Ceritasilat Novel Online

Misteri Karibia 3

Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie Bagian 3


tidak sama." "Saya dengar bahwa kesehatan Ny. Kendal ini tidak begitu baik pada akhir-akhir
ini." "Tapi dia tampaknya sehat... mungkin hanya sedikit lelah. Karena sudah tentu
untuk mengurus perusahaan seperti ini banyak menemui kesulitan, sedangkan dia
sama sekali belum mempunyai pengalaman. Jadi selayaknya kalau dia adakalanya
dalam keadaan bingung."
"Bingung?" Weston mengulangi perkataan itu. "Begitukah caranya Anda
menggambarkannya?" "Mungkin adalah perkataan yang kuno, akan tetapi nilainya masih tetap sama
dengan istilah-istilah modern, yang sekarang ini biasa kita gunakan untuk segala
hal... seperti misalnya, sakit empedu kita sebut 'infeksi Virus'... kesulitankesulitan kecil dalam kehidupan sehari-hari kita sebut 'gangguan syaraf'."
Senyumnya membuat Weston merasa seperti sedang ditertawakan. Dia berpikir, bahwa
Evelyn adalah seorang wanita yang pintar. Dia melihat kepada Daventry, yang
wajahnya tidak berobah, dan dia ingin tahu apa yang sedang dipikirkannya.
"Terima kasih, Ny. Hillingdon," kata Weston.
III "Kami tidak bermaksud untuk menyulitkan Anda, Ny. Kendal. Akan tetapi kami
sangat memerlukan keterangan Anda, bagaimana Anda menemukan gadis itu. Dr.
Graham berkata bahwa Anda cukup sehat untuk berbicara mengenai itu sekarang."
"Ya," kata Molly. "Saya sebetulnya benar-benar sudah baik kembali." Molly
tersenyum agak gugup kepada mereka. "Saya hanya shock... kejadian itu agak
mengerikan." "Ya, tentunya mengerikan... saya mendengar bahwa Anda jalan-jalan sesudah makan
malam." "Ya betul. Itu sering saya lakukan."
Daventry memperhatikan bahwa mata Molly melihat ke arah lain, dan, jari-jari
tangannya yang sedang saling berkait kemudian terlepas.
"Ny. Kendal, kira-kira itu pukul berapa?" tanya Weston.
"Saya tidak tahu... kami tidak terlalu memperhatikan waktu."
"Apakah saat itu band masih main?"
"Ya... saya pikir begitu... saya benar-benar tidak ingat lagi."
"Ketika itu Anda jalan-jalan... melalui jalan mana?"
"Oo... melalui jalan dari arah pantai."
"Ke kiri atau ke kanan?"
"Oh, pertama melalui jalan satunya... dan kemudian yang lainnya. Saya... saya...
benar-benar tidak memperhatikannya."
"Mengapa Anda tidak memperhatikannya, Ny. Kendal?"
Molly mengerutkan keningnya.
"Saya kira, karena saya sedang... memikirkan soal-soal lain."
"Apakah sedang memikirkan sesuatu yang khusus?"
"Tidak, bukan sesuatu yang khusus... hanya hal-hal kecil yang harus
dikerjakan... dan diawasi di hotel." Lagi-lagi Molly mempermainkan jari-jari
tangannya. "Dan kemudian... saya melihat sesuatu yang putih... di dalam semaksemak kembang sepatu... saya ingin mengetahui... apakah itu. Saya berhenti
dan... menarik...." Dia menelan sudah dan kelihatan gelisah. "... Ternyata...
timbunan putih ini... adalah Victoria... saya lalu berusaha menegakkan
kepalanya... saya lalu berdiri... ada darah... darah... di kedua tangan saya."
Molly melihat kepada mereka dan mengulanginya dengan heran, seperti ingin
mengingatkan kembali sesuatu yang tidak mungkin,
"Darah... ada darah di kedua tangan saya."
"Ya... ya... itu suatu pengalaman yang menakutkan. Anda tak usah menceritakan
lagi bagian itu kepada kami... Menurut perkiraan Anda, berapa lamanya Anda sudah
berjalan-jalan ketika kemudian menemukan dia...?"
"Saya tidak tahu... saya tidak ingat."
"Barangkali satu jam" Setengah jam" Atau lebih dari satu jam...?"
"Saya tidak tahu...." kata Molly mengulangi.
Seperti biasa Daventry bertanya dengan suaranya yang tenang,
"Apakah Anda membawa pisau, pada waktu Anda... jalan-jalan?"
"Membawa pisau?" Molly kedengarannya agak heran. "Mengapa saya membawa pisau?"
"Saya hanya menanyakan. Karena salah satu dari pegawai dapur mengatakan bahwa
Anda memegang pisau di tangan Anda, pada waktu Anda keluar dari dapur menuju ke
taman." Molly mengerutkan keningnya.
"Akan tetapi... saya tidak keluar dari dapur... Oh, mungkin yang Anda maksudkan
pada waktu lebih sore... sebelum makan malam... saya pikir... tidak begitu...."
"Anda mungkin sedang membereskan alat-alat pemotong di meja."
"Sekali-kali memang saya harus mengerjakan itu. Karena mereka sering salah
menempatkan alat-alat itu... kadang-kadang pisaunya tidak cukup... atau
kelebihan. Pasangan-pasangan yang salah dari garpu dan sendok... segala macam
seperti itu." "Apakah hal seperti itu terjadi juga pada malam yang khusus itu?"
"Mungkin begitu... sesuatu seperti itu... semua itu dikerjakan secara otomatis.
Karena itu orang tidak pernah memikirkannya atau mengingatnya lagi..."
"Jadi Anda bisa keluar dari dapur, pada malam itu, sambil membawa pisau di
tangan Anda?" "Saya pikir, saya tidak berbuat demikian.... Saya yakin tidak berbuat
demikian...." Dia menambahkan "... Tim ada di situ... dia tentu akan
mengetahuinya. Tanyakan saja pada dia."
"Apakah Anda senang pada gadis... Victoria... Apakah dia telah bekerja dengan
baik?" tanya Weston.
"Ya, dia adalah seorang gadis yang baik sekali."
"Apakah Anda sebelumnya tidak pernah bertengkar dengannya?"
"Bertengkar" Tidak."
"Pernahkah dia mengancam Anda..." Dengan cara apa pun?"
"Mengancam saya" Apakah yang Anda maksudkan?"
"Tidak, tidak mengapa.... Apakah Anda tidak mempunyai perkiraan siapa kira-kira
yang membunuhnya" Anda tidak mempunyai perkiraan sama sekali?"
"Tidak," kata Molly dengan tegas.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Ny. Kendal," katanya sambil tertawa.
"Kejadian ini sangat mengerikan, bukan?"
"Hanya itu semua?"
"Hanya itulah semuanya untuk sekarang."
Daventry membukakan pintu untuk dia dan memperhatikannya keluar dari ruangan.
"Tim seharusnya tahu," dia mengutip kata-kata itu pada waktu dia kembali ke
kursinya. "Sedangkan Tim dengan pasti mengatakan, bahwa dia tidak membawa
pisau." Weston berkata dengan suram,
"Saya kira setiap suami akan merasa terpanggil untuk mengatakan begitu."
"Sebuah pisau meja kelihatannya bukan merupakan jenis yang cocok untuk melakukan
pembunuhan." "Akan tetapi itu adalah sebuah pisau untuk bistik, Tuan Daventry, Bistik
termasuk dalam daftar makanan malam itu. Pisau untuk bistik selalu harus tajam."
"Saya benar-benar tidak dapat mempercayai, bahwa gadis yang baru saja kita ajak
bicara, adalah seorang pembunuh yang tertangkap basah, Weston."
"Bukanlah suatu keharusan untuk mempercayai itu sekarang. Mungkin Ny. Kendal
keluar ke taman sebelum makan malam, membawa sebuah pisau, yang dia ambil dari
salah satu meja. Karena hal itu sering kali dikerjakannya... dia mungkin tidak
menyadari, bahwa dia membawa pisau itu, dan kemudian dia meletakkannya di suatu
tempat... atau menjatuhkannya... Pisau itu kemudian ditemukan dan dipergunakan
oleh orang lain... saya juga berpendapat, bahwa dia tidak mungkin menjadi
seorang pembunuh." "Meskipun demikian," kata Daventry suram, "saya yakin benar, bahwa dia tidak
mengatakan semua yang diketahuinya. Sikapnya yang tidak pasti mengenai soal
waktu adalah aneh... di mana dia berada... apakah yang diperbuatnya di sana"
Sejauh ini tampaknya tidak ada seorang pun yang melihatnya dalam ruangan makan
malam itu." "Suaminya seperti biasanya ada... akan tetapi tidak demikian dengan istrinya."
"Apakah Anda mengira bahwa dia telah menemui seseorang" Barangkali... Victoria
Johnson?" "Mungkin... atau mungkin dia mengetahui siapa yang telah pergi menemui
Victoria." "Apakah Anda sedang memikirkan Gregory Dyson?"
"Kita mengetahui, bahwa dia sebelumnya telah berbicara dengan Victoria... Dia
mungkin kemudian mengatur untuk mengadakan pertemuan dengan dia lagi... Siapa
saja yang berada di teras bisa bebas bergerak, ingat ketika itu ada dansa,
minum-minum... dan orang-orang keluar-masuk bar."
"Band itu memang alibi yang baik bagi orang-orang," kata Daventry dengan muka
masam. 16 MISS MARPLE MENCARI BANTUAN
KALAU ada siapa saja di sana dan memperhatikan wanita tua yang tampaknya lemah
lembut itu, yang sedang berdiri merenungkan sesuatu di muka bungalo-nya, tentu
mereka akan berpikir bahwa perempuan tua itu tidak mempunyai pikiran lain selain
merencanakan apa yang akan dilakukannya hari itu... mungkin sedang memikirkan untuk
mengadakan suatu perjalanan ke istana Cliff atau suatu kunjungan ke Jamestown...
atau naik mobil untuk makan siang di Pelican Point... atau hanya menikmati suatu
pagi yang tenang di pantai.
Akan tetapi sebenarnya perempuan tua yang lembut itu sedang memikirkan soal
lain... dan dia berada dalam keadaan yang bersemangat sekali.
"Sesuatu harus segera dikerjakan," kata Miss Marple kepada dirinya sendiri.
Selain daripada itu dia yakin, bahwa dia tidak boleh membuang waktu lagi.... Ada
sesuatu yang sangat mendesak.
Akan tetapi, kepada siapa dia dapat mempercayakan kenyataan ini" Dia berpikir,
kalau saja waktunya cukup, dia pasti akan dapat menemukan kebenarannya sendiri.
Dia telah menemukan banyak bukti. Tetapi belum mencukupi... masih kurang. Dan
waktunya yang ada kini singkat sekali.
Dia menginsyafinya dengan pahit, bahwa di kepulauan ini dia tidak mempunyai
seorang pun kawan yang sejiwa.
Dengan perasaan menyesal dia ingat kawan-kawannya di Inggris... misalnya... Sir
Henry Clithering... dia selalu bersedia mendengarkannya dengan senang hati...
juga anak permandiannya... Dermot, walaupun kedudukannya semakin tinggi di
Scotland Yard, dia selalu bersedia untuk mempercayai, bahwa kalau suatu ketika
Miss Marple mengemukakan suatu pendapat, biasanya ada sesuatu di belakangnya.
Akan tetapi di sini" Apakah polisi pribumi yang bersuara halus itu akan
memperhatikan apa yang dianggap sangat perlu oleh seorang perempuan tua"
Bagaimana dengan Dr. Graham" Tidak, bukan dia. Karena yang diperlukan olehnya
bukan dia.... Dia orangnya terlalu halus dan ragu-ragu. Jelas bukan tipe orang
yang bisa bergerak dan bertindak cepat.
Miss Marple yang merasakan dirinya sebagai wakil yang sederhana dari Tuhan dalam
soal kebenaran, hampir-hampir berteriak dengan keras, ingin mengemukakan
keperluannya dalam kata-kata kitab suci.
"Siapa yang mau pergi untuk saya"
Siapa yang harus saya utus?"
Suara yang dapat ditangkapnya beberapa waktu kemudian, tidak segera disadarinya
sebagai jawaban atas permohonannya kepada Tuhan... Jauh dalam pikirannya, suara
itu hanya tercatat sebagai orang yang sedang memanggil anjingnya.
"Hei...." Miss Marple, yang pikirannya masih ada dalam kekalutan, tidak memperhatikan
suara itu. "Hei," Suara itu menjadi agak keras. Miss Marple dengan tidak menentu, mencoba
melihat ke sekelilingnya.
"Hei," teriak Tuan Rafiel dengan tidak sabar. Dia menambahkan... "Anda di
situ...." Miss Marple pada mulanya tidak menyadari, bahwa teriakan Tuan Rafiel "Hai,
Anda...." itu ditujukan kepadanya. Soalnya itu bukanlah cara yang biasanya
dipergunakan orang untuk memanggilnya. Miss Marple tidak menjadi marah, oleh
karena biasanya orang-orang juga tidak marah terhadap Tuan Rafiel, yang suka
berbuat seenaknya sendiri saja. Itu merupakan suatu hukum bagi dirinya sendiri
dan orang lain telah menerima itu. Miss Marple melihat, melampaui jarak antara
bungalonya dengan bungalo Tuan Rafiel. Dilihatnya Tuan Rafiel sedang duduk di
halaman terbuka dan memberi isyarat kepadanya.
"Anda memanggil saya?" Miss Marple bertanya.
"Sudah tentu saya memanggil Anda," kata Tuan Rafiel, "siapa yang Anda kira saya
panggil... kucing" Datanglah ke sini."
Miss Marple mencari tasnya, mengambilnya dan kemudian pergi mendatangi Tuan
Rafiel. "Saya tidak bisa datang ke tempat Anda, kecuali kalau ada orang yang bisa
membantu saya," kata Tuan Rafiel menjelaskan, "jadi sebaiknya kalau Anda yang
datang ke sini." "O, ya," kata Miss Marple. "Saya dapat memahami itu."
Tuan Rafiel menunjuk ke sebuah kursi yang terletak di dekatnya. "Duduklah,"
katanya, "saya ingin berbicara dengan Anda. Ada suatu kejadian yang aneh di
pulau ini." "Ya, memang demikian," kata Miss Marple menyetujui, lalu duduk di kursi yang
ditunjuk oleh Tuan Rafiel tadi. Oleh karena kebiasaan, dia segera mengeluarkan
alat-alat merajutnya. "Jangan, jangan mulai merajut lagi," kata Tuan Rafiel. "Saya tidak senang
melihat itu. Saya benci melihat perempuan yang merajut. Itu suka membuat saya
marah." Miss Marple mengembalikan alat-alatnya kembali ke dalam tasnya. Dia menurutinya
bukan karena disebabkan perasaan rendah hati yang tidak pada tempatnya,
sebaliknya sebagai orang yang menyetujui kemauan seorang pasien yang sulit.
"Ada banyak obrolan," kata Tuan Rafiel, "dan saya yakin, bahwa Anda berada di
garis depan. Anda, pendeta dan saudara perempuannya."
"Mungkin itu adalah wajar, kalau sampai ada obrolan," kata Miss Marple dengan
bersemangat, "dengan melihat keadaan."
"Gadis pribumi ini ditusuk orang. Diketemukan di semak-semak. Mungkin ini hanya
kejadian yang biasa. Laki-laki itu, dengan siapa dia hidup, mungkin menjadi
cemburu karena adanya orang lain... atau dia telah menemukan perempuan yang lain
dan Victoria menjadi cemburu, sehingga kemudian timbul cekcok di antara mereka.
Anggaplah sebagai peristiwa seks di alam tropis. Hanya soal semacam itu. Apakah
pendapat Anda?" "Tidak, bukan begitu," kata Miss Marple sambil menggelengkan kepalanya.
"Para pejabat juga tidak berpikir begitu."
"Mereka akan memberi lebih banyak keterangan kepada Anda," kata Miss Marple,
"daripada apa yang akan mereka katakan kepada saya."
"Meskipun demikian, saya berani katakan, bahwa Anda mengetahui lebih banyak
daripada saya. Karena Anda telah mendengar obrolan mereka."
"Memang demikian," kata Miss Marple.
"Anda tidak mempunyai pekerjaan lainnya, kecuali mendengarkan obrolan itu,
bukan?" "Dari obrolan itu sering didapat keterangan yang sangat berguna."
"Tahukah Anda," kata Tuan Rafiel sambil mengamatinya dengan sungguh-sungguh.
"Saya telah bersikap salah terhadap Anda. Saya tidak sering bersikap salah
terhadap seseorang. Anda ternyata berisi lebih banyak daripada perkiraan saya
semula. Semua desas-desus mengenai Mayor Palgrave dan cerita-cerita yang pernah
dia kemukakan, apakah Anda pikir, bahwa dia dibunuh?"
"Saya khawatir, bahwa memang itulah yang sebenarnya terjadi."
"Baiklah, memang itulah apa yang terjadi," kata Tuan Rafiel.
Miss Marple menarik napas dalam sekali. "Itu sudah pasti, bukan?" Miss Marple
bertanya. "Ya, sudah pasti. Saya mendengarnya dari Daventry. Saya tidak membuka rahasia,
karena hasil autopsi nantinya toh akan diumumkan juga. Anda telah mengatakan
sesuatu kepada Graham, dia pergi ke Daventry, Daventry pergi ke Administrator.
Bagian Pemeriksa Kejahatan diberi tahu dan mereka setuju, bahwa ada yang tidak
beres, oleh karena itu mereka menggali kembali si orang tua, Palgrave itu, dan
mengadakan penyelidikan atas jenazahnya."
"Dan ternyata?" tanya Miss Marple ingin tahu.
"Ternyata Palgrave telah diberi obat yang mematikan, yang namanya hanya dokter
saja yang bisa mengucapkan dengan betul. Sejauh yang dapat saya ingat,
kedengarannya seperti di-flor... hexagonal ethylcarbenzol. Itu bukan namanya
yang tepat. Akan tetapi kira-kira begitulah kedengarannya. Dokter polisi yang
mengatakan begitu, saya kira tidak seorang pun yang tahu apakah itu yang
sebenarnya. Obat itu mungkin namanya mudah saja, seperti Evipan atau Veronal
atau Easton syrup atau obat yang serupa itu. Ini adalah nama resmi, untuk
membingungkan orang awam. Bagaimanapun, menurut apa yang saya dengar, obat ini
dalam dosis yang besar akan mengakibatkan kematian, dan tanda-tandanya akan sama


Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan penderita tekanan darah tinggi, yang meninggal karena kebanyakan minum
alkohol pada suatu malam yang gembira. Sebetulnya semuanya tampaknya wajar dan
sedikit pun tidak ada orang yang akan meragukannya. Orang-orang hanya akan
mengatakan 'Kasihan orang tua itu' dan kemudian menguburnya cepat-cepat.
Sekarang mereka ingin mengetahui, apakah dia benar-benar menderita tekanan darah
tinggi. Apakah dia pernah mengatakan kepada Anda, bahwa dia menderita penyakit
itu?" "Tidak pernah."
"Tepat. Dan anehnya, semua orang tampaknya... menerima itu sebagai kenyataan."
"Rupanya dia memberi tahu orang-orang bahwa dia menderita tekanan darah tinggi."
"Ini seperti melihat hantu," kata Tuan Rafiel. "Anda tidak pernah berjumpa
sendiri dengan orang yang pernah melihat hantu. Hanya selalu apa yang dikatakan
oleh saudara sepupu bibinya, atau teman, atau teman kawannya. Akan tetapi
mengenai hantu itu, untuk sementara waktu kita biarkan saja. Mereka mengira
bahwa dia menderita tekanan darah tinggi, karena telah ditemukan sebotol pil
pengontrol tekanan darah tinggi, yang ditemukan di dalam kamarnya, akan
tetapi... saya mendengar, bahwa gadis yang dibunuh itu berpendapat bahwa botol
itu telah ditempatkan di situ oleh orang lain dan juga bahwa sebenarnya botol
pil itu milik Greg."
"Tuan Dyson memang menderita tekanan darah tinggi, istrinya sendiri yang
mengatakan," kata Miss Marple.
"Jadi botol itu ditempatkan di kamar Palgrave, untuk memberikan kesan bahwa dia
menderita tekanan darah tinggi dan membuat kematiannya kelihatannya wajar."
"Tepat," kata Miss Marple. "Dan kemudian dengan licik disiarkan berita bahwa
Mayor Palgrave sering bercerita pada orang-orang bahwa dia menderita tekanan
darah tinggi. Seperti yang Anda ketahui, mudah sekali menyebarkan cerita. Mudah
sekali. Saya telah sering mengalami hal seperti itu selama hidup saya ini."
"Saya yakin Anda tentu telah sering mengalaminya," kata Tuan Rafiel.
"Untuk membuatnya hanya diperlukan sedikit omong sini dan omong sana," kata Miss
Marple. "Anda tidak mengatakan bahwa itu adalah pengetahuan Anda sendiri, cukup dengan
mengatakan bahwa Ny. B yang mengatakannya kepada Anda, bahwa Kolonel C yang
mengatakannya kepadanya. Desas-desus seperti itu selalu dari tangan kedua atau
ketiga atau keempat sehingga kemudian sulit sekali untuk mengetahui siapakah
yang telah berbisik untuk pertama kalinya. Ya... semua itu mudah sekali untuk
dikerjakan. Anda cukup mengatakan kepada orang-orang ini supaya diteruskan dan
diulangi kepada orang lain, seperti seolah-olah mereka mengetahui itu sendiri."
"Ada orang yang pintar," kata Tuan Rafiel dengan bijaksana.
"Ya," kata Miss Marple, "saya juga mengira ada orang yang sangat pintar di balik
semua kejadian ini."
"Gadis itu mengetahui sesuatu, atau melihat sesuatu dan kemudian berusaha untuk
memerasnya, saya kira," kata Rafiel.
"Mungkin dia tidak memikirkannya sebagai suatu pemerasan," kata Miss Marple.
"Dalam hotel yang besar seperti ini, sering ada hal-hal yang diketahui oleh
pelayan-pelayan itu, yang oleh kebanyakan orang tidak ingin diketahui oleh orang
lain. Oleh karena itu mereka lalu memberikan hadiah yang lebih besar daripada
tip yang berupa uang. Gadis itu mungkin semula tidak menyadari pentingnya apa
yang diketahuinya." "Tapi kenyataannya dia toh mendapatkan pisau di punggungnya," kata Rafiel kasar.
"Ya, ada orang yang tidak ingin dia berbicara."
"Nah, saya ingin mendengar, bagaimana pendapat Anda mengenai soal ini."
Miss Marple melihat kepadanya dengan penuh pikiran.
"Mengapa Anda mengira bahwa saya mengetahui lebih banyak daripada Anda sendiri,
Tuan Rafiel?" "Mungkin tidak demikian," kata Tuan Rafiel, "tapi saya ingin mendengar pandangan
Anda mengenai apa yang Anda ketahui."
"Akan tetapi mengapa?"
"Di sini tidak banyak yang bisa dikerjakan," kata Tuan Rafiel, "kecuali menjadi
kaya." Miss Marple melihat kepadanya dengan agak heran.
"Menjadi kaya" Di sini?"
"Anda bisa saja mengirimkan setengah lusin kawat seharinya dalam bentuk kode,
kalau Anda mengingininya," kata Tuan Rafiel. "Begitulah cara saya menghibur diri
saya." "Menerima tawaran-tawaran?" Miss Marple menanyakan agak ragu-ragu dalam nada
seperti seorang yang sedang berbicara dalam bahasa asing.
"Ya, yang serupa seperti itu," kata Tuan Rafiel menyetujuinya. "Mengadu akal
dengan orang lain. Sulitnya bagi saya, kesibukan ini tidak banyak memakan waktu,
oleh karena itu saya lalu menaruh perhatian kepada soal pembunuhan ini. Semua
ini membuat saya jadi ingin tahu. Palgrave sering berbicara dengan Anda. Saya
kira orang lain tak ada yang mau menghiraukan dia. Apakah yang telah dia
katakan?" "Dia banyak bercerita kepada saya," kata Miss Marple.
"Saya tahu bahwa dia suka bercerita. Ceritanya kebanyakan sangat menjemukan.
Orang akan mendengarkan hanya sekali saja dan sesudah itu tidak mendengarkannya
lagi. Kalau Anda berada tidak jauh daripadanya maka Anda akan mendengarkan
kembali cerita itu tiga atau empat kali."
"Saya tahu," kata Miss Marple. "Saya khawatir memang begitulah apa yang akan
diperbuat oleh seorang laki-laki kalau sudah menjadi agak tua."
Tuan Rafiel melihat kepadanya dengan tajam.
"Saya tidak mengobrol yang bukan-bukan," dia berkata. "Tapi teruskan. Kejadian
ini berpangkal dari salah satu cerita Palgrave, bukan?"
"Dia berkata, dia mengenal seorang pembunuh," kata Miss Marple. "Tidak ada
sesuatu yang benar-benar istimewa mengenai itu." Lalu Miss Marple meneruskan
dengan suaranya yang halus. "Oleh karena hal begitu sering terjadi pada hampir
semua orang." "Saya tidak mengerti pembicaraan Anda," kata Rafiel.
"Saya tidak maksudkan yang khusus," kata Miss Marple, "tetapi Tuan Rafiel, kalau
Anda mengingat kembali kejadian-kejadian dalam hidup Anda, bukankah hampir
selalu ada saat ketika ada orang yang secara sembrono berkata, 'Oh ya, saya
kenal baik dia... dia meninggal mendadak, dan mereka mengatakan isterinya yang
membunuhnya. Tapi saya yakin itu cuma gosip saja.' Anda pernah mendengar orang
yang berkata seperti itu, bukan?"
"Ya... saya kira begitu... sesuatu yang serupa seperti itu. Tapi... tidak begitu
serius." "Tepat," kata Miss Marple, "tetapi Mayor Palgrave adalah orang yang serius. Saya
kira, dia senang menceritakan kejadian ini. Dia berkata bahwa dia mempunyai
potret si pembunuh. Dia akan memperlihatkan itu kepada saya, akan tetapi... dia
tidak jadi." "Karena apa?" "Karena dia melihat sesuatu," kata Miss Marple. "Saya kira dia telah melihat
seseorang. Ketika itu wajahnya mendadak menjadi merah dan disimpannya kembali
potret itu ke dalam dompetnya dan dia mulai bicara mengenai soal lain."
"Siapa yang telah dilihatnya?"
"Saya banyak memikirkan mengenai itu," kata Miss Marple. "Ketika itu saya sedang
duduk di luar bungalo saya dan... apa pun yang telah dilihatnya... dia telah
melihatnya melalui atas pundak kanan saya."
"Mungkin ada orang yang sedang berjalan di sepanjang jalan kecil di belakang
Anda dari sebelah kanan. Jalan dari arah anak sungai dan tempat parkir
mobil...." "Ya." "Apakah ada orang yang datang dari arah jalan kecil itu?"
"Ya, Tuan dan Nyonya Dyson bersama Kolonel dan Ny. Hillingdon."
"Apakah ada orang lainnya?"
"Kalaupun ada, saya tidak melihatnya. Tapi bungalo Anda juga ada dalam arah
penglihatannya...." "Aha... kalau begitu bisa kita tambahkan... kita sebut saja... Esther Walters
dan pelayan saya, Jackson. Benar begitu" Saya kira salah satu dari mereka
mungkin keluar dari dalam bungalo, lalu kembali lagi ke dalam, sebelum Anda
melihatnya." "Mungkin," kata Miss Marple. "Soalnya saya tidak segera menoleh ke belakang."
"Suami-isteri Dyson, suami-isteri Hillingdon, Esther dan Jackson, Salah satu
dari mereka adalah pembunuhnya. Sudah tentu termasuk saya sendiri," dia
menambahkan, jelas sebagai hasil dari pemikirannya kemudian.
Miss Marple tersenyum sedikit.
"Apakah dia berkata bahwa pembunuhnya adalah seorang laki-laki?"
"Ya." "Kalau begitu, Evelyn, Lucky dan Esther tidak termasuk orang-orang yang
dicurigai. Jadi kalau begitu pembunuhnya, kalau semua omong kosong ini benar,
adalah Dyson, Hillingdon atau si Jackson yang pintar berbicara itu."
"Atau Anda sendiri," kata Miss Marple.
Tuan Rafiel tidak mengindahkan perkataan yang terakhir itu.
"Jangan mengatakan hal-hal yang menjengkelkan saya," kata Rafiel. "Saya akan
mengatakan kepada Anda hal yang pertama menarik perhatian saya dan... mungkin
tidak dipikirkan oleh Anda. Kalau pembunuh yang dimaksudnya itu adalah salah
satu dari ketiga orang ini, lalu mengapa orang tua, Palgrave itu, tidak
mengenalnya dari dulu-dulu" Tepatnya, mereka telah duduk bersama dan saling
memperhatikan selama dua minggu yang terakhir. Itu tampaknya tidak masuk akal."
"Saya kira, itu bisa saja terjadi," kata Miss Marple.
"Baiklah, sekarang katakan kepada saya bagaimana alasannya."
"Supaya Anda ketahui, dalam cerita Mayor Palgrave, dia tidak pernah melihat
orang itu sendiri. Itu adalah cerita yang diceritakan kepadanya oleh seorang
dokter. Dokter itu memberikan potret itu untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Mayor Palgrave pada waktu itu mungkin telah melihat potret itu dari jarak dekat
sekali dan sesudah itu memasukkannya ke dalam dompetnya dan kemudian
menyimpannya sebagai sebuah tanda mata. Sekali-kali mungkin dia suka
mengeluarkannya dan memperlihatkannya kepada seseorang, kepada siapa dia
ceritakan dongeng itu. Dan hal lainnya, Tuan Rafiel, yang tidak kita ketahui
sudah berapa lamakah hal ini terjadi. Dia tidak memberikan kepada saya satu
petunjuk, pada waktu dia mengatakan cerita itu. Yang saya maksudkan cerita ini
telah diceritakan olehnya kepada orang-orang selama bertahun-tahun. Lima
tahun... sepuluh tahun... mungkin malah lebih lama lagi daripada itu. Beberapa
dari ceritanya tentang harimau sudah terjadi dua puluh tahun yang lalu."
"Itu mungkin saja," kata Tuan Rafiel.
"Jadi saya tidak mengira sedikit pun, bahwa Mayor Palgrave akan ingat kepada
wajah yang ada dalam potret itu, kalau dia secara kebetulan bertemu muka dengan
orang itu. Menurut pikiran saya, apa yang telah terjadi dan saya yakin telah
terjadi adalah, bahwa pada waktu dia sedang menceritakan ceritanya itu, dia
mencari potret itu dan kemudian mengambilnya keluar, dia melihat ke bawah untuk
mempelajari muka itu dan kemudian dia melihat ke atas... dia seketika itu
menemukan muka yang sama atau yang serupa sedang menuju ke arahnya dari jarak...
kurang lebih tiga atau tiga setengah meter."
"Ya...." kata Tuan Rafiel sambil mempertimbangkannya, "ya, itu mungkin."
"Ketika itu dia terperanjat," kata Miss Marple, "dan dia segera mengembalikan
potret itu ke dalam dompetnya dan mulai berbicara keras-keras mengenai hal yang
lain." "Dia tentunya tidak merasa pasti," kata Rafiel dengan cerdik.
"Tidak," kata Miss Marple, "dia tidak bisa merasa yakin sekali. Akan tetapi
sudah tentu, dia kemudian mempelajari potret itu dengan lebih hati-hati, lalu
melihat kepada orang itu dan berusaha untuk mendapatkan kepastian apakah itu
hanya suatu kesamaan atau memang dia sebenarnya orang yang sama."
Tuan Rafiel merenung sebentar dan kemudian dia menggelengkan kepalanya.
"Ada sesuatu yang tidak benar di sini. Alasan-alasannya tidak tepat. Sama sekali
tidak cukup." Dia berbicara dengan keras, "bukankah begitu?"
"Ya," kata Miss Marple keras sekali. "Dia selalu begitu."
"Ya benar sekali, dia berteriak. Jadi siapa yang mendekat akan mendengar apa
yang ia katakan?" "Saya dapat memperkirakan bahwa Anda akan dapat mendengarkannya dari jarak yang
jauh sekali." Tuan Rafiel menggelengkan kepalanya lagi. Lalu dia berkata, "Itu mengherankan,
mengherankan sekali. Siapa saja akan tertawa mendengarkan cerita itu. Orang tua
yang sedang menceritakan sebuah cerita yang dia dapatkan dari orang lain, yang
menceritakan kepadanya dan memperlihatkan sebuah potret. Sebuah potret yang
masih berkisar pada soal pembunuhan yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Sekurang-kurangnya satu atau dua tahun. Bagaimana mungkin hal yang seperti itu
dapat mengkhawatirkan orang lain, orang yang bersangkutan. Tidak ada bukti dan
yang ada hanya omong kosong mengenai sebuah cerita yang berasal dari orang
ketiga. Dia bahkan bisa mengakui adanya kemiripan, dia bisa berkata, 'Ya, saya
agak serupa dengan orang yang ada di potret itu', bukankah begitu" Ha... Ha...
ha.... Tidak ada seorang pun akan menganggap cerita Palgrave serius. Jangan
mengatakan seperti itu kepada saya, karena saya tidak akan mempercayainya.
Tidak, laki-laki itu, kalau benar-benar dia orangnya, tidak perlu merasa
takut... sama sekali tak perlu. Itu kan tuduhan yang dapat dia tangkis dengan
hanya tertawa. Mengapa dia harus bertindak lebih jauh dengan membunuh si tua
Palgrave" Tindakan itu sama sekali tidak perlu. Anda hendaknya memikirkan itu."
"O, saya memikirkan itu," kata Miss Marple. "Saya setuju sekali dengan pendapat
Anda. Itulah yang membuat saya merasa tidak enak. Saya begitu tidak tentramnya,
sehingga saya tadi malam benar-benar tidak dapat tidur."
Tuan Rafiel menatapnya. "Baiklah kalau begitu, saya ingin mendengar apa yang
mengganggu pikiran Anda," katanya tenang.
"Saya mungkin saja salah," kata Miss Marple ragu-ragu.
"Mungkin memang begitu," kata Tuan Rafiel, yang biasanya suka melupakan tata
sopan santun, "bagaimanapun saya ingin mendengarkan apa saja yang telah Anda
pikirkan waktu Anda tak dapat tidur kemarin malam."
"Akan ada alasan yang kuat sekali, kalau...."
"Kalau apa?" "Kalau tidak lama lagi... secepat mungkin... akan ada lagi pembunuhan lainnya."
Tuan Rafiel menatapnya. Dia berusaha duduk agak tegak di kursinya.
"Marilah kita jelaskan persoalan ini," katanya.
"Saya menemui kesulitan untuk dapat menjelaskannya," kata Miss Marple dengan
cepat dan agak sulit untuk dipahami. Wajahnya kelihatan agak merah. "Kita
misalkan saja memang ada sebuah pembunuhan yang direncanakan. Kalau Anda masih
ingat, cerita Mayor Palgrave yang diceritakan kepada saya adalah mengenai
seseorang yang istrinya meninggal disebabkan hal-hal yang mencurigakan. Beberapa
tahun kemudian, terjadi lagi pembunuhan yang disebabkan oleh keadaan yang sama.
Seorang laki-laki yang namanya lain, istrinya meninggal dengan cara yang sama.
Dokter yang menceritakan itu mengenalinya kembali sebagai laki-laki yang sama,
walaupun laki-laki itu telah mengubah namanya. Jadi tampaknya, seolah-olah si
pembunuh itu mempunyai kebiasaan untuk berbuat serupa itu."
"Yang Anda maksudkan, seperti cerita mengenai Smith dalam Pengantin perempuan
yang mati dalam bak. Memang kelihatannya begitu."
"Sejauh penyelidikan saya," kata Miss Marple, "dan dari apa yang saya dengar dan
baca, orang yang telah mengerjakan pekerjaan yang jahat seperti ini, dan selamat
dalam pembunuhannya yang pertama, akan mempunyai keberanian yang lebih besar
untuk melakukannya lagi. Dia akan berpendapat bahwa apa yang telah dilakukannya
itu mudah sekali dan bahwa dia merasa telah berlaku pintar. Dan selanjutnya apa
yang terjadi seperti apa yang Anda katakan tadi, seperti Smith dengan pengantin
yang ada di kamar mandi. Pekerjaan itu akan menjadi kebiasaan baginya. Pada
setiap lain waktu dan pada setiap lain tempat orang itu mengubah namanya. Akan
tetapi tindakan kejahatannya tetap bercorak sama. Jadi begitulah semua ini
tampaknya pada saya, walaupun mungkin saja, bahwa pendapat saya ini semua
salah...." "Akan tetapi Anda tidak berpikir, bahwa Anda salah, bukan?" kata Rafiel dengan
cerdas. Miss Marple meneruskan pembicaraannya tanpa memberikan jawaban kepadanya "...
begitulah, kalau apa yang terjadi memang benar begitu... maka orang ini sudah
menyiapkan semuanya, untuk melakukan pembunuhan lagi di sini. Katakanlah ini
untuk membebaskan dirinya dari seorang perempuan lainnya. Mungkin ini akan
merupakan kejahatannya yang ketiga atau keempat kalinya. Nah, kalau begitu
cerita Mayor akan berbahaya baginya, karena cerita Mayor mirip dengan apa yang
akan dilakukannya. Kalau Anda masih ingat begitu jugalah cara Smith tertangkap.
Kejadian suatu kejahatan telah menarik perhatian seseorang, yang telah
membandingkannya dengan guntingan-guntingan koran mengenai soal kematian lain.
Jadi seperti yang dapat Anda lihat, kalau pembunuh ini sudah merencanakan suatu
pembunuhan yang telah diaturnya dan akan dilaksanakan dalam waktu dekat, maka
dia tidak mau memberi kesempatan apa pun kepada Mayor Palgrave untuk menyebarkan
cerita itu dan memperlihatkan potret itu."
Miss Marple berhenti dan menatap Tuan Rafiel dengan pandangan memohon. "Jadi dia
harus mengerjakan sesuatu dengan cepat sekali... malah secepat mungkin."
Tuan Rafiel berbicara. "Malah malam itu juga, ya?"


Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya," kata Miss Marple.
"Pekerjaan yang cepat," kata Tuan Rafiel. "akan tetapi memang bisa dikerjakan.
Caranya ialah dengan menempatkan pil-pil itu di dalam kamar orang tua itu,
menyiarkan desas-desus mengenai penyakit tekanan darahnya dan kemudian
menambahkan obat itu ke dalam minuman kerasnya, Planters Punch, bukankah begitu
apa yang terjadi?" "Ya... akan tetapi itu semua sudah terjadi... dan kita tidak perlu
mencemaskannya lagi. Yang harus kita perhatikan, adalah apa yang akan terjadi
kemudian. Dan itu adalah sekarang. Setelah melenyapkan Mayor Palgrave dan
menghancurkan potret itu, maka orang ini akan meneruskan niat pembunuhannya
seperti apa yang telah direncanakannya."
Tuan Rafiel bersiul. "Kalau begitu Anda telah memecahkan semuanya ini, bukankah begitu?"
Miss Marple menganggukkan kepalanya. Lalu Miss Marple mengatakan dengan suara
yang tidak seperti biasanya, malahan nadanya tegas dan agak memerintah, "Dan
kita harus menghentikan pembunuhan yang berikutnya. Anda harus mencegah itu,
Tuan Rafiel." "Saya...?" kata Tuan Rafiel heran, "... mengapa harus saya?"
"Oleh karena Anda kaya dan orang penting," kata Miss Marple dengan suaranya yang
biasa. "Orang akan memperhatikan apa saja yang Anda katakan atau sarankan.
Mereka tidak akan mendengarkan saya, walaupun hanya untuk sebentar saja. Mereka
akan berkata bahwa saya hanyalah seorang perempuan tua, yang mengkhayalkan yang
bukan-bukan." "Mungkin juga," kata Tuan Rafiel. "Padahal mereka tolol kalau tak mau
mendengarkan Anda. Tapi harus saya akui bahwa kalau mendengarkan percakapan Anda
yang biasa, tak seorang pun akan menyangka bahwa Anda punya otak yang bagus. Dan
cara berpikir Anda logis. Hanya sedikit sekali perempuan yang berpikir logis."
Tuan Rafiel bergerak dalam kursinya dengan rasa tidak enak.
"Di mana Esther atau Jackson?" katanya. "Saya memerlukan sedikit perbaikan dalam
duduk saya ini. Tidak... percuma saja kalau Anda yang mengerjakannya. Karena
Anda tidak cukup kuat. Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud mereka
meninggalkan saya sendirian seperti ini."
"Saya akan pergi mencari mereka."
"Jangan! Anda diam saja di sini dan memecahkan ini. Siapakah di antara mereka
bertiga itu" Apakah Greg yang tolol itu" Edward Hillingdon yang pendiam itu atau
pelayan saya si Jackson" Pembunuh itu harus salah satu dari mereka itu, bukan?"
17 TUAN RAFIEL MELANCARKAN SERANGAN
"SAYA tidak tahu," kata Miss Marple.
"Apakah yang Anda maksudkan" Apa yang telah kita bicarakan selama dua puluh
menit ini?" "Saya ingat, bahwa saya mungkin salah."
Tuan Rafiel menatapnya. "Bubar sama sekali begitu saja," katanya dengan muak, "padahal tadi Anda
kelihatannya yakin benar pada diri sendiri."
"Oo... saya merasa yakin, mengenai pembunuhan itu. Tapi mengenai siapa
pembunuhnya saya tidak yakin. Soalnya ternyata Mayor Palgrave telah menceritakan
lebih dari satu cerita pembunuhan.... Anda sendiri telah mengatakan kepada saya,
bahwa dia telah menceritakan yang serupa kepada Anda, seperti misalnya mengenai
Lucrezia Borgia...."
"Memang itu yang dia ceritakan. Akan tetapi itu adalah soal yang lain sekali."
"Saya tahu dan Ny. Walters berkata bahwa dia mempunyai satu cerita mengenai
seorang yang dibunuh dengan menggunakan gas dari kompor gas...."
"Akan tetapi bagaimana dengan cerita yang dia ceritakan kepada Anda - "
Miss Marple memperkenankan dirinya sendiri untuk memotong pembicaraan Tuan
Rafiel, suatu perbuatan yang tidak sering terjadi atas diri Tuan Rafiel.
Miss Marple berkata dengan nekad dan serius... dan sedikit tidak mudah untuk
dipahami. "Tidak tahukah, Tuan, bahwa... sulit untuk dapat merasa yakin. Soalnya...
terlalu sering... orang-orang tidak mendengarkannya. Tanyakan saja kepada Ny.
Walters... dia tentu akan mengatakan hal yang sama... Anda memulai mendengarkan
sesuatu... dan kemudian perhatian Anda mulai beralih... pikiran Anda mulai
melayang-layang ke soal lain. Kemudian tiba-tiba Anda akan menyadari bahwa ada
sebagian dari cerita itu yang tidak Anda dengar. Yang ingin saya ketahui apakah
mungkin ada sesuatu yang hilang... antara cerita yang tadinya... sebagian yang
kecil sekali... sedang menceritakannya pada saya... tentang seorang laki-laki...
dengan saat ketika dia mengeluarkan dompetnya sambil berkata... apakah Anda mau
melihat potret seorang pembunuh."
"Tetapi tadinya Anda mengira itu foto laki-laki yang diceritakannya?"
"Ya, tadinya saya mengira begitu. Tidak pernah ada pikiran bahwa itu bukan. Akan
tetapi sekarang... bagaimana saya bisa merasa yakin?"
Tuan Rafiel melihat kepadanya dengan serius.
"Kesulitan yang paling besar pada diri Anda adalah," Tuan Rafiel berkata, "Anda
terlalu teliti. Ini suatu kesalahan besar.... Sekarang ambillah keputusan dan
jangan ragu-ragu. Waktu memulainya Anda toh tidak ragu-ragu. Kalau Anda
menanyakan kepada saya, dalam obrolan-obrolan Anda dengan saudara perempuan
pendeta dan juga dengan yang lain-lainnya, Anda tentunya mendapatkan sesuatu
yang membuat Anda tidak tenang."
"Mungkin Anda benar."
"Baiklah untuk sementara ini jangan memikirkan itu. Marilah sekarang kita
teruskan dengan apa yang telah dimulai oleh Anda, karena sembilan dari sepuluh
pendapat semula biasanya suka betul... begitulah menurut pengalaman saya.
Sekarang kita mempunyai tiga orang yang dicurigai. Mari kita lihat satu per satu
dengan memperhatikan mereka dengan lebih teliti. Yang mana kira-kira?"
"Saya benar-benar tidak tahu," kata Miss Marple. "Mereka bertiga tampaknya tidak
mungkin." "Kita ambil dulu Greg," kata Tuan Rafiel. "Saya tidak senang kepada orang itu.
Tapi walaupun begitu itu tidak membuat dia menjadi seorang pembunuh. Masih ada
satu atau dua hal yang tidak menguntungkan pihaknya. Tablet-tablet itu adalah
kepunyaannya. Enak dan gampang sekali untuk menggunakan itu."
"Itu akan terlalu jelas, bukan?" Miss Marple tidak menyetujuinya.
"Saya tidak tahu apakah itu akan demikian," kata Tuan Rafiel. "Bagaimanapun,
soal yang paling penting, ialah untuk mengerjakan segala sesuatunya dengan
cepat, dan dia mempunyai tablet-tablet itu. Dia tidak mempunyai banyak waktu
untuk mencari tablet yang mungkin kepunyaan orang lain. Marilah kita sorot Greg
ini. Sebetulnya tidak apa-apa, kalau seandainya mempunyai keinginan untuk
melenyapkan istrinya yang bernama Lucky... (Dapat saya katakan, suatu pekerjaan
yang baik. Saya sesungguhnya merasa kasihan kepadanya). Saya sebenarnya tidak
dapat melihat alasan-alasannya. Dia kaya sekali. Dia telah mewarisi begitu
banyak uang dari istrinya yang pertama. Ditinjau dari sudut itu, memang dia
cocok sekali menjadi pembunuh istrinya. Akan tetapi itu sudah terjadi dan tidak
ada apa-apanya lagi. Akan tetapi Lucky saudara istrinya yang pertama, yang
miskin. Jadi dia tidak mempunyai uang. Jadi kalau dia bermaksud untuk
melenyapkan istrinya sekarang, itu hanya mengandung satu maksud untuk kawin
dengan orang lain. Apakah ada desas-desus mengenai itu?"
Miss Marple menggelengkan kepalanya.
"Saya tidak pernah mendengar desas-desus mengenai itu. Dia... ngng... sikapnya
terhadap semua perempuan baik sekali."
"Wah, cara Anda menyatakannya terlalu halus," kata Tuan Rafiel. "Dia seperti
seekor musang. Dia seorang perayu. Tapi itu tidak cukup. Kita memerlukan lebih
daripada itu. Sekarang, marilah kita teruskan pada Edward Hillingdon. Kalau
memang dia, benar-benar tak disangka."
"Menurut pendapat saya, dia bukanlah seorang yang bahagia," kata Miss Marple.
Tuan Rafiel melihat kepadanya dengan termenung.
"Apakah Anda berpendapat bahwa seorang pembunuh itu seharusnya seorang yang
bahagia?" Miss Marple batuk-batuk kecil.
"Ya, menurut pengalaman saya biasanya mereka begitu."
"Saya kira pengalaman Anda belum begitu banyak," kata Tuan Rafiel.
Miss Marple sebetulnya bisa mengatakan bahwa suaminya itu keliru. Tapi dia
menahan diri untuk menentang pendapatnya itu. Orang laki tidak senang, dia
mengetahui, kalau pada suatu waktu dikemukakan kesalahannya.
"Saya sendiri masih memikirkan Hillingdon," kata Tuan Rafiel. "Saya berpendapat
bahwa ada sesuatu yang aneh antara dia dan istrinya. Apakah Anda memperhatikan
semua itu?" "Oh, ya," kata Miss Marple. "Saya memperhatikan semua itu. Tindak-tanduk mereka
berdua di muka umum baik sekali. Sudah tentu seperti apa yang sangat diharapkan
oleh setiap orang." "Mungkin Anda mengetahui lebih banyak mengenai orang-orang semacam itu daripada
saya," kata Tuan Rafiel. "Begitulah adanya, akan tetapi ada kemungkinan dengan
caranya yang sopan, Edward Hillingdon sedang memikirkan cara untuk memisahkan
diri dari Evelyn Hillingdon. Apakah Anda setuju dengan pendapat saya ini?"
"Kalau begitu jadinya," kata Miss Marple, "harus ada perempuan lainnya."
Miss Marple menggelengkan kepalanya dengan caranya yang tidak puas.
"Saya tidak dapat menutup adanya perasaan... benar-benar tidak dapat... bahwa
semuanya itu sebenarnya tidaklah begitu sederhana."
"Baiklah... lalu kalau begitu siapa sekarang yang akan kita pertimbangkan
kemudian... Jackson" Tapi kita hendaknya menghapuskan saya dalam persoalan ini."
Miss Marple untuk pertama kalinya tersenyum.
"Dan mengapa kita hendaknya menghapuskan Anda, Tuan Rafiel?"
"Oleh karena kalau Anda membicarakan adanya kemungkinan bagi saya untuk menjadi
pembunuh, Anda sebaiknya membicarakannya dengan orang lain. Akan membuang waktu
saja untuk membicarakannya dengan saya. Tapi bagaimanapun juga saya ingin
menanyakan itu kepada Anda, apakah saya cocok untuk melakukan pekerjaan seperti
itu" Saya orang yang tidak berdaya, dikeluarkan dari tempat tidur seperti
boneka, dibantu mengenakan pakaian, ke mana-mana didorong dalam kursi roda. Lalu
bagaimana mungkin saya keluar dan membunuh orang?"
"Mungkin ada suatu kesempatan yang sama seperti yang dimiliki orang lain," kata
Miss Marple dengan keras.
"Lalu... menurut pikiranmu, bagaimana caranya saya mengerjakan itu?"
"Baiklah.... Anda tentu setuju, bahwa Anda mempunyai otak?"
"Sudah tentu saya mempunyai otak," kata Rafiel menerangkan. "Malah menurut
pendapat saya, lebih baik daripada semua orang-orang yang ada di sini."
"Karena mempunyai otak," Miss Marple melanjutkan, "Anda mungkin akan dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan badaniah, untuk menjadi seorang pembunuh."
"Tapi dengan begitu akan memakan waktu."
"Ya," kata Miss Marple, "semua itu akan memakan waktu. Akan tetapi kemudian,
saya kira, Tuan Rafiel, Anda akan menyenangi itu."
Tuan Rafiel menatapnya untuk beberapa saat dan kemudian dia tertawa.
"Anda mempunyai keberanian," dia berkata. "Sama sekali bukan orang tua yang
lembut dan halus, walaupun tampaknya Anda begitu, bukan" Jadi Anda berpikir
bahwa saya benar-benar seorang pembunuh?"
"Tidak," kata Miss Marple. "Saya tidak berkata begitu."
"Kenapa?" "Saya berpendapat... karena Anda mempunyai otak yang cerdas, maka Anda akan
mendapatkan semua apa yang Anda kehendaki dan tidak perlu mengadakan pembunuhan.
Sedangkan pembunuhan itu adalah suatu perbuatan yang tolol."
"Lagipula, siapakah yang akan saya bunuh?"
"Itu adalah suatu pertanyaan yang sangat menarik," kata Miss Marple. "Saya belum
mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengadakan suatu pembicaraan dengan
Anda, untuk dapat mengembangkan suatu teori mengenai itu."
Tuan Rafiel tersenyum lebih lebar.
"Pembicaraan dengan Anda mungkin akan berbahaya," katanya.
"Setiap pembicaraan akan sangat berbahaya, jikalau Anda mempunyai sesuatu untuk
disembunyikan," kata Miss Marple.
"Anda mungkin benar. Sekarang marilah kita teruskan penyelidikan kita dengan
Jackson. Bagaimanakah pendapat Anda mengenai Jackson?"
"Sulit bagi saya untuk mengatakannya. Karena saya sebenarnya belum mendapat
kesempatan untuk bisa berbicara dengannya."
"Jadi Anda belum mempunyai pendapat dalam persoalan ini?"
"Dia mengingatkan saya sedikit," kata Miss Marple sambil merenung, "kepada
seorang pemuda yang bekerja dalam kantor kota praja dekat rumah saya. Namanya
Jonas Parry." "Dan?" Tuan Rafiel bertanya dan berhenti sebentar.
"Dia sangat tidak," kata Miss Marple, "memuaskan."
"Jackson juga tidak begitu memuaskan. Dia mencukupi kebutuhan saya. Dia dalam
tugas baik sekali dan dia tidak ambil pusing kalau dimarahi. Dia tahu bahwa dia
mendapat pembayaran yang baik sekali, karena itu dia menyesuaikan dirinya. Saya
tidak memberikan jabatan kepadanya yang membutuhkan kepercayaan. Dalam hal ini
saya tidak perlu mempercayainya. Mungkin riwayat hidupnya bersih, mungkin juga
tidak. Surat-surat keterangannya baik, akan tetapi saya perhatikan... sikapnya
hati-hati. Untungnya saya bukanlah orang yang mempunyai sesuatu dosa yang
dirahasiakan, sehingga dengan demikian saya tidak menjadi korban pemerasan."
"Sama sekali tidak mempunyai rahasia?" kata Miss Marple serius, "saya yakin,
bahwa Tuan mempunyai rahasia-rahasia perusahaan?"
"Tidak yang dapat dijangkau oleh Jackson. Tidak, Jackson adalah suatu alat yang
lancar, dapat disebutkan begitu, akan tetapi saya benar-benar tidak dapat
melihat dia sebagai seorang pembunuh. Saya berkata begitu, karena kelihatannya
itu tidak sesuai sama sekali dengan jiwanya."
Tuan Rafiel berhenti sebentar dan kemudian berkata secara mendadak, "Tahukah
Anda, bahwa kalau kita melihat ke belakang sebentar dan memperhatikan dengan
sungguh-sungguh mengenai pekerjaan yang luar biasa itu, seperti dongeng-dongeng
Mayor Palgrave yang menimbulkan tertawaan dan lain-lainnya, maka sebenarnya
titik pembicaraannya adalah salah sama sekali. Dalam semua kejadian ini, sayalah
orang yang seharusnya dibunuh."
Miss Marple melihat kepadanya dengan sedikit heran.
"Tipe yang cocok untuk dibunuh," dia menjelaskan. "Siapakah yang biasanya
menjadi korban dalam cerita-cerita pembunuhan" Orang-orang tua yang memiliki
banyak uang." "Banyak orang yang mempunyai alasan yang baik mengharapkan untuk melenyapkannya,
dengan maksud untuk dapat memiliki uang itu," kata Miss Marple. "Apakah ini
betul?" "Ya..." kata Tuan Rafiel mempertimbangkan, "saya yakin bahwa lima dari enam
penduduk London, tidak akan menangis, kalau mereka pada suatu saat membaca
berita mengenai kematian saya di The Times. Akan tetapi mereka toh tidak akan
mau berbuat begitu jauh sampai membunuh saja. Untuk apa mereka berbuat itu" Saya
memang diharapkan setiap saat akan mati. Tapi kenyataannya kutu-kutu busuk itu
sangat heran, bahwa saya bisa bertahan begitu lama. Malahan para dokter juga
merasa heran." "Itu sudah tentu karena Anda mempunyai kemauan untuk hidup," kata Miss Marple.
"Saya kira, tentu Anda akan berpikir bahwa itu aneh," kata Tuan Rafiel.
Miss Marple menggelengkan kepalanya.
"O, tidak." Dia berkata, "Saya kira itu adalah wajar sekali. Penghidupan itu
sangat berarti untuk dinikmati, dan akan sangat berarti sekali jika Anda
mengetahui bahwa mungkin Anda merasa akan kehilangan itu. Mungkin seharusnya
tidaklah begitu, akan tetapi kenyataannya adalah demikian. Pada waktu kita masih
muda, kuat dan sehat, penghidupan itu ada dan masih sangat jauh di hadapan Anda,
sehingga penghidupan itu sama sekali tidak begitu penting. Itu semua terdapat
pada anak-anak muda yang membunuh diri pada usia muda, yang pikirannya kalap
karena cinta, malah adakalanya hanya disebabkan karena rasa ketakutan atau
kecemasan. Akan tetapi orang-orang tua mengetahui, betapa berharganya hidup ini
dan bagaimana menariknya untuk dinikmati."
"Hah!" kata Tuan Rafiel sambil mendengus. "Omongan orang tua!"
"Tapi, apa yang saya katakan itu benar, bukan?" tanya Miss Marple.
"Ya, ya," kata Tuan Rafiel. "Itu semua betul sekali. Akan tetapi apakah Anda
tidak berpendapat bahwa saya benar, pada waktu saya berkata bahwa seharusnya
saya yang dipilih sebagai korban?"
"Itu tergantung kepada orang yang mempunyai alasan untuk mendapatkan keuntungan
dari kematian Anda," kata Miss Marple.
"Sebetulnya, tidak seorang pun," kata Tuan Rafiel. "Kecuali seperti yang saya
katakan, yaitu saingan-saingan saya dalam dunia perdagangan. Tapi, seperti yang
juga sudah saya katakan mereka tahu tak lama lagi saya toh akan meninggal. Saya
tidak begitu tolol, untuk meninggalkan uang saya yang banyak itu dan kemudian
dibagikan di antara saudara-saudara saya. Setelah bagian terbesar diambil
pemerintah, praktis mereka hanya mendapat sedikit saja. Oh tidak, saya sudah
mengurus semua itu bertahun-tahun yang lalu. Pembagian warisan, trust, dan lainlainnya." "Misalnya, Jackson. Apakah dia tidak akan mendapat keuntungan dengan kematian
Anda?" "Dia tidak akan menerima sepeser pun," kata Tuan Rafiel dengan gembira. "Saya


Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah membayar gajinya dua kali lipat, daripada apa yang akan ia dapat dari
orang lain. Itulah sebabnya mengapa dia harus dapat menyesuaikan dirinya dengan
watak saya yang jelek itu. Jadi dia mengetahui betul bahwa dia ada di pihak yang
rugi kalau saya meninggal."
"Lalu bagaimana dengan Ny. Walters?"
"Sama juga dengan Esther. Dia seorang gadis yang baik. Dia seorang sekretaris
yang pintar, cakap, mempunyai perangai yang baik dan mengerti kemauan saya. Sama
sekali tidak marah kalau saya menjadi sulit dan sama sekali tidak sakit hati
kalau saya menghinanya. Dia telah bertindak sebagai seorang perawat yang manis,
yang telah diberi tugas untuk mengurus seorang anak kecil yang nakal dan suka
berteriak-teriak. Dia adakalanya menjengkelkan saya, akan tetapi siapa yang
tidak" Padanya tidak ada sesuatu yang luar biasa. Dalam banyak segi dia adalah
seorang perempuan yang biasa, akan tetapi tidak ada orang lain, yang lebih cocok
dengan saya. Dalam hidupnya dia telah mengalami banyak kesulitan. Kawin dengan
seorang laki-laki yang tidak beres. Bisa saya katakan dia kurang bijaksana dalam
hal memilih laki-laki. Beberapa wanita memang begitu. Mereka terperangkap oleh
siapa saja yang menceritakan nasib malangnya. Mereka selalu yakin yang
dibutuhkan laki-laki itu hanyalah pengertian seorang wanita. Yakin bahwa setelah
menikah dengannya si laki-laki akan hidup baik-baik! Tentu saja tipe laki-laki
semacam itu tak pernah hidup baik-baik. Untungnya bagi Esther, suaminya
meninggal. Dia minum terlalu banyak dalam suatu pesta dan kemudian melompat di
muka sebuah bis yang sedang berjalan. Esther harus mengurus anak perempuannya.
Dia lalu kembali kepada pekerjaannya yang semula sebagai seorang sekretaris. Dia
sudah bekerja pada saya selama lima tahun. Saya telah menjelaskan kepadanya
dengan sejelas-jelasnya bahwa dia jangan mengharapkan sesuatu dari saya kalau
saya meninggal. Saya telah membayarnya dari sejak permulaan besar sekali. Dan
gaji itu saya naikkan seperempatnya tiap tahun. Yah, bagaimanapun dia seorang
yang jujur dan dapat dipercaya. Tapi tentu saja kita tidak dapat mempercayai
siapa pun... itulah sebabnya mengapa saya jelaskan dengan sangat jelas kepada
Esther, bahwa dia tidak dapat mengharapkan sesuatu sesudah saya meninggal.
Setiap tahun saya masih hidup dia menerima gaji yang lebih besar. Kalau dia
menyimpan uang itu tiap tahunnya... dan saya pikir ini dia kerjakan... maka dia
akan menjadi seorang perempuan yang cukup kaya, kalau saya sudah tidak ada. Saya
sendiri ikut bertanggung jawab dengan sekolah anaknya. Dan saya telah menyimpan
uang jaminan untuk keperluan anaknya, yang akan dapat diambil kalau dia sudah
dewasa. Jadi dengan begitu Ny. Esther Walters telah mendapatkan suatu tempat
yang menyenangkan. Jadi kematian saya, saya katakan ini kepada Anda, akan
merupakan hilangnya sumber keuangan baginya." Tuan Rafiel menatap tajam sekali
kepada Miss Marple. "Dia menginsyafi semuanya itu. Dia adalah orang yang
berakal. Begitulah Esther."
"Apakah dia dengan Jackson bisa bekerja sama?" kata Miss Marple.
Tuan Rafiel melihat cepat kepadanya.
"Rupanya Anda sudah memperhatikan ada sesuatu, ya?" Dia berkata.
"Ya, saya kira Jackson telah main kucing-kucingan dengan menaruh perhatian
kepadanya, khususnya pada akhir-akhir ini. Dia sudah tentu seorang yang tampan,
akan tetapi dia masih belum berhasil sampai saat ini. Untuk suatu hal di situ
ada suatu perbedaan tingkat. Esther ada setingkat di atasnya. Tidak begitu
banyak. Kalau saja Esther benar-benar mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari
dia, maka itu sama sekali tidak ada artinya. Akan tetapi pada golongan tengah
yang rendah... mereka sangat memperhatikan hal itu. Ibu Esther adalah seorang
guru dan ayahnya seorang klerek bank. Tidak, dia tidak akan berlaku tolol untuk
berhubungan dengan Jackson. Saya berani mengatakan bahwa Jackson mengincar
kekayaannya yang sedikit itu, akan tetapi dia tidak akan mendapatkan itu."
"Hush... dia sekarang datang," kata Miss Marple.
Mereka berdua memandang Esther Walters, selagi dia datang melalui jalan kecil
dari hotel menuju mereka.
"Dia seorang gadis yang cantik, tahukah Anda?" kata Tuan Rafiel. "akan tetapi
sama sekali tidak menggairahkan. Saya tidak tahu mengapa, sebenarnya dia cukup
cantik." Miss Marple menghela napas. Suatu tarikan napas, yang akan dilakukan setiap
wanita berapa pun umurnya untuk apa yang bisa disebut sebagai kesempatan yang
disia-siakan. Apa yang tidak ada pada Esther, biasa disebut dengan bermacammacam istilah dalam hidup Miss Marple. "Tidak begitu menarik bagi saya", "Tak
ada sex appeal-nya", "matanya tidak mengajak". "Rambutnya bagus. Wajahnya
cantik. Matanya bagus. Potongan tubuhnya bagus. Senyumnya menarik, akan tetapi
kekurangan sesuatu yang bisa membuat laki-laki menoleh, kalau dia berpapasan
dengan perempuan di jalan."
"Dia seharusnya kawin lagi," kata Miss Marple dengan suara pelan-pelan.
"Sudah tentu, seharusnya begitu. Dia akan menjadi seorang istri yang baik."
Esther Walters bergabung dengan mereka. Tuan Rafiel berbicara dengan suaranya
yang kecil dibuat-buat, "Akhirnya kau datang. Kenapa terlambat?"
"Tampaknya semua orang mengirim telegram pagi ini," kata Esther. "Telegram yang
menumpuk, dan orang-orang berusaha menyelidiki...."
"Mereka berusaha menyelidiki" Akibat dari pembunuhan ini, ya?"
"Saya kira juga begitu. Kasihan Tim Kendal. Dia sangat cemas."
"Mudah-mudahan dia baik kembali. Menurut saya, nasib tidak baik untuk pasangan
muda itu." "Saya tahu. Saya rasa mengurus tempat ini merupakan pekerjaan berat bagi mereka.
Mereka agak cemas, apakah mereka akan sukses dalam usaha mereka ini. Mereka
telah berusaha dengan baik sekali."
"Mereka telah berusaha dengan baik," Tuan Rafiel menyetujui. "Molly pintar
sekali dan telah bekerja keras sekali. Dia adalah seorang wanita yang baik...
dan juga menarik. Mereka telah bekerja seperti orang-orang hitam, walaupun
perkataan itu aneh sekali untuk dipergunakan di sini. Karena orang-orang hitam
di sini sama sekali tidak bekerja mati-matian, sejauh apa yang saya ketahui. Di
sini saya pernah melihat orang memanjat pohon kelapa untuk makan pagi, kemudian
setelah itu... mereka tidur sehari penuh. Sebuah penghidupan yang menyenangkan
sekali." Dia tambahkan, "Di sini kita sedang membicarakan pembunuhan itu."
Esther Walters tampaknya agak kaget sedikit. Dia menoleh ke arah Miss Marple.
"Saya mempunyai kesan yang salah terhadapnya," kata Rafiel, dengan kejujuran
yang menunjukkan ciri khas perangainya. "Biasanya wanita-wanita tua tidak ada
artinya. Mereka biasanya merenda dan bicara omong kosong. Akan tetapi yang satu
ini, ada isinya. Mata dan kupingnya, semua itu telah dipergunakannya sebaikbaiknya." Esther Walters melihat kepada Miss Marple seperti meminta maaf, akan tetapi
tampaknya Miss Marple tidak marah.
"Itu benar-benar dimaksudkan sebagai suatu penghargaan, tahukah Anda?" Esther
Walters menerangkan. "Saya menyadari itu," kata Miss Marple. "Saya juga menyadari, bahwa Tuan Rafiel
mempunyai hak yang istimewa, atau dia merasa mempunyai itu."
"Apa yang Anda maksudkan dengan... hak istimewa?" tanya Tuan Rafiel.
"Untuk bersikap kasar, kalau Anda menghendakinya," kata Miss Marple.
"Apakah sikap saya kasar?" kata Tuan Rafiel, dengan heran. "Kalau begitu saya
mohon maaf, kalau seandainya saya telah menyakiti hati Anda."
"Anda tidak menyakiti hati saya," kata Miss Marple. "Saya memang memberi
kelonggaran." "Ah, jangan begitu. Esther ambil kursi dan bawa ke sini. Mungkin kau bisa
membantu." Esther berjalan beberapa langkah ke balkon dari bungalo dan balik sambil membawa
sebuah kursi rotan yang ringan.
"Sekarang mari kita teruskan pertukaran pikiran kita," kata Tuan Rafiel. "Kita
mulai saja dengan si tua Palgrave almarhum dengan dongeng-dongengnya yang tidak
habis-habisnya." "Wah," Esther menarik napas. "Biasanya kalau bisa saya suka berusaha untuk
membebaskan diri dari dia."
"Miss Marple orangnya lebih sabar," kata Tuan Rafiel. "Esther, apakah dia pernah
bercerita padamu tentang pembunuhan?"
"Oh, ya," kata Esther. "Beberapa kali."
"Ceritanya tepatnya bagaimana" Kami ingin mendengarnya."
"Baiklah...." Esther berhenti sebentar untuk berpikir. "Kesulitannya adalah...."
Dia berkata dengan cara meminta maaf. "Saya tidak mendengarkan betul-betul.
Seperti yang Anda ketahui, semua itu agak sama dengan ceritanya yang menakutkan
mengenai harimau di Rhodesia. Biasanya ini diteruskan dan diulangi berkali-kali.
Oleh karenanya, biasanya orang-orang mempunyai kebiasaan untuk tidak
mendengarkannya." "Baiklah, sekarang ceritakanlah kepada kami apa yang Anda ingat saja."
"Saya kira... itu dimulai dari soal pembunuhan yang dimuat dalam sebuah surat
kabar. Mayor Palgrave pernah berkata bahwa dia pernah mendapatkan suatu
pengalaman yang tidak setiap orang mempunyainya. Dia benar-benar telah menjumpai
seorang pembunuh, malah telah pernah berhadapan dengannya."
"Menjumpai"!" teriak Tuan Rafiel. "Apakah dia benar-benar telah menggunakan
kata-kata 'Menjumpai - '"
Esther tampaknya menjadi bingung.
"Ya, saya kira begitu." Dia ragu-ragu. "Atau mungkin, dia mengatakan.... 'Saya
dapat menunjukkan kepada Anda seorang pembunuh.'"
"Baiklah... tapi yang mana" Ada perbedaan antara keduanya."
"Saya benar-benar tidak begitu yakin... Kalau tak salah dia berkata akan
memperlihatkan potret seorang pembunuh pada saya."
"Nah, itu lebih baik."
"Dan kemudian dia membicarakan banyak sekali mengenai Lucrezia Borgia."
"Lupakan saja Lucrezia Borgia. Kita tahu semua mengenai dia."
"Dia berbicara mengenai orang-orang yang suka meracun... bahwa Lucrezia itu
cantik sekali dan rambutnya berwarna merah. Dia berkata, bahwa mungkin di dunia
ini ada jauh lebih banyak perempuan yang suka meracun, daripada yang diketahui
orang." "Saya takut itu memang mungkin," kata Miss Marple.
"Dia berkata, bahwa racun adalah senjata perempuan."
"Tampaknya, ini sedikit agak menyimpang dari persoalannya," kata Tuan Rafiel.
"Memang, karena dia biasanya selalu sedikit menyimpang dari pokok ceritanya. Dan
seperti biasanya lalu orang suka berhenti untuk mendengarkannya, dan hanya
berkata 'Ya' dan 'Benarkah"' dan 'Anda tidak berkata demikian.'"
"Lalu bagaimana dengan potret yang dia perlihatkan kepadamu?"
"Saya tidak ingat lagi. Itu mungkin sesuatu yang dia lihat dalam surat
kabar...." "Dia tidak jadi memperlihatkannya kepadamu?"
"Potret itu" Tidak." Dia menggelengkan kepalanya. "Mengenai itu saya yakin
benar-benar. Dia memang berkata, bahwa dia itu adalah seorang perempuan yang
cantik dan Anda tidak akan mengira bahwa perempuan itu seorang pembunuh, kalau
kita melihatnya." "Dia seorang perempuan?"
"Nah itulah dia," kata Miss Marple. "Itu membuat semuanya menjadi
membingungkan." "Apakah dia berbicara mengenai seorang perempuan?" tanya Tuan Rafiel.
"O, ya." "Potret itu... apakah itu potret seorang perempuan?"
"Ya." "Tapi, itu tidak mungkin."
"Akan tetapi begitulah adanya," Esther mempertahankan. "Dia berkata 'Dia ada di
kepulauan ini. Saya akan menunjukkannya kepada Anda... dan kemudian baru akan
saya ceritakan kepada Anda seluruhnya'."
Tuan Rafiel mengutuk. Dalam mengatakan pendapatnya mengenai almarhum Mayor
Palgrave, dia sama sekali tidak melunakkan perkataannya.
"Kemungkinannya adalah," dia mengakhiri, "bahwa tidak ada satu perkataan pun
yang diucapkannya yang benar."
"Kita jadi bertanya-tanya sendiri," gumam Miss Marple.
"Di sinilah kita sekarang berada," kata Tuan Rafiel. "Orang tua itu mulai
menceritakan mengenai riwayat perburuannya. Seperti... menikam seekor babi,
menembak seekor harimau, memburu seekor gajah dan nyaris selamat dari bahaya
diterkam seekor harimau. Satu atau dua dari cerita itu mungkin benar. Sedangkan
sebagian besar dari semua itu, hanyalah khayalannya, atau apa yang telah terjadi
pada diri orang lain. Kemudian dia meneruskan dengan cerita pembunuhan. Biasanya
dia suka mengemukakan cerita pembunuhan yang lain, untuk menutup cerita
pembunuhan yang pertama. Dan selebihnya... dia lalu menceritakan semuanya itu,
seolah-olah semua itu dia alami sendiri. Sebagian besar dari ceritanya itu dia
campur-adukkan dengan apa yang dia baca dalam surat kabar atau yang dilihatnya
di T.V." Tuan Rafiel mulai menuduh Esther. "Kau mengakui bahwa kau tidak benar-benar
mendengarkannya. Mungkin kau telah salah tangkap apa yang sedang
dibicarakannya." "Tidak. Saya yakin bahwa dia sedang membicarakan mengenai diri seorang wanita,"
kata Esther jengkel. "Oleh karena sudah tentu saya jadi ingin mengetahui,
siapakah kira-kira orangnya."
"Menurut Anda siapakah kira-kira orang itu?" tanya Miss Marple.
Esther menjadi merah mukanya, tampaknya pikirannya agak kacau.
"Oh... saya... sesungguhnya tidak... yang saya maksudkan, bahwa saya ingin...."
Miss Marple tidak memaksanya. Kehadiran Tuan Rafiel, dia pikir, adalah
pertentangan dengan apa yang akan dikemukakannya saat itu. Siapa tahu mungkin
sebuah dugaan akan dikemukakan oleh Esther. Dan pembicaraan seperti itu hanya
dapat diharapkan dalam pembicaraan dua orang perempuan dan dalam suasana santai.
Walaupun sudah tentu, pada saat seperti itu, ada kemungkinan Esther Walters
berbohong. Jadi sudah wajarlah kalau Miss Marple pada saat itu tidak memaksanya
untuk berbicara. Miss Marple mencatat itu hanya sebagai suatu kemungkinan.
Walaupun dia sendiri tidak ada niat untuk mempercayainya. Akan tetapi satu hal,
bahwa dia tidak berpendapat bahwa Esther Walters adalah seorang pembohong
(walaupun kita tidak mengetahui apa yang sebenarnya) lagipula Miss Marple tidak
melihat adanya alasan padanya untuk berbohong.
"Akan tetapi, Anda berkata...." Sekarang Tuan Rafiel berpaling kepada Miss
Marple, "Anda berkata bahwa dia telah menceritakan cerita yang sukar untuk
dipercaya ini... mengenai suatu pembunuhan dan kemudian dia berkata bahwa dia
mempunyai sebuah potret yang akan diperlihatkannya kepada Anda."
"Ya, saya pikir begitu."
"Anda kira begitu" Padahal Anda yakin sekali waktu memulainya."
Miss Marple dengan bersemangat memberikan jawaban yang cepat.
"Tidaklah mudah untuk mengulangi suatu pembicaraan dengan tepat, sesuai seperti
apa yang telah dikemukakan oleh pihak pembicara lainnya. Biasanya orang selalu
lebih condong untuk menafsirkannya sendiri, mengenai apa yang dimaksudkan oleh
pihak lainnya. Dan... sesudah itu... Anda akan mengemukakan kata-kata yang
sesungguhnya. Mayor Palgrave telah menceritakan cerita itu kepada saya, itu
memang telah dilakukannya. Dia berkata bahwa orang lain yang mengatakannya
kepadanya. Orang itu seorang dokter dan dia telah memperlihatkan kepadanya
potret seorang pembunuh... akan tetapi kalau saya harus jujur sekali dalam hal
ini... apa yang sesungguhnya dia katakan kepada saya ialah... 'Apakah Anda ingin
melihat potret seorang pembunuh"' dan sewajarnyalah bahwa saya telah menganggap
bahwa potret itu sama dengan apa yang sedang dia bicarakan. Bahwa itu adalah
potret pembunuh yang dibicarakannya. Akan tetapi saya juga harus menyetujui
bahwa ada kemungkinan... walaupun kemungkinan ini sangat jauh sekali, akan
tetapi masih mungkin terjadi... bahwa dengan adanya percampuran pendapat dalam
pikirannya, dia telah melompat dari gambar yang pernah diperlihatkannya dahulu,
ke gambar dari seseorang di sini yang baru dia ambil, yang dia yakin, adalah
seorang pembunuh." "Huh... perempuan," Tuan Rafiel mendengus jengkel. "Anda semuanya sama saja,
senang menyalahkan pihak yang lain. Segala sesuatunya tidak bisa tepat. Anda
selalu tidak merasa yakin akan sesuatu. Dan sekarang..." dia tambahkan dengan
jengkel, "yang mana jadinya?" Dia mendengus lagi. "Evelyn Hillingdon atau istri
Greg, si Lucky" Semuanya sekarang menjadi kacau-balau."
Terdengar sedikit batuk, seakan-akan meminta maaf. Arthur Jackson berdiri di
samping Tuan Rafiel. Dia datang begitu perlahannya, sehingga tidak seorang pun
yang mengetahuinya. "Sudah tiba waktunya untuk memijat Tuan," katanya.
Tuan Rafiel segera memperlihatkan perangainya.
"Apa sih maksudmu mendatangi saya begitu pelan-pelan sehingga mengagetkan saya"
Saya sama sekali tidak mendengar kau datang."
"Maafkan saya, Tuan."
"Saya pikir, hari ini saya tidak perlu dipijat. Itu tidak pernah menyehatkan
badan saya." "Ayolah... Tuan, jangan berkata begitu," kata Jackson dengan sikapnya yang
gembira dan seperti seorang yang ahli. "Tuan akan segera mengetahui akibatnya,
jika Tuan tidak mau dipijat."


Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu dia dengan tangkas memutar kursi rodanya.
Miss Marple berdiri sambil tersenyum kepada Esther dan kemudian berjalan ke
bawah menuju ke pantai. 18 SETELAH PENDETA TIDAK ADA
PANTAI pada pagi hari ini agak sepi. Greg sedang berkecimpung di air dengan
caranya yang ribut, seperti biasanya. Lucky berada di pantai dengan wajahnya
yang telungkup dan punggungnya yang dilumuri minyak terlihat terbakar di bawah
sinar matahari. Rambutnya yang berwarna pirang tersebar di pundaknya. Keluarga
Hillingdon tidak ada di situ. Senora de Caspearo dengan disertai sekelompok
laki-laki pilihan, sedang berbaring telentang dan berbicara dalam bahasa Spanyol
dengan suaranya yang berat, dan gembira. Beberapa anak-anak orang Perancis dan
Italia sedang bermain-main di tepi laut sambil tertawa. Canon dan Miss Prescott
sedang duduk di kursi sambil memperhatikan pemandangan itu. Canon menutupi
sebahagian dari matanya dengan topi dan kelihatannya setengah tertidur. Ada
sebuah kursi yang enak di dekat Miss Prescott. Miss Marple berjalan ke kursi itu
untuk duduk. "Ooh...." Dia berkata sambil menghela napas.
"Saya tahu," kata Miss Prescott.
Itu adalah sambutan mereka bersama mengenai kematian yang mengerikan.
"Kasihan sekali gadis itu," kata Miss Marple.
"Tadinya," kata Miss Prescott, "kami bermaksud untuk pergi dari sini, akan
tetapi kemudian kami memutuskan untuk tetap tinggal. Saya rasa tak adil bagi
pasangan Kendal kalau kami pergi. Karena bagaimanapun, semua itu bukan salah
mereka. Di mana pun itu bisa terjadi."
"Di tengah kehidupan, kita berada dalam bayangan kematian," kata Canon dengan
khidmat. "Tahukah Anda, bahwa itu penting sekali," kata Miss Prescott, "bahwa mereka
telah mencoba berusaha di tempat ini. Mereka telah menanamkan semua modal mereka
dalam usaha ini." "Dia seorang gadis yang manis," kata Miss Marple, "akan tetapi akhir-akhir ini
kelihatannya tidak begitu sehat."
"Dia sangat gugup," kata Miss Prescott menyetujui. "Tapi sudah tentu
keluarganya...." Dia menggelengkan kepalanya.
"Saya rasa, Joan," kata Canon dengan nada mencela, "bahwa ada sesuatu yang...."
"Semua orang mengetahui mengenai itu," kata Miss Prescott. "Keluarganya tinggal
di daerah kita. Salah satu dari bibinya... berkelakuan sangat aneh... dan
seorang pamannya malah membuka pakaiannya di salah satu stasiun bawah tanah,
Green Park, saya kira."
"Joan, semua itu suatu hal yang tidak perlu diulangi."
"Memang sangat menyedihkan," kata Miss Marple, sambil menggelengkan kepalanya,
"tapi saya kira itu bukan kegilaan yang biasa. Saya pernah tahu hal semacam ini
ketika saya sedang bekerja di dana bantuan Armenia, seorang pendeta tua yang
sangat dihormati menderita penyakit yang sama. Orang-orang yang ada di
sekitarnya segera menelepon istrinya. Istrinya segera datang dan membawanya
pulang dengan kereta, sambil dibungkus dalam selimut."
"Sudah tentu keluarga Molly yang terdekat normal," kata Miss Prescott, "Walaupun
dia tidak pernah rukun dengan ibunya, tapi pada jaman sekarang sedikit sekali
jumlahnya gadis-gadis yang cocok dengan ibunya."
"Itu sangat disayangkan sekali," kata Miss Marple, sambil menggelengkan
kepalanya. "Karena sebenarnya seorang gadis sangat membutuhkan sekali
pengetahuan ibunya mengenai dunia dan pengalamannya."
"Tepat sekali," kata Miss Prescott dengan tekanan pada suaranya. "Molly, seperti
Anda ketahui, telah berhubungan dengan seorang laki-laki... yang menurut
pendapat saya, sama sekali tidak cocok."
"Itu sering terjadi," kata Miss Marple.
"Semua keluarganya, tidak menyetujuinya, sudah tentu. Dia tidak memberitahukan
kepada mereka soal itu. Keluarganya mendengarnya dari orang lain. Sudah tentu
ibunya berkata kepadanya untuk membawa laki-laki itu kepadanya, sehingga mereka
dapat bertemu dengan laki-laki itu secara baik-baik. Tapi saya dengar usul ini,
telah ditolak oleh gadis itu. Dia berkata bahwa cara begitu akan sangat menghina
calonnya. Menyuruhnya datang dan menemui keluarganya, dan kemudian keluarganya
memperhatikannya, semua itu akan membuatnya terhina. Persis seolah-olah Anda
seekor kuda, katanya."
Miss Marple menghela napas. "Kita memang harus bijaksana dalam menghadapi anakanak muda," gumamnya.
"Bagaimanapun itulah apa yang terjadi. Setelah itu mereka melarangnya menemui
laki-laki itu." "Akan tetapi larangan seperti itu pada saat sekarang sudah tidak bisa dijalankan
lagi," kata Miss Marple. "Gadis-gadis sekarang mempunyai pekerjaan dan dengan
begitu mereka bisa saja menjumpai seseorang, walaupun mereka dilarang atau
tidak." "Tetapi kemudian, untung sekali," meneruskan Miss Prescott dengan ceritanya,
"dia berjumpa dengan Tim Kendal, dan orang yang tidak mereka sukai itu lenyap
dari pandangan. Saya tidak dapat mengatakan kepada Anda, bagaimana leganya
keluarganya." "Saya harap setelah itu mereka tidak bersikap terlalu menyolok," kata Miss
Marple. "Sikap yang begitu kebanyakan justru menjauhkan gadis-gadis mereka untuk
mendapatkan ikatan yang pantas."
"Ya, memang begitu."
"Kejadian pada mereka itu mengingatkan apa yang terjadi pada saya...." Miss
Marple bergumam. Pikirannya merenungkan masa yang lampau. Ketika itu dia
menjumpai seorang pemuda dalam sebuah pesta kroket. Dia tampaknya begitu
menyenangkan... gembira dan hampir bebas dalam pandangan hidupnya. Kemudian
pemuda itu diterima dengan kehangatan yang tidak terduga oleh ayahnya. Dia
menyenangkan untuk dipilih, dia diminta untuk datang ke rumah dengan bebas lebih
dari satu kali, tapi kemudian Miss Marple menyadari bahwa dia itu menjemukan,
malah sangat menjemukan. Canon kelihatannya tidur nyenyak sekali sampai seperti orang pingsan. Karena itu
Miss Marple merasa aman untuk meneruskan percakapan dengan hal yang memang sejak
lama ingin diketahuinya. "Sudah tentu Anda mengetahui banyak mengenai tempat ini," kata Miss Marple,
"Anda telah berkunjung ke sini beberapa kali, bukan?"
"Betul, tahun yang lalu dan dua tahun sebelumnya. Kami sangat menyenangi St.
Honor?. Selalu menjumpai orang-orang yang baik di sini. Bukan orang-orang yang
menyolok karena kayanya yang luar biasa."
"Kalau begitu, saya kira Anda kenal baik keluarga Hillingdon dan Dyson."
"Ya, cukup baik."
Miss Marple batuk dan merendahkan suaranya sedikit.
"Mayor Palgrave telah menceritakan sebuah cerita yang menarik sekali," kata Miss
Marple. "Dia mempunyai simpanan cerita-cerita yang banyak sekali, bukan" Sudah tentu
karena dia telah mengadakan perjalanan yang luas sekali. Afrika, India,
bahkan... saya kira, juga Cina."
"Ya, memang benar begitu," kata Miss Marple. "Akan tetapi yang saya maksudkan
bukan salah satu dari cerita itu. Ini adalah suatu cerita yang berhubungan...
yah, dengan salah satu dari orang-orang yang saya maksudkan tadi."
"Oo...." kata Miss Prescott. Suaranya mengandung arti.
"Begitulah. Sekarang saya ingin tahu...." Miss Marple dengan pelan-pelan
memperhatikan pantai, di mana Lucky sedang menjemur punggungnya. "Kulitnya
bagus, yang kecoklatan kena sinar matahari," komentar Miss Marple. "Dan
rambutnya sangat menarik. Warnanya Hampir sama dengan rambut Molly Kendali,
bukan?" "Satu-satunya perbedaan," kata Miss Prescott, "adalah, bahwa rambut Molly adalah
asli, sedangkan warna rambut Lucky datangnya dari botol."
"Sesungguhnya, Joan," Canon protes. Dengan tidak disangka-sangka dia bangun.
"Apakah kau tidak berpendapat, bahwa itu merupakan hal yang kurang pantas untuk
dikatakan?" "Pantas saja," kata Miss Prescott agak asam. "Itu memang kenyataan."
"Itu tampaknya bagus sekali bagi saya," kata Canon.
"Sudah tentu. Itulah sebabnya dia mengecatnya. Akan tetapi saya ingin meyakinkan
kau, Jeremy yang baik hati, bahwa itu sama sekali tidak dapat membohongi seorang
perempuan pun, walaupun hanya untuk sekejap. Bukankah begitu?" Dia minta
pertimbangan Miss Marple.
"Ya, mungkin begitu. Tapi saya khawatir...." kata Miss Marple. "Sudah tentu saya
tidak mempunyai pengalaman seperti yang Anda miliki... tetapi, saya setuju bahwa
warna rambutnya tidak alamiah. Perbedaannya terlihat pada akarnya setiap lima
atau enam hari...." Dia melihat kepada Miss Prescott. Mereka berdua kemudian
menganggukkan kepalanya dengan yakin.
Canon tampaknya tertidur lagi.
"Mayor Palgrave telah menceritakan kepada saya suatu cerita yang benar-benar
luar biasa," kata Miss Marple pelahan, "mengenai... saya tidak dapat
menangkapnya dengan baik, karena adakalanya saya sedikit tuli. Dia tampaknya mau
mengatakan atau mau menunjukkan...." Dia berhenti sebentar.
"Saya tahu apa yang Anda maksudkan. Pada waktu itu banyak dibicarakan mengenai
soal itu...." "Anda maksudkan, pada waktu...."
"Pada waktu... Ny. Dyson yang pertama meninggal. Matinya samasekali tidak
disangka-sangka. Walaupun semua orang berpendapat bahwa dia memang menderita
penyakit khayal... selalu mencemaskan kesehatannya. Tapi pada waktu dia
mengalami serangan penyakitnya itu dan kemudian mendadak meninggal dunia...
yah... sudah tentu orang-orang mulai membicarakannya."
"Apakah pada waktu itu ada kesulitan?"
"Kejadian itu merupakan teka-teki bagi dokter. Dokternya adalah seorang yang
masih sangat muda dan tidak berpengalaman. Dia adalah seperti orang yang saya
misalkan sebagai salah satu obat antibiotik untuk laki-laki. Seperti Anda
ketahui, dia macamnya dokter yang tidak memerlukan untuk melihat sungguh-sungguh
kepada pasiennya atau ingin mengetahui ada apa dengan pasiennya itu. Mereka
biasanya memberikan kepada pasiennya beberapa macam pil dari botol dan kalau
kemudian belum baik mereka akan mencobakan pil-pil lainnya. Ya, saya yakin bahwa
dia keheranan tapi perempuan itu sebelumnya memang pernah menderita sakit perut.
Sedikitnya itulah apa yang telah dikatakan oleh suaminya. Jadi sama sekali tidak
ada alasan padanya untuk merasa ragu bahwa ada sesuatu yang tidak beres."
"Akan tetapi, Anda sendiri berpendapat bagaimana...?"
"Saya sebetulnya telah berusaha untuk mempunyai pandangan yang terbuka, akan
tetapi, yang meragukan saya, seperti juga yang Anda ketahui, ada beberapa hal
yang telah dikatakan oleh orang-orang...."
"Joan!" kata Tuan Canon sambil duduk. Dia melihat kepadanya dengan marah. "Saya
tidak suka... saya benar-benar tidak suka mendengar obrolan yang tidak baik itu
diulangi. Ingat, kita selalu menentang hal-hal semacam itu. Jangan hanya melihat
hal-hal yang jahat, jangan mendengarkan kejahatan, jangan bicara yang jahat...
dan lebih-lebih lagi, jangan berpikiran jahat. Itu semuanya, hendaknya menjadi
pegangan dari setiap orang laki-laki dan perempuan Kristen."
Kedua perempuan itu duduk terdiam. Mereka telah diperingatkan untuk menghormati
ajaran mereka, mereka tunduk kepada kritik dari seorang laki-laki. Akan tetapi
di dalam mereka, merasa kecewa, jengkel dan sama sekali tidak menyesalkan
perbuatan mereka berdua itu. Miss Prescott melemparkan pandangan yang terangterangan jengkel kepada kakaknya. Miss Marple mengeluarkan alat-alat merajutnya
dan memperhatikan itu. Untung bagi mereka, nasib baik ada pada pihak mereka.
"Pak...." kata suara kecil yang melengking. Itu adalah suara salah satu dari
anak-anak orang Perancis, yang sedang bermain di tepi air. Dia telah datang
dengan diam-diam dan berdiri di samping kursi Tuan Canon Prescott.
"Pak...." anak itu berkata lagi.
"Eh" Ya ada apa, Sayang" Siapa kau, Nak?"
Anak kecil itu menerangkan, bahwa mereka telah bertengkar, untuk menentukan
siapa yang berhak mendapatkan alat pelampung dan soal-soal lain, yang ada
sangkut-pautnya dengan aturan di pantai. Canon senang sekali pada anak-anak,
khususnya pada gadis-gadis kecil. Dia selalu senang untuk dipanggil menjadi
hakim dalam pertengkaran mereka. Dia sekarang dengan senang hati berdiri dan
pergi menyertai anak itu ke pantai. Miss Marple dan Miss Prescott menghela napas
dalam sekali dan saling memandang dengan gembira.
"Jeremy, sudah tentu benar, untuk menentang desas-desus yang tidak baik," kata
Miss Prescott, "akan tetapi sesungguhnyalah kita tidak bisa untuk tidak
mengindahkan apa yang telah dikatakan oleh orang lain. Dan... di sanalah,
seperti apa yang saya katakan telah biasanya terdapat... omong-kosong."
"Ya," suara Miss Marple mendesaknya supaya terus berbicara.
"Perempuan ini, namanya Greatorex" Waktu itu, itulah namanya. Saya tidak dapat
mengingatnya sekarang. Dia seorang saudara sepupu Ny. Dyson. Dan dia yang
mengurus Ny. Dyson. Dialah yang memberikan obat dan keperluan lain-lainnya."
Kemudian ada istirahat sebentar yang tidak ada artinya.
"Dan sudah tentu, saya dengar, ada..." suara Miss Prescott menjadi rendah, "...
sesuatu antara Tuan Dyson dengan Miss Greatorex. Itu telah dilihat oleh orang
banyak. Saya kira, hal yang seperti itu segera dapat diketahui orang, di tempat
seperti ini. Dan kemudian ada cerita-cerita yang aneh mengenai suatu obat, yang
telah dibeli oleh Edward Hillingdon untuk dia, di apotik."
"O... Edward Hillingdon terlibat dalam peristiwa itu?"
"Ya... karena Edward sangat tertarik kepadanya. Orang-orang memperhatikan itu.
Lucky... atau yang sebelumnya bernama Greatorex... telah mengadudombakan mereka
berdua, Gregory Dyson dan Edward Hillingdon. Keadaan seperti itu di antara
mereka berdua itu terpaksa dihadapi, oleh karena Lucky selalu adalah seorang
wanita yang menarik hati laki-laki."
"Walaupun sebenarnya dia tidak semuda... seperti tampaknya," Miss Marple
menambahkan. "Tepat. Akan tetapi dia tampaknya selalu rapi sekali dan selalu menghias
wajahnya. Pada waktu dia hanya seorang keluarga yang miskin, sudah tentu dia tidak begitu menonjol. Dia tampaknya setia sekali pada si invalid yang
dirawatnya. Tapi, yah, Anda lihat sendiri bagaimana akhirnya."
"Mengenai cerita apotik itu... bagaimana itu sampai dapat diketahui orangorang?" "Mengenai itu baiklah... itu tidak terjadi di Jamestown. Saya kira itu terjadi
pada waktu mereka berada di Martinique. Saya percaya, biasanya orang-orang
Perancis, lebih sembrono daripada orang-orang kita dalam persoalan obat-obat
bius. Si ahli kimia ini telah berbicara dengan seseorang, kemudian cerita itu
tersebar ke mana-mana... itulah apa yang telah terjadi."
Miss Marple mengetahui bahwa cerita semacam itu memang mudah tersebar.
"Dia bercerita bahwa Kolonel Hillingdon ingin membeli sesuatu dan kelihatannya
tidak tahu apa yang akan dibelinya. Dia mengeluarkan secarik kertas. Nama obat
yang akan dibelinya tertulis di situ. Bagaimanapun, seperti apa yang telah saya
katakan setelah itu, timbullah omongan mengenai itu."
"Akan tetapi saya tidak mengerti, mengapa Kolonel Hillingdon...." Miss Marple
mengerutkan dahinya karena bingung.
"Saya kira, dia hanya dipergunakan sebagai alat saja. Bagaimanapun pada
akhirnya, Gregory Dyson dalam tempo yang singkat telah kawin lagi, walaupun
sebenarnya itu tidak sopan. Bayangkan... hanya sebulan kemudian setelah istrinya
yang pertama meninggal."
Mereka saling berpandangan.
"Akan tetapi... apakah ketika itu sama sekali tidak ada kecurigaan?" tanya Miss
Marple. "O, tidak ada. Semua itu hanya menjadi bahan omongan saja. Dan sudah tentu
setelah itu tidak ada artinya lagi."
"Tapi Mayor Palgrave berpendapat ada apa-apanya."
"Apakah dia telah berkata begitu kepada Anda?"
"Saya tidak mendengarkannya betul-betul," Miss Marple mengakui. "Tapi saya ingin
tahu... apakah dia juga telah mengatakannya kepada Anda?"
"Pada suatu hari dia pernah menunjukkan kepada saya," kata Miss Prescott.
"Sungguh-sungguh... dia menunjukkan orangnya?"
"Ya. Semula saya mengira yang ditunjukkan adalah Ny. Hillingdon. Dengan napas
yang terengah-engah dan sedikit tertawa, dia berkata, 'Lihatlah perempuan yang
di sana itu.' Sejauh apa yang saya ketahui selama ini, cuma dia satu-satunya
perempuan yang telah melakukan suatu pembunuhan dan berhasil pergi dengan
bebasnya. Saya sudah tentu sangat terperanjat mendengarnya. Lalu saya berkata
kepadanya. 'Mayor Palgrave, Anda hanya main-main saja'. Mayor berkata, 'Ya, ya,
Nyonya yang baik hati. Marilah kita katakan itu hanya sebuah lelucon saja.'
Ketika itu, keluarga Dyson dan keluarga Hillingdon sedang duduk-duduk di meja
yang letaknya dekat kami. Saya khawatir kalau-kalau mereka sampai mendengarkan
pembicaraan itu. Tapi Mayor Palgrave malah tertawa dan berkata, 'Saya benarbenar tidak berminat untuk pergi ke suatu pesta minum dan di pesta itu seseorang
membuatkan saya minuman cocktail. Itu banyak persamaannya seperti makan siang
dengan keluarga Borgia.'"
"Semua itu sangat menarik sekali," kata Miss Marple. "Apakah ketika itu, dia
telah menyebutkan mengenai sebuah potret...?"


Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya tidak ingat lagi... apakah itu dari guntingan surat kabar?"
Miss Marple yang hampir berbicara, menutup kembali mulutnya, karena matahari
untuk sementara waktu ada yang menghalanginya.
Evelyn Hillingdon berhenti di dekat mereka.
"Selamat pagi...." Dia berkata.
"Saya tadi bertanya-tanya sendiri di mana Anda berada selama ini," kata Miss
Prescott sambil melihat ke atas dengan gembira.
"Saya dari Jamestown, berbelanja."
"Oh, begitu." Miss Prescott pelan-pelan melihat ke sekitarnya dan Evelyn Hillingdon berkata,
"Oh, saya tidak mengajak Edward bersama saya. Biasanya laki-laki tidak senang
ikut berbelanja." "Apakah Anda telah menemukan sesuatu yang menarik?"
"Ini bukan berbelanja untuk macam itu. Saya hanya pergi ke apotik."
Dengan tersenyum dan anggukan sedikit, dia turun ke bawah menuju ke pantai.
"Keluarga Hillingdon, orang-orangnya begitu menyenangkan," kata Miss Prescott.
"Walaupun dia tidak begitu mudah untuk dikenal, bukankah begitu" Yang saya
maksudkan, dia selalu bergembira dan semacam itu, akan tetapi tidak seorang pun
yang mengenalnya dengan baik."
Miss Marple menyetujui pendapat itu sambil merenung.
"Tidak seorang pun yang bisa mengetahui, apa yang sedang dia pikirkan," kata
Miss Prescott. "Mungkin sebaiknya begitu," kata Miss Marple.
"Maafkan saya, apakah yang Anda maksudkan?"
"Oh sebenarnya... bukan apa-apa, hanya saya mempunyai perasaan bahwa apa yang
dipikirkannya sedikit agak membingungkan."
"Oh," kata Miss Prescott, melihat kepadanya agak heran. "Saya tahu apa yang Anda
maksudkan." Lalu dia meneruskan dengan mengubah sedikit persoalannya. "Apa yang
saya ketahui, bahwa mereka mempunyai rumah yang bagus sekali di Hampshire.
Mereka mempunyai seorang anak laki-laki... ataukah dua... yang telah pergi...
atau salah satu dari mereka ke Winchester."
"Apakah Anda mengenal Hampshire dengan baik sekali?"
"Tidak. Sama sekali tidak. Saya kira, rumah mereka dekat Alton."
"Saya tahu," Miss Marple istirahat sebentar dan kemudian berkata, "di mana
tinggalnya keluarga Dyson?"
"Di Kalifornia," kata Miss Prescott, "itu kalau mereka sedang berada di rumah.
Mereka berdua senang sekali bepergian."
"Memang hanya sedikit sekali yang kita ketahui mengenai orang-orang yang kita
jumpai di perjalanan," kata Miss Marple. "Yang saya maksudkan... bagaimanakah
yah... saya harus mengatakannya" Anda hanya mengetahui mengenai mereka, sesuai
dengan apa yang telah mereka pilih untuk diceritakan kepada Anda mengenai diri
mereka. Misalnya saja, Anda tidak mengetahui dengan pasti bahwa keluarga Dyson
berdiam di Kalifornia."
Miss Prescott melihat kepadanya dengan kaget.
"Saya yakin Tuan Dyson telah menyebutkan bahwa dia tinggal di sana."
"Ya. Ya itu tepat sekali, seperti apa yang saya maksudkan. Dan keadaan itu
serupa dengan keluarga Hillingdon. Saya maksudkan, kalau Anda mengatakan bahwa
mereka diam di Hampshire, Anda benar-benar telah mengulangi, apa yang telah
mereka katakan kepada Anda, bukankah begitu?"
Miss Prescott melihat kepadanya agak kaget. "Apakah yang Anda maksudkan, bahwa
mereka sebenarnya tidak berdiam di Hampshire?" Dia bertanya.
"Tidak. Sedikit pun saya tidak bermaksud begitu," kata Miss Marple cepat dengan
nada meminta maaf. "Saya mempergunakan mereka sebagai contoh dengan maksud untuk
menjelaskan apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui oleh orang-orang."
Miss Marple meneruskan, "Saya telah mengatakan kepada Anda bahwa saya berdiam di
St. Mary Mead. Tidak dapat disangsikan lagi, bahwa Anda belum pernah
mendengarkan. Akan tetapi kalau saya boleh mengatakannya, Anda mengetahui
mengenai tempat itu bukan dari pengetahuan Anda sendiri, bukan?"
Miss Prescott menahan dirinya untuk tidak mengatakan bahwa dia sama sekali tidak
menaruh perhatian di mana Miss Marple tinggal. Yang dia ketahui bahwa itu adalah
suatu tempat di selatan Inggris dan itulah yang diketahuinya.
"Oh saya tahu apa yang Anda maksudkan," dia menyetujui dengan cepat, "tapi saya
juga mengetahui, bahwa kita tidak bisa terlalu berhati-hati kalau kita sedang
berada di luar negeri."
"Maksud saya bukan itu," kata Miss Marple.
Ada hal-hal yang aneh yang sedang dipikirkan oleh Miss Marple. Apakah dia benarbenar mengetahui, dia bertanya kepada dirinya sendiri, bahwa Canon Prescott dan
Miss Prescott adalah benar-benar Canon Prescott dan Miss Prescott" Mereka memang
telah mengatakan begitu. Tidak ada bukti untuk menyangkalnya. Bukankah mudah
sekali untuk mengenakan pakaian yang pantas, kerah pendeta dan mengadakan
pembicaraan yang tepat. Kalau memang ada alasannya....
Miss Marple mengetahui cukup banyak mengenai tugas kependetaan dalam dunia ini.
Akan tetapi keluarga Prescott datang dari utara. Dari Derham, betulkah" Dia
tidak meragukan lagi. Mereka adalah betul-betul keluarga Prescott. Akan tetapi
sekarang kembali lagi kepada persoalan yang sama... orang masih saja suka
percaya kepada apa yang telah dikatakan oleh orang lain.
Mungkin kita hendaknya lebih berhati-hati terhadap itu. Mungkin.... Kemudian dia
menggelengkan kepalanya dengan bijaksana.
19 GUNANYA SEBUAH SEPATU CANON Prescott kembali dari tepi air dengan napas yang terengah-engah (bermain
dengan anak-anak memang selalu melelahkan).
Sekarang dia dengan adiknya kembali ke hotel, karena hawa di pantai menjadi agak
panas sedikit. "Tapi..." kata Senora de Caspearo yang merasa tersinggung, dengan kepergian
mereka, "... bagaimana mungkin pantai bisa menjadi terlalu panas" Itu semua
omong kosong... lihat saja apa yang dipakainya... tangannya dan lehernya...
semuanya ditutupi. Tapi mungkin itu lebih baik bagi mereka, karena kulitnya...
mungkin mengerikan, seperti... seekor ayam yang bulunya dicabut."
Miss Marple menghela napas dalam-dalam. Sekaranglah saatnya atau tidak sama
sekali, untuk mengadakan pembicaraan dengan Senora de Caspearo. Sayangnya dia
tidak mengetahui, apa yang akan dibicarakan. Tampaknya tidak ada dasar
pembicaraan yang sama untuk memulainya.
"Senora, apakah Anda mempunyai anak - ?"
"Saya mempunyai tiga bidadari-bidadari," kata Senora de Caspearo, sambil mencium
ujung-ujung jarinya. Miss Marple agak tidak mengerti, apakah itu berarti bahwa anak-anak Senora de
Caspearo ada di surga atau itu hanya menunjukkan tabiat-tabiat mereka.
Salah satu dari laki-laki yang menungguinya memberikan tanggapan dalam bahasa
Spanyol dan Senora de Caspearo menanggapinya dengan mendongak sambil tertawa
keras. Tawanya merdu. "Mengertikah Anda, apa yang telah dia katakan?" Dia bertanya kepada Miss Marple.
"Saya tidak mengerti," kata Miss Marple sambil meminta maaf.
"Itu lebih baik. Dia adalah seorang jahat."
Kemudian menyusul dengan cepat dan bersemangat pembicaraan dalam bahasa Spanyol.
"Semua itu adalah perbuatan yang keji... benar-benar keji," kata Senora de
Caspearo yang berbicara dalam bahasa Inggris. Mendadak dia serius. "Akan tetapi
polisi tidak memperkenankan kita untuk pergi dari kepulauan ini. Ketika itu,
saya mengamuk, saya berteriak dan menghentakkan kaki saya... akan tetapi, semua
yang mereka katakan ialah... tidak, tidak. Tahukah Anda bagaimana akhirnya..."
Kita semuanya akan dibunuh."
Pengawalnya berusaha untuk meyakinkan dia.
"Ya... akan tetapi... saya katakan kepada Anda, bahwa tempat ini tidak
menguntungkan kita. Saya telah mengetahuinya sejak dari semula... Mayor yang tua
dan jelek itu... dia mempunyai mata yang juling... apakah Anda masih ingat"
Matanya yang juling itu kelihatannya jelek sekali. Saya selalu membuat tanda
silang setiap kali dia melihat kepada saya." Lalu dia menggambarkan perbuatannya
itu. "Karena matanya juling, saya selalu tidak yakin, kapan sebenarnya dia
melihat kepada saya."
"Dia mempunyai mata palsu dari gelas," kata Miss Marple dan kemudian
menerangkannya, "saya kira karena suatu kecelakaan, pada waktu dia masih muda.
Tentu, semua itu bukan salahnya."
"Saya katakan kepada Anda, bahwa dia membawa nasib jelek... saya katakan ini
disebabkan pengaruh matanya yang jahat itu."
Tangannya diulurkan lagi dalam gerakan kebiasaan orang-orang Spanyol...
kelingking dan jari manisnya ditonjolkan, sedangkan jari tengah dan telunjuknya
ditekuk ke dalam. "Bagaimanapun," dia berkata dengan gembira, "dia sekarang
sudah mati... sehingga saya tidak perlu melihat kepadanya lagi. Saya tidak
senang melihat sesuatu yang jelek."
Menurut pendapat Miss Marple, itu adalah tulisan yang agak kejam untuk batu
nisan Mayor Palgrave. Jauh di bawah, di tepi pantai, Gregory Dyson sedang keluar dari dalam laut.
Lucky membalikkan badannya. Evelyn Hillingdon melihat kepada Lucky, dan ekspresi
di wajah Evelyn, karena alasan tertentu, membuat Miss Marple bergidik.
"Tak mungkin saya kedinginan... dengan matahari sepanas ini," Miss Marple
berpikir. Bagaimana bunyi peri bahasa lama itu... 'Seekor angsa berjalan di atas kuburan
Anda....' Miss Marple berdiri dan pelan-pelan pergi kembali ke bungalonya.
Dalam perjalanan, dia berpapasan dengan Tuan Rafiel dan Esther Walters, yang
sedang turun menuju pantai. Tuan Rafiel berkedip kepadanya. Miss Marple tidak
berkedip kembali. Dia tampaknya tidak menyetujui.
Miss Marple pergi ke bungalonya dan kemudian merebahkan dirinya di tempat
tidurnya. Dia merasa tua, lelah dan cemas.
Dia merasa yakin sekali, bahwa tidak boleh ada waktu yang dibuang... tidak ada
waktu untuk dibuang... semua ini akan menjadi sangat terlambat....
Matahari hampir terbenam... matahari terbenam... kita melihat matahari selalu
harus dengan kaca hitam... di manakah kaca hitam yang diberikan oleh seseorang
kepadanya..." Tidak... dia tidak memerlukannya sama sekali. Sebuah bayangan menutupi matahari
dan menghilangkan sinarnya. Ada satu bayangan. Bayangan Evelyn Hillingdon...
tidak, bukan Evelyn Hillingdon... tapi bayangan (bagaimanakah bunyi kata-kata
itu"). 'Bayangan dari lembah kematian'... itulah dia. Dia seharusnya... membuat
tanda silang... untuk menghindarkan mata yang jahat... mata jahat Mayor
Palgrave. Kelopak matanya bergetar dan terbuka... dia tadi rupanya tertidur. Akan tetapi
ada sebuah bayangan... ada seseorang yang sedang mengintip di jendelanya.
Bayangan itu bergerak... dan kemudian menghilang... Miss Marple mengetahuinya
bayangan siapa itu... itu adalah bayangan Jackson.
"Kurang ajar... mengapa dia mengintip seperti itu..." pikirnya... dan dia
tambahkan sisipan, "benar-benar seperti Jonas Parry."
Perbandingannya itu, tidak menguntungkan untuk Jackson.
Kemudian dia ingin tahu... mengapa Jackson mengintip ke dalam kamar tidurnya"
Untuk maksud apa dia berdiri di situ" Atau hanya untuk mengetahui... bahwa dia
berada di situ dan sedang tidur.
Miss Marple bangun dan kemudian pergi ke kamar mandi, dan pelan-pelan mengintip
ke luar melalui jendela. Arthur Jackson dilihatnya sedang berdiri di pintu bungalo yang ada di sebelah
bungalonya. Bungalo Tuan Rafiel. Dia melihat Jackson datang memperhatikan
keadaan sekelilingnya dengan cepat. Setelah itu dengan cepat ia menyelinap ke
dalam bungalo Tuan Rafiel. Kejadian ini menarik sekali, pikir Miss Marple.
Mengapa Jackson harus melihat sekelilingnya dengan hati-hati ketika mau masuk ke
dalam bungalo tuannya" Padahal sudah sepatutnyalah kalau dia pergi ke bungalo
Tuan Rafiel. Karena dia mempunyai sebuah kamar di belakang bungalo itu. Dia
selalu keluar-masuk rumah itu, untuk disuruh atau lain-lainnya. Jadi mengapa dia
harus melihat dengan begitu hati-hati dan tampaknya begitu berdosa" "Hanya satu
sebabnya" kata Miss Marple menjawab pertanyaannya sendiri, "dia ingin merasa
yakin bahwa tidak ada seorang pun yang memperhatikan dia masuk ke dalam pada
waktu yang khusus ini... oleh karena disebabkan sesuatu... yang akan dia
kerjakan di sana." Sudah tentu, semua orang pada waktu ini sedang berada di pantai, kecuali mereka
yang sedang mengadakan perjalanan penyelidikan. Dalam waktu kira-kira dua puluh
menit atau lebih, Jackson akan sudah berada di pantai, untuk menjalankan
tugasnya, membantu Tuan Rafiel turun ke laut. Kalau dia ingin mengerjakan
sesuatu di bungalo dengan tidak dilihat orang, maka sekaranglah waktunya yang
paling baik. Dia tentu merasa puas, bahwa Miss Marple sedang tidur di tempat
tidurnya dan tidak ada seorang pun di dekatnya untuk memperhatikan tindaktanduknya. Nah, kalau begitu Miss Marple harus hati-hati kalau mau memperhatikan
tindak-tanduk Jackson. Sambil duduk di atas tempat tidurnya, Miss Marple melepaskan sepatu sandalnya
yang bersih dan kemudian menggantinya dengan sepatu karet. Kemudian dia
menggelengkan kepalanya, melepaskan sepatu karetnya, mencari di dalam kopernya
dan mengambil sepasang sepatu, yang salah satu tumitnya baru-baru ini terjepit
pintu. Sepatu itu sekarang dalam keadaan yang membahayakan. Miss Marple dengan
tangkas membuatnya menjadi lebih berbahaya lagi dengan menggunakan kikir kuku.
Kemudian dia keluar dari pintu dengan hati-hati dan jalan dengan kaki yang
memakai stocking. Dengan sikap yang hati-hati seperti seorang pemburu binatang
besar, yang sedang menangkap angin dari gerombolan kijang, Miss Marple pelanpelan mengelilingi bungalo Tuan Rafiel. Dengan hati-hati dia berjalan ke ujung
rumah itu. Dipakainya salah satu dari sepatu yang dibawanya sambil memberikan
renggutan terakhir pada tumit sepatu lainnya. Berlutut dan berjongkok di bawah
jendela. Kalau seandainya Jackson mendengarkan sesuatu, kalau sampai dia ke
jendela dan melihat ke luar, maka dia akan melihat seorang perempuan tua jatuh
yang disebabkan karena tumit sepatunya terlepas. Akan tetapi, tampaknya Jackson
tidak mendengarkan apa-apa.
Dengan sangat pelan-pelan, Miss Marple mengangkat kepalanya. Letak jendela
bungalo itu rendah sekali. Sambil melindungi dirinya dengan dedaunan, Miss
Marple mengintip ke dalam.
Jackson sedang berlutut di muka kopor. Tutup kopor itu terbuka, Miss Marple
melihat bahwa kopor itu kopor khusus karena berisi kertas-kertas. Jackson
memeriksa kertas-kertas itu, sekali-kali dia mengeluarkan dokumen-dokumen dari
amplop-amplop panjang. Miss Marple tidak berada lama di tempat pengamatannya.
Apa yang dia perlukan ialah mengetahui apa yang sedang dilakukan Jackson.
Sekarang dia tahu, Jackson sedang memata-matai urusan orang lain. Apakah dia
sedang mencari suatu barang yang khusus ataukah dia hanya menuruti naluri wajar,
Miss Marple tidak mempunyai wewenang untuk mengadili. Akan tetapi apa yang telah
dilihatnya, mempertebal keyakinannya, bahwa Jackson dan Jonas Parry mempunyai
banyak persamaan lain, selain daripada persamaan muka saja.
Persoalan Miss Marple sekarang, dia harus segera mengundurkan diri. Dengan hatihati dia berjongkok lagi dan merangkak melalui tanaman bunga, sampai dia jauh
dari jendela. Dia kembali ke bungalo, menyimpan dengan hati-hati sepatunya,
bersama tumit sepatunya, yang telah dia renggut dari sepatu itu.
Dia melihat ke barang-barang itu dengan rasa sayang. Satu alat yang baik,
mungkin di kemudian hari bisa dipergunakan lagi, kalau suatu saat diperlukan.
Setelah itu dipakainya lagi sepatu sandalnya dan kemudian pergi ke pantai,
dengan kepala penuh pikiran.
Miss Marple sengaja menunggu sampai Esther turun ke air, kemudian dia pergi ke
kursi yang telah ditinggalkan oleh Esther.
Greg dan Lucky sedang tertawa dan bicara bersama Senora de Caspearo. Mereka
ramai sekali. Miss Marple berbicara dengan sangat pelahan, hampir-hampir berbisik, tanpa
melihat kepada Tuan Rafiel.
"Tahukah Anda, bahwa Jackson memata-matai Anda?"
"Saya tidak merasa heran," kata Tuan Rafiel. "Anda rupanya memergoki dia sedang
melakukan itu, bukan?"
"Saya berhasil melihatnya melalui jendela. Dia membuka salah satu dari kopor
Anda dan kemudian membaca surat-surat Anda."
"Rupanya dia berhasil mendapatkan kunci tas itu. Dia memang banyak akalnya. Tapi
walaupun bagaimana dia akan kecewa. Apa yang dia dapatkan dengan cara itu, tidak
akan ada artinya sama sekali baginya."
"Dia sedang ke mari sekarang," kata Miss Marple, sambil melihat ke arah hotel.
"Saat turun ke air bagi saya."
Lalu dia berbicara lagi... pelan sekali.
"Mengenai Anda... jangan terlalu bersemangat. Kami tidak menghendaki menghadiri
upacara penguburan Anda berikutnya. Ingat umur Anda dan berhati-hatilah. Jangan
lupa ada orang di sekitar sini yang tidak berhati-hati."
20 TANDA BAHAYA PADA MALAM HARI
MALAM telah tiba, lampu-lampu di teras telah dinyalakan. Para tamu sedang makan,
berbicara dan tertawa, walaupun tidak begitu keras dan meriah, tidak seperti


Misteri Karibia A Caribbean Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terjadi beberapa hari yang lalu. Band mulai memperdengarkan lagu-lagunya.
Akan tetapi tamu-tamu yang sedang berdansa cepat sekali berhenti. Sambil
menguap... keadaan menjadi gelap dan sunyi... sekarang hotel The Golden Palm
Tree tidur.... "Ny. Evelyn, Ny. Evelyn," terdengar bisikan yang tajam dan mendesak. Evelyn
Hillingdon menggeliat dan membalik di atas bantalnya.
"Nyonya Evelyn, bangunlah...."
Evelyn Hillingdon, sekonyong-konyong bangun dan duduk. Dilihatnya Tim Kendal
sedang berdiri di ambang pintu. Dia menatap Tim dengan heran.
"Nyonya... dapatkah Anda segera datang" Molly... dia sakit. Saya tidak tahu apa
yang telah terjadi padanya. Saya kira... mungkin... dia telah meminum sesuatu."
Evelyn bergerak dengan cepat dan pasti.
"Baiklah, Tim, saya akan segera datang. Anda sebaiknya cepat kembali kepadanya.
Sebentar lagi saya datang."
Tim Kendal menghilang. Evelyn turun dari tempat tidurnya, mengenakan baju
rumahnya dan melihat ke tempat tidur lainnya. Suaminya tampaknya tidak bangun.
Dia berbaring di situ. Kepalanya membalik dan napasnya tenang. Sebentar Evelyn
ragu-ragu, kemudian dia memutuskan untuk tidak mengganggunya. Evelyn keluar
pintu dan berjalan cepat ke rumah utama dan kemudian ke sebelahnya, menuju
bungalo Kendal, Dia berpapasan dengan Tim di jalan masuk.
Molly sedang berada di tempat tidurnya. Matanya tertutup dan napasnya kelihatan
tidak normal. Evelyn membungkuk dan membuka kelopak matanya, meraba denyut
nadinya dan kemudian melihat ke meja yang berada di samping tempat tidur. Di
situ ada sebuah gelas dan baru dipakai. Di sampingnya ada sebuah botol kecil
yang kosong, yang semula berisi pil. Dia mengambil botol itu.
"Pil-pil itu adalah obat tidurnya," kata Tim, "akan tetapi botol itu kemarin
atau sehari sebelumnya separuhnya terisi pil. Saya kira dia telah memakannya
semua." "Cepat pergi panggil Dr. Graham," kata Evelyn, "dan sebelum pergi, bangunkan
pelayan, supaya membikin kopi yang keras. Sekeras mungkin cepat!"
Tim pergi dengan cepat sekali. Tepat di luar dia bertabrakan dengan Edward
Hillingdon. "Oh, maafkan, Edward."
"Apa yang telah terjadi?" tanya Hillingdon. "Ada apa?"
"Molly. Evelyn ada bersamanya. Saya harus segera mencari dokter. Seharusnya saya
tadi ke dokter dulu, tetapi saya... saya tidak yakin... dan saya kira Evelyn
akan tahu. Molly akan marah kalau saya memanggil dokter, padahal tidak perlu."
Setelah itu dia pergi sambil berlari. Edward untuk sementara waktu mengamatinya,
kemudian berjalan menuju kamar tidur.
"Apa yang telah terjadi?" Dia bertanya. "Apakah penyakitnya berat?"
"Oh, Edward... kau yang datang. Saya tidak tahu, bahwa kau akan bangun. Anak
bodoh ini menelan sesuatu."
"Apakah membahayakan?"
"Saya tidak dapat mengatakannya, sebelum saya mengetahui, berapa banyaknya yang
telah ditelan. Saya yakin tidak akan berakibat buruk sekali, kalau saja kita
dapat menanganinya tepat pada waktunya. Saya sudah minta dibuatkan kopi. Kalau
kita berhasil memasukkan kopi itu...."
"Akan tetapi, mengapa dia sampai berbuat seperti ini" Apakah kau tidak
berpendapat...." Dia berhenti.
"Tidak berpendapat apa?" tanya Evelyn.
"Apakah kau tidak berpendapat, bahwa kejadian ini karena adanya penyelidikan
polisi... dan lain-lainnya itu?"
"Sudah tentu itu mungkin. Hal semacam itu bisa mengagetkan orang yang mempunyai
penyakit syaraf. Tapi Molly tidak pernah tampak sebagai penderita penyakit
syaraf." "Kita tidak dapat mengatakannya dengan tepat," kata Evelyn. "Adakalanya itu
tidak sama dengan orang-orang yang menderita gangguan syaraf."
"Ya, saya ingat...." Lagi-lagi dia berhenti.
"Sesungguhnya," kata Evelyn, "biasanya kita tidak mengetahui mengenai keadaan
orang lain." Dia tambahkan "bahkan, juga tidak mengetahui mengenai orang yang
paling dekat dengan kita."
"Apakah kau tidak bertindak terlalu jauh, Evelyn... terlalu membesar-besarkan?"
"Saya tidak berpendapat begitu. Kalau kau memikirkan seseorang, maka itu adalah
khayalan yang kaubuat untuk kepentingan kau sendiri."
Tokoh Besar 6 Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian Ching Ching 2

Cari Blog Ini