Ceritasilat Novel Online

Kupu Kupu Pelangi 4

Kupu Kupu Pelangi Karya Gola Gong Bagian 4


Watik menunduk. Si Ibu tersenyum menggoda. "Wah, mereka pasti nafsu banget lihat barang bagus kayak kami.
Orang tadi itu, pasti ngerayu kamu 'kan" Iya 'kan?" desaknya.
Watik mengangguk-angguk. "Ditawar berapa kamu?"
"Katanya, kalau saya mau keluar dari sini, saya mesti ngikuin apa kata dia."
"Ngikutin apa?"
"Nggak tau, Bu. Katanya sih, saya nggak usah keluar uang. Pokoknya, dia yang akan ngatur
semuanya." "Huh! Pasti begitu! Wong saya juga pernah ditawarin begitu. Orang di sini itu brengsek-brengsek.
Nggak sama yang muda kayak kamu atau sama yang mateng kayak saya ini. Mereka itu
bawaannya nafsu terus. Emang gitu kali bawaannya kerja di sini. Tiap hari lihat cewek nakal
melulu." 53 Vila Toedjoeh Tjemara (Donatus A. Nugroho) m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tapi, saya ingin pergi dari sini, Bu...," Watik terisak.
"Kamu ini, kenapa bisa terseret ke sini?"
Watik mengusap air matanya. Dia merasakan napasnya tersengal-sengal, terganjal oleh ledakan
emosi. *** Nunik memeluk Watik sambil menangis. Watik juga. Mereka seperti baru bertemu saja setelah
sekian tahun berpisah. Padahal hanya satu malam. Air mata Nunik tumpah ke pundak Watik. Begitu
juga sebaliknya. Beberapa wanita lainnya juga dijenguk keluarganya. Mereka saling larut dalam isak
tangis, yang terdengar seperti paduan suara. Ruangan tempat menerima tamu yang kecil terasa
gaduh dan kurang nyaman. Mereka berserakan tak beraturan, seperti sedang berada di pasar pagi
saja. "Maapin 'Mbak, ya," isak Nunik.
"Maapin Watik juga, Mbak..."
"Mbak nyesel banget. Mestinya Mbak nggak ngomong kayak gitu sama kamu. Mbak khilaf. Kamu
tetep adik Mbak, walaupun Emak nemuin kamu di kali Ciliwung."
Watik mengucap "Alhamdulillah" dalam hatinya. Wajahnya pelan-pelan dihiasi warna cerah. Muncul
lagi tanda semangat hidup dalam tubuhnya. Dia makin erat memeluk mbaknya; tak peduli kalau
mbaknya itu bukan sedarah daging.
"Tapi, Mbak belum tahu bagaimana caranya ngeluarin kamu dari sini, Tik. Denger-denger, harus
54 Vila Toedjoeh Tjemara (Donatus A. Nugroho) m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
nebus dengan uang. Berapa jumlahnya, Mbak nggak tahu pasti. Kecuali kalau kamu mau di sini
saja. Katanya nanti kamu diberi kursus-kursus gratis. Ada kursus salon, menjahit, bikin kue, dan
kerajinan tangan. Itu yang Mbak denger."
"Berapa lama, Mbak?"
"Mbak nggak tahu. Bisa tiga bulan, setahun, atau bahkan lebih. Dulu si Indri pernah kena garuk.
Setahun dia di sini Cuma buat nungguin kursusnya. Katanya sih nunggu dana dari pemerintah turun
dulu. Selama tinggal di sini, dia sering disuruh ngelayanin mereka. Kan nggak semua petugas di sini
baik. Ada juga yang doyan sama kita. Pingin begituan, tapi minta gratis. Biasanya, mereka
ngejanjiin mau ngeluarin kita dari sini. Tapi setelah si Indri keluar dari sini, eh, dia balik lagi ke jalan
sama Mbak." Omongan Nunik mempengaruhi pikiran Watik.
"Saar dulu ya, Tik. Ntar Mbak mikirin jalan keluarnya deh," dia mengelus rambut Watik.
"Ntar gue yang ngatur!" Jupri bersuara. Dia sejak tadi berdiri menyender di tembok. Sambil merokok
kretek, dia mengawasi setiap gerak-gerik Nunik dan Watik.
Watik terperanjat. Dia baru sadar kalau Bang Jupri ada di antara mereka.
"Pokoknya, kalo lo mau keluar, lo ikutin aja apa kata gue. 'Ntar gue mau cari orang dalem yang bisa
diajak kerjasama." Tuh, Bang Jupri jelek-jelek juga masih mikirin kamu, Tik."
"Tadi pagi, ada petugas sini yang nawarin sama Watik."
"Nawarin apa?" Nunik tertarik.
55 Vila Toedjoeh Tjemara (Donatus A. Nugroho) m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalo Watik mau ke luar dari sini, mesti ngikutin apa kata dia."
"Nggak perlu bayar?"
"Nggak." "Wah, hati-hati, deh. Mbak nggak percaya. Pasti ada udang di balik batu. Jaman sekarang, mana
ada yang gratis?" "Iya! Bener kata mbak lo! Pasti ada apa-apanya. Nggak mungkin gratis."
"Kamu terima apa kamu tolak tawarannya, Tik?"
"Watik diancam. Watik takut, Mbak."
"Diancam" Wah, mesti kita laporin!"
"Gila lo, Nik! Lo mau laporin ama siapa" Mana percaya mereka sama orang kayak kita" Bisa-bisa
malah ngebahayain jiwa si Watik!"
"Iya, Mbak. Ntar Watiknya diancam lagi."
"Terus, gimana dong, Bang?"
"Gini aja, deh. Serahin ama gue. Ntar gue mau cari informasi tentang orang itu. Pasti bisa gue
atasin! Percaya deh ama gue!"
56 Vila Toedjoeh Tjemara (Donatus A. Nugroho) m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bener , Bang?"
"Iya!" "Tapi, kalu Watik keluar dari sini, Watik nggak mau krja di perempatn jalan lagi...."
Nunik dan Bang Jupri saling pandang. Mereka berbicara dalam
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
57Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
bahasa mata. Wajah mereka seolah sedang menjelaskan maksud hati dan pikiran mereka.
"Watik mau jadi pengamen lagi aja..."
"Iya, iya. Kalo emang itu mau kamu, Tik. Mbak nggak apa-apa."
"Yang penting sekarang, Abang usahain supaya lo ke luar dulu dari sarang macan ini."
Iya. Makasih, Bang," Watik mengucapkannya dengan tulus.
"Lo masih inget orang yang nawarin lo kerjasaa itu?"
Watik mengangguk. "Ada codet di pipi kanannya, Bang," katanya sambil mencari-cari ke luar
jendela. "Lo-lo tunggu di sini aja! Gue cari tuh orang." Jupri pergi
Mbak Nunik dan Watik memandangi kepergian Bang Jupri. Mereka diam. Mereka duduk
memperhatikan orang-orang yang keluar masuk ruangan. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seorang
wanita berteriak-teriak dalam isak tangisnya.
"Keluarin saya dari sini, Pak! Keluarin! Sungguh, saya wanita baik-baik, Pak. Kasihan anak saya
yang lagi sakit cacar di rumah, Pak. Saya harus pulang. Saya harus beli obat buat dia, Pak.
Dua orang petugas berusaha menenangkannya.
"Kalau nggak percaya, Bapak bisa cek ke alamat saya di ka te pe. Suami saya ada di sana. Bapak
bisa tanyakan sama suami saya di sana!" raungnya.
1 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik meremas-remas sapu tangannya. Pikirannya melayang-layang tak karuan. Nunik juga diam.
Wajah mereka tampak tegang. Semua yang berada di dalam ruangan terdiam; menunggu
babak-babak selanjutnya. "Pokoknya, saya minta dipulangin, Pak!"
"Ayo, kita ke ruangan Pak Kepala saja!" seorang petugas menyeretnya.
"Saya bukan pelacur, Pak! Bukan! Saya punya anak dua! Punya suami sah!" Wanita itu terus
menjerit-jerit. Si petugas kewalahan menyeretnya. Mereka melintasi Watik dan Nunik, yang hanya bisa diam
seribu basa. Peristiwa itu menusuki perasaan Watik. Sedangkan Nunik gelisah tak tentu arah.
"Watik takut, Mbak...."
"Mbak juga." "Watik pingin keluar dari sini."
"Tungguin khabar dari Bang Jupri dulu."
"Kalau Watik keluar, Watik nggak mau kayak gini."
"Tapi, Mbak mesti ngomong dulu sama Mami Santi."
2 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau nggak boleh ngamen, Watik mau kerja apa saja. Jadi pembantu juga boleh."
Nunik makin gelisah. *** Bab Sembilan DI SEBUAH HOTEL Watik meneliti jalan-jalan yang dilaluinya. Dia tidak mengenal daerahnya. Dia melirik ke petugas
bercodet itu, yang sedang menyetir mobilnya. Dia mencoba memahami isi pikirannya. Dia mencoba
menenangkan perasaannya, bahwa malam ini dia akan bebas dan kembali. Tak perlu pulang ke
tempat penampungan lagi. Dia tidak ingin menjadi bagian dari mereka; wanita yang menjual
tubuhnya sendiri dengan alasan apa pun. Dia merasa masih mampu mencari uang dengan jalan
yang halal. "Kok, nggak langsung ke arah Cengkareng?" Watik merasa cemas, karena mobil dari arah Monas
terus meluncur ke Gajah Mada, tidak membelok ke Tomang.
"Saya ada perlu dulu di daerah Kota. Nanti kita lewat Grogol saja."
"Kan lebih baik ngantar saya pulang dulu, Pak" Mbak Nunik sama Bang Jupri pasti udah nungguin."
"Bagi mereka, yang penting kamu pulang dengan selamat!" nadanya terdengar memaksa dan
menekan. 3 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik terdiam. Dia melemparkan pandangan ke luar. Jalanan berwarna keemasan, karena tertimpa
lampu merkuri. Sedangkan bangunan-bangunan di pinggir jalannya berwarna-warni dihiasi lampu.
Dia pernah mendengar dari teman-temannya sesama anak jalanan, bahwa di sinilah daerah hiburan
yang paling banyak dikunjungi orang-orang. Ada hiburan karaoke, disko, sampai ke tarian telanjang
segala. Bahkan yang membuat tubuhnya gemetar, para wanita yang bekerja di tempat-tempat
hiburan ini bisa diajak berhubungan seperti layaknya suami istri dengan imbalan uang. Tak ubahnya
pekerjaan itu seperti Mbak Nunik dan teman-temannya juga. Bedanya mereka beroperasi di dalam
gedung yang mewah, sedangkan mbak dan teman-temannya menjual tubuhnya di jalanan.
"Beruntung sekali kamu! Punya mbak Nunik sama bang Jupri. Mereka sangat peduli sama kamu.
Kalau saja saya nggak ketemu bang Jupri, nasib kamu nggak akan seperti ini. Kamu bakalan terus
jadi penghuni di penampungan."
"Iya. Mbak Nunik memang baik."
"Bang Jupri juga!"
"Iya." "Tau nggak, berapa Mbak Santi nebus kamu" Nggak sepuluh juta, sih. Itu karena kebaikan saya
juga! Jadi, tarifnya bisa turun!"
Iya, makasih, Pak." "Mestinya yang merawanin kamu itu saya!"
Watik menunduk. Tubuhnya gemetar.
"Ya, sudah. Nasib kamu memang bagus. Kamu memang nggak ditakdirkan jadi pelacur kayak
mereka. Memang sayang juga orang kayak kamu harus jadi pelacur. Mestinya kamu sekolah dan
jadi anak rumahan yang baik."
4 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Iya, Pak. Saya inginnya juga sekolah. Tapi, nggak punya biaya."
"Itulah susahnya negara ini. Jangankan buat pendidikan. Buat makan aja susah. Uangnya
dimakanan para penggede aja. Orang seperti saya, paling hanya kebagian sisanya saja. Di rumah,
saya punya anak tiga. Yang paling besar seumuran kamu. Bisa kamu bayangkan, betapa pusingnya
saya nyari uang untuk biaya sekolah mereka," kali ini nada dalam kalimat Pak Codet itu terdengar
seperti suara keluhan yang panjang. Suara nafasnya juga mendesah; seolah ada beban yang berat.
Ada perubahan yang aneh di sini.
"Iya, pak." "Maafkan Bapak, ya. Bapak cuma butuh uang buat orang di rumah. Gajih Bapak nggak cukup."
"Watik mengerti, Pak."
Pak Codet itu memarkir mobilnya di depan sebuah hotel. Wajahnya tegang. Dia melirik ke Watik,
yang sedang melihat ke luar.
"Ke hotel, Pak?" Watik cemas.
"Kalau kamu mau di mobil saja, nggak apa-apa. Tapi, Bapak justru khawatir. Nggak baik wanita
seperti kamu sendirian di sini. Takut ada orang yang menyangka kamu wanita panggilan. Kan bisa
repot." Watik gugup dan bingung. "Bagaimana"Mau ikut Bapak ke dalam sebentar" Atau di mobil saja?"
5 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tidak lama 'kan?"
Pak Codet menggeleng. Watik mengangguk. Pak Codet memijit central lock. Dia keluar. Watik juga. Pak Codet memencet central lock dari
kuncinya. Bunyinya seperti kucing yang terinjak ekornya: CUIW!
Ayo!" Pak Codet menjajari langkah Watik.
Watik yang masih berumur 14 tahun, berjalan dengan canggung memasuki lobi. Sepanjang
hidupnya belum pernah dia masuk kedalam hotel berbintang seperti ini. Ada perasaan kagum
sekaligus takut. Tempat ini bukan tempart yang cocok baginya. Dari pakaian yang dikenakannya
saja, sudah tak pantas. Belum lagi asesoris murahan yang menempel di lehernya; kalung bertali
kulit dan berbandul "C", bukan berantai intan berlian.
"Kamu jangan acuhkan mereka," bisik Pak Codet. "Ikuti Bapak saja. Mereka memang begitu kalau
melihat perempuan. Dianggapnya sama saja, bisa dibeli dengan uang."
Watik mengangguk dengan perasaan takut. Dia menunduk saja, mengikuti ayunan langkah Pak
Codet menuju meja resepsionis. Dia berdiri beberapa langkah di belakang Pak Vodet.
"Nomor tiga puluh," kata Pak Codet.
Resepsionis mengangguk dan menyerahkan kunci kamar. "Itu orangnya?" selidiknya. "Boleh juga.
Tapi, pakaiannya itu, norak!"
"Diem lo! Dia anak gue!"
6 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Oh! Sori, Pak!"
Pak Codet berlalu dari situ sambil memegangi bahu Watik. "Kamu harus Bapak anggap sebagai
anak Bapak. Supaya mereka nggak macem-macem."
"Iya, iya, Pak..."
Pak Codet berjalan menaiki anak tangga. Watik melangkah di sampingnya. Jika ada orang yang
turun, Watik memilih mundur dan berada di belakang Pak Codet. Dia tahu, puluhan pasang mata
menghujam tubuhnya saat ini. Mereka terus menaiki anak tangga sampai ke lantai tiga. Nafas Pak
Codet teresngal-sengal. Watik juga.
"Kamu percaya sama Bapak, ya," Pak Codet membuka pintu kamar bernomor 30.
Watik termangu. "Ayo, masuk. Bapak sedang menunggu seseorang. Ada janji bisnis, yang nggak bisa ditunda lagi.
Kamu akan aman di dekat Bapak." Pak Codet masuk.
Watik akhirnya masuk dengan ragu-ragu.
"Pintunya nggak usah dikunci. Biar terbuka saja."
Watik mendorong pintu biar terbuka lebih lebar lagi. Llu dia berjalan ke dalam kamar. Pak Codet
sedang duduk sambil mengangkat gagang telepon. Ewatik hnya berdiri saja. Dia merasa canggung
berada di dalam kamar bersama orang yang belum dikenalnya betul.
"Kamu mau minum apa?"
"Air putih saja, Pak."
7 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Air mineral, ya."
"Iya." "Nggak lapar?" "Nanti saja di rumah, sama Mbak Nunik."
Pak Codet mengangguk-angguk dan meletakkan lagi gagang telepon. "Kamu bisa buka lemari es
itu. Di sana ada air mineral, kalau haus."
Watik mengangguk. "Ayo, duduklah."
Watik duduk. Kaku. Kikuk. Jam berdetak. Pak Codet mondar-mandir. 8 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik mempermainkan kuku-kuku jari tangannya.
Pintu kamar tetap terbuka.
KRIIIIING! Pak Codet langsung menyambar gagang telepon. "Ya, hallo! Saya sendiri. Ya, ya! Baik, baik!"
Klik. Pak Codet memutar badannya. Dia melihat ke Watik dengan tatapan aneh. "Bapak mesti menemui
seseorang di lobi. Kamu tunggu di sini saja. Jangan ke mana-mana sebelum Bapak kembali!"
Watik belum sempat menjawab, karena Pak Codet bergegas ke luar kamar. Watik langsung bangkit
dan mengejar. Tapi pintu tertutup: bum! Dan anak kunci bergerak: ketrek. Watik membukanya, tapi
tetap tak terbuka. Watik bengong. Dia menggedor-gedor pintu kamar. Tak ada jawaban. Dia
memeriksa seluruh sudut pintu. Mencoba mempelajari bentuk kuncinya. Pintu ini ternyata dikunci


Kupu Kupu Pelangi Karya Gola Gong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari luar. *** Watik panik. Dia meneliti seisi kamar. Dia tidak melihat ada pintu lain untuk ke luar selain pintu
kamar mandi. Dia mendekati telepon. Mengangkat gagangnya. Yang terdengar hanya bunyi:
tuuuuuuuttttt! Dia belum pernah menggunakan telepon. Dia juga tidak tahu harus menelepon ke
siapa. Dia hanya bisa pasrah. Dia duduk di kursi dan menangis tersedu-sedu. Dia tak berani melihat
ke kasur yang spreinya bermotiv aneka bunga. Apalagi menggunakannya untuk tidur. Padahal dia
sangat lelah sekali. Dia sangat mengantuk.
Ke manakah Pak Codet" Sampai kapan dia pergi" Akankah kembali" Ya, Allah, lindungilah
hamba-Mu yang hina ini. Aku berserah diri hanya pada-Mu. Kedua tangannya menengadah ke
9 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
langit-langit kamar. Air matanya menetes dan merembesi lantai berkarpet. Dia bersujud luruh. Dia
berusaha mempercayai Pak Codet, yang dia belum tahu siapa namanya, dengan cara pasrah pada
Sang Pencipta. Tak ada lagi yang bisa dia kerjakan selain itu.
Penyejuk ruangan meninabobokannya.
Anak kecil yang cantik tapi malang itu terlena di atas karpet
"Haiya! Kayaknya dia udah tidul," terdengar suara puas di kamar sebelah. "Owe bisa masuk
sekalang!" lelaki gendut itu masih berdiri di depan tembok pembatas kamar. Matanya yang sipit
menatap ke cermin tembus, yang bisa melihat ke kamar sebelah. Di dalam cermin itu tampak
dengan jelas Watik tertidur meringkuk di lantai.
"Ayo, cepet bayarannya!"
"Hiaya, Codet! Owe mesti mastiin dulu, apa dia masih pelawan apa kagak! Soal lo punya bayalan,
jangan khawatil! Owe kagak pelnah bohong."
"Koh! Gue nggak mau lama-lama di sini! Gue pingin cepat-cepat pergi dari sini!"
"Sabal, sabal, Codet!"
"Koh! Gue nggak main-main, nih!"
Lelaki gendut bermata sipit itu melirik ke arah pintu kamar. Di sana dua tukang pukulnya
mengangguk. Si Codet yang melihat gelagat yang kurang beres, langsung merogoh saku jaketnya. "Gue nggak
mau cari masalah, Koh!" Codet langsung menyergap si Gendut dan menekan ujung pisau ke
lehernya. "Gue cuma minta hak gue. Koh ngejanjiin, kalo barang udah di tempat, langsung
10 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dilunasin." Si Gendut berusaha tenang. "Haiya, Codet. Tenang, tenang. Lo ama Owe kan bukan balu sekali
dua kali belbisnis. Haiya. Lo jangan maen kasal kayak gini."
"Koh mau bayar, nggak" Atau leher Koh bolong sama gue punya pisau!"
Kedua tukang pukul si Gendut merangsek.
"Heh, lo-lo pingin boss lo mati!" tudingnya ke dua cecunguk itu. Lalu si Codet tak mau
membuang-buang waktu lagi. Dia membeset sedikit leher si Gendut sampai mengeluarkan darah.
Matanya tajam menatap mereka. "Lihay! Gue nggak maen-maen!"
Si Gendut mengerang kesakitan, "Gila lo!" Tangan kirinya meraba lehernya. Ada darah segar
melekat di jari-jarinya. "Heh, Koh! Mau lebih dari ini?" Si Codet menempelkan lagi ujung pisaunya ke leher si Gendut.
Bahkan lebih dalam. "Oke, oke!" si Gendut menurut sambil menepiskan tangannya ke para kroconya agar mundur. "Owe
bayal lo punya hak!"
"Nah, kenapa nggak dari tadi aja, Koh! 'Kan biasanya kita punya bisnis selalu lancar!" Si Codet
menarik pisaunya. Si Gendut bernapas lega. "Iya, iya! Tapi owe punya filasat, kalau yang ini owe mesti hati-hati!" si
Gendut mengeluarkan segepok uang dari saku celananya. "Bang Jupli yang bilang!"
"Lagian, si Jupri Koh denger!" Si Codet menjambret uang itu. Menciumnya. "Koh! Si Jupri itu ngebet
banget pingin nyicipin anak itu! Mau Koh dapetin sisanya dia!"
11 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Blengsek si Jupli!"
Si Codet tertawa dan mendorong tubuh si Gendut hingga menimpa ke tubuh para cecunguknya.
Kesempatan itu digunakan si Codet untuk kabur. Tapi ketika hendak menutup pintu, dia sempat
melihat ke cermin pembatas dinding kamar. Di cermin tembus pandang searah itu, dia melihat Watik
masih terlelap di lantai! Betapa nyenyak tidurnya. Tiba-tiba bayangan wajah anaknya berkelebat.
Hanya saja, jubah hitam milik iblis langsung menutupi matanya. Maafkan saya, Nak, hatinya
berbisik pedih. Tapi, dia langsung menepis bayangan anaknya dan kembali ke realitas hidupnya,
yang carut marut mesti gali lubang tutup lubang. Dapur ngebul, itu lebih penting! Sisi lain hatinya
memekik. "Hati-hati! Anak itu beda dari yang udah-udah!" si Codet menutup pintu.
"Lo juga blengsek, Codet!" si Gendut berusaha bangun.
Kedua tukang permaknya buru-buru membantu menopang tubuh si Gendut yang hendak bangkit.
"Lo-lo juga blengsek!" dia melotot pada kedua kroconya. "Kagak bisa ngatasin tu olang!" Dia
berjalan ke kamar mandi. Membersihkan luka di lehernya. "Cepet! Lo pada ke lual! Lihat situasinya.
Aman apa kagak!" teriaknya dari kamar mandi.
Kedua cecunguk itu mengangguk-angguk dan membuka pintu kamar. Dia melongok ke koridor. Si
Gendut sudah ke luar dari kamar mandi. Begitu melihat tanda-tanda aman dari mereka, dia ke luar
dari kamar dan menuju kamar nomor 30. Mengeluarkan anak kunci. Wajahnya tampak sudah
memerah. Napasnya mengendus dari kedua lubang hidungnya yang kecil.
Klik! Pintu dibuka dengan perlahan.
Si Gendut masuk ke dalam kamar. Kedua lututnya gemetar, ketika melihat anak ingusan itu masih
12 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tertidur pulas. Dadanya berdebar-debar. Napasnya tersengal-sengal. Aneh. Dia bukan sekali dua
melakukan ini. Sudah teramat sering. Tenyata betul apa kata si Codet. Anak ini bebeda. Lain dari
yang pernah dia alami. Dari tubuh anak itu terpancar suatu cahaya aneh. Seolah-olah tubuh yang
subur dan membuat dia mesti menelan air liurnya sendiri, itu diselubungi cahaya. Matanya yang
sipit makin dibukanya lebar-lebar. Cahaya itu betul-betul tampak ada. Tak berani dia menyentuh.
Tubuhnya sendiri bergetar dan seperti hendak jatuh.
"Siapa anak ini?" si Gendut meraba-raba seisi kamar dengan matanya.
Cahaya dari tubuh Watik terus membias dan memenuhi kamar. Si Gendut masih terpaku dengan
lutut gemetar di tempatnya. Mulutnya ternganga hendak mengucapkan sesuatu. Tapi, tak ada
bunyi. "Boss, boss!" tiba-tiba seorang tukang pukulnya masuk ke kamar. "Ada razia, Boss!"
Si Gendut terkesiap. Dia kembali berpijak pada bumi. Kesadarannya pulih. "Apa" Razia?" dia tak
percaya. "Iya, razia!" "Blengsek! Owe lugi! Lugi!"
"Kita lari saja, Boss!"
"Iya, Boss! Lupaian aja anak itu!"
Si Gendut mengangguk-angguk. Tapi, "Heh! Lo-lo, lihat ada cahaya di kamal ini, kagak?"
Cahaya?" 13 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Cepet, Boss!" "Iya! Anak itu mengelualkan cahaya! Badannya belcahaya!" dia menengok ke Watik yang meringkuk
pulas di karpet. Selubung cahaya itu masih ada melindunginya. Huh!
"Ayo, cepat, Boss! 'Ntar masuk ti vi, berabe 'kan!" tukang pukulnya menarik tangannya.
"Maaf! Nggak ada waktu ngebicarain cahaya, Boss! Yang seorang lagi melindunginya dari
belakang. Si Gendut mengikuti apa kata kedua tukang pukulnya. Wajahnya ditutup oleh kain berwarna hitam,
agar orang-orang tak menenal wajahnya. Beberpa pintu kamar juga terbuka dan penghuninya
berlarian. Kedua tukang pukulnya membawanya lewat pintu rahasia, yang memang disediakan bagi
tamu VIP seperti dirinya, jika dalam keadaaan darurat. Sedangkan Watik tetap pulas meringkuk di
karpet. Anak itu seperti tak terganggu oleh suara-suara ribut di luar kamar. Cahaya itu terus
menyelubunginya; seolah menjadi selimut hangat di kamar ber-AC ini.
*** DUG, DUG, DUG! Suara pintu setiap kamar digedor dari luar. Orang-orang muda berpakaian serba putih bersliweran
di koridor hotel. "Assalamualaikum!"
"DUG, DUG, DUG!"
14 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Buka pintunya!"
Para penghuni kamar hotel berhamburan. Ada yang hanya mengenakan pakaian dalam, berbalut
handuk, bahkan selimut. Wajah mereka pucat pasi ketika melihat orang-orang bersorban putih
berdiri di depan mereka. "Jangan, jangan bunuh kami!"
"Ao, silahkan ambil uang saya! Jam saya! Ha pe saya! Ayo, apa saja! Itu, ada di dalam kamar. Yang
penting nyawa saya selamat!"
"Waduh! Pasti ada kamera televisi! Hancur, hancur deh saya!"
"Iya! Saya juga! Semua orang di rumah pasti tahu!"
"Jangan takut, jangan takut! Kalian aman!"
Iya, iya! Kami nggak akan menyakiti kalian!"
"Kami tidak akan membunuh Mas-mas dan 'Mbak-mbak."
"Kami bukan perampok!"
"Dan tidak ada kamera televisi!"
"Peristiwa ini tidak dipublikasikan!"
15 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Operasi kami ini diam-diam!"
"Kami tidak disokong oleh partai politik manapun! Ini murni gerakan moral!"
"Bagi yang sudah berpakaian, ayo, dipersilahkan untuk ke luar hotel. Bagi yang belum, silahkan
kembali ke kamar. Berpakaianlah dulu!"
Beberapa orang yang tak berpakaian pantas kembali ke kamar dengan perasaan aneh dan tidak
percaya. Yang sudah merasa dirinya rapih, berbondong-bondong menuju lift dengan rasa takut
campur gembira. Beberapa pemuda berpakaian serba putih pun membimbing para penghuni kamar
agar keluar dari hotel tanpa perlu rasa takut. Sebagian lagi terus menyisir kamar-kamar yang lain.
"Kenapa kami dirazia!" terdengar suara protes.
"Karena yang 'Mbak-mbak lakukan adalah perbuatan maksiat."
"Dosa besar di muka Allah!"
"Lho! Yang berdosa 'kan saya! Bukan situ!"
"Tapi ini sudah kewajiban saya sebagai orang muslim, 'Mbak. Mengingatkan 'Mbak agar tidak
berbuat dosa. Bahkan di agama lain pun, hal ini dilarang," anak muda berpakaian serba putih itu
dengan senyum lebar menjelaskan. "Mari, 'Mbak. Sebaiknya 'Mbak pulang saja!"
"Bagaimana nanti saya mencari uang?" yang lain mengutarakan kesulitannya.
"Insya Allah, rezeki itu pasti datang kepada 'Mbak. Asal 'Mbak mau mencarinya di jalan Allah."
16 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Saya nggak bisa apa-apa lagi selain bekerja begini!"
"Itu karena 'Mbak malas saja. Maunya kerja yang enak dan dapat uang yang banyak!"
"Iya. 'Mbaknya nggak mau menggali potensinya, sih!"
Percakapan itu memenuhi koridor hotel. Para wanita yang tadinya marah, karena terampas ladang
uangnya, akhirnya mau juga memasuki lift. Tapi Watik tetap terlena dengan mimpi kanak-kanaknya.
"Astaghfirullah," sebuah kepala nongol di pintu kamar nomor 30 yang terbuka. Dia melangkah
masuk dengan sangat hati-hati. Dia khawatir bunyi kakinya akan membangunkan anak yang tertidur
pulas itu. "Subhanallah," lelaki muda bersorban itu menengadah. Dengan gemetar dia memanggku
tubuh yang diselubungi cahaya itu.
"Siapa anak itu?"
"Saya menemukan dia sedang tidur di kamar nomor tiga puluh."
"Subhanallah!" "Kamu lihat dia diselubungi cahaya?"
"Iya." "Allahu Akbar."
17 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ssst, jangan keras-keras."
Tapi Watik terbangun juga. Dia merasa seperti sedang terbang ke angkasa raya. Dia melihat
cahaya puith ada di mana-mana. Orang-orang bersorban dan berpakaian serba putih lalu-lalang
saling menyuarakan gema takbir.
"Allahu Akbar!"
"Allahu Akbar!"
Watik merasakan kedamaian menyelusup ke dalam hatinya. Dia tidak mempedulikan lagi Pak Codet
yang membawanya ke sini. "Mau dibawa kemana Watik, Kak?"
"Kakak mau membawa kamu pulang,' katanya menurunkan Watik.
"Siapa Kakak?" "Kita sesama saudara."
"Alhamdulillah, terima kasih, ya Allah," Watik melihat ke atas.
Lagi-lagi Allah membuktikan kebesaran-Nya! Saat itu ada razia dari sebuah ormas Islam! Semua
penghuni hotel di razia. Di jalanan, orang-orang pada berlarian menyelamatkan diri. Watik melihat di
tempat parkir, ratusan botol minuman keras dan meja-meja tempat berjudi ditumpuk.
18 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pemuda bersorban dan berpakaian serba putih itu membawa Watik ke luar dari hotel. Dia
mengntarkan Watik sampai di pinggiran jalan.
"Pulanglah. Tempat ini tidak cocok buat kamu."
"Terima kasih, Kak."
"Kamu tahu 'kan, harus naik apa"
Watik mengangguk. "Allahu Akbar!"
Allahu Akbar!" balas si Kakak sambil terus bergabung dengan rombongan yang lain.
"Allahu Akbar!" gema itu memenuhi malam. Penuh seluruh.
Watik sebetulnya kebingungan harus pergi ke mana. Pada saat itulah, muncul kupu-kupu pelangi;
seolah dijatuhkan dari langit. Binatang indang itu untuk terus melangkah....
** Bab Sepuluh DI RUMAH PETAK Watik berdiri di depan kamar-kamar petak itu. Sudah hampir tengah malam. Tadi dia pulang naik
Bajay. Kata Pak Wahid - guru ngajinya di mesid terminal, masih ada orang baik di Jakarta yang
19 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kaca balau ini. Jangan khawatir dengan itu. Tuhan sudah mengaturnya. Yang terpenting harus kita
lakukan adalah; banyak-banyak berdoa pada-Nya, memohon perlindungan dan pertolongan-Nya.
Ya, berdo'a pada Tuhan sudah sangat jarang dilakukan. Orang lebih melihat pada hasil kerja
kerasnya saja, bukan pada kehendak Tuhan. Jika seseorang berhasil mencapai target, itu lebih
dikarenakan usahanya yang tak kenal menyerah. Dari sanalah awal kesombongan muncul. Dan jika
sudah begitu, Tuhan sudah tak diperlukan. Tapi Watik tidak ingin masuk ke dalam golongan seperti
itu, karena dia sudah sudah sering membuktikan hal itu. Dia beberapa kali lolos dari sergapan iblis
dan kesuciannya masih tetap terjaga sampai sekarang, karena pertolongan Tuhan. Doanya
betul-betul dikabulkan oleh-Nya. Yang pertama, ketika dia dipaksa menjajakan dirinya di
perempatan jalan oleh Bang Jupri, ada pembersihan dari Satpol Pamong Praja. Lalu dia kena garuk
dan dikirim ke penampungan. Tangan Tuhan pasti berperan di situ. Kemudian Watik dibawa ke
hotel oleh Pak Codet. Watik tak menyadari, kalau Pak Codet bermaksud menjual kegadisannya ke
si Gendut. Lagi-lagi ada razia dari sebuah ormas Islam. Selamatlah dia. Jadi, kenapa harus
melupakan Tuhan" "Elo, Tik?" seseorang menegurnya dengan heran.
Watik mengangguk. Beberapa tetangganya yang masih terjaga merubung. Juga yang baru pulang bekerja. Ada yang
menghampiri dan menyatakan keprihatinan mereka. Ada juga yang merasa aneh melihat
kehadiranya. Tapi, dari ekspresi wajah mereka, Watik tahu mereka bersimpati pada dirinya..
"Nggak apa-apa lo?"
"Gue denger, lo kena garuk?"
"Si Jupri emang brengsek!"
"Sabar ya, Tik. Hidup emang keras!"
20 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mendingan lo ikut kerja ama gue aja. Jadi pembantu juga, nggak apa-apa. Itu juga kalo lo mau.
Duitnya emang nggak gede. Tapi 'kan halal!"
"Anak sekarang, mana mau jadi pembantu. Mau haram kek, yang penting banyak duitnya!"
Teganya juga si Nunik! Adik sendiri dikorbanin. Kalau saya, mendingan saya yang hancur, banting
tulang cari uang. Yang pnting, adik sya bisa maju. Buat apa sih hidup ini" Kalaucuma sekedar nyari
uang saja, nggak akan ada habis-habisnya!"
"Udah, kalau mau ceramah di mushola, sana!"
"Lagian, yang gue denger, si watik itu ternyata bukan adik kandung si Nunik!"
"Iya, iya! Katanya si Watik itu ditemuin hanyut di sungai."
"Bener lo waktu bayi dibuang di kali Ciliwung, Tik?"
"Tega banget orang tua lo, ya!"
"Udah, lo ikut Mpok Fatimeh aja, ya! Lo bantuin Mpok jagain warung. Gimana" Ntar Mpok bilang
deh sama si Nunik! Asal lonye mau, ye!"
Semua kalimat itu menyerbu Watik. Dia tak mampu menanggapinya satu persatu. Semuanya
dibiarkan berlompatan saja; mengangkasa dan menguap bersama pengapnya udara malam


Kupu Kupu Pelangi Karya Gola Gong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jakarta. Watik terus berjalan menuju pintu kamar petak. Dia ingin pulang ke rumahnya. Dia mendambakan
tempat yang damai, dimana dia bisa bermain-main dengan ayah dan ibunya. Dengan mbaknya. Dia
sangat mendambakan sebuah keluarga utuh, seperti yang sering dilihatnya di iklan pasta gigi atau
susu. Tapi dia tahu itu hanya mimpi di siang bolong. Tak akan pernah terwujud.
21 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik mengetuk pintu. Belum terdengar jawaban. Diketuknya lagi. "Assalamualakum," kali ini dia mengucapkan salam.
Samar-samar terdengar suara kaki diseret.
Watik menunggu dengan was-was.
Anak kunci diputar. Terdengar suara pintu terbuka. "Siapa sih malem-malem gini! Ganggu orang
aja!" kepala Nunik nongol di pintu. Dia hanya melilitkan kain batik sampai ke atas dadanya.
"Watik, 'Mbak....."
Tapi saat itu juga ada perubahan di wajahnya begitu melihat Watik berdiri di depannya. "Watik!"
Iya, Mbak..." "Mbak kira kamu nggak jadi keluar!" Nunik langsung memeluknya. "'Mbak nungguin kamu dari tadi."
Watik menangis. "Gimana kamu bisa sampai ke sini" Nggak diantar sama Pak Codet?"
Watik menggeleng. 22 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kenapa, Tik?" Wtik sesenggukan. Beberapa orang yang sejak tadi merubung di pintu pagar berangsur-angsur pergi. Tinggal 'Mpok
Fatimah saja yang masih bertahan Wajahnya tampak serius memperhatikan Watik dan Nunik yang
sedang berpelukan. "Kamu nggak apa-apa 'kan?" Nunik mengencangkan ikatan kain batik di tubuhnya.
Watik menggeleng. "Bener"' Nunik memeriksa tubuh Watik dengan seksama.
Watik mengangguk. "Heh, Nunik! 'Mpok tadi udah ngomong sama Watik! Biarin dia kerja ama 'Mpok di warung! Kagak
usah deh lo paksa-paksa dia kerja kayak lo!" teriak 'Mpok Fatimah.
"Iya, iya, 'Mpok!" Nunik menatapnya dengan tidak suka.
"Besok si Watik, Mpok tungguin di warung, ye! Ba'da dzuhur! Jangan nggak, ya!"
"Iya, iya! 'Ntar saya antar ke sana, 'Mpok!"
"Bener, ye!" 23 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bener, bener!"
"Ya, udah! 'Mpok balik dulu! Assalamualaikum!"
"Waalaikumsallam!"
Mpok Fatimah pergi. "Ayo, masuk, Tik," Nunik membimbing Watik masuk ke dalam rumahnya.
Watik menurut saja. Dia mengusap air matanya. Tapi, ketika dia mengangkat wajahnya, jantungnya
seperti hendak copot. Bang Jupri berdiri menyender di kusen pintu kamar Nunik. Dia hanya
mengenakan sarung dan bertelanjang dada. Preman jalanan itu menatapnya dengan tajam.
"Kiran nggak jadi pulang lo!" Jupri sinis nadanya. "Kok, bisa lama gitu!?"
Watik duduk di kursi plastik di ruang tengah. Jupri dan Nunik saling pandang. Wajah Jupri tegang
dan tampak ada yang mengganjal di pikiranya. Hal itu langsung dibalas dengan pelototan oleh
Nunik. Jupri pun tersenyum, walaupun agak dipaksakan
Watik mencoba menaikkan bibir atasnya; melukis senyum di sana. Dan Matanya menerawang jauh.
Gambar-gambar saat dia bersama Pak Codet bermunculan lagi.....
*** 24 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nunik ke luar dari kamarnya sambil menyisiri rambutnya yang basah setelah dikeramas dengan
shampo sehitam rambutnya. Dia memakai daster bermotif batik jumputan dan matanya merah
menyisakan rasa kantuk semalam. Dia terpaku ketika melihat Watik sedang bersujud di selembar
sajadah lusuh. Nunik iri melihat Watik, yang begitu percaya dengan adanya Tuhan. Yang begitu
yakin, jika kita berdoa pada-Nya, pasti pertolongan itu akan turun. Ya, Nunik iri pada keyakinan
Watik itu. Iri pada semua yang ada di tubuh Watik. Pada kecantikan Watik. Pada apa yang pernah
dimiliki Watik saat Bapak dan ibunya masih hidup. Pada segala yang diperoleh Watik di saat
mereka masih kecil dulu. Nunik ingat betul, betapa orang-orang yang tinggal di bantaran kali
Ciliwung, Tanah Abang, sangat memanjakan Watik .
"Bonekanya buat Mbak aja!"
"Ini 'kan hadiah ulangtahun Watik yang kelima dari Bu Darto, Mbak.."
"Nggak. Ini buat Mbak!"
Watik menjerit-jerit, karena boneka plastik hadiah ulangtahunnya direbut Nunik. Suara jeritannya
terdengar ke mana-mana. Beberapa tetangganya melongok di jendela rumh dan menatap Nunik
dengan tatapan menyalahkan.
"Nunik!" Ibu muncul dari dapur dan memarahi Nunik. "Ibu 'kan sudah bilang, kalau yang ulang tahun
itu adikmu! Bukan kamu!" ibunya mengambil boneka dari tangan Nunik dan memberikannya pada
Watik. "Tapi, waktu ulang tahun Nunik yang ketujuh kemaren, nggak ada yang ngasih hadiah boneka sama
Nunik." "Kamu 'kan sudah besar!"
"Waktu Nunik kecil, Ibu pilih kasih juga! Lebih sayang sama Watik!"
Kamu ini!" ibunya melotot. "Sudah berani melawan, ya!"
25 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ibu pilih kasih!"
"Nunik, berisik kamu! Ibu sedang banyak kerjaan!" ibunya menyusun sayur bayam jadi seikat-seikat.
Tanaman sayur itu ditanam suaminya di sedikit lahan kosong di bantaran Ciliwung.
"Emang Ibu pilih kasih! Semua cuma buat Watik! Nunik nggak pernah dibeliin apa-apa! Bapak"
Nunik berlari ke luar mencari ayahnya. Ya, jika sudah begitu, dia hanya bisa berlindung di pelukan
ayahnya. Kepada ayahnyalah dia mengadu. Biasanya ayahnya berjanji akan membelikan dia es
krim secara diam-diam, agar Watik tidak minta dibelikan. Nunik juga akan sembunyi-sembunyi
memakan es krimnya di stasiun kereta api supaya tidak direcokin Watik.
Nunik tersenyum sinis jika mengingat peristiwa menyebalkan itu. Nunik saat itu belum diberi tahu
oleh ayah dan ibunya, jika Watik bukanlah adik kandungnya. Jika Watik adalah bayi merah yang
ditemukan ibunya di kali Ciliwung. Huh! Andai saja saat itu sudah tahu, dia tidak akan
mengembalikan boneka mainan itu. Sungguh.
Watik mengucapkan salam tetrakhir, "Assalamualaikum warrahmatullah hiwabarokatuh......" Lalu
menoleh ke kanan dan ke kiri.
Nunik masih memandanginya. Harus diakui, Watik memang lebih unggul segala-galanya darinya.
Ayah ibunya pasti bukan orang sembarangan. Dari kecantikan wajah Watik, pasti ibunya juga
cantik. Rasanya Watik tak pantas jadi orang miskin. Tapi, kenapa mereka membuang watik"
Apakah Watik hasil dari hubungan gelap sepasang kekasih" Perselingkuhan" Ah, masa bodoh!
"Sholat apa kamu?"
"Sholat Duha." "Untuk apa?" 26 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Biar dimudahkan rezeki kita, 'Mbak."
"'Kan yang lima waktu juga udah cukup!"
"Ini bonusnya."
"Bonus?" "Kata Pak Wahid, kita ini sholat jangan cuma yang lima waktunya aja kalau pingin dapat bonus.
Yang sunah-sunahnya juga kita ambil. Kayak orang sekolah aja 'kan, 'Mbak. Kalau pingin pinter,
mesti banyak ikut kursus."
Pak Wahid! Udin! Mbak sebenernya benci kalau kamu udah ngomongin mereka. Ya! Mereka itulah
yang ngeracunin kamu kayak gini! Kamu jai sok alim kayak gini! Buat 'Mbak, hidup ini ya untuk harii
ini. "Sudah siap, Mbak?" Watik melipat mukenanya.
Nunik menepiskan segala lamunan tentang Watik. Dia berusaha tampak ramah. Sambil menyisir
rambut dia bicara, "Kamu yakin mau kerja di warung 'Mpok Fatimah?"
"Iya, Mbak. Watik milih kerja sama Mpok Fatimah."
"Paling berapa gajinya!"
"Nggak apa-apa, yang penting halal."
27 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau kamu nggak mau praktek di perempatan jalan, Mbak bisa nyariin kamu kerja di diskotik."
Watik menggeleng. "Atau di restoran Jepang."
"Nggak, Mbak." "Kerja di Batam aja. Duitnya gede."
"Batam" Jadi apa?"
"Pembantu. Mau?"
Watik termenung. Pembantu rumah tangga" Dia pernah mendengar dari si Udin, bahwa di Batam
lowongan pekerjaan terbuka lebar bagi lelaki seperti dirinya. Juga bagi wanita seperti Watik. Tapi,
harus hati-hati bagi wanita seperti Watik. Kadang pekerjaan yang ditawarkan semula, ketika datang
di Batang tidak sesuai. Banyak gadis-gadis belia dari tanah Jawa yang dijanjikan bekerja sebagai
pembnatu atau pelayan di restoran asing, ternyata dipekerjakan sebagai wanita penghibur di
pub-pub atau bahkan di lokalisasi!
"Bagaimana" Mau kerja ke Batam?"
Watik menggeleng. "Jadi te ka we di Malaysia?"
"Nggak, Mbak. Watik mau kerja sama Mpok Fatimah aja."
28 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mbak ini bukannya ngelarang. Tapi, kamu itu nggak pantas kerja di warung kayak gitu. Ngelayanin
orang. Badanmu 'ntar jadi bau. Tanganmu 'ntar jadi kasar. Kamu itu cantik. Apa kamu nggak sadar,
bahwa orang-orang itu iri sama kecantikan kamu?"
Watik kini mulai merasa cemas.
"Dengan kecantikan yang kamu miliki, sebetulnya kamu bisa memperoleh apa saja."
"Kalau 'Mbak ngelarang saya kerja sama Mpok Fatimah, Watik nggak apa-apa. Tapi, Watik tetep
nggak mau kerja sama Mami Santi."
"Lalu, kamu mau kerja apa?"
"Ngamen lagi sama si Udin."
"Udin lagi, Udin lagi! Apa kamu yakin si Udin masih hidup?"
Watik mengangguk. "Tau dari siapa kamu?"
"Perasaan saja, 'Mbak."
"Itulah lemahnya kita sebagai perempuan. Selalu ngandelin perasaan."
29 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Terus, kalo nggak sama Udin, Watik masih boleh jadi pengamen?"
"Nggak, Mbak nggak ngijinin. 'Ntar banyak cowok yang iseng sama kamu. Apa kamu nggak sadar,
kalau anak-anak jalanan itu banyak yang ngincer sama kamu" Itu udah terjadi dari dulu, waktu
'Mbak ngamen juga!" Watik menunduk. Dia pasrah saja.
"Ya, udah! Kamu siap-siap aja. Cepet! Kita ke 'Mpok Fatimah sekarang!"
Watik mengangguk dan berjalan menuju kamar mandi.
*** Nunik berjalan satu langkah di depan Watik. Dia tampak kikuk sekali, karena semua orang berdiri di
teras rumah petaknya. Mereka seolah ingin tahu, ada apakah gerangan. Apakah Watik akan
mengikuti keinginan Nunik, kembali bekerja dengan Mami Santi" Atau bekerja di warung Mpok
Fatimah" "Ke mana siang-siang gini, Nik?" Bu Ati mengambil sapu lidi dan membersihkan jalanan gang di
depan rumah petaknya. Ini, mau ke terminal."
"Mau pergi ke mana" Ke Jawa?"
30 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nunik pura-pura tidak mendengar. Dia terus berjalaan sambil meraih tangan Watik.
"Watik" Lo nggak apa-apa?"
Watik membalasnya dengan senyuman.
"Kalo lo mau, laki gue lagi nyari orang, tuh. Katanya, dipabriknya lagi butuh orang. Lo dateng aja ke
mari 'ntar malem. Mau, ye?"
Sebuah gerobak bakso datang dari arah depan. Nunik meminggir. Watik juga. Tubuh mereka
terhalang gerobak bakso. "Mau ke mana, Tik?" tanya Mas Paijo.
"Mau ke warung Mpok Fatimah.
Nunik menarik tangan Watik lebih keras dari yang tadi. Watik mengerti, bahwa dirinya dilarang
berbicara banyak dengan orang lain saat ini.
Lelaki berumur 35 tahunan itu bergegas mendorong gerobaknya. Ketika ada seorang ibu yang
memanggil pun, dia tak mempedulikannya. Dia malah membelokkan gerobaknya dah hilang. Dia
seperti dikejar-kejar sesuatu.
"Dasar mas bakso geblek! Dipanggilin malah kabur! Gendeng!" si ibu teriak-teriak. "Awas, yok!
Kalau lewat sini lagi, aku tak pindah langganan!"
"Udah, jangan didengerin!" Nunik memperingatkan Watik. "Ayo, cepetan jalannya!"
31 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik mengejar mbaknya, yang berjalan seperti dikejar setan. Mereka membelok ke kiri dan ke
kanan, menyusuri gang-gang perkampungan. Anak-anak yang bersliwean dan para pedagang
gerobak serta pikulan jadi penghias di siang yang panas ini. Watik terus menjejeri langkah Nunik
sambil bertanya-tanya. "Kita ke rumah temen dulu, ya! Mbak mau nagih hutang!"
Watik mengangguk. Nunik membelok dan memasuki gang yang lebih sempit lagi. Letaknya persis di belakang tembok
sebuah gudang yang sudah tak terpakai. Watik berjalan selangkah di belakang Nunik. Di sana ada
sebuah rumah di tengah-tengah halaman, yang penuh ditumbuhi alang-alang.
Ayo!" Nunik menarik Watik.
Watik hampir saja tersungkur. Dia terhuyung-huyung menyeimbangkan tubuhnya.
"Kalau nggak mbak datengin, orang itu nggak pernah mau bayar! Ngomongnya besok, besok,
besok! Ketemu di jalan, ya besok! Ketemu di terminal, ya besok! Besok endasmu!" Nunik
bersungut-sungut. Watik tak bisa berkonsentrasi dengan sungutan Nunik. Dia justru lebih memilih mengitari pandang.
Dia baru sadar kalau posisi rumah ini nyempil dan jauh dari pemukiman penduduk. Terhalang oleh
tembok-tembok pabrik dan berada di seberang kali. Orang cenderung akan tidak mempedulikan
keberadaan rumah ini. Bisa saja orang menebak rumah ini tak berpenghuni.
TOK, TOK, TOK! Nunik berkacak pinggang di depan pintu rumah yang tadi diketuknya. "Spada!" teriaknya kesal.
32 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik agak membungkuk; mencoba mengintip ke dalam rumah lewat tirai jendela yang tersingkap.
"Spada!" Suara sandal diseret. Wajah Nunik tak bisa diam; menoleh ke kanan dan ke kiri. Jari-jari tangannya bergerak-gerak.
Kedua kakinya juga. Suara anak kunci diputar.
Suara pintu berderit. Dan dalam sekejap saja, Nunik mencengkeram tangan Watik dan menariknya. Saat itu juga pintu
terbuka. Watik tertarik ke mulut pintu. Watik tak sempat berbuat apa-apa.
BUM, pintu dibanting! Watik kini berada di dalam rumah. Tepatnya rumah kosong yang tak terurus. Suasana penerangan
remang-remang. Tubuhnya kini didorong. Seorang lelaki membekapnya dari belakang. Watik
meronta-ronta. Dia terus didorong ke dalam kamar. Tubuhnya didorong dan terlempar ke dalam
kamar. Dia tersungkur. Lantai kamar itu berdebu. Ada tikar yang tampaknya sudah dipersiapkan
untuk menyambut keatangannya.
"Sekarang lo nggak bakalan bisa sembunyi lagi dari gue!"
Watik terkesiap. Dia langsung membalikkan tubuhnya. Dengan masih terlentang, dia melihat tubuh
Bang Jupri terbang ke arahnya dan menindihnya. Watik meronta-ronta. Tapi Jupri sudah kerasukan
setan. 33 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mbak! Tolong, 'Mbak!"
Nuni menyeringai. "Lo pikir gue peduli sama nasib lo?" dia melontarkan kebenciannya pada Watik.
"Gue lebih suka lo mampus! Gue lebih suka masuk ke neraka!"
Watik terus melawan "Jangan, Bang! Jangan! 'Ntar dosa, Bang!
"Dasar tolol! Di sini lo ngomongin dosa ama gue!" Nunik tertawa puas. "Makan tuh dosa!" Dia
membalik; bermaksud meninggalkan kamar terkutuk itu. Tapi pada saat yang bersamaan, sesosok
bayangan berkelebat dan menghantamnya.
BUK! Tubuh Nunik terjengkang dan membentur tembok, serta tergeletak tak bangun lagi.
Lalu bayangan itu terus menyerbu ke dalam kamar.
"Nik, kenapa lo!" Jupri berteriak dari dalam kamar.
"Dasar bajingan!" teriak si Bayangan.


Kupu Kupu Pelangi Karya Gola Gong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lepasin, Bang! Lepasin!" Watik terus memberikan perlawanan.
Jupri kesal. Dia hendak menampar Watik, tapi karena mersa ada sebuah gelombang besar datang
dari arah belakang, dia langsung membalikkan tubuhnya sambil melompat. Tapi, sebuah pisau
langsung tertuju pada dadanya. Dengan sekuat tenaga dia berkelit. Tapi, pinggangnya terserempet
pisau itu. Darah menghambur ke lantai.
34 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bangsat lo! Belon kapok juga, ya!"
"Lo mesti mampus sekarang!"
"Bang Udin!" mata Watik berkaca-kaca.
"Ayo!" Udin menyambar lengan Watik dan membawanya pergi.
"Anjing lo!" Jupri meradang dan mencoba menggapai tubuh Watik.
Tapi Udin lebih cepat. Watik digepitnya dan dibawanya terbang! Tanpa mereka duga, kupu-kupu
pelangi muncul lagi; selangkah lebih maju dari mereka, seolah membimbing mereka. Dan cahaya
yang memancar dari kedua sayapnya memenuhi seluruh ruangan, menyilaukan mata Jupri yang
terperangah tak mempercayai penglihatannya!
"Cahaya apa ini!" teriaknya keheranan campur ketakutan. Dan dia kehilangan Udin serta Watik.
*** Jupri bukanlah preman bau kencur. Dia bangkit dengan tubuh bersimbah darah. Dia mengejar Udin
dan Watik bersama anak buahnya! Dia seperti anjing pengendus; yang tahu ke mana harus mencari
korbannya. "Pokoknya, gue mau anak setan itu mampus!" Jupri terengah-engah sambil memegangi
pinggangnya yang dibebat perban. Lima belas jahitan merapatkan lagi luka yang menganga di
pinggangnya! "Abang istirahat aja! Soal si Udin, biar kita-kita aja yang ngeberesin!"
35 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Nggak, nggak apa-apa gue! Lukanya nggak dalam!" wajah Jupri mengeras dan memerah. "Jadi,
bener si Udin sembunyi di rumah tukang bakso" Siapa itu namanya?"
"Paijo!" "Yakin lo?" "Ada yang ngeliat mereka jalan ke sana!"
"Huh! Paijo sialan! Berani-beraninya dia ikut campur urusan gue! Belon tau dia siapa gue!"
Jupri terus ngedumel sepanjang perjalanannya. Bibirnya sampai kering, karena air ludahnya
bermuncratan seiring dengan kalimat makiannya kepada Udin, Watik, dan Paijo si tukang bakso.
Anak buahnya pun mengamini. Mereka menggelinding bagai angin puyuh di gang-gang. Tak ada
yang berani menghalangi jalan mereka. Semua penghuni di pemukiman sempit ini menghindar dan
bersembunyi di rumah-rumah pengap mereka. Lewat tirai di balik jendela, mereka mencoba
menyaksikan apa gerangan yang akan diperbuat oleh Jupri dan kawan-kawannya terhadap Udin,
Watik, dan Paijo! Sementara itu di rumah petak di tengah kebun singkong yang tak begitu luas, Paijo sedang
membersihkan gerobak baksonya. Hari di ambang petang. Cakrawala di langit barat sudah tersepuh
semburat merah. Sesekali dia melihat ke jalanan tanah di depannya. Tampak sekali dia waspada.
Adzan mahrib mengumandang.
Bayangan gelap mulai menyambangi bumi.
Sambil meneliti keadaan di sekitarnya, Paijo masuk ke dalam rumah kontrakannya, yang cuma dari
bata dan bilik bambu. Dari jauh rumah ini kelihatan seperti gubuk tempat mengaso orang yang telah
36 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berkebun seharian. Baginya, pemilik rumah ini sudah sangat berbaik hati. Di Jakarta yang sumpek
ini, di mana lagi bisa "memiliki" halaman seluas ini" Soal rumah yang suka bocor saat hujan, tak jadi
persoalan. Atau hawa dingin yang menyelusup masuk lewat kisi-kisi dinding bambu. Yang penting
udara di sini tidak sepengap di perkampungan di belakang terminal sana.
Paijo menutup pintu. Dia melihat Udin sedang mengimami Watik. Dia merasa trenyuh dan simpati
melihat pasangan muda-mudi ini. Jupri memang keterlaluan! Anak sebaik mereka harusnya
dilindungi dan diberi semangat agar terus bersekolah. Dia sendiri punya dua anak di Wonogiri. Anak
pertama - perempuan - baru di kelas 1 SD. Yang kedua - lelaki - masih di taman kanak-kanak. Dia
jungkir-balik di Jakarta mencari uang untuk menghidupi istri dan kedua anaknya. Dia hanya pulang
saat menjelang lebaran saja. Sudah dua tahun dia di Jakarta. Saat lebaran tahun lalu, dia melihat
istrinya sudah bisa membuka usaha warung sembako di depan rumah. Jika usaha warunnya
tambah maju, dia lebih memilih kembali ke kampung untuk memajukan warungnya dan berkumpul
bersama mereka. Sudah lama Paijo memperhatikan tindak-tanduk Udin dan Watik. Dia mengenalnya ketika mereka
membeli bakso di depan mesjid terminal. Saat itu mereka baru saja selesai menunaikan sholat
Ashar. Jarang sekali dia melihat anak-anak yang suka mengamen menyempatkan diri sholat.
Biasanya mereka memilih nongkrong sambil minum-minum atau main kartu sambil judi. Tapi dua
anak ini sangat lain. Ketika berbincang-bincang, ternyata mereka mengamen bukan sekedar untuk
bersenang-senang. Kalau Udin sedang mengumpulkan modal untuk berdagang. Sedangkan Watik
untuk sekolah lagi. Bermula dari sanalah Paijo bersahabat dengan Udin dan Watik. Kadangkala
kalau mereka sedang tidak punya uang, Paijo suka memberi bakso gratis. Baginya itu sedekah
juga. Suatu hari Paijo kedatangan beberapa preman, yang memintanya uang. Paijo menolak.
Capek-capek dia bekerja seharian, uangnya diberikan begitu saja kepada mereka! Enak amat! Para
preman itu memintanya dengan cara paksa. Ketika suasana makin genting, babeh Romli muncul.
"Heh, daerah lo di perempatan jalan sana! Bukan di sini!" babeh Romli mengingatkan dengan
baik-baik. "Bilang sama si Jupri, jangan cari gara-gara!"
Para preman itu tanpa banyak bicara lagi pergi.
Belakangan Paijo baru tahu, kalau babeh Romli adalah penguasa di terminal dan ayah Udin.
"Mas, kami akan melanjutkan perjalanan lagi," terdengar suara Udin.
37 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Paijo tidak menduga Udin akan secepat itu mengambil keputusan.
"Saya nggak mau merepotkan Mas. Saya tahu, kehadiran kami di sini pasti akan membahayakan
Mas." Kenapa harus takut" Kalau sama-sama kita lawan, mereka pasti takut juga. Preman-preman itu
harus kita basmi. Kalau kita tidak memulai, siapa lagi?" Ya, kenapa harus takut. Dengan reputasi
Jupri yang preman jalanan, Paijo tak gentar sedikitpun melindungi Udin dan Watik. Dia tahu nyawa
adalah taruhannya. Bisa-bisa malah dia tak pernah bisa bertemu lagi dengan istri dan kedua
anaknya. Tapi dia tak peduli. Dia yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah di jalan Allah. Dan dia
yakin, pertolongan Allah akan datang jika kita memintanya.
Udin menatap Watik, yang sejak tadi diam saja.
"Mas tahu apa yang dilakukan Jupri pada ayahmu. Untung ayahmu orang yang kuat. Tapi, itu tetap
harus dibalas. Kalau perlu kita sama-sama melawannya. Bukankah kalau sama-sama kita akan
bertambah kuat?" "Biar saya saja yang membalasnya. Mas nggak usah terlibat. Bisa membahayakan Mas. Bukankah
Mas lebaran nanti harus pulang ke Jawa" Pasti Mbak dan kedua anak Mas nungguin. Jangan
sampai terjadi apa-apa, Mas."
Paijo bergetar hatinya. "Asyahmu sering nolong Mas. Sudah kewajiban Mas juga nolong kamu.
Lagian, sudah terlambat, Din," katanya sambil menoleh ke arah pintu.
Terdengar suara-suara kasar.
Udin juga waspada. Watik bersembunyi di balik lemari plastik.
"Hey! Paijo, brengsek! Keluar lo!"
38 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Gue mampusin lo!"
"Kalo mau tetep hidup, lo mesti serahin tuh si Udin!"
"Si Watiknya juga!"
"Bang Jupri!" Udin menatap Paijo.
"Mata-matanya ada di mana-mana, Din." Paijo tenang saja.
"Bagaimana, Mas?"
"Kamu lari saja lewat belakang. Bawa Watik. Lindungi dia. Biar Mas yang menghadapi Jupri," Paijo
dengan gagah berani berjalan ke pintu. Dia menoleh. "Cepat, pergi dari sini!"
"Makasih, Mas Iya, Mas," kata Watik.
Paijo mengangguk saja. Tanpa banyak bicara Udin berlari ke belakang. Watik mengikuti. Paijo masih menunggu apakah
mereka aman sampai di belakang. Udin membuka pintu dan meneliti halaman yang banyak
ditumbuhi pohon singkong. Kegelapan makin mengental, karena tak ada lampu penerangan.
Pohon-pohon singkong yang rapat makin membuat gelap. Udin berjongkok dan mengendap-endap.
Watik mengikuti selangkah di belakangnya.
Paijo belum lagi membuka pintu, beberapa anak buah Jupri mendobraknya. Pintu yang terbuat dari
triplek dan bambu pun jebol. Paijo terjengkang. Mereka langsung menyerbu dan menghujani Paijo
39 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan pukulan. Paijo menangis serangan mereka dan bahkan membalas mereka dengan
beberapa pukulan. Para preman cecurut itu terjengkang. Jupri yang masih merasakan perih di
lukanya hanya bisa bengong melihat kehebatan Paijo.
"Jago silat juga lo!" teriak Jupri pongah.
Paijo tersenyum dan tetap menjaga jarak dengan waspada.
"Heh, Paijo!" Jupri menuding.. "Lo pasti nyembunyiin si Udin sama Watik di sini! Anak buah gue ada
yang ngelihat. Mana mereka?"
"Mereka sudah pergi dari sini. Sebaiknya kau pun pergi!"
"Hah! Belagak jagoan lu!"
"Bang, bang! Mereka ada di sini!" anak buahnya berteriak dari arah belakang rumah.
Jupri mendengar teriakan itu. Dia memerintahkan anak buahnya untuk mengejar ke belakang
rumah. Tapi Paijo dengan cekatan mencegat mereka. Satu-dua orang berhasil dirubuhkannya
dengan mudah dengan sekali gebukan. Jupri meradang. Preman yang sedang terluka itu
menyerang Paijo. Tapi justru dia yang terhuyung-huyung kena tendangan Paijo. Beberapa anak
buahnya yang lain berhasil mengejar Udin dan Watik. Paijo mengejar mereka, berusaha
memperlambat. Kesempatan ini dipakai Jupri untuk menerobos lewat dapur.
"Pokoknya si Udin jangan sampai lepas!"
"Din, lari, Din!" Paijo berteriak sekeras-kerasnya.
Udin yang sedang bersembunyi di antara rapatnya pohon singkong mendengar teriakan Paijo.
"Kamu lari arah jalan raya sana," kata Udin pada Watik.
40 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Abang?" Watik cemas.
Jangan dipikirin! Cepet!" selesai bicara Udin sengaja berlari tanpa perlu membungkuk. Dia dengan
sengaja memunculkan dirinya agar dilihat oleh Jupri dan anak buahnya. Dia juga
menggoyang-goyangkan batang pohon singkong sehingga menarik perhatian.
"Tuh! Sebelah sini, sebelah sini!"
"Udah, hajar aja!"
"Bikin mampus!"
Jupri dan anak buahnya mengepung Udin. Tapi Udin terus berlari membongkar kerumunan mereka
sambil mengibas-ngibaskan lengannya. Dua orang preman terkena sambaran tangan Udin dan
terjengkang. Paijo juga tidak tinggal diam. Mas bakso itu menceburkan diri ke dalam peperangan.
Kesempatan ini tidak disia-siakan Watik. Dia lari ke arah yang lain.
Tapi beberapa anak buah bang Jupri melihatnya.
"Bang! Si Watik, tuh!"
"Dia lari ke jalan raya!"
Brengsek lo!" Jupri menghajar Udin. Tapi, pukulannya meleset.
"Lo kagak nipu gue, Din! Lo pikir Watik bakalan lepas dari tangan gue" Nggak bakalan bisa!" Jupri
41 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menyeringai sinis. "Abisin mereka!" Jupri memilih mengejar Watik
Empat anak buahnya sengaja membuat sibuk Udin dan Paijo. Perkelahian sudah tidak dengan
tangan kosong lagi, tapi kini memakai pisau. Paijo merapat ke Udin; seolah melindunginya dari mata
pisau yang tajam. "Kamu kejar Watik, sana! Lindungi dia! Orang-orang ini, biar Mas yang ngurus!"
Udin setuju. Dia langsung kabur. Seorang preman bermaksud mengejar Udin, tapi Paijo
menjegalnya hingga tersungkur. Udin terus berlari mencari Watik.
Sementara itu Watik sampai di jalan raya.
CIIIIIT! Sebuah mobil boks hampir saja menabrak Watik. Tapi tubuhnya membentur bagian pinggir bodi
mobil. Dia memandang pengendara mobil, yang sejak tadi hanya terkesima. Dia juga melihat ke
belakangnya. Di mulut gang tampak Bang Jupri dan tiga cecunguknya sedang berlari menujunya!
"Heh, Watik! Balik sini lo!" teriak Jupri.
Mesin mobil masih menyala.
Watik kembali menatap pengendara mobil, yang masih belum bergeming menatapnya. Watik
merasa heran, karena kedua bola mata pengendara mobil boks itu seperti sedang melihat sesuatu
yang aneh pada dirinya. Dan tak mau berkedip sejak tadi.
"Tolong saya, Pak," Watik memohon.
42 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Wajah pengendara mobil itu makin tegang.
"Saya tidak mau mereka menangkap saya..."
Bibir si Pengendara bergetar tak bisa bicara.
Jupri dan pengikutnya terus mendekati Watik. Mereka makin bernafsu saja. Beberapa orang
penduduk kampung ada yang menyaksikan dan mulai gelisah melihat peristiwa ini. Tapi mereka
memilih pergi saja tanpa bisa melakukan apa-apa.
"Pak, tolong saya, Pak," tanpa diduga Watik membuka pintu mobil dan naik. "Mereka mau
membunuh saya, Pak..."
Si Pengendara makin terbelalak ketika melihat perempuan ingusan ini sudah duduk di sebelahnya.
Dia melihat tubuh si perempuan cilik diselimuti cahaya. Dia teringat dengan peristiwa "bayi dalam
selubung cahaya", yang pernah dibuangnya di sungai Ciliwung, 14 tahun yang lalu........
"Turun, lo! Turun!" Jupri mempercepat larinya.
Pengendara itu sangat gugup dan dengan reflek menginjak gas.
Mobil pun melonjak-lonjak dan lari seperti kuda liar!
Tapi diam-diam, Udin berhasil mengingat nama sebuah warung makan beserta alamatnya di bodi
mobil boks itu! *** 43 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Alhamdulillah, ya Allah," Watik mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Lalu dia
menoleh. "Terima kasih, Pak," katanya tulus.
Si Pengendara masih seperti diliputi ketakutan, karena sudah melihat cahaya menyelimuti tubuh
Watik. Dia masih terus saja melihat ke jalanan di depannya. Watik menoleh ke belakang. Jupri dan
para kecoanya berusaha mengejar, tapi mobil makin cepat saja jalannya.
"Untung ada Bapak."
Si Pengendara menoleh dengan takut-takut. "Allahu Akbar," katanya. "Masya Allah," dia kembali
melihat ke depan. Cahaya itu masih menyelimuti anak ingusan itu. Siapa dia"
"Bapak, kenapa?"
Si Pengendara menggelengkan kepalanya. "Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini," suaranya
bergumam. "Bapak tidak salah apa-apa," ternyata Watik mendengar gumamannya. "Justru Bapak sudah
menolong saya." Dia mencuri pandang dengan ekor matanya. Cahaya itu sudah hilang! Kini dia mulai berani
menatap Watik. "Siapa kamu" Kenapa dengan orang-orang kasar tadi?" tanyanya mulai merasa
enakan. "Saya 'Watik', Pak. Orang-orang tadi preman di perempatan jalan besar tadi. Mereka ingin saya ikut
mereka untuk bekerja dengan mami Santi."
"Preman" Mami Santi?"
44 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bahkan saya mau diperkosa oleh salah seorang dari mereka. Bang Jupri, namanya. Untung Bang
Udin dan Mas Paijo menyelamatkan saya. Mereka mendatangi tempat persembunyian saya di
rumah Mas Paijo. Saya lari. Untuk ada Bapak tadi. Ini atas ridho Allah juga, Pak," Watik
menceritakan kish hidupnya dengan suara terbata-bata bercampur dengan perasaan haru.
"Bang Udin" Mas Paijo?"
"Mereka orang baik seperti Bapak."
"Kamu tinggal di mana?"
"Di perkampungan belakang terminal, Pak."
"Tinggal sama siapa?"
Sama mbak Nunik. Dia yang cari uang buat bayar kontrakan kamar petak. Tapi kata Mbak, saya
bukan adik kandung Mbak. Ibu menemukan saya terapung-apung di pinggir kali Ciliwung."
Si Pengendara ternganga. Wajahnya pucat pasi.
Watik menunduk dan menitikkan air mata.
"Kamu sekarang mau pulang ke mana?"
"Nggak tahu, Pak."
"Tidak ada saudara lain?"
45 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Watik menggeleng." "Teman, barangkali."
"Saya sebatangkara. Hanya Mbak Nunik saudara saya selama ini. Kembali ke Bang Udin atau Mas
Paijo, itu tidak mungkin. Bang Jupri pasti akan menangkap saya."
"Kamu kan bisa lapor ke polisi."
"Tidak ada gunanya, Pak. Bang Jupri itu sudah berkali-kali ditangkap, tapi keluar juga."
Si Pengendara mempelankan laju mobilnya. Dia kini sudah bisa berpikir jernih. Dia menatap jalanan
di depannya lagi. Tiba-tiba kaca mobilnya berubah jadi layar TV raksasa. Di sana tergambar dengan


Kupu Kupu Pelangi Karya Gola Gong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jelas saat dia bersama Susi, pacarnya yang enatah berada di mana sekarang. Saat itu mereka
hendak menyimpan bayi di depan sebuah panti asuhan. Bayi itu milik Cindy. Tapi Susi lari
meninggalkannya, karena ketakutan melihart tubuh si bayi merah yang diselubungi cahaya. Tak ada
pilihan lain baginya, bayi merah itu dihannyutkannya di sungai Ciliwung. Itu sudah lama sekali; 14
tahun yang lalu. Lantas dia menoleh. Dia ingin memastikan, apakah perempuan belia ini ada hubungannya dengan
bayi yang dihanyutkannya di kali Ciliwung. Dengan sangat hati-hati dia meneliti bagian samping
wajahnya. Tapi dia merasa kesulitan untuk mengenalinya.
"Stop, stop di depan saja!"
Si Pengendara meminggirkan mobilnya. Dia meneliti keadaan di sekelilingnya. Di depannya ada
jembatan yang melengkung melewati jalan tol Jakarta - Merak. Dia memang hendak menyebrangi
jalan tol, menuju pinggiran Jakarta di sebelah barat.
"Terima kasih, Pak," Watik bermaksud membuka pintu mobil.
46 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kamu mau ke mana?"
"Saya sudah terbiasa hidup di jalanan, Pak. Bagi saya yang penting sekarang, bisa terlepas dari
Bang Jupri dan Mbak Nunik. Sekali lagi terima kasih." Watik turun. Dia menutup pintu mobil dengan
pelan. Lalu berjalan ke pinggiran dan berdiri di sana. Dia membalik dan tersenyum.
Ketika gadis kecil ini menghadap langsung ke arahnya, dalam siraman lampu penerang jalan, dia
bisa melihat sebuah kalung dengan bandul huruf "C" bertengger di dadanya. Si Pengendara seperti
dihantam oleh balok beton. Tepat mengenai kepalanya. Hatinya roboh!
*** Bab Sebelas DI STASIUN TELEVISI Pak Rahmat memarkir mobilnya di antara deretan mobil-mobil lainnya. Arum bergegas membuka
pintu. Udara AC langsung berganti dengan angin lembut. Daun-daun angsana yang kering
berjatuhan menimpa rambutnya, yang sudah banyak uban. Arum merasakan pipinya
ditampar-tampar dengan halus oleh angin menjelng siang. Betapa sejuk arena perparkiran stasiun
televisi swasta ini. Pohon-pohon angsana berjejer rapih menjadi payung hidup.
"Pak Rahmat mau ikut ke dalam?"
"Saya di sini saja, Bu. Sekalian nerusin tidur. Semalam nonton piala Champions sampai pagi."
"Ya, sudah. Saya pergi dulu. Kalau ada apa-apa, nanti Ibu panggil lewat pengeras suara."
"Iya. Bu. Semoga Ibu bisa mendapatkan khabar yang baik tentang anak kecil di berita televisi itu."
47 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Amin." Rum tersenyum dan berjalan menyusuri jalan. Dia mengitari pandang dan membacdai smua
petunjuk arah di areal yang luas iin. Tadi dipintu gerbang utama, seorang petugas menunjukkan
arah, bahwa redaksi pemberitaan televisi ini berada di gedung C. Dia kini sudah melihatnya. Ada di
sayap sebelah kanan gedung utama, A. Dia berjalan ke sana. Di samping kanan gedung A ada
kesibukan yang luar biasa. Sebuah mobil generator menyala keras. Kael-kabel beresrakan.
Beberapa orang sedang mejmasang lampu di atas tiang penyangga. Kamera sedang di setel. VTR
diletakkan di tempat yang teduh.
"Setengah jam lagi kita take, ya!" seseorang berteriak.
"Kayaknya nggak bakalan bisa!"
"Kenapa?" "Pemain utamanya kejebak macet di Bintaro!"
"Cuma nunggu si Ferry?"
"Iya!" "Pemain lainna udah kumpul semua?"
"Udah!" "Telepon penulisnya. Minta dialog-dialog si Ferry dipindah ke Tata. Atau Wahyu. Entah gimana
alasannya, pokoknya di scene ini tanpa si Ferry!"
Ceritanya jadi bergeser!"
48 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ah, lo tau apa soal cerita! Biar itu urusannya penulis. Dia lebih tahu dari kamu!"
"Satu jam diundur, nggak bisa?"
"Lo yakin macetnya cuma sejam" Bintaro itu war zone jam segini! Bisa dua-tiga jaman macetnya!"
dia bersungut-sunut. "Lihat, tuh!" dia menunjuk ke langit. "Kalau hujan, malah kita nggak akan dapat
apa-apa!" "Oke, oke!" Arum tersenyum mendengar percakapan antara sutradara dan asistennya itu. Ternyata tidak
gampang membuat sinetron. Dia hanya tinggal duduk dik ursi dan menonton hasilnya saja. Kalau
bagus dia memuji, kalau jelek pindah ke saluran yang lain. Andai saja kisah hidupku disinetronkan!
Dia jadi tersenyum sendiri membayangkan hal itu.
Arum mendorong pintu lobi gedung C. Hawa AC menyergapnya lagi. Dia merapatkan ujung
kerudung di lehernya. Dia berjalan ke resepsionis.
"Assalamualaikum."
"Pagi, Bu," jawab si wanita resepsionis.
Arum tersenyum. "Saya ada janji dengan Pemimpin Redaksi Pemberitaan."
"Sebentar, Bu," petugas wanita itu mengambil sebuah buku. "Ibu sudah bikin janji."
"Sudah. Saya 'Nyonya Arum'."
49 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Nyonya Arum," dia mencari-cari didaftar. Lalu dia menutup buku itu dan mengangkat gagang
telepon. "Pagi, Pak. Mereka sudah datang," dia menatap ke belakang Arum. "Bagaimana" Mereka
disuruh naik" Baik, baik." Dia meletakkan gagang telepon. "Ibu silahkan duduk dulu. Lima menit lagi
beliau akan turun." "Terima kasih." Arum membalik dan berjalan ke ruang tunggu. Dia melihat ada seorang wanita
berjilbab sedang tekun membaca sebuah buku. Arum duduk di depannya.
Wanita itu mengangkat wajahnya. Tersenyum. Arum juga tersenyum. Wanita kembali membaca
buku. Arum mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Wanita itu tampak tidak melanjutkan bacaannya.
Dia pelan-pelan mengangkat wajahnya. Dia memperhatikan wanita separuh baya, yang sedang
mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Dia merasa kenal dengannya.
"Tante Arum?" tapi dia masih merasa kurang yakin.
Ya, saya sendiri," Arum mengangkat wajahnya. Dia tersenyum pada wanita di depannya. Dia
sedang menebak-nebak siapa gerangan lawan bicaranya itu.
"Tante tidak mengenali saya?"
"Maaf, Tante sudah tua. Suka lupa sekarang," sebuah buku kecil tentang kumpulan doa-doa kini di
genggaman tangannya. "Tuan Bram, 'kan?"
Arum tersenyum lagi, walaupun muncul rasa kaget ditangannya. Bahkan buku kecil itu
dimasukkannya lagi ke dalam tasnya, pertanda bahwa dia mulai serius . "Itu sudah berlalu, dik.
Siapa, ya?" Arum penasaran menatap wajah lawan bicaranya.
"Sudah lama, Tante," wanita berjilbab ini menerawang. "Saya membacanya di koran. Cindy yang
bernasib malang. Tuan Bram yang harus menebus dosa-dosanya di rumah sakit. Juga saya, Tante.
Yang selalu dibayangi rasa bersalah, karena sudah membuang cucu Tante," tiba-tiba matanya
50 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berkaca-kaca. "Kamu?" Wanita ini langsung bangkit dan menubruk Arum. Dia menggenggam lengan Arum kuat-kuat sambil
berurai air mata. "Maafkan susi, Tante. Seharusnya Susi tidak meninggalkan Anton sendirian
dengan bayi Cindi. Tapi Cindy takut melihat bayi itu diselubungi cahaya. Cindy sangat takut."
"Subhanallah," Arum mendekap kepala Susi. Membelai rambutnya. "Ternyata kita masih diberi umur
panjang untuk bertemu lagi."
"Tante kelihatannya baik-baik saja."
"Itu semua berkat pertolongan Allah."
"Alhamdulillah..."
"Tante berkali-kali menghubungi keluargamu. Kata mereka, kamu tidak pernah memberikan alamat
yang jelas. Kamu seperti hilang ditelan bumi. Padahal Tante sangat membutuhkan pertolongan
kamu." "Ehem!" Arum dan Susi tersentak. Mereka lupa bahwa sedang berada di lobi sebuah gedung. Lelaki yang
berdehem itu mencoba bersikap simpati, karena dua wanita itu sedang bersimbah air mata. "Apa
butuh ruangan khusus" Barangkali masih ada yang perlu dibicarakan?" dia menawarkan jasa.
Arum menyeka air matanya. Susi juga. Mereka menggeleng cepat.
51 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Maafkan kami, Pak," Arum kini sudah bisa tersenyum. "Kami sudah lama tidak bertemu."
"Jadi, kalian datang ke sini tidak bersama-sama?"
Arum dan Susi menggeleng..
"Tapi, kalian datang ke sini dengan alasan yang sama, ingin melihat kaset rekaman operasi
pembersihan perempuan penjaja seks komersial! Menarik sekali!" seru si Lelaki.
Arum dan Susi kaget dan saling pandang. "Anak kecil itu?" mereka saling melemparkan
pertanyaaan. *** Pak Yanto menyuruh seorang operator menyiapkan perangkat video player. Sebuah TV dengan inci
besar berada di tengah-tngah. Di ruangan rapat ini mereka duduk membicarakan tentang operasi
yang digelar Satpol Pamong Praja beberapa malam yang lalu.
"Wartawn dan kameraman yang meliput peristiwa ini sedang menuju ke sini. Mereka mungkin bisa
menjelaskan lebih rinci lagi. Menurut kameramannya, masih ada satu kaset lagi yang bisa berbicara
banyak tentang peristiwa malam penggarukan itu."
Arum dan Susi mengangguk-angguk. Seorang office boy masuk, menyuguhkan minuman air putih.
"Kejadian ini sangat menarik. Sangat menyentuh nilai-nilai kemanusiaan kita. Cucu Bu Arum
dibuang oleh dik Susi bersama pacarnya, Anton, yang sekarang entah berada di mana."
52 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Setelah sembuh dari perawatan, Anton menghilang," Arum menjelaskan.
"Tapi mantan suami Ibu, Tuan Bram yang mantan pegnusaha terkenal itu, masih dirawat di sana.
Bahkan disinyalir sulit untuk sembuh seperti sedia kala."
"Iya." "Kembali ke soal bayi yang dibuang tadi. Itu empat belas tahun yang lalu. Dik Susi sendiri tidak
tahu, di mana Anton membuangnya. Tapi, menurut Bu Arum, saat bertemu di rumah sakit, Anton
bercerita baha bayinya dihanyutkan di sungai Ciliwung."
"Dihanyutkan di Ciliwung," Susi masih tidak bisa mempercayainya kalau Anton membuangnya di
sungai. "Seharusnya saya tidak meninggalkan Anton. Seharusnya cucu Tante ada di panti asuhan
sekarang," rasa bersalah itu tetap ada.
Sudahlah. Jangan terlalu menyalahkan diri kamu. Justru sumber masalah ada pada diri Tanten.
Coba, kalau misalnya Tante sndiri yang meletakkan cucu Tnte di depan pintu panti asuhan, kamu
sama Anton 'kan tidak perlu terlibat."
"Yang paling menarik di sini, bahwa bayi itu diselubungi cahaya. Itu yang menjadi alasan kenapa dik
Susi lari meninggalkan Anton."
"Juga kupu-kupu pelangi yang memantulkan cahaya," Arum mengingatkan.
"Soal kupu-kupu pelangi ini, kira-kira ada hubungannya tidak dengan bayi, yang entah kini ada di
mana?" "Pasti ada. Yang melihat kupu-kupu pelangi itu 'kan bukan hanya saya. Tapi, Bram, Pak Rahmat,
Anton, serta fredy dan Franky, kedua tukang pukul Bram."
53 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya, ya, ya!" "Pak Rahmat dan Bram, melihat kupu-kupu pelangi itu saat mereka hendak membawa Cindy ke
klinik untuk operasi cesar!"
"Ya, ya, ya!" "Bahkan Cindy juga pernah melihat nya. Sekali saja. Saat dia dibawa ayahnya dari rumah ke klinik."
"Hanya saja, Bu Arum tetap keberatan menyebutkan, siapa ayah dari anak Cindy."
"Tidak perlu itu. Orangnya masih hidup. Saya tidak berhak merusak kebahagiaannya sekarang."
TOK, TOK, TOK! "Masuk!" Dua orang lelaki masuk. "Ini wartawan kami, Teguh. Dan yang agak gemuk ini, kameraman, Triono!" Pak Yanto
memperkenalkan. Arum dan Susi bangkit dan saling berjabatan tangan. Di tangan Teguh ada sebuah VHS.
"Oke, sudah ngumpul semua. Bagaimana video playernya" Sudah bisa diputar?" tanya Pak yanto
pada seorang pegawai, yang sedari tadi masih mengotak-atik peralatan video player.
54 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Silahkan, Pak!" petugas itu sudah selesai mengerjakan tugasnya. Dia pun pergi dari ruangan.
"Oke! Kita lihat dulu versi yang sudah ditayangkannya, ya!" Pak Yanto memencet remote controle.
Arum dan Susi tak pernah mengedipkan matanya. Dia tidak mau melewatkan gambar-gambar di
televisi itu........ "Lepasin, Pak! Lepasin!"
"Saya bukan pelacur, Pak! Bukan! Saya ibu rumahtangga, Pak!"
"Jangan, Pak, jangan! Kasihanilah saya, Pak!"
"Anak saya masih kecil di rumah. Dia butuh susu, Pak!"
Kemudian seorang korban berhasil diwawancara oleh reporter TV. Wajahnya menyimpan kesedihan
dan "Saya baru pulang dari Bogor, Mas, Abis minjem duit sama Ibu. Anak saya yang baru umur 3
tahun kena cacar. Mau saya bawa ke rumah sakit. Kasihan bapaknya sekarang. Dia pasti nunggununggu. Padahal saya udah nunjukin ka te pe, Mas. Tolonglkah saya, Mas. Moga-moga suami saya
nonton ya, Mas. Biar dia bisa nyusul saya ke tempat penampungan."
Lalu ada wawancara yang lain. Kali ini seorang wanita bergincu tebal. "Kenapa kami diperlakukan
seperti binatang" Diangkuti ke atas truk dan ditumpuk kayak ikan sarden! Apa salah kami" Kami
kan cari uang. Kami kan ada di sini, karena ada yang mencari kami. Karena ada yang butuh sama
kami. Tapi, kenapa hanya kami yang ditangkapi" Kenapa yang di hotel-hotel berbintang nggak
ditangkapi juga" Apa bedanya mereka?"
"Iya, Mas! Ini kan nggak adil!" yang lainnya nimbrung dengan nada protes. "Katanya jaman
reformasi! Mana hidup udah susah begini! Harga-harga naik melulu! Janjinya mau merhatiin rakyat
kecil! Tapi, para koruptor malah dibiarkan bebas! Ini nggal adil! Kita kan nggak ngerugiin
siapa-siapa. Kita cari duit kayak gini karena nggak ada jalan lain aja."
55 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Beberapa orang aparat Pamong Praja mendekati mereka. Wawancara itu dibubarkan. Beberapa
telapak tangan menghalangi lensa kamera. Gambar bergoyang-goyang. Orang berlarian.
Kepanikan yang ada. "Ayo, cepet naik!" seorang aparat memaksa.
"Lepasin, Pak! Lepasin!"
Seorang aparat menutupi lensa kamera.
Gambar kembali bergoyang-goyang. Tapi tak lama. Kini muncul lagi gambar tentang sebuah
perempatan jalan. Lampu lalu lintas dari hijau ke merah. Lampu merkuri menghamburkan sinar
violetnya. Berkerlap-kerlip dan menyelimuti para wanita jalanan, yang lari pontang-panting
menghindari kejaran para aparat Kamtib.
"Nah, yang ini!" Arum sudah tidak sabar lagi.
"Dia masih kecil. Dia pasti dipaksa untuk jadi pelacur jalanan!" Susi menimpali.
Seorang yang masih anak-anak berjalan seorang diri saja. Anak itu berjalan di antara kepanikan
menuju truk dengan sangat tenang. Anak itu seolah sedang mengikuti "sesuatu". Seolah sedang
tersihir oleh "sesuatu". Seolah dibimbing oleh "sesuatu" untuk naik ke atas truk dan bersedia digaruk
aparat. Gambar-gambar pun selesai.
Semua menghela napas. "Jadi, anak kecil itu yang membuat Bu Arum dan dik Susi ke sini. Hikmahnya bagus juga. Kalian
56 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang sudah lama berpisah, bertemu di sini."
"Apa ada pengambilan gambar dari arah depan, ya" Saya ingin sekali melihat anak kecil itu dari
depan." "Triono" Bagaimana?"
Triono mengangguk dan bangkit. Dia berjalan ke video player. Memijit eject, mencabut VHS yang
lama dan memasukkan VHS yang sedari tadi dipegangnya. "Semoga Ibu dan 'Mbak bisa mengenali
anak itu." Play! Arum dan Susi berdebar-debar menunggu peristiwa yang direkam kamera muncul di layar TV.
*** Ruang tunggu itu terasa pengap. Tak ada udara pendingin. Hanya ada kipas angin kecil, yang
berputar-putar di langit-langit ruangan. Tak terasa apa-apa, karena hembusan panas siang hari dari
arah luar lebih kuat. Arum duduk gelisah sabil mengipas-ngipas tubuhnya. Sedangkan Susi
mondar-mandir. "Lama sekali!" Susi tidak sabar lagi.
"Sabar, Sus." Sepertinya ada yang ditutup-tutupi!"
57 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jangan berprasangka buruk dulu."
"Sebaiknya kita tunggu di luar saja, Tante. Sekalian lihat-lihat. Lumayan banyak anginnya," Susi
keluar juga. Arum bangkit dan mengikuti Susi. Mereka sudah berada di koridor. Beberapa wanita lalu-lalang
sambil tertawa genit. Mereka seolah tidak merasa terbebani dengan status dan posisinya di tempat
penampungan ini. "Besok gue udah ditebus Mami!"
"Berapa lo bayar?"


Kupu Kupu Pelangi Karya Gola Gong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada aja!" "Alah! Lo bayar ama goyangan lo 'kan!"
"Emangnya gue Inul!"
Mereka menggoyang-goyangkan pinggulnya seperti sedang ngebor saja! Tawa mereka pun
meledak. Orang-orang yang melihat tingkah polah mereka sebagai Inul si ratu "ngebor" ikut tertawa.
Lumayanlah untuk melupakan keruwetan hidup sejenak.
Tapi Susi masih saja gelisah mondar-mandir di koridor. Sedangkan Arum lebih memilih berjalan ke
tengah taman. "Kemana, Tante?"
58 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Arum menunjuk ke pohon beringin itu. Di sana ada beberapa bangku yang melingkari sebuah
pohon beringin yang besar. Mungkin di sana udaranya lebih sejuk, pikirnya. Susi akhirnya
mengikuti. Ketika baru saja duduk, Arum mendengar suara isak tangis. Dia menoleh. Tak jauh darinya, dia
melihat seorang wanita sedang tersedu-sedan. Susi yang hanya berdiri sambil melihat-lihat ke
ruangan kantor itu, juga tertarik dengan suara isak tangis itu. Arum dan Susi mendekati wanita itu.
"Kenapa, dik?" Wanita itu menatapnya. Air matanya tak tampak, tapi matanya sembab. Bibirnya kering. Wajahnya
pucat. "Sakit?" Susi meneliti.
Dia menggeleng. apa, Dik?" "Ibu bisa menolong saya?"
"Menolong, bagaimana?"
"Ada yang ngancam kamu" Ayo, ceritakan. Kebetulan saya dari lembaga yang peduli pada
kasus-kasus kekerasan perempuan."
Wanita itu menatapnya. Sorot matanya yang tadi kelabu kini dibercaki cahaya seperti lilin. Dari
nyala kecil menjadi terang.
59 Kelana Buana (You Jian Jiang Hu) Gan KH. m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Betul, Bu?" "Iya, betul," Susi mengangguk dan duduk di sebelahnya.
Wanita ini mengusap kedua matanya. Dia mengumpulkan napasnya. "Saya bukan pelacur, Bu.
Saya seorang Ibu dengan dua orang anak. Malam itu saya baru pulang dari rumah Ibu. Saya pinjam
sama Ibu untuk biaya anak saya yang kena cacar. Suami saya menjgai kedua anak kami. Saya
pulang kemalaman. Tiba-tiba, saya kena garuk, Bu. Padahal saya sudah nunjukin ka te pe sama
petugas. Tapi, mereka tidak peduli."
"Ya, ya, ya, saya mengerti!"
"Keluarkan saya dari sini, Bu! Keluarkan! Saya harus pulang. Saya harus beli obat buat anak saya!
Kasihan suami saya. Dia sudah kesini, tapi harus minta surat keterangan dari walikota dulu, Bu.
Suami (http://cerita-silat.mywapblog.com)
60Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
saya sudah abis-abisan buat ngeluarin saya.".
Dua orang petugas datang menghampirinya. Mereka memegangi tangannya dan mengajaknya
pergi. Tapi dia menolak. Terjadilah adegan tarik menarik; seperti orang sedang berlomba tarik
tambang. "Saya mau dibawa ke mana, Pak?"
"Ikut kami ke kantor!"
"Memang kenapa dia?" Susi memprotes.
"Urusannya makin rumit. Dia terlalu banyak bicara, sehingga masalah ini dimuat di koran-koran."
"Lho, apa salahnya?" Arum tidak bisa terima begitu saja.
"Ibu ini siapa?"
Saya mencari cucu saya di sini, Pak! Tadi, kami sudah menunggu hampir satu jam, tapi belum juga
ada jawaban." "Namanya siapa?"
Arum melihat ke Susi. Mereka bingung. Mereka memang belum tahu siapa namanya.
"Cucu sendiri kok nggak tahu namanya!"
1 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tapi, sebentar, Pak," Arum mencari-cari sesuatu di tas kecilnya. Tadi di stasiun televisi swasta, dia
dibekali sebuah foto hasil print out lewat komputerisasi. Foto ini pun sudah dia perbanyak dan
dibagi-bagikan kepada semua orang di tempat penampungan. "Ini, ini fotonya, Pak!"
Seorang petugas meneliti foto hitam putih itu. Kedua alisnya teragnkat. Keningnya berkerut. "Nggak
jelas! Bukan foto asli, sih!" suaranya bergetar berat. Dia menyerahkan lagi foto kopian itu ke Arum.
"Ayo! Ikut kami! Dia kembali menarik wanita malang tadi.
"Bu, tolong keluarkan saya," tangisnya lagi.
"Ikut dulu saja, Bu. Jangan khawatir, nanti saya akan datang ke sini lagi mengurus Ibu. Insya Allah,
Ibu akan pulang bertemu dengan anak-anak dan suami Ibu."
"Pokoknya, saya minta dipulangin secepatnya. Kasihan anak saya..."
"Iya, iya, Bu..."
Akhirnya si Ibu mengikuti kedua petugas itu ke kantor.
Arum dan Susi terhenyak di kursinya. Mereka mulai putus asa. Tak ada seorang pun yang
mengenali gadis kecil, yang dimaksud mereka.
"Belon ketemu?" tiba-tiba seorang wanita berdiri di depan mereka. Tangannya memegagni foto
yagn tadi disebarkan oleh Arum dan Susi. Dia meneliti lagi fotonya dan mengingat-ingat,
"Belum," jawab Arum sedih.
"Ibu kenal?" 2 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Rasa-rasanya iya. Saya pernah ketemu dia di sini. Masih kecil. Cantik. Kayaknya dia anak
baik-baik." "Kok, Ibu ada di sini?" Arum menelitinya.
Saya lagi sial aja. Saya bukan pelacur, kok. Pada waktu peristiwa penggarukan itu, saya beli obat
nyamuk. Eh, mereka ngegaruk saya.. Saya nggak bawa dompet. Wong cuma beli obat nyamuk,
kok. Ya, nggak bakalan ke mana-mana. Tapi, suami saya udah ngomong ke koran-koran. Biar rame
sekalian.." "Jadi, Ibu ngelihat anak ini?"
"Iya." "Tahu namanya?"
Dia menggeleng. Arum kecewa. "Mungkin....," Susi memancing.
"Ya, alamat rumahnya anak itu pernah ngomong. Di daerah Cengkareng. Atau mungkin deket
terminal Kalideres. Tepatnya saya nggak tahu persis. Tapi, coba aja cari petugas di sini yang di
pipinya ada codet. Saya lihat, pada waktu malam dia dipulangkan, dialah yang membawa anak itu."
"Yang bercodet?"
3 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Iya." "Yang tadi itu" Yang bawa perempuan itu?"
"Iya. Yang tadi ibu kasih lihat fotonya."
"Astaghfirullah! Dia membohongi kita, Tante!"
"Sabar, Sus. Sabar."
Susi menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda kesal dan marah.
*** Anton seperti tersengat listrik. Dia meraba-raba kursi sofanya; mencari-cari remote controle. TV 21
inchi berada persis di depannya. Dia membesarkan volume TV. Kedua matanya dibuka lebar-lebar.
Susikah itu" Tante Arumkah" Dia berpindah tempat duduk, agar lebih dekat dengan TV. Di sebuah
acara entertainment TV swasta, dimana segmentnya adalah berisi tentang para pemirsa yang
kehilangan sanak saudaranya, Arum dan Susi muncul sebagai nara sumber. Susi yang dulu pernah
menjadi pelabuhan hatinya. Tante Arum yang dulu menjadi orang pertama meneteskan tinta hitam
ke dalam idealisme putihnya.
Mbok Siti, orang yang sudah merawat saya sejak kecil, memberi nama cucu saya dengan 'Raden
Ajeng Larasati'. Saya sendiri belum memberinya nama. Apalagi Cindy, ibu si bayi. Tapi, orangtua
angkatnya memberinya nama 'Watik'. Begitu kata orang-orang yang kami temui di daerah
Kalideres," suara Arum di televisi bergetar dan diselimuti keharuan.
"Bagaimana bisa yakin, kalau dia adalah cucu Ibu?" si Pewawancara kurang yakin.
4 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia memakai kalung berbandul 'ce'," mata Arum berkaca-kaca.
"Bandul dengan huruf 'ce'?" si Pewawancara tertarik dengan kalung. "Maksudnya?"
"Sebelum saya menyuruh Susi...," melihat ke Susi, yang duduk gelisah di sebelahnya, ".... Untuk
meletakkan cucu saya di depan pintu sebuah panti asuhan, saya dan ibu Cindy, berinisiatif
melingkarkan kalung itu. Huruf 'ce' itu maksudnya adalah 'Cindy'. Nama anak saya. Ibu dari si bayi.
Kami berharap, suatu saat kelak bisa mengenalinya lagi jika melihat bandul kalung itu. Semoga saja
dia masih memakainya."
"Ibu tidak tahu di mana cucu Ibu sekarang?"
"Ketika kami mendatangi panti rehabilitasi, ada seorang penghuni yang mengenali cucu saya."
"Termasuk melihat kalung dengan bandul 'ce' itu?"
"Iya. Saya yakin, cucu saya termasuk yang terkena pembersihan pekerja seks komersial beberapa
waktu yang lalu. Preman Jupri dan Nunik, dalam berkas acara pemeriksaan menguatkan itu.
Mereka malam itu membawa Watik ke perempatan jalan untuk beroperasi. Juga petugas yang..
maaf... bercodet itu... Dia juga mengaku membawa Watik untuk ditawarkan ke Om-om di sebuah
hotel. Konon, Watik masih gadis..."
Susi melihat Arum tak mampu lagi meneruskan kalimatnya. Dia melengkapinya, "Terutama juga
atas bantuan dan keberanian Udin dan Paijo. Mereka berdualah yang melawan
kesewenang-wenangan preman Jupri. Atas partisipasi mereka, preman Jupri tak mampu mencegah
Watik lari." "Saya percaya, kalau cucu saya bukan pelacur, kecuali karena dipaksa. Kita 'kan semua tahu,
bagaimana kerasnya hidup di jalanan."
5 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mbak Susi juga melihat peristiwa itu di televisi?"
Susi mengangguk. Dia ingat sekali malam itu, ketika masih disibukkan oleh berkas-berkas yang
menumpuk di mejanya. Seharian itu dia tak beranjak dari ruang kerjanya. Makan siang dan malam
pun dia lakukan di meja kerjanya. Berita malam di TV itu mengusiknya hatinya. "Operasi Bersih
Jaya" di seluruh jalanan kota Jakarta membangunkannya dari kelelahan membacai hasil wawancara
dari banyak korban kekerasan perempuan di Jakarta. Di televisi dia melihat ada seorang anak yang
berjalan seperti dibimbing "sesuatu" ke atas truk. Sementara itu di sekelilingnya kepanikan sedang
terjadi. Dia langsung bangkit dari duduknya saat itu. Dia berjalan ke kursi tamu di ruang kerjanya,
yang berukuran 4 kali 4 meter. Dia membesarkan volume TV. Matanya tak pernah lepas dari setiap
gambar yang ditampilkan. Seorang anak terselip di antara keriuhan penggarukan wanita penjaja
seks komersial, yang sering juga disebut penyakit sosial.
"Siapakah anak kecil itu?" Susi melemparkan pertanyaan pada pemirsa di rumah dengan nada
bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Di sana terlukis perasaan bersalah yang membayangi
sepanjang hidupnya. "Saya seperti pernah melihatnya," gumamnya.
"Baik, Pemirsa di rumah. Kita lihat saja peristiwa pembersihan para pekerja seks komersial oleh
Satuan Polisi Pamong Praja beberapa waktu yang lalu."
Lalu muncul di layar televisi, bagaimana peristiwa pembersihan pekerja seks komersial itu
berlangsun. Di sanalah pemirsa dengan sangat jelas bisa melihat seorang gadis di bawah umur
sedang berjalan menuju mobil aparat. Adegan itu sengaja di perlambat dan tampak sekali kalau si
gadis tidak mempedulikan kejadian hiruk pikuk di sekelilingnya. Anak itu seperti sedang megnikuti
"sesuatu" yang entah apa. "Sesuatu" yang membimbingnya......
"Subhanallah," Arum tersedu-sedu.
"Jadi, Ibu dan 'Mbak yakin, kalau anak itu ada kaitannya dengan bayi, yang sudah...."
"Dihanyutkan di kali Ciliwung oleh Anton," Arum memperjelas.
Ya, dihanyutkan. Oleh.... Anton, ya" Mantan pengusaha yang disinyalir punya bisnis gelap itu.
Entah di mana dia sekarang. Ibu bertemu dengan Anton saat di rumah sakit, ya?"
6 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Iya. Saat kerusuhan massal Mei berdarah itu, Anton kehilangan segala-galanya."
"Yakin Watik akan diketemukan?"
"Udin, sahabat Watik mengamen, berhasil mengingat nomor polisi mobil boks yang membawa Watik
malam itu. Kini pihak aparat kepolisian sedang melacak pemiliknya. "
Si Pewawancara melihat ke Susi. "Ketika di kampus, Anton pernah dekat dengan Anda, ya?"
Susi mengangguk dan matanya berkilauan oleh permukaan air. "Anton kekasih saya saat itu. Dan
sayalah yang menjerumuskan Anton untuk menerima pekerjaan terkutuk itu. Membuang bayi yang
tak berdosa. Dia sebetulnya orang yang baik. Mahasiswa idealis. Semoga saja dia menonton
tayangan ini. Saya meminta maaf, karena sudah meninggalkan kamu saat itu, Anton," Susi melihat
ke kamera dan menangis. Mata Anton terasa hangat. Dadanya dihantam ombak.
"Kabar terakhir, mantan suami Ibu, Raden Tumenggung Bramantio Brotodiningrat, masih dirawat di
rumah sakit." "Iya. Tinggal perawatan akhir. Mungkin setelah Watik kami temukan, Pak Bram akan sembuh.
Menurut diagnosa dokter, yang sakit adalah jiwanya. Saya yakin, sepeti juga halnya kami, Pak Bram
juga dihantui perasaan bersalah atas bayi tak berdosa itu. Awalnya yang dia tahu, dia sudah
membunuh Cindy dan bayinya. Tapi, ketika kami beritahu, bahwa si bayi itu masih hidup, dia
merasa bersyukur. Kami bisa melihat dari sorot matanya yang bersinar."
"Jadi, Ibu akan membawa Watik bertemu dengan Pak Bram?"
"Insya Allah, itu sudah kewajiban kami."
7 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bagaimana dengan ayah Watik?"
Arum terdiam. Susi tampak tegang. "Belum saatnya saya bicarakan di sini. Tapi, saya akan membawa cucu saya pada ayahnya nanti.
Saya yakin, mereka pasti akan berbahagia ketika bertemu."
Si pembawa acara merasa maklum. Dia menatap kamera dan berbicara, "Kami menghimbau, jika
ada yang pernah melihat Watik, jangan sungkan-sungkan untuk mengbungi kami di...."
Anton mematikan TV. Pikirannya mengembara dengan sangat liarnya. Selepas dari perawatan
rumah sakit, waktu telah membawanya ke pinggiran kota Jakarta ini, sebagai pengusaha rumah
makan untuk para pelajar dan mahasiswa. Daerah tempatnya tinggal berdekatan dengan sebuah
kampus dan kompkleks sebuah lembaga pendidikan pesantren. Dengan bantuan teman-temannya
dan sedikit sisa tabungan, Anton membeli sebuah rumah di pinggiran barat Jakarta. Lalu dia
membuka usaha warung makan. Kesehariannya selain dihabiskan di rumah makan, juga di
pengajian-pengajian mesjid. Saat hampir menabrak Watik malam itu, dia baru saja menghadiri
sebuah pengajian. Awalnya Anton sangat ketakutan ketika melihat cahaya muncul di tubuh Watik. Dia mendengar
Watik meminta tolong dan bebreapa orang mengejarnya. Akhirnya dia membiarkan Watik naik ke
mobilnya. Dia yakin, bahwa peristiwa malam itu adalah jawaban dari setiap doanya, agar bisa
dipertemukan dengan bayi yang pernah dihanyutkannya di kali Ciliwung. Kini dia mempekerjakan
Watik di rumah makannya. Perjalanan panjang ini akan berakhir sekarang, batin Anton bernapas lega. Terima kasih ya Allah.
Dia menengadah dan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Lalu dia
melangkahkan kakinya ke bagian belakang rumah makannya.
Tapi, dia termangu. Di depannya seorang gadis sedang berjalan ke arahnya. Dia tahu itu Watik.
Ketika lampu penerangan menimpa wajah Watik, Anton melihat kedua mata Watik sembab. Tangan
Watik sedang memegangi kalung berbandul 'Ce' itu.
8 Tujuh Pembunuh (Qi Sha Sou) Tjan ID m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Pak Anton, antar saya ketemu sama mereka....."
Anton gemetar bibirnya. T A M A T - pustakaloka RUMAH DUNIA, Akhir Maret 2003
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
9 Pembunuh Misterius 3 Cinta Buta Sang Penulis Muda Karya Bois Cintaku Selalu Padamu 3

Cari Blog Ini