Ceritasilat Novel Online

Samurai 13

Samurai Karya Takashi Matsuoka Bagian 13


"Untuk menemukan orangtua Anda," kata Biarawati Kepala, "atau dirimu?"
"Bukankah yang satu akan mengarah ke yang lainnya?"
"Pertanyaan yang bagus, Makoto-san. Barangkali Anda juga berbakat untuk menjadi pembersih dan penjaga."
"Terima kasih atas pujian Anda," kata Makoto. Setelah membungkuk untuk terakhir kalinya, dia berbalik dan melintasi jalan setapak menuju gerbang biara.
Biarawati Kepala mengikutinya dengan matanya sampai dia menghilang dari pandangan.
Pemuda itu telah mengingatkannya akan seseorang. Namun, siapa" Oh, biarlah, nanti juga akan teringat sendiri. Atau, mungkin tidak. Tidak menjadi masalah. Dia yakin akan bertemu dengan pemuda itu lagi. Komentarnya tentang sejarah yang sebenarnya, dan tentang pertempuran itu, menunjukkan kadar minat tehadap Mushindo yang melebihi biasanya. Ya, Makoto-san akan kembali, barangkali sebagai donatur tetap yang murah hati. Biarawati Kepala membalikkan tubuh dari gerbang dan melanjutkan langkah ke ruang kerjanya.
Dari sekian banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya, Biarawati Kepala Jintoku paling menikmati penyiapan cendera mata suci. Sebelum bisa ditawarkan kepada pengunjung, peluru, potongan arang kayu, robekan perkamen, semuanya harus dimasuk-masukkan ke dalam tabung-tabung bambu yang besarnya sekelingking dan tampak kering serta keriput. Tabung bambu itu merupakan pengingat yang berguna bagi pengunjung kuil akan kelemahan dan nasib akhir semua makhluk hidup. Setelah sebuah tabung dipilih oleh jemaah dan isinya dipastikan, sumbangan akan diterima dengan penuh syukur dan lubangnya ditutup lagi dengan sumbat bambu. Pada mulanya, cendera mata dijual dengan harga per set, tetapi Biarawati Kepala adalah pengusaha wanita yang berbakat dengan pemahaman tajam tentang sifat-sifat manusia. Dia percaya bahwa sumbangan akan memberikan pemasukan lebih besar, suatu keyakinan yang segera terbukti dengan peningkatan pendapatan sepuluh kali lipat. Ketika dibiarkan menentukan sendiri jumlah BUKU KEDUA
2 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR sumbangan mereka, jemaah yang mengharapkan bantuan materiil dari dunia lain cenderung bernurah hati karena takut akan menyinqggung perasaan para ruh yang mereka mintai pertolongan.
Akhir-akhir ini, Biarawati Kepala mulai mernperkecil kepingan arang dan robekan perkamen yang dimasukkannya ke dalam tabung. Popularitas mereka telah mengakibatkan pengurangan berarti pada persediaan yang semula tampak tak akan pernah habis. Ketika persediaan benar-benar habis nanti, dia tidak akan ragu-ragu untuk membuat tiruannya"menurut keyakinannya yang teguh, kepercayaan tulus jauh lebih penting ketimbang realitas materi"tetapi, untuk kemudahan, dia lebih suka menyediakan benda-benda asli selama mungkin. Namun, dia melihat tidak ada manfaat dalam kejujuran yang tak bertanggung jawab. Jika Biarawati Kepala sampai kehabisan cendera mata untuk ditawarkan, arus pengunjung akan berhenti, dan akibatnya demikian pula kehidupan sejumlah besar penduduk Desa Yamanaka. Sebagai pemimpin spiritual yang dipercaya masyarakat, secara sadar dia tidak bisa membiarkan itu terjadi.
Pekerjaan ini, yang telah dilakukan Biarawati Kepala selama bertahun-tahun, memiliki irama alami tersendiri, yang membebaskannya dari beban pikiran. Tangan kirinya memegang tabung bambu, tangan kanannya, secuil perkamen; matanya mengawasi kedua tangan, tabung bambu, dan kertas kuno itu; dia mendengar, tanpa berusaha menyimak, bunyi detak jantungnya, napasnya, suara anak-anak di kejauhan, tertawa; dia menutup tabung dengan sumbat bambu yang pas, cukup erat sehingga tidak terlepas dan menghilangkan isinya, tetapi tidak terlalu kuat sehingga menyulitkan jemaah untuk membuka dan memeriksa isinya sebelum memilih; dia meletakkannya di dalam kotak untuk tabung berisi serpihan perkamen. Kemudian, dia memulai proses itu lagi.
Tangan kirinya meraih tabung bambu, yang diambil dari rumpun bambu di samping kuil.
Tangan kanannya menjumput serpihan perkamen, yang telah ditinggalkan di kuil oleh Lady Emily.
Jantung di dadanya mengeluarkan bunyi desih bagaikan makhluk laut berenang santai di air yang tenang.
Napasnya sangat ringan, melambat dan berhenti kemudian berlanjut lagi dengan iramanya sendiri.
Terdengar tawa anak lagi, lebih jauh sekarang, bergerak ke arah lembah.
Biarawati Kepala menutup tabung dengan sumbat bambu yang pas.
Beberapa embusan napas, menit, atau jam berlalu seperti itu. Karena dia memulai proses baru dengan setiap tabung, dan tidak menyertai pekerjaanya dengan pikiran, dia tidak menyadari BUKU KEDUA
3 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR berlalunya waktu. Hanya ketika dia menghentikan pekerjaannya untuk hari itu, dan melihat jumlah tabung, atau menangkap panjangnya bayang-bayang, atau terkadang ketiadaan cahaya yang nyaris total, barulah dia mengingat waktu. Kemudian, dia akan pergi ke bangsal meditasi untuk bersemadi sebelum tidur malarn,
Hari ini, Biarawati Kepala tidak sepenuhnya terserap dalam tugas kesukaannya. Dia terus memikirkan pengunjung tampan dengan aksen aneh itu, dan memikirkannya membuat dia juga memikirkan kunjungan Lady Emily dan Lady Hanako dahulu sekali. Dalam kejadian tragis dan menyedihkan itulah reruntuhan Kuil Mushindo dijadikan Biara Mushindo. Atau dijadikan biara lagi, kalau apa yang dikatakan kedua wanita itu kepada Kimi memang benar, bahwa Mushindo pada awalnya adalah sebuah biara yang dihuni biarawati, bukan kuil rahib. Sebuah biara yang didirikan hampir enam ratus tahun lalu. Betapa janggalnya kondisi yang telah membuat biara ini berdiri dalam kedua masa itu. Sulit untuk dipercaya, tetapi benar-benar menjelaskan salah satu misteri tempat ini, atau setidaknya menjelaskan kejadiannya, kalau tepatnya bukan keadaan.
Aliran kenangan dan spekulasi yang tiada akhir seperti ini biasanya mencegahnya tergelincir ke dalam kedamaian hampa yang biasanya menyertai pekerjaannya. Pemikiran, seperti diri kita sendiri, hanyalah gelembung-gelembung dalam aliran sungai, itu benar. Akan tetapi, ketika dia membiarkan diri sepenuhnya berfokus pada gelembung, aliran sungai tak mampu menghanyutkan-nya. Terkadang, yang paling tepat adalah berhenti mencoba. Dia mengembalikan perkamen, arang, dan peluru ke tempat penyimpanan, mengumpulkan tabung yang sudah terisi, dan pergi ke bangsal meditasi. Sebelum masuk, dia berhenti di meja yang memajang cendera mata suci secara terpilah, dan meletakkan tabung-tabung pada tempatnya masing-masing.
Malam adalah masa meditasi yang sama sekali tidak wajib bagi para biarawati Mushindo.
Keikutsertaan dalam meditasi pagi dan tengah hari diharuskan karena tamu-tamu dari luar sering hadir. Meditasi, sebagian, merupakan sebuah peragaan cara hidup biara. Namun, pada malam hari, tidak ada tamu sehingga kegiatan itu tidak diperlukan. Dahulu, tak ada yang bermeditasi karenanya. Setelah bertahun-tahun berselang, ini sudah berubah, dan sekarang biarawati melakukan meditasi malam pula, setidaknya sebentar. Bahkan, mereka yang mempunyai keluarga di desa bermeditasi sebelum melepaskan jubah biaranya dan pulang.
Yasukolah orang pertama yang melakukan meditasi malam.
Katanya, "Jika aku tulus dan gigih, Buddha tentunya akan mengabulkan doa-doaku dan menyembuhkan cacatku. Bukankah begitu, Biarawati Kepala?"
BUKU KEDUA 4 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Yasuko adalah gadis yang dahulu mencoba gantung diri ketika menjadi tawanan penjual budak di Yokohama, dan hanya berhasil merusak lehernya. Renjana hatinya adalah untuk kembali ke kampung halaman, menikah, mempunyai anak, dan menjalani hidup normal. Namun, tak ada yang menikahi wanita dengan kepala terkulai ke satu sisi yang membuatnya tampak begitu bodoh.
Itulah sebabnya, dia sanat tekun beribadah di bangsal meditasi di setiap waktu senggangnya.
Buddha tak pernah menyembuhkan leher Yasuko, tetapi barangkali dia benar-benar mendengar doanya dan mengabulkannya dengan caranya sendiri, karena pada suatu hari, tiba-tiba saja, semua penderitaan, frustrasi, kemarahan, dan rasa benci dalam diri Yasuko lenyap, dan kedamaian yang lembut menyelimutinya.
"Biarawati Kepala," katanya, "aku ingin menyatakan sumpah suci."
Biarawati Kepala melakukan apa yang dapat diingatnya dari rangkaian upacara pengambilan sumpah yang dilakukan Rahib Zengen Tua terhadap Jimbo, ketika Jimbo menjadi pengikut Buddha. Satu-satunya bagian yang diyakininya benar adalah pengulangan Empat Sumpah Agung.
Jadi, dia memerintahkan Yasuko dan semua penghuni biara lainnya mengulang sumpah itu sebanyak seratus delapan kali, berikut sujud di akhir setiap pengucapan.
Hamba bersumpah untuk: Menyelamatkan jiwa manusia yang abadi"
Tanpa henti menjauhi nafsu, kemarahan, dan pandangan keliru yang muncul tiada henti"
Membuka mata untuk jalan kebenaran yang tiada batas"
Mewujudkan Jalan Buddha yang penuh kebajikan.
Upacara itu menimbulkan masalah, yan terberat antara lain: menghabiskan waktu sepanjang pagi, menghilangkan suara dan menimbulkan kelelahan fisik, mendekati kadar berbahaya bagi seorang. Sejak saat itu, Biarawati Kepala memutuskan bahwa untuk, selanjutnya tiga kali pengulangan sudah cukup, dan membungkuk dapat menggantikan sujud. Bagaimanapun, bukankah yang menjadi kunci penyelamatan itu adalah ketulusan alih-alih bentuk upacaranya"
Meskipun tata caranya meragukan, upacara itu"seperti doa Yasuko"tampaknya tetap memberikan pengaruh, karena sejak saat itu, perilaku Yasuko konsisten dengan tujuan yang dinyatakannya. Dalam praktik-praktik agama, dia menjadi konsisten seperti Goro. Lambat laun, yang lain pun mengikuti teladannya.
Situasi yang sesungguhnya menggelikan ini tidak l
uput dari pengamatan Biarawati Kepala.
Yang menjadi contoh spiritualis sejati di Mushindo adalah si idiot yang nyaris bisu dan si cacat BUKU KEDUA
5 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR yang gagal membunuh diri. Namun, pada akhirnya, dia juga mulai melakukan meditasi sekalipun tidak diperlukan. demi para tamu.
Dengan diam-diam, dia mengambil tempat di antara para biarawati.
Setelah posisinya nyaman, dia memikirkan arang, peluru, dan perkamen yang tersisa, dan kapan mereka akan kehabisan cendera mata suci itu. Perkamen adalah yang paling kritis karena paling sulit menggantikannya dengan bahan baru. Secuil timah akan tampak mirip dengan timah lain, dan begitu pula kepingan arang. Akan tetapi, kesan kuno pada perkamen belum bisa ditirunya sejauh ini. Dia bertanya-tanya, bukan untuk pertama kalinya, juga bukan untuk terakhir kalinya, apakah perkamen itu benar-benar berasal dari kumpulan mantra Aki-no-Hashi, Jembatan Musim Gugur, yang ditulis oleh putri sihir, Lady Shizuka, pada masa lampau. Benar atau tidaknya bukan masalah. Yang penting adalah jumlahnya, bukan asalnya. Dan, itu bukan masalah yang harus dikhawatirkan sekarang. Mereka mendapatkan dua belas gulung perkamen pada mulanya, dan masih ada sembilan sekarang. Namun, tak ada salahnya untuk membuat perencanaan di depan.
Dia memikirkan hal ini di awal meditasinya, bukan untuk mencari pemecahan, hanya mengemukakan dan kemudian mengesampingkannya.
Setelah itu, dia menyimak suara-suara Mushindo.
Ketika dia masih kecil, bunyi derak, rintihan, dan tangisan aneh membuat dia dan semua anak di desa ketakutan. Tempat ini berhantu, begitu kata mereka. Dengar. Itu adalah suara-suara jiwa dan setan yang disiksa. Ketika mereka mendengarkan, tampaknya tak ada keraguan bahwa mereka mendengarkan suara-suara supranatural. Namun, hanya jika mereka menyimak. Dan, tak peduli betapa saksama mereka mendengar, mereka tak pemah bisa memastikan apa yang dikatakan suara-suara itu. Yang tentu saja hanya menambahkan kegairahan dalam ketakutan mereka yang kekanakkanakan. Jika mereka asyik dengan kesibukan lain, mereka tidak mendengar apa pun kecuali desir angin di pepohonan, pekikan burung-burung dan terkadang rubah, gelegak air sungai, dan suara-suara pencari kayu bakar yang saling memanggil di lembah-lembah yang jauh
Pada awal meditasinya, apa yang didengar Biarawati Kepala hanyalah bunyi-bunyian angin, binatang, air, dan suara-suara orang di kejauhan sebagaimana lazimnya, tetapi ketika napasaya melambat, dan perhatiannya menjadi terfokus, bunyi itu berubah menakutkan seperti yang dibayangkannya waktu kecil. Apakah itu hanya karena dia menyimak" Ataukah itu benar-benar suara para penghuni dunia lain yang memanggilnya, mengingatkamiyAaakan kefanaan kehidupan di dunia ini" Apakah selalu seperti itu, ataukah baru dimulai sejak kedatangan Lady Shizuka di BUKU KEDUA
6 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tempat ini, enam ratus tahun lalu" Dan jika demikian, bukankah itu berarti Lady Shizuka benarbenar seorang penenung" Atau, apakah bunyi-bunyian itu, baik nyata maupun khayalan, tak lebih dari kejanggalan tanpa arti di ambang meditasi"
Akhirnya, dia berhenti menduga-duga"apa gunanya tetap memikirkan hal-hal yang tidak mengarah pada sesuatu yang nyata?"dan terhanyut dengan mudah melalui himpitan pemikiran menuju ketenangan.
1291 Kastel Awan Burung Gereja
Musim panas membawa duka tak bertepi bagi Lady Kiyomi, dan bencana bagi klannya.
Suaminya, Lord Masamune, terperangkap oleh kekuatan musuh yang tak terduga di Tanjung Muroto dan terbunuh, bersama ayahnya, dua putranya, dan hampir semua samurai mereka.
Putranya yang tersisa, Hironobu, terpaksa menjadi Bangsawan Agung Akaoka, pengangkatan terburu-buru yang harus dilakukan sebelum tindakan pertama dan terakhirnya sebagai pemimpin klan, yaitu bunuh diri ritual sebelum kedatangan musuh yang menang perang. Bagaimanapun, pemimpin musuh pasti akan membunuhnya. Dengan kematian ayah dan saudara-saudaranya, Hironobu adalah Bangsawan Agung wilayah ini, dan seorang Bangsawan Agung tidak pernah menyerah. Bahwa usianya baru enam tahun sama sekali tidak penting. Kakak-kakaknya juga baru berusia sepuluh dan delapan tahun, dan kemudaan itu tidak menyelamatkan mereka. Keduanya telah menemani ayah mereka dalam pertempuran yang semula dianggap cukup kecil guna mempelajari ilmu perang untuk pertama kalinya. Alih-alih, mereka tewas bersamanya.
Kini, Lady Kiyomi sendiri mempunyar dua tugas terakhir dalam hidupnya. Dia akan menyaksikan putra bungsunya bunuh diri"pengawalnya yang paling setia, Go, akan memenggal kepala Hironobu segera setelah belati anak itu meretas kulitnya"kemudian Kiyomi juga akan mati dengan tangannya sendiri. Dia tidak berkeinginan hidup lebih lama untuk menerima penghinaan dan siksaan penjajah. Sekalipun dia tidak menyesali nasibnya, ia tidak bisa menahan perasaan sesalnya untuk Hironobu. Usianya 27 tahun, belum menjadi seorang nenek. Namun, dia telah menjalani hidup yang memuaskan sebagai seorang kekasih, istri, dan ibu. Sementara Hironobu telah menjadi Bangsawan Agung Akaoka, tetapi berkuasa hanya dalam beberapa jam, kemudian BUKU KEDUA
7 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR mati. Akan tetapi, Hironobu tidak mati, demikian pula Kiyomi. Sesaat sebelum Hironobu menghunjamkan belati ke dalam perutnya, ribuan burung gereja tiba-tiba bangkit dari dasar sungai yang kering, kepakan sayap mereka menimbulkan suara seperti ombak berdebur di pantai. Mereka melintas di atas Hironobu seperti awan bersayap. Di bawah mereka, cahaya dan bayangan yang bergoyang-goyang menciptakan ilusi bahwa Hironobu sendirilah yang bergoyang-goyang"tidak nyata, halus, seperti bayangan hantu yang terlihat dengan sudut mata. Semua orang melihatnya.
Beberapa di antara mereka menjerit. Barangkali, Lady Kiyomi termasuk di antaranya.
Itu adalah sebuah pertanda. Para dewa tidak menyetujui. Ini jelas bagi setiap orang. Jadi, Hironobu tidak membunuh dirinya. Alih-alih, diputuskan bahwa dia akan memimpin beberapa gelintir samurai mereka yang tersisa untuk menghadapi musuh malam itu juga. Alih-alih mati di pinggir surgai, dia akan mati di medan perang. Sama-sama mati, tetapi kematian yang lebih berani, dan dewa perang, Hachiman, menyukai orang-orang yang berani. Go akan memastikan bahwa anak laki-laki itu tidak tertangkap hidup-hidup oleh musuh.
Berlutut untuk merapikan baju perang ukuran anak-kanak yang dikenakan Hironobu, Lady Kiyomi sama tinggi dengan putranya. Hironobu mengenakan sepatu prajuritnya yang mungil dan kepalanya di1indungi sebuah helm dengan hiasan tanduk baja.
Lady Kiyomi nyaris tak dapat menahan air matanya. Rompi pelindung mini, pedang-pedang berukuran mungil, sarung tangan dan pelindung kaki dari logam mengilap"semuanya dibuat hanya untuk keperluan upacara, bukan perang, tetapi segera akan digunakan dalam pertempuran sesungguhnya. Sorot kebanggaan di wajah Hironobu nyaris membobol pertahanannya. Dia berbicara cepat untuk menahan air matanya.
"Ingat, kau sekarang adalah penguasa wilayah ini. Bersikaplah sebagaimana mestinya."
"Aku akan ingat," katanya. "Bagaimana penampilanku, Ibu" Apakah aku seperti samurai sungguhan?"
"Kau adalah putra Masamune, penguasa wilayah Akaoka, yang menghancurkan suku-suku Mongol Kublai Khan di Teluk Hakata. Kau adalah samurai sejati. Dan samurai sejati tidak boleh terlalu khawatir dengan penampilan belaka."
"Ya, Ibu, aku tahu. Tetapi, semua kisah tentang pahlawan masa lalu menceritakan betapa megahnya mereka berpakaian. Baju perang mereka, bendera mereka, kimono sutra mereka, pedang mereka, kuda mereka. Dikatakan bahwa penampilan Lord Masamune yang gagah perkasa BUKU KEDUA
8 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR saja sudah menghancurkan semangat musuhnya. Juga dikatakan bahwa dia sangat tampan. Semua itu penting bagi pahlawan."
"Cerita selalu mengada-ada," sahut Lady Kiyomi. "Pahlawan selalu tampan dan menang.
Wanita- wanitanya selalu cantik dan setia. Begitulah cerita,
"Tetapi, Ayah memang tampan dan selalu menang," kata Hironobu, "dan Ibu sungguh cantik dan setia. Ketika mereka menceritakan kisah tentang kita, mereka tak akan mengada-ada."
Lady Kiyomi tidak mau memberitahunya bahwa semua anak kecil menganggap ayah mereka tampan dan ibu mereka cantik. Jika dia mengatakannya, dia pasti menangis.
Hironobu membusungkan dada dan memasang wajah segarang mungkin. "Apakah aku sudah kelihatan perkasa, Ibu?"
"Jangan jauh-jauh dari Go," kata Lady Kiyomi, "dan lakukan apa yang dikatakannya. Jika sudah menjadi takdirmu untuk gugur, gugurlah tanpa keraguan, tanpa ketakutan, tanpa penyesalan."
"Baik, Ibu. Tetapi, kupikir aku tidak akan mati dalam pertempuran ini." Dia menyusupkan jarinya ke bawah helm dan menggaruk-garuk. "Seratus tahun lalu, dalam Pertempuran Ichinotani, Lord Yoshitsune hanya mempunyai seratus orang prajurit untuk melawan ribuan musuh. Seperti aku. Seratus dua puluh satu melawan lima ribu. Dia menang, aku juga akan menang. Akankah mereka menyebarkan kisah tentang aku setelah aku tiada" Kupikir begitu."
Lady Kiyomi dengan cepat berbalik dan menyeka matanya dengan lengan kimono sutranya yang halus. Ketika dia kembali menghadap putranya, dia tersenyum. Dia memikirkan kata-kata yang cocok untuk sebuah dongeng, dan menyatakannya.
"Ketika engkau kembali, aku akan mencuci pedangmu dari darah musuh kita yang congkak."
Wajah Hironobu menjadi cerah. Bagai ksatria dalam pertempuran, dia menjatuhkan diri berlutut dengan satu kaki dan memberikan penghormatan singkat.
"Terima kasih, Ibu."
Lady Kiyomi meletakkan tangannya di lantai di depannya dan membungkuk dalam-dalam sebagai balasannya.
"Aku tahu kau akan melakukan yang terbaik, Tuanku."
"Tuanku," seru Hironobu. "Ibu memanggilku 'Tuanku'."
"Bukankah kau seorang Bangsawan Penguasa Wilayah?"
"Ya," sahut Hironobu, dan bangkit berdiri. Mereka saling tatap lagi. "Akulah Lord Hironobu."
BUKU KEDUA 9 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Lady Kiyomi tidak berharap akan melihatnya lagi. Jika nanti seorang kurir datang mem-bawa berita kematiannya, dia akan memerintahkan pembakaratt kastel, kemudian dia akan mengiriskan mata belati pada tenggorokannya. Tidak akan ada kemenangan ala dongeng, tak ada legenda tentang kecantikan dan keberanian. Namun, mereka akan mempunyai persamaan dengan para pahlawan dan wanita dalam dongeng-dongeng itu. Mereka tidak pernah menjadi tua.
Beberapa hari kemudian, seorang kurir memang datang, tetapi dia bukan membawakan kabar kematian Hironobu, melainkan kemenangannya. Musim panas yang diawali dengan tragedi berakhir dalam kemenangan yang menakjubkan. Samurai mereka yang tinggal beberapa gelintir saja telah menghancurkan seluruh musuh dengan jumlah jauh lebih besar.
Berita kemenangan mustahil yang dicapai Lord Hironobu muda di Hutan Muroto menyebar dengan sangat cepat. Orang-orang dari seluruh penjuru berdatangan ke wilayahnya untuk ikut merayakan kemenangan itu. Semua orang telah mendengar tentang pertanda dari kawanan burung gereja dan ingin melihat sendiri Bangsawan Agung muda yang beruntung itu. Kastel kecil itu, yang diberi nama baru Awan Burung Gereja, menjadi penuh sesak. Mendekati akhir perayaan sepekan itu, tampak jelas bahwa kebanyakan bangsawan samurai yang berkunjung akan segera mengalami keracunan alkohol. Saat itu terjadi perubahan arah angin yang tak terduga dan kekerapan kilat serta guntur yang tidak lazim, memberi pertanda akan datangnya badai awal musim gugur. Mereka yang sedang bersiap-siap untuk pergi, sekarang bersiap-siap untuk tetap tinggal selama beberapa waktu lagi. Kelihatannya mustahil, tetapi setiap orang menjadi semakin mabuk. Anehnya, tak ada yang mati karenanya.
Hanya Go yang tetap sadar. Dibesarkan dengan kumiss, minuman yang terbuat dari susu kuda, dia tidak menjadi penggemar sake meskipun sudah puluh tahun tinggal di Jepang. Ketika dia melewati sekumpulan orang mabuk, mereka mengelu-elukan dirinya.
"Go!" "Tuan Jenderal!"
"Lord Go!" Memamerkan senyum yang tidak berasal dari lubuk hati, Go menerima sorakan itu. Terlalu banyak orang dalam ruangan tertutup membuatnya tidak nyaman. Jiwanya masih jiwa pengembara yang memiliki kecintaan akan ruang terbuka dan kebencian terhadap penyekapan. Berada di antara sekian banyak orang di dalam kungkungan dinding-dinding kastel membuat tenggorokannya BUKU KEDUA
10 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tercekik, napas sesak, dan keringatnya mengalir deras seolah-olah dia ter-jangkit penyakit mematikan.
Akan tetapi, keramaian dan dinding bukan penyebab utama keresahannya. Badai menambah kegalauan hatinya. Tak pernah dia menyaksikan kekuatan liar yang begitu menakutkan di langit.
Tidak di padang rumput kampung halamannya, tidak di dataran luas Cina, tidak di pegunungan dan lembah-lembah Jepang. Kilat susul-menyusul cepat membakar langit, diikuti segera dengan derap tapal ribuan kuda hantu berpacu. Dalam selang tak terduga antara kilat dan guntur yang menyertainya, Go tersentak. Situasi clibuat semakin mengerikan dengan ketiadaan pergolakan di daratan yang aneh. Meskipun langit sedang murka, tak ada angin, tak ada hujan, tak ada pula dampak badai yang benar-benar menyentuh mereka. Ini sebuah pertanda. Tak ada keraguan sedikit pun tentangnya. Namun, pertanda apa" Tak mungkin ia mengabarkan kedatangan Tangolhun yang lain. Go adalah orang terakhir dalam garis keturunannya, dan dia hanya mempunyai satu anak, Chiaki, seorang putra. Kutukan menjadi penyihir hanya berlaku pada wanita. Istrinya telah melahirkan seorang putri sebelum Chiaki, dan dua putri sesudahnya. Go telah membunuh ketiga bayi perempuan itu begitu mereka terlahir. Istrinya menangis, tetapi dia tidak mempertanyakan tindakannya atau mencoba menghentikannya. Sebagaimana telah dijanjikannya, dia mendahulukan kebahagiaan Go ketimbang kebahagiaannya. Jadi, tidak ada penyihir Nurjhen baru yang pernah dilahirkan, atau akan terlahir. Lantas, mengapa dia merasa begitu takut dengan setiap sambaran kilat dan setiap hentakan kaki-kaki langit"
Di kalangan orang-orang suku Nurjhen, badai setelah kemenangan merupakan pertanda kebesaran. Tentu saja, orang Jepang tidak melihatnya seperti itu. Bagi mereka, badai adalah kemarahan dewa halilintar. Dan, cara terbaik untuk meredakan kemarahannya adalah dengan persembahan doa-doa para rahib, hadiah makanan dari para wanita dan anak-anak, serta dengan mabuk berat bagi kaum pria. Yang terakhir ini sangat mudah diduga. Setiap peristiwa penting selalu disertai konsumsi selautan sake, arak beras yang tampaknya setiap samurai menjadi kecanduan terhadapnya sejak usia dini. Seandainya kaum Nurjhen minum alkohol sebanyak itu, mereka tak akan pernah berhasil menaklukkan padang rumput subur antara Pegunungan Es Biru dan Sungai Naga Merah. Seandainya Mongol minum sebanyak itu, mereka tidak akan pernah menaklukkan Nurjhen, dan Go masih berkuda bersama saudarasaudaranya di kebebasan padang luas Asia Tengah.
"Go! Ayo minum sake bersama kami!"
BUKU KEDUA 11 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Jenderal Agung! Ayo, kemarilah!"
"Nama Anda akan hidup di antara pahlawan-pahlawan besar Yamato selamanya!"
Mudah sekali bagi samurai itu untuk menghujaninya dengan pujian. Dia hanyalah orang asing dan selamanya tetap menjadi orang asing. Karenanya, dia bukan ancaman bagi mereka. Dia tak akan pernah berkomplot mengkhianati tuannya, tak akan pernah mengejar kekuasaan untuk dirinya, tak akan pernah memimpin pasukan ke Kyoto untuk membujuk Kaisar agar memberinya mandat Shogun. Seorang asing tidak akan pernah bisa memimpin wilayah, tak akan pernah menuntut kesetiaan bangsawan agung yang lain, tak akan pernah menjadi Shogun. Kehormatan tertinggi itu dikhususkan tidak hanya bagi samurai, tetapi juga sedikit orang yang terpilih dari keturunan Minamoto, klan Yoshitsune yang legendaris. Hironobu, melalui nenek ibunya, mempunyai hubungan jauh dengan keluarga besar itu. Barangkali, suatu hari dia akan memikirkannya. Namun, Go tidak. Dia bahkan bukan orangJepang. Jadi, para samurai tidak ragu-ragu memujinya dengan lantang dan tulus.
Go tidak tahu peringatan apa yang dibawa oleh badai ini, tetapi dia tidak optimistis. Dia ingat apa yang dikatakan orang-orang tua sukunya. Menurut mereka, terakhir kalinya halilintar yang menyerupai bunyi derap kuda menggelegar di awan, seorang tukang tenung wanita yang hebat dari Ordo Nurjhen terlahir.
Tangolhun dari masa lampau.
Leluhur ibunya. Tukang tenung yang menyuruh Attila mengikuti matahari ke arah barat. Agaknya, berabad-abad lalu, Attila yang legendaris itu melakukan tepat apa yang diperintahkan kepadanya, bangsa Hun mengikuti Attila, dan mereka menemukan negeri yang ditakdirkan untuk mereka di tepi barat dunia, tempat mereka hidup dengan ternak mereka di padang rumput subur sampai hari ini, terlindungi oleh lingkaran pegunungan, dan berkemah di kedua tepi sungai yang lebar.
Betapapun kuatnya Go bersikukuh bahwa ini hanya kisah yang dikarang-karang ibunya untuk mendukung ilmu sihir khayalannya, para orang tua itu tidak bisa diyakinkan.
Bangsa Hun pada masa lalu, kata mereka, tidak semuanya dibantai Mongol. Sebagian dari mereka yang mengikuti Attila telah berhasil melarikan diri ke balik Pegunungan Ural. Suatu hari, kaum Nurjhen juga akan pergi ke sana.
Kebenaran rahasia lama itu diketahui oleh para penenung, kata mereka, yang ruhnya menunggangi badai, kawanan kuda di atas sana. Suatu hari, mereka yang mengetahui rahasia ini BUKU KEDUA
12 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR juga akan menunggangi badai.
Ramalan ibunya, kata mereka, sangat tepat, dan kekuatan mantranya tidak dapat dipungkiri.
Suatu hari, seorang wanita sihir akan muncul, mantra-mantranya akan mengungkapkan semua misteri tanpa kecuali.
Go menertawakan semua itu. Ibunya hanyalah seorang wanita egois, banyak akal, pembohong, tak lebih dari itu.
Kini, di Jepang yang jauh, dengan sepuluh ribu kuda poni padang rumput yang tak kasatmata menderap di atasnya, dia tidak bisa tertawa. Sesuatu akan terjadi.
Go tidak menganggap itu sebuah berkah.
"Oh." Seruan pelan diikuti sensasi tubuh lembut yang bertabrakan dengan dirinya. Dia menunduk dan melihat seorang wanita terjengkang di kakinya.
"Maafkan aku," katanya, diam-diam memaki kekikukannya. Di tempat terbuka, menunggangi seekor kuda, Go selincah penari naga yang memutar-mutar api dari unggun perkemahan Ordo. Di dalam ruangan, gerakannya lebih menyerupai banteng yang terikat. "Aku tidak memperhatikan jalanku."
Go mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Wanita itu terkesiap dan melengos malu.
Dia sangat cantik dan sangat muda. Hanya karena apa yang dirasakannya ketika tubuh mereka berbenturan, Go tahu bahwa dia seorang wanita dan bukan lagi anak perempuan. Namun, dia seorang wanita yang belum lama mekar untuk pertama kalinya. Dari model pakaian dan kehalusan gerakannya, Go tahu dia wanita berdarah ningrat, barangkali putri seorang bangsawan yang berkunjung. Banyak yang seperti dia di sini. Kemenangan Hironobu yang tak terduga tiba-tiba menjadikannya bangsawan agung berusia enam tahun yang paling diakui di daratan Inland Sea.
"Apakah Anda cedera?" tanya Go.
Tabrakan tadi tidak begitu keras. Tak ada putri ordo Nurjhen yang akan jatuh, apalagi tetap terduduk di lantai untuk begitu lama. Mereka bisa mengendarai kuda dan memanah seterampil laki-laki dan hanya seorang kesatria yang bisa mengalahkan mereka di atas kuda, dan dengan busur dan panah, berani memikat mereka. Istri dan putri bangsa Jepang sebaliknya. Mereka dipuji dalam kelembutan mereka. Bahkan, mereka selalu berpura-pura lemah dari yang sesungguhnya. Dia pernah melihat istrinya sendiri, yang waktu itu masih menjadi kesayangan Lord Masamune, ayah Hironobu, mematahkan tulang selangka seorang samurai mabuk. Laki-laki itu, anak buah BUKU KEDUA
13 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR bangsawan lain, yang mengetahui siapa dirinya, telah mencengkeram pergelangan tangannya. Dia membuat gerakan cepat dengan tangannya. Sesaat kemudian, laki-laki itu terlempar menabrak pilar. Sedikit saja ke kanan lehernya akan patah.
"Bagaimana kau melakukannya?" Go bertanya kepadanya.
"Melakukan apa, Lord Go?"
"Melemparkan pria itu."
"Melemparkannya" Aku?" Dia menutupi mulutnya dengan lengan kimono dan tertawa kecil.
"Aku begitu kecil dan lemah, Tuanku, bagaimana mungkin aku melemparkan orang" Dia mabuk.
Dia tersandung. Cuma itu."
Tidak, tidak cuma itu. Akan tetapi, dia tidak pemah mengatakan lebih banyak, bahkan setelah mereka menikah. Bahkan sekarang, sepuluh tahun berselang dan setelah kelahiran putra mereka, Chiaki, dia tidak akan pemah mengatakan apa pun tentang kejadian itu.
"Itu rahasia besar, ya?" Go pernah bertanya kepada istrinya.
Istrinya tertawa dan berkata, "Bagaimana mungkin suatu sebab akibat yang wajar dijadikan rahasia?"
Go berkata, "Jika aku mencoba melakukan sesuatu yang tidak kausukai, apakah kau akan melemparku?"
"Mustahil aku tidak menyukai apa pun yang ingin kaulakukan, Tuanku. Kau kan suamiku."
"Bagaimana kalau aku hendak menyakitimu?"
"Maka, aku akan bahagia merasakan sakit."
"Bagaimana kalau penderitaanmu membuatku senang?"
"Maka, penderitaan akan menjadi kesenangan, Tuanku."
Go tertawa keras. Dia tidak kuasa menahan geli. Dia tidak benar-benar percaya istrinya akan sejauh itu. Namun, kesungguhan dan kekerasannya membuat Go tidak bisa melanjutkan dengan serius.
Go berkata, "Aku menyerah. Kaumenang."
Kata istrinya, "Bagaimana aku bisa menang kalau aku menyerah kepadamu dalam setiap hal?"
"Aku tidak tahu," kata Go, "tetapi entah bagaimana kau selalu menang, bukan?"
Dia tersenyum. "Maksudmu, aku menang dengan mengalah" Itu tidak masuk akal, Tuanlku. "
Go ingin tahu apakah wanita muda ini juga tahu cara melempar laki-laki. Tampaknya tidak mungkin. Dia kelihatan sangat rapuh sekalipun Go tahu bahwa semua wanita di sini suka melebih-BUKU KEDUA
14 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR lebihkan kerapuhannya. Wanita itu menunggunya melangkah mundur, kemudian berdiri dengan susah payah. Paha kanannya tampak cedera. Dia melangkah maju dengan ragu, tak mampu mendukung dirinya sendiri, dan mulai oleng. Go menangkapnya.
"Oh," katanya lagi, sehalus tadi.
Dia berpegangan pada lengan Go dan menyandarkan seluruh berat tubuhnya ke dadanya.
Sama sekali tidak berat. Di samping sangat cantik dan sangat muda, dia juga sangat ringan.
Barangkali, tidak seperti yang lain, wanita ini benar-benar serapuh pertandanya. Meskipun dia bersandar kepada Go karena memerlukannya, matanya menatap ketakutan, seakan dia ingin segera lari darinya.
Go berkata, "Jangan takut, Nona. Aku Go, kepala pengawal pribadi Lord Hironobu. Kau boleh mengandalkan aku sebagaimana kau mengandalkan beliau."
"Oh," katanya sekali lagi.
Go tersenyum. "Kau mengucapkan 'oh' dengan sangat manis, Nona. Cobalah kata lain. Mari kita lihat apakah kaubisa mengatakannya semanis itu, atau pesonamu hanya terbatas pada 'oh'."
Wanita muda itu tersenyum mendengarnya. Mendongak memandang Go dengan malu-malu, dia berkata, "Aku putri Lord Bandan, Nowaki."
Tepat saat itu, dentuman halilintar bergema lagi ke seluruh kastel. Wajah Go pasti telah menunjukkan sesuatu.
"Apakah kau takut halilintar?" Ekspresi bingung mencerahkan wajah Lady Nowaki. "Kupikir kau seorang Mongol perkasa yang tidak takut apa pun."
"Aku sama sekali bukan orang Mongol."
"Bukankah kau Go yang mendarat di Teluk Hakata dengan para penjajah itu sepuluh tahun lalu?"
"Ya. Aku seorang Nurjhen waktu itu, dan aku tetap Nurjhen sekarang."
"Bukankah itu sama saja dengan orang Mongol?"
"Apakah kau sama saja dengan orang Cina?"
Lady Nowaki tertawa. "Tidak, tentu saja tidak."
"Benar, tidak semua orang yang memakai sutra, meminum teh, dan menulis kanji adalah orang Cina. Demikian pula, tidak semua orang yang mengendarai kuda, menggiring ternak, dan hidup bebas adalah orang Mongol."
"Aku mengerti, Lord Go. Aku tidak akan membuat kesalahan itu lagi." Dia membungkuk.
BUKU KEDUA 15 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Karena Lady Nowaki masih berpegangan kepadanya, penghormatan itu mendekatkan
kepalanya ke dadanya, mendekatkan rambutnya ke wajahnya. Wangi lembut yang menggoda menguar dari rambutnya yang lebat. Keharuman itu mengingatkan Go akan bunga-bunga padang rumput, yang sudah menghilang semusim lalu. Hanya seseorang yang begitu muda yang akan memakai wewangian musim semi pada musim gugur. Ketidakkonsistenan yang kekanak-kanakan itu menunjukkan kenaifan y,m menyegarkan.
"Mari, kuantar kau ke kamar keluargamu," kata Go.
Nowaki, dengan kepala masih bersandar pada dada Go, dapat mendengar suara Go di atasnya, dan juga mendengarnya beresonansi di dalam tubuh lelaki itu. Dia berharap Go tidak mendengar detak jantungnya. Dia memejamkan mata dan berusaha mengatur pernapasannya. Tak ada alasan untuk merasa takut. Segalanya berjalan lancar. Dengan mudah, dia sudah melepaskan diri dari pengasuhnya. Wanita tua itu, yang semakin lelah dengan bertambahnya usia, menjadi semakin mudah diperdayai. Kalau tidak, dia tak akan pemah bisa bermain mata dengan Nobuo atau Koji pada musim panas lalu. Mereka samurai muda yang tampan, tetapi sebatas itulah mereka. Segera, pada akhirnya, mereka akan bertambah usia menjadi pria dewasa seperti ayah-ayah mereka.
Orang-orang kampong yang membosankan, mabuk, kikuk, dan suka menyombong.
Semua itu terasa sudah lama berlalu sekarang. Go sedang memeluknya! Jenderal itu tidak memperhatikan bahwa sebelumnya dia telah menguntitnya. Dia mengumpulkan keberaniannya dan berjalan memotong langkah pria itu, bertabrakan dengannya berpura-pura cedera. Apakah dia cukup berani melakukan langkah selanjutnya"
Sejak masih kecil, dia sudah mendengar kisah tentang laki-laki barbar dari Mongol yang mengabdi kepada Lord Masamune ini. Ketika ayahnya bersekutu dengan Masamune, suara-suara kekaguman menyanjung keberanian Go yang tiada tara, kekuatan supemya, dan kemampuan ajaibnya mengendalikan kuda. Ketika kedua bangsawan itu saling menjadi musuh besar"yang tampaknya sekerap mereka saling menjadi sahabat setia"kebrutalannya yang tidak berhati, kelicikan binatangnya, dan kejahatannya yang mengerikan menjadi topik utama yang diceritakan tentang Go. Kedua jenis cerita itu mempesona Nowaki. Hidupnya di daerah terpencil benar-benar membosankan, dan masa depannya pun suram karenanya. Ayahnya adalah seorang bangsawan daerah pedesaan yang memiliki prospek terbatas. Demikian pula semua bangsawan yang dikenal BUKU KEDUA
16 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Nowaki. Kakak-kakak perempuannya telah menikah dengan badut-badut seperti ayah dan kakak-kakak laki-lakinya"para bangsawan lumpur, pupuk kandang, dan ikan bau. Tak ada di antara mereka yang melek aksara. Tak ada yang menyerupai pahlawan-pahlawan terpelajar, sensitif, dan romantis seperti dalam buku The Pillow Book dan The Tale of Genji.
Kecil kemungkinan Go mirip dengan pahlawan-pahlawan itu pula, tetapi setidaknya Go dating dari jauh. Dia telah berkuda menyeberangi dataran luas Asia bersama Kublai, Khan Agung Bangsa Mongol. Dia telah melihat kota-kota permata Cina, negeri es nun jauh di utara, binatang-binatang eksotis belantara selatan, pegunungan tinggi Tibet. Nowaki sendiri tak pernah pergi ke timur lebih jaul dari Inland Sea, dan ke barat lebih jauh dari tempat ini di Wilayah Akaoka. Jika dia melakukan apa yang diharapkan orangtuanya, dia akan segera ditunangkan dengan salah seorang bangsawan kampong itu. Hironobu adalah calon terbaik, tetapi dia hanyalah anak ingusan berusia enam tahun! Nowaki akan menjadi pengasuhnya selama beberapa tahun ke depan, kemudian membimbingnya, melahirkan ahli warisnya, dan hanya itu. Selanjutnya, dia akan menghabiskan sisa hidupnya untuk mendengarkan Hironobu bercerita sambil mabuk, alih-alih mendengarkan ocehan ayahnya. Atau, barangkali rencana lain ayahnya akan membuahkan hasil, dan dia akan diberikan sebagai istri atau selir salah seorang pangeran di Istana Kaisar di Kyoto. Dia pernah bertemu seorang pangeran, yang datang untuk meminta bantuan ayahnya dalam satu urusan.
Pangeran itu itu hanyalah pria lemah pucat dan berbedak yang mengenakan gaun lebih halus daripada yang dipakainya. Bahasa Jepangnya nyaris tidak bisa dipahami Nowaki karena diucapkan dengan feminin dan nada genit. Perjalanan dari Kyoto sangat sulit, katanya, dan dia nyaris tewas karenanya. Kemudian, dia menutupi mulutnya dengan lengan bajunya dan tertawa kecil bagaikan seorang gadis. Nowaki memilih mati daripada disentuh laki-laki banci seperti itu betapapun tinggi status leluhurnya.
Lalu pada suatu hari, di awal musim panas, Nowaki mengunjungi salah satu desa besar di dalam wilayah ayahnya, ditemani Nobuo dan Koji, yang bertugas sebagai pengawal pribadinya, sebuah fakta yang menggelikan mengingat keintiman mereka yang berbahaya dengannya. Karena bosan, Nowaki herhenti di sebuah pondok nenek buruk rupa yang dikenal orang sebagai peramal.
Peramal palsu itu menampilkan pertunjukan yang bagus. Begitu Nowaki melangkah masuk di ambang pintu, nenek itu, yang dianggap buta, menatap dengan terperangah ke arahnya, menjatuhkan kendi yang dipegangnya, dan tersaruk-saruk mundur ke dinding di seberang ruangan.


Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Andalah orangnya," kata nenek itu.
BUKU KEDUA 17 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Ya, akulah orangnya," kata Nowaki, berusaha keras untuk tidak tertawa, tetapi tidak terlalu berhasil. "Kautahu siapa aku?"
"Aku buta, tetapi aku bisa melihat," kata nenek itu, dengan suara sangat meyakinkan.
"Oh" Dan apa yang kaulihat?"
"Tidak sebanyak yang akan Anda lihat."
Sekarang, dia menarik perhatian penuh Nowaki, "Aku akan melihat banyak?"
"Banyak," kata nenek itu.
"Apa yang akan kulihat?" Nowaki berharap nenek itu akan menyebutkan tempat-tempat yang jauh. Jika demikian, Nowaki akan segera mempercayainya sebagai seorang peramal sungguhan.
"Katakan kepadaku cepat, jangan tunda-tunda lagi."
"Anda akan melihat?" Nenek itu berhenti dengan mulut masih terbuka. Bibirnya gemetar, kelopak matanya bergerak-gerak, pipinya yang kemput berkedutan.
Nowaki menunggu dengan sabar. Untuk saat ini, setidaknya, nenek itu layak ditunggu.
Sekalipun dia tidak benar-benar bisa meramalkan masa depan, setidaknya dia memainkan sandiwara dengan bagus, dan sebagaimana semua aktris yang baik, dia mempunyai perhitungan waktu sendiri, yang harus dihormati. Bakatnya tersia-siakan di tempat kecil yang terpencil ini.
Seandainya dia di Kyoto atau Kobe atau Edo pasti mendapatkan lebih banyak pelanggan.
Nenek itu berkata, "Anda akan melihat apa yang belum pernah dilihat orang lain"dan tidak akan pernah dilihat orang lain seumur hidup Anda"kecuali satu."
Nowaki bertepuk tangan dengan gembira. Satu orang pengecualian yang dikatakan nenek itu pastilah Go. Laki-laki itulah satu-satunya orang yang dia tahu pernah melihat banyak hal yang belum pernah dilihat orang lain. Dan sekarang, Nowaki akan melihat banyak hal itu pula!
"Terima kasih, terima kasih banyak," kata Nowaki, membungkuk dalam-dalam. "Sekembalinya aku ke kastel, aku akan menyuruh orang membawakan beras, sake, dan ikan untukmu."
Nenek itu mengangkat kedua tangannya seakan-akan berusaha melindungi diri dan menggelengkan kepala. Dia masih duduk berjongkok dengan punggung merapat ke dinding di tempat dia semula terjatuh. "Tidak, tidak, Anda tidak berutang apa-apa kepadaku."
"Oh, tetapi aku memang berutang," kata Nowaki. "Kau telah membuatku sangat bahagia."
Malam itu juga, Nowaki mulai memikirkan cara-cara untuk bisa bertemu dengan Go, kemudian rnerayunya. Memang benar dia masih sangat muda, tetapi dia sudah mempelajari buku-buku seni merayu dengan saksama, dan dia sudah mempraktikkannya kepada Nobuo dan Koji.
BUKU KEDUA 18 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Tentu saja, Go akan jauh lebih sulit. Namun, Nowaki yakin dia akan menemukan jalan, kalau saja dia menemukan peluang.
Perayaan kemenangan Hironobu di Hutan Muroto memberikan jalan itu kepadanya.
"Aku tidak mau kembali ke tempat keluargaku," kata Nowaki, "Semua orang mabuk, dan mereka terus mengulang hal-hal bodoh yang selalu mereka katakan ketika mereka sedang mabuk."
"Mereka merayakan kemenangan besar," kata Go, "jadi, mereka berhak mabuk."
"Kaulah yang memperoleh kemenangan itu, bukan mereka," kata Nowaki, mendongak memandang Go. "Dengan taktik Mongol dan keberanian Mongol." Nowaki merasakan tubuh Go menegang. Oh, tidak. Dia membuat kesalahan lagi dengan menyebutnya orang Mongol. Apa katanya tentang siapa dirinya tadi" Kata-kata asing sangat sulit diingat. Nalu"apa begitu. Nowaki takut dia telah merusak segalanya dengan membuat Go marah. Dia berpura-pura sakit dan menyandarkan seluruh bobot tubuhnya kepada Go. Sandiwaranya tampak berhasil karena ketika Go berbicara lagi, dia tidak terdengar marah.
"Kemenangan ini milik Lord Hironobu," kata Go, memeganginya dengan lebih erat ketika dia berpura-pura semakin lemah.
"Lord Hironobu itu bayi berusia enam tahun," kata Nowaki, "belum cukup besar untuk pergi ke toilet sendiri tanpa terjerembab ke dalamnya."
Go tertawa. "Bagaimanapun, kemenangan ini miliknya. Dan dia tidak akan selamanya berusia enam tahun. Akan bijaksana jika kau memandangnya dengan cara berbeda. Tak lama lagi, dia akan menjadi laki-laki, di samping seorang Bangsawan Agung, dan dia akan mencari calon istri yang pantas. Dia telah diberkahi kelebihan dengan pertanda yang dibawakan kepadanya melalui sayap kawanan burung."
"Aku tidak percaya pertanda," kata Nowaki. "Kaupercaya?"
Guntur menggelegar, diikuti kesunyian panjang yang mencekam.
Gelombang cahaya bergulung di langit.
Bayangan siang melintasi halaman, kemudian memudar kembali menjadi kegelapan yang tampak hergegas ke arah mereka.
Akhirnya, langit seperti terpecah-belah dan terdengar bunyi sangat keras seolah-olah gunung-gunung angkasa runtuh menimpa mereka dari atas.
BUKU KEDUA 19 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Dalam beberapa minggu setelah Lady Nowaki kembali dari perayaan Hironobu, terlihat jelas bahwa dia hamil. Meskipun selama ini dia selalu menjadi putri yang pendiam dan penurut, kini dia bersikukuh menolak memberitahukan siapa bapak janin dalam kandungannya karena dia tahu ayah dan kakak-kakak laki-lakinya pasti akan membunuh pria itu. Ketika mereka meng-ancam untuk menggugurkan kandungannya, Nowaki berjanji akan membunuh diri jika itu mereka lakukan.
Lord Bandan menghukum mati pengasuh putrinya, yang seharusnya mengawasinya dengan lebih ketat. Namun, Nowaki tetap menolak berbicara. Lord Bandan kemudian menghukum mati dua orang anak buahnya, yang dicurigainya terlalu menyukai putrinya. Lady Nowaki tetap bungkam.
"Aku sudah kehilangan akal," kata Lord Bandan.
Dalam krisis dengan anak perempuannya ini, dia telah memilih untuk mengunjungi Kastel Awan Burung Gereja dan meminta nasihat Lady Kiyomi. Meskipun dia hanya sedikit lebih tua dari wanita itu, dia telah menghabiskan begitu banyak waktunya di medan perang sehingga dalam penampilan dan perilaku, dia tampak seperti prajurit tua beruban dari generasi terdahulu.
Minatnya terhadap wanita hanya sejauh pembuahan, kelahiran, dan pengasuhan ahli waris potensial. Akibatnya, dia nyaris tidak tahu apa-apa tentang wanita selain struktur anatomi dasar mereka. Pemberontakan dan pembangkangan putrinya yang tiba-tiba membuatnya frustrasi. Ibunda putrinya meninggal ketika melahirkan, dan tak ada wanita lain di kastelnya yang cukup dipercaya untuk diajak berbicara terbuka.
"Mengapa dia tidak mengatakan saja siapa ayah bayi itu" Cuma itu yang kuinginkan. Apakah itu berlebihan?"
Lady Kiyomi berkata, "Apa yang Anda lakukan jika dia memberi tahu Anda?"
Lord Bandan menggebrak meja dengan tinjunya, membuat para pelayan bergegas maju untuk menjaga agar cangkir-cangkir teh tidak terlempar dan menumpahkan isinya ke tikar.
"Aku akan membunuhnya," geramnya, "dan tidak pelan-pelan."
Lady Kiyomi,menutup mulutnya dan tertawa.
"Apakah aku melawak?" Kerutan kebingungan nampak di dahinya. "Aku tidak bermaksud begitu."
"Lord Bandan, apakah Anda benar-benar mengharapkan seorang gadis akan mengungkap-kan identitas kekasihnya agar ayahnya dapat menyiksanya sampai mati" Anaknya akan menjadi yatim sebelum terlahir."
"Tetapi, orang itu telah mempermalukan kami semua, siapa pun dia."
BUKU KEDUA 20 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Lady Nowaki tidak memikirkan kehormatan. Dia memikirkan cinta. Yang Anda lakukan dengan kemarahan dan ancaman hanyalah mencegah prmuda itu tampil ke depan dan meminta restu Anda."
"Anda tahu dia seorang lelaki muda?"
"Aku tidak tahu apa-apa. Tetapi, putri Anda baru berusia empat belas. Rasanya tak mungkin dia jatuh cinta kepada lelaki yang jauh lebih tua." Ekspresi Lady Kiyomi menjadi suram. "Aku harap, dia bukan salah satu dari samurai yang Anda hukum mati."
"Bukan. Nowaki menangis ketika aku menunjukkan kepala mereka kepadanya, tetapi kukira tangisnya akan lebih hebat seandainya laki-laki itu adalah salah seorang dari mereka."
Lady Kiyomi terkesiap. "Anda menunjukkan kepala mereka kepadanya?"
"Ya, untuk membuktikan apa yang kukatakan. Kalau tidak, dia akan menganggap aku hanya menggertak."
"Lord Bandan, tak seorang pun yang mengenal Anda akan menganggap Anda menggertak.
Menycediakan bukti yang mengerikan seperti itu sama sekali tidak perlu."
"Nowaki tidak akan memberi tahu aku, bukan?"
"Tidak, tidak akan."
"Lalu, apa yang harus kulakukan" Aib ini tak akan tertahankan. Putriku melahirkan anak yang tidak kuketahui bapaknya. Demi semua dewa dan Buddha, kesalahan apa yang telah kulakukan pada masa lalu sehingga diganjar hukuman seperti ini" Aku bisa membangun kuil dan memerintahkan doa-doa dilantunkan siang dan malam, sepanjang waktu. Aku tidak bisa memikirkan hal lain lagi yang bisa dilakukan."
"Itu pemecahan yang bisa dicoba," kata Lady Kiyomi.
Kali ini Lord Bandan tertawa. "Aku barusan bercanda. Aku seorang prajurit, bukan rahib. Aku tidak memohon bantuan pada langit. Aku memecahkan masalah dengan tanganku sendiri. Aku akan menemukan jalan keluarnya."
"Anda telah menemukannya. Dirikan sebuah kuil."
Lord Bandan mengerutkan kening. "Jika para dewa gagal menjaga kesucian Nowaki waktu itu, kecil kemungkinannya mereka akan menunjukkan si pelaku kepadaku sekarang sekalipun aku membangun satu atau sepuluh kuil."
"Bangun kuil, bukan untuk Anda sendiri," kata Lady Kiyomi, "tetapi, untuk Lady Nowaki.
Biarkan dia mengundurkan diri di sana selama, katakanlah dua tahun. Dia bisa menjauhkan BUKU KEDUA
21 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR anaknya dari pergunjingan, mempunyai waktu untuk memulihkan keseimbangan emosional-nya, dan menyesuaikan diri dengan tuntutan menjadi seorang ibu. Dan ketika dia kembali, dia tidak akan lagi menjadi objek keingintahuan dan spekulasi jahat. Pada saat itu, kemungkinan kekasihnya akan mau menampakkan diri, bahkan dengan cepat, berkat ancaman siksaan dan kematian dari Anda. Lalu, Anda akan?"
?"memburunya seperti seekor anjing dan mencincangnya!" Lord Bandan menyatakan tekadnya.
?"memaafkan pemuda itu dan putri Anda untuk perbuatan mereka dengan pengertian sepenuhnya bahwa kaum remaja memang selalu gegabah dalam cinta?"
"Memaafkannya" Tidak bisa!"
?"dan lebih jauh menyadari bahwa hanya dengan menyambut baik si bapak ke dalam keluarga Anda," kata Lady Kiyomi dengan tegas, "aib dan skandal akhirnya bisa dilupakan."
Lord Bandan sudah membuka mulutnya untuk menyatakan protes lagi, tetapi berhenti sebelum sepatah kata pun keluar. Dia menutup mulutnya dan membungkuk.
"Anda benar, Lady Kiyomi. Hanya itulah jalan keluarnya. Terima kasih Anda telah membimbing prajurit bodoh ini dengan bijak. Aku sudah membayangkan lokasi yang cocok.
Sepupuku, Lord Fumio, menjadi penguasa sebuah wilayah di utara yang sesuai untuk rencana kami."
Pada musim dingin itu, Lady Kiyomi mulai mengalami mimpi-mimpi aneh. Aspek teraneh mimpi-mimpi itu adalah bahwa dia tidak pemah mampu mengingat apa pun kecuali seorang gadis cantik mempesona yang selalu muncul dalam setiap mimpinya, dan caranya memanggil Lady Kiyomi. Gadis itu memanggilnya "Lady Ibu". Begitulah wanita menyapa ibu mertuanya. Yakin bahwa dia memimpikan calon istri Hironobu, Lady Kiyomi mulai mengamati wajah setiap anak perempuan yang dilihatnya dalam usaha mengenali gadis dalam mimpinya itu. Meskipun mimpi-mimpinya berlanjut, dia tidak pernah mengingat banyak, betapapun kerasnya dia berusaha. Dan meskipun dia mencari gadis itu dalam setiap anak perempuan yang ditemui-nya, dia tidak menemukannya.
Musim semi berikutnya, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ketujuh, Lord Hironobu memperoleh kemenangan besar kedua, kali ini di lereng Gunung Tosa. Pada waktu yang sama, di wilayah tetangga, Lady Nowaki melahirkan seorang putri. Bayi itu begitu diam sehingga BUKU KEDUA
22 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR tak banyak orang yang berharap dia akan selamat. Meskipun bayi itu diberi nama yang sesuai dengan status kebangsawanannya, semua orang memanggilnya Shizuka"Diam.
Dia tidak mati, dan dia tidak diam lama-lama. Pada minggu kedua kehidupannya, dia mulai menjerit dan menangis hampir tiada henti. Dia berhenti hanya ketika kelelahan, atau untuk tidur sebentar-sebentar, atau menyusu dengan terburu-buru, itu pun tidak lama. Dia hanya seorang bayi, dan bayi tidak bisa melihat, tetapi apa yang tidak dapat dilihatnya membuatnya ketakutan. Matanya bergerak gerak panik ke semua arah.
Dia menjerit. Dia tidak akan mati dan dia tidak akan berhenti menjerit.
Sekarang, dia dipanggil Shizuka, terkadang sebagai pengharapan, selalu sebagai pernyataan ketidakberdayaan, dan paling sering, sebagai kutukan.
Tahun berikutnya, ketika Lady Kiyomi menguiijungi Biara Mushindo, dia merenungkan masa-masa yang belum lama berlalu. Empat musim yang telah lewat merupakan tahun paling aneh dan kacau dalam hidupnya. Dia mengerti sekarang mengapa orang terkadang dengan tiba-tiba meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki kehidupan kuil. Jika dia mempunyai kecenderungan seperti itu, biara di atas gunung yang tidak seberapa tinggi ini cocok untuknya.
Terlalu jauh dari rumah yang tidak memudahkan kunjungan, tetapi tidak begitu jauh sehingga kunjungan masih mungkin dilakukan. Ini berarti teman dan keluarga dari kehidupan lama tidak terus-menerus muncul dan melemahkan dedikasi seseorang pada pengasingan suci, tetapi juga tidak terputus sama sekali. Pemutusan hubungan total sama sekali tidak manusiawi. Meninggalkan dunia sering lebih sulit bagi mereka yang ditinggalkan ketimbang yang melakukannya.
Tempat ini cukup dekat dengan perbatasan utara sehingga menciptakan kesan berbahaya, yang dapat menjadi urgensi, motivasi yang berguna bagi mereka yang mencari pencerahan di Jalan Buddha. Namun, juga tidak begitu dekat dengan negeri kaum barbar Emishi sehingga kecil kemungkinan mendapat serangan dari mereka. Daerah terdekat yang berpenduduk, Desa Yamanaka, hanya satu jam berjalan kaki di kaki gunung. Ini juga ideal karena kedekatannya memungkinkan mereka mendapatkan persediaan makanan dan tenaga kerja secara mendadak, tetapi jaraknya cukup untuk mencegah interaksi berlebihan, dan ukuran desa itu cukup untuk mendukung biara kecil tanpa kesulitan berarti.
BUKU KEDUA 23 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Bagaimanapun, alasan pembangunan biara ini patut disesali; tentu saja, akibat yang lebih buruk bisa saja terjadi meskipun mungkin tidak banyak.
Dari taman biara tempat Lady Kiyomi menunggu Lady Nowaki, dia dapat mendengar suara Hironobu di hutan tak jauh dari sana, dan jawaban Go yang sayup-sayup.
Satu musim panas lagi telah tiba dan nyaris berakhir, dan segalanya telah berubah. Hanya setahun lalu, suaminya, bangsawan penguasa wilayah Akaoka, menguasai secuil daerah pertanian dan beberapa daerah nelayan yang tidak begitu penting di sudut kecil Pulau Shikoku. Sekarang putranya, Hironobu, pada usia tujuh tahun, telah menguasai kedua sisi Inland Sea. Hironobu telah mendapatkan sumpah setia Lord Bandan dan Lord Hikari, dan statusnya meningkat menjadi Bangsawan Agung. Dalam dua operasi militer, pasukan putranya telah mengalahkatn rezim Hojo begitu telak sehingga banyak orang meramalkan bahwa kehancuran rezim itu akan segera terjadi.
Setahun lalu, Lady Nowaki adalah seorang dara empat belas tahun, yang cukup cantik sehingga keluarganya mengangankan hubungan dengan keluarga Kaisar di Kyoto. Sekarang, dia menjadi ibu berusia lima belas tahun dari seorang anak gila, tersingkir dalam sebuah biara jauh dari rumah, sebuah biara yang dibangun khusus sebagai tempat pengungsian bagi dirinya dan bayinya.
Namun karena anaknya terlahir dengan kelainan, tampaknya keduanya tak akan pernah meninggalkan biara.
Setahun lalu, tak pernah terpikirkan oleh Lady Kiyomi untuk bepergian lagi begitu jauh ke utara. Bahkan, perjalanannya menyeberangi Inland Sea hanyalah ketika dia meninggalkan rumahnya di Kobe untuk menikah dengan ayah Hironobu dan kemudian kembali ke sana untuk mengunjungi keluarganya setahun sekali. Sekarang, dia telah berjanji kepada Lord Bandan untuk mengunjungi putrinya, dua kali setahun, pada musim semi dan gugur, untuk memastikan keadaannya baik-baik saja. Karena dia adalah ibunda Bangsawan Agung, dan Bangsawan Agung sendiri menemaninya, kunjungan-kunjungan ini menjadi kehormatan besar bagi Lord Bandan, apalagi mengingat keadaan yang tidak menyenangkan ini. Kebaikan kecil ini sendiri akan semakin mengikat Lord Bandan kepada Hironobu dengan tuntutan kehormatan dan kewajiban membalas budi.
Sebagai wali de facto bagi putranya, penting baginya mempertimbangkan hal-hal semacam itu.
Wali Hironobu yang resmi, Jenderal Ryusuke, adalah seorang samurai berhati baik, tetapi tidak mempunyai kemampuan yang diperlukan. Dia menjadi wali hanya karena, sebagai komandan pasukan klan senior yang masih hidup, sudah seharusnya dia mendapatkan jabatan itu"dan BUKU KEDUA
24 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR karena dia cukup pintar untuk mengetahui bahwa dia tidak cukup pintar untuk benar-benar melaksanakan tugas sebagai waii. Kalau tidak, akan ada keharusan untuk membunuhnya, karena melangkahi dia berarti penghinaan yang begitu besar sehingga dia akan merasa wajib berkonspirasi melawan Lady Kiyomi dan Hironobu, baik dia mengingininya ataupun tidak. Lady Kiyomi tentu saja tak akan melakukannya sendiri. Hanya penenung yang membunuh musuhnya dengan tangannya sendiri, biasanya dengan racun, atau dengan jarum halus yang ditusukkan di pelipis, di bawah rambut korban, atau dengan membekapnya hingga mati lemas. Kedua cara terakhir itu hampir tidak terdeteksi, dan karenanya disukai oleh penenung yang tidur dengan korbannya.
Memikirkan kemungkinan tidur dengan si lamban Jenderal Ryusuke membuatnya menyeringai jijik. Itu saja sudah cukup untuk menghentikannya, seandainya dia seorang penenung sekalipun.
Sebetulnya, jika pembunuhan memang harus dilakukan, Go akan melaksanakannya. Meskipun dia seorang barbar, kesetiaannya sama dengan samurai mana pun. Betapa beruntungnya Lady Kiyomi dan putranya memilih pengawal seperti dia.
Tangisan melengking seorang bayi terdengar dari dalam biara. Shizuka terbangun. .
Hironobu memanjat batu besar dan berkata, "Go, seandainya kau harus mempertahankan biara ini dari serangan, bagaimana kau akan melakukannya?"
Go berkata, "Yang pertama kali saya lakukan adalah berhenti menjadikan diri saya target yang mudah bagi pasukan pemanah musuh."
"Tak ada pasukan pemanah musuh di sekitar sini sekarang," kata Hironobu. "Maksudku,
'seandainya'." "Anda seorang Bangsawan Agung," kata Go. "Jika Anda hendak membuat asumsi tentang situasi sekitar, Anda disarankan untuk mengasumsikan bahaya ketimbang aman."
Kecewa, Hironobu melompat turun ke tanah. "Haruskah aku selalu cemas akan dibunuh orang?"
"Anda tidak perlu khawatir soal itu," kata Go, "tetapi, Anda harus selalu mewaspadai kemungkinan itu. Anda telah menaklukkan lima belas wilayah dengan kekerasan, dan karenanya menciptakan banyak musuh di antara bekas pengikut dan keluarga dari lima belas bangsawan penguasa wilayah yang telah Anda bantu pergi ke Tanah Murni."
"Mereka telah bersumpah untuk mematuhiku sebagai penukar nyawa mereka."
"Anda benar-benar masih muda, Tuanku?"
BUKU KEDUA 25 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Aku tujuh tahun," kata Hironobu.. "Itu tidak begitu muda."
Jeritan melengking tiba-tiba menembus keluar dari dinding-dinding biara.
Hironobu merapat kepada Go. "Seseorang sedang disiksa. Tidak benar melakukan penyiksaan di tempat suci, bukan?"
"Tak ada orang yang disiksa. Itu hanya tangisan bayi."
"Bayi?" Hironobu mendengarkan lagi, wajahnya menunjukkan keraguan. "Aku pernah mendengar tangisan bayi. Tetapi, tidak seperti ini."
"Itu cuma bayi," kata Go. Di dalam relung dingin dadanya, dia nyaris bisa mendengar gema dari kata-katanya sendiri. Itu cuma bayi, katanya, tetapi maksudnya, itu seorang penyihir.
Bagaimana ini bisa terjadi" Dia tidak yakin. Dia telah mencoba mengulang malam itu dalam benaknya, lagi dan lagi, tetapi dia masih tidak tahu.
Suatu saat, dia sedang mengantarkan putri Lord Bandan ke kamarnya. Saat berikutnya, dia sudah berbaring bersamanya di reruntuhan benteng kaum barbar Emishi satu jam perjalanan berkuda dari kastel. Dia telah mengambil keuntungan dari kemudaan dan kehijauan Nowaki, itu diketahuinya benar. Dia tidak bermaksud begitu, sama sekali tidak. Pada awalnya, mereka hanya berjalan-jalan, kemudian menunggangi kuda jantannya, lalu berlindung dt reruntuhan itu dari hujan angin yang turun dengar1 tiba-tiba. Kemudian"saat itu sudah terlambat untuk berpikir karena apa yang sudah terjadi sudah terjadi.
Go tidak takut mati. Dia sudah memperkirakan dirinya akan mati di pantai Teluk Hakata ketika dia berlabuh bersama pasukan Mongol sepuluh tahun lalu, dan barangkali seharusnya dia sudah mati. Setiap momen sejak saat itu merupakan berkah dari para dewa. Sekarang, kematian tinggal masalah waktu. Gadis itu sudah berjanji tidak akan memberi tahu siapa pun, tetapi bagaimanapun dia hanyalah seorang gadis. Pada akhirnya, seseorang akan mendengar tentangnya, dan begitu peristiwa itu diketahui seseorang, ayahnya akan tahu pula. Kepala Go akan berakhir di ujung tombak di luar gerbang kastelnya. Bayangan itu memancing senyum pahit di bibirnya.
Setidaknya, dia akan merasa puas mengetahui dengan pasti bahwa darah ibunya mati bersamanya.
Penyihir akan terus dilahirkan dalam generasi yang tidak terputus. Jika Go tidak mempunyai anak perempuan, tak menjadi masalah berapa pun Chiaki atau keturunannya mempunyai anak perempuan. Kutukan itu sudah dipatahkan.
Namun, minggu-minggu berlalu dan tak ada kurir datang dari Lord Bandan kepada Lord BUKU KEDUA
26 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Hironobu yang menuntut kepala Go. Barangkali, tekad Nowaki lebih kuat daripada yang diperkirakannya. Betapapun mustahil kelihatannya, Nowaki menjaga rahasia mereka. Jika itu terus dilakukannya, tak ada bahaya yang mengancam Go. Ketika seorang pembawa pesan akhirnya datang, dia bukan kurir resmi, melainkan hanya membawa gosip, sesuatu yang lebih buruk ketimbang tuntutan kematian Go. Lady Nowaki hamil. Go segera tahu apa yang telah terjadi.
Entah bagaimana, ibunyalah yang menjadi pemenang. Untuk terakhir kalinya, dari alam kubur penenung itu telah memanfaatkan Go untuk membuka jalan bagi wanita sejenisnya.
Go harus membunuh calon penenung itu. Cara paling aman adalah dengan membunuh Nowaki sehingga dia akan mati dalam kandungan. Setelah lahir, penyihir sangat sulit dibunuh, bahkan ketika masih bayi. Orang-orang di sekitarnya tanpa sadar melakukan apa yang dikehendakinya, terdorong oleh kekuatan tak kasatmata untuk mematuhi perintah tak terucapkan. Kakek dan ayah Go, keduanya prajurit hebat, telah mengerut tinggal kulit kering oleh tuntutan-tuntutan wanita sihir yang menjadi putri bagi kakek, dan istri bagi ayahnya. Sepanjang hidupnya sebagai anak laki-laki, pemuda, dan pria dewasa, Go selalu dipermalukan oleh ejekan masyarakainya. Anak penyihir. Anjing peliharaan wanita. Anak budak. Namun di depan ibunya, mereka ketakutan penuh hormat, patuh. Mereka membenci ibunya, dan menghina kaum penyihir. Akan tetapi, ketika wanita itu mengabarkan masa depan, mereka mendengarkan, membawa persembahan. Ketika dia mengucapkan mantra, yang sakit menjadi sembuh, yang sehat bisa mati, yang tuli bisa mendengar, dan semua musuhnya menjadi buta. Tampaknya, begitulah yang sering terjadi. Cukup sering, ibunya mengingatkannya, untuk menjaga nyala api perkemahan mereka memberi makan dan minum kuda, dan mengenyangkan perut mereka sendiri.
Bagaimana membunuh Lady Nowaki. Itu masalah yang sulit. Dia adalah putri seorang bangsawan yang terlindungi di tempat paling dalam sebuah kastel yang asing baginya. Ilmu siluman adalah cara terbaik untuk mendekatinya. Sayangnya, itu bukan ilmu yang dimilikinya.
Caranya adalah cara penunggang kuda. Menyerang di atas punggung kuda dengan kecepatan penuh, dari arah yang tak terduga. Bukan taktik yang cocok untuk memasuki tempat tinggal wanita di dalam sebuah kastel. Dia menunggu kesempatan, sekecil apa pun, dan tidak pernah memperolehnya. Dua bulan sebelum waktu kelahiran semestinya, bayi itu terlahir.
Ternyata seperti yang telah diketahui dan ditakutinya, bayi itu perempuan.
BUKU KEDUA 27 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Itu cuma bayi," kata Go.
"Kau yakin?" tanya Hironobu, ekspresinya masih sangat ragu.
"Ya." "Kau pernah melihatnya?"
"Belum." "Aku juga belum," kata Hironobu. "Ibuku juga belum. Tak ada orang yang pernah melihatnya. Itu aneh, kan?"
Go menggelengkan kepala. "Ada sesuatu yang tidak beres dengan anak itu, jadi keluarganya enggan memamerkannya. Itu wajar saja."
Itu membangkitkan minat Hironobu. "Kau kira bayinya cacat" Kalau begitu pasti mengerikan, ya?"
"Bayi itu tidak cacat." Bayi itu gila, kenyataan yang memberi Go harapan. Tentu saja, semua penyihir pada dasarnya gila, tetapi penyihir yang menunjukkan kegilaan dengan begitu jelas berart hanya mempunyai sedikit kekuatan untuk memanipulasi, memperdayai, dan membingung-kan. Jika demikian, kegilaan lebih baik ketimbang cacat. Seorang penyihir masih bisa berjaya sekalipun dia buruk rupa. Justru begitulah seharusnya. Namun, ibunya tidak jelek. Malah sebaliknya, dan kecantikan semakin memberinya kesempatan untuk memperdayai.
"Anda sebaiknya pergi menemui ibu Anda, Tuanku. Saya kira, kunjungannya dengan Lady Nowaki akan segera dimulai."
"Apakah aku harus ke sana?" kening Hironobu berkerut. "Aku tidak tertarik pada bayi-bayi, cacat ataupun tidak, kalaupun dia benar-benar cacat, aku mungkin hanya sedikit penasaran. Dan aku mau mendengar pembicaraan kaum ibu juga. Paling-paling hanya itu yang akan mereka lakukan Mengobrol tentang bayi dan bagaimana menjadi seorang ibu."
"Lord Bandan itu pendukung Anda yang paling kuat," kata Go. "Anda memberikan kehormatan kepadanya dengan mengunjungi keturunannya yang sedang menderita dan menunjukkan kepedulian kepada mereka. Dengan demikian, utang kehormatannya kepada Anda semakin besar, mengikatnya semakian kuat pada Anda. Ini soal kepemimpinan yang bijaksana, bukan masalah kaum ibu dan bayi."
"Itu kan menurutmu. Kau tidak harus duduk lama-lama mendengarkan mereka." Namun, Hironobu melakukan apa yang dikatakannya, dan pergi untuk bergabung dengan kedua wanita itu. Di gerbang biara, dia berbalik dan berseru kepada Go. "Mengapa kau tidak ikut saja?"
BUKU KEDUA 28 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Aku tidak diperbolehkan," kata Go. "Lady Nowaki sedang dalam retret."
"Lalu, mengapa aku diperbolehkan" Karena aku hanya anak kecil?"
"Anda diperbolehkan karena Anda Bangsawan Agung wilayah ini."
Jawaban itu, yang tidak diduganya, sangat menggembirakan Hironobu. Dia tersenyum dan masuk.
"Nah, itu dia," kata Lady Kiyomi.
Dia melihat ibunya dan Lady Nowaki duduk di ruangan terbuka menghadap taman. Lady Nowaki adalah gadis badung yang pada musim-musim panas lalu menerbangkan layang-layang bersamanya, bermain petak umpet, dan mengisahkan cerita-cerita hantu ketika mereka seharusnya sudah tidur. Akan tetapi, itu sebelum dia menjadi Bangsawan Agung. Dan, itu sebelum Nowaki menjadi dewasa dengan begitu tiba-tiba. Dia tampak sangat berbeda dengan anak perempuan yang di ngatnya. Itu bukan karena pakaiannya meskipun jubah biarawati abu itu sangat kontras dengan kimono warna-warni yang biasa dipakainya dahulu. Wajahnya, yang terbingkai.tudung longgar, adalah wajah seorang wanita yang cantik.
Lady Nowaki membungkuk kepadanya. "Aku menyesal telah merepotkan Anda, Tuanku."
Hironobu membalas penghormatannya. "Aku senang bisa bertemu denganmu lagi, Lady Nowaki." Dia memikirkan apa lagi yang bisa dikatakannya; tetapi tak ada gagasan yang muncul.
Lady Nowaki tersenyum kepadanya, dan dia merasa wajahnya menghangat. Sejak kapan dia menjadi begitu cantik"
Lady Nowaki berkata, "Ya ampun, cepat sekali dia tumbuh."
"Ya," kata Lady Kiyomi, "anak-anak?" Dia berhenti segera setelah mengucapkannya, kemudian melanjutkannya dengan terburu-buru, ?"anak-anak tumbuh dengan kecepatan menakjubkan "
"Anda punya banyak hal untuk dinantikan," kata Lady Nowaki. "Masa depan Lord Hironobu muda itu sangat cemerlang." Matanya berkaca-kaca, tetapi dia tersenyum dan tak ada air mata yang jatuh.
Hironobu tidak mendengar jeritan bayi. Mungkin bayi itu tidur. Tanpa sengaja, dia mendengar dua pelayannya berbicara tepat sebelum dia dan ibunya berangkat ke biara. Salah seorang pelayan mengatakan bahwa dia mendengar dari salah seorang pelayan Lord Bandan bahwa bayi Lady Nowaki tidak menjerit hanya jika sedang tidur. Pelayannya yang lain mengatakan bahwa dia mendengar dari saudara perempuan salah seorang pengurus kuda Lord Bandan bahwa ketika bayi itu menjerit-jerit, kuda-kuda menjadi panik dan mencoba menendang rubuh pintu istal.
BUKU KEDUA 29 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Kedua pelayan itu tidak mengenal siapa pun yang benar-benar menyaksikannya sendiri. Meskipun demikian, keduanya yakin kejadian itu pasti mengerikan untuk dilihat.
Sementara ibunya dan Nowaki berbincang-bincang, dia berusaha mengintip ruangan dalam tanpa mencurigakan. Dia menduga bayi itu tidur di kamar di belakang Lady Nowaki, ternyata tidak. Itu mengecewakan. Dia sangat penasaran. Menurut Go, bayi itu tidak cacat, tetapi Hironobu tidak mempercayainya. Bayi yang normal tidak memiliki suara aneh seperti binatang, dan tidak bisa menjerit sebegitu keras. Bayi yang normal tidak akan membuat kuda-kuda panik juga, terutama jenis kuda perang yang ditunggangi Lord Bandan dan samurainya.
Seperti apa tampang bayi itu" Hironobu yakin bayi itu memiliki mulut lebar, dan barangkali bahkan moncong, seperti beruang. Gigi-gigi tajam pula. Yah, memang masih terlalu kecil untuk punya gigi, tetapi ketika bayi itu sudah tumbuh gigi, pasti akan tajam. Barangkali, giginya ada beberapa deret, seperti hiu. Apakah matanya tak pernah berkedip, seperti kucing gunung" Apakah dia berbulu lebat seperti luak, atau berambut kaku dan kasar seperti celeng liar" Adakah buntut panjang yang bisa melakukan kejahilan sendiri seperti buntut monyet" Pasti bayi itu seperti monster kecil mengerikan! Tidak heran Lord Bandan mengasingkan putrinya begitu jauh dari rumah. Dan, siapa ayah bayi itu"
Sebelum bayi itu lahir, para pelayan telah menyebutkan banyak nama samurai sebagai kemungkinan, samurai anak buah Lord Bandan, Loid Hikari, dan bahkan Hironobu. Namun, tak seorang pun memikirkan itu sekarang, kata pelayan-pelayan itu. Setiap orang sekarang yakin ada iblis atau hantu yang berperan. Makhluk itu mungkin telah menggunakan tubuh seorang pria, tetapi pria itu hanya alat, identitasnya tidak penting. Yang penting adalah, iblis yang mana, hantu yang mana"
Agar doa-doa yang diucapkan tepat sasaran, seorang pengusir setan harus tahu makhluk gaib apa yang bertanggung jawab. Mantra yang dimaksudkan untuk mengusir satu makhluk bisa menimbulkan dampak sebaliknya bagi makhluk lain, dan membuatnya lebih kuat dan semakin mengerikan.
Para pelayan sepakat, situasi itu sangat tragis dan berbahaya, dan akan lebih baik bagi semua oranq ketika ibu dan bayinya diasingkan di sebuah biara jauh di utara karena makhluk itu tentu akan mengikuti mereka ke sana.
"Hironobu, apa yang kaulakukan?" Suara ibunya mengejutkannya. Dia tidak mengira ibunya memperhatikannya. "Kau berperilaku seperti pencuri sedang mengintai saja."
"Aku tidak melakukan apa-apa, Ibu. Aku hanya di sini menemanimu karena kata Go itu yang harus kulakukan."
BUKU KEDUA 30 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Aku yakin Go tidak bermaksud agar kau terus di sini. Kau kan sudah memberikan penghormatan kepada Lady Nowaki, jadi kau boleh kembali kepada Go di luar."
Hironobu, ekspresi bersikukuh di wajahnya, tidak bergerak mematuhinya. Dia tetap berdiri di tempat, kening berkerut, dan berkata, "Tidak bisa begini. Aku disuruh ke sana kemari oleh pengawal dan Ibu, dan itu tidak pantas bagi seorang Bangsawan Agung."
Lady Kiyomi tersenyum. "Kau benar. Tetapi, untuk Bangsawan Agung yang baru berusia tujuh tahun itu sepenuhnya pantas. Cobalah bertindak dalam kapasitas itu dan turuti kata-kataku."
Dia membungkuk, tetapi dangkal saja, penghormatan seorang ibu kepada anaknya, dan bukan seorang lady kepada tuannya.
"Keduanya saling tidak cocok," kata Hironobu. "Kalau aku Bangsawan Agung, maka aku Bangsawan Agung. Kalau aku hanya anak kecil, maka itu sajalah aku."
"Kedua peranmu tidak saling selaras, itu benar," kata Lady Kiyomi. "Meskipun begitu, cobalah mendamaikannya. Pada masa mendatang, setelah kau menjadi pemimpin klanmu dalam kenyataan di samping dalam gelar, terkadang kau diharuskan melakukan dua, tiga, bahkan empat peran atau lebih, dan tak satu pun dari peran itu selaras satu dengan yang lainnya. Jika kau tidak bisa melakukan semuanya, dan menyatukan mereka dalam keselarasan, sekalipun itu tampak mustahil, kau tak pernah menjadi Bangsawan Agung sejati. Kau hanya akan memiliki julukan."
Ibunya membungkuk lagi, kali ini dengan dalam, dan mempertahankan posisinya, "Aku berharap Tuanku mendapati bahwa kata-kataku tidak sepenuhnya tanpa makna."
Hironobu membalas penghormatannya dengan sepantasnya, dan juga mempertahankan
posisinya. Dia berkata, dengan kadar formalitas yang sama, "Kata-kata Anda penuh dengan kebajikan. Aku berterima kasih karenanya."
Ketika Hironobu meninggalkan biara untuk kembali kepada Go, dia mendengar Nowaki berkata, "Anda telah melakukan pekerjaan yang mengagumkan. Dia lebih seperti pria kecil ketimbang anak kecil."
Senyum Hironobu mengembang lebih lebar ketika dia meninggalkan biara ketimbang ketika dia memasukinya. Dia tidak berhasil melihat bayi itu seperti yang diharapkannya. Tidak apa. Akan ada kesempatan lain pada masa mendatang. Suatu saat, dia akan melihatnya. Dia berjanji akan melihatnya. Brangkali, dia bahkan bisa memotong sedikit bulunya untuk dipamerkan kepada teman-temannya di kastel.
BUKU KEDUA 31 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR

Samurai Karya Takashi Matsuoka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Go baru saja selesai memeriksa sekeliling biara ketika dia melihat Hironobu kembali. Dia telah mencari titik kelemahan yang mungkin bisa dimanfaatkannya kelak untuk masuk malam-malam tanpa ketahuan, tetapi tidak ditemukannya. Lord Bandan telah membangun Biara Mushindo seperti benteng kecil. Go tahu bahwa para biarawati yang tinggal di sana dahulunya merupakan dayang-dayang Lady Nowaki, yang berarti mereka terampil menggunakan senjata seperti tombak berbilah panjang, pedang pendek, dan belati. Mereka tentu tahu juga cara mematahkan kaki tangan penyerang dan melemparkannya, dan mungkin lebih buruk lagi. Dia tidak mengenal tiga laki-laki dengan tindak tanduk militer yang mendiami pondok penjaga biara di luar benteng, tetapi mereka jelas samurai, bukan tukang kebun.
"Aku tidak bisa melihat bayinya," kata Hironobu.
"Sudah saya katakan kepada Anda," kata Go. "Lady Nowaki dan bayinya dikirim ke sini untuk disembunyikan, bukan dipamerkan."
"Aku masih berpikir bayinya buruk rupa," koto Hironobu. "Apa yang kaulakukan?"
"Berjalan-jalan. Memangnya apa yang saya lakukan?"
"Aku tidak tahu. Lebih dari sekadar berjalan-jalan."
Go tersenyum. Hironobu menangkap hal-hal yang tidak disadari kebanyakan anak laki-laki seusianya. Itu menjanjikan. Barangkali, suatu hari dia akan tumbuh sesuai dengan reputasi yang diciptakan oleh dua peristiwa aneh terbangnya sekawanan burung dan serangkaian kemenangan tak terduga di medan perang.
"Go?" "Ya, Tuanku." "Apa perbedaan antara hantu dan iblis?"
"Mengapa Anda bertanya?"
"Karena mungkin akan membantu kalau kita tahu yang mana di antara keduanya merupakan bapak bayi itu?"
Go berhenti dan menatap Hironobu. "Siapa bilang bapaknya salah satu di antara mereka?"
"Semua orang," kata Hironobu, "tetapi, mereka tidak bisa memastikan yang mana. Apa perbedaannya" Bukankah keduanya makhluk supranatural?"
"Iblis itu makhluk yang berasal dari dunia lain," kata Go. "Hantu adalah ruh makhluk yang pernah hidup di bumi ini."
BUKU KEDUA 32 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Siapa yang lebih besar kemungkinannya bisa memasuki dan menggunakan tubuh laki-laki?"
"Apa?" "Kupikir hantu," kata Hironobu. "Makhluk dari dunia lain pasti akan langsung membunuh saja seorang pria dan melakukan apa pun yang dikehendakinya dengan wanitanya. Sementara hantu, hantu tidak punya tubuh. Jadi, dia harus menggunakan yang sudah ada di sini. Itu masuk akal, kan?" Dia menunggu Go menjawab, tetapi pengawalnya hanya menatapnya sambil membisu.
Dia tampak ketakutan, tetapi itu mustahil. Go tidak takut pada apa pun.
Pandangan penuh duka Lady Nowaki sangat menyentuh lubuk hati Lady Kiyomi. Kehilangan anak-anak dalam kematian mengerikan, seperti yang dialaminya, merupakan tragedi, tetapi itu tidak sebanding dengan penderitaan memiliki anak yang hidup dengan kelainan. Sumber cinta tak terbayangkan yang mulai mengalir dalam diri setiap ibu ketika sang bayi tumbuh dalam rahim merupakan berkat dari para dewa. Karenanya, setiap kesulitan, setiap beban, setiap rasa sakit selama masa kehamilan dapat dihadapi tanpa keluhan, dan ketika anaknya terlahir, dia menemukan tempat di dada ibunya yang penuh kehangatan dan cinta tak terputus. Namun, ke mana cinta itu pergi, kepada siapa ia memberikan manfaatnya yang kecil sekalipun, ketika anak yang dilahirkan itu seperti anak Lady Nowaki" Betapa tak terperinya kesedihan seseorang yang mengalami kekecewaan setelah menunggu dengan harapan dan kebahaan selama berbulan-bulan. Dan kini, tentu saja, bapak anak itu tak akan pernah muncul sehingga Lady Nowaki akan semakin kesepian. Dia terpaksa menderita sendiri. Air mata Lady Nowaki yang mulai menggenang, yang dengan keras ditahannya agar tidak menetes, menimbulkan keharuan tersendiri pada Lady Kiyomi. Dia mengangkat lengan kimononya untuk mengusapnya.
Lady Kiyomi berkata, "Aduh, debu gampang sekali masuk ke mata. Mungkin karena biara ini di atas gunung, dan kurang perlindungan dari pepohonan lebat."
"Betul," sahut Lady Nowaki, menggunakan lengan kimononya seperti Lady Kiyomi. Dia sangat berterima kasih diberi alasan untuk melakukannya, meskipun tentu saja, dia tidak bisa menyatakannya: "Dan, sayangnya, angin sering menerbangkan debu pegunungan."
Selagi Lady Kiyomi dan ibu muda yang malang itu menangis bersama sambil berpura-pura sebaliknya, pikiran Lady Kiyomi tertuju kepada bayinya. Dia berdoa kepada para dewa dan Buddha agar mereka segera mengambil anak perempuan itu ke dunia inereka dan memberinya kedamaian, kedamaian yang pasti tak akan pemah ditemukannya di bumi ini.
BUKU KEDUA 33 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR 1308, Biara Mushindo Hingga perubahan besar terjadi dalam hidupnya, hanya Suku, Biarawati Kepala, yang masih menyebutnya Shizuka. Di belakang Biarawati Kepala, semua orang memanggilnya Mata Liar, karena karakreristiknya yang paling menonjol, perubahan cepat dalam arah, kesadaran, dan ekspresi yang membuat matanya terus-menerus bergerak"kecuali ketika menatap
pemandangan yang hanya dapat dilihat olehnya tanpa berkedip. Kecenderungannya untuk menjerit tidak sekuat pada masa bayinya, meskipun terkadang, pekikannya yang penuh penderitaan akan bergema ke seluruh biara, tanpa akhir selama berhari-hari. Kehadirannya begitu mengganggu sehingga pengasingan diri di Biara Mushindo hanya dilakukan oleh biarawati-biarawati yang sungguh-sungguh dan penuh pengabdian. Mereka tidak mudah tergoyahkan dalam mencari Jalan Buddha meskipun dukungan Lady Kiyomi dan Lord Bandan berlimpah, membuat kondisi di sana tidak sekeras kebanyakan tempat keagamaan lainnya. Salah satu biarawati, yang mengamati bahwa mata orang yang sedang bermimpi bergerak-gerak seperti itu di balik kelopak yang tertutup, menyatakan pendapat bahwa gadis itu tidak pernah sepenuhnya terjaga atau sepenuhnya tidur. Pada akhirnya, para biarawati lain menyetujui pendapat ini karena dapat menjelaskan mengapa dia seperti melihat hal-hal yang tidak ada di sana ketika matanya terbuka serta tak pernah menunjukkan tanda-tanda ketenangan dan kedamaian ketika mata itu tertutup. Dalam tidurnya, Shizuka sering tersentak, dan berbalik, dan menangis, dan mengucapkan kata-kata yang tak berarti. Bahkan, tampak mustahil bahwa dia lebih damai ketika terjaga, karena ada serangan panjang ketika dia hanya akan berdiri atau duduk atau berbaring diam, matanya menatap, seakan-akan membeku di tempatnya karena apa yang dilihatnya.
Ketika perubahan itu terjadi, datangnya sama sekali tanpa peringatan.
Dua biarawati yang bertanggung jawab untuk membersihkan dan memberi makan Shizuka pada hari itu telah memutuskan untuk menunda pekerjaan mereka. Lolongan bagai serigala, diselingi isakan, menunjukkan kepada mereka bahwa tak ada gunanya tugas itu dikerjakan sekarang. Mereka sedang berdebat apakah sebaiknya meminta izin Biarawati Kepala atau bertindak menurut inisiatif mereka sendiri ketika tangisan itu mendadak berhenti. Mereka biasa mendengar jeritan gila dan memilukan lambat laun menjadi bunyi tersedak dan tercekat, yang kemudian sunyi, seakan-akan terhentikan oleh pencekikan. Tak pernah sebelumnya mereka mendengar lolongannya berhenti begitu tiba-tiba.
"Sesuatu telah terjadi," biarawati pertama berkata.
BUKU KEDUA 34 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Dia mati," kata yang kedua.
Yang pertama mengangguk. Sejujurnya, bahwa dia bisa bertahan hidup selama ini sepenuhnya merupakan sesuatu yang tak terduga-tidak pantas untuk menyatakannya sebagai keajaiban dalam kondisi ini. Begitu menyeluruh, mendalam, tak pernah surut, kegilaan yang menguasainya, sehingga m
embatasi kemampuannya melakukan tugas-tugas dasar, sekalipun dengan bantuan penuh kasih dari para pengikut Jalan Buddha. Apa yang dianggap sebagai tingkat terendah yang bisa diterima dalam nutrisi, istirahat, dan kebersihan sering tidak bisa dipenuhi.
Agaknya waktu gadis itu tiba juga pada akhirnya.
Mereka berlomba menuju selnya, mengira akan menemukan tubuhnya tergeletak di lantai.
Pada pandangan pertama, mereka melihat apa yang mereka harapkan. Dia duduk lemas di lantai di pojok sel, tanpa bergerak. Dengan menahan napas terhadap bau-bauan, keduanya membuka kunci pintu dan masuk.
"Kita harus memanggil Biarawati Kepala."
"Sebaiknya memastikan kondisinya dulu."
"Baiklah. Setelah itu, kita urus mayatnya."
Keduanya merangkapkan tangan membeniiik gassho, gerakan Buddhis untuk penghormatan dan penerimaan, kemudian mereka masuk lebih jnuli ke dalam sel.
"Tunggu," kata biarawati pertama.
Dia tidak perlu berbicara. Biarawati kedua telah berhenti. Mereka berdua mengamati hal yang sama Mata gadis itu tidak bergerak-gerak gila sebagaimana biasanya, tetapi tidak juga menunjukkan kekosongan mata orang mati. Matanya bersinar-sinar cemerlang. Dan, tampaknya menatap langsung kepada kedua biarawati itu.
"Menakutkan sekali."
"Sesaat aku berpikir?"
"Ya, aku juga berpikir begitu. Tetapi tidak mungkin. Orang mati tidak bisa memandang. Lihat.
Ada darah di lantai di sekelilingnya."
"Dia mengalami pendarahan fatal."
"Pikiran dan tubuhnya tidak tahan lagi."
"Ayo, kita urus."
Keduanya melangkah maju meskipun terasa lebih berat dari sebelumnya. Kemudian, peristiwa lain yang tak terduga terjadi.
BUKU KEDUA 35 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Shizuka tersenyum. Biarawati pertama pasti akan jatuh kalau saja yang kedua, yang tepat berdiri di belakangnya, tidak menangkapnya.
"Panggil Biarawati Kepala," kata biarawati pertama.
Sebelum perubahan terjadi, suara-suara jeritan di telinga Shizuka begitu keras dan begitu banyak, sampai-sampai dia tidak tahu dirinya menjerit-jerit pula. Kemudian, volume suara-suara mengerikan itu berkurang secara drastis, tetapi menjadi semakin mengganggu dalam kualitas. Dia tidak pernah mendengar bunyi seperti itu sebelumnya. Beberapa saat berselang sebelum dia menyadari bunyi apa itu sebenarnya.
Suaranya sendiri. Sebelumnya, dia tidak pernah mendengarnya tanpa disertai bunyi-bunyi tak selaras dari suara-suara lain yang mengisi dunia pendengarannya. Ketunggalannya begitu mengejutkannya sehingga dia berhenti menjerit. Pada saat itulah, dia mengalami sesuatu yang bahkan lebih asing.
Kesunyian. Tak ada suara-suara menjerit, tertawa, menanngis, memohon, memaki, berbicara. Tak ada lagi suara-suara mesin-mesin cepat yang terkadang meraung melintasi selnya, atau kawanan binatang raksasa, atau kerumunan massa berseragam atau berbaju compang-camping, dalam deretan dan barisan, atau dalam kerumunan kacau.
Secara serentak, tidak hanya pendengarannya tetapi setiap indranya memperoleh ketunggalan yang belum pernah dimilikinya. Secara serentak, momen-momen mulai berurutan, terpisah, tanpa sedikit pun tanda-tanda kesekaligusan, berlalu dengan cara teratur, satu demi satu, dari masa lalu ke masa depan, dan tak pernah sebaliknya. Jutaan orang selalu bersamanya: tembus pandang atau substansial dalam penampilan; bahagia, sedih, tak peduli; sadar atau pelupa; muda, tua, kerangka, belum dilahirkan; mat i atau hidup. Teman-teman yang setia itu sekarang menghilang.
Dia sendirian. Pada mulanya, kejelasan itu, yang begitu tibatiba, begitu asing, hanya menambah kebingung-annya.
Bau memuakkan menguar di udara, apa yang kemudian dia sadari bersumber dari
keringatnya, kotorannya, air seninya, dan muntahannya sendiri yang belum dibersihkan. Dia menyadarinya, bukan disebabkan oleh kebusukannya, melainkan oleh keunikannya;
BUKU KEDUA 36 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR sebelumnya, segala jenis bau-bauan dari pelbagai sumber selalu bercampur aduk, dan dia tidak dapat membedakan satu bau dengan yang lain. Ini dampak yang tak jauh berbeda dengan ketiadaan indra penciuman sama sekali.
Setelah telinga dan hidungnya, kini giliran matanya. Seharusnya, matanya mendapatkan giliran pertama, kalau saja mereka sedang terbuka saat itu, tetapi matanya tertutup, sebagaimana biasanya. Tak ada alasan khusus untuk membuka matanya jika apa yang dilihatnya sama saja dengan ketika matanya tertutup. Sekarang, dia merasa takjub dengan pemandangan empat dinding, satu atap, dan satu lantai dengan semua kepadatan mereka, tak tertembus dan tidak bertumpukan dengan benda-benda lain, baik yang alami maupun sebaliknya, sebagaimana yang biasa dilihatnya.
Betapapun aneh dan menakutkannya pengalaman-pengalaman ini, belum seberapa
dibandingkan dengan yang sekarang menarik seluruh perhatiannya.
Sesuatu yang besar sedang mencengkeramnya.
Dia mencoba menjauh darinya, tetapi ketika dia bergerak, sesuatu itu bergerak pula. Ketika dia menyadari sesuatu itu ada di dalam pakaiannya bersamanya, dia nyaris menjerit lagi, yang hanya akan mengembalikannya pada satu-satunya cara menempati dunia selama hidupnya. Namun, dia tidak menjerit, karena ketika dia membuka mulutnya, dia merasakan sesuatu itu ada pada wajahnya pula, dan dengan meletakkan tangannya pada wajahnya, dia mengerti apa yang menempel padanya.
Kulitnya sendiri. Tanganriya menyentuhnya, dengan ragu pada awalnya, kemudian dengan kegairahan
meningkat Sesuatu yang disentuh tangannya dan tangan yang melakukan sentuhan itu adalah sama. Kulitnya menggambarkan totalitas permukaan luar dari tubuhnya, membentuk sesuatu yang tidak diketahuiny;t ada sebelum ini.
Batasan dirinya. Pemisahan dirinya dari segala sesuatu yang lain.
Kebenaran yang melegakan.
Dia dan alam semesta tidak satu.
Sekarang, sesuatu yang lain bergerak, kali ini di dalam tubuhnya, memaksa tulang iganya mengembang secara menakutkan. Tepat ketika dia mulai khawatir akan terluka karenanya, sesuatu itu keluar dari dalam dirinya, dan dadanya menjadi tenang lagi. Dia memandang sekeliling selnya, tetapi tidak melihat apa pun. Apakah kutukan pertanda berganda telah diangkat dari dirinya hanya untuk digantikan dengan kutukan kebutaan sebagian" Kemudian BUKU KEDUA
37 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR entah bagaimana, tanpa disadarinya, sesuatu itu kembali ke dalam dirinya dan mulai memaksa ianya mengembang lagi.
"Ahhh?" katanya, dan mendapati bahwa udara keluar dari dirinya ketika paru-parunya berkontraksi.
Dia bernapas. Tentu saja, dia bernapas selama ini. Dalam kekacauan liar akibat segala kemungkinan terjadi serentak, dia tidak pernah menyadarinya. Untuk beberapa saat, dia memejamkan mata dan hanya mengikuti udara masuk dan keluar dari tubuhnya. Napasnya melambat, gerakan dadanya berkurang dan gerakan perutnya bertambah, dan dia menjadi lebih tenang. Udara, keluar dan masuk, memberinya hubungan intim dengan segala hal lainnya.
Jadi, kulitnya bukan batasan absolut. Dia terpisah, tetapi tidak sepenuhnya terpisah.
Bunyi papan berderit membuatnya membuka mata. Dia ketakutan melihat satu bagian dinding bergerak ke dalam pelan-pelan. Dia membeku. Apakah dia secara tak sengaja menemukan kejelasan hanya untuk kehilangan lagi dengan begitu cepat" Apakah dia telah tergelincir kembali ke dalam kegandaan, keserempakan, dan kekacauan"
Dua makhluk muncul dari bukaan di dinding. Sosok mereka cukup padat sehingga dia tidak bisa melihat menembus mereka. Ini terjadi sekali-sekali meskipun tidak sering. Biasanya, makhluk yang dilihatnya memiliki sosok yang lebih kabur. Jenis seperti mereka lebih jarang. Ini tidak menghibur. Padat atau tak berbentuk, mereka akan muncul dalam jumlah tak terhingga lagi, dan menutupi kejelasan yang baru diperolehnya.
"Tunggu," kata makhluk yang pertama. Keduanya berhenti dan menatapnya.
"Menakutkan sekali," kata yang kedua.
Shizuka mendengarkan mereka berbicara, tidak berani bergerak. Dia menunggu lebih banyak suarao muncul tak lama lagi dari berbagai jurusan, hingga dalam upayanya yang spontan untuk melawan mereka, dia sendiri akan mulai menjerit lagi. Namun, dia hanya mendengar suara kedua makhluk di depannya. Ketika mereka bergerak pelan-pelan ke arahnya, Shizuka melihat kegelapan kembaran mereka di lantai sel yang bergerak bersama mereka. Mereka mempunyai bayangan. Seperti dirinya. Mereka bukan halusinasi, melainkan orang yang nyata, hadir di dalam sel ini. Dia tidak kehilangan kejernihannya. Bahkan, semakin kuat serkarang.
Shizuka tersenyum. BUKU KEDUA 38 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Kedua makhluk itu terhuyung mundur. Orang yang di depan hampir menabrak jatuh yang di belakangnya ketika terburu-buru mundur.
"Panggil Biarawati Kepala," kata yang pertama
Shizuka heran mengapa mereka begitu ketakutan
Apakah mereka melihat pemandangan mengerikan yang tidak lagi dilihatnya"
Kejelasan baru Shizuka tidak berlangsung lama. Dalam tiga hari, dia mulai mendengar suara-suara tanpa wujud lagi, melihat apa yang tidak ada di sana, mengalami aliran peristiwa yang berlawanan arah dengan berlalunya waktu nyata, mengamati banyak benda dan makhluk yang berusaha menempati ruang yang sama dan saling menembus. Pada akhir minggu itu, dia tersesat kembali dalam kekacauan.
Dengan siklus bulan berikutnya, kejelasannya muncul kembali. Apakah periode baru ketenangan ini sama acaknya dengan kegilaannya" Tidak karena ada sesuatu yang berbeda. Pada kali kedua, seperti yang pertama, buah dadanya melunak dan membengkak, aliran darah kehidupan keluar dari tubuhnya. Dia tahu bahwa hal ini menandakan datangnya sebuah musim di tubuhnya. Darah itulah yang membekukan pertanda untuk sementara. Pasti begitu karena tak ada hal lain yang dapat menjelaskan Kejadian ini dengan begitu sempurna.
Dalam kedamaian kali ini, yang dia tahu pasti akan berakhir seperti yang pertama, dengan saksama dia mengkaji setiap tindakannya. Apa yang dilakukannya sehingga memicu pemikiran dan bayangan yang menyerupai kekacauan itu" Yang meningkatkan ketenangan, dan membekukan gangguan"
Untuk pertanyaan pertama, jawabannya adalah emosi, terutama perasaan marah, takut, dan hasrat.
Jawaban untuk pertanyaan kedua, yang paling bisa diandalkan adalah sebuah tindakan sederhana. Bernapas, dengan kesadaran, tetapi tanpa kendali yang dipaksakan. .
Pasti masih banyak tindakan lain untuk setiap kategori itu. Untuk waktu singkat yang dimilikinya dalam siklus kedua, hanya itu yang ditemukannyn Ketika kekacauan kembali, dia mengatur napasnya dan kali ini, dia mengalami saat-saat kejelasan cli tengah kegilaan sekalipun.
Saat-saat yang singkat saja tetapi benar-benar dirasakannya dan tak pernah terjadi sebelumnya.
Shizuka belajar. Sampai sekarang, kekacauan mengendalikannya. Jika sebaliknya, dia yang mengendalikan kekacauan, dia akan bebas.
BUKU KEDUA 39 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR Bulan melakukan putarannya lagi, dan darah dalam tubuhnya mengalami pasang kembali. Dia mempraktikkan apa yang dipelajarinya. Dengan setiap keberhasilannya, dia menjadi lebih baik ketimbang sebelumnya. Ketika pendarahan berhenti, dan pertanda dimulai, dia terus mengatur napasnya, dia tidak marah atau takut, dia tidak berhasrat, dan pertanda itu tidak menguasainya lagi seperti dahulu: Dia tidak mampu menekan mereka sepenuhnya,
Namun, dia mampu menahan mereka di latar belakang untuk waktu yang lebih lama.
Dia mulai berpikir bahwa dia bisa segera terlepas sepenuhnya.
Sampai, di tengah siklus kedelapannya, salah satu pertandanya, yang sekabur dan setipis asap, melihatnya dan berbicara kepadanya.
1867, Reruntuhan Kuil Mushindo
Kimi menunjukkan jalan ke pondok meditasi yang baru dibangun dan dengan bangga membukakan pintunya untuk Lady Hanako dan Lady Emily.
"Persis seperti sebelum ledakan, bukan?" katanya.
"Aku tidak pernah masuk ke pondok ini dulu," kata Hanako. "Yang pertama dan terakhir kalinya aku melihat Mushindo hanyalah pada saat pertempuran itu."
"Oh," kata Kimi. Sayang sekali. Sejak penyelamatan dirinya di Yokohama, dia telah mengabdikan dirinya untuk pembangunan kembali tempat ini, bersama Goro dan para wanita yang menetap dengannya. Tentu saja, melakukan pekerjaan Buddha pada hakikatnya merupakan berkah sendiri. Namun, akan menyenangkan jika seseorang mengakui usaha mereka.
Kedua wanita itu bercakap-cakap sebentar dengan bahasa asing. Kemudian, Hanako menoleh kepada Kimi dan berkata, "Apakah kau mengikuti sebuah cetak biru dalam membangun ulang?"
"Tidak, Nyonya," kata Kimi. "Kami mengikui ingatan Goro. Ingatannya sangat menakjubkan.
Hanako mengucapkan beberapa kata asing kepada Emily, yang mengangguk dan tampak kecewa.
"Terima kasih, Kimi," kata Hanako. "Jika kau yakin ini pantas, kami akan menginap di sini."
"Oh, tentu saja, Lady Hanako. Pondok ini tidak digunakan untuk meditasi lagi. Kami membangunnya karena, yah, karena pondok ini dahulu pernah ada. Aku hanya menyesal BUKU KEDUA
40 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR begitu sedikitnya bagian kuil yang bisa dibangun lagi. Kamar lama para rahib akan lebih luas dan lebih nyaman untuk Anda."
"Kami akan sangat nyaman di sini, Kimi. Terima kasih banyak."
"Terima kasih kembali, Lady Hanako, Lady Emily."
Setelah Kimi pergi, Emily berkata, "Akan lebuh mudah untuk memastikan benar atau tidaknya apa yang tertulis dalam perkamen seandainya kita tahu di mana bangunan lama dahulu berdiri. Misalnya sel yang dibicarakannya. Dia menyatakan telah meninggalkan tanda bahwa dia pernah berada di sini."
"Cetak biru sekalipun tidak akan membantu," kata Hanako. "Bangunan tempat sel itu berada mungkin telah hancur berabad-abad lalu."
"Kalau begitu, dengan cetak biru, kita bisa menemukan bekas tempatnya, dan memastikan tak ada tanda seperti yang disebutkannya. Jadi, kita tahu perkamen itu tidak bisa dipercaya." Emily berhenti dan menambahkan, "Lagi pula, aku tidak memperyainya."
Emily membuka tas tangannya dan mengeluarkan salah satu perkamen. Dia dan Hanako duduk bersimpuh di lantai dan mempelajarinya bersama.
Setelah bertahun-tahun, Emily sudah bisa duduk sesuai tradisi Jepang itu dengan cukup nyaman. Dia masih tidak bisa melakukannya berjam-jam. Namun, beberapa menit setiap kalinya, masih bisa ditahannya.
"Barangkali, kita salah membaca paragraf ini," kata Emily.
"Tak ada kesalahan," kata Hanako. Dia membaca dari perkamen. "Kita akan bertemu di Biara Musindo, ketika kau memasuki selku. Kau akan berbicara dan aku tidah. Ketika kau mencariku, kau tidak menemukan aku. Bagaimana ini mungkin" Kau tidak akan tahu sampai anak itu terlahir, saat itulah kau akan tahu tanpa keraguan."
"Jadi, ini hanya ramalan," kata Emily, "yang mungkin saja salah."
"Bagi kita, kelihatannya begitu tetapi penulisnya mencatat hal itu seperti telah terjadi.
Sebagai sejarah." Emily menggelengkan kepala tak percaya. "Bagaimana bisa seseorang yang kita tahu sudah mati enam ratus tahun lalu membicarakan sesuatu di masa depan seakan-akan itu kejadian masa lalu" Aku tidak percaya ini ditulis di masa lampau. Aku yakin ini pemalsuan yang khusus ditujukan untuk mempermalukan kita."
Hanako tersenyum. "Kaumulai berpikir seperti kami, Emily."
BUKU KEDUA 41 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR "Yah, kukira itu tak mungkin dihindari sampai batas tertentu," kata Emily. "Sekarang ini keadaan sedang kacau, dan Lord Genji mempunyai banyak musuh. Kukira sebagian dari mereka sama sekali tidak punya akal sehat, dan akan melakukan apa pun untuk melemahkannya."
"Aku ingin sekali sepakat denganmu, tetapi aku tidak bisa," kata Hanako. "Plot yang kaugambarkan tidak akan dilakukan dengan cara ini. Pertama, perkamen itu dibawa kepadamu, orang yang dikenal setia sepenuhnya kepada Lord Genji. Kedua, karena perkamen itu ditulis dalam bahasa Jepang, bisa diduga kau akan berkonsultasi dengan orang lain, dan aku dikenal sebagai teman terdekatmu. Kesetiaanku kepada Lord Genji juga tidak diragukan. Jadi, tak bisa diharapkan isi perkamen ini akan menjadi pengetahuan umum, dan tanpa itu, apa gunanya mereka merencanakan ini?"
"Kau tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa kaupikir perkamen ini asli, kan?"
Hanako berkata, "Kupikir kita seharusnya tidak datang ke Mushindo."
"Kita harus ke sini," kata Emily, kekerasan hati membayang di mulutnya, "untuk membuktikan ketidakbenaran apa yang ditulis di sini. Tentunya kau tidak takut, kan?"
Hanako berkata lagi, "Kita seharusnya tidak ke sini."
Suara Taro terdengar dari luar pintu. "Lady Hanako, aku telah menempatkan orang-orangku di dalam dan di sekitar biara seperti yang Anda perintahkan. Aku sendiri akan berjaga-jaga di halaman dalam malam ini."
Emily berkata, "Silakan masuk, Taro."
Pintu digeser membuka. Taro tetap di luar ketika membungkuk. "Aku harus mengawasi orang-orangku, Lady Emily. Jika ada apa-apa, berteriaklah, dan seseorang akan segera datang."
"Terima kasih, Taro,"
Hanako berkata, "Terakhir kalinya kita di sini, kita semua bermandikan darah kuda."
"Rasanya sudah lama sekali," kata Taro. "Banyak yang sudah berubah sejak saat itu."
"Dan akan terjadi lebih banyak perubahan lagi," kata Hanako. "Kita semua harus berpendirian teguh."
Taro membungkuk dan berkata, "Benar."
Setelah dia menutup pintu, Hanako mendengarkan langkah kakinya menjauh.
"Ada apa?" tanya Emily.
"Tidak apa-apa," sahut Hanako. Tak ada gunanya membuat Emily khawatir dengan kecemasannya, yang mungkin tidak berdasar. Sepanjang perjalanan, sikap Taro tidak seperti BUKU KEDUA
42 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR biasanya. Sebetulnya, tak ada hal-hal khusus yang meresahkan Hanako. Hanya ada perbedaan samar dalam pandangan matanya, sikap tubuhnya, nada suaranya. Kemungkinan besar, Taro merasa cemas dengan keadaan bangsa yang tidak menentu, sebagaimana mereka semua. Akan tetapi, penjelasan yang lebih meresahkan juga merupakan suatu kemungkinan. Dia telah mengamati bahwa semua samurai yang dibawa Taro bersamanya adalah anak buahnya sendiri. Tak satu pun samurai suaminya, Hide, ada di antara mereka. Biasanya, hal-hal seperti itu bahkan tak akan diperhatikannya. Hanya perubahan kecil dan samar pada diri Taro cukup meresahkannya sehingga dia mencari-cari perbedaan lain yang mungkin ada.
Emily membaca petikan itu lagi.
"Kita akan bertemu di Biara Musindo, ketika kau memasuki selku. Kau akan berbicara dan aku tidah.
Ketika kau mencariku, kau tidak menemukan aku. Bagaimana ini mungkin" Kau tidak akan tahu sampai anak itu terlahir, saat itulah kau akan tahu tanpa keraguan."
Hanako merasakan dingin yang menusuk tulang.
"Ini sama sekali tidak masuk akal," kata Emily
"Anak apa" Dan siapa kau yang disebut-sebutnya"
Tak ada sel sama sekali di sekitar sini, dan Mushindo ini sebuah kuil, bukan biara."
Hanako berkata, "Ketika Mushindo dibangun pada 1292, tempat ini merupakan biara, bukan kuil rahib."
"Apa?" Emily dapat merasakan darahnya meiiinggalkan wajahnya.
"Sebelum menjadi puing-puing dalam pertempuran yang dihadapi Lord Genji di sini, tempat ini pernah menjadi reruntuhan dulu, dalam perang sipil antara pendiri klan kami, Lord Hironobu, dan para pengkhianat yang membunuhnya. Pada saat yang sama, mereka
membumihanguskan Biara Mushindo, dengan semua orang masih berada di dalamnya.
Reruntuhan biara tidak pernah disentuh selama berabad-abad. Rahib Tua Zengen, yang wafat tepat sebelum kautiba di Jepang, membangunnya kembali dengan tangannya sendiri. Dialah yang menjadikan Mushindo sebuah kuil."
Emily berusaha menentang apa yang didengariya. "Tetap saja itu tidak menjawab pertanyaan lainnya."
"Tidak," Hanako setuju, "tetapi, tidak sulit menebak jawabannya."
"Aku tidak bisa. Kaubisa?"
Hanako bimbang. Dia enggan mengatakannya, tetapi sekarang dia percaya kata-kata tidak BUKU KEDUA
43 TAKASHI MATSUOKA SAMURAI Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
JEMBATAN MUSIM GUGUR bisa melukai. Sejak pertama kali dia melihat Emily membaca perkamen di Istana Bangau yang Tenang di Edo, perasaannya bahwa takdir pasti terjadi semakin kuat. Dia tahu apa pun yang akan terjadi tidak bisa dihindarkan.
"Kelahiran yang disebutkan dalam perkamen itu," kata Hanako, "pasti kelahiran ahli waris yang akan meneruskan garis keturunan. Sedangkan kau adalah seseorang untuk siapa perkamen itu ditulis. "
Emily menatapnya. "Hanako, kau pasti tidak berpikir itu aku?"
"Kita sudah di sini," kata Hanako, "jadi, kau akan segera tahu."
"Atau kita tak akan pernah tahu," kata Emily dengan penekanan lebih dari yang dikehendakinya. "Shizuka ini mungkin sangat pintar, tetapi tentu saja dia bukan penyihir dengan kekuatan supranatural. Tak ada yang namanya penyihir di dunia ini."
"Kuharap kau tidak menyebut-nyebut namanya," kata Hanako, dan berusaha keras untuk tidak menggigil.
Kedua wanita itu melewatkan malam dalam ketidaknyenyakan tidur. Keduanya sama-sama menantikan seuatu yang menakutkan. Karena bagi Hanako, sesuatu itu tak mungkin dihindarkan, dan bagi Emily mustahil terjadi. Ketika fajar tiba, dan mereka tidak mengalami kunjungan, keduanya merasa lebih riang daripada kemarin. Dan, untuk pertama kalinya selama perjalanan ini, Hanako merasa semangatnya membubung. Bahkan, kecurigaannya terhadap Taro menghilang.
"Aku senang kau benar," kata Hanako. "Kami orang Jepang terlalu percaya takhayul. Kami telah mendengar terlalu banyak kisah lama sehingga mulai mempercayainya dengan mengesampingkan penihian kami yang lebih baik."
"Itu akan berubah," kata Emily "Jepang sudah berada di ambang pintu untuk bergabung dengan masyarakat bangsa-bangsa beradab. Suatu hari nanti, dan hari itu tak akan lama lagi, Jepang akan menjadi modern dan ilmiah sebagaimana Amerika Serikat, Inggris, dan bangsa-bangsa besar lainnya di dunia. Logika, bukannya dongeng, yang akan membimbing kita semua."
Pukulan Naga Sakti 14 Wiro Sableng 182 Delapan Pocong Menari Di Pulau Seram 2

Cari Blog Ini