pada detik itu, sebab tiba-tiba apa yang kulihat mulai masuk akal.
Setidaknya sama masuk akalnya dengan bug vision atau penglihatan
serangga lain yang pernah kualami.
Kebanyakan serangga memiliki mata majemuk, yang berarti
bukannya membentuk satu gambaran besar seperti mata manusia,
mata majemuk itu memecah seluruh dunia menjadi ribuan gambar
yang terpisah-pisah. Seperti melihat ke tembok yang penuh layar TV,
masing-masing disetel pada sudut yang sedikit berbeda. Seperti
mosaik. Kau dapat menerjemahkannya menjadi gambar besar, tapi itu
perlu waktu. Ternyata ini bukan sekadar bug vision biasa. Tapi Super Bug
Vision. Mega Bug Vision. Tidak seperti melihat tembok yang penuh
layar TV, tapi seperti berada dalam kubah yang penuh layar monitor
di depan, di samping, di atas, di belakang... dan aku tak perlu berbalik
badan untuk melihat ke semua arah itu. Aku bisa melihat ke arah
mana pun secara bersamaan.
Atas, bawah, kiri, kanan, depan, belakang, semuanya sekaligus.
Jadi aku bisa melihat dengan jelas waktu kakiku ditumbuhi
duri-duri yang tajam. Dan aku juga bisa melihat sepasang kaki ekstra
mencuat dari dadaku seperti cacing hiperaktif merayap keluar dari
sebutir apel. Dan aku tak bisa memejamkan mata untuk tidak melihat apa
yang terjadi kemudian. Pundakku berubah hijau dan menggembung
seolah-olah aku memakai baju pemain rugbi. Dan bokongku - maaf mendadak tumbuh. Dan tumbuh. Dan tumbuh. Semakin panjang dan
semakin panjang. Aku menoleh ke belakang melampaui pundakku dan melihat
dua pasang sayap, masing-masing semi-transparan dan beruas-ruas
seperti daun, tumbuh dua di sebelah kanan dan dua di sebelah kiri.
Aku terus mengecil, tapi aku menyadari ada sesuatu yang
menarik. Waktu aku berubah jadi lalat, langsung saja aku tak bisa
melihat sesuatu yang lebih jauh dari satu setengah meter. Tapi dengan
mata capung aku dapat melihat Cassie dengan jelas, menjulang di
atasku seperti gedung pencakar langit World Trade Center. Dari
permukaan tanah aku masih dapat melihat wajahnya! Tentu saja
warnanya lebih ungu daripada biasanya, dan matanya seakan-akan
mengeluarkan sinar seperti limbah radioaktif, tapi wajahnya jelas
milik Cassie. Kurasakan diriku berhenti menyusut. Aku melihat berkeliling.
Sesuatu yang mampu kulakukan tanpa harus memutar kepalaku.
Agaknya proses perubahanku sudah selesai.
Aku menunggu naluri capung untuk mendobrak keluar.
Menunggu... melihat kumbang sebesar titik yang merangkak di tanah
di antara kaki-kakiku. Menunggu lagi... melihat tumpukan daun-daun
kering yang mirip tumpukan selimut yang dikanji... menunggu lagi...
Ada gerakan di udara di atasku!
NYAMUK! Aku bahkan tak ingat lagi kapan aku meninggalkan tanah.
Semuanya terjadi begitu cepat. Detik pertama aku masih melihat
sesuatu berdengung dan mengepak-ngepakkan sayapnya dari sisi
kubah TV-ku yang satu ke sisi yang lain, dan detik berikutnya aku
sudah melayang di udara. Tubuhku cuma lima senti, tapi ternyata aku bisa bergerak dari
nol kilometer per jam menjadi enam puluh kilometer per jam dalam
waktu sekejap. Si nyamuk tidak sadar. Tak berdaya. Serangga itu cuma
pesawat Cessna, sedangkan aku pesawat F-15. Dia tak punya
kelincahan. Tak punya kecepatan. Dia cuma mengambang naik-turun,
berbelok-belok tanpa tujuan yang jelas, dan aku menyergapnya seperti
ikan hiu yang melihat bocah tercebur ke tangkinya di Sea World.
Aku membuka rahangku yang kuat dan menyambar nyamuk itu
dari udara dengan kecepatan penuh. Batok kepalaku yang keras
menghantam tubuhnya. Rahangku menjepit kaki-kaki seperti lidi yang sudah patah dan
hancur. Nyamuk itu bergumul untuk membebaskan diri, keenam
kakinya menendang-nendang, sayapnya masih mencoba terbang.
Semua itu terjadi dalam sekejap. Kurang dari lima detik antara
saat take-off dan saat menelan separuh badan nyamuk.
Tepat selama itulah waktu yang kubutuhkan untuk merampas
kembali kendaliku atas tubuh ini. Yaitu tepat ketika aku menyadari
ada sisa-sisa tubuh nyamuk yang menyembul keluar dari mulutku.
Dan sayangnya, aku bisa melihatnya dengan jelas sekali.
Chapter 11 < AAAAAHHHHHH! Pelan-pelan dong!> teriak Marco.
protesku.
demorph di tengah-tengah pantai yang penuh senapan dikokang.>
Aku masih berada dalam wujud capung. Dan pemandangan di
tubuh bagian belakangku menunjukkan perutku yang panjang dan
berwarna hijau manila. Dan di perutku itu, lima ekor kutu sedang
nangkring mirip monster-monster naik roller-coaster yang duduk
menyebar tak beraturan.
udara. Memangnya kau lagi main film Top Gun.>
duri-duri di kakiku....>
Cassie.
ini bisa dijadikan buku Miss Spider Goes Flying. >
menjelaskan.
untuk menerbangkan kita kemari, waktu kita tinggal dua puluh menit
lagi.> Ax benar. Kedengarannya memang mudah, menaikkan lima
ekor kutu ke atas badan capung. Tapi hasilnya malah seperti adegan
film The Three Stooges('Film komedi hitam-putih tentang tiga pria
bodoh). Kutu tak bisa melompat tepat sasaran. Perlu waktu satu jam
bagi kutu-kutu tersebut untuk melontar-lontarkan dirinya seperti
pemain trampolin sampai semuanya naik ke punggungku.
Tobias berada pada jarak seratus meter di atas kami, berusaha
sebisanya untuk terlihat seperti elang yang sedang melayang-layang
santai. Sayangnya, elang ekor merah biasanya jarang berputar-putar di
atas pantai. Kami butuh Tobias untuk menuntun arah terbang kami
menuju ke kompleks tersebut. Mata capung sangat bagus menurut
standar serangga, tapi masih tak dapat menjangkau jarak ribuan meter
yang memisahkan kami dengan tembok luar kompleks Marriott,
sedang Tobias dapat dengan mudah melihat serangga besar ini.
Rachel. < Tobias ibarat pilotnya, dan kita ibarat "senjata pintar" yang
bisa mencari sasaran sendiri.>
manusia! >
Pepohonan itu menjulang tinggi, berwarna merah dalam
penglihatanku. Cabang-cabangnya yang besar berusaha
menjangkauku. Tapi aku terus melewatinya.
membunuh itu.> Aku melihat bangunan hotel utama itu di depanku. Tiba-tiba
warnanya berubah menjadi merah dan jingga yang menghanyutkan
emosi jiwa, tapi itu jelas gedung sasaran kami.
Cuma ada satu masalah.
pakaian seragam mereka. Dan mereka terus-terusan memberi hormat
pada para tamu dengan mengangkat topi mereka sebelum mengangkut
koper-koper. >
David.
kepalanya. >
Cassie.
Aku tak punya ide yang lebih bagus. Keenam temanku juga.
Sungguh, saat itu aku benar-benar mau menerima usul lain.
Aku meluncur turun ke arah pintu utama hotel. Mobil-mobil
limusin tengah antre untuk menunggu para penumpangnya turun. Para
penjaga keamanan ada di mana-mana. Para pegawai Marriott Resort
yang berseragam mencoba menyelipkan badan mereka di antara para
penjaga keamanan untuk mengerjakan tugas mereka sendiri.
Rachel menjelaskan.
pakaian">
Aku tak menghiraukan semua ini dan memusatkan pandangan
pada kerumunan orang di depanku. Cukup mudah untuk melihat
dengan jelas mana pesuruh hotel dan mana yang bukan. Dan topi
mereka cukup mencolok. Hal yang harus kami lakukan ialah
menemukan pesuruh yang sebentar lagi akan...
Aku baru saja menekan pedal gas dalam-dalam. Aku sedang
memperhatikan salah satu topi, dan tangan yang naik ke atas untuk
menyentuh pinggiran topi itu. Bagian belakang topi itu naik.... naik...
naik... lalu terbentuk sebuah celah!
Wuuusss! Kami melesat ke bawah pinggiran topi yang lebar! Terjadi
kegelapan mendadak. Mataku tak mampu beradaptasi. Aku tak bisa
melihat.... Bum! Aku menabrak tembok dari beludru. Ternyata itu bagian depan
topi sebelah dalam. Aku harus menjaga ketinggianku agar tetap sama.
Jika aku mendarat di kepala orang ini, pasti kami akan ketahuan.
Lalu kegelapan itu menjadi gelap gulita, total. Cahaya matahari
yang berasal dari celah tempatku masuk tadi sudah lenyap. Topi itu
sudah dipasang kembali pada kepalahya. Aku mengambang pada
ketinggian sama seraya mengepak-ngepakkan sayap seperti orang gila.
Tembok belakang mengejarku. Berarti orang ini mulai berjalan.
Aku berusaha untuk tetap berada pada ketinggian yang sama, di
tengah bundaran topi ini. Itu sulit dilakukan bila yang terlihat cuma
lingkaran tidak jelas di sekelilingmu.
Cassie.
Perjalanan dari pintu depan ke kamar tidur hanya memakan
waktu lima menit. Tapi apa yang dibilang orang, bahwa Dimensi
Waktu itu relatif, memang benar. Lima menit itu terasa seperti berjamjam.
Chapter 12 AKU terus berusaha menjaga ketinggian posisi tubuhku.
Si pesuruh hotel dan si tamu hotel sedang bercakap-cakap.
"Jadi, Anda bekerja di CBS News, ya?"
"Yap." "Kenal dengan Cokie Roberts?"
"Dia dari ABC."
"Oh, iya. Jadi, Anda kenal dia, tidak?"
"Tidak. Tapi aku kenal Dan Rather."
"Terserah. Pokoknya si Cokie itu, wow, dia betul-betul hot.
Maksudku, sebagai penyiar berita, dia betul-betul hot."
Dan akhirnya, kulihat apa yang sejak tadi kutunggu-tunggu.
Secercah cahaya! Si pesuruh itu sedang mengangkat topinya tagi!
Aku melesat dari dalam topi dengan kecepatan maksimal.
Keluar dari tepinya! Aku menambah ketinggian.
"Hei! Ada yang keluar dari topimu!"
"Masa bodoh. Anda tahu siapa lagi penyiar yang seksi" Bobbie
Battista. Anda kenal dia?"
"Dia orang CNN."
Aku melejit ke arah langit-langit, berbelok tajam ke kanan dan
menyusuri langit-langit dengan kecepatan tinggi. Papan langit-langit
yang berwarna putih cuma dua senti di atasku. Aku melihat gorden,
lalu melengkung turun di baliknya. Aku mencengkeram pipa
penggantung tirai dan bergelantungan di sana.
Ax.
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku melesat, sayapku hampir menyerempet langit-langit.
Sasaranku adalah kotak segi empat bercelah-celah yang berada di atas
dinding. Itu saluran udara untuk AC sentral. Apa celahnya cukup lebar
untuk kulewati" Aku menuju celah vertikal tersebut, bergerak menyamping,
melipat sayapku ke belakang dan melewatinya.
Marco.
Aku melesat menyusuri terowongan berbentuk segi empat yang
seolah-olah tak ada habisnya ini. Masih ada cukup cahaya dari lubanglubang yang
menuju kamar-kamar lain. Aku terus terbang, hanya
berhenti sebentar untuk menoleh ke arah setiap kamar yang kami
lewati. Semuanya sudah ditempati. Sebagian besar berisi wartawan
yang sedang membongkar koper. Dalam salah satu kamar kulihat
seseorang seperti petugas sekuriti Jepang yang sedang merakit
semacam peralatan. Tapi tak ada tempat untuk demorph. Situasinya
sudah benar-benar mendesak. Ax terus mengingatkanku.
Lalu...
keluar dari lubang udara yang menghadap ke ruang dansa yang luas.
Tapi bukan ruang dansa itu sendiri yang membuatku terpana.
sambil menatap pemandangan yang menakjubkan melalui mata
majemukku.
Aku terbang lagi, mencari, terus mencari, kamar demi kamar.
Kami mencapai persimpangan. Lurus" Belok kiri" Belok
kanan" Terowongan yang ke kanan terlihat lebih gelap. Gelap berarti
kamar tidur yang masih terkunci. Aku berbelok ke kanan.
Langsung saja kurasakan ada yang salah, ada yang tidak beres.
Terlalu banyak debu. Terlalu sedikit sirkulasi udara. Terlalu...
terbang! Aku mengepak-ngepak seolah sudah gila, tapi aku tetap
merasakan tubuhku dibungkus oleh tali-tali yang lengket. Aku bisa
menyentak ke sana kemari, tapi aku tak bisa lepas. Sayapku sudah
menempel ke tubuhku. Kakiku...
Oke, jangan panik, Jake, perintahku pada diri sendiri. Aku
berhenti menggeliat-geliut. Dan tepat pada saat itulah aku melihatnya.
Menyebar dari tubuhku ke segala arah ada tali-tali yang
mengilap. Dan lengket. Tipis tapi kuat. Dan membentuk semacam
pola. Pola jaringan.
arah, kulihat sosok hitam dan menyeramkan bergelantungan di atasku
pada seutas tali. Delapan kaki. Delapan mata yang dingin dan keji.
Rahang maut itu bergerak-gerak, terbuka, tertutup, terbuka,
tertutup. Aku terperangkap dalam sarang labah-labah.
Dan pemilik sarang ini sedang di rumah.
Chapter 13 DIJEBAK oleh seekor labah-labah!
Kami berada dalam gedung dengan pengamanan paling ketat di
seluruh dunia. Dikelilingi oleh pasukan sekuriti dari lima negara
asing, plus Yeerk, dan aku ditangkap oleh seekor labah-labah!
Si labah-labah mendekat, penuh perhitungan tapi gesit. Dia
memilih jalannya dengan hati-hati menuju ke tengah sarangnya. Aku
dapat melihat dengan jelas matanya yang melotot: sepasang berukuran
besar dan dua pasang yang lebih kecil di bawahnya. Dan aku dapat
melihat rahang-rahang penjepit yang menyeramkan, yang khusus
didesain untuk mencabik-cabik serangga.
Aku tak bisa lolos dari sarang labah-labah ini. Tidak bakal bisa tanpa
tambahan berat badan. Aku mulai demorph dengan kecepatan maksimal. Aku bermula
dari serangga berukuran lima senti. Beberapa saat kemudian aku
sudah sepanjang sepuluh senti dengan tubuh yang aneh. Sarang itu
terkoyak. Aku jatuh ke atas lempengan baja.
Si labah-labah terus maju. Aku terus bertambah besar. Tubuhku
sudah sepanjang 25 senti. Ciri-ciri capung sudah digantikan ciri-ciri
manusia ketika DNA manusia semakin memperkokoh keberadaannya.
Lensa mata majemukku yang menghadap ke belakang
menunjukkan para kutu itu, yang jaraknya semakin renggang satu
sama lain, sementara tubuh di bawah mereka membengkak. Tapi salah
satu kutu sudah tidak utuh lagi.
Kutu itu berdarah. Darah mengalir deras melalui lempenganlempengan kulitnya.
Darahku! Tubuhku yang berubah wujud pasti telah membentuk
pembuluh nadi semi-manusia! Desakan mendadak dari tekanan
darahku yang baru muncul telah meledakkan organ-organ internal
Cassie. Benakku menjerit. Cassie luka! Si labah-labah masih
memburuku! Tubuhku sendiri masih berupa gumpalan tidak jelas.
Tapi aku sudah bebas dari jaring perangkap! Kugetarkan
sayapku. Tidak terjadi apa-apa! Aku sudah terlalu besar. Aku harus
morf kembali menjadi capung.
Tubuhku menyusut... terlalu lamban! Dan kini si labah-labah
sudah berani lagi, kembali berlari di atas delapan kaki. Rahang-rahang
penjepitnya membuka-menutup dengan cepat.
Aku berubah secepat mungkin. Kembali jadi capung lagi, dan
bebas dari sarang labah-labah. Tapi Cassie terjatuh dari punggungku!
putus asa.
David.
David mulai demorph. Kugetarkan sayapku, tinggal landas, dan
berputar dengan cepat. Kulihat Cassie terbaring tanpa daya di lantai.
Aku meluncur turun, mengangkatnya dalam mulutku, dan kabur
secepat mungkin. Kembali ke tempat kami datang tadi.
Tapi kini David sedang bertumbuh, membebaniku!
Tak ada waktu! Aku melihat lubang itu. Celah-celah vertikalnya. Aku melipat
sayapku, melesat melewatinya, dan berseru,
udara, bertambah besar sambil meluncur turun.
menghilang dari pandanganku sementara ia terjatuh menempuh jarak
ribuan kilometer ke lantai ruang dansa ini.
Aku sudah mulai melepas wujud capungku ketika hinggap di
atas pinggiran meja yang melengkung.
Jantungku berhenti berdetak.
sayap melesak masuk, abdomen menciut, kaki menebal.
Mataku sendiri muncul, dan aku bisa melihat seseorang berubah
wujud hanya tiga puluh senti dari pinggir meja. Tapi itu bukan seperti
perubahan mana pun yang pernah kusaksikan. Orang itu tidak
berubah, cuma bertambah besar.
Bertambah besar dalam wujud kutu.
Kutu setinggi tiga puluh senti. Lalu lima puluh senti!
Asal kalian tahu, ada alasannya mengapa manusia merasa jijik
melihat serangga. Kapan-kapan cari gambar kutu yang diperbesar.
Lalu bayangkan gambar itu sebesar manusia.
Monster itu berdiri di atas enam kaki yang berduri. Sekujur
tubuhnya berwarna seperti besi berkarat. Tubuhnya gepeng, seolaholah dilindas
kereta api. Tubuh itu terdiri atas lempengan-lempengan
baju baja. Kepalanya bulat seperti helm, dengan dilingkari duri-duri
yang menghadap ke belakang yang membentang dari kiri ke kanan.
Seperti patung Liberty. Di bagian bawah bola helm itu ada duri-duri
lagi, seperti jenggot yang menyeramkan. Dua antena pendek mencuat
dari bagian depan. Dua gigi harimau sabertooth (Harimau purba;
harimau dengan dua gigi taring panjang yang tumbuh sampai ke
bawah rahangnya) menggantung ke bawah.
Monster itu memiliki dua mata yang hitam seperti kancing.
Mata tanpa pupil dan tak bisa bergerak-gerak.
Kini kutu itu sudah sebesar anjing.
Chapter 14 AKU tak sanggup melihatnya.
Marco bakal terperangkap dalam tubuh kutu raksasa yang
menyeramkan" Dan Cassie... bagaimana nasibnya"
Tiba-tiba, dari tepi meja di seberangku, dia muncul. Dia sudah
demorph sepenuhnya. Tubuhnya sudah berupa tubuh anak perempuan,
walau aku baru separuh berubah.
Ditatapnya Marco dengan tajam. Diletakkannya telapak
tangannya ke sisi tubuh Marco, tanpa menghiraukan tajamnya duriduri itu.
Kutu itu... Marco... mencoba melompat. Tapi kakinya, yang
biasanya mampu melontarkan tubuh kutu ke udara, sudah terlalu
lemah untuk menggerakkan badan monsternya.
"Ayolah, Marco," bujuk Cassie. "Bebaskan pikiranmu dari rasa
takut. Kau pasti bisa. Kau pasti akan kembali seperti semula.
Fokuskan pikiranmu pada gambaran dirimu. Ciptakan gambaran anak
laki-laki dalam benakmu. Lepaskan rasa takut itu dan pusatkan
perhatian hanya pada gambaran sosok tubuhmu."
Kami semua demorph. Kepala Rachel muncul dari tepi meja,
lalu David dan Ax. Satu demi satu mereka memperoleh wujud normal
mereka. Satu demi satu mereka memasang ekspresi ketakutan di
wajah mereka. Kami semua menatapnya. Menatap kutu berukuran monster.
Dan menatap Cassie. Lalu, perlahan-lahan, lempengan baja itu mulai melunak
menjadi daging dan kulit. Rahang, duri, dan taringnya masuk ke
dalam. Helm berduri berubah menjadi rambut.
Perlahan-lahan sosok Marco muncul.
Akhirnya dia duduk, sebagai manusia, di bibir meja. Dia
memandang Cassie, lalu melakukan sesuatu yang tak kuduga mampu
diperbuatnya. Dia memeluk bahu Cassie dan menangis di sana.
"Terima kasih," bisiknya. "Terima kasih, Cassie. Kau telah
menyelamatkan nyawaku."
Kami berempat yang menyaksikannya menatap Cassie dengan
ekspresi yang hanya bisa didefinisikan dengan kata kagum.
Rachel bergeser mendekat ke arahku dan berbisik di telingaku.
"Wow, tadi itu membuat bulu kudukku merinding."
Aku mengangguk. "Yeah."
"Itu seperti mukjizat," komentar David.
Marco merosot turun dari meja dan menghapus air matanya
dengan punggung tangannya. Ax menampilkan senyum Andalite-nya
padaku, sesuatu yang bisa dilakukannya hanya dengan menggunakan
mata.
yang belum pernah kulihat sebelumnya.>
"Oke," kata Marco, menyentakkan kami semua dari keadaan
tidak sadar. "Ada yang cukup peduli untuk memperhatikan di mana
kita berada?" Kugelengkan kepalaku untuk kembali ke alam nyata. "Yeah.
Aku memperhatikannya tadi waktu kita melewatinya. Itulah sebabnya
mengapa aku tidak mau kemari. Sampai kita tidak punya pilihan lagi.
Ax! Bersiaplah untuk berkelahi, lenturkan ekormu. Rachel" Mungkin
kita butuh kekuatan penuh."
"Apa... apa sih benda-benda ini?" tanya David, melihat
berkeliling ruangan. "Dan coba lihat ruangan ini! Benar-benar besar!"
dansa ini. Ukurannya tiga kali ruang makan kantin sekolah kami. Di
sini terdapat barisan meja-meja panjang, ditutupi taplak berwarna
putih. Pada langit-langit tergantung lampu kristal yang besar sekali.
Karpet merah dengan motif bunga-bunga terhampar di sekeliling
kami, di seluruh ruangan ini, kecuali di lingkaran tempat kami berdiri.
Pada setiap sudut ruangan terdapat tiang marmer dekoratif yang besar,
mungkin garis tengahnya mencapai tiga meter.
Tapi di sini, di salah satu sudut ruangan, terdapat kolam baja
anti-karat sebesar separuh kolam mandi air panas. Tepat di mana tiang
marmer keempat seharusnya berada.
"Tak mungkin!" kata Rachel sambil mulai berubah menjadi
beruang grizzly. "Seseorang pasti melihatnya. Di mana-mana kan ada
petugas sekuriti." Tepat pada saat itu mulutnya berubah menjadi moncong.
"Rachel benar, tak mungkin menyembunyikan semua ini,"
kataku. "Kecuali..."
Ax mengangguk.
Chapter 15 "DI dalam hologram?" ulang David.
"Lihat tiang-tiang raksasa di tiap-tiap sudut" Seharusnya ada
tiang juga di sini, tepat di tempat kita berdiri. Tapi ternyata tidak ada.
Gantinya malah kolam Yeerk mini ini. Dan... dan benda itu."
Aku menunjuk semacam alat yang terlihat seperti pistol Dracon
yang besar dan bermoncong tumpul. Benda itu diletakkan di atas meja
kecil, tempat Marco dan aku demorph.
menyebabkan hologram ini. >
Aku melihat berkeliling, mencoba menarik kesimpulan.
Tampaknya kami sedang berdiri di dalam tiang marmer selebar kirakira tiga meter.
Di belakang kami ada semacam panggung. Bukan
panggung betulan, cuma lantai yang agak tinggi, dengan mimbar yang
biasa digunakan presiden. Itu lho, mimbar yang bagian depannya
berhias tanda kepresidenan besar berwarna biru, dengan gambar
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rajawali botak sebagai lambang negara kami.
Aku melirik Rachel. Tubuhnya menjadi terlalu besar untuk
tempat sesempit ini. "Rachel" Sori, aku menarik lagi komandoku tadi.
Demorph."
Aku menengadah ke langit-langit. Di antara lampu-lampu
kristal terdapat atap kaca yang semi-transparan. Aku bisa melihat
cahaya matahari. Aku menatap lubang saluran AC yang tadi kami
lewati. Tiang atau pilar ini berjarak satu meter dari dinding, dan pipa
saluran AC itu menjorok ke luar, sehingga lubangnya hanya berada
beberapa senti saja dari "tiang" ini. Hologram ini pasti lebih lemah di
bagian atas, di tempat yang tidak terlalu penting.
"Apa yang akan terjadi seandainya seseorang bersandar pada
tiang atau pilar atau apa pun ini?" tanya David. "Mereka pasti
menggunakan force field atau medan gaya juga, bukan hanya
hologram." Ax mengangguk setuju.
terselubung di atas sana. Mereka menembak menembus atap dan tiang
ini, benar-benar melenyapkannya. Lalu mereka mengarahkan
pemancar hologram berkekuatan tinggi melalui lubang di atap untuk
menggantikan pilar yang telah mereka hilangkan. Sebuah hologram
yang dibantu force field. Medan gaya itu mengarahkan tekanannya ke
luar, tentu saja. Kita bisa melangkah keluar dari hologram ini kapan
saja. Tapi kita takkan bisa masuk kembali.>
"Jadi, mengapa atapnya tidak roboh?" tanya Marco.
"Mungkin tiang ini cuma dekorasi," usul David.
"Mungkin tidak benar-benar berfungsi untuk menahan beban
atap. Mereka cuma dibuat untuk kelihatan keren saja."
"Jadi, apa tujuannya?" tanyaku. "Force field-nya sudah
dipasang. Bagaimana cara para Pengendali masuk ke sini?"
Ax menunjuk pada semacam lengkungan yang terbuat cuma
dari kabel besar. Benda itu membentuk semacam pintu yang tak
kelihatan, jika kau bisa membayangkannya.
semacam alat pengontrolnya. Mereka dengan mudah dapat mematikan
force field di situ setiap kali mereka harus masuk ke dalam tiang ini.>
Ax menyelip-nyelip melewati tubuh-tubuh kami, menuju panil
komputer kecil di sisi kolam Yeerk. Ia menatapnya selama beberapa
saat, lalu memencet sebuah tombol. Tak ada yang berubah.
Aku melangkah keluar, langsung menembus apa yang terlihat
seperti marmer dari luar. Lalu aku berbalik dan menekankan tanganku
pada marmer yang dingin ini. Aku bergeser ke samping sampai
menemukan lengkungan itu. Tiba-tiba tanganku lenyap ke dalam
marmer. "Pintunya sudah terbuka," kataku. Aku melangkah masuk
kembali untuk memastikan. "Aneh sekali. Force field-nya sudah mati,
tapi hologramnya masih terlihat sungguhan. Berani sumpah,
kelihatannya seperti berjalan menembus tembok."
Aku melangkah keluar sekali lagi. Sekali lagi kolam Yeerk mini
dan semua teman-temanku lenyap di belakangku. Aku berdiri di
samping tiang marmer berwarna merah muda.
Takkan ada orang yang curiga bahwa ada yang aneh dengan
tiang ini. "Pokoknya itu yang aku mau!" sebuah suara berkata.
Aku menyusup ke kolong. Ke bawah meja saji terdekat dan
berguling ke tengahnya. Taplak meja yang putih menggantung di
sekelilingku. Kulihat tiga pasang kaki mendekat. Dua pria dan satu wanita.
Aku memaki diriku sendiri karena tidak hati-hati. Tentu saja orangorang akan
keluar-masuk ruang jamuan makan ini.
Aneh sekali. Aku merasa sendirian dan terpencil. Namun aku
tahu teman-temanku berada cuma beberapa meter saja di dekatku. Di
dalam apa yang terlihat seperti tiang marmer.
"Aku ingin meja kehormatan diletakkan lebih ke belakang,
lebih dekat ke podium," salah satu pria itu berkata.
"Tapi bagaimana POTUS dan para HOS lainnya bisa naik ke
podium?" tanya si wanita.
Aku pernah mendengar istilah "POTUS". Singkatan itu berarti
"President Of The United States" - Presiden Amerika Serikat. Tapi
apa artinya HOS" Head Of State - kepala negara"
"Sang presiden dan para kepala negara lainnya akan berdiri dari
tempat duduk mereka dan berjalan sepanjang meja ini, melalui para
fotografer, dan melewati bagian belakang pilar, lalu naik ke atas
podium." "Tony, itu tidak masuk akal," pria yang satunya berkata.
Tiba-tiba tiga kursi di dekatku ditarik ke luar! Kaki-kaki
menuju ke arahku! Dua kaki wanita yang roknya selutut dan empat
kaki yang diselubungi celana abu-abu bergaris-garis hitam.
Ketiga orang itu duduk. "Ugh!" Aku mengeluarkan suara tertahan ketika sebuah sepatu
menendang tulang rusukku.
"Jangan berani-berani bilang apa yang masuk akal padaku. Aku
menghabiskan waktu berminggu-minggu merencanakan semua ini,"
kata pria bernama Tony tersebut.
"Kalau begitu, kenapa omonganmu tadi pagi berbeda sekali?"
tanya si wanita. "Kalian pasti salah paham akan apa yang kukatakan tadi pagi,"
sahut Tony dingin. "Aku tidak melihat letak kesalahpahamannya."
"Oke, Sheila, akan kusederhanakan bagimu: Aku adalah Ketua
Seksi Acara Gedung Putih. Ini acaraku. Siapa yang duduk di mana
adalah urusanku. Tugasmu hanyalah mewujudkannya."
Tiba-tiba saja aku mendapat firasat bahwa aku tahu sesuatu
tentang Tony yang tidak diketahui orang lain. Aku beringsut-ingsut
untuk membalik badan, menghindari kaki-kaki itu. Aku harus melihat
sol sepatu Tony. "Tony, tak usahlah bersikap seperti...," pria yang satu lagi mulai
bicara. "Dengar, kerjakan saja, oke?" perintah Tony.
"Yah, baiklah, tapi takkan ada waktu untuk berubah pikiran lagi
sebelum acara jamuan makan malam itu," kata Sheila, terdengar
tersinggung. "Kau kan tahu para anggota Secret Service menuntut agar
semua hal, sampai sekecil-kecilnya, dilaporkan pada mereka sebelum
penyelenggaraan acara."
"Aku takkan mengubah rencanaku lagi. POTUS dan yang
lainnya akan mencapai panggung dari balik pilar itu. Itu sudah
keputusan terakhirku."
Mereka berdiri. Dan tepat pada saat itu aku melihat apa yang
sudah kuduga sejak tadi: sebuah celah sayatan pada sol sepatu Tony,
tepatnya di bagian tumit.
Aku hampir tertawa. Aku menunggu sampai keadaan aman
sebelum masuk lagi ke dalam pilar itu.
Begitu tiba di dalam, Ax berkata,
lebih lemah di bagian atas.> "Itu masuk akal," kataku. "Mereka harus
membuatnya kuat di bagian bawah, tempat yang kemungkinan besar
disentuh orang. Itu sebabnya aku mampu menembus ilusi ini waktu
aku lewat di atas dalam wujud capung."
yang begitu mengundang. "Oke. Ayo, kita pergi dari sini," aku memutuskan. Tapi Ax
ragu-ragu. Ia mengarahkan mata tanduknya penuh arti ke arah kolam
baja anti-karat.
Aku tahu apa yang diusulkannya. Mudah sekali untuk
menghabisi mereka saat itu juga. Tapi jika itu kami lakukan, para
Yeerk dapat dengan mudah menggantikan saudara-saudaranya yang
mati. Dan mereka akan sadar bahwa kami tahu rencana mereka.
Lagi pula, agaknya bukan perbuatan baik membunuh keongkeong yang tak berdaya.
Aku yakin akan hal itu. Aku menggelengkan kepala. "Ayo terbang."
Beberapa keputusan bisa dibilang bijaksana. Beberapa bisa
disebut bodoh. Beberapa lagi bisa dikategorikan sebagai keduanya.
Keputusanku kali ini termasuk jenis itu.
Chapter 16 < TOBIAS! Apa kau bisa mendengarku"> tanya Ax dalam
bahasa-pikiran. Tak ada jawaban. Tidak heran. Tobias mungkin masih terlalu
jauh untuk bisa "mendengar". Kami semua kembali ke wujud burung
camar. Tapi jika kami terbang langsung ke atas, kami mungkin akan
muncul dari tengah-tengah atap. Mungkin kami akan terlihat seperti
tembus begitu saja dari atap yang sedang diperhatikan oleh selusin
petugas sekuriti - dan mungkin juga si pria botak.
Kami butuh pengalih perhatian.
"Alarm kebakaran," usul David. "Aku pernah melakukannya
dulu, di sekolahku yang lama, supaya tidak jadi ujian."
David menunjuk tuas kecil berwarna merah di tembok.
"Oke," kataku. "Ide bagus."
"Aku yang tekan," David mengajukan diri.
"Kita semua siap-siap jadi burung camar. David" Kau harus
membantingnya dan langsung lari kemari."
"Paham." "Oke. Siap" Mulai!"
Kami berubah. David berlari. Ditariknya tuas itu ke bawah.
BRRRRRRRIIIIIIINNNNNNGGG!
David berlari kembali, mendekati kami.
Blam! Kakinya tersandung kaki kursi dan ia jatuh membentur
lantai. Sedetik kemudian, pintu ruang pesta ini terpentang lebar. Empat
pria bersenjata bergegas masuk, dengan laras senjata diangkat.
Dalam sekejap aku menyadari kesalahanku. Memang, alarm
kebakaran akan mengalihkan perhatian pengawal biasa. Tapi para
Pengendali akan mendengarnya juga, dan berlarian kemari - langsung
menuju kolam Yeerk yang disembunyikan ini.
David berguling ke bawah meja.
Waktunya ambil keputusan kilat. "Kalian semua selesaikan
proses morf dan pergi dari sini! Sekarang! Aku akan menjaga David."
"Tapi...," protes Rachel.
"Jangan membantah, Rachel," desisku. "Tutup gerbang
hologram setelah aku keluar. David dan aku akan menemukan jalan
keluar lain." Aku merangkak keluar dari pilar. Aku lolos dari
penglihatan para Pengendali itu begitu aku masuk ke kolong meja.
Lalu, setelah mengintip melalui kaki-kaki kursi, aku menemukan
David. Hanya saja dia sudah bukan David lagi.
Cassie telah menolongnya menyadap morf binatang kuat. David
memilih DNA singa jantan. Selagi aku menatapnya, kulihat surainya
yang lebat muncul dari sekeliling lehernya.
Aku mengucapkan kata "jangan" tanpa mengeluarkan suara.
Kami harus melarikan diri, bukan bertarung. Tapi David cuma nyengir
saja. Dia masih menyeringai ketika gigi taring kuning sepanjang
delapan senti tumbuh mencuat dari bibir atasnya.
"Ganjal pintu itu!" perintah salah satu Pengendali. "Dorong
beberapa meja untuk menahannya. Aku akan menggunakan frekuensi
yang aman untuk menghubungi orang-orang kita. Kita tak bisa
membiarkan pasukan sekuriti lain menyerbu masuk kemari."
Aku melihat banyak kaki berjalan kian kemari. Kudengar meja
didorong di atas karpet untuk memblokir pintu utama.
"Oke, kalau memang ada aksi penyusupan Andalite di sini,
mereka bisa berupa apa saja. Bahkan lalat. Bisa saja ini cuma alarm
rusak. Kita bisa tahu begitu kita periksa isi kolam. Kalau memang
Andalite... yah, teman-teman kita di dalam kolam itu pasti sudah
mati." Aku mengembuskan napas lega. Untung kami tadi tidak
mengotak-atik para Yeerk di dalam kolam. Sekarang, kalau saja aku
bisa mencegah David bertindak bodoh, kami bisa keluar dari sini
dengan selamat. Para Pengendali hanya akan mengecek kolam Yeerk
dan memastikan saudara-saudara mereka masih hidup.
Aku mulai merangkak dengan kewaspadaan penuh ke arah
David. Dia masih sejauh sembilan meter, wajahnya tersembunyi oleh
kegelapan dan kaki-kaki kursi. Ditambah lagi, wajahnya sedang
berubah dengan cepat. Aku terus menggeleng-gelengkan kepala. Aku terus membuka
mulutku dan menggerakkan bibirku untuk membentuk kata "jangan".
Aku mencoba membuatnya mengerti apa maksudku. Tapi dia terus
saja berubah. Ekor panjang yang ujungnya penuh bulu keluar dari
kolong meja. Kaki-kaki berjalan melewatinya, hampir saja menginjaknya.
"Matikan hologramnya," perintah Pengendali nomor satu.
Aku melihat ke belakang. Tiang marmer itu masih ada di sana,
lalu lenyap begitu saja. Digantikan oleh tangki baja anti-karat, meja
kecil, dan pemancar hologram yang aneh itu.
Dua pasang kaki menuju ke kolam itu. Aku mendengar suara
engsel berkeriut. "Mereka baik-baik saja!" seru Pengendali nomor dua.
"Oke," kata pemimpin mereka, mendesah lega. "Berarti bukan
penyusupan Andalite. Mereka takkan pernah membiarkan orang-orang
kita tetap hidup. Singkirkan meja saji itu. Aku akan memberitahu yang
lain. Nyalakan hologram."
Pilar itu muncul kembali.
David kini sudah menjadi singa seutuhnya. Ia mengibasngibaskan ekornya, menjauh
dari kaki-kaki orang. Jarak kami sudah
tinggal tiga meter lagi. Yang harus dilakukannya hanyalah tetap diam.
Yang harus dilakukan David adalah...
Para Pengendali mondar-mandir. David memalingkan
kepalanya yang besar. Kulihat otot-otot pahanya diregangkan, siap
menyerang. Aku merangkak ke arahnya secepat mungkin, dan, sedetik
sebelum ia melompat keluar, kusambar surainya dengan tangan
kananku. Nah, biarkan aku berhenti sebentar untuk menjelaskan bahwa
hanya karena aku sudah sering berubah menjadi binatang, tidak berarti
aku sudah kehilangan respek terhadap mereka. Kau sering melihat
singa di TV, di film-film atau dalam adegan iklan atau di mana saja,
dan mereka terlihat jinak dan manis. Atau kau pernah melihat mereka
tidur-tiduran telentang, di bawah keteduhan pepohonan di sabana.
Tapi kau harus tahu satu hal. Alasannya singa sering tidur
adalah karena mereka merupakan pembunuh yang sangat efektif.
Mereka tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk membunuh
mangsa, sebab selama masih ada mangsa, mereka masih bisa hidup.
Mangsanya tak pernah berhasil meloloskan diri.
Aku merenggut surai si singa. Sekitar sedetik kemudian baru
aku sadar ini pertama kalinya David menjadi singa. Dan dia mungkin
belum sepenuhnya mengendalikannya.
Yang berarti peganganku pada surainya takkan bertahan lama.
"David," desisku dalam bisikan pelan.
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan...Lakukan...Apa pun."
Dia menatapku dengan mata cokelat keemasan. Dan pelanpelan, dengan sengaja,
ditariknya bibirnya ke belakang untuk
menampilkan taring-taringnya.
"Oke, ayo pergi," kata si pemimpin para Pengendali. "Tak ada
apa-apa di sini." Pintu ganda itu terbuka. Kulihat kaki-kaki bergerak menjauh.
Aku masih memegang segenggam surai. Wajahku masih
beberapa senti saja dari moncong singa. Dan otakku langsung
mengingat fakta bahwa salah satu cara singa membunuh mangsanya
adalah dengan meremukkan tengkorak si mangsa itu.
"Ah, tidak. Aku tahu kau masih pegang kendali."
"Yah, kulihat tidak ada perlunya."
Aku kaget. Lalu diam saja.
Begitu dia sudah menjadi manusia lagi, aku berkata,
"Menurutku cara terbaik untuk keluar dari sini adalah sama seperti
cara kita masuk." Aku merangkak keluar dari kolong meja dan berdiri.
"Hanya ada satu perbedaan. Kita tak punya waktu untuk menunggumu
melompat-lompat dalam wujud kutu agar bisa mendarat di atasku."
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?"
"David, jangan punya anggapan yang tidak-tidak tentang diriku
karena hal ini, tapi gigitlah aku."
"Apa?" "Gigit punggungku. Kita akan berubah bersama-sama. Semoga
waktu taring-taring kutumu muncul menggantikan gigi manusiamu,
kau tetap tersangkut di punggungku."
"Yeah, dan semoga aku tidak berubah seperti Marco dan
menjadi kutu raksasa sebelum aku menciut," katanya. "Bisa-bisa kau
kesakitan nanti." Ide itu berhasil. Dan kami melesat melalui saluran AC sampai
kami melihat cahaya matahari. Ternyata ada lubang udara yang
membuka ke arah luar gedung. Lubang itu disamarkan dengan
bebatuan palsu. Kami meluncur keluar dan Tobias menyambar kami dari udara.
Kami terbang pulang sementara pikiranku dipenuhi keanehan tentang
pertanyaan David. Siapa yang akan menang kalau singa bertarung melawan
harimau" Dan kenapa aku tiba-tiba peduli untuk mengetahui
jawabnya" Chapter 17 KINI kami sudah tahu rencana para Yeerk. Mereka akan
menunggu sampai acara jamuan makan malam besar. Para kepala
negara akan berjalan ke panggung, satu demi satu, untuk
menyampaikan pidato. Satu demi satu mereka akan melewati bagian
belakang tiang marmer palsu.
Di sana, di luar penglihatan para tamu, mereka akan ditarik
masuk ke dalam pilar. Mereka akan dicekal, kepala mereka akan
dicelupkan ke dalam kolam Yeerk. Lalu segumpal lendir Yeerk akan
memasuki telinga mereka. Beberapa menit kemudian mereka akan
menjadi Pengendali. Sementara itu, pemancar hologram yang kami lihat tadi akan
memproyeksikan sosok sang kepala negara yang terus berjalan ke arah
podium. Beliau akan terlihat seolah-olah muncul dari sisi seberang
pilar, berjalan terus, lalu membawakan pidatonya.
Begitu pidatonya sudah selesai, kepala negara yang asli akan
siap muncul kembali. Proses pertukarannya akan diulangi lagi, hanya
kali ini kebalikannya. Hologram diganti dengan yang asli.
"Tony, si ketua seksi acara Gedung Putih, adalah pria bersepatu
tersayat," kataku kepada para Animorphs ketika kami sudah
berkumpul di gudang jerami. "Itulah tujuan mereka menculik
helikopter tersebut. Waktu itu bukanlah sang presiden yang mereka
incar." "Mereka mau gebrakan besar," kata David. "Mereka mau
mendapatkan semua kepala negara itu sekaligus. Jadi mereka sengaja
menangkap helikopter kedua, yang merupakan tiruan Marine One,
yang bertugas menembaki teroris kalau mereka menyerang Marine
One yang asli." "Tepat sekali," kataku. "Mereka butuh si ketua seksi acara,
orang yang merencanakan jalannya pesta makan malam itu. Jadi
Visser Three menyadapnya. Menggantikan tempatnya."
"Bagaimana dengan si ketua seksi acara yang asli" Si ketua
protokol itu?" tanya Cassie.
"Mungkin masih hidup," usul Marco. "Visser Three
membiusnya, mengambil pakaian dan sepatunya, lalu pergi
mengerjakan rencana jahatnya. Lalu si Tony yang asli bangun dan
tidak sadar apa yang sudah terjadi."
"Entahlah," kataku.
Tapi Ax yang menjawab.
Dan semua pegawai-pegawainya selalu dipantau dengan layar
monitor"> "Benar."
Pengendali, mereka takkan bisa menjauh dari pasukan pengawal
Presiden untuk masuk ke kolam Yeerk di bawah tanah setiap tiga hari
sekali. Jadi kita harus berasumsi bahwa rencananya adalah
menempatkan kolam Yeerk dan Kandrona di dalam Gedung Putih itu
sendiri.> Rachel berkata, "Hah! Bagaimana mungkin mereka bisa
merahasiakan semua itu?"
David yang menjawab. "Hanya Presiden yang dapat mengatur
hal seperti itu. Dan itu hanya bisa dilakukan kalau sebagian besar atau
semua anggota Secret Service dan staf Gedung Putih adalah
Pengendali." "Sasaran utamanya adalah sang presiden dan para kepala negara
lainnya," kata Marco setuju. "Mereka harus menguasai sang presiden,
karena beliaulah yang bisa mengizinkan mereka memasang Kandrona
di dalam Gedung Putih. Mereka perlu memasangnya. Tak mungkin
para staf Gedung Putih naik-turun ke kolam Yeerk di bawah tanah.
Jadi mereka tidak menjadikan Tony Pengendali sebab, jika rencana
besar mereka gagal, ia akan terjebak di Washington tanpa mendapat
sinar Kandrona." Cassie menggelengkan kepala. "Kesimpulan yang pintar, anakanak, tapi seperti
biasa kalian mengabaikan penjelasan yang jauh lebih
sederhana." "Penjelasan sederhana bagaimana?" tuntutku.
"Ego," kata Cassie. "Kalian harus sadar siapa yang sedang kita
bicarakan di sini. Visser Three. Ini adalah rencana paling besar yang
pernah dibuatnya! Jika berhasil, penyerbuan Yeerk ke Bumi telah
dimenangkan. Dia akan menjadi pahlawan besar di mata seluruh
penguasa kerajaan Yeerk. Dan jika gagal, dia akan terlihat kayak
orang tolol. Jadi, apa yang akan dilakukannya" Duduk-duduk saja di
pesawat Blade, mengawasi anak buahnya yang bekerja melaksanakan
rencananya" Tak mungkin. Itu bukan sifat Visser Three. Dia harus
terjun langsung. Dia ingin bisa bilang, 'Lihat, aku yang melakukan
semuanya. Aku, aku, aku!"'
Aku mengangguk. Seperti biasa, Cassie melihat apa yang luput
dari perhatianku. Cassie nyengir. "Dasar cowok," katanya, pura-pura mengejek.
"Yang kalian pikirkan cuma persekongkolan, kisah yang seru-seru.
Kalian selalu lupa bahwa itu semua pasti berhubungan dengan
kepribadian. Semua itu berhubungan dengan karakter seseorang.
Visser Three harus turun tangan. Dia seorang egomaniak - sombong
dan memuja diri sendiri."
Marco, David, Ax, Tobias, dan aku saling pandang, merasa
sedikit kecewa. "Aku tetap lebih suka pada penjelasan kami," kata David,
mewakili kami semua. "Yah, anggap saja pesta jamuan makan itu diselenggarakan
malam ini," kataku sambil menatap arlojiku. "Dan kalau aku tidak
salah, kita cuma punya sedikit waktu untuk menemukan cara
bagaimana menggagalkan rencana mereka."
"Aku harus terlihat berada di rumah," kata Rachel. "Mungkin
kau juga, Jake." "Sebenarnya, aku lebih bebas sekarang," kataku. "Kau sudah
dengar berita tentang Saddler, kan?"
Ternyata belum. Jadi aku menceritakan pada Rachel tentang
sepupu kami yang mengalami kecelakaan itu. Tentang orangtuaku
yang akan membantu mereka.
Dan tentang fakta bahwa Saddler kemungkinan besar takkan
mampu bertahan. Semuanya menyatakan ikut prihatin. Begitu pula David. Tapi
sementara mulutnya mengucapkan kata-kata itu, aku melihat sesuatu
di matanya. Sesuatu yang agak sulit kucerna.
Aku menatapnya dan dia memandangku dengan wajah yang
seakan-akan bersinar-sinar karena gairah yang tertahan. Seperti orang
yang baru saja tahu cara memenangkan lotre.
Dan aku mendengar gema suara Cassie dalam benakku: "Semua
itu berhubungan dengan karakter seseorang."
Chapter 18 AKU tidak mengenal David. Hal itu baru kusadari sekarang.
Aku tidak pernah punya cukup waktu untuk mengenalnya. Selama ini
krisis demi krisis datang bertubi-tubi sejak kami tahu bahwa David
menemukan kotak biru itu.
Aku kenal para Animorphs yang lain. Silakan sebut situasi apa
saja. Aku pasti bisa mengatakan bagaimana reaksi Cassie atau Marco
atau Rachel atau Tobias atau bahkan Ax. Tapi David tetap merupakan
misteri. Tak dapat diduga kelakuannya.
Selama ini dia bertindak berani. Dia melakukan apa yang harus
dilakukannya. Tapi ada hal-hal... misalnya bagaimana dia menyerang
burung gagak sewaktu jadi rajawali emas. Dan pertanyaannya yang
aneh sewaktu jadi singa. Dan perbuatannya menyusup masuk ke
kamar hotel malam-malam. Semuanya dapat dimaklumi. Tak ada yang benar- benar
keterlaluan. Mengingat hidupnya yang sudah hancur berantakan.
Kelihatannya dia cukup bisa bergaul dengan Cassie dan Rachel
dan Tobias. Dia selalu tak acuh pada Ax, seolah-olah takut
terhadapnya. Dan itu mudah dimengerti. Alien memang butuh waktu
lama untuk dijadikan teman.
David dan Marco jelas tidak akur satu sama lain. Tapi itu juga
bisa dimaklumi. Marco adalah sahabat karibku. Tapi seperti Ax,
Marco juga butuh waktu lama untuk berteman dengan orang baru.
Kami membahas rencana kami sore itu. Dan setelah selesai,
tepat ketika matahari terbenam, aku memberi Cassie tatapan yang
berarti "ikuti aku keluar". Kami keluar, meninggalkan mereka di
dalam gudang jerami. Aku mengajaknya ke tempat yang agak jauh, di luar jangkauan
pendengaran Tobias. "Kau ingin bertanya tentang David," kata Cassie.
Kurasa mulutku melongo. "Oke, tapi dari mana kau bisa tahu?"
"Sejak tadi kau memperhatikannya, seolah-olah ingin
memahami dirinya." Aku mengangguk. "Ya. Jadi, apa pendapatmu tentang dia?"
Cassie mengangkat bahu dan melirik ke arah gudang jerami.
"Entahlah. Aku sendiri tak bisa memahaminya. Dia kehilangan
keluarganya, hidupnya, rumahnya. Dia tidak tampak kesal gara-gara
hal itu, kan" Maksudku, kadang-kadang dia bersikap seolah kesal,
tapi... entahlah." "Nah, kau benar-benar telah menolongku," kataku sinis. "Kau
kan biasanya jadi si pembaca hati. Aku kan cuma si tolol kalau harus
memahami kepribadian seseorang."
Cassie terbahak. Lalu dia menggandeng lenganku. "Urus
masalahmu satu-satu, wahai sang pemimpin tak kenal takut. Kita
punya misi malam ini. Kita harus menyelamatkan dunia. Ayo, kita
kerjakan misinya, baru pikirkan masalah si anak baru."
"Apa pendapatmu tentang rencana kita?"
Cassie menaikkan pupil matanya. "Kata Ax rencana itu bisa
dilaksanakan, sedang Marco bilang ini rencana gila. Aku setuju
dengan mereka berdua."
Rencananya cukup sederhana. Tapi terlalu penuh rasa percaya
diri. Begini, kami tak ingin cuma menyelamatkan para kepala negara.
Kami ingin memaksa mereka menghadapi kenyataan ini: bahwa ada
alien di Bumi dan planet kita sedang diserbu.
Jika kami bisa melakukannya, planet Bumi benar-benar dapat
diselamatkan. Ax telah menjelaskan cara pembuatan hologram dan force field
itu. Sebuah pesawat Yeerk, barangkali pesawat Blade milik Visser
Three, diparkir di atas hotel mungkin pada ketinggian tiga kilometer.
Pesawat itu pasti diselubungi agar tak bisa dilihat radar atau mata
manusia. Pesawat itu harus mempertahankan posisinya agar tidak
bergoyang-goyang. Lalu sinar hologram dan force field ditembakkan
ke bawah melalui atap ruang jamuan makan itu.
Dibutuhkan energi yang besar sekali untuk itu.
merendahkan.
"Tubuh mereka, yang kita lihat, adalah
hologram."
"Jauh lebih superior," kata Marco, sengaja menangkap momen
itu untuk merendahkan Ax. Ia terus-terusan nyengir. "Jauh, jauh lebih
superior. Maksudku, agar kita bisa meluruskan masalah ini, apakah
menurutmu teknologi Chee dibandingkan dengan teknologi Andalite
itu ibarat teknologi manusia dibandingkan dengan... hmmm, misalnya
teknologi simpanse?"
Kami semua tertawa terbahak-bahak. Semua, kecuali David.
Pandangannya mengarah ke tempat lain. Dia menatap kami, tapi dari
jauh. Seolah-olah kami semua cuma hewan di kebun binatang. Seolaholah dia sedang
mengira-ngira isi hati kami.
Ternyata Ax bisa membalas Marco dengan telak. < Sebenarnya,
perbedaan yang kausebutkan sebagai ibarat itu harus lebih jauh lagi,
karena sebenarnya tidak banyak perbedaan antara teknologi manusia
dan teknologi simpanse.>
"Oooooh, si Ax-man menang lagi," kata Rachel cekikikan.
Rencana inti kami cukup sederhana. Menurut Ax, sinar dari
pesawat Blade difokuskan untuk lebih kuat di dekat permukaan lantai.
Semakin tinggi semakin mudah untuk menerobos force field dan
Animorphs - 21 Duel Antar Animorphs di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk ke dalam hologram. Dari tempat itu, kami bisa langsung turun ke kolam Yeerk.
Cuma ada beberapa masalah kecil. Kami harus segera membuat
pingsan Pengendali yang ditempatkan di dalam hologram pilar
tersebut. Dan jika salah satu dari kami melangkah keluar dari
hologram, akan ada petugas sekuriti yang mengepung kami sebelum
kami sempat berkedip. Lalu kami harus siap mencekal para pemimpin negara begitu
mereka didorong ke dalam oleh Pengendali di luar pilar dan
meyakinkan mereka untuk pura-pura menjalankan rencana para
Yeerk. Salah satu fakta yang harus kami hadapi adalah kebanyakan
dari mereka tidak bisa berbahasa Inggris.
Dan oh, ngomong-ngomong, Erek telah memperingatkan kami
bahwa satu dari pria-pria hebat itu, satu dari pemimpin negara itu,
sudah jadi Pengendali. Minimal satu.
Bakalan sulit sekali memenangkan permainan ini.
Chapter 19
tanya Marco.
kegilaan yang lalu itu tampak normal">
Rachel. Inilah yang sedang terjadi. Kami semua berwujud burung
pemangsa. Kami sedang melayang tinggi. Terlalu tinggi bagi burung
pemangsa untuk terbang di malam hari tanpa termal yang mengangkat
kami. Kami benar-benar berusaha keras, itu pasti. Kami mengepakngepak layaknya
orang gila, berjuang untuk mendapatkan setiap senti
ketinggian yang bisa kami capai.
Dan lebih buruk lagi, kami sedang membawa beban. Aku
membawa timah berbentuk butiran air mata.
Tidak begitu besar sih, hanya seberat empat ons. Tapi coba
kaubawa benda seberat empat ons saat kau sedang dalam wujud
peregrine falcon. Tubuh burung itu tidak begitu besar.
Tobias, Cassie, David, dan Ax membawa benda-benda
pemberat lainnya: batu timbangan, pemberat kail, dan bahkan jarum
pola. Kami menemukan benda-benda itu di antara alat-alat
pertukangan dan perlengkapan memancing di gudang jerami Cassie.
Rachel sedang membawa Marco.
Dan Marco adalah seekor ular.
Tepatnya, ular kobra yang pernah dimiliki David. Ular milik
David tidak berbisa karena kelenjar bisanya sudah dibuang. Tapi
karena proses penyadapan menggunakan DNA, pembuangan kelenjar
itu tidak ada hubungannya sama sekali.
Marco adalah ular kobra yang normal, dengan racun yang
mampu menjatuhkan seekor kuda dalam beberapa detik dan
membunuhnya dalam beberapa menit saja.
Rachel, yang tubuhnya paling besar di antara kami, dengan
wujud rajawali botaknya, mendapat tugas membawa Marco.
Kami sedang berada tinggi di atas pantai, menyusuri garis
pasang-surut agar tidak tersesat. Malam ini tak ada bulan. Bahkan
kalau seandainya ada, kami takkan pernah melihatnya sebab awan awan yang besar, hitam dan penuh titik-titik hujan - menutupi langit.
Awan-awan itu terasa berada tepat di atas kami. Sebenarnya
memang begitu. Selagi aku terbang, aku menyerempet bagian
bawahnya. Walau demikian ombak di bawah terlihat cukup jelas. Riakriaknya berwarna
keperakan, bergulung ke pantai, menjauh lagi, tapi
tetap menunjukkan arah yang sama, menuju ke arah resort. Untuk
berjaga-jaga seandainya ada masalah dengan kegelapan, Cassie telah
berubah menjadi burung hantu bertanduk. Mata burung pemangsa
kami tidak begitu tajam di malam hari, tidak seperti di siang hari. Tapi
Cassie dapat melihat kepiting-kepiting yang mondar-mandir ratusan
meter di bawah kami. Tepat di depan kami, tapi jauh di bawah sana, lampu-lampu
Marriott Resort bersinar-sinar menyilaukan.
Kami melewati barisan pepohonan yang menandai pinggiran
kompleks.
pendek. >
David, lalu tertawa sendiri.
meluncur ke bawah, maka kalian tahu bahwa force field masih cukup
kuat pada ketinggian ini.>
Apa itu lelucon Andalite" Entahlah. Aku tak pernah bisa yakin.
Ax memberikan tenaga ekstra pada sayap-sayap harrier-nya dan
terbang mendahului kami. Kami melihatnya melayang di atas ruang
jamuan makan, tepat di atas tempat hologram/force field menembus
atap. Dia tampak tidak yakin, berpindah-pindah tempat, lalu...
pusatnya, force field buatan Andalite pasti sepuluh kali lebih kuat
daripada ini.> Ia berputar-putar, berusaha tetap berada di dalam silinder itu.
Kami terbang untuk bergabung dengannya. Aku merasakan sensasi
gatal yang aneh dan menyeramkan ketika aku menembusnya. Seperti
ada semut mengerumuni tubuhku. Lalu aku sudah di dalam. Dan kini,
setelah masuk di dalam hologram, atap itu tiba-tiba berlubang. Di
bawah sana terang sekali. Cukup terang bagiku untuk melihat kepala
tiga orang Pengendali.
Kami dapat melihat kolam Yeerk. Dan Pengendali-Manusia
yang berjaga di sebelahnya.
Tiga kepala. Tiga target.
Marco, kalian belakangan. Dalam hitungan ketiga. Satu... dua...>
Aku melepaskan udara dari celah-celah bulu sayapku,
merenggangkan ekorku, dan meluncur turun. Aku mengepakkan sayap
untuk menambah kecepatan dan melesat menuruni silinder itu.
Makhluk tercepat di udara adalah peregrine falcon yang sedang
menukik. Kecepatanku mencapai seratus lima puluh kilometer per jam
dalam beberapa detik saja, dan masih terus bertambah cepat. Makin
cepat lagi, dan mata falcon-ku yang tajam melihat kepala di bawahku
semakin besar. Aku mencengkeram timah di antara cakarku.
Aku sebuah pesawat pembom. Dan kecepatanku sudah lebih
dari seratus tujuh puluh kilometer per jam ketika kujatuhkan bomku.
Sekarang kau tahu kenapa kami membawa benda-benda itu.
Chapter 20 TURUN, turun, turun seperti pesawat tempur yang jatuh!
Aku melepas timahku, membuka sayapku ke depan, mengerem
lajuku, dan bergerak menyingkir ketika bom David jatuh melewatiku.
Lalu, tiga bom lagi dilepas.
DUK! DUK! Kedua Pengendali jatuh seperti ada yang... yah, seperti ada yang
menimpakan timah ke atas kepala mereka.
Maksudku, mereka jatuh begitu saja. Orang ketiga tercengang
ketika bom berikutnya mengenai bahunya. Dia terlonjak ke samping,
menghindari bom berikutnya. Tapi bom terakhir mengenainya tepat di
kepala, dan dia jatuh menindih kedua Pengendali tadi.
Kami semua berputar-putar turun dalam lingkaran kecil di
dalam silinder ini ketika Rachel melesat lewat, menyeret Marco pada
cakarnya. Dia membuka sayapnya ke depan dan mengurangi
kecepatannya pada menit terakhir, lalu meluncur turun melalui lubang
itu. Kami mengikutinya. Salah satu Pengendali bergerak, mencoba
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 4 Pendekar Rajawali Sakti 190 Dedemit Pintu Neraka Mawar Berbisa 1