Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie Bagian 2
mengincar dompetnya. Hidupnya tetap aman. Tetapi setelah kedatangan Tuan Alfred
Inglethorp - dalam dua bulan - hek!"
"Percayalah, Nona Howard," kata Poirot bersungguh-sungguh. "Kalau memang Tuan
Inglethorp orangnya, dia tak akan luput dari tangan saya. Saya akan
menggantungnya setinggi mungkin."
"Bagus," kata Nona Howard dengan antusias.
"Tetapi saya terpaksa minta agar Anda mempercayai saya. Bantuan Anda mungkin
sangat berarti bagi saya. Akan saya beritahu sebabnya. Karena dari semua orang
yang sedang berkabung di rumah ini, hanya mata Anda yang menangis."
Nona Howard mengedip-ngedipkan matanya. Sebuah nada baru terdengar dalam
suaranya yang kasar. "Kalau yang Anda maksud adalah saya sayang pada Emily - ya, memang benar. Emily
adalah seorang wanita tua yang sangat egois. Dia memang murah hati, tapi dia mau
kita mengembalikan kebaikannya. Dia tidak pernah membiarkan orang lupa pada apa
yang telah diberikannya kepada mereka. Dengan cara seperti itu - dia kehilangan
cinta. Saya rasa dia tidak sadar akan hal itu. Tapi saya lain. Dari pertama kali
saya tegas. Saya dibayar sekian sebagai imbalan pekerjaan saya. Tapi saya tak
mau menerima apa-apa lagi sebagai pemberian sampingan - tidak sepasang sarung
tangan, tidak juga selembar karcis bioskop. Dia tidak mengerti dan kadang-kadang
marah. Saya dikatainya tolol dan sombong. Bukannya saya demikian - tapi saya tak
bisa menerangkan. Bagaimanapun saya menjaga harga diri saya. Dengan demikian
sayalah satu-satunya orang yang bisa merasa sayang padanya. Saya jaga dia. Saya
lindungi dia. Tapi tiba-tiba saja ada seorang bajingan datang, dan puh! Semua
pengabdian saya sia-sia."
Poirot mengangguk penuh pengertian.
"Saya mengerti, Nona. Saya mengerti apa yang Anda rasakan. Itu sangat wajar. Dan
Anda mengira bahwa kami santai-santai saja - bahwa kami tidak punya enerji sebenarnya tidaklah demikian."
Pada saat itu John menjengukkan kepalanya ke dalam dan mengundang kami untuk
datang ke kamar Nyonya Inglethorp karena dia dan Tuan Wells telah selesai
memeriksa dokumen-dokumen penting di ruang kerja Nyonya Inglethorp.
Ketika kami naik, John memandang kembali ke pintu ruang makan dan berkata dengan
suara rendah, "Apa yang akan terjadi kalau mereka bertemu?"
Saya menggelengkan kepala tanpa daya.
"Aku telah mengatakan pada Mary supaya memisahkan mereka kalau bisa."
"Apa dia bisa?"
"Tak tahulah. Tapi Inglethorp sendiri tak akan senang, bertemu dengan dia."
"Kau masih menyimpan kunci kamar itu, bukan, Poirot?" kata saya ketika kami
sampai di pintu kamar yang terkunci.
John menerima kunci dari Poirot, membukanya, dan kami pun masuk. Pak Pengacara
langsung menuju ke meja dan John mengikutinya.
"Ibu menyimpan dokumen-dokumen penting dalam tas ini," kata John.
Poirot mengeluarkan rentengan kunci dari sakunya.
"Maaf, saya menguncinya tadi pagi."
"Tapi ini tidak dikunci."
"Tak mungkin!" "Lihat." Dan John membuka tutupnya.
"Milles tonnerres!" seru Poirot kaget. "Dan saya - menyimpan kedua kuncinya dalam
saku saya!" Dia mengambil tas itu. Tiba-tiba dia menjadi kaku. "En voil? une
affaire! Kunci ini dirusak!"
"Apa?" Poirot meletakkan tas itu kembali.
"Tapi siapa yang melakukannya" Mengapa" Kapan" Bukankah pintu dikunci?"
Pertanyaan-pertanyaan itu keluar dari mulut kami berganti-ganti.
Poirot menjawab dengan otomatis dan tersusun.
"Siapa" Itulah pertanyaannya. Mengapa" Ah, seandainya saya tahu. Kapan" Sejak
saya keluar dari sini, berarti satu jam yang lalu. Pintu kamar memang terkunci,
tapi kuncinya kunci biasa. Barangkali kunci kamar lain bisa dipakai."
Kami saling berpandangan. Poirot berjalan menuju perapian. Dari luar dia
kelihatan tenang. Tapi saya bisa melihat bahwa perasaannya guncang. Tangannya
yang membetulkan letak vas-vas yang tergeletak di atas perapian itu gemetar.
"Mungkin begini," katanya. "Ada sesuatu di dalam tas itu - mungkin suatu tanda
bukti. Barangkali tidak terlalu jelas, tapi bisa menunjuk ke arah si pembunuh.
Karena itu, bagaimana pun juga harus dihancurkan sebelum ditemukan oleh orang
lain. Ketika diketahui bahwa tas ini terkunci dia terpaksa membukanya dengan
paksa walaupun hal itu akan menunjukkan kehadirannya di tempat ini. Dokumen itu
pasti sangat berarti karena risiko yang diambilnya cukup besar."
"Tapi dokumen apa itu?"
"Ah!" seru Poirot dengan marah. "Itu saya tak tahu! Barangkali kertas yang
dilihat Dorcas sedang di pegang Nyonya Inglethorp kemarin siang. Dan saya - "
Kemarahannya tak terbendung lagi! - "benar-benar tolol. Tak terpikir akan begini
jadinya! Seharusnya tas itu tidak saya geletakkan di sini begitu saja.
Seharusnya saya bawa ke mana pun saya pergi. Tapi dasar bodoh! Dokumen itu
sekarang tak ada lagi. Sudah dihancurkan - tapi benarkah dokumen itu telah
dihancurkan" Apakah tak ada lagi kesempatan untuk mendapatkannya?"
Dia berlari ke luar kamar dan saya mengikutinya seperti orang yang baru sadar.
Tetapi ketika saya sampai di puncak tangga, Poirot sudah lenyap.
Mary Cavendish berdiri di tangga yang bercabang, memandang ke bawah, ke arah
Poirot menghilang. "Ada apa dengan teman Anda, Tuan Hastings" Dia melewati saya seperti kerbau
gila." "Dia agak bingung," kata saya. Saya sendiri tak tahu apakah Poirot tak
berkeberatan bila saya memberitahukan hal yang terjadi. Ketika saya melihat
senyum samar pada bibir Nyonya Cavendish, saya mencoba membelokkan percakapan
dengan bertanya, "Mereka belum bertemu, bukan?"
"Siapa?" "Tuan Inglethorp dan Nona Howard?"
Dia memandang saya dengan sikap bingung.
"Anda pikir akan terjadi perang bila mereka bertemu?"
"Yah - bagaimana pendapat Anda?" tanya saya agak terkejut.
"Tidak," katanya sambil tersenyum samar. "Saya lebih suka melihat perang itu.
Rasanya akan menormalkan situasi kembali. Sekarang ini kita terlalu banyak
berpikir dan kurang bicara."
"Saya rasa John tidak berpendapat begitu. Dia ingin agar keduanya tidak usah
bertemu." "Oh, John!" Ada sesuatu pada nada suaranya yang membuat saya marah dan langsung berkata,
"John selalu baik."
Dia memandang saya sesaat lalu berkata - kata-katanya membuat saya kaget.
"Anda adalah teman yang setia. Saya sangat menghargai hal itu."
"Apa Anda bukan teman saya juga?"
"Saya bukan teman yang baik."
"Mengapa Anda berkata begitu?"
"Karena memang begitu. Saya baik pada teman-teman saya pada suatu waktu, lalu
saya melupakan mereka pada saat yang fain."
Saya tak tahu apa yang mendorong saya untuk mengatakan hal itu. Tapi perkataan
itu nyerocos keluar begitu saja seperti perkataan orang tolol,
"Tapi Anda kelihatan baik sekali pada Dokter Bauerstein!"
Saya menyesal setelah mengucapkan kalimat itu. Wajah Mary berubah jadi kaku.
Saya merasa ada sebuah tirai baja menutupi pribadinya yang asli. Tanpa berkata
apa-apa dia berbalik, dan naik ke atas dengan cepat. Saya sendiri bingung
seperti orang tolol. Tiba-tiba saya mendengar suara ribut Poirot. Rupanya dia tidak mempercayai siapa
pun di rumah itu dan diplomasi saya sia-sia saja. Saya benar-benar menyesalkan
sikap Poirot yang seperti orang kehilangan keseimbangan itu. Cepat-cepat saya
menuruni tangga. Dia menjadi agak reda setelah melihat saya. Saya tarik dia ke
samping. "Apa kau menganggap tindakan ini bijaksana?" tanya saya. "Kau ingin agar semua
orang tahu apa yang terjadi" Kau gegabah sekali."
"Kau berpikir begitu, Hastings?"
"Aku yakin akan hal itu."
"Baiklah kalau begitu, aku akan ikuti nasihatmu."
"Bagus. Sayang sekarang sudah terlambat."
"Ya." Dia kelihatan begitu menyesal dan saya merasa sangat kasihan melihatnya walaupun
saya tahu bahwa peringatan saya itu penting.
"Kalau begitu, kita pergi saja, mon ami."
"Kau telah selesai di sini?"
"Untuk saat ini, ya. Kau mau berjalan bersamaku kembali ke desa?"
"Ya." Dia mengambil tasnya dan kami ke luar melalui pintu kaca ruang keluarga yang
terbuka. Cynthia Murdock baru saja masuk dan Poirot minggir memberi jalan.
"Maaf Nona, sebentar saja."
"Ya?" tanyanya ingin tahu.
"Apa Anda pernah meramu obat untuk Nyonya Inglethorp?"
Wajahnya berubah menjadi merah dan dengan agak tegang dia menjawab,
"Tidak." "Hanya obat bubuknya saja?"
Wajah Cynthia bertambah merah ketika berkata,
"Oh, ya. Saya pernah membuat obat tidur berbentuk bubuk untuk dia."
"Ini?" Poirot mengeluarkan dos obat berisi bubuk.
Dia mengangguk. "Apa yang ada di dalamnya" Sulphonal" Veronal?"
"Bukan. Bubuk bromida."
"Ah! Terima kasih, Nona. Selamat pagi."
Sambil berjalan ke luar dengan cepat, saya melirik Poirot beberapa kali. Saya
tahu bahwa apabila ada sesuatu yang mendebarkan hatinya, matanya akan berubah
menjadi hijau seperti mata seekor kucing. Dan mata itu bersinar seperti zamrud
sekarang ini. "Kawan, aku punya sebuah ide - yang aneh, dan barangkali tak masuk akal. Tetapi
ide itu - cocok," katanya.
Saya hanya mengangkat bahu Saya sendiri berpendapat bahwa Poirot terlalu banyak
dipenuhi oleh ide-ide fantastis. Dan dalam kasus ini hal itu menonjol dengan
jelas. "Jadi itulah keterangan label tak bernama di dos obat itu," jawab saya "Sangat
sederhana - seperti yang kaukatakan Aku sendiri heran kenapa hal itu tak pernah
terpikir olehku." Poirot kelihatannya tak mendengarkan perkataan saya.
"Mereka telah mendapat penemuan lagi, l?bas," katanya sambil mengacungkan ibu
jarinya ke arah Styles. "Tuan Wells mengatakannya padaku ketika kami menaiki
tangga." "Tentang apa?" "Surat wasiat Nyonya Inglethorp yang bertanggal sebelum pernikahannya,
mewariskan semua hartanya pada Alfred Inglethorp. Pasti dibuat ketika mereka
masih bertunangan. Surat wasiat itu disimpan dalam laci terkunci, dalam ruang
kerja Nyonya Inglethorp. Surat wasiat itu membuat Wells heran - juga John
Cavendish. Tertulis dalam formulir surat wasiat cetakan, dan disaksikan oleh dua
orang pembantu, tapi bukan Dorcas."
"Apa Tuan Inglethorp tahu?"
"Katanya tidak."
"Bisa jadi surat wasiat itu ada karena garam itu," kata saya dengan skeptis.
"Surat wasiat-surat wasiat itu sangat membingungkan. Coba jelaskan bagaimana
coretan di amplop itu membantumu mengambil kesimpulan bahwa ada sebuah surat
wasiat yang dibuat kemarin siang?"
Poirot tersenyum. "Mon ami, pernahkah kau mengalami, pada waktu menulis surat, kau tidak tahu atau
tidak yakin akan ejaan beberapa kata?"
"Ya, sering, Aku rasa setiap orang pernah mengalaminya."
"Tepat. Dan bukankah yang kita lakukan pada waktu menghadapi situasi begitu
adalah mencoret-coret ejaan yang kira-kira tepat di selembar kertas lain" Nah,
itulah yang dilakukan Nyonya Inglethorp. Pertama-tama dia menulis kata
'possessed' dengan satu s. Lalu dengan dua s. Untuk meyakinkan diri, dia
menuliskannya dalam sebuah kalimat. Nah, apa artinya hal itu" Nyonya Inglethorp
telah menuliskan kata 'possessed' pada sore itu. Karena aku menemukan potongan
kertas yang hampir jadi abu di perapian itu, maka aku memikirkan adanya
kemungkinan pembuatan surat wasiat - (atau sebuah dokumen yang menggunakan kata
itu). Kemungkinan itu dikuatkan lagi oleh situasi yang lain. Karena ada kejadian
yang membuat kacau itu, ruang tamu Nyonya Inglethorp rupanya tak sempat disapu,
pagi tadi, Aku melihat bekas-bekas kotoran tanah di dekat meja. Padahal cuaca
sangat bagus beberapa hari ini, dan sepatu bot yang biasa pasti tak akan
meninggalkan kotoran seperti itu.
"Lalu aku berjalan ke jendela, dan kulihat ada beberapa bedeng bunga begonia
yang baru ditanam. Tanah yang ditanami bunga begonia itu sama dengan kotoran
yang ada di dekat meja. Aku juga tahu darimu bahwa bunga itu baru ditanam
kemarin sore. Jadi aku bertambah yakin bahwa salah seorang atau kedua orang
tukang kebun - karena ada dua pasang jejak kaki di tanah yang baru ditanami itu telah masuk ke ruangan Nyonya Inglethorp, karena kalau Nyonya Inglethorp hanya
ingin bicara kepada mereka, dia cukup berdiri di jendela dan tidak perlu
menyuruh tukang kebunnya masuk. Aku menjadi yakin bahwa dia telah membuat sebuah
surat wasiat baru dan menyuruh tukang kebunnya menjadi saksi. Dan keyakinanku
itu ternyata benar."
"Itu sangat luar biasa," saya mengakui ketajaman cara berpikir Poirot. "Terus
terang saja kesimpulanku tentang coretan di amplop itu keliru."
Dia tersenyum. "Karena kau terlalu mengekang imajinasimu. Imajinasi adalah pelayan yang baik,
tetapi tuan yang buruk. Penjelasan yang paling sederhana merupakan kemungkinan
yang paling besar." "Satu hal lagi - bagaimana kau tahu bahwa kunci tas Nyonya Inglethorp pernah
hilang?" "Sebetulnya aku tak tahu. Hanya prasangka saja, tapi ternyata benar. Kaulihat
sendiri bahwa ada sepotong kawat terpilin pada handelnya. Kemungkinan pernah
dibuka dengan kawat tipis. Seandainya kunci itu hilang dan ditemukan lagi,
Nyonya Inglethorp pasti akan memasukkannya dalam rentengan kuncinya. Tapi dalam
rentengan kunci itu yang ada hanyalah duplikatnya saja - baru dan masih bagus.
Jadi past: ada orang lain yang meletakkan kunci itu ke lubang kunci tas
tersebut." "Ya. Pasti Alfred Inglethorp," kata saya.
Poirot memandang saya dengan rasa ingin tahu.
"Kau yakin dia bersalah?"
"Yah - siapa lagi. Semua bukti kelihatannya menunjuk ke hidungnya."
"Sebaliknya," kata Poirot dengan tenang, "ada hal-hal yang menguntungkan
posisinya." "Ah - yang benar!"
"Ya." "Aku hanya tahu satu hal."
"Apa itu?" "Bahwa dia tidak di rumah kemarin malam."
"Wah, kebalikannya. Kau memilih satu hal yang menurutku justru memberatkan
dirinya." "Kenapa begitu?"
"Karena kalau Tuan Inglethorp tahu bahwa istrinya akan diracuni kemarin malam,
dia pasti merencanakan untuk tidak ada di rumah. Alasannya jelas dibuat-buat.
Hal itu memberikan dua kemungkinan yaitu, bahwa dia memang tahu apa yang akan
terjadi atau dia punya alasan sendiri untuk tidak berada di rumah."
"Dan alasan itu?" tanya saya skeptis.
Poirot mengangkat bahunya.
"Bagaimana aku tahu" Jelas tak bisa dipercaya. Tuan Inglethorp ini memang agak
bajingan - tapi hal itu tidak mesti membuatnya menjadi seorang pembunuh."
Saya menggelengkan kepala tidak yakin.
"Kita berbeda pendapat, eh?" kata Poirot. "Tak apalah. Nanti juga akan ketahuan
siapa yang benar. Sekarang kita lihat aspek-aspek lain dari kasus ini. Apa
pendapatmu tentang fakta bahwa semua pintu kamar tidur Nyonya Inglethorp
terkunci dari dalam?"
"Aku rasa kita harus melihatnya secara logis."
"Benar." "Pintu-pintu itu memang terkunci - mata kita telah melihatnya sendiri - tetapi
tetesan lilin di lantai dan pemusnahan surat wasiat itu merupakan bukti bahwa
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ada seseorang yang masuk ke situ malam itu Kau setuju sampai di sini?"
"Bagus. Aku setuju. Teruskan."
"Karena orang yang masuk tadi tidak melalui jendela, maka pintu itu pasti dibuka
dari dalam oleh Nyonya Inglethorp sendiri. Itu menguatkan kecurigaan bahwa orang
tersebut adalah suaminya. Jelas dia akan membukakan pintu untuk suaminya."
Poirot menggelengkan kepalanya.
"Kenapa begitu" Dia kan yang mengunci pintu ke kamar suaminya - itu merupakan hal
yang aneh - tapi sore harinya dia memang bertengkar hebat dengan suaminya. Tidak.
Aku rasa dia tak ingin melihat suaminya lagi malam itu."
"Tapi kau sependapat bahwa pintu itu dibuka oleh Nyonya Inglethorp sendiri?"
"Ada kemungkinan lain. Mungkin dia lupa mengunci pintu dekat koridor ketika
tidur dan setelah terbangun baru dia menguncinya."
"Poirot, apa kau serius?"
"Aku tak mengatakan bahwa itu suatu kepastian. Tapi merupakan suatu kemungkinan.
Sekarang hal lainnya. Kau masih ingat tentang percakapan yang kaudengar antara
Nyonya Cavendish dengan ibu mertuanya?"
"Aku telah lupa," kata saya mencoba mengingat. "Sangat misterius. Rasanya aneh
kalau seorang wanita seperti Nyonya Cavendish - yang angkuh dan pendiam itu - begitu
ingin tahu hal yang bukan urusannya."
"Tepat. Memang mengherankan, apalagi untuk wanita berpendidikan seperti dia."
"Dan mencurigakan. Namun aku rasa tidak begitu penting dalam hal ini."
Poirot mengeluh. "Apa yang selalu kukatakan padamu" Segala sesuatu harus kita perhitungkan. Kalau
fakta tidak cocok dengan teori - tinggalkan saja teorinya."
"Ya - baiklah," kata saya menyerah.
"Baik. Akan kita lihat nanti."
Kami telah sampai di Pondok Leastways, tempat Poirot dan kawan-kawannya tinggal.
Poirot mengajak saya naik ke kamarnya. Dia menawarkan rokok Rusia yang jarang
diisapnya. Saya heran melihat dia menyimpan korek api bekas di sebuah jambangan.
Kemarahan sesaat saya hilang.
Poirot meletakkan kursi kami di depan jendela yang menghadap jalan di desa.
Udara segar yang hangat berhembus dari luar. Kelihatannya hari itu akan panas.
Tiba-tiba saya melihat seorang laki-laki muda yang berlari-lari dengan tergesa.
Wajahnya penuh rasa takut dan dia kelihatan gelisah.
"Lihat, Poirot!" kata saya.
Dia membungkuk ke depan. "Tiens!" katanya. "Itu Tuan Mace, dari toko obat. Dia datang kemari."
Laki-laki itu berhenti di depan Pondok Leastways. Setelah ratu-ragu sejenak, dia
mengetuk pintu keras-keras.
"Sebentar," seru Poirot dari jendela. "Saya turun."
Sambil memberi tanda agar mengikuti dia, Poirot berlari turun tangga. Tuan Mace
segera nyerocos. "Oh, Tuan Poirot. Maaf mengganggu. Saya dengar Anda baru saja datang dari sana?"
"Ya, benar." Orang muda itu membasahi bibirnya yang kering. Wajahnya penuh rasa ingin tahu.
"Kami di desa mendengar bahwa Nyonya Inglethorp tiba-tiba saja meninggal. Mereka
mengatakan - " dia berkata dengan berbisik - "keracunan?"
Wajah Poirot tidak berubah.
"Hanya dokter yang bisa memastikan hal itu, Tuan Mace."
"Ya - tentu - " Laki-laki itu ragu-ragu. Tapi kegelisahannya mengalahkan
keraguannya. Dia mencengkeram lengan Poirot dan berbisik, "Tapi bukan
strychnine, kan?" Saya tak mendengar apa yang dikatakan Poirot. Tetapi pasti sesuatu yang bukan
kepastian. Laki-laki muda itu kemudian pergi. Poirot memandang saya sambil
menutup pintu. "Ya," katanya dengan muka suram. "Dia akan memberikan bukti pada waktu
pemeriksaan." Pelan-pelan kami naik kembali ke kamar. Saya baru saja akan membuka mulut ketika
Poirot mengangkat tangan sambil berkata,
"Tidak sekarang, mon ami, Aku perlu waktu untuk berpikir. Pikiranku sedang kacau
- tidak baik." Kurang lebih sepuluh menit lamanya dia duduk membisu. Hanya alis matanya yang
kadang-kadang bergerak. Bertambah lama matanya bertambah hijau. Akhirnya dia
menarik napas panjang. "Sudah baik. Waktu yang gawat telah lewat. Semua telah tersusun sekarang dan
diklasifikasi. Kita tak boleh kacau. Kasus ini belum jelas. Sangat kompleks.
Membingungkan aku. Aku, si Hercule Poirot! Ada dua hal yang penting."
"Apa itu?" "Yang pertama adalah cuaca kemarin. Itu sangat penting."
"Lho, kemarin kan udara cerah" Jangan main-main, Poirot!" seru saya.
"Sama sekali tidak. Termometer mencatat 80?F. Jangan lupa hal itu, Kawan. Karena
merupakan kunci teka-teki."
"Dan hal kedua?" tanya saya.
"Fakta bahwa Tuan Inglethorp mengenakan pakaian yang aneh, berjenggot hitam, dan
memakai kaca mata." "Poirot, benarkah kau serius?"
"Tentu saja." "Ini sih permainan anak-anak!"
"Sama sekali bukan."
"Seandainya juri memutuskan Pembunuhan Kejam oleh Alfred Inglethorp, bagaimana
dengan teori-teorimu?"
"Teori-teori itu tak akan goyah karena dua belas orang bodoh telah membuat
kekeliruan! Tapi hal itu tak akan terjadi. Karena juri desa lak akan mengambil
tanggung jawab sendiri dan Tuan Inglethorp berada di bawah mereka. Dan lagi, aku
tak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja."
"Kau, tak akan membiarkannya?"
"Tidak." Saya memandang laki-laki kecil luar biasa itu dengan rasa gemas bercampur heran.
Dia begitu yakin pada dirinya sendiri. Seolah-olah dapat membaca pikiran saya,
Poirot mengangguk pelahan.
"Oh ya, mon ami, aku akan melakukannya." Dia berdiri dan meletakkan tangannya di
bahu saya. Wajahnya berubah sedih, matanya berkaca-kaca "Aku memikirkan Nyonya
Inglethorp yang malang itu. Tak ada yang mencintainya. Tapi dia sangat baik
kepada kami bangsa Belgia - aku merasa berhutang budi."
Saya berusaha untuk menyela, tapi Poirot meneruskan kata-katanya.
"Dengarlah, Hastings. Dia tak akan memaafkanku seandainya aku membiarkan Alfred
Inglethorp, suaminya, ditahan sekarang - karena dengan satu kalimat aku masih bisa
menyelamatkannya." Bab 6 PEMERIKSAAN POIROT bekerja keras sebelum waktu pemeriksaan. Dia menemui dan berbicara dengan
Tuan Wells dua kali. Dia juga berjalan-jalan berkeliling desa dan daerah
sekitarnya. Saya agak tersinggung juga karena dia tidak mengajak saya.
Karena saya mengira bahwa dia sedang mengadakan penyelidikan di pertanian
Raikes, maka saya mampir ke tempat itu dalam perjalanan menuju Pondok Leastways
hari Rabu malam. Tapi saya tidak melihatnya. Ketika saya sedang berjalan ke luar
saya bertemu dengan seorang laki-laki tua yang menyapa saya,
"Anda dari Rumah Besar?"
"Ya. Saya sedang mencari teman saya. Saya kira dia lewat sini."
"Orangnya kecil" Suka mengibaskan tangan kalau bicara" Salah seorang Belgia yang
tinggal di desa?" "Ya," jawab saya senang. "Dia tadi ke sini?"
"Oh, ya. Dia memang kemari tadi. Lebih dari sekali. Teman Anda, ya" Ah, tuantuan dari Rumah Besar memang sering kemari!" Dan dia memandang saya dengan
pandangan yang tidak sedap.
"Mengapa tuan-tuan dari Rumah Besar itu sering kemari?" saya bertanya dengan
santai. Matanya mengedip pada saya, penuh rahasia.
"Ada satu yang sering kemari. Saya tak usah menyebut namanya. Dia juga sangat
murah hati." Saya berjalan dengan cepat. Kalau begitu Evelyn Howard benar. Tiba-tiba saja
saya merasa muak, ketika membayangkan kesenangan Alfred Inglethorp berkencan
dengan wanita lain tetapi menggunakan uang istrinya. Apakah wanita berwajah
gipsi itu yang menjadi sebab malapetaka ini, ataukah dia hanya pengeruk uang
saja" Mungkin juga campuran keduanya.
Poirot kelihatannya memiliki obsesi akan satu hal. Dia berulang-ulang menanyakan
apakah bukan jam 4.30 ketika Dorcas mendengar pertengkaran majikannya. Dan
Dorcas berkeras bahwa dia mendengarnya pada pukul 4.
Dia mengatakan bahwa dia menyiapkan teh pada jam 5 sore. Dan jarak waktu ketika
dia mendengar percakapan itu dengan waktu menyiapkan teh adalah cukup lama.
Pemeriksaan dilakukan pada hari Jumat di Stylites Arms di desa. Poirot duduk di
dekat saya karena kami tidak dimintai bukti.
Awal acara berjalan lancar. Juri memeriksa mayat dan John Cavendish memberikan
bukti-bukti identifikasi.
Kemudian dia memberi keterangan tentang kejadian yang dialaminya mulai saat dia
bangun. Bukti-bukti medis kemudian diajukan. Semua orang menutup mulut rapat-rapat
tetapi menatap tajam spesialis racun dari London yang amat terkenal itu.
Dengan singkat dia menerangkan hasil post mortem. Secara singkat Nyonya
Inglethorp dinyatakan meninggal sebagai akibat keracunan strychnine. Dilihat
dari jumlah yang ditemukan, Nyonya Inglethorp telah menelan tidak kurang dari
tiga perempat butir strychnine.
Pemeriksa menanyakan, "Apakah ada kemungkinan Nyonya Inglethorp menelannya
secara tak sengaja?"
"Saya rasa ini kurang logis karena strychnine tidak biasa didapatkan dan
digunakan dengan mudah untuk keperluan sehari-hari. Penjualannya juga dibatasi."
"Apakah hasil pemeriksaan Anda menunjukkan bagaimana strychnine itu diberikan
pada korban?" "Tidak." "Anda datang ke Styles lebih dulu dari Dokter Wilkins?"
"Benar. Saya bertemu dengan mobil itu di pintu gerbang. Jadi saya cepat-cepat ke
sana." "Bisa Anda ceritakan dengan tepat apa yang terjadi kemudian?"
"Saya masuk ke kamar Nyonya Inglethorp. Pada saat itu dia sedang kejang. Dia
berpaling kepada saya dan berkata dengan tergagap, 'Alfred - '"
"Mungkinkah strychnine itu dimasukkan dalam kopi yang dibawa suaminya setelah
makan malam?" "Barangkali. Tapi strychnine merupakan racun yang sangat cepat bereaksi. Tandatandanya akan kelihatan satu atau dua jam setelah diminum. Memang akibatnya bisa
tertunda karena kondisi tertentu, tapi dalam kasus ini kondisi tersebut tidak
ada. Saya perkirakan Nyonya Inglethorp minum kopi kira-kira jam delapan. Tetapi
gejala-gejala itu baru kelihatan pada pagi hari, dan itu berarti bahwa racun itu
diminumnya sekitar atau sesudah tengah malam."
"Nyonya Inglethorp punya kebiasaan minum coklat pada tengah malam. Mungkinkah
strychnine itu dimasukkan ke dalam coklatnya?"
"Tidak. Saya sudah mengambil contoh coklatnya dari sisa yang ada di panci dan
menganalisanya. Tapi tak ada strychnine di situ."
Saya mendengar Poirot berdecak.
"Bagaimana kau tahu?" tanya saya berbisik.
"Dengarkan." "Saya rasa," kata dokter itu melanjutkan. "Saya akan heran apabila ada hasil
lainnya." "Mengapa?" "Karena strychnine sangat pahit. Strychnine bisa dideteksi dalam larutan 1
dibanding 70.000. Dan hanya bisa disembunyikan rasa pahitnya dalam makanan yang
rasanya tajam. Tapi coklat tidak bisa menutupi rasa pahit strychnine."
Salah seorang juri menanyakan apakah hal tersebut berlaku juga untuk kopi.
"Tidak. Karena kopi memiliki rasa pahit sendiri dan bisa menyembunyikan rasa
pahit strychnine." "Jadi Anda berpendapat bahwa kemungkinan besar strychnine itu dimasukkan ke
dalam kopi, tapi karena sesuatu yang tidak kita ketahui, reaksinya adi
tertunda." "Ya, tapi cangkir kopi itu hancur dan tidak mungkin lagi isinya dianalisa."
Kalimat itu mengakhiri kesaksian Dr. Bauerstein. Dr. Wilkins menguatkan
kesaksian tersebut. Ketika ditanyakan kemungkinan suatu perbuatan bunuh diri,
dia menyanggah dengan gigih. Korban memang mengidap penyakit jantung, tetapi
kesehatan fisik maupun mentalnya amat baik Dia bukanlah tipe orang yang mungkin
akan mengambil tindakan bunuh diri.
Kemudian Lawrence Cavendish dipanggil. Kesaksiannya tidak terlalu berarti, hanya
berapa pengulangan cerita kakaknya Tetapi ketika akan meninggalkan bangku saksi,
dia berkata dengan ragu-ragu,
"Apakah saya boleh mengutarakan pendapat?"
Dia menatap Pemeriksa dengan pandang memohon dan Pemeriksa menjawab,
"Tentu saja, Tuan Cavendish, kita berkumpul di sini untuk mencari kebenaran dan
menyambut dengan senang hati segala sesuatu yang bisa menunjuk ke arah
penyelesaian." "Ini hanya merupakan pemikiran saya," jelas Lawrence. "Mungkin juga saya keliru,
tapi ada kemungkinan juga bahwa ibu saya meninggal secara wajar."
"Barangkali Anda bisa menjelaskannya, Tuan Cavendish?"
"Pada saat meninggal dan beberapa saat sebelumnya, ibu saya biasa minum tonik
yang mengandung strychnine."
"Ah!" kata Pemeriksa.
Juri kelihatannya sangat tertarik.
"Saya rasa ada kasus di mana efek kumulatif suatu obat bisa menimbulkan
kematian. Dan juga, ada kemungkinan bahwa dia minum obat melebihi dosisnya."
"Ini yang pertama kali saya dengar bahwa Almarhumah minum strychnine pada waktu
meninggal. Terima kasih, Tuan Cavendish."
Dr. Wilkins dipanggil dan dia mencemoohkan kemungkinan itu.
"Apa yang dikatakan Tuan Cavendish itu tidak masuk akal. Dokter mana pun akan
mengatakan hal yang sama. Strychnine memang suatu jenis racun yang kumulatif,
tetapi tak akan mengakibatkan kematian secara mendadak seperti itu. Kematian
seperti itu pasti melewati suatu periode kritis yang cukup panjang, dan hal itu
pasti tak akan luput dari perhatian saya. Kemungkinan ini tak masuk akal."
"Bagaimana dengan kemungkinan kedua?"
"Tiga atau empat dosis tak akan mengakibatkan kematian. Nyonya Inglethorp biasa
menyimpan sejumlah obat ekstra yang dibuat oleh Coot, toko obat di Tadminster.
Untuk jumlah yang ditemukan dalam tubuhnya, dia harus minum tonik satu botol
penuh." "Kalau demikian Anda berpendapat bahwa strychnine yang terdapat dalam tonik itu
tidak akan mengakibatkan kematian?"
"Tentu saja. Pendapat itu tidak masuk akal."
Seorang juri mengatakan pendapatnya bahwa ada kemungkinan toko obat yang meramu
obat itu membuat kekeliruan.
"Itu memang bisa saja terjadi," kata dokter.
Tetapi Dorcas yang dipanggil sebagai saksi berikutnya menyatakan bahwa hal itu
tidak mungkin. Obat itu sudah lama dibeli dari toko obat. Bahkan Nyonya
Inglethorp minum obatnya yang terakhir pada hari meninggalnya.
Jadi kemungkinan peracunan melalui tonik dianggap selesai dan Pemeriksa
melanjutkan dengan soal lain. Setelah mendengar dari Dorcas bahwa dia terbangun
oleh bunyi bel yang berdering keras dan dia berusaha membangunkan seisi rumah,
dia beralih ke pertengkaran yang terjadi pada sore kemarinnya.
Kesaksian Dorcas akan hal ini sama seperti yang diceritakan kepada Poirot dan
saya. Jadi tak perlu saya ceritakan lagi.
Saksi berikutnya adalah Mary Cavendish. Dia berdiri tegak dan bicara dengan
suara yang rendah, jelas, dan terkendali. Menjawab pertanyaan Pemeriksa,
dijelaskannya bahwa dia bangun jam 4.30 seperti biasa dan dia sedang berpakaian
ketika dikejutkan oleh suara benda keras jatuh.
"Tentunya bunyi meja yang jatuh," kata Pemeriksa.
"Saya membuka pintu dan mendengarkan," kata Mary. "Beberapa menit kemudian saya
mendengar bel berdering keras. Dorcas berlari-lari membangunkan suami saya, dan
kami semua pergi ke kamar ibu mertua saya. Tapi pintunya terkunci - "
Pemeriksa menyela, "Saya kira Anda tak perlu melanjutkan cerita itu lagi. Kami sudah mendengar dari
para saksi sebelumnya. Tapi kami ingin mendengar tentang pertengkaran yang Anda
dengar sehari sebelumnya."
"Saya?" Terdengar nada tersinggung dalam suaranya. Dia mengangkat tangannya untuk
memperbaiki lipatan renda di lehernya sambil menelengkan kepalanya sedikit.
Tiba-tiba saja sebuah pikiran hinggap di kepala saya, "Dia mengulur waktu!"
"Ya. Saya tahu bahwa," lanjut Pemeriksa. "Anda sedang duduk membaca di sebuah
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangku di luar kamar kerja Nyonya Inglethorp. Begitu, bukan?"
Ini merupakan hal baru untuk saya. Saya melirik Poirot, ingin tahu apakah dia
pernah mendengar hal itu.
Mary agak ragu-ragu sebelum menjawab,
"Ya, benar." "Dan jendela kamar kerja itu terbuka bukan?"
Dengan wajah bertambah pucat dia menjawab,
"Ya." "Kalau begitu Anda pasti mendengar suara-suara dari dalam, terutama bila
bertambah keras karena marah. Dan dari tempat Anda duduk, suara itu pasti
kedengarannya lebih jelas dibandingkan apabila dari lorong rumah."
"Barangkali." "Bisa Anda ulangi lagi apa yang Anda dengar?"
"Saya benar-benar tidak ingat."
"Maksud Anda, Anda tidak mendengar suara apa-apa?"
"Saya memang mendengar suara tapi saya tidak mendengar apa yang mereka
bicarakan. Saya tidak biasa mencuri-dengar percakapan pribadi orang lain."
Pemeriksa masih bertahan.
"Dan Anda tidak ingat apa-apa sama sekali" Sama sekali, Nyonya Cavendish" Tak
sepotong kalimat pun ataupun kata-kata yang membuat Anda sadar bahwa percakapan
itu adalah percakapan pribadi?"
Mary diam dan berusaha menenangkan dirinya.
"Ya, saya ingat Nyonya Inglethorp mengatakan sesuatu - saya tak bisa mengingat
dengan tepat - tapi mengenai skandal antara suami-istri."
"Ah!" Pemeriksa itu bersandar dengan puas. "Itu sesuai dengan apa yang dikatakan
Dorcas. Tapi maaf, Nyonya Cavendish, Anda mengerti bahwa percakapan itu adalah
percakapan pribadi, namun Anda tetap tidak beranjak dari tempat Anda?"
Saya melihat kilasan rasa sengit di matanya yang coklat. Saya yakin bahwa dia
sanggup mencabik-cabik pengacara itu karena insinyuasinya, tetapi dia bisa
bertahan dengan tenang. "Tidak. Saya cukup nyaman berada di tempat duduk saya dan saya memusatkan
perhatian saya pada buku saya."
"Itu saja yang dapat Anda ceritakan?"
"Itu saja." Pemeriksaan itu selesai walaupun saya tidak yakin apakah Pemeriksa merasa puas
dengan hasilnya. Saya rasa dia menginginkan Mary Cavendish berbicara lebih
banyak lagi. Yang dipanggil kemudian adalah Amy Hill, pembantu toko. Dia memberi kesaksian
telah menjual formulir surat wasiat pada tanggal 17 siang pada William Earl,
asisten tukang kebun Nyonya Inglethorp.
William Earl dan Manning dipanggil dan memberi kesaksian bahwa mereka menjadi
saksi penandatanganan suatu dokumen. Manning memperkirakan jam 4.30 sore, sedang
William merasa lebih awal dari itu.
Cynthia Murdock dipanggil kemudian. Tak banyak yang diceritakannya. Dia tak tahu
apa-apa tentang tragedi itu sampai saat dibangunkan oleh Nyonya Cavendish.
"Anda tidak mendengar suara meja jatuh?"
"Tidak. Saya tidur sangat nyenyak."
Pemeriksa tersenyum. "Pikiran sehat membuat orang tidur lelap," katanya. "Terima kasih, Nona Murdock.
Itu saja." "Nona Howard." Nona Howard mengeluarkan surat yang ditulis Nyonya Inglethorp pada tanggal 17
sore. Poirot dan saya sudah membacanya. Surat itu tidak memberi petunjuk apa-apa
pada kami. Berikut ini contohnya,
17 Juli Styles Court Essex Evelyn sayang, Aku ingin melupakan hal-hal yang telah lewat, Walaupun bagiku sulit untuk
memaafkan apa yang kaukatakan tentang suamiku. Aku memang sudah tua dan aku
sangat sayang padamu. Kawanmu, Emily Inglethorp Juri memeriksanya dengan teliti.
"Saya rasa tidak banyak membantu," kata Pemeriksa sambil menarik napas. "Tidak
menyebutkan apa-apa tentang kejadian sore itu."
"Surat itu sangat jelas bagi saya. Emily rupanya baru sadar bahwa dia
dipermainkan," kata Nona Howard singkat.
"Tapi surat ini tidak menyebutkan hal itu."
"Memang. Karena Emily tak pernah mau mengakui kalau dia dalam posisi bersalah.
Tetapi saya mengerti dia. Dia ingin agar saya kembali. Tapi dia tidak mau
mengatakan dengan terus terang bahwa saya benar. Dia hanya ingin berbelok-belok.
Banyak orang yang begitu. Aku sendiri tak suka begitu."
Tuan Wells tersenyum tipis. Juga beberapa orang juri. Rupanya Nona Howard ini
sudah 'terkenal'. "Semua ini buang-buang waktu saja," katanya melanjutkan sambil memandang para
juri. "Bicara - bicara-bicara! Padahal jelas kita sudah tahu - "
Pemeriksa menyela bicaranya dengan susah-payah,
"Terima kasih, Nona Howard."
Kelihatannya dia menghembuskan napas lega ketika wanita itu kembali ke tempat
duduknya. Kemudian Pemeriksa memanggil Albert Mace, asisten apoteker dari toko obat. Orang
pun mulai berbisik-bisik.
Dia menjawab pertanyaan Pemeriksa dengan mengatakan bahwa dia adalah seorang
ahli obat yang terpercaya, tapi baru saja bekerja di toko itu karena dia ikut
bertugas dalam perang. Setelah itu, Pemeriksa melanjutkan pertanyaannya.
"Tuan Mace, apa akhir-akhir ini Anda pernah menjual strychnine kepada seseorang tanpa lisensi?" "Ya, Pak." "Kapan Anda melakukannya?"
"Hari Senin malam."
"Senin" Bukan Selasa?"
"Tidak, Pak. Senin tanggal 16."
"Bisa Anda beri tahu kepada siapa menjualnya?"
"Ya, Pak. Pada Tuan Inglethorp."
Setiap mata menengok pada Alfred Inglethorp yang duduk tak bergerak seperti
patung kayu. Dia kelihatan agak terkejut ketika mendengar kalimat terakhir
saksi. Saya mengira dia akan berdiri. Tetapi ternyata dia tetap duduk walaupun
mukanya terkejut. "Anda yakin dengan kesaksian Anda?" tanya Pemeriksa.
"Yakin, Pak." "Apa Anda biasa menjual strychnine pada setiap orang yang memerlukannya?"
Laki-laki muda itu gemetar di bawah pandangan tajam Pemeriksa.
"Oh, tentu sajak tidak, Pak. Tapi karena yang membeli adalah Tuan Inglethorp,
saya melayani dengan baik. Katanya untuk meracun seekor anjing."
Saya merasa kasihan. Memang orang-orang kecil biasanya senang untuk berlaku baik
terhadap orang-orang 'penting'. Tentunya dia juga mengharapkan agar orang-orang
Gedong akan berpindah langganan dari Coot pada mereka.
"Bukankah orang biasanya menuliskan namanya di sebuah buku kalau dia membeli
racun?" "Ya, Pak. Tuan Inglethorp juga."
"Anda membawa buku itu?"
"Ya. Ada." Dia mengeluarkan buku catatan dan Pemeriksa kemudian mengusir Tuan Mace.
Setelah menahan napas, beberapa saat kemudian Alfred Inglethorp akhirnya
dipanggil. Apakah dia sadar betapa dekat lehernya pada tiang gantungan"
Pemeriksa segera mengajukan pertanyaan langsung.
"Pada hari Senin malam yang lalu, apakah Anda membeli strychnine untuk meracun
anjing?" Inglethorp menjawab dengan sangat tenang,
"Tidak. Saya tidak membeli strychnine. Di Styles tidak ada anjing kecuali seekor
anjing gembala. Dan anjing itu dalam keadaan sehat."
"Anda menolak tuduhan bahwa Anda membeli strychnine dari Albert Mace pada Senin
malam yang lalu?" "Ya" "Apa Anda juga menolak ini?"
Pemeriksa menunjukkan sebuah nota yang memuat tanda tangan Inglethorp.
"Tentu saja. Tulisan ini berbeda dari tulisan saya. Akan saya buktikan."
Dia mengeluarkan sebuah amplop bekas dari sakunya, lalu mencoretkan tanda
tangannya. Memang berbeda.
"Jadi kalau begitu apa arti ucapan Tuan Mace?"
Alfred Inglethorp menjawab dengan tenang,
"Tentunya Tuan Mace keliru."
Pemeriksa ragu-ragu sejenak, lalu berkata,
"Tuan Inglethorp, kami ingin mendengar di mana Anda berada pada hari Senin
malam, tanggal 16 Juli yang lalu?"
"Saya - benar-benar tidak ingat."
"Itu tak masuk akal, Tuan Inglethorp," kata Pemeriksa dengan tajam. "Coba Anda
ingat-ingat kembali."
Inglethorp menggelengkan kepala.
"Saya tak ingat. Saya memang keluar malam itu."
"Ke arah mana?"
"Saya benar-benar tidak ingat."
Wajah pemeriksa itu menjadi masam.
"Ada yang menemani Anda pada waktu itu?"
"Tidak." "Apa Anda bertemu dengan seseorang di jalan?"
"Tidak." "Sayang sekali," kata Pemeriksa dengan sinis. "Apa saya harus menyimpulkan bahwa
Anda menolak mengatakan di mana Anda berada pada waktu Tuan Mace mengenali Anda
ketika Anda sedang berjalan memasuki tokonya untuk membeli strychnine?"
"Kalau Anda menginginkan demikian, silakan."
"Hati-hati, Tuan Inglethorp."
Poirot menjadi gelisah. "Sacr?!" katanya. "Apa orang bodoh ini ingin ditahan?"
Inglethorp memang memberikan kesan yang buruk. Penolakan-penolakannya tak akan
meyakinkan seorang anak kecil sekalipun. Tetapi Pemeriksa melewatinya dan
berpindah ke hal lain. Dan Poirot menarik napas lega.
"Anda berbicara dengan istri Anda pada hari Selasa sore?"
"Maaf," kata Alfred Inglethorp, "Anda pasti mendapat informasi yang keliru. Saya
tidak bertengkar dengan istri saya. Cerita itu benar-benar omong kosong. Saya
tidak ada di rumah pada sore hari."
"Apa ada seseorang yang bisa memperkuat pernyataan Anda?"
"Anda bisa mempercayai kata-kata saya," jawab Inglethorp dengan congkak.
Pemeriksa tidak ambil pusing untuk memberi komentar atas pernyataan itu. Dia
melanjutkan. "Ada dua orang saksi yang menyatakan bahwa Anda bertengkar dengan istri Anda."
"Kedua saksi itu keliru."
Saya terheran-heran. Laki-laki itu berbicara dengan penuh keyakinan. Saya
memandang Poirot. Ada rasa kemenangan terbayang di wajahnya yang tidak saya
mengerti. Apakah akhirnya dia percaya akan kesalahan Alfred Inglethorp"
"Tuan Inglethorp," kata Pemeriksa, "Anda telah mendengar kata-kata terakhir
istri Anda yang diutarakan seorang saksi di sini tadi. Apakah Anda bisa
menjelaskannya?" "Tentu saja." "Anda bisa menjelaskannya?"
"Sangat sederhana. Kamar tidur istri saya tidak terang, tetapi remang-remang.
Dokter Bauerstein mempunyai postur tubuh mirip saya, setinggi saya, dan
berjenggot pula seperti saya. Dalam keadaan sakit seperti itu, istri saya pasti
mengira bahwa Dokter Bauerstein adalah saya."
"Ah!" seru Poirot. "Ide yang bagus."
"Kau berpendapat begitu?" tanya saya.
"Aku tak mengatakannya demikian. Tapi itu merupakan ide yang bagus."
"Anda berpendapat bahwa kata-kata terakhir istri saya adalah tuduhan," kata
Inglethorp melanjutkan, "padahal itu merupakan seruan."
Pemeriksa berpikir sejenak. Lalu dia berkata,
"Kalau tidak salah, pada malam itu Anda sendiri menuang kopi untuk istri Anda
dan mengantarkannya kepadanya?"
"Saya memang menuang kopi. Dan bermaksud mengantarkannya sendiri. Tapi tiba-tiba
seorang kawan saya datang, jadi saya meletakkan kopi itu di atas meja. Ketika
saya melewati meja itu beberapa menit kemudian, cangkir itu sudah lenyap."
Pernyataan itu mungkin benar, mungkin tidak. Tetapi tetap tidak mungkin
memperbaiki kesan bahwa Inglethorp bersalah. Dalam keadaan yang mana pun dia
cukup punya waktu untuk memasukkan racun ke dalam cangkir kopi itu.
Pada saat itu Poirot menyenggol saya sambil menunjuk ke pintu. Di situ duduk dua
orang laki-lak Yang seorang berbadan kecil dan berwajah gelap, yang satunya
berbadan tinggi dan berkulit putih.
Saya bertanya pada Poirot sambil berbisik. Dia menempelkan mulutnya ke telinga
saya. "Kau tahu siapa laki-laki kecil itu?"
Saya menggelengkan kepala.
"Dia Inspektur Detektif James Japp dari Scotland Yard - Jimmy Japp. Yang satu juga
dari Scotland Yard. Ah, cepat benar berita ini tersebar."
Saya memandang kedua laki-laki itu. Tak ada sesuatu yang menunjukkan bahwa
mereka adalah polisi. Saya masih mengawasi kedua laki-laki itu dengan wajah tolol ketika terdengar
keputusan dibacakan. "Pembunuhan yang direncanakan oleh seseorang atau beberapa orang yang belum
diketahui." Bab 7 POIROT MEMBAYAR HUTANG POIROT menarik saya ke samping ketika kami keluar dari Stylites Arms. Saya
mengerti maksudnya. Dia menunggu dua orang Scotland Yard itu.
Beberapa saat kemudian mereka muncul. Poirot maju ke depan dan bicara dengan
laki-laki yang pendek. "Saya pikir Anda tidak mengenali saya lagi, Inspektur Japp."
"Oh, Tuan Poirot!" katanya sambil berpaling kepada temannya. "Kau pernah
mendengar ceritaku tentang Tuan Poirot, kan" Tahun 1904 Tuan Poirot dan aku
bekerja sama. Kasus pemalsuan Abercrombie - akhirnya dia tertangkap di Brussel.
Ah, hari-hari yang bersejarah. Anda masih ingat 'Baron' Altara" Anda benar-benar
menghadapi seorang bajingan licin. Dia menghilang dari genggaman separuh polisi
Eropa. Tetapi akhirnya tertangkap di Antwerpen. Siapa lagi kalau bukan karena
Tuan Poirot?" Setelah basa-basi itu selesai, saya mendekati mereka dan diperkenalkan pada
Inspektur Japp maupun kawannya, Tuan Summerhaye.
"Saya tak perlu menanyakan apa yang Anda lakukan di sini, Tuan-tuan," kata
Poirot. Japp mengedipkan sebelah matanya.
"Kasus yang sudah sangat jelas."
Tetapi Poirot menyela dengan serius.
"Maaf. Pendapat saya lain."
"Ah, mengapa?" kata Summerhaye, membuka mulut untuk pertama kali. "Laki-laki itu
jelas pelakunya. Tapi saya heran juga kenapa dia begitu tolol."
Tetapi Japp memandang Poirot penuh perhatian.
"Tahan dulu perasaanmu, Summerhaye," katanya. "Aku kenal Tuan Poirot.
Pertimbangannya akan mendapat prioritas. Kalau aku tidak keliru, Tuan Poirot
menyimpan sesuatu yang amat penting. Benarkah demikian?"
Poirot tersenyum. "Saya memang punya beberapa kesimpulan."
Summerhaye memandang dengan agak skeptis. Tetapi Japp terus memperhatikan
Poirot. "Begini," kata Japp. "Sejauh ini kita melihat kasus ini hanya dari luar. Karena
itu kurang menguntungkan bagi Scotland Yard sebab pembunuhan itu baru diketahui
setelah pemeriksaan. Banyak yang terjadi sebelumnya. Dan Tuan Poirot yang telah
lebih dahulu terlibat di dalamnya daripada kita, akan tahu lebih banyak. Kita
bahkan mungkin tidak secepat ini datang, seandainya dokter itu tidak memberi
tahu Pemeriksa. Tapi Tuan Poirot telah datang terlebih dahulu dan mungkin telah
menemukan petunjuk-petunjuk yang berarti. Dari bukti-bukti dalam pemeriksaan,
jelas bahwa Tuan Inglethorp-lah yang telah membunuh istrinya. Seandainya ada
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang lain yang mengatakan bukan dia, pasti akan kutertawakan. Terus terang aja,
aku sangat heran mengapa juri tidak memberikan putusan. Mereka menggantung
perkara itu. Mungkin Pemeriksa itu yang menginginkan."
"Barangkali ada surat perintah di saku Anda untuk menuntut dia sekarang," kata
Poirot memancing. Wajah Japp berubah menjadi serius dan sikapnya menjadi resmi.
"Barangkali. Barangkali juga tidak," katanya datar.
Poirot memandangnya sambil berpikir-pikir.
"Aku berharap, Tuan-tuan, dia tidak akan ditangkap."
"Kelihatannya begitu," kata Summerhaye sinis.
Japp memandang Poirot dengan wajah bertanya-tanya.
"Apa Anda bisa menjelaskan lebih jauh, Tuan Poirot" Suatu keterangan - sedikit
saja - dari Anda akan sangat berarti. Anda telah lebih dulu melibatkan diri dalam
kasus ini, bukan" Terus terang saja, Scotland Yard tak ingin melakukan
kekeliruan." Poirot mengangguk dengan muka suram.
"Itulah yang saya pikirkan. Biarlah kalau begitu. Anda bisa menggunakan surat
perintah itu untuk menahan Tuan Inglethorp. Dengan catatan - tak ada pujian. Kasus
ini akan berhenti sampai di sini! Comme ca!" Dan dia menjentikkan jari-jarinya
dengan ekspresif. Wajah Japp berubah suram walaupun Summerhaye mendengus ragu.
Saya sendiri serasa kelu karena heran Saya hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa
Poirot sudah gila. Japp mengeluarkan sapu tangannya dan membersihkan keringat yang tiba-tiba saja
membasahi dahinya. "Saya tak berani melakukannya, Tuan Poirot. Saya percaya akan pendapat Anda.
Tapi mereka yang di atas sayalah yang akan mempertanyakan hal itu. Apa Anda bisa
menjelaskannya lebih jauh?"
Poirot berpikir sejenak. "Bisa," akhirnya dia menjawab. "Terus terang, saya tidak menghendakinya. Saya
merasa terpaksa. Saya lebih suka bekerja secara diam-diam seperti sekarang ini,
tapi apa yang Anda katakan memang benar - kata-kata seorang polisi Belgia yang
sudah pensiun - itu tidak cukup! Dan Alfred Inglethorp tidak boleh ditahan. Saya
telah bersumpah untuk mempertahankan hal itu, kawanku Hastings ini tahu
alasanku. Anda akan ke Styles, bukan" Nah, sampai ketemu lagi."
"Setengah jam lagi. Kami akan menemui Pemeriksa dan dokter dulu."
"Bagus. Singgahlah dulu ke tempat saya - rumah paling ujung di desa. Saya akan
menemani Anda ke Styles. Di sana Tuan Inglethorp akan menjelaskan pada Anda.
Tapi bila dia tidak mau melakukannya, sayalah nanti yang akan memberikan bukti
bahwa dia tidak bisa ditahan. Bagaimana?"
"Baik," kata Japp dengan gembira. "Atas nama Scotland Yard saya mengucapkan
terima kasih pada Anda, walaupun sampai saat ini saya belum bisa melihat
kemungkinan untuk membebaskan Inglethorp dan tuduhan. Tapi Anda memang luar
biasa! Sampai nanti, kalau begitu."
Kedua detektif itu melangkah pergi. Summerhaye menyeringai ragu-ragu.
"Apa pendapatmu, Kawan?" tanya Poirot sebelum saya sempat mengeluarkan suara.
"Mon Dieu! Pemeriksaan tadi sangat menarik. Aku tak menyangka laki-laki itu
begitu keras kepala dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Benar-benar
politik orang dungu."
"Hm. Ada hal-hal lain di balik kedunguannya," sela saya. "Seandainya tuduhan itu
benar, bagaimana dia akan membela diri kecuali dengan menutup mulut rapatrapat?" "Wah, ada banyak cara!" seru Poirot. "Misalnya saja aku adalah pembunuhnya. Aku
bisa membuat tujuh cerita yang masuk akal! Yang lebih meyakinkan daripada
kekebalan Tuan Inglethorp!"
Saya tak tahan untuk tidak tertawa.
"Poirot, aku yakin bahwa kau malahan bisa membuat tujuh puluh cerita! Tapi, ini
sungguh-sungguh lho, di samping apa yang telah kaukatakan pada kedua detektif
itu, aku rasa kau pun tak percaya kalau Alfred Inglethorp itu tidak bersalah."
"Mengapa tidak" Kau sebelumnya percaya bahwa kemungkinan itu ada."
"Tapi bukti-bukti itu begitu meyakinkan."
"Ya, terlalu meyakinkan."
Kami membelok, masuk gerbang Pondok Leastways, lalu menaiki tangga yang kini
sudah semakin kukenal. "Ya - ya. Terlalu meyakinkan," lanjut Poirot seolah-olah berkata pada dirinya
sendiri. "Padahal biasanya bukti-bukti asli itu yang samar dan tak terlalu
meyakinkan. Harus diteliti dulu - disaring. Tapi ini yang kita hadapi begitu
gamblang. Tidak, Kawan, bukti-bukti itu dibuat begitu bagus - terlalu bagus
sehingga justru tak akan mencapai sasarannya."
"Bagaimana jalan pikiranmu?"
"Karena, bila bukti yang memberatkan dia samar dan meragukan, maka akan sulit
untuk membantahnya. Tetapi pembunuh ini telah menarik jalanya begitu ketat
sehingga satu robekan saja akan membuat Inglethorp bebas.".
Saya diam. Satu-dua menit kemudian, Poirot melanjutkan.
"Mari kita lihat kasus itu seperti ini. Laki-laki itu merencanakan meracun
istrinya. Dia bukan orang bodoh. Nah, bagaimana dia merencanakannya" Dengan
berani dia pergi ke toko obat dan membeli strychnine atas namanya Sendiri dengan
alasan yang dibuat-buat. Dia tidak langsung menggunakan racun itu malam itu
juga. Dia menunggu sampai ada pertengkaran hebat dengan istrinya yang diketahui
oleh semua orang di rumah, sehingga mereka semua mencurigai dia. Dia tidak
mempersiapkan pembelaan - tak ada alibi walau pun dia tahu bahwa pemilik toko obat
itu mengenalinya. Bah! Aku tak bisa meyakinkan ada orang yang begitu bodoh!
Hanya orang gila yang akan bunuh diri saja yang melakukan hal itu."
"Tapi - aku kok tidak mengerti - " saya mulai.
"Aku pun tidak mengerti. Dengar, mon ami, hal itu membingungkan aku. Aku - si
Hercule Poirot!" "Tetapi kalau kau yakin dia tak bersalah, bagaimana dengan penjelasan dia
membeli strychnine?"
"Sederhana. Dia memang tidak membelinya."
"Tapi Mace mengenalinya!"
"Ah, dia kan hanya melihat seorang laki-laki berjenggot hitam seperti jenggot
Tuan Inglethorp dan memakai kaca mata seperti kaca mata Tuan Inglethorp, dan
memakai baju khas gaya Tuan Inglethorp berpakaian. Dia tidak bisa mengenali
orang yang mungkin hanya dilihatnya dari jauh karena dia sendiri baru dua minggu
tinggal di desa ini. Sedangkan Nyonya Inglethorp biasanya membeli obat di Coot,
Tadminster." "Kalau begitu kau berpendapat - "
"Mon ami, kau masih ingat dua hal yang kukatakan penting" Jangan pikirkan dulu
yang pertama, perhatikan yang kedua."
"Fakta penting bahwa Alfred Inglethorp memakai pakaian yang aneh dan khas,
berjenggot hitam, dan berkaca mata," kata saya.
"Tepat. Sekarang seandainya ada orang yang ingin menyaru seperti John dan
Lawrence Cavendish. Apakah mudah?"
"Tidak," kata saya berpikir. "Tapi seorang aktor - "
Poirot memotong dengan cepat.
"Ya, mengapa sulit" Karena mereka berdua tidak berjenggot. Untuk menyaru dan
berhasil - pada siang hari bolong - diperlukan bakat seorang aktor yang jenius dan
yang memiliki persamaan ciri-ciri wajah. Tetapi dalam kasus Alfred Inglethorp,
semuanya tidak demikian. Baju, jenggot, dan kaca mata yang menutupi matanya merupakan hal-hal yang amat penting dari penampilannya. Sekarang, apakah insting
pertama seorang pembunuh. Membelokkan kecurigaan dari dirinya, bukan" Dan
bagaimana caranya agar dia bisa melakukannya dengan baik" Dengan melemparkannya
pada orang lain. Dalam hal ini ada orang yang siap untuk dijadikan kambing
hitam. Setiap orang yakin bahwa Tuan Inglethorp bersalah. Dialah yang akan
dicurigai. Tapi untuk lebih meyakinkan lagi harus ada bukti yang tidak bisa
dibantah - seperti pembelian racun. Dan menyamar sebagai Tuan Inglethorp tidaklah
sulit. Tuan Mace belum pernah bicara dengan Tuan Inglethorp Jadi dia akan
percaya saja seandainya ada seseorang yang menyamar sebagai Tuan Inglethorp dan
mengatakan bahwa dirinya adalah Tuan Inglethorp."
"Mungkin juga demikian," kata saya terpukau oleh imajinasi Poirot. "Tapi kalau
memang demikian, mengapa dia tidak mengatakan di mana dia berada pada hari Senin
jam enam sore?" "Ah, mengapa ya?" kata Poirot lebih tenang. "Seandainya dia ditahan, mungkin dia
akan mengaku, tapi aku tak menginginkan begitu. Aku harus membuat dia melihat
posisinya sendiri. Tentu saja ada suatu hal yang tak terpuji di balik mulutnya
yang terkunci rapat-rapat. Seandainya dia tidak membunuh istrinya, dia tetap
seorang bajingan, dan ada hal yang disembunyikannya, yang tak ada hubungannya
dengan pembunuhan itu."
"Apa kira-kira?" gumam saya sambil seolah-olah mengakui keunggulan pendapat
Poirot walaupun sebenarnya saya tidak yakin.
"Tak bisa menebak?" tanya Poirot, tersenyum.
"Tidak. Kau?" "Oh, ya. Aku punya sebuah ide beberapa waktu yang lalu. Dan ternyata benar."
"Kau tak memberi tahu aku," kata saya sebal.
Poirot mengangkat tangannya meminta maaf.
"Maaf, mon ami. Karena kau dulu tidak sympathique dengan ide itu," tiba-tiba dia
berpaling dan berkata dengan serius. "Kau mengerti sekarang mengapa dia tak
perlu ditahan?" "Mungkin," kata saya ragu-ragu. Saya memang tidak peduli akan nasib Alfred
Inglethorp. Mungkin sebuah gertakan akan baik untuknya.
Poirot yang memandang saya dengan sungguh-sungguh menjadi kecewa. Dia menarik
napas dalam-dalam. "Kita bicara yang lain saja. Bagaimana pendapatmu tentang kesaksian dalam
pemeriksaan tadi?" "Oh, seperti yang aku harapkan."
"Tak ada yang aneh?"
Pikiran saya langsung melayang pada Mary Cavendish, dan saya bertanya,
"Dalam hal apa?"
"Ya - misalnya saja kesaksian Tuan Lawrence Cavendish."
Saya menjadi lega. "Oh, Lawrence! Tidak - aku rasa tak ada yang aneh. Dia memang mudah gugup."
"Pendapatnya bahwa ibunya mungkin secara tak sengaja keracunan tonik yang
diminumnya. Apa itu tak aneh - hein?"
"Aku rasa tidak. Memang dokter itu menertawakan dia. Tapi pendapatnya adalah
wajar - pendapat orang awam."
"Tapi Lawrence bukan orang awam. Engkau sendiri yang mengatakan bahwa dia pernah
sekolah kedokteran dan lulus."
"Ya, benar. Tak terpikir olehku," saya terkejut. "Memang aneh."
Poirot mengangguk. "Dari permulaan sikapnya sudah aneh. Dari semua orang di rumah itu, dialah yang
seharusnya segera mengenali gejala-gejala keracunan strychnine. Tapi ternyata
justru dia yang menolak pendapat itu, bahkan berkeras dengan penuh keyakinan
bahwa ibunya meninggal secara wajar. Seandainya John yang mengatakan hal itu,
aku bisa memakluminya. Dia tidak tahu apa-apa tentang kedokteran dan orangnya
memang tak punya imajinasi. Tapi Lawrence - tidak! Dan hari ini, dia mengemukakan
pendapat yang dia tahu tidak masuk akal. Ada yang harus dikorek di sini, mon
ami!" "Memang membingungkan."
"Lalu Nyonya Cavendish," lanjut Poirot. "Satu orang lagi yang tidak mau
mengatakan apa yang dia ketahui! Apa pendapatmu tentang sikapnya?"
"Aku tak tahu. Sikapnya yang seolah-olah melindungi Alfred Inglethorp memang
sulit dimengerti." Poirot mengangguk sambil terus merenung.
"Ya, aneh. Tapi ada satu hal yang sudah pasti. Dia mendengar sesuatu dalam
percakapan pribadi itu. Dan dia tak mau mengatakan apa yang didengarnya."
"Dan orang tak akan menuduh orang semacam dia mencuri dengar pembicaraan orang
lain!" "Tepat. Kesaksiannya menunjukkan satu hal. Aku telah membuat kekeliruan. Dan
Dorcas benar. Pertengkaran itu terjadi sore hari kira-kira jam empat, seperti
yang dikatakannya." Saya memandang Poirot dengan rasa ingin tahu. Saya tidak mengerti mengapa dia
selalu mempersoalkan hal itu.
"Dan ada satu hal lagi yang membuatku tidak mengerti," kata Poirot. "Apa yang
dilakukan Dokter Bauerstein pagi-pagi buta seperti itu berada di luar" Tak
seorang pun menanyakan hal itu."
"Aku rasa dia menderita insomnia," jawab saya ragu-ragu.
"Itu merupakan keterangan yang bagus dan sekaligus jelek," kata Poirot. "Hal itu
mencakup segalanya tapi tak menjelaskan apa-apa. Aku akan lebih memperhatikan
orang ini." "Ada lagi yang aneh dengan kesaksian tadi?" tanya saya sinis.
"Mon ami," kata Poirot dengan serius. "Kalau kau tahu ada seseorang yang tidak
mengatakan hal yang sebenarnya, hati-hatilah! Kalau aku tak keliru, dalam
pemeriksaan tadi, paling banyak hanya dua orang yang mengatakan apa adanya tanpa
menutup-nutupi suatu hal lain."
"Ah, masa! Memang Lawrence dan Nyonya Cavendish tidak termasuk di situ. Tapi
John - dan Nona Howard - tentunya mereka berkata jujur, kan?"
"Keduanya" Satu, bolehlah. Tapi tidak dua - !"
Kata-katanya mengejutkan saya. Walaupun tidak penting, kesaksian Nona Howard
diberikan dengan sikap terus terang. Saya tak ragu-ragu lagi akan kejujurannya.
Namun saya juga menghargai kecerdasan Poirot - kecuali pada waktu-waktu di mana
dia kelihatan begitu keras kepala.
"Kau berpendapat begitu?" tanya saya. "Kelihatannya Nona Howard selalu jujur bahkan terlalu jujur."
Poirot memandang saya dengan ekspresi aneh yang tidak bisa saya mengerti. Dia
sepertinya akan bicara tapi tidak jadi.
"Nona Murdock juga," saya melanjutkan. "Dia kelihatannya jujur."
"Ya. Tapi aneh, dia tidak mendengar apa-apa walaupun kamarnya bersebelahan.
Sedangkan Nyonya Cavendish yang kamarnya ada di sayap lain malah mendengar suara
meja jatuh dengan jelas."
"Ah, dia kan muda. Dan tidurnya nyenyak."
"Memang. Pasti dia itu tukang tidur!"
Saya tidak senang dengan nada suara Poirot. Tapi pada saat itu saya mendengar
suara ketukan di pintu, Dari jendela kami melihat dua orang detektif sedang
menunggu di depan. Poirot menyambar topinya, memelintir kumisnya dan dengan hati-hati menjentikkan
debu yang tak kelihatan dari lengan bajunya. Kami turun dan bersama dengan kedua
detektif itu menuju Styles.
Saya rasa kedatangan kedua orang Scotland Yard itu merupakan suatu kejutan terutama bagi John - walaupun dia sadar bahwa hal itu akan terjadi juga.
Poirot berbicara dengan Japp dengan suara rendah dalam perjalanan, dan Japp
minta agar seisi rumah, kecuali para pelayan, berkumpul di ruang keluarga. Saya
menyadari betapa pentingnya hal ini. Kesuksesan rencana ini tergantung pada
Poirot. Secara pribadi, saya tidak terlalu optimis. Poirot mungkin punya alasan-alasan
yang amat bagus tentang ketidakberdosaannya Inglethorp. Tapi orang semacam
Summerhaye pasti akan minta bukti-bukti. Dan saya meragukan kemampuan Poirot
untuk menyediakannya. Tak lama kemudian kami berjalan masuk ke ruang keluarga. Japp menutup pintu.
Dengan sopan Poirot menarik kursi untuk setiap orang. Kedua orang Scotland Yard
itu menjadi pusat perhatian semua mata. Saya rasa untuk pertama kalinya kami
menyadari bahwa kami tidak berhadapan dengan sebuah mimpi buruk melainkan suatu
kenyataan yang tidak jelas. Kami pernah membaca hal-hal seperti itu - dan sekarang
kami sendirilah yang menjadi aktor drama tersebut. Besok pagi, semua koran di
seluruh Inggris akan terbit dengan pokok berita:
'TRAGEDI MISTERIUS DI ESSEX'
'WANITA KAYA MATI DIRACUN'
Akan ada gambar rumah Styles, foto-foto 'Keluarga yang meninggalkan
Pemeriksaan' - juru potret desa tidaklah bermalas-malasan! Semua hal yang pernah
dibaca seratus kali - yang terjadi pada orang lain, kini dialami sendiri Dan di
rumah ini telah terjadi sebuah pembunuhan. Di depan kami duduk para detektif
yang menangani kasus tersebut.
Saya rasa semua orang akan heran karena Poirot-lah dan bukan orang Scotland Yard
itu yang memulai. "Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan," kata Poirot sambil membungkukkan badan seperti
seorang pembesar yang akan berceramah. "Saya meminta agar Anda semua berkumpul
di sini dengan satu tujuan. Tujuan itu berkaitan dengan Tuan Alfred Inglethorp."
Tanpa sadar semua orang memang telah menarik kursinya sedikit menjauhi
Inglethorp. Inglethorp sendiri agak terkejut ketika Poirot menyebutkan namanya.
"Tuan Inglethorp," kata Poirot langsung kepadanya, "ada sebuah bayangan gelap di
atas rumah ini. Bayangan pembunuhan."
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Inglethorp menggelengkan kepala dengan sedih.
"Istriku yang malang," gumamnya. "Emily yang malang! Sangat mengerikan."
"Saya rasa Anda tidak menyadari betapa mengerikannya hal itu - bagi Anda," kata
Poirot langsung. Dan karena Inglethorp kelihatannya tidak mengerti, dia
menambahkan, "Tuan Inglethorp, Anda radang berdiri di tepi jurang yang
berbahaya." Kedua orang detektif itu resah. Saya seolah-olah mendengar kalimat, "Apa yang
Anda katakan akan menjadi suatu kesaksian untuk memberatkan diri Anda" - keluar
dari mulut Summerhaye. Poirot melanjutkan.
"Anda mengerti, sekarang?"
"Tidak. Apa yang Anda maksud?"
"Maksud saya, Anda dicurigai sebagai pembunuh istri Anda," kata Poirot tanpa
basa-basi. Terdengar suara-suara terkejut dalam ruangan setelah Poirot memberi keterangan
dengan polos. "Ya, ampun!" seru Inglethorp sambil berdiri. "Benar-benar tuduhan yang keji!
Saya - meracun Emily?"
"Saya rasa," kata Poirot sambil memandang tajam kepadanya, "Anda tidak menyadari
kesaksian Anda yang aneh itu di dalam pemeriksaan. Tuan Inglethorp, setelah
mengetahui apa yang saya katakan tadi, apakah Anda tetap menolak untuk
mengatakan di mana Anda berada pada jam enam sore hari Senin yang lalu?"
Dengan mengeluh Alfred Inglethorp membenamkan diri lagi ke kursinya. Kedua
tangannya menutupi wajahnya. Poirot mendekat dan berdiri di depannya.
"Katakan!" teriaknya kejam.
Dengan susah-payah Inglethorp membuka kedua tangannya. Lalu dengan perlahanlahan tapi pasti, dia menggelengkan kepalanya.
"Anda tak mau mengatakannya?"
"Tidak. Saya tak yakin ada orang yang begitu kejam menuduh saya seperti yang
Anda katakan." Poirot mengangguk seperti orang yang yakin telah mengambil keputusan.
"Soit!" katanya. "Kalau begitu sayalah yang akan berbicara untuk Anda." Alfred
Inglethorp berdiri lagi. "Anda" Bagaimana mungkin" Anda tidak tahu - " Dia
berhenti tiba-tiba. Poirot memalingkan badannya menghadap kami. "Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan! Saya
berbicara! Dengarkanlah! Saya, Hercule Poirot, menegaskan bahwa laki-laki yang
memasuki toko obat dan membeli strychnine pada jam enam sore hari Senin yang
lalu bukanlah Tuan Inglethorp, karena pada jam enam sore hari yang sama Tuan
Inglethorp sedang menemani Nyonya Raikes pulang ke rumahnya Saya bisa memberikan
tidak kurang dari lima orang saksi yang bisa disumpah untuk mengatakan bahwa
mereka melihat Tuan Inglethorp bersama Nyonya Raikes pada jam enam atau jam enam
lebih. Seperti Anda ketahui, tanah pertanian Abbey, rumah Nyonya Raikes,
berjarak setidaknya dua setengah mil dari desa, Alibi ini tak perlu diragukan
lagi!" Bab 8 KECURIGAAN BARU RUANGAN itu senyap. Setiap orang terpana mendengar penjelasan Poirot. Japp
berbicara lebih dulu. "Ya, Tuhan," serunya "Anda memang luar biasa. Tentunya saksi-saksi Anda tersebut
bisa dipercaya, bukan?"
"Voila! Saya telah menyiapkan daftar nama dan alamat mereka. Tentu saja Anda
bisa bicara dengan mereka sendiri. Akan Anda ketahui nanti bahwa mereka bisa
dipercaya." "Saya percaya," kata Japp dengan suara rendah. "Saya sangat berhutang budi pada
Anda. Tidak heran kalau kandang seekor kuda yang manis telah menahannya." Dia
berpaling kepada Tuan Inglethorp. "Maaf, Tuan. Mengapa Anda tidak mengatakannya
pada waktu pemeriksaan?"
"Akan saya jelaskan," Poirot menyela. "Ada desas-desus - "
"Yang amat jahat dan sama sekali tidak benar," potong Alfred Inglethorp dengan
suara marah. "Dan Tuan Inglethorp tidak ingin menimbulkan suatu skandal pada saat seperti
ini. Benar begitu?" "Benar," kata Inglethorp mengangguk. "Jenazah Emily yang malang itu belum
dikubur, bagaimana mungkin saya memulai membuat gosip yang tidak benar."
"Saya lebih suka digosipkan daripada ditahan karena membunuh. Dan saya rasa
istri Anda juga berpendapat sama. Seandainya tak ada Tuan Poirot, jelas Anda
akan kami tahan," kata Japp dengan kesal.
"Saya memang bodoh," gumam Inglethorp. "Tapi Anda tidak tahu dan tidak mengerti
perasaan orang yang digoda dan dijahati." Dia melemparkan pandangan benci pada
Evelyn Howard. "Saya ingin melihat kamar tidur Nyonya Inglethorp. Setelah itu saya akan bicara
sebentar dengan para pelayan," kata Japp pada John. "Anda tak perlu repot. Biar
Tuan Poirot yang menunjukkannya kepada saya."
Ketika mereka semua ke luar ruangan, Poirot berpaling dan memberi isyarat pada
saya untuk mengikuti dia ke atas. Dia menangkap lengan saya dan berbisik,
"Cepat - pergi ke sayap yang di seberang. Berdiri saja di sana di dekat pintu
berbeludru itu. Jangan ke mana-mana sampai aku datang." Dia berbalik dengan
cepat menyusul kedua detektif itu.
Saya mengikuti instruksinya dan berdiri di tempat yang diinginkannya sambil
berpikir-pikir apa yang dimaui Poirot. Mengapa saya harus berdiri di tempat ini"
Saya memandang ke bawah, ke koridor yang tepat ada di depan saya. Sebuah ide
melintas di kepala saya. Kecuali Cynthia Murdock, kamar semua orang ada di sisi
ini. Apa saya harus melapor siapa yang keluar dan masuk" Apa ada hubungannya
dengan hal itu" Dengan setia saya berdiri di pos saya. Beberapa menit telah
lewat. Tak seorang pun masuk. Tak ada apa-apa.
Setelah dua puluh menit barulah Poirot datang.
"Kau tidak ke mana-mana?"
"Tidak. Aku berdiri di sini seperti patung. Tak ada apa-apa."
"Ah!" Apakah dia senang atau kecewa" "Kau tak melihat apa-apa sama sekali?"
"Tidak." "Tapi barangkali mendengar sesuatu" Suara berdebam keras - eh, mon ami?"
"Tidak." "Benarkah" Tapi aku memang sedang jengkel dengan diriku sendiri! Aku biasanya
tak seceroboh itu. Aku menggerakkan tanganku sedikit - dengan tangan kiri. Tibatiba meja di dekat tempat tidur itu jatuh!"
Dia memang kelihatan jengkel dan marah sehingga saya cepat-cepat berusaha
menghiburnya. "Tak apa, Kawan. Kan tidak jadi soal" Kemenanganmu tadi mungkin membuatmu agak
emosi. Kami tadi benar-benar mendengar suatu kejutan. Pasti affair Inglethorp
dengan Nyonya Raikes itu tidak cukup sederhana untuk menahan lidahnya. Apa yang
akan kaulakukan sekarang" Mana orang-orang Scotland Yard tadi?"
"Menanyai para pelayan. Aku menunjukkan semua barang bukti kita kepada mereka.
Tapi aku kecewa pada Japp. Tak punya metode!"
"Halo!" kata saya sambil memandang ke bawah dari jendela. "Dokter Bauerstein.
Aku rasa kau benar, Poirot. Aku tidak menyukainya."
"Dia cerdik," kata Poirot merenung.
"Oh, cerdik seperti setan! Terus terang saja aku senang melihat rupanya yang
tidak keruan hari Selasa itu. Kau pasti belum pernah melihat pertunjukan seperti
itu!" Dan saya menerangkan apa yang dilakukan Bauerstein. "Dia benar-benar
seperti orang-orangan di sawah! Penuh lumpur dari atas ke bawah."
"Kau melihatnya, kalau begitu?"
"Ya, tentu saja. Dia tidak mau masuk - waktu itu kami habis makan malam. Tapi Tuan
Inglethorp memaksanya."
"Apa?" kata Poirot sambil mengguncang bahu saya dengan keras. "Jadi Dokter
Bauerstein kemari pada Selasa malam" Dan kau tak pernah memberi tahu hal itu!
Mengapa" Mengapa?"
Poirot seperti orang gila.
"Poirot, aku tak menyangka hal itu akan menarik perhatianmu. Aku tak tahu kalau
hal itu penting," saya membela diri.
"Penting" Itulah yang paling penting! Jadi Dokter Bauerstein kemari pada hari
Selasa malam - hari terjadinya pembunuhan itu. Hastings - apa kau tak mengerti" Ini
mengubah segalanya - segalanya!"
Saya belum pernah melihatnya begitu bingung Setelah melepaskan cengkeramannya di
bahu saya, tangannya dengan cepat meluruskan letak sepasang lilin sambil
bergumam, "Ya, ini mengubah segalanya - segalanya."
Tiba-tiba dia kelihatan seolah-olah telah memutuskan sesuatu.
"Allons!" katanya. "Kita harus bertindak cepat Di mana Tuan Cavendish?"
John ada di ruang untuk merokok. Poirot langsung menemuinya.
"Tuan Cavendish, saya punya urusan penting di Tadminster Sebuah petunjuk baru.
Apa bisa saya pinjam mobil Anda sebentar?"
"Ya, tentu saja. Anda perlu sekarang?"
"Kalau bisa." John membunyikan bel dan menyuruh sopir menyiapkan mobilnya. Dalam sepuluh
menit, kami sudah ngebut di jalan raya ke arah Tadminster.
"Poirot, barangkali kau sekarang bisa menceritakan apa yang sedang kita lakukan
ini?" "Ah, mon ami, sebagian besar kau bisa menebaknya sendiri. Tentu saja sekarang
Tuan Inglethorp sudah tidak masuk hitungan. Situasinya sekarang berubah. Kita
berhadapan dengan persoalan yang sama sekali baru. Kita tahu sekarang bahwa ada
satu orang yang tidak membeli racun. Aku yakin bahwa semua orang di rumah,
dengan perkecualian Nyonya Cavendish yang sedang bermain tenis denganmu, bisa
menyamar sebagai Tuan Inglethorp pada hari Senin sore. Dan kita mendengar
darinya bahwa Tuan Inglethorp meletakkan kopi di ruang tengah. Tak seorang pun
yang memperhatikan hal ini dalam pemeriksaan - tapi sekarang hal itu mempunyai
arti yang lain. Kita harus mengetahui siapa yang membawa kopi itu kepada Nyonya
Inglethorp, atau siapa yang melewati ruangan itu pada waktu kopi masih di situ.
Dari ceritamu hanya ada dua orang yang jelas tidak berada dekat dengan kopi
tersebut - Nyonya Cavendish dan Nona Cynthia."
"Ya, benar," saya merasa senang. Mary Cavendish tentunya lepas dari kecurigaan
tersebut. "Aku terpaksa membebaskan Alfred Inglethorp lebih awal dari waktu yang
kuinginkan," kata Poirot melanjutkan. "Seandainya aku bisa menundanya, pasti
pembunuh yang sebenarnya akan lengah karena mengira aku mengejar Inglethorp.
Tapi sekarang dia pasti lebih hati-hati - ya, sangat hati-hati." Tiba-tiba dia
berpaling kepada saya. "Apa ada seseorang yang kaucurigai, Hastings?"
Saya ragu-ragu. Memang pada pagi itu sebuah pikiran muncul satu-dua kali di
kepala saya. Tapi saya menolaknya, karena kelihatan aneh dan tak masuk akal.
Tetapi pikiran itu tidak hilang-hilang juga.
"Bukan suatu kecurigaan," gumam saya. "Dan sangat tolol kelihatannya."
"Ayolah," kata Poirot memberi semangat. "Jangan takut. Katakan saja. Kau harus
selalu memberi perhatian pada instingmu."
"Baiklah. Aneh - aku curiga bahwa Nona Howard tidak menceritakan semua yang
diketahuinya!" "Nona Howard?" "Ya - kau pasti menertawakan aku - "
"Tidak. Kenapa aku tertawa?"
"Aku hanya merasa bahwa kita kurang memperhatikan dia. Ada kecurigaan-kecurigaan
yang merupakan suatu kemungkinan, hanya karena dia tidak berada di rumah.
Padahal dia hanya lima belas mil dari rumah dan dengan mobil jarak itu bisa
ditempuh dalam waktu setengah jam. Apakah kita bisa berkata dengan positif bahwa
dia tidak ada di Styles pada malam pembunuhan itu?"
"Ya, bisa," kata Poirot tanpa diduga. "Salah satu hal yang telah kulakukan
adalah menelepon rumah sakit tempat dia bekerja."
"Jadi?" "Ternyata Nona Howard bertugas pada hari Selasa sore. Ada sebuah rombongan yang
tiba-tiba datang dan dengan senang hati dia menawarkan diri untuk bertugas malam
itu - yang dengan senang hati diterima oleh pihak rumah sakit."
"Oh!" saya tercengang. "Sebenarnya kebenciannya yang luar biasa terhadap
Inglethorp itulah yang membuatku curiga. Aku merasa bahwa dia akan. melakukan
apa saja untuk mencelakakan Alfred. Dan mungkin dia tahu ada surat wasiat yang
dihancurkan. Mungkin dia membakar yang baru, karena keliru. Dia benar-benar
benci pada Inglethorp."
"Kau menganggap rasa bencinya tidak wajar?"
"Y - a - . Dan dia begitu sengit. Aku tak tahu apakah dia waras atau tidak, karena
bersikap begitu." Poirot menggelengkan kepalanya keras-keras.
"Tidak - tidak. Kau keliru. Dia sangat waras. Nona Howard merupakan contoh yang
amat bagus dari fisik dan kekuatan orang Inggris. Dia sangat waras."
"Tapi kebenciannya terhadap Inglethorp merupakan suatu mania. Pikiranku - memang
aneh - adalah dia memang sengaja meracun Inglethorp, tapi entah bagaimana keliru yang menjadi korban adalah Nyonya Inglethorp. Tapi aku tak tahu bagaimana cara
dia melakukannya. Semuanya aneh dan tak masuk akal."
"Tapi kau benar dalam satu hal. Sebaiknya kita mencurigai setiap orang sampai
terbukti dengan akal sehat bahwa dia tak bersalah dan kau merasa puas. Sekarang
alasan apa yang bisa menyangkal kemungkinan bahwa Nona Howard meracuni Nyonya
Inglethorp?" "Karena dia setia kepadanya!" seru saya.
"Ch! Ch!" seru Poirot menjengkelkan. "Itu kan alasan anak-anak. Kalau Nona
Howard mampu meracuni wanita tua itu, dia pasti juga bisa berpura-pura setia
pada Nyonya Inglethorp. Kau benar, rasa bencinya pada Alfred Inglethorp terlalu
berlebihan untuk bisa disebut wajar; tetapi kau salah menarik kesimpulan. Aku
sendiri telah mempunyai kesimpulan yang aku rasa benar. Tapi aku tak ingin
membicarakannya sekarang." Dia diam sejenak, lalu melanjutkan. "Tapi dalam
pikiranku ada satu hal yang tidak cocok untuk mencurigai Nona Howard sebagai
pembunuh." "Apa itu?" "Kematian Nyonya Inglethorp tidak mendatangkan keuntungan apa-apa bagi Nona
Howard. Padahal tak ada pembunuhan tanpa motif."
Saya berpikir. "Apa Nyonya Inglethorp pernah membuat surat wasiat yang menguntungkan dia?"
Poirot menggelengkan kepala.
"Tapi kau sendiri mengajukan kemungkinan itu pada Tuan Wells."
Poirot tersenyum. "Itu ada sebabnya. Aku tak ingin menyebutkan nama orang yang ada di pikiranku.
Dan Nona Howard mempunyai posisi yang sama dengan orang itu. Jadi aku pakai saja
namanya." "Walaupun begitu ada kemungkinan Nyonya Inglethorp melakukan hal itu. Dan surat
wasiat yang dibuatnya pada hari kematiannya mungkin - "
Gelengan kepala Poirot kuat sekali sehingga saya berhenti bicara.
"Tidak, Kawan. Aku punya pendapat tentang surat wasiat itu. Aku hanya bisa
mengatakan sejauh ini - surat wasiat itu tidak menguntungkan Nona Howard."
Saya menerima keyakinannya walaupun saya tidak mengerti mengapa dia seyakin itu.
"Baiklah." Saya menarik napas panjang. "Kita tak akan mempertimbangkan Nona
Howard kalau begitu. Sebenarnya karena kamulah aku mencurigai dia, yang
menyebabkan adalah komentarmu tentang kesaksiannya dalam pemeriksaan."
Poirot bingung. "Apa yang kukatakan waktu itu?"
"Kau lupa" Ketika aku mengatakan bahwa dia dan John Cavendish tidak mungkin
untuk dicurigai?" "Oh - oh - ya." Dia kelihatan agak bingung, tapi kemudian bisa menangkap apa yang
saya katakan. "Oh ya, aku ingin minta tolong kau, Hastings?"
"Apa itu?" "Kalau kau punya kesempatan bicara dengan Lawrence Cavendish berdua saja,
katakan padanya ada pesan dari Poirot begini, 'Carilah cangkir kopi ekstra itu,
dan kau akan tenang kembali!' Itu saja - jangan ditambah, jangan dikurangi."
"'Carilah cangkir kopi ekstra itu, dan kau akan tenang kembali!' Begitu?" tanya
saya berpikir-pikir. "Bagus!" "Apa artinya?" "Ah, kau harus mencarinya sendiri. Kau sudah tahu semua fakta. Katakan saja
pesanku tadi dan ingat-ingat apa yang dikatakannya."
"Baiklah. Tapi semua itu sangat misterius bagiku."
Kami sampai ke Tadminster sekarang dan Poirot memarkir mobil di depan
'Analytical Chemist'. Poirot meloncat ke luar dan berjalan dengan cepat ke dalam. Beberapa menit
kemudian dia keluar lagi.
"Beres," katanya. "Urusanku sudah selesai."
"Apa yang kaulakukan tadi?" tanya saya ingin tahu.
"Aku meminta mereka menganalisa sesuatu."
"Apa yang dianalisa?"
"Sampel coklat yang aku ambil dari panci di kamar tidur."
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi itu kan sudah dites!" seru saya. "Dokter Bauerstein sudah mentesnya, dan
kau sendiri berpendapat bahwa tak mungkin ada strychnine di dalamnya."
"Aku tahu bahwa Dokter Bauerstein sudah mentes coklat itu," kata Poirot tenang.
"Ya - aku hanya ingin menganalisanya lagi. Itu saja."
Tak ada keterangan lain yang diberikan Poirot tentang hal itu, walaupun sudah
saya pancing-pancing. Apa yang dilakukan Poirot dengan coklat itu membingungkan saya. Saya tak bisa
melihat alasan sekecil apa pun untuk melakukan pengetesan kembali. Walaupun
begitu, kepercayaan saya padanya yang agak goyah sebelumnya menjadi kuat kembali
setelah kemenangannya membela Alfred Inglethorp.
Jenazah Nyonya Inglethorp dikuburkan keesokan paginya. Pada hari Senin pagi,
ketika saya turun untuk sarapan, John memberi tahu bahwa Tuan Inglethorp pagi
itu pindah ke Stylites Arms sampai rencananya selesai.
"Aku benar-benar lega dia keluar dari sini," kata John dengan jujur. "Dulu kami
tidak senang ketika dia tinggal di sini karena kami mencurigainya. Tapi kemudian
kami menjadi lebih tidak enak lagi ketika terbukti dia tak bersalah. Kami telah
memperlakukannya dengan sangat buruk. Walaupun demikian, rasanya orang akan
maklum dengan sikap kami karena semua petunjuk menuding dia. Ternyata kami
keliru. Sekarang berat rasanya untuk mengubah sikap karena dari semula kami
memang tidak menyukainya. Kami menjadi serba salah! Aku lega karena dia cukup
mengerti. Syukurlah Styles tidak diwariskan Ibu kepadanya. Tak bisa membayangkan
dia ada di sini. Biar saja dia dapat warisan uang."
"Kau punya uang cukup untuk memelihara rumah ini?" tanya saya.
"Oh, ya. Memang ada pengeluaran yang harus dibayar dengan kematian ini. Tapi
separuh dari uang Ayah tertanam di sini. Lawrence akan tinggal bersama kami
untuk sementara. Memang kami harus ketat mengencangkan ikat pinggang untuk saat
ini, seperti sudah kukatakan kepadamu, aku sedikit kekurangan uang sekarang.
Tapi kami akan mendapat hasil dari tanah ini kemudian."
Pagi itu, suasana sarapan terasa riang dan menyenangkan - untuk yang pertama kali
sejak terjadinya tragedi Nyonya Inglethorp. Dan kami merasa lega karena Alfred
Inglethorp akan segera angkat kaki dari sana. Cynthia yang memang masih muda itu
kelihatan cerah dan wajahnya bertambah cantik. Kami semua gembira kecuali
Lawrence yang masih kelihatan suram dan gelisah.
Surat kabar-surat kabar memuat kejadian itu dengan pokok berita yang menyolok,
biografi picisan setiap anggota keluarga, sindiran-sindiran halus, dan sedikit
ulasan tentang penemuan polisi. Semua yang ditulis terasa tajam. Karena perang
telah reda, berita itu seperti menjadi santapan lezat bagi orang yang kelaparan.
'Misteri di Styles' merupakan topik yang hangat.
Tentu saja hal itu sangat menjengkelkan keluarga Cavendish. Rumah besar itu
terus-menerus diserbu wartawan yang memang tak diizinkan masuk. Mereka tetap tak
beranjak dari sekitar rumah dan siaga dengan kamera siap dibidikkan ke arah
anggota keluarga yang lengah. Orang-orang Scotland Yard datang dan pergi,
memeriksa, menanyai orang-orang, dengan mata tajam dan lidah kelu. Kami tak tahu
apa tujuan mereka dan apakah mereka mendapatkan petunjuk atau tidak.
Setelah sarapan, Dorcas mendekati saya dan bertanya apakah dia bisa bicara
sebentar. "Tentu, Dorcas. Ada apa?"
"Ah, begini. Tuan akan bertemu dengan Tuan Belgia itu, kan?" Saya mengangguk.
"Tuan tahu kan, beliau menanyakan secara khusus apa ada yang memiliki baju hijau
di rumah ini." "Ya, ya. Apa kau menemukan baju itu?" tanya saya penuh rasa ingin tahu.
"Tidak, Tuan. Tapi saya jadi ingat bahwa Tuan Muda John dan Lawrence punya peti
baju-baju fantasi. Peti itu masih ada di loteng, berisi macam-macam baju yang
aneh-aneh. Barangkali saja di dalamnya ada sebuah baju hijau. Jadi kalau Tuan
mau memberi tahu tuan Belgia itu - "
"Ya. Aku akan memberi tahu dia," saya berjanji.
"Terima kasih, Tuan. Tuan itu sangat baik. Tidak sama dengan kedua detektif dari
London yang keluar-masuk menanyakan macam-macam hal. Saya biasanya tidak terlalu
suka pada orang asing. Tapi dari koran-koran yang saya baca, saya tahu bahwa
orang-orang Belgia yang pemberani itu bukanlah orang-orang biasa. Dan tuan yang
satu ini sopan sekali tutur katanya."
Dorcas tua yang baik! Dia memang contoh sempurna dari seorang pelayan kuno yang
kini sudah langka. Saya pergi ke tempat Poirot, tetapi di tengah jalan bertemu dengan dia dan
langsung menyampaikan pesan Dorcas.
"Ah, Dorcas yang baik! Kita periksa saja peti itu walaupun - tak apa - kita periksa
saja." Kami masuk ke dalam rumah. Tak ada seorang pun di ruang depan. Kami langsung
menuju loteng. Memang ada sebuah peti besar tua, penuh dengan macam-macam baju yang modelnya
aneh-aneh. Poirot mengeluarkan semuanya dan membebernya di lantai. Ada satu atau dua baju
berwarna hijau di situ tetapi Poirot hanya menggelengkan kepalanya. Kelihatannya
dia memang tidak terlalu banyak berharap. Tiba-tiba dia berseru.
"Apa ini?" "Lihat!" Peti itu hampir kosong. Di dasarnya tergeletak seonggok jenggot hitam.
"Oh?!" kata Poirot. "Oh?!" Dia mengambil dan membalik-balik jenggot itu di
tangannya sambil memperhatikannya. "Baru," katanya. "Ya, masih baru."
Setelah ragu-ragu sejenak, dia mengembalikannya lagi ke peti dan menumpukinya
dengan baju-baju seperti semula. Kemudian dia menuruni tangga dengan langkah
cepat, langsung menuju ke dapur, menemui Dorcas yang sedang menggosok sendokgarpu. Poirot menyapanya dengan sopan dan melanjutkan,
"Kami telah melihat peti itu, Dorcas. Terima kasih banyak karena kau telah
menunjukkannya kepada kami. Koleksi yang amat bagus. Apakah baju-baju itu sering
dipakai?" "Belakangan ini tidak terlalu sering, Tuan. Kadang-kadang saja. Sangat lucu,
Tuan. Terutama Tuan Lawrence Sangat kocak! Saya masih ingat ketika dia
berpakaian sebagai raja dari Persia. Dia memegang pedang besar dari kertas dan
berkata, 'He, Dorcas Kau harus hormat padaku. Ini adalah pedang pusakaku. Dan
kepalamu akan menggelinding bila kau membuatku tidak senang'. Nona Cynthia
memakai baju Apache. Wah, dia benar-benar luar biasa. Tak ada yang mengira bahwa
dia sebenarnya adalah seorang gadis cantik. Kelihatan kejam dan menyeramkan."
"Pasti menyenangkan sekali saat-saat seperti itu. Pasti Tuan Lawrence memakai
jenggot hitam lebat yang ada di dalam peti itu, ya!" kata Poirot.
"Dia memang punya jenggot, Tuan," kata Dorcas tersenyum. "Saya tahu karena dia
membuatnya dari benang wol saya. Dari jauh kelihatan bagus. Tapi saya tidak tahu
ada jenggot di dalam peti itu. Pasti belum lama ada di situ. Di situ ada wig
merah, tapi rasanya tak ada barang lain yang terbuat dari rambut. Biasanya yang
dipakai adalah kulit kayu yang dibakar - tapi itu kotor. Nona Cynthia pernah jadi
orang Negro dan dia memakainya Wah, repot membersihkannya."
"Jadi Dorcas tidak tahu apa-apa tentang jenggot itu," kata Poirot ketika dia
berjalan ke luar dapur. "Apakah memang itu yang dipakai?" bisik saya.
Poirot mengangguk. "Aku rasa begitu. Kau tahu tidak bahwa ujungnya digunting?"
"Tidak." "Jenggot itu digunting dan dibentuk seperti jenggot Tuan Inglethorp. Dan aku
menemukan satu-dua helai rambut yang tergunting Hastings, kasus ini semakin
bertambah parah." "Siapa kira-kira yang menyimpannya di peti itu?"
"Seseorang yang cukup cerdas," kata Poirot. "Benda itu disembunyikan di suatu
tempat yang tak mencurigakan. Dia sangat cerdik sehingga dia tidak curiga bahwa
kita lebih cerdik darinya."
Saya setuju, "Nah, mon ami, kau akan bisa memberi banyak bantuan."
Ini sangat menyenangkan saya. Jarang sekali Poirot mengakui bantuan yang sudah
saya berikan. "Ya," lanjutnya, sambil menatapku dalam-dalam, "kau bisa membantu."
Sungguh menyenangkan, tapi kata-kata Poirot berikutnya tak enak didengar.
"Aku harus punya seorang sekutu di rumah," katanya.
"Kan ada aku." "Ya, tapi tidak cukup."
Saya merasa tersinggung, dan tak berusaha menutup-nutupinya. Poirot cepat-cepat
menjelaskan. "Kau tidak mengerti yang kumaksud, barangkali. Begini, semua orang tahu bahwa
kau adalah temanku dan bekerja sama denganku. Aku memerlukan seseorang yang
kelihatannya tidak terlibat dalam kelompok kita ini."
"Oh, begitu Bagaimana dengan John?"
"Aku rasa kurang tepat."
"Dia memang tidak terlalu cerdas," pikir saya.
"Ini dia Nona Howard," kata Poirot tiba-tiba. "Dialah yang paling cocok. Tapi
aku termasuk dalam daftar hitamnya karena berhasil membebaskan Tuan Inglethorp
dari tuduhan bersalah Ah, kita coba saja."
Dengan anggukan dan wajah yang tidak ramah, Nona Howard menyetujui permintaan
Poirot untuk berbicara sebentar.
Kami masuk ke ruang duduk yang kecil dan Poirot menutup pintu.
"Apa yang Anda perlukan, Tuan Poirot" Langsung saja," kata Nona Howard tidak
sabar. "Anda masih ingat, Nona, bahwa saya pernah minta Anda untuk membantu saya?"
"Ya." wanita itu mengangguk. "Dan saya katakan kepada Anda bahwa saya akan
membantu Anda dengan senang hati - untuk menggantung Alfred Inglethorp."
"Ah!" Poirot memandangnya penuh perhatian. "Nona Howard, saya ingin menanyakan
satu hal dan saya harap Anda menjawab pertanyaan itu dengan sebenarnya."
"Saya tak pernah bohong," jawabnya.
"Begini. Anda masih yakin bahwa Nyonya Inglethorp diracun oleh suaminya?"
"Apa maksud Anda?" tanyanya dengan tajam. "Jangan Anda kira bukti-bukti yang
Anda kemukakan bisa mempengaruhi saya. Memang benar bahwa bukan dia yang membeli
strychnine. Itu tidak menjadi soal Dia sudah pernah bermain-main dengan racun."
"Ya, tapi itu arsenik - bukan strychnine," kata Poirot.
"Tak ada bedanya. Arsenik atau strychnine sama saja Keduanya akan membunuh
Emily. Saya yakin bahwa dialah yang melakukannya. Saya tak peduli bagaimana cara
dia melakukannya." "Benar. Kalau Anda yakin," kata Poirot tenang, "saya ingin menyatakan pertanyaan
saya dalam bentuk lain. Apakah dalam hati kecil Anda ada keyakinan bahwa Nyonya
Inglethorp diracun oleh suaminya?"
"Ya, Tuhan!" teriak Nona Howard "Saya selalu berkata bahwa laki-laki itu seorang
bajingan! Bukankah saya selalu mengatakan bahwa dia akan membunuhnya di tempat
tidur" Bukankah saya selalu membencinya seperti racun?"
"Tepat," kata Poirot, "hal itu memperkuat keyakinan saya."
"Tentang apa?" "Nona Howard, Anda masih ingat pada percakapan yang terjadi ketika kawan saya
ini baru datang kemari" Dia menceritakannya kepada saya dan saya sangat terkesan
pada satu kalimat yang Anda ucapkan. Anda mengatakan bahwa seandainya terjadi
pembunuhan atas seseorang yang Anda sayangi, Anda merasa yakin bahwa Anda akan
mengetahui pelakunya melalui insting Anda, walaupun Anda tidak dapat
membuktikannya?" "Ya, saya ingat sekarang. Dan saya masih yakin akan hal itu. Bagaimana menurut
Anda" Apakah tak masuk akal?"
"Sama sekali tidak."
"Tapi Anda tidak mau tahu tentang insting saya terhadap Alfred Inglethorp?"
"Benar," kata Poirot pendek. "Karena insting Anda sebenarnya tidak tertuju pada
dia. Anda tidak yakin dialah pelakunya."
"Apa?" "Anda hanya ingin meyakinkan diri sendiri bahwa dialah yang berbuat. Anda yakin
bahwa dia mampu melakukan hal itu. Tapi insting Anda tidak mengatakannya
demikian. Insting Anda berbicara lain - Anda mau saya melanjutkan?"
Dia memandang Poirot dengan mata terpesona.
"Apa saya perlu mengatakan mengapa Anda begitu benci pada Tuan Inglethorp"
Karena Anda berusaha meyakinkan diri untuk mempercayai apa yang Anda ingin
percayai. Karena Anda ingin menutupi dan mengacuhkan insting Anda yang
menunjukkan dan mengatakan sebuah nama lain - "
"Tidak, tidak, tidak!" seru Nona Howard membabi-buta, sambil mengacungkan
tangannya ke atas. "Sudah - sudah, jangan berkata apa-apa lagi. Itu tidak benar!
Itu salah! Saya tak tahu mengapa saya memikirkan hal itu!"
"Kalau begitu saya benar?" tanya Poirot.
"Ya, ya; Anda pasti seorang ahli sihir. Tapi itu pasti tidak benar - terlalu tak
masuk akal, terlalu kejam. Jadi pasti Alfred Inglethorp."
Poirot menggelengkan kepalanya dengan sedih.
"Jangan tanya hal itu pada saya," kata Nona Howard melanjutkan, "karena saya tak
akan mengatakannya. Saya tak mau mengakui itu pada diri saya sendiri. Bisa gila
saya kalau memikirkan hal itu."
Poirot mengangguk, seolah-olah puas.
"Saya tak akan menanyakan apa-apa pada Anda. Cukup kalau saya tahu bahwa
perkiraan saya benar. Dan saya - juga punya insting. Kita bekerja sama untuk
tujuan yang sama." "Jangan meminta bantuan saya, karena saya tak bersedia. Saya tak akan
menunjukkan jari untuk - untuk - " Dia tergagap.
"Anda pasti mau membantu saya. Saya tak minta apa-apa - saya hanya minta agar Anda
menjadi sekutu saya. Anda pasti bisa, karena Anda cukup melakukan satu hal
saja." "Apa itu?" "Mengamat-amati!"
Evelyn Howard menganggukkan kepalanya.
"Ya, saya memang senang melakukan hal itu. Saya selalu - memang selalu mengamatiamati sambil berharap agar saya keliru."
"Kalau kita keliru, saya akan bersyukur," kata Poirot. "Tak ada orang yang lebih
gembira dari saya. Tapi kalau kita benar" Kalau kita benar, Nona Howard, Anda
akan berada di pihak siapa?"
"Saya tak tahu, saya tak tahu - "
"Ah, katakan saja."
"Bisa ditutupi."
"Tak akan ada tutup-tutupan."
"Tapi Emily sendiri - "Dia diam.
"Nona Howard," kata Poirot tegas, "tak ada artinya bagi Anda."
Tiba-tiba Nona Howard melepaskan tangan yang menutupi mukanya.
"Ya," katanya, "yang bicara tadi bukanlah Evelyn Howard!" Dia menegakkan
kepalanya sambil berkata. "Inilah Evelyn Howard! Dia berpihak pada kebenaran!
Dengan risiko apa pun." Dengan kata-kata itu dia melangkah ke luar ruangan.
"Ah, sekutu yang bisa diharapkan. Wanita itu tidak hanya punya hati tapi juga
otak," kata Poirot, sambil memandang Evelyn pergi.
Saya tidak berkomentar. "Insting memang sesuatu yang luar biasa," kata Poirot. "Tidak bisa dijelaskan
ataupun diacuhkan." "Kau dan Nona Howard kelihatannya saling mengerti," kata saya sinis, "sedangkan
aku sama sekali buta rasanya."
"Benarkah begitu, mon ami?"
"Ya. Cobalah jelaskan."
Poirot memandang saya sesaat. Lalu dengan tegas dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Kawan."
"Mengapa?" "Dua orang sudah cukup untuk satu rahasia."
"Aku rasa tidak adil untuk menyembunyikan fakta dariku."
"Aku tidak menyembunyikan fakta. Setiap fakta yang kuketahui kauketahui juga.
Tapi kau bisa menarik deduksi sendiri dari fakta-fakta tersebut. Kali ini ada
kaitannya dengan gagasan atau ide."
"Tapi akan senang kalau aku mengetahuinya."
Poirot memandang saya sejenak. Lalu dia berkata dengan tegas.
"Kau tidak punya insting," katanya sedih.
"Kau baru saja mengatakan bahwa yang diperlukan adalah inteligensia," sanggahku
tak mau kalah. "Keduanya biasanya saling bergandengan," kata Poirot, membuatku makin bingung.
Jawaban itu sama sekali tidak relevan menurut logika saya. Karena itu saya diam
saja. Saya hanya berkata pada diri-sendiri bahwa seandainya saya menemukan
sesuatu - dan saya yakin akan hal itu - saya tak akan memberi tahu Poirot apa-apa.
Ada waktunya seseorang harus bertindak tegas.
Bab 9 DR. BAUERSTEIN SAYA belum mendapat kesempatan baik untuk menyampaikan pesan Poirot kepada
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lawrence. Tapi ketika saya sedang berjalan-jalan di halaman untuk mendinginkan
emosi, saya melihat Lawrence di lapangan kriket, memukul-mukul dua buah bola
kuno dengan tongkat kuno - tanpa sasaran yang jelas.
Saya rasa sekaranglah saya harus bicara. Sebenarnya saya tidak mengerti pesan
tersebut. Tapi saya akan mendengar baik-baik jawaban Lawrence. Mungkin dari situ
saya akan dapat menarik kesimpulan.
"Ah, kebetulan. Dari tadi aku cari-cari," kata saya berbohong.
"Benarkah?" "Ya Ada pesan dan Poirot."
"Ya?" "Aku harus mengatakannya bila tak ada orang lain." Saya melirik dia untuk
melihat reaksinya. Tetapi ekspresinya tidak berubah. Mungkinkah dia sudah
mengerti apa yang akan saya katakan"
"Apa pesannya?"
"Begini," saya mencoba mendramatisir suasana. "'Carilah cangkir kopi ekstra itu,
dan kau akan tenang kembali.'"
"Apa maksudnya?" tanya Lawrence dengan polos.
"Kau tidak mengerti?" tanya saya.
"Sama sekali tidak. Kau?"
Saya terpaksa menggelengkan kepala.
"Cangkir kopi ekstra yang mana?"
"Aku tak tahu."
"Sebaiknya dia tanya Dorcas atau salah satu pelayan yang lain, kalau dia ingin
tahu tentang cangkir-cangkir kopi. Mereka lebih tahu karena itu urusan mereka
dan bukan urusanku. Aku tak tahu apa-apa tentang cangkir kopi, kecuali cangkircangkir yang belum pernah terpakai itil. Setelan Worcester yang indah sekali.
Kau bukan peneliti karya seni, kan?"
Saya menggelengkan kepala.
"Sayang sekali. Benar-benar porselen yang indah - melihatnya saja kita sudah
senang, apalagi memegangnya."
"Jadi apa yang harus kukatakan pada Poirot?"
"Katakan saja aku tidak mengerti pesannya."
"Baiklah." Saya sedang berjalan kembali menuju rumah, ketika tiba-tiba dia berteriak.
"He, dia bilang apa pada pesannya tadi" Kalimat terakhir. Coba ulangi sekali
lagi." "'Carilah cangkir kopi ekstra itu, dan kau akan tenang kembali'. Kau benar-benar
tidak tahu?" tanya saya mendesak.
Dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak," katanya bingung. "Seandainya saja aku tahu."
Kami mendengar gong berbunyi dan masuk ke dalam rumah bersama-sama. Poirot yang
diminta John untuk ikut makan siang bersama sudah menunggu kami di meja.
Tanpa diperingatkan, kami semua menghindari percakapan tentang tragedi yang baru
lalu. Tetapi setelah biskuit dan keju diedarkan dan Dorcas meninggalkan ruangan,
Poirot tiba-tiba saja mendekati Nyonya Cavendish dan berkata,
"Maaf, Nyonya, seandainya saya mengingatkan kembali pada hal-hal yang tidak
menyenangkan. Saya punya beberapa ide kecil dan ingin menanyakan satu-dua hal
pada Nyonya." "Dengan senang hati, Tuan Poirot."
"Anda baik sekali. Anda pernah mengatakan bahwa pintu yang menghubungkan kamar
Nyonya Inglethorp dengan kamar Nona Cynthia digerendel, bukan?"
"Ya. Saya mengatakan hal itu pada waktu pemeriksaan," jawab Nyonya Cavendish
heran. "Digerendel?" "Ya." Dia kelihatan bingung.
"Maksud saya, Anda yakin bahwa pintu itu digerendel, tidak sekadar dikunci?"
"Oh, saya mengerti yang Anda maksud. Saya tak tahu. Saya mengatakan pintu itu
digerendel - maksud saya dikunci, dan saya tak bisa membukanya. Tapi saya yakin
bahwa semua pintu digerendel dari dalam."
"Tapi ada kemungkinan bahwa pintu itu hanya terkunci?"
"Oh, ya." "Dan Anda sendiri tidak memperhatikan hal itu ketika masuk ke kamar Nyonya
Inglethorp?" "Saya - saya rasa digerendel."
"Tapi Anda tidak memperhatikannya?"
"Tidak. Saya tidak memperhatikan."
"Saya melihatnya," tiba-tiba Lawrence menyela. "Saya kebetulan melihat bahwa
pintu itu digerendel."
"Ah, kalau begitu sudah pasti," kata Poirot dengan wajah kecewa.
Saya merasa senang karena 'ide-ide kecil' Poirot ternyata tak ada hasilnya.
Setelah makan siang, Poirot minta saya menemaninya pulang. Saya menyanggupinya
dengan setengah hati. "Kau marah, ya?" kata Poirot ketika kami berjalan melewati kebun.
"Tidak," jawab saya dingin.
"Bagus. Aku merasa lega."
Ini bukan hal yang saya harapkan. Saya sebetulnya ingin agar dia merasakan sikap
saya yang kaku. Tapi saya malah merasakan kehangatan sikap Poirot. Hati saya
meleleh. "Aku telah menyampaikan pesanmu pada Lawrence."
"Apa katanya" Dia bingung sekali, ya?"
"Ya. Aku yakin dia tidak mengerti."
Saya menyangka Poirot akan kecewa, tapi ternyata dia mengatakan bahwa dia sudah
menduga demikian dan dia merasa senang. Tapi keangkuhan saya membuat saya
menahan diri untuk bertanya lebih lanjut.
Poirot beralih ke hal lain.
"Mengapa Nona Cynthia tidak makan siang hari ini?"
"Dia di rumah sakit. Melanjutkan pekerjaannya."
"Ah, gadis, itu rajin sekali. Dan cantik. Seperti gambar-gambar yang pernah aku
lihat di Itali. Aku ingin melihat kamar obatnya. Kira-kira dia keberatan tidak,
ya?" "Aku rasa dia akan senang sekali. Tempat kecil itu cukup menarik."
"Apa dia selalu di situ setiap hari?"
"Hari Rabu dia libur. Hari Sabtu dia pulang untuk makan siang. Itu saja hari
liburnya." "Akan aku ingat-ingat. Wanita-wanita sekarang sangat maju. Dan Nona Cynthia
termasuk wanita cerdas - ah, dia memang pandai."
"Ya. Dia telah lulus ujian yang sangat ketat."
"Tentu. Pekerjaannya juga menuntut tanggung jawab. Ada racun yang keras di kamar
obatnya?" "Ya. Dia pernah menunjukkannya kepadaku. Racun itu terkunci di dalam sebuah
lemari kecil. Mereka harus hati-hati. Kunci lemari itu selalu mereka simpan
sebelum pergi." "Tentu saja. Apa lemari itu dekat dengan jendela?"
"Tidak. Di sisi lain ruangan itu. Mengapa?"
Poirot mengangkat bahunya.
"Hanya bertanya. Kau mau masuk?"
Kami telah sampai di pondok Poirot.
"Terima kasih. Sebaiknya aku kembali saja. Aku mau lewat jalan memutar di
hutan." Hutan sekeliling Styles memang indah. Saya berjalan dengan santai di taman
terbuka yang sejuk. Suara burung yang mencicit memberi rasa damai di hati. Saya
berjalan melewati jalan setapak dan akhirnya duduk di kaki sebatang pohon besar
Perasaan saya menjadi damai, hati saya bertambah sejuk. Saya juga memaafkan
Poirot. Akhirnya saya menguap.
Saya memikirkan pembunuhan itu, dan saya tertegun karena rasanya kejadian itu
seperti tak nyata dan jauh.
Saya menguap lagi. Barangkali juga, pikir saya, hal itu tak pernah terjadi. Tentu itu hanya sebuah
mimpi buruk. Yang terjadi adalah Lawrence membunuh Alfred Inglethorp dengan
tongkat kriket. Tapi aneh. Mengapa John berteriak-teriak, "Tidak, tidak bisa!"
Saya terbangun karena kaget.
Saya segera sadar bahwa saya dalam posisi yang sulit. Karena, kira-kira empat
meter di depan saya, John dan Mary Cavendish berdiri berhadapan dan kelihatannya
sedang bertengkar. Rupanya mereka tidak tahu bahwa saya ada di situ. John
mengulangi kata-kata yang telah membuat saya terbangun.
"Mary, pokoknya tidak bisa. Aku tak setuju."
Suara Mary terdengar tenang dan dingin,
"Apa kau punya hak untuk mencampuri tindakanku?"
"Kita akan digunjingkan orang sedesa! Ibu baru saja dimakamkan, dan sekarang kau
main-main dengan laki-laki itu."
"Oh." Mary mengangkat bahu. "Rupanya kau cuma memikirkan gosip di desa!"
"Bukan itu saja. Aku sudah muak melihat laki-laki itu mondar-mandir. Dia kan
polisi Yahudi." "Setitik darah Yahudi sih tak apa-apa. Malah membuat hidup lebih bergairah
daripada..." - Dia memandang suaminya - "ketololan seorang Inggris yang dingin."
Saya melihat api di matanya dan es dalam suaranya. Tak heran bila wajah John
menjadi merah padam. "Mary!" "Ya?" Nada suaranya tak berubah.
Akhirnya John menjadi lemah.
"Jadi kau tetap akan menemui Bauerstein, walaupun aku sudah mengatakan tidak
suka?" "Kalau aku mau."
"Kau menentangku?"
"Tidak. Tapi aku tak bisa menerima kalau kau menganggap bahwa kau punya hak
untuk mencela perbuatanku. Apa kau tidak punya teman yang mungkin membuatku
benci?" John terdiam. Warna merah menyusut dari wajahnya.
"Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara gemetar.
"Kau mengerti," kata Mary tenang. "Kau mengerti, bukan, bahwa kau tak punya hak
untuk mendikteku dalam memilih teman?"
John memandang Mary dengan wajah memelas.
"Tak ada hak" Apakah aku tak punya hak, Mary" Mary - " Tangannya terulur. Suaranya
gemetar. Sesaat saya mengira Mary akan merasa kasihan dan menyerah. Wajahnya menjadi
lembut, tapi tiba-tiba dia berpaling dan berseru,
"Tidak!" Dia terus saja berjalan ketika John meloncat di belakangnya dan memegang
lengannya. "Mary," katanya dengan suara tenang, "apa kau jatuh cinta pada si Bauerstein
itu?" Mary menjadi ragu-ragu. Tiba-tiba ekspresi wajahnya menjadi aneh, ada sesuatu
yang membuatnya tampak muda dan abadi - dalam senyumnya itu.
Dia membebaskan lengannya dari tangan John dan pelan-pelan berkata seenaknya,
"Barangkali." Dengan cepat dia berjalan pergi meninggalkan John yang berdiri seperti patung.
Saya berdiri dan berjalan perlahan-lahan ke arah John dan dengan sengaja
menginjak beberapa ranting kering. John memalingkan kepalanya. Untunglah dia
mengira bahwa saya baru saja ke tempat itu.
"Halo, Hastings! Baru mengantar Poirot, ya" Orang itu aneh. Benarkah dia hebat?"
"Dia adalah salah seorang detektif yang paling hebat pada zamannya."
"Oh, kalau begitu dia memang bisa diharapkan. Ah, dunia memang buruk."
"Kau berpendapat begitu?" tanya saya. "Ya! Pertama, kasus kematian itu. Orangorang Scotland Yard keluar-masuk rumah seenaknya! Muncul di sana-sini begitu
saja. Lalu berita di koran-koran dengan Tulisan sebesar gajah - dasar wartawan
usil! Kau tahu, ada segerombolan orang mengawasi kami di dekat pintu gerbang
tadi pagi. Seperti Ruang Horor-nya Madame Tussaud saja. Menyebalkan!"
"Sabar, John," kata saya menghibur. "Tak akan selamanya begitu."
"Benarkah" Ini bisa berlangsung cukup lama sehingga kami tidak mungkin lagi
berjalan dengan kepala tegak."
"Tidak, tidak. Angan-anganmu sudah tak sehat lagi."
"Dikejar-kejar wartawan dan dipelototi orang-orang bego memang bisa membuat
orang jadi gila! Tapi ada yang lebih buruk dari itu."
"Apa?" John merendahkan suaranya,
"Kau tak pernah berpikir, Hastings aku serasa dikejar-kejar mimpi buruk - ingin
tahu siapa yang melakukannya" Kadang-kadang aku merasa bahwa kejadian itu
merupakan suatu kecelakaan saja. Karena - karena - siapa sih yang melakukannya"
Inglethorp tak masuk hitungan lagi. Jadi tak ada lagi yang melakukannya - kecuali salah satu dari kita."
Ya, memang seperti sebuah mimpi buruk! Salah satu dari kita! Ya, memang, kecuali
- Tiba-tiba saja muncul sebuah pikiran di kepala saya. Dengan cepat saya
menganalisa. Memang tambah lama tambah jelas. Kelakuan Poirot yang misterius.
Petunjuk-petunjuknya - cocok! Tolol, mengapa hal itu tak pernah terpikir oleh
saya" Kalau gagasan ini benar, kami semua pasti akan lega.
"Tidak, John," kata saya. "Pasti bukan salah satu dari kita. Tak mungkin."
"Ya. Tapi siapa lagi?"
"Kau tak bisa menebak?"
"Tidak." Saya memandang berkeliling dengan hati-hati, lalu berbisik.
"Dokter Bauerstein!"
"Tak mungkin!" "Kenapa tidak?"
"Apa yang didapatnya dengan kematian ibuku?"
"Memang benar. Tapi Poirot berpikir begitu."
"Poirot" Benar" Bagaimana kau tahu?"
Saya ceritakan reaksi Poirot ketika dia tahu bahwa Dr. Bauerstein datang ke
Styles pada hari kematian ibunya sambil menambahkan,
"Dia mengatakan dua kali, 'Segalanya berubah.' Aku berpikir-pikir terus sesudah
itu Kau tahu kan bagaimana Inglethorp mengatakan dia meletakkan kopi di ruang
depan" Saat itu kan Dokter Bauerstein datang. Ada kemungkinan pada waktu
Inglethorp menyuruhnya masuk, dia memasukkan sesuatu ke dalam cangkir kopi itu."
"Hm. Terlalu berbahaya," kata John..
"Ya, tapi mungkin."
"Bagaimana dia tahu bahwa kopi itu adalah kopi Ibu" Aku rasa tidak masuk akal."
Tapi saya teringat akan satu hal lain.
"Kau benar. Memang tidak begitu kejadiannya Dengar." Saya menceritakan tentang
sampel coklat yang dibawa Poirot untuk dianalisa.
John menyela. "Tapi Bauerstein kan sudah menganalisanya?"
"Justru itulah. Sampai sekarang aku tidak mengerti. Kau mengerti maksudku"
Bauerstein telah menganalisa - justru itulah. Seandainya Bauerstein adalah
pelakunya, mudah sekali baginya untuk mengganti contoh coklat itu. Dia tinggal
mengirimnya untuk dianalisa. Jelas mereka tak menemukan strychnine! Tapi tak
seorang pun yang punya pikiran untuk mencurigai Bauerstein - kecuali Poirot."
"Bagaimana dengan rasa pahit yang tak bisa disembunyikan coklat?"
"Kita kan percaya saja pada omongannya. Dan ada kemungkinan-kemungkinan lain.
Dia kan diakui sebagai salah seorang ahli toksikologi - "
"Salah seorang apa" Coba ulangi."
"Dia tahu lebih banyak tentang racun daripada kita. Barangkali saja dia
menemukan suatu cara untuk membuat strychnine tidak ada rasanya. Atau barangkali
bukan strychnine, tetapi racun lain yang memberikan gejala peracunan yang sama."
"Hm, ya barangkali," kata John. "Tapi bagaimana dia mencampurnya ke dalam
coklat" Kan tidak diletakkan di bawah?"
"Ya, benar," saya mengakui dengan enggan.
Tiba-tiba sebuah kemungkinan hinggap di kepala saya. Saya berdoa semoga
kemungkinan itu tidak terpikirkan oleh John. Saya meliriknya. Dia sedang
mengerutkan dahinya. Saya menarik napas lega karena kemungkinan yang muncul di
benak saya adalah: bahwa Dr. Bauerstein mungkin punya kaki-tangan.
Tapi rasanya tidak mungkin! Tentunya seorang wanita secantik Mary Cavendish tak
akan meracun orang. Tiba-tiba saya teringat percakapan pertama kami ketika saya baru datang. Saya
teringat pada pancaran matanya ketika dia mengatakan bahwa racun adalah senjata
seorang wanita. Betapa gelisahnya dia pada hari Selasa malam itu! Apakah Nyonya
Inglethorp menemukan sesuatu antara dia dengan Bauerstein dan mengancamnya untuk
memberitahukan hal itu pada suaminya" Mungkinkah pembunuhan itu dilakukan untuk
mencegah ancaman itu"
Kemudian saya teringat pada percakapan misterius antara Poirot dengan Nona
Howard. Apakah ini yang mereka maksud" Inikah kenyataan mengerikan yang tak
Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ingin dipercayai Evelyn Howard"
Ya. Semuanya cocok. Tak heran kalau Nona Howard ingin agar hal itu 'ditutupi' saja. Sekarang saya
mengerti kalimatnya yang tak selesai, "Emily sendiri - " Dan dalam hati saya
sependapat dengannya. Nyonya Inglethorp pasti lebih suka menutupi hal semacam
itu daripada membiarkan nama Cavendish tercemar.
"Ada satu hal lain," kata John tiba-tiba. Suaranya membuat saya malu. "Hal lain
yang membuatku ragu-ragu apabila pendapatmu itu benar."
"Apa itu?" tanya saya sambil bersyukur karena dia tidak menyinggung lagi masalah
peracunan dalam coklat itu.
"Fakta bahwa Bauerstein menginginkan agar jenazah Ibu diperiksa. Dia tak perlu
memintanya bila memang dia pelakunya. Si Wilkins bisa memberi alasan bahwa
kematian itu disebabkan oleh serangan jantung."
"Ya. Tapi kita tidak tahu," kata saya ragu-ragu. "Barangkali dia pikir akan
lebih aman kemudian. Mungkin ada orang yang akan bicara tentang hal itu. Lalu
yang berwajib minta agar jenazah digali kembali. Akhirnya peracunan itu akan
ketahuan juga dan dia akan berada di posisi yang salah karena tak seorang pun
percaya bahwa seseorang dengan reputasi seperti dia bisa tidak mengenali gejalagejala peracunan yang kelihatan jelas."
"Ya, memang mungkin," kata John. "Walau pun begitu, aku tidak melihat motif yang
menyebabkan dia melakukan hal itu."
Saya gemetar. "Ah," kata saya, "aku kan belum tentu benar. Dan jangan lupa. Ini di antara kita
saja." "Oh - tentu saja. Tentu saja."
Kami bercakap-cakap sambil berjalan. Akhirnya kami sampai di gerbang kecil yang
menuju kebun. Kami mendengar suara orang bercakap-cakap. Rupanya teh sore hari
ini dihidangkan di bawah pohon sycamore, seperti di hari kedatangan saya.
Cynthia sudah datang dari rumah sakit. Saya duduk di dekatnya dan menyampaikan
keinginan Poirot untuk mengunjungi ruang obatnya.
"Benarkah" Aku akan senang sekali. Sebaiknya dia datang pada waktu minum teh.
Nanti aku bicarakan dengan dia. Aku senang sekali padanya. Tapi dia aneh. Dia
membuka brosku dan memasangnya lagi di dasiku karena katanya letaknya miring."
Saya tertawa. "Dia memang begitu."
Kami tertawa. Kemudian kami berdiam sesaat. Sambil memandang ke arah Mary Cavendish, Cynthia
berbisik, "Tuan Hastings."
"Ya?" "Setelah minum aku ingin bicara dengan Anda."
Pandangannya pada Mary membuat saya berpikir. Saya merasa bahwa keduanya kurang
cocok. Untuk pertama kali saya berpikir tentang masa depan gadis itu. Nyonya
Inglethorp tidak memberi warisan apa-apa untuknya. Tapi John dan Mary pasti akan
memintanya untuk tinggal bersama mereka - paling tidak sampai perang berakhir.
Saya tahu bahwa John sayang padanya dan tak akan membiarkan dia pergi.
John, yang tadi masuk ke dalam rumah, sekarang ke luar. Wajahnya yang biasanya
tenang itu kelihatan menahan marah.
"Dasar detektif brengsek! Aku tak tahu apa yang mereka cari! Keluar-masuk kamar,
mengobrak-abrik barang-barang. Ini keterlaluan. Rupanya ketika kita tak di rumah
mereka menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Aku akan bicara dengan si
Japp!" "Semua diintip, diawasi," gerutu Nona Howard.
Lawrence berpendapat bahwa mereka harus memperlihatkan bahwa mereka telah
berbuat sesuatu. Mary Cavendish tak berkata apa-apa.
Setelah minum, saya mengajak Cynthia berjalan-jalan. Kami menuju hutan.
"Nah, apa yang ingin kaukatakan?" tanya saya setelah kami jauh dari mata yang
menyelidik. Dengan menarik napas panjang Cynthia menghempaskan tubuhnya di rumput dan
membuka topi. Cahaya matahari yang menembus celah-celah dedaunan membuat
rambutnya berkilauan laksana ombak emas.
"Tuan Hastings - Anda selalu baik. Dan tahu banyak hal."
Saya baru sadar sekarang betapa menariknya gadis itu! Lebih menarik daripada
Mary yang pernah mengatakan hal seperti itu.
Duel Jago Jago Persilatan 1 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Pedang Ular Mas 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama