Aku cuma ragu-ragu sejenak. Kemudian menukik turun.
Sambaran yang jitu. Aku senang sekali. Sisi elangku memandang hidup ini sangat
sederhanakalau makan, ya senang. Dan ada sensasi kepuasan yang
timbul dari melakukan pekerjaan dengan baik. Meskipun pekerjaan itu
hanyalah berburu tikus. Aku baru saja tiba kembali di atas pepohonan, ketika melihat
datangnya bencana. Dan mendengar bunyi yang khas itu.
BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP....
untuk bisa mendengarku. Aku mengumpati diri sendiri. Idiot! Idiot!
Sementara kau berburu, Yeerk mendatangkan helikopter!
Ada tiga helikopter, dalam rentangan sejauh satu setengah kilo.
Dan mereka melaju dengan cepat.
Aku terbang. Tetapi angin yang turun dari gunung berlawanan
arah dengan arah terbangku, aku nyaris tak mendapat kemajuan. Jika
helikopter itu terbang di atas teman-temanku, mereka akan langsung
melihatnya. Mereka akan melihat empat manusia, dua Hork-Bajir
besar, dan satu Andalite. Dan segalanya akan berakhir.
BE PP-BEPP-BEP P-BE PP-BEPP-BEP P-BEPP-BEPPBEPP... Helikopter semakin dekat.
Kugunakan segala tipuan terbang yang kukuasai untuk bisa
terbang lebih cepat. Aku ngebut setiap kali angin mengendur. Aku
meluncur turun ke bawah pucuk-pucuk pohon untuk menghindari
tiupan angin yang lebih keras. Pelan-pelan aku mendapat kemajuan.
Aku tak bisa tahu apakah mereka mendengarku atau tidak.
itulah helikopter yang pertama terbang di atasku, meraung merobek
udara. Rasanya aku terperangkap tornado. Baling-balingnya
menabrakku dan aku terlontar.
BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPPBEPP... Aku menabrak dahan. KRAK! Kurasakan sentakan kesakitan yang luar biasa. Kukepakkan
sayapku, tapi hanya sayap kananku yang berfungsi.
Baru aku sadar. Derak yang tadi kudengar adalah derak
tulangku sendiri yang patah.
Aku jatuh melewati dahan-dahan. PLAK! PLAK! PLAK!
Aku jatuh ke tanah dan terkapar di sana, gemetar tak berdaya.
Tak berdayanya burung yang tak bisa terbang.
Aku panik sekali. Tidak! Tidak! Kawan-kawanku
rnembutuhkan aku. Tidak! Aku tak bisa cuma terkapar di atas daundaun gugur. Tidak! Dan kemudian kulihat datangnya akhir hayatku. Bukan kucing
besar. Bukan pula Taxxon atau Hork-Bajir ataupun Yeerk.
Hanya rakun biasa yang sederhana.
Chapter 20 SI rakun mengawasiku dengan matanya yang dikelilingi
lingkaran hitam. Kukepakkan sayapku yang sehat dan aku menyambar
dengan paruhku. Tetapi si rakun terlalu cerdik dan berpengalaman
sehingga tahu tipuanku. Aku tahu aku tak berdaya.
BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP-BEPP...
Helikopter kedua lewat di atas, sama sekali tak peduli pada
elang yang lumpuh. Si rakun mencengkeram sayapku yang patah dan menyeretku.
Aku terlentang, diseret oleh binatang yang hanya sedikit lebih besar
dari kucing besar. Berkali-kali kukatupkan paruhku, tetapi paruhku
tidak bisa mencapai si rakun. Aku juga tak bisa berputar agar bisa
menggunakan cakarku. Dan si rakun tahu itu.
Kudengar gemericik air yang mengalir di atas bebatuan. Aku
ngeri sekali. Ketakutanku amat besar sampai aku nyaris pingsan.
Soalnya aku tahu betul apa yang akan terjadi kemudian.
Orang bilang rakun mencuci makanannya. Sebetulnya itu tidak
benar. Rakun kadang-kadang memang membawa makanannya ke air,
tapi bukan karena alasan kebersihan.
Rakun pemakan yang hati-hati.. Dengan cakar mereka yang
sensitif, mereka mengeruk daging, mencari-cari sesuatu yang tak
mereka inginkan. Air yang mengalir melewati cakar mereka
menambah kepekaan cakar itu.
Si rakun akan memangsaku. Dan ia sama sekali tak peduli aku
masih hidup.
Kurasakan air sedingin es mengalir menembus bulu-buluku.
Dan kurasakan juga cakar-cakar rakun yang sibuk.
KAU MEMINTA IMBALAN KARENA AKU TELAH
MEMPERALATMU. KAU MENGINGINKAN IMBALANMU
SEKARANG" Ellimist!
berteriak. SUDAH.
TENTU SAJA.
Ia sedang menimbang-nimbang bagian mana enaknya yang digigit
lebih dulu. ANDALITE MEMBERIMU KEKUATAN. GUNAKAN.
Awalnya aku terlalu ketakutan untuk memahami apa yang ia katakan.
Kemudian barulah aku sadar.
ITULAH YANG KAUINGINKAN.
Tetapi si Ellimist tidak berkata apa-apa lagi. Dan masalahku
saat itu adalah si rakun. Giginya yang kecil-kecil dan setajam silet
sudah siap menggigit tubuhku. Maka dengan kontrol diriku yang
terakhir, dengan mengabaikan kesakitan yang membakar di sayapku,
aku berputar sedikit agar bisa mencengkeram salah satu kaki
belakangnya dengan cakarku yang melemah.
Konsentrasi, Tobias, kuperintahkan diriku sendiri. Konsentrasi,
kalau tidak kau dilahap. Kufokuskan pikiranku. Sekuat tenaga aku berkonsentrasi. Dan
betapa heranku, kulihat mata si rakun meredup. Kurasakan
cengkeramannya mengendur.
Dan seperti keajaiban saja, aku merasa mulai "menyerap" si
rakun. Kurasakan ia menjadi bagian dari diriku.
Aku baru pernah morf menjadi dua binatang. Kucing. Dan
elang ekor merah. Aku belum pernah bisa lepas dari morf elang ekor
merah. Aku tidak punya banyak pengalaman bermetamorfosis. Tidak
seperti yang lain. Dan sementara aku berkonsentrasi pada DNA rakun di dalam
tubuhku, kurasakan paruhku mulai melembek... cakarku jadi datar...
dan sayapku... sayapku yang gagah mulai menyusut.
Si rakunmaksudku rakun yang aslimengerut saking
kagetnya. Ia mundur dan melongo melihatku bermetamorfosis
menjadi dirinya. Dari segi ukuran sih perubahannya tidak banyak. Rakun tidak
jauh lebih besar daripada elang. Tetapi segala sesuatu lainnya sangat
berbeda. Penglihatanku jadi buram. Dan tiba-tiba saja aku bisa
membaui sama tajamnya dengan mendengar.
Bulu-bulu burungku melebur menjadi bulu berwarna abu-abu
dan hitam. Aku sedang bermetamorfosis!
Bagi si raktin asli ini sudah keterlaluan. Ia rakun tua yang
cerdik dan berpengalaman. Ia tahu betul bahayanya berada di tempat
burung yang bisa berubah menjadi rakun. Ia segera mengambil
langkah seribu. Aku aman. Untuk sementara. Aman dan berubah menjadi
sesuatu yang belum pernah kualami. Kengerian yang tadi
menguasaiku mulai menipis dan aku hampir bisa menikmati apa yang
terjadi. Aku bermetamorfosis! Aku mendapatkan kembali kekuatan
metamorfosisku. Aku tak perlu cuma bertengger saja saat yang lain
menempuh bahaya. Aku seperti dulu! Tapi bukan sebagai manusia.
Itu yang kauinginkan. Begitu kata si Ellimist. Tetapi ia
pembohong. Ia penipu. Ia telah menjebakku. Aku ingin jadi manusia.
Aku ingin jadi manusia lagi, dengan tangan dan kaki dan mata dan
mulutku. Tak ada waktu untuk menyesal sekarang, kataku pada diri
sencliri. Pergilah ke yang lain. Cepat!
Aku berlari. Luar biasa! Sungguh luar biasa rasanya lari. Berada
di darat dengan benda-benda lain bergerak melewatimu.
Tanah begitu dekat di bawahku. Ngeri juga sih. Sepanjang
waktu aku berpikir, naik, naik! Nyaliku masih merasakan perlunya
ketinggian. Berbahaya terbang begitu dekat dengan tanah.
Dan betapa pun aku berusaha bergegas, tubuh rakun tidak
didesain untuk berlari. Kecepatan geraknya biasa saja. Dan ia malah
bolak-balik berhenti untuk mengendus ini atau itu.
Bukannya aku tak bisa mengontrol tubuh ini. Aku bisa. Bagian
itu sih mudah. Maksudku, naluri rakun, kebutuhan akan makanan
yang mendesak, ketakutan akan predator, semua itu normal bagiku.
Aku cuma tak bisa membawa kaki pendek ini lari lebih cepat.
Teman-temanku masih sejauh hampir satu kilometer! Tak mungkin
keburu menolong mereka. Aku berhenti. Aku terengah-engah. Jantung rakunku berdetak
kencang. Apa yang bisa kulakukan" Apa yang bisa kulakukan" Masa
aku morf jadi binatang tak berguna begini!
Kudongakkan kepala rakunku ke langit. Aku tak bisa melihat
begitu jelas, tapi aku tahu langit ada di atas. sana. Aku bisa melihat
warna biru samar-samar dari antara pepohonan.
Tunggu... mungkinkah" Bisakah aku bermetamorfosis balik ke
tubuhku" Tubuh elang ekor merahku" DNA tidak dipengaruhi luka.
Jika aku bermetamorfosis kembali menjadi elang ekor merah, sayapku
tidak akan patah. Begitu, kan" Yang lain sudah pernah melakukannya. Mereka
bermetamorfosis keluar dari tubuh yang terluka. Dan ketika mereka
kembali bermetamorfosis ke tubuh itu, tubuh itu utuh lagi.
Aku harus mencoba. Bodoh benar! Aku sudah ketinggalan
banyak misi seru hanya karena aku tidak bisa morf. Sekarang aku bisa
morf dan aku sama sekali tak berguna.
Aku berkonsentrasi. Kupejamkan mata rakunku yang lemah dan
kufokuskan pikiranku pada tubuh yang lain. Tubuh dengan bulu-bulu
dan sayap. Dan perlahan aku menjadi diriku lagi.
Chapter 21 AKU terbang. Aku cuma beberapa menit tanpa sayapku, tapi tetap saja aku
merasa aneh. Maksudku, aku tahu yang lain sudah terbiasa bergantiganti tubuh. Tapi aku tidak.
Aku mencari-cari dengan mata elangku. Tidak ada helikopter.
Tapi aku melihat beberapa pucuk pohon yang bergoyang. Binatangbinatang besar bergerak di bawah pohon-pohon itu. Taxxon dan HorkBajir. ?"?"?"?""
Aku terbang terus dan segera melihat bagian belakang pasukan
Yeerk pencari. Pengendali-Manusia, tubuh-tubuh manusia mereka
kelelahan, terhuyung mendaki bukit.
Di depan mereka, serdadu Hork-Bajir. Mereka lebih kuat dan
bergerak lebih gesit daripada manusia. Sersan mereka berkali-kali
menghentikan barisan, agar para Pengendali-Manusia tidak
ketinggalan. Dan di depan mereka semua, Taxxon-Taxxon pelacak
meneruskan mencari jejak.
Aku terbang sekuat tenaga, secepat mungkin. Dan akhirnya, aku
melihat helikopter itu. Mereka berada rendah dekat tanah. Berjajar ke
samping. Dan kecuali aku salah total, mereka sudah melewati tempat
teman-temanku. Ketakutan mencekamku. Aku tahu apa yang akan mereka
lakukan. Kali ini bukan Ellimist yang memberitahuku apa yang akan
terjadi, melainkan naluri predatorku sendiri. Aku tahu kawankawanku sedang diburu. Dan aku tahu bagaimana para Yeerk akan
melakukannya. Ketiga helikopter itu sudah sejauh satu setengah kilometer,
mungkin malah lebih. Maka aku tak lagi mendengar dengungnya.
Tetapi selagi aku mengamati, aku melihat kilatan tombak merah yang
tiba-tiba menyambar ke tanah.
Berkali-kali helikopter menembakkan sinar Dracon menyala ke
pohon-pohon atau bahkan semak kering. Mereka mau membakar
hutan! Dalam beberapa menit saja, dinding asap sudah merambat
menembus pepohonan. Panjangnya sekitar satu setengah kilometer,
dari ujung ke ujung. Dinding asap itu akan memblokir Jake dan
Rachel, dan yang lain. Akan menghentikan mereka dan memaksa
mereka berbalik. Kembali menuju para Taxxon dan serdadu HorkBajir yang sudah menunggu.
Sementara aku mengawasi, ada sesuatu berwarna cokelat yang
bergetar. Burung yang mencoba menghindari api.
Kilatan merah! Burung itu menyala dan terbakar di udara.
Mungkinkah itu salah satu temanku dalam wujud morf-nya"
Tak ada jawaban. Aku tidak heran. Seperti kata Ax, si Ellimist
sedang memainkan permainannya sendiri. Ia tidak peduli itu adil atau
tidak. Aku menukik turun, sampai melewati batas pucuk-pucuk
pohon, untuk menghindari tembakan sinar Dracon. Angin di antara
pepohonan tidak sekencang di atas, tapi aku punya masalah besar
menghindari cabang-cabang.
Dan kemudian, sekilas ada gerakan di bawahku! Rusa biru
pucat dengan ekor kalajengking.
kepada semua temanku, aku berkata,
Animorphs - 13 Tobias Beraksi Kembali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menembaki apa saja yang muncul di atas pepohonan.>
Aku beristirahat di atas batang yang membusuk. Aku lelah
sekali, sehingga waktu mendarat tadi nyaris saja terpeleset dan jatuh
terjerembap. Seekor beruang besar seukuran minibus berjalan lamban
mendekat.
kita.> Kedua Hork-Bajir muncul, ditemani Jake dalam wujud harimau
lorengnya. Cassie dan Marco berlarian dari arah helikopter. Bulu lebat
Cassie gosong. Aku bisa mencium bau sangit rambut yang terbakar.
Kuputuskan untuk tidak usah tersinggung. Aku terlalu lelah
untuk memedulikan apa yang diucapkan Marco.
Cassie terengah. "Tidak mau Yeerk!" kata Jara Hamee ketakutan. "Jara Hamee
dan Ket Halpak merdeka!"
Ia berhenti. Bahkan ia sendiri tidak bisa percaya pada katakatanya.
Jake-datar.
ia tidak bergurau.
Mereka butuh Hork-Bajir yang tanpa harapan. Mereka harus
meyakinkan Hork-Bajir bahwa tak ada jalan keluar.>
Mereka membawa Taxxon dan Hork-Bajir berkeliaran di hutan ini.
Mereka sudah gila.> "Jara Hamee dan Ket Halpak merdeka!" Jara Hamee berkata
lagi. Seakan ia ingin meyakinkan dirinya se?diri.
Ket mati.>
yang kupikirkan.
tempat itu! Jurang itu cocok sekali untuk rencana kita. Tapi kita
memerlukan Marco dalam wujud gorila.>
Mereka cuma melongo terbelalak. Mereka terbelalak dengan mata
serigala, beruang, harimau, dan empat mata Andalite. Mereka sedang
berpikir-pikir jangan-jangan aku ini sudah sinting.
< Kau"> Rachel bertanya.
Saat itu Rachel paham.
keberangan dalam suaranya. Kemarahan besar.
aku akan tetap jadi elang. Aku tetap punya sayap.>
Chapter 22 CEPAT-CEPAT kubeberkan detail rencanaku kepada mereka.
Aku harus kembali ke masalah pokok. Tak ada waktu untuk
mengasihani diri sendiri. Dan jelas aku tak mau mereka merasa iba
padaku. Tak ada waktu untuk menyesal. Tak ada waktu untuk marah
juga. Tak ada yang bisa kulakukan pada si Ellimist. Tak ada yang bisa
kulakukan.
kelihatan. Marco" Kau tahu peranmu, kan" >
"Yeah, aku mengerti," katanya gugup. Ia sementara sedang jadi
manusia. Sebelum morf lagi.
Peran Marco dalam rencana ini adalah salah satu yang tersulit.
Dan jika ia gagal, Rachel dan aku akan mati.
"Yeah. Tidak jadi masalah. Hanya jangan lupa atur agar salah
satu dari kalian berjarak beberapa detik sesudah yang lain. Aku perlu
sedikit waktu."
harimaunya.
"Yeah. Mudah-mudahan saja kulakukan sama baiknya
denganmu," kata Jake. "Cassie, Ax. Ayo mulai. Marco, berhentilah
cemas. Cuma seperti menangkap bola dengan mata tertutup. Enteng
lah buat si Marco Perkasa."
Marco tertawa. "Iya deh, puji terus. Sekarang aku tahu kita pasti
mati. Tapi jangan kuatir. Aku akan di sana."
Aku terbang naik untuk bertengger di bahu Ket Halpak. (Susah
lho cari tempat bertengger di tubuh Hork-Bajir.) Kucengkeramkan
cakarku di kulitnya yang gelap dan keras. Dan kuserap DNA HorkBajirnya. Di sekitarku aku bisa mendengar suara musuh yang semakin
mendekat. Kudengar dengung helikopter. BEPP-BEPP-BEPP-BEPP.
Dan sekarang setelah mereka makin dekat, pendengaran elangku
bahkan bisa mendeteksi bunyi samar TSEEEW! TSEEEW! sinar
Dracon. Kadang-kadang terdengar derak keras, hampir seperti guntur
yang mendadak menggelegar. Itu bunyi pohon yang meledak ketika
sinar Dracon mengubah air dan getah pohon itu menjadi uap dalam
sedetik. Terdengar pula bunyi api yang menderu-deru.
Tapi semua itu kututup dari benakku. Aku harus berkonsentrasi
menyerap DNA si Hork-Bajir. Ket Halpak menjadi agak lemas. Bisa
kurasakan otot-ototnya mengendur.
Akhirnya, aku terbang ke sepetak tempat kosong. Yang lain
semua mengawasiku, bahkan sementara mereka bermetamorfosis
sendiri. Kurasa mereka masih curiga jangan-jangan aku ini sinting.
Mereka tidak yakin aku bisa morf.
Kupejamkan mataku dan kubayangkan sosok Hork-Bajir dalam
kepalaku. Dan kemudian, dengan cepat, aku merasakan perubahan itu.
Aku mencuat dari dedaunan yang membusuk di dasar hutan.
Aku melesat begitu cepat sehingga tak bisa lain aku berteriak.
Rachel getir. Kuabaikan nada suaranya yang marah. Aku tak boleh meladeni
kemarahannya, karena itu akan membuatku marah juga. Predator tak
boleh marah, hanya boleh lapar. Marah hanya jadi penghalang saja.
Makin lama aku makin besar. Dan sementara aku membesar,
sayapku juga membesar. Aneh juga morf ini. Tidak pernah logis
sepenuhnya. Juga tak pernah persis sama dua kali.
Dan selalu, selalu mengerikan. Sementara aku sendiri
bermetamorfosis, aku melihat yang lain juga mengalami perubahan.
Benar-benar pemandangan dari mimpi paling buruk orang gila.
Tubuh-tubuh meleleh. Tambahan anggota badan yang aneh-aneh tibatiba bermunculan, di sana-sini. Gigi-gigi sudah muncul sebelum ada
mulut untuk menampungnya. Bulu-bulu tumbuh begitu saja, langsung
menyelimuti tubuh. Tubuh-tubuh besar manusia terhuyung di atas
kaki-kaki kecil seperti kaki anjing.
Jika kau kebetulan lewat dan melihat pemandangan empat anak
dan seekor burung bersamaan melebur dan berubah dan menggeliat,
sementara dua alien raksasa menonton, pasti kau mengira kau sudah
gila. Kau akan konsultasi pada psikiater. Sesudah kau berhenti
menjerit-jerit, tentunya.
Aku bisa merasakan perubahan yang terjadi dalam tubuhku.
Bukannya sakit sih. Tidak sakit. Tapi aku masih bisa merasakan ada
yang sedang terjadi. Dan bisa kudengar juga.
Organ-organ dalam tubuhku mengalami reformasi total. HorkBajir paling tidak punya dua jantung, mungkin lebih malah. Jadi,
jantung-jantung baru terbentuk dalam tubuhku. Dan dari jantung itu
menjulur arteri dan pembuluh darah, menyebar ke sekujur tubuhku.
Aku harus mengalami perubahan sistem pencernaan yang biasa
mengolah potongan-potongan besar tikus menjadi sistem pencernaan
untuk kulit pohon. Bisa kudengar bunyi bergelegak ketika organ-organ digusur,
ditarik, dan didorong, agar ada tempat untuk organ yang baru sama
sekali. Aku bisa mendengar bunyi kertakan ketika tulang-tulang
burungku yang kosong digantikan tulang-tulang padat, besar, dan
tebal. Dan pada tampak luar, kulihat sayapku tumbuh sampai bukan
main besarnya. Kemudian, dengan kecepatan luar biasa, bulu-bulunya
meleleh menjadi kulit yang kasar dan keras. Terdengar derak ketika
sendi-sendi sayapku berubah arah sesuai dengan bengkokan lengan
Hork-Bajir. Kemudian, bermunculan mata pisaunya.
SHWOOP! Mata pisau di pergelangan tangan.
SHWOOP! Mata pisau di siku.
SHWOOP! Mata pisau melengkung ke depan di atas kepala
ularku.
Ia cuma bergurau. Tapi memang benar juga sih. Tak banyak
perbedaannya antara cakar elangku dengan kaki Hork-Bajir. Cuma
saja kaki Hork-Bajir seratus kali lebih besar.
Ini membuatku merasa enak. Aku suka melihat bentuk cakar
besar tajam itu. Aku senang membayangkan apa yang akan dilakukan
cakar itu pada Taxxon. Cassie dan Ax melesat pergi. Jarak yang harus mereka tempuh
jauh. Untungnya serigala bisa berlari tanpa lelah sepanjang hari. Dan
tak ada keraguan lagi, betapa cepatnya Andalite bisa bergerak. Jara
Hamee dan Ket Halpak ikut bersama mereka.
Marco sudah berwujud gorila besar, dan siap berangkat juga.
pepohonan. Jake bertengger di dahan persis di atasku. Alap-alap macan,
makhluk paling pesat di angkasa. Dikembangkannya sayapnya dan ia
meluncur pergi, meninggalkan aku dan Rachel berdua saja.
Rachel sudah bermetamorfosis menjadi kembaranku. Kami
sepasang Hork-Bajir yang gagah.
Ia memandangku dengan mata aliennya.
katanya. Aku tertawa suram.
Chapter 23 JAUH tinggi di atas puncak pepohonan, Jake terbang dengan
gerakan gesit alap-alap macannya, menyerukan arah untuk memandu
Rachel dan aku. Aneh benar. Seakan Jake mengambil alih peranku. Seakan ia
sedang pura-pura jadi aku. Biasanya kan aku yang ada di atas sana,
mengendarai angin.
jejak kalian, kan">
pohon-pohon dan semak-semak. Kau tak bisa melihat kaki langit, kau
tak bisa melihat matahari.>
Hutan adalah tempat sulit bagi Hork-Bajir kalau ia harus diamdiam. Maksudku, kami bisa saja membuka jalan menebas semak
berduri, tapi itu kan terlalu menarik perhatian.
Jadi kami berusaha bergegas, tanpa membuat banyak suara.
Padahal tubuh Hork-Bajir ini tidak didesain untuk diam-diam.
lihat bahwa Cassie dan Ax dan kedua Hork-Bajir kita sudah berada di
posisi masing-masing. Dan aku melihat Marco. Ya ampun, dengan
mata alap-alapku ini, aku bahkan bisa melihat kutu Marco.>
garis lingkaran. Satu-satunya jalan terbuka adalah yang menuju
jurang. Jadi kita akan mendapatkan satu-satunya kesempatan kita.>
Animorphs - 13 Tobias Beraksi Kembali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semak berduri.>
Kami menerobos semak dan memanjat ke atas sesuatu yang
ternyata memang tumpukan bebatuan yang sudah aus terempas air. Di
puncak kami berhenti. Sekitar setengah meter di depan kami ada dua Taxxon. Dua
Taxxon keji menjijikkan. Sekutu Yeerk, bukan cuma budak mereka.
Spesies yang memakan bangsa mereka sendiri kalau diberi setengah
kesempatan saja. Aku tak tahu apakah elang di dalam diriku yang marah melihat
dua ulat raksasa yang seenaknya merambah hutan yang normal ini,
atau sisi manusiaku yang tak suka monster ulat ini, atau naluri
terdalam Hork-Bajir. Yang jelas mendadak saja aku dipenuhi
kebencian dan kemarahan. Kemarahan itu menamparku seperti tongkat bisbol menghantam
sisi kepalaku. Kemarahan yang tiba-tiba dan ganas. Rencana kami
sebetulnya kabur dari si Taxxon. Tapi mendadak saja aku tak mau lari.
Aku ingin melihat apa yang bisa dilakukan mata pisau HorkBajir-ku. Aku ingin melukai kedua Taxxon itu.
Mereka tak boleh ada di sini. Ini bukan tempat mereka. Ini milikku!>
menebasnya. Begitu marahnya aku. Lenganku sudah terangkat, seakan
siap memukul. Tetapi Rachel tidak mundur.
membuatmu marah di luar jangkauanmu. Kau tak bisa membalas si
Ellimist yang telah mengkhianatimu.>
Kata-katanya bisa menembus kemarahan mengerikan yang telah
menelanku. Tidak, aku tak bisa membalas si Ellimist. Dan
kepadanyalah aku marah. Iya, kan" Rachel benar. Ia pasti benar.
Ini salah si Ellimist.
Rachel melepaskan bahuku. Aku memandang kedua Taxxon.
Mereka membeku melihat kami. Mereka tahu mereka bukan
tandingan sepasang Hork-Bajir putus asa.
Tetapi kemudian, dari dalam hutan, sosok-sosok gelap
bermunculan. Serdadu Hork-Bajir. Pengendali-Hork-Bajir.
"Ssssrrrreyyyyaa ssseewwwitt!" kedua Taxxon menjerit nyaring
dengan bahasa desis mereka.
Dari deretan pepohonan, selusin Hork-Bajir tiba-tiba berlari
kencang ke arah kami.
Kami berlari secepat kilat. Dan kami tak lagi cemas karena
harus berhati-hati. Para Hork-Bajir mengejar kami, dan kami harus
menggunakan kecepatan maksimum untuk lari.
dari atas.
Kami berlari menembus semak, secepat lari yang hanya bisa
dilakukan Hork-Bajir. Lengan kami menebas-nebas udara, berkalikalo, cepat seperti ular yang menyambar. Kami menghancurkan
semak dan anak-anak pohon seperti sepasang mesin pemotong rumput
bertenaga nuklir yang sudah tak bisa dikendalikan lagi.
KRAS! KRAS! KRAS! KRAS! Tapi ada satu masalah besar dengan apa yang kami lakukan.
Soalnya kami kan jadi sedikit terhambat dengan harus membuka jalan
begini. Dan para Hork-Bajir di belakang kami tinggal mengikuti kami
saja.
Hork-Bajir pengejar kami. Tanduk mata pisau mereka bergerak-gerak
di atas belukar. Tak jauh lagi, sebentar lagi aku akan bisa mencium
napas mereka yang bau.
Jake.
Serdadu Hork-Bajir sudah nyaris berhasil mengejar kami.
Beberapa detik lagi kami akan disergap.
Sungai itu nyaris tersembunyi oleh sulur yang menggantung dan
dahan-dahan yang menjuntai.
Aku mengendap, serendah yang bisa dilakukan tubuh besar
Hork-Bajirku, dan berlari dengan membungkuk menyusur sungai.
Rachel hanya beberapa senti di belakangku.
Di belakang kami bisa kudengar bunyi kejaran para Hork-Bajir
yang semakin mendekat, lalu kemudian menjauh.
Kami melompat keluar dari sungai kecil itu. Di atas tanah
kering kami menemukan padang terbuka yang menyenangkan di
bawah pohon-pohon tinggi.
mereka.>
Rachel kepadaku.
Chapter 27 DI sebelah kiri kami, api!
Di sebelah kanan, barisan Taxxon!
Di depan, jurang sedalam tiga puluh meter. Jurang itu seolah
ditoreh dengan pisau. Seakan ada orang yang membelah bumi dan
membuat potongan yang begitu dalam sehingga kau bisa membuang
pencakar langit ke dalamnya.
Jurang itu sempit, tak lebih dari dua belas meter lebarnya. Di
dasarnya, aku tahu, ada air mengalir kencang. Pada musim semi
jurang ini akan meluap dengan lelehan es dari pegunungan.
Tetapi saat ini aliran airnya cuma sedikit, meninggalkan tepian
berpasir yang luas di kanan-kirinya.
empat serdadu Hork-Bajir.>
Lima belas detik, kata Jake tadi. Aku menghitung dalam
pikiranku sambil berlari. Satu... dua... tiga... empat....
"HeeekRRROWWRRR!"
Satu serdadu Hork-Bajir melompat menyerangku, kilatan samar
kulit hitam-kehijauan dan kilauan mata-mata pisau. Kemudian lebih
banyak lagi. Mereka ada di mana-rnana!
SLASH! Sabetan pisau menggores garis darah melintang di
dadaku. SLASH! Aku balas menyerang, menebas penyerangku dengan
sepenuh kecepatan dan kekuatanku.
menghantamku dari belakang. Bisa kurasakan seluruh sisi kiri
tubuhku mulai mati rasa. SLASH! SLASH! SLASH! Mata pisau pergelangan tangan dan sikuku merobek
daging Hork-Bajir. Aku agak sinting kurasa, sebab aku tak tahu lagi
apa yang kulakukan. Seperti gerakan mesin otomatis saja. Aku jadi
mesin yang menebas, menoreh, dan merobek.
Tapi pada saat yang bersamaan aku juga dilukai. Jumlah
musuhku lebih banyak. Ada tiga Hork-Bajir mengeroyokku. Dua
mengerubuti Rachel. Tadinya tiga juga, tapi ia berhasil menyingkirkan
satu di antaranya. SLASH! SLASH! SLASH! Seluruh duniaku hanya terdiri atas
serangan dan balasan. Mata pisau pergelangan tangan menyambar
kepalaku, kutahan. Lututku menyodok ke atas, lalu kusentakkan
kembali cakarku untuk menangkap paha Hork-bajir di belakangku.
Semua gerakan terjadi dalam hitungan kurang dari sedetik.
Dalam waktu yang dibutuhkan manusia untuk mengedip, aku sudah
menahan dua tebasan dan menyabet tiga kali.
Kemudian... GABRUK! Aku terkapar di tanah. Kaki kiriku
berhenti berfungsi! Dua Hork-Bajir berdiri di atasku. Salah satu
mengangkat cakar tajamnya, siap mencakar dadaku.
Aku telentang tak berdaya, menatap langit biru.
Tiba-tiba ada kilatan abu-abu pucat, meluncur turun seperti batu
jatuh! Seperti anak panah yang ditembakkan dari awan-awan,
sayapnya terlipat ke belakang, menukik dengan kecepatan lebih dari
seratus lima puluh kilo per jam.
Alap-alap macan. Makhluk tercepat di angkasa.
Jake! Pada detik terakhir, sayapnya mengembang, dan ia menjulurkan
cakarnya ke depan, dalam satu gerakan gesit.
Bahkan dalam keadaan terbaring kesakitan menyongsong
kematian, aku masih sempat berpikir, seumur hidup belum pernah
kulihat gerakan sesempurna itu.
Dalam waktu kurang dari sedetik Jake sudah lenyap, dan HorkBajir yang lebih besar meraung-raung sambil memegangi matanya.
Aku siap. Kusapukan kaki kiriku ke kanan dan kujegal jatuh
Hork-Bajir satunya lagi. Aku sudah melompat-lompat dengan satu
kaki sebelum ia ambruk ke tanah.
Aku berlari mendekati Rachel dan membantunya memukul
jatuh Hork-Bajir yang menyerangnya.
Meskipun satu kakiku nyaris tak berguna, aku masih bisa
menggunakan ekorku untuk keseimbangan dan berlari terpincangpincang. Gerakanku cukup cepat juga. Rachel segera saja jauh
meninggalkanku. Tapi tak apa-apa. Rencananya memang begitu.
Rachel dan aku berlari ke tepi jurang. Dan sekarang aku bisa
benar-benar merasakan panasnya api yang semakin mendekat. Angin
berbalik arah dan aku tersedak asap tebal hitam. Aku tak bisa lagi
melihat Rachel. Ketika asap menipis, aku berhadapan dengan Taxxon.
kataku sambil berlari melewati ulat raksasa itu.
instruksi.
Aku memandang ke depan, tepat ketika Rachel melompat ke
udara. Masuk ke dalam kekosongan... dan lenyap. Ia hilang dari
pandangan. Jantungku berhenti berdetak. Dua-duanya. Tenggorokanku
tersekat. Jurang itu dalamnya tiga puluh meter. Bahkan Hork-Bajir pun
tidak akan selamat jatuh ke dalamnya. Sekarang giliranku. Aku berlari
ke bibir jurang.
dia! Awas!> Dinding tebal asap melingkar di depanku, kemudian melayang
pergi. Seperti tipuan sulap mengerikan. Mulanya di depanku jurang.
Detik berikutnya, berubah menjadi tiga Hork-Bajir. Dan satu Andalite.
Andalite yang sama sekali bukan Andalite.
Visser Three berdiri di tubir jurang. Persis menghadang jalanku.
Hork-Bajir bisa bergerak cepat. Tetapi ekor Andalite lebih cepat
lagi. Tak mungkin aku bisa memenangkan pertempuran melawan
Visser Three dan tiga Hork-Bajir. No way.
Tapi mendadak saja aku mendapat ide....
Aku nyengir. Paling tidak sejauh Hork-Bajir bisa nyengir lah.
Kupandang Visser Three tepat-tepat di mata utamanya.
"Ket Halpak merdeka!" aku berteriak, menggunakan suara
Hork-Bajir-ku. Dan aku berlari menuju Visser Three, kencang sekali,
mengabaikan sakit yang menyengat dari kakiku yang terluka.
Visser Three mengawasiku dengan tenang selama beberapa
detik. Kemudian ia sadar juga. Menyadari tujuanku. Ia bisa
memukulku dengan ekornya, dan bahkan bisa membunuhku sebelum
aku tiba di tepi jurang, tapi kecepatanku akan tetap membawa tubuhku
melaju. Dan aku akan menabraknya jatuh juga.
Pada detik terakhir, Visser Three menghindar dengan lincah
dari tabrakanku. "Ket Halpak dan Jara Hamee merdekaaaaaaaa!" aku berteriak
bandel sembari meloncat dari tepi jurang. Aku jatuh.
Dasar jurang berada jauh, jauh, jauh di bawah sana.
Aku melihat lengan besar, kekar mencuat, muncul. Tangan
lebar dengan jari-jari sebesar pisang mencengkeram kakiku.
Aku berhenti jatuh. Aku terpelanting ke dinding jurang. Dan
Animorphs - 13 Tobias Beraksi Kembali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lengan besar itu menyentakku ke atas. Persis masuk ke gua dangkal di
dinding jurang. Tak ada binatang Bumi yang bisa menangkap Hork-Bajir
setinggi dua meter lebih yang sedang melayang jatuh. Tak ada, kecuali
gorila.
Ia mengangkatku ke dalam gua dan mendorongku dengan
tubuhnya, ke tempat Rachel sudah menunggu dengan diam.
Kami meringkuk di situ. Menunggu. Diam. Kami cuma
beberapa meter dari tubir jurang.
Karena gua kami berada di dinding yang menganjur, aku bisa
memandang ke bawah dan melihat dasar jurang. Di bawah sana, di
atas pasir, tergeletak dua Hork-Bajir "mati". Sepasang serigala lapar
sedang mencabik-cabik daging mereka.
Jara Hamee dan Ket Halpak berbaring tak bergerak, sementara
Cassie dan Jakeyang sudah terbang turun ke dalam jurang dan
bermetamorfosis dari alap-alap menjadi manusia lalu menjadi
serigalaberpura-pura melahap mereka. Untungnya Hork-Bajir tahan
sakit. Dan mereka bisa sembuh kembali dengan cepat.
Karenaterus terang saja dehkalau aku tak tahu yang
sebenarnya, aku pun akan berpikir bahwa kedua Hork-Bajir mati itu
akan menjadi santapan serigala.
Aku menahan napas. Apakah para Yeerk akan tertipu" Apakah
Visser Three percaya bahwa Rachel dan aku telah menemui ajal ketika
jatuh" Kudengar tawa bengis dalam kepalaku.
mencemooh.
semua! Itu nasib yang akan dialami siapa saja yang mencoba kabur
dari Yeerk!> Ia tertawa mengerikan.
Chapter 25 KAMI menunggu sampai Visser Three dan sisa Yeerk
lainnyamanusia, Hork-Bajir, dan Taxxonpergi.
Kemudian kami merayap naik kembali ke tubir jurang. Kami
morf kembali, dan begitu kami sudah berkumpul, kami bergegas
menyeberangi tempat yang telah dibakar Yeerk. Kami tahu kami harus
bergerak cepat. Para pemadam kebakaran hutan akan segera muncul.
Meskipun apinya sebagian besar sudah padam sendiri.
Kami menemukan lembah itu. Lembah kecil permai yang
ditunjukkan Ellimist kepadaku. Aku tahu lembah seperti apa yang
harus kucari. Kalau tidak, pasti lembah itu lewat dari perhatianku.
Aku boneka yang baik untuk si Ellimist. Aku telah melakukan
tugasku dengan baik. Bukannya aku menyesalinya sih. Aku tak akan
pernah menyesal membantu siapa saja membebaskan diri dari
perbudakan bangsa Yeerk. Tetapi sekali lagi aku kembali menjadi elang ekor merah. Dan
akan tetap begitu. Jalan masuk ke lembah itu sempit sekali, si Hork-Bajir nyaris
terjepit di antara dua dinding karang itu.
Lembah ini seperti tempat persembunyian para bandit dalam
film-film koboi kuno. Jake berkata, "Kau tahu, aku bertanya-tanya sendiri apakah
sebelumnya lembah ini ada."
bertanya. Jake mengangkat bahu. "Bisa saja. Soalnya menguntungkan
sekali sih." Kubiarkan saja omongan Jake. Aku tak ingin membicarakan
soal Ellimist. Ia telah berbohong padaku. Ia tidak mengembalikan aku
jadi manusia. Ini saat berbahagia bagi Hork-Bajir. Aku tak mau
merusaknya dengan bersikap egois.
Sementara yang lain bersempit-sempit melewati celah sempit di
antara dinding karang itu, aku menemukan angin termal dan meluncur
naik, naik. Bahkan dari angkasa pun kau mungkin tidak akan melihat
lembah itu, kecuali jika kau mencarinya. Dari atas, kelihatannya hanya
sepetak pepohonan yang sangat lebat. Sebelum melayang turun
melewati dahan-dahan, aku belum melihat danau dangkal yang
dikelilingi pantai berpasir. Berbagai jenis pohon ada di sana. Semaksemak beri mengelilingi padang rumput kecil yang bermandi cahaya
matahari. Padang rumput yang kulihat di dalarn kepalaku.
Terus terang saja, padang rumput kecil itu bisa jadi surga bagi
elang ekor merah. Teritori yang manis untuk burung pemangsa.
Aku terbang balik menemui yang lain ketika mereka sudah
muncul di lembah. Mereka tenganga, terpesona. "Cantik sekali," ujar
Cassie kagum. "Kita sudah sampai?" Jara Hamee bertanya kepadaku.
"Tempat yang bagus," kata Ket Halpak. "Tempat yang bagus
untuk kawatnoj." "Apa?" tanya Jake bingung.
Jara Hamee dan Ket Halpak memperdengarkan tawa Hork-Bajir
mereka yang aneh. "Kawatnoj Hork-Bajir kecil. Jara Hamee kecil, Ket Halpak
kecil." "Anak," Rachel menerjemahkan. "Mereka akan punya bayi
Hork-Bajir."
peraturannya, kandi dalam taman Firdaus kita tidak berpakaian.
Rachel, kau duluan."
"Taman Firdaus?" Jara Hamee menirukan. "Inikah tempatnya?"
"Bukan, kecuali kau mengubah namamu jadi Adam," kata
Marco. "Aku cuma bercanda, big guy. Tapi, aku harus tahu nih.
Bagaimana kau membedakan Hork-Bajir laki-laki dan perempuan?"
Jara Hamee kelihatan bingung. "Laki-laki" Perempuan" Apa
artinya?" "Ayo, Marco, jelaskan," Cassie menggoda.
Tetapi Ket Halpak mengerti. "Jara Hamee dan Ket Halpak
berbeda. Jara Hamee punya tiga di sini." Ia menunjuk tanduk mata
pisaunya. "Ket punya dua."
"Cuma itu bedanya?" tanya Marco.
"Ada perbedaan lain juga," kata Ket Halpak sopan. "Tapi hanya
Hork-Bajir yang boleh tahu."
Semua tertawa, bahkan Ax juga, membuat kedua Hork-Bajir itu
semakin bingung. Teman-temanku masih tinggal sedikit lebih lama lagi, kemudian
mereka semua pulang. Semua, kecuali kedua Hork-Bajir dan aku. Aku
tinggal untuk membantu kedua Hork-Bajir meninjau tempat tinggal
baru mereka. Aku menemukan gua-gua tempat mereka bisa
melewatkan malam-malam yang dingin, dan menjelaskan kepada
mereka bahwa mereka sama sekali tidak boleh meninggalkan lembah
ini. Tidak, sampai Bumi telah bebas dari Yeerk.
Dan kemudian aku terbang pulang. Ke padang rumputku
sendiri. Teritoriku sendiri.
Kedua Hork-Bajir memiliki Taman Firdaus. Yang lain memiliki
rumah. Aku punya padang rumput.
Chapter 26 HARI berikutnya Minggu. Bagiku sama saja sih.
Rachel datang ke padang rumputku untuk menemuiku. Tetapi
aku menghindarinya. Aku terbang pergi dan meninggalkannya ke
dalam hutan sementara ia berteriak-teriak, "Tobias! Tobias, di mana
kau?" Aku menyesal, tapi aku tahu kenapa ia datang. Ia datang untuk
mengatakan kepadaku bahwa semua oke-oke saja. Ia datang untuk
meyakinkan bahwa aku tidak terlalu bersedih. Dan aku kenal Rachel,
aku tahu ia akan membantuku mengumpat dan menyalahkan si
Ellimist. Tetapi aku tak mau belas kasihan. Bahkan belas kasihan Rachel
pun tidak. Aku sedang berusaha tabah menerima semua ini, tetapi
berat sekali. Dan kurasa jika ada orang yang berbaik hati padaku, aku
akan hancur. Aku ini predator. Burung pemangsa. Elang. Aku tak ingin ada
orang kasihan padaku. Sepanjang hari aku melakukan kegiatanku yang biasa.
Kemudian kembali menyelidiki jalan masuk ke kolam Yeerk. Aku
mengawasi Pengendali yang datang dan pergi.
Dan aku baik-baik saja. Sampai matahari terbenam dan malam
tiba. Aku pergi ke tempat bertengger favoritku di pohon ek tua. Dan
aku mengawasi rubah dan rakun dan burung hantu dan berbagai
makhluk malam lainnya melakukan pekerjaan mereka.
Ax datang mencariku. Aku tak ingin bicara dengannya juga,
tapi ia tahu aku ada.
sebentar, kemudian mencari alasan untuk pergi.
Aku tahu aku mengasihani diriku sendiri. Tapi apa boleh buat.
Aku punya alasan untuk kasihan pada diri sendiri.
Jadi akan terus begini, kataku pada diri sendiri. Ini hidupmu.
Tak ada rumah. Tak ada tempat tidur. Tak ada sekolah. Sama sekali
tidak ada sesuatu yang bersifat manusia.
Kubayangkan kehidupan manusia. Kulihat lampu yang hangat
dan TV dan sofa dan tempat tidur dan meja. Makanan yang dikemas
dalam kardus atau kaleng. Buku-buku dan majalah-majalah. Mainan.
Barang-barang lainnya. Dan aku melihat orangtuaku. Paling tidak, orangtuaku seperti
yang kuingatdari foto. Aku masih terlalu kecil ketika mereka pergi,
sehingga aku tak bisa benar-benar mengingat mereka. Tapi aku dulu
punya foto-foto mereka. Itulah kehidupan yang tak akan pernah kumiliki lagi.
Kehidupan manusia. Tapi tahu tidak, bahkan saat aku sedang bergelimang rasa
kasihan pada diri sendiri, aku tahu aku tidak jujur. Mungkin sebagian
orang memang mengalami kehidupan yang hangat, nyaman, dan
menyenangkan. Tapi aku tidak. Kehidupanku tidak begitu.
Oke, pikirku Oke, mungkin hidupku sebagai manusia sengsara
juga. Tapi itu tidak berarti aku ingin melewatkan sepanjang hidupku
sebagai burung. Tapi aku punya kenangan lain, yang lebih baru. Aku melihat
diriku seperti penampilanku waktu si Ellimist membawaku dalam
kabut hijau kebiruan. Kulihat diriku separo-burung, separo-manusia.
Tidak! kataku pada diri sendiri. Kuenyahkan bayangan itu. Itu
cuma tipuan Ellimist. Kucoba berhenti berpikir. Aku butuh tidur. Cuma itu. Aku cuma
butuh tidur nyenyak semalaman. Aku akan baik-baik saja besok pagi.
Kupejamkan mataku dan kucoba mematikan pikiran sibuk
manusiaku yang hidup berdampingan dengan inteligensi elang yang
lebih sederhana. Kupejamkan mataku... dan ketika kubuka lagi, aku tidak berada
di pohonku. Aku di dalam ruangan. Di dalam rumah.
Malam hari, tetapi aku bisa melihat angka-angka biru yang
menyala di dalam jam weker. Dan aku bisa melihat ada yang
berbaring di atas tempat tidur sempit yang berantakan. Ada kepala
berambut pirang awut-awutan tergolek di atas bantal.
Rasa dingin menjalari tubuhku.
Aku kenal ruangan ini. Tempat tidur ini. Aku kenal anak yang
berbaring di sana, bergulang-guling resah diganggu mimpi sedih.
Aku terbang ke meja di sebelah tempat tidur. Bunyi sayapku
membangunkan anak yang tidur itu.
Ia mengejap-ngejapkan mata mengusir kantuk dan terbelalak
menatapku. "Burung?" katanya.
sehingga aku takut akan meledak. Tapi pada saat bersamaan aku
merasakan ketenangan yang aneh. Seakan aku tahu apa yang akan
terjadi. Seakan itu sudah terjadi.
Kemudian aku melihat kalender. Kalender Star Trek. Kurasa
lucu juga. Tanggalnya adalah sehari sebelum aku berjalan melewati
tempat bangunan yang terbengkalai dengan Jake, Marco, Cassie, dan
Rachel. "Mimpi?" Anak itu duduk di tempat tidurnya. Ia memandangku
dan aku bisa melihat ekspresi bingung dalam matanya. "Aku kenal
kau, kan?"
"Bagaimana kau bisa tahu namaku?"
Apa yang bisa kukatakan" Apa yang mungkin bisa kukatakan pada
diriku sendiri yang dulu" Aku tak bisa bilang segalanya akan beres.
Aku tak tahu apa memang akan begitu. Aku tak bisa memberitahunya
apa yang akan terjadi padanya. Tak ada orang waras yang akan
percaya. Lagi pula, aku sudah melupakan mimpi ini. Iya, kan"
kataku.
begitu" Kenapa aku mengirimnya ke bangunan yang terbengkalai" Di
situlah segalanya mulai. Di situlah aku mulai melangkah melewati
jalan yang membawaku terperangkap sebagai elang.
Aku mengetahui kenyataan sekarang. Aku bisa melihatnya
dengan jelas. Aku melihat diriku sendiri. Waktu aku masih manusia.
Dan memandang diriku sendiri, aku tak bisa mengingkari kenyataan
itu bukan diriku lagi. Aku bukanlah Tobias yang manusia. Aku sudah menjadi
sesuatu yang lain. Sesuatu yang baru. Apa kata si Ellimist" "... kau ini
awal sesuatu. Kau titik yang bisa jadi tumpuan perputaran garis
waktu."
"Aku memang sedang tidur, kan" Ini pasti mimpi. Dan kalau ini
bukan mimpi, aku tak akan tidur lagi!"
sayapku dan aku mendarat di tubuhnya. Aku menggunakan cakarku
selembut mungkin. Aku tak perlu mencengkeramnya. Sentuhan pelan
sudah cukup.
Animorphs - 13 Tobias Beraksi Kembali di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mata Tobias mulai mengerjap. Ia menjadi mengantuk dan
lunglai. Seperti binatang-binatang kalau DNA mereka sedang diserap.
Aku memejamkan mata dan berkonsentrasi. Pada DNA manusia
yang sedang diserap oleh tubuh elangku.
Ketika aku membuka mata lagi, aku sudah berada kembali di
pohonku. Apakah semua tadi benar-benar terjadi" Atau cuma mimpi
belaka" JANGAN LUPA, terdengar suara menggelegar. DUA JAM,
TOBIAS. Aku tidak bertanya apa maksud si Ellimist. Aku tahu. Aku
sudah menyerap DNA manusiaku sendiri. Tetapi itu cuma morf. Jika
aku berada dalam tubuh manusiaku yang dulu, aku akan terperangkap
selamanya. Tak akan pernah lagi morf. Tak akan pernah lagi jadi
elang. Tak akan pernah lagi terbang.
APAKAH AKU SUDAH MENEPATI JANJIKU"
< Ya,> kataku. DAN APAKAH KAU BAHAGIA, TOBIAS"
Chapter 27 HARI berikutnya adalah hari Senin. Hari Rachel menerima
penghargaan Pelajar Teladan Yayasan Packard-nya.
Ada empat anak lain yang terpilih juga. Acara itu akan diadakan
di aula sekolah. Dihadiri para orangtua yang bangga akan prestasi
anak-anak mereka. Anak-anak juga hadir. Semua senang, pada
dasarnya karena acara ini membuat mereka bebas dari jam pelajaran
terakhir. Aku sudah ketinggalan bagian awal acara. Soalnya aku harus
berhati-hati. Aku harus mengatur waktunya agar pas. Kan ada batas
waktu yang dua jam itu, dan aku tahu betul risikonya jika dilanggar.
Dalam waktu dua jam itu aku harus berjalan dari tepi hutan ke
sekolah, dan nanti harus ada cukup waktu untuk balik.
Aku takut dan tegang, menyelinap ke belakang auditorium.
Seorang guru mengernyit melihatku, seakan ia pernah melihatku tapi
tak ingat di mana. Aku mencari tempat yang terlindung bayangan. Atap ini
menggangguku. Aku tak suka berada di tempat dari mana aku tak bisa
melihat langit. Tapi aku berdiri di sana sesabar mungkin, mengikuti
jalannya upacara dengan mata manusiaku yang suram, dan
mendengarkan pidato bla-bla-bla dengan telinga manusiaku yang
lemah. Dan hanya pada akhir acara, ketika para pelajar teladan terpilih
muncul, aku keluar dari bayangan.
Rachel berada di urutan terakhir. Ia cantik sekali, seperti
biasanya. Dan ia berjalan dengan gaya khas Rachel. Aku melihat
Cassie mengedip padanya ketika Rachel lewat. Rachel rnemainkan
matanya, mengejek diri sendiri, dan Cassie tertawa.
Ketika ia melewati tempat Marco duduk, Marco berpura-pura
membungkuk. Kau tahu, kan, seolah-olah ia membungkuk di depan
bintang idolanya. Rachel tertawa dan menggelengkan kepalanya.
Dan kemudian ia tepat berada di depanku. Kulihat matanya
menyapuku, tak acuh, dan kemudian memandang melewatiku ke arah
pintu. Ia berhenti berjalan. Ia berpaling kepadaku. Matanya terbelalak.
"Hai, Rachel," sapaku dengan suara manusia.END
Ki Ageng Tunggul Keparat 3 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Titisan Pamungkas 3