Chapter 1 NAMAKU jake. Dan aku adalah seekor kecoak yang malang.
tanah nun jauh di bawah sana.
Bukan berarti aku bisa melihat permukaan tanah lho. Mata
kecoak hanya berguna untuk penglihatan Close-up. Dan bahkan jarak
sedekat itu pun masih terlihat buram.
Jadi aku tak dapat melihat permukaan tanah yang berjarak
ratusan meter di bawahku.
Begitu juga Marco, Cassie, Ax, dan David, yang sama-sama
berwujud kecoak dan ikut jatuh bersamaku.
Cuma Ax yang diam saja. Ax itu Andalite. Mereka tidak
menjerit-jerit seperti manusia. Bukan karena mereka lebih berani dari
kita, tapi karena mereka adalah spesies yang berkomunikasi dengan
telepati. Jadi sepertinya mereka tidak berkembang menjadi tukang
jerit.
Marco.
Aku berhenti jatuh. Dalam sekejap sesuatu menghantamku.
Tapi sesuatu itu menghantamku dari samping. Cakar raksasa
mengurungku.
dengan tenang.
Rachel dan Tobias tidak ikut masuk ke dalam pesawat Blade.
Pesawat Blade yang telah menculik helikopter sang presiden. Pesawat
Blade yang menjatuhkan kami. Dalam wujud kecoak.
Mungkin aku harus berhenti sebentar dan menjelaskan dari
awal. Ini semua dimulai ketika kami menemukan bahwa kotak biru kubus pemberi kemampuan morf - telah ditemukan oleh seorang anak
bernama David. Ehm, tidak juga deh, aku salah. Sebenarnya, semua ini dimulai
jauh sebelumnya. Berbulan-bulan yang lalu, ketika Marco, Cassie,
Rachel, Tobias, dan aku secara kebetulan berjalan pulang dari mall
dengan melewati tempat pembangunan gedung yang terbengkalai.
Di tempat itu kami melihat pesawat ruang angkasa yang kena
tembak mendarat darurat. Dan kami bertemu Elfangor, sang pangeran
Andalite. Elfangor sedang menunggu ajalnya. Musuh-musuhnya, para
Yeerk, sedang mengejarnya ke tempat itu. Ia sudah kehabisan waktu.
Maka ia berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak boleh dilakukan
kaum Andalite: Ia menaruh kepercayaan kepada makhluk nonAndalite, yaitu kami
berlima. Ia memberitahu kami bahwa Bumi
sedang diserbu bangsa parasit yang disebut Yeerk.
Sebenarnya Yeerk itu berupa keong tanpa rumah. Tidak terlihat
hebat apalagi menakutkan. Tapi mereka memiliki kemampuan untuk
membungkus otak - hampir segala macam otak - dan
mengendalikannya. Mengendalikan otak itu sepenuhnya.
Mereka telah melakukannya pada seluruh spesies Gedd dari
planet asal mereka. Mereka telah melakukannya pada semua HorkBajir. Pada semua
Taxxon. Kini mereka mencoba melakukannya pada Homo sapiens.
Manusia. Kau dan aku. Kita semua.
Kata Elfangor, sudah ada ribuan, mungkin puluhan ribu
Pengendali-Manusia. Itu istilah untuk manusia yang memiliki Yeerk
di dalam kepalanya, yang mengendalikan kata-kata dan tindakannya.
Penyerbuan mereka sedang berlangsung. Pasukan Andalite telah
mereka kalahkan di orbit Bumi. Mungkin butuh waktu lama bagi
pasukan Andalite lainnya untuk tiba di sini. Mungkin waktunya terlalu
lama. Intinya, jika ada yang berencana menghentikan penyerbuan
Yeerk ke Bumi, haruslah para manusia itu sendiri. Khususnya kami.
Lima anak normal. Lima ABG biasa, yang sering nongkrong di mall,
terlambat bikin PR, selalu mengubah-ubah potongan rambut, kikuk
dalam menghadapi lawan jenis, dan kadang pintar-kadang bodoh
dalam pelajaran. Di pihak mereka ada pesawat ruang angkasa yang melebihi
kecepatan cahaya, ribuan Pengendali-Manusia yang sulit
diidentifikasi, senjata-senjata sinar Dracon, dan serdadu-serdadu
Hork-Bajir setinggi dua meter yang tubuhnya penuh pisau. Sedang di
pihak manusia yang masih merdeka... tak ada yang bisa diharapkan.
Kecuali... Kecuali anugerah yang diberikan Elfangor pada kami:
kemampuan metamorfosis. Kemampuan untuk menjadi hewan apa
pun yang dapat kami sentuh. Ia mengubah molekul-molekul tubuh
kami dengan kotak biru itu. Dan sejak malam itu, malam saat Elfangor
mati di tangan pemimpin Yeerk, Visser Three, kami telah
menggunakan kemampuan itu untuk melawan mereka.
Kadang-kadang kami menang.
Kami menemukan adik laki-laki Elfangor, Aximili. (Kami
memanggilnya "Ax".) Sehingga jumlah kami enam orang. Itulah
kami: Lima anak manusia dan satu anak Andalite melawan kekuatan
kerajaan Yeerk. Cuma kami berenam. Sampai...
Sampai David menemukan kotak biru itu. Kami pikir kotak itu
telah musnah. Ternyata tidak.
Kini kami telah menyembunyikannya. Tapi sudah terlambat
untuk menghentikan masalah-masalah yang telanjur muncul.
David menemukan kotak itu dan hal-hal buruk mulai terjadi.
Kedua orangtuanya sudah ditangkap Yeerk. Telah dirasuki. Kini
mereka telah menjadi Pengendali.
Apa yang bisa kami lakukan" Kami harus menggunakan kotak
biru itu untuk menjadikan David salah satu dari kami. Anggota
Animorphs keenam. Tapi waktunya sangat tidak tepat. Kami baru saja memulai misi
yang paling menentukan sejarah umat manusia.
Para pemimpin negara Amerika Serikat, Jepang, Rusia, Jerman,
Inggris, dan Prancis akan mengadakan pertemuan rahasia untuk
membahas masalah Timur Tengah dan mencari penyelesaiannya.
Kami diberitahu bahwa salah satu pemimpin negara tersebut
sudah jadi Pengendali. Dan kami tahu bahwa yang lainnya sedang
diincar oleh Yeerk. Para Yeerk akan mencoba menggunakan konferensi tingkat
tinggi ini untuk merasuki para pemimpin dunia tersebut. Jika kami
biarkan saja, itu akan menjadi akhir pertempuran kami. Planet Bumi
akan tamat riwayatnya. Kami harus mencoba menghentikan rencana
Yeerk itu. Di tengah perjalanan kami mengintai Marriott Resort, tempat
konferensi itu akan diadakan, kami melihat pesawat ruang angkasa
Yeerk yang dilapisi selubung anti-radar atau stealth menculik Marine
One alias helikopter pribadi Presiden Amerika Serikat. Atau mungkin
juga bukan helikopter presiden yang asli. Mungkin itu cuma
kembarannya untuk mengalihkan sasaran musuh yang mau
menembak. Bingung" Pasti tidak sebingung kami.
Para Yeerk menembakkan gelombang kejut untuk membuat
seluruh kru helikopter jadi tidak sadar, lalu menciptakan hologram
untuk membuat seolah-olah helikopter itu masih terus bergerak maju.
Mereka menyeret seseorang dari helikopter yang asli. Seseorang
dengan sol sepatu tersayat di bagian tumit.
Saat itu kami dalam wujud kecoak. Hanya sepatunya saja yang
bisa kami lihat. Kami menduga para Yeerk akan merasuki orang itu.
Sang Presiden, atau siapa pun dia.
Tapi ternyata tidak. Visser Three hanya menyadap DNA-nya
saja sehingga ia bisa berubah menjadi pria tersebut.
Visser Three adalah satu-satunya Yeerk di seluruh galaksi yang
berhasil mengendalikan tubuh Andalite. Satu-satunya Yeerk yang
memiliki kemampuan metamorfosis.
Kini ia dapat bermetamorfosis menjadi Pria Bersepatu Tersayat.
Siapa pun orangnya. Ya ampun. Sekarang kau tahu, kan, kenapa nilai-nilaiku di sekolah anjlok
semua" Aku harus menangani hal-hal seperti ini. Yang bisa bikin
kepala pecah. Tapi setidaknya kami tidak remuk terbanting atau menjadi
makanan ikan. Tobias dan Rachel menyambar kami dari angkasa dan
membawa kami ke tempat aman. Kini yang harus kami lakukan
hanyalah menangani anggota baru kami, David, yang bertingkah aneh,
sambil terus mencari cara untuk menyelamatkan para pemimpin
dunia. Tanpa kami sendiri terbunuh.
dan Rachel menurunkan kami di tempat yang terlindung oleh bukitbukit pasir.
Presiden Amerika Serikat, lalu ditolong oleh cewek yang sedang jadi
rajawali botak untuk sementara dan cowok yang telah menjadi elang
ekor merah secara permanen... namun semua itu terasa normal.
Seperti, yah, memang itu yang seharusnya terjadi. Akhirnya kejadian
juga, ya, kan">
ini! Sinting. Otakku sudah rusak sampai ke seluruh sel-selnya! >
kataku, mencoba terdengar seperti layaknya seorang pemimpin.
Itu cuma lelucon. Sayangnya tidak begitu lucu.
Chapter 2 KAMI semua demorph di antara bukit-bukit pasir. Kami
berlima tak ada masalah. Tapi ABG yang nomor enam punya masalah
serius. "Rachel, Cassie. Lihat ke arah lain," perintahku.
David adalah Animorphs terbaru. Belum tahu caranya untuk
membentuk pakaian ketika demorph. Sebenarnya, kami pun tak
sanggup menyatukan pakaian ke tubuh kami dengan cukup baik. Kami
hanya bisa membentuk pakaian yang melekat ke kulit, yang akhirnya
menjadi semacam kombinasi berantakan antara celana balap sepeda,
pakaian senam, dan kaus ketat.
Pada intinya, kami terlihat parah kalau sedang mengenakan
pakaian morf. Tapi tidak separah David.
mengepakkan sayap, menangkap angin laut yang sarat kadar
garamnya, dan mengangkasa sampai tak kelihatan lagi.
Tobias masih berwujud elang. Mungkin selamanya begitu. Ia
terjebak setelah menghabiskan batas waktu dua jam dalam wujud
morf. Kini ia telah memperoleh kembali kemampuan morfnya. Tapi ia
tak dapat kembali menjadi manusia secara permanen tanpa kehilangan
kemampuan metamorfosisnya lagi.
kudanya terbenam di pasir, tobias akan memberitahu kami kalau ada
orang yang datang cukup dekat untuk melihat Ax.
janggal. Dan kalian begitu peduli kalau sepotong pakaian saja lupa
dibawa atau dikenakan dengan cara yang salah.>
"Maksudmu seperti waktu kau mengenakan kaus kaki pada
tanganmu?" tanya Marco.
"Atau waktu kau memakai celana dalam di luar celana
panjangmu?" tanya Rachel, masih memalingkan wajahnya ke arah
lain. "Asal tahu saja, mungkin ini menggelikan bagi kalian," sembur
David. "Tapi bagiku ini sama sekali tidak lucu. Bagaimana kalau ada
yang datang?" Aku tertawa. "David, kalau ada orang datang, menurutku dia
pasti lebih memperhatikan alien biru bermata empat berekor sabit
daripada dirimu." Tepat pada saat itu Tobias terbang mendekat dan turun ke
tempat kami, Ia melepaskan sehelai celana pendek. Warnanya oranye.
Dan T-shirt bertuliskan "Grateful Dead". Keduanya masih ada label
harganya. David menyambar kedua potong pakaian itu sebelum
menyentuh tanah.
"Kau mencurinya?" tanya Cassie.
Mengurungku di penjara dengan tuduhan mencuri">
"Kita akan menemukan cara untuk mengirimkan uang ke toko
itu," kataku. "Kita tak mau mengikuti jejak para pelaku tindak
kriminal. Dalam situasi darurat seperti ini, mungkin kita terpaksa
merampas sesuatu. Tapi kita harus menyelesaikan masalahnya nanti.
Memang sudah hukumnya begitu."
David berpakaian dengan cepat lalu Cassie dan Rachel
diperbolehkan berpaling. "Sudah waktunya," gerutu Rachel. "Dari tadi aku memelototi
bangkai kepiting." "Kalian sadar, tidak" Ini kan bisa jadi sesuatu yang asyik," kata
David. "Apa maksudmu?" tanyaku.
David mengangkat bahu. "Kita, dengan kemampuan yang kita
miliki" Kita bisa ambil apa saja yang kita inginkan. Kita bisa morf
menjadi cheetah atau apa saja, mendobrak toko perhiasan, menyambar
beberapa bentuk permata, lalu kabur dengan kecepatan seratus
kilometer per jam. Apa yang bisa dilakukan orang-orang itu" Kita
sudah jauh dari tempat itu. Tambahan lagi, kita akan kembali ke
wujud manusia." "Ayo, kita lakukan," sahut Marco garing. "Segera setelah kita
cegah para Yeerk mengubah para pemimpin dunia menjadi zombi.
Segera setelah kita selesaikan misi ini, kita mulai merampok toko-toko
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perhiasan." "Hei, aku kan cuma bercanda," kata David. "Aku lupa kalau
cuma kau yang boleh melucu dalam geng ini, Marco."
Aku melirik Marco. Apa dia marah mendengar sindiran itu" Ya,
sedikit. Aku menatap David. Dia cuma bercanda, ya, kan"
Nanti aku harus bicara dengan Cassie. Cassie jauh lebih pandai
dalam mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain
daripada aku. Ia pasti tahu. Kuharap begitu.
Sementara itu, aku harus ingat untuk memperlakukan David
seperti anggota yang lain. Tidak terlalu aneh kalau David dan Marco
kurang akur. Ada saat-saat di mana kami semua pernah menyinggung
perasaan satu sama lain. Itu wajar.
"Oke, sudah saatnya kita berpikir serius," kataku. "Kita tidak
siap menghadapi tindakan mereka. Mungkin mereka tahu kecoak tadi
adalah kita, mungkin juga tidak. Pokoknya, entah bagaimana caranya,
kita harus masuk ke resort tersebut dan beraksi di sana."
"Kita harus melewati tingkat keamanan paling kuat di seluruh
dunia hanya untuk memasuki tempat itu," kata Rachel. "Kita harus
masuk dari udara. Tapi kita tak bisa menggunakan morf burung
pemangsa. Itu akan menarik perhatian orang."
"Tak ada masalah," kata Cassie. "Ini kan daerah pantai. Ada
satu jenis burung yang pasti ada di pantai. Camar."
"Yeah, memang, tapi aku tak punya morf camar," kata David.
"Namun aku yakin aku bisa morf jadi rajawali emas dan menangkap
salah satu camar yang berkeliaran itu."
Aku agak berjengit mendengar antusiasmenya. Ide pokoknya
memang bagus. Hanya saja tak ada alasan untuk menyuruhnya
berubah wujud lagi. "Tobias?" panggilku ke langit. Tobias sedang
menunggangi termal, hampir tak bergeser di atas kami. Ia
merentangkan bulu sayapnya sehingga udara terlepas dari celahcelahnya dan turun
ke permukaan tanah. "Sori, karena aku terus
menyuruh-nyuruhmu, tapi dapatkah kau membawakan burung camar
kemari?" "Tanpa membunuhnya?" tambah Cassie cepat-cepat.
mencetak lemparan tiga angka" Burung camar kan cuma tikus
bersayap.> "Tobias benar-benar kecanduan sama tingkah laku burung, ya?"
komentar David. "Tobias cuma memiliki pendapat yang sudah pasti tentang
beberapa spesies burung," sahutku. "Dia menghormati kebanyakan
spesies rajawali, elang, dan burung hantu. Tapi memandang rendah
merpati dan camar. Dan dia benar-benar membenci burung jay, gagak,
dan rajawali emas." David tergelak. "Dia seperti orang yang diskriminatif - suka
membeda-bedakan - cuma dia melakukannya terhadap burung dan
bukan terhadap manusia."
"Semua burung itu berasal dari spesies yang berlainan," ujar
Cassie. "Sedang manusia cuma satu spesies. Bukan perbandingan
yang tepat." David mengangkat bahu dan terlihat agak cemberut. "Apa
katamu saja deh." Aku mencoba mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi. Aku merasa
aneh dan gelisah. Kami akan mencoba menerobos sebuah resort
dengan tingkat pengamanan yang akan membuat penjara Fort Knox
terlihat seperti toserba Wal-Mart yang sedang cuci gudang. Kami akan
menghadapi penjaga keamanan dari Prancis, Inggris, Jepang, Jerman,
Rusia, dan Amerika Serikat. Ditambah Yeerk, yang sudah menyusupi
tempat itu sampai tingkat tertentu.
Dan kami akan masuk tanpa perencanaan, tanpa informasi yang
jelas, bersama anak baru yang belum kami kenal baik. Bagaimana cara
anak ini menghadapi pertempuran" Bagaimana caranya menangani
situasi yang parah" Dulu dia oke-oke saja waktu kami dikejar-kejar
dalam wujud kecoak. Tidak sampai panik. Tapi situasinya kan bisa
bertambah buruk. Benar-benar buruk.
Kuperhatikan Cassie sedang menatapku, membaca
kekhawatiran di wajahku. Aku langsung menengadah, seolah-olah aku
sedang mencari Tobias. Saat kuturunkan wajahku lagi, aku sudah
kembali menampilkan ekspresi "pemimpin tak kenal takut"-ku. Tak
ada gunanya membuat orang lain ikut khawatir.
Tobias benar-benar muncul saat itu, membawa seekor camar
yang menggeliat-geliut, menendang- nendang, berkepak-kepak, di
antara cakarnya.
melakukannya, aku sudah menyadapnya. Bukan cuma David yang
tidak punya morf burung camar.>
Cassie mengambil burung itu dari cakar Tobias dan mengeluselus bulunya. Cassie
biasa menangani banyak binatang. Lalu
diserahkannya camar itu pada David.
"Aku mulai hafal tahap-tahapnya," kata David sambil
menempelkan sebelah tangannya pada sayap burung camar itu.
"Tinggal fokuskan pikiran, maka DNA-nya jadi milikku."
"Yeah," kataku setuju. "Setelah berkali-kali memang jadi
mudah. Jadi, ayo kita berubah jadi burung camar, menyisiri garis
pantai, dan mendarat di resort tersebut. Lalu kita lihat ada apa di
sana." "Satu hal penting," tambah Cassie. "Bersikaplah seperti camar,
oke" Para manusia tak mungkin mengharapkan serangan dari burung
camar. Tapi para Yeerk pasti waspada."
Chapter 3
high into the sun. ">
<"Off we go, into the..." Hei! Wow! Pizza Hut! Lihat cowok di
bawah sana yang duduk di atas handuk pantai warna biru. Dia
menghadapi satu pan pizza ukuran besar! Jatah empat orang! >
penuh nafsu.
Seperti gerakan otomatis tanpa kemampuan berpikir yang dimiliki
semut, atau rasa lapar menggebu-gebu tak terkendali dari seekor
celurut. Kau harus bisa mengatasinya. Dalam hal morf burung camar,
nalurinya tidak begitu berbahaya, tapi sulit sekali diatasi.
Pada dasarnya, burung camar adalah pemakan sampah. Yang
berarti mereka memiliki bakat hebat untuk menemukan sesuatu di
bawah sana yang bahkan cuma terlihat agak mirip makanan. Kami
terbang rendah di atas pasir, menyisiri garis pantai seperti burung
camar biasa. Di depan, di tempat yang agak tinggi, berdiri barisan
pepohonan dan tembok semen yang membatasi resort tersebut.
Bukan cuma kami burung camar yang berkeliaran di sini.
Sebenarnya, ada sekitar tujuh belas burung camar normal yang telah
melihat pizza itu. Mereka berputar-putar dan mengambang diam dan
berteriak-teriak "Skwiiiiit! Skwiiiiit! Skwiiiiit!"
Cowok yang punya pizza itu terlihat waswas.
mengalahkan nafsu untuk menyambar pepperoni dari pizza-nya.
Maksudku, yang benar saja, satu pan pizza ukuran besar hanya untuk
satu orang" Tak ada alasan kenapa dia tidak bisa menyisihkan seiris
buat kami.... Tapi pizza bukan inti masalahnya.
kanibalisme">
Akhirnya kami tiba di tembok berplester semen itu.
Mata burung camar tidak setajam mata burung pemangsa, tapi
masih cukup baik. Aku melihat seorang pria - berpakaian hitam dan
berkacamata hitam - berdiri di rerimbunan pepohonan. Ia berbicara
melalui walkie-talkie, dan sedang menatap ke arah kami, memantau
seluruh pantai dengan konsentrasi penuh.
sambil tertawa.
pantai adalah penjaga keamanan.>
sindir Marco.
kata David.
Marco membisu selama beberapa saat sewaktu kami mendekati
tembok itu.
David diam saja. Memang dia tidak bisa disalahkan sih.
Biasanya Marco tahu batas. Mungkin aku keliru waktu menganggap
sikap Marco pada David benar-benar normal. Mungkin ini bisa jadi
masalah. Kami tidak terbang melintasi tembok itu secara bersamaan.
Tapi satu demi satu, di tempat yang berbeda-beda. Para penjaga
keamanan terlihat tak acuh. Tidak heran. Banyak burung camar
beterbangan di dalam kompleks ini. Malahan, setelah melihat
berkeliling, sulit membedakan yang mana camar asli dan yang mana
Animorphs.
Kompleks resort ini memiliki belasan gedung. Gedung
utamanya adalah hotel bergaya modern yang besar dan tinggi yang
berbentuk seperti huruf "L". Pada salah satu ujung "L" tersebut
terdapat bagian yang cuma bertingkat dua. Mungkin ruang dansa atau
apa. Di cekungan "L" tersebut terdapat kolam renang dengan bar dan
ruang ganti pakaian. Dan lebih dekat ke laut ada kabin-kabin, seperti
rumah-rumah kecil, yang dipisahkan oleh pagar hidup dan pepohonan.
Halamannya terlihat subur karena ditumbuhi rumput yang
dipotong, semak-semak yang rata, serta pepohonan. Lapangan golf
sembilan-lubang berawal pada bagian belakang bangunan utama. Dari
udara kami bisa melihat kedua helikopter presiden diparkir pada
tempat pendaratan yang berumput. Para perwira Angkatan Laut
berseragam berdiri waspada di samping pintu-pintu helikopter.
kata Marco.
Kelihatannya seperti syuting film Men In Black 2 di sini. Semua orang
itu memakai setelan yang sama.>
Lalu aku melihat sesuatu yang agak memompa semangatku.
Di bawahku seekor anjing German shepherd berjalan dituntun
oleh seorang pria bersetelan hitam. Anjing itu mengendus semaksemak. Entah
sedang mencari tempat untuk buang air atau mencari
bom yang disembunyikan.
hal itu mungkin mustahil dilakukan.
Sebuah truk sedang menurunkan bahan-bahan makanan di
belakang hotel. Tidak kurang dari empat orang bersetelan hitam yang
mengecek isi setiap peti ketika diturunkan dari truk.
Para Man in Black itu memiliki earphone - pengeras suara mini
yang menempel di telinga - seperti orang yang diwawancara di TV.
Dan mereka terlihat sering sekali bicara dengan pergelangan tangan
mereka. Di sana ada mikrofon yang tersembunyi di balik lengan jas.
adalah Pengendali.> Aku hampir saja menyerah.
menyelidiki apa yang ada di sana, tapi itu berarti morf serangga.
Masalahnya, kita harus berubah wujud jauh di luar kompleks ini, yang
berarti kita harus bergerak jauh sekali sebagai labah-labah atau kecoak
atau lalat. Padahal tak satu pun di antara mereka yang bisa melihat
dengan baik untuk melintasi jarak tersebut tanpa tersesat.>
bisa keluar lagi">
Aku mengeluh.
Rasa sakit itu muncul begitu saja. Tiba-tiba saja, tanpa ada
penyebabnya, aku merasakan gelombang rasa nyeri yang seolah-olah
melepuhkan dan membakar semua sel tubuhku.
Rasa sakit itu sudah hilang, tapi otakku masih terbakar oleh
kenangannya. Aku melihat ke bawah, berkeliling ke sana kemari. Apa
itu" Apa yang telah menyebabkan..."
Di sana, di bawahku, agak di depanku, tak sampai lima belas
meter, berdiri seorang petugas sekuriti, seperti petugas-petugas
lainnya. Kepalanya mulai botak, sesuatu yang pasti kauperhatikan
kalau kau sedang dalam wujud burung. Ia mengenakan kacamata
hitam, seperti yang lainnya.
Tapi, tidak seperti petugas yang lain, orang ini sedang
memperhatikan semua burung yang ada.
Chapter 4
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kutatap pria botak itu. Kuikuti arah pandangannya. Ia baru saja
menatap seekor camar yang kini tersentak di udara.
Tobias"
ke burung camar yang lain. Camar ini juga tersengat di udara. Lalu
sadar kembali dan kabur dari situ.
Bukan salah satu dari kami. Itu camar asli.
rendah. Mungkin tersembunyi di balik pakaiannya, dengan kacamata
hitam sebagai pemancarnya.>
Itu humor Ax yang paling canggih yang mampu dibuatnya
selama ini. Dan setelah merasakan "pandangan pertama" dari pria
botak itu, aku tidak menemukan di mana letak kelucuannya.
kata Tobias menyimpulkan.
perhatian.>
Andalite. Mereka tidak tahu bahwa kami sebenarnya manusia dengan
kemampuan metamorfosis.
Tapi aku tak bisa membiarkan kami semua berbalik dan lari. Tidak
sekaligus. Kami harus bertingkah seperti camar biasa. Tapi aku tetap
memahami apa yang mereka rasakan. Aku juga merasakan hal yang
sama, mengambang di udara tanpa daya dan tanpa pelindung,
menunggu si botak itu menembak lagi.
menyuruh David agar pasrah. Tapi kami tak bisa membuka
penyamaran kami. Itu akan membuat para Yeerk yakin bahwa kami
sedang mencoba memasuki resort ini.
Aku melihat David gemetar. Aku tahu rasa sakit yang
diterimanya. Sebagian otakku yang tidak sedang sibuk merasa
bersalah, ingin tahu apa reaksi David.
menambahkan dengan nada sinis,
Aku melihatnya terbang menjauh. Ax, Tobias, dan Rachel telah
berhasil keluar perlahan-lahan dari jangkauan pandangan pria itu. Tapi
aku masih di sana. Si botak menatapku lagi. Aku pasti mengertakkan gigi seandainya aku punya gigi. Rasa
sakit itu menerpaku separah tadi, dan aku juga menjerit kesakitan.
Lalu aku terbang menjauh, mengikuti teman-temanku dan
merasa bahwa kali ini seluruh dunia bakal tamat riwayatnya. Sebab
sejauh pengetahuanku, kami sudah kalah sebelum mulai.
Chapter 5 KAMI pergi meninggalkan tempat itu. Kami pulang ke rumah.
Atau setidaknya Marco, Rachel, Cassie, dan aku yang pulang ke
rumah. Rumah Ax bermiliar-miliar kilometer jauhnya. Rumah Tobias
adalah pohon tempat bertengger favoritnya, yang biasa digunakannya
untuk memantau seluruh padang rumput yang menjadi teritorinya.
Sedang David tak punya rumah. Tak punya keluarga. Atau
setidaknya, tak ada anggota keluarga yang dapat dihubunginya.
Bahkan ia tak boleh terlihat berjalan-jalan di tempat umum dalam
wujudnya sendiri. Para Yeerk sudah mengenalinya dan sedang
mengincarnya. Maka Cassie mengajaknya ke gudang jerami yang disebut juga
Klinik Perawatan Satwa Liar. Cassie telah menyiapkan tempat tidur
seadanya di tingkat atas - tempat para petani menyimpan jerami yang
masih dipak berbal-bal. Jelas tempat itu cuma untuk sementara. Sebuah masalah lagi
yang harus kucari jalan keluarnya. Selain masalah utama yaitu
mencari cara menyelamatkan para pemimpin dunia. David terpaksa
harus bersabar dulu. Seberapa cepat para Yeerk itu akan bertindak" Presiden
Amerika Serikat telah tiba di resort. Para pemimpin dunia lainnya
akan berdatangan beberapa jam lagi. Apakah para Yeerk akan
menunggu sampai mereka semua sudah berkumpul" Atau akan
menangkap mereka satu per satu"
Aku merasa desakan yang kuat terus mengusikku. Setiap menit
yang berlalu mungkin berarti bencana total bagi satu negara. Tapi
usaha pertama kami gagal total. Dan kami belum siap mencoba lagi.
Aku tiba di rumah dan mendapati kedua orangtuaku sedang
duduk di ruang tamu sambil menatap nyalang. Hal pertama yang
timbul dalam pikiranku adalah, oh-oh, pasti aku telah berbuat
kesalahan. Tapi begitu melihatku, mereka berdua langsung berdiri dan
memelukku. Maka aku langsung tahu bahwa ada kejadian tidak
menyenangkan. "Syukurlah kau sudah pulang," sambut ibuku.
"Kami benar-benar khawatir," tambah ayahku.
"Lho, memangnya kenapa" Aku kan cuma pergi main dengan
Marco." "Ada sesuatu yang terjadi," kata ayahku serius. "Mungkin
sebaiknya kau duduk dulu sebentar."
"Apa ini mengenai Tom?" tanyaku tak sabar.
"Ada apa dengan Tom?" tanya Tom. Ia muncul begitu saja di
belakangku, membuat bulu kudukku merinding, takut ia telah
membuntutiku. "Tom, kau juga harus dengar," kata ibuku. "Duduklah kalian
berdua." "Siapa yang mati?" tanya Tom bercanda. Atau tepatnya, Yeerk
dalam kepalanya membuat lelucon itu sebab memang lelucon seperti
itulah yang biasa dibuat Tom.
Ibu dan ayahku menatapnya hampa.
Ibuku berkata, "Ini mengenai saudara sepupu kalian, Saddler.
Dia sedang naik sepeda, lalu ditabrak mobil. Dia masih hidup, tapi
luka-lukanya parah sekali. Dia masuk Unit Gawat Darurat."
Aku malu mengakui bahwa reaksi pertamaku bukanlah "Oh,
kasihan sekali dia." Malahan, aku bertanya-tanya apa dampak kejadian
ini pada rencana-rencanaku. Sebagian karena Saddler bukanlah
sepupu favoritku. Umurnya dua tahun lebih tua, dan sejujurnya,
sikapnya brengsek sekali. Waktu kami masih kecil, dan keempat
orangtua kami menyuruh kami main bersama, ia biasanya
memecahkan atau merusakkan sesuatu lalu mengatakan bahwa itu
perbuatanku. Memang kasihan kalau mengingat dirinya terluka parah. Tapi
pada saat yang sama, aku sedang mencoba menganalisis pengaruh
kejadian ini padaku. Saddler dan keluarganya tinggal di kota kecil
sekitar 160 kilometer jauhnya.
"Mom dan Dad akan langsung pergi ke sana untuk membantu
Bibi Ellen dan Paman George merawat anak-anak mereka yang lain.
Mungkin mereka akan memindahkan Saddler ke Rumah Sakit Anakanak di kota ini satu
atau dua hari lagi, jika... maksudku...," kata
ayahku. Ibuku memotong. "Berarti kalian berdua akan tinggal sendirian
hari ini dan besok."
Tom dan aku berpandangan. Kami berdua menimbang-nimbang
arti pernyataan ini. Kami masing-masing punya agenda rahasia. Tom
tidak tahu isi agendaku. Kalau Tom sampai tahu apa yang kulakukan
saat aku tidak di rumah atau di sekolah, itu bisa berarti akhir
kebebasanku. Atau bahkan akhir hidupku.
"Lalu, setelah Saddler dipindahkan kemari, orangtua dan adikadiknya mungkin akan
tinggal bersama kita selama beberapa hari."
Kalimat itu membekukan aliran darahku. Saddler punya tiga
adik: Justin, Brooke, dan Forrest. Forrest berumur dua tahun, dan pada
dasarnya dia itu iblis. Aku memang membesar-besarkan, tapi cuma
sedikit kok. Bocah itu memang iblis.
"Kenapa mereka tidak tinggal di rumah Rachel?" tanya Tom.
"Mereka kan juga saudara."
"Yah, karena ibu dan ayah Rachel bercerai, Ellen dan George
tidak merasa keluarganya cukup dekat dengan ibu Rachel."
"Beruntung sekali si Rachel itu," gumam Tom.
Ini semua membuatku merasa lebih tidak enak lagi. Aku merasa
bersalah karena tidak langsung merasa kasihan pada Saddler. Aku
merasa bersalah karena memusingkan keluarganya yang akan tinggal
bersama kami. Aku bahkan merasa bersalah karena merasa lega
dengan rencana kepergian ayah dan ibuku selama satu atau dua hari.
Semua itu bertimbun-timbun di atas perasaan bersalahku yang
utama, yaitu sementara aku duduk di sini, para pemimpin dunia
mungkin sedang dirasuki oleh Yeerk.
Aku merasa seolah kepalaku akan meledak. Aku merasa seolaholah aku harus tidur
seharian penuh. Tapi aku takkan bisa tidur. Tidak malam ini. Atau malam
berikutnya. Sebenarnya, akan lama sekali baru aku bisa tidur lagi.
Chapter 6 ORANGTUAKU pergi. Tapi aku tidak langsung merasa bebas
atau bikin pesta gila-gilaan. Tak ada waktu untuk itu.
Malahan aku menghabiskan malam itu dengan melakukan riset
yang seharusnya sudah kulakukan sejak dulu. Aku duduk di depan
komputer, masuk ke jaringan Internet, dan membaca segala sesuatu
yang dapat kutemukan tentang konferensi itu, tentang para pemimpin
negara yang akan berkumpul di sana, tentang Marriott Resort itu
sendiri, tentang pasukan penjaga keamanan dari tiap-tiap negara,
pokoknya tentang segalanya.
Lalu aku melihatnya: Artikel tentang Perdana Menteri Prancis
yang baru naik jabatan. Yang istrinya selalu bepergian tanpa pernah
meninggalkan kedua anjing Chihuahua peliharaannya. Nah, itu bisa
kami pakai. "Aha!" "Aha kenapa?" Aku memutar kursiku. Ternyata Tom, sedang mengintip di
pintu kamarku. Di layar komputerku terpampang artikel tentang
kepala negara Prancis. Santai saja, perintahku pada diri sendiri. Tapi aku tetap saja
menutup layarku. "Apa kau mau terus pakai telepon semalaman?" tanya Tom.
"Mungkin akan ada telepon masuk. Lagi pula sekarang sudah jam
sepuluh. Waktu tidurmuuu...," katanya, sengaja memanjangkan bagian
akhir kalimatnya. "Jangan banyak omong," sergahku. "Cuma karena Mom dan
Dad tidak ada, tidak berarti kau boleh seenaknya..."
"Oh, ya. Akulah Tom, sang Penjaga Ketertiban Rumah,"
katanya. Sekali lagi aku merasakan desakan aneh untuk mengatakan,
"Hei, Tom, tahu, nggak" Aku sudah tahu semua rahasiamu. Aku tahu
kau itu siapa. Jadi gimana kalau kita langsung duel saja?"
Tapi yang keluar dari mulutku hanya, "Aku sudah selesai kok."
Kugeser mouse ke icon "Signed Off" dan meng-klik-nya satu kali.
"Jangan lupa gosok gigi," kata Tom mengejek.
Lalu pintu ditutupnya. Apakah layar monitorku tadi sempat
dilihatnya" Mungkin belum. Bahkan seandainya sudah, lantas kenapa"
Itu cuma berarti aku sedang tertarik pada pemerintahan negara
Prancis. Yeah. Masuk akal. Dengan kepedulianku selama ini pada
kepala negara Eropa. Aku mengembuskan napas. Lalu...
Rrrrt... rrrrt... Telepon berdering. Aku terdiam sebentar. Telepon" Bukankah
sudah terlalu malam" Mungkin Mom atau Dad yang ingin mengecek
apakah semua baik-baik saja.
Aku mengangkatnya. "Kau yang angkat atau aku?" teriak Tom dari kamarnya.
"Aku saja!" balasku, berteriak juga. Lalu, dengan volume
normal, kujawab teleponnya, "Halo?"
"Hai, Jake. Ini Cassie."
Aku merasa bulu kudukku merinding. Suara Cassie terdengar
ceria. Tapi itu cuma pura-pura, karena kami tak pernah mempercayai
sambungan telepon. "Hai, Cassie, ada apa?"
"Kau sudah dengar, belum" Masa katanya acara Letterman Talk
Show sudah dihapus. Benar nih" Tidak ada Dave lagi dong?"
Sekarang aku bukan cuma merinding. Tentu saja acara bincangbincang Letterman di
TV tidak dihapus. Cassie cuma mencari cara
untuk mengatakan Dave. Alias David.
David kabur. "Apa sudah kaucari di majalah TV Guide?"
"Belum. Tapi aku sudah cari di tabloid lain sih. Di mana-mana."
"Yah, tidak usah dipikirkan deh. Pasti dia bakal muncul lagi di
tempat biasanya, dan dalam jam yang sama."
Aku memutuskan sambungan. Kami sama-sama paham. David
hilang dan aku harus segera ke sana, setelah aku bisa meloloskan diri.
Aku akan tiba di "tempat biasanya".
Dua puluh menit kemudian Tom mengintip untuk melihat
apakah aku sudah tidur. Aku ada di tempat tidurku. Terlelap. Atau
setidaknya aku terlihat seperti sedang tidur nyenyak. Aku berbaring
dalam kegelapan sambil pasang telinga. Lalu kudengar pintu depan
dibuka perlahan. Tom pergi. Pasti urusan The Sharing.
"Yeerk tak bakal bisa jadi baby-sitter," gumamku.
Aku berubah menjadi kelelawar cokelat dan terbang keluar dari
jendelaku. Kelelawar bukanlah makhluk yang paling cepat
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbangnya, tapi malam ini tak ada bulan, dan aku tidak mau
mengambil risiko menabrak kabel listrik atau apa pun yang tidak
tampak di malam hari. Aku menemukan Cassie dan Rachel di gudang jerami. Kalau
malam suasana di sana agak seram. Cahaya lampu dinyalakan redup
sekali. Hanya cukup untuk melihat barisan kandang-kandang kawat
dan makhluk-makhluk di dalamnya yang berjalan mondar-mandir atau
berdiri kaku atau tidur mendengkur.
Cassie terlihat khawatir. Rachel, seperti biasanya, terlihat
cantik. Aku demorph lalu berdiri tanpa alas kaki, gemetaran, karena
cuma memakai celana balap sepeda dan T-shirt ketat.
"Hei, Rachel. Kau pasti berubah wujud karena bisa tiba di sini
begitu cepat," sapaku. "Jadi, bagaimana caranya kau bisa mengenakan
pakaian normal?" Cassie menaikkan pupil matanya. "Masa kau belum tahu sih"
Rachel menyimpan beberapa potong pakaian di sini."
"Memangnya salah kalau aku mau selalu tampil cantik?" tanya
Rachel membela diri. "Ya, ampun," keluhku. "Jadi, apa masalahnya?"
"Masalahnya adalah, David pergi tidur di loteng atas itu sekitar
pukul sembilan. Masih agak sore buat remaja seperti kita. Katanya sih
dia capek. Aku memastikan tidurnya nyaman. Pada pukul sepuluh aku
ingat bahwa aku belum memberi obat pada rusa yang kena tembak itu,
jadi aku ke sini lagi. Dan David sudah tidak ada."
Chapter 7 "APA kau sudah menghubungi Marco?"
Cassie mengangguk. "Dia tidak bisa datang. Ayahnya sedang
pergi, dan kalau pulang nanti pasti dia memeriksa kamar Marco."
"Kupikir yang jadi pertanyaan adalah: Bagaimana cara David
meninggalkan tempat ini" Dengan kaki atau dengan sayap?"
"Pertanyaan lainnya adalah: Buat apa?" tanya Rachel geram.
"Dan ke mana" Dan karena kita sedang membahasnya, apa dia tidak
sadar dia sudah mengganggu waktu tidurku?"
"Oke, coba dengar. Kalian punya morf burung hantu. Salah satu
dari kalian pergilah, dan berusaha menemukan Ax dan Tobias.
Mereka bisa membantu. Aku akan menjadi serigala, seandainya dia
meninggalkan jejak. Eh, tunggu dulu. Bagaimana kalau ada yang
melihatku" Lebih baik aku jadi Homer."
Homer adalah anjingku. "Aku yang cari Tobias," kata Rachel. "Dan Ax."
Aku sudah mulai berubah. Mulai merasakan bulu yang panjang
dan kasar muncul dari tangan dan lengan dan dadaku.
"Ehm, Jake" Kau tidak boleh berubah di dalam sini. Kau kan
tahu sendiri bagaimana reaksi anjing terhadap hewan-hewan kecil,"
kata Cassie memperingatkan.
"Oh. Yeah." Aku tersenyum dengan moncongku. Aku sudah
pernah berubah menjadi Homer beberapa kali. Dan bukan berarti
naluri anjingnya begitu kuat atau sejenisnya. Hanya saja dia punya
senjata rahasia untuk mengalahkan kendali diriku: perasaan gembira.
Tepatnya, PERASAAN HAPPY!!! Dan anjing yang dikelilingi hewan
pengerat dan sigung dan rakun pastilah makhluk yang paling bahagia
di seluruh alam semesta. Sulit sekali menolak perasaan gembira itu,
sebab cenderung menghapus seluruh emosi yang lain.
Aku membuka pintu gudang dan melangkah keluar. Terhuyunghuyung, sebab lututku
sedang berubah arah, menciut, dan tapak
kakiku berubah kasar. Cassie membuntuti di belakangku.
Di luar, rembulan masih belum muncul. Awan mendung
menutupi bintang-bintang. Malam ini betul-betul gelap gulita. Satusatunya cahaya
berasal dari lampu teras yang redup di kompleks
perumahan terdekat. Dan lampu dari dalam rumah Cassie.
Aku menyelesaikan proses berubah jadi Homer. Kurasakan
wajahku terdorong ke depan. Gigiku bertambah banyak dan
bertambah panjang di dalam mulutku. Kurasakan telingaku bergeser
ke atas batok kepalaku. Lututku tertekuk dan menciut sampai aku jatuh ke depan,
bertumpu pada bantalan telapak anjingku yang kasar. Ekorku
mengibas-ngibas. Dan aku merasakan gairah menakjubkan dari
kegembiraan seekor anjing yang bodoh dan cuek dengan keadaan
sekitarnya. Apa yang harus dikhawatirkan" Sekarang ini kan malam hari,
aku sedang di luar rumah, dan dapat mendengar dengan jelas suara
binatang kecil berlarian di balik semak-semak. Dan aku sedang tidak
lapar. Hidup ini benar-benar indah!
Aku menatap penuh harap ke arah Cassie. Apa dia mau main
denganku" Aku mendekam, membuat tanda yang pasti dikenalnya
sebagai ajakan bermain. Untungnya Cassie punya cukup akal sehat untuk menolak
ajakanku. "Tidak, terima kasih," katanya. "Kurasa kita di sini bukan untuk
main-main." Masa sih" Oh, iya. Kami memang tidak boleh main-main.
Tapi, hei! Bau apa itu" Apakah itu... ya! Betul! Itu bau kotoran
anjing! Bukan punyaku. Tapi memang kotoran anjing!
Di mana" Aku mengendus-endus. Oke, dari arah situ. Aku
berlari-lari menuju sumber bau itu. Hmmm. Sudah tidak segar lagi. Ini
kotoran anjing yang sudah lama. Setidaknya umurnya sudah dua hari.
Bukan berarti sudah tak ada gunanya. Tapi kotoran anjing yang
masih segar masih jauh lebih menarik. Kotoran anjing yang sudah basi
cuma sedikit lebih menarik daripada kotoran kucing. Dan akui saja:
Tak ada yang peduli sama kotoran kucing.
"Kupikir sebaiknya kita memusatkan perhatian, Jake," kata
Cassie setegas mungkin.
"Kita butuh hidungmu, tapi bukan untuk itu," sambungnya.
pikiran pada misi yang harus dijalankan. Atau setidaknya aku benarbenar berusaha
untuk itu. Maksudku, aku terdengar serius demi
Cassie, tapi ayolah, buat apa tegang-tegang begitu"
Hidup itu pesta besar yang meriah!
"Oh, ya, ngomong-ngomong, aku tadi mau bilang bahwa aku
sudah punya ide untuk masuk ke resort itu. Yaitu dengan morf baru
yang..."
Cassie tertawa. "Mungkin kita bicarakan nanti saja. Nih." Kaus
David diulurkannya padaku. "Ini T-shirt yang dipakainya kemarin."
Aku mengendusnya sekali. Tak perlu banyak-banyak. Sebab
aku langsung tahu bahwa David berjalan kaki dari gudang jerami.
Jejaknya begitu jelas seakan ditandai oleh kerucut pengatur lalu lintas
yang berwarna jingga dan bersetrip putih itu.
Ini tidak seasyik mengejar tongkat. Tapi tetap saja ini semacam
permainan. Dan aku benar-benar menyukai Cassie.
Seandainya saja dia punya tongkat untuk dilempar.
Chapter 8 AKU mengikuti aroma tubuh David sementara Cassie terbang
mengawasi dari atas. Sayap burung hantunya sama sekali tidak
mengeluarkan suara. Bahkan untuk ditangkap telingaku yang peka.
meter dari gudang jerami, di tengah-tengah padang rumput.
Aku mengendus-endus tanah, berputar-putar sebentar.
merasa gembira lagi.
rumput di dekat tanah pertanian Cassie dan masuk ke hutan. Cassie
mengikutiku tanpa kesulitan. Dan sesaat kemudian seekor burung
hantu lagi dan seekor elang ekor merah bergabung dengan kami.
Kami keluar dari hutan, dan kini kami sudah dekat jalan raya.
Di seberang jalan ada kompleks pertokoan: restoran Taco Bell,
McDonald's, toko ban, dua pompa bensin, dan Holiday Inn.
Aku mengendus-endus tanah lagi.
berlari-lari kecil menuju jalan raya.
Aku mulai demorph. Aku ingin bisa melihat berkeliling sebagai
manusia, untuk melihat apa yang telah dilihat David.
Sebagai manusia, dan sudah tidak merasa gembira lagi, aku
melihat ke kedua ujung jalan. "Jadi" Mungkin dia cuma mau cari
makanan. Mungkin dia lapar."
"Mungkin dia lagi kepingin makan Big Mac. Cassie, apa dia
pernah mengatakan sesuatu padamu?"
Televisi.> Aku mengangguk. "Yap. TV." Aku menunjuk ke arah Holiday
Inn. "Cassie, Tobias, Rachel" Selidiki jendela-jendelanya. Aku akan
segera ke sana." Sepuluh menit kemudian aku sudah berada di koridor Holiday
Inn yang berlapis karpet. Aku mengetuk pintu kamar nomor 2135.
Aku bisa mendengar suara TV di dalam. Lalu suaranya mati.
"David, ini aku, Jake. Aku tahu kau ada di dalam."
Pintu membuka. David mengenakan celana ketat dan T-shirt.
Itu pakaianku yang kupinjamkan padanya. Jelas dia sudah belajar
menyatukan pakaian morf dengan tubuhnya.
Aku tidak menunggu dipersilakan masuk. Aku langsung saja
menerobos ke dalam. Televisinya masih menyala, hanya suaranya saja
yang dibuat bisu. "Kau lagi apa di sini?" tanyaku tak sabar.
David mengangkat bahu. "Bersenang-senang. Nonton TV.
Tidur di tempat tidur normal. Apa itu tindakan kriminal?"
"Yeah, memang itu tindak kriminal," sahutku. "Kau kan tidak
membayar sewa kamar ini."
"Tapi kan kamar ini kosong. Jadi apa salahnya?"
Aku menunjuk jendela pecah yang kami lihat dari luar tadi.
"Kau memecahkan jendela agar bisa masuk."
David mencibir. "Hei, yang terjadi adalah, seekor burung
memecahkan jendela itu, oke" Seekor burung menggunakan sebutir
batu untuk memecahkan kaca jendela. Apa itu tindak kriminal"
Sepertinya bukan. Pak Polisi, tangkap burung itu" Takkan kejadian
deh." "Kau bukan sedang ngomong dengan orang yang tidak tahu
apa-apa, oke" Rajawali itu cuma tubuh dan naluri. Tapi pikirannya
masih pikiranmu. Bukan rajawali itu yang menerjang masuk. Tapi
kau." David menjatuhkan dirinya ke tempat tidur dan meraih remote
control. Ia mulai mengganti-ganti saluran TV, tidak menghiraukan
aku. "Dengar, David, kita tidak boleh melanggar hukum. Kecuali
benar-benar terpaksa. Kita tak boleh merugikan orang yang tak
bersalah. Kita harus mengendalikan tingkah laku kita. Kita kan bukan
geng penjahat. Ingat waktu di pantai ketika kau butuh pakaian" Aku
sudah mengirimkan cek ke toko itu. Apa kau mau menggunakan
fasilitas hotel ini tanpa bayar?"
David berhenti memencet-mencet tombol remote. "Bagaimana
akhir nasibku ini, Jake?" tanyanya. "Demi Tuhan, aku tidak punya
rumah! Keluargaku ingin menyerahkan aku ke tangan Yeerk. Apa
yang bisa kulakukan" Tidur di gudang jerami" Kau sih, enak, Jake.
Masih punya rumah. Kalian semua punya rumah. Kalian semua tidur
di tempat tidur dan bisa nonton TV dan makan di meja makan."
"Tidak semua," sahutku. "Tobias tidak. Ax juga tidak."
"Ax bahkan bukan manusia. Begitu pula Tobias. Tapi aku
manusia, seperti kau dan Marco dan Cassie dan Rachel, dan kalian
semua punya rumah. Kalian semua bisa jalan-jalan di mall tanpa perlu
takut diculik Pengendali."
"Memang ini situasi yang buruk," ujarku. "Parah sekali."
"Yeah. Dan apa yang akan kaulakukan untuk menangani
masalahku, Jake?" "Aku... dengar, kita cuma bisa menangani satu masalah pada
satu waktu, oke" Sekarang ini para pemimpin negara-negara paling
berkuasa di Bumi sedang diincar oleh Yeerk. Aku dapat merasakan
jarum jam terus berputar. Aku tahu hidupmu hancur, oke" Tapi aku
tak bisa menanganinya sekarang. Nanti. Setelah misi ini selesai."
David menatapku dengan pandangan sinis. "Yeah. Terserah apa
katamu. Bagaimana kalau begini saja, Jake" Aku yang urus hidupku
sendiri. Kau jadi bos para Animorphs, dan aku jadi bos atas diriku."
Sebuah jawaban untuk pertanyaan David telah terbentuk dalam
benakku. Kata-katanya sudah ada. Tapi benar-benar kasar. Dan jika
kuucapkan, aku akan melewati garis batas hubungan baikku dengan
David. Hubungan persahabatan yang mungkin takkan bisa kuperbaiki
lagi. "Ibarat sekolah dan rumah," kata David. "Misalnya kegiatan
Animorphs itu ibarat sekolah, dan kau jadi gurunya atau kepala
sekolahnya atau apalah. Tapi kalau aku sudah pulang, sudah di rumah,
kau tak boleh menyuruhku atau memaksaku lagi."
Kugelengkan kepalaku. "Tidak, bukan seperti itu caranya,
David. Aku tak ingin menentangmu, tapi peraturannya begini: Bila
kau ingin berkeliaran di luar sana dan menggunakan kemampuanmu
demi kepentingan pribadi, maka kami tak bisa membiarkanmu. Kau
cuma jadi ancaman saja bagi kami. Dan kau menentang prinsip kami,
yaitu menyelamatkan dunia dengan cara yang tidak melanggar
hukum." Matanya membelalak, Ia berguling turun dari tempat tidur dan
berdiri tegak. "Apa kau baru saja mengancamku?"
"Tidak. Hanya memberitahukan peraturannya. Kamilah satusatunya keluarga yang
kaumiliki sekarang, David. Hanya kami orang
yang bisa kaupercaya. Cuma kami yang dapat menolongmu. Hanya
kami yang kaumiliki. Kau harus terima kenyataan ini."
Dia menatapku tajam dengan pandangan penuh kebencian. Aku
tak bisa menyalahkannya. Aku terdengar seperti seorang ayah yang
bilang pada anaknya, "Selama kau masih tinggal di dalam rumahku,
kau mesti turut segala perintahku." Kata-kataku terdengar seakan-akan
mengancamnya. Tapi memang aku sedang mengancamnya.
"Ayo, kita pergi dari sini," kataku.
Kami pun meninggalkan hotel itu.
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Chapter 9 CASSIE sudah bilang dia punya ide untuk menembus
pengamanan di resort tersebut. Dia juga bilang kalau idenya itu akan
bikin aku mual. Dan seperti biasanya, Cassie pun kali ini jujur terhadapku.
Saat itu keesokan harinya. Kali ini kami terpaksa bolos sekolah.
Marco, Rachel, Cassie, dan aku. Ini sesuatu yang belum pernah kami
lakukan sebelumnya. Penuh risiko. Jangan sampai ada yang
memperhatikan bahwa kami bolos bersama-sama.
Tapi situasinya sudah sangat mendesak.
Kami tidak berkumpul di gudang jerami. Ayah Cassie akan
bekerja di sana seharian. Kami berada di hutan di dekat padang
rumput Tobias. "Dengar. Masalahnya adalah, makhluk apa pun yang lebih besar
daripada serangga pasti menarik perhatian para Pengendali yang
bertugas sebagai penjaga keamanan," jelas Cassie. "Tapi semua morf
serangga kita tidak ada yang cocok untuk tugas ini. Terlalu jauh jarak
yang harus ditempuh seekor kecoak. Begitu pula lalat atau semut.
Jaraknya terlalu jauh, ditambah lagi indra yang mereka miliki tak bisa
melihat jauh." "He-eh," kata Marco sambil mengangguk kaku. "Jadi, apa yang
kaurencanakan, walau hatiku enggan mengetahuinya?"
Cassie mengeluarkan stoples dari ranselnya dan mengulurkan
tempat kue itu pada kami. Di dalamnya ada serangga besar berwarna
hijau terang dengan dua pasang sayap.
"Apa sih itu" Capung?" tanya David.
"Yeah. Capung," jawab Cassie. "Perhatikan baik-baik dan
kalian akan lihat matanya yang sangat besar kalau dibandingkan
dengan ukuran tubuhnya. Matanya benar-benar menutupi seluruh
permukaan kepalanya."
"Aku tidak mau jadi capung," kata David.
Cassie mengabaikannya. "Morf lalat yang kita miliki mencari
makanannya pada sampah dan bangkai binatang. Jadi indra
penglihatannya tak perlu canggih. Tapi capung makan serangga
terbang lainnya. Mereka bisa melahap nyamuk yang sedang terbang.
Dan karena mereka tidak menggunakan pelokasian gema seperti
kelelawar, mereka pasti menggunakan mata untuk menemukan
mangsanya." "Tunggu dulu," kata David. "Waktu jadi kecoak kita hampir
diinjak orang!" "Tujuh ekor capung beterbangan di tempat itu?" tanya Marco
dengan nada skeptis. "Bagaimana kalau ada Pengendali yang sadar
bahwa terjadi wabah capung secara tiba-tiba?"
Cassie berjengit. "Yah, itu sudah kupikirkan. Jadi hanya perlu
satu orang saja yang berubah jadi capung. Dia bisa masuk,
menemukan tempat bagi rekan lainnya untuk demorph, lalu mereka
morf lagi menjadi serangga apa pun untuk menyelidiki tempat itu."
"Yah, sebenarnya...," kata Cassie. "Ini bagian yang bisa dibilang
asyik atau menjijikkan, tergantung bagaimana cara kalian
memandangnya." "Oh, aku benar-benar malas mendengarnya," keluh Marco.
"Kalian tahu, kan, capung itu begitu besar, dan begitu mahir
terbang, jadi dia bisa mengangkut penumpang."
Kami semua merenungkan kata-katanya itu. Kami menatap
Cassie lama sekali.
"Yah, kupikir enam ekor kutu bisa berbaris di atas..."
"Oh, aku betul-betul tidak setuju," potong David.
"Salah satu dari kita berubah jadi capung, sedang yang lainnya
jadi kutu dan naik di punggungnya seperti naik pesawat Delta?"
Rachel ngomel-ngomel. "Bagaimana cara kita berpegangan" Itu kan
kayak naik jet. Di luar badan pesawat!"
Cassie nyengir. "Oh, pegangannya sih gampang. Kutu kan jago
nempel. Lagi pula, biar benar-benar aman, tinggal gigit saja
capungnya." Sekali lagi kami semua menatap Cassie.
"Kau ini kadang-kadang bikin aku jengkel deh," kata Marco.
Rachel mengeluh. "Siapa yang kebagian jadi capung?"
"Kita bisa cabut jerami untuk mengundinya," jawabku.
"Tunggu! Apa kita benar-benar mau melakukannya?" teriak
David. "Apa kalian sudah gila?"
Marco menunjuk David dan berkata, "Kali ini, aku di
pihaknya." Aku membungkuk dan mencabut segenggam jarum pinus dari
tanah. Kuhitung sampai tujuh dan mematahkan sebatang. "Yang dapat
jarum cemara yang pendek siap-siap jadi capung."
Chapter 10 AKU menarik keluar jarum cemara yang pendek. Jadi akulah
orangnya yang harus mencucukkan jariku ke dalam stoples dan
menyentuh si capung. Serangga itu seolah-olah terdiri atas tiga bagian saja: sayap
yang bisa digunakan untuk mengambang diam di udara, mata yang
benar-benar besar, dan ekor berwarna hijau kebiruan yang panjang
sekali. Sebenarnya itu perut atau abdomen-nya, tapi terlihat seperti
ekor yang kaku. Cassie juga membawa kutu buat mereka yang belum punya
DNA kutu. Rencananya begini: aku berubah jadi capung, yang lainnya
kecuali Tobias jadi kutu, lalu Tobias akan menerbangkan kami semua
ke resort itu dan melepaskan kami.
Ngomong sih gampang. "Ini tidak bakalan sukses," kata David. "Maksudku, kutu" Coba
lihat betapa besar kita ini! Kutu kan cuma... cuma sebesar pasir."
masuk ke Zero-space dan tetap berhubungan dengan tubuh morf
melalui semacam...> "Dia bicara apa sih?" tanya David.
Rachel mengangkat bahu. "Kami juga tidak tahu. Tapi
ucapannya benar: Itu memang bisa dilakukan. Jadi santai sajalah."
"Aku bakal jadi kutu dan aku harus santai-santai saja" Yang
benar saja!" David menatap kami satu per satu bergantian, seolah-olah
menunggu ada yang tertawa.
"Aku sudah siap," ujarku. Aku menarik napas panjang dan
mulai berubah. Semua proses morf berbeda. Dan tak ada yang logis. Perubahan
seluruh tubuh tidak terjadi secara bersamaan. Jika kau berubah
menjadi serangga, perubahannya tidak dimulai dari kaki serangga
yang kecil. Itu saja sudah cukup menjijikkan. Pada kenyataannya, jauh
lebih menjijikkan lagi. Kau bisa saja memperoleh kaki serangga yang besar sekali
waktu mulai berubah, lalu selanjutnya menyusut menjadi ukuran
normal. Atau kalau kau berubah jadi gajah, prosesnya mungkin
dimulai dengan tumbuhnya belalai sepanjang delapan senti.
Jadi proses metamorfosis bukan saja aneh dan tidak masuk akal.
Tapi tahap perubahannya juga berbeda-beda bagi setiap orang, meski
wujud hewan yang ditiru sama. Dan untuk orang yang sama,
prosesnya juga berbeda dari satu waktu ke waktu berikutnya.
Aku sudah sering berubah wujud. Walau aku akan berubah
sepuluh ribu kali lagi, aku tetap tidak akan terbiasa.
Kupusatkan pikiran pada si capung dengan rasa ngeri yang
lumayan besar. Kupejamkan mataku dan mulai berubah. Lalu, secara
tiba-tiba, mataku terbuka lagi.
Hanya saja aku sebenarnya tidak membukanya, melainkan
terbuka sendiri karena aku sudah tidak punya kelopak mata lagi. Dan
bola mataku... "Oh. Oh, tidak," kata Cassie jijik. "Oh, oh, hoekkh..."
"Ya, ampun, aku kan tidak butuh lihat yang seperti itu," kata
Rachel setuju. "Oke, itu baru namanya menjijikkan," kata Marco. "Benarbenar bikin mual."
Hal pertama yang berubah adalah mataku. Aku berdiri di sana,
sebesar tubuhku yang normal, dan berwujud manusia normal
sepenuhnya. Hanya saja seluruh kepalaku - semua bagiannya kecuali
mulutku - ditutupi oleh dua mata serangga yang besar, gembung, dan
berkilauan warna-warni akibat pantulan sinar matahari.
"Aaaahhh!" Aku berkomentar dengan tenang.
"Sudah cukup! Muak aku terus-terusan di sini!" sergah David.
Tapi dia tetap tidak beranjak dari tempatnya.
Dunia yang kulihat terdiri atas sapuan warna-warna
menyeramkan. Warna-warna normal seolah-olah bercampur dengan
nuansa ungu dan merah yang menyilaukan mata. Aku tak bisa melihat
benda-benda dengan jelas, semuanya tanpa bentuk, tanpa garis tepi.
"Aku cuma bisa lihat bayangan-bayangan yang tidak jelas!"
pekikku. "Kau masih memiliki otak manusia," kata Cassie.
"Kau butuh visual cortex (Lapisan luar otak yang berfungsi
menerima informasi tentang apa yang dilihat.) capung untuk
menerjemahkan pandangan capung."
Aku dapat merasakan diriku menyusut, tapi untuk beberapa saat
aku tak dapat melihat apa-apa kecuali halusinasi berwarna-warni,
yang berputar-putar di sekitarku.
Sepertinya visual cortex si capung (apa pun artinya itu) tumbuh
Dendam Si Anak Haram 5 Bara Naga Karya Yin Yong Naga Beracun 12