan tangis yang histeris, Mary berlari keluar dari kamar itu.
Nyonya Bantry terduduk di atas tempat tidurnya.
Entah mimpinya yang tiba tiba berubah aneh, atau - atau Mary benar-benar telah
menerjang masuk ke dalam kamar itu dan mengatakan (luar biasa! begitu tidak
masuk akalnya!) bahwa ada mayat dalam perpustakaan.
"Tidak mungkin," kata Nyonya Bantry kepada dirinya sendiri. "Aku tentunya
memimpikan semuanya."
Tetapi walaupun dia berkata demikian, dia semakin yakin bahwa ia tidak
memimpikannya. Bahwa Mary, pembantunya yang tenang dan cekatan, benarbenar telah
mengucapkan kata-kata yang ajaib itu.
Nyonya Bantry mengingat-ingat kembali sejenak, kemudian disodoknya suaminya
yang masih tidur dengan sikutnya.
"Arthur, Arthur, bangun."
Kolonel Bantry mendengus menggerutu, dan membalikkan badannya.
"Bangun, Arthur. Kau dengar apa yang dikatakannya?"
"Mungkin saja," kata Kolonel Bantry tidak jelas. "Aku cukup sepaham denganmu,
Dolly." Dia langsung tertidur kembali.
Nyonya Bantry mengguncang-guncangnya.
"Kau harus mendengarkan. Mary baru masuk dan berkata bahwa ada mayat dalam
perpustakaan." "He, apa?" "Ada mayat dalam perpustakaan."
"Siapa yang berkata demikian?"
"Mary." Kolonel Bantry mengumpulkan konsentrasinya yang masih mengawang-awang
dan mulai menghadapi situasi itu. Katanya, "Omong kosong, Bu; kau mimpi."
"Tidak, aku tidak mimpi. Mulanya juga aku kira demikian. Tetapi aku benar-benar
tidak mimpi. Mary betul-betul masuk kemari dan berkata -"
"Mary masuk dan berkata bahwa ada mayat dalam perpustakaan?"
"Iya." "Tetapi itu tidak masuk akal," kata Kolonel Bantry.
"Ya - ya, aku pun berpendapat demikian," kata Nyonya Bantry ragu-ragu. Tetapi,
untuk membela dirinya, ia berkata, "Tetapi kalau tidak begitu, mengapa Mary
berkata demikian?" "Dia tidak mungkin berkata demikian."
"Betul, itulah yang dikatakannya."
"Kau sendiri yang membayangkannya."
"Aku tidak membayangkannya."
Pada waktu ini Kolonel Bantry sudah benar-benar sadar dari tidurnya dan
bersiapsiap menangani masalah ini dari segi positifnya. Katanya dengan ramah,
"Kau mimpi, Dolly, itu saja. Ini gara-gara cerita detektif yang sedang kaubaca itu apa judulnya" Petunjuk Korek Api yang Patah - Lord Edgbaston telah menemukan
seorang wanita cantik berambut pirang mati di kamar bukunya di atas permadani.
Di dalam buku selalu diceritakan bahwa mayat-mayat itu ditemukan di kamar
buku. Tetapi aku tidak pernah menjumpai kasus demikian dalam kehidupan yang
sebenarnya." "Barangkali sekarang ini kau akan menjumpainya," kata Nyonya Bantry.
"Pokoknya, Arthur, kau harus bangun dan memeriksanya."
"Tetapi, masa, Dolly, itu pasti cuma mimpi. Terkadang mimpi memang terasa
seperti kenyataan, apalagi kalau orang baru bangun tidur. Orang akan merasa
bahwa mimpinya tadi adalah kejadian yang sebenarnya."
"Tadi yang aku mimpikan itu sesuatu yang sama sekali lain - mimpiku adalah
tentang suatu pameran tanaman dan istri Pak Pendeta yang berpakaian baju renang
- seperti itulah." Dengan semangat yang tiba-tiba meledak, Nyonya Bantry melompat keluar dari
tempat tidurnya dan menyibakkan tirai. Cahaya pagi hari di musim gugur yang
indah ini masuk menerangi kamar.
"Aku tidak memimpikannya," kata Nyonya Bantry dengan tegas. "Ayo, bangunlah
cepat, Arthur, dan turunlah ke bawah untuk memeriksa."
"Kauminta aku turun dan bertanya apakah di perpustakaan ada mayatnya" Aku
akan dianggap konyol."
"Kau tidak perlu bertanya apa-apa," kata Nyonya Bantry.
"Tentu saja juga mungkin si Mary tiba-tiba menjadi sinting dan mengira ia telah
melihat benda-benda yang sebenarnya tidak ada di sana -tetapi kalau mayat itu
memang ada - nah, pasti dalam waktu singkat ada orang yang akan
memberitahukannya kepadamu. Kau tidak perlu bertanya apa-apa."
Sambil menggerutu, Kolonel Bantry membalut dirinya dengan kimononya dan
meninggalkan kamar tidurnya. Ia berjalan sepanjang lorong dan menuruni anak
tangga. Di kaki tangga ada segerombolan pelayan yang sedang berbisik-bisik; ada
yang sedang terisak-isak. Si kepala pelayan maju dengan wibawa.
"Saya merasa lega Tuan sudah turun. Saya telah menginstruksikan supaya tidak
ada yang berbuat sesuatu sampai Tuan datang. Apakah sekarang saya boleh
menelepon polisi, Tuan?"
"Menelepon polisi mengenai apa?"
Kepala pelayan itu melemparkan pandangan jengkel dari atas bahunya kepada
perempuan muda yang berperawakan tinggi yang sedang menangis di bahu si koki.
"Setahu saya, Tuan, Tuan sudah diberi tahu oleh Mary. Katanya ia telah memberi
tahu Tuan." Mary berkata tergagap-gagap,
"Saya begitu terpukul sehingga saya tidak tahu lagi apa yang saya katakan.
Tibatiba saya tidak bisa mengendalikan diri, kaki saya lemas, dan perut saya
mual. Menakutkan, menemukannya dalam keadaan demikian - oh, oh, oh!"
Mary menyurukkan kepalanya lagi di dada Nyonya Eccles.
"Hus, hus, Sayang," kata Nyonya Eccles menenangkannya.
"Tentu saja Mary terkejut, Tuan, menemukan hal yang menyeramkan itu," kata si
kepala pelayan menjelaskan persoalannya. "Ia masuk ke perpustakaan seperti
biasanya untuk membuka tirai dan - dan hampir tersandung mayat yang tergolek
itu." "Jadi maksudmu, di dalam kamar buku saya ada sesosok mayat - di kamar buku
saya?" Kolonel Bantry menegaskan.
Si kepala pelayan mendehem.
"Mungkin Tuan ingin melihatnya sendiri."
*** "Halo, halo, halo. Di sini kantor polisi. Ya, siapa yang bicara?"
Petugas Polisi Palk sedang mengancing jaketnya dengan satu tangan sementara
tangannya yang lain memegang tangkai pesawat telepon.
"Ya, ya, Gossington Hall. Ya" Oh, selamat pagi, Pak."
Nada suara Petugas Polisi Palk berubah sedikit, menjadi bertambah sabar dan
tidak begitu acuh karena ia sekarang mengenali suara orang yang menjadi sponsor tetap
acara kegiatan olahraga polisi dan yang juga seorang hakim yang paling penting
di daerah itu. "Ya, Pak" Apa yang dapat saya bantu" -Maafkan, Pak, saya kurang jelas
menangkapnya -sebuah mayat, kata Anda" - ya" - ya, kalau bisa, Pak - itu betul.
Pak - wanita muda yang tidak Anda kenal, kata Anda" - tepat, Pak. Ya, Anda bisa
menyerahkan semuanya kepada saya."
Petugas Polisi Palk meletakkan tangkai pesawatnya, bersiul panjang dan mulai
memutar nomor telepon atasannya.
Nyonya Palk melongok dari dapur, dari mana tercium bau sedap daging yang
sedang digoreng. "Ada apa?"
"Kejadian yang paling aneh yang pernah kudengar," jawab suaminya. "Mayat
seorang wanita muda ditemukan di Hall. Di dalam perpustakaan si Kolonel."
"Dibunuh?" "Dicekik, begitu katanya."
"Siapakah dia?"
"Kata si Kolonel, dia sama sekali tidak mengenalinya."
"kalau begitu, sedang apa wanita itu di dalam perpustakaan si Kolonel?"
Petugas Polisi Palk memberikan isyarat kepada istrinya supaya diam sementara ia
berbicara dengan nada resminya ke dalam pesawat teleponnya.
"Pak Inspektur Slack" Di sini Polisi Palk. Ada laporan yang baru saja masuk,
Pak. Mayat seorang wanita muda baru saja ditemukan pagi ini sekitar pukul tujuh
seperempat -" *** Telepon Nona Marple berdering ketika ia sedang berpakaian. Suara deringnya
untuk sementara membuatnya gugup. Teleponnya tidak biasa berdering pada jamjam
sekian Hidupnya sebagai seorang perawan tua sudah sedemikian teraturnya
sehingga suara telepon yang tidak diharapkan saja sudah menjadi sumber spekulasi
yang mengejutkannya. "Aduh," kata Nona Marple, memandang pesawat yang berdering itu dengan was
was. "Kira-kira siapa ya, itu?"
Pukul sembilan hingga pukul setengah sepuluh radalah waktu yang umum bagi
penduduk di desa itu untuk saling mengobrol dengan tetangganya lewat telepon.
Apa rencana mereka untuk hari itu, undangan dan sebagainya selalu disampaikan
pada saat-saat itu. Tukang daging biasanya menelepon pukul sembilan kurang sedikit apabila pada
hari itu terjadi krisis dengan pengadaan dagingnya. Kadang kala sepanjang hari
telepon mungkin saja berdering pada jam-jam yang tidak menentu, meskipun
menelepon orang setelah pukul setengah sepuluh malam sudah dianggap tidak
sopan. Memang benar Nona Marple mempunyai seorang kemenakan yang pengarang, dan
sebagai pengarang tentu saja ia mempunyai watak yang eksentrik. Dia pernah
menelepon pada jam-jam yang paling ajaib, suatu kali pada pukul dua belas kurang
sepuluh tengah malam. Namun betapapun eksentriknya watak si Raymond West,
dia tidak mempunyai kebiasaan bangun pagi-pagi. Baik Raymond, maupun siapa
saja dari orang-orang yang dikenal Nona Marple, tidak mungkin akan menelepon
sebelum pukul delapan pagi. Sekarang hari masih pukul delapan kurang
seperempat.
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahkan untuk berita kawat pun masih terlalu pagi, karena kantor pos tidak buka
sebelum pukul delapan. "Ini pasti," kata Nona Marple memutuskan, "salah sambung."
Setelah membuat keputusan ini, ia menghampiri pesawat yang berdering dengan
tidak sabarnya, dan menghentikan suaranya dengan mengangkat tangkai
pesawatnya. "Ya?" katanya.
"Kaukah itu Jane?"
Nona Marple amat keheranan.
"Ya, ini Jane. Pagi benar kau bangun, Dolly." Di telepon suara Nyonya Bantry
terdengar terengah-engah dan gugup.
"Sesuatu yang paling buruk telah terjadi."
"Oh, Tuhan." "Kami baru saja menemukan sesosok mayat di perpustakaan."
Sejenak lamanya Nona Marple mengira temannya telah berubah akal. "Kalian
menemukan apa?" "Aku tahu. Orang pasti tidak akan percaya, bukan" Maksudku, hal-hal begini
hanya mungkin terjadi di dalam buku cerita. Tadi pagi aku sudah harus berdebat
berjam-jam lamanya dengan Arthur sebelum dia mau turun untuk melihat."
Nona Marple berusaha menenangkan dirinya. Desaknya dengan napas memburu.
"Tetapi itu mayat siapa?"
"Seorang gadis berambut pirang."
"Apa?" "Seorang gadis berambut pirang. Seorang wanita cantik - lagi-lagi seperti cerita
di buku saja. Tidak ada seorang pun dari kami yang pernah melihatnya sebelumnya.
Ia tergolek begitu saja di kamar buku kami, mati. Itulah sebabnya mengapa kau
harus segera datang."
"Kau minta aku datang?"
"Ya, aku sudah mengirimkan mobil untuk menjemputmu."
Nona Marple berkata dengan ragu-ragu, "Tentu saja, Dolly. Kalau kaukira aku
dapat membantu menghibur hatimu -"
"Oh, aku tidak butuh hiburan. Tetapi kau begitu ahli dalam soal pembunuhan."
"Oh, itu tidak benar. Keberhasilanku selama ini kebanyakan hanya secara teoretis
saja." "Tetapi kau ahli sekali membahas pembunuhan. Gadis ini telah dibunuh, kau tahu"
Dicekik. Menurutku begini, kalau toh rumah kami benar-benar harus menjadi
tempat suatu pembunuhan, sebaiknya pengalaman ini aku nikmati sepuas-puasnya.
Mengertikah kau apa yang kumaksudkan" Jadi, itulah sebabnya aku menginginkan
kedatanganmu, untuk membantu mencari siapa yang melakukannya dan
memecahkan misteri ini. Sebetulnya, ini peristiwa yang memang menarik, bukan?"
"Baiklah, tentu saja aku datang, Dolly, kalau aku dapat membantumu."
"Bagus! Arthur kurang pengertian. Ternyata ia beranggapan bahwa aku tidak boleh
bersenang-senang. Yah, memang, aku tahu bahwa kejadian ini adalah peristiwa
yang tragis, dan entah apa lagi, tetapi aku kan tidak mengenal gadis itu - dan
kalau nanti kau melihatnya, kau akan mengerti apa maksudku mengatakan bahwa gadis
itu seperti keluar dari cerita fiksi saja."
*** Dengan napas memburu, Nona Marple turun dari mobil keluarga Bantry yang
pintunya telah dibukakan oleh supirnya.
Kolonel Bantry muncul di kaki tangga dan tampaknya terkejut melihat Nona
Marple. "Nona Marple" - eh - apa kabar?"
"Istri Anda menelepon saya," kata Nona Marple menjelaskan.
"Bagus. Bagus. Memang dia seharusnya ada yang menemani. Kalau tidak, bisa
berantakan dia. Sekarang dia pura-pura tabah, tetapi Anda tahu bagaimana-"
Saat itu Nyonya Bantry muncul dan berseru, "Ayo, kembalilah ke kamar makan
dan selesaikan sarapanmu, Arthur. Nanti daging panggangmu dingin."
"Tadi kupikir Pak Inspektur yang kemari," kata Kolonel Bantry menjelaskan.
"Dia akan tiba di sini tak lama lagi," kata Nyonya Bantry.
"Itulah sebabnya sebaiknya kaumakan pagi dulu. Kau akan membutuhkannya."
"Kau juga. Sebaiknya kau juga ikut makan sesuatu, Dolly -"
"Aku menyusul sebentar lagi," kata Nyonya Bantry. "Kau duluan saja, Arthur."
Kolonel Bantry dihalau kembali masuk ke kamar makan seperti seekor ayam
babon yang bandel. "Nah, sekarang!" kata Nyonya Bantry dengan nada kemenangan. "Ayo."
Nyonya Bantry berjalan mendului Nona Marple sepanjang lorong yang panjang ke
arah timur rumah itu. Di luar pintu kamar perpustakaannya berdiri Petugas Polisi Palk sedang berjaga.
Ia menghalangi Nyonya Bantry dengan wibawanya.
"Saya menyesal, tidak ada orang yang diizinkan masuk, Nyonya. Perintah dari Pak
Inspektur." "Omong kosong, Palk," kata Nyonya Bantry. "Anda sudah mengenal Nona Marple
dengan baik." Polisi Palk harus mengakui telah mengenal Nona Marple.
"Adalah penting baginya untuk melihat mayat itu," kata Nyonya Bantry. "Jangan
mempersulit, Palk. Toh ini kamar perpustakaan saya, bukan?"
Polisi Palk terpaksa mengalah. Kebiasaannya mengalah kepada orang-orang
terhormat sudah mendarah daging.
Pak Inspektur, pikirnya, tidak perlu mengetahui bahwa ia telah membiarkan
Nyonya Bantry beserta tamunya masuk.
"Tidak ada yang boleh disentuh atau dipegang dengan cara apa pun," katanya
memperingatkan kedua wanita itu.
"Tentu saja tidak," kata Nyonya Bantry dengan tidak sabar. "Kami sudah tahu
tentang peraturan itu. Anda boleh masuk dan mengawasi kalau Anda suka."
Polisi Palk menerima baik undangan ini. Malah sebenarnya memang itu
rencananya. Nyonya Bantry mengajak temannya dengan perasaan bangga masuk ke dalam
perpustakaannya dan mendekati tempat perapian yang kuno. Katanya dengan nada
dramatis sebagai klimaksnya, "Itu!"
Seketika itu Nona Marple mengerti apa yang dimaksudkan temannya ketika ia
berkata bahwa gadis yang mati itu seperti keluar dari cerita fiksi saja.
Perpustakaan itu memantulkan ciri khas pemiliknya.
Ruangannya luas, dalam keadaan yang mengibakan dan tidak rapi. Ada kursi-kursi
besar yang sudah kendor tempat duduknya, ada pipa-pipa rokok, buku-buku, dan
dokumen-dokumen hak milik tanah yang berserakan di atas meja yang besar. Ada
satu atau dua buah lukisan keluarga yang baik tergantung di dinding, dan
beberapa buah lukisan cat air gaya Victoria yang jelek, ada pula beberapa lukisan adegan
perburuan yang konyol. Di pojok ruangan ada sebuah jambangan besar berisikan
bunga-bunga aster. Seluruh kamar itu redup, lembut, dan sederhana. Kamar ini
memberikan kesan bahwa sudah lama dan terlalu sering dipakai. Juga kamar ini
masih erat kaitannya dengan tradisi lama.
Di tengah tengah permadani dari kulit beruang di depan tempat perapian, tergolek
menyilang sesuatu yang baru, norak, dan melodramatis.
Mayat seorang gadis yang menyolok. Seorang gadis dengan rambut yang luar biasa
pirangnya, yang disisir terangkat dari wajahnya dengan ikal-ikal dan uliranuliran yang mewah. Tubuhnya kurus, mengenakan gaun malam dari bahan sutra putih
dengan potongan punggung terbuka. Wajahnya memakai tata rias yang tebal
Bedaknya kelihatan menyolok sekali di atas permukaan kulitnya yang
membengkak dan berwarna kebiru-biruan, maskara bulu matanya membekas
dengan tebalnya pada pipinya yang telah berubah bentuk, sedangkan kemerahan
bibirnya tampak seperti luka menganga. Kuku-kuku jari tangannya diwarnai cat
merah darah dan begitu pula kuku-kuku jari kakinya yang mengenakan sepasang
sandal murahan yang berwarna perak. Betul-betul sesosok mayat yang tampak
murahan, norak, dan menyolok - amat tidak sesuai dengan keadaan kamar buku
Kolonel Bantry yang nyaman, kuno, dan kokoh.
Kata Nyonya Bantry dengan setengah berbisik, "Kaulihat apa yang kumaksudkan"
Gadis ini seperti berasal dari cerita fiksi saja!"
Wanita tua yang berdiri di sampingnya menganggukkan kepalanya Ia memandang
ke bawah sambil termenung melihat sosok tubuh yang terkapar itu.
Akhirnya ia berkata dengan suara lembut, "Dia sangat muda."
"Ya - ya - aku kira begitu." Nyonya Bantry Kampak agak keheranan - seperti orang
yang baru menyadarinya. Nona Marple membungkuk. Dia tidak menyentuh gadis itu, tetapi ia melihat pada
jari-jari yang mencengkeram dengan kuat pada bagian depan gaun gadis itu,
seakan-akan gadis ini telah mencengkeram di sana dalam perjuangannya menarik
napasnya yang terakhir. Di luar terdengar suara mobil yang melindas di atas batu-batu kerikil. Polisi
Palk berkata dengan mendesak, "Itu Pak Inspektur..."
Tepat seperti apa yang diduganya, memang orang-orang terhormat tidak
mengecewakan. Nyonya Bantry segera menghampiri pintu. Nona Marple
mengikutinya. Nyonya Bantry berkata, "Itu cukup, Palk."
Polisi Palk merasa amat lega.
Setelah dengan tergesa-gesa mendorong masuk sisa-sisa terakhir roti panggangnya
yang beroleskan Belai dengan seteguk kopi, Kolonel Bantry bergegas Keluar ke
lorong. Ia merasa lega melihat Kolonel Melchett, kepala polisi di daerah itu, turun dari
sebuah mobil diiringi oleh Inspektur Slack. Kolonel Melchett teman Kolonel
Bantry. Slack, yang tidak begitu disukainya - mempunyai semangat yang menggebu-gebu
yang sama sekali tidak sesuai dengan namanya, yang berarti lamban.
Semangatnya ini juga dibarengi oleh sikap acuhnya terhadap perasaan siapa pun
yang tidak dianggapnya sebagai orang penting.
"Pagi, Bantry," kata Pak Kepala Polisi. "Aku pikir sebaiknya aku datang sendiri.
Ini agaknya kasus yang luar biasa."
"Ini - ini -" Kolonel Bantry berusaha mengemukakan isi hatinya. "Ini tidak masuk
akal- ajaib!" "Kau sama sekali tidak mengetahui siapa wanita itu?"
"Sama sekali tidak. Aku belum pernah bertemu dengannya seumur hidupku."
"Apakah kepala pelayan Anda mengetahui sesuatu?" tanya Inspektur Slack.
"Lorrimer sama terkejutnya seperti saya."
"Ah," kata Inspektur Slack. "Masa?"
Kolonel Bantry berkata, "Di kamar makan masih tersedia sarapan, Melchett, kalau
kau ingin makan sesuatu?"
"Tidak, tidak - sebaiknya kita tangani dulu kasus ini. Haydock seharusnya sampai
di sini sebentar lagi - ah, ini dia!"
Sebuah mobil lain mendekat. Dokter Haydock, dokter ahli bedah polisi yang
berperawakan tinggi besar dan berdada bidang, keluar dari mobilnya. Dua orang
berpakaian preman juga keluar dari mobil polisi yang kedua, yang seorang
menyandang kamera. "Semuanya siap - heh?" tanya kepala polisi. "Bagus. Kami ikut. Di kamar
perpustakaan, begitu laporan Slack."
Kolonel Bantry menghela napas. "Itu tidak masuk akal! Kau tahu, ketika istriku
tadi pagi bersikeras berkata bahwa gadis pelayan kami baru saja masuk dan
melaporkan bahwa di dalam kamar perpustakaan ada mayat, aku benar-benar tidak
dapat mempercayainya."
"Ya, ya, aku mengerti. Aku harap istrimu tidak terlalu terkejut dibuatnya?"
"Ia menerimanya dengan tabah - benar-benar hebat. Dia memanggil si perawan tua
Marple kemari - dari dusun, kau tahu?"
"Nona Marple?" Pak Kepala Polisi terkejut. "Mengapa istrimu memanggilnya?"
"Oh, seorang wanita membutuhkan kehadiran wanita lainnya - tidakkah kau pikir
demikian?" Kolonel Melchett berkata sambil tertawa terkekeh sedikit, "Kalau menurutku,
istrimu mau mencoba menjadi detektif amatir. Nona Marple cukup terkenal
sebagai seorang pelacak di tempat ini. Bukankah dia pernah mengalahkan kita
pada suatu kali, Slack?"
Kata Inspektur Slack, "Itu lain ceritanya."
"Lain bagaimana?"
"Itu suatu kasus lokal, Pak. Nona tua itu mengetahui segala sesuatu yang terjadi
di dusun, itu memang benar. Tetapi di sini sudah di luar kemampuannya."
Melchett berkata tanpa senyum. "Kau sendiri pun belum mengetahui banyak
mengenai kasus ini, Slack."
"Ah, Bapak lihat sajalah. Saya tidak membutuhkan waktu lama untuk
membereskannya." Pada saat yang sama di kamar makan, Nyonya Bantry dan Nona Marple sedang
duduk menikmati sarapan pagi.
Setelah melayani tamunya, Nyonya Bantry berkata dengan nada kurang sabar,
"Bagaimana, Jane?"
Nona Marple menengadah memandang temannya, agak keheranan.
Nyonya Bantry berkata dengan penuh pengharapan, "Apakah kejadian ini tidak
membuatmu teringat akan sesuatu?"
Nona Marple telah tersohor namanya mempunyai kemampuan menghubungkan
kejadian sehari-hari di dusun dengan masalah-masalah yang lebih rumit
sedemikian rupa sehingga kejadian sehari-hari yang sederhana itu dapat menjadi
perbandingan bagi masalah yang lebih rumit.
"Tidak," kata Nona Marple sambil termenung. "Aku belum dapat mengatakannya tidak
pada saat ini. Aku memang teringat sedikit akan anak Nyonya Chetty yang
bungsu - si Edie, kau mengenalnya, bukan" - tetapi aku kira itu hanya karena
gadis yang malang ini mempunyai kebiasaan menggigit kuku-kuku jarinya dan giginya
di bagian depan agak merongos. Tidak lebih daripada itu. Dan, tentu saja,"
lanjut Nona Marple masih meneruskan perbandingannya, "Edie juga gemar akan bendabenda
murahan yang norak."
"Maksudmu, pakaiannya?" tanya Nyonya Bantry.
"Ya, bahan sutra yang amat norak - rendah mutunya."
Kata Nyonya Bantry, "Aku tahu. Tentunya berasal dari salah satu toko-toko kecil
di mana segala sesuatu yang mereka jual hanya berharga satu guinea." Lanjutnya
kemudian penuh harap. "Coba aku ingat-ingat, bagaimana nasib si Edie anak Nyonya Chetty ini?"
"Ia baru saja mendapat pekerjaan yang baru - dan aku dengar dia sudah betah di
sana." Nyonya Bantry merasa agak kecewa. Perbandingan dengan anak dusun ini rupanya
tidak begitu dapat diharapkan.
"Ada yang tidak kumengerti," kata Nyonya Bantry. "Apa gerangan yang sedang
diperbuat gadis ini di kamar buku Arthur. Palk memberitahukan aku bahwa
jendelanya telah dibuka dengan paksa. Boleh jadi ia datang kemari bersama
seorang pencuri, kemudian mereka bertengkar - tetapi ini kedengarannya sangat
tidak masuk akal, bukan?"
"Dia sama sekali tidak mengenakan pakaian yang tepat untuk operasi mencuri,"
kata Nona Marple sambil berpikir.
"Ya, pakaiannya gaun malam - untuk berdansa-atau menghadiri semacam pesta.
Tapi di sekitar sini tidak ada kegiatan semacam itu-atau di dekat dekat daerah
ini." "Y-ya," kata Nona Marple ragu-ragu.
Nyonya Bantry mendesak, "Ada yang mengganjal pikiranmu, Jane?"
"Hm, aku cuma berpikir -"
"Ya?" "Basil Blake." Nyonya Bantry memekik dengan bersemangat, "Astaga!" lalu lanjutnya seakanakan
sebagai penjelasan sikapnya tadi, "aku kenal ibunya."
Kedua wanita itu saling memandang.
Nona Marple menghela napas dan menggelengkan kepalanya. "Aku cukup
mengerti perasaanmu."
"Selina Blake, wanita paling baik yang pernah kutemui. Apotek hidupnya
benarbenar bagus - tanamannya ini membuatku iri hati. Dan dia juga amat bermurah
hati bila memotongkan daun-daunannya bagiku."
Nona Marple sambil mempertimbangkan pujian atas kebaikan Nyonya Blake ini,
berkata, "Namun demikian, kau tentunya juga mendengar banyak berita burung."
"Oh, aku tahu - aku tahu. Begitu pula sikap Arthur, yang langsung naik pitam
kalau mendengar nama Basil Blake disebut. Dia juga pernah bersikap benar-benar
kurang ajar terhadap Arthur. Sejak itu Arthur tidak percaya kalau Basil
dikatakan
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang baik. Basil juga mempunyai cara berbicara yang konyol seperti anak-anak
zaman sekarang - mengejek orang-orang yang mengagungkan nama sekolah
mereka atau nama kerajaan, atau sejenisnya. Dan ditambah lagi pakaian yang
dikenakannya begitu janggal!"
"Kata orang," lanjut Nyonya Bantry, "apa yang kita pakai di dusun tidak menjadi
masalah. Aku tidak percaya kepada falsafah tolol ini. Justru di dusunlah semua
orang memasang mata."
Ia berhenti sejenak dan menambahkan dengan setengah melamun, "tetapi semasa
bayinya Basil lucu sekali kalau sedang dimandikan."
"Di surat kabar terbitan hari Minggu lalu juga dimuat sebuah foto yang lucu dari
si pembunuh Cheviot sewaktu ia masih bayi," kata Nona Marple.
"Oh, tetapi Jane, kau tidak berpikir bahwa Basil-lah -"
"Tidak, tidak, Dolly. Aku sama sekali tidak bermaksud demikian. Itu namanya
mengambil kesimpulan dengan tergesa-gesa. Aku hanya mencoba mencari
jawabannya yang bisa menjelaskan kehadiran wanita muda itu di sini. St. Mary
Mead, dusun kecil yang begitu tidak sesuai bagi tipe wanita semacam dia. Dan
sejenak tadi aku berpikir bahwa Basil Blake adalah satu-satunya alasan yang
mungkin masuk akal. Basil memang sering mengadakan pesta. Orang-orang
berdatangan dari London dan dari studio-studio film - tidakkah kauingat bulan
Juli yang lalu" Begitu ramainya, dengan pekikan dan nyanyian - suara gaduh yang
paling mengganggu -semua orang mabuk, aku kira - lalu jumlah barang-barang dan
pecahan gelas yang ditemukan berserakan pada keesokan harinya betul-betul
menakjubkan - begitu kata Nyonya Berry yang tua kepadaku - dan seorang wanita
muda ditemukan tertidur dalam bak mandi dalam keadaan hampir telanjang bulat!"
Nyonya Bantry berkata dengan penuh pengertian, "Yah, aku kira itu karena mereka
artis-artis." "Kemungkinan besar. Lalu - dan aku kira kau tentunya telah mendengar - beberapa
akhir minggu terakhir ini, ia membawa pulang seorang wanita muda bersamanya
seorang wanita berambut pirang keperakan."
Nyonya Bantry berseru, "Apakah kaukira wanita itu adalah gadis ini?" "Nah, aku
sendiri bertanya-tanya. Tentu saja aku pun belum pernah melihat wanita itu dari
dekat -hanya sekilas saja pada waktu ia turun atau naik mobil - dan satu kali di
kebun di depan pondoknya, ketika ia sedang berjemur diri hanya berpakaian
selembar celana pendek dan penutup dada. Aku belum pernah melihat wajah-nya
yang jelas. Dan gadis-gadis yang merias wajahnya, semuanya kelihatan serupa,
dengan dandanan rambut yang hampir sama dan kuku-kuku jari mereka yang sama
dicat pula." "Ya, namun demikian itu suatu kemungkinan. Kau telah memberikan suatu ide,
Jane." BAB DUA Itu ide yang sama yang pada saat itu juga sedang diperbincangkan oleh Kolonel
Melchett dan Kolonel Bantry.
Setelah Pak Kepala Polisi melihat mayat gadis itu dan menunggu sampai ia yakin
semua bawahannya masing-masing sudah tahu apa-apa tugas rutin mereka,
masuklah dia mengikuti tuan rumahnya ke kamar baca di sayap lain dari rumah itu.
Kolonel Melchett bertampang berang dan mempunyai kebiasaan suka menariknarik
kumisnya yang pendek dan berwarna merah itu. Sekarang ini, perbuatan
itulah yang sedang dilakukannya, sambil menatap tuan rumahnya dengan
pandangan bingung. Akhirnya ia berkata, "Dengarkan, Bantry. Aku harus
mengeluarkan unek-unek ini dari dalam hatiku. Apakah memang benar kau sama
sekali tidak mengenal gadis ini?"
Jawaban si tuan rumah datang sebagai suatu ledakan halilintar karena merasa
dirinya tidak dipercayai, tetapi Pak Kepala Polisi memotong bicaranya.
"Ya, ya, Sobat. Tetapi coba kaubayangkan, barangkali kau takut hal ini akan
menempatkan dirimu pada posisi yang pelik. Mana kau sudah beristri - dan sayang
pula kepada istrimu dan lain-lainnya. Tetapi hanya di antara kita berdua saja
katakanlah, kalau kau memang mempunyai hubungan dengan gadis ini dalam hal
apa pun, sebaiknya kau mengakuinya sekarang. Keinginanmu untuk
menyembunyikan fakta ini memang masuk akal - aku pun akan mempunyai pikiran
yang sama seandainya hal ini terjadi padaku Tetapi kau tidak mungkin bisa
menyembunyikannya. Ini kasus pembunuhan. Fakta demikian pasti bocor.
Persetan, aku tidak mengatakan bahwa kaulah yang telah mencekik gadis ini-itu
bukan suatu perbuatan yang sesuai dengan pembawaanmu-itu aku tahu. Tetapi,
bagaimanapun juga gadis itu datang kemari - ke rumah ini. Katakanlah dia masuk
tanpa izin dan sedang menunggu kesempatannya untuk bertemu muka denganmu,
dan entah siapa, seseorang telah menguntitnya kemari dan membunuhnya. Itu bisa
terjadi, kau tahu" Mengertikah kau apa yang kumaksudkan?"
"Persetan, Melchett. Sudah kukatakan bahwa aku tidak pernah melihat gadis ini
sebelumnya. Seumur hidupku! Aku bukan tipe manusia begitu."
"Ya, sudahlah. Aku tidak akan menyalahkan kamu seandainya memang iya, kau
tahu" Kau orang yang luas pergaulannya. Namun demikian, kalau begitu katamu
kalau memang kau tidak pernah mengenalnya - yang menjadi pertanyaan sekarang
adalah, apakah yang dikerjakan gadis itu di sini" Ia bukan penduduk sekitar
daerah ini - itu sudah pasti."
"Hal ini seperti mimpi buruk," kata tuan rumah dengan marah.
"Masalahnya, Sobat, apa yang sedang dikerjakan gadis itu dalam
perpustakaanmu?" "Mana aku tahu" Aku tidak mengundangnya kemari."
"Ya, ya. Tetapi ia datang kemari juga. Rupanya ia ingin menemuimu. Kau tidak
pernah menerima surat-surat yang aneh atau apa pun?"
"Tidak, tidak pernah."
Kolonel Melchett bertanya dengan hati-hati,
"Apa yang kau sendiri kerjakan tadi malam?"
"Aku pergi ke rapat Asosiasi Partai Konservatif. Pukul sembilan, di Much
Benham." "Dan pukul berapa kau tiba di rumah?"
"Aku meninggalkan Much Benham pukul sepuluh lewat sedikit - dalam perjalanan
pulangnya aku mendapat sedikit kesulitan, harus mengganti sebuah ban mobilku
yang kempes. Aku tiba di rumah pukul dua belas kurang seperempat."
"Kau tidak masuk ke kamar perpustakaanmu?"
"Tidak." "Sayang." "Aku sudah lelah. Aku langsung pergi tidur." "Apakah ada orang yang menantikan
kedatanganmu?" "Tidak. Aku selalu membawa kunci sendiri. Lorrimer masuk pukul sebelas, kecuali
apabila aku khusus memintanya untuk menunggu."
"Siapa yang mengunci kamar perpustakaan?"
"Lorrimer. Biasanya sekitar pukul tujuh tiga puluh pada musim-musim begini."
"Apakah mungkin pada malam harinya ia masuk lagi ke sana?"
"Tidak, kalau aku sedang pergi. Ia meninggalkan baki yang berisi sebotol wiski
dan gelas-gelas di lorong."
"Oh, begitu. Dan istrimu?"
"Aku tidak tahu. ia sudah tertidur nyenyak ketika aku pulang. Mungkin saja tadi
malam dia duduk-duduk di kamar buku atau di kamar tamu. Aku lupa menanyakan
hal ini kepadanya." "Nah, baiklah. Kita akan mengetahui semua perinciannya dalam waktu singkat.
Tentu saja juga mungkin salah satu dari pelayan-pelayanmu yang terlibat, heh?"
Kolonel Bantry menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak percaya. Mereka
semuanya orang baik-baik. Mereka telah ikut kami selama bertahun-tahun."
Melchett harus mengiyakan hal ini.
"Ya, rasanya juga tidak mungkin mereka terlibat dalam hal ini. Lebih masuk akal
kalau gadis ini datang dari kota - barangkali bersama seorang pemuda. Tetapi
mengapa mereka mau mencuri masuk ke dalam rumah ini -"
Bantry memotong, "London. Itu lebih masuk akal. Di sini kami tidak ada kegiatan
semacam itu - paling tidak -"
"Nah, ada apa?"
"Astagfirullah!" pekik Kolonel Bantry. "Basil Blake!"
"Siapakah dia?"
"Seorang pemuda yang ada hubungannya dengan industri film. Pemuda liar yang
berbisa. Istriku suka membelanya karena ia pernah satu sekolah dengan ibunya,
tetapi anaknya pemuda brengsek yang tidak mengenal aturan dan tidak berguna!
Pemuda yang perlu ditendang pantatnya! Ia telah mengambil alih pondok yang ada
di jalan Lansham itu-kau tahu" -bangunan modern yang kecil dan jelek. Dia
mengadakan pesta- pesta di sana, dengan grup orang-orang yang gaduh dan suka
berteriak-teriak, dan dia juga mendatangkan gadis-gadis ke sana pada akhir-akhir
minggu." "Gadis-gadis?" "Ya, minggu lalu ada seorang - salah seorang yang bertipe pirang keperakan -"
Mulut Kolonel Bantry terbuka lebar.
"Seorang gadis pirang, heh?" tanya Melchett sambil berpikir.
"Ya. Coba pikir, Melchett, kaukira ini bukan -" Pak Kepala Polisi berkata dengan
singkat, "Itu suatu kemungkinan. Paling tidak, dapat memberikan penjelasan
bagaimana seorang gadis semacam ini bisa berada di St. Mary Mead. Aku kira
sebaiknya aku pergi dan bercakap-cakap dengan pemuda ini - Braid - Blake - siapa
namanya katamu tadi?"
"Blake, Basil Blake."
"Apakah dia ada di rumah sekarang, tahukah kau?"
"Coba aku pikir. Hari ini hari apa - Sabtu" Biasanya ia kemari pada hari Sabtu
pagi." Melchett berkata dengan geram, "Kita lihat apakah kami dapat menemukannya."
*** Pondok Basil Blake yang mempunyai semua fasilitas modern, dibalut oleh kulit
luar yang jelek dalam bentuk bangunan setengah dari kayu dan setengah gaya
bangunan Tudor tiruan. Bangunan ini dikenal oleh petugas-petugas kantor pos dan
oleh William Booker, arsiteknya, sebagai "Chatsworth", sedangkan kepada Basil
dan teman-temannya, sebagai "Bangunan Antik", dan kepada penduduk dusun St.
Mary Mead umumnya, sebagai "Rumah Tuan Booker yang Baru".
Bangunan ini terletak sekitar seperempat mil lebih sedikit dari dusun, di suatu
tanah perumahan yang baru, yang telah dibeli oleh Tuan Booker, usahawan, tidak
lama berselang. Bangunan ini melewati kedai minum Blue Boar, dengan
pemandangan jalan dusun yang khas terbentang di hadapannya. Gossington Hall
terletak sekitar satu mil lebih jauh lagi pada jalan yang sama.
Ketika tersebar berita bahwa "Rumah Tuan Booker yang Baru" telah dibeli oleh
seorang bintang film, perhatian penduduk dusun St. Mary Mead ditujukan kemari.
Mereka menanti-nantikan dengan penuh rasa ingin tahu, saat pertama munculnya si
manusia legendaris di dusun itu. Dan boleh dikatakan, dalam hal penampilan,
Basil Blake tidak mengecewakan. Namun demikian, perlahan-lahan fakta yang
sesungguhnya bocor. Basil Blake bukanlah seorang bintang film - bahkan aktor
pun bukan. Dia sama sekali tidak berarti, yang bisa berbangga dengan tercantumnya namanya
pada deretan yang kelima-belas dalam daftar nama-nama orang yang bertanggung
jawab untuk dekorasi adegan pada studio film Lenville, yaitu kantor pusat
perusahaan British New Era films.
Gadis-gadis dusun luntur semangatnya, dan perawan-perawan tua yang cerewet
tidak dapat menerima cara hidup Basil Blake. Hanya pemilik kedai minum Blue
Boar saja yang tetap menerima Basil dan teman-temannya dengan tangan terbuka.
Pemasukan Blue Boar telah meningkat sejak kedatangan pemuda ini di dusun itu.
Mobil polisi berhenti di depan sebuah pintu gerbang murahan karya Tuan Booker
yang sudah kehilangan bentuknya. Kolonel Melchett sambil memandang tanpa
selera kepada Chatsworth, bangunan setengah kayu yang tidak keruan ini, turun
menghampiri pintu depan lalu memukul gelang pengetuk pintunya dengan kuat.
Pintu dibukakan lebih cepat daripada yang diduganya.
Seorang pemuda dengan rambut hitam lurus agak gondrong, mengenakan celana
corduroy dan kemeja berwarna biru cerah, menyapanya dengan ketus, "Ya, Anda
mau apa?" "Apakah Anda Tuan Basil Blake?"
"Tentu saja saya Basil Blake."
"Saya ingin berbicara sebentar dengan Anda, kalau boleh, Tuan Blake?"
"Siapakah Anda?"
"Saya Kolonel Melchett, Kepala Polisi dusun ini."
Tuan Blake berkata dengan sinis, "Ah, masa; menarik sekali!"
Dan Kolonel Melchett yang mengikuti tuan rumahnya masuk ke dalam, dapat
memahami reaksi yang timbul dalam hati Kolonel Bantry jika berhadapan dengan
pemuda ini. Kakinya sendiri juga sudah gatal ingin menendang pemuda ini.
Tetapi, sambil menahan dirinya, Kolonel Melchett berkata dengan nada yang
diusahakan seramah mungkin, "Anda termasuk orang yang biasa bangun pagi,
Tuan Blake." "Sama sekali bukan. Saya masih belum naik ke tempat tidur."
"Betul?" "Tetapi saya kira Anda kemari tidak dengan tujuan menanyakan kebiasaan saya
berangkat tidur - atau kalau memang itu yang ingin Anda ketahui, itu berarti
Anda membuang-buang waktu dan uang negara, yang berasal dari rakyat juga. Apa yang
ingin Anda bicarakan dengan saya?"
Kolonel Melchett mendehem.
"Saya dengar, Tuan Blake, bahwa pada akhir minggu yang lalu Anda kedatangan
seorang tamu -eh - eh - seorang gadis berambut pirang."
Basil Blake menatap mata Melchett, berpaling ke belakang dan tertawa
terbahakbahak. "Apakah perempuan-perempuan bawel di desa ini telah mengomeli Anda" Moral
saya menjadi bahan perbincangan" Persetan semuanya, moral itu bukan masalah
polisi. Anda sudah tahu mengenai ini."
"Sebagaimana Anda katakan," kata Melchett tanpa senyum. "Moral Anda memang
bukan urusan saya. Saya datang kepada Anda sekarang karena mayat seorang
wanita muda berambut pirang dengan penampilan yang - eh - agak eksotis - telah
ditemukan mati terbunuh."
"Astaga!" Blake memandang Melchett. "Di mana?"
"Di dalam perpustakaan di Gossington Hall."
"Di Gossington Hall" Di rumah si tua Bantry" Eh, eh, tidak disangka,
mengherankan sekali! Si tua bangka Bantry! Si tua bangka Bantry yang cabul!"
Wajah Kolonel Melchett menjadi merah padam. Katanya dengan tajam,
mematahkan kegelian pemuda yang duduk di hadapannya. "Mohon Anda berhatihati
kalau bicara. Saya datang kemari untuk bertanya apakah Anda mungkin dapat
memberikan penjelasan mengenai perkara ini."
"Anda datang kemari untuk bertanya apakah saya telah kehilangan seorang gadis
berambut pirang" Itukah" Mengapa harus - eh, halo, halo, halo, apa artinya ini?"
Di luar sebuah mobil berhenti dengan suara rem yang berderit-derit. Seorang
wanita muda yang mengenakan piyama hitam putih yang longgar melangkah turun.
Bibirnya berwarna merah darah, bulu matanya telah dipertebal dengan maskara,
dan rambutnya berwarna pirang keperakan. Dia berjalan ke pintu, membukanya
lebar-lebar, dan berkata dengan nada marah, "Mengapa kau meninggalkan aku, kau
bedebah?" Basil Blake bangkit berdiri.
"Jadi baru sekarang kau muncul! Mengapa aku tidak boleh meninggalkanmu" Aku
sudah menyuruhmu pergi dan kau tidak mau."
"Mengapa aku harus pergi hanya karena kau yang menyuruh" Aku masih sedang
menikmati pesta itu."
"Ya - bersama si bajingan jorok Rosenberg itu. Kau tahu jenis orang apa dia."
"Kau cemburu, itu saja."
"Jangan gede rumangsa. Aku tidak suka melihat seorang gadis yang aku senangi
tidak dapat mengontrol minumnya dan membiarkan dirinya dirayu oleh seorang
laki-laki kampungan dari Eropa tengah."
"Itu bohong besar. Kau sendiri juga banyak minum - dan berpacaran dengan
perempuan Spanyol murahan itu."
"Kalau aku membawamu ke suatu pesta, aku menuntunmu agar dapat menjaga
sikapmu." "Dan aku menolak kautekan, itu pendirianku. Kau berkata bahwa kita akan pergi
ke pesta itu dan setelah selesai pestanya, baru akan kemari. Aku tidak akan
meninggalkan suatu pesta sebelum aku merasa siap dan rela untuk
meninggalkannya." "Ya - itulah sebabnya mengapa kau kutinggalkan di sana. Aku sudah siap datang
kemari dan aku berangkat. Aku tidak biasa luntang-lantung menunggu seorang
wanita tolol macam kamu."
"Begitu manis dan sopannya kau!"
"Toh akhirnya kau mencari aku juga!"
"Aku kemari hanya mau menyampaikan kepadamu, apa pendapatku tentang
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sikapmu yang kampungan!"
"Kalau kaupikir kau dapat mendikte aku, Sayang, kau salah kira!"
"Dan kalau kaupikir kau dapat memerintah aku, kau boleh berpikir seratus kali
lagi!" Mereka masing-masing saling melotot.
Pada saat ini Kolonel Melchett memanfaatkan kesempatan dan dengan suara keras
mendehem. Basil Blake berputar memandangnya.
"Halo, saya lupa Anda masih di sini. Sudah waktunya Anda pulang, bukan" Mari
saya perkenalkan - Dinah Lee - Kolonel Anu dari kepolisian setempat. Dan
sekarang, Pak Kolonel, setelah Anda melihat sendiri bahwa gadis pirang saya ini
segar bugar dan dalam keadaan tak kurang suatu apa, barangkali Anda akan pergi
melanjutkan tugas Anda sehubungan dengan gula-gula si Bantry itu. Selamat
pagi!" Kolonel Melchett berkata, "Saya nasihatkan agar Anda berhati-hati dalam
berbicara, Orang muda. Kalau tidak, Anda akan mendapat kesulitan."
Lalu ia keluar dengan jengkel, wajahnya merah dan garang.
BAB TIGA Di kantornya di Much Benham, Kolonel Melchett sedang menerima dan meneliti
laporan-laporan dari bawahannya.
"... jadi semua tampaknya cukup jelas, Pak," Inspektur Slack memberikan
kesimpulannya. "Nyonya Bantry duduk di kamar perpustakaan itu setelah makan
malam dan masuk tidur pukul sepuluh kurang sedikit. Ketika ia meninggalkan
kamar itu, ia mematikan lampunya dan boleh jadi setelah itu tidak ada orang lain
yang masuk ke sana. Para pelayan berangkat tidur pukul setengah sebelas. Dan
Lorrimer, setelah menyiapkan minuman di lorong, pergi tidur pukul sebelas kurang
seperempat. Tidak ada yang mendengar suara-suara yang luar biasa, kecuali si
pelayan yang ketiga, dan dia mendengar terlalu banyak! Suara-suara erangan dan
teriakan yang membuat bulu kuduk berdiri, langkah-langkah kaki yang
menyeramkan, dan entah apa lagi. Gadis pelayan kedua yang tidur sekamar
dengannya, mengatakan bahwa temannya ini semalam suntuk tidur pulas tanpa
terjaga sama sekali. Yah, orang-orang yang demikian inilah yang suka
mengarangngarang, dan yang menimbulkan kesulitan bagi kita."
"Lalu tentang jendela yang dibuka dengan paksa?"
"Pekerjaan amatiran. Menurut Simmons, itu dilakukan dengan sebuah alat pahat
yang umum -teknik yang biasa - tidak menimbulkan banyak suara. Mungkin alat
itu berasal dari rumah itu sendiri, tetapi tidak ada yang berhasil menemukannya.
Alat begitu adalah alat yang umum dimiliki setiap rumah tangga."
"Menurut pendapatmu apakah ada dari pelayannya yang mengetahui sesuatu?"
Inspektur Slack menjawab dengan hati yang berat, "Tidak, Pak. Saya kira mereka
tidak mengetahui apa-apa. Mereka tampak amat terkejut dan terpukul. Saya
memang mencurigai Lorrimer - orangnya begitu tertutup. Kalau Bapak tahu apa
yang saya maksudkan - tetapi saya kira itu bukan apa-apa."
Melchett mengangguk. Dia tidak menganggap ketertutupan Lorrimer itu
mencurigakan. Inspektur Slack dengan semangatnya yang berapi-api memang
sering menimbulkan efek yang demikian pada orang-orang yang diwawancarainya.
Pintu terbuka dan masuklah Dokter Haydock.
"Aku pikir sebaiknya aku kemari sendiri dan menceritakan garis besar
penemuanku." "Ya, ya, senang bertemu denganmu. Nah, bagaimana?"
"Tidak banyak yang kudapat. Persis seperti yang kita duga. Kematian sebagai
akibat pencekikan. Alatnya adalah sabuk sutra dari gaunnya sendiri, yang
dililitkan pada lehernya dan disilangkan di belakang. Gerakan yang mudah dan sederhana.
Tidak memerlukan tenaga banyak - kalau gadis itu tidak menduga sebelumnya.
Tidak ada tanda-tanda perlawanan."
"Bagaimana mengenai waktu kematiannya?"
"Katakanlah, antara pukul sepuluh dan pukul dua belas tengah malam."
"Kau tidak dapat memastikannya lebih tepat daripada itu?"
Haydock menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Aku tidak mau mempertaruhkan reputasi profesionalku. Pokoknya tidak sebelum
pukul sepuluh dan tidak sesudah pukul dua belas."
"Dan pendapatmu sendiri condong ke waktu yang mana?"
"Tergantung. Di kamar itu api pernah dinyalakan di tempat perapian - udaranya
hangat - semua itu akan menunda datangnya kekakuan pada jasad yang telah mati."
"Apakah ada hal lain lagi yang dapat kauceritakan tentang korban?"
"Tidak banyak. Dia masih muda - usianya aku taksir sekitar tujuh belas atau
delapan belas tahun. Pertumbuhannya masih belum berkembang sempurna secara
keseluruhan, tetapi otot-ototnya sudah terbentuk dengan baik. Orang yang cukup
sehat. Seorang gadis yang masih perawan."
Dan dengan menganggukkan kepalanya, dokter itu meninggalkan ruangan.
Melchett berkata kepada si Inspektur, "Kau cukup yakin bahwa sebelumnya gadis
ini tidak pernah dilihat di Gossington?"
"Para pelayannya merasa yakin akan hal itu. Malah mereka agak tersinggung
ketika saya desak. Mereka tentunya tidak akan melupakan gadis seperti itu
seandainya mereka pernah melihatnya di sekitar daerah itu, begitu bantah
mereka." "Sudah kuduga mereka akan berkata demikian," kata Melchett. "Siapa pun dengan
penampilan seperti gadis itu akan menyolok sekali di daerah ini. Lihat saja
perempuan muda yang ada di rumah Blake itu."
"Sayang, bukan dia yang mati," kata Slack. "Kalau tidak, kita bisa mencapai
kemajuan lebih pesat."
"Tampaknya gadis ini datang dari London," kata Kepala Polisi Melchett sambil
berpikir. "Aku kira di sini kita tidak akan menemukan petunjuk apa-apa. Dan jika
memang betul perkiraanku ini, sebaiknya kita memanggil Scotland Yard saja. Ini
lalu menjadi kasus mereka, bukan kasus kita."
"Yah, tetapi tentu ada sesuatu yang telah menyebabkan gadis itu datang kemari,"
kata Slack. Tambahnya ragu-ragu, "Kelihatannya Kolonel dan Nyonya Bantry
tentu mengetahui sesuatu - tetapi, yah, bagaimana, saya tahu mereka teman-teman
Bapak, -" Kolonel Melchett menatap Slack dengan dingin. Katanya dengan kaku, "Kau boleh
merasa lega karena aku sudah mempertimbangkan setiap kemungkinan. Setiap
kemungkinan." Lanjutnya, "Kau telah memeriksa daftar orang-orang yang dilaporkan hilang?"
Slack mengangguk. Dia mengeluarkan suatu daftar yang sudah diketik.
"Semuanya tercantum di sini. Nyonya "Saunders, dilaporkan hilang satu minggu
yang lalu, berambut hitam, bermata biru, dan berusia tiga puluh enam tahun. Dia
bukan gadis sini - lagi pula setiap orang kecuali suaminya mengetahui bahwa
Nyonya Saunders telah lari bersama seorang laki-laki dari Leeds - seorang yang
berprofesi penjual. Kemudian Nyonya Barnard - dia berusia enam puluh lima
tahun. Pamela Reeves, usia enam belas tahun, hilang dari rumahnya tadi malam.
Pernah mengikuti rally pramuka, berambut cokelat tua dikuncir, dan tinggi lima
kaki lima inci -" Melchett berkata dengan jengkel, "Jangan terus membacakan keteranganketerangan
yang konyol. Slack. Gadis yang mati ini bukan anak sekolah. Menurut
pendapatku -" Ia berhenti karena teleponnya berdering. "Halo -ya - ya, Markas Polisi Much
Benham - apa" Tunggu sebentar -"
Melchett mendengarkan, dan mencatat dengan cepat.
Kemudian dia berkata lagi dengan nada baru yang lain dari nadanya semula.
"Ruby Keene, delapan belas tahun, pekerjaan penari profesional, tinggi lima kaki
empat inci, ramping, berambut pirang keperakan, bermata biru, hidung mencuat ke
atas, diperkirakan sedang mengenakan gaun malam berwarna putih gemerlapan,
dan sepatu sandal berwarna perak. Sudah betul semuanya itu" Apa" Ya, tidak
diragukan lagi, menurut saya. Saya akan segera mengirimkan Slack ke sana."
Ia meletakkan tangkai pesawat teleponnya dan memandang kepada bawahannya
dengan ketegangan yang semakin meningkat. "Aku kira, kita telah menemukannya.
Itu tadi Kepolisian Glenshire."
(Glenshire adalah dusun tetangga.)
"Seorang gadis dilaporkan hilang dari Hotel Majestic, di Danemouth."
"Danemouth," kata Inspektur Slack. "Itu lebih cocok dengan tipe gadis ini."
Danemouth adalah tempat yang luas dan mentereng di daerah pesisir tidak jauh
dari sana. "Itu hanya sekitar delapan belas mil dari sini," kata kepala polisi. "Gadis itu
seorang hostes penari atau sejenisnya di Hotel Majestic. Kemarin malam dia tidak
muncul di tempat dinasnya dan pimpinan hotel menjadi jengkel karena hal
tersebut. Ketika tadi pagi gadis ini masih juga belum muncul, salah seorang dari
gadis-gadis yang lain atau entah siapa yang melaporkannya. Ceritanya kurang
jelas. Sebaiknya kau pergi ke Danemouth sekarang juga. Slack. Menghadap kepada
Kepala Inspektur Harper dan bekerja-samalah dengannya."
Inspektur Slack selalu senang diberi kesibukan. Bergegas-gegas berangkat dengan
mobilnya, menggertak orang-orang yang diwawancarainya sehingga mereka semua
tidak berani membuka mulut, memotong pembicaraan orang dengan alasan ada
keperluan lain yang mendesak, semua ini merupakan santapan rohani bagi Slack.
Dalam waktu yang luar biasa singkatnya, Slack telah tiba di Danemouth, melapor
ke markas polisi di sana, mengadakan wawancara singkat dengan seorang
pimpinan hotel yang kebingungan dan kuatir, dan meninggalkan si pemimpin hotel
ini dengan kata-kata penghiburan yang meragukan - "saya harus memastikan lebih
dulu bahwa gadis ini memang gadis yang mati itu, sebelum kita mulai bercerita
panjang lebar" - dan bergegas kembali ke Much Benham bersama anggota keluarga
Ruby Keene yang terdekat.
Sebelum meninggalkan Danemouth dia lebih dulu menelepon Much Benham
supaya atasannya Pak Kepala Polisi siap menerima kedatangan mereka, meskipun
dia agak terkejut juga ketika diperkenalkan secara singkat oleh Slack kepada
wanita yang datang bersamanya. "Ini Josie, Pak."
Kolonel Melchett menatap bawahannya dengan pandangan mata yang dingin.
Dalam hatinya ia mengira Slack telah kehilangan akal sehatnya.
Wanita muda yang baru saja turun dari mobilnya cepat-cepat membantu.
"Itu nama profesional saya," katanya menjelaskan dengan suatu senyuman yang
memamerkan sederet gigi yang putih dan besar-besar. "Raymond dan Josie,
begitulah pasangan saya dan saya menamakan diri kami sendiri, dan tentu saja
semua hotel mengenal saya sebagai Josie. Nama saya yang asli Josephine Turner."
Kolonel Melchett mengadaptasikan dirinya kepada situasi dan menyilakan Nona
Turner untuk duduk, sementara matanya mengamati tamunya dengan cepat dan
penuh penilaian. Wanita ini cukup menarik dan usianya lebih mendekati tiga puluh daripada dua
puluh tahun. Kecantikannya lebih tergantung kepada keahliannya berdandan
daripada kepada bentuk tulang-tulang wajahnya. Ia tampaknya kompeten dan
sabar, dan memiliki akal sehat.
Dia bukan tipe yang akan disebut wanita cantik, namun demikian dia mempunyai
daya tarik yang tidak kecil. Tata riasnya ringan, dan dia mengenakan setelan
berwarna gelap yang bagus potongannya. Meskipun wanita ini tampak agak gugup
dan gelisah, si Kolonel berpendapat bahwa ia tidak kelihatan berduka cita.
Sementara wanita ini duduk, dia berkau, "Rasanya begitu sulit bagi saya untuk
percaya. Apakah Anda kira orang itu benar-benar Ruby?"
"Saya kira itulah yang harus kami tanyakan pada Anda. Anda yang harus memberi
tahu kami. Saya kuatir tugas ini agak kurang menyenangkan bagi Anda."
Nona Turner berkata dengan waswas.
"Apakah dia - apakah dia - tampaknya menakutkan?"
"Yah - saya kuatir ini akan membuat Anda kaget."
Melchett menyodorkan tempat rokoknya dan wanita itu mengambil sebatang
dengan pandangan terima kasih.
"Apakah - apakah Anda menginginkan saya melihatnya sekarang?"
"Saya kira itu yang terbaik. Nona Tumer. Anda mengerti, tidak ada gunanya kami
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Anda sebelum kita sama-sama yakin
siapa yang kita bicarakan. Sebaiknya tugas yang tidak menyenangkan ini kita
selesaikan dulu, bukankah demikian?"
"Baiklah." Mereka bersama-sama naik mobil ke kamar mayat.
Ketika Josie keluar setelah berada di dalam sebentar, dia tampak pucat.
"Betul Ruby," katanya sedikit gemetar. "Kasihan! Astaga, saya merasa akan
pingsan. Apakah tidak ada" - ia memandang sekelilingnya dengan penuh harapan
"sedikit gin?" Gin tidak ada, yang ada brandy, dan setelah meneguk sedikit, ketenangan Nona
Tumer pulih kembali. Katanya dengan jujur, "Hal demikian membuat orang
terpukul, bukan" Melihat sesuatu seperti itu. Rube kecil yang malang! Betapa
kejamnya kaum lelaki, bukan?"
"Menurut Anda itu perbuatan seorang laki-laki?"
Josie tampak agak terkejut.
"Bukankah" Nah, maksud saya - saya dengan sendirinya berpikir -"
"Apakah ada laki-laki tertentu yang terpikirkan oleh Anda?"
Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan getol.
"Tidak - tidak ada. Saya sama sekali tidak mempunyai gambaran. Tentu saja Ruby
juga tidak akan menceritakannya kepada saya seandainya -"
"Seandainya apa?"
Josie ragu-ragu. "Yah - seandainya ia sedang - berpacaran dengan seseorang."
Melchett memandangnya dengan cermat. Dia tidak berkata apa-apa lagi sampai
mereka kembali berada di dalam kantornya. Kemudian dia memulainya,
"Sekarang, Nona Turner, saya minta semua keterangan yang dapat Anda ceritakan
kepada saya." "Ya, tentu saja. Dari mana harus saya mulai?"
"Saya ingin mendapatkan nama lengkap dan alamat gadis itu, hubungan
keluarganya dengan Anda, dan segala sesuatu yang Anda ketahui tentang dirinya."
Josephine Turner mengangguk. Melchett sekarang merasa yakin bahwa wanita ini
tidak mempunyai perasaan duka apa pun. Dia hanya terkejut dan gugup, tetapi
tidak lebih daripada itu. Ia berbicara dengan lancar.
"Namanya Ruby Keene - itu nama profesionalnya. Namanya sendiri Rosy Legge.
Ibunya saudara sepupu ibu saya. Saya mengenalnya dari kecil, tetapi kami tidak
terlalu akrab. Anda tentunya mengerti apa yang saya maksudkan" Saya
mempunyai banyak saudara sepupu - ada yang terjun ke dunia bisnis, ada yang
terjun ke pentas. Ruby sedikit banyak sedang berlatih menjadi seorang penari.
Tahun lalu ia memperoleh beberapa kontrak yang lumayan untuk pertunjukan
pantomim dan sejenisnya. Bukan pertunjukan yang betul-betul kelas satu, namun
cukup lumayan, dikontrak oleh perusahaan-perusahaan propinsi yang termasuk
bonafide. Sejak itu ia dikontrak sebagai salah satu penari di Palais de Danse di
Brixwell - London Selatan. Tempat ini mempunyai reputasi yang baik, dan mereka
cukup memperhatikan para penarinya, meskipun mereka tidak bisa membayar
banyak." Josie berhenti.
Kolonel Melchett mengangguk.
"Nah, di sinilah saya mulai terlibat. Sudah tiga tahun saya bekerja di Hotel
Majestic di Danemouth sebagai hostes dansa dan hostes bridge. Pekerjaan ini
enak, gajinya banyak, dan menyenangkan. Saya hanya perlu memberikan atensi kepada
tamu-tamu yang datang - menaksir kemauan mereka tentunya - karena ada yang
lebih suka beroperasi sendiri dan ada yang merasa kesepian dan ingin ambil
bagian dalam keramaian suasana. Saya berusaha mempertemukan orang-orang yang
sesuai untuk suatu permainan bridge, dan mendorong yang muda-muda untuk
berdansa satu sama lain. Pekerjaan ini membutuhkan sedikit keahlian dan
pengalaman." Lagi-lagi Melchett mengangguk. Pikirnya, wanita ini tentunya ahli sekali dalam
menjalankan tugasnya; sikapnya ramah dan menyenangkan, dan dia juga cukup
cerdik tanpa menunjukkan sikap intelektual.
"Di samping itu," lanjut Josie, "setiap malam saya membawakan dua buah tarian
ekshibisi bersama Raymond. Raymond Starr - petenis dan penari profesional. Nah,
kebetulan pada suatu hari di musim panas yang lalu sewaktu berenang saya
terpeleset di batu-batu, dan pergelangan kaki saya terkilir."
Melchett memang telah melihat bahwa Josie berjalan dengan agak pincang.
"Tentu saja hal itu terpaksa menghentikan kegiatan menari saya dan itu agak
menyulitkan. Saya tidak menghendaki pihak hotel mencari orang lain untuk
menggantikan saya. Itu selalu berbahaya" - sejenak matanya yang biru dan ramah
berubah keras dan tajam; pada saat ini ia seorang wanita yang memperjuangkan
eksistensinya - "mereka bisa saja menggeser kedudukan saya. Maka saya teringat
kepada Ruby dan mengusulkan kepada pimpinan hotel supaya saya boleh
membawanya kemari. Saya akan tetap melaksanakan tugas saya sebagai hostes dan
pengorganisir permainan bridge. Ruby hanya akan membawakan bagian
menarinya. Supaya semuanya tetap berada di tangan keluarga sendiri, Anda
mengerti apa yang saya maksudkan?"
Melchett mengiyakan.
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, pimpinan hotel setuju, dan saya mengirim kawat kepada Ruby. Dan dia
datang. Ini merupakan suatu kesempatan baginya. Pekerjaan ini jauh lebih baik
daripada kontrak apa pun yang pernah didapatnya. Itu sekitar sebulan yang lalu."
Kolonel Melchett berkata, "Saya mengerti. Dan dia mendapat sambutan yang baik
dari para tamu?" "Oh, ya," kata Josie agak acuh. "Dia menerima sambutan yang cukup hangat. Dia
tidak bisa menari sebaik saya, tetapi Raymond pandai sekali dan bisa menutupi
segala kekurangannya, apalagi Ruby juga sedap dipandang mata, Anda tahu ramping
dan mulus kulitnya, dan dia mempunyai ekspresi yang polos, seperti
seorang bayi. Dandanannya agak terlalu tebal - saya selalu memperingatkannya
mengenai hal itu. Tetapi Anda tentunya tahu bagaimana watak gadis-gadis muda
itu. Ruby baru berusia delapan belas tahun, dan pada usia semuda itu biasanya
mereka selalu berdandan terlalu tebal. Hal ini kurang cocok untuk tempat yang
bermutu seperti Hotel Majestic. Saya selalu menegurnya dan memaksanya supaya
mengurangi dandanannya sedikit."
Melchett berkata, "Dan orang-orang menyukainya?"
"Oh, ya. Anda harus ingat, Ruby tidak begitu pandai berbicara. Ia agak bodoh.
Dia lebih banyak berhasil di antara laki-laki yang sudah berusia daripada orangorang yang masih muda." "Apakah dia mempunyai teman khusus?"
Mata wanita itu bertemu dengan mata Melchett dengan penuh pengertian.
"Tidak dalam arti kata yang Anda maksudkan. Atau, setidak-tidaknya, tidak
sepanjang pengetahuan saya. Tetapi, Anda harus mengerti, seandainya ada pun,
Ruby tidak akan menceritakannya kepada saya."
Untuk sejenak lamanya Melchett bertanya-tanya dalam hati, mengapa tidak" Josie
tidak memberikan kesan bahwa ia seorang wanita yang mempertahankan
disiplin yang tinggi. Tetapi Melchett hanya berkata, "Sekarang bisakah Anda
menceritakan kepada saya kapan Anda terakhir bersua dengan saudara sepupu
Anda?" "Kemarin malam. Dia dan Raymond bertugas membawakan dua buah tarian
ekshibisi - yang satu sekitar pukul setengah sebelas, dan yang lain pada pukul
dua belas tengah malam. Mereka telah menyelesaikan tarian yang pertama. Setelah itu
saya melihat Ruby berdansa dengan salah seorang pemuda yang menginap di hotel
itu. Pada waktu itu saya sedang berada di tengah-tengah permainan bridge dengan
beberapa orang di ruangan duduk. Antara ruangan duduk ini dengan ruangan dansa
dibatasi oleh sebuah panel dari kaca. Itulah yang terakhir kali saya melihat
Ruby. Pada pukul dua belas lebih sedikit Raymond muncul sambil marah-marah, dan
menanyakan ke mana Ruby pergi. Ruby ternyata tidak muncul dan sudah
waktunya mereka harus membawakan tarian mereka. Saya menjadi kuatir, Anda
tahu" Itulah hal-hal konyol yang biasanya dilakukan oleh gadis-gadis tolol yang
membuat pihak pimpinan hotel menjadi marah dan akhirnya mereka dikeluarkan!
Saya pergi bersama Raymond ke kamar Ruby, tetapi ia tidak ada di sana. Saya
melihat bahwa ia telah menukar pakaiannya. Gaun yang tadi dipakainya untuk
berdansa - berwarna merah muda dengan potongan rok bawah yang lebar sekarang
terlipat di sandaran kursi. Biasanya ia tidak mengganti pakaiannya
kecuali kalau malam itu malam dansa yang istimewa - setiap hari Rabu.
"Saya tidak tahu ke mana perginya. Kami minta band membawakan satu lagu
foxtrot lagi - namun Ruby tetap tidak muncul, maka saya katakan kepada Raymond
saya sajalah yang akan berdansa bersamanya. Kami memilih sebuah tarian yang
tidak terlalu sulit untuk pergelangan kaki saya. Pagi ini kaki saya membengkak.
Dan Ruby masih tetap belum muncul. Kami duduk-duduk menunggu
kedatangannya sampai pukul dua. Saya menjadi gusar dibuatnya."
Suaranya agak bergetar. Melchett dapat menangkap nada amarah yang tidak
dibuat-buat. Untuk sejenak lamanya Melchett berpikir. Reaksi amarah Josie
kelihatan sedikit terlalu berlebihan dibandingkan dengan fakta yang
diceritakannya. Melchett merasa tentu masih ada sesuatu yang dengan sengaja
tidak disebutkan Josie. Katanya, "Dan pagi ini, ketika Ruby Keene masih belum kembali dan tempat
tidurnya juga tidak menunjukkan tanda-tanda bekas dipakainya semalam. Anda
melapor ke polisi?" Melchett sudah mengetahui dari laporan Slack yang singkat dari Danemouth per
telepon bahwa faktanya bukan demikian, tetapi ia ingin mendengar apa yang akan
dikatakan Josie. Josephine Turner tidak ragu-ragu dalam memberikan jawabannya. Katanya,
"Tidak, tidak. Bukan saya yang melaporkannya."
"Mengapa tidak, Nona Turner?"
Mata Josie menatap mata Melchett dengan jujur.
Katanya, "Anda pun tidak akan berbuat demikian seandainya Anda berada di
tempat saya!" "Anda beranggapan demikian?"
Josie berkata, "Saya harus memikirkan pekerjaan saya. Satu hal yang tidak
dikehendaki pihak hotel adalah skandal - terutama apa saja yang mungkin akan
menyebabkan kedatangan polisi ke sana. Saya tidak menduga bahwa Ruby telah
mendapat kecelakaan. Sedikit pun tidak! Saya pikir dia hanya sedang terpikat
oleh salah satu pemuda. Saya pikir nanti toh dia akan muncul - dan apabila ia muncul,
saya akan mendampratnya habis-habisan! Gadis-gadis yang berusia delapan
belasan begitu bodohnya."
Melchett berpura-pura membaca kembali catatannya.
"Ah, ya, saya lihat di sini yang melaporkan ke polisi seorang yang bernama Tuan
Jefferson. Apakah dia salah seorang tamu yang menginap di hotel itu?"
Josephine Turner menjawab dengan pendek,
"Ya." Kolonel Melchett bertanya, "Mengapa Tuan Jefferson ini yang melaporkan?"
Josie sedang mengusap-usap ujung lengan jaketnya. Sikapnya agak tegang. Lagilagi
Kolonel Melchett merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan. Kata Josie
dengan murung, "Dia cacat. Dia - dia mudah kuatir, karena cacatnya itulah,
maksud saya." Melchett tidak melanjutkan topik pembicaraan ini.
"Siapakah pemuda yang Anda lihat terakhir sedang berdansa dengan saudara
sepupu Anda?" "Namanya Bartlett. Dia sudah menginap di hotel itu selama sepuluh hari."
"Apakah hubungan mereka amat akrab?"
"Tidak akrab betul, menurut saya. Sejauh apa yang saya ketahui."
Lagi-lagi terdengar nada amarah dalam suara Josie.
"Apakah pemuda itu?"
"Katanya setelah mereka berdansa. Ruby naik ke kamarnya untuk memperbarui
dandanannya." "Apakah saat itu Ruby juga menukar pakaiannya?"
"Saya kira begitu."
"Dan itu hal terakhir tentang sepupu Anda yang Anda ketahui" Setelah itu sepupu
Anda semata-" "Lenyap," kata Josie. "Ya, tepat."
"Apakah Nona Keene mengenal seseorang di St. Mary Mead" Atau di sekitar
daerah itu?" "Saya tidak tahu. Mungkin saja. Anda harus mengerti, ada banyak pemuda yang
datang ke Danemouth ke Hotel Majestic dari daerah-daerah sekitarnya. Saya tidak
akan tahu di mana tempat tinggal mereka satu per satu kecuali kalau mereka
kebetulan menyebutkannya."
"Pernahkah Anda mendengar saudara sepupu Anda menyebut Gossington?"
"Gossington?" Josie tampaknya benar-benar keheranan.
"Gossington Hall."
Josie menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak pernah mendengar nama itu." Nadanya meyakinkan. Juga mengandung
rasa ingin tahu pula. "Gossington Hall," kata Kolonel Melchett menjelaskan.
"Di situlah mayat itu ditemukan."
"Gossington Hall?" Josephine menatapnya. "Aneh sekali!"
Pikir Melchett dalam hati, " 'Aneh' memang kata yang tepat untuk
menggambarkannya!" Kepada Josie ia berkata, "Apakah Anda mengenal seorang
Kolonel atau Nyonya Bantry?"
Lagi-lagi Josie menggelengkan kepalanya.
"Atau seorang Tuan Basil Blake?" Josie mengernyitkan dahinya sedikit.
"Saya kira saya pernah mendengar nama itu. Ya, saya merasa pasti saya pernah
mendengarnya -tetapi saya tidak ingat apa-apa mengenai orang ini."
Inspektur Slack yang selalu sibuk, menyelipkan secarik kertas yang disobeknya
dari buku notesnya kepada atasannya. Di atasnya tertulis, "Kolonel Bantry minggu
lalu pernah makan malam di Majestic"
Melchett menengadah dan menatap mata Inspektur Slack. Kepala Polisi Melchett
merona pipinya. Slack petugas yang rajin dan bersemangat, tetapi Melchett amat
tidak menyukainya. Tetapi ia tidak dapat mengabaikan tantangan ini. Si Inspektur
pada saat ini sedang memojokkan dirinya dengan menuduhnya main pilih kasih,
melindungi kelompoknya sendiri-teman-teman lamanya yang pernah menjadi
bekas teman satu sekolah.
Kolonel Melchett berpaling kepada Josie.
"Nona Turner, kalau Anda tidak keberatan, saya ingin sekali meminta Anda
menemani saya ke Gossington Hall."
Tanpa menunggu jawaban Josie yang menyatakan kesediaannya, mata Melchett
yang dingin dan menantang bertemu dengan mata Slack.
BAB EMPAT Pagi ini di St. Mary Mead adalah pagi yang menegangkan, suatu keadaan yang
sudah lama tak pernah terjadi di dusun ini.
Nona Wetherby, seorang perawan tua yang suka turut campur dalam urusan orang
lain dan bermulut tajam, adalah orang yang pertama menyebarkan berita yang
beracun ini. Ia mampir ke rumah teman dan tetangganya, Nona Hartnell.
"Maafkan, kali ini aku datang begitu pagi, tetapi aku pikir barangkali kau belum
mendengar beritanya?"
"Berita apa?" desak Nona Hartnell. Nona Hartnell mempunyai suara rendah yang
dalam serta kebiasaan suka mengunjungi orang-orang miskin tanpa mengenal lelah
meskipun orang-orang miskin ini berusaha keras untuk mengelakkan
kedatangannya. "Mengenai mayat yang ditemukan di perpustakaan Kolonel Bantry - mayat seorang
wanita -" "Di perpustakaan Kolonel Bantry?"
"Ya. Apakah itu tidak menyeramkan?"
"Istrinya yang malang." Nona Hartnell berusaha menutupi kegirangan hatinya
mendengar berita sensasi ini.
"Ya, memang. Aku kira ia sama sekali tidak mengetahui siapa gerangan gadis itu."
Nona Hartnell mengemukakan pendapatnya tentang apa yang dianggapnya salah,
"Ia juga terlalu banyak memikirkan kebunnya dan kurang memperhatikan
suaminya. Seorang istri selalu harus mengawasi suaminya - selalu - setiap
waktu," ulang Nona Hartnell dengan getol.
"Aku tahu. Aku tahu. Ini benar-benar amat menyedihkan."
"Kira-kira apa ya yang akan dikatakan Jane Marple" Apakah kaukira Jane sudah
mengetahui soal ini" Ia begitu ahli dalam hal-hal demikian."
"Jane Marple sudah pergi ke Gossington."
"Apa" Sepagi ini?"
"Pagi sekali tadi. Sebelum waktu sarapan."
"Ah, masa! Sampai sedemikian! Nah, maksudku itu sudah keterlaluan. Kita semua
sudah mengetahui bahwa Jane memang suka turut campur dalam urusan orang lain
- tetapi tindakannya kali ini, wah, itu namanya kurang tahu etiket!"
"Oh, tetapi Nyonya Bantry sendiri yang memintanya datang."
"Nyonya Bantry yang memintanya datang?"
"Yah, mobil Nyonya Bantry yang datang menjemputnya - dikemudikan oleh si
Muswell." "Astaga! Aneh benar..."
Mereka terdiam beberapa detik lamanya, masing-masing memikirkan berita itu.
"Mayat siapa itu?" tanya Nona Hartnell.
"Tahukah kau wanita jahat yang datang kemari bersama Basil Blake?"
"Oh, wanita yang berambut pirang semiran itu?" Nona Hartnell masih sedikit
ketinggalan zaman. Dia masih belum mengenal istilah pirang keperakan, yang
diketahuinya cuma pirang semiran. "Yang suka berbaring di kebun dalam keadaan
hampir bugil itu?" "Ya. Dan sekarang dia mati terkapar - di atas permadani di depan tempat perapian
mati tercekik!" "Tetapi apa yang kaumaksudkan itu - di Gossington?"
Nona Wetherby mengangguk dengan gerakan yang tak dapat disalahartikan lagi.
"Kalau begitu - Kolonel Bantry juga -?"
Lagi-lagi Nona Wetherby mengangguk.
"Oh!" Hening sebentar sementara kedua wanita ini mencernakan skandal dusun yang
baru ini. "Betapa jahatnya wanita itu!" seru Nona Hartnell seakan-akan ada yang
menyinggung perasaannya. "Memang, memang dia gadis tak bermoral,"
"Sedangkan Kolonel Bantry - begitu pendiam -"
Nona Wetherby berkata dengan bersemangat, "Justru yang pendiam-pendiam
demikian itulah terkadang malah orang yang terburuk. Jane Marple selalu berkata
begitu." Nyonya Price Ridley orang yang terakhir mendengar berita itu.
Nyonya Ridley, seorang janda kaya yang bersikap diktatorial, mempunyai sebuah
rumah besar yang letaknya berdampingan dengan rumah tinggal keluarga Pak
Pendeta. Yang membawa berita tersebut kepada Nyonya Ridley, si Clara,
pelayannya yang kecil. "Seorang wanita, katamu, Clara" Ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di atas
permadani di depan tempat perapian Kolonel Bantry?"
"Iya, Nyonya. Dan kata mereka, Nyonya, wanita ini sama sekali tidak mengenakan
apa-apa, Nyonya, selembar benang pun tidak!"
"Hus, Clara. Tidak perlu kauceritakan sampai ke hal yang sekecil-kecilnya."
"Ya, Nyonya. Dan kata mereka, Nyonya, mulanya mereka mengira itu teman
wanita Tuan Blake-yang datang ke dusun kita melewatkan akhir pekan bersamanya
di rumah Tuan Booker yang baru. Tetapi kata mereka sekarang, wanita itu wanita
lain. Dan kata pemuda yang bekerja di toko ikan itu, katanya ia tidak pernah
menduga hal yang demikian dari Kolonel Bantry-yang setiap hari Minggu selalu
mengedarkan piring persembahan di gereja."
"Di dunia ini banyak kejahatan, Clara," kata Nyonya Price Ridley. "Biarlah hal
ini menjadi peringatan bagimu."
"Ya, Nyonya. Ibu saya tidak akan pernah mengizinkan saya bekerja di rumah yang
ada juragan laki lakinya."
"Cukup, Clara," kata Nyonya Price Ridley.
Dari rumah Nyonya Price Ridley ke rumah Pak Pendeta jaraknya hanya sedepa
saja. Nyonya Price Ridley beruntung menemukan Pak Pendeta sedang duduk di kamar
bacanya. Pak Pendeta, seorang laki-laki separuh baya, penyabar, dan lemah lembut, dan
juga selalu orang yang paling akhir mendengar berita tentang sesuatu.
"Peristiwa ini demikian memalukannya," kata Nyonya Price Ridley, terengahengah
sedikit karena ia telah bergegas-gegas datang. "Saya merasa perlu minta
nasihat Anda, petunjuk Anda mengenai hal ini, Pak Pendeta yang baik."
Tuan Clement memandang tamunya dengan agak ketakutan. Katanya, "Apakah
telah terjadi sesuatu?"
"Apakah telah terjadi sesuatu?" Nyonya Price Ridley mengulangi pertanyaan itu
secara dramatis. "Skandal yang paling parah! Tak seorang pun dari kami yang tahu
latar belakangnya. Seorang wanita yang tidak bermoral, telanjang bulat, mati
tercekik di atas permadani Kolonel Bantry."
Pak Pendeta memandang tamunya dengan bengong. Katanya, "Apakah - apakah
Anda tidak sakit?" "Tidak heran kalau Anda tidak percaya! Saya sendiri pun tidak percaya ketika
pertama kali mendengar berita ini. Begitu munafiknya orang itu! Selama
bertahuntahun ini seakan-akan dia orang yang terhormat!"
"Tolong, ceritakanlah apa sebetulnya yang Anda bicarakan ini."
Nyonya Price Ridley terjun ke dalam suatu kisah yang lengkap.
Ketika selesai, Tuan Clement berkata dengan lemah lembut, "Tetapi tidak ada
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukti sedikit pun, bukan, yang menunjukkan bahwa Kolonel Bantry terlibat dalam
masalah ini?" "Oh, Pak Pendeta yang baik. Anda begitu tidak mengenal seluk beluknya dunia
yang jahat ini. Tetapi saya harus memberitahukannya kepada Anda. Hari Kamis
lalu - ataukah itu Kamis minggu sebelum nya" Nah, itu tidak menjadi soal - pada
waktu itu saya akan pergi ke London naik kereta api pagi yang murah taripnya.
Kolonel Bantry juga duduk di gerbong yang sama. Pada waktu itu saya
berpendapat bahwa ia kelihatannya banyak melamun terus. Dan hampir seharian
penuh itu ia menyembunyikan wajahnya di balik surat kabar The Times. Anda
tahu, seakan-akan dia menghindari percakapan dengan saya."
Pak Pendeta mengangguk dengan penuh pengertian dan mungkin juga dengan
sedikit rasa kasihan kepada nasib Kolonel Bantry yang kebetulan duduk segerbong
bersama Nyonya Price Ridley.
"Di Paddington kami berpisah Dia menawarkan memanggil taksi untuk saya, tetapi
saya telah merencanakan naik bis sampai ke jalan Oxford - ia sendiri naik taksi
dan saya mendengar dengan jelas ke mana ia menginstruksikan si supir taksi itu untuk
mengantarkannya - ke mana Anda kira?"
Tuan Clement memandangnya dengan penuh pertanyaan.
"Ke suatu alamat di St. John's Wood!"
Nyonya Price Ridley berhenti dengan penuh rasa bangga.
Sebaliknya Pak Pendeta masih belum bisa menangkap makna pembicaraannya.
"Itu, menurut saya," kata Nyonya Price Ridley, "membuktikan keterlibatannya."
Di Gossington, Nyonya Bantry dan Nona Marple sedang duduk di kamar tamu.
"Kau tahu," kata Nyonya Bantry. "Aku merasa lega setelah mereka membawa
mayatnya pergi. Rasanya tidak enak kalau di dalam rumah ada mayatnya."
Nona Marple mengangguk. "Aku tahu, Dolly. Aku tahu persis bagaimana perasaanmu."
"Kau tidak mungkin bisa tahu persis," kata Nyonya Bantry, "sebelum kau sendiri
mengalaminya. Aku ingat tetanggamu pernah mengalaminya satu kali, tetapi itu
tidak sama seperti apabila peristiwa itu terjadi di dalam rumahmu sendiri. Aku
sekarang cuma bisa berharap," katanya melanjutkan, "bahwa Arthur tidak akan
enggan memakai kamar perpustakaan itu setelah peristiwa ini. Kami tadinya sering
sekali duduk-duduk di sana. Apa yang sedang kaukerjakan, Jane?"
Nona Marple yang sedang melirik arlojinya bangkit berdiri dari duduknya.
"Nah, aku pikir aku pulang dulu. Kalau sudah tidak ada apa-apa lagi yang dapat
aku bantu." "Jangan pergi dulu," kata Nyonya Bantry. "Orang-orang yang mengambil sidik jari
dan memotret, dan sebagian besar dari petugas polisinya sudah pergi semuanya,
aku tahu. Tetapi aku masih merasa ada sesuatu yang akan terjadi lagi. Kau tidak
mau kelewatan kesempatan itu, bukan?"
Telepon berdering dan Nyonya Bantry bangkit untuk menjawabnya. Ia kembali
sambil tertawa lebar. "Sudah kukatakan bahwa masih ada hal-hal lain yang akan terjadi. Itu tadi
Kolonel Melchett. Dia akan membawa saudara sepupu gadis yang malang itu kemari."
"Untuk apa?" tanya Nona Marple.
"Oh, kukira sekadar untuk melihat tempat kejadiannya, dan lain-lain."
"Tentunya lebih daripada itu, aku kira," kata Nona Marple.
"Apa maksudmu, Jane?"
"Nah, barangkali - aku pikir - dia membawa gadis itu kemari untuk dipertemukan
dengan Kolonel Bantry."
Nyonya Bantry berkata dengan ketus,
"Untuk melihat apakah gadis itu mengenal Arthur" Barangkali - oh, ya, barangkali
mereka mencurigai Arthur."
"Aku kira begitu."
"Seakan akan Arthur memang terlibat saja!"
Nona Marple tidak berkata apa-apa. Nyonya Bantry memandang temannya dengan
mata menuduh. "Dan jangan menyitir soal si jenderal tua Henderson - atau entah siapa itu yang
ada main dengan gadis pelayannya - Arthur sama sekali tidak seperti itu."
"Oh, tidak, tidak, tentu saja tidak."
"Iya, dan Arthur memang benar-benar tidak demikian. Dia hanya - terkadang agak terpesona melihat gadisgadis cantik yang datang untuk bermain tenis. Kau
sendiri tahu bagaimana - Arthur menjadi agak dungu dan salah tingkah, tetapi itu
kan tidak apa-apa" Apa sih jeleknya" Toh," kata Nyonya Bantry menyudahi
kalimatnya dengan nada yang tidak meyakinkan, "yang punya kebun kan aku."
Nona Marple tersenyum. "Kau tidak perlu kuatir, Dolly," katanya.
"Tidak. Aku tidak ingin kuwatir. Yah, tetapi bagaimanapun juga ketakutan itu ada
juga sedikit di dalam hatiku. Begitupun Arthur Peristiwa ini telah mengganggu
ketentramannya. Begitu banyak petugas petugas polisi yang berkeliaran di
manamana. Arthur sampai harus mencari ketenangan di peternakan kami. Memandangi
babi-babinya selalu dapat menenangkan hatinya apabila ia sedang jengkel. Hai,
itu mereka." Mobil Pak Kepala Polisi berhenti di luar.
Kolonel Melchett masuk diiringi oleh seorang wanita muda yang keren
pakaiannya. "Ini Nona Turner, Nyonya Bantry. Saudara sepupu - eh - korban."
"Apa kabar?" kata Nyonya Bantry mendekati sambil mengulurkan tangannya.
"Semuanya ini tentunya berat bagi Anda."
Josephine Turner berkata dengan jujur, "Oh, memang. Semuanya ini serasa seperti
mimpi. Seperti mimpi buruk."
Nyonya Bantry memperkenalkan Nona Marple.
Melchett berkata dengan santai, "Suami Anda ada?"
"Dia harus pergi ke salah satu peternakan kami. Dia akan kembali sebentar lagi."
"Oh -" Melchett tampaknya agak kecewa.
Kata Nyonya Bantry kepada Josie, "Apakah Anda ingin melihat di mana - di mana
itu terjadi" Atau lebih baik tidak?"
Josephine berkata setelah berpikir sebentar, "Saya kira saya ingin melihatnya."
Nyonya Bantry membawanya ke perpustakaannya sementara Nona Marple dan
Melchett mengikuti di belakangnya.
"Ia tergolek di sana," kata Nyonya Bantry sambil menunjuk secara dramatis, "di
atas permadani di depan tempat perapian."
"Oh!" Josie bergidik. Wajahnya tampak bingung. Katanya sambil mengernyitkan
dahinya, "Saya benar-benar tidak bisa mengerti! Saya tidak bisa mengerti!"
"Nah, apalagi kami" kata Nyonya Bantry.
Josie berkata dengan perlahan,
"Tempat ini bukanlah macam tempat yang-" dia tidak melanjutkannya.
Nona Marple menganggukkan kepalanya dengan lembut, menyetujui kalimat yang
tidak selesai diucapkan itu.
"Hal inilah," gumamnya, "yang membuat kejadian ini menjadi begitu menarik."
"Ayolah, Nona Marple," kata Kolonel Melchett dengan ramah. "Tidakkah Anda
mempunyai jawaban untuk masalah ini?"
"Oh, ya, saya punya jawabannya," kata Nona Marple.
"Jawaban yang masuk akal pula. Namun demikian itu baru sekadar ide saya
sendiri. Tommy Bond," lanjutnya, "dan Nyonya Martin, kepala sekolah dusun
kami yang baru. Ia pergi memutar loncengnya, dan seekor katak melompat keluar."
Josephine Turner tampak bengong. Sementara mereka semua meninggalkan kamar
itu, ia berbisik kepada Nyonya Bantry, "Apakah nona tua itu agak tidak beres
otaknya?" "Sama sekali tidak," kata Nyonya Bantry tersinggung.
Josie berkata, "Maafkan, saya pikir tadi ia menganggap dirinya adalah seekor
katak atau apa." Kolonel Bantry baru saja masuk lewat pintu samping.
Melchett melambaikan tangannya dan memperhatikan wajah Josephine Turner
ketika ia memperkenalkan mereka berdua. Tetapi pada wajah wanita itu Melchett
tidak melihat tanda-tanda perhatian maupun pengenalan. Melchett bernapas lega.
Persetan si Slack dengan sindirannya!
Sebagai jawaban kepada pertanyaan Nyonya Bantry, Josie mengisahkan tentang
menghilangnya Ruby Keene.
"Tentunya membuat Anda sangat kuatir," kata Nyonya Bantry.
"Saya lebih banyak merasa marah daripada kuatir," kata Josie. "Anda mengerti,
pada saat itu saya tidak mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi padanya."
"Namun demikian," kata Nona Marple, "Anda pergi melapor ke polisi. Apakah itu
tidak - maafkan kelancangan saya - agak terlalu dini?"
Josie berkata dengan getol, "Oh, tetapi bukan saya yang melaporkannya. Yang
melapor adalah Tuan Jefferson -"
Kata Nyonya Bantry, "Jefferson?"
"Ya, ia cacat."
"Bukan Conway Jefferson" Ah, saya mengenalnya dengan baik. Dia teman lama
kami. Arthur, dengarkan - Conway Jefferson. Dia menginap di Hotel Majestic dan
dialah yang melaporkan menghilangnya gadis ini kepada polisi! Bukankah itu
suatu kebetulan?" Josephine Turner berkata, "Tuan Jefferson juga menginap di sini musim panas
tahun lalu." "Masa! Dan kami tidak pernah tahu. Saya sudah lama tidak bertemu dengannya."
Ia berpaling kepada Josie. "Bagaimanakah - bagaimanakah dia sekarang?"
Josie mempertimbangkan. "Saya pikir dia orang yang baik sekali - betul, baik sekali. Maksud saya dengan
kondisinya seperti ini, ia masih selalu cerah dan suka bergurau."
"Apakah keluarganya juga datang bersamanya?"
"Tuan Gaskell, maksud Anda" Dan Nyonya Jefferson yang muda" Dan Peter" Oh,
iya." Ada sesuatu yang aneh dalam sikap Josephine Turner yang biasanya
menyenangkan dan terbuka. Ketika ia menceritakan tentang keluarga Jefferson,
nada suaranya berubah dan kedengaran agak janggal.
Kata Nyonya Bantry, "Mereka berdua orang-orang yang menyenangkan, bukan"
Menantu-menantunya itu, maksud saya."
Suara Josie terdengar agak ragu-ragu,
"Oh, ya - ya, betul. Saya-kami - ya, memang, sebenarnya."
"Dan apa," kata Nyonya Bantry ingin tahu sementara matanya mengikuti mobil
Pak Kepala Polisi yang meninggalkan tempat itu, "yang dimaksudkannya dengan
kalimat itu: 'Memang, sebenarnya.' Tidakkah kaupikir, Jane, bahwa ada sesuatu-"
Nona Marple memberikan pandangannya dengan senang hati. "Oh, iya - memang
pasti ada sesuatu. Tak mungkin salah! Sikapnya langsung berubah ketika nama
keluarga Jefferson disebutkan. Sebelumnya wanita itu kelihatannya tenang-tenang
saja." "Tetapi menurut kamu, itu apa, Jane?"
"Nah, Dolly, kau yang mengenal mereka. Aku hanya bisa merasakan bahwa ada
sesuatu, seperti katamu sendiri, yang membuat wanita muda tadi gugup. Suatu hal
lain lagi, apakah tadi kauperhatikan bahwa ketika kau bertanya kepadanya apakah
dia tidak merasa kuatir dengan tidak munculnya saudara sepupunya, ia malah
menjawab bahwa perasaan yang ada itu marah dan bukannya kuatir" Dan ekspresi
wajahnya langsung menjadi garang - benar-benar garang! Kepadaku itu tampaknya
hal yang amat menarik, kau tahu " Barangkali aku salah - tetapi aku menduga
kemarahannya itu perasaan utamanya yang timbul akibat kematian gadis ini. Josie
tidak menyayangi gadis yang mati ini, aku merasa pasti akan hal itu. Ia sama
sekali tidak kelihatan berduka. Tetapi aku yakin, setiap kali ia teringat akan gadis
ini, si Ruby Keene, ia menjadi marah. Sekarang pertanyaannya yang menarik adalah
mengapa?" "Kita akan mencari jawabannya!" kata Nyonya Bantry. "Kita pergi ke Danemouth
dan menginap di Hotel Majestic - ya, Jane, kau juga ikut. Aku membutuhkan
pergantian suasana untuk menenangkan hatiku setelah apa yang terjadi di sini.
Beberapa hari berlibur di Hotel Majestic - itulah yang kita butuhkan. Dan kau
dapat bertemu dengan Conway Jefferson. Dia menyenangkan -orang yang benarbenar
baik. Kisahnya amat menyedihkan, sangat menyedihkan. Dia mempunyai
seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, kedua-duanya amat
dicintainya. Mereka sudah sama-sama menikah, namun mereka masih sering
berkumpul di rumahnya. Istrinya juga wanita yang amat baik hati, dan Conway
amat menyayanginya. Pada suatu hari mereka sedang dalam perjalanan pulang dari
Prancis, dan pesawat terbang yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan.
Mereka semuanya terbunuh: pilotnya, Nyonya Jefferson, Rosamund, dan Frank.
Kedua kaki Conway sedemikian parah cederanya sehingga harus diamputasi.
Namun sikapnya demikian menakjubkan - semangatnya, keberaniannya! Tadinya
Conway seorang yang mempunyai banyak kegiatan, dan sekarang tiba-tiba ia
cacat, tidak berdaya. Namun dia tidak pernah mengeluh. Istri anaknya tinggal
bersamanya - ia sendiri seorang janda ketika menikah dengan Frank Jefferson, dan
wanita ini mempunyai seorang anak laki-laki dari perkawinannya yang pertama
seorang anak yang bernama Peter Carmody. Mereka berdua, anak dan ibu, tinggal
bersama Conway. Dan Mark Gaskell, suami Rosamund, juga melewatkan sebagian
besar dari waktunya di rumah Conway. Peristiwa itu benar-benar merupakan
tragedi yang amat menyedihkan."
"Dan sekarang," kata Nona Marple, "ada tragedi yang lain lagi -"
Kata Nyonya Bantry, "Oh, ya - ya - tetapi ini tidak ada hubungannya dengan
keluarga Jefferson."
"Tidak?" kata Nona Marple. "Justru Tuan Jefferson-lah yang melaporkan kasusnya
kepada polisi." "Ya, itu memang betul... kau tahu, Jane, itu juga hal yang aneh..."
BAB LIMA Kolonel Melchett sedang menghadapi seorang pimpinan hotel yang sangat jengkel
hatinya. Kali ini Melchett ditemani oleh Kepala Inspektur Harper dari kepolisian
Glenshire dan Inspektur Slack yang tak pernah absen - yang terakhir disebutkan
ini merasa agak dongkol karena atasannya, Pak Kepala Polisi Melchett bersikeras
mengambil alih pengusutan kasus ini sendiri.
Kepala Inspektur Harper lebih cenderung bersikap memberikan simpati kepada
Tuan Prestcott, yang tampaknya seperti orang yang hampir akan menangis sedangkan
Kolonel Melchett lebih cenderung bersikap tegas tanpa tedeng alingaling.
"Sesal kemudian tidak berguna," katanya tanpa rasa iba. "Seorang gadis sudah
mati - mati dicekik. Anda sudah beruntung dia tidak dicekik di hotel Anda ini,
sehingga pengusutannya sekarang jatuh di kawasan wewenang dusun yang lain, yang mana
amat meringankan keterlibatan hotel Anda. Namun demikian, pengusutan tertentu
masih harus dilaksanakan di sini, dan lebih cepat kami menyelesaikannya, lebih
baik. Anda boleh percaya bahwa kami akan melakukannya dengan hati-hati dan
bijaksana. Jadi sekarang, sebaiknya Anda tidak berbelit-belit dan bekerja sama
dengan kami. Sebenarnya, apa saja yang Anda ketahui tentang gadis itu?"
"Saya tidak tahu apa-apa mengenainya - sama sekali tidak. Josie yang
membawanya kemari." "Josie sudah lama bekerja di sini?"
"Dua tahun - tidak, tiga tahun."
"Dan Anda menyukainya?"
"Ya, Josie wanita yang baik - wataknya sabar. Kompeten. Dia mudah bergaul, dan
pandai melicinkan perbedaan-perbedaan pendapat yang timbul antara para tamu Anda
tahu, bridge permainan yang mudah menimbulkan pertengkaran -"
Kolonel Melchett mengangguk tanda mengerti. Istrinya sendiri seorang penggemar
bridge, namun dia tidak dapat bermain dengan baik.
TuanPrestcott melanjutkan, "Josie pandai sekali menenangkan orang-orang yang
mulai marah-marah. Dia dapat menangani orang dengan diplomatis - yah, secara
ceria tetapi tegas, mengertikah Anda apa yang saya maksudkan?"
Lagi-lagi Melchett mengangguk. Sekarang dia tahu, Nona Josephine Turner
membuatnya teringat kepada seorang guru anak-anak, meskipun pakaian dan tata
riasnya tidak mirip seorang guru.
"Saya mengandalkannya," lanjut Tuan Prestcott. Sikapnya berubah sedih.
"Mengapa ia berlompatan dan bermain di atas batu-batu yang licin dengan cara
yang gegabah itu" Kami di sini mempunyai sebuah pantai yang indah. Mengapa ia
tidak mau berenang saja di sana" Sebaliknya ia sampai terpeleset, jatuh, dan
kakinya terkilir. Mengapa hal-hal begini bisa terjadi pada saya" Saya
membayarnya untuk berdansa dan bermain bridge dan membuat orang-orang di
sini bergembira dan terhibur-bukan untuk berenang di batu-batu sehingga
mencederakan kakinya. Orang yang menari harus berhati-hati menjaga
pergelangan kakinya - tidak mengambil risiko yang konyol. Saya merasa jengkel
karena perbuatannya. Hal demikian merugikan kepentingan hotel."
Mayat Misterius The Clocks Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melchett memotong pendek pidato Prestcott.
"Lalu dia mengusulkan gadis ini - saudara sepupunya - untuk datang kemari?"
Prestcott mengiyakan dengan berat hati.
"Itu betul. Pada waktu itu usul ini rasanya suatu ide yang bagus. Ketahuilah,
saya tidak berniat mengeluarkan uang ekstra. Gadis itu boleh makan dan tidur di sini;
tetapi gajinya harus diaturnya sendiri antara Josie dengan dia. Begitulah
perjanjiannya. Saya tidak tahu apa-apa mengenai gadis ini."
"Tetapi kemudian ternyata ia memuaskan?"
"Oh, ya, tidak ada yang mengeluh mengenainya -paling tidak, dalam hal
penampilannya ia cukup memuaskan. Ia masih muda sekali, tentunya - dan
gayanya agak kampungan barangkali, untuk tingkatan hotel semacam ini. Tetapi
sikapnya baik -pendiam dan sopan santun. Dia dapat menari dengan baik pula.
Orang-orang menyukainya."
"Cantik?" Ini sesuatu yang sulit untuk ditentukan Melchett kalau hanya melihat wajah mayat
yang telah membengkak biru.
Prestcott mempertimbangkan.
"Lumayan. Wajahnya agak kecil, seperti tikus, kalau Anda mengerti maksud saya.
Tanpa berdandan, dia tidak akan kelihatan menarik. Tetapi dengan dandanannya, ia
berhasil tampil sebagai gadis yang cukup menarik."
"Apakah banyak pemuda yang suka mendekatinya?"
"Saya mengerti apa yang kira-kira sedang Anda tuju, Pak," Tuan Prestcott menjadi
tegang. "Saya sendiri tidak pernah melihat apa apa. Tidak pernah ada yang luar
biasa atau menyolok. Satu atau dua pemuda pernah mendekatinya - tetapi ia
menghadapi mereka hanya sebagai bagian dari tugasnya saja. Tidak ada yang
sampai perlu mencekiknya, saya kira. ia juga pandai bergaul dengan orang-orang
yang lebih tua - suka mengoceh - seperti anak-anak saja, kalau Anda mengerti apa
yang saya maksudkan. Sikap demikian ini menyenangkan orang-orang yang sudah
berumur." Kata Kepala Inspektur Harper dengan suara yang dalam dan melankolis,
"Umpamanya dengan Tuan Jefferson?"
Pimpinan hotel itu mengiyakan.
"Ya, Tuan Jefferson adalah salah satu dari mereka yang terpikirkan oleh saya
sekarang. Gadis ini sering duduk-duduk bersamanya dan bersama keluarganya.
Kadang-kadang Tuan Jefferson mengajaknya jalan-jalan naik mobil. Tuan
Jefferson amat menyenangi orang-orang yang masih muda dan dia bersikap baik
sekali terhadap mereka. Tuan-tuan jangan salah mengerti. Tuan Jefferson adalah
seorang yang cacat kaki; ia tidak dapat keliling ke mana-mana, hanya sejauh yang
Betina Dari Neraka 1 Pendekar Rajawali Sakti 206 Pangeran Impian Wasiat Sang Ratu 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama